Wacana Didaktika
Pengaruh Metode Pembelajaran Aktif Tipe Modeling The Way Terhadap Pembelajaran Drama pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 2 Indramayu Tahun Pelajaran 2013/204 Saroni This of research background learning the importance of drama for learners. One of the methods that can develop the skill the drama play is type of active learning a modeling the way methods. The research tried to apply the method played a role with characteristic an emphasis on skills in the process of dialogue to express figures in the drama performance. Recommendation in this research is that the teacher can try to use the method of to play a role in other learning materials to more motivating the student and the efficient use of time. Keyword : Experiments, Active Learning Method Type Modeling The Way Learning Drama.
A. Pendahuluan Ketrampilan berbicara tidaklah dimili ki oleh seseorang secara otomatis. Ke trampilan berbicara yang baik dapat dimil ikidengan cara mengolah maupun melatih seluruh potensi yang ada. Ketrampilan berbicara harus dikembangkan melalui latihan. Salah satu latihan pengembangan keterampilan berbicara adalah bermain drama. Bermain drama merupakan suatu kegiatan memerankan tokoh yang ada dalam naskah melalui alat utama yakni percakapan (dialog) gerakan dan tingkah laku yang dipentaskan. Pembelajaran drama dibutuhkan me to de tertentu untuk merangsang siswa guna mencapai keberhasilan tujuan pem belajaran. Salah satu upaya yang dilakukan
26
oleh guru yakni dengan menghadirkan suatu pembelajaran yang mampu me ningkatkan ketrampilan bermain drama. Pembelajarantersebut diharapkan dapat meningkatkan proses belajar yang nanti nya dapa tmeningkatkan hasil belajar yang dicapai. Peranan drama sebagai penyeim bang kehidupan manusia menjadikan pembelajaran apresiasi drama penting diberikan dalam proses pendidikan. Me lalui pembelajaran drama, siswa diharap kan mampu memetik pengalaman tentang kehidupan yang dituangkan pengarang dalam naskah-naskah drama karena pada dasarnya naskah drama merupakan hasil penciptaan dan perenungan terhadap ni lai-nilai kehidupan. Namun, pada umum nya pembelajaran drama di sekolah masih belum berjalan secara optimal. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 18 - Januari 2015 Hasil wawancara bebas dengan guru bahasa dan sastra Indonesia dalam ber bagai kesempatan selama ini menunjuk kan bahwa secara umum, keluhan-keluhan dalam pembelajaran drama di lembaga pendidikan formal berkisar pada hal-hal berikut. Pertama, berdasarkan hasil obser vasi menunjukan bahwa siswa dominan masih malu dan lemah mental untuk me merankan tokoh dalam drama yang ber imbas pada ekspresi yang diperlihatkan siswa datar dan kurang apresiatif. Kedua, berdasarkan dokumen pembelajaran dra ma yang diperoleh dari mata pelajaran bahwa skor rata-rata siswa masih di bawah KKM, yakni sebesar 60. Padahal, kriteria ketuntasan minimalnya sebesar 64. Ketiga, bedasarkan hasil dari wawancara dengan guru bahasa dan sastra indonesia menun jukan simpulan bahwa pembelajaran drama hanya berhenti sampai teori saja tidak menghasilkan produk karya sastra yang dipentaskan. Keempat, berdasarkan hasil observasi menunjukan bahwa dari 32 siswa 53.13% kurang menyukai pem belajaran drama, 31,25% siswa menyukai pembelajaran drama, dan 15,63% siswa menyukai pembelajaran drama. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran drama masih rendah. Dalam hal ini, untuk mengatasi ma salah-masalah di atas, maka perlu menggu nakan metode yang tepat agar tujuan dalam pembelajaran drama tercapai. Menurut Suryaman (2012:85) mengatakan bahwa, “Metode untuk merealisasikan rencana (strategi) terdapat bermacam-macam. Hal ini tidak terlepas dari hakikat strategi yang mungkin saja memerlukan lebih dari satu metode”. Metode pembelajaran aktif Universitas Wiralodra Indramayu
tipe modeling the way akan sangat baik jika digunakan untuk mengajarkan pela jaran yang menuntut ketrampilan tertentu khususnya dalam pembelajaran bermain drama. Metode modeling the way ini bersum ber pada model pembelajaran langsung dan modeling sebagai pendekatan uta manya. Suprijono (2009:47) menyatakan bahwa pembelajaran langsung adalah gaya mengajar dimana pendidik terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada siswa dan mengajarkannya langsung ke pada seluruh kelas. Modeling berarti men demonstrasikan suatu prosedur kepada siswa. Modeling mengikuti urutan-urutan sebagai berikut: a. pendidik mendemonstrasikan peri laku yang hendak dicapai sebagai hasil belajar; b. perilaku itu dikaitkan dengan peri laku-perilaku lain yang sudah dimiliki siswa; c. pendidik mendemonstrasikan ber bagai bagian perilaku tersebut den gancara yang jelas, terstruktur, dan berurutan disertai penjelasan men genaiapa yang dikerjakannya setelah setiap langkah selesai dikerjakan; dan d. siswa perlu mengingat langkah-lang kah yang dilihatnya dan kemudian menirukannya. Tujuan metode ini adalah memper jelas pengertian konsep atau suatu teori. Penggunaan metode pembelajaran aktif tipe modeling the way dalam pembelajar an drama diharapkan dapat memancing perhatiansiswa untuk memusatkan dan menitik beratkan sesuatu yang dianggap
