0
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum Noengki Prameswari Ketua Penyunting Sularsih Sekretaris Dwi Andriani, Carissa Endianasari Bendahara Maria Franciska Penyunting Pelaksana Kristanti Parisihni, Widyastuti, Rima Parwati Sari Endah Wahjuningsih, Syamsulina Revianti, Dian Widya Damaiyanti, Sarianoferni Penyunting Ahli (Mitra Bebestari) Setyo Harnowo, Arifzan Razak, Dian Mulawarmanti, Bambang Sucahyo, Setyo Harnowo, Soetjipto, Achmad Gunadi, Udijanto Tedjosasongko, Iga Wahyu Ardani Distribusi Trias Djohar Wirawan
Jurnal Kedokteran Gigi diterbitkan setiap bulan Februari dan Agustus oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah.
ALAMAT REDAKSI Cp. Carissa Endianasari Fakultas Kedokteran Gigi-Universitas Hang Tuah Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261 E-mail:
[email protected]/
[email protected]
i
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Website : www.fkg.hangtuah.ac.id Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ______________________________________________________ ISSN : 1907-5987 DAFTAR ISI Susunan redaksi
i
Daftar isi
ii
Panduan Penulisan Naskah
iii
Daya Hambat Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata, Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mixed periodontopatogen Felicia Septiana Tenggara, Yoifah Rizka, Kristanti Parisihni
1
Daya Hambat Ekstrak Daun Pepaya Varietas Thailand (Carica papaya Cv. Thailand) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis Secara In Vitro Fifin Maryati Satryani, Soegianto Adi, Kristanti Parisihni
10
19 Efektivitas Ekstrak Daun Mangrove Avicennia Alba Terhadap Penurunan Jumlah Koloni Candida albicans pada Basis Gigi Tiruan Akrilik Meidhira Ratu Azaalea, Meinar Nur Ashrin, Widaningsih Efektivitas Gel Lendir Bekicot (Achatina fulica) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Ulkus Traumatikus Anna Riyani Suwono, Isidora Karsini Soewondo, Syamsulina Revianti
27
Kadar Kalsium Gigi Setelah Pengulasan Gel Ekstrak Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa) Jennifer Wibowo, Puguh Bayu Prabowo, Twi Agnita Cevanti
37
Kepekaan Indra Rasa Asin Pada Penggunaan Obat Kumur Kombinasi Jahe Merah dan Kayu Manis Dibanding Klorheksidin Ria Harum Pertiwi, Endah Wajuningsih, Noengki Prameswari
46
Pengaruh Nilai Alkalin Fosfatase dengan Ketinggian Kortikal Mandibula pada Pasien Suspek Osteoporosis Melalui Radiografi Panoramik Farina Pramanik, Azhari, Lusi Epsilawati
58
Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Avicennia marina sp. Terhadap Penurunan Kadar Malondialdehida Kelenjar Parotis Tikus Periodontitis Novia Wiyono, Syamsulina Revianti, Widyastuti
66
ii
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Perbedaan Efektivitas Antara Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Teripang Emas (Stichopus hermanii) Terhadap Penyembuhan Traumatic Ulcer Di Rongga Mulut Stevanus Chandra Sugiarto Budijono, Rima Parwati Sari, Dwi Setianingtyas
75
Perbedaan Jumlah Osteoblas pada Pergerakan Gigi Ortodonti yang Diberi Terapi Oksigen Hiperbarik Selama 7 dan 10 Hari Fakhma Zakki Ramadhani, Arya Brahmanta, Pambudi Rahardjo
86
Antifungal potentiality of Hibiscus rosa-sinensis, L. flower extract against Candida albicans Krista Devi P. Ivan, Ira Arundina, Istiati
98
Uji Efektifitas Aplikasi Topikal Ekstrak Daun Mangrove Avicennia marina Terhadap Pertumbuhan Sel Fibroblas Pada Traumatic Ulcer Onge Margareth Hendro, Dian Mulawarmanti, Dwi Setyaningtyas
107
Uji Sitotoksisitas Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft Terhadap Viabilitas Sel Fibroblas dari Bhk-21 Stephanie Salim, Widyastuti, Soemartono
117
iii
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Panduan Penulisan Naskah Denta “Jurnal Kedokteran Gigi” menerima khusus naskah asli yang belum diterbitkan di dalam maupun di luar negeri.
(a) Dalam bahasa Indonesia dan Inggris. (b) Harus menggambarkan isi tulisan secara ringkas dan jelas. (c) Jumlah kata 10-15 kata. (d) Ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf Times New Roman besar-kecil ukuran 17,5 dan tebal, dan dalam bahasa Inggris dengan huruf Times New Roman besar-kecil ukuran 15,5, miring dan terletak di dalam kurung. 5. Nama penulis (tanpa gelar) ditulis dengan huruf Times New Roman ukuran 9,5 dan tebal. 6. Nama lembaga ditulis dengan huruf Times New Roman ukuran 9,5. 7. Abstrak (Times New Roman besar, tebal, font 10,5). (a) Ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. (b) Tidak lebih daari 250 kata. (c) Menggunakan huruf Times New Roman ukuran 10,5 dalam satu alinea, spasi 1,5. (d) Berisi intisari seluruh tulisan yang terdiri dari: Hasil penelitian: Background, Purpose, Material and Method, Result, Conclucion Studi pustaka: Background, Purpose, Literature Study, Discussion, Conclucion. Laporan kasus: Background, Purpose, Case, Case Management, Conclucion. (e) Dicantumkan 2-5 kata kunci (keywords) dan korespondensi (correspondence) berisi nama, instansi, alamat, nomor telepon, dan faksimili serta email dengan menggunakan huruf Times New Roman 10,5. 8. Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah serta tujuan penulisan. 9. Bahan dan metode meliputi bahan dan alat yang digunakan, waktu, tempat, rancangan, dan prosedur pelaksanaan penelitian. 10. Hasil dikemukakan dengan jelas dan bila perlu dilengkapi dengan tabel, ilustrasi, dan foto yang diberi nomor
Ketentuan Naskah Penulisan 1. Naskah dapat berupa hasil penelitian, konseptual ilmiah atau laporn kasus. 2. Naskah yang dikirim sebnayak 2 (dua) rangkap disertai disket/CD/flash disk. 3. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 4. Naskah diketik dengan program MS Word dengan huruf Times New Roman dengan besar huruf 12 dan spasi 1.5 serta panjang halaman 7-15 halaman pada kertas HVS ukuran A4, tidak bolak balik dengan batas pinggir 3-4 cm. 5. Naskah serta ilustrasi yang menyertai menjadi milik sah penerbit dan tidak dibenarkan untuk diterbitkan pada publikasi lain selain ijin penerbit. Naskah dapat diedit penyunting bila diperlukan tanpa mengubah maksud isinya.
Ssitematika Penulisan 1.
2.
3.
4.
Naskah hasil penelitian disajikan dengan sistematika sebagai berikut : (a) Judul (b) Abstrak (c) Pendahuluan (d) Bahan dan Metode (e) Hasil (f) Pembahasan (serta simpulan) (g) Daftar Pustaka Naskah Konseptual Ilmiah disajikan dengan sistematika sebagai berikut : (a) Judul (b) Abstrak (c) Pendahuluan (d) Subjudul-subjudul tinjauan pustaka (e) Pembahasan (serta simpulan) (f) Daftar pustaka Laporan kasus: (a) Judul (b) Abstrak (c) Pendahuluan (d) Kasus dan tata laksana Kasus (e) Pembahasan (serta simpulan) (f) Daftar Pustaka Judul:
iv
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
11.
12.
13.
14.
15.
16.
ISSN : 1907-5987
berurutan dalam teks. Judul tabel ditulis di atasnya. Keterangan gambar diberikan di bawahnya. Foto berwarna/hitam putih menggunakan kertas putih mengkilat dan harus kontras, tajam, jelas. Subjudul-subjudul berisi subtropik studi pustaka dan pembahasan disesuaikan dengan kebutuhan. Kasus merupakan penjelasan kasus yang meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis baik ekstra oral maupun intra oral, pemeriksaan penunjang, dan diagnosisnya. Tata Laksana Kasus menjelaskan prosedur penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita secara jelas. Pembahasan menjelaskan hasil penelitian sebagai pembacaan masalah, dikaitkan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan pengembangannya. Memuat kesimpulan yang merupakan bagian akhir tulisan yang menunjukkan jawaban atas tujuan yang telah dikemukakan dalam pendahuluan. Ucapan terima kasih ditulis apabila memang ada pihak yang telah membantu dalam kegiatan yang dilakukan, maka ucapan terima kasih dapat disampaikan di sini diletakkan pada akhir naskah sebelum daftar pustaka. Daftar pustaka (a) Daftar pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang telah dirujuk dalam tubuh tulisan. (b) Untuk setiap pustaka yang dirujuk dalam naskah harus muncul dalam daftar pustaka,
begitu juga sebaliknya setiap pustaka yang muncul dalam daftar pustaka harus pernah dirujuk dalam tubuh tulisan (c) Format perujukan pustaka di dalam naskah disusun menurut angka secara berurutan dari nama pertama keluar dalam Daftar Pustaka, mengikuti cara Vancouver. (d) Contoh penulisan kepustakaan menurut Vancouver yaitu : 1. Bills DA, Handelman CS, Be Gole EA. 2005. Bimaxillary dentoalveolar protrusion: Traits and Orthodontics correction. Angle Orthod, 75(1): 339333. 2. Newman MG, Takei HH, Klokkevoid PR, Carranza FA. 2006. Clinical Periodontology, 10th edition, St Louis: Saunders. p 245241. 3. Bayu A. 2009. Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumber Produk Alam Laut. Oseana, 34(2): 23-15. Available from http://isdj.pdii.lipi.go.id/adm in/jurnal/342091523.pdf. Diakses 13 Juni 2012. 17. Penulis bertanggung jawab terhadap isi naskah beserta data, pendapat, dan pernyataan di dalamnya. Penerbit, Dewan Redaksi dan Staf Majalah denta tidak bertanggungjawab terhadap kesalahan isi askah termasuk data, pendapat, dan pernyataan di dalamnya.
v
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Daya Hambat Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata, Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mixed periodontopatogen (The Inhibition Extract Leaves of the Soursop (Annona muricata, Linn) to Bacteria Growth of Mixed periodontopathogen) Felicia Septiana Tenggara, Yoifah Rizka*, Kristanti Parisihni** *Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Periodontitis is a periodontal disease caused by mixed periodontopathogen bacteria. The bacteria were dominated by gram-negative bacteria. Soursop fruit (Annona muricata) leaves have been known having antibacterial effect against gram-positive and gram-negative bacteria, thus assumed to have antibacterial effect on bacteria caused periodontal disease. Purpose: To examine the inhibition effect of Annona muricata leaf extract to the growth of mixed periodontopathogen bacteria. Materials and Methods: Subjects were mixed periodontopathogen bacteria with total of 30 samples, divided into 6 groups (n=5). Four groups were given the extract with different concentrations of 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml and 60 mg/ml, while two other groups served as positive and negative controls. Extracts were prepared by maseration method. Sample of bacteria were innoculated in Mueller Hinton agar, tested by disk diffusion method. The inhibitory effect was observed by measuring the diameter of inhibition zones on agar media. Data were analyzed by ANOVA and LSD test. Result: The result of LSD test showed significant difference (p<0,05) between all concentrations and control except on the group concentration of 45 mg/ml and 60 mg/ml. Conclusion: Annona muricata leaves extract could inhibit the growth of mixed periodontopathogen bacteria. Keywords: Periodontitis, Mixed periodontopathogen bacteria, soursop leaves, extract, Annona muricata linn. Correspondence: Yoifah Rizka, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
1
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Periodontitis adalah penyakit jaringan periodontal yang salah satu etiologi utamanya adalah bakteri mixed periodontopathogen. Bakteri ini didominasi oleh bakteri gram negatif. Daun sirsak Annona muricata diketahui memiliki kemampuan antibakteri terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif sehingga berpotensi dikembangkan sebagai antibakteri pada penyakit periodontal. Tujuan: Mengetahui apakah ekstrak daun sirsak Annona muricata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen. Bahan dan Metode: Subyek penelitian adalah bakteri mixed periodontopathogen sebanyak 30 sampel yang dibagi menjadi 6 kelompok (n=5). Empat kelompok diberi ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml dan 60 mg/ml, sedangkan dua kelompok lain sebagai kontrol negatif dan positif. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi, sampel bakteri diinokulasikan dalam media agar Mueller Hinton dan dilakukan uji antibakteri dengan metode difusi. Efek penghambatan diamati dengan menghitung diameter zona hambat pada media agar. Data dianalisis dengan ANOVA dan uji LSD. Hasil: Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) antar seluruh kelompok kecuali pada konsentrasi 45 dan 60 mg/ml. Simpulan: Ekstrak daun sirsak Annona muricata dapat menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen. Kata Kunci: Periodontitis, bakteri Mixed periodontopatogen, ekstrak daun sirsak, Annona muricata linn. Korespondensi: Yoifah Rizka, Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
parah.4 Pada tahun 2006 di Brazil, ditemukan bahwa 25,9% menderita periodontitis kronis dan agresif,2 sedangkan pada tahun 2005 menunjukkan prevalensi periodontitis agresif pada usia 12-25 tahun sebesar 6,5% dan meningkat menjadi 9,9%.2 Penyakit periodontal adalah suatu proses patologis yang mengenai jaringan periodonsium seperti gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar.5 Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah infeksi bakteri yang terbatas pada gingiva tanpa kehilangan tulang alveolar. Penyakit ini bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak secara teratur. Periodontitis adalah infeksi bakteri pada seluruh jaringan periodonsium.
PENDAHULUAN Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah karies.1 Periodontitis merupakan salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat. Angka kejadian periodontitis bervariasi pada berbagai negara di dunia dan memperlihatkan kecenderungan terjadinya 2 peningkatan. Di Indonesia, prevalensi penyakit periodontal menurut hasil survei Departemen Kesehatan sebesar 24,82%.3 Prevalensi penyakit periodontal diperkirakan setinggi 75% pada orang dewasa di Amerika Serikat, di antaranya sekitar 20-30% memiliki penyakit periodontal yang 2
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Penyakit ini bersifat progresif dan irreversible, yang biasanya dijumpai pada usia lanjut.6 Bakteri adalah faktor etiologi utama pada penyakit periodontal. Ada 10-20 spesies yang berperan dalam patogenesis penyakit periodontal destruktif, yang selanjutnya disebut bakteri Mixed periodontopatogen. Bakteri yang paling dominan ditemukan pada penyakit periodontal adalah bakteri batang anaerob gram negatif seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans (Aa), Bacteroides forsythus, Porphyromonas gingivalis (Pg).7 Lipopolisakarida merupakan bagian dari dinding sel kuman gram negatif Pg dan Aa. Peningkatan LPS akan meningkatkan produksi IL-1(interleukin-1), IL-3 dan IL-6 yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan. Periodontitis merupakan penyakit infeksi rongga mulut yang didominasi oleh bakteri Pg dan Aa.8 Periodontitis perlu diterapi yang bertujuan untuk mengeliminasi infeksi dan inflamasi sehingga tercapai jaringan periodontal yang sehat.9 Prognosis penyakit periodontitis bila tidak diterapi dapat berakibat baik sampai dengan tidak ada harapan yang akan menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, resorbsi tulang alveolar yang pada akhirnya akan berdampak pada hilangnya gigi secara prematur serta menimbulkan permasalahan estetik.5 Selain menimbulkan masalah di rongga mulut, penyakit periodontal dapat menyebabkan akibat lebih jauh terhadap organ vital seperti hati, jantung, otak. Beberapa tahun terakhir ini ada penelitian/artikel yang mengkaitkan antara penyakit periodontal dengan penyakit sistemik antara lain penyakit kardiovaskuler, endokarditis, diabetes melitus, pneumonia bakterial dan stroke. Fokal
infeksi terutama yang disebabkan oleh penyakit periodontal di permukaan marginal maupun apikal merupakan faktor risiko terjadinya penyakit sistemik.10 Oleh karena itu, terapi periodontal non surgical (NSPT) digunakan untuk membantu mengontrol penyakit periodontal (gingivitis dan periodontitis) seperti patient self care, scaling dan root planing serta menggunakan bahan topikal kimia.6 Keberhasilan dari terapi periodontal tergantung pada terhentinya proses kerusakan jaringan, menghilangkan atau mengontrol faktor penyebab serta perubahan kondisi mikroba seperti pada kondisi jaringan yang sehat dan normal.11 Akibat pola kerusakan tulang yang luas serta kelainan anatomi gigi sering kali mempersulit scaling dan root planing, di samping itu penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi, maka pemberian antimikroba sering digunakan untuk menunjang terapi penyakit periodontal; tetapi dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadi resistensi bakteri, reaksi alergi dan reaksi toksik.5 Oleh karena itu, perlu ditemukan metode alternatif untuk mengontrol penyakit periodontal yang ada di masyarakat dewasa ini. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai obat alternatif akhir-akhir ini semakin berkembang penggunaannya karena sifatnya yang alami dan relatif aman. Salah satu tanaman alami yang telah lama dikenal sebagai bahan obat tradisional adalah tanaman sirsak (Annona muricata linn).12 Hingga saat ini belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa tanaman sirsak memiliki khasiat yang luar biasa terhadap kesehatan.13 Semua bagian tumbuhan Annona muricata dapat digunakan sebagai obat-obatan alami
3
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
seperti kulit kayu, daun, akar, buah, dan biji.14 Dari seluruh bagian tumbuhan Annona muricata, organ daunlah yang paling banyak dimanfaatkan untuk mengobati penyakit karena mengandung kandungan kimia aktif yang sangat tinggi seperti tanin dan alkaloid.12 Selain itu bagian daun lebih dipilih untuk digunakan karena keberadaannya yang tidak terpengaruh oleh musim. Senyawa tanin diduga mampu mengganggu dinding sel bakteri sehingga koloni bakteri terdisintegrasi dan pertumbuhannya terhambat. Senyawa alkaloid dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti aktivitas antibakteri karena dapat mengganggu protein kinase yang penting untuk sinyal jalur transduksi. Dengan banyaknya kandungan kimia terutama tanin dan alkaloid, maka daun sirsak diduga memiliki potensi sebagai antibakteri.15 Sesuai dengan penelitian sebelumnya, Novianti yang meneliti tentang aktivitas antibakteri ekstrak daun sirsak terhadap pertumbuhan Escherichia coli yang termasuk bakteri gram negatif pada dosis 15, 30, 45 dan 60 mg/ml.16 Banyak sekali kandungan senyawa bioaktif yang ditemukan dalam daun sirsak seperti penelitian yang dilakukan oleh Prachi dkk, ekstrak metanol daun Annona muricata mengandung metabolit sekunder seperti tanin dan steroid.17 Sedangkan menurut penelitian Takashi dkk, ekstrak etanol daun Annona muricata mengandung senyawa flavonoid.18 Dari sekian banyak zat aktif yang ditemukan di dalam daun sirsak, senyawa tanin, saponin dan alkaloid diketahui memiliki sifat antibakteri.18 Hal ini ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Prachi
dkk, menemukan bahwa daun sirsak memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Proteus vulgaris, Streptococcus pyogenes, Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium, Klebsiella pneumonia, dan Enterobacter aerogenes.17 Melihat kandungan di dalam daun sirsak yang begitu besar serta mudah didapatkan dan dimanfaatkan, menarik minat peneliti untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun Annona muricata sebagai agen antibakteri alami yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen. Dalam hal ini dipilih ekstrak karena kita benarbenar dapat mengeksplorasi bahan aktif yang terkandung dalam daun sirsak tersebut. BAHAN DAN METODE Penelitian ini adalah penelitian true eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only control group design. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok. Dua kelompok sebagai kelompok kontrol dan empat kelompok diberi ekstrak daun sirsak (Annona muricata, Linn) dari tanaman sirsak yang ada di herbal ijem Yogyakarta masing-masing dengan konsentrasi 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml, dan 60 mg/ml.16 Sampel penelitian menggunakan bakteri Mixed periodontopatogen yang diambil dari penderita periodontitis dengan jumlah keseluruhan sebanyak 30 sampel.19 Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling. Suspensi bakteri Mixed periodontopatogen diinokulasikan pada media Brain Heart Infusion
4
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
(BHI) cair dalam tabung reaksi. Kemudian biakan tersebut diinkubasikan secara anaerob selama 24 jam dengan suhu 370C. Setelah diinkubasikan, biakan diambil dengan mikropipet yang diletakkan pada objek glass untuk dibuat preparat yang kemudian akan dilakukan pengecatan Gram. Setelah pengecatan, suspensi biakan tersebut disetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc Farland 0,5.20 Selanjutnya menyiapkan beberapa petri dish agar Mueller Hinton (MH) steril dan mengambil biakan bakteri Mixed periodontopatogen dari BHI cair yang telah disetarakan kekeruhannya. Mengusapkan biakan tersebut pada seluruh permukaan lempeng agar MH steril menggunakan lidi kapas steril.20 Menyiapkan kertas saring yang sebelumnya telah dicelupkan ke ekstraksi daun sirsak selama 10 detik pada kelompok perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol kertas saring dicelupkan pada DMSO 1% selama 10 detik. Meletakkan kertas saring tersebut pada media nutrient agar yang berisi bakteri Mixed periodontopatogen dengan menggunakan pinset steril agak ditekan-tekan. Memasukkan petri dish Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat zona hambat ekstrak daun sirsak terhadap bakteri Mixed periodontopatogen dengan beberapa konsentrasi yaitu 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml, dan 60 mg/ml pada media MH agar. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak mampu menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen namun tidak sebesar pada pemberian tetrasiklin.
ke dalam inkubator selama 2x24 jam dengan suhu 370C. Mengukur zona hambat ekstrak berupa zona jernih di sekitar kertas saring menggunakan digital calipers. Besarnya diameter zona hambat yang timbul menunjukkan daya antibakteri ekstraksi.20 Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Hang Tuah Surabaya. HASIL Data hasil penelitian tentang daya hambat ekstrak daun sirsak terhadap pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen pada media MH agar adalah sebagai berikut: Tabel 1. Diameter Zona Hambat pada Ekstrak Daun Sirsak terhadap Pertumbuhan Bakteri Mixed periodontopatogen pada MH Agar Sa mp el
5
Diameter zona hambat dalam mm
I
K X1 0 6.17
X2 6.83
X3 8.52
X4 9.40
II
0 6.17
6.84
8.50
9.39
III
0 6.54
7.84
8.24
8.58
IV
0 6.54
7.81
8.24
8.56
V
0 6.44
7.45
7.65
7.95
x ± S D
0 6.37 ± 0.19
7.35 ± 0.50
8.23 ± 0.35
8.78 ± 0.62
X5 17.0 9 16.9 4 17.3 6 17.3 8 16.0 5 16.9 6± 0.54
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
periodontopatogen.16 Pengenceran menggunakan DMSO 1% karena DMSO 1% merupakan polar aprotic solvent yang larut dalam senyawa polar dan non polar, larut dalam berbagai pelarut organik serta air.21 Selain itu, menurut Patel, DMSO 1% tidak mempengaruhi pertumbuhan kinetik dari berbagai mikroorganisme yang diuji sehingga apabila digunakan dalam penelitian tidak mempengaruhi hasil dari penelitian.20 Tetrasiklin digunakan sebagai kontrol positif karena tetrasiklin telah digunakan secara luas pada perawatan penyakit periodontal serta efektif dalam menghambat bakteri gram negatif fakultatif anaerob.5 Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak Annona muricata, Linn terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen pada semua kelompok perlakuan dengan konsentrasi 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml, dan 60 mg/ml dikarenakan adanya kandungan bahan aktif seperti alkaloid, tanin, flavonoid serta saponin.22 Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok perlakuan ekstrak daun sirsak dengan DMSO dan tetrasiklin. Pada uji LSD, kelompok konsentrasi ekstrak daun sirsak 45 mg/ml dengan 60 mg/ml tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p=0,054). Oleh karena itu, pada penelitian ini dapat dipilih konsentrasi ekstrak daun sirsak 45 mg/ml karena pada konsentrasi ini sudah mampu menghambat bakteri Mixed periodontopatogen dengan daya hambat cukup besar. Namun, zona hambat yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan tetrasiklin karena terdapat mekanisme kerja yang
Dari hasil penelitian perlu dilakukan tes normalitas (uji Shapiro Wilk karena besar sampel <50). Setelah itu menggunakan uji One Way ANOVA (satu arah) yang dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference). Uji Anova menunjukkan perbedaan yang bermakna, sedangkan uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna kecuali kelompok 45 mg/ml dengan 60 mg/ml. PEMBAHASAN Penelitian ini, ekstrak daun sirsak Annona muricata, Linn diteliti pada berbagai konsentrasi yaitu 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml, 60 mg/ml serta tetrasiklin digunakan sebagai kontrol positif dan DMSO 1% sebagai kontrol negatif. Peneliti memilih konsentrasi ini didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Novianti, pemberian ekstrak daun sirsak Annona muricata, Linn pada konsentrasi 45 mg/ml mampu menghambat bakteri Escherichia coli yang merupakan bakteri gram negatif, yang memiliki kesamaan karakteristik dengan bakteri Mixed
6
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
berbeda antara daun sirsak dan tetrasiklin. Alkaloid adalah senyawa organik pada tumbuh-tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan obatobatan. Kemampuan senyawa alkaloid sebagai antibakteri Mixed periodontopatogen dipengaruhi oleh gugus basa yang mengandung 1 atau lebih atom nitrogen. Apabila gugus basa ini mengalami kontak dengan bakteri Mixed periodontopatogen maka, akan bereaksi dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur asam amino dan DNA bakteri akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan mendorong terjadinya lisis pada bakteri Mixed periodontopatogen.23 Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam. Aktivitas biologis senyawa flavonoid terhadap bakteri Mixed periodontopatogen dilakukan dengan merusak dinding sel dari bakteri yang terdiri atas lipid dan asam amino.Dinding sel bakteri akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Selanjutnya, gugus alkohol ini akan kontak dengan DNA pada inti sel bakteri Mixed periodontopatogen melalui perbedaan kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid. Reaksi ini mengakibatkan struktur lipid dari DNA bakteri Mixed periodontopatogen akan rusak sehingga inti sel bakteri juga akan lisis dan bakteri Mixed periodontopatogen juga akan 24 mengalami lisis dan mati. Selain itu, daun sirsak juga mengandung bahan aktif saponin.
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang merupakan senyawa aktif pada permukaan daun. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba sebagai surfaktan atau deterjen yang diduga akan menyerang lapisan batas sel bakteri melalui ikatan gugus polar dan non polar.25 Tetrasiklin memiliki mekanisme berbeda dengan senyawa yang dikandung dalam daun sirsak yaitu dengan menghambat sintesis protein pada bakteri Mixed 26 periodontopatogen. Tetrasiklin bekerja dengan cara mengikatkan dirinya pada subunit 30S dari ribosom bakteri, sehingga dapat menghambat sintesis protein dengan menghalangi pelekatan tRNA-aminoasil yang bermuatan. Dengan demikian, tetrasiklin menghalangi penambahan asam amino baru pada rantai peptida yang terbentuk sehingga dapat mengakibatkan kematian sel bakteri. Menurut Rinawati, antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis protein, mempunyai daya antibakteri sangat kuat.27 Hal ini ditunjukkan dengan ukuran rata-rata zona hambat tetrasiklin yang lebih besar (17,8583) dibandingkan rata-rata zona hambat yang menggunakan ekstrak daun sirsak Annona muricata (8,6617). Meskipun zona hambat yang dihasilkan tetrasiklin lebih besar, tetapi dalam penggunaan jangka panjang obat ini dapat menimbulkan efek samping antara lain reaksi alergi, reaksi pada kulit, reaksi toksik dan iritatif serta dalam beberapa kasus dapat menyebabkan perubahan warna gigi.23 Oleh karena itu, berdasarkan penelitian ini, ekstrak daun sirsak pada konsentrasi 45% dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai antibakteri alternatif berbahan 7
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
dasar alami dalam menghambat bakteri Mixed periodontopatogen penyebab penyakit periodontal, di mana terapi utama seperti scaling dan root planing harus tetap dilakukan. Penelitian lebih lanjut untuk dapat mendukung penggunaan ekstrak sebagai terapi alternatif dalam menangani penyakit periodontal. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan bentuk sediaan yang tepat sebagai terapi alternatif periodontitis dalam bentuk obat kumur karena melihat banyaknya kandungan senyawa aktif daun sirsak yang bersifat polar.
5.
6.
7.
8.
9.
SIMPULAN Ekstrak daun sirsak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen. Konsentrasi terbaik dalam menghambat bakteri Mixed periodontopatogen pada penelitian ini adalah 45 mg/ml.
10.
11.
DAFTAR PUSTAKA 12. 1.
2.
3.
4.
Indirawati. 2002. Upaya Peningkatan Status Kesehatan Gigi dan Mulut sesuai Kebutuhan Masyarakat Setempat. Jurnal Litbangkes. H. 3-1. Available from http://digilib.litbang.depkes.go.id/gdl.php? mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdlres-2002-indirawati-1145dental&q=penyakit%20gigi%20dan%20mu lut. Diakses 10 Agustus 2012. Amalina R. 2010. Perbedaan Jumlah Actinobacillus Actinomycetemcomitans pada Periodontitis Agresif berdasarkan Jenis Kelamin. Majalah Sultan Agung. H. 41-1. Available from http://unissula.ac.id/newver/images/jurnal/J uli/rizki%20-periodontitis%20agresif-.pdf. Diakses 30 Juni 2012. Wijayanti PM dan Setyopranoto I. 2008. Hubungan Antara Periodontitis, Aterosklerosis dan Stroke Iskemik Akut. Mutiara Medika, 8(2): 128-120. Humprey LL, Fu R, Buckley DI, Freeman M, dan Helfand M. 2008. Periodontal Disease and Coronary Heart Disease
13.
14.
15.
16.
8
Incidence: A Systematic Review and Metaanalysis. Journal Gen Intern Med, 23(12): 2086-2079. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC2596495/. Diakses 10 Juli 2012. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR dan Carranza FA, 2006. Carranza’s Clinical Periodontology, 10th ed., St.Louis: W.B. Saunders. P. 106, 102. Nield-Gehrig JS dan Willmann DE. 2003. Foundations of Periodontics for the Dental Hygienist., Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. P. 256-60, 91-89, 66, 62-59, 43, 39, 35. Gani A dan Oktawati S. 2003. Antimikroba Sistemik pada Periodontitis Lanjut. Dent J, H. 491-4. Indrawati R, Dachlan YP dan Devijanti R. 2009. Kandidat Biomarker Saliva sebagai Deteksi Dini Kerusakan Tulang Alveolar. H. 2-1. Diakses 11 Februari. 2013 Riani. 2012. Evaluasi Radiografis Tinggi dan Densitas Tulang Alveolar pada Terapi Periodontitis dengan Allograft Dibandingkan Xenograft. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta. H. 10-1. Sudibyo. 2008. Penyakit Periodontal sebagai Fokus Infeksi dan Faktor Risiko terhadap Manifestasi Penyakit Sistemik. Pidato, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. H. 2-1. Widyastuti dan Rizka Y. 2006. Pengurangan Kedalaman Poket Periodontal dengan Terapi Non Bedah. Denta Jurnal Kedokteran Gigi, 1(1): 13-9. Mardiana L dan Ratnasari J. 2011. Ramuan dan Khasiat Sirsak, Edisi ke-5. Jakarta: Penebar Swadaya. H. 44-31, 17, 14, 3. Zuhud EA. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker, Edisi pertama., Jakarta: Agromedia Pustaka. H. 75, 69, 57, 54, 47, 3. Taylor L. 2002. Technical Data Report for Graviola (Annona muricata), 2nd ed. Texas: Sage Press. P. 1. Lal PB, Kumar N, Arif T, Mandal TK, Verma KA, Sharma GL dan Dabur R. 2008. In Vitro Antibacterial Activity of A Novel Isoquinoline Derivative and Its Post Antibacterial Effects on Pseudomonas aeruginosa. African Journal Of Microbiology Research, 2(5): 130-126. Available from http://www.academicjournals.org/ajmr/abst racts/abstracts/abstracts2008/May/Lal%20e t%20al.html. Diakses 10 Juli 2012. Novianti. 2009. Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
17.
18.
19.
20.
ISSN : 1907-5987
aureus secara In Vitro. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia. H. 10-1. Prachi P, Saraswathy, Vora A dan J Savai. 2010. In Vitro Antimicrobial Activity and Phytochemical Analysis of The Leaves of Annona muricata. International Journal Of Pharma, 2(2): 6-1. Available from http://www.ijprd.com/in%20vitro%20antim icrobial%20activity%20and%20phytochem ical%20anaylsis%20of%20the%20leaves% 20of%20annona%20muricata.pdf. Diakses 10 Juli 2012. Takashi JA, Pereira CR, Pimenta LPS, Boaventura MAD dan Silva LFGE. 2006. Antibacterial Activity of Eight Brazilian Annonaceae Plants. Natural Product Research, 20(1): 26-21. Available from http://dx.doi.org/10.1080/14786410412331 280087. Diakses 6 Juni 2012. Wakhida AR, 2010. Daya Hambat Antibakteri Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza) terhadap Pertumbuhan Bakteri Periodontal. Karya Tulis Akhir, Universitas FKG Hang Tuah, Surabaya. H. 10-1. Patel JD, Shrivastava AK dan Kumar V. 2009. Evaluation of Some Medicinal Plants Used in Traditional Wound Healing Preparations for Antibacterial Property Against Some Pathogenic Bacteria. Journal of Clinical Immunology and Immunopathology Research, 1(1): 12-7. Available from www.academicjournals.org. Diakses 8 Juli 2012.
21. Novak KM. 2002. Drug Facts and Comparisons, 56thed. St.Louis: Walters Kluwer Health. P. 619. 22. Adewole SO dan Caxton-Martins EA. 2006. Morphological Changes and Hypoglycemic Effects of Annona muricata linn Leaf Aqueous Extracts on PancreaticB Cells of Streptozotocin-Treated Diabetic Rats. African Journal of Biomedical Research, 9: 187-173. Available from http://www.bioline.org.br. Diakses 10 Juli 2012. 23. Gunawan SG, Setiabudy R dan Nafrialdi E. 2009. Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-5., Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. H. 585-6. 24. Carlo GD, Mascolo N, Izzo AA dan Capasso F. 1999. Flavonoids: Old and New Aspects of A Class of Natural Therapeutic Drugs. Life Sciences, 65(4): 353-337. Available from http://www.researchgate.net/publication/22 2246839FlavonoidsOldandnewaspectsof aclasofnaturaltherapeuticdrugs/file/9fcfd50 17da646271.pdf. Diakses 10 Januari 2013. 25. Podolak I, Galanty A dan Sobolewska D. 2010. Saponin as Cytotoxic Agents: A Review. Phytochem Rev, 9(3): 474-425. 26. Brooks GF, Butel JS dan Ornston LN. 2005. Jawets, Melnick & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-20. Jakarta: Salemba Medika. H. 155-153. 27. Rinawati ND. 2011. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete l) terhadap Bakteri Vibrio Alginolyticus. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. H. 10-1.
9
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
JURNAL PENELITIAN
Daya Hambat Ekstrak Daun Pepaya Varietas Thailand (Carica papaya cv. Thailand) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus Faecalis Secara In Vitro (The Inhibitory Effect of Thailand Varietas of Papaya Leaf Extract To The Growth of Enterococcus Faecalis In Vitro) Fifin Maryati Satryani, Soegianto Adi* , Kristanti Parisihni** *Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Enterecoccus faecalis is one of resistant bacteria in the medication of root canal treatment. ChKM is mostly used as sterilization agent. Carica papaya leaf extract has been reported having antibacterial effect to the gram-negative bacteria, so could be potentially developed as a root canal sterilization agent. Purpose: The aim of this study was to determine the inhibitory effect of Thailand varietas of papaya leaf extract to the growth of Enterococcus faecalis. Materials and Methods: This study was an experimental study with post test only control group design and were tested by diffusion methods of 3 groups concentration one of each 25%, 50%, 75% and 2 controls groups:Aquadest as negative control,and ChKM as positive control,each group consisted of 6 samples. The inhibition effect were examined by measuring the diameter of the clear zone around the disc. Data were analyzed by One Way ANOVA test and followed by LSD test. Result: Result showed that there were clear zone around the disc,the greater concentration of the extract the greater diameter of the clear zone.Mean of inhibitation zone at concentration of 25% (6,30 mm), 50% (7,54 mm), 75% (8,36 mm), Aquadest (6 mm), and ChKM (11,32 mm). It had been proved that papaya leaf extract could inhibit the growth of Enterococcus faecalis (p<0,05). The largest diameter of the clear zone was it the concentration of 75%. Conclusion: Thailand varietas of papaya leaf extract could inhibit the growth of Enterococcus faecalis and the most effective inhibitory concentration is 75% but is smaller than positive control (ChKM). Keywords: Carica papaya cv. Thailand, antibacterial, Enterococcus faecalis. Correspondence: Soegianto Adi, Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945894, 0315945894, Email:
[email protected]
10
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Enterococcus faecalis merupakan salah satu bakteri yang resisten pada perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya sterilisasi. ChKM merupakan obat yang sering digunakan pada tahapan ini. Ekstrak daun pepaya diketahui memiliki efek antibakteri terhadap bakteri gram-negatif, sehingga berpotensial dikembangkan sebagai obat sterilisasi. Tujuan: untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun pepaya varietas Thailand (Carica papaya cv thailand)dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Bahan dan Metode: Penelitian eksperimental dengan desain penelitian the post test only control group, serta diuji menggunakan metode difusi dengan 3 konsentrasi, yaitu 25%, 50%, 75% dan 2 kontrol: kontrol negatif Aquadest serta kontrol positif menggunakan ChKM, dimana tiap kelompok terdiri dari 6 sampel. Daya hambat diperiksa dengan mengukur diameter zona jernih disekitar kertas saring. Analisis data menggunakan uji one way ANOVA diikuti dengan uji LSD. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan adanya zona jernih disekitar kertas saring dari ekstrak daun pepaya, makin besar konsentrasi makin besar diameter zona hambatnya. Rata-rata zona hambat pada konsentrasi 25% (6.30 mm), 50% (7.54 mm), 75% (8.36 mm) untuk kontrol negative Aquadest steril (6 mm), kontrol positif ChKM (11.32 mm), ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis (p<0,05). Diameter terbesar dari zona jernih di sekitar kertas saring terdapat pada konsentrasi 75%. Simpulan: Ekstrak daun pepaya varietas Thailand dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dengan konsentrasi hambat yang paling efektif adalah 75%, namun daya hambatnya masih lebih kecil bila dibandingkan kotrol positif (ChKM). Kata Kunci: Carica papaya cv. thailand, antibakteri, Enterococcus faecalis Korespondensi: Soegianto Adi, Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945894, 0315945894, Email:
[email protected]
tubulus dentin dan bertujuan untuk memperoleh aktivitas antimikroba di saluran akar, menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar, mengontrol dan mencegah nyeri.3 Pada perawatan saluran akar membutuhkan penggunaan obat sterilisasi yang mampu mengeliminasi endotoksin bakteri yang telah melekat pada struktur gigi yang tidak tereliminasi sempurna saat proses instrumentasi saluran akar. Penggunaan obat sterilisasi saluran akar selama perawatan harus dapat mensterilisasi dan mengurangi jumlah mikroorganisme patogen dalam saluran akar.2 Syarat dari obat sterilisasi saluran akar adalah tidak mengiritasi jaringan periapikal dan
PENDAHULUAN Tujuan utama perawatan saluran akar adalah menghilangkan bakteri sebanyak mungkin dari saluran akar dan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi setiap organisme yang tersisa untuk dapat bertahan hidup.1 Faktor penentu dari keberhasilan perawatan saluran akar yaitu akses dan panjang kerja, sterilisasi, obturasi atau pengisian saluran akar.2 Sterilisasi saluran akar diperlukan karena tindakan preparasi saluran akar disertai irigasi tidak dapat membebaskan saluran akar dari semua bakteri, mengingat anatomi ruang pulpa yang cukup rumit serta jauhnya penetrasi bakteri ke dalam 11
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
mempunyai efek antimikroba. Obat sterilisasi saluran akar yang paling sering digunakan saat ini yaitu ChKM, CMCP (camphorated monoparachlorophenol), Ca(OH)2 dan formokresol. Obat sterilisasi golongan fenol seperti ChKM paling banyak digunakan karena memiliki kelebihan yaitu mampu menyebar karena memiliki spektrum yang luas dan efektif terhadap mikroorganisme sehingga mampu memusnahkan berbagai mikroorganisme, namun ChKM juga memiliki beberapa kekurangan yaitu bau yang menyengat, rasa tidak enak, dapat terserap oleh tumpatan sementara dan dapat menyebar ke rongga mulut sehingga pasien akan mengeluhkan rasa yang tidak enak dan bersifat alergen sehingga dapat menyebabkan reaksi imun yang dapat 4,2 membahayakan pulpa. Melihat kelemahan dari bahan sterilisasi saluran akar itulah, saat ini bahan sterilisasi saluran akar dengan bahan alam mulai dikembangkan karena murah, tahan lama, mudah didapatkan,toksisitas rendah, dan resisten terhadap mikroba.5 Bahan alam yang dapat dikembangkan sebagai alternatif bahan sterilisasi saluran akar adalah daun pepaya. Pepaya memang pohon yang begitu berguna, selain buahnya yang kaya akan vitamin, daunnya pun begitu banyak manfaat dibalik rasa pahit yang dikandungnya, itulah mengapa kebiasaan orang-orang tua yang sering menggunakan daun pepaya baik sebagai sayur untuk dimakan maupun direbus untuk obat. Daun pepaya muda dapat juga digunakan untuk melunakkan daging, karena didalam getah daun pepaya muda itu mengandung papain yang merupakan salah satu enzim
proteolitik yang terdapat dalam getah pepaya. Selain itu daun pepaya mengandung karpain yang merupakan senyawa alkaloid yang khas dihasilkan oleh tanaman pepaya. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik, yang memiliki sifat toksik terhadap mikroba sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, sebagai antiprotozoa dan antidiare.6 Meskipun jenis pepaya sangat banyak, namun yang sering dibudidayakan petani adalah varietas Thailand. Varietas Cibinong dan Hawaii hanya dibudidayakan secara terbatas. Budidaya pepaya Thailand ini bisa ditemukan di wilayah Jawa Timur misalnya di daerah kabupaten Blitar. Salah satu usaha UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di sektor agribisnis di bidang perkebunan budidaya pepaya yang mempunyai prospek cerah adalah budidaya pepaya Thailand karena kelebihan yang dimiliki seperti dagingnya yang manis dan berair, serta buahnya yang berukuran besar.7 Ekstrak daun pepaya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans,8 tetapi belum diketahui aktivitas terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Pada penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat daya hambat ekstrak daun pepaya varietas Thailand terhadap bakteri Enterococcus faecalis.. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun pepaya varietas Thailand terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Oleh karena itu peneliti tertarik dengan daun pepaya dari jenis pepaya Thailand (Carica papaya cv. thailand) sebagai bahan herbal yang banyak dan mudah tumbuh di 12
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Indonesia sebagai antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis
sehingga menghasulkan ekstrak kental daun pepaya. Ekstrak kental daun pepaya dibuat tiga seri konsentrasi (25%, 50%, dan 75%) dengan menggunakan larutan pengencer aquadest steril.6 Bakteri Enterococcus faecalis biakan murni berupa biakkan dalam BHI cair yang sudah diinkubasi selama 24 jam dalam suasana anaerob, selanjutnya kekeruhannya disetarakan dengan standar Mc Farland 0,5. Penelitian dilakukan dengan metode difusi pada media BHI agar dilakukan inokulasi bakteri Enterococcus faecalis yang sudah disetarakan dengan larutan Mc Farland 0,5 dengan cara mengusapkan dan meratakan suspensi bakteri Enterococcus faecalis pada seluruh permukaan BHI (Brain Heart Infusion) agar dengan menggunakan lidi kapas steril. Selanjutnya kertas saring diletakkan pada tiap zona media BHI agar dengan menggunakan pinset steril dan agak ditekan-tekan. Pada kelompok kontrol negatif kertas saring ditetesi aquades menggunakan mikropipet dengan ketelitian 10 μl. Pada kelompok perlakuan kertas saring ditetesi ekstrak daun pepaya varietas Thailand pada berbagai konsentrasi menggunakan mikropipet dengan ketelitian 10 μl, lalu patridish dimasukkan dalam anaerob jar dan diinkubasi dalam inkubator selama 2x24 jam dengan suhu 370C. Setelah itu mengukur diameter zona hambat yang berupa area jernih disekitar kertas saring menggunakan digital calipers (dalam satuan mm). Pengukuran dilakukan dari batas jernih terakhir yang berdekatan dengan koloni disebelah kiri hingga disebelah kanan yang diukur pada jarak daerah terpanjang. Besar diameter zona hambat yang
BAHAN DAN METODE Penelitian ini termasuk penelitian true experimental dengan rancangan penelitian the post test only control group design.9 Bahan yang digunakan meliputi suspensi bakteri Enterococcus faecalis, BHI cair, agar BHI oxoid, ekstrak daun pepaya varietas Thailand dengan berbagai konsentrasi (25%, 50%, dan 75%), larutan Mc. Farland 0.5, ChKM dan Aquades steril. Sampel daun pepaya varietas Thailand diambil dari perkebunan pepaya Dinas Pertanian Kabupaten Blitar. Daun pepaya dicuci bersih, ditimbang, dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai sampel benar-benar kering yang ditandai dengan warna kecoklatan pada seluruh bagian daun kemudian beratnya dicatat dan selanjutnya dijadikan serbuk halus dengan cara diblender dan diayak dengan saringan halus, dan diblender sampai menjadi serbuk.10 Serbuk dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etanol 96% dan digoyang dengan menggunakan water bath dengan kecepatan 120 rpm (rotation per minutes) untuk mencapai kondisi homogen selama 1 jam. Selanjutnya larutan dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar, lalu difiltrasi atau dipisahkan dengan penyaring Bunchner. Kemudian residu penyaringan diangin-anginan dan dilakukan ramaserasiulang selama 24 jam, maserasi diulang sampai 3 kali. Hasil saringan 1-3 dicampur dan dipekatkan dengan Rotary vakum evaporator dengan suhu 50°C
13
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
timbul menunjukkan adanya daya hambat antibakteri pada masingmasing konsentrasi ekstrak daun pepaya varietas Thailand.
dengan taraf signifikan/kesalahan 5% (p<0,05). Setiap kelompok perlakuan dan kontrol positif diuji normalitasnya dengan menggunakan uji ShapiroWilk.11 Hasil uji Shapiro–Wilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan hasil uji Levene didapatkan nilai signifikansi 0.053, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil penelitian homogen (p>0.05). Data penelitian yang terdistribusi normal dan variansnya homogen kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametrik yaitu one way ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% dari ekstrak daun pepaya varietas Thailand pada masing-masing sampel. Hasil uji one way ANOVA menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05). Ini berarti terdapat perbedaan makna antara kontrol positif dengan masing–masing kelompok perlakuan yang memiliki konsentrasi berbeda–beda. Berdasarkan hal tersebut maka dilanjutkan dengan uji LSD. Dari hasil uji LSD diketahui bahwa ekstrak daun pepaya varietas Thailand terhadap semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05). Semakin besar konsentrasi ekstrak daun pepaya varietas Thailand yang digunakan dalam penelitian, maka semakin besar pula diameter zona hambat yang terbentuk disekitar paper disc.
