PERTEMUAN
Hujan, Waktu berjalan dengan pasti mengantarkan
aku pada suatu siang yang terbalut gerimis pengantar hujan. Mengapa di musim kemarau ini turun rintik air dari langit. Apakah sesuatu akan terjadi. Kudapati tubuhku mulai basah oleh titik demi titik air hujan. Dingin, seperti tatapan gadis yang berdiri di depanku. Namun wajahnya tetap manis dengan bola mata yang bulat indah. Rambut panjang itu jatuh lurus tepat di bawah bahu. Menatapku yang berdiri tegak di depan gedung sekolah yang telah kusam diterjang waktu. Hari ini tepat aku akan mengadakan perpisahan dengan gadis itu. Aku benci semua keadaan ini. Aku benci dengan pertemuan. Karena pertemuan akan selalu berakhir dengan perpisahan. Ah, mengapa kita harus berpisah seperti ini. Lebih baik dulu aku tak pernah mengenalmu. Ya, harusnya aku tak mengenalmu hai gadis manis. Tak akan ada perpisahan, tak akan ada yang tersakiti. Perih, seperti tajamnya tatapanmu yang terus mengiris hati ini perlahan. Namun harus kuakui pertemuan itu memang indah. Pertemuan denganmu gadis manis berambut panjang. Setahun silam kita bertemu. Ya, Tuhan memang telah menjalankanku ke dalam garis hidup untuk bertemu denganmu. Tetes demi tetes air hujan semakin merembes masuk melewati celah pori seragam putih abu-abuku. Tubuh yang masih berdiri kaku ini semakin kuyub. Aku tatap lekat sepasang bola mata di depanku itu hingga terlihat refleksi
seorang lelaki yang kini menembus jauh angan di balik bola mata indah gadis di depannya. Dahulu dari awal yang manis hingga akhir yang pahit. Dahulu ketika aku bertemu denganmu hingga sekarang ini. Setahun yang lalu ketika aku yang masih polos ini bangga dengan status baruku. Kelas XI dengan badge SMA 29 Jakarta, tempatku menuntut ilmu. Andhika Wisnu Prasetya, begitu tulisan yang tertera pada badge nama yang melekat di seragam putih dan abu-abu. Hari-hariku selalu diwarnai dengan kesenangan dan keceriaan. Adalah persahabatan yang membuat kesenangan dan keceriaan itu lebih bermakna. Persahabatan bersama dua orang sahabatku yang selalu mengerti saat suka maupun duka. Adli, cowok tinggi dengan wajah sederhana dan pemimpi, sama seperti aku. Kami satu kelas dan sering berkhayal bersama. Dia orang yang terencana dalam hal apapun, sampai dalam percintaan sekalipun. Adli adalah tempat curhatku saat aku sedih maupun senang, karna dia memiliki sifat yang hampir sama denganku. Berbeda dengan Deva, dia sahabatku yang klasik dan agak sulit kumengerti, mungkin karna sikapnya yang kaku dengan orang lain, membuatku salah terka. Tapi apapun kekurangan mereka berdua, aku tetap senang dengan mereka yang selalu mengerti keadaanku. *** Tiada masa paling indah selain masa-masa di sekolah. Kunikmati masa terindah sekolahku saat aku duduk di kelas XI IPS 5. Seperti biasanya, pagi itu kutemukan Adli sudah berada di dekat jendela kelasku bersama Sam teman sekelasku yang selalu datang paling pagi ke sekolah. Kelasku 2
berada di lantai dua, melihat pemandangan pagi hari adalah hal yang biasa dilakukan sembari menunggu bel masuk pelajaran pertama. ”Teett..teett..teett” Bel masuk berbunyi dan pelajaran Ekonomi membuka awal hari ini. Hari kamis yang selalu membuatku capek dengan pelajaran-pelajaran anak IPS full alias semua materi ilmu sosial. Selain itu kegiatan ekstra PASKIBRA sudah menungguku pulang sekolah nanti. Ya, latihan baris berbaris untuk acara hari kemerdekaan 17 Agustus. Kegiatan itu selalu ada tiap tahunnya dengan peserta