MENELADANI KEHIDUPAN NABI IBRAHIM AS DAN MEMBUMIKAN NILAI-NILAINYA DALAM KEHIDUPAN S Written by Edi Candra Tuesday, 16 November 2010 03:20 - Last Updated Wednesday, 15 December 2010 01:33
Disampaikan dalam Khutbah Eid Adha, di Mesjid Baitussalam, Bogor Raya Permai, Selasa, 16 Nopember 2010.
Mauqif Pertama: Seorang anak di hadapan ayah yang tidak beriman
Potret akhlak Nabi Ibrahim ini terlihat dalam Surat Maryam ayat 41 sd 48. Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan". berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, Hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti, Maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku".
Nabi Ibrahim Khalil Allah memulai dakwahnya dengan mengajak ayahnya, karena ayah adalah orang terdekat, orang yang paling patut memperoleh kebaikan. Prinsip ini pula yang dijalankan Rasulullah –Saw– pada awal dakwahnya. Allah menurunkan perintah itu kepada Rasulullah dalam surat Asy-Syu'ara 214.
Sikap lembut dalam berdakwah Nabi Ibrahim sangat hati-hati berdakwah pada ayahnya. Beliau melakukan itu berulang-kali dengan penuh kelembutan dan sikap yang sopan. Beliau sangat memperhatikan adab-adab bernasehat, sopan-santun anak muda di hadapan yang lebih tua, menggunakan argumentasi
1/6
MENELADANI KEHIDUPAN NABI IBRAHIM AS DAN MEMBUMIKAN NILAI-NILAINYA DALAM KEHIDUPAN S Written by Edi Candra Tuesday, 16 November 2010 03:20 - Last Updated Wednesday, 15 December 2010 01:33
yang kuat, bersabar dan waspada menghadapi berbagai kemungkinan yang merugikan dirinya sendiri. Hal ini pula yang seharusnya dicontoh para dai dan pembawa pencerahan di tengah umat. Betapa harapnya kita pada da'i-da'i yang ber-manhaj baik, berperilaku baik, bersopan santun yang indah. Ini semua tidak lain adalah demi mengantisipasi jangan sampai karena cara dakwah yang keliru maka orang yang didakwah malah berubah menjadi sombong, merasa digurui, lalu menolak pesan-pesan kebenaran. Di samping itu betapa indahnya seorang anak, menjadi muslim yang senantiasa menjaga adab baik saat berhadapan dengan ayahnya meskipun ayahnya berseberangan pendapat dengannya. Lebih mengagumkan lagi saat Nabi Ibrahim sang anak tetap berperilaku baik di hadapan ayahnya meskipun berseberangan keyakinan. Dalam ayat-ayat kisah di atas, Nabi Ibrahim menggunakan kata panggil ()ِﺕَﺏَﺃ ﺍَﻱ. Dilihat dari aspek bahasa Arab, ungkapan ini lebih halus dan sopan dibandingkan dengan redaksi (ﺍَﻱ ,sopan yang sikap menggambarkan pun Ibrahim Nabi digunakan yang kata-Kata .(ﺃَﺏِﻱ dimana dalam dialog itu beliau tidak mencela kepribadian atau diri ayahnya, tidak dengan sengaja menyinggung perasaan, tetapi yang dicela oleh beliau adalah benda-benda yang disembah ayahnya. "Yang Ayah sembah itu hanya benda-benda yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat apalagi tidak mungkin membela Ayah. Bagaimana mungkin ia dapat memberikan kebaikan sementara ia lebih lemah dari para pengabdinya". Pesan yang dapat diambil dari kisah ini tentu sangat diharapkan bagi kita sebagai anak yang dewasa dalam berfikir, jika melihat sesuatu yang tidak kita setujui pada ayah atau ibu atau siapa pun di tengah anggota keluarga, agar tidak terburu-buru menyinggung perasaannya. Justru yang pertama sekali dilakukan adalah menjelaskan bahaya pelanggaran syariat Allah yang mereka lakukan dan menyadarkan bahwa hal itu tidak patut dilakukan.
