1
AKUNTABILITAS Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Ekonomi Susunan Personalia: Penasehat dan Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar) Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar) Tim Penyunting Ahli Drs. Hadi Siswanto, MM (UIB Blitar) Prof.Dr.Teguh Budiarso,M.Pd. ( Univ.Mulawarman ) Prof. H. Armanu Thoyib, SE.,M.Sc.,Ph.D (UB Malang) Prof.Dr.Hj. Nurhayati, SE.,MM (Unisma Malang) Whedy Prasetyo, SE.,MSA.CPMA.Ak (Unej Jember) Ketua Dewan Redaksi Suprianto, SE.,MM Dr. Denok Wahyudi S. R., ST., MM. Wakil Dewan Redaksi Nurul Farida, SE., MM. Evina Kusumawati, SE., MM. Sekretaris Dewan Redaksi Arif Wahyudi, SE., MM. Endah Masrunik, SE., MM. Henni Indarriyanti, SE. Bendahara Redaksi Hidayatur Rahman, SE.,MM Alamat Redaksi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar Blitar Jl. Majapahit No. 04 Tlp/Fax. 0342 – 813145 http:/www.uib.ac.id Jurnal “AKUNTABILITAS” terbit 1 (satu) kali setahun pada bulan Agustus dimaksudkan sebagai sarana publikasi karya ilmiah bagi para pakar, peneliti dan pengamat ahli dalam bidang yang terkait dengan masalah ilmu-ilmu ekonomi. Redaksi berhak mengubah naskah mengurangi isi dan maksud tulisan.
2
PEDOMAN PENULISAN NASKAH 1. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar ini terbit satu kali setahun, yaitu pada setiap bulan Agustus. 2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain; 3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya; 4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris; 5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini: a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis; b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci (keywords); c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil yang diharapkan; d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan hipotesis yang diajukan; e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang disampaikan; f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan; g. Kesimpulan dan rekomendasi; h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis; Contoh: Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2 Agustus 2001, 403418. Jakarta: STIE Trisakti. Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Penerbit Gema Insani Press. Jakarta Wheelen,T.L.,and J.D.Hunger.2004. Strategic Management and Business Policy,Ninth Edition Education,Inc. 6. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi tunggal (satu spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0 dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk ukuran 3 ½”. Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 7. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat: 8. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik; 9. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengan saran penilai atau menolak suatu naskah;
3
10. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan.
4
TELIKUNGAN KAPITALISME GLOBAL: UPAYA MENATA KEMBALI EKONOMI INDONESIA
Oleh: Whedy Prasetyo Abstract Global capitalism appear sign two big events. First event, politics revolution at France strive for liberty, equality, and fraternity. Second event, is new tecnology invention in the form of steam machine by James Watt from England, an fast promotion of industry revolution. Two events then be born new society trade system. Systems is expand trade new values free market intercountry, as political liberty, formal equality under of law, personal property at production tools, and free competition. Trade free markets require becomes in competition seized the market intercountry for comparative advantages. The article is aimed at describing presence democracy economics based entrepreneurship in front global capitalism for efforts return to organize Indonesia economic to three economic pillar, is BUMN, private, koperasi. Indeed, some discussions have been made in this article about the economic presence free markets, and trade liberalism area. Furthermore discussions for efforts to organize Indonesia economic with presence democracy economics based entrepreneurship. Keywords: Global capitalism, free markets, Indonesia economic, and democracy economics based entrepreneurship.
Pendahuluan Upaya yang Penulis lakukan atas tumbuhnya “keterusikan” hasil penyampaian orasi ilmiah Hidajat (2011) dalam wisuda Sarjana Strata Satu (S1) Angkatan VI Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar pada tanggal 14 Mei 2011 . Keberadaan negara bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari konstelasi global internasional. Bahkan bisa dikatakan, sejarah Indonesia merupakan perpanjangan tangan dari pertarungan kepentingan sosial, politik, ekonomi dan wacana yang sedang berperan di dunia internasional. Tanpa mengurangi rasa hormat dan bangga Penulis kepada negara-bangsa tercinta Indonesia dan para pendirinya, dapat dikatakan bahwa nama Indonesia sebagai temuan linguistik-filologis dari
Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember Djarot Saiful Hidajat (Mantan Walikota Blitar) dengan Judul Ideologi Pancasila versus Ideologi Globalisasi: Pertaruhan Kebangkitan atau Kebangkrutan Indonesia di masa depan (Kajian Kritis Pemikiran Bung karno tentang Kapitalisme Global)
5
seorang ilmuan Jerman yang bernama A. Bastian. Ini berarti, setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi di Indonesia tanpa melihat keterkaitan dengan konstelasi global, niscaya akan menemui kegagalan. Keberadaan yang mengakibatkan keterkaitan secara langsung khususnya ekonomi Indonesia dengan ekonomi global melalui ideologi developmentalismemodernisme sebagai perpanjangan tangan kapitalisme global internasional yang diwujudkan dalam gaya hidup (life style), tampilan-tampilan formal yang serba material dan bercorak kebarat-baratan (Wahid, 1999:28). Upaya negara-negara Barat dengan ideologi kapitalismenya guna mempertahankan kepentingan di negeri-negeri dunia ketiga melalui ideologi developmentalisme (pembangunan) ditunjukkan dalam buku karya Vandana Shiva dalam Wahid (1999:30) yang berjudul “Bebas dari Pembangunan”, penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Di sini dijelaskan bahwa: “pembangunan tidak lain dari sebuah proyek besar pasca zaman penjajahan oleh bangsa asing dari negeri-negeri Utara atas bangsabangsa di negeri-negeri Selatan. Proyek ini ditawarkan sebagai sebuah model yang berlaku universal; bahwa kemajuan gaya Barat dapat pula dicapai di semua bidang oleh negara-negara berkembang, cukup dengan mengembangkan kaidah-kaidah ekonomi yang dikembangkan di Barat”. Dengan cara ini negara-negara kapitalis berhasil memperkokoh pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terus dipelihara oleh negara kapitalis di samping sebagai upaya mencari keuntungan secara ekonomis, juga sebagai upaya menangkal pengaruh kekuatan komunisme internasional. Kemunculan kapitalisme jika dilihat dari sisi historis, ditandai oleh dua peristiwa besar. Peristiwa pertama, revolusi politik yang terjadi di Perancis, yang secara dramatis tampak dari tuntutan; liberty (kebebasan), equality (persamaan), dan fraternity (persaudaraan). Peristiwa kedua, yaitu penemuan teknologi baru berupa mesin uap oleh James Watt, di Inggris, yang secara cepat mempromosikan revolusi industri. Kedua peristiwa ini, kemudian melahirkan sebuah sistem masyarakat baru yang disebut sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, dikembangkan nilai-nilai baru seperti, kebebasan politik, kesamaan formal di bawah hukum, kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, dan persaingan bebas di pasar. Di bawah sistem baru inilah, Adam Smith menerjemahkan nilai-nilai yang dianggapnya merupakan dasar teori pasar bebas, yaitu (1) kebutuhan manusia tidak terbatas; (2) sumber-sumber ekonomi yang relatif terbatas; dan (3) pengejaran pemenuhan maksimal kebutuhan individu yang relatif tidak terbatas. Dari pemahaman ini kemudian lahir konsepsi yang membenarkan tentang persaingan individu, dimana kepentingan individu yang bebas akan memperkuat kepentingan individu bebas yang lain. Usaha untuk menuju kemapanan pasar bebas telah dilakukan secara massif. Sebagai contoh dapat dilihat dari tumbuh kembangnya regionalisme ekonomi seperti Uni Eropa, NAFTA, AFTA dan berbagai blok perdagangan lainnya, meskipun ada yang menilai bahwa regionalisme ekonomi ini justru dapat mengancam proses globalisasi ekonomi dunia. Pasar internasional sangat menginginkan adanya keterkaitan yang erat ekonomi nasional suatu negara dengan negara lainnya melalui perdagangan, aliran keuangan, dan investasi asing secara langsung melalui perusahaan-perusahaan multinasional (Stegar, 2005: 3839). 6
Pada dasarnya pasar merupakan faktor mendasar yang harus ada dalam kegiatan perdagangan. Pasar merupakan sebuah mekanisme yang saling terkait antara kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi, dimana penjual dan pembeli saling bertemu dalam satu waktu dan tempat dalam melakukan aktivitas dagang. Namun, dibandingkan dengan abad 18 pada era munculnya industrialisasi, kini konsep pasar mengalami perubahan yang signifikan dimana tidak ada lagi ruang maupun bangunan fisik tempat terjadinya tukar menukar dan jual beli. Hal demikian dipicu oleh kebutuhan mendesak untuk segera menciptakan pasar yang semakin meluas dan tidak terikat oleh ruang yang membatasi perputaran komoditi dan modal. Pasar tidak lagi membutuhkan ruang nyata bagi perputaran barang dan jasa karena pasar pada masa globalisasi ekonomi telah merubahnya menjadi perputaran kapital (modal) yang signifikan, sehingga kapital dapat bergerak dengan cepat tanpa harus terikat dengan ruang dan batas-batas tertentu. Pada kondisi inilah pasar mencapai titiknya yang paling mutakhir, dan hal ini pula yang menyebabkan munculnya semangat berbagai perusahaan dan bahkan negara untuk segera membuka ruang paling bebas bagi pasar. Dominasi industri ini pada akhirnya memaksa negara untuk memproduksi hukum, regulasi, maupun infrastruktur bagi beroperasinya pasar. Doktrin ini yang menjadi landasan bagi banyak pelaku pasar, bahwa pasar bebas adalah suatu keniscayaan sejarah yang harus hadir, sebab pasar telah samapai pada titik puncaknya, dan jika pasar tidak diberikan ruang yang seluas-luasnya, maka hal ini bertentangan dengan fakta yang terjadi sebab, tidak akan pernah ada persaingan bebas tanpa pasar bebas. Ekonomi Pasar Bebas Paham ekonomi pasar bebas secara meyakinkan mampu memberikan kepercayaan diri yang kuat, bahwa hanya kekuasaan pasar yang bisa mengantarkan individu, masyarakat, dan negara pada kemakmuran yang sesungguhnya. Namun, satu hal yang harus disadari bahwa pasar yang efisien secara optimal hanya ada sebagai konstruksi teoritis semata. Belum pernah ada ekonomi yang benar-benar memuaskan dalam segala asumsinya, dan mungkin tidak akan pernah ada (Korten, 2002: 46). Terciptanya kondisi pasar bebas sangat mempengaruhi kehidupan manusia secara keseluruhan, dimana pola pikir, pola konsumsi, hingga pola kebijakan suatu negara seharusnya akan mendasarkan pada konteks pasar yang sedang berkembangan disekitarnya, sehingga perpaduan antara pasar (ekonomi) dengan negara (politik) merupakan hal yang wajar yang tidak terhindarkan. Ketika semua aspek dalam kehidupan telah mengacu pada pasar, maka segala yang ada dalam kehidupan merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan. Lebih lanjut menurut Gelinas (2003: 28-30), menyatakan bahwa pasar terbagi menjadi dua kategori yaitu pasar nasional dan pasar global. Pasar nasional yaitu tipe pasar yang sangat kompetitif, transparan, dan bebas dari monopoli karena pasar tersebut berjalan di atas regulasi dan aturan hukum. Aturan legal tersebut sangat diperlukan untuk menghindari dominasi dan monopoli oleh pelaku pasar yang lebih kuat. Sedangkan pasar global yaitu suatu konsep dimana secara keseluruhan mekanisme pasar dikuasai penuh oleh perusahaan transnasional, dimana tidak ada regulasi apapun yang dapat menghambat laju pergerakan pasar. Dalam pasar global segala hal menjadi sesuatu yang berharga atau dapat menjadi komoditi yang diperdagangkan termasuk pendidikan, budaya, informasi, 7
kesehatan, dan sebagainya. Dengan demikian, hal tersebut menuntut adanya integrasi pasar ke dalam satu model perdagangan yaitu pasar bebas. Keberadaan berbagai lembaga maupun kesepakatan internasional tentang perdagangan bebas semakin menambah percepatan efektifitas ekonomi pasar. Sebagai contoh, NAFTA di Amerika Utara telah mempercepat proses globalisasi ekonomi pasar dikarenakan pasar telah mendapatkan legitimasinya secara legal untuk beroperasi melintasi batas geografi. Pada akhirnya, akan tercipta suatu kondisi dimana seluruh ruang adalah pasar, dan negara tidak mampu berbuat untuk mengatur melainkan hanya memberikan izin kepada pasar untuk terus beroperasi. Kondisi yang terbukti, pada tahun 2011 terjadinya gejolak ekonomi global akibat krisis ekonomi negara Eropa (Inggris, Perancis, Italia, Yunani), krisis hutang dan pengangguran di Amerika Serikat. Gejolak yang sempat membuat bursa dunia terguncang tersebut setiap saat bisa muncul lagi. Memang, bank sentral AS lebih waspada dengan kemungkinan terjadinya kembali krisis finansial. Bulan Agustus 2011 terjadi krisis finansial neraca keuangan AS yang berdampak pada defisit anggaran dan hutang. Perkembangan ekonomi yang akan memberikan dampak pada ekonomi negara berkembang, seperti Indonesia, termasuk kelompok yang paling riskan dengan gejolak finansial tersebut (Kompas, 4 Agustus 2011). Di sisi lain, ancaman baru yang patut diwaspadai yaitu, harga minyak yang terus melambung. Fluktuasi harga minyak yang selain dipengaruhi faktor-faktor ekonomi, juga sering didorong oleh situasi politik Timur Tengah. Krisis nuklir Iran, politik pergantian pimpinan negara di Mesir dan Libya, menjadi faktor dominan yang mempengaruhi fluktuasi harga minyak dunia saat ini. Secara teoritis, sebagai anggota OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak) Indonesia akan diuntungkan dengan harga minyak yang terus menaik per barelnya. Kenyataannya, Indonesia yaitu negara net importer minyak. Karena itu, harga minyak yang terus berfluktuasi bakal memberikan perhatian yang dapat mempengaruhi bagi perekonomian Indonesia. Dua kejadian yang terjadi pada perkembangan ekonomi global tersebut patut terus diwaspadai, sehingga pertumbuhan dalam negeri tetap sustainable (berkelanjutan). Namun, dengan memperhatikan angka-angka kinerja ekonomi seperti posisi neraca perdagangan, kita patut mempersiapkan lebih baik atas ekonomi Indonesia untuk menghadapi tantangan global tersebut. Dibutuhkan kebijakan strategis, terencana, dan visioner untuk dapat membawa ekonomi dalam negeri berjalan lebih cepat dan tetap di dalam koridor perencanaan dalam menghadapi ekonomi global. Jeratan Liberalisasi Perdagangan Perdagangan bebas merupakan salah satu mekanisme dalam mazhab ekonomi neoliberal untuk menciptakan kesejahteraan. Kepercayaan akan perdagangan bebas dalam membawa kemakmuran selalu dirujukkan pada keberhasilan ekonomi negara-negara industri yang melakukan perdagangan dalam skala massif hingga menghasilkan keuntungan yang besar. Kaum kapitalis percaya bahwa setiap negara harus melakukan perdagangan untuk mencapai efisiensi daripada harus melakukan produksi sendiri terhadap segala jenis kebutuhan yang diperlukan. Perdagangan semacam ini didasarkan pada teori
8
keunggulan komparatif yang mempercayai bahwa setiap negara memiliki keunggulan masing-masing yang tidak dimiliki oleh yang lain. Kunggulan ini dianggap akan menciptakan efisiensi dan efektifitas, jika setiap negara saling bertukar dalam suatu perdagangan atas keunggulan yang mereka miliki. Negara yang memiliki produk pertanian yang berlimpah dianggap tidak perlu melakukan industrialisasi untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, sebab kebutuhan atas hal tersebut dapat dipenuhi oleh negara lain yang memiliki keunggulan komparatif tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Akhir dari pemahaman ini, yaitu akan terbentuknya spesialisasi kerja internasional yang kemudian akan menciptakan efisiensi kehidupan manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Asumsi ini memberikan pemahaman bahwa perdagangan internasional pasti akan memberikan keuntungan yang adil bagi semua pihak, meskipun ternyata dalam perkembangannya tidak demikian. Teori perdagangan ini menjadi dasar pembenaran atas proses perdagangan bebas yang sedang berlangsung. Perdagangan bebas diyakini akan menciptakan kesejahteraan yang merata bagi semua orang dan negara, sebab perdagangan itu dilakukan atas dasar saling membutuhkan yang didasarkan pada spesialisasi kerja dan produksi. Asumsi perdagangan yang berdasarkan pada keunggulan komparatif tersebut tidak sepenuhnya benar. Perdagangan seperti ini justru membuat negaranegara agraris semakin tertinggal dengan sedikit atas keberadaan negara industri. Pola saling menguntungkan dalam sebuah perdagangan tidak terjadi, sebab negara agraris melakukan impor dengan nilai yang lebih besar daripada nilai ekspornya. Teori ini pun mengalami inkonsistensi dari sebagian besar negara-negara maju yang kini sedang melakukan industrialisasi dalam berbagi produk yang sebelumnya bukan merupakan keunggulan komparatif negara tersebut. Sebagian negara maju kini menguasai hampir keseluruhan perdagangan, sehingga keuntungan hanya mengalir deras ke negara-negara tersebut. Pola perdagangan seperti ini, menurut Penulis hanya akan membuat negara dengan produktifitas rendah semakin tertekan dalam konstelasi perdagangan dunia. Langkah yang seharusnya diambil oleh negara berkembang, yaitu bergerak menuju tahap industrialisasi dengan prinsip kemandirian atau industri yang didukung oleh kekuatan yang dimiliki sendiri. Langkah ini dapat diawali dengan melakukan produksi atas barang-barang yang selama ini di dapat melalui impor. Melakukan produksi substitusi impor sangat penting bagi negara berkembang, setidaknya untuk dua asumsi utama yang dituju, yaitu untuk mengimbangi neraca perdagangan yang biasanya cenderung negatif, dan dalam jangka panjang untuk memantapkan struktur produksi yang lebih kokoh. Satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa meningkatkan industrialisasi di negara berkembang terutama yang berbasiskan pada agraria, bukan berarti meninggalkan sektor agraria dan beralih kepada industri sepenuhnya, melainkan produksi produkproduk pertanian yang telah menjadi keunggulan komparatif tersebut tidak lagi dijadikan sebagai satu-satunya produk andalan yang diperdagangkan. Produk pertanian tersebut seharusnya cukup dijadikan sebagai penunjang utama kebutuhan pokok masyarakat dalam negeri. Jika negara berkembang masih melakukan perdagangan dengan ekspor bahan mentah dan kemudian melakukan
9
impor barang-barang jadi, maka predikat negara ketertinggalan akan selamanya melekat pada negara berkembang tersebut. Dalam perdagangan bebas hambatan dan batas-batas negara tidak lagi relevan. Apapun barang dan jasa yang diperdagangkan harus dilakukan secara terbuka dengan mengikuti mekanisme pasar. Pada posisi inilah sejumlah masalah timbul bagi negara berkembang. Upaya melakukan substitusi impor pasti akan mengalami berbagai kendala. Perdagangan bebas menghendaki terjadinya kompetisi dalam memperebutkan pasar. Industri substitusi di negara berkembang secara normatif akan sulit melawan supremasi industri besar yang telah melaksanakan terlebih dahulu. Dalam kondisi seperti ini, industri baru (infant industry) harus mendapatkan proteksi dari persaingan bebas yang tanpa hambatan. Dengan berpegang pada prinsip bahwa bersaing harus dilakukan oleh dua atau lebih sektor yang seimbang, maka proteksi harus dilakukan melalui jalinan kerjasama antar negara dengan membangun satu paket kebijakan industri yang memungkinkan industri domestik untuk terus berkembang. Konsep penjelasan atas liberalisasi perdagangan memberikan sebuah kajian pencapaian pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, tetapi tidak untuk pemerataan, sehingga rakyat miskin selamanya akan berperan sebagai konsumen dan sekaligus korban dari mekanisme perdagangan seperti ini. Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak memiliki korelasi atau hubungan untuk dapat dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat, karena rakyat tidak dapat menikmati pertumbuhan tersebut. Maka dari itulah, menurut Penulis perlu dilakukan pemerataan oleh negara agar kesejahteraan dapat terdistribusikan ke seluruh masyarakat di perkotaan maupun desa. Asumsi yang menyatakan, bahwa perdagangan bebas yang sangat kompetitif akan menciptakan harga-harga barang dan jasa yang relatif murah ternyata tidak terbukti, sebab harga tidak sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar, tetapi juga dipengaruhi oleh pola produksi dan distribusi yang dikendalikan oleh industri besar. Meskipun sebaliknya jika asumsi itu disetujui bahwa harga akan menjadi relatif murah, masyarakat tetap akan menjadi korban, sebab akan dipenuhi oleh tawaran berbagai produk yang akan menciptakan budaya konsumtif di dalam masyarakat miskin. Dengan demikian, skema perdagangan bebas tidak hanya menguntungkan para pemilik modal, namun juga menghilangkan produktifitas rakyat miskin (Maulana, 2010: 35-36). Lebih lanjut menurut Swasono (2006), menjelaskan bahwa kaidah perdagangan bebas telah mengikis moral dan etika dalam pemikiran ekonomi, serta mengabaikan keterbatasan pasar, mengabaikan kegagalan-kegagalan inheren pasar. Makin tajam ketimpangan struktural (sebagaimana di negara-negara berkembang) makin tidak mempan keampuhan mekanisme pasar. Pasar adalah pelayan yang rajin bagi si kaya, namun tidak peduli terhadap si miskin, di sinilah terletak kegagalan ekonomi dan sekaligus kegagalan moral. Pesan imperatif konstitusi kita kini makin mengundang simpati baru dan pula makin memperoleh justifikasi akademis dalam pemikiran ekonomi. Kita mencatat sudah empat kali ditegaskan tentang berakhirnya ide pasar bebas (the end of laissez faire) sebagaimana dikemukakan Keynes (1936); Polanyi (1944); Myrdal dkk (19601970); dan Kuttner dkk (1990-2005). Kondisi perdagangan bebas telah membuat ilmu ekonomi seolah-olah hanya merupakan ilmu yang menciptakan pertumbuhan ekonomi. Memang demikian itulah ekonomi neo-klasikal liberalistik berdasarkan paham fundamentalisme pasar. 10
Ilmu ekonomi merupakan ilmu untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara berkesinambungan untuk mengemban tugas humanisasi. Dalam konteks ini pendekatan pembangunan haruslah partisipatori dan sekaligus emansipatori. Artinya, rakyat miskin harus senantiasa terbawa-serta dalam setiap kemajuan, pembangunan supermarket dan mal harus membawa serta para pedagang informal. Pembangunan tak menggusur rakyat miskin, tetapi menggusur kemiskinan. Itulah sebabnya kaum strukturalis penentang fundamentalisme pasar menegaskan definisi baru: pembangunan adalah perluasan kemampuan rakyat dan peningkatan pemilikan (entitlements) rakyat (Sen, 1982); juga, pembangunan yaitu perluasan kreativitas rakyat (Chakravarty, 1984). Pembangunan adalah pemberdayaan rakyat, bukan pelumpuhan dan penggusuran, bukan pula pemiskinan rakyat (dalam Swasono, 2006). Menata Pilar Ekonomi Indonesia Indonesia memiliki tiga pilar ekonomi, yaitu BUMN, swasta, dan koperasi. Ketiga pilar ekonomi ini merupakan infrastruktur perekonomian Indonesia, sesuai Pasal 33 UUD 1945. Idealnya, ketiganya tertata sesuai cita-cita untuk apa negara ini didirikan. Karena itu, ketiganya harus menjadi pilar sistem perekonomian sebagai manifestasi usaha bersama atas asas kekeluargaan. Ketiganya harus mampu mewujudkan cita-cita, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Ketiga pilar itu harus mampu mewujudkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Semuanya diselenggarakan atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan, efisien, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Itulah pesan konstitusi Republik Indonesia, sehingga apabila ada salah satu pilar ekonomi terjadi perbaikan dan pembenahan haruslah sesuai amanat tersebut dan tidak terlepas dari perbaikan dan pembenahan dua pilar perekonomian Indonesia lainnya. Namun, kondisi tiga pilar perekonomian Indonesia dewasa tersebut sampai saat ini, belum berjalan sesuai amanat kemerdekaan. Bahkan mungkin telah menyimpang dari prinsip-prinsip perekonomian sebagaimana dikemukakan di atas. Keberadaan BUMN yang ada sampai saat ini tidak mampu untuk menyelenggarakan penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia, dari sekedar penggelolaan air (minum) sampai minyak. Hajat hidup orang banyak direbut atau dikuasai penyelenggaraannya oleh asing. Dunia usaha swasta kita justru lebih berupaya untuk menuju kearah konglomerasi, kepemilikan perorangan dan tidak mengindahkan prinsip kebersamaan, sementara koperasi kita sulit berkembang. Cita-cita kemandirian, dengan demokrasi ekonomi, terwujudnya keadilan sosial menjadi kian jauh. Benar, kita telah menikmati pertumbuhan ekonomi, tetapi kemiskinan justru bertambah. Inilah indikasi kian lebarnya kesenjangan sosial. Pertumbuhan yang kita nikmati tidak terbagi dan merata dalam semua tingkatan masyarakat Indonesia. Karena itu wajar, banyak kritik ditujukan kepada
