WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DI KABUPATEN ACEH BESAR OLEH BRR NAD – NIAS
T E S I S
Oleh MUHAMMAD ZAKI 077011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DI KABUPATEN ACEH BESAR OLEH BRR NAD – NIAS
T E S I S Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh MUHAMMAD ZAKI 077011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
ABSTRAK Keputusa Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 20 pada intinya menentukan bahwa cara pemilihan penyedia jasa, yaitu dapat dilakukan melalui Penunjukan Langsung. Metode penunjukan langsung dibuat dalam bentuk kontrak konstruksi yang berisi perjanjian pemborongan antara pemilik pekerjaan dan kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan, namun pelaksana jasa kontruksi tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang ditentukan hanya melakukan pembangunan seadanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Berdasarkan kondisi tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS dan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung serta untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS. Untuk membahas permasalahan tersebut diatas, maka penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan gabungan antara yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Aceh Besar. Alasannya adalah pelaksanaan kontrak kerja konstruksi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan lapangan dengan wawancara kepada responden dan informan. Responden adalah Divisi Perumahan dan Permukiman BRR NAD – NIAS, Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa Konstruksi (kontraktor). Sedangkan yang menjadi informan adalah Bidang Pengawasan BRR NAD – NIAS, Biro HUMAS BRR NADNIAS, Biro HUMAS/HUKUM Pemerintah Aceh dan masyarakat korban bencana. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk wanprestasi adalah penyedia jasa konstruksi tidak menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya; melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan bestek dan spesifikasi yang ada dalam kontrak; mensub kontrakkan pekerjaan kepada pihak ketiga. Sehingga ketiada pemenuhan atau kegagalan oleh penyedia jasa dalam perjanjian ini untuk melaksanakan kontra prestasi merupakan suatu pelanggaran terhadap perjanjian (wanprestasi). Prosedur pelaksanaan penunjukan langsung terhadap proyek pembangunan perumahan bantuan yang didanai oleh BRR NAD
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tersebut kepada penyedia jasa konstruksi sebenarnya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hanya saja akibat kurang telitinya panitia pelaksana dalam menilai rekanan tersebut mengakibatkan terjadinya wanprestasi. Wanprestasi terjadi karena kenaikan harga material, besarnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan, dan akibat kelalaian penyedia jasa untuk dapat menyelesaikan proyek tepat pada waktunya. Akibat hukum yang timbul dari tindakan penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya adalah penyedia jasa bersangkutan dikenakan sanksi salah satunya dengan memasukkan penyedia jasa dalam daftar hitam rekanan sehingga tidak dipercaya lagi melaksanakan proyek lainnya. Upaya penyelesaian yang ditempuh terhadap penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya dilakukan melalui musyawarah di antara para pihak. Hal ini didahului dengan pemberian teguran dan diupayakan penyelesaian kontrak dengan membuat addendum kontrak. Disarankan bagi pengguna jasa untuk melihat kemampuan penyedia jasa yang melaksanakan pembangunan perumahan tersebut, jangan asal anak daerah atau kontraktor lokal, yang perlu kualitas. Disarankan kepada pengguna jasa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tidak perlu harus penyedia jasa anak daerah, untuk pembangunan perumahan Aceh/Nias di pergunakan tenaga yang benar-benar ahli dan bertanggung jawab. Dituntut kesadaran pengguna jasa untuk tidak menuntut pemotongan harga proyek yang terlalu banyak.
Kata Kunci perumahan
: Wanprestasi Kontrak Kerja Konstruksi; Pembangunan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
ABSTRACT Decision of president, number 80, the year of 2003 about execution of implementing of goods/service govemment. At section 20 it determining that way of election of service feeder, that is can be done through direction. Direction method of direct is made in the form of works and contractor to execute its, finalizes and looks after work, but construction service executor didn’t execute its achievement as much as possible, based on the condition, as for intention of this research is to know form of defaults in execution of construction job contract at set of housing job and settlement of rehabilitation body and reconstruction NAD-NIAS and know factors causing the happening of default dalm execution of construction of construction job contrac at set of housing job and settlement of rehabilitation body and reconstruction NADNIAS. To study the problems is upper, hence research done, it has the character of analytical descriptical and research type which will be applied is use approach of alliance between juridical normative and juridical sociological. Location of this research is big Aceh sub-province. Its reason is execution of construction job contract unmatched to rule applied. Data collecting method applied is bibliography research and field by interviewing responder and informan. Responder is housing division and settlement of rehabilitation body and reconstruction NAD-NIAS, law service area BRR NAD-NIAS, service user and reconstruction service feeder, although an informan is observation area BRR NAD-NIAS, public bureau BRR NADNIAS, law bureau at Acehnese government and disaster victim public. Result of research indicates that forms of default is construction service feeder doesn’t finalize punctual work; works are unmatched to description plan (bestek) and specification of the is in bond; and hand over the work to third party. So no accomplishment or failure by service feeder in this agreement to execute counter of achievement is a collision to agreement (default). Execution procedure of Direct direction for project of development of housing of help is fund by BRR NAD for construction service feeder actually has pursuant to applied. But effect unable to check it executer committee in assessing the partner results the happening of default. Default happened because increase of the price of material, level of surcharger which must be released, and negligence effect of service feeder to be able to finalize punctual project. Legal consequences arising from action of service feeder that is is not executes its obligation is respected service feeder in sanctioning one of them is by entering service feeder in partner blacklist so that was not believe again executes ather project. Solution effort gone through to service feeder that is is not executes its obligation in doing through deliberation
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
between the parties. This thing is preceded with giving of exhortation and strived solving of contract with making contract addendum. Suggested that service feeder in tendering can do correct consideration to the price of various in bond materials to avoid loss later. To service feeder is suggested to execute provisions in contract carefully to avoid sanction and penalty and in order not to the happening of exhortation by service user. Suggested to consumer to do assessment carefully to ability of service feeder in working so that not happened default and dispute later. Suggested to service user and service feeder to finalize dispute upon mutual consensus because more profitingly is both parties.
Keywords : Construction Job Contract Default; Development of Housing
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkat, Rahmat dan Hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
penulisan
tesis
yang
berjudul
“Wanprestasi
Dalam
Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh BRR NAD-NIAS”. Shalawat dan Salam disampaikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Tesis ini merupakan suatu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga penulis sangat berbesar hati untuk mengucapkan terima kasih. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rektor I Universitas Sumatera Utara yang amat terpelajar Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM dan H. Sp.A (K), para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Yang amat terpelajar Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc., beserta para Wakil Direktur, Sekretaris dan Staf serta seluruh jajarannya yang telah membina
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Yang amat terpelajar Bapak Prof.Dr.H.Muhammad Yamin,SH,MS,CN., selaku Ketua Jurusan Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan dalam Program Magister Kenotariatan yang sangat berharga ini, dan juga sebagai Ketua Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk menyumbangkan pikiran dan memberikan petunjuk dalam pengarahan materi ilmiah; 4. Yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., sebagai anggota Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk dalam pengarahan materi ilmiah serta dorongan dalam menyelesaikan tesis ini. 5. Yang amat terpelajar Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn., sebagai anggota Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran maupun masukan dalam menyempurnakan penulisan tesis ini. 6. Yang amat terpelajar Bapak Syahril Sofyan, SH, SpN, MKn dan juga Dr. Teungku Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, yang masing-masing sebagai penguji mulai dari tahap proposal tesis yang selalu memberikan arahan dan petunjuk dalam penyempurnaan tesis ini hingga selesainya tesis ini. 7. Bapak Ir. Bambang Sudiatmo., selaku Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Ibu Sarma Marpaung., selaku staf Deputi Bidang
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Bapak Ir. Ramli Ibrahim, MMA., selaku Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Bapak Ir. Adjar Sabdo Budi., selaku Inspektur II Kedeputian Pengawasan BRR NAD-NIAS, Bapak Muhammad Insa Ansyari, SH., selaku Kepala Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Bapak Hamid Zein, SH, M.Hum., selaku Kepala Biro Humas dan Hukum Pemerintah Aceh, yang telah bertindak sebagai responden dan informan selama penulis melakukan kegiatan penelitian. 8. Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan. 9. Seluruh Staf Biro Pendidikan serta teman-teman di Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini. 10. Pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta, khususnya kepada Ayahanda Drs. Armiya Mahyiddin dan Ibunda Nuriah Saad, yang selalu memberikan do’a, dorongan dan motivasi baik lahiriah dan bathiniah, serta pendidikan yang amat sangat berguna sehingga dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik, serta kepada keponakanku Firman Syahputra dan Putri Sara yang manis-manis, kakanda Mursyida, adik-adikku Sri Marlina, SKM dan Sirajul Munir, SE.Ak, serta juga abang ipar Tarifuddin dan adik ipar Darma Fahmi,SE yang telah memberikan semangat serta bantuan moral
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
11. Untuk teman-teman yang setia berdialog kualitatif, Bang Satiruddin, Bang Surya, Zulhujjaian (Zul), Juni, Bang Ancha, Bang Edi, Bang Umri, Bangun, Sabrina, Henny, Kak Herly, Kak Ros, Kak Emi, Wira, dan Keluarga Besar AMA Medan atas perhatian, bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini, serta rekan-rekan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini. 12. Terima kasih kepada Staf dan Pegawai di Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah melayani dengan baik.
Medan, 06 Juli 2009 Penulis
MUHAMMAD ZAKI, SH
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
RIWAYAT HIDUP
I.
Identitas Pribadi Nama
: Muhammad Zaki, SH
Tempat/Tgl. Lahir
: Banda Aceh, 25 Juli 1977
Alamat
: Jl. Jama’ah Lr.B Gang Sahabat No.6 Kelurahan Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh 23124
II. Orang Tua Ayah
: Drs. Armiya Mahyiddin
Ibu
: Nuriah M. Saad
III. Pendidikan 1. SDN 44 Banda Aceh
: Tamat Tahun 1991
2. MTs Al-Fauzul Kabir Kota Jantho
: Tamat Tahun 1994
3. SMA Al Mishbah Banda Aceh
: Tamat Tahun 1997
4. S-1 Fakultas Hukum UNMUHA Aceh
: Tamat Tahun 2005
5. S-2 Magister Kenotariatan (M.K.n) SPs-USU
: Tamat Tahun 2009
Medan, 06 Juli 2009 Penulis,
Muhammad Zaki
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ..........................................................................................
i
ABSTRACT .........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR........................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................
ix
DAFTAR ISI.......................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..............................................................................
xii
BAB I
:.................................................... PENDAHULUAN
1 A. Latar Belakang..........................................................................
1
B. Perumusan Masalah..................................................................
16
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
17
D. Manfaat Penelitian....................................................................
17
E. Keaslian Penelitian ...................................................................
18
F. Kerangka Teori dan Konsep.....................................................
18
G. Metode Penelitian.....................................................................
35
1.
Jenis Penelitian ..................................................................
35
2.
Lokasi Penelitian ...............................................................
36
3.
Populasi dan Sampel Penelitian ........................................
37
4.
Sumber Data ......................................................................
37
5.
Metode Pengumpulan Data ...............................................
39
6.
Alat Pengumpulan Data.....................................................
41
7.
Analisis Data .....................................................................
42
BAB II : BENTUK BENTUK WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG..................................
43
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
1. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Konstruksi..................................................................................
43
2. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Kontrak Kerja Konstruksi
49
3. Prosedur Yang ditempuh Dalam Melakukan
Penunjukan
Langsung ...................................................................................
54
4. Kedudukan Dan Eksistensi Dari Sub Kontraktor Dalam Perjanjian Pemborongan dan Konstruksi ..................................
66
BAB III : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI BERKAITAN DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG PELAKSANA JASA KONSTRUKSI ..................
72
1. Faktor Kenaikan Barang Bangunan..........................................
72
2. Besarnya Biaya Tambahan yang Dikeluarkan .........................
76
3. Kelalaian Penyedia Jasa ...........................................................
81
BAB IV : AKIBAT HUKUM DAN UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ................................................................
95
A. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Pelaksanaan
Kontrak
Kerja Konstruksi.......................................................................
95
B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi .............................................
108
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
120
A. Kesimpulan .......................................................................................
120
B.
Saran..................................................................................................
121
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
122
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
DAFTAR TABEL
Nomor 1. 2. 3. 4. 5.
Judul
Halaman
Pembangunan Rumah Baru Untuk Kabupaten Aceh Besar Belum Dimanfaatkan ....................................................................................................
85
Kontrak Pembangunan Perumahan Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku ...................................................................................
96
Hasil Analisa Pekerjaan Pembangunan Rumah Tipe 36 dikabupaten Aceh Besar ........................................................................................................
101
Asas dan Tujuan Pengaturan Jasa Konstruksi Sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 ......................................................................................
110
Jenis Usaha Jasa Konstruksi Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 dan PP Nomor 28 Tahun 2000 ......................................................
112
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Telah diuji pada Tanggal : 06 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. H. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN
Anggota
: 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum 2. Chairani Bustami Bustami, SH, SpN, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum 4. Notaris Syahril Sofyan, SH, SpN, MKn
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setelah bencana dasyat gempa bumi dan tsunami berlalu, kini para korban bencana yang tersisa, terutama bagi mereka yang rumahnya hancur diterjang gelombang tsunami atau bahkan hilang tidak berbekas akibat telah menjadi lautan memerlukan rumah tempat mereka berteduh demi kelangsungan hidup mereka. sebelumnya bagi mereka telah didirikan barak-barak, namun kondisi barak tersebut tidak memungkinkan bagi mereka untuk bisa hidup leluasa. hal ini disebabkan disamping barak tersebut sangat kecil, kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) tidak memadai, juga kebutuhan air bersih tidak mencukupi. mereka menginginkan adanya bantuan untuk didirikan rumah, walaupun rumah tersebut tidak sebagus tempat tinggal mereka sebelumnya yaitu sebelum bencana itu datang. Memulihkan kondisi Nanggroe Aceh Darussalam pasca Tsunami dan merealisasikan keinginan warga tentulah tidak mudah dan tidak segampang membalikkan telapak tangan. hal ini perlu dilakukan dengan bertahap-tahap. Pelaksanaan rekonstruksi oleh pemerintah pada tahap awal yang mereka bangun adalah sarana dan prasarana umum, seperti jalan, sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, jembatan, pelabuhan, jaringan-jaringan listrik dan komunikasi dan lain sebagainya yang dapat memperlancar kehidupan sosial ekonomi. Pada berikutnya
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
mereka mendirikan rumah-rumah bagi mereka para korban Tsunami terutama bagi mereka yang telah lama tinggal dibarak-barak dan tenda-tenda pengungsian. 1 Penyerahan suatu pekerjaan kepada penyedia jasa konstruksi didahului dengan pemilihan oleh pengguna jasa terhadap penyedia jasa konstruksi yang dinilai mampu dan layak melaksanakan pekerjaan tersebut. Pemilihan ini didasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan Pasal 20 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 pada intinya menentukan bahwa cara pemilihan penyedia jasa, yaitu melalui (1) Pelelangan Umum; (2) Pelelangan Terbatas; (3) Penunjukan Langsung; dan (4) Pemilihan Langsung. Metoda Pelelangan Umum/Seleksi Umum adalah metoda pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Metoda Pelelangan Terbatas/Seleksi Terbatas adalah metoda pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi. 1
www.e-aceh-nias.org
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Metoda Pemilihan Langsung/Seleksi Langsung adalah metoda pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan penumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet. Metoda
Penunjukan
Langsung
adalah
metoda
pemilihan
Penyedia
Barang/Jasa yang dilakukan dengan menunjuk langsung 1 penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Mengenai teknis pelaksanaan terdapat pula peraturan-peraturan lain seperti Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam lampiran 1 keputusan tersebut dicantumkan mengenai ketentuan-ketentuan tentang pelelangan, pengadaan dan penunjukan langsung unit pemborong/pembelian. Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa penentuan pelaksana jasa konstruksi dapat dilakukan melalui penunjukan langsung. Penunjukan langsung merupakan salah satu sistem penetapan pelaksanaan kontrak kerja konstruksi tanpa melalui tender, dimana pengguna jasa dapat memilih pelaksana jasa yang dipandang layak dan memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dalam menentukan pelaksana jasa yang akan ditetapkan sebagai pelaksana suatu proyek konstruksi dilakukan oleh panitia pemilihan langsung yang dibentuk oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja atau Pemimpin Proyek yang beranggotakan 5 orang yang terdiri dari unsur-unsur (1) Perencanaan Pekerjaan, (2) Penanggung Jawab Keuangan dan (3) Penanggung Jawab Peralatan dan Pemeliharaan. Setelah penunjukan langsung perjanjian pelaksanaan pekerjaan konstruksi juga dibuat dalam bentuk kontrak konstruksi yang berisi perjanjian pemborongan seperti pada kontrak konstruksi melalui pelelangan umum maupun pelelangan terbatas. Dalam pembuatan kontrak selama ini tidak melibatkan Notaris baik dari segi pembuatan maupun dalam hal Legalisasi. kontrak yang dibuat merupakan perjanjian baku, dimana isi kontrak telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak BRR selanjutnya kontraktor atau penyedia jasa tinggal menyetujui saja isi kontrak yang telah dibuat tersebut, selain kontrak yang telah dipersiapkan, pihak BRR juga yang menyediakan bestek rumah (gambar rumah yang akan dibangun). Di dalam kontrak dimaksud juga ikut diperjanjikan hal-hal yang menjadi kewajiban pelaksana jasa konstruksi dalam masa pemeliharaan kecuali dalam hal tertentu.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dalam rangka mencari pelaksana jasa yang benar-benar berbobot untuk melaksanakan pembangunan fisik ini, juga berpedoman pada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana jasa/kontraktor yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut yaitu antara lain : a. Telah lulus prakualifikasi sesuai dengan bidang dan klasifikasi yang telah ditentukan. b. Tidak termasuk Daftar Hitam Rekanan. Syarat-syarat tersebut di atas merupakan syarat yang harus dipenuhi penyedia jasa sebelum pelelangan pekerjaan dilaksanakan dan ini merupakan seleksi pendahuluan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini dilaksanakan oleh panitia pelelangan pekerjaan. Sedangkan pada kualifikasi yang dinilai adalah kemampuannya dalam menangani proyek, Termasuk kemampuan modal yang cukup untuk membiayai pekerjaan selama borongan itu belum diserahterimakan. Untuk kelancaran proses administrasi dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi, maka dibuat suatu perjanjian dibawah tangan dan ditandatangani antara para pihak (pemerintah/pimpinan proyek dengan perusahaan/kontraktor) untuk melakukan pekerjaan pemborongan dimaksud. dalam hal ini perjanjian dibuat dengan menggunakan Bahasa Indonesia, yang dibuat dalam rangkap secukupnya dan masingmasing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam surat perjanjian sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara pemilik pekerjaan dan kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan termasuk bagianbagiannya serta termasuk denda jika terjadi kelalaian atau tidak sesuai bestek.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Namun demikian, dalam pelaksanaannya penunjukan langsung yang dilakukan selama ini sering menyebabkan terjadinya kegagalan bangunan. Hal ini disebabkan pelaksana jasa tidak mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak. Dalam kontrak melalui penunjukan langsung ini juga menghendaki kontraktor pelaksana bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya sesusai dengan yang dimuat dalam kontrak. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih terdapat para pelaksana jasa konstruksi yang tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang ditentukan. Kondisi ini disebabkan kontraktor pelaksana yang menjadi rekanan dalam penunjukan langsung hanya melakukan pembangunan seadanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat dilihat dari proyek baik proyek bangunan maupun jalan di Provinsi NAD yang dibangun dengan asal-asalan. Hal ini dibuktikan dengan seringnya terjadi kegagalan bangunan akibat wanprestasi dari pelaksana jasa. Berdasarkan penelitian pada Deputi Perumahan dan Permukiman BRR NADNIAS diketahui bahwa dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan perumahan akibat bencana gempa dan tsunami juga dilakukan penunjukan langsung terhadap penyedia jasa. Pada tahun 2005 telah dilakukan penunjukan langsung kepada 5 (lima) kontraktor pelaksana pembangunan rumah 214 unit Type 36 di Kabupaten Aceh Besar yang kesemuanya berakibat pada terjadinya kegagalan bangunan sehingga merugikan pengguna jasa.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Hal ini seperti yang dilakukan oleh PT. Aceh Setia Abadi membangun 37 (tiga puluh tujuh) unit berlokasi di Kecamatan Lhoknga; PT. Putra Sinar Desa membangun 80 (delapan puluh) unit berlokasi di Kecamatan Leupung; CV. Putera HDua membangun 17 (tujuh belas) unit berlokasi di Kecamatan Baitussalam; PT. Jasa Mandiri membangun 40 (empat puluh) unit berlokasi di Kecamatan Baitussalam; PT. Jasa Adek membangun 40 (empat puluh) unit berlokasi di Kecamatan Peukan Bada. Kelima
kontraktor
pelaksana
tersebut
tidak
mampu
menyelesaikan
pembangunan perumahan dilokasi proyek yang dibangun mereka masing-masing sebagaimana ditentukan dalam kontrak dengan pengguna jasa pemborongan. Setelah jangka waktu pembangunan habis, kontraktor pelaksana yang dipilih melalui penunjukan langsung tersebut hanya melaksanakan pekerjaan awal saja. Sebagian besar rumah telah ditempati oleh pemiliknya namun kondisi rumah tersebut seperti fasilitas listrik, air bersih dan jalan serta saluran belum ada, oleh karena itu pemilik berinisiatif untuk mengurus sendiri. Selain daripada tersebut diatas terdapat dua perusahaan yang melakukan hal yang sama adalah CV. Ranup Lampuan membangun 30 (tiga puluh) unit berlokasi di Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh Besar dan CV. Fakta Utama Jaya membangun 13 (tiga belas) Unit rumah yang berlokasi di Desa Lambaro Najid, Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Kedua penyedia jasa tersebut sudah lama tidak ada kegiatan dan dibiarkan proyek terlantar begitu saja tanpa ada pemberitahuan pada pihak pengguna jasa, ketika dikonfirmasi kepada penyedia jasa mereka malah tidak ada tanda-tanda untuk memulai kembali pengerjaannya dan dianggap angin lalu saja,
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
yang selanjutnya berakibat pemutusan kontrak oleh pengguna jasa, tidak hanya itu kasus tersebut sudah diperkarakan ke pengadilan oleh pengguna jasa dalam hal Satuan Kerja Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kabupaten Aceh Besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan penunjukan langsung juga dapat menimbulkan kegagalan bangunan akibat pemilihan yang dilakukan tidak melalui prosedur dan pengawasan yang ketat. karena pengguna jasa dalam hal ini bidang Pengawasan BRR memprioritaskan kontraktor lokal yang mengerjakan proyek tersebut, padahal kalau dilihat dari segi kualitas maupun kemampuannya melaksanakan pekerjaan jauh dari kriteria atau prosedur yang telah ditetapkan, demikian juga situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu menjadi salah satu pertimbangan pihak BRR untuk menyerahkan proyek perumahan tersebut untuk dikerjakan sampai selesai meskipun tidak sesuai dengan prosedur dan pengawasan yang seharusnya dilakukan. 2 Peraturan mengenai hukum perjanjian tercantum dalam buku III KUHPerdata yang berjudul Perikatan. Memang antara perjanjian dengan perikatan mempunyai hubungan yang sangat erat, hal ini dapat diketahui dari isi Pasal 1233 Kitab Undangundang Hukum Perdata yang menunjukkan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan di samping undang-undang.
