DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
BISMILLAHIRRAHMANIRROHIM
i STIT Muhammadiyah Kendal
i
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam
DIDAKTIKA ISLAMIKA ISSN: 2086 – 9797 Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Kendal
Terbit 2 Kali dalam 1 Tahun
Vol. 4 No. 2 – Agustus 2014
Penanggung Jawab: Ketua STIT Muhammadiyah Kendal (Prof. Dr. H. Muh. Dailamy SP) Pemimpin Redaksi: Mochammad Marjuki, S.Pd. I., M.Ag Sekretaris Redaksi: H. Ikhsan Intizam, Lc, M.Ag Dewan Redaksi: Drs. H. Nadhiroh, M.Pd Muhamad Nur, S.Ag., M.S.I Rahmat Setiawan, M.S.I Achmad Kurniawan Pasmadi, M.P.I Abdul Malik, M.Pd Imam Santoso Alamat Redaksi: Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Kendal Jl. Ar Rahman No. 18 Weleri Kendal Telp. (0294) 642016 Jurnal DIDAKTIKA ISLAMIKA diterbitkan sebagai media komunikasi ilmiah dalam lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Kendal. Dewan Redaksi menerima sumbangan naskah dari berbagai pihak yang berkaitan dengan Ilmu Pendidikan Islam (tarbiyah) dan Kajian Keislaman. Tulisan diketik rapi sepanjang 10-20 halaman kwarto (A4) 1,5 spasi yang mengacu kepada standard penulisan ilmiah disertai dengan footnote, daftar pustaka, abstrak (maks. 250 kata), kata pengantar, judul, nama penulis, dan instansi penulis. Naskah dikirim dalam bentuk softcopy (file) dengan format Ms. Word versi Rich Text Format (rtf).
STIT Muhammadiyah Kendal
ii
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menghadirkan Jurnal DIDAKTIKA ISLAMIKA untuk edisi pertama bulan juni 2009 ke hadapan pembaca yang budiman. Pada edisi ini kami mengangkat tema tentang pendidikan dan Keislaman dalam berbagai pandangan yang dikupas secara mendalam dan kontekstual. Pada tulisan ini kami tampilkan paparan dari Abu Dharin yang berjudul: Pendidikan Holistik Dalam Islam . Judul itu mengkaji tentang masalah pendidikan holistik secara Islam dengan telaah keseimbangan IQ, EQ, dan SQ. Keterpaduan ranah: kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta aspek kepribadian muslim yang kaffah. Pemikiran tentang pendidikan yang holistik, pada sekarang ini telah menjadi issue yang hangat dan krusial untuk dikemukakan. Hal ini mengingat banyaknya persoalan pendidikan yang dewasa ini semakin memprihatinkan hingga menyentuh nurani semua pihak yang peduli terhadap nasib pendidikan di Indonesia. Pada tulisan kedua dipaparkan oleh Wahyudi. Beliau menampilkan kajian tentang Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren. Pada kajian ini disampaikan bahwa faktor kepala sekolah memberi kontribusi yang signifikan terhadap apakah sekolah itu bermutu atau tidak. Untuk merealisasikan tujuan madrasah diperlukan sosok pemimpin yang memiliki kemampuan menjawab berbagai tantangan, memiliki visi tentang madrasah yang unggul, dan upaya mencapainya dengan energi dan komitmen yang tinggi. Ketiga kajian disampaikan oleh Yusuf Darmawan. Beliau menyampaikan tema tentang Analisis Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah Di Kecamatan Weleri, Kabupaten . Pada kajian ini, penulis menyampaikan bahwa bagaimana implementasi pendidikan karakter di Perguruan Muhammadiyah di Kecamatan Weleri, yang meliputi implementasi, peran kepala sekolah, faktor pendukung dan penghambat serta kultur sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Penelitian ini bertujuan untuk memahami implementasi pendidikan karakter, peranan kepala sekolah, faktor pendukung dan penghambat serta kultur sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Keempat, redaksi menampilkan tulisan tentang Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal, yang disampaikan oleh Muhamad Nur. Tulisan ini merupakan hasil penelitian individual dosen tetap di Lingkungan Kopertais Wilayah X Jawa tengah yang dibiayai dari anggaran Dipa Kopertais dan Diktis Kemenag RI tahun 2014. Penelitian ini
iii STIT Muhammadiyah Kendal
iii
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menampilkan fenomena mukirussunnah di Kabupaten Kendal dengan latar belakang pengajian Kyai Mbeling Hambali yang eksistensinya dakwahnya ditengarai memunculkan konflik inkarussunah, sehingga warga dan tokoh masyarakat baik dari pimpinan Muhammadiyah Cabang Weleri dan Syuriah NahdlatulUlama Cabang Weleri pada akhirnya mengadakan konsolidasi dengan Kyai Hambali untuk menutup kegiatan dakwahnya. Kelima, redaksi menampilkan tulisan tentang Konsep Mandzub dan Penerapannya Dalam Madzhab Syafi’i, yang disampaikan oleh A.Kurniawan P. Dalam tulisan itu beliau menerangkan konsep al-mandzub dari definisi dalam madzhab syafi’i, hingga penerapnnya dalam ibadah sehari-hari terkhusus ibadah shalat, dengan harapan memberikan gambaran luas akan kedudukan mandzub dalam khazanah Islam, dan dapat mengambil sikap yang baik dari memahami konsep tersebut. Keenam, redaksi menampilkan paparan yang disampaikan oleh Nadhiroh. Beliau menyampaikan tentang Mewujudkan sosial Masyarakat Madani Melalui Bimbingan Konseling Islam. Dalam paparannya dijelaskan urgennya bimbingan konseling islami yang berfungsi membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, dalam rangka membentuk dan mengembangkan potensi diri baik yang bersifat jasmani maupun ruhani menjadi lebih baik dan mendapat ridho Allah. maka, dalam tulisan ini dibahas bentuk dan landasar bimbingan konseling menurut Islam dalam rangka membentuk masyarakat madani berdasar Islam. Ketujuh pemaparan disampaikan oleh Rahmat Setiawan. Dengan judul Tasawuf dan Kebutuhan Masyarakat Moderen. Makalah ini membahas tentang tasawuf dan kebutuhan masyarakat modern. Di era modern sekarang ini kepercayaan manusia terhadap sain dan materi begitu tinggi yang pada akhirnya mengalami kejenuhan, sehingga menimbulkan kesadaran akan keringnya spiritual. Secara materi mereka berlimpah ruah bahkan lebih dari yang mereka rencanakan, akan tetapi dari materi yang mereka punya tidak bisa menghilangkan dahaga mereka. Akibatnya mereka merasa gelisah, mereka selalu mencari kebahagiaan di luar materi. Yang mereka inginkan adalah bukan kebahagiaan materi, melainkan kebahagiaan hati. Perlu diingat kembali kaitannya dengan hal tersebut bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Setiap unsur dari manusia tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri sebagaimana tujuan manusia diciptakan oleh Allah untuk bumi ini. Fungsi manusia tersebut dijelaskan oleh al-Qur’an yaitu sebagai Khalifah fi al-Ardl dan ‘Abid. Itu adalah modal dasar bagi manusia yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Manusia tidak bisa hidup nyaman ketika mereka melaksanakan hanya sebagi khalifah saja atau sebagai ‘abid saja. Kedua fungsi tersebut harus seimbang dalam mencapai
STIT Muhammadiyah Kendal
iv
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kehidupan yang ideal. Dan ini adalah pesan Allah yang disebutkan dalam alQur’an.. Kedelapan tulisan disampaikan oleh masudah yang memaparkan tema tentang “Teori dan Praktek Bimbingan konseling Keluarga”. Pada paparan ini menjelaskan bimbingan konseling keluarga dari segi teori dan praktek dan tahapan-tahapannya. Bimbingan konseling Keluarga merupakan usaha membantu individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan prilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya. Kesembilan redaksi menyampaikan paparan dari Siti Istijabatun yang berjudul tentang Model jigsaw Pada Siswa Kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon Tahun 2013/2014. Penelitian Tindakan kelas. Beliau menyampaikan Pembelajaran dengan model Jigsaw merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan tim ahli, yaitu tim yang bertugas untuk membahas suatu konsep tertentu untuk dijelaskan kepada anggota kelompok semula. Model pembelajaran Jigsaw menuntut siswa untuk kreatif, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi serta memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompoknya. ?. Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon tahun 2013/2014. 2) Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon tahun 2013/2014. Kesepuluh redaksi menyampaikan tulisan tentang Efektifitas Metode Problem Based Learning Dalam Upaya Penguasaan Materi Zat Aditif Dan Adiktif Pada Pembelajaran IPA Kelas VIII Semester 1SMP Negeri 1 Patebon Tahun 2014/2015 yang disampaikan oleh Endang Rahmawati. Beliau memaparkan bahwa Metode Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Metode ini peneliti pilih karena sesuai dengan materi dan tuntutan kurikulum 2013. Subyek penelitian ini adalah kelas VIIIB SMP N 1 Patebon dengan sumber data dari hasil evaluasi, wawancara dan dokumentasi. Akhirnya, semua kru redaksi menyampaikan selamat menyimak dan membaca karya-karya yang telah dihimpun dalam jurnal DIDAKTIKA ISLAMIKA STIT Muhammadiyah Kendal. Semoga himpunan karya ini bisa memberikan manfaat dan membuka cakrawala pengetahuan kita semua. Amin.
v STIT Muhammadiyah Kendal
v
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
DAFTAR ISI PENDIDIKAN HOLISTIK DALAM ISLAM Oleh: Abu Dharin......................................................................................... 1 KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH BERBASIS PESANTREN Oleh: Wahyudi ........................................................................................... 23 ANALISIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN MENENGAH MUHAMMADIYAH DI KECAMATAN WELERI, KABUPATEN KENDAL Oleh : Yusuf Darmawan ............................................................................ 43 FENOMENA MUNKIRUSSUNAH DI KABUPATEN KENDAL Oleh : Muhamad Nur ................................................................................. 63 KONSEP AL-MANDZUB DAN PENERAPANNYA DALAM MADZHAB SYAFI’I Oleh : Achmad.KurniawanPasmadi .......................................................... 78 MEWUJUDKAN SOSIAL MASYARAKAT MADANI MELALUI BIMBINGAN KONSELING ISLAM Oleh : Nadhiroh ...................................................................................... 104 TASAWUF DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT MODEREN Oleh : Rahmad Setiawan ......................................................................... 126 TEORI DAN PRAKTIK BIMBINGAN KONSELING KELUARGA Oleh : Masudah ........................................................................................ 146 Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Kimia Menggunakan Model jigsaw Pada Siswa Kelas XI.IPA3 SMA Negeri I Pegandon Tahun 2013/2014. Penelitian Tindakan Kelas Oleh : Siti Istijabatun ............................................................................... 165 Efektifitas Metode Problem Based Learning Dalam Upaya Penguasaan Materi Dzat Aditip Dan Adiktif Pembelajaran IPA Kelas VIII Semester I SMP Negeri 1 Patebon Tahun 2014/2015 Oleh Endang Rahmawati..................................................................136
STIT Muhammadiyah Kendal
vi
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 PENDIDIKAN HOLISTIK DALAM ISLAM Oleh: Abu Dharin, M. Pd
Abstract Keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Dalam sudut pandang yang sama, integrasi kecerdasan ini disosokkan sebagai muslim yang memiliki kepribadian yang kaffah. Kepribadian itu merupakan harmonisasi antara jiwa/jasmaniyah, ruh, al-qalb, al-aql, intuisi, dan imaginasi. cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya, atau manusia sempurna (insan kamil) dan beradab menjadi concern utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks ini, secara pragmatis pendidikan holistik secara Islam dapat menjadi tawaran solusi yang tepat atas model pendidikan saat ini yang dikotomis, profan (duniawi), ilmu yang lepas dari kaitan moral dan etika, cenderung mengunggulkan hanya satu-dua aspek kecerdasan, serta mengabaikan terhadap pembentukan kepribadian. pendidikan seharusnya dapat bersifat humanistik dan futuristik-solutif. Humanistik, maksudnya pendidikan dapat berperan sebagai suatu proses untuk memanifestasikan seluruh fitrah kemanusiaan manusia. Kata Kunci: Holistik, Keseimbangan IQ, EQ dan SQ, Dikotomis
Penulis adalah Dosen Tetap STAIN Purwokerto
1 Abu Dharin
1
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 A. Pendahuluan Pemikiran tentang pendidikan yang holistik, pada sekarang ini telah menjadi issue yang hangat dan krusial untuk dikemukakan. Hal ini mengingat banyaknya persoalan pendidikan yang dewasa ini semakin memprihatinkan hingga menyentuh nurani semua pihak yang peduli terhadap nasib pendidikan di Indonesia. Dalam konteks ini, pada tataran praksis, pendidikan seharusnya dapat bersifat humanistik dan futuristiksolutif. Humanistik, maksudnya pendidikan dapat berperan sebagai suatu proses untuk memanifestasikan seluruh fitrah kemanusiaan manusia. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang RI No.20 Pasal 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-undang No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Kemudian, bersifat futuristik-solutif artinya bagaimana pendidikan tersebut dapat memberikan solusi di tengah berbagai persoalan pendidikan yang dewasa ini semakin memprihatinkan. Sebut saja fenomena merebaknya kepribadian yang terbelah (split personality) di kalangan lulusan pendidikan, diantaranya banyak siswa yang prestasinya tinggi secara akademik – ranah kognitif, namun sikap, akhlak – ranah afektif, dan perilakunya sehari-hari masih sangat jauh dari harapan – ranah psikomotorik, sehingga implikasinya ketika mereka berhadapan langsung dengan masyarakat yang lebih luas, mereka kesulitan dalam beradaptasi dan berkiprah dalam mengembangkan keilmuannya. Kondisi
Pendidikan Holistik dalam Islam
2
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ini tentu sangat kontras dengan kemampuan intelektual yang tinggi yang dimilikinya. Kecenderungan ini telah melahirkan manusia terdidik dengan kecerdasan yang tidak seimbang. Dalam tinjauan psikologis-pedagogik, kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ)
seharusnya
dapat
berjalan
secara
proposional.
