Anindia | Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak
Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak
Anindia Putri Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Space occupying lesion (SOL) intrakranial dapat didefinisikan sebagai neoplasma, inflamasi atau massa parasitic dalam rongga kranial yang dapat mencakup hematom, kista, dan malformasi vaskular. Tumor primer sistem saraf pusat (SSP) hanya sekitar 9 % dari seluruh jenis tumor di tubuh manusia. Glioma merupakan tumor yang paling banyak ditemukan (80 %) dari total seluruh tumor ganas primer otak. Umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri kepala menetap, kejang, mual, muntah, gangguan neurokognitif dan perubahan perilaku. Tumor dapat diidentifikasi melalui pencitraan otak dan diagnosis pasti dengan histopatologi untuk menentukan jenis tumor serta terapi dan prognosisnya.Seorang wanita berusia 31 tahun datang dengan keluhanpandangan kabur sejak 1 tahun yang laludan nyeri kepala sejak 2 tahun yang lalu dan. Trauma kapitis dan kejang tidak ditemukan sebelumnya. Pemeriksaan fisik neurologis didapatkan visus OD 0 dan OS 1/∞. Pemeriksaan CT Scan kepala menunjukkan massa pada lobus frontal dextra. Pasien dalam kasus ini didiagnosis tumor otakdan direncanakan tindakan bedah selain terapi suportif. Kata kunci: kebutaan, tumor otak
A 31 Years Old Woman with Brain Tumor
Abstract Intracranial Space occupying lesion (SOL) can be defined as a neoplasm, inflammatory or parasitic mass in the cranial cavity. This could be as a hematoma, cyst, and vascular malformation. Primary tumor of the central nervous system (CNS) is only about 9 % of all tumor types in the human body. Glioma is the most common tumor (80 %) of total primary malignant brain tumor. Generally, the patients present with symptoms of persistent headache, seizures, nausea, vomiting, impaired neurocognitive and behavioral changes. Tumors can be identified through brain imaging and histopathologicalfeature to determine the type of tumor, treatment and prognosis. A women, 31-year-old presented blurred vision since one year ago and headache since 2 years ago. There was no history of head injury and seizures. Neurological examination of visual acuity were OD 0 and OS 1/∞. Head CT scan showed a mass on right frontal lobe which causes midline shift toward the left. Patients in this case diagnosed as brain tumors and planned surgery and the other supportive therapy. Keywords: blindness, brain tumor Korespondensi: Anindia Putri, S.Ked, alamat Jl. Soematri Brojonegoro No.1, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Space occupying lesion (SOL) intrakranial dapat didefinisikan sebagai neoplasma, baik jinak atau ganas, primer atau sekunder, baik karena proses inflamasi atau suatu massa parasitic dalam rongga kranial. Definisi ini dapat mencakup hematom, kista, dan malformasi vaskular. Tumor primer sistem saraf pusat (SSP) hanya sekitar 9 % dari seluruh jenis tumor di tubuh manusia. Dari seluruh tumor intrakranial, sekitar 40-50 % berasal dari neuroepitel parenkim otak.1 Data pada tahun 2007-2011 di Amerika Serikat menunjukkan tingkat insidensi tumor pada otak dan medulla spinalis adalah 21,42 kasus per 100.000 jiwa untuk total 343.175 kasus tumor (7,25 per 100.000 jiwa untuk tumor ganas dan 14,17 per 100.000 jiwa untuk tumor jinak). Angka kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Tingkat insidensi tumor SSP
ganas primer pada tahun 2012 di seluruh dunia adalah 3,4 per 100.000 jiwa dengan rasio pria dan wanita adalah 3,9:3. Kejadian ini lebih banyak ditemukan di negara berkembang. Glioma merupakan tumor yang paling banyak ditemukan melalui pemeriksaan histopatologi yang mencapai 80% dari total seluruh tumor ganas primer otak.2-4 Tumor otak primer merupakan alasan utama pasien mencari konsultasi neurologis di dunia.5-7 Lokasi dan tipe tumor menentukan manifestasi klinis dan pilihan terapi. Gejala klinis pada pasien dapat disebabkan oleh efek massa, pengaruh sekresi atau depresi hormone atau tekanan terkait massa yang menyebabkan hidrosefalus.8,9 Umumnya pasien dengan tumor otak datang dengan keluhan nyeri kepala menetap, kejang, mual, muntah, gangguan neurokognitif dan perubahan perilaku. Tumor dapat diidentifikasi melalui pencitraan otak dan J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|29
Anindia | Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak
diagnosis pasti dikonfirmasi dengan histopatologi untuk menentukan jenis tumor serta terapi dan prognosis bagi jenis tumor tersebut.10