HASIL Tabel dibawah ini menunjukkan rerata zona hambat ekstrak daun pepaya varietas Thailand (Carica papaya cv. Thailand) sesudah perlakuan pada kelompok kontrol. Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif Kelompok N RataStandar rata Deviasi X0 6 6,00 0,00 X1 6 11,32 0,93 X2 6 6,30 0,68 X3 6 7,54 0,17 X4 6 8,36 0,10 30
15 10 rerata zona hambat
5 0 X0 X1 X2 X3 X4
Gambar 1. Grafik rerata diameter zona hambat (mm)
Data hasil penelitian dianalisi secara analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran distribusi dan peringkasan data guna memperjelas penyajian hasil. Data hasil penelitian yang menunjukkan zona hambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dengan pemberian ekstrak daun pepaya varietas Thailand pada berbagai konsentrasi selanjutnya dianalisis statistik dengan program SPSS versi 13 dan diuji signifikansinya
PEMBAHASAN Perawatan saluran akar (PSA) adalah prosedur perawatan gigi yang bertujuan untuk menghilangkan bakteri yang menginfeksi saluran akar
14
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
gigi dan kemudian mencegah gigi tersebut terkena infeksi bakteri yang berkelanjutan setelah perawatan. Keberhasilan suatu perawatan saluran akar tergantung pada pengurangan atau penghilangan terhadap mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme setelah perawatan saluran akar dapat menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar. Dimana yang seringkali ditemukan adalah tumbuhnya polimikroba pada saluran akar yang didominasi oleh bakteri anaerob obligat dan fakultatif anaerob.12 Spesies bakteri anaerob seperti Enterococcus faecalis, Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis dan Fusobacterium nucleatum terdapat pada terapi saluran akar yang mengalami kegagalan.13 Dimana Enterococcus biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit pada saluran akar yang belum dirawat tetapi bakteri ini sering ditemukan pada perawatan saluran akar yang gagal dan dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang persisten.14 Oleh karena itu dibutuhkan obat sterilisasi saluran akar yang mampu mengeliminasi bakteri Enterococcus faecalis dari dalam saluran akar. Pemberian obat sterilisasi saluran akar dianggap penting bagi keberhasilan perawatan saluran akar karena dapat membantu mengeluarkan mikroorganisme, mengurangi rasa sakit, menghilangkan eksudat apikal, mempercepat penyembuhan dan pembentukan jaringan keras. Obat sterilisasi saluran akar digunakan dengan tujuan mengeliminasi bakteri yang tidak dapat dihancurkan dengan proses chemo-mechanical seperti instrumental dan irigasi.15,1,2 Namun obat sterilisasi seperti ChKM yang sering digunakan juga memiliki
kelemahan yaitu bau yang menyengat, rasa tidak enak, dapat oleh tumpatan sementara dan dapat menyebar ke rongga mulut sehingga pasien akan mengeluhkan rasa yang tidak enak dan bersifat alergen sehingga dapat menyebabkan reaksi imun yang dapat membahayakan pulpa. Melihat kelemahan dari bahan sterilisasi saluran akar itulah, saat ini bahan sterilisasi saluran akar dengan bahan alam mulai dikembangkan karena murah, tahan lama, mudah didapatkan, toksisitas rendah, dan resisten terhadap mikroba.5 Bahan alam yang dapat dikembangkan sebagai alternatif bahan sterilisasi saluran akar adalah daun pepaya. Telah diketahui bahwa ekstrak daun pepaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.8 Enterococcus faecalis memiliki karakteristik yang sama yaitu coccus gram positif , pada penelitian ini diteliti daya hambat ekstrak daun pepaya varietas Thailand pada konsentrasi 25%, 50%, dan 75%. Kontrol positif yang diperiksa adalah ChKM karena memiliki spektrum antibakteri luas dan efektif terhadap bakteri dan mampu memusnahkan berbagai mikroorganisme dalam saluran akar. ChKM juga merupakan bahan sterilisasi saluran akar yang paling banyak digunakan, terdiri dari dua bagian para-klorofenol dan tiga bagian kamfer. Daya desinfektan dan sifat mengiritasinya lebih kecil dari pada formokresol. Kamfer sebagai sarana pengencer serta mengurangi sifat iritasi dari para-klorofenol murni. Selain itu memperpanjang efek sifat antimikroba.16 Kontrol negatif yang digunakan adalah Aquadest steril karena tidak memiliki sifat antibakteri yang akan mempengaruhi daya 15
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
penghambatan bakteri dan digunakan sebagai pengencer ekstrak daun pepaya berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan.2,4 Penelitian untuk melihat adanya daya hambat ekstrak daun pepaya varietas Thailand (Carica papaya cv thailand) terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dilakukan dengan metode difusi yang menggunakan media agar BHI karena cukup praktis dilakukan dengan validitas tinggi dan efektif digunakan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri gram positif anaerob.17 Pelarut ekstrak daun pepaya varietas Thailand yang dipilih adalah Aquades steril karena tidak memiliki sifat antibakteri yang akan mempengaruhi daya penghambatan bakteri dan digunakan sebagai pengencer ekstrak daun pepaya berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Pada penelitian ini terlihat bahwa ekstrak daun pepaya varietas Thailand mampu menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis, fakta ini disebabkan oleh adanya komponen antibakteri spektrum luas yang terdapat pada daun pepaya diantaranya alkaloid, tochopenol, dan flavonoid. Senyawa alkaloid memiliki mekanisme kerja yang dihubungkan dengan kemampuan berinteraksi dengan DNA. Mekanisme kerja penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Didalam senyawa alkaloid juga terdapat gugus basa yang mengandung unsur nitrogen yang akan bereaksi dengan senyawa asam amino
menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino, sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA maka akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan terjadinya lisis sel bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.6 Tochopenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya. Dimana fenol ini dapat mengganggu senyawa penyusun dinding sel yang menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas membrane sel dan menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel sehingga terjadi lisis (terlarutnya) sel.6 Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang memiliki satu kelompok carbonyl dengan ekstrak sel dan larut protein, dengan ikatan tersebut dapat menghambat sintesis protein dari sel bakteri. Hal ini lah yang memberikan aktivitas antibakteri. Senyawa fenol dari tumbuhan juga memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hydrogen, sehingga dapat merusak membrane sel bakteri.6 Mekanisme kerja ChKM dalam menghambat bakteri sama dengan mekanisme kerja flavonoid yang terkandung di dalam daun pepaya varietas Thailand yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain), dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat.16 Pada uji statistik yang sama, didapatkan bahwa diameter zona hambat pada pemberian ekstrak daun pepaya varietas Thailand dengan 16
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
konsentrasi 75% menunjukkan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lainnya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa makin besar konsentrasi ekstrak daun pepaya varietas Thailand maka makin besar pula diameter zona hambatnya. Konsentrasi 75% memiliki zona hambat paling besar bila dibandingkan dengan konsentrasi 25% dan 50% dimana ( p<0,05). Hal ini diperkirakan karena adanya kandungan flavonoid yang berfungsi sebagai antimikroba merupakan senyawa yang mudah larut dalam air.6 Penelitian ini masih bersifat kualitatif yaitu untuk menunjukkan perbedaan daya hambat ekstrak daun pepaya varietas Thailand terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dengan menggunakan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% dibandingkan dengan ChKM dimana didapatkan hasil bahwa daya hambat konsentrasi tertinggi yaitu 75% masih lebih kecil daripada daya hambat ChKM sebagai kontrol positif sehingga perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan tingkat toksisitas ekstrak daun pepaya varietas Thailand dibandingkan dengan bahan sterilisasi saluran akar ChKM.
faecalis, Konsentrasi terbesar pada penelitian ini (75%) memiliki daya hambat yang lebih kecil dibandingkan ChKM sebagai kontrol positif. DAFTAR PUSTAKA 1.
Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ. 2007. The Use of Calcium Hydroxide, Antibiotics and Biocides as Antimicrobial Medicaments In Endodontics. Australian Dental Journal, 52(1): S82-S64. 2. Walton, Torabinejad. 2008. Prinsin dan Praktik Ilmu Edodonsia. Alih Bahasa: Sumawinata N. Ed ke 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. H. 261-258. 3. Johnson WT, Noblett WC. 2009. Cleaning and Shaping. In: Walton RE, Torabinejad M. Endodontics principles and practice. 4th ed. India: Thomson Press. P. 258-83. 4. Grossman, LI, Oliet S and Del Rio. CE. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Alih Bahasa: Abyono R. Ed ke11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. H. 262246, 84-65. 5. Dalimartha S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Edisi 4. Puspa Swara, Anggota Ikapi. Jakarta. H. 61-56. 6. Rahman, Mohammad Fiqrie. 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya Pada Ikan Gurami yang diinfeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila. Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institute Pertanian Bogor. H. 18-14. 7. Kalie, M. B. 2008. Bertanam Pepaya. Edisi XXV. Penebar Swadaya. Jakarta. h. 120 8. Muamar, Muhamad. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L. ) terhadap Streptococcus mutans secara In vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret. H. 10-1. Available from http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=sh owview&id=23264. Diakses 22 April 2012. 9. Sudibyo. 2008. Metodologi Penelitian Aplikasi penelitian di Bidang Kesehatan. Surabaya: Unesa University Press. 10. Naiborhu, Parsiholan Effendy. Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial: Pada Patogen Udang Windu, Vibrio harveyi. Available from http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789 /20041?show=full. Diakses 10 Juni 2012. 11. Dahlan, M Sopiyudin. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba medika. H. 87
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun pepaya varietas Thailand dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada konsentrasi 25%, 50% dan 75%. Ekstrak daun pepaya varietas Thailand pada konsentrasi terbesar (75%) merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus
17
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
12. Suchitra U., Kundabala M., Sheney MM. 2006. In Search of Endodontic Pathogen. Kathmandu University Medical Journal, 4(4): 525-9. 13. Charles HS, Scott AS, Thomas JB, Christoper BO. 2006. Enterococcus faecalis: Its Role In Root Canal Treatment Failure and Current Concepts In Retreatment. JOE, 32(2): 93-8. 14. Bodrumlu E and Semiz M. 2006. Antibacterial Activity of a New Endodontic
Sealer Against Enterococcus faecalis. J Can Dent Assoc,72(7): 637. 15. Mulyawati, Ema. 2011. Peran Bahan Disinfeksi Pada Perawatan Saluran Akar. Majalah Kedokteran Gigi, 18(2): 209-205. 16. Osswald, R. 2005. The Problem of Endodotitisand Managing It Through Conservative Dentistry. P. 144-134. 17. Uttley AHC, George RC, Naidoo J, 2009. Epidemiology and Infection. Cambridge University Press, 103(1): 181-173.
18
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Efektivitas Ekstrak Daun Mangrove Avicennia Alba Terhadap Penurunan Jumlah Koloni Candida albicans pada Basis Gigi Tiruan Akrilik (The Effectiveness of Avicennia Alba Leaves Extract Againts The Decreasing of Candida Albicans Colony on Heat Cured Acrylic Denture Base) Meidhira Ratu Azaalea, Meinar Nur Ashrin*, Widaningsih* *Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Heat cured acrylic resin material is commonly used as denture base. Denture cleaning is an important procedure to be done, otherwise can cause calculus accumulation and adhesion of Candida albicans to the denture. According to some researchs, Avicennia alba leaves has an antifungi, antiseptic, and antimicrobial activity. Purpose: The purpose of this study was to determine the effectiveness of Avicennia alba leaves extract againts the decreasing of Candida albicans colony on heat cured acrylic denture base. Materials and Methods: The experimental was held by post test only control group design, and used thirty six samples heat cured acrylic plates with the size of (10x10x1) mm. Avicennia alba leaves extract was obtained from maceration process using 96% ethanol solvent and diluted with Aquadest sterile at concentration of 10%, 20% and 40%. Anticandida test was done by immersing the heat cured acrylic plates into Avicennia alba leaves extract for 15 minutes. The data were analyzed by Mann-Whitney test. Results: The results showed there were significant differences in the number of Candida albicans colony between the control groups with treatment groups using concentration of 10%, 20% and 40%. There were significant differences in the number of Candida albicans colony between the treatment groups using concentrations of 10% and 40%. There were also significant differences in the number of Candida albicans colony between the treatment groups using concentrations of 20% and 40%. Conclusion: The extract of Avicennia alba leaves in 40% concentration effective to decreasing Candida albicans colony on heat cured acrylic denture base. Keywords: Avicennia alba leaves, heat cured acrylic, Candida albicans Correspondence: Meinar Nur Ashrin, Department of Prosthodontics, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
19
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Resin akrilik heat cured merupakan bahan yang umum dipakai sebagai basis gigi tiruan. Pembersihan gigi tiruan adalah prosedur yang penting untuk dilakukan, bila tidak akan mengakibatkan akumulasi kalkulus dan perlekatan Candida albicans pada gigi tiruan. Menurut beberapa penelitian, ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) mempunyai aktivitas antijamur, antiseptik dan antibakteri. Tujuan: Untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) terhadap penurunan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only control grup design. Penelitian ini menggunakan lempeng resin akrilik heat cured sebanyak 36 buah berukuran (10x10x1) mm. Ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) dihasilkan dengan cara maserasi dengan pelarut etanol 96%, dan dilarutkan dengan aquades steril pada konsentrasi 10 %, 20%, dan 40% lalu dilakukan uji efek antifungi Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured dengan cara perendaman selama 15 menit. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan jumlah koloni Candida albicans yang signifikan antar kelompok kontrol negatif dengan perlakuan ekstrak 10%, 20, dan 40%. Terdapat perbedaan jumlah koloni Candida albicans yang signifikan antar kelompok perlakuan ekstrak 10% dan 40%. Terdapat perbedaan jumlah koloni Candida albicans yang signifikan antar kelompok perlakuan ekstrak 20% dan 40%. Simpulan: Ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) efektif dalam menurunkan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured pada konsentrasi 40%. Kata kunci: Daun Mangrove (Avicennia alba), akrilik heat cured, Candida albicans Korespondensi: Meinar Nur Ashrin, Bagian Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah Arif Rahman Hakim, 150 Surabaya, Telepon 031-5945894,5912191, Email:
[email protected]
dimensi, tidak toksik, mempunyai kekuatan depresi dan kekerasan tinggi, penyerapan air rendah, dan kekakuan untuk menghasilkan stabilitas yang baik.4 Bahan gigi tiruan yang umum dipakai sebagai basis gigi tiruan adalah resin akrilik polymethyl methacrylate (PMMA) jenis heat cured dimana cara polimerisasinya dilakukan dengan pemanasan.2 Resin akrilik dipilih karena sifatnya yang tidak toksik, memenuhi syarat estetik, harganya yang relatif murah, mudah cara manipulasinya, dan mudah untuk direparasi, namun adapula kekurangan dari resin akrilik yaitu porositas dan absorbsi air.4 Sifat porositas ini dapat
PENDAHULUAN Gigi tiruan adalah suatu alat yang berfungsi untuk menggantikan sebagian atau seluruh gigi asli yang hilang dan digunakan pada rahang atas maupun rahang bawah.7 Basis gigi tiruan adalah bagian yang penting dari gigi tiruan, karena berperan sebagai pengganti jaringan pendukung di sekitar gigi.13 Material dasar gigi tiruan telah dikembangkan untuk memenuhi kriteria dasar gigi tiruan. Gigi tiruan yang ideal harus memenuhi beberapa persyaratan fisik dan mekanik. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain ialah tidak adanya perubahan warna, porositas rendah, stabil terhadap perubaan 20
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
mengakibatkan debris dan plak mudah melekat pada basis gigi tiruan.15 Pembersihan gigi tiruan adalah prosedur yang penting untuk dilakukan, bila tidak akan mengakibatkan bau yang tidak sedap, timbulnya noda dan akumulasi kalkulus pada gigi tiruan tersebut dan mengakibatkan terjadinya denture stomatitis. Denture stomatitis adalah inflamasi pada mukosa mulut dengan lesi erythematous dan lesi hiperplastik. Etiologi lesi ini dihubungkan dengan adanya mikroorganisme dan Candida albicans. Monroy et al. (2005) telah melakukan penelitian terhadap 105 pasien pemakai gigi tiruan, dan menemukan adanya kolonialisasi Candida albicans pada membran mukosa 55 pasien. Dalam penelitian Afrina (2007) terhadap 24 pasien berusia 30-60 tahun yang memakai gigi tiruan secara terus menerus menderita denture stomatitis yang disebabkan oleh Candida albicans dengan prevalensi kejadian sebesar 53,85%. Pembersihan gigi tiruan dapat dilakukan dengan cara merendam dalam larutan perendam atau kimia, dan secara mekanik dengan menyikat gigitiruan menggunakan sikat yang lembut.11 Ekstrak daun Pohon Mangrove Avicennia alba, Avicennia marina dan Avicennia alba mengandung senyawa saponin, tannin, alkaloid, triterpenoid, dan fenolik yang efektif sebagai anti inflamasi, antibakteri, dan antivirus.17 Daun Mangrove (Avicennia alba) mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen dan menunjukkan aktivitas sebagai anti bakteri, baik gram positif maupun gram negatif dan antifungi pada konsentrasi minimal 10%.3,15 Dewasa ini belum di teliti tentang efektivitas ekstrak daun
Mangrove (Avicennia alba) terhadap penurunan koloni Candida albicans. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kegunaan ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) yang mempunyai aktivitas antifungi dan anti mikroba sebagai larutan pembersih gigi tiruan alami terhadap penurunan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Apakah ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) efektif terhadap penurunan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured ? BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik eksperimental laboratoris. Penelitian analitik adalah penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi terkontrol secara ketat.11 Penelitian ini menggunakan rancangan the post test only control group design. Subyek dalam penelitian ini dibagi dalam 4 kelompok, satu kelompok kontrol, satu kelompok perlakuan yang direndam dengan ekstrak daun Mangrove Avicennia alba dengan konsentrasi 10%, satu kelompok perlakuan yang direndam dengan ekstrak daun Mangrove Avicennia alba dengan konsentrasi 20%, dan satu kelompok perlakuan yang direndam dengan ekstrak daun Mangrove Avicennia alba dengan konsentrasi 40%, masing-masing selama 15 menit. Ekstraksi daun Mangrove (Avicennia alba) dengan cara maserasi. Pengeskstrakan dilakukan dengan cara memasukkan serbuk daun Mangrove sebanyak 400gr yang sudah dibungkus kertas saring kedalam 21
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
tabung kaca, lalu direndam dalam pelarut etanol 96% sebanyak 1000 ml kemudian diaduk dan didiamkan selama 5x24 jam lalu disaring. Proses ini diulangi sebanyak dua kali sehingga didapatkan filtrat. Filtrat dari hasil dua kali penyaringan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan hasil ekstrak kental daun Mangrove.6 Perlakuan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara merendam lempeng akrilik berukuran (10x10x1) mm dalam aquades steril selama 24 jam untuk mengurangi sisa monomer, lalu disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 18 menit, lalu direndam dalam saliva steril selama 1 jam dan dibilas dengan phosphat buffer saline (PBS) sebanyak dua kali untuk membersihkan kotoran yang menempel. Selanjutnya lempeng akrilik dikontaminasikan dengan Candida albicans yang setara dengan Mc Farland 0,5, lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Lempeng akrilik dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi ekstrak daun Mangrove Avicennia alba dan berisi aquades steril selama 15 menit. Masing-masing tabung berisi 1 lempeng akrilik. Setelah 15 menit, lempeng akrilik diambil dan dibilas dengan PBS sebanyak dua kali untuk menghilangkan sisa ekstrak yang tertinggal. Selanjutnya lempeng akrilik dimasukkan ke dalam media Sabouraud Dextrose Liquid 5ml, digetarkan mengunakan vortex selama 30 detik dengan tujuan agar Candida albicans yang melekat pada lempeng akrilik dapat lepas. Perbenihan Candida albicans dilakukan dengan cara spreading 0,5 ml suspensi Candida albicans pada Sabouraud Dextrose Agar, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah 24
jam dilakukan penghitungan koloni Candida albicans dengan satuan Colony Forming Unit per mililter (CFU/ml).10,13 HASIL
Keterangan : A : Hasil perbenihan pada kontrol B : Hasil pada kelompok menggunakan ekstrak daun Avicennia alba 10% C : Hasil pada kelompok menggunakan ekstrak daun Avicennia alba 20% D : Hasil pada kelompok menggunakan ekstrak daun Avicennia alba 40%
kelompok perlakuan Mangrove perlakuan Mangrove perlakuan Mangrove
Analisis data yang diperoleh pada penelitian ini diuji menggunakan uji statistik dengan taraf signifikansi 95% (p=0,05) dan diolah dengan program SPSS versi 17. Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, maka rata-rata tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.
22
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif Kelompok N Rerata Standar Deviasi K1 9 422,555 42,682 P1 9 371,222 36,106 P2 9 340,222 36,499 P3 9 280,777 15,872 36 353,694 61,552
Hal ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan masing-masing kelompok perlakuan yang memiliki konsentrasi berbeda-beda yaitu 10%, 20% dan 40%. Berdasarkan hasil tersebut maka dilanjutkan dengan analisis Post Hoc, untuk melakukan analisis Post Hoc dari uji Kruskalwallis adalah dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
Pada tabel 1 Diketahui bahwa nilai rerata jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik yang direndam pada ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) dengan konsentrasi 40% menunjukkan rerata yang paling rendah, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) dengan konsentrasi 40% mempunyai aktivitas anticandida yang paling besar. Nilai rerata yang rendah menunjukkan jumlah koloni Candida albicans yang lebih rendah. Setelah itu dilakukan uji normalitas menggunakan uji ShapiroWilk, karena jumlah sampel kurang dari 50. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil uji normalitas Variabel Statistik K1 0,793 P1 0,889 P2 0,936 P3 0,900
Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney Rerata K P1 P2 Kelompok 1
P3
K1 0,011* 0,000* 0,000* P1 0,094 0,000* P2 0,001* P3 Keterangan: *ada perbedaan bermakna
Dari hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan yang paling bermakna terdapat antara kelompok kontrol negatif menggunakan Aquadest steril dengan kelompok perlakuan menggunakan ekstrak Mangrove (Avicennia alba) konsentrasi 20% (p=0,000), antara kelompok kontrol negatif menggunakan Aquadest steril) dengan kelompok perlakuan menggunakan ekstrak Mangrove (Avicennia alba) konsentrasi 40% (p=0,000), dan antara kelompok perlakuan menggunakan ekstrak Mangrove (Avicennia alba) konsentrasi 10% dengan kelompok perlakuan menggunakan ekstrak Mangrove (Avicennia alba) konsentrasi 40% (p=0,000).
Sig 0,017 0,197 0,538 0,251
Tabel diatas memperlihatkan bahwa pada kelompok K1 memiliki distribusi tidak normal karena memiliki nilai p<0,05. Tabel 3. Hasil uji Kruskal-Wallis Sumber Keragaman p Antar perlakuan 0,000
PEMBAHASAN
Pada tabel 3 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05).
Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun Mangrove (Avicennia 23
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
alba) dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40%, daun Mangrove (Avicennia alba) mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen dan menunjukkan aktivitas sebagai anti bakteri, baik gram positif maupun gram negatif dan antifungi pada konsentrasi minimal 10%.15 Pemilihan daun Mangrove (Avicennia alba) karena tumbuhan mangrove banyak di Indonesia sehingga mudah didapat.9 Setelah dilakukan perhitungan jumlah koloni Candida albicans dan data telah diperoleh maka selanjutnya dilakukan analisis data. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis karena data terdistribusi tidak normal dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol menggunakan Aquadest steril dengan kelompok perlakuan menggunakan ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) konsentrasi 10%, 20%, dan 40% (p<0,05). Jumlah koloni pada kelompok perlakuan menggunakan ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) konsentrasi 10%, 20%, dan 40% lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol menggunakan Aquadest steril. Penurunan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured yang direndam dalam ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) disebabkan kontak antara sel Candida albicans dengan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba). Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) antara lain adalah alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin dimana senyawa ini diketahui mempunyai aktivitas anti fungi.15
Sedangkan Aquadest steril tidak dapat menurunkan jumlah koloni Candida albicans karena bersifat netral dan tidak mempunyai sifat anticandida. Senyawa flavonoid bekerja dengan cara denaturasi protein sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Denaturasi protein menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi membran sel yang terganggu dapat menyebabkan kerusakan sel jamur dan akhirnya menyebabkan kematian sel.16 Senyawa alkaloid mempengaruhi komponen sel Candida albicans dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel, sehingga membran sel lisis dan mati. Saponin memiliki mekanisme menganggu membran sel jamur dengan cara membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler, dinding sel dan juga enzim-enzim yang terdapat pada sel jamur sehingga membran sel rusak dan sel Candida albicans mati. Sedangkan mekanisme kerja tanin yaitu dengan cara bereaksi dengan lipid dan asam amino yang terdapat pada dinding sel, lalu senyawa tersebut masuk ke dalam inti sel, berkontak dengan DNA pada inti sel dan merusaknya sehingga sel lisis dan mati.5 Senyawa- senyawa tersebut dapat mengakibatkan kematian dari sel Candida albicans, sehingga dapat menurunkan koloni Candida albicans yang melekat pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Dari hasil uji Mann-Whitney terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan menggunakan ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) 10% dan 20% dengan 40% (p<0,05). Hal ini menyatakan bahwa jumlah koloni paling sedikit terdapat pada perlakuan menggunakan ekstrak daun Mangrove (Avicennia 24
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
alba) 40%. Artinya, ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) 40% mempunyai efektivitas paling tinggi dalam menurunkan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Data hasil uji Mann-Whitney antara kelompok perlakuan menggunakan ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) 10% dengan 20% menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna, hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) 10% dan 20% mempunyai aktifitas antifungi yang relatif sama. Perbedaan yang tidak bermakna antara dua kelompok ini dapat disebabkan karena jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) 10% dan 20% tidak jauh berbeda, bila dibandingkan dengan konsentrasi 40%. Semakin tinggi konsentrasi suatu ekstrak maka semakin tinggi senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, sehingga semakin tinggi efek terapeautiknya dan lebih banyak sel Candida albicans yang mati atau lisis.16 Artinya ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) dengan konsentrasi 40% mempunyai efektivitas paling tinggi dalam menurunkan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Berdasarkan penjelasan diatas, didapatkan hasil yang sesuai dengan hipotesis bahwa ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) efektif dalam menurunkan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) dapat dikembangkan sebagai bahan material kedokteran gigi khususnya sebagai pembersih gigi tiruan lepasan yang berasal dari bahan alami yang mempunyai beberapa
keuntungan dimana ekstrak tidak berpengaruh buruk pada bahan basis gigi tiruan bila dibandingkan dengan pembersih gigi tiruan kimia yang dapat mempengaruhi sifat fisik dari bahan basis gigi tiruan akrilik, lalu limbah dari ekstrak ini bersifat organik sehingga lebih mudah di uraikan dan lebih ramah lingkungan. Keuntungan lainnya yaitu bahan pembersih yang terbuat dari ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) cukup murah, dengan perhitungan kurang lebih 120 gr ekstrak kental dapat digunakan menjadi 40 kali perendaman gigi tiruan. SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) efektif dalam menurunkan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrlik heat cured pada masing-masing konsentrasi. Ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba ) pada konsentrasi 40% paling efektif dalam menurunkan jumlah koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrlik heat cured. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
25
Afrina L. 2007. Prevalensi Denture Stomatitis yang Disebabkan Kandida Albikans Pada Pasien Gigi Tiruan Penuh Rahang Atas di Klinik FKG USU MaretMei 2007. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan. Anusavice KJ. 2004. Philips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Alih Bahasa; Johan Arief Budiman, Susi Purwoko. Edisi 10. Jakarta: EGC. Begum J, Yusuf M, Uddin J, Khan S. 2007. Antifungal Activity of Forty Higher Plants against Phytopathogenic Fungi. Bangladesh J Microbiol, 24: 78-76. Available from
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
4. 5.
6.
7.
8.
9.
10.
ISSN : 1907-5987
http://www.Banglajol.info/index.php/BJM/ article/view/1245/6719. Diakses 30 September 2013. Combe, EC.1992. Sari Dental Material. Jakarta: Balai Pustaka. H. 269-267. Harnas E, Winarsih S, Nurdiana. 2012. Efek Antifungi Ekstrak Etanol Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Terhadap Candida albicans Isolat Vaginitis Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang. Available from http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownloa d/kebidanan/majalah%2520elya%2520devi %2520mia%2520dwi%2520harnas.pdf. Diakses 15 Februari 2014. Gupta VK and Roy A. 2012. Comparative Study of Antimicrobial Activities of Some Mangrove Plants from Sundarban Estuarine Regions of India. Journal of Medicinal Plants Research, 6(42): 54885480. Available from http://www.academicjournals.org/JMPR. Diakses 10 Maret 2013. Mauliyani. 2012. Penggunaan Valplast Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Fleksibel Sebagai Perawatan Alternative Kehilangan Gigi. Makassar: Universitas Hasanuddin. H. 7-6. Monroy, et al. 2005. Candida albicans, Staphylococcus aureus and Streptococcus mutans Colonization in Patients Wearing Dental Prothesis. Available from http://www.medicinaoral.com/medoralfree 01/v10Suppl1i/medoralv10suppl1ip27.pdf. Diakses 20 Januari 2013. P. 39-27. Purnobasuki. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. Available from http://www.irwantoshut.com. Diakses 10 September 2013. Rifa’ah. 2008. Efektivitas Air Rebusan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa) Terhadap Candida albicans Pada Lempeng Resin Akrilik Heat Cured. Skripsi, Fakultas
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
26
Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Surabaya. H. 3-1. Salman M, Shata S. 2011. Effect of Different Denture Cleanser Solutions on Some Mechanical and Physical Properties Of Nylon and Acrylic Denture Base Materials. J Bagh College Dentistry, 2: 2419. Available from http://www.codental.uobaghdad.edu.iq/upl oads/journal/23Mohamad%2520F.pdf. Diakses 25 Juli 2013. Sudibyo. 2009. Metodologi Penelitian Aplikasi Penelitian Bidang Kesehatan. Ed2., Surabaya: Unesa University Press. H. 60-53. Sunur Y. 2013. Daya Hambat Ekstrak Daun Mangga Gadung (Mangifera indica linn) Terhadap pertumbuhan Candida Albicans Pada Lempeng Akrilik Heat Cured. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Surabaya. Utami M, Febrida R, Djustiana N. 2009. The Comparison Of Surface Hardness Between Thermoplastic Nylon Resin and Heat-cured Acrylic Resin. Padjajaran Journal of Dentistry, 21(3): 203-200. Vadlapudi V, Naidu KC. 2009. Bioactivity of Marine Mangrove Plant Avicennia alba on Selected Plant and Oral Pathogens. International Journal of ChemTech Research, 1(4): 1216-1213. Wahyuningtyas E. 2008. Pengaruh Ekstrak Grapthophylum pictum Terhadap Pertumbuhan Candida albicans pada Plat Gigi Tiruan Resin Akrilik. Indonesian Journal of Dentistry, 15: 191-187. Wibowo C, Kusuma C, Suryani A, Hartati. 2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Apiapi (Avicennia Spp.) Sebagai Bahan Pangan dan Obat. Available from http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/45052/Pemanfaatan%20Pohon %20Mangrove.pdf?sequence=1. Diakses 30 Maret 2013.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Efektivitas Gel Lendir Bekicot (Achatina fulica) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Ulkus Traumatikus (Effectivity of Snail Mucus Gel (Achatina fulica) In Acceleration of Traumatic Ulcer Healing) Anna Riyani Suwono, Isidora Karsini Soewondo*, Syamsulina Revianti** *Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah *Biologi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Traumatic ulcer is common mucosal lesion. The damage usually effecting the epithelial layers and exceeds the basal membrane into the deeper layers with the erythematous halo. Snails are easily found in Indonesia. Snail mucus contains protein, glycosaminoglycan, water, electrolytes, mucus glycoprotein, lectins and hemocyanin which can accelerate wound healing process. Purpose: To prove the effectiveness of Achatina fulica gel with concentration of 4.5%, 9% and 13% in accelerating the healing process of traumatic ulcer, to compare all three concentration of Achatina fulica gel, and to compare Achatina fulica gel with hialuronic acid gel in accelerating healing process of traumatic ulcer. Materials and Methods: The study was conducted using post-test only control group design. The sample consisted of 6 groups. Each group contains 5 strain wistar rat. Traumatic ulcer was made in the middle of the rats’ lower labial mucosa. First group were treated using sterile distilled water, second group were using hyaluronic acid gel 0,2%, third to fifth group were using snail mucus gel with concentration of 4,5%, 9%, and 13%, respectively. Every group was applied on the first day after preparation of traumatic ulcer until one of the traumatic ulcer healed. Data was analyzed with one-way ANOVA and LSD test. Result: The data showed that the treatment group using hialuronic acid gel 0,2% and snail mucus extract gel 4,5%;9%;13% have no significant differences. Conclusion: Achatina fulica gels have effectively increased the rate of healing process of traumatic ulcer. Keywords: Achatina fulica, effectiveness, traumatic ulcer, wound healing Correspondence: Isidora Karsini Soewondo, Departement of Oral Medicine, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5912191, Email:
[email protected]
27
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Ulkus traumatikus adalah satu dari lesi mukosa yang paling umum. Biasanya terjadi kerusakan epitelium melebihi membrana basalis dengan batas yang jelas. Bekicot mudah ditemukan sekitar masyarakat Indonesia. Lendir bekicot mempunyai protein, glikosaminoglikan, air, elektrolit, lendir glikoprotein, lektin dan hemocyanin yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan: Membuktikan efektivitas gel ekstrak lendir bekicot (Achatina fulica) dengan konsentrasi 4,5%; 9%; dan 13% dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus, membandingkan ketiga konsentrasi gel lendir berkicot dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus, dan membandingkan gel asam hialuronat dengan gel lendir bekicot dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus. Bahan dan metode: Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan post test only control group design. Sampel terdiri dari 6 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok. Ulkus traumatikus dibuat di sentral mukosa labial bawah tikus strain wistar. Kelompok satu diobati menggunakan aquades steril, kelompok dua diobati menggunakan gel asam hialuronat 0,2%, kelompok tiga diobati menggunakan gel ekstrak lendir bekicot 4,5%, kelompok empat diobati menggunakan gel ekstrak lendir bekicot 9%, dan kelompok lima diobati menggunakan gel ekstrak lendir bekicot 13%. Setiap kelompok diaplikasikan pada hari pertama setelah pembuatan ulkus traumatikus sampai salah satu ulkus traumatikus sembuh. Semua data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan uji LSD. Hasil: Data penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pada kelompok perlakuan menggunakan gel asam hialuronat 0,2%, gel ekstrak lendir bekicot 4,5%; 9%; dan 13% tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Simpulan: Gel ekstrak lendir bekicot efektif dalam mempercepat penyembuhan ulkus traumatikus. Kata kunci: Achatina fulica, efektivitas, ulkus traumatikus, penyembuhan Korespondensi: Isidora Karsini Soewondo, Bagian Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 0315912191, Email:
[email protected]
nyeri, single, permukaannya merah halus atau putih kekuningan dengan lingkaran merah di tepinya, ukurannya bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter.1 Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan terkait satu sama lain, dari perbaikan jaringan dan remodeling jaringan sebagai respon atas terjadinya jejas. Proses penyembuhan luka ini bertujuan merekonstruksi suatu jaringan semirip mungkin dengan jaringan asli.5 Pada prinsipnya ulkus traumatikus akan hilang pada hari ke-7 sampai hari ke-10 bila penyebabnya dihilangkan.2 Kesembuhan ulkus traumatikus dipengaruhi oleh beberapa
PENDAHULUAN Ulkus traumatikus adalah satu dari lesi mukosa yang paling umum pada penyakit mulut.1 Ulkus merupakan lesi dimana terjadinya kerusakan pada epitelium melebihi membrana basalis dengan batas yang jelas.1,2 Ulkus traumatikus terjadi pada setiap kelompok usia dan distribusi yang sama antara pria dan wanita.3 Sebagian besar ulkus disebabkan oleh trauma mekanik, akan tetapi juga ada penyebab yang lain seperti diri sendiri (kebiasaan abnormal dan masalah psikologis), trauma termal, kimia, radiasi, dan arus listrik.2,4 Ulkus traumatikus sering terjadi disertai rasa 28
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
faktor, seperti usia, nutrisi, infeksi, sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi, hematoma, benda asing, iskemia, diabetes, keadaan luka, dan obat.6 Belakangan ini, asam hialurnoat 0,2% banyak digunakan sebagai salah satu obat terapi ulkus traumatikus karena mengandung asam hialuronat, xylitol dan dikombinasikan dengan efek dasar bahan alami sebagai regenerasi jaringan, anti edema, anti inflamasi, analgesik dan hemostasis sehingga dapat merangsang penyembuhan luka migrasi dan mitosis dari fibroblas dan sel epitel.2,7 Namun, penggunaan asam hialuronat dapat menyebabkan alergi atau hipersensitivitas dan harganya masih relatif mahal.8 Bekicot atau Achatina fulica adalah salah satu hewan darat yang dianggap menjijikkan dan belum banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, karena belum banyak yang mengetahui potensi dari bekicot tersebut. Selama ini Achatina fulica hanya digunakan sebagai campuran makanan ternak dan sebagian kecil untuk dikonsumsi misalnya dalam bentuk keripik bekicot dan sate.9 Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu mengenal dan memanfaatkan lendir bekicot (Achatina fulica) yang berkhasiat sebagai salah satu upaya dalam menyembuhkan luka. Secara tradisional penggunaannya adalah lendir bekicot dioleskan pada luka sampai lendir menutupi seluruh bagian luka.10 Lendir yang diproduksi kelenjar di dinding tubuh bekicot, maupun zat getah bening yang mengalir dalam tubuh bekicot mempunyai aktivasi pembasmi bakteri dan benda asing.11 Lendir bekicot memiliki kandungan
glikoprotein, karbohidrat, protein, glikosaminoglikan, air, elektrolit, lektin, hemocyanin.12,13,14 Lendir bekicot mempunyai nilai biologis yang tinggi dalam penyembuhan dan penghambatan proses inflamasi, mengandung analgesik yaitu peptida antimikroba (Achasin) serta antiseptik yang dapat membantu mempercepat penutupan jaringan kulit dan luka.10,11 Lendir bekicot Achatina fulica juga mempunyai kandungan antibakteri menghambat bakteri Escherichia coli dan Streptococcus mutan dan mempunyai kandungan Acharan sulfate yang berkhasiat menurunkan aktivitas mitogenik dari faktor pertumbuhan dasar fibroblas yang tergantung konsentrasi, yang menunjukkan penghambatan angiogenesis.11,14 Selain itu, keuntungan bekicot disamping harganya terjangkau dan sangat mudah didapatkan, terutama untuk masyarakat pedesaan yang jauh dari sarana dan prasarana kesehatan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini adalah penelitian true experiment laboratories dengan rancangan post test only control group design. Subjek penelitian ini sebanyak 30 ekor tikus yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif (gel asam hialuronat 0,2%), kelompok perlakuan 1 (gel lendir bekicot 4,5%), kelompok perlakuan 2 (gel lendir bekicot 9%), dan kelompok perlakuan 3 (gel lendir bekicot 13%). Pada penelitian dilakukan pembuatan ulkus traumatikus yang dibuat di sentral mukosa labial bawah tikus strain wistar yang dibagi 5 kelompok, yaitu gel asam hialuronat
29
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
0,2% untuk 6 ekor tikus sebagai kontrol negatif, aquades steril untuk 6 ekor tikus sebagai kontrol positif, gel lendir bekicot 4,5% untuk 6 ekor tikus sebagai perlakuan 1, gel lendir bekicot 9% untuk 6 ekor tikus sebagai perlakuan 2, dan gel lendir bekicot 13% untuk 6 ekor tikus sebagai perlakuan 3. Sampel penelitian menggunakan Ratus novergicus strain wistar yang mempunyai kriteria sebagai berikut: berjenis kelamin jantan, berusia 6 bulan, berat badan 300-350 gram, mempunyai kondisi fisik sehat dengan ciri-ciri mata jernih, bulu kaki mengkilap, gerakan aktif, feses baik tidak lembek, dan dipelihara dahulu selama 7 hari untuk beradaptasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling. Lendir bekicot yang digunakan pada penelitian ini mudah didapat dengan cara merangsang permukaan tubuh bekicot menggunakan electric shock pada tegangan listrik 6 volt (menggunakan 4 buah batu baterai @1,5 volt yang dirangkai dengan kabel listrik) selama 60 detik dan diletakkan di mortir dan dihomogenkan.16 Sekali mendapatkan lendir bekicot pada satu bekicot sekitar ± 2 ml. Setelah mendapatkan lendir bekicot ini bekicot masih dalam keadaan tetap hidup. Setelah lendir bekicot homogen, lendir dibuat gel. Resep pembuatan gel lendir bekicot ini membutuhkan lendir bekicot 4,5 pada K3, lendir bekicot 9 gram pada K4 dan lendir bekicot 13 gram pada K5, CMC-Na 3 gram untuk K3, K4, K5, serta gliserol 1,5 gram, metil paraben 0,18 gram, propil paraben 0,02 gram, dan aquades ad 100 gram pada K3, K4, dan K5. Cara pembuatan gel lendir bekicot dengan
cara air dimasukkan dalam mortir dan ditaburkan CMC-Na, ditunggu beberapa menit sampai mengembang dan digerus sampai homogen. Setelah itu memasukkan gliserol, metil paraben, propil paraben secara bergantian dan diaduk sampai homogen. Lendir bekicot dimasukkan lalu digerus sampai homogen. Prosedur pertama dalam pembuatan ulkus traumatikus adalah mempersiapkan dan mensterilisasi alat yang akan digunakan dalam pembuatan ulkus traumatikus. Masingmasing tikus strain wistar sebelum mendapat perlakuan dilakukan anastesi. Obat anastesi yang digunakan adalah eter dengan metode inhalasi dan pastikan tikus strain wistar sudah teranastesi dengan ditandai adanya reflek kornea hilang sebelum reflek retraksi kaki hilang. Fiksasi pada sentral mukosa labial bawah tikus strain wistar dengan pinset anatomi kemudian trauma dibuat pada mukosa labial tikus wistar selama ± 3 detik. Pada hari kedua dilakukan pengamatan apakah sudah terbentuk ulkus atau tidak. Jika sudah terbentuk ulkus yang ditandai dengan adanya lesi berbentuk bulat, berwarna putih dengan sentral kekuningan yang berisi eksudat fibrinosa dengan tepi kemerahan (eritema).2 Ulkus traumatikus dikeringkan dengan cotton pellet steril dan dilakukan pengukuran diameter ulkus terlebih dahulu dengan menggunakan caliper digital dan dilakukan pencatatan diameter ulkus traumatikus. Gel diaplikasikan pada ulkus traumatikus tikus strain wistar dengan menggunakan plastic filling instrument steril sebanyak 0,02 ml kemudian diratakan dengan menggunakan plastic filling instrument dan diamkan selama beberapa saat (± 1 menit) untuk 30
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
memberi kesempatan pada gel untuk meresap. Setelah itu, aplikasikan topikal gel asam hialuronat 0,2% pada kelompok K1, topikal aquades steril pada kelompok K2, gel lendir bekicot 4,5% pada kelompok K3, gel lendir bekicot 9% pada kelompok K4, dan gel lendir bekicot 13% pada kelompok K5. Aplikasi obat dilakukan secara topikal dilakukan 1 kali sehari dan lama pemberian dilakukan sampai semua ulkus traumatikus sembuh. Pengukuran dan pencatatan diameter ulkus dilakukan setiap hari sampai salah satu sampel dari kelompok uji mengalami penyembuhan, yaitu ditandai dengan semua permukaan jejas tertutup epitel.
ulkus traumatikus paling banyak pada kelompok K5, yaitu menggunakan gel lendir bekicot 13% sedangkan pengurangan diameter ulkus traumatikus yang paling sedikit terjadi pada kelompok K1, yaitu kontrol negatif. Analisis Statistik Hasil Penelitian Uji normalitas dilakukan berdasarkan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel penelitian kurang dari 50. Pada tabel uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05) sehingga memenuhi salah satu persyaratan menggunakan uji parametrik. Setelah uji normalitas, maka dilakukan uji homogenitas menggunakan analisis Levene statistic. Tujuan uji homogenitas adalah untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variasi yang sama. Uji Levene statistic menunjukkan nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi data antar kelompok pada penelitian ini adalah homogen. Data yang dihasilkan pada penelitian ini adalah berdistribusi normal dan homogen sehingga uji statistik yang dipilih adalah uji parametrik. Uji parametrik yang digunakan adalah uji one way ANOVA. One way ANOVA digunakan untuk mengetahui perbedaan efektivitas gel lendir bekicot (Achatina fulica) dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus dengan taraf signifikan 95% (0,05).