Menghargai orang lain dalam memberi nasehat Sisi lain yang perlu diambil pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim ini adalah bagaimana beliau tidak menganggap ayahnya sangat bodoh dan dirinya lebih pintar. Nabi Ibrahim menempuh cara yang menghargai orang lain. Seakan-akan ucapan Nabi Ibrahim adalah "Ayah. Saya yakin ayah lebih tahu dari saya. Ayah lebih lama menjalani hidup dari saya. Tapi, mungkin juga bahwa saya diberi pengetahuan yang ayah belum ketahui. Ikutilah saya sehingga kita berada di jalan yang sama. Saya tidak mungkin menjerumuskan diri saya dan ayah saya ke dalam bencana. Saya akan membawa ayah ke jalan yang lurus". Di ayat 42, 43, 44 dan 45, setiap poin yang ingin disampaikan oleh Nabi Ibrahim, beliau selalu memulai ucapannya dengan ( )ِﺕَﺏَﺃ ﺍَﻱhingga 4 kali terucap dalam dialog itu. Itulah panggilan santun yang lembut yang sesuai dengan fitrah setiap manusia yang cenderung senang kepada kelembutan. Sejalan dengan ini juga Rasulullah Muhammad Saw dinasehati oleh Allah agar tidak menggunakan cara-cara keras dan berhati kasar. Karena jika demikian bisa membuat orang menghindar dan alergi dari pesan yang meskipun itu benar. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bicarakanlah masalah itu dengan mereka, kemudian apabila kamu telah melakukan yang terbaik, maka berserahlah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
2/6
MENELADANI KEHIDUPAN NABI IBRAHIM AS DAN MEMBUMIKAN NILAI-NILAINYA DALAM KEHIDUPAN S Written by Edi Candra Tuesday, 16 November 2010 03:20 - Last Updated Wednesday, 15 December 2010 01:33
berserah kepada-Nya (Alu Imran: 159).
Tawakkal kepada Allah setelah berusaha Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Namun, ternyata adab-adab bicara yang mulia, cara-cara yang lembut, tutur kata yang sopan, menghormati lawan bicara, semua itu bukan penentu akhir agar pesan itu berterima di hati lawan bicara. Kenyataan yang dihadapi Nabi Ibrahim tidak seperti yang beliau harapkan. Kelembutan Nabi Ibrahim disambut dengan kemurkaan dari ayahnya bahkan ancaman hukuman. Tapi, respon negatif itu tidak dibalas oleh Nabi Ibrahim dengan negatif pula. Beliau malah mengatakan ()ﻋﻠﻴﻚ ﺳﻠاﻢ. "Ayah akan tetap aman dari saya, karena saya tidak akan menyakiti Ayah", bahkan beliau mengatakan "Saya akan memohon kepada Allah semoga Dia mengampuni Ayah, karena Dia sangat baik kepada saya". Namun, contoh yang satu ini, yang memohonkan ampun bagi orang yang tidak beriman, tidak Allah perkenankan kita contoh dari Nabi Ibrahim, karena Allah telah mengecualikannya dalam surah Al-Mumtahanah ayat 4. Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. KECUALI perkataan Ibrahim (maka tidak jadi suri tauladan bagimu) kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali."