27
Wacana Didaktika penting dapat diamati secara tajam, dalam proses belajar siswa diharapkan semakin terarah karena perhatiannya akan lebih terpusat kepada apa yang didemonstrasi kan. Sehingga apabila siswa terlibat aktif, maka mereka akan memperoleh pengala man atau pengetahuan yang melekat pada jiwanya dan ini berguna dalam pengem bangan kecakapannya. Kary asastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengala man, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Menurut Musthafa (2008:136) bahwa, ”dalam praktik pem belajaran, pengajar sastra dapat mem perkenalkan kepada pembelajar sastra pe manfaatan karya sastra dengan cara baik orang-perorang maupun kolektif sebagai kelompok mengamalkan pemanfaatan karya sastra untuk sebayak-banyaknya je nis kegunaan”. Sementara menurut Endas wara (2003:89) bahwa, “karya sastra cend erung memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, sebenarnya pengarang berupaya untuk mendokumentasikan za man sekaligus sebagai alat komunikasi an tara pengarang dengan pembacanya”. na mun, menurut Djoko Pradopo (2002:36) bahwa, “karya sastra baik yang berbentuk puisi maupu prosa sering sekali sukar dipahami oleh masyarakat pembaca, pa dahal karya-karya sastra tersebut sangat bermutu sastra, mengandung keindahan yang memuncak ataupun mengandung pengalaman-pengalaman atau pikiran he bat”. Salah satu bentuk prosa yang mung
28
kin sulit untuk dipahami oleh masyarakan yaitu drama. Sama halnya menurut Rah manto (1988:120) bahwa, “drama me mang merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sulit dibanding dengan bentuk sastra yang lain”. Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau per tunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Menurut Hasanudin (2009:2) bahwa, “drama adalah cerita atau tiru an perilaku manusia yang dipentaskan”. Sama halnya menurut Noor (2009:27) bahwa, “drama adalah pertunjukan ceri ta atau lakon kehidupan manusia yang dipentaskan”. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Rahmanto (1988:89) bahwa, “drama adalah bentuk sastra yang merangsang gairah dan mengasyikan para pemain dan penonton sehingga san gat digemari masyarakat”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bah wa bahwa drama adalah sebuah kejadian yang menggambarkan kehidupan manusia yang dipentaskan di atas panggung dengan menggunakan dialog, gerak dan perbuat an sehingga membutuhkan ruang, waktu dan penonton. Hanya bedanya, jika cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbe da dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan cara menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau ske nario, tetapi hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah skenario atau naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsurFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 18 - Januari 2015 unsur esensial sebuah “seni drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum naskah tersebut dipentaskan. Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1) Bagaimanakah proses pem belajaran drama yang dilakukan guru dan siswa dengan menggunakan metode pem belajaran aktif tipe modeling the way pada siswa kelas XI di SMA N 2 Indramayu? 2) Bagaimanakah hasil pembelajaran drama dengan menggunakan metode pembelajar an aktif tipe modeling the waypada siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Indramayu? 3) Bagaimanakah pengaruh metode pembe lajaran aktif tipe modeling the wayterha dap pembelajaran drama pada siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Indramayu?. B. Cara Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu atau eksperimen pura-pura, yaitu dengan sengaja mengusahakan timbulnya variabel-variabel yang selanjutnya dikon trol untuk dilihat pengaruhnya terha dap prestasi belajar (Arikunto, 2006:84). Penelitian ini menggunakan desain posttest-only control design yaitu kelompok yang diberikan perlakuan disebut kelas eksperimen dan kelompok yang tidak di beri perlakuan disebut kelas kontrol, ka lau terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol maka perlakuan yang diberikan berpenga ruh secara sigifikan. Menurut (Sugiyono, 2013:112) desain sebagai berikut:
Universitas Wiralodra Indramayu
Posttest-Only Control Design Kelompok
Eksperimen
Treatmen Posttes X
Kontrol -
O
O