Ketidakseimbangan diantaranya hanya akan membuat siswa sulit untuk memahami meaning relevance dan value antara yang dipelajari di sekolah dengan kehidupannya, sehingga tidak heran jika banyak ditemukan, perilaku-perilaku sosial yang destruktif banyak dilakukan oleh orang yang pandai secara IQ, namun secara EQ dan SQ mereka sangat terbelakang. Merunut pada misi penciptaan manusia sebagai khalifatullah dan Abdullah, maka SQ merupakan landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ dalam menjalankan fungsi kekhalifahan yakni dalam mengolah dan memakmurkan alam semesta demi kesejahteraan umat manusia, rahmatan lil ‘alamin. SQ mengajarkan interaksi manusia dengan sang Khalik (hablun min Allah, aspek teologis), dan IQ dan EQ mengajarkan interaksi manusia dengan dirinya dan alam di sekitarnya (hablun min alnas, aspek antropo-sosiologis, dan hablun min al-‘alam, aspek kosmologis). Tanpa ketiganya berperan secara seimbang, maka manusia tidak akan dapat menggapai statusnya sebagai "Abdillah” dan “Khalifatullah". Karenanya, dapat dikatakan keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Dalam sudut pandang yang sama, integrasi kecerdasan ini disosokkan sebagai muslim yang memiliki kepribadian yang
kaffah.
Kepribadian
itu
merupakan
harmonisasi
antara
jiwa/jasmaniyah, ruh, al-qalb, al-aql, intuisi, dan imaginasi.
3 Abu Dharin
3
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Berangkat dari konseptualisasi di atas, cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya, atau manusia sempurna (insan kamil) dan beradab menjadi concern utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks ini, secara pragmatis pendidikan holistik secara Islam dapat menjadi tawaran solusi yang tepat atas model pendidikan saat ini yang dikotomis, profan (duniawi), ilmu yang lepas dari kaitan moral dan etika, cenderung mengunggulkan hanya satu-dua aspek kecerdasan, serta mengabaikan terhadap pembentukan kepribadian. Untuk itu, dalam makalah ini berupaya mengupas tentang masalah pendidikan holistik secara Islam dengan telaah keseimbangan IQ, EQ, dan SQ. Keterpaduan ranah: kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta aspek kepribadian muslim yang kaffah. Meski demikian, muara dari tulisan ini tetap mengundang wacana dan diskursus, sebab sekecil apapun masukan, saran, dan kritik merupakan tambahan untuk semakin mengembangkan dan memajukan khazanah ilmu pengetahuan. B. Pembahasan 1. Pengertian Pendidikan Holistik Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat
dari
pemikiran
bahwa pada dasarnya pendidikan
berorientasi untuk membantu mengembangkan seluruh potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan, menggairahkan, demoktaris dan humanis. Pendidikan holistik bertujuan memberi kebebasan anak didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia seutuhnya yang berkarakter kuat (Ahmad Sudrajat, Pendidikan Holistik. www.wordpress.com, diakses taggal 6 Pebruari 2014).
Pendidikan Holistik dalam Islam
4
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru. Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik, diantaranya : Johan Pestalozzi, Thoreau, Emerson, maria Montessori dan Rudolf Steiner. Semua tokoh tersebut menjelaskan bahwa pendidikan harus mencakup penanaman moral, emosional, fisik, psikologis, agama serta dimensi perkembangan intelektual anak secara utuh. Pemikiran dan gagasan inti dari para perintis pendidikan holistik sempat tenggelam sampai dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi
pertama
pendidikan
Holistik
Nasional
yang
diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National Center for the Exploration of Human Potential (Ahmad Sudrajat, Pendidikan Holistik. www.wordpress.com, diakses taggal 6 Pebruari 2014).
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, fisik, artistik,
kreatif,
dan
spritual.
Beberapa
hal
yang
harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada. Untuk mencapai tujuan pendidikan holistik, maka kurikulum yang dirancang juga harus diarahkan untuk mencapai tujuan pembentukan manusia holistik. Termasuk di dalamnya membentuk anak menjadi pembelajar sejati, yang senantiasa berpikir holistik,
5 Abu Dharin
5
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 bahwa segala sesuatu adalah saling terkait atau berhubungan. (Megawangi, dkk., Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation, 2005: 6).
2. Tinjauan Paedagogik: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Paradigma pendidikan holistik adalah wacana pendidikan mutakhir yang secara filosofis berakar pada pemikiran bahwa pada dasarnya pendidikan adalah wahana untuk mengembangkan seluruh potensi manusia secara utuh (integral). Teori belajar ini menekankan bahwa pelaksanaan pendidikan tidak boleh dilakukan secara terkotakkotak, sepenggal-sepenggal, setengah-setengah, melainkan secara menyeluruh dan terpadu menyangkut tiga dimensi taksonomi pendidikan,
yakni:
kognitif
(aspek
intelektual:
pengetahuan,
pengertian, keterampilan berfikir), afektif (aspek perasaan dan emosi: minat, sikap, apresiasi, cara penyesuaian diri), dan psikomotor (aspek keterampilan motorik). Pembelajaran holistik merupakan respon progresif atas sistem pendidikan yang selama ini terlalu berorientasi untuk mencetak anak yang pandai secara kognitif, yang ciri utamanya hanya lebih menekankan pengembangan otak kiri saja (kemampuan aspek bahasa dan logis-matematis), namun kurang menyentuh pada aspek pengembangan otak kanan, yang meliputi kemampuan untuk merasa dan memahami kondisi perasaan orang lain (ranah afektif, empati, kepekaan sosial, dan kesetiakawanan). Bercermin dari kondisi ini, sebagaimana pernyataan Ahmad Tafsir bahwa sekolah hanya membina anak pada aspek psikomotor (jasmani) dan aspek kognitif (kecerdasan) (Ahmad Tafsir, 1994: 185). Sedangkan aspek afektif (kejiwaan) tidak begitu diperhatikan di Pendidikan Holistik dalam Islam
6
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 sekolah. Oleh karena itu, maka dalam penyelenggaraan pendidikan yang dapat menjamin perkembangan fitrah anak baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor demi peningkatan harkat dan martabat manusia harus mendapat porsi yang seimbang. Dalam pendidikan tidak hanya menonjolkan nilai-nilai akademik atau kognitif saja, tetapi juga menanamkan perilaku (moral, akhlaq atau ranah
afektif)
dan
kemampuan
mengamalkannya
(ranah
psikomotorik) secara profesional, aktif, dan kreatif. Dalam konteks ini, Islam adalah agama yang sangat mengutamakan dan menekankan terhadap pendidikan, dan bahkan dalam sejarah Islam, misi kedatangan Nabi Muhammad SAW, bukan hanya mengajarkan dzikir dan do’a, namun yang terpenting pula membebaskan manusia dari kebodohan (memberikan pendidikan yang Islami).. Secara etimologis pendidikan Islam diambil dari tiga istilah bahasa Arab, yaitu “tarbiyah”, “ta’lim”, dan “ta’dib.” Pada umumnya, para ahli pendidikan Islam sering menerjemahkannya dengan istilah at-Tarbiyah al-Islamiyah. Untuk menjelaskan istilah “tarbiyah”, para ahli pendidikan Islam merujuk pada istilah-istilah yang ada dalam al-Qur’an seperti kata “rabb” (QS al-Fatihah: 2), “rabbayani” (QS Bani Israil: 24), “raba-yarbu” (QS Ar-Rum: 39), “rabiyah” (QS al-Haqqah: 10), “murabbi” (QS al-Fatihah: 2), “rabbiyyin dan ribbiyani” (QS ali-Imran: 146) (TH. Hasby Ash Shidiqie, 1996 : 39). Yusuf
al-Qardhawiy
dalam
Azyumardi
berpendapat
pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya (insan kamil): akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, serta akhlaq dan keterampilannya (Azyumardi Azra, 1998: 39). Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyiy, pendidikan Islam adalah pendidikan akhlaq, akan tetapi
7 Abu Dharin
7
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tidak mengabaikan dalam mempersiapkan hidup seseorang tentang usaha dan rezekinya; karena itu mencakup pula pendidikan jasmani, hati, keterampilan, bahasa, dan lain-lain (Muhammad Athiyah Al Abrasyiy, 1975 :3). Ahmad Fu’ad al-Ahwaniy dalam Azyumardi berpendapat pendidikan Islam sejak mulanya lahirnya Islam adalah pendidikan agama, akhlaq, amal, dan jasmani. Hal ini disebabkan karena
pendidikan
Islam
bertujuan
untuk
mendidik
dan
membersihkan jiwa, mencerdaskan akal, dan memperkuat jasmani (Azyumardi Azra, 1998: 9). Selanjutnya, H.M. Arifin berpendapat pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang agar kehidupannya sesuai dengan yang dikehendaki Islam, karena dalam jiwa dan kepribadiannya telah tertanam nilai-nilai Islam (H.M. Arifin,1996: 10). Tujuan pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung ialah menciptakan manusia yang beriman dan beramal saleh (Hasan Langgulung, 1985: 137). Sedangkan menurut Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyiy, tujuan Pendidikan Islam adalah pencapaian akhlak yang sempurna (Muhammad Athiyah Al Abrasyiy, 1975
: 22.).
