Jurnal At-Tajdid
WANITA MUSLIMAH DAN TANGGUNG JAWABNYA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA Rienna Wahidayati * Abstract: Islam has set up society, started from person to person. It has given strong and deep basis of believe which is called as Tauhid. The main point of this is to unify Allah and perform all Islamic doctrin intensively as doctrine of al Ihsan. How does Islam bring together to meet a man and a woman? These two sides standing in the same status of marriage (in Islamic term called nikah). Afterward set up a family. Family is the smallest unity that exists in society. The existence of family is the point and basic of development, place where human can do all demands as continuation of his species as human instinct. There are many families that are unsuccessful in educating their children. Because the mother doesn’t understand her responsibility to them, then ignored them, So that, they become sinful and disobedient to their parents and society. They will not become sinful, if the pa rents know their responsibility, especially for mother and performed it well. So, it will very lucky for parents who have godly children because they are asset, hereafter infestations for them. Although their parents have been dead, they will always pray for them. The proof is come from “‘waladun shoolihun yad’uulah’. In the other hand parents who don’t want to know their children’s education or educate them with non Islamic pattern and ideology, their children will grow up as secular who are far from Islamic value. It can be the source of slander, ordeal even enemy for their parents. Al Qur’an Al-Karim is philosophy and Islamic basic law. Al-Quran is information that comes from heaven as truthfulness of Muhammad apostles. It also brings absolute, universal and up to date law/sunnah as mercy for universe (rahmatan lil’alamin) Keywords: women, responsibility, family education * Dosen Fakultas Tarbiyah STIT Muhammadiyah Pacitan
113
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga
Pendahuluan Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum : 21, ’’Dan di antara tan da-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berpikir.’’1 Dalam ayat ini, al-Quran meletakkan dasar yang benar untuk membuat batu pertama dalam bangunan masyarakat normal, bahkan memberitahukan suatu jenis kedokteran penting yang baru saja diketahui oleh para ilmuwan. Para ilmuwan sepakat untuk mengganti program peng ajaran kedokteran di dunia dengan memasukkan beberapa ilmu baru dalam kedokteran, terutama ilmu kedokteran masyarakat yang membahas komposisi masyarakat saleh yang bersih dari kebodohan, penyakit, rasa takut, dan khawatir.2 Islam membentuk masyarakat, dimulai dari orang per-orang. Di berinya dasar akidah-akidah yang kuat dan mendalam, yaitu tauhid. Benih yang pokok mengesakan Allah dan mengamalkan seluruh ajar an Islam secara intensif sebagai ajaran Ihsan. Kemudian dibentuklah keluarga. Adanya keluarga ialah merupakan satu kesatuan terkecil dalam lingkungan masyarakat. Atau, adanya keluarga adalah merupakan batu sendi dan dasar perkembangan, tempat manusia melakukan adanya tuntutan kelanjutan jenisnya sebagai insting fitri manusiawi, yaitu harus adanya pertemuan antara kedua jenis (pria dan wanita, muda dan mudi, positif dan negatif). Melalui hukum perkawinan (istilah agama disebut nikah), pria dan wanita bisa membentuk sebuah keluarga. Jadi nikah adalah jalan yang wajib ditempuh manusia bila sudah ada hasrat untuk melanjutkan jenisnya serta telah mampu atau telah mencukupi segala persyaratannya. Dengan nikah atau melalui pernikahan adalah cara Islam memberi ketentuan dan ketertiban dalam segala kehidupan manusia bermasyarakat. Dengan melalui nikah, Allah dalam melaksanakan dan menjalankan kedaulatan-Nya yang berlaku untuk umat manusia, juga benda alam 114
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
Rienna Wahidayati
