ISSN : 2087- 4502
Website : www.ekonomipembangunan.com
Wahana Karya Ilmiah : Bidang Ilmu Sosial Ekonomi Pembangunan dan Hukum ANALISIS KETENAGAKERJAAN PADA WILAYAH PEDESAAN DI KABUPATEN KAMPAR Taryono dan Hendro Ekwarso
PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM MENYERAP TENAGA KERJA DIKABUPATEN ROKAN HULU Hainim Kadir dan Syapsan
PENAWARAN DAN PERMINTAAN PARIWISATA ISTANA SIAK: PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP MATRIX Mardiana
ANALISIS BELANJA DAERAH KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN/KOTA PENGHASIL MIGAS DAN BUKAN PENGHASIL DI PROVINSI RIAU Taryono
ANALISIS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU Susi Lenggogeni dan Rita Yani Iyan
ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA Haryetti
Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan
Tahun III
Nomor : 7
Halaman 1 -102
Pekanbaru November 2012
Diterbitkan Oleh :
LEMBAGA PENGEMBANGAN SUMBERDAYA RIAU
ISSN : 2087- 4502
Website : www.ekonomipembangunan.com Wahana Karya Ilmiah : Bidang Ilmu Sosial Ekonomi Pembangunan dan Hukum ANALISIS KETENAGAKERJAAN PADA WILAYAH PEDESAAN DI KABUPATEN KAMPAR Taryono dan Hendro Ekwarso
PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM MENYERAP TENAGA KERJA DIKABUPATEN ROKAN HULU Hainim Kadir dan Syapsan
PENAWARAN DAN PERMINTAAN PARIWISATA ISTANA SIAK: PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP MATRIX Mardiana
ANALISIS BELANJA DAERAH KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN/KOTA PENGHASIL MIGAS DAN BUKAN PENGHASIL DI PROVINSI RIAU Taryono
ANALISIS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU Susi Lenggogeni dan Rita Yani Iyan
ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA Haryetti
Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan
Tahun III
Nomor : 7
Halaman 1 -102
Pekanbaru November 2012
Diterbitkan Oleh :
LEMBAGA PENGEMBANGAN SUMBERDAYA RIAU
ISSN : 2087- 4502
PENGELOLA JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Ketua Penyunting
: Drs. H. Hendro Ekwarso, M.Si
Sekretaris
: Taryono, SE.MSi
Penyunting Ahli
: Prof. DR. Elfindri, MA (FE-UNAND) Prof. DR. Syafrizal, SE. MA (FE – UNAND) Prof. DR. Surian Jamrah (UIN SUSQA) Husnu Abadi, SH.M.Hum (Hukum UIR) Drs. H. Zulkarnaini, SU (FE-UR) Dra. Hj.Nursiah Chalid, MS (FE-UR)
Penyunting Pelaksana
: Gunawan, SE
Alamat Redaksi : LEMBAGA PENGEMBANGAN SUMBERDAYA RIAU Jl Lily I No. 78 A Kelurahan Kedung Sari Kecamatan Sukajadi – Kota Pekanbaru Telp./Fax : (0761) 35804
Website : www.ekonomipembangunan.com
SALAM REDAKSI
Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan ini terbit secara berkala (setiap empat bulan). Jurnal ini merupakan wadah bagi para peneliti dalam menuangkan hasil penelitiannya dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian bidang sosial ekonomi pembangunan kepada para akademis, birokrat, prektisi, mahasiswa dan pihak yang tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, hukum, pembangunan dan lain-lain. Pada edisi ini, merupakan tahun ketiga edisi ketujuh dari Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan berisi topik-topik ketenagakerjaan, pariwisata, belanja daerah, kemiskinan, dan saham. Setiap artikel yang akan dimuat di dalam jurnal penelitian ini merupakan tulisan asli dan belum pernah dipublikasikan atau diterbitkan oleh media lain atau penerbit lain. Tim redaksi Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan selalu terbuka menerima saransaran dari pembaca dan berbagai pihak lainnya yang bersifat konstruktif agar Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan dapat tampil lebih baik.
Wasssalam,
Ketua Penyunting
ISSN : 2087- 4502
DAFTAR ISI
ANALISIS KETENAGAKERJAAN PADA WILAYAH PEDESAAN DI KABUPATEN KAMPAR Taryono dan Hendro Ekwarso........................................................…...............................................1
PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM MENYERAP TENAGA KERJA DIKABUPATEN ROKAN HULU Hainim Kadir dan Syapsan......…………………………………..…...............................................24
PENAWARAN DAN PERMINTAAN PARIWISATA ISTANA SIAK: PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP MATRIX Mardiana….......................................................................................………………………............33
ANALISIS BELANJA DAERAH KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN/KOTA PENGHASIL MIGAS DAN BUKAN PENGHASIL DI PROVINSI RIAU Taryono..............................................................................................................................................52
ANALISIS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU Susi Lenggogeni dan Rita Yani Iyan......................................…..…………………………….......71
ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA Haryetti .........................................................……..…………………..…………............................88
Alamat Editorial : Jl. Lily I. No. 78A Kel. Kedung Sari Kec. Sukajadi Kota Pekanbaru Telp./Fax : (0761) 35804 www.ekonomipembangunan.com
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
ANALISIS KETENAGAKERJAAN PADA WILAYAH PEDESAAN DI KABUPATEN KAMPAR Taryono dan Hendro Ekwarso Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293
ABSTRACT
The purpose of this study was to describe the characteristics of employment in rural areas of Kampar regency. Results of this study indicate that the Labor Force Participation Rate (LFPR) in rural areas of Kampar Regency in 2010 amounted to 63.42 per cent with their male counterparts (44.66 percent) is higher than the 18.76 percent female. Employment opportunities in rural areas by 88.03 percent with the employment rate of men is higher (66.83 per cent) than women is 21.20 per cent. Business field that absorbs labor in rural areas in of Kampar Regency, as many as 109 179 people plantation consists of men and women as many as 90,579 people 18,600 people. Other economic activities are trade and social services, each as much as 20 605 men and 15 235 people. In general, the main employment status is self-employed. Pengguran levels in rural areas in of Kampar Regency in 2010 amounted to 11.97 percent with male unemployment rate (3.60 percent) lower than the 8.37 per cent women. The majority (44.99 percent) of labor in rural areas in of Kampar Regency with an elementary education degree equivalent to the bottom. Junior equal as much as 25.31 per cent and 22.22 per cent of high school or equivalent, and college / university as much as 7.48 percent.
Keywords: LFPR, rural, and unemployment
-1-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
I. PENDAHULUAN Pada umumnya wilayah pedesaan identik dengan sektor pertanian yang menghasilkan produk-produk yang bersifat inelastis, dimana perubahan permintaan terhadap produk pertanian relatif lebih kecil daripada perubahan harga. Belum berkembangnya sektor industri yang mendukung sektor pertanian, menjadikan sebagian hasil-hasil pertanian langsung diperdagangkan ke pasar oleh para petani. Perilaku pertanian yang demikian menjadikan nilai tambah sektor pertanian yang memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto terbesar belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup para petani. Menurut Suroto (1990) pasar kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja atau seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan seluruh mekanisme yang memungkinkan transaksi produktif diantara orang yang menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang membutuhkan tenaganya tersebut. Selanjutnya pengertian tenaga kerja menurut Kusumowido (1982) adalah seluruh penduduk dalam suatu negara yang memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Sumber daya manusia atau human resources mengandung dua pengertian, Pertama, sumber daya manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini SDM
mencerminkan
kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua dari SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kagiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (workingage population). Kesuma (2002).
-2-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Penduduk Kabupaten Kampar sebagian besar tinggal diwilayah pedesaan dengan mata pencaharian utama bergerak pada sektor pertanian. Berdasarkan data SUSENAS yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2003 jumlah penduduk Kabupaten Kampar sebanyak 527.736 jiwa yang terdiri dari penduduk usia 0-14 tahun sebanyak 182.085 jiwa, penduduk usia 15-64 tahun sebanyak 331.219 jiwa dan penduduk usia lebih dari 64 tahun sebanyak 14.342 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Kampar meningkat menjadi sebanyak 696.392 jiwa yang terdiri dari penduduk usia
0-14 tahun sebanyak 238.898 jiwa, penduduk usia 15 – 64 tahun
sebanyak 439.8334 jiwa dan penduduk usia diatas 64 tahun sebanyak 17.660 jiwa. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di daerah ini berada pada usia kerja. Hasil penelitian Subrata (2004) menunjukkan bahwa sektor yang memiliki tingkat produktivitas yang paling tinggi ialah sektor industri, kemudian jasa dan sektor pertanian. Tetapi dalam kemampuan menyerap tenaga kerja yang paling tinggi ialah sektor pertanian, sektor jasa dan sektor industri. Siagian (2006) menyebutkan yang dimaksud angkatan kerja (labour force) merupakan konsep yang menunjukkan economically active population. Sebaliknya yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang tergolong non economically active population. Konsep manpower juga menunjukkan pada konsep labour force. Konsep ini berbeda dengan konsep penduduk usia kerja, karena tidak semua penduduk usia kerja tergolong dalam konsep angkatan kerja. Pada tahun 2003, dari jumlah tenaga kerja di Kabupaten Kampar sebanyak 47,39 persen merupakan bukan angkatan kerja dan selebihnya sebanyak 52,61 persen adalah angkatan kerja. Pada tahun 2010 dari jumlah tenaga kerja, sebanyak 63,04 persen merupakan angkatan kerja dan sebanyak 36,96 persen bukan angkatan kerja. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja di Kabupaten Kampar yang ingin bekerja dari tahun ke tahun terus meningkat. Penduduk Kabupaten Kampar yang sebagian besar (Data SP 2010: 76,66 persen) berada pada wilayah pedesaan, maka analisis terhadap ketenagakerjaan pada wilayah perdesaan di Kabupaten Kampar penting untuk dilakukan.
-3-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tenaga Kerja Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (dalam literatur 15-64 tahun). Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam usia kerja dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa, jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih..
Klasifikasi Penduduk Berdasar Ketenagakerjaan
-4-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari kerja.
B. Angkatan Kerja Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja. Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa juga disebut sumber daya manusia. Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Jika yang tersedia adalah angka pengangguran, maka angka yang digunakan adalah = (1 - angka pengangguran)
-5-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Peningkatan angkatan kerja di Indonesia dipengaruhi oleh pertambahan penduduk usia produktif dan jumlah angkatan kerja tahun sebelumnya baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Upah sektoral riel bukan merupakan faktor utama yang mendorong penduduk untuk masuk ke pasar kerja. Perilaku seperti ini dimungkinkan terjadi akibat besarnya jumlah angkatan kerja di kedua wilayah yang tidak didukung dengan kesempatan kerja yang memadai. Hasil dugaan menunjukkan bahwa migrasi desa-kota merupakan peubah yang berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah angkatan kerja pedesaan. Hal ini merupakan petunjuk bahwa peningkatan migrasi desa-kota secara besar-besaran akan mengarah pada terjadinya kelangkaan angkatan kerja di wilayah pedesaan dan limpahan angkatan kerja di perkotaan Wanita sebagai salah satu anggota keluarga, seperti juga anggota keluarga yang lain mempunyai tugas dan fungsi dalam mendukung keluarga. Dahulu dan juga sampai sekarang masih ada anggota masyarakat yang menganggap tugas wanita dalam keluarga adalah hanya melahirkan keturunan, mengasuh anak, melayani suami, dan mengurus rumah tangga. Dalam perkembangannya sekarang ternyata tugas atau peranan wanita dalam kehidupan keluarga semakin berkembang lebih luas lagi. Wanita saat ini tidak saja berkegiatan di dalam lingkup keluarga, tetapi banyak di antara bidang-bidang kehidupan
di
masyarakat
membutuhkan
sentuhan
kehadiran
wanita
dalam
penanganannya. Peran wanita dalam ikut menopang kehidupan dan penghidupan keluarga semakin nyata (Sumarsono, dkk., 1995). Dalam kehidupan berkeluarga, wanita tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga,tetapi juga melakukan kegiatan produktif guna menambah penghasilan (Mulyo dan Jamhari, 1998). Pekerja wanita dari rumah tangga berpenghasilan rendah cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk kegiatan produktif dibandingkan dengan pekerja wanita dari rumah tangga berpenghasilan tinggi (Suratiyah, 1998). Berkembangnya industri (teknologi), yang berarti tersedianya pekerjaan yang cocok bagi wanita, maka terbukalah kesempatan kerja bagi wanita. Majunya pendidikan juga memberi andil pada meningkatnya partisipasi tenaga kerja, tetapi masalah kehidupan yang sulit lebih-lebih pada keluarga yang tidak mampu mendorong lebih banyak wanita untuk bekerja mencari nafkah (Sajogyo, 1983).
-6-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Dewasa ini bertambahnya kesempatan kerja di sektor pertanian banyak digunakan sebagai
indikator kurang mampunya sektor non pertanian dalam menyediakan
kesempatan kerja. Sektor non pertanian yang biasanya banyak bermunculan di daerah perkotaan hampir tidak memerlukan tenaga kerja dari pedesaan. Hal ini disebabkan oleh sifat dasar pengembangan keterampilan yang berbeda antara tenaga kerja sektor pertanian dengan tenaga kerja sektor non pertanian. Perkebunan rakyat di Indonesia melibatkan petani pekebun dalam jumlah sangat banyak. Oleh karena itu subsektor perkebunan rakyat ini merupakan lapangan kerja yang sangat luas bagi penduduk pedesaan. Di berbagai daerah di Indonesia, usaha perkebunan rakyat menjadi sumber utama pendapatan penduduk. Perkebunan rakyat sebagai usaha tani keluarga, mencakup berbagai tanaman perdagangan, seperti karet, kelapa, kopi, lada, tembakau, dan cengkeh. Jenis tanaman-tanaman tertentu dapat diusahakan dalam skala besar oleh perkebunan besar atau dalam skala kecil sebagai usaha tani keluarga. Perkebunan besar dikelola oleh Perusahaan Negara Perkebunan atau
Perkebunan Besar Swasta
(Mubyarto, 1993). Hasil penelitian Beatrix Tandirerung (2010) menunjukkan bahwa (1). Faktor – factor yang mempengaruhi tingkat partisipasi tenaga kerja wanita yaitu factor Ekonomi terdiri dari pendapatan suami,factor dempgrafi terdiri dari jumlah anak atau tanggungan, status perkawinan dan factor pendidikan (2). Kontribusi tenaga kerja wanita terhadap kesejahteraan keluarga sangat besar atau dengan ikut sertanya para isteri ke dalam pasar kerja dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Menurut Evans and Kelley (2007), partisipasi angkatan kerja perempuan, meningkat tajam selama tahun 1980 dan 1990-an. Meningkatnya pendidikan perempuan serta berkurangnya kesuburan secara substansial meningkatkan partisipasi tenaga kerja perempuan dan jam kerjanya. Menurut Kodiran, dkk (2001), salah satu faktor penyebab partisipasi perempuan dibidang ekonomi adalah kemiskinan, sebagai pihak kedua dalam rumah tangga yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah, ternyata perempuan mempunyai rata-rata jam kerja lebih tinggi dibanding laki-laki. Menurut Ratnasari, dkk (2009), lapangan pekerjaan perempuan secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah jam kerja.
-7-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Penelitian tentang kesempatan kerja pedesaan menunjukkan bahwa akibat sempitnya
kepenirlikanla
han,b
anyakk
eluargap
etani
yang
tidak
dapat
rnenggantungkans umber pendapatans emata-rnatad an usaha tani (UT), dan berusaha mencari tambahan pendapatand ari peker;aanl uar usahat ani (LUT). Ini merupakan fenomena umum yang terladi di pedesaan n€ara sedang berkembang, sehingga Lorraine (1986) nrengemukakan, bahwa pengernbangan kesempatan kerja luar usaha taru dapat dijadikan sebagai salah satu strategi potensial dalam pemecahan kemiskinan pedesaan Menurut Dessy Adriani (2006) Peningkatan angkatan kerja di Indonesia lebih dipengaruhi oleh pertambahan penduduk usia produktif di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Upah bukan merupakan faktor utama yang mendorong penduduk untuk masuk ke pasar kerja. Migrasi desa-kota merupakan peubah yang juga berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah angkatan kerja pedesaan. Kesempatan kerja (permintaan atas tenaga kerja) merupakan peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja).
Ananta (1990) mengemukakan bahwa tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja wanita dalam kegiatan ekonomi disebabkan oleh beberapa hal: (1) Adanya perubahan pandangan dan sikap dalam masyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum pria dan wanita serta semakin disadari perlunya kaum wanita ikut berpartisipasi dalam pembangunan, (2) Adasnya kemauan wanita untuk mandiri dalam bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya (dan juga kebutuhan hidup orang-orang yang menjadi tanggungannya) dengan penghasilannya sendiri, (3) Adanya kebutuhan untuk menambah penghasilan keluarga, (4) Makin luasnya kesempatan kerja yang bisa menyerap tenaga kerja wanita, misalnya tumbuhnya industri kerajinan tangan dan industri ringan lainnya.
-8-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Secara singkat partisipasi angkatan kerja dapat dirumuskan sebagai berikut (Mantra, 2000): TPAK yaitu perbandingan jumlah angkatan kerja dibagi dengan Jumlah Tenaga Kerja dikali dengan seratus. Semakin besar tingkat partisipasi angkatan kerja akan menyebabkan semakin besar jumlah angkatan kerja. Begitu pula sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih sekolah dan yang mengurus rumah tangga akan menyebabkan semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja dan akibatnya semakin kecil tingkat partisipasi angkatan kerja. Angka TPAK dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui penduduk yang aktif bekerja ataupun mencari pekerjaan. Bila angka TPAK kecil maka dapat diduga bila penduduk usia kerja banyak yang tergolong bukan angkatan kerja baik yang sedang sekolah maupun mengurus rumah tangga dan sebagainya. Dengan demikian angka TPAK banyak dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk yang masih sekolah maupun penduduk yang mengurus rumah tangga. Pada negara-negara yang sudah maju TPAK cenderung tinggi pada golongan umur dan tingkat pendidikan tertentu. Pola TPAK perempuan dapat memberikan petunjuk yang berguna dalam mengamati arah dan perkembangan aktifitas ekonomi di suatu negara atau daerah. Berlainan dengan laki-laki, umumnya perempuan mempunyai peran ganda sebagai ibu yang melaksanakan tugas rumah tangga, mengasuh dan membesarkan anak dan bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Menurut Gumbira- Sa’id, E. dan L. Febriyanti (2005), sektor agribisnis merupakan lapangan kerja yang berperan besar dalam penurunan tingkat pengangguran. Karena
itu
pengembangan
pertanian
sudah
seharusnya
dipusatkan
kepada
pengembangan produktivitas yang dicapai melalui manajemen agribisnis yang ditata dengan baik. Agribisnis mencakup keseluruhan perusahaan yang terkait dengan kegiatan usahatani dan pemasarannya sehingga produksinya sampai pada konsumen akhir. Agribisnis meliputi seluruh sektor bahan masukan usahatani, terlibat dalam proses produksi, dan pada akhirnya menangani pemprosesan, penyebaran, penjualan secara borongan dan eceran produk kepada konsumen akhir. Agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi pengusahatani, memasarkan, dan memproses serta mendistribusikan produk usahatani kepada pemakai akhir.
-9-
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
C. Pengangguran Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Lima bentuk pengangguran: 1. Pengangguran terbuka: baik sukarela (mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik) maupun secara terpaksa (mereka yang mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan) 2. Setengah menganggur (underemployment): yaitu mereka yang bekerja lamanya (hari, minggu, musiman) kurang dari yang mereka kerjakan. 3. Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh; yaitu mereka yang tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah menganggur, termasuk disini adalah: a. Pengangguran tidak kentara (disguised unemployment), misalnya para petani yang bekerja di ladang selama sehari penuh, padahal pekerjaan itu sebenarnya tidak memerlukan waktu sehari penuh. b. Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), misalnya orang yang bekerja tidak sesuai dengan tingkat atau jenis pendidikannya. c. Pensiun lebih awal 4. Tenaga kerja yang lemah (impaired); yaitu mereka yang mampu untuk bekerja full time tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakit. 5. Tenaga kerja yang tidak produktif, yaitu mereka yang mampu untuk bekerja secara produktif tetapi karena semberdaya-sumberdaya penolong kurang memadai sehingga mereka tidak bisa menghasilkan sesuatu dengan baik.
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.
- 10 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada wilayah pedesaan yang terdapat di Kabupaten Kampar.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terutama menggunakan data sekunder dari Data Sensus Penduduk 2010 yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Selain itu, dikumpulkan pula dari sumber-sumber publikasi resmi yang lain, seperti buku-buku laporan pembangunan, hasil penelitian, jurnal-jurnal, dan sebagainya.
C. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif yang mengambarkan tentang karateristik ketenagakerjaan pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (dalam literatur 15-64 tahun). Analisis karateristik ketegakerjaan pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar meliputi karateristik : 1. Kegiatan Seminggu yang lalu Tenaga kerja terdiri dari Angkatan Kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.
- 11 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Selanjutnya untuk mengetahui rasio penduduk yang bekerja digunakan formulasi perbandingan antara jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja.
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.
2. Status pekerjaan utama dan Tingkat Pendidikan Menurut Siagian (2006), Diera modern, reit partisipasi angkatan kerja umumnya rendah pada usia muda dan tua. Masalahnya sesuai dengan hak-hak anak, maka sebagian mereka yang berusia muda masih bersekolah. Sementara sebagian mereka yang berusia tua tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Biasanya reit partisipasi angkatan kerja untuk perempuan lebih rendah dari penduduk laki-laki. Dominasi sektor pertanian dalam menampung tenaga kerja sebenarnya bukan karena sektor ini masih memiliki pesona bagi penduduk. Kondisi seperti ini terjadi karena pada umumnya penduduk usia kerja hanya memiliki kemampuan untuk bekerja disektor pertanian, dimana sektor ini tidak menuntut kualifikasi yang ketat dibandingkan dengan sektor lain seperti industri dan jasa. Bekerja di sektor pertanian pada umumnya tidak membutuhkan keahlian khusus seperti disektor industri, hal ini menjadikan sektor pertanian memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menyerap tenaga kerja dibandingkan sektor lainnya. Kualitas faktor produksi pada sektor pertanian akan menentukan tingkat balas jasa yang diterima pada sektor tersebut. Dengan demikian karateristik tenaga kerja, seperti tingkat pendidikan, keterampilan, usia, kegiatan usaha, status pekerjaan dan lain lainnya akan mewarnai produktifitas tenaga kerja.