HASIL Penelitian tentang efektivitas gel ekstrak lendir bekicot (Achatina fulica) dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus dilakukan dengan menghitung selisih diameter penyembuhan. Analisis data yang diperoleh diuji menggunakan uji statistik dengan taraf signifikansi 95% (p=0,05) dan diolah dengan program SPSS versi 16. Tabel 1. Hasil rata-rata dan standar deviasi selisih diameter penyembuhan ulkus
traumatikus (satuan mm) Kelompok K1 K2 K3 K4 K5
Rata-rata ± Standar Deviasi 0.8467 ± 0.28275 1.2800 ± 0.20591 1.2167 ± 0.21547 1.3067 ± 0.27558 1.3200 ± 0.29072
Dari hasil rata-rata dan standar deviasi selisih diameter penyembuhan ulkus traumatikus diatas dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan diameter 31
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 4. Hasil uji one way ANOVA Sig. Kelompok F Antar perlakuan 3.579 0.019* Dalam perlakuan
bermakna pada kelompok perbadingan K1 dengan K2; K1 dengan K3; K1 dengan K4; dan K1 dengan K5.
Keterangan: *ada perbedaan yang bermakna antar kelompok
PEMBAHASAN Bekicot jenis Achatina fulica merupakan hewan lunak (moluska) yang bercangkang ramping (runcing) dan pola garis pada cangkangnya tidak terlalu nyata (halus). Pada penelitian ini mengunakan bekicot yang diperoleh dari Krian, Jawa Timur. Bekicot ini dipilih karena banyak di temukan di lingkungan sekitar masayarakat sejak zaman penjajahan Jepang.15 Gel asam hialuronat 0,2% merupakan produk jadi yang sudah dipasarkan tetapi harganya kurang terjangau. Peneliti ingin membandingkan efektivitas gel lendir bekicot dengan asam hialuronat dalam memberikan kesembuhan pada ulkus traumatikus. Hal ini disebabkan karena gel asam hialuronat merupakan standar yang jelas dalam memberikan efektivitas penyembuhan pada ulkus traumatikus. Penelitian ini menggunakan sampel tikus strain wistar berjenis kelamin jantan sebanyak 30 ekor yang berumur berusia 6 bulan. Tikus strain wistar dipilih karena memiliki metabolisme tubuh yang hampir sama dengan manusia serta hasilnya dapat digeneralisasikan pada manusia dan memilih berjenis kelamin jantan dengan pertimbangan lebih mudah dikontrol dalam penelitian sehingga diharapkan tidak ada pengaruh hormonal dalam proses penyembuhan.17 Umur yang digunakan 4-6 bulan karena setara dengan umur 18 tahun manusia dewasa muda.18
Berdasarkan hasil uji One way ANOVA pada tabel 4 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,019 (p<0,05) yang berarti H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan efektivitas gel ekstrak lendir bekicot (Achatina fulica) dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus sehingga dapat dilanjutkan uji LSD (Least Significant Difference). Tabel 5. Hasil uji LSD (Least Significant Difference) Kelom Ratapok rata K1 0.8467
Kelo mpok K2 K3 K4 K5
K2
1.2800
K3 K4 K5
K3
1.2167
K4 K5
K4
1.3067
K5
Rata -rata 1.28 00 1.21 67 1.30 67 1.32 00 1.21 67 1.30 67 1.32 00 1.30 67 1.32 00 1.32 00
Sig. 0.007* 0.019* 0.005* 0.004* 0.673 0.859 0.789 0.549 0.492 0.929
Uji LSD (Least Significant Difference) digunakan untuk menentukan perbedaan diantara setiap kelompok perlakuan dengan menggunakan derajat kemaknaan p<0,05. Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa tedapat perbedaan yang 32
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Pada fase penyembuhan luka orang dewasa dibagi menjadi 3 fase, antara lain fase inflamasi yang terjadi sejak terjadinya luka sampai kira-kira lima hari.19 fase proliferasi yang terjadi pada hari ke 3-14 yang ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada luka,20 fase maturasi yang berlangsung pada hari ke-7 sampai 1 tahun dimana terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya penyerupaan kembali jaringan yang baru terbentuk.19,20 Hasil uji analitik dengan menggunakan uji one way ANOVA terdapat perbedaan efektivitas dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus yang signifikan pada masing-masing kelompok perlakuan (tabel 4.4). Hasil uji LSD (tabel 4.5) menunjukkan bahwa pada kontrol negatif dengan gel asam hialuronat 0,2%; kontrol negatif dengan gel lendir bekicot 4,5%; kontrol negatif dengan gel lendir bekicot 9%; dan kontrol negatif dengan gel lendir bekicot 13% didapatkan adanya perbedaan bermakna karena nilai signifikannya lebih kecil dari 0,05. Pada penelitian ini didapatkan hasil perbandingan antara kontrol negatif dengan gel asam hialuronat 0,2%, yaitu pada hasil uji LSD terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini disebabkan oleh kandungan dari gel asam hialuronat 0,2% merupakan produk jadi yang sudah dipasarkan dengan komposisi asam hialuronat 0,2%, xylitol, dan bahan tambahan lain. Pada gel asam hialuronat 0,2% dikombinasikan dengan efek dasar bahan alami sebagai regenerasi jaringan, anti edema, anti
inflamasi, analgesik dan hemostasis. Bahan tersebut dapat mempengaruhi percepatan proses penyembuhan ulkus traumatikus sehingga pada hasil ratarata jumlah fibroblas asam hialuronat lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan kontrol. Asam hialuronat merupakan komponen terbesar matriks ekstraseluler yang sifatnya menarik air dan banyak ditemukan pada jaringan yang tumbuh atau rusak. Gel asam hialuronat 0,2% merupakan salah satu glikosaminoglikan (GAG) utama yang dikeluarkan selama perbaikan jaringan dimana diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi pada penyembuhan luka merangsang migrasi dan mitosis dari fibroblas dan sel epitel.21 Hasil perbandingan antara kontrol negatif dengan gel lendir bekicot, yaitu pada hasil uji LSD terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini disebabkan karena mempunyai kandungan yang sama seperti glikosaminoglikan (GAG), glikoprotein, karbohidrat, protein. Kandungan tersebut saling berkaitan dalam fase penyembuhan luka sehingga memiliki peran penting dalam memperbaiki jaringan. Glikosaminoglikan yang dikandung dalam lendir bekicot memiliki berat molekul 29 kDa. Glikosaminoglikan pada lendir bekicot bukanlah heparin atau heparan sulfat melainkan rangkaian disakarida berulang Acharan sulfate dan modifikasi kimia 4)-2-acetamido-2deoxy-α-D-glucopyranose (1 4)-2sulfo-α-L-idopyranosyluronic acid (1 ( GlcNpAc IdoAp2s ). Glikosaminoglikan adalah turunan dari polisakarida linear anionik yang diisolasi sebagai cabang dari proteoglikan. Proteoglikan berperan dalam pengaturan pertumbuhan sel 33
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
melalui interaksi rantai glikosaminoglikan dalam proteoglikan dengan protein, seperti growth factor dan reseptornya. Proteoglikan dan glikosaminoglikan adalah pengatur aktif dari fungsi sel, berpartisipasi dalam interaksi sel dan matriksnya dan berperan penting dalam proliferasi fibroblas, diferensiasi, dan migrasi yang diatur secara efektif oleh fenotipe seluler.11 Pada interaksi sel epitel dalam matriks ekstraseluler yang salah satunya adalah glikosaminoglikan dapat menstimulasi proses reepitelisasi jaringan luka sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka biasa, luka kronis akibat komplikasi penyakit sepert diabetes militus atau untuk mempercepat setiap penyembuhan luka seperti terapi dengan pembedahan.22 Glikoprotein merupakan salah satu komponen dari matriks ekstraseluler yang merupakan protein yang berkaitan dengan karbohidrat dan ikatan kovalen. Biasanya merupakan rantai gula yang pendek, yaitu oligosakarida (glikan) yang melekat pada tulang punggung polipeptida. Glikoprotein adhesif merupakan molekul yang strukturnya bermacammacam, peran utamanya adalah melekatkan komponen matriks ekstraseluler satu sama lain dan melekatkan matriks ekstraseluler pada sel melalui integrin permukaan sel. Glikoprotein adhesif meliputi fibronektin (komponen utama matriks ekstraseluler interstisial) dan laminin (penyusun utama membran basalis). Protein matriks adhesif dapat secara langsung memerantarai perlekatan, penyebaran, dan migrasi sel.23 Ternyata, dalam lendir bekicot (Achatina fulica) ditemukan 40% karbohidrat dan 60% protein.13 Karbohidrat menjadi komponen utama
glikoprotein dalam penyembuhan luka. Karbohidrat yang terkandung di dalam glikoprotein sangat penting dalam pengenalan interseluler, dimana karbohidrat ini terikat rantai polipeptida melalui N-linked dan Olinked oligosakarida. N-linked oligosakarida merupakan formasi dari bi-; tri-; dan tetra-antennarry sehingga berat molekul dari karbohidrat dapat mencapai 40% dari total berat molekul glikoprotein.11 Protein pada lendir bekicot (Achasin) sebagai peptida antimikroba mempunyai berat molekul 71,3 kDa, tersusun atas 17 asam amino yang aktif sebagai antibakterial dengan kondisi reaksi pada pH larutan 7,988,0. Peptida sebagian besar merupakan antimikroba yang poten dan merupakan molekul efektor penting dari innate immune system. Peptida antimikroba mampu memperbaiki fagositosis, merangsang lepasnya prostaglandin, menetralkan efek septik dari LPS, meningkatkan pengerahan dan pengumpulan bermacam-macam sel-sel imun pada sisi keradangan, meningkatkan angiogenesis dan merangsang perbaikan luka. Peptida tersebut selain mempunyai efek langsung pada mikroba seperti merusak atau menginstabilisasi bakteri, virus, atau bereaksi pada membran fungi atau target lain, juga terlibat secara luas pada innate immune dan respon keradangan.11 Perbandingan antara gel lendir bekicot 4,5%, gel lendir bekicot 9% dan gel lendir bekicot 13% tidak mempunyai perbedaan yang signifikan karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa gel lendir bekicot mempunyai efektivitas yang sama dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus dan dapat memakai 34
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
2.
gel lendir bekicot konsentrasi 4,5% sebagai obat karena pada konsentrasi 4,5% sudah dapat menyembuhkan ulkus traumatikus. Kandungan dari gel lendir bekicot mempunyai nutrisi yang sama untuk mencukupi kebutuhan metabolik terutama pada fase proliferasi dimana membutuhkan asupan energi untuk mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, gel asam hialuronat 0,2%, gel lendir bekicot 4,5%, gel lendir bekicot 9%, dan gel lendir bekicot 13% tidak mempunyai perbedaan yang signifikan berdasarkan uji LSD. Hal ini disebabkan oleh kandungan yang mirip antara satu dengan yang lain seperti glikosaminoglikan (GAG) yang dikeluarkan selama perbaikan jaringan. Gel lendir bekicot dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan pada penyembuhan ulkus traumatikus karena memiliki banyak kandungan yang berfungsi sebagai reepitelisasi atau perbaikan jaringan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
SIMPULAN Gel lendir bekicot 4,5%; 9%; dan 13% mempunyai efektivitas yang sama dengan gel asam hialuronat 0,2% dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus. Gel lendir bekicot konsentrasi 4,5% dapat digunakan sebagai obat karena pada konsentrasi 4,5% sudah dapat menyembuhkan ulkus traumatikus.
11.
12.
13.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Laskaris G. 2005. Treatment of Oral Dieases. New York: Thieme. P. 172-15.
35
Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2008. Oral Pathologic Correlations. 5th edition. St. Louis: WB Saunders. P. 24-21. Delong L, et al. 2008. General and Oral Pathology for The Dental Higienist. Philadelphia, US: Lippincott Williams & Wilkins. P. 297-295. Ghom AG. 2005. Textbook of Oral Medicine. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd. P. 337 Ibelgaufts, H. 2002. Wound Healing. COPE Available from www.copewithcythokines.de/cope.cgi?key =Wound%20healing. 2012. Diakses 12 Juni 2012. Rahmawati. 2012. Makalah Luka. Available from http://www.scribd.com/doc/76621669/MA KALAH-LUKA. Diakses 6 Juni 2012. Douglas, MND and Alan LM. 2003. Alternative Medicine Review. 8(4): 367366. Kapoor, Pranav, Shabina Sachdeva, and Silonie Sachdeva. 2010. Topical Hyaluronic Acid in the Management of Oral Ulcers. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC3132908. Diakses 8 Agustus 2012. Haryadi W dan Triono S. 2006. Fraksinasi Asam Lemak Omega 3, 6, dan 9 dari Daging Bekicot (Achatina Fulica) Menggunakan Kolom Kromatografi. Indon. J. Chem , 6(3): 321-316. Available from http://pdmmipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/article/vie wFile/325/342. Diakses Mei 2012. Swastini IGAAP. 2011. Pemberian Lendir Bekicot (Achatina fulica) secara Topikal Lebih Cepat Menyembuhkan Gingivitis Grade 3 karena Calculus daripada Povidone Iodine 10%. Tesis S2, Program Studi lmu Biomedik, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, Denpasar. Berniyanti T. 2007. Analisis Hambatan Achasin Bekicot Galur Jawa sebagai Faktor Antibakteri Terhadap Viabilitas Bakteri Eschericia coli dan Streptococcus mutans. Jurnal Airlangga University Press, Surabaya. Tripurnomorini DS, Suhadi R, Donatus IA. 2000. Daya Antiinflamasi Lendir Bekicot Pada Mencit. Kongres Ilmiah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (8): 4-1. Berniyanti T, Waskito EB and Suwarno. 2007. Bichemival Characterization of an Antibacterial Glycoprotein from Achatina fulica ferussac Snail Mucus Local Isolate and Their Implication on Bacterial Dental Infection, Indonesian Journal of Biotechnology, 12(1): 951-943.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
14. Jeong J, Toida T, Muneta Y, Kosiishi I, Imanari T, Linhardt RJ, Choi HS, Wu SJ and Kim YS. 2001. Localization and Characterization of Acharan Sulfate in the Body of The Giant African Snail Achatina Fulica. Comparative Biochemistry and Physiology Part B 130: 519-513. Available from www.heparin.rpi.edu/main/files/papers/261 .pdf. Diakses 20 Mei 2012. 15. Tim Penulis Penebar Swadaya. 1995. Budidaya dan Prospek Bisnis Bekicot. Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT). P. 64-62, 13-4, 2-1. 16. Suartiningsih, A. 2011. Formulasi Sediaan Gel Lendir Bekicot (Achatina fulica) dengan Natrium Carboxymethyl Cellulose sebagai Gelling Agent untuk Penyembuhan Luka Bakar pada Kelinci Jantan. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. H. 31. 17. Rukmini Ambar. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Available from http://p3m.amikom.ac.id/p3m69%20%20REGENERASI%20MINYAK%20GO RENG%20BEKAS%20DENGAN%20AR ANG%20SEKAM%20MENEKAN%20KE RUSAKAN%20ORGAN%20TUBUH.pdf. Diakses 7 Desember 2012. 18. Andreollo NA, Elisvânia FD, Maria RA, Luiz RL. 2012. Rat's age versus human's
19.
20.
21.
22.
23.
36
age: what is the relationship? Available from http://www.scielo.br/pdf/abcd/v25n1/en_11 .pdf. Diakses 2 July 2012. Sjamsuhidajat, R. dan Jong, W. D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC. P. 69-67. Prabakti Y. 2005. Perbedaan Jumlah Fibroblas di Sekitar Luka Insisi pada Tikus yang Diberi Levobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobupivakain. Tesis S2, Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi, Magister Ilmu Biomedik, Universitas Diponegoro, Semarang. H. 3-1. MacKay DND and Miller A.L.ND. 2003. Nutritional Support for Wound Healing. Alternative Medicine Review, 8(4): 377359. Available from http://www.pilonidal.org/_assets/pdf/nutriti on.pdf. Diakses 20 Juni 2012 Putri DK. 2010. Pemberian Ekstrak Lendir Bekicot (Achatina fulica) Isolat Lokal Kediri Terhadap Jumlah Sel Epitel Basalis Luka Pada Tikus Putih Stain Wistar. Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya. H. 3-1. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2009. Robbins and Cotran. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7 (Pocjet Companion to Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition). Alih bahasa: Andry Hartanto. Editor: Inggrid Tania, et al. Jakarta: EGC. H. 7529.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
JURNAL PENELITIAN
Kadar Kalsium Gigi Setelah Pengulasan Gel Ekstrak Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa) (Calcium Level Difference Test In Teeth After Application of Anadara Granosa Shell Gel Extract) Jennifer Wibowo, Puguh Bayu Prabowo*, Twi Agnita Cevanti** *IMTKG Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Konsevasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Anadara granosa is one of the best fishery commodity in Indonesia. This shell waste extract contains calcium and other minerals which is important to maintain tooth remineralization. Fluoride addition could bind calcium and prevent dental caries. Purpose: To evaluate the calcium level after application of anadara granosa shell gel extract with fluoride added. Materials and Methods: The sample consists of 36 bovine teeth which had been extracted, cleaned, and submerged in normal saline solution. The samples were randomly assigned to three treatment and one control group. Group X01,X02,X03 (each of n=6) as control groups were consisted of etched bovine teeth and then smeared with placebo for 3, 14, 28 days. Group X1,X2,X3 (each of n=6) as test groups consisted of etched bovine teeth, and then smeared with anadara granosa shell gel extract with fluoride added for 3, 14, and 28 days. Application for control groups and test groups were done twice daily and the samples were stored in artificial saliva. After 30 days, samples were analyzed for calcium using titration method and statistically analyzed using one way anova. Result: There is no significant difference between group X1, X2, X3. Conclusion: There is no significant effect on the calcium content of bovine teeth after the smearing of Anadara granosa shell gel extract with fluoride added for 3, 14, and 28 days. Keywords: calcium level, Anadara granosa shell, fluoride, etch, placebo. Correspondence: Puguh Bayu Prabowo, Bagian IMTKG, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
37
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Kerang darah adalah salah satu komoditas perikanan terbaik di Indonesia. Limbah kulit kerang darah mengandung kalsium dan mineral- mineral lain yang berfungsi untuk remineralisasi gigi. Penambahan fluoride dapat berikatan dengan kalsium dan mencegah karies gigi. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar kalsium gigi sapi setelah pengulasan dengan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride. Bahan dan Metode: Sampel terdiri dari tiga puluh enam gigi sapi yang baru diekstraksi kemudian dibersihkan dan direndam dalam normal saline. Sampel dipilih secara random dan dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan dan tiga kelompok kontrol. Kelompok X01,X02,X03 (masingmasing n=6) sebagai kelompok kontrol yang terdiri dari gigi sapi yang dietsa lalu dioles placebo selama 3, 14, 28 hari. Kelompok X1,X2,X3 (masing-masing n=6) sebagai kelompok perlakuan yang terdiri dari gigi sapi yang dietsa, lalu dioles gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride selama 3, 14, 28 hari. Pengaplikasian kelompok kontrol, kelompok perlakuan dilakukan sebanyak 2x sehari dan sampel disimpan dalam saliva buatan. Setelah hari ke 30, sampel diuji kalsium dengan menggunakan uji titrasi, kemudian dianalisis statistik dengan menggunakan one way anova. Hasil: Tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok X1, X2, X3. Simpulan: Tidak ada pengaruh yang signifikan pada kadar kalsium gigi sapi setelah pengulasan dengan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride selama 3, 14, dan 28 hari. Kata Kunci: Kadar kalsium, cangkang kerang darah, fluoride, etsa, plasebo Korespondensi: Puguh Bayu Prabowo, Bagian IMTKG, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
yang lambat laun tetutup oleh gigi. Proses pelepasan kalsium enamel disebut demineralisasi terjadi pada jaringan keras gigi asam organik.3,4
PENDAHULUAN Gigi tersusun menjadi 3 bagian jaringan yaitu enamel, dentin, pulpa.1 Enamel mengandung hidroksiapatit dan berbagai ikatan ionik bersama dengan bahan kristal yang keras. Enamel juga terdiri dari matriks organik yang diperkuat dengan endapan garam kalsium sebagai komposisi utama bahan anorganik.2 Kalsium sangat penting untuk proses mineralisasi gigi dan tulang. Kalsifikasi terjadi saat kalsium fosfat terdeposit terjadi hal yang penting yaitu pengendapan ion kalsium fosfat dari cairan jaringan yang jenuh.1 Proses terjadinya karies gigi diawali oleh pelepasan kalsium pada enamel yang menyebabkan timbulnya bercak putih pada permukaan gigi
plak pada yang oleh
Sedikit kristal pada awalnya larut dan membuat daerah kecil pada permukaan enamel menjadi berpori dan tampak sebagai bercak putih. Pada tahap ini, permukaan kristal gigi masih didukung oleh lapisan tipis protein dan proses demineralisasi masih dapat ditanggulangi dengan pembentukan ulang kristal yang disebut remineralisasi.5 Di Indonesia, salah satu jenis hasil laut yang umum dimakan oleh masyarakat adalah kerang darah (Anadara granosa). Namun pengkonsumsian hasil laut ini belum 38
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
maksimal digunakan sebagai bahan nutrisi.6 Cangkang kerang darah mengandung mineral-mineral seperti kalsium, sulfur, aluminium, besi, tembaga, dan juga yodium. Dengan kadar kalsium sebanyak 98% yang merupakan kandungan terbesar.6 Melihat limbah cangkang kerang darah kurang dimanfaatkan dan menganggu kebersihan lingkungan padahal memiliki kandungan kalsium yang tinggi, maka timbul pemikiran untuk menjadikan cangkang kerang darah sebagai penambah kalsium gigi secara topikal dengan penambahan fluoride (sodium fluoride). Penambahan fluoride (sodium fluoride) didasarkan pada kemampuannya untuk berikatan dengan kalsium dan mencegah karies gigi.7 Penelitian ini akan menggunakan ekstrak kerang darah dan fluoride (sodium fluoride) yang diproses menjadi gel, kemudian dioleskan pada gigi sapi (bovine) dan diamati kadar kalsiumnya dalam jangka waktu 3, 14, dan 28 hari. Diharapkan penelitian ini dapat membuktikan adanya perbedaan kadar kalsium pada gigi sapi dengan pemberian gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluoride (sodium fluoride) secara topikal. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya peningkatan kadar kalsium pada gigi sapi setelah pengulasan dengan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluoride (sodium fluoride) selama 3, 14, dan 28 hari. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pemberian gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan
dengan fluoride (sodium fluoride) selama 3, 14, dan 28 hari terhadap kadar kalsium pada gigi sapi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan post test only control group design. Subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang masingmasing terdiri dari 3, 14, dan 28 hari. Sampel penelitian menggunakan gigi sapi dengan kriteria sebagai berikut: sapi berusia ± 3 tahun, gigi erupsi dalam keadaan utuh, tidak abrasi, tidak retak, tidak ada karies, yang telah diekstraksi kemudian dibersihkan dan dimasukkan dalam normal saline ± 1 minggu dengan jumlah keseluruhan sebanyak 36 sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling. Waktu penelitian mulai dari bulan September sampai dengan bulan Desember 2012. Tempat Penelitian untuk menguji kadar kalsium gigi sapi adalah Laboratorium Kimia Dasar Universitas Hang Tuah Surabaya. Cara Pembuatan Tepung Cangkang Kerang Cara pembuatan tepung cangkang kerang adalah sebagai berikut: cangkang yang telah dipisah dari dagingnya dibersihkan kemudian dipanaskan dengan panas matahari selama 6-8 jam, lalu direbus dalam NaOH 1N pada suhu 50C selama 3 39
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
jam. Kemudian cangkang yang telah direbus dinetralisasi dengan pencucian. Setelah dilakukan pencucian, lalu cangkang dikeringkan dalam oven pada suhu 121C selama 15 menit. Selanjutnya dihaluskan dengan mortar and pestle. Cangkang yang sudah dihaluskan diayak menggunakan ayakan tepung dan ayakan bertingkat.8
ditambahkan dengan bahan tambahan (placebo) hingga komposisinya mencapai 100gr. Pembuatan gel kulit kerang darah yang ditambahkan fluoride dengan cara: mendidihkan aquadem sebanyak 20x berat CMCNa (Carboksimetilcelulosa Natrium). Kemudian, aquadem diletakkan di atas mortar dan dimasukkan CMCNa yang sudah dilakukan penimbangan. Tunggu sampai CMCNa larut. Setelah itu dilakukan pengadukan sampai CMCNa mengembang seluruhnya. Di tempat lain, menyiapkan propilen glikol yang sudah dicampur dengan nipasin dan nipasol, kemudian dicampur dengan ekstrak kulit kerang darah dan aquadem sampai merata. Kemudian terakhir mencampur CMCNa dengan campuran propilen glikol, nipasin, nipasol, cangkang kerang darah, dan aquadem serta menambahkan fluoride (sodium 9 fluoride).
Cara Pembuatan Saliva Buatan Pembuatan saliva buatan dengan bahan-bahan yaitu NaCl sebanyak 36,00 gr; KCl sebanyak 1,69 gr; CaCl2 sebanyak 0,96 gr dan NaHCO3 sebanyak 0,80 gr yang dimasukkan ke dalam gelas bekker dan ditambah 400 ml air destilata. Lalu kocok hingga larut. Campuran ini akan menghasilkan pH netral. Kemudian diambil 200 ml campuran tersebut dan dimasukkan ke dalam tempat larutan pH 7 (6 buah) sampai volume masingmasing tempat sama.9
Cara Pembuatan Sampel Cara Pembuatan Sediaan Cangkang Kerang Darah
Gel Gigi insisivus sapi dicabut segera setelah penyembelihan, dibersihkan, dan disimpan dalam normal saline ± 1 minggu pada suhu kamar.10
Pembuatan sediaan gel cangkang kerang darah yang dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Surabaya dengan komposisi sebagai berikut: Bahan tambahan (placebo) yang terdiri atas: CMCNa (Carbaoksimetilcelulosa Natrium) 10 gr, Nipagin 0,36 gr, Nipasol 0,024 gr, Propilen Glikol 10 gr, Aquadem 79,6 gr. Komposisi gel cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluoride (sodium fluoride) terdiri dari bahan aktif atau cangkang kerang darah: 50 gr, fluoride (sodium fluoride atau NaF): 0,2gr, kemudian
Cara Pengulasan Etsa Menurut metode Cehreli, 2000 cara pengulasan etsa sebagai berikut: permukaan enamel kelompok A, B, C, D, E, dan F bagian labial dilakukan pengulasan etsa dan dibiarkan selama 15 detik. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan normal saline sampai bersih dan dikeringkan dengan chip blower sampai berwarna putih.11 40
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
dianalisi mineralnya dengan Titrasi permanganometri.13 2. Persiapan abu Sampel gigi sapi dipersiapkan dan bila sampel masih lembab atau basah, diuapkan hingga kering dalam oven 100C, kemudian panaskan hingga sampel menjadi gosong. Kemudian lakukan pengabuan dengan suhu sekitar 900C dan biarkan selama 5 jam sehingga dihasilkan abu berwarna putih keabu-abuan, lalu didinginkan dan dikeringkan.9 3. Persiapan larutan abu Masukkan 5 ml hydrochloric acid ke dalam wadah percobaan yang telah berisi abu sampel dan didihkan selama 5 menit di atas hot plate kemudian ditambahkan asam secukupnya untuk mempertahankan volume. Pindahkan dalam beaker dan cuci wadah percobaan ke dalam beaker dengan aquadest sampai volume 4 ml dan didihkan 10 menit di atas bunsen burner. Setelah mendidih, larutan didinginkan dan saring campuran tersebut ke dalam tabung volumetrik dan cuci breaker dengan air suling ke dalam tabung volumetrik dan tambahkan volume hingga mencapai 100 ml. Gunakan lautan abu ini untuk menentukan presentase kalsiumnya.9 4. Pengukuran kadar kalsium Persiapkan larutan abu. Netralkan 50 ml larutan abu dalam beaker 250 ml dengan dilute ammonium hydroxide acetic acid, lalu asamkan dengan dilute acetic acid. Kemudian larutan itu direbus dan tambahkan dengan kelebihan dari ammonium oxalate (sekitar 0,8 gr) kemudian didihkan lagi dalam 1 menit lalu direbus kembali dalam 30 menit. Setelah itu tuangkan cairan supernatant melalui kertas filter Whatman no.1 (atau sejenis) dalam corong dan cuci endapannya dua kali
Cara Pengulasan Dengan Gel Ekstrak Cangkang Kerang Darah Masing-masing gigi dari kelompok D, E, dan F yang telah dilakukan pengulasan etsa asam diambil dan dilakukan pengulasan dalam gel ekstrak cangkang kerang darah yang telah ditambahkan fluoride (sodium fluoride) satu persatu. Pengulasan dalam gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride (sodium fluoride) dilakukan selama 10 menit pada mahkota gigi sapi, kemudian direndam dalam saliva buatan selama 3 hari, 14 hari, dan 28 hari. Pengulasan gel pada gigi sapi menggunakan microbrush. Pengulasan dilakukan setiap 12 jam sekali dan saliva buatan diganti setiap kali dilakukan pengulasan berikutnya. Setiap pergantian, masingmasing gigi dicuci dengan normal saline dan dibiarkan di dalam nierbekken selama ±10 menit. Setelah permukaan gigi agak kering kemudian diolesi dengan gel. Total pengulasan dengan gel untuk 3 hari adalah 6 kali, 14 hari adalah 28 kali, dan 28 hari adalah 56 kali. Kelompok A, B, dan C sebagai kontrol maka dilakukan pengulasan dengan gel tanpa ekstrak cangkang kerang darah (gel placebo). Masingmasing kelompok direndam dalam ± 90 ml saliva buatan selama 1 hari (1 bekker glass berisi 6 gigi sapi).12 Cara Pengukuran Kadar Kalsium Pada Gigi Sapi 1.
Pembuatan filtrat Gigi insisif sapi yang akan diukur dididihkan dengan asam hidroklorid kemudian difiltrasi. Filtrat tersebut
41
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
dengan air panas ke dalam filter yang sama. Kemudian pindahkan endapan dari beaker tersebut ke kertas filter dan cuci residu dalam kertas filter beberapa kali dengan sejumlah kecil air suling. Pencucian dilakukan sampai filtrat tersebut bersih dari oksalat. Endapan putih menunjukkan adanya oksalat. Filtratnya dibuang setelah tidak ada lagi oksalat. Lalu lakukan pencucian dan pindahkan kertas filter bersama endapannya ke beaker yang digunakan untuk pengendapan dan tambahkan 60 ml dilute suiphuric acid hangat, aduk isi beaker tersebut, rendam kertas filter. Hangatkan dalam suhu 70C kemudian larutan dapat dititrasi dengan 0,01 M larutan potassium permanganate sehingga mencapai warna merah muda yang tetap.9
ditambahkan fluoride selama 3, 14, 28 hari. Analisa Statistik Hasil Penelitian Rerata dan simpang baku hasil kadar kalsium gigi sapi dianalisa dengan uji saphirowilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05) sehingga memenuhi persyaratan menggunakan uji parametrik. Uji Levene menunjukkan nilai probabilitas >0,05, maka asumsi homogen terpenuhi, sehingga memenuhi persyaratan menggunakan uji parametrik. Tabel 2. Taraf signifikan kadar kalsium gigi sapi antara kelompok placebo dan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride selama 3, 14, dan 28 hari Variabel Gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride - gel placebo Kadar 3 hari 14 hari 28 hari * Kalsium 0,997 0,021 0,001* * Keterangan: ada perbedaan yang bermakna antar kelompok
HASIL Tabel 1. Nilai rerata dan simpang baku hasil uji kadar kalsium gigi sapi antara kontrol dan perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari Variabel Ha Mean ± SD -ri KonPerla3 15.94 17.765 trol kuan 14 17 ± 0± 28 1.186 2.6825 78 6 16.89 18.675 00 ± 0± 1.491 0.5677 47 6 17. 16.435 9400 0± ± 0.6393 0.533 7 85
Pada uji independent sample test antara kelompok placebo dan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride selama 3, 14, dan 28 hari menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada hari ke 14 dan hari ke 28 (p<0,05) serta tidak ada perbedaan yang bermakna pada hari ke 3 (p>0,05).
Di atas merupakn data hasil penelitian tentang kadar kalsium gigi sapi setelah pengulasan dengan gel ekstrak cangkang kerang darah yang 42
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 3. Taraf signifikan kadar kalsium gigi sapi terhadap lama pengulasan pada kelompok placebo selama 3, 14, dan 28 hari Variabel
Lama Pengulasan
penelitian Oshiro dkk (2007) membandingkan porositas tubuli dentin dalam jangka waktu tersebut dengan menggunakan SEM sudah cukup efektif untuk mengetahui pengaruh penggunaan Casein Phosphopeptide- Amorphous Calcium Phospate (CPP-ACP).10 Pada tabel 4.3 tentang taraf signifikan kadar kalsium gigi sapi antara kelompok placebo dan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride selama 3, 14, dan 28 hari menggunakan uji Independent Sample Test menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar kalsium pada hari ke 14 dan hari ke 28. Pada tabel 4.4 tentang taraf signifikan kadar kalsium gigi sapi terhadap lama pengulasan pada kelompok placebo selama 3, 14, dan 28 hari menggunakan uji One Way Anova menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan pada hari ke 3 sampai hari ke 28 (p<0,05) dan tidak ada peningkatan yang signifikan antara hari ke 3 sampai hari ke 14 maupun antara hari ke 14 sampai hari ke 28 (p>0,05). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu seperti pengetsaan yang kurang maksimal, berat dan ukuran sampel yang kurang merata, konsistensi gel yang terlalu padat sehingga gigi sapi yang teroles tidak merata, fluoride yang berikatan dengan kalsium membentuk CaF2 diikat sedikit oleh enamel karena CaF2 kebanyakan akan larut dan hilang dalam beberapa jam karena gigi sapi dalam satu kelompok direndam dalam satu tempat dan juga karena ada beberapa gigi yang rusak atau kurang baik kondisinya pada bagian mahkotanya, terutama pada sampel
Bahan Gel placebo
3 hari-14 hari 0,171 0,132 14 hari-28 0,008* hari 28 hari-3 hari * Keterangan: ada perbedaan yang bermakna antar kelompok Kadar Kalsium
Pada uji one-way anova kadar kalsium gigi sapi terhadap lama pengulasan pada kelompok placebo selama 3, 14, dan 28 hari menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada hari ke 3 sampai hari ke 28 (p<0,05) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hari ke 3 sampai hari ke 14 maupun antara hari ke 14 sampai hari ke 28 (p>0,05). PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride ini memiliki tujuan untuk membuktikan adanya peningkatan kadar kalsium gigi setelah pengulasan dengan gel ekstrak kerang darah yang ditambahkan dengan fluoride. Digunakan gigi sapi yang baru dicabut atau bovine fresh extracted sebagai sampel. Gigi sapi yang berumur 3 tahun dan tidak dibedakan jenis kelaminnya. Pemilihan gigi sapi sendiri harus bagus, tidak ada karies atau rusak. Penggunaan sampel gigi sapi ini dipicu karena mudah didapatkan dalam jumlah yang besar dan dalam kondisi baik atau jarang terdapat karies.14 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan waktu 3 hari, 14 hari, dan 28 hari karena berdasarkan 43
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada hari ke 28.15 Dengan pengulasan gel cangkang kerang darah yaang ditambahkan fluoride pada permukaan enamel diharapkan akan mempercepat proses remineralisasi dibandingkan dengan proses normalnya. Hal ini karena adanya ikatan fisika-kimia antara ion Ca2+ dan PO43- serta senyawa kompleks CaHPO4 yang terurai pada proses demineralisasi. Email gigi berikatan kuat dengan ion kalsium, fosfat, dan fluoride yang kemudian membentuk kristal fluorapatit [Ca10(PO4)6(OH).F] yang lebih tahan terhadap ion asam dengan pH diatas 4,5 dibandingkan hidroksiapatit murni atau Ca10(PO4)6(OH)2 dengan pH kritis 5,5.16 Fluorapatit lebih mudah diikat oleh enamel gigi dan melindungi gigi dari karies daripada hidroksiapatit sehingga pada penelitian ini, dengan ditambahkannya fluoride maka hidroksiapatit akan diubah menjadi fluorapatit yang dapat membuat proses remineralisasi menjadi lebih efektif.7,17
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
SIMPULAN
9.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada peningkatan kadar kalsium pada pemberian gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluoride (sodium fluoride) selama 3 hari dan ada peningkatan kadar kalsium pada pemberian gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluoride (sodium fluoride) selama 14 dan 28 hari terhadap kadar kalsium pada gigi sapi.
10.
11.
12.
13.
44
Nancy A. 2008. Oral Histology Development, Structure, and Function, Mosby Elsevier. Canada. P. 191-141. Khoswanto C and Soeharjo I. 2005. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Sukrosa Dalam Diet Terhadap Kadar Kalsium Gigi Tikus Wistar. Maj. Ked Gigi Universitas Airlangga (Dent J), 38(1): 7-4. Fejerskov O, Kidd E. 2008. Dental Caries: The Disease and its Cllinical Management. 2nd ed. Blackwell Munksgaard Australia. P. 134, 124-6. Cross KJ, Huq NL, Reynolds EC. 2007. Casein Phosphopeptides in Oral HealthChemistry and Clinical Applications. Current Pharmaceutical Design, 13: 800793. Bestford, John. 1996. Mengenal Gigi Anda. Petunjuk bagi orangtua. Alih bahasa: drg. Johan Arif Budiman. Ed.2. Jakarta: Arcan. H. 18-14. PKSPL. 2004. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan (Kerang Darah) di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Kerjasama BAPPEDA dan PKSPL. Laporan Penelitian Enanda DA. 2009. Efek Pemberian Fluoride Varnish di Kedokteran Gigi. Skripsi, Universitas Sumatera Utara. H. 178. Rohadi MB, Firdaus F, Agassi TN. 2010. Fungsionalisasi Cangkang Kerang Hijau (Perna Viridis) Sebagai Peningkat Kadar Kalsium Susu Fermentasi. Program Kreatifitas Mahasiswa, Universitas Pertanian Bogor, Bogor. H 12. Setiabudhi M. 2012. Kadar Kalsium Gigi Sapi Setelah Pengulasan dengan Gel Ekstrak Cangkang Kerang Darah. Skripsi, Universitas Hang Tuah, Surabaya. H. 28-9. Oshiro M, Yamaguchi K, Takamizawa T, Inage H, Watanabe T, Irokawa A, Ando S, Miyazaki M. 2006. Effect of CCP-ACP paste on tooth mineralization: an FE-SEM study. Journal of Science, 49(2): 120-115. Cehreli ZC, Altay N, 2000. Effect Of Nonrise Conditioner And 17 % Ethylene Diaminetetracetic Acid on The Etch Pattern of Intact Human Permanent Enamel. The Angle Orthodontist, 70(1): 27-22. Dahl J and Pallesen U, 2003. Tooth Bleaching a Critical Review of the Biological Aspects. Crot Rev Oral Biol Med,14: 292-304. James CS. 1999.Analytical Chemistry of Foods. Gaithesburg: Aspen. P. 14-8.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
14. Edmunds DH, Whittaker DK, Green RM. 1988. Suitability of Human, Bovine, Equinine, and Bovine Tooth Enamel For Studies of Artificial Bacterial Carious Lesions. Caries Res, 22. P. 336-327. 15. Kidd E and Sally J. 1991. Dasar-dasar Karies. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk. Jakarta: EGC. H. 111-1.
16. Mount GJ, Hume WR. 2005. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed. Knowledge book and software. Australia. P. 212,87,39,25,2. 17. Featherstone JDB. 2009. Remineralizzation, the Natural Caries Repair Process- The Need for New Approaches. Advances in dental research. Sagepub. P. 6, 4.
45
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Kepekaan Indra Rasa Asin Pada Penggunaan Obat Kumur Kombinasi Jahe Merah dan Kayu Manis Dibanding Klorheksidin (Salty Taste Sensitivity During Use of Mouthwash Combination of Red Ginger and Cinnamon Than Chlorhexidine) Ria Harum Pertiwi, Endah Wajuningsih*, Noengki Prameswari** *Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya **Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
ABSTRACT Background: Using mouthwash is a solution for individuals with a high gag response, but some mouthwash on the market proven decreasing sensitivity of taste. Red ginger and cinnamon are easily found and commonly used as a traditional medicine in Indonesia. Studies show red ginger and cinnamon has antifungal,and antibacterial power. Purpose: to determine differences in sensitivity of saltiness use a mouthwash combination of red ginger and cinnamon than chlorhexidine. Materials and Methods: This research is using pretest posttest control group design. 24 sample divided into four groups with one control group using chlorhexidine 0,2% and 3 treatment groups using infusum of red ginger and cinnamon 0,5%; 0,75% and 1,0% for 5 days. Salty taste sensitivity test recorded using scoring index. Data were analyzed with the Wilcoxon test and Kruskal Walis followed by Post hoc analyzes with 95% significance (p<0,05). Result: There is a significant difference before and after using mouthwash combination of red ginger and cinnamon 0,75% (p=0,025) due to an increasing in sensitivity score of saltiness, also there is a significant difference before and after using chlorhexidine 0,2% (p=0,38) due to decreasing in sensitivity score of saltiness. In the Post Hoc analysis are significant differences between the mouthwash after rinsing with chlorhexidine 0,2% compared with red ginger and cinnamon 0,75% (p=0,19). Conclusions: Sensory sensitivity of saltiness use a mouthwash combination of red ginger and cinnamon 0,75% difference than chlorhexidine 0,2%. Keywords: Sensitivity of saltiness, mouthwash, red ginger, cinnamon, chlorhexidine Correspondence: Endah Wajuningsih, Deparment of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945964, 5945894, Email:
[email protected]
46
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Penggunaan obat kumur merupakan solusi bagi individu dengan respon muntah yang tinggi, namun beberapa obat kumur dipasaran terbukti menurunkan kepekaan indra rasa. Jahe merah dan kayu manis merupakan tumbuhan yang mudah ditemukan dan umum digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia. Penelitian menunjukan jahe merah dan kayu manis memiliki daya antibaketri dan antijamur. Tujuan: untuk mengetahui perbedaan kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis dibanding klorheksidin. Bahan dan Metode: Desain penelitian ini adalah pretest posttest control group design. 24 sampel dibagi menjadi empat kelompok dengan dengan 1 kelompok kontrol mengunakan klorheksidin 0,2% dan 3 kelompok perlakuan mengunakan infusum jahe merah dan kayu manis 0,5%; 0,75%; dan 1,0% selama 5 hari. Dilakukan uji kepekaan rasa asin mengunakan indeks skoring. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon dan Kruskal Walis yang dilanjutkan analisis Post Hoc dengan kemaknaan 95% (p<0,05). Hasil: Terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah mengunakan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% (p=0,025) karena terjadi peningkatan skor kepekaan rasa asin, serta terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah mengunakan klorheksidin 0,2% (p=0,38) karena terjadi penurunan skor kepekaan rasa asin. Pada analisis Post Hoc terdapat perbedaan bermakna sesudah berkumur dengan obat kumur klorheksidin 0,2% dibanding jahe merah dan kayu manis 0,75% (p=0,19). Simpulan: Kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% berbeda dibanding obat kumur klorheksidin 0,2%. Kata kunci: Kepekaan indra rasa asin, obat kumur, jahe merah, kayu manis, klorheksidin Korespondensi: Endah Wajuningsih, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
reseptor lama secara terus-menerus diganti dengan waktu paruh sekitar 10 hari.3 Dalam kondisi normal, regenerasi taste bud terjadi pada kecepatan yang konsisten.4 Kepekaan indra rasa penting dalam dalam kelangsungan hidup yakni sebagai penilaian atau apresiasi terhadap makanan dan minuman, secara khusus penting untuk dokter gigi karena rasa merupakan stimultan utama untuk stimulasi aliran air liur yang penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan mulut.5 Intensitas merasakan rasa asin pada individu cukup tinggi. Menambahkan garam pada makanan adalah hal yang umum dilakukan
PENDAHULUAN Lidah merupakan jaringan lunak yang memiliki bentuk anatomis dengan banyak papila, adanya fisura di bagian tengah, menyebabkan banyak sekali bakteri bersembunyi di bagian dorsum.1,2 Salah satu fungsi lidah adalah sebagai reseptor indra rasa pengecap. Lidah kita memiliki lima dasar pengecap, yaitu rasa asin, asam, manis, pahit, dan umami. Pada lidah terdapat area yang berbeda-beda untuk merasakan reseptor rasa.1 Pengecapan adalah sensasi yang dirasakan oleh taste buds. Sel basal pada taste bud berdiferensiasi menjadi sel reseptor baru, dan sel 47
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
sehari-hari karena garam memiliki banyak sifat yang diinginkan, seperti meningkatkan sifat-sifat sensori positif dari hampir setiap makanan yang dikonsumsi manusia.6 Perubahan rasa asin berhubungan dengan tekanan darah. Hal ini berguna untuk deteksi secara dini kondisi tubuh seseorang.7 Pada penelitian indra rasa yang diujikan adalah asin pada garam dapur, dikarenakan intensitas merasakan rasa asin cukup tinggi akibat penambahan garam pada makanan sering dilakukan dalam konsumsi sehari-hari.6 Penelitian ini tidak melakukan uji pada rasa manis, pahit, umami, dan asam. Kebanyakan zat rasa manis adalah zat kimia organik yang sangat bervariasi dimana perubahan yang sangat kecil pada struktur kimia, dapat mengubah zat dari rasa manis menjadi pahit. Thresholds untuk rasa pahit oleh kuinin paling rendah dibanding rasa lain yakni 0,000008 M, sehingga menyebabkan uji terhadap rasa pahit sulit dilakukan. Umami secara kualitatif berbeda dari rasa asam, asin, manis, atau pahit, hal ini mengakibatkan persepsi terhadap rasa umami tergolong sulit dikarenakan karena rasa umami sulit dibedakan secara jelas dibanding rasa yang lain.1 Kebersihan lidah mempengaruhi dalam proses penghantaran rangsang rasa, oleh sebab itu penting bagi seseorang untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Menyikat gigi merupakan perawatan esensial untuk kesehatan mulut, namun ada beberapa perawatan tambahan lain yang perlu dilakukan sendiri di rumah seharihari, membersihkan lidah adalah salah satu diantaranya.8
Membersihkan lidah umumnya dilakukan secara mekanis yakni mengunakan sikat gigi maupun tongue scraper yang dirancang khusus sesuai bentuk anatomi lidah. Beberapa orang tidak membersihkan lidahnya secara mekanis karena memiliki respon muntah yang tinggi. Penggunaan obat kumur sebagai pembersih rongga mulut secara kimia merupakan solusi bagi beberapa orang dengan respon muntah yang tinggi.1,9 Sebagian besar obat kumur dipasaran tidak dapat ditelan, mengandung bahan kimia sintetika dan alkohol dalam kadar yang tinggi dan telah dilaporkan menimbulkan efek samping seperti penurunan kepekaan indra rasa, perubahan warna pada gigi dan lidah, deskuamasi mukosa mulut, mukositis, erytema multiforme, pertumbuhan subur kandida albikan, lesi aftosa, lidah terasa terbakar, black hairy toungue, serta peningkatan resiko kanker mulut.10 Back to nature merupakan anjuran dari World Health Organization (WHO). Pemanfaatan ekstrak tumbuhan sebagai pengobatan tradisional merupakan salah satu tindakannya.11 Jahe dan kayu manis telah secara luas digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan, minuman, serta banyak dimanfaatkan dalam ramuan jamu yang dipercaya memiliki banyak khasiat salah satunya untuk kesehatan rongga mulut.12 Terdapat tiga jenis jahe yakni jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah. Dari ketiga Jenis jahe tersebut jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat dikarenakan kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi.13 48
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
mukosa, dan rasa obat yang pahit.19 Waktu efektif berkumur dengan obat kumur khlorheksidin adalah selama 45 detik.20 Penggunaan obat kumur sebagai pembersih rongga mulut sehari-hari dapat berpengaruh terhadap mukosa rongga mulut dan diduga berpengaruh terhadap indra rasa dikarenakan kandungan kimia didalamnya oleh latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui perbedaan kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur herbal yang mengandung kombinasi jahe merah dan kayu manis dibanding klorheksidin.
