perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh:
WAHID NURMAWAN K 2505035
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA DESEMBER 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SKRIPSI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh: WAHID NURMAWAN K 2505035 Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA DESEMBER 2012 commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Wahid Nurmawan
NIM
: K2505035
Jurusan/Program Studi
:
PTK/Pendidikan Teknik Mesin PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN
KOOPERATIF
GROUP
INVESTIGATION
(GI)
DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012
-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu,
sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta,
Desember 2012
Yang membuat pernyataan
Wahid Nurmawan
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Muhammad Akhyar, M. Pd NIP. 19610729 199103 1 001
Ngatou Rohman S.Pd, M.Pd NIP. 19800701 200501 1 001
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Wahid Nurmawan. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Desember 2012 Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Teknik Otomotif Kendaraan Ringan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI); (2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Mondokan Sragen. Sumber data berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data adalah melalui observasi, wawancara dan tes hasil belajar. Validitas data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif dan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (Gi) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Teknik Pendingin yaitu dengan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Pada kondisi awal diperoleh nilai rata-rata kelas, yaitu rata-rata keaktifan keaktifan adalah 20.17% dan rata-rata nilai hasil belajar adalah 57.18 . Setelah dilakukan tindakan siklus I, keaktifan siswa terjadi peningkatan menjadi 56.53% dan rata-rata hasil belajar siswa terjadi peningkatan menjadi 69.68. Sedangkan pada siklus II, keaktifan siswa terjadi peningkatan menjadi 80.11% dan rata-rata hasil belajar siswa terjadi peningkatan menjadi 77.97
Kata kunci : model, kooperatif, group investigation, keaktifan, hasil belajar
.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Wahid Nurmawan. THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING GROUP INVESTIGATION (GI) MODEL IN IMPROVING STUDENT OF ACTIVITY AND THE RESULT OF LEARNING FOR TENTH GRADE LEVEL IN SMK NEGERI 1 MONDOKAN SRAGEN 2011/2012 ACADEMIC YEAR. Thesis, Surakarta: Teaching Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, December 2012. The objectives of this research will be : (1) improving the student activity in learning by using Cooperative Learning Group Investigation Model in Vocational Basic Competence Lesson of Light Vehicle Automotive Engineering; (2) understanding the result of teaching learning by using Cooperative Learning Group Investigation Model. This study was a classroom action research method which this research was implemented in two cycles, each cycle consisting of four stages, namely the planning stage, the action stage, the observation stage and reflection phase. Subjects of research were students of tenth grade level in SMK Negeri 1 Mondokan Sragen. The data were collected from teacher and students. The techniques of collecting data that the author used were observation, interview and test. The validity of data used the triangulation of sources. The data were analyzed by using descriptive comparative and analytic of qualitative data. The result of this research showed that the use of cooperative learning group investigation model could improve student of activity and the result of learning in cooling technique learning. It could be seen by the increasing student activity and the result of learning in each cycle. At the initial value average, the average activity is 20.17% and the average learning result is 57.18. After the first cycle of action, student activity increased to 56.53% and average learning result increased to 69.68. While the second cycle, student activity increased to 80.11% and average learning result increased to 77.97. Key words: model, cooperative, group investigation, activity, learning result
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Kita bisa bila kita berpikir bisa (M. Yazid Muttaqien)
Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan
(Mario Teguh)
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orangorang yang masih terus belajar, akan m (Mario Teguh)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi dengan judul:
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN
TAHUN AJARAN 2011/2012 dapat terselesaikan, guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin. Penyusun dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini 4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Akhyar, M. Pd selaku Pembimbing I atas segala arahan dan bimbingannya. 5. Bapak Ngatou Rohman S.Pd, M.Pd selaku Pembimbing II atas segala arahan dan bimbingannya. 6. Bapak Sukir PS, M.Pd., selaku Kepala SMK Negeri 1 Mondokan Sragen beserta Dewan Guru dan Staf Karyawan yang telah memberikan ijin pengambilan data dan informasi yang diperlukan penyusun selama penyelesaian skripsi ini.
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Siswa kelas X Teknik Otomotif 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen yang telah membantu dalam proses pengambilan data yang diperlukan penyusun selama penyelesaian skripsi ini. 8. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penyusun. 9. Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penyusun hingga terselesaikannya skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam penyajian maupun penyusunan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan diterima oleh penyusun dengan kerendahan hati. Akhir kata, penyusun berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Desember 2012
Penyusun
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN
ii iii
HALAMAN PESETUJUAN .......................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN
v
ABSTRAK
vi
HALAMAN MOTTO
i
HALAMAN PERSEMBAHAN
ix
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ...............................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................
5
C. Pembatasan Masalah .......................................................................
6
D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah..............................................
6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................
7
F. Manfaat Penelitian ..........................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ................................................................................
9
B. Kerangka Berpikir ...........................................................................
41
C. Hipotesis Tindakan .........................................................................
43
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ..........................................................................
45
B. Subjek Penelitian .............................................................................
45
C. Sumber Data ....................................................................................
46
D. Pengumpulan Data ..........................................................................
46
E. Validitas
47
F. Analisis Data ..................................................................................
47
G.
48
H. Prosedur Penelitian .........................................................................
49
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PENELITIAN A.Deskripsi Latar Penelitian
.. 54
B. Proses Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
.
58
C. Pembahasan
.
77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
85
B. Implikasi Hasil Penelitian
86
C. Saran
.
86
DAFTAR PUSTAKA
.
87
LAMPIRAN
.
89
LAMPIRAN
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian
45
3.2. Indikator Kinerja Penelitian
...............
4.1.Faktor-Faktor Penyebab Permasalahan
48 60
4.2. Data Pengamatan Setiap Indikator Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
62
4.3. Data Pengamatan Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
62
4.4. Hasil Belajar Kondisi Awal
63
4.5. Materi Pembelajaran Siklus I
65
4.6. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus
68
4.7. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus
69
4.8. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus I
69
4.9. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I
70
4.10. Materi Pembelajaran Tindakan Siklus II
..
72
4.11. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus II 4.12. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus II
75 ..
75
4.13. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II
77
4.14. Persentase Keaktifan Siswa
79
4.15. Persentase Kenaikan Indikator Keaktifan Siswa
81
4.16. Hasil Belajar Siswa Pada Tiap Siklus
82
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1. Keseimbangan Panas....................................................
28
2.2. Konstruksi Sistem Pendingin Air......
31
2.3. Sistem Pendingin Air Saat Mesin Dingin.
32
2.4. Sistem Pendingin Air Saat Mesin Panas ..
32
2.5. Konstruksi Radiator
33
2.6. Tipe Radiator
33
2.7. Tipe SR
34
2.8. Relief Valve
34
2.9. Air Pendingin Saat Panas
.
34
2.10. Vacum Valve
35
2.11. Air Pendingin Saat Dingin
35
2.12. Pompa Air
35
2.13. Sistem Pendingin Dengan Termostat di Saluran Air Keluar
36
2.14. Sistem Pendingin Dengan Letak Termostat Pada Saluran Air Masuk
36
2.15. Cara Kerja Termostat
37
2.16. Macam Termostat..
38
2.17. Kipas Pendingin Yang Digerakkan Poros Engkol
38
2.18. Kipas Pendingin Yang Digerakkan Motor Listrik
.. 39
2.19. Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Dingin
40
2.20. Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Panas
40
2.21. Skema Kerangka Berpikir Pelaksanaan Model Group Investigation
43
3.1. Bagan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
53
4.1. Kondisi Sarana Dan Prasarana Pembelajaran
...
57
4.2. Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
62
4.3. Histogram Hasil Belajar Siswa Pada Kondisi Awal
64
4.4. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus I
69
4.5. Histogram Hasil Belajar Siklus I
70
4.6. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus 4.7. Histogram Hasil Belajar Siklus
commit to user xv
.. .
75 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.8. Rerata Keaktifan Siswa
81
4.9. Perbandingan Hasil Belajar Siswa
..
4.10. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa
commit to user xvi
82 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
89
2. RPP Siklus I
95
3. RPP Siklus II
...
............
103
4. Daftar Hadir Siswa siklus I
111
5. Daftar Hadir Siswa siklus II
112
6. Rekapitulasi Pengamatan Indikator Keaktifan
113
7. Rekapitulasi Pengamatan Indikator Keaktifan Siklus I
114
8. Rekapitulasi Pengamatan Indikator Keaktifan Siklus II
115
9. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Siswa ..............................
116
10. Hasil Wawancara Dengan Guru Teknik Pendingin SMK N 1 Mondokan Sragen
117
11. Hasil Wawancara Siswa SMK N 1 Mondokan Sragen .......................
121
12. Gambar Ke
132
13. Periz
136
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Berbagai kajian di banyak negara menunjukkan kuatnya hubungan antara pendidikan dengan tingkat perkembangan bangsa-bangsa tersebut yang ditunjukkan oleh berbagai indikator industri, ekonomi dan sosial budaya. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Menyadari peran penting pendidikan tersebut, pemerintah Indonesia senantiasa mendukung ide yang menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas dalam pembangunan nasional. Bahkan dalam masa krisis sekalipun, pendidikan tetap
mendapatkan
penanggulangan
perhatian
dampak
meskipun
krisis
terhadap
fokusnya
dibatasi
pendidikan.
pada upaya
Mulyasa
(2005:3)
Agar pembangunan pendidikan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan yaitu : (1) sarana gedung, (2) buku yang memadai dan berkualitas serta (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional Pengaruh pendidikan dapat dilihat dan dirasakan secara langsung dalam perkembangan serta kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok dan kehidupan setiap individu. Jika di bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian dan perindustrian berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, maka pendidikan berurusan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Pendidikan juga memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan suatu bangsa yang cerdas pula dan secara progresif akan membentuk kemandirian dan kreatifitas.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 menyatakan : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat mempunyai dampak yang sangat besar terhadap konsep dan model proses belajar mengajar karena kehidupan manusia yang makin berkembang pula. Dengan demikian pendidikan berlangsung terus menerus seumur hidup. Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan dan model pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut antara lain peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu para pendidik dan peserta didik serta perubahan dan perbaikan kurikulum. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu memiliki dan memecahkan problema pendidikan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan idealnya harus mampu melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik dan mengajar), proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik), dan wadah proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik/ lebih maju).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen merupakan salah satu sekolah negeri yang mempunyai input atau masukan siswa yang memiliki prestasi belajar yang bervariasi. Karena prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran serta atau keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar beraneka ragam. Masalah proses belajar mengajar pada umumnya terjadi di kelas, kelas dalam hal ini dapat berarti segala kegiatan yang dilakukan guru dan anak didiknya di suatu ruangan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kelas dalam arti luas mencakup interaksi guru dan siswa, teknik dan model belajar mengajar, dan implementasi kurikulum serta evaluasinya. (Kasihani Kasbolah E.S, 2001 hal: 1) Proses pembelajaran melalui interaksi guru dan siswa, siswa dan siswa, dan siswa dengan guru, secara tidak langsung menyangkut berbagai komponen lain yang saling terkait menjadi satu sistem yang utuh. Perolehan kompetensi sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan dan pembelajaran selama program pendidikan dilaksanankan di kelas yang pada kenyataannya tidak pernah lepas dari masalah. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas dan wawancara dengan guru mata pelajaranproduktif otomotif kelas X TMO 2SMK Negeri 1 Mondokan tahun ajaran 2011-2012 menunjukkan bahwa
pencapaian kompetensi mata pelajaran Teknik Pendingin siswa kurang optimal karena nilai rata-rata hasil belajar masih dibawah kriteria ketuntasan minimal yaitu dengan nilai rata-rata 56,56. Pencapaian kompetensi mata pelajaran Teknik Pendingin siswa yang kurang optimal dimungkinkan dapat terjadi karena pemilihan model pembelajaran dan kurangnya peran serta (keaktifan) siswa dalam KBM. Pada tahun ajaran 2011/2012 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen sudah mempergunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun pelaksanaannya
kurang
optimal.
Model
mengajar
guru
masih
secara
konvensional. Proses belajar mengajar Teknik Pendingin masih terfokus pada guru dan kurang terfokus pada siswa. Fenomena dan fakta tersebut diatas terjadi tampaknya disebabkan oleh kegiatan belajar mengajar yang lebih menekankan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 pada pengajaran daripada pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum menyeluruh sehingga menyebabkan diskriminasi dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang lebih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, maka perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Selain itu, melalui pemilihan model pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaranTeknik Pendingin. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif lebih menitikberatkan pada proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok. Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka tentang materi mata pelajaranyang tidak dapat ditemui pada model konvensional. Para siswa dalam kelompok kooperatif belajar bersama-sama dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah benar-benar menguasai konsep yang telah dipelajari, karena keberhasilan mereka sebagai kelompok bergantung dari pemahaman masing-masing anggota. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan model pembelajaran kooperatif ini, antara lain siswa dapat mencapai prestasi belajar yang bagus, menerima mata pelajaran dengan senang hati atau sebagai hiburan, karena adanya kontak fisik antara mereka, serta dapat mengembangkan kemampuan siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Dengan pembelajaran kooperatif peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik, peserta didik harus bekerja dengan lembar kerja yang berisi pertanyaan dan tugas yang telah direncanakan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu sesama teman. Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengkaji penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam proses pembalajaran. Group Investigation adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012 menjadi sangat penting untuk dilakukan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1.
Proses belajar mengajar masih terfokus pada guru belum terfokus pada siswa sehingga kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada pengajaran daripada pembelajaran.
2.
Hasil belajar mata pelajaranTeknik Pendingin siswa sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan, padahal penerapan model konvensional kurang efektif dalam kegiatan belajar mengajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 3.
Peran serta atau keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar khususnya di kelas X TMO 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen belum menyeluruh sehingga hasil belajar kurang optimal.
Implementasi
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
membutuhkan penerapan model pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa secara keseluruhan, padahal proses pembelajaran selama ini masih didominasi oleh siswa-siswa tertentu.
C. Pembatasan Masalah Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian maka pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian untuk menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam hal ini adalah: 1. Subjek Penelitian Siswa kelas X TMO 2 semester genap Smk Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012. 2. Objek Penelitian Obyek penelitian ini adalah: a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). b. Materi pelajaran yang digunakan adalah : Sistem Pendingin.
D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah 1. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TMO 2 semester genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012? 2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TMO 2 semester
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012?
2. Pemecahan Masalah Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun
cara untuk
mempelajarinya
melalui
investigasi.
Model
pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Melalui
penerapan
Model pembelajaran kooperatif
Group
Investigation (GI) diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap proses dan hasil pembelajaran. Dalam pelaksanaan Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), guru berperan dalam pembagian kelompok diskusi dan sebagai penasehat. Sedangakan siswa berperan penuh mulai dari tahap perencanaan, pemilihan topik, pelaksanaan dan pada tahap evaluasi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kompetensi siswa.
E. Tujuan Penelitian Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Memperoleh keberhasilan dalam meningkatkan keaktifan siswa kelas X TMO 2 semester genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen.
2.