Kasus Wanita, 31 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kabur di kedua matanya sejak 1 tahun yang lalu. Semakin lama penglihatan pasien makin kabur. Saat ini pasien hanya bisa melihat bayangan orang yang lewat. Sejak 4 bulan SMRS mata bagian kanan tidak dapat melihat, diikuti dengan mata bagian kiri hanya bisa melihat cahaya. Tidak ada keluhan seperti melihat asap atau pelangi. Pasien sebelumnya masih dapat membedakan warna dengan baik. Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengeluh nyeri kepala di seluruh bagian kepala. Nyeri dapat muncul tiba-tiba, saat istirahat ataupun aktivitas, nyeri tidak didahului faktor pencetus. Nyeri terasa seperti ditimpa beban berat, dan leher juga terasa berat, kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit nyeri dirasakan semakin lama semakin sering dan memberat. Saat nyeri kepala, pasien minum obat dari bidan Puskesmas ataupun obat warung, tetapi tidak ada perubahan. Pasien dalam keadaan sadar (tidak ada penurunan kesadaran), mual muntah tidak ada, kejang tidak ada, kelemahan anggota gerak tidak ada, trauma kepala tidak ada, perubahan perilaku tidak ada, gangguan
keseimbangan tidak ada, gangguan berbicara tidak ada, gangguan pendengaran tidak ada, gangguan pengecap dan, demam tidak ada, batuk lama tidak ada, sesak nafas tidak ada, penurunan berat badan sejak sakit tapi tidak terlalu drastis. Sekitar 4 bulan yang lalu pasien dibawa ke dokter, dikatakan terdapat tumor dibagian belakang kepala dengan anjuran operasi. Namun keluarga menolak untuk dilakukan operasi.Riwayat trauma kapitis, hipertensi dan dibetes melitus disangkal. Riwayat keluarga disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang. Status generalis dalam batas normal. Pada status neurologis didapatkan visus OD tidak ada persepsi cahaya dan OS 1/∞. Hasil pemeriksaan laboratorium normal. Hasil CT Scan kepala menunjukkan adanya massa multipel massa pada lobus frontal dextra yang mendesak ventrikel lateralis dextra, terdapat midline shift, massa pada lobus parietal sinistra dan massa pada lobus oksipital. Pemeriksaan laboratorium profil lipid dan elektrolit kesan normal. Hasil CT Scan kepala menunjukkan yang menunjukkan adanya multipel massa isodens pada lobus frontal dextra yang mendesak ventrikel lateralis dextra, terdapat midline shift, massa pada lobus parietal sinistra dan massa pada lobus oksipital.
Gambar 1. Gambaran CT Scan pasien.
Pasien dalam kasus ini didiagnosis tumor otak. Terapi yang diberikan bersifat non farmakologi dan farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi tirah baring, observasi tanda vital dan kesadaran. Terapi farmakologis yang diberikan meliputi infus RL 15 tetes/menit, vitamin B1 B6 B12 2x1 tablet, Dexametason 3x5 mg IV, Ranitidin 2x50 mg IV, Paracetamol 3x500 mg peroral. Prognosis pasien ini adalah dubia. J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|30
Pembahasan Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhannya lambat akan memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan cepat. Sekitar 10 % dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan
Anindia | Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak
pada susunan saraf dan selaputnya, 8 % berlokasi di ruang intrakranial dan 2 % di ruang kanalis spinalis.11 Pasien dalam kasus datang dengan keluhan utama pandangan kabur sejak 1 tahun yang lalu. Semakin lama semakin kabur hingga saat ini hanya bisa melihat bayangan. Keluhan ini bersifat kronik progresif yang umumnya dimiliki oleh suatu neoplasma. Keluhan pasien ini termasuk gejala visual yang memang sering ditemukan pada tumor intrakranial.12 Tumor intrakranial dapat bermanifestasi sebagai gangguan penglihatan, yang muncul akibat hasil dari efek penekanan pada jalur visual, nervus ocular dan jaringan orbitoocular.7,9,12-17 Tanda dan gejala oftalmologis pada tumor otak berupa Hilangnya penglihatan, perubahan diskus optikus (atrofi optik, papiledema), gangguan gerakan bola mata (nervus kranial 3,4,6), eksoftalmus, defek lapang pandang, hilangnya persepsi warna, dan hilangnya sensasi somatik (nervus kranial lima. Manifestasi yang muncul bergantung pada jenis, lokasi dan ukuran tumor.13 Keterlibatan neuro-oftalmik sebesar 46,8-88,6 % telah dilaporkan pada berbagai kasus tumor intrakranial.7,9,16,17 Pasien di negara berkembang umumnya datang pada saat yang telah lanjut dengan massa besar dan mempengaruhi prevalensi serta pola manifestasi visual yang timbul.19 Pada penelitian Helen et al., mereka menemukan bahwa dua pertiga atau 67 % pasien dengan tumor intrakranial memiliki gejala visual. Sedangkan, Marco et al. di Kenya menemukan 72 % pasien dengan jaringan rujukan yang buruk dan penanganan yang lambat memiliki gejala visual.20 Penglihatan kabur merupakan keluhan utama yang sering disampaikan oleh pasien saat datang pertama kali yang muncul pada 52-88 % kasus.16,17,19 Selain itu nyeri kepala terus menerus sejak 2 tahun yang lalu. Hal ini sesuai dengan anamnesis SOL dimana terjadi peningkatan tekanan intracranial yang menyebabkan nyeri kepala. Pada tumor otak, nyeri kepala bersifat dalam, terus-menerus, tumpul dan kadang- kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan. Nausea dan muntah akibat rangsangan pada