Abdurrahman Saleh menghubungkan tujuan pendidikan Islam dengan tiga komponen dasar manusia (Azyumardi Azra, 1998: 23), yaitu tubuh, ruh, dan akal, menjadi tujuan jasmaniah (ahdaf al-jismiyyah), tujuan ruhani (ahdaf ar-ruhiyyah), dan tujuan mental (ahdaf al‘aqliyyah). Dari ini, penulis memberikan pembatasan pemahaman, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang sempurna dari segi rohani maupun jasmani, agar bisa hidup di dunia dan di akhirat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan hakikat penciptaannya yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Pendidikan Holistik dalam Islam
8
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Dengan demikian, pendidikan yang holistik merupakan perwujudan dari pengamalan dan penghayatan seseorang terhadap agama secara kaffah. Dalam hal ini, mengintegrasikan secara seimbang dan utuh antara unsur kognisi (pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran dan nilai-nilai dalam pendidikan Islam), afeksi (penghayatan - internalisasi nilai-nilai dalam pendidikan Islam) dan konasi/psikomotorik (perilaku/pengamalan nilai-nilai dalam pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari) dalam pelaksanaan proses pendidikan.
3. Kecerdasan Manusia: Integrasi IQ, EQ, dan SQ Yang Seimbang Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut sebagai intelligence dan dalam bahasa Arab disebut Dzakka. Secara etimologis, kecerdasan adalah pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan sesuatu dalam arti kemampuan (qudrah) dalam memahami sesuatu dengan cepat dan sempurna. Secara terminologis, kecerdasan berarti kapasitas umum dari seorang individu yang dapat dilihat dari kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhankebutuhan baru, keadaan ruhaniah secara umum dapat disesuaikan dengan problema-problema dan kondisi-kondisi yang baru dalam kehidupan (Mas Udik Abdullah, 2005: 17). Dalam Multiple Intelligences, Howard Gardner dari Harvard mengemukakan delapan kecerdasan manusia, yaitu termasuk kecerdasan
kognitif,
kecerdasan
bahasa,
kecerdasan
spasial,
kecerdasan kinestetik, kecerdasan musical, kecerdasan natural (alam), kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan antarpersonal (Daniel Muijs& David Reynolds, 2008: 30-32).
Sementara itu, menurut
Danah Zohar dan Ian Marshal menyatakan bahwa semua kecerdasan, yang jumlahnya mungkin tak terbatas, dapat dihubungkan dengan
9 Abu Dharin
9
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 salah satu dari ketiga system saraf dasar yang terdapat dalam otak. Bahkan semua jenis kecerdasan yang disebutkan Gardner pada hakekatnya adalah varian dari ketiga kecerdasan utama; IQ, EQ dan SQ (Thomas Amstrong, 1994: 54). Berikut dikemukakan. a) Kecerdasan intelektual Kecerdasan intelektual adalah kemampuan untuk menerima, menyimpan
dan
mengolah infomasi menjadi fakta melalui
analisa logika/rasio (Winarno dan Tri Saksono, 2001: 4). Oleh karena itu, kecerdasan ini disebut juga kecerdasan berfikir, optimalisasi khazanah otak manusia. Pentingnya mendayagunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung, baik dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual manusia. (Q.S al-Baqarah: 164, QS. ar-Ra'du: 4, QS. ar-Rum: 24, dan QS al-Anbiyaa': 30) b) Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan yang lebih menekankan pada kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain, serta dapat menguasai dan mengendalikan diri terhadap situasi yang tidak menyenangkan, sehingga dapat bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya (Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi Aplikasi Strategi dan Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini. (Jogjakarta: IRCiSoD 2006) hlm. 52). Cakupan EQ menyangkut hubungan pribadi dengan dirinya sendiri (intra personal) dan pribadi dengan orang lain (inter Pendidikan Holistik dalam Islam
10
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 personal). Dalam hubungan intra personal, seperti percaya diri (self awamess), memotivasi diri (self motivation), dan mengatur diri (self regulation), sedangkan hubungan inter personal, seperti empati, memahami orang lain dan keterampilan sosial (social skill) yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik dan bijak (Jeane Segal, 2000: 32). Dalam tinjauan agama Islam, EQ adalah kemampuan menjalin "hablun min al-naas" sebagai implementasi real dari keberimanan dan ketaqwaannya seorang hamba kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Hal ini selaras dengan konsep Islam, dimana sesungguhnya konsep muslim yang cerdas dalam Islam adalah manusia yang mampu mengintegrasikan secara utuh tiga pola hubungan fungsional yaitu hubungan manusia dengan Allah (hablun min Allah, aspek teologis), hubungan manusia dengan manusia (hablun min al-nas, aspek antropo-sosiologis), dan hubungan manusia dengan alam sekitar (hablun min al-‘alam, aspek kosmologis). Pusat dari EQ adalah "qalbu" yang mendapatkan pancaran sinar Ilahi. Karenanya, hati merupakan perasaan terdalam yang menjadi sumber kebaikan yang memberikan dorongan untuk berbuat kebaikan dan kebijaksanaan. Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemarlah yang dapat memancarkan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak berbicara tentang kesucian hati, diantaranya QS al-A'raf: 179 yang menyatakan bahwa orang yang hatinya tidak dapat berfungsi
sebagaimana
mestinya
disebabkan kotor, disamakan dengan binatang, malahan lebih hina
11 Abu Dharin
11
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 lagi. Kemudian, QS al-Hajj: 46 menegaskan bahwa orang yang tidak mengambil pelajaran dari perjalanan hidupnya di muka bumi, adalah orang yang buta hatinya. Kemudian, Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila ia baik baiklah seluruh tubuh, dan bila ia rusak , rusak pulalah seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati. Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa bila manusia berbuat dosa tumbuhlah bintikbintik hitam di hatinya. Bila dosanya bertambah, maka bertambah pulalah bintik-bintik hitam tersebut, yang kadang kala sampai menutup seluruh hatinya. Mengacu kepada ayat dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa EQ berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan. Apabila petunjuk agama
dijadikan panduan kehidupan, maka akan
berdampak positif terhadap kecerdasan emosional. Dalam
hubungannya
dengan
kecerdasan
intelektual,
memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang seimbang sangat penting, sebab seseorang yang cerdas secara IQ bisa jadi hanya mampu memecahkan persoalan-persoalan angka-angka yang rumit atau memecahkan persoalan-persoalan teori yang pelik, namun ketika berinteraksi sosial belum tentu bisa berempati dan menghayati perasaan orang lain. Padahal dalam hidup bermasyarakat, seseorang pasti memerlukan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan
hidup,
sehingga menjaga
keutuhan
hubungan/interaksi yang baik dengan sesama menjadi suatu keharusan. (Daniel Goleman, 2005:48). Beberapa abad sebelum penemuan Daniel Goleman tentang kecerdasan
emosional,
IQ
menjadi
standarisasi
terhadap
Pendidikan Holistik dalam Islam
12
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kecerdasan dan ukuran keberhasilan seseorang dalam keilmuan dan kehidupan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, Daniel Goleman yang bergelut dalam bidang neurosains dan psikologi dengan kegigihannya akhirnya menemukan sebuah teori yang
sangat
menggegerkan
dunia,
yakni
bahwa
ukuran
keberhasilan seseorang ternyata bukan ditentukan oleh tingkat rasionalitas atau IQ namun ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ)(Zakki Fuad, 2004: 1). c) Kecerdasan spiritual (SQ) SQ merupakan kecerdasan tertinggi dan merupakan "Prima Causa" dari IQ dan EQ. Dikatakan demikian karena SQ (Spiritual
Quotient)
mengintegrasikan
semua
kecerdasan,
menjadikan mahluk yang utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. SQ menunjuk pada kondisi pusat-diri atau kecerdasan jiwa yang mampu memahami makna dan nilai dalam kehidupan ini secara holistik (utuh). Dikatakan holistik, sebab pada IQ dasar kerjanya adalah berfikir seri, linear, logis dan tidak melibatkan perasaan. Keunggulan dari berfikir pola ini adalah akurat, tepat dan dapat dipercaya, namun kelemahannya hanya bekerja dalam batas-batas yang ditentukan. Otak EQ cara kerjanya berfikir asosiatif. Jenis pemikiran ini membantu seseorang menciptakan asosiasi antara satu emosi dengan emosi lain, sehingga tercipta keselarasan, namun kelemahannya sangat individual, atau sangat tergantung kepada individunya. Dari uraian di atas, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan yang ada. Dengan bahasa sederhananya,
13 Abu Dharin
13
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memaknai berbagai
persoalan
atau
kemampuan
untuk
mengambil
hikmah/nilai dari setiap kejadian. Orang yang memiliki SQ yang tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. SQ memungkinkan manusia untuk berfikir secara kreatif, positif, dan berwawasan jauh ke depan. Dalam pandangan Islam (Ary Ginanjar Agustian, 2006: 57), SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk selalu berada pada kondisi hanif dan ikhlas
terhadap
berbagai peristiwa yang terjadi. Jika EQ berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani" (Fuad/dhamir). Suara hati nurani selalu mengarah pada kebenaran yang bersifat ilahiyah, atau pancaran sinar Ilahiyah (QS al-Najmu: 11). Dengan kecerdasan spiritual yang dimiliki dapat memandu pola hidup seseorang sebagai penuntun dalam berperilaku. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dengan sabda beliau “sal dhamiruka” (tanya hati nuranimu) sebelum kamu berbuat dan bertindak. Hal ini relevan, mengingat banyaknya persoalanpersoalan sosial yang semakin membebani hidup seseorang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Frankl bahwa sebagian besar masyarakat sekarang mengidap neurosis kolektif. Ciri dari gejala tersebut adalah: 1) Sikap masa bodoh terhadap hidup, yaitu suatu sikap yang menunjukkan pesimisme dalam menghadapi masa depan hidupnya. Pendidikan Holistik dalam Islam
14
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 2) Sikap fatalistik terhadap hidup, menganggap bahwa masa depan sebagai sesuatu yang mustahil dan membuat rencana bagi masa depan adalah kesia-siaan. 3) Pemikiran konformis dan kolektivis, yaitu cenderung melebur dalam masa dan melakukan aktivitas atas nama kelompok. 4) Fanatisme, yaitu mengingkari kelebihan yang dimiliki oleh kelompok atau orang lain (Ratna Elliyawati, Kecerdasan Spiritual (SQ). www.untag.sby.ac.id. Diakses tanggal 16 Januari 2014). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan holistik dalam Islam adalah muslim yang mampu mengintegrasikan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) secara seimbang dan profosional dalam menjalankan tugasnya sebagai Abdillah dan Khalifahtulla, sehingga keberadaannya di muka bumi dapat membawa rahmat semesta alam.
