WAHANA VISI INDONESIA mitra World Vision
Kasih&Peduli
Indonesia
Volume 19 / 2009
Mengalami Kehidupan Sesama yang Terinfeksi HIV melalui OLE [hal. 3]
Setetes Harapan untuk Perubahan [hal. 10]
The CHOIR Company Sekarang Saatnya Lebih Peduli [hal. 16]
Dari Redaksi MENGALAMI KEHIDUPAN SESAMA
yang Terinfeksi HIV
hal.3-5
Upaya Mengerem Penyebaran HIV
melalui OLE
hal.10
H
IV & AIDS telah mewabah di berbagai belahan dunia. Sudah dua juta orang penduduk dunia meninggal karena HIV & AIDS. Penyakit ini juga sudah menyebar di Indonesia.
SETETES HARAPAN UNTUK
Perubahan
GRUP MUSIK ROHANI DARI BELANDA
World Vision telah melaksanakan banyak kegiatan atau program untuk penanggulangan HIV&AIDS, seperti di Jakarta, Surabaya, dan Papua. Dan, World Vision tetap mencari upaya untuk penanggulangannya.
hal.16
The Choir Company
hal.28 WORLD VISION
Dalam paruh kedua tahun 2009 ini, World Vision meluncurkan satu lagi program penanggulangan HIV & AIDS yang disebut OLE, yaitu suatu eksibisi interaktif yang bertujuan untuk memberi informasi tentang HIV&AIDS serta membuka mata kita terhadap kesulitan yang dihadapi ODHA (Orang Dengan HIV&AIDS). Pada tanggal 9-13 Agustus yang lalu World Vision Indonesia mengadakan eksibisi OLE di Discovery Shopping Mall, Kuta, Bali. Eksibisi berikutnya akan diadakan di Surabaya (Oktober) dan Jakarta (November). Melalui eksibisi OLE, diharapkan laju penyebaran HIV menurun. Selain itu, stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA juga hilang. Semoga dengan eksibisi OLE ini masyarakat, khususnya anakanak dan remaja, bisa mendapat informasi yang tepat dan lengkap tentang HIV & AIDS. Selanjutnya, diharapkan mereka menyebarkan informasi tersebut kepada teman-teman dan keluarga mereka.
Merespons Gempa Jawa Barat WAHANA VISI INDONESIA
Kasih&Peduli mitra World Vision
Volume 19 / 2009
Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia bekerjasama dengan World Vision. Pembina Wahana Visi Indonesia Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirjo Dr. Nafsiah Mboi, MD, Ped. MPH Rev. DR. Kadarmanto Hardjowasito DR. Frieda Mangunsong, MEd Maria Hartiningsih Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester M.Ga, M.Si
Pengawas Wahana Visi Indonesia Drs. Utomo Josodirdjo Yozua Makes, SH, LL.M, MM
Salam, Redaksi
Tim Redaksi Korespondensi dan perubahan alamat harap sampaikan ke
WAHANA VISI INDONESIA Jl. Wahid Hasyim No. 31, Jakarta 10340 tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514
World Vision Indonesia
Jl. Wahid Hasyim No. 33 Jakarta 10340 tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846
Emilia K. Sitompul, Priscilla Christin, Beatrice Mertadiwangsa, John Nelwan, Johnson L. Tobing, Damaris Sarangnga, Abi Hardjatmo, B. Marsudiharjo, Donna Hattu, Joseph Soebroto, Shirley Fransiska, Lukas J. Ginting, Juliarti Sianturi, Hendro Suwito, Sari Estikarini.
Cover
Anak-anak ADP Kupang.
Fotografer 2
Kasih&Peduli Vol.19/2009
www.worldvision.or.id
Johnson L. Tobing
Sajian Utama
Mengalami Kehidupan Sesama yang Terinfeksi HIV melalui OLE B. Marsudiharjo
Fotografer Michael Sidharta
P
ULUHAN siswa-siswi SMA menunggu di kursikursi di depan tempat penerima tamu, ketika Mirah Pradnya (17) memanggil pengunjung yang mendapat giliran masuk lorong-lorong kehidupan dalam eksibisi interaktif multi-indra One Life Evolution (OLE). World Vision Indonesia mengadakan eksibisi OLE di Discovery Shopping Mall, Kuta, Bali, 9-13 Agustus. Dalam eksibisi ini, pengunjung bisa mengalami kehidupan lima tokoh yang ditampilkan: Anjali, Srey Mom, Tasya, Retno, dan Ahmad. Sekretaris Jenderal Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nafsiah Mboi pada pembukaan eksibisi OLE mengatakan bahwa permasalahan HIV & AIDS tidak terlepas dari kuatnya stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat terhadap orang yang hidup dengan HIV.
Ibu Nafsiah Mboi memberikan kata sambutan pada hari pertama eksibisi OLE Nafsiah mengakui stigma dan diskriminasi masih terjadi di lingkungan pekerjaan meskipun telah ada Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia dan keputusan Menteri Tenaga Kerja Kasih&Peduli Vol.19/2009
3
Sajian Utama No. KEP/68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV & AIDS di tempat kerja. “Stigma dan diskriminasi masih terus ada di tempat kerja,” kata Nafsiah. Nafsiah berharap semua orang yang menghadiri acara ini dapat tersentuh hati dan pikirannya saat melihat perjuangan sesama yang hidup dengan HIV. Eksibisi OLE terbuka untuk umum. Selain dikunjungi siswa-siswi SMP dan SMA, eksibisi ini juga dihadiri oleh mahasiswa, guru, orangtua, karyawan, dokter, notaris dan turis asing maupun domestik yang sedang berlibur di Bali. Lewat bantuan audio yang direkam dalam MP3 dan pengaturan lorong-lorong kehidupan berdasarkan kisah nyata tokoh-tokoh OLE, para pengunjung selama beberapa menit dibawa masuk ke dalam kehidupan tokoh yang dipilihnya. Pengunjung yang menjalani kehidupan Srey Mom, misalnya, bisa merasakan masa kecil Srey yang membahagiakan, penderitaannya setelah ayahnya meninggal, perjuangannya melawan HIV, dan aktivitasnya sebagai pejuang hak asasi. Sesuai dengan jumlah tokoh yang ditampilkan, Mirah, salah satu dari 34 sukarelawan Pundi Amal SCTV, secara berkala memanggil lima pengunjung untuk masuk lorong-lorong OLE. Para pengunjung yang sedang antri dihibur oleh sukarelawan yang memiliki talenta menyanyi. Para pengunjung yang sedang antri juga mendapatkan informasi penting tentang fakta-fakta terkait dengan penyebaran HIV & AIDS di Indonesia, cara penularan dan pencegahan HIV serta cara mendapatkan konseling maupun pemeriksaan HIV. Lebih dari 2.500 orang dari berbagai usia dan latar belakang telah mengunjungi eksibisi OLE yang berlangsung selama lima hari itu. Ni Putu Desy Sukma Dewi, pelajar kelas 2 SMA 1 Tabanan mengatakan ia sangat terkesan setelah menjalani kehidupan salah satu tokoh yang ditampilkan dalam eksibisi OLE.
4
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Seorang staf Pemda Bali mengungkapkan harapannya dalam acara eksibis OLE pada tanggal 9 Agustus 2009 ”Saya merasa senang dapat menghadiri eksibisi ini. Melalui kegiatan ini saya dapat belajar bagaimana semakin menghargai sesama yang terinfeksi HIV,” kata Desy. Desy mengatakan pesan-pesan yang ia terima dalam eksibisi OLE semakin menguatkan dia untuk memberitahukan kepada teman-temannya pengetahuan yang tepat tentang HIV & AIDS dan menghargai sesama yang hidup dengan HIV. Sunarmi, guru pembimbing SMU Negeri 1 Tabanan mangakui bahwa sekitar 30 siswa-siswi yang didampingi sangat terkesan dan senang bisa datang dan berpartisipasi dalam acara ini. Billy dari Sulawesi Utara yang sedang berlibur di Bali mengatakan ia tiba-tiba menangis saat ‘menjalani’
kehidupan Srey Mom, salah satu profil dari Kamboja, yang ditampilkan dalam OLE ini. “Saya tidak bisa membayangkan jika salah satu keluarga atau saudara saya mengalami kehidupan seperti Srey Mom. Saya berharap tidak akan ada lagi orang yang mengalami kehidupan yang dialami Srey Mom di kemudian hari,” kata Billy. Dr. Yoke, Kepala Seksi Kesehatan dan Reproduksi Dinas Kesehatan Papua, mengatakan ia terkesan dan sepakat dengan pesan yang disampaikan dalam OLE.
Para pengunjung OLE, sebagian besar di antaranya para pelajar SMA, sedang mendengarkan pengarahan dari sukarelawan sebelum memulai perjalanan OLE.
“Saya tersentuh dan mendapat impresi bahwa benar hidup itu hanya satu kali dan sangat berharga dan bagaimana kita bisa menjadi orang yang berguna bagi orang lain,” kata Yoke. Yoke berharap semua pengunjung OLE mempunyai kesan seperti dirinya sehingga mereka bisa bergandengan tangan memerangi masalah HIV & AIDS. Yoke juga berharap eksibisi OLE bisa dilakukan di Papua, tidak hanya di Jayapura tetapi di banyak kota. Ketua Pelaksana Harian KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Jakarta Rohana Manggala tidak mampu menahan air matanya begitu keluar dari ruang eksibisi OLE. ”Eksibisi ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa. Kisah-kisah orang yang terinfeksi HIV mungkin bisa saya baca, tetapi lewat eksibisi ini saya telah dibawa masuk dalam kehidupan tokoh yang ditampilkan,” kata Rohana. Dia mengimbau pemerintah dan pihak swasta menolong anak-anak yatim piatu yang ditinggal orangtuanya akibat AIDS.
