Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah Konflik antara Perum Perhutani dan Masyarakat Sekitar Hutan Wartiningsih Nunuk Nuswardani Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura Kampus Unijoyo, Telang, PO. BOX 2 Kamal - Bangkalan Email:
[email protected]
Abstract This service activities Proposer Team begins concerns over the proliferation of various conflicts, looting and “resistance” of forest communities against Perum Perhutani KPH Madura. Whereas the existence of KPH as an institution at the site level / field has tasks and functions that are strategic security, protection, management of forest products, strengthening of public institutions, as well as the conflict resolver. Based on the identification and justification of existing problems, these service activities using the methods of implementation in the form of socialization, FGD and interviews. At the end of service activities can: (1) Establishment of Forest Village Community Organization (LMDH) in the framework of forest resources management system Collaborative Forest Management (CBFM); (2) To encourage and help people to register the certificate of its Land Rights; (3) For the realization of these service activities, Tim Proposer help citizens to obtain permits utilization of forest land from Perhutani KPH Madura as State forest managers. Key words: people around the forest, LMDH, perhutani, PHBM
Abstrak Kegiatan pengabdian ini diawali keprihatinan Tim Pengusul atas maraknya berbagai konflik, penjarahan dan “perlawanan” masyarakat sekitar hutan terhadap Perum Perhutani KPH Madura. Padahal keberadaan KPH sebagai institusi di tingkat tapak/lapangan memiliki tugas dan fungsi yang strategis yaitu pengamanan, perlindungan, manajemen pengelolaan hasil hutan, penguatan kelembagaan masyarakat, sekaligus sebagai penyelesai konflik. Berdasarkan identifikasi dan justifikasi permasalahan yang ada, kegiatan pengabdian ini menggunakan metode pelaksanaan berupa sosialisasi, FGD dan wawancara. Pada akhir kegiatan pengabdian ini dapat: (1) Terbentuknya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dalam rangka pengelolaan sumber daya hutan dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM); (2) Mendorong dan membantu masyarakat untuk mendaftarkan sertifikat Hak atas Tanah yang dimilikinya; (3) Sebagai realisasi dari kegiatan pengabdian ini, Tim Pengusul membantu warga untuk mendapatkan surat ijin pemanfaatan tanah kawasan hutan dari Perum Perhutani KPH Madura selaku pengelola hutan Negara. Kata kunci: masyarakat sekitar hutan, LMDH, perhutani, PHBM
447
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
Latar Belakang
448
Permasalahan bersumber dari kepemilikan arah
dua dokumen pertanahan (milik Perhutani dan
pembangunan jangka panjang Kabupaten
milik warga Desa Patengteng) yang sama-
Bangkalan, kebijakan tata ruang merupakan
sama dianggap memliki kebenaran oleh kedua
bagian integral dari kebijaksanaan umum
belah pihak. Pihak Kepolisian Sektor (Polsek)
dan sektoral yang telah ditetapkan. Dalam
Modung telah mengupayakan pertemuan untuk
kerangka ini, untuk penyebarluasan kegiatan
menjembatani pihak yang bersengketa agar
pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten
permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan
Bangkalan, maka ditetapkan Sub Satuan
dengan baik. Namun, sangat disayangkan
Wilayah Pengembangan (SSWP). Sesuai
pihak Perum Perhutani tidak menghadiri
dengan konsep dan strategi penataan ruang,
undangan itu dengan berbagai macam alasan,
maka sistem perwilayahan di Kabupaten
sehingga menyebabkan kekecewaan dari
Bangkalan dibagi menjadi 6 (enam) Sub Satuan
pihak kepolisian dan masyarakat setempat.
Wilayah Pengembangan (SSWP). Masing-
Pertemuan ini digagas Kapolsek Modung
masing pusat SSWP akan memiliki fungsi dan
untuk memberi penyadaran kepada pihak
peran sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
perhutani bahwa tanah tersebut adalah
Kecamatan Modung sebagai SSWP IV. SSWP
tanah sengketa, akan tetapi pihak Perhutani
IV sebagai pusat pertumbuhan dengan fungsi
menganggap lahan tersebut bukan tanah
kegiatan: pertanian, peternakan, perkebunan,
sengketa.
Berkaitan
dengan
dengan
industri kecil, perdagangan skala lokal. Namun, sudah sejak lama hingga saat
Sengketa berlanjut
berkepanjangan
sampai
di
DPRD
tersebut Kabupaten
ini ada permasalahan antara pihak Perum
Bangkalan. Anggota
Komisi A DPRD
Perhutani KPH Madura dengan masyarakat
Bangkalan, Mujiburahman menyatakan, untuk
desa Patengteng yang tidak kunjung usai,
mengatasi permasalahan ini harus dilakukan
berkaitan dengan klaim kepemilikan tanah
uji kebenaran atas bukti yang dimiliki oleh
masyarakat yang berdekatan dengan kawasan
pihak Perum Perhutani. Sebab, masyarakat
hutan negara.
mengatakan tanah tersebut adalah tanah milik
Kegiatan pengabdian ini memiliki 2 (dua)
nenek moyang dengan bukti sertifikat leter
mitra, Mitra I adalah Perum Perhutani KPH
C. Sampai saat ini pihak Perum Perhutani
Madura dan Mitra II masyarakat sekitar hutan
tidak pernah memberikan bukti kepada
di dusun Bulak desa Patengteng Kecamatan
DPRD, meski bukti itu sudah diminta dengan
Modung Kabupaten Bangkalan. Sengketa
melayangkan surat permohonan.
antara Mitra I dan Mitra II sudah berlangsung lama yang tidak kunjung selesai.
Hutan yang ada di sebagian wilayah Kecamatan
Modung
termasuk
kedalam
Kelompok Hutan Madura Daratan yang
449
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
pembagiannya menjadi Bagian Hutan Madura
pajak terhutang (SPPT). Oleh karena sudah
Barat seluas: 3.999,40 Ha.Tanah hutan yang
jelas SK-nya, maka yang melakukan klaim
diklaim milik warga Dusun Bulak, Desa
itu dianggap sebagai‘oknum’, ada iming-
Patengteng mulai ada titik terang pada tanggal
iming sertifikat tanah dari oknum tersebut
1 Februari 2014, setelah ada keterangan
kepada masyarakat. Sementara itu, Kepala
dari pihak Perum Perhutani kepada Polres
Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Abd.