Populasi dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengekspresi kan dialog para tokoh dalam pementasan drama. Secara keseluruhan populasi terdi ri dari 300 siswa. Subyek penelitian terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA 5 dan kelas kontrol adalah kelas XI IPA 2. Teknik yang digunakan dalam pe ngumpulan data pada penelitian ini adalah teknik tes unjukkerja dan teknik nontes, teknik ini digunakan untuk mendapat kan data yang sempurna. Tes unjuk kerja (performance assesment) adalah penilaian kerja siswa sesuai dengan standar kompe tensi untuk mengetahui tingkat kedalam an materi siswa dan tingkat penguasaan siswa. Tes unjuk kerja dalam penelitian ini dilakukan satu kali, yakni pada posttes. Teknik nontes digunakan untuk me ngumpulkan data dengan jalan mengada kan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (siswa), yaitu de ngan melakukan observasi. Observasi (ob servation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlang sung (Sukmadinata, 2010:220). Kegiatan tersebut berkenaan dengan cara pendidik mengajar dan siswa belajar. Salah satu
29
Wacana Didaktika langkah untuk merencanakan penelitian adalah menyusun instrument atau alat pengumpul data sesuai dengan masalah yang diteliti. Instrumen penelitian adalah alat untuk memperoleh data yang diperlu kan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapang an (Darmadi, 2011:260). Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini meliputi ren cana pelaksanan pembelajaran, wawan cara, lembar observasi, dan instrumen tes. Teknik analisis data merupakan suatu cara untuk mengolah data hasil penelitian guna memperoleh suatu simpulan. Ada pun uji persyaratan analisis adalah uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidak data yang diperoleh, uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui bahwa kedua kelompok berasal dari va rian yang sama dan uji hipotesis dilaku kan untuk mengetahui pengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap perma salahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010:110) dan menurut Sukardi ( 2031:41) hipotes tis dikatakan sementara karena kebenar annya masih perlu diuji. Secara statistik, hipotesis yang akan diajukan dalam pene litian ini yaitu: Ho : tidak terdapat pengaruh metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terhadap pembelajaran drama pada siswa kelas XI di SMA N 2 Indramayu. Ha : terdapat pengaruh metode pem belajaran aktif tipe modeling the way terhadap pembelajaran dra
30
ma pada siswa kelas XI di SMA N 2 Indramayu. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil penelitian Kegiatan belajar yang dilakukan guru dari kegiatan awal sampai dengan kegiat an akhir sudah dilakukan dengan sangat baik. Hasil pengamatan pada kelas eksperi men mencapai skor 21 dengan nilai 87,5, se suai dengan kriteria yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penggunaan metode pembelajaran aktif tipe modeling the way sudah dilakukan secara efektif, berada pada rentang 76-100, dengan kri teria “Sangat Baik”. Sedangkan hasil peng amatan pada kelas kontrol yaitu mencapai skor 19 dengan nilai 79,1 sesuai dengan kriteria yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penggunaan metode tayangan video sudah dilakukan secara efektif, be rada pada rentang 76-100, dengan kriteria “Sangat Baik”. Hasil tes dalam penelitian ini dipe ro leh dari posttest kemampuan siswa mengeskpresikan dialog para tokoh dalam pementasa drama baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pembelajaran dra ma dalam penelitian ini dilihat dari lima aspek penilaian, yaitu lafal/ucapan, kelan caran berbicara, ekspresi dialog, ekspresi wajah, dan gesture. Berikut ini peneliti sajikan data posttest pembelajaran drama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Keterampilan bermain drama hasil ke las eksperimen dengan siswa yang mem peroleh nilai pada interval 0-59 dalam kategori kurang 0 atau 0%, siswa yang Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 18 - Januari 2015 memperoleh nilai pada interval 60-74 dalam kategori cukup adalah 7 atau 25%, siswa yang memperoleh nilai pada inter val 75-84 dalam kategori baik adalah 11 atau 39,28%, dan siswa yang memperoleh nilai pada interval 85-100 dalam kategori sangat baik adalah 10 atau 35,71%. Dari tabel tersebut, maka dapat dibuat histro gram data pembelajaran drama pada gam bar berikut
Histogram Pembelajaran Drama Hasil Kelas Kontrol
Histogram Pembelajaran Drama Hasil Kelas Eksperimen
Sedangkan pada kelas kontrol kete rampilan bermain drama memperoleh nilai pada interval 0-59 dalam kategori kurang 3 atau 10,71%, siswa yang mem peroleh nilai pada interval 60-74 dalam kategori cukup adalah 11 atau 39,28%, siswa yang memperoleh nilai pada interval 75-84 dalam kategori baik adalah 11 atau 39,28%, dan siswa yang memperoleh nilai pada interval 85-100 dalam kategori sa ngat baik adalah 3 atau 10,71%. Dari tabel tersebut, maka dapat dibuat histrogram data pembelajaran drama sebagai berikut.