yang lain, baik benda mati maupun benda yang hidup, yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, secara langsung atau tidak langsung. Nikah bukan suatu bentuk hukum (yang dengan upacara) secara formal. Melainkan, nikah adalah sebagai suatu ikatan atau tali suamiistri (pria dan wanita). Nikah adalah mempertemukan dua pribadi yang sama-sama bermartabat manusia yang mengandung arti ikatan yang secara langsung memberi dan mengandung ketentuan tentang hak dan kewajiban yang sama-sama wajib dipenuhi oleh suami-isteri secara timbal balik.3 Keluarga sebagai tempat manusia mengawali kehidupannya meru pakan dasar dari pembentukan kepribadian setiap insan, karena itu wanita sebagai pendamping suami, pendidik anak dan pengurus rumah tangga berperan penting dalam berbagai upaya mewujudkan manusiamanusia yang berbudi luhur, berakhlak mulia, berperikemanusiaan, berkepribadian teguh.4 Karena keluarga adalah satuan bangunan masyarakat yang membentuk negara, harus diliputi oleh suasana damai dan harmonis. Pem bentukannya pertama-tama harus dimulai dengan perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang mampu menciptakan ketenangan, kenyamanan, rasa aman, keselamatan, dan menjamin berlangsungnya kenyamanan fisik dan roh tanpa terjadi permusuhan. Barangkali ungkapan alQuran dari jenismu sendiri mengandung indikasi pentingnya kesatuan dan kerukunan dalam susunan sosial. Islam melindungi tiap individu dalam keluarga, bahkan mengangkat martabat istri dengan menurunkan satu surat utuh, yaitu surat an-Nisa’. Dalam surat ini tercakup seluruh perundang-undangan yang melindungi hak-haknya, menciptakan keadilan antara suami dan istri, lalu memberi laki-laki satu derajat lebih tinggi karena pertimbangan tanggung jawab dan tugas yang diembannya. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 228, “...para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban nya menurut cara yang makruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya....5
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
115
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga
Syariat Islam berdiri di atas dasar kesepakatan dan kesetiaan abadi. Syariat Islam mengutamakan satu perkawinan dan menjadikannya tempat keutamaan, bahkan memberikan langkah-langkah penyelesaian setiap kali muncul tanda-tanda perpecahan. 6 Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’ : 34-35, ‘’...wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur me reka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, kirimlah seorang hakam (pendamai) dari keluarga la ki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Tanggung Jawab Wanita Muslimah Tanggung jawab wanita muslimah terhadap anggota keluarganya tidak kalah sedikit di hadapan Allah daripada tanggung jawab kaum laki-laki. Bahkan adakalanya tanggung jawab kaum wanita lebih besar daripada tanggung jawab laki-laki, karena dialah yang bisa mengetahui relung-relung hati anak-anaknya, yang senantiasa hidup disisinya sekian lama, sehingga anak-anaknya juga lebih mengetahui seluk beluk ibunya daripada pengetahuan mereka terhadap ayahnya. Wanita muslimah yang sadar merasakan tanggung jawab ini setiap kali dia mendengar sabda Rasulullah SAW.7 Tidak diragukan lagi bahwa anak merupakan penyejuk pandangan mata, sumber kebahagiaan, dan belahan hati manusia dalam kehidupan ini. Keberadaan mereka menjadikan kehidupan ini terasa manis, menye nangkan, mudah mendapatkan rezeki, terwujud semua harapan, dan hati pun menjadi tenang. Di mata seorang bapak, anak akan menjadi penolong, penunjang, pemberi smangat dan penambah kekuatan. Seorang ibu melihat anak sebagai harapan hidup, penyejuk jiwa, penghibur hati, kebahagiaan hidup serta tumpuan masa depan. Semuanya itu tergantung pada pendidikan yang diberikan kepada mereka, juga pada pembentuk 116
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
Rienna Wahidayati
an diri dan penggodokan mereka menghadapi kehidupan ini. Dimana mereka menjadi unsur produktif dan aktif, yang kebanyakan mereka akan kembali kepada orang tua, masyarakat, dan masyarakat secara kese luruhan. Sehingga mereka dapat menjadi seperti apa yang difirmankan Allah QS. al-Kahfi (18): 46,“Harta dan anak-anak adalah perhiasan ke hidupan dunia”.8 Apabila diabaikan pendidikan mereka, dan pembentukan kepriba dian mereka dilakukan secara tidak proposional, maka mereka akan menjadi bencana bagi orang tua mereka dan gangguan bagi masyarakat dan umat manusia secara keseluruhan. Tidak lepas dari pikiran wanita muslimah bahwa tanggung jawab seorang