Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR (0-7 HARI) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNGKAL KABUPATEN BENGKULU SELATAN Seten Hartedi Akademi Kebidanan Manna
Abstrak: Hepatitis sebagai salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati dan merupakan penyebab 17,2% kematian bayi. Tahun 2010 angka cakupan imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) di Indonesia sebesar 59,19% dan pada tahun 2011 cakupan imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) sebesar 48,30%. Angka ini belum maksimal dalam mendekati Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Universal Child Immunization (UCI) sebesar 100 %. Tujuan penelitian untuk mengetahui analisa pelaksanaan program imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) di wilayah kerja Puskesmas Tungkal. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Populasi diambil dari petugas kesehatan Puskesmas Tungkal berjumlah 18 orang, dengan pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive sampling berjumlah 3 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan alat perekam. Hasil penelitian yang diperoleh peneliti dari analisa pelaksanaan program imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) yaitu : perencanaan, penggerakkan dan pengawasan program imunisasi Hepatitis B (0-7 hari). Analisa data yang diperoleh bahwa pada dasarnya pelaksanaan program imunisasi Hepatitis Hepatitis B (0-7 hari) belum berhasil. Permasalahan yang menyebabkan rendahnya cakupan karena faktor keaktifan bidan desa serta pelaporan oleh bidan ke petugas imunisasi, vaksin yang sudah tidak layak pakai karena faktor teknik penyimpanan dan faktor internal ibu yang mempercayai mitos di masyarakat, serta sistem pengawasan dari dari kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan. Simpulannya bahwa pelaksanaan program imunisasi Hepatitis Bo belum berhasil, perlu adanya pemberdayaan petugas kesehatan, seperti bidan desa, juru imunisasi dan sistem pengawasan dari kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan. Kata Kunci: Pelaksanaan Program, Imunisasi Hepatitis B (0-7hari)
Maha Esa, juga dikarenakan kondisi
PENDAHULUAN Kesehatan
merupakan
tubuhnya yang mudah sekali terkena
masalah yang penting dalam sebuah
penyakit. Oleh karena itu, bayi dan
keluarga,
anak merupakan prioritas pertama
terutama
yang
berhubungan dengan bayi dan anak.
yang
Mereka merupakan harta yang paling
(Depkes RI, 2011).
berharga sebagai titipan Tuhan Yang 17
harus
dijaga
kesehatannya
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Pada
saat
seorang
bayi
menganjurkan
Volume 10, Juli 2015
agar
semua
anak
dilahirkan ke dunia, ia sudah harus
sebelum berusia satu tahun telah
menghadapi berbagai ‘musuh’ yang
mendapatkan
mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan
yaitu
berbagai bibit penyakit sudah siap
(Bacillus Calmette Guerine), tiga
menerjang masuk ke tubuh yang
kali imunisasi DPT (Defteri Pertusis
masih tampak lemah itu. Ternyata
Tetanus), empat kali imunisasi Polio,
sang bayi mungil pun sudah siap
dan tiga kali imunisasi hepatitis dan
untuk menghadapi kerasnya dunia.
satu
Berbekal antibodi yang diberikan
(Cahyono, 2009).
ibunya,
ia
kali
kali
lengkap
imunisasi
imunisasi
BCG
Campak
menyambut
Hepatitis sebagai salah satu
tantangan. Inilah contoh dari apa
penyakit yang dapat dicegah dengan
yang
daya
imunisasi merupakan penyakit yang
tubuh
disebabkan oleh virus hepatitis B
kita
imunitas
siap
satu
imunisasi
sebut
sebagai
(kekebalan)
(Marimbi, 2010). Menurut
yang merusak hati dan merupakan Health
penyebab 17,2% kematian pada bayi.
Organization (WHO) tahun 2009
Penularan penyakit tersebut secara
dari 8,3 juta kematian bayi di dunia
horizontal yaitu dari darah dan
48%-nya adalah kematian neonatal,
produknya melalui suntikan yang
di mana 60% dari kematian tersebut
tidak aman atau melalui transfusi
merupakan kematian yang terjadi
darah
saat bayi berusia kurang dari 7 hari,
hubungan
di antaranya akibat hepatitis, sepsis,
2011).
World
meningitis, pneumonia dan diare
dan
juga seksual
bisa
melalui
(Depkes
RI,
Berdasarkan Profil Kesehatan
(Depkes RI, 2011).
