AKUNTABILITAS Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Ekonomi Susunan Personalia: Penasehat dan Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar) Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar) Tim Penyunting Ahli Drs. Hadi Siswanto, MM (UIB Blitar) Prof.Dr.Teguh Budiarso,M.Pd. ( Univ.Mulawarman ) Prof. H. Armanu Thoyib, SE.,M.Sc.,Ph.D (UB Malang) Prof.Dr.Hj. Nurhayati, SE.,MM (Unisma Malang) Whedy Prasetyo, SE.,MSA.CPMA.Ak (Unej Jember) Ketua Dewan Redaksi Suprianto, SE.,MM Wakil Dewan Redaksi Nurul Farida, SE Sekretaris Dewan Redaksi Evina Kusumawati, SE., MM Bendahara Redaksi Hidayatur Rahman, SE.,MM Alamat Redaksi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar Blitar Jl. Majapahit No. 04 Tlp/Fax. 0342 – 813145 http:/www.uib.ac.id Jurnal “AKUNTABILITAS” terbit 1 (satu) kali setahun pada bulan Agustus dimaksudkan sebagai sarana publikasi karya ilmiah bagi para pakar, peneliti dan pengamat ahli dalam bidang yang terkait dengan masalah ilmu-ilmu ekonomi. Redaksi berhak mengubah naskah mengurangi isi dan maksud tulisan.
PEDOMAN PENULISAN NASKAH 1. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar ini terbit satu kali setahun, yaitu pada setiap bulan Agustus. 2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain; 3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya; 4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris; 5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini: a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis; b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci (keywords); c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil yang diharapkan; d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan hipotesis yang diajukan; e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang disampaikan; f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan; g. Kesimpulan dan rekomendasi; h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis; Contoh: Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2 Agustus 2001, 403-418. Jakarta: STIE Trisakti. Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Penerbit Gema Insani Press. Jakarta Wheelen,T.L.,and J.D.Hunger.2004. Strategic Management and Business Policy,Ninth Edition Education,Inc. 6. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi tunggal (satu spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0 dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk ukuran 3 ½”. Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 7. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat: 8. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik; 9. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengan saran penilai atau menolak suatu naskah;
10. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan.
PREDIKSI TINGKAT KESEHATAN BANK PERSERO DAN BANK UMUM SWASTA NASIONAL DENGAN ANALISIS DISKRIMINAN Hadi Siswanto
Abstract The aim of the research is to know is The CAMEL variable can significantly discriminate healthy and unhealthy bank. This research use discriminant analysis with stepwise method. The result show that ROE and NPM are variables that statistically can discriminate healthy and unhealthy bank. The variables can minimize wilk’s lambda dan also can maximize F ratio and mahalanobis distance. Key Words : Bank Health , CAMEL, Discriminant Analysis
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang memerlukan dana dan investasi yang besar, hal ini membuat lembaga keuangan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis agar pembiayaan pembangunan bisa ditingkatkan. Keadaan bank merupakan hal yang sangat penting dalam usaha. Keterkaitan antara dunia usaha dan lembaga keuangan bank memang tidak bisa dilepaskan. Deregulasi 1 Juni 1983 yang dapat dikatakan sebagai awal dari liberalisasi dibidang keuangan dan perbankan yang kemudian disusul dengan Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988) dan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988) serta kebijaksanaan-kebijaksanaan lanjutannya merubah total pola strategi pengelolaan lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Penelitian yang berkaitan tentang penggunaan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi keuangan bank dan penggunaan analisis diskriminan telah banyak dilakukan. Penelitian ini antara lain dilakukan oleh Altman (1968), Nurdianto (2004), Haryati (2005), Anis ( 2007). Altman (1968) memprediksi kebangkrutan dengan analisis model multivariat. Periode penelitian adalah 1946-1966 dengan sampel 33 perusahaan manufaktur di USA yang pailit berdasarkan Chapter X of National Bankruptcy Act dan 33 perusahanan tidak pailit. Melalui Multiple discriminant Analysis dari 22 rasio hanya 5 rasio keuangan yang paling signifikan mengukur profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Altman dapat menentukan satu angka indeks diskriminan yang dapat membedakan antara perusahaan yang pailit dan yang tidak. Penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Ketatnya penilaian oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diharapkan dapat diketahui segera bank mana yang memerlukan penanganan khusus, sehingga bank-bank
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
tersebut semakin sehat dan kuat terhadap goncangan ekonomi. Selain itu dengan banyaknya bank-bank yang sehat akan bisa menambah daya saing perbankan nasional sendiri. Banyak pihak yang berkepentingan dengan penilaian kinerja pada sebuah perusahaan perbankan diantara lain bagi para manajer, investor atau calon investor, pemerintah, masyarakat bisnis maupun lembaga-lembaga lainnya. Manajemen sangat memerlukan hasil penilaian terhadap kinerja unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan tingkat ukuran keberhasilan para manajer dan sekaligus sebagai evaluasi penyusunan strategi maupun operasional dimasa yang akan datang. Adanya kinerja perbankan yang positif akan menarik investor sebesar-besarnya ke pada sektor perbankan. Karena investor melihat semakin sehat suatu bank maka manajemen bank tersebut bagus, serta diharapkan bisa memberikan return yang di harapkan. Hal ini penting bagi investor sebelum melakukan investasi, karena bagaimana pun juga investor akan berusaha untuk mencari return yang tinggi (Dedy, 2003:3). Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara menyeluruh telah diperkenalkan sejak tahun 1902 oleh Coleman, Piere, dan Alfred I Du Pont (Wren, 1994 dalam Hariyanti, 2005). Rasio keuangan dihitung berdasarkan laporan keuangan, melalui kinerja keuangan saat ini perusahaan dapat memprediksi, mengantisipasi dan merencanakan langkah strategis untuk mencapai kondisi dimasa yang akan datang (Bringham, 2005:444). Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan bank, para regulator bank dan para manajer bank berupaya untuk bertindak cepat mencegah kebangkrutan bank atau menurunkan biaya kegagalan tersebut. Teknik statistik yang sering dipergunakan untuk menganalisis kebangkrutan bank adalah analisis diskriminan yang digunakan untuk tujuan estimasi yang konsisten dan lebih efisien. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas serta hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian ini ingin memprediksi tentang tingkat kesehatan dengan analisis diskriminan pada Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional. Maka yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah rasio CAMEL mampu membedakan tingkat kesehatan Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional ke dalam kategori bank sehat dan tidak sehat. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :Untuk mengidentifikasi dan menganalisis rasio CAMEL yang mampu membedakan tingkat kesehatan bank persero dan bank umum swasta nasional dalam kategori bank sehat dan tidak sehat. 2. Tinjauan Teoritis Nurhidayah (2003) meneliti analisis Z-Score dan CAMEL dalam mengavaluasi tingkat kesehatan Bank yang Go Public di Bursa Efek Jakarta, menghasilkan bahwa uji analisis Diskriminan Z-Score, diketahui kemapuan Z-Score dalam menjelaskan hasil klarifikasi bank sehat dan tidak sehat sebesar 16,6% dengan tingkat ketepatan pengklasifikasikan bank sebesar 84,1 % (terdapat kesalahan klasifikasi sebanyak 11 bank selama 3 tahun dengan Pemerintah atau Bank Indonesia) serta hasil pengklasifikasian bank dengan model Z-score dinyatakan akurat (Hit Ratio > Cpro dan Cmax atau Chance Model). Sementara itu, kemampuan model CAMEL dalam menjelaskan hasil klasrifikasian bank sebesar 63,77 % (terdapat kesalahan klasifikasi
sebanyak 25 Bank selama 3 tahun dengan Pemerintah atau Bank Indonesia) dinyatakan dengan model CAMEL dinyatakan tidak akurat (Hit Ratio < Cpro dan Cmax atau change Model). Nurdianto (2004) meneliti tingkat kesehatan bank campuran periode tahun 19992000 menggunakan Multiple Diskriminan Analysis. Variabel rasio yang digunakan X1= CAR, X2= Aktiva Produktif yang kualifikasikan (APYD) terhadap aktiva produktif, X3 = Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Dibentuk (PPAPYD) Terhadap PPAP Yang Wajib Dibentuk (PPAPYWD), X4= ROA, X5= BOPO, X6= Kewajiban Bersih antara bank terhadap modal inti, X7= LDR. Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 1999 terpilih X1 dan X2 serta tahun 2000 terpilih X1, X2, dan X3 sebagai variabel memberikan konstribusi Dominan. Haryati (2005) menganalisis tingkat kesehaan bank umum Swasta Nasional di Indonesia periode tahun 1999-2004 menggunakan Multiple Diskriminan Analysis. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 16 dari 27 variabel rasio yang signifikan yang berasal dari rasio Permodalan, Kualitas Aktiva, Dan Rasio Profitabilitas. Sedangkan Rasio Likuiditas, Sensitivitas Terhadap Resiko Pasar dan Size merupakan variabel pembeda yang tidak signifikan. Dari 16 Variabel tersebut dihasilkan 12 Variabel yang membentuk model diskriminan. Anis (2007) mengkaji potensi kebangkrutan keuangan Bank Umum Swasta Nasional Indonesia menggunakan analisis diskriminan pada tahun 1997-1999 dengan rasio CAR, RORA, NPM, ROA, LDR, dan BMPK. Diketahui bahwa rasio yang signifikan membedakan tingkat potensi kebangkrutan pada tahun 1997 adalah rasio NPM, sedangkan pada tahun 1998 dan 1999 rasio yang signifikan sebagai diskriminator adalah rasio CAR. 3. Metode Penelitian 3.1. Populasi Penelitian Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi yang akan diamati dalam penelitian ini adalah bank umum yang beroperasi di Indonesia, yang meliputi Bank Persero (Pemerintah) dan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN). Dengan demikian, teknik yang digunakan adalah sensus karena tidak dilakukan pengambilan sampel dari populasi. 3.2.
Jenis dan Sumber data Data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan publikasi Bank Persero (Pemerintah) dan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) di Indonesia yang terdapat dalam Direktori Perbankan Indonesia tahun 2007. 3.3.
Definisi Operasional Variabel Penelitian ini variabel dependen menggunakan notasi Z, sedangkan variabel independen menggunakan notasi X. Variabel-variabel dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut : a. Variabel Terikat (Variabel Dependen) = Z Variabel Terikat (dependent variable) adalah variabel tidak bebas atau tergantung. Variabel dependen dalam analisis diskriminan memiliki skala kategorikal, dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan terdiri dari dua kelompok. Jika dinyatakan Z = 1 maka bank yang diteliti adalah bank yang sehat, sedangkan jika Z = 0 maka bank yang diteliti adalah bank yang tidak sehat.
Tabel 1. Nilai Kredit dan Predikat Kesehatan Bank Nilai Kredit Predikat 64,8 – 80 Sehat 52,8 - < 64,8 Cukup Sehat 40,8 - < 52,8 Kurang Sehat 0 - < 40,8 Tidak Sehat Sumber : Hasibuan (2005:184) b. Variabel Bebas (Variabel Independen) = X Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dilambangkan dengan notasi X. Variabel independen dalam penelitian ini adalah rasio CAMEL dan memiliki ukuran skala rasio. 1). Capital (Permodalan) X1 = CAR (Capital Adequancy Ratio) Penilaian aspek permodalan lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau berapa modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang usahanya. Merupakan perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko yang berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang kewajiban penyediaan modal minimum yang berlaku. CAR merupakan suatu rasio permodalan yang menjaga keamanan dana pihak ketiga. Rasio ini menjaga ketidaklancaran proses transaksi dan lalu lintas keuangan. 2). Asset Quality (Kualitas Aset) X2 = Return On Risked Asset Merupakan perbandingan pendapatan sebelum pajak dengan total kredit yang diberikan bank dan surat-surat berharga yang dimiliki bank tersebut. Komponen ini salah satu untuk menghitung asset yang dimiliki oleh bank. X3 = Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif Rasio ini merupakan perbandingan penghapusan aktiva produktif dengan aktiva produktif. Rasio ini berfungsi untuk memproksikan kualitas aktiva produktif dan mempunyai bobot 25 %. X4 = NPL (Non Performance Loan) Merupakan perbandingan antara kredit bermasalah dikurangi PPAP dengan total kredit. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet kredit dihitung secara net (dikurangi PPAP). PPAP adalah PPAP khusus untuk kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Total kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). 3). Management (Manajemen) X5 = (Net Profit Margin) Aspek manajemen diproyeksikan dengan net profit margin. Rasio ini dihitung dari pendapatan bersih dengan pendapatan operasional. Penggunaan rasio ini dikarenakan karena semua kegiatan manajemen pada akhirnya akan bermuara pada perolehan laba. 4). Earnings (Rentabilitas) X6 = ROA (Return On Asset) Merupakan perbandingan laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset. ROA adalah rasio yang berusaha memproksikan kondisi efektifitas aset yang diberdayakan menjadi suatu alat yang produktif sehingga menghasilkan return yang lebih dari hanya sekedar menutup biaya dan kewajiban yang ditimbulkan keberadaan pengelolaan aset tersebut.
X7 = ROE (Return On equity) Merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan rata-rata modal inti. ROE adalah rasio rentabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan modal dalam menghasikan laba dan mengambarkan tongkat kesejahteraan investor yang menanamkan saham pada bank. X8 = NIM ( Net Income Margin) Merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih adalah adalah pendapatan bunga dikurangi beban bunga. NIM adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengendalikan atau mengontrol besarnya beban bunga dari pendapatan bunga yang diterima dari bank. X9 = BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Merupakan perbandingan antara total baban operasional dengan total pendapatan operasional. Rasio ini mencerminkan keseimbangan antara biaya dan pendapatan artinya semakin kecil rasio ini maka semakin baik kondisi laba atau rentabilitasnya. 5). Liquidity (Likuiditas) X10 = LDR (Loan Deposits Ratio) Merupakan perbandingan antara kredit dengan dana pihak ketiga. Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, deposito (tidak temasuk giro dan deposito antar bank). 3.4.
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis melalui dua tahap yaitu dengan menghitung rasio CAMEL dan Analisis Diskriminan. 3.5.
Analisis Diskriminan Analisis diskriminan dilakukan dengan membangun fungsi diskriminan, serta membuat tabel akurasi atau Classification Accuracy dan menentukan Z cut off. a. Fungsi Diskriminan Untuk menentukan fungsi diskriminan dibutuhkan Stepwise Discriminant Analysis, karena metode ini bisa menyeleksi variabel-variabel mana saja yang discriminating power-nya memang tinggi. Analisis Stepwise ini menggunakan nilai Wilk’s Lambda dan F Parsial (Partial F Value) sebagai dasar untuk memilih variabelvariabel independen dalam fungsi diskriminan. Metode kriteria yang digunakan dalam meminimalkan nilai Wilk’s Lamda dihitung dengan F test yaitu pada tingkat sig > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara group dan sig ≤ 0,05 yang berarti ada perbedaan antar kedua group (sehat dan tidak sehat). Jadi variabel yang tingkat signifikasinya kurang dari 0,05 akan dipilih sebagai variabel diskriminator dalam analisis diskriminan. Hasil signifikansi berdasarkan uji Wilk’s Lambda ditampilkan dalam Tabel berikut.
Test of Function (s) 1 Sumber : data diolah
Tabel 2. Wilk’s lambda Wilks' Lambda Chi-square .324 77.709
df 2
Sig. .000
Tabel analisis pada nilai Wilk’s Lambda sebesar 0,324. nilai Chi-Square 77,709 dengan derajat kebebasan (degree of freedom)/(df) sebesar 2, dan tingkat signifikasi sebesar 0,000 atau dibawah 0,05 (0,00 < 0,05). Hal ini bisa diartikan bahwa variabel diskriminan memiliki hubungan yang erat atau perbedaan yang signifikan atau nyata antara kedua group (sehat dan tidak sehat). Proses Stepwise Discriminant Analysis dalam penelitian ini ditampilkan dalam lampiran yang dibantu dengan program komputer SPSS 13.0 sub Program Discriminant Analysis. Hasil dari variabel Stepwise dapat disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 3.Variabel Terpilih dalam Analisis Diskriminan Sig. of F to Min. D Step Variabel Tolerance Remove Squared Between Groups 1 ROE 1.000 .000 2 ROE Tidak Sehat dan .374 84.634 5.793 Sehat NPM
.374
11.010
24.968
Tidak Sehat dan Sehat
Sumber :Data diolah Prosedur stepwise dimulai dengan memaksimumkan Mahalonobis Distance (D2) antar kelompok. Dalam hal ini minimum significant value adalah 0,05 digunakan sebagai syarat entry variabel dan Mahalonobis (D2) digunakan untuk memilih variabel. Pada tabel di atas nilai maksimum Mahalonobis Distance (D2) ternyata jatuh pada variabel X7 yaitu ROE (return on equity) karena mempunyai nilai tolerance 1,000. Step kedua adalah variabel X7 yaitu ROE (return on equity) dan X5 yaitu NPM (Net Profit Margin). Dari hasil stepwise dapat diketahui variabel yang signifikan ada 2 variabel, yaitu X5 (NPM) dan X7 (ROE). Variabel ini mampu membedakan status kesehatan bank karena mampu meminimumkan nilai wilks’ lambda dan memaksimumkan nilai Mahalonobis Distance (D2) Setelah diperoleh variabel-variabel independen terpilih dalam fungsi diskriminan melalui metode Wilk’s Lambda maka langkah selanjutnya adalah menentukan persamaan fungsi diskriminan. Sebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya formulasi diskriminan dinyatakan sebagai berikut : Z = W1X1+W2X2+…WnXn Proses perhitungan koefisien diskriminan (Z) dapat dilihat pada lampiran hasil output SPSS 13,0 For Windows sub program Discriminant Analysis, pada Tabel 4 disajikan koefisien fungsi diskriminan. Tabel 4. Koefisien Fungsi Diskriminan Fungsi Variabel 1 NPM ROE (Constant) Sumber : Data diolah
-.021 .105 -.477
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien diskriminan pada tabel 4. tersebut, maka fungsi diskriminan adalah Z = - 0,477 – 0,021X5 + 0,105 X7 Persamaan diatas bisa diartikan bahwa fungsi diskriminan untuk tingkat kesehatan bank pada tahun 2007 adalah Z = -0.477- 0.021(NPM) + 0.105 (ROE). Nilai konstanta diperoleh sebesar -0,477. Hal ini berarti apabila kedua variabel pembentuk fungsi diskriman bernilai nol, maka besarnya tingkat kesehatan akan memiliki nilai dibawah nol atau masuk kategori bank tidak sehat. Nilai koefisien NPM sebesar -0,021. Hal ini bisa diartikan bahwa jika rasio NPM naik satu satuan dengan asumsi kedelapan variabel lainnya tetap, maka justru akan diikuti oleh penurunan bobot tingkat kesehatan perbankan sebesar 0,021%. Karena NPM menghasilkan koefesien negatif. Nilai koefisien ROE sebesar 0,105. Hal ini dapat diartikan apabila rasio ROE naik sebesar satu satuan dengan asumsi kedelapan variabel lainnya tetap, maka akan diikuti oleh kenaikan bobot tingkat kesehatan perbankan sebesar 0,105%. b.
Tabel Akurasi Tabel akurasi atau classification accuracy adalah pengujian terhadap kualitas fungsi diskriminan. Pengujian ini dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi kelompok bank. Matarik klasifikasi yang ada pada kolom vertikal merupakan aktual dari objek yang diteliti dan dalam kolompok horisontal merupakan prediksi kelompok. Kemudian dari matrik tersebut dapat diketahui kesalahan klasifikasi atau tingkat akurasi untuk dua group tersebut. Tabel 5. Hasil Klasifikasi Akurasi Analisis Diskriminan Predicted Group Membership TIDAK Total STATUS SEHAT SEHAT Original Count TIDAK 4 1 5 SEHAT SEHAT 0 67 67 % TIDAK 80.0 20.0 100.0 SEHAT SEHAT .0 100.0 100.0 a. 98.6% of original grouped cases correctly classified. Sumber :Data diolah Tabel 5. merupakan tabel hasil klasifikasi akurasi untuk validitas analisis diskriminan pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan klasifikasi pada kelompok bank dengan status tidak sehat sebanyak 1 bank dengan persentase 20% dan tingkat ketepatannya sebanyak 4 bank dengan persentase 80%. Sedangkan pada kelompok bank dengan status sehat tingkat kesalahan klasifikasi sebanyak 0 dengan presentase 0% (tidak ada tingkat kesalahan klasifikasi) dan tingkat ketepatannya sebanyak 67 bank dengan persentase 100%. Secara keseluruhan dari populasi penelitian pada tahun 2007, keseluruhan tingkat kesalahan klasifikasi adalah 1,4% dengan tingkat ketepatan klasifikasi sebesar 98,6%. c.
Menentukan Z Cut Off
Langkah selanjutnya adalah melakukan pembuktian untuk menentukan valid tidaknya ketepatan klasifikasi tersebut valid tidaknya ketepatan klasifikasi ketepatan klasifikasi dengan cara membandingkan hasil perhitungan ZCut Off dengan ZBank. Kriteria keputusan sebagai berikut: (a). Jika ZBank lebih Besar dari Z Cut Off, maka bank tersebut tergolong kelompok bank Sehat (b). Jika ZBank lebih kecil dari Z Cut Off, maka bank tersebut tergolong kelompok bank Tidak Sehat Rumus untuk menghitung nilai Z Cut Off sebagai berikut : N0Z1 N1Z0 ZCutOff N0 N1 Keterangan : Z Cut Off = Cutting score untuk membedakan kesehatan bank No = Jumlah klasifikasi bank yang Tidak Sehat N1 = Jumlah klasifikasi bank yang Sehat Zo = Centroid (rata-rata score) kelompok bank yang tidak sehat Z1 = Centroid (rata-rata score) kelompok bank Sehat Tabel 6. Nilai Rata-rata Score Rata-Rata Score STATUS 1 TIDAK SEHAT -5.210 SEHAT .389 Sumber : Data diolah Pada Tabel 6. diketahui score rata-rata untuk bank dengan status tidak sehat adalah -5,210 dan skor rata-rata untuk bank yang berstatus sehat adalah 0,389. Maka dapat dihitung Z Cut Off (Cutting Score) pada periode 2007 adalah: Z Cut Off =
5 x(0,389) 67 x(5,210) - 2.90319 5 67
Jadi pada tahun 2007 jika Z bank lebih besar dari -2,90319 maka bank tergolong ke dalam bank status sehat, sedangkan bank dengan Z bank kurang dari -2,90319 maka bank tersebut tergolong ke dalam bank status tidak sehat. Berdasarkan tabel 6. bank dengan status sehat sebanyak 0 bank tidak diklasifikasikan oleh persamaan dan 67 bank dapat diklasifikasikan dengan tepat oleh persamaan yang dihasilkan. Dengan demikian bisa diartikan tidak ada kesalahan dalam mengklasifikasi tingkat kesehatan bank yang berstatus sehat. Sedangkan bank dengan status tidak sehat sebanyak 1 bank tidak diklasifikasikan oleh persamaan dan 4 bank dapat diklasifikasikan dengan tepat oleh persamaan. Dengan demikian bisa diartikan hanya terdapat 1 kesalahan dalam mengklasifikasi tingkat kesehatan bank yang berstatus tidak sehat. 3.6.
Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan adalah X5 yaitu NPM (net profit margin) dan X7 yaitu ROE (return on equity) karena mampu meminimumkan nilai wilk’s lambda, memaksimumkan nilai F rasio dan
memaksimumkan Mahalonobis Distance (D2) dengan nilai tolerance maksimum 1.000 dan 0.374. Sedangkan RORA, ROA dan BOPO tidak signifikan meskipun berada dibawah 0,05 karena tidak mampu meminimumkan nilai wilks lambda, memaksimumkan nilai F rasio dan minimumkan Mahalanobis Distance. Karena significance value of F to remove dibawah 0,05. Maka Ho5 dan H07 ditolak serta Ha5 dan Ha7 diterima. Sedangkan H01, H02, H03, H04, H06, H08, H09 dan H010 diterima, maka Ha1,Ha2,Ha3,Ha4,Ha6, Ha8,Ha9,Ha10 ditolak atau tidak terbukti.
Tabel 7. Tabel Hasil Pengujian Hipotesis Wilk’s Variabel F Ratio Sig Hasil Uji Keputusan Lambda .999 .059 .809 Ho Diterima Tidak Signifikan X1 : CAR .668 34.824 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan X2 : RORA .917 6.335 .014 Ho Diterima Tidak Signifikan X3 : PPAP .875 10.025 .002 Ho Diterima Tidak Signifikan X4 : NPL Net .722 26.854 .000 Ho Ditolak Signifikan X5 : NPM .654 37.014 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan X6 : ROA .376 116.170 .000 Ho Ditolak Signifikan X7 : ROE .901 7.689 .007 Ho Diterima Tidak Signifikan X8 : NIM .474 77.680 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan X9 : BOPO .998 .160 .690 Ho Diterima Tidak Signifikan X10: LDR Sumber : Data diolah 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Dari hasil analisis rasio keuangan CAMEL, analisis diskriminan dan untuk menjawab rumusan masalah serta tujuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang prediksi tingkat kesehatan Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional adalah sebagai berikut: Rasio CAMEL yang terpilih sebagai variabel diskriminator dominan untuk membedakan bank ke dalam kategori sehat dan tidak sehat adalah rasio NPM (Net Profit Margin) dan ROE (Return On Equity). Sedangkan kedelapan rasio lainnya (CAR, RORA, PAP, NPL ROA, NIM, BOPO, LDR) tidak signifikan sebagai diskriminator dominan karena tidak mampu meminumkan wilk’s lambda, memaksimumkan mahalanobis dan memaksimumkan nilai F rasio. 4.2 Saran Berdasarkan manfaat dari penelitian maka dapat diajukan saran sebagai berikut : a. Bagi Perbankan Bagi pihak manajemen bank untuk selalu menjaga kesehatan keuangan banknya dengan memperhatikan kondisi yang ada, sehingga kesulitan dapat diatasi sedini mungkin agar dapat menentukan arah kebijaksaaan yang lebih baik. b. Bagi Investor Bagi investor diharapkan dalam proses pengambilan keputusan untuk menamkan modal atau menyimpan dana, terlebih dahulu memperhatikan nilai rasio-rasio keuangan agar diketahui kinerja perbankan tersebut dan menghindari kerugian c. Bagi Peneliti selanjutnya
Bisa digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang menggunakan analisis diskriminan dengan perbedaan proksi dan variabel agar diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Altman, Edward I.1968. “Financial Ratios, Discriminat Analysis and The Prediction of Corporate Bankcruptcy”. The Journal Of Finance Vol.XXIII. No. 4 Amin, Wijaya Tunggal. 1999. Kamus MBA. Bumi Aksara. Jakarta Anis, 2007, Kajian Teori Kebangkrutan Keuangan Bank Umum Swasta Nasional di Indonesia, Skripsi, Tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember Brigham Eugene F., Micheal C. Enrhard, 2005, Financial Management Thoey And Practice, Internasional Student Edition, South-Western Thomson Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta Handoko, Dedy, 2003, Metode CAMEl untuk Menyevaluasi Kinerja Bank Hasil Merger (Studi Kasus Pada Bank Mandiri Dan Bank Central Asia), Jurnal Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hair Jr. Joseph F.Ar all, 1992, Multivariat Data Analysis, Macmillan Publishing Company, New York Hasibuan, H Malayu. 2005. Dasar-Dasar Perbankan. Bumi Aksara. Jakarta Haryati, Sri. 2005. Studi Tentang Model Prediksi Tingkat Kesehatan Bank Umum Swata Nasional Indonesia. Disertasi Universitas Brawijaya Malang Jeni, Susyanti, 2002. Indikasi Potensi Economic Value Added dan Analisis Rasio CAMEL Dalam Memprediksi Kesehatan Bank Yang Listing di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang Kasmir. 2002. Manajemen Perbankan. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta Malik, Abdul dkk. 2004. Sistem dan Manajemen Bank Umum. Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka
Maholtra, K.Naresh. 2004. Marketing Research An Applied Orientation. Edisi Keempat. Pearson Education Internasional. Prentice Hall. Martono, 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Penerbit Ekonisa. Yogyakarta. Nurdianto, Arif, 2004, Analisis Tingkat Kesehatan Bank Campuran Dengan Pendekatan Analisis Diskriminan Periode 1999-2000, Skripsi, tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember. Nurhidayah, 2003, Analisis Z-score dan CAMEL Dalam Mengevaluasi Tingkat Kesehatan Bank Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi. Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang. Prastowo, Dwi, Akuntansi Analisis Laporan Keuangan Konsep Dan Aplikasi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. S.Munawir, 2002. Analisis Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Santoso, Singgih. 2004. SPSS Parametik. Elex Media. Jakarta. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. J, Supranto, 2004, Analisis Multivariate Arti Dan Interpestasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta
PERANAN KIAI KAMPUNG DI DALAM UPAYA PENERAPAN AKUNTANSI ZAKAT UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN KERJA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Analisis Kiai Kampung yang Berada Di Kecamatan Dau Kabupaten Malang) Oleh: Whedy Prasetyo
Abstract Kiai kampung role for zakat accounting implementation can be manage financial perform need to proper presentation, responsible, and is not statisfed statement at all activities, transaction, and results event different influence as stability, risk, and predict achieve for autonomy job and society empowerment. Kiai kampung role in disclosure working elements about to society support at environment for achieve results realize, and appraise results about efforts to future. Accounting zakat attention achieve for autonomy job and society empowerment needs increasing and change include materially, reality and function from all component revenue and expense, is based with to zakat characteristics, adapt characteristics with important zakat accounting standard formulation, and focus for manage zakat fund is can not for close a productive asset loss elimination with realization standard recognize total increase at years relation what the transaction finish or not. Keywords: Kiai kampung, zakat accounting, autonomy job, and society empowerment.
