Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
Etalase Susunan REDAKSI
Mediakom Program Kerja Seratus Hari Penanggung Jawab: dr. Lily S. Sulistiyowati, MM
Pemimpin Umum: Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS Pimpinan Redaksi: Drs. Sumardi Redaksi: Prawito, SKM, MM (koordinator) Dra. Hikmandari A., M. Ed. drg. Anitasari SM Busroni, S.IP Dra. Isti Ratnariningsih, MARS Mety Setiowati, SKM Aji Muhawarman, ST Reporter: Resty Kiantini, SKM, M. Kes. Sri Wahyuni, S. Sos Giri Inayah, S. Sos R. Yanti Ruchiati Fotografi: Wayang Mas Jendra, S.Sn Rifani Sastradipraja, S.Sos Produksi: Tim Inke Maris & Associates Alamat Redaksi: Pusat Komunikasi Publik Gedung Departemen Kesehatan RI Blok A, Ruang 107 Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 Telepon: 021-5201590; 021-52907416-9 Fax: 021- 5223002; 021-52960661 Email:
[email protected] kontak@ puskom.depkes.go.id
Redaksi menerima naskah dari pembaca: dapat dikirim ke alamat email redaksi
W
aktu terus berjalan. Tanpa terasa, kini sudah hampir seratus hari Kabinet Indonesia dr. Lily S. Sulistiyowati, MM Bersatu jilid 2 bekerja. Di awal pelantikannya bulan Oktober 2009, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan setiap anggota kabinet akan membuat program kerja nyata jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dan untuk program kerja nyata jangka pendek itu diwujudkan sebagai program seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu. Hal ini sekaligus menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya; dibantu oleh para menteri-menteri. Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan bahwa program kerja yang disusun Pemerintah tidak ada artinya jika tidak didukung oleh kerja keras dan kerjasama yang baik. Menkes menyatakan bahwa setiap hasil yang baik selalu berasal dari kerja yang baik pula. Komitmen-komitmen Departemen Kesehatan sebagai program kerja seratus hari Departemen Kesehatan inilah kami angkat sebagai liputan utama Mediakom kali ini. Kami paparkan elemen-elemen yang menjadi prioritas kerja dan bagaimana menjangkaunya. Ini memang bukan pekerjaan mudah, melainkan membutuhkan ketekunan, kerjasama dan semangat juang. Kami yakin, dengan spirit dan semangat yang dihembuskan Menkes baru, InsyaAllah seluruh persoalan akan menemukan jalan keluarnya. Selain itu, di bulan November -Desember 2009 banyak peristiwa penting yang diperingati bersama. Diantaranya, peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-45 bertemakan: “Lingkungan Sehat, Rakyat Sehat”. Lingkungan dan perilaku merupakan dua faktor yang pengaruhnya sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyakit menular dan tidak menular seperti diare, ISPA, Pneumonia, Malaria dan Frambusia dapat dicegah melalui upaya penyehatan lingkungan dan peningkatan perilaku higienis masyarakat. Selain itu, ada Hari Rabies Dunia yang jatuh akhir September 2009. Dan tidak kalah penting adalah peringatan Hari HIV/AIDS yang jatuh pada bulan Desember 2009. Mediakom akan terus berusaha menyajikan informasi penting di bidang kesehatan yang bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, setiap dukungan dan apresiasi sungguh kami hargai. Betapapun kami membutuhkan masukan-masukan demi meningkatkan kualitas majalah kita bersama ini. Akhirnya, selamat Natal dan tahun Baru 2010. Semoga di tahun 2010 semua insan kesehatan di seluruh tanah air semakin lancar menjalankan tugas dan pengabdiannya; dan kita semua mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.n Selamat membaca! Redaksi
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
Daftar Isi 15
16
17
24
36
10 19
Cover Wapres Budiono didampingi Menskes Endang R. Sedyaningsih dan Menko Kesra H. R. Agung Laksono Foto Wayang Mas Jendra, S.Sn
3 Etalase 4 Daftar Isi 6 Surat Pembaca 7 Info Sehat Sehat Dengan Lidah Buaya Jeruk Nipis Vs Ginjal Segeralah Ke Dokter Jika Sakit Kepala Anda ... Cara Membaca Label Obat Manfaat Serat
10 Ragam Lab BSL 3 UNAIR Luncurkan Bibit Vaksin
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
H1N1 dan H5N1 Dasipena, Sulawesi Utara Dikukuhkan Menkes Sosialisasi Standar Perlindungan Pasien Kunjungan Menkes ke NTT Menkes Bertemu dengan Pemimpin Media Pelayanan Kesehatan Haji Lebih Baik Penghargaan Kepada Pahlawan Pembangunan Kesehatan
19 Media Utama Program Seratus Hari Departemen Kesehatan Empat Program, Satu Tujuan Prof Dr Ascobat Gani MPH DrPH “Harus Ada Perubahan”
27 Kolom
Daftar Isi
40
38 42
46 48
29 Peristiwa Awas, Hiv/aids Memasuki Pandemi di Tingkat Global Kebersihan Tangan Mempengaruhi Keselamatan Pasien Provinsi Nusa Tenggara Timur Program Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Hari Osteoporosi Nasional: Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis Kartu Menuju Sehat Model Baru Diluncurkan
42 Potret
55
Lingkungan Sehat Rakyat Sehat Filariasis, Ancaman yang Harus Diberantas
55 Daerah RSUP Prof. Dr. R. Kandou Menado: Harapan Bagi Rakyat Indonesia Timur
58 Lentera Adil itu Indah “Hutan Rimba” dan “Taman Bunga”
Menteri Kesehatan, Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH.PH: “Perlu Kerja Keras dan Kerjasama Mengatasi Masalah Kesehatan”
46 Nasional Peringatan HKN ke-45 : No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
Surat Pembaca
Jamkesmas Dihentikan?
tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan. Mana yang benar dari info ini? Rudi, di Jakarta.
Tanya: Ketika saya membaca sebuah media cetak, ada opini bahwa program Jamkesmas mau dihentikan. Padahal menurut saya program Jamkesmas ini sangat penting bagi warga miskin dan kurang mampu. Sebab tanpa jaminan kesehatan dari pemerintah, warga miskin dan kurang mampu
Jawab: Program Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk masyarakat miskin (Jamkesmas) tetap dilanjutkan. Bahkan dalam program 100 hari Depkes cakupannya diperluas meliputi masyarakat miskin penghuni panti sosial, masyarakat miskin penghuni Lapas/ Rutan dan masyarakat miskin akibat korban bencana ( pasca tanggap darurat).
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin tersebut berlaku sejak ditanda tanganinya kesepakatan bersama antara Menkes dengan Mensos, Menkum dan HAM dan Mendagri pada tanggal 17 Desember 2009 di Jakarta. Sementara kartu Jamkesmas dalam proses penyelesaian, warga miskin di Panti Sasial, Lapas / Rutan yang memerlukan pelayanan kesehatan sudah dapat dilayani dengan cukup membawa surat pengantar dari kepala panti sosial, Lapas/ Rutan. Redaksi.
Info Sehat Sehat dengan Lidah Buaya
S
aat ini sudah banyak minuman yang dibuat dengan memanfaatkan aloe vera atau lidah buaya karena rasanya yang segar apalagi bila ditambah air gula atau madu dan es batu. Selain berkhasiat untuk menurunkan kolesterol , daging tanamanan lidah buaya mampu mengatasi panas dalam yang dapat mengakibatkan radang tenggorokan. Selain itu tanaman ini juga baik untuk kecantikan rambut. Sebaiknya, segera olah daging lidah buaya setelah dikupas, karena bila dibiarkan di udara terbuka akan menyebabkan teroksidasi sehingga berkurang khasiatnya dan daging akan menjadi berwarna coklat. Tanaman lidah buaya mudah tumbuh dan tidak perlu perawatan yang repot. Bahkan, tanaman ini dapat
Jeruk nipis vs ginjal
B
ila rutin mengkonsumsi minuman jeruk nipis, berbahagialah Anda. Riset Prof. dr. Mochamad Sja’bani dari RS dr. Sardjito, Yogyakarta membuktikan, jeruk nipis mencegah dan mengatasi batu ginjal. Citrus aurantifolia kaya sitrat, mencapai 55,6 gram sementara jeruk keprok hanya 5,4 gram. Penderita batu ginjal memiliki kadar sitrat rendah, terutama pada malam dan dinihari. Waktu terbaik konsumsi adalah usai makan malam. Peras 2 buah jeruk nipis dan larutkan dalam 2 gelas. Imbangi dengan mengurangi konsumsi garam atau pangan asin.n (gi-dari berbagai sumber)
menutup pori-pori daunnya dengan rapat sehinga dapat hidup lama tanpa disiram. Bagi anda yang ingin mencoba khasiatnya secara tradisional, cobalah untuk menjadikan tanaman ini sebagai salah satu koleksi apotek hidup di rumah. n(gi-dari berbagai sumber)
Segeralah Ke Dokter Jika Sakit Kepala Anda ... Segeralah ke dokter jika : 1. Sakit kepala muncul secara tiba-tiba dan sakitnya menjadi-jadi. 2. Sakit kepala yang Anda derita membuat Anda mengalami kesulitan berbicara, gangguan penglihatan, kehilangan keseimbangan, linglung, hilang ingatan, atau kesulitan menggerakkan tangan dan kaki. 3. Sakit yang Anda derita semakin bertambah dalam 24 jam. 4. Sakit kepala disertai dengan demam, leher kaku, mual, dan muntah. 5. Sakit kepala akibat luka pada kepala. 6. Jika Anda menggolongkannya sebagai sakit kepala yang paling parah yang pernah Anda derita, terutama jika Anda sering mengalami sakit kepala. 7. Sakit kepala hingga mengganggu tidur. 8. Sakit kepala yang bertahan selama beberapa hari. 9. Sakit amat sangat pada bagian kepala, terutama di sebelah mata. Ditandai dengan mata merah. 10. Jika Anda telah berusia lebih dari 50 tahun dan baru-baru ini mengalami sakit kepala, terutama jika disertai gangguan pengelihatan, dan sakit ketika sedang mengunyah makanan. 11. Kepala lebih sakit pada pagi hari. 12. Jika Anda sering mengalami sakit kepala tanpa penyebab yang jelas. 13. Jika Anda memiliki sejarah sakit kepala, namun pola dan intensitas sakit kepala Anda berubah.n (gi-dari berbagai sumber)
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
Info Sehat
Cara Membaca Label Obat
S
aat sakit, biasanya kita meminum obat. Tahukah Anda kalau kita salah cara meminumnya tentu akan berpengaruh terhadap efektivitas obat itu sendiri. Berikut tips cara membaca label obat. Obat dapat menyebabkan rasa ngantuk. Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin setelah minum obat ini. Biasanya peringatan ini digunakan untuk obat-obat yang menyebabkan rasa ngantuk dan memperlambat daya refleks seseorang. Seperti obat-obat untuk batuk dan pilek (antihistamin). Hindarkan pemakaian alkohol dan obat tidur bersama-sama obatobatan yang dapat menyebabkan rasa ngantuk karena dapat memperburuk efek samping/rasa ngantuk. Jangan dipecah, ditumbuk atau dikunyah. Obat ini harus ditelan utuh. Label peringatan ini biasanya digunakan untuk tablet atau kapsul yang dibuat khusus agar zat khasiat obat dikeluarkan secara perlahan-lahan di dalam perut atau usus. Obat-obatan ini biasanya
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
diminum satu atau dua kali sehari. Penumbukan akan merusak daya pengeluaran zat khasiat obat secara perlahan-lahan dan khasiat jangka panjang dari obat tersebut. Simpan di tempat yang dingin. Jangan terkena sinar matahari. Simpan di kulkas – jangan di tempat beku (freezer). Sinar dan panas yang berlebihan akan merusak hampir semua obatobatan. Oleh karena itu lebih baik obat disimpan di tempat sejuk, jauhkan dari makanan mentah. Pembekuan merusak obat-obatan. Jangan makan obat ini bersama dengan susu, antasida atau obatobatan yang mengandung zat besi. Kalsium (dalam susu) dan obatobatan yang mengandung zat besi dapat mempengaruhi daya serap dari beberapa obat-obatan seperti tetrasiklin (antibiotic) dan digoksin (obat jantung). Tetapi susu atau tablet yang mengandung zat besi dapat dimakan 2 jam sebelum atau sesudah makan obat ini. Dimakan pada waktu perut kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Makan obat ini sampai habis.
Label peringatan obat ini digunakan pada obat antibiotik, karena obat antibiotik dapat diserap dengan baik dalam keadaan perut kosong. Obatobatan antibiotik harus dimakan secara teratur dan dalam dosis yang cukup. Minum dan telan pelan-pelan. Jangan ditelan langsung dengan air. Peringatan: obat ini dapat menyebabkan rasa ngantuk. Peringatan ini digunakan untuk obat batuk cair yang memberikan efek pada tenggorokan dan diserap oleh aliran darah untuk meredakan batuk. Ngantuk adalah efek samping yang biasa terjadi. Buang obat setelah botol dibuka dan telah lewat dari tanggal yang ditentukan. Obat-obatan yang sering terpapar udara dan cahaya akan cepat rusak. Diatas jangka waktu tertentu, khasiatnya akan hilang. Ini biasanya terjadi pada obat antibiotik, obat tetes mata dan obat tetes telinga. Oleh karena itu harus disimpan di tempat sejuk dan dibuang pada jangka waktu yang ditentukan setelah botol dibuka.n (gi-dari berbagai sumber)
Info Sehat MANFAAT SERAT*
Y
ang dimaksud dengan serat adalah serat bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, atau sisa makanan yang tertinggal setelah makanan dicerna, karena tubuh manusia tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna makanan. Sebenarnya semua tumbuhtumbuhan mengandung berbagai jenis serat, tetapi kadarnya berbeda-beda. Ada yang larut dan ada pula yang tidak larut dalam air. Sayur dan buah yang kita makan sehari-hari, disamping sebagai sumber vitamin dan mineral juga sebagai sumber serat. Bahan makanan yang termasuk rendah serat yaitu tepung, gula, minyak dan bahan makanan yang berasal dari hewan seperti daging, susu, ikan dan ayam. Serat sangat baik untuk diet karena serat cenderung mencegah konsumsi kalori yang berlebihan dan memberikan rasa kenyang yang lebih lama. Beberapa manfaat serat bagi kesehatan diantaranya adalah mengurangi risiko penyakit jantung koroner, kanker usus besar dan haemorrhoid atau wasir. Hasil pengamatan epidemiologis menunjukkan bahwa kekurangan konsusmsi serat dalam jangka waktu lama mempunyai kaitan dengan beberapa penyakit seperti kanker kolon, penyempitan pembuluh darah, radang usus, dan lain-lain. Serat terutama jenis serat yang larut dalam air, dapat mengikat asam empedu dan kolesterol serta membawa keluar tubuh bersama feces, sehingga kadar kolesterol darah menurun. Hasil ujicoba pada
hewan dan manusia menunjukkan konsumsi makanan berserat rendah mengakibatkan kadar kolesterol tinggi dalam darah konsumennya. Sebaliknya, bila makanan yang dikonsumsi mengandung banyak serat, maka serum kolesterol turun secara bermakna. Secara kronologis, makanan yang
tinggi serat sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzimenzim dan bakteri-bakteri di dalam usus besar atau kolon. Di dalam kolon serat tersebut akan menyerap air, sehingga volume tinja menjadi lebih besar yang selanjutnya akan merangsang syaraf pada rectum, sehingga timbul keinginan untuk defekasi atau buang air besar. Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih cepat dikeluarkan. Dengan kata lain “transit time” atau waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai tinja adalah pendek. Selain menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu, sehingga hanya tinggal sedikit saja asam empedu yang tinggal di dalam dinding usus besar. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi tubuh karena
asam empedu yang bersifat racun atau ko-karsinogen menjadi rendah. Dengan jumlah ko-karsinogen yang sedikit dan waktu untuk merangsang dinding usus menjadi singkat, sehingga dapat mencegah timbulnya kanker pada kolon. Beberapa serat terutama jenis serat yang tidak larut dalam air, dapat menarik air dalam saluran pencernaan, sehingga menyebabkan faeces menjadi lunak dan mudah keluar. Faeces yang lunak dapat mengurangi tekanan pada usus besar bagian bawah. Keadaan ini akan mengurangi kemungkinan pembuluh darah di sekitar anus membesar atau pecah. Selain itu serat juga merangsang usus untuk berkontraksi secara normal dan mengurangi penonjolan usus. Dalam daftar komposisi bahan makanan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI tentang kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan, belum ada ketentuan atau besaran serat yang harus dimakan dalam sehari. Namun demikian dianjurkan untuk mengkonsumsi serat antara 20 – 25 gram per hari. Penambahan konsumsi serat hendaknya dilakukan secara bertahap. Penambahan yang mendadak dapat menyebabkan flatus, kram dan diare yang berlangsung selama beberapa hari saja sampai terjadi adaptasi. Mengkonsumsi banyak serat harus disertai dengan cukup minum. n Supriyono, S.KM.,M.Kes Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
Ragam
Lab BSL 3 UNAIR Luncurkan Bibit Vaksin H1N1 dan H5N1
I
ndonesia siap memproduksi vaksin H1N1 dan H5N1 sendiri. Medio November 2009, Laboratorium Bio Safety Level 3 (BSL-3) Avian Influenza Research Center (AIRC) Universitas Airlangga Surabaya resmi meluncurkan bibit vaksin kedua penyakit flu tersebut. Peluncuran dilakukan langsung oleh Wakil Presiden Boediono di Rektorat Unair Kampus C. Menurut Wapres Boediono, kemampuan Indonesia membuat bibit vaksin H1N1 dan H5N1 membuktikan negara ini bisa menjawab tantangan era globalisasi. Apalagi, kedua bibit vaksin tersebut akan diproduksi secara massal oleh PT Biofarma, sebuah badan usaha milik pemerintah bidang farmasi. Pembuatan bibit vaksin H1N1 dan H5N1 diharapkan menjadi langkah awal menuju kemandirian negara ini. Wapres menegaskan, bangsa 10
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
Indonesia tidak boleh terusmenerus bergantung pada bangsa lain. Namun dalam kesempatan itu Wapres mengingatkan agar laboratorium yang ada dijaga sesuai aturan yang ada. “Ini harus ada protokol yang baik, yang teruji. Jangan sampai kita gagal mengelola teknologi ini. Jangan sampai ada virus yang terlepas, ini akan sangat berbahaya,” kata Wapres. Menurut Wapres, sebagai negara tropis, Indonesia sangat rentan bagi berkembangnya virus baru. Ini berarti Indonesia berada di garis depan peperangan pada penyakit menular. Namun demikian di sisi lain, Indonesia memiliki kesempatan pertama di bidang teknologi untuk meneliti virus itu maupun membuat vaksinnya. Menurut Wapres, laboratorium seperti BSL 3 ini kapasitasnya perlu ditingkatkan dan dikembangkan. “Saya bangga Universitas Airlangga bisa
mendobrak, ini salah satu langkah kemandirian,” kata Wapres. Wapres optimis, dengan peluncuran seed vaksin tersebut, Indonesia bisa ikut berperan aktif dalam penanggulangan virus yang telah memakan korban sekitar 50 juta jiwa di seluruh dunia. Dalam acara tersebut Wapres Boediono didampingi Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, Mendiknas M. Nuh, Gubernur Jatim Soekarwo, Wagub Syaifullah Yusuf dan Rektor Unair Prof. Fasich. Dalam kesempatan itu, Wapres menyerahkan seed vaccine kepada Menkes untuk diproduksi secara massal, kemudian Menkes menyerahkan seed vaccine tersebut kepada Dirut PT Bio Farma Iskandar. Rencananya, tahun depan PT Biofarma mulai memproduksinya secara massal. Vaksin tersebut nantinya akan didistribusikan ke seluruh wilayah di Indonesia. Menurut Menkes Endang Rahayu Setyaningsih vaksin akan didistribusikan secara gratis, terutama kepada orang-orang yang rawan tertular virus tersebut. Untuk keperluan pembuatan vaksin secara massal, negara siap mengucurkan dana Rp 1,3 triliun. Pada tahap awal, PT Biofarma akan memproduksi 20 juta dosis virus atau sekitar sepersepuluh dari jumlah total penduduk Indonesia. Hanya saja, untuk produksi awal, vaksin H1N1 lebih didahulukan. “Baru pada November 2010, kita akan melakukan produksi massal untuk vaksin H1N1,” kata Menkes Endang. Sementara untuk vaksin H5N1, Menkes mengaku produksinya masih menunggu kebijakan pemerintah. Tapi PT Biofarma siap mengubah proses produksi jika tiba-tiba vaksin H5N1 dibutuhkan dalam jumlah besar. Rektor Unair Prof. Fasich menyatakan BSL-3 sebagai pusat riset H1N1 dan H5N1 di Unair merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Laboratorium seluas 224 meter persegi ini memiliki ruang uji coba untuk 30 monyet.ngi
Ragam
Dasipena, Sulawesi Utara Dikukuhkan Menkes
I
ndonesia merupakan negara yang rawan bencana. Di Sulawesi Utara, menurut data Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes pada tahun 2009, terjadi beberapa bencana seperti banjir di Kota Manado dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sangihe, serta gempa bumi tektonik di Kabupaten Talaud. Dengan melihat ancaman yang ada maka keberadaan pemuda siaga peduli bencana (DASIPENA) sangat tepat dan strategis. Ribuan orang anggota DASIPENA yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia nantinya akan ditingkatkan kepasitasnya dengan pelatihan pertolongan pertama pada korban cedera serta dasardasar penanggulangan bencana. Tanggal 17 November lalu, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH mengukuhkan 1.500 Pemuda Siaga Peduli Bencana (DASIPENA) Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sulawesi Utara di Gedung Convention Center, Manado. Pengukuhan ini bersamaan dengan perayaan Hari Kesehatan Nasional ke45. Acara pengukuhan dihadiri Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Drs. S.H. Sarundajang, anggota Komisi IX Vanda Sarundajang, pejabat eselon II Depkes, Bupati/Walikota di Sulawesi Utara, para Rektor Universitas, serta para Pemuka Agama dan Tokoh Masyarakat Sulawesi Utara. Pengukuhan DASIPENA Sulawesi Utara merupakan pengukuhan yang kedelapan setelah PPK Regional
Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan serta DKI Jakarta. PPK Regional Sulawesi Utara memiliki daerah layanan yang mencakup provinsi Gorontalo, Maluku Utara, dan provinsi Sulawesi Utara. Menurut Menkes, dalam penanggulangan bencana, Pemerintah sudah menjadikan upaya kesiap-siagaan bencana prioritas nasional seperti yang terwujud dalam Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction). Di tingkat internasional, metode penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana di Indonesia telah disepakati sebagai metode acuan dunia internasional oleh WHO, Upaya yang dilakukan antara lain meningkatkan kemampuan SDM melalui pelatihan bertaraf nasional dan internasional, baik bersifat manajemen maupun teknis medis. Pelatihan nasional mencakup pelatihan manajemen bencana, rencana kontinjensi, emergency nursing, ATLS (Advanced Trauma Life Support), ACLS (Advanced Cardiac Life Support), manajemen obat dan persediaan farmasi, radio komunikasi, RS lapangan, evakuasi korban bencana di perairan dan operasionalisasi perahu karet, serta pelatihan RHA (rapid health assessment). Sementara pelatihan internasional yaitu penyelenggaraan International Training Consortium on Disaster Risk Reduction di Makassar, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Total petugas yang telah dilatih selama kurun waktu tahun 2006 – 2009 sebanyak 5.180 orang. ngi No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
