yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Selain itu masa remaja juga dapat dikatakan sebagai masa memilih, hal ini terlihat dari salah satu tugas perkembangan remaja berkenaan dengan karir yaitu memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Santrock, 2003 &Sukadji, 2000). Dalam hal ini remaja juga telah masuk pada tahap membuat keputusan karir (Bardick, Bernes, Magnusson & Witko, 2006; Creed, Patton, & Prideaux, 2006). Oleh sebab itu, pada siswa SMA ada kebutuhan untuk mempersiapkan karirnya dimulai dengan menentukan jurusan di perguruan tinggi. Orientasi mengenai jenis pekerjaan dimasa depan merupakan faktor penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan remaja yang akan menjalani pendidikan (Desmita, 2005). Jadi bagi siswa SMA, menentukan program pendidikan, fakultas maupun jurusan di perguruan tinggi merupakan pemilihan pendahuluan atau awal dari dunia karir mereka (Sukadji, 2000). Di masa remaja perkembangan karir berjalan seiring dengan bertambahnya usia serta mengalami suatu dinamika yang penting pada masa sekolah menengah. Siswa pada sekolah menengah mulai membuat rencana karir dengan eksplorasi dan mencari informasi berkaitan dengan karir yang diminati (Bardick et al., 2006). Super (dalam Seligman, 1994) mengatakan perkembangan karir pada masa sekolah menengah sebagai tahap eksplorasi yang dimulai pada usia 15 sampai 24 tahun. Pada tahap ini remaja mengembangkan kesadaran terhadap dirinya dan dunia kerja, mulai mencoba peran-peran baru, dan mulai mempersempit pilihan karir, maka dalam hal ini diperlukan kematangan karir. Tidak semua remaja atau siswa SMA mampu dengan mudah membuat keputusan dalam karir. Kebanyakan dari mereka mengalami kebingungan sebelum akhirnya dapat menentukan pilihannya (Creed et al., 2006). Nota dan Soresi (2003) mengungkapkan bahwa kebingungan memilih karir memang telah menjadi isu pada jenjang pendidikan sekolah lanjutan atas. Proses pengambilan keputusan karir tak jarang menjadi suatu tekanan bagi siswa. Kecemasan dan reaksi stres memungkinkan para siswa atau remaja menunda pengambilan keputusan karir atau bahkan menyerahkan kepada pihak lain seperti orang tua yang pada akhirnya menjadikan keputusan yang dibuat kurang optimal (Germeijs & Verschueren, 2006; Keller & Whiston, 2008; Witko, Bernes, Magnusson, & Bardick, 2005). Survei yang dilakukan oleh Syahraini (2011) pada siswa kelas XI di kota Yogyakarta 1
menunjukkan hasil bahwa sebesar 59,76% siswa mengalami kesulitan dalam memilih jurusan diperguruan tinggi. Selain itu sebanyak 22,24% sudah memutuskan pilihan jurusan tetapi tidak yakin sepenuhnya terhadap pilihan yang diambil. Berdasarkan data yang dihimpun dari tim konselor pada bimbingan belajar N di Yogyakarta tahun 2012-2013 nampak bahwa 164 siswa kelas XII dari berbagai SMA di Yogyakarta menyampaikan permasalahan pemilihan program studi. Para siswa tersebut mengungkapkan bahwa mereka mengalami kebimbangan dan kesulitan dalam menetapkan pilihan program studi yang sesuai dengan diri mereka. Menurut data konseling, kebanyakan penyebab siswa kesulitan menetapkan pilihan program studi adalah karena siswa merasa ragu dengan pilihannya. Hal ini menjadi indikasi bahwa terdapat permasalahan dalam pemilihan jurusan pada siswa SMA. Hasil wawancara dengan 8 siswa kelas XII yang berasal dari 3 sekolah yang berbeda di cabang Bimbingan belajar N wilayah Bantul pada tanggal 6 November 2013 menunjukkan bahwa para siswa mengalami kebingunan dalam proses pemilihan jurusan. Mereka masih belum bisa menentukan jurusan yang akan di ambil di perguruan tinggi padahal semester pertama akan segera berakhir. Kebingungan ini dikarenakan kurangnya