ibu dalam pendidikan dan pembentukan kepribadian anakanaknya lebih besar dari pada seorang bapak. Yang demikian itu karena mereka lebih dekat dengan ibu dan lebih banyak berada disisinya, di samping seorang ibu lebih mengenal keadaan dan perkembangan me reka pada masa-masa pertumbuhan dan puber yang merupakan masa paling berbahaya bagi kehidupan mental, jiwa dan tingkah laku anak. Karena itu, wanita Muslimah yang mengikuti petunjuk agama nya mengetahui tugas pendidikan yang diembannya, juga tanggung jawab penuh dalam pendidikan anak-anaknya yang diungkap Al-Quran QS. at-Tahrim (66): 6 ,“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah di rimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah ma nusia dan batu”.9 Dalam suatu hadis disebutkan’’Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin dan setiap orang di antara kalian bertanggung jawab terha dap yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan bertanggung ja wab terhadap yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Pembantu adalah pemimpin di tengah harta tuannya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.”(Muttafaq Alaihi). Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
117
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga
Perasaannya untuk bertanggung jawab akan mendorongnya untuk meluruskan yang bengkok pada diri anggota keluargannya, membetulkan yang salah pada diri mereka, tidak hanya diam membisu saat melihat penyimpangan, ketidakberesan dan kelemahan di tengah keluarganya, kecuali jika memang ada yang tidak beres dalam agamanya.10 Tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab bersifat sangat komprehensif yang dibebankan Islam kepada seluruh umat manusia, dengan tidak meninggalkan satu orang pun dari mereka. Dengan tuntutan tanggung jawab tersebut, Islam menjadikan orang tua -khususnya ibu- bertanggung jawab penuh pada pendidikan keislaman secara detail bagi anak-anak mereka, juga pada pembentukan diri yang salih yang tegak di atas akhlak mulia yang oleh Rasulullah disebutkan bahwa dirinya diutus ke dunia ini adalah untuk penyempurnaan akhlak tersebut dalam kehidupan manusia. Dalam hadis disebutkan“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”11 Tidak ada bukti yang lebih kuat untuk dijadikan sandaran bagi kaum muslimin mengenai tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak me reka dari keputusan para ulama yang mengharuskan setiap rumah untuk memperdengarkan hadits Rasulullah SAW yang artinya ”Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk mengerjakan shalat pada saat mereka ber usia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila mereka enggan mengerjakan nya pada saat mereka berusia sepuluh tahun”12 Setiap rumah yang diperdengarkan hadits ini, tetapi kedua orang tua yang menempati rumah tersebut tidak segera menerapkan dan meng amalkannya secara sempurna, yaitu memerintahkan anak-anaknya untuk mengerjakan shalat pada saat mereka berusia tujuh tahun dan tidak memukul mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun atas tindakan mereka meninggalkan shalat adalah rumah yang dosa dan melampaui batas. Perlu dikeyahui, kedua orang tua bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas kelalainya itu. Yang demikian itu karena rumah yang ditempati oleh suatu keluarga merupakan masyarakat kecil tempat pembentukan jiwa, akal, kebiasaan dan kecenderungan individu. Mereka ini adalah bibit-bibit yang masih
118
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
Rienna Wahidayati
lunak, yang siap untuk menerima petunjuk dan bimbingan. Dari hal itu terlihat peran orang tua di dalam keluarga sangatlah besar dan menentukan dalam membentuk kepribadian dan jiwa putera-puteri mereka dan menunjukkan mereka ke jalan lurus, jalan yang penuh hidayah Allah, dan jalan menuju amal shalih. Wanita Muslimah yang benar-benar menyadari ajaran agama nya mengetahui tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya sepanjang zaman. Dia sangat pandai mencetak generasi, memberikan pengaruh kepada mereka dan menanamkan nilai-nilai luhur ke dalam diri mereka. Tidak ada bukti yang lebih kuat selain wanita-wanita yang berhasil mencetak dan mendidik anak-anak yang berhasil dan menempati kedudukan