0
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Vol.8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum Noengki Prameswari Ketua Penyunting Sularsih Sekretaris Dwi Andriani, Carissa Endianasari Bendahara Maria Franciska Penyunting Pelaksana Kristanti Parisihni, Widyastuti, Rima Parwati Sari, Endah Wahjuningsih, Syamsulina Revianti, Dian Widya Damaiyanti, Sarianoferni, Arya Brahmanta Penyunting Ahli Soegijanto Adi, Setyo Harnowo, Arifzan Razak, Dian Mulawarmanti, Bambang Sucahyo, Setyo Harnowo, Soetjipto, Achmad Gunadi, Udijanto Tedjosasongko, Iga Wahyu Ardani Distribusi Trias Djohar Wirawan
Jurnal Kedokteran Gigi diterbitkan setiap bulan Februari dan Agustus oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah.
ALAMAT REDAKSI Cp. Carissa Endianasari Fakultas Kedokteran Gigi-Universitas Hang Tuah Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261
i
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
E-mail:
[email protected]/
[email protected] Website : www.fkg.hangtuah.ac.id
Vol.8 No. 1 Februari 2014 ______________________________________________________ ISSN : 1907-5987 DAFTAR ISI Susunan redaksi
i
Daftar isi
ii
Panduan Penulisan Naskah
iv
Biokompatibilitas Hidroksiapatit Graft Dari Cangkang Kerang Darah Anadaragranosa Terhadap Kultur Sel Fibroblas Gabrielle Sherllyana Kartono, Widyastuti, Henry Wahyu Setiawan
1
Daya Hambat Ekstrak Daun Alpukat Persea Americana,Mill. Terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis Felina Lucia Charyadie, Soegijanto Adi, Rima Parwati Sari
9
Daya Hambat Ekstrak Nannochloropsis oculata Terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis Ayu Fadhilah, Kristanti Parisihni, Henu Sumekar
17
Khasiat Ekstrk Sargassum sp. Terhadap Kepadatan Kolagen pada Proses Penyembuhan Ulkus Traumatikus Asa Krina, Syamsulina Revianti, Isidora Karsini S.
26
Pengaruh Gel Teripang Emas Terhadap Jumlah Fibroblas Di Daerah Tarikan pada Relaps Gigi Setelah Perawatan Ortodonti Celia Rahardjo, Noengki Prameswari, Pambudi Rahardjo
34
Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Mangrove (Avicennia marina) Terhadap Kesembuhan Ulkus Traumatikus Arvian Novanolo Mendrofa, Isidora Karsini S, Dian Mulawarmanti
43
Perbedaan Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Sapi yang Diulasi Gel Ekstrak Cangkang Kerang Darah yang Ditambahkan Fluor Fajar Alexander, Sularsih, Aprilia
51
Potensi Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Mangrove Rhizophora mucronata Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mixedperiodontopatogen Dwi Andriani, Yoifah Rizka
60
Sitotoksisitas Ekstrak Daun Avicennia marina Terhadap Sel Fibroblas Cynthia Kartika Gunawan, Dian Mulawarmanti, Fanny M. Laihad
67
ii
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ______________________________________________________ ISSN : 1907-5987
Mini Screw sebagai Temporary Anchorage Devices pada Kasus Bimaxillary 77 Dental Protrusion dengan Free End Di Rahang Bawah Arya Brahmanta Oral Candidosis pada Ibu Rumah Tangga (IRT) yang Didiagnosis HIV dan 83 AIDS Dwi Setianingtyas, Nafiah, Cane L, Astrid P, Ramadhan HP Penatalaksaan Urtikaria Akut di Rongga Mulut Herlambang Prehananto, Dwi Setianingtyas
92
Systemic Observation-Surgical Periodontic Approach In The Managementof 99 Amlodipine Induced Gingival Enlargement Rahmidian Safitri, Hardini Dyah Astuti, Poernomo Agoes
iii
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Biokompatibilitas Hidroksiapatit Graft dari Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa)Terhadap Kultur Sel Fibroblas (Biocompatibility of Anadara granosa Clamp Shell Hydroxyapatite Graft on Fibroblast Cell Culture) Gabrielle Sherllyana Kartono, Widyastuti*, Henry Wahyu Setiawan** *Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Periodontitis that can lead to tooth loss needs a regenerative therapy and one of the materials is bone graft. Various kind of graft materials have been used to regenerate bone defects due to periodontal disease. In the past 30 years a variety of synthetic bone graft have been developed with the aim to minimize disease transmission. In this study we used Anadara granosa clamp shells because they are a new source and haven’t been used before as a graft material. Purpose: The aim of this study was to examine the toxicity of Anadara granosa clamp shell hydroxyapatite graft by counting the amount of fibroblast living cells after being treated. Materials and Methods: This experiment used 44 wells of BHK-21 fibroblast culture cell which divided into 11 groups: cell control, media control group without cell and treatment groups were treated with 54mg/ml, 27mg/ml, 13,5 mg/ml, 6,75 mg/ml, 3,375 mg/ml, 1,6875 mg/ml, 0,8437 mg/ml, 0,4218 mg/ml, 0,2109 mg/ml blood cockle shell graft. These cells were read by ELISA reader and the cell viability were measured based on the optical density result. Result: There was significant difference (p=0,000) and there were more than 77,63 percents of living fibroblast cells on all treatment groups. Conclusion: Anadara granosa clam shell hydroxyapatite graft was biocompatible with BHK-21 fibroblast cell culture. Keywords: Anadara granosa, graft, biocompatibility, hydroxyapatite Correspondence: Widyastuti, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
1
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Penyakit periodontal yang menimbulkan suatu defek tulang alveol, membutuhkan suatu bahan regenerasi yang salah satunya adalah graft. Berbagai jenis bahan graft telah digunakan untuk meregenerasi kerusakan tulang akibat penyakit periodontal. Selama 30 tahun terakhir ini, berbagai variasi dari bone graft sintetis telah dikembangkan dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko transmisi penyakit. Pada penelitian ini digunakan cangkang kerang darah karena bahan ini belum pernah digunakan sebelumnya sebagai bahan graft.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui toksisitas dari bahan graft cangkang kerang darah (Anadara granosa) dengan menghitung persentase jumlah sel fibroblas yang hidup setelah diberi perlakuan.Bahan dan Metode: Pada penelitian ini menggunakan 44 sumuran kultur sel BHK-21, yang dibagi menjadi 11 kelompok yaitu kontrol sel, kontrol media tanpa sel, kontrol tanpa perlakuan, dan kelompok perlakuan dengan 54mg/ml, 27mg/ml, 13,5 mg/ml, 6,75 mg/ml, 3,375 mg/ml, 1,6875 mg/ml, 0,8437 mg/ml, 0,4218 mg/ml, 0,2109 mg/ml graft cangkang kerang darah. Seluruh kelompok dibaca menggunakan Elisa reader dan persentase viabilitas sel diukur menggunakan hasil OD (Optical Density).Seluruh data dianalisa secara statistik menggunakan metode One-Way Anova.Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) dan terdapat lebih dari 77,63% sel fibroblas hidup pada semua kelompok perlakuan.Simpulan: Graft cangkang kerang darah (Anadara granosa) biokompatibel terhadap kultur sel fibroblas BHK-21 Kata kunci:Anadara granosa, graft, biokompatibilitas, hidroksiapatit Korespondensi:Widyastuti, Bagian Perodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah,Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
setelah terjadi kerusakan akibat proses penyakit periodontal.2 Berbagai bahan dan teknik digunakan sebagai terapi regeneratif untuk kerusakan tulang intraboni yang disebabkan karena periodontitis seperti bone graft, guided tissue regeneration (GTR), growth factors, atau bahan yang berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel periodontal. Proses augmentasi pada tulang alveol telah sering digunakan untuk regenerasi kerusakan periodontal, meliputi bahanbahan osteokonduktif dan osteinduktif untuk merangsang pembentukan tulang baru dan regenerasi.2 Graft adalah suatu bagian jaringan yang diambil dari satu tempat dan ditransplantasikan ke tempat lain, baik pada individu yang sama maupun yang berlainan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki suatu cacat yang
PENDAHULUAN Penyakit periodontal dan karies gigi merupakan indikator kesehatan gigi bagi masyarakat suatu negara. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut di Indonesia cukup tinggi, termasuk di Provinsi Bali (53%) dan Provinsi Bangka Belitung (44,8%).1 Perubahan yang terjadi pada jaringan keras, dalam hal ini tulang alveol adalah penting karena kerusakan tulang berpengaruh terhadap keberadaan gigi. Pencegahan kerusakan tulang alveol menjadi lebih parah, dapat dilakukan dengan terapi periodontal agar terjadi regenerasi. Regenerasi periodontal meliputi perbaikan tulang, sementum dan serabut-serabut periodontal,
2
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
jaringan yang baru terbentuk.11Graft haruslah mempunyai sifat biokompatibel. Biokompatibilitas graft sangat penting agar tidak terjadi kegagalan karena penolakan oleh host, tidak mempunyai pengaruh toksik atau menimbulkan jejas terhadap fungsi biologis. Banyak bahan yang dipakai dalam bidang kedokteran gigi yang harus bersifat biokompatibel dan harus sudah melalui uji biokompatibilitas.7 Kerang Darah (Anadara granosa) adalah jenis bivalvia yang hidup pada dasar perairan dan mempunyai ciri khas yaitu ditutupi oleh dua keping cangkang (valve) yang dapat dibuka dan ditutup karena terdapat sebuah persendian berupa engsel elastis yang merupakan penghubung kedua valve tersebut.6Cangkang Kerang Darah digunakan oleh peneliti sebagai bahan dasar penelitian karena bahan ini mudah didapat dan murah harganya serta sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali kerang-kerang tersebut setelah dikonsumsi, cangkangnya dibiarkan menumpuk di sepanjang pantai menjadi limbah yang tidak terpakai, maka penggunaan cangkang kerang sebagai bahan pengganti bone graft tentu akan membantu penanganan limbah kerang. Penggunaan koral sebagai pengganti tulang telah didokumentasikan di dalam literatur. Penggunaan bahan pengganti tersebut mungkin terjadi karena adanya beberapa elemen seperti Ca, C, Mg, Na, P, K, Fe, Cu, Ni, Zn, B, Si. Sebagai perbandingan terhadap sampel koral, komposisi CaC dan Mg juga terdapat dalam cangkang kerang darah (Anadara granosa) dengan jumlah masing-masing 97% dan 0.3%. Hal ini memungkinkan penggunaan kerang
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau anomali pertumbuhan dan perkembangan. Bone graft adalah pilihan yang banyak digunakan untuk memperbaiki kerusakan tulang periodontal.3Bone graft bisa diambil dari tulang sehat milik pasien (dinamakan autograft), atau dari tulang yang didonasikan dan dibekukan (allograft). Pada beberapa kasus, digunakan tulang pengganti sintetis.4 Selain koreksi cacat tulang akibat kelainan periodontal, graft biasa digunakan untuk implan gigi. Implan gigi adalah suatu cara rehabilitasi rahang dengan pemasangan implan logam dalam tulang rahang yang sudah tidak bergigi. Agar logam implan seluruh permukaannya kontak dengan tulang rahang diberi serbuk graft. Serbuk ini akan menjembatani metal implan dengan dinding alveol buatan. Serbuk graft akan diresorpsi dan diganti dengan tulang baru, sehingga implan terfiksasi dengan kuat oleh tulang baru untuk menyangga mahkota gigi di atasnya.5 Selama 30 tahun terakhir ini, berbagai variasi dari bone graft pengganti sintetis telah dikembangkan dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko transmisi penyakit. Keuntungan dari graft sintetis meliputi ketersediaan bahan, sterilitas, dan rendahnya morbiditas.10Kesuksesan tissue engineering scaffold akan ditentukan berdasarkan apakah bahan ini dapat mendukung perlekatan, pertumbuhan, dan akhirnya diferensiasi sel menjadi jaringan yang tepat. Berdasarkan hal ini, bahan pengganti bioresorbable harus biokompatibel dan mempunyai jaringan interkoneksi yang berporipori untuk memfasilitasi vaskularisasi dan pertumbuhan yang cepat dari 3
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
darah sebagai biomaterial alternatif sebagai pengganti tulang dalam menangani berbagai penyakit tulang berdasarkan komposisi kimianya.11 Kandungan kalsium karbonat pada cangkang kerang merupakan sumber kalsium yang dapat digunakan sebagai bahan sintesis 17 hidroksiapatit. Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat. Hidroksiapatit dengan formula Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan kristal apatit yang sangat stabil yang biasa diimplankan sebagai pengganti tulang atau pengisi (filler) gigi.18Cangkang kerang darah merupakan bahan yang belum pernah digunakan sebelumnya sebagai bahan dasar bone graft, oleh karena itu bahan ini dapat diteliti lebih lanjut sehingga berguna bagi perkembangan ilmu bone grafting dalam kedokteran gigi. Sel fibroblas adalah sel jaringan ikat yang banyak terdapat dalam ligamen periodontal yang menghasilkan serat-serat kolagen pada proses penyembuhan. Sel fibroblas berfungsi sebagai pertahanan karena mampu berdiferensiasi sebagai sel odontoblas dan sel osteoblas dalam penyembuhan.15 Sel ini juga mensintesis kolagen dan matriks yang berperan dalam degradasi kolagen sehingga menghasilkan suatu perubahan bentuk serabut utama yang konstan dan memelihara jaringan periodontal yang sehat. Karena fungsifungsi yang penting ini, maka fibroblas merupakan sel-sel ligamen periodontal yang paling penting.14Kemampuannya untuk berkembang cepat dalam jaringan luka, serta mampu hidup sendiri menjadi alasan mengapa sel fibroblas dapat dengan mudah dibiakkan sehingga menjadi subjek sel yang
paling digemari untuk penelitian biologis.15 Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui biokompatibilitas hidroksiapatit dari cangkang kerang darah sebagai salah satu bahan pengganti bone graft. Pada penelitian ini, akan dilakukan uji toksisitas bahan, yaitu hidroksiapatit cangkang kerang darah terhadap kultur sel fibroblas. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah bahan serbuk hidroksiapatit graft dari cangkang kerang darah (Anadara granosa)mempunyai biokompatibilitas terhadap kultur sel fibroblas. Tujuan umum penelitian ini adalahuntuk mengetahui biokompatibilitas hidroksiapatit graft dari cangkang kerang darah (Anadara granosa) terhadap kultur sel fibroblas.
BAHAN DAN METODE Penelitian yang dilakukan merupakan jenis eksperimental laboratoris, dengan rancangan penelitian post test only control group design. Proses pembuatan serbuk graft hidroksiapatitcangkang kerang darah di Pusat Biomaterial/Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo dan penelitian dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Pengembangan Produk (PMPP) Pusat Veterinarian Farma (PUSVETMA). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu dengan menggunakan kultur sel fibroblas (Baby Hamster Kidney-21) yang akan diuji dengan diberi perlakuan mengguniakan graft hidroksiapatit (HA) cangkang kerang darah. Alat yang digunakan adalah Bejana tertutup, botol roux, mikroskop 4
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
inverted Olympus CK2, mikropipet, pipet tetes, laminar flow, pipet volume, corong Buchner, labu ukur, gelas ukur, Erlenmeyer, gelas beker, vial/microtube, microwell plate 96 well, incubator CO2, disposabletube, object, dan cover glass, sentrifugator, timbangan analitik, shaker, laminar air flow, dilengkapi sinar UV, siring mikro Hamilton1-10μ, MTT3-(4,5dymethylthiazol-2-yl)2,5dyphenyltetrazolium bromide, Elisa reader, Ultrasonic Pasteurization Shaker, oven/pemanas, Ultrasonic Shaker, Freeze Dryer Lyophilizer, Vacuum Sealer, alat radiasi sinar gamma, Sifting Machine. Bahan yang digunakan Serbuk Graft Hidroksiapatit Cangkang Kerang Darah dengan ukuran 355-710 microns, fetal bovine serum (FBS) 10%, phosphate buffer solution (PBS), dimethyl sulfoxide (DMSO) , aquadest steril, nitrogen gas steril tingkat ultrahigh pressure (UHP), reagent MTT (Sigma), NaOCl 0.9%, H2O2, Eagle’s MEM, trypsine versene, larutan hepes. Pemrosesan cangkang kerang darah (Anadara granosa) dilakukan di RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Terdapat 3 range ukuran powder yaitu 355 µm-710 µm, 150 µm–355 µm, dan <150 µm. Setelah menjalani proses HA-processing, cangkang kerang darah diayak dengan menggunakan Sifting Machine dan didapatkan powder cangkang kerang darah berukuran 155 µm-350 µm. Pada studi secara in vivo terjadi adanya peningkatan kemampuanosteokonduksi pada graft berukuran kecil.Hal ini disebabkan karena lebih banyak permukaan graft yang terpapar dengan lingkungan biologisnya.13 Kultur sel induk beku dimasukkan ke dalam incubator
selama 10 menit dengan suhu 37 derajat hingga cair.Kemudian disentrifuge 15 menit dan 2000 rpm. Sel fibroblas mengendap ditambahkan media Eagle’s MEM dan bovine serum, ditanam dalam roux, inkubasi 24 jam 37° CO2 5%. Setelah itu diberi trypsin versene 0.25% sebanyak 1 ml selama 5-10 menit.Sebelum dibagi dalam 44 well ditambahkan Eagle’s MEM. 36 well diberi perlakuan dengan hidroksiapatit graft cangkang kerang darah. Kemudian microplate diinkubasi selama 24 jam, setelah itu media Eagle’s MEM dibuang.Kemudian dilakukan penambahan MTT 10µl dan diinkubasi selama 2-4 jam. Kemudian ditambahkan DMSO, dibaca dengan Elisa reader dengan panjang gelombang (λ) 620 dan persentase sel hidup dihitung menggunakan rumus.9 Terdapat 10 kelompok sampel yang terbagi menjadi 1 kelompok kontrol media tanpa sel, 1 kelompok kontrol sel (K0) tanpa diberi perlakuan, dan 9 kelompok perlakuan dengan graft cangkang kerang darah (Anadara granosa) dengan berbagai konsentrasi: kelompok P1 (54mg/ml), kelompok P2 (27 mg/ml), kelompok P3 (13,5 mg/ml), kelompok P4 (6,75 mg/ml), kelompok P5 (3,375 mg/ml), kelompok P6 (1,6875 mg/ml), kelompok P7 (0,8437 mg/ml), kelompok P8 (0,4218 mg/ml), kelompok P9 (0,2109 mg/ml). HASIL Setelah dilakukan pembacaan hasil Elisa reader dan dihitung dengan rumus Optical Density didapatkan hasil rerata:
5
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
kelompok P1 sampai kelompok P9 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) kecuali pada kelompok P7.Lalu pada kelompok P1 jika dibandingkan dengan kelompok P5, P7, P8, P9 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05). Pada kelompok P2 dan P3 bila dibandingkan dengan kelompok P5, P6, P7, P8, P9 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05).Pada kelompok perlakuan P4 bila dibandingkan dengan kelompok P5, P7, P8, P9 kelompok ini mempunyai perbedaan yang spesifik (p<0.05).
Tabel 1. Rerata dan standar deviasi jumlah sel fibroblas Perlakuan K P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9
Rerata 100.00000 80.3525 77.6350 78.5600 81.0450 92.1375 86.8800 98.0875 89.4800 91.0400
Standar deviasi 0.00000 2.19076 6.56364 6.16967 2.43916 5.73091 4.93492 8.88332 4.63336 3.74168
PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian, didapatkan rerata jumlah sel fibroblas hidup sebesar 86,135% dari ke-9 kelompok perlakuan.Hasil perhitungan Elisa reader menunjukkan bahwa jumlah sel fibropblas hidup paling banyak terdapat pada kelompok P7, dengan konsentrasi 0,8437 mg/ml yaitu sebesar 98,0875%. Jumlah sel fibroblas hidup yang tinggi pada kelompok ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi proliferasi sel-sel fibroblas. Proliferasi sel fibroblas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Fibroblast Growth Factor (bFGF), Transforming Growth Factor (TGF-β) dan sel radang, Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF). Faktor-faktor tersebut berkaitan dan saling mempengaruhi. PDGF, bFGF, TGF-β dihasilkan oleh makrofag teraktivasi dan sel endote.19 Faktor-faktor ini dapat menginduksi sel-sel mesenkimal seperti sel fibroblas untuk bermigrasi, berproliferasi, dan berdiferensiasi.20 Tingginya kadar growth factor-growth
Gambar 1. Grafik rerata jumlah sel fibroblas hidup pada semua kelompok perlakuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata jumlah sel fibroblas hidup pada kelompok P7 paling tinggi di antara kelompok perlakuan lainnya. Hasil uji LSD didapatkan bahwa perbandingan jumlah sel hidup antar kelompok kontrol sel dengan
6
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
receptor dan ekspresi α5β1 integrin pada sel fibroblas di kelompok P7 inilah yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel fibroblas sehingga kelompok ini mempunyai jumlah sel fibroblas hidup yang tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Yuan et al.16 bahwa aktifnya sinyaling epidermal growth factorreceptor ini bertanggung jawab pada proliferasi sel fibroblas. Sistem pengujian in vitro memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyerupai lingkungan kompleks in vivo, karena itu uji ini tidak bisa secara akurat memprediksi keadaan secara in in vivo. Pada uji in vivo, biasa dilakukan pada binatang pengerat, tikus, dan lainnya, dapat ditentukan apakah scaffold mempunyai kriteria yang diinginkan, misalnya porositas yang cukup atau interkonektivitas dari porus yang memungkinkan pertumbuhan dan neovaskularisasi jaringan.23
factor di atas yang dapat menyebabkan jumlah sel fibroblas hidup yang tinggi pada kelompok P7 dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Anitua et al.12yang menunjukkan bahwa semakin besar kadar growth factor maka semakin tinggi proliferasi sel fibroblas dalam penyembuhan luka. Tingginya jumlah sel fibroblas yang hidup pada kelompok P7 juga dapat dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan reseptor hidroksiapatit pada sel fibroblas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kasaj et al.21 terbukti bahwa hidroksiapatit berperan dalam menstimulasi proliferasi sel human periodontal fibroblast. Hal ini berhubungan dengan aktivasi epidermal growth factor receptor (EFGR) dan target lanjutannya ERK1/2 dan Akt. Aktivasi dari pYFAK 397 juga terjadi, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya perlekatan seluler.Alasan meningkatnya perlekatan sel human periodontal fibroblast terhadap hidroksiapatit adalah adanya peningkatan pada aktivasi α5β1 integrin. Meningkatnya ekspresi α5β1 integrin akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel fibroblast.22 Integrin bertindak sebagai reseptor perlekatan untuk protein matriks ekstraseluler mentransduksi jalur sinyaling melalui fosforilasi FAK dan mengarah pada aktivasi ERK1/2. Hal ini berhubungan dengan aktivasi epidermal growth factor receptor. Mekanisme lain yang meningkatkan proliferasi adalah adalah aktivasi jalur Akt. Setelah epidermal growth factor receptor aktif, reseptor ini diforsforilasi pada tyrosine 1173, sehingga Akt mengalami peningkatan.21 Tingginya kemampuan epidermal growth factor
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua kelompok perlakuan mempunyai jumlah sel fibroblas hidup lebih dari 50%. Hal ini berarti bahan serbuk graft cangkang kerang darah terbukti tidak toksik melalui metode MTT assay dan dimungkinkan dapat digunakan sebagai bahan pengganti bone graft di bidang bone grafting dalam kedokteran gigi di masa mendatang serta dapat membantu peninggian tulang alveolus pada perawatan implan. DAFTAR PUSTAKA
7
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
1.
Dwijartini TR, Amronawati, Cholimah E, Hiswara E, Tjahyono. 2007. Cangkok tulang steril radiasi untuk perbaikan tulang rahang di daerah prevalensi tinggi masalah gigi. H. 9-1. Available from http://pkpp.ristek.go.id/index.php/penelitia n/detail/8. Diakses 10 Mei 2012. 2. Widyastuti dan Wedarti YR. 2008. Perbandingan Genotoksisitas Demineralized Freezed Dryed Bone Allograft denganXenograft Menggunakan Kultur Sel Fibroblas.H. 1. Available from www.pdgi-online.com. Diakses 7 April 2012. 3. Siregar, NH. 2009.Keramik Sebagai Bahan Substitusi Bone Graft. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Indonesia.H.7-5, 3. 4. DeLee JC, Delee J, Drez D, Miller MD, 2009. DeLee and Drez’s Orthopaedic Sports Medicine. Virginia: Elsevier/Saunders.P. 51. 5. Vastardis S. 2006.Evaluation of Allogeneic Bone Graft Substitute for Treatment of Periodontal Osseous Defects: 6-Month Clinical Results. Compendium, 27(1): 4438. 6. Koerniadi AI,Natalina, Kemal Y, Lessang R, Sukardi I, Masulili SLC. 2008. Perawatan bedah flep periodontal dengan cangkok tulang pada kasus periodontitis agresif. Majalah Kedokteran Gigi, 15(2): 130-125. 7. Wirjokusumo S. 2003. Bone Graft Dalam Perawatan Kedokteran Gigi. Pidato Guru Besar, Universitas Airlangga, Indonesia. H. 1. 8. Pathansali,D. 1966.Notes on the biology of the cockle, Anadara granosa L. Proc. IndoPacific Fish. Counc., 11: 98-84. 9. ATCC. 2001.MTT Cell Proliferation Assay Instructions-Catalog Number 30-101 K store at 4°C. Manassas: ATCC. P. 4-2. 10. Moore WR, Graves SE, Bain G. 2001. Synthetic Bone Graft Substitutes. ANZ J. Surg. P.361-354, 71. 11. Zakaria ZAB, Zakaria N, Kazim Z. 2004. Mineral Composition of the Cockle (Anadara granosa) Shells, Hard Clamp (Meretrix meretrix) Shells and Corals (Porites spp.): A comparative study. Journal of Animal and Veterinary Advances, 3(7): 447-445. 12. Anitua E, Aguirre JJ, Algorta J, Ayerdi E, Cabezas AI, Orive G, Andia I. 2007. Effectiveness of Autologous Preparation Rich in Growth Factors For the Treatment of Chronic Cutaneous Ulcers. Vitoria : Wiley Interscience. P. 420-415.
13. Gunzburg R, Szpalski M, Passuti N, Aebi M. 2002. The use of bone substitute in spine surgery. Rothenburg: Springer. P. 6059. 14. Eley BM, Soory M, dan Manson JD. 2010. Periodontics, Sixth Edition. China: Elsevier. P.294, 7. 15. Rovani AC, Kamizar, Usman M. 2008.Perbandingan Sitotoksisitas Endomethasone, AH Plus, dan Apexit Plus Terhadap Sel Fibroblas Dengan Teknik Root Dipping. Dentofasial,7(2): 72-71. 16. Yuan FL, Li X, Lu WG, Sun JM, Jiang DL, Xu RS. 2012. Epidermal growth factor receptors as a therapeutic target in rheumathoid arthritis. Article, The third hospital affiliated to Nantong University, China. P. 1. 17. Awang-Hazmi AJ, Zuki ABS, Noordin MM, Jalila A, Norimah Y. 2007.Mineral Composition of the Cockle (Anadara granosa) Shells of West Coast of Peninsular Malaysia and It’s Potential as Biomaterial for Use in Bone Repair. Journal of Animal and Veterinary Advances,6(5): 594-591. 18. Muntamah. 2011. Sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit dari limbah cangkang kerang darah (Anadara granosa). Skripsi, Institut PertanianBogor, Indonesia. H. 7-6. 19. Putra ATW, Ade W, Hamidy MY. 2013. Tingkat Kepadatan Fibroblas pada Luka SayatMencit dengan Pemberian Gel Lidah Buaya (Aloe chinencis Baker).Jurnal, Universitas Riau, Indonesia. H. 8-1. 20. Kalfas IH. 2001. Principle of Bone Healing.Neurosurg Focus, 10(4): Article 1.P. 9. 21. Kasaj A, Willerhausen B, Reichert C, Kasaj AG, Zafiropoulos GG, Schmidt M. 2008. Humanperiodontal fibroblast response to a nanostructured hydroxyapatite bone replacement graft in vitro. P. 7-1. Available fromwww.intl.elsevierhealth.com/journals/ arob.Diakses 22 September 2012. 22. Zhou QY, Pardo A, Königshoff M, Eickelberg O, Budinger GRS, Thavarajah K, Gottardi CJ, Jones J, Varga J, Selman M, Sznadjer JI, Raj JU, Zhou GF. 2011. Role of von Hippel-Lindau protein in fibroblast proliferation and fibrosis. The Faseb Journal, 27(2): 3032. 23. Pinto ARC, Reis RL, Neves NM. 2010. Scaffold Based Bone Tissue Engineering: The Role of Chitosan. Tissue Engineering: Part B, 17(5): 8.
8
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Daya Hambat Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana,Mill.) TerhadapPertumbuhan Enterococcus faecalis (The Inhibition Effect of Avocado Leaves Extract (Perseaamericana, Mill.)to the Growth of Enterococcus faecalis) Felina Lucia Charyadie, Soegijanto Adi*, Rima Parwati Sari** *Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
ABSTRACT Background: Root canal treatment is the most common method to perserve a tooth from infection of the root canal Mixed bacteria. Enterococcus faecalis is one of the bacteria that often causes failure of the root canal treatment. Persea americana leaves extract has antibacterial activities because of containing active compounds such as alkaloid, flavonoid, saponin, and tanin that may cause inhibit the growth of certain bacteria. Based on previous study Persea americana leaves extract proven to be able inhibit the growth of Staphylococcus aureus and Streptococcus mutans which are the same type with Enterococcus faecalis. Purpose: The aim of this study was to examine the inhibition effect of Persea americana leaves extract in concentrations of 25%, 50%, and 100% to the growth of Enterococcus faecalis bacteria.Materials and Methods: This study was using diffusion method in BHI gelatin, and incubated anaerobically at 37°C for 48 hours. Result: The mean of the inhibition effect of Persea americana leaves extract in one of each concentrations, 25%, 50%, and 100% are 8.99 mm, 10.73 mm, and 11.8 2mm, while the positive control group (ChKM) is 10.53 mm. Data were analyzed with ANOVA (one way) test and the result showed that there are significant differences (p<0.05) between all groups. LSD test showed that there are significant differences in all groups except the ChKM group and the 50% group. Conclusion:Persea americana leaves extracts having inhibition effect to the growth of Enterococcus faecalis bacteria. Keywords: Root canal treatment, Enterococcus faecalis bacteria, Persea americana leaves extract. Correspondence:Soegijanto Adi, Department ofConservation, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University,Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, 0816511661
9
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang:Perawatan saluran akar adalah salah satu perawatan yang biasanyadilakukan untuk mempertahankan gigi yang telah terinfeksi oleh bakteri Mixed pada saluran akar. Enterococcus faecalis adalah salah satu bakteri yang sering menyebabkan terjadinya kegagalan perawatan saluran akar. Ekstrak daun alpukat telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri karena mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak daun alpukat terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans yang merupakan golongan bakteri yang sama dengan bakteri Enterococcus faecalis. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya daya hambat ekstrak daun alpukat dalam konsentrasi 25%, 50%, dan 100% terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Bahan dan Metode: Penelitian dilakukan dengan metode difusi pada media BHI agar dan diinkubasi secara anaerob pada 37°C selama 48 jam. Hasil:Hasil perhitungan rerata diameter zona hambat ekstrak daun alpukat dalam konsentrasi 25%, 50%, dan 100% masing-masing sebesar 8.99 mm, 10.73 mm, dan 11.82 mm, sedangkan pada kelompok kontrol positif (ChKM) sebesar 10.53 mm. Data kemudian dianalisis dengan uji ANOVA (one way) dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada seluruh kelompok karena nilai (p<0.05). Hasil uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada seluruh antar kelompok kecuali kelompok ChKM dengan kelompok perlakuan konsentrasi 50% karena nilai (p>0.05).Simpulan:Ekstrak daun alpukat terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis Kata Kunci:Perawatan saluran akar, bakteri Enterococcus faecalis, ekstrak daun alpukat Korespondensi:Soegijanto Adi, Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, 0816511661
dengan baik, sehingga perlu dilakukan pemberian obat-obatan saluran akar.2 Diantara berbagai jenis bakteri yang terdapat pada saluran akar, bakteri Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang umumnya ditemukan pada perawatan saluran akar yang gagal. Hal ini dibuktikandari beberapa hasil penelitian yang dilakukan dengan metode kultur dan metode polymerase chain reaction (PCR), prevalensi keberadaan bakteri Enterococcus faecalis pada perawatan saluran akar yang gagal semakin meningkat dari tahun 1964-2004 sebesar 24% hingga 3 77%. Enterococcus faecalis memiliki faktor-faktor virulen seperti aggregation substance (AS), surface adhesion, sex pheromones,
PENDAHULUAN Perawatan saluran akar merupakan prosedur perawatan yang bermaksud mempertahankan gigi dan kenyamanannya agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya. Kemampuan bakteri untuk tetap bertahan di dalam saluran akar, memegang peranan penting terhadap timbulnya kegagalan perawatan 1 saluran akar. Mengingat anatomi ruang pulpa yang cukup rumit serta jauhnya penetrasi bakteri melalui tubulus dentin, maka tindakan preparasi saluran akar yang disertai irigasi kurang cukup untuk dapat membebaskan saluran akar dari bakteri
10
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
lipoteichoic acid (LTA), extracellular superoxide production (ESP), gelatinase, hyalurodinase, AS-48, dan cytolysin. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup di dalam saluran akar sebagai organisme tunggal dan resisten terhadap obat-obat antimikrobial sehingga sulit dieliminasi dari saluran akar secara sempurna.4 Pemberian obat-obatan saluran akar digunakan dengan tujuan untuk mengeliminasi bakteri yang tidak dapat dihilangkan dengan proses chemo-mechanical seperti bakteri Enterococcus faecalis.2 Berdasarkan sifat kimianya, obat-obatan saluran akar dibagi menjadi golongan obat non spesifik dan golongan obat spesifik yaitu dapat berupa satu atau kombinasi beberapa antibiotik. Beberapa obatobatan saluran akar selain relatif mahal juga memiliki beberapa kelemahan/keburukan, contohnya golongan obat non spesifik yaitu Chlorophenol Kamfer Menthol (ChKM) yang bersifat toksik, dapat menyebabkan iritasi dan nekrosis jaringan lunak, berbau menyengat, rasanya tidak enak, serta dapat menimbulkan reaksi alergi.5 Saat ini banyak dikembangkan penggunaan tanaman sebagai alternatif, mengingat sifat resistensi bakteri Enterococcus faecalis, dan beberapa kelemahan dari obat-obatan saluran akar terdahulu. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah tanaman alpukat (Persea americana, Mill.). Ekstrak daun alpukat diketahui memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Beberapa diantaranya adalah bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans. Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak daun alpukat 50% dan 100% terbukti cukup efektif dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.Selain sebagai antibakteri, kelebihan lain senyawa flavonoid dalam daun alpukat juga dapat bersifat sebagai antioksidan, analgesik, dan antiinflamasi sehingga dapat mengurangi kerusakan jaringan pulpa, rasa sakit, dan keradangan pada penyakit pulpa dan periapikal.6 Bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans merupakan golongan bakteri yang sama dengan Enterococcus faecalis yaitu bakteri gram positif anaerob fakultatif. Berdasarkan hal tersebut ekstrak daun alpukat seharusnya dapat dijadikan sebagai suatu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai obat sterilisasi saluran akar. Selain bahan uji dengan konsentrasi 50% dan 100%, penelitian ini juga menguji konsentrasi yang lebih kecil yaitu 25%. Diharapkan konsentrasi yang lebih kecil juga memiliki daya antibakteri pada pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis sehingga dapat mengurangi efek sitotoksisitasnya. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang daya hambat ekstrak daun alpukat (Persea americana,Mill.) terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis dalam berbagai konsentrasi. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris in vitro dan rancangan penelitian the post test only control group design. Parameter penelitian ini adalah zona jernih yang dihasilkan oleh bahan uji.
