JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS ANALISIS PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN MODEL FALMER DENGAN UKURAN DAN UMUR PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL PENJELAS (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI) Fitri Norita1, Reni Dahar1 1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dharma Andalas
ABSTRACT This study aims to determine how the model Falmer in predicting Financial distress Manufacturing company listed on the Indonesia Stock Exchange. This type of research is descriptive research. This study uses secondary data obtained from the official website www.idx.co.id. The population in this study is the Manufacturing Companies Listed in Indonesia Stock Exchange which consists of 48 companies. The results of this study by using Model Falmer known that companies experiencing financial distress in 2011; 15% 2012; 10% in 2013; 19% in 2014; 17%. The result of financial distress prediction using company size as explanatory variables showed small companies have a greater indication of financial distress than larger companies. The result of financial distress prediction using a company's age as an explanatory variable indicates the companies under the age of 38 years of financial distress. Keywords: Financial Distress, Model Falmer, Company Size and Age Companies
PENDAHULUAN Pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia mengalami peningkatan selama 4(empat) tahun berturut-turut. Pada tahun 2011 industri manufaktur mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 4,1%, sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,12%, hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan yang cukup baik pada perusahaan manufaktur. Peningkatan ini juga terjadi pada kuartal 1 2013 sebesar 6,12% yang didukung oleh pertumbuhan tinggi pada sektor Baja, Makanan dan Minuman, Otomotif dan Industri Kimia. Produksi manufaktur tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 4,57%, kenaikan ini disebabkan oleh Industri Mesin dan Perlengkapan,
Industri Makanan dan Industri Kimia (sumber BPS). Kinerja industri manufaktur dari tahun ke tahun menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sektorsektor lainnya yang hanya mengalami stagnan. Selain itu Kementrian Perindustrian juga mengharapkan pertumbuhan Industri Kecil Menengah (IKM) untuk meningkatkan kinerja perusahaan sebesar 6% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini didukung dengan penyaluran insentif subsidi mesin dan peralatan lainnya sebagai penunjang untuk mencapai target pertumbuhan. Seiring dengan peningkatan tersebut, juga terdapat hambatan pada perusahaan manufaktur. Hambatan ini 281
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
adalah minimnya bahan baku yang ada di dalam negeri yang membuat para pengusaha harus melakukan tambahan bahan baku dari luar negeri. Hal ini membuat para pengusaha terus bergantung pada pihak importir, dimana hampir 70% bahan baku diimpor dari luar negeri. Hambatan lain adalah tingginya konsumsi masyarakat terhadap barang impor dan menguatnya dollar AS yang memberikan dampak serius terhadap perusahaan sehingga mengakibatkan kerugian bagi sebagian pengusaha. Dampak tersebut terjadi karena ketidakpastian kurs dan mempengaruhi kinerja industri membuat perusahaan tidak mampu beroperasi dalam jangka waktu tertentu sehingga mengalami financial distress (kemenperin). Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan. Untuk itu, pengenalan lebih awal kondisi perusahaan yang mengalami financial distress menjadi perlu dilakukan analisis. Analisis financial distress dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal ditemukan indikasi adanya kesulitan keuangan, maka semakin baik pula bagi pihak manajemen untuk melakukan tindakan perbaikan agar tidak terjadinya kebangkrutan pada perusahaan dan dapat membuat strategi untuk menghadapi kesulitan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi dan melakukan peningkatan kembali kinerja perusahaan dalam memproduksi barang atau jasa (Wulandari dkk, 2014). Kebangkrutan dalam arti ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan yang tidak cukup menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajibannya.Untuk meminimalisasikan
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