- 12 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karateristik Tenaga Kerja Berdasarkan Kegiatan Seminggu Yang Lalu Tenaga kerja adalah penduduk usia 15 keatas, penduduk usia ini dianggap telah mampu untuk melakukan kegiatan produksi. Jumlah tenaga kerja pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar ditahun 2010 sebanyak 350.534 orang yang didominasi oleh tenaga kerja laki-laki sebanyak 181.109 orang dan perempuan sebanyak 169.425 orang. Sebagian besar berada pada kelompok tenaga kerja usia muda yaitu usia 15-40 tahun. Angkatan kerja merupakan penduduk yang memiliki keinginan untuk bekerja. Diantara mereka yang berkeinginan untuk bekerja ada yang telah memiliki pekerjaan dan ada pula yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada wilayah pedesaan sebesar 63,42 persen dengan TPAK laki-laki (44,66 persen) lebih tinggi daripada perempuan yaitu 18,76 persen.
Tabel 1 : Penduduk Laki-Laki Pedesaan Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kelompok Umur dan Kegiatan Seminggu yang Lalu Kelompok Umur (1)
Angkatan Kerja Bekerja
Mencari pekerjaan
Bersedia bekerja
Jumlah
Bukan Angkatan Kerja
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Jumlah (5)+(6) (7)
15 - 19
5.327
624
2.825
8.776
15.467
24.243
20 - 24
16.549
716
1.962
19.227
3.867
23.094
25 - 29
24.184
276
674
25.134
1.161
26.295
30 - 34
24.659
105
205
24.969
428
25.397
35 - 39
21.801
63
116
21.980
289
22.269
40 - 44
18.382
43
66
18.491
221
18.712
45 - 49
13.739
36
53
13.828
232
14.060
50 - 54
9.901
18
48
9.967
217
10.184
55 - 59
6.309
18
39
6.366
300
6.666
60 - 64
3.196
7
34
3.237
445
3.682
65+
4.522
10
57
4.589
1.918
6.507
Jumlah
148.569
1.916
6.079
156.564
24.545
181.109
*
146.135
1.895
5.908
153.938
24.259
178.197
Ket: * = jumlah tanpa desa sengketa
- 13 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Tingkat kesempatan kerja pada wilayah pedesaan yang ditunjukkan oleh angka ratio penduduk yang bekerja yaitu sebesar 88,03 persen dengan tingkat kesempatan kerja laki-laki yang lebih tinggi (66,83 persen) daripada perempuan yaitu 21,20 persen. Dalam perkembangannya sekarang ternyata tugas atau peranan wanita dalam kehidupan keluarga semakin berkembang lebih luas lagi. Wanita saat ini tidak saja berkegiatan di dalam lingkup keluarga, tetapi banyak di antara bidang-bidang kehidupan di masyarakat membutuhkan sentuhan kehadiran wanita dalam penanganannya. Peran wanita dalam ikut menopang kehidupan dan penghidupan keluarga semakin nyata (Sumarsono, dkk., 1995). Tingkat pengguran pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar pada tahun 2010 sebesar 11,97 persen dengan tingkat penggangguran laki-laki (3,60 persen) lebih rendah daripada tingkat penggangguran perempuan yaitu 8,37 persen. Tabel 2 : Penduduk Perempuan Pedesaan Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kelompok Umur dan Kegiatan Seminggu yang Lalu Angkatan Kerja Bekerja
Mencari pekerjaan
Bersedia bekerja
Jumlah
Bukan Angkatan Kerja
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Kelompok Umur (1)
Jumlah (5)+(6) (7)
15 - 19
1.642
486
2.773
4.901
17.299
22.200
20 - 24
5.106
573
3.517
9.196
13.754
22.950
25 - 29
6.699
368
3.121
10.188
16.000
26.188
30 - 34
6.670
252
2.459
9.381
14.027
23.408
35 - 39
6.520
166
1.862
8.548
11.849
20.397
40 - 44
6.266
125
1.152
7.543
8.837
16.380
45 - 49
5.374
76
779
6.229
6.341
12.570
50 - 54
3.689
39
410
4.138
4.456
8.594
55 - 59
2.306
19
176
2.501
2.997
5.498
60 - 64
1.273
9
106
1.388
2.255
3.643
65+
1.596
8
142
1.746
5.851
7.597
Jumlah
47.141
2.121
16.497
65.759
103.666
169.425
*
46.703
2.115
16.000
64.818
101.997
166.815
Ket: * = jumlah tanpa desa sengketa
- 14 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Dilihat menurut wilayah kecamatan, jumlah penduduk usia kerja tertinggi terdapat di Tapung sebanyak 53.401 orang dan terendah di Kampar Timur sebanyak 6.916 orang. Berdasarkan data menunjukkan bahwa pada wilayah perkebunan kelapa sawit terdapat kecenderungan jumlah angkatan kerjanya cukup tinggi. Kelapa sawit merupakan pengembangan subsektor perkebunan yang berbasis agribisnis. Aktivitas perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya memberikan nilai tambah yang tinggi di sektor perokonomian. Menurut Gumbira- Sa’id, E. dan L. Febriyanti (2005), sektor agribisnis merupakan lapangan kerja yang berperan besar dalam penurunan tingkat pengangguran.
Tabel 3 : Penduduk Laki-Laki + Perempuan Pedesaan Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Wilayah Administrasi dan Kegiatan Seminggu yang Lalu Wilayah Administrasi (1) Kampar Kiri Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Gunung Sahilan Kampar Kiri Tengah XIII Koto Kampar Koto Kampar Hulu Bangkinang Barat Salo Tapung Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Bangkinang Seberang Kampar Kampar Timur Rumbio Jaya Kampar Utara Tambang Siak Hulu Perhentian Raja Kabupaten Kampar *
Bekerja (2) 10.436 5.522 3.947 7.455 9.217 8.201 6.177 5.638 6.811 29.155 24.407 17.505 0 9.049 12.261 3.891 5.622 4.394 12.768 7.746 5.508
Angkatan Kerja Mencari Bersedia pekerjaan bekerja (3) (4) 157 1.514 66 189 101 322 147 624 65 1.050 181 1.323 80 710 24 377 220 1.337 517 2.450 556 3.207 198 1.014 0 0 173 1.276 335 2.017 82 447 251 698 73 495 425 1.681 254 630 132 1.215
(5) 12.107 5.777 4.370 8.226 10.332 9.705 6.967 6.039 8.368 32.122 28.170 18.717 0 10.498 14.613 4.420 6.571 4.962 14.874 8.630 6.855
Bukan Angkatan Kerja (6) 5.200 1.426 2.369 3.348 5.498 4.418 3.705 3.890 2.663 21.279 17.543 14.210 0 6.562 8.044 2.496 3.724 3.950 8.393 5.934 3.559
Jumlah
Jumlah (5)+(6) (7) 17.307 7.203 6.739 11.574 15.830 14.123 10.672 9.929 11.031 53.401 45.713 32.927 0 17.060 22.657 6.916 10.295 8.912 23.267 14.564 10.414
195.710
4.037
22.576
222.323
128.211
350.534
192.838
4.010
21.908
218.756
126.256
345.012
Ket: * = jumlah tanpa desa sengketa
- 15 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Kesempatan kerja di Kecamatan Tapung cukup tinggi yaitu sebesar 96,46 persen, dampaknya tingkat pengangguran terbuka mampu ditekan menjadi sebesar 4,54 persen. Sebagian besar penduduk usia kerja pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar bekerja pada lapangan usaha perkebunan sebanyak 109.179 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 90.579 orang dan perempuan sebanyak 18.600 orang. Sektor lainnya yang banyak menyerap kesempatan kerja adalah sektor pedagangan dan sektor jasa kemasyarakatan, masing-masingnya telah membuka kesempatan kerja sebanyak 20.605 orang dan 15.235 orang.
Tabel 4 : Penduduk Laki-Laki + Perempuan Pedesaan Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Wilayah dan Lapangan Usaha Utama Lapangan Usaha
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Pertanian Tanaman Padi dan Palawija
3.841
5.330
9.171
Hortikultura
1.565
1.187
2.752
Perkebunan
90.579
18.600
109.179
2.628
144
2.772
Peternakan
706
108
814
Kehutanan
1.368
182
1.550
Pertambangan dan Penggalian
1.558
70
1.628
Industri Pengolahan
3.491
691
4.182
276
16
292
5.616
64
5.680
11.187
9.418
20.605
456
395
851
5.728
37
5.765
Informasi dan Komunikasi
306
87
393
Keuangan dan Asuransi
253
102
355
3.635
5.640
9.275
381
979
1.360
11.902
3.333
15.235
3.093
758
3.851
148.569
47.141
195.710
Perikanan
Listrik dan Gas Konstruksi/ Bangunan Perdagangan Hotel dan Rumah Makan Transportasi dan Pergudangan
Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Jasa Kemasyarakatan Lainnya Jumlah Sumber : BPS, SP 2010
- 16 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
B. Karateristik Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Tingkat Pendidikan Pada umumnya penduduk yang bekerja di wilayah pedesaan bekerja dengan status pekerjaan utama bekerja dengan berusaha sendiri jumlahnya mencapai 70.540 orang. Kemudian terbanyak kedua yaitu bekerja sebagai buruh, karyawan atau pegawai sebanyak 63.179 orang. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bawah pada penduduk usia kerja laki-laki yang bekerja sendiri sebanyak 54.172 orang dan pekerja bebas 19.702 orang. Sedangkan pada tenaga kerja perempuan pada wilayah pedesaan yang berusaha sendiri sebanyak 16.368 orang dan yang menjadi buruh, karyawan, atau pegawai sebanyak 13.523 orang. Tingginya tingkat penduduk usia kerja yang bekerja sendiri dan bekerja bebas mengindikasikan bahwa kegiatan usaha penduduk usia kerja pedesaan di Kabupaten Kampar pada umumnya bekerja pada sektor informal dan skala kecil. Hal ini akan menyebabkan tingkat pendapatan tenaga kerja pedesaan relatif masih rendah, dan memiliki produktivitas tenaga kerja yang masih rendah. Dewasa ini bertambahnya kesempatan kerja di sektor pertanian banyak digunakan sebagai
indikator kurang mampunya sektor non pertanian dalam
menyediakan kesempatan kerja. Sektor non pertanian yang biasanya banyak bermunculan di daerah perkotaan hampir tidak memerlukan tenaga kerja dari pedesaan. Hal ini disebabkan oleh sifat dasar pengembangan keterampilan yang berbeda antara tenaga kerja sektor pertanian dengan tenaga kerja sektor non pertanian. Perkebunan rakyat di Indonesia melibatkan petani pekebun dalam jumlah sangat banyak. Oleh karena itu subsektor perkebunan rakyat ini merupakan lapangan kerja yang sangat luas bagi penduduk pedesaan. Di berbagai daerah di Indonesia, usaha perkebunan rakyat menjadi sumber utama pendapatan penduduk. Perkebunan rakyat sebagai usaha tani keluarga, mencakup berbagai tanaman perdagangan, seperti karet, kelapa, kopi, lada, tembakau, dan cengkeh. Jenis tanaman-tanaman tertentu dapat diusahakan dalam skala besar oleh perkebunan besar atau dalam skala kecil sebagai usaha tani keluarga. Perkebunan besar dikelola oleh Perusahaan Negara Perkebunan atau Perkebunan Besar Swasta (Mubyarto, 1993).
- 17 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Tabel 5 : Penduduk Laki-Laki + Perempuan Pedesaan Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Status Pekerjaan Utama Status Pekerjaan Utama Pendidikan
(1)
1
2
3
4
5
6
7
Jumlah
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Tdk/Blm Prnh Sekolah
1.502
439
29
363
325
538
0
3.196
Tidak/Belum Tamat SD
4.994
1.515
152
1.612
1.229
1.406
227
11.135
SD/MI/Sederajat
31.239
5.752
4.394
14.609
9.232
8.029
463
73.718
SLTP/MTs/Sederajat
17.861
2.273
2.970
15.170
7.406
3.684
173
49.537
SLTA/MA/Sederajat
12.989
1.392
2.323
20.273
4.058
2.273
169
43.477
SM Kejuruan
698
87
202
1.742
286
100
23
3.138
Diploma I/II
346
25
63
2.773
52
72
6
3.337
Diploma III
330
20
80
1.594
44
52
5
2.125
Diploma IV/S1
566
51
149
4.871
111
83
20
5.851
15
2
2
172
2
3
0
196
70.540
11.556
10.364
63.179
22.745
16.240
1.086
195.710
69.654
11.380
9.781
62.439
22.323
16.175
1.086
192.838
S2/S3 Jumlah *
Sumber : Sensus Penduduk 2010 Keterangan : 1. Berusaha sendiri 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap /buruh tidak dibayar 3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar 4. Buruh/karyawan/pegawai 5. Pekerja bebas 6. Pekerja keluarga/tidak dibayar 7. Tidak Ditanyakan
- 18 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Status pekerjaan utama tenaga kerja pada wilayah pedesaan dilihat menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa tenaga kerja yang berada pada lapangan usaha pertanian tanaman padi dan palawija, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan sektor primer lainnya pada umumnya mereka bekerja dengan cara berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, dan menjadi pekerja bebas. Pada lapangan usaha sekunder seperti industi pengolahan, listrik dan gas, kontruksi dan lainnya
pada
umumnya
mereka
sebagai
bekerja
formal
dengan
menjadi
buruh/karyawan/pegawai. Lapangan usaha perkebunan pada wilayah pedesaan banyak menyerap kesempatan kerja bagi tenaga kerja laki-laki. Sektor ini mampu membuka kesempatan kerja laki-laki yang berusaha sendiri sebanyak 33.765 orang, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar sebanyak 7.973 orang, berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar sebanyak 5.394 orang, menjadi buruh/karyawan/pegawai sebanyak 27.448, dan pekerja bebas sebanyak 11.577 orang.
Selain itu, sektor ini juga
menggunakan tenaga kerja keluarga/tidak bayar jumlahnya mencapai sebesar 4.087 orang. Tenaga kerja perempuan sebagian besar bekerja pada lapangan usaha perdagangan dengan status pekerjaan utama sebagian besar berusaha sendiri mencapai 7.553 orang. Selain pada sektor perdagangan, tenaga kerja perempuan juga banyak bekerja pada sektor perkebunan dengan status pekerjaan utama sebagian besar berusaha sendiri mencapai 4.879 orang. Kontribusi tenaga kerja wanita terhadap kesejahteraan keluarga sangat besar atau dengan ikut sertanya para isteri ke dalam pasar kerja dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Menurut Evans and Kelley (2007), partisipasi angkatan kerja perempuan, meningkat tajam selama tahun 1980 dan 1990-an. Meningkatnya pendidikan perempuan serta berkurangnya kesuburan secara substansial meningkatkan partisipasi tenaga kerja perempuan dan jam kerjanya. Menurut Kodiran, dkk (2001), salah satu faktor penyebab partisipasi perempuan dibidang ekonomi adalah kemiskinan, sebagai pihak kedua dalam rumah tangga yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah, ternyata perempuan mempunyai rata-rata jam kerja lebih tinggi dibanding laki-laki.
- 19 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Tingkat pendidikan tenaga kerja pedesaan di Kabupaten Kampar sebagian besar (94,12 persen) dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah Sekolah Menengah ke bawah. Masih rendahnya sumberdaya manusia ketengakerjaan pedesaan di Kabupaten Kampar tersebut turut berdampak pada tingkat produktivitas tenaga kerja di pedesaan yang masih relatif rendah. Tenaga kerja yang rendah menjadikan mereka hanya mampu bekerja dengan berusaha sendiri. Tenaga kerja dengan status perkerjaan utama bekerja sendiri dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah sebanyak 1.502 orang, tidak/belum tamat SD sebanyak 4.994 orang, SD/Mi/sederajat sebanyak 31.239 orang, SLTP/MTs/sederajat sebanyak 17.861 orang, dan SLTA/MA/sederajat sebanyak 12.989 orang. Pada berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar juga pada umumnya tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah SMA/MA/sederajat kebawah dengan jumlah tertinggi berada pada SD/MI/sederajat yaitu sebanyak 5.752 orang dan terendah pada tidak/belum pernah sekolah sebanyak 439 orang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan memungkinkan orang tersebut untuk mendapatkan jenis pekerjaan yang lebih soft skill. Penduduk usia kerja pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan Diploma keatas pada umumnya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih formal seperti buruh/karyawan/pegawai. Pada jenjang pendidikan diploma I/II yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai sebanyak 2.773 orang, Diploma III sebanyak 1.594 orang, Diploma IV/S1 sebanyak 4.871 orang dan S2/S3 sebanyak 172 orang. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan ada kendrungan untuk bekerja pada sektor formal dan sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan meningkatkan penawaran tenagakerja pada sektor informal, seperti pekerja dengan berusaha sendiri, bekerja dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, dan menjadi pekerja bebas.
- 20 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. TPAK pada wilayah pedesaan sebesar 63,42 persen dengan TPAK laki-laki (44,66 persen) lebih tinggi daripada perempuan yaitu 18,76 persen. 2. Tingkat kesempatan kerja sebesar 88,03 persen dengan tingkat kesempatan kerja laki-laki yang lebih tinggi (66,83 persen) daripada perempuan yaitu 21,20 persen. Dengan demikian tingkat pengguran pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar pada tahun 2010 sebesar 11,97 persen dengan tingkat penggangguran laki-laki (3,60 persen) lebih rendah daripada tingkat penggangguran perempuan yaitu 8,37 persen. 3. Sebagian besar tenaga kerja pada wilayah pedesaan di Kabupaten Kampar bekerja pada lapangan usaha perkebunan sebanyak 109.179 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 90.579 orang dan perempuan sebanyak 18.600 orang. Pada umumnya dengan status pekerjaan utama adalah bekerja sendiri. 4. Tingkat pendidikan tenaga kerja pedesaan di Kabupaten Kampar sebagian besar (94,12 persen) dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah Sekolah Menengah ke bawah.
B. Saran 1. Pemerintah harus memperluas kesempatan kerja khususnya pada sektor pertanian dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan pada wilayah pedesaan. 2. Dikembangkan program-program pemberdayaan perempuan pedesaan. Dalam perkembangannya peranan wanita dalam kehidupan keluarga semakin berkembang lebih luas lagi. Wanita saat ini tidak saja berkegiatan di dalam lingkup keluarga, tetapi banyak di antara bidang-bidang kehidupan di masyarakat. 3. Mengembangkan indutri turunan kelapa sawit yang dapat membuka kesempatan kerja serta mengembangkan usaha-usaha agribisnis yang terintegrasi dengan pengembangan perkebunan. 4. Meningkatkan sumberdaya manusia tenagakerja pedesaan melalui pendidikan dan pelatihan tepat guna
- 21 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
DAFTAR PUSTAKA Ananta, Aris, (1990), Ekonomi Sumberdaya Manusia, Lembaga Demografi FE UI, Jakarta. Beatrix Tandirerung (2010), Partisipasi Tenaga Kerja Wanita Pedesaan Terhadap Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Adiwidia Edisi Maret 2010, No. 1. Dessy Adriani. 2006. Keragaan Pasar Kerja Pertanian-Nonpertanian Dan Migrasi DesaKota: Telaah Periode Krisis Ekonomi. Jurnal Soca Volume 6 Nomor 1 Tahun 200 6 Akreditasi: No. 34/Dikti/Kep/2003 Ehrenberg, Ronald G., and Robert S. Smith. 1997. Modern Labour Economics. USA: Edison-Wesiey Educational Publishers Inc. Evans, M.D.R., and Kelley, J. (2007), Trends in Women’s Labor Force Participation in Australia: 1984 – 2002, Social Science Research 37 (2008) 287-310. Gumbira-Sa’id, E. dan L. Febriyanti. 2005. Prospek dan Tantangan Agribisnis Indonesia. Economic Review Journal 200. (On-line). http://209.85.135.104/search?q=cache:3EDCELftAoJ:www.bni.co.id/, diakses pada 11 Mei 2010. Gunawan,M. , Erwidodo. 1992. Urbanisasi Temporer di Jawa Barat. Monograph series. No. 4. Dinamika Keterkaitan Desa Kota di Jawa Barat : Arus Tenaga Kerja, Barang dan Kapital. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Hugo. G. 2000. The Impact of The Crisis on Internal Population Movement in Indonesia. Bulletin of Indonesia Economic Studies. Vol 36, No. 2 Agusrus 2000. Australian National University Canbera. Lorraine. C., 1986, "The Prospects for off Farm EnrPloYmart as an Anti- Poverty StrategY amng Malaysian Paddy farm Household; Macro and Micro Viervs", dalam Shand, R.T.,(ed), Of farm Employment in The Development of Rural ,4sia, ANU, Australia. Mantra, I.B. 1992. Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia, Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada. Mantra, Ida B., (2000). Demografi Umum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Mubyarto, dkk. 1993. Tanah dan tenaga kerja perkebunan: Kajian sosial ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta. Mulyo, J.H dan Jamhari. 1998. Peranan wanita peningkatan pendapatan dan pengambilan keputusan: Studi kasus pada industri kerajinan geplak di Kabupaten Bantul dalam agro ekonomi. Jurnal Sosek Vol. V/No.1 Des/1998. Ratnasari, V., Zain, I., dan Salamah, M. (2009), Pemetaan Potensi Ekonomi Perempuan pada Rumah Tangga Miskin (RTM) dan Bukan RTM, Lembaga Penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
- 22 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 1 - 23
Sajogyo, Pujiwati. 1983. Peranan wanita dalam perkembangan masyarakat desa. Rajawali, Jakarta Simatupang dkk. ,1996. Pengaruh Perubahan Teknologi terhadap Peranan Sektor Pertanian dalam Struktur Perekonomian Indonesia. Laporan Penelitian . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Sumarsono, dkk. 1995. Peranan wanita nelayan dalam kehidupan ekonomi keluarga di Tegal, Jawa Tengah. Eka Putri, Jakarta. Sumaryanto dan S.M Pasaribu. 1997. Struktur Penguasaan Tanah di Pedesaan Lampung. Studi Kasus di Enam Provinsi Lampung. Prosiding Dinamika Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian. Buku II. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Suratiyah, Ken. 1998. Peranan wanita dalam pengambilan keputusan dalam agro ekonomi. Jurnal Sosek Vol. V/No.1 Des/1998 Suryana, A. dan R. Nurmalia, 1989. Perspektif Mobilitas Kerja dan Kesempatan Kerja pedesaan. Prosiding PATANAS: Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan. Pusat Penelitian Agroekonomi, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Susilowati, dkk. 2000. Studi Dinamika Kesempatan Kerja dan Pendapatan Pedesaan (PATANAS). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Susilowati, S.H., Sugiarto, A.K. Zakaria, W. Sudana, H. Supriyadi, Supadi, M. Iqbal, E. Suryani, M. Sukur, dan Soentoro. 2000. Studi Dinamika Kesempatan Kerja dan Pendapatan Pedesaan (PATANAS). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Syafaat, dkk. Laporan Hasil Penelitian: Studi Dinamika Kesempatan Kerja dan Pendapatan Pedesaan (PATANAS) : Mobilitas Tenaga Kerja Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Todaro, M. P., 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Buku 1. Alih Bahasa Oleh Aminuddin dan Mursid. Ghalia Indonesia. Todaro, M.P. 1992. Kajian Ekonomi Migrasi Internal di Negera Berkembang (terjemahan),Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada. Wolpert, J. 1965. Behavioral Aspects of the Decision to Migrate. Paper of The Regional Science Association.