medual oblongata. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf.21 Pemeriksaan fisik mendukung dengandidapatkan bahwa visus visus OD tidak ada persepsi cahaya dan OS 1/∞. Hal ini mendukung gejala visual dari tumor intrakranial berupa penurunan visus. WHO mengkategorikan gangguan penglihatan menjadi gangguan penglihatan ringan, sedang, berat dan kebutaan.22 Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan bantuan pemeriksaan penunjang radiologidan laboratorium sebelum dilakukan biopsi. Pemeriksaan CT Scan rutin digunakan untuk mengevaluasi tumor otak karena dapat menyediakan informasi morfologik yang penting seperti lokasi, ukuran dan efek masa dari tumor otak. Dengan pemberian kontras, teknik pemeriksaan ini dapat menjadi lebih akurat menegaskan jaringan neoplasma terhadap jaringan normal sekitarnya.23 Pada pasien ini, telah ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan CT Scan yang menunjukkan adanya lesi atau multipel massaisodens pada lobus frontal dextra yang mendesak ventrikel lateralis dextra, terdapat midline shift, massa pada lobus parietal sinistra dan massa pada lobus oksipital. Tabel 1. Kategori gangguan penglihatan menurut 22 WHO. Presenting distance visual acuity Category Worse than: Equal to or better than Mild or no 6/18 visual 3/10 (0.3) impairment 20/70 (0) Moderate 6/18 6/60 visual 3/10 (0.3) 1/10 (0.1) impairment 20/70 20/200 (1) Severe visual 6/60 3/60 impairment 1/10 (0.1) 1/20 (0.05) (2) 20/200 20/400 Blindness 3/60 1/60* (3) 1/20 (0.05) 1/50 (0.02) 20/400 5/300 (20/1200) Blindness 1/60* Light (4) 1/50 (0.02) perception 5/300 (20/1200) Blindness (5) No light perception J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|31
Anindia | Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak
Terapi lini pertama pada tumor otak adalah tindakan bedah. Tujuan pembedahan adalah untuk menegakkan diagnosis histologis, mengurangi massa tumor umtuk mencegah defisit neurologis dan sebagai tatalaksana hidrosefalus jika ada. Pembedahan dapat bersifat kuratif untuk tumor jinak. Jika tidak memungkinkan, biopsi simpel dapat menjadi pilihan pada kasus dimana reseksi dapat menyebabkan kematian atau defisit neurologis berat. Terapi lainnya adalah radioterapi yang dapat memperpanjang masa survival atau menyembuhkan pada beberapa kasus tumor. Umumnya radioterapi dikombinasikan dengan kemoterapi pada kasus glioma. Kemoterapi yang biasa digunakan adalah temozolamide, alkylating agent yang dapat menembus sawar darah otak dengan baik.24-26 Terapi suportif lain seperti pemberian kortikosteroid dapat mengurangi efek edema otak dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi antikonvulsan dapat diberikan pada pasien dengan kejang. Trombosis vena dalam atau emboli paru dapat terjadi pada 20-30 % pasien tumor otak akibat pelepasan tromboplastin ketika jaringan otak cedera. Pada pasien seperti ini, dapat diberikan antikoagulan untuk mencegah terjadinya trombosis berikutnya.24 Pada pasien diatas dianjurkan untuk dilakukan operasi, yang bertujuan untuk mengangkat massa tumor tersebut, selain itu dengan pembedahan dapat diambil jaringan tumornya dan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk mengetahui apakah tumor tersebut mengarah ganas atau tidak. Penentuan ganas atau tidaknya ini akan berpengaruh terhadap pemilihan terapi selanjutnya, namun karena keluarga menolak dilakukan operasi, penatalaksanaan pada kasus ini tidak selesai meskipun medikamentosa diberikan dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan utamanya, sehingga medikamentosa saja kurang adekuat. Simpulan Tumor otak memiliki berbagai manifestasi berdasarkan jenis, lokasi, dan ukuran massa. Salah satu yang paling sering timbul adalah gangguan penglihatan.Dalam melakukan penegakkan diagnosis pasti tumor otak harus melalui pemeriksaan radiologis dan histopatologi. Terapi meliputi tindakan bedah, J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|32
kemoterapi, radioterapi, dan terapi suportif lain. Prognosis tergantung pada jenis tumor.