kebangkrutan perusahaan harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan, perusahaan dapat mengetahui posisi keuangan perusahaan dengan menggunakan strategi yang dapat bermanfaat untuk masa yang akan datang. Seiring dengan itu, perusahaan tidak lepas dalam menilai ukuran perusahaan dan umur perusahaan. Umur perusahaan menunjukkan perusahaan untuk tetap mampu bersaing dalam dunia usaha. Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin mampu perusahaan dalam mempertahankan usahanya, agar nanti bisa menghindari financial distress. Berbagai model prediksi kebangkrutan untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan yang ada tidak lepas dari pada rasio-rasio keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau membandingkan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Rasio juga memperlihatkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang juga kebutuhan operasional perusahaan. Serta menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik dan buruknya keadaan dan posisi keuangan suatu perusahaan. Analisis rasio keuangan menghubungkan laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi satu dengan yang lainnya yang memberikan gambaran perusahaan serta penilaian suatu perusahaan. (Wulandari dkk, 2014). Rahimipoor (2013) membandingkan model Falmer dan model Toffler untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Data yang digunakan 90 perusahaan terdaftar di Bursa Efek Teheran antara tahun 2005 dan 2010. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode statistik non-parametrik binomial. Dari hasil 282
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
penelitiannya menunjukkan bahwa model Falmer ini tingkat akurasinya lebih tinggi dalam prediksi kebangkrutan dibanding model Toffler. Bani et.al (2014), meneliti kepailitan dari 17 bank dan jaringan industri perbankan swasta di Iran dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan Toffler dan Zmisky. Hasil perbandingnya menunjukkan model Toffler adalah tingkat akurasinya lebih tinggi dalam memprediksi kebangkrutan dibandingkan dengan model Zmisky. Hasil literatur review diketahui bahwa rata-rata penelitian di Indonesia dalam memprediksi kebangkrutan menggunakan model prediksi yang sudah populer, model tersebut adalah Altman, Springate, Ohlson, Zmijewski, Groever, ZETA, CA Score, Falmer dan Toffler. Model prediksi tersebut sudah banyak diteliti dan menunjukan bahwa model Altman yang terbaik digunakan dalam memprediksi kebangkrutan. Berdasarkan review penelitian terdahulu untuk memprediksi financial distress, peneliti tertarik menggunakan alat prediksi Falmer. Alasan peneliti menggunakan Model prediksi Falmer karena masih cukup terbatas penelitian yang menggunakan model tersebut dalam memprediksi financial distress. Fitur khusus metode ini tepat digunakan untuk memprediksi financial distress perusahaan manufaktur. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah peneliti menggunakan perusahaan manufaktur dan tahun penelitian periode 2011-2014. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2011-2014 sebagai populasi penelitian. Alasan memilih perusahaan manufaktur sebagai populasi karena industri manufaktur merupakan perusahaan yang dominan di Indonesia dengan data perolehan 142 industri
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
manufaktur terdaftar di BEI dan merupakan industri yang hasil produksinya banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu industri manufaktur juga memiliki peran besar dalam meningkatkan pertumbuhan di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai financial distress yang berjudul “Analisis Prediksi Financial Distress Menggunakan Model Falmer dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Model Falmer memprediksi Financial Distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2014, bagaimana Model Falmer memprediksi Financial Distress dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel penjelas perusahaan manufaktur yang terdaftr di BEI pada tahun 2011-2014 dan bagaimana Model Falmer memprediksi Financial Distress dengan umur Perusahaan sebagai Variabel Penjelas perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun periode 2011-2014. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk menjelaskan Model Falmer sebagai prediksi financial distress dengan ukuran dan umur perusahaan, untuk menjelaskan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014 yang mengalami financial distress. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014. Sampel dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014 yaitu sebanyak 48 283
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
perusahaan. Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu dengan pertimbangan (judgement sampling). Berdasarkan kriteria di atas maka diperoleh 48 perusahaan yang memenuhi kriteria dan akan diamati selama periode 2011-2014. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk yang sudah jadi atau data publikasi (menurut Hendrianto, 2015). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia, dengan cara mengunduh melalui situs www.idx.co.id , dan Indonesia Capital Market Directory (ICMD) yang berupa laporan keuangan perusahaan yang diamati. Data yang di perlukan yaitu data sekunder berupa laporan tahunan (Annual Report) yang di terbitkan oleh perusahaan, buku Indonesian capital Market Directory (ICDM). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan metode studi pustaka. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan (Mushlihin,2013). Variabel penelitian disini adalah 1)Model Falmer, yang memprediksi perusahaan yang mengalami financial distress. Model Falmer dapat memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan. Dimana dalam model Falmer terdapat rasio-rasio yang telah diuji mampu memprediksi kesulitan keuangan diantaranya adalah rasio working capital/debt ratio yang digunakan untuk mengukur mengukur kemampuan perusahaan untuk menghilangkan utang dengan