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Peranan kiai kampung di desa-desa sebagai kreator perubahan pola pikir dan paradigma yang bertujuan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan memerangi kebodohon masyarakat di kampung halamannya di mana kiai kampung tersebut berada. Kiai di kampung pada akhirnya sangat layak disebut sebagai entitas yang paling sering melayani kebutuhan rakyat, mengingat intensitas persinggungannya yang jauh lebih kelihatan. Oleh karena itu, keberadaan kiai kampung di tengah struktur sosial merupakan entitas yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Kiai kampung adalah bagian dari sebuah keanekaragaman. Kiai kampung merupakan ujung tombak dakwah nilai-nilai
Inspirasi Penulis di dalam mengaplikasikan atas hasil pemikirannya tentang Akuntansi Zakat Dosen Jurusan Akuntansi FE UNEJ
Islam, yang peranannya akan terlampau sulit terlaksana dengan baik jika langsung diambil alih kiai-kiai sepuh yang wilayah pengaruhnya jauh lebih luas dibandingkan wilayah pengaruh kiai kampung. Maka yang menjadikan penelitian saat ini, bagaimana menunjukkan sinergi kiai kampung dan kiai sepuh yang mutlak diperlukan dalam rangka memaksimalkan fungsi dan tanggung jawab mereka dalam mengembangkan keilmuan yang dimiliki di dalam menjelaskan peranan zakat sebagai salah satu rukun Islam. Sesuai dengan Al Qur'an surat At Taubah ayat 60:
Dan disebutkan juga bahwa zakat juga mempunyai unsur spiritual, dalam surat At Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa:
Selanjutnya juga dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 110: … Mendasarkan pada ketiga ayat tersebut, pengelolaan zakat secara benar dan diberikan kepada mereka yang berhak maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud (baldatun tayyibatun wa robbun ghafur) atau salah satu cara untuk mempersempit kesenjangan sosial antara yang mampu dan tidak (Ali, 1998:30). Faktor yang sangat penting dalam pengelolaan zakat adalah bagaimana dapat melakukan pembukuan tentang pengelolaan zakat yang telah dipercayakan kepadanya. Peranan kiai kampung yang dapat secara langsung bersosialisasi dengan warga di kampungnya, secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk mengembangkan media pembelajaran masyarakat desa agar kampungnya terbebas dari kebodohon dan kemiskinan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi masyarakat atas kemandirian dan pemberdayaan di dalam meningkatkan kehidupan dan peran serta di dalam kehidupan bermasyarakat. Fenomena tersebut tentu saja sedikit berbeda, meskipun tidak semuanya, jika dikomparasikan dengan manajemen pesantrenpesantren besar yang cenderung bersifat monolitik karena hanya dikendalikan “sang pemilik” yayasan yang cenderung bertindak sebagai pemilik tunggal (directeur eigenaar). Pemilik tunggal yang memberikan keleluasaan secara penuh di dalam mengelola persoalan-persoalan yang ada tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor kebersamaan atas pengaruh keputusan dari pihak lain. Menurut Dhoifer (1978) dalam Abbas (2007) menjelaskan bahwa Kiai kampung mempunyai peran sebagai kelompok yang paling cepat beradaptasi sambil mendistribusikan kesempatan-kesempatan kerja yang muncul di pedesaan bagi seluruh
masyarakatnya. Fenomena ini mendorong peran dan pengaruh kiai kampung sebagai motivator perubahan-perubahan yang lebih baik di dalam menyuarakan aspirasi kehidupan bermasyarakat. Kemampuan ini yang akan menumbuhkan motivasi untuk berusaha yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di kampungnya. Upaya yang akan menumbuhkan kesadaran yang mendalam akan pentingnya seorang motivator di dalam mendorong upaya bekerja untuk mencapai keberhasilan dengan perhitungan resiko yang selalu diperhatikan. Keberhasilan atas perhitungan resiko memerlukan pencatatan, menurut islam telah menerapkan sistem pencatatan yang penekanannya pada kebenaran, kejujuran dan keadilan antara kedua belah pihak sejak Rasullullah SAW (Zulkiffli & Sulastiningsih, 1998:16), sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282 bahwa:
…. Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa sejak zaman Nabi Muhammad SAW telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanannya adalah untuk menjaga kebenaran, keadilan, kejujuran diantara dua pihak yang mempunyai hubungan muamallah (Adnan, 2000:3). Pada umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh media keagamaan dan pendidikan masyarakat (masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA)) yang dikendalikannya agar terbebas dari kebodohon dan kemiskinan hanya dalam bentuk laporan penerimaan dan pengeluaran kas. Laporan penerimaan dan pengeluaran kas tersebut pada dasarnya sama dengan perhitungan laba atau rugi secara sederhana sama dengan usaha bisnis kecil dan atau menengah. Oleh karena itu sistem akuntansi untuk pengelolaan media keagamaan dan pendidikan masyarakat (masjid atau mushala, dan ataupun TPA) didasarkan pada prinsip-prinsip syari‟ah tetapi juga sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Tekanan Islam dalam kewajiban melakukan pencatatan adalah: (Harahap, 1997:121) 1. Menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya. 2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi, atau penipuan baik dalam transaksi itu (laba). Dalam akuntansi tujuan pencatatan adalah: pertanggungjawaban atau sebagai bukti transaksi, penentuan pendapatan dan informasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan dikemudian hari, dan lain-lain. Konsep Islam dan hakekat akuntansi mempunyai persamaan yang searah untuk mendesain dan mengoperasikan suatu organisasi yang secara eksplisit berdasarkan zakat yang mempunyai nuansa atau nilai humanis, emansipatoris dan transedental serta teleologikal. Dan dengan akuntansi zakat tersebut akan muncul suatu realitas sosial yang dikonstruk mangandung nilai Tauhid dan ketundukan pada jaringan-jaringan kuasa Ilahi, yang semuanya dilakukan dengan meta-perspektif, yaitu perspektif khalifatullah fil ardh, suatu cara pandang yang sadar akan hakekat manusia dan tanggung jawab kelak dikemudian hari di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Peranan kiai kampung yang dapat secara langsung bersosialisasi dengan warga di kampungnya, secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk mengembangkan media pembelajaran masyarakat desa agar kampungnya terbebas dari kebodohon dan kemiskinan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi masyarakat atas kemandirian dan pemberdayaan di dalam meningkatkan keberhasilan bekerja bagi kehidupan dan peran serta kehidupan bermasyarakat. Lebih lanjut menurut Mursi (2001:116) bahwa tumbuhnya motivasi kerja yang didasarkan pada pendekatan Al-Qur‟an yang disampaikan oleh kiai yang telah dipercayai masyarakat akan menumbuhkan pandangan kerja sebagai upaya kemandirian untuk berada di depan langkah kehidupan untuk mendapatkan kesuksesan dan keberkahan hidup, sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bahwa seorang muslim yang kuat lebih baik daripada seorang muslim yang lemah. Perihal ini juga diterangkan dalam Al Qur‟an dalam Surat At-Taubah ayat 105 bahwa:
Dalam skala mikro, realitas sosial dapat diidentikkan dengan realitas organisasi, yaitu realitas yang diciptakan dalam organisasi (dalam hal ini) masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) sehingga terbentuk suatu kondisi seperti yang diciptakan dalam ontologi tauhid tersebut. Bila realitas organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang sedemikian tercipta, maka adalah sangat mungkin bahwa realitas organisasi ini akan menebarkan rahmat tidak saja bagi mereka yang secara aktif terlibat dalam masjid atau mushala, dan ataupun TPA, tetapi juga masyarakat dan lingkungan alam sekitarnya. Proses pencapaian kemandirian suatu masyarakat memberikan kemampuan untuk mengelola kesempatan-kesempatan pekerjaan di dalam kaidah berpikir yang difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas sebagai rangkaian proses aktivitas perhitungan akuntansi secara Islami (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003: 8). Pengelolaan kesempatan pekerjaan dengan berdasarkan pada perhitungan Islami tersebut, Menurut Abbas (2007) bahwa kesempatan kerja dalam perspektif manajemen Islami memerlukan sosialisasi Islami para pemuka agama yakni para kiai yang berada di daerah dimana masyarakat tersebut berada sehingga pendistribusi kesempatan kerja akan dapat lebih mudah diterima, hal ini disebabkan karena para kiai kampung sebagai entitas pelayanan keinginan dan kebutuhan rakyat. Secara kolektifkolegial, kiai kampung dapat langsung merencanakan dan mensosialisasikan kemandiran melalui kesempatan atau persoalan-persoalan kerja yang dialami masyarakatnya secara tepat atas dasar potensi dan kelemahan yang ada di wilayahnya (kampung) berada secara Islami. Peranan ulama atau kiai yang telah dipercaya oleh masyarakat akan menumbuhkan semangat kemandirian akan kebenaran dan upaya untuk terus bekerja mencapai hasil karya di dalam kehidupan. Cita-cita dan keinginan yang cukup ideal ini bisa direalisasikan bila organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) dalam proses pencatatan sampai tersusunnya laporan keuangan melalui akuntansi zakat akan dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan oleh pihak umum. Atau bagaimana realitas organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang bertauhid dapat direfleksikan oleh akuntansi tanpa ada distorsi. Bila nilai-nilai yang digunakan untuk membangun akuntansi tadi sama dengan nilai yang digunakan untuk mengkonstruk
organisasi, maka realitas organisasi akan direfleksikan tanpa ada distorsi. Keadaan semacam ini akan semakin memperkuat terciptanya realitas pencapaian kerja untuk organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA dengan jaringan kuasa Ilahi. Proses pencapaian kerja untuk mewujudkan kemandirian di dalam kehidupan, menurut Notowidagdo (1997: 47) adanya kenyakinan mendalam atas peran manajemen Islam dalam kehidupan melalui Kiai atau Ulama di dalam mensosialisasikan peranan islam di dalam mendorong pekerjaan untuk mencapai kemandirian kehidupan, lebih lanjut Al Qur‟an dalam Surat Ar-Ra‟ad ayat 11 bahwa:
… Jadi berdasarkan ayat di atas untuk mengubah nasib sesuatu kaum atau kelompok masyarakat jalan yang paling pintas melalui bekerja. Orang harus berusaha dan bekerja untuk mengubah nasibnya sendiri, tanpa ketergantungan dengan pihak lain. Bekerja merupakan landasan dasar serta kebutuhan hidup dan kesejahteraan umat mencapai kemadirian kerja. Kemandirian kerja atas hasil motivasi kerja akan memberikan tuntunan kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit (Tasmara, 2002). Selanjutnya Al Halwani (2003) menjelaskan bahwa kemandirian kerja yang didapatkan atas rizki yang halal hanya dapat diraih dengan cara-cara yang halal pula. Pada hakikatnya kemandirian kerja orang yang senantiasa menjalankan perintah agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan rizki, yang harus diraih bersamaan dengan tumbuhnya kemandirian atas kerja untuk mendatangkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan hidup, Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa bersusah payah (bekerja) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka dia bagaikan seseorang yang berjuang d jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar” (HR. Ahmad). Menurut Abbas (2007) bahwa proses kemandirian kerja masyarakat atas kesempatan-kesempatan kerja memerlukan peran-peran sosial para pemuka agama, yakni kiai kampung yang ada di masyarakat tersebut, menjadikan hubungan mereka dengan masyarakat demikian dekat sehingga mereka begitu dihormati dan kadang menjadi sandaran dalam mengambil sebuah keputusan. Upaya pemberdayaan kiai kampung atas masyarakatnya sebenarnya harus dimaknai sebagai suatu program kebudayaan, yang kemudian mempunyai implikasi pemanfaatan potensi yang ada. Menurut Ismail dalam Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2000: 198) bahwa potensi masyarakat yang didapatkan dari sekelompok orang yang dipercaya oleh masyarakat tersebut akan memberikan hasil yang akurat atas pemberdayaan masyarakat tersebut atas usaha-usaha pendorong kegiatan ekonomi. Menurut Mubyarto (2000: 263-264) bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai
kemajuan. Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal sebagai Ketahanan Nasional. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat akan mudah direalisasikan pada masyarakat tersebut, apabila telah mempunyai tatanan sosial atas pemahaman pengertiannya dan apa implikasinya dalam sikap dan tindakan nyata dalam pembangunan masyarakat. Pembangunan pemberdayaan masyarakat menurut Firdausy dalam Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2000: 7) bahwa faktor dasar keberhasilannya diperlukan peranan aktif masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat yang berpengaruh untuk mampu menerima perubahan-perubahan yang mendorong untuk merubah pola pikir dan paradigma yang telah ada. Perubahan pola pikir dan paradigma pemberdayaan masyarakat menurut Azra (2004: 15) memerlukan kesabaran perilaku yang dapat mencerminkan keimanan, pengendalian diri, ataupun solidaritas terhadap sesama umat. Sebab, ada hadist yang mengatakan bahwa; “Kesabaran adalah separuh dari iman”. Upaya ini yang menumbuhkan semangat untuk memberdayakan peranan kiai kampung sebagai kelompok masyarakat yang telah mempunyai pengakuan keberadaan untuk mengembangkan pengaruhnya agar kampung atau wilayahnya terbebas dari kemiskinan dan memerangi kebodohan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi masyarakat melalui penerapan kajian ilmiah atas dasar-dasar teori dan pelaksanaan akuntansi zakat melalui untuk pencapaian kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat diwilayahnya. Dengan pelaksanaan akuntansi zakat dapat menjaga out put yang dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran (objectivitas) yang akan membentuk suatu realitas organisasi yang dimetaforkan dengan zakat (a zakat metaphorised organisational reality), artinya berorientasi pada zakat (zakat oriented). Dengan orientasi zakat ini, organisasi (dalam hal ini organisasi koperasi) berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi (Prasetyo, 2009). Berdasarkan kajian teori dan keadaan yang mendukung tersebut di atas, maka penelitian ini mencoba membahas tentang bagaimana Peranan Kiai Kampung di dalam Upaya Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) Untuk Mencapai Kemandirian Kerja dan Pemberdayaan Masyarakat dengan sampel yang digunakan yaitu kiai kampung yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan mengenai latar belakang permasalahan, maka jelas langkah yang harus dilakukan yaitu dengan menganalisis peranan para kiai kampung yang berada pada wilayah Kecamatan Dau Kabupaten Malang di dalam penerapan akuntansi zakat sebagai upaya menumbuhkan kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakatnya. Perhatian utama pada penelitian ini, diletakkan pada pencapaian usaha para kiai kampung sebagai kreator yang mampu melakukan perubahan pola pikir dan paradigma masyarakat yang bertujuan di dalam menumbuhkan masyarakat di lingkungannya atas kemampuan pencapaian kemandirian kerja dan pemberdayaannya melalui pelaksanaan akuntansi zakat untuk organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini dengan membatasi pada; bagaimana cara penyusunan
dan penyajian laporan keuangan akuntansi zakat melalui peranan kiai kampung sebagai pertanggungjawaban pengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang dapat mendukung terwujudnya kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada zakat di Kecamatan Dau Kabupaten Malang?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai upaya dukungan atas penelitian untuk melakukan penyusunan dan penyajian laporan keuangan akuntansi zakat, namun di dalam penelitian ini mendasarkan pada peranan kiai kampung di dalam mengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA), dan untuk mengetahui penerapan akuntansi zakat dalam mewujudkan kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Dau Kabupaten Malang. 2. Landasan Teori 2.1. Pengertian dan Keberadaan Kiai Kampung Pengertian kiai menurut Al Halwani (2003: 6) bahwa kemampuan yang diperoleh dari Allah SWT terhadap seseorang makhluknya untuk dapat memberikan bekal pengetahuan keagamaan terhadap para umatnya untuk dapat menegakkan kebaikan dan menjauhkan kesalahan berdasarkan pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Keberadaan kiai atau ulama memberikan panutan (teladan) bagi semua masyarakatnya dengan berdakwah untuk mengembangkan akhlak mulia, membina dan mempersatukan umat, serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Dalam AlQur‟an Surat Ali „Imran ayat: 104 Allah telah menegaskan:
Merupakan kewajiban bagi sebagian manusia untuk melaksanakan dakwah mengajak kepada jalan yang ma‟ruf dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Lebih lanjut Al Halwani (2003: 7) menyatakan bahwa ketika kiai atau ulama selaku pewaris para nabi tampil sebagai orang yang paling tepat mengemban misi dakwah, berarti mereka dititahkan ke bumi agar dapat berperan sebagai kunci kebahagiaan bagi umatnya, penerang jalan bagi kehidupan masyarakatnya dan berbangsanya, dan meluruskan perbuatan seorang serta membangun beradaban yang rusak dan kemudian memberdayakan kehidupan ditengah umatnya tersebut. Ibarat tubuh, kiai atau ulama adalah kepala bagi umatnya. Mereka diciptakan sebagai panutan yang baik dalam menegakkan agama dan akhlak mulia atas persoalan-persoalan dan penyelesaiannya di tengah umatnya. Kemampuan yang dimiliki kiai tersebut dapat memberikan pengaruh baik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat yang telah mempercayainya, kemampuan adaptasi yang dapat memberikan penyelesaian apa dan tindakan yang harus dilakukan di dalam mencapai manfaat baik dan sesuai bagi masyarakatnya (Azra, 2004: 10). Menurut Allam, dkk (2005: 17) bahwa seorang kiai akan cepat beradaptasi untuk memberikan pengaruh atas sesuatu pengetahuan untuk menjelaskan ketidaktahuan terhadap persoalan-persoalan masyarakat (umatnya) atas fungsi, manfaat, dan beberapa bagian yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga masyarakat akan mudah menerimanya. Lebih lanjut menurut Badi dan Tajdin (2007: 35) bahwa kiai
akan memberikan pendorong dengan menekankan arti penting dan signifikansi prakarsa dengan memberi contoh kepada orang lain agar berbuat serupa atas permasalahan dan penyelesaiannya. Amal baik ini tidak terbatas pada masalah keagamaan, tetapi juga masalah duniawi karena Nabi Muhammad SAW, menyebutkan bahwa;”Barang siapa memperkenalkan amal yang baik dalam Islam, dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka”. Pengaruh seorang kiai inilah yang dapat memberikan pencerahan di dalam mengelola persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya dan penyelesaiannya yang sesuai, karena kemampuan di dalam beradaptasi di dalam kehidupan masyarakat yang berada di wilayahnya sehari-hari. Lebih lanjut menurut hasil penelitian Dhofier (1978) di Jombang-Jawa Timur dalam Abbas (2007) bahwa kelompok yang paling cepat beradaptasi sambil mendistribusikan kesempatan-kesempatan kerja yang muncul di pedesaan justru para pemuka agama, yakni kiai kampung di desa-desa. Merekalah kreator perubahan pola pikir dan paradigma yang bertujuan mengetaskan masyarakat dari kemiskinan dan memerangi kebodohan masyarakat di kampung halamannya. Kiai di kampung pada akhirnya sangat layak disebut sebagai entitas yang paling sering melayani kebutuhan rakyat, mengingat intensitas persinggungannya yang jauh lebih kelihatan. Menurut Abbas (2007) bahwa keberadaan kiai kampung di tengah struktur sosial merupakan entitas yang tidak dapat dinegasikan begitu saja. Kiai kampung adalah bagian dari buah keanekaragaman dan peranan kiai kampung memang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Berbeda dengan kiai sepuh yang menjadi pengasuh pesantren-pesantren besar di tingkat kabupaten atau provinsi, kiai kampung pada dasarnya mempunyi manajemen lebih baik dalam mengelola media keagamaan dan pendidikan (masjid atau mushala, dan ataupun TPA) yang dikendalikannya. Secara kolektif-kolegial, kiai kampung dapat langsung bersosialisasi dengan warga di kampungnya. Secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk mengembangkan media tersebut agar kampungnya terbebas dari kebodohan dan kemiskinan atau persoalan-persoalan lain yang dihadapi rakyat. Fenomena tersebut tentu saja sedikit berbeda, meskipun tidak semuanya, jika dikomparasikan dengan manajemen pesantren-pesantren besar yang cenderung bersifat monolitik karena hanya dikendalikan “sang pemilik” yayasan yang cenderung bertindak sebagai pemilik tunggal (directeur eigenaar). Kelompok atau lembaga di dalam bentuk pesantren yang bertindak dengan keputusan tunggal, menurut A‟la (2006) akan mulai bermain mata dengan kekuasaan, masuk kedalam kepentingan negara. Akibatnya, lambat laun kelompok ini mulai meninggalkan kemandirian dan misi pemberdayaan masyarakat. Gerakannya tidak mengarah lagi pada penguatan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itulah peranan kiai yang berada di daerah-daerah wilayah kecil misalnya desa akan mampu memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan transformasi nilai-nilai luhur keilmuan yang dikembangkan ke dalam sikap dan perilaku masyarakat dan kehidupan konkret. Pengembangan sikap dan perilaku masyarakat desa merupakan tantangan yang harus dimasukkan di dalam pemikiran peranan sosial pengambilan keputusan para pimpinan desa atau seseorang yang telah dipercaya (ulama, kiai) untuk bertanggung jawab diselesaikan (Khomsan, 2007). Menurut Abbas (2007) bahwa peran-peran sosial para kiai di desa-desa atau kampung maupun kiai sepuh menjadikan hubungan mereka dengan masyarakat demikian dekat sehingga mereka begitu di hormati dan kadang menjadi sandaran dalam mengambil sebuah keputusan. Sampai di sini keberadaan kiai kampung perlu mendapat perhatian tersendiri, terlebih setelah bertahun-tahun mereka tidak pernah tersentuh kebijakan negara (Orde Baru), yang secara tidak langsung telah
membuat mereka teralienasi dalam dunianya sendiri untuk melayani kebutuhan rakyat atas persoalan-persoalan kemiskinan dan memerangi kebodohan melalui pengembangan keilmuan yang dimiliki di dalam upaya mendistribusikan kesempatan kerja dan pemberdayaan. 2.2. Akuntansi Zakat Akuntansi zakat merupakan salah satu realisasi akuntansi syariah dalam skala mikro. Yaitu realitas yang diciptakan dalam suatu usaha, yang sangat mungkin akan mewujudkan suatu realitas usaha yang akan menebarkan rahmat tidak saja bagi mereka yang secara aktif terlibat dalam kegiatan usaha tersebut, tetapi juga masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Triyuwono, 1997: 27). Sesuai dengan Al Qur‟an surat At Taubah ayat 60 disebutkan bahwa:
Dan selanjutnya disebutkan juga dalam surat At Taubah ayat 103 bahwa:
Serta dalam surat Al Baqarah ayat 110 dinyatakan pula bahwa: … Sehingga pengelolaan zakat secara benar dan diberikan kepada mereka yang berhak maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud (baldatun tayyibatun wa robbun ghafur) atau salah satu cara untuk mempersempit kesenjangan sosial antara yang mampu dan tidak” (Ali, 1998: 30). Lebih lanjut menurut Mulawarman (2009: 131) bahwa zakat sebuah pemaknaan laba atas titik temu dari hakikat kemanusiaan dan nilainilai keadilan. Hakikat kemanusiaan sebagai manusia yang memiliki kebebasan dan memancarkan nilai-nilai fitri Ketuhanan, akan memunculkan value added (VA). Nilainilai keadilan merepresentasikan substansi dari distribusi yang lebih konkret. Dua hal tersebut, value added dan distribusi, terwujud dalam zakat. Seperti terungkap dalam Surat At-Taubah ayat 103. Menurut Mursyidi (2006: 77) bahwa zakat mempunyai fungsi pokok; membersihkan jiwa dan harta muzakki, fungsi sosial ekonomi, dan fungsi ibadah. Lebih lanjut menurut Setiabudi dan Triyuwono (2002:152) bahwa substansi zakat bukan sekedar kewajiban individu terhadap masyarakat, tetapi lebih dari itu, ia merupakan hak masyarakat atas individu secara langsung. Ketika seseorang memperoleh sejumlah kekayaan akumulasi kekayaan tertentu, maka bersamaan dengan itu muncullah hak masyarakat lainnya. Faktor yang sangat penting dalam pengelolaan zakat adalah bagaimana dapat melakukan pembukuan tentang pengelolaan zakat yang telah dipercayakan kepadanya. Islam telah menerapkan sistem pencatatan yang penekanannya pada kebenaran, kejujuran dan keadilan antara kedua belah pihak sejak
Rasullullah SAW (Zulkiffli & Sulastiningsih, 1998: 16), sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 282, bahwa:
…. Dengan mendasarkan pada Surat Al Baqarah ayat 282 dapat diketahui bahwa sejak zaman Nabi Muhammad SAW telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanannya adalah untuk menjaga kebenaran, keadilan, kejujuran diantara dua pihak yang mempunyai hubungan muamallah (Adnan, 2000: 3). Pada umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh organisasi pengelola zakat hanya dalam bentuk pencatatan atas laporan penerimaan dan pengeluaran transaksi kegiatan sebagai wujud laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan transaksi (Prasetyo, 2009). Laporan penerimaan dan pengeluaran transaksi tersebut pada dasarnya sama dengan perhitungan pencatatan pada organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA). Oleh karena itu pencatatan transaksi akuntansi untuk pengelolaan organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun TPA didasarkan pada prinsipprinsip syari‟ah, tetapi juga sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Konsep Islam dan hakekat akuntansi mempunyai persamaan yang searah dan telah terbukti bahwa akuntansi ada dalam Islam dan bahkan memberikan andilnya dalam perkembangannya. Hal ini dapat didasarkan pada: 1. Yang dicatat akuntansi adalah transaksi (muamalah). Transaksi adalah: "the occurance of an exchange or an economic event that must be recorded by an entity", (Niswonger, Fess & Warren, 1995: 14) atau segala sesuatu yang mengakibatkan perubahan dalam aktiva dan pasiva suatu bentuk usaha. Transaksi muamalah ini merupakan bagian dari kehidupan ekonomi umat yang juga merupakan bagian yang harus memperhatikan nilai-nilai Islam. 2. Dasar pencatatan transaksi adalah bukti (evidence) seperti faktur, cek, kuitansi dan lain-lain. Yang dianggap bukti dalam Islam adalah bukti yang didukung oleh sifatsifat kebenaran tanpa ada penipuan. Dalam akuntansi yang menandakan kuat tidaknya suatu bukti adalah: real evidence (bukti fisik), testimonial evidence (bukti yang berasal dari pihak luar) dan indirect evidence (bukti yang diperoleh secara tidak langsung). 3. Bukti yang menjadi dasar pencatatan akan diklasifikasikan secara teratur dengan menggunakan aturan umum yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (dalam hal ini PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah). Standar tersebut disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), melalui tahap pengujian, sampai menjadi prinsip yang diterima umum. Sehingga proses tersebut didasari oleh keadilan dan obyektivitas, yang juga termaktub dalam ajaran Islam. Proses pencatatan tersebut di dalam akuntansi sampai kepada diterbitkannya laporan keuangan yang merupakan output dari manajemen. 4. Untuk mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, laporan keuangan tersebut harus diperiksa oleh pihak yang independen, di Indonesia diperiksa oleh Akuntan Publik.
Dilihat dari hal tersebut, maka dalam pengelolaannya zakat memerlukan sistem akuntansi yang tepat untuk memberikan dasar atas zakat yang harus dibayar oleh organisasi syariah. Berkaitan dengan pencatatan akuntansi zakat, maka hal-hal yang perlu diperhatikan: (Basalamah, 1998: 30): 1. Sistem akuntansi Klasifikasi perkiraan: Laporan Keuangan dan Kegiatan Buku besar Buku harian Formulir-formulir 2. Sistem penerimaan kas Piutang dagang Penerimaan kas dan pengendalian kredit 3. Sistem pembelian dan pembayaran Order pembelian dan Laporan penerimaan Pembelian dan distribusi biaya Hutang dagang Prosedur-prosedur pembayaran kas 4. Sistem pencatatan dan penggajian pegawai Pencatatan waktu kerja pegawai Penggajian 5. Sistem pengendalian persediaan Pengendalian persediaan Dalam klasifikasi perkiraan, buku besar, buku harian dan formulir-formulir yang digunakan, dapat digunakan sebagaimana klasifikasi dan pencatatan akuntansi pada umumnya, yang nama-nama rekeningnya dapat disesuaikan dengan istilah-istilah zakat dan penggunaan pengeluarannya. Klasifikasi tersebut adalah: AKTIVA LANCAR Kas dan bank Persediaan barang Biaya dibayar dimuka Perlengkapan kantor AKTIVA TETAP Tanah Bangunan Aktiva tetap lainnya KEWAJIBAN-KEWAJIBAN Utang dagang Biaya-biaya yang belum dibayar Utang jangka panjang yang jatuh tempo Utang jangka pendek lainnya Utang jangka panjang SALDO DANA ZAKAT Infaq Zakat untuk pihak-pihak tertentu Zakat lainnya PENERIMAAN Infaq untuk pihak-pihak tertentu Zakat untuk pihak-pihak tertentu
Zakat lainnya Transfer dana infaq untuk umum PENGELUARAN Fakir miskin Gaji dan upah Muallaf Yatim piatu Biaya Administrasi Perlengkapan dan peralatan kantor Tujuan khusus lainnya Dengan pelaksanaan akuntansi zakat mampu untuk menjaga out put yang dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran (objectivitas) yang akan membentuk suatu realitas organisasi yang dimetaforkan dengan zakat (a zakat metaphorised organisational reality) artinya berorientasi pada zakat (zakat oriented). Dengan orientasi zakat ini, organisasi (dalam hal ini organisasi koperasi) berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi (Prasetyo, 2009). 2.3. Kemandirian Kerja dan Pemberdayaan Masyarakat 2.3.1 Kemandirian Kerja Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada lainnya. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak ada menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsisten pada tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan kebahagian dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit (Tasmara, 2002). Selanjutnya Al Halwani (2003: 72) menjelaskan bahwa rizki yang halal hanya dapat diraih dengan caracara yang halal pula. Pada hakikatnya orang yang senantiasa menjalankan perintah agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan rizki, yang harus diraih bersamaan dengan tumbuhnya motivasi kerja untuk mendatangkan kebahagian, kesejahteraan dan kemuliaan hidup, Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bersabda;“Sesungguhnya Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barangsiapa bersusah payah (bekerja) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka dia bagaikan seseorang yang berjuang di jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar” (HR. Ahmad). Motivasi kerja sebagai bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh setiap muslim, sebab hanya dengan mempunyai motivasi kerja keberhasilan akan senantiasa berpihak kepada kita, dan rizki yang halal senantiasa akan berada di depan langkah kehidupan. Motivasi kerja ini yang mendorong seseorang mencapai keberhasilan kerja untuk berusaha sendiri, namun untuk mencapai keberhasilan tersebut perlu mendapatkan dukungan dari seseorang yang dapat dipercaya mengarahkan motivasi kerja misalnya pimpinan, ulama ataupun kiai-kiai yang telah dijadikan sebagai teladan kebenarannya, sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah bahwa seorang muslim yang kuat lebih baik daripada seorang muslim yang lemah. Menurut Mursi (1997: 167-168) bahwa pekerja dituntut agar senantiasa mengikuti dinamika dunia kerja. Pekerja dituntut untuk mencapai profesionalisme dan kreativitas dalam bekerja, sehingga pekerja memerlukan pendamping yang dipercaya salah satunya para ulama ataupun kiai yang telah memahami secara mendalam strategi-strategi mutakhir dalam bekerja sesuai dengan kemampuan dan kelemahan dengan didasarkan pada ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda:“Sedikit kerja dengan ilmu berarti banyak, dan banyak kerja dengan kebodohon berarti sedikit” (HR. as-Suyuthi). Kemampuan para
pendamping ini yang dipercaya oleh para setiap manusia pekerja akan menumbuhkan kemandirian kerja berdasarkan syariat Islam atas kaidah-kaidah pokok tentang hak dan kewajiban pekerja atas kemampuan dan kelemahan yang dimiliki pekerja untuk menghindari ketidaksesuaian pekerjaan yang akan menciptakan ketidakberhasilan, penindasan bahkan akan menimbulkan pemaksaan perasaan yang mendalam yang berakibat pekerjaan tidak dapat dicapai optimal. Sehingga jelas dukungan ulama ataupun kiai sebagai penyiar agama Islam akan dapat menumbuhkan kondisi atau suasana kerja yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan masyarakat sekitarnnya. Maha benar Allah SWT yang berfirman dalam Surat Ali „Imran ayat 19 bahwa;
Kemandirian kerja yang ditumbuhkan berdasarkan Islam mengharapkan setiap umatnya untuk bersegera bekerja yaitu sebagai bagian dari akhlak karimah yang diberi penghargaan tinggi oleh Islam. Karena itu, Rasulullah shallallahu‟alaihi wasallam memerintahkan kepada kaum muslimin agar bersegera dalam mencari rizki dan kebutuhan hidup, hingga mereka mendapatkan kesuksesan dan keberkahan hidup. Karena itu, setiap umat manusia harus mampu menumbuhkan motivasi kerja untuk mendapatkan sesuatu yang halal walaupun sedikit hasilnya dibandingkan dengan meminta-minta (Al Halwani, 2003: 81). Lebih lanjut menurut Mursi (1997) bahwa kemandirian kerja merupakan permasalahan yang harus diselesaikan dengan memberikan motivasi atas persoalan-persoalan yang dapat diatasi dengan kemampua yang dimiliki oleh setiap manusia, motivasi ini dijelaskan dalam hadist Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya Allah senang jika salah seorang di antara kamu mengerjakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional” (HR. Baihaqi). 2.3.2. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan (empowerment) merupakan upaya untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan masyarakat sebagai suatu unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal dengan Ketahanan Nasional. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan dalam memampukan dan memandirikan masyarakat (Mubyarto, 2000: 263-264). Pencapaian kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan merupakan upaya yang kongkret dalam mengatasi kemiskinan dan ketidaksejahteraan melalui peluang untuk terus menumbuhkan pendidikan dan pelatihan yang terus menerus dapat diterima masyarakat, keberhasilan yang diharapkan mendapatakan kesejahteraan. Proses pendidikan dan pelatihan yang dapat diberikan melalui upaya untuk terus menumbuhkan kemampuan dan keingginan rakyat untuk dapat melek huruf, cerdas, kreatif, dan mampu bersaing dengan tenaga kerja lainnya. Pendidikan dan pelatihan tersebut dapat berasal dari pendidikan formal (SD sampai dengan Perguruan Tinggi) dan dapat berasal dari tokoh masyarakat yang telah dipercaya kebenarannya atas pengetahuan yang dimilik (ulama atau kiai) (Khomsan, 2007). Menurut Abbas (2007) bahwa upaya pemberdayaan masyarakat melalui para kiai sebagai kelompok wilayah tertentu yang paling sering melayani kebutuhan rakyat, sehingga akan menumbuhkan fungsi dan tanggung jawab di dalam mengembangkan
keilmuan yang dimiliki untuk melakukan pengelolaan perubahan pola pikir dan paradigma masyarakat di dalam mendistribusikan perubahan-perubahan yang dapat diterima untuk mencapai kemajuan. Upaya pemberdayaan masyarakat melalui kiai yang ada di suatu wilayah (kampung) sebenarnya harus dimaknai sebagai suatu program kebudayaan kemanusiaan. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 dan ketentuan Pasal 27 ayat 2 yang mengatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, memberikan pemahaman bahwa Indonesia adalah Negara dengan sistem ekonomi kerakyatan. Artinya kekuatan modal dan pemilik modal tidak dianggap paling berkuasa. Rakyatlah yang paling tinggi kekuasaannya yang diwadahi dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lebih lanjut menurut Mubyarto (2000: 266) bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah upaya yang berupa kebijaksanaan dan program yang dikembangkan dalam bentuk membantu ekonomi masyarakat sebagai kegiatan produksi bukan kegiatan konsumsi. Tujuannya jelas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mampu memberikan motivasi di dalam kegiatan perekonomian secara ringan, adil dan terarah. Untuk dapat mencapai tujuan keberhasilan pemberdayaan masyarakat haruslah mempunyai misi yang harus dicapai oleh sebuah pelaksanaan pemberdayaan masyarakat bagi dijalankan oleh pemerintah maupun kelompok tertentu yang berpengaruh memberikan perbaikan (ulama atau kiai, LSM, LMD, kelompok usaha, karang taruna). Menurut Mubyarto (2000: 293-295) ada lima misi utama program pemberdayaan masyarakat untuk dapat menjamin tercapainya hasil yang baik, kelima misi tersebut yaitu; penyadaran, pengorganisasian, kaderisasi pendamping, dukungan teknis, dan pengelolaan sistem Pelaksanaan kelima misi tersebut akan bisa berjalan efektif apabila ada dukungan dari dalam masyarakat itu sendiri melalui kelompok masyarakat yang mengetahui keadaan lingkungannya, sehingga perlu untuk menambah misi tersebut dengan misi berupa keterbukaan dan kesesuaian sebagai misi yang pertama, artinya sebagai langkah awal yang memberikan komitmen secara bersama kepada seluruh masyarakat akan pelaksanaan dan manfaat pembangunan masyarakat melalui pemberdayaan di masa akan datang setelah pelaksanaannya. Upaya yang memberikan tuntutan untuk lebih mengetahui dan mengerti bahwa program yang akan dijalankan memberikan manfaat dan dukungan masyarakat. 3. Metode Penelitian Metode penelitian mempunyai peranan yang penting dalam menentukan arah kegiatan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Menurut Sekaran (2003: 93-94) bahwa research methods help to researchers involves a series how bring about research. Sehingga metode penelitian pada dasarnya adalah cara seorang peneliti (dari pengumpulan data sampai pada analisis data) dalam upaya memberikan jawaban atas permasalahan teoritis atau praktis yang sedang dihadapinya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moleong, 199:6). Sedangkan Muhadjir (1996:12) mengungkapkan bahwa metode penelitian kualitatif dilandasi oleh filsafat phenomenologi yang tidak memisahkan antara obyek yang diteliti dengan subyek penelitinya. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik, dan pengumpulan datanya bersifat kualitatif.