Daftar Pustaka 1. Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. Intra-Cranial Space Occupying Lesions A Morphological Analysis. Biomedica. 2005; 21:31-5. 2. Ostrom QT, Gittleman H, Liao P, Rouse C, Chen Y, Dowling J, dkk. CBTRUS Statistical Report: Primary Brain and Central Nervous System Tumors Diagnosed in the United States in 20072011. Neuro Oncol. 2014; 16(s5):1-63. 3. GLOBOCAN 2012 v1.0. Cancer Incidence and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11 [internet]. International Agency for Research on Cancer; 2013. [disitasi tanggal 19 Februari 2014] Tersedia dari: http://globocan.iarc.fr. 4. Schwartzbaum JA, Fisher JL, Aldape KD, Wrensch M. Epidemiology and molecular pathology of glioma. Nature Clinical Practice Neurology. 2006; 2:494503. 5. Mehrazin M, Rahmat H, Yavari P. Epidemiology of primary intracranial tumors in Iran, 1978-2003. Asian Pac J Cancer Prev. 2006; 7:283-8. 6. Jane JA. Management of pediatric sellar tumors. Pediatr Endocrinol Rev. 2008; 5(2):720-6. 7. Shamim MS, Bari ME, Khursheed F, Jooma R, Enam SA. Pituitary adenomas: presentations and outcomes in a South Asian country. Can J Neurol Sci. 2008; 35:198-203. 8. Chanson P, Salenave S. Diagnosis and treatment of pituitary adenomas. Minerva Endocrinol. 2004; 29:241-75. 9. Sharma K, Pradhan S, Varma A, Rathi B. Irreversible Blindness Due to Multiple Tuberculomas in the Suprasellar Cistern. J Neuro-Ophthalmol 2003; 23:211-2. 10. Chandana SR, Movva S, Arora M, Singh T. Primary Brain Tumors in Adults. Am Fam Physician.2008; 77(10):1423-30. 11. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan; 2006. 12. Echevarría ME, Fangusaro J, Goldman S. Pediatric Central Nervous System Germ Cell Tumors: A Review. The Oncologist. 2008; 13:690-9.
Anindia | Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak
13.
Neacşu E, Bogdănici C, Ianovici N. Papillary edema in expansive intracranial tumors. Oftalmologia. 2008; 52:78-83. Noble JD. Pituitary Apoplexy Goes to the Bar: Litigation for Delayed Diagnosis, Deficient Vision, and Death. J NeuroOphthalmol 2006; 26:128-33. Kim SH, Lee KC, Kim SH. Cranial nerve palsies accompanying pituitary tumour. J Clin Neurosci. 2007; 14:1158-62. Masaya-Anon P, Lorpattanakasem J. Intracranial tumors affecting visual system: 5-year review in Prasat Neurological Institute. J Med Assoc Thai. 2008; 91:515-9. Kitthaweesin K, Ployprasith C. Ocular manifestations of suprasellar tumors. J Med Assoc Thai. 2008; 91:711-5. Kottler BL. Brain Tumors Relevant to Clinical Neuro-Opthalmology. Springer Berlin Heidelberg; 2007: 171-83. Helen OO, Oluwole KE, Folasade A, Kayode A, Adeyoyin KM, Abiodun AA, et al.Ophthalmic Manifestations In Patients With Intracranial Tumours. AJNS. 2009; 28(1):56-64. Marco S, Karimurio J, Kariuki M, Lubanga P. Visual loss and Ocular involvement in adult patients with intracranial neoplasms in Kenyatta
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23. 24.
25.
26.
National Hospital, Nairobi, Kenya. East Afr J Ophthalmol. 2007; 13:15-20. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi ke-8. USA: Mc Graw Hill; 2005. hlm. 546-91. World Health Organization. Change the Definition of Blindness. Tersedia dari: http://www.who.int/blindness/Change %20the%20Definition%20of%20Blindne ss.pdf Schwartz RB. Neuroradiology of Brain Tumors. Neurol Clin. 1995; 13:723-56. Buckner JC, Brown PD, O'Neill BP, Meyer FB, Wetmore CJ, Uhm JH. Central nervous system tumors. Mayo Clinic proceedings. 2007; 82(10):1271-86. Pannullo SC, Fraser JF, Moliterno J, Cobb W. Stereotactic Radiosurgery: A Metanalysis of Current Therapeutic Applications in Neurooncologic Disease. Journal of Neurooncology. 2011; 103(1):1-17. van den Bent M J, Hegi ME, Stupp R. Recent developments in the use of c hemotherapy in brain tumours. European journal of cancer. 2006; 42(5):582-8.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|33