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
menggunakan Modal Kerja-nya (Total Aktiva Lancar - Total Kewajiban Lancar).(Ghodrati,2012 dalam veronita (2013). F = 5,52 X1 + 0,212 X2 + 0,073 X3 + 1,27 X4 - 0,12 X5 + 2,335 X6 + 0,575 X7+ 1,082 X8 + 0,894 X96,075 Di mana: F : Formula Falmer X1 : Rata-rata total laba ditahan terhadap rata-rata total aset X2 : Pendapatan terhadap rata-rata total aset X3 : EBT terhadap total ekuitas X4 : Arus kas operasional terhadap total kewajiban X5 : rasio kewajiban terhadap total ekuitas X6 : rasio kewajiban lancar terhadap total aset X7 : logaritma dari aset berwujud X8 : Rata-rata modal kerja terhadap total kewajiban X9 : Logaritma EBIT terhadap biaya bunga Jika F <0, perusahaan akan dikategorikan sebagai perusahaan bangkrut Selanjutnya, peneliti menggunakan 2) ukuran perusahaan dan 3) umur perusahaan sebagai variabel penjelas (Explanatory Variabel) untuk menjelaskan kebangkrutan pada perusahaan manufaktur (Lukviarman,2013). Ukuran perusahaan terbagi dalam 2 kategori yaitu perusahaan besar dan perusahaan kecil (pengelompokkan berdasarkan median split). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada log total asset perusahaan. Umur perusahaan dihitung dari awal mula perusahaan didirikan berdasarkan akte pendirian perusahaan sampai pada tahun perusahaan tersebut diteliti. Umur perusahaan terbagi kedalam 2 kategori yaitu perusahaan berumur diatas 38 tahun dan dibawah 38 tahun 284
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
(pengelompokkan berdasarkan median split). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Prediksi Financial Distress berdasarkan Model Falmer Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Model Falmer dari keseluruhan perusahaan manufaktur dimana terdapat 5 perusahaan di kelompokkan mengalami distress diantaranya adalah perusahaan SMCB, BUDI, MAIN, MLBI dan SCPI. Berdasarkan data, maka dapat disimpulkan perusahaan manufaktur dalam kondisi baik. Perusahaan yang mengalami distress ini secara keseluruhan disebabkan oleh modal kerja rata-rata lebih kecil dari total hutang, ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu membiayai kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan. Hal lain yang memicu perusahaan mengalami kesulitan keuangan lain adalah terjadinya penurunan laba perusahaan, menyebabkan perusahaan tidak bisa membagi deviden kepada pemegang saham, mengakibatkan kegiatan operasional perusahaan menjadi tidak efektif dan tidak bisa menghasilkan laba yang maksimum, sehingga para pemegang saham keluar dari kepemilikan saham dan juga sumber dana internal tidak mampu untuk melunasi pinjaman. Perusahaan SMCB mengalami distress disebabkan karena modal kerja perusahaan mengalami penurunan dari hutang. Modal kerja yang tidak mampu membiayai hutang perusahaan selama periode berjalan. Hal ini menyebabkan perusahaan SMCB mengalami distress. Perusahaan yang juga mengalami distress yaitu perusahaan BUDI disebabkan laba yang mengalami penurunan, sehingga tidak mampu untuk membayar sejumlah beban yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
MAIN juga mengalami distress disebabkan oleh kegiatan operasional perusahaan tidak mampu membiayai kewajiban jangka pendek yang menyebabkan kegiatan perusahaan tidak berjalan dengan efektif. Perusahaan MLBI mengalami distress karena modal kerja perusahaan tidak mampu membiayai hutang jangka pendek perusahaan, sehingga hutang perusahaan bertambah dan menjadi sumber dana bagi perusahaan karena tidak mampu menghasilkan laba untuk perusahaan. Juga perusahaan SCPI mengalami distress karena total hutang lebih besar dari jumlah kekayaan perusahaan, juga kecilnya laba yang diperoleh perusahaan. Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan keadaan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dari tahun ke tahun. Perusahaan yang diprediksi mengalami financial distress pada tahun 2011 berdasarkan Model Falmer diperoleh hasil sebesar 15% terdapat 7 perusahaan yang mengalami financial distress dan 41 perusahaan yang tidak mengalami financial distress dengan presentase 85%. Berdasarkan hasil perhitungan di atas hal yang memicu terjadinya financial distress karena modal kerja mengalami penurunan, kewajiban meningkat. Serta kegiatan operasional perusahaan juga menjadi pemicu perusahaan mengalami financial distress, karena kas operasional perusahaan tidak mampu membiaya kewajiban jamgka pendek, menyebabkan kegiatan perusahaan tidak berjalan dengan efektif. Pada tahun 2012 terdapat 5 perusahaan yang mengalami financial distress dengan presentase sebesar 10%, sedangkan perusahaan yang tidak mengalami financial distress sebanyak 43 dengan presentase 90%. Hal ini ditunjukkan dengan laba perusahaan mengalami penurunan sehingga belum bisa meningkatkan jumlah ekuitas diperusahaan. Seiring dengan itu juga 285