11
Ragam
Sosialisasi Standar Perlindungan Pasien
M
enteri Kesehatan dr. Endang R.Sedyaningsih, MPH,.Dr.PH mengatakan, peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan dalam dua dekade terakhir belum diikuti peningkatan kualitas layanan medik. Hal ini dapat dilihat dari 1.292 rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia baru 60 persen diantaranya yang terakreditasi. ”Dari yang sudah terakreditasi pun belum semuanya menerapkan prosedur standar perlindungan pasien,” kata Menkes saat membuka Kongres XI Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Balai Sidang Jakarta, 28 Oktober 2009. Menkes mengatakan, hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Data emperik membuktikan masalah medical error (kesalahan medis) sering terjadi dalam derajat yang beragam, dari yang ringan hingga yang berat. Menurut laporan IOM (Institute of Medicine) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun terjadi 48.000 hingga 100.000 pasien meninggal dunia akibat kesalahan medis, ujarnya. Dr. Endang R. Sedyaningsih berharap, PERSI sebagai induk organisasi pengelola rumah sakit, ikut berperan secara aktif mendorong seluruh anggotanya untuk bersama-sama melaksanakan dan mengembangkan pelayanan medik prima guna mencapai tujuan perlindungan pasien.“Salah satu upaya besar pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan 12
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
mensosialisasikan nilai-nilai perlindungan pasien (patient safety) kepada seluruh komponen professional dan rumah sakit”, ujarnya. Pelayanan medik prima dalam mencapai perlindungan pasien dapat diwujudkan melalui identifikasi secara cermat seluruh pasien, peningkatan komunikasi yang efektif kepada pasien, peningkatan keamanan pasien dengan sedini mungkin mengenali tanda-tanda untuk keberhasilan atau kegagalan dalam pengobatan serta terhindarnya salah tempat, salah pasien dan salah tindakan pembedahan yang tidak sesuai dengan prosedur. Pelayanan terhadap pasien di rumah sakit, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional secara tepat dan cermat sesuai kebutuhan pasien. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien, juga harus didokumentasikan dengan baik supaya pengelola rumah sakit memiliki data dan catatan medis yang dibutuhkan jika masalah muncul kemudian hari.“Tenaga kesehatan yang bertugas di depan harus tahu perasaan pasien, bicara kepada mereka supaya keluarganya tidak panik,“ kata dr. Endang. Masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas. Karena itu, mereka banyak yang memilih berobat ke luar negeri dibandingkan menggunakan layanan kesehatan dalam negeri. Apabila hal ini dibiarkan, devisa kita akan terus mengalir ke luar negeri. nSmd/Dd
Ragam
Kunjungan Menkes ke NTT
A
khir November 2009, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama dua hari, Menkes mengunjungi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes, RS St. Gabriela dan RSUD dr. T.C. Hillers Maumere, Puskesmas Waipare dan Puskesmas Bola, dan beraudiensi dengan Gubernur NTT serta jajaran kesehatan Prov. NTT. Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya menyatakan, Pemerintah Provinsi NTT memiliki 8 agenda pembangunan utama. Diantaranya adalah masalah kesehatan. Anggaran kesehatan di provinsi ini selalu meningkat, berkisar 10 persen dari APBD provinsi. Dikatakan, Gubernur bahwa provinsi yang dipimpinnya merupakan provinsi kepulauan yang karakteristik
masalah dan kebutuhan pelayanan kesehatan berbeda dengan daerah lainnya.”Tenaga dokter spesialis masih menjadi masalah dengan belum semua RS daerah memiliki dokter ahli yang dipersyaratkan. Angka kematian ibu dan bayi masih di atas rata-rata nasional. Sedangkan angka gizi kurang dan gizi buruk klinis masih cukup tinggi, ujar Gubernur. Menkes dalam sambutannya mengatakan, terwujudnya hak-hak rakyat akan penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau menjadi perhatian utama Depkes. Karena itu Menkes mengajak semua pihak untuk turut serta aktif dalam pembangunan kesehatan, karena pembangunan kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab Departemen Kesehatan. Dalam kesempatan tersebut Menkes menyerahkan bantuan 1
unit kendaraan Promosi Kesehatan, peralatan peraga pendidikan kebidanan dan keperawatan, 1 ton makanan pendamping Air Susu Ibu (MP ASI), sarana air bersih untuk Kab. Sumba Barat, Sumba Timur dan Kab. Timur Tengah Selatan. Dalam kesempatan yang sama di pendopo Gubernur NTT, Menkes juga menyerahkan secara simbolik Kartu Jamkesmas kepada 4 warga Kupang sebagai bentuk pelaksanaan program kerja 100 hari Depkes. Dalam kunjungannya di Kab. Sikka, Menkes juga mengunjungi Puskesmas Waipare tempat pertama penugasannya sebagai dokter Puskesmas. Dalam kesempatan itu Menkes memberikan bantuan 1 mobil Promosi Kesehatan kepada Bupati Sikka yang diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kab. Sikka. Juga menyerahkan media penyuluhan, peralatan medis, obat-obatan, kit bidan, MP ASI dan 1 unit mobil Puskesmas keliling kepada Kepala Puskesmas Waipare dr. Marietha L.D. Weni. Menkes juga mengunjungi Puskesmas Bola dimana suami dr. Endang yaitu dr. Mamahit, SPOG bertugas pertama kali. Dalam kesempatan yang sama Menkes juga menyerahkan 1 unit mobil Puskesmas Keliling, media promosi kesehatan dan MP ASI kepada Kepala Puskesmas Bola Saferius Simpel. Menkes juga mengunjungi Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di desa Geliting Kec. Kewapante dan penyerahan jaringan air minum Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) Desa Namangjewa Kec. Kewapante kepada masyarakat. Di desa Namangkewa tersebut masyarakat telah mengorganisir untuk membangun sarana sanitasi dan peningkatan perilaku higienis melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).ngi/yuli No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
13
Ragam
Menkes Bertemu dengan Pemimpin Media
T
iga pekan setelah dilantik Presiden, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih didampingi stafnya bertemu sejumlah pemimpin redaksi media massa baik cetak, elektronik, maupun media online. Pertemuan informal ini membahas program 100 hari dengan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam 100 hari maupun 5 tahun ke depan. Menurut Menkes, program 100 hari terdiri dari quick list, atau hal-hal yang bisa langsung diukur kinerjanya selain sifatnya sebagai landasan untuk 5 tahun mendatang. Menkes mencatat beberapa tantangan yang perlu dihadapi dan dicarikan solusinya. Setidaknya ada 10 tantangan yang mengemuka, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih belum menggembirakan yaitu urutan 111 dari 182 negara. Disparitas hasil pembangunan kesehatan antar urban dan rural, daerah, tingkat
14
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
ekonomi. Penyakit double burden khususnya new-emerging diseases yang berpotensi wabah. Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) & angka kematian bayi (AKB), Gizi Buruk ke arah Stunting, pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baru 38,7%, pemanfaatan Posyandu baru mencapai 78,3%, sejumlah daerah di Indonesia termasuk kawasan rawan bencana (ring of fire). Tantangan lain adalah, perlu meningkatkan distribusi tenaga kesehatan untuk daerah terpencil, tertinggal dan kepulauan, peningkatan kesehatan haji serta perluasan cakupan sasaran Jamkesmas. Menurut Menkes, disparitas merupakan tantangan terberat karena wilayah Indonesia yang cukup luas, heterogen baik secara geografis, sosial, maupun budaya. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan disparitas tersebut. “Contohnya kesehatan di Yogyakarta sudah sangat bagus tetapi di daerah
timur jomplang sekali,” kata Menkes. Tantangan berikutnya menurut Menkes adalah penyakit yang tergolong double burden atau multi burden. Indonesia masih memiliki penyakit-penyakit yang klasik seperti Malaria, walaupun di pulau Jawa kasus ini minim. TB masih tinggi di wilayah Timur sehingga perlu terobosan yang lebih tajam untuk menurunkannya. Selain itu, saat ini sudah terjadi pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular ke penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus dan kanker. Kini timbul pula penyakitpenyakit yang disebabkan dampak era globalisasi, dimana transportasi sangat mudah sehingga penyakit dimana pun di dunia ini sangat besar kemungkinannya masuk ke Indonesia seperti SARS, H5N1 dan H1N1. Tantangan lain adalah masih tingginya AKI dan AKB, serta gizi buruk ke arah Stunting. Permasalahan lain yang sifatnya bukan penyakit, seperti gizi adalah
Ragam keadaan yang tidak bisa diatasi hanya dengan crash program yang sifatnya pemberian makanan tambahan saja.“AKI penurunannya sudah signifikan namun untuk AKB perlu upaya yang lebih keras sehingga angkanya bisa didesak turun,” papar Menkes. Masalah gizi paling diderita oleh bayi dibawah satu tahun. Faktor yang berpengaruh dalam masalah ini adalah ketahanan pangan rumah tangga dalam memenuhi makanan yang bergizi, pola asuh dan penyakit. “Ada bayi dan Balita yang kena TB, anaknya jadi kurus. Dimasyarakat kita ada yang salah dengan pola asuh. Ada orang dari golongan menengah dan kaya juga mengalami masalah gizi,” jelas Menkes. Menkes menambahkan, ada juga rumah tangga yang tidak biasa memberi sarapan bagi keluarga. Di desa, ibu-ibu baru memasak pukul 11 untuk suaminya di sawah. Anakanak berangkat ke sekolah tidak memperoleh makan pagi padahal ini penting sekali. Padahal, dengan membiasakan sarapan dengan gizi seimbang yang baik, sudah 30 – 50% kecukupan dalam satu hari itu sudah terpenuhi. Hasil riskesdas menunjukkan hanya 38,7% penduduk Indonesia yang berperilaku hidup bersih dan sehat. Menkes mencontohkan kebiasaan sikat gigi yang benar angkanya masih kurang dari 20%, itu artinya sikat giginya setelah makan dan sebelum tidur. Namun kebanyakan masyarakat umunya menyikat gigi saat bangun tidur, sementara setelah makan tidak sikat lagi. Menkes menyebutkan, pemanfaatan posyandu mencapai 78,3%. Upaya peningkatan kesehatan masyarakat pedesaan sebenarnya efektif dilakukan melalui pemantapan Posyandu dan Bidan Desa. Di Posyandu dapat dilakukan
upaya promotif dan preventif dengan pendataan ibu hamil dan penyediaan Buku KIA bagi ibu hamil baru serta penanganan kasus gizi buruk oleh kader Posyandu dimulai dengan 6.000 kasus. Masalah lain adalah meningkatkan distribusi tenaga kesehatan daerah terpencil, perbatasan, kepulauan tertinggal, serta meningkatkan kesehatan haji dan memperluas sasaran Jamkesmas. Khusus untuk program Jamkesmas Menkes akan membuat mekanisme baru dimana seorang warga negara harus bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri. Artinya jika seseorang tidak peduli dengan dirinya sendiri, maka jangan mengharapkan orang lain untuk peduli.“Itu yang akan kita tekankan pada orang memaknai hidup sehat,” tegas Menkes. Menkes juga mendorong agar dokter tidak hanya sifatnya mengobati. Dokter dan RS harus mengupayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Menkes mengaku malu bila mendatangi RS besar, teknologinya canggih, namun angka kematiannya tinggi, lingkungan sekitarnya kumuh. “Dokter juga mesti ada program sosial, pediatric sosial, obstretri sosial, pulmonologi sosial yang sifatnya keluar,” terang Menkes.
Menkes mengakui kelemahan pelayanan kesehatan selama ini adalah akibat kurangnya pengawasan. Oleh karena itu, Depkes mempunyai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dengan menempatkan sebanyak mungkin PPNS untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap program pembangunan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditentukan, maka akan bisa terpantau apakah pelayanan itu sudah mencapai suatu standar yang optimal atau tidak. Dengan mengoptimalkan PPNS, kasus-kasus yang berkaitan dengan masyarakat akan berkurang. PPNS tidak saja hanya di RS tetapi juga di hotel-hotel untuk melihat apakah hotel tersebut sudah punyai tenaga sanitasi dan sudah mempraktekkan gizi yang baik. Dalam hal penelitian Depkes akan membentuk komisi nasional penelitian penyakit infeksi yang tugasnya adalah memberi rekomendasi kepada menteri. Tugas komisi ini adalah pertama memberi rekomendasi kepada menteri dalam hal penetapan resiko dari suatu penyakit infeksi. Kedua, penetapan kandidat vaksin, penyediaan farmasi, agent, alat diagnostik, bahan dan reagensia penentu bahan baku mutu. Ketiga, penetapan laboratorium rujukan untuk menentukan diagnostik.ngi/yuli
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
15
Ragam Pelayanan kesehatan di Arab Saudi
Pelayanan Kesehatan Haji Lebih Baik
P
enilaian bahwa pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Haji tahun 2009 di Arafah, Musdalifah dan Mina cukup baik karena untuk pertama kalinya tahun ini diberikan fasilitas kesehatan secara lengkap, berupa: klinik misi haji di Arafah dan Mina, tenaga kesehatan, ambulans, obat dan sarana penunjang kesehatan lain, sehingga semua jamaah sakit dapat dilayani dengan baik. Disamping itu, tim kesehatan juga telah mensyafari wukufkan 125 orang jamaah sakit tanpa kendala yang berarti dan jumlah kematian jamaah pada Armina 26 orang lebih kecil dibanding tahun 2008 sebanyak 57 orang. Pelaksanaan safari wukuf tersebut melibatkan 10 dokter dan 27 perawat kesehatan, dengan menggunakan 16 buah ambulan, 2 buah Bus dan 2 buah coaster ( sejenis 16
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
mentromini). Pada periode Armina musim haji tahun ini, kunjungan rawat jalan 11.202 kasus dengan penyakit terbanyak Nasofaringitis akut (38,21%). Kunjungan rawat inap 180 orang, 130 orang di rawat di BPHI dan 50 orang di RS Arab Saudi. Berdasarkan dari pengalaman tahun lalu, akibat kelelahan, kematian akan mulai meningkat setelah/ pasca Armina. Oleh karena itu, sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa, visitasi dokter kloter terhadap jamaah telah ditingkatkan, sehingga deteksi dini dan respon cepat telah dilakukan guna mengurangi angka kesakitan dan kematian. Untuk menilai kondisi pelayanan kesehatan bagi jamaah haji, tim pengawasan dan pengendalian
(Wasdal) telah melakukan peninjauan, pengawasan dan pengendalian di klinik kesehatan misi haji di Arafah dan Mina yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Depkes dr. Safi’i Ahmad, MPH. Disamping itu, dapat dilihat dari tingkat total jamaah haji meninggal tahun ini sampai tanggal 20 Desember 2009 sebanyak 291 orang lebih rendah dibanding tahun 2008 sebanyak 454 orang. Kecilnya angka kematian jamaah haji tahun ini dapat mengindikasikan semakin baiknya koordinasi dan pelayanan kesehatan kepada para jamaah. Hal ini merupakan keberhasilan bersama dari semua pihak terkait, baik dari kesadaran jamaah dan pemerintah Indonesia. Sejak awal, Departemen Kesehatan telah berusaha meningkatkan mutu pelayanan
Ragam melalui perekrutan tenaga kesehatan kesehatan secara transparan dan profesional, penyediaan kebutuhan obat sesuai dengan formularium yang telah ditetapkan dan penyiapan sarana penunjang pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. Tahun ini pula Depkes telah mendirikan Balai pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Makkah yang cukup representative. Balai ini menjadi pusat pelayanan kesehatan haji di Arab Saudi. Depkes telah menyewa gedung 9 lantai di kawasan Holidiyah Makkah Arab Saudi. Balai ini mampu memberi pelayanan kesehatan kepada jamaah haji Indonesia secara optimal. Sebab BPHI ini dilengkapi dengan sarana pelayanan kesehatan yang memadai, sekelas rumah sakit Tipe C di tanah air. Untuk memudahkan mobilisasi tenaga kesehatan, seluruh tenaga kesehatan BPHI tinggal di BPHI dengan menggunakan sebagian ruang untuk tempat tinggal. Dengan demikian, BPHI dapat beroprasi selama 24 jam melayani rujukan jamaah haji dari seluruh BPHI sektor
Pelayanan obat di BPHI Arab Saudi
maupun kloter. Disamping itu, pelayanan kesehatan haji tahun ini didukung oleh ketersediaan obat yang mencukupi. Sehingga, sebagian besar jamaah yang berobat pada pelayanan kesehatan di tanah suci mendapat obat yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Sedangkan jamaah yang menderita penyakit khusus, mereka telah membawa obat sendiri dari tanah air. Agar pelayanan kesehatan berjalan baik, maka pelayanan kesehatan kepada jamaah dilakukan secara berjenjang. Ketika ada keluhan dari jamaah, maka petugas kesehatan
kloter yang lebih terlebih dahulu memberikan pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan kloter dianggap cukup, maka pasien tidak perlu di rujuk ke pelayanan kesehatan ke tingkat sektor. Sektor hanya memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang tidak dapat ditangani oleh tenaga kesehatan kloter, karena keterbatasan sarana pelayanan kesehatan yang ada. Demikian juga dengan BPHI Makkah, hanya menerima rujukan pasien jamaah haji yang tidak dapat ditangani oleh petugas kesehatan di sektor maupun kloter.npra
Penghargaan Kepada Pahlawan Pembangunan Kesehatan
D
alam rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-45, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, memberikan penghargaan kepada institusi dan Individu yang telah mendukung, berkontribusi nyata, dan berprestasi dalam pembangunan kesehatan. Penghargaan ini sebagai salah
satu wujud apresiasi pimpinan Departemen Kesehatan kepada institusi dan perorangan yang telah memberikan sumbangan nyata dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia. Menurut Menkes, keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, akan tetapi dipengaruhi juga dari hasil kerja serta kontribusi positif sektor
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
17
Ragam Menkes dr.Endang R.Sedyaningsih, MPH, Dr,PH Menyerahkan penghargaan dalam rangka HKN 2009
lain di luar kesehatan. Dengan demikian, dukungan dan peran serta masyarakat baik perorangan maupun instansi/lembaga sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan kesehatan. Penghargaan yang diberikan berupa, Ksatria Bakti Husada, diberikan kepada individu yang dengan sukarela telah menyumbangkan tenaga, pikiran dan pengetahuannya didalam mengembangkan program kesehatan. Darma baktinya telah dapat dirasakan dan sangat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Penerima penghargaan Ksatria Bakti Husada tahun 2009 berjumlah 16 orang. Tanda Penghargaan Manggala Karya Bakti Husada diberikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, 31 Tim Penggerak PKK Kabupaten/ Kota dengan perkembangan Posyandu Purnama dan Mandiri diatas 60% dan yang berhasil mengembangkan kegiatan inovatif dan berbasis masyarakat untuk meningkatkan Lingkungan Sehat. Selain itu, Menkes juga memberikan penghargaan Swasti Shaba kepada 35 pemerintah Kabupaten/Kota yang telah 18
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
berhasil dalam memberdayakan masyarakat dan swasta mewujudkan penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat. Tanda Penghargaan juga diberikan kepada Dosen Berprestasi pada Institusi pendidikan sebagai hasil penilaian dari Badan PPSDM dan Peneliti Teladan sebagai hasil penilaian Badan Litbangkes. Sebagai upaya meningkatkan kualitas dan jangkauan informasi kesehatan, Menkes memberikan penghargaan untuk pemenang kompetisi jurnalistik kepada Aries Kelana dari Majalah GATRA dengan judul tulisan “Jejak Kaki Gajah di Tangerang” sebagai juara I; wartawan Republika Ferry Kisihandi dengan judul tulisan “Flu Babi Dekati Pandemi” sebagai juara II; dan Heru Triono, wartawan Koran Tempo, dengan judul berita “Penyakit Menular yang Tidak Menular” sebagai juara III. Penghargaan juga diberikan kepada pemenang Lomba Poster Obat Generik untuk pelajar, yaitu Agustan, Faisal Samsyudin dan Faisal UA sebagai juara I – III. Sedangkan harapan I s/d III jatuh pada Annastasia Melisse Putri, Sabrina Yula Amelia dan Wardana Saputra. Menciptakan Sumberdaya
Kesehatan yang bermutu tinggi dan profesional membutuhkan motivasi, dedikasi dan loyalitas Widyaiswara. Untuk itulah Menkes memberikan penghargaan kepada Widyaiswara berprestasi nasional yaitu Dr. Suparman, M.Si, M.Kes dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto sebagai juara I; H. Alam Pamilihan Harahap, SKM dari Balai Pelatihan Kesehatan Nasional Lemahabang sebagai juara II; dan juara III Dr. Drs. Setiyono, MBA, M.Kes, M.Pd. dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jakarta. Menkes juga memberikan penghargaan kepada Perpustakaan terbaik di sektor Kesehatan. Untuk kategori Perpus RS Vertikal Depkes, Puslitbangkes dan Balai Pelatihan Kesehatan dimenangkan oleh Perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sistem Kebijakan Kesehatan, Surabaya sebagai juara I; Perpustakaan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; dan Perpustakaan Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor sebagai juara III. Sedangkan untuk kategori perpustakaan Politeknik Kesehatan peringkat I dimenangkan oleh Politeknik Yogyakarta; peringkat II oleh Politeknik Palangkaraya; dan peringkat III oleh Politeknik Malang. ngi
Media Utama
Media Utama
Program Seratus Hari Departemen Kesehatan Inilah program permulaan dari rencana kerja tahunan dan lima tahunan Departemen Kesehatan. Ada tiga garis besar yang menjadi acuan; yaitu “change and continuity; debottlenecking, acceleration, and enhancement; serta unity, together we can” untuk mencapai pembangunan kesehatan.