Memperoleh keberhasilan dalam meningkatkan kompetensi siswa kelas X TMO 2 semester genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012
dalam
proses
pembelajaran
pembelajaran Group Investigation (GI).
commit to user
melalui
penggunaan
model
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam meningaktkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis 1. Bagi sekolah yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan model pembelajaran yang sesuai dengan materi mata diklat. 2. Bagi guru memberikan informasi mengenai manfaat pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam meningkatkan peran serta siswa dalam proses belajar mengajar. 3. Bagi siswa yaitu untuk lebih meningkatkan kompetensi belajar siswa dengan
perbaikan
pembelajaran
dan
pembelajaran.
commit to user
peningkatan
mutu
proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka dan Penelitian Yang Relevan 1. Hakekat Kompetensi Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, berdemokrasi, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah. Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Johnson menyatakan bahwa pengajaran yang berdasarkan pada kompetensi merupakan suatu sistem bahwa siswa baru dianggap menyelesaikan mata pelajaranapabila telah melaksanakan tugas yang harus dia pelajari (A. Suhaenah Suparno, 2001:27). Kompetensi dirumuskan sebagai suatu kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (kegiatan) dengan standar tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001:29). Kompetensi menentukan apa yang harus dilakukan siswa untuk mengerti, menggunakan, meramalkan, menjelaskan, mengapresisasi atau menghargai. Kompetensi merupakan gambaran umum tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa (Balitbang, 2002:30). Pendidikan yang berdasarkan pada kompetensi adalah sistem yang komponen-komponennya terdiri atas masukan, proses, keluaran dan umpan balik (W.Gulo, 2002:31). Kompetensi dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu aspek yang tampak dan aspek yang tidak tampak. Kompetensi dalam aspek yang tampak disebut dengan performance (penampilan) yang tercermin dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemonstrasikan sehingga dapat diamati, dilihat, dan dirasakan. Kompetensi dalam aspek yang tidak tampak disebut juga dengan kompetensi dalam aspek
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 rasional yang dapat diamati karena tidak tampil dalam bentuk perilaku yang empiris. Kemampuan dalam aspek rasional ini umumnya dikenal dalam taksonomi Bloom sebagai kognitif, afektif, dan psikomotorik (W. Gulo, 2002:34). Taksonomi Bloom terdiri dari tiga kategori yaitu yang dikenal sebagai domain atau ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Yang dimaksud dengan ranah-ranah ini oleh Bloom adalah perilaku-perilaku yang memang diniatkan untuk ditujukan oleh peserta didik atau pebelajar dalam caracara tertentu, misalnya bagaimana mereka berpikir (ranah kognitif), bagaimana mereka bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif), dan bagaimana berbuat (ranah psikomotorik) (A. Suhaenah Suparno, 2001:6). Ditinjau dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai, ranah yang perlu dinilai meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Kompetensi ranah kognitif
meliputi
menganalisis,
tingkatan
mensintesis
menghafal,
dan
memahami,
mengevaluasi.
Berkenaan
mengaplikasikan, dengan
ranah
psikomotor kompetensi yang ingin dicapai meliputi tingkatan gerakan awal, semi rutin, gerakan rutin. Kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan pemberian respon, penilaian dan internalisasi (Depdiknas, 2002:20-21). Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan yang memadai dari perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. a. Kompetensi Kognitif Kompetensi
kognitif meliputi pengetahuan hafalan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesa, dan evaluasi. Ranah psikologi siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak, dalam perspektif psikologis kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Sekurang-kurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya oleh guru, yakni: (1) model belajar memahami isi materi mata diklat, (2) model
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 menyakini arti penting isi materi pembelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi mata pelajarantersebut. Tanpa pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri. b. Kompetensi Afektif Kompetensi
afektif
adalah
tingkah
laku
yang
menyangkut
keanekaragaman perasaan seperti : takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Olehkarena itu juga dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar. Komponen afektif merupakan keyakinan individu dan penghayatan orang tersebut tentang objek sikap apakah ia merasa senang atau tidak senang, bahagia atau tidak bahagia. Sikap mempunyai tiga karakteristik: (1) intensitas yaitu kekuatan perasaan terhadap objek; (2) arah terhadap objek apakah positif, negatif atau netral; (3) target merupakan sasaran sikap, terhadap apa sikap ditunjukan. c. Kompetensi Psikomotorik Kompetensi psikomotorik menekankan keterampilan motorik yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Untuk menjelaskan konsep tersebut digunakan contoh kegiatan berbicara, menulis, berbagi aktivitas pendidikan jasmani, dan program-program keterampilan. Kompetensi bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu (perseorangan). Ada 6 tingkatan keterampilan, yaitu: (1) gerak refleks; (2) keterampilan pada gerakan-gerakan sadar; (3) kemampuan perspektual termasuk didalamnya membedakan visual; (4) kemampuan membedakan auditif (suara), kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan; (5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; (6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi. Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor. Namun kecakapan psikomotor juga tidak terlepas dari kecakapan afektif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 Dalam penelitian ini, penelitian difokuskan pada hasil belajar siswa yang dapat diperlihatkan dari hasil tes. 2. Keaktifan Belajar Keaktifan belajar merupakan unsur yang sangat penting bagi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mudjiono (1999: 45) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu. Menurut Hermawan (2007 : 83) keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Sriyono (1992: 75) keaktifan adalah pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani. Keaktifan jasmani maupun rohani itu meliputi, antara lain : a. Keaktifan indera : Pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain. Murid harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin. b. Keaktifan akal : akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah,
menimbang-nimbang,
menyusun
pendapat
dan
mengambil
keputusan. c. Keaktifan ingatan : pada waktu mengajari anak harus aktif menerima bahan pengajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali. d. Keaktifan emosi : dalam hal ini murid hendaklah senantiasa berusaha mencintai mata diklatnya. Menurut Sudjana (1988: 72) mengemukakan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam : a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. b. Terlibat dalam pemecahan masalah. c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. e. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Dalam mengelola pembelajaran, guru perlu merencanakan tugas dan alat belajar yang menantang, pemberian umpan balik, belajar kelompok dan penyediaan program penilaian yang memungkinkan semua siswa mampu unjuk kemampuan atau mendemonstrasikan kinerja (performance) sebagai kompetensi. Inti dari penyediaan tugas menantang ini adalah penyediaan seperangkat pertanyaan yang mendorong siswa aktif dalam bernalar. Para ahli menyebutkan
pengelolaan kegiatan pembelajaran ini guru perlu memiliki kemampuan merancang pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga memungkinkan semua siswa terlibat baik secara mental maupun secara fisik. Dengan demikian sedikitnya ada empat hal model yang perlu dikuasai guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran yaitu : a. Penyediaan pertanyaan yang mendorong berfikir dan berproduksi. b. Penyediaan umpan balik yang bermakna. c. Belajar secara kelompok. d. Penyediaan penilaian yang memberi peluang semua siswa mampu melakukan unjuk perbuatan. Melibatkan secara aktif dalam pembelajaran teknik pendingin sangat penting, karena dalam teknik pendingin siswa harus aktif dalam pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal. Siswa sebagai subjek didik adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Implikasi keaktifan bagi siswa terwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisa hasil, ingin mengetahui hasil. Implikasi keaktifan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 guru sebagai pengelola dan penyelenggara dari belajar mengajar adalah memeberikan kesempatan belajar kepada siswanya. Untuk dapat menarik keterlibatan siswa dalam pembelajaran, guru harus membangun hubungan baik yaitu dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian. Hubungan baik akan membuat jembatan menuju kesusksesan puncak siswa dalam berbicara dengan bahasa hati siswa. Membina hubungan baik biasa memudahkan guru melibatkan siswa, memudahkan pengelolaan kelas dan memperpanjang waktu fokus. Setelah mencermati berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keaktifan dalam proses pembelajaran meliputi membangun pemahaman, partisipasi dalam menyelesaikan tugas, terlibat dalam pemecahan masalah, menyukai bertanya, giat mencari informasi, berpartisipasi dalam diskusi, suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas, menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, berani menampilkan perasaan, berani untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan.
3. Model Pembelajaran Menurut Ismail (2003), istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, model, atau prosedur. Suatu model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau model tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan, serta lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Ada Berbagai macam model pembelajaran, antara lain: 1) Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning- CTL) Adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa dapat menghubungkan dan menerapkan kompetensi kompetensi dalam kehidupan sehari-hari.
CTL
memungkinkan
proses
commit to user
belajar
yang
tenang
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempratekkan secara langsung apa yang dipelajarinya. Melalui CTL siswa memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga memungkinkan mereka untuk senantiasa belajar.
2) Pengajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Adalah pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi mata diklat. Peranm guru dalam pengajaran ini adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. 3) Pembelajaran dengan penemuan (Inquiry) Dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif
dengan
konsep-konsep
dan
prinsip-prinsip,
sehingga
mereka
memperoleh pengalaman belajar yang nyata dan mereka dilatih untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan memperoleh ketrampilan. Guru dituntut untuk mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsipprinsip untuk diri mereka sendiri, serta tidak terlalu banyak intervensi. Nur dan Wikandari yang dikutip Nurhadi (2004: 122-123) mengemukakan n pengajaran ditujukan untuk membuat siswa berpikir dan mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan. 4) Pengajaran otentik Pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Guru dapat membantu siswa untuk belajar memecahakkan masalah dengan memberi tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata, kaya dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 kandungan akademik serta ketrampilan yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata. 5) Pengajaran berbasis proyek/ tugas (Project-Based Learning) Dalam pengajaran ini, lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah otentik termasuk pendalaman materi suatu topik mata pelajarandan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Siswa diberi tugas/ proyek yang kompleks, sulit, lengkap tetapi realistis /otentik dan diberi bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Guru dalam pengajaran ini berperan sebagai pemberi tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri
yang dapat
mempertahankan keterlibatan siswa. 6) Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) Adalah pembelajaran yang memfokuskan pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran ini menciptakan interaksi yang saling mencerdaskan, sehingga tercipta masyarakat belajar. Ada empat model yang identik dengan pembelajaran ini, yaitu: a) STAD (Student Teams Achievement
Division),
merupakan
model
yang
digunakan
untuk
mengajarkan informasi akademik baru setiap minggu, baik melalui verbal maupun tertulis dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok/tim, kemudian tiap anggota diberi lembar kerja akademik yang akan dikerjakan bersama dan saling membantu melalui tanya jawab atau diskusi; b) model Jigsaw, guru mengelompokkan siswa ke beberapa kelompok dimana salah satu anggota dipilih sebagai kelompok pakar (bertugas mengajarkan materi kepada anggota kelompoknya) kemudian diadakan penilaian secara individual; c) model Group Investigation (GI), guru membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan kesamaan minat terhadap topic tertentu dan siswa mempunyai kebebasan untuk memilih topik yang akan dipelajari, menyiapkan dan menyajikan laporannya di depan kelas secara keseluruhan; d) model Struktural, ditandai dengan adanya pertanyaan oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 guru kepada peserta didik dalam kelas dan peserta didik menjawabnya dengan mengacungkan tangannya terlebih dahulu. (Nurhadi, 2004: 102).
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tugas utama guru adalah menciptakan suasana proses belajar mengajar di dalam kelas agar terjadi interaksi kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik. Salah satu keberhasilan belajar tergantung pada model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan. Agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta tujuan belajar dapat tercapai, guru harus memiliki model-model tertentu. Salah satu langkah untuk memiliki model tersebut adalah penguasaan terhadap teknik-teknik penyajian atau
biasa
disebut
dengan
model
mengajar.
Teknik
penyajian
mata
pelajaranadalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru. Model atau method secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, model diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan mata pelajarandengan menggunakan faktor dan konsep secara sistematis (Muhibbin Syah, 1995: 202). Model mengajar diartikan juga sebagai teknik guru untuk mengajar atau menyajikan bahan mata pelajarankepada siswa di dalam kelas, agar mata pelajarantersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik (Roestiyah, 2001: 1). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara (langkah) yang ditempuh dan direncanakan sebaik-baiknya untuk usaha yang bersifat sadar, disengaja, dan bertanggungjawab yang secara sistematis dan terarah pada pencapaian tujuan pengajaran. Salah satu model yang perlu dikembangkan seiring dengan penerapan KTSP adalah model pembelajaran kooperatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajar lainnya (Kessler, 1992: 8). Belajar kooperatif merupakan satu model pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan kumpulan-kumpulan kecil pelajar dengan memberi peluang untuk berinteraksi sesama mereka di dalam proses pembelajaran (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 54). Model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di kelas. Tidak ada kelas yang sunyi selama proses pembelajaran, karena pembelajaran dapat dicapai ditengah-tengah percakapan antara siswa. Guru dapat menciptakan suatu lingkungan kelas yang baru tempat siswa secara rutin dapat saling membantu satu sama lain, guna menuntaskan bahan ajar pada akademiknya. Pengalaman belajar secara kooperatif menghasilkan keyakinan yang lebih kuat bahwa seseorang merasa disukai, diterima oleh siswa lain, dan menaruh perhatian tentang bagaimana kawannya belajar, dan ingin membantu kawannya belajar. Siswa sebagai subjek yang belajar merupakan sumber belajar bagi siswa lainnya yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya diskusi, pemberian umpan balik, atau bekerja sama dalam melatih ketrampilanketrampilan tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001: 156). Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok biasa. Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, yaitu: a.
Tujuan kelompok Sebagian besar model belajar kelompok ini mempunyai beberapa bentuk tujuan kelompok.
b.
Pertanggung jawaban individu Pertanggung
jawaban
individu
dicapai
dengan
dua
cara,
pertama
memperoleh skor kelompok. Cara yang kedua dengan memberikan tugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 khusus yaitu setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian dari tugas kelompok. c.
Kesempatan untuk sukses Keunikan dalam model belajar kelompok ini yaitu menggunakan model scoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam kelompok mereka.
d.
Kompetisi antar kelompok Adanya kompetisi antar kelompok berarti memotivasi siswa untuk ikut aktif dan berperan dalam pembentukan konsep suatu materi.
(Slavin, 1995: 12). Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a.
Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan sacara bersama.
b.
Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c.
Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompokpun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula.
d.
Penghargaan lebih mengutamakan pada kerja kelompok daripada kerja perorangan. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai 3 tujuan
utama, yaitu: a.
Pencapaian akademik Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan pada siswa yang berpencapaian rendah dan siswa yang berpencapaian tinggi dalam proses pembelajaran. Siswa yang berpencapaian lebih tinggi dapat mengajari siswa yang berpencapaian rendah. Ini memberikan keuntungan terhadap siswa yang
berpencapaian
tinggi
karena
dengan
membagikan
ide
atau
pengetahuannya, siswa tersebut menjadi lebih dalam pengetahuannya tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 materi atau bahan ajar; sedangkan siswa yang berpencapaian rendah lebih tertarik dalam belajar. b.
Penerimaan atau perbedaan Efek atau dampak yang kedua dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang lebih luas terhadap orang lain yang berbeda ras, kebudayaan, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan.
c.