- 23 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM MENYERAP TENAGA KERJA DIKABUPATEN ROKAN HULU
Hainim Kadir dan Syapsan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293 ABSTRACT This study focused on the role of plantations on employment in Rokan Hulu regency. The method used in this study is a quantitative diskriptive. The results showed that the activities of oil palm plantation development work, which is quite large. On the other hand unemployment in Rokan Hulu regency also great. It turns out that there are more job opportunities mostly filled by workers from outside the Rokan Hulu regency, especially the employment opportunities that exist in companies engaged in oil palm plantations. On plantation labor populace largely filled by family labor and partly filled by workers from outside. Based on estimates, future labor shortages will be greater in nearly all activities in oil palm plantations. Keyword: Man power, Employed, Mismatch
I. PENDAHULUAN Saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar didunia. Besarnya produksi kelapa sawit Indonesia dikarena adanya keunggulan komparatif yang dimiliki. Pada tahun 2011 perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah melampaui 8 juta hektar yang tersebar dipulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Riau yang merupakan salah satu daerah yang potensial dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, saat ini provinsi Riau memiliki luas perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Tahun 2011 diprovinsi Riau terdapat lebih dari 2 juta hektar kebun kelapa sawit atau sekitar 25 persen dari luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Akan tetapi pertumbuhan perkebunan kelapa sawit yang pesat ini tidak sejalan dengan pertumbuhan kegiatan dihilirnya. Dengan demikian kesempatan kerja yang ada sebagian besar hanya terbatas pada pekerjaan di perkebunan baik untuk kegiatan dilapangan administrasi dan manajemen perkebunannya.
- 24 -
maupun
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
Kabupaten Rokan Hulu merupakan salah satu
kabupaten yang mempunyai
perkebunan kelapa sawit yang luas di provinsi Riau. Tahun 2010 Rokan Hulu memiliki luas kebun kelapa sawit seluas 162.072,08 hektar. Kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian kabupaten Rokan Hulu cukup besar baik terhadap pengembangan wilayah, PDRB maupun terhadap lapangan kerja. Tahun 2010 kesempatan kerja yang terbuka dalam kegiatan perkebunan kelapa sawit secara langsung dikabupaten Rokan Hulu adalah 32.414 orang yang mencakup semua pekerjaan yang ada diperkebunan kelapa sawit. Sedangkan tenaga kerja yang tersedia hanya 29.228 orang dan kesempatan kerja inipun terisi oleh tenaga kerja yang datang dari luar kabupaten Rokan Hulu. Adapun perumusan masalahnya adalah: Bagaimana Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Rokan Hulu ? Sedangkan tujuan penelitian adalah: a. Untuk melihat peranan perkebunan kelapa sawit dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Rokan Hulu; b. Untuk melihat kekurangan atau kelebihan tenaga kerja dalam kegiatan perkebunan kelapa sawit dikabupaten Rokan Hulu
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu, karena kabupaten Rokan Hulu memiliki potensi perkebunan kelapa sawit yang cukup baik untuk masa yang akan dating. Hal ini disebabkan adanya keunggulan komperatif seperti iklim, curah hujan , penyinaran matahari, potensi luas dan kesuburan lahan, Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti Dinas dan Instansi terkait yang ada hubungan dengan penelitian ini: Dinas Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu, Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Rokan Hulu, Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hulu, dan institusi lainnya yang terkait.
Metode analisa data yang digunakan adalah metode
analisis yang bersifat deskriptif kwantitatif .
- 25 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
Data yang bersifat kwalitatif diolah dengan menggunakan rumus simulasi dan tabel terutama untuk memperkirakan
baik perkembangan luas lahan, maupun
kesempatan kerja dan tenaga kerja serta kekurangan dan kelebihan tenaga kerja diperkebunan kelapa sawit yang ada saat ini maupun dimasa yang akan datang. Hasil olahan data tersebut ditelaah untuk dilihat fenomena-fenomena yang ada dan berikut didiscripsikan . III. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Ketenaga Kerjaan Diperkebuan Kalapa Sawit Satu hal yang menarik dari perkembangan kegiatan perkebunan kelapa sawit belakang ini adalah adanya trickle down effect kegiatan perkebunan kalapa sawit dalam berbagai kegiatan ekonomi masyarakat. Pada sisi lain investasi besar juga berkembang baik pada kegiatan hilir maupun hulunya. Fenomena ini hampir terjadi diseluruh daerah perkebunan kelapa sawit.
Kabupaten Rokan Hulu yang saat ini juga berkembang
berbagai kegiatan terkait dengan perkebunan kelapa sawit juga memperlihatkan fenomena yang demikian. Besarnya kegiatan ekonomi yang tumbuh dan berkembang dikabupaten Rokan Hulu, akibat adanya kegiatan perkebunan dikabupaten Rokan Hulu tidak dapat menyerap tenaga kerja yang ada secara baik. Hal ini dapat dilihat dari masih besarnya tingkat pengangguran terbuka dikabupaten Rokan Hulu. Dalam 5 (lima) tahun terakhir tingkat pengangguran terbuka yang ada dikabupaten Rokan Hulu condong meningkat. Tahun 2007 tingkat pengangguran terbuka dikabupaten Rokan Hulu sebesar 5,9 persen dan tahun 2011 meningkat menjadi 8,61 persen
(Sumber: Profil Calon Penerima
Adhikarya Pangan Nusantara Tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu). Dari angka-angka tersebut dapat diperkirakan bahwa tahun 2007 pengangguran terbuka dikabupaten Rokan Hulu sebesar 14.330 orang dan tahun 2011 meningkat menjadi 25.977 orang. Sebenarnya tingkat pengangguran sebesar tersebut tidak perlu terjadi, karena besarnya peluang kesempatan kerja yang ada dikabupaten Rokan Hulu, terutama dari kegiatan perkebunan kelapa sawit.
- 26 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
Potensi perkebunan kelapa sawit dikabupaten Rokan Hulu cukup besar dan kegiatan ini sharusnya dapat
mengatasi pengangguran tenaga kerja yang ada
dikabupaten Rokan Hulu. Akan tetapi hal ini tidak terjadi, pengangguran terbuka dikabupaten Rokan Hulu masih menunjukan angka yang besar. Berdasarkan pendekatan penyerapan tenaga kerja yang ada, maka setiap 5 hektar kebun sawit secara keseluruhan akan dapat menyerap seorang tenaga kerja (lihat Iyung Pahan, 2008). Berdasarkan pendekatan yang dikemukakan dapat diperkirakan kesempatan kerja yang ada setiap tahunnya . Perkembangan kegiatan perkebunan terkait pembukaan kebun kelapa sawit baru setiap tahunnya terjadi. Hal ini memungkinkan luas lahan perkebunan kelapa sawit dikabupaten Rokan Hulu terus meningkat. Selama lima tahun terakhir (Tahun 2006 – 2011) terjadi peningkatan rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 11,63 persen pertahun. Demikian juga kesempatan kerja yang terbuka terjadi peningkatan 11,63 persen pertahun. Sedangkan tenaga kerja yang dapat memasuki pekerjaan diperkebunan kelapa sawit ini pertumbuhannya hanya sebesar 8,33 persen pertahun. Secara absolute, pada tahun 2006 jumlah kesempatan kerja yang ada diperkebunan kelapa sawit sebesar 22.120 orang seluruhnya dapat diisi oleh tenaga kerja yang ada. Akan tetapi pada tahun 2007 kesempatan kerja sebanyak 23.082 orang ternyata diisi oleh tenaga kerja sebanyak 25.262 orang berarti pada tahun 2007 terjadi kelebihan tenaga kerja pada kegiatan perkebunan kelapa sawit. Hal ini juga terjadi tahun 2008 dan 2009 terjadi kelebihan tenaga kerja masing-masing 959 orang dan 1.642 orang. Dengan demikian ada kecondongan tahun 2007, 2008 dan 2009 terjadi pengangguran tersembunyi (disguised unemployment) Sedangkan pada tahun 2010 justru terjadi kekurangan tenaga kerja sebanyak 3.186 orang (lihat tabel 1).
- 27 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
Kesempatan kerja pada kegiatan perusahaan swasta besar maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagian besar kesempatan kerja pada level bawah (pekerja kasar) diisi oleh tenaga kerja dari luar. Demikian juga pada level menengah (tenaga staff) dan pada level atas atau pimpinan hampir tidak ada diisi oleh tenaga kerja dari kabupaten Rokan Hulu. Tenaga kerja level bawah ini pada umumnya berasal dari Sumatera Utara, Lampung, Jawa dan daerah-daerah lainnya. Sedangkan untuk perkebunan rakyat, sebagian besar tenaga kerja menggunakan tenaga kerja keluarga. Bagi usaha perkebunan yang kekurangannya diisi oleh tenaga kerja upah dari luar. Besarnya kesempatan kerja yang ada di perkebunan kelapa sawit dikabupaten Rokan Hulu yang tidak dapat diisi oleh tenaga dari kabupaten Rokan Hulu disebabkan berbagai hal. Antara lain tidak ada kesuaian upah atau gaji, hal ini terutama pada kegiatan pekerjaan tenaga level bawah (tenaga kerja kasar). Sedangkan pada kesempatan kerja pada level menengah (tenaga staff) dan level atas (pimpinan) tidak dapat diisi oleh tenaga kerja local, hal ini lebih banyak disebabkan oleh kwalifikasi tenaga kerja yang diminta.
Tabel 1 : Perkembangan Luas Lahan, Jumlah Kesempatan Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja Perkebunan Kelapa Sawit di Rokan Hulu Tahun 2006 2010
TAHUN
LUAS LAHAN (Ha)
JUMLAH KESEMPATAN KERJA (Orang)
JUMLAH TENAGA KERJA (Orang)
2006
110.600,75
22.120
22.120
2007
127.808,14
23.082
25.262
2008
132.198,65
25.481
26.440
2009
135.822,50
25.517
27.165
2010
162.072,08
32.414
29.228
Sumber: Dinas Perkebunan Kab Rokan Hulu dan Dinas Tenaga Kerja Kab Rokan Hulu
- 28 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
B. Perkiraan Kesempatan Kerja Berdasarkan perkiraan luas lahan, kesempatan kerja dan tenaga kerja yang ada pada masa lalu (dalam 5 tahun terakhir tahun 2006 - 2010), secara linier tidak akan terlalu berbeda dengan 5 tahun akan datang. Dengan demikian pertumbuhan luas lahan dan kesempatan kerja dan pertumbuhan tenaga kerja dapat digunakan untuk perkiraan 5 tahun mendatang. Berdasarkan asumsi dan perhitungan yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan perkembangan luas lahan, kesempatan kerja, dan kekurangan tenaga kerja pada kegiatan perkebunan kelapa sawit 5 tahun yang akan dating. Untuk lebih jelasnya tentang perkiraan perkembangan luas lahan jumlah kesempatan kerja, jumlah tenaga kerja di Kabupaten Rokan Hulu dapat dilihat pada tabel tabel dibawah ini.
Tabel 2 : Perkiraan Luas Lahan, Jumlah Kesempatan Kerja, Jumlah Tenaga Kerja di Rokan Hulu Tahun 2011 – 2015. TAHUN
LUAS LAHAN (Ha)
JML KESEMPATAN KERJA (Orang)
JML TENAGA KERJA (Orang)
2011
180920
36183
31663
2012
199768
39952
34098
2013
218616
43721
36533
2014
237464
47490
38968
2015
256312
51259
41403
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan perkiraan yang dikemukakan, memperlihatkan bahwa pada tahun 2011 kesempatan kerja diperkebunan kelapa sawit yang yang ada ebeesar 36.183 orang sedangkan tenaga kerja yang ada sebesar 31.663 orang. Berarti tahun 2011 terjadi kekurangan tenaga kerja sebesar 4.520 orang. Kekurangan tenaga kerja ini, pada tahun 2015 akan lebih besar. Pada tahun 2015 kesempatan kerja yang ada sebesar 51.259 orang sedangkan tenaga kerja yang tersedia sebesar 41.403
orang. Hal ini berarti
kekurangan tenaga kerja pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 9.856 orang.
- 29 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kegiatan perkebunan kelapa sawit termasuk salah kegiatan yang besar kontribusinya terhadap perekonomian dikabupaten Rokan Hulu, terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi, fakta menunjukan pengangguran terbuka dalam 5 tahun terakhir dikabupaten Rokan Hulu cukup besar dan meningkat dari 14.330 orang atau 5,9 persen pada tahun 2007 meningkat menjadi 25.977 orang atau 8,61 persen pada tahun 2011. Pada kegiatan perkebunan kelapa sawit tahun 2007, 2008 dan 2009 terjadi kelebihan tenaga kerja (disguised unemployment) masing sebesar 2.180 orang, 950 orang dan 1.642 orang. Sedangkan tahun 2010 pengisian kesempatan kerja oleh tenaga kerja yang ada di Rokan Hulu tidak dapat dipenuhi, terjadi kekurangan tenaga kerja sebesar 3.186 orang. Tidak terisinya kesempatan kerja ini oleh tenaga kerja local untuk kesempatan kerja level bawah lebih banyak ketidak sesuaian upah atau pendapatan. Sedangkan pada level tenaga kerja menengah (staff) dan level atas lebih dikarenakan kwalifikasi tenaga kerja yang ditentukan. Berdasarkan perkiraan kekurangan tenaga kerja ini pada masa yang akan datang ..akan semakin besar. Kekurangan tenaga kerja tahun 2011 sebesar 4.520 orang dan tahun 2015 sebesar 9.856 orang.
B. Saran Disatu sisi banyak kegiatan ekonomi yang ada dikabupaten Rokan Hulu, akan tetapi disisi lain pengangguran terbuka juga besar. Fenomena ini menunjukan tidak sesuainya pekerjaan disini dengan tenaga kerja yang ada, keadaan ini disebabkan pada tenaga kerja level bawah (buruh atau pekerja kasar) karena upah yang rendah, sedangkan pada level menegah dan atas lebih banyak karena persyaratan kwalifikasi tenaga kerja yang ditentukan. Untuk pekerjaan level bawah, pemerintah perlu mendorong perusahaan-perusahaan yang bergerak pada perkebunan kelapa sawit untuk mengikuti standar upah yang telah ditentukan seperti UMK serta memberikan bonus untuk pekerjaan yang dapat melebihi target pekerjaan.
- 30 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
Pada pekerjaan level menengah dan atas perlu upaya pemerintah terutama pemerintah daerah kabupaten untuk mengadakan pelatihan-pelatihan kepada tenaga kerja local sesuai dengan kwalifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Pelatihan-pelatihan ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang ada dikabupaten Rokan Hulu. Setiap perusahaan-perusahaan yang bergerak dikabupaten Rokan Hulu dianjurkan untk membuat perencanaan tenaga kerja dan dokumen rencana tenaga kerja ini harus disampaikan kepihak PEMDA. Selanjutnya pihak PEMDA dapat menyiapkan tenaga kerja berupa memberikan pelatihan-pelatihan sesuai kebutuhan tenaga kerja yang diminta. Kegiatan pelatihan ini dapat dilakukan atas kerja sama pihak PEMDA dengan perusahaan-perusahaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Artoyo, A, R, 1999, Tenaga Kerja Perusahaan, Pengertian dan Perananya, Balai Pustaka, Jakarta. Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan, Edisi Empat, STIE YKAPN, Yogyakarta. A, T, Mosher, 1998, Menggerakkan dan Membangun Pertanian, PT. Yayasan Jakarta, Jakarta. Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta. Fahri, Yasin,1999, Menguak Pertanian dan Agribisnis, Unri Perss, Pekanbaru. Guratme, dkk, 2005, Seminar dan Technical Perkebunan Riau, Pekanbaru. Hanafi, 2005, Pengembangan Perkebunan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan, Dinas Perkebunan Propisi Riau, Pekanbaru. Husni, Lalu, 2003, Hukum Ketenaga Kerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jhingan, ML, 2003, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT. Raja Grfindo Persada, Jakarta Lincoln, Arsyad, 1993, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta.
- 31 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32
Manurung, 2004, Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Media Pekanbaru. Pekanbaru Mosher,1983, Menggerakkan dan Membangun Pertanian, PT. Yayasan, Jakarta. Subur, Ratno, 2004, Riau Dalam Arus Perubahan, Alaf
Riau Kerja Sama MI,
Pekanbaru. Sadono Sukirno, 1995, Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi UI Dengan Bima Grafika, Jakarta. Selardi, Sastrosayono, 2003, Budidaya Kelapa Sawit, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Suherman Rosyidi, 2004, Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Makro dan Mikro, PT. Raja Grafinda Persada, Jakarta. Subri, Mulyaadi, 2003, Ekonomi Sumberdaya Manusia, PT.Raja Garafindo Persada, Jakarta. Sukirno, Sadono, 1999, Makro Ekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Simanjuntak, J, Payaman, 1998, Ekonomi Sumberdaya Manusia, LPFE-UI, Jakarta. Suparmoko, 2002, Penilaian Ekonomi:Sumberdaya Alam dan Lingkungan, BPFEYogyakarta, Yogyakarta. Soekarwati, 1993, Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tatang, Sukmaraganda, 2002, Peluang dan Pembangunan Pertanian di Propinsi Riau, Media Pekanbaru, Pekanbaru.
- 32 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
PENAWARAN DAN PERMINTAAN PARIWISATA ISTANA SIAK: PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP MATRIX MARDIANA Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293 ABSTRACT The tourism sector has an important role in economic development and local. Siak Palace is a mainstay attraction Riau Province. This study aimed to compare aspects of supply by the local government and demand by tourists. Compare the two aspects use of Boston Consulting Groups Matrix. Tourism activities are at the quadrant Problem Children. The attractions vendors are either in support of the Royal Palace of Siak tour. The demand tourism aspects are low, need attention from the local government. Keywords: Tourism, Siak Palace, Boston Consulting Groups Matrix.
I. PENDAHULUAN Hampir semua negara menganggap pariwisata merupakan industri yang peranannya sangat penting dalam perekonomian nasionalnya. Hall (2000) menyebutkan hampir secara universal pemerintah di seluruh dunia menerima pariwisata sebagai hal yang positif sehingga membuat kebijakan pengembangan pariwisata. mengembangkan bisnis
Singapura
bidang pelayanan dan jasa (hospitality industries) yang
bertumpu pada kemampuan sumber daya manusia, termasuk industri pariwisata. Pada dekade 1990an sektor pariwisata di Malaysia masuk lima besar penyumbang devisa negara. Pada tahun 2002 sektor pariwisata telah menjadi urutan kedua setelah minyak (Hermawan, 2008). Pariwisata merupakan salah satu sektor yang cukup berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor tersebut mampu meningkatkan cadangan devisa negara, meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar tempat wisata serta memperluas lapangan kerja. Apabila dikembangkan dengan baik diharapkan sektor pariwisata dapat membantu sebagai katalisator pembangunan di Indonesia (Yoeti, 2008). - 33 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Industri pariwisata mempunyai peranan penting dalam upaya pembangunan dan pengembangan suatu daerah. Bahkan pada beberapa daerah menunjukkan bahwa industri pariwisata mampu mendongkrak daerah tersebut dari keterbelakangan dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan utama. Pengembangan pariwisata merupakan program jangka panjang dan tidak lepas dari upaya pelestarian alam dan lingkungan hidup serta budaya masyarakat setempat. Dengan demikian maka strategi pengembangan pariwisata harus berorientasi pada upaya melibatkan masyarakat baik dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan
pengawasan
yang
pada
akhirnya
akan
dapat
diwujudkan
pengembangan pariwisata yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Kurang suksesnya pengembangan pariwisata di Kabupaten Siak selama ini tidak terlepas dari kurang tepatnya strategi kebijakan yang diterapkan. Kebijakan pemerintah Kabupaten Siak selama ini hanya terfokus pada pemberian kemudahan dalam perijinan, pembangunan sarana dan prasarana masih kurang. Kebijakan tersebut hanya berpihak pada mereka yang memiliki dana (modal) tanpa memperhatikan keterlibatan masyarakat setempat. Tidak dilibatkannya masyarakat setempat sebagai agen-agen pengembangan pariwisata mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan dan kendala yang mau atau tidak mau harus dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Siak. Wisata tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dari penduduk lokal.
Pariwisata kemudian merupakan suatu perpaduan dari
berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonoini dan sosial, Pariwisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, pariwisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggungjawab (Fandeli, 2001). Wahab (2003) menjelaskan konsep pemasaran dalam sistem pariwisata mempunyai 4 fungsi, yaitu (1) pembatasan pengertian pasaran; (2) komunikasi; (3) umpan balik; dan (4) pengawasan hasil. Perlu adanya penelaahan pemasaran pariwisata dari aspek penawaran oleh pihak pemerintah daerah dan aspek permintaan dari pihak pengunjung objek wisata.
- 34 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
II. METODE ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN PARIWISATA Kajian ini dilaksanakan tahun 2012 dengan responden pemangku kepentingan bidang pariwisata di Kabupaten Siak meliputi pejabat di instansi teknis yang berkaitan dengan kepariwisataan dan pelaku usaha wisata sebagai sumber data penawaran pariwisata.
Masyarakat pengunjung sebagai pihak yang berkepentingan dengan
pelayanan pariwisata menjadi responden yang memberikan data berkenaan dengan permintaan pariwisata. Sampel pengunjung sebanyak 70 orang diambil di kawasan wisata Istana Siak pada hari libur dan minggu. Analisis penawaran dan permintaan wisata di Kabupaten Siak dilakukan beberapa analisis yang berkaitan satu sama lain. Analisis-analisis tersebut adalah analisis penawaran dan permintaan wisata. Analisis yang dilakukan dalam studi bersifat lebih kualitatif dengan menggunakan teknik analisis Boston Consultings Group (BCG) untuk mengetahui kesesuaian antara penawaran dan permintaan pariwisata di Kabupaten Siak.