11
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Kelompok sampel penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan (ekstrak daun alpukat 25%, 50%, dan 100%) dan 2 kelompok kontrol (kontrol positif menggunakan ChKM dan kontrol negatif menggunakan aquades steril). Pembagian kelompok ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan daya hambat dalam berbagai konsentrasi. Sampel dalam penelitian ini adalah biakan Enterococcus faecalis yang disetarakan dengan larutan Mc Farland 0,5. Besar sampel yang digunakan untuk tiap kelompok sebanyak 6 sampel, sehingga total sampel yang digunakan adalah 30 sampel. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah. Alat yang digunakan adalah blender, timbangan digital, water bath, rotary evaporator vakum, penyaring Buchner, tabung reaksi, dan rak, autoclave, erlenmeyer dan pengaduk kaca, kertas saring berbentuk lingkaran diameter 5 mm, beaker glass, inkubator, petridish, spuit, burner, osse, mikropipet, vortex, anaerobic jar, lidi kapas steril, digital calipers krisbow dengan ketelitian 0.01 mm, dan syringe mikroporus membrane diameter 0,2 µm. Bahan yang diperlukan adalah bakteri Enterococcus faecalis, ekstrak daun alpukat, ChKM, aquades steril, etanol 96%, media Brain Heart Infusion (BHI) agar, media Brain Heart Infusion (BHI) cair, dan larutan standar Mc Farland 0,5. Ekstrak daun alpukat dibuat dari serbuk daun alpukat yang ditambahkan pelarut etanol 96% dan digoyang dengan menggunakan water bath dengan kecepatan 120 rpm selama 1 jam. Serbuk daun alpukat kemudian
dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar, lalu difiltrasi dengan penyaring Buchner, dan dilakukan maserasi ulang terhadap residu selama 24 jam. Proses ini dilakukan hingga 3 kali sehingga didapatkan 3 filtrat. Ketiga filtrat tersebut kemudian dicampur dan dipekatkan dengan rotary vakum evaporator dengan suhu 50˚C sampai didapatkan ekstrak pekat. Pembuatan Ekstrak daun alpukat konsentrasi 100% didapat dari 2 gram ekstrak pekat dan 2 ml aquades steril. Untuk konsentrasi 50% dilakukan pengenceran dengan mengambil 1 mg ekstrak konsentrasi 100% dan 1 ml aquades steril. Selanjutnya konsentrasi 25% didapat dari 1 mg ekstrak konsentrasi 50% dan 1 ml aquades steril. Ekstrak daun alpukat yang akan diuji terlebih dahulu disterilkan dengan syringe mikroporus membrane diameter 0,2 µm untuk mencegah kontaminasi. Penelitian dilakukan dengan metode difusi pada media BHI agar. Pada kelompok perlakuan, kertas saring berbentuk lingkaran berdiameter 5 mm dicelupkan dalam ekstrak daun alpukat selama 10 detik. Kertas saring untuk kelompok kontrol positif dicelupkan dalam ChKM dan untuk kelompok kontrol negatif dicelupkan dalam aquades steril. Kertas saring diletakkan pada tiap zona media BHI agar dengan menggunakan pinset steril dan agak ditekan-tekan, kemudian petridish dimasukkan ke dalam anaerobic jar dan diinkubasi selama 2x24 jam dengan suhu 37˚C. Zona hambat yang dihasilkan berupa zona jernih (clear zone) disekitar kertas saring dan diukur menggunakan digital calipers (dalam satuan mm). Zona jernih diukur pada bidang horizontal, vertikal, dan diagonal lalu dibagi 3 12
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
sehingga didapatkan rerata (mean) diameter zona hambat. Besar diameter zona jernih yang dihasilkan menunjukkan adanya daya hambat ekstrak daun alpukat. Data dianalisis dengan uji statistik Shapiro Wilk untuk melihat apakah data yang didapat berdistribusi normal. Dilanjutkan dengan uji statistikLevene Test untuk mengetahui apakah data yang didapat homogen variansnya. Data kemudian dilakukan uji statistik Oneway Anova (ANOVA) untuk melihat perbedaan antar kelompok dan selanjutnya dilakukan uji Least Significant Difference (LSD) untukmengetahui perbedaan kemaknaan diantara setiap kelompok.
dan 100% terhadap pertumbuhanEnterococcus faecalis. Daya hambat terkecil dihasilkan oleh ekstrak daun alpukat konsentrasi 25% sebesar 8.99 mm, dan daya hambat terbesar dihasilkan oleh ekstrak daun alpukat konsentrasi 100% sebesar 11.82 mm. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun alpukat maka daya hambat yang dihasilkan juga semakin besar (Gambar 1).
HASIL Hasil penelitian berupa perhitungan rerata diameter dan standar deviasi zona hambat ekstrak daun alpukat terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis.
Gambar 1. Grafik hasil rerata zona hambat Tabel 2.Hasil uji ANOVA
Tabel 1. Hasil rerata zona hambat Mean ± Kelompok N Standar deviasi Ekstrak daun 8.9900 ± 6 alpukat 25% .20159 Ekstrak daun 10.7317 ± 6 alpukat 50% .36788 Ekstrak daun 11.8283 ± 6 alpukat 100% .26118 Kontrol positif 10.5350 ± 6 (ChKM) .15859 Kontrol negatif .0000 ± 6 (aquades steril) .00000 8.4170 ± Total 30 4.38366
Sig. Antar perlakuan .000* Dalam perlakuan Total (*) adalah terdapat perbedaan bermakna
Hasil uji ANOVA (tabel 2) menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada masing-masing kelompok karena nilai p<0.05, maka disimpulkan bahwa ekstrak daun alpukat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dan perlu dilanjutkan dengan uji LSD.
Berdasarkan data hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa terdapat daya hambat ekstrak daun alpukat dengankonsentrasi 25%, 50%, 13
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 3.Hasil uji LSD Kontrol Kelompok positif
Ekstrak daun alpukat 25%
Ekstrak daun alpukat 50%
seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin.9Senyawa-senyawa ini dapat bekerja sebagai senyawa aktif antibakteri.Alkaloid akan berikatan dengan DNA sel sehingga menimbulkan perubahankeseimbangan genetik pada rantai DNA.10Flavonoid bersifat lipofilik, bekerja dengan membentuk ikatan kompleks dengan protein ekstraseluler serta adanya senyawa tanin bekerja dengan mengikat dan mengendapkan protein.11Saponin memiliki ujung hidrofobik yang akan berikatan pada protein membran sel melalui ikatan gugus polar, sedangkan gugus non polar saponin akan berikatan dengan lemak membran sel.12 Akan tetapi, pemeriksaan skrining fitokimia hanya sebatas membuktikan ada atau tidaknya senyawa aktif dalam suatu bahan uji. Pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan kadar dari senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Untuk memeriksa kadar dari senyawa-senyawa aktif tersebut perlu dilakukan pengujian dengan teknik tertentu dan peralatan yang lebih canggih, misalnya metode kromatografi lapis tipis (KLT). Beberapa metode lain yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan secara fisika, organoleptis, pemeriksaan kromatografi, dan pemeriksaan spektofotometri.9 Daya hambat yang dihasilkan ekstrak daun alpukat 100% menghasilkan daya hambat terbesar bahkan bila dibandingkan dengan daya hambat kelompok ChKM. Hal ini bisa jadi disebabkan karena pengaruh dari kadar kandungan senyawa aktif dan dari kepekatan bahan uji. Kepekatan bahan uji bisa mempengaruhi berat molekulnya yang menjadi lebih besar sehingga viskositasnya lebih 7 kental. Pada ekstrak daun alpukat
Ekstrak daun alpukat 100 %
Kontrol .000* .155 .000* positif Ekstrak daun .000* .000* alpukat 25% Ekstrak daun .000* alpukat 50% Ekstrak daun alpukat 100% (*) adalah terdapat perbedaan bermakna
Hasil uji LSD (tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara ekstrak daun alpukat 25% terhadap ekstrak daun alpukat 50% dan 100%, ekstrak daun alpukat 50% terhadap ekstrak daun alpukat 100%, dan ChKM terhadap ekstrak daun alpukat 25% dan 100%. ChKM dengan ekstrak daun alpukat 50%menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna karena nilai p>0.05, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan rerata daya hambat yang dihasilkan kelompok ChKM (10.53 mm) dan ekstrak daun alpukat 50% (10.73 mm) memiliki perbedaan yang tidak signifikan. PEMBAHASAN Daun alpukat menurut penelitian sebelumnya mengenai analisis fitokimia beberapa tumbuhan obat menunjukkan bahwa daun alpukat memiliki kandungan senyawa aktif 14
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
100% memiliki efek antibakteri yang lebih lama dibandingkanChKM, dimungkinkan karena viskositasnya yang kental sehingga aliran (flow) bahan uji lebih lambat. Selain itu, bisa juga dikarenakan ChKM memiliki daya larut dalam air yang rendah, daya alir yang tinggi, difusi yang lambat pada media agar, dan sifat penguapan, oleh karena itu pada penelitian in vitro tampak daya hambat yang dihasilkan ChKM terbatas. Sebaliknya pada penelitian dengan metode dilusi, mengindikasikan bahwa ChKM merupakan bahan yang sangat efektif sebagai antiseptik.8 Enterococcus faecalis adalah bakteri yang memilki kemampuan resisten hampir pada semua obat antiseptik. Bakteri ini memiliki kemampuan resistensi intrinsik dan resistensi yang didapat (acquired). Resistensi intrinsik adalah suatu karakteristik pada terdapat pada hampir atau semua strain spesies yang mana gen untuk resistensi intrinsik tersebut dibawa dalam kromoson, sedangkan resistensi yang didapat (acquired) adalah resistensi yang didapat karena mutasi DNA atau adanya pembentukan DNA baru melalui transfer plasmid dan transposon. Gen resisten pada bakteri ini disimpan di plasmid sehingga dapat ditransfer kapan saja.13 Dengan resistensi inilah bakteri Enterococcus faecalis dapat resisten terhadap banyak obat termasuk ChKM, maka diasumsikan bahwa bakteri Enterococcus faecalis juga memiliki kemungkinan resisten terhadap ekstrak daun alpukat karena mekanisme kerja yang sama berdasarkan kandungan fenol yang terkandung didalamnya. Disimpulkan ekstrak daun alpukat dapat digunakan sebagai alternatif obat sterilisasi saluran akar namun belum
bisa mengatasi resistensi Enterococcus faecalis. SIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun alpukat(Persea americana,Mill.)konsentrasi 25%, 50%, dan 100% mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
15
Cogulu D, Uzel A,Oncag O, Aksoy SC, Eronat C. 2007. Detection of Enterococcus faecalis in necrotic teeth root canals by culture and polymerase chain reaction methods.European Journal of Denstistry, 1: 216-21. Johnson WT dan Noblet WC. 2009.Cleaning and Shaping. In: Walton RE, Torabinejad M.Endodontics principles and practice, 4th ed. India: Thomson Press. P.258-83. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson TJ, Owatz CB.2006.Enterococcus faecalis: Its role in root canal treatment failure and current concepts in retreatment.JOE, 32(2): 93-8. Suchitra U dan Kundabala M. 2006. Enterococcus faecalis: An Endodontic pathogen. medINDjournals. P.11-3. Fouad AF. 2009.Endodontic Microbiology.USA: Wiley-Blackwell. P. 249. Fauzia dan Larasati A. 2008. Uji Efek Ekstrak Air dari Daun Avokad (Persea gratissima) terhadap Streptococcus mutans dari Saliva dengan Kromatografi Lapisan Tipis (TLC) dan Konsentrasi Hambat Minimum (MIC). Majalah Kedokteran Nusantara, 41(3):173-8. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi.Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Edisi 2.Jakarta: EGC. H.163-4. Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ.2007. The use of calcium hydroxide, antibiotics and biocides as antimicrobial medicaments in endodontics. AustralianDental Journal Supplement,52: S82-S64. Available
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
fromhttp://espace.library.uq.edu.au/eserv.p hp?pid=UQ:13789&dsID=Antimicrobial_ medicaments_in_endodontics.pdf. Diakses 12 Januari 2013. 9. Sangi, dkk. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog.,1(1):53-47. 10. Rinawati ND. 2011. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete, L.) terhadap Bakteri Vibrio alginolyticus. Universitas Institut Teknologi Sepuluh Nopember. H.8-7. 11. Katja DG, Suryanto E, Wehantouw F. 2009. Potensi Daun Alpukat (Persea
Americana,Mill.) Sebagai Sumber Antioksidan Alami. Chem. Prog., 2(1): 6458. 12. Noer IS dan Nurhayati L. 2006. Bioaktivitas Ulva reticulate Forsskal. Asal Gili Kondo Lombok Timur terhadap Bakteri. Jurnal Biotika, 5(1):60-45. 13. Marsa RD. 2010.Efek Antibakteri Ekstrak Lerak dalam Pelarut Etanol terhadap Enterococcusfaecalis(Penelitian In Vitro). Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. H.41-3.
16
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Daya Hambat Ekstrak Nannochloropsis oculataTerhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcusfaecalis (Inhibition effect of Nannochloropsis oculata Extract to the Growth of Enterococcus faecalis Bacteria) Ayu Fadhilah, Kristanti Parisihni*, Henu Sumekar** *Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Enterococcus faecalis is one caused bacteria of root canal infections. ChKM is mostly used as sterilization agent in endodontic treatment but has some disadvantages. Nannochloropsis oculata extract has been reported to have antibacterial effects for gramnegative bacteria, so could be potentially developed as a root canal sterilization agent. Purpose: The aim of this study was to determine the inhibitory effect of Nannochloropsis oculata extract to the growth of E. faecalis. Materials and Methods: This study was an experimental study with post test only control group design and were tested by diffusion methods with 4 groups concentration of 10%, 20%, 40%, 80%, and 2 controls groups using DMSO 1% as negative control, and ChKM as positive control, each group consisted of 5 samples. The inhibition effect were examined by measure the diameter of the clear zone around the disc. Data were analyzed by one way ANOVA test and followed by LSD test. Result: Results showed that there were clear zone around the disc, the greater concentration of the extract the greater diameter of the clear zone. Mean of inhibition zone at concentrations of 10% (6.2160 mm), 20% (6.5880 mm), 40% (8.0020 mm), 80% (9.5160 mm), DMSO 1% (6 mm) and ChKM (10.9940 mm). It had been proved that N oculata extract could inhibit the growth of E. faecalis (p<0,05). The largest diameter of the clear zone was in the concentration of 80%. Conclution: Nannochloropsis oculata extract could inhibit the growth of Enterococcus faecalis and the mosteffectiveinhibitory concentrationis 80% butitsmaller thanpositive control(ChKM). Keywords:Endodontic treatment, Enterococcusfaecalis
antibacterial,
Nannochloropsis
oculata,
Correspondence: Kristanti Parisihni, Department of Microbiology, Faculty of Dentristry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
17
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Enterococcus faecalis merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi pada saluran akar. Perawatan saluran akar terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya yaitu sterilisasi saluran akar.ChKM merupakan obat yang sering digunakan pada tahapan ini, namun obat ini masih memiliki kekurangan.Ekstrak Nannochloropsis oculata diketahui memiliki efek antibakteri terhadap bakteri gram negatif, sehingga potensial untuk dikembangkan sebagai obat sterilisasi saluran akar. Tujuan: Untuk mengetahui kemampuan ekstrak Nannochloropsis oculata dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.Bahan dan Metode: Penelitian eksperimental dengan desain penelitian the post test only control group. Efek antibakteri ekstrak Nannochloropsis oculata terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis diuji menggunakan metode difusi dengan 4 konsentrasi dan 2 kontrol, yaitu 10%, 20%, 40%, 80%, dan kontrol negatif menggunakan DMSO 1% serta kontrol positif menggunakan ChKM, dimana tiap kelompok terdiri dari 5 sampel. Daya hambat diperiksa dengan mengukur diameter zona jernih disekitar kertas saring. Analisis data menggunakan uji one way ANOVA diikuti dengan uji LSD.Hasil:Hasil penelitian menunjukkan adanya zona jernih disekitar kertas saring dari ekstrak Nannochloropsis oculata, makin besar konsentrasi maka makin besar diameter zona hambatnya. Rata-rata zona hambat pada konsentrasi 10% (6,2160 mm), 20% (6,5880 mm), 40% (8,0020 mm), 80% (9,5160 mm), untuk kontrol negatif DMSO 1% (6 mm) dan kontrol positif ChKM (10,9940 mm).Ini menunjukkan bahwa ekstrak Nannochloropsis oculata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis (p<0,05). Diameter terbesar dari zona jernih di sekitar kertas saring terdapat pada konsentrasi 80%.Simpulan: Ekstrak Nannochloropsis oculata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dengan konsentrasi hambat yang paling efektif adalah 20% namun daya hambatnya masih lebih kecil bila dibandingkan kontrol positif (ChKM). Kata kunci:Perawatan endodontik, antibakteri, Nannochloropsis oculata, Enterococcus faecalis Korespondensi: Kristanti Parisihni, Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
dokter gigi adalah perawatan saluran akar. Bakteri yang paling banyak diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi adalah obligat anaerob.2 Sundqvist (2006) menemukan sejumlah bakteri anaerob seperti Enterococcus faecalis (E. faecalis), Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis, dan Fusobacterium nucleatum pada perawatan saluran akar yang gagal.3 Penelitian menunjukkan bahwa dari 100 pengisian saluran akar yang gagal disertai periodontitis apikalis, terdapat bakteri fakultatif sebanyak 69 % dan
PENDAHULUAN Karies gigi merupakan suatu infeksi endogenous yang menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel dan bisa berlanjut pada dentin oleh karena asam yang diproduksi oleh mikroorganisme plak yang memetabolisme 1 karbohidrat. Karies gigi yang tidak dilakukan perawatan lambat laun akan mencapai pulpa dan mengakibatkan keradangan pada pulpa. Apabila terjadi keradangan pada pulpa salah satu perawatan yang dapat dilakukan oleh
18
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
50% diantaranya merupakan Enterococci. Walaupun Enterococcus biasanya ditemukan pada saluran akar yang tidak dirawat dalam jumlah sedikit, bakteri ini sering ditemukan pada perawatan saluran akar yang gagal dan dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang persisten.3 Enterococcus faecalissering terdeteksi sebagai spesies pada infeksi rongga mulut, termasuk periodontitis marginalis, infeksi pada saluran akar dan periradikular abses. Enterococcus faecalis terbukti dapat bertahan hidup di dalam saluran akar sebagai organisme tunggal dan resisten terhadap bahan-bahan antimikrobial yang umum digunakan sehingga sulit dieliminasi dari saluran akar secara sempurna.4 Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahapan penting yaitu preparasi, sterilisasi dan pengisian.Eliminasi mikroorganisme dari akar yang terinfeksi telah menjadi fokusutama dalam perawatan saluran akar karena keberadaan bakteri memegang perananpenting dalam patogenesis pulpa dan periradikular serta keberhasilan dari perawatan saluran akar.5 Perawatan kasus endodontik membutuhkan penggunaan obat sterilisasi yang mampu mengeliminasi endotoksin bakteri yang telah melekat pada struktur gigi yang tidak tereliminasi sempurna saat proses instrumentasi saluran akar.Penggunaan obat sterilisasi saluran akar selama perawatan endodonti harus dapat mensterilisasi dan mengurangi jumlah mikroorganisme patogen dalam saluran akar. Salah satu obat sterilisasi saluran akar yang sering digunakan adalah golongan fenol, seperti ChKM dan Cresofene. Obat sterilisasi golongan fenol ini memiliki beberapa
kelemahan yaitu bau yang menyengat, rasa tidak enak, dapat terserap oleh tumpatan sementara dan dapat menyebar ke rongga mulut sehingga pasien akan mengeluhkan rasa yang tidak enak dan bersifat allergen sehingga dapat menyebabkan reaksi imun yang dapat membahayakan pulpa.6 Untuk mengeliminasiE. faecalis dari saluran akar dan melihat kelemahan beberapa obat sterilisasi tersebut, perlu dikembangkan obat sterilisasi saluran akar yang berasal dari bahan alami serta memiliki daya antibakteri yang baik. Dua pertiga luas wilayah Indonesia terdiri dari lautan dan di dalamnya terdapat bermacam-macam makhluk hidup baik berupa tumbuhan maupun hewan. Salah satu makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang di perairan laut adalah alga laut. Ditinjau secara biologi, alga merupakan kelompok tumbuhan yang berklorofil terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Di dalam alga terkandung bahan-bahan organik seperti hormon, vitamin, mineral, poliskarida, dan senyawa bioaktif. Sejauh ini pemanfaatan alga sebagai komoditas perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam alga sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi, dan lain-lain.7 Alga merupakan salah satu sumber potensial senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai antibakteri.8 Berbagai jenis alga seperti Griffithsia, Ulva, Enteromorpha, Gracilaria, dan Euchema telah dikenal luas sebagai sumber potensial karagenan yang dibutuhkan oleh 19
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
industri gel. Begitupun Sargasssum, Chlorella, Nannochloropsis yang telah dimanfaatkan sebagai adsorden logam berat, Osmudaria, Hypnea, dan Gelidium sebagai sumber senyawa bioaktif, Laminariales, dan Sargassummuticum yang mengandung senyawa alginate yang berguna dalam industri farmasi. Pemanfaatan berbagai jenis alga lain adalah sebagai biometanol dan biodiesel ataupun pupuk organik.7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Nannochloropsis oculata memiliki sifat sebagai antibakteri,8 salah satunya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio alginolitycus.9 Penelitian Kafaie dkk, menunjukkan bahwa Nannochloropsis oculata tidak memiliki efek toksisitas.10 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak Nannochloropsis oculata dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Berdasarkan data tersebut, peneliti ingin mengembangkan Nannochloropsis oculata sebagai alternatif obat sterilisasi saluran akar yang memiliki kemampuan antibakteri dan tidak memiliki efek toksisitas menjadi alasan dilakukannya penelitian dengan cara mengeksplor sumber daya laut yang kedepannya bisa dimanfaatkan di bidang kedokteran gigi. Salah satu penelitian yang harus dilakukan adalah pengujian daya hambat ekstrak Nannochloropsis oculata terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis sebagai bakteri yang sulit dieliminasi dari saluran akar dan resisten terhadap antimikrobial yang umum digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui daya hambat ekstrak Nannochloropsis oculata terhadap
pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80%, dibandingkan dengan obat sterilisasi saluran akar ChKM. BAHAN DAN METODE Penelitian ini tergolong penelitian true experimental dengan rancangan penelitian the post test only control group design.11 Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 5 sampel untuk setiap kelompok perlakuan, sehingga diperoleh jumlah sampel keseluruhan adalah 30 sampel. Sampel penelitian diambil secara acak (random) dari populasi.11 Bahan yang digunakan meliputi suspensi bakteri Enterococcus faecalis, ekstrak Nannochloropsis oculata dengan konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 80%, ChKM, etanol 96 %, DMSO 1%, larutan Mc Farland 0,5, media BHI (Brain Heart Infusion) cair, media BHI (Brain Heart Infusion) agar. Bakteri Enterococcus faecalis didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya. Pembuatan ekstrak Nannochloropsis oculata dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya, dan untukpenelitian uji daya hambat dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012-Februari 2013. Sampel Nannochloropsis oculata diambil dari Balai Budidaya Air Payau Sitobondo. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, dengan cara 600 gram bubuk Nannochloropsis
20
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
oculata direndam kedalam 500 ml larutan etanol 96% selama 24 jam kemudian disaring dengan corong buchner yang diletakkan diatas labu hisap yang telah dihubungkan dengan pompa vacum. Perendaman dan penyaringan ekstrak ini dilakukan sebanyak 3 kali. Filtrat hasil steril dengan menggunakan pengenceran DMSO 1%.12 Bakteri Enterococcus faecalis biakan murni berupa biakkan dalam BHI cair yang sudah diinkubasi selama 24 jam dalam suasana anaerob, selanjutnya kekeruhannya disetarakan dengan standar Mc Farland 0,5. Daya hambat diuji menggunakan metode difusi (metode Kirby-Bauer). Pertama, disiapkan 1 tabung reaksi.Tabung reaksi diisi dengan BHI cair yang telah diinokulasikan dengan 1 ml suspensi bakteri Enterococcus faecalis yang setara dengan larutan Mc Farland 0,5.Biakan bakteri diusapkan pada seluruh permukaan lempeng BHIagar steril dengan menggunakan kapas lidi steril.30 cakram kertas saring disiapkan. 5 cakram kertas saring masing-masing dicelupkan kedalam bahan antibakteri yaitu ekstrak N. oculata 10% 2 ml selama 10 detik. 5 cakram kertas saring masing-masing dicelupkan kedalam bahan antibakteri yaitu ekstrak N. oculata 20% 2 ml selama 10 detik. 5 cakram kertas saring masing–masing dicelupkan kedalam bahan antibakteri yaitu ekstrak N. oculata 40% 2 ml selama 10 detik. 5 cakram kertas saring masing-masing dicelupkan kedalam bahan antibakteri yaitu ekstrak N. oculata 80% 2 ml selama 10 detik. 5 cakram kertas saring masing-masing dicelupkan kedalam larutan ChKM 2 ml selama 10 detik. Dan 5 cakram kertas saring lainnya
penyaringan dievaporasi dengan alat yaitu vacum rotavapour selama 7-8 jam. Kemudian didapatkan hasil akhir berupa ekstrak Nannochloropsis oculata sebanyak 29 gram.9Persiapan ekstrak Nannochloropsis oculata dengan berbagai konsentrasi di dalam tabung-tabung masing-masing dicelupkan kedalam DMSO 1% 2 ml selama 10 detik. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada media BHI agar Enterococcus faecalis dengan menggunakan pinset steril agak ditekan-tekan. Petri dish dimasukkan kedalam inkubator selama 2x24 jam dengan suhu 37°C dalam sungkup anaerob.Setelah 48 jam, diameter zona hambat yang terbentuk berupa area jernih (clear zone) disekitar kertas saring diukur dengan menggunakan digital calipers (dalam satuan mm). Pengukuran tersebut dilakukan dari batas jernih terakhir yang berdekatan dengan koloni di sebelah kiri hingga batas kanan yang diukur pada jarak daerah jernih terpanjang.Biasanya diameter zona hambat yang timbul menunjukkan adanya daya antibakteri pada masingmasing konsentrasi ekstrak Nannochloropsis oculata. Teknik analisa data yang dipakai untuk membandingkan daya hambat pemberian ekstrak Nannochloropsis oculata dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80% terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis adalah dengan uji one way analysis ofvarians (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji LSD.13 HASIL Tabel dibawah ini menunjukkan rerata zona hambat ekstrak
21
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Nannochloropsis oculata sesudah perlakuan pada kelompok kontrol.
Hasil uji one way ANOVA diperoleh nilai signikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan makna antara kontrol positif dengan masing-masing kelompok perlakuan yang memiliki konsentrasi berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut maka dilanjutkan dengan uji LSD. Dari hasil uji LSD diketahui bahwa ekstrak Nannochloropsis oculata terhadap semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Untuk menentukan perbedaan yang dominan ditentukan dengan rerata zona hambat yang paling baik yaitu ekstrak Nannochloropsis oculata pada konsentrasi 80%.Dimana daya hambat dengan konsentrasi tertinggi memiliki zona hambat yang paling baik jika dibandingkan dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40%, namun daya hambatnya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol (+).
Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif Kelompok n Rerata Standar deviasi K (-) 5 6 0,00 K (+) 5 10,99 0,01 P1 5 6,22 0,02 P2 5 6,59 0,03 P3 5 8 0,01 P4 5 9,52 0,02
Gambar 1. Grafik rerata diameter zona hambat (mm)
Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka setiap kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk(karena sampel yang digunakan <50).13 Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan hasil uji Levene didapatkan nilai signifikansi 0,07, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil penelitian homogen (p> 0,05). Data penelitian yang berdistribusi normal dan variansnya homogen kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametrik yaitu one way ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan antara kontrol positif dengan kelompok perlakuan konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80% dari ekstrak Nannochloropsis oculata pada masing-masing sampel.
PEMBAHASAN Penyakit pulpa dan jaringan sekitar akar gigi secara langsung maupun tidak langsung ada hubungannya dengan mikroorganisme. Bakteri yang paling banyak diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat anaerob.2 Sundqvist menemukan sejumlah bakteri anaerob seperti Enterococcus faecalis (E.faecalis), Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis, dan Fusobacterium nucleatum pada perawatan saluran akar yang gagal.3 Saat ini, bakteri Enterococcus faecalis berada pada peringkat ketiga bakteri pathogen nasokomial, serta resisten pada beberapa antibiotik seperti aminoglikosida, penisilin, tetrasiklin,
22
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
kloramphenikol, dan vankomisin. Selain itu, adanya mekanisme yang mempertahankan level pH cytoplasmic tetap optimal menyebabkan bakteri tersebut juga resisten terhadap antimikroba kalsium hidroksida. Enterococcus faecalis mampu mengkatabolisme berbagai sumber energi dan dapat bertahan hidup dalam berbagai lingkungan termasuk pH alkali yang ekstrim, juga pada berbagai suhu.14 Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahapan penting yaitu preparasi, sterilisasi dan 5 pengisian. Hal yang terpenting dari perawatan endodontik adalah aktivitas reduksi atau eliminasi bakteri yang menginfeksi.15 Mengingat anatomi ruang pulpa yang sangat rumit serta jauhnya penetrasi bakteri ke dalam tubulus dentin, maka tindakan preparasi saluran akar disertai irigasi tidak dapat membebaskan saluran akar dari bakteri, sehingga diperlukan medikamen saluran akar atau 6 sterilisasi saluran akar. Pada penelitian ini terlihat bahwa ekstrak Nannochloropsis oculata mampu menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada semua kelompok perlakuan dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80%.Telah diketahui pada penelitian sebelumnya, ekstrak Nannochloropsis oculata mengandung senyawa turunan dari oksidasi lemak yang disebut oxylipin.Senyawa oxylipin ini mempunyai efek fisiologis pada ikan kerapu yang dapat ditunjukkan pada sel CD4.Hasil ekspresi sel CD4 yang telah dipapar Vibrio alginolyticus secara in vivo menunjukkan adanya reaksi silang antara antigen dengan system imun ikan kerapu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekspresi sel CD4 terbentuk
akibat adanya suatu pemaparan bahan antigen atau bahan Nannochloropsis oculata, yang mampu membangkitkan respons imun secara seluler.9Melalui senyawa ini berbagai jenis senyawa metabolit sekunder diproduksi diantaranya Terpenoid, Alkaloid, dan Flavonoid. Oxylipin ini salah satunya bersifat sebagai antibakteri,8salah satunya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio alginolitycus pada konsentrasi 20%, 25%, 30%, dan 35% dan berkemampuan membunuh bakteri pada konsentrasi 40% koloni.9 Penelitian Kafaie dkk, menunjukkan bahwa Nannochloropsis oculata tidak memiliki efek toksisitas terhadap sel plasma dan jaringan pada tikus.10 Senyawa terpenoid diduga memilikiaktivitasanti radang,antikarsinogenik,antihyperchol esterolemia,antihepatoproteitive, dan anti serangga oleh adanya kandungan taraxerol, lupeol, α-amyrin, β-amyrin, dan germanicol.16 Senyawa alkaloid memiliki mekanisme kerja penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglican pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Didalam senyawa alkaloid juga terdapat gugus basa yang mengandung reaksi nitrogen yang akan bereaksi dengan senyawa asam amino menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino, sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan yang akan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan
23
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
menyebabkan kematian sel pada bakteri.17 Flavonoid adalah struktur phenol yang memiliki satu kelompok carbonyl dengan ekstrasel dan larut protein, dengan ikatan tersebut dapat menghambat sintesis protein dari sel bakteri. Hal tersebut lah yang memberikan aktivitas antibakteri.18Senyawa golongan flavonoid dan turunan flavonol lain yang diperoleh dapat berperan sebagai antioksidan, aktifitas menghambat jamur dan sebagai antihistamin alami. Flavonoiddapat menghambat peroksidasi dari lipid dan berpotensi menginaktifkan oksigen triplet.19 Peneliti menggunakan ChKM sebagai kontrol positif.20,21ChKM termasuk dalam derivat senyawa fenol, yang dimana mekanisme kerja senyawa fenol dalam menghambat sel bakteri, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat. Salah satu mekanisme kerja ChKM dalam menghambat bakteri sama dengan mekanisme kerja flavonoid yang merupakan kandungan didalam ekstrak Nannochloropsis oculata. Diameter zona hambat diukur dan diuji statistik menggunakan one way ANOVATest dengan tingkat kesalahan sebesar 5%. Kemudian untuk membandingkan hubungan antara zona hambat pada konsentrasi satu dengan yang lain digunakan Post Hoch Test berupa uji Least Significant Difference (LSD) atau uji beda nyata terkecil.13Dari analisa statistik tersebut terlihat adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif (ChKM), kelompok kontrol negatif
(DMSO 1%), dengan kelompok perlakuan (ekstrak Nannochloropsis occulata). Dari hasil penelitian, terlihat bahwa makin besar konsentrasi ekstrak Nannochloropsis oculata maka makin besar pula diameter zona hambatnya. Rata–rata zona hambat pada konsentrasi 10% (6,2160 mm), 20% (6,5880 mm), 40% (8,0020 mm), dan 80% (9,5160 mm). Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa rata–rata zona hambat pada konsentrasi 80% hampir mendekati rata–rata zona hambat pada kontrol positif ChKM yaitu sebesar 10,9940 mm, sehingga ekstrakNannochloropsis oculata dapat dikembangkan sebagai material kedokteran gigi dalam hal ini sebagai obat sterilisasi saluran akar yang berasal dari alam (sumber daya laut) karena memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcusfaecalis yang merupakan bakteri yang sulit dieliminasi dari dalam saluran akar. SIMPULAN Ekstrak Nannochloropsis oculata mampu menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80%.Konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis adalah 80%, namun masih lebih kecil hambatannya dibandingkan ChKM. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
24
Samaranayake LP. 2006. Essential microbiology for dentistry. Edinburgh: Churcil Livingstone. P. 270-267. Squiera JF, IN Rocas. 2008. Endodontic microbiology in: endodontic principles and
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
practice 4th ed. Michigan: Saunders. P.4638. 3. Bodrumlu E, Semiz M. 2006. Antibacterial activity of a new endodontic sealer againstEnterococcus faecalis. J Can Dent Assoc, 72(7): 637. 4. Kundabala M, Suchitra. 2002. Enterococcus faecalis: an endodontic pathogen. J Endod. P. 11-3. 5. Ford, T.R.P. 2004. Endodontics in clinical practice, 5th ed. Ediburg London New York Oxford Philadelphia St Louis Sydney Toronto. P. 7-1. 6. Walton RE, Torabinejad M. 2008. Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: Narlan S, Winiati S, Bambang N. edisi ke3. Jakarta: EGC. H. 278-41. 7. Putra SE. 2007. Alga laut sebagai biotarget industry. H. 1. Available from http://www.energi.lipi.go.idDiakses April2012. 8. Chasanah E. 2007. Bioaktif dari biota laut untuk mendukung industri bioteknologi. H. 356-345. Availablefromhttp://elip.pdii.lipi.go.id/kata log/index.php/searchkatalog/byId/267190. Diakses April2012. 9. Yanuhar U, Asus M, Bambang I, Rahmi N. 2011.Eksplorasi dan pengembangan bahan aktif mikroalga laut (Nannochloropsis oculata) sebagai antibakteri Vibrio alginolyticus dan respons imun secara in vivo pada ikan kerapu. Humback grouper. Berk. Penel Hayati Edisi Khusus: 6C:5-1. 10. Kafaie S, SP Loh dan N Mohtarrudin. 2011. Acute and subacute toxilogical assessment ofNannochloropsis oculata in rats. Africal Journal of Agricultural Research, 7(7):1225-1220. 11. Sudibyo. 2009. Statistik penelitian aplikasi penelitian di bidang kesehatan. Universitas Negeri Surabaya: Surabaya. University Press. H. 96. 12. Patel JD, Anshu Kumar S, Vipin Kumar. 2009. Evaluation of some medicinal plants used in traditional wound healing preparations for antibacterial property
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
25
against some pathogenic bacteria. Journal of Clinical Immunology and Immunopathology Research, 1(1): 012-007. Dahlan S.2011. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:Salemba Medika. H.87. Prakash P, Gupta N.2005. Therapeutic uses of Ocimum sanctum Linn (Tulsi) with a note on eugenol and its pharmacological actions: Short Review. Indian Journal Physiol Pharmacol, 49(2): 125–31. Cogulu D, Atac Uzel. 2007. Detection of Enterococcus faecalisin necrotic teeth rooth canals by culture and polymerase chain reaction methods. European Journal of Dentistry, 23(1): 145-52. Bayu Asep. 2009. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber produk alam laut. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Oseana, 34(2): 23-15. Rinawati ND. 2011. Daya antibakteri tumbuhan majapahit (Crescentia cujete, I) terhadap bakteri Vibrio alginolyticus. Tugas Akhir, Surabaya: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh November. H. 9. Ravikumar S,et al.2011. Antibacterial activity of chosen mangrove plants against bacterial specified pathogens. World Applied Science Journal, 14(8):1202-1198. Bandaranayake WM. 2002. Bioactivities, bioactive compounds and chemical constituens of mangrove plants. Netherlands: Kluwer Academic Publisher. Wetlands Ecology and Managements. P. 452-421. Bachtiar SY, Wahju Tjahjaningsih dan Nanik Sianita. 2012. Pengaruh ekstrak alga cokelat (Sargassum sp.) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli.Journal ofMarine and Coastal Science, 1(1): 60-53. Osswald R. 2005. The problem of endodontitis and managing it through conservative dentistry. P. 134-14.