Mauqif kedua: Nabi Ibrahim sebagai suami bagi Hajar Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaah Akbar! Sarah, wanita pertama yang dinikahi Nabi Ibrahim, belum mendapatkan anak dari hasil pernikahannya hingga usia 80-an tahun. Sarah memberikan hadiah kepada Nabi Ibrahim seorang perempuan bernama Hajar. Nabi Ibrahim menikahi Hajar dan dari pernikahan inilah Nabi Ibrahim pertama sekali mendapat keturunan yaitu Nabi Ismail. Sarah merasa cemburu, meskipun kita tetap mengakui bahwa Sarah adalah orang yang beriman dan bertakwa lagi salehah. Sarah cemburu karena dari Hajar-lah Nabi Ibrahim mendapat keturunan pertama. Namun di sini perlu dipahami, bahwa rasa cemburu yang nampak pada Sarah adalah suatu yang alami bagi perempuan yang tidak tercela kecuali apabila diekspresikan secara berlebihan. Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, dari hadis Ibn Abbas r.a. Orang pertama sekali menggunakan pengikat perut adalah Ibunda Ismail. Ia membuat pengikat perutnya untuk menyembunyikan kehamilannya di hadapan Sarah. Hajar juga perempuan. Ia juga mengerti bagaimana perasaan Sarah. Demikian usaha Hajar menjaga agar jangan sampai Sarah bersedih karena belum dikaruniai anak. Niat tulus dan usaha yang baik telah dilakukan oleh Hajar untuk tidak menjadi penyebab ketidak-bahagiaan orang lain, meskipun akhirnya anak
3/6
MENELADANI KEHIDUPAN NABI IBRAHIM AS DAN MEMBUMIKAN NILAI-NILAINYA DALAM KEHIDUPAN S Written by Edi Candra Tuesday, 16 November 2010 03:20 - Last Updated Wednesday, 15 December 2010 01:33
yang dikandungnya sudah dikehendaki Allah terlahir ke dunia ini dan Sarah tetap mengetahuinya. Nampaknya, dua istri ini tidak baik jika saling berdekatan. Karena perintah Allah, maka Nabi Ibrahim membawa istrinya Hajar dari Palestina ke Mekkah dan beliau dipilihkan Allah tempat di lembah bebatuan yang tidak ditumbuhi tanaman apalagi tidak ada penghuninya. Nabi Ibrahim menyiapkan penghidupan bagi istri dan putra pertamanya itu hanya dengan bekal seadanya berupa kurma dan air minum. Tidak lama Nabi Ibrahim bersama anak dan istrinya di tempat itu, beliau menerima perintah untuk kembali ke utara, yaitu Palestina, tempat ia menyampaikan ajaran Allah. Melihat suami yang akan pergi itu, Sarah terus bertanya "Wahai Ibrahim, wahai suamiku, mau kemana engkau pergi. Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak berpenghuni dan tidak ada apa-apa di sini?". Berulang kali Hajar bertanya, namun Nabi Ibrahim tidak menoleh selain hanya diam. Terakhir Hajar bertanya "Apakah Allah yang menyuruh engkau pergi?". Kali ini Nabi Ibrahim menjawab "Ya". "Jika demikian, Dia tidak mungkin menelantarkan kami di sini". Hajar mundur tidak lagi mengikuti suaminya sambil membiarkannya pergi. Nabi Ibrahim tidak menoleh sekali pun ke belakang. Hingga pada batas jarak pandang yang terjauh, dan Hajar tidak lagi melihatnya, barulah Nabi Ibrahim berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur (QS. Ibrahim 14: 37). Tinggallah Hajar dan puteranya di tempat suci itu. Seorang ibu yang sedang menyusui dan anak yang terus haus menjadikan kondisi semakin sulit bagi Hajar. Air yang ditinggalkan suaminya tidak mencukupi kebutuhan sehari hingga Hajar pun kehausan dan tentu anak laki-laki yang sedang menyusui itu pun tidak terkalahkan hausnya. Hajar tidak tega melihat anaknya mengangap-ngangap meminta disusui hingga Hajar berusaha mencari air. Ia berusaha naik ke bukit yang terdekat, yaitu Shafa, berharap dari atas bukit itu ia melihat ada orang yang lewat atau paling tidak dari kejauhan ada lembah yang berair. Ketika dari Shafa tidak dijumpai apa pun, ia turun dan naik lagi ke bukit yang agak jauh, yaitu Marwa. Sementara