Bangkalan bahwa berdasarkan Surat Keputusan
Razak membenarkan informasi Asper Rifa’i,
Menteri Kehutanan RI, dengan nomor 26/kpts-
bahwa kawasan yang dijadikan sengketa
II-1987, hutan gunung yang disengketakan
oleh oknum itu di bawah pengelolaan Perum
tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan
Perhutani karena dari petanya tampak bahwa
hutan. Berdasarkan informasi dari pihak Perum
itu memang milik negara.
Perhutani menyebutkan, bahwa kawasan
Oleh karena hingga saat ini belum ada
hutan tersebut pengelolaannya diserahkan
titik temu, persoalan di kawasan tersebut
kepada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
akan berlarut-larut jika tidak diselesaikan
(BKPH) Madura Wilayah Madura Barat,
di pengadilan agar tanah tersebut jelas
dalam hal ini Perum Perhutani.
statusnya. Kepala Badan Pertanahan Nasional
Penjelasan Asisten Perhutani (Asper),
Bangkalan, melalui Kasi Sengketa, Konflik
Rifa’i pada pra-penelitian menyatakan,bahwa
dan Perkara, juga mengaku bahwa kawasan
kawasan hutan
milik
hutan yang disengketakan oleh masyarakat
warga tersebut berdasarkan SK Menteri
statusnya milik negara.Terhadap tanah-tanah
Kehutanan,
pada
tersebut hingga saat ini belum ada pengajuan
perhutani. Berdasarkan SK (SK Menhut
untuk membuat sertifikat tanah.Sehingga,
tersebut), di Madura Barat yang masih
kawasan hutan yang diklaim warga itu
kawasan
sampai saat ini masih dalam pengakuan
yang
diklaim
pengelolaannya
hutan
Lombang Daja,
di
ada
antaranya, Gunung
Gunung
Patengteng
masyarakat Dusun Bulak, Desa Patengteng.
Srabi,Gunung Manggaan Sanjangan dll. itu
Apabila dicermati baik konflik maupun
ditetapkan sebagai kawasan hutan, dengan
penjarahan oleh masyakat terhadap hutan
luas 3.137. 75 Ha.
negara salah satunya berakar pada lambatnya
Asper Rifa’i menambahkan, pihak Perum Perhutani tidak akan mengelola kawasan
pengembangan
organisasi
pengelolaan
hutan di tingkat lapangan (KPH).Salah
tersebut kalau tidak punya peta dan data. satu keberadaan KPH dalam mendukung Permasalahan
muncul
karena
terhadap
Kabupaten di mana KPH tersebut berada
tanah-tanah tertentu bagian dari kawasan
(dalam
hal
ini
Kabupaten
Bangkalan)
hutan tersebut keluar surat pemberitahuan
adalah penguatan kelembagaan masyarakat.1
1 Kementerian Kehutanan, Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Bogor, 2010, hlm. 64.
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
450
Gambar 1. Peta Wilayah Sengketa Tanah
Sumber: Data KPH Madura 2014 Uraian Gambar: • Wilayah sengketa tanah ada di kawasan hutan petak 50, 51, 53 dan petak 54, tempat masyarakat mencari nafkah; • Berdasarkan informasi mitra II (Perhutani): Petak-petak yang disengketakan tersebut adalah Kawasan Hutan Negara yang masuk wilayah administratif desa Patengteng (SK Menteri Kehutanan); • Masyarakat ada yang memiliki bukti pembayaran pajak (SPPT PBB) atas Persil (petakpetak) tersebut. Kegiatan tersebut seharusnya terintegrasi
dusun Bulak ingin segera ditemukan solusi
dalam reformasi bidang kehutanan yaitu
untuk mengatasi masalah konflik tersebut.
melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.
Akan
tetapi
kenyataan
di
Terjadinya penjarahan
masalah
hasil
hutan
konflik
maupun
yang
menjadi
lapangan program tersebut belum seluruhnya
wewenang pengelolaan Perum Perhutani
menyentuh masyarakat, khususnya pada
KPH Madura di desa Patengteng Kecamatan
masyarakat
tersebut
Modung Kabupaten Bangkalan menunjukkan
menunjukkan adanya gap antara kebijakan
akibat dari lemahnya Pemerintah dalam
dan pelaksanaan yang mana hal tersebut
menjalankan kewajiban dalam mengamankan
menimbulkan permasalahan yang cukup
asset hutan dan hasil hutan. Keadaan
serius berupa munculnya konflik-konflik dan
open
berbagai permasalahan yang menyertainya.
memanfaatkannya tanpa kontrol. Kebutuhan
Baik Perum Perhutani maupun masyarakat
akan pengamanan , sosialisasi dan penyuluhan
sekitar
hutan.Hal
accsess
,
memudahkan
siapapun
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
451
pada masyarakat sekitar hutan seharusnya
dalam reformasi bidang kehutanan yaitu
menjadi skala prioritas yang harus segera
melalui program Pengelolaan Hutan Bersama
ditangani.
Masyarakat. Beranjak pada permasalahan di
Atas dasar permasalahan tersebut di atas
atas maka kegiatan pengabdian ini bertujuan
maka perlu dilakukan penelitian intensif,
di samping menyelesaikan konflik yang
terperinci dan mendalam. Melalui kegiatan
terjadi:
pengabdian ini diharapkan dapat menjadi
1. Membentuk LMDH di desa Patengteng
penghubung Perhutani)
antara dalam
Pemerintah menjalankan
(Perum
Kecamatan
kegiatan
Bangkalan.
Modung
penguatan kelembagaan masyarakat dengan
2. Proposal PHBM.
masyarakat sekitar hutan desa Patengteng
3. Mendorong
sebagai
kelompok
sasaran.
Dengan
Kabupaten
masyarakat
untuk
mensertifikatkan lahannya.
berhasilnya upaya penguatan kelembagaan
Langkah awal untuk dapat melakukan
masyarakat diharapkan berdampak yang
kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan
lebih besar bagi pelaksanaan tugas Perum
penelitian ini adalah dengan melalui tehnik
Perhutani KPH Madura yaitu pengamanan
diskusi kelompok terfokus (Forum Group
dan perlindungan hutan serta sebagai institusi
Discussion/FGD)3 Tehnik ini dilakukan untuk:
penyelesai konflik di tingkat tapak/lapangan.