Inspirasi Penulis atas kajian penulisan Sulastomo (Koordinator Gerakan Jalan Lurus) dengan topik “Menata Kembali Pilar Ekonomi Indonesia” 12 Januari 2008
11
keberadaan BUMN yang dimiliki. Selain dianggap keberadaan dan perannya sebagai “sapi perah dan gerbong politik” departemen terkait dan penguasa, tidak efisien, dan tidak profesional, sehingga peran BUMN tidak lagi sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bidang usahanya juga amat luas, dari farmasi, minyak, batubara sampai hotel dan supermarket, selain itu juga sering tumpang tindih sehingga tidak ekonomis. Pada sektor swasta, dengan berbagai fasilitas yang dinikmati, konglomerasi tumbuh cepat, meskipun keberadaannya amat rawan. Saat Indonesia diterpa krisis ekonomi (1998), sektor swasta justru punya andil besar terjadinya krisis, dengan hutang-hutang luar negerinya. Program BLBI yang dimaksudkan untuk mengatasi krsis, diselewengkan oleh para konglomerat pada sektor swasta sehingga timbul korupsi dan kegagalan penyelenggaraan atas penggunaan bantuan tersebut. Keberadaan koperasi yang ada saat ini, lebih pada ketidakmampuan untuk berkembang berkompetisi dengan perkembangan lingkungan ekonomi, bahkan ada yang keberadaannya justru mengemban citra buruk, disebabkan tidak mampu memegang amanah bantuan yang diberikan pemerintah. Selain itu juga terdapat kritikan bahwa keberadaannya hanya sebagai lembaga sosial dan bisnis bukan lembaga ekonomi yang mampu mewujudkan kesejahteraan anggotanya, sehingga menjadi beban bagi masyarakat maupun negara. Untuk dapat menata pilar ekonomi Indonesia, mungkin dapat diawali dengan mempertanyakan fungsi dalam mewujudkan sistem perekonomian, sehingga ketiga pilar ekonomi tersebut harus berjalan sesuai dengan prinsip yang terkandung pada Pasal 33 UUD 1945. Keberadaan BUMN perlu ditata kembali untuk tidak terlalu banyak (misalnya pada sektor farmasi ada tiga BUMN yang bersaing di pasar). Selain itu, juga perlu dilakukan langkah revitalisasi ke arah pengelolaan yang amanah dan profesional, sehingga pemilihan direktur BUMN sesuai dengan kapasitas yang dimiliki bukan atas kepentingan. Fungsinya lebih untuk diarahkan pada pengelolaan bumi, air, kekayaan alam, dan hajat hidup orang banyak. Sebab, bumi, air dan sumber alam yang terkandung di tanah air Indonesia merupakan kekayaan milik bangsa, sehingga harus dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat bukan perseorangan ataupun kelompok, dan tidak boleh keuntungannya justru lebih dinikmati bangsa lain. Memenuhi hajat hidup orang banyak yaitu merupakan amanat kemerdekaan, cita-cita buat apa negara didirikan, sehingga harus menjadi tanggung jawab negara. Jika hajat hidup orang banyak (misalnya kesehatan, pendidikan, transportasi rakyat) diserahkan kepada mekanisme pasar, akan menjadi beban berat bagi rakyat. Disinilah kehadiran Badan Layanan Umum (BLU) diperlukan. Selebihnya diprivatisasi atau dijual, sebagian dilakukan penggabungan (merger) misalnya untuk BUMN yang bergerak dalam bidang usaha yang sama. Dengan fungsi seperti itu, jika diperlukan bisa mendapatkan langkah subsidi misalnya yang terkait hajat hidup orang banyak. Konsekuensi atas langkah subsidi tersebut, maka usaha yang terkait peran BUMN dan BLU, baik swasta asing maupun domestik, seharusnya dibatasi, ditekan serendah mungkin, atau bahkan tidak diizikan. Peran swasta selayaknya diarahkan lebih pada kepemilikan bersama, misalnya melalui koperasi karyawan perusahaan terkait. Kepemilikan perorangan, selain membuka peluang tumbuhnya kesenjangan kaya-miskin, juga risiko 12
penyalahgunaan kemudahan yang diberikan pemerintah, misalnya persoalan BLBI, Bank Mutiara (Century). Sebaliknya, dengan kepemilikan karyawan tempat kerja, akan tumbuh mekanisme kontrol internal terhadap kemungkinan penyalahgunaan. Perusahaan juga kian meningkatkan daya kompetisinya, selain akan menjamin tumbuhnya prinsip kebersamaan dan terwujudnya keadilan sosial. Koperasi dikembangkan pada usaha sejenis dan disesuaikan dengan lingkungan ekonomi masyarakat (cluster), termasuk di lingkungan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kredit mikro, yang selama ini diberikan pada UMKM, selayaknya juga dapat diberikan pada kelompok usaha sejenis agar tetap eksis dan berkembang. Model Muhammad Yunus di Banglades dengan Bank Garment-nya pada dasarnya adalah merupakan upaya pembinaan kelompok usaha mikro dengan pendekatan usaha sejenis (koperasi). Dengan perkembangan ekonomi global yang semakin mempengaruhi seluruh perekonomian Indonesia, sebab kita tidak mungkin keluar dari telikungan kapitalisme global karena Indonesia telah ikut menjadi penandatangan APEC, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA) dan telah pula terdaftar sebagai anggota organisasi perdagangan dunia WTO maupun OPEC, terasa tidak mudah menata kembali ketiga pilar ekonomi tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945. Selain disebabkan penyimpangan, juga kepentingan asing yang selalu menuntut kemudahan investasi, dari usaha supermarket sampai usaha yang terkait dengan kekayaan bumi, air, dan sumber daya alam. Bahkan, yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, misalnya pendidikan dan kesehatan. Kondisi yang menuntut kesabaran, ketahanan dan kemampuan daya saing, sehingga kita perlu untuk menyepakati kembali the road map, peta jalan yang harus dilalui dalam mewujudkan cita-cita untuk apa negara ini didirikan, merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi ekonomi internasional sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-cita kemerdekaan bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai titik pijak bersama agar kita bisa mandiri untuk dapat mampu menerima keberadaan kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Secara konseptual ada beberapa model ekonomi yang saat ini berkembang di dunia, seperti bentuk welfare-state yang diterapkan Eropa Barat dataran, the third-way yang diterapkan Inggris, sosialisme-pasar yang diterapkan Cina dengan pola satu negara dua sistem, kapitalisme-retail yang diterapkan India dan lain sebagainya (Wahid. 1999: 41). Semua konsep dan model yang bisa dipilih untuk dapat menjawab tantangan berat yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Semua terpulang kembali pada setiap elemen dari warga negara Indonesia untuk menentukan pilihan, sudah tentu dengan memperhitungkan pula keberadaan sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi, demografi, kultur, sistem nilai, kondisi sosial dan infrastruktur yang ada. Akhirnya sebagai bahan perenungan, bukankah kita sudah memiliki konsep motivasi luhur melalui ekonomi kerakyatan dengan dari, untuk dan oleh rakyat. Dasar ekonomi kerakyatan yang lebih didasarkan pada kondisi dasar yang dimiliki negara kita Indonesia yaitu usaha bersama yang dikerjakan berdasarkan atas asas kekeluargaan, dengan kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang, sebagaimana termaktub dalam Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 (Arief, 2001: 53-54). Karakter utama ekonomi
13
kerakyatan (demokrasi ekonomi) pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Ekonomi kerakyatan sebagai prinsip penyelenggaraan ekonomi Indonesia dengan prinsip kewirausahaan, prinsip kewirausahaan itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak sistem perekonomian yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pada tingkat makro. namun juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang seharusnya dikembangkan pada tingkat mikro. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang-seorang, hanya dapat dilakukan dengan menerapkan dan mengamalkan prinsip tersebut. Hadirnya Ekonomi Kerakyatan Berprinsip Kewirausahaan Untuk mempermudah pemahaman tentang ekonomi kerakyatan perlu dijabarkan ke dalam ciri-ciri ekonomi kerakyatan, dan apa bedanya dengan ekonomi neo-liberal atau neo-liberalisme. Juga apa keuntungan dengan ekonomi kerakyatan, atau apa kerugiaan dengan ekonomi neo-liberalisme. Menurut Mubyarto (2000: 239), menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan merupakan istilah yang relatif baru, yang dipopulerkan untuk “menggantikan” istilah ekonomi rakyat yang konotasinya dianggap negatif dan bersifat “diskriminatif”. Negatif karena didikotomikan (dilawankan) dengan ekonomi konglomerat, dan diskriminatif karena “didisain” untuk terang-terangan memihak pada salah satu sektor atau strata ekonomi tertentu yaitu golongan ekonomi lemah, atau rakyat kecil. Lebih lanjut pengertian ekonomi kerakyatan tersebut menurut Syafei (2009), menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan mungkin suatu faham yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat baik sebagai tenaga produktif yang memerlukan lapangan pekerjaan, sebagai pengusaha, maupun sebagai konsumen. Kalau pengertian ekonomi kerakyatan seperti itu, maka tidak terbatas pada usahausaha rakyat seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saja dengan organisasi koperasi dan non-koperasi, tetapi termasuk perusahaan-perusahaan swasta nasional dengan skala besar, termasuk perusahaan-perusahaan asing yang berada di Indonesia, dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai negara untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya, atau yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bingkai kearifan Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atas kehadiran 36 butirnya (mewujudkan CSR P4). Permasalahnya, bagaimana para penguasa negara, dapat membawa semua perusahaan-perusahaan ini kepada kepentingan rakyat. Pengertian seperti tersebut di atas sebenarnya sudah disebutkan dengan jelas dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan 4. Dukungan dasar kekuatan hukum yang tetap tersebut, selanjutnya upaya dalam penjelasannya atas ciri-ciri atau indikator-indikatornya, yang mudah dimengerti oleh rakyat yang paling awam sekalipun atas gagasan kehadiran konsep ekonomi kerakyatan. Apa yang dinamakan ekonomi kerakyatan atau lebih tepat usaha-usaha masyarakat dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dari basis ekonomi nasional, yang dapat tumbuh apabila basis ekonomi keseluruhan berhasil dibangun. Sebaliknya basis ekonomi nasional tidak mungkin berhasil dibangun apabila tidak menyertakan pembanguan ekonomi masyarakat. Dalam 14
membangun ekonomi masyarakat tidak mungkin dicapai kalau hanya dipakai faktor-faktor ekonomi saja. Di sini justru faktor-faktor non-ekonomi seperti rasa nasionalisme, terutama bagi para pemimpin, dan juga menghindari semangat konsumerisme bagi rakyat banyak akan sangat menentukan. Bagaimana mungkin gagasan gunakan produk hasil produksi dalam negeri, atau hasil produksi dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kalau rasa nasionalisme sudah luntur dan rakyat sudah terjebak pada semangat konsumerisme terutama pada produk-produk impor. Itu bukan salahnya rakyat sebagai konsumen kalau tidak memakai produk dalam negeri, karena kita sudah terlalu jauh masuk dalam pasar bebas, dan selama ini tidak ada proteksi terhadap industri dalam negeri. Produk-produk impor seperti; pakaian, sepatu, makanan, buah-buahan bahkan sampai mainan anak-anak sudah biasa digunakan oleh masyarakat kita. Membangun UMKM, misalnya, sebagai sektor ekonomi yang langsung dimiliki oleh rakyat, tidaklah sederhana, tidak cukup hanya dengan menjamin kredit untuk usaha-usaha mereka. Masalah pemasaran, produksi dengan standar kualitas ekspor, semangat kewirausahaan, organisasi koperasi atau non-koperasi, manajemen, keterampilan, adalah masalah-masalah yang tidak mudah diatasi dalam praktik usaha (bisnis). Semua ini tidak mungkin diatasi tanpa bantuan dan fasilitas dari negara, baik dalam peraturan perundangan, keuangan (finansial), dan sumber daya manusia yang berkualitas. Kewirausahaan, yang harus dimilki oleh UMKM, bukanlah mendirikan perusahaan kecil yang dikelola sendiri dengan modal sendiri. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk mneningkatkan sumber-sumber daya yang tidak produktif menjadi produktif, dan ada peluang pasar yang besar, dilakukan dengan kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan siasat, kiat, dan proses, serta kepribadian tangguh menciptakan ide dan peluang dalam semangat jiwa dan sikap kewirausahaan (Prasetyo, 2009: 3). Manajemen dalam UMKM dapat dilakukan dengan mengorganisasi diri dalam bentuk organisasi koperasi atau nonkoperasi, yang merupakan suatu organisasi modern, dikelola secara modern. UMKM dalam bentuk perusahaan perorangan tidak akan kuat dalam menghadapi persaingan global. Lebih lanjut menurut Mubyarto (2000: 245-255), menjelaskan bahwa persaingan globalisasi yang makin kompetitif dituntut peningkatan daya saing ekonomi nasional mutlak dibutuhkan dan tak mungkin ditawar-tawar lagi. Diterapkannya sistem ekonomi kerakyatan, yaitu yang demokratis dan benarbenar sesuai dengan sistem nilai bangsa Indonesia (sistem ekonomi atau aturan main yang kita buat sendiri) tentunya memberikan peluang bahwa aturan main itu lebih sesuai dan lebih tepat bagi bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. “Mengapa dalam suasana globalisasi kita justru harus bertumpu pada ekonomi rakyat yang sudah jelas tertinggal dan rendah efisiensinya?”. Adalah pertanyaan yang sangat salah untuk menjadikan persaingan bebas secara global sebagai tujuan. Yang lebih penting dalam pembangunan nasional adalah mewujudkan ketahanan nasional yang kuat dan tangguh yang sudah terbukti, dalam pemahaman bahwa tidak dapat diandalkan pada sejumlah kecil pengusaha konglomerat, tetapi justru harus mengandalkan kekuatan dan ketahanan ekonomi rakyat. 15
Jika dalam krisis ekonomi yang pernah berlangsung, membuktikan bahwa ekonomi rakyat terbukti tahan banting dan banyak yang justru dapat lebih berkembang, maka jika kita berhasil memberdayakannya, ketahanan ekonomi nasional akan lebih kuat dan lebih tangguh lagi di masa depan (Mubyarto, 2000: 255). Ketahanan ekonomi nasional dicapai dengan terus mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif, tujuannya agar dapat menyumbang pada penciptaan lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi. Kehadiran UMKM telah terbukti mampu menciptakan lapangan pekerjaan di semua sektor ekonomi. Dengan demikian, apabila masih diteruskannya pelaksanaan konsep ekonomi neo-liberal atau neo-liberalisme terutama dalam era reformasi ini, pasti akan menimbulkan biaya sosial yang lebih besar lagi, tidak saja opportunity cost of growth, tetapi biaya-biaya sosial lainnya (Syafei, 2009a). Akhirnya apa yang termaktub dengan jelas dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 itulah yang seharusnya dijadikan dasar ekonomi kerakyatan berprinsip kewirausahaan, jika mampu ditujukan pada kepentingan rakyat banyak dengan perubahan yang memerlukan kepemimpinan kuat dan berkarakter. Simpulan Karakter utama ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Proses yang dapat dicapai dan dituju melalui pelaksanaan ekonomi kerakyatan berprinsip kewirausahaan di dalam penyelenggaraan tiga pilar ekonomi Indonesia yaitu BUMN, swasta, dan koperasi. Prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak sistem perekonomian yang harus diselenggarakan oleh pemerintah dengan kepemimpinan kuat dan berkarakter pada tingkat makro. Namun juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang seharusnya dikembangkan pada tingkat mikro sesuai dengan Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang, upaya yang dapat dilakukan dalam lingkungan kapitalisme global dengan menerapkan dan mengamalkan prinsip tersebut dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan organisasi koperasi dan non-koperasi, perusahaanperusahaan swasta nasional dengan skala besar, perusahaan-perusahaan asing yang berada di Indonesia, dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai negara untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya atau yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bingkai kearifan Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atas kehadiran 36 butirnya (mewujudkan CSR P4).
DAFTAR PUSTAKA Arief, Melanie Sritua. 2001. Ekonomi Kerakyatan: Politik Ekonomi. Cetakan kedua. Penerbit Muhammadiyah University Press. Surakarta. Gelinas, Jacques. B. 2003. Jaggernaut Politics; Understanding Predatory Globalization. Zed Books. London. 16
Korten, David. C. 2002. The Post Corporate World. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Maulana, Zain. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia Ketiga. Cetakan Pertama. Penerbit RIAK. Yogyakarta. Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Edisi Pertama. Penerbit BPFEYogyakarta. Yogyakarta. Prasetyo, Whedy. 2009. Ada Apa Dengan Ilmu Kewirausahaan? (Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Menuju Soul Mate dan Worklife Balance). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi AKUNTABILITAS. Tahun 02. Nomor 2. Agustus: 1-15. Blitar: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar (UIB). Stegar, Manfred B. 2005. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Penerbit Lafadl Pustaka. Yogyakarta. Swasono, Sri Edi. 2006. Ekonomi dan Dehumanisasi. Harian Kompas. 2 Oktober. Syafei, Buyung Achmad. 2009. Ekonomi Kerakyatan Dengan Bahasa Rakyat. Paper. Syafei, Buyung Achmad. 2009a. Opportunity Cost Pertumbuhan Ekonomi. Paper. 21 Mei. Wahid, Hasyim. 1999. Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan Indonesia. Penerbit LKiS. Yogyakarta.
17
STUDI ANALISIS USAHA PADA PERUSAHAAN PETERNAKAN AYAM DI BLITAR Oleh: Suprianto Abstract This full age Blitar's region constitute poultry developer Region broiler chicken that big as barometer of petelur's poultry National. Developing and chicken breeding effort progress broiler chicken has experienced this effort step-up is brought off as effort that gets komersial's character and no longer one for hobby but if at evaluation of write-up makings facet corporate finance stills a lot of firm that haven't applied Accounting according to SAK. An benefit which expecting to help firm in determine depreciation on breeding alive asset chicken one corresponds to SAK aught. Observational character gets diskriptif's character,mean while data that used by secondary data, data analysis is comparative descriptive whereas steps which is taken identification fixed asset and corporate asset,evaluating conduct on breeding alive asset chicken and reporting on chicken breeding asset conclusion a stop to study at firms financial statement collation just makes one income statement simple one just compare income post with effort chargeses,to it after as compared to SAK whatever available firms arrange income statement that really so its following can big know it firm profit truthfully. Keywords: Accounting conduct, fixed Assets is broiler chicken, and poultry firm at Blitar
Latar Belakang Peternakan ayam petelur merupakan bidang usaha yang bisa menopang perbaikan ekonomi Masyarakat di Blitar usaha ini sempat terpuruk di era krisis Moneter di Tahun 1998, tetapi setelah krisis moneter berakhir perlahan-lahan di sector ini mengalami pertumbuhan yang luar biasa sampai sekarang. Sehingga bisa terwujud Blitar sebagai Daerah peternakan ayam yang bisa memproduksi 60% produksi ternak Ayam di jawa Timur inilah yang bisa menjadikan Blitar sebagai barometer peternakan di Jawa Timur. Segmentasi berternak ayam petelur lebih di minati para pelaku usaha karena segmen ayam petelur lebih kecil risiko kerugianya di bandingkan dengan usaha ayam pedaging hal ini bisa terbukti dari hasil panenya, dengan alas ankalau ayam pedaging risiko kerugian lebih besar,karena apabila pada waktu panan harga turun di bawah titik impas akan
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
18
terjadi kerugian sebaliknya pada bisnis ayam petelur,risiko terjadinya kerugian bisa diminimalkan,karena setiap hari ayam petelur menghasil atau berproduksi telur dan ini akan cenderung diatas titik impas dalam usia produktif. Saat ini perputaran usaha sangat cepat,hal ini ditunjukkan dengan pola persaingan yang semakin ketat. Pesaingan ini menyebabkan adanya fihak yang kalah dan ada fihal yang menang, yang menang biasanya ditandai dengan perkembangan usaha dengan ciri perolahan laba semakin meningkat,modal semakin bertambah, aktiva tetap dan lancar semakin bertambah,volume produksi semakin banyak, pasar semakin melebar. Dalam usaha ini ayam petelur merupakan bagian terbesar dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan, sehingga diperlukan pengelolaan yang baik dan benar agar tercapai tujuan perusahaan. Untuk pengelolaan yang baik diperlukan teknis produksi,pemasaran, pemeliharaan, perawatan, pengawasan serta kondisi lingkungan yang mendukung. Selain itu diperlukan alat-alat pengelolaan seperti manajemen dan akuntansi yang diterapkan perusahaan. Perusahaan peternakan ayam petelur harus memperlakukan ayam petelur sebagai aktiva tetap dan apabila ayam petelurbelum berproduksi maka belum bisa digolongkan sebagai aktiva,tetapi perusahaan mencatatnya sebagai investasi. Seperti dalam pernyataan standar Akuntansi Keuangan ( SAK No.16:05:2002 ) Mendefinisikan bahwa : Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu yang digunakan dalam operasional perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Dari definisi diatas,pengakuan aktiva tetap sebagai aktiva bila besar kemungkinan ( propable ) bahwa manfaat keekonomisan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebutakan mengalir kedalam perusahaan dan juga biaya perolehan aktiva tetap diukur secara andal. Ayam petelur mempunyai umur kegunaan yang terbatas,maka harus diadakan penyusutan selama umurkegunaan,maksudnya untuk mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap tersebutpada periode akuntansi selama umur kegunaan. Perumusan Masalah Berdasarkan rumusan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat dan sesuai dengan SAK terhadap aktiva bernyawa ternak ayam petelur pada perusahaan peternakan ayam petelur di Blitar. Tujuan Penelitian Berdasarkan atas perumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian yang ingin dicapai, adalah Untuk mengetahui apakah pencatatan dan perhitungan akiva bernyawa diperusahaan peternakan ayam petelur di Blitar sudah sesuai dengan SAK Landasan Teori Pengertian Akuntansi Menurut Yusuf (1994) menyatakan bahwa akuntansi adalah suatu proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan dari suatu organisasi. 19
Definisi Aktiva tetap Pernyataan SAK No.16 (05) 2002 adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu,yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Menurut Subroto ( 1991 ) menyatakan bahwa aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang dimiliki perusahaan dngan tujuan untuk dipakai dalam operasi perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.,sedangkan menurut Baridwan (1992) aktiva tetap adalah aktiva-aktiva berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal,istilah relative permanen menunjukkan sifat aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif sama. Menurut Yusuf (1993) aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Menurut Mulyadi (2001) aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud,mempunyai manfaat ekonomi lebih dari satu tahun dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan dan bukan untuk dijual kembali. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa aktiva tetap adalah barang berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam operasional perusahaan sehari-hari dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan perdagangan sehari-hari serta dianggap memiliki kegunaan yang diharapkan lebih dari satu tahun. Klasifikasi Aktiva tetap SAK No.16.2002,Mengklasifikasikan aktiva tetap sebagai berikut : 1. Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan (depreciable), seperti tanah untuk letak perusahaan. 2. Aktiva tetap yang dapat disusutkan (depreciable), yang meliputi mesin,bangunan,kendaraan dan lain-lain. Untuk tujuan akuntansi, dari berbagai macam aktiva tetap berwujud tersebut dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan, petanian, peternakan dan sebagainya. 2. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaanya bisa diganti dengan aktiva tetap sejenis, misalnya, bangunan, peralatan mebel, air dan lain-lain. 3. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaanya, tidak bisa diganti dengan aktiva tetap yang sejenis. misalnya sumber-sumber alam, tambang hutan dan lain-lain. Hal tersebut diatas diklasifikasikan sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan dalam teori Baridwan (1992). Sedangkan berdasarkan wujudnya aktiva tetap dikelompokkan menjadi : 1. Aktiva tetap berwujud, yang meliputi : a) Aktiva tetap berwujud dapat di susutkan (Depreciable Assets) misalnya bangunan, mesin peralatan,kendaraan danlain-lain.