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Pengaruh Gel Teripang EmasTerhadap Jumlah Fibroblas Di Daerah Tarikan pada Relaps Gigi Setelah Perawatan Ortodonti The Effect of Sticophus Hermanii Gel Towards the Number of Fibroblast in Tension Side in Relaps After Orthodontic Treatment Celia Rahardjo, Noengki Prameswari*, Pambudi Rahardjo** *Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background:Nowadays, people are more concern about the importance of their teeth. Therefor the needs of orthodontics treatment is increase as well. Unfortunately orthodontic treatment comsumes a lot of time and have high risk of relaps after the treatment is done and usually needs a retainer to prevent it. Sticophushermanii contents several subtance that can increase the number of fibroblast in tension side of tooth movement wich will help reduce the chance of relaps. Purpose: the purpose of this study was to examine the effect of Sticophushermanii gel towards the number of fibroblast in tension side in orthodontics relaps.Materials and Methods:Twenty four male Cavia cobaya were diveded into four groups. The first group (K(-)) is served as control. The second group (K(+)) is given treatment to promote relaps and NaCMC gel. The third group (P(1)) is given treatment to promote relaps and 2,5% of Sticophushermanii gel. The forth group (P(2)) is given treatment to promote relaps and 3% of Sticophushermanii gel. The data were analyzed with One-Way ANOVA test and LSD test. Result: The result of ANOVA test then showed significant influence of treatment in the number of fibroblast. The LSD test showed significant result with 0,049 significancy between group K (-) and K (+), 0,000 between K(-)-P(1), 0,000 between K(-)P(2), 0,016 between K(+)-P(1), 0,000 between K(+)-P(2), and 0,041 between P(1)P(2).Conclusion: The finding confirm that te most significant increase of fibroblas is in group P(2) that administer 3% of Sticophushermanii gel. Keywords: Orthodontics, relapse, Sticophushermanii, Cavia Cobaya, fibroblast. Correspondance: Noengki Prameswari, Department of Biomedic, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University,ArifRahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
26
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Saat ini kepedulian masyarakat akan kepentingan giginya semakin bertambah. Hal ini meningkatkan kebutuhan dan tuntutan akan perawatan ortodonti. Namun perawatan ortodonti membutuhkan waktu yang lama dan memiliki resiko terjadinya relaps sehingga membutuhkan retainer untuk mencegahnya. Sticophushermanii memiliki berbagai kandungan yang dapat meningkatkan jumlah fibroblas pada daerah tarikan relaps gigi setelah perawatan ortodonti yang dapat mencegah terjadinya relaps. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untukmembuktikan pengaruh gel teripang emas terhadap jumlah fibroblas di daerah tarikan pada relaps gigi setelah perawatan ortodonti. Bahan dan Metode: Subyek penelitian adalah dua puluh empat Cavia cobaya jantan yang dibagi dalam empat kelompok. Kelompok pertama kontrol negatif (K(-)). Kelompok kedua/K(+) diberi perlakuan untuk membuat relaps dan gel NaCMC. Kelompok ketiga/P(1) diberi perlakuan untuk membuat relaps dan gel teripang emas 2,5%. Kelompok keempat/P(2) diberi perlakuan untuk membuat relaps dan gel teripang emas 3%. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD (p=0,05). Hasil: Uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada jumlah fibrolas. Uji LSD memperlihatkan perbedaan bermakna pada semua kelompok dengan hasil signifikansi 0,049 antara kelompok K (-) and K (+), 0,000 antara kelompok K(-)-P(1), 0,000 antara kelompok K(-)-P(2), 0,016 antara kelompok K(+)-P(1), 0,000 antara kelompok K(+)-P(2), dan 0,041 antara kelompok P(1)-P(2).Simpulan: Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gel teripang emas dengan konsentrasi 3% paling efektif meningkatkan jumlah fibroblas di daerah tarikan pada relaps gigi setelah perawatan ortodonti. Kata Kunci: Ortodontik, relaps, Sticophushermanii, Cavia Cobaya, fibroblas. Korespondensi: Noengki Prameswari, Bagian Biomedik, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
tekanan dari piranti ortodonti dan ruang. Saat tekanan ortodonti dikenakan pada gigi, ligamen periodontal yang memiliki fibroblas, osteoblas, osteoklas, dan sementoblas akan merespon kekuatan mekanik dan menyebabkan remodeling tulang alveol sehingga gigi dapat bergerak.3,4 Pergerakan gigi pada perawatan ortodonti menyebabkan adanya daerah tekanan dan tarikan dimana daerah ligamen periodontal yang mengalami tarikan akan terjadi aposisi tulang dan sebaliknya pada daerah tekanan akan terjadi resorpsi tulang. Pada pergerakan awal di daerah tarikan lebar ligamen periodontal akan meningkat dan terjadi proliferasi fibroblas yang merupakan tipe sel
PENDAHULUAN Pada era yang modern ini,masyarakat semakin menyadari pentingnya memiliki gigi yang teratur dalam sistem pengunyahan, pencernaan, sistem artikulasi maupun penampilan. Hal ini meningkatkan kebutuhan dan tuntutan akan 1 perawatan ortodonti. Perawatan ortodonti merupakan suatu bentuk perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang berperan penting untuk memperbaiki susunan gigi sehingga dapat meningkatkan kemampuan pengunyahan, berbicara, serta penampilan.2Perawatan ortodonti memerlukan adanya pergerakan gigi. Pergerakan ini membutuhkan adanya 27
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
predominan dari jaringan ikat lunak periodontal. Fibroblas dapat dijumpai pada daerah tarikan pergerakan gigi ortodonti. Fibroblas mensintesis protein matriks ekstraseluler termasuk fibronektin, glikosaminoglikan, dan susunan kolagen yang merupakan struktur protein jaringan ikat periodontal. Pada bulan-bulan berikutnya akan terjadi remodeling tulangdan pembentukan kembali seratserat ligamen periodontal.3,5,6,7 Reorganisasi ligamen periodontal penting untuk kestabilan dalam perawatan ortodonti. Diperlukan waktu 4-6 bulan untuk reorganisasi sabut-sabut utama ligamen periodontal dan tulang alveolar yang menyangga gigi. Jika piranti ortodonti dilepas sebelum pada fase ini, maka akan terjadi relaps. Relaps merupakan hilangnya koreksi gigi setelah perawatan ortodonti dapat terjadi bila posisi gigi yang baru tidak stabil.3,8,9,10 Saat ini ada beberapa cara yang di gunakan untuk mencegah relaps, yaitu penggunaan retainer, melakukan overtreatment, fiberotomy atau circumferential supracrestal fiberotomy (CSF ). Namun belum ada penggunaan bahan alam untuk mencegah relaps. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan adalah teripang emas. Teripang emas banyak mengandung kolagen, glikoprotein, heparan sulfat dan berbagai bahan lain yang dapat mempengaruhi fibroblas yang merupakan sel jaringan ikat ligamen periodontal. Pada penelitian lain dapat diketahui ekstrak teripang emas berpengaruh pada penambahan jumlah fibroblas pada fase maturasi traumatic ulcer. 11,12,13,14,15 Teripang emas memiliki fibronektin yang memicu migrasi dan adesi fibroblas, proteoglikan yang mengikat faktor pertumbuhan protein
dari fibroblas, dermatan sulfat diperlukan dalam migrasi fibroblas, dan berbagai senyawa organik dan anorganik lainnya 14,16,17,18 Penelitian pendahuluan yang dilakukan mengenai uji sitotoksisitas teripang emas, didapatkan bahwa konsentrasi 2,5% teripang emas tidak toksik dan konsentrasi 5% toksik.19 Selain itu pemanfaatan bahan alami untuk mencegah relaps belum ada sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gel teripang emas terhadap jumlah fibroblas di daerah tarikan pada relaps gigi setelah perawatan ortodonti. Apabila teripang emas memiliki kemampuan untuk peningkatan jumlah fibroblas yang membantu mencegah terjadinya relaps setelah pemakaian alat ortodonti di bidang kedokteran gigi, maka gel teripang emas dapat menjadi salah satu alternatif pencegah relaps gigi. BAHAN DAN METODE Dua puluh empat Cavia cobaya jantan yang dibagi dalam empat kelompok. Kelompok pertama kontrol negatif (K(-)). Kelompok kedua/K(+) diberi perlakuan untuk membuat relaps dan gel NaCMC. Kelompok ketiga/P(1) diberi perlakuan untuk membuat relaps dan gel teripang emas 2,5%. Kelompok keempat/P(2) diberi perlakuan untuk membuat relaps dan gel teripang emas 3%. Pembuatan relaps dilakukan dengan cara pemberian separator karet selama 14 hari setelah itu dilepas 2 hari. Untuk memperoleh data, data yang diperoleh dianalisis dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD (p=0,05).
28
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
HASIL Data jumlah fibroblas berdistribusi normal (uji Shapiro-Wilk didapatkan p.0,05) dan antar kelompok memiliki variasi yang homogen (Levene’s test p=0,599). Untuk mengetahui perbedaan jumlah fibroblas antar kelompok digunakan uji Oneway ANOVA didapatkan hasil p=0,000 (p<0,005). Dengan demikian dapat disimpulkan paling tidak terdapat perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna pada dua kelompok. Post-Hoc dilakukan untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna pada uji one way ANOVA. Hasil Uji Post-Hoc pada tabel 1. menunjukkan ada perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna (p<0,05) antara kelompok K (-) dengan kelompok K (+), P (1), dan P (2), kelompok K (+) dengan kelompok P (1) dan P (2), dan antara kelompok P (1) dan P (2). Tabel 1. Hasil uji Post-Hoc Kelompok K (-) K (+) K (+) 0,049* P (1) 0,000* 0,016* P (2) 0,000* 0,000*
Gambar 1. Gambaran histologi kelompok K (-), K (+), P (1), P (2) Keterangan: a. kelompok K (-) b. kelompok K (+) c. kelompok P (1) d. kelompok P (2)
Hasil uji statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata jumlah fibroblas tertinggi adalah pada kelompok P (2) (160,67). Pada gambaran histologi dapat terlihat jumlah fibroblas yang sangat banyak. Setelah hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna jumlah fibroblas pada kelompok K (-), K (+), P (1), P (2) Proliferasi fibroblas ini dipengaruhi oleh berbagai komponen bioaktif yang terdapat dalam teripang emas. Komponen tersebut adalah glikoprotein, heparan sulfat, asam hialuronat, saponin, kondroitin sulfat, dermatan sulfat, heparin, dan 14 flavonoida. Komponen-komponen ini berfungsi memicu proliferasi dan migrasi fibroblas yang dapat membantu reorganisasi ligamen periodontal. Glikoprotein (fibronektin) memfasilitasi pertambahan dan migrasi sel. Fibronektin membantu sel-sel bergerak dengan cara menyediakan pertautan bagi sel ketika sedang merayap. Glikoprotein yang
P (1)
0,041*
PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan teripang emas atau Stichopus hermanni yang banyak ditemukan di perairan Indonesia.20 Teripang ini kemudian diolah menjadi gel dengan kadar 2,5% dan 3% dan diteliti pengaruhnya terhadap jumlah fibroblas di daerah tarikan pada relaps gigi setelah perawatan ortodonti.
29
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
menautkan sel-sel yang bermigrasi pada matriks ekstraseluler di bawahnya juga memainkan peranan dalam menahan sel-sel itu sehingga tetap bersama ketika sel-sel yang bermigrasi itu mencapai tujuannya dan organ serta jaringan mulai terbentuk.21,22 Heparin/heparan sulfat merupakan komponen yang aktif dan penting dalam FGF/FGFR signaling complex. Heparan sulfat dapat memodulasi aktifitas dan spesifikasi dari FGF. Selain itu interaksi antara FGF dan heparan sulfat juga menstabilkan FGF1 dan FGF2 dari denaturasi termal dan menjaga FGF2 dari proteolisis. FGF merupakan faktor pertumbuhan fibroblas.23 Asam hialuronat memiliki bentuk kerangka yang mengandung banyak air sehingga menyediakan matriks yang meningkatkan migrasi sel. Hal ini memfasilitasi migrasi fibroblas.22Asam hialuronat juga berfungsi meningkatkan sintesis asam hialuronat kondrosit dan proteoglikan, mengurangi produksi dan aktifitas mediator proinflamasidan dan matriks metalloproteinase, dan mengubah sifat sel imun. fungsi-fungsi ini juga yang membantu meregulasi proliferisasi fibroblas.24 Kondroitin sulfat proteoglikan dapat mengikat berbagai growth factor dan memodulasi aktifitas mereka. Kondroitin sulfat dapat mengikat FGF2 yang mendorong proliferasi seluler. Dia juga dapat mempengaruhi migrasi sel dengan perantaraan TGF-β2. Dermatan sulfat mengikat dan mengaktifkan growth factor seperti FGF-2 dan FGF-7.25,26 Selain itu aktivitas fibroblast dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pertumbuhan yang akan distimulasi oleh kandungan saponin dan flavonoida. Saponin dan flavonoida
bekerjadengan cara menstimulasi faktor pertumbuhan seperti TGF-β, TGF-α, dan FGF terhadap migrasi dan proliferasi fibroblast.TGF bersatu dengan matriks ekstraseluler menstimulasi fibroblast untuk berproliferasi dan bermigrasi. Flavonoida mampu mengatur fungsi sel dengan cara merangsang produksi TGF-β yang dapat meningkatkan migrasi dan proliferasi fibroblas.27,28Rata-rata jumlah fibroblas terkecil ada pada kelompok K (-) hal ini disebabkan karena kelompok K (-) merupakan kelompok kontrol negatif dimana sampel yang ada tidak diberi perlakuan. Pada gambaran histologi terlihat adanya sejumlah fibroblas yang tersebar dalam ligamen periodontal. Kelompok ini menunjukkan jumlah fibroblas normal pada sampel dan digunakan sebagai kontrol bagi kelompok sampel yang lain. Terdapat perbedaan jumlah fibroblas bermakna antara kelompok K (-) dan kelompok K (+). Rata–rata jumlah fibroblas pada kelompok K (+) lebih banyak dibanding dengan kelompok K (-). Perbedaan jumlah fibroblas disebabkan oleh perlakuan yang diberikan pada sampel yaitu pemberian separator karet untuk pergerakan gigi, pemberian gel NaCMC dan dibiarkan relaps selama dua hari. Pada saat gigi diberi separator karet, pada daerah tarikan terjadi peregangan ligamen periodontal sehingga meningkatkan peredaran darah ke daerah tarikan. Hal ini menyebabkan mobilisasi sel-sel fibroblas ke daerah tersebut.4 Sehingga jumlah fibroblas pada daerah tersebut meningkat. Pemberian gel NaCMC dilakukan untuk membuktikan bahwa gel tersebut memang tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah 30
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
fibroblas. Perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna ini menunjukkan bahwa dengan pemakaian piranti ortodonti untuk menggerakkan gigi maka pada daerah tarikan akan terjadi proliferasi jumlah fibroblas yang penting dalam reorganisasi ligamen periodontal. Kelompok K (-) dan P (1) memiliki perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna. Rata–rata jumlah fibroblas pada kelompok P (1) lebih banyak dibanding dengan kelompok K (-). Hal ini menunjukkan jumlah fibroblas pada kelompok P (1) dapat meningkat setelah adanya pergerakan gigi, pemberian gel teripang emas 2,5%, dan relaps dibandingkan dengan kelompok K (-) yang tidak diberi perlakuan. Kelompok K (-) dan P (2) memiliki perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna. Rata–rata jumlah fibroblas pada kelompok K (-) lebih sedikit dibanding dengan kelompok P (2). Hal ini menunjukkan adanya kenaikan jumlah fibroblas setelah adanya pergerakan gigi, pemberian gel teripang emas 3 %, dan relaps pada kelompok P (2) dibanding dengan kelompok K (-) yang tidak diberi perlakuan sama sekali. Kelompok K (+) dan P (1) memiliki perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna. Rata–rata jumlah fibroblas pada kelompok P (1) lebih banyak dibanding dengan kelompok K (+). Perbedaan jumlah fibroblas pada kedua kelompok ini membukikan efektifitas gel teripang emas 2,5% dalam meningkatkan jumlah fibroblas dibanding dengan kelompok K (+) yang diberi gel NaCMC sebagai kontrol. Kelompok K (+) dan P (2) memiliki perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna. Rata–rata jumlah
fibroblas pada kelompok P (2) lebih banyak dibanding dengan kelompok K (+). Hal ini menunjukkan efektifitas gel teripang emas 3% pada kelompok P (2) dalam meningkatkan jumlah fibroblas dibanding dengan kelompok K (+) yang diberi gel NaCMC sebagai kontrol. Kelompok P (1) dan P (2) memiliki perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna. Rata–rata jumlah fibroblas pada kelompok P (2) lebih banyak dibanding dengan kelompok P (1). Kelompok P (2) dengan pemberian gel teripang emas 3% lebih efektif meningkatkan jumlah fibroblas daripada kelompok P (2) dengan pemberian gel teripang emas 2,5%. Hal ini membuktikan bahwa dengan konsentrasi teripang yang lebih tinggi, maka konsentrasi bahan bioaktif seperti saponin, kondroitin sulfat, glikoprotein dan berbagai kandungan lainnya dalam gel teripang emas yang masuk ke dalam ligamen periodontal juga lebih tinggi dibanding dengan kelompok P (1). Konsentrasi bahan bioaktif yang lebih tinggi dalam kelompok P (2) ini menyebabkan kenaikan jumlah fibroblas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian gel pada P (1) yang memiliki kadar teripang lebih sedikit. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
31
Sulandjari H. 2008. Buku Ajar Orthodonsia 1 KGO 1. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. H. 60, 47, 6. Ayuditha F.2010. Pemeliharaan Oral Hygiene dan Penanggulangan Komplikasi Perawatan Ortodonti. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Rahardjo P. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press. H. 145-144, 3. Anggani H. 2012. Pengaruh Tekanan Ortodontik Pada Perubahan Sementum Mikrostruktur Permukaan Jaringan
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
ISSN : 1907-5987
Sementum. Disertasi, Universitas Indonesia. H. 2. Isaacson K G, Muir J D, Reed R T. 2006. Removable Orthodontics Appliances. New Delhi: Elsevier. P. 10-1. Lyall F, Haj AJE. 2009. Biomechanics and Cells. New York: Cambridge University Press. P. 228. Yao Meng, Xianglong Han, Lan Huang, Ding Bai, Hongyou Yu, Yan He, Yan Jing. 2010. Orthodontic Mechanical Tension Effects On The Myofibroblast Expression Of Alpha-Smooth Muscle Actin. Angle Orthodontist, 80(5). Available from http://www.angle.org/doi/pdf/10.2319/1016 09-578.1.Diakses2 April2013. Brahmanta A, Prameswari N. 2005. Peranan Jaringan Periodonsium Terhadap Relaps Gigi Setelah Perawatan Ortodontik. Surabaya: Majalah KedokteranGigi/Dental Journal Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional IV. H. 5-1. Hidajah N. 2007. Penggunaan Alat Ortodonsia Lepasan Pada Fase Retensi. Interdental Jurnal Kedokteran Gigi, 5(1): 17. Proffit W R, Fields H W, Sarver D M. 2007. Contemporary Orthodontics, Fourth Edition. Canada: Mosby, Inc. P. 10-1. Sekundariadewi RR, Anggani HS. 2006. Tahap Retensi Dalam Perawatan Ortodonti. M.I. Kedokteran Gogo, 21(1): 33-24. Narayanaswamy KK. 2007. Review Of Clinical Periodontology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. Sulandjari H. 2008. Buku Ajar Orthodonsia 1 KGO 1. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. H. 6, 47, 60. Rizal MB. 2012. Komposisi Senyawa Organik dan Anorganik Ekstrak Teripang Pasir Dan Teripang Emas yang biokompatibel Terhadap Pulpa. Skripsi. Universitas Hang Tuah. Surabaya. H. 3635. Tjhoeng HG. 2013. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Dan Ekstrak Etanol Teripang Emas(Stichopus Hermanii) Terhadap Jumlah Fibroblas Pada Fase Maturasi Traumatic Ulcer Di Mukosa Rongga Mulut. Skripsi. Universitas Hang Tuah. H. 85, 15. Clark RAF, Lin F, Greiling D, Jianqang An, Couchman JR. 2004. Fibroblast Invasive Migration Into Fibronectin/Fibrin Gels Requires A Previously Uncharacterized Dermatan Sulfate-Cd44 Proteoglycan. Journal Of Investigative Dermatology 122:277-266. Available fromhttp://www.nature.com/jid/journal/v12 2/n2/full/5602167a.html.Diakses 29 Juni 2013.
17. Junqueira, Carlos L, Carniero J. 2007. Histologi Dasar: Teks & atlas, Ed.10. Jakarta: EGC. H. 501-1. 18. Mariggiò MA, Cassano A, Vinella A, Vincenti A, Fumarulo R, Lo Muzio L, Maiorano E, Ribatti D, Favia G. 2009. Enhancement Of Fibroblast Proliferation, Collagen Biosynthesis, And Production Of Growth Factor As Result Of Combining Sodium Hyaluronate And Aminoacids. Internatiolal Journal Of Immunopathology And Pharmacology, 22(2): 492-485. Available from http://www.professionaldietetics.com/reser ved%20area/documents/aminogam/Mariggi o.pdf. Diakses2 April2013. 19. Revianti S, Parisihni K, Pringgenies D. 2014. Kajian Bioaktivitas Antijamur Ekstrak Teripang Pada Kandidiasis Oral. Laporan Penelitian Hibah Fundamental Dikti. H. 10-1. 20. Bordbar S, Anwar F, Saari N. 2011. HighValue Components And Bioactives from Sea Cucumbers For Functional Foods-A Review. Mar Drugs, 9(10): 1805-1761. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles /PMC3210605/. Diakses 2 April2013 21. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi. Ed 5. Jilid 3. Jakarta: Erlangga. P. 191. 22. Prabakti Y. 2005. Perbedaan Jumlah Fibroblas Di Sekitar Luka Insisi Pada Tikus Yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobupivakain (The Difference Of Fibroblast Number Surround Incision Wound On RatsWith Or Without Infiltration Of Levobupivakain). Tesis, Program Pascasarjana Dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi. Univeritas Diponegoro, Semarang H. 10-1. Available from http://eprints.undip.ac.id/17651/1/Yudhi_Pr abakti.pdf.Accessed June, 29th2013. 23. Ornitz DM. 2000. FGFs, heparan sulfate and FGFRs: complex interactions essential for development. BioEssays (22). P. 112108. 24. Necas J, Bartosikova L, Brauner P, Kolar J. 2008. Hyaluronic acid (hyaluronan): a review. Vetenerian Medicina (53). P. 411397. 25. Taylor KR, Rudisill JA, Gallo RL. 2005. Structural and Sequence Motifs in Dermatan Sulfate for Promoting Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2) and FGF-7 Activity. The journal of biological Chemistry. Available from
32
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
http://www.jbc.org/content/280/7/5300.long .Diakses 12 February2014. 26. George KC, Jia L, Shabbir MM, Huat BB, George WY. 2011. Pathology Of Wound Healing: Chondroitin Sulfate Synthase 1 Regulates The Expression And Activity Of Caspase 1. The World Medical Conference. P 226-222. 27. Indraswary R. 2011. Efek Konsentrasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum Vulgare Mill.) Topikal Pada Epitelisasi Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus
Sprague Dawley In Vivo. Majalah Ilmiah Sultan Agung, Edisi Khusus FKG, 49(124): 16-1. Available fromhttp://www.jbc. org/content/280/7/5300.full.pdf.html. Diakses 12 February2014. 28. Anindyajati TP, Harsini, Widjijono. 2013. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kulit Jambu Mente dalam Bahan Kumur terhadap Proliferasi Sel Fibroblas pada Penyembuhan Luka (In Vivo). The International Symposium an Oral and Dentist Science. H. 42-36.
33
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Khasiat Ekstrak Sargassumsp. Terhadap Kepadatan Kolagen pada Proses Penyembuhan Ulkus Traumatikus (Effectivity Extract of Sargassum Sp. TowardsDensity of Collagen in Traumatic UlcusHealing) Asa Karina, Syamsulina Revianti*, Isidora Karsini S.** *Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Oral traumatic ulcus is the most common oral soft tissue lession in people and cause pain, difficulty in speaking, eating and swallowing. Sargassum sp. is a marine natural resources that can be used as an alternative therapy that contains saponins, flavonoids, vit. K, vit.C, Fe, Mg, Zn useful in wound healing. Purpose: To prove the effectivity of the extract Sargassum sp. towards density of collagen in oral traumatic ulcus healing. Materials and Methods: This research used the post test only control group design. Twenty five male Wistar rats divided into 5 groups which consist of 5 rats in each group. Traumatic ulcus were performed in all of the labial mucosa. K1 group was treated with aquadest as a control group, K2 group was treated with hyaluronic acid 0,2% as a control positive, K3 group was treated with extract of Sargassum sp. 25%, K4 group was treated with extract of Sargassum 50%, and K5 was treated with extract of Sargassum sp. 75%. The extract Sargassum sp. were applied topically once a day to experiment groups until seventh day. At the eighth day, rat were sacrificed at labial mucosa being biopsied and preparated for histopatological examination with Masson’s Trichrom staining to analized the collagen density. Result: This data were analized with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney U test. There are significant differences in the density of collagen in K1 (x=1.00) and K2 (x=2.00), K1 and K4 (x=1.80), K5 (x=3.00) and K1, K2 and K5, K3 (x=1.40) and K5, K4 and K5. Conclusions: ExtractSargassum sp. 25% is not effective towards collagen density in traumatic ulcus healing. Sargassum sp. 50% and 75% were effective towards collagen density in traumatic ulcus healing, especially Sargassum sp. 75% is the most effective. There are significant differences between Sargassum sp. 75% and hyaluronic acid 0,2% towards collagen density on traumatic ulcus healing. Sargassum sp. 75% can increase collagen density more than hyaluronic acid 0,2%. Keywords:Sargassum sp., collagen, masson's trichrom, traumatic ulcus. Correspondence:Syamsulina Revianti, Department of Oral Biology,Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya,Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
34
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang:Ulkus sering dijumpai pada masyarakat dan menyebabkan rasa nyeri, kesulitan berbicara, makan maupun menelan. Sargassum sp. adalahsumber daya alam laut yang dapat dimanfaatkan sebagai terapi alternatif yang mengandung saponin, flavonoid, vit.K, vit. C, Fe, Mg, Zn berguna dalam penyembuhan luka. Tujuan: Mengetahui efektivitas ekstrak Sargassum sp. kepadatan kolagen dalam penyembuhan ulkus traumatikus. Bahan dan Metode:Tikus Wistar berumur 6 bulan, jenis kelamin jantan dan berat badan 200-300 gram. Tikus Wistar dibagi menjadi 5 kelompok.Tikus Wistar diaklimatisasi selama 1 minggu. Pada hari ke-8 tikus Wistar diberi traumatikus ulkus mukosa labial menggunakanamalgam stopper yang telah dipanaskan. Pada hari ke-9, tikus Wistar diberi perlakuan (aquades, asam hialuronat, Sargassum sp. 25%,50%, dan75% selama 7 hari). Pada hari ke-16 tikus dikorbankan dan biopsi insisi di bibir bawah. Membuat preparat dengan pengecatan Masson’s Trichrom untuk melihat kolagen.Hasil:Terdapat perbedaan kepadatan kolagen secara signifikan di K1 (x=1,00) dan K2 (x=2,00), K1 dan K4 (x=1,80), K5 (x=3,00) dan K1, K2 dan K5, K3 (x=1,40) dan K5, dan K4 dan K5. Simpulan:Sargassum sp. 25% adalah tidak berkhasiat, Sargassum sp. 50% dan 75% berkhasiat terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatik.Konsentrasi yang paling efektif adalah Sargassum sp 75%. Adaperbedaan nyata antaraSargassum sp. 75% dan asam hialuronat terhadap kepadatan kolagen pada traumatikus penyembuhan ulkus. Kata kunci:Sargassum sp., kolagen, masson’s trichrom, traumatic ulcer. Correspondence:Syamsulina Revianti, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telp 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
terapi SARadalah obat analgesik untuk mengurangi rasa sakit, agent antiseptik untuk mengurangi infeksi sekunder, antibodi topikal untuk menghilangkan berbagai gejala yang timbul akibat infeksi sekunder, kemudian steroid topikal sebagai anti inflamasi.5 Aplikasi kortikosteroid secara topikal dapat membantu mengurangi rasa nyeri. Namun penggunaan kortikosteroid dalam rencana perawatan ulkus traumatikus masih kontroversial karena beberapa dokter yang menggunakan kortikosteroid mengalami kegagalan dalam pengobatannya, namun ada pula yang berhasil menggunakan kortikosteroid untuk terapi ulkus traumatikus kronis.6Salah satu pengobatan yang digunakan sekarang di pasaran adalah asam hialuronat 0,2%.7
PENDAHULUAN Ulkus merupakan suatu bentuk lesi dimana epitelium hilang, berbatas jelas dan membentuk cekungan.1Ulkus yang paling sering dijumpai pada masyarakat adalah ulkus traumatikus dan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR).2Ulkus traumatikus merupakan lesi rongga mulut yang umum dan dapat disebabkan oleh trauma, iritasi basis akrilik, sikat gigi yang terlalu kuat, iritasi karena gigi yang patah, dan kesalahan penggunaan alat kedokteran gigi.3 Pada prinsipnya perawatan ulkus traumatikus seharusnya mengeliminasi nyeri dan ketidaknyamanan pada pasien, memperpendek waktu perawatan, mempercepat waktu penyembuhan, dan mereduksi ukuran lesi.4Obat yang sering digunakan untuk 35
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan terkait satu sama lain, dari perbaikan jaringan dan remodeling jaringan sebagai respons atas terjadinya jejas.8 Pada proses regenerasi jaringan membutuhkan aktif makronutrien (karbohidrat, lemak, dan protein) dan mikronutrien (mineral dan vitamin). Asam Hialuronat (AH) adalah komponen terbesar matriks ekstraseluler yang bersifat menarik air dan banyak ditemukan pada jaringan tumbuh atau rusak.9Asam hialuronat merupakan bagian penting dari matriks ekstraseluler dan merupakan bagian penting dari matriks ekstraseluer dan merupakan salah satu glikosaminoglikan (GAG) utama yang dikeluarkan selama perbaikan jaringan.Asam hialuronat diproduksi oleh fibroblas selama proliferasi pada penyembuhan luka merangsang migrasi dan mitosis dari fibroblas dan sel epitel. Kolagen merupakan protein paling melimpah dalam tubuh yang sangat dibutuhkan pada proses penyembuhan luka. Hidroksiprolin merupakan penguat kestabilan dari kolagen disebabkan ikatan hidrogen intramolekul yang membentuk jembatan air.Hidroksilasiprolinmemerlukanasam askorbat(vitaminC).10 Salah satu kekayaan hayati laut Indonesia adalah rumput laut.11Sargassum sp. adalah alga laut yang merupakan salah satu sumber daya alam laut yang dapat dimanfaatkan sebagai terapi alternatif. Penelitian ini menggunakan alga Sargassumsp., karena Sargassum sp.mudah diperoleh di perairan Indonesia, dan kandungan kimia utamanya sebagai sumber alginat dan mengandung protein, vitamin C, tanin, iodium, fenol, dan anti bakteri.12 Pada
penelitian terdahulu digunakan ekstrak β-Glukan yang diambil dari Sargassumsp.dengan 2 konsentrasi yaitu, 50% dan 75%. Terdapat perbedaan antara kepadatan kolagen pada pengaplikasian gel β-glukan 50 % hari ke-7 terlihat kepadatan kolagen yang memenuhi kriteria padat, dibandingkan dengan kelompok asam hialuronat yang bervariasi antara renggang hingga padat. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengaplikasian gel β-glukan 75% dibandingkan dengan asam hialuronat. Dosis efektif dalam pengaplikasian topikal gel β-glukan pada ulkus traumatikus adalah dengan konsentrasi 50%. Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3 setelah luka, meningkat terus sampai minggu ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-7 dan fase maturasi berlangsung mulai hari ke7.13Pada penelitian ini bertujuan mengetahui khasiat ekstrakSargassumsp. terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatikus. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian trueeksperimental karena dalam penelitian, peneliti dapat mengontrol kemungkinan munculnya semua variabel luar yang dapat mempengaruhi proses dan hasil penelitian.14Rancangan penelitian post test only control group design untuk pengamat yang ditujukan pada 5 (lima) kelompok yang masing- masing dipilih secara random. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang hewan coba, amalgam stopper, pinset anatomi, pinset chirurgis, tabung tempat gel Sargasumsp., spiritus
36
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
burner, cotton buds, handle dan scalpel, handscone, spidol warna (merah, hitam, dan biru), tabung erlenmeyer untuk tempat whole ekstrak Sargassum sp., blender, freeze dryer, micro pipet, tabung untuk spesimen mukosa labial tikus Wistar. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alga coklat (Sargassumsp.) yang diperoleh dari Sumenep, Madura, aquadest, HPMC (Hidroksi Propil Metil Sellulosa) (Pro Analisis), asam hialuronat 0,2%, dietyl eter, pakan tikus, dan alkohol 70% untuk sterilisasi alat, larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam phospat buffer saline pada pH 7,0), bahan-bahan untuk membuat sediaan histopatologis beserta bahan pewarnaan Masson’s trichrom, dan mikroskop. Waktu penelitian mulai dari bulan April 2012-Januari 2013. Tempat penelitian pada penelitian ini adalah di Unit Hewan Coba Laboratorium Ilmu Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya, Laboratorium Sintesis Kimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, dan Laboratorium Patologi Anatomi Gedung Diagnostic Center (GDC) Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Gel Sargassumsp. hasil ekstraksi alga coklat dilihat dengan campuran bahan HPMC (pro analisis) sehingga didapatkan konsentrasi 25%, 50%, dan 75%.15Selanjutnya mempersiapkan tikus Wistar sesuai dengan kriteria sampel sebanyak 25 ekor tikus. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok berisi 5 tikus yaitu K1 (kelompok yang diberi perlakuan ulkus traumatikus dan hanya diberi pakan standart dan aquadest secara per oral), K2 (kelompok yang diberi perlakuan ulkus traumatikus,
diberi pakan standart dan aquadest secara per oral dan diberi obat yang mengandung asam hialuronat 0,2%), K3 (kelompok yang diberi perlakuan ulkus traumatikus, diberi pakan standart dan aquadest secara per oral dan diberi ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 25%), K4 (kelompok yang diberi perlakuan ulkus traumatikus, diberi pakan standart dan aquadest secara per oral dan diberi ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 50%), dan K5 (kelompok yang diberi perlakuan ulkus traumatikus, diberi pakan standart dan aquadest secara per oral dan diberi ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 75%).Tikus diaklimatisasi selama 7 hari.Pada hari ke-8, dilakukan pembuatan traumatik ulkus pada daerahsentral mukosa labial bawah tikus Wistardibawah anastesi umum (berdasarkan persetujuan Komisi Etik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah).Pada hari ke9, dilakukan pengamatan apakah sudah terbentuk ulkus atau tidak.Apabila ulkus telah terbentuk, tikus diberikan perlakuan sehari sekali selama 7 hari.Pada hari ke-16 tikus dikorbankan dengan biopsi eksisi pada bibir bawah (diameter 1 cm).Selanjutnya dibuatkan preparat dan dilakukan pengecatan Masson’s Trichrom untuk melihat kepadatan kolagen. HASIL Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat ekstrakSargassumsp. terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatikus. Data hasil pemeriksaan kepadatan kolagen merupakan data dengan skala ordinal sehingga dilakukan uji hipotesis
37
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
nonparametrik Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji beda MannWhitney U. Batas derajat kemaknaanapabila p<0,05 dengan interval kepercayaan 95%. Analisis data dilakukan dengan program komputer SPSS 19 Uji deskripstif merupakan jenis analisis deskriptif yang menampilkan tabulasi silang yang menunjukkan suatu distribusi bersama dan pengujian hubungan antara 2 variabel atau lebih. Analisis deskriptif ini digunakan untuk uji ketergantungan antara masingmasing kelompok dengan kepadatan kolagen
subyek dengan kriteria kolagen renggang, 4 subyek dengan kriteria kolagen sedang.Pada kelompok K5 terdapat 5 subyek dengan kriteria kolagen padat.