Indonesia
tahun
2010,
cakupan
Penyakit yang Dapat Dicegah
imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) di
Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan
Indonesia sebesar 59,19%, pada
salah satu penyebab kematian bayi
tahun
dan Bayi berusia di Bawah Lima
Hepatitis B (0-7 hari) di Indonesia
Tahun (Balita) di Indonesia. Oleh
sebesar 48,30%. Angka ini belum
karena itu, Departemen Kesehatan
maksimal dalam mendekati Standar 18
2011
cakupan
imunisasi
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
Pelayanan Minimal (SPM) untuk
hari) terendah yaitu 44,3% dari 300
Universal Child Immunization (UCI)
bayi (Dinas Kesehatan Kabupaten
sebesar 100 % (Depkes RI, 2012).
Bengkulu Selatan, 2013).
Pada tahun 2011 di Provinsi Bengkulu
terdapat
orang
di atas, maka penulis merasa perlu
menderita hepatitis dan menduduki
melakukan suatu penelitian yang
urutan
berkaitan
ke-16
98
Berdasarkan data dan uraian
setelah
penyakit
dengan
pelaksanaan
diabetes mellitus sedangkan menurut
program hepatitis B pada bayi baru
data
lahir (0-7 hari) di wilayah kerja
cakupan
imunisasi
Dinas
Kesehatan Provinsi Bengkulu untuk
Puskesmas Tungkal.
pemberian imunisasi hepatitis B pada
METODE PENELITIAN
bayi baru lahir (0–7 hari) pada tahun
Jenis
2010 adalah 62%, tahun 2011 adalah 59%
(Dinas
Kesehatan
digunakan
Provinsi
Bengkulu
Dinas Selatan
di wilayah kerja Puskesmas Tungkal
menyebutkan
Kabupaten Bengkulu Selatan. Populasi
hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7
kesehatan
3.696 bayi, sedangkan jumlah kasus terjadi
yaitu Kepala Puskesmas Tungkal, Jurim (Juru Imunisasi) dan Bidan
Puskesmas M. Thaha dengan 119,5%
cakupan
pemberian
kerja
dengan jumlah informan 3 orang
dengan cakupan tertinggi adalah
puskesmas
wilayah
diambil secara Purposive sampling,
ada di Bengkulu Selatan, Puskesmas
merupakan
di
orang. Sampel penelitian kasus ini
Berdasarkan data 14 puskesmas yang
Puskesmas
digunakan
Puskesmas Tungkal berjumlah 18
sepanjang
tahun 2012 sebanyak 21 kasus.
sedangkan
yang
dalam penelitian ini adalah petugas
hari) tahun 2012 sebesar 85,6% dari yang
deskriptif
dari tanggal 19 Maret-19 April 2014
Kesehatan
angka cakupan pemberian imunisasi
hepatitis
adalah
yang
kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan
Bengkulu, 2012). Profil
penelitian
Desa dengan kriteria:
Tungkal
a. Petugas
dengan
kesehatan
Puskesmas
Tungkal
imunisasi
b. Bersedia untuk diwawancarai
hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 19
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Data yang digunakan dalam
Volume 10, Juli 2015
atas jumlah ibu hamil yang terdata di
penelitian ini adalah data primer
puskesmas
yang
menjawab
laporan Bidan Desa. Himpunan data
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dari jumlah ibu hamil ini termasuk
peneliti
serta
usia kehamilan kemudian dijadikan
resmi
yang
diperoleh
dari
dokumen-dokumen diperoleh
dari
menyusun
Analisa data adalah proses data
dari
perencanaan
seperti
persediaan vaksin dan alat imunisasi,
dalam
dan angka ini harus dilakukan secara
bentuk yang lebih mudah dibaca dan
tepat, cermat, dan akurat. Artinya
diinterpretasikan
dan
puskesmas akan menyediakan vaksin
Manning dan Singarimbun, 2009).
dan alat imunisasi sesuai dengan
Atau dengan kata lain analisa data
jumlah ibu hamil yang dilaporankan
adalah
bidan tersebut.
proses
ke
diperoleh
data baku bagi puskesmas untuk
Puskesmas. penyederhanaan
yang
(Effendi
mengorganisasikan
dan mengurutkan data ke dalam pola,
Berkaitan dengan perencanaan
kategori, dan satuan uraian dasar.