Pada penelitian ini digunakan obat kumur kombinasi jahe merah (Z. officinalle var. amarum) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii), dikarenakan penggunaan jahe secara tunggal dalam konsentrasi tinggi dapat menimbulkan rasa pedas sehingga dikombinasikan dengan kayu manis dikarenakan keduanya memiliki zat aktif yang potensial digunakan sebagai obat kumur dimana pada jahe merah terdapat gingerol dan shogaol sebagai antibakteri dan antioksidan;14 Limonene dan asam aspartat sebagai anti jamur,15 sedangkan pada kayu manis terdapat sinamaldehid sebagai anti bakteri; tanin dan flavonoid sebagai antioksidan; dan eugenol sebagai analgesik.12 Pemberian kayu manis dapat meningkatkan aroma, rasa, dan warna sehingga lebih dapat diterima bila digunakan sebagai obat kumur.16 Dosis yang disarankan untuk jahe sebagai infusum atau dekok adalah 0,25-1 gram dalam 150 ml air mendidih,17 sedangkan dosis untuk kayu manis dalam bentuk serbuk kering sebagai infusum adalah 0,5-1 gram.18 Dari kedua refrensi diatas pada penelitian ini dipergunakan konsentrasi obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis sebesar 0,5%; 0,75%; dan 1,0%. Salah satu obat kumur yang secara umum digunakan adalah klorheksidin. Klorheksidin merupakan obat kumur anti bakterial yang sangat populer saat ini. Klorheksidin merupakan suatu turunan bisguanida yang efektif untuk mengurangi terjadinya radang gingiva dan akumulasi plak. Penggunaan klorheksidin memiliki efek samping berupa stain, perubahan rasa (kecap logam), iritasi
BAHAN DAN METODE Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan the pre test post test control group design. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa semester satu, tiga, lima, dan tujuh pada tahun ajaran 20122013 di Fakultas Kedokteran Umum dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya yang berjenis kelamin laki-laki. Subyek pada penelitian dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dengan klorheksidin 0,2% (K), dan 3 kelompok perlakuan mengunakan obat kumur jahe merah (Z. officinalle var. amarum) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii) dalam bentuk sediaan infusum dengan konsentrasi 0,5% (P1); 0,75% (P2); 1,0% (P3) sehingga total sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 28 sampel. Sampel di instruksikan untuk berkumur dengan obat kumur sebanyak 10 ml selama 45 detik 49
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 1. Hasil analisis deskriptif sebelum dan sesudah menggunakan obat kumur klorheksidin 0,2% (K); kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,5% (P1); kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% (P2); dan kombinasi jahe merah dan kayu manis 1,0% (P3) RataObat Mi- Mak- Rata ± kuni- siStandar mur N mal mal deviasi Sebelum K 7 1 5 2,29±1,50 P1 7 1 5 2,86±1,57 P2 7 2 4 3,14±0,90 P3 7 1 5 2,86±1,57 Sesudah K 7 0 5 1,29±1,80 P1 7 1 6 3,29±1,60 P2 7 2 5 3,86±1,07 P3 7 0 4 2,14±1,57
sesuai pembagian kelompok setiap satu kali sehari. Data diambil dua kali untuk tiap sampel yakni sebelum perlakuan (hari ke 0), dan setelah perlakuan (hari ke 5). Cara pengambilan data sebagai berikut: mula sampel diinstruksikan untuk berkumur tiga kali dengan aquades, kemudian meludah beberapa kali sampai tidak ada sisa aquades yang tertinggal di dalam mulutnya. Selanjutnya sampel diinstruksikan untuk menjulurkan lidah, kemudian dikeringkan dengan cotton roll untuk mencegah pengaruh saliva. Setiap larutan NaCl diberi index scoring dari 0 hingga 7. Larutan garam (NaCl) konsentrasi terendah 0,01 yakni dengan skor 7 dioleskan bagian tepi depan lidah pada daerah pinggiran dorsum lidah dengan menggunakan cotton buds hingga sampel merasakan asin. Bila sampel belum merasakan asin, maka diinstruksikan untuk berkumur dengan aquades selama 20 detik kemudian istirahat selama kira-kira lima menit sebelum perlakuan berikutnya dengan konsentrasi yang lebih pekat. Bila sampel sudah merasakan asin memberi tanda dengan mengangkat tangan.
Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat skor minimal sebelum perlakuan 1, skor maksimal adalah 5, setelah perlakuan skor minimal 0 sedangkan skor maksimal adalah 6. Dapat disimpulkan terdapat penuruan skor minimal pada kelompok K dan P3 dan terdapat peningkatan skor maksimal pada kelompok P1 dan P2. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon Test, menunjukkan bahwa nilai signifikan sebelum dan sesudah menggunakan obat kumur P1 menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna karena (p=0.083)>0,05, demikian pula pada penggunaan obat kumur P3 karena (p=0,102)>0,05, sedangkan nilai signifikan penggunaan obat kumur obat kumur P2 menunjukkan hasil terdapat perbedaan yang bermakna karena (p=0,025)<0,05, demikian pula pada penggunaan obat kumur K karena (p=0,38)<0,05.
HASIL Dari dari penelitian tentang kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis dibanding klorheksidin dilakukan uji hipotesis non parametrik dengan taraf signifikan 95% (p=0,05),dengan hasil sebagai berikut:
50
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p=0,033, karena nilai p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan selisih skor indra rasa asin sebelum dan sesudah menggunakan obat kumur antar kelompok.
rasa, yang menyebabkan aktivasi selsel rasa. Air liur yang dikeluarkan pada rongga mulut juga mencapai taste pore dimana air liur mengandung zat mocous yang tinggi seperti mukopolisakarida. Substansi mocous di dalam dan pada taste pore dapat mengganggu akses zat rasa untuk mencapai membran reseptor. Menyikat permukaan lidah secara ringan dapat menghilangkan lendir yang mungkin belum hilang hanya dengan berkumur, namum pada individu yang memiliki repson muntah yang tinggi seperti pada lansia berkumur dapat dijadikan solusi. Peningkatan sensitivitas indra rasa asin dan asam akibat membersihkan lidah dapat disebabkan oleh akses yang lebih besar dari zat rasa untuk mencapai membran reseptor.21 Konsentrasi jahe yang terlalu tinggi dalam pengunaannya sebagai obat kumur dapat menyebabkan penurunan kepakaan rasa asin karena konsentrasi senyawa (6)-shogaol dalam serbuk jahe kering yang dipergunaakan sebagai bahan pembuatan obat kumur menimbulkan rasa pedas.22 Penelitian ini dipergunakan kombinasi jahe merah dan kayu manis dengan tujuan meningkatkan efek farmakologi sebagai obat kumur yakni meningkatkan daya antibakteri, antimikroba, antiseptik, antijamur.12 Pengunan kayu manis dapat memperbaiki rasa dan menambah aroma sehingga meminimalisir rasa pedas akibat pengunaan konsentrasi jahe merah dalam konsentrasi yang tinggi.23 Pada penggunaan obat kumur klorheksidin 0,2% terjadi penurunan skor kepekaan indra rasa asin, yang signifikan sebelum dan sesudah
Tabel 2. Hasil analisis Post-Hoc pada uji Mann-Whitney Perbandingan Asypm. Sig. (2tailed) K dan P1 0,038* K dan P2 0,019* K dan P3 0,266 P1 dan P2 0,357 P1 dan P3 0,240 P2 dan P3 0,042* Keterangan: sig = nilai signifikan * = terdapat perbedaan bermakna (p<0,05)
Berdasarkan hasil analisis Post-Hoc dari tabel 2. perbandingan kelompok K dan P1; K dan P2; P2 dan P3 terdapat perbedaan bermakna p<0,05 sedangkan antar kelompok K dan P3; P1 dan P2 ; P2 dan P3 tidak terdapat perbedaan bermakna p>0,05. Perbandingan skor kepekaan rasa asin sesudah berkumur dengan obat kumur K dan P2 memiliki nilai signifikan yang paling bermakna dari perbandingan kelompok obat kumur lain dengan (p=0,19)<0,05. PEMBAHASAN Kebersihan lidah mempengaruhi dalam persepsi rasa oleh sebab itu penting bagi seseorang untuk menjaga kebersihan rongga mulut.8 Pengecapan adalah sensasi yang dirasakan oleh taste buds.3 Taste bud memiliki lubang kecil disebut taste pore, melalui taste pore zat rasa dapat mencapai membran reseptor apikal dari sel 51
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
menggunakan obat kumur (p=0,38)<0,05. Hal ini diakibatkan efek samping penggunaan klorheksidin yang sering terjadi adalah gangguan kepekaan indra rasa.24 Berkumur dengan klorheksidin secara kronis sebagai oral-antiseptik, telah menunjukkan adanya pengurangan rasa asin garam dapur (NaCl). Hal ini dikarenakan transduksi rasa asin pada manusia melalui saluran epitel yang sensitif terhadap kation klorheksidin sehingga menghambat transduksi rasa asin NaCl dan KCl NH4Cl untuk melewati saluran epitel pada lidah.25 Berdasarkan hasil analisis data pada pengunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,5% tidak menunjukan perubahan terhadap kepekaan skor indra rasa asin (p=0.083)>0,05. Pada jahe merah terdapat gingerol dan oleoresin yang menyebabkan rasa pedas (Tim, 2002). Pada konsentrasi 0,5% terlarut 0,25 gram jahe merah dan 0,25 gram kayu manis yang merupakan konsentrasi minimal sehingga kandungan gingerol dan oleoresin tergolong sedikit yang berkibat tidak mempengaruhi kepekaan indra rasa asin. Berdasarkan hasil analisis data pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% terjadi peningkatan skor kepekaan indra rasa asin, dengan nilai signifikan sebelum dan sesudah menggunakan obat kumur (p=0,25)<0,05 yaitu dari analisis deskriptif dari tujuh sampel terdapat lima sampel yang mengalami peningkatan skor kepekaan rasa sebesar satu. Pada obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu
manis 0,75% terlarut 0,375 gram jahe merah dan 0,375 gram kayu manis dimana pada konsentrasi tersebut sedikit menimbulkan rasa pedas. Dalam jahe merah terkandung zat aktif asam aspartat yang memiliki efek farmakologis yakni merangsang syaraf, dan menimbulkan rasa yang menyegarkan. Pada kayu manis terdapat zat aktif tanin dan flavonoid sebagai antioksidan.14 Zat aktif yang terkandung dalam obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis tersebut diduga berpengaruh terhadap peningkatan kepekaan indra rasa asin asin. Berdasarkan hasil analisis perbedaan skor kepekaan indra rasa asin pada sebelum dan sesudah pengunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 1,0% tidak menunjukkan perbedaan (p=0.102)>0,05. Pada konsentrasi 1,00% terlarut 0,5 gram jahe merah dan 0,5 gram kayu manis, pada konsentrasi tersebut sedikit menimbulkan sensasi rasa pedas. Kandungan borneol, sineol, shogaol, zingiberol, dan gingerol pada jahe merah merupakan unsur yang menimbulkan rasa pedas dan hangat.23 Hal ini diduga bahwa penurunan kepekaan indra rasa asin yang terjadi belum nampak secara signifikan dikarenakan perlakuan pada penelitian hanya selama lima hari sehingga lama kontak dan sensasi obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis konsentrasi 1,0% terhadap papila lidah belum bermakna mempengaruhi kepekaan indra rasa asin, apabila melihat efek samping yang ditimbulkan akibat berkumur dengan klorkeksidin, efek samping baru muncul secara jelas
52
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
setelah penggunaan selama 17 minggu.24 Perbandingan skor kepekaan rasa asin sesudah berkumur dengan obat kumur klorheksidin 0,2% dan kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% memiliki nilai signifikan yang paling bermakna dari perbandingan kelompok obat kumur lain dengan (p=0,19) 0,05. Pada analisis diskriptif dapat dilihat sesudah mengunakan obat kumur klorheksidin 0,2% mengalami penuruanan total skor kepekaan indra rasa asin sebesar tujuh, sedangkan kelompok kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% mengalami peningkatan total skor kepekaan indra rasa asin sebesar lima. Peningkatan skor kepekaan indra rasa asin pada pengunaan obat kombinasi jahe merah dan kayu manis konsentrasi 0,75% diduga karena kandungan antioksidan pada jahe. Antioksidan utama yang terkandung dalam jahe adalah gingerol, shogaol dan gingeron. Ekstrak jahe mempunyai sifat antioksidan, karena dapat ”menangkap” anion superoksida dan radikal hidroksil. Percobaan menggunakan mikrosom hati tikus yang dilakukan oleh Muchtadi dan Hong pengunaan jahe dalam konsentrasi tinggi menimbulkan efek negatif pada kepekaan indra rasa dikarenakan kandungan gingerol yang tinggi dapat menghambat pembentukan kompleks askorbatbesi (ferro) yang dapat menginduksi peroksidasi lipid yang menimbulkan sensasi rasa logam pada kulit dan lidah,26 namun pada konsentrasi kecil yakni sebagai suplemen antioksidan terbukti mengurangi kadar plasma dari biomarker
peroksidasi lipid sehingga menimbulkan efek positif pada kepekaan indra rasa.27 Penelitian yang dilakukan oleh Fugio dalam Kusumaningati mengenai sifat antioksidan komponen kimia jahe, ditemukan shaogaol dan zingiberene yang memperlihatkan aktivitas antioksidan yang kuat. Fugio juga menyimpulkan bahwa aktivitas antioksidan ini tergantung pada struktur rantai samping dan pola substitusi cincin benzene. Selanjutnya penelitian dilanjutkan oleh Tsushida, et al. ditemukan 12 komponen pada jahe yang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding α-tokoferol. Dari 12 komponen tersebut, aktivitas antioksidan jahe terutama dipengaruhi oleh komponen gingerol dan heksahidrokurkumen. Tsushida juga membuktikan bahwa salah satu komponen fenolik antioksidan jahe, yakni shaogaol, merupakan komponen dengan aktivitas antioksidan yang tinggi.28 Penelitian yang dilakukan oleh Boik pada tahun 1995 dalam Kusumaningati juga menemukan bahwa jahe merupakan sumber utama melatonin, suatu antioksidan yang poten, bahkan lebih poten dari pada glutation dalam menangkap radikal hidroksil, serta lebih poten dari pada vitamin E dalam menangkap radikal peroksil. Melatonin juga menstimulasi ezim antioksidan otak, yakni glutation peroksidase. Melatonin mampu berdifusi ke dalam seluruh jaringan dalam tubuh, termasuk membrane intraseluler, karena strukturnya yang lipofiliknya. Melatonin juga mampu melindungi DNA dari kerusakan radikal bebas.28 53
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Jahe memiliki kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin.17 Komponen oleoresin jahe segar yang bersifat sebagai pembawa rasa pedas dan pahit. Rasa pedas didominasi oleh gingerol dan senyawa-senyawa homolognya. Sedangkan kepedasan pada jahe yang telah mengalami pengeringan disebabkan oleh dominasi keberadaan senyawa (6)-shogaol, yang merupakan bentuk komponen gingerol yang terdehidrasi. Senyawa (6)-gingerol diketahui dapat menghambat aktivitas motorik, mengurangi rasa sakit (analgesic effect), efek antibatuk, dan dapat memperpanjang waktu tidur pada tikus percobaan. Telah diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa jenis jahe merah memiliki kandungan zat gingerol dan oleoresin yang paling tinggi dibandingkan jenis jahe yang lain. Selain itu, komponen oleoresinnya juga mempunyai efek farmakologis seperti immunomodulator, antitumor, antiinflamasi, anti-apoptotik, anti-hiperglikemik, dan antilipidemik.13 Komponen oleoresin pada jahe segar yang bersifat sebagai pembawa rasa pedas dan pahit pada penelitian ini tidak secara bermakna berpengaruh terhadap penurunan kepekaan rasa asin hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Talavera, dkk yang menyatakan bahwa senyawa panas pada oleoresin hanya berpengaruh terhadap penurunan respon asam, pahit, dan manis. Sensasi panas (pedas) dan dingin pada zat seperti capsaicin (komponen yang tajam pada cabai) dan mentol menstimulasi perubahan suhu pada mukosa rongga mulut. Diketahui bahwa capsaicin menekan
respons manusia terhadap manis, pahit dan umami tetapi tidak pada rangsangan asam dan asin. Senyawa “panas” yang lain seperti oleoresin capsaicin, megurangi respon terhadap senyawa asam, pahit, dan manis, sedangkan piperin juga memiliki efek pada tanggapan terhadap garam.29 Penurunan kepekaan rasa asin dapat menyebabkan peningkatan konsumsi terhadap garam yang dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Konsumsi kadar garam yang tinggi meningkatkan prevalensi hipertensi. Mengurangi konsumsi garam secara komprehensif, baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan peningkatan asupan kalium, kalsium dan magnesium mampu menurunkan kadar tekanan darah rata-rata secara substansial. Individu yang memiliki kepekaan rasa asin yang baik dapat mengkontrol konsumsi garam pada tingkat yang normal sehingga dapat meminimalkan resiko terjadinya hipertensi akibat kunsumsi garam yang berlebih.30 Ganguan indra rasa pengecapan dapat mengurangi kenikmatan hidup dan dapat menyebabkan penderita menjadi tidak nyaman karena mempengaruhi kemampuannya untuk menikmati makanan, minuman, dan bau yang menyenangkan. Kelainan ini juga berpengaruh terhadap kemampuan penderita untuk mengenali bahan kimia yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan akibat yang serius.17 Peningkatan skor kepekaan rasa asin pada pengunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% menunjukkan hasil yang bermakna dikarenakan 54
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
baik jahe merah maupun kayu manis memiliki efek sebagai antioksidan, dimana pada jahe terkandung zat zingiberene, gingerol, gingeron, heksahidrokurkumen, shaogaol dan melatonin,26,28 sedangkan pada kayu manis terdapat zat aktif tanin dan flavonoid sebagai antioksidan.14 Ekstrak jahe mempunyai sifat antioksidan, karena dapat ”menangkap” anion superoksida dan radikal hidroksil.26 Disamping efek antioksidannya, kandungan aspartic acid pada jahe merah memiliki efek farmakologis yakni merangsang syaraf, dan menyegarkan. Chlorgenic acid pada jahe merah dapat mencegah proses penuaan, serta farnesol pada jahe merah berfungsi merangsang regenerasi sel.22 Jahe memiliki efek jangka pendek yakni menstimulasi peredaran, dan menstimulasi vasomotorik, sedangkan kayu manis memiliki efek jangka pendek yakni menenangkan sistem saraf, dan mengurangi rasa nyeri.31 Reseptor rasa asin yakni garam (NaCl) berupa saluran epitel jenis Na+ pada membran apikal taste bud,32 hal ini diduga menyebabkan pemberian obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% menyebabkan lima dari tujuh sampel mengalami peningkatan kepekaan rasa asin dikarenakan pada jahe terdapat mineral Na+ sejumlah 443 µg.g-1.28 Hal ini lah yang menyebabkan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% memiliki respon yang baik terhadap kepekaan indra rasa karena dapat meningkatkan kepekaan rasa asin garam dapur (NaCl).
SIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% berbeda dibanding obat kumur klorheksidin 0,2%, 2. Penggunaan obat kumur klorheksidin 0,2% menyebabkan penurunan skor kepekaan indra rasa asin. 3. Penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,5% tidak menyebabkan perbedaan skor kepekaan indra rasa asin. 4. Penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% menyebabkan peningkatan skor kepekaan indra rasa asin. 5. Penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 1,0% tidak menyebabkan perbedaan skor kepekaan indra rasa asin. 6. Dari ke empat obat kumur yang ujikan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% memiliki respon yang baik terhadap kepekaan indra rasa asin karena meningkatkan kepekaan rasa asin. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
55
Guyton AC and Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta: EGC. H. 696-649. Keith LM, Arthur FD, and Anne MR. 2006. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. P. 1003-1002.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
ISSN : 1907-5987
Junqueira LC dan Carneiro J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas, Ed.10. Jakarta: EGC. H. 122-90. Miura H and Barlow LA. 2010. Taste Bud Regeneration and the Search for Taste Progenitor Cells. J Archives Italiennes de Biologie, 148: 118-107. Ferguson DB, 2006. Oral Bioscience. London: Churchil Livibgstone. P. 245235. Henney JE, Taylor CL, and Boon CS. 2010. Strategies to Reduce Sodium Intake in the United States. Institute of Medicine (US) Committee on Strategies to Reduce Sodium Intake. Washington (DC): National Academies Press (US) Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB K50958/. Diakses 25 Februari 2013. Sunariani J, Yuliati, dan Aflah B. 2007. Perbedaan Persepsi Pengecap Rasa Asin Usia Subur dan Usia Lanjut. Majalah Ilmu Faal Indonesia, 6(3): 191-182. Harris NO and Godoy FG, 2004. Primary Preventive Dentistry. 6 th ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall. P. 137-39. Prijono E, Dewi W, Puspa TK. 2005. Efektivitas Pembersihan Lidah secara Mekanis Mangunakan Tongue Scraper terhadap Jumlah Populasi Bakteri Anaerob Lidah. The 22nd Indonesian Dental Association Congres. Jurnal PDGI, 55(3): 100-95. Yuliharsini. 2005 Kegunaan dan Efek Samping Obat Kumur dalam Rongga Mulut. Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatra Utara, Medan. H. 10-1. BPOMRI (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia). 2010. Acuan Sediaan Herbal, 5(1): 6-3. Dalimartha S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda. H. 53-49. Ahmad M. 2008. Pengaruh Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rubrum) dan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) terhadap Penghambatan Proliferasi Sel Leukemia THP-1 secara in vitro. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian, Bogor. Azima F, Muchtadi D, Zakaria FR, dan Priosoeryanto BP. 2004. Kandungan Fitokimia dan Aktivitas Antioksi dan Ekstrak Cassia Vera (Cinnamomum burmanii). Stigma, 12(2): 236-232. Tim L. 2002. Khasiat dan manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta: Agro Media Pustaka. H. 76-1.
16. Firdausni, Failisnur, Diza YH. 2011. Potensi Pigmen Cassiavera Pada Minuman Jahe Instan Sebagai Minuman Fungsional. Jurnal Litbang Industri, 1(1): 21-15. 17. Brickmann J and Wollschlaenger B. 2003. The ABC Clinical Guide to Herbs. Austin, Texas: American Botanical Council. P. 177-173. 18. Newall CA, Anderson LA, and Philipson JD. 1996. Herbal Medicines a Guide for Health-care Professionals. London: The Pharmaceutical Press. P. 137-76. 19. Sibagariang N. 1997. Efek Samping Pengunaan Khlorhexidine 0,2% pada Penderita Gingivitis. Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatra Utara, Medan. H. 10-1. 20. Mangundjaja S, Nisa RK, Lasaryna S, Fauziah E, dan Mutya. 2000. Pengaruh Obat Kumur Khlorheksidin terhadap Populasi Kuman Streptococcus Mutans di Dalam Air Liur. Pertemuan Ilmiah Nasional, Universitas Indonesia, Jakarta. H. 5-1. 21. Ohno T, Uematsu H, Nozaki S, and Sugimoto K. 2003. Improvement of Taste Sensitivity of the Nursed Ederly by Oral care. Journal Med Dent Sci, 50(1): 107-101. 22. Redaksi Trubus. 2009. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik. Vol. 08. Depok: Trubus Swadaya. H. 9867. 23. Maryani H dan Kristiana L. 2002. Tanaman Obat untuk Influenza. Jakarta: Agro Media Pustaka. H. 25-20. 24. Pindborg JJ. 2004. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Jakarta: Binarupa Aksara. H. 312-310. 25. Breslin PAS and Tharp CD. 2001. Reduction of Saltiness and Bitterness After a Chlorhexidine Rinse. Journal Chem Senses, 26(2): 105-16. 26. Mindasari R. 2010. Studi Aktivitas Antioksidan pada Pembuatan Tempe dari Kedelai, Jagung, dan Dedak Padi. Skripsi, Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan. H. 10-1. 27. Hong JH, Ozbek PO, Stanek BT, Dietrich AM, Duncan SE, Lee YW, Lesser G. 2009. Taste and Odor Abnormalities in Cancer Patients. The Journal of Supportive Oncology, 7(2): 65-58. 28. Kusumaningati RW. 2009. Analisis Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Secara In Vitro. Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta. h.
56
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
10-1.Talavera K, Ninomiya Y, Winkel C, Voets T, and Nilius B. 2007. Visions & Reflections (Minireview) Influence of temperature on taste perception. J Cellular and Molecular Life Sciences, 64(4): 381-377.
29. Karppanen H, Mervaala E. 2006. Sodium Intake and Hypertension. J Progress in Cardiovascular Disease, 49(2): 75-59. 30. Carey SOM. 2010. Psychoactive Substance. A Guide to Ethnobotanical Plants and Herbs, Synthetic Chemicals, Compounds and Products. Ed 1.1. P. 7052.
57
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Pengaruh Nilai Alkalin Fosfatase dengan Ketinggian Kortikal Mandibula pada Pasien Suspek Osteoporosis Melalui Radiografi Panoramik (Influences Of The Alkaline Phosphatase Value with Mandibular Cortical Bone Height in Patient Suspect Osteoporosis with Panoramic Radiography) Farina Pramanik, Azhari, Lusi Epsilawati Dentomaxillofacial Radiograph Padjadjaran University
ABSTRACT Background: Osteoporosis was a metabolic bone disease characterized by the reduction of mass and deterioration of bone microarchitecture. One indication that a decrease in height of the mandibular cortical bone through panoramic radiographs. Another way that can help detect osteoporosis is to find levels of alkaline phosphatase in the blood. Purpose: Of this article was to look at the effect of alkaline phosphatase levels with mandibular cortical bone height in patients with osteoporosis. Materials and Methods: This study used a descriptive analytical method. Population of 18 panoramic radiographs complete with blood tests that consisted of 14 patients with osteoporosis. The collected data were analyzed with regression analysis and correlation. Result: The results obtained for the regression formula right mandible Y=0.00005+0.00128X with r= 0.60456 and for mandibular left Y=0.00007+0.00132X with r= 0.60034. Conclusion: The value of alkaline phosphatase affect the height of the mandibular cortical bone in patients with suspected osteoporosis through panoramic radiographs and there is a good correlation between the value of alkaline phosphatase with cortical height in patients with suspected osteoporosis. Keywords: Alkaline phosphatase, height cortical mandible, osteoporosis, panoramic radiograph Correspondence: Farina Pramanik, Department of Radiology, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Sekeloa Selatan I, Bandung, Phone 022-2532683, 08122172983, Email:
[email protected]
58
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan adanya pengurangan massa dan kemunduran mikroarsitektur tulang. Salah satu gejalanya yaitu penurunan ketinggian tulang kortikal mandibula melalui radiografi panoramik. Cara lain yang dapat membantu mendeteksi kondisi osteoporosis adalah dengan mencari kadar alkaline phosphatase dalam darah. Tujuan: Untuk melihat pengararuh kadar alkaline phosphatase dengan ketinggian tulang kortikal mandibula pada pasien osteoporosis. Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik. Populasi berjumlah 18 buah radiografi panoramik lengkap dengan pemeriksaan darah yang terdiri dari 14 penderita osteoporosis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis regresi dan korelasi. Hasil: Hasil penelitian diperoleh rumus regresi untuk mandibula kanan Y=0,00005+0,00128X dengan nilai r=0,60456 dan untuk mandibula kiri Y=0,00007+0,00132X dengan nilai r=0,60034. Simpulan: Adanya pengaruh nilai alkaline phosphatase dengan ketinggian tulang kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik dan terdapat korelasi yang tergolong kuat antara nilai alkalin posfatase dengan ketinggian kortikal pada pasien suspek osteoporosis. Kata kunci: Alkaline phosphatase, ketinggian kortikal mandibula, osteoporosis, radiografi panoramik. Korespondensi: Farina Pramanik, Bagian Radiologi, Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Sekeloa Selatan I, Bandung, Telepon 022-2532683, 08122172983, Email:
[email protected]
Osteoblas yang matang akan mengekspresikan beberapa senyawa kimia yang bisa digunakan identifikasi aktivitas osteoblas dalam serum. Pengetahuan mengenai marker terutama yang berhubungan dengan osteoporosis dalam hal ini yang mempengaruhi perubahan tulang telah berkembang selama dekade ini. Berbagai penanda biokimia (biochemical bone marker) pembentukan tulang dan aktivitas osteoblas sering dianalisa diantaranya yaitu: kolagen tipe I, alkalin fosfatase, osteopontin dan osteokalsin memungkinkan penilaian spesifik dan sensitif dari pembentukan tulang.5,6 Selain itu indikator terjadinya peningkatan laju remodeling tulang adalah peningkatan kadar alkalin fosfatase dan tartrate-resistant acid phosphatase. Serum Alkalin Fosfatase (ALP) terdiri dari beberapa isoenzim
PENDAHULUAN Penelitian dibidang kedokteran gigi telah mengembangkan berbagai macam analisa secara medis tentang gigi.1 Beberapa macam penyakit sistemik, ternyata banyak yang identik dengan kondisi gigi dan mulut pasien. Hal inilah yang mendorong banyak peneliti medis maupun non medis untuk melakukan pengkajian lebih jauh tentang cara dalam diagnosa 2,3 penyakit. Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan adanya pengurangan massa dan kemunduran mikroarsitektur tulang, sehingga meningkatkan risiko fraktur karena fragilitas tulang meningkat. Insiden osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria terutama pada wanita pascamenopause.4 59
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
yang terdapat pada banyak organ seperti hati, tulang, ginjal, usus dan placenta. ALP hati dan tulang kadarnya tinggi dalam serum sehingga banyak dipakai untuk menilai proses metabolisme tulang khususnya menilai dan memantau aktivitas osteoblas dan untuk menilai kelainan pada 7 hepatobilier. Bagian Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga menyatakan Alkalin Fosfatase memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Berdasarkan hal tersebut, maka sebagian dari Alkalin Fosfatase di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang.8 Selain itu Alkalin Fosfatase merupakan marker yang sering digunakan dalam deteksi osteoporosis karena kadarnya dalam serum banyak. Untuk itu penelitian mengenai Alkalin Fosfatase perlu di teliti kaitannya dengan osteoporosis. Secara umum, tingkat kadar Alkalin Fosfatase meningkat pada pasien dengan penyakit osteoporosis yang ditandai dengan tingkat perubahan tulang yang tinggi dan kadar serum mencerminkan perubahan yang dilakukan selama pembentukan tulang 9,10 Dokter gigi mempunyai peran penting dalam skrining osteoporosis, karena sejumlah besar radiografi tulang rahang yang dibuat oleh dokter gigi. Selain itu, dokter gigi adalah dokter yang secara teratur dikunjungi pasien termasuk pasien lanjut usia, dan radiografi gigi adalah yang paling sering digunakan sebagai alat bantu perawatan pasien. Sekarang ada sejumlah indeks rahang bawah
berdasarkan radiografi panoramic dan pencitraan lain, teknik analisis yang terus berkembang, hal ini memungkinkan untuk dilakukan penilaian massa tulang mandibula guna membedakan individu dengan osteoporosis dan tidak osteoporosis. Radiografi panoramic digunakan untuk menilai kualitas tulang dengan menilai ketinggian tulang dengan menggunakan mental indeks. Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik. Bagaimana nilai Alkalin Fosfatase dan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik. Bagaimana pengaruh nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik. Bagaimana korelasi antara nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai Alkalin Fosfatase dan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik. Untuk mengetahui pengaruh nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik. Untuk mengetahui korelasi nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik.
60
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
BAHAN DAN METODE
Harga a dan b dihitung dengan rumus :
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dimana hasil yang diperoleh berupa data sekunder dari arsip foto rongent dan pemeriksaan laboratorium. Sampel penderita osteopenia dan osteoporosis yang berusia 50-70 tahun yang telah melakukan foto rongent panoramik dan pemeriksaan laboratorium dan berjenis kelamin perempuan. Dari hasil pemilihan, diperoleh 14 radiografi panoramik penderita osteoporosis dan osteopenia yang dibuktikan dari nilai T (-1 s/d >-2) setelah pemeriksan DXA, berusia 5070 tahun dengan hasil pemeriksaan laboratoium lengkap. Selain itu dilakukan penilaian untuk 4 buah radiograf panoramik pasien dengan kondisi normal dibuktikan melalui nilai T (0-(-1)). Menggunakan pehitungan statistik regresi linier sederhana dengan rumus sebagai berikut:11
a= b=
= a + bX
Y a b X
= Variabel terikat = Nilai intercept (konstanta) = Koefisien regresi = Variabel bebas
A
𝑛 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑥 2 ) 𝑛 ∑ 𝑋𝑌−∑ 𝑋 ∑ 𝑌 𝑛 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋 2 )
Rumus Korelasi (r) : 𝒏 ∑ 𝑿𝒊 𝒀𝒊 −(∑ 𝑿𝒊 )(∑ 𝒀𝒊 ) r=
√{𝒏 ∑ 𝑿𝟏 𝟐 −(∑)𝑿𝟏 )𝟐 }{𝒏 ∑ 𝒀𝟏 𝟐 −(∑)𝒀𝟏 )𝟐 }
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat x-Ray digital jenis Picasso Trio; merek EpxImpla, type B applied part Impla, no seri 0165906; produksi Vatech & Ewoo Korea. Satu set komputer dan printer dengan soft-ware yang digunakan adalah Program Easy Dent 4 Viewer dari Vatech & E-woo Korea. Perangkat pemriksaan laboratorium darah untuk Alkalin Fosfatase. Metode untuk mengukur ketinggian tulang kortikal mandibula adalah mental indeks. Skala yang digunakan untuk pengukuran adalah mm.12 Metode yang digunakan untuk pemeriksaan Alkalin Fosfatase adalah dengan menggunakan serum darah dan metode pengukuran kadar Alkalin Fosfatase adalah kolorimetri dengan menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis. Satuan Alkalin Fosfatase adalah U/L.13
Rumus Regresi Linier Sederhana : Y
∑ 𝑦(∑ 𝑥 2 )−∑ 𝑋 .∑ 𝑋𝑌
B
C
Gambar 1. Tulang kortikal (a dan b)14 dan Cara penarikan garis pada mental indeks (c)12
Seleksi data dari data sekunder baik dari foto rongent panoramik dan
pemeriksaan alkalin phosfatase pada pasien osteopenia atau osteoporosis 61
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
yang di foto rongent panoramik. Pengukuran ketinggian tulang kortikal dilakukan untuk sisi kanan dan kiri dengan mental indeks. Mengambil data dari arsip pemeriksaan alkalin phosfatase. Mengumpulkan data, membuat tabel dan menggunakan analisa statistik yaitu regresi linier sederhana dan korelasi.
HASIL Dari 14 radiografi panoramik penderita osteoporosis dan osteopenia perempuan berusia 50-70 tahun dengan hasil pemeriksaan laboratoium lengkap, diperoleh hasil penelitian pada tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan Nilai Alkalin Fosfatase dn Ketinggian Kortikal Mandibula pada Pasien Osetoporosis melalui Radiografi Panoramik Kortikal kanan Kortikal Kiri Pasien Al. Fosfatase (X) (Y1) (Y2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
94 99 108 90 108 85 98 93 97 113 92 74 102 87
0,130 0,100 0,160 0,150 0,150 0,110 0,150 0,120 0,120 0,150 0,140 0,100 0,110 0,100
0,120 0,130 0,140 0,170 0,150 0,120 0,150 0,120 0,120 0,180 0,130 0,110 0,120 0,100
Tabel 2. Hasil perhitungan untuk regresi linier sederhana
∑X 1340
∑ Y1 1,79
∑ Y2 1,86
X^2 129634
Y1^2 0,235
XY1 173,100
Y2^2 0,254
XY2 179,85
Tabel 3. Hasil rata-rata pengukuran ketinggian tulang kortical
Kanan Kelainan 1,27
Kiri Normal 2,58
Kelainan 1,32
Hasil dari penelitian dari 14 radiografi penderita osteopenia dan osteoporosis diperoleh rata-rata ketingian tulang kortikal mandibula kanan berkurang untuk 0,131 cm dan kiri berkurang 0,122 cm sedangkan jika dibandingkan dengan pasien
Normal 2,54
normal pada pasien usia yang sama dengan pemeriksaan DXA tanpa kelainan osteopenia dan osteoporosis, ketinggian kortikal kanan 2,58 cm dan kirin 2,54 cm.15 Apabila ditampilkan dalam bentuk grafik: 62
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
3 2
2,58
ISSN : 1907-5987
mandibula pada pasien suspek osteoporosis. Dengan nilai peningkatan (b) sebesar 0,00128 untuk mandibula kanan dan 0,00132 untuk mandibula kiri. Kekuatan hubungan antara nilai alkalin phosphatase dengan ketinggian kortikal mandibula kanan dan kiri adalah kuat (0,600-0,799) dengan nilai r kanan = 0,60456 dan r kiri = 0,60034.
2,54 Normal
1,27
1,32 Osteoporosi s
1 0 Kanan
Kiri
Gambar 2. Menunjukkan rata-rata ketinggian tulang kortikal mandibula normal dan osteoporosis.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, nilai alkalin phosphatase pada pasien osteoporosis masih dalam taraf normal yaitu nilai rata-ratanya adalah 95,71 U/L. Nilai normal alkalin phosphatase pada pria 90–239 U/L dan wanita di bawah 45 tahun 76–196 U/L dan wanita >45 tahun 87–250 U/L.7 Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus regresi linier sederhana dan korelasi sebagai berikut:
Kortikal Mandibula Nilai a Nilai b Rumus regresi
Nilai r
Kanan
Kiri
0,00005 0,00128 Y= 0,00005 + 0,00128 X 0,60456
0,00007 0,00132 Y= 0,00007 + 0,00132 X 0,60034
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dilihat bahwa kadar Alkalin Fosfatase masih dalam taraf normal pada pasien suspek osteoporosis dengan pemeriksaan BMD rendah, hal ini dapat dikarekan rentang nilai Alkalin Fosfatase yang sangat besar, yang memungkinkan pada nilai-nilai tertentu sulit teridentifikasi osteoporosis. Ketinggian tulang kortikal mandibula mengalami penurunan pada pasien osteoporosis secara kualitatif dan secara kuantitatif yang diperlihatkan dalam hasil perhitungan regresi linier sederhana yaitu terdapat hubungan positif antara nilai alkalin phosphatase dengan ketinggian kortikal mandibula kanan dan kiri pada pasien suspek osteoporosis, artinya jika nilai Alkalin Fosfatase tinggi (tidak normal) maka ketinggian kortikal mandibula pun berkurang (tidak normal) artinya nilai Alkalin Fosfatase mempunyai pengaruh pada ketinggian kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis. Kekuatan hubungan antara nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula kanan dan kiri tergolong kuat. Pendapat yang sejalan adalah terdapat hubungan yang erat antara
Hasil penelitian tersebut mempunyai arti nilai b positif, maka terdapat hubungan positif atau searah antara nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian kortikal mandibula kanan dan kiri pada pasien suspek osteoporosis, artinya jika nilai Alkalin Fosfatase naik (tidak normal) maka ketinggian kortikal mandibula pun turun (tidak normal). Artinya nilai alkalin phosphatase mempunyai pengaruh dalam ketinggian kortikal 63
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
aktifitas osteoblas dengan konsentrasi Alkalin Fosfatase di dalam plasma, di mana aktifitas enzim ini bertanggung jawab terhadap proses kalsifikasi fibril kolagen sebagai bahan dasar dari tulang.16 Sekresi Alkalin Fosfatase akan menurun jika proses mineralisasi jaringan osteoid sudah selesai.17 Pendapat yang sama dinyatakan bahwa enzim fosfatase lebih banyak berperan pada saat pembentukan matriks tulang, dan akan menurun aktifitasnya ketika sudah terjadi proses mineralisasi matriks tersebut.16 Berdasarkan penjelasan di atas, hal ini terjadi karena berhubungan dengan proses remodeling yang tidak seimbang pada pasien osteoporosis, sehingga resorpsi terjadi lebih dominan dibandingkan aposisi. Proses remodeling pada pasien osteoporosis sebenarnya terjadi dengan laju yang cepat, proses pembentukan tulang sebagai respon dari tubuh terjadi dengan cepat, sehingga melibatkan peran osteblas. Jumlah osteblas meningkat, osteoblast matang menghasilkan ekspresi senyawa kimia yaitu salah satunya Alkalin Fosfatase, yang dapat digunakan sebagai marker pengukuran aktifitas metabolisme tulang termasuk aktifitas osteoblas. Sehingga Alkalin Fosfatase dianggap sebagai penanda spesifik fungsi osteoblas yang berhubungan dengan tingkat pembentukan tulang. Ini adalah penanda yang sangat sensitif untuk pembentukan tulang.18-19 Kadar Alkalin Fosfatase yang tinggi, mungkin terkait dengan meningkatnya aktivitas osteoblas. Apabila kita memperhatikan kadar alkalin posfatase, maka kadar kalsium sebagai marker pembentuk tulang akan terlihat. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian cross sectional
menunjukkan bahwa bone turn over akan meningkat dengan cepat setelah wanita memasuki usia menopause dimana terjadi peningkatan kadar osteokalsin dan Alkalin Fosfatase sebesar 50 % dan penigkatan kadar Ctelopeptide sebesar 50 sampai 150 %. 20
Peranan enzim Alkalin Fosfatase dalam proses mineralisasi adalah bahwa enzim ini mempersiapkan suasana alkalis (basa) pada jaringan osteoid yang terbentuk, supaya kalsium dapat dengan mudah terdeposit pada jaringan tersebut. Selain itu di dalam tulang enzim ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi fosfat, sehingga terbentuklah ikatan kalsium-fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit dan berdasarkan hukum massa (law of mass action ) kristal tersebut pada akhirnya akan mengendap di dalam tulang.16 Radiografi panoramik dapat digunakan sebagai media pendeteksi osteoporosis dan kadar Alkalin Fosfatase merupakan salah satu marker yang baik dalam mendeteksi osteoporosis. SIMPULAN Adanya pengaruh antar nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian tulang kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik dan korelasi yang tergolong kuat antara nilai Alkalin Fosfatase dengan ketinggian tulang kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis melalui radiografi panoramik.
