APLIKASI METODE BOUNDING ATTACHMENT TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN By. Ny S YANG DILAKUKAN TINDAKAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG BOUGENFIL RSUD SUKOHARJO
Disusun Oleh:
AHMAD ABROR M. S P.12 002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
APLIKASI METODE BOUNDING ATTACHMENT TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN By. Ny S YANG DILAKUKAN TINDAKAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG BOUGENFIL RSUD SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan Disusun Oleh:
AHMAD ABROR M. S P.12 002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 iii viii
ii viii
ii viii
ii viii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul:“APLIKASI METODE BOUNDING ATTACHMENT TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN By Ny. S YANG DILAKUKAN TINDAKAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG BOUGENFIL RSUD SUKOHARJO”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Imiah ini Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti,M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M. Kep. Selaku ketua program studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep. Ns., M. Kep. selaku sekertaris program studi DIII Keperawatan, sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan masukan dengan cermat dan perasaan yang nyaman dalam bimbingan, sehingga membantu penulis dalam penyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
ii viii
ii viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Syukur Ahamdulillah atas segala rahmat dan hidayahnya dan dengan segala rendah hatisayadapatmenyelesaikanKarya Tulis Ilmiah inidan saya persembahkan untuk orang yang kusayangi Ayah dan ibu ku tercinta yang tiada henti-hentinya memberi doa restu, kasih sayang, perhatian dan dukunganuntuk menjadikanku orang yang sukses. Ketiga saudaraku achmad Chasan Bisri, Siti Nur Aisyah dan Abdurrahcman Wahid yang selalu memberikan motivasi dan support setiap langkahku. Seseorang yang begitu spesial Kumala yang telah setia menemani, membantu, Mendukung dan member semangat dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Serta tidak lupa sahabat-sahabatku Rizky rhamadhan, Raditya prima, M. Afif, Antonius Rangga, Arief Widiatmoko, Rohmat Adi Saputra, Ruben EkavMulya, Fajar jatmiko, Deny irawan, Tio kurniawan, Iwan, Bayu setiawan. Dan juga teman-teman lainnya yang tidak bias saya sebutkan satu per satu, semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini mampu menjadikankita lebih baik, bijaksana dan dewasa. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 kelas 3A dan 3B. Bu Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep.terimakasih atas bimbingannya selama ini. Almamaterku tercinta
ii viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .........................................................................
1
B.
Tujuan Penulisan .....................................................................
6
C.
Manfaat Penelitian ...................................................................
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Bayi baru lahir .........................................................................
8
B.
Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................
15
C.
Imunisasi ..................................................................................
25
D.
Nyeri ........................................................................................
32
E.
Bounding Attachement .............................................................
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Subjek Aplikasi Riset ..............................................................
50
B.
Tempat dan Waktu ...................................................................
50
C.
Media dan Alat yang digunakan ..............................................
50
D.
Prosedur Tindakan ...................................................................
50
E.
Alat Ukur ..................................................................................
51
ii viii
BAB IV
LAPORAN KASUS
A.
Pengkajian ...............................................................................
53
B.
Perumusan Masalah ..................................................................
57
C.
Prioritas Diagnosa Keperawatan .............................................
57
D.
Intervensi Keperawatan ............................................................
58
E.
Implementasi Keperawatan .....................................................
58
F.
Evaluasi Keperawatan ..............................................................
60
BAB V
PEMBAHASAN
A.
Pengkajian ...............................................................................
62
B.
Diagnosa Keperawatan ............................................................
70
C.
Intervensi .................................................................................
74
D.
Implementasi ............................................................................
76
E.
Evaluasi ...................................................................................
79
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ..............................................................................
82
B.
Saran ........................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ii viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Numeric rating scale ..............................................................
38
Gambar 2.2 Visual analogue scale ............................................................
39
Gambar 2.3 Face pain scale ......................................................................
39
Gambar 2.4 Kerangka teori ......................................................................
48
Gambar 2.1 Kerangka konsep ...................................................................
49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Lembar Daftar Riwayat Hidup
Lampiran
2
Lembar Usulan Judul
Lampiran
3
lembar Pernyataan
Lampiran
4
Lembar Konsultasi Karya Ilmiah
Lampiran
5
Log Book Kegiatan Harian
Lampiran
6
Lembar Pendegelasian Pasien
Lampiran
7
Asuhan keperawatan
Lampiran
8
Jurnal Utama
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bayi yang baru lahir yang menunjukkan serba tidak berdaya, namun dibalik ketidakberdayaannya tersebut pada dirinya terdapat berbagai potensi yang siap berkembang. Bayi akan berkembang dengan baik dan berbagai potensi yang dimiliki dapat berubah menjadi kemampuan nyata bila dirinya mendapatkan stimuli dari lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Arief dkk, 2009). Angka kelahiran bayi baru lahir didunia menurut World Health Organozation (WHO) setiap tahunnya terdapat sekitar 130.000.000 jiwa kelahiran, di Indonesia angka kelahiran menurut Kemenkes (2011) terdapat 4.372.600 jiwa, di Jawa Tengah angka kelahiran menurut BPS Jawa Tengah (2012) terdapat kelahiran 1.311.399 jiwa, dan hasil studi pendahuluan angka kelahiran di RSUD Sukoharjo terdapat angka kelahiran sebersar 500 jiwa. Bayi baru lahir mendapatkan pencegahan penyakit melalui imunisasi. Imunisasi adalah sistem pencegahan antigen menginfeksi tubuh yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh resisten terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010). Salah satu kemajuan yang paling dramatis dalam dunia pediatrik adalah semakin menurunnya penyakit infeksi selama abad 20 karena penyebaran imunisasi
1
secara luas untuk penyakit yang dapat dicegah. Sesuai rekomendasi untuk memulai imunisasi primer pada bayi adalah dimulai sejak lahir, di Indonesia imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui progam imunisasi, imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernafasan), campak, tetanus, polio, dan hepatitis B (Pusat Komunikasi Publik, 2011). Berdasarkan penelitian bahwa salah satu imunisasi yang banyak terdapat di RSUD Sukoharjo adalah imunisasi hepatisis B. Imunisasi hepatitis B ditujukan untuk memberi kekebalan tubuh terhadap penyakit hepatitis B, hepatitis B merupakan penyakit pediatrik yang sangat penting karena infeksi hepatitis B yang terjadi selama masa kanak- kanak dan remaja dapat menyebabkan konsekuensi fatal akibat sirosis atau kanker hati selama masa dewasa. Baik bayi cukup bulan atau ataupun belum cukup bulan yang dilahirkan dari ibu yang bersetatus HbsAg positif atau HbsAgnya yang tidak diketahui harus mendapatkan imunisasi hepatitis B dalam 12 jam sejak lahir. Imunisasi Hepatitis B diberikan secara intramuskular pada vastus lateralis pada bayi baru lahir atau di deltoideus untuk bayi yang lebih tua atau anak- anak (Wong, 2009). Imunisasi merupakan suatu proses yang paling sering menimbulkan nyeri dalam keperawatan pediatrik. Injeksi imunisasi mengakibatkan nyeri yang singkat namun penelitian menemukan bahwa hal tersebut dapat merubah perilaku
(mengantuk,
mudah
marah,
tidak
suka
makan,
menangis
berkepanjangan atau tidak biasa) (Wong, 2009). Nyeri juga memiliki efek jangka pendek dan penjang yang merugikan pada bayi. Efek pemberian
imunisasi pada bayi berupa prosedur injeksi Intramuskuler (IM) akan menimbulkan rasa nyeri pada bayi. Nyeri akibat injeksi merupakan nyeri akut yang dirasakan pada anak sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Hockenberry & Wilson, 2007; Smeltzer & Bare, 2002 dalam jurnal Achjar, 2008). Nyeri
adalah
pengalaman
sensori
dan
emosional
yang
tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalamanan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Rudolph, 2006). Menurut Lindamen dan Athie (2005) dalam Judha(2012), proses terjadi nyeri dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam subtansi intraseluler dilepas ke ruang ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau neurotransmiter yang akan menghasilkan subtansi yang disebut dengan neurotransmiter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan nyeri dari medula. Pada pasien dengan keadaan nyeri, kondisi ini dapat bersifat lama dan ada yang singkat, berdasarkan lama waktunya terjadi inilah maka nyeri di bagi dua, yaitu nyeri kronis dan nyeri akut. Nyeri akut diakibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri jaringan, nyeri jenis ini biasanya datang tiba-tiba, nyeri akut
umumnya terjadi kurang dari 6 bulan. Nyeri kronis secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya, nyeri kronis dapat berlangsung lebih lama atau lebih dari 6 bulan, nyeri ini dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat bagi pasien (Andarmoyo, 2013). Untuk mengurangi nyeri akibat tindakan injeksi bisa dilaksanakan dengan pengelolaan nyeri yang terbagi menjadi dua macam antara lain teknik farmakologi yaitu dengan memberi obat (analgesik) untuk mengurangi nyeri tanpa kehilangan kesadaran, dan teknik non farmakologi yaitu dengan memberi perhatian lebih pada satu faktor, yang bertujuan memfasilitasi kemampuan menghadapi nyeri. Semua anak yang merasakan nyeri secara seragam menginginkan kehadiran orang tua, memisahkan anak dari orang tua akan menguatkan perasaan kerentanan dan sangat mungkin memperberat nyeri (Rudolph, 2006). Berdasarkan penelitian Ethycasari (2012), yang berjudul Efektifitas Pemberian Metode Bounding Attachment Dalam Mengurangi Rasa Nyeri Suntikan Intramuskular, bahwa bounding attachment merupakan tindakan yang dapat mengatasi atau mengurangi rasa nyeri. Bounding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan areksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir sedangkan attachment adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepsanjang waktu. Dengan bounding, bayi belajar mengembangkan rasa percaya diri keterampilan dalam hubungan sosial. Bounding dapat diwujudkan dalam bentuk kontak dini antara ibu dan bayi sesaat setelah bayi dilahirkan, sentuhan, kontak mata, kehangatan tubuh, aroma. Bounding memegang peranan penting dalam memberikan kenyamanan
dan kehangatan bagi bayi. Kemampuan ibu dalam menggunakan bounding attachement tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan, pengalaman seseorang untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada bayi baru lahir suntikan intramuskular tersebut menyebabkan rasa nyeri. Yang dapat dilihat oleh orang terdekat pada bayi, dari respon tiba-tiba menangis, meringis dan gerakan tubuh, pernafasan lebih cepat, muka pucat dan otot mengeras. Respon yang diberikan bayi baru lahir setelah penyuntikan intramuskular mengakibatkan beberapa ibu merasa cemas, takut dan ikut merasakan sakit yang dirasakan bayi, sehingga ibu menolak supaya tidak disuntikan bayinya, walaupun itu suatu kebutuhan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan observasi di RSUD Sukoharjo banyak bayi yang merasakan nyeri saat diberikan suntikan intramuskular. Dan berdasarkan jurnal menurut Ethycasari yang berjudul Efektifitas Pemberian Metode Bounding Attachment Dalam Mengurangi Rasa Nyeri Suntikan Intramuskular, dilihat dari segi waktu maupun penurunan skala nyeri, secara psikologis bounding lebih membuat bayi cenderung cepat tenang, nyaman dan merasa mendapatkan kasih sayang sehingga hasil yang didapatkan bounding attacment efektif, maka dari itu penulis ingin mengaplikasikan metode bounding attachment di RSUD Sukoharjo untuk mengurangi rasa nyeri suntikan intramuskular pada bayi.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan pemberian metode Bounding attachment terhadap penurunan intensitas nyeri pada bayi baru lahir normal By Ny. S di bangsal Bougenfil RSUD Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakuakan pengkajian pada bayi baru lahir normal By. Ny S yang mendapatkan imunisasi hepatitis B. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada bayi baru lahir normal By. Ny S yang mendapatkan imunisasi hepatitis B. c. Penulis mampu menyusun intervensi pada bayi baru lahir normal By. Ny S yang mendapatkan imunisasi hepatitis B. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada bayi baru lahir normal By. Ny S yang mendapatkan imunisasi hepatitis B. e. Penulis mampu evaluasi pada bayi baru lahir normal By. Ny S yang mendapatkan imunisasi hepatitis B. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian metode bounding attchement terhadap penurunan nyeri pada bayi baru lahir normal By. Ny S yang mendapatkan imunisasi hepatitis B.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dibidang perawatan tentang pemberian metode bounding attchement terhadap penurunan intensitas nyeri pada bayi. 2. Manfaat praktis a.
Bagi instusi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pemberian metode bounding attachement, sehingga mampu meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada bayi.
b.