Universitas Wiralodra Indramayu
Hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan ha sil posttest. Nilai rata-rata siswa pada ke las eksperimen memperoleh nilai 80,39. Sedangkan nilai rata-rata siswa kelas kon trol memperoleh nilai 73,25. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa terjadi perbedaan hasil tes siswa kelas eksperi men dan kelas kontrol, maka dapat dibuat histrogram data keterampilan bermain drama pada gambar berikut: Perbedaan Hasil Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
31
Wacana Didaktika Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas ekperimen men dapatkan skor keseluruhan 2251 dengan rata-rata nilai siswa 80,39 sedangkan pada kelas kontrol mendapat skor keseluruhan 2051 dengan rata-rata nilai siswa 73,25. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpul kan bahwa penggunaan metode pembe lajaran aktif tipe modeling the way yang diterapkan di kelas eksperimen lebih baik dan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan metode tayangan video yang diterapkan di kelas kontrol. 2. Analisis dan Pembahasan
a. Kelas Eksperimen Hasil belajar berupa tes pada kelas eksperimen memperoleh skor keseluruh an 2251 dengan nilai rata-rata kelas sebe sar 80,39. Berdasarkan hasil tersebut maka peneliti menguraikan hasil analisis pem belajaran drama posttest kelas eksperi men pada kelas pada siswa kelas XI di SMA N 2 Indramayu yaitu sebagai berikut:
1) Aspek Lafal/Ucapan Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari aspek lafal/ucapan, rentang skor 1620 menunjukan bahwa sebanyak 15 siswa (53,57%) dengan katagori sa ngat baik, yaitu: lafal/ucapan sangat terdengar jelas oleh penonton, ren tang skor 11-15 sebanyak 12 siswa (42,85%) dengan katagori baik, yaitu: lafal/ucapan terdengar jelas oleh pe
32
nonton, rentang skor 6-10 sebanyak 1 siswa (3,57%) dengan katagori cukup, yaitu: lafal/ucapan cukup terdengar jelas oleh penonton. Pada aspek lafal/ ucapan ini memerlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam drama, tek nik tersebut dinamakan teknik ucap an, yaitu kemampuan mengucapkan sesuatu dengan jelas, bersih, merdu, serta benar.
2) Aspek Kelancaran Berbicara Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari as pek kelancaran berbicara dengan rent ang skor 19-24 menunjukan bahwa sebanyak 12 siswa (42,85%) dengan katagori sangat baik, yaitu: sangat lancar ketika berdialog, rentang skor 13-18 sebanyak 16 siswa (57,14%) dengan katagori baik, yaitu: lancar ke tika berdialog. Pada aspek kelancaran berbicara ini memerlukan teknik da lam memerankan tokoh dalam drama teknik tersebut dinamakan teknik lu gas, yaitu tidak bertele-tele dan me miliki kemampuan dalam mengatur cepat lambatnya ketika berbicara.
3) Aspek Ekspresi Dialog Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari aspek ekspresi dialog dengan ren tang skor 19-24 menunjukan bahwa sebanyak 20 siswa (71,42%) dengan katagori sangat baik, yaitu: ekspresi dialog sangat menggambarkan karak ter tokoh, rentang skor 13-18 seba Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 18 - Januari 2015 nyak 7 siswa (25%) dengan katagori baik, yaitu: ekspresi dialog menggam barkan karakter tokoh, rentang skor 7-12 sebanyak 1 siswa (3,57%) de ngan katagori cukup, yaitu: ekspresi cukup menggambarkan karakter to koh. Pada aspek ekspresi dialog ini memerlukan teknik dalam memeran kan tokoh dalam drama, teknik terse but dinamakan teknik timing, yaitu kemampuan dalam menciptakan kete tapan hubungan antara gerakan jas mani yang berlangsung dengan kali mat yang diucapkan.