Gambar 1. Grafik kepadatan kolagen Tabel 1. Tabel deskriptif kepadatan kolagen Kelompok K1 K2 K3 K4 K5
Kepadatan kolagen Renggang Sedang Padat 5 0 0 1 3 1 3 2 0 1 4 0 0 0 5
Tabel diatas menunjukkan distribusi kepadatan kolagen pada setiap subyek dalam masing-masing kelompok perlakuan.Pada kelompok K1 terdapat 5 subyek dengan kriteria kolagen renggang.Pada kelompok K2 terdapat 1 subyek dengan kriteria kolagen renggang, 3 subyek dengan kriteria kolagen sedang dan 1 subyek dengan kriteria kolagen padat.Pada kelompok K3 terdapat 3 subyek dengan kriteria kolagen renggang dan 2 subyek dengan kriteria kolagen sedang.Pada kelompok K4 terdapat 1
Gambar 1. Kepadatan kolagen a. Kelompok 1, b. Kelompok 2, c. Kelompok 3, d. Kelompok 4, dan e. Kelompok 5.
38
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 2. Hasil analisis kepadatan kolagen Kelompok n Rerata Median Standar perlakuan deviasi
Standar error
K1
5
1
1
0
K2 K3 K4 K5
5 5 5 5
2,00 1,40 1,80 3
2,00 1,00 2,00 3
0,707 0,548 0,447 0
Tabel 3. Hasil analisis Kruskal-Wallis disertai dengan nilai rerata dan simpangan baku Median (minimummaksimum)
K1
1 (1-1)
K2
2 (1-3)
K3
1 (1-2)
K4
2 (1-2)
K5
3 (3-3)
Rerata ± s.b. 1,00 ± 0,00 2,00 ± 0,707 1,40 ± 0,548 1,80 ± 0,447 3,00 ± 0,00
0,316 0,245 0,200 0
1,12 0,72 1,24 3
Tabel 4. Hasil uji beda Whitney U KelomKelompok Mean pok K1 1,00 K2 K3 K4 K5 K2 2,00 K3 K4 K5 K3 1,40 K4 K5 K4 1,80 K5
Selanjutnya dilanjutkan tes nonparametrik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan derajat kemaknaan p=0,05. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh p=0,002 (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada semua kelompok, kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U.
Kelompok
Interval kepercayaan 95% Batas Batas bawah atas 0 1 1 2,88 2,08 2,36 3
dengan Mann-
Mean 2,00 1,40 1,80 3,00 1,40 1,80 3,00 1,80 3,00 3,00
p 0,017* 0,314 0,014* 0,003* 0,166 0,606 0,017* 0,221 0,005* 0,004*
Berdasarkan data hasil penelitian diatas didapatkan data kepadatan kolagen dengan uji nonparametrik yaitu uji Kruskal-Wallis dengan nilai signifikan p=0,002 (p<0,05). Hasil dari uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, kemudian dilanjutkan dengan uji bedaMann-Whitney U untuk melihat signifikansi data 2 kelompok. Berdasarkan hasil uji MannWhitney U didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kepadatan kolagen pada K1 dibandingkan dengan K2 (p=0,017), K1 dibandingkan dengan K4 (p=0,014), K1 dibandingkan dengan K5 (p=0,003), K2 dibandingkan dengan K5 (p-0,017), K3 dibandingkan dengan K5 (p=0,005), dan K4 dibandingkan dengan K5 (p=0,004). Kolagen pada K2 lebih padat secara
p 0,002*
Uji Mann-Whitney U digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua kelompok dengan derajat kemaknaan p<0,05.
39
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
signifikan dibanding K1.Kolagen pada K4 lebih padat secara signifikan dibandingkan K1. Kolagen pada K5 lebih padat secara signifikan dibandingkan K1,K2,K3,dan K4.
meningkatkan migrasi neutrophil dan transformasi limfosit, meningkatkan proliferasi fibroblas, dan memacu pembentukan kolagen.16,17 Hasil pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara kepadatan kolagen pada tikus yang diberi aquadest dibandingkan dengan tikus yang diberi asam hialuronat 0,2%. Kolagen pada tikus yang diberi asam hialuronat 0,2% lebih padat secara signifikan dibanding tikus yang diberi aquadest. Hal ini bisa disebabkan karena asam hialuronat menginbisi proliferasi fibroblas, fibroblas yang terekspos dengan AH secara signifikan meningkatkan sintesis protein non kolagen serta sintesis kolagen absolut.Asam hialuronat menstimulasi sintesis kolagen lebih banyak daripada sintesis protein non kolagen. Asam hialuronat berperan penting dalam mempengaruhi kecepatan migrasi sel pada proses penutupan luka, inflamasi, angiogenesis, reepitelisasi, dan 11 proliferasi sel. Pada tikus yang diberi ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75%, konsentrasi yang paling efektif terhadap kepadatan kolagen pada proses penyembuhan ulkus traumatikus adalah ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 75%. Hal ini bisa disebabkan karena kandungan antioksidan pada Sargassumsp. yang berperan adalah flavonoid yang berperan dalam meningkatkan proliferasi sel fibroblas untuk pembentukan kolagen dan dapat mengurangi inflamasi. Selain antioksidan ada juga protein yang sangat penting dalam pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh. Apabila jumlah persediaan protein dalam tubuh rendah akan dapat menyebabkan turunnya proses sintesis kolagen
PEMBAHASAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor tikus Wistar jantan dengan dasar pertimbangan sifat jenis kelamin jantan yang lebih mudah dikontrol dalam proses penyembuhan karena tidak terpengaruh oleh faktor hormonal pada saat menstruasi. Tikus Wistar sebagai hewan coba karena memiliki metabolisme tubuh yang hampir sama dengan manusia. Dengan menggunakan tikus, hasilnya dapat digeneralisasikan pada manusia.16 Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3 setelah luka. Meningkat terus sampai minggu ke-3. Kolagen mencapai puncaknya pada hari ke-7 dan fase maturasi berlangsung mulai hari ke-7, maka pada penelitian ini dilakukan perhitungan kepadatan kolagen pada hari ke-7.13 Penelitian ini menggunakan alga coklat Sargassumsp. dalam keadaan segar yang diperoleh dari perairan Sumenep, Madura, dan mendapat sertifikat dari Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Alga coklat merupakan biota laut yang kaya akan kandungan senyawa organik dan anorganik yang dapat dimanfaatkan dalam beberapa aspek, akan tetapi masih banyak yang belum bisa memanfaatkan Sargassum sp. ini khususnya dibidang kedokteran gigi. Peran Sargassumsp. terhadap penyembuhan ulkus traumatikus adalah mengurangi inflamasi, berperan dalam pembekuan darah,
40
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
sehingga memperlambat proses penyembuhan luka. Sedangkan apabila jumlah persediaan protein cukup memadai maka proses penyembuhan luka akan dapat berlangsung secara cepat atau optimal.16 Saponin juga berperan penting dalam penyembuhan luka.Senyawa ini mempunyai struktur yang hampir mirip dengan senyawa aktif dalam ginseng, ganoderma, dan tumbuhan herbal terkenal lainnya.Dari beberapa penelitian diketahui bahwa senyawa ini bisa berfungsi sebagai antikanker dan anti inflamasi.Saponin merupakan senyawa yang penting dalam penyembuhan luka. Saponin dapat memacu pembentukan kolagen, yaituprotein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka.17 Beberapa vitamin dan mineral dalam Sargassumsp. juga berperan dalam penyembuhan luka.Vitamin C berperan meningkatkan migrasi neutrofil dan transformasi limfosit, penting untuk sintesis kolagen, dan untuk menjaga daya tahan tubuh.Vitamin A berperan untuk meningkatkan fase inflamasi awal, membantu diferensiasi sel epitel. Vitamin K berperan dalam proses pembekuan darah dan penutupan luka.17 MineralCa berperan dalam mengendalikan pembekuan darah. Mineral Fe dan Mg berpengaruh pada proses pertumbuhan sel dan pemeliharaan jaringan, berfungsi sebagai kofaktor untuk sintesis kolagen, mineral Zn juga berperan dalam penyembuhan luka, selain itu juga mampu meningkatkan imunitas. Kandungan abu pada rumput laut lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran seperti bayam dan sayuran lainnya.Bagian batang dan daun pada rumput laut mempunyai kandungan
abu yang tinggi sehingga diperoleh kandungan mineral yang tinggi pula.Pada ekstrak Sargassumsp. banyak mengandung nutrisi yang dapat mempercepat penyembuhan ulkus traumatikus dan nutrisi terbanyak ada pada ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 75%. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kepadatan kolagen pada tikus yang diberi asam hialuronat 0,2% dibandingkan dengan tikus yang diberi ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 75%. Kolagen pada tikus yang diberi ekstrak Sargassumsp. 75% lebih padat secara signifikan dibanding tikus yang diberi asam hialuronat 0,2%. Hal ini bisa disebabkan karena ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 75% yang didalamnya banyak mengandung nutrisi yang dapat meningkatkan kepadatan kolagen dalam proses penyembuhan ulkus traumatikus. SIMPULAN Ekstrak Sargassum sp. dengan konsentrasi 25% tidak berkhasiat terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatikus.Ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 50% berkhasiat terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatikus.Ekstrak Sargassumsp. dengan konsentrasi 75% berkhasiat terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatikus. Konsentrasi ekstrak Sargassumsp. yang paling efektif dalam meningkatkan kedapatan kolagen pada proses penyembuhan ulkus traumatikus adalah konsentrasi 75%. Ada perbedaan yang signifikan antara aplikasi topikal gel ekstrak
41
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Sargassumsp. dengan konsentrasi 75% dan asam hialuronat terhadap peningkatan kepadatan kolagen pada penyembuhan ulkus traumatikus.
10.
11.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Greenberg MS. 2003. Ulserative, Vesicular, and Bulous Lesions in Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment., 10th Ed., New York: BC Decker Inc. P. 65-63. Terry TSI and McDowell J. 2002. Differential Diagnosis: Is it Herpes or Aphtous, 3(1): 10-1. Available from www.thejedp.com. Diakses tanggal 22 Juni2012. Cunningham SJ and Quinn FB. 2002. Ulcerative Lesions of The Oral Cavity. P. 11-1. Available from www.utmb.edu/otoref/grnds/Ulcer-oral021016/Ulcer-oral-021016-slidesB.pdf. Diakses tanggal 10 Juni 2012. Katsambas AD and Lotti TL. 2003. European Handbook of Dermatological Treatment., 2nd ed., Philadelphia: Elsevier Field A and LongmanL. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. Liverpool: Oxford University Press. P. 229-1. Neville BD, Damm DD, Bouquot JE. 2002. Oral & Maxillofacial Pathology., 2nd ed., Philadelphia: W.B. Sauders. P. 258-255 Topazian RG, Goldberg MH.2002. Oral and Maxillo Infection. 4th Ed. Philadelphia: WB Saunders co. P. 25. Ibelgaufts H. 2002. Wound Healing., Cytokines & Cells Online Pathfinder Encyclopedia. Available fromwww.coper.cfi.htm. Diakses tanggal 10 Juni 2012. Schultz GS, Ladwig G, Wysocki A. 2005. Extracelluler Matrix: Review of Its Roles on Acute and Chronic Wounds.H. 1. Available from www.worldwidewounds.com/2005/august/ Schultz/Extrace-Matric-Acute-ChronicWounds.html. Diakses tanggal 20 Juni 2012.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
42
MacKay DND and Miller ALND. 2003. Nutritional Support for Wound Healing Alternative Medicine Review. P. 10-1. Available fromwww.pilonidal.org/books/betaglucan.p df. Diakses tanggal 15 Juli 2012. Zailani K dan Purnomo H. 2011. Studi Kandungan dan Identifikasi Fukosantin dari Tiga Jenis Rumput Laut Cokelat (Sargassum cinereum, Sargassum echinocarpum dan Sargassum filipendula) dari Padike Talongo Sumenep Madura. Skripsi, Brawijaya University, Malang. H. 10-1. Kadi A dan Genisa SA. 1993. Produksi, Sebaran Jenis, Kandungan Bahan Kimia, Rumput Laut Nilai Ekonomi. H. 1. Available from www.elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/ searchkatalog/downloadDatabyId/7059/705 9.pdf. Diakses 10 Juni 2012. Novriansyah, Robin. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen di Sekitar Luka Insisi Tikus Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hidrokoloid Selama 2 dan 14 Hari. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. H. 291. Sudibyo. 2008. Metodologi Penelitian Aplikasi Penelitian Bidang Kesehatan Buku 2, Surabaya: Unesa University Press. P.4-2. Putri KH.2011. Pemanfaatan rumput Laut Coklat (Sargassum sp) sebagai Serbuk Minuman Pelangsing. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. H. 10-1. Triyono. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada Tikus Wistar yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobuvipakan (Studi Histokimia), H. 26-1. Available from http://eprints.undip.ac.id/16709/1/Bambang _Triyono.pdf. Diakses 22 Juni 2012. Arissandi Dian. 2009. Pengaruh Basis Gel Poloxamer dan Karbopol terhadap Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Etanol Umbi Wortel (Daucus carota, L.)pada Kulit Punggung Kelinci. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta. P. 5.
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Mangrove (Avicennia marina) Terhadap Kesembuhan Ulkus Traumatikus (The Effect of the Extract of Mangrove Leaf (Avicennia marina) Towards the Healing of Traumatic Ulcer) Arvian Novanolo Mendrofa, Isidora Karsini S*, Dian Mulawarmanti**
*Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Avicennia marina which has role in wound healing process, but its effect in wound healing in oral mucosa has not been researched yet. Purpose: To prove the effect of extract Avicennia marina against traumatic ulcer and effective concentration of the extract of Avicennia marina in traumatic ulcer healing. Materials and Methods: The subjects of this research are 25 wistar rats that were randomized into 5 different groups; K0 control, K1 were given hyaluronic acid, P1 were given extract of Avicennia marina 10%, P2 were given extract of Avicennia marina 20%, and P3 were given extract of Avicennia marina 40%. The subject is wounded using amalgam stopper that has been heated before. Subject was given topical application once dailyuntil seven days. The ulcer diameter was measured at the second day and day 8 using caliper digital. The data obtained were analyzed using KruskalWallis test.Result: The result showed signification of p<0,05, showing that there’s difference in diameters between two groups. The average diameter differences of traumatic ulcer among rats are: K0=0.5700 mm ± .09721, K1=0.8380 mm ± .04438, P1=0.7240 mm ± .08385, P2=0.8440 mm ± .02074, and P3=0.9500 mm ± .03674. Conclusions: Avicennia marina extract concentration of 10%, 20% and 40% have effect in the healing of traumatic ulcer, and Avicennia marina 40% is the most effective concentration against traumatic ulcer healing. Keywords: Avicennia marina, traumatic ulcer diameter, wound healing Correspondence: Isidora Karsini S, Department of Oral Pathology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
43
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Avicennia marina memiliki peran dalam proses penyembuhan luka, tetapi masih belum diteliti terhadap penyembuhan luka pada mukosa rongga mulut. Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak avicennia marina terhadap kesembuhan ulkus traumatikus dan membuktikan konsentrasi efektif ekstrak avicennia marina terhadap kesembuhan ulkus traumatikus. Bahan dan Metode:Subyek penelitian adalah 25 ekor tikus wistar yang dibagi 5 kelompok. (K0) tanpa perlakuan, (K1) pemberian asam hialuronat, (P1) ekstrak avicennia marina 10%, (P2) ekstrak avicennia marina 20%, (P3) ekstrak avicennia marina 40%. Subyek dilukai dengan menggunakan amalgam stopper yang dipanaskan. Subyek diberikan aplikasi topikal 1 kali sehari selama 7 hari. Pengukuran diameter ulkus dilakukan pada hari ke-2 dan hari ke-8 menggunakan kaliper digital. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil: Hasil menunjukkan hasil signifikansi p<0,05 yang menunjukkan terdapat perbedaan selisih diameter antara dua kelompok. Rerata selisih diameter ulkus traumatikus pada tikus berturut-turut sebesar: 0.5700 mm (K0). 0.8380 mm (K1). 0.7240 mm (P1). 0.8440 mm (P2) dan 0.9500 mm (P3). Simpulan: Konsentrasi ekstrak avicennia marina 10%, 20%, 40% memiliki pengaruh terhadap kesembuhan ulkus traumatikus dan ekstrak avicennia marina 40% merupakan konsentrasi yang paling efektif terhadap kesembuhan ulkus traumatikus. Kata Kunci: Avicennia marina, diameter ulkus traumatikus, penyembuhan luka Correspondence:Isidora Karsini S, Bagian Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah,Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
traumatikusyang berkepanjangan atau resistensi dan tidak kunjung sembuh atau luka yang kurang baikpenyembuhannyadapat menjadi ulkus traumatikus kronis.4 Akhir-akhir ini ini mulai digunakan asam hialuronat 0,2 % sebagai salah satu obat terapi ulkus traumatikus.Asam hialuronat merupakan suatu bagian matriks ekstraselular dan merupakan glikosaminoglikan utama yang disekresikan selama perbaikan jaringan. Asam hialuronat dapat merangsang penyembuhan luka, migrasi, dan mitosis dari sel epitel.5 Namun penggunaan asam hialuronat dapat menyebabkan alergi atau reaksi hipersensitivitas dan harganya yang masih relatif mahal.6Asam hialuronat terdapat di semua organ tubuh manusia, tetapi lebih banyak di jaringan mesenkimal.7
PENDAHULUAN Ulkus merupakan kerusakan pada jaringan mukosa yang menyebabkan hilangnya sebagian struktur epitel hingga melebihi basalis atau dapat mencapai lamina propia.1 Sedangkan, ulkus traumatikus adalah suatu lesi pada rongga mulut yangdisebabkan olehbahan kimia,panas, listrik, kekuatan mekanik, kontak dengan gigi yang patah, cengkraman gigi tiruan sebagian atau mukosa tergigit secara tak sengaja, luka bakar dari makanan dan minuman yang terlalu panas umumnya terjadi pada palatum, cedera akibat kuku jari yang mencungkil-cungkil mukosa mulut.2Prevalensi TU pada mukosa rongga mulut cukup tinggi yaitu sekitar 83,6%.3Kebanyakan orang sering mengabaikan terjadinya ulkus traumatikus, padahal ulkus 44
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Avicennia marina merupakan salah satu jenis mangrove yang mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti; saponin, flavonoid, dan triterpenoid. Saponin yang berperan sebagai antimikroba, antiradang, antibiotik, obat hemolitik, hipoglikemi, dan sitotoksik,8 selain itu dari beberapa penelitian diketahui bahwa saponin dapat berfungsi sebagai antikanker dan anti inflamasi.9 Triterpenoid berperan sebagai antiradang dan antikarsinogenik. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan menghambat peroksidasi dari lipid dan berpotensi menginaktifasi oksigen triplet.8
kesehatan umum yang baik dan penyesuaian dengan lingkungan.11 Pada hari pertama masingmasing tikus Wistar sebelum mendapat perlakuan dilakukan anastesi secara inhalasi dengan menggunakan ether bertujuan agar hewan coba tidak mengalami rasa sakit pada saat perlakuan awal.Kemudian membuat ulkus dengan menggunakan amalgam stopper yang mempunyai ukuran penampang ±3 mm yang telah dipanaskan diatas burner yang diberi spiritus. Pada hari kedua dilakukan pengamatan apakah sudah terbentuk ulkus atau tidak.Jika sudah terbentuk ulkusyang ditandai dengan adanya lesi berbentuk bulat, berwarna putih dengan sentral kekuningan yang berisi eksudat fibrinosa dengan tepi kemerahan (eritem).1 Ulkus diukur dengan menggunakan kaliper digital yang dilakukan pada hari kedua dan hari kedelapan. Aplikasitopikal aquades steril pada kelompok K0, aplikasi topikal gel Asam hialuronat 0,2% pada kelompok K1, aplikasi topikal gel daun mangrove Avicennia marina gel 10% pada kelompok P1, aplikasi topikal gel daun mangrove Avicennia marina gel 20% pada kelompok P2, aplikasi topikal gel daun mangrove Avicennia marina gel 40% pada kelompok P3. Aplikasiobat secara topikal dilakukan 1 kali sehari selama 7 hari. Dari hasil penelitian diatas maka data penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik analitik dan kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas.Skala data dalam penelitian ini adalah skala data ratio.Bila data terdistribusi secara normal dan memiliki varian yang homogen maka dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan
BAHAN DAN METODE Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian true experimental laboratory.Rancangan penelitian ini adalah post test only control group design. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor tikus wistar jantan dengan dasar pertimbangan sifat jenis kelamin jantan yang lebih mudah dikontrol dalam proses penyembuhan karena tidak terpengaruhi oleh faktor hormonal pada saat menstruasi. Tikus wistar dipilih sebagai hewan coba karena memiliki metabolisme tubuh yang hampir sama dengan manusia.10 Pada penelitian ini tikus diadaptasi dalam kandang ukuran (40x30x14) cmdan ditempatkan dalam ruangan yang cukup udara dan cahaya.Makanan diberikan tiap pagi, siang, dan malam.Sedangkan minuman diberikan dalam botol 300 ml yang dilengkapi pipa kecil dan diisi air matang. Hewan coba diadaptasikan selama 1 minggu untuk mendapatkan
45
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
statistik parametrik yaitu One Way ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan LSD dengan taraf signifikan.Bila dalam uji normalitas distribusi data tersebut tidak normal ataupun tidak homogen maka dapat dilakukan transformasi data. Apabila setelah dilakukan transformasi data tetap tidak ada perubahan maka dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu Kruskal-Wallis yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney dengan taraf signifikan.
ulkus traumatikus paling sedikit terjadi pada kelompok kontrol negatif (aquadest). Data di uji dengan menggunakan statistik parametrik yaitu One Way ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan LSD. Data berdistribusi tidak normal atau data tersebut tidak homogen dilakukan transformasi data. Tabel 2. Hasil uji normalitas Kelompok K0 K1 P1 P2 P3
HASIL Rerata dan simpangan baku selisih diameter penyembuhan ulkus traumatikus pada kelompok perlakuan serta kelompok kontrol positif (asam hialuronat 0,2%) dan kelompok kontrol negatif (aquadest) dapat dilihat pada Tabel 1.
Sig. .311 .318 .435 .754 .146
Tabel 3. Hasil uji homogenitas Variabel
Sig.
Selisih diameter
.004
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa data berdistribusi normal (p>0.05) pada semua kelompok, namun berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa varians data tidak sama karena memiliki nilai signifikansi (p<0.05). Dari hasil tersebut maka harus dilakukan transformasi data agar varians data sama.
Tabel 1. Hasil rerata dan simpang baku selisih diameter penyembuhan ulkus traumatikus ± KelomSimpangan pok Jumlah Rerata baku K0 5 .5700 ± .09721 K1 5 .8380 ± .04438 P1 5 .7240 ± .08385 P2 5 .8440 ± .02074 P3 5 .9500 ± .03674
Tabel 4. Hasil uji homogenitas setelah transformasi data Variabel Sig. trn_Selisih diameter .001
Dari data hasil rerata dan simpang baku selisih diameter penyembuhan ulkus traumatikus diatas dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan diameter ulkus traumatikus paling banyak pada kelompok perlakuan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 40%. Sedangkan pengurangan diameter
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa varians data tetap tidak sama karena memiliki nilai signifikansi (p<0.05). Dari hasil tersebut maka sebagai alternatif dapat menggunakan uji non parametrik yaitu KruskalWallis.
46
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 5. Hasil uji Kruskal-Wallis Variabel
Sig.
Selisih Diameter
.000
PEMBAHASAN Hasil penelitian yang di uji statistik rata-rata selisih diameter pada kelompok P2 lebih tinggi dibanding kelompok P1, K1, dan K0. Namun rata-rata selisih diameter dari kelompok P2 tidak terlalu besar terhadap kelompok K1. Hal ini dimungkinkan karena P2 memiliki kadar kandungan saponin, flavonoid, asam amino, serta vitamin C yang tidak terlalu tinggi, sehingga dapat diasumsikan bahwa ekstrak P2 memiliki kemampuan yang hampir sama dengan K1 terhadap penyembuhan ulkus traumatikus. Rata-rata selisih diameter pada kelompok K1 lebih tinggi dibanding kelompok P1 dan kelompok K0. Hal ini dikarenakan asam hialuronat adalah komponen terbesar matriks ekstra seluler yang sifatnya menarik air dan banyak ditemukan pada jaringan yang tumbuh atau rusak. Asam hialuronat merupakan bagian penting dari matriks ekstraseluler dan juga salah satu GAG utama yang dikeluarkan selama perbaikan jaringan.5 Asam hialuronat diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi pada penyembuhan luka merangsang migrasi dan mitosis dari fibroblas dan sel epitel,5,12 selain itu dapat dimungkinkan karena kadar kandungan pada P1 seperti: saponin, flavonoid, asam amino, serta vitamin C yang relatif rendah sehingga terjadi penyembuhan ulkus traumatikus yang lebih baik pada kelompok K1 dibandingkan P1. Rata-rata selisih diameter pada kelompok P1 lebih tinggi dibanding kelopok K0. Hal ini dimungkinkan karena adanya kandungan pada P1 seperti: saponin, flavonoid, asam amino, serta vitamin C. Sekalipun kandungan yang terdapat dalam P1 relatif kecil, namun hal tersebut
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan selisih diameter antara dua kelompok karena memiliki nilai signifikansi (p<0.05), untuk mengetahui kelompok yang mempunyai perbedaan yang bermakna maka dapat dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Tabel 6. Hasil uji Mann-Whitney Kelompok Kelompok Sig. K0 K1 .009* P1 .033* P2 .009* P3 .008* K1 P1 .059 P2 .0675 P3 .009* P1 P2 .012* P3 .008* P2 P3 .009* Keterangan: : Mempunyai perbedaan bermakna (p<0.05)
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara selisih diameter pada kelompok K0 dibandingkan dengan kelompok K1 (p=0.009), kelompok K0 dibandingkan dengan kelompok P1 (p=0.033), kelompok K0 dibandingkan dengan kelompok P2 (p=0.009), kelompok K0 dibandingkan dengan kelompok P3 (p=0.008), kelompok K1 dibandingkan dengan kelompok P3 (p=0.009), kelompok P1 dibandingkan dengan kelompok P2 (p=0.012), kelompok P1 dibandingkan dengan kelompok P3 (p=0.008), kelompok P2 dibandingkan dengan kelompok P3 (p=0.009).
47
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
oksigen triplet,8serta anti inflamasi yang dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada ulkus traumatikus.13 Kandungan lain pada Avicennia marina yang berperan dalam proses penyembuhan ulkus traumatikus adalah asam amino. Asam amino glisin, betaine, asparagine merupakan asam amino yang terdapat pada ekstrak Avicennia marina.8 Asam amino yang berperan dalam proses penyembuhan luka yaitu, arginine, glycine, lysine, proline, glucosamine, D-glucoronic acid, dan camosin.14 Asam amino glycine adalah asam amino dengan konsentrasi tertinggi pada Avicennia marina. Glycine merupakan salah satu komponen utama pembentuk kolagen pada tubuh manusia yang bekerja secara sinergis bersama asam amino esensial lainnya untuk membentuk sebuah polipeptida yang merangsang perbaikan jaringan dan proses penyembuhan,15 selain itu Avicennia marina juga mengandung vitamin C yang cukup tinggi di bagian daun 15,32 mg.16 Vitamin C berperan meningkatkan migrasi neutrofil dan transformasi limfosit, penting dalam sintesis kolagen, dalam pembentukan ikatan antara serat kolagen yaitu pembentukan triple helix colagen,dimana kolagen merupakan protein yang membantu pembentukan jaringan ikat dikulit ligament dan untuk menjaga daya tahan tubuh.5,17 Vitamin C diketahui bisa mempercepat penyembuhan ulkus dikarenakan fungsinya yang juga dapat menangkap radikal bebas sehingga memutus ikatan Reactive Oxygen Species (ROS).18
didukung oleh adanya produksi asam hialuronat oleh fibroblas selama tahap proliferasi.5 Proses penyembuhan ulkus traumatikus yang terjadi pada kelompok P3 berlangsung lebih optimal dibandingkan kelompok P1, kelompok P2, kelompok K1, dan kelompok K0. Hal ini diduga karena kadar nutrisi yang terdapat dalam P3 mencukupi kebutuhan metabolik bagi penyembuhan ulkus traumatikus, terutama pada fase proliferasi dimana terjadi proses epitelisasi yang membutuhkan banyak asupan energi. Selain itu, P3 memiliki kandungan yang berkhasiat terhadap penyembuhan ulkus traumatikus lebih tinggi dibandingkan pada P1 dan P2. Kandungan berkhasiat tersebut, seperti: saponin, flavonoid, asam amino, serta vitamin C yang cukup tinggi. Percepatan penyembuhan pada P3 juga didukung oleh adanya produksi asam hialuronat oleh fibroblas selama tahap proliferasi.5 Kelompok P1, P2, P3 dapat lebih cepat dibandingkan dengan K0 disebabkan banyak kandungan yang terdapat dalam Avicennia marina yang berperan dalam proses penyembuhan dari ulkus traumatikus. Saponin dapat berperan sebagai anti mikroba, anti radang, antibiotik, obat hemolitik, hipoglikemi, dan sitotoksik,8 selain itu dari beberapa penelitian diketahui bahwa saponin dapat berfungsi sebagai antikanker dan anti inflamasi.9 Saponin merupakan senyawa penting dalam proses penyembuhan luka. Saponin dapat memacu pembentukan kolagen yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Senyawa golongan flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan dengan menghambat peroksidasi dari lipid dan berpotensi menginaktifasi 48
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kelompok P3 memiliki penyembuhan paling cepat dibandingkan dengan kelompok P1 dan P2. Sangat besar kemungkinan terjadi proses penyembuhan ulkus traumatikus yang lebih cepat dengan menggunakan konsentrasi ekstrak Avicennia marina yang lebih tinggi.
6.
7.
8.
SIMPULAN Ekstrak Avicennia marina memiliki pengaruh terhadap kesembuhan ulkus traumatikus. Konsentrasi ekstrak Avicennia marina 10% tidak memiliki pengaruh lebih baik sedangkan konsentrasi 20%, 40% terbukti memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan asam hialuronat 0,2% terhadap kesembuhan ulkus traumatikus. Konsentrasi ekstrak Avicennia marina 40% adalah merupakan konsentrasi yang paling efektif.
9.
10.
11.
12.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
13.
Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2008. Oral Pathologic Correlations. 5th edition. St. Louis: WB Saunders. P. 24-21. Langlais RP, Miller CS. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang Lazim. Jakarta: Hipokrates. P. 94. Delong L,et al. 2008. General and Oral Pathology for The Dental Higienist. Philadelphia, US: Lippincott Williams & Wilkins. P. 297-295. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2009. Robbins and Cotran. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7 (Pocjet Companion to Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition). Alih bahasa: Andry Hartanto. Editor:Inggrid Tania,et al. Jakarta: EGC. H. 75-29. MacKay DND and Miller ALND. 2003. Nutritional Support for Wound Healing. Alternative Medicine Review, 8 (4): 377359. Available from
14.
15.
49
http://www.pilodinal.org/_assets/pdf/nutriti on.pdf. Diakses 25 Juni 2012. Kapoor, Pranav, Shabina Sachdeva, and Silonie Sachdeva. 2011. Topical Hyaluronic Acid in the Management of Oral Ulcers.Indian J Dermatol, 56(3): 302300. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P MC3132908. Dikses 8 Agustus2012. Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2002. Oral Maxillofacial Infection. 4th edition. USA: WB Saunders. P. 25. Bayu A. 2009. Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumber Produk Alam Laut. Oseana, 34(2): 23-15. Available from http://isdj.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/34209 1523.pdf. Diakses13 Juni2012. Sendih S dan Gunawan. 2006. Keajaiban Teripang Penyembuhan Mujarab dari Laut. Jakarta: PT. Argo Media Pustaka.H. 1. Rukmini Ambar. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta. H. 9-1. Available fromhttp://p3m.amikom.ac.id/p3m69%20% 20REGENERASI%20MINYAK%20GOR ENG%20BEKAS%20DENGAN%20ARA NG%20SEKAM%20MENEKAN%20KER USAKAN%20ORGAN%20TUBUH.pdf. Diakses 7 Desember 2012. Kusumawati D. 2004. Biologi Hewan Coba Bersahabat dengan Hewan Coba. Gajah Mada University Press. P. 22-5. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Herper. Edisi 25. Jakarta: EGC. H. 680-662. Abdullah Y. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonad Septicaemia Ditinjau dari Patologi Makro dan Hematologi Ikan Lele Dumbo Clarias sp. H. 2-1. Available from http://repository.ipb.ac.id/handle/12345678 9/57527. Diakses 28 Desember 2012. Gam LH, et al. 2006. Proteomic analysis of snakehead fish (Channa Striata) muscle tissue. Malaysian Journal Biochemistry and Molecular Biology, 14: 32-25. Available from http://majlis.fsktm.um.edu.my/document.as px?FileName=584.pdf. Diakses 29 November 2012. Daud CKD, et al. 2010. Amino and fatty acid compositions in haruan traditional extract (HTE). Boeletin Latinoamericano y del Caribe de Plantas Medicinales y Aromaticas, 9(5):429-414.Available from http://redalyc.uaemex.mx/redalyc/pdf/856/8
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
5615225012.pdf. Diakses 10 November 2012. 16. Wibowo C, Kusmana C, Suryani A, Hartati Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-api (Avicennia spp) Sebagai Bahan Pangan dan Obat.H. 1. Available from http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/45052/Pemanfaatan%20Pohon %20Mangrove.pdf?sequence=1. Diakses 1 Juni 2012. 17. Pongsipulung GR, Paulina VYY, Yos Banne. 2012. Formulasi dan Pengujian
Salep Ekstrak Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum (L.)) Terhadap Luka Terbuka Pada Kulit Tikus Putih Jantan Alur Wistar (Rattus norvegicus). h. 13-7. Available fromhttp://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/p harmacon/article/viewFile/462/370. Diakses 26 Desember 2012. 18. Niki E, N. Noguchi, M. Iwatsuki, and Y. Kato. 1996. Dynamics of Antioxidation by Phenolic Antioxidant: AOCS Press. P. 8-1.