1. Menggali
pemahaman
masyarakat
Lokasi kegiatan pengabdian ini adalah
tentang status kawasan hutan yang
Dusun Bulek Desa Patengteng Kecamatan
diklaim oleh masyarakat, yang menjadi
Modung
wewenang
Kebupaten
Bangkalan,
tempat
terjadinya konflik antara masyarakat sekitar hutan dengan Perum Perhutani KPH Madura.
Perum
Perhutani
KPH
Madura; 2. Melakukan
”sharing”
pentingnya
Disadari bahwa baik konflik maupun
status kemilikan kawasan hutan untuk
penjarahan oleh masyakat terhadap hutan
mencegah potensi konflik, keinginan
negara salah satunya berakar pada lambatnya
dan kendala masyarakat yang akan
pengembangan
mensertifikatkan tanahnya.
organisasi
pengelolaan
hutan di tingkat lapangan (KPH).Salah
3. Menjembatani
komunikasi
yang
satu keberadaan KPH dalam mendukung
”terputus” antara masyarakat sekitar
Kabupaten di mana KPH tersebut berada
hutan
(dalam
Modung Kabupaten Bangkalan dengan
hal
ini
Kabupaten
Bangkalan)
adalah penguatan kelembagaan masyarakat.2 Kegiatan tersebut seharusnya terintegrasi
desa
Patengteng
Kecamatan
pihak Perum Perhutani. Program pengabdian masyarakat dengan
2 Ibid. 3 Isa Wahyudi, Metodologi Perencanaan Partisipatif, YAPPIKA, Malang, 2006, hlm. 65.
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
452
kegiatan program ipteks bagi masyarakat
informasi mengenai suatu permasalahan
sekitar hutan ini dengan rencana sebagai
tertentu sangat spesifik melalui diskusi
berikut:
kelompok. Partisipasi masyarakat tercermin
1. Sosialisasi pada masyarakat tentang
dari
proses
status kawasan hutan yang menjadi
oleh
moderator
wewenang pengelolaan Perum Perhutani
yang
mengemukakan
KPH Madura;
kebutuhannya.4 Melalui FGD dan sosialisasi,
2. Mendorong dan membantu masyarakat
diskusi,
permasalahan
yang
dan
yang
difasilitasi
peserta
sendiri
permasalahan telah
dan
diidentifikasi
untuk mensertifikatkan Hak atas Tanah
dipertajam. Dilanjutkan dengan penentuan
miliknya sebagai upaya
target
mencegah
luaran,
perencanaan
pelaksanaan
potensi konflik dan meyadarkan bahwa
kegiatan, dan diakhiri dengan penyusunan
menjarah hasil hutan yang menjadi
proposal model kemitraan (PHBM). Diskusi
wewenang
untuk
Perum
Perhutani
PKH
pengelolaan
Madura adalah perbuatan kriminal. 3. Mendampingi
masyarakat
mempersiapkan
desa
Patengteng untuk membentuk LMDH
dan
ijin
sementara
pemanfaatan
kawasan
hutanyang diajukan ke Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madura. Dalam kegiatan pengabdian ini akan
dalam rangka pengelolaan sumber daya
dipilih 10 (sepuluh) orang yang akan mewakili
hutan dengan sistem PHBM. 4. Mengurus ijin pemanfaatan sebagian
Mitra I (Masyarakat desa hutan) dan Mitra II
kawasan hutan yang menjadi wewenang
(Perum Perhutani) masing-masing 5 (lima)
Perum
orang yaitu:
agar
Perhutani masyarakat
KPH dapat
Madura, meningkat
•
Mewakili mitra I, masyarakat desa sekitar hutan (desa Patengteng):
kesejahteraannya. 5. Merumuskan proposal model kemitraan
Abd. Rahman (Kades), Moh. Amin
antara masyarakat sekitar hutan desa
(Sekdes), Ust. Dhofir (Waka BPD), Nisan
Patengteng
(Kadus Belet), Akh. Saifudin (tokoh
Kecamatan
Modung
masyarakat)
Kabupaten Bangkalan dengan Perum Perhutani KPH Madura; Peran/ partisipasi masyarakat nampak
•
Mewakili Mitra II, Perhutani:
Dudi Kurniadi (Kepala KPH Madura),
dalam FGD dan sosialisasi. FGD adalah
Adang Sukendar (Wk. Ka.KPH Madura),
suatu metode partisipatif dalam pengumpulan
Hartono, Moh. Djiman, Moch. Rifa`i (Asper).
4 Ibid.
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
453
Pembahasan
Sementara
A. Pemetaan
Konflik
dalam
Kerangka Pencarian Solusi yang Menguntungkan bagi Pihak-pihak yang Berkonflik Berdasarkan rekapitulasi konflik tenurial sampai bulan Juni 2015, KPH Madura Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur mengidentifikasi ada beberapa jenis konflik yaitu: 1. Mengerjakan kawaan hutan tanpa ijin: terdapat 3 kasus pada 16 petak dengan luas 67, 22 Ha. 2. Menggunakan kawasan hutan tanpa ijin: terdapat 6 kasus pada 16 petak dengan luas 335,90 Ha. 3. Menduduki kawasan hutan tanpa ijin: terdapat 3 kasus pada 3 kasus dengan luas 58,45 Ha. 4. Melakukan
aktifitas
atau
kegiatan
penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan: terdapat 3 kasus pada 22 petak dengan luas 141,77 Ha. 5. Klaim kepemilikan lahan kawasan hutan: terdapat 1 kasus pada 1 petak denga luas 29,40 Ha. 6. Pensertifikatan lahan kawasan hutan oleh pihak lain: terdapat 1 kasus pada 1 petak dengan luas 10,00 Ha. 7. Masalah yang timbul akibat proses pinjam pakai kawasan hutan yang belum /tidak teselesaikan. 8. Permasalahan batas kawasan dengan pihak lain.
berdasarkan
fakta
yang
didapatkan di lapangan ternyata di masyarakat yaitu desa Patengteng Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan terbentuk 3 (tiga) kelompok masyarakat: 1. Beberapa
orang
dipidana
sebagai
”penjarah” berdasarkan Putusan PN Bangkalan Nomor 229/Pid.Sus/214/PN. Bangkalan dan satu kasus yang masih proses kasasi yang diajukan oleh PU. Berdasarkan pengamatan di persidangan terungkap bahwa beberapa orang yang melakukan penjarahan karena memiliki persepsi bahwa kayu-kayu yang mereka ambil berada dalam kawasan milik mereka. Mereka sejak berpuluh-puluh tahun sudah menggantungkan hidup mereka di sana. 2. Warga masyarakat yang menginginkan kejelasan status tanah mereka, karena mereka merasa tanah mereka adalah warisan nenek moyang yang dengan demikian bukan menjadi wewenang pengelolaan Madura.