E
mpat pilar yang menjadi fokus program 100 hari Departemen Kesehatan, yaitu; meningkatkan pembiayaan kesehatan dengan memberi Jaminan Kesehatan Masyarakat, meningkatkan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs, mengendalikan penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil,
tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) secara berkesinambungan. Untuk meningkatkan pembiayaan kesehatan dengan memberikan Jaminan Kesehatan Masyarakat, Depkes telah mencanangkan peningkatan pelayanan kepada 76,4 juta penduduk miskin dalam sistem jaminan kesehatan dengan anggaran sebesar Rp 4,6 Triliun. Target ini akan dicapai melalui peningkatan akses dengan pemberian kartu Jamkesmas kepada penghuni panti asuhan dan panti werda, memberi No.XX/OKTOBER/2009 Mediakom
19
Media Utama Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. (paling kiri) didampingi pejabat eselon 1 saat Raker dengan DPR Komisi IX membahas program 100 hari Depkes dan Masalah aktual bidang kesehatan.
jaminan kesehatan kepada anggota TNI/POLRI dan keluarganya di DTPK ( Daerah Terpencil, Tertinggal dan Kepulauan); peningkatan mutu melalui pemantapan Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG) atau sistem pembayaran rumah sakit berdasarkan kelompok penyakit rawat inap di seluruh RS pemerintah; peningkatan manajemen melalui pelunasan semua tagihan Jamkesmas tahun 2009 di rumah sakit , dan penyusunan roadmap 2010-2014 menuju Jaminan Kesehatan Semesta. Sementara itu, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), akan dicapai melalui pemantapan fungsi Posyandu, penempatan Bidan di desa, dan KB-Kesehatan Reproduksi. Departemen Kesehatan akan melakukan pendataan Ibu Hamil dan penyediaan Buku KIA bagi Ibu Hamil baru, untuk mencapai 60.000 desa. Selain itu, dilakukan peningkatan advokasi tentang gizi untuk para pengambil keputusan di luar bidang kesehatan. Untuk itu akan disusun buku saku untuk pengambil keputusan. Pemerintah juga akan memberikan biaya operasional untuk 240.000 Posyandu untuk bulan November-Desember 2009. Dilakukan pencanangan 20
Mediakom No.XX/OKTOBER/2009
Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita, khusus untuk laki-laki dan perempuan, sehingga berat badan balita akan terukur secara lebih cermat. Tidak ketinggalan diadakan penanganan kasus gizi buruk oleh kader Posyandu dimulai dengan 6.000 kasus. Akan ditingkatkan pencarian secara aktif oleh para kader Posyandu untuk menemukan balita gizi kurang dan buruk (sesuai data Riskesdas 2007), dan selanjutnya melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan tindak lanjut. Balita gizi buruk yang ditemukan akan mendapatkan perawatan khusus. Dalam 100 hari ini juga dilakukan pengembangan model registrasi kematian di delapan kota, yang merupakan upaya pengembangan yang sebelumnya hanya mencakup empat kota, sehingga akan diperoleh data yang dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kebijakan dan perencanaan lebih baik. Terkait dengan hal itu, juga akan ada peningkatan upaya kesehatan sekolah (UKS) oleh Puskesmas untuk meningkatkan kesehatan anak. Hal penting yang akan dilakukan untuk mencapai target MDGs, yaitu pemenuhan pengadaan sarana air minum 1.379 desa dan sanitasi di 61 lokasi, penetapan pembatasan Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Generik Berlogo (OGB) dan
revitalisasi Permenkes tentang kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di sarana pelayanan kesehatan pemerintah. Terkait pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana telah direncanakan kegiatan penanggulangan HIV/ AIDS. Pengamanan dan penyediaan Anti Retroviral Virus (ARV) untuk 16.000 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA); Penyediaan reagent HIV untuk pengamanan darah (950.000 tes), survailans (200.000 tes) dan diagnostik (1.000.000 tes) dan pengembangan Pusat pengobatan TB dan HIV di Provinsi Papua. Selain AIDS, dilakukan penanggulangan penyakit TB. Dipastikan terjaminnya ketersediaan Obat Anti TB (OAT) di fasilitas kesehatan pemerintah dan tersedianya pusat pelayanan TB Multi Drug Resistant (MDR), penanggulangan Malaria melalui: penemuan dan pengobatan 300.000 penderita malaria, distribusi 2,5 juta kelambu, screening 450.000 ibu hamil untuk perlindungan terhadap malaria, pos malaria terintegrasi dengan Desa Siaga, dan konversi angka malaria indeks menjadi Parasite Index di Jawa-Bali. Peningkatan Universal Child Immunization (UCI) di seluruh desa di pulau Jawa menjadi prioritas pemerintah. Peningkatan pengawasan obat dan makanan, melalui: peningkatan pengawasan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan serta layanan satu atap untuk regrestasi obat dan makanan impor. Masih terkait dengan penanganan kesehatan, beroperasinya Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) baru di Makkah Arab Saudi untuk memantapkan pelayanan kesehatan mulai dari musim haji tahun 2009. Dalam seratus hari ini, Pemerintah juga memperhatikan potensi bencana. Oleh karena itu, dilakukan
Media Utama dr.Ribka Tjiptaning (kedua dari kiri) didampingi para Wakil Ketua Komisi IX DPR.RI saat memimpin Raker dengan Menkes membahas program 100 hari Depkes dan Masalah aktual bidang kesehatan.
Anggota DPR Komisi IX saat rapat kerja dengan Menkes
program penanggulangan bencana, jika terjadi bencana. Setelah itu dilakukan screening balita risiko gizi buruk pasca bencana dan penguatan logistik di 9 pusat regional dan 2 sub regional. Untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) secara berkesinambungan, perlu adanya Permenkes tentang Praktik tenaga kesehatan (perawat dan bidan) di DTPK. Serta tersedianya Peraturan/Kepmenkes tentang pemberian insentif bagi tenaga
kesehatan strategis, seperti; dokter, perawat, bidan, sarjana kesehatan masyarakat, sanitarian, ahli gizi, asisten apoteker dan analis. Dalam program ini juga mencanangkan terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis (perawat, bidan, sanitarian, gizi, analis kesehatan, asisten apoteker) sebanyak 131 orang di 35 Puskesmas dari 101 Puskesmas DTPK. Untuk mendukung empat pilar tersebut, diperlukan dukungan manajemen dalam meningkatan pelayanan kesehatan melalui: peningkatan Good Governance, terutama dalam menghilangkan
hambatan untuk pencairan dana dekonsentrasi, mengaplikasikan reformasi birokrasi, menyelesaikan Rencana Strategis Departemen Kesehatan tahun 2010-2014 dan rencana aksi untuk membuat landasan hukum untuk implementasi 4 Undang-Undang yang berkaitan dengan kesehatan yang sudah mendapat persetujuan DPR-RI. Memang, keberhasilan pembangunan kesehatan selama ini cukup menggembirakan, namun menuju 5 tahun ke depan (20102014), pembangunan kesehatan perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat bahwa Indonesia untuk mencapai dua sasaran besar yaitu pencapaian MDGs dan Jaminan Kesehatan Semesta (universal coverage). Perlu dilakukan berbagai upaya lanjutan dan terobosan untuk mencapai dua sasaran besar ini. Pembangunan kesehatan memerlukan reformasi, dengan mengubah paradigma masyarakat terhadap kesehatan. Bapak Presiden menekankan perlunya paradigma baru, yaitu “paradigma meningkatkan kesehatan masyarakat, atau sehat itu indah, sehat itu gratis, dalam arti bagi yang tidak mampu, saudara kita yang miskin, sangat miskin, kita dorong untuk sehat dan kemudian tidak harus berobat. Itu adalah reformasi kesehatan yang rencana pastinya (Roadmapnya) harus jadi pada 100 hari pertama ini”. Pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, disamping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat (public health) dilakukan dengan penekanan untuk hidup sehat bukan untuk berobat, dengan meningkatkan pencegahan penyakit, menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini.npra No.XX/OKTOBER/2009 Mediakom
21
Media Utama
Empat Program, Satu Tujuan Kabinet Indonesi Bersatu II yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 11 prioritas Nasional yang harus dilaksanakan dan didukung oleh seluruh Menteri. Prioritas –prioritas itu kemudian dijabarkan dalam 15 program unggulan Presiden yang akan menjadi Road Map dalam pembangunan nasional 5 tahun ke depan. Reformasi Kesehatan Masyarakat seperti apakah yang merupakan tugas Kementerian Kesehatan?
D
epartemen Kesehatan melakukan reformasi Kesehatan Masyarakat dengan cara membagi menjadi dua program kerja. Pertama, melakukan terobosan yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam pembangunan kesehatan; dan kedua, menjalankan program yang merupakan dasar untuk pelaksanaan program 1-5 tahunan. Tujuan reformasi kesehatan masyarakat adalah adanya perubahan paradigma dari “Berobat
Gratis” menjadi “Sehat Itu Indah dan Sehat Itu Gratis”. Kampanye ini dilakukakan secara komprehensif, sinergis, dan integratif, melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan kesehatan masyarakat, dengan fokus pada preventif dan promotif, penanggulangan penyakit, peningkatan sumber daya manusia kesehatan terutama Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Sebagai sasaran Program 100 Hari
Bidang Kesehatan meliputi: seluruh rakyat miskin, seluruh wilayah Indonesia, seluruh jajaran kesehatan, lintas sektor, swasta, dan segenap komponen masyarakat untuk ikut berperan baik di Pusat maupun daerah. Dan dalam menerjemahkan isu pokok bidang kesehatan, telah dibuat 12 rencana aksi dan telah dilakukan identifikasi sumber daya untuk mendukung Program 100 Hari Bidang Kesehatan. Berikut adalah empat program utama yang akan dijalankan Departemen kesehatan:
15 PROGRAM PILIHAN PRESIDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 22
Pemberantasan Mafia Hukum Revitalisasi Industri Pertahanan Penanggulangan Terorisme Peningkatan Daya Listrik di seluruh Indonesia Peningkatan Produksi dan Ketahanan Pangan Revitalisasi Pabrik Pupuk dan Gula Penyempurnaan Peraturan Agraria dan Tata Ruang Pembangunan Infrastruktur Penyediaan dana penjaminan Rp 2 triliyun per
Mediakom No.XX/OKTOBER/2009
tahun untuk Kredit Usaha Kecil Mengenah 10. Penetapan Skema Pembiayaan dan Investasi 11. Perumusan Kontribusi Indonesia dalam Isu Perubahan Iklim dan Lingkungan 12. Reformasi Kesehatan Masyarakat 13. Penyelarasan antara Pendidikan dan Dunia Kerja 14. Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana 15. Sinergi antara Pusat dan Daerah
Media Utama Program 100 Hari Departemen Kesehatan 1
Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat
1. Peningkatan pelayanan kepada 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin dalam sistem jaminan kesehatan dengan dana sebesar Rp 4,6 triliun
2
Peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs
2. Meningkatkan kesehatan masyarakat pedesaan terutama melalui pemantapan fungsi Posyandu, Bidan di desa, dan KB-Kespro bidang promotif dan preventif: a. Pendataan ibu hamil (Bumil) dan penyediaan Buku KIA bagi Bumil baru untuk mencapai 60.000 desa. b. Peningkatan advokasi tentang gizi untuk pengambil keputusan di luar bidang kesehatan. c. Pemberian biaya operasional 240.000 Posyandu d. Pencanangan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita, khusus untuk laki-laki dan perempuan e. Penemuan kasus gizi buruk oleh kader Posyandu mulai dgn 6.000 kasus. f. Pengembangan model registrasi kematian di 8 provinsi g. Meningkatkan upaya kesehatan sekolah (UKS) oleh Puskesmas 3. Revitalisasi Permenkes tentang kewajiban menuliskan resep dan menggunakan obat generik di sarana pelayanan kesehatan Pemerintah, melalui pelatihan dan pemantapan 4. Penetapan Pembatasan Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Generik Berlogo (OGB).
3
Pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana
5. Penanggulangan HIV/AIDS: a. Pengamanan dan penyediaan ARV untuk 16.000 ODHA; Penyediaan reagent HIV untuk pengamanan darah (960.000 tes), survailans (200.000 tes) dan diagnostik (1.000.000 tes); b. Pusat pengobatan TB HIV di Provinsi Papua. 6. Penanggulangan penyakit Tb: a. Tersedianya obat anti Tb (OAT) b. Tersedianya pusat pelayanan Tb multi-drug resistant (MDR) 7. Penanggulangan Malaria: a. Penemuan dan pengobatan 300.000 penderita malaria b. Distribusi 2,5 juta kelambu c. Screening 450.000 ibu hamil untuk perlindungan terhadap malaria d. Pos malaria terintegrasi dengan Desa Siaga 8. Peningkatan Universal Child Immunization (UCI) di 5 provinsi Jawa (Jatim, Jateng, Jabar, Banten, DKI Jakarta). 9. Pengawasan obat dan makanan a. Peningkatan pengawasan obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat melalui unit lab. Keliling b. Peningkatan pelayanan publik dengan pelayanan satu atap untuk registrasi dan sertifikasi impor obat dan makanan 10. Operasionalisasi Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) baru di Makkah Arab Saudi. 11. Penanggulangan bencana: a. Screening Balita berisiko gizi buruk pasca bencana; Pemulihan pelayanan kesehatan Puskesmas di daerah bencana Sumbar dan Jabar b. Penguatan logistik di 9 pusat regional penanggulangan bencana (Medan, Makassar, Surabaya , Palembang, Denpasar, Manado, Banjarmasin, Jakarta, Semarang) dan 2 sub regional (Padang dan Jayapura)
No.XX/OKTOBER/2009 Mediakom
23
Media Utama 4
Peningkatkan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan (nakes) terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK)
12. Peningkatan SDM kesehatan dalam jumlah, jenis, dan mutu terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) a. Disusunnya Permenkes tentang Praktek Nakes (perawat dan bidan) di DTPK dan Peraturan/ Kepmenkes tentang Pemberian insentif strategis (dokter, perawat, bidan, Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM), sanitarian, ahli gizi, asisten apoteker dan analis) b. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis (perawat, bidan, sanitarian, gizi, analis kesehatan, asisten apoteker) sebanyak 131 orang di 35 Puskesmas dari 101 Puskesmas
Dalam program 100 hari Departemen Kesehatan, Menkes menyebutkan 4 isu pokok yang menjadi target utamanya, yaitu peningkatan pembiayaan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat target MDGs, pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan dan akibat bencana serta kesediaan pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) 24
Mediakom No.XX/OKTOBER/2009
Prof dr. Ascobat Gani, MPH, Dr. PH
“Harus Ada Perubahan”
B
agaimana pendapat ahli mengenai program 100 hari Menkes tersebut, berikut wawancara Mediakom dengan Prof Dr Ascobat Gani MPH Dr. PH seorang ahli Kesehatan Masyarakat.
Tanggapan anda tentang 4 isu utama dalam program 100 hari Menkes? Itu hasil dari Summit. Hal itu merupakan sintesa dari stake holder yang begitu luas. Kalau memang representatif, kita harus
Media Utama ikut keinginan stake holder. Memang ada 4 isu utama, tetapi isu kesehatan lebih luas dari itu. Program Jamkesmas masih sangat relevan, karena hampir semua negara di dunia melakukan reformasi pembiayaan yang arahnya ke social security, cuma definisinya yang masih diperdebatkan. Seperti apa yang dimaksud dengan universal coverage, benefit package comprehensive, dan dimensi mutu. Ini harus hati-hati. Kalau kita terlalu general – Jamkesmas ini kan komprehensif – bisa bangkrut dari mana kita uangnya. Definisi kita harus lengkap. Jika tidak, jangan berambisi hal itu akan dapat dicapai tahun 2014, karena tidak akan terbiayai. Jadi harus ada ukuran nasional sebagai tolok ukurnya. Ukuran nasional seperti apa?
formal, bagaimana fiscal capacity nya. Harus bicara dengan Menteri Keuangan. Tidak hanya Depkes saja. Kalau cuma Depkes, itu hanya ambisi saja nanti tidak tercapai. Kalau ternyata fiscal capasity kita tidak sanggup, ya tunggu dulu lah. Pengalaman empiris di beberapa negara memang mentoknya disitu, di sektor non formal. Di negara kita banyak sekali sektor non formalnya, sopir angkot, tukang becak. Jadi menurut saya, kita realistis saja. Seperti Indonesia Sehat 2010. Sehat ngga kita hari ini, tahun depan kan belum tentu. Bagaiman dengan isu kedua, mencapai target MDGs? MDGs itu sebetulnya cetusan tekad Kepala Negara di dunia tahun 2000 ingin mengurangi kemiskinan sampai 50% dari keadaan tahun 2000 pada tahun 2015, bukan
MDGs bukan domainnya kesehatan saja, tapi domain nasional. Makanya saya suka bercanda Depkes ganti nama saja menjadi Departemen Mengurangi Kemiskinan. Paket minimum. Sebetulnya kita sudah atur dulu. Bagaimana dengan penduduk yang bekerja di sektor non formal, apakah dapat dicakup dalam pogram Jamkesmas? Mereka tidak miskin, memang ada beberapa yang miskin. Tapi kalau kita masukkan itu, apakah mau kita subsidi orang yang tidak miskin ini? Harusnya ya. Tapi uangnya ada tidak? Saat kita masukkan sektor non
Menteri Kesehatan. Jadi sebetulnya MDGs itu instrumen untuk poverty reduction. Tapi orang cenderung ini urusan kesehatan. Ya, kita terima kasih karena kesehatan merupakan instrumen untuk mengurangi kemiskinan. Kelaparan itu menyangkut produktivitas tenaga kerja. Kematian ibu, kematian bayi berkaitan dengan long term human capitalitas. Jadi kalau kematian ibu dan bayi kita tekan, nanti akan lahirlah bayi-bayi yang
Prof Ascobat, pribadi idealis yang tidak menilai sesuatu hanya dari sudut pandang “uang”. Sebagai ahli kesehatan masyarakat, maka kesehatan masyarakatlah yang melandasi setiap pemikirannya. Pemikiran Prof. Ascobat Gani “konon” kerap berseberangan dengan kebijakan pemerintah. “Bukan berseberangan sesungguhnya, saya hanya meyakini apa yang benar sesuai dengan disiplin ilmu yang saya pelajari,” jelasnya. Lahir di Takengon Aceh, 27 September 1946, semula bercitacita menjadi dokter. Namun ketika remaja, keinginan itu padam. Yang tumbuh di dadanya adalah citacita untuk jadi combat warrior. Apalagi kehidupan masa kecilnya diwarnai perang saudara DI/TII – TNI. Namun saat lulus SMA tahun 1964, ayah dua anak ini belum memenuhi syarat masuk Akademi Militer Nasional. Dia pun banting stir dan ikut test Perguruan Tinggi. “Saya lebih tertarik masuk fakultas teknik daripada kedokteran,” katanya. Tapi niatnya masuk fakultas teknik gagal, sebab keluarganya lebih berminat dirinya menggeluti dunia kedokteran. “Jadilah saya dokter...” ucapnya. sehat. Dengan mutu modal manusia yang baik nanti bisa mengangkat keluarganya.Kenapa TB, Malaria, HIV/AIDS masuk dalam target MDGs? Karena itu menggerogoti ekonomi rakyat. Jadi MDGs bukan domainnya kesehatan saja, tapi domain nasional. Makanya saya suka bercanda Depkes ganti nama saja menjadi Departemen Mengurangi No.XX/OKTOBER/2009 Mediakom
25
Media Utama Kemiskinan. Isu ke-2 ini muaranya adalah mengurangi kemiskinan. Bagaimana dengan isu ketiga, mengurangi penyakit menular? Penyakit menular masih endemik. Penyakit konvensional juga masih di sekitar kita seperti TB, Malaria, Diare, ISPA. Kemudian muncul penyakit baru seperti flu burung, H1N1, dan muncul lagi penyakit lama seperti frambosia, leptospirosis, patek, ini penyakit jaman baheula (dulu-red). Semua penyakit-penyakit ini harus ditanggulangi. Bencana dalam 10 tahun ini memang luar biasa
ibaratkan ini pesawat. Tempat dia mendarat kita sebut konteks. Dari dulu kita tidak pernah benahi ini. Kita puas sudah punya visi, misi, rencana 5 tahun, tujuan kegiatan. Padahal peraturan-peraturan kita tidak memungkinkan uang kita cukup disitu. Itu yang tidak kita sentuh. Jadi pertama, regulasi harus kita benahi. Kedua adalah konteks desentralisasi. Yang melaksanakan program-program ini siapa? Kan bukan Ibu Menkes tapi 496 Bupati/ Walikota. Oleh karena itu, kalau Depkes buat program ini tanpa ada advokasi, menggerakkan kerja
orang kesehatan, di sana gali, gali, gali lagi. Contoh lain. Makanan beracun, boraks, formalin. Itu di siapa? Di Departemen Perindustrian dong. Kita menyatakan olah raga, tapi taman malah dibikin mall. Kalau menyusun visi misi, mudah. Ibarat kita siapkan pesawat terbang yang bagus tapi tidak punya landasan, ya tidak berani mendarat. Hilang, entah kemana. Lelah. Konsep yang disampaikan Depkes ini bagus. Tapi tim juga harus membuat terobosan untuk membenahi konteks tadi. Kalau tidak, sama dengan yang dulu-dulu.