50
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Perbedaan Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Sapiyang Diulasi Gel Ekstrak Cangkang Kerang Darahyang Ditambahkan Fluor (The Difference of Enamel Surface Roughness In Bovine TeethAfter Application of Anadara granosa Shell Gel Extract Andthe Addition of Fluor) Fajar Alexander, Sularsih*, Aprilia** *Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background: Anadara granosa is one of the best fishery commodity in Indonesia. Anadara granosa shell waste extract contains calcium and addition fluor that is important to maintain tooth remineralization. Purpose: The aim of this study was to evaluate the surface roughness of enamel in bovine after application of Anadara granosa shell gel extract and the addition of fluor for 3, 14, and 28 days. Materials and Methods: Thirty six freshly extracted bovine teeth were collected. The sample were randomly assigned to three controls and three observations (n=6). T01, T02, and T03 as the control group which placebo was applied after microabrassion for 3, 14, and 28 days. O1, O2, and O3 as the observation group which anadara granosa shell gel extract and the addition of fluor was applied after microabrassion for 3, 14, and 28 days. The remaining specimens all was soaked twice a day for ten minutes. The sample were soaked in artificial saliva and evaluated after 30 days using surface roughness tester. The result were tabulated and analyzed using one way anova. Result: There was significant differences the surface roughness of enamel after aplication of Anadara granosa shell gel extract and addition of flour between 3 and 28 days application.. The surface roughness of enamel in observation group was smaller than the control group. Conclusion: There was significant differences the surface roughness of enamel after application of Anadara granosa shell gel extract and addition of fluor in observation group during 28 days. Keywords:Anadara granosa shell gel extract, fluor, surface roughness of enamel, bovineteeth. Correspondence:Sularsih, Department of Materials Science and Technology Dentistry,Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arief Rakhman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
51
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Kerang darah adalah salah satu komoditas perikanan terbaik di Indonesia. Limbah cangkang kerang darah yang mengandung kalsium dan ditambahkan fluor berfungsi untuk remineralisasi gigi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi yang diulasi gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor selama 3, 14, dan 28 hari. Bahan dan Metode: Sampel terdiri dari 36 gigi sapi yang baru diekstraksi. Sampel dipilih secara random dan dibagi menjadi 3 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan dengan jumlah sampel (n=6). Kelompok kontrol T01, T02, T03 yang diulasi etsa dan gel plasebo selama 3, 14, dan 28 hari. Kelompok perlakuan O1, O2, O3 yang diulasi etsa dan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor selama 3, 14, dan 28 hari.Pengaplikasian gel pada kelompok kontrol dan perlakuan dilakukan 2x setiap 12 jam sehari dan sampel disimpan dalam saliva buatan. Setelah hari ke 30, sampel diuji kekasaran permukaan enamel dengan menggunakan surface roughness tester. Data kekasaran permukaan enamel yang telah didapat dianalisis statistik dengan menggunakan one way anova. Hasil: Ada perbedaan kekasaran permukaan enamel yang signifikan antara kelompok perlakuan dengan lama pengulasan selama 3 hari dan 28 hari. Kekasaran permukaan enamel kelompok perlakuan lebih kecil daripada kelompok kontrol. Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan dengan lama pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor pada kelompok perlakuan selama 28 hari. Kata Kunci: Gel ekstrak cangkang kerang darah, fluor, kekasaran permukaan enamel, gigi sapi. Korespondensi: Sularsih, Bagian Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arief Rakhman Hakim No.150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
kerang darah dalam dunia medis, yaitu potensi kalsium dari cangkang kerang darah sebagai bahan rehabilitas tulang dan gigi.1,2 Cangkang kerang darah mengandung kalsium yang tinggi. Berdasarkan pemeriksaan dengan xray fluorescence (XRF) dan x-ray diffraction (XRD), kandungan cangkang kerang darah terdiri dari: CaO 97,93%, SiO0,17%, Fe2O3 0,04%, MgO 0,85%, dan lainnya kurang dari 1,00%3. Menurut Setiabudhi (2012) terdapat kadar kalsium dalam cangkang kerang darah sebesar 98,61%4. Kalsium adalah mineral penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi dengan proses remineralisasi gigi.5 Selain itu dibutuhkan pula fluor dalam mencegah proses terjadinya karies. Adapun
PENDAHULUAN Kerang Darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kebanyakan masyarakat Indonesia hanya menggunakan daging kerang saja sebagai asupan makanan dan membuang kulit kerangnya.Banyaknya sisa cangkang kerang tidak dimanfaatkan karena dianggap tidak dapat didaur ulang. Hanya cangkang kerang yang bagus yang diambil untuk dibuat handycraft.Sisanya yang tidak bagus dan berbau dibuang disekitar bibir pantai atau di tempat pembuangan sampah dan menjadi limbah alam. Pemanfaatan cangkang 52
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
fluordapat dijumpai di dalam bahan makanan dan minuman.6 Pencegahan karies dengan fluor dapat dilakukan pada masa pra erupsi dan pasca erupsi. Tindakan yang dilakukan dengan memberikan fluoridasi pada air minum sehingga gigi akan kuat dan tahan terhadap serangan karies biasanya ini dilakukan pada masa pra erupsi, sedangkan pada masa pasca erupsi salah satu diantaranya dengan berkumur-kumur memakai larutan fluor sehingga diperoleh efek topikal dari fluor terhadap enamel. Cara fluor bekerja dengan menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit. Pemberian fluordapat menghasilkan enamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan dan 6,7 penghentian lesi karies. Karies gigi adalah suatu proses terjadinya pelepasan kalsium pada enamel, sehingga menyebabkan terjadinya bercak putih pada permukaan gigi yang ditumpuki oleh plak gigi. Enamel gigi disusun oleh kristal-kristal yang terdiri dari berbagai mineral, komponen utamanya adalah kompleks calcium phosphate, yang disebut hydroxyapatite. Kalsium merupakan mineral yang berperan dalam pembentukan jaringan keras gigi. Dari 1200 gram kalsium yang terdapat di dalam tubuh, sekitar 90% terdapat dalam jaringan keras (tulang dan gigi). Peningkatan kebutuhan kalsium dapat terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, menyusui, dan defisiensi kalsium.Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam
tubuh, diantaranya adalah pembentukan tulang dan pembentukan gigi.4 Kekasaran permukaan enamel disebabkan oleh hilangnya hidroxyapatite, dan jika terlalu banyak maka dapat mengakibatkan terbentuknya kavitas. Adanya fluoride pada saat pembentukan enamel atau aplikasi topikal pada permukaan enamel menyebabkan penurunan kelarutan permukaan enamel. Penambahan fluoride mempengaruhi kekerasan, aktivitas kimia, dan stabilitas enamel. Apabila fluoride dalam jumlah sedikit akan menstabilkan enamel dengan menurunkan kelarutan terhadap asam, menurunkan demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.8 Kadar fluoride yang sering digunakan pada pasta gigi maupun tooth mouse adalah 0,2%.9,10 Berbagai metode serta teknik pencegahan karies sering dilakukan, salah satunya adalah dengan meningkatkan kekuatan permukaan email. Mathias (2009) memperkenalkan suatu bahan yang dapat digunakan untuk pencegahan karies, yaitu Casein PhosphopeptideAmorphous Calcium Phosphate plus fluoride (CPP-ACP).11 Bahan ini berbentuk pasta berisi suatu protein susu kasein yang mengandung mineral kalsium fosfat dan fluoride. Email gigi yang mengalami proses demineralisasi dapat diperbaiki dengan pemberian ion kalsium dan fosfat yang terdapat pada CPP-ACP ke bagian dalam email untuk menggantikan mineral yang larut sehingga dapat terjadi remineralisasi.12 Fungsi dari kalsium dan fluoride dengan pemberian secara topikal adalah untuk mempercepat pertumbuhan remineralisasi yang telah hilang akibat terjadinya 53
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
demineralisasi, dimana fluoride masuk ke dalam enamel rods untuk menghambat kerusakan pada enamel, sehingga metabolisme kalsium dapat terjadi tanpa harus terganggu oleh bakteri dan plak.13 Maki Oshiro (2007) menyatakan bahwa ada perbedaan kekasaran permukaan enamel pada aplikasi Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate plus fluoride (CPP-ACP) selama 3 hari, 14 hari, dan 28 hari secara topikal dengan pengukuran SEM (Scanning Electron Microscopy).14 Dari uraian di atas gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor memiliki potensi sebagai bahan yang menunjang remineralisasi. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui perbedaan besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi (bovine) yang diulasi gel ekstrak cangkang kerang darah yangditambahkan fluor selama 3 hari, 14 hari, dan 28 hari.
KCl (Potassium Chloride), CaCl2 (Calcium Chloride), NaHCO3, CmcNa (Carboxyl Methyl Cellulose-Natrium), nipasin, dan nipasol. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dan dibagi menjadi 6 kelompok secara acak, dimana kelompok kontrol sebanyak 6 gigi insisivus sapi yang hanya diulas etsa, tanpa gel ekstrak cangkang kerang darah (tetapi diulas dengan placebo) sebanyak 2x sehari dan dibagi dalam kelompok T01 3 hari, T02 14 hari, T03 28 hari. kelompok perlakuan sebanyak 6 gigi insisivus sapi yang diulas etsa dan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride sebanyak 2xsehari dan dibagi dalam kelompok T1 3 hari, T2 14 hari, T3 28 hari. Pengukuran dilakukan setelah 30 hari menggunakan alat surface roughness tester dengan cara spesimen diletakkan dengan posisi melintang pada meja alat pengukur (surface roughness) sampai jarum pengukur dapat bergerak bebas menyentuh permukaan yang akan diukur. Permukaan yang diukur rata ± 10 mm untuk dilewati jarum pengukur kekasaran, yaitu pada bagian tengahtengah labial. Pada layar monitor dapat dipantau posisi jarum pengukur harus menyentuh permukaan spesimen dengan benar, yaitu menyentuh dengan tanpa tekanan.Tombol start ditekan maka alat jarum pengukur) akan bergerak dengan kecepatan 1 mm/det. Setelah selesai pengukuran, pada layar monitor akan ditampilkan data-data tentang keadaan permukaan spesimen, yaitu Rz yang menunjukkan rata-rata aritmatik lima perbedaan ujung puncak tertinggi dan ujung puncak terendah bentukan kekasaran terhadap panjang permukaan yang diukur dalam satuan mikron. Pengukuran tiap spesimen
BAHAN DAN METODE Penelitian ini tergolong penelitian eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan penelitian post test only group design. Sampel penelitian menggunakan gigi insisivus sapi dengan kriteria, berusia ±3 tahun, mahkota erupsi dalam keadaan utuh, mahkota tidak abrasi, mahkota tidak fraktur/retak, mahkota tidak ada karies.15 Bahan yang digunakan pada saat penelitian antara lain Etsa asam phospat 37%, Normal saline, Saliva buatan, Sediaan gel ekstrak cangkang kerang, Gigi sapi dari Rumah Potong Hewan Kedurus Kota Surabaya, fluoride, NaCl (Natrium Chloride),
54
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
dilakukan sebanyak satu kali, serta spesimen tidak perlu dilakukan pemotongan baik secara vertikal, maupunhorizontal.
selama 3, 14, dan 28 hari antara kelompok kontrol dan perlakuan, pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil rerata yang lebih kecil. Diantara lama pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah ditambahkan fluoride selama 3,14, dan 28 hari rerata besar kekasaran permukaan enamel gigi yang diulasi selama 28 hari menunjukkan rerata paling kecil. Rerata dan simpang baku hasil kekasaran permukaan enamel gigi sapi dianalisa dengan uji saphirowilk menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05) sehingga memenuhi persyaratan menggunakan uji parametrik. Uji Levene menunjukkan nilai probabilitas >0,05, maka asumsi homogen terpenuhi, sehingga memenuhi persyaratan menggunakan uji parametrik. Hasil uji independent sample test antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari dapat dilihat pada tabel 2.
HASIL Nilai rerata dan simpang baku hasil uji kekasaran permukaan enamel gigi sapi antara kontrol dan kelompok perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 1. Tabel 1.Nilai rerata dan simpang baku hasil uji kekasaran permukaan enamel gigi sapi antara kontrol dan kelompok perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari Mean ± SD Variabel 3 hari 14 hari 28 hari 3,0083 2,9833 2,0333 ± Kontrol ± ± 0,93095 1,17994 0,76359 2,3833 2,0450 1,3117 ± Perlakuan ± ± 0,43153 1,06750 0,83837
Tabel 2. Taraf signifikan besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi antara kelompok plasebo dan gel ekstrak cangkang kerang darah selama 3, 14, dan 28 hari. Variabel Perlakuan - Kontrol 3 hari 14 hari 28 hari Besar kekasaran 0,359 0,085 0,09
3,5 3 2,5 Placebo
2
Gel ekstrak cangkang kerang darah (perlakuan)
1,5 1 0,5 0
Hasil uji independent sample test antara kelompok plasebo dan gel ekstrak cangkang kerang darah selama 3, 14, dan 28 hari menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Dengan demikian tidak ada perbedaan dari hasil pengukuran besar kekasaran permukaan enamel yang dilihat perbandingannya antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol selama 3, 14, dan 28 hari. Hasil uji one-way anova besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi
3 hari 14 28 hari hari Gambar 1. Grafik rerata hasil uji kekasaran permukaan enamel gigi sapi antara kontrol dan kelompok perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari
Berdasarkan gambar 1, rerata besar permukaan enamel gigi yang diulasi gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride 55
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
terhadap lama pengulasan antara kelompok kontrol dan gel perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari dapat dilihat pada tabel 3.
PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan pemanfaatan ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluor dalam menunjang proses demineralisasi dan remineralisasi gigi. Cangkang kerang darah memiliki kadar kalsium yang sangat tinggi, diketahui dari mulai dilakukan penelitian dalam dunia medis yang membutuhkan cangkang kerang darah untuk perkembangan dalam pembuatan biomaterial yang berguna untuk implan, dimana sumber kalsium menjadi alasan utama dari penelitian tersebut.2 Setiabudhi (2012) menyatakan bahwa terdapat kadar kalsium dalam cangkang kerang darah sebesar 98,61%.4 Struktur jaringan gigi terdiri dari jaringan keras gigi (enamel, dentin, sementum) dan jaringan lunak gigi (pulpa). Komponen enamel terdiri dari 96% bahan anorganik, sisanya adalah bahan organik dan air. Bahan anorganik pada enamel terdiri dari kalsium 36,7% dan fosfat 17,4%. Enamel sebagian besar terdiri dari hidroksiapatit dan sebagian kecil fluor apatit.16 Kalsium merupakan mineral yang berperan dalam pembentukan jaringan keras gigi. Dari 1200 gram kalsium yang terdapat di dalam tubuh, sekitar 90% terdapat dalam jaringan keras (tulang dan gigi). Peningkatan kebutuhan kalsium dapat terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, menyusui, dan defisiensi kalsium.Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, diantaranya adalah pembentukan tulang dan pembentukan gigi.Fungsi utama kalsium adalah mengisi kepadatan tulang.Jumlahnya di tulang dan gigi terdiri dari 99% kalsium. Selebihnya tersebar luas
Tabel 3. Taraf signifikan besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi terhadap lama pengulasan antara kelompok kontrol dan perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari. Gel ekstrak Gel cangkang plase Lama Variakerang -bo pengulabel darah san (Perlaku- (Kon an) trol) 3 hari-14 0,503 0,964 hari Besar 14 hari-28 Keka0,158 0,102 hari saran 28 hari-3 0,046* 0,094 hari
Hasil uji one-way anova besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi terhadap lama pengulasan antara kelompok kontrol dan perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok gel ekstrak cangkang kerang darah 3 hari dan 28 hari (p<0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara hari ke 3 sampai hari ke 14 maupun hari ke 14 sampai hari ke 28 (p>0,05) pada kelompok perlakuan, serta pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna pada hari ke 3, 14, sampai hari ke 28 (p>0,05). Dengan demikian kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi setelah pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yangditambahkan fluor selama 28 hari dibandingkan kelompok kontrol yang diulasi dengan gel plasebo.
56
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
dalam tubuh, termasuk di dalam cairan intraseluler dan ekstraseluler.4 Selain kalsium, peran fluor sangat penting dalam proses remineralisasi dan demineralisasi gigi. Manfaat dari fluor itu sendiri berguna untuk menghambat enzim yang terlibat dalam pembentukan asam serta pengangkutan dan penyimpanan glukosa dalam Streptococcus oral dan juga membatasi penyediaan bahan cadangan untuk pembuatan asam dalam sintesis polisakarida.13 Adanya fluor pada saat pembentukan enamel atau aplikasi topikal pada permukaan enamel menyebabkan penurunan kelarutan permukaan enamel.Penambahan fluor mempengaruhi kekasaran, aktivitas kimia, dan stabilitas enamel. Apabila fluor dalam jumlah sedikit akan menstabilkan enamel dengan menurunkan kelarutan terhadap asam, menurunkan demineralisasi dan 8 meningkatkan remineralisasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maki Oshiro (2007) menyatakan bahwa ada perbedaan kekasaran permukaan enamel pada aplikasi Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate plus fluoride (CCP-ACP) selama 3 hari, 14 hari, dan 28 hari secara topikal. Salah satu indikator terjadinya proses remineralisasi gigi adalah pembentukan kembali sebagian kristal apatit pada enamel yang larut dikarenakan demineralisasi, sehingga mengurangi kekasaran permukaan enamel yang dapat menyebabkan terbentuknya kavitas.17 Selain fluor, fosfat (PO42-) berperan dalam proses remineralisasi. Pada penelitian ini bahan fosfat (PO42-) tidak digunakan karena tidak tersedia dipasaran, dan hanya HPO42- yang dijual dipasaran. Berdasarkan teori
Mount (2005) menyatakan bahwa HPO42tidak berperan dalam keseimbangan HA karena HA mengandung PO43- dibanding HPO42sehingga kristal HA akan larut.17 Pada penelitian ini waktu yang digunakan dalam pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah adalah 3, 14, dan 28 hari, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan Oshiro dkk (2007) yang membandingkan porositas tubuli dentin dalam jangka waktu tersebut dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) sudah cukup efektif untuk mengetahui pengaruh pengulasan.14 Pada penelitian ini pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah dalam sehari dilakukan dua kali, hal ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Paramitha (2011) dan menurut aturan pemakaian yang dibuat oleh pabrik pada penggunaan CCP-ACP.15Alasan lain bahwa kandungan yang terdapat pada CCP-ACP dan sediaan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor mempunyai kesamaan bahan yaitu pada kadar kalsium dan fluoride. Pada penelitian ini menggunakan gigi sapi permanen insisivus rahang bawah (bovine fresh extracted). Penggunaan gigi sapi permanen insisivus rahang bawah pada penelitian ini karena gigi insisivus sapi rahang bawah memiliki bentuk yang sama dengan bentuk gigi insisivus pada rahang bawah manusia, dan mudah didapatkan dari rumah potong hewan.14,16 Hasil uji one-way anova besar kekasaran permukaan enamel gigi sapi terhadap lama pengulasan antara kelompok perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari menunjukkan perbedaan secara bermakna pada lama pengulasan selama 28 hari. Hasil 57
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
analisis menunjukkan bahwa perkembangan terjadi setelah pengulasan selama 28 hari, tidak ada perbedaan antara lama pengulasan selama 3 hari dan 14 hari, dan 14 hari dengan 28 hari, tetapi ada perbedaan pengulasan antara 3 hari dan 28 hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa lama pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor selama 14 hari pada penelitian ini belum menunjukkan pengaruh terhadap besar kekasaran permukaan enamel. Lama pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor selama 14 hari belum menunjukkan pengaruh terhadap perbedaan waktu pengulasan antara 3 hari dan 28. Hal tersebut kemungkinan karena faktor sediaan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor dimana konsistensinya masih terlalu padat dibandingkan dengan bahan topikal lain seperti CCP-ACP, sehingga terjadi kesulitan pada saat absorbsi. Selain itu faktor bentuk anatomi gigi insisivus rahang bawah sapi yang berbeda-beda dan permukaan gigi yang kurang rata pada penelitian ini, menyebabkan kesulitan pada pengukuran. Fungsi dari kalsium dan fluoride dengan pemberian secara topikal adalah untuk mempercepat pertumbuhan remineralisasi yang telah hilang akibat terjadinya demineralisasi. Bahan fluoride masuk ke dalam enamel rods untuk menghambat kerusakan pada enamel dan akan berikatan kuat dengan ionion bebas Ca2+ dan HPO42- membentuk kristal fluorapatit [Ca10(PO4)6(OH).F] sehingga metabolisme kalsium dapat terjadi tanpa harus terganggu oleh bakteri dan plak.13Faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan enamel pada manusia secara umum
dipengaruhi oleh diet yang tidak seimbang terutama karbohidrat yang tinggi kandungan sukrosanya, tingginya aktivitas bakteri karies terutama bakteri Streptococcus mutans, dan struktur gigi itu sendiri yang kurang baik.15 Pada penelitian ini faktor lainnya yang mempengaruhi pengukuran kekasaran permukaan enamel adalah lama waktu pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor. Dari hasil penelitian didapatkan rerata jumlah kekasaran permukaan enamel antara kelompok kontrol lebih besar dibandingkan kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan dengan pemberian gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor dapat menurunkan besar kekasaran permukaan enamel.Semakin lama pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan dengan fluor dapat menurunkan besar kekasaran permukaan enamel. Lama pengulasan gel selama 28 hari signifikan berbeda dibandingkan lama pengulasan 3 hari. Gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor diharapkan dapat digunakan sebagai biomaterial kedokteran gigi untuk menunjang terjadinya remineralisasi, serta dapat menekan angka karies gigi di masa depan. SIMPULAN Terdapat perbedaan yang bermakna pada kekasaran permukaan enamel dengan lama pengulasan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluor selama 3 hari dan 28 hari.
58
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
DAFTAR PUSTAKA
10. Arida D. 2009. Efek pemberian fluoride varnish di kedokteran gigi. Skripsi, USU. P.6. 11. Walsh LJ. 2010. MI paste, MI paste plus. Anthology of applications. h. 10-1. http://www.gcamerica.com/products/hp/MI Paste/mipaste_cookbook.pdf. Diakses 24 Juni 2010. 12. Mathias J, S Kavitha, S Mahalaxmi. 2009. A comparison of surface roughness after micro abrasion of enamel with and without using CPP-ACP: An in vitrostudy. J Conserv Dent, 12(1): 22-5. 13. Afanty A. 2009. Pengaruh aplikasi pasta casein phophopeptide-amorphous calcium phosphate pada white spot gigi desidui. Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. P. 78-71. 14. Herdiyati Y. 2010. Penggunaan Fluor Dalam Kedokteran Gigi. Tesis, Bandung, Universitas Padjadjaran. P. 12. 15. Oshiro M, Yamaguchi K, et al.2007.Effect of CCP-ACP paste on tooth mineralization: an FE-SEM study.Journal of Oral Science, 49(2): 120-115. 16. Paramitha K. 2011. Perbandingan kekasaran permukaan enamel terhadap lama pengulasan Casein phosphopeptideamorphous calcium phosphate berfluoride. Skripsi, Universitas Hang Tuah, Surabaya.P. 25-20. 17. Nurliza C. 2002. Program Pencegahan Erosi Gigi Dengan Berkumur Larutan Baking Soda 1% Untuk MenurunkanKadar Asam Sulfat di Dalam Rongga Mulut Pada Karyawan Pabrik Alumunium Sulfat. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan. p.5. 18. Mount GJ, Hume WR. 2005. Preservation and restoration of tooth structure. 2nd ed. Knowledge book and software. Australia.P.212, 87, 39, 25, 2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
PKSPL. 2004. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan (Kerang Darah) di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo.Kerjasama BAPPEDA dan PKSPL. Laporan Penelitian. P.24-15. Wheeler’s. 2003. Dental Anatomy, Physiology, and Occlusion. United States.P. 6. Wiraningsih. 2010. Sintesis kalsium pirosofat dari kulit kerang darah (Anadara granosa)melalui metode presipitasi. Tesis, Universitas Andalas. P.2-1. Mustakimah, dkk. 2012. Decomposition Study of Calcium Carbonate in Cockle Shell. World engineering congres 2010, 2nd-5th August, Kuching. Sarawak, Malaysia. Conference on advance Processes and Materials, 7(1): 10-1. Setiabudhi M. 2012. Kadar kalsium gigi sapi setelah pengulasan dengan gel ekstrak kerang darah (Anadara granosa). Skripsi, Universitas Hang Tuah, Surabaya. P.27-16, 18-13, 11-5. Ito D. 2010. Optimal level of calcium intake for caries prevention. Tesis,Universitas Kedokteran Gigi. Toronto.P.3-1. Lubis S. 2001. Fluor dalam pencegahan karies gigi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. P.10-3. Angela A. 2005. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(3): 134–130. Medan: Universitas Sumatera Utara. Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ. 2006. Art and science of operative dentistry. 5th ed. Mosby Inc. St. Louis, Missouri. P.637, 517-8.
59
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Potensi Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Mangrove Rhizophora mucronata Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mixedperiodontopatogen (Antibacterial Potency Of Rhizophora mucronata’s Ekstrak AgainstMixedperiodontopathogen) Dwi Andriani*, Yoifah Rizka** *Biologi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya **Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
ABSTRACT Background: Mangrove especially Rhizophora mucronata is plant from coast that can be the alternative medicine as antibacterial in periodontal disease due to its componen tannin. Purpose: Todetermine the antimicrobial extracts of leaves, stems and roots of mangrove (Rhizophora mucronata) on periodontopathogen Mixed bacterial growth. Materials and Methods: This research was experimental laboratoris. Treatment group consisted of six(6) groups with different concentrations 1.56 %, 3.125 %, 6.25 %, 12.5 %, 25 %, 50% of extracts from roots, stems and leaves of Rhizophora mucronata. Negative control group DMSO 1%, whereas the positive control group was given tetracycline disc. Antibacterial examination of the mixed periodontopathogen by diffusion method in Mueller Hinton (MH) agar. Extract was prepared by percolation methods 83 % ethanol. Measurement of inhibition zone was using digital calipers (mm). All the data were analysed with Kruskall-walis and Mann Withney-U. Result:there is significant different (p=0; p<0.05) between extract the root, bark, and leaves of Rhizophoramucronatawith positive control at all concentrations. The root’s extract (p=0,317 and 0,85), barks’s extract (p=0,536 and 0,127)and leave’s extract (p=0,536 and 0,127)has no significant difference with the negative control, except Rhizophoramucronata bark is significant different with negative control at concentration of 25% (0,019) and 50% (0,019). Conclusion: Bark’s extract showed inhibit zone againts bacteria mixed periodontopathogen at concentration of 25% and 50%. Root and leaf extracts showed has no inhibitionagainst bacteria. Keywords:Mixed periodontopathogen, mangrove, Rhizophora mucronata, antibacterial Correspondence:Dwi Andriani, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, ArifRahman Hakim 150, Surabaya, Phone031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
60
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Mangrove terutama Rhizophora mucronata adalah tanaman pantai yang dapat menjadi pengobatan alternatif sebagai antibakteri pada penyakit periodontal karena memiliki komponen tannin. Tujuan: Untuk menentukan daya antimikroba ekstrak daun, batang dan akar bakau (Rhizophora mucronata) pada pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen. Bahan dan Methods: Jenis Penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Kelompok perlakuan terdiri dari enam (6) kelompok dengan konsentrasi yang berbeda 1,56%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% ekstrak dari akar, batang dan daun Rhizophora mucronata. Kelompok kontrol negatif DMSO 1%, sedangkan kelompok kontrol positif diberi tetrasiklin disc. Pemeriksaan antibakteri dari mixed periodontopathogen dengan metode difusi dalam Mueller Hinton (MH) agar. Ekstrak dibuat dengan metode perkolasi 83% etanol. Pengukuran zona hambatan menggunakan kaliper digital (mm). Semua data dianalisis dengan Kruskall-wali dan Mann Whitney-U. Hasil: ada perbedaan yang signifikan (p=0, p<0,05) antara ekstrak akar, battang, dan daun Rhizophora mucronata dengan kontrol positif pada semua konsentrasi. Ekstrak akar (p=0.317 dan 0,85), ekstrak batang (p=0.536 dan 0.127) dan ekstrak daun (p=0.536 dan 0.127) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif, kecuali ekstrak batang Rhizophora mucronata signifikan berbeda dengan kontrol negatif pada konsentrasi 25% (0,019) dan 50% (0,019). Simpulan: Ekstrak batang menunjukkan zona hambat terhadap bakteri mixed periodontopathogen pada konsentrasi 25% dan 50%. Akar dan daun ekstrak menunjukkan tidak memiliki hambatan terhadap bakteri. Kata kunci: Mixed periodontopatogen, mangrove, Rhizophora mucronata, antibakteri Korespondensi: Dwi Andriani, BagianBiologi Oral, FakultasKedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150,Surabaya, Telepon031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
keradangan, kehilangan tulang, kegoyangan gigi hingga terjadinya kehilangan gigi.4,5 Faktor etiologi utama pada penyakit periodontal adalah bakteri yang berakumulasi pada dental plak (biofilm) dipermukaan gigi dan poket gingiva (plaksubgingiva).6 Spesies sub gingival tertentu kebanyakan terdiri daribakteriGram-negatifyang dihubungkan dengan etiologi penyakit periodontal destruktif seperti:Actinobacillusactinomycetemco mitan, Porphyromonas gingivalis (P. gingivalis), Provotella Intermedia,dan beberapa spesies bakteroid lainnya.7 Selain perawatan scaling and root planningterkadang dibutuhkan antibiotik sebagai terapi tambahan untuk menurunkan jumlah bakteri
PENDAHULUAN Penyakit periodontal merupakan kelainan dalam rongga mulut yang memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat hampir diseluruh dunia. Di Inggris, 54% orang dewasa memiliki poket periodontal 4 mm atau lebih.1Levineet al. menemukan 25,9% dari subyek yang diteliti menderita periodontitis kronis dan agresif.2Di Indonesia, prevalensi penyakit periodontal pada semua kelompok umur adalah 96,58%.3Penyakit periodontal merupakan suatu peradangan dan juga perubahan resesif pada gingiva dan jaringan periodontal disebabkan oleh mikroorganisme spesifik dengan berbagai manifestasi klinis, dimulai dari perdarahan, 61
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
penyebab periodontal.8Meskipun memiliki efek inhibitor kuat, diketahui penggunaan antibiotik telah menimbulkan fenomena baru dengan munculnya resistensi, reaksi alergi dan reaksi toksik.9 Berkaitan dengan kondisi tersebut, diperlukan antimikroba alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan aktifitas bakteri. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai obatalternatif semakinberkembangpenggunaannyaka renasifatnya yang alami dan relativeaman, tumbuhan mangrove Rhizophora mucronatasalah satunya. Tumbuhan ini diketahui sebagai tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati angina, desentri, hematuria, dan lain-lain. Kandungan kimia aktif tumbuhan ini antara lain taninmemiliki mekanisme menghambat enzim ekstraseluler mikroba, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada bakteri tersebut sedangkan kandungan lainnya seperti Alkaloid, Flavanoid, Terpenoid, dan Saponin juga memiliki kemampuan anti bakteri dengan merusak membran bakteri.10,11,12 Ekstrak daun Rhizophora mucronata memiliki efek antibakteri pada spektrum yang luas.13 Kulit batang, daun, dan bunga Rhizophora mucronata telah diteliti memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri gram positif maupun gram 12 negatif. Dibidang kedokteran gigi, Ekstrak batang bakau besar Rhizophora mucronata mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen.14 Berdasarkan latar belakang diatas dan adanya potensi antibakteri dari tanaman mangrove, peneliti tertarik untuk membandingkan daya hambat ekstrak daun, kulit batang, dan
akar mangrove dengan spesies Rhizophora mucronata terhadap bakteriMixed periodontopatogen, sehingga dapat dijadikan bahan dasar pengobatan alternatif untuk penyakit periodontal. BAHAN DAN METODE Penelitian ini termasuk jenis penelitian laboratorium (Experimental Research) atau penelitian experimental, dengan menggunakan rancangan penelitian post test only control group design.Kelompok dibagi 3 yairu kelompok kontrol positif (K1), Kelompok kontrol negatif (K2), dan kelompok perlakuan (K3). Kelompok perlakuan terdiri dari enam kelompok yang diberi konsentrasi ekstrak dari akar, batang dan daun Rhizophora mucronata berbeda tiap kelompoknya yaitu, 1,56%; 3,125%; 6,25%; 12,5%; 25%; 50%. Pada kelompok kontrol negatif dengan DMSO1%, sedangkan kelompok kontrol positif diberi tetrasiklin disc. Metode ekstraktumbuhanbakaubesar(Rhizopho ramucronata)adalahekstrak etanol 83% dari daun, batang dan akar tumbuhan Rhizophoramucronata masing-masing 10gram dengan menggunakan metode Perkolasi.Ektrak Rhizophora mucronata dilarutkan dengan larutan DMSO1% diencerkan sesuai dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, dan 1,56%.Proses pencampuran dengan menggunakan vortex dan disaring dengan microporus membrane Φ 0,02 µm.Metode pemeriksaan antibakteri terhadap Mixed periodontopatogen dengan cara difusi pada media Mueller Hinton (MH). Sebelum melakukan
62
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Gambar 1. Grafik rerata daya hambat tumbuhan R.Mucronata
inokulasi, bakteri disetarakan dengan larutan McFarland 0,5. Kertas saring yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam ekstrak R. mucronata selama 10 detik kemudian diletakkan pada media agar kelompok perlakuan. Untuk kelompok kontrol negatif, kertas saring dicelupkan pada DMSO1% selama 10 detik, sedangkan untuk kontrol positif, tetradisc langsung diletakkan pada media. Media agardiinkubator selama 2x24 jam dengan suhu 370C dalam suasana anaerob. Pengukuran zona hambat ekstrak Rhizophora mucronata yang berupa area jernih di sekitar kertas saring dengan menggunakan digital calipers (dalam satuan mm). Semua data hasil penelitian dilakukan tabulasi, uji tatistik deskriptif dan analisis statistik dengan menggunakan SPSS 17.0.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode difusi diketahui daya hambat tertinggi pada kontrol (+) yaitu diatas 20mm. Sedangkan daya hambat ekstrak tumbuhan mangrove, terbesar pada ekstrak batang konsentrasi 50% (Gambar 1). Terdapat perbedaan signifikan pada kelompok kontrol positif dan tiap kelompok. Hasil ini diperoleh dari uji Mann Withney-U dengan signifikansi p<0,05, bahwa daya hambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen oleh ekstrak tumbuhanRhizophora mucronata jauh lebih rendah dibandingkan dengan tetradisc (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa tetrasiklin lebih baik dibandingan dengan ekstrak tumbuhanRhizophora mucronata
HASIL Setelah dilakukan rangkaian penelitian daya hambat ekstrak Akar, Kulit Batang dan Daun Rhizophora mucronatadengan beberapa konsentrasi terhadap pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, didapatkan data hasil pengamatan berupa rata-rata zona hambat pertumbuhan adalah sebagai berikut:
Gambar 2.Grafik signifikansi Mann Withney-U tumbuhan Mangrove R.Mucronata
Hasil uji Mann Withney-U juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan masing-masing kelompok perlakuan dengan ekstrak Rhizophora mucronata terhadap kelompok DMSO1% sebagai kontrol negatif, kecuali pada kelompok kulit batang dengan konsentrasi 25% dan
63
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
50% (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa bagian kulit batang adalah yang terbaik dalam menghambat bakteri Mixed periodontopatogen. Pada konsentrasi 25% diameter zona antibakteri adalah 7 mm dan pada konsentrasi 50% diameter zona 8,6 mm, dibandingkan dengan kontrol negatif (6mm) memang terdapat perbedaan diameter zona hambatnya.
dapat menyebabkan reaksi alergi, resistensi, dan mungkin keracunan sehingga cukup berbahaya.9Selain itu tetrasiklin memiliki efek samping pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya disgenesis berupa perubahan warna intrinsik gigi permanen yang sifatnya menetap.17 Maka pemilihan ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata sebagai antibakteri alam alternatif dalam menangani penyakit periodontal merupakan pilihan yang dapat diaplikasikan. Menggunakan tiga bagian dari bakau besar (Rhizophora mucronata) yaitu akar, kulit batang dan daundiharapkan mencari bagian terbaik dan termudah dalam mendapatkan bahan, mengingat bakau merupakan tanaman yang dilindungi. Pembuatan ekstrak Rhizophora mucronata dilakukan dengan menggunakan metode perkolasi dan menggunakan etanol p.a (83%) sebagai pelarutnya. Metode ini digunakan mengingat lebih sederhana dan tidak memerlukan energi untuk pemanasan.12Pada konsentrasi 25% diameter zona antibakteri adalah 7 mm dan pada konsentrasi 50% diameter zona 8,6 mm, dibandingkan dengan kontrol negatif (6mm) memang terdapat perbedaan diameter zona hambatnya. Hasil uji Mann Withney-U juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan masing-masing kelompok perlakuan dengan ekstrak Rhizophora mucronata terhadap kelompok DMSO1% sebagai kontrol negatif, kecuali pada kelompok kulit batang dengan konsentrasi 25% dan 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit batang memiliki daya hambat walaupun kecil dibandingkan dengan kontrol maupun dengan
PEMBAHASAN BakteriMixed periodontopatogenmerupakan etiologi utama pada penyakit periodontalterutama periodontitis maka terapi dengan pemberian antibakteri merupakan upaya untuk mengatasi faktor penyebab utama. Salah satu antibakteri atau antibiotik yang sering digunakan adalah tetrasiklin dan derivatnya. Tetrasiklin terbukti memiliki efek antimikroba yang tinggi (26-28mm) sesuai dengan The Classification of Growth Inhibition Responseoleh Greenwood.15 Hal ini disebabkan karena tetrasiklin bekerja dengan cara mengikatkan dirinya pada subunit 30S dari ribosom bakteri, sehingga dapat menghambat sintesis protein dengan menghalangi pelekatan tRNA-aminoasil yang bermuatan. Adanya gangguan sintesis protein pada bakteri berakibat sangat fatal yaitu terhambatnya atau terhentinya sintesis protein dan dapat mengakibatkan kematian sel 16 bakteri. Namun setelah diketahui bahwa tetrasiklin sebagai antibiotik non alamiah memiliki beberapa kekurangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan pakai dapat menyebabkan residu dalam jaringan organ yang
64
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ekstrak dari akar dan daun. Menurut The Classification of Growth Inhibition Response oleh Greenwood,15 zona hambat dibawah 10 mm dikatakan tidak memiliki daya hambat sehingga konsentrasi 50% pada ekstrak kulit batang masih belum memenuhi syarat. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Firdianto14 daya hambat yang paling efektif pada konsentrasi 80 mg/ml sebesar 13,55 mg/ml. Dengan konsentrasi diatas 50% ekstrak ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen. Komponen pada ekstrak tumbuhan mangrove ini mungkin saja tidak cukup kuat untuk menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen dan hanya mampu mengambat bakteri tertentu pada konsentrasi yang rendah. Beberapa bakteri dengan metode ekstrak yang berbeda dapat dihambat oleh ekstrak batang rhizophora jenis ini. Pimpliskar et al. dalam penelitiannya menyimpulkan ekstrak batang Rhizophora mucronata menghambat S.aureus, E.coli, dan S.typhi dengan konsentrasi 0,5 mg/mL dengan metode pengekstrak water dan acetone, dan 1 mg/mL pada pneumatophore dari ekstrak metanol dan etanol.19,20Hal ini menunjukkan metode ekstrak juga mempengaruhi daya hambat bahan terhadap bakteri. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh perbedaan signifikan pada kelompok kontrol positif dan tiap kelompok. Hasil ini diperoleh dari uji Mann Withney-U dengan signifikansi p<0,05 didapatkan bahwa daya hambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen oleh ekstrak tumbuhan Rhizophora mucronata jauh lebih rendah dibandingkan dengan tetradisc. Terdapat beberapa
alasan yang menyebabkan hal ini dapat terjadi. Pertama, Bakteri Mixed periodontopatogen didominasi oleh bakteri gram negatif, sedangkan menurut Iskandaret al.,18 menyatakan bahwa kandungan protein porin pada membran terluar dinding sel bakteri gram negatif bersifat hidrofilik. Kemungkinan porin yang terkandung pada membran terluar tersebut menyebabkan molekul-molekul komponen ekstrak lebih sukar masuk ke dalam sel bakteri. Selain itu, 20 % membran luar bakteri mengandung lipid sehingga senyawa metabolit sekunder ini sulit masuk ke dalam membran luar dinding sel, dimana lipid ini berfungsi mencegah masuknya bahan kimia dari luar. Kedua, ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kasar, dimana ekstrak tersebut memiliki kandungan senyawa polar dan non polar yang bersatu sehingga daya kerja senyawa bioaktifnya kurang optimal.16 SIMPULAN Ekstrak kulit batang menunjukkan adanya zona inhibisi pada konsentrasi 25% dan 50%, sedangkan ekstrak akar dan daun tidak menunjukkan zona inhibisi terhadap bakteri Mixed periodontopatogen. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
65
Daly B., Watt R. G., Batchelo P.,et al. 2003. Trends in Oral Health. Essential Dental Public Health. New York: Oxford University Press.P. 264-1. Levine L, V Baev, R Lev, A Stabholz and Ashkenazi. 2006. Aggressive Periodontitis Among Young Israeli Army Personel. J Periodontol, 77: 1392-6. Tampubolon, Nurmala Situmorang. 2010. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas Hidup.H.