Perum Perhutani KPH
Namun
demikian
mereka
menerima apabila tanah yang menjadi sumber konflik adalah tanah yang termasuk kawasan hutan yang menjadi wewenang Perhutani. 3. Ada “Tokoh” yang terkesan menjadi provokator masyarakat, bahwa tanah mereka bukan termasuk lahan Perhutani dan si “tokoh” ini berada di luar kawasan hutan
tetapi
berhak
atas
kawasan
tersebut karena warisan. Bukti-bukti
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
454
kepemilikan atas beberapa tanah warga
rapat dan pemeriksaan setempat untuk
tersebut diserahkan pada si “Tokoh”
menetapkan batas-batas yang tetap dari
tersebut dijanjikan untuk disertifikatkan.
areal hutan yang akan ditetapkan sebagai
Berdasarkan informasi dari perangkat
kawasan hutan. Dalam Berita Acara Tata
kecamatan Modung, ada indikasi bahwa
Batas tersebut tercantum Edy Hoesono selaku
bukti-bukti atas tanah mereka, walaupun
Camat Kepala Wilayah Kecamatan Modung
bukan Sertifikat yang berkekuatan hukum,
sebagai anggota.
sudah ada di tangan si “Tokoh” yang sampai saat ini belum ada kejelasannya. Apabila dilihat dari perspektif antropologi, menurut
Nurjaya,
bahwa
konflik
yang
terjadi dalam masyarakat paling tidak dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) macam yaitu:5 1. Konflik kepentingan (conflict of interest); 2. Konflik antar nilai (conflict of values); 3. Konflik norma dengan norma (conflict of norms). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 26/Kpts-II/1987 tentang Penetapan Kelompok Hutan Gunung Lombag Daya, Gunung Patengteng Srabi, Gunung Mangaan Sanjangan, Gunung Serengan, Gunung Labuhan, Gunung Lajing, Gunung Kemayoran dan Gunung Sragi di Kabupaten Bangkalan , Seluas
3.137,75 HA sebagai
Kawasan Hutan. Di dalamnya terdapat lampiran tentang Berita Acara Tata Batas
Berdasarkan
gambaran
tersebut
di
atas seharusnya saat penentuan tata batas tersebut adalah kesempatan untuk melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk berpartisipasi. Sebelum kedatangan penjajah, masyarakat memiliki hak historis atas kawasn hutan tersebut. Pada tahun 1873 Jawatan Kehutanan membentuk organisasi teritorial kehutanan berdasarkan Staatsblad N0. 215-1873 mk kawasan hutan Jawa dibagi menjadi 13 Daerah Hutan. Untuk kepentingan pekerjaan bagian perencaan hutan unit-unit perencanaan yang disebut Bagian Hutan ditentukan luas masing-masing 4000-5000 hektar6 Sudah barang tentu pembagian tersebut “bernuansa” penjajah
tanpa
memperdulikan
hak-hak
masyarakat sekitar hutan. Dengan hilangnya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penetuan
tata batas tersebut mau
tidak mau secara yuridis masyarakat telah hilang hak mereka atas kawasan hutan
Hutan disebutkan bahwa berdasarkan Surat
tersebut. Sebagai konsekuensi apabila
Keputusan Gubernur Jawa Timur tgl. 15 April
memanfaatkan hasil hutan tanpa ijin
1979 Nomor 31/1979, nama –nama yang
adalah kejahatan sebagaimana diatur
disebutkan dalam Lampiran i sebagai anggota
dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun
Panitia Tata
Batas
telah
mengadakan
1999 tentang Kehutanan.
5 Dikutip dari Bambang Eko Supriyadi, Hukum Agraria Kehutanan Aspek Hukum Pertanahan dalam Pengelolaan Hutan Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 170. 6 I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Antropologi Hukum, UM Pers, Malang, 2000, hlm. 120.
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
455
Apabila
dicermati
Undang-undang
negara-negara merdeka di Amerika Latin
Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
berdasarkan kebijakan tentang kayu dan alam
dan Pemberantasan Perusakan Hutan terdapat
liar. Untuk Indonesia fakta tersebut diungkap
ketentuan dalam Pasal 83 ayat (3) bahwa apabila
oleh Peluso.7
masyarakat sekitar hutan memanfaatkan kayu
Mencermati konflik-konflik yang terjadi
yang diduga hasil pembalakan liar pelaku
dapat dikaji dengan beberapa pembahasan
di pidana dengan pidana penjara paling
tentang tatanan tenurial adat yang meliputi
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua)
hakikat sistem adat (berbagi, tumpang tindih,
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
melekat), kemajemukan hukum, pengesahan
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan
hak ulayat dan kewenangan adat). Dengan
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
karakter tatanan tenurial yang demikian ini
juta rupiah). Apabila dibandingkan dengan
maka beberapa peneliti berpandangan bahwa
ketentau yang diatur dalam Undang-undang
sistem tersebut membuatnya kokoh dan
Nomor 41 Tahun 1999 (UU Kehutanan) jelas
fleksibel dan yang sudah barang tentu menjadi
lebih ringan yaitu dengan ancaman pidana
kuat dan bertahan menghadapi serta melawan
paling pendek 1 (satu) tahun dan paling lama 5
perbedaan pandangan dominan berkaitan
(tahun). Di samping itu dalam UU Kehutanan
dengan tenurial lahan.8 Pada satu sisi yang lain
tidak membedakan siapa pelakunya.
tingkat fleksibilitas dalam sistem adat juga
Berdasarkan rumusan demikian itu maka
perlu dipertanyakan, mengingat bahwa tidak
nampak secara implisit sesungguhnya ada
semua orang memenangkan perundingan,
“pengakuan” bahwa masyarakat sekitar hutan
karena bisa jadi kelompok yang lebih kuat
seharusnya memiliki hak atas pemanfaatan
melanggar hak atas kelompok yang lebih
hasil hutan. Oleh karenanya konflik yang
lemah.9
terjadi di beberapa tempat khususnya di desa
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan
Modung Kecamatan Modung Kabupaten
yang mana terdapat 3 (tiga) kelompok
Bangkalan harus dapat dicapai resolusi
membenarkan
konflik.