informasi berkenaan dengan jurusan yang ada di Perguruan Tinggi. Selain itu mereka juga mengungkapkan bahwa mereka belum yakin terhadap minat dan potensinya, apakah nanti bisa sesuai denga jurusan yang akan mereka pilih. Bahkan dari mereka ada beberapa yang mengalami kecemasan dan tekanan secara mental dikarenakan tuntutan dari orang tua dan pihak sekolah. Wawancara yang dilakukan pada koordinator tim konselor Bimbingan belajar N pada tanggal 3 Desember 2013 dapat memperkuat hal di atas. Ia mengatakan bahwa permasalahan yang banyak dihadapi oleh siswa kelas XII adalah berkenaan dengan penjurusan. Banyak dari mereka yang masih kebingungan dan kesulitan dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi. Kurangnya informasi mengenai jurusan di perguruan tinggi serta pemahaman terhadap minat dan potensi diri yang masih kurang inilah yang menyebabkan permasalahan itu muncul. Selain itu ada juga yang mengalami permasalahan ketidaksesuaian pilihan jurusan antara dirinya dengan orang tua. Orang tua menginginkan jurusan A sedangkan anaknya minat terhadap jurusan yang lain. Kesimpulan di atas didapat dari proses konsultasi yang dilakukan di 9 cabang Bimbingan belajar N yang tersebar Yogyakarta pada tahun 2013. Berdasarkan studi pendahuluan maka disimpulkan bahwa masih banyak siswa SMA terutama kelas XII yang belum memiliki kematangan karir khususnya dalam hal pemilihan jurusan di perguruan tinggi. Permasalahan kematangan karir yang ditemukan meliputi: (a) 2
tidak mengetahui informasi mengenai jurusan di Perguruan Tinggi, (b) belum menentukan jurusan yang sesuai dengan minatnya, (c) masih bingung untuk melanjutkan jurusan di Perguruan Tinggi, (d) masih belum yakin dengan pilihan yang akan dipilih, (e) belum membuat rencana pilihan mengenai jurusan. Hal ini terkait dengan kesiapan pada diri siswa yang bervariasi dalam pemilihan karir. Ada siswa yang masih belum dapat memutuskan pilihan karir masa depan, ada yang masih mengeksplorasi pilihan-pilihan karir, dan ada juga yang sudah sampai pada tahap memutuskan pilihan suatu karir (Argyropoulou, SidiropoulouDimakakao & Besevegis, 2007; Hirschi & Lage, 2007). Temuan tersebut belum memenuhi tugas perkembangan karir menurut Super (dalam Brown & Associates, 2002)
yang
mengungkapkan bahwa remaja seharusnya sudah memasuki tahapan perkembangan eksplorasi karir dan sudah bisa menentukan pilihan karir dari informasi yang didapat. Permasalahan kematangan karir yang dialami oleh siswa SMA di atas dapat ditinjau dari perspektif sosial kognitif. Menurut Bandura (1986), pembentukan perilaku individu dijelaskan dalam bentuk interaksi timbal balik antara determinan person (meliputi faktor kognitif dan faktor personal lain), behavior (perilaku), dan environment (faktor ligkungan), yang dikenal dengan istilah triadic reciprocality. Dalam hal kematangan karir, perilaku pengambilan keputusan karir (pemilihan program studi) dipengaruhi oleh determinan individu (faktor personal) dan faktor lingkungan. Karir merupakan bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan manusia. Sukses dan tidaknya seseorang individu dalam berkarir bisa menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan seseorang dalam kehidupan. Oleh karenanya ketepatan dalam memilih dan menentukan pilihan karir menjadi titik penting dalam perjalanan hidup manusia (Germeijs & Verschueren, 2007). Crites (1974) mengungkapkan bahwa kematangan karir merupakan tingkat kesiapan individu yang meliputi sikap dan kompetensi dalam pengambilan keputusan karir yang tepat dalam suatu rentang kehidupan sejak tahap eksplorasi sampai pada tahap kemunduran. Agar dapat memilih dan merencanakan karir dengan tepat, maka