2
Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 27 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Perjanjian
pemborongan
bangunan
termasuk
ke
dalam
perjanjian
pemborongan pekerjaan yang merupakan bagian penting dari hukum perjanjian. Dalam hukum perjanjian dikenal istilah perjanjian umum dan perjanjian khusus. Perjanjian khusus biasanya disebut juga perjanjian bernama. Dengan istilah perjanjian khusus atau disebut juga perjanjian bernama maksudnya adalah perjanjian yang telah mempunyai nama-nama sendiri. Jadi jenis perjanjian ini telah mempunyai nama tersendiri yang diberikan oleh pembuat undangundang berdasarkan tipe-tipe atau bentuk-bentuk yang banyak terjadi sehari-harinya. Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah termasuk salah satu dari jenis perjanjian khusus tersebut. Oleh sebab itu dalam menguraikan pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan secara bersama ada baiknya terlebih dahhulu diuraikan pula perjanjian. Mengenai definisi perjanjian, Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri dengan satu orang atau lebih”. Selain itu, juga perlu ditelaah beberapa pendapat para sarjana. Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan, pengertian perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang ataupun lebih. 3 Wirjono prodjodikoro, juga mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta kekayaan antara dua pihak dalam mana pihak yang satu berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal dan pihak yang 3
Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, Yogyakarta, 1972 hal.18
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
lain berhak menuntut. 4 Sedangkan menurut Subekti, perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 5 Dengan demikian jelaslah bagi kita tentang pengertian perjanjian tersebut yaitu suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya atau berjanji terhadap seorang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu hak tertentu yang meletakkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain. Berkenaan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana yang telah disebutkan terlebih dahulu adalah termasuk jenis perjanjian khusus atau perjanjian bernama, diatur dalam Buku III, Bab VII a, Pasal 1601 b dan dari Pasal 1604-1616 KUH Perdata. Pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan tersebut oleh pasal 1601 b disebutkan: “Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan yang dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan”. Dari bunyi Pasal 1601 b KUHPerdata tersebut dapat ditafsirkan bahwa pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seseorang atau badan hukum (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seseorang atau badan usaha lain (si pemborong) dimana pihak pertama menghendaki atau mengharapkan hasil pekerjaan tertentu yang telah diberikannya dan telah 4 5
R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Bale, Bandung, 1986, hal.9 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1979, hal.1
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
disanggupi untuk diadakan oleh pihak lain atas pembayaran sejumlah uang tertentu sebagai harganya. 6 Oleh karena itu hal terpenting yang perlu diperhatikan bagi tiap-taip orang yang membuat atau mengadakan suatu perjanjian adalah apapun yang telah diperjanjikannya secara sah berdasarkan hukum harus dilakukan dengan itikad baik sebagai hukum bagi mereka (Pasal 1338 ayat (1) dan (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Menurut A, Meliala Qirom Samsudin, bahwa: Itikad baik dalam pengertian yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum, sedangkan itikad baik dalam pengertian yang objektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. 7 Dengan demikian dalam membuktikan adanya itikad baik dalam suatu perjanjian adalah apabila pada saat membuat perjanjian adanya kejujuran dari kedua belah pihak, dan pada tahap pelaksanaan perjanjian itikad baik itu ditunjukkan oleh kepatuhan dan kebiasaan. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pengadaan jasa konstruksi menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 adalah suatu perjanjian antara dua pihak yang pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan berupa pembangunan suatu objek tertentu dengan ongkos tertentu pula. 6
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal.19 Qirom Syamsuddin Meliala.A, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal.2 7
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Menurut syarat-syarat perjanjian pemborongan yang ditetapkan Direktorat Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Pasal 1 butir j bahwa: “Pengertian perjanjian pemborongan bangunan atau kontrak adalah suatu perjanjian tertulis sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara pemilik dan kontraktor meliputi segala aspek pelaksanaan pekerjaan”. Khusus bagi perjanjian pemborongan bangunan yang melibatkan pemerintah sebagai salah satu pihak, peraturan Hukum Administrasi juga berlaku dalam pembuatan dan pelaksanaan pemborongan bangunan. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa perjanjian pemborongan bangunan di samping tunduk kepada Hukum Perdata (hukum privat) juga tunduk kepada ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara (hukum publik). Ketentuan Hukum Perdata mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak sedangkan ketentuan hukum publik mengatur soal-soal teknis/administrasi. Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan bahwa pengaturan standar tersebut selain berlaku bagi perjanjian pemborongan bangunan mengenai pekerjaan berlaku bagi pemborong bangunan oleh pihak swasta. 8 Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa perjanjian telah terjadi pada saat persetujuan itu disepakati. Dalam hal ini jelaslah persetujuan merupakan hal yang utama karena setiap pihak yang membuat perjanjian/kontrak telah memikirkan
8
Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Liberty, Yogyakarta, 1982, hal.5
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tentang hak yang akan diperoleh sebagai keuntungan baginya dan kewajiban sebagai beban prestasi yang harus dilaksanakan. Selanjutnya, dapat dilihat pula pendapat Djumialdji tentang kontrak kerja konstruksi yang mengatakan bahwa “Kontrak kerja konstruksi adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga ditentukan”. 9 Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa : 1. Pihak yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan disebut yang memborongkan (bouwheer/aanbestender), sedangkan pihak kedua disebut pemborong/kontraktor/ rekanan/pelaksana (annemer). 2. Objek perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya (het maken van werk). 10 Dalam pelaksanaannya kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bentuk dokumen yang dikenal dengan dokumen kontrak kerja konstruksi. Dokumen tersebut yang merupakan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan konstruksi termasuk mengenai susunan (model, letak) dari suatu bangunan yang dijadikan objek kontrak.
9
Djumialdji FX, Hukum Bangunan (dasar-dasar hukum dalam Proyek dan sumber Daya Manusia), Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal.4 10 Ibid.,hal.5
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
H.S. Salim mengatakan bahwa di dalam suatu dokumen kontrak jasa konstruksi memuat atau meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Surat perjanjian yang ditandatangani oleh pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Dokumen lelang, yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan atau penawaran untuk melaksanakan tugas yang berisi lingkup tugas dan persyaratannya (umum dan khusus, teknis dan administrasi, kondisi kontrak); 3. Usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga penawaran, jadwal waktu, dan sumber daya; 4. Berita acara yang berisi kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang menimbulkan keraguan; 5. Surat pernyataan dari pengguna jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan. 11 Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban di antara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatangani kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. 12 Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi yaitu : 1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Adanya objek, yaitu konstruksi;
11
Salim, HS., H., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 90. 12 Ibid.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 13 Di dalam Blacklaws Dictionary, Contract construction, is : Type of contract in which plans and specification for construction are made a part of the contract it self and commonly it secured by performance and payment bonds to protect both subcontractor and party for whom building is being constructed. Artinya, kontrak konstruksi adalah suatu tipe perjanjian atau kontrak yang merencanakan dan khusus untuk konstruksi yang dibuat menjadi bagian dari perjanjian itu sendiri. Kontrak konstruksi itu pada umumnya melindungi kedua subkontraktor dan para pihak sebagai pemilik bangunan sebagai dasar dari perjanjian tersebut. 14 Unsur-unsur kontrak konstruksi yang tercantum dalam definisi di atas adalah (a) adanya kontrak; (b) perencanaan; (c) pembangunan; dan (d) melindungi subkontraktor dan pemilik bangunan. 15 Berdasarkan pengertian di atas, maka bila dilihat dari segi objek yang diperjanjikan, perjanjian atau kontrak jasa konstruksi terdapat persamaan dan perbedaan dengan perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa. Persamaannya, dimana sama-sama menyebutkan pihak yang satu setuju melaksanakan pekerjaan bagi pihak lainnya dengan pembayaran tertentu. Sedangkan perbedaan pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan antara bawahan dan atasan antara buruh dan majikan. Pada kontrak kerja konstruksi tidak terdapat hubungan yang demikian, melainkan penyedia jasa melaksanakan pekerjaan secara mandiri. 13
Ibid, hal. 91 Loc.cit 15 Loc.cit 14
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Selanjutnya dalam melaksanakan kontrak kerja konstruksi juga tidak terlepas dari ketentuan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undangundang Hukum Perdata sebagai patokan yang berlaku umum untuk semua jenis dan bentuk perjanjian baik yang telah ada maupun yang akan ada. Dengan lain perkataan merupakan ketentuan yang mengatur syarat-syarat agar kedua belah pihak yang mengadakan janji dapat dinyatakan telah mengadakan perjanjian.
B. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS? 2. Apakah
faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
wanprestasi
dalam
pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung? 3. Bagaimanakah akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS?
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS. 2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung. 3. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum kontrak. 2. Secara praktis, penulis juga berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan praktisi khususnya.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
E. Keaslian Penelitian Sepanjang informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ada penelitian atas nama Desi Helfira yang berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Perumahan Oleh BRR dan Non-Government Organization (NGO) Bagi Korban Bencana Alam Gempa Bumi Dan Tsunami (Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh) yang membahas tentang bentuk dan isi perjanjian pemborongan yang dilakukan oleh BRR dan Non-Government Organization (NGO) terhadap pembangunan perumahan bagi korban Gempa Bumi dan Tsunami dan Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pembangunan Perumahan Bagi Korban Bencana serta Perilaku Penerima Rumah Bantuan Terhadap Pembangunan Rumah, Jadi berbeda permasalahannya. karena penelitian ini berjudul “Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh BRR NAD –NIAS”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, sehingga penelitian ini adalah asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan.
F. Kerangka teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kontrak jasa konstruksi adalah perjanjian pemborongan sebagai suatu kesepakatan antara pemilik proyek (pengguna jasa) dengan pelaksana pekerjaan (penyedia jasa), untuk membangun suatu konstruksi dalam hal ini bangunan perumahan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Penunjukan langsung adalah penetapan pelaksana jasa tanpa melalui tender atau pelelangan. Pelaksana jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan usaha yang kegiatan usahanya menyediakan jasa layanan jasa konstruksi. Kegagalan bangunan adalah bangunan yang menjadi objek kontrak tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak atau bangunan yang terlambat diselesaikan. Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Rumah adalah kebutuhan dasar yang bersifat struktural. Perbaikan mutu hidup masyarakat yang diwujudkan dalam pembangunan nasional harus diikuti dan disertai perbaikan perumahan secara seimbang. Perbaikan bukan saja dalam pengertian kuantitatif, tetapi juga dalam pengertian kualitatif dengan memungkinkan terselenggaranya perumahan sesuai dengan hakekat dan fungsinya. Upaya pengadaan perumahan tidak harus diwujudkan dalam pemilikan tanah, akan tetapi sekurang-kurangnya daapt diwujudkan dalam mendapatkan kesempatan mempergunakan rumah. Masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (shelter for All) serta perlunya pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian
dari
proses
pembangunan
yang
berkelanjutan
(sustainable
development) dengan mengedepankan strategi pemberdayaan (enabling strategy) dalam penyelenggaraan pembangunan dan permukiman. Ditambah
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dengan deklarasi “Cities Without Slums” yang mengamanatkan pentingnya upaya perwujudan daerah perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh. 16 Untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat sebagai pelaku utama guna mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan dalam mendukung terbentuknya masyarakat yang mandiri, produktif dan berjati diri. Pembangunan perumahan dan permukiman diatur dalam Undangundang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman (LN Tahun 1992 No.23;TLN No.343669) mulai berlaku tanggal 10 Maret 1992. Undang-undang ini sebagai Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1964 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 Tentang Pokok-pokok Perumahan (LN Tahun 1962 No.40;TLN No.2476) menjadi undang-undang (LN Tahun 1964 No.3;TLN No.2611). Pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan melalui penyediaan rumah sederhana sehat yang diatur dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Kimpraswil No.403/kpts/m/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat dan Keputusan Menteri (Kepmen) Kimpraswil No.24/kpts/m/2003 Tentang Pengadaan Rumah Sehat Sederhana Dengan Fasilitas Subsidi Perumahan.
16
Joko Kirmanto, Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP), http//www.kimpraswil.go.id/Ditjen_mukim/ensiklopedia/perumahan/ksnpp.htm.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila. Perumahan dan Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan Permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan sematamata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati dirinya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilihan setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan diatas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun ada juga yang dilakukan dengan hak sewa tanah dan tukar bangun, dimana dia hanya menyewa tanah orang lain untuk selanjutnya dapat didirikan rumah. Dalam hal ini antara rumah dan tanah terpisah dalam hal sertifikatnya.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kebijakan perbaikan permukiman dilakukan melalui pengembangan konsep Tridaya, yaitu pendayagunaan lingkungan, pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Dengan ketiga pendekatan tadi kelompok miskin dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk memperbaiki secara lebih mendiri kondisi perumahan dan permukiman mereka. 17 Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pembangunan perumahan untuk miskin, penataan lingkungan permukiman, rehabilitasi prasarana permukiman, pengembangan forum lintas pelaku sebagai dasar pemecahan konflik perumahan, pengembangan mekanisme relokasi yang lebih manusiawi dan pelibatan orang miskin dalam pengadaan perumahan. 2. Konsepsi Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam pengertian ini,
maka
perlu diuraikan pengertian-
pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut: a. Pengertian Perjanjian Pemborongan Dan Konstruksi Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. 18 Sebab istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya (pembangunannya), melainkan 17
Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, http//:www.Yahoo.com Munir Fuady, 1998, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 12. 18
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam
Kitab
Undang-undang
Hukum
Perdata
(disingkat
KUHPerdata), perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 (b) KUHPerdata, “Perjanjian Pemborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu (sipemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan”. Dari definisi tersebut diatas, undang-undang memandang bahwa perjanjian pemborongan dan konstruksi tersebut sebagai suatu jenis perjanjian unilateral, dimana hanya pihak kontraktor (si pemborong) yang mengikatkan diri dan berprestasi terhadap yang memborongkan. Padahal antara si pemborong dengan yang memborongkan saling mengikatkan diri dan masingmasing mempunyai hak dan kewajiban. Kewajiban utama dari pihak pemborong adalah melaksanakan pekerjaan, sementara kewajiban yang memborongkan adalah membayar uang borongan (baik dengan sistem fee atau turn key) atau membiarkan pihak pemborong memungut hasil dari
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
pekerjaannya atau melakukan hal-hal lain dari perjanjian-perjanjian pemborongan yang lain lagi. Perjanjian pemborongan selain diatur dalam KUHPerdata, dan A.V. 1941 singkatan dari “Algemene voorwaarden voorde unitvoening bij aanneming Van openbore werken in Indonesia”, yang terjemahannya sebagai berikut: syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.19 Juga diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUHPerdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUHPerdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak membuat sendiri ketentuan-ketentuan 19
F.X. Djumialdji, 1995, Hukum Bangunan, Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 6.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dalam
perjanjian
pemborongan,
maka
ketentuan-ketentuan
dalam
KUHPerdata dapat melengkapi apabila ada kekurangan. Perjanjian harus dibuat secara tertulis, namun hal ini bukanlah merupakan hal yang mutlak, karena tanpa dibuat secara tertulis, perjanjian juga merupakan berlaku sah asal memenuhi persyaratan sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; Maksudnya kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok mengenai perjanjian yang diadakan. Kedua pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri, dan kemauan itu harus dinyatakan. Karena bagaimanapun kuatnya atas besarnya kemauan kita, kalau hanya disimpan dalam hati saja tanpa diucapkan, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Tegasnya sesuatu kemauan itu harus diucapkan lebih dahulu baru mempunyai arti dalam bidang hukum. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Kemauan yang bebas tersebut dianggap tidak ada jika perjanjian telah terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau penipuan (bedrog). 20
20
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1992, cetakan ke-24, hal 135.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; Hal-hal yang berhubungan kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri orang perorangan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 Kitan Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan : “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akalnya adalah cakap dimuka hukum. Kecuali mereka yang disebut dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu : 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; 3. Orang perempuan bersuami dalam hal-hal yang ditetapkan dengan undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. 21 Menurut Pasal 108 KUH Perdata, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian memerlukan izin atau kuasa tertulis dari suaminya. Namun dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963, maka Pasal 108 dan 110 KUH Perdata yang
21
R. Subekti, 1990, Op. Cit.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
berisi tentang ketidakwenangan seorang perempuan bersuami untuk bertindak dimuka hukum, dicabut. Dimana bila ditelaah tentang salah satu isi surat edaran dimaksud adalah bahwa seorang perempuan yang sudah bersuami atau berada dalam suatu ikatan perkawinan telah dapat melakukan tindakan hukum dengan bebas serta sudah dibenarkan menghadap di pengadilan walupun tanpa izin suaminya. Dan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, juga diakui kecakapan seorang perempuan bersuami untuk melakukan perbuatan hukum. Hal ini terdapat dalam Pasal 31 Undang-undang Perkawinan, yang menyatakan: 1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam mayarakat. 2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Suami adalah kepala rumah tangga dan isteri ibu rumah tangga. Disamping kecapakan ada juga ketidak-cakapan dan ketidakwenangan daam
membuat
perjanjian.