Oleh karena itu, kalau Depkes buat program ini tanpa ada advokasi, menggerakkan kerja sama dengan daerah, ini tidak akan tercapai. mulai dari Aceh, Yogya, Padang yang dampak kesehatannya besar. Isu ini relevan karena tahun-tahun ke depan kita mungkin masih mengalami itu. Bagaimana dengan isu keempat, penyediaan tenaga kesehatan di daerah terpencil? Kalau bisa ada Inpres khusus untuk tenaga kesehatan di daerah terpencil, misalnya 5 tahun dan diberi insentif seperti kesempatan untuk spesialis atau pindah ke kota besar. Inpres ini kan sentralistis. Karena daerah-daerah terpencil ini ada di kabupaten-kabupaten yang miskin. Dalam 100 hari ini bisa kita letakkan landasannya. Tantangan apa yang dapat menghambat program ini? Itulah yang saya sebut konteks. Bukan di masalah visi misi. Kita 26
Mediakom No.XX/OKTOBER/2009
sama dengan daerah, ini tidak akan tercapai. Contoh, target Malaria di Ciamis, siapa yang berkuasa? Bupatinya kan. Nah Bupatinya terima tidak konsep ini. Konsep ketiga ini yang susah, politik. Mulai dari partaipartai, DPR. Kadang-kadang politik Pilkada menggratiskan pelayanan kesehatan. Konteks seperti ini tidak sesuai dengan kita. Kita mau ke jaminan kesehatan, mereka malah menggratiskan. Yang berikutnya adalah konteks pembiayaan. Anggaran telat turun. Betapa pun bagusnya ini kalau semua orang terima bulan Agustus-September kita bisa apa? Kusut itu. Sebetulnya banyak kontekskonteks tadi domainnya di luar kesehatan. Coba lihat Malaria di Singkawang kan gara-gara tambang emas liar. Gali, gali, gali, lubang, lubang, lubang, nyamuk,nyamuk,nyamuk. Datang
Peluangnya seperti apa dalam 100 hari ini? Peluangnya besar kalau konteksnya kita benahi. Yang paling berat, regulasi. Untuk membenahinya pertama dari segi finansial itu bisa tidak diubah. Mengubah UU, DAU, DAK kan susah. Kedua bisa kita cari dengan Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dari mata anggaran yang sifatnya rutin. Vaksin, misalnya. Vaksin kita kan masih pakai tender-tender. Padahal vaksin kan tidak boleh tunggu tender. Buatlah seperti gaji. Jadi dalam mata anggaran rutin kita ada gaji, obat bahan, vaksin. Selain itu, dalam jangka panjang, definisi DAK (Dana Alokasi Khusus) diubah dalam peraturannya jadi boleh untuk biaya operasional. Celaka kalau fisik saja. Kasihan daerah nanti. Maka harus ada perubahan.npra/gi
Kolom
dr. T. Rabitta Cherysse MPH*) *) Widyaiswara Madya
Gender dalam Dunia Kesehatan Dalam bidang kesehatan perempuan lebih banyak mengalami ketidaksetaraan gender sejak lahir hingga lanjut usia, dibanding dengan laki-laki. Mengapa demikian? Bagaimana mengatasinya?
P
erempuan mengalami masalah kesehatan reproduksi sejak remaja, masa hamil, melahirkan, menyusui, saat ber KB dan seterusnya. Di sisi lain, posisi perempuan seringkali amat lemah karena kurang memiliki pengaruh dalam pembuatan keputusan dan terbatasnya kekuasaan yang dimilikinya. Dengan posisinya yang dilematis itu, kebanyakan isu tentang perempuan diberitakan sangat selektif pada stereotip perempuan dan peran tradisionalnya, serta berkaitan dengan hal-hal yang berbau sensasional. Pemberitaan tentang perempuan masih belum representatif kepada hal-hal yang mampu memberikan awareness, seperti menyadarkan masyarakat tentang hal yang diskriminatif, hak legal, isu kesehatan, pengangguran dan sebagainya. Hal inilah yang patut dicermati bersama. Pendekatan politik menjadi sangat penting dalam mengatasi budaya patriarkhi. Dan ini merupakan salah satu pendekatan yang bisa dilakukan untuk di mulai dari level terendah yaitu lingkungan Pokja Perempuan, misalnya kelompok pengajian. Di tempat ini bisa diperoleh pendidikan politik yang paling mendasar. Misalnya tentang nilainilai kehidupan, bagaimana menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan
sosial, kepekaan sosial, toleransi dsbnya. Secara umum pendidikan politik yang berlandasan etika, moral, dan nilai-nilai kehidupan adalah merupakan kerangka bagi pendidikan perempuan untuk berpolitik, sehingga kelak dapat menciptakan ruang politik bagi perempuan yang dapat mengoreksi praktik-praktik berpolitik yang tidak baik menjadi baik. Politik mempunyai arti penting bagi Pembangunan Kesehatan. Semakin banyak perempuan yang terlibat didalam pengambilan keputusan penting, maka semakin banyak kepentingan kesehatan perempuan terakomodasi. Mengapa dunia politik menjadi penting bagi perempuan? Sejak tahun 1990, UNDP (United Nations Development Program), melalui laporan berkalanya ”Human Development Report (HDR)” telah memperkenalkan indikator baru dalam menilai keberhasilan pembangunan, yang selama ini hanya diukur dengan GDP. Indikator baru ini adalah Human Development Index (HDI), yaitu pembangunan kualitas manusia. Kemudian pada tahun 1995 diperkenalkan lagi indikator GDI (Gender Development Index), yaitu kesetaraan laki-laki perempuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta Gender Empowerment Measure (GEM), yang mengukur kesetaraan dalam partisipasi publik. Pergeseran ini menegaskan bahwa
untuk memajukan perempuan diperlukan lebih dari sekedar mengintegrasikan mereka dalam pembangunan, tetapi yang utama sekali adalah melibatkan perempuan dalam penentuan kebijakan (decisionmaking process). Budaya patriarkhi adalah budaya yang mengutamakan peran laki-laki dalam mengatur kehidupan, hal ini merupakan salah satu faktor dasar yang meminggirkan perempuan, diantaranya dalam hal memperoleh kesempatan pendidikan, khususnya pendidikan politik. Banyak sekali isu-isu kesehatan terkini yang bisa diangkat menjadi seperti isu politik, misalnya Angka kematian Ibu melahirkan yang masih tinggi, Anemia Ibu hamil, Wanita dengan penyakit menular HIV/ AIDS, Wanita dan Penyakit TBC. Semua masalah kesehatan ini hampir selalu terkait dengan hal-hal yang menyangkut seks dan gender. Selama ini ilmu kedokteran hanya melihat beberapa hal yang mempengaruhi kesehatan khususnya dari perbedaan biologis. Kebutuhan analisis gender yang paling utama dalam kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Ketidaksetaraan gender dalam bidang kesehatan di atas, disebabkan No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
27
Kolom karena sebagian besar petugas kesehatan kurang memahami pengertian tentang konsep gender sebagai salah satu faktor penting dalam mempengaruhi kesehatan seseorang. Walaupun istilah gender telah digunakan dalam pelayanan kesehatan, namun seringkali seks (jenis kelamin) diartikan sama dengan gender, hal ini disebabkan istilah gender belum dipahami secara luas. Hanya dengan mengerti berbagai perbedaan kebutuhan, dan konsekuensi pelayanan kesehatan terhadap laki-laki dan perempuan, petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan yang lebih relevan dan sesuai bagi laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, pelayanan kesehatan akan lebih efisien dan efektif. Diskriminasi dalam pelayanan kesehatan masih terjadi secara eksplisit maupun implisit, dimana perempuan masih sulit mengakses pelayanan kesehatan karena pemberian surat miskin yang diberikan RT/RW setempat seringkali diskriminatif. Kepala keluarga yang selalu diasumsikan laki-laki menjadi salah satu hambatan terbesar bagi perempuan untuk mengakses Jamkesmas. Penyebab lain dari ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender mudah dirasakan. Misalnya: ketidakberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan tentang hal-hal yang menyangkut kesehatan dirinya sendiri. Begitu juga akses yang sangat kurang terhadap berbagai fasilitas kesehatan dan kurangnya kemampuan perempuan untuk memproteksi dirinya dari berbagai risiko kesehatannya.Hal ini disebabkan kesenjangan gender atau ’gender gap’. Masalah ini masih diperberat dengan ketidaksiapan aparatur dilapangan, yaitu antara lain birokrasi yang diciptakan oleh aparat terhadap pelayanan pembuatan kartu jamkesmas dikelurahan serta pemberian kartu jamkesmas yang tidak tepat sasaran, sehingga masih banyak keluarga miskin belum mendapatkan haknya. Seringkali masyarakat memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran. Ideologi gender yang 28
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
membelenggu perempuan, masih diperdebatkan hingga sekarang. Membangun iklim demokrasi sebagai bagian pendidikan politik ditengah keluarga, sangat bergantung faktor budaya yang ikut menentukan kedudukan perempuan dalam sebuah perkawinan. Tidak mudah untuk menghilangkan pengaruh budaya patriarki ditengah-tengah keluarga, namun bukannya ini tidak bisa diatasi, tetapi memerlukan dukungan semua pihak, tidak terkecuali peran perempuan sebagai pembuat keputusan penting diberbagai bidang yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Mansour Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial mengidentifikasi ketidak adilan gender terhadap perempuan terjadi dalam beberapa bentuk: (1) terjadinya marginalisasi terhadap perempuan yang berkaitan dengan akses ekonomi; (2) terjadinya subordinasi terhadap perempuan yang berkaitan dengan politik, terutama menyangkut proses pengambilan keputusan dan pengendalian kekuasaan; (3) stereotipe terhadap perempuan sebagai bentuk penindasan ideologi dan kultural yang memojokkan posisi dan kondisi perempuan; (4) kekerasan terhadap perempuan, baik berupa invasi fisik maupun integritas mental psikologis; dan (5) beban kerja yang berlebihan bagi perempuan berkaitan dengan pembagian kerja domestik dan publik, seringkali menyebabkan perempuan memiliki jam kerja yang lebih panjang dan beban kerja yang lebih berat ketimbang laki-laki, terutama bagi perempuan yang bekerja di sektor publik. Mengatasi berbagai ketidakadilan gender tersebut diatas, dapat terjadi diperbagai tingkatan. Pertama, di tingkat negara baik dalam sebuah negara maupun organisasi antar negara.Kedua, di tempat kerja, organisasi, dunia pendidikan.Ketiga, dalam adat istiadat atau kultur masyarakat dan penafsiran ajaran agama. Keempat, dalam keluarga atau rumah tangga. Dengan kata lain ketidakadilan gender dapat terjadi diperbagai level kehidupan bersama mulai dari keluarga, masyarakat hingga
negara. Oleh karena itu keterlibatan perempuan sangat penting dalam dunia politik untuk memperjuangkan kepentingan perempuan, terutama kesehatan. Selain itu pentingnya pendidikan politik dalam bentuk penerapan pola asuh dalam keluarga. Penerapan Pola Asuh dalam keluarga sebagai bentuk pendidikan politik Pola Asuh dalam Keluarga. Keluarga merupakan unit kesatuan terkecil dalam masyarakat yang umumnya terdiri dari ayah,-ibu dan ank-anaknya. Di Indonesia ,sebuah keluarga yang menempati sebuah rumah juga meliputi kakek-nenek, adik ayah/ibu yang dipanggil paman/bibi. Sosialisasi atas suatu hal dalam keluarga merupakan tindakan keseharian, baik orang tua, suamiistri, maupun anak yang selalu berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu. Berbicara tentang pendidikan politik dalam keluarga perlu diawali dahulu dengan pembahasan demokrasi dalam keluarga. Demokrasi dapat diterapkan di dalam sebuah keluarga, yaitu dengan cara membangun suasana keluarga, yaitu dengan cara membangun suasana keluarga yang dinamis. Analogisnya penerapan demokrasi dalam satu unit keluarga secara sederhana adalah pada pengambilan keputusan atas sesuatu yang dilaksanakan secara terbuka, dalam arti ada komunikasi dan diskusi, sehingga idealnya sebuah keputusan dapat diterima anggota keluarga dengan dasar pemahaman dan pengertian. Peran komunikasi politik dimasa yang akan datang sangat penting. Hendaklah proses pendidikan politik ini dimulai dari lingkungan internal keluarga, lalu ke sosial masyarakat baru kemudian ke partai politik. Dalam hal ini diperlukan pembekalan yang sifatnya mendasar, yaitu apa saja yang perlu diketahui perempuan dalam menyikapi hak-hak politiknya sebagai warga negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban memberikan pendidikan politik kepada warga negaranya. Berpolitik tidak harus duduk di kursi kekuasaan.n
Peristiwa
Awas, Hiv/aids Memasuki Pandemi di Tingkat Global Virus HIV (human immunodeficiency virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) telah mengakibatkan kematian lebih kurang 25 juta orang di seluruh Dunia. Diperkirakan 96% kasus infeksi baru ini ditemukan di negara berkembang.
B
erdasarkan laporan Surveilans AIDS Depkes RI hingga September 2009, jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 18.442 orang terdapat di 32 provinsi dan tersebar di 300 kabupaten/kota. Cara penularan kasus AIDS adalah Heteroseks 49,7%, IDU 40,7%, Lelaki Seks Lelaki (homoseks) 3,4%, perinatal 2,5%. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,57%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (29,84%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,71%). Kasus terbanyak Jawa Barat, disusul secara berturutturut : Jawa Timur, DKI Jakarta, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau. Sedangkan Rate kumulatif kasus AIDS Nasional adalah 8,15 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2006, jumlah penduduk Indonesia 227.132.350 jiwa). Rate tertinggi dilaporkan dari Papua (17,9 kali angka nasional), Bali (5,3 kali), DKI Jakarta (3,8 kali), Kepulauan Riau (3,4 kali), Kalbar (2,2 kali), Maluku (1,8 kali), Sedangkan kumulatif HIV hingga Juni 2009 mencapai 28.260 orang.Penyebab penularan HIV adalah IDU 52,18%, Waria 25,89%, partner risiko tinggi 15,83%, klien PSK 13,5%. Persentase kumulatif infeksi HIV tertinggi
pada kelompok umur 30-39 tahun (16,49%), disusul kelompok umur 20-29 tahun (15,41%) dan kelompok umur kurang dari 1 tahun (13,61%). Rate kumulatif tertinggi DKI Jakarta (40,3), Banten (29,0), Bali (20,2), Papua Barat (19,7, Jawa Barat (19,2), Jawa Timur (13,2), Papua (11,8), Riau (11,6) dan DI Yogyakarta 11,1).
Hari AIDS Sedunia
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap bahaya virus HIV, Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia pada tahun 1988 menggagas peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) yang diperingati setiap tanggal 1 Desember. Tema atau isu yang diangkat pada HAS 2009 adalah “Akses Universal dan Hak Asasi Manusia”. Akses universal mencakup akses informasi, pencegahan, maupun akses pengobatan. Intinya, semua warga dari berbagai latar belakang ekonomi, budaya, tempat tinggal harus mendapatkan akses informasi HIV dan AIDS yang sama, akses pencegahan yang sama, serta akses pengobatan yang sama. Sedangkan tema nasional yang dipilih : Kerjasama masyarakat dan pemerintah mampu mempercepat No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
29
Peristiwa
pemenuhan akses informasi, pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan untuk semua. Di Indonesia peringatan HAS dilaksanakan dengan menggelar berbagai kegiatan diantaranya Malam Penggalangan Dana yang diprakarsai Yayasan AIDS Indonesia di Jakarta tanggal 30 November 2009 yang dihadiri Menko Kesra Agung Laksono dan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. Pada kesempatan itu Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, mengatakan, dewasa ini HIV/AIDS sudah menjadi pandemi di tingkat global dengan berbagai dampak yang merugikan, baik dampak kesehatan, sosial ekonomi, maupun politik. Di negara yang mengalami dampak berat, seperti di negaranegara Afrika, HIV telah menurunkan harapan hidup lebih dari 20 tahun, menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperberat kemiskinan. Sedangkan di Asia, yang 30
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
prevalensi HIV-nya jauh dibawah prevalensi di negara-negara Afrika pun penurunan produktifitas akibat HIV tetap lebih besar dibanding dengan penurunan produktifitas akibat penyakit lain. Menurut Menkes, HIV dikhawatirkan juga akan menambah jumlah penduduk miskin di dunia menjadi 6 juta kepala keluarga sampai dengan tahun 2015, jika upaya pengendalian oleh masing masing negara tidak segera diperkuat. “Laju infeksi HIV pun masih terus meningkat di beberapa negara, seperti di Jerman, Mozambique, Rusia, Ukraina, dan Inggris. Sementara itu prevalensi HIV juga masih sangat tinggi di Lesotho, Namibia dan Afrika Selatan,” ujar dr. Endang R. Sedyaningsih. Menurut WHO, wilayah AsiaPasifik memikul beban terberat kedua setelah Afrika, dengan perkiraan jumlah ODHA sebesar 4,9 juta dan 95% di antaranya berada
di 9 negara Asia, yaitu: Cambodia, China, India, Indonesia, Myanmar, Nepal, Papua New Guinea (PNG), Thailand, and Vietnam. “Sedangkan, laju epidemi HIV di Indonesia saat ini dinyatakan sebagai “the fastest growing epidemic in Asia” oleh WHO dan UNAIDS,” kata Menkes. Dr. Endang R. Sedyaningsih mengatakan, momentum peringatan HAS merupakan suatu kesempatan istimewa untuk menunjukkan komitmen dan kepedulian dalam mewujudkan: Masyarakat Indonesia yang hidup sehat dan rendah risiko penularan HIV, serta menciptakan masyarakat yang berperilaku hidup sehat dan responsif dalam kegiatan pengendalian penularan HIV dan penanganan AIDS. Untuk meningkatkan akses universal mutlak diperlukan kerjasama yang sinergis antara masyarakat, pemerintah, swasta – termasuk dunia usaha - untuk bersama-sama melakukan upaya
Peristiwa penanggulangan AIDS yang komprehensif agar mempercepat pencapaian akses informasi, pencegahan dan pengobatan untuk mereka yang membutuhkan. Acara ”Wine, Dine and Charity Action” ini merupakan contoh yang baik dari usaha bersama berbagai komponen masyarakat dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Tanah Air, kata Menkes. Upaya pencegahan lebih ke hulu yang lebih cost efficient juga harus lebih digencarkan dengan
menggalakkan berbagai upaya pencegahan perilaku berisiko terhadap penularan IMS dan HIV di berbagai kelompok masyarakat. Mulai dari generasi muda sampai ke pekerja di berbagai tatanan. Seperti tatanan tempat kerja, tatanan umum, tatanan sarana kesehatan, dan tatanan rumah tangga. Beberapa aktifitas yang dapat dilakukan untuk mendukung upaya pencegahan adalah: 1) meningkatkan pengamalan nilai-nilai
agama dan norma kemasyarakatan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga; 2) melaksanakan gerakan nasional yang sinergis dan bersifat lintas sektor bersama komponen lain, seperti LSM agama, Ormas, dan Profesi. 3) mempadukan promosi perilaku hidup sehat dengan pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan serta dukungan terhadap ODHA. nSmd
Perlu Diketahui SEPUTAR AIDS Apakah AIDS? AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Apakah penyebab AIDS? AIDS disebabkan oleh berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun. Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.
Bagaimanakah HIV ditularkan?
HIV ditularkan melalui hubungan seks, transfusi darah; pemakaian jarum suntik secara bergantian (pengguna Narkoba suntik); serta melalui ibu ke anak, selama masa kehamilan, persalinan & menyusui. Penularan Secara Seksual: HIV dapat ditularkan melalui seks tidak aman (bergantiganti pasangan). Penularan melalui pemakaian jarum suntik secara bergantian: Risiko penularan HIV paling besar adalah kalangan pengguna narkoba suntik (Penasun). Penularan dari Ibu ke Anak: HIV dapat ditularkan dari ibu ke anak selama masa
kehamilan, proses persalinan, dan saat menyusui. Pada umumnya, terdapat 15-30% risiko penularan dari ibu ke anak sebelum dan sesudah kelahiran. Penularan dari ibu ke anak setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui pemberian air susu ibu. Penularan melalui transfusi darah: Kemungkinan risiko terjangkit HIV melalui transfusi darah dan produk- produk darah yang terkontaminasi ternyata lebih tinggi (lebih dari 90%). Kendatipun demikian, penerapan standar keamanan darah menjamin penyediaan darah dan produk-produk darah yang aman, memadai dan berkualitas baik bagi semua pasien yang memerlukan transfusi. Keamanan darah meliputi skrining atas semua darah yang didonorkan guna mengecek HIV dan patogen lain yang dibawa darah, serta pemilihan donor yang cocok. Apakah berciuman merupakan jalur penularan HIV? Ciuman dalam atau dengan mulut terbuka merupakan aktivitas berisiko rendah dalam hal penularan HIV. HIV terdapat di ludah hanya dalam jumlah yang sangat sedikit yang tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya infeksi.