kegiatan imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari), informasi
HASIL PENELITIAN
yang penulis dapatkan langsung dari
Berdasarkan hasil wawancara
petugas
penulis kepada informan. Petikan urutan
variabel
yaitu
“Seingat saya, saya sudah mencatat hampir semua pasien yang saya tangani dan selalu membuat laporan bulanan. Namun kadangkala setelah ibu melahirkan atau bersalin saya lupa untuk memberikan imunisasi pada bayinya atau sebaliknya ibu seringkali tidak melakukan kunjungan ke bidan atau poskesdes untuk memberikan imunisasi pada bayinya, atau adanya kendala pada saat bayi akan di imunisasi vaksin yang tersedia habis atau sudah kadaluarsa, sehingga data yang kita berikan dengan fakta
pelaksanaan yang meliputi aspek perencanaan,
penggerakkan
pengawasan
terhadap
dan
program
imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari). a. Perencanaan Perencanaan
Puskesmas
Tungkal sebagai berikut:
hasilnya penulis kelompokkan sesuai dengan
kesehatan
program
Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) di Puskesmas Tungkal didasari
20
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
dilapangan tidak sesuai, dan secara otomatis perencanaan yang difokuskan untuk persediaan vaksin dan alat imunisasi tidaklah seimbang. Fenomena lain yang kita temui dilapangan bahwa masih banyak ibu-ibu dengan pemikiran kuno yang tidak percaya dengan pentingnya imunisasi untuk bayi mereka atau ibu yang kurang sadar dan pengetahuannya kurang tentang kesehatan serta dukungan dari keluarga yang masih kurang”. (Informan 1)
yang ada. Hal ini masih terjadi karena kurangnya komitmen bidan yang diberi atau mempunyai beban tanggungjawab mengelola pencatatan. Kesenjangan data tidak perlu terjadi jika, apa yang ditangani, dicatat lalu dibuatkan laporannya. Untuk rencana kerja kita buat menyesuaikan kondisi dan situasi kesehatan masyarakat kita”. (Informan 3)
“Sebenarnya siapa yang harus disalahkan dalam hal ini tidak dapat dipastikani, hasil yang tidak sesuai dapat dikarenakan banyak faktor. Salah satunya karena ketidaktanggapan bidan dalam mendata pasiennya atau faktor bidan yang tidak melakukan pelaporan secara kontinu kepada kami (petugas imunisasi) karena bidan yang membuat laporan rutin hanya bidan itu-itu saja. Kendala lain yang menyebabkan data tidak akurat karena kurangnya kesadaran ibu-ibu bersalin untuk secara spontan memberikan imunisasi pada bayinya. Tinggal sekarang bagaimana mengupayakan supaya hasil yang tercatat mendekati kenyataan yang ada”. (Informan 2)
bersumber pada data dan sejenis
Menyimpulkan tersebut,
bahwa
pembicaraan perencanaan
sifatnya, apabila data yang dijadikan sumber primer (laporan Bidan Desa) salah, maka penyusunan perencanaan menjadi tidak tepat dan akurat, yang dapat
mengganggu
pelaksanaan.