4) Aspek Ekspresi Wajah Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari as pek ekspresi wajah, dengan rentang skor 13-16 menunjukan bahwa seba nyak 21 siswa (75%) dengan katagori sangat baik, yaitu: ekspresi wajah sangat sesuai dengan karakter tokoh, rentang skor 9-12 sebanyak 5 siswa (17,85%) dengan katagori baik, yaitu: ekspresi wajah sesui dengan karakter tokoh, rentang skor 5-8 sebanyak 2 siswa (7,14%) dengan katagori cukup, yaitu: ekspresi wajah cukup sesuai de ngan karakter tokoh. Pada aspek eks presi wajah ini memerlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam dra ma, teknik tersebut dinamakan teknik membangun karakter yaitu kemam puan pemain untuk lebur ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya selama bermain peran. Tokoh yang diperankan oleh pemain secara total dengan “meninggalkan” diri pri Universitas Wiralodra Indramayu
badinya untuk kemudian hadir seba gai pribadi tokoh yang diperankan.
5) Aspek Gesture Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari aspek gesture, dengan rentang skor 13-16 menunjukan bahwa sebanyak 23 siswa (82.14%) dengan katagori sangat baik, yaitu: pandangan mata dan gerak tubuh sangat sesuai dengan dialog, rentang skor 9-12 sebanyak 5 siswa (17,58%) dengan katagori baik, yaitu: pandangan mata dan gerak tu buh sesuai dengan dialog. Pada aspek gestur ini memerlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam drama, tek nik tersebut dinamakan teknik fisik yaitu kemampuan dalam memerin tahkan anggota tubuh guna dalam pe mentingan dalam berperan. b. Kelas Kontrol Hasil belajar berupa tespada kelas kontrol memperoleh skor keseluruhan 2051 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 73,25. Berdasarkan hasil tersebut maka peneliti menguraikan hasil analisis pem belajaran drama posttestpada siswa kelas XI di SMA N 2 Indramayu yaitu sebagai berikut: 1) Aspek Lafal/Ucapan Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari as pek lafal/ucapan, dengan rentang skor 16-20 menunjukan bahwa sebanyak 3
33
Wacana Didaktika siswa (10,71%) dengan katagori sa ngat baik, yaitu: lafal/ucapan sangat terdengar jelas oleh penonton, ren tang skor 11-15 sebanyak 22 siswa (78.57%) dengan katagori baik, yaitu: lafal/ucapan terdengar jelas oleh pe nonton, rentang skor 6-11 sebanyak 3 siswa (10,71%) dengan katagori cu kup, yaitu: lafal/ucapan cukup terde ngar jelas oleh penonton. Pada aspek lafal/ucapan ini memerlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam dra ma, teknik tersebut dinamakan teknik ucapan, yaitu kemampuan mengucap kan sesuatu dengan jelas, bersih, mer du, serta benar.
2) Aspek Kelancaran Berbicara Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari aspek kelancaran berbicara, de ngan rentang skor 19-24 menunjukan bah wa sebanyak 11 siswa (39,28%) de ngan katagori sangat baik, yaitu: sa ngat lancar ketika berdialog, rentang skor 13-18 sebanyak 14 siswa (50%) dengan katagori baik, yaitu: lancar ketika berdialog, rentang skor 7-12 sebanyak 3 siswa (10,71%) dengan katagori cukup, yaitu: cukup lancar ke tika berdialog. Pada aspek kelancaran berbicara ini memerlukan teknik da lam memerankan tokoh dalam drama teknik tersebut dinamakan teknik lu gas, yaitu tidak bertele-tele dan me miliki kemampuan dalam mengatur cepat lambatnya ketika berbicara.
34
3) Aspek Ekspresi Dialog Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari as pek ekspresi dialog, dengan rentang skor 19-24menunjukan bahwa seba nyak 14 siswa (50%) dengan katagori sangat baik, yaitu: ekspresi dialog sa ngat menggambarkan karakter tokoh, rentang skor 13-18 sebanyak 12 siswa (14,85%) dengan katagori baik, yaitu: ekspresi dialog menggambarkan ka rakter tokoh, rentang skor 7-12 seba nyak 2 siswa (7,14%) dengan katagori cukup, yaitu: ekspresi cukup meng gambarkan karakter tokoh. Pada aspek ekspresi dialog ini memerlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam dra ma, teknik tersebut dinamakan teknik timing, yaitu kemampuan dalam men ciptakan ketetapan hubungan antara gerakan jasmani yang berlangsung dengan kalimat yang diucapkan.