dibutuhkan kematangan karir, yaitu meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih pekerjaan, dan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Crites, 1974). Herr dan Cramer (1984) mengemukakan kematangan karir sebagai konsep yang digunakan untuk menunjukkan tingkat perkembangan karir, yaitu tahap yang dicapai oleh individu dari tahap eksplorasi sampai tahap kemunduran. Selanjutya, Brooks (1990) mengungkapkan bahwa kematangan karir adalah kesiapan dari individu yang meliputi kognitif dan afektif untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, 3
karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan-harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tersebut. Konsep kematangan karir oleh Crites (1974) yang meliputi sikap dan kompetensi dalam pengambilan keputusan karir sampai sekarang masih dianggap relevan (Hasan, 2006). Crites (1974) mengemukakan dua dimensi dalam kematangan karir yaitu sikap (afektif) dan kompetensi (kognitif) pilihan karir. Dimensi afektif terdiri dari lima aspek yakni keterlibatan dalam pengambilan keputusan, orientasi menuju kerja, konsep yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, kemandirian dalam pengambilan keputusan, dan kesukaan terhadap jenis-jenis pekerjaan. Dimensi kognitif terdiri dari lima aspek, yakni pemecahan masalah, perencanaan, informasi pekerjaan, penilaian diri dan pilihan tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Patton, Watson & Creed (2004) mengungkapkan bahwa jenjang kelas pada sekolah menengah di Australia dan Afrika Selatan menunjukkan tingkat kematangan karir yang berbeda yang meliputi eksplorasi karir, perencanaan karir, pengetahuan dunia kerja dan pengambilan keputusan karir. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2006) menyimpulkan bahwa pengaturan budaya, konsep diri, aspirasi pekerjaan dan jenis kelamin menjadi faktor penting dalam kematangan karir siswa sekolah menengah di India. Hal ini menunjukkan bahwa teori kematangan karir yang dikemukakan oleh Crites (1974) masih relevan untuk digunakan sebagai acuan pada masa sekarang. Partino (2005) mengungkapkan bahwa siswa kelas XI SMA dikatakan matang karirnya jika mereka mampu secara mandiri memilih jurusan ketika naik ke kelas XII berdasarkan kemampuan, bakat, minat dan peluang yang tersedia. Siswa kelas XII SMA dikatakan matang karirnya jika mereka telah siap memilih pendidikan lanjutan baik formal maupun non formal atau memasuki dunia kerja bagi yang tidak melanjutkan pendidikan. Kesiapan karir ditunjukkan oleh tingkat kesesuaian antara berbagai faktor, antara lain latar belakang ekonomi keluarga, aspirasi pendidikan lanjut, karakteristik pribadinya, peluang pekerjaan dan persyaratan kerja. Ciri-ciri siswa SMA yang matang karirnya adalah (Partino, 2005) : (a) pilihan karirnya relatif konsisten, (b) pilihan karirnya lebih realistik, (c) mampu melakukan pilihan karir yang tepat, dan (d) memiliki sikap yang positif dalam pilihan karir. Rendahnya kematangan karir dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karir, termasuk kesalahan dalam menentukan jurusan pendidikan bagi siswa SMA. Kematangan karir dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang berasal dari dalam diri maupun faktor yang berasal dari luar. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, faktor-
4
faktor penting yang mempengaruhi kematangan karir dapat di kelompokkan menjadi tiga golongan besar yakni (Naidoo, Bowman & Gerstein, 1998; Osipow, 1983; Partino, 2005) : 1.
Faktor Biologis-geografis yang meliputi ; usia, jenis kelamin, dan etnik.
2.
Faktor Psikologis yang meliputi ; bakat, kecerdasan, kepribadian, minat dan prestasi.
3.