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
dapat dilihat jumlah kas untuk kegiatan operasional perusahaan yang lebih kecil dari total kewajiban, ini menunjukkan bahwa kegiatan operasional perusahaan dibiayai oleh hutang sehingga belum bisa memenuhi kewajiban perusahaan. Pada tahun 2013 perusahaan yang mengalami financial distress sebanyak 9 perusahaan dengan presentase 19% dan perusahaan yang tidak mengalami financial distress sebanyak 39 perusahaan dengan presentase 81%. Faktor yang menjadi kendala perusahaan adalah jumlah laba sebelum pajak yang tidak dapat seimbang dengan jumlah ekuitas yang ada di perusahaan. Hal ini akan mengurangi jumlah ekuitas dan jumlah laba ditahan. Selain itu yang menyebabkan perusahan mengalami financial distress kerena kas dari kegiatan operasional yang kecil terhadap total kewajiban yang mengakibatkan perusahaan tidak mampu mengendalikan kegiatan opersional dengan baik. Pada Tahun 2014 perusahaan yang mengalami financial distress sebanyak 8 perusahaan dengan presentase 17% ,sedangkan perusahaan yang tidak mengalami financial distress sebanyak 40 dan hasil presentase 83% . Hal yang sama dengan tahun sebelumnya terjadinya penurunan modal kerja perusahaan dan total kewajiban lebih besar dari total aset perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan belum mampu melunasi kewajiban, ini menunjukksn perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan yang sehat apabila mampu memenuhi kewajibannya dengan jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan akan mampu mempertahankan posisi perusahaan untuk bersaing di pasar persaingan. Hasil dari keseluruhan perhitungan Model Falmer dari tahun ke tahun dapat disimpulkan bahwa tahun 2013 merupakan tahun dimana perusahaan manufaktur mengalami financial distress
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
yang tinggi, kemudian di ikuti tahun 2014, 2011 dan tahun 2012. Tabel 1 Presentase financial distress Model Falmer 2011-2014 Persentase Model Falmer Tahun
Perusahaan yang mengalami financial distress
Perusahaan yang tidak mengalami financial distress
2011
15%
85%
2012
10%
90%
2013
19%
81%
2014
17%
83%
Sumber: data diolah
Tabel diatas menunjukkan bahwa setiap tahun perusahaan bisa mengalami financial distress. Jika hal ini tidak segara tindak lanjuti akan mengakibatkan perusahaan bangkrut. Penelitian ini hanya menggunakan Model Falmer dalam memprediksi financial distress, tetapi hasil yang diperoleh dari Model Falmer cukup untuk sebagai tindakan antisipasi perusahaan dalam menghadapi kesulitan keuangan. Hasil Prediksi Model Falmer dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas Perusahaan yang memiliki total asset besar lebih mudah untuk mendapatkan modal di pasar modal dibandingkan total asset yang kecil. Pada penelitian ini untuk menghitung ukuran perusahaan menggunakan log rata-rata total aset, karena Logaritma digunakan untuk memperhalus nilai aset tersebut sangat besar dibandingkan variabel keuangan lainya (Kusnia,2013). Pengelompokan perusahaan menggunakan median split, dimana mediannya 11,30, jika kecil dari 11,30 maka dikategorikan perusahaan kecil dan juga begitu sebalikknya jika besar 286
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
dari 11,30 maka perusahaan dikategorikan perusahaan besar. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdapat 48 perusahaan yang dikelompokkan menjadi dua kategori 24 perusahaan kecil dan 24 perusahaan besar. (Lukviarman, 2009). Keseluruhan Perusahaan Manufaktur pada tabel di atas menunjukkan bahwa perusahaan kecil mengalami financial distress , ditunjukan terdapat lima perusahaan yang mengalami financial distress. Ukuran perusahaan diukur dengan logaritma dari total aset, karena Logaritma digunakan untuk memperhalus nilai aset tersebut sangat besar dibandingkan variabel keuangan lainya (Kusnia,2013). Ukuran perusahaan yang lebih besar menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing utamanya dan nilai perusahaan akan meningkat karena adanya respon positif dari investor. Hasil presentasi Model Falmer dan Ukuran perusahaan dalam tabel 2. Tabel 2 Model Falmer dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Penjelas tahun 2011-2014 Persentase Model FALMER Ukuran Perusahaan
Financial Distress
Tidak Financial Distress
Perusahaan Kecil
21%
79%
Perusahaan Besar
0%
100%
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil memprediksi financial distress dengan ukuran perusahaan menunjukan bahwa perusahaan kecil yang mengalami financial distress dari pada perusahaan besar. Ini ditunjukan dengan hasil presentase menunjukkan dimana perusahaan kecil yang mengalami