Mengembangkan kemampuan sosial Tujuan yang ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan siswa kemampuan bekerjasama dan berkolaborasi. Keadaan seperti ini bertujuan untuk memperkecil ketidaksepahaman antara individu yang dapat memicu tindak kekerasan dan seringnya timbul ketidakpuasan ketika mereka dituntut untuk bekerjasama (Arends, 1997: 111-112). Ada beberapa alasan yang mendasari dikembangkan pembelajaran
kooperatif, antara lain: 1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan. 3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. 5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif. 10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11) Meningkatkan
kegemaran
berteman
tanpa
memandang
perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 orientasinya juga (Nurhadi, 2004: 116). Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2004: 31-35) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran cooperative, yaitu: a. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. b. Tanggungjawab perseorangan Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. c. Tatap muka Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil pemikiran satu orang saja. d. Komunikasi antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka. e. Evaluasi proses kelompok Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Dalam praktiknya, kelompok belajar kooperatif berbeda dengan kelompok belajar tradisional, adapun perbedaan tersebut adalah: a. Dalam kelompok belajar kooperatif adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional guru sering membiarkan
adanya
siswa
yang
mendominasi
kelompok
atau
menggantungkan diri pada kelompok. b. Dalam kelompok belajar kooperatif Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi mata pelajarantiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang kompetensi para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional akuntabilitasi individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota -
ilan
temannya yang dianggap pemborong. c. Dalam kelompok belajar kooperatif kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional kelompok belajar biasanya homogen. d. Dalam kelompok belajar kooperatif pemimpin kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. e. Dalam kelompok belajar kooperatif ketrampilan sosial yang diperlukan dalam
kerja
gotong
royong
seperti
kepemimpinan,
kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 langsung diajarkan. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional ketrampilan social sering tidak diajarkan secara langsung. f. Dalam kelompok belajar kooperatif pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus memberikan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. g. Dalam kelompok belajar kooperatif . Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional h. Dalam kelompok belajar kooperatif guru memperhatikan secara langsung proses
kelompok,
Sedangkan
dalam
yang
terjadi
kelompok
dalam
belajar
kelompok-kelompok
tradisional
guru
belajar.
sering
tidak
memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. i. Dalam
kelompok
belajar
kooperatif
penekanan
tidak
hanya
pada
penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. (Nurhadi, 2004: 114-115) Suhaida Abdul Kadir (2002: 59) menyebutkan bahwa berbagai model belajar kooperatif yang sedang berkembang yaitu: a) Belajar Bersama (Learning Together) oleh Johnson et al. di University of Minnesota. b) Belajar dalam Bentuk Tim Siswa (Student Team Learning) oleh Slavin et al. di Johns Hopkins University. c) Jigsaw oleh Aronson et al. di University of Texas. d) Investigasi Kelompok (Group Investigation) oleh Sharan et al. di Tel Aviv University. e) Pendekatan Berstruktur oleh Kagan di University of California, Riverside.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 Belajar kooperatif cenderung menaikkan pencapaian pada semua tugas sekolah yang terkait, superioritas atas belajar kompetitif dan individualistik yang lebih jelas tampak dalam belajar konseptual dalam dan tugas-tugas pemecahan masalah (Usman H.B, 2001: 305). Model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding model lain, di antaranya: (a)
Meningkatkan kemampuan siswa.
(b)
Meningkatkan rasa percaya diri.
(c)
Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian.
(d)
Memperbaiki hubungan antar kelompok.
Model pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain: (a) Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan. (b) Bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk. (c) Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok mengakibatkan usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. (d) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar (Slavin, 1995:2). Melihat kelemahan-kelemahan ini maka dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif diperlukan seorang guru yang mampu menjadikan kondisi kelas yang kondusif dan sepenuhnya menguasai tentang model pembelajaran kooperatif sehingga proses pelaksanaannya akan menjadi lancar dan siswa dapat berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, serta siswa dapat bersaing secara positif.
5. Model Pembelajaran GI (Group Investigation) Dasar-dasar model Group Investigation dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan teman-temannya dari Universitas Tel Aviv. Model GI ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Dalam menggunakan model GI umumnya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 sampai 6 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan (Arends, 1997: 120-121). Investigasi kelompok adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, guru dan siswa bekerja sama membangun pembelajaran. Proses dalam perencanaan bersama didasarkan pada pengalaman masing-masing siswa, kapasitas, dan kebutuhan. Siswa aktif berpartisipasi dalam semua aspek, membuat keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Dalam hal ini kelompok merupakan wahana sosial yang tepat untuk proses ini. Perencanaan kelompok merupakan salah satu model untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal. Model investigasi kelompok adalah perpaduan sosial dan kemahiran berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam menganalisis dan mensintesis. Investigasi kelompok tidak dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak ada dukungan dialog dari setiap anggota atau mengabaikan dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran kelas (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 67). Dalam model ini terdapat 3 konsep utama, yaitu: a.
Penelitian (inquiry) yaitu proses perangsangan siswa dengan menghidupkan suatu masalah. Dalam proses ini siswa merasa dirinya perlu memberikan reaksi terhadap masalah yang dianggap perlu untuk diselesaikan. Masalah ini didapat dari siswa sendiri atau diberikan oleh guru.
b.
Pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir namun diperoleh siswa melalui pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
c.
Dinamika
kelompok,
menunjukkan
suasana
commit to user
yang
menggambarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 sekelompok individu yang saling berinteraksi mengenai sesuatu yang sengaja dilihat atau dikaji bersama dengan berbagai ide dan pendapat serta saling tukar-menukar pengalaman dan saling berargumentasi. Spencer Kagan (1985: 72) mengemukakan bahwa model GI memiliki enam tahapan kegiatan seperti berikut: a) Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok Tingkatan
ini
menekankan
pada
permasalahan,
siswa
meneliti,
mengajukan topik dan saran. Peranan ini dimulai dengan setiap siswa diberikan modul yang berisikan kisi-kisi; dari langkah ini diharapkan siswa mampu menebak topik apa yang akan disampaikan kemudian siswa yang memiliki topik yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok dalam penyelidikan nanti. Dalam hal ini peran dari guru adalah membatasi jumlah kelompok serta membantu mengumpulkan informasi dan memudahkan pengaturan. b) Merencanakan tugas belajar Pada tahap ini anggota kelompok menentukan subtopik yang akan diinvestigasi dengan cara mengisi lembar kerja yang telah tersedia serta mengumpulkan diinvestigasi.
sumber Setiap
untuk
siswa
memecahkan
menyumbangkan
masalah
yang
kontribusinya
tengah terhadap
investigasi kelompok kecil. Kemudian setiap kelompok memberikan kontribusi kepada penelitian untuk seluruh kelas. c) Menjalankan investigasi Siswa secara individual atau berpasangan mengumpulkan informasi, menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota kelompok memberikan kontribusi satu dari bagian penting yang lain untuk mendiskusikan pekerjaannya bengan mengadakan saling tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan. d) Menyiapkan Laporan Akhir Pada
tahap
ini
merupakan
tingkat
pengorganisasian
dengan
mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 sebuah presentasi di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya yang kemudian setiap anggotanya mendengarkan. Peran guru di sini sebagai penasehat, membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil di dalamnya. e) Mempresentasikan hasil akhir Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dengan berbagai macam bentuk presentasi. Diharapkan dari penyajian presentasi yang beraneka macam tersebut, kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab. f) Mengevaluasi Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik dari pengalaman afektif mereka. Sedangkan guru dan siswa yang lain berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan menguasai semua subtopik yang disajikan. Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun (2000: 51) dalam model Group Investigation ini guru hanya berperan sebagai konselor, konsultan dan pemberi kritik yang bersahabat. Di dalam model ini seyogyanya guru membimbing dan mencerminkan kelompok melalui tiga tahap: 1) Tahap pemecahan masalah 2) Tahap pengelolaan kelas 3) Tahap pemaknaan secara perorangan
6. Hakekat Mata pelajaranTeknik Pendingin Mata pelajaranteknik pendingin masuk dalam program produktif dan merupakan dasar dari praktek overhaul sistem pendinginan. Adapun materi mata pelajaran teknik pendingin adalah sebagai berikut: a.Fungsi Sistem Pendingin Panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran di dalam motor dirubah menjadi tenaga gerak. Namun kenyataannya hanya sebagian dari panas tersebut yang dimanfaatkan secara efektif. Panas yang diserap motor harus dengan segera
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 dibuang ke udara luar, sebab jika tidak maka motor akan terlalu panas dan komponen motor cepat aus. Untuk itu pada motor dilengkapi dengan sistem pendingin yang berfungsi untuk mencegah panas yang berlebihan. Pada motor bensin kira-kira hanya 23 %
energi panas
dari hasil
pembakaran bahan bakar dalam silinder yang dimanfaatkan secara efektif sebagai tenaga. Sisanya terbuang dalam beberapa bentuk seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Keseimbangan Panas Pada gambar 2.1 di atas nampak bahwa dari total energi yang dihasilkan oleh proses pembakaran, hanya 25 % yang dimanfaatkan menjadi kerja efektif. Panas yang hilang bersama gas buang kira-kira 34 %, panas yang terbuang akibat proses pendinginan 32 %, akibat pemompaan 3 %, dan akibat gesekan 6 %. Secara garis besar fungsi sistem pendingin pada motor adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengurangi panas motor. Panas yang dihasilkan oleh pembakaran campuran udara dan bahan bakar dapat mencapai sekitar 2500° C. Panas yang cukup tinggi ini dapat melelehkan logam atau komponen lain yang digunakan pada motor, sehingga apabila motor tidak dilengkapi dengan sistem pendingin dapat merusakkan komponen motor tersebut. 2) Untuk mempertahankan agar temperatur motor selalu pada temperatur kerja yang paling efisien pada berbagai kondisi. Umumnya temperatur kerja motor antara 82 sampai 99° C. Pada saat komponen motor mencapai temperatur tersebut, komponen motor akan memuai sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 celah (clearance) pada masing-masing komponen menjadi tepat. Disamping itu kerja motor menjadi maksimum dan emisi gas buang yang ditimbulkan menjadi minimum. 3) Untuk mempercepat motor mencapai temperatur kerjanya dengan tujuan untuk mencegah terjadinya keausan yang berlebihan, kerja motor yang kurang baik, emisi gas buang yang berlebihan. Hal tersebut dapat terjadi karena pada saat motor bekerja pada temperatur yang dingin maka campuran bahan bakar dengan udara yang masuk ke dalam silinder tidak sesuai dengan campuran yang dapat menghasilkan kerja motor yang maksimum. Temperatur dinding silinder yang dingin mengakibatkan pembakaran menjadi tidak sempurna sehingga gas buang banyak mengandung emisi yang merugikan manusia. Oleh karena itu pada saat motor hidup temperatur kerja harus segera dicapai. Hal tersebut akan terpenuhi apabila pada motor terdapat sistem pendingin yang dilengkapi dengan komponen yang memungkinkan hal tersebut terjadi. 4) Untuk memanaskan ruangan di dalam ruang penumpang, khususnya di negara-negara yang mengalami musim dingin. a.
Macam Sistem Pendingin Sistem pendingin yang biasa digunakan pada motor ada dua macam,
yaitu sistem pendingin udara dan sistem pendingin air. 1) Sistem Pendingin Udara Pada sistem ini panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dan udara di dalam silinder sebagian dirambatkan keluar melalui sirip-sirip pendingin yang dipasang di luar silinder dan ruang bakar tersebut. Panas tersebut selanjutnya diserap oleh udara luar yang temperaturnya jauh lebih rendah dibanding temperatur sirip pendingin. Untuk daerah mesin yang temperaturnya tinggi yaitu di sekitar ruang bakar diberi sirip pendingin yang lebih panjang dibanding di daerah sekitar silinder. Udara yang menyerap panas dari sirip-sirip pendingin harus berbentuk aliran atau udaranya harus mengalir agar temperatur di sekitar sirip tetap rendah sehingga penyerapan panas tetap berlangsung secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 sempurna. Aliran uadara ini kecepatannya harus sebanding dengan kecepatan putar
mesin agar temperatur ideal mesin dapat tercapai sehingga
pendinginan dapat berlangsung dengan sempurna. Untuk menciptakan aliran udara, ada dua cara yang dapat ditempuh yaitu menggerakkan udara atau siripnya. Apabila sirip pendinginnya yang digerakkan berarti mesinnya harus bergerak seperti mesin yang dipakai pada sepeda motor. Untuk mesin-mesin stasioner dan mesin-mesin yang penempatannya sedemikian rupa sehingga sulit untuk mendapatkan aliran udara, maka diperlukan blower yang fungsinya untuk menghembuskan udara.
Penempatan
blower
yang
digerakkan
oleh
poros
engkol
memungkinkan aliran udara yang sebanding dengan putaran mesin sehingga proses pendinginan dapat berlangsung sempurna. 2) Sistem Pendingin Air Pada sistem ini, panas dari hasil proses pembakaran bahan bakar dan udara dalam ruang bakar dan silinder sebagian diserap oleh air pendingin setelah melalui dinding silinder dan ruang bakar. Oleh karena itu di bagian luar dinding silinder dan ruang bakar dibuat mantel-mantel air (water jacket). Panas yang diserap oleh air pendingin pada water jacket selanjutnya akan menyebabkan naiknya temperatur air pendingin tersebut. Apabila air pendingin tersebut tetap berada pada mantel air, maka air akan cenderung mendidih dan menguap. Hal tersebut dapat dihindari dengan jalan mengganti air tersebut dengan air yang masih dingin sedangkan air yang telah panas harus dialirkan keluar dari mantelnya dengan kata lain harus bersirkulasi. Sirkulasi air tersebut ada dua macam yaitu sirkulasi alam atau thermo syphon dan sirkulasi dengan tekanan. Kebanyakan mobil menggunakan sistem pendingin air dengan sirkulasi tekanan (forced circulation), sedangkan sepedamotor umumnya menggunakan sistem pendingin udara. Untuk selanjutnya pada modul ini akan dibahas sistem pendingin air dengan sirkulasi tekanan. Konstruksi sistem pendingin air lebih rumit dibanding sistem pendingin udara sehingga biaya produksinya lebih mahal.
commit to user
Secara rinci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 keunggulan sistem pendingin air antara lain : 1) Temperatur seluruh mesin lebih seragam sehingga kemungkinan distorsi kecil ; 2) Ukuran kipas relatif lebih kecil sehingga tenaga yang diperlukan kecil ; 3) Mantel air dan air dapat meredam getaran ; 4) Kemungkinan overheating kecil, walaupun dalam kerja yang berat ; 5) Jarak antar silinder dapat diperdekat sehingga mesin lebih ringkas. Di sisi lain sistem pendingin air mempunyai kerugian yaitu : 1) Bobot mesin lebih berat (karena adanya air, radiator, dsb.) ; 2) Waktu pemanasan lebih lama ; 3) Pada temperatur rendah diperlukan antifreeze
;
4)
Kemungkinan
terjadinya
kebocoran
air
sehingga
mengakibatkan overheating ; 5) Memerlukan kontrol yang lebih rutin. Adapun konstruksi sistem pendingin air dengan sirkulasi tekanan dapat dilihat pada gambar 18. Sistem pendingin air dilengkapi dengan water jacket, pompa air, radiator, thermostat, kipas, dan selang karet. Masingmasing komponen sistem pendingin tersebut akan dibahas pada uraian tersendiri.
Gambar 2.2 Konstruksi Sistem Pendingin Air
Pada saat mesin masih dingin, air hanya bersirkulasi di sekitar mesin karena thermostat masih menutup. Dalam hal ini thermostat berfungsi untuk membuka dan menutup saluran air dari mesin ke radiator. Air mendapat tekanan dari pompa air, tetapi tekanan tersebut tidak mampu menekan thermostat menjadi terbuka. Untuk mencegah timbulnya tekanan yang berlebihan akibat proses pemompaan, maka pada sistem pendingin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 dilengkapi dengan saluran by pass, sehingga air yang bertekanan akan kembali melalui saluran by pass tersebut.