20
b) Aktiva tetap berwujud tidak dapat disusutkan (non Depreciable Assets ) misalnya tanah 2. Aktiva tetap tidak berwujud, meliputi : a) Aktiva tetap tidak berwujud yang masa manfaatnya dibatasi oleh undangundang peraturan Pemerintah atau oleh sifat aktiva itu sendiri,misalnya hak paten dan hak cipta. b) Aktiva tetap tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas misalnya goodwill dan trade mark. Pengakuan aktiva tetap Menurut Pernyataan SAK (2002;16.3.(06)), menyatakan bahwa : Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap bila besar kemungkinan (probable)ahwa manfaat keekonomian dimasa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tetap tersebut akan mengalir kedalam perusahaan dan biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal. Penilaian aktiva tetap Menurut SAK (2002,16.15),penilaian aktiva tetap dilakukan sebagai berikut:‟aktiva tetap dinilai berdasarkan harga perolehan aktiva tersebut dikurangi akumulasi penyusustan,sedangkan dalam SAK 2001,(16.60) „suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu kelompok aktiva tetap pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka aktiva yang dilaporkan dalam neraca adalah sebagai berikut : 1. Aktivatetap yang tidak dapat disusutkan dilaporkan dalam neraca sebesar harga perolehan. 2. Aktiva tetap yang dapat iwujudkan dan dapat diganti dengan sejenis dilaporkan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. 3. Aktiva tetap yang disusutkan tetapi tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis dilaporkan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan Cara perolehan aktiva tetap Menurut Baridwan (1992:274) bahwa aktiva tetap dapat diperolehdengan berbagai cara,dimana masing-masing caraperolehanya akan mempengaruhi harga perolehan,cara perolehan tersebut bisa melalui : 1. Pembelian tunai Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam buku-buku dengan jumlah sebesar uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tersebut termasuk harga faktur juga biaya-biaya seperti biaya angkut,premi asuransi dalam perjalanan,biaya balik nama,biaya pemasangan dan biaya percobaan. 2. Pembelian angsuran Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran,maka dalam harga perolehan aktiva tetap tidak boleh termasuk bunga.bunga selama masa angsuran akan debebankan sebagai biaya bunga.
21
3. Ditukar dengan surat-surat berharga Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi perusahaan,dicatat dalam buku sebesar harga pasar saham atau obligasi yang digunakan sebagai penukar. 4. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain Aktiva tetap yang ditukar dengan aktiva tetap lain disebut “tukar tambah” dimana aktiva lama digunakan untuk membayar harga aktiva baru,baik seluruhnya atau sebagian dan kekuranganya dibayar tunai.Dalam keadaan seperti ini,prinsip harga perolehan ttap harus diterapkan yaitu aktiva baru dikapitalisasi dengan jumlah harga pasar.Aktiva lama ditambah uang yang dibayar (jika ada) atau sebesar harga pasar aktiva baru diterima. IAI (2002,16.6) menyatakan :Suatu aktiva dapat diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau aktivalain.Biaya dari pos semacam itu di ukur pada nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau diperoleh,yang mana lebih andal,ekuivalen dengan nilai wajar aktiva yang dilepaskan sesuai dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. 5. Diperoleh dari hadiah atau donasi Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah atau donasi pencatatanya bisa dilakukan menyimpang dari prinsip perolehan.Aktiva tetap yang diterima sebagai hadiah dicatat sebesar harga pasarnya.Hal ini disesuaikan dengan PSAK(2002;16.7(22) bahwa :”aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun modal donasi. 6. Diperoleh dengan membangun sendiri Adakalanya dalam memenuhi kebutuhan aktiva tetapnya,perusahaan membangun atau membuat sendiri aktiva tetap yang diinginkan.pada prinsipnya semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usaha untuk membuat aktiva tetap tersebut yang akan digunakan untuk menetapkan harga perolehan aktiva tetap itu. 7. Perolehan secara gabungan Harga perolehan dari masing-masing aktiva tetap yang diperoleh secara gabunag,ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aktiva yang bersangkutan. Penyusutan aktiva tetap Menurut Weygandt (1995:2),penyusutan adalah proses akuntansi untuk mengalokasikan harga pokok (cost),aktiva berwujud pada beban dengan carayang sistematik dan rasional dalam periode – periode yang mengambil manfaat dari pengguna aktiva. Menurut SAK (2002,17.2)pengertian penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi.Penyusutan untuk periode akuntansi yang dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung,jumlah yang dapat disusutkan (depreciable a mount ) adalah biaya perolehan suatu aktiva,atau jumlah lain yang disusubstitusikan untuk iaya dalam laporan keuangan dinilai sisanya.
22
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penyusutan (depresiasi) merupakan proses alokasi harga perolehan aktiva tetap secara rasioanl dan sistematis yang dibebankan pada penghasilan secara periodic.Penyusutan bukan dimaksudkan untuk menunjukkan terjadinya penurunan nilai aktiva tetap karena adanya penurnan tingkat harga umum atau akibat kerusakan dari aktiva tersebut. Sebab-sebab diadakan penyusutan : 1. Karena Faktor-faktor fisik misal aus karena dipakai (wear on tear),aus karena umur (deterioration anddecay),dan kerusakan-kerusakan. 2. Faktor-faktor Fungsional Misal,karena ketidak mampuan aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksinya sehingga perlu diganti,perubahan permintaan,dan adanya kemajuan teknologi sehingga aktiva tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai. Faktor-faktor dalam menentukan biaya penyusustan. Menurut Smith (1996) menyatakan ada empat factor yang mempengaruhi beban penyusustan secara periodik,yaitu : 1. Biaya atau harga perolehan aktiva, meliputi semua pengeluaran atau pengorbanan yang terjadi untuk mendapatkan aktiva tersebut sampai dengan keadaan siap pakai. 2. Nilai sisa (residu) Adalah jumlah uang yang diharapkan akan diperoleh melalui penjualan aktiva tersebut bila sudah tiba saatnya untuk dihentikan. 3. Masa manfaat (umur kegunaan) Mempunyai kemampuan untuk memberikan jasa-jasa dalam periode trsebut. 4. Pola penggunaan Merupakan beban penyusutan secara periodic harus mencerminkan secara tepat pola penggunaan jika aktiva tersebut memberikan kontribusi jasa yang bervariasi,maka beban penyusutan juga hars bervariasi dengan pola yang sama. Metode perhitungan penyusutan Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menghitung beban penyusutan periodic.Dalam menentukan metode yang digunakan kiranya perlu diperhatikan keadaan yang akan mempengaruhi aktiva yang bersangkutan.Dalam pernyataan SAK No.17 tahun 2002, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung beban depresiai yaitu : 1. Berdasarkan waktu Metode yang paling lazim digunakan adalah yang dikaitkan dengan berlalunya waktu,karena aktiva tetap digunakan sepanjang waktu,metode ini terdiri dari: a. Metode garis lurus Beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama.Perhitngan dalam metode ini sangat sederhana sehingga banyak digunakan didalam praktek pemakaian. b. Metode pembebanan yang menurun Dalam metode ini beban depresiasitahun pertama akan lebih besar dari tahuntahun berikutnya,metode ini terdiri dari 3 metode yaitu : a) Metode jumlah angka tahun b) Metode saldo menurun 23
c) Metode saldo menurun ganda 2. Berdasarkan Penggunaan,metode ini terdiri dari : a. Metode jam jasa Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa berkurangnya manfaat potensial aktiva tetap berwujud terutama disebabkan oleh pemakaian efetif dari aktiva tetap dan bukan semata-mata disebabkan oleh berlalunya waktu b. Metode jumlah unit produksi Dalam metode umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi,beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi.Dasarteori yang digunakan bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk,sehingga depesiasinya berdasarkan jumlah produk yang dapat dihasilkan. Penghentian aktiva tetap yaitu aktiva tetap yang sudah tidak bermanfaat lagi dalam operasi maka ditarik dari pemakaian. Cara-cara penghentian aktiva tetap : 1. Karena penjualan aktiva tetap itu sendiri Aktiva yang sudah tidak bermanfaat dijual,laba-rugi atas penjualan dicatat tersendiri dalam perkiraan laba-rugi. 2. Penghentian aktiva tetap karena rusak Penghentian aktiva tetap dikarenakan rusak,ada beberapa ketentuan dalam pencatatanya,yaitu : a. Dicatat dalam penyesuaian aktiva yang rusak mulai awal tahun sampai tidak berfungsinya aktiva tersebut. b. Nilai buku yang dilaksanakan dengan cara penyesuaian atas kerugian aktiva yang rusak atau dibuang. c. Perkiraan aktiva tetap dan akumulasi harus memperhatikan saldo nihil. 3. Penghentian aktiva tetap karena tukar tambah Penghentian aktiva tetap karena tukar tambah ada beberapa ketentuan dalam pencatatanya,antar lain : a. Diadakan penyesuaian atas penyusunan aktiva yang ditukar pada tahun buku berjalan ( dihitung mulai awal periode akuntansi s/d saat pertukaran) b. Laba – rugi atas penukaran dapat dilakukan dengan dua cara : Laba atau rugi tidak diakui Apabila laba: besarnya laba mengurangi harga perolehan. Apabila rugi: besarnya rugi menambah harga perolehan Laba atau rugi diakui Apabila laba : dicatat keperkiraan laba pertukaran (K) Apabila rugi: dicatat keperkiraan rugi pertukaran (D) 4. Penghentian aktiva tetap karena habis umurnya. Aktiva tetap yang suah habis umurnya,namun masih digunakan ada kemungkinan : a. Salah dalam menafsirkan umur kerugian b. Tidak mampu untuk mengganti aktiva yang baru Pengertian lapoaran keuangan,laporan keuangan yaitu suatu laporan yang berisi laporan pertanggungjawaban dan informasi keuangan perusahaan yang terdiri dari atas neraca,laporan laba rugi,laporan perubahan modal dan laporan perubahan posisi keuangan serta segala keterangan yang di muat dalam lampiran. 24
Asumsi dasar atau anggapan dalam penyusunan laporan keuangan antar lain : a. Kesatuan usaha ( unit entry) Suatu usaha berdiri sendiri atau terpisah dari kekayaan pemilik contoh prive,deviden b. Kelangsungan hidup (going concern) Suatu usaha akan terus berjalan sepanjang waktu c. Unit moneter Nilai uang yang dipakai untuk mengukur transaksi yang terjadi d. Periodesasi Laporan keuangan dibagi dalam periode-periode karena untuk pengambilan keputusan segera Pedoman penyusunan laporan keuangan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI ) ada tujuh pedoman : 1. Relevan Informasi akuntansi harus dapat dimengerti dan berhubungan dengan penggunanya 2. Dapat dimengerti Informasi akuntansi harus dapat dimengerti oleh pemakainya,namun pemakai akuntansi harus pula meyesuaikan dengan perkembangan akuntansi. 3. Memiliki daya uji (verifiability) Informasi akuntansi harus dapat diuji kebenaranya dengan menggunakan pengukuran yang sama. 4. Netral Informasi akuntansi harus dapat diuji kebenaranya dengan menggunakan pengukuran yang sama 5. Tepat waktu Informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat segera digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. 6. Daya banding (Comparability) Laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya. 7. Lengkap Informasi akuntansi harus memenuhi dan memakai standart laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan menurut GAAP (General Accepted Accounting Principles) yang terdapat dalam SFAC No.1 bahwa, laporan keuangan harus menyajikan informasi yang : 1. Berguna bagi investor,kreditur dan calon investor maupun kredituryang potensial dan pemakai lainya untuk pengambilan keputusan investasi dan pemberi kredit. 2. Menafsir jumlah, waktu ketidak pastian penerimaan uang dimasa yang akan dating. 3. Menunjukkan sumber-sumber ekonomi atas sumber-sumber tersebut,pengaruh dari suatu transaksi atau kejadian lain ( sumber dana perusahaan )
25
Pengunggkapan laporan keuangan Menurut SAK (2002) menyatakan bahwa Laporan keuangan harus mengungkapkan,dalam hubunganya dengan jenis aktiva tetap : 1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto 2. Metode penyusutan yang digunakan 3. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan 4. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode 5. Suatu rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode memperhatikan a) Penambahan b) Pelepasan c) Akuisisi melalui penggabungan usaha d) Revaluasi yang dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. e) Penurunan nilai tercatat sesuai dngan paragraph 66 f) Penyusutan g) Perbedaan pertukaran netto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan suatu entitas asing. h) Setiap pengklasifikasian kembali Pengertian Neraca, neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi harta,utang dan modal pada periode tertentu.Neraca harus disusun secara sitematis,sehingga dapat member gambaran tentang posisi keuangan peusahaan secara jelas dan mudah dipahami.Melalui nereca dapat diketahui : 1. Likuiditas perusahaan,artinya kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utang perusahaan jangka pendek pada waktu yang tepat. 2. Solvabilitas perusahaan artinya kemampuan perusahaan untuk membeyar utang perusahaan. Unsur-unsur yang terkandung dalam neraca meliputi : a. Harta,harus disusun sesuai dengan klasifikasi dan tingkat kelancaran. b. Utang,harus disusun berdasarkan jangka waktu pelunasanya. c. Modal,harus disusun berdasarkan kekekalanya dengan menyebutkan sumberpemiliknya. d. Kepala neraca memuat,nama perusahaan,judul neraca,dan tanggal pembuatan neraca. Bentuk neraca,penyusunan neraca dapat disajikan dalam bentuk skontro ( bentuk T ) dan bentuk laporan ( report form ). 1. Bentuk skontro ( horizontal ) atau bentu T atau akun,yaitu neraca yang disusun dalam bentuk sebelah menyebelah,sebelah kiri (Debit) untuk mencatat harta,sedangkan sebelah kanan (kredit)untuk mencatat utang dan modal. 2. Bentuk laporan (report form) atau bentuk stafel ( vertical),yaitu neraca yang disusun dalam bentuk vertical dari atas ke bawah.harta dicantumkan pada bagian atas kemudian utang dan modal pada baris berikutnya. Pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan. Perlakuan akuntansi terhadap pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan dan penggunaan aktiva tetap dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 26
1. Pengeluaran modal (capital Expenditures),adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang akan dirasakan lebih dari satu periode akuntansi.Pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rekening biaya. 2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures),adalah pengeluaranpengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang hanya dirasakan dalam periode akuntansi yang bersangkutan.oleh karena itu pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rekening biaya. Dasar pertimbanngan pencatatan pengeluaran-pengeluaran untuk aktiva ttap adalah beberapa lama manfaat pengeluaram tersebut dimanfaatkan. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan study kasus.Hal ini mengacu padapendapat Natsir (1998) yang mengartikan bahwa metode deskriptifadalah suatu metodedalam meneliti status kelompok manusia,suatu obyek, suatu kondisi,suatu system, pemikiran pada masa sekarang.Sedangkan studi kasus pada obyek ini adalah menilai perlakuan akuntansi aktiva tetap ayam peteluryang diterapkan perusahaan,apakah telah sesuai dengan SAK atau belum.Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data Skunder yaitu data yang telah diolah dan tersedia oleh perusahaan.Sedangkan Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang meliputi : 1. Observasi,yaitu metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung serta melakukanpencatatan tertentu sesuai yang diperlukan dan berhubungan dengan penelitian. 2. Wawancara,yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancaralangsung dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan data yang ada hubunganya dengan obyek yang diteliti. 3. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan kutipan terhadap catatan atau data yang disediakan oleh administrasi perusahaan yang berupa laporan keuangan. Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif artinya data yang ada akan dianalisa dengan cara menguraikan dan memberikan gambaran berdasarkan obyek yang diamati,dalam hal ini obyek yang diamati/dikaji adalah laporan keuangan versi perusahaan kemudian akan dibandingkan dengan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK terutama pada perlakuan akuntansi terhadap aktiva tetap ayam petelur pada perusahaan tersebut.Untuk itu peneliti akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi aktiva tetap perusahaan 2. Mengevaluasi perlakuan aktiva ternak ayam yang ditetapkan perusahaan. 3. Mengevaluasi pencatatan aktiva ternak ayam 4. Pelaporan ternak ayam Untuk hal ini langkah-langkah yang diambil adalah : 1. Menganalisa pencatatan perusahaan atas aktiva ternak ayam. 2. Mengevaluasi penilaian atas aktiva ternak ayam 3. Mengidentifikasi aktiva tetap perusahaan
27
4. Analisa laporan keuangan yang terkait dengan bentuk laporan keuangan perusahaan. Operasional variable yang di gunakan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Aktiva tetap,yaitu aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu,yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan harus diadakan penyusutan terhadap aktiva tersebut aktiva tetap yang dimaksud adalah ternak ayam yang dibeli,dipelihara serta dikebangbiakkan untuk menghasilkan telur dan dan dari hasil prouksi tadi dijual. 2. Pengakuan aktiva tetap Menurut SAK No.16 (106) 2001 bahwa suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap bila besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian dimasa yang akan dating yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan dan biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal.Dalam hal ini aktiva tetap yang dimaksud adalah ternak ayam petelur dan aktiva tetap lainya. 3. Penilaian aktiva tetap,Aktiva tetap yang berupa ternak ayam dinilai sebesar harga perolehan(cost).Sedangkan yang termasuk dalam harga perolehan adalah semua pengeluaran-pengeluaran yang terjadi untuk memperoleh dan menempatkan aktiva dalam kondisi atau posisi siap untuk berproduksi. 4. Penyajian dalam laporan keuangan,berkaitan dengan penyajian dalam laporan keuangan,aktiva bernyawa khususnya ternak ayam dimiliki oleh perusahaan dikelompokkan ke dalam aktiva tetap,dimana aktiva tetap merupakan bagian dari aktiva lancar. Hasil Penelitian Analisa dan perlakuan akuntansi yang sesuai dengan SAK 1. Penentuan harga pokok perolehan Untuk memperoleh bibit ayam petelur perusahaan membeli bibit ayam pada perusahaan pembibitan ayam kemudian dipelihara hingga dewasa sampai ayam petelur tersebut menghasilkan telut. Menurut SAK,aktiva tetap yang diperoleh dari pembelian baik itu kredit atau tunai harus dinilai sebesar harga pokok perolehan aktiva tersebut.Harga perolehan ini dimaksudkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dari pembelian sampai ayam tersebut siap untuk produksi.Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap tersebut adalah : 1. Biaya pembelian bibit (DOC) 2. Biaya perawatan DOC 3. Biaya makanan dan vaksin sampai produksi 4. Biaya masa puncak Dari perhitungan harga perolehan ternak-ternak ayam diatas mulai dari pembelian bibit sampai ayam itu produksi dan menghasilkan telur hingga masa puncaknya dan sampai ternak ayam digolongkan sebagai aktiva tetap perusahaan,maka penjumlahan dari biaya-biaya di atas merupakan nilai perolehan dari aktiva tetap ternak ayam.
28
2. Penyusutan atas aktiva bernyawa ternak ayam Disamping pengeluaran dalam masa penggunaan, masalah penyusutan merupakan masalah yang penting selama masa penggunaan dari aktiva tetap khususnya aktiva bernyawa ternak ayam.Penyusutan atas aktiva tetap hanya dapat dilakukan apabila nilai aktiva tetap serta perkiraan dari umur aktiva tersebut diketahui.Beban penyusutan biasanya dicatat pada setiap akhir periode pembukuan yaitu padasaat akhir buku.Untuk menentukan besarnya beban penyusutan atas aktiva ternak ayam,tidak hanya nilai dari aktiva ternak ayam itu juga dibutuhkan.Apabila semua factor diatas sudah diketahui barulah dapat dicari besarnya beban penyusutan untuk aktiva ternak ayam tersebut.Umur ekonomis ternak ayam adalah 2 tahun,dimana dalam masa tersebut juga ada beberapa ayam yang menghasilkan keturunan jika perusahaan melakukan pembibitan ayam sendiri.Untuk ayam petelur yang tidak ekonomis lagi dalam menghasilkan produksi telur yang disebabkan bertambahnya usia jenis ayam ini bisa dikategorikan sebagai ayam afkir.Untuk mencari nilai sisa dalam penelitian ini kami menggunakan rumusan sebagai berikut : Nilai Sisa = ( Jumlah ayam broading - % kematian ) x harga afkir.Jika nilai sisa dari aktiva tetap ternak ayam diketahui maka langkah selanjutnya dapat ditentukan metode penyusutan ang akan diterapkan oleh perusahaan,dalam SAK mengenai penyusutan tidak ditentukan metode penyusutan artinya setiap perusahaan bebas memilih metode penyusutan yang akan digunakan dengan syarat harus diterapkan secara kontinyu dan konsisten.Untuk menghitung jumlah penyusutan penulis berasumsi bahwa ternak ayam dibebani dengan biaya penyusutan yang sama dengan memperhatikan pada masa prouksi ternak serta manfaat dari ternak ayam. Dalam hal ini penulis menggunakan harga perolehan yang didapat dari kapasitas biaya-biaya yang timbul sejak bibit hingga menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.Untuk menghitung penyusutan menggunakan rumus metode garis lurus ( straight line method ) dengan rumus : Depresiasi = HP-NS Umur ekonomis 3. Penyajian dalam laporan keuangan Dari hasil pencatatan yang telah di bahas ternyata perusahaan hanya membuat satu jenis laporan keuangan yaitu laporan laba/rugi.Laporan laba/rugi ini dibuat sangat sederhana sekali,hanya membandingkan pos-pos pendapatan dan biaya-biaya.Untuk biaya penyusutan ternyata ternyata tidak dimasukkan kedalam komponen biaya dalam laporan laba/rugi sehingga perolehan laba terlihat besar.sebagai ilustrasi akan penulis sajikan contoh laporan laba rugi yang disusun oleh peternakan sumber usaha di Blitar.