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
financial distress dengan ukuran perusahaan dengan presentase 21%, sedangkan perusahaan kecil dengan hasil presentase kebangkrutan 0%. Data di atas menjelaskan bahwa ukuran perusahaan juga menjadi faktor perusahaan mengalami kesulitan keuangan, jika total asset dari perusahaan tersebut kecil. Secara keseluruhan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil masih bisa diperbaiki sistem kinerja, dan meningkatkan total aset. Total aset bagi perusahaan sangat berpengaruh dalam menilai ukuran perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perusahaan. Jika total aset perusahan kecil, maka perusahaan belum mampu mengembangkan perusahaan dengan baik. Ukuran perusahaan yang lebih besar menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing utamanya dan nilai perusahaan akan meningkat karena adanya respon positif dari investor. Total aset yang besar menandakan bahwa perusahan mampu memperoleh laba yang baik, dan juga mampu menghindari resiko terjadinya kebangkrutan. Total aset yang besar mampu membiayai kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang tanpa harus menggandalkan hutang ataupun pinjaman ke pihak ketiga. Perusahaan yang pertumbuhan baik akan mampu menjaga agar total aset tetap stabil ataupun meningkat setiap tahunnya. Hal seperti ini yang membuat perusahaan terkadang harus menggunakan segala strategi untuk mempertahankan perusahaannya. Pertumbuhan suatu perusahaan mengalami fluktuasi, sehingga mengakibatkan total aset berkurang dan kadang meningkat. Ukuran perusahaan menggambarkan dari kegiatan opersional dari suatu perusahaan. Seperti yang di 287
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
alami oleh perusahaan APLI dari tahun 2011 dan 2012 mengalami fluktuasi total aset yaitu 145.914.433.088 menjadi 140.079.343.003, penurunan ini cukup menjadi hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan APLI. Tahun 2013 mengalami peningkatan total aset yaitu 303.594.490.546 menunjukkan kenaikan yang baik dari 2 tahun belakang, tetapi tahun 2014 mengalami penurunan kembali menjadi 273.126.657.794. Hal seperti ini yang membuat perusahaan akan menghadapi kesulitan keuangan, dan tidak akan mampu menutupi kewajiban. Perusahaan MAIN juga dapat dilihat mengalami kenaikan secara terus menerus dari tahun 2011-2014, dimana hasilnya total asetnya 1.327.801.184, 1.799.881.575, 2.214.398.692, 3.531.219.815. Seiring dengan mengalami kenaikan total aset, perusahaan MAIN mengalami kondisi kesulitan keuangan pada tahun 2011,2013 dan 2014. Hal ini memandakan bahwa perusahaan MAIN belum mampu mempertahankkan kestabilan perusahaan. Hal ini disebabkan kerana laba yang tidak bisa memenuhi terhadap total ekuitas yang dimiliki perusahan. Ukuran perusahaan dari perusahaan MAIN harus ditingkatkan, agar mampu menaikan nilai perusahaannya. Hasil Prediksi Model Falmer dengan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas Menghitung umur perusahaan menggunakan median sebagai acuan dengan cara nilai tengah dari umur perusahaan, maka diperoleh nilai median 38 tahun, jika kecil dari umur 38 tahun termasuk perusahaan dibawah umur 38 tahun, jika besar dari umur 38 tahun merupakan perusahaan diatas umur 38 tahun. Umur perusahaan dihitung dari tanggal berdirinya perusahaan berdasarkan akta pendiriannya sampai pada tahun 2014. Perusahaan
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
diklasifikasikan atas perusahaan yang berumur dibawah 38 tahun dan perusahaan berumur diatas 38 tahun, dimana perusahaan kecil sebanyak 24 perusahaan dan perusahaan besar sebanyak 24 perusahaan. Umur perusahaan merupakan awal perusahaan melakukan aktivitas operasional hingga dapat mempertahankan going concern perusahaan tersebut atau mempertahankan eksistensi dalam dunia bisnis. Perusahaan umur dibawah 38 tahun mengalami financial distress sebanyak 2 perusahaan (8%) dan yang tidak mengalami financial distress 22 perusahaan (92%) dibandingkan dengan perusahaan umur diatas 38 tahun dimana sebanyak 3 perusahaan (13%) dan yang tidak mengalami finacial distress sebanyak 21 perusahaan (87%). Walaupun demikian perusahaan diatas umur 38 tahun memiliki kemungkinan mengalami financial distress, tapi perusahaan dibawah umur 38 tahun juga ada yang mengalami kebangkrutan. Dengan demikian perusahaan tua maupun perusahaan muda dapat diprediksi kebangkrutanya. Berikut hasil prediksi Model Falmer dengan Umur Perusahaan dari tahun 2011-2014 dalam tabel 3. Tabel 3 Model Falmer dengan Umur Perusahaan sebagai Variabel Penjelas tahun 20112014 Kelompok Umur Perusahaan Perusahaan umur dibawah 38 tahun perusahaan umur diatas 38 tahun
Persentase Financial Distress Model FALMER Financial Tidak financial distress distress 8%
92%
12%
88%
Sumber: data diolah