4. Psikologi Islam: Kepribadian Muslim Yang Kaffah Pada pembahasan sebelumnya, telah dikemukakan mengenai pengertian pendidikan holistik dalam Islam yang terjewantah dalam penyelenggaraan pendidikan yang seimbang dalam pencapaian ranah pendidikan: kognitif, afektif, dan psikomotorik, maupun juga dalam pengembangan kecerdasan, yaitu antara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Berikut ini dikemukakan kembali pengertian pendidikan yang holistik dalam Islam dalam kerangka tujuan pendidikan untuk mewujudkan muslim yang memiliki kepribadian yang kaffah. Dalam Islam, manusia memang makhluk yang memiliki dimensi-dimensi yang kompleks. Dimensi tersebut terdiri dari jiwa,
15 Abu Dharin
15
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ruh, qalbu, akal, intuisi, dan imaginasi. Dalam tujuannya untuk membentuk muslim yang memiliki kepribadian yang kaffah, maka sinergitas diantara dimensi tersebut harus berjalan secara beriringan dan saling melengkapi. Menurut Mujib dalam Psikologi Islam, manusia terstruktur dari jasmani dan ruhani. Sinergi antara jasmani dan ruhani menjadikan nafsani. Struktur nafsani ini menimbulkan apa yang disebut dengan kepribadian. Dalam ilmu akhlak dan tasawuf, berbicara tentang dimensi jiwa adalah berbicara bagaimana mengubah tingkah laku menjadi baik dan bagaimana jiwa dekat dengan Tuhan. Dimensi ruh sebagai kekuatan yang berasal dari Allah yang ditiupkan ke jasad manusia saat berusia 120 hari. Ruh bukan hanya sekedar spirit yang bersifat aradh (accident), tapi satu jauhar (substance) yang dapat bereksistensi dengan sendirinya di alam ruhani. Karena itu, sifat dimensi ini merupakan potensi luhur yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Menurut Imam al-Ghazali, roh secara berperingkat dapat dibagi menjadi: (1) Roh inderawi; (2) Roh imaginasi (al-ruh alkhayyali); (3) Roh akal (al-ruh al-`aql); (4) Roh pemikiran (fikr) dan (5) Roh kenabian (H. D. Bastaman, 1997: 40). Roh inderawi adalah fakulti jiwa manusia yang berperan mengenal dan membedakan sesuatu yang dikenal di alam syahadah (dunia empiris). Roh imaginasi ialah fakulti jiwa yang tugasnya Pendidikan Holistik dalam Islam
16
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 merekam
keterangan
yang
dikirim
oleh
indera,
kemudian
menyimpannya dan menyampaikannya pada roh yang di atasnya, yaitu roh akal atau inteligensia. Apabila imaginasi yang pekat dapat dijernihkan, dihaluskan dan dirapikan, maka ia akan dapat digunakan untuk mencapai batas makna-makna yang dapat dicerap oleh inteligensia atau akal budi. Peran imaginasi ialah menghimpun simbol-simol inaginatif bagi keperluan pengetahuan akal. Imaginasi sangat diperlukan dalam penerapan kaidah takwil, namun yang tidak kalah penting ialah roh pemikiran (fikr). Peran roh pemikiran ialah mengambil ilmu-ilmu rasional yang murni dan kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian dan penggabungan-penggabungan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan berupa pengetahuan spiritual yang berharga. Ruh memiliki inti, itulah dimensi qalbu. Dalam bahasa Indonesia ‘qalbu ruhani’ disebut dengan ‘hati nurani’. Ruh adalah wujud yang tidak dapat dilihat secara visual (intangible) maka qalbu yang menjadi inti (sentral) ruh ini pun qalbu yang tidak kasat mata. Secara jasmaniah qalbu berkedudukan di jantung, memiliki daya emosi, potensinya bersifat cita rasa (dzawqiyah) dan intuitif (hadsiah),
yang
apabila
mendominasi
jiwa
manusia
maka
menimbulkan kepribadian yang tenang (al-nafs al-muthmainnah). Oleh karena itu, perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Dimensi akal menjadi perantara diantara keduanya. Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas
insaniah
pada
diri
manusia.
Secara
jasmaniah
ia
berkedudukan di otak, memiliki daya kognisi, dengan potensi bersifat argumentatif (istidhlaliah) dan
logis
(aqliah),
yang
apabila
mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang labil (al-nafs al-lawwamah).
17 Abu Dharin
17
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Dimensi intuitif, dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar nalar), berkecenderungan kepada yang benar dan bukan yang salah (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), yang berlandaskan intuisi (bisikan-hidayah) dari Allah SWT.
C. Simpulan Berdasarkan uraian diatas, maka sudah selayaknya dalam pelaksanaan pendidikan secara holistik memiliki landasan yang berwawasan Islam, dalam hal ini dengan berpedoman kepada al-Quran dan Hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan dapat terwujud dan menciptakan insan kamil
untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan Holistik dalam Islam
18
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Daftar Pustaka
Abdullah, Mas Udik. 2005. Meledakkan IESQ dengan langkah taqwa dan tawakkal, Jakarta: Zikrul Hakim. Ary Ginanjar Agustian.2006. Rahasia Sukses Membangaun ESQ: Emotional Spiritual Quotient The ESQ Way 165: 6 Rukun Iman dan 5 rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada. Ancok, J. & Suroso, F.N.2000. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka pelajar. As Shiddiqy, TM.1996. Tafsir Al Qur’an Al Majied: An Nur. Jakarta: Bulan Bintang. Arasteh, A. Reza. 2002. Revolusi Spiritual. Depok: Inisiasi Press. Armstrong, Thomas. 1994. Multiple Intelligence in the Classroom, Association for Supervision and Curriculum Development,.Aleksandria, Virginia. Azra, Azyumardi. 1998. Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Bastaman, H.D.1997. Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danah Zohar dan Ian Marshall.2001. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan. Daniel Goleman.2005. Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Daniel Muijs dan David Reynolds.2008. Effective Teaching. Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Depertemen Agama RI. 1996. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: PT Karya Toha Putera. Elliyawati, Ratna. Kecerdasan Spiritual (SQ). www.untag.sby.ac.id. Diakses tanggal 16 Januari 2014
19 Abu Dharin
19
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Fauzia, Aswin H, Prof, Dr.2000. Peranan IQ dan EQ bagi Keberhasilan Studi dan Hidup Seseorang, suatu Tinjauan Psikologis, Gramedia, Jakarta. Hassan, Abdul Wahid.2006. SQ Nabi Aplikasi Strategi dan Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini. Jogjakarta: IRCiSoD. Jeanne. Segal.2000. Melejitkan Kepekaan Emosional: Cara Baru Praktis Untuk Mendayagunakan Potensi Instink dan Kekuatan Emosi Anda. Bandung: Kaifa. Megawangi, R., Melly L., Wahyu F.D.2005. Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation. Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu.2003. Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Populer. Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Hikmah. Nafis, Muhammad Wahuni. 2006. Cara Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual, Jakarta: Hikmah. Nata, Abudin. 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Nashori, Fuad. 2003. Potensi-Potensi Manusia, Segi Psikologis Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ngermanto, Agus. 2005. Quantum Quetionsi, Cara praktis melejitkan IQ, EQ dan SQ yang harmonis, Jakarta: Nuansa. Rahmat. 2007. Tinjauan Kecerdasan Spiritual Permasalahan Sosial di Indonesia. www.himpsi.org
(SQ)
Terhadap
Sudrajat, Ahmad. Pendidikan Holistik. www.wordpress.com, diakses taggal 6 Pebruari 2014 Suharsono. 2005. Melejitkan IQ, EQ dan SQ, Jakarta: Insani Press. Sukidi. 2004. Kecerdasan Spiritual, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pendidikan Holistik dalam Islam
20
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Tafsir, Ahmad. 1994. Pendidikan dalam Perspektif Islam.Jakarta: Logos. Ubaidilah. 2004. Selayang Tentang IQ,EQ dan SQ. www.detik.com Undang-Undang Sikdiknas No. 20 tahun 2003. Yogyakarta: Media abadi Winarno dan Tri Saksono.2001. Kecerdasan Emosional. Jakarta: LAN. Zakki Fuad. 2004. Emotional Quation dalam perspektif Al-Quran. Nizamia, Surabaya. Zohar, D.& Marshall,I. 2000. SQ: Spiritual Intelligence-The Ultimate Intelligence. Alih Bahasa: Rahmani Astuti dkk. Bandung: Mizan Media Utama.
21 Abu Dharin
21
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH BERBASIS PESANTREN (STUDI DI MADRASAH ISLAM AL MUKMIN) Oleh: Wahyudi
Abstrak Untuk merealisasikan tujuan madrasah diperlukan sosok pemimpin yang memiliki kemampuan menjawab berbagai tantangan, memiliki visi tentang madrasah yang unggul, dan upaya mencapainya dengan energi dan komitmen yang tinggi. Pemimpin yang selalu berupaya mempengaruhi bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen, dan keyakinan serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan. Pemimpin bertindak dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Kata Kunci: Kepemimpinan, Madrasah, Pesantren
A. Pendahuluan Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Andersen Consulting Institute for Strategic Change, yang dikutip Frances Hesselbein, nilai saham di suatu perusahaan yang memiliki kepemimpinan yang baik tumbuh sebanyak 900% dalam kurun waktu 10 tahun, dibandingkan dengan perusahaan dengan kepemimpinan yang buruk yang hanya mengalami pertumbuhan 74% dalam kurun waktu yang sama (Frances Hesselbein dan Rob Johnston, 2005: 5). Dalam konteks pendidikan, Heineman & loxley yang dikutip Rohiat, menyatakan bahwa studi di 13 negara maju dan 14 negara
. Penulis adalah : Dosen FITK IAIN Walisongo semarang email:
[email protected] Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
22
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 berkembang menunjukkan hasil yang konsisten, sekitar sepertiga dari varians
mutu
pendidikan
di
sekolah
ditentukan
oleh
kualitas
kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa aspek kepemimpinan mempunyai peran yang menentukan terhadap mutu pendidikan (Rohiat, 2009 : 33). Penelitian Edmonds yang dikutip Syaiful Sagala tentang sekolah berhasil di New York menunjukkan bahwa tidak akan pernah dijumpai sekolah yang baik, dipimpin oleh kepala sekolah yang mutunya rendah. Sekolah yang baik akan selalu memiliki kepala sekolah yang baik pula. Penelitian ini memberi gambaran bahwa faktor kepala sekolah memberi kontribusi yang signifikan terhadap apakah sekolah itu bermutu atau tidak (Sagala, Syaiful, 2007: 90). Dari beberapa hasil penelitian di atas menginformasikan bahwa organisasi pendidikan madrasah memerlukan seorang pemimpin yang berbeda dengan organisasi-organisasi yang lainnya, semisal organisasi sekolah. Pada organisasi lembaga pendidikan madrasah diperlukan seorang pemimpin yang inovatif, kreatif dan inspiratif. Hal ini diperlukan karena jika dilihat dari sejarah panjang madrasah, madrasah bukan milik pemerintah (negeri). Mereka sejak dulu berdiri dan hidup dari swadaya masyarakat. Untuk itu diperlukan seorang pemimpin yang visioner, dan inspiratif. Hal ini senada dengan pendapat Martin Van Bruinessen (1995:18) Kyai disebut alim apabila ia benar-benar memahami, mengamalkan dan memfatwakan kitab kuning. Kyai demikian ini menjadi panutan bagi santri pesantren, bahkan bagi masyarakat Islam secara luas, tetapi dalam konteks kelangsungan pesantren kyai dapat dilihat dari perspektif lainnya (Martin Van Bruinssen, 1995 : 18). Tolkhah Hasan yang dikutip (Mujammil, 2006:8) mengungkapkan bahwa kyai dapat dilihat dari
23 Wahyudi
23
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 empat sisi, yakni kepemimpinan ilmiah, spiritualitas, sosial dan administrasinya (Mujammil, 2006 : 8 ). Pada kajian ini, model kepemimpinan akan dilihat dari aspek visi, strategi pimpinan dalam merealisasikan visi, strategi pimpinan dalam menggerakkan atau mempengaruhi stakeholder, dan pimpinan dalam membangun komunikasi. B. Visi kepala Madrasah Visi kepemimpinan kepala madrasah berbasis pesantren Islam al Mukmin, kelihatannya sangat simpel tetapi pada hakekatnya memiliki makna yang sangat mendalam, yaitu “semua kegiatan harus mendukung terwujudnya visi madrasah, yaitu; menjadi lembaga pendidikan pesantren yang Islami dan profesional, untuk mewujudkan muslim kaffah yang berjiwa mujahid”. Perkataan “Semua kegiatan harus mendukung terwujudnya” memiliki arti bahwa seluruh potensi madrasah diarahkan pada satu titik, yaitu pencapaian visi madrasah (menjadi lembaga pendidikan pesantren yang Islami dan profesional, untuk mewujudkan muslim kaffah yang berjiwa mujahid). Visi kepemimpinan kepala madrasah tersebut, mengandung semangat, motivasi, dan tekad untuk mewujudkan visi madrasah. Kekuatan apakah yang sebenarnya yang berada dibalik visi, sehingga visi dapat menjadi sedemikian dahsyat mempengaruhi seseorang. Sebabnya visi merupakan keadaan di masa depan yang ingin dicapai. Karena itu, visi sifatnya harapan untuk masa yang akan datang, maka sumber visi tidak terlepas dari keyakinan orang-orang yang mencetuskan visi tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan Husaini Usman, Kepemimpinan adalah ciri khas yang menunjukkan kepada sejumlah atribut individual, dengan indikator utama berupa aspek-aspek kepribadian,
kebutuhan
dan
motivasi
serta
nilai-nilai
positif.
Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
24
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Kepemimpinan pada dasarnya memadukan nilai-nilai dan keyakinan dalam praktek-prakteknya (Usman, Husaini, 2006: 260 ). Nilai-nilai dan keyakinan dianggap sebagai dimensi penting dalam kepemimpinan madrasah. Apabila dilihat dari gejala-gejala orang sukses seperti Bill Gates, Donald Trump, Jack Welch, George Soros, Goe Girand dan lain-lain, maka akan ditemukan kesamaan sebab, mereka mempunyai visi yang jelas dalam hidupnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Husaini Usman, visi telah memberikan arah ke mana mereka hendak pergi atau apa yang menjadi tujuan mereka. Akibatnya, mereka mengetahui persis yang diinginkan. Mereka setia dengan visinya dan tidak pernah berhenti untuk mewujudkan impiannya (Usman, Husaini, 2006:498). Hong Sheung Chui
dalam
Journal of Educational Administration
menegaskan, visi adalah atribut penting dari pemimpin transformasional yang efektif. Visi dapat memberikan arah, tujuan dan makna untuk mengubah sebuah organisasi (Hong Sheung Chui, Lee Shau Kee College, Fenton G. Sharpe and John McCormick, 1996:32) . Kajian ini mengungkap temuan-temuan bahwa nilai-nilai dan keyakinan religius yang dipegang oleh kepala madrasah sangat berpengaruh pada praktek-praktek kepemimpinannya. Nilai amanah juga tampak sebagai nilai yang berpengaruh pada kepemimpinan kepala madrasah. Amanah merupakan cara kepala madrasah memaknai pekerjaan mereka sebagai sesuatu yang dititipkan kepada mereka untuk dilaksanakan sesempurna mungkin Mengingat kuatnya basis teologis nilai amanah ini, maka dapat dipahami mengapa kepala madrasah menyatakan secara eksplisit bahwa tanggung jawabnya tidak hanya kepada yayasan tetapi juga kepada Allah. Nilai amanah membuat kepala madrasah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pekerjaannya, dan kerja keras.
25 Wahyudi
25
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Kebersamaan merupakan nilai yang dimiliki kepala madrasah. Nilai ini dilandasai oleh keyakinan bahwa dengan lebih banyak orang yang bekerja bersama, hasilnya akan semakin memuaskan. Kebersamaan merupakan cara untuk membangun team work madrasah. Ada beberapa cara yang digunakan oleh madrasah untuk membangun kebersamaan, misalnya; rekreasi bersama keluarga besar madrasah. Nilai kebersamaan ini sangat penting dalam mensuksekan kepemimpinannya, sebagai kepala madrasah. C. Strategi Kepala Madrasah dalam merealisasikan visi Burt Nanus mendefinisikan pemimpin sebagai orang yang mempunyai visi yang jelas, seorang pendengar yang sensitif dan efektif bagi pengikut-pengikutnya, seorang analis dan penilai situasi di mana pemimpin tersebut menjalankan kepemimpinannya (Burt Nanus, 2001: 32). Pimpinan kepala madrasah dalam studi ini tampak menunjukkan kualitas-kualitas tersebut. Kepala madrasah dalam melaksanakan kepemimpinannya, sarat dengan nilai-nilai, diantaranya: nilai amanah, nilai imtaq, nilai komitmen, nilai inovatif, dan nilai kebersamaan. Nilai-nilai tersebut
menjadi
landasan dalam merealisasikan visi madrasah. Hal ini senada dengan Olga Epitropika, menyatakan untuk merealisasikan visi, pemimpin harus memiliki: 1) spirit. 2) karakter. 3)
integritas, dan 4) kapabilitas
(Epitropika, Olga, 2001: 97). Realisasi visi merupakan sebagai usaha atau upaya untuk mewujudkan visi melalui proses kerja atau realisasi program program kerja yang telah ditetapkan. realisasi visi harus didasarkan atau berpedoman pada sebuah petunjuk pelaksanaan program kerja, bisa berupa program kerja jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
26
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 panjang, sehingga target pencapaian tujuan Madrasah dapat terlaksana sesuai waktu yang telah diprogramkan. Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh kepala madrasah, dalam merealisasikan visi madrasah, yang pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1.
Sosialisasi dan transformasi visi
2.
Mengembangkan sumber daya manusia
3.
Merealisasikan visi bersama komunitas madrasah Menurut Olga Epitropika, bahwa tahapan dalam mencapai visi,
adalah sebagai berikut: (1) melakukan refleksi diri (2) membentuk visi (3) menterjemahkan visi menjadi misi dan rencana kerja (4) mengkomunikasikan visi kepada pengikut (5) mewujudkan visi bersama pengikut (Epitropika, Olga, 2001: 99.). 1. Sosialisasi dan Transformasi Visi Sosialisasi
dan
transformasi
visi
merupakan
proses
menginformasikan dan menjelaskan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan visi bagi seluruh komunitas madrasah yang
mencakup latar
belakang serta makna visi itu sendiri. Transformasi visi juga mencakup upaya seluruh komunitas madrasah untuk mewujudkan visi sesuai konsep awal. Transformasi visi harus dilakukan secara terus menerus agar visi madrasah selalu tertanam dan menjadi inspirasi bagi seluruh komunitas madrasah dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, mengingat setiap tahun ada pergantian peserta didik maupun tenaga pendidik dan kependidikan, maka transformasi visi harus selalu dilakukan. Sehingga diharapkan tidak ada peserta didik/santri yang tidak mengetahui tentang visi misi madrasah. Sosialisasi dan transformasi visi secara langsung dilakukan dengan menyampaikan secara
langsung kepada seluruh komunitas
Madrasah melalui forum formal. Kepala Madrasah selalu berupaya untuk
27 Wahyudi
27
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 mentransformasikan visi Madrasah dalam setiap kesempatan rapat. Adapun forum rapat tersebut di antaranya; rapat kerja di awal tahun pembelajaran, rapat evaluasi setiap 1 bulan serta briefing yang diadakan setiap seminggu sekali pada hari Senin sebelum melakukan pembelajaran. Kepala Madrasah tidak bosan memberikan motivasi serta pengarahan terhadap para guru untuk selalu melaksanakan tugas mereka. Pada saat rapat bulanan beliau tidak segan menegur atau mengingatkan guru yang tidak disiplin. Guru harus mampu menjadi teladan bagi peserta didik. Sosialisasi dan transformasi visi secara tidak langsung dilakukan oleh kepala madrasah pada suatu kegiatan tertentu, dengan menggunakan media-media
tertentu
yang
dapat
mendukung
transformasi
visi.
Transformasi visi secara tidak langsung yang dilakukan kepala Madrasah di antaranya dengan membuat spanduk besar yang direntangkan di tembok depan gerbang masuk Pesantren. Dengan harapan visi misi yang menjadi identitas madrasah mampu terbaca dan dipahami seluruh komunitas madrasah baik tenaga pendidik maupun peserta didik. Pemasangan tulisan visi misi juga dilakukan di setiap ruang kelas agar para peserta didik mengetahui serta memahami visi madrasah. Pengenalan visi misi madrasah juga menjadi salah satu materi pokok dalam Masa Orientasi Siswa baru. Dengan harapan pengenalan sejak dini terhadap visi madrasah agar peserta didik setidaknya mengetahui harapan yang ingin dicapai madrasah dalam kurun waktu tertentu. Sosialisasi visi misi juga dilakukan melalui media elektronik, yaitu melalui siaran radio RADIS ( Radio Dakwah Islam), radio ini dimiliki oleh pondok pesantren dalam rangka siaran dakwah. Di samping itu, juga disosialisasikan melalui media internet dan jurnal.
Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
28
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Dengan demikian proses sosialisasi dan transformasi visi madrasah, dilakukan
melalui beberapa media, yaitu: (1) media lesan;
disampaikan pada forum rapat dan pertemuan-pertemuan, baik formal maupun non formal. (2) Media elektronik; disampaikan melalui siaran radio dan internet. (3) Melalui media cetak atau tulis: yaitu melalui jurnal, spanduk dan lain-lain.
2. Mengembangkan Sumber Daya Manusia Salah satu aspek penting dalam realisasi visi madrasah adalah menopang pengembangan personal dan profesional sumber daya manusia. Kepala madrasah meyakini pentingnya pengembangan diri, khususnya bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Pengembangan sumber daya manusia ini dianggap penting dan mendapatkan prioritas oleh pimpinan kepala madrasah, karena ia memiliki asumsi bahwa berhasilnya proses belajar mengajar sangat tergantung pada kemampuan dan kompetensi tenaga pendidik. Pemimpin yang memberikan wewenang untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya banyak diungkap oleh Stanley Spanbauer sebagai ketua Fox Valley Technical College yang telah memperkenalkan manajemen mutu terpadu sekolah kejuruan di Amerika Serikat. Menurut pendapat Spanbaueryang dikutip Sallis, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut: 1) Dalam pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada pemberdayaan para guru dan staf lain yang terlibat dalam proses pembelajaran. Para guru diberi wewenang untuk mengambil keputusan sehingga mereka memiliki tanggungjawab yang besar. Mereka diberi keleluasaan dan otonomi untuk bertindak. 2) Komitmen jauh lebih penting dari sekedar menyampaikan pidato tahunan tentang betapa pentingnya mutu dalam sekolah. Komitmen menghendaki kemajuan dengan metode dan cara yang baru. Komitmen memerlukan
29 Wahyudi
29
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tinjauan ulang terhadap masing-masing dan setiap tindakan. 3) Pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan
karakteristik
yang
serupa,
sehingga
melahirkan
lingkungan kerja yang interaktif. 4) Pemimpin harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan serta merta. 5) Pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam memandu guru dan para administrator untuk bekerja sama dalam satu kelompok tim (Sallis, Edward, 2006: 174175). Pada konteks madrasah, para guru dan staf memuji kepala madrasah atas prioritas pengembangan personal dan profesional sumber daya manusia. Kepala madrasah sering memotivasi para guru dan staf administarasi dengan memberikan sebuah contoh seorang figur guru yang disiplin,
dan
madrasah
menyediakan
penghargaan
dan
berusaha
meningkatkan kesejahteraan mereka. Fokus kepala madrasah dalam pengembangan profesionalitas staf dan guru adalah dalam rangka penciptaan komunitas belajar di madrasah. Dalam hal ini, kepala madrasah mengadakan beberapa program yang mencakup pengiriman staf dan guru ke pelatihan dan pendidikan yang lebih
tinggi,
menyediakan
pelatihan-pelatihan
di
madrasah,
dan
mengadakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). MGMP merupakan inisiatif lain dari kepala madrasah untuk menyuburkan semangat dan budaya belajar di kalangan guru demi menciptakan komunitas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa MGMP tidak hanya berfungsi sebagai sarana konsultasi bagi guru-guru yang mempunyai masalah dalam proses instruksional mereka, akan tetapi juga sebagai suatu organisasi dalam madrasah untuk memfasilitasi guru-guru
Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
30
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 mata pelajaran dalam menyusun kurikulum mereka berdasarkan basis reguler. Kepala madrasah tidak hanya memberi kesempatan untuk pengembangan diri bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, tetapi juga peserta didik/santri. Para peserta didik/santri didorong untuk menjalankan aktivitas mereka secara independen melalui beberapa kegiatan. Di antaranya kegiatan; Imarotu`s Syu'unit Tholabah (IST), Santri Pecinta Alam, jurnalistik, Muhawaroh, Tasji'ul Lughoh, Muhadloroh, Ta'limul Quro', bela diri, hiking, camping, bulu tangkis, tenes meja, sepak bola, takraw, basket, gerak jalan. Sedangkan teknik pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan kepala madrasah, dapat disimpulkan melalui: memberikan motivasi,
memberikan,
keteladanan,
memberikan
penghargaan,
memberikan kesempatan untuk pengembangan diri, peningkatan kegiatan akademik, pembinaan kesiswaan,
mengontrol dan mengevaluasi
kompenesi guru, dan membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh mereka.