Bagi Institusi Pendidikan Sebagai informasi kepada mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang pemberian metode bounding attachment pada bayi.
c.
Bagi Penulis Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya pada pemberian metode bounding attachment pada bayi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori 1. Bayi baru lahir a. Definisi Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gr sampai dengan 4000 gr (Arief dkk, 2009). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 25004000 gr dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2013). b. Klasifikasi bayi baru lahir Menurut Wiknjosastro (2005), klasifikasi bayi baru lahir menurut usia gestasi, yaitu : 1) Pre term
: Kurang dari 37 lengkap (kurang dari 259 hari).
2) Term
: Mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259- 293 hari).
3) Post term
: 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari).
c. Etiologi MenurutGreen J & Wilkinson J (2012), etiologi bayi baru lahir yaitu: 1) Pemanjaan terhadap lingkungan dingin. 2) Persalinan yang lama. 3) Kelahiran sesar.
8
4) Pemajaan terhadap pengobatan tertentu selama persalinan. d. Tanda dan gejala Menurut Green J & Wilkinson J (2012), tanda dan gejala bayi tidak ada. Bayi baru lahir normal seharunya tidak memiliki gejala masalah, berikut ini adalah beberapa temuan pengkajian normal yang penting: 1) Berat badan a) BB 2500-4000 gr (5 pon,8 ons hingga 8 pon, 13 ons). b) Penurunan berat badan awal sebesar 5% hingga 10% dari berat badan lahir pada 3 hingga 5 hari pertama kehidupan. 2) Jantung a) Titik impuls maksimum harus berada digaris midklavikula kiri pada ruang interkosta kelima. b) Frekuensi jantung apikal, 120 hingga 160 x/menit. c) Murmur lazim ditemukan selama beberapa jam pertama saat foramen ovale menutup. 3) Pernafasan a) Frekuensi, 30 hingga 60 x/menit, dangkal dan tak teratur, dengan periode apnea 5 hingga 10 menit. b) Akrosianosis cenderung timbul, tidak berkaitan dengan fungsi pernafasan, dan merupakan temuan normal selama transisi ke sirkulasi ekstrauteri. c) Selama satu jam pertama setelah kelahiran, krekels dapat diakultasi ketika cairan sedang dikeluarkan atau diabsorbsi.
4) Suhu a) Suhu aksilar 36,5°C hingga 37,5°C. e. Patofisologi Bayi baru lahir harus segera beradaptasi dengan lingkungannya adaptasi bayi baru lahir kekehidupan ekstrauteri adalah peristiwa fisiologis normal dan bukan penyakit, sehingga faktor resiko sangat tepat untuk bayi yang beresiko tinggi, meskipun demikian faktor yang meningkatkan resiko terjadi masalah pada bayi baru lahir normal meliputi pemejanan terhadap linkungan dingin, persalinan yang lama, kelahiran secara dan pemejanan terhadap pengobatan tertentu selama persalinan. Penyakit maternal yang utama, seperti infeksi, diabetes, atau hipertensi, akan menempatkkan bayi dalam kategori “resiko tinggi”, bukan “normal”. Resiko tinggi juga berlaku pada bayi, seperti asfiksia lahir, trauma lahir dan bayi besar atau kecil masa kehamilan (Green & Wilkinson,2012). Periode adaptasi terhadap kehidupan diluar rahim disebut periode transisi. Periode ini berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh. Transisi yang paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan sirkulasi, sistem regulasi, dan dalam kemampuan mengambil serta menggunakan glukosa (Sudarti,2010). Pada perubahan sistem pernafasan, dua faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat
pernafasan di otak, tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru selama persalinan yang merangsang masuknya udara kedalam paru-paru secara mekanis. Interaksi antara sistem pernafasan, kardiovaskuler dan susunan syaraf
pusat
menimbulkan
pernafasan
yang
teratur
dan
berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan. Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru-paru, mengembangkan jaringan alveolus dalam paru-paru untuk pertama kali. Pada saat tali pusat dipotong, tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan. Kedua hal ini membantu darah dengan kandungan O2 sedikit mengalir ke paru-paru untuk oksigenasi ulang. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. O2 pada pernafasan pertama menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh darah paru-paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan tekanan atrium kanan dan penurunan tekanan atrium kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup. Dengan pernafasan, kadar O2 dalam darah akan meningkat, mengakibatkan ductus arteriosus berkontriksi dan menutup. Vena umbilikus, ductus venosus dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup
dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3 bulan. Suhu dingin lingkungan luar menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit sehingga mendinginkan darah bayi. Pembentukan suhu tanpa menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya melalui penggunaan lemak coklat untuk produksi panas. Lemak coklat tidak diproduksi ulang oleh bayi dan akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Metabolisme glukosa berfungsi untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada BBL, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1-2 jam). BBL yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen dalam hal ini terjadi bila bayi mempunyai persediaan glikogen cukup yang disimpan dalam hati. Reflek gumoh dan reflek batuk yang matang sudah terbentuk pada saat lahir. Sedangkan sebelum lahir bayi sudah mulai menghisap dan menelan. Kemampuan menelan dan mencerna makanan (selain susu) terbatas pada bayi. Hubungan antara esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang berakibat gumoh. Kapasitas lambung juga terbatas, kurang dari 30cc dan bertambah secara lambat sesuai pertumbuhan janin. Perubahan sistem kekebalan tubuh pada sistem imunitas BBL belum matang sehingga rentan terhadap infeksi. Kekebalan alami yang dimiliki bayi diantaranya. Perlindungan oleh kulit membran mukosa, fungsi jaringan saluran nafas, pembentukan koloni
mikroba oleh kulit dan usus, perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung. Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel oleh sel darah yang membantu membunuh organisme asing (Sudarti, 2010). f. Penatalaksanaan Menurut Green & Wilkinson (2012), penatalaksanaan bayi baru lahir yaitu: 1) Salep mata eritromisin atau tetrasiklin yang diberikan dalam 2 jam pertama: Profilaksis untuk injeksi mata yang didapat saat kelahiran oleh gonorhea neisseriae infeksi ini dapat menyebabkan kebutaan. 2) AquaMEPHYTON (Vitamin K) 0,5 hingga 1 mg (0,25 hingga 0,5ml) melalui intramuskular (IM), menggunakan jarum 25 hingga 30g (jarum 0,1 hingga 1,6 cm) dalam 2 jam kelahiran: untuk meningkatkan produksi protrombin dan mencegah serta menangani penyakit hemoragi pada bayi baru lahir. 3) Pemantauan glukosa darah. 4) Vaksin hepatitis B via IM dalam 12 jam kelahiran, atau profilaksis imunoglobulin hepatitis B (hepatitis B immunoglobulin, HBIG) IM dalam 12 jam pertama ketika ibu terinfeksi, karier, atau memiliki status tidak jelas. 5) Sirkumsisi dan asuhan tindak lanjut dengan izin orang tua. 6) Skrining metabolisme (PKU) sebelum pulang. 7) Skrining pendengaran sebelum pulang.
g. Pemeriksaan penunjang Menurut Green & Wilkinson (2012) pemeriksaan diagnostik, dengan catatan: Pemeriksaan ini dilakukan pada bayi normal, bukan resiko tinggi, antara lain yaitu: 1) Darah tali pusat untuk golongan darah (A,B,AB,O), faktor Rh (negatif atau positif), dan rapid plasma reagin (RPR): Untuk memeriksa sifilis kongenital. 2) Uji coombs langsung (pada darah tali pusat) untuk bayi baru lahir yang lahir dari Rh-negatif: Antibodi seharusnya negatif; jika positif, dilakukan pengukuran titer. 3) Hemoglobin (Hb; 14 hingga 24 g/dl) dan hematokrit (Ht;44% hingga 64%). 4) Glukosa darah dengan stik tumit (40 hingga 60 mg/dl). 5) Bilirubin langsung bila diindikasikan (0 hingga 1 mg/dl). 6) Skrining untuk fenilketonuria. h. Komplikasi 1) Afiksia Afiksia adalah kegagalan untuk
memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir (Sudarti, 2013) 2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari atau sama dengan 2500 gram (Sudarti, 2013).
3) Tetanus Neonatorum Penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir (neonates) yang disebabkan oleh clostridium tetani. Kuman yang menyerang toksin yang menyerang sistem syaraf pusat (Sudarti, 2013). 4) Ikterus Ikterus adalah diskolorisasi kuning penumoukan pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin dalam darah (Sudarti, 2013). 5) Meningitis Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak aknoidea dan piamater (Ridha, 2014). 6) Diare Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran pencernaan,
dipengaruhi
oleh
fungsi
kolon
dan
dapat
diidentifikasikan dari perubahan jumlah, konsistensi, frekuensi, dan warna tinja (Walyani E, 2015). 7) Malnutisi Malnutisi adalah kekurangan gizi akibat jumlah kandungan mikro atau makronutriens yang tidak mencukupi (Brooker, 2009). 2. Konsep Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan merupakan bentuk layanan keperawatan professional kepada klien dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, asuhan keperawatan diberikan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar klien pada semua tingkatanusia dan tingkatan fokus (Dermawan, 2012).
a. Pengkajian Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verivikasi dan komunikasi data tentang klien yang bertujuan untuk menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai, dan nilai gaya hidup yang dilakukan klien (Potter & Perry, 2005). Menurut Wong (2009) pengkajian Bayi baru lahir antara lain: 1) Ukuran umum a) Lingkar kepala 33-35 cm lebih besar 2-3 cm dari lingkar dada. b) Lingkar dada 30,5-33 cm. c) Panjang mahkota-dudukan 31-35 cm, kurang lebih sama dengan lingkar kepala. d) Panjang kepala-tumit 48-53 cm. e) Berat badan lahir 2700-4000 gr. 2) Tanda- tanda vital a) Suhu aksila 36,5°-37,5°C. b) Denyut jantung apikal 120-140 x/menit. c) Respirasi 30-60 x/menit. d) Tekanan darah 65/41 mmHg di lengan dan betis. 3) Penampilan umum Postur-fleksi kepala dan ekstermitas, pada dada dan perut. 4) Kulit a) Saat lahir merah menyala. b) Hari kedua sampai ketiga merah jambu, bersisik, kering.
c) Verniks caseosa. d) Edema sekitar mata, wajah, tungkai, punggung tangan, kaki, dan skrotum atau labia. e) Akrosianosis-sianosis tangan dan kaki. 5) Kepala a) Fontanela anterior berbentuk berlian, 2,5-4 cm. b) Fontanela posterior berbentuk segitiga, 0,5-1 cm. c) Fontanela harusnya datar, linak, dan liat. d) Bagian terlebar fontanela diukur dari tulang, tidak dari sutura ke sutura. 6) Mata a) Kelopak mata biasanya edema. b) Warna abu-abu sabak, biru gelap, cokelat. c) Tidak ada air mata. d) Adanya refleks merah. e) Refleks kornea sebagai respon terhadap cahaya. f) Reflek mengedip sebagai respon terhadap cahaya atau sentuhan. g) Fiksasi rudimenter pada objek dan kemampuan mengikuti kegaris tengah. 7) Telinga a) Posisi puncak pina pada garis horizontal dengan kantus lateral mata. b) Reflek terkejut yang dibangkitkan aleh suara keras, mendadak.
c) Pinna fleksibel, terhadap kartilago. 8) Hidung a) Patensi hidung. b) Cairan hidung- mukus putih cair. c) Bersin. 9) Mulut dan tenggorokan a) Langit-langit melengkung tajam dan utuh. b) Uvula digaris tengah. c) Frenulum lidah. d) Frenulum bibir atas. e) Reflek menghisap kuat dan terkoordinasi. f) Reflek rooting. g) Menangis keras. 10) Leher a) Pendek, gemuk, biasanya diselimuti lipatan kulit. b) Reflek leher tonik. 11) Dada a) Diameter anteoposterior sama dengan lateral. b) Sedikit retraksi sternal jelas terlihat saat aspirasi. c) Prosesus xifoideus jelas. d) Pembesaran payudara. 12) Paru a) Respirasi terutama abdominal. b) Reflek batuk tidak ada ketika lahir, muncul pada hari ke 1-2.
c) Suara napas bronkial sama dengan bilateral. 13) Jantung a) Apeks ruang interkostal empat sampai lima, sebelah laberal atas sternum kiri. b) S2 sedikit lebih tajam dan tinggi nadanya dari S1. 14) Abdomen a) Bentuknya silindris. b) Hati- teraba 2-3 cm dibawah batas kosta kanan. c) Limpa-ujung teraba pada akhir minggu pertama. d) Ginjal-teraba pada akhir minggu pertama. e) Ginjal-teraba 1-2 cm diatas umbilikus. f) Tali pusat putih kebiruan saat lahir dengan dua arteri dan satu vena. g) Denyut femoral-bilateral sama. 15) Genetalia a) Femina (i) Labia dan klitoris biasanya edema. (ii) Meatus uretra dibelakang klitoris. (iii)Vernik kaseosa diantara labia. (iv) Berkemih dalam 24 jam. b) Maskulina (i) Lubang uretra diujung glans penis. (ii) Testis teraba dalam stiap skrotum.