64
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
12. Fox KM, Cummings SR, Powell-Threets K, Stone K. Family,1998, History and risk of osteoporotic fracture. Study of osteoporotic, fractures research group. Osteoporos Int, 8: 562-557. 13. Ira Sari Yudaniayanti. 2005. Aktifitas Alkaline Phosphatase pada Proses Kesembuhan Patah Tulang Femur dengan Terapi CaCO3 Dosis Tinggi pada Tikus Jantan (Sprague Dawley). Media Kedokteran Hewan, 21(1): 18-15. 14. Taguchi A, M Ohtsuka, Tsuda M, Takamoto T, Kodama I, Inagaki K, Noguchi T, Kudo Y, Suei Y, Tanimoto K. 2007. Risk of vertebral osteoporosis in post-menopausal women with alterations of the mandisible. J/ of Dentomaxillofacial Radiology 36: 194-143. 15. Lusi E dan Azhari. 2012. Correlated of the Mandible Cortical Highness with CTx and Osteocalcin level in Patient Suspect Osteoporosis with Panoramic Radiography. Bandung : Dentomaxillofacial Radiograph, Faculty of Denstistry. University of Padjadjaran, Indonesia. H. 10-1. 16. Djojosoebagio, S. 1990. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Ilmu Hayati IPB. P. 227 -142. 17. Newton, C.D and Nunamaker, D.M. 1985. Text Book of Small Animal Orthopaedics. J.B. Lippincott Company. Philadelphia. P. 61 -35. 18. Lindh C, Petersson A, Klinge B, Nilsson M.1997. Trabecular Bone Volume and Bone Mineral Density in the mandible. Dentomax- illofac Radiol, 26: 106-101. 19. Slemenda CW, Johnston CC, Hui S.1996. Assessing fracture risk. In: Osteoporosis. San Diego:Academic Press. P. 633-623. 20. Edianto D. 2011. Analisa Turnover Tulang pada Wanita Usia Pasca Menopause berdasarkan Pemeriksaan Penanda Biokimia Turnover Tulang di Dalam Serum dan Hubungannya dengan Beberapa Faktor Risiko Terjadinya Peningkatan Aktivitas Remodeling Tulang pada Wanita Pasca Menopause. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Indonesia. Available from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456 789/21390/4/Chapter%20II.pdf.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Naseem Shah, Nikhil Bansal, and Ajay Logani. 2014. Recent Advance in imaging Technologies in Dentistry. World J radiol, 6(10): 807-794. 2. Aya Kurusua, Mariko Horiuchib, Kunimichi Soma. 2009. Relationship between Occlusal Force and Mandibular Condyle Morphology (Evaluated by Limited Cone-Beam Computed Tomography), Angle Orthodontist, 79(6): 1063-9. 3. A Donald, Tyndall, Sonali R. 2008. ConeBeam CT Diagnostic Applications: Caries, Periodontal Bone Assessment, and Endodontic Applications. Dental Clincal North Amercan Journal, 52: 841-825. 4. White SC, Atchison KA, Gornbein JA, Nattiv A, Paganini-Hill A, Service SK, and Yoon DC. 2005. Change in mandibular trabecular pattern and hip fracture rate in elderly women. Dentomaxillofacial Radiology, 34: 174-168. 5. Robling AG, Castillo AB, Turner CH, 2006. Biomechanical and Molecular Regulation of Bone Remodeling. Anual. Riviews Biomed Eng 8:455-498. 6. Axelrod DW, Teitelbaum SL. 1994. Results of long-term cyclical etidronate therapy: bone histomorphometry and clinical correlates. J Bone Miner Res, 9S1:136. 7. Blake GM, Fogelman I. 1998. Application of bone densitometry for osteoporosis. Endocrineol Metab Clin North Am, 27: 267-88. 8. Carter, M.A., 1992. Fraktur dan Dislokasi. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. S.A. Price dan L.M. Wilson. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. P. 1188 -1175. 9. Dogan E, Posaci C. 2002. Monitoring hormone replacement therapy by biochemical marker of bone metabolism in menopausal women. Post Graduate Med J, 78: 731-727. doi: 10.1136/pmj.78.926.727. 10. Bauer DC, Gluer CC, Cauley JA. 1997. Broadband Ultrasound Attenuation Predicts Fractures Strongly and Independently of Densitometry in Older Women. Arch Int Med, 157:634–629. doi: 10.1001/archinte.157.6.629. 11. Sitepu, Nirwana. 2004. Analisis Jalur. Bandung : Unit Pelayanan statistika. FMIPA UNPAD. H. 27-26.
65
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Avicennia marina sp. Terhadap Penurunan Kadar Malondialdehida Kelenjar Parotis Tikus Periodontitis (The effect of Avicennia marina sp. leaf extract on decreased malondyaldehyde level of parotid gland in periodontitis Wistar rats) Novia Wiyono, Syamsulina Revianti*, Widyastuti** *Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRAC Background: Periodontal disease is the second largest oral disease in Indonesia population, which caused by mixed periodontopathogen bacteria. The bacteria will trigger host’ respon to kill the bacteria and also produce more free radical which can cause oxidative stress. Avicennia marina sp is a natural product that has beneficial effects. One of which is activity of antioxidant. Objective: The aim of this study is to investigate the effect of Avicennia marina sp leaf extract on decreased malondyaldehyde level of parotid gland in periodontitis Wistar rats. Materials and Methods: The experiment was held by post test only control group design. Thirty five male Wistar rats divided into five group. K1 group was negative control group without any treatment, K2 group was a positive control group induced by mixed periodontopathogen bacteria, and the other groups K3, K4, K5 were induced by mixed periodontopathogen bacteria and treated with Avicennia marina leaf extract on various dose: K3 (0,25 gr/kg/day), K4 (0,5 gr/kg/day), K5 (1 gr/kg/day). After treatment, the rats were sacrificed. Parotis gland malondyaldehyde level (mg/ml) of each group was measured by thiobarbituric acid (TBA) method. All of datas were analyzed by one way ANOVA and LSD test (p<0,05). Result: This study showed that parotis gland malondyaldehyda level was significantly higher in K2 group (11,104086±0,9009975) than K1 group (9,282800±0,9921072). K4 (9,599086±0,6413009) and K5 (9,127886±1,3362526) group was significantly lower than K2 group (11,104086±0,9009975). Conclusion: Avicennia marina sp leaf extract can decrease malondyaldehyde level of parotid gland in periodontitis Wistar rats at doses 1 gr/kg. Keywords: Avicennia marina sp. leaf extract, periodontitis, malondyaldehyde Correspondence: Syamsulina Revianti, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
66
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Penyakit Periodontal menduduki urutan kedua yang masih merupakan masalah di masyarakat Indonesia, dimana penyakit ini disebabkan bakteri mix periodontopatogen. Bakteri akan memicu respon hospes untuk membunuh bakteri dan juga memproduksi lebih banyak radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Avicennia marina sp merupakan kekayaan alam yang memiliki efek menguntungkan. Salah satunya adalah efek antioksidan. Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp terhadap penurunan kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus periodontitis. Bahan dan metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian post test only control group design. Tiga puluh lima tikus Wistar jantan dibagi menjadi lima kelompok. K1 merupakan kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan, K2 merupakan kelompok kontrol positif yang diinduksi bakteri mix periodontopatogen, dan kelompok K3, K4, K5 diinduksi bakteri mix periodontopatogen dan diberi ekstrak daun Avicennia marina sp dengan beragam dosis: K3 (0,25 gr/kgBB/hari), K4 (0,5 gr/kgBB/hari), K5 (1 gr/kgBB/hari). Setelah perawatan, semua kelompok tikus dikorbankan dan diukur kadar malondialdehida kelenjar parotis (mg/ml) dengan metode TBA. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan one way ANOVA dan LSD (p<0,05). Hasil: Studi menunjukkan adanya kenaikan yang signifikan pada kadar malondialdehida kelenjar parotis kelompok K2 (11,104086±0,9009975) dibandingkan kelompok K1 (9,282800±0,9921072). Kelompok K4 (9,599086±0,6413009) dan K5 (9,127886±1,3362526) menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan K2 (11,104086±0,9009975). Simpulan: Pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp dapat menurunkan kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus periodontitis pada dosis 1 gr/kgBB. Kata kunci: Ekstrak daun Avicennia marina sp., periodontitis, malondialdehida Korespondensi: Syamsulina Revianti, Bagian Biology Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
Kolonisasi bakteri akan memicu pengeluaran sitokin seperti IL-1α dan β, IL-6, IL-8 dan TNF-α, dan PMN pada inflamasi. Pengeluaran PMN akan menghasilkan radikal bebas seperti anion superoksida, radikal hidroksil, nitrous oksida dan hidrogen peroksida yang menyebabkan kerusakan pada gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Hal ini juga menyebabkan ketidakseimbangan antara antioksidan protektif dan peningkatan produksi radikal bebas yang dikenal sebagai stres oksidatif, dimana dapat mengakibatkan kerusakan pada membran lipid, protein, karbohidrat, deoxyribonucleic acid (DNA).4,5,6
PENDAHULUAN Penyakit periodontal menduduki urutan ke dua yang masih merupakan masalah di masyarakat Indonesia dan merupakan suatu penyakit inflamasi pada jaringan periodonsium yang terdiri dari jaringan keras dan jaringan lunak yang mengelilingi gigi, meliputi gingiva, ligamen periodontal, tulang alveolar, dan sementum.1,2 Penyebab periodontitis adalah bakteri anaerob gram negatif, antara lain A. actinomycetemcomitans, P. gingivalis, Bacteroides forsythus, Treponema denticola, T.socranskii, dan P. Intermedia.3
67
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Peroksidasi lipid adalah reaksi rantai yang timbul akibat reaksi antara radikal bebas (radikal hidroksil) dengan Poly Unsuturated Fatty Acid (PUFA) pada membran sel yang akan menghasilkan senyawa toksik. Di antara senyawa toksik tersebut, yang utama terbentuk adalah 7,8 malondialdehida (MDA). Jadi, peroksidasi lipid dapat dideteksi secara tidak langsung dengan mengukur kadar MDA.9,10,11 Bila kadar MDA tinggi dalam plasma, maka dapat dipastikan sel mengalami stres oksidatif.12 Prinsip terapi periodontal adalah dengan cara mengurangi plak supra dan subgingiva serta kalkulus dengan tindakan yang tepat dan menjaga kebersihan mulut.13 Akan tetapi, pembersihan plak dan bakteri hanya dengan teknik mekanik saja kurang menunjukkan hasil maksimal dalam jangka waktu panjang dikarenakan tidak bisa menghilangkan etiologi primer secara tuntas sehingga bakteri tersebut akan mengalami rekolonisasi. Antibiotik digunakan sebagai penunjang terapi periodontal secara mekanik karena antibiotik akan membunuh bakteri patogen subgingiva yang masih ada pasca perawatan mekanis.14,15 Sayangnya, banyaknya penggunaan antibiotik dengan dosis yang tidak adekuat dan pemakaian antibiotik dalam jangka waktu lama memberikan andil besar pada peningkatan resistensi antibiotik. Resistensi bakteri terhadap antibiotik sudah menjadi masalah di rumah sakit Indonesia dan dunia.16 Antibiotik terdiri atas antibiotik alami dan sintesis. Antibiotik sintesis memiliki efek buruk jika digunakan secara sembarangan. Sedangkan antibiotik alami pada umumnya berasal dari metabolit sekunder yang
diperoleh dari ekstrak suatu tanaman tertentu, yang diduga memiliki khasiat untuk obat. Tingginya tingkat keanekaragaman hayati flora di Indonesia, banyak diantaranya yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat.17 Salah satunya adalah Avicennia marina sp. Di Indonesia banyak terdapat jenis Avicenna marina sp yang merupakan jenis mangrove yang toleran terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan jenis mangrove lainnya.18 Bagian-bagian dari Avicennia marina sp. mengandung berbagai senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, dan saponin yang merupakan senyawa potensial yang bermanfaat sebagai antioksidan dan anti-inflamasi.19 Tujuan dari penelitian ini adalah Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp. terhadap penurunan kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus periodontitis. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan 35 tikus jantan berusia 6 bulan (setara dengan 18 tahun manusia) dengan berat 200-300 gr yang di aklimatisasi selama 7 hari. Kemudian pada hari ke7, tikus dibagi dan diberi tanda menjadi 5 kelompok, yaitu : Kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5. Masingmasing kelompok yang terdiri dari 7 tikus diletakkan dalam 1 kandang. Setiap tikus dalam setiap kelompok diberi pakan standar dan minum dalam jumlah yang sama selama proses percobaan berlangsung. Makanan diberikan dengan diletakkan dalam wadah kecil dan diberikan tiap pagi, siang, dan malam. Sedangkan minuman diberikan dalam botol 300
68
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ml berisi air yang dilengkapi pipa kecil dan diberikan secara ad libitum.20 Pada hari ke-8, semua kelompok tikus diberi amoksisilin selama 4 hari dan tetap diberi makan dan minum. Dosis amoksisilin per hari untuk satu tikus dengan berat badan 300 gram adalah larutan amoksisilin sebanyak 81 mg ditambahkan sampai dengan 1,8 ml Carboxyl Methyl Cellulose (CMC). Selanjutnya pada hari ke-12, kelompok 2, 3, 4, dan 5 diinduksi mix bakteri periodontopatogen. Inokulasi dilakukan dengan mencekokkan 2 ml dari 1x109 sel/ml bakteri hidup dalam PBS ke 3 tempat, yaitu ke dalam lambung menggunakan spuit berkanula, di sepanjang tepi gingiva buko-palatal/ lingual regio molar atas dan bawah, kiri dan kanan dengan cara diteteskan, dan yang terakhir lewat anus ke daerah kolorektal dengan spuit berkanula. Pemberian dilakukan sebanyak 3 kali dalam 4 hari. Selama itu, semua kelompok tetap diberi makan standar dan minum dalam jumlah yang sama.21 Kemudian, pada hari ke-12, kelompok 3, 4, dan 5 juga bersamaan diberi ekstrak daun Avicennia marina sp. secara per oral selama 25 hari dengan dosis bervariasi, yaitu K1 diberi ekstrak daun Avicennia marina sp. dengan dosis 0,25 gram/kg BB dalam suspensi CMC 1%, K2 diberi ekstrak daun Avicennia marina sp. dengan dosis 0,5 gram/kg BB dalam suspensi CMC 1%, dan K3 diberi ekstrak daun Avicennia marina sp dengan dosis 1 gram/kg BB dalam suspensi CMC 1%. Akhirnya pada hari ke-37, semua kelompok tikus dikorbankan setelah mendapat persetujuan dan pengesahan dari Tim Komisi Etik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah dan diambil kelenjar parotisnya. Setelah itu
dilakukan pengukuran kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus. Setelah didapatkan data hasil pengukuran, dilakukan tabulasi dan analisis data.21 Daun Avicennia marina sp diperoleh dari daerah Wonorejo, Surabaya. Daun yang dipilih adalah daun yang masih bagus dan segar. Daun yang telah dipetik, dianginanginkan dan kemudian dimasukkan oven pengering dengan suhu kurang dari 500C selama 1 jam. Setelah kering, daun digiling dengan alat penggiling. Setelah digiling semua, daun diayak dengan pengayak lalu ditimbang. Hasil ayakan dibasahi dengan cairan penyari (etanol 96%) sampai kurang lebih 1 cm diatas ayakan. Sebanyak 1 kg bahan kering hasil ayakan dibasahi dengan etanol 96% yang telah didestilasi lalu diaduk dan diratakan sehingga serbuk terbasahi. Kemudian dipindahkan ke perkolator sedikit demi sedikit untuk dilakukan penampungan perkolat cair. Etanol dituangkan secukupnya sehingga bahan terendam semua dan dibiarkan selama 24 jam. Bila bagian atas bahan tersebut tidak terendam, ditambahkan lagi etanol 96%. Kemudian perkolat cair hasil penampungan tersebut dimasukkan ke dalam Rotatory Vacuum Evaporator (Rotavapor) untuk dilakukan pemekatan. Hasil dari Rotavapor diuapkan di water bath selama kurang lebih 5 jam dan disimpan di excicator. Selanjutnya ditentukan dosis dan dibuat suspensinya.22 Bakteri Mix periodontopatogen didapat dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya. Bakteri penyebab penyakit periodontal didapatkan dengan cara mengambil bakteri pada plak subgingiva penderita 69
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
periodontitis yang dikembangkan pada agar Brain Heart Infusion (BHI) setelah inkubasi 5 hari dan suhu 370 C. Setelah itu bakteri yang telah terbentuk dikembangbiakkan di BHI cair agar mudah disondekan ke tikus dan disetarakan dengan larutan standar 0,5 Mc Farland.23
3 kali dalam 4 hari. Sedangkan nilai kadar MDA terendah pada kelompok K5 yaitu kelompok tikus yang diberi induksi bakteri Mix periodontopatogen selama 3 kali dalam 4 hari dan diberi ekstrak daun Avicennia marina sp. dengan dosis 1 gr/kg BB secara per oral selama 25 hari. Setelah data dianalisis menggunakan statistik deskriptif, dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, yang akan dilanjutkan uji one way ANOVA dan uji LSD. Berdasarkan uji LSD, didapatkan bahwa terdapat peningkatan kadar MDA kelenjar parotis pada K2 dibandingkan dengan K1 yang menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa induksi bakteri pada K2 dapat meningkatkan kadar MDA kelenjar parotis. Selanjutnya, terlihat penurunan kadar MDA kelenjar parotis yang menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) pada K4 dan K5 jika dibandingkan dengan K2 dan adapun perbedaan bermakna antara K3 dan K5.
HASIL Data yang diperoleh dari hasil penelitian dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik dengan taraf signifikansi 95% (p=0,05) dan diolah dengan program SPSS versi 19. Tabel 1. Rata-rata dan simpangan baku kadar MDA kelenjar parotis pada setiap kelompok percobaan dengan satuan mg/ml Kelompok K1 K2 K3 K4 K5
Rata-rata ± Standar deviasi 9.282800 ± 0.9921072 11.104086 ± 0.9009975 10.178971 ± 0.7851706 9.599086 ± 0.6413009 9.127886 ± 1.3362526
PEMBAHASAN Periodontitis diawali dengan serangan bakteri. Bila organisme terpapar dengan serangan bakteri, bakteri akan mengeluarkan LPS dan DNA dimana hal tersebut akan memicu respon imun antara patogen bakteri dan hospes. Respon imun ini akan menyebabkan activated protein-1 (AP-1) dan faktor nuklir-kB (NF-kB), serta meningkatkan produksi prostaglandin. Hal ini akan merangsang aktivitas osteoklas sehingga terjadinya resorbsi tulang dan akan menyebabkan terjadinya
Gambar 1. Rata-rata kadar MDA kelenjar parotis masing-masing kelompok
Dari tabel 1 dan gambar 1, diketahui bahwa nilai kadar MDA tertinggi pada kelompok K2 yaitu kelompok tikus yang diberi induksi bakteri Mix periodontopatogen selama 70
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
kerusakan jaringan periodonsium atau disebut periodontitis. Selain itu, AP-1 dan NF-kB akan meningkatkan konsentrasi metalloproteinase (MMPs) yang akhirnya menghasilkan kerusakan jaringan, dan juga menyebabkan pengeluaran sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, TNF- sehingga menyebabkan aktivasi fibroblas dan hiperresponsif polimorfonuklear (PMN) yang akan mempercepat produksi reactive oxygen species (ROS).24,25 Produksi ROS yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dengan berbagai mekanisme seperti, melalui proses peroksidasi lipid, merusak DNA, merusak protein, dan mengeluarkan proinflamatori sitokin dari monosit dan makrofag. Apabila kadar ROS terus meningkat dan tidak diimbangi dengan kadar antioksidan dalam tubuh, maka terjadilah stres oksidatif. Pada periodontitis, stres oksidatif yang terus menerus terjadi mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal.26 Pada tahap awal peroksidasi lipid, target ROS adalah ikatan karbon ganda asam lemak tak jenuh PUFA. Ikatan karbon ganda ini akan melemahkan ikatan karbon hidrogen yang memudahkan pelepasan hidrogen oleh radikal bebas. Akhirnya, radikal bebas melepaskan atom hidrogen dan terbentuklah lipid radikal bebas (lipid free radical), yang mengakibatkan oksidasi menghasilkan radikal peroksil. Selanjutnya, radikal peroksil dapat bereaksi dengan PUFA yang lain, melepaskan elektron dan menghasilkan lipid hidroperoksida dan lipid radikal bebas yang lain. Proses ini dapat terjadi terus menerus dalam suatu reaksi rantai. Lipid hidroperoksida ini tidak stabil dan fragmentasinya menghasilkan produk
seperti malondialdehida, 4hidroksinonenal, dan lainnya.27 Pada penelitian ini, peningkatan jumlah malondialdehida dapat dijadikan indikator peningkatan aktifitas radikal bebas dan oksidan, dimana dapat dipastikan sel mengalami stres oksidatif dan dapat menyebabkan kerusakan sel yang serius jika berlangsung secara masif atau berkepanjangan.7,12,28 Pada penelitian ini menunjukkan keadaan periodontitis pada kelompok dengan induksi bakteri (K2), dimana terjadi peningkatan kadar MDA yang bermakna yaitu 11.104086 mg/ml dibandingkan dengan kelompok kontrol (K1) yaitu 9,2828 mg/ml. Pada saat terjadi stress oksidatif, tubuh melakukan mekanisme homeostatis dengan memproduksi antioksidan endogen. Namun, seberapa cepat dan seberapa banyak antioksidan yang diproduksi tergantung dari berbagai macam faktor, sehingga tubuh perlu dibantu dengan asupan senyawa antioksidan eksogen. Beberapa komponen eksogen yang memiliki zat antioksidan antara lain, vitamin B, C dan senyawa flavonoid, saponin, tanin.29 Ekstrak daun Avicennia marina sp diketahui memiliki kadar vitamin C yang tinggi sebesar 15,32 mg dan kadar vitamin B sebesar 2,64 mg, yang berperan sebagai antioksidan.19 Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui vitamin C memiliki peran dalam periodontitis walaupun perannya tidak diketahui dengan pasti. Meskipun rendahnya asupan vitamin C tidak menyebabkan periodontitis, diketahui tambahan vitamin C dibutuhkan selama regenerasi jaringan. Kekurangan vitamin C dikaitkan dengan kerusakan sintesis kolagen yang menyebabkan disfungsi jaringan 71
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
seperti gangguan penyembuhan luka dan pecahnya kapiler karena lemahnya dinding kapiler jaringan ikat. Regenerasi kolagen untuk menjaga jaringan gigi sangat penting dalam kesehatan periodontal, karena itulah dapat dikatakan konsentrasi vitamin C yang rendah merupakan faktor resiko untuk penyakit periodontal.30 Vitamin C merupakan antioksidan paling penting dalam cairan ekstraseluler, Vitamin C secara efisien dapat mencegah terbetuknya superoksida, hidrogen peroksida, hipoklorit, radikal hidroksil, radikal peroksil, dan radikal eksogen. Vitamin C juga efektif dalam menghambat peroksidasi lemak oleh radikal peroksil, mencegah peroksidasi membran, dan mencegah kerusakan sel akibat radikal oksigen.31 Selain vitamin C, vitamin B pun memiliki efek antioksidan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah diketahui pemberian suplemen vitamin B dapat mempengaruhi proses penyembuhan pada jaringan periodontal. Sayangnya, sedikit informasi pengaruh vitamin B terhadap penyembuhan jaringan 32 periodontal. Selain itu, ekstrak daun Avicennia marina sp. juga diketahui memiliki senyawa saponin, tanin, dan flavonoid, dimana komponenkomponen tersebut berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi.19 Aktifitas antioksidan yang dimiliki senyawa aktif ini disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya, dimana akan menghambat kerja enzim yang terlibat dalam reaksi produksi anion superoksida, misalnya xantin oksidase dan protein kinase. Selain itu, senyawa aktif ini juga menghambat siklooksigenase, lipooksigenase, mikrosomal monooksigenase, glutation-S-transferase, mitokondrial
suksinoksidase, NADH oksidase. Mekanisme flavonoid dalam menghambat inflamasi yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat serta sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial. Sedangkan mekanisme antiinflamasi saponin adalah dengan menghambat pembentukan eksudat dan menghambat kenaikan permeabilitas vaskular. Selain flavonoid, tanin juga mempunyai aktivitas antioksidan dan antiinflamasi, namun mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti.31,33 Berbagai komponen antioksidan dalam ekstrak daun Avicennia marina sp. ini, memberikan gambaran bahwa pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp. dengan dosis 0,5 gr/kg BB sekali selama 25 hari pada penelitian ini, sudah dapat memberikan efek terapi pada kadar MDA kelenjar parotis. Hal ini terlihat dengan adanya penuruan kadar MDA kelenjar parotis yang sangat baik dari kelompok K2 menuju K4. Selain itu, pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp. dengan dosis 1 gr/kg BB sekali selama 25 hari juga dapat memberikan efek terapi pada kadar MDA kelenjar parotis. Hal ini terlihat dengan menurunnya kadar MDA kelenjar parotis dari kelompok K2 menuju K5 yang menunjukkan penurunan kadar MDA sangat baik karena dapat mengembalikan seperti keadaan awal (K1). Adapun penurunan kadar MDA kelenjar parotis antar kelompok perlakuan yang mengalami perubahan signifikan atau terdapat perubahan yang bermakna antara kelompok yang diberi ekstrak daun Avicennia marina sp. dosis 0,25 gr/kg BB dan 1 gr/kg BB.
72
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
10. Gonzales-Clemente JM, Deulofeu R, Mitjavila J, Galdon G, Ortega E, Caixas A, Gimenez-Perez G, Mauricio D. 2002. Plasma Homocysteine is Not Increased In Microalbuminuric Patients With Type 2 Diabetes Without Clinical Cardiovascular Disease. Diabetes Care, 25(3): 632-33. Diakses 5 Mei 2012. 11. Kalaivanam KN, Dharmalingram M, Marcus SR. 2006. Lipid Peroxidation in Type 2 Diabetes Mellitus. Int J Diab Dev Ctries, 26(1): 30-2. Diakses 5 Mei 2012. 12. Simanjuntak K. 2007. Radikal Bebas dari Senyawa Toksik Karbon Tetraklorida (CCL4). Bina Widya, 18(1): 31-25. Diakses 25 April 2012. 13. Winkel EG, Van Winkelhoff AJ, Timmerman MF, Van der Velden U, Van der Weijden GA. 2001. Amoxicillin Plus Metronidazole in the Treatment of Adult Periodontitis Patients. Journal of Clinical Periodontology, 28(4): 305-296. Diakses 5April 2012. 14. Dalimunthe SH. 2002. Terapi periodontal. USU Press, 185-179. Diakses 5 Mei 2012. 15. Yek EC, Serdar C, Nursen T, Guven K, Halim I, Alpdogan K. 2010. Afficacy Of Amoxicillin and Metronidazole Combination For the Management of Generalized Aggressive Periodontitis. Journal of Periodontology, 81(7): 974-964. Diakses 6 Maret 2012. 16. Harniza Y. 2009. Pola resistensi bakteri yang diisolasi dari bangsal bedah rumah sakit cipto mangunkusumo pada tahun 2003-2006. Skripsi. Universitas Indonesia, Indonesia. Diakses 20 Mei 2012. 17. Sari WE, Masrina R, Budiman VP. 2009. Antibiotik Dari Mikroba Endofit Tanaman Jawer Kotok: Anlternatif Solusi Permasalahan Resistensi Bakteri Di Indonesia. Tesis, Institut Pertanian Bogor, Indonesia. Diakses 14 Mei 2012. 18. Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasa Daun Avicennia Marina Oleh Bakteri dan Fungi Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Tesis, Institut Pertanian Bogor, Indonesia. Diakses 3 Februari 2013. 19. Wibowo C, Kusuma C, Suryani A, Hartati Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia Spp.) Sebagai Bahan Pangan dan Obat. Tesis, Fakultas Kehutanan IPB, Indonesia. Diakses 5 Mei 2012. 20. Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba, 1sted. Gadjah Mada University Press. 21. Praptiwi. 2008. Inokulasi Bakteri dan Pemasangan Cincin atau Ligature Untuk Induksi Periodontitis Pada Tikus. Majalah
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp. mampu menurunkan kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus periodontitis pada dosis 1 gr/kg BB. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Wahyukundari AM. 2009. Perbedaan kadar matrix metalloproteinase-8 setelah scaling dan pemberian tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis. Jurnal PDGI, 58(1): 1. Diakses 14 April 2012. Omeh YS and Uzoegwu PN. 2010. Oxidative Stress Marker In Periodontal Disease Patients. Nigerian Journal of Biochemistry and Molecular Biology, 25(1): 50. Diakses 28 Mei 2012. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology, 10thed. Philadelphia: WB Saunder Company. P. 100-9. Revianti S. 2007. Pengaruh Radikal Bebas Pada Rokok Terhadap Timbulnya Kelainan Di Rongga Mulut. Denta Jurnal Kedokteran Gigi FKG-UHT, 1(2): 89-85. Diakses 21 Mei 2012. Sculley V dan Langley-Evans SC. 2003. Periodontal Disease is Associated With Lower Antioxidant Capacity In Whole Salive and Evidence of Increased Protein Oxidation. Clinical Science, 105: 167-72. Diakses 5 Mei 2012. Pendyala G, Thomas B, Kumari S. 2008. The Challenge of Antioxidants to Free Radicals In Periodontitis. Journal of Indian Society of Periodontology, 12(3): 83-19. Diakses 17 Mei 2012. Suryohuduyo P. 2000. Ilmu Kedokteran Molekuler, 1sted. Jakarta: CV Sagung Seto. Diakses 2 Mei 2012. Prasetyo A. 2005. Profil Lipid dan Ketebalan Dinding Arteri Abdominalis Tikus Wistar Pada Injeksi Inisial Adrenalin Intra Vena (IV) Dan Diet Kuning Telur Intermitten. Media Medika Indonesiana, 35(3). Diakses 12 Mei 2012. Mahboob M, Rahman MF, Grover P. 2005. Serum Lipid Peroxidation and Antioxidant Enzyme Levels in Male and Female Diabetic Patients. Singapore Med J, 46(7): 324-322. Diakses 5 Mei 2012.
73
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
22.
23.
24.
25.
26.
27.
ISSN : 1907-5987
Kedokteran Gigi, 15(1): 84-81. Diakses 20 Mei 2012. Wijayanti ED. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Api-Api (Avicennia Marina) Terhadap Resorpsi Embrio Berat Badan dan Panjang Badan Janin Mencit (Mus Musculus). Skripsi, Universitas Airlangga, Indonesia. Diakses 2 April 2012. Perinetti G. 2003. Clinical And Microbiological Effects of Subgingival Administration of Two Active Gel on Persistent Pockets of Chronic Periodontitia Patients. Journal of Clinical Periodontology, 31: 273-81. Diakses 5 Mei 2012. Dahiya P, Kamal R, Gupta R, Puri A. 2011. Oxidative Stress in Chronis Periodontitis. Chronicles of Young Scientists, 2(4): 17881. Diakses 5 Mei 2012. Derek S, Kalangi SJR, Wangko S. 2007. Kerja Osteoklas Pada Perombakan Tulang. BIK Biomed, 3(3): 107-97. Diakses 30 Januari 2013. Wresdiyati T, Astawan M, Adnyane IKM. 2003. Aktivitas Anti Inflamasi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale) Pada Ginjal Tikus yang Mengalami Perlakuan Stres. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 14(2): 113-20. Diakses 5 April 2012. Grotto D, Maria LS, Valentini J, Paniz C, Garcia GSSC. 2009. Importance of The Lipid Peroxidation Biomarkers And Methodological Aspects For
28.
29.
30.
31.
32.
33.
74
Malondialdehyde Quantification. Quim Nova, 32(1): 174-169. Diakses 5 Mei 2012. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper, 27thed. Jakarta: EGC. Sies H and Stahl W. 2001. Vitamins E and C, -carotene, and Other Carotenoids as Antioxidants 1-3. American Journal Clinical Nutrition, 62: 131. Diakses 5 Mei 2012. Pussinen PJ, Laatikainen T, Alfthan G, Asikainen S, Jousilahti P. 2003. Periodontitis is Associated With a Low Concentration of vitamin C in Plasma. Clinical Diagnostic Laboratory Immunology, 10(5): 902-897. Diakses 25 Mei 2012. Hertiani T, Pramono S, Supardjan. 2000. Uji Daya Antioksidan Senyawa Flavonoid Daun Plantago major L. Majalah Farmasi Indonesia, 11(4): 246-234. Diakses 16 April 2012. Sahelian R. 2005. Effects of Vitamin-B Complex Supplementation on Periodontal Wound Healing. Journal Periodontal. Diakses 5 Mei 2012. Fitriyani A, Winarti L, Muslichah, Nuri. 2011. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav ) Pada Tikus Putih. Majalah Obat Tradisional, 16(1): 42-34. Diakses 17 April 2012.
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Perbedaan Efektivitas Antara Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Teripang Emas (Stichopus hermanii) Terhadap Penyembuhan Ulkus Traumatikus Di Rongga Mulut (The effectiveness difference between water extract and ethanol extract of Stichopus hermanii on traumatic ulcer healing in oral cavity) Stevanus Chandra Sugiarto Budijono, Rima Parwati Sari*, Dwi Setianingtyas** *Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah ** Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Traumatic Ulcer (TU) is the most common oral soft tissue lesion marked with the loss of epithelium, mostly caused by trauma. Stichopus hermanii extract contains GAGs that is useful to improve healing and repairing process of wound tissue. However, one of the contents of Stichopus hermanii is suspected can inhibit wound healing, it is triterpene glycosides (TG). In water extract, the contents of TG is lower but the particle size is big, while in ethanol extract, the contents of TG is higher but more homogeny in muchoadhesive mixing. Purpose: To know the effectiveness difference between water extract and ethanol extract of Stichopus hermanii on TU healing in oral cavity. Materials and Methods: This research used the post test only control group design. 48 wistar rats were divided into 6 groups consist of 8 rats in each group. Traumatic wounds are made at the central of all rats’ lower labial mucosa. Group 1 was treated with aquadest as negative control group, group 2 with hyaluronic acid 0,2%, group 3 with water extract of Stichopus hermanii 60%, group 4 with water extract of Stichopus hermanii 80%, group 5 with ethanol extract of Stichopus hermanii 60% and group 6 with ethanol extract of Stichopus hermanii 80%. Treatment was applied once a day for 5 days. The TU healing diameter data were analized with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test. Result: Result showed significant difference between treatment groups, p=0,027 (p<0,05). Conclusion: The most effective Stichopus hermanii extract on TU healing in oral cavity is ethanol extract of Stichopus hermanii 60%. Keywords: Traumatic ulcer, wound healing, GAGs, Stichopus hermanii Correspondence: Rima Parwati Sari, Departement of Biology Oral, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5912191, Email:
[email protected]
75
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Ulkus traumatikus adalah lesi jaringan lunak rongga mulut yang paling umum terjadi, ditandai dengan kerusakan epitelium dan biasanya disebabkan oleh karena trauma. Ekstrak Stichopus hermanii mengandung GAG yang berguna untuk meningkatkan proses penyembuhan dan perbaikan jaringan luka. Namun ada salah satu kandungan dari Stichopus hermanii yang diduga dapat menghambat penyembuhan luka yaitu triterpen glikosid (TG). Pada ekstrak air, kandungan TG lebih rendah tetapi ukuran partikelnya besar, sedangkan pada ekstrak etanol, kandungan TG lebih tinggi tetapi lebih homogen dalam pencampuran mucoadhesive. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara ekstrak air dan ekstrak etanol Stichopus hermanii terhadap penyembuhan TU di rongga mulut. Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan the post test only control group design. 48 tikus wistar dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 8 tikus dalam setiap kelompok. Luka traumatik dibuat di sentral mukosa labial bawah semua tikus. Kelompok 1 diberi perlakuan dengan aquades sebagai kelompok kontrol negatif, kelompok 2 dengan asam hialuronat (AH) 0,2%, kelompok 3 dengan ekstrak air Stichopus hermanii 60%, kelompok 4 dengan ekstrak air Stichopus hermanii 80%, kelompok 5 dengan ekstrak etanol Stichopus hermanii 60% dan kelompok 6 dengan esktrak etanol Stichopus hermanii 80%. Perlakuan diaplikasikan 1 kali sehari selama 5 hari. Data diameter penyembuhan TU dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan, p=0,027 (p<0,05). Simpulan: Ekstrak Stichopus hermanii yang paling efektif dalam penyembuhan TU di rongga mulut adalah ekstrak etanol Stichopus hermanii 60%. Kata kunci: Ulkus traumatikus, penyembuhan luka, GAG, Stichopus hermanii Korespondensi: Rima Parwati Sari, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5912191, Email:
[email protected]
Traumatic ulcer (TU) dan recurrent aphthous stomatitis (RAS) merupakan bentuk ulcer yang paling sering ditemukan di masyarakat.3 Traumatic ulcer (TU) adalah ulcer yang disebabkan karena trauma akibat trauma mekanis, kimia, termis atau radiasi. Lokasi, ukuran dan bentuk lesi tergantung trauma yang menjadi penyebab. Paling sering berupa ulcer tunggal yang terasa sakit, permukaan lesi halus, berwarna merah atau putih kekuningan dengan tepi eritem tipis.4,5 Recurrent aphthous stomatitis (RAS) adalah ulcer yang terjadi berulang tanpa disertai tanda gejala penyakit lain, dapat disebabkan oleh karena herediter, defisiensi zat besi (Fe), kobalamin (B12), asam folat (B9),
PENDAHULUAN Ulcer merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang pada mukosa mulut seseorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami ulcer baik yang ringan maupun yang berat. Meskipun tidak terlalu parah, tetapi keadaan ini seringkali mengganggu aktivitas penderita 1 karena terasa sakit. Ulcer didefinisikan sebagai hilangnya lapisan epitel oleh karena sebab apapun, yakni hilangnya sebagian struktur epitel dan sebagian jaringan dibawahnya hingga melebihi membrana basalis, yang berbatas diffuse dan berbentuk cekungan.2 76
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
gangguan imunologi (alergi), stres, trauma, gangguan keseimbangan hormonal (menstruasi wanita), infeksi bakteri, serta oleh sebab lain yang belum diketahui.5 Perbedaan yang tampak antara TU dan RAS adalah riwayat trauma yang harus ada pada TU, sedangkan pada RAS biasanya timbul dengan sendirinya tanpa sebab yang jelas, tetapi juga dapat dipicu oleh trauma.2 Terapi pada TU bervariasi tergantung pada ukuran, durasi, dan lokasinya. Terapi ulcer utama adalah dengan segera menghilangkan penyebab terjadinya ulcer, apabila penyebabnya diketahui. Ulcer semestinya akan sembuh jika penyebabnya telah dihilangkan. Suatu ulcer yang tidak sembuh dalam dua sampai tiga minggu harus segera dibiopsi untuk menyingkirkan dugaan kearah keganasan.6 Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan terkait satu sama lain, dari perbaikan jaringan dan remodeling jaringan sebagai respons atas terjadinya jejas. Proses penyembuhan luka ini bertujuan merekonstruksi suatu jaringan agar semirip mungkin dengan jaringan aslinya.7 Pada suatu proses penyembuhan luka tubuh memerlukan matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler berperan dalam melakukan pengaturan dan membuat kerangka kerja bagi banyak proses penyembuhan luka. Komponen fibrous terbesar dari matriks ekstraseluler dibentuk oleh kolagen.8 Sintesis kolagen akan segera dimulai pada hari ke-3 setelah terjadi injury, yakni setelah proliferasi fibroblas dimulai, dimana fibroblas berperan untuk memproduksi kolagen.9 Setelah 7 hari, sintesis kolagen akan berkurang secara perlahan. Pada fase awal proses
penyembuhan luka, jumlah kolagenase rendah, tetapi akan meningkat seiring dengan maturasi dari luka. Maturasi luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan kolagenase, dimana apabila terjadi peningkatan pada salah satu hasil produk tersebut maka proses maturasi tidak berjalan dengan baik.10,11 Adapun salah satu terapi yang dapat membantu mempercepat penyembuhan luka adalah asam hialuronat (AH) yang berperan penting dalam mempengaruhi kecepatan migrasi sel pada proses penutupan luka, inflamasi, angiogenesis, reepitelisasi dan proliferasi sel.12 Obat dengan bahan alami kini kembali populer dipilih sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit karena disamping memiliki efek samping minimal juga dinilai memiliki khasiat yang cukup menjanjikan. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai terapi alternatif pengobatan yakni sebagai agent terapi penyembuhan luka adalah teripang emas.13 Teripang emas adalah spesies yang memiliki nilai gizi tinggi, bersih dan yang memiliki nilai pengobatan tertinggi adalah yang berwarna kuning keemasan. Teripang emas juga dikenal dengan sebutan Stichopus hermanii yang merupakan tata nama menurut taksonominya.13 Senyawa dalam teripang emas yang berfungsi pada penyembuhan luka adalah kolagen, glikosaminoglikan (GAG) yang meliputi kondroitin sulfat (KS), dermatan sulfat (DS), heparan sulfat (HS), heparin dan asam hialuronat (AH), protein, glikoprotein, asam lemak yang meliputi eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA), cell growth factor (CGF), flavonoid, tanin, vitamin A, vitamin C, 77
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
superoxide dismustase (SOD) dan mineral. Berbagai zat tersebut saling berkaitan dalam fase penyembuhan luka sehingga memiliki peranan penting dalam repair jaringan.14,15 Ada salah satu kandungan dari teripang emas yang diduga dapat menghambat penyembuhan luka yaitu saponin (triterpen glikosid). Pada penelitian Amalia (2012), ditemukan bahwa ekstrak teripang pasir yang diberikan pada beberapa kelompok tikus wistar yang ditelitinya, tidak efektif dalam penyembuhan luka pada TU.16 Walaupun teripang pasir tersebut mempunyai kandungan GAG yang lebih lengkap dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi kondroitin sulfat, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini diduga disebabkan karena adanya efek antiproliferatif yang ditimbulkan dari triterpen glikosid yang merupakan kandungan utama dari toksin dalam Holothuria atau sering disebut holothurins.14 Pada teripang pasir kandungan saponinnya sebesar 2.56%, sedangkan kandungan saponin pada teripang emas jauh lebih sedikit yaitu hanya 0.12%.15 Berdasarkan data di atas, untuk membuktikan pernyataan tersebut bahwa saponin ini menguntungkan atau merugikan bagi penyembuhan luka, maka pada penelitian ini perlu dibandingkan perbedaan efektivitas antara ekstrak air dan ekstrak etanol teripang emas (Stichopus hermanii) terhadap penyembuhan luka TU di rongga mulut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan efektivitas antara ekstrak air dan ekstrak etanol teripang emas (Stichopus hermanii) terhadap penyembuhan luka TU di rongga mulut, sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai bukti
empiris tentang khasiat ekstrak air dan ekstrak etanol teripang emas (Stichopus hermanii) dalam mempercepat penyembuhan TU di rongga mulut serta sebagai dasar pengembangan produk biota laut yang dapat digunakan sebagai obat alternatif pada penyembuhan TU di rongga mulut. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini bersifat true experimental dengan menggunakan rancangan penelitian the post test only control group design. Parameter dari penelitian ini adalah selisih diameter TU terbesar pada mukosa labial tikus wistar dari hari awal terbentuknya ulcer sampai hari dimana salah satu sampel mengalami penyembuhan. Sampel penelitian sebanyak 48 yang terbagi dalam 6 kelompok secara acak. Kriteria sampel yang digunakan adalah tikus wistar jantan, umur 5 bulan, berat badan sekitar 200-300 gram.17 Sebelum tikus mendapat perlakuan diadakan penyesuaian terhadap lingkungan selama 1 bulan dan dijaga kondisinya. Alat yang digunakan adalah tabung tempat teripang emas, kandang tikus wistar, timbangan tikus wistar, amalgam stopper, cotton pellet, pinset anatomi, plastic filling instrument dan kaliper digital. Bahan yang digunakan adalah ekstrak air teripang emas, ekstrak etanol teripang emas, sodium carboxymethylcellulose (NaCMC), dimethyl sulfoxide (DMSO) 5%, larutan aquades steril, asam hialuronat (AH) 0,2% (merk tertentu) dan larutan eter. Pada penelitian ini menggunakan ekstrak air dan ekstrak etanol teripang emas dosis 60% dan 80%. Ekstrak air teripang emas dibuat menggunakan
78
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
metode freeze drying, sedangkan ekstrak etanol teripang emas dibuat dari ekstrak teripang emas hasil freeze drying yang dilarutkan dengan pelarut etanol (polar).18,19 Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya untuk pembuatan gel ekstrak teripang emas dan melakukan perlakuan pada hewan coba. Prosedur penelitian ini dimulai dengan aklimatisasi hewan coba selama 1 bulan dalam lingkungan laboratorium. Sebelum diberi perlakuan, tikus wistar dianastesi secara inhalasi dengan larutan eter terlebih dahuhulu. Setelah tikus wistar sudah teranastesi, pembuatan ulcer dilakukan dengan menyentuhkan amalgam stopper panas pada sentral mukosa labial bawah semua tikus.20,21 Pada hari kedua dilakukan pengamatan apakah sudah terbentuk ulcer atau tidak. Jika sudah terbentuk ulcer, kemudian ulcer dikeringkan dengan cotton pellet steril dan dilakukan pengukuran diameter ulcer terlebih dahulu dengan menggunakan kaliper digital dan dicatat. Kemudian diberikan aplikasi topikal aquades steril pada kelompok X1, aplikasi topikal gel AH 0,2% pada kelompok X2, aplikasi topikal gel ekstrak air teripang emas 60% pada kelompok X3, aplikasi topikal gel ekstrak air teripang emas 80% pada kelompok X4, aplikasi topikal gel ekstrak etanol teripang emas 60% pada kelompok X5 dan aplikasi topikal gel ekstrak etanol teripang emas 80% pada kelompok X6 dengan menggunakan plastic filling instrument sebanyak 0,02 ml kemudian diratakan, lalu diamkan selama beberapa saat (± 1 menit) untuk memberi kesempatan pada gel untuk meresap.
Aplikasi obat secara topikal dilakukan 1 kali sehari dan lama pemberian obat dilakukan sampai salah satu sampel dari kelompok uji mengalami penyembuhan. Pengukuran dan pencatatan diameter ulcer juga dilakukan setiap hari sampai salah satu sampel dari kelompok uji mengalami penyembuhan. Data rata-rata selisih diameter TU pada masing-masing kelompok ditabulasi. Kemudian data dilakukan perhitungan statistik dengan melakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu. Bila data berdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen maka dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan statistik parametrik yaitu one way ANOVA dan LSD. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka alternatifnya dipilih uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk menguji perbedaan antar kelompok. HASIL Gambar 1, menunjukkan hasil selisih pengurangan rata-rata TU pada masing-masing kelompok yang menunjukkan secara deskriptif bahwa terdapat perbedaan selisih diameter TU pada kelompok X1, X2, X3, X4, X5 dan X6.