Akibat
hukum
ketidak-cakapan
dan
ketidakwenangan dalam membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim pengadilan, tetapi jika pembatalannya tidak dimintakan maka perjanjian itu tetap sah dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Mengenai suatu hal tertentu; Maksudnya bahwa perjanjian itu harus mengenai suatu objek tertentu yang sekurang-kurangnya harus sudah ditentukan jenisnya. Suatu hal tertentu tersebut merupakan pokok perjanjian yang berupa prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian, dan juga merupakan objek perjanjian. Prestasi itu haruslah tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Hal ini perlu, untuk menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan. Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam perjanjian. Jika prestai itu kabur, sehingga perselisihan itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian batal demi hukum. 22 3. Suatu sebab yang sah. Maksudnya bahwa isi dari perjanjian atau hal-hal yang dikehendaki oleh para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus merupakan sesuatu yang tidak dilarang oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. 23
22 23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, alumni Bandung, hal.94 Ibid.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dua syarat yang pertama disebut syarat-syarat subjektif karena mengenai pihak-pihak atau subjek yang terdapat dalam suatu perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek hukum yang dilakukan itu. 24 Perbedaan antara syarat subjektif dan syarat objektif terletak pada akibat hukum yang terjadi. 1. Syarat Subjektif Syarat subjektif adalah sepakat para pihak yang mengikatkan diri dan kecakapan bertindak dalam bidang hukum yang ditujukan pada orang/subjek perjanjian. Apabila salah satu syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan, dalam arti bahwa salah satu pihak yang mengadakan perjanjian tidak cakap/pihak yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas tanpa meminta kepada hakim agar perjanjian dibatalkan karena subjektif tidak terpenuhi. 2. Syarat Objektif Syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu hal yang halal. Keduanya dikatakan syarat objektif karena ditujukan pada benda/objek perjanjian. Apabila salah satu objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya bahwa secara yuridis perjanjian tersebut
24
R. Subekti, 1985, Op. Cit, hal. 17.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dianggap tidak pernah ada dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pihak yang lain untuk memenuhi prestasinya karena dasar hukumnya tidak ada. Sehubungan dengan uraian diatas, perlu diperlihatkan bahwa undangundang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan suatu perjanjian. Tapi yang diperhatikan dan yang diawasi oleh undangundang ialah “isi perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum atau tidak, apakah bertentangan dengan kesusilaan atau tidak. Menurut undang-undang cause atau sebab yang halal itu adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Saat terciptanya perjanjian ini adalah merupakan suatu hal atau masalah yang penting dalam hukum perjanjian demi terciptanya suatu kepastian hukum yang diharapkan oleh pihak-pihak khususnya. Untuk itu para ahli telah menciptakan beberapa teori tentang terciptanya perjanjian. Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak mengenai hal ini ada beberapa ajaran, yaitu : 1. Teori kehendak (wilstheori) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menulis surat.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
2. Teori pengiriman (verzendtheori) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. 3. Teori pengetahuan (vernemingstheori) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. 4. Teori kepercayaan (vertrouwenstheori) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak itu dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. 25 Mengenai ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2002, perjanjian pemborongan berlaku bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah, tetapi bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta tidak menutup kemungkinan untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan tersebut. Sedangkan ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tersebut bersifat memaksa atau dengan kata lain tidak boleh dilanggar, terutama bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah. 4. Pengertian Perumahan Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam atau 25
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Bisnis, Eresco, Jakarta, 1997, hal 98.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai manifestasi jatidiri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungan permukimannya maka terlihat bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman dimana masyarakat menempati tempat tinggalnya. 26 Perumahan dan permukiman merupakan yang seutuhnya. Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan dan permukiman, “papan” juga berfungsi strategis di dalam mendukung terselenggaranya pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi akan datang yang berjatidiri. Indonesia yang memiliki kesadaran untuk selalu menjalin hubungan dengan sesama manusia, lingkungan tempat tinggalnya serta senantiasa mengingat akan Tuhannya. Rumah tinggal merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap keluarga pasti membutuhkan rumah untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya, rumah juga sebagai wadah kegiatan keluarga, rumah berperan besar dalam membentuk kebahagian dan kesejahteraan manusia sebagai individu, keluarga dan masyarakat.
26
Eko Budi Hardjo, 1998, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajahmada Univrsity Press, Yogyakarta,hal.20
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Pada tahap awal pembangunan perumahan bagi rakyat, rumah dilihat sebagai barang konsumtif yang bersifat fasif dan statis semata, karena dahulu rumah tidak begitu dianggap penting, namun kemudian bahwa rumah disadari sebagai kebutuhan sosial dan bahkan dapat berperan sebagai alat atau instrumen pembangunan yang aktif dan dinamis, maka perumahan telah membawa fungsi yang lebih luas bukan saja sekedar untuk pengadaan papan saja, melainkan untuk menggairahkan semangat membangun, menumbuhkan motivasi untuk kegiatan swadaya masyarakat. Kebutuhan akan rumah mewah pada mulanya tidak begitu penting, karena rumah dilihat sebagai barang konsumtif yang bersifat fasif dan statis semata, pembangunannya dilakukan secara tradisional seimbang dengan iklim dan suhu. Tipe perumahan disesuaikan dengan adat istiadat serta kebudayaan dan bahan-bahan pembangunan setempat. 27 Perkembangan
sosial
dan
ekonomi
masyarakat
memunculkan
kecenderungan untuk membangun rumah-rumah dengan dinding batu merah dan batako yang biasanya mencerminkan kedudukan sosial penghuninya. Keadaan tersebut membuat masalah perumahan dan permukiman menjadi sangat penting, sebab perhatian akan ditujukan terhadap banyaknya dan kualitas perumahan.
27
Heinz Frick, 1995, Rumah Sederhana Kebijaksanaan Perencanaan dan konstruksi, Kanisius, Jakarta, hal. 10.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman dalam Pasal 1 angka 1 di sebutkan bahwa “rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga”, selanjutnya dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman dan Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional disebutkan bahwa “Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan”. Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, disebutkan bahwa: (1) Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. (2) Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Menurut Hayward mengemukakan bahwa konsep tentang rumah adalah sebagai berikut: a. Rumah sebagai pengejewantahan jati diri yaitu rumah sebagai simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya. b. Rumah sebagai wadah keakraban yaitu rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan, kasih dan rasa aman. c. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi yaitu rumah disini dan merupakan tempat kita melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan dari kegiatan rutin.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
d. Rumah sebagai akar kesinambungan yaitu rumah dilihat sebagai tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam proses masa depan. e. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari. f. Rumah sebagai pusat jaringan sosial. g. Rumah sebagai struktur fisik. 28
G. Metode Penelitian Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah, sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dari judul dan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis. sifat penelitian deskriptif 29 adalah bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan gabungan antara juridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis yang didukung oleh data primer dan data sekunder. penggunaan pendekatan yuridis
28
Hayward, P.G. Home as an Enviromental and psychological concept, 1987:3, lihat Eko Budihardjo, 1994, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajahmada University, Yogyakarta, hal. 55. 29 C.F.G. Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia, Abad ke-20, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 81.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
normatif 30 dimaksudkan adalah pendekatan untuk mengetahui masalah dan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wanprestasi terhadap pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung, dan perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata yang berjudul perikatan. sedangkan pendekatan yuridis sosiologis 31 dimaksudkan untuk mengetahui implementasi penegakan hukum dan mencari serta mengambil fakta dari melihat kenyataan secara langsung terhadap kontrak kerja konstruksi dan segala akibat hukumnya. Adapun penelitian yuridis sosiologis ini menggunakan data sekunder. Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang condong bersifat (kualitatif tidak berbentuk angka) berdasarkan data sekunder dan penelitian hukum sosiologis atau non dokrtrinal yang condong bersifat kuantitatif (berbentuk angka), berdasarkan data primer. Data primer ialah data yang langsung diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, berupa publikasi/laporan. Penelitian hukum normatif sering disebut studi hukum dalam buku (law in books), sedangkan penelitian hukum sosiologis disebut studi hukum dalam aksi/tindakan (law in action). Disebut demikian, karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga 30
Roni Hanitijo Soemitro, 1980, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, hal. 11. 31 Ibid, hal. 31. Perhatikan Bagir Manan, 1999, Penelitian di Bidang Hukum, Jurnal Hukum Puslitbangkum, diterbitkan oleh Puslitbangkum, Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor Perdana: I, Bandung, hal. 4, yang menyatakan bahwa penelitian yuridis sosiologis adalah penelitian yang mengkaji korelasi antara kaedah hukum dengan lingkungan tempat hukum itu berlaku, korelasi ini dapat dilihat dalam kaitan pembuatan atau penerapan hukum.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
lembaga sosial lain, jadi merupakan studi sosial yang non doktrinal, bersifat empiris, artinya berdasarkan data yang terjadi di lapangan. 32 2. Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul tesis yaitu “Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung”, maka lokasi penelitian ditetapkan di Kabupaten Aceh Besar. Alasan dan pertimbangan lokasi penelitian ini adalah berdasarkan hasil pengamatan bahwa di wilayah tersebut ditemukan adanya kontrak jasa konstruksi yang mengalami kegagalan bangunan akibat penunjukan langsung pelaksana jasa. 3. Populasi dan Sampel Penelitian Semua kontraktor atau penyedia jasa konstruksi yang membangun perumahan dan permukiman Type 36 Korban Gempa bumi dan Tsunami di Kabupaten Aceh Besar, Pada tahun 2005 Pelaksanaan Program yang bersumber dari dana APBN dilakukan secara cermat dengan mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003. Saat ini tercatat sebanyak 20 perusahaan kontrak kerja konstruksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. dari 20 perusahaan tersebut, diambil secara acak 5 (lima) perusahaan, yaitu PT. Aceh Setia Abadi, PT. Putera Sinar Desa, CV. Putera H-Dua, PT. Jasa Adek, dan PT. Jasa Mandiri.
32
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan Pertama, 2003, hal. 2-3.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
4. Sumber Data a. Data Sekunder Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan dasar penelitian hukum normatif dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier. 33 (1) Bahan hukum primer terdiri dari peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu: (a) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi (UUJK); (b) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; (c) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 dan perubahan keempat Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata; (d) Kontrak-kontrak dari dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS. (2) Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku, teori-teori, rancangan undangundang, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, artikel-artikel, tulisan 33
Bahan hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni norma (dasar) atau kaidah dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, lihat Soejono soekanto dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, hal. 14-15.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tulisan,jurnal-jurnal, makalah-makalah, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan pakar hukum; (3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) diluar bidang hukum. Seperti dari bidang sosiologi, teknik, filsafat dan lainnya yang dipergunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. Surat kabar, majalah mingguan dan juga situs-situs internet juga menjadi sumber bahan bagi penulisan tesis ini, sepanjang surat kabar, majalah mingguan dan situs-situs internet tersebut memuat informasi yang relevan terhadap penulisan tesis ini. b. Data Primer Data primer diperoleh dari penelitian dilapangan dengan menggunakan metode wawancara, wawancara yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui lebih mendalam keadaan dan sikap narasumber terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung, serta untuk menjawab permasalahan yang ada. 5. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka dalam penelitian tesis ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah, majalah-majalah, peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti serta tulisan-tulisan yang terkait dengan Kontrak Kerja Konstruksi. b. Penelitian Lapangan (Field Risearch) Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer yang berkaitan dengan materi penelitian. Metode yang digunakan yaitu wawancara (indepth interview) secara langsung kepada responden 34 dan informan 35 dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Yang dijadikan responden yaitu: 1. Divisi Perumahan dan Permukiman BRR NAD – NIAS 2 (dua) Orang; 2. Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS 2 (dua) orang 3. Pengguna Jasa Konstruksi 2 (dua) orang; 4. Penyedia Jasa Konstruksi 5 (lima) orang;
34
Herman Warsito, 1997, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 71, menyatakan responden merupakan pemberi informasi yang diharapkan dapat menjawan semua pertanyaan. 35 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 4, menyebutkan informasi adalah sumber informasi untuk pengumpulan data. Informan juga dapat didefinisikan sebagai orang yang dianggap mengetahui dan berkompeten dengan masalah objek penelitian.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Di samping responden di atas, untuk melengkapi data primer ini juga dikumpulkan data melalui wawancara dengan beberapa informan, yaitu: 1. Bidang Pengawasan BRR NAD – NIAS 3 (tiga) orang; 2. Biro HUMAS/Juru Bicara BRR NAD-NIAS 2 (dua) orang; 3. Biro HUMAS dan HUKUM Pemerintah Aceh 1 (satu) orang; 4. Masyarakat Korban Bencana 3 (tiga) orang. 6. Alat Pengumpulan Data Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen dan kontrakkontrak konstruksi. Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting. 2. Pengamatan (observasi) dengan alat-alat (check List). Pengamatan ini dipergunakan dengan tujuan untuk menambah kejelasan yang jujur yang jujur dan seksama atau suatu situasi tertentu sehingga mendapatkan perimbangan sejumlah data yang objektif. 3. Wawancara 36 dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide). 37 Alat pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah dokumen dan bahan pustaka serta dari hasil wawancara. Bahan pustaka yang 36
Herman Warsito, Loc. Cit, yang menyatakan wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview) informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview) pedoman wawancara dan situasi wawancara. 37 Ibid, hal. 76, menyatakan pedoman wawancara yang digunakan pewawancara, mengenalkan masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka dan tidak menghambat jalannya wawancara.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan penelitian melalui wawancara diperoleh dengan mewawancarai pihak responden dan informan yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi di lokasi penelitian dengan menyusun pedoman wawancara.
7. Analisis Data Analisis data 38 merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya diadakan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir induktif kepada logika berpikir deduktif yang dimulai dari hal-hal yang khusus untuk selanjutnya menarik hal-hal yang umum sebagai kesimpulan, dan dipresentasekan dalam bentuk deskriptif. 38
Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal. Hal 76-77, menyatakan terhadap data yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif apabila: 1) Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan pengukurannya, 2) Data tersebut sukar diukur dengan angka, 3) Hubungan antara variabel tidak jelas, 4) Sample lebih bersifat non probabilitas, 5) Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan pengamatan, 6) penggunaan teori kurang diperlukan bandingkan dengan pendapat Maria S.W. Sumardjono, yang menyatakan bahwa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif tidak harus dipisahkan sama sekali apabila digunakan dengan tepat sepanjang hal itu mungkin keduanya saling menunjang, Lexy Molcong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Resdakarya, Bandung, hal. 103, Bandingkan juga dengan pendapat Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, hal. 66.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB II BENTUK-BENTUK WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Konstruksi Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah mempunyai hak dan kewajiban. Hak bagi salah satu pihak merupakan kewajiban/prestasi yang harus dilaksanakan oleh pihak lainnya. Demikian pula dalam kontrak kerja konstruksi terdapat dua pihak yaitu pengguna jasa dan pelaksana jasa konstruksi yang masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana telah diuraikan di atas dan merupakan prestasi yang harus dilaksanakan. Setelah berlakunya ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 mengenai hak dan kewajiban dalam kontrak kerja konstruksi secara jelas ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, kewajiban pengguna jasa dalam hal ini Pasal 15 menentukan : Pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk: a. Mengumumkan secara luas melalui media masa dan papan pengumuman setiap pekerjaan yang ditawarkan dengan cara pelelangan umum atau pelelangan terbatas; b. Menertibkan dokumen pelelangan umum, pelelangan terbatas, dan pemilihan langsung secara lengkap, jelas dan benar serta dapat di pahami, yaitu memuat: (1) Petunjuk bagi penawaran; (2) Tata cara pelelangan dan atau pemilihan mencakup prosedur, persyaratan dan kewenangan; (3) Persyaratan kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus dan (4) Ketentuan evaluasi. c. Mengundang semua penyedia jasa yang lulus prakualifikasi untuk memasukkan penawaran.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
d. Menertibkan dokumen menunjukkan langsung secara lengkap, jelas, dan benar serta dapat di pahami yang memuat: (1) Tata cara penunjukan langsung mencakup prosedur, persyaratan, dan kewenangan (2) Syaratsyarat kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus. e. Memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan; f. Memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa; g. Menetapkan penyedia jasa dan batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang; h. Mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah sedangkan bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan yang diatur dalam dokumen pelelangan; i. Menunjukkan bukti kemampuan membayar; j. Menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang; k. Mengganti biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa untuk penyiapan pelelangan apabila pengguna jasa membatalkan pemilihan penyedia jasa,dan l. Memberikan penjelasan tentang resiko pekerjaan termasuk kondisi dan bahaya yang timbul dalam pekerjaan konstruksi dan mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan. Sedangkan mengenai hak dari pengguna jasa dalam hal pemilihan penyedia jasa ditentukan dalam Pasal 16, yaitu : Pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berhak untuk: a.Memungut biaya penggandaan dokumen pelelangan umum dan pelelangan terbatas dari penyedia jasa; b. Mencairkan jaminan penawaran dan selanjutnya memiliki uangnya dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan pelelangan dan c. Menolak seluruh penawaran apabila dipandang seluruh penawaran tidak menghasilkan kompetisi yang efektif atau seluruh penawaran tidak cukup tanggap terhadap dokumen pelelangan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kewajiban penyedia jasa diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000, yang menentukan bahwa : Penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk :a. Menyusun dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja, rencana usulan biaya tenaga terampil dan tenaga ahli, rencana dan anggaran keselamatan dan kesehatan kerja, dan peralatan; b. Menyerahkan jaminan penawaran; dan c. Menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang. Sedangkan yang menjadi hak penyedia jasa diatur dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000, bahwa : Penyedia jasa dalam proses pemilihan berhak untuk : a.Memperoleh penjelasan pekerjaan; b.Melakukan peninjauan lapangan apabila diperlukan; c.Mengajukan sanggahan terhadap bagi penyedia jasa yang kalah; dan d.Mendapat ganti rugi apabila terjadi pembatalan pemilihan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dokumen lelang. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi juga dijelaskan mengenai tahapan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi adalah perencanaan yang meliputi: pra studi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan
umum,
dan
perencanaan
teknik;
serta
pelaksanaan
beserta
pengawasannya yang meliputi: pelaksanaan fisik, pengawasan uji coba dan penyerahan bangunan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Berdasarkan ketentuan di atas diketahui bahwa sebagaimana layaknya perjanjian selalu melibatkan para pihak yang terkait di dalamnya. Demikian pula halnya kontrak kerja konstruksi yang merupakan perjanjian timbal balik juga melibatkan para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Oleh karena itu, pengaturan hak dan kewajiban pun dilakukan secara timbal balik, dimana yang menjadi hak pengguna jasa menjadi kewajiban penyedia jasa dan hak penyedia jasa menjadi kewajiban bagi pengguna jasa. Dari penjelasan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan perjanjian pemborongan termasuk kontrak jasa konstruksi, yaitu : 1. Dalam kegiatan penyiapan. a. Kewajiban pengguna jasa, antara lain : 1) Menyerahkan dokumen lapangan untuk pelaksanaan konstruksi dan fasilitas sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak jasa konstruksi; dan 2) Membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang muka dari pelaksana jasa apabila diperjanjikan. b. Kewajiban pelaksana jasa, antara lain : 1) Menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa; 2) Memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila diperjanjikan; dan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3) Mengusulkan calon sub pelaksana dan pemasok bahan untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa. 2. Dalam Kegiatan Pelaksanaan Pekerjaan a. Kewajiban pengguna jasa, antara lain : Memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja dan menanggung semua
resiko
atas
ketidakbenaran
permintaan,
ketetapan
yang
dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak jasa konstruksi. b. Kewajiban pelaksana jasa, antara lain : Mempelajari,
meneliti
perjanjian
pengadaan
jasa
konstruksi
dan
melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak kerja baik teknik dan asministrasi serta menanggung resiko akibat kelalaiannya. 3. Dalam Kegiatan Pengakhiran a. Kewajiban pengguna jasa, antara lain : Memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan isi kontrak kerja kepada pelaksana jasa yang telah berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima teknis dan administrasi sesuai dengan perjanjian pengadaan jasa konstruksi. b. Kewajiban secara seksama keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakannya termasuk melakukan pemeliharaan dengan baik sebelum mengajukan serah terima akhir pekerjaan kepada pihak pengguna jasa.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
4. Dalam Perjanjian pengadaan jasa konstruksi a. Kewajiban pengguna jasa; Membayar pelaksana jasa konstruksi sebagaimana yang tertera dalam perjanjian pengadaan jasa konstruksi atas pelaksanaan. Penyelesaian dan perbaikan pekerjaan berdasarkan hasil pengukuran dan harga satuan serta total tetap (lumpsum) yang tertera dalam daftar kuantitas dan harga, pada waktu dan cara
yang telah ditentukan dalam dokumen
perjanjian pengadaan jasa konstruksi atau secara lain berdasarkan ketentuan SPK/Kontrak memberikan izin masuk untuk pihak pelaksana jasa konstruksi ke lokasi pekerjaan, penggunaan lahan dan bangunan sebagaimana yang dinyatakan dalam gambar rencana dan atau dokumen lain dalam perjanjian pengadaan jasa konstruksi. b. Kewajiban pelaksana jasa; Sesuai dengan ketentuan perjanjian pengadaan jasa konstruksi pihak pelaksana jasa wajib melaksanakan, menyelesaikan, memperbaiki pekerjaan dengan penuh ketelitian dan kesungguhan serta menyediakan segala tenaga kerja termasuk pengawasannya bahan-bahan, peralatan, pengangkutan ke atau dari lapangan dan di dalam atau disekitar pekerjaan, serta melaksanakan segala sesuatu baik yang bersifat permanen maupun
bersifat
sementara
yang
dipergunakan
untuk
pelaksanaan,
penyelesaian, perbaikan sebagaimana yang dirinci dalam kontrak jasa konstruksi.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
B. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Kontrak Kerja Konstruksi Suatu perjanjian mempunyai konsekuensi yang dikenakan kepada pihak-pihak yang
membuat
perjanjian
tersebut,
guna
memenuhi
kewajiban-kewajiban
sebagaimana yang telah diperjanjikan. Dengan demikian perjanjian mempunyai kekuatan sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Ada atau tidak adanya akibat hukum dari perjanjian tersebut sangat bergantung pada pelaksanaan prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Pelaksanaan ini tidaklah harus merupakan prestasi yang diwajibkan melainkan dapat hanya berupa dengan menunjukkan itikad yang baik atau kehendak untuk melaksanakan prestasi yang diwajibkan pada saat prestasi tersebut wajib dilaksanakan. Dalam hal salah satu pihak telah melakukan itikad baik tersebut, maka hakhak dan kewajiban-kewajiban dalam perjanjian tersebut telah lahir. Maka konsekuensi dari perjanjian adalah memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan para pihak, yang terdiri dari : a. Pihak-pihak harus mentaati isi perjanjian yang telah disepakati secara bersama. b. Salah satu pihak tidak dapat membatalkan perjanjian apabila tidak dapat memperoleh persetujuan dari pihak lainnya kecuali ditentukan dalam perjanjian maupun undang-undang. c. Perjanjian yang telah dibuat dan disepakati itu harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada para pihak dapat diartikan suatu prestasi yaitu sesuatu yang wajib untuk dipenuhi oleh penyedia jasa dalam setiap perikatan. 39 Sehingga ketiada pemenuhan atau kegagalan oleh pihak lainnya dalam perjanjian ini untuk melaksanakan kontra prestasi merupakan suatu pelanggaran terhadap perjanjian (wanprestasi). Wanprestasi adalah suatu keadaan tidak dilaksanakannya apa yang telah diperjanjikan dalam suatu perjanjian, oleh karena kelalaian salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian. Wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung pada proyek pembangunan perumahan di Kabupaten Aceh Besar oleh BRR NAD-NIAS, yaitu : 40 a. Tidak melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya; b. Tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan gambar rencana (bestek) dan spesifikasi yang ada dalam kontrak; c. Mensub-kontrakkan pekerjaan kepada kontraktor lain.