Maskot Sahabat OLE ini menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung
Penyelenggaraan OLE didukung KPAN, KPA Kabupaten Badung, KPA Kota Surabaya, KPA Provinsi DKI Jakarta, Depsos, Depkes, dan Depdiknas, Bali Tourism Board, Kios Atmajaya, Komunitas Rumah Philia, FHI dan YAKITA, SCTV, Pundi Amal, Globe Asia Group, Kompas, MRA, Indofood, PB & Co, Discovery Shopping Mall Kuta, Tunjungan Plaza Surabaya, LaPiazza Kelapa Gading, Taman Impian Jaya Ancol, ExxonMobil, Samudra Dyan Praga, GE, IndosatM2, Sony Indonesia, Digital Inmark, Kuark International, dan RealPro TV.* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
5
Sajian Utama
Anak-anak Antusias Merayakan Hari Anak Nasional
WV/Puteri Mumpuni
WV/Gatot Sukoco
WV/Gatot Sukoco
Tumpal Sujadi, Gatot Sukoco, Puteri Mumpuni
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta juga hadir pada acara perayaan HAN di Banda Aceh.
Anak-anak di berbagai wilayah pelayanan World Vision Indonesia dan Wahana Visi Indonesia merayakan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada tanggal 23 Juli dengan berbagai kegiatan.
S
EKITAR 700 anak-anak menggelar perayaan di lapangan Sintuwu Maroso di Kabupaten Poso, dengan tema, “Saya Anak Indonesia Kreatif, Inovatif dan Unggul untuk Menghadapi Tantangan di Masa Depan.” Perayaan HAN 2009 ini cukup berbeda dengan perayaan6
Kasih&Peduli Vol.19/2009
perayaan HAN pada tahuntahun sebelumnya. Kali ini, Wahana Visi mencoba melibatkan sebanyak mungkin mitra, baik mitra pemerintah maupun non pemerintah. Dengan menggandeng para mitra ini, Wahana Visi bermaksud membangun kesadaran masyarakat terhadap hak-hak dasar anak dan
membangun partisipasi seluruh elemen masyarakat. Para mitra Wahana Visi ini tidak hanya terlibat secara pasif, tetapi juga secara aktif mendukung pendanaan dan menyediakan fasilitas-fasilitas, seperti unit pemadam kebakaran, seragam bagi para ‘pejabat’ anak, perlengkapan dekorasi, dan lain-lain.
WV/Gatot Sukoco
Dalam peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli yang lalu, anak-anak Jakarta melakukan simulasi mengelola ‘kota’ di Cibubur. Lewat sebuah simulasi ‘nagari anak’, anak-anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), siswa-siswi SD dan SMP mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung menjalankan kehidupan sipil dengan menjadi petugas pasar, pejabat bank, rumah sakit, kantor imigrasi, dan kepolisian. Jika anak-anak Poso belajar mengelola sebuah ‘negeri’, anakanak Jakarta belajar mengelola ‘kota’ pada pesta anak ini. Pada kesempatan ini, setiap anak yang hadir diberi kebebasan untuk melakukan simulasi kehidupan
sebenarnya di sebuah kota. “Enak juga di sini, cuma sedikit capai harus lari ke sana dan lari ke sini,” kata Akbar, salah satu pengunjung ‘kota anak’. Anak-anak di Aceh yang berasal dari Aceh Jaya, Banda Aceh, dan Aceh Barat, memperingati HAN dengan mengikuti eksibisi dan presentasi foto di hadapan perwakilan pemerintah, organisasi non pemerintah, dan wartawan. “Saya kagum karena anak-anak dapat menangkap dan meng-
komunikasikan keadaan seharisehari mereka secara realistis dan sistematis lewat foto,” kata H.T. Said Mustafa, asisten gubernur Aceh. “Kita sering lupa untuk melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan,” ia menambahkan. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta juga hadir pada acara itu. ”Anak-anak Aceh tercinta, terus ciptakan foto-foto dengan lensa mata dan hatimu sendiri,” kata Meutia.* (K&P)
Capek sedikit, tetapi mengasyikkan juga dalam simulasi mengelola kota. WV/Gatot Sukoco
Kasih&Peduli Vol.19/2009
7
Inspirasi
Secercah Cahaya di Sudut Gelap Surabaya Teks dan foto Hendro Suwito
Mariani Zaenal (ketiga dari kanan) bersama beberapa relawan pusat krisis berbasis masyarakat Cahaya Mentari di Surabaya. World Vision, melalui Wahana Visi Indonesia, memberi dukungan bagi pelayanan Cahaya Mentari.
Cahaya Mentari, pusat krisis berbasis masyarakat, telah menjadi sumber cahaya bagi masyarakat di dekat salah satu lembah hitam paling terkenal di Indonesia.
M
ARIANI Zaenal bersama lebih dari sepuluh relawan wanita lainnya, yang menjadi tulang punggung dari pusat krisis ini, telah membantu meringankan beban penduduk setempat, khususnya anak-anak yang menderita berbagai jenis kekerasan. Seperti dinyatakan dalam misi mereka, Cahaya Mentari ingin membantu menciptakan keluarga harmonis dan lingkungan aman di mana anak-anak bisa bertumbuh dan berkembang dengan secara optimal. Kecamatan Banyu Urip dan Putat Jaya di Surabaya termasuk kecamatan yang paling miskin di Surabaya. Kompleks pelacuran Dolly, lembah hitam terbesar di negeri ini, berlokasi di daerah ini. Kemiskinan parah dan kerumitan hidup di lingkungan yang kontroversial ini telah menjadi sumber frustrasi dan perilaku ekstrem oleh beberapa warganya. 8
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Selain tindakan kriminal, seperti pemerasan dan perdagangan narkoba, terjadi banyak kasus KDRT, seperti kekerasan psikis dan fisik terhadap istri dan anak-anak, kekerasan seksual terhadap anak-anak, bahkan juga kasus-kasus inces. World Vision Indonesia mulai membantu masyarakat di daerah ini dengan bantuan darurat setelah krisis ekonomi tahun 1997-98. Selama lebih dari dua tahun, World Vision mendistribusikan bahan makanan, seperti beras dan minyak goreng bagi ribuan keluarga. Program ini kemudian dilanjutkan dengan program intervensi yang lebih terpadu melalui dua
“Saya sangat beruntung mendapat masukan dari ibu. Jika saya terus memukuli atau bahkan membunuh istri saya, saya pasti sudah masuk penjara.”
program pengembangan masyarakat, yaitu ADP Surabaya 1 dan 2. Melalui interaksi lebih intensif dengan masyarakat, staf World Vision menyadari pentingnya memberikan bantuan kepada masyarakat, khususnya generasi muda, yang menderita kekerasan. Kepedulian ini sesuai dengan kepedulian Mariani Zaenal dan beberapa wanita lainnya – umumnya ibu-ibu – yang tinggal di daerah itu. Melalui dialog lebih intensif, Mariani dan kawankawannya sepakat untuk memelopori upaya memerangi berbagai kekerasan di masyarakat dan membantu anak-anak. Hal inilah yang melahirkan pusat krisis berbasis masyarakat Cahaya Mentari pada tahun 2006. World Vision membantu memfasilitasi serangkaian pelatihan para relawan oleh ahli psikologi dari pusat konsultasi psikologi Maxima, yang berafiliasi dengan salah satu universitas di Surabaya. “Kami membekali para relawan itu dengan pengetahuan praktis, seperti bagaimana memberikan konseling, pengetahuan yang lebih baik tentang isu-isu seksual, dan hal-hal penting lainnya,” kata Agnes Wulandari, manajer program World Vision di Surabaya. Agnes menyatakan bahwa Cahaya Mentari adalah salah satu dari tiga pusat krisis berbasis masyarakat yang diprakarsai bersama oleh masyarakat dan World Vision. “Cahaya Mentari sejauh ini telah berjalan dengan sangat baik oleh karena komitmen yang kuat dari para relawannya.” Mariani dan rekan-rekan membuka pusat krisis itu selama jam kantor dari Senin hingga Jumat. Tetapi, mereka juga siap membantu setiap saat pelayanan mereka diperlukan. ”Pernah, pada waktu tengah malam, seorang perempuan yang dipukul suaminya lari ke rumah saya mencari pertolongan. Saya menyembunyikannya di kolong tempat tidur,” kenang Mariani. Ketika suaminya datang, Mariani berusaha menenangkannya dan kemudian memberikan konseling kepadanya. Beberapa bulan kemudian, ketika hubungan pasangan itu telah membaik, sang suami berkata kepada
Mariani, “Saya sangatberuntung mendapat masukan dari ibu. Jika saya terus memukuli atau bahkan membunuh istri saya, saya pasti sudah masuk penjara.” Pada suatu hari, lewat tengah malam, seorang gadis diperkosa dan mengetuk pintu rumah Mariani untuk meminta perolongan. “Saya memberikan perlindungan dan bantuan psikologis pada malam itu. Esoknya, saya menemani dia untuk mendapat perlindungan yang lebih baik pada sebuah shelter yang dikelola lebih profesional.” KDRT terhadap wanita dan anak-anak adalah kasus yang paling umum dihadapi pusat krisis ini. Lebih separuh dari kasus yang ditangani hingga saat ini termasuk dalam kategori ini. Pusat krisis ini juga telah menangani beberapa kasus inces, penelantaran, masalah sekolah, dan beberapa kasus pidana yang melibatkan anak-anak setempat.