Sebagai contoh kesalahan atau tidak akuratnya data adalah bila jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas Tungkal sebanyak 19 orang tapi dari 12 bidan desa yang ada hanya 10 bidan yang selalu membuat laporan, sehingga jumlah ibu hamil yang terdata kurang dari 19 orang. Inilah salah satu penyebab vaksin atau alat imunisasi
“Kesiapan bidan yang bertugas di poskesdes menginventarisir PUS, K1-K4 secara aktif dan dilaporkan secara aktif pula menentukan kebenaran jumlah kebutuhan alat imunisasi yang kita butuhkan. Masalahnya sekarang seringnya terjadi ketidaksinkronan antara data pencatatan dengan fakta
yang tersedia tidak akurat. Hal lainnya
adalah
apabila
laporan
jumlah ibu hamil sudah tepat dan vaksin sudah tersedia namun ibu tidak mau mengimunisasi bayinya karena 21
mitos
yang
beredar
di
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
masyarakat atau bidan lupa/tidak
Volume 10, Juli 2015
digunakan habis, atau fenomena lain yang juga sering ditemui adalah vaksin seringkali tidak bisa lagi digunakan atau kadaluarsa karena adanya faktor teknis seperti lampu yang sering mati sehingga kulkas tempat menyimpan vaksin tidak bekerja sempurna yang secara otomatis mempengaruhi kualitas vaksin”. (Informan 1)
aktif untuk memberikan imunisasi pada bayi yang sudah ditolongnya. b. Penggerakkan Berkaitan dengan pelaksanaan program imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari), informasi yang diperoleh dari para narasumber
“Saya rasa secara umum pelaksanaan program ini sudah kami jalankan semaksimal mungkin. Hambatan sampai kapanpun tetap ada, tapi bisa diatasi jika bidan benar-benar mau bekerja ikhlas, berdedikasi. Dalam hal ini, seringkali bidan desa tidak meberikan laporan kepada kami (petugas imunisasi), atau jikapun ada yang melapor hanya orangorang yang sama sehingga keakuratan data sangat jauh dari sempurna. Sebenarnya, banyak cara agar pelaksanaan imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) berhasil. Kalau memang ibu dengan bayi tidak bisa datang ke posyandu atau poskesdes, bidan harus melakukan kunjungan rumah untuk imunisasi anaknya. Untuk masalah vaksin, bidan jarang mengambil vaksin pada kami, tidak tahu letak masalahnya dimana apa karena jarak yang jauh atau mungkin hal yang lain, padahal kami selalu menginformasikan untuk mengambil vaksin setiap selesai menolong persalinan karena vaksin sebenarnya selalu ada dan mencukupi. Informasi lain yang masih sering kita dapat langsung dari ibuibu. Pertama, mereka belum tahu
sebagai berikut: “Memang Saya akui sebenarnya rendahnya cakupan imunisasi hepatitis B (0-7 hari) di Puskaesmas kami tidak terlepas dari kurangnya peran serta kami sebagai bidan desa. Sebagai contoh pada saat ibu melakukan kunjungan kehamilan atau setelah persalinan, kami khususnya saya sendiri sering tidak memberikan penjelasan tentang manfaat imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) yang akan diberikan pada bayi ibu setelah lahir sehingga saat akan di imunisasi ibu tidak mengizinkan bayinya disuntik. Sebenarnya jika saya memberikan penjelasan sebelumnya tentang manfaat imunisasi ini (Hepatitis B (0-7 hari) ibu biasanya mau jika bayinya di imunisasi. Atau faktor yang paling sering terjadi adalah saya sering lupa untuk mengimunisasi bayi setelah saya menolong ibu bersalin. Contoh lain yang juga menjadi kendala adalah seringkali bidan di pelosok-pelosok desa (desa Nanjungan, desa Beriang) cenderung malas untuk mengambil vaksin di Puskesmas karena jarak yang terlalu jauh atau saat diperlukan vaksin yang akan
22
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