penelitian yang menyatakan bahwa proses
Beberapa
Peneliti
menemukan
fakta
adanya
beberapa
hasil
untuk mencapai pengesahan atas kepemilkan
bahwa hak ulayat atas hutan ditiadakan dan
lahan
dapat
meningkatkan
praktik adat dianggap sebagai kejahatan oleh
memancing
pemerintah kolonial di Asia dan Afrika serta
menguranginya. Dengan kata lain apabila
sengketa
dan
persaingan, bukannya
7 Nancy Lee Peluso, Forest-Based Cultures of Resistance, University of California Press, Berkeley, CA, AS., 1992, hlm. 12-24. 8 Sara Berry, No-Condition is Permanent – The Social Dynamics of Agrarian Change in Sub-Saharan Africa, Madison, University of Wisconsin Press, WI, AS, 1993, hlm. 34. 9 Peter Berger, Peter. L and Thomas Luckman, The Social Construction of Reality A Treatise in The Sociology of Knowledge, Penguin Books Lmt, Harmonsworth, Middlesex, England, 1996, hlm. 204.
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
456
klaim didasarkan pada sistem adat maka
menurut cara dan pengertian mereka.12
masyarakat berusaha membuktikan haknya
Jadi memiliki makna subyektif. Sedangkan
melalui para leluhur mereka yang bergantung
persepsi dalam pengertian sosial mengacu pada
pada apa yang dianggap dapat meningkatkan
teori konstruksi sosial yang dikembangkan
legitimasi pengakuan.10
oleh Peter L Berger dan Thommas Luckman13
Melihat
adanya
konflik
tersebut
di
(1991). Teori tersebut memandang manusia
atas kiranya relevan apabila dilakukan
pada dasarnya mempunyai 2 (dua) realitas
analisis. Tujuan utamanya adalah agar bisa
ganda yaitu realitas obyektif dan realitas
dikembangkan analisis yang nantinya akan
subyektif. Dengan demikian seseorang dalam
mendukung program penanganan konflik, baik
menjalin interaksi dengan orang lain dilandasi
pengelolaan maupun resolusi konflik. Untuk
oleh 2 (dua) realitas tersebut.
dapat melakukan analisis terhadap konflik
Unsur kedua dari konflik adalah aspirasi.
yang terjadi maka sudah barang tentu harus
Aspirasi diartikan sebagai keinginan yang
dipahami apa pengertian yang sesungguhnya
kuat sehingga dalam mencapainya harus
dari dari konflik serta unsur-unsur konflik.
diperjuangkan. Harus diperjuangkan dalam
Webster menyatakan bahwa “konflik berarti
persepsi
kepentingan
mengenai
(perceived
perbedaan
mencapai aspirasi tersebut karena aspirasi itu sendiri mengisyaratkan adanya kepentingan
of
dan kebutuhan. Setiap individu, kelompok
interest), atau suatu kepercayaan bahwa
sosial, organisasi swasta maupun negara
aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak
mempunyai angka kepentingan yang berbeda
didapat dicapai secara simultan” .11 Sedangkan
dalam
unsur dari konflik adalah persepsi, aspirasi dan
Hubungan antara kepentingan dan kebutuhan
pihak-pihak yang terkibat di dalam konflik itu
diibaratkan seperti hubungan lapisan atom.
sendiri. Oxford Advance Leaner`s Dictionary
Kepentingan merupakan inti yang tidak dapat
(1989) membagi persepsi ke dalam 3 (tiga)
dikompromikan sedangkan kebutuhan bisa
arti yaitu kemampuan untuk melihat atau
menemukan berbagai variasi atau pilihan dan
memahami sesuatu, kualitas pemahaman dan
bersifat bisa dinegosiasikan.
divergence
tingakatannya
masing-masing.
yang ketiga suatu cara memahami sesuatu.
Unsur ketiga dari konflik adalah aktor, aktor
Dengan demikian persepsi secara umum
ini merupakan inti yang akan menciptakan
dapat diartikan sebagai bagaimana seseorang
bentuk-bentuk konflik dan dinamikannya.
atau sekelompok orang memahami sesuatu
Aktor dalam konflik ini dapat dibedakan
10 Sara Berry, Op.cit., hlm. 41. 11 Novri Susan dan Ucu Martanto, Resolusi Konflik, dalam Bahan Diklat Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kepala Desa dalam Tata Pemerintahan Desa yang Baik, CSWS-Unair, 2015, hlm. 113. 12 Ibid. 13 Peter. L. Berger and Thomas Luckman, Op.cit. , hlm. 204.
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
457
yaitu aktor dengan kepentingan diri dan
tindakan penanganan konflik secara tepat.
kelompoknya dan aktor dengan kepentingan
Sebaliknya, kegagalan pada langkah ini, akan
membantu menyelesaikan konflik. Dalam
berakibat pada kegagalan langkah selanjutnya.
konflik yang terjadi antara masyarakat sekitar
Pemahaman yang keliru terhadap suatu
hutan dengan Perum Perhutani sebagai pihak
konflik, akan berakibat pada penyusunan
yang mewakili negara maka perlu ditempuh
strategi dan pengambilan tindakan dalam
resolusi konflik yang Fisher menyebut sebagai
penaganan konflik yang kurang atau bahkan
Interactive
(ICR).
tidak tepat sasaran. Akibatnya bisa fatal,
menekankan pendekatan psikologi-
bukannya konflik itu tertangani tetapi justru
ICR
Conflict
Resolustion
sosial yang memiliki tujuan utama adalah
malah makin membesar.
pemahaman yang mendalam, pengakuan dan
Untuk dapat menyelesaikan konflik sudah
saling menghormati, solusi dapat diterima
barang tentu harus dilakukan analisa konflik.
bersama-sama dan berkelanjutan.14
Menurut Simon Fisher yang dikutip oleh
Konflik
merupakan
fenomena
sosial
Tolkhah, analisis konflik memiliki manfaat
yang kompleks, maka setiap usaha untuk
adalah sebagai berikut: 15
menanganinya
langkah-
1. Untuk memahami situasi konflik secara
langkah persiapan yang terencana secara
lebih baik. Dengan menghadirkan hal-hal
baik
ini,
yang terkait dengan konflik, seperti para
setiap orang yang bekerja dan aktif dalam
pihak yang terlibat dalam konflik (baik
penaganan konflik haruslah berusaha untuk
pihak utama maupun pihak di lingkar
memperoleh pemahaman yang lebih baik
berikutnya (termasuk pihak ketiga yang
mengenai dinamika, hubungan dan issu-
berusaha menangani konflik), bagaimana
issu terkait dengan situasi (konflik) yang
relasi antara para pihak tersebut, apa
bisa membantu mereka untuk merencanakan
yang menjadi issu yang dikonflikkan,
strategi dan melakukan tindakan yang lebih
mana atau siapa dari para pihak itu
baik. Langkah ini merupakan langkah penting
yang memiliki potensi lebih besar untuk
dan strategis yang berada pada urutan pertama
menyelesaikan konflik dan sebagainya.
dan
membutuhkan
cermat.