Gambar 2.3. Sistem Pendingin Air Saat Mesin Dingin Pada saat mesin panas, thermostat terbuka sehingga air yang telah panas di dalam water jacket (yang telah menyerap panas dari mesin), kemudian disalurkan ke radiator untuk didinginkan dengan kipas pendingin dan aliran udara dengan adanya gerakan maju dari kendaraan. Air pendingin yang sudah dingin kemudian ditekan kembali ke water jacket oleh pompa air.
Gambar 2.4 Sistem Pendingin Air Saat Mesin Panas 3) Komponen Sistem Pendingin Air Berbeda dengan sistem pendingin udara, pada sistem pendingin air jumlah komponennya lebih banyak. Pada umumnya komponen sistem pendingin air terdiri atas : radiator, pompa air, thermostat, kipas pendingin. Ada juga sistem pendingin air yang dilengkapi dengan kopling fluida. a) Radiator Radiator berfungsi untuk mendinginkan cairan pendingin yang telah panas setelah melalui saluran water jacket. Bagian-bagian radiator antara lain : tangki air bagian atas (upper water tank), tangki air bagian bawah (lower water tank) dan inti radiator (radiator core). Cairan pendingin masuk ke
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 tangki air bagian atas melalui selang atas. Pada tangki air bagian atas dilengkapi dengan lubang pengisian air dan saluran kecil yang menuju ke tangki cadangan. Pada tangki air bagian bawah dilengkapi dengan lubang penguras untuk mengeluarkan air pendingin pada saat mengganti cairan pendingin. Inti radiator terdiri atas pipa-pipa (tube) yang dapat dilalui air dari tangki atas ke tangki bawah. Disamping itu juga dilengkapi dengan sirip-sirip pendingin (fin) yang fungsinya untuk menyerap panas dari air pendingin. Biasanya radiator terletak di depan kendaraan sehingga radiator dapat didinginkan oleh gerakan kenadaraan tersebut.
Gambar 2.5 Konstruksi Radiator Ada dua tipe inti radiator yang perbedaannya tergantung bentuk sirip-sirip pendinginnya, yaitu tipe plat (flat fin type) dan tipe lekukan (corrugated fin type) seperti terlihat pada gambar 2.5
a. Tipe plat
b. Tipe lekukan
Gambar 2.6 Tipe Radiator Beberapa kendaaraan modern menggunakan radiator versi terbaru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Gambar 2.7 Tipe SR Inti radiator tipe SR (single row) mempunyai susunan pipa tunggal sehingga bentuk radiator menjadi tipis dan ringan dibanding dengan radiator tipe lain. Pada bagian atas tangki radiator dilengkapi dengan lubang pengisian dan tutup radiator. Dalam hal ini tutup radiator tidak hanya berfungsi untuk mencegah agar air pendingin tidak tumpah, tetapi berfungsi untuk mengatur arus lalu lintas air pendingin dari radiator ke tangki cadangan dan sebaliknya. Dengan demikian jika tutup radiator rusak, maka tidak dapat diganti dengan sembarang tutup. Pada tutup radiator dilengkapi dengan dua buah katup yaitu katup relief dan katup vacum. Apabila volume air pendingin bertambah saat temperaturnya naik, maka tekanannya juga bertambah. Bila tekanan air pendingin mencapai 0,3 1,0 kg/cm2 pada 110 - 120° C, maka relief valve terbuka dan membebaskan kelebihan tekanan melalui pipa overflow sehingga sebagian air pendingin masuk ke dalam tangki cadangan.
Gambar 2.8 Relief valve
Gambar 2.9 Air Pendingin Saat Panas
Pada saat temperatur air pendingin berkurang setelah mesin berhenti, maka dalam radiator terjadi kevacuman. Akibatnya vacum valve akan terbuka secara otomatis untuk menghisap udara segar mengganti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 kevacuman dalam radiator. Kemudian diikuti dengan cairan pendingin pada tekanan atmosfer apabila mesin sudah benar-benar dingin.
Gambar 2.10 Vacum Valve
Gambar 2.11 Air Pendingin Saat Dingin b) Pompa air Pompa air (water pump) berfungsi memompa air pendingin dari water jacket ke radiator yaitu dengan cara menekan cairan pendingin. Pada umumnya pompa air yang digunakan adalah jenis pompa sentrifugal (centrifugal pump). Pompa air ditempatkan di bagian depan blok silinder dan digerakkan oleh tali kipas atau timing belt.
Gambar 2.12. Pompa Air
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 c)
Thermostat Pada uraian terdahulu telah dijelaskan bahwa apabila air pendingin masih dalam keadaan dingin, maka air hanya bersirkulasi dalam water jacket. Apabila temperatur air pendingin telah panas maka air akan mengalir ke raditor untuk didinginkan. Komponen yang mengatur arus lalu lintas air dari water jacket ke radiator dan sebaliknya adalah thermostat. Dalam hal ini thermostat berfungsi sebagai katup yang tugasnya membuka dan menutup saluran yang menghubungkan antara water jacket dan radiator. Letak thermostat ada dua macam yaitu : tehermostat yang letaknya di saluran air masuk (water inlet) dan thermostat yang letaknya di saluran air keluar (water outlet).
(1) Thermostat yang letaknya di saluran air keluar. Apabila temperatur air masih rendah, maka thermostat menutup aliran air pendingin ke radiator. Air pendingin dipompa oleh pompa air langsung ke blok mesin dan kepala silinder. Selanjutnya melalui sirkuit by pass kembali ke pompa air.
Gambar 2.13 Sistem Pendingin Dengan Thermostat Di Saluran Air Keluar Pada saat temperatur air pendingin telah panas, maka thermostat membuka sehingga cairan pendingin mengalir melalui thermostat ke radiator untuk didinginkan dan selanjutnya air kembali ke pompa air. Disamping itu air juga mengalir melalui sirkuit by pass.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
(2) Thermostat yang letaknya di saluran air masuk Apabila temperatur air masih rendah, thermostat menutup saluran dan by pass valve membuka. Air pendingin dipompa ke blok silinder melalui kepala silinder, selanjutnya kembali ke pompa air melalui sirkuit by pass.
Gambar 2.14 Sistem Pendingin Dengan Letak Termostat Pada Saluran Air Masuk Pada saat temperatur air pendingin menjadi tinggi, maka thermostat membuka saluran air dan by pass valve menutup. Air yang telah panas mengalir ke radiator untuk didinginkan, selanjutnya melalui thermostat dan kembali ke pompa air. Thermostat dirancang untuk mempertahankan agar temperatur cairan pendingin dalam batas yang diijinkan. Pada umumnya efisiensi operasi mesin yang tertinggi apabila temperaturnya kira-kira pada 80°
90°
C. Kerja thermostat tergantung oleh suhu, apabila suhunya naik maka thermostat membuka dan sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena didalam thermostat terdapat wax yang volumenya akan berubah apabila suhunya juga berubah. Perubahan volume akan menyebabkan silinder bergerak turun atau naik, mengakibatkan katup membuka atau menutup.
Gambar 2.15 Cara Kerja Termostat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Pada thermostat juga dilengkapi dengan jiggle valve yang digunakan untuk mengalirkan air pada saat menambahkan cairan pendingin ke dalam sistem.
a. Dengan katup
b. Tanpa katup bypass
bypass Gambar 2.16 Macam Termostat d) Kipas pendingin Kipas pada sistem pendingin digunakan untuk membantu proses pendinginan yang sudah dilakukan radiator. Pada proses pendinginan, radiator didinginkan oleh udara luar, tetapi pendinginannya belum cukup bila kendaraan tidak bergerak. Kipas pendingin ditempatkan di bagian belakang radiator. Penggerak kipas pendingin adalah mesin itu sendiri melalui belt atau motor listrik. (1) Kipas pendingin yang digerakkan poros engkol Kipas pendingin jenis ini digerakkan terus menerus oleh poros engkol melalui tali kipas. Kecepatan kipas berubah sesuai dengan kecepatan mesin.
Gambar 2.17 Kipas Pendingin Yang Digerakkan Poros Engkol
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Putaran kipas belum cukup besar apabila mesin masih berputar lambat, tetapi apabila mesin berputar dengan kecepatan tinggi, kipaspun berputar dengan kecepatan tinggi pula. Hal tersebut akan menambah tahanan sehingga kehilangan tenaga dan menimbulkan bunyi pada kipas. Untuk mencegah hal tersebut maka biasanya antara pompa air dan kipas pendingin dipasang sebuah kopling fluida. (2) Kipas pendingin yang digerakkan motor listrik Berputarnya kipas pendingin yang digerakkan oleh motor listrik terjadi pada saat temperatur air pendingin panas. Temperatur air pendingin dikirimkan ke motor listrik melalui sinyal yang terdapat pada kepala silinder. Pada saat temperatur meningkat pada suatu tingkat yang ditetapkan, sinyal tersebut merangsang motor relay untuk menggerakkan motor listrik yang kemudian menggerakkan kipas pendingin. Dengan demikian kipas akan bekerja pada saat yang dibutuhkan, sehingga temperatur mesin dapat dicapai lebih cepat. Disamping itu juga membantu mengurangi suara bising yang ditimbulkan kipas pendingin.
Gambar 2.18 Kipas Pendingin Yang Digerakkan Motor Listrik Berputarnya kipas pendingin apabila temperatur mesin melebihi 93° C . Hal tersebut diatur oleh coolant temperatur switch yang dipasang pada saluran air keluar dari mesin ke radiator dan relay dari motor listrik. Apabila kunci kontak pada posisi ON, mesin berputar dan temperatur air pendingin di bawah 93° C seperti terlihat pada gambar 2.18, coolant temperatur switch pada keadaan ini titik kontaknya dalam keadaan tertutup sehingga arus listrik mengalir melalui kunci kontak, relay, titik kontak coolant temperatur switch dan ke massa. Arus listrik yang mengalir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 pada relay akan menyebabkan titik kontak pada relay terbuka sehingga arus listrik yang ke motor listrik tidak mengalir sehingga kipas tidak berputar.
Gambar 2.19 Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Dingin. Apabila temperatur air pendingin melebihi 93° C, titik kontak pada coolant temperatur switch akan terbuka yang selanjutnya akan menyebabkan relay tidak bekerja dan titik kontaknya saling berhubungan. Pada keadaan ini arus listrik akan mengalir dari baterai ke motor listrik melalui kunci kontak dan titik kontak relay sehingga motor berputar bersama dengan kipas yang selanjutnya mengalirkan udara melalui inti radiator seperti terlihat pada gambar 36.
Gambar 2.20. Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Panas. Sumber : (Bagian proyek pengembangan kurikulum direktorat pendidikan menengah kejuruan direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah departemen pendidikan nasional : 2004) 7. Penelitan Yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain: 1) Aninda Ari Susanti dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X-1 Sma Negeri 3 Malang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 Kesimpulan dari penelitiannya adalah penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Malang. Peningkatan aktivitas
belajar siswa ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata
persentase aktivitas belajar siswa secara klasikal dari 76,13% pada siklus I menjadi 82,50% pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dapat diketahui melalui peningkatan persentase hasil belajar pada masingmasing tingkat kognitif pada siklus I dan siklus II. Pada tingkat kognitif C2 mengalami peningkatan sebesar 15,6%, pada tingkat kognitif C3 meningkat sebesar 2,3%, pada tingkat kognitif C4 meningkat sebesar 2,6%, dan tingkat kognitif C5 meningkat sebesar 2,8%, sedangkan pada tingkat kognitif C1 dan C6 tidak mengalami peningkatan hasil belajar. Peningkatan
hasil
belajar
juga
ditunjukkan
dengan
peningkatan
ketuntasan belajar siswa yaitu pada siklus I sebesar 72,4% kemudian meningkat menjadi 86,2% pada siklus II. 2) Rizal Syayid Nurdin dengan judul Studi Komparatif Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif
Tipe
GI
Dengan
Konvensional
Pada
Pembelajaran Ilmu Statika Di Smk N 1 Cilaku. Kesimpulan dari penelitiannya
adalah
hasil
belajar
dengan
menggunakan
model
pembelajaran GI lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan tingkat signifikan 3,294. Disarankan agar model pembelajaran GI dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran di kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Kerangka berpikir 1.
Peranan Model Pembelajaran Group
Investigation (GI) Dalam
Meningkatkan Keaktifan Siswa. Pencapaian kompetensi merupakan pencerminan dari hasil yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya kompetensi siswa, salah satunya adalah faktor sekolah. Komponen yang termasuk dalam faktor sekolah adalah guru, kurikulum, proses pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 dan siswa. Kurikulum sebagai rencana tertulis mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan harus dapat mencerminkan kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena Kegiatan Belajar Mengajar menekankan pada kemampuan melakukan (kompetensi) terhadap tugas-tugas dengan standart tertentu sebagai hasilnya dapat dirasakan oleh setiap peserta didik berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran KBK, guru menggunakan strategi mengajar yang berpusat pada siswa sehingga tercipta belajar bermakna, yaitu siswa mengetahui apa yang ia pelajari, bagaimana ia mempelajarinya dan apa kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa tertarik untuk mempelajarinya. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) diduga dapat meningkatkan peran serta siswa, sebab dalam pelaksanaannya siswa dilibatkan secara langsung, mulai dari perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Model pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skil). Dengan demikian siswa selau aktif dan selalu dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga tercipta belajar bermakna dan siswa termotivasi untuk belajar, yang kemudian akan dapat meningakatkan kompetensi siswa.
2.
Peranan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) Dalam Meningkatkan Kompetensi Siswa. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi siswa
kurang optimal. Asumsi dasar yang menyebabkan kompetensi teknik pendingin siswa kurang optimal tersebut adalah karena model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar belum melibatkan keaktifan siswa secara keseluruhan. Model pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswasiswa yang memiliki pencapaian kompetensi belajar teknik pendingin relatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 tinggi. Mereka lebih aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru. Sebaliknya siswa yang mempunyai pencapaian kompetensi belajar relatif rendah, mereka lebih pasif menerima pengetahuan dari guru tanpa berusaha untuk mencari informasi lebih mendalam. Pelaksanaan model pembelajaran kooperati Group Investigation (GI) akan dapat berhasil apabila ada kerjasama antara siswa yang dituntut untuk selalu aktif dan guru sebagai fasilitator yang memberi kemudahan dalam belajar. Guru mempersiapkan strategi belajar yang selalu berpusat pada siswa, melakukan penlaian secara berkesinambungan dan menyeluruh didukung fasilitas sekolah yang lengkap dan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa untuk membantu memahami materi
yang dipelajarinya. Proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit yang dapat mereka diskusikan dengan siswa yang lain. Siswa yang aktif dalam Kegiatan Belajar Mengajar cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi
yang
lebih
tinggi,
sehingga
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan model GI diduga dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan Group Investigation (GI)
Siswa aktif dalam proses pembelajaran
Kompetensi siswa dapat tercapai secara optimal
Gambar 2.21 Skema Kerangka Berpikir Pelaksanaan Model Group Investigation
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: 1.
Model
pembelajaran
kooperatif
Group
Investigation
(GI)
dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan: a.
Peran serta siswa dalam menjalankan invetigasi kelompok dan menyiapkan laporan akhir.
b.
Keaktifan dalam presentasi hasil kerja kelompok.
c.