Seorang ibu, ditemani dua anaknya, sedang didampingi oleh Mariani Zaenal, pimpinan pusat krisis Cahaya Mentari. Pusat krisis di Surabaya ini telah menjadi oase bagi banyak warga masyarakat yang dilanda berbagai permasalahan kehidupan. Komitmen luar biasa Mariani dan rekan-rekannya telah diakui oleh pemerintah dan lembaga lainnya. Pemda kota Surabaya dan Kantor Dinas Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah memberikan penghargaan kepada Cahaya Mentari atas kontribusinya dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Seorang mahasiswa dari luar negeri juga telah melakukan risetnya di pusat krisis ini untuk meraih gelar masternya.* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
9
Inspirasi
Setetes Harapan untuk Perubahan Beatrice Mertadiwangsa
“Menurut masyarakat Lamboya, air yang digali sudah bersih. Tetapi saya baca di buku tentang air bersih, masih banyak persyaratan yang kurang.”
M
ENARIK karena pernyataan itu keluar dari mulut Soleman Lito Pajangin, siswa kelas VII SMPN 1 Lamboya, Sumba Barat. Karena keinginannya yang begitu besar untuk memiliki sumber air bersih, Lito sampai membaca buku pengetahuan tentang air bersih. Buku yang mungkin tidak lazim dibaca oleh anak seusianya. Lito tinggal di Desa Wee Libo, Kecamatan Lamboya. Setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah, dia bangun pukul lima pagi untuk mengambil air bagi keperluan keluarganya. Itu dilakukan tidak hanya oleh Lito, melainkan banyak anak-anak dan juga masyarakat di Kecamatan Lamboya. Berbeda dengan kita yang hidup di kota besar dan tinggal membuka kran untuk mendapatkan air, Lito dan kawan-kawannya baru bisa mendapatkan air setelah melalui perjuangan. Mereka harus berjalan ke pinggir sungai dan menggali lubang terlebih dulu untuk menemukan sumber air. Setelah lubang digali, mereka harus menunggu 1 – 2 jam hingga air di dalam lubang berkurang kekeruhannya dan boleh untuk diambil. Air itu pun sebenarnya tidak cukup layak untuk dikonsumsi. Namun itulah yang terjadi. Sumba Barat adalah daerah yang memiliki curah hujan rendah. Hujan hanya turun empat bulan dalam setahun. Hal ini
10
Kasih&Peduli Vol.19/2009
WV/Dokumentasi
“Saya ingin ada sumber air yang dekat dengan rumah, supaya tiap pagi tidak terlambat ke sekolah karena harus mengambil air,” kata Roslina R. Kaka. menyebabkan masyarakat Sumba Barat kesulitan mendapatkan air. Selain itu, sumber-sumber air yang ada tersebar jauh dari pemukiman penduduk. Lamboya hanya salah satu contoh, masih banyak kecamatan lainnya yang kesulitan mendapatkan air bersih.
WV/Dokumentasi
Untuk itulah, melalui program Famine tahun ini, WVI berencana untuk memberikan setetes harapan untuk perubahan di Sumba Barat. Famine 2009 ditujukan untuk membantu program air bersih untuk empat kecamatan di Sumba Barat, yaitu Loura, Tana Righu, LoliKota, dan Lamboya. Aksi doa, puasa dan pengumpulan dana telah dilakukan secara nasional di berbagai institusi, seperti gereja dan sekolah. Ada yang hanya mengumpulkan donasi saja, namun ada juga institusi yang mengemas program ini dengan kreativitas yang dimiliki. Seperti yang terjadi di GKI Samanhudi (Jakarta), selama bulan Maret setiap minggu mereka menayangkan video tentang Famine. Bahkan di salah satu minggu di bulan Maret, mereka menampilkan drama tentang aksi Famine. Hal ini membuat aksi Famine di GKI Samanhudi menjadi lebih berwarna. Hingga saat ini proses pengumpulan kotak dan penghitungan donasi tengah berlangsung. Namun perjuangan masih belum selesai. Yang lebih penting adalah proses pelaksanaannya. Mari kita dukung dan doakan bersama, agar harapan anak-anak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di Sumba Barat dapat terwujud.
WV/Dokumentasi
“Saya ingin ada sumber air yang dekat dengan rumah, supaya tiap pagi tidak terlambat ke sekolah karena harus mengambil air,” kata Roslina R. Kaka, siswi kelas VIII SMPN 2 Waikabubak, Sumba Barat.* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
11
Seputar Anak
Elizanolo Zalukhu Setelah Kehadiran World Vision Erickson Sijabat World Vision Indonesia telah membangun fasilitas pipa air sepanjang 1,5 kilometer yang menghubungkan sumber air dan bak air di desa Eli. Sekarang Eli bisa dengan mudah mendapat air bersih karena pipa air bersih telah sampai ke rumahnya.
WV/Dokumentasi
“Sekarang saya bisa berjalan hanya beberapa langkah untuk mendapatkan air bersih sebanyak yang saya inginkan,” kata Eli.
S
Eli harus membawa 15 liter air ke rumah dari sumber air. Pekerjaan ini membuat dia sering terlambat ke sekolah. Agar tidak terlambat tiba di sekolah, dia sering tidak mandi pagi. 12
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Eli, kakak dan adiknya serta kawannya bisa meminjam buku pelajaran untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian, menyelesaikan PR, dan menambah pengetahuan. Pendirian perpustakaan itu ialah untuk memenuhi kebutuhan siswa akan buku pelajaran. Masyarakat di desanya mendiskusikan dengan staf World Vision sebelum membangun perpustakaan itu. “Nilai ujian saya sekarang jadi lebih bagus,” tambah Eli.
Fasilitas pipa air dan kehadiran perpustakaan di desa itu telah memungkinkan Eli untuk mengikuti kegiatan-kegiatan. World Vision telah memfasilitasi kelompok berWorld Vision membantu main anak dan dia senang dalam masyarakat di desanya untuk me- kelompok itu. nyediakan pipa, semen, pasir, keran, peralatan, dan material yang Eli adalah anak kedua dari diperlukan untuk membangun pasangan Filizisokhi Zalukhu dan Sitinisia Zendrato. Ayahnya telah fasilitas perpipaan. meninggal. Karena ibunya menikah Masyarakat yang mendapat man- lagi, Eli diasuh oleh pamannya. Eli, faat dari fasilitas itu bekerja sama yang sekarang duduk di kelas satu dengan sukarela untuk memba- SMP, bercita-cita untuk menjadi ngun bak air dan menghubungkan seorang polisi.* (K&P/Penulis adalah Manajer Wahana Visi pipa. di Nias)
Sekarang Eli bisa mandi pagi, namun tidak terlambat ke sekolah. EBELUM fasilitas air bersih dibangun di desanya di Kecamatan Alasa, Nias, Elizanolo Zalukhu (12) harus berjalan kaki sekitar satu kilometer untuk mendapatkan air bersih untuk mandi, mencuci, dan memasak.
Eli telah bisa mandi pagi dan tidak terlambat ke sekolah. Eli, keluarganya, dan masyarakat merasa senang dan sehat sekarang.
World Vision juga membangun perpustakaan di desa itu, dan menyediakan buku pelajaran untuk anak-anak dari kelas satu SD hingga kelas tiga SMP.
“Akhirnya Aku Bisa, Aku Mampu...!!!” Wahyu Joko Susilantoro Sejak mendapatkan satu guru bantu dari Surya Institute Jakarta, anak-anak SD YPPK Hepuba, Papua, sangat menyukai pelajaran matematika. Murid-murid kelas 3 terdiam dan berpikir sejenak. Salah satu anak dari barisan belakang mengacungkan jari. ”Saya, Bu Guru!” seru Daniel Wetipo. Kemudian Daniel maju ke depan, mengerjakan soal perkalian. “76 kali 6….42 36…42 36 sama dengan 456,” jawab Daniel dengan cepat, menyebutkan hasil perkalian tersebut. Kemudian Daniel kembali duduk di bangkunya.
S
ARI, nama
g u r u bantu itu, mengajar sejak akhir Januari 2009 di SD YPPK Hepuba dan merupakan salah satu dari 10 guru bantu yang ditempatkan di Pegunungan Tengah, khususnya di Kabupaten Jayawijaya. Dengan metode pengajaran matematika yang dipelajari di Surya Institute ini, perlahan-lahan Sari menumbuhkan kemampuan hitung dan minat anak-anak di SD YPPK Hepuba terhadap pelajaran matematika. ”Anak-anak, perhatikan ke papan tulis!“ kata Sari. ”76 kali 6 hasilnya berapa? Ada yang berani coba kah?” seru Sari.