III. ASPEK PENAWARAN PARIWISATA ISTANA SIAK Istana Kerajaan Siak memiliki nilai - nilai luhur yang sangat mendukung untuk dilestarikan. Kondisi ini disadari oleh seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Kabupaten Siak pada khususnya dan Provinsi Riau pada umumnya. Hal ini ditunjukkan dari kontribusi-kontribusi Pemerintah Kabupaten Siak maupun Provinsi Riau dalam menjaga, merawat dan mengembangkan asset tersebut. Namun demikian kontribusi-kontribusi tersebut harus dipandang sebagai stimulan bagi Kabupaten Siak untuk dapat dijadikan modal awal bagi pengembangan kegiatan pariwisata budaya di Istana Kerajaan Siak, yang tentu saja tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya yang selama ini telah dianut. Kemandirian Istana Kerajaan Siak dapat didukung dari pengembangan sektor pariwisata ini. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam rangka pengembangan obyek wisata telah dimiliki oleh Istana Kerajaan Siak. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam komponen pariwisata tersebut adalah sebagai berikut:
- 35 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
A. Atraksi Wisata Potensi wisata di Istana Kerajaan Siak sangatlah beragam, selain berupa peninggalan-peninggalan bangunan, senjata, dan peninggalan fisik lainnya, juga terdapat peninggalan-peninggalan non fisik berupa nilai-nilai kebudayaan yang luhur. Istana Kerajaan Siak yang menempati kawasan seluas 3 ha ini, penuh dengan berbagai bangunan bersejarah dengan arsitektur yang klasik dan menarik. Bagian pintu masuk istana dihiasi gambar elang menyambar dan masih banyak lagi. Sebagai inti dari wisata budaya ini, maka semua wisatawan pernah menyaksikan kegiatan ini. Tabel.1. Analisis Penawaran Atraksi Wisata No.
Atraksi
Penjelasan
Nilai Tinggi
1.
Bangunan dan Arsitektur Istana
Skor
Rendah
Keunikan dan keindahan arsitektur √ istana sangat menarik wisatawan dan menjadi modal utama dalam wisata budaya
2
Jumlah
2
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Dari Tabel 1, menunjukkan bahwa untuk atraksi wisata yang ditawarkan memperoleh nilai tinggi, dimana sebagian besar wisatawan pernah menyaksikan istana tersebut.
B. Sarana Wisata Secara umum sarana wisata yang ada di sekitar Kawasan Istana Kerajaan Siak terdiri dari hotel (penginapan), rumah makan dan toko souvenir. Keberadaan sarana wisata tersebut secara umum sangat mendukung aktivitas pariwisata di sekitar istana. Lokasi penginapan berada tersebar di Kabupaten Siak, terutama di jalur-jalur utama Kabupaten Siak, beberapa penginapan bahkan berada di sekitar istana. Selain hotel, beberapa sarana wisata pendukung lainnya yang ada di sekitar Kawasan Wisata Istana Kerajaan Siak adalah keberadaan rumah makan dan toko souvenir.
- 36 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Jumlah penginapan (hotel) di Siak kurang memadai. Demikian pula jika dilihat dari tingkat hunian masih rendah. Menurut Prastowo (2000) standard tingkat human kamar yang rendah adalah 0% - 41% dan tingkat human kamar yang tinggi adalah diatas 41 %. Sehingga dengan kondisi tingkat human hotel non bintang seperti di atas, sarana wisata hotel di Kabupaten Siak dikategorikan memiliki nilai yang sedang. Untuk sarana wisata yang lain, yaitu toko souvenir, tempat belanja, pemandu wisata dan fasilitas sosial lainnya belum cukup tersedia dengan baik. Di sekitar kawasan wisata banyak terdapat toko souvenir yang menyediakan berbagai macam kerajinan tangan dan cindera mata khas Siak, misalnya tenun, songket, hiasan dinding, dan lainlain. Di sekitar kawasan wisata istana hanya terdapat beberapa buah warung makan sederhana dengan kondisi yang tidak representatif sehingga bagi para pengunjung yang ingin melepas lapar dan dahaga harus berjalan beberapa puluh meter dari obyek wisata. Pengelola istana sudah menyediakan beberapa pemandu wisata untuk mendampingi para wisatawan selama berwisata di dalam Istana Kerajaan Siak tanpa dipungut biaya.
Tabel. 2. Analisis Penawaran Sarana Wisata No. Sarana Wisata
Penjelasan
Nilai Tinggi
Skor
Rendah
√
1
Di sepanjang sisi istana dengan mudah wisatawan akan mendapatkan toko-toko souvenir yang menjual berbagal benda kerajinan tangan dan cindera mata khas Siak.
√
1
Di Kawasan terdapat Pasar
√
1
1.
Hotel Bintang
Non- Tingkat hunian rendah (lebih rendah dari standar tingkat hunian rata-rata )
2.
Toko Souvenir
3.
Pusat Perbelanjaan
4.
Warung Makan Di sekitar kawasan wisata istana terdapat warung makan yang cukup representatif dan warung makan di sekitar objek wisata lain masih kurang bahkan tidak ada
5.
Pemandu Wisata
Pihak pengelola menyediakan pemandu wisata hanya di Istana untuk wisatawan yang berkunjung ke istana tanpa dipungut biaya. Di kawasan wisata yang lain sama sekali tidak ada pemandu. Yang disediakan pengelola. Jumlah
√
2
√
1
6
Sumber : Hasil Analisis, 2012
- 37 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Hasil analisis untuk sarana wisata memperoleh nilai rendah, kecuali untuk sarana makan dan minum memperoleh nilal tinggi, karena di lingkungan istana terdapat warung makan dan juga ada beberapa warung makan di kawasan wisata lainnya sehingga menyebabkan wisatawan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum.
C. Aksesibilitas Secara umum tingkat aksesibilitas Kabupaten Siak dan Kawasan Pariwisata Siak relatif baik. Untuk menuju Kabupaten Siak dapat ditempuh melalui perjalanan darat via bis maupun sungai Siak. Sedangkan untuk menuju Istana Siak yang lokasinya berada di sekitar jalur utama pusat Kecamatan Siak, dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi juga tersedia beberapa moda angkutan (angkutan kota, travel, teksi, ojek serta becak). Keberadaan Bandara Sultan Syarif Qasim II (nama Sultan Kerajaan Siak terakhir) di Kota Pekanbaru merupakan nilai lebih bagi pariwisata Siak. Status bandara yang internasional tentu saja memberikan akses yang luas bagi masyarakat untuk berwisata ke Kabupaten Siak. Namun untuk sebuah bandara internasional, frekuensi penerbangan yang ada masih sedikit, rute yang dilayani untuk penerbangan domestik hanya ada jalur Pekanbaru-Jakarta, Batam, Medan dan Padang (setiap hari diberangkatkan) sedang jalur Internasional adalah Pekanbaru-Kuala Lumpur PP (setiap hari 2 x) yang dilayani oleh 2 maskapai penerbangan. Kondisi ini tentu saja belum optimal dalam memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian rendah. Kondisi dari aksesibilitas tiap-tiap moda transportasi di Kabupaten Siak adalah sebagai berikut: a. Travel Antar Kota dalam Provinsi Jumlah Perusahaan travel antar kota dalam provinsi yang beroperasi menuju Kabupaten Siak relatif banyak. Letak Siak yang strategis menyebabkan sering dilalui oleh bus dengan rute yang beragam, mulai dari lintas timur ke (untuk kawasan Minas dan Kandis) sampai lintas Bengkalis bahkan luar Riau, seperti lintas Sumatera BaratDumai. Moda angkutan sangatlah mencukupi untuk menunjang aktifitas pariwisata dan memperoleh penilaian tinggi. - 38 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
b.
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Angkutan Dalam Kota Beberapa moda angkutan yang tersedia di Kabupaten Siak yang dapat
dimanfaatkan untuk mengunjungi Kawasan Wisata Istana Siak adalah sebagai berikut: 1. Angkutan Kota Angkutan kota yang melewati kawasan Wisata di Kabupaten Siak sangat sedikit dengan jalur yang terbatas. Jumlah armada angkutan kota tersebut sekitar kurang dari 50 unit. Kondisi ini kurang memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian rendah. Tidak terdapat moda bis kota yang melewati kawasan Wisata di Siak. 2. Taxi Jumlah taxi yang beroperasi di Kabupaten Siak hanya beberapa buah. Armada yang beroperasi di wilayah Siak dengan mobil yang cukup bagus, walaupun belum representatif dan hanya dikelola secara individu. Kondisi belum cukup memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian rendah. 4. Becak/ojek Becak/ojek merupakan mode favorit bagi masyarakat Siak maupun wisatawan, sifatnya yang flexsibel dan dengan biaya yang relatif murah merupakan nilai lebih dari moda. Melalui observasi lapangan diperkirakan jumlah becak/ojek yang beroperasi di sekitar kawasan tersebut lebih dari 100 becak/ojek. Kondisi ini tentu saja memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian tinggi. c. Angkutan Sungai Jumlah angkutan sungai di Siak relatif banyak dan sebagian besar kawasan wisata dihubungklan dengan jalur sungai. Letak Siak yang strategis berada di tepi sungai menyebabkan sering dilalui oleh angkutan sungai dengan rute yang beragam, mulai dari Pekanbaru-Siak, Pekanbaru-Bengkalis dan juga Pekanbaru – Selat Panjang, bahkan juga jalur transportasi internasional ke Johor dan Melaka. Dari kemudahan menuju Kabupaten Siak menunjukkan bahwa moda angkutan sungai sangatlah mencukupi untuk menunjang aktifitas di Siak khususnya pariwisata dan memperoleh penilaian tinggi.
- 39 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
c. Akses Menuju Lokasi Wisata Istana. Istana Kerajaan Siak terletak di tengah-tengah kota dan mudahtersedia dengan baik, kendaraan pribadi maupun jalan kaki. Hal tentunya menguntungkan wisatawan dalam segi penghematan waktu dan juga kenyamanan.
Tabel.3. Analisis Penawaran Aksesibilitas No.
Moda Angkutan
Penjelasan
Nilai Tinggi
Skor
Rendah
Antar Dan data realisasi rata rata per hari jumlah travel √ antar kota yang beroperasi di Kabupaten Siak relatif banyak yang dapat menunjang aktifitas di Siak khususnya pariwisata. Travel menunjukkan bahwa Moda angkutan ini sangatlah mencukupi untuk mendukung kepariwisataan Siak
1.
Travel Kota
2.
Angkutan kota
Angkutan kota yang melewati kawasan Wisata di Kabupaten Siak sangat sedikit dengan jalur yang terbatas. Jumlah armada angkutan kota tersebut sekitar kurang dari 50 unit. Kondisi ini kurang memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian rendah. Tidak terdapat moda bis kota yang melewati kawasan Wisata di Siak.
√
1
3.
Taxi
Total armada yang beroperasi di wilayah Siak tidak diketahui.
√
1
4.
Becak/ojek
Mode favorit bagi masyarakat Siak maupun √ wisatawan, sifatnya yang flexsibel dan dengan biaya yang relatif murah, diperkirakan jumlah becak yang beroperasi di sekitar kawasan tersebut sebanyak 30 becak
2
5.
Angkutan Sungai
Rute yang dilayani untuk pelayaran domestik melalui √ PP (setiap hari jalur Siak –Pekanbaru diberangkatkan) sedang jalur Internasional adalah Siak – Johor PP
2
6.
Akses ke istana Lokasi istana yang dipusat kota sangat mudah untuk √ diakses, baik dengan kendaraan umum, pribadi, ojek maupun jalan kaki.
2
Jumlah
2
10
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Hasil analisis aksesibilitas memperoleh nilai tinggi, kecuali untuk sarana angkutan kota dan taxi karena sebagai sebuah daerah tujuan wisata jumlahnya sangat sedikit sehingga kurang mendukung dalam aksesibilitas yang luas.
- 40 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
D. Informasi dan Promosi Wisata Kabupaten Siak sudah memiliki Pusat Informasi Pariwisata yang berada di Kantor Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, namun demikian kegiatan promosi dan informasi juga perlu dilakukan melalui kerjasama dengan pihak-pihak swasta yang berhubungan dengan dunia pariwisata. Beberapa media dan sarana yang selama telah menjadi bagian dari kegiatan promosi-informasi adalah : a. Brosur/Leaflet Brosur/leaflet adalah informasi sederhana dalam bentuk selembaran kertas yang berisi informasi - informasi menarik dan suatu obyek wisata dibagikan pada wisatawan atau calon wisatawan. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui penyebaran brosur informasi dan promosi pariwisata di Siak umumnya dan Istana Siak pada khususnya di lokasi-lokasi strategis dimana banyak wisatawan berada seperti hotel, terminal, tempat-tempat pusat perbelanjaan, biro wisata dan di kantor Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya. b. Media Massa Selain brosur promosi melalui media massa juga merupakan cara yang sangat efektif. Bentuk - bentuk promosi melalui media massa tidak hanya berupa iklan informasi kegiatan maupun keberadaan pariwisata, namun dapat juga berupa artikelartikel yang mengupas kondisi obyek wisata. Selain itu juga dapat melalui liputan media televisi terhadap kondisi obyek wisata. Diskripsi dan gambaran yang menarik dari artikel dan tayangan itu dapat menarik perhatian pembaca dan pemirsa (calon wisatawan) untuk berkunjung ke obyek wisata dalam hal ini Kabupaten Siak pada umumnya dan Istana Siak pada khususnya. Namun tulisan atau berita mengenai obyek wisata yang ada di Kabupaten Siak masih terbilang sedikit baik itu di koran maupun televisi.
- 41 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
c. Pameran Pameran wisata sebenarnya adalah media promosi yang sangat baik, namun demikian selama berdasarkan hasil interview dengan pemerintah maupun pihak istana kegiatan belum dapat dilakukan secara intensif. Semua kegiatan pameran sebagian besar hanya dilakukan di Kabupaten Siak sendiri dalam even-even tertentu. Pihak pemerintah Kabupaten Siak maupun Istana Siak belum dapat secara rutin mengikuti pameran pameran produk wisata di luar Kabupaten Siak bahkan di luar negeri, padahal potensinya sangat besar namun keterbatasan anggaran menjadi hambatan pelaksanaan kegiatan. Kondisi tentu saja kurang memberikan dukungan terhadap upaya kegiatan promosi kawasan sehingga memperoleh penilaian rendah. d. Website Website adalah media informasi yang bagus dengan biaya yang dapat dikatakan relatif murah jika dilihat dari cakupan masyarakat yang dapat dijangkau yaitu masyarakat di seluruh dunia yang dapat mengakses jaringan internet. Semua ini sudah terdapat beberapa situs internet yang turut serta mempromosikan aktifitas pariwisata Selain situs resmi pemerintah Siak (www.Siak.go.id) Keberadaan situs ini tentu saja akan sangat bermanfaat untuk membawa potensi pariwisata Kabupaten Siak pada umumnya dan Istana Siak pada khususnya ke tingkat internasional. Tabel.4. Analisis Penawaran Informasi Dan Promosi Wisata No.
Media Promosi
Penjelasan Tinggi
1.
2.
3.
4.
Brosur/ Leaflet Penyebaran brosur informasi dan promosi pariwisata √ yang ada di Siak sudah dilakukan cukup maksimal di lokasi - lokasi strategis dimana banyak wisatawan berada, misalnya hotel, pusat belanja, kantorr pariwisata, biro wisata dan di bandara Media Massa Masih sedikitnya ulasan maupun berita mengenal pariwisata di Siak baik itu melalui koran maupun televisi sehingga promosi dan informasi melalui media masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Pameran Selama ini berdasarkan hasil interview dengan pengelola objek wisata kegiatan pameran belum dapat dilakukan secara intensif. Keterbatasan anggaran menjadi hambatan pelaksanaan kegiatan Website Terdapat satu situs internet yang turut serta √ mempromosikan aktifitas pariwisata yaitu (www.Siak.go.id ) Jumlah
Sumber : Hasil Analisis, 2012
- 42 -
Nilai Rendah
Skor 2
√
1
√
1
2
6
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Hasil analisis promosi dan informasi wisata untuk penawaran wisata, memperoleh penilaian rendah, terutama untuk sarana promosi melalui media massa dan pameran. Karena keterbatasan menjadi penyebab kurang optimalnya promosi dan informasi yang dilakukan.
E. Kesimpulan Analisis Penawaran Analisis penawaran wisata sebanyak 4 (empat) jenis komponen produk wisata dengan jumlah variabel total sebanyak 16 variabel. Setiap variabel mempunyai nilai T (tinggi) dengan skor 2 dan yang mempunyai nilai R (rendah) dengan skor 1. Untuk kesimpulan hasil penawaran, penentuan range antara rendah dan tinggi berdasarkan jumlah skor maksimal dan minimial Tabel. 5. RekapitulasiNilaiPenawaran Wisata No.
Komponen
Variabel
Skor
1.
Atraksi Wisata
1
2
2.
Sarana Wisata
5
6
3.
Aksesibiltas
6
10
4
Informasi & Promosi Wisata
4
6
Jumlah
16
24
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Berdasarkan Tabel 5, skor yang didapat adalah 24. Hasil analisis Penawaran Wisata tersebut sama besar atau lebih dari 24 berarti mendapat nilal tinggi. Dengan demikian keseluruhan dapat dikatakan komponen penawaran wisata di Siak cukup mendukung terhadap pengembangan pariwisata Siak pada umumnya dan Istana Kerajaan Siak pada khususnya. Untuk beberapa komponen wisata yang memperoleh nilai rendah, yaitu sarana warung makan, sarana transportasi melalui dalam kota dan media promosi melalui media massa dan pameran perlu menjadi perhatian dari pengelola dan juga Pemerintah Kabupaten Siak dalam mengambil kebijakan supaya nantinya kelemahan yang ada dapat menjadi kekuatan dalam mendukung potensi pariwisata.
- 43 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
IV. ASPEK PERMINTAAN PARIWISATA SIAK Komponen permintaan wisatawan lokal akan memberikan penilaian terhadap produk-produk wisata di Istana Siak pada khususnya dan Kabupaten Siak pada umumnya, berdasarkan karakteristik serta pola permintaan. Kondisi tersebut nantinya akan dibandingkan dengan aspek penawara apakah ada perbedaan atau kesesuaian diantara keduanya. A. Atraksi wisata Upacara-upacara tradisional terkadang terkesan kurang beraturan, walaupun persiapan sudah dilaksanakan maksimal, namun sebagian besar responden menganggap kondisi yang ada belum cukup masksimal. Tabel. 6. Analisis Permintaan Atraksi Wisata No. 1.
Atraksi Bangunan dan Arsitektur Istana
Penjelasan
Nilai Tinggi Rendah
Wisatawan menganggap berbagai bangunan istana √ menarik dan berkesan sehingga mendapat penilaian tinggi Jumlah
Skor 2
2
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Dari hasil analisis permintaan atraksi wisata dari 1 variabel yang diteliti, berarti skor maksimal 2, yang diperoleh untuk atraksi wisata adalah 2 yang berarti memperoleh nilai tinggi. Untuk itu perlu pengelola hanya perlu member pengayaan atraksi yang ditampilkan supaya lebih berkesan dan tinggi nilai kepuasan wisatawan. B. Sarana Wisata Perlu diperhatikan keinginan-keinginan dan kebutuhan wisatawan akan sarana pariwisata. Aspirasi dari wisatawan harus dilihat sebagal salah satu penentuan standard pelayanan minimal. Dari hasil kajian di lapangan, secara umum wisatawan menganggap kondisi sarana pariwisata di Siak khususnya sarana hotel non bintang didapatkan hasil bahwa hanya sebagian kecil wisatawan yang menganggap kondisinya baik. Hasil studi ini harus dilihat sebagai koreksi dari para penyedia jasa hotel non bintang terutama untuk mengetahui tanggapan wisatwan tersebut.
Kondisi tentu saja memberikan
dukungan yang kurang baik untuk hotel non bintang (skor rendah) terhadap aspek sarana wisata. - 44 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Hanya sebagian kecil wisatawan pernah berbelanja di toko souvenir dan di pusat perbelanjaan, namun sebagian besar singgah di warung makan. Keberadaan guide atau pemandu wisata sangat diperlukan untuk memberi penjelasan kepada semua wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata. Dalam hal ini pihak pengelola istana sudah menyediakan beberapa pemandu wisata untuk mendampingi para wisatawan selama berwisata di Istana Kerajaan Siak tanpa dipungut biaya. Sebagian besar wisatwan memanfaatkan fasilitas ini. Tabel. 7. Analisis Aspek Permintaan Sarana Wisata No.
Sarana Wisata
Penjelasan
Nilai Tinggi
Skor
Rendah
√
1
Sebagian kecil wisatawan memanfaatkan sarana wisata ini untuk berbelanja barang cindera mata khas
√
1
Hanya sedikit wisatawan menyempatkan untuk mengunjungi pusat belanja seperti pasar di kawasan wisata
√
1
1.
Hotel Bintang
Non Untuk sarana hotel non bintang didapatkan hasil bahwa hanya sebagian kecil wisatawan yang menganggap baik dan representatif
2.
Toko souvenir
3.
Pusat Perbelanjaan
4.
Warung makan Untukakan dan minum di warung makanyang ada di √ sekitar kawasan wisata, khususnya sekitar Kota Siak banyak dilakukan wisatawan
2
5.
Pemandu Wisata
Pihak pengelola menyediakan pemandu wisata √ kepada setiap wisatawan yang berkunjungke kawasan wisata di Siak. Di kawasan tertentu seperti Istana Siak dan Taman Hutan Raya serta Pusat latihan Gajah banyak wisatawan menanfaatkan pemandu wisata
2
Jumlah
7
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Dari hasil analisis permintaan sarana wisata dari 5 variabel yang diteliti, berarti skor maksimal 10, skor minimal 5 dan nilai tengah 7,5. Skor yang diperoleh untuk sarana wisata adalah 7 yang berarti memperoleh nilai rendah.