(iii)Skrotum biasanya besar, edema menggantung, dan ditutupi rugae, biasanya berpigmen gelap pada kelompok etnit berkulit gelap. (iv) Berkemih dalam 24 jam. 16) Punggung dan rektum a) Tulang belakang utuh, tidak ada lubang, massa, atau lengkungan yang menonjol. b) Reflek inkurvasi batang tumbuh. c) Reflek anal. d) Lubang anus paten. e) Keluar mekoneum dalam 48 jam. 17) Ekstermitas a) Sepuluh jari tangan dan kaki. b) Kisaran gerak penuh. c) Dasar kuku merah jambu, dengan sianosis transien segera setelah lahir. d) Garis-garis didua pertiga anterior telapak kaki. e) Telapak kaki biasanya datar. f) Ekstermitas simetris. g) Tonus otot sama bilateral, terutama tahan terhadap fleksi yang berlawanan. h) Denyut brakial sama bilateral.
18) Sistem neuromuskular a) Ekstremitas biasanya tetap mempertahankan derajat fleksi. b) Ekstensi ekstermitas diikuti posisi fleksi sebelumnya. c) Lag kepala ketika duduk, namun sebentar mampu menegakkan kepala. d) Mampu menolehkan kepala dari samping ke samping ketika tengkurap. e) Mampu mempertahankan kepala satu garis horizontal dengan punggung saat digendong tengkurap. b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan
yang
perawat
mempunyai
lisensi
dan
kompeten
mengatasinya (Potter & Perry, 2005). Menurut Wong (2009) diagnosa yang muncul pada bayi baru lahir antara lain: 1) Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas yang berhubungan dengan mukus berlebihan. 2) Hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu tubuh. 3) Risiko infeksi atau inflamasi yang berhubungan dengan defisiensi pertahanan imunologis, faktor lingkungan, penyakit maternal. 4) Risiko trauma yang berhubungan dengan ketidakberdayaan fisik.
5) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (risiko) yang berhubungan dengan imaturitas, defisit pengetahuan orang tua. c. Intervensi `Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). 1) Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas yang berhubungan dengan mukus berlebihan. Kriteria hasil (NOC): a) Jalan napas tetap paten. b) Napas teratur dan mudah. c) Frekuensi respirasi dalam rentang normal. d) Suara napas jernih. Intervensi (NIC): a) Fasilitasi kepatenan jalan udara. b) Keluarkan sekret dari jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter penghisap kedalam jalan napas oral dan trakea. c) Cegah atau minimalkan faktor resiko pada pasien yang berisiko mengalami aspirasi. d) Ubah posisi pasien atau bagian tubuh secara sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis. e) Kumpulkan dan analisa data pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas.
2) Hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu tubuh. Kriteria hasil (NOC): a) Suhu tubuh bayi tetap pada tingkat optimal (36,5°C sampai 37,5°C). b) Keseimbangan antara panas yang dihasilkan, peningkatan panas. Intervensi (NIC): a) Hangatkan kembali dan melakukan surveilans pasien yang atau memiliki suhu tubuh inti < 35°C. b) Pertahankan atau capai suhu tubuh dalam batas normal. c) Kumpulkan dan analisis data kardiovaskular, pernafasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta mencegah komplikasi (Wilkinson J, 2011). d) Keringkan dan lepas semua line basah. e) Selimuti atau bedong bayi dengan selimut hangat. f) Letakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan dibawah lampu penghangat sesuai kebutuhan. g) Ukur atau observasi suhu bayi (Wong, 2009). 3) Risiko infeksi atau inflamasi yang berhubungan dengan defisiensi pertahanan imunologis, faktor lingkungan, penyakit maternal. Kriteria hasil (NOC): a) Terbebas dari tanda dan gejala infeksi. b) Memperlihatkan higiene personal yang adekuat.
c) Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan pemantauan. Intervensi (NIC): a) Minimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius. b) Cegah dan deteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko. c) Bersihkan, pantau, dan memfasilitasi proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples. d) Cegah terjadinya komplikasi pada luka dan fasilitasi proses penyembuhan luka. 4) Risiko trauma yang berhubungan dengan ketidakberdayaan fisik. Kriteria hasil (NOC): a) Pasien akan terhindar dari cidera fisik. Intervensi (NIC): a) Pantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk meningkatkan keamanan. b) Ajarkan tentang tindakan keamanan yang spesifik. c) Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan cirinya. 5) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (risiko) yang berhubungan dengan imaturitas, defisit pengetahuan orang tua. Kriteria hasil (NOC): a) Selera makan meningkat ketika dalam keadaan sakit atau sedang menjalani pengobatan. b) Pembentukan pola menyusu bayi terpenuhi. c) Kebutuhan metabolik terpenuhi.
d) Mampu mempersiapkan dan mengingesti makanan dan cairan secara mandiri. Intervensi (NIC): a) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan cara memenuhinya. b) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan protein pasien. c) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan. d) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan. 3. Imunisasi a. Pengertian Imunisasi merupakan suatu upaya untuk memimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Sistem imunisasi dapat mencegah antigen menginfeksi tubuh. Sistem imunitas ini bersifat alami dan artificial. Imunitas alami bersifat spesifik dan non spesifik yang terdiri dari sel komplemen dan makrofag akan bertarung dengan cara memakan zat antigen tersebut. Setelah itu baru imunitas spesifik menyempurnakan perlawanan dari imunitas kita (Proverawati, 2010). Imunisasi adalah suatu progam yang dengan sengaja memasukan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman
(Proverawati, 2010). b. Tujuan imunisasi Program imunisasi bertujan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain: 1)
Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.
2)
Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular.
3)
Imunisasi menurunkan angka morbidias (angka kesakitan dan mortalitas 9 angka kematian) pada balita (Proverawati, 2010).
c. Manfaat imunisasi 1)
Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
2)
Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3)
Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Proverawati, 2010).
d. Macam imunisasi Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa, agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu: 1)
Imunisasi aktif. Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
2)
Imunisasi pasif Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Proverawati, 2010).
e. Jenis- Jenis Imunisasi Jenis imunisasi menurut Proverawati, (2010) antara lain: 1) Imunisasi bacillus celmette-guerin (BCG) Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan TBC (Tuberkulosis). Tuberkolosis disebabkan oleh sekelompok bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia,
TBC terutama menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ lainya juga dapat terserang. Cara pemberian dan dosis yang diberikan yaitu dengan melalui suntikan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas, sebelum disuntikan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0.55 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Kontra indikasi imunisasi BCG yaitu: a) Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya. b) Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang menderita TBC. 2) Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) Imunisasi DPT, bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertuis, tetanus. Difteri merupakan suatu penyakit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Corynebacterium
diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas atas. Penyakit Pertuis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang ragsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen).
Cara pemberian dan dosis yang diberikan yaitu melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5cc. pemberian vaksin DPT dilakukan 3 kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Efek samping dari vaksin DPT yaitu memberikan efek samping ringan dan berat, efek samping ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok. 3) Imunisasi campak Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak, measles atau rubella adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodomal sampai lebih kurang 4 hari bsetelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara. Cara pemberian dan dosis yang diberikan yaitu dengan injeksi subkutan, vaksin ini hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 cc. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kontraindikasi imunisasi campak ini yaitu tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami imunodefisiensi atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, dan limfoma. 4) Imunisasi polio Merupakan
imunisasi
yang
bertujuan
mencegah
penyakit
poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio: a) Inactivated Polio Vaccine (IPV+ Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan. b) Oral Polio Vaccine (OPV= Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Cara pemberian dan dosis yang diberikan yaitu imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II,III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru. Kontraindikasi imunisasi polio yaitu pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahanya yang timbul akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. 5) Imunisasi hepatits B Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit hepatitis B, disebabkan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati). Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang terjangkit virus hepatitis B beresiko terkena kanker hati atau kerusakan pada hati. Cara pemberian dan dosis yang diberikan yaitu diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi intramuskular pada paha kanan bagian luar. Kandungan vaksinnya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Terdapat vaksin B-PID (Prefill Injection Device) yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari. Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini, menggunakan PID (Prefill Injection Device), merupakan jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabrik. Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya belum diberikan vaksin hepatitis B. Selain itu orang-orang yang berada dalam rentan resiko hepatitis B sebaiknya juga diberikan. Kontra indikasi dari imunisasi hepatitis B yaitu hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin
lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. f.
Jadwal imunisasi Pemberian suntikan imunisasi pada bayi, tepat pada waktunya merupakan faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi. Imunisasi diberikan mulai dari lahir sampai awal masa kanak-kanak. Imunisasi dapat diberikan ketika ada kegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas kesehatan atau pekan imunisasi. Jika bayi mengalami panas, menderita kejeng-kejang sebelumnya, atau menderita penyakit sistem syaraf, pemberian imunisasi perlu dipertimbangkan. Tabel 2.1 Jadwal Program pengembanganimunisasi. Umur pemberian imunisasi Bulan
Jenis vaksin Lahir BCG POLIO Hepatitis B
1
0 1
2
3
4
1
2
1
2
6
9
3
12
15
18
2
3
5
4
5
4
5
6
10
12
3
2
DPT Campak
5
Tahun
3 1
6 2
(Proverawati, 2010) 4. Nyeri a. Pengertian Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Nyeri disertai oleh respon perilaku termotivasi (penarikan atau pertahanan) serta reaksi emosi (Andarmoyo, 2013). Menurut Mubarak (2008) nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. b. Klasifikasi 1) Berdasarkan Durasi Menurut Mubarak (2008), berdasarkan durasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyei sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkayan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkat persepsi nyeri, nyeri akut biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Nyeri kronik adalah nyeri yang sumber nyerinya bisa diketahui atau tidak, nyeri cenderung hilang timbul dalam periode waktu
tertentu dan biasanya
tidak dapat
disembuhkan. Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. 2) Berdasarkan Asal Nyeri diklasifikasikan berdasarkan asalnya dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer yang merupakan reptor khusus yang mengantarkan stimuluis noxious, nyeri ini dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perier maupun sentral. Nyeri ini
bertahan lebih lama dan akan sulit diobati. Pasien akan mengalami nyeri seperti rasa terbakar (Andarmoyo, 2013). 3) Berdasarkan Lokasi Klasifikasi nyeriberdasarkan lokasi menurut Andarmoyo, (2013) dibedakan menjadi sebagai berikut: a) Superficial atau Kutaneus Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum dan luka potong kecil atau laserasi. b) Viseral Dalam Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ–organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Pada nyeri ini menimbulkan rasa tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan mual atau gejala–gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contohnya sensasi pukul seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung. c) Nyeri Alih Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena
banyak
organ
tidak
memiliki
reseptor
nyeri.
Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat dengan berbagai karakteristik.
Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang dan lengan kiri. d) Radiasi Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Contohnya nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik. c. Respon Nyeri Respon nonverbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti gigi bawah, dan sering wajah dapat mengidentifikasi nyeri. Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisai, (misal: erangan, menangis berteriak), dan mobilasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan. Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi: peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, diaforesis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respons fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada (Mubarak, 2008).
d. Faktor yang mempengaruhi Nyeri Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu (Potter & Perry, 2006). Menurut Mubarak, (2008) faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain: 1) Faktor etnik dan nilai budaya Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi wajah. 2) Tahap perkembangan Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibanding orang dewasa. Disisi lain pravalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi. 3) Lingkungan dan individu pendukung Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktifitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.
4) Pengalaman nyeri sebelumnya Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaanya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap penanganan nyeri saat ini. 5) Ansietas dan stres Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman
yang
tidak
jelas
asalnya
dan
ketidakmampuan
mengontrol nyeri atau peristiwa disekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. e. Penilaian Klinis Nyeri 1) Numeric Rating Scale (NRS) Skala penilaian numerik NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terauputik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2006).
Gambar 2.1 Numeric rating scale (NRS). 2) Verbal Respon Scale (VRS) Pengukuran nyeri dapat menanyakan respon klien terhadap nyeri secara vebal dengan memberikan 5 pilihan yaitu tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri berat, dan nyeri luar biasa (tidak tertahankan). Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Perawat menunjukan klien tentang skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakannya. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak menyakitkan. Alat VDS memungkinkan klien untuk memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan rasa nyeri (Potter & Perry, 2006). 3) Visual Analogue Scale (VAS) VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur keparahan yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa untuk memilih satu kata atau satu angka (Pooter& Perry, 2006). Skala ini
menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Pengukuran pada nilai di bawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-7 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 di anggap sebagai nyeri hebat.