29
Peternakan sumber usaha Laporan Laba Rugi Periode Bulan Juni-Agustus 2010 Pendapatan Pendapatan penjualan Rp.209.625.000,telur Rp. 8.050.000,Pendapatan penjualan ayam afkir Total Pendapatan Beban biaya Rp. 2.250.000,Biaya perawatan bibit Rp. 49.480.000,Biaya DOC sampai Rp. 85.462.500,produksi Rp. 7.500.000,Biaya masa puncak Rp. 600.000,Biaya tenaga kerja Rp. 750.000,Biaya listrik Biaya telpon Total beban Biaya Laba bersih Sumber : Perusahaan sumber usaha ( data diolah )
Rp.217.675.000,-
(Rp.146.042.500,-) Rp. 71.632.500,-
Apabila diperhatikan dari bentuk laporan yang sangat sederhana ini ternyata laba yang diperoleh cukup besar,hal ini disebabkan karena perusahaan tidak memasukkan biaya penyusutan yang terjadi serta tidak adanya pengenaan pajak dari laba yang di hasilkan. Laporan laba/rugi yang sesuai dengan SAK Laporan laba/rugi adalah suatu laporan yang menunjukkan pendapatanpendapatan dan beban-beban biaya dari suatu unit usaha untuk periode tertentu,selisih antara pendapatan dan biaya merupakan laba yang diperoleh atau rugi yang diderita oleh perusahaan. Jika melihat dari bentuk laporan laba/rugi yang telah disusun perusahaan belum sesuai dengan SAK yang berlaku karena cara penyusunanya masih sangat sederhana dan belum ada pembagian atau pengelompokkan atas biaya –biaya yang ada, serta tidak adanya perhitungan harga pokok produksi. Untuk harga pokok produksi perhitunganya sebagai berikut: Peternakan ayam sumber usaha Harga pokok produksi Periode bulan Juni-agustus 2010 Persediaan awal barang dalam proses (ayam broading) Rp. 15.472.500,Bahan baku : Persediaan awal bahan baku (ayam broading) Rp. 5.000.000,Pembelian bersih ayam starter Rp. 11.250.000,Bahan baku siap digunakan Rp. 16.250.000,Persediaan akhir ayam layer Rp.(15.000.000,-)Rp. 1.250.000,Tenaga kerja langsung Rp. 2.500.000,Biaya overhead pabrik Rp.146.042.500,Rp.165.265.000,Persediaan akir BDP(ayam grower) Rp. (1.282.500,-) Harga pokok produksi Rp.163.982.500,-
Jadi dari perhitungan di atas bisa diketahui harga pokok produksi untuk tiga bulan sebesar Rp.163.982.500,Dari penelitian yang telah dilakukan penulis maka telah diperoleh datadata keuangan yang bisa diproses menjadi laporan keuangan yang sesuai dengan
30
SAK ,adapun laporan keuangan yang penulis bisa sajikan yang telah disesuaikan penyusunanya dengan SAK adalah sebagai berikut : Peternakan ayam sumber usaha Laporan laba/rugi Periode bulan Juni-Agustus 2010 Pendapatan penjualan telur Harga pokok penjualan Persediaan awal barang jadi (ayam layer) Harga pokok produksi Persediaan akir barang jadi(ayam layer) Harga pokok penjualan Laba bruto Biaya Penjualan : Gaji bagian penjualan Upah pengangkutan Biaya penyusutan ternak ayam Biaya administrasi dan umum Gaji pegawai kantor Gaji bagian limbah Gaji bagian perawatan Gaji bagian pengadaan Gaji bagian pemasaran Gaji bagian produksi Biaya listrik Biaya perlengkapan Biaya lain-lain Total biaya produksi Laba Operasi Pendapatan lain-lain : Penjualan ayam afkir Penjualan sak Penjualan kotoran ternak Total pendapatan Laba bersih sebelum pajak
Rp.209.625.0 00,Rp. 14.472.500,Rp. 163.982.500,Rp. (28.487.500,-) Rp.(149.967.500,-) Rp. 59.657.500,Rp.2.700.000,Rp. 450.000,Rp. 3.217.812,- Rp.6.367.812,Rp.2.700.000,Rp. 450.000,Rp2.250.000,Rp. 600.000,Rp. 600.000,Rp. 600.000,Rp. 450.000,Rp. 200.000,Rp. 100.000,- Rp.7.950.000,Rp.(14.317.850) Rp.45 .339.650,Rp.8.050.000,Rp. 100.000,Rp. 100.000,Rp. 8.250.000,Rp.5 3.589.650,-
Sumber : Data diolah
Dari perhitungan laba/rugi di atas dapat dilihat laba yang diperoleh oleh perusahaan selama tiga bulan yaitu Rp.53.589.650,- Untuk laporan laba/rugi menurut penyusunan perusahaan sebesar Rp.71.632.500,- Sedangkan laporan laba/rugi menurut SAK diperoleh laba sebesar Rp.53.589.650,- Jadi selisihnya sebesar Rp.18.042.850,Perbedaan dari besarnya laba tersebut disebabkan karena beberapa hal diantaranya : Pencatatan di dalam perusahaan 1. Perusahaan tidak menggolongkan jenis pendapatan yaitu pendapatan utama dan pendapatan lain. 2. Perusahaan hanya membandingkan pos-pos pendapatan dan pos-pos biaya. 3. Tidak ada pengenaan pajak dari laba yang dihasilkan. 4. Perusahaan tidak mengelompokkan biaya berdasarkan jenisnya. 5. Tidak ada perhitungan harga pokok produksi.
Pencatatan menurut SAK 1. Antara pendapatan utama dengan pendapatan lain-lain dipisahkan. 2. Selain pos pendapatan dan pos biaya juga memasukkan biaya penyusutan ternak ayam dan menghitung harga pokok penjualan. 3. Adanya pengenaan pajak dari laba ayang dihasilkan. 4. Antara biaya operasi dan biaya administrasi dikelompokkan sendirisendiri. 5. Dilakukan perhitungan harga pokok produksi.
31
Jika perusahaan menerapkan prinsip SAK maka perhitungan laba yang dihasilkan lebih kecil dari laba yang sebelumnya,seperti yang telah disebutkan diatas. Laporan Neraca yang sesuai dengan SAK Dalam pernyataan SAK No.1 (53)2003,menyatakan bahwa perusahaan harus mengungkapkan di neraca atas di catatan dalam laporan keuangan,sub klasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang tepatsesuai dengan operasi perusahaan.Menurut kieso(1995) menyatakan bahwa neracamemberikan informasi mengenahi sifat dan jumlah investasi dalam sumber dayaperusahaan,kewajiban kepada kreditur perusahaan,dan ekuitas pemilik dalam sumberdaya bersih perusahaan.Sehubungan dengan hal tersebut penulis akan menguraikan bentuk dan bagian-bagian dari neraca sehingga aktiva bernyawa ternak ayam yang diakui oleh perusahaan sebagai aktiva tetap akan Nampak dalam neraca.Untuk pelaporan dari ternak ayam ini akan dicatat ke dalam neraca sebesar nilai buku dari aktiva bernyawa ternak ayam tersebut yaitu harga perolehan ternak ayam dikurangi penyusutan atas aktiva bernyawa ternak ayam.Untuk mencatatbesarnya nilai nominal dari ternak ayam diperoleh dari : a. Nilai nominal ayam broading yang sudah berproduksi, semisal diperkirakan harga jual dari ayam broadingyang sudah berproduksi diperkirakan harga jual dari ayam broading ini Rp 10.000,- / ekor maka nilai nominal dari ayam broading ini : Rp.10.000,- x 5.000 ekor = Rp.50.000.000,- b.Nilai nominal dari ayam grower yang sudah berproduksi bisa diperkirakan harga jualnyaRp.18.000,- x 5.000,- ekor = Rp.90.000.000,- c.Nilai nominal dari ayam layer yang memang sudah berproduksi diperkirakan Rp.25.000,-x5.000 ekor = Rp.125.000.000,- Jadi total dari nilai nominal ternak ayam yang dimiliki oleh perusahaan adalah : Rp.50.000.000,- + Rp.90.000.000,- + Rp.125.000.000,- = Rp.265.000.000,-, nilai nominal tersebut akan dicatat ke dalam neraca sebagai nilai keseluruhan dari ternak ayam yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk penyusutan atas aktiva bernyawa ternak ayam akan dilaporkan pada neraca sebagai pengurang dari nilai buku aktiva bernyawa ternak ayam. Untuk periode pelaporan dari neraca ini penulis akan melaporkan dalam satu tahun,agar lebih mudah dan efektif perhitunganya.Bentuk dari laporan keuangan neraca tersebut sebagai berikut:
32
Peternakan Ayam Sumber Usaha Neraca Per 31 Desember 2010 AKTIVA PASIVA Aktiva Lancar Kas Piutang Persediaan bahan baku ayam afkir Persediaan barang dalam proses Persediaan barang jadi Jumla aktiva lancar Aktiva Tetap Peralatan Ternak ayam Akm.Penyusutan Inventarisasi kantor Ak.Peny.inventaris kantor Kandang Akm.Peny.kandang Jumlah aktiva tetap Aktiva lain-lain Ayam masa pertumbuhan Total Aktiva
Hutang jangka pendek Hutang dagang Rp.xxx Hutang gaji Rp.xxx Jumlah hutang jangka pendek
Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx
Rp.xxx Rp.265.000.000,(Rp. 13.746.250,-) Rp.xxx (Rp.xxx) Rp.xxx (Rp.xxx) Rp.xxx
Rp.xxx
Hutang Jangka Penjang Hutang Bank Rp.xxx Jumlah hutang jangka panjang
Rp.xxx
Modal Modal Pemilik
Rp.xxx
Jumlah Hutang dan modal
Rp.xxx
Rp.xxx Rp.xxxxx
Total Pasiva
Rp.xxx
Sumbe : Data diolah
Dari bentuk perhitungan di atas kita bisa mengetahui besarnya harta, hutang dan modal yang dimiliki perusahaan. Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pembukuan yang dilakukan perusahaan selama ini belum benar,karena perusahaan hanya menyusun laporan Laba/rugi saja sehingga aktiva bernyawa ternak ayam dan aktiva tetap lainya tidak tersaji dalam neraca. 2. Penilaian yang telah dilakukan oleh perusahaan selama ini belum benar,karena selama ini perusahaan belum melakukan kapitalisasi biaya-biaya yang telah dikeluarkan mulai ayam DOC sampai siap untuk berproduksi dan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. 3. Laporan Laba/rugi yang disusun oleh perusahaan sangat sederhana sekali karena hanya membandingkan pos pendapatan dengan pos biaya sehingga laba yang dihasilkan sangat besar dari laba yang sesungguhnya. 4. Penyajian dalam laporan keuangan belum benar karena perusahaan selam ini tidak melakukan penyusutan terhadap aktiva tetap ternak ayam.sehingga biaya overhead menjadi terlalu kecil,selain itu perusahaan tidak menghitung besarnya pokok produksi dari aktiva tetap ternak ayam yang menyebabkan laba perusahaan menjadi besar dalam laporan Laba/rugi.
33
DAFTAR PUSTAKA Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting. Edisi Ketujuh.Yogyakarta: BPFE. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Standart Akuntansi Keuangan. Jakarta :Salemba Empat. Kieso,Weagandt. 1995. Akuntansi Intermediate. Jilid I. Edisi Tujuh Jakarta: Bina Rupa Akasara. Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta Salemba Empat. Nazir, Moh.1998. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia. Smith, Jay.M. 1996. Akuntansi Intermediate. Edisi Kedua. Yogyakarta:BPFE. Haryono, Yusuf. 1999. Dasar-dasar Akuntansi. Yogyakarta :YKPN.
Jilid Dua. Edisi Lima.
34
ANALISIS SWOT DALAM PENENTUAN STRATEGI BERSAING (Studi Pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember) Oleh: Whedy Prasetyo Amila Khusnita
Abstract Developments in Islamic banking continues to progress, but should not make heads encouraged Islamic banks, because many things that must be addressed in the self-Islamic banking. PT Bank BNI Syariah is a business unit of sharia (UUS) which has obtained the operating license of Bank Indonesia. UUS BNI is a common bank sharia (BUS) through a process of spin off. With the spin off of this process, PT. Bank BNI Syariah Branch Office Jember remedy requires a strategy to compete with other Islamic banks. So as to determine the strategy used, investigators used a SWOT analysis is to analyze the internal and external factors on PT. Bank BNI Syariah Branch Office Jember. This study aims to determine and analyze how a SWOT analysis in the determination of competitive strategy. The research was conducted at PT. Bank BNI Syariah Branch Office Jember. The results of this study the internal and eksternal factors in determining a strategy to compete in the PT. Bank BNI Syariah Branch Office of Jember. Strategies you can use one of them to determine strategies to compete in the PT. Bank BNI Syariah Branch Office Jember growth strategy that is stable, meaning in Islamic banking competition in the PT. Bank BNI Syariah Branch Office in particular Jember. Keywords: Competitive strategy, and SWOT analysis.
Pendahuluan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, mulai mengakomodir peraturan tentang bank syariah di dalamnya, dan diperkuat oleh UU Bank Indonesia Nomor 23 tahun 1999, barulah lahir bank syariah lain dan berkembang dengan pesat. Dimana telah diakuinya bank berdasarkan prinsip syariah untuk beroperasi di Indonesia, hal ini menandai lahirnya dual banking system di Indonesia yang berarti baik bank konvensional maupun bank syariah keduanya diakui dalam sistem perbankan di Indonesia. Pada Undang-Undang tesebut, ketentuan bank syariah baru diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan jenis-jenis prinsip syariah yang digunakan pada perbankan. Dengan lahirnya UU No. 21 tahun 2008
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unej Alumni Jurusan Akuntansi FE Unej
35
tentang Perbankan Syariah, perkembangan bank syariah ke depan akan mempunyai peluang usaha yang lebih besar di Indonesia. Sebagai gambaran laporan pada triwulan I 2009 jumlah bank syariah di Indonesia mencapai 31 Bank, terdiri dari 5 Bank Umum Syariah (BUS) dan 25 Unit Usaha Syariah (UUS) bank umum dan 133 BPRS. Perkembangan pada perbankan syariah terus mengalami kemajuan, namun hendaknya tidak membuat bank syariah berbesar kepala, sebab banyak hal yang harus dibenahi pada diri perbankan syariah. Misalnya, soal pemanfaatan teknologi yang masih terbilang minim, padahal kondisi tersebut merupakan hal kritis dalam hal pelayanan. Cukup kritis karena pada posisi lain pesaing dari bank konvensional sudah cukup lama memenuhi kebutuhan teknologi perbankan untuk memanjakan keinginan nasabahnya. Saat kondisi teknologi masih minim diikuti pula SDM yang belum bisa setara dengan SDM bank konvensional, padahal hal tersebut juga merupakan hal penting dalam industri perbankan nasional (Prasetyo dan Sugiono, 2009). Saat ini Bank Indonesia berencana akan melakukan penurunan pada pendirian bank syariah dengan modal minimum melalui pelepasan (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS). Aturan yang berarti merevisi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/3/2009 tentang Bank Umum Syariah yang menyebutkan modal minimum pendirian BUS sebesar Rp. 1 triliun. Ini berarti pendirian Bank Umum Syariah dapat melalui spin off unit usaha syariah maupun Bank Umum Syariah yang masih benar-benar baru. Namun Bank Umum Syariah yang masih benarbenar baru ini akan mendapatkan modal minimum yang tidak berubah, yakni Rp. 1 triliun. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah termotivasi untuk melakukan spin off. Dengan menjadi BUS, manajemen menjadi lebih fokus sehingga pertumbuhan bisa lebih cepat (Kompas, 9 Februari 2009). Dengan dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2008, pada 16 Juli 2008 yang merupakan penyempurnaan terhadap UU No. 10 Tahun 1998 memberikan dukungan bagi pengembangan perbankan syariah. Perubahan UU tersebut didukung dengan penyempurnaan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 Jo No. 23 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, yang mewajibkan Bank Indonesia untuk mengembangkan instrumen pasar antarbank dengan menggunakan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat IMA dan Sertifikat Wadiah, dan dukungan pelaksanaan Dual Banking System memberikan peluang bagi bank konvensional untuk memberikan pelayanan jasa perbankan dengan prinsip syariah. Dengan adanya dukungan tersebut, sejumlah bank syariah pun terpacu untuk tumbuh, dengan mendasarkan pada PBI No. 11/3/2009 sebagai stimulus untuk tumbuhnya kinerja bank syariah. Kinerja ini semakin nyata ketika mendasarkan pada laporan Bank Indonesia (BI), sampai dengan Desember 2010, aset perbankan syariah mencapai Rp. 97,52 triliun dibandingkan Desember 2009 sebesar Rp. 68,58 triliun dan Desember 2008 sebesar Rp. 51,33 triliun, jumlah yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 47 % (persen) dan diperkirakan aset tersebut pada tahun 2011 akan tumbuh 45 % (persen), perkiraaan yang mendasarkan pada pangsa pasarnya dalam pengumpulan dan penyaluran dana yang sampai awal Bulan Februari 2011 mencapai 3,28 % (persen). Selanjutnya data sampai dengan Desember 2010 menunjukkan total Dana Pihak Ketiga (DPK) 36
mencapai Rp 76,036 triliun dibandingkan Desember 2009 sebesar Rp. 53,60 triliun dan Desember 2008 sebesar Rp.37,82 triliun (Prasetyo dan Sugiono,2009). Penunjukkan data laporan di atas memberikan bukti bahwa perbankan syariah sudah mulai menunjukkan peranannya di sektor keuangan Indonesia pada umumnya, dan perkembangan ekonomi nasional. Kondisi yang mampu memberikan peran bagi perbankan syariah di dalam perkembangan perekonomian, namun ada beberapa tantangan yang masih harus dibenahi pada diri perbankan syariah. Tantangan pertama di dalam pengembangan adalah mampukah perbankan syariah dengan adanya strategi spin off memerankan fungsi intermediasi secara baik sehingga segera dapat menggerakkan sektor riil? Tantangan kedua adalah mampukah perbankan syariah dengan strategi spin off berkembang di lingkungan mayoritas muslim, serta menjadi contoh sukses bagi negara la in dalam mengembangkan perbankan syariah? Tantangan ketiga, di masa depan perbankan syariah harus mampu menjadi rahmatan lil alamin, artinya ia tidak hanya bermanfaat bagi kaum muslim tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Jumlah penduduk muslim sebagai kekuatan utama belum menjamin mereka menggunakan jasa perbankan syariah. Catatan dan fenomena tersebut juga tergambar di beberapa wilayah Indonesia yang merupakan wilayah dengan penduduk muslim yang banyak (mayoritas). Peluang dan tantangan pengembangan perbankan syariah juga muncul dengan mulai beroperasinya beberapa bank syariah seperti Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank Niaga Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Permata Syariah, BII Syariah, Bank BTN Syariah, Bank Rakyat Indonsia (BRI) Syariah, Bank Bukopin Syariah, serta Bank Syariah Mega Indonesia(BSMI). Memanfaatkan peluang yang ada, adanya tantangan belum dapat dijawab dengan pasti, serta berbagai ancaman yang belum bisa teratasi membuat perkembangan perbankan syariah perlu diupayakan terus dengan mencoba dan menemukan berbagai macam strategi yang sesuai. PT Bank BNI Syariah adalah salah satu unit usaha syariah (UUS) yang telah memperoleh izin operasional dari Bank Indonesia. UUS BNI yang menjadi bank umum syariah (BUS) melalui proses spin off dan melakukan lounching pada tanggal 19 Juni 2010. Setelah menjadi BUS. BNI Syariah telah menargetkan aset di akhir 2010 sebesar Rp 5,9 triliun, pembiayaan Rp 4,9 triliun, dan dana pihak ketiga Rp 5,2 triliun. Selanjutnya untuk fokus bisnis pun BNI masih akan tetap ke ritel dan konsumer. Pada Februari 2010, PT. Bank BNI Syariah telah mendapat izin prinsip dari BI dan persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM pada 25 Maret 2010. BUS BNI akan memiliki modal Rp 1 triliun dengan porsi Rp 999 miliar atau 99,9 persen dari bank induknya, yaitu BNI. Didasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini memfokuskan pada “Analisis SWOT dalam Penentuan Strategi Bersaing (Pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember)”. Perumusan Masalah Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis SWOT dalam penentuan strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember?