17
39
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Buana, Bandung, 1993, hal.
40
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1992, Cetakan ke-24, hal.
135.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Wanprestasi diatas menyebabkan pelaksanaan pengerjaan pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Aceh Besar yang dilakukan oleh kelima penyedia jasa tersebut menjadi terhambat dan tersendat-sendat, sehingga melanggar aturan dalam kontrak konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. Pada saat penandatanganan kontrak kelima penyedia jasa konstruksi sudah menyepakati hal-hal yang tertulis dalam kontrak, akan tetapi memasuki pada tahap pelaksanaannya hal tersebut tidak dapat dielakkannya, sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal. Tidak tepatnya waktu pengerjaan sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam kontrak merupakan faktor kurang telitinya dan kelalaian pihak penyedia jasa sendiri. Gambar rencana (bestek) dan spesifikasi tidak memenuhi kontrak karena banyak bahan material yang terpasang dari agregat kelas C, sehingga menyebabkan tidak pada waktunya bahan material tersebut menjadi rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Dalam kontrak disebutkan bahwa dalam pelaksanaan pemborongan penyedia jasa (kontraktor) tidak boleh mensub-kontrakkan kepada kontraktor lain, kecuali dinyatakan secara dalam kontrak dan disetujui oleh pengguna jasa konstruksi, dalam hal ini adalah pihak BRR. Namun demikian pengerjaan proyek tersebut tetap diteruskan atas pertimbangan bahwa biaya yang sudah dikeluarkan sudah cukup besar dan menghindari kerugian oleh penyedia jasa atas modal yang telah dikeluarkan. Langkah yang ditempuh untuk mengatasi ketiga hal tersebut diatas adalah pengguna jasa membuat suatu addendum kontrak baik mengenai biaya maupun waktu pelaksanaannya, Pihak yang lalai dan melakukan wanprestasi dapat digugat di depan hakim.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tentang wanprestasi ini harus dinyatakan dahulu secara tertulis, yaitu dengan memperingatkan pihak tersebut, bahwa pihak yang lain menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Peringatan atau tagihan ini disebut somasi. Cara melakukan somasi ini ditentukan dalam pasal 1238 KUH Perdata. Apabila Penyedia jasa sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya dan ia tidak memenuhi prestasinya, maka pengguna jasa dapat menuntut penyedia jasa untuk : a) Pelaksanaan perjanjian; b) Ganti rugi; c. Pelaksanaan perjanjian dan ganti rugi; d. Pembatalan persetujuan timbal balik; e. Pembatalan persetujuan timbal balik dan ganti rugi. Berdasarkan ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti rugi terdiri dari dua unsur yaitu : a. Kerugian yang nyata-nyata diderita dan b. Keuntungan yang seharusnya diperoleh. Kedua unsur dicakupi dalam : a. Biaya yaitu segala pengeluaran yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak, misalnya biaya notaris, biaya perjalanan dan lain-lain.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
b. Kerugian, yaitu berkurangnya kekayaan pengguna jasa sebagai akibat dari wanprestasi kerugian yang diatur oleh KUH Perdata hanya bersifat materil. Sedangkan yang inmateril tidak diatur. c. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh pengguna jasa jika wanprestasi tidak terjadi. Ganti rugi atas wanprestasi harus memenuhi 2 (dua) syarat yaitu: a. Kerugian yang dapat diduga atau sepenuhnya diduga pada saat perjanjian dibuat (Pasal 1247 KUH Perdata); b. Kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta dari perjanjian (pasal 1248 KUH Perdata); Dalam hal ini untuk mengetahui apakah kerugian sebagai akibat langsung wanprestasi atau tidak, terdapat dua teori: a. Teori Conditio Sine Qua Nonn (Von Bury) Menurut teori ini suatu akibat ditimbulkan oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat ditiadakan untuk adanya akibat. berbagai peristiwa tersebut merupakan satu kesatuan yang disebut “sebab”, ajaran ini menganggap setiap syarat adalah sebab.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
b. Teori adequate (Van Kries) Menurut teori ini suatu peristiwa dianggap sebagai akibat dari peristiwa lain, apabila peristiwa yang pertama secara langsung diakibatkan oleh peristiwa yang kedua dan menurut pengalaman dapat diduga akan terjadinya hal tersebut. Terhadap wanprestasi tersebut, penyedia jasa yang gagal melaksanakan kewajibannya tersebut, diberikan hak pembelaan untuk mengajukan alasannya terhadap kegagalannya dalam melaksanakan prestasi tersebut. Ada tiga macam alasan pembelaan yang dapat dipergunakan oleh pihak yang wanprestasi, yaitu: a. Adanya keadaan memaksa (force mejeure), yaitu suatu keadaan yang terjadi diluar kemampuan manusia untuk menduga atau menanganinya, sehingga pelaksanaan dari perjanjian atau perikatan itu menjadi hal yang mustahil ataupun jika dapat dilaksanakan, maka pelaksanaannya akan menimbulkan kerugian yang demikian besar dari pihak penyedia jasa. b. Bahwa pengguna jasa sendiri juga belum sepenuhnya melunasi seluruh kewajibannya kepada penyedia jasa (exeptio non ademleti contractus). c. Bahwa pengguna jasa telah melepaskan haknya untuk meminta pelaksanaan prestasi tersebut dari penyedia jasa (rechtsverwerking). 39
C. Prosedur yang Ditempuh Dalam Melakukan Penunjukan Langsung Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penunjukan langsung merupakan salah satu sistem penetapan pelaksana kontrak kerja konstruksi tanpa melalui tender, dimana pengguna jasa dapat memilih pelaksana jasa yang dipandang layak dan memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.
39
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Lisens, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dalam menentukan pelakasana jasa yang akan ditetapkan sebagai pelaksana suatu proyek konstruksi dilakukan oleh panitia pemilihan langsung yang dibentuk oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja atau Pemimpin Proyek yang beranggotakan 5 orang yang terdiri dari unsur-unsur (1) Perencana pekerjaan, (2) penanggung jawab keuangan dan (3) Penanggung jawab peralatan dan pemeliharaan. Kesemuanya merupakan orang yang terlibat dalam pelaksanaan pemilihan. 40 Penentuan penyedia jasa melalui pemilihan langsung dilakukan adalah untuk mencari penyedia jasa yang berbobot untuk melaksanakan pembangunan fisik ini, juga berpedoman pada syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana jasa/kontraktor yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut yaitu telah lulus prakualifikasi sesuai dengan bidang dan klasifikasi yang telah ditentukan dan tidak termasuk daftar hitam rekanan. 41 Syarat-syarat tersebut di atas merupakan syarat yang harus dipenuhi penyedia jasa sebelum pelelangan pekerjaan dilaksanakan dan ini merupakan seleksi pendahuluan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini dilaksanakan oleh panitia pelelangan pekerjaan. Sedangkan pada kualifikasi yang dinilai adalah kemampuannya dalam menangani proyek. Termasuk kemampuan modal yang cukup untuk membiayai pekerjaan selama borongan itu belum diserahterimakan.
40
Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009. 41 Sarma Marpaung, Staf Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 14 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Adapun prosedur dilakukannya penunjukan langsung penyedia jasa guna pelaksanaan pembangunan rumah bantuan korban bencana tsunami menurutnya adalah sudah tepat dengan mempertimbangkan keadaan tertentu hal ini diatur di lampiran I Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005, pada bab I; yaitu : 1. Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang masih dimungkinkan untuk mengadakan penunjukan langsung; 2. Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan teknologi baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya sangat terbatas; 3. Pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara yang ditetapkan oleh Presiden; dan atau 4. Pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan untuk kepentingan pelayanan umum dalam hal ini bagi korban bencana, mempunyai risiko kecil, menggunakan teknologi sederhana, dan dilaksanakan penyedia jasa usaha orang perseorangan dan badan Usaha Kecil. 42 Lebih lanjut dapat dijelaskan pula bahwa pelaksanaan penunjukan penyedia jasa/pelaksana konstruksi untuk pekerjaan pembangunan rumah bantuan korban tsunami pada Kepala Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Wilayah I BRR NAD termasuk untuk wilayah Kabupaten Aceh Besar juga dilakukan dengan cara penunjukan langsung ini dan dilaksanakan dengan beberapa persyaratan : 42
Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara. Tanggal 13 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
1. Diundang sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar; 2. Pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran tidak perlu pada waktu yang bersamaan; 3. Peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha orang perseorangan harus sudah diregistrasi pada lembaga; 4. Tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga. 43 Tata cara pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara penunjukan langsung terdiri dari: 1. Undangan, yang dilakukan terhadap tiga penyedia jasa yang memenuhi syarat; 2. Penjelasan, penjelasan ini diberikan menyangkut dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan termasuk dengan memberikan pagu dana yang tersedia untuk pekerjaan yang bersangkutan; 3. Pemasukan penawaran, setelah mendengar penjelasan dan pagu dana yang tersedia penyedia jasa yang diundang memasukkan penawaran atas pekerjaan dimaksud; 4. Dapat dilakukan negosiasi setelah ditentukan peringkatnya; negosiasi ini dimaksudkan untuk menelaah dan menentukan berbagai spesifikasi yang mungkin dilakukan penggantian guna memudahkan penyedia jasa melakukan penawaran; 5. Penetapan pemenang, hal ini dilakukan setelah panitia menilai semua penawaran yang dilakukan oleh penyedia jasa yang diundang. 44
Kesemua kegiatan ini dilakukan dan diikuti oleh kelima penyedia jasa yang menjadi pemenang dalam pelaksanaan proyek pembangunan tersebut dan hal ini dibenarkan oleh kelima penyedia jasa yang berhasil ditemui. 45 Setelah melalui prosedur penunjukan langsung tersebut, maka dalam penunjukan langsung terhadap 43
Sarma Marpaung, Staf Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, Tanggal 14 Februari 2009. 44 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009. 45 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
kelima penyedia jasa yang dipilih sebagai sampel penelitian diterbitkan Surat Keputusan Kepala Satuan Kerja Perumahan Permukiman (Satker) Wilayah I BRR NAD, yaitu : 1. Surat
Keputusan
No.
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/643/2005,
jangka
waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 6 Maret 2006 tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36 berlokasi di Kecamatan Lhoknga Aceh Besar. Didalam Surat Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan : PT. Aceh Setia Abadi, Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 37 (tiga puluh tujuh), Kecamatan : Lhoknga Kabupaten/Kota : Aceh Besar, Harga : Rp. 1. 456.397.000,- (satu milyar empat ratus lima puluh enam juta tiga ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepada kontraktor yang ditunjuk tersebut diminta untuk penyiapan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga: Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai ketentuan-ketentuan dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
2. Surat
Keputusan
No.KU.08.08/SKS-BRR-P2P/650/2005,
jangka
waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 25 Maret 2006 tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36 Lokasi Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar. Didalam surat Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan: PT. Putra Sinar Desa berlokasi di Kecamatan Leupung; Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan
Type
36,
sebanyak
80
(delapan
puluh)
Unit,
Harga
:
Rp.3.144.422.000,- (tiga Milyar seratus empat puluh empat juta empat ratus dua puluh dua ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepda kontraktor yang ditunjuk tersebut diminta untuk menyiapkan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga: Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan diatur
dalam
Surat Perjanjian
(Kontrak) sesuai
ketentuan-ketentuan dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut. 3. Surat
Keputusan
No.KU.08.08/SKS-BRR-P2P/643/2005,
jangka
waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 9 Februari 2006 tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36 berlokasi di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Didalam surat
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan: CV. Putera H – 2 Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 17 Unit Kecamatan : Baitussalam, Kabupaten/Kota : Aceh Besar. Harga : Rp.669.711.000,- (enam ratus enam puluh sembilan juta tujuh ratus sebelas ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepda kontraktor yang ditunjuk tersebut diminta untuk menyiapkan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga : Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan diatur
dalam
Surat Perjanjian
(Kontrak) sesuai
ketentuan-ketentuan
dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut. 4. Surat
Keputusan
No.KU.08.08/SKS-BRR-P2P/637/2005,
jangka
waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 6 Maret 2006 tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36 sebanyak 40 (empat puluh) Unit, Lokasi Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Didalam surat Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan: PT. Jasa Mandiri. Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 40 Unit Kecamatan: Baitussalam, Kabupaten/Kota : Aceh Besar. Harga : Rp. 1.564.940.000,- (satu milyar lima ratus enam puluh
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
empat juta sembilan ratus empat puluh ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepeda kontraktor yang ditunjuk tersebut diminta untuk menyiapkan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga : Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai ketentuan-ketentuan dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut. 5. Surat
Keputusan
No.
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/658/2005,
jangka
waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 25 Januari 2006 tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36 berlokasi di Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. Didalam Surat Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan : PT. Jasa Adek, Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 40 (empat puluh tujuh) Unit, Kecamatan : Peukan Bada Kabupaten/Kota : Aceh Besar, Harga : Rp. 1. 572.648.000,- (satu milyar lima ratus tujuh puluh dua juta enam ratus empat puluh delapan ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepada kontraktor
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
yang ditunjuk tersebut diminta untuk penyiapan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga: Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai ketentuan-ketentuan dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut. Setelah penunjukan langsung perjanjian pelaksanaan pekerjaan konstruksi juga dibuat dalam bentuk kontrak yang berisi perjanjian pemborongan seperti pada kontrak konstruksi melalui pelelangan umum maupun pelelangan terbatas. Di dalam kontrak dimaksud juga ikut diperjanjikan hal-hal yang menjadi kewajiban penyedia/pelaksana jasa konstruksi dalam masa pelaksanaan dan pemeliharaan bangunan kecuali dalam hal tertentu. Kelima kontrak kerja konstruksi diatas merupakan kontrak lumpsump dan harga satuan dan bersifat tetap kecuali adanya perubahan pekerjaan/syarat atau pekerjaan tambah kurang atas perintah tertulis pihak pengguna jasa. Hal ini secara jelas disebutkan dalam Pasal 8 Surat Perjanjian. Karena kontrak ini bersifat lump sump dan harga satuan nilai kontrak sebagaimana dimaksud bersifat tetap dan tidak dapat diadakan amandemen pertahapan kecuali ada perintah dari pengguna jasa.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kelima proyek di atas merupakan proyek yang dilakukan dengan cara penunjukan langsung sesuai dengan ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2007 dengan membandingkan tiga pelaksana jasa yang lulus prakualifikasi. Kelima pelaksana jasa telah menyetujui dan menyatakan sanggup dan bersedia menggunakan harga satuan negosiasi langsung. Penunjukan langsung ini dilaksanakan karena nilai kontraknya kecil. 46 Dalam proses penunjukan langsung pelaksana jasa konstruksi yang ditunjuk belum tentu memenuhi klasifikasi yang baik, karena prosesnya tidak melalui pelelangan terbuka yang biasanya menyaring pelaksana jasa konstruksi yang punya klasifikasi yang baik. Dalam penunjukan langsung kemungkinan tidak terlaksananya kontrak sesuai dengan perjanjian sangat mungkin terjadi karena pelaksana jasa konstruksi yang ditunjuk langsung tersebut bisa jadi tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam Pasal 17 ayat (5) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa dalam keadaan khusus pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa. Dalam hal ini pelaksanaan pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan cara melakukan negosiasi
46
Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil penelaahan pada kelima kontrak kerja konstruksi di atas diketahui bahwa penyedia/pelaksana jasa konstruksi diwajibkan menyelesaikan pekerjaannya dalam jangka waktu 90 dan 120 hari Kalender sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan berakhir sampai dengan tanggal serah terima pertama pekerjaan (PHO) (Pasal 9 (1) Surat Perjanjian). Jangka waktu 90 hari kalender dimaksud adalah lamanya pelaksanaan proyek oleh pelaksana jasa konstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pembangunan rumah bantuan yang dilakukan oleh kelima pelaksana jasa konstruksi. Tidak berjalan maksimal. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelanggaran yang dilakukan khususnya dalam pemenuhan kewajiban untuk membangun perumahan sesuai dengan spesifikasi teknis yang disepakati dan kewajiban lain yang dibebankan dalam kontrak dan jangka waktu penyelesaian. Kondisi ini mengakibatkan sebagian bangunan mengalami keterlambatan atau tidak sesuai spesifikasi dan penggunaan bahan serta proses pekerjaannya di lapangan tidak selesai tepat pada waktu serah terima pertama, yaitu tidak selesai dalam jangka waktu 90 dan 120 hari sesuai dengan ketentuan Pasal 9
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Perjanjian karena kedua proyek tersebut telah berjalan lebih dari enam bulan sehingga menimbulkan permasalahan juga pada masa pemeliharaan.47 Menurut Deputi Pengawasan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS, pelanggaran yang dilakukan oleh kelima pelaksana jasa konstruksi tersebut merupakan pelanggaran dari kontrak khususnya mengenai jangka waktu penyelesaian pekerjaan. Pihak pelaksana konstruksi terkesan tidak memperhatikan lagi kondisi dan situasi lapangan yang disebabkan faktor kejar target sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan sering kali tidak memperhatikan proses dan kualitas dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil kajian lapangan oleh Staf Pengawasan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nad-Nias, dimana ditemukan bahwa pelaksanaan pembangunan konstruksi perumahan oleh kelima pelaksana jasa konstruksi tidak maksimal dan tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perencanaan dan telah ditentukan dalam kontrak. 48 Menanggapi hal tersebut kelima pelaksana jasa konstruksi menjelaskan bahwa ketidakmampuan pihaknya menyelesaikan proyek pembangunan dan memenuhi spesifikasi adalah diakibatkan pihaknya tidak mampu menyediakan bahan sesuai dengan harga yang ditentukan dalam kontrak, sehingga untuk mengejar target penyelesaiannya pihak perusahaan harus berhemat agar tidak mengalami kerugian yang besar akibat tidak tersedianya bahan dan harga material yang jauh lebih tinggi 47
Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, wawancara, tanggal 13 Februari 2009. 48 Ramli Ibrahim, Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 16 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dari nilai sebelumnya yang ditentukan dalam Rencana Anggaran Biaya. Padahal kontrak yang disepakati adalah lump sump contract dengan harga satuan yang bersifat tetap sehingga dalam pelaksanaannya tidak dapat dirubah walaupun ada kenaikan harga material. 49 Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa apabila ditinjau dari pelaksanaan prosedur penunjukan langsung terhadap penyedia jasa yang menjadi pelaksana proyek pembangunan perumahan bantuan yang didanai oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD tersebut sebenarnya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hanya saja akibat kurang jelinya panitia pelaksana dalam menilai penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya Wanprestasi karena kemampuan finansial penyedia jasa yang terbatas, dimana modal terbatas yang hanya berharap dari uang muka proyek yang dikerjakannya dan kemampuan tenaga kerja yang harus didatangkan dari luar daerah.