Faktor Sosio-ekonomis yang meliputi ; keluarga, sekolah dan dunia kerja. Beberapa sumber menyebutkan bahwa telah banyak intervensi yang dilakukan
berkenaan dengan karir. Model intervensinya pun bervariasi di antaranya: konseling karir Individual (Sangganjanavanich & Magnuson, 2011), konseling karir kelompok (Austin, Wagner, & Dahl, 2004; Lestari, 2010), model portofolio (Dowd, 2010), klub karir dengan menggunakan penugasan secara individual (Wessel, Christian & Hoff, 2003), interview (Amundson, Borgen, Iaquinita, Butterfield, & Koert, 2010; Kuijpers & Scheerens, 2006), kelas kursus (Fouad, Cotter, & Kantamneni, 2009; Reese & Miller, 2006; Scoot & Ciani, 2008), workshop (Hirschi & Lage, 2007), dan intervensi dengan model pelatihan (Hoelscher, Hayward, Ertl, & Goddet, 2008; Jepsen, Dustin, & Miars, 1992; Krumboltz & Hamel, 2000; Kustanani, 2010; Mulyana, 2009; Notta & Soresi, 2003; Wang, Zhang, & Shao, 2010). Program-program tersebut terbukti cukup memberikan efek positif dalam merencanakan, memilih, dan menentukan karir (Brown & McPartland, 2005; Whitson & Buck, 2008). Intervensi berupa pelatihan secara berkelompok dianggap cukup efektif untuk dapat meningkatkan kematangan karir pada siswa. Proses pelatihan memungkinkan peserta dapat merasakan pengalaman positif; mengidentifikasikan dan mengeksplorasi kemampuan diri; membuat perencanaan; membangun pengetahuan rasional mengenai pilihan karir; serta belajar mengambil keputusan karir (Hoelscher et al., 2008; Krumboltz & Hamel, 2000; Teuscher, 2002; Wang et al., 2010). Oleh sebab itu dalam kesempatan ini peneliti memilih pelatihan perencanaan karir sebagai teknik intervensi untuk meningkatkan kematanga karir siswa kelas XII. Rancangan dalam pelatihan ini menggunakan perspektif kognitif social yang diungkapkan Bandura (1986). Dalam perspektif tersebut dijelaskan bahwa pembentukan perilaku individu digambarkan dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan person (meliputi faktor kognitif dan faktor personal yang lain), behavior, dan environment, yang dikenal dengan istilah triadic reciprocality. Crites (1974) mengemukakan dua dimensi dalam kematangan karir yaitu sikap (afektif) dan kompetensi (kognitif) pilihan karir. Dimensi afektif terdiri dari lima aspek yakni keterlibatan dalam pengambilan keputusan, orientasi menuju kerja, konsep yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, kemandirian 5
dalam pengambilan keputusan, dan kesukaan terhadap jenis-jenis pekerjaan. Dimensi kognitif terdiri dari lima aspek, yakni pemecahan masalah, perencanaan, informasi pekerjaan, penilaian diri dan pilihan tujuan. Dua dimensi kematangan karir yang meliputi afektif dan kognitif dalam perspektif sosial kognitif Bandura (1986) termasuk dalam person yang akan saling timbal balik dengan environment dan behavior. Berdasarkan pemaparan di atas maka faktor lingkungan juga penting untuk mendukung menstimulus untuk membentuk kematangan karir. Dengan demikian jika dikaitkan dengan teori kognitif sosial oleh Bandura meningkatnya kematangan karir dipengaruhi oleh person (kognitif dan afektif) yang berfungsi untuk menganalisis dan pengambilan keputusan, environment akan memberikan stimulus yang berfungsi untuk mendukung eksplorasi berbagai macam informasi yang dibutuhkan, dan akan terbentuk perilaku yaitu individu mencerminkan kematangan karir. Penyusunan modul dalam pelatihan ini mengacu pada teori perencanaan karir Jaffe dan Scott (dalam Kummerow, 1991). Dalam teori tersebut dijelaskan ada lima hal penting dalam membuat sebuah perencanaan karir, yaitu:. Menilai diri sendiri, mengeksplorasi peluang, menyusun rencana