37
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisis SWOT dalam penentuan strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Pengertian Bank Syariah Muhamad (2002), mengatakan bahwa yang disebut dengan bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Quran dan Hadist atau dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistemtersebut didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untukusaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media yang tidak islami, dan sebagainya) dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Lebih lanjut menurut Ascarya (2005:1), bahwa bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Prinsip Syariah Menurut Triyuwono (2000a), bahwa prinsip syariah atas kandungan AlQuran merupakan pendasaran untuk pengembangan ekonomi syariah, sehingga memerlukan konsekuensi untuk selalu memperhatikan syariatsyariat Islam yang berlaku. Lebih lanjut Triyuwono (2000b) menjelaskan prinsip syariah pada organisasi bisnis akan dapat mengembangkan kemakmuran semua umat apabila manajemen bisnis selalu mendasarkan pada prinsip-prinsip dasar Al-Quran dan Hadist. Beberapa prinsip atau hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain: 1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. 2. Islam tidak memperbolehkan ”menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena memiliki nilai intrinsik. 3. Unsur Gharar (ketidakpastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. 38
4. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah. Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia Ascarya (2005:68) menjelaskan bahwa seecara kelembagaan, bank syariah di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga kolompok, yaitu Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) 1. Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. BUS merupakan badan usaha yang setara dengan bank umum konvensional dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau non devisa. 2. Unit Usaha Syariah Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagi kantor induk dari cabang syariah dan atau pembantu syariah. UUS bukan merupakan badan hukum tersendiri, tetapi merupakan unit dari suatu bank konvensional. Dalam struktuk organisasi, UUS berada satu tingkat di bawah direksi bank umum konvensional yang bersangkutan UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank nonbank. 3. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS merupakan badan usaha yang setara dengan bank perkreditan rakyat konvensional dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi. Produk Bank Syariah Beberapa Produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: 1. Jasa untuk peminjam dana Mudhorobah adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yangdiraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Risiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau jointventure. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan. Murobahah yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin 39
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad awal dan besarnya angsuran sama dengan harga pokok ditambah margin yang disepakati. 2. Jasa untuk penyimpanan dana Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadi‟ah bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan untuk memberikan bonus kepada nasabah. Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana dalam kurun waktu tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu (Muhamad. 2008). Dalam Undang-Undang Nomor 21 Pasal 1 ayat 12 disebutkan prinsip syariah, adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Tujuan Bank Syariah Setelah di dalam perjalanan sejarah bank-bank yang telah ada (bank konvensional) dirasakan mengalami kegagalan menjalankan fungsi utamanya menjembatani antara pemilik modal atau kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, maka dibentuklah bank-bank islam dengan tujuan-tujuan sebagai berikut (Muhamad. 2008): 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), di mana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat. 2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan dana (orang miskin). 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha). 4. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan prigram utama dari negara-negara yang berkembang. Upaya bank Islam di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. 40
5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah. Dengan aktivitasaktivitas Bank Islam yang diharapkan mampu menghindarkan inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya bank dan menanggulangi kemandirian lembaga keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter dari dalam maupun luar negeri. 6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-Islam (konvensional) yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perkonomiannya. Tahapan Penyusunan Matriks SWOT Untuk mewujudkan matriks SWOT tersebut diperlukan pelaksanaan tahapan berikut ini (David, 1995:200-2; Have dkk., 2003: 185-9; Weihrich, 1982: 60 1; Wheelen & Hunger, 2004: 173-6): Pertama, manajemen sendiri maupun bersama konsultan melakukan identifikasi dan inventori terhadap kekuatan dan kelemahan yang sekarang dimiliki oleh perusahaan (unit usaha strategis), dengan menggunakan salah satu pendekatan yang lazim digunakan dalam MS: manajemen fungsional, rantai nilai, kompetensi inti, 7S atau yang lain. Di samping itu manajemen juga perlu melakukan perbandingan dengan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh pesaing. Dalam praktik, tidak terkecuali di Indonesia, terdapat kecenderungan menghasilkan daftar yang begitu panjang.Sedapat mungkin kecenderungan ini dihindari. Diusahakan hendaknya hanya berisi daftar yang cukup ringkas, antara 3 sampai dengan 10 indikator saja. Semakin banyak indikator yang ditemukan bisa ditafsirkan sebagai tanda bahwa manajemen tidak mengerti dan sekalipun tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang perusahaan yang dipimpinnya. Kedua, manajemen mendeteksi lingkungan bisnis makro dan mikro ( industri dan pesaing ) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, kini dan masa yang akan datang. Manajemen dipersilahkan menggunakan bantuan salah satu atau kombinasi berbagai teknik yang biasa digunakan dalam MS, sejak analisis PEST, lima kekuatan bersaing (five competitive forces) Poter, sampai pada konstruksi skenario. Diharapkan manajemen mampu mengahasilkan daftar peluang dan ancaman bisnis yang tersedia dan ancaman bisnis yang menghadang. Tidak berbeda dengan langkah pertama, diharapkan manajemen tidak menghasilkan daftar panjang, (long list) yang tidak fokus. Ketiga, manajemen mencoba merumuskan pilihan strategi yang mungkin dapat diimplementasikan dengan cara melakukan refleksi atas berbagai kemungkinan kombinasi dari indicator kekuatan (S), kelemahan (W), peluang (O), dan ancaman (T) yang telah ditemukan pada dua langkah sebelumnya. Tersedia empat macam strategi, yakni: SO (maksi-maksi), WO (mini-maksi), ST (maksi-mini), dan WT (mini-mini). Pada tahapan ini juga terdapat kecenderungan untuk sebanyak mungkin menemukan rumusan strategi, yang jika dicermati lebih dalam biasanya justru berisi strategi yang tidak memiliki kemungkinan untuk diterapkan. Manajemen sedari mula hendaknya menyadari kecenderungan tersebut dan oleh karena itu harus dihindari. Jika berhasil dirumuskan dengan pas, manajemen dapat mengimplementasikan keempat jenis strategi tersebut secara simultan, tidak hanya memilih salah satu. Dalam praktiknya, mungkin perlu penetuan skala prioritas. 41
Strategi SO dirumuskan dengan pertimbangan bahwa manajemen hendak memanfaatkan kekuatan perusahaan dan keunggulan bersaing yang dimiliki untuk mengeksploitasi peluang bisnis yang tersedia. Strategi ini bersifat agresif, memacu pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu strategi ini juga disebut maksi-maksi karena manajemen mencoba menggunakan apa yang serba positif (maksimal) yang kini dimiliki. Manajemen tentu saja menyukai jika memiliki kesempatan untuk mengimplementasikan strategi ini karena perusahaan sedang sehat dan di saat yang sama tersedia peluang bisnis yang menjanjikan. Strategi WO diperoleh ketika manajemen mencoba memanfaatkan peluang bisnis yang tersedia untuk mengurangi bahkan mengeliminasi kelemahan perusahaan yang ada. Strategi ini disebut mini-maksi karena yang maksimal hanya satu variabel, yakni peluang; sedangkan satu variable lainnya dinilai sebagai sesuatu yang minimal karena hanya berupa kelemahan. Strategi ini tidak seagresif yang disebut pertama, karena manajemen tidak sepenuhnya dapat memanfaatkan peluang bisnis yang tersedia. Sehingga lebih berkonsentrasi untuk menyehatkan perusahaan dengan cara mengeliminir kelemahan yang dimiliki atau outsourcing. Jika terpaksa manajemen dapat membiarkan peluang bisnis yang tersedia untuk diambil oleh perusahaan pesaingnya. Strategi ST serupa dengan strategi WO karena variabel yang ada tidak maksimal. Strategi ST lahir dari analisis manajemen yang hendak menggunakan kekuatan dan keunggulan yang dimiliki untuk menghindari efek negatif dari ancaman bisnis yang dihadapi. Strategi ini disebut maksi-mini karena hanya memiliki satu variable maksimal, yakni kekuatan. Variabel yang lain bersifat minimal, yakni ancaman bisnis. Perusahaan memiliki keunggulan akan tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara maksimal karena yang tersedia hanya ancaman bisnis. Ancaman bisnis tersebut dapat menjadi sebab ketidaksehatan perusahaan jika manajemen jika manajemen keliru dalam mengantisipasinya. Strategi WT pada dasarnya lebih merupakan strategi bertahan yakni strategi bisnis yang masih mungkin ditemukan dan dipilih dengan meminimalisasi kelemahan dan menghindari ancaman bisnis. Karena sifatnya yang pasif dan tidak kedua variabel yang ada bersifat minimal, strategi WT disebut juga strategi minimini. Manajemen tentu saja tidak hendak meletakkan strategi ini pada pilihan pertama. Strategi ini hanya amat sedikit memberikan ruang gerak bagi manajemen. Perusahaan telah sampai pada soal mati atau hidup (survival), bahkan mungkin harus memilih untuk melakukan likuidasi. Sekalipun demikian, masih tersedia pilihan lain, misalnya merjer dengan perusahaan lain atau mengurangi skala operasi secara besar-besaran (Muhammad, 2008a: 16-19). Selanjutnya Muhammad (2008a: 25), menjelaskan bahwa SWOT tidak berlebihan jika dikatakan sebagai alat analisis yang paling sering digunakan dalam membantu mendesain rancang bangun strategi di Indonesia. Di belahan dunia yang lain posisi terpopuler tersebut juga masih dimiliki, sekalipun di sisi lain kritik keras terhadapnya juga sering dan masih terus dilontarkan. Dengan segala variasi yang dimiliki, kesemua model analisis SWOT memiliki karakter sederhana, tidak rumit dalam penerapannya. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif kualitatif, dimana sebagian data kualitatif yang akan diperoleh akan diangkakan sekedar untuk 42
mempermudah penggabungan dua atau lebih data variabel kemudian setelah didapat hasil akhir akan dikualitatifkan kembali. Dalam penelitian ini perangkat analisis data yang akan digunakan adalah dengan menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats), terutama untuk mengetahui strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Analisis SWOT mendasarkan pada landasan teori, penelitian ini untuk penentuan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember dirumuskan sebagai berikut: Peluang, yaitu situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang. Identifikasi segmen pasar yang tadinya terabaikan, perubahan pada situasi persaingan atau peraturan, perubahan teknologi, serta membaiknya hubungan dengan pembeli atau pemasok dapat memberikan peluang bagi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Ancaman, yaitu situasi penting yang tidak menguntungkan dalam organisasi. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Dengan adanya persaingan, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya kekuatan tawar menawar, perubahan teknologi, serta peraturan baru atau yang direvisi dapat menjadi ancaman bagi keberhasilan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Kekuatan, yaitu sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau yang ingin dilayani oleh perusahaan. Kekuatan adalah kompetensi khusus (distinctive competence) yang memberikan keunggulan komparatif bagi PT. Bank BNI Syariah kantor Cabang Syariah Jember. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, dan faktor-faktor lain. Kelemahan, yaitu faktor keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan. Fasilitas, sumber daya keuangan, kapabilitas manajemen, keterampilan pemasaran, dan citra merek dapat merupakan sumber kelemahan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Hasil Penelitian Faktor Internal dan Faktor Eksternal Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mulai dari mengetahui undangundang perbankan syariah (Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008), melihat gambaran umum PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember, serta melihat visi dan misi PT BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember sampai melihat dan mengetahui kondisi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember terkini, strategi yang telah ditempuh dan kinerja yang telah dicapai dapat diketahui beberapa faktor internal dan eksternal pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Beberapa faktor internal dan eksternal yang penting (IFAS dan EFAS) dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1) Faktor Internal (IFAS) a. Kekuatan (Strengths) 1. Tata Kelola dan perilaku atau budaya Bank Syariah yang baik, dimana perbankan adalah bisnis di bidang jasa yaitu pelayanan jasa tersebut harus 43
sesuai dengan apa yang diamanahkan dari nasabah pemilik dana maupun nasabah yang membutuhkan dana yang di wujudkan dengan prinsip Good Coorporate Governance dan Code of Conduct yakni perilaku atau budaya kerja perusahaan yang baik. 2. Iklim Investasi Positif dan semangat kerja tinggi, Iklim Investasi yang dihimpun oleh PT. Bank BNI Syariah Kantor Caban Syariah Jember menunjukkan positif dilihat dari perkembangan dari tahun ke tahun, dimana rata-rata tumbuh >50% per tahun jauh diatas rata-rata pertumbuhan Bank Konvensional yang sekitar ± 12 s/d 15% per tahun, hal ini juga didukung dengan semangat kerja yang tinggi sebagai wahana untuk berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah
3. Fund Deposit Ratio (FDR) Normal, daya dukung investasi yang baik sehingga dapat mencapai FDR di ambang normal yaitu 90% - 110%. 4. Kontribusi Positif terhadap masyarakat dan kelestarian Lingkungan, dimana PT. Bank BNI Syariah memiliki dua program yaitu Go Green (Kelestarian Lingkungan) dan Corporate Social Responsibility. 5. Membantu pengusaha-pengusaha di Wilayah Jember, yakni di dalam sektor riil PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember membantu pengusahapengusaha cukup sharenya terhadap pertumbuhan sektor riil untuk meningkatkan dan pengembangan perekonomian di Wilayah Jember. b. Kelemahan (Weaknesses) 1. Tenaga ahli yang terbatas, dimana SDM (Sumber Daya Manusia) atau tenaga ahli di bidang perbankan syariah pada PT. BNI Syariah masih memerlukan pelatihan tambahan dari internal BNI Syariah untuk mencetak tenaga yang kompeten. 2. Kurangnya sarana pendukung, beberapa sarana penting yang masih sering meninggalkan kesan dan keluhan bagi setiap nasabah yang bertransaksi seperti keberadaan halaman parkir yang luas dan memadai. 3. Kurangnya aturan pendukung, kurangnya peraturan tentang perbankan syariah yang mendukung setiap kegiatan operasional maupun pemasaran produk dan jasa yang dimiliki. 4. Promosi atau pengenalan door to door, untuk meningkatkan sosialisasi berkaitan dengan pengenalan pada produk dan jasa yang ditawarkan kepada nasabah, PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jember menggunakan solusi dengan cara pengenalan produk dan jasa tersebut masih dengan cara door to door. Dengan cara ini memungkinkan tenaga pemasaran yang dibutuhkan banyak, sehingga cara ini masih kurang efisien dan efektif. 5. Teknologi yang masih terbatas, aspek teknologi yang kurang kompetitif menjadikan kendala tersendiri dalam hal pelayanan kepada nasabah. 2). Faktor Eksternal (EFAS) a. Peluang (Opportunities) 1. Mayoritas masyarakat muslim, yakni jumlah penduduk yang mayoritas beragama Islam merupakan calon nasabah emosional yang seharusnya memberikan kontribusi yang cukup pada kinerja PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. 2. Melakukan kerjasama dalam menciptakan suatu peluang untuk mewujudkan dukungan atas perkembangan investasi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. 44
3. Potensi Masyarakat yang tinggi, potensi masyarakat Jember yang cukup tinggi baik dilihat dari tingkat mobilitas ekonomi dan perdagangan. 4. Fatwa MUI, adanya fatwa MUI tentang riba yang secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir pelaku perbankan yang emosional yang tidak semua orang memperhitungkan bunga dan sesungguhnya rata-rata bagi hasil lebih tinggi daripada bunga Bank Konvensional. Sehingga pola pikir tersebut mendorong calon nasabah nantinya mempercayakan pengelolaan dananya pada Bank syariah, khususnya pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. 5. Pembukaan KCPS, yaitu adanya peluang pembukaan KCPS (Kantor Cabang Pembantu Syariah) memberikan peluang tersendiri terhadap pengembangan PT. Bank BNI Syariah. b. Ancaman ( Threats ) 1. Total share perbankan, dimana bagi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember dengan perbankan syariah lainnya bukan merupakan pesaing melainkan teman sejawat, sehingga berkiprah seiring sejalan untuk bekerja giat menaikkan share yang hingga saat ini masih dibawah 5% dibanding total share perbankan konvensional. 2. Kurang pemahaman tentang perbankan syariah, kurang adanya pemahaman masyarakat Jember tentang produk, system dan mekanisme perbankan syariah, Hal ini akan mempengaruhikecepatan pengembangan PT. Bank BNI Syariah khususnya pada Kantor Cabang Syariah Jember. 3. Kesan sulit dan rumit pada bank syariah, adanya anggapan bahwa berhubungan dengan bank syariah lebih rumit disbanding dengan bank konvensional. 4. Kesan Sosial pada bank syariah. Adanya kesan bahwa perbankan syariah adalah lembaga sosial saja sehingga aspek-aspek bisnis di nomor duakan. 5. Kurang dukungan dari masyarakat, sebagian masyarakat Jember masih menganggap perbankan syariah adalah perbankan kaum muslim. Faktor-faktor kekuatan (strengths) mempunyai nilai skor 1,80 sedangkan faktor faktor kelemahan (weaknesses) mempunyai nilai skor 0,60. Berarti PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan faktor kelemahan dalam menentukan strategi bersaingnya. Selanjutnya untuk faktor-faktor peluang (opportunities) mempunyai skor 1,90 dan faktor-faktor ancaman (Threats) mempunyai nilai skor 0,85, ini berati dalam upaya menentukan strategi bersaingnya PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember mempunyai peluang yang cukup besar dibandingkan ancaman yang akan timbul. Dari hasil susunan faktor-faktor internal dan eksternal di atas, menghasilkan rangkaian skor sebagai berikut : 1. Kekuatan (Strenghts/S) = 1,80 2. Kelemahan (Weaknesses/W) = 0,60 3. Peluang (Opportunities/O) = 1,90 4. Ancaman (Threats/T) = 0,85 Dari rangkaian nilai skor tersebut, dapat disusun suatu tabel Rekap Skor IFAS dan EFAS sebagai berikut:
45
Tabel 1: Tabel Rekap Skor IFAS dan EFAS: Skor Internal Skor Eksternal Pilihan Strategi S > W (+)
O > T (+)
1,80 > 0,60 (+)
1,90 > 0,85 (+)
S < W (-)
O < T (-)
SURVIVAL
S > W (+)
O < T (-)
DIVERSIFICATION
S > W (-)
O > T (+)
STABILITY
GROWTH
Dari tabel di atas dihasilkan faktor internal dan eksternal yang positif, berarti bahwa kekuatan PT. Bank BNI Syariah relatif lebih unggul dibandingkan dengan kelemahannya, sedangkan lingkungan yang saat ini dihadapi lebih besar daripada ancamannya. Oleh karena itu PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember memiliki kemampuan untuk merubah potensi menjadi suatu prestasi dan kinerja yang lebih baik. Sehingga arah kebijakan yang tepat untuk dilaksanakan adalah dengan meningkatkan dan memperbesar peranan PT. Bank BNI Syariah khususnya pada Kantor Cabang Syariah Jember dalam berbagai kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sekaligus untuk memperluas peran serta memanfaatkan berbagai peluang. Arah kebijakan tersebut merupakan dasar dari kebijakan dalam kondisi growth strategy dengan pelaksanaan melalui stable growth strategy, artinya dalam pengembangannya PT. Bank BNI Syariah khususnya Kantor Cabang Syariah Jember dapat menggunakan strategi pertumbuhan peran namun dilakukan secara bertahap sesuai skala prioritas. Dan strategi tersebut didukung dengan adanya alternatif dan peluang untuk menarik nasabah yang lebih banyak dengan melakukan pengembangan produk dan layanan syariah untuk memuaskan nasabahnya. Aspek yang perlu dilakukan untuk pengembangan produk maupun layanan tersebut PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember yaitu dengan bagi hasil yang dijanjikan, menjaga reputasi yang baik, melayani jasa ATM, jaringan kantor cabang, layanan pelanggan, kejelasan produk, dukungan IT (mbanking, internet banking,dll), serta promosi yang dilakukan dan nilai rekomendasi. Simpulan Hasil penelitian atas penentuan strategi bersaing melalui analisis SWOT dengan melakukan analisis faktor internal dan faktor eksternal pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember, yaitu Faktor internal dalam menentukan strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember terdiri dari kekuatan; atas tata kelola dan perilaku atau budaya Bank Syariah yang baik, iklim investasi positif dan semangat kerja tinggi, FDR normal, kontribusi positif terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan, membantu pengusaha pengusaha di Wilayah Jember. Selanjutnya kelemahan meliputi; tenaga ahli yang terbatas, kurangnya sarana pendukung, kurangnya aturan pendukung, promosi atau pengenalan door to door dan teknologi yang masih terbatas.
46
Faktor ekternal dalam menentukan strategi bersaing pada PT.Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember terdiri dari peluang atas mayoritas masyarakat muslim, melakukan kerja sama, potensi masyarakat yang tinggi, fatwa MUI dan pembukaan KCPS. Selanjutnya dalam penentuan strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Syariah Jember terdiri dari ancaman meliputi : Total share perbankan, kurang pemahaman tentang perbankan syariah, kesan sulit dan rumit pada bank syariah, kesan sosial pada bank syariah dan kurang dukungan dari masyarakat. Strategi yang dapat digunakan salah satunya untuk menentukan strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Jember yaitu stable growth strategy, artinya dalam persaingan di perbankan syariah PT. Bank BNI Syariah khususnya Kantor Cabang Syariah Jember menggunakan strategi pertumbuhan peran namun dilakukan secara bertahap sesuai dengan skala prioritas.
DAFTAR PUSTAKA Ascarya, Yumanita Diana. 2005. Bank Syariah: Gambaran Umum Seri Kebanksentralan. Jakarta: Gempitan Indonesia. David, Fred R. 2009. Strategic Management (Manajemen Strategis Konsep). Penerbit: Salemba Empat. Jakarta. Muhamad. 2002. Manajemen Bank Syariah. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Muhamad. 2008. Bank Syari’ah: Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman. Cetakan Kedua. Penerbit EKONISIA Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. Muhammad, Suwarsono. 2008a. Matriks & Skenario dalam Strategi. Cetakan Pertama. Penerbit Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. Prasetyo, Whedy dan K. Sugiono. 2009. Analisis Pelaksanaan Stable Growth Strategy Melalui Strategi SWOT Dalam Pengembangan Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal Akuntabilitas. Tahun 02, Nomor 2, Agustus. hal. 44-68. Triyuwono, Iwan. 2000a. Akuntansi Syari’ah: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora Amanah. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang: Seminar Nasional Akuntansi Syari‟ah. Triyuwono, Iwan. 2000b. Organisasi Dan Akuntansi Syari’ah. Cetakan Pertama. Penerbit LkiS. Yogyakarta. Wheelen, T.L and J.D. Hunger. 2004. Strategic Managenent and Business Policy. Ninth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey 47
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI WANITA TANI DI SEKTOR PERTANIAN (Studi Kasus di Desa Purwokerto Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar) Oleh: Tri Kurniastuti Abstract In society, because of economic demand a woman could be the housewife and the laborer or breadwinner for herself or their family. Therefor, the position of a woman in family and society was important for increasing the participation. If the participation in farming sector was developed as continuous it would increased the farmer income in rural. Many factors could influences the women partisipation in farming, e.g, age, total of family and eduction. The factors could be influence of activity the farmer women participation in farming sector. Keywords: Women farming, and time participation Pendahuluan Manusia merupakan sumberdaya yang tidak dapat diabaikan menyatakan prikemanusiyaan yang berorientasi pada keahliaan belaka. Tindakan berupa mengajak mendorong wanita di pedesaan untuk berpatisipasi dalam pembangunan merupakan suatu tindakan yang efisien. Bahkan tanpa mengikut sertakan wanita dalam, pembangunan akan memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap lajunya pertumbuhan perekonomian kita. Menurut Priyo (1992), dalam skiprsi Budi Wibowo (2000) usaha peningkatan kwalitas penduduk dilakukan dalam tiga jalan strategi yaitu: 1). Usaha perbaikan gizi dan kesehatan keluarga, 2). Peningkatan pendidikan dalam arti yang sangat luas, 3). Peningkatan partisipasi penduduk dalam pekerjaan (labourparticipation ratio) dalam perhitungan ketergantungan penduduk non produktif dengan penduduk yang produktif ( dependence ratio). Dari ketiga faktor yang paling penting adalah usaha untuk peningkatan partisipasi penduduk dalam pekerjaan dan penurunan tinggkat ketergantugan dalam masyarakat pedesaan. Dengan demikian posisi wanita dalam berkeluarga dan masyarakat sangat penting untuk peningkatan partisipasiya. Di mana kita ketahui bahwa sebagai besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah pedesaan dan bekerja dalam sektor primer, hal itu dapat di tunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau dari produk pertanian yang berasal dari pertanian. Sektor petanian menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar apabila tenaga kerja perempuan, dimana perempuan memiliki partisipasi yang vital dalam perekonomian rumah tangga petani. Oleh karena itu diperlukan berbagai usaha agar petani tetap mampu berusaha di bidang pertanian. Artinya tingkat
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar
44
kesejahteraan dalam produktivitas petani kesektor lain (industri) untuk mendapatkan hidup yang layak ( R. Renata Simatupang, 2000 ). Sektor pertanian di Indonesia mempuyai partisipasi yang sangat strategis dalam perkembangan pembangunan yaitu sebagai sumber kehidupan dan pendapatan pertanian dalam keluarga, penghasil pangan, bahan baku industri yang juga sebagai peyedia lapangan kerja serta salah satu unsur pelestari hidup. Sektor pertanian apabila dikembangkan secara terus menerus dipedesaan akan membawa dampak yang luas terhadap persoalan-persoalan ketenagakerjaan terutama tenaga kerja perempuan karena persoalan tenaga kerja merupakan masalah yang vital dalam pembangunan. Untuk menunjang sumberdaya dan peningkatan kwalitas serta produktivitas dalam sektor pertanian diperlukan suatu progam Intensifitas yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan-pendapatan petani. Sebab dengan perluasan lahan maka tingkat kesempatan kerja dan perbaikan kwalitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dan gejala terjadinya penganguran tidak terlalu banyak. Dengan masuknya teknologi pertanian baru selain sebagai upaya untuk menginsentifikasikan hasil pertanian akan berakibat buruk bagi posisi perempuan ke pingiran dalam memperebutkan kesempatan tenaga kerja. Dengan makin luasnya kegiatan teknologi modern dengan segala nilai yang melekat berpengaruh langsung terhadap perubahan struktur gender dalam masyarakat desa yang agraris tradisional ( Abdullah, Malo,Clauss,1995). Analisa perekonomian rumah tangga tani dalam konteks pemikiran yang memfokuskan bagaimana memperkirakan dan membandingkan nilai pekerjaan petani baik pada tingkat induvidu maupun pada tingkat petani adalah bagaimana untuk menelaah masyarakat di pedesaan. Hal ini tentunya dapat membantu dapat membantu untuk lebih mengerti kedudukan wanita di pedesaan dalam perekonomian khususnya dengan menghitungkan membangdingkan pada ketersediaan tenaga kerja pria dalam berbagai aktivitas serta pekerjaan untuk mencari nafkah yang langsung menghasilkan (income). Wanita dalam kehidupan bermasyarakat disamping sebagai ibu rumah tangga juga sebagai tenaga kerja pencari nafkah baik untuk dirinya maupun juga untuk keluarganya. Posisi ganda tersebut di sebabkan oleh banyaknya tuntutan ekonomi dan upaya mandiri untuk meningkatkan sumberdaya manusia dan akhirakhir ini semakin dihargai oleh masyarakat. Perkembangan tersebut mendorong wanita yang selama ini terkadang oleh suatu tradisi yang menyudutkan mereka ke arah partisipasi pembangunan nasional. Berdasarkan kenyataan, tinggkat pendapatan petani berlahan sempit maupun buruh tani yang masih relatif rendah, menyebabkan para ibu rumah tangga ikut mencari nafkah untuk tambahan penghasilan suami untuk mencapai pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Hal ini wanita ikut serta dalam kegiatan perekonomian masyarakat pedesaan terutama dalam usaha peningkatan pendapatan rumah tangga. Partisipasi wanita untuk keperluan kehidupan rumah tangga di perinci: 1. Partisipasi wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah 2. Partisipasi wanita sebagai kedudukan pengambil keputusan 3. Partisipasi wanita pada kedudukan beragam lembaga atau organiasasi sosial ekonomi kebudayaan dan politik yang ada disamping atau di desa.