Metodologi penelitian kualitatif yang bersifat phenomenologi mempunyai hubungan erat dengan pendekatan rasionalistik. Hal ini dapat dilihat dari tiga aspek yaitu ontologik, epistimologik dan aksiologik (Muhadjir, 1996:13). Ontologi metode penelitian kualitatif berlandaskan positivisme. Metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi menurut pendekatan objeknya dalam satu konteks yang natural. Epistomologik metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi dalam melihat kejadian dan tata pikir yang digunakan sejalan dengan pendekatan rasionalisme, yaitu melihat objek dalam konteksnya dan menggunakan tata pikir logik lebih dari sekedar linier kasual, tetapi tujuan penelitiannya berbeda, phenomenologik membangun ilmu idiographik, sedangkan rasionalisme membangun ilmu nomothetik. Sedangkan secara aksiologik ada kesamaan antara phenomenologik dengan rasionalistik, yaitu keduanya mengakui kebenaran etik. Kebenaran empirik yang digunakan merupakan gabungan antara rasionalisme dan phenomenologi, yaitu kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etis dan kebenaran empirik transedental. Untuk mencapai kebenaran empirik tersebut, Penulis menggabungkan eksistensi wahyu Ilahi (Al Qu‟ran), hadist dan akal. Eksistensi akal sebagai pasangan wahyu sangat menekankan pada metode penalaran yang bersifat transedental dan bahkan kadang-kadang sulit diterima dengan kelima indera manusia (Triyuwono, 2000:11). Berkaitan dengan hal itu, bahwa justifikasi wahyu dapat ditemukan dalam realitas empirik dunia, sehingga keterkaitan antara wahyu dan realita akan dapat dipertemukan yang pada gilirannya akan menambah keyakinan atau keimanan akan keberadaan Tuhan (Triyuwono, 2000:12). Titik tolak metodologi penelitian kualitatif berdasarkan rasionalistik adalah dari grand concepts, yang mungkin sudah merupakan grand theory, tetapi juga tidak ditolak kemungkinannya belum menampilkan teori besar, tetapi masih merupakan konsep besar sedangkan konstruksi teori dibangun dari konseptualisasi teoritik, sebagai hasil pemaknaan empirik dalam arti sensual, logik atau etik. Semua itu dibangun dari berbagai ragam konsep proporsi atau pendapat dikonstruksikan dari sejumlah konsep, dan konsep mendeskripsikan esensi dari sejumlah sesuatu. Grand concepts yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadist yang akan menjadi acuan pembahasan permasalahan nantinya. Al Qur‟an adalah konstitusi dan perundang-undangan Islam yang utama, sehingga mengandung asas-asas dan prinsip-prinsip umum tentang suatu masalah, tidak menegaskan secara mendetail dan terperinci, terkecuali apabila terdapat hal-hal yang menimbulkan kekawatiran dan keragu-raguan. Dalam hal ini sunnah (hadist) merupakan interpretasi lisan dan pelaksanaan konkrit atas apa yang dinyatakan dalam Al Qur‟an. Dalam penelitian ini, metodologi penelitian kualitatif yang didasarkan pendekatan rasionalistik dibangun dengan tata pikir relevansi. Tata pikir relevansi merupakan keterhubungan sesuatu dengan sesuatu lain yang lebih bersifat fragmentorik, di mana keterhubungannya belum lagi memerankan hubungan menuju integrasi (Muhadjir, 1996:71). Mendasarkan pada penjelasan di atas, bahwa penelitian ini mengikuti paradigma penelitian posmodernisme. Winata (1994:23) seperti yang dikutip oleh Triyuwono (2000:7) menyatakan bahwa posmodernisme merupakan suatu cara pandang yang mencoba “meletakkan dirinya di luar” paradigma modern dalam arti bahwa ia menilai modernisme bukan dari kriteria modernitas, tetapi melihatnya dari cara kontemplasi dan dekonstruksi. Di mana karakter utama posmodernisme terletak pada usaha dikonstruksi yang dilakukan terhadap semua bentuk “logo sentrisme”. Modernisme menghasilkan produk pemikiran dengan ciri “penunggalan” berpijak pada
hal-hal yang bersifat universal dan mensubordinasikan “sang lain” yang berada di “luar” dirinya. Posmodernisme melihat bahwa manusia makhluk yang sangat bebas, dinamis, dan berpikir kolistik. Sedangkan kriteria penelitian dengan posmodernisme meliputi: perspektif peneliti, experience dan skill peneliti, psychology peneliti, sifat dari masalah riset dan adience for the study (Sukoharsono, 2000:11). Studi penelitian kualitatif yang digunakan di dalam penelitian ini berupa peranan kiai kampung di dalam upaya penerapan akuntansi zakat melalui organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) untuk mencapai kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat dengan sampel yang digunakan yaitu kiai kampung sebanyak 6 (enam) kiai yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang. 4. Hasil Penelitian Entitas pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) sebagai upaya penerapan akuntansi zakat untuk mencapai kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat melalui peranan kiai kampung sebanyak 6 (enam) kiai yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang menyajikan pencatatan sumber dan penggunaan dana zakat atas akuntansi zakat sebagai komponen utama pencatatan laporan keuangan, yang menunjukkan: 1. Dana zakat berasal dari wajib zakat (Muzakki), yaitu zakat dari dalam entitas syari‟ah, dan zakat dari pihak luar entitas syari‟ah, 2. Penggunaan dana zakat untuk fakir miskin, riqab, orang yang terlilit hutang (gharim), muallaf, fisabilillah, orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan amil, 3. Kenaikan atau penurunan dana zakat, 4. Saldo awal dana zakat, dan 5. Saldo akhir dana zakat. Unsur dasar pencatat laporan sumber dan penggunaan dana zakat pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Konsep yang memberikan tanggung jawab dan peranan kiai kampung di dalam organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA atas penerapan akuntansi zakat untuk mempertimbangkan apakah asumsi pertanggungjawaban masih layak digunakan dalam menyiapkan laporan keuangan. Dalam mempertimbangkan apakah dasar asumsi pertanggungjawaban dapat digunakan, organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) harus memperhatikan semua informasi yang relevan untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal pencatatan laporan pertanggungjawaban berupa neraca. Pencatatan pada neraca (balance sheet) menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang, kecuali untuk pelaksanaan tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan khususnya Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK No. 101 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya. Entitas syari‟ah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca. Apabila entitas syari‟ah menyediakan dana zakat yang dilaporkan pada pencatatan akuntansi zakat, maka dilaporkan sebagai klasifikasi aset lancar dan tidak
lancar serta kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca memberikan informasi yang bermanfaat dengan membedakan aset bersih sebagai dana milik pengembangan pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA dengan aset yang digunakan untuk operasi jangka panjang. Pengklasifikasian tersebut juga menonjolkan aset yang diharapkan akan direalisasikan dalam siklus operasi berjalan dan kewajiban yang akan jatuh tempo pada periode yang sama. Siklus pelaksanaan atas operasi sebagai pertanggungjawaban kepemilikan pada oganisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA pada akuntansi zakat merupakan rata-rata jangka waktu antara perolehan aset memasuki proses dan realisasinya menjadi kas atau instrumen yang siap disajikan sebagai kas. Aset lancar termasuk persediaan dan piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA walaupun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal merupakan rata-rata jangka waktu antara perolehan aset memasuki proses dan realisasinya menjadi kas atau instrumen yang siap disajikan sebagai kas. Aset lancar termasuk persediaan dan piutang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) walaupun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. Aset dan kewajiban pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang di dalam pelaksanaan akuntansi zakat diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Misalnya aset tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan atau penilaian kembali, maka penggunaan dasar pengukuran yang berbeda untuk setiap aset mengindikasikan bahwa sifat dan fungsi aset tersebut juga berbeda, sehingga aset tersebut harus disajikan secara terpisah. Pemisahan pada pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) atas pelaksanaan akuntansi zakat harus mengungkapkan secara lengkap, dalam neraca atau di catatan atas laporan keuangan, subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang tepat sesuai dengan operasi pertanggungjawaban kepemilikan pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA. Setiap pos pencatatan secara jelas harus disubklasifikasikan, jika memungkinkan, sesuai dengan sifatnya, dan jumlah terutang atau piutang pada kepemilikan syari‟ah yang ada di dalam pengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA), pelaksanaannya, dan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (donatur) lainnya diungkapkan tidak secara terpisah. Kondisi yang menuntut peranan kiai kampung atas pelaksanaan akuntansi zakat untuk mencapai berbagai unsur kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Dau Kabupaten Malang untuk dapat bersama-sama mengelola kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar, tanggung jawab dan tidak ada pernyataan yang tidak puas atas berbagai kegiatan, transaksi, dan peristiwa akan menghasilkan pengaruh perbedaan terhadap stabilitas, risiko, dan prediksi. Peranan kiai kampung di dalam pengungkapan unsur-unsur kinerja akan membantu masyarakat di lingkungannya untuk memahami hasil yang dicapai, dan dalam menilai hasil yang akan diupayakan pada masa akan datang. Perhatian akuntansi zakat untuk faktor-faktor yang memerlukan penambahan dan perubahan meliputi materialitas, hakikat dan fungsi dari berbagai komponen pendapatan dan beban. Pos-pos yang menyajikan rincian atas unsur
dasar laporan pencatatan sumber dan penggunaan dana zakat yang menunjukkan dana zakat tersebut pada akuntansi zakat pada tanggal tertentu atas: 1. Sistem akuntansi Klasifikasi perkiraan: Laporan Keuangan dan Kegiatan Buku besar Buku harian Formulir-formulir 2. Sistem penerimaan kas Piutang kepemilikan operasional Penerimaan kas dan pengendalian piutang 3. Sistem pembelian dan pembayaran Order pembelian dan Laporan penerimaan Pembelian dan distribusi pembiayaan Tagihan atas operasional Prosedur-prosedur pembayaran kas 4. Sistem pencatatan dan infaq majelis ta‟lim Pencatatan infaq Kegiatan amal dan pengajian 5. Sistem pengendalian persediaan Pengendalian kepemilikan aset atas masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA). Dalam klasifikasi perkiraan, buku besar, buku harian dan formulir-formulir yang digunakan, dapat digunakan sebagaimana klasifikasi dan pencatatan akuntansi pada umumnya, yang nama-nama rekeningnya dapat disesuaikan dengan istilah-istilah zakat dan penggunaan pengeluarannya. Klasifikasi tersebut adalah: AKTIVA LANCAR Kas dan simpanan (bank) Persediaan barang Kos dibayar dimuka Perlengkapan peralatan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) AKTIVA TETAP Tanah Bangunan Aktiva tetap lainnya KEWAJIBAN-KEWAJIBAN Hutang yang belum dilunasi Kos-kos yang belum dibayar Hutang jangka panjang yang jatuh tempo Hutang jangka pendek lainnya Hutang jangka panjang SALDO DANA ZAKAT Infaq Zakat untuk pihak-pihak tertentu Zakat lainnya PENERIMAAN Infaq untuk pihak-pihak tertentu Zakat untuk pihak-pihak tertentu
Zakat lainnya Transfer dana infaq untuk umum PENGELUARAN Fakir miskin Gaji dan upah Muallaf Yatim piatu Kos administrasi Perlengkapan dan peralatan mushala, surau, langgar, ataupun TPA Tujuan khusus lainnya Oleh karena itu, proses pencatatan sampai tersusunnya laporan pertanggungjawaban pencatatan keuangan dalam akuntansi zakat, menerangkan bahwa zakat yaitu sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat. Entitas pencatatan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) melalui akuntansi zakat menuntut pengungkapan laporan keuangan dengan mengungkapkan pula atas catatan laporan sumber dan penggunaan dana zakat yang tidak terbatas pada: 1. Sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA, 2. Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA, 3. Kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf, dan 4. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK NO. 7 tentang Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Pihak ketiga. Unsur yang harus dimasukkan di dalam pelaksanaan pencatatan laporan keuangan akuntansi zakat melalui peranan kiai kampung sebagai upaya menumbuhkan kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat melalui organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) di Kecamatan Dau Kabupaten Malang selama suatu jangka waktu pada tanggal tertentu, yaitu dengan mendasarkan pada sifat-sifat zakat, sifat-sifat yang disesuaikan dengan penentuan standar akuntansi zakat yang penting. Standar akuntansi zakat di dalam proses pencatatan pelaksanaan akuntansi zakat menuntut adanya penilaian “current exchange value” (nilai tukar sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fikih mendukung bahwa harta yang ada pada perbankan syari‟ah pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar. Aturan satu tahun untuk mengukur nilai aset, kalender bulan harus dipakai, dan pelaksanaan mengenai independensi yang berkaitan dengan zakat yang dihitung tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang yang terkadang terjadi bukan merupakan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk. Entitas organisasi syari‟ah pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) yang menekankan pada pelaksanaan pencatatan berdasarkan akuntansi zakat, yaitu dengan memfokuskan untuk pengelolaan dana zakat yang tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif dengan standar realisasi pada kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah transaksi selesai atau belum. Di sini piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan dalam perhitungan zakat, selanjutnya di dalam perhitungan yang dikenakan zakat berdasarkan
nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut hadis dimana tidak ditagih zakat dari orang yang tidak cukup kekayaannya senisab, dan net total (gross) memerlukan net income, setelah satu tahun penuh, kos, hutang dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari penghasilan (income) yang akan dikenakan zakat, serta yang terakhir kekayaan dari aset, jika pemiliknya adalah Islam maka harus dimasukkan dalam perhitungan kekayaannya yang akan dikenakan zakat dan dihitung nisab. 5 . Kesimpulan Dengan berdasarkan pada pencatatan akuntansi zakat ini, peranan kiai kampung yang di dalam penelitian ini sebanyak 6 (enam) kiai, yaitu di dalam upaya untuk menumbuhkan kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Dau Kabupaten Malang pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) dengan berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi. Dengan demikian, pencatatan keuangan di dalam pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA akan dapat menunjukkan peningkatan ukuran kinerja (performance) pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA, tanpa ada perasaan yang tidak sesuai dengan masyarakat. Akuntansi zakat pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA melalui peranan kiai kampung akan dapat menciptakan realitas kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan pada pengelolaan zakat secara bersih dan tepat. Implikasi dari hal ini adalah bahwa semua perangkat organisasi pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA akan disusun sedemikian rupa sehingga benarbenar merefleksikan zakat sebagai pelaksanaannya. Penggunaan akuntansi zakat dapat menciptakan suatu realita pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang mempunyai beberapa makna. Pertama, ada transportasi dan transparansi dari pencapaian kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat secara islami (yang maksimal) melalui pencatatan pada zakat. Kedua, karena yang menjadi tujuan adalah zakat, maka segala bentuk kegiatan pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) harus tunduk pada aturan yang ditetapkan dalam akuntansi zakat. Ketiga, zakat mengandung perpaduan karakter kemanusiaan yang seimbang antara karakter egoistik dan altruistic atau sosial mementingkan lebih dulu kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi. Keempat, zakat mengandung nilai emansipatoris, artinya lambang pembabasan manusia dari ketertindasan ekonomi, sosial, dan intelektual, serta pembebasan dari penindasan dan eksploitasi manusia. Kelima, zakat adalah jembatan penghubung antara aktivitas manusia yang profan (duniawi) dan suci (ukhrawi). Zakat sebagai jembatan, memberikan kesadaran ontologis bagi diri manusia bahwa segala bentuk kegiatan profan selalu berkait erat dengan kedudukan manusia dihadapan Tuhan kelak diakhirat.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Khoiruddin. 2007. Mengakui Keberadaan Kiai Kampung. Harian Kompas Tanggal 15 Juni 2007. Adnan, M.Akhyar. 2000. Akuntansi Syari'ah : Dulu, Kini dan Esok. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang: Seminar Nasional Akuntansi Syari'ah.
A‟la, Abd. 2006. Civil Islam dan Kekuasaan. Harian Jawa Pos Tanggal 2 Januari 2007. Allam, Ahmad Khalid dkk. 2005. Al-Qur‟an Watsunaiyyaatu Al-Kauni Wal Hayati. Penerbit Nahdetmisr. Abd. Rohim Mukti (penterjemah). 2005. Al-Qur’an Dalam Keseimbangan Alam Dan kehidupan. Cetakan Pertama. Penerbit Gema Insani. Jakarta. Al Halwani, Aba Firdaus. 2003. Membangun Akhlaq Mulia Dalam Bingkai Al-Qur’an Dan As-Sunnah. Penerbit Al-Manar. Yogyakarta. Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Cetakan Pertama. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Al-Quraan dan Terjemahanya, Departemen Agama Republik Indonesia. 1986. Departemen Agama. Azra, Azyumardi. 2004. Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan Tantangan. Cetakan Ketiga. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Badi, Jamal dan M. Tajdin. 2007. Creative Thinking: An Islamic Perspective. 2004. Research Center. International Islamic University. Munir Mun‟im (penterjemah). 2007. Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif Berdasarkan Metode Qurani. Cetakan I. Penerbit Mizania. Bandung. Basalamah, Anies S.M. 1995. Akuntansi Zakat, Infaq dan Sodaqoh Pembukuan Dan Pelaporannya. Cetakan Pertama. Penerbit Usaha Kami. Jakarta. Chapra, Umer. 1992. Islam and The Economic Challenge. The Islamic Foundation. London. Firdausy, Carunia Mulya. 2000. Tantangan dan Peluang Globalisasi bagi Perekonomian Nasional. Indonesia Menapak Abad 21 Kajian Ekonomi Politik. Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Juni: 1-26. Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2 Agustus 2001, 403-418. Jakarta: STIE Trisakti. Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Penerbit Quanium. Jakarta. Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Akuntansi Islam. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK No. 101 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK No. 7 Tentang Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa (Reformat 2007). Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Indriantoro, Nur dan B. Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Ismail, Zarmawis. 2000. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Wilayah Pesisir: Telaah Ekonomi Nelayan dan Petani Tambak. Indonesia Menapak Abad 21 Kajian Ekonomi Politik. Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Juni: 196230. Khomsan, Ali. 2007. Kemiskinan, Kesejahteraan, dan Kebahagiaan. Harian Kompas Tanggal 16 Juni 2007. Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Penerbit Gema Insani Press. Jakarta. Meidawati, Neni. 1998. Akuntansi Zakat dan Pengelolaannya di Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 2. Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Moleong, Lexyj. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Edisi Pertema. Cetakan Pertama. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Muhadjir, Noeng. 1996. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rake Sarasin. Yogyakarta. Mulawarman, Aji Dedi. 2009. Akuntansi Syariah Teori, Konsep dan Laporan Keuangan.Cetakan Pertama. Penerbit E Publishing Company. Jakarta. Mursi, Abdul Hamid. 2001. SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an Dan Sains. Penerbit Gema Insani Press. Jakarta. Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Cetakan Ketiga. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Notowidagdo, Rohiman. 1997. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran Dan Hadits. Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Prasetyo, Whedy. 2009. Aplikasi akuntansi Zakat Dalam Rangka Mewujudkan A Zakat Metaphorised Organizational Reality Pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kualitatif Terhadap Konsep Akuntansi Zakat Sebagai Upaya Perwujudan Organisasi Yang Di Metaforakan Zakat Dalam Badan Usaha Koperasi). Jurnal Akuntansi Universitas Jember. Volume 7 No.1. Juni: 8-22. Jember:
Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods For Business A Skill-Building Approach. Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York. Setiabudi, Hedry Y, dan Iwan Triyuwono. 2002. Akuntansi Ekuitas: Dalam Narasi Kapitalisme, Sosialisme dan Islam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Sukoharsono, Eko Ganis. 2000. Metodologi Penelitian Paradigma Posmodernisme. CBIES FE UNIBRAW dan IAI-KAPD. Malang. Sutrisna, Kana. -. Agama Dan Etos Kerja. ESQ Nebula Edisi PerdanaNomor 01: 5455. Tamara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Penerbit Gema Insani Press. Jakarta. Triyuwono, Iwan. 1997. "Akuntansi Syari'ah" dan Koperasi Mencari Bentuk Dalam Metafora Amanah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 1. Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Triyuwono, Iwan. 2000. Akuntansi Syari'ah: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora Amanah. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang: Seminar Nasional Akuntansi Syari'ah. Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi Dan Akuntansi Syari'ah. Cetakan Pertama. Penerbit LkiS. Yogyakarta. Triyuwono, Iwan. 2000. Shariate Accounting: An Ethical Construction Of Accounting Discipline. Gadjah Mada International Journal Of Business Volume 2. Yogyakarta: Master Of Management Program, Gadjah Mada University (MMGMU). Triyuwono, Iwan dan Moh. As‟udi. 2001. Akuntansi Syari’ah: Memformulasikan Konsep Laba Dalam Konteks Metafora Zakat. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Tugiman, Hiro. 2000. Akuntansi Untuk Badan Usaha Koperasi. Cetakan Kelima. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Yusanto, Muhammad Ismail dan M.K. Widjajakusuma. 2003. Manajemen Strategis Perspektif Syariah. Cetakan Pertama. Penerbit Khairul Bayaan. Jakarta. Zulkiffli dan Sulastiningsih. 1998. Rerangka Konseptual Pelaporan Keuangan dalam Perspektif Islam. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 2. Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN (Studi Kasus Pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulungagung) Oleh : Suprianto Abstract PT. Samsung Elektronict is Indonesia constitutes big Television firm at The World and has extensive market compartment at Indonesia, nearly all Society circle know samsung's brand in various its product variation kususnya Television. To win business emulation on technological changed era this meteoric one, product quality is not again as trade goods which can at boast because each business agent can make qualified product. One and only attribute which is hard to be imitated is merk that strong. Firm or Product that have strong brand tending easier meets the need and wish correspond to .Dengan's customer perception such,decision making for buy a product becomes really subyektif and at regards by factor that gets intangible's character as ekuitas brand. Keywords : Ekuitas brand, sale decision, and samsung televison brand.
1. Latar Belakang Perkembangan industri elektronik di Indonesia berlangsung sangat pesat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknmya perusahaan elektronik yang ada. Perkembangan industri elektronik disertai dengan peningkatan produksi elektronik yang disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk indonesia yang tinggi , dimana pertumbuhan ini di ikuti dengan peningkatan atas produk elektronok. Produk – produk elektronik tersebut diantaranya adalah Televisi, Radio, Tape, VCD, LCD proyektor, Monitor Komputer, Pesawat Seluler dan lain sebagainya. Televisi sebagai salah satu produk elektronik yang berfungsi sebagai media informasi bagi masyarakat.Banyaknya produk Televisi baru dari berbagai merek yang ditawarkan di pasar diantaranya adalah SONY., Samsung, LG, Polytron,Panasonik,Merek-merek China dan sebagainya membuat perusahaan berlomba – lomba untuk dapat bertahan atau bahkan memenangkan persaingan guna kelangsungan hidup perusahaan. Samsung sebagai salah satu merk Televisi yang menyediakan berbagai macam fasilitas seperti teknologi, Organic Light Emiting (OLED), games, dan lain – lain. Televisi merek Samsung . diproduksi oleh Korea yang merupakan industri besar di pasar global dalam semi konduktor, telekomunikasi, Teknologi Digital Media, dan
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
Digital Convergence dengan hasil penjualan induk perussahaan tahun 2008 sebesar US$56.4 miliar dan pemasukan bersih Sebesar US$ 7.O miliar. Memiliki lebih dari 98.000 karyawan di 97 kantor di 46 negara. Samsung Electroics bergerak dalam enam bisnis unit utama: operasional TEGNOLOGI Perusahaan dengan merek-merek global yang berkembang tercepat.Samsung Electrolics, adalah produsen terbesar di dunia untuk layanan untuk layar monitor berwarna, TV berwarna, memori chip, dan TFTLCD (Pramono, 2005). Pada tahun 2003 produk-produk Samsung yang meraih market share (pangsa pasar) nomor satu di indonesia adlah Layar Monitor Berwarna, CD-ROM, Mesin cuci, DVD, dan TFT LCD, sedangkan untnk market share nomor dua di indonesia adalah telfon seluler, Printer, dan TV berwarna, Tahun 2003 SEIN (Samsung Electronics Indonesia) menerima penghargaan primaniyarta dari perintah indonesia atas ekspor barang yang mencapai nilai USD 800 juta selama tahun 2002. Dengan semakin anyaknya merek Televisi dipasar , Mengindikasikan Persaingan yang tajam untuk memenangkan persaingan tersebut. Perusahaan Televisi dituntut untuk meng – implementasika strategi yang tepat dalam pemasarannya. Menurut Rangkuti (2004:3) “Kecenderungan perkembangan perang antar merek yaitu suatu persaingan untuk memperoleh dominasi merek. Merek akan menjadi aset perusahaan yang bernilai karena merek yang prestise tidak hanya di inginkan tetapi juga dibutuhkan konsumen”. Untuk itu keberadaan merek perlu dikelola , dikembangkan , diperkuat dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan keuntungan kompetetif yang berkelanjutan. Kotler (dalam Simamora, 2003:3) menyebutkan bahwa “merek adalah nama , tanda, simbol atau desain, atau kombinasi hal – hal tersebut , yang bertujuan untuk mengidentifikasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang – barang layanan penjual lain. Jadi keberadaan merek bagi perusahaan sangat penting karena merek bisa menjadi identitas yang membedakan diri dari kompetitor sejenis”. Bangkitnya kesadaran atas pentingnya peran merek sangat menggembirakan. Harus diakui salah satu kunci sukses suatu produk adalah kekuatan mereknya. Berbagai merek yang terkenal telah mampu menguasai pasaran dunia , melintasi batas – batas negara dan budaya. Alasan penting untuk mengelola merek karena merek lebih bermakna dari pada sekedar produk. Produk hanya menjelaskan atribut fisik berikut dimensinya. Sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta hubungan secara specifik dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena merek mengandung nilai – nilai yang jauh lebih bermakna daripada hanya atribut fisik. Merek mengandung nilai – nilai intangible, emosional, keyakinan , harapan serta presepsi pelanggan. Disamping itu, merek menjadi sangat penting karena atribut – atribut lain seperti atribut produk biasanya lebih mudah ditiru. Untuk itu agar suatu perusahaan mampu memenangkan persaingan , maka intangible asset-nya seperti ekuitas merek perlu dikelola dengan baik dan terus menerus. Aaker (dalam Simamora,2003:47) menyatakan bahwa”Brand equity” adalah seperangkat aset atau kewajiban , yang dimiliki nama merek atau simbol yang dapat menambah atau mengurangi nilai produk atau layanan”. Pengolahan ekuitas merek (brand equity) yang kuat merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan. Salah satu perwujudan memperoleh kesuksesan dalam bisnis adalah dapat mengelola secara profesional ekuitas merek yang dapat menjadi atribut keunggulan bersaing. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki merek yang kuat dapat lebih mudah merebut peluang bisnis yang ada dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki merek yan kuat. Suatu merek yang mapan memiliki daya pemasaran yang kuat serta nilai ekuitas merek tinggi. Ekuitas merek ini timbul karena adanya sikap mereka yang positif dan
kuat yang didasarkan pada arti dan keyakinan positif yang jelas mengenai merek dan memory konsumen. Hana dan Wosniak (dalam simamora,2003:49) mengatakan bahwa “brand equity merupakan nilai positif dimana brand equity merupakan nilai tambah produk, kalau tidak memberikan nilai tambah, apalagi justru mengurangi berarti tidak ada brand equity”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hanya merek yang kuat yang dapat memberikan nilai tambah pada produk yang dapat memiliki ekuitas merek (brand equity). Dalam ekuitas merek terdapat lima variable yang pertama kesadaran merek (brand awarenes), merupakan kesangupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.Kedua asosiasi merek (brand asosiation), merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Ketiga persepsi kualitas (perceived quality), yaitu persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkannya. Keempat loyalitas merek (brand loyali), merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Kelima adalah aset – aset yang lain meliputi hak paten, merek daang, dan atribut – atribut yang dapat membantu ketika konsumen menyaring sekumpulan pilihan yang ada diperusahaan. Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur, Dengan segala aktifitas yang dimiliki tentu saja penduduk Kabupaten Tulungagung tidak ingin ketinggalan informasi yang ada baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga dengan teknologi cangih memilih Televisi sebagai media informasi yang cepat dan dari sini peneliti tertarik untuk memilih lokasi penelitian di Kabupaten Tulungagung. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan diantaranya sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awarenes) , asosiasi merek (brand asosiation), kesan kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand loyalty) secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung? 2. Bagaimana pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awarenes), asosiasi merek (brand asosiastion), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand loyalty) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung? 3. Nilai ekuitas merek (brand equity) manaakah yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung? 3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand asosiation), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand loyalty) secara persial terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung. 2. Pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand asosiation), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand
3.
loyalty) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung. Nilai ekuitas merek (brand equity) manakah yang dominan yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten tulung Agung.
4. Landasan Teori 4.1 Merek a. Pengertian Merek Persaingan dalam era globalisasi, menciptakan peluang dan tantangan yang mengarahkan sistem perekonomian ke mekanisme pasar yang menuntut pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Perang pemasaran telah menjadi perang antar merek yaitu persaingan demi dominasi merek. Pada masa lalu, banyak produk yang tidak memiliki merek. Ketika memasuki abad pertengahan, tanda merek diberlakukan untuk para produk pengrajin dengan tujuan untuk melindungi diri mereka sendiri dan konsumen dari produk kualitas rendah. Di massa kini, para pelaku bisnis makin menyadari bahwa merek adalah aset yang tidak ternilai karena dengan memberi merek akan memperoleh sejumlah keuntungan seperti : memudahkan proses pesanan dan penelusuran masalah, membuka kesempatan untuk menarik pelanggan yang setia, dan memungkinkan untuk melakukan segmentasi pasar, selain itu juga membantu dalam membangun citra atau image perusahaan, serta memudahkan perusahaan untuk meluncurkan merek – merek yang mudah diterima oleh masyarakat. Menurut American Marketing Association (dalam Rangkuti, 2004:1) mendefinisikan bahwa “Merek adalah nama, istilah, tanda ,simbol atau rancangan untuk komunikasi dan hal – hal tersebut. Tujuan merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing”. Stanton (dalam rangkuti, 2004:36) Mendefinisikan bahwa “merek adalah nama, istilah, simbol, desain khusus atau beberapa kombinasi unsur – unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dikeluarkan oleh penjual”. Merek juga dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Rangkuti (2004:2) tentang merek yaitu : a. Merek sebagai brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari pada yang diucapkan misalnya : Pepsodent, BMW, Toyota. b. Merek sebagai brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dan merek yang tidak dapat diucapkan seperti lambang, desain huruf atau warna - warna khusus, simbol Toyota, Tiga berlian Mitsubhisi. c. Merek sebagai trade mark (tanda merek dagang), yang merupakan merek ataupun sebagian dan merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek). d. Copy right (Hak Cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang – undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, musik maupun yang berhubungn dengan seni. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan secara feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek yang terbaik biasanya memberikan jaminan kualitas, merek juga lebih dari hanya sekedar simbol saja, merek juga mempunyai emam tingkat pengertian (Rangkuti, 2004:36) yaitu: a. Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut – atrubut tertentu.
b.