itu bayinya tetap dibiarkan di lembah sana. Sampai di Marwa ia pun tidak menjumpai apa yang diharapkannya. Ia lakukan itu hingga tujuh kali sebagai kesungguhan yang bisa ia lakukan. Dalam riwayat Ibn Abbas, kata Rasulullah Saw "Karena itulah maka jemaah haji bersa'i di antara dua bukit Shafa dan Marwa". Pada saat turun dari Marwa, bayi itu menangis membutuhkan ibunya. Ia menghampiri dan melihat ada air terpancar dari bawah kaki bayinya. Malaikat datang menolong dan memukulkan sayapnya di tanah hingga terpancar mata air. Air terus memancar dan Hajar berusaha membendung dengan tangannya seraya berkata "Zammi, Zammi!" artinya, "Berkumpullah, berkumpullah". Dalam riwayat Ibn Abbas, Rasulullah Saw bersabda "Allah merahmati Ibunda Ismail. Seandainya ia membiarkan Zamzam niscaya akan menjadi sumber air yang terus mengalir". Hajar dan Ismail masih sendirian di lembah itu hingga pada akhirnya ada satu rombongan kabilah Jurhum yang meninggalkan daerah asal mereka di Yaman, dari arah selatan kota Mekkah. Mereka meninggalkan daerah asal mereka karena runtuhnya bendungan raksasa sehingga melumpuhkan kegiatan pertanian di sana. Di tengah jalan mereka melihat ada gerombongan burung menuju satu tempat yang membuat mereka merasa yakin bahwa tempat yang dituju burung-burung itu pasti ada air. Mereka menuju arah itu dan di sana mereka
4/6
MENELADANI KEHIDUPAN NABI IBRAHIM AS DAN MEMBUMIKAN NILAI-NILAINYA DALAM KEHIDUPAN S Written by Edi Candra Tuesday, 16 November 2010 03:20 - Last Updated Wednesday, 15 December 2010 01:33
menjumpai Hajar dan bayi sendirian. Dari sinilah Hajar belajar bahasa Arab dan bahasa pertama Ismail pun bahasa Arab. Dari penggalan kisah ini kita dapat mengambil ibrah dan pelajaran disimpulkan sebagai berikut:
Penyerahan diri yang sesungguhnya kepada Allah Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar! Nabi Ibrahim sebagai sang suami melakukan perjalanan dengan keluarga kecilnya dari Palestina ke Mekkah, kemudian meninggalkan istri dan bayi yang menyusui di lembah yang tidak berpenghuni, tidak ada air dan di daerah yang tidak bisa ditumbuhi tanaman kecuali rumput liar berduri. Ini semua beliau lakukan sebagai bukti ketundukan yang pasrah kepada Allah. Tidak mungkin beliau tega membiarkan anak dan istri begitu seja kalau bukan karena wahyu dari Allah. Sungguh kita salut dengan keislaman Nabi Ibrahim. Inilah Islam yang hakiki, dimana pada saat dititahkan oleh Tuhannya "Berserah dirilah kepada-Ku". Ibrahim menjawab "Aku berserah diri kepada Tuhan alam raya ini". Dengan sikap yang diambil Nabi Ibrahim, maka beliau telah menunjukkan bukti ketundukan yang mutlak, baik kepada masalah kecil maupun besar. Dia adalah seorang suami yang sudah lama merindukan anak lalu Allah memberinya karunia itu di usia sudah hampir senja kemudian diperintahkan untuk meninggalkan anak dan istrinya itu di tempat yang sudah ditentukan oleh Rabbnya. Nabi Ibrahim menuruti itu tanpa ada penawaran apa pun. Ketika itu istrinya bertanya "Apakah Allah yang menyuruh engkau pergi?". "Ya", kata Ibrahim, karena apabila Allah yang memerintahkan maka kewajiban hamba adalah mendengarkan dan mematuhi. Itulah Nabi Ibrahim yang memenuhi perintah Allah. Ini adalah pelajaran bagi siapa pun terutama bagi para suami. Dari kisah ini terkandung pelajaran bagaimana suami bersikap di hadapan keluarga saat ada pertentangan antara permintaan anggota keluarga dengan perintah Allah. Perintah Allah didahulukan tanpa rasa ragu meskipun berlawanan dengan keinginan istri atau anggota keluarga lain atau pun bertentangan dengan keinginan suami itu sendiri. Perintah Allah itu didahulukan meskipun hikmahnya saat belum ditemukan.