45
Permasalahan Berdasarkan uraian diatas maka dipandang perlu diadakan beberapa pengajian yaitu: 1. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh wanita tani di sektor pertanian. 2. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi partisipasi wanita tani disektor pertanian. Tujuan Bertolak dari permasalahan yang ada maka tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini dapat di formulasikan sebagai berikut: 1. Untuk mendiskripsikan kegiatan yang dilakukan oleh wanita tani disektor pertanian. 2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani disektor pertanian. Batasan istilah: Partisipasi wanita tani diartikan sebagai seberapa besar waktu (jam/hari) yang dicurahkan wanita tani di sektor pertanian. Metode Penelitian Metode Penentuan Daerah Penelitian dilakukan di Desa Purwokerto Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Penetuan daerah ini dilakukan secara sengaja (purposive). Berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Purwokerto masyarakatnya bekerja pada sektor pertanian khususnya para kaum wanitanya. Metode Pengambilan Sampel Adapun sampel dalam penelitian ini diambil 10% dari jumlah populasi pekerja wanita tani di Desa Purwokerto. Dalam penelitian ini pengambilan sempel menggunakan cara acak (random sampling), dimana setiap pekerja wanita tani yang melakukan pekerjaan dalam sektor pertanian diberi kesempatan yang sama untuk menjadi sempel. Dan pengambilan sempel dilakukan pada pekerja wanita tani yang berumur 20 – 63 tahun. Metode Analisa Data Metode yang pertama yang digunakan penulis adalah analisa deskriptif. Analisa deskriptif digunakan untuk memperjelas bila terdapat data data yang kualitatif, analisa ini bersifat presentase. Analisa statistik digunakan untuk menguji hipotesa dari data yang terkumpul dengan maksud untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani digunakan analisa regresi liniear berganda. Analisa statistik regresi liniear berganda mengunakan model: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Keterangan : Y = Partisipasi wanita tani X1 = Umur petani X2 = Jumlah anggota keluarga X3 = Pendidikan wanita tani
b1 , b2 , b3 a
= Koefesien regresi dari X = Konstanta 46
Metode yang kedua adalah pengujian statistik berupa uji hipotesis untuk membuktikan apakah masing-masing variabel bebas ( X 1 , X 2 , X 3 ) secara serentak mememiliki pengaruh terhadap variabel terikat (Y) menggunakan metode pengujian uji F dengan rumusan sebagai berikut: R2 / k f ( I R 2 ) /( n k I )
Dimana: R2 : Koefesien kolerasi ganda K : Jumlah variabel independen N : Banyak sempel Dengan kreteria: - Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak - Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima (Sugiono, 2003) Sedangkan untuk menguji pengaruh nyata variabel-variabel bebas secara parsial digunakan uji t mengunakan rumus: t:
r n2 1 r2
Dimana : r : Korelasi variabel n :Jumlah anggota sempel Dengan pendugasebagai berikut: Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak Jika thitung < ttabel maka Ho diterima ( Sudjana,1992) Hasil Penelitian Dan Pembahasan Karakteristik Responden Dari hasil penelitian diketahui kegiatan yang dilakukan oleh para responden selain sebagai ibu rumah tangga mereka bekerja sebagai buruh tani pada sektor pertanian. Rata–rata jam kerja yang mereka lakukan 6-7 jam/hari dan umumnya bekerja pada usahatani sawah dan ladang. a. Umur Responden Responden dalam penelitian ini, berumur antara umur 20 tahun sampai 63 tahun. Adapun sebaran responden berdasarkan umur lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.
47
Tabel 1. Umur Responden Umur ( tahun)
Jumlah responden (orang)
Prosentase ( % )
20- 30
30
60
31- 41
14
28
42- 52
4
8
53- 63
2
4
Jumlah
50
100
Sumber: Data Primer di olah, 2011 Dari tabel 1, diketahui bahwa jumlah responden untuk umur 20 – 30 tahun adalah 30 orang atau sebesar 60 %, kelompok umur 31 – 41 tahun 14 orang atau sebesar 28 %, kelompok umur 42 – 52 tahun 4 orang atau sebesar 8 %, dan kelompok umur 53 – 63 tahun 2 orang atau sebesar 4 %. b. Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang meyebabkan ibu rumah tangga melakukan pekerjaan sebagai buruh pada sektor pertanin. Selain sebagai ibu rumah tangga mereka ikut serta untuk membantu ekonomi keluarga, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 2. Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah anggota keluarga
Jumlah responden (orang)
Prosentase ( % )
2
15
30
3
24
48
4
11
22
Jumlah
50
100
Sumber: Data Primer di olah, 2011. Pada perbedaan tingkat jumlah anggota keluarga wanita tani mempengaruhi ibu rumah tangga dalam melakukan kegiatan pada sektor pertanian karena kesibukan mengurus anak dan suami. Pekerja wanita tani juga dituntut untuk memperbaiki taraf hidup keluarga masing – masing. c. Pendidikan Responden Pendidikan merupakan salah satu faktor penghambat dalam proses pengambilan suatu keputusan untuk mengadopsi inovasi teknologi sehingga pada gilirannya tingkat pendidikan akan mempengaruhi produktivitas kerja wanita tani, untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 7.
48
Tabel 3. Pendidikan Responden. Pendidikan
Jumlah responden (orang)
Prosentase %
SD
25
50
SMP
19
38
SMA
6
12
Jumlah
50
100
Sumber : Data Primer di olah,2011. Perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi wanita tani dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang telah ada dimana pendidikan memegang peran yang peting sebagai modal wanita tani dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Hasil Dan Pembahasan Dari data yang penulis sajikan pada lampiran 1 , analisa regresi dilakukan dengan pengolahan data melalui regresi linier berganda seperti yang telah diuraikan pada bab III dengan rumusan sebagai berikut: Y = a + b1X1 +b2X2 +b3X3 Dimana: a = Konstanta Y = Partisipasi wanita tani = Umur petani X1 X2 = Jumlah anggota keluarga = Pendidikan wanita tani X3
b1 , b2 , b3 = Koefesien regresi dari X Melalui pengolahan data analisa regresi berganda didapatkan suatu persamaan regresi dengan variabel umur petani ( X 1 ), jumlah anggota ( X 2 ), pendidikan wanita tani ( X 3 ), dan partisipasi wanita tani (Y) sebagai berikut: Y = 0,528 + 0,408 X1 +0,326 X2 + 0,015 X3 Dari hasil analisa didapatkan juga nilai thitung berturut-turut untuk X1 sebesar 3,378; X2 sebesar 2,664; X3 sebesar 0,125 sementar nilai F hitung sebesar 6,236 koefesien determinasi R2 sebesar 0,289 dan koefisien korelasi R sebesar 0,492 sebagaimana terdapat dalam lampiran 1. Variabel (X1) umur petani berpengaruh nyata terhadap partisipasi tenaga kerja wanita tani (Y) pada taraf kepercayaan 95% yang ditunjukan oleh t hitung. 3,378 lebih besar dari t tabel 2,015. Nilai koefesien regresi 0,408, tanda positif (+) menunjukkan arah hubungan positif antara umur petani terhadap partisipasi wanita tani yang artinya setiap pertambahan umur petani menyebabkan bertambahnya partisipasi wanita tani (Y) sebesar 0,408 jam/hari dengan asumsi bahwa jumlah anggota keluarga ( X 2 ),pendidikan wanita tani ( X 3 ), adalah tetap atau konstan. Hal ini disebabkan oleh karena umur merupakan faktor yang dominan dalam segala aspek kegiatan untuk melakukan suatu keputusan guna menuju arah perbaikan diri/keluarga.
49
Menurut Swasono, Sulistyaningsih, (1987). Tingkat partisipasi angkatan kerja wanita pada kelompok umur kerja (25-54) tahun, tingkat partisipasi angkatan kerja itu dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah umur dan secara umum tingkat partisipasi angkatan kerja akan meningkat pada kelompok umur 15-19 tahun; 20-24 tahun dan pada kelompok umur 50-56 tahun. Variabel (X2) jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh nyata terhadap partisipasi wanita tani (Y) pada taraf kepercayaan 95% yang ditunjukan oleh t hitung. 2,664 lebih besar dari t tabel 2,015. Nilai koefesien regresi 0,326 tanda positif menunjukkan arah hubungan positif antara jumlah angota keluarga wanita tani terhadap partisipasi wanita tani, yang artinya setiap pertambahan jumlah anggota keluarga menyebabkan bertambahnya partisipasi wanita tani (Y) sebesar 0,326 jam/hari dengan asumsi bahwa umur petani ( X 1 ), pendidikan wanita tani (X3) konstan. Hal itu disebabkan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga yang terdapat pada masing-masing responden sehingga berpengaruh nyata terhadap partisipasi wanita tani karena bila jumlah anggota keluarga meningkat maka ketersediaan tenaga kerja wanita tani juga dengan sendirinya akan menigkat secara otomatis, hal ini karena mengingat pentingnya partisipasi dalam hal ini curahan jam kerja yang dimiliki oleh setiap wanita tani disektor pertanian guna kelangsungan hidup wanita tani atau keluarganya yang semakin meningkat. Variabel (X3) pendidikan wanita tani berpengaruh nyata terhadap ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y) pada taraf kepercayaan 95% yang ditunjukan oleh t hitung. 0,125 lebih kecil dari t tabel - 2,015. Nilai koefesien regresi 0,015 tanda positiff menunjukkan arah hubungan positif antara pendidikan petani terhadap ketersediaan tenaga kerja wanita tani, dengan mengunakan daerah penerimaman (HI) dua arah maka untuk variabel (X3) berpengaruh tidak nyata terhadap (Y), yang artinya setiap pertambahan tingkat pendidikan wanita tani (X3) tidak menyebabkan partisipasi wanita tani (Y) betambahnya sebesar 0,015 jam/hari dengan asumsi bahwa umur petani ( X 1 ), pendapatan pada sektor pertanian ( X 2 ), konstan. Hasil analisa tingkat pendidikan petani yang terdapat pada responden sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap partisipasi wanita tani karena bila tingkat pendidikan meningkat maka partisipasi wanita tani menurun bisa jadi sebaliknya. Hal ini diduga karena wanita tani yang mempunyai pendidikan yang relative lebih tinggi mempunyai lebih banyak kegiatan di luar sector pertanian atau sebaliknya Walau sebenarnya yang diharapkan adalah dengan meningkatnya pendidikan wanita tani diharapkan wanita tani mempunyai lebih banyak waktu yang digunakankan untuk sector pertanian, sehingga sector pertanian semakin maju. Menurut Sawit dan Hartoyo (1993), kemajuan dalam tingkat pendidikan itu tentunya akan membawa konsekuensi dalam penyediaan kesempatan kerja yang sesuai dengan kualitas atau tingkat pendidikannya, pendidikan yang dimaksud adalah untuk memperkecil jumlah usia sekolah yang masuk tenaga kerja yang pada jangka waktu tertentu akan dapat meningkatkan mutu tenaga kerja wanita tani. Nilai koefisien determinasi R2 dari hasil analisa regresi tersebut sebesar 0,289 menunjukkan bahwa hanya sebesar 28,9 % dari variasi ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada yaitu umur petani ( X 1 ), jumlah anggota keluarga ( X 2 ), pendidikan wanita tani ( X 3 ), 50
sementara sisanya yaitu sebesar 75,7 % dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar penelitian penulis. Koefisien korelasi r pada lampiran 2, menggambarkan kuatnya hubungan antara variabel terikat (Y) terhadap masing-masing variabel bebasnya yaitu berturut-turut 0,422 untuk X 1 ; 0,336 untuk X 2 dan 0,043 untuk X 3 . Karena nilai koefisien korelasi r lebih kecil dari 0,5 maka hubungan antara variabel terikat (Y) terhadap masing-masing variabel bebas ( X 1 , X 2 dan X 3 ) dapat dikatakan lemah atau tidak signifikan. Selanjutnya dilakukan pengujian statistik berupa uji hipotesis untuk membuktikan apakah masing-masing variabel bebas ( X 1 , X 2 dan X 3 ) secara serentak mememiliki pengaruh terhadap variabel terikat (Y) dengan menggunakan uji F dengan hipotesis sebagai berikut : H0 ; X 1 = X 2 = X 3 = 0 : bahwa secara serentak variabel terikat (Y) tidak dipengaruhi oleh variabel bebas ( X 1 , X 2 , X 3 ). Hi ; X 1 ≠ X 2 ≠ X 3 = 0
: bahwa secara serentak variabel terikat (Y) dipengaruhi
oleh variabel bebas ( X 1 , X 2 , X 3 ). Nilai F tabel pada tingkat signifikansi 95% atau 0,05 dapat dituliskan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4. Uji F Persamaan regresi ketersediaan tenaga kerja wanita tani Koefisien regresi F hitung F table Tingkat kepercayaan 6,236
X1 , X 2 , X 3
2,81
95%
Dari tabel 4 didapatkan bahwa nilai F hitung sebesar 6,236 dan dengan membandingkan antara F hitung dengan F tabel maka diperoleh kesimpulan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel yang berarti menolak H0 dan memerima Hi. Dengan diterimanya hipotesa alternatif Hi maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas ( X 1 ) umur petani, ( X 2 ) jumlah anggota keluarga dan ( X 3 ) pendidikan wanita tani secara serentak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y). . Ho diterima
Ho diterima
Hi ditolak
Hi ditolak
Ho ditolak Hi diterima
Gambar 1. Uji F Persamaan regresi partisipasi wanita tani -2.81
2.81
Sedangkan untuk menguji pengaruh nyata variabel-variabel bebas secara parsial digunakan uji t dengan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95 % dengan penduga hipotesisnya sebagai berikut :
51
H0 ; X 1 = X 2 = X 3 = 0 : bahwa tidak ada pengaruh antara variabel bebas ( X 1 , X 2 dan X 3 ) terhadap variabel terikat (Y) Hi ; X 1 ≠ X 2 ≠ X 3 = 0 :
bahwa
ada
pengaruh
antara
variabel
bebas
( X 1 , X 2 dan X 3 ) terhadap variabel terikat (Y) Tabel 5. Uji t Persamaan regresi ketersediaan tenaga kerja wanita tani Koef regresi
t hitung
t table
Tingkat kepercayaan
X1
3, 378
2,015
95%
X2
2,664
2,015
95%
X3
0,125
2,015
95%
Dari tabel 5 didapatkan bahwa pada tingkat kepercayaan sebesar 95% untuk masing- masing koefisien regresi variabel bebas dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Hi diterima
Hi diterima H0 diterima
H0 ditolak
H0 ditolak
Hi ditolak
.
–2,506
- 2,015
–1, 483
+ 2,015
2,896
X3 X1 Gambar 1. Uji t Persamaan regresi partisipasi wanitaX2 tani
Variabel bebas ( X 1 ) umur petani memiliki nilai t hitung sebesar 3,378. Dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel maka diperoleh kesimpulan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti menerima H1 dan menolak H0. Dengan diterimanya H0 maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas X 1 mempunyai pengaruh nyata terhadap partisipasi wanita tani (Y). Variabel bebas (X2) jumlah anggota keluarga memiliki nilai t hitung sebesar 2,664 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti menolak H0 dan menerima Hi. Dengan diterimanya H1 maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (X2) jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh nyata terhadap ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y). Sedangkan variabel bebas (X3) pendidikan wanita tani memiliki nilai t hitung sebesar 0,125 dengan mengunakan daerah penerimaman (Hi) dua arah maka ada pada daerah penerimaan H0, maka diperoleh kesimpulan bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel yang berarti menerima H0 dan menolak Hi. Dengan diterimanya hipotesa 0,maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (X3) pendidikan wanita tani mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap partisipasi wanita tani (Y).
52
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Molo,Clauss,1995. Kesempatan Kerja dan Perdagangan di Pedesaaan. Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Yogyakarta. Adwijono,Tukadji. 2000. Pengangtar Ilmu Usahatani. UMM Pres. MALANG. Buhdi, Wibowo. 2000.Analisa Tenaga Kerja of-farm dan off fram Pada Rumah Tangga Di Daerah Lahan Kering. UMM Pres MALANG. Entang, Sastraamadja. 1985. Ekonomi pembangunan.ARMIKO. Bandung. Faholi, hermanto. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar. Jakarta. Faisol, Kasyono. 1985. Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga di Pedesaan. UMM Pres. Malang. Kuncoro, Mudjrajab. 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan, Akademi Manegemen Perusahaan.YKPN. Yogyakarta. Taliziduhu, Ndaha. 1999. Pengantar Teori Pengembagan Sumber Daya Manusia. RINEKA CIPTA. Mubyarto.1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaaan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Mubyarto.1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPFE.Yogyakarta. Mubyarto.1989. Pengantar Ilmu Peranian. LP3ES. Jakarta. Sudjana. 1992. Metoda Penelitian.TARSITO.Bandung. Sajogyo dan P. Sajogyo. 1990. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Gajah Mada University Pres. Santoso, Singgih. 2002. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Gramedia. Jakarta. Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian.CV ALFABETA Bandung. Swasono, Endang Suslistyaningsih Yudo. Metode Perencanaan Tenaga Kerja. BPFE.Yogyakarta. Umar, Husein. 1997. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Organisasi. Gramedia. Jakarta.
53
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN IMPULSIF DI AKHIR TAHUN 2010 (Studi Analisis Pada Toko-Toko Pakaian di Kota Blitar) Oleh: Denok Wahyudi Setyo Rahayu Abstract The purpose research is to examine the influence the product, price, place, and promotion to impulsive buying. Marketing mix with partial and simultaneous can be result different it. By using regression with F-test, hypothesis are proved significant. At t-test, proved not significant except promotion. Research study at departement store in Blitar city to show if impulsive buying will be because mix from product, price, place, and promotion. With combination all can be selling good. So, owner must do it if will many much profit. Keywords: Impulsive buying, product, price, place, promotion.