Manfaat, yaitu merek lebih dari pada serangkaian atribut, konsumen tidak membeli atribut melainkan membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat yang fungsional dan atau emosional. c. Nilai, yaitu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsen. d. Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu. e. Kepribadian yaitu merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Dari rangkaian pengertian merek diatas, pada dasarnya merek adalah sesuatu yang dapat mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual, untuk membedakan dengan produk atau jasa pesaing, dan lebih dari itu merek juga merupakan sebuah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan gambaran, semangat dan pelayanan pada konsumen. b. Manfaat Merek Merek menjadi aset yang strategis baik bagi perusahaan, distributor , maupun konsumen dikarenakan adanya manfaat yang diberikannya. Menurut Rangkuti (2004 : 139) merek merupakan manfaat yaitu sebagai berikut: 1) Bagi Perusahaan Memudahkan penjual untuk mengelola pesanan dan memperkecil timbulnya permasalahan. Melindungi penjualan dri pemalsuan ciri – ciri produk Memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya. Memantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmen – segmen. Citra perusahaan dapat di bina dengan adanya nama yang baik. 2) Bagi Distributor Memudahkan penanganan produk. Mengidentifikasi pendistribusian produk. Meminta produksi agar berada pada standart mutu tertentu. Meningkatkan pilihan para pembeli. 3) Bagi Konsumen Memudahkan untuk mengenali mutu. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama jika membeli produk yang sama. Dengan adanya merek tertentu konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya. 4.2. Ekuitas Merek a. Pengertian Ekuitas Merek Merek memegang peranan yang sangat penting dan merupakan aset prestisius bagi perusahaan. Merek dapat menjembatani harapan konsumen akan janji perusahaan pada suatu produk. Dengan kepuasan konsumen akan suatu produk maka akan tercipta ikatan emosional antara konsumen dengan perusahaan. Melalui merek, pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip., tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Dengan merek inilah nantinya perusahaan dapat memberikan kepuasan kepada konsumen melalui produk, yang secara berkelanjutan akan tercipta loyalitas pelanggan. Aaker ( dalam Rangkuti, 2004:39 ) mendefinisikan bahwa “Brand equity is a set of assets “(and liabilities) linked tu brand’s name and simbol that adds to (or subtracts from) the value provided by a products or service to a firm and a or that
firm’s customers”. Yang artinya, ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang baik dari perusahaan maupun dari pelanggan. Hana dan Wosniak (dalam simamora, 2003:46) mengatakan bahwa “ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk”. Sepanjang nilai tambah tersebut ada, maka merek memiliki ekuitas. Ekuitas merek memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Dari perspektif perusahaan ekuitas merek memberikan keuntungan aliran kas dan pangsa pasar yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas merek terkait dengan sikap merek positif dan kuat yang didasarkan pada arti keyakinan positif da jelas tentang merek dalam memori Peter dan Olson ( dalam simamora, 2003:49). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Merek yang memiliki ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen. b. Unsur – Unsur Ekuitas Merek Merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat yang akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk., semakin kuat pula daya tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya dapat menggiring konsumen untuk melakukan pembelian serta meningkatkan profitabilitas perusahaan. Aaker (dalam Rangkuti 2004:39) mengelompokan Ekuitas merek (Brand Equity) ke dalam lima ketegori yaitu : (1) kesadaran merek (Brand Awarennes), (2) asosiasi merek (Brand Asociation”), (3) kesan kualitas (Preceived Quality), (4) Loyalitasmerek (Brand Loyalty), dan (5) Aset yang lain seperti hak paten, cap, saluran distribusi, dan lain – lain (brand assets). Lima kategori aset yang mendasari ekuitas merek ini ditunjukan sebagai dasar aktivitas merek. Konsep ekuitas merek dapat dilihat pada gambar berikut:
Kesan Kualitas
Kesadaran Merek
Assosiasi Brand Ekuitas Merek (Nama, Simbol) Aset hak milik brand yang lain
Loyalitas Pelanggan
Pemberian nilai kepada pelanggan dengan memperkuat :
Interprestasi atau informasi Rasa percaya diri dalam keputusan pembelian Pencapaian kepuasan pelannggan
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan :
Efisiensi dan efektifitas program Loyalitas merek Harga/ laba Perluasan merek Peningkatan perdagangan Keuntungan kompetetif
Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek (Sumber: Aaker, 1997 : 25) Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa ekuitas merek mampu menciptakan nilai baik kepada pelanggan maupun bagi perusahaan. Bagi pelanggan aset ini dapat memberikan informasi bagi mereka untuk dapat menginteprestasikan produk dan merek.Bagi perusahaan loyalitas merek memungkinkan harga optimum tanpa ketergantunggan promosi, saluran distribusi, dan yang paling utama adalah membeikan rintangan yang nyata bagi para kompetitor. Dari gambar tersebut juga dapat diketahui unsur – unsur yang ada pada ekuitas merek yaitu : a. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut. Aaker (1997:90) “Kesadarn merek adalah kesanggupan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu”. Kesadaran merek memberikan suatu keyakinan bahwa suatu merek produk tertentu akan ada di benak konsumen melalui tingkat kesadaran tertentu. Tingkat kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti dibawah ini:
Gambar 2. Piramida Kesadaran Merek (Sumber : Aaker, 1997:92) Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah : 1) Tidak Menyadari Merek Merupakan tingkat yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari akan suatu merek. 2) Pengenalan Terhadap merek Merupakan tingkat minimal dan kesadaran suatu merek, dimana pembeli memerlukan bantuan untuk mengingat merek suatu produk. 3) Pengingatan Kembali Terhadap Merek Merupakan tingkat dimana pembeli tidak dibantu untuk mengingat produk 4) Puncak Pikiran Merupakan tingkat dimana pembeli menyebut pertama kali merek tanpa bantuan. Tingkat kesadaran tertinggi pada piramida kesadaran merek, merek produk berada pada puncak pikiran konsumen terbanyak. b.
Assosiasi Merek (Brand Association) Assosiasi merek adalah segala hal atau kesan yang berkaitan dengan ingatan mengenai ingatan mengenai merek. Kesan – kesan ini akan meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Suatu merek yang mapan mempunyai posisi yang menonjol dalam persaingan jika didukung oleh berbagai asosiasi yangn kuat.
Umumnya assosiasi merek yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra mengenai merek atau brand image didalam benak konsumen. Konsumen yang telah terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau brand personality (kepribadian merek) terhadap suatu produk, dan selanjutnya konsumen dapat mengenal perbedaan merek tertentu dengan merek pesaing. Assosiasi dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggan yang dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. Membantu penyusunan proses informasi Diferiansi posisi Assosiasi Merek
Alasan untuk membeli
Menciptakan sikap atau perasaan positif Basis perluasan
Gambar 3. Nilai Assosiasi Merek (Sumber: Aaker, 1997 : 162) 1) Dapat membantu proses penyusunan Assosiasi - assosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu meng – identifikasi sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dikenal oleh konsumen. 2) Diferensiasi posisi Suatu asosiasi yang dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pem – bedaan suatu merek satu dengan merek yang lain. 3) Alasan untuk membeli Umumnya asosiasi digunakan pembeli untuk melakukan keputusan pembelian. 4) Menciptakan sikap perasaan positif Asosiasi merek dapat merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya dapat berdampak positif pada produk yang bersangkutan. 5) Garis perluasan Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan produk baru. Asosiasi Merek ini umumnya dihubungkan oleh berbagai hal yang berkaitan dengan merek tersebut: Atribut Produk
Mengasosiasikan merek kedalam atribut – atribut yang ada pada produk yang menjadi suatu karateristik dan produk tersebut. Atribut – atribut tak terwujud Asosiasi yang ada pada suatu faktor tak berwujud misalnya persepsi kualitas kemajuan teknologi atau kesan yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang obyektif. Manfaat Bagi Pelanggan Asosiasi pada merek yang diawali dengan penentuan posisi satu atau dua tingkatan harga. Contoh BMW sangat nyaman dikendarai (karateristik produk) memberikan kepuasan mengemudi bagi pelanggan (manfaat pelanggan). Harga Relatif Asosiasi pada merek yang diawali dengan pencantuman posisi merek dan satu atau dua tingkatan harga. Penggunanan atau Aplikasi Asosiasi merek yang dilakukan dengan pendekatan penggunaan atau aplikasi. Penggunaan atau Pelanggan Asosiasi pada merek yang dilakukan dengan menggunakan type penggunaan atau pelanggan dan produk tersebut. Orang Tersohor atau Khalayak Asosiasi sebuah merek yang dikaitkan dengan seseorang yang terkenal, seperti aktor atau akrtis, pelawak penyanyi dan sebagainya. Gaya Hidup atau Kepribadian Asosiasi merek berkaitan dengan suatu gaya hidup atau kepribadian pelanggan. Kelas Produk Asosiasi merek yang berkaitan dengan kelas tertentu misalnya: Mercedes yang lekat kaitannya dengan prestise. Para Kompetitor Mengetahui pesaing dan berusaha mengungguli atau menyamai pesaing. Negara atau Wilayah Asosiasi merek yanhg lekat dengan suatu negara misalnya : Prancis diasosiasikan dengan merek pakaian dan parfum.
c. Kesan Kualitas (Perceived Quality) Aaker (dalam Rangkuti, 2004:41) menjelaskan bahwa “kesan kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkenan dengan maksud yang diharapkan“. Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dalam gambar berikut ini: Alasan untuk membeli Diferesiensi/posisi
Kesan Kualitas
Harga Optimum Minat saluran Distribusi Perluasan merek
Gambar 4. Nilai Kesan Kualitas (Sumber: Aaker, 1997:1265) Gambar diatas menunjukan bahwa kesan kualitas memiliki lima keuntungan , yaitu: (1) alasan membeli, hal ini mengambil merek mana yang harus diambil ; (2) diferensiasi dimana suatu karateristik penting dan merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas; (3) harga optimum yaitu dapat memberikan pilihan dalam menentukan harga optimum; (4) meningkatkan minat saluran distribusi; dan (5) perluasan merek, kesan kualitas dapat digunakan untuk perluasan merek dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk dalam kategori merek baru. d. Loyalitas Merek (brand Loyalty) Loyalitas merek merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek yang memberikan gambaran tentang seberapa jauh kesetiaan konsumen terhadap suatu merek produk Biasanya loyalitas merek tumbuh karena faktor pengalaman dan dipengaruhi oleh salah satu indikator. Inti, pelanggan yang loyal pada umumnya akan tetap setia pada suatu merek tertentu walapun harus dihadapkan pada banyak aternatif merek produk lain yang menjanjikan. Berikut merupakan gambaran Piramida loyalitas :
Pembeli komit Menganggap merek Sebagai sahabat Pembeli yang puas dengan biaya peralihan Pembeli yang puas/ bersifat kebiasaan, Tidak ada masalah untuk beralih Berpindah – pindah/ peka terhadap perubahan Harga, tidak ada loyalitas merek.
Gambar 4. Piramida Loyalitas (Sumber: Aaker, 1997:57)
Berdasarkan piramida diatas maka dapat dijelaskan bahwa: 1) Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau pembeli sama sekali tidak tertarik dengan merek yang ditawarkan. Dengan demikian merek mempunyai peranan yang sangat kecil didalam keputusan pembelian, umumnya jenis konsumen ini adalah tergolong tipe switcher atau price buyer (lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian). 2) Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan atau minimal tidak mengalami kekecawaan dan telah terbiasa membeli produk tersebut. Umumnya jenis konsumen ini biasa disebut dengan pembeli tipe kebiasaan (habitual bayer). 3) Tingkat ketiga adalah pembeli yang puas namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko yang berhubungan dengan
upaya untuk melakukan pengambilan ke merek yang lain. Kelompok ini biasa disebut dengan tipe konsumen satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan). 4) Tingkat keempat adalah kelompok pembeli yang benar – benar menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini timbul perasaan emosional yang terkait dengan merek, umumnya pilihan mereka dilandasi pada asosiasi yang terkait dengan simbol, atau rangkaian pengalaman, dan kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkatan ini disebut sahabat merek karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek. 5) Tingkat kelima adalah kelompok pembeli yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tyersebut sangat penting bagi mereka baik segi fungsinya maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebanarnya (uncommited buyer). Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis dan jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai atau keuntungan secara berkelanjutan bagi perusahaan.
4.3 Keputusan Pembelian Konsumen a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen Engel, dkk(1994:182) menyebutnya bahwa “perilaku pembelian merupakan proses keputusan dan tindakan orang –orang yang terlibat dalam pembelian dan peng – gunaan produk”. Sedangkan peter, dkk “(1999;102) menefinisikan “ pengambilan keputusan konsumen (customer decision merkewting) adalah proses pengintregrasian yang meng – kombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya”. Dari kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan proses keputusan pembelian, konsumen harus bisa menginterprestasikan informasi yang ada untuk dapat ditelaah dan diproses dalam pengetahuan personalnya agar dapat meng – integrasikan segala informasi tersebut kedalam tindakan yang telah terevaluatif dalam menetapkan keputusan pembeklian akan suatu produk. b. Model Pengambilan Keputusan Konsumen Peter, dkk (1990;47) menyebutkan bahwa “proses interprestasi (interpretation process”) mensyaratkan eksposure pada informasi dan melibatkan dua proses kognitif terkait dengan perhatian dan pemahaman”. Pengetahuan, arti, dan kepercayaan dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian dapat dipanggil lagi dalam ingatan dan di-gunakan dalam proses integrasi. Proses integrasi menyangkut bagaimana konsumen dapat mengkombinasikan pengetahuannya untuk membentuk suatu evaluasi produk seperti keputusan pembelian. Konsumen akan mengkombinasikan pengetahuan dan perasaan efektif terhadap suatu produk untuk membentuk suatu evaluasi menyeluruh, pada saat konsumen akan memilih diantara beberapa perilaku pembelian mereka akan mem-bentuk suatu keinginan atau rencana keputusan pembelian. c. Proses Keputusan Pembelian Konsumen Engel, dkk (1994:148) mengemukakan bahwa konsumen dalam melakuikan keputusan pembelian melalui beberapa tahapan yaitu: 1) Pengenalan Kebutuhan 2) Pencarian Informasi 3) Evaluasi Alternatif 4) Pembelian
5) Hasil
d.
1)
2)
3)
4)
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Kotler (2000:183) menyebutkan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen adalah: Faktor Budaya Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling membesar. Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Kelas sosial semua masyarakat memiliki strata sosial. Stratifikasi tersebut kadang – kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. Faktor Sosial Kelompok acuan, terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Keluarga, organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah menjadi obyek penelitian yang luas. Peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing – masing peran menimbulkan status. Faktor Pribadi Usia dan siklus hidup, orang membeli barang atau jasa yang berbeda sepanjang masa hidupnya. Mereka makan makanan selama tahun – tahun awal hidupnya, banyak ragam makanan selama tahun pertumbuhan dan kedewasaan serta diet khusus pada tahun –tahun berikutnya. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi , pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsi. Lingkungan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan., tabungan dan aktiva , utang kemampuan ntuk meminjam, dan sikap terhadap belanja atau menabung. Gaya hidup, merupakan pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungan. Kepribadian dan konsep diri, Kepribadian merupakan karateristik psikologis seseorang yang berbeda dengan oranng lain yang nmenyebabkan tanggapan yang relatif konsisiten dan bertahan lama dalam lingkungannya. Faktor Psikologis Motivasi, suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai tingkat intensitas yang memadai. Persepsi, proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan - masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Pembelajaran , meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Keyakinan dan sikap. Keyakinan (belief), gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Sikap (attitude) , evalusi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan.
e.
Jenis Pembelian Konsumen Jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin penggantinya jika diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah memeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Menurut Sumarwan (2003:310), Pembelian produk atau jasa yang akan duilakukan oleh konsumen bisa digolongkan dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut: 1) Pembelian yang terencana sepenuhnya Pembelian yang terencana sepenuhnya biasanya adalah hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibattan yang tinggi dankonsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan.Produk – produk ini terkait dengan kebutuhan pribadi dan sosial pembeli serta menunjukan citra diri mereka. Frekuensi pembelian produk tertentu, memungkinkan konsumen menilai merek mana yang terbaik untuk selanjutnya membeli merek tersebut dengan sedikit pertimbangan diantara alternatif yang ada. Beberapa produk yang dibeli seperti parfum , bedak , dan sampo. 2) Pembelian yang separuh terencana Konsumen sudah mengetahui produk yag akan mereka beli tetapi tidak tahu merek yangt akan dibelinya dan mencoba untuk mencari informasi yang lebih jelas mengenai produk yang akan dibelinya. Karena produk tersebut tidak terlalu penting bagi konsumen. 3) Pembelian yang tidak terencana Dimana konsumen membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu dan keinginan untuk membeli suatu produk seringkali muncul pada saat ia akan melakukan pembelian. 4.4.Hubungan Ekuitas Merek dengan Keputusan Pembelian Konsumen Dalam mengambil keputusan pembelian tentunya ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mereka dalam proses mengambil keputusan membeli adalah merek. Merek memudahkan konsumen dalam mengenal dan membedakan produk perusahaan satu dengan produk perusahaan yang lainnya. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk yang lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. Melalui mereka konsumen dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk dapat dievaluasi sehingga keputusan pembelian diambil. Durianto (2004:2) mengemukakan bahwa “merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi”. Merek memegang peranan yang penting bagi perusahaan karena ekuitas merek dapat memberikan keuntungan. Ekuitas suatu merek akan ada jika merek dapat memberikan nilai tambah pada produk, jika tidak maka merek pada produk itu tidak dapat dikatakan tidak memiliki ekuitas merek. Hanya merek yang kuat dapat dikatakan memiliki ekuitas merek dan merek yang kuat menarik konsumen untuk menggunakan faktor merek dalam pengambilan keputusan pembelian (Simamora, 2003:51). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peranan ekuitas merek suatu produk dapat dijadikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Pengolahan ekuitas merek oleh perusahaan dengan tepat akan dapat memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan profit dan loyalitas konsumen.
5.Kerangka Pikir
X X1
X2
X3
Y
X4
Gambar 5. Kerangka Pikir Keterangan
: = Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3,X4) secara Simultan terhadap Variabel Y = Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3,X4) secara parsial terhadap Variabel Y Variabel Bebas X1= kesadaran merek X2 = asosiasi merek X3 = kesan loyalitas X4 = loyalitas merek Variabel Terikat Y = keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung
6. Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian survey yaitu suatu jenis penelitian yang melakukan pengamatan yang didasarkan pada suatu perubahan dan gejala yang terjadi pada suatu tempat dalam spektrum yang luas (Singgih, 2001:109). Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah.
6.1. Analisis Statistik Deskriptif Menurut Sugiyono (2004:144) “statistic deskriptif adalah statistic yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”. Kategori tiap – tiap variable adalah berbeda yang ditentukan dengan penjang interval dengan rumus sebagai berikut: Panjang Kelas Interval = Skor Tertinggi – Skor Terendah Banyaknya Kelas Interval Selanjutnya total tiap item dimasukan kedalam tiap kelas interval sehingga didapatkan frekuensi tiap kategori dan di prosentasikan dengan rumus: P = F x 100 % N
Dimana: P = Persentase F = Frekuensi (jumlah responden yang menjawab ) N = Jumlah Total Responden 6.2. Analisis Statistik Inferensial Tujuan analisis statistikinferensial adalah untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan varuabel terikat baik secara parsial maupun simultan. Analisis data penelitian ini menggunakan analisa Regresi Linier Berganda yang fungsinya adalah untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun secara parsial antara Variiabel bebas ( X ) dengan variabel terikat ( Y ). Agar data yang diperoleh akurat, maka peneliti menggunakan bantuan computer program SPSS seri 12 For Windows. Adapun rumus persamaan Regresi Linier Berganda adalah sebagai berikut: (Rangkuti, 2002:162)
Y=a + b1X1 +b2 X2 + b3X3+ b4X4 + e
Dimana : Y = Kriterium atau variabel terikat (keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung) a =Bilalang Konstanta X1 = Variabel bebas 1 [kesadaran merak] X2 = Variabel bebas 2 [asosiasi merek] X3 = Variabel bebas 3 [kekas kualitas] X4 = Variabel bebas 4 [loyalitas merek] b1,b2,b3,b4 = Koefisien regresi e = Error atau sisa [residual]
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotensis dengan uji stalistik ini: a.Uji t Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh variabel bebas secara parsial antara variabel bebas [X] dengan variabel terikat [Y].Uji t dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut ;[Rangkuti,2002;166] t=
b Sb
Dimana; b =Parameter Estimasi Sb =Stantar error ditolak atuau diterima Setelah dilakukan anlisis data dan diketahui hasil perhitungan maka lankah selanjutnya adalah membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atu bisa juga dengan memperhatitikan signifinikasi t 0,05 atau signifikasi t 0,05.Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan apakah hipotensis nol [Ho] atau hipotensis alternatif [Ha]tersebut Kriteria untuk penerimaan dan penolakan suatu hipotensis adalah: 1. Nilai t hitung > t tabel maka hipotensis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. 2. Nilai t hitung > t tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Atau dengan melihat signifikasi t, yaitu : 1) Signifikansi t < 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan ditolak dan hipotesis alternatif (Ha”) diterima. 2) Signifikansi t > 0,05 maka hipotesis nol (ho) akan diterima dan hipotesis alternatif (Ha0 ditolak. b. Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara semua variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Uji F dilakukan dengan rumus : (Rangkuti, 2002:165)
F=
R² / K ( I - R²) (n – k – I )
Dengan menggunakan df = n – k – I Dimana : F = Pendekatan distribusi probabilitas linier R = Koefisien linier berganda n = Banyaknya Sampel k = Jumlah Variabel Independent Setelah dilakukan analisis data dan diketahui hasil perhitungan maka selanjutnya adalah membandingkan nilai F hitung dengan F tabel atau bisa juga dengan
memperhatikan signifikansi F < 0,05 atau F > 0,05. Dari keterangan tersebut apakah hipotesis nol (Ho) atau hipotesis alternatif (Ha) tersebut ditolak atau diterima.
1) 2)
1) 2)
Kriteria untuk penerimaan dan penolakan suatu hipotesis adalah : Nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hipotesis alternatif (“Ha) diterima. Nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hipotesis alternatif (“Ha) ditolak. Atau dengan melihat signifikansi F, yaitu: Signifikansi F < 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Signifikansi F > 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.
6.3 Uji Asumsi Klasik Uji asusmsi klasik berkelanjutan untuk mengetahui apakah model regresi layak dipakai atau tidak dalam variabel – variabel penelitian. Untuk memperoleh pengukuran yang tidak bisa dari persamaan regresi linier berganda, maka perlu diadakan uji asumsi klasik yang meliputi. : a. Uji Normalitas Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variabel independent, variabel dependent, atau keduannya memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. b. Uji Multikoolinieritas Gujarati (1978 : 157) mengemukakan “ Multikolinieritas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa sebuah variabel yang menjelaskan dari model regresi”. Jadi uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat hubungan variabel diantara beberapa hubungan variabel diantara beberapa atau semua variabel dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas khususnya dalam model regresi linier yang mencangkup lebih dari dua variabel bebas dapat dilihat dengan uji VIF (Variance Inflator Factor) dan TOL (Tolerance) dengan rumus : VIF =
1
dan
TOL = 1 - R²X1
1 - R² X1 Dimana : R²X1 = nilai R² darei hasil etimasi regresi parsial variabel penjelas. Jika VIF lebih dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas yang lainya dan TOL =0. Gujarati (1978:166) mengemukakan bahwa “kolonieritas seringkali diduga ketika R² tinggi (misalnya antara 0,7 dan 1) dan ketika korelasi derajat nol tinggi tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien regresi parsial yang secara individu penting secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional”. Model regresi yang baik tentunya tidak ada multikolinieritas atau tidak ada korelasi diantara variabel bebas. c.
Uji Heteroskedasstisitas Heteroskedasstisitas adalahy variabel pendahulu mempunyai varian yang berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Uji Heteroskedasstisitas
dimaksudkan untuk menguji apakah varian dari kesalahan pengganggu konstan untuk semua nilai variabel independent. Untuk mengetahui ada tidak heteroskedasstisitas dalam dilihat dalam gambar Scaterplott. Model regresi yang layak tentunya tidak terjadi Heteroskedasstisitas. Tidak terjadinya heteroskedasstisitas berpencar sekitar angka 0 “(0 pada sumbu Y ) dan tidak membentuk suatu pola atau garis tertentu. d. Uji Autokorelasi Menurut Gujarati (1978 : 201) “autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu “(seperti dalam data deretan waktu atau ruang (seperti dalam data cross – sectional “. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji d Durbin – Wwatson. Statistik d Durbin Watson (Gujarati, 1978 ; 215) adalah sebagai berikut: t=n
∑ ( e1 - e1-1 )² d=
t=2 t=n
∑ e1² t=1
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai D – W statistik dengan DW tabel dengan pedoman : Jika hipotesis Ho = mtidak ada serial auto korelasi baik positif maupun negative, maka jika : d < d1 = Menolak Ho d > du = tidak menolak Ho d1 < d < du = pengujiian tidak meyakinkan 4 – du < d < 4 – d1 = Pengujian tidak meyakinkan Adapun gambar statistic d Durbin – Watson adalah sebagai beriktu : f (d) Menolak Ho Bukti Autokorelasi Positif
Daerah Keraguan
A 0
B d1
Daerah Keraguan Menerima Ho Atau Ho* atau Kedua -duanya C D du
2
4-du
Menolak Ho* Bukti Autokorelasi negative
E 4-d1
Keterangan : Ho = tidak ada autokorelasi positif Ho* = tidak ada autokorelasi negative Gambar 6. Statistik d- Durbin – Watson Sumber (Gujarati, 1978 : 216)
d 4
7. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis data, terdapat lima buah hasil penelitian sebagai berikut : 1. Pengaruh Kesadaran Merek (X1) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y). Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000< nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang berbunyi tidak ada pengaruh antara kesadaran merek (X1) terhadap keputusan pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% veriabel kesadaran merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai koefisien regresi parsial (β) Variabel kesaran merek sebesar 0,741 mengatakan bahwa setiap peningkatan dimensi kesadaran merek sebesar satu satuan akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung sebesar 0,741. Sedangkan sumbanan efektif untuk kesadaran merek terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 13,47%. 2. Pengaruh Asosiasi Merek (X2) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Meerek Samsung di Kabupaeten Tulung Agung (Y). Dapat diperoleh nilai sig t = 0,0002< nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang berbunyi tidak ada pengaruh antara asosiasi merek (X2) terhadap keputusan pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% variabel asosiasi merek mepunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.Nilai koefisien regresi parsial (β) variabel asosiasi merek sebesar 0,663 mengatakan bahwa setiap peningkatan dimensi merek sebesar satu satuan aka meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televsi merek Samsung sebesar 0,663. Sedangkan sumbangan efektif untuk asosiasi merek terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 10,30%. 3. Pengaruh Kesan Kualitas (X3) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y). Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000 < nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang berbunyi tidak ada pengaruh antara kesan kualitas merek (X3) terhadap keputusan pembelian (Y) ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% veriabel kesan kualitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai koefisien regresi parsial (β) veriabel kesan kualitas sebasar 0,585 mengatakan bahwa setiap peningkatan dimensi kesan kualitas sebesar satu - satuan akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi Merek Samsung sebasar 0,585. 4. Pengaruh Loyalitas Merek (X4) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupatan Tulung Agung (Y). Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000 < nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang berbunyi tidak ada pengaruh antara loyalitas merek (X4) terhadap keputusan pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% variabel loyalitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.Nilai koefisien regresi parsial (β) variabel loyalitas merek sebesar 0,959 mengatakan bahwa setiap peningkata dimensi loyalitas merek sebesar satu satuan akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung sebasar 0,959.Sedangkan sumbangain efektif untuk loyalitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 21,3 4%. 5. Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3), dan Loyalitas Merek (X4) secara Simultan terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek Samsung di Akbupaten Tulung Agung (Y).
Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3), dan Loyalitas Merek (X4) secara simultan terhadapkeputusan pembelian konsumen Televisi Merek Samsung Kabupaten Tulung Agung (Y) dapat dilihat dalam Tabel 4.15 berikut: Tabel 1. Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3), dan Loyalitas Merek (X4) secara Simultan terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y). Variabel Bebas Variabel Terikat F Hitung Sig Hipotesis Kesadaran Merek (X1) Keputusan Pembelian 23,596 0,000 Ho ditolak, Asosiasi Merek (X2) Konsumen Televisi Ha diterima Kesan Kualitas (X3) Merek Samsung Loyalitas Merek (X4) Konstanta = 12,210 R= 0,715 Adjusted R Square = 0,490 α = 0,05 (Sumber : Data diolah peneliti, 2009)
Dari hasil uji Anova atau F test didapat F hitung sebesar 23,596 dengan tingkat signifikan 0,000 jauh lebih kecil dari nilai α = 0,05. Dari data tersebut membuktikan bahwa pada peluang kesalahan 5% secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara kesaran merek, asosiasi merek , kesan kualitas , dan loyalitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen televisi merek Samsung. Dengan demikian Ho yang berbunyi tidak ada pengaruh antar kesadarn merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek terhadap keputusan pembelian Televisi Merek Samsung , di tolak. 6.
Nilai Ekuitas Merek yang Dominan Mempengaruhi Keputusan Pembelia Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung. Dari data yang diolah dapat diketahui bahwa variabel bebas yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah loyalitas erek (X4). Hal ini ditunjukan dengan nilai t terbesar adalah t4 yaitu sebesar 4,947. Nilai tersebut menunjukan bahwa unsur loyalitas merek kuat pengaruhnya dibandingkan unsur kesadaran merek , asosiasi merek, dan kesan kualitas. Selain itu nilai dominan dapat ditunjukan dengan nilai SE (Sumbangan Efektif) tertinggi adalah SE, sebesar 21,34%. Hasil perhitungan Sumbangan Efektif masing – masing variabel adalah sebagai berikut : Tabel 4.16 Sumbangan Efektif Variabel r r² SE Kesadaran Merek (X1) 0,367 0,134689 13,47% Asosiasi Merek (X2) 0,321 0,103041 10,30% Kesan Kualitas (X3) 0,397 0,157609 15,76% Loyalitas Merek (X4) 0,462 0,213444 21,34% Total 60,87% (Sumber : Data diolah peneliti,2009)
Berdasarkan nilai Adjusted R- Square 0,490 memiliki arti bahwa 59% keputusa pembelian konsumen Televisi merek Samsung (Y) bisa dijelaskan secara simultan oleh variabel kesadaran merek (X1), asosiaasi merek (X2), kesan kualitas (X3), dan loyalitas merek (X4),. Sedangkan sisanya sebesar 51% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dideskripsikan dalam penelitian ini, seperti cap dagang, promosi penjualan, selera, lokasi, dan sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komponen dalam ekuitas merek yang dominan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung adalah loyalitas merek (X4). Model akhir hipotesis teruji dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini :
X
P = 0,000
SE = 13,47%
P = 0,002
SE = 10,30%
P = 0,000
SE = 15,76
P = 0,000
SE = 21,343%
X1
X2
Y
X3
X4
P = 0,000
Adj R² = 49%
Gambar 8. Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat Keterangan : : Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3 dan X4) secara parsial terhadap variabel Y : Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3 dan X4) secara simultan terhadap variabel Y 8. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas , dan loyalitas merek memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung. Pengaruh positif ini terbukti dari nilai koefisien regresi parsial (β) yaitu β1 = 0,741, β2 = 0,663, β3 = 0,585, dan β4 = 0,959. Sedangkan pengaruh signifikan dibuktikan dari nilai sig t yaitu t1 = 0,000, t2 = 0,002, t3 = 0,000 dan t4 = 0,000.
2. Kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek secara simultan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung. Ini terbukti dari nilai Fhitung sebesar 23,596 dengan tingkat signifikan 0,000 jauh lebih kecil dari nilai α = 0,05. 3. Unsur ekuitas merek yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung adalah faktor loyalitas merek. Ini terbukti dari nilai SE4 = 21,34%. 4. Peranan ekitas merek suatu produk dapat dijadikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsuen dalam mengambil keputusan pembelian. Pengolahan ekuitas merek oleh perusahaan dengan tepat akan meningkatkan profit dan loyalitas konsumen. 5. Pembelian Televisi merek Samsung dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, usia yang masih produktif bekerja, dan penghasilan tiap bulan. Ini terbukti bahwa untuk tingkat pendidikan didominasi oleh (1) Diploma, (2) Sarjana. Untuk usia responden didominasi oleh usia (1) 26 – 31 tahun, (2) 32 – 37 tahun, dimana untuk sia dibawah 26 tahun banyak yang kuliah baik dengan biaya sendiri maupun orang tua, sedangkan ntuk usia yang di atas 37 tahun mereka lebih memilih menyimpan uangnya. Dan penghasilan tiap bulan responden di dominasi oleh (1) Rp. 1.000.000,0; (2) Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, David 1997. Manajemen Ekuitas Merek : Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek. Terjemahan oleh Aris Ananda, Cetakan Pertama. Jakarta: Mitra Utama. Arikunto, Suharsimi.2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V. Jakarta : Rineka Cipta. Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equty Ten Strategi Memimpin pasar. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Engel, F, James, Roger D., and Paul, W. Minard. 1995. Perilaku Konsumen.Jilid II. Edisi Keenam. Jakarta : Binapura Aksara. Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Oleh Sumarno Zain. Tanpa Tahun. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Terjemahan Oleh Hendra Teguh, Rony A. Rusli dan Benyamin Molan. 2002. Jakarta : Prehanlindo. Peter, J.Paul, Olson, C. Jerry. 1999. Consumen Behavior. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keempat, Jakarta : Erlangga. Pramono, Nita.2002. Samsung Menciptakan Gebrakan Teknologi Audio Visual yang Spektakuler, (online), (
[email protected]),25 Februari 2006. 2005.
Pramono, Nita 2002. Samsung Elektronics Meluncurkan Produk – Produk Baru Mutakhir di Cebit 2005, (Online), (
[email protected]),di akses 4 Desember 2005 Pramono, Nita.2005. Samsung Indonesia Targetkan Pendapatan 1,5 Miliar Dolar AS, (Online), (
[email protected]), diakses 25 Februari 2006. Rangkuti, Freddy. 2002.Riset Pemasaran.Cetakan Kelima. Jakarta : PT. Garamedia Pustaka Utama. Rangkuti, Freddy. 2004. The Power of Brands. Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek Plus Analisis Kasus dengan SPSS. Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Santoso, Singgihl. 2005. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek yang Kuat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugioyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan ketujuh. Bandung: Alfabeta. Sumarwan, ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Cetakan pertana. Jakarta: Ghalia Bandung Binapura Aksara Rosda Karya. Umar, Husein. 2002. Metode riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama. Universitas Negri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan penelitian. Edisi ke Empat. Malang: Biro Administrasi Akademis, Perencanaan Dan Sistem Informasi Bekerjasama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang.
PENGARUH KEPUTUSAN PEMBERIAN MODAL TERHADAP RETURN ON EQUITY (ROE) PADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI CV. ANUGRAH BERLIAN BLITAR Oleh: Evina Kusumawati Role of monetary Management in the world of business from time to time experience of fast growth so. Speed of corporate activity affect at decision of consumer of needed to fund is company operational. The fund can come from within company and also from outside company. Therefore role of company management of vital importance to specify requirement of company capital. Target of research is to (1) description influence of ratio debt and of equity asset to of ratio to equity on return at company. (2) to know that among free variabel (ratio debt and of equity asset to of ratio) which of its influence larger ones to equity to return at company In this research pursuant to target of research is including into research of clarification (research explanatory) that is focused research relation of causal between variabel one with other variabel . Sample wearied in this research is counted 5 reckoned from sample is balance report during 5 the last year. Technique which is used in determination of sample is method of purposive sampling. Result of research show : (1) free variabel (ratio debt and of equity asset to of ratio) by simultant have influence to variabel tied (equity on return) = 76,2% while the rest equal to 32,8% influence by other variabel outside research. (2). Result of analysis test f by simultant obtained by f count = 2,045 with storey of significance equal to its 0,328 meaning by together free variabel don't have influence manifestly. (3) result of analysis test t (asset to equity of ratio don't have influence manifestly to equity on return because of level oft count ( ETAR) equal to - 0,306 bigly coefficient of regression (ETAR) equal to - 1,377 with the meaning much more small from is big oft count.
Keywords: Services company capital, and return on equity
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan menejemen keuangan dalam dunia bisnis dari waktu kewaktu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan IPTEK. Kecepatan aktifitas berdampak pada keputusan, yaitu keputusan untuk menggunakan dana, tetapi juga berhubungan dengan keputusan pendanaan, yaitu suatu keputusan untuk memperoleh dana yang diperlukan untuk operasi usaha. Dana tersebut dapat berasal dari dalam perusahaan atau badan usaha maupun dana dariluar badan usaha, dana yang berasal bisa berupa modal pemilik perusahaan (investor), sedangkan dari luar berasal dari pinjaman. Dalam hal ini diperlukan peran seorang menejer keuangan untuk menetapkan kebutuhan modal usaha, apakah dibiayai sendiri dari modal sendiri atau didanai oleh modal diluar perusahaan seperti pinjaman dana, tentu saja untuk memperoleh dana pinjaman harus dipertimbangkan biaya modalnya dan kemampuan untuk mengembalikan hutang beserta bunganya. Suatu retunn on equity yang baik(tinggi), semakain tinggi rasio antara total aktiva dengan total modal sendiri (equity to assets ratio), berarti modal yang dipunyai perusahaan banyak dialokasiksn pada aktiva, dan ini akan mempengaruhi return on equity yang akan diperoleh kelak. Berawal dari hal tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada pengaruh keputusan pendanaan terhadap return on equity atau profitabilitas dengan harapan dapat memberikan alternatif pada perusahaan ini dalam hal pemenuhan dana, sehingga tujuan perusahaan untuk meningkatkan laba perusahaan dapat terpenuhi dengan meningkatkan return on equity. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian diatas, maka perumusan masalah yang penulis buat adalah: 1. Apakah ada pengaruhnya variabel debt ratio dan equity to assets ratio secara simultan terhadap return on equity yang dilihat dari analisis keuangan dari perusahaan yang bersangkutan? 2. Di antara kedua variabel bebas debs ratio danequity to assets ratio, manakah yang lebih besar pengaruhnya terhadap return on equity pada perusahaan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendiskripsikan serta pengaruh debt ratio dan equity to assets ratio terhadap return on equity pada perusahaan. 2. Untuk mengetahui bahwa diantara variabel bebas : debs ratio dan equity to assets ratio, mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap return on equity pada suatu perusahaan. 2. Metode Penelitian 2.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dimulai bulan Mei sampai September 2009. Pada perusahaan CV. Anugrah Berlian Blitar. Adapun lokasinya berada di Jalan Raya Garum Blitar No 45.
2.2 Jenis Penelitian Berdasarkan pada tujuan maka jenis penelitian yaitu menjelaskan pengaruh debt ratio dan equity to assets ratio secara simultan terhadap return on equity yang intinya memfokuskan pada hubungan kausal antara variabel – variabel satu dengan yang lainnya. 2.3 Populasi dan Sampel Menurut Emory dan Cooper (1996: 214), menyatakan : “Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan”. Populasi adalah perusahaan jasa kontruksi CV. Anugrah Berlian Blitar dan besarnya sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu laporan keuangan tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 2.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam melaksanakan penelitian, penulis mendapatkan hasil yang diharapkan dengan menggunakan metode - metode sebagai berikut: a. Observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra (surve atau pengamatan langsung). b. Interview adalah seluruh dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh infprmasi dari terwawancara. c. Dokumentasi adalah penelitian menyelidiki benda - benda tertulis seperti buku buku, dokumen, peraturan - peraturan, catatan harian dan sebagainya. 2.5 Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X) adalah model regresi berganda. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: ROE= a + b1DR + b2ETAR + E Dimana: ROE = rentabilitas modal sendiri (Return On Equity) a = Konstanta bl dan b2 = Koefisiensi regresi DR = Debt Ratio ETAR = Equity To Assets Ratio E = Variabel Pengganggu Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengklasifikasikan, membandingkan serta menghitung data angka dengan menggunakan rumus - rumus yang relevan. 2.6 Pengujian Hipotesis Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya maka pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan cara :
1. Untuk menguji hipotesis pertama, digunakan uji-F (pengujian koefisien regresi secara simultan) yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas (X) bersama - sama 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Penyajian Data Gambaran Umum Perusahaan CV.Anugrah Berlian berdiri pada 8 September 1986. Dan mulai berkembang pesat pada tahun 1991 dan diikutkan pada prakualifikasi DPU Bina Marga di tingkat nasional. Adapun proyek – proyek yang dikerjakan umumnya didapat dari instansi pemerintah di lingkungan DPU antara lain : drainase dan jaringan pengairan, jalan, jembatan, landasan dan lokasi pengeboran darat, gedung dan pabrik, bangunan pengelolahan air bersih dan air limbah,perumahan dan pemukiman, reklamasi dan pengerukan, dan bendungan. Perusahaan jasa kontruksi ini terdiri dari para ahli diberbagai bidang, tetutama bidang sipil, arsitektur, mekanikal dan elektrikal. Karena jasa yang diberikan lebih banyak dalam bentuk fisik di lapangan maka dibutuhkan para ahli yang berpengalaman sesuai dengan bidangnya. Para ahli ini adalah putera Indonesia yang ingin turut serta menyumbangkan baktinya pada negara dengan jalan bekerja dengan penuh dengan tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi memanfaatkan keahlian yang dimiliki. 3.2 Tujuan Perusahaan Tujuan yang berperan sebagai landasan (pedoman) bagi perusahaan, terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Demikian halnya perusahaan ini dalam melakukan usahanya mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. 1. Tujuan Jangka Pendek Tujuan ini merupakan, tujuan yang hendak dicapai perusahaan dalam waktu yang relatif singkat yang pada umumnya berkisar antara satu tahun serta merupakan juga 3.3 Analisis Hasil Penelitian Dalam penelitian ini laporan keuangan yang digunakan adalah 5 tahun terahkir, yaitu 2004 sampai dengan 2008, yang diuraikan dalam debt ratio, equity to assets rasio dan return on equity. Variabel terikat dipersentasikan dengan menjumlahkan variabel bebas pada periode tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 pada laporan keuangan yang memiliki ROE dengan rata – rata (mean) sebesar 23.0260 dengan tingkat standart devisiasi sebesar 10.72316,DR dengan rata – rata (mean) sebesar20.6560 dengan standart deviation 14.95573 dan ETAR dengan rata – rata (mean) 79.8720 tingkat standart deviation15.65371 dari jumlah variabel (N) sebanyak 5.
Tabel. 4.1 Hasil Analisa Variabel Terikat: return on equity (ROE) yang dipengaruhi oleh variabel bebas -.debt ratio (DR) dan Equity to assets ratio (ETAR) print out regresi berganda (Diskriptive Statistics) Mean ROE 23.0260 DR 20.6560 ETAR 79.8720
Std. Deviation
N
10.72316 14.95573 15.65371
5 5 5
Sumber data: lampiran 3.4 Analisis Regresi Linier Berganda Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas, yaitu : Debt ratio (X1) dan Equity to assets ratio (X2), terhadap variabel terikat, yaitu : Return on equity (Y) dari laporan keuangan selama 5 periode, dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Dalam analisis ini menggunakan model Analisis Regresi Linier berganda yang berguna untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, hasil tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Hasil Print out Regresi Linier Berganda Dengan Meggunakan Program SPSS versi 11.5.
Model
1
Regression Residual Total A (Constant) DR ETAR F(Hitung)2.045 F (Signifikan) .328 t (hilung) 0.331(Signifikarf) .772 alpha (a) = 0,05 / 5%
Sumber data: lampiran 3
Sum of R Squares
R Mean Square Square
308.904 ,820 ,672 151.041 459.945
Standardiz Unstandardized ed Coefficients Coefficien ts B Std. Error Beta
154.452
150.774 -.858 -1.377
456.083 4.705 4.495
-1.197 -2.011
Dari hasil pegujian Regresi Linier Berganda tersebut diatas, diperoleh persamaan sebagai berikut, Y= 150,774 + (-0,858)DR + (-1,377) ETAR Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan. sebagai berikut: • Konstanta (B0) = 150,774 Ini menunjukkan konstanta sebesar 150,774 menyatakan, bahwa jika tidak ada penambahan (%) sama dengan nol atau konstan dalam debt ratio atau equity to assets ratio, maka diprediksi ada kenaikan return on equity sebesar 150,774. • b1 = Koefisien regresi untuk DR = -0,858 Ini menunjukkan, bahwa setiap penambahan 1 % variabel debt ratio, maka diprediksi ada pengurangan terhadap return on equity sebesar 0,858. Dengan asumsi koefisien regresi 82 dan Konstanta (Bo) sama dengan 0 atau konstan. • B2 - Koefisien regresi untuk ETAR = -1,377 Ini menunjukkan, bahwa setiap penambahan 1 % variabel equity to assts ratio, maka diprediksi ada pengurangan terhadap return on equity sebesar 1,377. Dengan asumsi koefisien regresi b1 dan Konstanta (Bo) sama dengan 0 atau konstan. Yang dapat diartikan lain bahwa persamaan regresi berganda terhadap perhitungan program SPSS, mampu menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu debt ratio dan equity to assets ratio terhadap variabel dependen yaitu return on equity, dengan ditemukannya nilai R2 (R square) sebesar 0,672 yang berarti bahwa persamaan regresi tersebut menjelaskan equity to assets ratio dan debt ratio sama - sama mempunyai pengaruh yang besar sebesar 67.2 % dan sisanya sebesar 32.8 % dijelaskan oleh variabel lain. Sesuai dengan poin I rumusan masalah dapat dijelaskan bahwa variabel bebas, yaitu debt ratio dan equity to assets ratio secara simultan mempunyai pengaruh terhadap ROE yang sebesar 67.2 % dalam artian pengarunya lemah. Sedangkan dalam rumusan masalah poin 2 dapat dijelaskan bahwa diantara kedua variabel bebas : debt ratio dan equity to assets ratio yang mempunyai lebih besar pengaruhnya terhadap ROE adalah equity to assets ratio (ETAR). Hal tersebut dapat dibuktikan, besarnya 82 (Koefisien regresi untuk ETAR = -1,377) lebih besar pengaruhnya terhadap besarnya B1 (Koefisien regresi untuk DR = -0,858) dan didukung dalam uji t yang dapat menunjukkan bahwa ETAR (82) sebesar 1,377 sedangkan DR (81) sebesar 0,858 yang akhirnya dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut: • Bahwa setiap penambahan sebesar 1 % terhadap DR dan ETAR yang dapat mengakibatkan penurunan terhadap ROE. • Jika tidak adanya penambahan (%) atau sama dengan nol (konstan) dalam debt ratio dan equity to assets ratio, maka diprediksi akan adanya kenaikan terhadap ROE. 3.5 Uji Hipotesis F Selanjutnya dilakukan pengujian secara serempak (simultan) dengan menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas, yaitu : debt ratio (X1), dan equity to assets ratio (X2) terhadap variabel terikat, yaitu : return on equity (Y).
Tabel. 4.3. Hasil Program SPSS Versi 11.5 Untuk Uji F ANOVA b Sum of Model df Mean Square F Sig. Squares 1 Regression Residual 308.904 2 2 4 154.452 2.045 .328a Total 151.041 75.520 459.945 a. Predictors: (Constant), ETAR, DR b. Dependent Variabel : ROE Sumber data: lampiran 3 Berdasarkan perhitungan secara simultan dalam label diatas yang menunjukkan F(hitung) = 2.045 sedangkan df = 2, rata - rata (mean Square) sebesar 154.452 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.328, yang dapat diartikan bahwa uji hipotesis dalam uji F ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan (secara nyata) antara variabel X terhadap variabel Y. 3.6 Uji Hipotesis t Selanjutnya untuk mengetahui secara parsial antara equity to assets ratio (X2), terhadap return on equity (Y) digunakan uji t. Yang diduga equity to assets ratio (ETAR) yang paling berpengaruh terhadap return on equity (ROE). Tabel. 4.4 Basil Program SPSS versi 11.5 Untuk Uji t. Coefficient a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t Model Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) DR 150.774 - 456.083 -1.197 -2.011 .331 -.182 .772 .872 ETAR .858 - 4.705 -.306 .788 1.377 4.495 a Dependent Variabel : ROE Sumber data : lampiran 3 Berdasarkan perhitungan secara parsial diperoleh t (hitung) = -0,306 yang mempunyai B0 (constant) = 150.774, b1 (X1) = -.858, B2 (X2) = -1.377 dengan tingkat signifikan sebesar 0,788. yang dapat diartikan bahwa uji hipotesis dalam uji t ditolak artinya secara parsial equity to assets ratio (X2) tidak berpengaruh secara nyata terhadap return on equity (Y) sebagai variabel terikat. 3.7 Pengujian Hipotesis 1 Dalam uji hipotesis 1 yang menyatakan diduga variabel deb; ratio dan equity to assets ratio secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return on equity. Hasil uji F yang disajikan dalam tabel diatas yang pengujiannya dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa F(hitung) sebesar 2.045 yang mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.328, yang dapat diartikan bahwa
uji hipotesis dalam uji F ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan (secara nyata) antara variabel X (DR dan ETAR) terhadap variabel Y (ROE). 4. 1.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan hipotesis yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulakn sebagai berikut: 1. Dari hasil pembahasan bahwa variabel bebas : debt ratio dan equity to assets ratio secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat : return on equity sebesar 76.2 % dan sisanya sebesar 32.8 % dijelaskan oleh variabel lain. 2. Dari hasil analisis dengan uji F secara simultan diperoleh Fhitung = 2.045 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.328 yang artinya bahwa variabel debt ratio dan equity to assets ratio tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap return on equity. 3. Dari hasil analisis dengan uji t, equity to assets ratio tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap return on equity dikarenakan besarnya t-(hitung) (ETAR) sebesar -.306 dengan besarnya 82 (Koefisien regresi untuk ETAR sebesar -1,377) yang jauh lebih kecil dari pada besarnya t.(hitung) (constant) sebesar 0.331 dengan B0 (Konstanta) sebesar 150,774. 2.
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka saran - saran yang dapat di kemukakan adalah : 1. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya menggunakan lebih dari 2 variabel independen, sehingga penelitihannya bisa lebih akurat dan dapat menghasilkan hasil yang lebih signifikan. 2. Perlunya penambahan bukti tentang penelitihan terdahulu yang menyatakan bahwa variabel independen: debt ratio (X1) dan equity to assets ratio (X2) tidak adanya pengaruh terhadap variabel dependen (Y). 3. Agar menghasilkan penelitian yang jauh lebih baik dari penelitian ini, maka perlunya penambahan jumlah sampel (N) yang diambil lebih dari 5 tahun atau 5 periode. 4. Karena kurang tajammya variabel indepanden: equity to assets ratio (X2), maka sebaiknya dalam penelitian selanjutnya variabel tersebut diganti dengan variabel yang lebih tajam.
DAFTAR PUSTAKA Afandi, Mahnun. (2004), Efektivitas Penggunaan Modal Kerja dalam Rangka Meningkatkan Rentabilitas Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Jasa Kontruksi CV. Anugrah Berlian Blitar), Skripsi Sarjana (Tidak Dipublikasikan), malang: Fakultas Ilmu Administrasi UNIBRAW. Emory, C william. Cooper, R Dhonald. (1996). Metode Penelitian Bisnis (Edisi Kelima), Jakarta: Erlangga. Hadi, Nurul. (2004), Pemilihan Alternatif Antara Hutang Jangka Panjang Dan Leasing Dalam Rangka Pemenuhan Aktiva Tetap Guna Meningkatkan Rentabilitas, Skripsi Sarjana (Tidak Dipublikasikan), Blitar: fakultas Ekonomi UNISBA. Halim, Abdul Sarwoko (1995). Manajemen Keuangan Dasar - dasar Pembelanjaan Perusahaan (Edisi Pertama), Yogja karta : AMP YKPN Mamduh (2003). Manajemen Keuangan Internasional, Edisi 2003 / 2004, Cetakan Pertama, Penerbit: BPEE. Yogjakarta. Keown, Artur J. Scoot, David F. Martin John D, Petty jay W (1999). Dasar -dasar Manajemen Keuangan, Terjemaan oleh Chaerul D Djakman, Jakarta : Salemba Empat. Riyanto, Bambang (1998). Dasar - dasar Pembelanjaan Perusahaan, Cetakan Ketiga, Yogja Karta : BPFE. Sutrisno (2003). Manajemen Keuangan, Konsep dan Aplikasi, Edisi pertama, Cetakan Kedua, Yogja Karta: Ekonisia, FEUI. Weston, J fred. Copeland, E thomas (1996). Manajemen Keuangan, Terjemahan : Yohanes lamarto, Cetakan Keenam, Jakarta: Erlangga.
PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI MINIMARKET KOTA BLITAR Oleh: Denok Wahyudi Setyo Rahayu
Abstract The purpose research is to examine the influence the service quality of dimension to customer satisfaction. The study employs customer at “ minimarket” at the second week of June 2010 in Blitar City. By using regression with F-test and t-test it has been found that the underlined hypothesis are proved significant. The result is service quality of dimension influence to customer satisfaction at simultaneous and partial. With dominant factor is responsiveness, reliability, empathy, assurance, and next tangibles.
Keywords: service quality of dimension, customer satisfaction
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi sebagian besar orang. Kegiatan ini biasanya melonjak pada awal bulan yaitu pada saat setelah penerimaan gaji bagi mereka yang berpenghasilan dari pegawai suatu instansi. Beragam jenis barang dibeli untuk dikonsumsi terutama barang-barang yang berkenaan dengan kebutuhan seharihari seperti sembako, perlengkapan mandi, kosmetik, dan lain-lain. Minimarket merupakan tempat berbelanja praktis yang menyediakan berbagai macam kebutuhan konsumen. Dipajang, disediakan banyak pilihan, kompetisi harga, kebersihan dan kenyamanan ruangan, keramahan petugas minimarket merupakan hal-hal yang tidak terpisahkan dari minimarket. Di kota Blitar terdapat beberapa minimarket yang berdiri dengan memberikan dan menyediakan kebutuhan para calon konsumen. Dari beberapa minimarket yang ada di kota Blitar terdapat kesamaan yaitu berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumen baik dari segi harga yang murah, kenyamaan suasana, keramahan petugas yang tidak terabaikan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan bagi para pelanggan (konsumen).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
Menurut Sianipar (1999:32) kualitas pelayanan difokuskan kepada cara penyerahan dan pada saat penggunaan sejauhmana dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dasar desain atau kesepakatan serta waktu pemeliharaan dan perbaikan. Kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Parasuraman et. al (1988) mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Hope dan Muhlemann (Nurcaya, 2007:4), kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa. Sehingga dapat disimpulkan kualitas pelayanan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dalam rangka pemenuhan harapan pelanggan tersebut. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003: 25). Dalam kualitas pelayanan terdapat 5 dimensi kualitas jasa/pelayanan (Parasuraman et al., 1988 : 12), yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy. Menurut Parasuraman et al. (Tjiptono, 1997:26) didalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangibles, pelanggan umumnya menggunakan beberapa atribut sebagai berikut : bukti langsung (tangibles), meliputi fisik, fasilitas, perlengkapan, pegawai; keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan akurat; daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan dari para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap, seperti kemudahan layanan; jaminan (assurance), mencakup pengetahuan kemampuan kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan, seperti pemenuhan hak pelanggan; serta empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan, seperti kepedulian dan kedekatan dengan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan dari kualitas pelayanan. Kepuasan pelanggan dapat dinilai dari bagaimana pelanggan melakukan pembelian ulang, hal ini dapat terlihat dari pelayanan jasa seperti pelayanan di minimarket. Semakin sering membeli maka harapan pelanggan telah terpenuhi. Sunarto (2004:17) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. The customer satisfaction approach defines (Kärnä, 2004, 71), quality as the extent to which a product or service meets and/or exceeds a customer’s expectations. Sehingga dapat disimpulkan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seorang pelanggan tehadap pemenuhan harapan-harapan. Pada umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu, rekomendasi, dan iklan yang kesemuanya teracu pada kepuasan pelanggan. Zeithmal et al. (Tjiptono,1997:28-29) mengungkapkan bahwa harapan pelanggan terbentuk oleh beberapa faktor, yaitu: sensivitas pelanggan terhadap jasa, kebutuhan dasar, faktor individual yang bersifat sementara, persepsi pelanggan, keterlibatan pelanggan, situasi, pernyataan personal maupun non personal, kesesuaian dengan janji, word of mouth, dan pengalaman pelanggan. Harapan pelanggan tersebut muncul dengan sendirinya, misal harapan pelanggan/konsumen minimarket jika mereka kesulitan dalam menemukan barang yang ingin dibeli, maka seyogyanya pelayan minimarket bisa segera membantu untuk menemukan barang yang dimaksud. Disini kepekaan pelayan dibutuhkan.
Pada penelitian terdahulu yang ditulis Wiyono dan Wahyuddin (2005), dalam jurnal “Studi Tentang Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten”, dengan variabel kepuasan konsumen dan kualitas layanan (keandalan, daya tangkap, kepastian, empati, dan bukti fisik), dihasilkan bahwa semua variabel kualitas layanan memiliki pengaruh sigfikan terhadap kepuasan konsumen Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Variabel kualitas layanan paramedis memiliki pengaruh terbesar kemudian kualitas kenyamanan penunjang medis, dan terkecil kualitas layanan medis. Selanjutnya, Yuliarmi dan Riyasa (2007) dalam jurnal Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar menunjukkan hasil faktor keandalan (reliability), faktor ketanggapan (responsiveness), faktor keyakinan (assurance), faktor empati (emphaty), dan faktor berwujud (tangible) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar; serta secara parsial faktor ketanggapan (responsiveness), faktor keyakinan (assurance), faktor empati (emphaty), dan faktor berwujud (tangible) berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar, sedangkan faktor keandalan (reliability) dalam model ini tidak berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar. 1.2. Rumusan Masalah a. Bagaimana pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di minimarket kota Blitar ? b. Bagaimana pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara parsial terhadap kepuasan pelanggan dan faktor apakah yang dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan di minimarket kota Blitar ? 1.3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh dimensi kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan di minimarket kota Blitar. b. Untuk mengetahui pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara parsial terhadap kepuasan pelanggan dan faktor yang dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan di minimarket kota Blitar. 2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.1 Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini menggunakan 1 variabel bebas yaitu kepuasan pelanggan (Y) dan variabel terikat yaitu dimensi kualitas pelayanan (X) dengan atribut bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (Parasuraman et al., 1988 : 12). Dimensi Kualitas Pelayanan (X)
Kepuasan Pelanggan (Y)
Gambar 1 Pengaruh Dimensi Kualita Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan 2.2 Hipotesis a. Dimensi kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
b.
Faktor bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati secara parsial berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
3. Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah pelanggan atau konsumen minimarket, sedangkan sampel penelitian adalah pelanggan yang melakuakan pembelian atau berbelanja di minimarket di kota Blitar pada minggu kedua bulan Juni 2010. Penentuan sampel menggunakan nonprobability sampling, yaitu dengan cara aksidental sampling, artinya penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan ditemui yang sedang berbelanja di minimarket di kota Blitar. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pelanggan selaku responden penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar kuesioner yang berisi pernyataan mengenai dimensi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan dengan menggunakan skala likert yaitu, sangat setuju, setuju, cukup setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. 4. Variabel Penelitian 4.1 Klasifikasi Varabel Penelitian a. Variabel bebas : kepuasan pelanggan (Y) b. Variabel terikat : dimensi kualitas pelayanan (X) 4.2 Definisi Konseptual a. Kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya (Sunarto, 2004:17). b. Dimensi kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk sikap,berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual (Parasuraman et. al , 1988). 4.3 Definisi Operasional a. Kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seorang pelanggan tehadap pemenuhan harapan-harapan, dengan atribut kepuasan pelanggan. b. Dimensi kualitas pelayanan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dalam rangka pemenuhan harapan pelanggan tersebut, dengan atribut bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (Parasuraman et al., 1988 : 12). 5. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner. Selanjutnya, data kuesioner dianalisis menggunakan regresi liner berganda melalui uji statistik deskriptif, uji F dan uji-t. Susunan model empiriknya adalah: Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Keterangan : Y : Kepuasan pelanggan X1 : Bukti langsung X2 : Keandalan X3 : Daya tanggap
X4 X5 a b1,2,3,4,5
: Jaminan : Empati
: Konstanta : Koefisien regresi
6. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian yang dilaksanakan pada minggu kedua bulan Juni 2010 mendapatkan data sebanyak 100 orang responden. Responden yang digunakan dalam penelitian adalah orang yang sedang melakukan kegiatan berbelanja di minimarket kota Blitar pada minggu kedua bulan Juni 2010 dan mengisi angket/kuisioner yang dibagikan peneliti. a. Uji Validitas Hasil uji validitas berdasarkan kuisioner variabel dmensi kualitas pelayanan (X) yang terdiri dari bukti langsung (X1), keandalan (X2), daya tanggap(X3), jaminan (X4), dan empati(X5), serta kepuasan pelanggan (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-hitung lebih besar dari r-tabel sehingga dinyatakan valid. b. Uji Reliabilitas Hasil uji relibilitas berdasarkan kuisiner variabel dimensi kualitas pelayanan (X) yang terdiri dari bukti langsung (X1), keandalan (X2), daya tanggap(X3), jaminan (X4), dan empati(X5)serta kepuasan pelanggan (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-aplha lebih besar dari r-tabel sehingga kuisioner yang disusun dinyatakan reliabel. c. Hasil Analisis Data Hasil analisis deskriftif menunjukan bahwa pada X1 responden menyatakan sangat setuju (39%), setuju (62%), dan cukup setuju (3%); X2 responden menyatakan sangat setuju (51%), setuju (48%), dan cukup setuju (1%); X3 responden menyatakan sangat setuju (55%), setuju (43%), dan cukup setuju (2%); X4 responden menyatakan sangat setuju (40%), setuju (57%), dan cukup setuju (3%); X5 responden menyatakan sangat setuju (48%), setuju (51%), dan cukup setuju (1%); dan Y responden menyatakan sangat setuju (60%) dan setuju (40%). Hasil pengolahan data untuk pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara simultan dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan adalah sbb : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 = 0,888 – 0,324 + 0,183 + 0,413 + 0,411 + 0,216 Keterangan : Y : Kepuasan pelanggan X4 : Jaminan X1 X5 : Empati : Bukti langsung X2 : Keandalan a : Konstanta X3 b1,2,3,4,5 : Koefisien regresi : Daya tanggap Artinya konstanta sebesar 0,888 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variable X (dimensi kualitas pelayanan) maka nilai Y (kepuasan pelanggan) adalah 0,888. Koefisien regresi sebesar (-0,324); (0,183) ; (0,413); (0,411); dan (0,216) menyatakan bahwa setiap penambahan atau pengurangan (tanda (+) dan tanda (-)) satu skor atau nilai vaiabel dimensi kualitas pelayananan maka akan terjadi kenaikan dan pengurangan skor sebesar (-0,324) ; (0,183) ; (0,413); (0,411); dan (0,216). Untuk nilai signifikansi, jika 0,05< sig, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan, dan sebaliknya jika 0,05> sig, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
signifikan. Berdasarkan hasil tabel ANOVA, nilai sig. 0,000 yaitu 0,05 > 0,000, maka H o ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Jadi dimensi kualitas layanan secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Besarnya koefisien determinasi Rsquare = 0,633 = 63,3 %, dan besarnya pengaruh variabel lain yaitu = 1- 0,633 = 0,367 = 36,7%. Sedangkan secara parsial atau individu, untuk nilai signifikansi, jika 0,05< sig, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan, dan sebaliknya jika 0,05> sig, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil bahwa pada atribut bukti langsung, nilai sig. 0,002 yaitu 0,05 > 0,002 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga bukti langsung secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; atribut keandalan nilai sig. 0,017 yaitu 0,05 > 0,017 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga keandalan secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; atribut daya tanggap nilai sig. 0,000 yaitu 0,05 > 0,000 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga daya tanggap secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; atribut assurance, nilai sig. 0,001 yaitu 0,05 > 0,001 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga assurance secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; dan atribut empati, nilai sig. 0,028 yaitu 0,05 > 0,028 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga empati secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya tanggap dominan pada kualitas pelayanan dilanjutkan keandalan, empati, jaminan kemudian yang terakhir bukti langsung. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dimensi kualitas layanan secara simultan dan parsial berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pelanggan. Pelayanan yang baik diperlukan dalam pemasaran produk jasa, dengan pelayanan yang positif akan memberikan pengaruh yang positif pula dalam kepuasan pelanggan. Sehingga penelitian ini sependapat dengan penelitian Wiyono dan Wahyuddin (2005) bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelangggan, serta menolak penelitian dari Yuliarmi dan Riyasa bahwa kualitas pelayanan pada faktor keandalan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. 7.
Kesimpulan dan Saran Dimensi kalitas pelayanan yang terdiri dari atribut bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dengan faktor daya tanggap dominan pada kualitas pelayanan dilanjutkan keandalan, empati, jaminan kemudian yang terakhir bukti langsung. Dengan demikian, diharapkan minimarket lebih memperhatikan faktor bukti langsung seperti keterersediaan barang-barang di minimarket karena faktor bukti langsung kurang berkenan di hati pelanggan. Sedangkan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya mengembangkan atribut lain seperti harga, perilaku konsumen, serta budaya untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan mengenai produk jasa (pembelian di minimarket).