4) Aspek Ekspresi Wajah Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari aspek ekspresi wajah, dengan ren tang skor 13-16 menunjukan bahwa sebanyak 11 siswa (39,28%) dengan katagori sangat baik, yaitu: ekspresi wajah sangat sesuai dengan karakter tokoh, rentang skor 9-12 sebanyak 16 siswa (47,14%) dengan katagori baik, yaitu: ekspresi wajah sesui de ngan karakter tokoh, rentang skor 5-8 sebanyak 1 siswa (3,57%) dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 18 - Januari 2015 katagori cukup, yaitu: ekspresi wajah cukup sesuai dengan karakter tokoh. Pada aspek ekspresi wajah ini me merlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam drama, teknik tersebut dinamakan teknik membangun karak ter yaitu kemampuan pemain untuk lebur ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya selama bermain peran. Tokoh yang diperankan oleh pemain secara total dengan “mening galkan” diri pribadinya untuk kemu dian hadir sebagai pribadi tokoh yang diperankan.
5) Aspek Gesture Hasil analisis pembelajaran drama oleh siswa kelas XI di SMA N 2 Indra mayu pada kelas eksperimen dengan jumlah 28 siswa yang ditinjau dari aspek gesture, dengan rentang skor 13-16 menunjukan bahwa sebanyak 6 siswa (21,42%) dengan katagori sangat baik, yaitu: pandangan mata dan gerak tubuh sangat sesuai dengan dialog, rentang skor 9-12 sebanyak 22 siswa (78,57%) dengan katagori baik, yaitu: pandangan mata dan gerak tu buh sesuai dengan dialog.Pada aspek gestur ini memerlukan teknik dalam memerankan tokoh dalam drama, teknik tersebut dinamakan teknik fisik yaitu kemampuan dalam meme rintahkan anggota tubuh guna dalam pementingan dalam berperan
Dari data perhitungan di atas menun jukkan bahwa antara “Metode Pembelajar an Aktif Tipe Modeling The Way” terhadap “Pembelajaran Drama” adanya pengaruh yang positif, hal tersebut ditunjukan de ngan melihat harga r hitung (0,891) yang lebih besar daripada r table (0,374). Cara lain yaitu dengan melihat harga t, dimana t hitung (3,661) lebih besar daripada harga t table (2,048), sehingga Ha di terima yai tu“ Terdapat pengaruh yang positif antara metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terhadap pembelajaran drama”. Koefisien determinasi r square sebesar 0,793 yang berarti 79,3% perubahan pada varia bel pembelajaran drama (Y) dapat dipe ngaruhi oleh metode pembelajaran aktif tipe modeling the way (X). Persamaan garis regresi pengaruh metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terhadap pembelajaran drama dapat dinyatakan dengan Y= 0.001+6,414. Persamaan tersebut menunjukan bahwa nilai koefisien X1 sebesar 0,641 yang be rarti apabila metode pembelajaran aktif tipe modeling the way (X1) meningkat 1 poin maka pembelajaran drama (Y) akan meningkat 0,641 poin. Dari hasil uji hipo tesis 1 ini menunjukan bahwa dalam pene litian mengenai adanya pengaruh yang positif antara metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terhadap pembela jaran drama.