Daniel merupakan salah satu anak yang menerima manfaat program enam bulan (Januari – Juni 2009) kerja sama Surya Institute Jakarta, World Vision Indonesia dan pemerintah Kabupaten Jayawijaya. Daniel lahir di Kampung Wiaima pada tanggal 3 Januari 1999, anak pertama dari tiga bersaudara. Kehidupan ekonomi keluarga Daniel jauh dari kondisi normal. Papanya sudah meninggal saat Daniel duduk di kelas 2 SD. Mamanya menghidupi keluarganya dengan berkebun dan menanam sayur dan hipere (ubi) serta membuat noken (tas tradisional masyarakat Wamena).
Perjalanan sekolah Daniel tidaklah lancar. Sempat dua tahun Daniel tidak bersekolah. Fasilitator Pengembangan Kurima wilayah Kampung Hepuba Yano Asso seringkali memberi nasehat agar Daniel kembali bersekolah. Selama dua tahun tidak bersekolah, Daniel bekerja sebagai kondektur angkutan umum dengan trayek Pasar Woma-Kurima. Pada tanggal 2 Maret 2009 Profesor Yohanes Surya datang ke Wamena untuk melakukan workshop bagi guru-guru dan melakukan seleksi anak-anak berbakat di Kabupaten Jayawijaya untuk dibina di Surya Institute Jakarta. Ada lima murid dari daerah pelayanan World Vision di Kurima yang mengikuti seleksi tersebut, salah satunya Daniel. Daniel Wetipo melanjutkan sekolah di Surya Institute Jakarta selama 17 bulan bersama 4 siswa lainnya. Pemerintah memberikan komitmennya terhadap 5 siswa ini dengan membiayai proses studi mereka sebesar 1,3 Milyar selama 17 bulan mengikuti proses pendidikan di Surya Institute.* (K&P/Penulis adalah Manajer Wahana Visi di Kurima) Kasih&Peduli Vol.19/2009
13
Seputar Anak
Kerjasama Mewujudkan Anak Hidup Utuh Sepenuhnya
Tumpal Sujadi
Prestasi yang diperlihatkan oleh sekolah-sekolah model yang dilayani Wahana Visi Indonesia di Poso membuat Sekretaris Kabupaten Poso Amdjad Lawasa terkesan.
WV/Jusrin
formational Development Grace Hukom dan Manajer Wahana Visi wilayah Sulawesi dan Maluku Erwin Simangunsong hadir sebagai wakil dari Wahana Visi.
Penandatanganan MOU dengan SDN 1 Tentena, SD GKST 1, SD GKST 2, Sinode GKST, Muhammadiyah
H
AL itu terlontar saat berdiskusi dalam penandatanganan Kerjasama (MOU) antara Wahana Visi dengan para mitranya di Poso (2/7). Kerjasama ini berlangsung hingga tahun 2011, dan berpeluang untuk diperpanjang. Melalui MOU ini, Wahana Visi berkomitmen untuk memperluas wilayah pelayanannya. Berawal dari empat kecamatan (Pamona Utara, Pamona Timur, Pamona Selatan, Lore Selatan, Lore Barat), kini Wahana Visi melebarkan sayapnya hingga ke Poso kota dan Poso pesisir, dan melibatkan lebih banyak lagi kemitraan dari berbagai organisasi berbasis iman, seperti Alkhairaat dan Muhammadiyah. Amdjad menegaskan bahwa pendidikan harus didukung sekuat tenaga. “Kami menyambut baik kedatangan Wahana Visi dalam upaya turut mendukung pembangunan masyarakat di Poso, yang salah satunya melalui pendidikan,” Amdjad menegaskan. Para mitra yang hadir saat itu adalah perwakilan Dinas Pengajaran dan Pendidikan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB, dan Alkhairaat. Direktur Trans-
14
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Wahana Visi sebelumnya juga sudah melakukan penandatanganan kerjasama (MOU) dengan SD GKST 1, SD GKST 2, SDN 1 Tentena, Sinode GKST dan Muhammadiyah. Sekolah-sekolah dasar tersebut khusus dijalin kerjasamanya dalam program PAKEM dan internet edukatif. Wahana Visi telah menyediakan satu set perangkat komputer dengan fasilitas V-sat. Para guru dan murid dilatih mengenai cara menggunakan internet. Guru dan murid yang telah dilatih itu diharapkan akan menularkan hasil pelatihan tersebut kepada guru-guru dan murid-murid lain di sekolah masing-masing. Sedangkan dengan Sinode GKST, Wahana Visi juga melakukan kerjasama di sektor ekonomi dalam pembentukan dan penguatan KSM-KSM, pendidikan dengan sekolah model di sekolah-sekolah yayasan GKST, dan berbagai program perlindungan anak, seperti HIV-AIDS, kesehatan reproduksi, posko perlindungan anak, dan sebagainya. Pdt. Felliks. L. Anthonie, M. Teol, sekretaris Sinode GKST menyampaikan rasa terima kasihnya dengan adanya kerjasama ini. Ia juga sangat mengapreasiasi kerja keras Wahana Visi yang berusaha mengintervensi nila-nilai adat Poso agar menjadi ramah anak, seperti lewat seminar adat yang diadakan tahun 2008. Begitupun antusiasme terhadap kerjasama MOU datang dari Abd. Djalil Djambolino, B.A., ketua umum pengurus daerah Muhammadiyah. Kata beliau, Muhammadiyah sangat terbantu dalam bidang pendidikan di Poso saat ini.*(K&P/Penulis adalah staf CRSC ADP Poso)
WV/Dok. ExecuTrain
Bapak Junardy dan Esther Sianipar (bagian tengah) berpose bersama anggota tim dan pendamping anak proyek Tjahaya.
Suarakan Hak Anak-anak Indonesia Esther Sianipar
Sejak 25 Agustus 1990 Konvensi Hak Anak sudah mendapatkan ratifikasi di Indonesia. Namun sampai saat ini belum semua hak anak dapat terpenuhi karena masih banyak pihak belum mengedepankan hakhak anak.
A
ANAK-ANAK harus dilatih agar dapat menyuarakan pendapatnya sendiri. Melalui program Tjahaya yang diperkenalkan oleh Global Compact Network Indonesia, sebanyak 3.000 anak Indonesia akan mendapat pelatihan untuk menyuarakan pendapatnya melalui metode interaktif. Tjahaya adalah proyek tiga tahunan yang dimulai pada bulan Agustus 2009 dan akan dikembangkan di wilayah World Vision Indonesia di Jakarta dan Surabaya dan di wilayah YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia) di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada 6 bulan pertama sebagai pilot project. Pada tahun kedua, Tjahaya akan memperluas programnya ke Kalimantan dan NTT, kemudian wilayah terakhir adalah Sulawesi dan Papua. Dalam program Tjahaja ini anak-anak kurang mampu akan diberi wawasan tentang dirinya dan
lingkungannya dalam bentuk media foto sehingga mereka dapat melihat permasalahan yang terjadi pada diri atau lingkungannya dan kemudian mereka dapat menyuarakannya sehingga dapat menginspirasi orang-orang di sekitarnya. ”Media foto dipilih karena ini merupakan media yang mudah digunakan oleh anak-anak. Selain itu, foto dapat membeberkan fakta dengan gamblang,” papar CSR Director PT. Martina Berto dan Penanggung Jawab Tjahaya, Nuning S. Barwa. Suatu kemitraan antara World Vision Indonesia, YKAI, Picture Me, Matoa Albarits dan Ki-Communication yang tergabung dalam Indonesia Global Compact Network (IGCN) bersama-sama meluncurkan proyek Tjahaya bagi anak usia 10 – 15 tahun. Nantinya anak-anak diharapkan dapat menjadi agen perubahan bukan hanya bagi lingkungan di sekitarnya, namun juga mencakup areal yang lebih luas lagi. Presiden IGCN Y.W. Junardy menyebutkan, ”Suara anak-anak yang polos terkadang lebih keras dan gaungnya lebih luas sehingga mereka lebih sering didengar.”* (K&P/Penulis adalah Team Leader Proyek Tjahaya di Jakarta) Kasih&Peduli Vol.19/2009
15
Tali Kasih
The Choir Company Sekarang Saatnya Lebih Peduli Beatrice Mertadiwangsa Fotografer Michael Sidharta
“Anak perempuan itu memegang tanganku! Bukan karena aku bule, melainkan karena ia melihat secercah harapan di dalam diriku. Namanya Esterina....”
I
TULAH sepenggal kisah pengalaman Maarten Wassink saat pertama kali bertemu dengan Esterina, yang kemudian menjadi anak santunnya di Sambas. Kisah yang menyentuh hati banyak orang ini diceritakan oleh Maarten pada konser musik rohani “It’s TIME” di The Hall – Senayan City (31/8). Konser ini bertujuan untuk mendukung program penyantunan anak Wahana Visi Indonesia, mitra utama World Vision Indonesia. Maarten sendiri adalah direktur musik TCC (The Choir Company), sebuah kelompok musik dari Belanda yang berkomitmen untuk membantu pelayanan Wahana Visi setiap dua tahun sekali. Tahun ini adalah kelima kalinya TCC datang ke Indonesia terhitung sejak tahun 2001. Dalam konser “It’s TIME”, tidak kurang dari 13 lagu dibawakan oleh TCC. Konser ini menampilkan bintang tamu Rio Febrian dan Delon, dengan Larasati Silalahi dan Edric Tjandra sebagai MC. Yang menarik dalam konser tahun ini, anak-anak layanan Wahana Visi dari wilayah Jakarta juga turut tampil memeriahkan konser. Mereka bernyanyi bersama dengan TCC.