Pendahuluan Latar Belakang Berbelanja merupakan hal tidak asing lagi dilakukan oleh manusia. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Banyak macam barang yang yang dikonsumsi oleh konsumen selaku end user. Barang-barang tersebut bisa merupakan barang-barang kebutuhan pokok maupun barang-barang konsumsi lain yang bukan termasuk kebutuhan pokok seperti mobil yang dirasa perlu untuk dibeli oleh konsumen yang bersangkutan. Seperti halnya dengan kebiasaan membeli (buying habits) yang dilakukan oleh para konsumen. Hal tersebut dapat terjadi dalam kegiatan tertentu. Para pegawai biasanya berbelanja setelah menerima gaji di awal bulan, pada saat perayaan seperti hari raya biasanya toko-toko ramai dengan para pembeli yang berjubal. Hal tersebut bisa menjadi contoh dalam hal kebiasaan membeli para konsumen. Demikian halnya dengan masyarakat kota Blitar. Seperti pada akhir tahun ini, toko-toko mulai dipenuhi oleh para konsumen, baik itu toko penyedia barang kebutuhan sehari-hari, toko tekstil atau baju, maupun toko-toko lain. Banyak hal yang diinginkan oleh konsumen sehingga toko-toko harus menyediakan apa yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut. Terdapat 3 macam motif yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian (Alma, 2005 : 97). Primary buying motive yaitu motif pembelian yang sebenarnya (contoh : orang lapar membeli nasi); selective buying motive yaitu
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
54
pembelian barang yang berdasarkan rasio, waktu, maupun emosi (rational buying motive); patronage buying motive merupakan selective buying motive berdasarkan tempat (timbul karena layanan, lokasi dekat dan nyaman). Dalam penelitian ini yang menjadi fokus utama adalah toko-toko penyedia pakaian jadi pada akhir tahun. Toko ini biasanya banyak dipenuhi oleh para kawula muda, anak-anak, maupun dewasa. Mereka melakukan pembelian produk pakaian dalam rangka menyambut hari raya natal bagi kaum nasrani maupun untuk menyambut libur panjang serta tahun baru. Dalam melakukan pembelian terdapat hal-hal yang mendorong konsumen untuk membeli, seperti halnya gambar 1 di bawah ini : Marketing and other stimuli
Buyer’s black box
Product
Economic
Price
Technological
Place
Political
Promotion Cultural
Buyer’s responses
Product choice Brand choice Buyer characteristics
Dealer choice Buying decision process
Purchase timing Purchase amount
Gambar 1 : Model of Buyer Behavior Sumber dimodifikasi (Kotler & Amstrong, 1999:135) Gambar 1 menunjukkan bahwa dorongan datang dari jenis produk, harga, tempat, serta promosi yang didorong pula oleh faktor-faktor seperti ekonomi (keuangan konsumen), teknologi, politik, serta budaya menjadi suatu informasi penting bagi konsumen kemudian masuk ke dalam black box konsumen. Informasi tersebut kemudian diolah oleh konsumen dan akhirnya didapatkan hasil kesimpulan dari informasi tersebut berupa tanggapan yang muncul mengenai produk apa yang akan dibeli, merek produk, pemilihan toko, waktu pembelian, serta banyaknya produk yang akan dibeli oleh konsumen. Dengan demikian perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian di akhir tahun. Penelitian ini bisa menjadi media bagi para pemilik toko untuk mengantisipasi pembelian yang dilakukan oleh para konsumen untuk memenuhi kebutuhannya yang dalam penelitian ini pembelian pakaian. Rumusan masalah a. Apakah faktor produk berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010 ? b. Apakah faktor harga berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010 ? c. Apakah faktor tempat berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010 ? d. Apakah faktor promosi berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010 ? 55
e. Apakah faktor produk, harga, tempat, dan promosi secara bersama berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010 ? Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh faktor produk terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. b. Untuk mengetahui pengaruh faktor harga terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. c. Untuk mengetahui pengaruh faktor tempat terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. d. Untuk mengetahui pengaruh faktor promosi terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. e. Untuk mengetahui pengaruh faktor produk, harga, tempat, dan promosi secara bersama terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. Kepustakaan a. Pembelian Impulsif Beberapa peneliti tidak membedakan antara pemahaman konsep pembelian impulsif (impulsive buying) dan pembelian tidak direncanakan (unplanned buying). Philipps dan Bradshow (1993), dalam Bayley dan Nancarrow (1998) tidak membedakan antara unplanned buying dengan impulsive buying, tetapi mereka memberikan perhatian penting kepada peneliti bahwa harus mengfokuskan pada interaksi antara point-of-sale dengan pembeli yang sering diabaikan. Unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko (Engel dan Blacwell, 1982). Selanjutnya, Cobb dan Hayer (1986) mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam toko. b. Produk Produk merupakan seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk didalamnya warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginannya (Stanton, 1981:192), sedangkan Kotler (2000:394) mengartikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, yang terdiri atas barang, jasa, pengalaman, event, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi, dan ide. Sehingga produk merupakan sesuatu yang ditawarkan oleh penjual baik berwujud maupun tidak berwujud dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen. Sehingga produk dapat diartikan sebagai sesuatu dengan segala hal yang melekat yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Terdapat 3 klasifikasi produk (Tjiptono, 1997:98), yaitu : (1) berdasarkan wujudnya (barang dan jasa). Barang yang dimaksud adalah sesuatu yang dapat disentuh, diraba, dipegang, dsb, sedangkan jasa merupakan aktifitas atau manfaat yang ditawarkan untuk dikonsumsi oleh konsumen; (2) berdasarkan barang konsumen : convinience goods (memiliki frekuensi tinggi dalam pembelian, dibutuhkan dengan sesegera mungkin dengan usaha yang minimum, contoh : 56
sabun, surat kabar), shopping goods (konsumen dalam membeli masih membandingkan dengan alternatif yang lain yang tersedia, contoh : pakaian,sepatu,dll), specialty goods (barang-barang yang memiliki karakteristik tertentu sehingga konsumen bersedia melakukan usaha untuk mendapatkan barang-barang tersebut, contoh : mobil mewah, pakaian rancangan disainer terkenal), unsought goods (barang-barang yang sudah ataupun belum diketahui konsumen dan konsumen masih belum ingin membelinya, contoh : ensiklopedia, asuransi jiwa); (3) barang industri : Materials and parts (barang-barang yang sepenuhnya masuk daam produk jadi, contoh : benang, semen), capital items (barang-barang tahan lama yang memberi kemudahan dalam mengembangkan produk jadi, contoh : mesin bor, mesin diesel), supplies and services (barangbarang tidak tahan lama dan jasa yang memberi kemudahan dalam mengembnagkan/mengelola keseluruhan produk jadi, contoh : supplies, cat, minyak pelumas; services, konsultasi manajemen). c. Harga Selain produk, kesepakatan antara penjual dan pembeli juga menjadi pendorong seseorang dalam melakukan pembelian. Kesepakatan ini disebut dengan harga. Atau dengan kata lain harga bisa diartikan sebagai nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang (Alma, 2005:169). Harga merupakan jumlah uang (ditambah beberapa produk, kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan (Swastha,1999:241). Dalam harga biasanya dibelakukan suatu kebijakan harga, hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan dan juga untuk memasuki pasar-pasar baru. Kebijaksanaan harga ang biasa dilakukan retailer untuk mengenakan hati konsumen antara lain dapat dipaparkan sebagai berikut (Alma, 2005:173): (1) margin pricing, penentuan harga yang berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk tsb; (2) price lining, penggolongan barang-barang, untuk memudahkan pemilihan barang bagi konsumen yang dananya terbatas, contoh : penggolangan barang dengan bandrol harga Rp. 35.000,00 , Rp. 50.000,00 , sehingga bagi konsumen yang dananya terbatas dapat membeli barang yang lebih murah; (3) competitors price, penetapan harga murah bagi barangbarang yang dikenal oleh umum; (4) discount house, potongan harga bagi barangbarang yang dijual; (5) judgement pricing, harga barang berdasarka perkiraan penjual yang didasarkan pada keunukan barang; (6) customary price, kestabilan harga barang dalam jangka panjang; (7) odd price, menurunkan harga dengan nilai, contoh : barang yang seharusnya Rp. 5.000,00 dibandrol menjadi Rp. 4.800,00 sehingga secara psikologis konsumen akan merasa diuntungkan bila membeli barang tersebut karena lebih murah; (8) combinations offers, mengkombinasi barang yang dijual, conto : shampo dengan sabun. d. Tempat Tempat diartikan sebagai dimana barang tersebut dijual. Berbagai macam lingkungan dapat digunakan sebagai tempat untuk memajang barang. Pertokoan bahkan dipinggir jalan. Tempat sangat berpengaruh bagi konsumen dalam memutuskan untuk melakukan pembelian. Pada pertokoan konsumen menganggap barang yang dijual lebih prestisius apalagi bila didukung dengan suasana toko yang menunjang. Tempat disini dapat pula diartikan sebagai sarana distribusi atau perantara, yaitu orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran
57
barang drai produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial (Stanton, et al., dalam Tjiptono,1997 :185). Dengan adanya perantara maka knsumen akan lebih mudah untuk memperoleh barang yang dinginkan. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam hal ini, karena seorang distributor harus kreatif dalam menyajikan produk yang ditawarkan sehinga dapat menarik konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Contohnya, sebual mall atau toko pakaian dalam display pakaian di manikin harus bisa terlihat serasi sehingga konsumen tertarik untuk membelinya. Ini adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh mall atau toko pakaian. e. Promosi Shoell (Alma, 2005:179) menyatakan promotion is marketers’ effort to communicate with target audience. Communication is the process of influencing others’ behavior by sharing ideas, information or feeling with them. Promosi harus dilakukan oleh produsen atau penjual agar barang yang dihasilka atau dijual dapat laku di pasaran. Berbagai cara dapat dilakukan dalam mempromosikan suatu barang, antara lain (Alma, 2005: 189): (1) display (menonjolkan tampilan yang bisa dipajang di etalase toko, melaui tampilan interior maupun eksterior), tujuannya untuk memperkenalkan produk secara cepat dan ekonomis dalam hal ini juga menguntungkan produsen, sebagai advertising dan mecchandising, serta membina hubungan baik dengan konsumen; (2) show, pertunjukan misal fashion show; (3) exposition, seperti promosi tingkat internasional; (4) demonstration, peragaan produk, misal peragaan sabun pencuci piring; (5) tradding stamps, cap dagang, misal bila konsmen memiliki jumlah cap tertentu maka akan mendapatkan potongan harga; (6) packaging, tampilan kemasan barang; (7) labelling, keterangan ciri barang. Penelitian Terdahulu Semuel (2006) dalam risetnya yang berjudul Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen On Line Dengan Sumberdaya yang Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi menyatakan bahwa media iklan merupakan pendorong konsumen untuk melakukan pembelian impulsif. Selanjutnya, dalam penelitian Pengaruh Stimulus Media Iklan, uang Saku, Usia, dan Gender terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif (Studi Kasus Produk Pariwisata yang dilakuka oleh Semuel (2007), menyatakan bahwa terdapat perbedaan pegaruh stimulus antara bentuk format media iklan oline terhadap kecenderungan pembelia impulsif, dan media yang mempunyai pengaruh paling besar adalah terletak pada media audio-visual dan teks gambar. Karena calon konsumen memerlukan informasi yang lebih lengkap, baik melalui teks, gambar, maupun berita secara audio tentang produk yang diinginkan. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, maka dalam penelitian yang akan dilakukan ini, faktor pendorong pembelian impulsive tidak hanya berkutat pada iklan atau promosi saja, melainkan diperluas dengan penambahan variabel produk, harga, serta tempat. Hipotesis a. Produk berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. 58
b. Harga berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. c. Tempat berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. d. Promosi berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. e. Produk, harga, tempat, dan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010. Metodologi Penelitian dan Analisis Data Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang melakukan pembelian di beberapa toko-toko pakaian di Kota Blitar dengan sampel sebanyak 100 responden (jumlah pernyataan ada 10 pertanyaan, yakni pada variabel produk 2 indikator, harga 2 indikator, tempat 3 indikator, promosi 2 indikator, dan pembelian impulsif 1 indikator, sehingga 10 x 10=100 responden; sesuai dengan pernyataan Roscoe dalam Sugiyono,2007:74). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik acidental sampling,yaitu siapa saja yang ditemui dapat digunakan sebagai sampel (pembeli pakaian). Sesuai dengan model perilaku pembelian (Kotler & Amstrong), penelitian ini akan memfokuskan pada produk (X1), harga (X2), tempat (X3), dan promosi (X4)sebagai variabel bebas yang mengarahkan pada pembelian impulsif bagi konsumen terhadap suatu produk sebagai variabel terikat dimana pembelian impulsif (Y) dilakukan berdasarkan buying habbits dari konsumen tersebut. Untuk definisi konseptual dan operasional dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Definisi konseptual a) Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko (Engel dan Blacwell, 1982). b) Produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, yang terdiri atas barang, jasa, pengalaman, event, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi, dan ide (Kotler, 2000:394). c) Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk, kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan (Swastha,1999:241). d) Tempat (distributor) adalah orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran barang drai produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial (Stanton, et al., dalam Tjiptono,1997 :185)) e) Promosi menyatakan promotion is marketers’ effort to communicate with target audience. Communication is the process of influencing others’ behavior by sharing ideas, information or feeling with them (Shoell dalam Alma, 2005:179). b. Definisi operasional a) Pembelian impulsif adalah keputusan pembelian tanpa direncanakan sebelumnya.
59
b) Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan oleh penjual baik berwujud maupun tidak berwujud dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen. c) Harga merupakan nilai tukar dari suatu barang yang dinyatakan dengan satuan nilai uang. d) Tempat merupakan toko pakaian. e) Promosi merupakan suatu media dalam rangka mempengaruhi pembeli untuk membeli produk yang ditawarkan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala likert dengan ketentuan sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), kurang setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan analisis data menggunakan regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS versi 12.0. Hasil dan Pembahasan Hasil uji validitas berdasarkan kuisioner variabel produk (X1), harga (X2), tempat (X3), promosi (X4), serta pembelian impulsif (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-hitung lebih besar dari r-tabel sehingga dinyatakan valid. Sedangkan untuk uji reliabilitas berdasarkan kuisiner menunjukkan semua variabel memiliki r-aplha lebih besar dari r-tabel sehingga kuisioner yang disusun dinyatakan reliabel. Uji hipotesis menunjukkan jika (0,05 ≤ sig) berarti H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak signifikan, sedang jika (0,05 ≥ sig) berarti H0 ditolak dan Ha diterima artinya signifikan. Dalam penelitian pada uji hipotesis diperoleh hasil sbb : hipotesis 1 (0,05 ≤ 0,085), hipotesis 2 (0,05 ≤ 0,007), hipotesis 3 (0,05 ≤ 0,06), hipotesis 4 (0,05 ≥ 0,001), hipotesis 5 (0,05 ≥ 0,006) sehingga hipotesis 1,hipotesis 2, dan hipotesis 3 tidak signifikan, sedangkan hipotesis 4 dan hipotesis 5 signifikan. Produk, harga, dan tempat secara parsial ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif, sedangkan promosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pembelian simultan. Jika dilihat secara simultan, produk, harga, tempat, dan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif. Dari uji hipotesis tersebut, dapat dinyatakan bahwa untuk memberikan pengaruh impilsif terhadap pembelian pakaian oleh para konsumen, maka penjual atau pemilik toko hendaknya melakukan penawaran yang terbaik, yaitu penawaran dari pakaian yang dijual, harga yang menggiurkan, tempat atau lokasi yang mendukung seperti suasana toko, lahan parkir yang luas, serta promosi yang menarik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, dengan berdiri sendiri maka variabel-variabel tersebut tidak bisa mendorong pembeli untuk berbelanja, berbeda halnya jika variabel tersebut saling mendukung. Produk dalam hal ini adalah pakaian dapat menjadi prioritas utama pemilik toko untuk menarik para pembeli. Penyedian model dan stok pakaian yang banyak akan memberikan kesan bahwa pakaian tersebut bukan pakaian lama, selain itu konsumen juga bisa memilih pakaian mana yang akan dipilih(pembanding). Pembanding ini dapat berupa corak dan warna yang beragam. Dengan berbagai alternatif pakaian yang disediakan dapat mendorong konsumen untuk berbelanja. Harga murah bisa menjadi penarik pembeli, karena dengan harga terjangkau, pembeli sydah bisa mendapatkan baju yang diinginkan. Namun, perlu diingat, tidak semua pembeli menyukai baju dengan harga murah, karena mereka 60
menyukai hal-hal yang bersifat prestisius. Untuk itu, pemilik toko harus bisa memilah-milah jenis pakaian yang layak untk dibandrol dengan harga murah dan harga mahal. Tempat atau lokasi toko bisa menjadi pemicu dalam pembelian impulsif. Suasana toko yang nyaman, luas, aman, serta parkir yang luas bisa menjadi alternatif pembeli untuk sekedar menengok atau bahkan membeli pakaian yang dijual di toko tersebut. Promosi yang menggiurkan dapat menjadi agenda wajib bagi pembeli untuk berbelanja. Dengan adanya promosi seperti diskon dan hadiah tambahan sering menjadi acuan pembeli dalam berbelanja. Diskon ini biasanya diadakan pada sat hari raya, akhir tahun, peringatan hari-hari tertentu, dan lainlain. Hadiah biasanya diberikan berupa produk sponsor atau beli 2 dapat 3. Halhal tersebut sering dilakukan toko pakaian, dan hasilnya banyak peminat. Dengan demkian hendaknya pemilik toko bisa mengkombinasikan antara produk, harga, tempat, dan promosi untuk memancing pembeli untuk melakukan pembelian pakaian di toko pakaian tersebut. Hal ini diketahu berdasarakan riset yang telah dilakukan, jika produk, harga, tempat, dan promosi saling berdiri sen diri, maka kemungkinan untuk memberikan pengaruh pembelian impulsif sangat kecil. Simpulan dan Saran Banyak hal kompleks yang bisa menjadi faktor dalam pembelian impulsif. Kepekaan pemilik toko dalam menawarkan barang yang dijual harus diperhatikan. Karena hal ini tidak bisa berdiri sendiri, yaitu perlu adanya faktor saling mendukung antara produk, harga, tempat, dan promosi. Dengan adanya saling membaur, maka pembelian impulsif akan tercipta. Untuk saran, hendakanya pemilik toko bisa memperhatikan produk, jangan sampai ketinggalan jaman, karena produk pakaian selalu berubah secara dinamis seiiring perkembangan waktu, serta upayakan untuk menyediakan tempat parkir gratis yang aman, karena dengan hal itu konsumen akan lebih tertarik untuk walau hanya sekedar mampir saja, karena dari sekedar mampir bisa mendorong seseorang untuk berbelanja.
DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari, 2005. Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa. Bandung : Alfabeto. Bayley, Geoff, and Clive Nancarrow. 1998. Impulse Purchasing: A Qualitative Explanation of The Phenomenon. MCB UP Limited. Cobb, C. J. and Hoyer W. D. 1986. A Planned Versus Impulse Purchase Behavior, Journal of Retailing, Vol. 62, Winter, pp. 67-81.
61
Engel, J., and Blackwell, R. 1982. Consumer Behaviour. Dryden Press, Chicago, IL. Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. Prentice Hall Inc. Kotler, Philip, dan Gary Amstrong. 1999. Principles of Marketing. Prentice Hall International, Inc. Semuel, Hatane. 2006. Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen On Line Dengan Sumberdaya yang Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal Manajemen dan Kewirausahan, Vol. 8, No. 2, September. Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Surabaya. Hal. 101-115. Semuel, Hatane. 2007. Pengaruh Stimulus Media Iklan, uang Saku, Usia, dan Gender terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2, No. 1, April. Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Surabaya. Hal. 31-42. Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian (Edisi Revisi Terbaru). Alfabeta : Bandung. Swastha, Basu, 2001. Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Yogyakarta : BPFE. Tjiptono, Fandy, 1997. Strategi Pemasaran (Edisi II). Yogyakarta : Andi.
62
ANALISIS KEUANGAN LAPORAN SISA HASIL USAHA TERHADAP PELAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN (Studi Pada Koperasi Serba Usaha Bintang Buana Kabupaten Blitar Tahun 2008) Oleh: Arif Wahyudi Abstract
This study aimed to determine the general condition of the financial statements at KSU. Bintang Buana Blitar district specifically to determine the possibility of co-operatives went bankrupt due to the financial statements are useful for evaluating the financial position and operations of cooperatives good beginning of the period January 1 to December 31 of 2008, when analyzed by the ratio of Liquidity, Solvency, and Profitability Rehabilitation,. In this study, data obtained from the KSU. Bintang Buana namely: the annual balance of the period from January 1 to 31 December 2008. and the calculation results of operations from January 1 to 31 December 2008. Data analysis techniques used by the analysis of financial ratios: Liquidity, Solvency, and Profitability Rehabilitation. Based on the results of the analysis of the level of liquidity, KSU. Bintang Buana has a current ratio in 2008 of 1383.5%. Views Dagi Dept. Solvency Ratio to Total Assets in 2008 showed that of 157%. In terms of Rehabilitation shows that the year 2008 of 37.7. Seen from the point of Profitability, KSU. Bintang Buana has the highest return on assets in 2008 of 13.5%. And the results of data analysis mentioned above that the financial condition Rumble Cooperative Enterprises "KSU" Star Buana Kabuaten Blitar seen from the ratio of Liquidity, Solvency, Rehabilitation and Profitability, in good condition, proven true. Keywords: Financial performance, and financial ratio
Pendahuluan : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya dan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan serta bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pada Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945 (UU No. 25 tahun 1992).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
63
Sebagaimana lazimnya pada perusahaan dagang pada koperasi pun berlaku pekerjaan yang sama pada tiap akhir periode akuntansi, yaitu membuat laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan berisikan neraca saldo, neraca lajur, kemudian dari sini dibuat laporan keuangan, seperti perhitungan rugi laba yang pada koperasi disebut perhitungan hasil usaha “SHU“ , Neraca dan Laporan Perubahan Modal yang disebut “Ikhtisar Perubahan Posisi Keuangan“. Usaha koperasi yang utama diarahkan pada bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraan anggotanya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengelolaan usaha koperasi harus dilakukan dengan produktif, efektif, dan efisien. Dalam arti koperasi harus mempunyai kemampuan mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap anggota dan masyarakat pada umumnya dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh SHU yang wajar Dalam suatu badan usaha koperasi laporan intern dibuat untuk kepentingan manajemen dalam rangka mengevaluasi kerja. Laporan pertanggungjawaban adalah salah satu laporan intern untuk mengukur prestasi seseorang dalam melaksanakan tanggungjawab pada suatu pusat pertanggungjawaban selama satu periode tertentu. Aspek keuangan merupakan salah satu dari aspek yang tercangkup dalam tata kehidupan koperasi dan laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tetang tata kehidupan koperasi. Laporan keuangan koperasi juga merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan koperasi yang lebih ditujukan kepada pihak diluar pengurus koperasi dan dimaksudkan untuk pengendalian usaha dan pemakai utama dari laporan keuangan koperasi adalah anggota koperasi itu sendiri beserta pejabat koperasi. Pemakai lainya yang mempunyai kepentingan terhadap koperasi diantaranya adalah calon anggota koperasi, bank, kreditor, dan kantor pajak. Sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban diperlukan suatu analisi keuangan mengenai laporan sisa hasil usaha “SHU“ Koperasi Serba Usaha “Bintang Buana“ tahun 2008 yang tujuannya untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat sebagai bentuk Laporan Pertanggungjawaban. Metode Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana Desa Sumberjo Kecamatan Sanan kulon Kabupaten Blitar Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah obyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto, 2001:122). Adapun obyek dari penelitian dalam tugas akhir ini, penulis melakukan Analisis Laporan Sisa Hasil Usaha “SHU“ terhadap pelaporan Pertanggungjawaban. Metode Pengumpulan Data Dalam menyusun tugas akhir ini penulis menggunakan beberapa cara pengumpulan data sebagai berikut : a) Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, peraturan64
peraturan, agenda dsb (Arikunto, 2002 :206). Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data laporan keuangan koperasi yaitu neraca, laporan sisa hasil usaha. b) Wawancara Metode wawancara adalah proses mempeloleh keterangan untuk tujuan penlisan penelitian dengan cara tanya jawab sambil betatap muka atara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden (Nazir, 1999 : 234). Metode wawancara ini dilakukan untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan gambaran umum koperasi meliputi : sejarah berdirinya, struktur organisasi, dan bidang usaha. c) Studi Pustaka Yaitu dilakukan dengan menelusuri literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data penelitian menggunakan metode analisis diskriptif dengan analisis rasio likuditas, rasio solvabilitas, rasio rehabilitas dan rasio rentabilitas yaitu: a) Rasio Likuiditas Rasio likuiditas yang digunakan adalah : 1. Rasio lancar (Current Ratio) (Riyanto, 2001 : 332) Rasio lancar =
Utang lancar x 100% Aktiva lancar b) Rasio Solvabilitas Rasio Solvabiitas yang digunakan adalah : 1. Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban (Total Debt To Total Assets Ratio) Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban = Total Aktiva x 100 Total Kewajiban c) Rasio Rehabilitas Rasio Rehabilitas yang digunakan adalah : 1. Rasio SHU dengan Total Pendapatan = Sisa Hasil Usaha x 100% Total Pendapatan d) Rasio Rentabilitas (Rate Of ROA “Return On Assets”) Rate Of ROA “Return On Assets” yang digunakan adalah : 1. Rasio SHU sebelum pajak dengan Total Aktiva (Rate Of ROA) = Sisa Hasil Usaha x 100% Total Aktiva Penilaian Pengaruh Laporan Sisa Hasil Usaha “SHU” pada pelaporan Pertanggungjawaban Untuk mengukur pengaruh dari Laporan Sisa Hasil Usaha terhadap pelaporan pertanggungjawaban suatu koperasi dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio yaitu rasio likuditas, rasio solvabilitas, rasio rehabilitas dan rasio rentabilitas. Hasil dari perhitungan rasio tersebut dapat memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu koperasi apabila dibandingkan dengan angka rasio standar. Standar pengukuran pengaruh Sisa 65
Hasil Usaha suatu koperasi biasanya telah ditetapkan oleh Departemen Koperasi dan PPKM, dimana standar tersebut mengalamai pembaharuan sesuai dengan perkembangan koperasi di Indonesia. Hasil Pembahasan Pada dasarnya Koperasi Bintang Buana mulai beroperasi pada awal Tahun 2004, tepatnya pada awal bulan Januari. Walaupun usianya masih sangat muda, namun eksistensi dari Koperasi Bintang Buana ini sudah mulai nampak berkembang. Hal ini dapat dibuktikan dengan mampunya KSU. Bintang Buana untuk berkompetisi dengan sesama koperasi lain, terutama di Lingkungan Kabupaten Blitar salah satunya dengan mulai beroperasinya Unit Simpan Pinjam (USP) pada awal tahun 2004 sampai sekarang. Disadari atau tidak, kehadiran dan keberadaan KSU. Bintang Buana ini dapat diterima dengan baik dan direson positif oleh berbagai kalangan, diantaranya anggota, calon anggota, dan masyarakat pada umumnya. Lebih lanjut mereka yang memiliki usaha produktif di bidang industri gula kelapa. Gambaran umum kinerja KSU Bintang Buana dapat dinyatakan sebagai berikut: a) Terdapat penambahan jumlah keanggotaan (nasabah) KSU. Bintang Buana b) Meminimalisir kasus-kasus lama (nasabah nakal dalam mengangsur) c) Sudah mengangsur hutang Modal MAP sejumlah Rp. 100.000.000 sampai akhir tahun 2007 ( jadi semula hutang dari MAP Rp. 250.000.000 tahun 2003 awal tahun tinggal Rp. 150.000.000) d) Untuk tambah modal kerja pengurus mengajukan penambahan modal ke program APBD Jatim dan mendapat kucuran dana sejumlah Rp. 200.000.000. pada awal tahun 2007 dan akhir tahun 2007 sudah mengembalikan pinjaman ke APBD sejumlah Rp. 100.000.000
66
Laporan Neraca KSU Bintang Buana Tahun 2008 KSU. BINTANG BUANA Neraca Per 31 Desember 2008 AKTIVA
PASIVA
Aktiva Lancar :
Kewajiban Lancar :
Kas
Rp. 216.903.650
Rekening pada bank
Rp. 173.522.920
Simpanan pokok
Rp. 113.500.000
Piutang pinjaman anggota
Rp. 477.188.030
Simpanan wajib
Rp.