Hasil Uji Regresi X1-Y
Universitas Wiralodra Indramayu
35
Wacana Didaktika Siswa dengan kode responden E-2 mendapat nilai posttest 65 dengan perinci an skor 12 untuk aspek lafal/ucapan yaitu jelas dan terdengar oleh penonton, hanya saja masih belum lepas mengucapkan vo kalnya karena terlihat malu-malu dalam mengucapkan kalimat dengan tegas dan benar pada aspek ini membutuhkan ke mampuan mengucapkan sesuatu dengan jelas, bersih, merdu, serta benar. Skor 14 untuk aspek kelancaran berbicara yaitu berbicara lancar tapi diawal masih terbu ru-buru, pada aspek ini memerlukan ke mampuan dalam mengatur cepat lambat nya ketika berbicara. Skor 20 untuk aspek ekspresi dialog yaitu sangat menggambar kan karakter tokoh, pada aspek ekspresi dialog ini memerlukan kemampuan dalam menciptakan ketetapan hubungan antara gerakan jasmani yang berlangsung den gan kalimat yang diucapkan. Skor 8 un tuk aspek ekspresi wajah yaitu karakter tokoh yang diperankan cukup sesuai, as pek ini memerlukan kemampuan pemain untuk lebur ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya selama bermain peran. Skor 11 untuk aspek gesture yaitu pandangan mata dan gerak masih terlihat tergesa-gesa namun sudah bisa dikontrol, aspek ini memerlukan kemampuan dalam memerintahkan anggota tubuh guna da lam pementingan dalam berperan. Siswa dengan kode responden E-16 mendapat nilai posttest 95 dengan perin cian skor 18 untuk aspek lafal/ucapan yaitu sangat terdengar jelas oleh penon ton, sedangkan aspek ini membutuhkan kemampuan mengucapkan sesuatu de ngan jelas, bersih, merdu, serta benar. Skor 23 untuk aspek kelancaran berbicara yaitu
36
berbicara sangat lancar dan menarik, pada aspek ini memerlukan kemampuan dalam mengatur cepat lambatnya ketika berbi cara. Skor 23 untuk aspek ekspresi dialog yaitu sangat menggambarkan tokoh yang diperankan dengan total, pada aspek ini memerlukan kemampuan dalam mencip takan ketetapan hubungan antara gerakan jasmani yang berlangsung dengan kali mat yang diucapkan. Skor 16 untuk aspek ekspresi wajah yaitu sangat sesuai dengan karakter tokoh, aspek ini memerlukan ke mampuan pemain untuk lebur ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya selama bermain peran. Skor 15 untuk aspek gesture yaitu pandangan mata dan gerak tubuh sangat sesuai dengan dialog, aspek ini memerlukan kemampuan dalam memerintahkan anggota tubuh guna da lam pementingan dalam berperan. Data hasil penelitian yang digunakan untuk meneliti pengaruh penggunaan perlakuan terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah data skor posttest. Perbedaan hasil posttes kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan deskripsi seberapa besar peningkatan ketercapaian tujuan pembelajaran melalui perlakuan saat proses pembelajaran. Tes hasil belajar siswa yang diberikan disetiap akhir pembelajaran dapat digu nakan untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap materi pembelajaran. Ha sil analisis uji perbedaan skor posttest hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai probabilitas 0,003
Vol. III No. 18 - Januari 2015 dengan kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat perbedaan hasil posttes kelas eksperi men dan kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata kelas sebe sar 80,29. Sedangkan pada kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 73,25. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen jauh lebih baik daripada kelas kontrol dengan kata lain penggunaan media pembelajaran aktif tipe modeling the way lebih berpengaruh terhadap pembelajaran drama dibanding kan dengan metode tayangan video. Persamaan garis regresi pengaruh metode pembelajaran aktif tipe bermain peran terhadap pembelajaran drama dapat dinyatakan dengan Y= 0.001+6,414. Persa maan tersebut menunjukan bahwa nilai koefisien X1 sebesar 0,641 yang berarti apabila metode pembelajaran aktif tipe modeling the way (X1) meningkat 1 poin maka pembelajaran drama (Y) akan me ningkat 0,641 poin. Dari hasil uji hipotesis ini menunjukan bahwa danya pengaruh yang positif antara penggunaan metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terhadap hasil pembelajaran drama. D. SIMPULAN 1. Kegiatan pembelajaran dengan meng gunakan metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terdapat ke giatan: 1) kegiatan awal, 2) kegiatan inti, dan 3) kegiatan akhir. Agar ke giatan tersebut berjalan secara siste matis dan terarah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai maka di Universitas Wiralodra Indramayu
lakukan dengan penuh persiapan. Ha sil pengamatan pada kelas eksperimen mencapai skor 21 dengan nilai 87,5 berada pada rentang 76-100, dengan kriteria “ Sangat Baik”. Sedangkan un tuk kegiatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran drama sebanyak 11 (39,28%) siswa melakukan kegiat an dengan baik dan sebagian kecil siswa melakukan kegiatan yang cukup baik yaitu sebanyak 7 (25%) siswa.
2. Hasil pembelajaran drama dengan menggunakan metode pembelajaran aktif tipe modeling the way sesudah perlakuan yang dilakukan oleh 28 siswa memiliki kemampuan mengeks presikan dialog sangat beragam. Nilai terendah pada pembelajaran drama yaitu 65 dan nilai tertinggi 95.