- 45 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
C. Aksesibilitas Wisatawan merasakan bahwa aksesbilitas ke Siak melalui moda angkutan darat sangatlah memuaskan artinya baik dalam segi pelayanan maupun kemudahan mendapatkan pelayanan fasilitas bus antar kota ini. Wisatawan menyatakan kelancaran travel antar kota yang masuk ke wilayah Siak sangat baik dan lancar, sehingga memperoleh penilaian tinggi. Wisatawan merasakan pelayanan dan ketersediaan angkutan di dalam kotamasih kurang bagus. Kondisi tentu saja kurang memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian rendah. Masyarakat merasa bahwa pelayanan taxi belum baik, di mana wisatwan yang datang bukan dengan kenderaan sediri merasakan susah untuk mencapai satu objek wisata ke objek wisata lainnya. Kondisi tentu saja kurang memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian tinggi. Becak dan ojek sebagai moda yang paling favorit dikalangan wisatawan maupun masyarakat, memberikan nilai lebih bagi wisatawan, karena mereka menganggap pelayanan moda ini baik. Kondisi tentu saja memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian tinggi. Wisatawan merasakan pelayanan dan ketersediaan angkutan sungai sangat baik.Kondisi tentu saja memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian tinggi. Istana Kerajaan Siak bisa dijangkau dengan kendaraan umum yang tersedia dengan baik, kendaraan pribadi maupun jalan kaki.
Hal tentunya menguntungkan
wisatawan dalam segi penghematan waktu dan juga kenyamanan. Dari hasil analisis permintaan aksesibilitas dari 8 variabel yang diteliti, berarti skor maksimal 16, skor minimal 8 dan nilai tengah 12. skor yang diperoleh untuk aksesbilitas adalah 13 yang berarti memperoleh nilai tinggi.
- 46 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Tabel. 8. Analisis Aksesibilitas No.
Moda Angkutan
Penjelasan Tinggi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Travel Kota
Antar Dari hasil studi diketahui wisatawan merasa kelancaran dan kinerja travel antar kota di wilayah Siak cukup bagus dan sehingga memperolehpenilalan tinggi Angkutan kota Dengan jumlah yang cukup memadai, namun wisatawan merasa bahwa pelayanan di dalam kota kota kurang bagus. Kondisi ini tentu saja kurang memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilalan rendah Taxi pelayanan taxi kurang bagus di mana wisatawan menganggap kinerja moda ini kurang bagus. Kondisi tentu saja kurang memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilalan rendah Becak/ojek Karena sebagian besar wisatawan menganggap pelayanan moda ini baik. Kondisi tentu saja memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilalan tinggi Angkutan Angkutan sungai yang tersedia melewati berbagai Sungai kawasan wisata yang ada. Jumlah armada sungai sangat bangkunyak menghubungkan antara ibukota Siak dengan daerah luar. Kondisi tentu saja memberikan dukungan terhadap aksesibilitas kawasan sehingga memperoleh penilaian tinggi. Akses ke istana Sebagian besar wisatawan menganggap aksesibilitas ke wilayah istana baik Jumlah
Nilai Rendah
√
Skor 2
√
1
√
1
√
2
√
2
√
2 10
Sumber : Hasil Analisis, 2012
D. Informasi dan Promosi Pariwisata Secara umum telah dilaksanakan kegiatan promosi dan informasi dari pariwisata di Kabupaten Siak pada umumnya dan Istana Siak pada khususnya. Beberapa sarana yang digunakan adalah, brosur/leaflet, media massa, pameran website dan penyediaan guide atau pemandu wisata. Hanya sebagian kecil wisatawan mengetahui informasi kegiatan pariwisata di Siak pada umumnya dan Istana Siak pada khususnya melalui media ini. Diskripsi dan gambaran yang menarik dari artikel dan tayangan itu masih kurang dalam menarik perhatian pembaca dan pemirsa (calon wisatawan) untuk berkunjung ke obyek wisata dalam hal ini Kabupaten Siak pada umumnya dan Istana Siak pada khususnya. Wisatawan yang mengetahui keberadaan kawasan wisata melalui media massa hanya sedikit.
- 47 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Tabel. 9. Analisis Permintaan Informasi Dan Promosi Wisata No.
Media Promosi
Penjelasan
Nilai
Skor
Tinggi Rendah
√
1
Media Massa Diskripsi dan gambaran yang menarik dari artikel dan tayangan itu masih kurang dalam menarik perhatian pembaca dan pemirsa (calon wisatawan) untuk berkunjung ke obyek wisata. hasil kajian wisatawan yang mengetahui keberadaan kawasan wisata melalui media massa
√
1
3.
Pameran
Berdasarkan hasil kajian dengan pengelola istana kegiatan ini belum dapat dilakukan secara intensif. Keterbatasan anggaran menjadi hambatan pelaksanaan kegiatan
√
1
4.
Website
Sudah ada situs internet yang turut serta mempromosikan aktifitas pariwisata berdasarkan hasil kuesioner juga didapatkan bahwa sedikit masyarakat yang mengetahui keberadaan kawasan wisata melalui media internet
√
1
1.
Brosur/ Leaflet
2.
Penyebaran brosur informasi pariwisatadi Siak um
Jumlah
4
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Semua kegiatan pameran sebagian besar hanya dilakukan di Kabupaten Siak sendiri dalam even-even tertentu. Pihak pemerintah Kabupaten Siak maupun Istana Siak belum dapat secara rutin mengikuti pameran-pameran produk wisata di luar Kabupaten Siak bahkan di luar negeri, padahal potensinya sangat besar namun keterbatasan anggaran menjadi hambatan pelaksanaan kegiatan ini. Website sebagai media informasi yang bagus belum begitu banyak masyarakat yang mengaksesnya sehingga hanya sebagian kecil wisatawan mengetahui informasi kegiatan pariwisata di Siak pada umumnya dan Istana Siak pada khususnya melalui media website. Dari hasil analisis permintaan atraksi wisata dari 4 variabel yang dikaji, berarti skor maksimal 8, skor minimal 4 dan nilai tengah 6, skor yang diperoleh untuk promos' dan informasi wisata adalah 4 yang berarti memperoleh nilai rendah.
- 48 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
E. Kesimpulan Analisis Permintaan Analisis permintaan wisata sebanyak 4 (empat) jenis komponen produk wisata dengan jumlah variabel total sebanyak 16 variabel. Setiap variabel mempunyai nilai T (tinggi) dengan skor 2 dan yang mempunyai nilai R (rendah) dengan skor 1. Untuk kesimpulan hasil permintaan, penentuan range antara rendah dan tinggi berdasarkan jumlah skor maksimal dan minimal. Dengan jumlah variabel 16 maka skor maksimal adalah 32 sedang skor minimal 36 nilai tengah adalah 24. Berarti jika skor total lebih kecil atau sama dengan 24 maka skor total rendah apabila lebih dari 24 skor total tinggi.
Tabel.10. Rekapitulasi Nilai Komponen
No.
Variabel
Skor
1.
Atraksi Wisata
1
2
2.
Sarana Wisata
5
7
3.
Aksesibiltas
6
10
4
Informasi & Promosi Wisata
4
4
Jumlah
16
23
Sumber : Hasil Analisis, 2012
Berdasarkan Tabel 10, skor yang didapat adalah 23. Hasil analisis permintaan wisata tersebut di bawah batas tengah yaitu 24 berarti mendapat nilai rendah. Komponen permintaan wisata di Istana Siak terutama untuk sarana wisata dan sarana promosiinformasi yang mendapatkan nilai rendah perlu segera mendapatkan perhatian dari pengelola dalam membenahi aspek-aspek yang kurang tersebut. Sarana promosi yang sudah ada perlu ditingkatkan dalam frekuensi pemberitaan dan penyebarannya, atraksi dikemas lebih menarik dan setiap even yang akan digelar agar dilakukan promosi dan informasi jauh-jauh hari sebelumnya sehingga banyak wisatawan yang mengetahui dan tertarik untuk menyaksikan.
- 49 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Setelah diperoleh hasil dari analisis komponen permintaan yang menyatakan bahwa permintaan wisatawan terhadap kegiatan wisata yang meliputi atraksi wisata, sarana wisata, aksesibilitas, promosi dan informasi di Istana Kerajaan Siak menunjukkan nilai rendah dan hasil analisis komponen penawaran yang menyatakan bahwa penawaran wisatawan terhadap kegiatan wisata di Kabupaten Siak menunjukkan nilai tinggi. Kedua hasil ini dimasukkan kedalam Matriks Boston Consulting Group (BCG) seperti terlihat dalam gambar dibawah ini:
V. PENUTUP Berdasarkan matriks tersebut posisi kegiatan pariwisata berada pada posisi kuadran Problem Children hal berarti penawaran yang dilakukan sudah cukup baik dalam mendukung kepariwisataan di Istana Kerajaan Siak, hanya perlu perhatian terhadap aspek-aspek yang kurang, yaltu pengadaan sarana wisata seperti hotel, toko souvenir dan pusat berbelanja yang representatif dalam kawasan wisata. Permintaan wisata rendah, dimana untuk sarana wisata dan sarana promosi-informasi mendapatkan nilai rendah sehingga perlu mendapat perhatian dari pengelola dalam mengatasi kekurangan tersebut.
- 50 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 33-51
Untuk mencapai posisi Stars, dengan penawaran dan permintaan yang tinggi, ada beberapa komponen yang perlu menjadi perhatian, diantaranya sarana promosi dan informasi hares lebih gencar dilakukan, diberdayakan dan ditingkatkan frekuensinya, hal ini untuk lebih menarik dan menjaring wisatawan. Untuk itu agar setiap ada even atau atraksi yang akan ditampilkan agar jauh-jauh hari sebelumnya dipromosikan dan diinformasikan sehingga lebih banyak lagi masyarakat yang tahu dan berminat untuk menyaksikan. Setelah promos' digalakkan, akan percuma jika tidak didukung dengan kemudahan akses, untuk itu langkah selanjutnya adalah dengan membuka akses yang seluas-luasnya dengan mengoptimalkan Bandara Sultan Syarif Kasim II sehingga bisa membuka pasar lebih banyak lagi, karena banyak wisatawan yang memanfaatkan jalur udara untuk menuju Pekanbaru selanjutnya ke Kabupaten Siak. Sebagai sebuah bandara internasional, frekuensi penerbangan yang ada masih sedikit. Dukungan dari semua pihak yang terkait baik itu pemerintah, pengelola, swasta maupun masyarakat sangat diperlukan untuk bekerja sama dalam menggali potensi istana sebagai warisan wisata budaya sehingga dalam perkembangannya obyek wisata Istana Kerajaan Siak tidak mengalami kemunduran tetapi tetap eksis maju dan berkembang untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Fandeli, C., 2001. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberty. Hall, M.C., 2000. Pariwisata dan Politik, Kebijakan, Kekuasaan dan Tempat. Dialihbahasakan dari Tourism and Politics: Policy, Power and Place. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Hermawan, H., 2008. Analisis Pengembangan Kebijakan Pariwisata Indonesia. Jurnal Kepariwisataan Indonesia 3 (1). Hal 13 – 35. Prastowo D.D, dan S. Aji, 2003. Analisis Laporan Keuangan Hotel. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wahab, S.A, 2003. Manajemen Kepariwisataan (alih bahasa: Frans Gromang), Jakarta: Pradnya Paramita. Yoeti, A. 2008. Ekonomi Pariwisata, Introduksi, Informasi dan Implementasi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
- 51 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
ANALISIS BELANJA DAERAH KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ANTARA KABUPATEN/KOTA PENGHASIL MIGAS DAN BUKAN PENGHASIL DI PROVINSI RIAU
TARYONO Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293 ABSTRACT This study aims to determine whether there are regional differences in expenditure (indirect expenditures and direct spending), the level of poverty, and social welfare (income per capita) between regency / city producing and non-producing oil and gas in the province of Riau. The research was carried out in Riau province covering 11 cities and regions, namely 2 9 regency. Analysis by using data from the years 2007-2010 were tested with independent sample t test approach. The results showed that the average direct expenditure regency / city is not producing oil and gas amounted to Rp 533,661,000 and Rp 1,054,768,688 oil and gas producer. Average indirect spending regency / cities not producing oil and gas amounted to Rp 387,468,667 and Rp 481,808,438 oil and gas producer. The average poverty rate in the regency / city is not producing oil and gas at 11.42% and by 10.58% oil and gas producer. The average per capita income of the non-producing oil and gas amounted to Rp 8,934,917 and Rp 8,222,813 for oil and gas producers. Statistical test results showed that the average direct expenditure between regency / cities nonproducing oil and gas producer with significant differences. As for the indirect spending, the level of poverty and the welfare of the regency / city is not producing oil and gas producers there is no significant.
Keyword: Local expenditure, poverty, and social welfare
- 52 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
I.
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
PENDAHULUAN
Diberlakukannya otonomi daerah telah membawa perubahan yang besar dalam pengelolaan tatanan pemerintahan di Indonesia. Melalui otonomi daerah telah terjadi pendelegasian wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang lebih besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan diubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pelimpahan wewenang tersebut juga diikuti dengan desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 1999 dan diubah menjadi undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Diharapkan dengan pemberian kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dibutuhkan sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan keuangan yang demikian menyebabkan daerah-daerah otonom yang kaya akan sumberdaya alam, seperti migas mendapatkan dana bagi hasil migas yang cukup besar. Sehingga daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam memiliki kapasitas fiskal yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tidak kaya sumberdaya alam. Kabupaten/kota di Provinsi Riau yang kaya sumberdaya alam terutama migas adalah Bengkalis, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Pekanbaru. Sedangkan kabupaten/kota bukan penghasil migas adalah Kuantan Singingi, Indragiri Hilir, dan Dumai. Dana Bagi Basil bagi kabupaten/kota penghasil migas menjadi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota bukan penghasil migas di Provinsi Riau.
- 53 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Dana Bagi Hasil masih merupakan sumber penerimaan terbesar bagi kabupaten/kota di Provinsi Riau yang kaya sumberdaya alam untuk pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi. Ketergantungan kabupaten/kota dalam pendanaan desentralisasi dari dana transfer masih tinggi. Hal ini tercemin dari proporsi dana perimbangan yang sangat tinggi. Bagi kabupaten/kota yang kaya sumberdaya alam, dana perimbangan terutama disuntik dari Dana Bagi Hasil. Misalnya Kabupaten Bengkalis sebagai kabupaten penghasil migas pada tahun 2007 penerimaan Dana Bagi Hasil sebesar Rp. 1,36 triliun, atau 85,67% dari penerimaan dana perimbangan. Pada tahun 2010 proporsi tersebut meningkat menjadi 99,32% atau meningkat menjadi sebesar Rp. 1,97 triliun. Demikian juga Kabupaten Siak pada tahun 2007 Dana Bagi Hasilnya mencapai Rp. 1,27 triliun atau 92,25% meningkat menjadi 98,72% pada tahun 2010. Kemudian Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2007 mendapatkan Dana Bagi Hasil sebesar Rp. 1,19 triliun atau 88,83 persen dari dana perimbangan. Proporsi penerimaan Dana Bagi Hasil tersebut meningkat menjadi 98,25% pada tahun 2010. Sumber-sumber penerimaan Dana Bagi Hasil yang tinggi menjadikan Kabupaten /Kota yang kaya sumberdaya alam terutama sebagai penghasil migas memiliki APBD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota yang minim sumberdaya alam. Pada tahun 2010 kabupaten/kota penghasil migas, misalnya Kabupaten Bengkalis APBD nya mencapai Rp. 3,01 triliun, Kabupaten Siak sebesar Rp. 1,94 triliun, Kabupaten Rokan Hilir sebesar Rp. 1,63 triliun, Kabupaten Kampar Rp. 1,43 triliun. Jumlah APBD tersebut jauh diatas kabupaten/kota di Provinsi Riau yang bukan penghasil migas, misalnya pada tahun 2010 Kabupaten Indragiri Hilir APBD nya sebesar Rp. 954 milyar, Kuantan Singingi sebesar 846 milyar, dan Dumai sebesar Rp. 701 milyar. Namun demikian, belanja daerah yang tinggi belum sepenuhnya dapat menjamin peningkatan kesejahteraan dan penurunan kemiskinan penduduk. Capaian kinerja penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan antara penghasil migas dan bukan penghasil migas relatif sama. Pada tahun 2010 Kabupaten Bengkalis yang memiliki APBD hampir tiga kali lipat dari Kabupaten Indragiri Hilir tingkat kemiskinan tidak jauh berbeda masing-masing sebesar 8,25% dan 9,41%. Sedangkan tingkat pendapatan perkapitanya lebih tinggi Kabupaten Indragiri Hilir (Rp. 10,15 juta) daripada Kabupaten Bengkalis (Rp. 6,86 juta).
- 54 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Belanja Daerah Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa belanja daerah dikelompokkan menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social, belanja bagi basil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja terdiri dar belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Berdasarkan kedua jenis belanja tersebut, belanja langsung memiliki memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan kesejahteraan. Jalur yang dapat digunakan adalah melalui peningkatan belanja modal pemerintah daerah. (Hendarmin, 2012). Dalam era desentralisasi fiskal di mana daerah dituntut untuk bisa melakukan fungsinya secara efektif dan efisien, maka harus didukung dengan sumber-sumber keuangan yang memadai. Oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan mampu meningkatkan kapasitas fiskalnya, melalui : pengembangan aktivitas ekonomi berbasis komoditi unggulan daerah, dan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan asli daerah. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperkecil kesenjangan antar daerah serta meningkatkan kesejahteraan, dapat dilakukan dengan melakukan revitalisasi pertanian dari hulu sampai hilir untuk membantu daerah kabupaten/kota yang berbasis sektor primer (pertanian). (Sasana Hadi, 2006).
- 55 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Belanja tidak langsung yang masih relatif lebih tinggi dalam struktur APBD dibandingkan dengan belanja langsung menjadikan multiplier efek belanja daerah terhadap kemajuan ekonomi daerah masih terbatas. Hasil penelitian Bastias (2010) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel pengeluaran pemerintah atas transportasi yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah atas pendidikan, kesehatan dan perumahan tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sementara dalam jangka panjang variabel pengeluaran pemerintah atas perumahan dan transportasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan dan bertanda positif, sedangkan variabel pengeluaran pemerintah atas pendidikan dan kesehatan tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut Yuhayani (2008) menemukan bahwa ada Pengaruh yang signifikan antara Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja pemerintah Aceh tengah dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Namun tidak mempunyai korelasi yang erat dengan Perspektif Pelayanan Masyarakat. Walaupun terdapat peningkatan Angka IPM dan PDRB per kapita setelah adanya desentralisasi fiskal namun berdasarkan hasil penelitian Sianturi (2008) di Kabupaten Bogor justru Kinerja keuangan lebih baik sebelum desentralisasi fiskal dilaksanakan karena pada saat desentralisasi fiskal derajat desentralisasi fiskal dan derajat kemandirian lebih rendah daripada sebelum desentralisasi fiskal. Alokasi APBD untuk pelayanan publik masih rendah. Jumlah fasilitas memang semakin meningkat tetapi penyebarannya tidak merata. Dengan demikian kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat daerah terukur melalui kemampuan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti bahwa keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Pemerintah daerah diharapkan mampu menetapkan belanja daerah yang wajar, efisien dan efektif.
- 56 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
B. Kemiskinan APBD kabupaten/kota yang besar bukanlah bukanlah suatu jaminan tingkat tingkat kemiskinan masyarakat akan menurun seiring dengan peningkatan APBD kabupaten/kota tersebut. Alokasi belanja yang tepat sasaran, efektif dan efisien untuk menanggulangi kemiskinan baik melalui kelompok belanja tidak langsung maupun belanja langsung merupakan kata kuncinya. Hasil penelitian Bank Dunia dan BRR NAD-Nias (2008) menunjukkan bahwa di Aceh, kabupaten-kabupaten dengan tingkat penerimaan yang tinggi bukan berarti bebas dari kemiskinan. Sebaliknya, menurut survei pada tahun 2004, di Aceh Utara yang kaya akan gas alam, hampir 35 persen dari jumlah penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Besarnya dana bantuan yang masuk juga sering disertai dengan apa yang dinamakan “Dutch disease” dan membahayakan daya saing ekonomi Aceh. Dengan besarnya penyaluran dana bantuan dan dana dari pemerintah pusat, tantangan bagi Aceh tampaknya bukan berupa kelangkaan sumber daya, melainkan bagaimana menghindari ancaman ganda dari “kutukan sumber daya alam”, atau Dutch disease tersebut, dan bagaimana memanfaatkan dana tersebut secara efisien untuk memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan meningkatkan daya saing ekonomi. Kesenjangan belanja pembangunan antara kabupaten/kota yang jumlahnya minimum dengan kabupaten/kota yang jumlahnya maksimum terbilang besar. Pada tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran juga mengalami kesenjangan yang cukup besar antara kabupaten/kota yang jumlahnya minimum dengan kabupaten/kota yang jumlahnya maksimum untuk tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran. (Setiyawati, 2007). Rendahnya capaian penurunan kemiskinan karena ketidaksinkronan atau kekurangtepatan data dalam pengukuran kemiskinan, kegiatan-kegiatan yang tidak bersinggungan dan berdampak langsung dengan kemiskinan dan pengangguran justru memiliki alokasi yang lebih besar dari pada kegiatan yang murni untuk masyarakat miskin dan pengangguran (Hastuti dan Rahutami, 2011). Tidak jalannya beberapa kebijakan dan program kemiskinan, serta masih adanya ego sektoral masing-masing SKPD pelaksana program penanggulangan kemiskinan. Anggaran penanggulangan kemiskinan yang rendah dan tidak sebanding dengan jumlah penduduk miskin (Novianto, 2012).