tinggi, sehingga anda mungkin tidak akan mendapatkan di antara pemuka dan tokoh umat ini yang telah banyak memakan asam garam kehidupan ini dan mengalami berbagai macam peristiwa melainkan dia ini jasa dari pendidikan ibu yang agung.13 Beberapa tanggung jawab besar para pendidik atas pendidikan anak, baik yang berkenaan dengan iman, moral, mental, jasmani maupun rohani. Sudah barang tentu tanggung jawab yang telah dibicarakan dan diuraikan secara detail ini adalah tanggung jawab yang paling besar dalam pendidikan anak. Betapa bahagianya orang tua dan para pendidik, ketika di hari kemudian mereka dapat memetik hasil jerih payah mereka dan berteduh di bawah kerindangan tanaman mereka? Betapa riangnya jiwa, betapa beningnya mata, ketika melihat buah hatinya adalah malaikat-malaikat yang berjalan di muka bumi, ketika jantung hatinya adalah mushaf Al-Quran yang bergerak di kalangan manusia? Akan tetapi, apakah seorang pendidik hanya cukup dengan sekadar menunaikan tanggung jawab dan kewajiban tersebut lantas berpangku tangan dan masa bodoh, ataukah ia harus mencari metode alternatif baru dengan menyempurnakan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai ? Seorang pendidik yang bijaksana, sudah barang tentu akan terus mencari metode alternatif yang lebih efektif dengan mene rapkan dasar-dasar pendidikan yang berpengaruh dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal, spiritual dan etos sosial, Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
119
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga
sehingga anak dapat mencari kematangan yang sempurna, memiliki wawasan yang luas dan berkepribadian integral. Namun demikian, metodemetode apa yang lebih efektif tersebut? Kaidah-kaidah pendidikan apa pula yang berpengaruh dalam membentuk dan mempersiapkan anak? Menurut perkiraan penulis, jawaban atas pertanyaan itu tersimpul dalam lima masalah di bawah ini : 1.
Pendidikan dengan keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpenga ruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan sopan-santunya, disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan mentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Sungguh sangat naif jika kita mengabaikan peran ibu sebagai istri yang begitu perhatian kepada anakanaknya, pengorbananya tidak akan bisa tergantikan oleh apapun. Sebab ibu adalah figur yang memiliki kekuatan cinta dan kasih sayang yang begitu dahsyat. Sebagai seorang ibu, istri adalah figur panutan bagi anak-anaknya. Mengantarkan seorang anak agar siap secara psikis untuk memulai masuk jenjang sekolah formal, bukanlah pekerjaan mudah. Kata seorang bijak : “Pendidikan bukanlah segala-galanya, tetapi sega la-galanya dimulai dari pendidikan”. Pendidikan keteladanan tersebut berupa pengorbanan apapun untuk anak-anaknya. Ketika balita, masa kanak-kanak, ibulah perawat dan pelindung pertama anaknya. 2.
Pendidikan dengan adat kebiasaan
Termasuk masalah yang sudah merupakan ketetapan dalam sya riat Islam, bahwa anak sejak lahir diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, dan iman kepada Allah. Adapun tentang lingkungan yang baik, Rasulullah Saw telah memberi arahan dalam banyak kesempatan,
120
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
Rienna Wahidayati
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو ميجسانه (رواه
)البخاري
“Setiap anak itu dilahirkan dalam fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan ia sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)
3.
Pendidikan dengan nasehat
Anak akan terpengaruh oleh kata-kata yang memberi petunjuk, nasehat yang memberi bimbingan, kisah yang efektif, dialog yang menarik hati, metode yang bijaksana dan pengarahan yang membekas. Tanpa ini, tak akan tergerak perasaan anak, tidak akan bergerak hati dan emosinya, sehingga pendidikan menjadi kering, tipis harapan untuk memperbaikinya. 4.
Pendidikan dengan memberikan perhatian/pengawasan
Senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya. Anak akan menjadi baik, jiwanya akan luhur, budi pekertinya akan mulia, akan menjadi anggota masyarakat yang berguna. Tanpa pengawasan, anak akan terjerembab pada kebiasaan yang hina dan di masyarakat ia akan menjadi sampah masyarakat. 5.