karir, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil. Berdasarkan teori tersebut maka disusunlah 5 sesi utama pelatihan yaitu (1) analisis diri (2) wawasan karir, (3) penetapan tujuan dan perencanaan karir, (4) rencana tindakan, (5) evaluasi. Untuk selanjutnya pelatihan ini diberi nama pelatihan “PLANS” yang merupakan akronim dari Perencanaan Lanjut Studi. Pada sesi analisis diri, peserta akan diajak untuk mengidentifikasi dirinya meliputi kelebihan, kekurangan, minat, sifat, impian dan cita-cita. Pada sesi wawasan karir, peserta akan diberi berbagai informasi program studi dan perguruan tinggi. Pada sesi penetapan tujuan dan perencanaan karir, peserta akan diajak untuk mengidentifikasi potensi-potensi apa saja yang dimiliki, kemampuan apa saja yang dibutuhkan pada pilihan program studi yang diminati peserta, dampak atau konsekuensi apa yang terjadi apabila peserta mengambil pilihan jurusan tertentu dan membuat perencanaan karir. Pada sesi rencana tindakan peserta akan mendetailkan rencana-rencana yang akan mereka lakukan setelah menetapkan tujuan. Pada sesi evaluasi peserta akan diajak untuk mengevaluasi pilihan dan rencana yang telah mereka buat, apakah sudah merasa puas atau belum. Selain itu agar peserta tetap fokus pada rencana tindakannya dan tetap semangat menjalaninya. Dengan hal ini diharapkan kematangan karir pada siswa kelas XI akan meningkat. Berikut merupakan kerangka pemikiran penelitian. 6
Permasalahan Siswa SMA : Kematangan karir siswa SMA masih rendah
Intervensi : Pelatihan "PLANS" Terdiri dari 5 sesi utama 1 .Analisis Diri 2. Wawasan karir 3. Penetapan tujuan dan Perencanaan karir 4. Rencana tindakan 5. evaluasi
Hasil yang diharapkan : Kematangan karir siswa SMA meningkat
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan “PLANS”dalam meningkatkan kematangan karir pada siswa lembaga bimbingan belajar N kelas XI. Lembaga bimbingan belajar di pilih sebagai tempat eksperimen dikarenakan karena berdasarkan hasil preliminary study ditemukan adanya permasalahan kematangan karir yang rendah pada siswa bimbingan belajar N. Di samping itu, variasi karakteristik siswa di bimbingan belajar N cukup banyak, dikarenakan para siswa pada bimbingan belajar N berasal dari berbagai sekolah baik yang fovorit maupun tidak. Dengan demikian, modul intervensi yang disusun peneliti akan dapat diuji pada kelompok peserta yang bervariatif, tidak hanya berasal satu sekolah saja. Harapannya, dengan adanya penelitian ini, permasalahan siswa berkenaan dengan karir pada lembaga bimbingan belajar N kelas XI dapat teratasi dan modul pelatihan perencanaan karir ini dapat digunakan untuk meningkatkan kematangan karir pada siswa kelas XI khususnya dan siswa SMA pada umumnya, baik di bimbangan belajar N maupun secara luas bagi siswa lain yang mengalami permasalahan serupa. Penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat bagi siswa SMA untuk meningkatkan kematangan karirnya. Lebih jauh lagi, ketika modul pelatihan perencanaan karir terbukti dapat meningkatkan kamatangan karir maka bisa digunakan oleh Guru/Tentor di bimbingan belajar N untuk membantu siswa menemukan Pilihan Jurusan yang sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki siswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pelatihan “PLANS” dapat meningkatkan kematangan karir pada siswa lembaga bimbingan belajar N kelas XI.
METODE Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas adalah Pelatihan “PLANS”. Pelatihan “PLANS” yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan perencanaan karir yang disusun melalui pendekatan social cognitive. Perencanaan karir 7