- 57 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Menurut Sujito (2008) berbagai cara ditempuh oleh aktor-aktor lokal untuk mengatasi masalah kemiskinan di daerahnya, baik melalui program sektoral maupun kegiatan-kegiatan terintegrasi dalam skema pembangunan daerah. Penanggulangan kemiskinan dan langkah-langkah mereduksi keterbelakangan, khususnya perbaikan sistem pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar warga, nampaknya makin populer mengatasi deficit perubahan di hampir semua lini Meskipun ada kecenderungan model duplikasi, tetapi tidak sedikit pula model-model inovasi kebijakan populis bermaksud membuat kebijakan sosial pro kaum miskin (pro poor) kebijakan-kebijakan sosial populis, seperti penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan gratis, menjadi konstruksi politik baru para pemimpin daerah. Dorongan ini mencerminkan keyakinan bahwa kesempatan mempromosikan kebijakan-kebijakan pro poor sangat terbuka di masa otonomi daerah. Berbagai kebijakan/program pengentasan kemiskinan yang diimplementasikan di daerah semuanya masih merupakan program yang dirumuskan oleh Pemerintah Pusat. Ketergantungan pada Pemerintah Pusat tersebut, selain dan formulasi kebijakan/program, juga dalam hal pembiayaan implementasi kebijakan/program pengentasan kemiskinan. Sebagian besar pembiayaan pengentasan kemiskinan masih dibiayai oleh Pemenintah Pusat. Ketergantungan pembiayaan kebijakan/progam dan Pemenintah Pusat, tersebut mencerminkan pula bahwa daerah belum memiliki komitmen yang kuat dalam pengentasan kemiskinan dan menggalang pembiayaan untuk itu. Lemahnya komitmet tersebut tercermin dan rendahnya alokasi APBD untuk pengentasan kemiskinan. Ketergantungan pembiayaan dan Pemerintah Pusat dan kecilnya alokasi APBD untuk pengentasan kemiskinan, menjadikan kecilnya penyediaan sumberdaya keuangan untuk keberhasilan implementasi kebijakan/program. Lemahnya komitmet dan kecilnya sumberdaya keuangan, merupakan sebagian variabel yang memberi pengaruh/sumbangan pada kedilnya kemampuan kebijakan dan program pengentasan kemiskinan untuk menurunkan angka kemiskinan. Desentralisasi pemerintahan belum membawa pergeseran letakdimana terjadinya proses kebijakan (pemilihan intervensi) pengentasan kemiskinan dari pusat ke daerah.
- 58 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
C. Pendapatan Perkapita Pendapatan per kapita dipengaruhi oleh PDRB dan jumlah penduduk, dengan kata lain pendapatan per kapita mencerminkan pendapatan rata-rata yang diperoleh di suatu daerah, sehingga jika pendapatan tersebut besar masyarakat pun cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar untuk kebutuhannya, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya (Kuncoro, 2004). Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu biasanya satu tahun, yang ditujukan dengan PDRB, baik atas harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan masyarakat untuk membayar pengeluarannya termasuk membayar pajak. Semakin besar tingkat pendapatan perkapita masyarakat mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak. (Ladjin N, 2008). Relatifnya rendahnya kemampuan daerah dalam menggali kapasitas pajak daerah di sebabkan karena rendahnya pendapatan perkapita, rendahnya distribusi pendapatan, tingkat kepatuhan wajib pajak, dan relatif lemahnya kebijakan perpajakan daerah.(Syahelmi, 2008). Wagner
dalam
Sirojuzilam
(2009),
mengembangkan
teori
dimana
perkembangan pesentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Produk Domestik Bruto. Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat, terutama pengeluaran pemerintah untuk mengatur hubungan dalam masyarakat seperti: hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya. Sejalan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah daerah dengan adanya desentralisasi. Hasil penelitian Taryono dan Ekwarso (2012), menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Riau periode 2008-2009 mengalami peningkatan. Proporsi pengeluaran bahan makanan turun dari 50,30 persen pada tahun 2008 menjadi 48,34 persen ditahun 2009 dan proporsi pengeluaran bahan non makanan meningkat dari 49,70 persen ditahun 2008 meningkat menjadi 51,66 persen di tahun 2009. Persentase jumlah penduduk pada golongan pengeluaran kelas menengah di Provinsi Riau mengalami peningkatan dari 38,88 persen pada tahun 2008 meningkat menjadi 51,06 persen pada tahun 2009.
- 59 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau yang meliputi 9 Kabupaten dan 2 Kota.
B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi data belanja daerah, tingkat kemiskinan dan pendapatan regional perkapita. Data tersebut bersumber dari data yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan, Badan Pusat Statistik (BPS), dan intansi/lembaga lainnya.
C. Metode Analisis Analisis deskriptif dilakukan terhadap variabel penelitian yaitu belanja daerah, tingkat kemiskinan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang diproksikan dengan pendapatan regional perkapita. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan fenomena atau karateristik dari data yang telah dikumpulkan, antara lain tentang tendensi sentral, dispersi, simetris, dan lain-lain. Selain itu, dalam penelitian ini untuk menguji perbedaan dua kelompok pada daerah penghasil migas dan bukan penghasil migas pada variabel belanja daerah (belanja tidak langsung dan belanja langsung), tingkat kemiskinan, dan pendapatan regional perkapita. Digunakan pendekatan statistik inferensial melalui uji statistik independent sampel t test yang terdapat pada program SPSS 19.0. Selanjutnya, untuk kebutuhan analisis dalam penelitian ini digunakan data belanja daerah, tingkat kemiskinan, dan pendapatan regional perkapita dari 9 kabupaten dan 2 kota yang terdapat di Provinsi Riau selama periode 2007-2010. Kabupaten Kepulauan Meranti dalam analisis ini datanya masih bergabung dengan kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bengkalis.
- 60 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Belanja Daerah Desentralisasi fiskal yang dilaksanakan di Indonesia pada dasarnya merupakan desentralisasi dari sisi pengeluaran. Setiap daerah diberikan kebebasan untuk membelanjakan pendapatannya sesuai dengan prioritas dan urusan yang menjadi kewenangan daerah. Sementara kontrol dari pemerintah pusat terhadap pengeluaran pemerintah daerah relatif masih terbatas. Hal tersebut dapat dilihat dari proporsi alokasi kelompok belanja tidak langsung terhadap total belanja daerah cenderung masih tinggi dibandingkan kelompok belanja langsung. Peningkatan penerimaan daerah terutama dari Dana Bagi Hasil turut mendorong peningkatan belanja tidak langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Riau. Pada tahun 2007 belanja tidak langsung Kabupaten Bengkalis sebesar Rp. 614,66 milyar atau 20,96% dan meningkat menjadi Rp. 1.014,14 milyar atau 38,39% pada tahun 2010. Demikian juga pada Kabupaten Siak pada tahun 2007 belanja tidak langsung sebesar Rp. 346,59 milyar atau 13,83% meningkat menjadi Rp. 616,43 milyar atau 31,73% pada tahun 2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 : Belanja Tidak Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2007-2010 Kabupaten/Kota
2007
2008
2009
2010
1. Bengkalis
614.659
750.444
186.603
1.014.141
2. Indragiri Hilir
339.199
410.197
512.104
539.734
3. Indragiri Hulu
278.142
285.839
438.407
436.521
4. Kampar
565.854
605.402
670.510
747.799
5. Kuantan Singingi
399.315
387.726
500.128
486.119
6. Pelalawan
107.059
314.924
399.334
400.531
7. Rokan Hilir
491.602
423.830
533.404
472.938
8. Rokan Hulu
277.830
356.424
462.246
485.981
9. Siak
346.589
444.273
556.427
616.425
10. Dumai
199.428
241.296
302.304
332.074
11. Pekanbaru
538.786
459.768
536.260
598.918
Sumber : Kementerian Keuangan
- 61 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Pada kabupaten/kota penghasil migas proporsi belanja tidak langsung relatif lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota bukan penghasil migas. Rata-rata alokasi belanja tidak langsung pada tahun 2007 untuk kabupaten/kota bukan penghasil migas sebesar 28,58% dan penghasil migas sebesar 26,90%. Pada tahun 2010 rata-rata alokasi belanja tidak langsung kabupaten/kota bukan penghasil migas meningkat lebih tinggi (53,81%) dari kabupaten/kota penghasil migas (44,22%).
Gambar 1 : Ratio Rata-rata Belanja Tidak Langsung terhadap Total Belanja Daerah Menurut Kabupaten/Kota Penghasil Migas dan Bukan Penghasil Migas Di Provinsi Riau Tahun 2007-2010 Alokasi belanja langsung yang lebih besar dalam struktur belanja daerah menjadi penting, mengingat alokasi belanja langsung terutama pada jalur belanja modal memiliki multiplier effek yang besar dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Rata-rata alokasi belanja langsung kabupaten/kota di Provinsi Riau sudah diatas 50%. Namun demikian selama periode 2007-2010 trendnya menunjukkan penurunan. Pada tahun 2007 rata-rata belanja langsung kabupaten/kota di Provinsi Riau sebesar 72,64% dan terus menurun menjadi 53,17% pada tahun 2010. Perkembangan alokasi belanja langsung menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2007-2010 dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
- 62 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Tabel 2 : Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2007-2010 Kabupaten/Kota 1. Bengkalis 2. Indragiri Hilir 3. Indragiri Hulu 4. Kab. Kampar 5. Kuantan Singingi 6. Pelalawan 7. Rokan Hilir 8. Rokan Hulu 9. Siak 10. Dumai 11. Pekanbaru
2007 2.317.574 685.017 599.606 881.646 837.076 752.420 1.489.517 730.696 2.159.854 782.426 663.667
2008 2.140.610 465.136 533.813 942.008 402.121 658.156 1.246.162 522.067 1.889.687 470.004 746.470
2009 2.185.835 507.737 660.883 761.834 587.204 663.172 1.363.127 467.636 1.864.111 524.341 721.227
2010 1.627.592 414.369 220.964 684.176 360.041 527.854 1.155.178 579.712 1.326.193 368.460 669.151
Sumber : Kementerian Keuangan
Alokasi belanja tidak langsung yang lebih besar pada kabupaten/kota bukan penghasil migas menyebabkan alokasi untuk belanja langsung menjadi lebih rendah. Sementara
itu,
baik
pada
kabupaten/kota
penghasil/bukan
migas
terdapat
kecenderungan alokasi proporsi belanja langsung yang terus menurun selama periode 2007-2010.
Gambar 2 : Ratio Rata-rata Belanja Langsung terhadap Total Belanja Daerah Menurut Kabupaten/Kota Penghasil Migas dan Bukan Penghasil Migas Di Provinsi Riau Tahun 2007-2010 - 63 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
B. Kemiskinan Penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terjadi karena keadaan alamnya yang miskin atau langka sumberdaya alam, sehingga produktivitas masyarakat menjadi rendah, sedangkan kemiskinan struktural terjadi karena alokasi sumberdaya yang ada tidak terbagi secara merata, meskipun sebenarnya jika total produksi yang dihasilkan dapat dibagi secara merata tidak akan terjadi kemiskinan. Secara umum tingkat kemiskinan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Riau dari tahun 2007-2009 menunjukkan trend yang menurun. Persentase penduduk miskin Provinsi Riau turun dari 11,2 persen pada tahun 2007 menjadi 9,45 persen pada tahun 2009. Kabupaten dengan kinerja penurunan kemiskinan tertinggi adalah Rokan Hulu dengan kinerja penurunan kemiskinan sebesar 6,37 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 3 : Tingkat Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau Tahun 2007-2009 Kabupaten Kota
Persentase Penduduk Miskin 2007
2008
2009
2010
1. Kuantan Singingi
19,03
16,51
14,42
12,57
2. Indragiri Hulu
14,63
12,05
10,25
8,9
3. Indragiri Hilir
14,57
13,19
11,11
9,41
4. Pelalawan
18,07
18,63
16,71
14,51
6,01
7,09
5,71
6,49
6. Kampar
10,73
11,45
10,04
10,47
7. Rokan Hulu
21,86
18,05
15,49
13,03
8. Bengkalis*
10,69
8,94
7,91
8,25
9. Rokan Hilir
9,41
10,59
9,32
9,3
10. Pekanbaru
2,24
3,63
3,92
4,2
11. Dumai
6,28
7,42
6,08
6,45
5. Siak
Sumber : BPS, Riau Dalam Angka 2008,2009 dan 2010
- 64 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Perbandingan tingkat kemiskinan antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas di Provinsi Riau menunjukkan fakta bahwa rata-rata tingkat kemiskinan pada kabupaten/kota penghasil migas lebih tinggi daripada rata-rata tingkat kemiskinan pada kabupaten/kota bukan penghasil migas. Pada tahun 2007 rata-rata tingkat kemiskinan pada kabupaten/kota penghasil migas sebesar 13,29% lebih tinggi dari kabupaten/kota bukan penghasil migas yaitu sebesar 11,71%. Kemampuan keuangan daerah yang lebih tinggi pada kabupaten/kota penghasil migas menjadikan kabupaten/kota tersebut mempunyai sumberdaya yang lebih besar dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Dampaknya rata-rata tingkat kemiskinan pada kabupaten/kota penghasil migas pada tahun 2010 turun menjadi sebesar 9,48% yang mengejar kinerja penurunan kemiskinan pada kabupaten/kota bukan penghasil migas yaitu rata-rata sebesar 9,39% pada tahun yang sama.
Gambar 3 : Rata-rata Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota Penghasil Migas dan Bukan Penghasil Migas Di Provinsi Riau Tahun 2007-2020
- 65 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
C. Kesejahteraan Masyarakat
Daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam di Provinsi Riau mendapatkan berkah dana bagi hasil yang besar. Sehingga daerah tersebut mempunyai kemampuan keuangan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki sumberdaya alam terbatas. Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota penghasil migas di Provinsi Riau yang diukur dari pendapatan regional perkapita (Rp. 8,5 juta) lebih rendah dari kabupaten/kota bukan penghasil migas (Rp. 9,68 juta). Demikian juga dengan kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat, pada kabupaten/kota penghasil migas lebih rendah daripada kabupaten/bukan penghasil migas. Rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota penghasil migas setiap tahun meningkat 3,16% sedangkan rata-rata peningkatan kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota bukan penghasil migas sebesar 5,72% setiap tahunnya.
Tabel 4 : Pendapatan Regional Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2007-2010 (Dalam juta) Kabupaten/Kota 1. Bengkalis
2007
2008
2009
2010
5.297
5.643
5.784
6.862
3. Indragiri Hulu
10.308
10.906
11.398
11.103
4. Kab. Kampar
6.391
6.805
7.078
6.794
5. Pelalawan
9.333
9.695
10.171
10.281
6. Rokan Hilir
6.470
6.469
6.764
7.450
7. Rokan Hulu
5.499
5.671
5.781
5.393
8. Siak
9.670
10.282
10.682
10.110
9. Pekanbaru
8.972
9.716
10.342
10.010
Penghasil Migas
7.743
8.148
8.500
8.500
10. Indragiri Hilir
8.230
8.716
9.166
10.149
11. Dumai
7.055
7.483
7.926
8.204
12. Kuantan Singingi
9.296
9.896
10.409
10.689
Bukan Penghasil Migas
8.194
8.698
9.167
9.681
Sumber : BPS .
- 66 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
D. Uji Statistik Hasil uji statistik dengan independent sample t test menunjukkan hasil seperti pada tabel group statistics, dan independent sample t test berikut : Group Statistics Miskin Bl Btl Ykapita
Migasnomigas Bukan Penghasil Migas Penghasil Migas Bukan Penghasil Migas Penghasil Migas Bukan Penghasil Migas Penghasil Migas Bukan Penghasil Migas Penghasil Migas
N 12 32 12 32 12 32 12 32
Mean 11,4200 10,5803 533661,0000 1054768,6875 387468,6667 481808,4375 8934,9167 8222,8125
Std. Deviation 4,33768 4,77201 159029,90346 598401,63259 109202,47322 178006,20452 1189,74111 2096,72418
Std. Error Mean 1,25218 ,84358 45907,97879 105783,46307 31524,03866 31467,34858 343,44867 370,65197
Pada group statistics, rata-rata tingkat kemiskinan pada kabupaten/kota bukan penghasil migas sebesar 11,42% dan penghasil migas 10,58%. Berdasarkan uji independent sample t test diketahui bahwa Sig. (2-tailed) sebesar 0,597 > 0,05. Artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata tingkat kemiskinan antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas. Rata-rata belanja langsung pada kabupaten/kota bukan penghasil migas sebesar Rp. 533,66 milyar dan penghasil migas sebesar Rp. 1.054,77 milyar dengan Sig. (2tailed) sebesar 0,000 < 0,05. Artinya terdapat perbedaan rata-rata belanja langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas. Rata-rata belanja tidak langsung pada kabupaten/kota bukan penghasil migas sebesar Rp. 387,47 milyar dan penghasil migas sebesar Rp. 481,81 milyar dengan Sig. (2-tailed) sebesar 0,094 > 0,05. Artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata belanja tidak langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas. Kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari rata-rata pendapatan perkapita pada kabupaten/kota bukan penghasil migas sebesar Rp. 8,9 juta dan penghasil migas sebesar Rp. 8,2 juta dengan Sig. (2-tailed) sebesar 0.168 > 0,05. Artinya tidak terdapat perbedaan kesejahteraan antara kabupaten/kota penghasil migas dengan penghasil migas.
- 67 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F Miskin
Equal variances assumed
,000
Sig. ,984
Equal variances not assumed Bl
Equal variances assumed
17,877
,000
Equal variances not assumed Btl
Equal variances assumed
1,509
,226
Equal variances not assumed ykapita
Equal variances assumed Equal variances not assumed
20,628
,000
T
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
,532
42
,597
,83969
1,57815
-2,34515
4,02453
,556
21,667
,584
,83969
1,50983
-2,29430
3,97367
-2,958
42
,005
-521107,68750
176191,36068
-876676,24868
-165539,12632
-4,519
39,798
,000
-521107,68750
115315,58253
-754205,99078
-288009,38422
-1,712
42
,094
-94339,77083
55115,19326
-205566,73389
16887,19223
-2,118
32,421
,042
-94339,77083
44541,65511
-185022,02329
-3657,51837
1,106
42
,275
712,10417
643,64945
-586,83302
2011,04135
1,409
34,796
,168
712,10417
505,31166
-313,94812
1738,15645
- 68 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Rata-rata belanja langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas berbeda (Sig. (2-tailed) sebesar 0,000). Sedangkan rata-rata belanja tidak langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas tidak terdapat perbedaan (Sig. (2-tailed) sebesar 0,094). Perbedaan rata-rata aloksi belanja langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dengan bukan penghasil migas, tidak menyebabkan kinerja penurunan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota penghasil migas lebih baik dari kabupaten/kota bukan penghasil migas. B. Saran Pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan evaluasi terhadap program dan kegiatan pembangunan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan
kesejahteraan
masyarakat.
Meningkatkan
koordinasi,
sinergisitas,
sinkronisasi dan menghilangkan ego sektoral, serta meningkatkan anggaran bagi pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA Bank Dunia dan BRR NAD-Nias, 2008. Kajian Kemiskinan di Aceh 2008 : Dampak Konflik, tsunami, dan Rekontruksi terhadap Kemiskinan di Aceh. Bastias DD, 2010. Skripsi : Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan Dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1969-2009. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Hastuti R dan Rahutami AI, 2011. Akselerasi Pengurangan Kemiskinan Dan Pengangguran Melalui Sinergi Potensi, Program, Dan Anggaran Di Kabupaten Semarang. Majalah VISI FEB Unika Soegijapranata –Edisi XXIII – Oktober 2011 Hendarmin, 2012. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Daerah dan Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal EKSOS Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012 hal 144 - 155 ISSN 1693 – 9093. Kuncoro. M, (2004). Otonomi dan pembangunan daerah: Reformasi, perencanaan, strategi dan peluang.Jakarta: Erlangga. - 69 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 52 -70
Ladjin N, 2008. Tesis : Analisis Kemandirian Fiskal Di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Di Propinsi Sulawesi Tengah). Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Novianto E, 2012. Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Kutai Kartanegara. Socioscientia : Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Juni 2012, Volume 4 Nomor 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Sasana Hadi, 2006. Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 3 No. 2 / Desember 2006 : 145 – 170 Setiyawati Anis, 2007. Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemisikinan dan Pengangguran : Pendekatan Analisis Jalur. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2007, Vol. 4, No. 2 Hal 211-228 Sianturi MRB, 2008. Skripsi : Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah. Program Studi Ekonomi Pertanian Dan Sumber Daya Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sirojuzilam, 2009. Disparitas Ekonomi Regional Dan Perencanaan Wilayah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Ekonomi Regional Pada Fakultas Ekonomi, Diucapkan Di Hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Medan. Sujito A, 2008. Inisiatif Lokal dalam Kebijakan Sosial: Pelajaran dari Makasar. Jurnal Demokrasi Sosial. Vol. 2 No. 1 April-Juni 2008 Syahelmi, 2008. Tesis :Analisis Elastisitas, Efisiensi, Dan Efektifitas Pad Sumatera Utara Dalam Era Otonomi Daerah. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Taryono dan Ekwarso H, 2012. Analisis Pengeluaran Dan Distribusi Pendapatan Penduduk Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau Tahun 2008 Dan 2009. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun II No. 5, Maret 2012. Wahyu DP, 2006. Perbandingan Kebijakan Publik Pemerintahan Sentralisasi Dan Desentralisasi Di Indonesia Dalam Pengentasan Kemiskinan (Tinjauan Pendekatan Institusionalisme) Jurnal Administrasi Publik, Vol. III, No. 1, April 2006 Yuhayani N, 2008. Tesis : Pengaruh Implementasi Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah (Dengan Pendekatan Balanced Scorecard). Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
- 70 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
ANALISIS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU
Susi Lenggogeni dan Rita Yani Iyan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293
ABSTRACT This study aims to determine the priority of poverty reduction through interventions in education, health, infrastructure and manpower at regency / city in the province of Riau. Setting priorities using quadrant approach. Each region has a distinct characteristic of poverty, so that kind of intervention in poverty reduction can not be generalized but should be specific according to the strategic issues facing each region. Based on the analysis of poverty in the regency / cities in Riau Province, the regency / city that gets first priority for intervention in education is Singingi Kuantan regency, Rokan Hulu and Pelalawan. In the health sector, the first priority is to intervene in Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, Pelalawan and Kepulauan Meranti. Interventions on infrastructure is Rokan Hulu, Kuantan Singingi, Pelalawan and Kampar at the first priority. Then in the field of employment the first priority in Kampar regency. Keyword: poverty, education, health, infrastructure and employment I.
PENDAHULUAN Salah satu masalah klasik dan hingga kini masih menjadi masalah bersama adalah
kemiskinan. Hampir seluruh periode pemerintahan di Indonesia menempatkan kemiskinan sebagai isu pembangunan. Masalah kemiskinan merupakan masalah multidimensional, kemiskinan bukan hanya dipandang dari sisi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Tetapi lebih dari itu, kemiskinan juga dapat dipandang dari keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta keterbatasan akses terhadap sumberdaya ekonomi. Provinsi yang kaya akan sumberdaya alamnya dibawah minyak bumi dan gas, diatas minyak kelapa sawit
pada kenyataanya hal tersebut belum mampu mengatasi
permasalah kemiskinan di daerah ini.