Gambar 2.2 Visual analogue scale (VAS). 4) Face Pain Scale (FPS) Pengukuran nyeri dengan menggunakan gambar ekspresi wajah dengan 7 macam ekspresi wajah. Nilai berkisar antara 0 sampai dengan 6. Nilai 0 mengidikasikan tidak nyeri, 6 mengindikasikan nyeri yang buruk. FPS biasa digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak-anak (Wong, 2011).
Gambar 2.3 Face Pain Scale (FPS). 5) Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) 5) Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) NIPS merupakan pengukuran nyeri dengan menggunakan pengkajian skor, dengan 6 parameter yaitu meliputi: Ekspresi wajah, menangis, pola nafas, lengan, kaki, kesadaran pengukuran pada nilai di bawah 2 dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 3-4 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas 4 di anggap sebagai nyeri hebat (Nursalam, 2014).
Tabel 2.2 Alat ukur nyeri pada pasien neonatus-neonatal Neonatal Infant Pain Scale (NIPS).
Skor Hari Perawatan KeNo
Parameter
1
Ekspresi Wajah □ Wajah tenang, ekspresi netral □ Otot wajah tegang, alis berkerut, dagu dan rahang tegang (ekspresi wajah negatif-hidung, mulut, dan alis) Menangis □ Tenang, tidak menangis □ Merengek ringan kadang-kadang □ Berteriak kencang, menarik, melengking terus-terusan (catatan: menangis lirih mungkin dinilai jika bayi diintubasi yang dibuktikan melalui gerakan mulut dan wajah yang jelas)
2
3
4
5
6
Pola Pernafasan □ Pola pernafasan bayi normal □ Tidak teratur, lebih cepat dari biasanya, tersendak, nafas tertahan Lengan □ Tidak ada kekakuan otot,gerakan tangan acak sekali-sekali □ Tegang, lengan lurus, kaku, dan/atau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi Kaki □ Tidak ada kekakuan otot, gerakan kaki acak sekali-sekali □ Tegang, kaki lurus, kaku, dan/atau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi Kesadaran □ Tenang, tidur damai atau gerakan kaki acak terjaga □ Terjaga, gelisah, dan meronta-ronta
Skor
1 Tgl
2 Tgl
3 Tgl
4 Tgl
5 Tgl
0 1
0 1 2
0 1
0 1
0 1
0 1
TOTAL SKOR Nama dan paraf yang melakukan penelitian Keterangan: Skala Nyeri 1. 0-2= Nyeri ringan-tidak nyeri 2. 3-4= Nyeri sedang-nyeri ringan 3. >4 = Nyeri hebat
Intervensi 1. Tidak ada 2. Intervensi tanpa obat, dievaluasi selama 30 menit. 3. Intervensi tanpa obat, bila masih nyeri bisa diberikan analgetik dan dievaluasi selama 30 menit.
(Nursalam, 2014)
f. Penatalaksanaan nyeri Menurut Potter dan Perry, (2006), penatalaksanaan nyeri dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu : 1) Manajemen farmakologis a) Analgesik narkotik. b) Analgesik non narkotik. 2) Manajemen non farmakologis a) Bimbingan antisipasi. b) Terapi es dan panas atau kompres panas dan dingin. c) Distraksi. d) Relaksasi. e) Imajinasi terbimbing. f) Hipnosis. g) Akupuntur. h) Umpan balik biologis. i) Masasse. j) Kompres dingin. 5. Bounding attachement a. Pengertian Sejak awal konsepsi, proses ikatan (attachment) antara bayi dan orang tuanya dilanjutkan hubungan kasih sayang (bounding) antara ibu dan bayi segera setelah lahir (Rukiyah, 2009). Bounding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan areksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir sedangkan attachment adalah
interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu. Bounding attachment adalah kontak dini secara langsung antar ibu dan bayi setelah proses persalinan, dimulai pada kala III sampai dengan post partum (Nurasiah, 2014). b. Tujuan bounding attachment Untuk membantu tumbuh kembang fisik, emosi dan intelektual seorang anak dari awal kehidupan hingga dewasa (Rukiyah, 2009). c. Tahap- tahap bounding attachment Menurut Nurasiah (2014), bagian penting dalam bounding attachment adalah: 1) Perkenalan (acquaintance), dengan ,melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera mengenal bayinya. 2) Bounding (Keterikatan). 3) Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain. d. Elemen- elemen Bounding Attachment Nurasiah (2014), menyatakan beberapa elemen dalam bounding attachment antara lain adalah: 1) Sentuhan- sentuhan atau indera peraba Dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya.
2) Kontak mata Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya. 3) Suara Saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. 4) Aroma Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik. Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya. 5) Entrainment Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan
orang
dewasa.
Mereka
menggoyang
tangan,
mengangkat kepala, menendang-nendang kaki, seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tau dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.
6) Bioritme Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembang perilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar. 7) Kontak dini Saat ini, tidak ada bukti-bukti alamiah yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan orang tua dan anak. Ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini yaitu kadar oksitosin dan prolaktin meningkat, reflek menghisap dilakukan dini, pembentuk kekebalan aktif dimulai dan mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak. e. Bentuk interaksi dalam bounding attachment Beberapa interaksi yang menyenangkan dalam rangka bounding attachment menurut Wulandari dan Handayani (2010), antara lain adalah : 1) Sentuhan pada tungkai dan muka bayi secara halus dengan tangan ibu.
2) Sentuhan pada pipi. Sentuhan ini dapat menstimulasi respon yang menyebabkan terjadinya gerakan muka bayi ke arah muka ibu atau ke arah payudara sehingga bayi akan mengusap-usap menggunakan hidung serta menjilat putingnya dan terjadilah rangsangan untuk sekresi prolaktin. 3) Tatap mata bayi dan ibu. Ketika mata bayi dan ibu saling tatap pandang, menimbulkan perasaan saling memiliki antara ibu dan bayi. 4) Tangis bayi Saat bayi menangis, ibu dapat memberikan respon berupa sentuhan dan suatu yang lembut serta menyenangkan. f. Prinsip- prinsip dan upaya meningkatkan bounding attachment Nurasiah (2014) menyatakan beberapa prinsip dan upaya dalam rangka meningkatkan bounding attachment, antara lain sebagai berikut ; 1) Dilakukan segera (menit pertama jam pertama). 2) Sentuhan orang tua pertama kali. 3) Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan orang tua ke anak. 4) Kesehatan emosional orang tua. 5) Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan. 6) Persiapan PNC (Perinatal care) sebelumnya. 7) Adaptasi. 8) Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat
anak. 9) Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman. 10) Fasilitas untuk kontak lebih lama. 11) Penekanan pada hal-hal positif. 12) Perawat maternitas khusus (bidan). 13) Libatkan anggota keluarga lainnya. 14) Informasikan bertahap mengenai bounding attachment. g. Keuntungan bounding attachment Keuntungan bounding attachment menurut Lusa (2010), antara lain: 1) Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap sosial. 2) Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi. h. Hambatan bounding attachment Wulandari dan Handayani (2010), menyatakan bahwa ikatan antara ibu dan bayi bisa tertunda karena: 1) Prematuritas Bayi yang baru dilahirkan dalam keadaan prematur, kurang mendapatkan kasih sayang dari ibunya karena kondisi belum cukup viable (kelangsungan hidup terus) dan belum cukup untuk menyesuaikan dengan extrauterine, bahkan bayi diletakkan dalam incubator sampai bayi dapat hidup sebagai individu yang mandiri.
2) Bayi dan ibu sakit Pada keadaan ibu atau bayi salah satu menderita sakit, dan harus mendapat perawatan khusus, maka ikatan ibu dan bayi akan tertunda. 3) Cacat fisik Bayi lahir cacat fisik atau cacat bawaan, atau kelainan lainnya dapat menimbulkan stress pada keluarga utamanya ibu. Ibu merasa malu dan kurang menyukainya.
B. Kerangka teori Bayi baru lahir Perubahan fisiologis
Pemotongan tali pusat
S. Gastrointestinal
Termoregulasi
Hipoksia, tekanan D.Rongga dada
Asam lambung
Adaptasi hangat ke dingin
Merangsang saraf E. Pernafasan
Kolik
Aktivitas otot
Sistem respirasi
C.
F.Pengeluaran G. H.
cairan Paru
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Distress antara waktu makan
Port de entry bacteri Resiko infeksi
Menangis
Imunisasi Kerusakan jaringan Nyeri akut
Risiko cedera Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Penurunan suhu tubuh Hipotermi
(Wong, 2009) Gambar 2. 4 Kerangka teori.
C. Kerangka konsep
Diagnosa Nyeri akut
Tindakan Metode bounding attachment Gambar 2. 5 Kerangka konsep.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah bayi usia 0 sampai 2 bulan yang bayinya akan dilakukan suntikan secara Intramuskular.
B. Tempat dan Waktu 1. Tempat Aplikasi riset ini dilakukan pada tanggal 9-10 Maret 2015. 2. Tempat Aplikasi riset ini dilakukan diruangan Bougenfil RSUD Sukoharjo.
C. Media dan Alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan: 1.
1 buah HB PID (vaksin hepatitis B dengan dosis 0,5ml).
2.
Tupres (kapas+air hangat).
3.
Arloji.
4.
Skala NIPS.
D. Prosedur Tindakan Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang Pemberian Metode Bounding Attachment dalam Mengurangi Rasa Nyeri Suntikan Intramuskuler pada Bayi adalah:
50
Tabel 3.1 Instrumen tindakan metode bounding attacment NO
ASPEK ORIENTASI
A 1 2 3 4 5
FASE ORIENTASI Memberi salam. Memperkenalkan diri. Menjelaskan tujuan. Menjelaskan langkah prosedur. Menanyakan kesiapan pasien.
B 1 2
6 7
FASE KERJA Cuci tangan. Menyiapkan alat, 1 buah HB PID (vaksin hepatitis B dengan dosis 0,5ml), Tubres (kapas+ air hangat). Memilih lokasi suntikan (paha kanan) dan memberi desinfektan. Memasukkan vaksin memalui injeksi intramuskular. Mengajarkan metode bounding attachment kepada ibu untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan bayi. a. Perkenalan (acquaintance), dengan ,melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera mengenal bayinya. b. Bounding (Keterikatan). c. Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain. Mengkaji sekala nyeri dengan skala NIPS. Cuci tangan.
C 1 2 3
FASE TERMINASI Melakukan evaluasi tindakan. Menyampaikan rencana tidak lanjut. Berpamitan.
D 1 2 3
PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN Ketenangan selama tindakan. Menjaga keamanan pasien. Menjaga keamanan perawat.
3 4 5
E. Alat Ukur Alat ukur menggunakan Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) dan arloji dengan mengukur reaksi nyeri dan menunjukkan respon nyeri menangis selama 10 menit.
Tabel 3.2 Alat ukur nyeri pada pasien neonatus-neonatal Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
No
Parameter
1
Ekspresi Wajah □ Wajah tenang, ekspresi netral □ Otot wajah tegang, alis berkerut, dagu dan rahang tegang (ekspresi wajah negatifhidung,mulut,dan alis). Menangis □ Tenang,tidak menangis. □ Merengek ringan kadang-kadang. □ Berteriak kencang, menarik,melengking terus-terusan (catatan: menangis lirih mungkin dinilai jika bayi diintubasi yang dibuktikan melalui gerakan mulut dan wajah yang jelas). Pola Pernafasan □ Pola pernafasan bayi normal. □ Tidak teratur, lebih cepat dari biasanya, tersendak, nafas tertahan. Lengan □ Tidak ada kekakuan otot, gerakan tangan acak sekali-sekali. □ Tegang, lengan lurus, kaku, dan atau ekstensi,cepat ekstensi,fleksi. Kaki □ Tidak ada kekakuan otot,gerakan kaki acak sekali-sekali. □ Tegang,kaki lurus,kaku,danatau ekstensi, cepat ekstensi, fleksi.
2
3
4
5
6
Kesadaran □ Tenang,tidur damai atau gerakan kaki acak terjaga. □ Terjaga,gelisah,dan meronta-ronta.
Skor
1 Tgl
Skor Hari Perawatan Ke2 3 4 5 Tgl Tgl Tgl Tgl
0 1
0 1 2
0 1
0 1
0 1
0 1
TOTAL SKOR Nama dan paraf yang melakukan penelitian Keterangan: Skala Nyeri 1. 2. 3.