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
31
Peristiwa Apakah terdapat hubungan antara HIV dengan penyakit menular seksual lainnya? HIV dan penyakit menular seksual lainnya dapat saling mempengaruhi. Adanya penyakit menular seksual pada orang yang terkena HIV dapat meningkatkan risiko penularan HIV. Hal ini dapat terjadi melalui luka pada kemaluan yang dapat berdarah atau melalui cairan alat kelamin. Apakah melalui kontak/aktivitas sosial dapat menularkan HIV? Kontak atau aktivitas sosial biasa seperti berjabat tangan, berciuman, berbagi gunting kuku, kolam renang, dudukan toilet, dan bersin, tidak menularkan HIV. HIV bukan merupakan virus yang ditularkan melalui udara, air, atau makanan dan tidak dapat bertahan lama di luar tubuh manusia. Karena itu kontak sosial biasa seperti mencium, bersalaman, batuk, atau berbagi alat makan tidak menyebabkan penularan virus dari satu orang ke orang lainnya. Dapatkah terkena HIV dari jarum pada kursi bioskop? Banyak cerita yang beredar di internet dan e-mail tentang orang yang terkena HIV dari jarum yang ditinggalkan di kursi bioskop atau lubang koin kembalian. Rumor ini tidak memiliki dasar fakta. Untuk dapat terjadinya infeksi HIV lewat cara ini pada jarum harus terdapat darah yang mengandung virus dalam kadar tinggi. Jika seseorang tertusuk jarum yang terinfeksi, ia dapat menjadi terinfeksi, tetapi kemungkinannya hanya 0,4%. Walaupun jarum bekas dapat menularkan penyakit yang ditularkan melalui darah seperti Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV, risiko terjadinya infeksi dengan cara ini sangatlah rendah. Adakah risiko penularan HIV ketika ditato, tindik atau cukur rambut? Jika peralatan yang terkontaminasi darah tidak disterilisasi maka terdapat risiko penularan HIV. Meskipun demikian, orang yang mengerjakan tindik atau mentato sebaiknya mengikuti prosedur yang disebut ‘kewaspadaan universal’ yang dibuat untuk mencegah penularan infeksi lewat darah seperti HIV dan Hepatitis B. Pada tempat cukur rambut tidak terdapat risiko infeksi kecuali bila kulit terluka dan darah yang terinfeksi mengenai luka. Alat cukur yang biasa digunakan tukang cukur sekarang memiliki mata pisau sekali pakai sehingga mengurangi risiko infeksi seperti Hepatitis dan HIV.
32
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
Apakah petugas kesehatan berisiko terkena HIV melalui kontak dengan pasien HIV positif? Risiko petugas kesehatan terpapar HIV sangat rendah, terutama bila mereka mengikuti kewasapadaan universal (universal precaution). Risiko terutama melalui kecelakaan dari jarum atau benda tajam lainnya yang mungkin terkontaminasi HIV. Apakah bisa terkena HIV ketika pergi ke dokter atau dokter gigi? Penularan HIV di tempat layanan kesehatan sangat jarang. Semua tenaga kesehatan diwajibkan mengikuti prosedur pengendalian infeksi ketika merawat pasien. Prosedur ini dinamakan kewaspadaan universal untuk pengendalian infeksi, yang dibuat untuk melindungi baik pasien maupun petugas kesehatan dari penularan penyakit lewat darah. Dapatkah terkena HIV melalui gigitan? Infeksi HIV melalui cara ini tidak biasa terjadi. Hanya terdapat beberapa kasus yang terdokumentasi tentang penularan HIV akibat gigitan. Pada kasus ini, robekan dan kerusakan jaringan yang berat dilaporkan selain adanya darah. Dapatkah terinfeksi HIV melalui kontak dengan binatang seperti anjing dan kucing? Tidak. HIV adalah Human Immunodeficiency Virus (virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia). Virus ini hanya mengenai manusia. Ada jenis virus lainnya yag secara spesifik mengenai kucing atau primata lainnya, yaitu Feline Immunodeficiency Virus (FIV) dan Simian Immunodeficiency Virus (SIV). Virus ini tidak berisiko pada manusia. Adanya kekhawatiran dari beberapa orang bisa terinfeksi bila dicakar binatang yang sebelumnya mencakar orang dengan HIV positif. Hal ini sepertinya tidak bisa dan tidak terdapat kasus penularan dengam cara demikian. Bagaimana tanda & gejala penyakit AIDS? Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah
Peristiwa melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV. Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini : 1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC. 2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik. 3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/ penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga. 4. Sistem persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten. 5. Sistem integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis. 6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ’pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal). Bagaimana HIV menjadi AIDS? Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
1. Tahap 1: window period (Periode Jendela) - HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah - Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat - Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini - Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan 2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun: - HIV berkembang biak dalam tubuh - Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat - Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV - Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek) 3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala) - Sistem kekebalan tubuh semakin turun - Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll - Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya 4. Tahap 4: AIDS - Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah - berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah Bagaimana penanganan dan pengobatan penyakit AIDS? Kendati dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian. Kita semua diharapkan untuk tidak mengucilkan dan menjauhi penderita HIV karena mereka membutuhkan bantuan dan dukungan agar bisa melanjutkan hidup tanpa banyak beban dan berpulang ke Rahmatullah dengan ikhlas. nSmd
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
33
Peristiwa
Kebersihan Tangan Mempengaruhi Keselamatan Pasien Infeksi di rumah sakit atau infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung terhadap kematian pasien. Walaupun beberapa kejadian infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama akibatnya pasien harus membayar lebih mahal.
H
al itu dikemukakan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH saat membuka Seminar Nasional Hand Hygiene dengan tema “ Global Patients Safety Challenges, Clean Care is Safer Care “ yang dihadiri ± 400 peserta di Hotel Shangri-La, Jakarta. ”Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien”, ujar Menkes. Pemerintah, kata Menkes, telah menyusun kebijakan nasional dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes ) No. : 270 Tahun 34
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain. Pemerintah, kata Menkes, juga telah menerbitkan Kepmenkes No. : 382 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit. Kedua aturan ini akan dijadikan pijakan hukum untuk menerapkan standardisasi fasilitas kesehatan di RS. Pemerintah, menurut Menkes, juga telah memasukkan indikator pencegahan dan pengendalian infeksi ke dalam standard pelayanan minimal (SPM) dan bagian dari penilaian akreditasi RS. ”Ini menunjukkan komitmen yang kuat bagi pemerintah agar setiap RS dapat menjalankan program pencegahan dan pengendalian infeksi RS”, ujar Menkes. Menurut dr. Endang, selama ini penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di RS dan pelayanan kesehatan lain masih jauh dari harapan. ”Untuk itu, perlu sosialisasi untuk mendapatkan komitmen dari Direktur RS.Menkes minta direktur RS meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas pelayanan kesehatan dalam melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi. Strategi yang digunakan adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dengan metode Standar Precautions/ Kewaspadaan Standar yang diterapkan pada semua orang (pasien, petugas atau pengunjung) yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan tanpa menghiraukan mereka terinfeksi atau tidak serta kewaspadaan berdasarkan penularan yang diperuntukkan bagi pasien rawat inap dengan menunjukkan gejala, terinfeksi dengan kuman yang bersifat pathogen. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi melibatkan semua unsur, mulai dari unsur pimpinan sampai kepada staf.
Peristiwa Peran pimpinan yang diharapkan adalah menyiapkan sistem, sarana dan prasarana penunjang lainnya, sedangkan peran staf adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai prosedur yang telah ditetapkan, tambah Menkes. ”Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah hand hygiene ( kebersihan tangan ) karena kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan”, kata Menkes.”Menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan adalah metode paling mudah dan efektif dalam pencegahan infeksi nosokomial ”, ujar dr. Endang. Disamping itu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu, akuntabel dan transaparan kepada masyarakat khususnya jaminan keselamatan pasien (patient safety). Hal itu sejalan dengan Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran untuk memberikan kepastian hukum baik bagi penerima maupun pemberi pelayanan, tambah Menkes. Dirjen Pelayanan Medik Depkes dr. Farid W. Husain mengatakan, pemerintah akan terus melakukan sosialisasi program cuci tangan saat memasuki ruangan RS dan fasilitas kesehatan lain untuk mencegah infeksi. ” Kita akan dorong semua ruangan di RS ada tempat cuci tangan”, katanya. Program ini, jelas dia, telah lama diterapkan di dunia internasional. Hal itu terbukti berdampak besar dengan berkurangnya infeksi di RS. “Yang kita giatkan cuci tangan
tidak hanya dokter atau suster, tetapi juga pasien dan keluarga pasien yang menjenguk”, kata Farid. Jika RS tidak mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah, kata Farid, misalnya tidak menyediakan tempat cuci tangan, hal itu akan berpengaruh terhadap nilai akreditasi RS yang bersangkutan. “Patient safety merupakan salah satu point penilaian akreditasi di tiap RS, ujar dr. Farid. Sementara itu Direktur Utama RS Cipto Mangunkusumo Prof. Dr. Akmal Taher mengungkapkan, strategi yang sudah terbukti paling bermanfaat dalam mengendalikan infeksi di RS adalah melalui peningkatan kemampuan petugas kesehatan. Diantaranya, melalui kewaspadaan standar yang diterapkan pada semua orang, baik petugas, pasien, maupun pengunjung. “ Penelitian membuktikan infeksi nosokomial di RS terjadi akibat kurangnya kepatuhan petugas. Rata-rata kepatuhan petugas untuk mencuci tangan di Indonesia hanya 20%-40%”, ujar Prof. Akmal Taher.
Sebelumnya pada 17 Juli 2007 telah ditandatangani kesepakatan antara Depkes dan WHO tentang pelaksanaan program hand hygiene di berbagai rumah sakit di Indonesia. Sebagai tindak lanjutnya, RSCM menyelenggarakan seminar ini sebagai bagian dari pengendalian infeksi di rumah sakit dan diharapkan didapatkan pengetahuan tentang Program Hand Hygiene sehingga dapat mendorong pihak-pihak terkait untuk mengimplementasikannya sehingga mampu menurunkan infeksi nosokomial, ungkap Dirut RSCM. Seminar ini diselenggarakan dalam rangka HUT RSCM ke 90. Melalui kegiatan ini diharapkan peserta mendapatkan pengetahuan tentang materi pengendalian penyakit infeksi terutama dalam hal pencegahan penularan melalui program hand hygiene sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit yang cost efficient dan cost benefit”, tambah dr. Akmal. nSmd/Yuli No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
35
Peristiwa
Menkes menyerahkan program Pamsimas kepada 3 Kepala Dinas Sumba Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Selatan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Program Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat Melalui program nasional penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat , Pemerintah berencana menggarap 220 Kabupaten/Kota dengan sasaran sebanyak 10.000 desa pada tahun 2011. Komitmen apa yang disepakati?
K
omitmen yang diberikan pemerintah meliputi beberapa komponen kegiatan seperti: penguatan kapasitas institusi pengelola pada setiap tingkatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal, peningkatan kesehatan, prilaku higienis dan pelayanan sanitasi serta penyediaan sarana air minum. Dalam program tersebut menekankan aspek keberlanjutan dan kesinambungan (sustainability) serta dampaknya terhadap kesehatan, ekonomi dan produktivitas masyarakat. Pendekatan yang dipakai adalah Tanggap Kebutuhan. Masyarakat sebagai pelaku utama pada setiap proses pelaksanaan kegiatan (mulai dari identifikasi masalah dan analisa situasi, penyusunan rencana kerja, pelaksanaan kegiatan,pemanfaatan,penge lolaan serta monitoring dan evaluasi secara partisipatif). Dengan stimulans dari pemerintah, masyarakat ke depan 36
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri dalam penyediaan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat. Ada 5 prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan program yaitu: 1. MASYARAKAT sebagai PELAKU UTAMA: masyarakat proaktif menjadi penggagas, perencana, pelaksana, pemilik, pamantau, pengoperasian dan pemeliharaan sarana air bersih dan sanitasi. 2. TANGGAP KEBUTUHAN: responsif terhadap inisiatif dan gagasan-gagasan masyarakat dalam mengatasi permasalahan air bersih melalui usulan tertulis yang disampaikan. 3. PROSES PENILAIAN: tidak semua usulan program masyarakat dilayani, tetapi akan diseleleksi usulan kebutuhan masyarakat sesuai persyaratan dan prioritas. 4. PENDEKATAN HOLISTIK: pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan secara efektif, mempertimbangkan aspek
Peristiwa sosial dan ekonomi masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan. 5. AIR GRATIS, SARANA MAHAL: air adalah kebutuhan mendasar, tidak semata untuk melayani kebutuhan sosial tetapi mempunyai dampak terhadap kesehatan serta memiliki nilai ekonomi tinggi yang harus menjadi beban para pengguna. Program Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaksanakan melalui 2 kegiatan utama yaitu Kegiatan ProAir (Program Air) dan Kegiatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) . Kedua kegiatan tersebut mencakup 14 Kabupaten/Kota dari 21 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT dengan target 633 lokasi (desa/ kelurahan) sampai dengan tahun 2011. Untuk tahun 2009 sudah dilaksanakan di 196 lokasi.
Kegiatan ProAir di NTT
ProAir ini merupakan kegiatan penyediaan sarana air bersih dan sanitasi pedesaan di propinsi Nusa Tenggara Timur yang dimulai pada tahun 2002 hingga tahun 2010 . Lokasi ProAir di 6 kabupaten yaitu kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Ende , Alor dan Sumba Barat Daya (kabupaten Pengembangan dari Sumba Barat). Tujuan ProAir adalah untuk keberlanjutan sarana air bersih dengan mengutamakan penguatan masyarakat dalam pengetahuan, ketrampilan, kepemilikan dan kelembagaan sosial melalui proses pendampingan. Melalui program ini masyarakat pedesaan mengelola sendiri sarana air bersihnya dan memiliki kemampuan memadai untuk mengelola sarana melalui penguatan kapasitas masyarakat
agar mampu mengembangkan dan mengelola sarana air bersih yang dibangun sehingga dapat memberikan kontribusi jangka panjang untuk mencegah penyakit menular yang terkait dengan air dan sanitasi. Dalam kegiatan ProAir mengutamakan pendekatan partisipasi masyarakat. Keterlibatan masyarakat diupayakan melalui proses pemberdayaan dalam setiap tahapan kegiatan sejak persiapan sosial, teknis, proses kontruksi, operasional dan pemeliharaan sarana. Melalui kegiatan ProAir di NTT tersebut telah dibangun berbagai sarana air bersih dan sanitasi di 74 Desa dengan penerima manfaat sebanyak 70.000 jiwa. Saat ini tiga kabupaten (Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Selatan) telah menyelesaikan kegiatan ProAir dan telah berakhir waktunya pada bulan Juni 2009 dan sarana yang dibangun perlu segera diserahterimakan dari pemerintah pusat (Depkes) ke Pemerintah Daerah. Serah terima aset secara keseluruhan akan dilakukan setelah pembangunan sarana selesai di 3 kabupaten yaitu Ende, Alor dan Sumba Barat serta berakhirnya waktu kegiatan ProAir di 3 kabupaten tersebut.
Program PAMSIMAS di NTT
Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Nusa Tenggara Timur dimulai tahun 2008 dan berakhir tahun 2011 mencakup 14 kabupaten/kota dengan sasaran 550 desa. Tujuan umum Pamsimas adalah meningkatkan akses pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin pedesaan dan perkotaan, serta meningkatkan nilai dan perilaku higienis melalui
penyediaan prasarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat secara berkelanjutan dan mampu diadaptasi oleh masyarakat. Sedangkan Tujuan khususnya adalah meningkatkan perilaku higienis di masyarakat, meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana air minum dan sanitasi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas lokal (pemerintah daerah dan masyarakat) untuk memfokuskan dan menyebarluaskan pelaksanaan program air minum dan sanitasi berbasis masyarakat, dan meningkatkan efektifitas dan keberlanjutan jangka panjang pembangunan sarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat. Program PAMSIMAS memiliki 4 komponen program sesuai dengan kewenangan sektor pembangunan seperti: pemberdayaan masyarakat dan Pengembangan kelembagaan lokal (penanggung jawab Ditjen PMD Depdagri), peningkatan kesehatan, perilaku higienis dan pelayanan sanitasi (penanggung jawab Depkes), penyediaan sarana air minum dan sanitasi umum (PU) dan hibah pengembangan sosial ekonomi lokal (PU). Kabupaten Sikka merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota lokasi Program PAMSIMAS dengan sasaran 50 desa pada tahun 2011. Desa Gelinting dan Desa Namangkewa merupakan dua lokasi kegiatan tersebut. Dalam Kunjungan Kerja ke Kabupaten Sikka, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, menyerahkan sarana air bersih PAMSIMAS kepada masyarakat di Desa Namangkewa Kec. Kewapante. Di tempat tersebut masyarakat juga telah membentuk kelompok untuk membangun sarana sanitasi dan peningkatan perilaku higienis melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).n riyadi No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
37
Peristiwa
Hari Osteoporosi Nasional:
Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis
M
Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis adalah tema yang dipilih dalam peringatan Hari Osteoporosis Nasional (HON) tahun 2009. Tema ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya osteoporosis
enjadi tua merupakan proses alamiah yang tidak dapat dihindari. Namun menjadi tua tetapi sehat dapat diupayakan dan diwujudkan. Pada usia lanjut terjadi proses degeneratif (kemunduran akibat proses menua) sehingga fungsi seluruh sistem tubuh dapat menurun. ”Proses degeneratif ini tetap berjalan, namun perlu dijaga agar tidak muncul gangguan gangguan fungsi, yaitu tidak terdeteksinya faktor risiko yang menimbulkan penyakit,” kata Menkes Dr. dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH.PH pada peringatan Hari Osteoporosisi Nasional (HON) di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta yang diikuti 10.000 peserta jalan sehat pada tanggal 25 Oktober 2009. Osteoporosis dijuluki silent epidemic disease, karena 38
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
menyerang secara diam – diam, tanpa adanya tandatanda khusus, sampai penderita mengalami patah tulang. Sesungguhnya, osteoporosis dapat dikendalikan sejak awal, bahkan sejak janin dalam kandungan secara berkelanjutan agar tidak terjadi osteoporosis secara lebih dini. Usia pencegahan yang paling berarti adalah antara 8-17 tahun karena pada periode ini pemadatan dan percepatan tumbuh tulang mencapai 90 persen. Berdasarkan hasil Analisis Data Risiko Osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia tahun 2006 disebutkan, 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi dunia, dimana 1 dari 3 orang berisiko osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) tahun 2007, osteoporosis pada wanita di
Peristiwa
atas 50 tahun mencapai 32,3% sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8%. Selain itu data yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF), diprediksikan pada tahun 2050 sebanyak 50% kasus patah tulang panggul akan terjadi di Asia. Menkes mengatakan, pembangunan kesehatan Indonesia berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi, menurunkan prevalensi gizi kurang pada Balita, serta menurunkan berbagai penyakit menular di masyarakat. Namun, saat ini kita mulai menghadapi berbagai penyakit degeneratif akibat meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup seperti merokok, kurang aktifitas fisik (olah raga), dan pola makan yang tidak sehat. Penyakit yang dimaksud adalah jantung koroner, stroke, kanker, diabetes mellitus dan osteoporosis. Untuk mencegah osteoporosis dan penyakit degeneratif lain, diantaranya
memperhatikan kecukupan gizi, latihan dan olah raga yang teratur. Kegiatan ini sebaiknya sudah dibiasakan sejak usia masih sangat muda karena dapat mencegah penyakit dan meningkatkan kebugaran, tambah Menkes. Menurut Menkes, cara praktis mencegah osteoporosis dini adalah melakukan aktifitas fisik dengan berolah raga secara baik, benar, terukur, teratur (BBTT) paling tidak 30 menit 3 kali seminggu. Berjalan kaki 10.000 langkah perhari merupakan olah raga yang mudah, murah, dan dapat dilakukan siapa saja, kapan saja, dimana saja dan risiko rendah. Tidak kalah penting adalah mengatur pola makan yang mengandung kalsium dan vitamin D yang memadai, menghindari merokok, alkohol, serta tidak mengkonsumsi kopi, kafein dan sodium secara berlebihan yang dimulai sejak usia dini. Menkes berharap, kegiatan
Peringatan Hari osteoporosis nasional dapat diteruskan dan diaplikasikan untuk menunjang upaya penyelenggaraan program pencegahan dan pengendalian masalah penyakit di Indonesia. “Saya sangat menghargai kegiatan yang diselenggarakan Depkes bekerja sama dengan PEROSI, Perhimpunan Wanita Tulang Sehat Indonesia (PERWATUSI) dan sektor swasta dalam memperingati Hari Osteopirosis Nasional. Partisipasi dan kejasama organisasi masyarakat seperti inilah yang sangat dibutuhkan pemerintah sebagai mitra dalam pembangunan kesehatan”, kata Menkes. Tema Hari Osteoporosis tahun ini adalah Lanjutkan! Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis. Kegiatan Puncak Peringatan Hari Osteoporosis Nasional Tahun 2009 ini dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober, bertempat di Jalan MH. Thamrin dan sebagian di Jalan No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
39
Peristiwa Jenderal Sudirman Berbagai rangkaian kegiatan dalam Puncak Peringatan HON tahun 2009, antara lain Senam Osteoporosis massal memperkenalkan senam pencegahan Osteoporosis seri 2 Perosi, jalan sehat missal, pemeriksaan deteksi dini kepadatan tulang massal (Bone scan) serta
berbagai hiburan dan bazaar. Hari Osteoporosis Nasional pada tahun ini juga diperingati di 24 (dua puluh empat) kota di Indonesia (Palembang, Pekan Baru, Padang, Batam, Lampung, Pematang Siantar, Denpasar, Lombok, Surabaya, Semarang, Bandung, Cirebon, Subang, Jogya, Madiun, Tulung Agung, Makassar, Manado, Banjar
Masin, Pontianak, Balik Papan, Tarakan dan Samarinda. Hari Osteoporosis Nasional telah diperingati selama 7 tahun, sejak tahun 2002 dan dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI. Hari Osteoporosis Nasional merupakan program Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan Perosi, Perwatusi dan swasta.ngi
Kartu Menuju Sehat Model Baru Diluncurkan Departemen Kesehatan mengembangkan Kartu Menuju Sehat (KMS) baru yang menggunakan standar WHO tahun 2005. KMS ini membedakan anak perempuan dan laki-laki untuk mengetahui status gizi dan tumbuh kembangnya.