16
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Konser “It’s TIME” di The Hall – Senayan City merupakan konser pembuka dari rangkaian konser yang disajikan oleh TCC selama di Indonesia. Tidak kurang dari 12 konser dan 1 workshop musik dilakukan baik di Jakarta maupun Surabaya dalam kurun waktu satu minggu. Siapakah TCC? Setelah melihat penampilan TCC, mungkin kita akan bertanya-tanya, siapakah mereka? TCC adalah kelompok musik rohani dari Belanda yang beranggotakan ratusan orang dari berbagai kalangan dan profesi. Dari mahasiswa, karyawan, guru, usahawan sampai direktur tergabung dalam kelompok ini. Mereka juga merupakan duta World Vision Belanda. Beberapa konser yang pernah mereka dukung di antaranya adalah bersama Ron Kenoly, Don Moen, dan Graham Kendrick. Yang luar biasa, mereka datang ke Indonesia dengan biaya mereka sendiri untuk membantu pelayanan Wahana Visi Indonesia. Dukungan Sponsor Selain anak-anak layanan Wahana Visi, konser “It’s
Penampilan Delon dengan anak-anak IPEKA
Anak-anak binaan WVI bernyanyi bersama TCC Rio Febrian diwawancarai MC, Larasati Silalahi dan Edric Tjandra TIME” di The Hall – Senayan City juga menampilkan beberapa anak remaja yang bernyanyi bersama Delon dalam lagu You Raise Me Up. Mereka adalah para penyantun muda, yang merupakan siswa-siswi dari sekolah IPEKA Sunter. Menarik, di usia yang relatif muda, sudah tumbuh kepedulian dalam diri mereka akan sesama yang hidupnya kurang beruntung. “Buat kita mungkin tiga ribu rupiah tidak seberapa, tetapi jumlah tersebut bisa berpengaruh bagi hidup mereka,” ujar Denis, salah seorang siswi IPEKA ketika ditanya alasannya mau menjadi penyantun. Denis dan teman-temannya memang sudah menjadi penyantun saat jumlah donasi masih Rp. 3.000,-/hari (saat ini sudah Rp. 5.000,-/hari. red). Tidak hanya siswa-siwi IPEKA, kedua MC pada saat konser “It’s TIME”, yaitu Larasati Silalahi dan Edric Tjandra yang juga memiliki anak santun, kerap kali mengimbau agar pengunjung tergerak untuk membantu sesamanya, terutama anak-anak. “Terima kasih kepada Manajemen Senayan City, GBI Senayan, Sriwijaya Air, Sony BMG, MRA Group, Radio Pelita Kasih, BCA, Delfi
Chocolate dan Indofood atas dukungan yang diberikan untuk konser “It’s Time”. TCC ke Surabaya Ini adalah pertama kalinya TCC menggelar konser mereka di Surabaya, setelah pada kunjungan terdahulu mereka manggung di Bandung dan Bogor. Ternyata sambutan pengunjung di Surabaya tak kalah dengan Jakarta, Bandung maupun Bogor. Konser yang diadakan di Sekolah Kalam Kudus dan Intan Permata Hati mendapat respon positif dari siswasiswi yang hadir. Konser penutup tour tahun ini yang diselenggarakan di GKI Pregolan Bunder juga diresponi secara luar biasa oleh pengunjung yang datang dari berbagai gereja. Konser ini juga dihadiri oleh Konsulat Belanda yang ada di Surabaya. Banyak anak-anak yang tersantuni dalam konser terakhir ini. Semoga semangat membantu orang lain yang kesusahan tidak berhenti di sini, melainkan dapat terus berlanjut. Mari kita nantikan kedatangan TCC berikutnya di tahun 2011!!* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
17
Sosok
Made Nyandra dan
Karya Pelayanannya Teks dan foto Hendro Suwito
Made Nyandra (51) adalah satu di antara ratusan anak sponsor yang didukung World Vision pada tahun 1960-1970-an. Akibat kemiskinan, dia, kakak perempuannya Nyoman Nyandri dan adiknya Ni Luh Sunarti terpaksa tinggal di panti asuhan saat mereka masih kecil.
D
ENGAN dukungan finansial dari World Vision dan bimbingan para pengasuh di panti asuhan, mereka dapat melanjutkan sekolah hingga selesai SMA, bahkan lebih tinggi lagi.
Made Nyandra sangat terbeban untuk menolong para remaja di Bali yang makin banyak terjerat narkoba dan pergaulan bebas. Made Nyandra berkesempatan melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Beberapa tahun setelah menjadi dokter, dia memperdalam ilmu di bidang kejiwaan hingga akhirnya menjadi dokter yang juga ahli jiwa. Sekarang, Made Nyandra sedang melanjutkan studi S-3 dengan konsentrasi pada bidang bio-molekular dengan fokus pada permasalahan reproduksi/ seksualitas. 18
Kasih&Peduli Vol.19/2009
dengan anak-anak muda untuk lebih memahami bahaya narkoba dan hubungan seks berisiko. Bersama beberapa rekannya, dia baru membuka klinik psikiatri khusus untuk menangani kasuskasus ketergantungan pada narkoba. “Ini keprihatinan saya,” ujar Made Nyandra. “Saya sering tidak menarik biaya pemeriksaan supaya bisa membina hubungan lebih dekat untuk menolong para pemuda yang terjerumus narkoba.” Sehari-hari, Made Nyandra melayani masyarakat di sebuah rumah sakit di Denpasar.
Made Nyandra Made Nyandra sangat terbeban untuk menolong para remaja di Bali yang makin banyak terjerat narkoba dan pergaulan bebas. Itu sebabnya, dia sedang mendalami permasalahan ini melalui studi dan berbagai literatur. Suami Ni Luh Rimpiati ini sudah beberapa tahun membuka penyuluhan khusus seminggu sekali melalui salah satu radio siaran di Bali. Dia mengisi acara dialog interaktif untuk berinteraksi
Sementara itu, Nyoman Nyandri dan Ni Luh Sunarti memilih menerjuni dunia bisnis. Sejak beberapa tahun lalu, Nyoman Nyandri terjun dalam usaha ekpor barang kerajinan (handicraft) dari Bali ke negara-negara lain. Akhirakhir ini, Nyandri dan Sunarti juga menggeluti bisnis kargo dan pupuk. Melalui usahanya, cukup banyak orang lain yang ikut menggantungkan hidupnya. Mereka bertiga mensyukuri dukungan World Vision pada masa sulit dalam kehidupan mereka yang telah memungkinkan mereka menapaki jenjang pendidikan yang baik dan dapat menolong orang lain melalui karya pelayanan mereka.* (K&P)
Kiat Sukses Putra Suarthana
B. Marsudiharjo
P
UTRA, panggilan akrab pemilik gelar Doktor dan Magister Management ini kini memiliki sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi yang tersebar di Denpasar, Tabanan, Singaraja, Badung, bahkan di Batam, Surabaya dan Semarang.
WV/Dok. keluarga
Jika ingin sukses, tidak salah jika Anda belajar dari I Ketut Putra Suarthana (59). Masa kecilnya, Putra hidup kekurangan. Sekarang, Putra telah berubah menjadi pengusaha yang berhasil. Putra Suarthana dan keluarga
dari Kanada, yang menyalurkan Kerja keras Putra sudah ditunbantuan lewat panti asuhan yang jukkan sejak ia masih SMA. Di dikelola World Vision Indonesia. sela-sela kesibukan belajar, ia juga mencari uang deng-an memotret “Saya kalau tidak dibantu tidak dan afdruk foto. akan bisa jadi begini,” kata Putra. “Ketika teman-teman tidur, saya Tidak hanya itu, bapak tiga anak Kelaparan melanda wilayah- afdruk foto,” kata Putra, yang menini juga memiliki empat buah hotel wilayah di Bali termasuk Gianyar, dapatkan ketrampilan itu dari sedan agen perjalanan. tempat Putra tinggal, setelah Gu- seorang yang sering datang ke nung Agung meletus tahun 1963. panti asuhan. Di luar kerja kerasnya, Putra sangat dekat dengan Tuhan. Ternyata, itu- Bantuan yang disalurkan para spon- Ketika sudah menjadi dosen, Putra lah kiat sukses Putra: kerja keras, sor lewat panti asuhan yang dikelo- juga tidak berhenti bekerja keras. disiplin dan dekat dengan Tuhan. la World Vision sebenarnya hanya “Jadi dosen siang, malam jadi sopir sampai anak-anak tamat SMA, bemo,” kata Putra, yang kadangPutra juga mengakui adanya peran tetapi Putra menikmati bantuan kadang menutupi wajahnya deorang yang awalnya tidak ia kenal, hingga tamat Akademi Pariwisata. ngan topi agar tidak dikenali mahayang ikut mengukir keberhasilan siswanya yang sering naik bemonya. yang ia nikmati saat ini. Waktu itu, anak-anak panti asuhan mendapat kesempatan untuk Putra menikah dengan Ni Made Rai “Seandainya tidak ada saudara da- mendapatkan biasiswa, dan Putra Srigunanti dan dikarunia dua putra tang dan menyekolahkan saya di adalah salah satu anak yang lulus tes. dan satu putri: Jimmy Harry Putu panti, mungkin sekarang saya tinggal Suarthana, Christine Dwiyanti Sudi kampung jadi petani,” kata Putra, Selama di Akademi Pariwisata, Pu- arthana, dan Henry Arie Suarthana. mengenang keberadaannya di Panti tra mendapat bantuan biaya penAsuhan Giri Asih, di Blimbingsari, didikan dan makan, yang memung- Istri Putra, yang dulu adalah muKabupaten Jembrana, tahun 1963. kinkan orang tuanya tidak perlu ridnya di sekolah minggu, kini temengeluarkan biaya apa-apa untuk lah pensiun dari profesi sebagai Putra disponsori oleh Heinerberg, anak bungsunya ini. “Orang tua tidak bidan agar bisa menjadi pengasuh pensiunan Kapten Angkatan Udara punya, mau keluar apa?” tanya Putra. bagi lima cucunya.* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
19
Sinergi
Semua Karena
Rumput Laut Welnike Angel
Sebelum dijual, rumput laut dijemur sampai kering.