79
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
PEMBAHASAN Teripang emas merupakan suatu biota laut yang sejak zaman dahulu dikenal sebagai obat berkhasiat.22 Dalam penelitian ini digunakan teripang emas sebagai bahan alami yang dapat berperan sebagai terapi alternatif pengobatan yakni sebagai agent terapi penyembuhan luka. Teripang emas dipilih karena banyak mengandung senyawa yang dapat berperan dalam penyembuhan luka seperti protein, kolagen, glikoprotein, glikosaminoglikan (GAG) yang meliputi kondroitin sulfat (KS), asam hialuronat (AH), dermatan sulfat (DS), heparan sulfat (HS) dan heparin, glikoprotein, asam lemak yang meliputi eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA), cell growth factor (CGF), flavonoid, tanin, vitamin A, vitamin C, superoxide dismustase (SOD) dan mineral. Zat tersebut saling berkaitan dalam fase penyembuhan luka sehingga memiliki peranan penting dalam repair jaringan.14,15 Protein yang terdapat pada teripang sebanyak 86%.22 Protein sangat penting dalam pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh. Apabila jumlah persediaan protein dalam tubuh rendah akan menghambat penyembuhan luka lewat hambatan proliferasi fibroblas, sintesis proteoglikan (PG) dan kolagen, sedangkan apabila jumlah persediaan protein cukup memadai maka proses penyembuhan luka akan dapat berlangsung secara cepat atau 23 optimal. Dari 86% protein yang terkandung dalam teripang, sekitar 80% merupakan kolagen.22 Pada fase hemostasis dan inflamasi kolagen berperan membantu proses hemostasis,
Gambar 1. Grafik perbandingan selisih rata-rata pengurangan diameter TU pada masing-masing kelompok perlakuan
Pada hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan dengan nilai p = 0,027 (p < 0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji MannWhitney (tabel 2) didapatkan bahwa selisih diameter pada kelompok X1 (kontrol negatif) memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan X5 (ekstrak etanol teripang emas 60%), selisih diameter pada kelompok X2 (AH 0,2%) memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan X5 (ekstrak etanol teripang emas 60%) dan selisih diameter pada kelompok X3 (ekstrak air teripang emas 60%) juga memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan X5 (ekstrak etanol teripang emas 60%). Tabel 1 Hasil uji Mann-Whitney
80
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
menarik makrofag dengan kemampuan kemotaksis, serta menyebabkan pembersihan secara alami infiltrat inflamasi. Pada fase proliferasi aksi kolagen adalah sebagai lipatan untuk penggabungan fibroblas, menarik fibroblas ke daerah luka dan di dalam struktur matriks akan menjadi model untuk pertumbuhan jaringan baru, sedangkan pada fase maturasi kolagen berperan memberi kekuatan pada jaringan baru dan meningkatkan organisasi serabut kolagen yang khas pada fase remodeling penyembuhan luka.8 Berdasarkan penelitian Rizal (2012), diketahui bahwa kandungan glikoprotein pada teripang emas (Stichopus hermanii) adalah sebanyak 3,18%.15 Glikoprotein adhesif merupakan molekul yang strukturnya bermacam-macam yang peran utamanya adalah melekatkan komponen matriks ekstraseluler satu sama lain dan melekatkan matriks ekstraseluler pada sel melalui integrin permukaan sel. Glikoprotein adhesif meliputi fibronektin (komponen utama matriks ekstraseluler interstisial) dan laminin (penyusun utama membrana basalis).24 Teripang mengandung mineral seperti zat besi (Fe), tembaga (Cu), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Fe diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin 23. Baik Fe maupun Zn sangat penting untuk sintesis kolagen, pertumbuhan jaringan dan membawa oksigen ke luka.25 Cu berperan sebagai kofaktor dalam oksidasi sitokrom, untuk antioksidan sitosolik SOD dan untuk ikatan silang kolagen.23 Ca berperan dalam mengatur pembekuan darah, sedangkan Mg dapat meningkatkan jumlah fibroblas sehingga sintesis kolagen juga meningkat.26
Teripang mengandung vitamin A dan vitamin C. Vitamin A berperan sebagai antioksidan, meningkatkan proliferasi fibroblas, memodulasi diferensiasi dan proliferasi sel, meningkatkan sintesis kolagen dan hialuronat, menurunkan degradasi matriks ekstraseluler yang di mediasi matrix metalloproteinases (MMPs).23 Vitamin C berperan meningkatkan migrasi neutrofil dan transformasi limfosit., hidroksilasi residu prolin menjadi hidroksiprolin pada prokolagen untuk dilepaskan dan diubah menjadi kolagen, meningkatkan proses angiogenesis, penyerapan zat besi dan sebagai antioksidan yang penting untuk imunomodulasi.25,27 Kandungan EPA dan DHA pada teripang cukup tinggi yaitu masingmasing 25,69% dan 3,69%.28 Hal ini menyebabkan teripang mampu mempercepat perbaikan jaringan yang rusak dan mengurangi reaksi inflamasi (nekroinflamasi) yakni dengan cara menghalangi pembentukan prostaglandin penyebab radang tinggi sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih parah.29 Hal ini bertujuan untuk melakukan pengaturan agar respons inflamasi dapat berjalan normal dan mencegah kerusakan yang berlebihan pada host.30 Teripang mengandung cell growth factor (CGF) yang dapat menstimulus regenerasi sel sehingga mempercepat penyembuhan luka. Baik luka luar, seperti luka akibat cedera, sayatan benda tajam, maupun luka gangren akibat DM 28. CGF terdiri dari beberapa macam dan masing-masing memiliki peran pada proses penyembuhan luka diantaranya yaitu TGF, PDGF, FGF, EGF, hepatocyte growth factor (HGF), dan VEGF.31 81
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Senyawa glikosaminoglikan (GAG) yang terkandung dalam teripang meliputi kondroitin sulfat (KS), asam hialuronat (AH), dermatan sulfat (DS), heparan sulfat (HS) dan heparin. KS berperan pada fase proliferasi dan inflamasi. Pada penelitian Zou et al. (2004) tentang pengaplikasian KS pada mukosa palatal rongga mulut, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan migrasi, adesi, proliferasi sel fibroblas palatal dan penutupan luka, sedangkan dalam proses inflamasi KS dapat mengurangi reaksi inflamasi (nekroinflamasi) sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih parah.29,32 Asam hialuronat (AH) berperan pada fase proliferasi. AH berperan penting dalam mempengaruhi kecepatan migrasi sel pada proses penutupan luka, inflamasi, angiogenesis, reepitelisasi dan proliferasi sel.12 Dermatan sulfat (DS) berperan pada fase proliferasi dan maturasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Penc, et al., 1998 (dalam Trowbridge and Gallo, 2002), DS dapat mendukung kemampuan FGF-2 untuk memberi sinyal proliferasi sel.33 Heparan sulfat (HS) dan heparin berperan dalam angiogenesis pada tahap proliferasi. Kehadiran HS pada permukaan sel dan lingkungan ekstraseluler sangat penting untuk proses fisiologis termasuk dalam angiogenesis atau pertumbuhan pembuluh darah baru, disini HS memiliki efek mendalam pada bioaktivasi faktor kunci 34 angiogenik, yaitu VEGF. Selain itu HS diakui memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan, migrasi dan diferensiasi sel.35 Hasil selisih rata-rata pengurangan diameter TU pada kelompok X5 (ekstrak etanol teripang emas 60%) dan X6 (ekstrak etanol
teripang emas 80%) lebih besar daripada kelompok X3 (ekstrak air teripang emas 60%) dan X4 (ekstrak air teripang emas 80%). Hal ini kemungkinan disebabkan karena ekstrak air teripang emas masih memiliki ukuran partikel yang besar yaitu 30-40 mesh, sedangkan ekstrak etanol teripang emas diketahui ukuran partikelnya lebih kecil. Hal ini memberikan pengaruh karena ukuran partikel dapat mempengaruhi absorpsi obat, dimana bertambah kecil ukuran partikel obat maka bertambah mudah larut obat tersebut.36 Selain itu ekstrak air teripang emas kandungannya masih beragam, sedangkan pada ekstrak etanol teripang emas diketahui hanya senyawa polar saja yang akan tertarik didalamnya, dimana GAG dan saponin (triterpen glikosid) merupakan 37 senyawa polar. Hal ini juga didukung dengan hasil uji kandungan ekstrak teripang emas yang dilakukan oleh Saleh (2013), didapatkan bahwa kandungan ekstrak etanol teripang emas memiliki kandungan AH, KS, DS dan HS yang lebih besar dibanding kandungan dalam ekstrak air teripang emas. Kandungan AH dalam ekstrak etanol teripang emas adalah 0,693%, sedangkan pada ekstrak air teripang emas adalah 0,248%. Kandungan KS dalam ekstrak etanol teripang emas adalah 1,168%, sedangkan pada ekstrak air teripang emas adalah 0,422%. Kandungan DS dalam ekstrak etanol teripang emas adalah 0,635%, sedangkan pada ekstrak air teripang emas adalah 0,21% dan kandungan HS dalam ekstrak etanol teripang emas adalah 0,483%, sedangkan pada ekstrak air teripang emas adalah 0,196%.37 Hasil selisih rata-rata pengurangan diameter TU pada kelompok X5 (ekstrak etanol teripang 82
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
emas 60%) lebih besar daripada kelompok X2 (AH 0,2%), hal ini terjadi karena kandungan AH yang terkandung dalam ekstrak etanol teripang emas adalah 0,693%, dimana lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan AH yang terdapat dalam produk yang dijual di pasaran yaitu hanya 0,2%. Hasil selisih rata-rata pengurangan diameter TU pada kelompok X5 (ekstrak etanol teripang emas 60%) lebih besar daripada kelompok X6 (ekstrak etanol teripang emas 80%), hal ini terjadi karena dengan bertambah besarnya konsentrasi ekstrak teripang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar pula saponin (triterpen glikosid) yang terkandung didalamnya.
hermanii) 60% dan 80% dalam penyembuhan TU di rongga mulut. 4) Ekstrak teripang emas yang paling efektif dalam penyembuhan TU di rongga mulut adalah ekstrak etanol teripang emas 60%.
SIMPULAN
4.
Pada penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol teripang emas (Stichopus hermanii) lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak air teripang emas (Stichopus hermanii) dalam penyembuhan TU di rongga mulut. Namun, secara lebih terperinci penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Ekstrak air teripang emas (Stichopus hermanii) 60% dan 80% memiliki efektivitas yang sama dengan asam hialuronat 0,2% dalam penyembuhan TU di rongga mulut. 2) Ekstrak etanol teripang emas (Stichopus hermanii) 60% dan 80% lebih efektif dibandingkan dengan asam hialuronat 0,2% dalam penyembuhan TU di rongga mulut. 3) Ekstrak etanol teripang emas (Stichopus hermanii) 60% dan 80% lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak air teripang emas (Stichopus
5.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
6.
7.
8.
9.
83
Setiani T, Sari EF, Usri K. 2005. Penerapan Penggunaan Daun Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Pengobatan Stomatitis Aftosa (Sariawan) Di Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Karya Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Padjadjaran, Bandung. H. 5-1. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2008. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations, 5th edition. St. Louis: WB Sauders. P. 24-21. DeLong L and Burkhart N. 2008. General and Oral Pathology for the Dental Hygienist. Philadelphia, US: Lippincott Williams & Wilkins. P. 297-295. Lewis M and Jordan R. 2004. A Colour Handbook of Oral Medicine. London: Manson Publishing Ltd. P. 22 Usri K, Riyanti E, Dwei TS, Aripin D, Rusminah N, Arwana AJ, Syiarudin I. 2007. Diagnosis dan Terapi Penyakit Gigi dan Mulut. Bandung: LSKI. Dunlap CL and Barker BF. 2004. A Guide to Common Oral Lesions. Dept. of Oral and Maxillofacial Pathology, UMKC School of Dentistry. Available from http://dentistry.umkc.edu/Practicing_Com munities/asset/OralLesions.pdf. Diakses 7 April 2012. Ibelgaufts H. 2002. Wound Healing Cytokines & Cell Online Pathfinder Encyclopedia. www.cope.egi.htm. Diakses 7 April 2012. Fitzgerald R and Steinberg J. 2009. Collagen in Wound Healing: Are We Onto Something New or Just Repeating the Past? Available from http://faoj.org/2009/09/01/collagen-inwound-healing-are-we-onto-somethingnew-or-just-repeating-the-past/. Diakses 20 April 2012. Velnar, Bailey T, Smrkolj V. 2009. The Wound Healing Process: an Overview of the Cellular and Molecular Mechanisms. The Journal of International Medical Research, 37: 1542-1528.
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
10. Mercandetti M. 2011. Wound Healing, Healing and Repair. Available from http://emedicine.medscape.com/article/129 8129-overview. Diakses 21 April 2012. 11. Bakkara. 2012. Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Klorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% terhadap Penyembuhan Luka Post Appendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Karya Tulis Akhir, Fakultas Keperawatan: Universitas Sumatera Utara, Medan. 12. Gomes JAP, Amankwah R, PowelRichards A, Dua HS. 2004. Sodium Hyaluronate (Hyaluronic Acid) Promotes Migration of Human Corneal Epithelial Cells in Vitro. British Journal of Ophthalmology, 88: 825-821. 13. Grandha. 2006. Fact Sheets and Identification Guide for Commercial Sea Cucumber Species. SPC Beche-de-mer Information Bulletin, 24.Bordbar S, Anwar F, Saari N. 2011. High-Value Components and Bioactives from Sea Cucumbers for Functional Foods - A Review. Marine Drugs, 9: 1805-1761. 14. Rizal B. 2012. Komposisi Senyawa Organik dan Anorganik Ekstrak Teripang Pasir dan Teripang Emas yang Berperan dalam Proses Pulp Healing. Karya Tulis Akhir. Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Hang Tuah, Surabaya. 15. Amalia R. 2012. Perbedaan Pengaruh Pemberian Konsentrasi Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Penyembuhan Ulkus Traumatikus. Karya Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Hang Tuah, Surabaya. 16. Kusumawati D, 2004. Biologi Hewan Coba. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 17. Batubara I. 2003. Saponin Akar Kuning (Arcangelisia flava (L) Merr) sebagai Hepatoprotektor: Ekstraksi, Pemisahan, dan Bioaktivitasnya. Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Institut Pertanian Bogor, Bogor. 18. Ridzwan BH, Leong TC, Idid SZ. 2003. The Antinociceptive Effect Of Water Exracts From Sea Cucumber Holothuria leucospilota Brandt, Bohadscia marmorata vitiensis Jaeger and Coelomic Fluid from Stichopus Hermanii. Pakistan Journal Of Biological Science, 6(24): 2072-2068. 19. Nicolazzo JA and Finnin BC. 2008. In Vivo and In Vitro Models for Assessing Drug Absorption Across the Buccal Mucosa. Biotechnology: Pharmaceutical Aspects, 7: 111-89.
20. Ali ZH and Dahmoush HM. 2012. Propolis Versus Daktarin in Mucosal Wound Healing. Life Science Journal, 9(2): 636624. 21. Arlyza I. 2009. Teripang dan Bahan Aktifnya. Oseana, 34(1): 17-9. 22. Guo S and DiPietro LA. 2010. Factors Affecting Wound Healing. Journal of Dental Research, 89: 229-219. 23. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Robbins & Cotran, Edisi 7 (Pocket Companion to Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition). Alih bahasa Andry Hartanto. Editor Inggrid Tania dkk. Jakarta: EGC. H. 75-57. 24. Connected Wound Care. 2011. Nutrition for People with Wounds. Available from http://www.grhc.org.au/component/docman /doc_download/280-cwc-nutrition-forwounds-print-version?Itemid=264. Diakses 21 Juni 2012. 25. Alimohammad A, Mohammadali M, Mahmod K, Khadijeh S. 2010. A Study of the Effect of Magnesium Hydroxide on the Wound Healing Process in Rats. Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences, 16(4): 170-165. 26. MacKay D and Miller AL. 2003. Nutritional Support for Wound Healing. Alternative Medicine Review, 8(4): 377359. 27. Kordi MGH. 2010. Cara Gampang Membudidayakan Teripang. Yogyakarta: Lily Publisher. 28. Nurhidayati. 2009. Efek Protektif Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Hepatotoksistas yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4). Tesis, Fakultas Kedokteran: Universitas Airlangga, Surabaya. 29. Angelo G. 2012. Essential Fatty Acids and Skin Health. Available from http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/skin/E FA/index.html. Diakses 15 Juni 2012. 30. Naude L. 2010. The Practice and Science of Wound Healing: History and Physiology of Wound Healing. Proffesional Nursing Today, 14(3). 31. Zou XH, Foong WC, Cao T, Bay BH, Ouyang HW, Yip GW. 2004. Chondroitin Sulfate in Palatal Wound Healing. The Journal Of Dental Research, 83(11): 885880. 32. Trowbridge G and Gallo RL. 2002. Dermatan Sulfate: New Functions from an Old Glycosaminoglycan. Glycobiology, 12(9): 125-117. 33. Stringer SE. 2006. The Role of Heparan Sulphate Proteoglycans in Angiogenesis.
84
Vol 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Biochemical Society Transactions, 34(3): 453-451. 34. Olczyk P. 2012. Komosinska-Vassev K, Winsz-Szczotka K, Kozma EM, Wisowski G, Stojko J, Klimek K, Olczyk K. Propolis Modulates Vitronectin, Laminin, and Heparan Sulfate/Heparin Expression during Experimental Burn Healing. Journal of Zhejiang University, 13(11): 932-41.
35. Joenoes ZN. 2002. Ars Prescribendi Jilid 3. Surabaya: Airlangga University Press. 36. Saleh MR. 2013. Perbandingan Ekstrak Teripang Emas (Stichopus hermanii) dengan Pelarut Ethanol (polar) dan Hexane (non polar) terhadap Kadar Glikosaminoglikan dan Triterpene Glycoside. Karya Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Hang Tuah, Surabaya. H. 3-1.
85
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Perbedaan Jumlah Osteoblas pada Pergerakan Gigi Ortodonti yang Diberi Terapi Oksigen Hiperbarik Selama 7 dan 10 Hari (The Comparisson of Osteoblast Number During Orthodontic Tooth Movement with Hyperbaric Oxygen Therapy For 7 and 10 Days) Fakhma Zakki Ramadhani, Arya Brahmanta*, Pambudi Rahardjo* *Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Orthodontic force would inhibit periodontal ligament vascularization and blood flow, causing biochemical and cellular changes as well as changes in the contour of the alveolar bone. HBO is beneficial because it stimulates the growth of new blood vessels and result in a substantial increase in tissue oxygenation. Purpose: To determine the effects of Hyperbaric Oxygen (HBO) 7 and 10 days in increase of osteoblastic activity on bone remodelling during orthodontic tooth movement. Materials and Methods: This study was conducted using a post test only control group design program. Thirty-two male adult Cavia cobaya were randomly divided into four groups. Negative group (n=8), positive group (n=8), HBO 7 days was administered in first group (n=8), and HBO 10 days was administered in second group (n=8). The maxillary incisors were moved distally by means of elastic separator in third groups (Positive, HBO 7 and HBO 10 days). Data on the number of cells were analyzed by One-way ANOVA and LSD statistical test. Result: The data show that the number of cells increased in all treatment groups. The highest cell counts began in the group treated with HBO 7 days (14.571) and the group treated with HBO 10 days (18.166). However, there is no mean between the number of osteoblasts HBO 7 days and HBO 10 days (p 0.559). Conclusion: HBO therapy 7 days effective to increase of osteoblast number on bone remodelling during orthodontic tooth movement. Keywords: Hyperbaric Oxygen, tooth movement, bone remodeling, osteoblast Correspondence: Arya Brahmanta, Department of Orthodonti, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
86
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Tekanan ortodonti akan menghambat vaskularisasi di daerah tekanan pada ligamen periodontal dan aliran darah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan biokimia dan seluler serta terjadi perubahan kontur tulang alveolar. HBO bermanfaat karena merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru dan menghasilkan peningkatan yang substansial dalam oksigenasi jaringan. Tujuan: Untuk membuktikan pengaruh terapi oksigen hiperbarik 7 dan 10 hari terhadap aktifitas osteoblas selama pergerakan gigi pada marmut jantan. Bahan dan Metode: Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan post test only control group design. Tiga puluh dua marmut jantan dewasa dibagi secara acak menjadi empat kelompok. Kelompok negatif (n=8), kelompok positif (n=8), HBO 7 hari sebagai kelompok satu (n=8), dan HBO 10 hari sebagai kelompok kedua (n=8). Gigi seri rahang atas digerakkan ke distal dengan cara pemisah elastis dalam ketiga kelompok (Positif, HBO 7 dan HBO 10 hari). Data jumlah sel dianalisis dengan One-way ANOVA dan uji statistik LSD. Hasil: Data menunjukkan bahwa jumlah sel meningkat pada semua kelompok perlakuan. Jumlah sel tertinggi dimulai pada kelompok perlakuan dengan terapi HBO 7 hari (14,571) dan kelompok perlakuan dengan terapi HBO 10 hari (18,166). Namun tidak ada perbedaan makna jumlah osteoblas antara terapi HBO 7 hari dan terapi HBO 10 hari (p 0,559). Simpulan: Pemberian terapi HBO 7 hari secara efektif dapat meningkatkan jumlah sel osteoblas saat pergerakan gigi ortodonti. Kata kunci: Oksigen hiperbarik, pergerakan gigi, remodeling tulang, osteoblas Correspondence: Arya Brahmanta, Bagian Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
biokimia dan seluler serta terjadi perubahan kontur tulang alveolar.2 Remodeling tulang yang terjadi selama pergerakan gigi ortodonti adalah proses biologis yang melibatkan respon inflamasi akut pada jaringan periodontal. Penelitian histologis menunjukkan bahwa tahap pertama resorpsi terjadi dalam 3-5 hari diikuti dengan pemulihan dalam 5-7 hari. Hal ini diikuti oleh tahap akhir remodeling tulang antara 7 dan 14 hari.3 Tulang merupakan jaringan keras yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: 1) Matriks ektraseluler, terutama terdiri dari kolagen tipe I dan bermacam-macam protein spesifik tulang; 2) Mineral inorganik, merupakan 67 % bagian dari tulang terdiri dari kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit; 3) Sel, terdiri dari osteoblas untuk
PENDAHULUAN Perawatan ortodonti yang ditujukan untuk merawat maloklusi bertujuan agar tercapai efisiensi fungsional, keseimbangan struktur dan keharmonisan estetik. Perawatan ortodonti didasarkan pada sifat biologis jaringan tulang. Jika pada gigi diberikan suatu kekuatan maka kekuatan ini akan diteruskan pada jaringan yang menyangga gigi, sehingga akan terjadi reaksi di dalam jaringan periodontal dan tulang alveolar.1 Pergerakan gigi dalam ortodonti merupakan kombinasi antara resorpsi dan aposisi tulang pada sisi tekanan dan tarikan. Gaya ortodonti akan menghambat vaskularisasi ligamen periodontal dan aliran darah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan 87
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
mineralisasi matriks tulang; osteosit dan osteoklas yang merupakan sel-sel multinukleat berasal dari prekursor haematopoetic dalam sirkulasi yang berfungsi untuk resorbsi tulang.4 Osteoblas juga berperan mengaktifkan osteoklas melewati pembentukan berbagai sitokin dan merupakan regulator homeostasis tulang.5 Osteoblas merupakan sel jaringan tulang yang berperan mensintesis kolagen untuk membentuk osteoid sebagai bahan dasar tulang. Pada proses remodeling, osteoblas akan menyusun zat interseluler tulang yang mengandung kolagen untuk sintesis serat kolagen baru dan membentuk osteoid.6 Oksigen merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses pembentukan kalus pada remodeling tulang. Oksigen di dalam kondisi hiperbarik mempunyai efek untuk a) mengurangi radikal bebas setelah pergerakkan gigi (fase hematom) sehingga kematian jaringan dapat dikurangi b) menstimulasi tumbuh kembalinya pembuluh darah yang rusak (neovaskularisasi) c) meningkatkan aktifitas osteoblas dalam pembentukan tulang (osteogenesis) d) terjadinya vasokontriksi pembuluh darah (kecil) pada fase inflamasi disertai tingginya kadar oksigen jaringan, sehingga mencegah terjadinya udem dan pembengkakan e) memelihara angiogenesis pada proses remodeling.7 Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) adalah suatu metode pengobatan dengan menghirup oksigen murni (100%) secara terus-menerus pada tubuh dengan tekanan udara lebih besar dari tekanan atmosfer normal. Pengobatan oksigen hiperbarik ini berpengaruh pada pengiriman oksigen yang mengalami peningkatan 2 sampai
3 kali lebih besar daripada atmosfer biasa.8 Terapi HBO mengirimkan oksigen secara cepat dan secara sistemik dengan konsentrasi tinggi ke daerah yang terkena cedera. Tekanan yang meningkat akan mengubah proses respirasi normal dalam sel dan menyebabkan oksigen larut dalam plasma. Terapi HBO bermanfaat karena merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru dan menghasilkan peningkatan yang substansial dalam oksigenasi jaringan yang dapat menangkap beberapa jenis infeksi, dan meningkatkan penyembuhan luka. Sebagai terapi adjuvant, HBOT sesuai digunakan dalam beberapa kondisi pembedahan. Mekanisme berikut telah diidentifikasi berfungsi untuk meningkatkan penyembuhan dari kondisi pengobatan: hiperoksigenasi, vasokonstriksi, bakteriosid atau bakteriostatik, angiogenesis, neovaskularisasi, dan tekanan 7 langsung. Perawatan ortodonti rata-rata memiliki lama waktu sekitar 15-24 bulan dan berbagai cara dilakukan untuk dapat mempercepat waktu perawatan ortodonti.9 Pemberian terapi oksigen hiperbarik merangsang terbentuknya pembuluh darah baru (neovaskularisasi), sehingga merangsang proses remodeling dengan meningkatnya aktifitas osteoblas. Pada penelitian sebelumnya (terdahulu), pemberian oksigen hiperbarik 2,4 ATA, 90 menit sehari, selama 7 hari, selama pergerakan gigi tikus, terdapat peningkatan trabecular bone volume dan trabecular bone number yang menunjukkan adanya aktifitas osteoblas.7 Sedangkan pemberian pemberian terapi oksigen hiperbarik 88
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
2,4 ATA dengan oksigen 100% 90 menit selama 10 hari telah terbukti dapat meningkatkan perfusi, sehingga hal tersebut akan sangat membantu dalam proses penyembuhan luka.10 Berdasarkan studi pustaka atau referensi dan penelitian terdahulu, maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah terapi oksigen hiperbarik 2,4 ATA, 90 menit sehari selama 7 dan 10 hari memiliki pengaruh terhadap proses remodeling selama pergerakan gigi dengan melihat aktifitas osteoblas sebagai bahan dasar pembentukan tulang.
steril, gunting bedah, gelas reaksi, timbangan, rotary microtome, miskroskop. Tiga puluh dua ekor marmut jantan (2-3 bulan) berat badan 300-400 gram dibagi menjadi 4 kelompok (Kelompok (-) sebagai kontrol negatif, Kelompok (+) sebagai kontrol positif, Kelompok 1 sebagai perlakuan 1, dan Kelompok 2 sebagai perlakuan 2), dikandangkan tiap 8 ekor (ukuran kandang 60x40x34 cm), diberi sekam dan ditutup dengan anyaman kawat. Marmut diberi makanan yang banyak mengandung serat kasar, umbi-umbian jagung, serta hijau-hijauan yang lain secara adlibitum. Kandang ditempatkan pada suhu kamar, tidak langsung terkena sinar matahari, di tempat yang tidak bising, penerangan yang cukup. Diadaptasikan selama 24 jam sebelum diberikan perlakuan. Kelompok (+), Kelompok 1 dan Kelompok 2 dilakukan pemasangan separator pada gigi insisif rahang atas yang sebelumnya di anastesi umum dengan ketamin 10% dosis 0,1ml/kg BB IM, separator dipasang selama 7 hari. Pada kelompok 1 dan kelompok 2 (perlakuan) setelah pemasangan separator selama 7 hari, selanjutnya dilakukan pemberian oksigen hiperbarik (dalam chamber) selama 7 hari untuk kelompok 1 dan 10 hari untuk kelompok 2 tanpa melepaskan separator pada hewan coba. Selama dalam chamber, marmut akan mengalami rasa tidak nyaman akibat perubahan tekanan udara yang dapat mengakibatkan rasa sakit pada telinga, cara penanggulangannya dengan memberikan pakan/minum sehingga ada proses penelanan yang akan mengurangi sakit. Setelah kelompok 1 dan kelompok 2 dimasukkan ke animal
BAHAN DAN METODE Penelitian ini tergolong jenis penelitian true experimental 11 laboratories dengan desain penelitian Post Test Only Control Group Design. Lokasi penelitian di: 1) Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga– Surabaya; 2) Lembaga Kesehatan Kelautan TNI-AL Rumkital Dr.Ramelan–Surabaya; 3) Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr.Sutomo - Surabaya. Untuk binatang percobaan menggunakan marmut jantan (Cavia cobaya). Untuk percobaan ini ditentukan kriteria yaitu : marmut, kelamin jantan, umur 3-4 bulan, berat badan 300-400 gram, jumlah 32 ekor. Bahan yang digunakan adalah oksigen murni 100 % dalam animal chamber, separator, ketamin 10% dosis 0,1 ml/kg BB IM, betadine solution, kapas, sekam, makanan marmut, aquades, kandang anyaman kawat ukuran 17x34x34 cm, kandang plastik ukuran 60x40x20 cm (untuk perpindahan), spuit 2 cc, force module separator, scalpel dan handle yang
89
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
chamber, kemudian dilakukan peningkatan tekanan dalam chamber sampai 2,4 ATA, dan dialirkan oksigen murni (100%) selama 3x30 menit, setelah itu dihentikan dan diturunkan sampai ke kondisi semula (1 ATA). Marmut tersebut dikeluarkan dari chamber dan dibawa ke kandang semula. Perlakuan tersebut dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-7 untuk kelompok 1 dan sampai hari ke-10 untuk kelompok 2. Pada hari ke-7 setelah pemberian oksigen hiperbarik, Kelompok (-), Kelompok (+) dan Kelompok 1 sebelumnya dianastesi overdosis (Overdose of Chemical Anesthetics) lalu didekaputasi untuk diambil maksilanya. Sedangkan untuk kelompok 2 dikorbankan pada hari ke10. Kemudian maksilanya difiksasi dalam larutan buffered formaline dan EDTA. Hewan coba yang telah dilakukan dekaputasi lalu dikuburkan. Maksila yang telah difiksasi dalam larutan buffered formalin dan EDTA diberikan ke Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr.SutomoSurabaya dan ditunggu hingga maksila tadi melunak yang kemudian diproses dan dibuat preparat dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) lalu diamati menggunakan mikroskop dan dibuat foto, dihitung jumlah sel osteoblas yang terlihat pada mikroskop dengan pembesaran 400x. Satu preparat dihitung sebanyak 3x pada lapangan pandang yang berbeda, kemudian dibagi 3.
Gambar 1. Sel osteoblas
HASIL Data yang diperoleh dari hasil penelitian ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi dan peringkasan data guna memperjelas penyajian hasil, kemudian dilakukan uji hipotesis menggunakan statistik analitik dengan taraf signifikansi 95% (p=0,05) dengan menggunakan program SPSS versi 21. Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif Kelom N Rerata ± pok Standar Deviasi K8 3,142 ± 1,573 K+ 8 4,833 ± 1,602 K1 8 14,571 ± 6,320 K2 8 18,166 ± 6,615 32
Gambar 2. Grafik rerata jumlah osteoblas
90
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan hasil uji Levene didapatkan nilai signifikansi 0.139, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil penelitian homogen (p>0,05). Hasil data diketahui memiliki distribusi data yang normal dan memiliki varians yang homogen. Oleh karena itu, uji dilanjutkan dengan menggunakan uji one way ANOVA karena desain atau rancangan penelitian ini menggunakan lebih dari 2 kelompok yang tidak berpasangan dengan skala pengukuran numerik (rasio). Uji one way ANOVA ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan pada tiap kelompok baik secara terpisah maupun bersama-sama. Pada uji one way ANOVA, diperoleh nilai p=0.000 (p<0.05) yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan). Selanjutnya, untuk melihat perbedaan jumlah osteoblas masing-masing kelompok perlakuan, maka dilakukan pengujian LSD dengan signifikansi p<0.05.
dengan K2 (p 0,049), K1 dibandingkan dengan K3 (p 0,000) dan K1 dibandingkan dengan K4 (p 0,000). Pada K2 dibandingkan dengan K3 (p 0,008) dan K2 dibandingkan dengan K4 (p 0,003). Sedangkan pada K3 dibandingkan dengan K4 tidak mengalami perbedaan yang bermakna. PEMBAHASAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut (Cavia cobaya) sebanyak 32 ekor. Penggunaan marmut dengan dasar pertimbangan utama bahwa hewan percobaan ini merupakan yang paling mudah memegangnya dan mengendalikannya untuk penggunaan di laboratorium.12 Pertimbangan lainnya dalam pemilihan marmut karena hewan ini sangat sesuai untuk mempelajari pergerakan gigi ortodonti. Selain itu, marmut relatif tidak terlalu mahal dan persiapan histologinya lebih mudah dari hewan lainnya.13 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah osteoblas selama pergerakan gigi yang diberi terapi oksigen hiperbarik 7 dan 10 hari pada tulang maksila marmut. Objek penelitian dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok (-), kelompok kontrol negatif tanpa adanya perlakuan; kelompok (+), kelompok kontrol positif hanya dilakukan pemasangan separator; kelompok 1 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian terapi HBO 2,4 ATA selama 7 hari; dan kelompok 2 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian terapi HBO 2,4 ATA selama 10 hari. Variabel terapi HBO dalam penelitian ini merujuk pada konsep berbagai sumber dan hasil penelitian,
Tabel 2. Hasil uji LSD K K K1 K2 Rerata + (14 (18 Kelomp (3 (4 ,571) ,166) ok ,142) ,833) K0, 0,0 0,0 (3,142) 049* 00* 00* K+ 0,0 0,0 (4,833) 08* 03* K1 0,5 (14,571 59 ) K2 (18,166 ) Keterangan: *ada perbedaan bermakna
Dari hasil uji LSD diatas didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah osteoblas pada K1 dibandingkan 91
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
salah satu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian terapi HBO yang telah dikembangkan oleh Lakesla-RSAL Surabaya yaitu pemberian terapi HBO 2,4 ATA 100 % O2 3x30 menit interval 5 menit menghirup udara biasa, yang dilakukan setiap hari selama 10 hari berturut-turut.10 Pemberian terapi HBO secara umum sendiri antara 90 sampai 120 menit bernafas dengan okisgen murni pada 2,0 - 2,5 ATA untuk variabel terapi HBO dengan pemberian selama 7 hari didasari dengan adanya bukti eksperimental7,8,14. Berdasarkan bukti eksperimental, telah membuktikan bahwa dengan pemberian terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari pada pergerakan gigi terdapat peningkatan trabecular bone volume dan trabecular bone number yang menunjukkan adanya aktifitas osteoblas7 dan didapatkan perbedaan yang signifikan antara jumlah osteoblas pada marmut yang diberi terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari dibandingkan dengan marmut yang tidak diberi terapi oksigen hiperbarik. Jumlah osteoblas pada marmut yang diberi terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari lebih banyak secara signifikan dibandingkan dengan marmut yang tidak diberi terapi oksigen hiperbarik.8 Hal ini disebabkan oksigen merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses pembentukan kalus pada remodeling tulang dengan meningkatkan aktifitas osteoblas dalam pembentukan tulang (osteogenesis).7 Hasil analisis statistik deskriptif didapatkan bahwa hasil penelitian yang telah dilakukan kemudian diproses dengan uji parametrik yaitu uji one way ANOVA dan uji beda LSD, pada kelompok 1 (HBO 7 hari) dan
kelompok 2 (HBO 10 hari) dengan kelompok negatif (tanpa perlakuan) dan kelompok positif (hanya dengan pemberian separator) menunjukkan adanya peningkatan rerata dan hasil signifikan terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian separator atau gaya ortodonti akan mengakibatkan perubahan jaringan sekitar gigi yang akan membuat gigi bergerak dan akan timbul daerah yang tertekan dan daerah yang tertarik.15 Daerah yang tertekan dalam waktu singkat akan terjadi resorpsi tulang di daerah itu, sedangkan daerah yang berlawanan yaitu daerah tarikan, gigi akan menjauhi dinding alveolar sehingga mengakibatkan daerah ini terjadi aposisi tulang. Sel yang melakukan proses aposisi ini sendiri adalah osteoblas.16 Proses pembentukan tulang akibat tekanan mekanik akan terjadi dua reaksi: pertama secara lokal yang meliputi reaksi biological electricity, blood flow, microfractures yang akan menghasilkan prostaglandin, sitokin, cyclic adenosine monophosphat (cAMP). Reaksi yang kedua adalah reaksi sistemik yang akan melibatkan aktivitas hormon paratiroid, vitamin D, dan calcitonin. Gabungan dari kedua reaksi tersebut akan menghasilkan selsel osteoblas pada sisi tarikan yang berperan dalam proses aposisi, dan osteoklas pada sisi tekanan yang akan berperan dalam proses resorpsi. Osteoklas dan osteoblas merupakan dua tipe sel utama yang ditemukan dalam tulang sebagai penghasil utama dalam pergantian bahan tulang.15 Fungsi dan aktivasi osteoblas disebabkan oleh faktor-faktor pertumbuhan, seperti hormon paratiroid, dan sitokin, seperti prostaglandin E2 (PGE2)17. Hormon 92
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
paratiroid meningkatkan aliran kalsium dan mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler tubuh pada tingkat yang relatif konstan. Osteoblas adalah satu-satunya sel-sel tulang yang memiliki reseptor hormon paratiroid. Hormon ini dapat menyebabkan perubahan cytoskeletal dalam 18 osteoblas. Terapi HBO merangsang monosit, fungsi fibroblas, sintesis kolagen dan meningkatkan densitas vaskular.19 Terapi HBO meningkatkan konsentrasi lokal dari Reaktif Nitrogen Spesies (RNS) dan Reaktif Oksigen Spesies (ROS) yang dapat mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas osteoklas dan mengatur aspek kritis lainnya dari metabolisme tulang. Reaktif oksigen spesies meningkatkan ekspresi Receptor Activation NFKB Ligand (RANKL),20 mengubah rasio RANKL atau osteoprotegrin dan membantu diferensiasi osteoklas. Terapi HBO menghasilkan ROS dan RNS juga menginduksi mobilisasi sel induk dan vaskulogenesis, efek ini membantu mengurangi daerah yang sedikit vaskularisasi pada tulang dan meningkatkan remodeling pada daerah nekrotik.21 Beberapa radikal bebas seperti ROS diproduksi selama pengobatan HBO, prosedur ini dianggap aman karena aktivitas dari beberapa radikal bebas meningkat. Di sisi lain menurut Ozden, tekanan pengobatan HBO tidak pernah melebihi 3 ATA dan biasanya tidak berlangsung lebih lama dari 90 menit. Jika pedoman keselamatan ini tidak diikuti, radikal bebas dapat terakumulasi dan dapat menyebabkan keracunan oksigen dalam sistem saraf pusat atau di paru-paru. Dampak perlindungan dari pengobatan HBO dapat dimediasi oleh enzim tertentu yang bertanggung jawab untuk
peroksidasi lipid seperti superoksida dismutase. Radikal bebas pada jaringan akan diimbangi oleh Superoksida Dismutase (SOD) untuk mencegah cedera jaringan yang merupakan sistem pertahanan antioksidan. Pengobatan HBO dapat menyebabkan mekanisme antioksidan dan mengurangi stres oksidatif.22 Osteoblas berperan pada sintesis komponen organik matriks tulang yaitu kolagen tipe I, proteoglikan dan glikoprotein termasuk osteonektin23. Sel mesenchymal berdiferensiasi menjadi osteoblas dewasa, dimana memperlihatkan protein tulang matriks. Osteoblas yang belum dewasa, dengan osteopontin tingkat tinggi, berdiferensiasi menjadi osteoblas dewasa, dengan osteokalcin tingkat tinggi.24,25 Akhirnya osteoblas dewasa yang tertanam dalam matriks tulang menjadi osteosit.26 Resorpsi dan formasi tulang terjadi pada saat yang bersamaan. Osteoblas baru bekerja hanya pada tempat dimana osteoklas sudah selesai melakukan resorpsi. Pada jalur serial beberapa faktor dilepaskan dari tulang yang teresorpsi atau terjadi peningkatan lokal akibat stimuli mekanik yang dihasilkan dari resorpsi tulang dapat merangsang sel prekursor proliferasi dan diferensiasi osteoblas.27 Oksigen merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses pembentukan kalus pada remodeling tulang.7 Pada perawatan ortodonti terjadi remodeling tulang pada tulang alveolar dan ligamen periodontal. Remodeling tulang adalah aposisi tulang selektif oleh osteoblas dan resorpsi oleh osteoklas.28 Tekanan oksigen memiliki peran sebagai pemicu dalam remodeling tulang. Peningkatan tekanan oksigen menyebabkan diferensiasi seluler ke 93
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
jaringan osseus, sedangkan penurunan hasil tekanan oksigen menyebabkan pembentukan tulang rawan. Ada paralelisme antara kenaikan tekanan osteoblastik dan osteoklastik.7 Terapi HBO dapat mempercepat diferensiasi osteoblas dan menambah tahap awal mineralisasi dan memiliki efek yang lebih nyata daripada hyperoxia atau tekanan saja. Terapi HBO meningkatkan pembentukan nodul tulang dan aktivitas alkaline fosfatase dalam osteoblas manusia. alkaline fosfatase adalah protein permukaan yang dapat ikut serta dalam regulasi proliferasi, migrasi, dan diferensiasi sel osteoblastik. Terapi HBO memiliki efek lebih besar untuk diferensiasi osteoblas dari pada hiperoksia atau tekanan saja.29,30 Terapi oksigen hiperbarik yang biasanya melibatkan pemberian 100 persen oksigen di atmosfer dengan tekanan yang lebih besar dari suasana absolut (ATA), telah diusulkan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan hasil pasien yang menderita patah tulang, osteoradionekrosis, gangguan osteogenesis, serta pasien dengan tulang cangkok dan gigi implan. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa terapi oksigen hiperbarik dapat digunakan untuk mengobati penyembuhan fraktur atau nonunion patah tulang.31 Terapi oksigen hiperbarik berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada aliran darah yang berkurang, merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran darah pada sirkulasi yang berkurang, menyebabkan pelebaran arteri rebound sehingga meningkatkan pelebaran pembuluh darah.32 Pembuluh darah sendiri memegang peranan penting
dalam pemberian oksigen dan nutrisi serta material lain yang penting untuk sintesis tulang disamping juga sumber dari sel osteoblas.16 Prosedur pemberian HBO yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA dengan O2 intermitten akan mencegah keracunan O2.33 Hal ini disebabkan bila berada dalam ruangan bertekanan (hyperbaric chamber) dan ditekan sampai 2,4 ATA, maka tekanan arteri parsial (PO2) akan meningkat 10 kalinya sehingga konsentrasi oksigen dalam darah akan meningkat 10 kali dari normal. Keadaan ini terjadi pada seluruh cairan tubuh (darah, lymph, dan cerebrospinal) akan berjalan sangat cepat, oksigen dapat mencapai tulang dan jaringan lunak yang rusak yang tidak dapat dimasuki oleh sel darah merah, dapat meningkatkan fungsi sel darah putih, meningkatkan pembentukan kapiler-kapiler baru (neovaskularisari) dan pembuluh darah perifer sehingga mengakibatkan proses penyembuhan berjalan cepat.7 Pada terapi oksigen hiperbarik, oksigen dalam darah diangkut dalam bentuk larut dalam cairan plasma dan bentuk ikatan hemoglobin dan hanya sebagian kecil (3%) dijumpai dalam bentuk larut. Oksigen dalam bentuk larut ini akan menjadi sangat penting dalam terapi ini, karena disebabkan sifat oksigen bentuk larut lebih mudah dikonsumsi oleh jaringan lewat difusi langsung daripada oksigen yang terikat hemoglobin.10 Pemberian terapi oksigen hiperbarik sendiri dapat melawan efek hipoksia pada jaringan yang mengalami luka dan meningkatkan kualitas jaringan dapat terbentuk. Dalam lingkungan hipoksia laju resorpsi tulang melebihi tingkat aposisinya, dikarenakan sel mesenchymal multipotensial dalam
94
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
sumsum gagal berdiferensiasi menjadi osteoblas.34 Penggunaan terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari tidak mengalami perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan yang diberi terapi oksigen hiperbarik selama 10 hari, sehingga bisa disimpulkan bahwa hipotesis pada penelitian ini tidak terjawab. Pemberian terapi HBO 10 hari tidak ada perbedaan dengan terapi HBO 7 hari karena terjadi respon adaptif dari sel, dimana manfaat fisiologis utama respon adaptif jelas untuk melindungi atau mempertahankan sel-sel dan organisme dari dosis tinggi zat beracun. Respon adaptif terinduksi oleh stres oksidatif. Sel-sel memiliki dua pertahanan utama, yaitu enzim antioksidan seperti Superoxide Dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase yang terlibat langsung dalam mencegah kerusakan sel oksidatif dan enzim perbaikan yang dapat menghilangkan atau memperbaiki makromolekul yang rusak secara oksidatif.35 Mekanisme selular efek terapi oksigen hiperbarik pada penyembuhan patah tulang, penelitian yang dilakukan Dong Wu (2007), meneliti efek dari terapi oksigen hiperbarik pada proliferasi dan diferensiasi osteoblas manusia secara in vitro dengan menggunakan unit hiperbarik skala laboratorium. Proliferasi sel dievaluasi setiap hari oleh WST-1 assay selama 10 hari berturut-turut. Pada penelitiannya, hari ke-8 dan ke10, terapi oksigen hiperbarik dan yang tidak di terapi oksigen hiperbarik tidak memiliki perbedaan dalam jumlah sel yang tercatat antara kelompok. Hal ini menunjukkan juga bahwa tidak ada perubahan dalam integritas membran
sel sebelum atau setelah perawatan terapi oksigen hiperbarik pada kelompok perlakuan 8 dan 10 hari.31 Peneltian ini dilakukan pada hewan coba, akan tetapi diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai terapi alternatif pada perawatan ortodonti untuk mempercepat proses remodeling tulang, setelah lebih dahulu dilakukan pada manusia.8 SIMPULAN Pemberian terapi oksigen hiperbarik 2,4 ATA selama 7 hari dan 10 hari lebih efektif dibandingkan dengan yang tidak diberi terapi oksigen hiperbarik dilihat dari adanya peningkatan jumlah osteoblas. Sedangkan pemberian terapi oksigen hiperbarik 2,4 ATA selama 10 hari menunjukkan adanya peningkatan jumlah osteoblas dibandingkan dengan yang diberi terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari, akan tetapi tidak mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, pemberian terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari efektif dalam meningkatkan vaskularisasi dalam jaringan. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
95
Proffit WR. 2007. Contemporary Orthodontics, 4th ed. London: C.V Mosby Company. P. 167-9. Khrisnan V, Davidovitch Z. 2006. Cellular, Molecular and Tissue-level Reaction to Orthodontic Force. Am J Orthod Dentofacial Orthop, 129: 469e. 32-1. Husin E, Tjandrawinata R, Juliani M, Roeslan BO. 2012. Orthodontic Force Application in Correlation with Salivary LactateDehydrogenase Activity. Journal of Dentistry Indonesia 2012, 19(1): 13-10. Cobourne MT, DiBiase AT. 2010. Handbook of Orthodontics. Edinburg: Mosby Elsevier. P. 107-12.