0-2= Nyeri ringan-tidak nyeri 3-4= Nyeri sedang-nyeri ringan >4 = Nyeri hebat
Intervensi 1. Tidak ada 2. Intervensi tanpa obat, dievaluasi selama 30 menit. 3. Intervensi tanpa obat, bila masih nyeri bisa diberikan analgetik dan dievaluasi selama 30 menit.
BAB IV LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang laporan pengelolaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada By Ny. S di RSUD Sukoharjo, dilaksanakan pada tanggal 9-10 Maret 2015. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada jam 14.16 WIB tanggal 9 April 2014 dengan metode Auto anamnese dan Allo anamnese, pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik menelaah catatan medis, dan catatan perawat. 1. Identitas Nama klien By Ny. S, berjenis kelamin perempuan, waktu lahir jam 14.15 WIB tanggal 9 maret 2015. Penanggung jawab klien adalah Ny. S umur 25 tahun, lulusan SMA, hubungan dengan klien adalah sebagai ibu dan Tn. M umur 27 tahun, lulusan SMA, hubungan dengan klien adalah sebagai ayah. 2. Riwayat obstetri ibu Hasil pengkajian yang dilakukan penulis, didapat riwayat obstetri ibu, usia kehamilan ibu 39 minggu, pemeriksaan antenatal ibu di bidan praktek, komplikasi antenatal ibu tidak ada. 3. Riwayat perkawinan Hasil pengkajian yang dilakukan, Ny. S mengatakan pernikahannya yang pertama, usia waktu menikah 23 tahun, lama pernikahan kurang-lebih 2 tahun.
53
4. Riwayat persalinan Hasil pengkajian yang dilakukan, berat badan ibu 45 kilogram, tinggi badan ibu 156 cm, keadaan umum ibu baik, jenis persalinan ibu spontan, indikasi persalinan ibu pacuan, komplikasi persalinan ibu tidak ada, lamanya ketuban pecah 20 menit, tempat persalinan ibu di ruang VK RSUD Sukoharjo, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit dan suhu 36,6°C. 5. Keadaan bayi saat lahir Hasil pengkajian yang dilakukan, bayi lahir tanggal 9 maret, berjenis kelamin perempuan, kelahiran bayi normal. 6. Apgar score Hasil pengkajian yang dilakukan menit pertama, denyut jantung lebih dari 100 kali (2), pernafasan baik (2), tonus otot sedang(1), peka rangsang meringis (1), warna bayi menit pertama merah jambu (1). Hasil skor 7 pada menit pertama menunjukkan bahwa bayi berada dalam kondisi baik atau normal. Pengkajian menit kelima denyut jantung lebih dari 100 kali (2), pernafasan baik (2), tonus otot baik (2), peka rangsang meringis (1), warna bayi merah jambu (1). Hasil skor 8 pada menit kelima menunjukkan bayi dalam kondisi baik atau normal. Pengkajian menit kesepuluh denyut jantung lebih dari 100 kali (2), pernafasan baik (2), tonus otot (2), peka rangsang menangis (2), warna bayi
merah jambu (1). Hasil skor 9 pada menit kesepuluh menunjukkan bayi dalam kondisi baik atau normal. Tindakan resisutasi yang dilakukan suction. Plasenta normal, katiledon lengkap, panjang tali pusat 49 cm, diameter 2 cm. 7. IMD Dari hasil pengkajian tidak dilakukan, bayi didekatkan setelah bayi dibersihkan. 8. Pemeriksaan fisik Hasil pengkajian yang dilakukan, berat badan 2.900 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah -, nadi 144 x/menit, pernafasan 48x/menit dan suhu 35,80C. Keadaan umum bayi baik. Kepala berbentuk simetris, fontanela anterior berbentuk berlian, fontanela posterior berbentuk segitiga, ubun-ubun bayi datar. Mata berbentuk simetris, kelopak mata edema, air mata tidak ada, reflek kornea ada sebagai respon terhadap sentuhan, reflek pupil ada sebagai respon terhadap cahaya, adanya reflek berkedip. Hidung normal, lubang hidung ada, pernafasan cupping hidung tidak ada, suara tambahan tidak ada, septum normal tidak ada devisisasi, cairan hidung ada. Mulut simetris, uvula digaris tengah, reflek hisap kuat dan terkoordinasi, reflek rooting baik. Telinga simetris kanan dan kiri, reflek kejut ada, cairan telinga tidak ada. Leher bergerak normal kekanan dan kekiri, reflek leher tonik.
Pada pemeriksaan jantung, inspeksi: gerakan dinding dada simetris, palpasi: ictus cordis teraba, perkusi: suara pekak, auskultasi: suara jantung 144 x/menit. Paru- paru, inspeksi bentuk simetris reflek batuk tidak ada, palpasi, vocal premirus kanan dan kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi: suara napas bronkial. Pada pemeriksaan integumen, kulit teraba dingin, berwarna merah menyala, vernik ada tipis seperti keju, lanugo belum terlihat. Pada pemeriksaan ekstermitas, tangan simetris kanan dan kiri, pergerakan tangan aktif, jari kanan dan kiri lengkap tidak ada kelainan, reflek berjalan ada bayi tampak berjalan jika digerakkan untuk berjalan, reflek babinski ada jika telapak kaki digelitiki maka kaki bayi akan meregang. Pada pemeriksaan genetalia, keadaan genetalia normal, labia mayora menutupi labia minor. Pada pemeriksaan nutrisi, minuman yang diberikan kepada bayi berupa ASI, frekuensi (-) bayi belum mendapatkan ASI karena masih berpisah dengan ibu. Pada pemeriksaan eliminasi, BAB bayi berwarna kehitaman, konsistensi lembek, frekuensi satu kali. BAK bayi berwarna kuning jernih, konsistensi cair, frekuensi 2 kali. Pada pemeriksaan istirahat dan tidur bayi, frekuensi tidur terkadang, kecuali saat diberi tindakan, lamanya kurang-lebih 30 menit, keadaan istirahat dan tidur saat tidur tenang dan menangis napas tidak teratur, lengan dan kaki tegang kaku, kesadaran meronta-ronta saat diberi injeksi intramuskular. Pada pengkajian nyeri pada bayi didapatkan ekspresi wajah tegang (skor 1), menangis kencang (skor 2), nafas tidak teratur (skor 1),
lengan tegang dan kaku (skor 1), kaki tegang dan kaku (skor 1), merontaronta (skor 1).
9. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 09 maret 2015 didapatkan hasil sebgai berikut: Hemoglobin 16,5 g/dL (nilai normal 15,2-23,6), eritrosit 4,89 juta/uL (4,30-6,30), hematokrit 449,0 % (44-73). MCV 100,2 iL (92-122), MCH 33,7 Pg (33-41), MCHC 33,7 g/dL (31-35), lekosit 28,6 g/dL (Nilai normal 9.4-34.0), trombosit 287 ribu/uL, (229-553), RDW-CV 15,7 % (11,514,5),PDW 10,5 fL (0-99,9), MPV 10,0 fL (0-99,9), NRBC 0,20 (0-1), neutrofil 67,6% (17-68), Limfosit 20,3 % (20-70), Monosit 8,70% (1.0011.00), Eosinofil 0,70% (1,00-5,00), Basofil 0,70 (0-1), Golongan darah O, Gula Darah Sewaktu 70mg/dl (70-120). 10. Terapi obat Pada tanggal 9 maret 2015 terapi yang diberikan adalah vitamin K 10 mg/ml diberikan melalui injeksi intramuskular, yang berfungsinya untuk pembekuan darah.
B. Perumusan Masalah Keperawatan Dari hasil pengkajian dan observasi di atas penulis merumuskan masalah pertama yaitu hipotermi didapatkan data subyektif ibu bayi mengatakan bayinya menggigil dan kulitnya dingin. Data obyektif bayi Ny. S tampak kulitnya dingin, menggigil, suhu 35,8°C. Hasil perumusan masalah di atas,
maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu lingkungan. Diagnosa kedua penulis merumuskan masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis injeksi. Dengan data subyektif ibu bayi mengatakan bayinya menangis kesakitan. Data obyektif bayi Ny. S tampak menangis kesakitan, hasil pengkajian nyeri dengan NIPS didapatkan hasil dengan total skor 7 antara lain ekspresi wajah tegang (skor 1), menangis kencang (skor 2), nafas tidak teratur (skor 1), lengan tangan kaku dan tegang (skor 1), kaki kaku dan tegang (skor 1), kesadaran bayi terjaga dan merontaronta (skor 1).
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan Hasil analisa di atas, maka penulis membuat prioritas diagnosa keperawatan yang pertama hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu lingkungan, yang kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis injeksi.
D. Intervensi Keperawatan Diagnosa pertama hipotermia, tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah hipotermia dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu badan meningkat, suhu dalam rentang normal (36,5°C-37,5°C), akral hangat. Intervensi yang dibuat penulis meliputi observasi suhu, rasionalnya untuk mengatehui suhu bayi. Selimuti bayi atau bedong bayi, rasionalnya untuk memberikan kehangatan
pada bayi. Letakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan atau dibawah lampu penghangat sesuai kebutuhan, rasionalnya untuk memberikan suhu hangat pada bayi. Pantau suhu bayi hingga stabil, rasionalnya untuk mengetahui suhu tubuh pada bayi. Pada diagnosa kedua nyeri akut, tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit masalah nyeri akut bisa teratasi dengan kriteria hasil bayi tidak menangis, bayi tenang, nafas bayi teratur. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji nyeri dengan skala NIPS, rasionalnya untuk mengetahui skala nyeri. Berikan metode bounding attachment, rasionalnya untuk mengurangi atau menurunkan rasa nyeri. Berikan teknik hipnosis dengan menggoyang-goyangkan bayi, rasionalnya untuk membantu menurunkan nyeri.
E. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa yang pertama hipotermia pada tanggal 9 maret 2015, yang dilakukan pada jam 14.16 WIB, meletakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan atau dibawah lampu penghangat sesuai kebutuhan, respon subyektif -, dan respon obyektif bayi berada ditempat observasi (dibawah lampu penghangat). Jam 14.18 WIB, mengobservasi suhu bayi dengan respon subyektif -, dan respon obyektif suhu 35,8°C, akral dingin. Jam 14.19 WIB, membedong atau menyelimuti bayi dengan respon subyektif -, dan respon obyektif bayi sudah dibedong atau diselimuti dengan kain hangat. Jam 15.15 WIB, memantau suhu tubuh bayi dengan respon subyektif -, dan respon obyektif suhu 36,0°C, kulit sedikit hangat. Jam 15.20 WIB,
memberikan terapi vitamin K dengan data subyektif -, dan data obyektif vitamin K masuk lewat injeksi intramuskular, bayi tampak menangis kesakitan. Jam 14.10 WIB, memantau suhu bayi dengan data subyektif -, dan data obyektif suhu 36,2°C. Pada tanggal 10 maret 2015 pada jam 07.30 WIB, memantau suhu tubuh bayi dengan data subyektif ibu bayi mengatakan kulit bayinya sudah hangat, dan data obyektif suhu 37,1°C, kulit teraba hangat. Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa yang kedua nyeri akut pada tanggal 9 maret 2015 yang dilakukan pada jam 15.21 WIB memberi teknik hipnosis dengan menggoyang-goyangkan bayi dengan data subyektif -, dan data obyektif bayi tampak sedikit lebih tenang. Pada tanggal 10 maret 2015 pada jam 07.45 WIB, memberikan vaksin hepatitis B dengan data subyektif ibu bayi mengatakan bersedia bila bayinya diberikan vaksin hepatitis B, dan data obyektif vaksin hepatitis B masuk lewat injeksi intramuskular, bayi tampak menangis kesakitan. Jam 07.46 WIB, memberikan metode bounding attachment ke ibu untuk bayinya dengan data subyektif ibu mengatakan bersedia dan mau melakukan metode bounding attachment, dan data obyektif bayi berada didekapan ibu, bayi menyusu pada ibunya. Jam 07.47 WIB, mengkaji nyeri (NIPS) menit pertama dengan data subyektif ibu mengatakan bersedia nyeri bayinya dikaji, dan data obyektif ekspresi wajah tegang (skor 1), menangis kencang (skor 2), nafas tidak teratur (skor 1), lengan tegang dan kaku (skor 1), kaki tegang dan kaku (skor 1), meronta-ronta (skor 1). Jam 07.52 WIB, mengkaji nyeri (NIPS) menit ke 5 dengan data subyektif -, dan data obyektif ekspresi wajah tenang (skor 0), merengek kadang-kadang (skor 1), pola napas normal (skor 0), lengan tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot
(skor 0), kaki tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kesadaran terjaga (skor 1). Jam 07.57 WIB, mengkaji nyeri (NIPS) menit ke 10, dengan data subyektif -, dan data obyektif ekspresi wajah tenang (skor 0), merengek kadang-kadang (skor 0), pola napas normal (skor 0), lengan tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kaki tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kesadaran bayi tenang tidur damai (skor 0).
F. Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi diagnosa pertama yaitu hipotermia pada tanggal 9 maret 2015 dengan metode SOAP, yang di dapat jam 16.15 WIB, subyektif klien -, obyektif suhu 36,2°C, kulit teraba sedikit hangat, analisa keperawatan masalah hipotermia teratasi sebagian, dengan alasan suhu masih dibawah rentang normal 36,5° C, planning lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan meliputi bedong bayi dengan kain hangat, pantau suhu bayi. Pada tanggal 10 maret 2015 pada diagnosa pertama hasil evaluasi yang didapat jam 13.00 WIB, subyektif ibu bayi mengatakan kulit bayinya sudah hangat, obyektif suhu 37,1° C, kulit hangat, annalisa keperawatan masalah hipotermia teratasi, dengan alasan suhu dalam rentang normal, planning hentikan intervensi. Hasil evaluasi pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut pada tanggal 9 maret 2015 yang didapatkan pada jam 16.15 WIB, subyektif -, objektif ekspresi wajah sedikit tenang, analisa keperawatan nyeri akut teratasi, planning hentikan intervensi. Pada tanggal 10 maret 2015 pada diagnosa kedua hasil evaluasi yang didapat jam 13.04 WIB, subyektif ibu bayi mengatakan nyeri yang ada
pada bayinya sudah hilang, obyektif ekspresi wajah tenang (skor 0), merengek kadang-kadang (skor 0), pola napas normal (skor 0), lengan tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kaki tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kesadaran bayi tenang tidur damai (skor 0), annalisa keperawatan masalah nyeri akut teratasi, dengan alasan hasil nilai pengkajian nyeri (NIPS) menunjukkan angka 0, bayi tenang, planning hentikan intervensi.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian metode bounding attachment terhadap penurunan rasa nyeri pada asuhan keperawatan By Ny. S di bangsal Bougenfil RSUD Sukoharjo. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Menurut Potter & Perry (2005) bahwa pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan dan komunikasi data tentang klien yang bertujuan untuk menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan nilai gaya hidup yang dilakukan klien. Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu keluhan utama klien yaitu tampak kedinginan dengan temperatur suhu aksilar 35,8°C. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa bayi baru lahir belum bisa mempertahankan suhu dengan lingkungan (Wong, 2009), kehilangan panas dapat dipengaruhi oleh evaporasi, radiasi, konduksi, dan konveksi, kehilangan panas karena penguapan, cairan amnion yang membasahi kulit bayi akan memudahkan evaporasi, terutama jika disertai dengan udara ruangan yang dingin, disebabkan karena permukaan kulit bayi yang luas memudahkan terjadinya kehilangan panas dari tubuh hal itu terjadi karena 63
tipisnya lapisan subkutis bayi merupakan isolasi yang buruk untuk mempertahankan suhu tubuh (Wong, 2009). Saat penulis melakukan pengkajian pada By Ny. S tampak menggigil, kulit dingin dan hasil TTV diperoleh frekuensi nadi 144 x/menit, frekuensi napas 48 x/menit, suhu 35,8°C. Berdasarkan hal tersebut, kondisi By Ny. S mengalami penurunan suhu tubuh, hal tersebut sesuai dengan teori Green J & Wilkinson (2012) yang menyebutkan suhu aksilar bayi normal adalah 36,5°C hingga 37,5°C. Dibawah dari 36,5°C yang sudah dianggap rendah dan disebut hipotermia. Menurut Sudarti, (2013) manifestasi klinis hipotermi meliputi akral sianosis, ekstremitas dingin, perfusi menurun, suhu < 36,5°C. Batasan temperatur aksilar pada bayi baru lahir yaitu antaralain 37,5°C tergolong dalam batas normal, 36,5°C tergolong dalam stres dingin, 36,0°C tergolong dalam hipotermi sedang, 32,0°C tergolong dalam hipotermia berat. Saat di rumah sakit klien mendapatkan suntikan imunisasi, sesuai kebijakan di Indonesia bayi wajib mendapatkan imunisasi antara lain imunisasi tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernafasan), campak, tetanus, polio, dan hepatitis B (Pusat Komunikasi Publik, 2011), berdasarkan penelitian bahwa salah satu imunisasi yang banyak terdapat di RSUD Sukoharjo imunisasi hepatitis B, berdasarkan hasil pengkajian penulis dengan skala NIPS didapatkan, By Ny. S tampak ekspresi wajah tegang, menangis kencang, nafas tidak teratur, lengan dan kaki tegang, dan meronta-ronta.
Menurut
Sjamsuhidajat
dan
Jong,
(2005)
setiap
pembedahan atau suntikan selalu berhubungan dengan insisi yang
merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala, salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri. Penulis memakai Neonatal infant pain scale (NIPS) sebagai alat pengukur nyeri sesuai dengan pengaplikasian di dalam jurnal. Saat persalinan ibu didapatkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis dan didapatkan data yaitu keadaan ibu baik, dalam teori menjelaskan keadaan ibu berpengaruh besar terhadap persalinan normal yang membutuhkan tenaga (power) yang efektif (Hendersen, 2006). Jenis persalinan spontan atau normal, usia kehamilan 39 minggu (aterm), hal ini sesuai dengan teori Johariyah, (2012) menjelaskan proses persalinan normal terjadi pada usia cukup bulan setelah 37 minggu hingga 42 minggu. Komplikasi persalinan ibu tidak ada, hal ini tidak sesuai dengan teori Hendersen, (2006) yang menyebutkan komplikasi pesalinan antara lain perdarahan, infeksi pasca persalinan, rupture uteri, trauma perineum. Lama ketuban pecah 20 menit, menurut Walyani E, (2015) menuturkan lamanya ketuban pecah terjadi menjelang akhir kala 1 dengan durasi waktu 1,5 jam hingga 2 jam yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, dan suhu 36,6°C, hal tersebut sesuai dengan teori Johariyah, (2012) batasan karateristik TTV pada wanita inpartu yaitu tekanan darah sistolik naik 10-20 mmHg dan distolik 5-10 mmHg, denyut nadi < 100 x/menit, suhu < 38°C, pernafasan umumnya lambat atau normal 16-24 x/menit.
Dalam pengkajian keadaan bayi saat lahir yang didapat dari pengkajian yang dilakukan penulis yaitu keadaan umum baik, compossmentis menurut teori Green & Wilkinson, (2012) menyebutkan status penampilan kesehatan pada bayi baru lahir normal, tingkat kesadaran composmentis atau apatis. Apgar score yang didapatkan dari pengkajian penulis diperoleh denyut jantung di menit pertama lebih dari 100 kali (2), menit kelima lebih dari 100 kali (2), menit kesepuluh lebih dari 100 kali (2). Pernafasan menit pertama baik (2), menit kelima baik (2), menit kesepuluh baik (2). Tonus otot menit pertama sedang (1), menit kelima baik (2), menit kesepuluh baik (2). Peka rangsang menit pertama meringis (1), menit kelima meringis (1), menit kesepuluh menangis (2). Warna bayi menit pertama merah jambu (1), menit kelima merah jambu (1), menit kesepuluh merah jambu (1). Hal tersebut sesuai dengan teori Sujiyatini, (2009) yang menjelaskan beberapa bayi dapat mencapai angka 10, dan tidak jarang, bayi yang sehat mempunyai skor yang lebih rendah dari biasanya, terutama pada menit pertama saat baru lahir. Tindakan resisutasi yang dilakukan suction. Plasenta normal, katiledon lengkap, panjang tali pusat 49 centimeter, diameter 2 centimeter, hal tersebut sesuai dengan teori Johariyah, (2012) yang menyebutkan plasenta berbentuk bundar dengan ukuran 15 cm x 20 cm dengan tebal 2,5 cm sampai 3 cm, panjang sekitar 25 sampai 60 cm. Dari hasil pengkajian Inisiasi menyusu dini (IMD) yang ada di Rumah Sakit diperoleh hasil – (tidak dilakukan oleh perawat), tindakan tersebut tidak dilakukan karena perawat disana yang sudah memiliki perosedur tindakan sesuai dengan SOP yang ada, tetapi tidak melakukan prosedur
tindakan IMD tersebut, Inisiasi menyusu dini (IMD) mempunyai keuntungan dalam pemberian ASI, mempererat hubungan ibu dan anak, memberi kehangatan tubuh, dan memberi rasa aman (Wong, 2009). Dalam pengkajian pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis pada klien didapatkan hasil yaitu berat badan 2.900 gram, panjang badan 48 cm, linkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum bayi baru lahir normal yaitu berat badan lahir 2700-4000 gram, panjang kepala-tumit 48-53 cm, lingkar kepala 33-35 cm lebih besar 2-3 cm dari lingkar dada, lingkar dada 30,5-33 cm. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan tekanan darah (-) tidak ditemukan karena tidak dilakukan dilahan, nadi 144 x/menit, pernafasan 48 x/menit, suhu 35,8°C, menurut dengan teori Wong, (2009) suhu aksila 36,5°-37°C, denyut jantung apikal 120-140 x/menit, respirasi 30-60 x/menit, tekanan darah 65/41 mmHg di lengan dan betis, suhu aksilar bayi mengalami
hipotermi
karena
perubahan
suhu
lingkungan
yang
menyebabkan bayi kedinginan. Kepala berbentuk simetris, fontanetal anterior berbentuk berlian, fontanetal posterior berbentuk segitiga, ubun-ubun datar, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian kepala bayi normal yaitu simetris, fontanetal anterior berbentuk berlian, fontanetal posterior berbentuk segitiga, ubun-ubun datar. Mata berbentuk simetris kanan-kiri, kelopak mata edema, air mata tidak ada, reflek kornea ada sebagai respon terhadap sentuhan, reflek pupil ada sebagai respon terhadap cahaya, reflek mengedip ada sebagai respon cahaya atau sentuhan,
hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian mata bayi normal yaitu berbentuk simetris kanan-kiri, kelopak mata edema, air mata tidak ada, reflek kornea ada sebagai respon terhadap sentuhan, reflek pupil ada sebagai respon terhadap cahaya, reflek mengedip ada sebagai respon cahaya atau sentuhan. Hidung normal simetris, lubang hidung ada, pernafasan cupping hidung tidak ada, suara tambahan tidak ada, septum normal tidak ada devisiasi, cairan hidung ada, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian hidung bayi normal simetris, ada lubang hidung, tidak ada pernafasan cupping hidung, tidak ada suara tambahan, septum normal tidak ada devisiasi, terdapat cairan dihidung. Mulut simetris, uvula digaris tengah, reflek hisap kuat dan terkoordinasi, reflek rooting baik, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian mulut normal bayi yaitu uvula digaris tengah, frenulum lidah, frenulum bibir atas, reflek menghisap kuat dan terkoordinasi, reflek rooting, langit-langit melengkung tajam dan utuh. Telinga simetris kanan dan kiri, reflek kejut ada, cairan telinga ada, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian telinga bayi normal yaitu reflek kejut yang dibangkitkan oleh suara keras dan mendadak, adanya cairan ditelinga. Leher bergerak normal kekanan dan kekiri, reflek leher tonik, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian leher bayi normal yaitu adanya lipatan kulit, reflek leher tonik.