J
ARAK Mbueain ke kantor Wahana Visi kurang lebih 30 km. Bapak yang satu ini selalu setia mengikuti pertemuan Dewan Perwakilan Petani Rumput Laut Lintas Rote (DPPRL-LR) setiap bulannya. Memang pertemuan ini dilaksanakan di kantor Wahana Visi, karena wadah ini belum mempunyai tempat yang tetap. Lagi pula, pengurusnya berasal dari enam desa layanan LINTAS project dari berbagai kecamatan di kabupaten Rote Ndao. Dengan senyum malu-malu dia mengisahkan bagaimana perjuangannya setelah sekian tahun bergelut dengan rumput laut. “Selama ini, usaha dan pekerjaan saya hanya sebagai petani berkebun dan sadap lontar. Itulah usaha andalan saya,” kata Al. “Pada September 2002, rumput laut diperkenalkan oleh bupati. Bupati memberikan bantuan empat rol tali dan empat potong bambu karena metode yang dipakai adalah metode rakit. Sejak itu, kami pun mulai beralih pekerjaan.” “Panen pertama,” kata Al, ”kami jual dan hasilnya digunakan untuk membeli tali nilon dan tali rafiah. Waktu itu saya menjualnya dengan harga Rp 2.500/kg kering.” 20
WV/Hendro Suwito
Pagi itu wajah Alphius Nggelan (43) tersenyum penuh semangat walaupun dia letih setelah menempuh perjalanan jauh. Alphius yang biasa disapa Al ini baru datang ke kantor Wahana Visi Indonesia di Rote dari desanya, Mbueain, Kecamatan Rote Barat.
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Tahun 2003-2004 usaha Al dan kelompoknya mulai mengalami kemajuan. Ia mulai menerapkan metode budidaya yang lain, yaitu metode patok dasar. Hasilnya pun mulai kelihatan pada tahun 2005-2006. Modal mereka sudah mencukupi untuk menambah tali hingga 40-an tali. Apalagi waktu itu harga rumput laut sudah meningkat menjadi Rp 5.000/kg kering. “Tahun 2007 sampai sekarang kami mempunyai kurang lebih 70-100 tali ris. Sekali panen menghasilkan empat ton rumput laut kering,” kata Al bangga. Al sangat bangga karena merupakan salah seorang yang diberi kepercayaan dari 20 petani model untuk melakukan penelitian metode budidaya yang baru, yaitu metode kapling yang pernah dipelajari pada waktu studi banding di Maumere yang difasilitasi oleh LINTAS Project. Hasil rumput laut itu benar-benar membantu keluarga para petani dalam memenuhi kebutuhan hidup. Mereka bisa membangun rumah, membeli sepeda motor, dan menyekolahkan anak-anak sampai ke SMP/SLTA. Ini semua karena RUMPUT LAUT….* (K&P/Penulis adalah Koordinator Proyek LINTAS Rote)
WV/Hendro Suwito
World Vision dan Wahana Visi
Menopang Korban Gempa Jawa Barat Hendro Suwito
Gempa berkekuatan 7,3 skala Richter yang mengguncang Jawa Barat dan sekitarnya tanggal 2 September lalu, ‘hanya’ menewaskan sekitar 100 orang, tetapi kerusakan harta benda sangat luar biasa, sama parahnya dengan gempa Jogyakarta tahun 2006.
WV/Pitoyo
Empat Ruang Sahabat Anak yang dibuka World Vision bersama Wahana Visi di Kecamatan Pengalengan memberi dukungan psikososial bagi lebih dari 1000 anak-anak korban gempa (kanan). Salah satu sekolah SD di Pengalengan yang hancur akibat gempa (atas). Kasih&Peduli Vol.19/2009
21
WV/Pitoyo
Sinergi
G
EMPA Jawa Barat yang berpusat di kedalaman 30 kilometerdi Samudera Indonesia, 142 kilometer barat daya Tasikmalaya, mengakibatkan sekitar 100 orang tewas, termasuk mereka yang masih belum ditemukan akibat longsor di daerah Cianjur. Ribuan orang juga dikabarkan luka-luka, seperti luka di kepala atau patah tulang tertimpa bangunan rumah yang roboh. Kerusakan bangunan akibat gempa ini ternyata sangat luar biasa. Lebih dari 170.000 bangunan diberitakan mengalami kerusakan. Sekitar 64.000 rumah roboh atau rusak berat, sedangkan 114.000 rumah retak-retak atau rusak ringan.
Mobil Sahabat Anak dari program pelayanan masyarakat di Jakarta dikirimkan ke Pengalengan tanggal 5 September untuk membantu menghibur dan menambah wawasan anakanak korban gempa. Truk tangki membagikan air bersih ribuan liter tiap hari ke beberapa lokasi pengungsian di Pengalengan.
Kerusakan sangat menyebar seperti di Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Bandung (khususnya daerah Pengalengan), Cianjur dan Sukabumi. Kerusakan dalam skala lebih kecil juga terjadi di Banjar, Bogor dan bahkan juga di Cilacap (Jateng) dan Jakarta. “Di Kecamatan Pengalengan, misalnya, banyak sekali rumah yang hancur atau rusak berat di sejumlah desa,” kata Direktur Nasional World Vision Indonesia Trihadi Saptoadi. 22
Kasih&Peduli Vol.19/2009
WV/Donna Hattu
Trihadi menyebutkan sekitar 30 sekolah, atau sekitar 50 persen bangunan sekolah di Kecamatan Pengalengan rusak berat.
WV/Donna Hattu
Ai Halimah (58) warga Desa Marga Mulya, Kecamatan Pengalengan, adalah salah satu warga yang rumahnya rusak berat. Ia terisak ketika menceritakan bagaimana dia lari dari rumahnya ketika gempa mengguncang. “Saya sangat stress. Saya tidak bisa tidur di tenda yang kami dirikan di dekat kebun jagung,” kata Ai. World Vision Indonesia, bermitra dengan Wahana Visi Indonesia, telah mendistribusikan 6.000 paket keluarga, 2.000 paket balita, dan paket pendidikan senilai AS$ 500.000 (Rp 5 miliar) untuk membantu korban gempa di Kecamatan Pengalengan dan Kabupaten Tasikmalaya
Wahana Visi menyampaikan terima kasih kepada para penyantun dan donor yang ikut menyumbang guna meringankan beban para korban gempa.”* (K&P)
WV/Hendro Suwito
Kami juga menyewa satu mobil tangki untuk mendistribusikan sekitar 12.000 liter air tiap hari di beberapa lokasi pengungsian. Banyak pengungsi, apalagi anak-anak, terancam berbagai penyakit, seperti diare dan infeksi saluran pernafasan. Adanya air bersih akan membantu menopang kesehatan mereka.
WV/Hendro Suwito
Bekerjasama dengan beberapa lembaga lain, seperti Depsos, Pemda Pengalengan, ibu-ibu PKK, relawan Universitas Padjajaran dan ITB, kami juga telah membuka empat Ruang Sahabat Anak (Child Friendly Space) di empat desa di Pengalengan untuk memberikan dukungan psikososial kepada anak-anak yang sangat terguncang akibat gempa. Satu Mobil Sahabat Anak yang membawa sekitar 500 buku anak-anak , baik fiksi dan non-fiksi, langsung diserbu dan menjadi sumber keceriaan bagi ratusan anak.
Anak-anak korban gempa membaca buku-buku yang dipinjam dari Mobil Sahabat Anak (atas). Amelia Merrick, staf World Vision, berbincang dengan keluarga pengungsi di Desa Marga Mulya di Pengalengan. Paket bantuan untuk keluarga sedang diturunkan di Desa Marga Mukti untuk menopang kehidupan para pengungsi yang rumahnya hancur atau rusak akibat gempa. Kasih&Peduli Vol.19/2009
23
Kiprah Anak
Petrus Wis, Berjuang Menggapai Cita
Salah satu bentuk bantuan Wahana Visi untuk anak-anak dari Pantai Kasuari yang sedang kuliah adalah beasiswa (dalam batasan tertentu), pendampingan melalui kelompok belajar, dan fasilitas perpustakaan dan internet di kantor Wahana Visi untuk mempermudah mereka dalam membuat tugas kuliah.* (K&P)
Tim Wahana Visi di Pantai Kasuari
S
EMANGAT untuk mengubah kehidupan yang selama ini dijalani mendorong Petrus Wis untuk menyelesaikan pendidikannya, walaupun tantangan yang dihadapi tidak mudah. Petrus Wis adalah anak Pantai Kasuari di pesisir selatan Papua yang berupaya keluar dari kampung halamannya menuju kota Merauke untuk mencapai cita-citanya. Dengan bekal seadanya, ia datang ke Merauke dan mencari tempat seadanya.