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
ISSN : 1907-5987
Rahardjo P. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press. H. 153-144. Trenggono BS. 2009. Pengaruh Penambahan Puder Dentin Sapi Pada Media Kultur Sel Terhadap Pertumbuhan Osteoblast Kranium Kelinci. FKG Trisakti. Jakarta. P. 3-1. Gokce S. 2008. Effects of Hyperbaric Oxygen during Experimental Tooth Movement. The Angle Orthodontist, 78(2) Sutomo S, Rahardjo P, Sjafei A. 2012. Efek Pemberian Oksigen Hiperbarik Terhadap Peningkatan Osteoblast Pada Proses Remodeling Selama Pergerakan Gigi Pada Marmut Jantan. Orthodontic Dent J, (3): 32-22. Kusumadewy W. 2012. Perbandingan Kadar Interleukin-1β (IL-1 β) Dalam Cairan Krevikular Gingiva Anterior Mandibula Pasien Pada Tahap Awal Perawatan Ortodonti Menggunakan Braket Self-Ligating Pasif Dengan Braket Konvensional Pre-Adjusted MBT. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta. Huda N. 2010. Pengaruh Hiperbarik Oksigen (HBO) Terhadap Perfusi Perifer Luka Gangren Pada Penderita DM Di RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Tesis, Universitas Indonesia : Depok Khosla S. Minireview : The OPG/RANKL/RANK system. Endocrinology, 5050, 142. Sudibyo. 2009. Metodologi Penelitian Aplikasi Penelitian Bidang Kesehatan edisi 2. Universitas Negeri Surabaya: Surabaya, University Press. H. 105. Suryanto BR. 2012. Pemeliharaan Dan Penggunaan Marmut Seabagai Hewan Percobaan. Yogyakarta, Buletin Laboratorium Veteriner, 12,(3). Domenico DM, D’apuzzo F, Feola A, Cito L, Monsurro A, Pierantoni GM, Berrino L, Rosa AD, Polimeni A, Ferillo L. 2012. Cytokines And VEGF Induction In Orthodontic Movement In Animal Model. J Biomedicine and Biotechnology, Vol 2012. Dirckx JH. 2009. Hyperbaric Oxygen Therapy. published by Health Professions Institute. Graber TM, Vanarsdall. 2000. Orthodontics Current Principal and Techniques 2nd ed. London : C.V Mosby Company Iman P. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II Kgo II. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Sosroseno W, Sugiatno E. 2008. CyclicAMP-Dependent Proliferation of a Human Osteoblast Cell Line (HOS Cells) Induced by Hydroxyapatite: Effect Of Exogenous
18. 19.
20.
21.
22.
23. 24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
96
Nitric Oxide. ACTA BIOMED, 79: 116110. Kalfas IH. 2001. Principles of Bone Healing. Neurosurg. Focus, Volume 10. Annane D, Depondt J, Aubert P, Villart M, Gehanno P, Gajdos P, Chevret S. 2004. Hyperbaric Oxygen Therapy for Radionecrosis of the Jaw: A Randomized, Placebo-Controlled, Double-Blind Trial From the ORN96 Study Group. J Clin Oncol, 22: 4900-4893. Bai XC, Lu D, Liu AL, Ratisoontorn C. 2005. Reactive Oxygen Species Stimulates Receptor Activator of NF-Kappa B Ligand Expression in Osteoblast. J Biol Chem, 280: 17497. Khosla S. 2001. Minireview : The OPG/RANKL/RANK system. Endocrinology, 142: 5050. Ozden TA, Uzun H, Bohloli M, Toklu AS, Paksoy M, Simsek G, Durak H, Issever H, Ipek T. 2004. The Effects of Hyperbaric Oxygen Treatment on Oxidant and Antioxidants Levels During Liver Regeneration in Rats. Tohoku J. Exp. Med. P. 253-265, 203. Hill PA. 1998. Bone Remodelling. British Journal of Orthod, 25: 107–101. Mescher AL. 2012. Histologi Dasar Junqueira Edisi 12. Jakarta : EGC. H. 135118. Karsenty G. 1999. The genetic transformation of bone biology. Genes Devel, 13: 3051-3037. Avalaible from www.genesdev.cshlp.org. Diakses tanggal 2 Februari 2014. Phan TC, Zheng MH. 2004. Intraction Betwen Osteoblast and Osteoclast :Impact In Bone Disease. Histol Histopathol. P. 1325-44,19. Liu W, Toyosawa S, Furuichi T, Kanatani N, Yoshida C, Liu Y, Himeno M, Narai S, Yamaguchi A, Komori T. 2001. Overexpression of Cbfa1 in osteoblasts inhibits osteoblast maturation and causes osteopenia with multiple fractures. J Cell Biol. P. 157–166,155. Brahmanta A, Prameswari N. 2009. Fisiologi Resorpsi Tulang Pada Pergerakan Gigi Ortodontik. DENTA Jurnal Kedokteran Gigi FKG-UHT, 4(1). Bishara SE. 2001. Textbook of Orthodontic. Saunders Philadelpia. P. 330324. Salim A, Nacamuli RP, Morgan EF, Giaccia AJ, Longaker MT. 2004. Transient Changes in Oxygen Tension Inhibit Osteogenic Differentiation And Runx2 Expression in Osteoblasts. J Biol Chem, 279: 40007-16.
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
31. Fogelman I. 2012. Radionuclide and Hybrid Bone Imaging. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. P. 55-29. 32. Wu D, Malda J, Crawford RW, Xiao Y. 2007. Effects of Hyperbaric Oxygen on Proliferation and Differentiation of Osteoblasts Derived From Human Alveolar Bone. Connective Tissue Research 48(4): 213-206. 33. Sucahyo B. 2005. Peranan Terapi Oksigen Hiperbarik Pada Perkembangan Penanganan Kasus-kasus Kedokteran Gigi. Majalah Kedokteran Gigi edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional IV 11-13 Agustus.
34. Mathieu D. 2006. Handbook on Hyperbaric Medicine. The Netherlands : Springer. 35. Cooney, Norma L, Parks S. 2012. Pro Argument Avascular Necrosis HBO Indications List. Available from http://c.ymcdn.com/sites/membership.uhms .org/resource/resmgr/ne11_pdf/cooney.pdf. Diakses 1 Januari 2014. 36. Crawford DR, Davies KJA. 1994. Adaptive Response and Oxidative Stress. Environ Health Perspect 102(Suppl 10): 25-28. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC1567003. Diakses 20 Januari 2014.
97
Vol. 8 No. 2 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Potensi Antjamur Ekstrak Bunga Kembang Sepatu Terhadap Candida albicans (Antifungal potentiality of Hibiscus rosa-sinensis, L. flower extract against Candida albicans) Krista Devi P. Ivan, Ira Arundina*, Istiati** *Oral Biology Faculty of Dentistry Airlangga University **Oral Patology and maxillofacial Faculty of Dentistry AirlanggaUniversity
ABSTRACT Background: C. albicans can cause health problems in the oral cavity tissue. Therefore require antifungal treatment. However, treatment with antifungal drug has side effects. Hibiscus rosa-sinensis L. flower contain cyanidin and quercetin that have been reported to have antifungal activity against various fungal pathogens. By the study that have been done, the concentration of 40% was not give significant result. So in this study was the concentration increased to 100%, 87.5%, 75%, 62.5%, 50%, for significant result. Purpose: The aim of this study was to know the antifungal potentiality of Hibiscus rosa-sinensis L. flower extract with a concentration of 100%, 87.5%, 75%, 62.5%, 50% against C. albicans. Materials and Methods: For each 25 grams of powdered dried flowers that have been placed in 100 ml of methanol to get pure extract evapourator without solvent. This research using multiple depletion to get a concentration of 50%, 62.5%, 75%, 87.5%, 100%. To ensure the growth of C. albicans, is done by culturing on Sabouraud Dextrose Agar medium. Result: There were significant difference between positive control and a concentration of 50%, 62.5%. Conclusion: There are differences inhibitory effect of Hibiscus rosa-sinensis L. flower extract against C. albicans and MIC at 75%. Keywords: Hibiscus rosa-sinensis L., Candida albicans, antifungal Correspondence: Ira Arundina, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Airlangga University, Mayjend Prof Dr Moestopo No. 47, Surabaya, Phone 031-5030255, Email:
[email protected]
98
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: C. albicans dapat menyebabkan masalah kesehatan pada jaringan rongga mulut dan memerlukan pengobatan dengan antijamur. Namun, pengobatan dengan obat antijamur memiliki efek samping. Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) berisi cyanidin dan quercetin yang memiliki aktivitas antijamur terhadap berbagai jamur patogen.Pada penelitian sebelumnya, konsentrasi 40% tidak memberikan hasil yang signifikan. Sehingga, penelitian ini harus dilakukan peningkatan konsentrasi 100%, 87,5%, 75%, 62,5%, 50%, diharapkan mendapatkan hasil yang signifikan. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi antijamur dari ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan konsentrasi 100%, 87,5%, 75%, 62,5%, 50% terhadap C. albicans. Bahan dan Metode. Sebanyak 25 gram bubuk bunga kering direndam dalam100 ml metanol lalu di evaporator untuk mendapatkan ekstrak murni tanpa pelarut. Penelitian ini menggunakan beberapa konsentrasi 50%, 62,5%, 75%, 87,5%, 100%. Untuk memastikan pertumbuhan C. albicans, dilakukan dengan pembiakan pada media Sabouraud Dextrose Agar. Hasil: Ada perbedaan yang signifikan antara kontrol positif dan konsentrasi 50%, 62,5%. Simpulan. Ada perbedaan efek penghambatan ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap C. Albicans dan Konsentrasi Hambat Minimal (MIC) pada 75%. Kata kunci: Hibiscus rosa-sinensis L., Candida albicans, antijamur Korespondensi: Ira Arundina, Bagian Biologi Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Mayjend Prof Dr Moestopo No. 47, Surabaya, Telepon 031-5030255, Email:
[email protected]
serta masih dapat menyebabkan kekambuhan infeksi dan perkembangan resistensi obat.2, 3 Bagian bunga kembang sepatu mengandung cyanidin yang termasuk dalam golongan anthocyanin dan quercetin yang merupakan flavonoid. Cyanidin merupakan anthocyanin yang terdapat dalam konsentrasi paling banyak pada kembang sepatu.4 Cyanidin dan quercetin telah dilaporkan memiliki aktivitas antifungal terhadap berbagai jamur patogen karena memiliki kemampuan untuk menghambat spora patogen, dan diusulkan untuk digunakan sebagai pengobatan jamur pathogen.5 Penelitian terbaru oleh Hena (2010) menyatakan bahwa bagian bunga dari tanaman kembang sepatu memiliki efek antibakterial terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus
PENDAHULUAN C. albicans pada rongga mulut dapat menyebabkan masalah kesehatan pada jaringan rongga mulut. Tidak sedikit yang terjadi dan membutuhkan perawatan dengan antifungal.1 Amphotericin B merupakan obat berspektrum luas yang sudah lama digunakan dan salah satu dari beberapa obat yang benar-benar membunuh sel jamur, tetapi dapat menyebabkan nefrotoksisitas pada pasien.2 Antifungal azole, seperti fluconazole, merupakan obat yang biasa digunakan untuk profilaksis dan pengobatan candidiasis karena terbukti memiliki aktivitas antifungal yang kuat dengan menghambat sel jamur, juga toksisitas yang lebih kecil dibandingkan antifungal lain. Namun, terapi dengan fluconazole memiliki efek samping
99
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
subtillis, dan Escherichia coli. Ekstrak bunga sepatu dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 40% dibuktikan memiliki aktivitas antibakterial6. Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Hena terhadap C. albicans, ekstrak bunga kembang sepatu dengan konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%, 2.5%, 1.25%, 0.625%, 0.3125% tidak memberikan hasil yang bermakna. Dibandingkan bakteri, C. albicans memiliki 2 cara berkembang biak bergantung pada responnya terhadap lingkungan, yaitu reproduksi dengan tunas atau dengan membentuk hifa. Hal ini merupakan salah satu yang menyebabkan sel C. albicans lebih tahan terhadap efek antifungal ekstrak bunga kembang sepatu.7 Berdasarkan penelitian pendahuluan tersebut, selanjutnya dengan menggunakan ekstrak bunga kembang sepatu dengan konsentrasi 100%, 87.5%, 75%, 62.5%, 50% diharapkan dapat memberikan hasil yang bermakna. Untuk menghambat kolonisasi C. albicans dan mengatasi masalah resistensi obat antifungal, peneliti ingin mengadakan penelitian tentang daya antifungal bunga tanaman kembang sepatu terhadap pertumbuhan koloni C. albicans.
dibersihkan dengan air suling. Dikeringkan dengan diangin-anginkan tanpa terkena sinar matahari langsung dan dihomogenisasi dengan cara digiling atau ditumbuk menjadi bubuk halus kemudian disimpan dalam botol kedap udara.6 Untuk pembuatan dalam pelarut organik (metanol), dari tiap 25 gram bubuk bunga yang telah dikeringkan ditempatkan dalam 100 ml metanol dan disimpan dalam rotary shaker pada 190-220 rpm selama 24 jam kemudian diistirahatkan selama 5 jam untuk mengendapkan material 6,8,9 tanaman. Hasilnya kemudian disaring dan disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan pelarut diuapkan pada suhu 45ºC dalam vacuum evapourator hingga didapatkan ekstrak murni tanpa pelarut.6 Siapkan 12 tabung reaksi steril yang akan digunakan untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan melalui penipisan berganda. Beri bahan ekstrak sebanyak 6 ml pada tabung pertama sehingga didapatkan konsentrasi 100%, beri tanda tabung dengan nomer 1. Selanjutnya, ambil 3 ml dari tabung reaksi pertama kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi kedua yang sudah diisi dengan 3 ml media Sabouraud Dextrose Broth sehingga didapatkan konsentrasi 50%. Kemudian, ambil 3 ml dari tabung reaksi kedua kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi ketiga yang sudah diisi dengan 3 ml media Sabouraud Dextrose Broth sehingga didapatkan konsentrasi 25%. Untuk konsentrasi 12.5%, ambil 3 ml dari tabung reaksi ketiga kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi keempat yang sudah diisi dengan 3 ml media Sabouraud Dextrose Broth.
BAHAN DAN METODE Bagian kembang sepatu yang digunakan merupakan seluruh bagian bunga, yaitu kelopak bunga beserta putik dan benang sari. Bunga kembang sepatu didapatkan dari Perkebunan Trawas dan telah mendapatkan sertifikasi dari Kebun Raya Purwodadi sebagai spesies Hibiscus rosa-sinensis, L. Bagian bunga dipisahkan dari badan utama tumbuhan dan
100
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Ambil 3 ml dari tabung reaksi keempat dengan konsentrasi 12.5% kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi kelima. Masukkan isi tabung reaksi ketiga dengan konsentrasi 25% ke dalam tabung reaksi kedua dengan konsentrasi 50% sehingga didapatkan konsentrasi 75% sebanyak 6 ml. Ambil 3 ml dari tabung reaksi kedua, masukkan ke dalam tabung reaksi keempat dengan konsentrasi 12.5% sehingga didapatkan konsentrasi 87.5%, beri tanda tabung dengan nomer 2. Terakhir, ambil 3 ml dari tabung tersebut dan dibuang. Beri tanda tabung reaksi kedua dengan konsentrasi 75% sebanyak 3 ml dengan nomer 3. Ulangi langkahlangkah tersebut sehingga didapatkan tabung reaksi keenam dengan konsentrasi 100%, tabung reaksi ketujuh dengan konsentrasi 50%, dan tabung reaksi kedelapan dengan konsentrasi 25% dan tabung reaksi kesembilan dengan konsentrasi 12.5%. Masukkan isi tabung reaksi kedelapan ke dalam tabung reaksi keenam sehingga didapatkan konsentrasi 62.5% kemudian ambil 3 ml dan dibuang, beri tanda tabung tersebut dengan nomer 4. Masukkan 3 ml media Sabouraud Dextrose Broth pada tabung reaksi keenam dengan konsentrasi 100% sehingga didapatkan konsentrasi 50% kemudian ambil 3 ml dan dibuang, beri tanda tabung tersebut dengan nomer 5. Tabung reaksi dengan tanda nomer 6 dan 7 hanya berisi media Sabouraud Dextrose Broth. Setelah semua tabung reaksi yang akan digunakan selesai disiapkan, masukkan C. albicans dari kultur murni sebanyak 0.3 ml, standar Mc Farland 0.5 ke dalam tabung nomer 1 hingga 6. Tabung nomer 6 merupakan kontrol positif yang hanya
berisi C. albicans dan media Sabouraud Dextrose Broth, sedangkan tabung nomer 7 hanya berisi media Sabouraud Dextrose Broth merupakan kontrol negatif. Inkubasikan ketujuh tabung reaksi tersebut dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC.10 Setelah itu, lakukan pemeriksaan pada tabung mana mulai terlihat ada pertumbuhan fungi. Dapat dilihat dengan ada atau tidaknya kekeruhan pada tabung reaksi. Konsentrasi Hambat Minimal (MIC) ekstrak bunga Hibiscus rosa-sinensis L. terhadap C. albicans adalah pada tabung dengan konsentrasi tertinggi yang terdapat pertumbuhan C. albicans. Untuk memastikan adanya pertumbuhan C. albicans, dilakukan pembiakan dengan cara streaked pada Sabouraud Dextrose Agar. Streaked dilakukan pada media Sabouraud Dextrose Agar dalam cawan petri dengan mengambil kultur menggunakan oese dari masingmasing tabung reaksi. Kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C. Bila ternyata didapatkan pertumbuhan koloni C. albicans, dapat dipastikan dalam tabung reaksi juga terdapat pertumbuhan C. albicans. Selanjutnya, dapat dilakukan spreading sebanyak 0.1 ml pada masing-masing cawan petri untuk penghitungan koloni dengan diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37°C.10
101
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
HASIL Rata-rata jumlah koloni 100 80 60 40 20 0
Rata -rata juml ah kolo ni
Gambar 2. Spreading untuk penghitungan koloni pada masing-masing cawan petri untuk tabung yang berisi bahan ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) dengan konsentrasi no. 1=100%, no. 2=87.5%, no. 3=75%, no. 4=62.5%, no. 5=50%.
Grafik 1. Rata-rata jumlah pertumbuhan koloni C. albicans pada kontrol positif, konsentrasi 50%, 62.5%, 75%, 87.5%, dan 100%.
Dapat dilihat pada grafik 1 ratarata jumlah pertumbuhan koloni C. albicans dari tiap kelompok perlakuan. Kelompok kontrol memiliki rata-rata jumlah pertumbuhan koloni sebanyak 90. Kelompok konsentrasi 50%, dan 62.5% masing-masing memiliki ratarata 23.7143 dan 7.1429. Kelompok konsentrasi 75%, 87.5%, dan 100% tidak terdapat pertumbuhan.
Dari 7 kali replikasi dengan menggunakan metode dan bahan yang sama yang telah dilakukan pada penelitian ini, dapat dilihat hasilnya pada gambar 1 bahwa pada konsentrasi 100%, 87.5%, dan 75% sama sekali tidak didapatkan pertumbuhan koloni C. albicans, sedangkan pada konsentrasi 62.5% dan 50% didapatkan pertumbuhan koloni C. albicans dengan
jumlah koloni yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa Konsentrasi Hambat Minimal (MIC) ekstrak bunga Hibiscus rosa-sinensis, L. terhadap C. albicans adalah pada konsentrasi 62.5%. Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian dilakukan uji normalitas yang hasilnya setiap kelompok berdistribusi normal, dengan p>α = 0.05. Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas dari ketujuh sampel penelitian, yang didapatkan p=0.341 > α=0.05, berarti data tersebut homogen. Untuk menentukan ada tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok sampel, dilakukan uji statistik ANOVA satu arah, dengan derajat kemaknaan α=0.05, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.
Gambar 1. Spreading untuk penghitungan koloni pada masing-masing cawan petri untuk kontrol positif dan negatif
102
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Hasil uji statistik ANOVA satu arah yaitu p=0.000 < α=0.05, menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna pada pertumbuhan koloni antara C. albicans yang dibiakkan sebagai kontrol positif dengan C. albicans yang dibiakkan pada ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis, L.) dengan konsentrasi 62.5% dan 50%. Untuk menentukan perbedaan antara kelompok konsentrasi, selanjutnya dilakukan uji HSD dengan derajat kemaknaan α=0.05. Terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok jika nilai signifikansi <α=0.05. Hasilnya diketahui bahwa pertumbuhan C. albicans antara kontrol positif dibanding ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis, L.) dengan konsentrasi 50% dan 62.5% terdapat perbedaan bermakna. Ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan konsentrasi 50% dibanding kontrol positif dan konsentrasi 62.5% ada perbedaan bermakna, demikian juga ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan konsentrasi 62.5% dibanding kontrol positif dan konsentrasi 50% ada perbedaan bermakna. Ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan konsentrasi 75%, 87.5%, dan 100% dibanding kontrol positif ada perbedaan bermakna.
Bacillus subtillis, dan Escherichia coli. Namun, pada trial yang dilakukan penulis, konsentrasi 40% tidak memberikan hasil yang bermakna sehingga selanjutnya dilakukan penelitian dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) mulai 50%, 62.5%, 75%, 82.5% hingga 100% dengan penipisan berganda. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan antara bakteri dan jamur, yaitu perbedaan struktural, morfologi, dan spesies, perbedaan dinding sel, serta cara berkembang biak. Berdasarkan perbedaan struktural dan morfologi, bakteri merupakan prokariota. Genom dan kromosom bakteri adalah tunggal, molekul sirkularnya terdiri dari DNA doublestranded, dan membran nuklear lebih kecil, sedangkan jamur tergolong eukariota, lebih mirip dengan sel pada tubuh manusia, dengan beberapa kromosom yang dikelilingi membran nuclear.11 Membran plasma pada sel jamur juga mengandung sterol yang sering ditemukan sebagai pertahanan pada kebocoran membran namun tidak terdapat pada sel bakteri.12 Pada penelitian oleh Hena (2010), konsentrasi 40 mg/0.1 ml (40%) memiliki efek antibakterial terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtillis, dan Escherichia coli. Namun hasilnya tidak bermakna pada Pseudomonas aeruginosa meskipun berasal dari kingdom yang sama. Jadi, kemampuan antifungal ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) juga bergantung dari macam spesies. Berdasarkan perbedaan dinding sel, dinding sel jamur merupakan organel sel yang canggih. Dinding sel jamur berfungsi
PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya oleh Hena (2010) menyatakan bahwa ekstrak bunga tanaman kembang sepatu dengan konsentrasi 40 mg/0.1 ml (40%) memiliki efek antibakterial terhadap Staphylococcus aureus,
103
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
untuk memberikan pertahanan secara osmotik dan fisik, serta bersama-sama dengan membran plasma, berfungsi mempengaruhi dan meregulasi masuknya material ke dalam sel. Dinding sel jamur merupakan struktur dinamis yang bermetabolisme secara aktif dan komponen-komponennya saling berinteraksi untuk menyesuaikan dengan fungsi yang dibutuhkan pada waktu tertentu, misalnya permeabilitas yang selektif. Sedangkan dinding sel bakteri di bagian luar membran sitoplasmik terstruktur berlapis-lapis namun berpori dan permeabel terhadap substansi dengan berat molekul rendah dan tidak memiliki kemampuan permeabilitas yang selektif.11, 13, 14, 15 C. albicans berkembang biak dengan 2 cara, yaitu tunas sejati atau membentuk hifa. Pembentukan hifa terjadi karena respon in-vitro terhadap lingkungan, seperti perubahan pH atau suhu. Kemampuan untuk berganti cara berkembang biak tersebut meningkatkan kemampuan adaptasi C. albicans sehingga lebih memiliki ketahanan terhadap agen antimikrobial.7,16 Ketiga faktor tersebut kemungkinan dapat mempengaruhi efek antifungal ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) terhadap pertumbuhan C. albicans. Ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) yang digunakan dalam penelitian ini adalah crude extract, namun terdapat 2 kandungan utama dalam bunga kembang sepatu yang dapat bekerja maksimal dalam menghambat aktivitas antifungal, yaitu anthocyanin berupa cyanidin dan flavonoid berupa quercetin.4 Kedua kandungan tersebut menghambat pertumbuhan koloni C. albicans dengan 2 mekanisme yang
berbeda. Cyanidin merusak dinding sel C. albicans dengan menghambat enzim β(1, 3)-ᴅ-glucan synthase sehingga sintesis β(1, 3)-glucan terblokir. Pada komponen β(1, 3)glucan terdapat gen FKS1 dan FKS2 yang berfungsi untuk mengontrol aktivitas enzim yang berguna untuk viabilitas sel, serta gen RHO1 yang menginstruksikan pembuatan protein Rhodopsin untuk mekanisme regulasi yang memungkinkan sel C. albicans mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan. Penurunan atau tidak adanya salah satu komponen utama dinding sel, yaitu β(1, 3)-glucan, seringkali menyebabkan pertumbuhan sel C. albicans terpengaruh. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidakutuhan seluler dinding sel C. albicans baik secara struktural maupun morfologi. Pada akhirnya terjadi lisis osmotik sel C. albicans dan kematian organisme karena sel kehilangan kemampuan untuk meregulasi.17, 18, 19, 20
Kandungan flavonoid termasuk quercetin dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler dan membantu regenerasi sel pada tubuh manusia.21 Pada penelitian ini, flavonoid yang berupa quercetin dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan C. albicans dengan sasaran 14α-demethylase pada jalur biosintesis ergosterol2,5,22. Quercetin melekat langsung pada ergosterol dan membentuk channel ion transmembran. Channel tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas membran yang kemudian menyebabkan kebocoran kandungan intraseluler, termasuk kalium.19,23 Sasaran lainnya yaitu enzim sitokrom P450 (CYP)dependent lanosterol 14α-demethylase, produk gen ERG11 pada C. albicans 104
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
yang mengkatalisa prekursor ergosterol. Penghambatan enzim sitokrom P450 (CYP)-dependent lanosterol 14α-demethylase menyebabkan akumulasi prekursor sterol dan penipisan ergosterol pada membran plasma sterol. Padahal diketahui bahwa membran plasma sterol merupakan salah satu komponen utama sel C. albicans yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kebocoran membran. Hasilnya terjadi pembentukan membran plasma dengan ketidakutuhan struktural dan fungsional sehingga terjadi perubahan fungsi membran plasma C. albicans dan mengakibatkan pertumbuhan koloni terhambat.3,22 Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa tidak ada pertumbuhan C. albicans pada media dengan konsentrasi ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) 100%, 87.5%, dan 75%. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) memiliki daya antifungal terhadap C. albicans. Sedangkan untuk konsentrasi 62.5% dan 50% masih didapatkan pertumbuhan koloni C. albicans. Namun jumlah koloni yang tumbuh bila dibandingkan dengan kontrol positif, terdapat perbedaan bermakna. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan daya antifungal antara ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) sesuai dengan konsentrasinya. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), jumlah koloni C. albicans yang tumbuh semakin sedikit bahkan tidak ada. Dalam penelitian ini, konsentrasi yang mulai dapat menurunkan pertumbuhan C. albicans adalah 50%. Sedangkan, Konsentrasi Hambat
Minimal (MIC) ekstrak bunga Hibiscus rosa-sinensis L. terhadap C. albicans yaitu konsentrasi tertinggi yang terdapat pertumbuhan C. albicans adalah pada konsentrasi 62.5%. Hal ini berkaitan dengan jumlah kandungan cyanidin dan quercetin dalam kembang sepatu, semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin banyak kandungan cyanidin dan quercetin dalam ekstrak, yang mana merupakan kandungan aktif antifungal dalam bunga kembang sepatu yang utama. Hasil penelitian daya hambat ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap pertumbuhan C. albicans menunjukkan bahwa ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) dengan konsentrasi 62.5% merupakan Konsentrasi Hambat Minimal (MIC) untuk C. albicans karena merupakan konsentrasi tertinggi yang terdapat pertumbuhan C. albicans dan mampu menghambat pertumbuhan koloni C. albicans. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
105
Cannon RD, Chaffin WL. 1999. Oral Colonization by C. albicans. Critical Reviews in Oral Biology and Medicine, 10(3): 383-359. Arif T, Bhosale JD, Kumar N, Mandal TK, Bendre RS, Lavekar GS, and Dabur R. 2009. Natural Products–Antifungal Agents Derived From Plants. Journal of Asian Natural Products Research, 11(7): 638– 621. Casalinuovo IA, Di Francesco P, Garaci E. 2004. Fluconazole Resistance in C. albicans: A Review Of Mechanisms. European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 8: 77-69. Jadhav VM, Thorat RM, Kadam VJ, and Sathe NS. 2009b. Traditional medicinal uses of Hibiscus rosa-sinensis. Journal of Pharmacy Research, 2(8): 1222-1220. Cushnie TPT, Lamb AJ. 2005. Antimicrobial Activity of Flavonoids.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13.
14.
ISSN : 1907-5987
15. Moore D, Robson G, Trinci T. 2011. 21 st Century Guidebook to Fungi. New York: Cambridge University Press. P. 137-136. 16. Salazar E, Chaloupka J, Muhlschlegel, Levin L, Buck J. 2007. C. albicans Adenylyl Cyclase as the Central Mediator of Morphological Transition and Virulence. American Society for Microbiology: CellCell Communication in Bacteria. P. 25. 17. Adekunle AA, Ikumapayi AM. 2006. Antifungal Property and Phytochemical Screening of The Crude Extracts of Funtumia elastica and Mallotus oppositifolius. West Indian Medical Journal, 55(4): 223-219. 18. Schaefer HM, Rentzsch M, Breuer M. 2008. Anthocyanins Reduce Fungal Growth in Fruits. Natural Product Communications, 3(8): 1272-1267. 19. Anaissie EJ, McGinnis MR, Pfaller MA. 2009. Clinical Mycology. 2nd Ed. Churchill Livingstone: Elsevier, Inc. P. 164-161. 20. Bacic A, Fincher GB, Stone BA. 2009. Chemistry, Biochemistry and Biology of (13)-β-glucans and Related Polysaccharides. P. 273-264. 21. Shilpashree HP, Ravishankar R. 2009. In Vitro Plant Regeneration and Accumulation of Flavonoids in Hypericum mysorense. International Journal of Integrative Biology, 8(1): 49-43. 22. Uno J, Shigematsu ML, Arai T. 1982. Primary Site of Action of Ketoconazole on C. albicans. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 21(6): 918-912. 23. Cannon RD, Lamping E, Holmes AR, Niimi K, Tanabe K, Niimi M, Monk BC. 2007. C. albicans Drug ResistanceAnother Way to Cope with Stress. Microbiology, 153: 3217-3211.
International Journal of Antimicrobial Agents, 26: 356–343. Hena JV. 2010. Antibacterial Potentiality of Hibiscus rosa-sinensis Solvent Extract and Aqueous Extracts Against Some Pathogenic Bacteria. Herbal Tech Industry: Research Article. P. 10-1. Accessed from: http://www.herbaltechindustry.com/Antiba cterial%20potentiality%20%2052.pdf. Diakses 15 Maret 2010. Molero G, Díez-Orejas R, Navarro-García F, Monteoliva L, Pla J, Gil C, SánchezPérez M, Nombela C. 1998. C. albicans: Genetics, Dimorphism And Pathogenicity. Internatl Microbiol, 1: 106-95. Cock IE. 2008. Antibacterial Activity of Selected Australian Native Plant Extracts. The Internet Journal of Microbiology, 4(2). Diakses 1 December 2010. Khan ZS, Shinde VN, Bhosle NP, and Nasreen S. 2010. Chemical Composition and Antimicrobial Activity of Angiopspermic Plants. Middle-East Journal of Scientific Research, 6(1): 61-56. Brooks GF, Butel JS, and Morse SA. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. P. 98-96. Samaranayake LP. 2002. Essential Microbiology for Dentistry. 2nd Ed. China: Churchill Livingstone. P. 7-6. Lambris JD. 2007. Current Topics in Innate Immunity. New York: Springer. P. 146. Bowman SM, Free SJ. 2006. The Structure and Synthesis of The Fungal Cell Wall. BioEssays, 28(8): 808-799. Mainous AG, Pomeroy C. 2010. Management of Antimicrobials in Infectious Diseases: Impact of Antibiotic Resistance. 2nd Ed. New York: Humana Press. P. 129-128.
106
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Uji Efektifitas Aplikasi Topikal Ekstrak Daun Mangrove Avicennia marina Terhadap Pertumbuhan Sel Fibroblas Pada Traumatic Ulcer (Effectivity of Topical Application Extract Mangrove Avicennia marina Leaves On The Growth Of Fibroblast Cell in Traumatic Ulcer) Onge Margareth Hendro, Dian Mulawarmanti*, Dwi Setyaningtyas** * Biokimia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Fibroblast play an important role in wound healing of traumatic ulcer. The extract of mangrove Avicennia marina leaves which contains of flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, it useful to improving healing of wound tissue. Purpose: The aim of this study is to know the effectiveness of topical application extract mangrove Avicennia marina leaves on the growth of fibroblasts cell in traumatic ulcers. Materials and Methods: 40 rats were divided into 10 groups. Burn wound was made at the labial mucosa. Group K0 was treated with aquadest, group K1 with hyaluronic acid 0.2%, group P1 with an extract of mangrove Avicennia marina 10%, group P2 with an extract of mangrove Avicennia marina 20%, group P3 with an extract of mangrove Avicennia marina 40%. Subject was given once daily topical application until seven days. At the third and seventh days, labial mucosa being biopsied and histopathological preparat were made to know the growth of fibroblast cell. Data were analyzed with one way ANOVA test (p <0.05). Result: Subject showed significant difference the growth of fibroblast cell between topical application in group 1 (60,75±4,272), group 2 (53,75±3,862), and extract of Avicennia marina leaves. Generally not seen significant differences between group 2 (53,75±3,862) and group 3 (54,75±3,304) (p=0,709). Between group 4 (36,25±3,304) and group 5 (36±0,816) also not seen significant differences (p=0,926). Effectiveness of topical application in wound healing of traumatic ulcer is on extract of mangrove Avicennia marina 20%. Conclusion: Topical application with extract of mangrove Avicennia marina is effective on the growth of fibroblasts cell in traumatic ulcers. Keywords: Traumatic ulcer, Wound healing, Fibroblast, Avicennia marina Correspondence: Dian Mulawarmanti, Departement of Biology Oral, Faculty od Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5912191, Email:
[email protected]
107
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Fibroblas memegang peranan penting dalam proses penyembuhan traumatik ulser. Kandungan dari ekstrak Avicennia marina mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, yang berguna untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan luka. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas aplikasi topikal ekstrak daun mangrove Avicennia marina terhadap pertumbuhan sel fibroblas pada traumatik ulser tikus wistar. Bahan dan Metode: 40 ekor tikus wistar yang dibagi kedalam 5 kelompok. Luka bakar dibuat di mukosa labial. Kelompok 1 diberi perlakuan dengan aquades, kelompok 2 diberi perlakuan dengan asam hialuronat 0,2%, kelompok 3 diberi perlakuan dengan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 10%, kelompok 4 diberi perlakuan dengan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 20%, kelompok 5 diberi perlakuan dengan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 40%. Setiap subyek diberi aplikasi topikal sekali sehari sampai tujuh hari. Pada hari ketiga dan ketujuh, mukosa labial dibiopsi dan dibuat preparat histopatologi untuk mengetahui pertumbuhan sel fibroblas. Data dianalisis menggunakkan uji one way ANOVA (p<0,05). Hasil: Terdapat perbedaan signifikan pertumbuhan sel fibroblas antara aplikasi topikal Kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna (p<0,05) adalah kelompok K0.3 dengan K1.3, P1.3, P2.3, P3.3, K0.7, K1.7, P1.7, P2.7, P3.7. Kelompok K1.3 dengan P1.3, P2.3, P3.3, K0.7, K1.7, P1.7, P2.7, P3.7. Kelompok P1.3 dengan P2.3, P3.3, K0.7, K1.7, P1.7, P2.7. Kelompok P2.3 dengan P3.3, K1.7, P2.7, P3.7. Kelompok P3.3 dengan K0.7, K1.7, P1.7, P3.7. Kelompok K0.7 dengan K1.7, P1.7, P2.7, P3.7. Kelompok K1.7 dengan P2.7, P3.7. Kelompok P1.7 dengan P2.7, P3.7.Dosis efektif aplikasi topikal dalam penyembuhan traumatik ulser terdapat pada ekstrak daun Avicennia marina 20%. Simpulan: Aplikasi topikal ekstrak daun mangrove Avicennia marina efektif terhadap pertumbuhan sel fibroblas pada traumatik ulser tikus wistar. Kata Kunci: Ulkus traumatikus, Penyembuhan luka, Fibroblas, Avicennia marina Korespondensi: Dian Mulawarmanti, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Sukolilo, Surabaya, Telepon 031-5912191, Email:
[email protected]
akibat ada gigi yang patah.2 Walaupun TU bisa sembuh sendiri pada hari keenam atau kesepuluh baik secara spontan atau dengan menghilangkan penyebabnya tetapi, pengobatan sangat diperlukan karena untuk mengurangi rasa sakit, mempercepat proses penyembuhan, dan menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut.3 Prevalensi TU pada mukosa rongga mulut cukup tinggi yaitu sekitar 83,6%.4 Pengobatan pada TU yang sering digunakan adalah pemberian topikal Hyaluronic acid (HA) 0,2%. Akan tetapi, kelemahan dari gel HA 0,2% adalah kontraindikasi bila diberikan
PENDAHULUAN Ulcer merupakan suatu kondisi diskontinuitas pada jaringan mukosa yang meluas sampai dermis hingga ke subkutis dan menyebabkan hilangnya sebagian struktur epitel melebihi membran basalis atau dapat mencapai lamina propia.1 Sedangkan Traumatic ulcer (TU) adalah suatu lesi pada rongga mulut yang dapat disebabkan oleh trauma bahan kimia, trauma suhu, maupun trauma fisik seperti pipi atau lidah yang tergigit, iritasi bahan akrilik, atau karena benda asing yang masuk ke dalam rongga mulut seperti sikat gigi yang terlalu kuat atau iritasi 108
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
pada orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap bahan yang mengandung polyvinylpyrrolidone (PVP) dan harganya yang mahal.5 Hyaluronic acid merupakan suatu bagian matriks ekstraselular dan merupakan glikosaminoglikan utama yang disekresikan selama perbaikan jaringan. Hyaluronic acid dapat merangsang penyembuhan luka, migrasi dan mitosis dari fibroblas dan sel epitel.6 Hyaluronic acid terdapat di semua organ tubuh manusia, tetapi lebih banyak di jaringan mesenkimal.7 Mangrove Avicennia marina merupakan salah satu jenis mangrove yang tersebar diseluruh Indonesia dengan kondisi yang melimpah karena kemampuan beradaptasinya yang mudah.8 Daun mangrove Avicennia marina telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan penyakit kulit dan pakan hewan di peternakan.9 Di Indonesia, masyarakat pantai Cilincing Jakarta Utara ada yang memanfaatkan daun tumbuhan Api-api yang masih muda sebagai bahan sayur urap, demikian pula masyarakat pantai di Jawa Timur.10 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mangrove mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam mangrove antara lain senyawa nonsaponifiable lipids (NSL) yaitu alkaloid, terpenoid, dan saponin.11 Pada jenis mangrove Avicennia marina kandungan flavonoid mempunyai persentase paling tinggi pada daun dibandingkan bagian lainnya. Flavonoid dapat menghambat jalur siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga terjadi pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan. Sehingga reaksi inflamasi akan
berlangsung lebih singkat dan kemampuan proliferatif dari TGF-β tidak terhambat dan proses proliferasi dapat segera terjadi.12 Saponin memiliki fungsi sebagai antiinflamasi, antibakteri, dan antikarsinogenik. Selain itu, saponin juga terbukti mampu menstimulasi sintesis fibroblas oleh fibronektin.13 Salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah fibroblas yang dirangsang melalui pelepasan mediator sel radang yang tercetus dengan adanya TU.14 Fibroblas mempunyai peranan penting dalam penyembuhan luka serta merupakan sel pembentuk jaringan ikat yang utama.15 Pada keadaan normal, aktivitas pembelahan fibroblast sangat jarang telihat, namun ketika terjadi perlukaan sel ini terlihat lenih aktif dalm memproduksi matriks ekstraseluler.13 BAHAN DAN METODE Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian true experimental laboratory. Rancangan penelitian ini adalah post test only control group design. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 ekor tikus wistar jantan. Pada penelitian ini tikus diadaptasi selama 1 minggu dan ditempatkan dalam ruangan yang cukup udara dan cahaya.17 Pada hari pertama setiap tikus Wistar diberi anastesi secara inhalasi dengan menggunakan eter. Pembuatan TU menggunakan amalgam stopper yang mempunyai ukuran penampang ± 3 mm yang telah dipanaskan diatas burner yang diberi spiritus. Pada hari kedua sudah terbentuk ulcer yang ditandai dengan adanya lesi
109
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
berbentuk bulat, berwarna putih dengan sentral kekuningan yang berisi eksudat fibrinosa dengan tepi kemerahan (eritem).18 Ulcer dikeringkan dengan cotton pellet steril dan diukur diameternya dengan menggunakan kaliper digital. Kemudianlangsung diberi aplikasi topikal berupa aquades, HA 0,2%, dan ekstrak daun mangrove Avicennia marina gel 10%, 20%, dan 40%. Aplikasi topikal aquades steril (KO), aplikasi topikal gel AH 0,2% (K1), aplikasi topikal gel daun mangrove Avicennia marina gel 10% (P1), aplikasi topikal gel daun mangrove Avicennia marina gel 20% (P2), aplikasi topikal gel daun mangrove Avicennia marina gel 40% (P3). Aplikasi obat secara topikal dilakukan 1 kali sehari selama 7 hari. Pada hari ketiga dan ketujuh, mukosa labial dibiopsi dan dibuat preparat histopatologi untuk mengetahui pertumbuhan sel fibroblas. Jaringan mukosa labial kemudian dimasukkan kedalam larutan formalin 10% dengan ketentuan seluruh bagian potongan terendam minimal 1/3 bagian formalin. Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquades selama 1 jam untuk proses penghilangan larutan fiksasi. Sebelum dilakukan dekalsifikasi terlebih dahulu dengan asam nitrat 2,5% selama ± 2 hari untuk menunggu jaringan menjadi lunak dan dapat dipotong berbentuk persegi panjang. Hasil potongan mukosa labial yang telah didelkalsifikasi dimasukkan ke dalam formalin buffer 10% selama 24 jam pada suhu yang sama. Sampel diiris menjadi bahan yang berukuran 1x1x½ cm selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan cara memasukkannya ke dalam alkohol
konsentrasi bertingkat yaitu alkohol 70% selama 15 menit, alkohol 80% selama 15menit, alkohol 90% selama 15 menit, alkohol 95% selama 15 menit, alkohol 99% selama 15 menit, dan alkohol 100% selama 15 menit. Jaringan dibersihkan (clearing) dengan cara dimasukkan dalam larutan xylol 2 x 30 menit. Setelah pembersihan (clearing) dilakukan proses penanaman (embedding) dengan cara jaringan ditanam dalam parafin padat yang mempunyai titik lebur 56 -58°C selama 2 x 30menit. Jaringan dalam parafin tersebut dipotong setebal 5 mikron dengan menggunakkan rotary microtome. Selanjutya sediaan dicat dengan HE dengan cara sebagai berikut, deparafinasi dilakukan dengan larutan xylol selama 2 x 3 menit, sisa xylol dicuci dengan menggunakan air mengalir, pengecatan dengan HE selama 5 menit, alkohol asam, air ammonia, cunter stain dengan eosin selama 15 detik sampai 2 menit. Lalu cuci dengan alkohol 2 x 1, xylol 2 x 2 menit ditutup dengan glas penutup yang sebelumnya ditetesi dengan balsam Canada. Perhitungan dengan pembesaran 400 kali dengan bantuan skala, kemudian diamati perubahan jumlah fibroblas pada daerah TU. Perhitungan jumlah fibroblas ini dengan menggunakan program tool image disertai dengan bantuan skala per lapangan pandang.19 Analisis data menggunakan uji statistik analitik disertai uji normalitas dan homogenitas. Skala data berupa skala data ratio. Data terdistribusi normal dan memiliki varian homogen sehingga dilanjutkan dengan uji statistik parametrik yaitu One Way ANOVA dan LSD.