latihan yang berbeda. Di sekolahku latihan seperti itu hanya difokuskan untuk anak kelas XI dan X dengan sistem senioritas. Kelas XI yang senior dan sudah berpengalaman melatih kelas X yang nantinya akan menjadi penerus kelas XI. ”Woi..!!” Adli mengagetkanku. “Woi juga” Jawabku dongkol. “Udah ngerjain PR Ekonomi belum Dhik?” “Udah donk, Gue gitu. Entar lo ada acara gak?” “Gue mau ngeband, biasa kan? Emang mau pergi ke mana, bukannya lo ada latihan PASKIBRA siang ini?” ”Oh iya gue lupa bos! Thanks udah ngingetin” Asyik ngobrol tak kusadari, Pak Hari guru ekonomi udah pasang mata ke arahku dan terus mengawasiku. Aku langsung pasang wajah serius dan duduk tenang, berharap tak dimarahi. Untung saja aku tidak dimarahi, mungkin karena hari itu tanggal muda, lagi dapat gaji banyak kali tuh 3
guru. Kuikuti pelajaran demi pelajaran di hari itu hingga bel satu-satunya yang selalu dinanti itu memecah seluruh sudut sekolah. Namanya anak sekolah kalau sudah dengar bel pulang sekolah ya senang banget rasanya seperti menunggu hadiah bertahun-tahun. ”Teett..teett..teett” Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Satu-satunya bel yang paling kutunggu kalau aku udah merasa gak mood lagi dengan pelajaran. “Pengumuman… bagi anggota PASKIBRA kelas X dan XI, siang ini ada latihan, diharap datang tepat pukul 02.00 siang di lapangan upacara, terima kasih”. “Pengumuman seperti biasanya, huh” Gumamku. “Deva!!Deva!! Woi Deva!!” Aku memanggil Deva yang sedang asyik dengan handphone klasiknya. “Oh…Woi…!! Kenapa, ada apa, di mana, siapa, apa..apa?? “Biasa aja kali!! Gak usah lebay gitu emang gue siapa kayak diwawancarai aja lo ikut latihan kan Va?” “Ya iyalah gue kan rajin, gak kayak lo weekk” Deva mengejekku memperlihatkan ujung lidahnya yang terapit sengit di antara bibirnya “Lo gak ngeband ma Adli? “Gak jadi, drummer-ku si katanya”
4
Jack gak bisa hari ini
Basa-basi mengantarkan aku ke lapangan tengah bersiap untuk latihan. Apa sih enaknya baris-berbaris? Berpanas-panasan mengatur formasi dan dibentak dengan komando yang menggema terpantul pohon-pohon di sekitar lapangan. Ada seraut wajah yang jelas terdeskripsikan dengan ulasan tadi. Wajah cewek yang sedang kulatih sekarang. Mukanya jelas ditekuk dengan bibir cemberut. Sudah dua minggu kuamati anak kelas X ini. Dia berbeda dengan cewek yang lain. Meski ekspresi wajahnya terlihat bosan namun auranya bisa membuatku tenang. Sepertinya banyak raut muka yang seperti dia. Panas, capek, bosan mereka kuanggap biasa. Tapi dia berbeda dengan auranya. Sore itu setelah latihan, seperti biasa aku sholat Ashar dengan Deva. Entah kenapa saat itu aku berdoa agar aku diberikan jodoh yang terbaik bagiku. Deva menepuk pundakku pelan, mengajakku segera pulang. Jarum jam sudah mengarah tepat pada angka 12 dan 5. aku segera menyusul Deva berjalan menuju tempat parkir motorku yang tak jauh kuparkirkan dengan motor Deva. Setelah aku sampai di dekat motorku, tak sengaja aku melihat sesosok gadis yang membuatku berdiri terpaku. Gadis yang aku latih baris-berbaris tadi. Entah mengapa hati ini bergetar melihatnya sendiri tanpa dikerumuni teman-temannya seperti saat latihan. “Sungguh, ada apa denganku, kenapa aku terpana melihatnya” Kataku dalam hati. Otakku berjubel penuh prasangka. Mungkinkah ini yang dinamakan jatuh cinta. Cinta yang tumbuh dari hati yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Benar-benar aku polos sekali dengan hal yang satu ini.