3. Penerapan metode pembelajaran ak tif tipe modeling the way berpengaruh terhadap pembelajaran drama. Hal ini dapat dilihat pada Persamaan garis regresi pengaruh metode pembelajar an aktif tipe bermain peran terhadap pembelajaran dramadapat dinyatakan dengan Y = 0.001+6,414. Persamaan tersebut menunjukan bahwa nilai koefisien X1 sebesar 0,641 yang berar ti apabila metode pembelajaran aktif tipe modeling the way (X1) meningkat 1 poin maka pembelajaran drama (Y) akan meningkat 0,641 poin. Dari hasil uji hipotesis 1 ini menunjukan bahwa dalam penelitian mengenai adanya pengaruh yang positif antara metode pembelajaran aktif tipe modeling the way terhadap pembelajaran drama.
37
Wacana Didaktika E. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: RINEKA CIPTA. Brown, H.Doglas. (2007). Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat. Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Dejowati, Cahyaningrum. (2007). Drama, Sejarah, Teori dan Penerapannya. Yog yakarta: Gajah Mada University Press. DjokoPradopo, Racmat. (2002). Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Endaswara, Suwardi. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS. Erman Suherman dan Yaya. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: WijayaKusuma. Huda, Miftahul. (2010). Cooperative Learn ing. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasanudin. (2009). Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa. Ida Melati A. (2013). Pengaruh Penerapan Metode Bermain Peran terhadap Kemampuan Berbicara Siswa ditinjau dari Minat Berbahasa Indonesia Siswa Kelas V Gugus 1 Aikmel. Jurnal Peneli tian Vol 3, No 1 (2013). Pascasarjana Undiksha Mulyasa. (2010). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Musthafa, Bachrudin.(2008). Dari Literasi Dini Ke Literasi Teknilogi. Bandung: CREST.
38
Musthafa,Bachrudin. (2008). Teori dan Praktik Sastra. Bandung: UPI Press. Ngatmini, Ika Septiana, dan Ekie Wulan sari. (2010). Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Semarang: IKIP PGRI SEMARANG PRESS. Noor, Redyanto. (2012). Teater Teori & Penerapannya. Semarang: Pustaka Najwa. Oemar, Hamalik. (2004). Media Pendidik an. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti. Prihatiningsih, A.S. (2013). Efektivitas Metode Modeling The Way dalam Pembelajaran Bermain Drama pada Siswa Kelas XI SMAN 1 Jatilawang Kabupaten Banyumas Tahun Ajaran 2012/2013. Semarang : Jurnal Fakultas Bahasa dan Seni IKIP PGRI Semarang Press. Oktavianus, S. (2013). Efektivitas Penggunaan Media Topeng dalam Pembelajaran Bermain Drama pada Siswa Kelas XI SMA Swasta Assisi Pematang Siantar Tahun Ajaran 2012/2013. Medan: Ju rnal Pendidikan Bahasa, Sastra Indo nesia, dan Daerah UNM Press. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pen didikan, Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Rahayu, S. (2014). Efektivitas Metode Bermain Peran terhadap Kemampuan Mengekspresikan Dialog dalam Pementasan Drama pada Siswa Kelas XI SMA Laksamana Mardinata Medan Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Penelitian Vol 1, No. 2 (2012). UNM. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 18 - Januari 2015 Rahmanto, B. (1988). Metode Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: KANISIUS. Rendra. (1982). Tentang Bermain Drama. Jakarta: Pustaka Jaya. Riduan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: ALFABETA. Rozak, Abdul. (2012). Menulis Skripsi Tidak Sulit. Yogyakarta: Framepublish ing. Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Silberman, Melvin L. (2011). Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Ban dung: Nuansa. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Ban dung: Remaja Rosdakarya Suryaman, Maman. (2012). Metodologi Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: UNY Press. Turahmat. (2010). Teater Teori& Penerap annya. Semarang: Pustaka Najwa. Waluyo, Herman. (2003). Drama dan Teori Pengajarannya. Yogyakarta: Hanin dita. Wiyanto, Asul. (2004). Terampil Bermain Drama. Jakarta: Gasindo. ***
The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn. ~ Alvin Toffler ~ “Orang yang tidak berpendidikan pada abad 21 bukanlah mereka yang tidak bisa baca tulis, tapi mereka yang tidak bisa belajar, tidak bisa menghapus pelajaran (yang salah), dan tidak bisa mengulang belajar.”
Universitas Wiralodra Indramayu
39