Rp. 867.614.600
Simpanan sukarela
Rp. 114.300.000
Total Aktiva Lancar
Aktiva Tetap :
Tanah
Gedung
Peralatan kantor
Akumulasi penyusutan
Rupa-rupa aktiva
Simpanan anggota :
Jumlah Kewajiban Lancar
Rp. 314.000.000
Rp.
3.903.000
Rp.
2.000.000
Simpanan sukarela
Rp. 114.300.000
Rp.
3.000.000
Kredit investasi
Rp. 135.700.000
(Rp.
1.900.000)
Rp.
10.864.000
Rp.
7.003.000
Total Aktiva Tetap
Kewajiban Jangka Panjang :
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang
Rp. 250.000.000
Modal :
Simpanan pokok
Simpanan wajib
Cadangan Koperasi
SHU yang belum dibagi
Jumlah Modal Jumlah Keseluruan Aktiva
86.200.000
Rp. 885.481.600
Jumlah Keseluruhan Pasiva
Rp. 113.500.000 Rp. 86.200.000 Rp.
36.381.000
Rp. 85.400.200 Rp. 321.481.200 Rp 885.481.600
67
Laporan Hasil Usaha KSU Bintang Buana Tahun 2008 LAPORAN HASIL USAHA KOPERASI BINTANG BUANA PERIODE JANUARI 01-31-DESENBER-2008 A Pendapatan 1 Pendapatan a. Pendapatan jasa pinjaman b. Pendapatan administrasi pinjaman c. Pendapatan denda keterlambatan Jumlah pendapatan Operasional 2 Pendapatan lain-lain a. pendapatan bunga Bank Jumlah pendapatan lain-lain Total pendapatan B Beban-beban a. Biaya tenaga kerja b. Biaya utilitas c. Biaya ATK d. Biaya bunga Bank e. Perjalanan dinas f. Biaya penyusutan Aktiva tetap g. Biaya RAT 2008 dan Pra h. Biaya cadangan kerugian piutang i. Biaya organisasi j. Biaya non operasional lainnya Total biaya SHU SHU dibagi SHU Di tahan
Rp Rp Rp
259.275.400 41.971.450 15.917.100 Rp
Rp
Rp Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
317.163.950
317.163.950
59.991.450 4.200.000 3.218.600 86.000.000 3.000.000 10.864.000 6.400.000 12.000.000 5.000.000 6.633.600 Rp Rp Rp Rp
197.307.850 119.856.100 18.000.000 101.856.100
68
Penjelasan Laporan Neraca PENJELASAN NERACA KSU. BINTANG BUANA PER 31 DESEMBER 2008 Aktiva Lancar : Kas Saldo kas : Rp. 16.902.850 Rekening Giro Bank : Rp. 200.000.000 Total Kas Rekening pada bank Piutang pinjaman anggota Total Aktiva Lancar Aktiva Tetap : Tanah ( kontrak 3 tahun) Gedung ( kontrak 3 tahun) Peralatan kantor Meja dan kursi : Rp. 500.000 Komputer dan printer : Rp. 2.500.000 Total Peralatan Kantor Akumulasi penyusutan Rupa-rupa aktiva Total Aktiva Tetap Jumlah Keseluruan Aktiva Kewajiban Lancar : Simpanan anggota : Simpanan pokok a. Terdiri 40 orang @ Rp. 2.837.500 Simpanan wajib a. Terdiri dari 40 orang @ Rp. 2.155.000 : Rp. Simpanan sukarela a. Terdiri dari 40 orang yang besarnya tidak sama @ Jumlah Kewajiban Lancar Kewajiban Jangka Panjang : Simpanan sukarela a. Terdiri dari 40 orang yang besarnya tidak sama @ Kredit investasi Jumlah Kewajiban Jangka Panjang Modal : Simpanan pokok a. Terdiri 40 orang @ Rp. 2.837.500 Simpanan wajib a. Terdiri dari 40 orang @ Rp. 2.155.000 Cadangan Koperasi SHU yang belum dibagi Jumlah Modal Jumlah Keseluruhan Pasiva
: : : :
Rp. Rp. Rp. Rp.
216.903.650 173.522.920 477.188.030 867.614.600
: Rp. : Rp.
3.903.000 2.000.000
: Rp. 3.000.000 : (Rp. 1.900.000) : Rp. 10.864.000 : Rp. 7.003.000 : Rp. 885.481.600
: Rp. 113.500.000 86.200.000
: Rp. 114.300.000 : Rp. 314.000.000
: Rp. 114.300.000 : Rp. 135.700.000 : Rp. 250.000.000
: Rp. 113.500.000 : : : : :
Rp. 86.200.000 Rp. 36.381.000 Rp. 85.400.200 Rp. 321.481.200 Rp 885.481.600
69
Penjelasan Laporan Hasil Usaha PENJELASAN LAPORAN HASIL USAHA KOPERASI BINTANG BUANA PERIODE JANUARI 01-31-DESEMBER 2008 Pendapatan Pendapatan jasa pinjaman Pokok Jasa Anggota Total Pendapatan Jasa Pinjaman
Rp. 200.675.400 Rp. 58.600.000 Rp. 259.275.400
Pendapatan Administrasi Pinjaman Administrasi SWP (Simpanan Wajib Pinjam) Materai Total Pendapatan Administrasi Pinjaman
Rp. 20.500.000 Rp. 12.471.450 Rp. 9.000.000 Rp. 41.971.450
Pendapatan Denda Keterlambatan Denda Keterlambatan Total Pendapatan Operasional
Rp. 15.917.100 Rp. 317.163.950
Pendapatan lain-lain Pendapatan Bunga Bank Total Pendapatan
Rp. Rp. 317.163.950
Biaya-Biaya a. Biaya Tanaga Kerja Honor Ketua (12 x 750.000) x 1 Orang Honor Manajer (12 x 650.000) x 1 Orang Honor Pengurus lainnya (12 x 500.000) x 7 Orang Biaya Tenaga Bantu Tidak Tetap Total Biaya Tenaga Kerja
Rp. 9.000.000 Rp. 7.800.000 Rp. 42.000.000 Rp. 191.450 Rp. 59.991.450
b. Biaya Utilitas biaya komunikasi dan voucer rekening air Total Biaya Utilitas
Rp. Rp. Rp.
2.000.000 2.200.000 4.200.000
c. Biaya ATK Kertas folio Note book Total Biaya ATK
Rp. Rp. Rp.
2.500.000 718.600 3.218.600
d. Biaya Bunga Bank e. Perjalanan Dinas perjalanan dinas 3 Kali dalam satu tahun (3 x 1.000.000) x I Orang
Rp.
86.000.000
Rp.
3.000.000
f. Biaya Penyusutan Aktiva Tetap g. Biaya RAT 2008 dan PRA Biaya RAT 4 kali dalam satu tahun (4 x 500.000) Biaya PRA
Rp. 10.864.000 Rp. Rp.
6.000.000 400.000
70
Total Biaya RAT dan PRA
Rp.
h. Biaya Cadangan Kerugian Piutang i. Biaya Organisasi Biaya RAT Pengurus, Pengawas dan Penasehat Pengeluaran Lain-lain Total Biaya Organisasi
Rp. 12.000.000
j. Biaya Non Operasional Foto Kopy Print Maping Penjilidan lain-lain Total Biaya Non Operasional Total Biaya-Biaya Sisa Hasil Usaha Total Pendapatan Total Biaya-Biaya Jumlah Sisa Hasil Usaha Sisa Hsil Usaha dibagi Untuk Anggota Jasa Modal x 20% Jasa Anggota x 25% Cadangan x 25% Dana Pengurus x 10% Dana Pegawai x 5% Dana Kemajuan Daerah x 5% Dana Pendidikan Koperasi x 5% Dana Sosial x 5% Sisa Hasil Usaha Ditahan
Rp. Rp. Rp.
6.400.000
3.000.000 2.000.000 5.000.000
Rp. 1.500.000 Rp. 2.000.000 Rp. 1.000.000 Rp. 1.500.000 Rp. 633.600 Rp. 6.633.600 Rp. 197.307.850 Rp. 317.163.950 (Rp. 197.307.850) Rp. 119.856.100 (Rp.
18.000.000)
Rp. 3.600.000 Rp. 4.500.000 Rp. 4.500.000 Rp. 1.800.000 Rp. 900.000 Rp. 900.000 Rp. 900.000 Rp. 900.000 Rp.18.000.000 Rp. 101.856.100
Analisis Rasio keuangan Rasio Keuangan yang digunakan oleh Koperasi Serba Usaha “KSU“ Bintang Buana Tahun 2008 adalah: a. Rasio lancar (current ratio) Rasio lancar Koperasi Serba Usaha „KSU‟ Bintang Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di bawah ini : Rasio lancar =
Utang lancar x 100% Aktiva lancar Rp. 885.481.600 x 100% = 1383.5% Rp 64.000.000 Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan diatas dapat diketahui rasio lancar yang dicapai tahun 2008 adalah 1383,5% yang berarti setiap utang lancar Rp 1.00,- dijamin dengan aktiva lancar Rp 1383,5.
71
b. Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban (Total Debt To Total Assets Ratio) Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban Koperasi Serba Usaha „KSU‟ Bintang Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di bawah ini : Rasio Solvabilitas
= Total Aktiva x 100% Total Kewajiban Rp. 885.481.600 x 100% Rp. 564.000.000 = 157% Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan diatas dapat diketahui Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban yang dicapai tahun 2008 adalah 157% yang berarti setiap total kewajiban Rp 1.00,- dijamin dengan total aktiva Rp 157. c.
Rasio SHU dengan Total Pendapatan (Rasio Rehabilitas) Rasio SHU dengan Total Pendapatan Koperasi Serba Usaha „KSU‟ Bintang Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di bawah ini : Rasio Rasio Rehabilitas
= Sisa Hasil Usaha x 100% Total Pendapatan
Rp. 119.856.100 x 100% = 37,7% Rp. 317.163.950 Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan diatas dapat diketahui Rasio Sisa Hasil Usaha dengan Total Pendapatan yang dicapai tahun 2008 adalah 37,7% yang berarti setiap SHU Rp 1.00,- dijamin dengan total Pendapatan Rp 157 d. Rasio Rentabilitas (Rate Of ROA “Return On Assets”) Rate Of ROA “Return On Assets” dapat dihitung dengan membandingkan antara Sisa Hasil Usaha dengan total aktiva Koperasi Serba Usaha „KSU‟ Bintang Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di bawah ini : ROA = Sisa Hasil Usaha x 100% Total Aktiva Rp. 119.856.100 x 100% = 13,5% Rp. 885.481.600 Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan diatas dapat diketahui Rate Of ROA “Return On Assets” yang dicapai tahun 2008 adalah 13,5% yang berarti setiap Sisa hasil usaha Rp 1.00,- dijamin dengan total aktiva Rp 13,5. Pembahasan Hasil Penelitian Laporan Keuangan Dari Laporan Neraca diatas data dikatakan bahwa Neraca adalah: laporan yang berisi harta (asset), utang atau kewajiban-kewajiban pada pihak lain 72
(liebilities) beserta modal (capital) dari suatu perusahaan pada saat tertentu. Oleh karena itu Neraca terdiri dari tiga kelompok, yaitu : aktiva, kewajiban, dan modal Pada laporan Neraca KSU. Bintang Buana diatas datap dijelaskan bahwa total aktiva diperoleh dari jumlah aktiva lancar Rp. 867.614.600 + aktiva tetap Rp. 7.003.000 = Rp. 885.481.600 sedangan total pasiva yang diperoleh dari Jumlah kewajiban lancar Rp. 314.000.000 + kewajiban jangka panjang Rp. 250.000.000 + modal Rp. 321.481.200 = Rp. 885.481.200. Dari laporan Sisa Hasil Usaha diatas dapat diketahui bawa KSU. Bintang Buana Untuk periode Januari 01- 31Desember 2008 adalah total Pendapatan – total Biaya = Rp. 317.163.950– Rp. 197.307.850= Rp. 119.856.100 SHU di tahan = SHU- SHU di bagi = RP. 119.856.100– Rp. 18.000.000 = Rp. 101.856.100 Pembahasan Analisis Rasio Keuangan Dari Analisa rasio keuangan diatas dapat dibandingan antara dua/kelompok data laporan keuangan dalam satu periode tertentu, data tersebut bisa antar data dari neraca dan data laporan hasil usaha. Tujuannya adalah memberi gambaran kelemahan dan kemampuan finansial koperasi dari tahun ketahun. 1. Pembahasan Analisis Rasio Likuiditas a. Rasio lancar (current ratio) Secara terperinci keadaan rasio lancar Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana Kabuaten Blitar Tahun 2008 sebagai berikut : Pada tahun 2008 rasio lancar yang dicapai Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana adalah 1383.5%. Keadaan ini nampaknya menguntungkan bagi para kreditur karena pinjaman jangka pendek yang mereka pinjamkan dijamin 1383,5 kali lipat aktiva lancar koperasi. Bila diamati lebih lanjut hal ini disebabkan karena besarnya dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar terutama pada piutang, sehingga koperasi masih memiliki banyak cadangan yang dapat digunakan untuk melunasi utang jangka pendeknya bila sewaktuwaktu ditagih. 2. Pembahasan Analisis Rasio Solvabilitas a. Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban (Total Debt To Total Assets Ratio) Keadaan rasio total aktiva dengan total kewajiban KSU. Bintang Buana tahun 2008 adalah 157%, hal ini menunjuk kemampuan koperasi dalam memenuhi seluruh kewajiban-kewajiban baik berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang sangatlah efisien hal ini disebabkan kewajiban yang didikeluarkan dipenuhi oleh aktiva sehingga dapat seluruh kewajiban dapat dipenuhi oleh koperasi. 3. Pembahasan Analisis Rehabilitas. a. Rasio Rehabilitas Rasio Sisa Hasil Usaha dengan Total Pendapatan pada Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana tahun 2008 adalah 37,7%. Hal ini sangat efisien, dikarenakan total pendapatan yang diperoleh oleh koperasi menunjukakan besarnya pendapatan operasional koperasi dapat memenuhi kewajibankewajiban yang dikeluarkan oleh koperasi sehingga dapat menjamin sisa hasil usaha koperasi 73
4. Pembahasan Analisis Ratio Rentabilitas a. Rasio Jumlah SHU sebelum pajak dengan total Pendapatan. (Rate Of ROA “Return On Assets”) Rasio laba bersih sebelum pajak dengan total pendapatan menunjukkan kemampuan dari pendapatan operasional yang diinvestasikan dalam keseluruhan total pendapatan untuk menghasilkan keuntungan. Jumlah Sisa Hasil Usaha sebelum pajak dengan total Pendapatan yang dicapai Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana pada tahun 2008 adalah 37,7% Dari rincian di atas dapat diketahui bahwa rasio Jumlah SHU sebelum pajak dengan total Pendapatan yang dicapai oleh KSU. Bintang Buana Tahun 2008 adalah cukup efisien atau baik, hal ini disebabkan karena besarnya total pendapatan operasional yang diperoleh oleh koperasi dan pentapatan operasional tersebut dapat mengontrol pengeluaran atau biaya operasional sehingga mendapatkan SHU yang baik atau maksimal sebelum pajak Simpulan Dari hasil analisa penulis lakukan terhadap Analisis Laporan Sisa Hasil Usaha “SHU” Terhadap Pelaporan pertanggungjawaban Koperasi Serba Usaha “KSU” Bintang Buana Kabupaten Blitar Tahun 2008, maka data ditarik kesimpulan bahwa 1. Hasil Laporan Hasil Usaha KSU. Bintang Buana Periode Januari 01-31 Desember 2008, bahwa pendapatan yang diperoleh oleh KSU. Bintang Buana berasal dari pendapatan operasional koperasi sebesar Rp. 317.163.950 yang berasal dari jasa pinjaman yang diperoleh dari angsuran pokok dan jasa pinjaman dari anggota maupun calon anggota, pendapatan administrasi yang berasal dari biaya administrasi, SWP dan materai yang dikenakan kepada anggota pada saat melakukan pinjaman dan denda keterlambatan pengembalian pinjaman kepada koperasi dan tidak memperoleh pendapatan yang diselenggarankan oleh pihak ketiga atau usaha lainnya. Karena sisa hasil usaha yang diselenggarakan KSU. Bintang Buana hanya berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk para anggotanya maka tidak dikenakan Pajak pengahasilan, akan tetapi bila bila sisa hasil usaha itu berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk pihak ketiga (bukan anggota), maka sisa hasil usaha tersebut dikenakan pajak penghasilan yang tarifnya sama dengan pajak penghasilan persekutuan firma atau komanditer. Jadi dapat disimpulkan bahwa sisa hasil usaha KSU. Bintang Buana yang dibagikan sebesar 18.000.000 hanya berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota yang pembagiannya berdasarkan pada ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar Koperasi yang diputuskan dalam Rapat Anggota untuk jasa modal 20%, jasa anggota 25%, cadangan 25%, dana pengurus 10%, dana pegawai 5%, dana kemajuan daerah 5%, dana pendidikan 5% dan dana social 5% dan sebagian sisa hasil usaha koperasi disisihkan untuk cadangan dengan tujuan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. 2. Sebagai bentuk Pelaporan pertanggungjawaban, sisa hasil usaha “SHU” Koperasi Serba Usaha “KSU” Bintang Buana Kabupatan Blitar tahun 2008 dilakukan suatu Analisis Rasio Keuangan yang digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan koperasi lebih dalam yang sangat penting dalam proses 74
menghasilkan keputusan yang tepat maka Analisis Rasio Keuangan yang digunakan Antara lain; Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Rehabilitas dan Rasio Rentabilitas. Dari hasil analisis Rasio Keuangan bahwa kondisi keuangan Koperasi Serba Usaha “KSU” Bintang Buana Kabupaten Blitar Tahun 2008 : 1. Dilihat dari Rasio Lancar (currents ratio) yang dicapai Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana tahun 2008 adalah 1383.5%. Keadaan ini nampaknya menguntungkan bagi para kreditur karena pinjaman jangka pendek yang mereka pinjamkan dijamin 1383,5 kali lipat aktiva lancar koperasi. Karena besarnya dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar terutama pada piutang koperasi masih memiliki banyak cadangan yang dapat digunakan untuk melunasi utang jangka pendeknya bila sewaktu-waktu ditagih. 2. Keadaan rasio total aktiva dengan total kewajiban (Total Debt To Total Assets Ratio) KSU. Bintang Buana tahun 2008 adalah 157%, hal ini menunjuk kemampuan koperasi dalam memenuhi seluruh kewajiban-kewajiban baik berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. 3. Rasio Sisa Hasil Usaha dengan Total Pendapatan pada Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana tahun 2008 adalah 37,7%. Total pendapatan yang diperoleh oleh koperasi menunjukakan besarnya pendapatan operasional koperasi dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang dikeluarkan oleh koperasi sehingga dapat menjamin sisa hasil usaha koperasi 4. Rasio laba bersih sebelum pajak dengan total pendapatan (Rate Of ROA “Return On Assets”) menunjukkan kemampuan dari pendapatan operasional yang diinvestasikan dalam keseluruhan total pendapatan untuk menghasilkan keuntungan. Jumlah Sisa Hasil Usaha sebelum pajak dengan total Pendapatan yang dicapai Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana pada tahun 2008 adalah 37,7%. Hal ini disebabkan karena besarnya total pendapatan operasional yang diperoleh oleh koperasi dan pendapatan operasional tersebut dapat mengontrol pengeluaran atau biaya operasional sehingga mendapatkan SHU yang baik atau maksimal sebelum pajak DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Fudyanisa. 2009. in Uncategorized, www.Posted. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Indonesia, Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Mulyadi. 2003. Activity-Based Cost System, - Ed. 6, Cet.1 Yogyakarta, UPP. AMP YKPN. Yogyakarta. Munawir, S. 2000. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kesebelas, Penerbit Liberti. Yogyakarta. Nazir, Muhammad.1999. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Jakarta. 75
Suyanto, dan Nurhadi. 2003. IPS Ekonomi, Penerbit Erlangga. Yogyakarta. Tunggal, Amin Widjaja. 2002. Akuntansi Untuk Koperasi, penerbit PT. Rineka Cipta.
76