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
32-1. Available fromhttp://repository.usu.ac.id/handle/1234 56789/20526. Diakses 29 Januari 2014. 4. Hatta M. 2011. Penyakit Periodontal dan Hubungannya dengan Atherosklerosis. Skripsi, Universitas Hasanudin Makasar.H. 10-1. 5. Kamma JJ, Slots J. 2003. Herpesviralbacterial infection in aggresive periodontitis. J.Clin. Periodontal, 30: 426420. 6. Yoshino T. 2007. Genotypic and Phenotypic Characterization OfPorphyromonas gingivalis In Relation To Virulence. Thesis, Sweden: Goteborg University. P. 20-6. 7. Rieuwpassa I.E dan Hatta M.2009. Deteksi Mutasi Gen Gyrase A Porphyromonas gingivalis Resisten terhadap Ciprofloxacin berdasarkan teknik Polymerase Chain Reaction. Jurnal Kedokteran YARSI, 17(1): 20-11. 8. Tanjung A. 2001. Pemberian Minosiklin pada Perawatan Periodontal. Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. H. 10-1. Available fromhttp://respiratory.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/8128/950600001.pdf. Diakses 12 Juni 2013. 9. Newman MG, Takei HH, Klokkevoid PR, Carranza FA. 2006. Clinical Periodontology, 10th edition, St Louis: Saunders. p. 245-241. 10. Kariem, Ichwan Doel. 2002. Distribusi Kandungan Zat Ekstraktif Tanin Terkondensasi Pada Tegakan Rhizophora mucronata Pada Ekosistem Tambak Tumpangsari di Blanakan Purwakarta. Skripsi, Fakultas Kehutanan Institut pertanian Bogor. H. 10-1. 11. Hidayaningtyas P. 2008. PerbandinganEfekAntibakteri Air SeduhanDaunSirih (Piper betle,Linn) TerhadapStreptococcus mutansPadaWaktuKontakdanKonsentrasi yang Berbeda. Skripsi,UniversitasDiponegoro, Semarang.H. 1. 12. Ravikumar S, Gnanadesigan M, Suganthi P, Ramalakshmi A. 2010.Antibacterial Potential of Chosen Mangrove Plants
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
66
Against Isolated Urinary Tract Infectious Bacterial Pathogens. International Journal of Medicine and Medical Sciences, 2(3): 99-94. Available fromhttp:www.academicjournal.org/ijmms Diakses9 Januari 2013. Joel EL, Bhimba V. 2010. Isolation and characterization of secondary metabolites from the mangrove plant Rhizophora mucronata. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine. P. 602-4. Firdianto G. 2013. Daya Hambat Kulit Batang Spesies Mangrove Rhizophora mucronata Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mixed periodontopatogen. Karya TulisAkhir, Surabaya:FakultasKedokteran Gigi Universitas Hang Tuah.H. 10-1. Greenwood. 1995. Antibiotics, Susceptibility (Sensitivity) Test, Antimicrobial And Chemoterapy. USA: Mc. Graw Hill Company.P. 175. Rinawati DN. 2008.Daya HambatTumbuhanMajapahit(Crescentiacuj ute,L.) TerhadapBakteriVibrio alginolycticus. Skripsi,InstitutTeknologiSepuluh NovemberSurabaya, JawaTimur. H. 10-1. Aprilisa. 2007. Pengaruh Tetrasiklin Terhadap Perubahan Warna Gigi Anak. Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Unversitas Sumatera Utara, Medan. H. 101. Iskandar, Y., D. Rusmiati, dan R.R. Dewi. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Bacillus cereus. Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang. H. 9-1. Plimpiskar MR, Jadhav RN, Jadhav BL. 2012. Evaluation of Antimicrobial principles of Rhizophora species along Mumbai Coast. Journal of Advanced Scientific Research, 3(3): 33-30. Plimpiskar M, Shinde P, Savakare V, JadhavV, Jadhav BL.2012. Comparative Performance of Antimicrobial Principles of Mangroves Rhizopora Species Along Mumbai Coast. Indo-Global Research Journal of Pharmaceutical Sciences, 2(4):429-426.
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN PENELITIAN
Sitotoksisitas Ekstrak Daun Avicennia marina Terhadap Sel Fibroblas (Cytotoxicity of Avicennia marina Leaf Extract Against Fibroblast Cells) Cynthia Kartika Gunawan, Dian Mulawarmanti*, Fanny M. Laihad** *Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah **Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
ABSTRACT Background:Extract of Avicennia marina leaf has antibacterial, antifungal, and antivirus activity. Although previous research showed that this extract has cytotoxic activity on Hep G2 cancer cell, the cytotoxic activity on normal cells is still unknown. The initial cyotoxicity test in this study was conducted using cell culture method. Purpose: The aim of this study is to determine the cytotoxicity of Avicennia marina’s leaf ethanolic extract on fibroblast cells. Materials and Methods: The experiment was conducted using post test only control group design. BHK-21 fibroblast cell culture on 96 well microplate were divided into cell control group (n=6), media control group (n=6), and test groups (n=6). The test groups were given various dosage ofextract (in µg/ml), they were: 125; 50; 25; 12,5; 6,25; 3,125; 1,5625; dan 0,7813. The cell cultures were incubated for 24 hours before and after treatment using Avicennia marina leaf extract. After dripping MTT into the microplates, OD were read using ELISA reader and the viability were counted. The data of the viability calculation was statistically analyzed using One way ANOVA and LSD test. Result:Data showed increasingcell viability percentage on every test group (p<0,05). Highest cell viability were observed on 125 µg/ml test group (123,665±7.912%) while the lowest percentage were observed on 0,7813 µg/ml test group (139,087±8.139%). Conclusion: In this experiment, the ethanol leaf extract of Avicennia marina proved to be nontoxic, it even caused prolifesration of fibroblast cell.Proliferative effect is most effective at a dose of 125 μg/ml. Keywords: Avicennia marina, fibroblast, cytotoxicity, cell culture Correspondence:Dian Mulawarmanti, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, 0811376435, Email:
[email protected]
67
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar Belakang: Ekstrak daun Avicennia marina terbukti memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus. Walaupun suatu penelitian menyebutkan bahwa ekstrak daun Avicennia marina bersifat toksik terhadap sel kanker Hep G2, tetapi aktivitas sitotoksiknya terhadap sel normal masih belum diketahui. Pengujian sitotoksisitas tingkat awal pada penelitian ini menggunakan metode kultur sel. Tujuan: Untuk membuktikan sitotoksisitas ekstrak etanol daun Avicennia marina terhadap sel fibroblas.Bahan dan metode: Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan post test only control group design. Kultur sel fibroblas BHK-21 dalam 96 sumuran dibagi menjadi kelompok kontrol sel (n=6), kontrol media (n=6), dan perlakuan (n=6). Kelompok perlakuan diberi berbagai dosis ekstrak etanol daun Avicennia marina (dalam µg./ml): 125; 50; 25; 12,5; 6,25; 3,125; 1,5625; dan 0,7813. Kultur sel tersebut diinkubasi 24 jam sebelum dan sesudah perlakuan. Setelah diberi MTT, OD dibaca dengan ELISA reader dan dihitung persentase viabilitasnya. Data viabilitas sel tersebut dianalisa dengan uji statistik One way ANOVA dan LSD.Hasil: Data menunjukkan bahwa viabilitas sel meningkat pada semua kelompok perlakuan. Viabilitas tertinggi terjadi pada kelompok perlakuan dengan dosis125 µg/ml (123,665±7.912%), sedangkan viabilitas terendah terjadi pada dosis 0,7813 µg/ml (139,087±8.139%). Simpulan: Ekstrak etanol daun Avicennia marina terbukti tidak bersifat toksik dan justru meningkatkan proliferasi sel fibroblas. Efek proliferatif tersebut paling efektif pada dosis 125 μg/ml. Kata kunci:Avicennia marina, fibroblas, sitotoksisitas, kultur sel. Correspondence: Dian Mulawarmanti, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Sukolilo, Surabaya, Phone 0811376435, 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
mangrove yang banyak dijumpai di Surabaya.3Mangrove jenis ini memiliki kemampuan untuk tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat yang salinitasnya ekstrem. Selain itu, tanaman ini dapat tumbuh dan beregenerasi dengan cepat.4 Avicennia marina dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, baik daun, kulit batang, buah, dan akarnya dapat digunakan sebagai obat-obatan.5,6 Daun Avicennia marina digunakan dalam dunia pengobatan tradisional untuk terapi rematik, cacar, dan ulser.7 Daun tanaman ini memiliki banyak potensi.Salah satunya adalah aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri seperti: Staphylococcus sp., Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, E. coli, Salmonella sp., dan Proteus sp. pada konsentrasi
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang dengan garis pantai lebih dari 81.000 km, dimana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan laut.1 Didukung dengan garis pantai yang panjang dan daerah pesisir luas, Indonesia memiliki banyak sumber daya hayati. Walaupun demikian,pengembangan potensi sumberdaya hayati kelautan, terutama mangrove di Indonesia masih kurang diperhatikan. Mangrovemerupakansekelompok pohon atau semak-semak yang mampu tumbuh di laut, muara, dan air tawar tertentu yang banyak terdapat di perairan Indonesia.Mangrove menempati tepi intertidal yang dangkal diantara daratan dan laut.2 Avicennia marina adalah salah satu jenis 68
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
100mg/ml.8 Pada daun Avicennia marina juga terdapat aktivitas antifungi terhadap Candida albicans, Aspergillus niger, R.oryzae, dan S.cereviseae pada konsentrasi 1500µg/ml.9Pada suatu penelitian in vitro, ekstrak daun Avicennia marina diketahui memiliki efek antivirus terhadap HSV-1 pada konsentrasi 104 μg/ml dan poliovirus pada konsentrasi 240 μg/ml.10 Di samping itu, daun Avicennia marina juga terbukti bersifat sitotoksik terhadap HepG2 (human hepatocellular carcinoma) IC50 0,0002 µg/ml.11 Namun daun Avicennia marina tidak bersifat sitotoksik terhadap MCF-7 (human breast cancer cell line).12 Analisis fitokimia Avicennia marina menunjukkan bahwa di dalam berbagai jaringan tumbuhan tersebut (daun, kulit batang, getah, akar, kulit buah, dan biji) terdapat alkaloid, saponin, glikosida, tanin, flavonoid, dan triterpenoid.13 Pada penelitian diketahui, Avicennia marina mengandung terpenoid, steroid, derivat naphtalene, flavone, glucoside, dan abietane diterpenoid glucosides.14 Penelitian ini menggunakan daun karena kandungan zat aktif seperti flavonoid, terpenoid, dan saponin lebih banyak ditemukan pada daun dibandingkan bagian-bagian yang lain. Diantara komponen-komponen tersebut, ada beberapa senyawa yang bersifat sitotoksik, antara lain: saponin, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid. Saponin dapat menginduksi apoptosis pada kultur sel fibroblas pulpa.15 Terpenoid terbukti menyebabkan inhibisi proliferasi sel dan pertumbuhan tumor pada berbagai jenis kanker.16 Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan dan sebagai prooksidan, tergantung konsentrasi
flavonoid, tipe sel, dan kondisi kultur.17 Flavonoid diketahui menginhibisi pertumbuhan sel dan menginduksi apoptosis.18Sitotoksisitas alkaloid dapat terjadi karena gangguan pada molekul target yang penting dalam sel, antara lain : DNA, RNA dan beberapa enzim yang berhubungan dengan biosintesis protein, perubahan protein, biomembran, dan protein membran.19 Walaupun terdapat senyawasenyawa yang bersifat sitotoksik, belum tentu ekstrak daun Avicennia marina bersifat toksik sehingga perlu toksisitasnya sebagai whole ekstrak perlu diteliti. Penelitian menggunakan whole ekstrak akan memberikan gambaran mengenai toksisitas ekstrak daun Avicennia marina secara umum. Uji toksisitas bertujuan untuk menentukan adanya sifat berbahaya dari suatu zat.Uji toksisitas dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Metode in vitro yang sering digunakan untuk pengujian efek toksisitas tingkat awal menggunakan kultur sel. Sel yang paling banyak digunakan para peneliti untuk uji toksisitas material di bidang kedokteran gigi adalah sel fibroblas BHK-21. Uji sitotoksisitas dapat dilakukan menggunakan MTTassay.20 Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu bahan kimia, toksin natural, atau sel mediator imun untuk membunuh suatu sel.21 Secara umum, aktivitas sitotoksik dapat diinterpretasikan berdasar nilai LC50. Toksisitas tinggi ditunjukkan dengan nilai LC50 kurang dari 1 μg/ml, nilai LC50 antara 1 μg/ml hingga 10 μg/ml menunjukkan bahwa bahan tersebut bersifat toksik. Nilai LC50 toksisitas sedang adalah 10 μg/ml sampai 30 μg/ml, 30 μg/ml sampai 100 μg/ml untuk toksisitas rendah, dan jika 69
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
nilai LC50 di atas 100 μg/ml, maka bahan tersebut dinyatakam tidak toksik. Ekstrak daun Avicennia marina terbukti memiliki berbagai potensi, baik sebagai bahan pangan maupun obat-obatan.Avicennia marina diketahui memiliki efek sitotoksik terhadap beberapa jenis sel kanker.Namun informasi mengenai toksisitasnya terhadap sel normal masih sangat sedikit dan belum dilakukan penelitian mengenai toksisitasnya terhadap sel normal.Maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan pengaruh whole ekstrak daun Avicennia marina terhadap sitotoksisitas sel fibroblas BHK-21 secara in vitro.
Wonorejo. Daun yang telah dikumpulkan kemudian dianginanginkandi udara terbuka tanpa sinar matahari langsung hingga kering. Kemudian 1 kg daun kering dicuci, diblender agar didapatkan simplisia kering daun Avicennia marina.Ekstrak etanol daun Avicennia marina pada penelitian ini dibuat dengan cara maserasi. Simplisia kering direndam dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 1 jam. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari. Setiap 1x24 jam dilakukan penyaringan dan diambil filtratnya. Filtrat hasil ekstraksi dipekatkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak daun Avicennia marina berupa serbuk.22 Persiapan Sel
BAHAN DAN METODE
Kultur sel induk (seed cells)dicairkan terlebih dahulu, lalu diputar dengan centrifuge 500 rpm selama 5 menit. Supernatan yang ada dibuang sehingga tersisa endapan sel di dasar.Endapan sel tersebut diambil dan disuspensikan dengan 36 ml media RPMI dan 4 ml fetal bovine serum 10%.Endapan sel yang telah disuspensikan ditanam di botol roux steril, lalu diinkubasi 37C, 5% CO2 sampai sel monolayer terbentuk, kurang lebih selama 2 hari. Media dalam botol roux besar yang berisi sel BHK tersebut dibuang dan dicuci dengan PBS 15 ml sebanyak 3-5 kali, lalu diisi dengan versene trypsine sebanyak 1 ml.Sel-sel dalam botol dihomogenisasikan dengan media RPMI sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam microplate 96 well dengan kepadatan 2 x 105 sel/ml. Kepadatan sel dihitung menggunakan hemocytometer. Setelah microplatesterisi, sel diinkubasi selama
Penelitian ini adalah penelitian true eksperimental dengan rancangan post test only control group design.Subjek penelitian dibagi dalam 3 kelompok. Satu kelompok sebagai kelompok kontrol sel, satu kelompok sebagai kelompok kontrol media dan delapan kelompok diberi ekstrak etanol daun Avicennia marina (api-api kelabu) masing-masing dengan konsentrasi 125 μg/ml, 50 μg/ml, 25 μg/ml, 12,5 μg/ml, 6,25 μg/ml, 3,125 μg/ml, 1,5625 μg/ml, dan 0,7813 μg/ml. Sampel penelitian ini adalah kultursel fibroblas BHK-21dengan sebesar 60 sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Ekstraksi Daun Avicennia marina Daun Avicennia marina dikumpulkan dari hutan mangrove di
70
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
24 jam dalam inkubator dengan suhu 37C dan aliran CO2 5%.23, 24
HASIL Data hasil penelitian mengenai sitotoksisitas ekstrak daun Avicennia marina terhadap sel fibroblas adalah sebagai berikut:
Tahap Perlakuan Dalam pengujian digunakan 3 jenis variabel, antara lain: kontrol sel(terdiri dari 100µl sel dan 100µl media), sampel dalam berbagai konsentrasi (100µl ekstrak dan 100µl media), dan kontrol media (200µl media kultur). Sel fibroblas dalam microplate diberi perlakuan dengan ekstrak daun Avicennia marina yang sudah seri dengan dosis 125 μg/ml; 50 μg/ml; 25 μg/ml; 12,5 μg/ml; 6,25 μg/ml; 3,125 μg/ml; 1,5625 μg/ml; 0,7813 μg/ml; 0,3906 μg/ml. Kemudian sel diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator 37C, 5% CO2.23,
Tabel 1.Rata-rata dan standar deviasi viabilitas sel fibroblas (dalam %) Kelompok perlakuan (μg/ml) Kontrol Sel 125 50 25 12,5 6,25 3,125 1,5625 0,7813
Ratarata
Standar deviasi
100 123.665 127.216 131.904 135.674 135.600 133.974 135.118 139.087
0 7.911663 8.833189 11.974094 11.469454 12.932018 9.281611 12.064722 8.139588
24
Pada tabel 1 tampak bahwa kelompok perlakuan memiliki nilai persentase viabilitas sel yang lebih besar dari kelompok kontrol sel, artinya terjadi proliferasi sel pada sel fibroblas BHK-21 setelah diberi perlakuan. Penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 95% (p<0,05), yang diolah dengan program SPSS 16.0
Tahap Pembacaan Hasil Media di dalam microplates dibuang lalu setiap well diberi MTT sebanyak 10µl dan diinkubasi selama 4 jam. Kemudian setiap well diberi 50µl DMSO dan digoyang dengan shaker. Microplates tersebut dimasukkan ke dalam ELISA Reader dengan panjang gelombang 620 nm untuk mengukur absorbansinya. Besar absorbansi tersebut menunjukkan jumlah sel yang hidup dalam kultur media.Hasil bacaan tersebut dikonversikan ke dalam % dengan rumus yang sesuai.23, 24 Rumus viabilitas sel:5
Gambar 1.Grafik rata-rata viabilitas sel fibroblas
Pada gambar 4.1 tampak bahwa viabilitas sel tertinggi adalah kelompok sel dengan pemberianekstrak daun Avicennia marina dengan konsentrasi 0,7813µg/ml. Sedangkan viabilitas sel
Kematiansel = 100% - viabilitas sel
71
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Tabel 3.Hasil uji LSD
terendah terjadi pada kelompok sel yang diberi ekstrak daun Avicennia marina sebanyak 125 µg/ml.
Perlakuan (μg/ml) Kontrol sel
Perlakuan(μg/ml)
Sig
125 50 25 12,5 6,25 3,125 1,5625 0,7813 12,5 6,25 3,125 1,5625 0,7813 0,7813
0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.041* 0.042* 0.078* 0.051* 0.010* 0.043*
Hasil Uji One-way ANOVA Skala data penelitian ini adalah skala data numerik, hasil uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi data normal (p>0,05), dan hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa varians data penelitian ini homogen (p=0,072; p>0,05), sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis parametrik Oneway ANOVA.
125
50
Tabel 2.Hasil uji One-way ANOVA Viabilitas sel
Sig 0.000
PEMBAHASAN Pada uji statistik ANOVA didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa ada perbedaan viabilitas sel yang bermakna antar kelompok perlakuan.
Uji sitotoksisitas in vitro telah menjadi aspek penting dalam pengembangan obat.25 Salah satu uji yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan penggunaan microplates (96 sumuran). Mengingat bahwa data mengenai sitotoksisitas ekstrak etanol daun Avicennia marina masih kurang, maka diperlukan suatu uji pendahuluan mengenai potensi sitotoksisitasnya. Sampel penelitian ini adalah kultur sel fibroblas dari Baby Hamster Kidney (BHK-21). Sel fibroblas digunakan karena fibroblas adalah sel terbanyak pada jaringan ikat (Junqueira, 2007). Sel fibroblas BHK 21 mudah tumbuh, mudah di sub kultur, dan sel fibroblas memiliki kemiripan struktur dengan sel fibroblas manusia yang banyak ditemukan di rongga mulut.26,27 Berdasarkan literatur, ekstrak etanol daun Avicennia marina mengandung saponin, flavonoid, alkaloid, vitamin B, vitamin C, protein, karbohidrat, kalsium, magnesium, besi, kalium, dan natrium.28 Senyawa-senyawa tersebut memiliki berbagai manfaat, tetapi beberapa diantaranya dapat bersifat sitotoksik. Senyawa yang dapat bersifat sitotoksik
Hasil Uji LSD Hasil uji LSD menunjukkan bahwa perbedaan viabilitas sel yang bermakna terjadi antara kontrol sel dengan semua kelompok perlakuan (p=0,000), perlakuan 0,7813 µg/ml dengan perlakuan 50 µg/ml (p=0,043), perlakuan 0,7813 µg/ml dengan perlakuan 125 µg/ml (p=0,010), perlakuan 6,25 µg/ml dengan perlakuan 125 µg/ml (p=0,042), dan perlakuan 12,5 µg/ml dengan 125 µg/ml (p=0,041). Perbedaan viabilitas selmasingmasing kelompok perlakuan dilihat dengan uji LSD (Least Significant Difference) dengan derajat kemaknaan (p<0,05). Berikut hasil uji LSD penelitian ini.
72
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
tersebut antara lain saponin, flavonoid, dan alkaloid. Penelitian ini menunjukkan penambahan jumlah sel rata-rata sebanyak 32,7814%. Viabilitas sel dari kelompok perlakuan 125 µg/ml menuju 0,7813 µg/ml secara umum meningkat, tetapi ada penurunan viabilitas sel pada kelompok perlakuan 6,25 µg/ml dibandingkan kelompok perlakuan 12,5 µg/ml, dari kelompok perlakuan 12,5 µg/ml terhadap 3,125 µg/ml, dan dari kelompok perlakuan 12,5 µg/ml terhadap 1,562 µg/ml. Berdasarkan studi literatur, peningkatan viabilitas sel fibroblas diduga karena kandungan senyawa toksik seperti alkaloid dan saponin dapat diimbangi dengan senyawa-senyawa yang memicu proliferasi sel. Senyawa yang diduga mampu memicu proliferasi sel tersebut antara lain flavonoid, vitamin C, magnesium, kalsium, zat besi. Flavonoid dalam jumlah kecil yang dapat memicu efek antiapoptosis melalui hambatan MAP kinase yang menyebabkan supresi JNK-c-Jun/AP-1 pathway.29 Flavonoid juga bertindak sebagai antioksidan intraseluler yang melindungi sel dari kerusakan akibat ROS.30 Vitamin B12 (cobalamin) pada Avicennia marina terlibat dalam sintesis DNA dengan peranannya sebagai kofaktor metionin sintase, yaitu enzim yang mengkatalisis metionin dari homosistein untuk memulai translasi mRNAsebelum dimulainya tahap replikasi DNA.31,32 Sebagai antioksidan, vitamin C diduga mampu mengurangi ROS intraseluler dan meningkatkan produksi protein yang berperan dalam pertumbuhan sel.33 Vitamin C mampu menginduksi berbagai gen yang berperan dalam fase mitotik siklus sel, termasuk gen yang mengkode segregasi kromosom dan protein-protein yang bekaitan dengan spindel. Hal ini berkaitan dengan kontrol atau eksekusi siklus sel pada fase G2/M yang memicu proliferasi sel.34 Ekstrak daun Avicennia marina memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dan sedikit
protein.Karbohidrat dan protein berperan sebagai nutrisi yang dimetabolisme untuk menghasilkan ATP. ATP akan digunakan untuk proses persiapan sintesis DNA pada fase G1 menuju ke fase S pada siklus sel.35 Kadar magnesium yang tinggi pada media ekstraseluler mampu mempercepat proliferasi sel, terutama sel diploid. Magnesium berperan dalam proses duplikasi DNA sebagai polimerase dan ligaseyang memungkinkan terbentuknya spindel mitotik dan sitokinesis. Magnesium juga mampu memicu aktivasi siklus sel dengan meningkatkan regulasi siklin D1 dan Cdk4 serta menurunkan regulasi p21 dan p27 sehingga sintesis DNA dan protein meningkat.36 Magnesium dapat berfungsi sebagai modulator alosterik beberapa enzim, menstabilkan DNA, memicu replikasi serta transkripsi DNA, mempengaruhi translasi RNA, dan menginduksi penyusunan ribosom.37 Kalsium diperlukan oleh semua sel eukariotik untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, Penurunan kalsium ektraseluler pada sel mamalia mengakibatkan menurunnya proliferasi sel secara bertahap. Kalsium berperanan dalam peralihan sel dari fase G1 menuju fase S.38 Ekstrak daun Avicennia marina mengandung zat besi. Peningkatan besi diikuti dengan peningkatan aktivitas ribonukleutidareductase.39 Ribonukleutida reduktase adalah enzim yang bertanggung jawab dalam mereduksi ribonukleutida, suatu prekursor sintesis maupunperbaikan DNA.40 Meningkatnya aktivitas ribonukleutida reduktase ini akan diikuti dengan meningkatnya proliferasi sel. Penurunan viabilitas yang terjadi pada perlakuan dengan dosis 6,25 µg/ml, 3,125 µg/ml, dan 1,562 µg/ml dapat disebabkan karena pembentukan formazan ungu oleh garam tetrazolium mengacu pada sel yang aktif secara metabolik.42Sel yang hidup dianggap melakukan metabolisme secara aktif mereduksi MTT di dalam sel yang hidup menggunakan dehidrogenase mitokondria dan
73
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
7.
menghasilkan warna keunguan yang merupakan hasil ekuivalen reduksi tersebut.41 Aktivitas metabolik tiap sel berbeda. Terkadang dijumpai sel yang hidup dan menunjukkan aktivitas metabolik tetapi hanya sedikit atau bahkan tidak berproliferasi.42
8.
SIMPULAN 9.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ekstrak etanol daun Avicennia marina tidak bersifat sitotoksik, tetapi bersifat proliferatif terhadap sel fibroblas pada dosis 125 μg/ml, 50 μg/ml, 25 μg/ml, 12,5 μg/ml, 6,25 μg/ml, 3,125 μg/ml, 1,5625 μg/ml, dan 0,7813 μg/ml. Efek proliferatif tersebut paling efektif pada dosis 125 μg/ml.
10.
11.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sutisna S, Suv M. 2006. Kemungkinan Luas Laut Sebagai Bagian dari Luas Wilayah Dalam Perhitungan DAU. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURNATAL).Available from http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal /assets/News/Artikelpdf/LuasLautDlmDAU_APRIL.pdf. Diakses 1 Mei 2012. Stewart M, Fairfull S. 2008. Mangroves. Primefact (746). H. 16-1. Available from http://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/p df_file/0020/236234/mangroves.pdf. Diakses15 April 2012. Adiwijaya H. 2009. Kondisi Mangrove Pantai Timur Surabaya dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Hidup. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol.1 Edisi Khusus. Giesen W, Wulffraat S, Zieren M, Scholten L. 2007. Mangrove Guidebook for Southeast Asia. Thailand: FAO and Wetlands International. P. 78-1. Khafagi I. 2003. Gab-Alla A, Salama W, Fouda M. Biological activities and phytochemical constituents of the gray mangrove Avicennia marina (Forssk.) Vierh. Egyptian Journal of Biology, 5: 6962. Mahera SA, Ahma FU, Saigullah FM, Mohammad FV, Ambreen K. 2011. Steroids and Triterpenoids From Grey Manrove Avicennia marina. Pak. J. Bot.,43(2): 1422-1417.
12.
13.
14.
15.
74
Prabakharan J, Kavitha D. 2012. Ethnomedicinal importance of Mangrove species ofPichavaram. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences,3(2): 614-611. Subashree M, Mala P Umamaheswari M, Jayakumari M, Maheswari K, Sevanthi T, Manikandan T. 2010. Screening of The Antibacterial Properties of Avicennia Marina from Pichavaram Mangrove. International Journal of Current Research, 1: 19-16. Kumar VA, Ammani K, Siddhadrdha B. 2011. In vitro Antimicrobial Activity of Leaf Extracts of Certain Mangrove Plants Collected from Godavari Estuarine of Konaseema Delta, India. Int. J. Med. Arom. Plants, Open Access Science Reasearch Publisher, 1(2): 136-132. Yuliati A. 2005. Viabilitas sel fibroblas BHK-21 pada permukaan resin akrilik rapid heat cured. Maj. Ked.Gigi. (Dent. J.), 38(2): 72-68. Shadariah M, Aziz A, Sifzizul TMT.2011. Cytotoxicity Assay Activity of Methanol Extract of Mangroves Leaves From Peninsular Malaysia. UMTAS. Available from http://www.umt.edu.my/dokumen/UMTAS 2011/LIFE%20SC/Poster_LIFE_SC/LSP10 3%20-%20M.%20Shadariah.pdf. Diakses 15 Maret 2012. Huda ARN, Fuad AFA, Muhammad TST, Ahmad A, Faridah M. 2011. The Cytotoxicity Effect of Mangrove Methanol Extracts on Human Breast Cancer Cell Line (MCF-7). UMTAS 2011. Available from http://www.umt.edu.my/dokumen/UMTAS 2011/LIFE%20SC/Poster_LIFE_SC/LSP10 6%20-%20A.R.%20Nurul%20Huda.pdf. Diakses 15 Maret 2012 Wibowo C, Kusmana C, Suryani A, Hartati Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia spp.) sebagai Bahan Pangan dan Obat.Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2009. Available from http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/45052/Pemanfaatan%20Pohon %20Mangrove.pdf?sequence=1. Diakses 16 Maret 2012. Zhu F, Chen X, Yuan Y, Huang M, Sun H, Xiang W. 2009. The Chemical Investigations of the Mangrove Plant Avicennia marina and its Endophytes. The Open Natural Products Journal, 2: 32-24. Susanto H, Harijadi, Astuti I. 2006. Cellular Apoptosis Susceptibility Expression in Cultured Pulp Fibroblast Cell Induced by
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
ISSN : 1907-5987
Saponins from Plummeria acuminatae Ait.Hong Kong Dental Journal, 3(2): 97-94. Yang H, Dou QP. 2010. Targeting Apoptosis Pathway with Natural Terpenoids: Implications for Treatment of Breast and Prostate Cancer. Curr Drug Targets, Jun;11(6): 744-733. Matsuo N, Sasaki N, Saga K, Kaneko T. 2005. Cytotoxicity of Flavonoids toward Cultured Normal Human Cells. Biol. Pharm. Bull, 28(2): 259-253. Brusselmans K, Vrolix R, Verhoeven G, Swinnen JV. 2005. Induction of cancer cell apoptosis by flavonoids is associated with their ability to inhibit fatty acid synthase activity. J Biol Chem,280(7):5645-5636. Zhao L. 2010. The effect of alkaloid harmine, emetine, and sanguinarine on human cancer cells. Dissertation .Combined Faculties for the Natural Sciences and for Mathematics of the Ruperto-Carola University of Heidelberg, Germany. Available from http://archiv.ub.uniheidelberg.de/volltextserver/volltexte/2010/ 10942/pdf/DissertationLei_Zhao.pdf. Diakses 30 Juni 2012. Yuliati A. 2005. Viabilitas sel fibroblas BHK-21 pada permukaan resin akrilik rapid heat cured. Maj. Ked.Gigi. (Dent. J.), 38(2) April-Juni: 72-68. Rode (Editor). 2008. Apoptosis, Cytotoxicity and Cell Proliferation, 4th ed. Roche Diagnostics GmbH. Wijayanti ED. 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Api-Api (Avicennia marina) Terhadap Resorpsi Embrio, Berat Badan dan Panjang Badan Janin Mencit (Mus musculus).Skripsi, Universitas Airlangga Surabaya. Prabakharan J, Kavitha D. 2012. Ethnomedicinal importance of Mangrove species of Pitchavaram. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences, Vol. 3(2) Apr-Jun. Sholikhah M. 2010. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Sel Fibroblas dengan Esai MTT. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya Niles AL, Moravec RA, Riss TL. 2008. Update on in vitro cytotoxicity assays for drug development. Expert Opin. Drug Discov,3(6): 665-659. Narci A. 2008. Ten’s Cate Oral Histology: Developmental Structure and Function. 7th edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. Nirwana I, Soekarto RH.2005. Sitotoksisitas Resin Akrilik Hybrid Setelah Penambahan Glass Fiber Dengan Metode
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
75
Berbeda. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(2) April–Juni: 59–55. Weyermann J, Lochmann D, Zimmer A. 2005. A Practical Note on The Use of Cytotoxicity Assays. International Journal of Pharmaceutics, 288: 379–366. Ishikawa Y, Kitamura M. 2000. Antiapoptotic effect of quercetin: intervention in the JNK- and ERK-mediated apoptotic pathways. Kidney International,58: 1087– 1078. Tang X, Zhang C, Zeng W, Mi Y, Liu H. 2006. Proliferating effects of the flavonoids daidzein and quercetin on cultured chicken primordial germ cells through antioxidant action. Cell Biology International, 30: 451445. Andres E, Loukili NH, Noel E, Kaltenbach G, Abdelgheni MB, Perrin AE, NobletDick M, Maloisel F, Schlienger J, Blicklé J. 2004. Vitamin B12 (Cobalamin) deficiency in elderly patients. CMAJ,171: 259-251. Shi Y. 2009. Cellular Uptake of Cobalamin in Clinically-Dderived Blood Samples, Normal, and Cancerous Brain Cell. Disertasi. University of Utah, Utah. Shima N, Kimoto W, Yamaguchi M, Yamagami S. 2011. Increased proliferation and replicative lifespan of isolated human corneal endothelial cells with L-Ascorbic acid 2-phosphate. Invest Ophthalmol Vis Sci., 52(12):8711-7/iovs.11-7592. Available from http://www.iovs.org/content/early/2011/10/ 05/iovs.11-7592.full.pdf. Diakses 12 Desember 2012. Duarte TL, Cooke MS, Jones GD. 2008. Gene expression profiling reveals new protective roles for vitamin C in human skin cells. Free Radic Biol Med, 46(1):8778. Mc Kee T, Mc Kee J. 2011. Biochemistry: The Molecular Basis of Life, 5th Ed. Inggris: Oxford University Press. Wolf F, Trapani V, Cittadini A. 2008. Magnesium and the control of cell proliferation: looking for a needle in a haystack. Magnesium Research, 21(2):9183. Maier J, Nasulewicz-Goldeman A, Simonacci M, Boninsegna A, Mazur A, Wolf F. 2007. Insights Into the Mechanisms Involved in Magnesium-Dependent Inhibition of Primary Tumor Growth.NUTRITION AND CANCER, 59 (2): 198-192. Kahl CR, Means AR. 2003.Regulation of Cell Cycle Progression byCalcium/Calmodulin-Dependent
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Pathways. Endocrine Reviews December 1,24(6): 736-719. 39. Wen FQ, Jabbar AA, Chen YX, Kazarian T, Patel DA, Valentino LA. 2002. c-myc proto-oncogene expression in hemophilic synovitis: in vitro studies of the effects of iron and ceramide. Blood August 1, vol 100 no. 3: 916-912. 40. Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L. 2002. Biochemistry. 5th ed. New York: W.H Freeman.