Tujuan Petrus hanya satu, yaitu bahwa ia harus dapat menyelesaikan pendidikan di Merauke sampai jenjang sarjana. Kesulitan dan tantangan yang ia hadapi tidak mengendorkan semangatnya. Keteguhan hati dan semangat kerja Petrus mendorong semangat staf Wahana Visi Indonesia untuk terus memperjuangkan hak pendidikan bagi anak-anak yang ada di pedalaman.
24
Kasih&Peduli Vol.19/2009
WV/Dokumentasi
Petrus saat ini tengah menjalani pendidikan tingkat I di Politeknik Yasanto. Walaupun memiliki keterbatasan fisik (kaki sebelah kiri pincang), Petrus membanting tulang dengan bekerja sebagai kuli panggul di pelabuhan Merauke untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikannya.
Petrus Wis menjadi kuli panggul di pelabuhan Merauke demi cita-citanya jadi sarjana. Kesulitan keuangan dan tantangan yang dia hadapi tidak mengendurkan semangatnya.
WV/Dokumentasi
Kiprah Anak
Ebi bersama kakak dan adiknya
Ebi Makin Dekat dengan Cita-citanya B. Marsudiharjo
Beberapa tahun lalu, Ebi Andarias (20) bercita-cita menjadi tenaga ahli kesehatan agar bisa membantu orang-orang di kampungnya di Bunta, wilayah Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
C
ITA-CITA Ebi itu sekarang hampir menjadi kenyataan setelah dia diterima di Akademi Keperawatan (Akper) Luwuk.
Alasan Ebi ingin menjadi tenaga ahli kesehatan sangat sederhana. Beberapa tahun lalu, kakak sulungnya menderita sakit. Para tetangga ikut membantu menggendong kakaknya ke tempat mereka bisa mengakses angkutan umum, yang bisa membawanya ke rumah sakit. Ebi menyadari betapa repot keluarga dan para tetangga ketika kakaknya menderita sakit. Dari peristiwa itu ia berpikir, “Jika bisa menjadi tenaga penyuluh kesehatan, tentu saya bisa membantu masyarakat sekitar dalam menjaga diri agar tidak terserang penyakit.”
lagi dan tinggal di rumah keluarga Toe Nayoan. Rumah keluarga ini tidak jauh dari SMA 1 Bunta, tempat Ebi belajar, sebelum melanjutkan pendidikan di Akper di Luwuk. Sebagai imbalan boleh tinggal di dalam keluarga Toe, Ebi harus bekerja mengurus ternak ayam hingga malam hari. Untuk menghemat biaya, ia baru pulang ke rumah orangtuanya pada liburan panjang. Sesibuk apa pun, Ebi berusaha menyempatkan diri untuk belajar. Hasilnya, ia selalu masuk dalam peringkat tiga besar ketika belajar di SD dan SMP. Prestasinya tetap bagus ketika belajar di SMA. Ia selalu meraih nilai rata-rata di atas 7,5.
Perjuangan Ebi untuk mencapai cita-citanya itu cukup berat, namun ia sanggup menghadapi tantangan itu.
Ebi menjadi anak santun yang mendapat bantuan dari program penyantunan yang disalurkan Wahana Visi Indonesia di Banggai sampai ia tamat SMA tahun lalu. Dua adik Ebi juga mendapat bantuan dari program penyantunan ini.
Ebi harus tinggal di rumah saudaranya agar bisa belajar di Sekolah Dasar. Ketika belajar di SMP, ia bisa tetap tinggal di rumah orangtuanya, karena jarak rumah orangtuanya dengan SMP hanya sekitar dua kilometer. Setelah tamat SMP, ia harus meninggalkan keluarganya
Orangtua Ebi bekerja sebagai petani padi dan cokelat. Dari penjualan cokelat, orangtuanya bisa mendapat uang Rp 1 juta pada saat musim panen. Diperlukan waktu berbulan-bulan untuk menunggu hasil panen. Hasil panen padi hanya untuk dikonsumsi sendiri.* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
25
Iklan
Take Action with Wahana Visi Indonesia . . . ! ! ! Monthly Donation Dengan hanya Rp 5.000 per hari atau Rp 150.000 per bulan, anda telah membuat perubahan dan berkontribusi memberikan kesempatan anak-anak Indonesia melalui program Sponsorship: setiap anak dapat hidup lebih baik melalui pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi yang berdampak kepada keluarga dan masyarakat setempat. Donasi dapat dilakukan melalui debet kartu kredit atau transfer tabungan.
Merchandise Love & Care KAOS POLO
Rp. 80.000,KAOS OBLONG
Rp. 50.000,-
PIN
Rp. 10.000,-
26
Kasih&Peduli Vol.19/2009
Diameter PIN 5,5 cm
One Time Donation Anda dapat memberikan satu kali donasi, karena setiap rupiah yang Anda berikan sangat berarti bagi anak-anak Indonesia.
Join Our Volunteer Program Mari dukung anak-anak Indonesia dengan meluangkan waktu anda melalui Volunteer Program. Anda dapat mengirimkan data Anda, seperti nama, alamat, nomor telepon, ke e-mail
[email protected]
KAOS OBLONG ANAK
Rp. 50.000,-
Tas Ramah Lingkungan
Hang pad
Rp. 20.000,-
Rp. 10.000,-
Dengan membeli salah satu saja dari barang ini, Anda telah berpartisipasi dalam membantu anak-anak yang kurang beruntung.
Anda berminat? Silakan hubungi kami melalui telepon
021 - 390 7818
e-mail:
[email protected] BOTOL MINUMAN
atau log on www.worldvision.or.id
Rp. 35.000,-
Donasi dapat diberikan melalui debet kartu kredit dan transfer tabungan. Kasih&Peduli Vol.19/2009
27
Opini
Ayo Belajar Donna Hatu dan Dominic Keyzer Fotografer Johnson L. Tobing “Saya telah mendapat perspektif baru di sini yang tidak saya dapatkan di sekolah,” kata Frans, 16, seorang siswa kelas 2 SMK di Jakarta Timur. “Sekarang saya tahu dengan pasti apa yang akan saya lakukan setelah tamat SMK. Saya ingin memanfaatkan keterampilan saya untuk memulai usaha sendiri untuk memperbaiki barang-barang elektronik.”
Pentas biola oleh anak-anak binaan Wahana Visi dar meriahkan Eksibisi dan Seminar Nasional Ayo Be
Beberapa organisasi, seperti JPAB (Jaringan Peduli Anak Bangsa), Kapal Perempuan, Sahabat Anak, Sanggar Anak Akar, Sanggar Rebung Cendani, YPHA (Yayasan Perlindungan Hak Anak), juga ikut memamerkan program pendidikan berbasis masyarakat mereka.
Frans
F
RANS adalah salah satu dari lebih 200 orang yang menghadiri Eksibisi dan Seminar Nasional ‘Ayo Belajar’ (Let’s Learn Together) yang diselenggarakan World Vision Indonesia di Teater Studio Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 21 April 2009.
28
Kasih&Peduli Vol.19/2009
rakat untuk ambil bagian dan mengevaluasi program pendidikan. Di tingkat dunia, World Vision bermitra dengan Global Campaign for Education (GCE) yang mengorganisir kegiatan di banyak negara untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu pendidikan, mempromosikan program-program pendidikan World Vision, dan membuat rekomendasi kepada pemerintah untuk memperbaiki kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pendidikan.