D. Strategi Kepala Madrasah dalam Mempengaruhi Guru, Staf, dan Siswa Billick, B dan Peterson, J.A. menyatakan, Leadership can be defined as the ability to influence the behavior and actions of others to achieve an intended purpose (Billick, B dan Peterson, J.A. 2001, 2001: 2). Konsep ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus berusaha secara optimal menggerakkan bawahan, sehingga mereka dapat bekerjasama secara produktif untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Faktor penting dalam
31 Wahyudi
31
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Kepala madrasah, dalam menggerakkan tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik melakukan cara-cara yang berbeda, melihat siapa yang dihadapi, karena menurut pandangannya setiap orang memiliki sifat dan karakter yang berbeda, sehingga tidak bisa disamakan ketika mengajak atau melarang seseorang dengan orang lain dengan menggunakan cara atau pendekatan yang sama. Di samping itu, sikap kehati-hatian dalam menghadapi seseorang itu juga sangat penting, jangan sampai menyinggung perasaan mereka. Sebagai pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan hendaknya kepala madrasah memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan kepemimpinan. Hal itu perlu dimiliki agar mampu mengendalikan, mempengaruhi dan mendorong bawahannya dalam menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab, efektif dan efesien. Hal ini sebagaimana, Kreitner, menyatakan kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial, di mana pemimpinnya mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi (Kreitner, R. & Kinichi, A. 1992: 516). Kepemimpinan kepala madrasah, bersifat terbuka, Ia menerima masukan, dan kritikan dari siapapun, termasuk dari siswa. Di sini jelas bahwa manajemen madrasah secara transparan dan akuntabel dijalankan kepala
madrasah
dalam
kepemimpinannya,
kepemimpinannya menghasilkan dukungan yang
sehingga
dalam
kuat dari seluruh
stakeholder, hal ini sesuai dengan semangat Manajemen Berbasis Madrasah, yang diterapkan di Indonesia. Untuk meningkatkan motivasi kerja guru, Kepala madrasah melakukan pemetaan program-program kegiatan, dan mengirimkan Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
32
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tenaga pendidik dan tenaga pendidikan pada pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar yang dapat mendorong mereka dalam pengembangan ilmu dan keterampilan. Kepala madrasah juga melakukan pengawasan yang bersifat kontinu dan menyeluruh. Kepala madrasah melakukan evaluasi meliputi evaluasi terhadap uraian tugas dan evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung terhadap bukti-bukti tugas yang telah dilakanakan oleh guru kemudian memberikan masukan apabila terdapat kesalahan. E. Pimpinan dalam Membangun Sistem Komunikasi Komunikasi merupakan darah dalam suatu organisasi. Apabila komunikasi ini tidak berjalan, maka bisa dipastikan organisasi itu akan sakit. Mengkomunikasikan berarti menyampaikan berbagai informasi, ide, gagasan, pemikiran, pertanyaan, dan penjelasan dari orang satu ke orang lain, atau dari pimpinan ke bawahan. Komunikasi merupakan kunci sinergitas antara pimpinan dengan stafnya agar tujuan organisasi dapat diwujudkan secara bersama. Keberadaan
madrasah
tidak
dapat
dilepaskan
dengan
keberadaan masyarakat, karena itu madrasah harus akomodatif terhadap tuntutan masyarakat. Masyarakat bisa menjadi potensi yang positif dalam upaya pengembangan madrasah, namun juga dapat menjadi penghambat jika komunikasinya tersumbat. Oleh karena itu, madrasah harus benarbenar dapat memanfaatkan potensi masyarakat secara positif, agar dapat memberikan kontribusi yang positif pula bagi pengembangan madrasah. Masyarakat akan menjadi pendukung yang positif bagi pengembangan madrasah apabila madrasah tersebut tanggap terhadap aspirasi masyarakat. Namun sebaliknya, masyarakat akan menjadi penghambat bagi pengembangan madrasah, manakala pihak madarasah kurang tanggap terhadap keinginan masyarakat. Oleh karena itu sikap
33 Wahyudi
33
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tanggap madrasah dengan memanfaatkan pendekatan social intellegence dan
memanfaatkan
teknik
hubungan
masyarakat
perlu
terus
dikembangkan oleh kepala madrasah. Masyarakat harus dijadikan sebagi mitra yang baik bagi pengembangan madrasah, sebab dari, oleh dan untuk masyarakat madrasah itu didirikan. Berdasarkan pandangan tersebut, kepala madrasah melakukan komunikasi rutin dengan pejabat-pejabat dinas pendidikan dan kementerian agama dalam komunikasi tersebut biasanya gagasan dan program-program kepala madrasah didukung. Beberapa program dinas pendidikan dan kementerian agama untuk siswa, seperti kompetisi olah raga merupakan contoh bagaimana kepala madrasah membangun komunikasi. Komunikasi juga diperluas dengan Ikatan alumni madrasah, IKAPPIM. Kepala madrasah beranggapan bahwa ada potensi dan manfaat-manfaat dari ikatan alumni seperti ini. Seperti kontribusi alumni yang berupa ide-ide untuk mengembangkan madrasah. Saat ini jumlah alumni santri Ngruki yang terdaftar sekitar 7000 orang, yang melanjutkan studi ke Amerika maupun Eropa cukup banyak, namun bila dibandingkan dengan yang studi di Timur Tengah, lebih banyak yang ke Timur Tengah. Menurut
kepala
madrasah,
ada
beberapa
kebijakan
dalam
membangun komunikasi dengan masyarakat, yaitu: (1) Membuat laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tua murid. (2) Membuat majalah madrasah secara berkala. Majalah ini merupakan sumber informasi yang efektif bagi orang tua dan masyarakat. (3) Pameran pondok pesantren. Pameran ini dapat dilakukan di lingkungan madrasah maupun di luar madrasah. (4) Open hause. Merupakan kesempatan bagi masyarakat dan wali siswa untuk mengunjungi madrasah, melihat kegiatan-kegiatan dan Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
34
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 hasil pekerjaan siswa. (5) Kunjungan ke madrasah. Merupakan kunjungan orang tua murid ke madrasah yang dilakukan pada saat pelajaran berlangsung. (6) Melalui organisasi perkumpulan alumni madrasah. (7) Melalui radio, madrasah ini memiliki pemancar radio sendiri yaitu; Radio Dakwah Islam (RADIS). (8) Melalui media internet, masing-masing siswa memiliki pasword.
F. Model Kepemimpinan Transformasional pada Madrasah Berbasis Pesantren Model kepemimpinan pada madrasah berbasis pesantren, yang penulis tawarakan adalah model kepemimpinan transformasional. Model kepemimpinan transformasional ini, tidak hanya memberikan tugas dan fungsi kepemimpinan pada aspek instructional leadership, tetapi juga pada aspek educational leadership, yang transformasional. Indikator dari educational leadership, yang transformasional adalah sebagai berikut: (1) Pemimpin yang
memiliki kemampuan
menjawab berbagai tantangan, memiliki visi tentang madrasah yang baik, dan upaya mencapainya dengan energi dan komitmen yang tinggi. (2) Pimpinan kepala madrasah yang selalu berupaya mempengaruhi bawahannya
melalui
komunikasi
langsung
dengan
menekankan
pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen, dan keyakinan serta memiliki
tekad
untuk
mencapai
tujuan
dengan
senantiasa
mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat.
(3) Pemimpin bertindak dengan cara memotivasi dan
memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara optimal dalam hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai keadaan organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan transparan. (4) Pemimpin mendorong bawahan untuk
35 Wahyudi
35
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya. (5) Pemimpin yang memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai keluarga besar madrasah, memberikan kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan pengetahuan dan profesionalitas kerja serta memperlakukan bawahan sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka terhadap organisasi. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk keperluan masa kini tetapi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang visioner. Karena visi dapat memberikan arah, tujuan dan makna untuk mengubah sebuah organisasi. Pemimpin transformasional juga dipandang sebagai agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Pemimpin
transformasional
berusaha
memberikan
reaksi
yang
menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan. Karakteristik pemimpin transformatif, yang dikemukakan oleh Billick, adalah sebagai berikut: (1) Memiliki kapasitas bekerjasama dengan orang lain untuk merumuskan visi lembaga atau sekolah. (2) Memiliki jati diri, personal platform yang mewarnai tindakan dan perilakunya. (3) Mampu mengkomunikasikan dengan cara-cara yang dapat menumbuhkan komitmen di kalangan staf, siswa, orang tua, dan pihak lain dalam komunitas sekolah. (4) Menampilkan banyak corak peran kepemimpinan secara teknis, humanistik, edukatif, simbolik dan Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
36
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kultural. (5) Mengikuti dan merespon trend dan isu, ancaman dan peluang dalam lingkungan pendidikan dan masyarakat luas, baik secara lokal, nasional, dan internasional, dan mengantisipasi dampaknya terhadap pendidikan, khususnya lembaga pendidikan yang dipimpinnya. (6) Memberdayakan staf dan komunitas sekolah dengan melibatkan mereka dalam proses pembuatan keputusan (Billick, B dan Peterson, J.A. 2001, 2001: 76). Di dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin dianggap memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengetahui gambaran besar organisasi
melebihi
pengikut-pengikutnya.
Pemimpin
mempunyai
kemampuan yang lebih dibanding para pengikut yang menggantungkan kepercayaan kepada sang pemimpin. Keberhasilan model kepemimpinan ini
ditentukan
dari
kemampuan
pemimpin
untuk
mentransfer
kemampuannya kepada para pengikutnya, sehingga para pengikut memiliki kemampuan yang lebih baik. Pemimpin juga memberikan empowering dan encouraging (membrikan wewenang dan membesarkan hati) para pengikutnya. Hal ini bertujuan agar pemimpin dan pengikut dapat bekerja
dengan sama baiknya untuk meraih tujuan akhir
organisasi. Secara ringkas perilaku yang dimaksud adalah sebagai berikut, yaitu: a. Attributed charisma:Karisma secara tradisional dipandang sebagai hal yang bersifat inheren dan hanya dimiliki oleh pemimpin-pemimpin kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa karisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di level bawah dari sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri tersebut memperlihatkan visi, kemampuan dan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi. Karena itu,
37 Wahyudi
37
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 pemimpin karismatik dijadikan suri teladan, idola, dan model panutan oleh bawahannya. b. Idelaized Influence, Pemimpin ini berupaya mempengaruhi bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya, nilainilai, asumsi-asumsi, komitmen, dan keyakinan serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan senantiasa mempertimbangkan akibatakibat moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Dampaknya, adalah dikagumi dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha mengidentikkan diri dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang mengutamakan kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan bawahan secara konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian bawahan bertekad dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan bersama. Oleh karenanya, perilaku pemimpin ini dapat menciptakan rasa kagum (admire), rasa hormat (respect), dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya.. c. inspirational Motivation, Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara-cara memberikan motivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi untuk berpartisipasi secara optimal dalam hal gagasangagasan, memberi visi mengenai keadaan organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat, antusiasme dan optimisme dikorbankan sehingga harapan-harapan itu menjadi penting dan bernilai bagi mereka dan perlu direalisasikan melalui komitmen yang tinggi. d.