110
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
pada kelompok Hyaluronic Acid 0,2% sebanyak 53,75.
HASIL Rerata dan simpangan baku jumlah pertumbuhan sel fibroblas pada kelompok perlakuan serta kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif yang dapat dilihat pada Tabel 1.
50
Tabel 1. Hasil rerata dan simpang baku jumlah fibroblas pada setiap kelompok perlakuan
Kelompok K0.3 K1.3 P1.3 P2.3 P3.3 K0.7 K1.7 P1.7 P2.7 P3.7
Rerata 31,00 46,75 83,75 58,75 41,25 60,75 53,75 54,75 36,25 36,00
83,75
100
31
58,75 46,75 41,25
Ko K1
P1 P2 P3
0 rata-rata jumlah fibroblast pada H3
Simpang baku 4,546 8,250 5,737 2,754 4,031 4,272 3,862 3,304 3,304 0,816
80 60 40 20
60,75
53,7554,75 36,25 36
Ko K1 P1 P2
P3 0 rata-rata jumlah fibroblast pada H7
Hasil rerata dan simpang baku jumlah fibroblas pada hari ketiga jumlah yang paling banyak terdapat pada kelompok perlakuan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 10% sebanyak 83,75. Sedangkan jumlah fibroblas yang paling sedikit terdapat pada kelompok kontrol yaitu sebanyak 31,00. Gambar berikut ini merupakan gambaran pertumbuhan jumlah fibroblas pada hari ketiga atau pada awal fase proliferasi dan gambaran pertumbuhan jumlah fibroblas pada hari ketujuh atau pada akhir fase proliferasi. Jumlah fibroblas yang paling sedikit terdapat pada kelompok perlakuan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 40% yaitu sebanyak 36. Pada jumlah fibroblas pada kelompok kontrol masih mengalami kenaikan yaitu sebanyak 60,75 dan
Gambar 1. Rerata jumlah fibroblas pada hari ketiga dan ketujuh
Uji Homogenitas dilakukan pada kelima kelompok dengan hasil yang homogen, sehingga analisis diteruskan menggunakkan uji One Way ANOVA yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna jumlah sel fibroblas pada masing-masing kelompok perlakuan pada hari ketiga dan ketujuh. Berikut ini adalah hasil uji One Way ANOVA. Tabel 2. Hasil uji One Way ANOVA Kelompok F Sig Antar Perlakuan 69,186 0,000 Dalam Perlakuan
Hasil uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p=0,00 (p<0,05) yang artinya “paling tidak terdapat 111
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna pada dua kelompok”. Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk menentukan perbedaan diantara setiap kelompok perlakuan dengan derajat kemaknaan p<0,05. Hasil LSD didapatkan bahwa pertumbuhan jumlah fibroblas terdapat perbedaan bermakna pada hampir semua kelompok perlakuan. Perbedaan yang bermakna ini terdapat pada seluruh kelompok kontrol yang diberi aquades dengan kelompok perlakuan yang lain. Kelompok kontrol negatif yang diberi HA 0,2% mempunyai perbedaan bermakna juga dengan kelompok kontrol yang lain kecuali kelompok kontrol negatif hari ketujuh (K1.7) tidak mempunyai perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 10% hari ketujuh (P1.7) dengan nilai p=0,709 (p<0,05). Pada kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 20% hari ketujuh (P2.7) dengan kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 40% hari ketujuh (P3.7) juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p=0,926 (p>0,05).
kontrol positif diberikan aplikasi topikal menggunakkan HA 0,2% yang telah dipasarkan dalam bentuk produk jadi dengan komposisi asam hialuronat 0,2%, xylitol dan bahan tambahan lain. Hyaluronic acid merupakan bagian penting dari matriks ekstraseluler dan juga salah satu GAG utama yang dikeluarkan selama perbaikan jaringan.6 Perbedaan signifikan (p<0,05) antara kelompok kontrol negatif yang tanpa diberi perlakuan apapun dengan kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 10%, gel Avicennia marina 20%, dan gel Avicennia marina 40% pada hari ketiga maupun pada hari ketujuh dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Perbedaan hasil ini karena kandungan yang ada di dalam Avicennia marina yaitu flavonoid. Flavonoid menghambat siklooksigenase yang membuat metabolisme asam arakhidonat terhambat dan sel inflamasi yang keluar ke jaringan yang luka juga terhambat karena metabolisme ini berhubungan dengan mediator inflamasi seperti prostaglandin dan tromboksan.12 Penggunaan HPMC sebagai bahan basis sediaan topikal di mukosa rongga mulut juga dapat mempengaruhi perbedaan ini. Bahan HPMC dapat melarutkan bahan matriks ekstraseluler karena mempunyai sifat yang mampu melepaskan bahan aktif secara berkala yang membuat efek kerja gel Avicennia marina lebih panjang dan maksimal daripada kelompok kontrol negative.20 Berikut gambar HPA sel fibroblas.
PEMBAHASAN Pengamatan jumlah fibroblas pada TU tikus wistar menunjukkan fibroblas sudah muncul pada hari ketiga setelah perlakuan. Perbedaan signifikan terdapat pada kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif yang diberi HA 0,2% baik pada hari ketiga maupun hari ketujuh. Hal ini bisa disebabkan karena pada kelompok kontrol negatif tidak diberikan pengobatan sehingga memungkinkan ulcer menjadi semakin parah. Sedangkan pada kelompok
112
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
tidak mempunyai perbedaan bermakna dengan nilai p=0,709 (p<0,05). Hal ini disebabkan karena pada kelompok kontrol positif HA 0,2% terdiri dari HA yang merupakan bagian penting dari matriks ekstraseluler dan merupakan salah satu glikosaminoglikan utama yang dikeluarkan selama perbaikan jaringan. Hyaluronic acid diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi pada penyembuhan luka merangsang migrasi dan mitosis dari fibroblas dan sel epitel.9 Pada kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 20% dan kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 40% mengandung senyawa aktif yang dapat merangsang terjadinya proliferasi fibroblas seperti tanin yang berperan pada kontraksi luka dan peningkatan epitelisasi. Alkaloid juga dapat meningkatkan proses penyembuhan luka karena aktifitas antioksidan dan antimikrobial.21 Aktivitas antiinflamasi flavonoid melalui penghambatan siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga jumlah sel inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan terbatas. Reaksi inflamasi berlangsung lebih singkat dan kemampuan proliferatif dari TGF-β tidak terhambat, sehingga proses proliferasi segera terjadi. Flavonoid juga mempercepat proses penyembuhan luka yang didukung oleh mekanisme antioksidan dalam melakukan penghambatan aktivitas radikal bebas.12 Kelompok kontrol positif HA 0,2% dengan kelompok perlakuan gel Avicennia marina 10% tidak mempunyai perbedaan yang bermakna, hal ini mungkin dipengaruhi oleh jumlah senyawa aktif
Gambar 2. HPA sel fibroblas a. Kelompok K0.3, b. Kelompok K0.7, c. Kelompok K1.3, d. Kelompok K1. 7, e. Kelompok P1.3, f. Kelompok P1.7, g. Kelompok P2.3, h. Kelompok P2.7, i. Kelompok P3.3, j. Kelompok P3.7
Perlakuan antara kelompok kontrol positif HA 0,2% dengan kelompok perlakuan gel Avicennia marina 20% dan kelompok perlakuan gel Avicennia marina 40% pada hari ketiga dan ketujuh juga memberikan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Akan tetapi, pada kelompok kontrol positif HA 0,2% dengan kelompok perlakuan gel Avicennia marina 10% 113
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
dan kandungan yang ada dalam whole ekstrak pada konsentrasi ini. Pada mangrove terdapat kandungan flavonoid yang membatasi jumlah sel inflamasi bermigrasi ke jaringan perlukaan dan TGF-β dapat segera dihasilkan dan mempercepat proliferasi fibroblas. Senyawa saponin dari tumbuhan adalah glikosida dan triterpenoid dan steroid. Saponin merupakan senyawa yang penting dalam penyembuhan luka. Saponin dapat memacu pembentukkan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka.23 Perbedaan jumlah sel fibroblas yang signifikan antara kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 10% dengan kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 20% dan kelompok perlakuan yang diberi gel Avicennia marina 40%. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah komposisi dari whole ekstrak yang ada di dalam gel. Pada hari ketujuh jumlah sel fibroblas pada semua kelompok perlakuan sudah mulai menurun terutama pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak gel daun mangrove Avicennia marina 40%. Hal ini terjadi karena proses sintesis kolagen oleh fibroblas terjadi relatif lebih awal karena dipengaruhi oleh senyawa yang ada dalam daun mangrove Avicennia marina. Penurunan jumlah fibroblas ini memang mulai terjadi pada hari ketujuh saat kolagen mulai muncul tetapi proliferasi ini dapat lebih singkat apabila ada faktor yang mempengaruhinya.14 Mangrove Avicennia marina mengandung antiinflamasi yang menyebabkan sitokin sepeti TNF α ,IL-1, IL-6, IL-8, TGF β aktivitasnya ikut menurun. TGF β mempunyai
peran menstimulasi fibroblas, meningkatkan matriks ekstraseluler dan meningkatkan proses kolagenase pada proses penyembuhan luka. Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh reepitelisasi, karena semakin cepat proses reepitelisasi semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan luka.23 Pada tahap penyembuhan luka fibroblas akan berkurang seiring dengan penyembuhan luka.14 Secara statitik tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 20% dengan kelompok perlakuan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 40% dengan nilai signifikansi p=0,925 (p>0,05) sehingga disarankan ekstrak daun mangrove Avicennia marina dosis 20% efektif untuk mempercepat penyembuhan luka. Pemilihan dosis 20% ini berdasarkan pemahaman dari penulis apabila dengan memberikan dosis kecil saja sudah memberikan efek yang sama dengan pemberian dosis besar maka akan lebih baik diberikan dalam dosis kecil. Proses hemostasis terjadi cepat setelah jaringan mengalami cedera, dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan pembentukan clot fibrin.24 Kemudian terjadi vasodilatasi aktif bersaman dengan peningkatan 9 permeabilitas kapiler. Sitokin proinflamasi dan growth factors. Setelah perdarahan dikendalikan fase inflamasi dimulai, yang ditandai dengan infiltrasi neutrofil, makrofag dan limfosit.24 Komponen matriks ekstrasel menstimulasi proliferasi monosit menjadi makrofag untuk pembersihan neutrofil dan debris dari area yang luka, kemudian menghasilkan sitokin (IL-1, IL-4, IL-6, TNF α) dan zat kimia penarik fibroblas.25 114
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
3.
Tahapan paling penting dalam tahap awal proses penyembuhan luka adalah pembentukan jaringan granulasi. Gambaran histologi jaringan granulasi adalah angiogenesis dan proliferasi fibroblas. Fibroblas pada jaringan granulasi mensintesis matriks ekstraseluler, termasuk glikoprotein, proteoglikan, dan kolagen. Saponin dapat menstimulasi proses angiogenesis lewat peningkatan aktivitas protease dan migrasi sel endotel. Saponin menstimulasi sintesis fibronektin dari fibroblas dan memodifikasi ekspresi reseptor TGFβ. Fibronektin adalah glikoprotein besar yang multifungsi dapat berikatan dengan makromolekul (kolagen, fibrin, heparin, dan proteoglikan) serta dapat berikatan dengan sel lewat reseptor integrin, mengindikasikan bahwa fibronektin berperan dalam interaksi fibroblas dan matriks ekstraseluler.6
4.
5.
6.
7.
8.
9.
SIMPULAN 10.
Aplikasi topikal ekstrak daun mangrove Avicennia marina 10%, 20%, dan 40% efektif meningkatkan pertumbuhan sel fibroblas pada TU tikus wistar pada hari ketiga dan menurunkan pertumbuhan sel fibroblas pada TU tikus wistar pada hari ketujuh. Dosis efektif dalam pengaplikasian topikal gel ekstrak daun mangrove Avicennia marina pada TU adalah dengan dosis 20%.
11.
12.
DAFTAR PUSTAKA 13. 1.
2.
Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E. 2009. Oral and Maxillofacial Pathology Third Edition. Elsevier, India. H. 512-510. Scully, C dan Felix, D. H. 2008. Aphthous and Other Common Ulcers. British Dental Journal, 190(5): 264-259.
14.
115
Laskaris, George. 2006. Colour Atlas of Oral Disease Second Edition. New York: Thieme. Treatment of Oral Disease. New York: Thieme. De Long L dan Burkhart NW. 2008. General and Oral Pathology for The Dental Hygienisti. Philadelphia, US: Lippincott Williams and Wilkins. P. 297295. Kapoor P, Sachdeva A. 2011. Topical hyaluronic acid in the management of oral ulcers. Available from http://www.eijd.org/article.asp?issn=00195154;year=2 011;volume=56;issue=3;spage=300;epag e=302;aulast=Kapoor. Diakses Juli 2012. MacKay DND and Miller A.L.ND. 2003. Nutritional Support for Wound Healing. Alternative Medicine Review, 8(4): 377359. Available from http://www.pilonidal.org/_assets/pdf/nutri tion.pdf. Diakses March 2012. Topazian RG, Goldberg MH. 2002. Oral and Maxillo Infection. 4th Edition. Philadelphia : WB Saunders co. P. 25. Noor, Y. R. Khazali, M, dan Suryadiputra, I. N. N. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen PHKA. Bogor. H. 3-1. Bandaranayake W. 2002. Bioactivities, Bioactive Compounds and Chemical Constituents of Mangrove Plants. Wetlands Ecology ang Management, 10: 452-421. Santoso, N., B.C. Nurcahya, A.F. Siregar, dan I. Farida. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. LPP Mangrove, Bogor. Basyuni, M. 2008. Studies on Terpenoid Biosynthesis of Mangrove Tree Species. Dissertation Unite Graduate School of Agricultural Sciences. Kagoshima University, Japan. Nijveldt R.J, Van Nood E, Van Hoorn E, Boelens PG, Van Norren K, Van Leeuwen. 2001. Flavonoids: a Review of Probable Mechanisms of Action and Potential Application. Am. J. Clin. Nutr., 74: 418-25. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11 566638. Diakses Juni 2012. Froschle M, Pluss, Peter A, Etzweiler E, Ruegg D. 2004. Phytosteroid for Skin Care. Personal Care. P. 55-8. Triyono Bambang. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada Tikus Wistar yang diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan Yang Tidak Diberi Levobuvipakain (Studi Histokimia). Available from
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
15.
16.
17.
18.
19.
20.
ISSN : 1907-5987
http://eprints.undip.ac.id/16709/1/Bamba ng_Triyono.pdf. Diakses April 2012. Jeon KM. 2009. International Review Of Cell and Molecular Biology, Vol 276. 1 st edition. San Diego: Elsevier Academic Press. P. 202-161. Rukmini Ambar. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas Dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Available from http://p3m.amikom.ac.id/p3m/69%20%20REGENERASI%20MINYAK%20G ORENG%20BEKAS%20DENGAN%%2 0ARANG%20SEKAM%20MENEKAN %20KERUSAKAN%20ORGAN%20TU BUH.pdf. Diakses April 2012. Kusumawati D. 2004. Biologi Hewan Coba. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gajah Mada University Press. H. 22-5. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2008. Oral Pathologic Correlations 5th edition. St.Louis : Mosby Elsevier. P. 2421. Sachariva H. 2011. Perbedaan Aktivitas Jelly Gamat dan Asam Hialuronat Terhadap Jumlah Sel Fibroblas Pada Ulkus Traumatikus. Skripsi Universitas Hangtuah, Surabaya. Chandra S, dkk. 2004. Textbook of Dental and Oral Histology with Embrionology and Multiple Choice
21.
22.
23.
24.
25.
116
Questions. 1st editition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. P. 176-174. Panda P., Tripathy G. 2009. Wound healing activity of aqueous and methanolic bark extract of Vernonia arborea in Wistar rats. Natural Product Radiance, 8: 11-6. Sachin J., Neetesh J., Balekar T., Jain D. 2009. Simple Evaluation of Wound healingactivity of polyherbal formulation of roots of Ageratum conyzoides L. Asian J. Research Chem, 2: 138-135. Somantri I. 2007. Definisi Luka. Available from http://www.irmanthea.blogspot.com/2007 /07. Diakses Agustus 2012. Guo S, DiPietro AL. 2010. Factors Affwecting Wound Healing. Available at http://jdr.sagepub.com/content/89/3/219.f ull.pdf. Diakses Juni 2012. Novriansyah, R. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen di Sekitar Luka Insisi Tikus Wistar Yang Dibalut Kassa Konvensional Dan Penutup Oklusif Hidrokoloid Selama 2 dan 14 hari. (Tesis). Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Universitas Diponegoro. H. 10-1.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Uji Sitotoksisitas Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft Terhadap Viabilitas Sel Fibroblas dari Bhk-21 (Citotoxicity Test of Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft On Fibroblast Cell Viability From BHK-21) Stephanie Salim, Widyastuti*, Soemartono** *Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah *Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Bone graft is one of the regenerative therapy which is needed to treat periodontal diseases. There are four kinds of bone grafts based on its donor, allograft, xenograft, alloplast and autograft. Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) is one of the most commonly used allograft material in dentistry to form new bones because the effect of bone induction protein which is BMP. BMP is produced by demineralisation. This experiment used post-extraction teeth material which is considered having similar composition with bone on dentin and cementum area, where collagen type 1 is found. Purpose: The aim of this research is to examine the cytotoxicity of DFDATA on the viability fibroblast cell from BHK-21. Materials and Methods: This experiment used microplate with 44 wells of BHK-21 fibroblast culture which divided into 11 groups, cell control group without any treatment, media control group without cell and 9 treatment groups were treated with DFDATA: 54mg/ml, 27mg/ml, 13,5 mg/ml, 6,75 mg/ml, 3,375 mg/ml, 1,6875 mg/ml, 0,8437 mg/ml, 0,4218 mg/ml dan 0,2109 mg/ml. These cells were incubated for 24 hours before and after treatment. Then, these cells were read using Elisa reader and the cell viability percentage were measured based on the OD (optical dencity) result and viable cell count. Result: There is significant difference (p=0,000) on all treatment group. All treatment group had more than 50% of cell viability. Conclusion: Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft is not toxic to fibroblast cell viability from BHK-21. Keywords: Demineralized, tooth, allograft, graft, cytotoxicity Correspondence: Widyastuti, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
117
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Perawatan regeneratif akibat penyakit periodontal membutuhkan bahan regenerasi yang salah satunya adalah bone graft. Ada beberapa macam bone graft ditinjau dari asal donornya, yaitu allograft, xenograft, alloplast dan autograft. Demineralized FreezeDried Bone Allograft (DFDBA) merupakan salah satu bahan allograft yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk pembentukan tulang baru karena pengaruh protein penginduksi tulang yang disebut Bone Morphogenetic Protein (BMP) yang timbul karena adanya proses demineralisasi. Penelitian ini menggunakan bahan gigi pasca pencabutan yang dianggap mempunyai komposisi kimia yang mirip dengan tulang pada bagian dentin dan sementum dimana terdapat kolagen tipe 1. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui uji sitotoksisitas demineralized freeze dried apical tooth allograft (DFDATA) terhadap viabilitas sel fibroblas dari Baby Hamster Kidney-21 (BHK21). Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan 44 sumuran kultur sel fibroblas/ BHK21, kemudian dibagi menjadi 11 kelompok, 1 kelompok kontrol media tanpa sel, 1 kelompok kontrol sel tanpa diberi perlakuan, dan 9 kelompok perlakuan dengan DFDATA dalam berbagai konsentrasi: 54mg/ml, 27mg/ml, 13,5 mg/ml, 6,75 mg/ml, 3,375 mg/ml, 1,6875 mg/ml, 0,8437 mg/ml, 0,4218 mg/ml dan 0,2109 mg/ml. Seluruh kelompok dibaca menggunakan Elisa reader dan presentase viabilitas sel fibroblas diukur menggunakan hasil OD (optical dencity). Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) pada seluruh kelompok perlakuan. Seluruh kelompok mempunyai viabilitas sel lebih dari 50%. Simpulan: Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft tidak toksik terhadap viabilitas sel fibroblas dari BHK-21. Kata Kunci: Demineralisasi, gigi, allograft, Graft, sitotoksisitas Korespondensi: Widyastuti, Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5912191, Email:
[email protected]
regeneratif untuk mengganti jaringan penyangga gigi yang hilang akibat penyakit periodontal.3 Regenerasi jaringan periodonsium secara keseluruhan merupakan tujuan utama perawatan periodontal. Regenerasi periodontal adalah proses penyembuhan yang terjadi, yaitu terbentuknya tulang alveol, sementum dan ligamen periodontal yang baru.4 Sel-sel aktif yang ada didalam ligamen periodontal adalah osteoblas, sementoblas, dan fibroblas. Sel fibroblas adalah sel jaringan ikat yang paling banyak terdapat di dalam pulpa dan ligamen periodontal. Sel fibroblas berfungsi sebagai sel pertahanan karena mampu berdiferensiasi sebagai osteoblas.5,6
PENDAHULUAN Penyakit periodontal dan karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut, sehingga merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut.1 Penyakit periodontal adalah penyakit yang melibatkan struktur penyangga gigi baik jaringan lunak maupun jaringan keras. Perubahan yang terjadi pada jaringan keras, dalam hal ini tulang alveol adalah penting karena kerusakan tulang berpengaruh terhadap keberadaan gigi.2 Penyakit periodontal yang dapat menyebabkan hilangnya gigi membutuhkan suatu terapi periodontal 118
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Menurut penelitian Masulili dkk (2008), dua teknik yang paling berhasil dalam regenerasi periodontal adalah bone graft dan pemakaian membran GTR (guide tissue regeneration).3 Ada beberapa macam bone graft dilihat dari asal donornya, yaitu xenograft yang berasal dari spesies yang berbeda dari resipien, allograft yang berasal dari spesies yang sama tetapi beda genetik, autograft yang berasal dari resipien itu sendiri dan, alloplastic graft yang merupakan bahan sintetik.7,8 Dari macam-macam graft tersebut yang paling sering digunakan adalah xenograft dan allograft.7 Bone graft selain dapat digunakan untuk meregenerasi kerusakan tulang akibat penyakit periodontal dapat juga digunakan sebagai cara untuk mengatasi adanya resorbsi tulang pada perawatan implan gigi. Sejak tiga dekade terakhir bahan allograft telah digunakan dalam terapi regenerasi periodontal. Allograft umumnya digunakan dalam dua bentuk, yaitu demineralized freeze dried bone allograft (DFDBA) dan Freeze Dried Bone Allograft 3,7,9 (FDBA). Demineralized freeze dried bone allograft (DFDBA) merupakan salah satu bahan allograft yang paling sering digunakan dalam bidang periodonsia karena ketersediaan bahan, keamanan dan kemampuan osteokonduktifitas serta osteoinduktifitasnya dalam menginduksi pembentukan tulang yang baru. Hal ini disebabkan karena pengaruh protein penginduksi tulang yang disebut bone morphogenetic protein (BMP) yang timbul karena adanya proses demineralisasi.10 BMP mempunyai kapasitas osteoinduksi sama dengan komposisi tulang alveolar (Kolagen tipe 1).11
Umumnya, gigi manusia yang merupakan bagian dari gigi post ekstraksi akan dibuang begitu saja dan menjadi limbah yang tidak terpakai. Bagian dari akar gigi mengandung dentin dan sementum yang dapat melakukan regenerasi tulang melalui proses osteokonduksi dan osteoinduksi dimana bagian tersebut mempunyai kandungan bahan organik kolagen tipe 1 yang tinggi. Sedangkan bagian enamel tidak mengandung kolagen.11,12 Biokompatibilitas graft sangatlah penting agar tidak terjadi kegagalan karena penolakan oleh host, serta tidak mempunyai pengaruh toksik atau menimbulkan jejas terhadap fungsi biologis.7 Semua bahan yang digunakan didalam mulut idealnya bersifat biokompatibel. Salah satu evaluasi biokompatibilitas suatu bahan tingkat primer adalah uji sitoksisitas.2 Berdasarkan hal-hal diatas, peneliti ingin melakukan uji sitotoksisitas bahan secara in vitro yaitu akar gigi sehat manusia yang didapat dari limbah gigi yang telah diekstraksi dan telah diproses menjadi demineralized freeze dried apical tooth allograft terhadap viabilitas sel fibroblas dari BHK-21. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris in vitro, dengan rancangan penelitian menggunakan post test only control group design. Proses pembuatan DFDATA dilakukan di Pusat Biomaterial/Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo. Persiapan gigi post ekstraksi sebagai sampel penelitian dengan proses demineralized freeze dried adalah 119
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
sebagai berikut, pengumpulan gigi post ekstraksi yang sehat. Kemudian bagian akar dikarantina di dalam freezer kemudian dilakukan proses pasteurisasi dengan suhu 60°C selama 1 jam, akar gigi disterilisasi sekaligus pencucian menggunakan ultrasonik pasteurization shaker. Setelah proses sterilisasi selesai, dilanjutkan dengan proses diseksi jaringan dari jaringan lunak yang menempel. Diseksi dapat dilakukan dengan menggunakan pisau maupun knable tang. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan menggunakan aquadest steril dan dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan H2O2 dalam ultrasonik shaker. Kemudian dilanjutkan dengan pencucian menggunakan aquadest steril lagi. Proses dilanjutkan dengan pengambilan lemak (Deffating) jika bahan graft mengandung lemak. Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan Hexan. Setelah proses deffating selesai, cuci dengan menggunakan NaCl 0,9% atau aquadest steril. Setelah itu bahan allograft dibuat dalam bentuk powder atau serbuk. Bahan yang telah diubah dalam bentuk serbuk, dilakukan pengayakan dengan menggunakan Sifting Machine sehingga didapatkan 3 range ukuran powder yaitu 355-710 µm; 150-355 µm; <150 µm. Pada penelitian ini digunakan ukuran 355710 µm. Lalu dilakukan proses demineralisasi yaitu pengambilan mineral tulang menggunakan HCL 0,5%, sehingga yang tersisa adalah protein dan kolagennya saja. Setelah dilakukan proses demineralisasi dilakukan pencucian kembali hingga bersih sampai pH menjadi netral (pH=7). Setelah seluruh rangkaian proses diatas selesai, jaringan
disimpan dalam Deep-Freezer (80°C). Freeze-Drying (lyophilisation) merupakan proses pengeringan jaringan dengan cara sublimasi (pengeringan cairan langsung dari fase es tanpa melalui fase cair). Proses ini merupakan proses yang sangat penting. Jaringan yang telah dibekukan di dalam Deep-Freezer dipindah kedalam mesin Freeze-Dryer, proses ini memakan waktu antara 8-36 jam tergantung dari jenis dan besarnya jaringan. Setelah proses Freeze-Drying selesai, demineralized freeze dried apical tooth allograft dipindahkan ke Laminar Air Flow untuk dilakukan pengepakan. Demineralized freeze dried apical tooth allograft dibungkus dalam 3 lapis plastic polyethylene diberi label yang bersisi nama dan alamat Bank Jaringan, nomor graft, jenis graft, waktu kadaluarsa dan diberi petunjuk pemakaian, serta indikator sterilisasi. Penutupan plastik dilakukan dengan menggunakan Vacuum Sealer, sehingga jaringan tertutup di dalam kantong plastik yang telah di vakum. Pusat biomaterial–Bank Jaringan Dr. Soetomo melakukan sterilisasi dengan cara kimiawi (Ethylene oxide) untuk jaringan dimana kekuatannya sangat dibutuhkan. Sedangkan allograft yang telah dikeringkan (Freeze-Dried) disteril dengan sinar γ.13, 14 Uji sitotoksisitas bahan dilakukan di PUSVETMA Surabaya. Kultur sel BHK-21 dalam bentuk cellline ditanam dalam botol. Setelah confluent (penuh), kultur dipanen dengan menggunakan larutan trypsine versene. Hasil panen diambil sedikit dan ditanam kembali dalam media eagle yang mengandung 10% bovine serum diinkubasi selama 24 jam. Kemudian sel dipindahkan dalam 120
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
botol kecil dan dibuat dengan kepadatan 2 x 105 sel/ml, sel tersebut siap digunakan untuk pengujian sampel. Setiap well berisi sel dengan kepadatan 2 x 105 sel/ml. Sampel sebelum diuji disterilkan terlebih dahulu dengan ultra violet selama 15 menit, selanjutnya sampel dimasukkan dalam microplate. Kemudian microplate diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37°C.15 Microplate dikeluarkan dari inkubator dan diletakkan ke dalam laminar flow untuk diberi perlakuan. Setelah itu DFDATA dengan ukuran 355-710 µm siap dimasukkan ke dalam microplate yang telah berisi media. DFDATA dimasukkan kedalam well sesuai dengan konsentrasi tiap kelompok perlakuan. Selanjutnya microplate diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37°C. Setelah 24 jam, kultur sel dikeluarkan dari inkubator. Media eagle’s MEM dibuang, lalu ditambahkan MTT reagen sebanyak 10 μl lalu microplate diinkubasi selama 2-4 jam. Setelah proses inkubasi selesai, dilakukan penambahan DMSO (Dimethyl sulfoxide) dan menyiapkan microplate, kemudian dilakukan pembacaan dengan memasukkan microplate tersebut ke dalam Elisa reader dengan panjang gelombang 620 λ dan mengukur Optical Density (OD).16 Persentasi sel yang hidup dihitung berdasarkan rumus:17
Keterangan: % Sel hidup = Persentase jumlah sel hidup setelah pengujian. Perlakuan = Nilai Optical Density formazan pada setiap sampel setelah pengujian. Media = Nilai Optical Density formazan pada kontrol media. - Sel = Nilai Optical Density formazan pada kontrol sel.
Data yang telah dikumpulkan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus persentase. Kemudian, dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk, karena penelitian ini menggunakan sampel ≤50. Setelah melakukan uji normalitas data dan data terdistribusi secara normal, selanjutnya dilakukan uji statistik analitik numerik tidak berpasangan lebih dari 2 kelompok yaitu uji one way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) dengan taraf signifikansi 0,05 (95%) untuk mengetahui kelompok uji mana saja yang berbeda. HASIL Nilai rata-rata (mean) viabilitas sel fibroblas, standar deviasi dan hasil uji normalitas data dapat dilihat pada tabel 1.
121
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 1. Nilai rata-rata viabilitas sel fibroblas, standar deviasi dan hasil uji normalitas data. Kelompok N Mean(%) ± SD Shapiro-Wilk (Sig.) Kelompok 1 (54mg/ml) 4 88.29725 ± 2.438081 .729 Kelompok 2 (27mg/ml) 4 88.98900 ± 2.707813 .065 Kelompok 3 (13,5mg/ml) 4 92.66725 ± 2.980211 .388 Kelompok 4 (6,75mg/ml) 4 90.13750 ± 3.514843 .401 Kelompok 5 (3,375mg/ml) 4 100.65650 ± 6.286944 .899 Kelompok 6 (1,6875mg/ml) 4 88.82800± 2.556546 .164 Kelompok 7 (0,8437mg/ml) 4 90.08800 ± 3.928533 .186 Kelompok 8 (0,4218mg/ml) 4 92.57700 ± 4.008748 .778 Kelompok 9 (0,2109mg/ml) 4 97.61250 ± 3.110478 .473
Terlihat bahwa pada kelompok perlakuan, menunjukkan rata-rata viabilitas sel fibroblas rendah pada kelompok 1 dan paling tinggi pada kelompok 5. Hasil uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk Test menunjukkan semua kelompok perlakuan mempunyai distribusi yang normal, karena didapatkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas data untuk mengetahui homogenitas dari varians data pada setiap kelompok secara terpisah maupun bersama-sama. Kemudian
dilakukan uji hipotesis komparatif variabel numerik dengan lebih dari dua kelompok yaitu uji one way ANOVA. Tabel 2. Hasil uji statistik one way ANOVA Sig. Viabilitas sel .000
Hasil uji LSD dapat dilihat pada tabel 3. Kelompok perlakuan yang mempunyai perbedaan bermakna adalah yang mempunyai signifikansi kurang dari 0,05,p<0,05).
Tabel 3. Hasil uji LSD viabilitas sel fibroblas dengan DFDATA Kelompok 1 2 3 4 5 6 Kelompok - 0,792 0,104 0,485 0,000* 0,840 1 Kelompok 0,169 0,662 0,000* 0,951 2 Kelompok 0,339 0,005* 0,151 3 Kelompok 0,000* 0,619 4 Kelompok 0,000* 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8 Kelompok 9 *p<0,05 mempunyai perbedaan yang bermakna
122
7 0,497
8 0,111
9 0,001*
0,676
0,179
0,003*
0,330
0,973
0,068
0,985
0,357
0,008*
0,000*
0,004*
0,252
0,632
0,161
0,002*
-
0,347
0,007*
-
-
0,063
-
-
-
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
penggunaan bahan kedokteran gigi. Uji sitotoksisitas merupakan uji tahap awal dari uji biokompatibilitas dan bahan kedokteran gigi harus memenuhi syarat biokompatibilitas yang dapat diterima oleh tubuh atau host dan tidak membahayakan penderita.21 Penelitian ini menggunakan konsentrasi DFDATA yang tertinggi yaitu 54mg/ml dan yang terendah 0,2109mg/ml, berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Takamori dkk (2007), yang menggunakan mixed bovine bone untuk melihat sitotoksisitasnya dan menemukan bahwa pada konsentrasi sekitar 54mg/ml terdapat lebih dari 50% kematian sel fibroblas.22 Setelah dilakukan penelitian, kelompok perlakuan dengan viabilitas sel fibroblas tertinggi adalah kelompok dengan konsentrasi DFDATA 3,375mg/ml dan kelompok dengan konsentrasi DFDATA 0,2109 mg/ml. Viabilitas sel pada kelompok tersebut mengalami peningkatan viabilitas sel fibroblas dibanding dengan kelompok perlakuan lainnya dikarenakan adanya beberapa kemungkinan yaitu terjadi proliferasi pada sel fibroblas setelah diberi DFDATA. Pada penelitian ini menggunakan metode MTT assay untuk mengukur kontak langsung dari bahan uji (DFDATA) terhadap viabilitas sel fibroblas dan dibaca dengan Elisa reader untuk mengetahui nilai optical dencity tiap kelompok perlakuan kemudian diteruskan dengan menghitung presentase viabilitas sel menggunakan rumus. Hasil perhitungan dikatakan tidak toksik jika persentase viabilitas sel >50%, namun bila presentase viabilitas sel <50% maka bahan uji dikatakan toksik.6 Kultur Cell lines merupakan bagian dari kultur sel yang telah
PEMBAHASAN Limbah akar gigi post ekstraksi banyak sekali ditemukan dan tidak terpakai lagi. Namun sebenarnya, komposisi kimia dari gigi mempunyai kemiripan yang tinggi dengan tulang, serta pada bagian dentin dan sementumnya dapat melakukan regenerasi tulang melalui proses osteokonduksi dan osteoinduksi dimana bagian tersebut mempunyai kandungan bahan organik kolagen tipe 1 yang tinggi.11, 18 Gigi dapat mempunyai sejumlah besar komponen organik meskipun gigi tersebut telah lama ditinggalkan setelah pencabutan, hal ini disebabkan karena bagian luar dari gigi dapat melindungi komponen organik dalam waktu yang lama.19 Penggunaan metode demineralisasi dengan asam hidroklorik memperlihatkan proteinprotein yang dapat menginduksi tulang yang terdapat pada matriks tulang. Protein-protein itu disebut BMP yang tersusun dari asam polipeptida karena protein-protein ini mempunyai kemampuan untuk merangsang stem sel pada host untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas, maka DFDBA lebih induktif dibanding dengan tulang yang tidak didemineralisasi.20 Pada penelitian ini digunakan ukuran DFDATA 355-710 µm karena partikel DFDBA yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya respon makrofag sehingga DFDBA akan diresorbsi, maka akan terjadi sedikit pembentukan tulang atau tidak ada pembentukan tulang sama sekali dan bila lebih besar dari ukuran tersebut tidak dapat membentuk suatu porositas yang optimal serta tidak dapat diletakkan dengan baik pada defek tulang.2, 3 Uji sitotoksisitas merupakan uji yang wajib dilakukan sebelum 123
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
banyak digunakan dalam menguji bahan-bahan serta obat-obatan di bidang kedokteran gigi, antara lain sel BHK-21 yang berasal dari fibroblas ginjal hamster. Kultur cell lines BHK21 terbukti lebih menguntungkan karena cell lines dapat dikultur ulang sampai 50–70 kali, kecepatan pertumbuhan sel yang tinggi, integritas sel tetap terjaga dan sel mampu bermultiplikasi dalam suspensi.17, 23, 24 Sel fibroblas berfungsi sebagai sel pertahanan karena mampu berdiferensiasi sebagai osteoblas. Kemampuannya untuk berkembang cepat dalam jaringan luka, serta mampu hidup sendiri dapat menjelaskan mengapa sel fibroblas dapat dengan mudah dibiakkan sehingga menjadi subjek sel yang paling digemari untuk penelitian biologis.6 Alasan lain yang membuat peneliti memilih sel fibroblas adalah karena regenerasi tulang membutuhkan proliferasi sel dan sintesis kolagen. Dari sudut pandang pertimbangan peranan graft dalam perbaikan, saat ini diketahui bahwa osteogenesis terjadi dalam dua fase. Pada awalnya, tulang yang terbentuk dalam graft dihasilkan oleh sel-sel transplan yang berproliferasi dan membentuk osteoid baru. Fase ini mendominasi selama 4 minggu pertama, setelah itu akan terjadi osteogenesis yang terutama dibentuk dari sel-sel jaringan ikat host dan tulang. Pada fase kedua terjadi resorbsi dan remodelling, yang menghasilkan struktur tulang yang terorganisir atau teratur. Aksi pencetus dari fibroblas host akan meluas ke graft tulang, dipandu oleh protein yang diturunkan dari matriks mineral graft, menyebabkan sintesis kolagen dan garam hidroksiapatit untuk produksi matriks tulang.25
Bone Graft adalah pilihan yang banyak digunakan untuk memperbaiki kerusakan tulang periodontal.26 Graft ada bermacam-macam berdasarkan asal donornya, dan pada penelitian ini menggunakan bahan allograft karena berasal dari individu yang berbeda tetapi satu spesies.27 Graft pengganti tersebut akan digunakan untuk melakukan terapi regeneratif pada penderita dengan penyakit periodontal. Ligamen periodontal mempunyai sel terpenting yaitu sel fibroblas.23 Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan uji sitotoksisitas dengan menggunakan kultur sel fibroblas. Selain digunakan untuk melakukan terapi regeneratif, graft pengganti tersebut juga dapat digunakan untuk menambah tulang pada perawatan implan, untuk meningkatkan estetik daerah-daerah pada gingiva yang hilang di daerah senyum dan mempercepat proses penyembuhan.28 Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa uji sitotoksisitas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa persentase viabilitas sel fibroblas pada setiap kelompok perlakuan viabilitas sel fibroblas adalah >50% yang artinya bahan DFDATA aman untuk digunakan dan terbukti tidak toksik. Menurut hasil tersebut maka sangat mungkin DFDATA dapat digunakan sebagai bahan pengganti bone graft di bidang bone grafting dalam kedokteran gigi di masa mendatang serta dapat membantu dalam peninggian tulang alveol pada perawatan implan. SIMPULAN Uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft (DFDATA) 124
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
tidak toksik terhadap viabilitas sel fibroblas dari BHK-21.
10.
DAFTAR PUSTAKA
11.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Situmorang NT. 2005. Dampak Karies Gigi Dan Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas Hidup. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. P. 3-2. Widyastuti dan Wedarti YR. 2008. Perbandingan Genotoksisitas Demineralized Freeze Dryed Bone Allograft Dengan Xenograft Menggunakan Kultur Sel Fibroblas. H. 31. Masulili SLC, Maulani C, Sukardi I. 2008. Evaluasi Radiografis Cangkok Tulang Alograf Dan Membran Periosteum Pada Terapi Regeneratif Untuk Periodontitis Agresif. Maj Ked Gi, 15(2). P. 174-69. Koerniadi AI, Natalina, Kemal Y, Lessang R, Sukardi I, Masulili SLC. 2008. Perawatan bedah flep periodontal dengan cangkok tulang pada kasus periodontitis agresif. Maj Ked Gi, 15(2). P. 130-25. Walton RE dan Torabinejad M. 2008. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih bahasa Sumawinata N, Sidharta, W. Edisi ke 3. Jakarta: EGC. P. 21-3. Rovani CA, Kamizar, Usman M. 2008. Perbandingan sitotoksisitas endomethasone, AH plus, dan apexit plus terhadap sel fibroblas dengan teknik root dipping. Dentofasial, 7(2). P. 70-8. Wirjokusumo S. 2003. Bone graft dalam perawatan kedokteran gigi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran gigi Universitas Airlangga, Surabaya.H. 3-1. Minichetti JC, Amore JCD, Hong AYJ, Cleveland DB. 2004. Human histologic analysis of mineralized bone allograft (Puros) placement before implant surgery. Journal of Oral Implantology, xxx (2). P. 75-7. Grover V, Kapoor A, Malhotra R, Sachdeva S. 2011. Bone allografts: A review of safety and efficacy. Indian Journal of Dental Research, 2(2). P. 496.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
125
Tirtayanti Y. 2011. Penggunaan demineralized freeze-dried bone allograft (DFDBA) pada augmentasi linggir alveolar. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. H. 3-1. Sung Min P, In Woong U, Young Kyun K, Kyung Wook K. 2012. Clinical application of auto-tooth bone graft material. J Korean Assoc Oral Maxillofac Surg 38. P. 8-2. Chatzistavrou X, Papagerakis S, X.Ma P. 2012. Papagerakis P. Innovative Approaches to Regenerate Enamel and Dentin. Int J Dent. P. 5. Bank Jaringan. 2012. Buku pedoman kerja bank jaringan. Surabaya: Instalasi Pusat Biomaterial Bank Jaringan RSU DR Soetomo Surabaya. Ferdiansyah. 2001. Standard produksi biomaterial. The 1st Indonesia Tissue Bank Scientific Meeting & Workshop On Biomaterial Application, Surabaya. P. 2419. Yuliati A. 2004. Uji toksisitas resin komposit sinar tampak pada kultur sel dengan esei MTT. Maj.Ked.Gigi (Dent.J.), 37(2). P. 83-6. ATCC. 2001. MTT cell proliferation assay. Manassas: American Type Culture Collection. P. 6-1. Meizarini A. 2005. Sitotoksisitas bahan restorasi cyanoacrylate pada variasi perbandingan powder dan liquid menggunakan MTT assay. Maj. Ked. Gigi. (Dent.J.), 38(1): 20-4. Young Kyun K, Su Gwan K, Ju Hee B, Hyo Jung L, In Ung U, Sung Chul L, Suk Young K. 2010. Development of a novel bone grafting material using autogenous teeth. Oral Surg Oral Med Oral Phathol Oral radiol Endod, 109(4). P. 503-496. Young Kyun K. 2012. Bone graft material using teeth. J Korean Assoc Oral Maxillofac Surg, 38. P. 134-8. Oktawati S. 2003. Regenerasi tulang alveolar setelah terapi dengan bone graft DFDBA. Maj Ked. Gigi (Dent.J.), Edisi khusus Temu ilmiah Nasional. P. 190-3. Nirwana I, Soekartono RH. 2005. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda. Majalah Kedokteran Gigi, 38(2). P. 56-9. Takamori ER, Figueira EA, Taga R, Sogayar MC, Granjeiro JM. 2007. Evaluation of the cytocompatibility of mixed bovine bone. Braz Dent J, 18(3). P. 179-84. Ariani MD, Yuliati A, Ardiato T. 2009. Toxicity testing of chitosan from tiger
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
24.
25. 26.
ISSN : 1907-5987
prawn shell waste on cell culture. Dental Journal, 42(1). P. 16. Soenartyo H dan Rianti D. 2003. Uji sitotoksisitas ekstrak Coleus amboinicus, Lour menggunakan esei MTT. Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), 36(2). P. 54-7. Pedersen GW. 1996. Buku ajar praktis bedah mulut. Jakarta: EGC. P. 353. Siregar NH. 2009. Keramik sebagai bahan substitusi bone graft. Skripsi, Fakultas
27.
28.
126
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan. P. 17-9. Dumitrescu AL. 2011. Bone graft and bone graft substitutes in periodontal therapy. chemical in surgical periodontal therapy. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 9(307). P. 144-73. Dewi PS. 2007. Penatalaksanaan kerusakan tulang pasca pencabutan dengan teknik bone grafting. Interdental Jurnal Kedokteran Gigi, 5(2). P. 21-17.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
FORMULIR BERLANGGANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HANG TUAH Alamat redaksi: Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261 E-mail:
[email protected]/
[email protected] Website: www.fkg.hangtuah.ac.id
Negara
1 Tahun
2 Tahun
Pulau Jawa
Rp 70.000,00
Rp 130.000,00
Luar Pulau Jawa
Rp 90.000,00
Rp 150.000,00
Saya ingin berlangganan Denta Jurnal Kedokteran Gigi Nama:. .............................................................................. Pekerjaan: ......................................................................... Institusi: ............................................................................ Alamat surat: .................................................................... .......................................................................................... Kota: ................................................................................. Negara: ............................................................................. Telp: ................................................................................. Fax: .................................................................................. E-mail: .............................................................................. Periode langganan: Th..................... – Th. .......................
Tanda tangan: ...................................................................
No. Rekening
: 00338-01-50-000315-1
Nama Bank
: BTN Batara
Nama Penerima : Fakultas Kedokteran Gigi
127
Saya membayar majalah ini dengan: Tunai Transfer