World Vision menyelenggarakan kegiatan ini untuk memperingati Global Action Week for Education (GAW) yang kedua kalinya. Tahun lalu GAW berfokus pada pembelajaran seumur hidup, dan kegiatan tahun ini berfokus pada peningkatan keberaksaraan anak Eksibisi dan Seminar ‘Ayo Beladan orang dewasa. jar’ bertujuan untuk membiasakan para hadirin dari sekolah, lembaga Lebih Jauh tentang GAW pendidikan lain, pejabat pemerinGAW merupakan saat yang pen- tah, dan media dengan pentingting bagi pemerintah dan masya- nya pendidikan informal berbasis
Pengisi acara gabungan dari anak-anak di wilayah layanan ADP di Jakarta Timur, sekaligus ikut dalam seminar
ri ADP Cawang, Jakarta Timur, ikut meelajar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pengunjung Stand WVI dari ADP Susukan, Jakarta Timur masyarakat, karena sistem pendidikan formal tidak bisa menam- malah menyuruh anak mereka bekerja untuk membantu perpung semua anak dan pemuda. ekonomian keluarga. Tantangan Pendidikan Indonesia Indonesia masih menghadapi Pak Gautama mengungkapkan banyak tantangan pendidikan. bahwa Indonesia telah bisa Menurut statistik dari Departemen mengurangi separuh jumlah angka Pendidikan, setiap tahun lebih dari buta huruf (di atas usia 15 tahun) satu juta anak Indonesia berusia selama lima tahun terakhir. Tetapi 7-15 tahun putus sekolah (drop- angka buta huruf masih tinggi, out). Drop-out terbesar terjadi yakni 9,76 juta, lebih separuhnya selama fase transisi dari SD adalah wanita. ke SMP. Jika pendidikan formal telah Angka drop-out yang relatif tinggi, gagal memenuhi kebutuhan akan yang dilaporkan oleh Dr. Gautama pendidikan dasar dan seumur dari Direktorat Pendidikan Non- hidup, maka opsi pendidikan formal dan Informal Depdiknas, informal perlu dipertimbangkan menunjukkan bahwa banyak ke- secara lebih serius. Pendidikan luarga tidak mampu menyekolahkan informal adalah sumber utama anak ke sekolah formal. Sebagian pembelajaran bagi sejumlah besar
anak-anak yang drop-out setiap tahun, dan merupakan wadah utama bagi pengembangan anak usia dini. Selama Eksibisi dan Seminar ‘Ayo Belajar’, World Vision mempromosikan gagasan pendidikan informal dengan mempresentasikan program pendidikan berbasis masyarakat berupa Pusat Belajar Masyarakat yang diimplementasikan oleh mitranya Wahana Visi Indonesia di 39 ADP (Area Development Program) di sembilan provinsi. Pusat belajar tersebut terdiri dari hampir 300 KBA (Kelompok Belajar Anak), 100 PAUD, dan lebih dari 600 KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat).* (K&P) Kasih&Peduli Vol.19/2009
29
Cuplikan Peristiwa Gerakan Akta Kelahiran Gratis di Jayawijaya
J
WV/Y. Bilisi
AYAWIJAYA menjadi kabupaten keempat di Provinsi Papua setelah Keerom, Merauke, dan Jayapura, yang mendukung RENSTRA 2011 (Rencana Strategis Nasional 2011): Semua anak Indonesia tercatat kelahirannya.
WV/Enda Balina
masyarakat layanan dan staf Mei lalu. Sosialisasi dilakukan di SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) Pibombo pada acara pertemuan tiga bulanan KSM dampingan wilayah Kecamatan Bunta dan Kecamatan Nuhon.
Pemerintah Daerah Kabupaten Jayawijaya bekerja sama dengan World Vision Indonesia dan mitranya Wahana Visi Indonesia melakukan gerakan pencanangan akta kelahiran gratis di Pasar Jibama, Wamena, pada tanggal 15 Juli lalu. Anak-anak yang tidak memiliki akta kelahiran rentan terhadap pemalsuan identitas, eksploitasi, diskriminasi, dan pelanggaran hak-hak asasi anak lainnya.* (K&P/Lusiana Silaban, CRS Wahana Visi di Karubaga)
Mari Cegah Flu Babi
I
NFLUENSA A (H1N1) atau yang dikenal dengan flu babi sudah menelan korban di Indonesia. Jumlah suspek sudah mencapai ratusan. Diperlukan gerakan bersama agar kasus flu babi tidak terus bertambah banyak. World Vision Indonesia dan Wahana Visi Indonesia terus mengimbau seluruh staf, bahkan masyarakat yang dilayani, untuk ambil bagian dalam gerakan pencegahan laju penyebaran virus ini. Tim Wahana Visi di wilayah pelayanan di Banggai, misalnya, menyosialisasikan kasus flu babi kepada 30
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Berikut ini, tujuh langkah cerdas untuk mencegah Flu A: cuci tangan, ciptakan lingkungan bersih, jaga jarak dengan orang yang sedang terkena flu, makanan bergizi, cukup istirahat, olahraga teratur, dan menjaga hati selalu gembira.* (K&P/Portunatas Tamba, Manajer Wahana Visi di Banggai)
Pelatihan Guru TK di Rote
W
AHANA Visi Indonesia di wilayah Rote bekerja sama dengan IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia) menyelenggarakan pelatihan guru TK yang bertemakan ’Pendididikan Usia Dini Berkelanjutan Menyiapkan Anak Bangsa Yang Berkualitas’ akhir Mei lalu. Pelatihan itu dilangsungkan karena kebanyakan guru TK di Kabupaten Rote Ndao bukan berlatar pendidikan keguruan, padahal peran guru TK sangat strategis dan mendasar dalam mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan kualitas pendidikan usia dini. Pelatihan selama 40 jam itu diikuti oleh 35 orang guru. Drs. Ben Labre, M.Psi., dosen Undana dan Istiyati Katharina, M.Pd. serta Harminto, M.M. dari LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) Yogyakarta menjadi fasilitator kegiatan ini.* (K&P/ Andries Kooswinanto, Education Coordinator Wahana Visi di wilayah Rote)
Pesan Direktur
Trihadi Saptoadi
Berikan Informasi Sejak Dini!
B
ERDASARKAN laporan UNAIDS/WHO tahun 2008, sudah dua juta orang di dunia meninggal dan saat ini setiap 15 detik, setidaknya satu orang meninggal akibat penyakitpenyakit yang terkait dengan AIDS. Di Indonesia, 270.000 orang terinfeksi HIV, dan hanya 10 persen di antaranya yang tercatat di Departemen Kesehatan. Dari angka tersebut, ratusan kasus terjadi pada anak-anak. Ini merupakan kenyataan yang sangat memprihatinkan, yang harus mendapatkan perhatian bersama. World Vision Indonesia sebagai organisasi yang fokus pada anak tidak boleh berdiam diri karena anak merupakan pihak yang paling menderita akibat krisis HIV & AIDS. Lalu apa yang bisa kita perbuat? Kita harus memberikan informasi yang tepat tentang HIV & AIDS kepada anak sedini mungkin. Beritahukan kepada anak apa itu HIV & AIDS, bagaimana cara penularannya, bagaimana pencegahannya, dan bagaimana kita harus mengambil sikap terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Pelatihan-pelatihan anak menjadi sahabat sumber informasi atau pendidik sebaya merupakan salah
satu hal baik yang sudah kita lakukan. Ini harus terus kita lakukan, karena HIV terus menyebar. Keterlibatan anak ini akan menumbuhkan perasaan bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab untuk turut mengatasi HIV & AIDS. Hal baik lain yang sedang kita lakukan kali ini adalah pelaksanaan eksibisi OLE (One Life Evolution). Eksibisi ini merupakan bentuk edukasi yang baik kepada anak. Kita mengundang sebanyak mungkin anak datang untuk mengalami sendiri apa yang dirasakan dan perjuangan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terinfeksi HIV. Dengan bekal informasi yang benar, anak-anak dan juga orang dewasa akan memiliki pemahaman dan sikap yang benar terhadap krisis HIV & AIDS. Selama ini, banyak orang memiliki persepsi yang salah mengenai HIV & AIDS. Banyak orang beranggapan bahwa ini sebagai kutukan. Persepsi ini sungguh keliru. HIV dapat menginfeksi siapa saja tanpa terkecuali, bahkan anak yang baru lahir. Kita semua, apa pun peran dan kapasitas kita, wajib berkontribusi dalam upaya menahan laju penyebaran infeksi baru HIV.* Trihadi Saptoadi Direktur Nasional World Vision Indonesia
Kasih&Peduli Vol.18/2009
31
Lakukanlah!
Indonesia
Tidak Perlu Menunggu Umur “Saya rindu mempunyai kontribusi untuk generasi di bawah saya....”
”Prinsip saya, mulailah dengan apa yang ada di tanganmu,” begitu jawabnya ketika ditanya tentang keputusannya untuk membantu konser TCC. ”Kebetulan talentanya ’ngebawel’, maka jadilah dipakai untuk hal yang positif.” Untuk pembaca majalah Kasih dan Peduli, Laras berpesan, ”Walau kita masih muda, jangan merasa tidak berarti. Apabila bisa membantu dengan mensponsori anak melalui Wahana Visi, lakukanlah! Tidak perlu menunggu umur!”
Generasi penerus bangsa ini, masa depannya harus lebih baik . . . . .
Ingin Berbagi dengan Sesama? Silakan hubungi: Bagian Donor Acquisition & Marketing
WAHANA VISI INDONESIA Jl. Wahid Hasyim no.31 Jakarta 10340, tel. 021 - 3907818; fax. 021 - 3910514, E-mail:
[email protected]; www.worldvision.or.id; Hp: 0811-156041
Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa perusahaan yang sudah demikian setia dalam mendukung pendanaan program-program sosial dan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia
WV/Michael Sidharta
WV/Michael Sidharta
Itulah alasan Larasati Silalahi, yang biasa dipanggil Laras, mau bergabung dalam program penyantunan anak Wahana Visi Indonesia. Menurut Laras, salah satu cara efektif untuk membuat kondisi suatu bangsa membaik adalah dengan memperbaiki kualitas generasi mudanya. Laras Laras, yang sehari-hari bekerja sebagai penyiar di Radio Hard Rock FM Jakarta, menyantuni seorang anak perempuan di Singkawang. Di tengah kesibukannya sebagai penyiar, penulis, dan juga MC, Laras masih menyempatkan diri untuk mendukung pelayanan Wahana Visi Indonesia, seperti yang dilakukannya dalam konser TCC (The Choir Company) di The Hallic Edr Senayan City bulan Juli lalu. Bersama dengan Edric Tjandra, yang juga adalah penyantun anak, Laras menjadi MC di acara konser tersebut.