D
alam pencanangan penggunaan kartu menuju sehat (KMS) model baru, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH.Dr.PH mengatakan, masa balita terutama pada usia dua tahun pertama merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Masa ini tidak terulang sehingga disebut window of opportunity untuk menciptakan anak sehat dan cerdas. Intervensi kesehatan dan gizi harus diberikan pada periode ini untuk menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara 40
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
optimal. “Salah satu indikator gizi yang paling sensitif adalah kenaikan berat badan. Anak dengan gizi baik dan pertumbuhan normal apabila pertambahan umur dikuti dengan pertambahan berat badan sesuai standar”, ujar Menkes. “KMS merupakan alat sederhana yang mudah digunakan di tingkat keluarga. Orang tua balita segera meminta pertolongan kepada kader dan petugas kesehatan apabila berdasarkan KMS anak mempunyai masalah pertumbuhan”, lanjutnya dalam peluncuran KMS yang bertepatan Hari Kesatuan Gerak PKK ke-37.. Menkes menambahkan, saat ini telah tersedia 5 juta Buku KIA yang dilengkapi dengan KMS
baru. Padahal kebutuhan KMS mencapai 20 juta untuk seluruh balita di Indonesia, sehingga diperlukan anggaran yang cukup besar. Makanya penggunaan KMS baru dilaksanakan secara bertahap, dimulai pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, perlu dukungan pemerintah daerah untuk menyediakan KMS baru ini. Menurut Menkes, visi Departemen Kesehatan Tahun 2010 -2014 adalah MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN. Untuk mewujudkan visi tersebut, salah satu strateginya adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
Peristiwa
Terkait pemberdayaan masyarakat, Posyandu merupakan bentuk nyata kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang selama ini digerakkan oleh PKK, sehingga prinsip penyelenggaraan Posyandu dari, oleh dan untuk masyarakat dapat tetap bertahan dan berlangsung hingga kini, lebih dari seperempat abad. Menkes menambahkan, peran dan kontribusi PKK dalam meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan gizi sangat besar. Oleh karena itu, Menkes menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh anggota PKK yang selama ini telah bekerja giat, penuh semangat, dedikasi dan tanpa pamrih. Untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, Menkes meminta bantuan dan
dukungan segenap jajaran PKK seluruh Indonesia dalam menggerakkan masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, KB dan imunisasi untuk datang ke Posyandu. Menkes juga mengharapkan jajaran PKK turut mendorong masyarakat dalam menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menkes menegaskan, dalam lima tahun ke depan fokus pembangunan nasional bidang kesehatan diarahkan pada pencapaian sasaran Pembangunan Milenium (MDG’s) tahun 2015 yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup; Angka Kematian Bayi dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1.000 kelahiran
hidup, serta penurunan prevalensi Gizi Kurang pada Balita dari 18,4% pada tahun 2007 menjadi setinggitingginya 15%. Selama ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya, antara lain berupa perbaikan sarana dan fasilitas kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit dan Puskesmas, ditempatkannya tenaga bidan di desa, tersedianya obat-obat esensial dan alat kesehatan, serta adanya mekanisme pembiayaan kesehatan melalui JAMKESMAS bagi masyarakat miskin. Menkes menyadari bahwa untuk mencapai sasaran MDG’s tersebut, masih menghadapi tantangan yang cukup berat seperti adanya kesenjangan antar wilayah, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat serta kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan.nSmd No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
41
Potret
Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH:
“Perlu Kerja Keras dan Kerjasama Mengatasi Masalah Kesehatan”
Seperti dokter-dokter lainnya, selepas kuliah dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH memulai kariernya dengan menjalani wajib kerja sarjana di pelosok desa di kawasan Nusa Tenggara Timur. Bersama dengan sang suami, dr. MJN Mamahit , pasangan muda ini ditempatkan di dua kecamatan yang berbeda. “Satu kecamatan harus satu dokternya, Suami saya di kecamatan Bola, sedangkan saya di kecamatan Kawapante. Daerah yang betul-betul terpencil karena tidak ada air, tidak ada listrik,” kenang dr. Endang yang ayahnya berasal dari Solo, Jawa Tengah, sementara ibunya berasal dari Banyumas – Jambi.
T
iga tahun setelah menjalani wajib kerja sarjana, dr. Endang kembali ke Jakarta dan bekerja di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sementara sang suami melanjutkan studi Spesialiasi Kebidanan dan Kandungan. Selama 14 tahun menjadi PNS di Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan sempat menjadi pejabat Eselon Empat dan Kepala Seksi Komunikasi, tahun 1992, dr. Endang melanjutkan pendidikan Master of Public Health di Harvard University. Semangat belajar 42
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
yang tak pernah surut menggelitik dr. Endang untuk melanjutkan pendidikan ke program S3. Namun, ketika itu Kanwil dinas Kesehatan tempatnya bekerja tidak memerlukan Doktor. “Saya harus pindah ke Badan Litbang Depkes karena pada waktu itu yang perlu S3 Badan litbang. Sekarang kita lihat dimana mana ada S3 semua diperlukan tapi waktu itu S3 tidak banyak apalagi perempuan,” tuturnya. Atas beasiswa dari Bapenas melalui bantuan badan asing dan lembaga lainnya, dr. Endang melanjutkan
Potret program S3 di Harvard University, tahun 1997. Usai menyelesaikan studinya, dr. Endang kembali berkarir sebagai peneliti di Badan Litbang Depkes, sempat menjadi Pejabat Eselon 2 dan sekarang jadi Menteri. Berikut petikan wawancara Mediakom dengan Menkes tentang permasalahan kesehatan dan program kerja yang disusunya. Sebagai Menkes yang baru, apa saja masalah kesehatan di Indonesia yang Ibu anggap paling urgent dan harus diprioritaskan untuk dipecahkan? Sebagai seorang Menkes, saya diminta langsung menjalankan program pemerintah. Ada beberapa hal yang haru segera kami kerjakan. Diantaranya, soal Jaminan Sosial Nasional. Berbagai masalah di bidang kesehatan, harus segera kami selesaikan dan kami buatkan road mapnya untuk tahun 2009-2014. Dari semua itu, yang perlu ditekankan adalah penguatan upaya kesehatan preventif dan promotif; peningkatan kesehatan; serta pencegahan penyakit. Mengapa? Karena intinya supaya orang itu tidak sakit. Kalau kita dapat memenuhi semua hak orang miskin dan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, tentunya makin banyak orang yang berobat dan sadar akan pentingnya menjaga kesehatan. Tapi, kalau makin banyak orang berobat, pasti biayanya makin mahal. Untuk mengatasi hal itu, maka semua orang dianjurkan diberdayakan untuk sehat secara aktif. Sehingga jumlah orang yang sakit tidak akan sebanyak sekarang ini. Saya sendiri melihat masalah kesehatan yang dihadapi itu adalah triple burden, yaitu beban yang bukan hanya ganda namun berlipat. Pertama, Indonesia adalah negara berkembang. Jadi masih menghadapi masalah kesehatan yang klasik seperti malaria, TB, DBD, dan sebagainya. Semua itu No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
43
Potret penyakit infeksi yang dari dulu sampai sekarang masih ada, bahkan penyakit yang di negara lain sudah tidak ada, di Indonesia masih ada. Umpamanya, filariasis, rabies, antraks, dan sebagainya Kedua, kita mulai menghadapi masalah yang pada umumnya dialami negara maju seperti masalah kegemukan, kolesterol tinggi, diabetes, darah tinggi.Dismaping itu juga penyakit masalah lansia karena kita berhasil memperpanjang umur mereka. Ketiga, masalah global, seperti global warming. Ada dampak terhadap kesehatan, ada penyakit infeksi baru seperti flu burung, influenza H1N1 baru yang cenderung menjadi pandemi karena yang namanya infeksi kita belum punya daya tahan tubuh dan cenderung menyebar secara kuat. Itu ada 3 masalah. Selain itu karena negara kita besar dengan kondisi wilayah dan budaya yang berbeda, yang sangat menonjol adalah perbedaan masalah dan status kesehatan antara daerah Timur dan Barat; antara daratan dengan kepulauan; antara perkotaan dan pedesaan. Perbedaan-perbedaan itu cukup besar. Badan Litbangkes punya data tahun 2007 tentang Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).Ada data di tiaptiap kota. Misalnya, kota Purbalingga dengan status kesehatan yang ada di sana. Data tentang status gizi anak, masalah malaria, TB, semua lengkap tersedia. Dari data itu, kita bisa melihat dan membedakan satu kota dengan kota lainnya. Kemudian, dengan adanya data itu kita bisa membuat program yang sesuai dengan daerah tersebut. Memang ada hal-hal yang umum, misalnya, imunisasi harus tercover hingga 100%. Tetapi kalau kita datang dan mengetahui kalau masalah gizi di sana berat, kita bisa langsung menanyakan. Kalau 44
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
Sebagai seorang Menkes, saya diminta langsung menjalankan program pemerintah. Ada beberapa hal yang harus segera kami kerjakan. Diantaranya, soal Jaminan Sosial Nasional. ternyata bahan makanan melimpah, mengapa ada gizi buruk, apakah karena perilaku atau pengetahuan, semua bisa dikaji lebih mendalam.. Kemudian yang juga kita hadapi yaitu rawan bencana. Setiap tahun ada saja gempa, banjir, badai, dan sebagainya. Artinya kita tidak boleh kaget dan harus siap. Kita memiliki daerah yang rawan bencana, geografis sulit, dan tidak semua orang mau bekerja di daerah seperti itu. Padahal dibutuhkan orang seperti dokter, dokter gigi, dokter spesialis, untuk itu kita punya program supaya meyakinkan mereka untuk bekerja di daerahdaerah yang sangat membutuhkan kehadiran para tenaga kesehatan. Sudahkah menemukan cara untuk meyakinkan para dokter untuk tinggal di daerah yang serba kekurangan? Caranya dengan peraturan, yaitu Undang-Undang (UU). Selain UU, kami juga menjamin karier mereka. Misalnya orang yang sudah bekerja di tempat sulit itu diperhatikan kalau mau spesialisasi. Untuk itu, saya juga bekerja sama dengan fakultas kedokteran karena mereka juga harus lulus tes. Jika tidak lulus, ada upaya seperti bimbingan belajar.
Dulu, para dokter bekerja di pelosok kota memang menjadi sebuah kewajiban sekaligus prasyarat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Sekarang tidak demikian. Tahun 2003 diprotes dokter karena begitu mereka lulus harus ke daerah sedangkan yang lain tidak. Akhirnya menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT). PTT ini sekarang boleh mau, boleh tidak mau. Berbeda dengan dulu, namanya Inpres, kita wajib kerja sarjana. Waktu dulu saya langsung dan tidak tanyatanya. Kita bermaksud melakukan seperti itu juga tapi dengan lebih memperhatikan penggajian mereka. Bagaimana pula kondisi kesehatan masyarakat Indonesia pada saat ini? Apa yang masih harus diperbaiki dan ditingkatkan? Kalau pakai HDI, kita masih tidak begitu bagus, pada urutan 111 dari 182 negara. Kalau kita lihat perkembangan dari tahun 1990, semua menunjukan perbaikan. Seperti AKB, kita membaik, dari 35 per 1.000 pada tahun 2004, tahun 2007 26,9 per 1.000 kelahiran hidup. Kemudian AKI, dari 307 per 100.000 tahun 2004, menjadi 228. Gizi kurang dari 23,2% sekarang 18,4%. Itu sudah bagus sekali. Demikian juga Usia Harapan Hidup (UHH), dari 66 tahun, sekarang 70,5. Dalam negeri sendiri kita sudah menunjukan perbaikan tetapi kalau dibandingkan dengan negara di dunia, mereka lebih baik. Target MGD disesuaikan dengan kondisi setempat. Tidak ditetapkan nilai absolut yang harus dicapai. Beberapa agak aneh buat kita seperti angka kematian ibu. Kita cukup sulit menurunkannya. Ini tentu saja perlu banyak terobosan yang salah satunya dengan penempatan SDM di tempat daerah sulit karena daerah tersebut angkanya tinggi. Angka kematian ibu cukup tinggi?
Potret AKI, (angka kematian ibu) melahirkan memang tergolong tinggi. Kita bisa mengubah banyak hal kalau diberdayakan. Sebetulnya perempuan Indonesia bermacam-macam. Ada perempuan dari kalangan sosial bawah dan berasal dari kalangan atas. Untuk yang dari kalangan bawah, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan itulah yang terpenting. Seringkali jika dana tidak banyak, yang diutamakan adalah anak laki-laki. Perempuan bisa dibiayai suami. Kelihatannya bagi mereka kesempatan pendidikan yang perlu ditekankan. Untuk golongan kita yang sudah berkesempatan, seringkali kendala ada di kita sendiri. Kita lihat Indonesia memberikan cukup banyak kesempatan untuk perempuan duduk di eksekutif, yudikatif, kalau kita lihat Fakultas Kedokteran, begitu banyak perempuannya. Imbang malah. FK Gigi, farmasi, lebih banyak wanita. Ada orang melakukan suatu penelitian, ternyata dalam 5 tahun terakhir di FK ternama 10 besarnya selalu perempuan. Kenapa jika sampai tingkat atas itu berkurang? Kalau menurut saya kendala ada di kita sendiri. Kita kurang ambisius, sudah cukup puas dan tidak mau mengorbankan kehidupan keluarga, nanti kalau terlalu repot kasian anaknya sehingga memang diperlukan keahlian dalam mengatur. Salah-salah dia jadi hebat anaknya terlantar. Persoalan ada di manajemen waktu dan perhatian. Kadang kita di rumah namun perhatian kita tidak kepada anakanak. Bagaimana menjalankan manajemen itu? Mengorbankan keluarga sesuatu yang dianggap tidak perlu? Yang penting bagi sebagian besar wanita Indonesia yang berpendidikan yang benar, seperti di luar negeri, itu bisa maju status
Memang masalah kita adalah dokter tidak mau kerja di daerah dan dokter yang kerja di kota mutunya belum cukup untuk menarik orang. kesehatannya adalah salah satunya karena status pendidikan wanitanya yang baik. Kemudian yang kedua yang harus dilakukan adalah meyakinkan para wanita bahwa peran mereka sangat diharapkan. Saya tidak begitu setuju dengan kata pemberdayaan dalam hal kaum intelek sebetulnya kita sudah berdaya hanya kita tinggal mau atau tidak menerima pekerjaan seperti itu. Contohnya tadi, kalau kesempatan belajar di luar negeri pertimbangan bagi seorang wanita akan lebih banyak. Waktu saya mau keluar negeri, ada yang berkata mau kedudukan saya digantikan wanita lain karena saya akan pergi lama. Dalam hal ini tentu saja kemitraan dari para laki-laki pendamping hidup kita sangat diperlukan karena dorongan mereka. Jadi kalau mereka percaya diri, mereka akan menginjinkan. Banyak dari mereka mungkin tidak percaya diri dan agak malas juga kalau ditinggal berarti musti kerja dan sebagainya. Kondisi ekonomi sudah baik, banyak dokter ditinggalkan ketika masih ada pilihan lain. Itu bagaimana? Memang masalah kita adalah dokter tidak mau kerja di daerah dan dokter yang kerja di kota mutunya belum cukup untuk menarik orang. Di lain pihak kita ingin usahakan dokter bekerja di tempat sulit
melayani masyarakat tetapi di lain pihak kita harus memperhatikan mutu dokter kita supaya berkelas internasional dan orang itu percaya. Ini masalah kepercayaan. Bayak di kota besar, RS-nya bagus, alatnya bagus, tetapi mereka hanya satu, lebih percaya pada pelayanan luar negeri. Itu tidak hanya pada dokternya, namun perawatnya. Banyak di antara kita ada yang berkata, dioperasi berhasil tapi perawatannya belum tentu. Jadi bukan hanya dokter namun perawat dan nakes sistem dari RS itu bahkan juga arsitektur RS itu. Apabila arsitektur RS itu menyenangkan dan sehat, orang akan tertarik. Kedua banyak orang berobat keluar negeri tidak hanya berobat. Itu ada paketnya. Orang luar negeri juga pintar mereka buat health tourism. Jadi paket berobat dijadikan satu dengan paket turisnya. Itu menarik. Apa perlu kita buat juga seperti ke Tanah Abang. Ketiga, ada beberapa karena geografis. Daripada mereka jauh-jauh ke Jakarta, lebih baik ke Singapur. Itu hak. Kita tidak bisa melarang. Kita hanya bisa memperbaiki sistem kesehatan kita, mendirikan RS internasional, contohnya RSCM. Di tiga kota dulu, di Bali juga ada dan Surabaya. Itu RS yang berakreditasi internasional. Diharapkan ini menarik orang-orang. Mustinya kita buat seperti itu. Di Bali kalau tidak salah dibuat seperti itu. Orang pasti ke Bali sekalian berobat. Berkaitan kasus Prita. Sejauh mana Ibu menengahi masalah ini? Jangan sampai ini menjadi seperti sistemik sehingga orang tidak percaya lagi dengan RS. Akar permasalahan ada di komunikasi. Sebetulnya itu hak pasien sebelum sesuatu tindakan itu dilakukan. Profesi dokter di Indonesia masih tinggi, kadang mereka lupa itu sudah berdasarkan pertimbangan dia dan itu perlu dilakukan. nsmd No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
45
Nasional Peringatan HKN ke-45 :
Lingkungan Sehat Rakyat Sehat Lingkungan Sehat Rakyat Sehat, menjadi tema Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 45 karena lingkungan dan perilaku merupakan dua faktor yang pengaruhnya sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, selain faktor pelayanan kesehatan dan keturunan. Sebagian besar penyakit menular dan tidak menular seperti diare, ISPA, Pneumonia, Malaria dan Frambusia dapat dicegah melalui upaya penyehatan lingkungan dan peningkatan perilaku higienis masyarakat.
H
asil Riskesdas Tahun 2007 menunjukkan penyebab kematian bayi umur 29 hari – 11 bulan terbanyak (55,2%) disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku, yaitu diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula proporsi penyebab kematian pada anak umur 4 – 11 tahun yaitu diare (25,4%) dan pneumonia (15,5%). Tema HKN ke 45 juga sesuai dengan semangat pemerintah untuk mencapai target MDG’s sebagai komitmen global dalam tujuan ke-7 MDGs yaitu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan target 10 yaitu menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar pada tahun 2015. Keberhasilan mencapai target 10 MDGs akan berpengaruh pada pencapaian target-target lain seperti mengurangi kemiskinan dan kelaparan, mengurangi kematian Balita, meningkatkan kesehatan ibu, dan memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya. HKN tahun ini mengangkat tema lingkungan dengan 46
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
upaya-upaya yang ditekankan pada upaya preventif dan promotif seperti penyediaan air minum, sanitasi dan hygiene, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan bahan kimia beracun dan berbahaya, adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim, kesiapsiagaan dan respon dalam kedaruratan kesehatan lingkungan dan pengembangan wilayah sehat.
Apel Bendera
Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH. mengajak seluruh jajaran kesehatan, masyarakat, sektor usaha dan komponen bangsa untuk saling bersinergi dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan. Hal ini disampaikan Menkes dalam pidato di depan jajaran Departemen Kesehatan pada apel Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45. Menurut Menkes, kesehatan lingkungan yang ditandai dengan ketersediaan dan akses air bersih, akses sanitasi, pengendalian polusi udara dan perilaku hidup bersih dan sehat, masih menjadi tantangan yang cukup besar di bidang kesehatan. Padahal kesehatan lingkungan berkaitan erat dengan kesehatan ibu dan
Nasional
Karyawan Depkes mengikuti upacara bendera memperingati Hari Kesehatan Nasional.
anak, status gizi masyarakat serta pencegahan penyakit menular, yang merupakan penentu status kesehatan masyarakat dan berdampak pada kualitas bangsa. Mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilakukan Depkes, Menkes mengatakan bahwa 24,8% rumah tangga masih tidak menggunakan fasilitas buang air besar, dan 32,5% tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Sementara yang cukup positif adalah 57,7% rumah tangga di Indonesia memiliki akses air bersih dan 63,3% rumah tangga memiliki akses sanitasi yang baik. ”Dalam momentum peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45 tahun 2009 ini, kita harus berupaya secara terus-menerus untuk melakukan peningkatan dan perbaikan dalam meningkatkan lingkungan sehat seperti yang sudah ditargetkan dalam program 100 hari bidang kesehatan. Salah satu indikator kinerja Depkes yaitu pada Januari 2010 harus mencapai sarana air minum sebanyak 1.379 lokasi dan peningkatan sanitasi di 61 lokasi.