Pada pemeriksaan jantung yang dilakukan oleh penulis didapatkan hasil yaitu dengan teknik inspeksi (melihat) didapatkan gerakan dinding dada simetris, dengan teknik palpasi (meraba) didapatkan ictus cordis teraba, dengan teknik perkusi (mengetuk) didapatkan suara pekak, dengan teknik auskultasi (mendengarkan) didapatkan suara jantung 144 x/menit, menurut teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum jantung bayi normal yaitu apeks ruang interkostal empat sampai lima, sebelah laberal atas sternum kiri, S2 sedikit lebih tajam dan tinggi nadanya dari S1. Paruparu dengan teknik inspeksi (melihat) didapatkan bentuk simetris reflek batuk tidak ada, dengan teknik palpasi (meraba) didapatkan vocal premirus kanan dan kiri sama, dengan teknik perkusi (mengetuk) didapatkan sonor, dengan teknik auskultasi (mendengarkan) didapatkan suara napas bronkial, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum paru-paru bayi normal yaitu respirasi terutama abdominal, reflek batuk tidak ada ketika lahir, muncul pada hari ke 1-2, suara napas bronkial sama dengan bilateral. Pada pemeriksaan integumen, kulit teraba dingin, berwarna merah menyala, vernik ada tipis seperti keju, lanugo belum terlihat, menurut teori Bobak, (2005) ukuran umum integumen bayi normal yaitu berkemih dalam 24 jam setelah lahir, adanya verniks seperti keju, terdapat lanugo didareah bahu, pinna dan telinga, dinginnya kulit bayi dipengaruhi oleh perubahan suhu ruangan yang mengakibatkan kulit bayi dingin. Pada pemeriksaan ekstermitas yang dilakukan oleh penulis didapatkan hasil yaitu tangan simetris kanan dan kiri, pergerakan tangan aktif, jari
kanan dan kiri lengkap tidak ada kelainan, reflek berjalan ada bayi tampak berjalan jika digerakkan untuk berjalan, reflek babinski ada jika telapak kaki digelitiki maka kaki bayi akan meregang, hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum ekstermitas bayi normal yaitu mempunyai sepuluh jari tangan dan kaki, kisaran gerak penuh, dasar kuku merah jambu, dengan sianosis transien segera setelah lahir, garis-garis didua pertiga anterior telapak kaki, telapak kaki biasanya datar, ekstermitas simetris, tonus otot sama bilateral, terutama tahan terhadap fleksi yang berlawanan, denyut brakial sama bilateral. Pada pemeriksaan genetalia yang dilakukan penulis didapatkan hasil yaitu keadaan genetalia normal, labia mayora menutupi labia minora,hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran umum genetalia bayi normal yaitu labia dan klitoris biasanya edema, meatus uretra dibelakang klitoris, vernik kaseosa diantara labia, berkemih dalam 24 jam. Pada pemeriksaan nutrisi yang dilakukan penulis didapatkan hasil yaitu minuman yang diberikan kepada bayi berupa ASI, frekuensi (-) bayi belum mendapatkan ASI karena masih berpisah dengan ibu, menurut teori Wong, (2009) pemberian ASI sebagai cara untuk memberikan nutrisi bayi secara optimal. Pada pemeriksaan eliminasi yang dilakukan penulis didapatkan hasil yaitu BAB bayi kehitaman konsistensi lembek, frekuensi 1 kali, BAK bayi berwarna kuning jernih, konsistensi cair frekuensi 2 kali, menurut teori Bobak, (2005) menyebutkan BAB bayi baru normal terbentuk dari
mekonium yang dibentuk selama janin dalam kandungan berasal dari carian amnion dan unsur-unsurnya, dari sekresi usus dan dari sel-sel mukosa, jumlah feses pada bayi baru lahir cukup bervariasi. Pada pemeriksaan istirahat dan tidur yang dilakukan penulis didapatkan hasil yaitu frekuensi tidur bayi terkadang kecuali saat diberi tindakan, lamanya kurang-lebih 30 menit, keadaan istirahat dan tidur tenang dan menangis, napas tidak teratur, lengan dan kaki tegang kaku, meronta-ronta saat diberi injeksi intramuskular, menurut Bobak, (2005) frekuensi tidur bayi normal memiliki jumlah waktu tidur yang cukup yaitu 16,5 jam/hari, pada hasil penelitian didapatkan frekuensi tidur bayi yaitu kuaang-lebih 30 menit didapatkan dari waktu selama pengkajian berlansung dan bayi sering menangis karena mendapatkan tindakan oleh tim medis salah satunya mendapatkan injeksi intramuskular.
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai lisensi dan kompeten mengatasinya (Potter & Perry, 2005). Diagnosa
yang
pertama
kali
ditemukan
adalah
hipotermi
berhubungan dengan perubahan suhu tubuh, karena pada saat pengkajian didapatkan data subjektif antara lain ibu bayi mengatakan bayinya menggigil dan kulitnya dingin. Data obyektif bayi Ny. S tampak kulitnya
dingin, menggigil, suhu 35,8°C.Hipotermi adalah suhu tubuh dibawah kisaran normal, batasan karateristik suhu normal yaitu 36,5°C-37,5°C, kulit dingin, bantalan kaku sianosis, pucat, hipertensi, merinding, menggigil, takikardia (Wilkinson, 2012). Masalah keperawatan hipotermi lebih diprioritaskan penulis menjadi masalah utama dari beberapa masalah keperawatan yang muncul pada pasien karena regulasi panas tubuh merupakan hal yang paling kritis terhadap ketahanan hidup bayi (Wong, 2009). Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis injeksi, karena pada saat pengkajian didapatkan hasil data subjektif antara lain ibu klien mengatakan bayinya menangis kesakitan. Data obyektif diperoleh menurut skala NIPS klien tampak ekspresi wajah tegang, menangis kencang, nafas tidak teratur, lengan dan kaki tegang, dan meronta-ronta dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nadi 144 x/menit, pernafasan 48 x/menit dan suhu 35,8°C. Hal ini sesuai dengan teori Mubarak, (2008) yang menyebutkan respon nonverbal yang sering muncul adalah ekspresi wajah tegang, menutup atau membuka mata, mengigigiti gigi bawah, mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, dan respon fisiologis nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual potensial atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for the study of pain), awitan yang tiba-
tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan (Andarmoyo, 2013). Dalam prioritas diagnosa keperawatan nyeri akut berdasarkan dengan jurnal dan mengacu pada data pengkajian berada dalam urutan kedua karena, masalah nyeri akut berkaitan dengan pemberian vaksin yang merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis menurut Hirarki Maslow. Imunisasi sangat berperan dalam pencegahan penyakit dan memberi kekebalan kepada bayi (Proverawati, 2010). Hal ini terbukti menurunnya penyakit infeksi selama abad 20 karena penyebaran imunisasi secara luas untuk penyakit yang dapat dicegah (Wong, 2009). Diagnosa keperawatan yang ketiga ketidakefektifan pembersihan jalan nafas yang berhubungan dengan mukus berlebihan. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obtruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Diagnosa ini tidak terangkat karena dari hasil dipengkajian tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Pada pengkajian yang dilakukan penulis didapat tidak ada tanda yang mengarah ke ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena pada pemeriksaan klien, ditemukan tidak adanya suara napas tambahan, frekuensi pernafasan 48 x/menit, irama pernafasan teratur, tidak ada tanda sianosis dan dispnea. Hal ini tidak sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan batasan karateristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu terdapat tanda-tanda suara napas tambahan, perubahan frekuensi pernafasan, perubahan irama pernafasan, sianosis, dispnea.
Diagnosa keperawatan yang keempat yaitu risiko infeksi atau inflamasi yang berhubungan dengan defisiensi pertahanan imunologis, faktor lingkungan, penyakit maternal. Resiko infeksi merupakan peningkatan resiko terserang organisme patogenik. Diagnosa ini tidak terangkat karena hasil dipengkajian tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah keinfeksi. Pada pengkajian yang dilakukan penulis didapat tidak ada tanda yang mengarah ke risiko infeksi karena pada pemeriksaan klien tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, suhu badan tidak panas (35,8°C), Leukosit dalam batas normal 28,6 g/dL. Hal ini tidak sesuai dengan teori Herdman, (2010) yang menyebutkan batasan karakteristik infeksi yaitu terdapat tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa), perubahan suhu tubuh, leukosit meningkat. Diagnosa yang kelima yaitu risiko trauma yang berhubungan dengan ketidakberdayaan fisik. Risiko trauma adalah peningkatan risiko cidera jaringan yang tidak disengaja misal luka, fraktur lahir. Diagnosa ini tidak terangkat karena hasil dipengkajian tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah kerisiko trauma. Pada pengkajian yang dilakukan penulis didapat tidak ada tanda yang mengarah ke risiko trauma karena pada pemeriksaan klien tidak ditemukan adanya trauma, edema dan luka. Hal ini tidak sesuai dengan teori Wilkinson, (2012) yang menyebutkan batasan karateristik trauma yaitu fraktur lahir, edema, luka. Diagnosa yang keenam yaitu gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (risiko) yang berhubungan dengan imaturitas, defisit pengetahuan orang tua. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Diagnosa ini tidak terangkat karena hasil dipengkajian tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah kegangguan nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada pengkajian yang dilakukan penulis didapat tidak ada tanda yang mengarah ke gangguan nutrisi karena pada pemeriksaan klien tidak ditemukan nyeri abdomen, sariawan dan diare. Hal ini tidak sesuai dengan teori Wilkinson, (2012) yang menyebutkan batasan karateristik nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu terdapat tanda-tanda kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makanan, kerapuhan kapiler, diare, sariawan rongga mulut.
C. Intervensi Intervensi atau perencanaan keperawatan dalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalahmasalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah & Walid, 2012). Rencana keperawatan ini disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan prinsip ONEC, observasi (rencana tindakan untuk mengkaji atau melakukan observasi terhadap kemajuan klien untuk memantau secara langsung yang dilakukan secara terus-menerus), nursing treatment (rencana tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dan mencegah perluasan masalah),
education (rencana tindakan yang berbentuk pendidikan kesehatan), colaboratif (tindakan medis yang dilimpahkan pada perawat) (Sholeh, 2012). Dalam referensi intervensi dituliskan sesuai dengan kriteria intervensi NIC (Nursing Intervension clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification) dan diselesaikan secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria waktu) (Sholeh, 2012). Berdasarkan pada diagnosa pertama hipotermi berhubungan dengan, intervensi yang dibuat penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah hipotermi dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu badan meningkat, suhu dalam rentang normal (36,5°C-37,5°C), akral hangat (Wong, 2009). Rencana tindakan dalam diagnosa inimeliputi observasi suhu yaitu untuk menentukan status suhu klien (Wilkinson, 2012). Selimuti atau bedong bayi yaitu untuk memberi kehangatan klien (Wong, 2009). Letakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan atau dibawah lampu penghangat sesuai kebutuhan yaitu untuk memberi suhu hangat pada klien (Wong, 2009). Pantau suhu bayi hingga stabil yaitu untuk mengetahui suhu bayi dalam rentang normal 36,5°C-36,5°C (Wong, 2009). Pada diagnosa yang keduayaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis injeksi, penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit masalah nyeri akut bisa teratasi dengan kriteria hasil bayi tidak menangis, bayi tenang, nafas bayi teratur. Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 1x20
menit karena nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan apabila tidak ditangani akan mengubah perilaku bayi (Wong, 2009). Rencana tindakan dalam diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis injeksi meliputi kaji nyeri dengan skala NIPS, dengan parameter ekspresi wajah, menangis, pola pernafasan, lengan, kaki, kesadaran yaitu untuk mengetahui skala nyeri pada bayi (Nursalam, 2014). Beri metode Bounding attachment, Bounding attachment berpengaruh langsung terhadap keterikatan bayi dan ibu (Rukiyah, 2009). Beri teknik hipnosis dengan
menggoyang-goyangkan
bayi
yaitu
untuk
membantu
menenangkan bayi (Rudolph, 2006).
D. Implementasi Penulis
melakukan
tindakan
keperawatan
berdasarkan
diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien dan sesuai rencana yang ditetapkan. Penulis melakukan tindakan keperawatan selama 2 hari. Berdasarkan pada prioritas diagnosa yang pertama yaitu hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu lingkungan tindakan yang dilakukan penulis mengobservasi suhu yaitu tindakan ini dilakukan untuk mengetahui adanya ketidak normalan suhu tubuh dalam rentang normal pada klien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya, karena pengukuran suhu sangatlah penting terhadap menentukan intervensi yang akan dilakukan perawat, bila tindakan ini tidak dilakukan akan berdampak pada penentuan diagnosa dan intervensi keperawatan (Wilkinson, 2012).
Kemudian tindakan yang dilakukan penulis menyelimuti atau membedong klien yaitu tindakan ini dilakukan untuk memberi kehanggatan pada klien, karena selimut yang kering dapat memberi kehangatan tubuh klien, bila tindakan membedong bayi tidak dilakukan berdampak pada keadaan suhu tubuh bayi yang kedinginan (Wong, 2009). Tindakan yang dilakukan penulis selanjutnya, meletakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan atau dibawah lampu penghangat yaitu tindakan ini dilakukan untuk memberi suhu hangat dilingkungan klien (Wong, 2009), karena suhu lingkungan yang tidak baik menyebabkan bayi menderita hipertermi, hipotermi dan trauma dingin, hal ini terjadi pembentukan panas yang dapat diproduksi hanya 1/10, dalam waktu yang bersamaan hal ini akan menyebabkan penurunan suhu yang berbahaya bagi neonatus (Walyani E, 2015), bila tindakan ini tidak dilakukan klien tidak akan mendapatkan suhu lingkungan yang hangat dan akan berdampak pada klien. Tindakan yang dilakukan penulis selanjutnya, memantau suhu bayi hingga stabil yaitu untuk mengetahui atau mengontrol suhu bayi dalam rentang normal 36,5°C-37,5°C, karena bayi baru lahir tidak bisa mempertahankan suhu tubuhnya dengan baik, bila tindakan pemantauan suhu tidak dilakukan, akan berpengaruh pada intervensi keperawatan selanjutnya (Wong, 2009). Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan penulis yaitu kulit klien hangat, suhu dalam batas normal 37,1°C, hasil tersebut membuktikan bahwa suhu lingkungan yang hangat sangat berpengaruh terhadap peningkatan suhu pada klien.