Perusahaan yang umur diatas 38 tahun sudah berpengalaman terhadap dunia usaha yang dihadapi. Sehingga sudah bisa mengatasi berbagai macam masalah yang akan timbul di dalam perusahaannya. Perusahaan umur dibawah 38 tahun merupakan 288
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
perusahaan baru, belum terlalu banyak pengalaman dalam menghadapai maslah yang akan timbul dalam usahanya. Umur suatu perusahaan tidak bisa menjamin dalam kondisi baik atau buruknya suatu perusahaan. Umur yang perusahaan tua bukan berarti perusahan tersebut terbebas dari prediksi kebangkrutan, begitu pula perusahaan muda belum bisa diprediksi akan bangkrut. Jadi baik perusahaan muda maupun perusahaan tua memiliki kemungkinan akan mengalami kebangkrutan atau diprediksi akan bangkrut tergantung kondisi kesehatan keuangan dari perusahaan tersebut (Lukviarman,2009). Jika kondisi keuangan perusahaan baik, maka kan terhindar dari kondisi bangkrut. Juga meningkatkan kinerja perusahaan dalam mengelolah maupun mengoperasikan semua kegiatan perusahaan. Perusahaan manufaktur yang diteliti merupakan perusahaan ynag mengalami kondisi keuangan yang tidak baik pertumbuhannya, yang diprediksi mengalami financial distress. Hal ini disebabkan adanya faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan tersebut. Faktor intenal seperti pihak manajemen yang tidak efisien dalam menggelolah perusahaan, menyahagunakan wewenang yang ada, ketidakseimbangan antara modal dan jumlah piutang yang diberikan, besar kredit yang diberikan kepada pelanggan, kinerja karyawan yang tidak memuaskan pelanggan, dan penyalahgunakan keuangan perusahaan oleh pihak manajemen. Sedangkan dari eksternal berupa ancaman ekonomi global, inflasi, kesulitan bahan baku, sifat supplier yang berubah-rubah, pesaing bisnis yang ketat dan melukan penemuan yang lebih inovatif, kemajuan teknologi, peraturan pemerintah dan perperangan. Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai penjelas dari model Falmer. Hasil presentase
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih dominan mengalami kebangkrutan dari pada perusahaan kecil. Hal ini tidak dapat di hindarkan bahwa perusahaan kecil juga terdapat perusahaan yang diprediksi mengalami kebangkrutan karena kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Hal ini didukung adanya faktor-faktor atau variabelvariabel dalam formula Falmer yang memjadikan perusahaan tersebut diprediksi mengalami kebangkrutan. Ukuran perusahaan menunjukkan jika total aset besar maka perusahaan tersebut makin bagus, perusahaan tersebut mampu menarik investor dan kondisi keuangan perusahaan akan terhindar dari kondisi financial distress. Hal yang sama menggunakan umur perusahaan sebagai variabel penjelas dari model Falmer. Umur perusahaan diatas 38 mengalami kebangkrutan dibandingkan dengan umur perusahaan dibawah 38. Hal ini juga tidak dapat hindari bahwa perusahaan yang berada diatas 38 juga mengalami kondisi yang diprediksi mengalami kondisi kesulitan keuangan. Umur perusahaan tidak bisa menjamin perusahaan kecil akan terus mengalami kesulitan keuangan, akan tetapi tidak dilihat dari pengalaman perusahaan dalam mengelolah keuangan sehingga tidak mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat. Perusahaan umur berapapun bisa diprediksi mengalami kebangkrutan atau kondisi keuangan yang tidak sehat. Hal ini terdapat faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi, sehingga diprediksi mengalami financial distress. Jadi secara keseluruhan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil memiliki kemungkinan mengalami financial distress, hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan besar yang diprediksi mengalami financial distress. Walaupun perusahaan besar yang diprediksi mengalami financial distress, tidak dapat dihindari juga 289
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
bahwa perusahaan kecil juga mengalami financial distress. Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajiban kepada kreditur. Perusahaan akan mengalami kebangkrutan jika faktor penyebabnya baik lingkungan internal maupun eksternal tidak segera diatasi. Kebangkrutan tidak akan terjadi jika perusahaan secara berkala melakukan analisis terhadap laporan keuangan (Hidayat,2014). Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan. Financial distress dimulai dari ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek dan juga kewajiban jangka panjang. Ketidakmampuan tersebut dapat ditujukkan dalam 2 hal yaitu Stock based insolvency dan Flow based insolvency. Stock based insovency adalah kondisi yang menunjukkan ekuitas negatif dari laporan posisi keuangan perusahaan (negatif network). Sedangkan Flow based insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash flow) yang tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan. Selain itu, harus diperhatikan juga indikator-indikator yang mungkin muncul saat kebangkrutan akan terjadi. Tanda - tanda peringatan yang paling jelas akan datangnya kegagalan sebuah perusahaan adala Profitabilitas yang negatif/menurun, merosotnya posisi pasar ,ketidakmampuan melunasi kewajiban-kewajiban kas,tingginya perputaran karyawan/rendahnya moral dan Piutang yang terlalu besar, sehingga mengakibatkab banyaknya piutang tak tertagih dan tidak menghasilkan pendapatan. Financial distress dalam arti ekonomi berarti bahwa perusahaan