Dalam
konteks
dalam proses penanganan konflik . Artinya
2. Untuk
melihat
dengan
lebih
jelas
bahwa keberhasilan pada langkah ini akan
hubungan antara para pihak yang terlibat
merupakan langkah strategis untuk mencapai
atau terkait, baik langsung maupun tidak
kesuksesan pada langkah selanjutnya, yakni
langsung dalam konflik, bahkan di mana
penyusunan
posisi kita (pihak ketiga) yang berusaha
strategi
dan
pelaksanakan
14 Roland J. Fiser, Interactive Conflict Resolution, Syracuse University Press, Syracuse, New York, 1999, hlm. 241. 15 Tolkhah, Pemetaan Konflik (Conflict Mapping), http://wmc-iainws.com/artikel/15-pemetaan-konflikconflict-mapping, diakses 26 Agustus 2015 pukul 09.40 WIB.
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
458
untuk melakukan mediasi berada, dll.
keadaan hubungan antar para pihak yang
Karena keadaan dan sifat hubungan
terlibat dalam konflik, secara otomatis
antara para pihak yang terlibat dalam
akan mempermudah pemetakan para
konflik itu beragam, maka pembacaan
pihak dalam kelompok-kelompok atau
terhadap hubungan tersebut akan mudah
kategori-kategori
ditangkap dan diingat.
mana sekutu dan mana lawan dari para
3. Untuk mengklarifikasi dimana kekuatan
tertentu,
misalnya
pihak yang terlibat dalam konflik.
(utama) itu terletak. Maksudnya, dengan
6. Untuk
terpetakannya para pihak dan hubungan
untuk
antara mereka dalam peta konflik,
tindakan. Kapan waktu untuk melakukan
maka secara mudah pula diketahui
intervensi dan darimana intervensi itu
kekuatan
di
dilakukan juga akan dapat diketahui
positif
dengan lebih simple melaui peta konflik
dalam
masing-masing
mempengaruhi
pihak
(baik
maupun negatif) terhadap keadaan dan perkembangan konflik. 4. Untuk mengecek sendiri keseimbangan
mengidentifikasi intervensi
atau
pembukaan pengambilan
ini. 7. Untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan.
Segala
hal
yang
telah
aktifitas atau kontak seseorang. Melalui
dilakukan oleh pihak yang menangani
peta konflik yang menghadirkan juga
konflik
bagaimana hubungan antara para pihak
ditanganinya juga akan terpantau lewat
yang terlibat dalam konflik, maka
simbol yang diberikan dalam peta konflik.
frekuensi dan intensitas komunikasi dan
Dengan demikian evaluasinya juga dapat
aktivitas antar para pihak (termasuk pihak
dilakukan dengan tepat.
menyangkut
konflik
yang
ketiga yang menangani konflik) dapat
Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi,
dipantau. Hal ini akan membantu juga bagi
dapat merujuk pada panduan pemetaan
pihak ketiga untuk menemukan celah dan
konflik yang dirumuskan oleh Miall, yaitu
jalur yang dapat dilalui dan digunakan
untuk melihat pihak-pihak yang bertikai dan
secara tepat untuk memaksimalkan usaha
persoalannya:16
pengambilan tindakan dalam penangan
1. Siapa yang menjadi inti pihak bertikai?
konflik dari sudut lalu lintas hubungan
Dalam kasus konflik di desa Patengteng
antar para pihak yang berkonflik tersebut.
ini yang menjadi inti ada 4 (empat) kelompok:
5. Untuk melihat dimana sekutu atau
a. Klaim kepemilikan lahan kawasan hutan
aliansi atau sekutu potensial berada.
oleh beberapa warga yang hidup di
Tergambarkannya bagaimana sifat dan
sekitar hutan yang berdekatan dengan
16 Miall dkk, Resolusi Damai Konflik Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Menyelesaikan Konflik Bersumber Politik,Sosial, Agama dan Sara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 66.
459
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani;
3. Apa hubungan pihak-pihak yang bertikai? Hubungan pihak-pihak sudah barang tentu
b. Persorangan yang mengambil hasil hutan
ada ketidaksimetrisan secara kualitatif. Perum
tanpa ijin, yang didasari pemahaman
Perhutani sebagai pihak yang mewakili
bahwa lahan yang “dijarah” adalah
negara dalam pengelolaan sumberdaya di
warisan nenek moyang;
tingkat tapak/lapang. Negara sebagai penentu
c. Pihak perseorangan yang memanfaatkan
kebijakan pengelolaan di bidang sumber daya
kondisi ketidakpastian (menurut persepsi
hutan.
yang bersangkutan);
4. Apa persepsi penyebab konflik?
d. Perum Perhutani KPH Madura yang
Klaim kepemilikan lahan sebagai persepsi
mewakili negara dalam pengelolaan
penyebab konflik. Sedangkan sifat konflik
sumber daya hutan.
adalah vertikal.
e. Kepala Desa sebagai aktor konstruktif, yaitu pihak yang seyogyanya
mampu
melakukan mediasi (penengah) konflik dan pengambil kebijakan tegas. konflik
yang bertikai? Konflik dalam tahap eskalasi. Kegiatan apapun baik yang dilakukan oleh Perum
2. Apa persoalan konflik? Persoalan
5. Apakah perilaku akhir-akhir ini pihak
Perhutani maupun Tim Pengusul kegiatan adalah
adanya
pengabdian, pada awalnya selalu dihadapi
persepsi dari masyarakat sekitar hutan di
dengan sikap curiga dan resistent.