Pendidikan dengan memberikan hukuman
Dengan memberi hukuman, anak akan jera, dan berhenti dari berperilaku buruk. Ia akan mempunyai perasaan dan kepekaan yang menolak mengikutinya hawa nafsunya untuk mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Tanpa ini, anak akan terus-menerus berkubang pada kenis taan, kemungkaran dan kerusakan.14 Karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada diri anak, kebahagiaan bagi masyarakat, ketentraman bagi negara, hendaknya metodemetode ini tidak kita abaikan. Dan hendaknya kita berlaku bijaksana daJurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
121
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga
lam memillih metode yang paling efektif dalam situasi dan kondisi tertentu. Semua ini bukanlah hal yang mustahil bagi Allah Yang Maha Perkasa. Pada perkembangannya, kaum muslimah memiliki peran yang multi dimensional, di satu sisi kaum wanita tak terelakkan perannya di sektor publik bersama kaum pria di garda depan dalam mencurahkan perhatiannya demi pembangunan keluarga, masyarakat, bangsa dan bumi pertiwi. Dan di sisi lain yaitu pada sektor domestik mereka adalah penyalur dan pembina kehidupan yang keberadaannya berpengaruh besar sebagai modal dasar dari segala bentuk hubungan manusiawi, dalam hal melahirkan dan membentuk generasi baru yang lebih berkualitas. Sektor domestik seperti yang telah dipaparkan di atas tampak menarik untuk dibahas lebih lanjut karena anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Disinilah peran wanita, baik sebagai ibu, suami maupun makhluk sosial sangat dibutuhkan, karena ibulah yang membina, mendidik dan membina putera-puterinya pada lingku ngan yang sangat menentukan yaitu keluarga. Pengikut perintah dan pelanggar larangan Allah, baik yang lahir maupun yang batin akan mendapat perhitungan pada hari kemudian. Seperti dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (2): 284;
َّللِه َُ ُ َ خ ُض َوإِْن تُبْ ُدوا َما فيِ أنُْف ِسك ْم أ ْو تُْفوه ِ ِ َما فيِ ا َّلس َما َو ِ ات َوَما فيِ األ ْر َُُّ لله ُ َُّلله حَُيا ِسبْك ْم بِهِ ا َفَي ْغفُِر مِلَ ْن يَ َشا ُء َويَُع ِّذ ُب َم ْن يَ َشا ُء َوا َعلَى ك ِّل َش ْيء ٍ َقدِيٌر
Ayat tersebut cukup memberi jawaban dari berbagai problema hidup. Segala bidang dan lapangan perjuangan hidup manusia berkewajiban sepenuhnya memelihara diri agar terhindar dari azab (api) neraka. Atau manusia diperintah untuk memelihara jalan yang baik sesuai de ngan petunjuk-petunjuk wahyu Allah, baik yang berkenaan dengan du niawi maupun ukhrawi, kebudayaan maupun peribadatan, sedangkan di dunia ini adalah tempat berladang untuk dipetik hasilnya di akhirat. 122
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
Rienna Wahidayati
Bahkan penting untuk diketahui bahwa manusia berkewajiban berusaha dan berikhtiyar untuk berladang. Tetapi, diatas kekuasaan usaha manusia dan di luar kemampuan manusia ada batas ketentuan yang tidak bisa diatasi dan diketahui, yaitu vonis dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Menurut istilah agama disebut ‘qadar’ atau ’takdir’.
Pendidikan Di Lingkungan Keluarga Tidak diragukan lagi bahwa anak merupakan penyejuk pandangan mata, sumber kebahagiaan, dan belahan hati manusia dalam kehidupan ini. Keberadaan mereka menjadikan kehidupan ini terasa manis, menye nangkan, mudah mendapatkan rezeki, terwujud semua harapan, dan hati pun menjadi tenang. Di mata seorang bapak, anak akan menjadi penolong, penunjang, pemberi smangat dan penambah kekuatan, seorang ibu melihat anak sebagai harapan hidup, penyejuk jiwa, penghibur hati, kebahagiaan hidup serta tumpuan masa depan. Semuanya itu tergantung pada pendidikan yang diberikan kepada mereka, juga pada pembentukan diri dan pe mereka menghadapi kehidupan ini. Dimana mereka menjadi unsur produktif dan aktif, yang kebaikan mereka akan kembali kepada orang tua, masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga mereka dapat menjadi seperti apa yang difirmankan Allah SWT QS. alKahfi:46, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”.15 Apabila diabaikan pendidikan mereka, dan pembentukan kepri badian mereka dilakukan secara tidak proposional, maka mereka akan menjadi bencana bagi orang tua mereka dan gangguan bagi masyarakat dan umat manusia secara keseluruhan. Tidak lepas dari pikiran wanita muslimah bahwa tanggung jawab seorang ibu dalam pendidikan dan pembentukan kepribadian anak-anaknya lebih besar dari pada seorang bapak. Yang demikian itu karena mereka lebih dekat dengan ibu dan lebih banyak berada disisinya, disamping seorang ibu lebih mengenal keadaan dan perkembangan mereka pada masa-masa pertumbuhan dan puber yang merupakan masa paling berbahaya bagi kehidupan mental, jiwa dan tingkah laku anak.