DAFTAR PUSTAKA Assauri, Sofjan, 2003. Customer Service yang Baik Landasan Pencapaian Customer Satisfaction. Usahawan, No. 01, Tahun XXXII, Januari, hlm.25-30.
Kärnä, Sami, 2004. Analysing customer satisfaction and quality in construction – the case of public and private customers. Nordic Journal of Surveying and Real Estate Research : Special Series Vol. 2 . P 67-79. Nurcaya, I Nyoman, 2007. Analisis Kualitas Pelayanan Rumah Sakit di Provinsi Bali . Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Hlm 1-22 . Parasuraman, A., Zeithaml, V., dan Berry, L, 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale For Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing : 64(1). P 12–40. Sianipar, 1999, Manajemen Jasa, Andi, Yogyakarta. Sunarto, 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta:AMUS. Tjiptono, Fandy, 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi. Wiyono, Azis Slamet dan M. Wahyudin, 2005. Studi Tentang Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Konsumen Di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Jurnal Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm 1-12. Yuliarmi, Ni Nyoman dan Riyasa, 2007. Analisis Factor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelangan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar. Buletin Studi Ekonomi Volume 12 Nomor 1 Universitas Udayanan Denpasar. P. 9-28.
ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI SEMANGKA NON BIJI Citrullus vulgaris, Schard) DI DESA MARON KECAMATAN SRENGAT KABUPATEN BLITAR Oleh: Tri Kurniastuti
Abstract The objection of the research were (a) to know and studying of the non kernel watermelon farming effort efficiency level in Desa Maron, Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar; (b) to studying of the factors which influence of water melon non kernel farmer incomes in Desa Maron, Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. The result of the research were (a) the farming effort has been done in a efficien for non kernel watermelon or with kernel watermelon. It could evidence with the largest of RC ratio value was > 1. The RC ratio value non kernel watermelon was 1.98. The factors which influence of non kernel watermelon farming effort was seed, fertilizer (urea, SP-36, NPK and ZA), input MPHP, farming land and employee and (b) the factors which influence of with kernel watermelon farming effort was fertilizer (urea, SP-36, NPK, ZA and Bokasi), input PPC, farming land and employee. Keyword: Farming effort, and farmer incomes
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Letak geografis Jawa yang berada di pertengahan wilayah Nusantara dan di antara benua Asia dan Australia membuat Pulau Jawa memiliki keunggulan wilayah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi maupun pemerintahan. Sebagai pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan dan fasilitas sosial yang lebih baik maka Pulau Jawa merupakan tempat pemukiman yang paling disenangi pula. Akumulasi perkembangan penduduk, industri dan infrastruktur tentu telah meningkatkan tekanan permintaan lahan. Lahan pertanian semakin berkurang luasnya dan mahal harganya.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar
Produksi buah-buahan di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan di Pulau Jawa dan pengusahaannya masih bersifat tradisional. Namun ada beberapa jenis buah seperti mangga, rambutan, jeruk dan pisang sudah banyak petani yang mengusahakannya dalam bentuk kebun yang dipelihara secara khusus (Basir, 1995). Upaya pengembangan tanaman buah-buahan terdapat beberapa langkah yang diupayakan. Pengkajian ulang terhadap potensi kecocokan agroklimat, sarana/prasarana yang harus dipenuhi, dan tersedianya pasar akan sangat mempengaruhi keberhasilan kegiatan penumbuhan sentra produksi buah-buahan. Pembuatan kebun sentra buah-buahan ditujukan untuk memasok kebutuhan bahan industri pengolahan dan memenuhi kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri dengan kualitas yang kompetitif. Rehabiliasi sentra produksi juga dapat dilakukan dalam upaya untuk mencapai tujuan pengembangan tanaman buah-buahan khususnya dan komoditi pertanian pada umumnya. Buah yang tumbuh di Indonesia sangat beragam, dari yang berukuran kecil sampai yang berukuran besar, dari yang terasa masam sampai yang manis dan menyegarkan. Bagi masyarakat Indonesia, mengkonsumsi buah merupakan hal yang tidak istimewa. Bahkan tidak jarang dikumpai di pedesaan buah yang dipanen dibagi-bagikan kepada tetangga, bahkan bila bertepatan dengan panen raya harganya akan turun (Sunarjono, 1983). Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) termasuk salah satu jenis tanaman buahbuahan semusim yang mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial ekonomi rumah tangga maupun negara. Pengembangan budidaya komoditas ini mempunyai prospek cerah karena dapat mendukung upaya peningkatan pendapatan petani, pengentasan kemiskinan, perbaikan gizi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, pengurangan impor dan peningkatan ekspor non-migas (Rukmana, 1994). Tanaman semangka merupakan komoditi yang sudah lama diusahakan oleh petani di Desa Maron yaitu sejak 1987. Dengan semakin berkembangnya ilmu ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada sekarang ini khususnya dalam bidang pembangunan pertanian, pada tahun 1999 dengan mendatangkan tenaga kerja atau tenaga ahli dari Banyuwangi dengan dibantu oleh Dinas Pertanian setempat, para petani di Desa Maron mulai banyak belajar tentang budidaya semangka non biji hingga sekarang ini komoditi semangka terus meningkat. Dari segi pemasaran semangka hampir tidak menemui hambatan bahkan petani semangka di Desa Maron sudah mulai mendatangkan pedagang langsung dari luar seperti Surabaya dan Blitar serta daerah lainnya di Jawa Timur. Tanaman semangka adalah merupakan komoditi yang sudah lama diusahakan oleh petani di Desa Maron yaitu sejak tahun 1987. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada sekarang ini khususnya dalam bidang pembangunan pertanian, pada tahun 1999 dengan mendatangkan tenaga kerja/tenaga ahli dari Banyuwangi dengan dibantu oleh Dinas Pertanian dan PPL setempat, para petani di Desa Maron mulai belajar tentang budidaya semangka. Sampai saat ini komoditi ini terus berkembang. Ditinjau dari sisi pemasaran semangka tidak menemui hambatan bahkan pemasaran semangka di Desa Maron sudah mulai mencakup wilayah Surabaya dan Blitar. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui dan mempelajari besarnya tingkat efisiensi usahatani semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. 2. Untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.
2. Metode Penelitian 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara sengaja yang berdasarkan potensi yang ditetapkan di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra penghasil komoditas buah-buahan termasuk semangka. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) pertimbangan dalam penentuan daerah penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Maret 2010. 2.2 Metode Penentuan Petani Sampel Surakhmad (1990) menyatakan bahwa bila populasi kurang dari 100, digunakan contoh sebanyak 50 persen, bila populasi antara 100 - 1000 maka digunakan contoh sebanyak 15-50 persen dan bila populasi diatas 1000 maka digunakan contoh sebanyak 15 persen. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Populasi diambil sampel secara acak yaitu 15 responden petani semangka non biji. Adapun jumlah populasi petani semangka di daerah penelitian adalah 75 petani . 2.3 Metode Pengumpulan dan Pengamatan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan dengan petani sampel. Data primer yang dikumpulkan meliputi luas lahan, jumlah produksi, harga jual tingkat produsen. Sedangkan data sekunder diambil dari berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 2.4 Metode Penentuan Sampel Surakhmad (1990) menyatakan bahwa bila populasi kurang dari 100, digunakan contoh sebanyak 50 persen, bila populasi antara 100 - 1000 maka digunakan contoh sebanyak 15-50 persen dan bila populasi diatas 1000 maka digunakan contoh sebanyak 15 persen. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Populasi diambil sampel secara acak yaitu 15 responden petani semangka non biji. Adapun jumlah populasi petani semangka di daerah penelitian adalah 75 petani . 2.5 Metode Pengumpulan dan Pengamatan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan dengan petani sampel. Data primer yang dikumpulkan meliputi luas lahan, jumlah produksi, harga jual tingkat produsen. Sedangkan data sekunder diambil dari berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 2.6 Metode Analisa a. Untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usahatani semangka digunakan fungsi produksi Cobb-Douglass yang diformulasikan sebagai berikut: Y = a X 1 b1 X 2 b2 X 3 b3 X 4 b4 e
Selanjutnya ditransformasikan ke dalam bentuk linier sebagai berikut: Log y = log a + b1 log x1 + b2 log x2 + b3 log x3 + b4 log x4 + b5 log x5 + b6 log x6+ b7 log x7 + b8 log x8+ b9 log x9+ b10 log x10+ b11 log x11+ b12 log x12 + e Dimana: y = Pendapatan (Rp) a = Konstanta b1-b12 = Koefisien regresi x1 = Benin (Rp) x2 = Urea (Rp) x3 = SP-36 (Rp) x4 = KC1 (Rp) x5 = ZA (Rp) x6 = NPK (Rp) x7 = Bokasi (Rp) x8 = PPC (Rp) x9 = Pestisida (Rp) x10 = MPHP (Rp) x11 = Lahan (Rp) x12 = Tenaga kerja (Rp) Analisis biaya dan pendapatan usahatani dihitung dengan formulasi sebagai berikut: π = Pendapatan (Rp) TR = Total penerimaan usahatani semangka (Q . Pq) Q = Jumlah semangka yang dihasilkan Pq = Harga semangka per kg TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk usaliatani semangka Untuk melihat layak tidaknya usahatani semangka digunakan analisis efisiensi dengan rumus sebagai berikut: π = TR - TC dimana : π = Pendapatan TR = Total penerimaan usahatani semangka (Q . Pq) Q = Jumlah semangka yang dihasilkan Pq = Harga semangka per kg TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani semangka Untuk melihat layak tidaknya usahatani semangka digunakan analisis efisiensi dengan rumus sebagai berikut: R/C = TR/TC = Q x Pq / TC Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani semangka digunakan analisa R/C. Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1. Apabila R/C > 1, berarti usahatani efisien dan menguntungkan. 2. Apabila R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak efisien. 3. Apabila R/C = 1, berarti tidak untung dan tidak rugi (impas). b.
Uji analisis regresi
Analisis regresi menjelaskan pengaruh input terhadap pendapatan untuk usahatani semangka non biji di daerah penelitian. Alat Bantu yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma. Fungsi produksi ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas). Kemudian dianalisis dengan uji t. 3. Hasil dan Pembahasan Lokasi penelitian dilaksanakan pada petani yang ada di desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Menurut data Monografi tahun 2009, Desa Maron mempunyai luas wilayah 286.6 hektar dengan topografi dataran rendah dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 131 m di atas permukaan laut. Batas Wilayah Desa Maron adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Kandangan dan Desa Wonorejo Sebelah Selatan : Desa Selokajang dan Desa Purwokerto Sebelah Barat : Desa Wonorejo dan Desa Purwokerto Sebelah Timur : Desa Selokajang dan Desa kandangan Penggunaan lahan di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar relativ sudah cukup baik dimana penggunaan lahan sawah seluas 66 hektar, lahan kering seluas 220 hektar dan tanah tegalan seluas 0.6 hektar. Jika dilihat dari seluruh luas lahan tersebut maka luas lahan kering menempati luas lahan yang paling luas kemudian dikuti oleh lahan sawah dan tegalan. Lahan kering di Desa Maron sepanjang tahun sebagian kecil sudah ditanami sayuran terutama pada menjelang musim penghujan. Lahan kering tersebut masih potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk ditanami tanaman sayuran karena paling luas. Jika hal ini dilakukan maka dapat meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan pangan penduduk setempat dan sekitarnya. Hal inididukung oleh jumlah penduduk yang cukup yaitu 4.014 jiwa dan sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Namun kendalanya adalah lahan tersebut belum digarap secara optimal karena belum ada saluran irirgasi/drainase. Sedangkan lahan sawah sudah optimal penggarapannya karena sebagian besar lahan sawah sistem pengairannya menggunakan sistem irigasi teknis dan sebagian kecil menggunakan sistem irigasi semi teknis. Umumnya pola tanam lahan sawah di Desa Maron Kecamatan Srengat kabupaten Blitar sebagian besar adalah padi pada musim penghujan, kemudian sayuran pada musim kemarau satu dan sayuran pada musim kemarau dua. Sebagian kecil dari luas lahan di Desa Maron yang pola tanamnya padi kemudian padi dan palawijo. Hal ini karena menurut perhitungan uasahatani mereka pada pola tanam padi, sayuran kemudian sayuran lebih menguntungkan dibandingkan dengan padi, padi dan palawija. a. Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan Penduduk di Desa Maron berjumlah 4.014 jiwa, terdiri dari 2.059 jiwa lakilaki dan 1955 perempuan. Data yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besa rpenduduk termasuk usia kerja yang produktif, yaitu berusia 16 – 25 tahun mencapai 687 jiwa atau 17.12 % dan yang berumur 26 – 59 tahun mencapai 1.483 jiwa atau 36 %. Mata pencaharian penduduk Desa Maron bervariasi, tetapi yang bekerja di bidang pertanian dalam arti luas, yakni pertanian tanaman pangan, perternakan, masih menempati urutan pertama. Ditinjau dari ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja melimpah serta dominasi mata pencaharian penduduk di bidang pertanian, maka peluang
pengembangan usahatani kea rah agribisnis di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar sangat besar. b. Potensi Pertanian Komoditi pertanian tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Desa Maron adalah padi, sayuran dan palawija. Sayuran yang diusahatanikan adalah cabai merah, cabai kecil, tomat, terong, buncis, ketimun, kobis , kacang panjang dan lain-lain. Luas lahan untuk tanaman sayuran pada musim kemarau pertama untuk dengan produktivitas produksi tomat menempati urutan ke tiga yaitu seluas 22 hektar. Umumnya petani menanam tomat di lahan sawah pada musim kemarau pertama dan sebagian kecil menanam pada musim kemarau ke dua. Ditinjau dari letak geografis Desa Maron berada di tempat yang strategis berada di wilayah Kabupaten Blitar dengan jalan beraspal, dan jalur menuju Kapupaten Tulung Agung dan Kabupaten Kediri. Selain itu sifat dan karakteristik tanah , iklim yang mendukung , jumlah tenaga kerja yang memadai serta mudah memperoleh sarana produksi karena di Desa Maron banyak dijumpai took pertanian serta kios-kios pertanian. Sehingga pengembangan tanaman sayuran khususnya tanaman tomat di Desa Maron masih potensial untuk di kembangkan namun demikian selama ini masih belum mendapatkan perhatian yang optimal. Produksi semangka di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar setiap tahun terus meningkat, jika diiringi dengan iklim yang mendukung, saran produksi yang memadai serta pengelolaan yang professional. Suatu usahatani dapat diartikan sebagai suatu kesatuan organisasi antara kerja, modal, tanah dan pengelola yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan (Hermanto, 1999). Tanah adalah salah satu factor produksi yang sangat penting bila dibandingkan dengan faktor produksi yang lainnya (Mubyarto,2004). Disamping itu tanah sebagai tempat perpaduan antara factor produksi, modal dan tenaga kerja. Tanpa tanah segala usahatani tidak bias berjalan. Dengan lahan usahatani yang sempit, untuk untuk membatasi petani berbuat pada rencana yang lebih panjang. Tanah yang sempit dengan kualitas tanah yang kurang baik akan merupakan beban bagi petani pengelola usahatani. Dikaitkan dengan tenaga kerja, maka sempitnya tanah usahatani hanya mengundang pengangguran tak kentara. Selain tanah modal sangat berperan dalam meninjang kegiatan usahatani baik tanaman pangan maupun sayuran. Keterbatasan modal akan mempengaruhi ketersediaan fasilitas kerja berupa alat-alat usahatani, akibatnya penggunaan tenaga kerja semakin menurun ( Hermanto,1999). Modal petani berupa hasil panen yang belum terjual dan tanaman yang masih ada di lapangan (Mubyarto,2004). Dalam proses produksi modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal bergerak atau modal tidak tetap dan modal tidak bergerak atau modal tetap. Modal tetap yaitu modal yang tidak habis terpakai dalam satu kali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap yaitu modal yang habis terpakai dalam satu proses produksi. 3.1 Analisa Usahatani Semangka 3.1.1 Biaya Produksi Semangka Yang dimaksud dengan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang dalam satuan rupiah yang digunakan untuk menghasilkan suatu produksi.
Biaya produksi usahatani semangka diklasifikasikan menjadi biaya tidak tetap (biaya variabel), biaya tetap dan biaya lain-lain. 1.
Biaya Tidak Tetap (Biaya Variabel) Yang dimaksud biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan kuantitas produksi yang dihasilkan. Besarnya biaya variabel ditentukan oleh tingkat produksi yang dihasilkan. Dalam usahatani Semangka biaya tidak tetap atau biaya variabel meliputi biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. a. Biaya Sarana Produksi Biaya sarana produksi dapat dikatakan sebagai biaya untuk pembelian atau pengadaan sarana produksi yang habis dipakai dalam sekali proses produksi. Dalam usahatani Semangka, biaya sarana produksi meliputi biaya pembelian bibit, pembelian pupuk Urea, pembelian pupuk SP-36, pengadaan pupuk KCl. pengadaan pupuk ZA, pembelian pupuk NPK, pembelian pupuk bokasi, pembelian PPC/ZPT, pembelian pestisida dan pembelian plastik mulsa. Penggunaan sarana produksi yang berupa bibit Semangka non biji sebanyak 373,33 gram senilai Rp. 2.799.975, pembelian pupuk urea sebanyak 127,11 kg senilai Rp. 152.532, pembelian pupuk SP-36 sebanyak 422,22 kg senilai Rp. 675.552, pembelian pupuk KCl sebanyak 343,11 kg senilai Rp. 697.200, pembelian Pupuk ZA sebanyak 697,33 kg senilai Rp. 893.280, pembelian pupuk NPK sebanyak 245,78 kg senilai Rp. 786.988, pembelian pupuk bokasi sebanyak 1.643,56 kg senilai Rp. 903.958, pembelian PPC/ZPT sebanyak 4,18 liter senilai Rp. 229.900, pembelian pestisida sebanynk 10,62 liter senilai Rp. 607.337 dan pembelian mulsa plastik hitam Perak (MPHP) sebanyak 5,51 rol senilai Rp. 1.377.500. Sehingga total biaya sarana produksi semangka non biji di Desa Maron untuk rata-rata luas 1 hektar adalah Rp. 9.124.220. b. Biaya Tenaga Kerja Biaya variabel dalam produksi Semangka selain biaya sarana produksi adalah biaya untuk penggunaan tenaga kerja. Biaya tenaga kerja usahatani Semangka meliputi biaya tenaga kerja untuk pengolahan tanah (rnembuat guludan), penanaman, pemupukan, pengendalian hama/penyakit, pengairan, pengocoran, pemangkasan, penyerbukan, pemanenan dan pengangkutan. label berikut menyajikan biaya penggunaan tenaga kerja untuk usahatani Semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tahun 2009 untuk per hektarnya. Biaya untuk tenaga kerja pengolahan tanah (membuat guludan) sebesar Rp. 2.028.444, biaya untuk tenaga kerja penanaman sebesar Rp. 164.444, biaya tenaga kerja untuk pemupukan sebesar Rp. 131.333 dan biaya untuk pengendalian hama sebesar Rp. 430.222 biaya tenaga kerja untuk pengairan sebesar Rp. 335.111, biaya tenaga kerja untuk pengocoran sebesar Rp. 397.777, biaya tenaga kerja untuk pemangkasan sebesar Rp. 202.666, biaya tenaga kerja untuk penyerbukan sebesar Rp. 425.111, biaya tenaga kerja untuk pemanenan sebesar Rp. 122.666, dan biaya tenaga kerja untuk pengangkutan sebesar Rp. 423.555. Total biaya untuk tenaga kerja usahatani semangka non biji di desa Maron adalah sebesar Rp. 4.661.329. Jadi total biaya tidak tetap (biaya variabel) yang harus dikeluarkan petani untuk sekali proses produksi Semangka non biji adalah biaya sarana produksi ditambah dengan biaya tenaga kerja yaitu Rp 9.124.220 + Rp. 4.661.329. = Rp. 13.785.549.
2.
Biaya Tetap Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap terdiri atas sewa lahan dan bunga modal. Besarnya biaya sewa lahan tidak ada perbedaan antara lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri, karena lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri mempunyai kesempatan yang sama untuk disewakan sesuai harga yang berlaku di daerah penelitian. Dalam usahatani semangka non biji di Desa Maron rata-rata biaya sewa lahan yang berlaku per hektarnya adalah Rp. 4.000.000. Yang dimaksud dengan bunga modal adalah bunga sesuai dengan uang yang digunakan dalam mengelola usahatani Semangka selama proses produksi sampai panen. Besarnya bunga modal rata-rata yang harus menjadi beban petani semangka non biji adalah sebesar Rp. 642.551 Total biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh petani semangka non biji di Desa Maron tahun 2009 adalah Rp. 4.642.551. Besarnya biaya sewa lahan tidak ada perbedaan antara lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri, karena lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri.
3.
Biaya Lain-lain Biaya Iain-lain yang menjadi tanggungan petani dalam usahatani Semangka baik semangka non biji maupun semangka berbiji di Desa Maron adalah biaya penyusutan alat. Rata-rata biaya penyusutan alat dalam usahatani semangka non biji adalah sebesar Rp. 140.956. 4.
Total Biaya Produksi Total biaya produksi meliputi biaya tidak tetap (biaya variabel) yang terdiri atas biaya sarana produksi, tenaga kerja, biaya tetap, dan biaya lain-lain. Pengeluaran terbesar untuk produksi Semangka di Desa Trapang tahun 2001 adalah untuk biaya tidak tetap (biaya variabel). Total biaya produksi semangka non biji adalah Rp. 9.124.220 + Rp. 4.661.329+ Rp. 4.642.551 + Rp.140.956 = Rp. 18.569.056. 3.2 Penerimaan Usahatani Semangka Penerimaan adalah hasil perkalian cari total produksi dengan harga satuan produksi fisik yang berlaku saat itu. Penerimaan usahatani Semangka non biji di desa Maron tahun 2009 adalah sebesar Rp. 34.014.933 untuk sekali proses produksi. 3.2.1 Pendapatan (Keuntungan) Usahatani Semangka Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi. Total pendapatan usahatani Semangka non biji untuk sekali produksi tahun 2009 adalah sebesar Rp. 15.445.877. 3.3 Efisiensi Usahatani Semangka
Untuk mengetahui efisiensi usahatani dapat diukur dengan RCR (Revenue Cost Ratio) yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Nilai R/C usahatani Semangka non biji di Desa Trapang adalah sebagai berikut: Total penerimaan RC = Total biaya produksi = 34.0144.933/18.569.056 = 1,98 Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usahatani Semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tergolong efisien atau layak untuk diusahakan dimana nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.98 artinya pendapatan yang diperoleh petani Semangka non biji mendekati dua kali lipat daripada biaya yang dikeluarkan sehingga layak untuk diusahakan dimana penerimaan total Rp. 34.014.933 dikurangi biaya produksi Rp. 18.569.056 sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 15.445 877. 3.4 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Semangka Non Biji Analisis berikut menjelaskan pengaruh input terhadap pendapatan untuk usahatani semangka non biji di daerah penelitian. Alat Bantu yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma. Fungsi produksi ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas).
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Usahatani Semangka non biji
(Constant) Benih (X1) Urea (X2) SP_36 (X3) KCL (X4) ZA(X5) NPK (X6) BOKASI (X7) PPC (X8) PESTI (X9) MPHP (X10) Lahan (X11) Tenaga Kerja (X12)
Koefisien Regresi Std. Error 5.281 2,645 .090 ,021 .071 ,024 .207 ,086 -.208 ,085 .407 ,154 .342 ,134 -.107 ,176 .034 ,049 -.008 ,089 -.042 ,020 -.487 ,158 -.411 ,347
t 1,997 4,215 2,962 2,407 -2,442 2,635 2,548 -,610 ,695 -,087 -2,080 -3,075 -2,183
Signifikan t sig sig sig sig sig sig sig sig sig sig sig sig sig
Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani semangka non biji adalah benih, pupuk (dibagi berdasarkan jenisnya), MPHP, mulsa, lahan dan tenaga kerja. Semua variabel diatas merupakan variabel bebas (X) dan pendapatan adalah variabel terikatnya (Y). Dari hasil analisis regresi dengan bantuan analisis logaritma, dengan n sebanyak 15, ternyata model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk usahatani semangka non biji dapat ditulis sebagai berikut: Log Y = 5,28 + 0,09 XI + 0,71 X2 + 0,21 X3 - 0,20 X4 + 0,40 X5 - 0,34 X6 0,10 X7 + 0,03 X8 - 0,01 X9 - 0,04 X10 - 0,48 X 11 - 0,41 X12 Untuk mempermudah pembahasan yang akan dilakukan, model fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut diringkas dan disajikan dalam Tabel 3 di atas. Sebelum membahas secara detail seluruh fenomena yang nampak dari persamaan diatas, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan model dan kemampuan model menjelaskan kondisi rill yang ada. Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 0,957. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas (XI s/d X12) berpengaruh terhadap pendapatan (Y) sebesar 95% sedangkan sisanya 5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti iklim dan cuaca, kondisi agroekologi dan lain-lain. Secara umum dapat disimpulkan bahwa variabelvariabel yang dimasukkan kedalam model diatas adalah faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap variabilitas pendapatan. Disamping itu kelayakan model diatas juga cukup baik dilihat dari nilai F sebesar 247 dan signifikan. Hal ini berarti bahwa secara statistik dapat dibuktikan bahwa variabel bebas mulai dari benih (X1) sampai dengan tenaga kerja (XI2) adalah variabel yang besar pengaruhnya terhadap pendapatan. 1. Benih Nilai koefisien regresi benih dalam usahatani semangka non biji di daerah penelitian adalah 0,09 dan berpengaruh nyata (t hitung 4,215). Signifikannya koefisien regresi benih disebabkan oleh pemakain benih pada usahatani di daerah penelitian masih jauh dari rekomendasi dan masih sangat memungkinkan untuk ditambah agar dapat meningkatkan hasil. 2. Pupuk Urea Penggunaan pupuk urea dalam analisis ini juga belum efisien, hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien regresi sebesar 0,071, artinya apabila pupuk urea ditambah 100% akan mengakibatkan bertambahnya pendapatan sebesar 7,1%. Variabel ini signifikan terhadap pendapatan semangka non biji dengan nilai t hitung sebesar 2,962. 3. Pupuk SP-36 Pengaruh pupuk SP-36 terhadap pendapatan sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien regresi 0,207. Apabila alokasi input ini ditingkatkan maka akan direspon oleh kenaikan pendapatan meskipun biaya input juga harus meningkat. Sama dengan pupuk urea pengaruh pupuk SP-36 juga berpengaruh nyata. 4. Pupuk KC1 Berbeda dengan variabel yang sudah dijelaskan diatas pengaruh pupuk KC1 dalam kegiatan usahatani semangka non biji justru negatif. Hal ini berarti jika penggunaan ppuk KCI ditambah justru akan menurunkan pendapatan. Alasan logisnya adalah pemanfaatan pupuk KCI di daerah penelitian sudah sampai pada taraf inefisien sehingga tanah akan merespon negatif jika pupuk KCl ditambah.
5. Pupuk ZA Koefisien regresi pupuk ZA adalah sebesar 0,407, hal ini berarti bahwa dengan penambahan pupuk ZA sebesar 100% akan menyebabkan kenaikan pendapatan sebesar 40,7%. Suatu kenaikan yang cukup tinggi sehingga petani sangat direkomendasikan untuk menambah penggunaan pupuk ZA. 6. Pupuk NPK Demikian juga dengan pupuk NPK, walaupun tidak sebesar pupuk ZA dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,342 pengaruh input ini juga cukup besar dalam upaya untuk mendorong kenaikan psndapatan petani semangka non biji. Dengan nilai t hitung sebesar 2,548, input pupuk NPK adalah salah satu variabel yang signifikan pengaruhnya. 7. Bhokasi Diduga penggunaan Bhokasi dalam usahatani semangka non biji di desa Maron, penelitian kurang efisien atau terlalu banyak pemborosan yang tidak berguna. Nilai koefisien regresi input bhokasi adalah -0,721. Sehingga pengaruh input bhokasi terhadap pendapatan adalah berkebalikan. Jika bhokasi ditambah maka pendapatan akan menurun dan sebaliknya jika bhokasi dikurangi maka pendapatan akan meningkat. 8. PPC Kontribusi PPC terhadap pendapatan usahatani semangka non biji sangat besar. Nilai koefisien regresi sebesar 0,034 menunjukkan bahwa masih ada peluang penambahan PPC untuk mendapatkan kenaikan pendapatan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa penambahan input harus juga memperhitungkan dampak lingkungan yang diakibatkannya. 9. Pestisida Kontribusi Pestisida terhadap pendapatan usahatani semangka non biji sangat besar. Nilai koefisien regresi sebesar -0,08 menunjukkan bahwa jika ada penambahan Pestisida akan menurunkan pendapatan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa penambahan input harus juga memperhitungkan dampak lingkungan yang diakibatkannya. 10. MPHP Diduga penggunaan MPHP dalam usahatani semangka non biji di desa penelitian kurang efisien atau terlalu banyak pemborosan yang tidak berguna. Nilai koefisien regresi input MPHP adalah -0,042. Sehingga pengaruh input MPHP terhadap pendapatan adalah berkebalikan. Jika MPHP ditambah maka pendapatan akan menurun dan sebaliknya jika MPHP dikurangi maka pendapatan akan meningkat. 11. Lahan Sebagai salah satu unsur usahatani pokok, peranan lahan sangat besar baik dari sisi kualitas (kesuburan) dan kuantitas (luas lahan). Dalam penelitian ini diduga penggunaan tanah masih kurang tepat sehingga opumalisasi kinerja tidak bisa dicapai. Nilai koefisien regresi Iahan adalah negatif. Hal ini diduga disebabkan oleh kurang baikknya penanganan tanah dan petani yang dipekerjakan kurang memahami teknik pengolahan tanah yang baik. 12. Tenaga kerja Berkaitan dengan koefisien regresi lahan yang negatif maka nilai koefisien regresi tenaga kerja juga negatif. Dengan demikian argumentasi bahwa usahatani semangka non biji di desa penelitian belum dilaksanakan sesuai dengan pola rekomendasi dapat diterima. Nilai koefisien regresi tenaga kerja adalah -0,411. Apabila curahan tenaga kerja ditambah 100% maka pendapatan akan menurun 41,1%.
Dari uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa kesembilan variabel yang diuraikan diatas adalah variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani semangka non biji. Sebelum membahas secara detail seluruh fenomena yang nampak dari persamaan diatas, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan model dan kemampuan model menjelaskan kondisi riil yang ada. Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 0,98. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas (X1 s/d XI2) berpengaruh terhadap pendapatan (Y) sebesar 98% sedangkan sisanya 2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti iklim dan cuaca, kondisi agroekologi dan lain-lain. Sehingga variabel-variabel tersebut memang merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perubahan pendapatan usahatani semangka non biji. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usahatani Semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tergolong efisien atau layak untuk diusahakan dimana nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.98 artinya pendapatan yang diperoleh petani Semangka non biji mendekati dua kali lipat daripada biaya yang dikeluarkan sehingga layak untuk diusahakan dimana penerimaan total Rp. 34.014.933 dikurangi biaya produksi Rp. 18.569.056 sehingga diperoleh pendapatan bersih atau keuntungan sebesar Rp. 15.445 877. 2. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani semangka non biji adalah benih, pupuk (dibagi berdasarkan jenisnya), MPHP, mulsa, lahan dan tenaga kerja. Semua variabel diatas merupakan variabel bebas (X) dan pendapatan adalah variabel terikatnya (Y). Dari hasil analisis regresi dengan bantuan analisis logaritma, dengan n sebanyak 15, ternyata model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk usahatani semangka non biji dapat ditulis sebagai berikut: Log Y = 5,28 + 0,09 XI + 0,71 X2 + 0,21 X3 - 0,20 X4 + 0,40 X5 - 0,34 X6 0,10 X7 + 0,03 X8 - 0,01 X9 - 0,04 X10 - 0,48 X 11 - 0,41 X12 4.2 Saran Untuk meningkatkan pendapatan, keuntungan dan efisiensi usahatani semangka non biji di Desa maron Kecamatan Srengat Kabupaten Kediri maka perlu dilakukan upaya penekanan terhadap penggunaan tenaga kerja dan membentuk kelompok tani sebagai wadah untuk memperoleh informasi dan menggalang kerjasama dalam berusahatani. DAFTAR PUSTAKA Basir. 1995. Prospek Investasi Agribisnis di Jawa Timur. Badan Agribisnis RI, Jakarta Hernanto, F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Kalie, B. 1992. Bertanam Semangka. PS Penebar Swadaya, jakarta. Kasryno, F. 1996. Arah Pengembangan Agribisnis pada Abad ke XXI. CIDES. Jakarta Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna. Jakarta
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Nurbanah. 1986. Bertanam Semangka Taiwan. BIP Jawa Timur. Surabaya. Onghokham. 1985. Elite dan Monopoli dalam Prespektif Sejarah. Majalah Prisma tahun XIV. LP3ES. Jakarta. Rukmana, R. 1993. Peluang Pasar Ekspor Olahan Buah-Buahan. Dalam Depthnews Indonesia tahun XX. Jakarta Rukmana, R. 1994. Budidaya Semangka Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Singarimbun, M dan Efendy. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Fungsi Produksi Cobb-Douglass. PT. Raja Grafindo. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Investasi Usahatani Skala Kecil Berwawasan Lingkungan Badan Agribisnis. Jakarta. Sunarjono. 1983. Pengantar Pengetahuan dasar Hortikultura. Sinar baru. Bandung. Surakhmad, W. 1990. Pengantar penelitian-Penelitian Ilmiah dasar Metode Teknik. Tarsito. Bandung.