bidan koordinator tidak melaporkan kembali laporan dari bidan ke petugas imunisasi. Disinilah diperlukan kesiapan bidan-bidan sebagai ujung tombak yang berada dipelosok agar melakukan pemutakhiran data dengan cepat. Untuk di Nanjungan dan Bandung Ayu memang cakupannya tidak tercapai. Hambatannya, selain bidan desa kurang tanggap dengan tugas yang semestinya, juga karena pengetahuan dan kesadaran ibu hamil masih kurang sekali. Di desa ini bidan desa sering kosong mungkin ini salah satu sebab mengapa ibu-ibu hamil yang hendak melahirkan dibantu dukun terlatih. Tetapi itu tidak masalah. Dukun juga sudah menjadi mitra bidan. Yang menjadi masalah bagaimana pencatatan datanya, apa bidan mendata itu. Makanya, masuk akal kalau jumlah bayi menurut catatan berbeda dengan jumlah bayi yang diimunisasi secara fisik”. (Informan 3)
tentang imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari). Karena selama ini yang mereka kenal adalah imunisasi hepatitis, DPT, BCG, Folio. Kedua, masih kentalnya mitos di masyarakat yang menyatakan bahwa imunisasi tidak dianggap perlu atau bahkan tidak baik untuk bayinya yang baru lahir”. (Informan 2) “Kami sebagai petugas kesehatan di wilayah Puskesmas Tungkal memang mengakui banyak kendala di lingkungan kami yang menimbulkan cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) sangat rendah. Pertama, banyaknya bidan desa yang tidak berada di tempat, yang otomatis mempengaruhi proses pelayanan terhadap ibu dan anak. Masalah ini sebenarnya sudah mendapat tanggapan dari Kepala Dinas Kesehatan kita, bidan desa yang bermasalah ini sudah mendapatkan teguran bahkan sanksi berupa pertukaran daerah kerja seperti bidan di desa Nanjungan dipindahkan ke desa Bandung Ayu dan sebaliknya. Kendala kedua adalah saat persalinan vaksin yang kita butuhkan kadangkala belum ada, sehingga bayi baru lahir sering tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari), atau saat vaksin ada tetapi bidan tidak melapor ke petugas imunisasi sehingga petugas imunisasi tidak melapor ke Dinas Kesehatan. Kendala terakhir yang juga sering terjadi adalah masalah pencatatan dan pelaporan. Dalam hal ini mungkin bidan ragu apakah harus melapor ke bidan koordinator atau petugas imunisasi, sedangkan
Berdasarkan hasil wawancara tersebut yang dapat disimpulkan adalah
berbagai
menyebabkan
kendala
cakupan
yang
imunisasi
hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) yang secara keseluruhan belum berhasil, khususnya untuk daerah pelosok seperti Nanjungan, Beriang dan
23
Bandung
Ayu
jarangnya
bidan
ditempat,
jauhnya
antara
lain:
desa
berada
jarak
antara
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
tempat kerja dengan puskesmas,
lahir (0-7 hari) bertujuan selain agar
vaksin yang tidak tersedia atau rusak
cakupan tercapai sesuai rencana juga
karena faktor teknis penyimpanan,
menjaga kesinambungan aktivitas
tidak adanya laporan oleh bidan desa
pemberian imunisasi berikutnya oleh
dan kesalahan penyerahan laporan
bidan kepada bayi. Karena program
serta adanya mitos yang beredar di
imunisasi
tidak
masyarakat
sebatas
pemberian
yang
menganggap
berhenti
hanya
imunisasi
imunisassi hepatitis B pada bayi baru
hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7
lahir (0-7 hari) tidak perlu atau tidak
hari) saja, masih ada DPT, imunisasi
baik untuk bayi baru lahir. Kendala-
Hepatitis B1, Hepatitis B2, dan
kendala inilah yang menyebabkan
Hepatitis B3, Polio dan campak,
cakupan imunisasi hepatitis B pada
yang
bayi baru lahir (0-7 hari) dalam
serius, intensif dan terarah.
memerlukan Berkenaan
kategori rendah. Hal ini dapat dilihat
penanganan pengawasan,
dari hasil laporan cakupan imunisasi
informasi yang penulis peroleh dari
dari bulan Januari-Maret di wilayah
hasil wawancara sebagai berikut:
kerja Puskesmas Tungkal, bahwa
”Evaluasi terhadap pelaksanaan yang sudah berjalan sering dilakukan tetapi belum diikuti pengawasan sungguh-sungguh dari penanggungjawab program. Padahal kita tahu, di setiap desa ada permasalahan dan ada hambatan. Masalah dan hambatan itu tentunya harus dievaluasi. Dicarikan jalan keluarnya lalu jalan keluar itu diterapkan agar diketahui apakah solusi itu cocok diteruskan atau tidak”. (Informan 1)
bayi yang mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari) berkisar antara 55-80% dari total kelahiran. c. Pengawasan Pengawasan
pelaksanaan
ditujukan agar apa yang dikerjakan sesuai
dengan
apa
yang