41. American Type Culture Collection (ATCC). 2001. MTT Cell Proliferation Assay.Available from https://www.atcc.org/~/media/PDFs/XTT_ MTT_Technical_Bulletin.ashx. Diakses 1 Juni 2012. 42. Buch K, Peters T, Nawroth T, Sanger M, Schmidberger H, Langguth P. 2012. Determination of cell survival after irradiation via clonogenic assay versus multiple MTT Assay-A comparative study. Radiation Oncology, 7: 1.
76
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN KASUS
Mini Screw sebagai Temporary Anchorage Devices pada Kasus Bimaxillary Dental Protrusion denganFree Enddi Rahang Bawah (Mini Screw as Temporary Anchorage Devices in Bimaxillary Dental Protrusion and Free End Mandibular Posterior Teeth ) Arya Brahmanta Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
ABSTRACT Background: Orthodontic treatment on the bimaxillary dental protrusion is to reduce the proclination of the mandibular and maxillary anterior teeth. Lost of posterior teeth (free end) often occured in adult cases and required additional skeletal anchorage. Purpose: Mini screw implant orthodontic as temporary anchorage devices is indicated to help this movement without worried about loss anchorage. Case: In this case report, a woman, 38 years old presented class I malocclusion with bimaxillary dental protrusion and free end mandibular posterior teeth. Case Management: The patient was treated using standart edgewise orthodontic appliance with mini screw implant as temporary anchorage devices. Conclusion: The result of this treatment indicated that mini screw can be consider an effective therapy choice Keywords: Bimaxillary dental protrusion, free end mandibular teeth, mini screw implant Correspondence:Arya Brahmanta, Department of Orthodonti,Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya,Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
77
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Pendahuluan: Perawatan Ortodonti pada kasus Protrusi bimaksiler adalah dengan cara mengoreksi proklinasi dari gigi geligi anterior rahang atas dan rahang bawah. Pada kasus kehilangan banyak pada gigi posterior (free end) seringkali dijumpai pada penderita dewasa, sehingga dibutuhkan penjangkaran yang kuat (skeletal anchorage). Tujuan: Mini screw implant orthodontic sebagai alat bantu penjangkaran yang bersifat sementara dapat digunakan untuk koreksi kelainan tersebut, tanpa kekhawatiran adanya kehilangan penjangkaran. Kasus:Pada laporan kasus ini, seorang wanita, usia 38 tahun dengan diagnosis Maloklusi kelas I Angle disertai Protrusi bimaksiler dan kehilangan gigi geligi posterior rahang bawah. Tatalaksana kasus: Penderita ini telah dirawat dengan menggunakan peranti cekat ortodonti (standart edgewise) dan mini screw implant sebagai alat penjangkaran tambahan sementara. Simpulan: Hasil dari perawatan ini menunjukkan bahwa miniscrew dapat dijadikan sebagai pilihan terapi yang efektif. Kata kunci:Protrusi bimaksiler, kehilangan gigi geligi posterior rahang bawah, mini screw implant. Korespondensi:Arya Brahmanta, Bagian Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah,ArifRahmanHakim 150,Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
seperti metode insersi yang sederhana, nyaman dan tidak membutuhkan kerjasama pasien, mudah aplikasinya dan merupakan alat penjangkar yang kuat.1,2,3 Secara umum, miniscrew memiliki diameter 1,2-2 mm dengan panjang 6-15 mm. Miniscrew digunakan untuk berbagai tujuan dalam perawatan ortodontik, termasuk diantaranya adalah penutupan ruang, perawatan open bite, up righting gigi posterior,intrusi gigi anterior maupun posterior dan retraksi gigi.4 Bimaxillary dental protrusion mempunyai karakteristik dentoalveolar dari gigi anterior atas dan bawah yang protrusif sehingga menyebabkan profil wajah menjadi cembung.5 Perawatan kasus bimaxillary dental protrusion ditujukan untuk mengurangi kecembungan wajah dan protrusi bibir melalui retraksi gigi anterior yang dilakukan secara en masse untuk menghasilkan perubahan profil wajah.6
PENDAHULUAN Pada perawatan ortodonti, penjangkaran merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan untuk mencapai hasil perawatan yang maksimal. Menurut (Proffit, 2007) penjangkaran didefinisikan sebagai pertahanan terhadap pergerakan gigi yang tidak diinginkan atau sebagai reaksi dari gigi posterior yang diinginkan pada mekanoterapi 1 penutupan ruangan. Penjangkaran sendiri terbagi menjadi penjangakaran maksimum, sedang dan minimal. Untuk mendapatkan penjangkaran maksimum salah satunya dapat diperoleh dengan implant sebagai alat penjangkar sementara (TADs) temporary anchorage devices. Salah satu jenis TADs adalah miniscrew. Miniscrew banyak digunakan dalam perawatan ortodonti karena mempunyai beberapa keuntungan 78
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
Gigi posterior yang hilang (free end) dapat menimbulkan kerugian pada gigi tetangga maupun gigi lawannya seperti terjadi drifting dan over erupsi pada gigi lawan. Pada kondisi intra oral kehilangan banyak gigi diregio posterior maka akan menimbulkan kesulitan saat hendak melakukan retraksi gigi anterior karena diperlukannya penjangkar, untuk itu dalam laporan kasus ini akan menampilkan kasus bimaxillary dental protrusion pada pasien yang kehilangan gigi posteriornya (free end) di rahang bawah dikoreksi dengan bantuan miniscrew implant sebagai alat penjangkar sementara (TADs) temporary anchorage devices.
mm. Hubungan kaninus kanan dan kiri atas terhadap kaninus kanan dan kiri bawah gigitan neutroklusi. Kemungkinan etiologi adanya faktor herediter bimaxillary dental protrusion dan mutilasi gigi regio 36, 37, 38 dan 46, 47, 48.
KASUS Gambar 1. Foto extra oral dan intra oral pasien sebelum perawatan
Penderita wanita, usia 38 tahun datang ingin meratakan gigi atas dan bawahnya yang maju untukmemperbaiki penampilannya. Pasien belum pernah dirawat ortodonti sebelumnya.
Analisis sefalometrik didapatkan profil cembung FH-NP 83º, NAP 7º dengan hubungan maksila dan mandibulaterhadap basis kranium: SNA 78º; SNB 76º ; ANB 2 º;dengan inklinasi RA RB protrusi Igrs NA 35º ; I-grs NB 55º ; Inter Insisal 88º (bimaxillary dental protrusion). Analisis jaringan lunakdengan Rickett’s Lip Analysis:bibir atas dan bibir bawah maju. Analisis foto panoramik terlihat mutilasi pada regio 36, 37,38 dan 46, 47,48.Supra posisi pada regio 16,17 dan 26,27.Sisa akar pada regio 48.Mahkota gigi tiruan tetap pada regio 45.
Diagnosa Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan profil cembung, muka ovoid, kepala brakisefalik dan bibir inkompeten dengan bentuk muka simetris.Pemeriksaan intra oral kebersihan mulut sedang, fase geligi tetap.Mutilasi gigi regio 36,37,38 dan46,47,48. Mahkota porselen pada 35.Pada pemeriksaan fungsional tidak didapatkan kelainan. Analisis model didapatkan diskrepansi rahang atas kurang tempat 7 mm dan rahang bawah kurang tempat 4 mm. Kelainan kelompok gigi terdapat protrusi pada rahang atas dan pada rahang bawah. Tumpang gigit 2 mm dan jarak gigit 4
79
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
sisa akar pada regio 48 dan pencabutan regio 14,24 sebelum dilakukan perawatan ortodonti aktif. Dilakukan tahap leveling dan aligning pada rahang atas dan rahang bawah hingga busur mencapai ukuran 0,016 NiTi. Hal ini kemudian diikuti dengan penempatan 2 buah mini screw implant ortodonti diameter 1,8 mm dan panjang 8 mm, di regio molar pertama rahang bawah sebagai penjangkar kemudian satu minggu kemudian dilakukan retraksi regio anterior dengan elastik chain. Distalisasi pada regio 35, 34,33,43,44,45. Retraksi kaninus atas kanan dan kiri guna mempersiapkan tempat untuk koreksi bimaxillary dental protrusion. Releveling dengan busur ukuran 0,016x0,016 NiTi. Gambar 2. Foto panoramic dan lateral cephalometri pasien.
Rencana perawatan adalah untuk koreksi Bimaxillary dental protrusion dengan pencabutan premolar pertama kanan dan kiri di rahang atas dan dengan menggunakan mini screw implant ortodonti untuk retraksi secara en masse pada gigi anterior rahang bawah. Pada kasus ini tidak diperkenankan adanya kehilangan penjangkaran dan dengan adanyafree end di rahang bawah maka diputuskan menggunakan mini screw implant ortodonti. Pada akhir perawatan akan dilakukan pembuatan gigi tiruan pada regio posterior rahang bawah.
Gambar 3. Pemasangan miniscrew implant pada free end rahang bawah
Kemajuan perawatan Kontrol dilakukan setiap 4 minggu sekali untuk mengganti elastik chain disesuaikan dengan kekuatan yang dibutuhkan dan juga memeriksa keadaan klinis mini screw implant ortodonti (mobilitas). Dalam 18 bulan dicapai hasil retraksi yang dinginkan. Relasi kaninus Kelas I. Retraksi
TATALAKSANA KASUS Perawatan Pertama pasien diinstruksikan untuk menjaga kebersihan mulutnya, pembersihan karang gigi, pencabutan 80
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
anterior pada rahang atas masih dilanjutkan. Protrusi gigi anterior atas dan bawah berkurang. Perubahan pada ekstra oral terlihat baik, kecembungan wajah pasien berkurang dan pasien merasa puas dengan perubahan pada profil wajahnya. Upaya perrbaikan masih terus dilakukan sampai didapatkan hasil dan stabilitas perawatan ortodonti yang maksimal.
palatum, retro molarpad, korteks bukal maksila dan mandibula. Penempatan mini implant perlu mempertimbangkan anatomi jaringan lunak, jarak interradikuler, morfologi sinus, lokasi saraf, dan kedalaman tulang bukolingual. Selain hal tersebut yang perlu dipertimbangkan saat memasang mini implant adalah kualitas tulang yaitu rasio antara korteks dan trabekula tulang. Dimana korteks tulang lebih kuat, tahan terhadap deformitas daripada tulang trabekular, maka makin tebal korteks tulang makin stabil.10 Posisi pemasangan miniscrew harus diperhatikan dengan baik untuk keberhasilannya. Menurut Park et al., posisi pemasangan miniscrew adalah dengan sudut 300-400 terhadap sumbu gigi pada maksila, sedangkan pada mandibula sebaiknya bersudut 100-200 terhadap sumbu gigi. Sudut yang tajam saat insersi dapat menyebabkan iritasi jaringan lunak dan miniscrew dapat meleset dari kontaknya dengan tulang kortikal.9 Pada pengguanaan miniscrew untuk retraksi anterior perlu diperhatikan ketinggianya agar gaya dapat melalui center of resisitance dari gigi anterior sehingga hasil retraksi dapat lebih maksimal.11 Perawatan ortodonti pada kasus Bimaxillary dental protrusion ditujukan untuk mengurangi proklinasi gigi insisif atas dan bawah serta mengurangi proklinasi bibir atas dan bawah. Pada rahang atas dilakukan pencabutan pada regio premolar pertama untuk tempat bagi koreksi prokinasi gigi anterior rahang atas. Pada rahang bawah tidak dilakukan pencabutan gigi dikarenakan telah terdapat banyak ruangan pada regio 36, 37, 38 dan 46, 47, 48 karena mutilasi untuk itu dilakukan pemasangan miniscrew implant
Gambar 4. Kemajuan perawatan, perubahan proklinasi anterior rahang atas dan bawah
PEMBAHASAN Miniimplant ortodonti/miniscrew/platesmerupakan Temporary anchorage device (TADs) yang digunakan untuk menambah penjangkaran pada perawatan ortodonti. Mini implant ortodonti membutuhkan osseointregrasi untuk stabilitas. Salah satu keuntungan dari sistem ini adalah dapat meletakkan penjangkar yang bersifat kuat, stabil, absolut di regio anterior maupun posterior sehingga kekuatan dapat langsung dan terkontrol.7,8 Miniscrew mempunyai diameter antara 1,3-2,0 mmdengan panjang antara 6-15 mm.9 Menurut Miyawaki kestabilan miniscrew sebagai penjangkar di regio posterior dipengaruhi beberapa faktor seperti densitas tulang dan ketebalan tulang kortikal. Tempat insersi Mini implant tergantung indikasi dan faktor biomekaniknya,sering terdapat pada 81
Vol. 8 No. 2 Agustus 2014
ISSN : 1907-5987
micro – implants for intraoral anchorage. J Clin Orthod, 37(6): 321-8. 4. Young CP,Seung YL, Doo HK, Sung HJ. 2003. Intrusion of posterior teeth using mini–screw implants. Am J Orthod Dentofacial Orthop, 123:694- 690. 5. Bills DA, Handelman CS, Be Gole EA. 2005.Bimaxillary dentoalveolar protrusion: Traits and Orthodontics correction. Angle Orthod, 75: 339-333. 6. Leonardi R, Annunziata A, Licciardello V, Barbato E. 2010. Soft tissue Changes following the extraction of premolars in non growing patient with bimaxilarry protrusion. Angle Orthod, 80: 216-211. 7. Nanda R, Kapila S.2010.Current Therapy in Orthodonthic, Mosby Elsevier.P. 10-1. 8. Canaro A, Velo, Leone, Siciliani. 2005. Clinical Applications of the Miniscrew Anchorage System.J Clin Orthod, 1(1): 249. 9. Park HS, Jeong SH, Kwon OW. 2006. Fsctor affecting the clinical succes of screw implants used as orthodontic anchorage. Am J Orthod Dentofacial Orthop, 130:2518. 10. Miyawaki, et al. 2003. Factor associated with the stability of titanium screw placed in the posterior region for orthodontic anchorage. Am J Orthod Dentofacial Orthop, 124: 378-373. 11. Moon CH, Lee DG, Lee HS, Im JS, Baek SH.2008. Factor associated with the succes rate of orthodontic miniscrew placed in the upper and lowwer posterior buccal region. Angle Orthod, 78: 106-01.
ortodonti sebagai (TADs) temporary anchorage devices agar bisa digunakan sebagai penjangkar saat dilakukan koreksi en masse gigi anterior rahang bawah yang mengalami proklinasi. SIMPULAN Pemakaian miniscrew implant ortodonti lebih efisien dan efektif bila dibandingkan dengan alat ortodontik lainnya pada kasus bimaxillary dental protrusion dengan free end dirahang bawah. Miniscrew implant ortodonti sebagai (TADs) temporary anchorage devices dapat dipakai sebagai penjangkar pada gerakan retraksi anterior secara en masse. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
Profft WR. 2007. Contemporary Orthodontic. 3 rd . St. Louis:Mosby, Inc.P.685-677. Park S, Bae M, Kyung M, Sung H.2004. Micro–implant anchorages for treatment of skeletal Class I bialveolar protruison. J Clin Orthod. P.710-703, 74. Kyung HM, Park S, Bae SM, Sung JH, Kim IB.2003.Development of orthodontic
82
Vol 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN KASUS
Oral Candidosis pada Ibu Rumah Tangga (IRT) yang Didiagnosis HIV dan AIDS (Oral Candidosis on a House Wife with HIV and AIDS Diagnosis ) Dwi Setianingtyas*, Nafiah*, Cane L*, Astrid P**,Ramadhan HP*** *Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah dan poli Oral DiagnosisGigi dan Mulut RSAL Dr Ramelan Surabaya. **Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya *** Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya.
ABSTRACT Background: Oral Candidosis is a mucocutaneus desease. It is be attacking for several circumstance, which decreased imun system condition, such as HIV and AIDS infection. Purpose: The aim of this case is to manage of Oral Candidosis with HIV and AIDS infection. Case: This paper reported the management of Oral Candidosis on a house wife 53 years old with HIV infection. Case management: The therapy drugs had been given were, topical antimicotic, systemic antimicotic, multivitamin, mouth wash, borax glyserin, and milk peptisol contain ismacronutrient and micronutrient. Beside drugs the above suggestion for good oral hygiene. Conclusion: The management of oral candidosis must to be joint good oral health and good nutrition.. Keywords:Oral Candidosis, management, house wife, HIV infection Correspondence:Dwi Setianingtyas, Department of Oral Pathology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University,Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
83
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Oral Candidosis adalah penyakit mukokutan. Menyerang pada beberapa keadaan yang menurunkan sistem imun, seperti infeksi HIV dan AIDS. Tujuan: Mengetahui tatalaksana kasus dari penderita oral candidosis dengan infeksi HIV dan AIDS. Kasus: Tulisan ini melaporkan tatalaksana kasus oral candidosis pada ibu rumah tangga, usia 53 tahun. Tatalaksana kasus: Diberikan obat-obatan berupa anti jamur topikal, antijamur sistemik, multivitamin, obat kumur, borax glyserin, dan susu peptisol yang berisi mikronutrient dan makronutrient. Disamping obat-obatan juga diedukasi untuk peningkatan oral hygiene. Simpulan: Tatalaksana kasus dari oral candidosis harus ada perpaduan pada kesehatan mulut dan nutrisi yang bagus Kata kunci: Oral Candidosis, tatalaksana, ibu rumah tangga, infeksi HIV Korespondensi:Dwi Setianingtyas, Bagian Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email:
[email protected]
seks (IMS) karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seks (95 %).4 Dari Keterangan diatas pada transmisi yang secara transeksual bisa terjadi pada suami yang karena pekerjaannya tinggal berjauhan dan dalam waktu lama dengan istri, sehingga memungkinkan suami harus berhubungan dengan PSK (Perempuan Pekerja Sosial). Pada hubungan dengan PSK yang tanpa pengaman, akan mengakibatkan tertularnya Penyakit Menular Seksual, disini adalah HIV dan AIDS. Selanjutnya bila suami sudah pulang, pasti si suami akan berhubungan suami istri juga tanpa pengaman. Sehingga kemungkinan besar istri yang pekerjaannya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) ikut terjangkit penyakit infeksi HIV dan AIDS.2.5 Dari tulisan artikel di Jawa Pos (30 November 2011) yang mendapat sumber dari Dinas Kesehatan Jawa Timur (Jatim), bahwa profesi IRT rawan kena HIV dan AIDS.Bahkan jumlahnya dua kali lebih banyak daripada profesi PSK.Kasus HIV dan AIDS di Jatim berdasar pekerjaan
PENDAHULUAN Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa kasus HIV dan AIDS (Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immuno Deficiency Syndrome) di Indonesia akan terus bertambah banyak, Oleh karena itu petugas kesehatan utamanya para dokter dituntut untuk lebih waspada terhadap berbagai macam kelainan yang berhubungan dengan infeksi HIV dan AIDS. Beberapa kelainan di Rongga mulut dan kulit bahkan menjadi gejala klinis pertama yang dapat mudah dikenal dan dilihat pada orang dengan infeksi HIV dan AIDS tersebut.1 Transmisi (penularan) HIV dan AIDS masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu: (1) secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV dan AIDS masuk ke anak (selama mengandung, persalinan, dan menyusui); (2) secara transeksual (homoseksual); (3) secara horisontal, yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi.2.3 AIDS dikelompokkan dalam infeksi menular 84
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
hingga September 2011, profesi terbanyak adalah IRT (639 penderita). Terbanyak kedua setelah profesi wiraswasta.6 Tujuan penulisan ini untuk melaporkan tatalaksana kasus Oral Candidosis (OC) pada penderita yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis yang karakteristik dan ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Dengan demikian penting bagi dokter gigi untuk mengetahui secara klinis lesi khas rongga mulut pada penderita HIV dan AIDS.Hal ini perlu agar dapat mendeteksi lebih dini dan memberikan tata laksana secara tepat dan adekuat. Paling penting adalah untuk proteksi diri berupa Universal Precaution (UP) baik bagi kita sebagai operator, perawat gigi juga penderita lain yang selanjutnya akan kita rawat, sehingga terhindar dari transmisi (penularan) secara horizontal.
terdapat bercak keputihan disertai sariawan yang sangat nyeri. Penderita sudah menghabiskan sebanyak 5 botol obat Nystatin Oral suspension (yang 1 botol mendapat resep dokter, yang 4 lagi beli sendiri), dari anamnesis sementara penulis mulai curiga penderita menderita HIV dan AIDS. Penulis kemudian menggali lebih dalam lagi tentang riwayat kesehatan selanjutnya. Suamimeninggal dikarenakan udun dan herpes pada usia yang relatif muda, yaitu 57 tahun. Suami penderita bekerja sebagai pelaut yang dan pulang setiap 6 bulan sekali. Penderita juga bercerita pada kulitnya timbul bercak kehitaman bila mengkomsumsi obat-obatan tertentu. Oleh dokter spesialis penyakit dalam setempat di konsul ke VCT (Voluntary Counselling Testing), tetapi penderita mengaku,bila hasilnya negatif.Penderita juga mengaku sulit makan, bila ingin makan, maka makanan tersebut harus di blenderterlebih dahulu. Riwayat pemeriksaan di poliklinik terkait didapatkan pada tanggal 5 Desember 2011.Internist menemukan lidah putih.Diagnosisnya OC. Mendapat terapi Sohobion dan Interhistin 10 tablet untuk dikomsumsi masing-masing sehari sekali, dan ketokonazol sebanyak 20 tablet diminum sehari 3 kali, tanpa dijelaskan dosisnya. Pada tanggal 6 Desember 2011 hasil konsul dari poli VCT penderita di diagnosis Suspect HIV dan AIDS.Hasil laborotorium patologi klinik didapatkan CD4=84 dan CD3=186. Pada tanggal 19 Desember 2011.Lidah masih sariawan, warna putih, badan lemah, kemarin muntah, dan diare sehari 3 kali.Tensi: 110/90. Di konsul ke poli Gastro Intestinal dengan Diagnosis masih OC. Didapatkan
KASUS Pada tanggal 29 Desember 2011 datang ke salah satu Rumah Sakit di Surabaya,seorang perempuan 53 tahun dengan keluhan gigi kiri atas (64) goyang dan ingin membuat gigi tiruan baru.Sebenarnya penderita sudah pernah mempunyai gigi tiruan, tapi hilang ketlisut bersamaan dengankesibukan ketika suaminya meninggal dunia secara mendadak.Kurang lebih 9 bulan yang lalu (Maret2011). Penderita bercerita sejak suaminya meninggal, Berat Badannya turun sekitar 10 kg karena tidak bisa makan dan dilanda kesedihan bila teringat suami. Penderita sedang dalam perawatan di Dokter spesialis Penyakit Dalam (Internist) karena seluruh mulut 85
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
stomatitis sekitar 3 bulan, mual: positif, muntah: positif dan diare: positif. Terapi Erystatin, prednisone, dan ada beberapa yang tidak terbaca pada rekam medis penderita. Hasil pemeriksaan laboratorium klinik pada tanggal 6 Desember 2011 didapatkan Lekosit: 5800 (Normal 4000-10.000/mm3), Hemoglobin: 10,7 g/dl (Normal 11,5-16 g/dl), dan Trombosit: 315.000(Normal 150.000450.000/ mm3).Pada tanggal 12 Juni 2011 yang lalu juga ada riwayat Gula Darah Puasa 178 mg/dl (Normal 76110 mg/dl). Pada pemeriksaan Intra Oral pada regio palatum molle kanan dan mukosa labial kiri atas menunjukkan adanya bercak keputihan seperti kepala susu, dapat dikerok, meninggalkan daerah kemerahan, multiple, batas jelas, bentuk ireguler, dan nyeri.Selain itu pada mukosa bucal fold regio kiri atas ada ulser, singel,bentuklonjong,diameter 15mm, batas jelas, tepi ada indurasi dan nyeri. Pada pemeriksaan Ekstra oral pada kaki kanan dan kiri terdapat, makula, hiperpigmentasi, multipel, batas jelas, tidak sakit, dan tidak gatal.
jamur banyak dan sudah lama, maka ditambah antimikotik secara sistemik, yaitu Ketokonazol 200 mg sehari 3 kali. Obat yang diminum ditambah vitamin B dan C. Karena penderita kesulitan untuk makan diberikan nutrisi tambahan berupa susupeptisolyang mengandung susu dan suplemen kesehatan serta Obat kumur Chlorhexidin gluconateyang isinya antara lain mengandung antiseptik dan anti mikotik. Gunanya untuk mengurangi terjadinya infeksi sekunder. Juga diberikan Dental Hygiene Education supaya terjadi peningkatan kebersihan rongga mulut. Penderita diminta kontrol 7 hari kemudian untuk melihat perkembangannya. Kunjungan II (5 Januari 2012-hari ke-8) Rekam medis yang datang pada kontrol pertama pada kunjungan ke II ini telah menyatakan bahwa penderita dinyatakan positif menderita HIV dan AIDS dengan hasil CD4 yang makin menurun yaitu 73dan CD3 180.Penderita tidak bisa datang tepat waktukontrol ke dokter gigi dikarenakan setelah terapi harus menjalani pemeriksaan di poli terkait.Hasil anamnesis penderita merasa lebih nyaman, hanya masih kurang nafsu makan nya dan bila makan masih di blender. Penderita ingin benar-benar sembuh agar bisa sehat kembali dan minta diberi obat yang paling bagus.Penderita sudah mengkomsumsi obat sesuai aturan dan obat sudah habis. Pemeriksaan Intra Oralsemua bercak keputihan sudah hilang. Hanya tinggal di palatum molleregio kanan. Ditemukanstomatitis di regio labial
TALAKSANA KASUS. Kunjungan I (29 Desember 2012) Dari anamnesis, pemeriksaan klinis dan melihat data-data yang ada di rekam medik dari poli-poli lain. Diagnosis akhir pada penderita adalah OC yang dicurigai karena infeksi HIV dan AIDS.Selanjutnya penderita mendapat terapi antimikotik topikal berupa Nystatin oral suspension, penggunaannya diteteskan pada daerah yang ada bercak putihnya kemudian dikulum sehari 3 kali.Dikarenakan 86
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
kanan atas. Sedang pemeriksaan extra oral pada kaki masih tetap tidak ada perubahan. Terapi yang diberikan meneruskan nystatin oral suspension, susu peptisol, vitamin B, dan C. Untuk obat kumur dihentikan sementara karena dana yang tidak mencukupi. Untuk lesi ulser diterapi menggunakan Borax Glyserin. Penderita di instruksikan untuk mengerok lidah dengan sikat gigi bayi yang bulu sikatnya halus tanpa menggunakan pasta gigi juga dianjurkan untuk kontrol 7 hari kemudian.
Gambar 3. Pada mukosa labial kiri bercak putih dapat dikerok meninggalkan daerah kemerahan dan nyeri
GAMBAR KUNJUNGAN PERTAMA (29 Desember 2011)
Gambar 4. Pada mukosa bukal fold kiri atas: ulser, single, bentuk lonjong, Ø 15 mm, batas jelas, tepi indurasi dan nyeri
Gambar 1. Pada Lidah tampak bercak putih yang dapat dikerok, meninggalkan daerah kemerahan dan nyeri
Gambar 5.Pada mukosa bukal kiri bawah bercak putih dapat dikerok meninggalkan daerah kemerahan dan nyeri
Gambar 2. Pada Palatum mollekanan bercak putih dapat dikerok meninggalkan daerah kemerahan dan nyeri
Gambar 6. Pada mukosa labial fold kiri atas bercak putih dapat dikerok meninggalkan daerah kemerahan dan nyeri
87
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
jelas, dasar ulser putih kekuningan, tepi indurasi, dan nyeri
Gambar 7. Pada kaki kanan tampak makula, hiperpigmentasi, multipel, bentuk bulat, tidak gatal dan tidak nyeri
Gambar 11.Pada Lidah bercak putih tampak menipis dan sudah tidak sakit
PEMBAHASAN Difinisi AIDS adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan infeksi virus HIV. Virus ini menyerang dan merusak sel-sel limfosit T CD 4+, sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap infeksi.1.2.4.5 Sasaran utama virus HIV adalah subset limfosit yang berasal dari thymus, yaitu sel helper/inducer. Pada permukaan sel ini terdapat molekul glikoprotein disebut CD4, yang diketahui berikatan dengan glikoprotein envelope virus HIV. HIV yang sudah masuk ke dalam sel limfosit CD4 tersebut akan mengadakan multiplikasi dengan cara menumpang dalam proses pertumbuhan sel inangnya. Didalam sel limfosit CD4, HIV mengadakan replikasi dan merusak sel tersebut, dan bila sudah matang virus tersebut baru keluar dan selanjutnya masuk ke dalam sel limfosit CD4 lainnya, berkembang biak dan selanjutnya merusak sel tersebut. Sel limfosit CD4 berperan sebagai pengatur utama respon imun.4 Target utama dari HIV adalah membran CD4.7 CD kepanjangan dari Cluster Designation atau Cluster of Differentiation. CD3 merupakan
Gambar 8. Pada kaki kiri tampak makula, hiperpigmentasi, multipel, bentuk bulat, tidak gatal dan tidak nyeri
GAMBAR KUNJUNGAN KEDUA ( 5 Januari 2012-Hari ke-8)
Gambar 9.Pada mukosa labial kiri atas tidak ada kelainan dan sudah sembuh
Gambar 10. Pada mukosa labial kanan atas: ulser, single, bentuk bulat, Ø 15 mm,batas
88
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
glikoprotein bagian integral dari reseptor sel T (TcR), berperan untuk menimbulkan energi sementara sel T terhadap antigen pada respon imun.8 Kadar CD4 (T4) sekitar 5001000.8 CD normal diatas 600 sel/mm3.7 Sutedjo8 mengatakan bahwa kadar CD4 pada HIV dibawah ini menandakan, bila CD4 500-1000 berarti terjadi sindrom retroviral akut, gejala intermiten, OC dan ulser. Bila CD4 dibawah 500, maka terjadi gangguan AIDS kronis. Limfadenopati, OC, lesi oral, muntah, diare, dan TBC. Pada CD4 dibawah 200 akan terjadi gejala parah AIDS, peningkatan masalah kanker, kelainan paru dan susunan syaraf pusat. Yang terakhir bila CD4 dibawah 200, maka terjadi peningkatan probabilitas infeksi oportunistik dan mortalitas.3.8 Pada kasus ini, pada kunjungan pertama didapatkan CD4 hanya 84, kemudian menurun menjadi 73 pada kunjungan selanjutnya. Maka menurut Putra,9 bila CD4 kurang dari 200 maka sudah dipastikan menderita AIDS. Karena memang diagnosis berdasarkan pada keberadaan anti HIV dalam darah tepi atu pengukuran dari jumlah CD4. Sedangkan menurut ciri-ciri stadium klinis infeksi HIV pada penderita ini diperkirakan memasuki stadium 2, karena pada stadium 2 terjadi penurunan Berat Badan kurang 10% dari Berat Badan penderita, adanya manifestasi mukokutaneus dan infeksi saluran nafas atas rekuren. Dengan performan scale 2: simptomatis dan aktifitas masih normal. 2.4.5 Macam manifestasi lesi Rongga mulut pada penderita HIV dan AIDS adalah Kaposi’s sarcoma, Non-Hodkin Lymphoma, HIV-related periodontitis, Linear gingival erythema (LGE), Necrotizing ulceratif Ginggivitis, Necrotizing ulceratif periodontitis,
Herpetic stomatitis (Herpes labialis), Herpes zoster (shingles), Oral hairy leukoplakia of the tongue (oral viral leukoplakia), condyloma acuminata (Warts),HPV associated with warts, Oral Candidosis(Acut pseudomembaran candidosis/thrush, erythematous candidosis, chronic hyperplastic candidosis), Angular cheilitis, Recurrent Aphthous ulcer, xerostomía, cervical caries occuring in association withxerostomía, necrotizing stomatitis (progresive), depapilated tongue, ulser persisten (non healing ulcers), Submandibular lymphadenopathy dan squamous cell carcinoma, salivary gland enlargement dan palatal petechiae secondary to thrombocytopenia.5.7.10 Menurut Murtiastutik4 bahwa OC merupakan penyakit paling sering ditemukan. Sebab Nasrodin2 berpendapat bahwa OC jarang pada orang muda yang sehat, namun merupakan MARKER untuk infeksi HIV, menunjukkan sistem imun tertekan dan perjalanan menjadi AIDS dapat terjadi. OC harus dimonitor setiap saat, penyebaran ke sistem respirasi atau digestif dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan. Pada penderita dalam kasus ini juga didapatkan pada seluruh tungkai kaki kanan dan kiri ditemukan makula, hiperpigmentasi, batas jelas, multipel, tidak gatal dan tidak nyeri. Sesuai pendapat Murtiastutik4 tentang diantara individu yang terinfeksi HIV beberapa tipe kelainan akan berkembang sekitar 80%. Penyakit kulit umum yang terjadi adalah dermatitis atau erupsi obat. Kemungkinan diagnosisnya adalah suspek erupsi obat morbiliform atau dermatitis1.4 Kelainan kulit muncul hampir secara umum terjadi pada 89
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
perjalanan penyakit HIV sebagai akibat dari defisiensi imun yang timbul atau berhubungan dengan pengobatan yang didapat penderita selama ini. Tata laksana penderita AIDS secara umum adalah istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk penderita HIV dan AIDS, konseling termasuk pendekatan psikologisdan psikososial, membiasakan gaya hidup sehat, seperti rutin senam.2 Pada kasus ini konseling sudah dilakukan di poli VCT Rumah Sakit tempat penderita dirawat. Sebab menurut Putra,9 bahwa diagnosis terinfeksi HIV dan AIDS merupakan suatu kejadian yang mirip dengan bencana besar, karena penyakit infeksi ini mempunyai prognosis kurang baik, sehingga strategi untuk mengurangi tekanan psikologis perlu mendapat perhatian. Ketika lndividu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter psikososial (hidup dalam stress, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, perubahan perilaku). Efek dari infeksi HIV pada individu tersebut mendorong reaksi penolakan hingga syok yang berlangsung berbulanbulan, hingga tahun dan kondisi ini potensial semakin mendorong progresivitas infeksi HIV ke AIDS. Jadi karakter psikososial erat terkait dengan progresivitas infeksi HIV.Penderita umumnya dihadapkan 3 stressor, yaitu stressor biologis, psikologis dan psikososial. Untuk terapi yang telah dilakukan pada tanggal 5 Desember 2011 lalu kurang memberikan respon, kemungkinan karena terapi yang diberikan kurang berfungsi oleh karena hitung sel CD4 yang menurun responnya, sehingga sering tidak memuaskan. Juga kurang melibatkan
peningkatan Oral Hygiene, pemberian obat kumur serta tambahan nutrisi. Penulis sudah melakukan tata laksana sesuai dengan Protap penanganan OC pada penderita HIV dan AIDS RSUD Dr. Soetomo Surabaya11 dengan pemberian Nystatin topikal 4-5 kali sesudah makan. Untuk efektifitas preparat ini tergantung lamanya kontak antara suspensi dan mukosa yang terkena.Harus ditahan didalam mulut beberapa menit sebelum ditelan.Setelah pemberian obat dianjurkan tidak makan atau minum selama 20 menit.Respon terapi terlihat dalam 5 hari pertama.Tambahan berupa ketokonasol sistemik dan obat kumur. Penambahan vitamin disini dikarenakan vitamin C bersama kalsium dan berbagai vitamin, misalnya B6 dan E penting dalam mempertahankan intregitas tulang, gigi, jaringan ikat, serta dinding pembuluh darah. Membantu meningkatkan absorpsi zat besi nonhenil, meningkatkan resistensi terhadap infeksi primer maupun oportunistik dan berperan sebagai anti oksidan yang larut dalam air terbukti menurunkan symptom dan derajat beratnya penyakit infeksi akibat virus.Kebutuhan vitamin C meningkat selama berlangsungnya infeksi.2 Terapi disini juga dikombinasi dengan susu peptisol, sebab dibutuhkan dukungan nutrisi. Pada penderita yang terinfeksi HIV sering mengalami gangguan asupan nutrisi yang menyebabkan menurunnya fungsi biologis tubuh. Nutrisi sangat penting dalam tata laksana penderita HIV dan AIDS, selain mendorong perubahan kea rah perbaikan juga berperan untuk menekan progresivitas AIDS.2 Banyak penderita mendapat keuntungan dengan meningkatkan oral 90
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
hygiene dan seringnya melakukan kebersihan mulut.Perubahan diet seperti mengkomsumsi yogurt acidophilis, Echinacea, dan antioksidan sangat bermanfaat.Pada penderita OC.2 Pada kasus ini penderita diminta menjaga kebersihan mulut. Karena bila tidak akan memperparah kasus OC.