PENGARUH KEMAMPUAN PEMAKAI AKHIR DAN PENERIMAAN SYSTEM INFORMASI YANG BERBASIS KOMPUTER TERHADAP KEPUASAN PEMAKAI AKHIR ( STUDI PADA PELAKSANA ADMNISTRASI YANG MENGGUNAKAN SYSTEM INFORMASI YANG BERBASIS KOMPUTER DI PERGURUAN TINGGI DI BLITAR) Oleh: Indria Guntarayana
Abstract The study conducted for the reality that more intstitutions of both state and private in Malang have been using based-computer IT service. It means to help the process in anything related to management og the institution such as the management cas of student administration, the teacher administration and employe hang financial administration. But ini IT operasional not working optimally and giving the level compesated for the user, this case is because of the level of complicated system , which used and currently computer technology and the system always grow in the time periods The study pupose is to know the description of End user competency and Acceptance of Information System in Various Institution in Blitar. It is to know description of Beneficial System and The compensated of Computer End User ino various institutions in Blitar. To know significantly affekct from the benefical System for the compensatcd of end user. To know sifnificantly affect of the End User Competence for the compensated of end user Compentence for the compensated of end user and to know the significantly affect form Acceptance system for the compensated of End User. This study is using a quantitative approach with the kind of research of explanatory research. The study was done in 5 Institution in Blitar that is Univesity of Negeri Malang II (UM), University Islamic of Balitar (UIB), Kesuma Negara of Economic Colege (STIKEN), Academic Tax and Management of Indonesia (AMPINDO)and Helthy of Patria Colege (STIKES). The sampling method in this research is a purposive random sampling, because in this research, the sample wa chosen according to particular puposes. The consideration getting from the research is the chosen sample specifically an administration official directly (direct user) using based computer information System. So, ini this case the object studied in an employee in working unit which using database system into program package of based computer information system. The research is using various kind of technical collecting dat including, questioner, convertation and observation
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
The study result is to show a significantly form the variable of End-user competency and Accepance of Information System for Beneficial System silmutanenously. There was a significantly affect form the variable End User Competency and Acceptance of Information System Partially to Beneficial System and Significantly affect from the Benencial System for the compensated of End user, sigficantly affect form the variable of End User Compentence for the compensated of End user There is no sifnificantly affect form the variable of Acceptance of Information System for the compensated of End user
Key word
: Information System and End User
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Peranan Tekonologi Informasi (Information Technology/IT) dalam industri perdagangan serta dunia pendidikan secara cepat meningkat selama setengah abad terakhir ini. saat ini IT mewakili kira kira setengah dari keseluruhan investasi modal secara global sementera itu kebanyakan tenaga kerja di Negara berkembang bergantung apda system informasi dantelekomunikasi yagn berbasis komputer (Yoginato, 1995). Kehadiran IT telah memungkinkan terjadinya efisiensi yang sangat signifikan dalam berbagai bidang kehiduan seperti efisiensi biaay dan siklus waktu. Hal ini memungkinkan diperolehnya suatu output produk organisasi yang lebih berkualitas Yogiyanto (1995) dalam bukunya yang berjudu “Analisa dan Desain system Informasi” menyatakan IT yang dalamhl ini memfokuskan pada penggunaan komputer tidak hanya digunakan dalam system Informasi Manajemen (SIM) , tetapi realitanya SIM yangkompleks justru melibatkan elemen non komputer. Pengaruh pengguna komputer serta komputer itu sendiri sangat besar dalam pengaturan suatu organisasi sehingga pada akhirnya SIM selalu berhubungan dengan pengelolahan informasi yang berabasis komputer. Alasan yang menjelaskan bahwa komputer meruapkaan alat yangpenting dalam SIM yang meodern. Pertama, kemampuan komputer yang bisa mengolah data. Komputer lebi unggul dalam menyerap atau mencatat data jika dibandingkan dengan daya ingat manusia, meskipun pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh manusia. Kedua, pemakaian komputer penting dikarenakan teknologi ini sudah tersedia dimana mana dan dapat diperoleh dengan mudah dan relative murah, sehingga bila kemampuan financial dan kemampuan organisasi sudah memungkinkan untuk mengadakan system informasi manajemen berbasis komputer hendaknya organisasi tersebut bisa menyesuaikan diri. Disisi lain, meskipun komputer mampu melakukan hal hal yang fantastik mengolah data, namun penggunaan SIM tetap tergantung kepada manusia. Kegagalan SIM antara lain dikarenakan adanya anggapan bahwa komputer dapat memecahkan setaip persoalan dalam organisasi, sehingga perlu diingat bahwa bagaimanapun juga komputer hanyalah sebuah alat , keberhasilan penggunaannya tergantung pada factor manusianya. Pemanfaatan TI harus mengaah pada wujud perubahan organisasi mempengaruhi struktur, proses dan perubahan tak berwujud, mempengarhui kekuatan, kultur perusahaan
dan komunikasi antar personal. System informasi berbasis komputer memiliki potensi dan keterbatasan – keterbatasan yag bisa ditolak untuk memperbaiki kinerja bisnis. Pertimbangan pokok persoalan social dan organsisasional sehubungan dengan aplikasi IT meruapakan hal yang serius. Dalam penerapan SIM ada bebarapa factor yang dipandang cukup berpengaruh terhadap keberhasilannya. Faktor Faktor terseebut seperti kemampuan pemakaiannya dan daya penerimaan system informasi sebagaimana dikemukakakn oleh Sang M Lee (1995) bahwa factor “End User Ability” dan “Information System Acceptance” sangat berpengaruh terhadap pemanfaat system yang pada akhirnya sangat berpengaruh teradap tingkat kepuasan si pemakai. Selanjutnya menurut Bowen dalam Fred Davis (1989) dalam penelitiannya yang berjudul “Perceived Usefulness, Percived Easy to Use, and User Accptance of Information Technology” meyatakan teknologi informasi secara substansial mamapu meningkatkankerja, sementara pemanfaatan teknologi informasi sangat dipengaruhi oleh kemauan pengguna untuk menerima dan menggunakan ketersediaan system. Aspek perilaku dalam system informsi muncul karena mausai merupakan bagian yang sangat penting dalam system secara total (Martin Christoper dan Philip Powell,1992) Lebih lanjut Martin christoper dan Philip Powell (1992) dalam bukunya yang berjudul “Information System A Managament Perspective” menaytakan secara ideal keberadaan dari sebuah system informasi berbasis komputer dengan suatu organisasi dpat diterima dnegan penuh antusias oleh para penggunanya , sebaga investasi yang sudah dikeluar untuk mendesain sampai denagn mengimplementasi suatu system tentu relative mahal. Salah satu factor yang menyebabkan dalam memanfaatkan system informasi adalah factor manusianya. Menurut David O sear (1988) dalam penelitiannya yang berjudul “A cognitive Teory; management Information System Concpet” menyatakan perilaku seseorang angara lain ditentukan oleh caranya mengamati situasi social, inilah yan disebut dengan factor kognitif. Orang secara spontan akan mengoganisasi persepsi, pikiran dan keyakinan tentang situasi social ke dalam bentuk sederhana dan bermakna, seperti yang mereka lakukan terhadap obyek. Oleh karena itu pemahaman terhadap factor factor kognitif mempunyai peranan yang penting untuk mengentahui dan memprediksi derajat penerimaan pengguna pada system informasi manajemen sebagai suatu objek atau produk teknologi informasi. Penerimaan system informasi (Information System Acceplance ) merupakan tingkat kemauan dari seorang individu untuk memanfaatan system. Aspek kemauan pengguna untuk memanfaatan sistem secara optimal meruapakan faktor yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam karena penolakan tehradap suatu sistem akan berdampak pada kegagalan dalam mengimplementasikan sebuah proyek sistem informasi (Sang M. Lee ata al 1995) Dari keterangan keterangan di atas tampak jelas bahwa penerapan IT melalui SIM maka faktor manusia memegang peranan yang sangat penting terutama menyangkut kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem informasi yang pada gilirannya sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan sistem dan kepuasan pengguna sistem Sat ini banyak perguruan tinggi baik negeri dan swasta di kota Blitar telah menggunakan jasa IT yang berbasis komputer dalam membantu memproses segala persoalan yang menyangkut masalah pengelolaan perguruan tinggi yang bersangutan seperti pengelolaan maslah administrasi kemahasiswaan, administrasi tenaga pengajar,dan pegawai serta admnistrasi keuangan Perguruan Tinggi tersebut seperti Universitas Negeri Malang II, Universitas Islam Balitar, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Akademi Manajemen dan
Perpajakan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria dll. Akan tetapi dalam operasional IT ini ternyata belum dapat berfungsi secara optimal apalagi dapat memberikan suatu tingkat kepuasan bagi penggunanya, hal ini disebabkan oleh tingkat kerumitan sistem yang digunakan dan makin muhtahirnya teknologi komputer dan sistem yang terlalu berkembang dari waktu ke waktu. Berdsarkan alasan alasan inilah mendorong kami untuk mengadakan penelitian dnegan mengambil topik seperti yang tercantum di muka. Adapun alasan lain adalah berdsarkan hasi observasi awal kami teryata kemampuan para operator dan pengembang sistem pada beberapa perguruan tinggi di Blitar ,masih jauh dari harapan , disis lain ada perguruan tinggi tertentu penerapan IT- nya sudah berjalan cukup baik. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian untuk mengungkapkan mengapa beberapa perguruan tinggi di Blitar pemakaian IT yang berbasis komputer belum berjalan secara optimal 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas , maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah deskripsi tentang kemampuan Pemakaiian Akhir dan Penerimaan Sistem pada Perguruan Tinggi di Blitar? 2. Bagaimanakah deskripsi tentang pemanfaatan sistem dan Kepuasan Pemakai Akhir Komputer pada Perguruan Tinggi di Malang? 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifian antara Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan sistem informasi secara simultan terhadap Pemanfaatan Sistem 4. Apakah terdaapt pengaruh yang signifikan secara prasial antara Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan Sistem 5. Apakah terdapat pengaruh signifikan dari Pemanfaatan Sistem terhadap Kepuasan Pemakai Akhir? 6. Apakah Terdapat pengaruh signifikan dari Kemampuan Pemakai Akhir terhadap Kepuasan Pemakai Akhir 7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari peneriman sistem terhdap terhadap Kepuasan Pemakai Akhir
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Tujuan yang henda dicapai dalam penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui deskripsi tentang Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem Informasi pada Perguruan Tinggi di Blitar 2) Untuk Mengetahui deskripsi tentang Pemanfaatan Sistem dan Kepuasan pemakai Akhir komputer pada Perguruan Tinggi di Blitar 3) Untuk Mengetahui pengaruh yang signifian antara Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan sistem informasi secara simultan terhadap Pemanfaatan Sistem 4) Untuk Mengetahui 5) pengaruh yang signifikan secara prasial antara Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan Sistem 6) Untuk Mengetahui pengaruh signifikan dari Kemampuan Pemakai Akhir terhadap Kepuasan Pemakai Akhir 7) Untuk Mengetahui pengaruh yang signifikan dari peneriman sistem terhdap terhadap Kepuasan Pemakai Akhir
1.4 Manfaat penelitian Dalam hasil penelitian ini diharapkan : 1. Hasil Penelitian ini memberikaninformasi kepada Pengelola Perguruan Tinggi di Blitar tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan sistem yaitu terdiri dari Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem Informasi dan dampaknya terhadap Kepuasan Pemakai Akhir 2. sumbangan Teoritik hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi pengembangan ilmu Sistem Informasi Manajemen, untuk memperkaya Pengembagan Teori teori baru. 2. Metode Penelitian 2.1 Jenis Penelitian Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif denga jenis penelitia explanatory reserach yaitu penelitian yang berusaha menjelaskan hubungan variabel satu dengan variabel lainnya, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. 2.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 5 Perguruan Tinggi di Blitar , yaitu Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah Tinggi kesehatan Patria yang telah menggunaan sistem komputer dan telah memenuhi syarat untuk dijadikan obyek penelitian ini. 2.3 Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu Yaitu Pelaksanaan Administrasi yag mengoperasian tingkat bawah atau sering disebut ”Pemakai akhir tingkat menu” komputer di lokasi penelitian. Pemakai akhir tingkat menu merupakan pemakai akhir yang biasanya tidak mampu menciptakan perangkat lunak mereka sendiri, tetapi capt berkomunikasi dengan perangkat luna jadi dnegan menggunakan menu menu seperti yang ditampilkan leh Lotus, dBase dan Word Perfect (McLeod 1996). 2.4 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini aldah semua tenaga administrasi yag mengoperasikan komputer di Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah Tinggi kesehatan Patria. Data ya glebih lengkap tentang jumlah populasi dapat dilihat apda tabel 2. adapun perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dalam Uma (1997). Rumus slovin adalah sebagai berikut: N n = 1 + Ne² Dimana n = Besarnya Sampel N= Besarnya Populasi
e = % Kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditoler
No 1 2 3 4 5
Nama Perguruan Tinggi
Universitas Negeri Malang (UM)II Universitas Islam Balitar (UIB) Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma Negara (STIKEN) Akademi Perpajakan dan Manajemen Indonesia Sekolah Tinggi Kesehatan Patria Blitar. Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah (2010)
Jumlah Populasi 86 114 80 75 108 473
Jumlah Sampel 15 22 14 12 19 82
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive random sampling, karena dalam penelitian ini sampel yang dipilih berdsarkan tujuan tertentu saja (Sugiyono, 1998). Pertimbangan yang diambil dari penelian ini adalah sampel yang dipilih khusus tenaga pelaksanaan administrasi yang secara langsung (direct user) menggunakan sistem informasi berbasis komputer. Jadi dalam hal ini yang diteliti adalah petugas di unit kerja yang sudah memiliki sistem berabasis komputer program sistem informasi berbasis komputer 2.5 Jenis dan Sumber data Penelitian ini menggunakan 2 Jenis data yaitu a. Data Primer Yaitu jenis data yang didapat langsung dari tangan pertama. Dalam penelitian ini berasal dari Pelaksana Administrasi yang mengoperasikan (end user) komputer di Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah Tinggi kesehatan Patria. Data tersebut menyangkut kemampuan pemakai akhir , penerimaan sistem informasi dan pemanfaatan sistem b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari pihak pengelola dari setiap lingkungan terhdaptnya. Sistem informasi Manajemen berada
2.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian ini menggunakan Beberapa Jenis teknik pengumpulan data yaitu meliputi : a. Teknik Kuesioner. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan variabel variabel bebas, variabel antara, dan variabel terikat b. Teknik Wawancara. Sebagai upaya untuk mengadakan konfirmasi dan untuk melengkapi data yang terdahulu yang diperolehmelalui teknik kuesioner maka digunakan teknik wawancara
c. Teknik Observasi. Teknik ini digunakan untuk melihat dari dekat kondisi firisk obyek penelitian yaitu kondisi fisik subyek penelitian 2.7 Variabel Penelitian Berdasarkan model hipotesis yang telah dipaparkan maka secara operasional ada 4 variabel penelitian yang ditetapkan, yaitu : 1. Variabel Bebas Penelitian terdiri dari : Kemampuan pemakai akhir (X1) dan Penerima sistem Informasi (X2) 2. Variabel Antara : Pemanfaatan Sistem Informasi (X3) 3. Variabel Terikat : Kepuasan Pemakai Akhir (Y) 2.8 Pengukuran Instrumen Pada variabel Kemampuan Pemakai Akhir,daftar peranyaan yang digunakan, telah disediakan skala likert lima titik (5 point likert scale) mulaid dari 1=sangat rendah;2= Rendah; 3=Cukup; 4= Tinggi;5= Sangat Tinggi sedangkan variabel penerimaan Sistem Informasi (X2), pengukurannya dilakukan dengan menerapkan skala likert lima titik (5 point likert scale) mulaid dari 1=sangat Setuju;2= Setuju; 3=Cukup Setuju; 4= Kurang Setuju; 5= Sangat Tidak Setuju Variabel Pemanfaatan sistem, seperti 3 fungsi pada tabel 1 di halaman 17 digunakan sebagai dasar penyusunan daftara pertanyaan yang penerapannya akan menggunakan skala likert lima titik (5 point likert scale) mulai dari 1=sangat sedikit sekali ;2= Sedikit ; 3=CukupBanyak ; 4= Banyak ;5= Sangat Banyak 2.9 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen a. Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dari alat ukur ang digunakan. Suatu instrumen pengkuran dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur( Gujarati:1997). Uji validitas ini dimaksudkan untuk menguji instrumen penelitian yang mencerminkan pengkuruan konstruk seperti yang ada dalam kerangka teoritis. Jadi Validitas memberi gambaran keterpaduan butir butir insrtrumen (variabel terukur) antara satu dengan yang lainnya. Setelah diisi dan dikembalikan oleh responden, selanjutnya dihitung dandilihat validitasnya untuk masing masing item dengan cara melihat korelasi product moment dengan rumus Rxy
N xy x y
{N x y }{N y 2 y } 2
2
2
Sumber : Gujarati (1997) Keterangan r = Nilai Korelasi n = Banyaknya Sampel x = Nilai Skor item X y = Nilai Skor item Y 1. Setelah dihitun Rxy. Dilihat Validitasnya dengan menggunakan Kriteria 0.8000 < Rxy ≤ 1.000 = Validitas Sangat Tinggi 0.6000 < Rxy ≤ 0.8000 = Validitas Tinggi 0.4000 < Rxy ≤ 0.6000 = Validitas Cukup Tinggi
0.2000 < Rxy ≤ 0.4000 = Validitas Rendah 0.0000 < Rxy ≤ 0.2000 = Validitas Sangat Rendah 2. Dengan hasil Uji Coba validitas ini maka kuisioner tersebut dapat dilanjutkan ke penelitian untuk diuji reliabilitasnya . bila probabilitasnya hasil korelasi lebih kecil (<) dari 0,05% maka dinyatakan valid dan sebaliknya dinyatakan tidak valid b.
Uji Reliabiitas Uji Reliablitias dalam penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untukmengetahui konsistensi data yang diperoleh. Pengkuran rehabilitasi mengunakan indeks numeric yang disebut koefisisn. Uji reliabilitas ditetapkan untuk mengetahui apakah responden telah menjawab pertanyaaan secara konsisten atau tidak sehingga kesungguhan jawaban dapat dipercaya. Dalam hal ini apabila nilai koefisien ≥0.05, maka dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan tersebut reliable (Arikunto 1993). Adapun teknik uji Reliabilitas adalah reliabilitas internal,menggunakan rumus Alpha Cronbach (Arikunto.1993) dengan formula rumus Koefisien reliabilitas sebagai berikut: b 2 K r 11 1 : Arikunto.1999 t 2 K 1
Sumber Dimana : R11 = Reliabilitas Instrumen K = Banyaknya butir pertanyaan b ² = Jumlah Varians butir = Varian Total
Pendapat lain menjelaskan bahwa reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing masing indikator tersebut mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor faktor laten yang umum. Adapun nilai besar variance extracted dapat dihitung mengunakan rumus sebagai berikut :
StdLoading Variance Extracted StdLoading j 2
2
Nilai Variance ekstracted yang tinggi menunjukkan bahwa indikator – indikator tersebut telah mewakili secara baik kontruk laten yang dikembangkan. Nilai variance extracted ini direkomendasikan pada tingkat paling sedikit 0.05(Augusty.2000) 2.10 Analisa data Untuk analisa data digunakan dua jenis Analisa Yaitu a. Analisa Deskriptif yaitu untuk menejlaskan gambaran tentang variabel bebas, variabel antara dan variabel terikat bebas, variabel antara dan variabel terikat b. Analisa Regresi Berganda untuk mengetahui pengaruh variabel variabel bebas dengan variabel bergantung dan analisis variabel tergantung dengn dengan variabel terikat digunakan analisis regresi linier sederhana. 2.11 Teknik Analisis Data
Analisa data dalam penelitian digunakan dua teknik yaitu teknik analisa data yang menggunakan analisa deskriptif inferensial. Teknik desktriptif digunakan untuk mendeskripsikan masing masing variabel penelitain melalui analisis disribusi frekuensi, sedangkan untukmengetahui pengaruh ”kemampuan pemakai akhir” dan Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan sistem”, pengaruh ”Pemanfaatan Sistem terhadap ”Kepuasan Pemakai Akhir,” pengaruh kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem terhadap kepuasaan pemakai kahir digunakan analisis jalur atau Path Analysis dengan menggunakan Regresi (Singgih Santoso 2000). Semua analisis ini menggunakan Program SPSS for windows versi 16.00 2.12 Pengujian Asumsi Klasik Untuk memperoleh nilai pemerkira yang tidak bias dan efisien dari satu persamaan regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square), maka dalam pelaksanaan analisis data harus memenuhi asumsi klasik sebagai berikut: a. Uji Kolinieritas Ganda (Multicoliniarity) Kolinieritas merupakan keadaan di mana terdapat korelasi yang sangat tinggi antar variabel bebas dalam persamaan regresi. Menurut Gujarati (1991:172) dikatakan bahwa “Mulikolinieritas memiliki arti adanya korelasi linier yang tinggi (mendekati sempurna) di antara dua atau lebih variabel bebas” berarti, jika antara variabel bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain atau berkorelasi tetapi tidak lebih dari r kritis (mempunyai signifikasi p>0,05), maka bisa dikatakan tidak terjadi multikolinieritas. Uji Multi Kolinieritas dilakukan dengan mengunakan Variance Inlanting Factor (VIF) bila VIF < 5% maka tidak terjadi multikolinieritas (Santoso ;1999) b. Uji Homoskedastistas dan Heterokedastistitas Heteroskedostisitas duji dengan menggunakan uji koesfisien korelasi rank spearmen yaitu mengkorelasikan antara absolute residual hasil regresi dengan semua variable bebas. Heteroskedostisitas adalah suatu keadaan yang masing-masing kesalahan penggangu memounyai varian yang berlainan. Bila signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedostisitas Uji heterokedastisitas menggunakan metode Park terlihat bahwa pengaruh dari setiap variabel bebas yang telah di in kan terlebih dahulu terhadap kuadrat residual yang telah dihilangkan pula (Gujarati,1991). Variabel-variabel bebas tersebut tidak signifikasi, berarti terbebas dari heteroskedastisitas. Dengan demikian data untuk peramalan tersebut adalah termasuk kategori homokedastisitas.
c.
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi data variabel bebas dan terikatnya adalah normal. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau mendwkati normal. Untuk menguji normalitas ini diketahui dari tampilan normal probability plot. Dengan ditunjukan jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi. Yang memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Sebagai kelengkapan dalam pemenuhan asumsi klasik dilakukan pula uni normalitas, dalam uni ini distribusi pengamatan yang dicapai dengan rata-rata sama dengan 0, dan standar deviasi sama dengan I, sebagaimana dalam distribusi normal
standar dengan trasnformasi nilai-nilai pengamatan ke dalam skala Z (normal standar). Pengujian dilakukan dengan menggunakan SNIRNOV pada paket program SPPS for Window versi 10.0, hasilnya menunjukkan bahwa distribusinya adalah normal dengan demikian penggunaan regresi linear berganda dapat diterima.
2.13 Pengujian Korelasi dan Regresi a. Analisa Korelasi Berganda Untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan antar peubah-peubah dalam konsep Kualitas Pelayanan secara bersama-sama terhadap peubah Kepuasan Pasien (Y). Formula yang digunakan dalam korelasi adalah: 2
r
Sumber Keterangan r n x y
n(a y b1x1 y b2 x2 y) ( y) 2
n y 2 ( y ) : (Gujarati : 1992) : = Koefisien korelasi = banyaknya sampel = peubah yang mempengaruhi (bebas) = peubah yang dipengaruhi
Selain itu, interpretasi kuat lemahnya hubungan variabel yang terlihat juga ditentukan oleh persoalan yang dihadapi. Menurut sugiarto berikut merupakan pedoman penilaian terhadap kriteria hubungan (Korelasi) variabel beba dengan variabel terikat. Nilai ( r ) Kriteria Hubungan 0 Tidak ada korelasi 0 – 0.5 Korelasi lemah 0.5 – 0.8 Korelasi sedang 0.8 – 1 Korelasi kuat 1 Korelasi sempurna Sumber : Sugiarto (2002) b. Analisa Uji F Sedangkan untuk menentukan apakah signifikan/tidak dalam pengujian koefisien korelasi berganda menggunakan uji F dengan rumus/Formula R2 / k Fhit = (1 - R2)/(n – k - 1) (Sudjana, 1986;377) di mana : F = Test hipotesis/pendekatan distribusi probalitas fischer 2 R = Koefisien Korelasi n = Jumlah sampel k = Jumlah peubah bebas k-1 dan k-n menunjukkan derajat kebebasan, di mana persamaan di atas menunjukkan persamaan di atas menunjukkan hubungan antara F dan R2 dan nilai F tergantung pada R2.
Dalam pengujian F hitung uji hipotesis dapat dikatakan signifikan apabila F hitung > F tabel dan sebaliknya apabila F hitung < dari F tabel berarti tidak signifikan, R (Koefisien Korelasi) akan mempunyai nilai antara 0 dan 1, Bila R=0 berarti tidak ada hubungan yang mutlak. R=1 itu berarti menunjukkan hubungan yang muttlak antara peubah yang diteliti. Jadi semakin besar atau mendekati angka 1, nilai koefisien determinasinya semakin erat hubungannya dengan peubah yang diteliti. Ho = RyX1Y2,…………., Xk = o, yang berarti tidak ada hubungan antara peubahpeubah X1, X2……..,Xn dengan peubah Y Ha = RyX1Y2,…………., Xk > o, yang berarti ada hubungan antara peubah-peubah X1, X2……..,Xn dengan peubah Y c. Analisa Regresi Analisa ini digunakan untuk mengamati dan mengetahui sejauh mana pengaruh yang ada dalam masing-masing peubah bebas terhadap peubah terikat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3x3 + b4X4 ……….. + bkxk Di mana : Y = Peubah yang dipengaruhi X = Peubah yang mempengaruhi a = Konstanta regresi b = Konstanta regresi Linier Untuk mendapatkan Nilai b0, b1, b2 dan bk dapat digunakan persamaan normal sebagai berikut (Kerlinger, 1987 : 77) Y = n.b0+b1X1+b2X2+b3X3+……..+bkXk YX1 = b0X1+b1 X 12 +biX1X2+b3X1X3+……..+bkX1X3 xk2
YX2 Yxk
= boX2+b1X2X1+bi x22 +b3X2X3+……..+bkX2Xk
= boXk+b1XkX1+bi+b3XkX3+…...+bkX2(Kerlinger,1987) Apabila untuk menguji hipotesis empiris dapat digunakan hipotesis statistik sebagai berikut : Ho : xi xij (Xi mempunyai pengaruh paling kuat atau sama dengan Xij) Ho : xij (Xi mempunyai pengaruh paling kuat dibanding dengan Xij xi ) d. Analisa Uji T Adapun untuk menguji koefisien tersebut digunakan untuk menguji t dengan menggunakan formula sebagai berikut : n2 t 1 r 2 : Kerlinger,1987
Sumber Di mana t = Pendekatan distribusi Probabilitas r = Koefisien korelasi n = banyaknya sampel Kriteria yang digunakan adalah :
a). Menetapkan semua peubah yang bermakna dengan jalan melihat T hitung dan t DF. Apabila t hitung> t DF maka bermakna dari yang bermakna tersebut ditetapkan koefisien yang paling besar kemudian dibandingkan dengan peubah yang lain. b). Menerima H0 apabila :xi > xij 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Analisa Deskriptif Tentang Variabel Penelitian Berikut ini akan dipaparkan deskripsi variabel variabel penelitian denga analisis distribusi frekuensi. Variabel variabel penelitian tersebut terdiri 2 buah variabel bebas yaitu kemampuan Pemakai akhir dan Variabel Penerimaan Sistem Informasi (X2), 1 buah Variabel antara yaitu Pemanfaatan System(X3) dan 1 buah variabel terikat yaitu Kepuasan Pemakai Akhir (Y) a. Variabel Kemampuan Akhir (X1) Kondisi sesungguhnya dari kemampuan para responden tergambar dari jawaban yang mereka sampaikan atas daftar pertanyan ang diajuakan dengan tujuan untuk mengukur variabel kemampuan pemakai. Rata rata tanggapan reponden berada pada taraf cukup mahir hal inidibuktikan oleh rata rata mena jawaban responden sebesar 3,68 b. Variabel Penerimaan Sistem Informasi(X2) Secara umum responden cukup dapat menerima sistem yang diterapkan di perguruan tinggi yang bersangkutan hal ini dibuktikan oleh rata rata mean jawaban responden adalah 3.5 c. Variabel Pemanfaatan Sistem(X3) Secara umum responden menyatakan cukup banyak memanfaatkn sistem yang diterapkan di perguruan tinggi mereka. Hal ini dibuktikan oleh rata rata mean dari respon responden adalah 3,54 d. Variabel Kepuasan Pemakai Akhir (Y) Secara umum Responden cukup Puas akan sistem yang diterapkan diperguruan Tinggi mereka. Hal ini dibuktikan dari nilai rata rata mean jawaban responden adalah 3,52
3.2 Validitas dan Realibilitas Hasil uji validitas dan realivilitas instrumen penelitian sebagai berikut: dalam penelitian ini ada 82 kasus dengan derajat kebebasan(df) 82-2=80. taraf signifikan 5%. Nili r tabel =0.220. nilai r Tabel ini digunakandasar untuk menilai r hitung tiap item instrumen. Jika r hitung lebih besar dari r tabel maka instrumen tersebut dikatakan valid. Sedangkan untuk menilai tingkat reabilitas item variabel maka didasarkan perhitungan alpha. Suatu instrumen dikatan realiabel jika alphanya lebih besar dari 0,5(Ali Saukah.2000) Dari hasil Analisis diketahui alpah dari instrumen variabel ini adalah 0,792. dengan demikian dapat disimpulkan instrumen penelitian dapat disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X1 dikatakan valid dan reliabel. Alpha instrumen ini sebesar 0,83 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X2 dikatakan valid dan reliabel.