Melakukan tanya jawab untuk mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok.
2.
Model
pembelajaran
kooperatif
Group
Investigation
(GI)
dapat
meningkatkan kompetensi siswa dengan:
a. Pemahaman konsep siswa tentang materi yang digunakan dalam proses pembelajaran.
b. Kolaborasi siswa dan guru untuk mengevaluasi proses belajar sehingga siswa mampu menguasai semua subtopik yang disajikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Mondokan Sragen yang beralamat di Jalan Raya Mondokan
Sukodono Km 1, Sragen.
2. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah mulai bulan Januari 2012. Kegiatan tersebut mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan penelitian. Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian No. 1. 2.
3.
4.
Kegiatan
Jan 3 4
1
Februari 2 3 4
Bulan Maret 1 2 3 4
1
April 2 3
4
1
Pra Survey Persiapan Penelitian a. Penyusunan Proposal b. Perijinan d. Penyusunan Instrumen d. Penyusunan RPP Pelaksanaan Penelitian a. Pengumpulan data b. Analisis data Penulisan Laporan
B. Subjek Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kelas X Teknik Otomotif, yang mana kelas X SMK Negeri 1 Mondokan Sragen dibagi menjadi empat kelas. Dari keempat kelas tersebut yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TMO 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen.
commit to user 45
Mei 2 3
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 C. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari: 1. Siswa kelas X TMO 2 SMK Negeri 1 Mondokan yang merupakan subjek penelitian. 2. Guru mata pelajaranTeknik Pendingin
kelas X TMO 2 SMK Negeri 1
Mondokan. D. Pengumpulan Data Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang relevan dengan permasalahannya, sedangkan untuk mendapatkan data tersebut perlu digunakan teknik pengumpulan data sehingga dapat diperoleh data yang benarbenar valid dan dapat dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Observasi dalam penelitian ini menggunakan model observasi berperan pasif dan menggunakan jenis observasi terstruktur, karena peneliti hanya berperan sebagai
pengamat
pelaksanaan
model
pembelajaran
kooperatif
Group
Investigation (GI) yang berpedoman pada lembar observasi yang telah disusun peneliti. Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar yang meliputi model dan model kegiatan belajar mengajar. Observasi merupakan proses perekaman dengan mengamati semua peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama penelian tindakan kelas berlangsung. 2. Wawancara Dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara terstruktur. Wawancara yang dilakukan peneliti berfokus pada guru dan siswa. Wawancara dilakukan oleh interviewer kepada guru mata pelajaranTeknik Pendingin dan siswa terhadap kegiatan belajar mengajar, yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran teknik kendaraan ringan, penentuan tindakan dan respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 3. Tes Kompetensi Tes digunakan untuk mengambil data pada siklus I dan siklus II yaitu untuk mendapatkan data tentang kompetensi yang dicapai siswa selama proses pembelajaran. E. Validitas Data Dalam menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data digunakan cara pengamatan langsung yang terus-menerus dan triangulasi sumber. Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang terpercaya melalui: 1. Pengamatan langsung secara terus-menerus dimaksudkan bahwa peneliti berusaha untuk selalu mengamati prose pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung. 2. Triangulasi sumber digunakan untuk pengumpulan data sejenis dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda, yaitu melalui guru dan siswa. F. Analisis Data Dalam penelitian tindakan kelas data yang dikumpulkan dapat berbentuk data kuantitatif (berupa angka-angka) maupun data kulitatif (berupa kata, kalimat, wacana). Teknik analisis data yang digunakan sesuai dengan data yang dikumpulkan. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif komparatif Analisis deskriptif komparatif dilakukan dengan membandingkan antara kondisi awal sebelum dilakukannya tindakan dengan hasil yang diperoleh pada siklus I dan siklus II sehingga dapat dilihat adanya perbedaan sebelum dan sesudah dilakukannya tindakan. 2. Analisis data kualitatif Analisis kualitatif berupa catatan lapangan yang disajikan secara rinci dan lengkap selama proses penelitian berlangsung. Analisis data kualitatif diperoleh berdasarkan hasil observasi, refleksi dari tiap-tiap siklus, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 membandingkan kinerja siswa maupun guru dalam hasil pengamatan dengan parameter atau teori tertentu. G. Indikator Kinerja Penelitian Indikator keberhasilan siswa dapat dilihat pada table 3.2 berikut ini: Table 3.2. Indikator Keberhasilan Siswa No.
Permasalahan
Indikator Kinerja
1)
Rendahnya keaktifan siswa
Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang ditunjukkan dengan: 1. Membangun pemahaman 2. partisipasi dalam menyelesaikan tugas 3. terlibat dalam pemecahan masalah 4. menyukai bertanya 5. giat mencari informasi 6. berpartisipasi dalam diskusi 7. suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas 8. menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas 9. berani menampilkan perasaan 10. berani untuk berprestasi 11. bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan. Kompetensi siswa yang terlihat dari:
2)
Rendahnya kompetensi siswa a) Siswa dapat memahami
materi yang digunakan dalam proses pembelajaran b) Siswa dan guru mengevaluasi proses pembelajaran sehingga siswa mampu menguasai semua sub topik yang disajikan commit to user
Ukuran Keberhasilan Minimal 75% siswa aktif dalam proses pembelajaran, karena pada kondisi awal keaktifan siswa belum mencapai 75%.
Peningkatan kompetensi diukur dari prestasi belajar yang dicapai yaitu minimal 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai minimal 70 (KKM).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 H. Prosedur Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Istilah dalam bahasa inggris adalah Classroom Action Research (CAR) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan di kelas. Pengertian kelas di sini adalah kelas bukan wujud ruang, tetapi sekelompok siswa yang sedang belajar. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilakukan oleh peneliti direncanakan siklus I sampai siklus ke-n masing-masing siklus dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan interprestasi, serta analisis dan refleksi secara umum masingmasing siklus melaksanakan kegiatan tersebut. Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah: a. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi: silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation dimana siswa dapat mendengar, melihat, mendiskusikan dan menerapkan topik pembelajaran. b. Menyusun instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi belajar siswa dengan adanya penerapan model pembelajaran Group Investigation dan mengetahui peran serta atau keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung baik pada siklus I maupun siklus II. c. Peneliti menyusun dan menyiapkan lembar observasi pengamatan guru dan siswa, serta pedoman wawancara. d. Penetapan indikator ketercapaian Indikator kinerja ketercapaian ditentukan berdasarkan hasil observasi awal peneliti, dengan tujuan untuk melihat perbedaan kondisi awal dengan kondisi setelah dilaksanakan tindakan. Selain itu untuk membatasi kapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 tindakan akan berakhir dilaksanakan, yaitu setelah mencapai indikator kinerja ketercapaian yang telah ditetapkan. e. Mendesain alat evaluasi berupa soal tes untuk mengetahui tingkat kompetensi siswa setelah adanya pelaksanaan model Group Investigation (GI).
2. Pelaksanaan Tindakan Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pengajar adalah guru mata pelajaranTeknik Pendingin. Pada tahap ini dilakukan suatu tindakan untuk menghasilkan adanya peningkatan dalam proses pembelajaran yang berupa pembelajaran menjadi lebih efektif, siswa menjadi lebih aktif dan kompetensi meningkat. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan adalah implementasi model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) yang telah disusun oleh peneliti. Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) pada siklus I dan II secara rinci sebagai berikut: a.
Membagi siswa menjadi enam
kelompok dan setiap kelompok
beranggotakan 5-6 orang. b.
Membagi materi menjadi enam topik, kemudian materi tersebut diberikan kepada masing-masing kelompok untuk diidentifikasikan.
c.
Setiap kelompok merencanakan tugas belajar dan menjalankan investigasi kelompok.
d.
Tiap-tiap kelompok menyiapkan laporan akhir dengan menunjuk salah satu anggota kelompok untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya yang kemudian setiap anggota mendengarkan.
e.
Setiap kelompok mempresentasikan laporan hasil akhirnya di depan kelas, sedangkan kelompok lain dapat aktif mengevaluasi laporan tiap-tiap kelompok dengan berbagai tanya jawab, kritik maupun saran. Dalam pelaksanaannya, antara siklus I dan siklus II terdapat perbedaan
pada penunjukan pemakalah yang akan mempresentasikan hasil diskusi. Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 siklus I pemakalah langsung ditunjuk oleh guru sebelum proses diskusi, sedangkan pada siklus II pemakalah ditentukan secara random pada saat presentasi. Hal ini dilakukan agar seluruh siswa pada siklus II siap untuk menyampaikan materi diskusi masing-masing kelompok.
3. Observasi Bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan dan hasil tindakan dari penerapan model pembelajaran Group Investigation. Tujuan dari observasi tersebut adalah untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung dapat diharapkan akan mengahasilkan perubahan yang diinginkan. Peneliti bertugas
sebagai pengamat pelaksanaan Kegiatan Belajar
Mengajar. Fokus pengamatan ditekankan pada implementasi pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) terhadap kualitas pembelajaran secara menyeluruh yang meliputi: peran serta siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar dan pencapaian kompetensi kognitif siswa. Observasi yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagai berikut: b.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
c.
Kemampuan mengerjakan tugas
d.
Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran dengan menggunakan model Group Investigation
e.
Suasana kegiatan belajar mengajar
4. Analisis dan Refleksi Kegiatan analisi ini mencakup kegiatan analisis, interpretasi dan evaluasi atas informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi. Data yang telah terkumpul dalam kegiatan observasi harus secepatnya dianalisis dan diinterpretasi (diberi makna) sehingga dapat segera diketahui apakah tindakan yang dilakukan telah mencapai tujuan. Interpretasi (pemaknaan) hasil observasi ini menjadi dasar untuk melakukan evaluasi sehingga dapat disusun langkah-langkah berikutnya dalam pelaksanaan tindakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 Analisis data keaktifan siswa yang terdiri dari beberapa indikator digunakan metode persentase kemunculan indikator keaktifan siswa dengan rumus:
Keaktifan siswa (dalam persen) =
x 100%
Refleksi dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan apa yang telah dihasilkan pada proses tindakan dihubungkan dengan penyelesaian permasalahan yang ditargetkan pada siklus tersebut. Pada tahap ini hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti, untuk kemudian dilakukan refleksi untuk melihat kekurangan atau kelemahan yang telah terjadi. Pada tahap ini pula dilakukan diskusi oleh siswa mengenai pelaksanaan pembelajaran yang telah terjadi. Hasil refleksi ini akan digunakan dalam perencanaan siklus berikutnya. Berdasarkan pelaksanaan tahap observasi dan evaluasi sebelumnya, data yang diperoleh selanjutnya menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk perbaikan model pembelajaran materi pokok berikutnya (pada siklus II). Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan tindakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 Secara skematis prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Permasalahan
Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/ Pengumpulan data I
Perencanaan Tindakan II
Pelaksanaan Tindakan II
Refleksi II
Pengamatan/ Pengumpulan data II
Siklus I
Permasalahan baru hasil refleksi
Siklus II
Apabila Permasalahan belum terselesaikan
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar 3.2. Bagan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PENELITIAN
A. Deskripsi Latar Penelitian 1. Deskripsi Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Mondokan Sragen dengan alamat jalan raya Mondokan - Sukodono Km 1 Kecamatan Mondokan Kabupaten Sragen. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen berlokasi di pedesaan dengan jarak dua puluh kilometer dari pusat kota Sragen. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen memiliki luas lahan 11.250 m 2 dengan luas bangunan yang berdiri di atasnya 7000 m2. Suasana lingkungan sangat mendukung dalam pembelajaran yang dikarenakan jauh dari keramaian kota dan kebersihan sekolah yang terjaga. Masyarakat sekitar sangat mendukung pembelajaran yang dapat dilihat dari sikap yang sangat terbuka dan ramah kepada semua pegawai dan staf sekolah serta kepada siswa-siswa SMK Negeri 1 Mondokan. Pada awal berdiri sejak tahun 2004 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen mempunyai 3 program keahlian yaitu Teknik Otomotif, Busana dan Teknik Komputer Jaringan. Instansi pendidikan ini dibuka dengan tujuan awal dapat menerima lulusan Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah yang tidak lolos seleksi di SMA/SMK favorit. Tapi seiring perkembangannya SMK Negeri 1 Mondokan menjadi SMK favorit. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen mempunyai visi dan misi sebagai dasar pelaksanaan setiap kegiatan sekolah. Visi sekolah tersebut adalah
n SMK Negeri 1 Mondokan Sragen sebagai
penghasil sumber daya manusia yang profesional, berbudi luhur, berwawasan teknologi, dan mandiri dalam bidang Bisnis dan Manajemen yang mampu Misi SMK Negeri 1 Mondokan Sragen adalah 1). Membentuk tamatan yang berkhlak mulia, berkeperibadian luhur, dan mampu beradaptasi, 2). Menyiapkan tenaga yang terampil tingkat menengah yang berkualitas
dan
mampu
menjawab
tantangan
zaman,
3).
Menyiapkan
wirausahawan yang ulet, cakap, kreatif, dan mandiri dalam bidang Bisnis dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 Manajemen, 4). Menerapkan prinsip pelayanan prima dan jiwa wirausaha, 5). Meningkatkan peran serta masyarakat, dunia usaha, unit produksi dalam pengembangan sekolah, 6). Meningkatkan tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi, inovatif, berwawasan luas, dan menguasai perkembangan teknologi. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen mempunyai keunggulan dalam hal kedisiplinan dan ketertiban siswa yang lebih terjaga. Keadaan ini dapat terlihat dengan banyaknya orang tua yang lebih memilih anaknya bersekolah di SMK Negeri 1 mondokan Sragen. Biaya sekolah yang relatif ringan memberikan kemudahan bagi siswa kurang mampu untuk tetap melanjutkan sekolah merupakan daya tarik tersendiri bagi siswa khususnya orangtua atau wali murid. Sistem pelayanan sekolah yang mengutamakan keterbukaan dan kekeluargaan memberikan dampak positif berupa sikap kerja yang maksimal dan profesional dari setiap guru, karyawan dan komponen sekolah yang lain. Kerjasama dengan pihak ketiga antara lain komite sekolah dan pihak lain yang pernah terlibat langsung dengan sekolah sangat membantu khususnya dalam hal pemasukan informasi dan pengadaan sarana-prasarana pendukung. Hal-hal tersebut merupakan aspek positif yang menjadikan SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tetap eksis dalam memberikan pelayanan pendidikan secara maksimal. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen dituntut untuk mengaktualisasikan diri demi kemajuan dan perkembangan sekolah di wilayah Kecamatan Mondokan dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan persaingan antar sekolah menengah kejuruan di daerah tersebut sangat ketat. Persaingan berat ini dapat dilihat dari data jumlah dan jarak antara sekolah menengah kejuruan dengan program keahlian yang sama maupun berbeda, yaitu dalam radius 4 kilometer bersaing dengan salah satu SMK negeri dan swasta yang baru berkembang. Kondisi ini dimanfaatkan sekolah dengan mengembangkan pembelajaran yang berbasis pada kebersamaan, kekeluargaan dan teknologi. Guru diharapkan dapat menempatkan diri sebagai teman bagi siswa bukan senior yang banyak memberikan perintah. Pembelajaran diluar kelas dengan modelpercakapan dan diskusi ringan tanpa mengurangi kewibawaan guru terus dikembangkan dan juga pembelajaran berbasis IT. Peningkatan jumlah dan kualitas sarana praktek ditujukan sebagai salah satu cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 mendapatkan kepercayaan publik untuk memilih bersekolah di SMK Negeri 1 Mondokan. Pada tanggal 27 Agustus 2011 SMK Negeri 1 Mondokan khususnya program keahlian Teknik Kendaraan Ringan melakukan Akreditasi untuk yang kedua kalinya dan mendapatkan hasil yang memuaskan yaitu mendapat skor 80 yang berarti terakreditasi B. SMK Negeri 1 Mondokan mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk menuju ISO 9001 : 2008, karena ditahun 2014 seluruh SMK diharuskan sudah memiliki sertifikat ISO 9001 : 2008.