D. Kedudukan dan Eksistensi dari Sub Kontraktor dalam Perjanjian Pemborongan dan Konstruksi Seringkali terjadi setelah ditunjukkan pihak kontraktor, maka kontraktor tersebut selanjutnya akan menunjuk pihak sub kontraktor untuk disubkan pekerjaanpekerjaan yang timbul dari kontrak tersebut.
49
Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Yang dimaksud dengan sub kontraktor adalah pihak ketiga yang dilibatkan oleh pihak kontraktor utama untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu yang terbit dari kontrak konstruksi antara pihak kontraktor utama dengan yang memborongkan pekerjaan mana dilakukan oleh sub kontraktor untuk dan atas mana pihak kontraktor utama. 50 Secara hukum bahwa pihak yang memborongkan hanya mempunyai hubungan hukum dengan kontraktor utama, maka tidak ditemukan adanya hubungan yuridis antara pihak yang memborongkan dengan sub kontraktor, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas di dalam kontrak, yang artinya bahwa jika sub kontraktor tertera dengan jelas dan tegas dalam kontrak, maka pihak yang memborongkan telah mengetahui eksistensi dari pekerjaan sub kontraktor tersebut, sebab pihak yang memborongkan telah mendapat jaminan bahwa pihak sub kontraktor dapat melakukan pekerjaan dengan mutu dan efiensi yang diharapkan. Adakalanya sub kontraktor mempunyai hubungan langsung dengan pihak yang memborongkan. adapun alasan-alasan pihak yang memborongkan mempunyai hubungan langsung dengan sub kontraktor, adalah dengan cara-cara sebagai berikut: a. Apabila disebutkan dengan jelas untuk itu dalam kontrak; b. Misalnya pembayaran kepada sub kontraktor dilakukan langsung oleh pihak yang memborongkan; c. Dalam kontrak ditentukan bahwa pihak kontraktor diwajibkan menginformasikan kepada pihak yang memborongkan termasuk adanya pihak lain untuk bekerjasama diantara mereka. 51 50 51
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 183. Ibid, hal. 186 – 187.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Apabila kontraktor tidak menginformasikan adanya sub kontraktor yang bekerjasama dengan mereka dan tidak pula disebutkan dengan jelas didalam kontrak, maka kontraktor bertanggungjawab kepada pihak yang memborongkan atas tindakan sub kontraktor, apabila sub kontraktor tersebut gagal memenuhi kewajibannya, maka pihak yang memborongkan dapat mengajukan klaim atas kerugiannya kepada pihak kontraktor, karena dalam hal ini pihak yang memborongkan hanya mempunyai hubungan yuridis kepada kontraktor bukan terhadap sub kontraktor. Namun dalam prakteknya dalam melaksanakan pembangunan, khususnya dalam hal pembangunan rumah bagi korban Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam, kontraktor selalu mensub kontrakkan kepada sub kontraktor, dengan alasan mereka tidak dapat meraup keuntungan jika mereka sendiri yang melakukan pembangunan tersebut. disini juga salah satu alasan mengapa rumah yang dibangun masih di bawah standar. dan tidak sedikit kontraktor yang kabur setelah meraih fulus dikantongi bisa jadi karena dari awal sudah ada niat. sehingga tidak dipungkiri, dari seribu lebih kontraktor yang melaksanakan program Rehabilitasi dan Rekonstruksi, banyak juga kontraktor yang telah dilapor ke kejaksaan karena kelalaian mereka tidak menyelesaikan rumah. padahal mereka telah menarik 30 persen dari anggaran untuk membangun rumah tersebut. 52 Pihak kontraktor utama membuat suatu perjanjian tersendiri dengan subkontrakktor tanpa diketahui oleh pengguna jasa kontruksi di hadapan notaris 52
Aceh Recovery Forum, Senin, 29 Januari 2007.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
secara bersama-sama. Nah, disini akan melibatkan pihak notaris dalam hal pembuatan akta perjanjian untuk kepentingan para pihak, guna mengikat kedua belah pihak dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban tsunami di Provinsi NAD kedalam sebuah perjanjian pemborongan antara kontraktor utama dan sub kontaktor. Perjanjian pemborongan dibuat untuk mengalihkan pekerjaan dari kontraktor utama kepada sub kontrakktor. Perjanjian pemborongan dibuat dalam bentuk akta notaris atau cukup dilegalisasi oleh notaris saja, asalkan perjanjian tidak menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris dalam membuat suatu perjanjian pemborongan meminta dokumen yang selengkaplengkapnya dari pihak kontraktor utama, kontrak tersebut akan dijadikan dasar dari pembuatan perjanjian pemborongan antara kontraktor utama dengan subkontrakktor, dengan kata lain pihak kontraktor utama harus menyerahkan salinan kontrak asli beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya kepada notaris. Ada model kontraktor meminta jasa notaris dibuatkan perjanjian pemborongan pengalihan pekerjaan pembangunan perumahan korban tsunami kepada sub kontraktor, kontrak tersebut adalah fotocopi (palsu) bukan salinan asli. Ketika penulis konfirmasi dengan notaris di Banda Aceh bahwa, pada tahun 2005/2006
banyak
dibuat
perjanjian
pemborongan
pengalihan
pekerjaan
pembangunan rumah tsunami baik dalam bentuk akte otentik maupun legalisasi. Notaris sangat hati-hati pada saat diminta oleh kontraktor untuk dibuatkan sebuah perjanjian karena disamping dokumen-dokumen tidak lengkap mereka pun berani memalsukan surat-surat yang berhubungan dengan kontrak. Kejelian seorang notaris
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
pada saat itu sangat diperlukan, kalau tidak harus menanggung resiko perjanjian yang telah dibuatnya. Padahal sebuah akte hanya bernilai Rp. 300 sampai dengan 500 ribu. Kalau seorang notaris yang kurang mengerti disamping keterampilan yang dimilikinya sangat minim ditambah tidak jeli dalam melihat suatu persoalan, besar kemungkinan uang sebesar tersebut diatas bisa menjerumuskan notaris kedalam penjara. Banyak juga kontraktor yang minta dibuatkan addendum kontrak, dalam addendum tersebut diatur mengenai perpanjangan waktu kontrak dan penambahan biaya. Pada sebelumnya semua ketentuan-ketentuan yang memenuhi syarat-syarat suatu perjanjian sudah dimasukkan dalam sebuah perjanjian pemborongan, tapi itulah kontraktor mau enaknya saja tidak mau memikirkan panjang kedepan padahal proyek yang mereka bangun adalah penghuninya korban tsunami yang tidak mempunyai apaapa lagi, jangankan tempat tinggal orang tua dan saudara-saudara mereka pun sudah lenyap ditelan gelombang tsunami. Selaku notaris, sering mengarahkan mereka (kontraktor) agar mematuhi semua yang telah disepakati bersama dalam sebuah perjanjian tersebut, agar nantinya pelaksanaan pembangunan perumahan bagi korban tsunami bisa selesai dalam jangka waktu yang ditentukan. Kalaupun semua syaratsyarat dan kewajiban sudah dipeunhi/jalankan tetapi masih ada juga yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak dan point-point dalam kontrak tersebut tidak dilanggar tapi karena oleh suatu sebab lain diluar jangkauan manusia misalnya keadaan kahar sebagaimana pasal 12 surat Perjanjian disebutkan peristiwa-peristiwa seperti bencana alam dan peperangan, kerusuhan dan sebagainya secara keseluruhan ada hubungan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
langsung dengan penyelesaian pekerjaan pemborongan tersebut. ini sah-sah saja sepanjang dapat dibuktikan dengan surat keterangan atau penjelasan dari penentu kebijakan pada waktu itu dalam hal ini pemerintah daerah. Notaris selaku pejabat umum yang membuat akta otentik dalam menjalankan tugas harus memperhatikan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku sekaligus melaksanakan kode etik kenotarisannya. Apabila seorang notaris sudah tidak lagi mematuhi aturan-aturan yang ada dan mengabaikan kode etik akan membawa akibat bagi notaris tersebut. Akibat apa yang harus diterima misalnya dalam pembuatan perjanjian pemborongan yang dokumen-dokumen asli tidak ada notaris tetap membuat perjanjian tersebut, apabila para pihak dalam perjanjian tersebut dikemudian hari berseteru karena tidak dipenuhi kewajiban salah satu pihak, maka akan berakibat bagi notaris yang membuat perjanjian seperti akan dikenakan denda maupun sanksi pidana yang harus ditanggung. 53 53
Teuku Abdurahman, Notaris di Banda Aceh, Wawancara, tanggal 23 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI BERKAITAN DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG PELAKSANA JASA KONSTRUKSI
Dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi adakalanya tidak berjalan sebagaimana mestinya, hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi disebabkan oleh kelalaian (wanprestasi) pihak penyedia jasa terhadap kontrak yang dibuat dan telah disepakati bersama. Di samping itu, tidak terlaksananya kewajiban atau berbuat yang pada prinsipnya tidak diinginkan oleh kedua pihak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 5 (lima) Kontrak Kerja Konstruksi Proyek Pembangunan Rumah Type 36 pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstrksi (BRR) NAD-NIAS Divisi Perumahan dan Permukiman Nanggroe Aceh Darussalam yang berlokasi di Kabupaten Aceh Besar penyedia jasa tidak melaksanakan kewajiban penyelesaian pembangunan sesuai dengan kontrak (wanprestasi). Hal ini dapat dilihat dari sebagian bangunan mengalami keterlambatan atau tidak sesuai dengan spesifikasi dan penggunaan bahan serta proses pekerjaannya di lapangan tidak selesai tepat pada waktu serah terima pertama, yaitu tidak selesai dalam jangka waktu 90 hari sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Perjanjian karena kelima proyek tersebut telah berjalan lebih dari enam bulan sehingga menimbulkan permasalahan juga pada masa pemeliharaan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tidak terlaksananya kewajiban penyedia jasa tersebut sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 5. Faktor Kenaikan Barang Bangunan Penyebab wanprestasi yang sering terjadi berdasarkan hasil penelitian adalah kondisi eksternal (26,79%), gambar rencana (21,43%), kondisi lapangan (19,64%) dan spesifikasi teknis (16,07%). Temuan ini sejalan dengan kenyataan bahwa pada tahap pelaksanaan konstruksi bangunan rumah, kinerja kontraktor dipengaruhi oleh perubahan kondisi eksternal, seperti kebijakan pemerintah dalam ekonomi dan fiskal, serta kondisi sosial. Sebagai contoh bila terjadi lonjakan perubahan harga atau biaya baik tenaga kerja, bahan/material, peralatan dan lainlain, dapat menyebabkan tersendatnya pelaksanaan pekerjaan di lapangan karena harga kontrak awal yang diajukan oleh penyedia jasa (kontraktor) sangat jauh berbeda dengan harga pada saat pelaksanaan pekerjaan. Agar pekerjaan dapat tetap diselesaikan maka penyedia jasa (kontraktor) akan mengajukan permintaan perubahan kepada pihak pemilik baik perubahan biaya, perubahan waktu maupun gabungan antara perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa). kondisi ekonomi dalam negeri masih belum stabil, termasuk adanya kenaikan harga dasar bahan bakar minyak (BBM) yang signifikan, mempengaruhi harga-harga bahan dasar material untuk pekerjaan konstruksi dan menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi. Atas kebijakan pemerintah menaikkan harga dasar bahan bakar minyak (BBM) yang mengakibatkan
perubahan
harga
barang/material
terhadap
pembangunan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
perumahan bagi korban gempa dan tsunami, maka kelima penyedia jasa yang penulis ambil sebagai sample penelitian atas kebijakan pemerintah tersebut, sehingga penyedia jasa (dari 20 perusahaan) dalam pelaksanaan pembangunan mengalami kegagalan bangunan rata-ratanya 2 sampai dengan 10 persen, jikalau ditotal dari dua puluh perusahaan tersebut semuanya mencapai 68,49 persen tingkat kegagalan yang dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi sebagaimana perinciannya termaktub dalam Tabel 3 Hasil Analisa Pekerjaan dilapangan berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan RI. Hal ini dapat dilihat dari tindakan penyedia jasa konstruksi yang mengerjakan proyek dengan tidak melalui pertimbangan yang matang. Penyedia jasa hanya melihat keuntungan yang akan diperoleh saja tanpa perhitungan untung rugi dan baru menyadari setelah pekerjaan dimulai sehingga pada saat pekerjaan sedang berjalan terjadi perbedaan kondisi di lapangan dengan yang dimuat dalam kontrak. Sementara itu, harga atau nilai kontrak tidak dapat disesuaikan karena kontraknya adalah lump sump dan harga satuan. Tidak terlaksananya kewajiban penyedia jasa konstruksi ini memang dapat dilihat dari kondisi penyedia jasa konstruksi yang tidak lagi mampu melanjutkan pembangunan karena salah perhitungan dalam menerima pekerjaan. Semula perhitungan yang dilakukan dengan tingkat harga material yang sedikit lebih
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
murah sedangkan pada saat pelaksanaan nilai material yang diperlukan sudah meningkat dan tidak sesuai dengan kontrak yang dibuat sebelumnya. 54 Apabila dilihat dari kelima kontrak tersebut yang merupakan kontrak lump sump dan harga satuan dan bersifat tetap kecuali adanya perubahan pekerjaan/syarat atau pekerjaan tambah kurang atas perintah tertulis pihak pengguna jasa, maka faktur kenaikan harga material tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengubah atau mengajukan adendum atau perubahan nilai kontrak. Bahwa tidak adanya pertimbangan yang matang mengenai harga material bangunan dari pelaksana jasa konstruksi dan langsung menerima pekerjaan tanpa konfirmasi di lapangan merupakan faktor sangat mempengaruhi berhasil tidaknya pengerjaan suatu proyek yang diterima pelaksana jasa konstruksi. Tindakan pelaksana jasa konstruksi pada saat menerima ketentuan penetapan harga atau nilai proyek seharusnya perlu mendapat perhatian, disamping juga harus disesuaikan dengan kondisi keuangan dari perusahaan. Hal ini sama sekali tidak diperhatikan oleh kelima pelaksana jasa tersebut sehingga mereka tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu pelaksana jasa konstruksi akan kekurangan dan atau bahkan mengalami kerugian sehingga tidak lagi mampu
54
Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
melaksanakan masa pemeliharaan karena nilai proyek habis untuk pengadaan material dan kebutuhan lainnya. 55 Menanggapi hal ini kelima penyedia jasa konstruksi juga membenarkan bahwa akibat kenaikan harga material yang lebih dari 40% dari nilai RAB sehingga keuntungan yang semula diharapkan sebesar 20 persen dari nilai proyek telah habis untuk mengejar target penyelesaian pekerjaan sedangkan untuk pelaksanaan masa pemeliharaan tidak lagi memiliki dan sehingga perusahaan tidak melaksanakan pembangunan sampai dengan selesai. Terhadap hal tersebut pihak penyedia jasa seharusnya dapat mengajukan addendum guna pembaharuan kontrak. Namun hal tersebut telah terlambat untuk dilakukan disamping kelima kontrak tersebut yang merupakan kontrak lump sump dan harga satuan dan bersifat tetap. 56 Dengan demikian, jelas bahwa faktor kenaikan harga bahan bangunan merupakan salah satu faktor penyebab tidak dilaksanakannya kewajiban pelaksana jasa dalam penyelesaian proyek. 6. Besarnya Biaya Tambahan yang Dikeluarkan Dalam pelaksanaan pekerjaan pihak penyedia jasa juga dianggap tidak selesai melaksanakan pembangunan dan penyelesaian pekerjaan sehingga pihak penyedia jasa konstruksi mendapatkan surat teguran secara lisan dari pihak 55
Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Kedeputian Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 17 Februari 2009. 56 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
pengguna jasa melalui deputi pengawasan yang dilakukan oleh konsultan pengawas supaya dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh penyedia jasa karena guna menyelesaikan pekerjaan tepat waktu terlalu banyak memerlukan tenaga kerja dan biaya sehingga penyedia jasa tidak mampu menyediakan dana yang besar akibat kondisi di lapangan tidak sesuai dengan nilai kontrak. 57 Diakui memang sebelum pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah korban tsunami tidak ada masalah dengan nilai kontrak, namun setelah pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut terdapat kendala di lapangan diantaranya disamping harga material yang melonjak naik dengan tinggi juga barang-barang bangunan sulit didapatkan di daerah Aceh pada waktu itu. menurut kontraktor/penyedia jasa yang bergerak dibidang konstruksi pembangunan rumah tsunami di Aceh seperti ada permainan harga barang material, padahal stok kayu sangat banyak namun ini sepertinya ada cukong-cukong yang bermain atau memonopoli barang-barang tersebut sehingga kayu bisa banyak di suatu tempat yang tidak bisa diprediksikan dimana keberadaannya. kalaupun ada barangnya tapi harganya sangat tinggi beda dari harga-harga normal biasanya baik di daerah Aceh khususnya maupun daerah-daerah lain diluar provinsi Aceh. disamping itu tidak terlepas juga pengusaha-pengusaha luar Aceh yang datang mengadu nasib dengan mendirikan tempat-tempat usaha seperti pabrik-pabrik baik itu pabrik 57