Sedangkan indikator kinerja pada tahun 2014 bidang kesehatan lingkungan yaitu tercapainya program air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan peningkatan sanitasi dasar berkualitas baik untuk 75% penduduk. Dengan demikian, penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan karena lingkungan yang tidak sehat seperti diare, ISPA, TBC, malaria, frambusia, demam berdarah dan flu burung diharapkan akan menurun.” kata Menkes. Menkes menambahkan, upaya peningkatan kualitas dan kesehatan lingkungan mencakup penyediaan kebutuhan akan ketersediaan air minum dan sanitasi; peningkatan perilaku higienis; pengembangan kabupaten/kota sehat; pengendalian bahan berbahaya dan logam berat; penanganan limbah rumah tangga, industri dan institusi pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit dan Puskesmas serta penanganan kedaruratan lingkungan dalam situasi bencana. Upaya-upaya tersebut dan upaya membuat rakyat sehat, lanjut Menkes, tidak mungkin
dilaksanakan oleh bidang kesehatan secara sendirian dan untuk itu memerlukan dukungan dan sinergi dari masyarakat, jajaran kesehatan, sektor swasta dan dunia usaha, serta berbagai komponen bangsa. Kepada masyarakat luas, Menkes menyerukan pentingnya perilaku sehat.“Lingkungan sehat merupakan cermin perilaku sehat, yang menunjukkan kemandirian masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya, yang dengan dukungan pelayanan kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang optimal”, ujarnya. Untuk jajaran kesehatan, Menkes menghimbau agar memiliki prinsipprinsip pemberdayaan masyarakat. ”Kita perlu mengembangkan paradigma baru di jajaran kesehatan, jika masyarakat sebelumnya ditempatkan sebagai obyek pelayanan kesehatan, saat ini mereka harus didorong dan diberdayakan untuk mampu sebagai subyek dan mampu secara mandiri dalam No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
47
Nasional menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan yang berkesinambungan. Jajaran kesehatan juga diharapkan dapat mengembangkan berbagai prakarsa dalam membangun lingkungan sehat dengan melibatkan masyarakat seperti kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dan pengembangan wilayah/kawasan
sehat.”, tambah Menkes Bagi sektor swasta dan dunia usaha, Menkes menekankan perlunya kemitraan dalam mencegah dan menyelesaikan masalah kesehatan disamping keterlibatan provider kesehatan dan lintas sektor. Berbagai komponen bangsa diharapkan dapat membentuk aliansi-aliansi gerakan
masyarakat sehat untuk berperan aktif dalam mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan, dan siap menjadi barisan terdepan sebagai modal kekuatan bangsa untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menjadikan kualitas bangsa yang bermartabat.
Suku Baduy Dalam Hidup Selaras dengan Alam
B
ertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional, empat orang Baduy Dalam bertandang ke Kantor Pusat Komunikasi Publik. Sabri, Sangsang, Didong dan Sanip berbagi cerita tentang kondisi kesehatan di kampung mereka. Menurut Sabri (43 tahun), sampai saat ini belum ada petugas kesehatan yang menetap di kampungnya, Cibeo. Hanya Bidan Ros yang sering bolak-balik masuk kampung untuk memberi bantuan kesehatan atau melakukan penyuluhan. Untuk berobat sehari-hari mereka biasa mendatangi dukun. Termasuk untuk pemeriksaan kehamilan dan membantu proses melahirkan. Ramuan tradisional dan mantera-mantera cukup ampuh bagi mereka. Mendatangi dokter di luar kampung adalah alternatif terakhir. Selain tidak sesuai adat, pergi keluar kampung juga cukup merepotkan bagi orang sakit karena harus berjalan kaki melewati jalan setapak. Maklum, suku Baduy Dalam melarang warganya menggunakan kendaraan. Bila mengabaikannya. sudah termasuk melanggar adat, mereka bisa diusir dari kampung. Untuk bertandang ke kantor Puskom Publik saja, mereka berjalan kaki selama 2 hari. Aktivitas jalan kaki orang Baduy Dalam bisa dibilang tinggi karena hanya kakilah sarana transportasi mereka sehari-hari Menurut Sanip, di Baduy Dalam tidak ada jamban. Mereka biasa buang air besar di sungai. Untuk menjaga agar air sungai tetap dapat digunakan keperluan lainnya, mereka membagi sungai menjadi 3 zona. Yaitu wilayah hulu untuk keperluan minum dan masak, zona tengah untuk mandi dan cuci, zona paling luar sebagai tempat untuk buang air. Bila tidak mematuhi pembagian zona ini, tunggu saja teguran kepala kampung. Suku Baduy Dalam sangat kuat menjaga pantangan. 48
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
Agar tidak melanggar adat, beberapa pantangan yang perlu diketahui diantarnya, dilarang merokok, pantang memakai alas kaki tidak menggunakan barang elektronik, sabun mandi, deterjen dan pasta gigi, tidak makan hewan berkaki 4, tidak menggunakan pakaian selain warna hitam dan putih, pantang berjualan di pasar atau membuka warung, pantang berjalan saat hujan, dan banyak pantangan lainnya. Kehidupan masyarakat Baduy yang selaras dengan alam (kawasan hutan) tidak lepas dari pengaruh kepercayaan yang dianutnya yaitu kepercayaan sunda wiwitan serta aturan-aturan adat yang disebut pikukuh berisi pantangan-pantangan masyarakat Baduy. Ketergantuangan dan keteguhan masyarakat Baduy pada aturan-aturan justru mampu menjaga keharmonisan dengan lingkungan sekitarnya.ngi
Nasional Pada kesempatan tersebut Menkes juga menyerahkan penghargaan secara simbolis berupa Satyalancana Karya Satya dari Presiden dan penghargaan Bakti Karya Husada Tri Windu dan Dwi Windu. Penerima Karya Satyalancana Karya Satya adalah Wiwiek Pudjiastuti, SKM, M.Kes, Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian Ditjen Bina Kesmas, Dra. Martuti Wirjosaputro, Apt.MM, Peneliti Madya Badan Litbangkes, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS, Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Komunikasi Publik, Dadang Sumbada, Staf RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo dan Saman, Staf Gizi RS Kanker Dharmais. Sedangkan penghargaan Bakti Karya Husada Triwindu diserahkan kepada Ir. Tugijono, M.Kes, Kepala Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, C. Rubilin, Staf Biro Kepegawaian Setjen Depkes, Drs. Bayu Teja Muliawan, Apt., M.Pharm, Kepala Bagian Penyusunan Anggaran Biro Perencanaan dan Anggaran dan drg. Hj. R.A. Eryta Widhajani, Kepala Bagian Keuangan dan Gaji Biro Umum.
Aksi simpatik
Usai upacara bendera yang dipimpin Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, dilanjutkan dengan penyerahan secara simbolis kartu Jamkesmas kepada Panti Asuhan Muhammadiyah Tanah Abang, Sawangan, Depok yang diterima oleh M. Ifan Sumantri dan Angga Juansyah dan kartu Jamkesmas untuk Panti Jompo Tresna Werdha Budi Dhrama Bekasi Timur yang diterima Bobby Tampubolon dan Darmi. Menkes juga menyerahkan alat-alat kebersihan secara simbolik kepada 4 orang perwakilan Mahasiswa Politeknik Kesehatan (Poltekkes), yaitu: Bunga Asmara Arno, Hirim Tiurma, M. Yudha, dan Indra Maulana. Penyerahan alat kebersihan ini merupakan bagian dari aksi simpatik kebersihan lingkungan yang dilaksanakan sepanjang bulan November. Aksi
ini merupakan perwujudan sikap peduli terhadap lingkungan sehat, sesuai dengan tema HKN ke-45 tahun 2009:“Lingkungan Sehat Rakyat Sehat”. Kegiatan bersih-bersih lingkungan dilakukan serentak di 5 wilayah provinsi DKI Jakarta diikuti 1500 orang berasal dari Mahasiswa Poltekkes, petugas kesehatan, Dinas Kesehatan dan masyarakat. Pada kesempatan tersebut, Menkes juga menyerahkan 40 unit Mobil Promosi Kesehatan kepada 28 Provinsi dan 11 Kabupaten. Tiga kunci mobil diserahkan secara simbolik kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Barat dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mobil Unit Promosi Kesehatan ini adalah bagian dari dukungan pengadaan tahun 2009 untuk 28 Provinsi dan 11 Kabupaten daerah terpencil strategis yang fungsinya untuk menyebarluaskan informasi kesehatan dalam rangka mendekatkan akses informasi kesehatan kepada masyarakat. Selain itu diserahkan pula 39 unit Mobile Clinic Program Percepatan Pembangunan Bidang Kesehatan di Tanah Papua (P2KTP) kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua (29 unit) dan Provinsi Papua Barat (10 unit).
Menkes didampingi pejabat Eselon I dan II memberangkatkan Mobil Klinik dan Tim Kebersihan ditandai penekanan tombol. Mobil Ambulance Mamografi RS Kanker Dharmais melakukan kegiatan pemeriksaan bagi 50 orang dan Pap Smear bagi 30 orang di Puskesmas Palmerah Jakarta Pusat. Mobil Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) melakukan penyuluhan kesehatan dan pengobatan gigi di Kompleks Departemen Pertahanan, Slipi, Jakarta Barat. Serta Ambulance RS Jantung Harapan Kita melaksanakan pemeriksaan cardiovascular dasar kepada 150 orang di Posyandu Manula Warakas, Jakarta Utara. Sedangkan mobil klinik RSAB harapan Kita melakukan pemeriksaan kesehatan umum di wilayah Cempaka Putih. RSJ Soeharto Herdjan melakukan pemeriksaan kesehatan psikiatri dan manajemen stress di Posbindu Kebon Jeruk, Jakarta Barat. RS Fatmawati melakukan pemeriksaan kesehatan umum dan pengobatan di lokasi baksos Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Mobil Klinik RS Persahabatan melakukan pemeriksaan kesehatan umum dan pengobatan di Kecamatan Makasar, Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Serta Mobil Klinik RS Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, melakukan No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
49
Nasional pemeriksaan kesehatan umum dan pengobatan di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Usai acara dilanjutkan dengan beramah tamah dengan para pensiuan pejabat Depkes.
Penghargaan untuk institusi dan individu.
Pada malam harinya, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, menyerahkan 103 penghargaan kepada institusi dan Individu yang telah mendukung, berkontribusi nyata, dan berprestasi dalam pembangunan kesehatan. Pemberian penghargaan di bidang pembangunan kesehatan ini diberikan secara berkala setiap tahun pada peringatan HKN sebagai salah satu wujud apresiasi pimpinan Departemen Kesehatan kepada institusi dan perorangan yang telah memberikan sumbangan nyata dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia. Penghargaan Ksatria Bakti Husada, diberikan kepada individu yang dengan sukarela telah menyumbangkan tenaga, pikiran dan pengetahuannya didalam mengembangkan program kesehatan. Darma baktinya telah dapat dirasakan dan sangat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Penerima penghargaan Ksatria Bakti Husada tahun 2009 berjumlah 16 orang. Tanda Penghargaan Manggala Karya Bakti Husada diberikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, 31 Tim Penggerak PKK Kabupaten/ Kota dengan perkembangan Posyandu Purnama dan Mandiri diatas 60% dan yang berhasil mengembangkan kegiatan inovatif dan berbasis masyarakat untuk meningkatkan Lingkungan Sehat. Penghargaan Swasti Shaba diberikan kepada 35 pemerintah Kabupaten/Kota yang telah 50
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
berhasil dalam memberdayakan masyarakat dan swasta mewujudkan penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat. Tanda Penghargaan juga diberikan kepada Dosen Berprestasi pada Institusi pendidikan sebagai hasil penilaian dari Badan PPSDM dan Peneliti Teladan sebagai hasil penilaian Badan Litbangkes. Sebagai upaya meningkatkan kualitas dan jangkauan informasi kesehatan, Menkes memberikan penghargaan untuk kompetisi jurnalistik kepada Aries Kelana dari Majalah GATRA dengan judul tulisan “Jejak Kaki Gajah di Tangerang” sebagai juara I; wartawan Republika Ferry Kisihandi dengan judul tulisan “Flu Babi Dekati Pandemi” sebagai juara II; dan Heru Triono, wartawan Koran Tempo, dengan judul berita “Penyakit Menular yang Tidak Menular” sebagai juara III. Penghargaan juga diberikan kepada pemenang Lomba Poster Obat Generik untuk pelajar, yaitu Agustan, Faisal Samsyudin dan Faisal UA sebagai juara I – III. Sedangkan harapan I s/d III jatuh pada Annastasia Melisse Putri, Sabrina Yula Amelia dan Wardana Saputra. Menciptakan Sumberdaya
Kesehatan yang bermutu tinggi dan profesional membutuhkan motivasi, dedikasi dan loyalitas Widyaiswara. Untuk itulah Menkes memberikan penghargaan kepada Widyaiswara berprestasi nasional yaitu Dr. Suparman, M.Si, M.Kes dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto sebagai juara I; H. Alam Pamilihan Harahap, SKM dari Balai Pelatihan Kesehatan Nasional Lemahabang sebagai juara II; dan juara III Dr. Drs. Setiyono, MBA, M.Kes, M.Pd. dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jakarta. Menkes juga memberikan penghargaan kepada Perpustakaan terbaik di sektor Kesehatan. Untuk kategori Perpus RS Vertikal Depkes, Puslitbangkes dan Balai Pelatihan Kesehatan dimenangkan oleh Perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sistem Kebijakan Kesehatan, Surabaya sebagai juara I; Perpustakaan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; dan Perpustakaan Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor sebagai juara III untuk Sedangkan untuk kategori perpustakaan Politeknik Kesehatan peringkat I dimenangkan oleh Politeknik Yogyakarta; peringkat II oleh Politeknik Palangkaraya; dan peringkat III oleh Politeknik Malang.nSmd,Pwt/Giri
Nasional
Filariasis, Ancaman yang Harus Diberantas Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Culex, Anopheles, Mansonia dan Aedes). Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin.
B
erdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Departemen Kesehatan, prevalensi mikrofilaria di Indonesia sebesar 19%. Dengan populasi 220 juta, maka akan terdapat atau 40 juta orang yang dalam darahnya mengandung mikrofilaria. Bila tidak dilakukan pengobatan massal maka akan terdapat 40 juta orang yang menderita filariasis di masa mendatang. Disamping itu mereka menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di 316 Kabupaten/Kota endemis tersebut.
Pengobatan massal juga mengacu pada kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as Public Health Problem by the Year 2020). Program Eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal DEC dan Albendazol setahun sekali selama minimal 5 tahun di daerah endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya. Indonesia sepakat melaksanakan Program Eliminasi Filariasis melalui pengobatan massal filariasis secara bertahap, dimulai pada tahun 2002 dan telah menetapkan program ini sebagai salah satu program No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
51
Nasional Peta Endemisitas Filariasis di Indonesia Tahun 2009
prioritas pemberantasan penyakit menular. Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH ketika mencanangkan pengobatan massal Filariasis bagi 32 juta penduduk di Aula RSUP Hasan Sadikin Bandung tanggal 2 November 2009. Acara ditandai penyerahan obat filariasis kepada Bupati Bandung. Menkes mengatakan, tahun
2009 pemerintah menargetkan pengobatan massal filariasis untuk 32 juta penduduk. Setiap tahun target sasaran pengobatan massal filariasis secara bertahap akan ditingkatkan sampai akhirnya seluruh penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemis filariasis dan berisiko tertular penyakit ini diobati. Obat filariasis disediakan gratis oleh Depkes sementara dana operasional ditanggung oleh Pemda setempat.
Untuk mensukseskan program eliminasi filariasis, Menkes mengharapkan seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di daerah endemis filariasis dapat menjaga keberlangsungan program ini selama lima tahun ke depan. Sedangkan kepada seluruh masyarakat di daerah program agar mau minum obat untuk mensukseskan eliminasi filariasis di Indonesia.
Mengapa Pengobatan Massal Filariasis Diperlukan?
S
aat ini filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sampai tahun 2008, dilaporkan jumlah kasus kronis filariasis secara kumulatif sebanyak 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota, peningkatan jumlah kasus ini dimungkinkan karena makin meningkatnya pengetahuan, keterampilan petugas surveilans kasus filariasis 52
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
serta advokasi dan sosialisasi filariasis. Pada tahun 2008, sebanyak 316 Kabupaten/Kota dari 471 Kabupaten/Kota di Indonesia telah terpetakan secara epidemiologis endemis filariasis. Berdasarkan hasil pemetaan, prevalensi mikrofilaria di Indonesia sebanyak 19% dari populasi Indonesia 220 juta atau 40 juta orang. Bila tidak dilakukan pengobatan
massal maka akan ada 40 juta yang menderita filariasis di masa mendatang. Disamping itu mereka menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di 316 Kabupaten/Kota endemis tersebut. Program eliminasi filariasis di Indonesia dilaksanakan mengacu pada kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis
Nasional as a Public Health Problem the year 2020” yang merupakan realisasi dari resolusi WHA pada tahun 1997. Bila sebuah Kabupaten/Kota sudah endemis filariasis, maka kegiatan pengobatan massal filariasis harus segera dilaksanakan untuk memutus rantai penularan dengan sasaran pengobatan massal kepada semua penduduk di Kabupaten/Kota tersebut kecuali anak berumur < 2 tahun, ibu hamil, orang yang sedang sakit berat, penderita kronis filariasis yang dalam serangan akut dan balita dengan marasmus/kwasiorkor dapat ditunda pengobatannya. Pengobatan massal di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 2002 di 5 kabupaten di Kabupaten Alor, NTT, Pasir Kalimantan Timur, Kep. Mentawai Sumatera Barat, Buton Sulaewesi Tenggara, Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Sampai tahun 2008 telah dilakukan pengobatan massal di 97 Kabupaten/Kota mencakup 12.310.959 jiwa. Pengobatan massal menggunakan DEC (diethyl carbamazine) yang telah digunakan sejak lama di seluruh dunia untuk pengobatan filariasis. Selain itu ditambahkan albendazole, suatu obat yang telah lama digunakan sebagai obat cacing. Kedua obat ini secara ilmiah diketahui aman dan penggunaannya telah tercantum dalam buku-buku kedokteran. Dari data WHO telah dilaksanakan pengobatan massal di 51 negara (Afrika, Amerika, Asia Tenggara, Pasifik Barat, Mediterania Timur) yang mencakup 496 juta penduduk. Di Indonesia sampai saat ini catatan efek samping berupa gejala ringan seperti: sakit kepala, demam, mual, muntah dan mengantuk. Ini hampir sama dengan kondisi di Nepal, sementara di negara lain tidak ada catatan
Siswa mengikuti program pengobatan masalk filariasis
mengenai efek samping tersebut. Untuk memantau pelaksanaan kegiatan pengobatan massal ini telah dibentuk Komite Ahli Pengobatan Filarias Indonesia (KAPFI) melalui Keputusan Menteri Kesehatan No : 359/Menkes/SK/ III/2007. Selain itu, Departemen Kesehatan juga membuat Buku Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia dengan Keputusan Menkes No. : 1582/ Menkes/SK/ XI/2005 tentang Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) yang berisi langkahlangkah yang harus dilaksanakan dalam merencanakan dan melaksanakan pengobatan massal termasuk sosialisasi, advokasi dan pelatihan Petugas dan Kader.
Pengobatan Massal di Bandung.
Di Bandung, pencanangan pengobatan massal dilaksanakan tanggal 10 November 2009 dengan sasaran 2,7 juuta penduduk. Mulanya pengobatan massal berlangsung lancar dan aman. Namun kemudian ada laporan 2 orang meninggal setelah mengikuti pengobatan missal.