Sikap istri yang mengerti tugas mulia suami Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar! Jika memang kita salut pada prinsip Nabi Ibrahim, maka tidak kalah salutnya kita kepada sikap istri beliau, Hajar. Seorang istri sendirian dengan bayinya dengan bekal tidak mencukupi, di tempat yang sepi tidak berpenghuni. Namun, saat ia mengetahui suaminya akan meninggalkannya karena perintah Allah, ia berkata "Jika demikian, maka Dia tidak menelantarkan kami!". Ucapan ini bukan hanya hiasan bibir belaka, tetapi terlahir dari hati yang mengenal Allah yang kemudian diterjemahkan dengan baik oleh lisan. Itulah ucapan orang yang yakin akan pertolongan Allah yang yakin kepada penciptanya, kepada pemberi rezeki, yakin bahwa rabb-nya akan menjaga mereka. Sikap Hajar ini sekaligus mendidik para wanita menumbuhkan rasa yakin dan ketentraman bersama Allah. Bukan hanya kepada wanita tetapi juga kepada para pria. Betapa sering terjadi, karena kurangnya rasa percaya kepada pertolongan Allah, orang terperosok ke dalam
5/6
MENELADANI KEHIDUPAN NABI IBRAHIM AS DAN MEMBUMIKAN NILAI-NILAINYA DALAM KEHIDUPAN S Written by Edi Candra Tuesday, 16 November 2010 03:20 - Last Updated Wednesday, 15 December 2010 01:33
kejahatan. Mereka memilih jalan salah karena lemah keyakinan kepada Allah dan kuat kepercayaan kepada benda dan perhitungan-perhitungan duniawi. Mungkin sering terjadi, istri secara sengaja atau tidak sengaja, mendorong suami jatuh ke jurang haram karena lemahnya keyakinan istri. Mungkin banyak juga terjadi betapa banyak ibu-ibu berada di bawah tekanan dan tuntutan anak-anak hingga ia melakukan yang membuat Allah marah.
Suami yang sayang kepada anggota keluarga Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar! Bagaimana sikap Nabi Ibrahim saat melihat istrinya sedih? Apakah beliau menangis atau mengundurkan diri dari tugasnya? Tidak. Ia memiliki hati yang senantiasa terkoneksi dengan Allah, namun tetap sayang kepada keluarganya. Hanya saja, nampaknya beliau tidak mau tanda sayang itu terlihat jelas. Nabi Ibrahim mendoakan keluarganya saat ia tidak di hadapan istrinya. Itulah yang disebut berdoa dari kejauhan atau diistilahkan min zhohr al-ghoib. Doa yang tulus murni dipanjatkan ke hadirat Allah tanpa diketahui orang yang didoakan.
Mauqif Ketiga: Adab Nabi Ibrahim dalam berdoa Dalam Surah Al-Baqarah ayat 127 sd 129, isinya adalah doa Nabi Ibrahim saat menjalankan tugas membangun Baitullah pertama di bumi. Yang pertama Nabi Ibrahim memohon agar Allah menerima amal mereka. Ini mengisyaratkan kepada kita bahwa meskipun sebuah amalan itu mencukupi syarat dan rukunnya, maka tidak ada keterpaksaan bagi Allah untuk menerimanya, hingga kita yang punya amal ini pun masih terus dituntut untuk memohon kepada Allah supaya diterima. Karena hanya Allah yang berhak menerima atau menolak amal siapa pun. Betapa dekatnya hati Nabi Ibrahim kepada Allah dan betapa mengertinya beliau bagaimana sebenarnya hubungan antara dirinya sebagai hamba dan Allah sebagai Rabb-nya. Di ayat 128, Nabi Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar dijadikan sebagai keturunan yang berserah diri seutuhnya kepada Allah, berikut para keturunan mereka kelak menjadi hamba-hamba yang berserah diri kepada Allah. Di ayat 129, Nabi Ibrahim dan Ismail berdoa semoga Allah mengutus dari bangsa ini (yaitu keturunan Ismail) nanti seorang utusan Allah, yang kelak mengajarkan umatnya kitab suci dan hikmah dan membersihkan akhlak umat manusia. Doa ini pun dikabulkan Allah dengan diutusnya Muhammad Saw sebagai nabi terakhir. Yang menarik dari tiga doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim dan Ismail itu adalah, ketiga-tiganya sama-sama ditutup dengan Al-Asma al-Husna. Ini sekaligus memberi pesan bagi kita, sesuai dengan anjuran Allah, agar kita membiasakan diri menyertakan sebutan bagian dari Al-Asma al-Husna dalam doa-doa kita. Masih banyak lagi contoh baik yang dapat kita tiru dari Nabi Ibrahim. Bagi yang ingin mendalaminya maka dipersilakan menelusurinya dalam Al-Quran. Mentadabburi Al-Quran adalah amal yang bernilai ibadah.
6/6