- 71 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Walaupun sumbangan dana bagi hasil sumberdaya alam rata-rata diatas 80% terhadap total penerimaan daerah dan hasil penelitian Almasdi (2011) menunjukkan kegiatan perkebunan kelapa sawit di pedesaan menciptakan angka multiplier effect sebesar 3,03, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha. Pada periode tahun 2003-2006 indek kesejahteraan petani 0,18 dan periode tahun 2006-2009 juga mengalami positif sebesar 0,12. Ini berarti kesejahteraan petani pada periode tersebut meningkat sebesar 12 persen. Namun demikian, kinerja penanggulangan kemiskinan di Provinsi Riau pada tahun 2010 sebesar 8,65% masih dibawah Provinsi Kepulauan Riau (8,05%) yang merupakan provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Riau. Berdasarkan kabupaten/kota tingkat kemiskinan tertinggi pada tahun 2007 adalah Kabupaten Rokan Hulu yaitu sebesar 21,86%. Pada tahun berikutnya Kabupaten Rokan Hulu mampu menurunkan tingkat kemiskinan yang lebih besar. Sehingga pada tahun 2008 hingga tahun 2010 tingkat kemiskinan tertinggi menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau adalah Kabupaten Pelalawan dimana pada tahun 2010 sebesar 14,51%. Tingkat kemiskinan yang terendah berada pada Kota Pekanbaru, namun demikian kinerja penurunan kemiskinannya semakin rendah, dimana tingkat kemiskinan kemiskinan dari tahun 2007-2010 di Kota Pekanbaru cenderung meningkat. Pada tahun 2007 tingkat kemiskinan di Kota Pekanbaru sebesar 2,24%, tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 3,63%, dan meningkat menjadi sebesar 3,92% pada tahun 2009, serta terus meningkat pada tahun 2010 menjadi sebesar 4,2%. Kondisi geografis Provinsi Riau yang mempunyai karateristik lain dengan daerah provinsi lainnya memerlukan pembangunan struktur yang kuat, dalam rangka membuka akses ke daerah terpencil, membuka akses ekonomi dan pengembangan potensi-potensi yang dimiliki dan masih yang belum di kelola. Oleh karena itu persoalanpersoalan infrastruktur ini harus menjadi prioritas program pembangunan di Daerah Riau. Keberadaan infrastruktur yang memadai akan dapat mempercepat pengurangan angka kemiskinan dan kebodohan yang merupakan program utama Provinsi Riau saat ini. Masalah Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur (K2I) akan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan di Provinsi Riau, hal ini disebabkan kondisi masyarakat Riau yang masih banyak dibawah garis kemiskinan, sehingga dengan adanya program K2I diharapkan angka kemiskinan di Provinsi Riau bisa menurun. (BKPM RI, 2009). - 72 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Pemerintah terus berupaya untuk menanggulangi kemiskinan di Provinsi Riau melalui berbagai progam pembangunan, diantaranya program BLM PNPM Mandiri. Pada tahun 2011 Kabupaten Rokan Hilir dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 51.333 jiwa mendapat alokasi BLM PNPM Mandiri sebesar Rp. 7.750 juta, Kabupaten Rokan Hulu dengan jumlah penduduk miskin 61.852 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 20.700 juta, Kabupaten Bengkalis dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 41.117 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 10.570 juta, Kabupaten Siak dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 24.470 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 16.900 juta, Kabupaten Indragiri Hilir dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 62.286 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 32.900 juta, Kabupaten Indragiri Hulu dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 32.283 jiwa mendapat alokasi sebesar Rp. 31.400 juta, Kabupaten pelalawan dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 43.940 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 15.700 juta, Kabupaten Kuantan Singingi dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 36.564 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 25.131 juta, Kabupaten Kampar dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 71.800 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 30.200 juta. Pada daerah perkotaan seperti Pekanbaru dengan jumlah penduduk miskin 37.925 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 4.825 juta, dan Kota Dumai dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 16.406 jiwa mendapat alokasi dana sebesar Rp. 3.160 juta. Alokasi dana BLM PNPM Mandiri yang disalurkan kepada Kabupaten/kota belum proporsional dengan jumlah penduduk miskin yang terdapat disuatu daerah. Masih terdapat beberapa daerah dengan jumlah penduduk miskin relatif lebih rendah dari daerah yang lainnya mendapatkan alokasi dana BLM PNPM Mandiri yang lebih besar. Tingginya tingkat pengangguran terbuka pada suatu wilayah dapat mendorong meningkatnya angka kemiskinan. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Riau pada tahun 2010 sebesar 8,72%. Tingkat pengangguran tersebut diatas tingkat pengangguran nasional yaitu sebesar 7,14%. Dilihat menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tingkat pengangguran tertinggi berada di Kota Dumai yaitu 14,68% kemudian diikuti oleh Kabupaten Bengkalis 11,36%. Sedangkan kabupaten/kota dengan tingkat pengangguran terbuka terendah yaitu Kabupaten Kuantan Singingi sebesar 4,86% yang diikuti Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 5,41%.
- 73 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Pendekatan penanggulangan program kemiskinan tidak lah dapat disama ratakan untuk setiap daerah. Masing-masing daerah perlu mendapatkan treatment yang berbeda sesuai dengan masalah dan isu kemiskinan yang dihadapi oleh setiap daerah. Secara umum isu utama pembangunan di Provinsi Riau adalah terkait dengan kemiskinan, kebodohan, dan keterbatasan infrastruktur. Berdasarkan hal tersebut, maka prioritas penanggulangan kemiskinan pada kabupaten/kota di Provinsi Riau menjadi penting untuk ditetapkan dengan
mempertimbangkan aspek
pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, dan tingkat pengangguran.
II. TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan merupakan masalah klasik di negara-negara berkembang, dan menjadi
perhatian
negara
maju
di
dunia.
Bentuk
kepeduliannya
adalah
dikumandangkannya Deklarasi Milenium pada KTT Milenium PBB bulan September 2000, yang salah produknya adalah Millenium Development Goals (MDGs), dengan eradikasi kemiskinan tujuan utamanya. Target pemerintah untuk melaksanakan MDGs sesuai target, harus didukung pendanaan yang memadai dan kerjasama dari semua pihak, termasuk sektor kesehatan karena kondisi kesehatan berkaitan dengan kemiskinan. Keberhasilan peran sektor kesehatan sangat terkait dengan kebijakan kesehatan yang dijalankannya. Pada kenyataannya kebijakan kesehatan yang ada saat ini belum menunjang keberhasilan pencapaian target MDGs tepat waktu. Untuk itu diperlukan kepedulian dan ketulusan semua pihak terkait untuk bersama-sama merumuskan kebijakan kesehatan yang mencerminkan kepedulian kepada masyarakat miskin, agar negara kita terbebas dari kemiskinan. (Adisasmito W, 2008) Tujuan akhir kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan adalah membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengangkat harkat dan martabat mereka agar menjadi warganegara dengan seluruh hak dan kewajibannya. Untuk itu salah satu strategi mendasar yang patut ditempuh adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi orang miskin untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembangunan ekonomi. Pemberian prioritas tinggi bagi pembangunan sarana sosial dan fisik yang penting bagi masyarakat miskin seperti jalan desa, irigasi, sekolah, air bersih, sanitasi, pemukiman, puskesmas, merupakan katalisator untuk mengangkat tingkat kesejahteraan
- 74 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
mereka. Sekalipun demikian, kebijakan-kebijakan sektoral maupun lintas sektoral seperti ini tentunya menjadi kurang efektif dan efisien jika tidak dilandasi oleh kebijakan makro ekonomi yang mampu menciptakan perekonomian yang stabil, sehingga laju inflasi rendah, dan iklim usaha menjadi semakin kondusif. Jika paket kebijakan tersebut dilaksanakan, maka peluang bagi terciptanya kondisi pro-poor growth menjadi bertambah besar. (Mawardi S dan Sumarto S, 2002) Jumlah penduduk miskin di suatu wilayah dapat mencerminkan tingkat kemiskinan wilayah tersebut. Faktor kontekstual pada tingkat wilayah kabupaten berpengaruh terhadap akses layanan kesehatan suspek TB di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan faktor kontekstual level kabupaten yaitu kemiskinan dimana terbukti bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah miskin mempunyai resiko tidak akses lebih besar dibandingkan masyarakat yang tinggal di daerah tidak miskin. Rendahnya akses menyebabkan rendahnya derajat kesehatan yang disebabkan rendahnya kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima. (Retnaningsih E, 2011) Karena keterbatasan anggaran, penentuan sasaran program dihadapkan pada pilihan antara kualitas program dengan kuantitas. Bidang kesehatan dan pendidikan yang mendapatkan prioritas utama dalam upaya pengentasan kemiskinan, menjadikan program di bidang ini dapat melaksanakan secara bersama-sama pilihan kualitas dan kuantitas tersebut. Yulianto T, 2005. Pengeluaran pemerintah dapat digunakan sebagai cerminan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah dalam suatu wilayah. Kebijakan pemerintah dalam tiap pembelian barang dan jasa guna pelaksanaan suatu program mencerminkan besarnya biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan program tersebut. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk membiayai sektor-sektor publik yang penting, diantara kesemua sektor publik saat ini yang menjadi prioritas pemerintah dalam mencapai pembangunan kualitas sumber daya manusia dalam kaitannya yang tercermin dari indeks pembangunan manusia adalah investasi pada sektor pendidikan dan kesehatan diharapkan Investasi pada sektor ini akan berpengaruh pada peningkatan kualitas SDM dan mengurangi kemiskinan. Pembangunan kesehatan dan pendidikan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia. (Usmaliadanti C, 2011)
- 75 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Menurut Pattinama (2009) kemiskinan perlu diperluas meliputi akses terhadap infrastruktur sosial ekonomi, keluar dari keterisolasian, ketidakberdayaan, dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta memperoleh keadilan dalam pembangunan. Kemiskinan tidak bisa didefinisikan secara tunggal yakni dari kacamata pemenuhan kebutuhan kalori semata sebagaimana yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) selama ini, karena pada hakekatnya definisi kemiskinan tidak hanya bersifat relatif tetapi juga dinamis. Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan, dalam rangka lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional, maka program pro rakyat, memfokuskan pada program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Program keadilan untuk semua, memfokuskan pada program keadilan bagi anak, keadilan bagi perempuan, keadilan di bidang ketenagakerjaan, keadilan di bidang bantuan hukum, keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan, keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan. Pada pencapaian
Tujuan
Pembangunan
Milenium,
memfokuskan
pada
program
pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian pendidikan dasar untuk semua, pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, penurunan angka kematian anak, kesehatan ibu, pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, penjaminan kelestarian lingkungan hidup, dan pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Menurut Najib (2011), pembangunan hendaknya diprioritaskan pada kabupaten dengan nilai IKSDM terendah. Hal yang harus diperhatikan di kabupaten tersebut adalah rendahnya kualitas pendidikan yang dapat dilihat dari kemampuan baca tulis penduduk, angka partisipasi murni sekolah dasar, dan proporsi penduduk yang menamatkan sekolah hingga ke jenjang SLTA. Kualitas kesehatan masih kurang, yang dapat dilihat dari minimnya penduduk yang memiliki fasilitas listrik, air bersih dan jamban pribadi.
- 76 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Lebih lanjut hasil penelitian Sutikno dkk, (2010) menunjukkan bahwa beberapa program potensial untuk pengentasan kemiskinan di wilayah studi menurut aspek sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan di antaranya pelatihan dan pendampingan wirausaha, pendirian koperasi simpan pinjam, pengadaan air bersih untuk RTM, pengembangan desa dengan pendayagunaan air bersih, penanganan sampah rumahtangga, dan program pendidikan paket A, B, dan C.
Demikian juga menurut Sari (2011) sarana dan
prasarana infrastruktur dibutuhkan tidak hanya oleh rumah tangga namun juga oleh dunia
usaha,
melalui
peningkatan
infrastruktur
diharapkan
dapat
membawa
kesejahteraan dan mendorong perekonomian.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini meliputi kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti data kemiskinan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
dan
ketenagakerjaan.
Data
tersebut
diperoleh
dari
BPS,
dan
lembaga/intansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Penentuan prioritas penanggulangan kemiskinan didasarkan pada empat aspek yaitu pendidikan melalui intervensi angka putus sekolah penduduk usia 7-15 tahun, angka partisipasi murni SD, dan angka partisipasi murni SMP. Aspek kesehatan melalui intervensi angka kematian bayi per 1.000 kematian hidup, dan prevalensi balita kekurangan gizi. Aspek akses terhadap infrastruktur
melalui intervensi akses terhadap air bersih, akses terhadap
sanitasi, dan akses terhadap listrik. Aspek ketenagakerjaan dengan melalui diintervensi adalah kesempatan kerja. Dalam menentukan prioritas penanggulangan kemiskinan pada kabupaten/kota di Provinsi Riau berdasarkan aspek yang diintervensi digunakan pendekatan kuadran dengan sumbu horizontal adalah tingkat kemiskinan, dan sumbu vertikal adalah aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktura dan ketenagakerjaan. Penentuan prioritas didasarkan pada :
- 77 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Prioritas I
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
: Merupakan kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan diatas rata-rata Provinsi Riau dan Aspek yang diintervensi kinerjanya dibawah rata-rata Provinsi Riau.
Prioritas II
: Merupakan kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan diatas rata-rata Provinsi Riau dan Aspek yang diintervensi kinerjanya didiatas rata-rata Provinsi Riau.
Prioritas III
: Merupakan kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan dibawah ratarata Provinsi Riau dan Aspek yang diintervensi kinerjanya dibawah rata-rata Provinsi Riau.
Prioritas IV
: Merupakan kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan diatas rata-rata Provinsi Riau dan Aspek yang diintervensi kinerjanya diatas rata-rata Provinsi Riau.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prioritas Penanggulangan Kemiskinan Bidang Pendidikan Tingkat pendapatan yang rendah seringkali menyebabkan anak-anak usia sekolah pada kelompok penduduk miskin tidak mampu untuk sekolah. Diantara mereka ada yang putus sekolah untuk membantu orang tuanya bekerja dan tidak dapat sekolah karena karena orang tuanya tidak mampu untuk menyekolahkannya, walaupun telah ada berbagai program pendidikan bagi penduduk miskin namun belum sepenuhnya efektif. Dalam upaya menurunkan angka putus sekolah terutama bagi masyarakat miskin di Provinsi Riau maka kabupaten/kota yang harus mendapatkan prioritas utama adalah Kabupaten Kuantan Singingi, Rokan Hulu, dan Pelalawan.
- 78 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Gambar 1 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Penurunan Angka Putus Sekolah Penduduk Usia 7-15 Tahun Dalam upaya penanggulangan kemiskinan di bidang pendidikan perlu dilakukan intervensi
untuk
peningkatan
Angka
Partisipasi
Murni.
Pada
jenjang
SD,
kabupaten/kota yang menjadi prioritas utama adalah Kabupaten Pelalawan. Sedangkan pada jenjang SMP, kabupaten/kota yang menjadi prioritas utama adalah Kabupaten Rokan Hulu.
- 79 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Gambar 2 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Peningkatan Angka Partisipasi Murni Jenjang Pendidikan SD dan SMP
- 80 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
B. Prioritas Penanggulangan Kemiskianan Bidang Kesehatan Hidup sehat adalah impian setiap penduduk tanpa memandang kaya atau miskin. Namun demikian penduduk miskin merupakan penduduk yang rentan dalam mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan yang layak. Indikator yang dapat digunakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan adalah dengan jalan melakukan intervensi dalam penurunan angka kematian bayi dan prevalensi balita kekurangan gizi dalam suatu wilayah.
Gambar 3 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Penurunan Angka Kematian Bayi Kabupaten/kota di Provinsi Riau dalam rangka penanggulangan kemiskinan dengan prioritas utama melalui intervensi penurunan angka kematian bayi adalah Kabupaten Rokan Hulu, Kuantan Singingi, Kampar, Pelalawan, dan Kepulauan Meranti.
- 81 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan tingkat prevalensi balita kekurangan gizi yang tinggi adalah Kabupaten Kampar. Oleh karena itu dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui intervensi penurunan prevalensi balita kekurangan gizi, prioritas utama harus diberikan untuk Kabupaten Kampar. Baru setelah itu, dilakukan pada kabupaten/kota yang berada pada prioritas kedua, tiga dan empat.
Gambar 4 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Penurunan Prevalensi Balita Kekurangan Gizi Kabupaten/kota yang berada pada prioritas kedua adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, dan Rokan Hulu. Kabupaten/kota tersebut berada pada perioritas kedua mengingat tingkat kemiskinan di kabupaten/kota tersebut masih diatas rata-rata Provinsi Riau namun prevalensi balita kurang gizi telah berada di bawah rata-rata Provinsi Riau. Berarti kabupaten/kota pada prioritas kedua tersebut memiliki kemampuan yang lebih besar dari kabupaten/kota yang berada pada prioritas pertama mengingat kinerja penurunan prevalensi balita kurang gizinya lebih baik.
- 82 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
C. Prioritas Penanggulangan Kemiskinan Bidang Infrastruktur Kemiskinan dapat diartikan keterbatasan akses terhadap sarana dan prasarana infrastruktur. Pada umumnya penduduk miskin mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih, sanitasi yang baik, dan listrik untuk kebutuhan sehari-hari.
Gambar 5 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Meningkatkan Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi
- 83 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
Kabupaten Rokan Hulu dan Kuantan Singingi merupakan kabupaten yang harus mendapatkan prioritas pertama dalam penanggulangan kemiskinan yang dilakukan melalui intervensi dengan meningkatkan akses terhadap air bersih mengingat daerah tersebut memiliki keterbatasan akses terhadap air bersih diatas rata-rata Provinsi Riau. Sedangkan melalui intervensi peningkatan akses terhadap sanitasi, kabupaten/kota yang mendapatkan prioritas utama adalah Kabupaten Kuantan Singingi, Rokan Hulu dan Pelalawan. Dewasa ini listrik sudah menjadi barang kebutuhan dasar bagi penduduk suatu wilayah. Hampir seluruh peralatan rumah tangga, bahkan aktivitas usaha saat ini harus digerakkan dengan menggunakan listrik. Listrik telah membantu berbagai aktivitas penduduk menjadi semakin lebih mudah untuk dilakukan. Dengan demikian dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Riau melalui peningkatan akses terhadap listrik, prioritas utama harus diberikan kepada Kabupaten Kuantan Singingi, Rokan Hulu dan Pelalawan.
Gambar 6 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Meningkatkan Akses Terhadap Listrik - 84 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
D. Prioritas Bidang Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas. Diantara tenaga kerja tersebut ada yang memiliki keinginan untuk bekerja dan ada yang tidak. Tenaga kerja yang ingin bekerja biasa disebut sebagai angkatan kerja. Namun demikian, tingginya penawaran tenaga kerja dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja, hal tersebut tidak seluruh tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja mendapatkan pekerjaan akibatnya terjadi pengangguran. Dalam menentukan prioritas penanggulangan kemiskinan terutama diberikan pada daerah yang memiliki tingkat kemiskinan diatas rata-rata Provinsi Riau dan kesempatan kerja yang tercipta di daerah tersebut dibawah rata-rata Provinsi Riau. Berdasarkan hasil analisis kuadran maka kabupaten/kota dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi prioritas pertama adalah Kabupaten Kampar.
Gambar 7 : Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Dalam Meningkatkan Kesempatan Kerja
- 85 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setiap daerah memiliki karateristik kemiskinan yang berbeda, sehingga bentuk intervensi dalam penanggulangan kemiskinan tidak dapat digeneralisir tapi harus bersifat spesifik sesuai dengan isu strategis yang dihadapi masing-masing daerah. Berdasarkan hasil analisis terhadap penanggulangan kemiskinan pada kabupaten/kota di Provinsi Riau, maka kabupaten/kota yang mendapat prioritas pertama untuk intervensi pada bidang pendidikan adalah Kabupaten Kuantan Singingi, Rokan Hulu dan Pelalawan. Pada bidang kesehatan, intervensi untuk prioritas pertama yaitu pada Kabupaten Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, Pelalawan dan Kepualauan Meranti. Intervensi pada bidang infrastruktur adalah Kabupaten Rokan Hulu, Kuantan Singingi, Pelalawan dan Kampar pada prioritas pertama. Kemudian pada bidang ketenagakerjaan prioritas pertama pada Kabupaten Kampar.
B. Saran Penanggulangan kemiskinan hendaknya diprioritaskan pada kabupaten/kota dengan kinerja pencapaian bidang pendidikan, kesehatan , infrastruktur dan ketenagakerjaan yang masih berada dibawah rata-rata Provinsi Riau. Hal yang harus diperhatikan di kabupaten/kota tersebut adalah rendahnya kualitas pendidikan antara lain dapat dilihat dari angka putus sekolah, dan angka partisipasi murni. Kualitas kesehatan yang rendah, antara lain tercermin dari angka kematian bayi prevalensi balita kurang gizi. Akses infrastruktur yang terbatas tercermin pada akses penduduk terhadap air bersih, sanitasi dan listrik. Ketenagakerjaan yang ditandai dengan tingkat kesempatan kerja suatu daerah yang rendah.