Zulkifli Ali, Muzakir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Tanggal 27-28 Februari
2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Batu bata, jadi pengusaha kayu, toke toko bangunan, tempat galian C dan lainlain, dengan cara menyewa tanah dalam jangka panjang dari masyarakat setempat. dari hasil usaha mereka menjualnya sangat tinggi tidak kepada penyedia jasa saja tetapi kepada masyarakat biasa yang membutuhkan juga sama. Dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam pengerjaan pembangunan perumahan dan permukiman oleh penyedia jasa sulit mendapatkan material terutama batu bata yang harus didatangkan dari luar Aceh seperti Medan dan Pekan Baru, stok batu bata Aceh sudah habis di borong oleh kontraktor-kontraktor yang pembangunannya membutuhkan material yang besar. disamping harganya mahal kualitasnya diragukan juga, ketika sudah sampai kelokasi proyek banyak batu bata yang patah dan hancur faktor ukurannya pun agak kecil dan tipis. Selain daripada itu faktor lokasi antara satu rumah dengan rumah yang lain tidak dekat saling berjauhan dan juga lokasi menuju tempat pembangunan rumah tidak semulus yang diperkirakan sebelumnya karena curah hujan yang lebat sehingga barang material yang didatangkan hanya ditaruh diperempatan jalan yang dekat lokasi proyek, yang mengakibatkan tidak tercapainya barang material ke lokasi tujuan tepat pada waktunya, supaya bisa mencapai kelokasi penyedia jasa harus membuat terlebih dahulu badan jalan menuju lokasi proyek dengan menimbun dan menambah pelebaran badan jalan melakukannya pada saat cuaca cerah. tetapi sebelumnya kontraktor/penyedia jasa guna mengantisipasi hal
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tersebut dengan memakai tenaga/jasa masyarakat setempat untuk mengangkat barang material walaupun tidak efesien, seperti yang dialami oleh PT. Jasa Mandiri dan CV. Putera H-Dua, kedua penyedia jasa tersebut mengambil lokasi di dua desa yang berbeda tetapi masih satu Kecamatan Baitussalam. oleh karena kedua hal tersebut kontraktor/penyedia jasa harus mengeluarkan dana buat pengerjaan badan jalan dan pengupahan tenaga masyarakat. Hal yang sama juga dialami oleh PT. Putera Sinar Desa yang berlokasi di Kecamatan Leupung. Kalau bagi PT. Jasa Adek dan PT. Aceh Setia Abadi mungkin tidak ada masalah dengan kondisi jalan menuju lokasi proyek karena lokasi proyek agak dekat dengan jalan utama, nah sepanjang air pasang dari laut tidak menggenangi desa tersebut, pemasukan material tidak mengalami hambatan yang berarti. Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban tsunami di Kabupaten Aceh Besar pihak penyedia jasa harus berurusan dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka yang bermarkas di daerah itu yang meminta fee sebesar 5% (lima) persen dari nilai kontrak, dengan dalih pengamanan atau pajak nanggroe, apabila tidak diberikan proyek akan dihentikan dan berada dibawah penguasaan mereka (GAM). Bagi penyedia jasa uang muka (DP) sebagai modal awal pengerjaan proyek yang sedang dikerjakannya, karena untuk memenuhi kebutuhan material dilokasi proyek membutuhkan modal yang besar, penyedia jasa hanya bisa mengandalkan dari uang muka (DP) sebesar 20% (dua puluh persen) yang telah diterima. Oleh sebab itu untuk menghindari dari hal-hal yang
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tidak diinginkan penyedia jasa menyisihkan dana uang muka (DP) tadi kepada GAM sebesar 20% (dua puluh persen) sehingga pelaksanaan pembangunan rumah bagi korban tsunami agar tetap terlaksana kendati dana akan kebutuhan material dan ongkos pekerja dilapangan sudah tidak mencukupi semua dan sisa harus dibayarkan pada tahapan selanjutnya. 58 Pada tahun 2005 pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban tsunami harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu faktor masyarakat, agama, budaya, adat istiadat. disamping itu faktor situasi dan kondisi yang tidak menentu adalah keberadaan Pihak Gerakan Aceh Merdeka yang dirasakan sangat mempunyai peranan yang kuat dikala itu. kalaupun ada penyedia jasa yang dimintakan fee sebesar 5% (lima) persen oleh pihak Gerakan Aceh Merdeka sudah menjadi resiko pihak penyedia jasa itu sendiri. Melesetnya waktu penyelesaian pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban tsunami diakibatkan penyedia jasa harus membangun badan jalan agar bisa tembus atau terlewati ke lokasi proyek tidak menjadi alasan bagi penyedia jasa untuk tidak menyelesaikan tepat pada waktu yang ditentukan dalam kontrak, karena sebelum pelaksanaan konstruksi penyedia jasa sudah melakukan pengecekan ke lapangan atau lokasi proyek. 59
58
Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Wawancara, tanggal 20 – 21 Februari 2009. 59 Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Kedeputian Pengawasan BRR NAD – NIAS, Wawancara, Tanggal 17 Februari 2009
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
7. Kelalaian Penyedia Jasa Akibat kelalaian dari penyedia jasa, maka pelaksanaan dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam kelima kontrak tersebut yaitu 90 hari dan 120 hari, sehingga pihak penyedia jasa meminta jangka waktu tambahan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut yaitu dengan mengajukan permohonan addendum, dan permohonan addendum tersebut disetujui oleh pihak pengguna jasa sehingga di berikan perpanjangan waktu kelima kontrak yaitu 160 dan 190 hari terhitung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Permintaan perpanjangan waktu kontrak tersebut oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa konstruksi tidak terlepas dari faktor ketidakmampuan penyedia jasa sendiri yaitu, kurangnya pengalaman atau kesiapan penyedia jasa, keterampilan atau skill yang rendah dibawah standar, peralatannya yang kurang mendukung dan tenaga kerja yang terbatas, sehingga menyebabkan kevakuman pengerjaan perumahan untuk sementara waktu. Menurut Ketua Komisi D (Bidang Pembangunan) DPR Aceh, Sulaiman Abda menyatakan, berdasarkan jadwal, seharusnya pada tahun 2008 ini pemukiman kembali korban tsunami yang rumahnya hancur atau rusak, sudah selesai. Tapi faktanya, jangankan semua rumah yang hancur selesai dibangun, soal dana rehab rumah yang dituntut korban gempa dan tsunami dari Rp. 2,5 juta menjadi Rp 15 juta saja pun, tidak dikabulkan BRR. Hal lain yang belum optimal dilaksanakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), nilai Sulaiman Abda, adalah penertiban terhadap penerima rumah bantuan yang lebih dari satu (bantuan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
ganda). Akibatnya, masyarakat Aceh makin tidak percaya kepada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), kendati mereka sudah berbuat banyak membangun kembali infrastruktur Aceh yang telah hancur akibat gempa dan tsunami, Kecilnya daya serap dana di sektor perumahan dan permukiman tergambar pula dari apa yang diterangkan Kepala KPPKN Khusus Banda Aceh, Agus Santoso, Ia contohkan pada tahun ini jumlah dana yang dialokasikan cukup besar, mencapai Rp 1,613 triliun, tapi sampai Kamis (10/4) realisasinya baru Rp 45,497 miliar, atau baru 2,82 persen. Sementara itu, sisa dana tahun 2007 yang belum terserap kemudian diluncurkan pada tahun 2008 mencapai Rp 1,430 triliun. Tapi yang terserap baru Rp. 288,8 miliar atau 20,19 persen. Ini artinya, masih ada sisa Rp 1,142 triliun lagi, sehingga bila dijumlah dengan pagu tahun 2008 yang belum terserap Rp 1,567 triliun, maka total pagu dana Perumahan dan Permukiman Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sampai bulan empat yang belum terpakai adalah Rp 2,709 triliun lagi. 60 Ulah
kontraktor 61
Deputi
Pengawasan
Badan
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS, mengatakan masih besarnya sisa dana perumahan dan permukiman pada tahun keempat pascatsunami, karena ulah kontraktor.
60 61
Serambi Indonesia, tanggal 11 April 2008. Ibid.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Penyedia jasa merasa dirinya tidak lalai, pemilik rumah korban tsunami merasa tidak puas dengan kondisi rumah yang peruntukkan kepadanya berdasarkan hasil penelitian kondisi rumah bantuan bagi korban Tsunami sangatlah mengecewakan. Menurut Nasrullah Umar warga desa Kareung Kecamatan Lhoong Aceh Besar, meskipun rumah telah selesai dikerjakan pada awal 2009, tetapi belum bisa ditempati karena air dan listrik belum terpasang. 62 Demikian juga hal yang sama dialami Razaly warga desa Klieng Kecamatan Baitussalam, menyebutkan bahwa selain air bersih dan fasilitas listrik kondisi jalan dan saluran pun belum ada. 63 Terhadap kondisi yang demikian untuk dapat dihuni dengan nyaman sebagai tempat tinggal, mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk menambah fasilitas tersebut. Kemudian banyak juga yang belum dihuni atau dimanfaatkan rumah bantuan tersebut karena berbagai kekurangan yang didapat dari rumah itu, diantaranya 331 Unit Rumah Baru di Kabupaten Aceh Besar Senilai Rp.13.012.146.306,79 Belum Dihuni. Satuan Kerja Sementara BRR Pengembangan Perumahan dan Permukiman NAD (Satker BRR) pada TA 2005 telah membangun 850 unit perumahan tipe 36 untuk Kabupaten Aceh Besar, dengan biaya sebesar Rp. 33.442.958.000,00. Adapun pembangunan perumahan tersebut bertujuan untuk masyarakat yang terkena bencana gelombang tsunami. 62
Wawancara dengan Nasrullah, warga desa Kareung, Kecamatan Lhoong Aceh Besar, Februari 2009. 63 Wawancara dengan khairul, warga desa Lamjamee, Kecamatan Peukan Bada Aceh besar, pada Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Pembangunan perumahan tipe 36 untuk Kabupaten Aceh Besar tersebar di empat kecamatan yaitu: sebanyak 310 unit di kecamatan Baitussalam, sebanyak 216 unit di kecamatan Lhoknga, sebanyak 145 unit di Kecamatan Leupung dan sebanyak 179 unit di Kecamatan Peukan Bada. Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap 574 unit perumahan diketahui bahwa terdapat 331 unit perumahan yang belum dimanfaatkan senilai Rp. 13.012.146.306,79.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tabel 1. Pembangunan Rumah Baru Untuk Kabupaten Aceh Besar Belum Dimanfaatkan
PEMBANGUNAN RUMAH (UNIT) No
1
REKANAN / KONTRAKTOR
RENCANA REALISASI DIHUNI
BURUK
80
* air bersih belum ada *listrik belum ada
2.
CV. Naguna
30
30
* air bersih belumada *listrik belum ada
3.
Fa. Infecon Baru
35
35
* air bersih belumada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
Sebagian besar rumah telah ditempati oleh pemiliknya dan fasilitas listrik telah diurus oleh mereka masing-masing. Sedangkan rumah yang belum ditempati lebih kepada alasan pribadi pemiliknya, sementara kondisi dari dua rumah tersebut diantaranya ada yang
145
145
* air bersih belumada *listrik belum ada *jalan dan saluran belum ada
Sampai berakhirnya pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran listrik serta saluran juga belum ada. Para pengungsi lebih memilih untuk tinggal di Barak barak atau menumpang pada rumah saudaranya.
Lokasi Kecamatan Baitussalam PT. Jasa Mandiri 40
40
8
KETERANGAN
KHUSUS
1.
1.
5
TDK BAIK DIHUNI 6 7
KONDISI
2 3 Lokasi : Kecamatan LEUPUNG 80 PT. Putra Sinar Desa
Jumlah di Kec. Leupung
4
KONDISI (UNIT)
9
10 Sampai berakhirnya pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran listrik serta menunggu pengundian untuk penentuan penghuni rumah Sampai berakhirnya pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran listrik serta menunggu pengundian untuk penentuan penghuni rumah.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 1 2.
PT. Kalkautsar
40
40
* air bersih belumada *listrik sebagian sudah ada
Alasan rumah belum ditempati adalah: 1. Pemilik tidak diketahui keberadaannya 2. Pemilik tinggal di rumah saudaranya 3. Pemilik masih di barak
3.
PT. Asiapim Utama
38
38
Secara umum mereka mengeluhkan kualitas rumah yang kurang memuaskan.
4.
PT. Bintang Batara Sakti
38
38
* air bersih kurang bersih *listrik ada *jalan dan saluran ada *air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
5.
PT. Citra Mas
30
30
6.
CV. Kharyanti
15
15
7. CV. Putra H. Dua
17
17
8. PT. Karia Asri
17
17
*air kurang bersih *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
9. CV. Gaza Konstruksi
12
12
* air bersih belum ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Gunung
*air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada *air bersih belum ada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada *air bersih belum ada *listrik belum ada
Alasan rumah belum ditempati adalah 1. Pemilik tidak diketahui keberadaannya 2. Pemilik tinggal di rumah saudaranya Alasan rumah belum ditempati adalah Pemilik tidak diketahui keberadaannya Sampai akhir pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran lisrik. Sampai akhir pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran lisrik. Alasan rumah belum ditempati adalah beberapa Pemilik ada yang masih tinggal dengan Saudaranya serta ada yang keberadaannya tidak Diketahui. Air bersih yang belum tersedia menyebabkan rumah baru yang telah dibangun belum ditempati. untuk sementara mereka masih tinggal di barakbarak.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 1 10 CV. Tamitha Beuna .
Jumlah di Kec. Baitussalam
1.
13
13
260
260
Lokasi : Kecamatan PEUKAN BADA PT. Jasa Adeek 40 40
*air bersih dan listrik belum ada *jalan dan saluran belum ada *dinding tidak double triplek *pintu lapis seng tidakada *pengunci pintu tidak ada
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan rumah belum satupun yang ditempati karena belum tersedianya air bersih, instalasi listrik belum dipasang, pengunci pintu tidak ada, dinding kamar tidak dengan double tripleks serta pintu lapis seng untuk kamar mandi tidak ada.
* air bersih ada * listrik belum ada
Alasan belum ditempati adalah 1. Jalan menuju lokasi rumah rusak 2.Pasokan listrik belum ada 3.Kondisi rumah yang belum sempurna Alasan rumah belum ditempati adalah beberapa pemilik ada yang masih tinggal dengan saudaranya serta ada yang keberadaannya tidak diketahui. Alasan rumah belum ditempati adalah 1.Pemilik tidak diketahui keberadaannya 2. Pemilik tinggal di rumah saudaranya Alasn rumah belum ditempati : 1. Ahli waris masih ditanggung keluarganya 2. Pemilik rumah masih tinggal di Sigli 3. Belum diketahui Masyarakat merasa cukup puas atas dibangunnya perumahan tersebut.
2.
PT.Ramaijaya Purnasejati
30
30
*air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
3.
CV. Pusaka Tani
20
20
*air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
4.
CV. Purnama Mulia
15
15
* air utk MCK ada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
5.
CV. Sulthan Agung
10
10
*air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
115
115
Jumlah di Kec. Peukan Bada
1.
Lokasi : Kecamatan LHOKNGA PT. Aceh Setia Abadi 37
37
*air kurang bersih *listrik sebagian sudah ada *sebagian dengan dinding tidak double
Ada sebagian dari mereka yang masih memilih untuk tinggal di barak-barak pengungsian. Mereka mengeluhkan kualitas rumah yang kurang memuaskan. Tetapi sebagian yang lain memilih untuk
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 1
2.
CV.Seulawah Perkasa
17
17
Jumlah di Kec. Lhoknga
54
54
TOTAL
574
574
triplek *ada 2 unit yang atapnya rusak *air bersih belum ada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
menempatinya dengan alasan rumah yang dibangun BRR untuk daerah itu le Sampai berakhirnya pemeriksaan sebagian rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan disekitar perumahan belum ada jaringan listriknya. Tiga rumah didapati dengan kondisi dinding kamar yang tidak double tripleks. satu rumah didapati dengan k
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD.