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
123
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga
Karena itu, wanita Muslimah yang mengikuti petunjuk agamanya mengetahui tugas pendidikan yang diembannya, juga tanggung jawab penuh dalam pendidikan anak-anaknya. Dalam hadis yang diriwayatkan imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orangtuanyalah yang me nyebabkan menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”16 Berdasar ayat-ayat dan hadits tersebut, jelaslah bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanya wajib menjaga dan memelihara kesu ciannya agar nanti dapat selamat dari siksa api neraka. Sebagaimana yang diingatkan Allah dalam firmanNya QS. at-Tahrim (66): 6 yang artinya :“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluar gamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. Menjaga atau memelihara berarti mendidik dan mengajari anaknya, tentunya dengan bekal pondasi ilmu agama yang kuat. Sebab hanya dengan bekal ilmu agama yang kuatlah yang dapat menyelamatkan dari siksa api neraka. Tantangan di dunia pendidikan dirasakan semakin komplek. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang demikian pesat berdampak pada perilaku, etika dan moral manusia. Sumber pembelajaran bagi siswa saat ini bukan hanya ada di sekolah atau madrasah. Mereka telah mengenal dan akrab dengan sumber-sumber pembelajaran lainnya. Baik yang bersifat mendidik dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan maupun yang tidak mendidik dan merusak moral. Masyarakat atau bangsa itu akan menjadi hebat, menuai kemajuan, dan pencerahannya jika setiap segmen bangsanya punya jiwa mujahadah, yakni ada usaha keras, ada kerja maksimal, ada sikap tidak pantang menyerah, ada kreatifitasi, ada kegigihan yang terus menya la, dan selalu berusaha untuk mewujudkan prestasi yang lebih tinggi setinggi langit.
Penutup Kewajiban mendidik anak sesuai dengan etika Islam, akhlak yang mulia, mengarahkan dan mengingatkan mereka tentang kesalahan dan penyimpangan yang mereka lakukan. Tanggung jawab di dalam Islam 124
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
Rienna Wahidayati
adalah masalah yang memiliki konsekuensi keagamaan, dimana suatu kelalaian di dalamnya akan dihisab kelak di hari kiamat. Sebagaimana juga memiliki konsekuensi duniawi dimana setiap orang yang melalaikan tanggung jawabnya bisa diajukan ke majelis hakim. Tanggung jawab umum dalam Islam yang mencakup semua individu umat, baik besar maupun kecil tingkat tanggung jawab tersebut. Pemeliharaan dan arahan seorang bapak kepada anak termasuk kewajiban paling urgen yang ha rus disadarinya, dan sang bapak harus bertanggung jawab terhadap kela laian yang ada. Kita sebagai orang tua kelak akan dimintai pertanggungjawaban dalam mendidik anak-anak kita. Sudahkah kita menjalankan kewajiban kita dalam hal pendidikan anak-anak kita di rumah? [ ]
Endnotes 1
2
3
4
5
6 7
8
9
ُ َ َ َ َّ ً ًَْ م َ َ ُ َ ً َومِ ْن آيَاتِهِ أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم مِ ْن أَنُْف ِس ُك ْم أَ ْز َو ٍاجا لِت ْسكنُوا إلِيْهَا َو َج َعل بَيْنَك ْم َم َوَّدة َو َرحة إِن فيِ ذلِك آليَا ٍت لِق ْوم يََتَف َّك ُرو َن Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Quran, Cet.I, (Solo : Tiga Serangkai, 2004), hlm. 291. Tim Agama, Kumpulan Cerita-Cerita Agama, Cet. I (Semarang : Aneka Ilmu, 2006), hlm.94-95. Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jatidiri Wanita Muslimah, Cet. I ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm. 7.