- 86 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 71 - 87
DAFTAR PUSTAKA Syahza A, 2011. Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011, Hal. 297-310. Adisasmito W, 2008. Analisis Kemiskinan, MDGs dan Kebijakan Kesehatan Nasional Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. Mawardi S dan Sumarto S, 2002. Kebijakan Publik yang Memihak Orang Miskin (Fokus: Pro-Poor Budgeting). Makalah disampaikan pada Pelatihan Fasilitator-Kabupaten dan Koordinator Regional Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah (F-KAB dan KR P2TPD), Yogjakarta, 24 Oktober 2002. Yulianto T, 2005. Tesis : Fenomena Program-Program Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Klaten (Studi Kasus Desa Jotangan Kecamatan Bayat). Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro. Semarang. Retnaningsih E, 2011. Prioritas Wilayah Berdasar Faktor Kontektual Untuk Peningkatkan Nilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat Di Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia Vol.5 No.3 Tahun 2011. Usmaliadanti C, 2011. Skripsi : Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah Sekor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2009. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan Sutikno, Dkk, 2010. Pemilihan Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Dengan Pendekatan Sistem. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010, Hlm.135-147 Sari P, 2011. Tesis : Analisis Pengaruh Program Pembangunan Infrastruktur Terhadap Penurunan Kemiskinan Di Kabupaten Tertinggal. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Najib M, 2011. Prioritas Pembangunan Berwawasan Kependudukan Dari Aspek Kualitas Sumber Daya Manusia Di Provinsi Kalimantan Timur. Disampaikan pada acara Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN di Hotel Horison Bekasi, 16-18 Desember 2011. Pattinama M J, 2009. Pengentasan Kemiskinan Dengan Kearifan Lokal (Studi Kasus di Pulau Buru-Maluku Dan Surade-Jawa Barat) Makara, Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1, Juli 2009: 1-12
- 87 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA Haryetti Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk menganalisis pengaruh variabel CAR, RORA, NPL, ROE, GWM serta LDR terhadap harga saham secara simultan dan parsial pada perusahaan perbankan yang go publik. Dalam penelitian ini, populasi yang dilakukan pengujian adalah seluruh perusahaan perbankan yang go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada periode tahun 2005 hingga 2010. Dengan teknik purposive sampling, perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 7 perusahaan perbankan yang sudah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).Data analisis dengan menggunakan Multiple Linier Regression. Disamping itu juga dilakukan uji normalitas dan uji asumsi klasik. Hasil pengujian menemukan bahwa variabel CAR, RORA, NPL, ROE, GWM serta LDR terhadap harga saham secara simultan berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan perbankan yang go publik.Hasil Penelitian juga menunjukkan bahwa dari enam variable yang berpengaruh signifikan yaitu CAR, RORA, ROE, serta LDR sedangkan NPL, dan GWM tidak berpengaruh signifikan tehadap harga saham pada perusahaan perbankan . Berdasarkan hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel ROE berpengaruh paling dominan terhadap harga saham. Kata Kunci : Harga saham Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Risked Assets (RORA) Non Performing Loan (NPL), Return On Equity (ROE), Loan Deposit to Ratio (LDR) dan Giro Wajib Minumum (GWM)
- 88 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
I. PENDAHULUAN Keberhasilan
perekonomian
di
Indonesia
tidak
terlepas
dari
sektor
perbankan khususnya, peran perbankan sebagai sumber pembiayaan industri dalam negeri. Bank merupakan perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memerlukan dana, dan lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran (Dendrawijaya, 2000 : 25). Di sisi lain semakin tinggi kinerja suatu bank semakin tinggi laba usahanya dan semakin banyak keuntungan yang dapat dinikmati oleh pemegang saham, juga semakin tinggi kemungkinan harga saham yang akan naik (Koetin, 2002 : 89). Kinerja perusahaan ini akan menjadi tolak ukur yang akan ditanggung
seberapa
besar
resiko
investor. Untuk memastikan kinerja perusahaan tersebut
dalam kondisi baik atau buruk dapat dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. CAR
merupakan
salah
satu
indikator
kesehatan
permodalan
bank,
penilaian permodalan ini merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover resiko saat ini dan mengantisipasi resiko di masa yang akan datang. Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas asset bank. NPL yang digunakan adalah NPL netto yang telah
disesuaikan. RORA (Return On Risked Assets) adalah rasio
yang membandingkan antara laba kotor dengan besarnya risked assets yang dimiliki. Return On Equity (ROE) dalam analisa laporan keuangan memiliki arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan. Giro Wajib Minumum (GWM) merupakan kewajiban dari bank umum untuk menyimpan sebagian dananya di bank sentral. Di mana, Bank Indonesia menetapkan besarnya GWM yang harus dipenuhi oleh bank semula hanya sebesar 5% dari dana pihak ketiga, kemudian terjadi perubahan di mana adanya peningkatan GWM, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jika DPK diatas Rp 50 triliun dikenakan tambahan GWM 3% menjadi 8%. b.
Bank dengan DPK antara Rp 10 triliun penambahan GWM 2% hingga menjadi 7%.
- 89 -
hingga
Rp.50 triliun dikenakan
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
c. Bank dengan DPK antara Rp.1 triliun sampai Rp10 triliun dikenakan penambahan GWM sebesar 1& hingga menjadi 6%. d. Bank dengan DPK dibawah Rp.1 triliun tidak dikanakan penambahan GWM.
LDR merupakan salah satu indikator kesehatan likuiditas bank. Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen resiko likuiditas. Analisis teknikal adalah menganalisis harga saham berdasarkan informasi yang mencerminkan kondisi perdagangan saham, keadaan pasar, permintaan dan penawaran harga di pasar saham, fluktuasi kurs, volume transaksi di masa lalu. Asumsi dasar dari analisis teknikal adalah bahwa jual beli saham merupakan kegiatan berspekulasi (Husnan, 2003 : 338). Puji Astuti (2002) dalam jurnal ekonomi melakukan penelitian tentang analisis CAR, ROA, Net Profit Margin (NPM) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap harga pasar saham perusahaan perbankan di BEJ. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LDR, NPM dan CAR berpengaruh signifikan sedangkan ROA tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga pasar
saham. Sementara itu Monisa (2006) meneliti tentang pengaruh tingkat kesehatan bank
terhadap perubahan harga saham perbankan yang listing di Bursa Efek
Jakarta. Dalam penelitian tersebut menggunakan lima variabel independen (Capital Adequacy Ratio, Loan to Asset Ratio, rasio BOPO, rasio hutang atas aktiva, dan Debt to Equity Ratio, tetapi hanya satu yang mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu debt to equity ratio sedangkan Capital Adequacy Ratio, Loan to Asset Ratio, rasio BOPO dan rasio hutang atas aktiva tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, tetapi jika dilakukan secara simultan maka kelima variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dan selanjutnya, Maghdalena (2004) yang meneliti tentang pengaruh CAMEL terhadap harga saham pada perusahaan perbankan dan disimpulkan bahwa RORA dan NPM berpengaruh terhadap harga saham sedangkan BOPO tidak berpengaruh terhadap harga saham.
- 90 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
Kinerja keuangan perusahaan perbankan akan dapat mempengaruhi harga sahamnya karena informasi dari laporan keuangan atau rasio keuangan akan mempengaruhi keputusan
para investor menanamkan modalnya. Semakin baik
kinerja suatu bank maka akan semakin berminat investor untuk menanamkan modalnya dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian semakin disadari bahwa analisis rasio keuangan sangat memegang peranan suatu penelitian dan analisa investasi. Harga saham yang meningkat dari waktu ke waktu menjadi harapan bagi semua manajemen, karena peningkatan harga saham dapat meningkatkan minat para investor untuk membeli saham tersebut atau untuk menginvestasikan modalnya.
II. METODE PENELITIAN Bagian ini menguraikan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, pengukurannya
serta
perumusan
variabel
dan
model penelitian, kemudian dilanjutkan
dengan uji normalitas data dan uji asumsi klasik serta pengujian hipotesis. Variabel dependen atau variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah harga saham perusahaan perbankan. Variabel
independen
atau
variabel
bebas
yang
nilainya dipergunakan untuk meramal, terdiri dari rasio-rasio Keuangan dirumuskan sebagai berikut :
Variabel independen
Pengukuran
Skala Pengukuran Ratio
Capital Adequacy Ratio Merupakan rasio equity Yang diklasifikasikan terhadap jumlah kredit yang disalurkan, yang menunjukkan kemampuan permodalan dan cadangan yang digunakan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan. Menurut Siamat (2003 : 271)
Ratio
Non Performance Loan Merupakan rasio keuangan yang diguna-kan untuk mengukur kualiatas asset bank
- 91 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
Return On Risked Assets RORA mengukur kemampuan bank dalam mengoptimalkan aktiva yang dimilikinya untuk memperoleh laba. Risked Assets merupakan penjumlahan antara kredit yang diberikan ditambah dengan jumlah penempatan pada surat-surat berharga. Menurut Koch (2000:115) yang menggambarkan kualitas aktiva produktif .
Ratio
Return On Equity
Ratio
ROE yang juga disebut sebagai rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan antara net income dengan total asset yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Siamat, 2003:274). Giro Wajib Minimum merupakan perbandingan giro pada Bank Indonesia dengan seluruh dana yang berhasil dihimpun
Rasio
Loan to Deposit Ratio
Rasio
LDRmenggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikanpenarikan yang dilakukan oleh nasabah dan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank. LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi manajemen suatu bank, manajemen bank yang konservatif cenderung memiliki LDR yang relatif rendah, begitu pula sebaliknya.Siamat (2003:269)
- 92 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
Analisis Regresi Linear Berganda Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh antara harga saham sebagai variabel dependen dengan variabel independen (CAR, RORA, NPL, ROE, GWM, LDR). Persamaan regresi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+e Keterangan : Y = Harga Saham α = konstanta β1…β6 = Koefisien regresi masing-masing variabel independen X1 = Capital Adequacy Ratio (CAR) X2 = Return On Risked Assets (RORA) X3 = Non Perpormance Loans (NPL) X4 = Return On earning (ROE) X5 = Giro Wajib Minimum (GWM) X6 = Loan to Deposits Ratio (LDR) e = Residual Uji Normalitas Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah data yang gunakan mengikuti pola distribusi normal atau tidak.Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Untuk melihat normalitas
data dapat dengan
menggunakan grafik Normal Probability Plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari datasesungguhnyadengan distribusi dari distribusi normal. Dasar pengambilan keputusan (Ghozali,2005:112) 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka asumsi normalitas terpenuhi. 2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal maka asumsi noemalitas tidak terpenuhi.
- 93 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
Uji Asumsi Klasik Alat analisa data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan
model regresi linear berganda. Variabel terikatnya adalah harga
saham (Y) dari perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indobesia (BEI), dan variabel bebas adalah CAR (X1), RORA (X2), NPL (X3), ROE (X4), GWM(X5) dan LDR (X6). Sesuai dengan pendapat Gujarati (2000 : 65) bahwa model regresi linear berganda yang digunakan harus memenuhi asumsi klasik, sehingga model layak digunakan sebagai alat estimasi. Uji asumsi klasik yang dimaksud
diantaranya
uji
multikolineritas,
uji
autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Dalam penelitian ini juga akan dilakukan pengujian semua asumsi klasik tersebut. Multikolinearitas Tujuan utama dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasidi antara variabel independent. Jika variabel independensaling berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal, variabel ortogonal adalah variabel independen
yang nilai korelasiantar sesama variabel
independensama dengan nol (Ghozali, 2005:91) Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara anggota – anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam serangkaian waktu (time series data), atau tersusun dalam rangkaian ruang (cross section data ). Jika terjadi korelasi berarti terdapat problem autokorelasi (Ghozali, 2005:95). Pengujian ini dapat dilakukan dengan jalan metode DurbinWatson. Adapun tahap melakukan Durbin watson test tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Melakukan
regresi OLS untuk mendapatkan residu et
2.
Menghitung d (dengan bantuan komputer)
3.
Bila besarnya n dan k di ketahui, dL dan dµ dapat dicari dalamtabel
4.
Bandingkan nilai d yang di hitung dengan nilai d dan d dari tabel dengan aturan sebagai berikut : - 94 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
• Bila d < dl maka H0, berarti ada korelasi positif. • Bila dl ≤ d ≤ maka dµ tolak maka kita tidak dapat ambil kesimpulan. • Bila dµ < d < 4 - dµ maka tolak H0 maupun Hi, artinyatidak ada korelasi positif maupun negatif. • Bila 4 - dµ ≤ d ≤ 4 – d L maka kita tidak dapat mengambil kesimpulan. • Bila 4 - dL < d < 4 maka Hi , berarti tidak ada korelasi negatif. Heterokedastisitas Heterokedastisitas diartikan sebagai tidak samanya varians bagi variabel independen yang diuji dalam setting yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot. Jika membentuk pola tertentu, maka terdapat heterokedastisitas. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) adalah sebuah koefisien yang
menunjukkan
persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Semakin besar nilai koefisien determinasi, maka semakin baik variabel independent dalam menjelaskan dihasilkan
variabel baik
dependennya.
digunakan
untuk
Yang
berarti
mengestimasi
persamaan nilai
regresi
variabel
yang
dependen.
(Gujarati,2005:207).
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik parametrik yaitu : 1. Uji F (Uji Serentak) Uji F bertujuan untuk mengatahui ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Uji F dilakukan apakah model pengujian hipotesis yang digunakan tetap. Menuru Priyatno (2008:81), pengujian statistik F (Fhitung) dapat dihitung dengan rumus :
Fhitung = R2/(k-1) (1-R2)/(n-k)
- 95 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
Keterangan : F = Uji Simultan (Uji F) R2= Koefisien Determinasi n = Jumlah Sampel K = Jumlah Variabel Independen (n-k) dan (k-1) : Degree Of Freedom (Derajat Kebebasan) Dengan uji F kita akan memperoleh F hitung dan kemudian akan membandingkan dengan F tabel pada taraf nyata (level of significant) 5% dimana ketentuannya apabila Fhitung
> Ftabel
berarti ada pengaruh signifikan secara
bersama-saman dari CAR, RORA, NPL, ROE, GWM dan LDR terhadap harga saham. Sebaliknya
apabila Fhitung
> Ftabel
berarti tidak ada pengaruh
signifikan secara bersama-saman dari CAR, RORA, NPL, ROE, GWM dan LDR terhadap harga saham, atau dengan hipotesisi sebagai berikut : H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 =0, artinya secara simultan tidak ada ada pengaruh variabel independent (CAR, RORA, NPL, ROE, GWM dan LDR) terhadap variabel dependen (harga saham). H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠0, artinya secara simultan ada ada pengaruh variabel independent (CAR, RORA, NPL, ROE, GWM dan LDR) terhadap variabel dependen (harga saham).
Untuk menguji pengaruh simultan variabel-variabel independent terhadap variabel dependen digunakan uji statistik F dengan kriteria sebagai berikut : a. Jika nilai Fhitung > F table atau p value < α, maka Ho ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain variabel independent berpengaruh secara silmutan terhadap variable dependen, sebaliknya . b. Jika Fhitung ≤F table atau p value > α, maka Ho diterima dan H1 ditolak, dengan kata lain variabel independen simultan terhadap variabel dependen.
- 96 -
tidak
berpengaruh
secara
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
2. Uji t (Uji Parsial) Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya secara parsial. Menurut Priyatno (2008:83) pengujian t-statistik dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
t = bi sbi t = t hitung variabel X bi = koefisien regresi variabel babas X Sbi = Standar error variabel bebas X
Hipotesis : A. Capital Adequacy Ratio (CAR) H0 : β1=0, artinya CAR tidak mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. H1 : β1≠0, artinya CAR mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. B. Return On Risked Assets (RORA) H0 : β2=0, artinya RORA tidak mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. H1 : β2≠0, artinya RORA mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. C. Non Performance Loan (NPL) H0 : β3=0, artinya NPL tidak mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. H1 : β3≠0, artinya NPL mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. D. Return On Equity (ROE) H0 : β4=0, artinya ROE tidak mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. H1 : β4≠0, artinya ROE mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.
- 97 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
E. Giro Wajib Minimum (GWM) H0 : β5=0, artinya GWM tidak mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. H1 : β5≠0, artinya GWM mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. F. Loan to Deposits Ratio (LDR) H0 : β6=0, artinya LDR tidak mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. H1 : β5≠0, artinya LDR mempuanyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Dari perhitungan dengan t-statistik akan diperoleh nilai t hitung masing- masing variabel bebas untuk dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf nyata (level of significant) 5% dimana ketentuan pengujian adalah : •
Jika nilai t hitung > t table atau p value < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima, dengan kata
lain
variabel independent berpengaruh secara parsial terhadap
variable dependen, sebaliknya •
b) Jika t hitung < t table atau p value > α, maka Ho diterima dan Ha ditolak, dengan kata
lain variabel independen tidak berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependen.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengaruh variabel bebas terhadap harga saham sebagai berikut : 1. Nilai β0 = -0.462, menunjukkan apabila nilai CAR, RORA, NPL, ROE, GEM dan
LDR
sama dengan nol, maka harga saham perusahaan perbankan
turun sebesar 0.462. 2. β1 = 0.483. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan satu persen pada CAR dengan asumsi variabel lainnya tetap, maka perubahan harga saham yang terjadi adalah sebesar 0.483 point dengan arah yang sama. 3. β2 = 0.560. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan satu persen pada RORA dengan asumsi variabel lainnya tetap, maka perubahan harga saham yang - 98 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
terjadi adalah sebesar 0.560 point dengan arah yang sama 4. β3 = 0.735. Hal ini berarti setiap terjadi perubahan nilai NPM sebesar 1% dengan asumsi variabel lain konstan, maka harga saham juga akan berubah sebesar 0.735 point dengan arah yang sama. 5. β4 = 0.536, ini menunjukkan adanya hubungan positif antara harga saham dengan ROE, jika ROE berubah 1% maka harga saham juga mengalami perubahan sebesar 0.536 point dengan arah yang sama. 6. β5 = 0.661, ini memberikan arti jika GWM naik sebesar 1% dan variabel lainnya konstan, maka harga saham juga akan naik sebesar 147.242 point dan bagitu juga sebaliknya, jika GWM turun sebesar 1% dan variabel lainnya konstan, maka harga saham juga akan turun sebesar 0.661 point dengan arah yang sama.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan o
Berdasarkan hasil analis regresi berganda menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan
secara
simultan diterima
(dalam
arti terdapat
pengaruh yang
signifikan pada X1 (Capital Adequacy Ratio), X2 (Return On Risked Assets), variabel X3
(Non Performance Loans) variabel X4
variabel X5
(Giro Wajib Minimuml) dan variabel X6
(Return On Equity), (Loan to Deposits
Ratio), terhadap harga saham. o
Berdasarkan
hasil
penelitian
(Capital Adequacy Ratio), X2
secara
parsial
menunjukkan
bahwa
X1
(Return On Risked Assets), variabel X4
(Return On Equity), dan variabel X6 (Loan to Deposits Ratio),berpengaruh signifikan terhadap
harga pasar, sedangkan
Perpormance Loans),dan variabel X5
variabel
X3
(Non
(Giro Wajib Minimuml) tidak
berpengaruh terhadap harga saham. o
Berdasarkan hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel X4 (Return On Equity) berpengaruh paling dominan terhadap harga saham..
- 99 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mencoba memberikan saran baik bagi perusahaan,calon investor dan investor serta peneliti selanjutnya. •
Perusahaan perbankan lebih memperhatikan rasio-rasio keuangan yang menjadi tolak ukur dalam menilai kesehatan kinerja operasi perusahaan
itu
sendiri
karena dengan melihat kinerja operasi perusahaan yang baik, sesuai dengan peraturan BI maka pembaca laporan keuangan baik masyarakat umum, direksi, pemerintah dan investor akan berdampak terhadap meningkatnya kepercayaan terhadap
perusahaan
itu
sendiri
terkhususnya
dalam
menjaga
rasio
CAR,RORA,ROE,serta LDR. •
Calon investor dan investor lebih cermat dan teliti dalam membaca laporan keuangan serta operasi
rasio-rasio
perusahaan
sehingga
yang
menjadi
nantinya
gambaran terhadap
kinerja
calon investor dan investor mampu
menginvestasikan dananya kepada perusahaan yang
benar-benar memberikan
return yang seimbang dengan dampak resiko yang ditanggung oleh perusahaan serta calon investor dan investor dapat melihat
apakah perbankan yang
ditanamkan modalnya memiliki tingkat kesehatan yang baik. •
Periode pengamatan dalam penelitian ini terbatas karena hanya mencakup tahun 2005sampai tahun 2010, di sarankan peneliti selanjutnya
yang
ingin
melakukan penelitian serupa sebaiknya memperpanjang periodeamatan. •
Sejalan dengan itu, diharapkan penelitian yang akan datang agar lebih lagi mengkaji perbankan
secara keseluruhan
dalam kinerjanya terhadap dunia
perbankan itu sendiridan perekonomian secara umum sehingga hasil yang diharapkan dapat lebih akurat.
- 100 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
DAFTAR PUTAKA Astuti, 2002, Analisis Pengaruh ROA, NPM, LDR, CAR Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan yang Go Publik. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 5, No. 2. Fakultas Ekonomi Kristen Petra, Jakarta. Darmadji dan Hendi (2001), Pasar Modal Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Dendrawijaya, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta Ghozali, Iman, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Gujarati, Damor M, 2005, Ekonomi Dasar, Terjemahan Sumarnozein. Penerbit Erlangga, Jakarta. Halim, 2003, Analisis Investasi Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta Hanfi, 2003, Analisis Laporan Keuangan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Harnanto, 2004, Analisa Laporan Keuangan, Edisi BPSE, Yogyakarta. Husnan, Suad, 2001, Manajemen Keuangan, Teori dan Penerapan Keputusan Jangka Panjang, Edisi III, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta. J. Supranto, 2006, Ekonometrik, Edisi II, Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jogiyanto, 2003, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Penerbit BPFE, Yogyakarta Kartadinata, Abas, 2003, Pengantar Manajemen Keuangan, Penerbit Dina Aksara, Jakarta. Kasmir, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta Koetin, EA 2002. Analisis Pasar Modal. Edisi Kesatu. BPFE, Yogyakarta Luciana Spica Almilia, 2005, Analisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 5, No. 2. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Jakarta Maghdalena, 2004, Analisis Pengaruh RORA, BOPO dan NPM Tehadap Harga, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 9, No. 1. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Jakarta Merwanto, 2007, Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kinerja Perbankan pada Perusahaan Go Public di BEJ tahun 2000-2004. Fakultas Ekonomi UNS, Surakarta Monisa, 2006, Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank terhadap Perubahan Harga Saham Perbankan yang Listing di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 10/1 Munawir. S, 2003, Analisa Laporan Keuangan, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta Purnomo, Hanry Dwi, 2007. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 20032005. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang Priyatno, Dwi, 2008, Mandiri Belajar SPSS, Penerbit Media Kom, Yogyakarta
- 101 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun III No. 7, November 2012 : 88 - 102
Sari Anggia. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Tahun 20012002. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol.3, No.1. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Jakarta. Siamat, 2003, Analisa Laporan Keuangan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Simanjuntak. 2004, Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Wholesale and Retail Trade yang Listing di Bursa Efek Jakarta tahun 1997-1999. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.3, No.2, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Jakarta. Singgih Santoso, 2003, Praktek SPSS, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sunariyah, SF, Smi. Maret 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Ke-3. UUP YKPN: Yogyakarta. Sunarti, Setianingsih dan Nur Indrianto, 2002, “Pengaruh Dukungan Manajemen Puncak dan Komunikasi Pemakai dalam Pengembangan Sistem Informasi”. Jurnal Riset Akuntansi Indoensia, Vol. 1, No. 2, Juli:192-207 Syamsudin, Lukman, 2002, Manajemen Keuangan Perusahaan, Konsep Aplikasi: Perencanaan, Pengawasan dan Pengambilan Keputusan Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. BPFE Yogyakarta, Indonesia Widoatmojo, 2005, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Penerbit Andi, Yogyakarta
- 102 -