Intellectual
Stimulation,
Pemimpin mendorong
bawahan
untuk
memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
38
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan, bawahan merasa pimpinan menerima dan mendukung mereka untuk memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari cara-cara kerja baru dalam mempercepat tugastugas mereka. Pengaruh positip lebih jauh adalah menimbulkan semangat belajar yang tinggi. e.
Individualized
Consideration,
Pemimpin
memperlakukan
setiap
bawahannya sebagai pribadi yang unik, yang memiliki kecakapan, kebutuhan dan keinginan yang berbeda satu sama lain. Pemimpin memberikan perhatian yang khusus kepada setiap bawahannya dalam usaha untuk meningkatkan prestasi dan mengembangkan kemampuan mereka, dengan bertindak sebagai palatih atau penasehat. Pemimpin tidak hanya mengenali kebutuhan mereka dan meningkatkan perspektif mereka, tetapi pemimpin juga menyediakan sarana untuk mencapai tujuan secara lebih efektif. Pengaruh terhadap bawahannya antara lain, merasa diperhatikan dan diperlakukan manusiawi dari atasannya. Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Dalam hal hubungannya dengan tingkat kebutuhan Abraham Maslow, pemimpin transformasional perlu meningkatkan kebutuhan bawahan dari tingkat yang paling dasar ke tingkat puncak, yakni aktualisasi diri. Jadi dengan adanya kepemimpinan transformasional maka kebutuhan yang lebih tinggi dari bawahan akan terpenuhi. Dengan menumbuhkan aktualisasi diri, pemimpin juga menumbuhkan keterikatan bawahan pada tujuan organisasi.
G. Simpulan Berdasarkan transformasional
hal
tersebut,
maka
model
kepemimpinan
pada madrasah berbasis pesantren, yang penulis
tawarkan sangat relevan. Karena dalam penerapan model kepemimpinan
39 Wahyudi
39
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 transformasional sangat memperhatikan nilai-nilai agama yang ada dalam organisasi madrasah. Sedangkan nilai-nilai budaya organisasi madrasah yang ditemukan bersumber pada keyakinan keagamaan, yaitu agama Islam. Nilai-nilai tersebut adalah: tauhid, ibadah, kaffah, jihad, amanah, ikhlas, dan disiplin. Nilai-nilai ini sangat dijunjung tinggi di lingkungan madrasah. Bahkan secara tertulis, nilai-nilai itu di tempatkan di beberapa lokasi untuk mengingatkan kepada warga madrasah.
Kepemimpinan Kepala Madrasah Berbasis Pesantren
40
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Daftar Pustaka Billick, B dan Peterson, J.A. 2001. Competitive Leadership: Twelve Principles for Succes. Chicago: GoalsGuy Learning S., Inc., 2001. Bruinssen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan. Epitropika, Olga. 2001. What is? Transformational Leadership. Inggris: Institut of Work Psychology University of Sheffield. Frances Hesselbein dan Rob Johnston. 2005. On Mission and Leadership, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hong Sheung Chui, Lee Shau Kee College, Fenton G. Sharpe and John McCormick, 1996. Vision and leadership of principals in Hong Kong.Journal of Educational Administration, Vol. 34 No. 3, © MCB University Press Koontz, Harold, Cyrill O Donnel & Heinz Weihrich. 2001. Management. 9 th Ed. San fransisco: Mc Graw hill Book Com. Kreitner, R. & Kinichi, A. 1992. Organizational Behavior. 5nd Edition. Homewood, Illinois: Richard D. Irwin, Inc. Nanus, Burt. 2001. Kepemimpinan Visioner. Jakarta: Prenhallindo. Rohiat. 2009. Manajemen Sekolah Teori dan Praktis. Bandung: Refika Aditama. Sallis, Edward,2006. Total Quality Management In Education, terj. Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi, Jogjakarta: IRCiSoD. Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Usman, Husaini. 2006. Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Yukl, G. 1999. Leadership in Organization. New Jersey: Prentice Hall.
41 Wahyudi
41
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ANALISIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN MENENGAH MUHAMMADIYAH DI KECAMATAN WELERI, KABUPATEN KENDAL Oleh :Yusuf Darmawan
ABSTRAK Fokus penelitian adalah bagaimana implementasi pendidikan karakter di Perguruan Muhammadiyah di Kecamatan Weleri, yang meliputi implementasi, peran kepala sekolah, faktor pendukung dan penghambat serta kultur sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Karya ini bertujuan untuk memahami implementasi pendidikan karakter, peranan kepala sekolah, faktor pendukung dan penghambat serta kultur sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Temuan dikemukakann bahwa implementasi pendidikan karakter dilakukan dengan cara pembiasaan, melalui metode pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Kepala sekolah mempunyai peranan penting dalam pendidikan karakter yaitu membuka komunikasi dengan jajarannya untuk membuat keputusan dalam upaya pelaksaaan pendidikan karakter. Kendala yang ditemukan meliputi pengaruh lingkungan, lemahnya profesionalisme guru terutama guru baru, rendahnya dukungan dari orang tua murid, serta kemajuan ilmu dan teknologi. Kultur sekolah yang terbentuk meliputi kultur kedisiplinan, ke-Islaman dan kebersihan.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, peranan kepala sekolah, kultur sekolah.
Penulis adalah kepala sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Weleri.
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
42
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 A. PENDAHULUAN Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan, lebih dikenal sebagai organisasi yang berusaha memperbaharui pemahaman terhadap ajaran serta nilai-nilai Islam sejak awal berdirinya pada tahun 1912. Muhammadiyah didirikan tidak hanya didorong karena sikap reaksioner pemerintah kolonial Belanda terhadap agama Islam dan perkembangannya, akan tetapi juga karena tuntutan sejarah yaitu umat Islam memerlukan sinar baru dalam menghadapi dunia modern. Sejak saat itu Muhammadiyah berkembang, menjadi salah satu organisasi Islam yang cukup besar di Indonesia. Pada tahun 1918 KH Ahmad Dahlan mendirikan Standart School Muhammadiyah di Suronatan Yogyakarta dengan tujuan mencetak intelektual muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sekolah ini berfungsi sebagai tempat pendidikan juga diarahkan bagi kepentingan pengkaderan untuk apa Muhammadiyah. Pada masa-masa berikutnya Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan lain, baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah, bahkan juga mendirikan pendidikan tinggi. Pendidikan merupakan media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan, jujur dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk mengentaskan
kemiskinan
pengetahuan,
menyelesaikan
persoalan
kebodohan, dan menuntaskan segala permasalahan bangsa yang selama ini terjadi. Peran pendidikan jelas merupakan hal yang signifikan dan sentral karena pendidikan memberikan pembukaan dan perluasan pengetahuan, sehingga bangsa ini betul-betul melek terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan dihadirkan untuk mengantarkan
43 Yusuf Darmawan
43
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 bangsa ini menjadi bangsa yang beradab dan berbudaya (Yamin, 2009: 15). Menurut Tilaar (2002: 33-35) membangun pendidikan karakter di kalangan siswa merupakan nilai pembelajaran untuk menghadapi tantangan-tantangan pendidikan masa depan. Pendidikan karakter yang dibangun suatu bangsa amat berkaitan erat dengan kekuatan bangsa itu sendiri. Pendidikan karakter bangsa yang dilaksanakan di tingkat sekolah akan melahirkan masyarakat yang baik, dan memiliki hubungan dan norma-norna perilaku yang menjiwai kehidupan bersama, dalam wujud trust (kepercayaan) diantara sesama warga masyarakat, ini akan menimbulkan hubungan yang saling mempercayai dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan
karakter
dapat
diintegrasikan
dalam
program
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Jadi pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internal siswa dan pengalaman nyata dalam kehidupan siswa sehan-hari dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Kegiatan
ekstrakurikuler
yang
selama
ini
diselenggarakan
merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik siswa. Kegiatan ekstakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh guru yang
berkemampuan
dan
berkewenangan
.
Melalui
kegiatan
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
44
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi siswa. Pendidikan karakter juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan
secara memadai. Pengelolaan tersebut
antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan dalam program kurikulum, kultur sekolah, pembelajaran, penilaian, tata tertib sekolah, guru dan tenaga kependidikan, serta komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter . Penanaman
pendidikan
karakter
merupakan
ruhnya
penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya, pendidikan karakter hendaknya mengembangkan dan menyadarkan siswa terhadap nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan dan kasih sayang sebagai nilainilai universal yang harus dimiliki para guru. Pendidikan karakter juga berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan secara spesifik sesuai keyakinan agama masing-masing.
Dengan demikian setiap
pembelajaran yang dilakukan hendaknya selalu diintegrasikan dengan nilai-nilai
karakter,
berkepribadian
utuh,
sehingga dan
menghasilkan
diyakini
mampu
anak
didik
mengatasi
yang
berbagai
permasalahan hidup dan sistem kehidupan manusia. Pendidikan karakter sebenarnya sudah lama diterapkan dalam proses pembelajaran bahkan dalam program kerja pemerintah seratus hari pertama. Depdiknas menginstruksikan kepada sekolah-sekolah untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam rangka pembangun mental bagi siswa. Nilai-nilai karakter itu diantaranya kreatif, inovatif, problem solver berpikir kritis, dan entrepreneurship atau di singkat KIPBE. Sayangnya, implementasi pendidikan karakter itu tidak dapat berjalan
45 Yusuf Darmawan
45
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 optimal, karena adanya dua hal yaitu: (1) kurang terampilnya para guru mengintegrasikan. pendidikan karakter. dalam proses pembelajaran dan (2) sekolah terlalu fokus mengejar target-target akademik khususnya target lulus ujian nasional. Karena sekolah masih fokus pada aspek-aspek kognitif atau akademik, baik secara nasional maupun lokal pada masingmasing satuan pendidikan, maka pendidikan karakter justru diabaikan. Dengan pelayanan pendidikan karakter yang baik maka akan senantiasa terbimbing antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu di ketahui siswa dan segala aktifiatas akan terselesaikan.
Pembinaan
mental
siswa
secara
khusus
mudah
dilaksanakan, seperti ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran kebenaran, dan kasih sayang, serta nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggung jawab, kepatuhan, dapat terus-menerus diamati dan di pantau oleh para guru/pembimbing. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan refleksi peserta, jika semula pendidikan karakter hanya menjadi anak tiri, maka kini harus dijadikan poin utama. Artinya pendidikan karakter tidak lagi terpisah dengan pendidikan yang sifatnya kognitif. Pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan karakter tidak harus menjadi mata pelajaran sendiri, tetapi menjadi salah satu bagian dari mata pelajaran secara terpadu (pendidikan karakter terpadu). Pendidikan karakter terpadu, bukan hanya dilaksanakan oleh guru tetapi juga harus menjadi teladan bagi kepala sekolah dan guru yang diawasinya, kepala sekolah menjadi teladan bagi guru dan karyawan.
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
46
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Sementara guru menjadi teladan bagi siswanya. Keterpaduan ini akan berkontribusi positif bagi proses perkembangan karakter siswa. Berdasarkan fenomena tersebut perlu pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep pendidikan karakter.