desa Patengteng yang mengklaim bahwa
6. Siapa
lahan yang dikelola Perhutani adalah lahan
pemimpin
pihak-pihak
yang
bertikai?
mereka. Posisi masyarakat berjuang demi
Pada tingkat elit dan individual, apa
kepentingan mereka sendiri sementara Perum
tujuan, kebijakan, kepentingan, kekuatan dan
Perhutani mewakili negara sebagai pihak
kelemahan relatif mereka?
kedua. Aspirasi yaitu keinginan kuat yang
Pada tingkat individual. Dalam hal ini
harus sama-sama diperjuangkan baik oleh
adalah seseorang yang sudah pernah menjalani
Masyarakat dan Perhutani yaitu tentang klaim
pidana karena menjual beberapa kubik kayu
kepemilikan lahan, tidak bisa dipisahkan
di dalam kawasan hutan yang dikelola oleh
antara kepentingan dan kebutuhan. Artinya
Perum Perhutani. Di sisi lain ada si “Tokoh”
apabila kepentingan mereka tentang status
yang memprovokator masyarakat sekitar
kepemilikan tanah diakui maka kebutuhan
hutan bahwa mereka berhak atas kawasan
akan legalitas tidak dapat dinegosiasikan,
hutan tersebut. Kelemahan dari masyarakat
artinya menjadi suatu keharusan adanya
mereka hanya memiliki hak kepemilikan
pengakuan yang sah.
adat yang diindikasikan sudah diserahkan
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
pada si “Tokoh” untuk dibantu melakukan
B.
460
Alasan Pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan di Desa
pensertifikatan lahan mereka. Pada tingkat elit, secara individual tidak ada, secara kelembagaan Perum Perhutani
Patengteng Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan.
yang diwakili oleh Kepala KPH Madura
Berdasarkan pemetaan konflik di atas
bertujuan dan memiliki kepentingan untuk
maka Kepala Desa Patengteng seharus
“menyelamatkan” tanah negara. Kebijakan
mampu membawa para aktor ke dalam proses
yang akan ditempuh adalah melaksanakan
tata kelembagaan penyelesaian konflik tanpa
program PHBM yang diusulkan oleh Tim
kekerasan baik melalui prosedur hukum
dan pembentukan LMDH. Kelemahan Perum
(judisial) atau non-judicial. Prosedur hukum
Perhutani KPH Madura, dalam skala nasional,
harus ditempuh dalam hal menetapkan status
luasnya hutan yang tidak dikelola menjadi
maupun batas kawasan yang jelas mana yang
penyebab lemahnya pemerintah menjalankan
merupakan milik warga maupun kawasan
kewajiban dalam mengamankan asset hutan
hutan milik negara. Sedangkan prosedur
alam maupun hasil rehabilitasi.
non-judicial juga dapat ditempuh melalui
Ada beberapa konsep tata pengelolaan dan resolusi konflik yaitu:
pembentukan Lembaga Desa Hutan (LMDH) di desa Patengteng.
• Tata Keamanan yaitu proses memelihara/
Realitas di atas menunjukkan bahwa
menciptakan keamanan oleh aparatur
untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan,
negara dan masyarakat. Negara berwenang
baik mempertahankan hutan alam yang
menggunakan kekerasan positif berbasis
tersisa maupun membangun hutan tanaman
peraturan dan aspirasi publik.
baru dan diharapkan berhasil, diperlukan
• Tata Resolusi konflik yang mana dalam proses
ini
melibatkan
aktor-aktor
prioritas kegiatan teknis sekurang-kurangnya mencakup:
berkonflik ke dalam tata kelembagaan
1. Penyelesaian masalah kawasan hutan
penyelesaian konflik tanpa kekerasan baik
yang telah terjadi dan menghindari
melalui prosedur hukum (judisial) atau
terjadinya masalah baru di masa depan
non-judicial yang dikenal dengan sebutan
serta meningkatkan kapasitas pengelolaan
resolusi konflik alternatif.
hutan konservasi dan hutan lindung.
17
17 Novri Susan, Op.cit., hlm. 114.
461
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
2. Mempermudah akses bagi penerima
2. Menampung, mengelola dan menyalurkan
manfaat atau dapat menekan terjadinya
aspirasi warga desa hutan;
ekonomi biaya tinggi serta terdapat
3. Mitra yang kerja atau usaha yang aktif
landasan kuat untuk mengalokasikan
dan kritis bagi Perum Perhutani KPH
manfaat hutan secara adil.
Madura dalam rangka pola kemitraan
3. Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi penguatan kelembagaan
pengelola hutan. 4. Pelopor
dalam
meningkatkan
mutu
lokal terutama yang mendapat akses
sumber daya manusia dan hutan pada
pemanfaatan
hutan,
umumnya dan anggota pada khususnya
peningkatan efisiensi ekonomi maupun
dalam rangka pola kemitraan pengelola
pengembangan nilai tambah hasil hutan.
hutan.
Pembentukan
sumberdaya
LMDH
yang
akan
LMDH
dibentuk
untuk
melakukan
dilaksanakan dilatarbelakangi oleh sebuah
pengelolaan hutan dalam sistem Pengelolaan
tuntutan realitas bahwa Desa Patengteng
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat
merupakan salah satu desa di Kecamatan
(PHBM) yang mencakup aspek: a) penguatan
Modung yang secara geografis merupakan
dan pengembangan lembaga, b) perencanaan
desa pemangku hutan. Sementara dilihat dari
partisipatif petak hutan pangkuan desa,
aspek sosial, budaya dan ekonomi, mayoritas
c)
masyarakat setempat mempunyai aktivitas
sumberdaya hutan, dan d) monitoring dan
ekonomi
evaluasi.
dengan
menggantungkan
pada
pemanfaatan hasil hutan yang berdekatan dengan kawasan hutan pangkuan
KPH
menjadi wilayah
Madura
Barat.
kriteria
dan
indikator
keberlanjutan
SK Direksi Perhutani No. 682/KPTS/ Dir/2009 tanggal 31 Desember 2009 tentang
Sudah
Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan
barang tentu aktivitas ekonomi tersebut
Bersama Masyarakat merupakan dasar hukum
memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap
program Pengelolaan Sumberdaya Hutan
kelangsungan kelestarian hutan itu sendiri.