2. Sarana Dan Prasarana Sarana pendukung sekolah yang terdapat di SMK Negeri 1 Mondokan Sragen adalah 16 ruang kelas, 3 ruang praktek otomotif, 1 lab komputer, 1 ruang kantor dan ruang guru, 1 ruang bimbingan konseling (BK), 1 ruang praktek komputer dan jaringan, 2 ruang praktek tata busana, kamar mandi, lahan parkir dan masjid dengan ukuran yang sangat memadai. Sarana lainnya adalah tersedia tenaga listrik PLN berkapasitas 7.700 watt. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen didukung alat praktek otomotif yang memadai dan kondisi yang baik. Kondisi fisik sarana pendukung secara keseluruhan dalam keadaan baik dan layak digunakan dalam proses pembelajaran. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen didukung team pengajar yang masih muda dengan intelektualitas tinggi. Tenaga guru dan karyawan di SMK Negeri 1 Mondokan Sragen berjumlah 65. Ketenagaan SMK Negeri 1 Mondokan Sragen terdiri dari 58 orang guru, yaitu 10 guru normatif, 33 guru adaptif dan 7 guru produktif kompetensi teknik otomotif, 4 guru produktif kompetensi komputer dan jaringan, 4 guru produktif kompetensi tata busana serta terdiri 7 orang staf karyawan tata usaha dan penjaga sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Gambar 4.1. Kondisi Sarana Dan Prasarana Pembelajaran.
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen sebagai sekolah baru berkembang memiliki jumlah siswa cukup banyak yaitu 779 siswa terbagi 3 program keahlian yaitu teknik kendaraan ringan sebanyak 374 siswa, teknik komputer jaringan sebanyak 228 siswa dan tata busana sebanyak 177 siswa. Siswa kelas X teknik kendaraan ringan berjumlah 148 siswa yang terbagi menjadi 4 kelas, kelas XI berjumlah 127 siswa yang terbagi menjadi 4 kelas dan kelas XII berjumlah 99 siswa dan terbagi menjadi 4 kelas. Sekolah ini menggunakan kurikulum KTSP spektrum 2008 sebagai dasar pembelajaran sesuai dengan keputusan direktorat jendral
manajemen
:231/C/KEP/MN/2008
pendidikan tentang
dasar
spectrum
dan
keahlian
menengah pendidikan
nomor menengah
kejuruan. Sekolah ini telah meluluskan sebanyak 4 angkatan mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dengan tingkat kelulusan mencapai 100% pada tiap tahun pelajaran merupakan prestasi yang membanggakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 B. Proses Pelaksanaan Penelitian Dalam Kegiatan Pembelajaran 1. Dialog Awal a. Dialog Awal dengan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Guru Mata Pelajaran Dialog awal dilaksanakan pada hari kamis tanggal 16 Januari 2012 di ruang kepala sekolah dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan bantuan pihak sekolah. Hasil dialog dengan kepala sekolah bahwa pihak sekolah secara terbuka menerima ijin penelitian dan membei wewenang sepenuhnya kepada guru pengampu mata pelajaran dan peneliti menyelesaikan tugas tanpa harus mengurangi hal-hal penting yang dapat merugikan siswa. Kepala sekolah merekomendasikan peneliti untuk bertemu dan berdiskusi dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan guru pengampu mata pelajaran yaitu pelajaran dasar-dasar kompetensi kejuruan untuk membicarakan prosedur penelitian. Hasil dialog dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum didampingi guru pengampu mata pelajaran memutuskan jadwal pelaksanaan penelitian yang diijinkan sesuai dengan kalender pendidikan sekolah dan kompetensi keahlian yang dikehendaki peneliti adalah hari selasa selama bulan Februari hingga April 2012. Penelitian dilaksanakan dalam 6 kali pertemuan dibagi dalam 2 siklus atau putaran tindakan dengan durasi 4 x 45 menit tiap pertemuan. Standart kompetensi atau pokok bahasan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Sistem Pendingin Dan Komponen-komponennya, kompetensi dasar yang dilaksanakan yaitu Memelihara Sistem Pendingin Dan Komponen-komponennya, yang terdiri dari beberapa indikator. Berdasarkan pemilihan waktu dan kompetensi keahlian ditetapkan peneliti bekerja sama dengan guru pengampu mata pelajaran dasardasar kompetensi kejuruan yang bernama Bapak Adi Ariyanto, S.Pd. penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X TMO 2 dengan jumlah siswa 32 anak. Dialog awal dengan guru pengampu mata pelajaran dilaksanakan pada hari yang sama membahas langkah-langkah kegiatan dengan tujuan dapat terlaksananya penelitian dengan lancar dan baik. Peneliti menjelaskan tahapan dan langkah yang akan diambil dalam penelitian tindakan kelas ini. Peneliti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 bertindak sebagai subyek yang menjalankan tindakan dengan tugas menggantikan dan menjalankan tugas guru pengampu mata pelajaran dikelas. Guru bertindak sebagai mitra peneliti membantu mengamati situasi dan kondisi pembelajaran dikelas untuk mendapatkan data penelitian. Siswa kelas X TMO 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen merupakan subyek yang menerima tindakan. Peneliti bersama guru pengampu mata pelajaran merencanakan kegiatan awal yaitu pra tindakan, tindakan pada putaran I, dan tindakan putaran II. Pra tindakan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 31 Januari 2012 pukul 07.45 sampai 10.15 WIB di kelas X TOM 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen untuk mendapatkan data awal tentang keadaan peserta didik, gaya mengajar guru, modeldan media pembelajaran yang digunakan guru dan keadaan pendukung pembelajaran lain. Hasil pengamatan berupa data penelitian ini dijadikan acuan dalam tindakan-tindakan selanjutnya hingga hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan dan harapan awal. b. Dialog awal kedua dengan guru mata pelajaran kelas X Dialog awal kedua dengan guru pengampu mata pelajaran dasar-dasar kompetensi kejuruan teknik otomotif dilaksanakan hari rabu tanggal 31 Januari 2012 pukul 10.30 WIB setelah proses pembelajaran pra tindakan selesai dilaksanakan. Hasil pengamatan pra tindakan diperoleh data tentang kondisi siswa, model pembelajaran, media pembelajaran, dan gaya mengajar guru. Berdasarkan pengalaman guru dalam mengajar dan mengamati langsung dikelas, maka guru menyimpulkan permasalahan tersebut adalah siswa kurang aktif dalam pelajaran yang dapat dilihat dari kondisi dan situasi pembelajaran dan juga hasil ulangan siswa terdapat nilai dibawah standart ketuntasan minimal yang ditetapkan guru pengampu mata pelajaran (7,00) dan hal ini disebabkan kurangnya pemahaman peserta didik terhadap pelajaran. Permasalahan di atas diidentifikasi ada beberapa faktor penyebabnya. Faktor penyebab tersebut dapat dilihat seperti dalam tabel 6 berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 Tabel 4.1.Faktor-Faktor Penyebab Permasalahan No. 1.
Factor Peserta didik
Penyebab -
Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, merasa puas oleh jawaban singkat dan tidak mampu menjabarkan jawaban.
-
Pasif dalam menerima informasi maupun dalam proses pembelajaran
2.
Guru
-
Sulit mengemukakan ide atau gagasan, kurang inisiatif
-
Anggapan pelajaran yang membosankan
-
Kurang membantu siswa dalam mencapai tujuan
-
Kurang memotivasi siswa
-
Tidak bisa mengelola kelas
-
Kurang mendorong siswa untuk menyampaikan atau mengeluarkan pendapat
3.
Proses
-
Masih berpusat pada guru
pembelajaran
-
Cenderung satu arah
-
Penyampaian materi ajar kurang variatif
4.
Materi ajar
-
Kompleks
5.
Media
-
Masih sering menggunakan whiteboard
-
Kebiasaan siswa malas memperhatikan dalam proses
Mengajar 6.
Lain-2
pembelajaran
Faktor penyebab permasalahan utama dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru dengan alur satu arah,siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, variasi model pembelajaran yang sangat sedikit dan juga penggunaan media ajar yang kurang tepat. Proses pembelajaran yang monoton inilah yang menjadi pangkal permasalahan sehingga membuat siswa jenuh dan bosan. Berdasarkan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini ditawarkan penggunaan media pembelajaran yang berbeda yaitu proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 Model belajar ini menuntut siswa aktif sehingga pembelajaran berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa. c. Keaktifan siswa dalam pembelajaran Dalam kegiatan belajar mengajar maupun dalam penugasan siswa cenderung pasif dan menunggu temannya untuk mengerjakan tugas. Beberapa siswa bahkan sama sekali tidak mengerjakan tugas dengan alasan tidak bisa atau tidak membawa buku dan lebih memilih bercakap-cakap atau bermain-main dengan teman daripada mengerjakan tugas. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada kondisi awal diamati pada pembelajaran sebelum dilaksanakan tindakan. Pengamatan dilakukan pada aspek membangun pemahaman, partisipasi dalam menyelesaikan tugas, terlibat dalam pemecahan masalah, menyukai bertanya, giat mencari informasi, berpartisipasi dalam diskusi, suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas, menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, berani menampilkan perasaan, berani untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan dalam pembelajaran sebelumnya yaitu pada materi sistem pendingin motor. Pengamatan setiap aspek keaktifan siswa dalam pembelajaran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dengan metode check list. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase keaktifan siswa dalam pembelajaran pada kondisi awal adalah sebesar 20.17%. Hasil pengamatan keaktifan siswa dalam pembelajaran kondisi awal nampak pada tabel berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 Tabel 4.2. Data Pengamatan Setiap Indikator Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Indikator Keaktifan Membangun pemahaman Partisipasi dalam tugas Memecahkan masalah Suka bertanya Giat mencari informasi Partisipasi dalam diskusi Menyelesaikan tugas Menerapkan pengetahuan Menampilkan perasaan Berani dan kreatif Bebas dan leluasa Jumlah Skor
Jumlah Indikator keaktifan siswa 8 10 0 6 5 4 18 3 6 7 4 71
Jumlah Indikator ketidakaktifan siswa 24 22 32 26 27 28 14 29 26 25 28 281
Tabel 4.3. Data Pengamatan Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal No 1 2
Kualifikasi Siswa yang aktif Siswa yang tidak aktif Jumlah
Persentase 20.17% 79.83% 100%
90.00% 80.00% 70.00%
79.83%
60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00%
20.17%
0.00% siswa yang akpf
siswa yang pdak akpf
Gambar 4.2. Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 Hasil pengamatan menunjukkan hanya terdapat 20.17% siswa yang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan keaktifan siswa pada kondisi awal masih rendah. d. Hasil belajar Hasil belajar pada kondisi awal diperoleh dari hasil ulangan harian pada kompetensi dasar memelihara sistem pendingin dan komponennya. Siswa diminta mengerjakan soal tes tertulis berbentuk uraian untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa. Ulangan harian terdiri dari 10 soal uraian. Nilai ulangan harian pada materi sistem pendinginan motor tersebut dianalisis untuk untuk mengetahui hasil belajar di kondisi awal sebelum tindakan dilakukan. Hasil ulangan harian materi sistem pendinginan motor pada siswa kelas x program keahlian teknik kendaraan ringan SMK N Mondokan tahun ajaran 2011/2012 menunjukkan rata-rata nilai 57.18. Dengan menggunakan batas ketuntasan 70 maka diperoleh 17 siswa (53%) yang tuntas dan 15 siswa (47%) tidak tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar sistem pendinginan motor masih rendah. Masih rendahnya hasil belajar siswa disebabkan kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran siswasesuai dengan data pada tabel 4.2. Berikut ini adalah tabel data hasil belajar siswa: Tabel 4.4. Hasil Belajar Kondisi Awal No
Aspek
Nilai
1
Nilai minimum
30
2
Nilai maksimum
90
3
Rerata nilai
4
Rentangan nilai
commit to user
57.18 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 Data tersebut dapat divisualisasikan dengan diagram berikut: 100 80 60 40 20 0
90 57.18 30 Nilai minimum
Nilai maksimum
Rerata nilai
Gambar 4.3. Histogram Hasil Belajar Siswa Pada Kondisi Awal Dari lampiran data hasil belajar siswa (lampiran 8) Ketuntasan hasil belajar berdasarkan hasil tes kondisi awal adalah sebesar 34.37%(11 siswa), terdapat 21 siswa dari 32 siswa yang belum tuntas belajar. Pada kondisi awal ini belum digunakan model pembelajaran kooperatif GI sehingga hasil belajar sistem pendinginan motor kurang maksimal.