َّلله َ َُّلله َ ُ ْ َ ُ َو مْالُ َطلََّق ِ ات يَرََتبَّ ْص َن بِأنُْف ِسهَِّن ثَالثََة قُ ُروء َوال حَيُِّل هَلُ َّن أ ْن يَكتُ ْم َن َما َخلَ َق ا فيِ أ ْر َحامِهَِّن إِْن ك َّن يُْؤمِ َّن بِا ٍ َ َ َُ وف َولِ ّلرِ َجالِ عَلَيْهَِّن ً ُن أ َح ُّق بَِر ّدِ ِه َّن فيِ َذلِ َك إِْن أ َرا ُدوا إِ ْص َّ َوالَْي ْومِ اآل ِخرِ َوبُُعولته ِ الحا َوهَلُ َّن مِثْ ُل الَّذِي عَلَيْهَِّن بِ مْالَْع ُر َُّلله َر َجٌة َوا عَزِيٌز َح ِك ٌيم َد Ahmad Fuad, Dimensi., hlm. 292. Muhammad Ali Al-Hasyimy, Jatidiri Wanita., hlm. 68.
َ َْح َ ات ا َّلص ُ َمْال ُ ال َ ات َخيرٌْ ِعن ْد َربِّ َك ثََوابًا َو َخيرٌْ أَمال ِال َوالَْبنُو َن ِزين َُة الَياةِ ا ُّلدنَْيا َوالَْباقَِي ُ ح
َ ُ َ ُ َ ٌ ارةُ عَلَيْهَا َمالئَِكٌة ِغ ُ ِين آَمنُوا قُوا أنُْف َسك ْم َوأ ْهلِيك ْم نَارًا َوقُو ُدهَا الن الظ ِش َداٌد ال يَْع ُصو َن َ يَا أيُّهَا الَّذ َ َّاس َو حْالِ َج َ ََّلله ا َما أَم َر ُه ْم َويَْف َعلُو َن َما يُْؤَم ُرو َن
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012
125
Wanita Muslimah dan Tanggung Jawabnya dalam Pendidikan Keluarga 10
Muhammad Ali, Jatidiri,. hlm 68-69.
امنا بعثت المتم مكارم االخالق
11
12
13 14
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Al-Hakim. Sanad hadits ini adalah hasan. Muhammad Ali, Jatidiri,. hlm. 201 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, cet.II ( Jakarta:Pustaka Amani,1999) hal.142-303.
15
16
َ َْح َ ات ا َّلص ُ َمْال ُ ال َ ات َخيرٌْ ِعن ْد َربِّ َك ثََوابًا َو َخيرٌْ أَمال ِال َوالَْبنُو َن ِزين َُة الَياةِ ا ُّلدنَْيا َوالَْباقَِي ُ ح
)كل مولود يولد علي الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او ميجسانه (رواه البخاري DAFTAR PUSTAKA
Afifi, Muhammad Shadiq, Hadiah Terindah Untuk Muslimah: Hak-hak Istimewa Kaum Hawa, cet. 1, Klaten: Inas Media, 2010. Al-Ghaffar, Abdur-Rasul Abdul Hassan, Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern, cet. I, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993. Al-Hasyimy, Muhammad Ali, Jatidiri Wanita Muslimah, cet. 2, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1998. Bey, Arifin, Kumpulan Khutbah Jum’at, Surabaya, cet. Mei, Surabaya: Bina Ilmu, 2007 Pasya, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Quran : Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al-Quran, cet. 1, Solo: Tiga Serangkai, 2004 Tim Agama, Kumpulan Cerita-Cerita Agama, Semarang: Aneka Ilmu, 2006. Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Dalam Islam II, cet. II, Jakarta: Pustaka Amani, 1999. Yusuf, Qardhowi, Fiqih Wanita : Segala Hal Mengenai Wanita, cet. 9, Bandung: Jabal, 2011.
126
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 1, Januari 2012