2.
3.
4.
5.
SIMPULAN Bila ada penderita datang dengan kondisi dincurigaiadanya lesi HIV dan AIDS di rongga mulut, maka sebaiknya kita bisa mengarahkan penderita untuk dikonsul ke poli VCT untuk mengetahui jumlah CD4 demi kepentingan penderita sendiri dan kita sebagai tenaga medis agar bisa memberikan tata laksana dengan tepat dan adekuat.
6.
7.
8.
9.
DAFTAR PUSTAKA 1.
10.
Murtiastutik D. 2009.Atlas HIV dan AIDS dengan kelainan kulit. Edisi pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Kampus C Unair.H. 2.
11.
91
Nasrodin. 2007.HIV danAIDS pendekatan biologi molekuler klinis dan sosial. Edisi pertama. Surabaya: Airlangga UniversityPress. Kampus C Unair. H. 17799, 37-27, 15. Little JW, Falace DA, Miller CS and Rhodus NL. 2008.Dental management of the medically compromised patient.Mosby elsevier. P. 280 Murtiastutik D. 2008. Buku ajar Infeksi menular seksual. Cetakan ke 2. Surabaya: Airlangga University press. H. 220-211, 253-8 Setianingtyas D. Deteksi dini melalui oral infeksi HIV dan AIDS serta Universal Precaution. Temu ilmiah Rumkital Dr. Ramelan. Tanggal 16 April 2009.H. 1. Jawa Pos Metropolis. 2011. Ibu rumah tangga rawan kena. Jumlahnya dua kali lebih banyak dari PSK. Surabaya.H. 25. Sonis ST, Fazio Rc and Fang LCT. 2003. Burket’s Oral medicine secrets. Inc Philadelphia: Hainley and Beltus.P.183-7. Sutedjo AY. 2006. Buku saku Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Cetakan pertama. Jogyakarta: Amara books. H. 140-2. Putra ST. 2005. Psikoneuroimunologi Kedokteran. Gramik Fakultas Kedokteran Unair.RSU Dr. Soetomo, Surabaya. H.177, 141-137. Scully C and Cawson RA. 1999. Colour guide. Oral desease. Second edition. Edinburg: Churchill livingstone. P. 159. Barakbah J, Soewandojo E, dan Nasrodin. 2009. Protap HIV danAIDS. RSU Dr. Soetomo Surabaya/Fakultas Kedokteran Unair. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga University Press. H. 307-47.
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN KASUS
Penatalaksanaan Urtikaria Akut Di Rongga Mulut (Management Of Acute Urticaria In Oral Cavity) Herlambang Prehananto*, Dwi Setianingtyas** *PPDGS Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya **Poli Oral Medicine Departemen Gigi dan Mulut Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya
ABSTRACT Background: Acute urticaria is a skin response with clear boundaries , occurs in the superficial epidermis . Acute urticaria suffered by patients who are less than 6 weeks after exposure alergren . Acute urticaria is a reaction caused by systemically circulating antigen , thus causing a good reaction in the mucosa and skin . In lesions that appear on the oral mucosa commonly referred to as allergic stomatitis.Purpose: This case report discusses the management of acute urticaria in the oral cavity with the etiology of inhalant allergens .Case: Male patients aged 43 years suffering from acute urticaria was referred to the Oral Diagnosis poly Naval Hospital dr. Ramelan Surabaya. On clinical examination of the oral cavity obtained on oral mucosal erosions and papules on the dorsal tongue , and teeth are suspected of focal infection. Case Management: Patients referred for release denture and tooth decay to be treated as well as the scaling due to focal infection is suspected.Conclusion:Giving betadine gargle to avoid secondary infections in the oral cavity . Keywords: Allergic stomatitis, urticaria, acute. Correspondence: Herlambang Prehananto, PPDGS Oral Pathology,Faculty of Dentistry, Airlangga University, Prof DR Moestopo No.47, Surabaya, Phone 031-5030255 ext123, 08562508507, Email:
[email protected]
92
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
ABSTRAK Latar belakang: Urtikaria akut adalah respons kulit dengan batas yang jelas, terjadi pada epidermis superfisial. Urtikaria akut diderita oleh pasien yang kurang dari 6 minggu setelah paparan alergren.Urtikaria akut merupakan reaksi yang terjadi akibat antigen yang beredar secara sistemik, sehingga menyebabkan reaksi baik pada mukosa dan kulit.Pada lesi yang muncul di mukosa mulut biasa disebut dengan stomatitis alergika. Tujuan: Laporan kasus ini membahas tentang penatalaksanaan urtikaria akut pada rongga mulut dengan etiologi alergen dari inhalan. Kasus: Pasien laki-laki berusia 43 tahun menderita urtikaria akut dirujuk ke poli Oral Diagnosis Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya. Pada pemeriksaan klinis rongga mulut didapatkan erosi pada mukosa rongga mulut dan papula pada dorsal lidah, serta terdapat gigi yang dicurigai menjadi fokal infeksi. Tata laksana kasus: Pasien dirujuk untuk melepaskan gigi tiruan dan gigi berlubang untuk dilakukan perawatan serta scalling karena di curigai sebagai fokal infeksi. Simpulan: Pemberian betadine kumur untuk menghindari infeksi sekunder di rongga mulut. Kata kunci: Stomatitis alergika, urtikaria, akut. Korespondensi:Herlambang Prehananto, PPDGS Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Prof DR Moestopo No.47, Surabaya, Telepon 031-5030255 ext123, 08562508507, Email:
[email protected]
pembesaran pembuluh darah kapiler disertai peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, sebagian besar cairan plasma melewati endotel dinding pembuluh darah keluar ke jaringan. Hal ini mengakibatkan hipovolaemia yang berarti turunnya tekanan darah secara berlebihan.1,4 Urtikaria akut biasanya menimbulkan rasa gatal yang hebat disertai bercak merah di seluruh tubuh, telapak tangan dan kaki.Timbul rasa panas dan terjadinya ulser pada Rongga Mulut (RM), disertai keluhan pusing, lemah, perasaan tidak enak badan. Bronkospasmus (pengerutan otot bronkus) yang mengakibatkan sesak nafas. Hiperperistaltik yang menyebabkan rasa mual disertai muntah. Kejang otot tubuh karena adanya gangguan pusat syaraf.1 Urtikaria akut dapat menyebabkan munculnya lesi pada permukaan mukosa RM. Reaksi ini dapat terjadi akibat antigen yang beredar secara sistemik, yang
PENDAHULUAN Urtikaria merupakan respons kulit dengan batas yang jelas, terjadi pada epidermis superfisial, berupa urtika, yaitu lesi eritematous dan menonjol (1- 2 mm sampai beberapa cm) yang timbul dan hilang dalam beberapa jam disertai rasa gatal yang hebat. Urtikaria diklasifikasikan menurut lamanya, yaitu urtikaria akut dan urtikaria kronis.1 Urtikaria akut bila bentol kemerahan dengan ukuran yang bervariasi serta gatal, timbul dan tidak lebih dari 6 minggu.2 Sedang urtikaria kronis berlangsung lebih dari atau sama dengan 6 minggu.2,3 Urtikaria akut terjadi pada 1520% populasi di Rumah Sakit Dermatologi di Inggris dan setidaknya pernah sekali mengalami serangan urtikaria akut dalam hidupnya. Diagnosis urtikaria akut dapat ditegakkan berdasar catatan riwayat pasien, anamnesis, dan pemeriksaan klinis. Urtikaria menyebabkan 93
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
menyebabkan reaksi baik pada mukosa dan kulit. Reaksi antigen-antibodi dapat menyebabkan penyakit klinis pada mulut dan wajah. Jenis anafilatik atau jenis segera ditandai dengan edema seperti misalnya urtikaria.3
tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84 kali/menit. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi sebelumnya. Pemeriksaan ekstraoral didapatkan pada seluruh kulit muka dan hampir seluruh tubuh dimulai lengan, kaki, punggung dan dada pasien terdapat papula dan makula, multipel, berwarana merah, berbatas jelas, diameter 2-3 mm, terasa gatal.Pada pemeriksaan kelenjar limfe sub mandibularis, palpasi kanan dan kiri teraba, kenyal, dapat digerakkan, bentuk bulat, ukuran sekitar 1x1x1 cm, dan sakit. Pemeriksaan intraoral pada regio palatum, nampak erosi, bilateral, multipel, warna merah, berbatas jelas, bentuk irreguler, luas sekitar 3 mm, dan terasa sakit. Pada lidah nampak papula, multipel, bilateral, diameter 1 mm, berbatas jelas, berwarna putih. Nampak gigi 21 dan 37 hilang, gigi 22 karies gangren pulpa, dan gigi 36 terdapat tumpatan komposit. Secara umum Oral hygene (OH) pasien jelek karena banyak kalkulus dan stain pada seluruh permukaan gigi, hal ini dikarenakan pasien adalah perokok dan seluruh permukaan mukosa RM terasa parestesi. Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan Sel Darah Putih (SDP) 20,7 (4,0-10,0 10³/μL), granulosit 18,3 (2,0-7,0 10³/μL), limfosit 7,5 (20,0-40,0 %), granulosit 88,3 (50,0-70,0 %), sel darah merah (SDM) 4,92 (3,50-5,5010³/μL), hemoglobin 15,0 (11,0-16,0 g/dL), hematokrit 45,0 (37,0-54,0 %), SGPT 22 (0-45 U/L), SGOT 25 (0-35 U/L), BUN 12,3 (8,0-23,0 mg/dL), kreatinin 1,4 (0,9-1,5 mg/dL), gula darah acak (GDA) 116 mg/dl, laju endap darah (LED) 35 mm/jam.
KASUS Pada tanggal 11 November 2013, pasien laki-laki berusia 43 tahun datang ke bagian Oral Medicine Departemen Gigi dan Mulut Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr Ramelan Surabaya atas konsulan dari poli rawat inap kulit dan kelamin dengan keluhan utama gatal diseluruh kulit. Selain itu Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Sp.KK) juga meminta untuk mencari adanya fokal infeksi pada RM. Pada anamnesis, ternyata awalnya pasien melakukan kegiatan di lapangan yang penuh debu limbah sekitar tempat latihan. Kemudian pasien merasa sesak nafas dan muncul bentol-bentol pada seluruh tubuhnya dan rasa tidak enak pada mukosa RM sejak tanggal 22 Oktober 2013. Karena rasa gatal yang berlebihan dan merasa berat bila bernafas kemudian pasien berobat ke poli Kulit dan Kelamin RSAL dr. Ramelan Surabaya. Dokter memberinya obat eritromycin 500mg diminum 3 kali sehari, loratadin diminum sehari sekali, Methyl prednisolon salep digunakan 3 kali sehari 2 oles, antihistamin 3 kali sehari, cimetidin 3 kali sehari, dan dipenhydramin. Kemudian pasien dikonsulkan ke departemen gigi dan mulut, poli THT dan penyakit dalam untuk dilakukan penelusuran penyakit yang mungkin menyertai. Keadaan umum pasien cukup, Glasgow Coma Scale (GCS) 4 5 6, 94
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
karies pada gigi 22 yang memakai gigi tiruan tetap, karies superfisialis gigi 46 dan gangren pulpa (GP) gigi 36. Pasien dirujuk untuk melepaskan gigi tiruan pada gigi 22, dilakukan penumpatan pada gigi 22 dan 46, dan ekstraksi gigi 36. Pasien diinstruksikan untuk kumur dengan betadine gargle sehari 4 kali tanpa dibilas dan multivitamin diberikan sehari sekali. Pasien disarankan kontrol seminggu setelahnya tetapi pasien melakukan pulang paksa dari rawat inap kemudian susah untuk dihubungi dan tidak ada kunjunganberikutnya.
TATA LAKSANA KASUS Kunjungan I (11 November 2013) Pada kunjungan awal, dari anamnesis dan pemeriksaan klinis kasus ini didiagnosis klinis sebagai stomatitis alergika, dengan diagnosis banding eritema multiformis. Selanjutnya pasien dikonsulkan ke laboratorium Radiologi untuk dilakukan pemeriksaan rontgen foto panoramik untuk mengetahui adanya fokal infeksi. Hasil yang didapat dari pemeriksaan rontgen foto terdapat
Gambar 1. Kunjungan 1 (A) Tampak papula dan makula pada permukaan punggung, (B) kaki, (C) dada, (D) tangan, dan (E) wajah. (F) Terdapat bentukan papula diseluruh permukaan dorsal lidah dan (G) tampak erosi, kemerahan yang berbatas jelas. (H) Gigi karies 21 dan 22 yang dicurigai menjadi fokal infeksi.
Dari data rekam medis pada tanggal 1 Desember 2013 pasien kembali melakukan rawat inap (MRS) lagi di RSAL dr. Ramelan Surabaya dengan keluhan rasa gatal dan kemerahan di kulit seluruh tubuh yang tak kunjung sembuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien cukup, GCS 4 5 6,
tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu badan 36°C. Pada tanggal 1 Desember 2013 dilakukan pemeriksaan penunjang dengan hasil SDP 19, 5 (4,0-10,0 10³/μL), granulosit 16,5 (2,0-7,0 10³/μL), limfosit 8,9 (20,0-40,0 %), granulosit 84,3 (50,0-70,0 %). Sehari kemudian dilakukan lagi pemeriksaan penunjang dengan hasil SDP 20,9 (4,095
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
10,0 10³/μL), granulosit 16,9 ( 2,0-7,0 10³/μL), limfosit 11,8 (20,0-40,0 %), granulosit 80,7 (50,0-70,0 %), dan LED 35 mm/jam, SGPT 52 (0-45 U/L), SGOT 18 (0-35 U/L), GDP 65 (70-105 mg/dL). Sembilan hari kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang lagi dengan hasil SDP 15,4 (4,0-10,0 10³/μL), granulosit 12,3 (2,07,0 10³/μL), limfosit 13,9 (20,0-40,0 %), granulosit 79,9 (50,0-70,0 %). Hasil pemeriksaan penunjang tujuh belas hari setelah perawatan adalah SDP 21,7 (4,0-10,0 10³/μL), granulosit 19,1 (2,0-7,0 10³/μL), limfosit 6,2 (20,0-40,0 %), granulosit 87,7 (50,070,0 %) dan Mean Corpuspular Volume (MCV) 100,9 (80,0-100,0 fL). Tindakan yang dilakukan dengan pemberian delladryl intra muscular (i.m) dan dexametasoneintra vena (i.v). Dokter juga memberikan resep eritromycin 500mg diminum 3 kali sehari, dexametasone diminum sehari 3 kali 2 tablet, loratadine diminum sehari sekali, CTM diminum sehari 3 kali, dan bedak salisil untuk mengurangi rasa gatal di kulit. Setelah dilakukan perawatan selama 17 hari keadaan pasien belum membaik, dengan warna merah ditubuh masih menetap tetapi gatal pada tubuh sudah menghilang.Pasien disarankan untuk tetap melakukan perawatan untuk dilakukan observasi lebih lanjut, tetapi pasien melakukan pulang paksa karena alasan ingin berobat jalan.
perempuan, dengan faktor etiologi yang jelas antara lain yaitu reaksi obat, reaksi terhadap bahan makanan, produk dari pembuluh darah, dan infeksi dari bakteri maupun virus. Namun kadang kala etiologinya idiopatik.3,4 Pada kasus ini seorang pria usia 43 tahun, tidak ada riwayat alergi makanan maupun alergi yang lain, riwayat atopik tidak jumpai, serta keluhan urtikaria kurang dari 6 minggu. Jika urtikaria (bentol kemerahan) dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, gatal, timbul tersebar diseluruh kulit tubuh, tidak ada riwayat atopi dalam keluarga, tidak ada riwayat alergi dan gejala berkepanjangan, dan kurang dari 6 minggu disebut uritkaria akut. Penyakit alergi umumnya terjadi jika sistem imun salah dalam merespons paparan suatu bahan yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak berbahaya, misalnya tepungsari (pollen), rumput atau debu rumah, dengan mengadakan reaksi berlebihan untuk menyingkirkan bahan yang diduga merupakan benda asing. Bahan ini disebut sebagai alergen.3 Pada pasien ini diduga munculnya urtikaria dikarenakan alergen inhalan. Alergen dari inhalan berupa serbuk saribunga (polen), sporajamur, debu, bulubinatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada pasien atopi dan disertai gangguan napas.5 Dikarenakan pasien berada pada tempat dengan paparan udara yang penuh debu dari limbah maka pasien mengeluh sesak nafas dan timbul bentol yang disertai rasa gatal. Pada alergi terhadap debu atau tepungsari (pollen), setiap antibodi tertentu yang bereaksi terhadap satu
PEMBAHASAN Urtikaria dapat timbul tiap hari atau intermiten, lamanya beberapa menit sampai beberapa jam bahkan beberapa hari. Dapat terjadi pada semua umur baik laki-laki maupun 96
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
jenis alergen tertentu saja.Misalnya antibodi tertentu yang bereaksi terhadap tepungsari bunga regweed. Molekul IgE mempunyai sifat khusus, karena IgE merupakan satu-satunya antibodi yang mampu merekat erat pada badan sel mast, yaitu sel jaringan (tissues cells) dan basofil (sel darah).5 Jika seseorang pasien alergi mengalami kontak atau paparan dengan suatu alergen, maka sistem imun tubuhnya akan mengenali antigen tersebut sebagai benda asing dan segera berupaya mengatasinya. Sistem imun tubuh segera membentuk sejumlah besar antibodi yang disebut immunoglobulin E (IgE).5 Jika alergen bertemu IgE yang spesifik terhadapnya, maka akan melekat pada antibodi mirip anak kunci dalam lubang kuncinya. Perlekatan ini akan merangsang sel tempat IgE melekat untuk melepaskan dan membentuk histamin, yang memicu terjadinya proses inflamasi atau keradangan.5 Penatalaksanaan urtikaria akut dengan menghindari NSAID, aspirin, penghambat angiotensin converting enzyme (ACE), alkohol, kelelahan fisik dan stres karena dapat menyebabkan urtikaria non immunologik. NSAID dan aspirin dapat menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat, obat penghambat ACE dapat menyebabkan angioedema, sedang alkohol, kelelahan fisik dan stress dapat merangsang pembuluh darah kapiler menjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas yang berakibat terjadinya transudasi cairan dan pengumpulan cairan setempat sehingga secara klinis tampak edema disertai kemerahan.2 Pemberian terapi medikamentosa bersifat simtomatis.Obat lini pertama
adalah antihistamin generasi II (Nonsedating second-generation) loratadine, cetrizine. Waktu pemberian antihistamin sebaiknya mengikuti ritme diurnal urtikaria. Penambahan antihistamin AH2 (simetidin) pada beberapa kasus memberikan perbaikan. Jika pruritus menonjol pada malam hari bahkan tidak jarang pasien cemas maka dapat ditambahkan antihistamin generasi klasik yang diberikan 1 kali sehari pada malam hari. Apabila semua tahapan terapi yang diberikan tersebut belum memberikan hasil dapat diberikan kortikosteroid, dan pemberiannya tidak lebih dari 3 minggu. Penggunakan eritromycin digunakan untuk menghindari adanya infeksi sekunder.2 Langkah selanjutnya dokter Sp.KK merujuk pasien ke departemen gigi dan mulut, poli THT dan poli penyakit dalam RSAL dr. Ramelan. Hal ini dikarenakan dicurigai adanya fokal infeksi yang bisa menyebabkan terjadinya urtikaria. Populasi mikrobiota di usus manusia bersifat dinamik dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, data mutakhir telah menerangkan hubungan antara flora normal usus manusia dengan alergi.7 Penyebab alergi lainnya dapat bersumber dari bakteri yang ada di RM dan tenggorokan seperti Streptococcus mutans dan Streptococcus aureus.8 Penatalaksanaan pada stomatitis alergika di RM pemberian obat kumur antiseptik diharapkan bisa mengurangi paparan mikroorganisme yang bisa memperparah keadaan RM. Selanjutnya pasien dirujuk ke poli periodonsia untuk dilakukan pembersihan calculus atau scalling dan poli konservasi untuk menumpat gigi yang berlubang. Seharusnya pasien menjalani rujukan tersebut tetapi dari awal pasien 97
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
di rujuk ke departemen gigi dan mulut pasien menunjukan sifat tidak koorperatif. Pasien merasa tidak ada hubungan antara alerginya dengan keadaan RMnya, walaupun sudah dijelaskan secara seksama tetapi pasien masih merasa tidak percaya. Pasien juga sudah dua kali melakukan pulang paksa ketika menjalani rawat inap. Hal ini yang membuat pasien susah untuk menjalani kontrol ke departemen gigi dan mulut.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
4.
1.
2.
3.
Uritkaria akut dapat disebabkan oleh fokal infeksi dari RM. Bakteri pada gigi berlubang dan calculus dapat menyebabkan timbulnya urtikaria akut.Pemeriksaan penunjang dan kerjasama dari pasien sangat membantu dalam terapi kesembuhan urtikaria akut.
5.
6. 7.
8.
98
Manggala, Yudha. 2008Kesesuaian Hasil Identifikasi Alergen Pada Pasien Dengan Riwayat Urtikaria Akut Menggunakan Metode Uji Tusuk (Prick Test) Dan Metode Wawancara (Anamnesis); Universitas Dipenogoro; Semarang. P. 15-10. Suryana, Ketut., Adiguna, Made Suastika. 2006. Seorang Wanita Dengan Uritkaria Kronik Idiopatik. J Peny, 7 (2): 5-2. Wolff, Klause., Goldsmith, Lowella A., Katz, Stephen I., Gilchrest, Barbara A., Paller, Amy S., Leffell, David J. 2003.Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine 7th; Mc Graw-Hill Companies; United State.P. 342-330. Greenberg, M., Glick, M. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis & Treatment 10th; BC Decker Inc; New jersey.P. 216-215. Tjekyan, Suryadi. 2008. Prevalensi Urtikaria di Kota Palembang Tahun 2007; jurnal Berkala IImu Kesehatan Kulit Kelamin, 20(1): 3-1. Soedarto. 2012. Alergi dan Penyakit Sistem Imun; Sagung Seto; Jakarta.P. 17-13. Wikaningrum, R., Rochani, Jekti. T., Djannatun, T., Widiyanti, D., Pane, Abdul. R. 2008.Bacterial Populations in Neonatus Faeces: A Preliminary study. Jurnal Kedokteran Yarsi, 16(2): 89-86. Chisholm, Cary. 2014. Guttate Psoriasis.http://emedicine.medscape.com. Accesed March 15th, 2014; 09:30.
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
LAPORAN KASUS
Systemic Observation-Surgical Periodontic Approach In The Managementof Amlodipine Induced GingivalEnlargement Rahmidian Safitri, Hardini Dyah Astuti, Poernomo Agoes Periodontology Department Airlangga University
ABSTRACT Background: Drug induced gingival enlargement is frequently observed in patients taking three main group of drugs like calcium channel blockers (CCBs), immunosuppressant’s and anticonvulsants. Amlodipine belongs to the dihydropyridine-a third generation calcium channel blockers agents that may cause the side effect of drug-induced gingival enlargement and oral bacteria intervention due to calculus retention. This case report describes the management of gingival enlargement in a hypertensive patient taking amlodipine. Purpose: This case report was aimed to discuss the treatment and maintenance of systemic observationsurgical periodontic approach to restore gingival enlargement. Case: A 47-years old man was referred to the Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Airlangga University complaining of swellings and bleeding on his gingiva in all region. He felt very uncomfortable as the swelling interfered while chewing and sometimes there was bleeding spontaneously and halitosis. He had hypertension since 5 years and was on medications Captopril 12,5 mg daily during 4 years and Amlodipine 5mg daily during last 1 year. A provisional diagnosis and systemic observation-periodontal phases treatment were taken to restore gingival enlargement condition. Case Management: Systemic observation of medication use, periodontal phases treatment such as scaling root planning, periodontal surgery as flap surgery, home oral hygiene maintenance, control recall every month during first 3 months were taken. Conclusion: The successful of combination carefully systemic observationsurgery periodontal approach are promising to maintain Amlodipine induced gingival enlargement. Keywords:Amlodipine, gingival enlargement, systemic observation, surgical periodontic Correspondence:Rahmidian Safitri, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Airlangga University, Prof DR Moestopo No.47, Surabaya, Phone 031-5030255 ext 123, Email:
[email protected]
pharmacologic effect of each of these drugs is different and directed toward various primary target tissues, all of them seem to act similarly on a secondary target tissue, i.e., the gingival connective tissue, causing common clinical and histopathological
INTRODUCTION Drugs associated with gingival enlargement can be broadly divided into three categories: anticonvulsants, calcium channel blockers, and immunosuppressants. Although the 99
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
findings.1 Amlodipine belongs to thedihydropyridine-a third generation calcium channel blockers agents that may cause the side effect of druginduced gingival enlargement and oral bacteria intervention due to calculus retention. CCBs are commonly prescribed and used for the treatment of cardiovascular diseases. Some studies have addressed the risk of gingival hyperplasia during the use of CCBs, it was often based on case reports (Seymour et al.,1994, Bhatia et al., 2007) or on a cross-sectional study (Meisel et al., 2005).2
taken to restore gingival enlargement condition.
Figure 1. Gingival hyperplasia in all teeth region
CASE A 47-years old man was referred to the Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Airlangga University complaining of swellings and bleeding on his gingiva in all region. He felt very uncomfortable as the swelling interfered while chewing and sometimes there was bleeding spontaneously and halitosis. He had hypertension since 5 years and was on medications Captopril 12,5 mg dailyduring 4 years and Amlodipine 5 mg daily during last 1 year. Some months after using Amlodipin, he developed gingival hyperplasia. The clinical appearance of thetissue was exophytic and hyperplastic tissue was red, smooth and shiny in all region, with no pain on touch, and bled easily on probing (Fig.1). Gingival tissue around the crown reached the occlusal tooth surface, with periodontal pockets measuring more than 5 mm, plaque and calculus (Fig. 2). A provisional diagnosis and systemic observationperiodontal phases treatment were
Figure 2.Pocket measurement more than 5 mm CASE MANAGEMENT
The dental treatment included scaling and root planning and instructions on appropriate method for brushing teeth. Refferal to internist was made, due to the possibility of medication changing. The rontgen panoramic result showing severe bone loss in the regio 16,17,18,27,28,31,32,41,42 (Figure3).
100
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
Figure3.Rontgen severe bone loss
panoramic
ISSN : 1907-5987
Follow up was done one to three monthly, once each month. Upon examination at 3 month review, the periodontal pockets were generally reduced. There is no hyperplasia gingival recurrency during examination. Regular oral hygiene reinforcement and scaling was done for him. One year after completion of the surgery, disappearance of hyperplasia gingiva and satisfactory periodontal condition were confirmed (Figure6).
showing
The conventional surgery planning were moved from gingivectomy for reduce gingival pocket into flap surgery added with bone graft (Figure 4 and Figure 5). While the gingival hyperplasia was relieved, but there are severe bone loss in some region. Commercially available chlorhexidine rinse (0.12%) was used to help control plaque accumulation and to reduce the development of gingival inflammation.
Figure 6. Clinical review after one year periodontal treatment
DISCUSSION The pathogenesis of hyperplasia gingiva is uncertain and the treatment is still largely limited to the maintenance of an improved level of oral hygiene and surgical removal of the overgrown tissue. Several factors may influence the relationship between the drugs and gingival tissues, were including age, genetic predisposition, pharmacokinetic variables, and alteration in gingival connective tissue homeostasis, histopathology, ultra-structural factors, inflammatory changes and drug action on growth factors.4Most studies show
Figure 4.Conventional flap surgery added with bone graft
Figure5.Mattress suturing was done
101
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
an association between the oral hygiene status and the severity of druginduced hyperplasia gingiva. This suggests that plaque-induced gingival inflammation may be important risk factor in the development and expression of the gingival changes.5 In this present case the local environmental factors such as poor plaque control and multiple retained roots at the initial presentation may act as risk factors that had contributed to worsen the existing gingival enlargement and therefore complicate the oral hygiene 6 procedures. Physicians should be able to identify changes in oral cavity related to the health of the patients. Thus, there is a need collaboration between general doctors or internist in this case with dental practicioner in the care of drug induced gingival enlargement, to have holistic result both systemic and good clinical outcome.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
REFERENCES 1.
Dongaribagtzoglou A, Cutter C. 2004.
102
The prevalence, risk factors, pathogenesis, and clinical management of drug-associated gingiva enlargement. DrugAssociated Gingival Enlargement. J Periodontol,75: 1431-1424. Kaur G, Verhamme KMC, Dieleman JP, Vanrolleghem A, van Soest EM, Stricker BHCh, Sturkenboom MCJM. 2010. Association between calcium channel blockers and gingival hyperplasia. J Clin Periodontol,37:630-625. Upadhyay Y. 2013. Amlodipine-Induced Gingival Overgrowth: A Case Report. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (JDMS), 3(4):20-17. www.iosrjournals.org.Accessed January2nd, 2014. Seymour, R. A., Ellis, J. S., Thomason, J. M., Monkman, S. Idle, J. R. 1994. Amlodipine induced gingival overgrowth. Journal of Clinical Periodontology,21:283281. Barclay S, Thomason JM, Idle JR and Seymour RA. 1992. The incidence and severityof nifedipineinduced gingival overgrowth. J Clin Periodontol, 19: 314311. Ikawa K, Ikawa M, Shimauchi H, Iwakura M and Sakamoto S. 2002. Treatment of gingival overgrowt induced by manidipine administration: a case report.J Periodontol,72: 122-115. Taib Ha, Ali TBTb,Kamin Sb. 2007. Case Report-Amlodipine-induced gingival overgrowth: a case report.Archivesof Orofacial Sciences,2:64-61.
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
Panduan Penulisan Naskah Denta “Jurnal Kedokteran Gigi” menerima khusus naskah asli yang belum diterbitkan di dalam maupun di luar negeri. 4. Ketentuan Naskah Penulisan 1. Naskah dapat berupa hasil penelitian, konseptual ilmiah atau laporn kasus. 2. Naskah yang dikirim sebnayak 2 (dua) rangkap disertai disket/CD/flash disk. 3. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 4. Naskah diketik dengan program MS Word dengan huruf Times New Roman dengan besar huruf 12 dan spasi 1 serta panjang halaman 7-15 halaman pada kertas HVS ukuran A4, tidak bolak balik dengan batas pinggir 3-4 cm. 5. Naskah serta ilustrasi yang menyertai menjadi milik sah penerbit dan tidak dibenarkan untuk diterbitkan pada publikasi lain selain ijin penerbit. Naskah dapat diedit penyunting bila diperlukan tanpa mengubah maksud isinya.
5.
6. 7.
Ssitematika Penulisan 1.
2.
3.
Naskah hasil penelitian disajikan dengan sistematika sebagai berikut : (a) Judul (b) Abstrak (c) Pendahuluan (d) Bahan dan Metode (e) Hasil (f) Pembahasan (g) Simpulan (h) Daftar Pustaka Naskah Konseptual Ilmiah disajikan dengan sistematika sebagai berikut : (a) Judul (b) Abstrak (c) Pendahuluan (d) Subjudul-subjudul tinjauan pustaka (e) Pembahasan (f) Simpulan (g) Daftar pustaka Laporan kasus: (a) Judul (b) Abstrak (c) Pendahuluan (d) Kasus dan tata laksana Kasus
8.
9.
iv
(e) Pembahasan (f) Simpulan (g) Daftar Pustaka Judul: (a) Dalam bahasa Indonesia dan Inggris. (b) Harus menggambarkan isi tulisan secara ringkas dan jelas. (c) Jumlah kata 10-15 kata. (d) Ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf Times New Roman besar-kecil ukuran 17,5 dan tebal, dan dalam bahasa Inggris dengan huruf Times New Roman besar-kecil ukuran 15,5, miring dan terletak di dalam kurung. Nama penulis (tanpa gelar) ditulis dengan huruf Times New Roman ukuran 9,5 dan tebal. Nama lembaga ditulis dengan huruf Times New Roman ukuran 9,5. Abstrak (Times New Roman besar, tebal, font 10,5). (a) Ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. (b) Tidak lebih daari 250 kata. (c) Menggunakan huruf Times New Roman ukuran 10,5 dalam satu alinea, spasi 1. (d) Berisi intisari seluruh tulisan yang terdiri dari: Hasil penelitian: Background, Purpose, Materials and Methods, Result, Conclucion Studi pustaka: Background, Purpose, Literature Study, Discussion, Conclucion. Laporan kasus: Background, Purpose, Case, Case Management, Conclucion. (e) Dicantumkan 2-5 kata kunci (keywords) dan korespondensi (correspondence) berisi nama, instansi, alamat, nomor telepon, dan faksimili serta email dengan menggunakan huruf Times New Roman 10,5. Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah serta tujuan penulisan. Bahan dan metode meliputi bahan dan alat yang digunakan, waktu,
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
ISSN : 1907-5987
tempat, rancangan, dan prosedur pelaksanaan penelitian. Hasil dikemukakan dengan jelas dan bila perlu dilengkapi dengan tabel, ilustrasi, dan foto yang diberi nomor berurutan dalam teks. Judul tabel ditulis di atasnya. Keterangan gambar diberikan di bawahnya. Foto berwarna/hitam putih menggunakan kertas putih mengkilat dan harus kontras, tajam, jelas. Subjudul-subjudul berisi subtropik studi pustaka dan pembahasan disesuaikan dengan kebutuhan. Kasus merupakan penjelasan kasus yang meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis baik ekstra oral maupun intra oral, pemeriksaan penunjang, dan diagnosisnya. Tata Laksana Kasus menjelaskan prosedur penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita secara jelas. Pembahasan menjelaskan hasil penelitian sebagai pembacaan masalah, dikaitkan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan pengembangannya. Memuat kesimpulan yang merupakan bagian akhir tulisan yang menunjukkan jawaban atas tujuan yang telah dikemukakan dalam pendahuluan. Ucapan terima kasih ditulis apabila memang ada pihak yang telah membantu dalam kegiatan yang dilakukan, maka ucapan terima kasih dapat disampaikan di sini diletakkan pada akhir naskah sebelum daftar pustaka. Daftar pustaka (a) Daftar pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang telah dirujuk dalam tubuh tulisan. (b) Untuk setiap pustaka yang dirujuk dalam naskah harus
muncul dalam daftar pustaka, begitu juga sebaliknya setiap pustaka yang muncul dalam daftar pustaka harus pernah dirujuk dalam tubuh tulisan (c) Format perujukan pustaka di dalam naskah disusun menurut angka secara berurutan dari nama pertama keluar dalam Daftar Pustaka, mengikuti cara Vancouver. (d) Contoh penulisan kepustakaan menurut Vancouver yaitu : 1. Bills DA, Handelman CS, Be Gole EA. 2005. Bimaxillary dentoalveolar protrusion: Traits and Orthodontics correction. Angle Orthod, 75(1): 339333. 2. Newman MG, Takei HH, Klokkevoid PR, Carranza FA. 2006.Clinical Periodontology, 10th edition, St Louis: Saunders.P. 245241. 3. Bayu A. 2009. Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumber Produk Alam Laut. Oseana, 34(2): 23-15. Available from http://isdj.pdii.lipi.go.id/admi n/jurnal/342091523.pdf. Diakses 13 Juni 2012. 17. Penulis bertanggung jawab terhadap isi naskah beserta data, pendapat, dan pernyataan di dalamnya. Penerbit, Dewan Redaksi dan Staf Majalah denta tidak bertanggungjawab terhadap kesalahan isi askah termasuk data, pendapat, dan pernyataan di dalamnya.
v
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
FORMULIR BERLANGGANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HANG TUAH Alamat redaksi: Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261 E-mail:
[email protected]/
[email protected] Website: www.fkg.hangtuah.ac.id
Negara
1 Tahun
2 Tahun
Pulau Jawa
Rp 70.000,00
Rp 130.000,00
Luar Pulau Jawa
Rp 90.000,00
Rp 150.000,00
Saya ingin berlangganan Denta Jurnal Kedokteran Gigi Nama:. .............................................................................. Pekerjaan:......................................................................... Institusi: ........................................................................... Alamat surat: .................................................................... ......................................................................................... Kota:................................................................................. Negara: ............................................................................. Telp: ................................................................................. Fax: .................................................................................. E-mail: ............................................................................. Periode langganan: Th..................... – Th. .......................
Tanda tangan: ...................................................................
No. Rekening
: 00338-01-50-000315-1
Nama Bank
: BTN Batara
Nama Penerima : Fakultas Kedokteran Gigi
6
Saya membayar majalah ini dengan: Tunai Transfer
Vol. 8 No. 1 Februari 2014
ISSN : 1907-5987
7