Adapun alasan masyarakat belum mau menempati rumah tersebut, karena rumah yang telah dibangun belum mempunyai air dan listrik. Selain itu masyarakat juga tidak mengetahui harga per unit rumah tersebut, sehingga masyarakat berharap kualitas bangunan rumah mereka sama dengan program perumahan TA 2006. Banyak rekanan (kontraktor) yang telah menerima paket pekerjaan pembangunan rumah bantuan untuk korban tsunami dari BRR, tapi belum menyelesaikan borongan rumahnya, terutama untuk kontrak rumah tahun 2006 dan 2007. Besarnya sisa dana perumahan BRR, ujar Deputi Bidang Pengawasan BRR, bukan mengindikasikan lambannya kinerja Deputi Perumahan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), melainkan ada kaitannya dengan permintaan Pengurus Kadin Aceh bersama asosiasi kontraktor lokal kepada
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dua tahun lalu agar dalam pembangunan rumah bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) melibatkan pengusaha lokal, terutama pengusaha kecil dan menengah. Usul dan saran itu, menurut Deputi Pengawasan BRR, dipenuhi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Tapi dalam perjalanannya, sekitar 10 kontraktor kecil dan menengah yang telah menerima borongan rumah dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), setelah mengambil uang muka kerja 20 persen, lalu meninggalkan pekerjaan. 10 perusahaan yang telah menarik uang muka proyek tetapi tidak melakukan pekerjaan di lapangan itu adalah CV. RA dengan total anggaran proyek sekitar Rp 400 juta untuk paket pekerjaan sebanyak delapan unit rumah di Desa Cot Lamkeuweuh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, CV. ADL (anggaran sekitar Rp 2 miliar untuk pembangunan 35 rumah di Desa Nusa, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya), dan PT. BN (anggaran proyek sekitar Rp 2,7 miliar untuk pembangunan 45 rumah di Desa Nusa, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya). Selanjutnya, CV. AP (anggaran sekitar Rp 700 juta untuk pembangunan 12 rumah di Desa Bireuk, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar), CV. JIK (anggaran proyek sekitar Rp 580 juta untuk pembangunan 10 unit rumah di Desa Krueng Kareung, Lhoong, Aceh Besar), CV. L (anggaran proyek sekitar Rp 470 juta untuk pembangunan tujuh rumah di Desa Bireuk, Lhoong, Aceh Besar), dan CV. FA (anggaran proyek sekitar Rp 300 juta untuk pembangunan lima rumah di Desa Ladang Baro, Aceh Jaya). Kemudian, CV. JL (total anggaran proyek Rp 370 juta untuk pembangunan enam rumah di Desa Nusa, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya),
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
CV. GMP (anggaran proyek sekitar Rp 740 juta untuk pembangunan 12 rumah di Desa Gampong Baro, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya), dan CV. JBM (total anggaran proyek sekitar Rp 860 juta untuk pembangunan 14 rumah di Desa Gampong Baro, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya). 64 Kecuali itu, ada pula yang telah mengambil dana tahap kedua sebesar 40 persen, tapi karena berbagai gangguan di lapangan kemudian ia lari malah meninggalkan borongan rumah. Akibatnya, penyerahan rumah bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk korban gempa dan tsunami jadi terlambat. Terlambatnya pembangunan proyek fisik rehabilitasi dan rekontruksi banyak disebabkan oleh terbatasnya tenaga kerja dan material bahan bangunan yang tersedia terutama masalah kayu dan batu bata. perusahaan tersebut sudah termasuk melanggar hukum dan telah merugikan negara. Disamping itu harga material bahan bangunan yang naik hingga 20 sampai dengan 50 persen. Sehingga dana sebesar 40% yang diambil dari tahap kedua tersebut dipergunakan untuk membayar ongkos kerja dan menutupi material bahan bangunan. Apalagi objek yang dirugikan adalah korban bencana tsunami. Kalau seperti itu kejadiannya, kata Deputi Bidang Pengawasan, apakah BRR yang harus disalahkan. Harusnya korban tsunami yang belum dapat rumah berdemo ke kantor kontraktor yang tak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, bukan ke Kantor Pusat BRR, ujar mantan Sekretaris BRR NAD-NIAS ini. Terhadap rumah-rumah bantuan yang ditinggalkan pemborongnya, Badan 64
Ramli Ibrahim, Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 16 Februari
2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Rehabilitasi dan Rekonstruksi harus membangunnya kembali. Tahun ini pekerjaannya akan digenjot, deputi Bidang Pengawasan menambahkan. Meski risiko itu harus BRR yang menanggungnya, 67 hujatan terus saja dilakukan sekelompok orang kepada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Rumah tak selesai atau rumah yang dibangun asal jadi, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang disalahkan, padahal dalam kontraknya sudah jelas bahwa penerima borongan harus membangun rumah berkualitas untuk korban tsunami. Pada Tahun Anggaran 2006 Satker BRR Pengembangan Perumahan dan Permukiman NAD Wilayah 01 (Aceh Besar) melaksanakan 34 paket pekerjaan pembangunan rumah tipe 36 sebanyak 361 unit dengan nilai kontrak setelah addendum sebesar Rp. 21.618.789.817,00. Dari 34 paket tersebut, terdapat pembangunan rumah yang dilaksanakan di Desa Lambaro Najid, Peukan Bada, dengan pelaksana pekerjaan CV.Fakta Utama Jaya senilai Rp. 752.180.000,00 dan jangka waktu kontrak selama 90 hari kalender terhitung mulai tanggal 03 Juli 2006 sampai dengan tanggal 14 Oktober 2006. Pembayaran telah dilaksanakan sebanyak 2 termin, yaitu pembayaran uang muka 20% dari kontrak atau sebesar Rp. 147.427.280,00 dan pembayaran termin pertama sebesar Rp. 321.064.185,41 (bobot fisik sebesar 56,91%). Pada pelaksanaan pekerjaan berikutnya, ternyata kontraktor (CV. Fakta Utama Jaya) tidak dapat menyelesaikan pekerjaan (wan 67
Mirza Keumala, Juru Bicara BRR NAD – NIAS, Wawancara, Tanggal 16 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
prestasi). Hasil Show Couse Meeting (SCM) dan Test Case penyelesaian pekerjaan menunjukkan kontraktor tidak mampu melaksanakan pekerjaan sebagaimana jadwal yang telah disepakati dalam kontrak dan denda keterlambatan
telah
melampaui
batas
maksimal
sebesar
nilai
jaminan
pelaksanaan. Selanjutnya pihak satker melakukan pemutusan kontrak berdasarkan Surat Nomor 03/PHK/PPK-AB/P2P-I/BRR/2006 tanggal 15 Desember 2006 (dibuat sepihak tanpa ditandatangani oleh kontraktor). Dengan demikian adanya sisa uang muka sebesar Rp. 64.818.884,00 yang masih harus ditagih ke kontraktor, dan denda sebesar 5% dari nilai kontrak yaitu sebesar Rp. 37.609.000,00 atau uang jaminan pelaksanaan sebesar Rp. 37.609.000,00 yang harus dicairkan. Untuk uang muka dan denda, pihak satker dan PPK Aceh Besar tidak berhasil memungut karena jaminan uang muka terlambat dicairkan dan denda tidak dapat dikompensasi karena kontraktor tidak mengajukan termin pembayaran lagi. Sampai dengan saat pemeriksaan berakhir tanggal 22 November 2007 belum ada tindakan BRR NAD–Nias untuk menyelesaikan pembangunan fisik rumah. Hasil pemeriksaan fisik ke lokasi pembangunan 13 unit rumah tersebut menunjukkan bahwa kondisi rumah terhenti pembangunan pada progress fisik +/- 48% dan belum terpasang atap, sehingga pembangunan rumah dalam kondisi terbengkalai. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Kontrak yang disepakati dan tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Kondisi tersebut mengakibatkan: a. Pembangunan rumah tidak dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat; b. Indikasi terjadi kerugian negara atas tidak terpungutnya sisa uang muka sebesar Rp. 64.818.884,00; c. Kontraktor harus dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp.37.609.000,00. Kondisi yang demikian tersebut terjadi karena : a. Kontraktor kurang mampu dan kurang profesional dalam melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak yang telah disepakati; b. Lemahnya pengendalian oleh BRR NAD-Nias atas pelaksanaan pekerjaan tersebut Pihak Bapel RR menyatakan bahwa: a. Kepala Satker dan Direktur MK.1 melalui pihak terkait telah melakukan upaya secara hukum terhadap rekanan yang melakukan wanprestasi termasuk ke Komite Verifikasi dan Penertiban BRR sebagai fasilitator sehingga permasalahan kerugian negara dapat diselesaikan. b. Upaya untuk dapat menyelesaikan permasalahan pembangunan rumah tersebut Direktorat MK.1 telah membuat rencana dan program penanganan untuk menyelesaikan rumah yang terbengkalai. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan cara kerjasama dengan masyarakat melalui program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dalam minggu kedua bulan Desember 2007 sudah dilaksanakan penandatanganan kontrak antara PPK dengan perwakilan masyarakat dengan dana yang telah diperhitungkan dengan sisa nilai fisik bangunan dan sisa yang tersedia. Pihak Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia menyarankan kepada Badan Pelaksana Rehabilitasi
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dan Rekonstruksi Nad-Nias agar segera mengambil langkah-langkah strategis pembangunan rumah dapat segera diselesaikan, menarik kelebihan pembayaran sisa uang muka sebesar Rp. 64.818.884,00 dan mengenakan sanksi denda keterlambatan sebesar Rp. 37.609.000,00. 68 Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) juga salah 69 Sulaiman Abda selaku Ketua Komisi D DPRA berpendapat, belum tuntasnya pembangunan rumah untuk korban tsunami sampai tahun keempat pascatsunami, tidak seluruhnya karena kesalahan kontraktor. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) sebagai pemilik proyek juga punya kesalahan, karena kurang mengontrol pelaksanaan pembangunan rumah. Begitu juga terhadap konsultan perencana dan pengawas yang dikontrak tapi ternyata tidak bekerja secara profesional dan maksimal. Kecuali itu, kata Sulaiman Abda, perubahan kebijakan yang sering dilakukan pengambil keputusan di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), membuat sistem kerja rehab-rekon jadi terganggu dan terhambat. 68 69
Dokumen Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD. Serambi Indonesia, Tanggal 11 April 2008.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB IV AKIBAT HUKUM DAN UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI B. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Walaupun kontrak telah dibuat dalam bentuk tertulis dan memuat berbagai ketentuan hak dan kewajiban para pihak, namun tetap saja tidak berjalan sebagaimana mestinya seperti tidak tepat waktu dalam pelaksanaan pembangunan dan penyelesaian serta tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Dalam praktek pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi pada satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Wilayah I BRR NAD dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Aceh Besar diketahui bahwa terdapat 20 kontrak Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan PHO memiliki tanggal yang sama dengan FHO. Dengan demikian disimpulkan bahwa PHO dan FHO khususnya pada kontrak yang dipilih sebagai sampel penelitian tidak berjalan sesuai ketentuan untuk dua puluh kontrak perumahan, dengan rincian sebagai berikut:
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tabel 2. Kontrak Pembangunan Perumahan Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku No 1 1.
Nama Rekanan
7.
2 PT. Putra Sinar Desa CV. Naguna CV. Purnama Mulia PT.Citra Gunung Mas PT.Bintang BataraSakti PT. Asiapim Utama PT.Ramaijaya Purnasejati
8.
CV. Pusaka Tani
9.
CV. Sultahan Agung
2. 3. 4. 5. 6.
10.
CV. Putera H. Dua
11. 12. 13. 14. 15.
CV. Kharyanti CV. Gaza Konstruksi Fa. Inpecon PT. Jasa Mandiri
17.
CV. Tamita Beuna PT. Aceh Setia Abadi PT Karia Asri
18.
CV. Seulawah Perkasa
19.
PT. Kalkausar
20.
PT. Jasa Adeek
16.
No. Kontrak/Jangka Waktu
Nilai Kontrak (Rp) 4 3.144.422.000,00
3 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/650/2005 28 Oktober 2005 - 25 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/665/2005 1.181.562.000,00 28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 592.214.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/699/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/641/2005 1.180.298.000,00 28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 1.495.682.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/640/2005 28 Oktober 2005 -6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/639/2005 1.494.070.000,00 28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/659/2005 1.180.260.000,00 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 788.140.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/661/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 394.853.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/698/2005 28 Oktober 2005 - 25 Januari 2006 669.711.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/643/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 590.945.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/645/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 472.127.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/697/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/651/2005 1.373.992.000,00 8 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/637/2005 1.564.940.000,00 8 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 512.116.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/667/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/652/2005 1.456.397.000,00 28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 666.752.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/644/2005 8 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 670.317.000,00 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/646/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/638/2005 1.572.264.000,00 28 Oktober 2005 – 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/658/2005 1.572.648.000,00 28 Oktober - 25 Januari 2006 Jumlah 22.573.710.000,00
Realisasi
Satuan
5 80
6 Unit
30
Unit
15
Unit
30 38
Unit
38
Unit
30
Unit
20
Unit
10 17
Unit
15
Unit
12
Unit
35
Unit
40
Unit
13
Unit
37
Unit
17
Unit
17
Unit
40
Unit
40 574
Unit
Sumber : Dokumen Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Unit
Unit
Unit
Berdasarkan data tersebut, jelaslah bahwa kondisi ini menyebabkan pengguna jasa keberatan dan merasa dirugikan atas kinerja dari penyedia jasa karena ketentuan yang dimuat dalam kontrak tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Terhadap hal tersebut tentunya membawa akibat terhadap kedua pihak secara hukum. 65 Dari dua puluh kontrak konstruksi tersebut diatas, maka yang diambil penelaahan terhadap 5 kontrak konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Aceh Besar khususnya dalam kaitannya dengan kontrak pembangunan perumahan bantuan yang didanai BRR NAD dimuat ketentuan sanksi yang dapat diterima para pihak khususnya bagi penyedia jasa yang tidak dilaksanakan prestasinya. Hal ini tertuang dalam ketentuan sanksi yang dimuat dalam kontrak, yaitu ketentuan Pasal 18 tentang Sanksi dan denda yang menentukan : 1. Bilamana progres pekerjaan terlambat lebih dari 30% dari target pekerjaan, maka Pihak Kedua dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan sebesar 100 (satu per mil) dari nilai kontrak perhari kalender. 2. Pada saat nilai denda keterlambatan sama atau melebihi nilai jaminan pelaksanaan, maka kontrak dihentikan dan penyedia jasa dimasukkan dalam daftar hitam rekanan.
65
Juanda DJamal, Juru Bicara/Humas BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 19 Februari
2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Denda dihentikan bilamana Pihak Kedua telah mencapai target prestasi pekerjaan. 4. Denda yang telah dibebankan harus disetorkan ke Kas Negara oleh Pihak Kedua atau jaminan pelaksanaannya dicairkan atau diperhitungkan dengan kewajiban pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua. Pembangunan 1.710 Unit Rumah Senilai Rp. 1.421.156.578,00 Tidak Sesuai dengan Spesifikasi Kontrak yang Ditetapkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas kontrak pembangunan rumah baru tipe 36 RSS TA 2005 di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Selatan yang dikelola oleh Satuan Kerja Sementara (Satker) BRR Pengembangan Perumahan dan Permukiman NAD-Nias ditemukan hal-hal sebagai berikut: a. Pembangunan 706 unit rumah di Kota Banda Aceh tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak yang ditetapkan senilai Rp. 536.254.432,90; b. Pembangunan 574 unit rumah di Kabupaten Aceh Besar tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak yang ditetapkan senilai Rp. 779.557.004,87 (lihat Tabel); c. Pembangunan 430 unit rumah di Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Selatan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak yang ditetapkan senilai Rp. 105.345.140,55. 66
66
Dokumen Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Hal tersebut tidak sesuai dengan: a. Penjelasan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 33 Ayat (2) yang antara lain menyatakan bahwa khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahan-bahan, alat-alat yang di lapangan; b. Syarat-syarat umum dan khusus, syarat-syarat teknis dan gambar bestek yang telah ditetapkan dalam kontrak. Hal ini terjadi karena : a. Konsultan pengawas dalam melaksanakan tugas tidak mengikuti ketentuan yang berlaku; b. Kontraktor cenderung mencari keuntungan yang tidak wajar; c. Pengawasan dan pengendalian atasan langsung (deputi, direktur) secara berjenjang belum berfungsi sebagaimana mestinya; d. Kepala Badan Pelaksana (Bapel) Reonstruksi dan Rehabilitasi, Kedeputian Perumahan, Infrastruktur dan Penatagunaan Lahan tidak melakukan pemantauan dan evaluasi serta cenderung tidak merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan di bawah lingkup kerjanya. Hal tersebut mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran yang merugikan negara minimal sebesar Rp. 1.421.156.578,00. Pihak Badan Pelaksana (Bapel) Rekonstruksi dan Rehabilitasi sepakat bahwa Konsultan Pengawas dalam melakukan tugas belum bekerja atau mengikuti ketentuan yang berlaku sehingga BRR telah melakukan sanksi terhadap PT. Multi Areaconindo (Macon) bekerja sama dengan PT. PPA Consultant dan PT. Trapenca Puga Raya sebagai Konsultan Pendamping, Perencana dan Pengawasan terhadap pekerjaan yang dikerjakan kurang optimal dan tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam kontrak dengan memotong dana 20% dari nilai kontrak dan mengembalikan ke kas negara sebesar Rp.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
27.790.443,00 atas kelebihan pembayaran biaya langsung dan biaya non personil. Pihak ketiga yang tidak beritikad baik (kontraktor dan konsultan), agar tidak diikutsertakan
dalam
kegiatan
rehabilitasi
dan
rekonstruksi
selanjutnya;
Mempertanggungjawabkan kekurangan pekerjaan dengan menyetorkan kelebihan pembayaran ke kas negara sebesar Rp. 1.421.156.578,00; Kepala Badan Pelaksana (Bapel) Rekonstruksi dan Rehabilitasi menegur secara tertulis deputi yang bersangkutan dan beserta jajarannya agar meningkatkan pengawasan, pengendalian dan evaluasi agar permasalahan yang sama tidak terulang kembali.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 3
Lanjutan Tabel 3
Berdasarkan data tersebut, jelaslah bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi pada pelaksanaan proyek pembangunan perumahan antara lain sebagai berikut: Bahan material agregat kelas C tidak memenuhi syarat gradasi, Terdapatnya kelebihan pembayaran yang tidak sesuai ketentuan, Addendum kontrak tidak sesuai ketentuan, Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, Tidak memiliki kemampuan yang memadai. Sedangkan jenis aturan yang dilanggar adalah 1. Keppres 80 Tahun 2003 lampiran I Bab II.D.2.d ; Pasal 35 ayat (2), (3), (4); dan Lampiran I Bab II D.1.k.3); 2. Kontrak / SPK awal Pasal 7 ayat 2 dan Pasal 21 ayat (1); 3.Pembuatan addendum kontrak tidak sesuai ketentuan; 4. Tidak memiliki kemampuan yang memadai; 5. Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak; 6. Keppres 80 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (17); pasal 11 ayat (1); pasal 35; Pasal 37 ayat (1); Pasal 49 ayat (1) dan (2) 7. Kontrak pasal 12 ayat (g); Pasal 4 butir (2) dan rincian anggaran biaya. Dari ketentuan sanksi tersebut jelaslah bahwa pada intinya apabila terbukti bahwa pelaksanaan pekerjaan pembangunan tidak sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak yang antara lain meliputi semua ketentuan dasar pelaksanaan teknis pekerjaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Perjanjian tentang Dasar Pelaksanaan Pekerjaan yaitu :
Pekerjaan tersebut dalam Pasal 1 diatas harus dilaksanakan oleh Pihak Kedua atas dasar referensi-referensi yang bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini, yaitu : a. Gambar-gambar (termasuk gambar-gambar detail). Rencana Kerja dan Syaratsyarat pekerjaan (RKS) dengan semua perubahan sesuai dengan Berita Acara Penjelasanya. b. Semua ketentuan-ketentuan dari peraturan administrasi teknis yang tercantum dalam : 1. Persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (PUBBI 1982); 2. Standar umum Bahan Bangunan Indonesia (Tahun 1986); 3. Standard Industri Indonesia (SII-003-1981); 4. Standard dan peraturan mengenai pekerjaan utilitas yang berlaku. Misalnya: PUIL, 1987, LMK,. SPLN, PUIPP, DIM, JIS, IEC, VDE, UFPA, UL, 864, ASTM, SMAGNA, AVMI, PPI dan Peraturan Keselamatan Kerja Daerah setempat; 5. Peraturan Perburuhan Indonesia; 6. Keputusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia; 7. Peraturan Pembangunan Daerah Setempat; 8. NI-Normalisasi Indonesia; 9. PPT GIUG Earthquake Codes; 10. Building-codes untuk wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Oleh karena itu, apabila terbukti bahwa pelaksanaan pekerjaan pembangunan tidak sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak, maka pihak pengguna jasa dalam hal ini dapat melakukan : 1. Pemberian teguran-teguran dan peringatan-peringatan secara tertulis; 2. Penangguhan pembayaran; 3. Pemasukan Pihak Kedua ke dalam Daftar Hitam Rekanan dan pengalihan pekerjaan; 4. Pengenaan denda sebesar Rp. 1/1000 (satu perseribu) untuk setiap hari keterlambatan sampai setinggi-tingginya 5% (lima perseratus) dari Nilai Kontrak. Selain sanksi dan denda tersebut diatas juga terdapat tanggungjawab pelaku jasa konstruksi baik secara perdata maupun secara pidana; menurut Mariam Darus Badrulzaman tanggungjawab secara perdata pelaku jasa konstruksi dapat dilihat dari perikatan yang terjadi antara pengguna jasa (pemilik proyek) dengan penyedia jasa (konsultan atau kontraktor). perikatan yang berbentuk kontrak kerja konstruksi tersebut terkait dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1233, yaitu bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, dan atau karena undang-undang. sedangkan tanggungjawab secara pidana menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 membuka peluang sanksi pidana bagi pelaku jasa konstruksi, khususnya Pasal 41 dan Pasal 43 ayat (1), (2), dan (3). tujuan Undang-undang ini adalah untuk melindungi masyarakat yang menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa.
pada
prinsipnya
barangsiapa
yang
merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi persyaratan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (pada saat berlangsungnya pekerjaan konstruksi) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan beroperasi), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak. selain sanksi pidana, para profesional (tenaga ahli) teknik juga akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2000 Pasal 31,32, dan 33 juncto PP Nomor 30 tahun 2000 Pasal 6 ayat (4). sanksi pidana dirasakan perlu mengingat bahwa sanksi lain seperti sanksi administrasi bagi pelanggaran norma-norma Hukum Tata Negara dan Tata Usaha Negara, dan sanksi perdata bagi pelanggaran norma-norma hukum perdata mencukupi untuk mencapai tujuan hukum, yaitu rasa keadilan. Namun demikian walaupun telah memiliki dasar yang kuat mengenai pengenaan sanksi bagi penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai kontrak, pihak pengguna jasa tidak sepenuhnya dapat menerapkan ketentuan sanksi tersebut tetapi hanya berbentuk teguran secara lisan saja. Padahal apabila dilihat dari bentuk pelanggarannya terhadap penyedia jasa telah dapat dikenakan denda atau pemutusan perjanjian. Akan tetapi, mengingat penyedia jasa telah banyak mengalami kerugian dalam pelaksanaan pembangunan rumah dimaksud penyelesaian tetap diserahkan kepada penyedia jasa disamping mengupayakan untuk membuat addendum kontrak. Akibat langsung yang dirasakan oleh penyedia jasa adalah tidak
lagi dipercaya untuk melaksanakan proyek lain atau dengan kata lain penyedia jasa dimasukkan dalam daftar hitam rekanan. 78 Berdasarkan uraian di atas terhadap tindakan penyedia jasa yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diperjanjikan berakibat penyedia jasa bersangkutan akan dikenakan sanksi. Dalam hal ini jelas bahwa akibat tindakan penyedia jasa yang tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian, maka pengguna jasa dapat mengambil tindakan hukum sesuai ketentuan sedangkan bagi penyedia akan terkena tindakan hukum sesuai perjanjian seperti dimasukkan dalam daftar hitam rekanan.