5
“Namanya Angel, dia kelas X-6 masih jomblo loh” bisik Deva ke telingaku. Aku tersadar dari lamunan dan masih menatap gadis itu sampai pergi dengan motor maticnya. “Kenapa kau hai Dhika!!” “Lo suka ma dia ya?? Hayoo ngaku!! Sssstt, gue juga suka lho ma dia” Tambah Deva. Aku menatap Deva dengan tajam. “Kita saingan mau gak, siapa yang bisa merebut hatinya, dia yang menang, gimana?” “Deal, boleh” Jawab Deva santai. Awal yang buruk untuk mengenal cinta. Kata-kata itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku. Terlalu percaya diri sekali berani mempertaruhkan sesuatu yang belum pernah kualami. Bersaing memperebutkan seorang cewek walaupun aku tak yakin bisa merebut hatinya. Tapi aku akan berusaha, karena entah kenapa rasa ini mendesakku untuk memilikinya. Hingga hari berganti malam yang tak seperti biasanya bagiku. Entah mengapa pikiranku tak mau lepas dari Angel. “Apa yang terjadi padaku” kata-kata itu terus terngiang di benakku. Kuambil handphone-ku dan segera SMS temanku. Awalnya aku ingin SMS Adli, tapi kurasa dia tak perlu tahu hal ini karena aku malu menceritakannya. Kupilih nama-nama teman di phonebook handphone-ku. Pilihanku terhenti pada nama seorang cewek adik kelasku. “Andra” Ucapku lirih, entah mengapa aku merasa yakin dengan pilihanku itu. Aurariandra panggil saja Andra, seorang cewek unik berkacamata yang sudah kuanggap seperti adikku 6
sendiri. Mungkin karena aku sudah akrab dan akhir-akhir ini aku sering curhat dengannya. Langsung ku-SMS Andra dan menceritakan tentang apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Aku telah bertemu dengan Angel tadi sore. Entah mengapa aku terpana melihatnya. Ada sesuatu yang mendesak diriku untuk mendekatinya. Tak sampai 1 menit, Andra SMS balik dan berkata padaku dengan singkat. “Kamu sedang jatuh cinta kak” *** Seminggu telah berlalu, rasanya hari begitu cepat berganti. Kudapati diriku berada di depan kelas Andra. Aku memintanya keluar dan mengajaknya ngobrol di kantin sewaktu istirahat. Lalu kaki-kaki kami mengantarkan pada sebuah meja di kantin yang terdapat dua buah kursi mengapit meja itu. Kami duduk berhadapan terdiam beberapa detik. Dua mata kami saling bertabrakan. “Jadi mau ngomongin apa kak?” Tanya Andra dengan intonasi datar. “Hmmmm, soal...” “Angel?” Putusnya. Senyumku menjawab. “Deketin aja kak kalo kamu emang suka” “Pernahkah kamu jatuh cinta dek?” “Setiap insan pasti pernah kak. Itu kan pemberian dari yang di-Atas”
7
“Bagaimana aku bisa mendekati dia kalau aku saja belum pernah jatuh cinta. Apa yang harus kulakukan lebih dulu?” “Hey kak denger! kalau kamu belum mencoba ya gak bakalan tahu rasanya PDKT. Masa cowok kok gak berani deketin cewek sih?” Serunya. “Aku berani kok, kalau deketin kamu, hahaha” “Serius? Jangan sok kamu kak, nanti suka beneran aku gak mau tanggung” Muka Andra terlihat datar namun serius. Lagi-lagi aku diam tertohok hanya senyumku yang menjawab. Andra lalu pergi menyisakan keadaan yang menggantung bagiku. Aku belum ada kesempatan untuk dekati Angel. Rasanya aku belum berani berada di dekatnya, apalagi berbicara dengannya. Aku sudah berusaha mencari info dari teman-temanku dan adik-adik kelas. Hasilnya lumayan buat jadi modalku untuk mendapatkan Angel. Aku juga isengiseng belajar gitar sama Adli, siapa tahu itu juga bisa jadi cara untuk menarik perhatiannya. Aku merasa bersemangat hari itu. Tiap ada waktu luang, selalu kusempatkan untuk ke kelasnya walaupun hanya sekedar ingin melihat wajahnya yang manis putih berseri bagaikan bidadari seperti namanya (Angel). Atau kumanfaatkan untuk mencari informasi lagi tentang dia. Istirahat pun aku hanya menyempatkan waktu untuk ke kantin dekat kelasnya, berharap aku bisa bertemu dan memandang wajahnya.
8