Implementasi pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis infeksi meliputi mengkaji nyeri dengan skala NIPS yaitu tindakan ini dilakukan untuk mengetahui derajat nyeri yang dirasakan klien, bila tindakan ini tidak dilakukan akan berdampak pada penentuan diagnosa dan intervensi keperawatan (Wilkinson, 2012), karena pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang menggunakan respons fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri akan membantu menentukan keparahan nyeri yang dirasakan klien (Walyani E, 2015). Tindakan yang dilakukan penulis selanjutnya dengan memberi metode Bounding attachment, karena bounding attachment berpengaruh langsung terhadap keterikatan bayi dan ibu. Bounding attachment adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan kasih sayang oleh ibu kepada bayinya, pada saat bayi dilakukan bounding attachment sentuhan atau indera peraba dipakai secara ekstensif oleh orang tua dengan cara ibu mulai mengekplorasikan jari tangan ke bagian kepala dan tungkai, tidak lama kemudian ibu memakai telapak tangannya untuk mengelus badan bayi dan akhirnya memeluk dengan tangannya sehingga bayi akan tenang (Ethycasari). Prosedur tindakan bounding attachment yaitu perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera mengenal bayinya. Bounding (Keterikatan) Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain (Lusa, 2010). Bila tindakan metode bounding attachment ini tidak
dilakukan penurunan intensitas nyeri yang dirasakan klien tidak terbantu atau tidak hilang secara singkat. Pemberian metode bounding attachment dilakukan pada hari kedua, jam 07.46 WIB pada By Ny. S selama 10 menit. Pada menit pertama didapatkan hasil pengkajian dengan skala NIPS dengan total skor 7, pada menit kelima total skor 2, dan pada menit kesepuluh total skor 0. Hasil aplikasi tindakan bounding attachment yang dilakukan penulis pada pengelolaan By Ny. S yang dilakukan pemberian imunisasi dengan injeksi intramuskular, mampu menurunkan rasa nyeri dan hasil aplikasi yang dilakukan penulis sesuai yang dilakukan Ethicasary, bahwa bounding attachment efektif menurunkan rasa nyeri.
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi yang dilakukan oleh penulis didefinisikan sebagai suatu catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Pernyataan yang menyatakan status kesehatan sekarang dan menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada pasien (Rohmah & Walid, 2012). Penulis mengevaluasi apakah respon klien mencerminkan suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu sesuai SOAP (Subjektif, Objektif, Assement dan planning) (Darmawan, 2012). Evaluasi pada diagnosa pertama yang dilakukan pada hari senin, 09 Maret 2015 jam 14.15 WIB diperoleh hasil sebagai berikut respon subyektif -, karena klien belum bisa mengutarakan apa yang dikeluhkan.
Respon Objektif suhu badan 36,2°C, kulit teraba sedikit dingin. Analisa masalah teratasi sebagian dengan alasan suhu masih dibawah rentang normal 36,5°C. Planning lanjutkan intervensi, bedong bayi dengan kain atau selimut hangat, pantau suhu bayi. Evaluasi pada hari selasa 10 Maret 2015 jam 13.30 WIB pada diagnosa pertama, respon subyektif ibu bayi mengatakan kulit bayinya sudah hangat. Respon obyektif suhu badan 37,1°C, kulit bayi teraba hangat. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan intervensi. Masalah keperawatan pada klien sudah teratasi karena setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tujuan sudah tercapai dan memenuhi kriteria hasil diantaranya suhu badan meningkat, suhu dalam rentang normal (36,5°C-37,5°C), akral hangat (Wilkinson, 2012). Evaluasi pada diagnosa kedua yang dilakukan pada hari selasa, 10 maret 2015 jam 13.04 WIB diperoleh hasil sebagai berikut respon subyektif ibu bayi mengatakan nyeri yang ada di bayinya sudah hilang, respon obyektif klien tampak berekspresi tenang, tidak menangis, pola nafas normal, lengan tidak tegang atau tidak ada kekuatan otot, kaki tidak tegang atau tidak ada kekuatan otot. Analisa masalah sudah teratasi. Planning intervensi dihentikan. Masalah keperawatan pada klien sudah teratasi karena setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit tujuan sudah tercapai dan memenuhi kriteria hasil diantaranya bayi tidak menangis, bayi tenang, nafas bayi teratur (Wong, 2009).
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian,
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi, evaluasi serta mengaplikasikan pemberian metode bounding attacment terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan By Ny. S di bangsal Bougenfil RSUD Sukoharjo, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Hasil pengkajian pada By Ny. S dengan bayi baru lahir normal didapat data subyektif ibu bayi mengatakan bayinya menggigil dan kulitnya dingin dan menangis kesakitan saat diberi suntikan. Data obyektif By Ny. S tampak menggigil, kulit dingin dan hasil TTV diperoleh frekuensi nadi 144 x/menit, frekuensi napas 48 x/menit, suhu 35,8°C, menagis kesakitan ekspresi wajah tegang, menangis kencang, nafas tidak teratur, lengan dan kaki tegang, dan meronta-ronta. 2. Diagnosa Keperawatan Hasil analisa di atas, maka penulis membuat prioritas diagnosa keperawatan yang pertama Hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu tubuh. Kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: tindakan medis injeksi.
82
3. Intervensi Keperawatan Pada diagnosa pertama, intervensi yang dibuat penulis meliputi observasi suhu, selimuti atau bedong bayi, letakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan atau dibawah lampu penghangat sesuai kebutuhan, pantau suhu bayi hingga stabil. Pada diagnosa kedua, intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji nyeri dengan skala NIPS, dengan parameter ekspresi wajah, menangis, pola pernafasan, lengan, kaki, kesadaran, beri metode Bounding attachment, beri teknik hipnosis dengan menggoyang-goyangkan bayi. 4. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada By Ny. S selama tanggal 9-10 maret 2015 yaitu untuk diagnosa pertama mengobservasi suhu,
menyelimuti
atau
membedong
bayi,
meletakkan
bayi
dilingkungan yang telah dipanaskan atau dibawah lampu penghangat, memantau suhu bayi hingga stabil. Pada diagnosa kedua yaitu, mengkaji nyeri dengan skala NIPS, memberikan metode bounding attachment, memberikan tehnik hipnosis dengan menggoyang-goyangkan bayi. 5. Evaluasi Keperawatan Hasil evaluasi dengan metode SOAP, pada diagnosa pertama yang di dapat pada tanggal 9 maret 2015 dengan data subyektif ibu bayi mengatakan kulit bayinya sudah sedikit hangat, obyektifsuhu 36,2°C, kulit teraba sedikit hangat, analisa keperawatan masalah hipotermia teratasi sebagian, dengan alasan suhu masih dibawah
rentang normal 36,5°C, planning lanjutkan intervensi, intervensi yang dilanjutkan meliputi bedong bayi dengan kain hangat, pantau suhu bayi. Pada tanggal 10 maret 2015 pada diagnosa pertama hasil evaluasi yang didapat dengan data subyektif ibu bayi mengatakan kulit bayinya sudah hangat,
obyektif
suhu
37,1˚C, kulit hangat,
annalisa
keperawatan masalah hipotermia teratasi, dengan alasan suhu dalam rentang normal, planning hentikan intervensi. Hasil evaluasi dengan metode SOAP, pada diagnosa kedua yang didapat pada tanggal 10 maret 2015 dengan data subyektif ibu bayi mengatakan nyeri yang ada pada bayinya sudah hilang, obyektif ekspresi wajah tenang (skor 0), merengek kadang-kadang (skor 0), pola napas normal (skor 0), lengan tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kaki tidak tegang atau tidak ada kekakuan otot (skor 0), kesadaran bayi tenang tidur damai (skor 0), annalisa keperawatan masalah nyeri akut teratasi, dengan alasan hasil nilai pengkajian nyeri (NIPS) menunjukkan angka 0, bayi tenang, planning hentikan intervensi. 6. Analisis aplikasi pemberian metode bounding attachment Penulis
menyimpulkan
aplikasi
pemberian
metode
bounding
attachment terhadap penurunan nyeri pada By Ny. S dengan bayi baru lahir normal sangat efektif untuk dilakukan. Setelah 10 menit diberi metode bounding attachment pada By Ny. S dengan masalah keperawatan nyeri akut terjadi penurunan nyeri dari skala nyeri 7
menjadi 0. Mernurut jurnal Ethycasari manusia berkembang melewati beberapa fase yang dikenal dengan fase psikoseksual, salah satunya adalah fase oral, pada fase ini sumber pengalaman bayi dipusatkan pada pengalaman oral yang juga berfungsi sebagai attachment. Hubungan anak dengan orang tua merupakan sumber emosional dan kognitif bagi bayi yang memberi kesempatan bagi bayi untuk mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan sosial.
B. Saran Setelah penulis melakukan aplikasi pemberian metode bounding attachment terhadap penurunan nyeri pada By Ny. S dengan bayi baru lahir normal, penulis akan memberi usulan dan masukan positif khususnya di bidang kesehatan antara lain : 1. Bagi Istansi Pelayanan Kesehatan Diharapkan Rumah Sakit Umum khususnya RSUD Sukoharjo dapat
memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan
hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan dapat mengaplikasikan pemberian metode bounding attachment terhadap penurunan nyeri khususnya pada bayi baru lahir normal.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya Perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal, khususnya pada klien gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri pada bayi baru lahir normal. Perawat diharapkan dapat mengaplikasikan pemberian metode bounding attachment terhadap pasien dengan keluhan nyeri khususnya pada bayi baru lahir normal. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas dan professional agar tercipta perawat yang professional, terampil, inovatif, aktif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etika keperawatan. Dan dapat mengaplikasikan pemberian metode bounding attachment terhadap pasien dengan keluhan nyeri khususnya bayi baru lahir normal.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2013). Konsep Dasar Proses keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Bobak I. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Chaq C & Farchati R. (2012). Efektivitas Pemberian Kompres Es Pra Injeksi Intramuskular Kontrasepsi Suntik Terhadap Penurunan Respon Nyeri Klien di Puskesmas Karanganyar Kabupaten Pekalongan.http://www.kompreses.co.id. Diakses pada tanggal 7 maret 2015. Dinkes Provinsi Jawa Tengan (2012). Buku Profil kesehatan Jawa Tengah 2012. http://www.dinkesjatengprov.go.id. 26 Februari 2015 jam 14.05 WIB. Dermawan, deden. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika. Green J & Wilkinson J. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Maternal & Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC. Henderson C. (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Herdman H. (2010). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Johariyah. (2012). Buku Ajar Kebidanan Bersalin & Bayi Baru Lahir. Jakarta: Trans Info Media. Judha M, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 Juli. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Lusa. 2010. Bounding Attachment. http://www.lusa.web.id/boundingattachment. 20 Februari 2015 Diakses tanggal 5 maret jam 19.30 WIB.
Minarti M. (2008). Pengaruh Pemberian Oral Sukrosa Terhadap Intensitas Nyeri Saat Imunisasi DPT-HB pada Bayi Dipuskesmas II Denpasar Timur. http://www.nyeriimunisasipadabayi. Diakses 29 maret
Februari 2015. Mubarak W. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. Nurasiah. (2014). Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Jakarta: Aditama. Nursalam. (2014). Manegemen keperawatan. Jakarta: EGC. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Vol 1. Edisi 4. Jakarta: EGC. Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik, Vol 2. Edisi 4, Jakarta: EGC. Proverawati A. (2010). Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika. Pusat Komunikasi Publik. (2011). Intensifikasi Imunisasi Rutin dan Kampanye Imunisasi http://www.puskeshaji.depkes.go.id/indek. php/beranda/1-berita-umum-terkini/121-progam-imunisasiindonesia. Diakses pada tanggal 5 maret 2015 jam 20.10 WIB. Rudolph M. (2006). Buku Ajar Pediatri. Jakarta: EGC. Rukiyah A. (2009). Asuhan Kebidanan II. Jakarta: Trans Info Media. Sudarti. (2013). Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Sujiyatini. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Wong D. (2009). Buku Ajar Keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC. World Health Organization. (2008). Managemen Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC. Wulandari S & Handayani S. 2010. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Goysen Publishing.