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biaya sendiri, ini berarti bahwa tingkat labanya lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan. Berdasarkan pejabaran diatas investor, pemerintah, kreditor dan pemilik perusahaan dapat memperoleh sedikit gambaran besar kecilnya kemungkinan perusahaan akan mengalami Financial distress. Hasil prediksi financial distress tidak hanya berguna untuk pihak internal perusahaan dalam evaluasi kinerjanya, tapi juga dapat digunakan oleh pihak eksternal. Prediksi financial distress dapat membantu pembuat keputusan untuk mengambil sikap terhadap perusahaan yang mengalami financial distress. SIMPULAN Model yang digunakan peneliti prediksi financial distress adalah Model Falmer. Hasil prediksi Model Falmer menunjukkan adanya perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress. Adapun kesimpulan dari penelitian di atas : 1. Tahun tahun 2013 merupakan tahun dimana perusahaan manufaktur mengalami financial distress yang tinggi, kemudian di ikuti tahun 2014,2011 dan tahun 2012, dimana hasil presentasenya 19%,17%,15% dan 10%. 2. Perusahaan manufaktur yang diprediksi mengalami financial distress dengan ukuran perusahaan adalah perusahaan diatas 38 tahun dengan presentase 21%. 3. Perusahaan manufaktur yang diprediksi mengalami financial distress perusahaan dibawah umur 38 tahun sebanyak 2 perusahaan (8%) dan perusahaan diatas umur 38 tahun sebanyak 3 perusahaan (12%) yang 290
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
memiliki persentase tinggi dibandingkan dengan perusahaan dibawah umur 38 tahun. Walaupun perusahaan diatas umur 38 tahun yang diprediksi mengalami financial distress, tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan dibawah umur 38 tahun tidak akan mengalami financial distress. Umur tidak dapat mempengaruhi perusahaan yang mengalami financial distress, tergantung pengalaman yang diperoleh perusahaan dalam mengelolah kinerja operasional perusahaan. Financial distress bisa dialami oleh perusahaan yang lama berdiri ataupun perusahaan yang baru berdiri. Hal ini tidak menjamin untuk mencegah terjadinya financial distress. Semakin besar ukuran perusahaan maka makin besar kemungkinan perusahaan akan terhindar dari financial distress. Perusahaan yang sehat dapat diukur dengan total kekayaan yang dimiliki perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil prediksi Model Falmer menunjukkan bahwa perusahaan diatas 38 tahun yang mengalami financial distress, namun perusahaan yang tidak mengalami financial distress harus melakukan antisipasi agar perusahaan tidak mengalami financial distress. Tujuannya untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan agar tidak masuk dalam kriteria financial distress. Adapun saran bagi perusahaan agar terhindar dari financial distress : 1. Bagi penelitian selanjutnya dapat menggunakan model-model prediksi lainnya untuk financial distress, untuk dapat membandingkan dan lebih menjelaskan tentang model yang digunakan 2. Keterbatasan dalam penelitian ini penelitian adalah terkait dengan jumlah variabel yang digunakan hanya untuk peneltian kuntitatif. Peneliti
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
selanjutnya hendaknya mempertimbangkan kembali aspekaspek yang mungkin akan berkait dengan penelitiannya yang menyebabkan suatu perusahaan mengalami financial distress. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan rasa terimakasih kepada ibu Reni Dahar, SE, M.Si, Ak selaku dosen pembimbing tugas akhir yang sudah melibatkan penulis dalam penelitian bersama dengan dosen pembimbing. Berkat ide, saran dan bimbingan yang diberikan selama pengerjaan penelitian ini, penelitian bersama ini bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. DAFTAR PUSTAKA Amalia Burhanuddin, Rizky. 2014. Analisis penggunaan Metode Altman Z-score dan Metode Springate untuk mengetahui potensi terjadinya Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia Sub Sektor periode 2009-2013. Skripsi. Makasar : Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis universitas Hasanuddin. Andespa, Roni. 2011. Sumber Referensi Ekonomi & Bisnis Pengertian Financial Distress. Yogyakarta. Asmi Mahaputeri,Ajeng. 2014. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Kebijakan Pendanaan dan Ukuran Perusahaan pada Kinerja Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 9.1 (2014): 58-68 B.Whitaker, Richard. 1999. Early Stage of Financial Distress. Journal Of Economic of Financial. Vol.23 No. 2 P.123-132.