2.Deskripsi Pembelajaran Siklus I a. Perencanaan Tindakan Pembelajaran Perencanaan tindakan kelas pada siklus I dilaksanakan berdasarkan hasil dialog awal dengan guru mata pelajaran dasar kompetensi kejuruan dan hasil pengamatan pada pra tindakan. Perencanaan tindakan dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2012. Tahap ini membahas pelaksanaan tindakan yang direncanakan pada hari rabu tanggal 7,14 dan 21 Februari 2012 dengan menyiapkan Rencana Pelaksaanaan Pembelajaran (RPP) dan alat bantu pembelajaran. Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) sehingga terjadi interaksi lebih antara guru dan siswa, atau siswa dengan siswa. Proses pembelajaran yang mengutamakan terwujudnya keaktifan siswa bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Guru sebagai fasilitator dalam pelaksanaan dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Guru berusaha menarik keaktifan siswa dengan menggunakan model pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 tersebut, sehingga siswa lebih tertarik pada pembelajaran. Pembelajaran direncanakan guru menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari dalam mata pelajaran dasar kompetensi kejuruan yaitu standar kompetensi Sistem Pendingin dan Komponen-komponennya. Materi pembelajaran tersebut disajikan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5.Materi Pembelajaran Siklus I Standar Kompetensi Pemeliharaan/servis
Kompetensi
Materi
Alokasi
Dasar
Pembelajaran
Waktu
- Memelihara
sistem pendingin dan
Sistem Pendingin
komponen-
Dan Komponen-
komponennya
komponennya
- pengertian sistem pendingin
12 Jam @ 45 menit
- macam sistem pendingin - kompone sistem pendingin
b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan penelitian kelas dilaksanakan pada hari selasa 7, 14 dan 21 januari 2012 dalam 4 jam pelajaran setiap tatap muka mulai pukul 07.45 sampai dengan 11.00 WIB. Pada pelaksanaan tindakan dilakukan suatu
tindakan yang dapat
menghasilkan adanya peningkatan dalam proses pembelajaran yang berupa pembelajaran menjadi lebih efektif, siswa menjadi aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Jenis tindakan beserta kelengkapannya yang telah direncanakan dengan baik oleh guru dan peneliti, maka guru tinggal melaksanakan skenario tindakan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan oleh guru sesuai dengan rencana, maka selama guru melaksanakan tindakan peneliti melakukan pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas. Pada awal pelaksanaan tindakan diberikan suatu pengarahan tentang model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)
kepada siswa, hal ini
bertujuan agar dalam pelaksanaan modeltersebut akan dapat berjalan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 lancar. Pengarahan yang diberikan berupa pengertian dari model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Pengarahan tersebut berupa tahap-tahap pelaksanaan pada pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), yang meliputi mengidentifikasi topik, merencanakan tugas belajar, melaksanakan investigasi kelompok, menyusun laporan akhir dan melaksanakan presentasi di depan kelas. Dengan adanya pengarahan tersebut maka siswa akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang modelGroup Investigation (GI) tersebut, sehingga siswa dapat melaksanakan dengan baik kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tiap tahapan. Selain itu guru juga memberikan penjelasan tentang aspekaspek yang dinilai selama model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dilaksanakan, yaitu keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Secara rinci tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) adalah sebagai berikut: (1) Penjelasan model pembelajaran Group Investigation (GI) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran Group Investigation (GI). (2) Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara random. Kelompok untuk penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) terbagi menjadi lima kelompok dan setiap kelompok beranggotakan enam sampai tujuh orang. Materi / topik yang didiskusikan antara lain: Kelompok I
: Sistem pendingin air dan udara
Kelompok II
: Sistem pendingin dengan minyak dan uap
Kelompok III
: Bagian dari radiator
Kelompok IV
: Thermostat dan kerja katup jinggle
Kelompok V
: komponen sistem pendingin
Kelompok VIII
: Aplikasi sistem pendingin pada kendaraan
(3) Merencanakan tugas belajar Pada tahap ini anggota kelompok menentukan sub topik yang akan diinvestigasi dan masing-masing anggota kelompok mengumpulkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 sumber-sumber untuk memecahkan masalah yang tengah diidentifikasi. Setiap siswa dituntut untuk menyumbangkan konstribusinya terhadap investigasi kelompoknya masing-masing kemudian setiap kelompok memberikan konstribusi terhadap penelitian untuk seluruh kelas. (4) Menjalankan investigasi Siswa secara individu atau berpasangan mengumpulkan informasi, menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota kelompok memberikan konstribusi satu dari bagian penting yang
lain
untuk
mendiskusikan
pekerjaannya
dengan
saling
mengadakan tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan. (5) Menyiapkan laporan akhir Tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dan mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan sebuah presentasi di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan laporan hasil penyelidikannya kemudian setiap anggota mendengarkan. Peran guru disini sebagai penasehat dan membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil didalamnya. (6) Mempresentasikan laporan hasil akhir Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dalam bentuk presentasi secara keseluruhan. Diharapkan dari penyajian presentasi kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab. Pada siklus ini pemakalah ditunjuk sebelum dilaksanakannya proses diskusi. (7) Mengevaluasi Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik yang disajikan tiap kelompok. Sedangkan guru dan siswa yang lain berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan menguasai semua sub topik yang disajikan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) yang melalui beberapa tahapan dapat menuntut siswa harus berperan aktif dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 setiap tahapannya. Pada pelaksanaan tindakan ini akan diketahui peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Setelah selesai dilaksanakan model Group Investigation pada siklus I guru memberikan tugas pada siswa untuk dikerjakan di rumah, hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih memahami materi pelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan pelaksanaan siklus I diakhiri dengan ulangan harian. Ulangan harian ini diadakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa setelah adanya penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). c. Observasi Siklus I 1) Observasi Keaktifan Siswa Siklus I Pengamatan saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru mata pelajaran sebagai mitra peneliti memberikan hasil yang dapat dijadikan ukuran tingkat keberhasilan pembelajaran. Peneliti sebagai subyek yang melaksanakan tindakan dan siswa sebagai subyek yang menerima tindakan dapat bekerjasama dengan baik. Hasil pengamatan memberikan sumbangan penilaian terhadap aspek keaktifan siswa, data pengamatan tersebut seperti dalam tabel 4.5 dan 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus I No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Indikator Keaktifan Membangun pemahaman Partisipasi dalam tugas Memecahkan masalah Suka bertanya Giat mencari informasi Partisipasi dalam diskusi Menyelesaikan tugas Menerapkan pengetahuan Menampilkan perasaan Berani dan kreatif Bebas dan leluasa Jumlah
Jumlah Indikator keaktifan siswa 17 20 18 21 13 18 24 16 15 17 20 199
commit to user
Jumlah Indikator ketidakaktifan siswa 15 12 14 11 19 14 8 16 17 15 12 153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 Tabel 4.7. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus I No 1 2
Kualifikasi Siswa yang aktif Siswa yang tidak aktif Jumlah
Persentase 56.53% 43.47% 100%
56.53%
60.00% 50.00%
43.47%
40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% siswa yang akpf
siswa yang pdak akpf
Gambar 4.4. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus I
Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa 56.53% (17 orang) siswa yang aktif dalam proses pembelajaran dan 43.47% (15 orang) siswa yang tidak aktif dalam proses pembelajaran. 2) Observasi Hasil Belajar Siklus I Ulangan harian dalam bentuk tes tertulis terdiri dari 10 soal uraian dilakukan pada akhir siklus I untuk mendapatkan data hasil belajar siswa. Dari hasil tes siklus I diperoleh nilai terendah 40, nilai tertinggi 95 dan rerata nilai 69.69. Hasil belajar pada siklus I dapat divisualisasi dengan histogram berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 Tabel 4.8. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus I No 1 2 3
Aspek Nilai minimum Nilai maksimum Rerata nilai
4
Nilai 40 95 69.69
Rentangan nilai
55
100
95
80
69.69
60 40
40
20 0 Nilai minimum
Nilai maksimum
Rerata nilai
Gambar 4.5. Histogram Hasil Belajar Siklus I Ketuntasan hasil belajar berdasarkan hasil tes kondisi awal adalah sebesar 18 siswa (56.25%), terdapat 14 siswa dari 32 siswa yang belum tuntas belajar. d. Refleksi Siklus I 1) Refleksi Keaktifan Siklus I Hasil pengamatan terhadap aspek keaktifan belajar dari proses pembelajaran pada siklus I menunjukkan hasil yang masih belum memuaskan. Penyebab hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor penyebab dari guru, siswa, dan model pembelajaran yang belum berjalan lancar. Model pembelajaran yang diterapkan pada tindakan siklus I masih kurang menarik perhatian siswa untuk lebih aktif dalam berinteraksi dikarenakan siswa kurang faham terhadap model pembelajaran yang masih baru bagi sebagian siswa. 2) Refleksi Hasil Belajar Siklus I Pada siklus I telah dilaksanakan pembelajaran model pembelajaran kooperatif
. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 dengan kondisi awal. Jika dibandingkan dengan kondisi awal, nilai terendah naik dari 30 menjadi 40, nilai tertinggi naik dari 90 menjadi 95, rata-rata nilai naik dari 57.18 menjadi 69.69. Persentase jumlah siswa yang telah tuntas belajar juga meningkat. Adapun ketuntasan belajar siswa pada siklus I disajikan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.9. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I Jumlah siswa Belum tuntas Tuntas Persentase ketuntasan 32
14
18
56.25%
Ketuntasan belajar pada siklus I telah mencapai 56.25%, berarti belum
memenuhi
indikator
kinerja
penelitian
yaitu
75%
siswa
Dalam pelaksanaan tindakan ada beberapa hal yang menjadi catatan, yaitu: 1) Siswa
kurang
pembelajaran kooperatif
antusias dengan
dalam model
mengikuti pembelajaran
dikarenakan kekurangfahaman siswa
pada modela pembelajaran tersebut. 2) Untuk meningkatkan keaktifan siswa, maka guru harus bisa memberikan pemahaman lebih kepada siswa akan model pembelajaran kooperatif
.
Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif pada siklus pertama belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan juga siswa masih kurang aktif dalam proses pembelajaran sehingga diperlukan tindak lanjut dengan melaksanakan siklus ke dua. 2. Deskripsi Hasil Siklus II a. Tahap Perencanaan Siklus II Perencanaan tindakan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan bersama guru pengamat pada hari Sabtu tanggal 31 Februari 2012 pukul 11.00 WIB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Kegiatan ini merumuskan beberapa hal dalam pelaksanaan tindakan penelitian pada siklus II. Tindakan dilaksanakan pada pertemuan ke-4 yaitu pada hari Selasa 6,13 dan 20 Maret 2012. Proses pembelajaran menggunakan model Pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Materi pembelajaran pada tindakan penelitian siklus II adalah ditampilkan dalam tabel 4.8. Tabel 4.10. Materi Pembelajaran Tindakan Siklus II Standar Kompetensi Mengoverhoul sistem
Kompetensi Dasar - Mendiagnosis
Materi
Alokasi
Pembelajaran
Waktu
- memahami
pendingin dan
gangguan sistem
gangguan pada
komponen-
pendingin dan
sirkulasi
komponennya
komponennya
- melakukan
12 Jam @ 45 menit
perawatan pada system pindingin
- melakukan pemeriksaan tutup radiator -membersihkan system pendingin
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Tindakan dilaksanakan pada pertemuan ke-4 yaitu pada hari Selasa 6,13 dan 20 Maret 2012 dalam 4 jam pelajaran tatap muka mulai pukul 07.45 sampai 11.00 WIB. Tahap kegiatan dibagi dalam 3 tahapan kegiatan. Kegiatan pendahuluan guru memberikan apersepsi tentang materi yang telah lalu dan yang akan dilaksanakan. Guru menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 dan disepakati bersama agar tidak terjadi kesalahan. Proses pembelajaran dalam tindakan siklus II adalah sebagai berikut: (1) Penjelasan model pembelajaran Group Investigation (GI) Guru menjelaskan kembali tentang model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran Group Investigation (GI) agar siswa lebih faham dan mudah dalam proses pembelajaran pada siklus ke 2 ini. (2) Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara random. Kelompok untuk penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) terbagi menjadi lima kelompok dan setiap kelompok beranggotakan enam sampai tujuh orang. Materi / topik yang didiskusikan antara lain: Kelompok I
: Gangguan pada system sirkulasi
Kelompok II
: perawatan system pendingin
Kelompok III
: memeriksa pompa air
Kelompok IV
: pembersihan system pendingin
Kelompok V
: pemeriksaan visual
Kelompok VIII
: tutup radiator dan belt radiator
(3) Merencanakan tugas belajar Pada tahap ini anggota kelompok menentukan sub topik yang akan diinvestigasi dan masing-masing anggota kelompok mengumpulkan sumber-sumber untuk memecahkan masalah yang tengah diidentifikasi. Setiap siswa dituntut untuk menyumbangkan konstribusinya terhadap investigasi kelompoknya masing-masing kemudian setiap kelompok memberikan konstribusi terhadap penelitian untuk seluruh kelas. (4) Menjalankan investigasi Siswa secara individu atau berpasangan mengumpulkan informasi, menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota kelompok memberikan konstribusi satu dari bagian penting yang
lain
untuk
mendiskusikan
commit to user
pekerjaannya
dengan
saling
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 mengadakan tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan. (5) Menyiapkan laporan akhir Tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dan mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan sebuah presentasi di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan laporan hasil penyelidikannya kemudian setiap anggota mendengarkan. Peran guru disini sebagai penasehat dan membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil didalamnya. (6) Mempresentasikan laporan hasil akhir Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dalam bentuk presentasi secara keseluruhan. Diharapkan dari penyajian presentasi kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab. Pada siklus ini, pemakalah ditunjuk secara random sesaat sebelum dilaksanakannya presentasi dari tiap kelompok. (7) Mengevaluasi Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik yang disajikan tiap kelompok. Sedangkan guru dan siswa yang lain berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan menguasai semua sub topik yang disajikan. c. Observasi Siklus II 1) Observasi Keaktifan Siklus II Hasil pengamatan yang diperoleh pada siklus II yang dilakukan pengamat diperoleh data-data yang sangat penting untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran dalam aspek peningkatan keaktifan siswa dari sebelum dilaksanakan penelitian hingga dilaksanakan penelitian pada siklus I. Data pengamatan tersebut dapat dijumpai dalam tabel berikut ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 Tabel 4.11. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus II No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Indikator Keaktifan Membangun pemahaman Partisipasi dalam tugas Memecahkan masalah Suka bertanya Giat mencari informasi Partisipasi dalam diskusi Menyelesaikan tugas Menerapkan pengetahuan Menampilkan perasaan Berani dan kreatif Bebas dan leluasa Jumlah
Jumlah Indikator keaktifan siswa 25 28 24 29 20 30 30 24 22 24 26 282
Jumlah Indikator ketidakaktifan siswa 7 4 8 3 12 2 2 8 10 8 6 70
Tabel 4.12. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus II No 1 2
Kualifikasi Siswa yang aktif Siswa yang tidak aktif Jumlah 90.00%
Persentase 80.11% 19.89% 100%
80.11%
80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00%
19.89%
20.00% 10.00% 0.00% siswa yang akpf
siswa yang pdak akpf
Gambar 4.6. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus II Dari tabel tersebut terdapat 80.11% (26 orang) siswa yang aktif dalam proses pembelajaran dan 19.89% (6 orang) siswa yang tidak aktif dalam proses pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 2) Observasi Hasil Belajar Siklus II Ulangan harian dalam bentuk tes tertulis terdiri dari 10 soal dilakukan pada akhir siklus II untuk mendapatkan data hasil belajar. Dari hasil tes pada siklus II diperoleh nilai terendah 50, nilai tertinggi 98 dan rerata nilai 77,3. Hasil belajar siklus II dapat divisualisasi dengan histogram berikut.
120 100
100
80
77.97
60 40
40
20 0 Nilai minimum Nilai maksimum
Rerata nilai
Gambar 4.7. Histogram Hasil Belajar Siklus II Ketuntasan hasil belajar berdasarkan hasil tes siklus II adalah sebesar 81%, terdapat 26 siswa tuntas belajar dari 32 siswa. d. Refleksi Tindakan Siklus II 1) Refleksi Keaktifan Siklus II Pada
siklus
II
telah
dilaksanakan
pembelajaran
menggunakan model pembelajaran materi sistem
pendingin.