direncanakan. Kalaupun ada bagianbagian
ternyata
tidak
dapat
dilaksanakan sesuai rencana, hal itu
“Pimpinan harus tegas dalam mengawal program. Dalam pelaksanaan program imunisasi sering sekali penyelenggaraannya belum tertata baik, oleh sebab itu cakupan pencapaian setiap desa
kemudian bisa dievaluasi. Pengawasan terhadap program imunisasi hepatitis B pada bayi baru
24
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
Berdasarkan hasil wawancara
rendah sekali. Masalah seperti ibu yang kurang sadar dan pengetahuannya kurang tentang kesehatan, dukungan dari orang terdekat seperti suami dan pihak keluarga yang masih kurang serta kondisi alam yang kurang mendukung masih menjadi masalah dilapangan. Di sinilah pengawasan bukan sekadar memantau bagaimana bidan bekerja tetapi jalan keluar seperti apa yang bisa diberikan”. (Informan 2)
perencanaan, pengawasan
penggerakan kegiatan
dan
imunisasi
hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari)
menunjukkan
bahwa
ketidaktepatan atau tidak adanya pelaporan data oleh bidan desa, pelaksanaan imunisasi yang banyak terdapat masalah (bidan yang sering lupa mengimunisasi, jauhnya jarak
“Pengawasan kegiatan masih agak longgar. Seharusnya pengawasan kegiatan difokuskan terhadap kinerja bidan karena hasil capaian tergantung dari kinerja bidan. Apalagi pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan sedang menggalakkan Uniject. Imunisasi model terbaru dimana cara penggunaannya sedikit berbeda. Karena hanya sekali pakai. Bentuknya pun berbeda. Menyatu antara obat dengan media injeksinya. Masa berlakunya atau masa penggunaannya terbatas. Jika tidak diawasi baik cara penggunaannya maupun pengelolaannya, hal ini akan sangat tidak baik”. (Informan 3) Berdasarkan informasi-
antara
tempat
puskesmas,
kerja
sarana
dengan
penyimpanan
vaksin yang tidak memadai/rusak dan adanya mitos dalam masyarakat) serta sistem pengawasan dari level pimpinan teratas ke level terbawah kurang terorganisir. PEMBAHASAN 1. Perencanaan Perencanaan
program
imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) dibuat dalam rangka
meningkatkan
kualitas
informasi di atas dapat disimpulkan
hidup
anak.
Dalam
bahwa pengawasan masih longgar,
pelaksanaannya
belum difokuskan kepada kepatuhan,
masih
kompetensi. Baru sebatas out put
hambatan,
pelaksanaan
pelaporan
saja
serta
belum
di
didapati
lapangan, hambatan-
seperti yang
tidak
sistem relevan
menghasilkan jalan keluar atau solusi
dengan kenyataan di lapangan,
terhadap permasalahan yang timbul.
penyuluhan kepada masyarakat 25
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
kurang, bidan yang sering lalai
perencanaan
memberikan
imunisasi
setelah
baik dengan keberhasilan suatu
menolong
persalinan
atau
kurangnya
kesadaran
program.
ibu-ibu
manajemen
Dimana
yang
perencanaan
merupakan pekerjaan, penentuan
bersalin untuk secara spontan
faktor-faktor
memberikan bayinya imunisasi.
hubungan
Namun demikian hambatan itu
tujuan yang telah ditetapkan dan
bisa
tidak
akan mempengaruhi hasil dari
selamanya perilaku ibu bersalin
suatu kegiatan. Semua fungsi
bersifat tetap (Dharma, 2009).
lainnya sangat tergantung pada
diatasi,
karena
Menurut Ahmad (2009),
dan dalam
pengaruh pencapaian
fungsi ini, dimana fungsi lain
hal yang paling mempengaruhi
tidak
keberhasialan perencanaan suatu
perencanaan
program
ialah
daya
keputusan yang tepat, cermat,
manusia.
Program
baik
tetapi
sebaliknya
tanpa dikelola oleh sumber daya
yang
baik
manusia yang kompeten tidak
pelaksanaan
akan berjalan sempurna. Program
lainnya.
kesehatan
sumber
yang
dikelola
oleh
manusia
yang
yang
akan
berhasil dan
tanpa
pembuatan perencanaan
tergantung efektif
dari fungsi
baik
harus
Perencanaan harus melihat
sumber
daya
kapasitas sumber daya manusia
berparadigma.
yang
akan
merealisasikannya.
Sumber daya manusia yang erat
Keterlibatan bidan/bidan desa di
kaitannya dengan program ini
Puskesmas
ialah
di
jajarannya secara aktif sangat
lapangan yaitu bidan/bidan desa
penting dan diperlukan dalam
maupun juru imunisasi.