B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembangunan fisik dibidang jasa konstruksi cukup banyak melibatkan sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam berupa bahan bangunan, sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan elektrikal, serta sumber daya keuangan. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur dan ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan waktu pelaksanaan. Namun demikian, pada setiap tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami hambatan, baik dari faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain. 78
Muhammad Insa Ansyari, Kepala Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 18 Februari 2009.
Hambatan-hambatan sekecil apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun operasional bangunan kelak. Oleh karenanya tulisan ini akan berupaya membahas lebih jauh sengketa yang terjadi dan bagaimana penyelesaiannya, berdasarkan pada literatur maupun pengalaman lapangan yang penulis alami, khususnya untuk proyek pembangunan ini. Pada dasarnya, ilmu pengetahuan yang sangat luas itu merupakan bagian dari kebutuhan manusia. Akan tetapi dengan keterbatasan yang dimiliki manusia itu sendiri, mereka hanya mampu untuk menampung beberapa cabang keilmuan saja. Oleh karenanya wajar apabila setiap pekerjaan profesi yang dilakukan oleh seorang yang profesional, wajib didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk melengkapi keilmuan yang dimiliki. Maksudnya, sudah saatnya para profesional teknik memiliki pengetahuan keilmuan yang bersentuhan dengan bidang pekerjaannya, yaitu ilmu hukum. Dengan demikian diharapkan bahwa setiap langkah profesi yang dilakukan oleh profesional teknik, mampu untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi apabila bidang pekerjaan profesi teknik tersebut berakibat hukum. Kecenderungan sengketa jasa konstruksi diakibatkan oleh beberapa hal : (1). Sengketa precontractual (2) Sengketa contractual (3) Sengketa pascacontractual. Masing-masing segketa tersebut memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan bagian dari keseluruhan manajemen proyek bidang jasa konstruksi.
1. Jasa Konstruksi Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa konstruksi umumnya masih mengikuti peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, dengan apa yang waktu itu kita kenal dengan Algemene Voorwaarden (AV) 1941. Jauh setelah itu, peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan jasa konstruksi baru diterbitkan Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 beserta Peraturan Pemerintah Nomor 28, 29 dan 30 Tahun 2000, serta peraturan perundang-undangan lain baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk mengetahui lebih jauh tentang jasa konstruksi, berikut dalam tabel 4 adalah asas dan tujuan pengaturan jasa konstruksi sebagaimana yang diamanatkan UU. Nomor 18 Tahun 1999. Tabel 4. Asas dan Tujuan Pengaturan Jasa Konstruksi Sesuai Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Azas-azas Jasa Konstruksi Asas Kejujuran Asas Keadilan Asas Manfaat Asas Keserasian Asas Keseimbangan Asas Keterbukaan Asas Kemitraan Asas Keamanan Asas Keselamatan
No 1.
2.
3.
Tujuan Pengaturan Jasa Konstruksi Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi
Sumber : Bambang Poerdyatmono (2003)
Dari penjelasan tabel 5 di atas jelaslah bahwa semua yang berkaitan dengan asas-asas dan tujuan pengaturan jasa konstruksi tersebut ditujukan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi sebagai bagian dari manajemen proyek/konstruksi, maka lingkup layanan jasa konstruksi sebagaimana Pasal (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 adalah lingkup pelayanan jasa perencanaan, pelaksanaan, pengawasan secara strategis dapat terdiri dari jasa : rancang bangun, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan terima jadi, penyelenggaraan pekerjaan terima jadi. Berikut pada Tabel 5 adalah jenis usaha jasa konstruksi sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 Pasal (2), (3) dan Pasal (5).
Tabel 5. Jenis Usaha Jasa Konstruksi berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1999 dan PP Nomor 28 Tahun 2000
No
Jenis Usaha Jasa Konstruksi
1.
Perencanaan Konstruksi
Menurut UU Nomor 18 Tahun 1999
Layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi 2. Pelaksanaan Konstruksi Layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir pekerjaan konstruksi. 3. Pengawasan Konstruksi Layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir pekerjaan konstruksi. Sumber : Bambang Poerdyatmono (2003)
Menurut PP Nomor 28 Tahun 2000 Survey, perencanaan umum, studi makro dan mikro, studi kelayakan proyek, industri dan produksi; perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan, serta penelitian.
Lingkup jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan secara strategis dapat terdiri dari jasa : rancang bangun, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan terima jadi, penyelenggaraan pekerjaan terima jadi.
Layanan pengawasan jasa konstruksi yang meliputi : pengawasan pekerjaan konstruksi, pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu, dan proses perusahaan dari hasil pekerjaan konstruksi
Dari tabel 5 di atas jelaslah bahwa lingkup sengketa jasa konstruksi dapat saja terjadi pada tingkat perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, juga pada tingkat perngawasan konstruksi itu sendiri. 2. Sengketa Jasa Konstruksi Sebagaimana diketahui dalam penulisan di depan, bahwa sengketa jasa konstruksi terdiri dari 3 (tiga) bagian : a. Sengketa precontractual yaitu sengketa yang terjadi sebelum adanya kesepakatan kontraktual, dan dalam tahap proses tawar menawar. b. Sengketa contractual yaitu sengketa yang terjadi pada saat berlangsungnya pekerjaan pelaksanaan konstruksi. c. Sengketa pascacontractual yaitu sengketa yang terjadi setelah bangunan beroperasi atau dimanfaatkan selama 10 (sepuluh) tahun. Perjanjian baik yang umum maupun yang khusus seperti halnya kontrak kerja konstruksi yang dilakukan melalui penunjukan langsung, selalu menimbulkan konsekuensi adanya hak dan kewajiban yang berlaku bagi para pihak dalam pelaksanaan secara keseluruhan apabila hak dan kewajiban ini tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka para pihak tersebut dinyatakan telah melakukan wanprestasi walaupun tidak sepenuhnya diakui dan tentunya hal ini menimbulkan suatu akibat hukum sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.
Wanprestasi atau tindakan penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajiban terjadi memungkinkan terjadinya suatu perselisihan dan hal tersebut disadari betul oleh para pihak, sehingga dalam kontrak kerja konstruksi juga dicantumkan cara-cara menyelesaikan perselisihan. Hal ini dilakukan agar mudah penyelesaiannya. Adapun penyelesaian yang dilakukan dalam pihak pengguna jasa dengan penyedia jasa dalam hal penyedia jasa tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan perjanjian menurut ketentuan perjanjian biasanya ditentukan melalui jalur pengadilan pengguna jasa dalam praktek lebih sering dilakukan di luar pengadilan pengguna jasa melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) biasanya melayangkan surat teguran secara tertulis kepada penyedia jasa. Teguran dimaksudkan agar penyedia jasa segera melaksanakan kewajiban dan prestasinya kecuali dalam hal keadaan overmacth atau force majeure yang tidak memungkinkan untuk diminta perpanjangan waktu penyelesaian pembangunan. Berdasarkan ketentuan yang dimuat Kontrak Upaya Penyelesaian perselisihan dilakukan dengan ketentuan yang dimuat dalam Pasal 20
tentang Penyelesaian
Perselisihan, yaitu: 1. Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah. 2. Jika perselisihan ini tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maka kedua belah pihak sepakat untuk membawa ke Badan Arbitrase Negara (BANI). 3. Keputusan Badan Arbitrase (BANI) bersifat mengikat kedua belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan/dipikul oleh Pihak Kedua.
4. Jika keputusan sebagaimana dimaksud ayat 3 pasal ini tidak dapat diterima oleh salah satu atau kedua belah pihak, maka perselisihan akan diteruskan melalui Pengadilan Negeri Jantho Kabupaten Aceh. Berbeda dengan diatas, penyelesaian sengketa jasa konstruksi yang dilakukan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS selama ini, menurut Muhammad Insa Ansyari dalam Praktek bahwa ada 3 (tiga) kemungkinan yang dapat diadakan untuk menyelesaikan perselisihan (wanprestasi) yang biasanya telah dicantumkan dalam kontrak, yaitu: 1. Dengan cara musyawarah dimana penyelesaian, perselisihan itu dilakukan sendiri oleh para pihak. 2. Melalui panitia arbitrase, yang arbiter-arbiternya ditunjuk oleh kedua belah pihak. 3. Melalui Pengadilan Negeri, dimana domisili yang dicantumkan dalam perjanjian. 79 Dalam praktek sering dilakukan untuk menyelesaikan suatu perselisihan dalam Kontrak Kerja Konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD adalah melalui musyawarah diantara para pihak itu sendiri. Jalur pengadilan tidak dipakai karena setelah menerima surat teguran dari pengguna jasa, maka penyedia jasa biasanya
79
Muhammad Insa Ansyari, Kepala Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 18 Februari 2009.
bertemu untuk mengadakan rapat atau musyawarah mengenai penyelesaian yang ditempuh terhadap permasalahan yang dihadapi. Dalam praktek selama ini yang dilakukan, pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD sehubungan dengan tidak dilaksanakan kewajiban penyedia jasa sesuai dengan kontrak, maka pihak pengguna jasa dalam hal ini pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Aceh Besar Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD telah melakukan beberapa tindakan yaitu: 1. Memberi teguran dengan surat resmi, yang pada intinya mengharapkan agar penyedia jasa (1) mengoptimalkan kinerja tenaga kerja (2) persediaan bahan/material harus siap di lapangan dan (3) mempersiapkan persediaan alat yang diperlukan; 2. Memerintahkan kepada penyedia jasa untuk menunaikan prestasi sesuai dengan isi perjanjian pengadaan barang/jasa yang telah disepakati; 3. Meminta penyedia jasa untuk membayar denda karena terlambat mengadakan serah terima hasil pekerjaan kepada pengguna jasa; 4. Pihak pengguna jasa dapat mengambil biaya dari jaminan kontrak, memotong pembayaran atau mempergunakan milik penyedia jasa;
5. Memberi sanksi kepada pihak penyedia jasa untuk tidak dapat melakukan penawaran untuk dapat dipilih menjadi penyedia jasa pada proyek yang akan datang. 80 Mengenai upaya penyelesaian dalam hal penyedia jasa tidak melakukan tanggung jawabnya dalam kontrak karena wanprestasi adalah perdamaian diluar pengadilan. Adanya penyelesaian perselisihan melalui jalur di luar pengadilan yang didahului dengan adanya surat teguran tersebut dibenarkan oleh para penyedia jasa yang berhasil ditemui bahwa dalam hal terjadi wanprestasi baik akibat keterlambatan atau tidak sesuainya spesifikasi objek perjanjian tindakan yang paling sering dilakukan oleh pengguna jasa adalah diberikan teguran agar penyedia jasa melaksanakan kewajibannya. Terhadap hal tersebut biasanya penyedia jasa memberikan respon positif, sehingga dari hasil musyawarah biasanya yang dibuat pembaharuan kontrak atau addendum guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Namun demikian tidak semuanya kontrak dapat diterapkan hal tersebut dan hal ini sangat tergantung dari kedua pihak khususnya penyedia jasa. 81
80
Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 19 Februari 2009. 81 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa mekanisme penyelesaian perselisihan dalam kontrak konstruksi lebih mengutamakan upaya musyawarah, sehingga perselisihan tersebut tidak sampai ke pengadilan. Namun dalam kasus tertentu jika melalui musyawarah tidak membawa hasil maka para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui Panitia Arbitrase dan pengadilan Negeri. Walaupun
terdapat
berbagai
cara
penyelesaian
perselisihan,
namun
penyelesaian secara musyawarah tetap menjadi pilihan utama karena dapat dilakukan dengan cepat dan biaya ringan, termasuk kasus-kasus wanprestasi dalam kontrak kerja konstruksi pada Divisi Perumahan dan Permukiman Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS. Disamping itu cara penyelesaian seperti ini dapat menguntungkan kedua belah pihak sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat terus dilangsungkan pembangunannya sampai dengan selesai. Disaat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS berakhir masa tugasnya, sedangkan pembangunan rumah di Aceh bagi korban Tsunami belum terbangun seluruhnya, institusi yang akan melanjutkan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh adalah Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh (BKRA) menggantikan BRR yang sudah berakhir masa tugasnya pada tanggal 19 April 2009. badan baru yang menggantikannya itu nanti juga merupakan badan bentukan pemerintah pusat dengan dasar hukum Keputusan Presiden. Badan ini tidak hanya berfungsi melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi, tapi juga berfungsi sebagai eksekusi dalam melaksanakan program percepatan pembangunan Aceh di masa datang. badan ini juga berfungsi mengoordinasikan dan menggalang sumber pendanaan off budget dari
berbagai lembaga asing yang berkomitmen membantu pemulihan Aceh hingga 2012, seperti USAID, WB, IDB, KWF dan beberapa donor lainnya. Untuk tahun 2009, BKRA akan mendapat alokasi anggaran APBN yang bersumber dari rupiah murni sebesar Rp 4 triliun. Namun, dari dana tersebut, baru tersedia Rp 1.3 triliun. “Dana sebesar Rp 2.7 triliun akan diupayakan melalui APBN-P. Sedangkan alokasi anggaran yang bersumber pada kementerian/lembaga yang bersumber dari PHLN (Pinjaman Hutang Luar Negeri) sebesar Rp 1.78 Triliun,” 82 82
Hamid Zein, Kepala Biro Humas dan Hukum Pemerintah Aceh, Wawancara, Tanggal 5 Maret 2009.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Di bagian ini penulis memberikan kesimpulan dari semua hal-hal yang telah diuraikan pada bagian terdahulu yaitu : 1. Terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung di Kabupaten Aceh Besar adalah akibat terjadi suatu keadaan tidak dilaksanakannya apa yang telah diperjanjikan dalam suatu perjanjian, oleh karena kelalaian salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian. yaitu tidak melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya; tidak melakukan pekerjaan sesuai gambar rencana (bestek) dan spesifikasi yang ada dalam kontrak; mensub kontrakkan kepada pihak kontraktor lain. 2. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam pembangunan perumahan untuk korban tsunami di Kabupaten Aceh Besar adalah karena terjadinya kenaikan harga bahan material ditambah dengan besarnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh penyedia jasa dan akibat kelalaian dari penyedia jasa sendiri.
3. Akibat hukum yang timbul dari tindakan penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya adalah penyedia jasa bersangkutan dikenakan sanksi salah satunya dengan memasukkan penyedia jasa dalam daftar hitam rekanan sehingga tidak dipercaya lagi melaksanakan proyek lainnya. Upaya penyelesaian yang ditempuh terhadap penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya dilakukan melalui musyawarah di antara para pihak, hal ini didahului dengan pemberian teguran dan diupayakan penyelesaian kontrak dengan membuat addendum kontrak.
B. Saran 1. Disarankan bagi pengguna jasa untuk melihat kemampuan penyedia jasa yang melaksanakan pembangunan perumahan tersebut, jangan asal anak daerah atau kontraktor lokal, yang perlu kualitas. 2. Disarankan kepada pengguna jasa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tidak perlu harus penyedia jasa anak daerah, untuk pembangunan perumahan Aceh/Nias di pergunakan tenaga yang benar-benar ahli dan bertanggung jawab. 3. Dituntut kesadaran pengguna jasa untuk tidak menuntut pemotongan harga proyek yang terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung. Andasasmita, Komar, 1990, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Bandung, Penerbit INI (Ikatan Notaris Indonesia). Ahmad Miru, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta. Ashshofa, Burhan, 1994, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Badrulzaman, M.D., 1993, KUH Perdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan Penyelesiannya, Penerbit Alumni, Bandung. ________________, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Djumialdji, F.X., 1991, Perjanjian Pemborongan, Bina Aksara, Jakarta. _____________, 1995, Hukum Bangunan (Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia), Rineka Cipta, Yogyakarta. Frick, Heinz, 1995, Rumah Sederhana, Kebijakan Perencanaan dan Konstruksi, Kanius, Jakarta. ___________, 1998, dan FX Bambang Suskiyatno. Fuady, Munir, 1998, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, PT. Cipta Adtya Bakti, Bandung. Hamzah, Andi, 1992, Dasar-dasar Hukum Perumahan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Hartono, C.F.G. Sunaryati, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Abad ke-20, Penerbit Alumni, Bandung. Hardjo, Eko, Budi, 1998, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajahmada University Press, Yogyakarta. Kartini Mulyadi da Gunawan Wijaya, 2004, Perikatan pada Umumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Komarudin, 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Yayasan REI _ PT. Rakasindo, Jakarta. Khairandy, Ridwan, 2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1982, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta. Moleong, Lexy, 2002, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, PT. Gramedia Pusat Utama, Jakarta, 2003. Nazir, Moh, 1988, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Qirom Syamsuddin Meliala, A., 1995,Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta. Salim, HS, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. ________, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPdt, Raja Grafindo, Jakarta. Soedibyo, 1983, Pihak-pihak Yang Melakukan Pembangunan, Paradya Paramita, Jakarta. Soekanto, Soejono, 1986, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan ke-2, UIPress, Jakarta. Soemitro, Roni Hanitijo, 1980, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Solindeho, John, 1993, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta. Subagio, Joko P., 1994, Metodologi Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Sunggono, Bambang, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta. Sri Soedewi Masjchum Sofyan, 1972, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, Yogyakarta. __________________________, 1982, Hukum Bangunan Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta.
Perjanjian
__________________________, 1982, Himpunan Karya Tentang Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta. Subekti, R., 1979, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. _________, 1982, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Pembimbing Masa, Jakarta. _________, 1982, Aneka Perjanjian, Bandung. Syahrin, Alvi, 1992, Azas Pembangunan yang berwawasan lingkungan (suatu Studi Tentang Peraturan Perundang-undangan Pembangunan Perumahan), Tesis Program Pascasarjana UNAIR, Surabaya. ___________, 2003, Pengaruh Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press, Medan. Shahab, H., 2000, Menyingkap dan Meneropong Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999 dan Penyelesaian Alternatif serta Kaitannya dengan UU Jasa Konstruksi No.18 Tahun 1999 dan FIDIC., Penerbit Liberty, Jogjakarta. Wirjono Prodjodikoro, R. 1986, Azas-azas Hukum Perdata, PT. Bale, Bandung. Warsito, Herman, 1997, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Waluyo, Bambang, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Yudohusodo, Siswono, dkk, 1991, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Unit Percetakan Bharakerta, Jakarta. Yahya, M. Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
B. Jurnal/Dokumen/Surat Kabar. Dokumen Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Dokumen BPK RI Atas Laporan Hasil Pemeriksaan BRR TA 2005. Harian Serambi Indonesia, Poerdyatmono, B., 1995, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) pada Kontrak Jasa Konstruksi, Jurnal Teknik Sipil, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Jogjakarta, Volume 6 No. 1.
C. Peraturan Perundang-undangan. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti, R dan Tjitrosudibio, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, cetakan kedua puluh lima 1992. Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang No. 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi (UUJK) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulaua Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-undang.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulaua Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-undang. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009. Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2005 Tentang Peran Serta Lembaga/Perorangan Asing dalam Rangka Hibah Untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 Tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 Tentang Badan Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.192/KPTS/M/2004 Tentang Penetapan Paket-paket Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Semi e-Procurement di Lingkungan Departemen Permukman dan Prasarana Wilayah. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instruksi Pemerintah.
D. Situs Internet http://www.e-aceh-nias.org. Diakses pada Februari 2009 http://www.acehmagazine.com. Diakses pada Maret 2009 http://www.serambinews.com. Diakses pada Maret 2009
http://www.kompas.cybermedia. Diakses pada Maret 2009 http://www.kimpraswil.go.id/Ditjen_mukim/ensiklopedia/perumahan/ksnpp .htm, Djoko Kirmanto, Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP). Diakses pada Maret 2009 http://www.yahoo.com, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Diakses pada Maret 2009 http://www.google.com, Perkembangan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias http://bpk_ri.go.id. Diakses pada Maret 2009