291
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
Bani, Mahmoud dkk.2014. Prediction of Bank Failures Bases On Zmisky and Toffler Models in the Banking Inustry of Iran. Kuwait Chapter of Arabian Journal of Business and Management Review Vol. 3, No.12; August Hasanah, Nur. 2010. Analisis Rasio keuangan Model Altman dan Model Springate sebagai Early Warning System terhadap Prediksi kondisi bermasalah public.Skripsi. Jakarta: Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. Universitas Islam Negeri. Hidayat.2014.Analisis Financial Distress menggunakan Corporate Failure Prediction model Altman,Springate, Groever ,Zmijewski dan Rasio Keuangan.Skripsi.Padang: Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Iqbal Dwi Nugroho, Mukhamad & Wisnu Mawardi.2011. Analisis Prediksi Financial Distress dengan menggunakan Metode Altman Z-score Modifikasi 1995 (studi kasus pada parusahaan Manufaktur yang Go Public di Indonesia tahun 2008-2010. Vol. 1 No.1 tahun 2012 page 1/11 Kokyung dan Siti Khairani. 2013. Analisis penggunaan Altman Zscore dan Springate untuk mengetahui Potensi kebangkrutan pada PT. Bakrie telcom Tbk. Jurnal Akuntansi STIE MDP Kusnia,Giani.2013.Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Intellectual Capital Disclosure.Skripsi.Bandung:Pro gram Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi.Universitas Pasundan
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
Lusiyati,Rahma & Sri Marhaeni Salsiyah.2013.Analisis Pengaruh Leverage, Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.Jurnal Admisi&Bisnis.Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Semarang. Penggunaan The Zmijewski model ,The Altman Model, dan The Springate Model sebagai prediktor Delisting. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol.16 No.1 hal.56-65 januari 2012. Universitas Muhamddiyah. Prihanthini,Ni Made Evi Dwi dan Maria M.Ratna Sari.2013.Prediksi Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z-score, Springate dan Zmijewski pada Perusahaaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia.E-Jurnal Akuntansi.ISSN:23028556.Universitas Udayana. Rahimipoor,Akbar.2013.A comparative study of bankruptcy prediction models of Fulmer and Toffler in firms accepted in Tehran Stock Exchange.ISSN 23225149.JNAS journal Rahmad Yani,Rani.2015. Prediksi Financial Distress dengan Menggunakan Analisis Model Springate (S-score),Zmijewski (X-score), Altman revisi(Zscore) dan Zavgren (Logit) pada perusahaan Automotive and Allied Product yang terdaftar di BEI periode 2011-2013. Skripsi. Padang: Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
292
JURNAL EKONOMI & BISNIS DHARMA ANDALAS VOLUME 18 NO 2, JULI 2016
Rismawaty.2012. Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress Altman, Springate, Ohlson dan Zmijewski (studi empiris pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI). Skripsi.Makasar : Program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Sayekti,Indah. 2005. Analisis penggunaan Z-score Altman untuk Menilai Potensi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur di BEI periode 1995-2002. Skripsi. Surakarta: Program Studi Manajemen Universitas Sebelas Maret Safitri,Aprilia. 2014. Uji Penerapan Model Prediksi Financial Distress Altman, Springate, Ohlson dan Zmijewski pada perusahaan Sektor Keuangan di BEI. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol.2 No.2 april 2014. Sekaran,uma.2006.Metodelogi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta. Salemba Empat Subramanyam, K.R dan Jonh J.Wild.2010.Analisis Laporan Keuangan.Buku1.Edisi10. Jakarta. Salemba Empat Subramanyam, K.R dan Jonh J.Wild.2010.Analisis Laporan Keuangan.Buku2.Edisi10. Jakarta. Salemba Empat Sugiono.2006. Metodelogi Penelitian Bisnis, Edisi kedua,cetakan kesembilan. Bandung. Alfabeta Wulandari,Veronita dkk.2014. Analisis Perbandingan Model Altman, Springate,Ohlson,CA-Score dan Zmijewski dalam memprediksi Financial distress (studi empiris pada perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
P- ISSN 1693 - 3273 E- ISSN 2527 - 3469
2010-2012).JOMFEKOM. Vol.1 No 2 Oktober 2014 Pernyataan Standar Akuntansi (revisi 2009) per 1 juni 2012 . IAI Pernyataan Standar Akuntansi (revisi 2013) efektif 1 Januari 2015.IAI Situs : www.Akuntansi.undip.blogspot.com.201 4s www.kemenperin.go.id/artikel/industrimanufaktur/14/03/15 www.mushlihin.com/2013/11/penelitian/ variabel-penelitian-pengertiantujuan-dan-jenis.php www.tribunnews.com/22/02/15 http//bisnis.com/industri/read/bpskuartalII2014/4/04/2015 http//silfisuliyah.blogspot.co.id/2010/12/ ukuran-perusahaan.html
293