Untuk mengatasi kejadian, Pemerintah bertindak cepat dan serius menangani kasus dengan menurunkan Tim Investigasi dari Depkes, WHO, Badan POM, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Bandung serta Komite Ahli Pengobatan Filariasis Indonesia (KAPFI) Pusat dan Provinsi Jawa Barat untuk melakukan investigasi ke lokasi kejadian. Sementara itu, pasien yang ada telah ditangani oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Tim Investigasi sedang bekerja untuk mencari penyebab kematian, namun dari laporan awal yang disampaikan Tim kepada Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dan Dirjen P2PL Prof. Tjandra, penyebab kematian adalah koinsiden (bersamaan) dengan penyakit penyerta yang sudah diderita sebelumnya, ujar Prof. Tjandra. Dari catatan WHO, pengobatan serupa telah dilaksanakan di 51 negara di wilayah Afrika, Amerika, Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Mediterania Timur. Sekitar 496 juta orang telah mendapat pengobatan ini. nSmd/MR
No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
53
Nasional Investigasi Paska Pengobatan Massal di Kabupaten Bandung BUKAN KARENA OBAT FILARIASIS
T
erkait dengan peristiwa kematian 8 orang warga Bandung yang diduga karena minum obat filariasis (kaki gajah), Ketua Komite Ahli Pengobatan Filariasis (KAPFI) Prof. Dr. dr. Purwantyastuti, M.Sc., Sp.FK memastikan kematian delapan warga Bandung Jawa Barat tersebut tidak terkait dengan pemberian obat anti filariasis secara massal. ”Hasil analisis yang dilakukan setelah pemberian obat massal tanggal 10-16 November menunjukkan dari 8 orang yang dilaporkan meninggal, tiga orang diantaranya tidak meminum obat anti filariasis dan lima orang lainnya meninggal karena penyakit yang sudah diderita sebelumnya,” ujar Prof. Dr. Purwantyastuti. ”Tiga dari lima orang yang meninggal setelah mengkonsumsi obat anti filariasis tersebut menunjukkan tanda serangan jantung dan dua lainnya memperlihatkan gejala stroke. ” lanjut Prof. Purwantyastuti. Informasi itu diperoleh dari formulir data keluhan pasien yang diisi petugas kesehatan saat yang bersangkutan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Jadi kesimpulan itu diambil berdasarkan hasil kajian mengenai reaksi obat, keluhan pasien dan diagnosisnya. Secara rinci Prof. Purwantyastuti menjelaskan, reaksi yang muncul setelah minum obat membutuhkan waktu antara satu hingga empat jam. ”Jadi kalau kejadiannya sebelum itu bisa dipastikan bukan karena pengaruh obat”, tegasnya. Sedangkan kematian lima warga Bandung lainnya ”Penyakit ini dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia serta menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar bagi keluarga penderita. Mereka tidak dapat lagi bekerja optimal bahkan hidup mereka sehari-hari sangat tergantung kepada orang lain”, ujar Menkes. Menkes juga mengingatkan semua pihak untuk waspada dengan 54
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
tidak berhubungan dengan reaksi obat anti filariasis. Efek samping yang sering muncul adalah pusing, mual. ”Itu bisa terjadi jika orang tersebut mengidap mikrofilaria. Setelah minum obat, cacing dewasa dan anak cacing akan mati dan itu menimbulkan alergi, mual dan nyeri tetapi tidak membahayakan, ujarnya. Prof. Purwantyastuti menambahkan, obat yang diberikan secara massal kepada warga Kabupaten Bandung untuk mencegah penyakit kaki gajah terdiri atas diethylcarbamazinecitrate (DEC), albendazol (obat cacing) dan parasetamol (obat penurun panas). Obat-obat tersebut, sudah digunakan sejak puluhan tahun silam dan terbukti aman, tidak pernah ada laporan kejadian efek samping yang membahayakan, apalagi menyebabkan kematian. Dosis pemberiannya pun lazim, yakni enam miligram per kilogram berat badan. Penimbangan berat badan warga memang tidak dilakukan, namun pemerintah menggunakan perhitungan berat badan rata-rata per kelompok umur yang dinilai cukup aman. Obat itu harus diberikan setiap tahun selama 5 tahun berturut-turut untuk memastikan seluruh cacing filaria yang ada di dalam tubuh mati. Pemberian DEC, memang menimbulkan efek samping seperti pusing, mual, demam, muntah selama beberapa hari, apalagi kalau diminum sebelum makan. ” Lebih baik sakit sebentar, daripada menderita seumur hidup karena cacat akibat cacing filaria”, ujarnya. Penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria (Brugia malayi, Brugia timori dan Wucheria brancofti) yang ditularkan oleh semua jenis nyamuk (Culex, Anopheles, Mansonia dan Aedes). Penyakit ini menyerang saluran dan kelenjar getah bening serta menyebabkan kecacatan seumur hidup, kata Ketua KAPFI.nSmd
datangnya pergantian musim dari musim panas ke musim penghujan yang selalu diikuti dengan peningkatan kasus Demam Berdarah (DBD). Diperkirakan puncak kasus DBD akan terjadi pada bulan Januari sampai Maret. Oleh karena itu, dr. Endang minta masyarakat mencegah terjadinya kasus DBD maupun filariasis dengan menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Untuk itu
kita bersama harus membersihkan lingkungan tempat perindukan nyamuk. Menurut Menkes, sampai Oktober 2009 penderita kronis filariasis yang tercatat berjumlah 11.699 orang tersebar di 386 kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan sifat penyakitnya, telah banyak penduduk yang terinfeksi penyakit ini, tanpa menunjukkan gejala. nSmd
Daerah
RSUP Prof. Dr. R. Kandou Menado:
Harapan Bagi Rakyat Indonesia Timur Sebagai pusat regional 9 bencana yang menangani bencana wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara, RS Kandou memberikan pelayanan kesehatan dan melakukan pendistribusian obat jika terjadi bencana. RS Kandou menjadi rujukanrumah sakit di kawasan Indonesia Timur.
D
ikatakan Dr. Fione A.H. Pangemanan, Msi direktur Utama RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Menado, rumah sakit ini sangat pro rakyat miskin.Betapa tidak? Dari 701 tempat tidur yang tersedia, 420nya diperuntukan rakyat miskin atau kelas 3 yang mendapat pelayanan melalui Jamkesmas, Jamkesda dan Jamsostek. Selain itu, ada baksos (bakti sosial) atau kunjungan ke panti sosial telah menjadi kegiatan rutin yang tak terpisahkan dari upaya melayani rakyat miskin. Menurut Dr. Fione A.H. Pangemanan, Rumah Sakit Umum Pusat yang berdiri sejak jaman Hindia Belanda tahun 1936 ini, telah 5 kali berubah nama. Awalnya bernama KONINGEN WILHELMINA, berubah menjadi KAIUGUN BIOIN, Gunung Wenang Manado, Malalayang Menado dan sejak tahun 2004 menjadi RSUP Prof.Dr. R.D.Kandou. Pergantian nama itu terkait dengan kebijakan pusat untuk menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan. Rumah Sakit Kandou, merupakan rumah sakit pusat yang berada di wilayah Indonesia Timur. Perannya
sangat vital, RS ini menjadi rumah sakit rujukan untuk wilayah Indonesia Timur hingga Papua. Maka wajar jika pemerintah pusat memberi perhatian sangat besar terhadap kemajuan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan anggaran dari tahun ke tahun, termasuk peningkatan status rumah sakit. Sebelum itu, rumah sakit dengan pola pengguna PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sekarang menjadi PPK (Pola Pengelolaan Keuangan) BLU (Badan Layanan Umum). Saat ini, pihak manajemen sedang mengusulkan peningkatan status dari rumah sakit dari kelas B ke rumah sakit kelas A.
Jamkesmas
Menurut Dr. Armenius R. Sondakh, Direktur Medik dan Keperawatan, semua masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang sama, termasuk pengguna Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Sesuai aturan Jamkesmas semua pasien harus dilayani dan tidak dipungut biaya. Mereka yang datang dengan fasilitas kartu Jamkesmas, siapapun itu akan mendapat pelayanan dari administrasi sampai rawat inap atau rawat jalan. No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
55
Daerah RSUP Kandou Manado
“Intinya Jamkesmas itu untuk rakyat miskin, tidak terkecuali, dengan fasilitas gratis”, tegas dr. Armenius. Lebih lanjut, dr.Armenius mengatakan yang namanya sakit tidak boleh ditunda pelayanannya. Sakit tidak mengenal dia miskin atau kaya. Atau karena dia miskin harus ditunda karena tidak memiliki obat. Oleh karena itu, RS tetap harus melayani. Tidak ada istilah penundaan, harus segera mengambil tindakan. ”Jika masalahnya nanti pembayaran, kami serahkan kepada bagian keuangan. Yang penting mereka dilayani. Jadi jangan ditunda, obat apapun itu jangan dijadikan alasan. Itu prinsip manusiawi”, tegas Armenius. Dr Armenius menambahkan, Menkes selalu berkata Pro Rakyat. Pro Rakyat harus dalam pengertian seluas-luasnya. Jadi, meskipun pada prinsipnya RS menangani semua pasien dengan mengikuti aturan, tapi jika ada hal diluar aturan misalnya, pasien tidak membawa kartu, tidak membawa uang RS harus mengambil solusi sendiri sebagai manusia. ”Kita harus atur manajemen dengan hati nurani yang menyentuh 56
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
ketika melihat penderitaan orang,” ungkapnya.
Unggulan
Menurut Dr. Fione, program unggulan RS Kandou disesuaikan dengan kondisi Sulawesi Utara, yang merupakan wilayah pariwisata laut. RS Kandou mempunyai kedokteran kelautan. ”Kami mempunyai alat hyperbaric. Di Indonesia Timur hanya ada di RS ini,” ujar Dr Fione. Alat itu menjadi keunggulan sehingga ketika ada masalah kesehatan dalam diving (penyelaman), bisa ditangani di sini, sebelum dirujuk ke tempat yang lebih tinggi. Itu sangat membantu pengembangan pariwisata di daerah Sulut untuk menyambut tahun wisata 2010. Pariwisata di Sulut mengandalkan penyelaman (diving) sehingga alat ini (hyperbaric) sangat membantu. Dr. Armenius menambahkan, sampai saat ini memiliki Hyperbaric Chamber Room yang terdiri dari 1 chamber. ”Kami tidak menggunakan untuk fungsi lainnya kecuali fungsi diving. Karena ada kekuatiran kalau rusak tidak tahu pabriknya di mana.
Ke depan, kami akan mengadakan chamber lainnya di ruang IGD yang sedang dibangun,” lanjutnya. Walau di kawasan Indonesia Timur belum ada keunggulan yang menyeluruh, tapi untuk alat obstetri sudah harus dilengkapi peralatan, sehingga membantu diagnosa semaksimal mungkin. USG dengan berapa dimensi harus ada. Untuk bagian bedah, sudah dapat melakukan diagnosa bagi mereka yang perlu pertolongan cepat. Sudah mempunyai dokter dengan license untuk sub-spesialis. Keunggulan lainnya, mempunyai dokter ahli yang dapat diandalkan. Ada bedah ortopedi, bedah plastik, bedah syaraf dan bedah anak. Bedah otak malah sudah ada yang sudah menjalaninya. Untuk internis, sudah dibuka center specialist sebagai konsultan untuk digestif. Untuk anak, sudah lengkap karena semua sudah center specialist. Adapun perawatan kanker anak, ini bukan kebetulan, namun persembahan dari negeri Belanda yaitu Estella Foundation yang membantu satu gedung perawatan dan bantuan
Daerah Menkes bersama dr. Fione, Dirut RSUP Kandou
obat-obatan. Bagian lain yang dikatakan unggulan yaitu bagian kulit. Ini sudah menjadi center specialist. Kini, rumah sakit sudah memiliki alat yang cukup canggih. Untuk neurologi sudah ada EEG dan Kedepannya akan dibangun stroke center. Maklum, di Manado itu banyak sekali penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, mungkin karena kebiasaan makan dan faktor genetika. Bahkan kalau melihat rawat inap dan rawat jalan 3 tahun terakhir ini ada peningkatan yang signifikan terhadap tekanan darah tinggi yang ada hubunganya dengan diabet, jantung dan stroke, tambah dr. Fione. Begitu pula dengan THT, rumah sakit mempunyai alat yang sama dengan yang ada di Surabaya. Ada mikroskop untuk bedah mikro. Bahkan bedah larinx baru saja dilaksanakan. Yaitu untuk kasus tumor ganas larinx. Itu sudah dilakukan dengan baik dan tanpa komplikasi. ”Jadi THT juga ada alat endoskopinya,” tegas dr. Armenius.
Kerjasama Pelayanan Kesehatan
Menurut dr. Armenius, RS Kandou merupakan rumah sakit pendidikan (teaching hospital), maka otomatis terjalin saling membutuhkan.
Menerima dan melaksanakan pendidikan. Menerima, maksudnya mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga kesehatan lain dari seluruh jenis pendidikan kesehatan di Sulut untuk belajar di rumah sakit. Mereka menggunakan semua sarana rumah sakit untuk belajar. Sementara itu, RS melaksanakan bimbingan, termasuk mereka yang melakukan kerja lapangan. ”Semua ini diatur sehingga proses belajar mengajar dan pelayanan kesehatan berjalan saling melengkapi, ” tegasnya. Teaching hospital juga berarti bekerjasama dengan Diknas. Dalam hal ini FK yang ada di Sulut seperti Universitas Sam Ratulangi. Setiap tahun menjalin kerjasama. Semua peserta didik dari dokter, calon dokter, dan dokter spesialis berperan penting dalam pelayanan yang sudah sesuai aturan dalam kontrak antara pihak penyelenggara pendidikan dengan RS. Beberapa RS di Sulut merupakan jejaring dari fakultas. Ada juga kerjasama dalam hal pelayanan masyarakat miskin. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pusat dan Daerah. Seperti kebijakan baru terkait dengan Jamkesmas. Untuk Jamkesmas daerah diatur dalam Jamkesmas Daerah (Jamkesda). Merujuk Jamkesda itu tidak harus ke
RS pusat tetapi terlebih dahulu ke RS yang ada di kabupaten atau daerah. Setelah tidak mampu baru dikirim ke rumah sakit provinsi dan seterusnya. Pembiayaan itu diatur sedemikian rupa sehingga lebih banyak di RS daerah itu. Mekanisme itu bisa ditagih ke Askes, sebab Askes yang menangani Jamkesda. Hal itu sudah dirapatkan dan tidak ada masalah. ”Kalaupun ada kendala biasanya hanya masalah miskomunikasi”, ungkap Armenius. Pengembanangan SDM Sejak tahun 2007 rumah sakit menjadi pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum ( BLU), maka proses rekruting karyawan selain melalui CPNS yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, juga dapat melakukan pengangkatan tenaga BLU non PNS. Khusus untuk peningkatan kemampuan, manajemen dapat melakukan peningkatan kemampuan SDM dari semua unsur sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, sesuai dengan dana yang tersedia. Pendanaan yang digunakan dapat berasal APBN dari Depkes atau PPSDM dan dana berasal dari pendapatan rumah sakit. Pada prinsipnya, pengembangan pelayanan dengan pendidikan yang setinggi-tingginya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu, rumah sakit tidak menghambat SDM untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya. Banyak tenaga kesehatan yang diutus ke luar daerah untuk menambah pengetahuan. Ada dokter ahli yang ingin menjadi konsultan. Ada pula yang ingin menempuh S3. ”Semua harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan”, tegas dr. Armenius yang tetap meminta perhatian Pemerintah Daerah meningkatkan perhatiannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. npra,iwan No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
57
Lentera
Adil itu Indah Oleh: Prawito
A
li bin Abi Thalib sebagai Khalifah bersengketa dengan seorang Yahudi berkenaan dengan baju besi. Menurut Ali, baju besi yang berada di tangan Yahudi itu miliknya. Untuk menentukan milik siapa sebenarnya baju tersebut, keduanya sepakat mengajukan ke meja pengadilan dengan hakim bernama Sureh. Sureh, sebagai hakim menempatkan kedua orang yang bersengketa sama kedudukan di depan hukum. Sureh hanya menyebut nama kedua orang yang bersengketa itu, ketika meminta mereka berdua masuk ke ruang pengadilan. Sebagai khalifah Ali tak mendapat keistimewaan. Demikian juga si Yahudi, tak direndahkan, walau rakyat biasa. Keduanya diperlakukan sama, sebagai pencari keadilan. Dalam persidangan yang menggemparkan, ternyata Sureh memenangkan orang Yahudi, karena Ali Bin Abi Thalib tak dapat mendatangkan saksi yang memperkuat bahwa baju yang berada di tangan Yahudi itu miliknya. Ali pun menerima keputusan pengadilan dengan ikhlas. Rupanya, keikhlasan Ali menerima keputusan pengadilan ini, mengusik rasa keadilan Yahudi. Kemudian, Yahudi berterus terang, sejujur-jujurnya di depan pengadilan menyatakan bahwa baju besi yang berada ditangannya itu milik Ali bin Abi Thalib. Saat itu juga, Yahudi mengembalikan baju besi itu kepada Ali. Luar biasa....! Kini, kita menjadi miris menyaksikan para oknum penegak hukum, baik dari kepolisian, kejaksaan maupun kehakiman. Rasanya masih jauh dari standar kualitas moral yang diharapkan. Padahal moralitas merupakan benteng terakhir untuk menegakkan keadilan. Tanpa moralitas yang baik, keputusan pengadilan akan sulit memberi ruang untuk mendekati rasa keadilan. Rasa keadilan, merupakan nilai universal yang menjadi 58
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009
dambaan setiap orang, baik mereka yang berurusan dengan pengadilan maupun yang menyaksikan, tak mengenal kasta dan status sosial. Bila rasa keadilan ini terusik dan dilecehkan, mereka akan berang dan membela sekuat tenaga. Saksikan satu juta facebooker pembela rasa keadilan, hanya dalam waktu yang singkat. Sejatinya, para oknum yang mencederai rasa keadilan itu juga mencintai rasa keadilan, hanya saja saat mencederai, rasa cinta yang ada dalam dada terdepak dari kesadaran. Sehingga merekapun tak menyadari telah mencederai rasa keadilan dirinya. Akibatnya bisa ditebak. Mereka juga tak menyadari mencederai rasa keadilan orang lain. Mengapa mereka tidak menyadari telah mencederai rasa keadilan?. Ini masalah sensitivitas rasa. Ada yang peka, tapi ada yang peka’. Bagi mereka yang peka, memiliki sensitivitas yang tinggi. Sehingga sedikit saja mencederai rasa keadilan, segera menyadari kesalahan dan memperbaiki. Tapi bagi mereka yang peka', walau telah mencederai, bahkan sudah banyak yang mengingatkan, mulai cara yang lembut sampai yang keras dan terang-terangan, belum juga menyadari kesalahannya. Sering kali mereka merasa benar, pantang menyerah dengan berbagai argumen. Bagaimana pengaruh moral terhadap sensitifitas?. Moral terkait dengan nilai. Nilai mendasari rasa. Rasa mempengaruhi sensitifitas. Jika bermoral, akan sensitif, mudah mencintai rasa keadilan, hobi dan selalu memperjuangkannya. Adil, memang himpunan segala kebaikan, diantaranya; jujur,amanah, terpercaya, redah hati, lapang dada, sabar dan bersahaja dalam hidup. Tak ada niat berbohong, berkhianat, benci, iri dan dengki. Sebuah perangai yang menakjubkan dan menetramkam. Ya, Adil itu indah. n
Lentera
“Hutan Rimba” dan “Taman Bunga”
L
ima tahun lalu, dr. Siti Fadilah Supari ketika dilantik sebagai Menkes periode 2004-2009 mengatakan “Ssaya masuk Depkes seperti “ada hutam rimba”. Pernyataan itu terulang kembali saat serah terima jabatan (Sertijab) dengan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menkes periode 2009 -2014, 22 Oktober 2009 yang lalu. Pernyataan itu kemudian disambut oleh dr.Endang dengan ungkapan” Saya masuk Depkes seperti “ada taman bunga”. Peserta yang mengikuti sertijab, tertawa lepas dan bertepuk tangan. Entah apa yang terfikir dibalik itu semua. Memang, hutan rimba dan taman bunga ada perbedaan yang signifikan. Hutan rimba, sebuah kawasan hutan yang belum terjamah. Belum ada kehidupan manusia yang menetap disana. Bisa jadi masih banyak binatang buas, pohon besar dan semak belukar. Tapi, dibalik itu semua, terdapat potensi besar yang dapat menjadi sumber daya untuk pembangunan bangsa, khususnya bidang kesehatan. Kira-kira demikian imajinasi saya menerjemahkan “hutan rimba”. Taman bunga, sebuah kawasan asri, nyaman dan tempat rekreasi yang menyenangkan. Banyak kupu berterbangan menari dan berayun-ayun ditangkai. Bau semerbak mewangi berbagai jenis bunga merasuk hidung para pengunjung. Mereka terhibur, damai dan gembira menyaksikan aneka bunga. Bahkan banyak diantara mereka yang menyempatkan diri datang saat berlibur tiba, betapa indahnya. Ini juga interpretasi saya tentang “taman bunga”. Tentu, setiap orang tidak sama menginterpretasikan “hutan rimba” dan “taman bunga”. Itu boleh dan sahsah saja di Negara demokrasi seperti Indonesia. Walau mungkin ada yang sedikit sama atau juga berbeda jauh sampai 180 derajat. Jika yang terjadi kemungkinan yang terakhir, itu juga boleh saja. Namanya juga interpretasi. Lain kepala, lain sudut pandangnya. Tentu perbedaan itu
banyak yang mempengaruhi, termasuk cara pandangnya. Secara umum, ada dua cara pandang yang bertentangan yaitu positif dan negatif. Kedua cara pandang ini bisa jadi sulit menemukan titik temu. Tapi ini bukan jaminan. Sebab cara pandang juga dapat berubah setelah mendapat informasi tambahan. Berawal dari pandangan positif, tapi akhirnya negatif atau sebaliknya. Jadi positif atau negatif cara pandang sangat bergantung informasi dan kebiasaan menggunakan cara sudut pandang. Menurut hemat saya, “hutan rimba” dan “taman bunga” sama-sama positif. Sebab keduanya samasama dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Saat ini, komunitas manusia mana yang tidak butuh hutan rimba. Ia menyimpan sumberdaya air, mencegah banjir dan mampu menahan berbagai ancaman bencana alam. Bahkan menyimpan mineral yang dapat menjadi tambang emas kehidupan. Jadi hutan rimba memang harus ada. Taman bunga juga dibutuhkan manusia. Ia menjadi tempat berekreasi. Melepas kepenatan, kekalutan dan stres akibat berbagai persolan hidup yang mendera. Setelah berekreasi orang akan mempunyai semangat baru, kreasi, dan inovasi baru untuk menata kehidupan masa depan yang lebih baik. Jadi siapapun butuh taman bunga. Jadi, hutan rimba dan taman bunga justru saling melengkapi kebutuhan manusia. Keduanya dapat memberi dampak positif terhadap kehidupan manusia, sehingga perlu dilestarikan. Jangan ada yang melakukan perusakan, apalagi meniadakan, mengganti dengan bentuk komersil lainnya. dr. Siti Fadilah Supari dan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih dua generasi saling mengisi, sesuai dengan eranya masing-masing. Semua mengabdi untuk negeri ini dalam bidang kesehatan. Tak ada pertentangan yang perlu diperdebatkan. Sebab kedua cara pandang itu diniatkan untuk kebaikan semua, pro rakyat, untuk rakyat sehat. n No.XXI/DESEMBER/2009 Mediakom
59
60
Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009