mendukung
petugas
kesehatan
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian
Tungkal
dan
perencanaan
terlaksana baik dan rencana kerja
Handoko,H
yang dibuat dapat menyesuaikan
(2009) yang menunjukkan bahwa
kondisi dan situasi kesehatan
ada
masyarakat
keterkaitan
antara
26
wilayah
kerja
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
puskesmas setempat. Karena jika
dicegah
dengan
imunisasi
tidak, maka perencanaan yang
semakin
dikenal
masyarakat
baik
melalui peran puskesmas karena
tidak
akan
dapat
diaplikasikan kepada masyarakat
puskesmas
di wilayah kerjanya. Artinya,
institusi kesehatan yang berada
sampai
kapanpun
dekat dengan masyarakat dan
tidak
mengetahui
masyarakat manfaat
berada
program dan disisi lain pihak kesehatan
tidak
gambaran keberhasilan
dipandang
di
sebagai
tengah-tengah
masyarakat.
meperoleh
Menurut Langgora (2009)
apapun
tentang
bahwa penggerakkan merupakan
program,
kecuali
bagian terpenting dari sebuah
dari segi kuantitas.
siklus manajemen. Perencanaan tidak dapat dievaluasi kualitasnya
2. Penggerakkan Penggerakkan/pelaksanaan
jika belum diaplikasikan atau
program imunisasi hepatitis B
diterapkan ke dalam sistem kerja.
pada bayi baru lahir (0-7 hari) di
Namun
Puskesmas berhasil.
demikian,
Tungkal
kurang
penggerakkanpun harus mengikuti
Berdasarkan
laporan
rencana
kegiatan.
Tanpa
tahunan 2013 dari 300 bayi yang
berpedoman
menjadi target, ketercapaiannya
suatu
hanya 44,3% atau 133 bayi. Hal
dapat gagal mencapai target yeng
ini
hendak dicapai.
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan program pada tahun
pada
kegiatan,
Dalam
perencanaan penggerakkan
penggerakkan,
2013 tidak terlaksana dengan baik
nampak jelas selain keaktifan
atau tidak mendapat respon yang
petugas kesehatan dalam hal ini
baik dari masyarakat. Dengan
Bidan desa, perubahan paradigma
kata lain, imunisasi sebagai salah
petugas dan perubahan paradigma
satu
kaum
upaya
mengurangi
menekan jumlah
dan
ibu,
juga
hubungan
penderita
kelembagaan dengan masyarakat
terhadap penyakit yang dapat
harus semakin dekat dan baik. 27
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
Walaupun secara menyeluruh di
imunisasi
desa-desa tertentu masih tetap saja
Puskesmas
ada dijumpai hambatan dalam
keseluruhan tergolong berjalan
pelaksanaan yang datang dari
kurang baik. Disini diperlukan
penyelenggara ataupun dari pihak
komitmen
masyarakat.
kesehatan mulai dari pimpinan
Berdasarkan
B
Tungkal
seluruh
di
secara
petugas
yang
sampai kepada staf pelaksana
diperoleh dari informan, adanya
operasional untuk meningkatkan
desa dengan target yang tergolong
mutu pengawasan yang memiliki
sangat
dampak terhadap kualitas, baik itu
rendah
hasil
Hepatitis
seperti
desa
Nanjungan, Beriang dan bandung
kualitas
Ayu dapat ditanggulangi dengan
ketercapaian kuantitas, maupun
peningkatan
kualitas
penyuluhan
atau
cakupan
dilihat
pelayanan
dari dalam
pertukaran tempat bagi bidan desa
pemberian imunisasi yang dapat
yang tidak aktif. Menarik mereka
diukur dari peran bidan untuk
ke puskesmas induk untuk diberi
mau datang mengimunisasi bayi
pembinaan lebih intensif serta
yang sudah ditolong kelahirannya
memutakhirkan data yang dimiliki
atau seberapa besar minat dan
bidan
sama
hasrat ibu-ibu dengan kesadaran
dengan jumlah fisik di lapangan)
sendiri melakukan imunisasi bagi
atau
bayinya dengan cara mendatangi
(jumlah
tercatat
bahkan
melaksanakan
kunjungan rumah.
poskesdes,
atau
puskesmas yang ada.
3. Pengawasan Pengawasan
posyandu
terhadap
Menurut Hanafi (2010),
pelaksanaan kegiatan diperlukan
pengawasan yang baik selain
agar kegiatan yang dijalankan
berguna dalam rangka perbaikan
tetap berada di dalam kaidah-
kinerja petugas, juga bermanfaat
kaidah yang telah ditetapkan di
dalam membina, meningkatkan
dalam
dan
perencanaan
kegiatan.