Keaktifan
dengan tentang
siswa mengalami peningkatan
dibandingkan dengan siklus I. Jika dibandingkan dengan siklus I keaktifan siswa dalam pembelajaran mengalami kenaikan dari 56.53% menjadi 80.11%. 2) Refleksi Hasil Belajar Siklus II Pada
siklus
II
telah
dilaksanakan
menggunakan model pembelajaran
pembelajaran
dengan tentang
materi sistem pendingin. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 dibandingkan dengan siklus I. Jika dibandingkan dengan siklus I, nilai terendah naik dari 40 menjadi 60. Nilai tertinggi naik dari 90 menjadi 100. Rata-rata nilai naik dari 69.69 menjadi 77,97. Persentase jumlah siswa yang telah tuntas belajar juga meningkat dari 56.25% menjadi 81%. Ketuntasan belajar siswa pada siklus II adalah: Tabel 4.13. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II Jumlah siswa Belum tuntas Tuntas Persentase ketuntasan 32
6
26
81%
Ketuntasan belajar pada siklus II telah mencapai 81%, berarti telah memenuhi indikator kinerja penelitian yaitu 75% siswa memperoleh
C. Pembahasan Dari hasil observasi pelaksanaan proses pembelajaran sebelum diterapkan metode pembelajaran kooperatif
(GI)
terdapat beberapa permasalahan yang mendorong untuk pelaksanan observasi. Permasalahan yang
muncul tersebut adalah kurangnya
keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dan pencapaian hasil belajar yang kurang optimal. Hal ini menyebabkan pencapaian kompetensi mata pelajaran system pendingin siswa yang kurang optimal (lampiran 8). Kegiatan siswa di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat materi pelajaran. Selama KBM siswa hanya diam dan hanya terdapat beberapa siswa yang bertanya kepada kepada guru dan umumnya siswa tersebut adalah siswa yang pandai. Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) ini merupakan salah satu model pembelajaran yang mengupayakan seorang peserta didik mampu mengajarkan kepada peserta lain dan berusaha mengoptimalkan keseluruhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 anggota kelas sebagai satu tim yang maju bersama. Di sinilah siswa membangun pengetahuannya sekaligus perasaan yang diwujudkan dalam perilaku belajar dan peduli terhadap orang lain (lampiran 11). Pada pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), keaktifan siswa tidak saja dalam menerima informasi tetapi juga dalam memproses informasi tersebut secara efektif, otak membantu melaksanakan refleksi baik secara eksternal maupun internal. Belajar secara aktif, siswa dituntut mencari sesuatu sehingga dalam pembelajaran seluruh potensi siswa akan terlibat secara optimal. Dengan demikian dalam model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), siswa tidak hanya mendengar, melihat, tetapi juga mendiskusikan, mengerjakan dan megajarkan apa yang dia ketahui kepada teman-temannya (lampiran 11). Dari penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) pada setiap siklus tersebut akan terlihat beberapa perbedaan yang terjadi pada diri siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan hasil belajar siswa. Dengan adanya penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) diharapkan akan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswapun akan mengalami peningkatan. Dari hasil observasi, sebelum diterapkannya metode pembelajaran Group Investigation (GI) peran serta siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas belum optimal (lampiran 6). Kebanyakan dari siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Selain itu terlihat bahwa siswa kurang tertarik dalam mengikuti pelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung siswa lebih banyak diam dan jarang sekali ada yang bertanya kepada guru, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi kurang efektif sebab pembelajaran hanya didominasi untuk pemberian materi oleh guru tanpa adanya keaktifan siswa. Pada pembelajaran kooperatif Group Investigation penilaian yang dilakukan guru meliputi aspek kognitif, keaktifan siswa, nilai tugas, nilai ulangan harian, dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan (lampiran 11-12).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation tentang materi sistem pendingin ternyata berdampak pada keaktifan dan hasil belajar siswa.
1.
Peranan Metode Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) dalam Meningkatkan Keaktifan Siswa Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada kondisi awal diamati
pada
pembelajaran
dilakukan
pada
sebelum
aspek
dilaksanakan
membangun
tindakan.
pemahaman,
Pengamatan
partisipasi
dalam
menyelesaikan tugas, terlibat dalam pemecahan masalah, menyukai bertanya, giat mencari informasi, berpartisipasi dalam diskusi, suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas, menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, berani menampilkan perasaan, berani untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan dalam pembelajaran sebelumnya yaitu pada materi sistem pendingin motor. Peningkatan keaktifan siswa dapat dilihat pada table berikut: Tabel 4.14. Persentase Keaktifan Siswa Tiap Siklus. No. Indikator Keaktifan
Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
1
Membangun pemahaman
8 Siswa (25.00 %)
17 Siswa (53.12%)
25 Siswa (78.12%)
2
Partisipasi dalam tugas
10 Siswa (31.25 %)
20 Siswa (62.50%)
28 Siswa (87.50%)
3
Memecahkan masalah
0 Siswa ( 0 %)
18 Siswa (56.25%)
24 Siswa (56.25%)
4
Suka bertanya
6 Siswa (18.75%)
21 Siswa (65.62%)
29 Siswa (90.62%)
5
Giat mencari informasi
5 Siswa (15.63%)
13 Siswa (40.62%)
20 Siswa (62.50%)
6
Partisipasi dalam diskusi
4 Siswa (12.50 %)
18 Siswa (56.25%)
30 Siswa (93.75%)
7
Menyelesaikan tugas
18 Siswa (56.25%)
24 Siswa(56.25%)
30 Siswa (93.75%)
8
Menerapkan pengetahuan
3 Siswa (93.75%)
16 Siswa (50.00%)
24 Siswa (56.25%)
9
Menampilkan perasaan
6 Siswa (18.75%)
15 Siswa (46.88%)
22 Siswa (68.75%)
10
Berani dan kreatif
7 Siswa (21.88%)
17 Siswa (53.12%)
24 Siswa (56.25%)
11
Bebas dan leluasa
4 Siswa (12.50%)
20 Siswa (62.50%)
26 Siswa (81.25%)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 Indikator
keaktifan
siswa
dalam
membangun
pemahaman
mengalami peningkatan dari 8 Siswa (25.00 %) pada kondisi awal naik menjadi 17 Siswa (53.12%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 25 Siswa (78.12%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam partisipasi dalam tugas mengalami peningkatan dari 10 Siswa (31.25 %) pada kondisi awal naik menjadi 20 Siswa (62.50%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 28 Siswa (87.50%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam memecahkan masalah mengalami peningkatan dari 8 Siswa 0 Siswa ( 0 %) pada kondisi awal naik menjadi 18 Siswa (56.25%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 24 Siswa (56.25%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam suka bertanya mengalami peningkatan dari 6 Siswa (18.75%) pada kondisi awal naik menjadi 21 Siswa (65.62%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 29 Siswa (90.62%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam giat mencari informasi mengalami peningkatan dari 5 Siswa (15.63%) pada kondisi awal naik menjadi 13 Siswa (40.62%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 20 Siswa (62.50%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam Partisipasi dalam diskusi mengalami peningkatan dari 4 Siswa (12.50 %) pada kondisi awal naik menjadi 18 Siswa (56.25%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 30 Siswa (93.75%) pada siklus II.Indikator keaktifan siswa dalam menyelesaikan tugas mengalami peningkatan dari 18 Siswa (56.25%) pada kondisi awal naik menjadi 24 Siswa(56.25%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 30 Siswa (93.75%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam menerapkan pengetahuan mengalami peningkatan dari 3 Siswa (93.75%) pada kondisi awal naik menjadi 16 Siswa (50.00%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 24 Siswa (56.25%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam menampilkan perasaan mengalami peningkatan dari 6 Siswa (18.75%) pada kondisi awal naik menjadi 15 Siswa (46.88%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 22 Siswa (68.75%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 dalam berani dan kreatif mengalami peningkatan dari 7 Siswa (21.88%) pada kondisi awal naik menjadi 17 Siswa (53.12%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 24 Siswa (56.25%) pada siklus II. indikator keaktifan siswa dalam Bebas dan leluasa mengalami peningkatan dari 4 Siswa (12.50%) pada kondisi awal naik menjadi 17 Siswa 20 Siswa (62.50%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 26 Siswa (81.25%) pada siklus II. Kenaikan persentase tiap indikator keaktifan siswa dari konsisi awal sampai kondisi pada siklus 2 dapat dilihat pada table berikut: Tabel 4.15. Persentase Kenaikan Indikator Keaktifan Siswa Tiap Siklus. No. Indikator Keaktifan 1
Membangun pemahaman
Kondisi Awal
Persentase Kenaikan
8 Siswa (25.00 %)
Siklus II 25 Siswa (78.12%)
56.25%
53.12%
2
Partisipasi dalam tugas
10 Siswa (31.25 %)
28 Siswa (87.50%)
3
Memecahkan masalah
0 Siswa ( 0 %)
24 Siswa (56.25%)
56.25%
6 Siswa (18.75%)
29 Siswa (90.62%)
71.87% 46.87%
4
Suka bertanya
5
Giat mencari informasi
5 Siswa (15.63%)
20 Siswa (62.50%)
6
Partisipasi dalam diskusi
4 Siswa (12.50 %)
30 Siswa (93.75%)
81.25%
18 Siswa (56.25%)
30 Siswa (93.75%)
37.50%
3 Siswa (9.38%)
24 Siswa (56.25%)
37.55%
6 Siswa (18.75%)
22 Siswa (68.75%)
50.00% 34.37% 68.75%
7 8 9
Menyelesaikan tugas Menerapkan pengetahuan Menampilkan perasaan
10
Berani dan kreatif
7 Siswa (21.88%)
24 Siswa (56.25%)
11
Bebas dan leluasa
4 Siswa (12.50%)
26 Siswa (81.25%)
Dari table diatas, kenaikan indikator keaktifan siswa yang paling tinggi ada pada indikator partisipasi dalam diskusi sedangkan kenaikan yang paling rendah ada pada indikator berani dan kreatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 Rerata kenaikan keaktifan siswa dapat dilihat pada histogram berikut: 100.00% 80.11%
80.00% 60.00%
56.53%
40.00% 20.00%
20.17%
0.00% Kondisi awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 4.8. Rerata Keaktifan Siswa Histogram di atas menunjukan bahwa keaktifan siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II mengalamai peningkatan. Pada siklus I nilai keaktifan siswa naik 36.36% yaitu dari 20.17% menjadi 56.53. Pada siklus II nilai rerata naik 23.58% yaitu dari 56.53% menjadi 80.11%.
2. Peranan Metode Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Hasil
belajar
siswa
yang
diperoleh
dari
nilai
tes
tertulis
menunjukkan peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.16. Hasil Belajar Siswa Pada Tiap Siklus
Nilai minimum Nilai maksimum Rerata nilai
Kondisi
Siklus
Siklus
Refleksi dari kondisi awal ke
awal
I
II
kondisi akhir
30
40
40
Nilai minimum naik 10
90
95
100
Nilai maksimum naik 10
57.18
59.69
77.97
Rerata nilai naik 20.79
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Peningkatan
rerata
hasil
belajar
tersebut ditunjukkan
pada
histogram berikut: 120 90 95
100
100 77.97 69.69 57.18
80 60 40
30
Kondisi awal Siklus I
40 40
Siklus II
20 0 Nilai minimum Nilai maksimum
Rerata nilai
Gambar 4.9. Perbandingan Hasil Belajar Siswa Ketuntasan hasil belajar juga mengalami kenaikan. Histogram berikut menggambarkan ketuntasan belajar dalam persentase. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
81.25 56.25 34.37
Kondisi awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 4.10. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Dari kondisi awal 34.37%, pada siklus I ketuntasan naik menjadi 56.25% dan pada siklus II ketuntasan naik dari menjadi 81.25% pada siklus II. Pada indikator kinerja penelitian, indikator keberhasilan direfleksikan dengan 75
70. Dengan
melihat ketuntasan belajar maka hasil dari siklus I dan siklus II telah mencapai indikator tersebut. Dengan demikian model pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 kooperatif
pada pelajaran sistem pendingin
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari kondisi awal ketuntasan 34.37% menjadi 81.25% pada kondisi akhir. Dari data siklus I dan siklus II diperoleh hasil belajar yang selalu mengalami peningkatan. Metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) berdampak positif terhadap kegiatan pembelajaran teknik pendingin. Hal ini terbukti pada peningkatan proses pembelajaran yaitu peningkatan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Temuan yang muncul selama kegiatan belajar mengajar antara lain: a)
Kegiatan belajar
mengajar di kelas
didominasi dengan kegiatan
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru atau teman, mencatat materi pelajaran yang penting, presentasi kelas, diskusi antar siswa dan melaksanakan tugas. b) Pada siklus II antusias siswa dalam mengikuti pelajaran terus mengalami peningkatan. Keaktifan siswa mengalami peningkatan terbukti sudah banyak siswa yang mau bertanya kepada guru selama KBM, maupun selama diskusi dengan teman sekelompok. Selain itu, saat presentasi hampir semua siswa berani mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, memberikan kritik maupun saran tentang materi yang dipresentasikan. (1) Adanya keleluasaan strategi bagi guru untuk menyajikan materi karena penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) bersifat fleksibel, hal ini memungkinkan strategi penyajian materi guru bervariasi (ada kesempatan belajar sendiri, diskusi kelompok, presentasi, tanya jawab dan tugas di rumah). (2) Kegiatan belajar mengajar yang menerapkan perangkat pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) pada materi pokok system pendingin dapat meningkatkan pencapaian kompetensi belajar teknik pendingin siswa. Prestasi belajar tersebut dinyatakan tuntas karena secara umum pencapaian kompetensi belajar teknik pendingin siswa berada diatas standar batas tuntas nilai teknik pendingin yaitu 7.0. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum siswa telah memahami materi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 disajikan dengan baik melalui KBM dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa mata pelajaran sistem pendinginan motor adalah: 1. Pemanfaatan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan pada siswa kelas X Teknik Mekanik Otomotif SMK Negeri 1 Mondokan TA 2011/2012. Hal ini berdasarkan data dan temuan peneliti di lapangan berupa data tertulis yang bersumber dari hasil pengamatan dan dialog. Penerapan model pembelajaran ini mampu meningkatkan keaktifan siswa, pada kondisi awal sebesar 20.17%, pada siklus I meningkat menjadi 56.53% dan pada siklus II meningkat menjadi 80.11%. Penilaian aspek keaktifan siswa didasarkan pada aspek membangun pemahaman, pemecahan
partisipasi masalah,
dalam menyukai
menyelesaikan bertanya,
tugas,
giat
terlibat
mencari
dalam
informasi,
berpartisipasi dalam diskusi, suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas, menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, berani menampilkan perasaan, berani untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan dalam pembelajaran sebelumnya yaitu pada materi sistem pendingin motor. 2. Pemanfaatan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar sistem pendinginan motor pada siswa kelas X Teknik Mekanik Otomotif SMK Negeri 1 Mondokan TA 2011/2012. Dari data empirik menunjukkan penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dari ketuntasan 34.37% pada kondisi awal menjadi ketuntasan 81.25%, pada kondisi akhir.
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 2. Implikasi Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka implikasi yang dapat disampaikan yaitu: 1.
Pembelajaran dapat memberikan dampak positif, yaitu dampak proses bahwa peningkatan keaktifan siswa berdasarkan penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).
2.
Dampak pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat menarik perhatian siswa,
4.
model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) memudahkan siswa menyerap materi pelajaran, karena terjadinya pertukaran pengetahuan antar siswa. 3. Saran Saran dari peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah disampaikan
adalah: 1.
Bagi guru mata pelajaran untuk memberikan motivasi kepada siswa, dan mampu bekerjasama dengan guru lain untuk meningkatkan keaktifan siswa dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik sehingga tercapai hasil belajar siswa yang baik.
2.
Bagi sekolah untuk lebih memberikan dorongan kepada guru agar semangat mengajar dan berprestasi di bidangnya dan juga menyediakan sarana dan prasarana yang memadahi jumlahnya dan mendukung untuk proses pembelajaran.
3.
Bagi peneliti yang lain untuk selalu mengembangkan penelitian tindakan kelas dengan penerapan media pembelajaran yang interaktif dan menarik bagi siswa supaya hasil yang dicapai akan lebih baik lagi pada mata pelajaran, standar kompetensi ataupun kompetensi dasar yang lain.
commit to user