Alpha instrumen ini sebesar 0,754 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X3 dikatakan valid dan reliabel. Alpha instrumen ini sebesar 0,21 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel Y dikatakan valid dan reliabel. 3.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalaqh adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti antara variabel bebas. Untuk melihat atau pasti antara variabel multikolinieritas dapt diidentifikasi dengan melihat nilai VIF(Variance Inflanting Factor) variabel bebas, apabila nilai VIF >5 maka terdapat gejala multikol antara variabel bebas jika sebaliknya makat idak terjadi multikolinieritas (Santoso,2000) Dengan melihat nili VIF, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolnieritas karena nilai VIF semua variabel bebas lebih keci dari 5 b. Uji Heterokedastis Hasil uji heterokedastis dapat dilihat melalui sebaran data pada scaterplot. Bilamana tidak ada pola tertentu atau teratur pada scatterplot maak dat telah memenuhi persyaratan uji regresi. Disamping itu untuk menguji heterokedsitisitas dapat juga dilakkukan melalui metode Spearmen rank correlation yaitu memandingkan nilai Sig(2-tailed) masing msing variabel bebas dnegan nilai sginifikan alpha sebesar 5%. Jika nilai signifikannya lebih besar dari 0.05 maka tidak terjadi gejala heterokedastisitias, jika sebaliknya maka terjadi gejala hetero kedastisitas. 3.4 Analisa Data dan Intepretasi Dalam analisis regresi dilakukan uji simultan atau uji F dan uji parsial atau uji t. Adapun hasil perhitungan komputer yang dilakukan dengan program SPSS versi 16 dapat dilihat sebagai berikut:
Variabel Koefisien T hitung Probabilitas Var Var Regresi(B) bebas terikat X1 0,287 3,143 0,0024 Z X2 0,279 3,791 0,0003 0,728 Rsquare F.Hitung 0,720 R² probabilitas 0,8534 Multiple R α -0,123 Konstanta N
Beta
R
R²
0,0003 0,480 105,523 0.000 0,05 82
0,333 0,392
0,110 0,153
3.5 Pengujian Hipotesis Kerja Satu (H1) Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai F Hitung adalah 105,523 dengan angka probabilitas 0,000 (p<0,05),maka Hipotesis kerja (H!) diterima, yaitu terdapaqt pengaruh
yang signifikan antara variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem (X1 dan X2) terhadap Pemanfaatan sistem (X3) secara bersama sama (Simultan) dapat diterima. R Square 0,728 dalam Penelitian ini yang digunakan adalah R Square yang disesuaikan (karena variabel bebas lebih dari satu) sebesar 0,720 ini mengandung makna bahwa terdapat pengaruh yangkuat antara variabel. Variabel variabel bebas X1 dan X2 terhadap variabel X3 sebesar 0,720 atau 72% dan selebihnya 0,280 atau 28% dipengaruhi oleh variabel lain yang diluar penelitian ini 3.6 Pengujian Hipotesis kerja Kedua (H2) Berdasarkan hasil analissi diperoleh informasi tentang uji parsial dari pengaruh tiap variabel bebas terhadap variabel tgerika adalah sebagai berikut: Pada tabel menujukkan nilai p(0,0024) < α0,05. hal ini berarti secara parsial terdapat pengaruh hang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir terhadap pemanfaatan sistem taraf 95% Nilai koefisien determinan parsial(r²) 0,110 yang berarti variasi peruabahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan oeh variabel kemampuan akhir (X1) sebesar 0,110. Nilai Koefisien B yang diperoleh adalaqh positip yaitu sebesar 0,287 dapat diartikan juka nilai kemampuan akhir dianikan sebesar satu satuan , maka nilai pemanfaatan sistem akan mingkat sebesar 0,287 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Dari tabel nilai p(0,0003)< α0,05. hal ini berarti secara parsial ada pengaruh signifikan antara variabel Penerimaan sitem Informasi (X2) terhadap Pemanfaatan sistem(X3), taraf signifikan 95%. Nilai koefisien determenasi (r²) yang diperoleh adalah 0,1533 yang berarti variasi perubahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan variabel penerimaan sistem sebesar 0,1533. Nilai Koefesien regresi (B) yang diperoleh adlaah positip yaitu 0,279 dapat diartikan bahwa jika nilai Penerimaan sistem Informasi dinaikan sebesar satu satuan , maka nilai Pemanfaatan sistem akan meningkat sebesar 0,278 dengan asumsi variabel lain konstanta. Berdasarkan hasil analisis Regresi linier berganda yang ditampilkan dalam tabel maka dapat dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : X3 = -0,123 +0287X1+0,279X2 Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja (H2) kedua yaitu ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel variabel bebas yaitu Kemampuan (X1),dan Penerimaaan sistem Informasi (X2) dapat diterima 3.7 Pengujian Hipotesis Kerja Ketiga (H3) Pengujian ini dilakukan untuk menjawab hipotesis kerja yang ke 3 untuk itu berikkut ini disajikan hasil analisis regresi sederhana untuk menguji hipotesis kerja diatas. Variabel Koefisien T Var Var Regresi(B) hitung bebas terikat X1 0,953 12,431 Z X2 0,0410 0,501 0,871 Rsquare 0,868 R² 0,9333 Multiple R
Probabilitas
Beta
0,0000 0, 6181 F.Hitung Probabilitas α
0,9668 0,0389 268,561 0.000 0,05
Konstanta
3,387
N
82
Dengan melihat tabel diatas diketahui signifikan p=0,000 lebih kecil 0,05 berarti hipotesa (H3) dapat diterima artinya pengaruh yang signifikan ari variabel pemanfaatan Sistem (X3) terhadap Kepuasan Pemakai Akhri (Y). R Square = 0,871 yang berarti teradapat pengaruh yang signifikan sebesar 87% terhadap kepuasan pemakai akhir dan sisanya 23% dipengaruh oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yanag telah disajikan di depan maka disimpulkan: 1. Terdapat pengaruh yang signifika dari Variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaaan Sistem Informasi terhadap Pemanfaatan Sistem secara simultan hal ini dibuktikan Nilai bahwa nilai F Hitung adalah 105,523 dengan angka probabilitas 0,000 (p<0,05),maka Hipotesis kerja (H!) diterima, yaitu terdapaqt pengaruh yang signifikan antara variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem (X1 dan X2) terhadap Pemanfaatan sistem (X3) secara bersama sama (Simultan) dapat diterima. R Square 0,728 dalam Penelitian ini yang digunakan adalah R Square yang disesuaikan (karena variabel bebas lebih dari satu) sebesar 0,720 ini mengandung makna bahwa terdapat pengaruh yangkuat antara variabel. Variabel variabel bebas X1 dan X2 terhadap variabel X3 sebesar 0,720 atau 72% dan selebihnya 0,280 atau 28% dipengaruhi oleh variabel lain yang diluar penelitian ini 2.
Menujukkan nilai p(0,0024) < α0,05. hal ini berarti secara parsial terdapat pengaruh hang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir terhadap pemanfaatan sistem taraf 95% Nilai koefisien determinan parsial(r²) 0,110 yang berarti variasi peruabahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan oeh variabel kemampuan akhir (X1) sebesar 0,110. Nilai Koefisien B yang diperoleh adalaqh positip yaitu sebesar 0,287 dapat diartikan juka nilai kemampuan akhir dianikan sebesar satu satuan , maka nilai pemanfaatan sistem akan mingkat sebesar 0,287 dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Dari tabel nilai p(0,0003)< α0,05. hal ini berarti secara parsial ada pengaru signifikan antara variabel Penerimaan sitem Informasi (X2) terhadap Pebamanfaatan sistem(X3), taraf signifikan 95%. Nilai koefisien determenasi (r²) yang diperoleh adalah 0,1533 yang berarti variasi perubahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan variabel penerimaan sistem sebesar 0,1533. Nilai Koefesien regresi (B) yang diperoleh adlaah positip yaitu 0,279 dapat diartikan bahwa jika nilai Penerimaan sistem Informasi dinaikan sebesar satu satuan , maka nilai Pemanfaatan sistem akan meningkat sebesar 0,278 dengan asumsi variabel lain konstanta. Berdasarkan hasil analisis Regresi linier berganda yang ditampilkan dalam tabel maka dapat dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : X3 = -0,123 +0287X1+0,279X2 Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja (H2) kedua yaitu ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel variabel bebas yaitu Kemampuan (X1),dan Penerimaaan sistem Informasi (X2) dapat diterima
4.2 Saran
1.
2.
Oleh karena melalui hasil penelitian dketahui pengaruh yang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem informasi terhadap kepuasan pelanggan maka kepada lembaga perguruan tinggi jika ingin mengembangkan sistem informasi manajemen yhang diaplikasikan di Perguruan Tinggi yang bersangkutan maka sebaiknya , sistem tersebut haru familiar artinya mudah dipahami dan dimengerti untuk diaplikasikan oleh tenaga tenaga operasional (End User) Dari hasil penelitian menyangkut pengaruh kepuasan pemakai akhir, nampaknya terdapat hanya 52,7% yang mampu menjelaskan kepuasan pemakai akhir. Oleh karena itu disarankan bagi peneliti lebih lanjut variabel variabel lain manakah yang cukup berpengaruh terhadap kepuasan Pemakai Akhir.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 1991. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktis , Rineka Cipta. Jakarta ___________, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta, Jakarta. Assael H, 1987. Consumer Behavior and Marketing Action. Third Edition, Kent Publishing, Company Boston Atha Sopoulos, Antreas, 2000. Cunstomer Satification cues to Support Market Segmentation and Explain Behavior Azwar Azrul, 1996. Pengantar Administrasi . Cetakan Pertama, Edisi Ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta Azwar, Saifuding. 1986. Reliablitas dan Validitas suatu intepratasi dan Komputasi, Liberty Yogyakarta Barry, Leonard anda Parrassuraman, 1997. Listening to The Constumer the Consept of Seervice Quality Information system, Sloan Management Review Spring, pp 65-76 Christoper, Martin and Powell, Philip 1992. Information System A Management Perspective. Mc Graw Hil Book Company Europe Compaeu, Deborah R dan Higgins Cristoper A.1995. Computer Self Efficacy Development of Measure and Initial Test. MIS Quarterly, Juni, 189-211 Gujarati, Damodar, 1997. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zein. Erlangga. Surabaya Igbaria Magid. Parasuraman, Saroj dan Baraoudi Jack. J 1996 Journal of Management Information System 13 page 127-143
Mc Leod Jr Raymond 1996. Sistem Informasi Manajemen Jilid 1 Diterjemahkan oleh Teguh Jakarta PT Prehallindo. Sujana, 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti, Tarsito. Bandung Yogiyanto. HM.1995. Analisa dan desain Sistem Informasi . Yogyakarta Andi Offset
PENTINGNYA PENGAWASAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAGI PROSES PRODUKSI Oleh : Bina Andari
Abstract Material inventory controlling just need for big or small company in efforts for care production process stabilitation. Without good control is barrier production process. Unstabil production process will influences main finance. If more inventory can company loss because the capital is ceased too long in saving, but unless if less inventory to causes to stop production process because material inventory lately. If to be continued will marketing department in reach production results to consumen. So needed material inventory controlling for production process stabilitation good cares.
Keywords: Material inventory controlling, and production process stabilitation
1.
Pendahuluan Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi barang untuk mencapai keuntungan yang diinginkan, perlu diadakan suatu penyelenggaraan tatalaksana bahan baku yang baik karena bahan baku merupakan salah satu factor yang penting dan perlu diperhatikan dalam suatu proses produksi. Dengan mengadakan tatalaksana persediaan bahan baku ini dibutuhkan sejumlah dana atau modal yang tertanam dalam perusahaan tersebut, oleh sebab itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan jumlah persediaan yang optimal yaitu yang dapat menjamin keutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah yang cukup, mutu dan waktu yang tepat serta dengan biaya yang serendah- rendahnya. Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan perusahaan karena terlalu banyaknya modal kerja yang tertanam dan biaya biaya yang timbul dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya persediaan yang terlalu sedikit akan merugikan perusahaan karena kelancaran proses produksinya dan distribusi perusahaan akan terganggu. Rangkaian daripada kegiatan produksi dan distribusi ini dimulai dari pengadaan bahan baku, terus melalui proses produksi sampai menjadi barang jadi dan disimpan di gudang lalu didistribusikan sampai pada konsumen akhir. Untuk dapat mengatur tesedianya suatu tingkap persediaan yang optimal agar dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dan dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang serendah- rendahnya, maka diperlukan suatu pengawasan terhadap pengadaan bahan baku yang betul- betul dapat melakukan tugasnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Balitar
Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan, agar kegiatan- kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang direncankan. Setiap pengawasan selalu harus didahului dengan penetapan mengenai suatu keadaan atau kondisi yang diinginkan. Dengan demikian pengawasan merupakan suatu usaha, kegiatan atau proses pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan apa yang diharapkan. Pengawasan persediaan merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan bahan baku dan bahan hasil / produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhankebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien 2.
Pengertian Persediaan Persediaan dalam perusahaan adalah untuk menjamin kelancaran proses produksi dan menjaga kontinuitas perusahaan, kelancaran jalannya proses produksi terjamin karena bahan- bahan yang diperlukan telah tersedia dan telah tersimpan dalam gudang. Dengan pengawasan persediaan berarti diadakan pencatatan dan pengawasan isi gudang beserta pengaturan tentang keluar masuknya bahan baku dalam gudang sehingga setiap saat dapat diketahui jumlah persediaan yang ada di gudang. Assauri (2004 ; 169) menyatakan persediaan adalah “Sebagai suatu aktivita yang meliputi barang- barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang- barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses Produksi” Menurut Riyanto(2001 : 69 ), pengertian persediaan barang adalah : “inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan” Secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan memproduksi barang-barang yang akan dijual. Dalam perusahaan dagang, barang-barang yang dengan tujuan dijual kemali diberi judul persediaan barang. Inventory ini merupakan persediaan yang selalu dalam keadaan berputar, yang mengalami proses lebih lanjut dan mengakibatkan perubahan bentuk dari barang tersebut. Persediaan adalah kekayaan lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah ( bahan baku/ raw material), barang setengah jadi (work in process) dan barang jadi ( finished goods). Persediaan bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi adalah merupakan bagian kekayaan lancer perusahaan. Tujuannya menunjang kelancaran operasi perusahaan yang meliputi proses produksi maupun memenuhi ketentuan pasar atau permintaan konsumen. Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan- bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi barangbarang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu. Dalam hal persediaan bahan baku merupakan salah satu factor yang penting dan perlu diperhatikan dalam suatu proses produksi, sehingga perlu diadakan suatu penyelenggaraan tatalaksana bahan baku yang lebih baik untuk mencapai keuntungan yang diinginkan. Dengan menggunakan tatalaksana persediaan bahan baku ini dibutuhkan sejumlah dana atau modal yang tertanam dalam perusahaan tersebut, oleh sebab itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan jumlah jumlah persediaan yang optimal yaitu yang dapat
menjamin keutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dlam jumlah yang cukup, mutu dan waktu yang tepat serta dengan biaya yang serendah- rendahnya. Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan perusahaan karena terlalu banyaknya modal kerja yang tertanam dan biaya- biaya yang timbul dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena kelancaran proses produksinya dan distribusi perusahaan akan terganggu. Rangkaian daripada kegiatan produksi dan distriusi ini dimulai dari pengadaan bahan baku, terus melalui proses produksi sampai menjadi barang jadi dan disimpan di gudang lalu didistribusikan sampai pada konsumen akhir. Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimal agar dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dan dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang serendah-rendahnya, maka diperlukan suatu pengawasan terhadap pengadaan bahan baku yang betul-betul dapat melakukan tugasnya. Proses produksi yang lancer merupakan tujuan perusahan sehingga dapat menghindari kemacetan proses produksi. Oleh sebab itu penting bagi semua jenis perusahaan untuk mengadakan suatu pengawasan yag dalam hal ini adalah pada pengadaan bahan baku, sebab kegiatan ini dapat membantu tercapainya tingkat efisiensi penggunaan dan atau modal dalam persediaan bahan baku. Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan, agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang direncanakan. Setiap pengawasan selalu harus didahului dengan penetapan mengenai suatu keadaan atau kondisi yang diinginkan. Dengan demikian pengawasan merupakan suatu usaha, kegiatan atau proses pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan apa yang diharapkan. Assauri (2004 : 176) menerangkan bahwa : “Pengawasan persediaan adalah suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku dan bahan hasil / produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien”. Sedang menurut Cahyono (2004 : 243) “Pengawasan persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam sebuah operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kwalitas maupun biayanya”. Lebih lanjut Assauri (2004 : 176), menyatakan bahwa : “Setiap peusahaan perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh sebab itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan-kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta biaya yang serendah-rendahnya”. Untuk mencapai hal itu maka diperlukan suatu system pengawasan persediaan yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : a. Terdapatnya gudang yang cukup luas teratur dengan pengaturan tempat bahan / barang yang tepat dan identifikasi bahan / barang tertentu. b. Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang dapat dipercaya, terutama penjaga gudang. c. Suatu system pencatat dan pemeriksaan atas penerimaan bahan/ barang. d. Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan / barang.
e. Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan / dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang. f. Pemeriksaan fisik bahan / barang yang ada dalam persediaan secara langsung. g. Perencanaan untuk menggantikan barang- barang yang telah dikeluarkan, barang-barang yang telah lama disimpan dalam gudang, dan barang-barang yang sudah using dan ketinggalan zaman. h. Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin. Jadi untuk menjamin bahan-bahan / barang-barang yang terdapat dalam persediaan dipergunakan secara efisien, maka perlu pencatatan-pencatatan yang tertib dan teratur atas bahan-bahan / barang-barang tersebut. Dengan adanya pencatatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus maka perusahaan akan dapat mengikuti perkembangan persediaan barang-barang dengan baik. Adapun menurut Handoko (2003 : 373), pengawasan yang efektif harus memenuhi karakteristik-karakteristik pengawasan sebagai berikut 1. Akurat Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari system pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan menciptakankan masalah yang sebenarnya tidak ada. 2. Tepat waktu Iformasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan dilakukan segera. 3. Obyektif dan menyeluruh Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap. 4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategi Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang dimana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal. 5. Realistik secara ekonomi Biaya pelaksanaan system pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari system tersebut. 6. Realistik secara organisasional Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi. 7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi karena “Setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruh operasi”. Informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya. 8. Fleksibel Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan. 9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan baik deteksi atau deviasi dari standart, tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil. 10. Diterima para anggota organisasi Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.
Jadi pengawasan persediaan yang efektif dapat memperbaiki penyimpanganpenyimpangan yang terjadi untuk diarakhan pada rencana yang telah ditetapkan, sehingga dapat memperlancar proses produksi. 3. Tujuan dan fungsi Pengawasan Persediaan Pada dasarnya setiap aktivitas mempunyai tujuan, karena dengan tujuan yang jelas maka aktivitas-aktivitas akan mudah dikerjakan. Akan halnya dengan pengawasan persediaan juga mempunyai beberapa tujuan antara lain : 1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. 2. Menjaga agar persediaan yang ada tidak terlalu besar atau berlebihan. 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari yang berakibat biaya pemesanan menjadi besar. Lebih lanjut tujuan dari pengawasan persediaan dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Dengan adanya pengawasan persediaan yang baik maka kehabisan atau kekurangan persediaan dapat dicegah sehingga kelancaran proses produksi dapat berjalan lancar, hal ini berarti menjamin kontinuitas perusahaan. 2. Dengan pengawasan persediaan yang baik tidak akan terjadi kelebihan atau kekurangan bahan baku. 3. Dengan pengawasan persediaan yang baik maka pengawasan proses produksi menjadi lebih terarah dan keuangan / modal dapat dipergunakan dengan efektif. Adapun fungsi utama dari suatu pengawasan persediaan yang efektif adalah : a. Memperoleh bahan-bahan Yaitu menetapkan prosedur untuk memperoleh suatu supply yang cukup dari bahanbahan yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas. b. Menyimpan dan memelihara bahan-bahan dalam persediaan Yaitu mengadakan suatu system penyimpanan untuk memelihara dan melindungi bahanbahan yang telah dimasukkan ke dalam persediaan. c. Pengeluaran bahan-bahan Yaitu menetapkan suatu pengaturan atas pengeluaran dan penyampaian bahan-bahan dengan tepat pada saat serta tempat dimana dibutuhkan. d. Meminimalisasi investasi dalam bentuk bahan atau barang Yaitu mempertahankan persediaan dalam jumlah yang optimum setiap waktu. Jadi fungsi pengawasan persediaan adalah menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan operasi produksinya dapat lancer dan efisien. Masalah pengawasan persediaan adalah masalah yang penting bagi perusahaan karena jumlah persediaan masing-masing bahan akan menentukan atau mempengaruhi kelancaran proses produksi. 4. Pelaksanaan Pengawasan Persediaan Dalam melaksanakan pengawasan persediaan bahan perlu diperhatikan mengenai : 1. Tipe dalam melaksanakan pengawasan. Ada tiga tipe dasar pengawasan menurut Handoko (2003 : 361) yaitu : Pengawasan pendahuluan. Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan umpan balik.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe pengawasan perlu selalu diawali dengan perencanaan, penetapan tujuan, standar atau sasaran pelaksanaan suatu kegiatan. 2. Tahap-tahap dalam proses pengawasan Proses pengawasan menurut Handoko (2003 : 363) yaitu : Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan). Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. Pengukuran pelaksanaan kegiatan. Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Menurut Terry dalam Sarwoto (1998 : 100) proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok ) yaitu : a. Penentuan ukuran atau pedoman baku ( standar) b. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan. c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. d. Perbaikan terhadap penyimpangan–penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengawasan persediaan diperlukan suatu proses pengawasan yang baik agar penyimpangan-penyimpangan dapat dievaluasi sedini mungkin. 3. Tehnik pelaksanaan Pengawasan Persediaan Dalam pengawasan persediaan bahan baku dibutuhkan suatu teknik yang tepat dalam pelaksanaannya. Cara pengawasan persediaan dengan system inventory control menurut Subagyo (2000 : 144) adalah sebagai berikut : Sistem inventory adalah suatu cara untuk menentukan bagaimana dan kapan suatu pembelian dilakukan untuk mengisi suatu bahan baku, yang terdiri dari : 1. Sistem Reorder Point. 2. Sistem Periodik. 3. Sistem persediaan maksimum dan system persediaan minimum. 4. Sistem persediaan dasar. 5. Sistem visual. Berdasarkan pendapat di atas, maka system yang fleksibel adalah dengan menggunakan system persediaan maksimum dan minimum. Didalam menentukan besarnya jumlah pesanan yang ekonomis hendaknya memperhatikan atau memperhitungkan komponen biaya yang ada didalamnya. Menurut Prawirosentono (2000 : 73) “biaya-biaya yang dimaksud adalah : biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying costs)”. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa : 1. Biaya pemesanan atau disebut ordering cost adalah biaya yang dikeluarkan tiap kali pesan. Misalnya biaya telepon, biaya pencatatan dlam kartu gudang, biaya penerimaan bahan yang dipesan. 2. Biaya penyimpanan (carrying cost) adalah biaya yang dikeluarkan akibat perusahaan menyimpan bahan di gudang, misalnya : biaya pemeliharan, biaya sewa gedung, biaya asuransi, biaya pajak persediaan bahan yang ada dalam gudang. Dalam penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, maka harus diusahakan memperkecil biaya-biaya yang dibutuhkan. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
mempunyai sifat yang berbeda. Apabila menginginkan biaya pemesanan kecil maka jumlah pemesanan harus besar, tetapi di pihak lain biaya penyimpanan akan membengkak. Dengan demikian jumlah yang ekonomis (Economic Order Quantity / EOQ) adalah besarnya pesanan yang dimiliki, jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan paling minimal. Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara dan antara lain banyak digunakan ialah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Menurut Riyanto (2001 : 79), bahwa : EOQ = Dimana : R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu, misalnya1tahun. S = Biaya pesanan setiap kali pesan. P = Harga pembelian per unit yang dibayar I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang dinyatakan dalam prosentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan.
5. Titik pemesanan kembali (reorder point) Di dalam penyediaan bahan baku perusahaan harus mengetahui besarnya kegiatan proses produksi, kemudian dihubungkan dengan persediaan yang ada sehingga dapat diketahi kemampuan persediaan bahan baku dalam melayani proses produksi. Dalam kegiatan penentuan pemesanan kembali, perlu diketahui bahwa persediaan bahan baku semakin lama semakin habis, dan untuk menghindari jangan sampai perusahaan kebahisan persediaan maka perlu ditetapkan batas dari jumlah pemesanan terhadap haban baku harus diadakan kembali agar tidak mengalami atau terjadi kekurangan selama lead time, atau disebut penentuan reorder point. Subagyo (2000 : 144)menyatakan reorder point sama dengan jumlah barang yang dibutuhkan selama jangka pemesanan barang (lead time) sampai barang dating. Sedangkan Assauri (2004 : 196) menyebutkan reorder point adalah suatu titik atau batas dari jumlah persediaan yang ada pada saat dimana pemesanan harus diadakan kembali. Dalam penentuan titik reorder point, perusahaan harus memperhatikan dua factor yaitu : 1. Faktor waktu (waktu tunggu/ lead time ) Adalah jarak atau lama waktu antara kegiatan pemesanan bahan sampai bahan yang dipesan tersebut dating dan diterima di gudang persediaan bahan baku. 2. Faktor tingkat penggunaan rata-rata bahan baku dalam periode tertentu. a. Penentuan persediaan minimum Assauri (2004 : 195) menyatakan bahwa : “Persediaan minimum adalah merupakan batas jumlah persediaan barang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan”. Sedang Riyanto (2001 : 74 ) menyebutkan : “Persediaan minimal bahan mentah yang harus diperthankan untuk menjamin kontinuitas usahanya, dan persediaan tersebut ialah apa yang disebut persediaan besi/ persediaan inti/ persediaan minimal bahan mentah (safety stock)”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persediaan minimal adalah jumlah persediaan minimum yang
harus ada guna menghindari kemungkinan kehabisan bahan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan yang disebabkan keterlambatan dalam penerimaan bahan baku, sehingga tidak dapat menjamin keselamatan produksi (operasi produksi) apabila terjadi kekurangan bahan (stock out). Besarnya persediaan minimum dalam suatu perusahaan hendaknya sama dengan besarnya persediaan penyelamat. Persediaan minimum sering juga disebut persediaan penyelamat (safety stock). Sedangkan yang menjadi factor-faktor yang mempengaruhi dalam persediaan minimum adalah factor tunggu dan penggunaan rata-rata. b. Penentuan persediaan maksimum menurut Assauri (2004 : 196) merupakan batas jumlah persediaan bahan baku yang paling besar yang sebaiknya diadakan oleh perusahaan. Jadi persediaan maksimum ini harus dapat mencerminkan efisiensi dan efektivitas persediaan dalam melayani kebutuhan, dimana dengan perhitungan terlebih dahulu rencana pemakaian bahan baku dalam satu periode, biaya-biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya-biaya penyimpanan (carrying cost) serta harga per unitny. Untuk memperoleh persediaan maksimum adalah jumlah pemesanan yang paling ekonomis ditambah dengan persediaan minimum ( safety stock). Pengawasan persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Apabila terjadi penyimpangan maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Prawirosentono (2000 : 60 ) berpendapat bahwa : “Persediaan yang terdapat di dalam perusahaan merupakan bagian dari asset (kekayaan perusahaan). Oleh karena asset merupakan bagian dari kekayaan maka pimpinan perusahaan sangat berkepentingan untuk memantaunya. Pemantauan ini bertujuan untuk menjaganya dari kehilangan dan menjaga agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan perusahaan, mencegah timbulnya kehilangan persediaan dan menjaga tersedianya persediaan bahan untuk menjamin kelancaran proses produksi.” Menurut Gitosudarmo (2000 : 143) berpendapat bahwa : “Pengadaan persediaan bahan dasar perlu dilaksanakan karena ketidakteraturan penggunaan bahan tersebut akan menimbulkan gangguan terhadap kelancaran proses produksi yaitu terhentinya proses produksi karena habisnya persediaan bahan dasar sebagai akibat dari melonjaknya penggunaan bahan pada saat tertentu itu.” 6.
Pengertian Proses Produksi Assauri ( 2004 : 75) mengemukakan bahwa : “Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber- sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana ) yang ada”. Menurut Yamit (2004 : 123) “Proses produksi pada hakekatnya adalah proses pengubahan (transformasi) dari bahan atau komponen (input) menjadi produk lain yang mempunyai nilai lebih tinggi atau dalam proses terjadi penambahan nilai”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses produksi merupakan bagian kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau dengan menggunakn sumber-sumber yang ada.
7.
Jenis-jenis Proses Produksi Terdapat berbagai macam pembagian dari jenis proses produksi yang ada dalam perusahaan. Untuk dapat memisahkan jenis proses produksi didalam perusahaan dengan baik maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu darimana atau dari sudut pandang apa kita akan mengadakan pemisahan jenis dari proses produksi. Menurut Assauri (2004 :75), bahwa”Jenis proses produksi dibedakan menjadi 2 (dua) jenis” yaitu : 1. Proses produksi yang terus- menerus (continuous processes). Proses produksi terus menerus adalah proses produksi barang atas dasar aliran produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan di suatu titik dalam proses. Dalam hal ini, perusahaan beroperasi secara terus menerus untuk memenuhi stock pasar (kebutuhan pasar ). Selama stock barang hasil produksi yang terdapat di pasaran masih diperlukan konsumen, perusahaan akan terus memproduksi barang tersebut. Mengingat proses produksi dilakukan secara terus menerus untuk memenuhi stock pasar atau permintaan pasar, berarti barang yang dihasilkan harus dalam jumlah besar (Mass Production), hal ini dilakukan karena barang yang dihasilkannya tidak dipesan oleh orang-orang, tetap diminta oleh pasar yang terdiri oleh banyak orang. Sifat-sifat atau cirri-ciri proses produksi secara terus menerus : a. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar (produksi massa) dengan variasi yang sangat kecil dan sudah distandardisir. b. Proses seperti ini biasanya menggunakan system atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut Product Lay Out atau Departementation by Product. c. Mesin-mesin yang dipakai adalah mesin-mesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama Special Purpose Machines. d. Pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi untuk mengerjakan produk tersebut. e. Apabila salah satu mesin / peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh proses produksi akan terhenti. f. Job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak terlalu banyak. g. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari Intermettent Process atau Manufacturing. h. Proses seperti ini membutuhkan maintenance specialist yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak. i. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fixed (fixed path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor). 2. Proses produksi terputus-putus (intermittent processes / manufacturing). Perusahaan manufaktur yang beroperasi secara terputus-putus menggantung proses produksinya pada pesanan (job order), yang artinya perusahaan ini akan berproduksi membuat jenis suatu barang bila barang tersebut ada yang memesannya dan barang yang dibuat harus disesuaikan dengan permintaan tau keinginan dan selera konsumen, maksudnya bentuk, warna, model barang yang dipesan tergantung atau disesuaikan dengan kehendak pemean. Bila tidak ada pesanan (order) berarti tidak ada proses produksi (job). Oleh sebab itu diberi istilah job order atau bekerja atas dasar pesanan.
Sifat-sifat atau cirri-ciri dari proses produksi yang terputus-putus (intermittent process/ manufacturing) : a. Biasanya produksi yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil sengan variasi yang sangat besar( berbeda) dan didasarkan atas pesanan. b. Proses seperti ini biasanya menggunakan system atau cara penyusunan peralatan berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi atau peralatan yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut dengan proses lay out atau departementation by Equipment. c. Mesin-mesin yang dipakai adalah mesin-mesin yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hampir sama, mesin mana dikenal dengan nama General Purpose Machines. d. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan biasanya kurang otomatis, maka pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar, sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi dalam pengerjaan produk tersebut. e. Proses produksi tidak mudah / akan terhenti walaupun terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin atau peralatan. f. Oleh karena mesin- mesin bersifat umum dan variasi dari produknya besar. Maka terhadap pekerjaan (job) yang bermacam-macam menimbulkan pengawasan (control) lebih sukar. g. Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses lebih tingi dari continuous process/ manufacturing karena prosesnya terputus-putus/ terhentihenti. h. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang dapat flexible (varied path equipment) yang menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong atau forklift. i. Dalam proses seperti ini sering dilakuka pemindahan bahan yang bolak balik sehingga perlu adanya ruangan gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahanbahan dalam proses (work in process) yang besar. 8.
Hubungan antara Pengawasan Persediaan Bahan Baku dengan Proses Produksi Pengawasan persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Apabila terjadi penimpangan maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Prawirosentono (2000 : 60 ) berpendapat bahwa : “Persediaan yang terdapat di dalam perusahaan merupakan bagian dari asset (kekayaan perusahaan). Oleh karena asset merupakan bagian dari kekayaan maka pimpinan perusahaan sangat berkepentingan untuk memantaunya. /Pemantauan ini bertujuan untuk menjaganya dari kehilangan dan menjaga agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Mencegah timbulnya kehilangan persediaan dan menjaga tersedianya persediaan bahan untuk menjamin kelancaran proses produksi.” Sedang Gitosudarmo (2000 : 143) berpendapat bahwa : “Pengadaan persediaan bahan dasar perlu dilaksanakan karena ketidakteraturan penggunaan bahan tersebut akan menimbulkan gangguan terhadap kelancaran proses produksi yaitu terhentinya proses produksi karena
habisnya persediaan bahan dasar sebagai akibat dari melonjaknya penggunaan bahan pada saat tertentu”. 9.
Kesimpulan Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa peranan pengawasan persediaan bahan baku sangat berpengaruh pada proses produksi, karena : 1. Pengawasan persediaan dilakukan untuk menjamin apa yang telah ditetapkan dalam rencana produksi dapat terlaksana dan bila terjadi penyimpanan dapat segera dikoreksi sehingga tidak menganggu pencapaian target produksi. 2. Pengawasan persediaan dilakukan agar persediaan atau stock yang ada tidak akan mengalami kekurangan dan dapat dijaga dari kehilangan serta agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan produksi. 3. Pengawasan persediaan ini dapat menjamin kepuasan konsumen karena dapat merealisir permintaan yang mendadak. DAFTAR PUSTAKA Assauri, Sofjan. (2004) Manajemen produksi dan operasi (edisi revisi),LPUI,.Jakarta Cahyono (2004), Manajemen Produksi, IPWI, Yogyakarta Gitosudarmo (2000), Manajemen Produksi, Ed.4, BPFE-UGM, Yogyakarta Handoko (2003), Dasar Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta Prawirosentono, Suyadi, (2000), Manajemen operasi analisis dan studi kasus, Bumi Aksara, Jakarta Riyanto, bambang, (20001), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta Sarwoto (1998), DasarDasar Organisasi dan Management, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta Subagyo (2000), Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta Yamit (2004), Manajemen Persediaan, Ekonisia FE UII, Solo ***