Pengawasan pelaksanaan program
mendorong
produktivitas
kerja, karena pengawasan harus
28
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Volume 10, Juli 2015
dianggap sebagai pembinaan dan
antara data yang tercatat dengan
bimbingan.
fakta dilapangan tidak sesuai,
Menurut
peneliti,
khusus untuk desa secara otomatis
pengawasan program imunisasi
perencanaan
hepatitis B pada bayi baru lahir
untuk persediaan vaksin dan alat
(0-7 hari) bukan semata-mata
imunisasi tidak sesuai. Rencana
mengawasi aktivitas pemberian
kerja
imunisasi
menyesuaikan kondisi dan situasi
saja,
menyeluruh
tetapi
meliputi
harus kinerja
kesehatan
bidan dan yang bertugas sebagai juru
imunisasi,
pelaksanaan
difokuskan
dibuat
dengan
masyarakat
wilayah
kerja puskesmas setempat.
terhadap
penanggungjawab
yang
2. Penggerakkan
program,
Penggerakkan
program
perencanaan,
imunisasi hepatitis B pada bayi
pendataan dan evaluasi, sehingga
baru lahir (0-7 hari) di Puskesmas
program imunisasi hepatitis B
Tungkal
pada bayi baru lahir (0-7 hari) di
berdasarkan rencana yang telah
Puskesmas
ditetapkan. Program ini secara
Tungkal
dapat
berfungsi secara optimal.
faktor keaktifan bidan desa masih menjadi poin utama kurangnya
Berdasarkan hasil penelitian
cakupan imunisasi
yang diperoleh dari ketiga informan analisa
hepatitis B
pada bayi baru lahir (0-7 hari)
pelaksanaan
serta vaksin yang sudah tidak
program imunisasi hepatitis B pada
layak pakai karena faktor teknik
bayi baru lahir (0-7 hari) di wilayah
penyimpanan dan faktor internal
kerja Puskesmas Tungkal, maka
ibu.
dapat ditarik kesimpulan sebagai
3. Pengawasan
berikut:
Hasil pengawasan terhadap
1. Perencanaan Perencanaan
tidak
keseluruhan belum berhasil baik,
KESIMPULAN
mengenai
dijalankan
pelaksanaan program imunisasi
program
Hepatitis B pada bayi baru lahir
imunisasi di Puskesmas Tungkal 29
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
(0-7
hari)
masih
Volume 10, Juli 2015
difokuskan
kepada out put secara kuantitas.
RUJUKAN (Daftar Pustaka)
Oleh karenanya masih sering
Ahmad. (2009). Pembinaan Praktis 30 Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Setia, Bandung. Cahyono. (2009). Manajemen Balita Sakit. HBNN, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2010). Program Imunisasi di Indonesia. Depkes RI, Jakarta. ________. (2012). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Ditjen PP & PL, Jakarta. Dharma, A. (2009). Manajemen Supervisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan. (2013). Laporan Tahunan. Bengkulu Selatan. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu. (2012). Laporan Tahunan. Bengkulu Effendi, dkk . (2009). Manajemen Supervisi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hanafi. (2010). Sistem Pengawasan Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta. Henderson. (2009). Evaluasi Manajemen Terpadu Balita Sakit. HBNN, Jakarta. Langgora. (2009). Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Dalam Kebidanan. Trans Info Media. Jakarta Marimbi. (2010). Audit Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta.
terjadi perbedaan antara angka yang menjadi sasaran kegiatan dengan hasil realisasi pelaksanaan program. Pelaksanaan
program
imunisasi tidak terlepas dari peran petugas kesehatan dalam hal ini Bidan desa maupun Juru Imunisasi. Oleh
karena
itu
mendekatkan
filosofis
kesehatan
ke
masyarakat sangat penting, dan hal demikian itu hanya dapat dijalankan oleh
adanya
keterlibatan
para
petugas kesehatan. Peran maksimal petugas kesehatan, bidan desa perlu ditingkatkan. Pengawasan
dari
Dinas
Kesehatan hendaknya dapat menjadi tolak
ukur
kualitas
untuk
pelayanan
puskesmas,
meningkatkan di
khususnya
berbagai dalam
pengadaan vaksin dan alat imunisasi, sehingga diharapkan suatu kerja sama yang baik antara tiap-tiap puskesmas dengan Dinas Kesehatan setempat.