Bersama Masyarakat (PHBM) dan dilandasi
Hal itu terbukti dengan tingginya tingkat
oleh prinsip berbagi peran dan tanggung jawab
pencurian kayu hutan oleh oknum warga.
serta hak dengan Masyarakat Desa Hutan
Pembentukan LMDH ini sebagai komponen
(MDH) dan pihak-pihak yang berkepentingan
penting dalam pelaksanaan program PHBM.
(Stakeholders) secara proporsional dalam
LMDH desa Patengteng sebagai forum
pengelolaan sumber daya hutan. Melalui
komunikasi masyarakat maka diharapkan
program PHBM Perhutani sebagai institusi
memiliki fungsi antara lain:
di tingkat tapak melalukan pengembagan
1. Pengayom dan pelindung masyarakat
perlindungan social, kegiatan peningkatan
desa hutan Patengteng;.
kegiatan usaha kolaboratif dengan LMDH,
Wartiningsih, Nunuk Nuswardani, Pembentukan LMDH: Upaya Mencegah ...
462
penyaluran dana CSR, pembangna jaringa
Pemangkuan Hutan (KBKPH), Kepala Resort
kerjasam antara individu, kelompok swadaya
Pemangkuan Hutan (KRPH), dan terutama
masyarakat, lembaga pemerintahan, BUMD/
pada level Tenaga Pendamping Masyarakat
Swasta.18
(TPM) atau Fasilitator PHBM.
Pengelolaan sumber daya hutan oleh LMDH melalui program PHBM maka langkah awal yang harus ditempuh adalah
Simpulan Berdasarkan
hasil
analisis
terhadap
pendampingan masyarakat. Pendampingan
berbagai kegiatan tersebut di atas maka dapat
adalah
disimpulkan bahwa:
penyadaran
akan
hak
dan
kewajibannya, jika masyarakat mulai sadar
Konflik yang terjadi di desa Patengteng
dan tergerak untuk berupaya bersama-sama,
Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan
maka mereka membutuhkan pendampingan,
berlarut-larut
sekaligus fasilitasi untuk mengetahui potensi
penyelesaian. Pada saat artikel ini dibuat
dan kendala yang ada pada mereka dan
masih ada kesan ketidakpercayaan masyarakat
lingkungan sekitarnya. Upaya pendampingan
terhadap keberadaan tim pengusul. Sikap
dan fasilitasi pemahaman potensi dan kendala
masyarakat maupun perangkat desa terpecah
(analisa
hambatan
antara yang percaya dan resistant. Apa yang
dan tantangan) harus mampu membawa
terjadi di desa Patengteng Kecamatan Modung
masyarakat yang didampingi tetap selalu
Kabupaten Bangkalan hanyalah 1 (satu) dari
termotivasi dan tetap konsisten.
sekian banyak konflik yang terjadi di Madura.
peluang,
ancaman,
tanpa
ada
kejelasan
dan
akan
Perangkat desa belum mampu membawa
pendampingan
pihak-pihak yang berkonflik ke dalam tata
MDH/LMDH yang merupakan totalitas kerja
kelembagaan penyelesaian konflik tanpa
baik dari tataran Manajemen KPH yaitu
kekerasan. Padahal kepala desa atau peragkat
Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan
desa yang lain dengan kewenangannya
Hutan (KKPH), Kepala Sub Seksi (KSS)
diharapkan mampu untuk menjadi negosiator
PHBM,
bagi warganya.
Keberhasilan kegiatan PHBM ditentukan
oleh
aktivitas
Asper/Kepala
Bagian
Kesatuan
18 Mubarak, “Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarajat (Perspektif Komunikasi Sosial)”, http://pusdikbangsdmperhutani.com/berita.detail.php?id=175, diakses 10 September 2015 pukul 15.15 WIB.
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 3, Desember 2015, Halaman 300-463
463
DAFTAR RUJUKAN Buku
I Nyoman Nurjaya, 2000, Pengelolaan
Berry,
Sara,
No-Condition
1993,
is
Sumber Daya Alam dalam Perspektif
Permanent – The Social Dynamics
Antropologi
of Agrarian Change in Sub-Saharan
Malang.
Africa, University of Wisconsin Press,
Hukum,
UM
Pers,
Peters, P., 2004, Inequality an Social Cobflict Over Land in Africa, Journal
WI Madison. Berger, Peter. L and Thomas Luckman,
of Agrarian Change 4: 269-314.
1991, The Socila Construction of
Peluso, Nancy Lee, 1992, Forest-Based
Reality A Treatise in The Sociology
Cultures of Resistance, University of
of Knowledge, Penguin Books Lmt,
California Press, Berkeley, CA, AS.
Harmonsworth, Middlesex, England. Bambang Eko Supriyadi, 2013, Hukum Agraria Kehutanan Aspek Hukum Pertanahan
dalam
Pengelolaan
Wahyudi, Isa, 2006, Metodologi Perencanaan Partisipatif, YAPPIKA, Malang. Kementerian
Kehutanan,
Forestry
Social
2010,
Menuju
Restorasi
Hutan Negara, RajaGrafindo Persada,
Pembangunan
Jakarta.
Berkelanjutan, Pusat Penelitian dan
CSWS-
Unair,
2015,
Bahan
Diklat
Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kepaa Desa dalam Tata Pemerintahan Desa yang Baik. Data Perum Perhutani KPH Madura, 2012, Wujudkan PHBM dan Optimalisasi Asset dengan Kebersamaan. Fisher, Roland J., 2001, Interactive Conflict Resolution, Syracuse University Press, Syracuse, New York. Miall dkk, 2002, Resolusi Damai Konflik Menyelesaikan, Mengelola
Mencegah,
dan
Menyelesaikan
Konflik Bersumber Politik,Sosial, Agama
dan
Persada, Jakarta.
Sara,
RajaGrafindo
Kehutanan
Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Bogor.
Naskah Internet Perum Perhutani, Program Pengelolaan Hutan
Bersama
Masyarakat
(PHBM), http://bumn.go.id/perhutani/ halaman/159 tgl. 28 Juni 2015. Mubarak,
“Pemberdayaan
Desa
Hutan
Hutan (Perspektif
dalam
Bersama
Masyarakat Pengelolaan Masyarajat
Komunikasi
Sosial)”,
http://pusdikbangsdmperhutani.com/ berita.detail.php?id=175. Tolkhah,
Pemetaan
Mapping),
Konflik
(Conflict
http://wmc-iainws.com/
artikel/15-pemetaan-konflik-conflictmapping.