Beberapa hal yang
diperlukan dalam pengembangan pendidikan karakter adalah : (1) kultur perilaku kepala sekolah, guru, siswa dan pegawai tata usaha berupaya untuk selalu disiplin, meningkatkan kemampuan teknis, mentaati tata tertib, menjalankan struktur organisasi sekolah, jujur dalam menjalankan amanah. Kelengkapan menggunakan metode dan media yang variatif, melengkapi dokumen administrasi, mengikuti pendidikan dan pelatihan, rajin diskusi/kolaborasi, maupun dan mau menulis artikel, melakukan tata krama yang baik, mengisi presentasi, dengan tertib menerapkan budaya belajar, dan memberikan pelayanan yang prima, (2) kultur artifak antara lain meningkatkan: penataan dokumen, ruang kelas, perpustakaan sekolah, dan ruang internet, (3) kultur pesan-pesan verbal antara lain, sosialisasi dan penerapan tata tertib sekolah, serta program sekolah, (4) nilai-nilai yang terkandung dalam kultur sekolah terkait perilaku antara lain: kepala sekolah, guru, dan kariyawan sebagai contoh dalam penegakan disiplin dan memiliki kesadaran yang tinggi dalam menerapkan tata tertib. Dengan
permasalahan
tersebut,
Perguruan
Menengah
Muhammadiyah di Weleri, sebagai sebuah institusi pendidikan Islam memiliki tanggung jawab pendidikan karakter untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Perguruan Menengah Muhammadiyah Kendal ini terdiri dari tiga sekolahan yaitu SMK Muhammadiyah 1 Weleri, SMA Muhammadiyah 1 Weleri dan SMK Muhammadiyah 3 Weleri. Sebagai
perwujudannya,
Muhammadiyah
di
Weleri
maka mulai
di
Perguruan
Menengah
tahun
pelajaran
2008-2009
47 Yusuf Darmawan
47
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menyelenggarakan
pendidikan
karakter.
Perguruan
Menengah
Muhammadiyah di Weleri menerapkan pendidikan karakter guna menumbuh kembangkan siswa menjadi individu yang memiliki motivasi tinggi, kreatif mampu mengekspresikan diri sesuai dengan potensinya masing-masing, peka terhadap lingkungan, disiplin dan yang tak kalah penting memiliki dasar keimanan Islami dan ketakwaan kepada Tuhan, jujur dan bertanggung jawab. Perguruan
Menengah
Muhammadiyah
di
Weleri
telah
mengembangkan pendidikan karakter dengan mempersiapkan siswa yang matang secara akademik, Islam, dan berjiwa sosial. Pendidikan karakter ini tidak saja berlandaskan pada pengetahuan dan nilai universal mengenai gejala alamiah dan sosial, melainkan juga pada moral agama sebagai penuntun kehidupan dunia-akhirat. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ingin mengetahui implementasi
pendidikan
karakter
di
Perguruan
Menengah
Muhammadiyah di Weleri, yang meliputi peran kepala sekolah dan guru dalam pendidikan karakter. Hal ini penting dilakukan mengingat selama ini Perguruan Muhammadiyah di Weleri dikenal masyarakat karena mutu akademik yang Islami.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif naturalistik yaitu menafsirkan fenomena yang ditemuinya di lapangan, dan tidak memanipulasi. Penelitian naturalistik menekankan prilaku individuindividu siswa, guru, kepala sekolah dan karyawan. Fokus penelitian ini pada siswa, guru dan kepala sekolah dalam rangka melihat implementasi pendidikan karakter. Dengan demikian, observasi penelitian ini adalah guru, kepala sekolah dan siswa dalam kaitan kegiatan ektstakurikuler dan Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
48
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 intrakurikuler, kultur sekolah, tata tertib sekolah maupun visi dan misi sekolah. Subjek penelitian yang dimaksud adalah orang yang mengetahui informasi permasalahan penelitian yaitu guru, kepaia sekolah, dan siswa oleh karena itu peneliti memfokuskan guru, Kepala sekolah dan siswa yang
berada
di
lingkungan
sekolah
Perguruan
Menengah
Muhammadiyah di Weleri. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling digunakan sesuai dengan kebutuhan atau pertimbangan tertentu dari penelitian sedangkan snowball sampling digunakan bila sumber-sumber data pertama belum dapat memberikan informasi tambahan dari sampel berikutnya untuk melengkapi data yang diperlukan. Objek penelitian adalah memfokus apa yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tidak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Dengan demikian berdasarkan rumusan masalah yang telah dirancang, dapat diketahui objek dalam penelitian ini adalah implementasi pendidikan karakter di Perguruan Muhammadiyah Weleri, peran kepala sekolah dan guru dalam pembinaan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah di
Weleri, dan implementasi program pendidikan
karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri. Penentu subjek dalam penelitian ini dilahirkan secara langsung di lapangan dengan mempertimbangkan kesiapan subjek, situasi yang ada pada saat
penelitian
dilaksanakan,
dengan
mempertimbangkan
kemungkinan penggalian data secara mendalam Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. Penelitian ini menentukan dan memilih subjek penelitian yang dapat merepresentasikan setiap kelompok dan stake holder yang ada di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri.
49 Yusuf Darmawan
49
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Subjek penelitian tersebut meliputi tiga orang kepala sekolah, enam orang guru dan tiga orang murid. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri Proses pendidikan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri adalah cara yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk membentuk karakter siswa. Pembentukan karakter siswa ini ditekankan dalam bentuk disiplin, kerjasama, tolong menolong, menghargai guru dan orang tua. Data hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa sekolah-sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri telah melaksanakan implementasi kebijakan pendidikan karakter. Hal tersebut terungkap dalam dokumen Visi dan Misi sekolah serta dalam kegiatan belajar mengajar di kelas serta dalam kegiatan ekstra kurikuler dan budaya sekolah. Hal tersebut dikuatkan hasil observasi yang menunjukkan lingkungan sekolah yang bersih dan tertib serta banyaknya slogan bermuatan karakter di lingkungan sekolah. Pembentukan karakter anak baik atau tidak tergantung pada pembinaan keluarga dan lingkungan sekitarnya termasuk lingkungan sekolah. Montessori (2008) menjelaskan bahwa semua persoalan ini dapat dipecahkan jika semua pihak memahami rangkaian aktivitas konstruktif yang semestinya dilalui dengan baik dan secara alami oleh setiap anak. Kini sudah jelas bahwa setiap cacat karakter anak diakibatkan oleh perlakuan guru yang tidak baik pada anak itu seharihari. Jika anak-anak telah ditelantarkan di rumah, maka pikiran mereka pun kosong karena tidak memiliki kesempatan untuk
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
50
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 mengisinya. Oleh karena itu peran warga sekolah untuk membentuk karakter siswa sangat diperlukan. Pendidikan karakter yang telah diterapkan di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri sebenarnya telah memberikan hasil yang baik walaupun masih ada beberapa kekurangan. Pembentukan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri diterapkan mulai dari mulai hal-hal yang kecil dan ringan seperti setiap kali masuk pertama kali yaitu selalu bersalaman antara siswa dengan guru. Guru mengajarkan siswa tata cara shalat, siswa terlambat dipaggil dan dinasehati demikian pula untuk siswa yang terlambat untuk megikuti upacara akan dipanggil dan dinasehati. Namun hasil temuan ada ketidaksamaan seperti masih banyak ditemukannya siswa berperilaku tidak baik bahkan terkesan kurang sopan. Oleh karena itu guru perlu setiap waktu mengontrol siswa yang pada jam istirahat dan waktu shalat berjamaah. Pelaksanaan pendidikan karakater juga dirasakan manfaatnya bagi siswa. Peraturan dan tata tertib sekolah yang mengadopsi nilainilai ke-Islaman memang terasa membuat siswa mempunyai tanggung jawab yang berat untuk dapat mengikuti peraturan yang ada, namun demikian setelah peraturan ini dijalankan dengan baik siswa kemudian merasakan bahwa hal tersebut merupakan suatu rutinitas biasa yang tidak lagi menjadi beban dan bahkan terasa sudah dianggap sebagai bagian hidup yang harus tetap dijalankan. Implementasi
pendidikan
karakter
nampaknya
mampu
membentuk siswa yang berkepribadian baik yang dampaknya dapat dirasakan dari perilaku siswa baik di dalam maupun di luar sekolah dengan menerapkan nilai-nilai yang diterapkan di sekolah. Penerapan pendidikan karakter pada siswa ini tidak hanya berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pendidikan karakter di
51 Yusuf Darmawan
51
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Perguruan Menengah Muhhamadiyah juga dilakukan di setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan sebagai upaya dari pemberian pendidikan karakter adalah Baca tulis Al-Qur’an, Shalat Dhuhur Berjamaah, dan Kegiatan Pramuka.
2. Peran kepala sekolah dan guru dalam pembinaan karakter siswa di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri Kepala sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keberlangsungan sistem belajar mengajar termasuk meningkatkan prestasi siswa dan sekolah. Upaya untuk membentuk siswa yang cerdas tidak hanya didasarkan pada nilai akademik semata namun juga siswa yang berkarakter yang baik. Keberadaaan kepala sekolah menjadi salah satu syarat penting sukses tidaknya implementasi pendidikan karakter, karena kepala sekolah
harus
mampu
membimbing,
mendorong
dan
mengorganisasikan staf dengan baik. Dukungan staf dan pihak terkait sangat penting dalam mengelola perubahan. Cara memperoleh dan mempertahankan dukungan yang demokratis, transparansi dan partisipatif dapat mendorong dan meningkatkan kinerja para guru dan pegawainya untuk mencapai tujuan sekolah yang telah diprogramkan. Hal ini berarti bahwa kepala sekolah memainkan peranan penting dalam menentukan arah, proses dan hasil implementasi penerapan pendidikan karakter di sekolah. Kepala sekolah memilih model kepemimpinan yang baik dalam memimpin guru sebagai aak buah sehingga mampu menterjemahkan program yang dicanangkan termasuk dalam upaya menerapkan pendidikan karakter di sekolah.
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
52
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Menuurt
Kusuma
(2010)
menyebutkan
bahwa
corak
kepemimpinan kepala sekolah mampu membawa setiap individu dalam lingkungan pendidikan sekolah untuk dapat memiliki rasa saling percaya satu sama lain bahwa tujuan pendidikan yang tercapai melalui optimisme kepala sekolah. Kepala sekolah adalah pendidik karakter dapat membawa kemajuan dan meningkatkan potensi siswa dalam sekolahnya. Kepemimpinan kepala sekolah yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut: (1) kepemimpinan dalam sekolah akan membantu meningkatkan prestasi siswa, (2) kepemimpinan kepala sekolah harus dipraktikkan oleh kepala sekolah dan guru dalam penerapan karakter, (3) ciri-ciri kepemimpinan yang berkarakter di sekolah maupun di masyarakat, (4) pemimpin berhasil di lingkungan pendidikan yang multikultur. Kepemimpinan
kepala
sekolah
di
Perguruan
Menengah
Muhammadiyah Weleri seperti yang peneliti amati sangat terbuka dan mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang dihadapi sekolah dengan para guru dan karyawan tergantung dari masalah yang dihadapi, oleh karena itu menyebabkan penyelesaian suatu masalah diputuskan bersama sehingga menguntungkan semua pihak-pihak guru atau karyawan. Guru maupun karyawan akan merasa memiliki tanggung jawab bersama dalam melaksanakan tugas yang diemban.
3. Faktor pendukung dan penghambat penerapan pendidikan karakteri di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri. a. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Karakter Faktor pendukung ini meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kultur sekolah dan pembinaan pendidikan karakter di Pendidikan Menengah Muhammadiyah
53 Yusuf Darmawan
53
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Weleri, sedangkan yang menjadi faktor eksternalnya adalah hubungan luar sekolah. Faktor internal, pertama adalah peraturan tata tertib, kultur sekolah dan pembinaan karakter siswa yang selama ini dapat dinyatakan telah berjalan dengan baik. Warga sekolah yang melanggar tata tertib dan tidak disiplin akan mendapatkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah disepakati bersama. Kedua dukungan dan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dengan staf beserta kaur lainnya dalam mendukung program kerja sekolah juga berjalan dengan baik, ketiga otonomi sekolah dalam mengelola dan membuat keputusan, keempat pembinaan pendidikan karakter siswa merasa senang dan nyaman dan kelima dukungan orang tua murid yang sangat baik. Faktor eksternal adalah kerja sama pihak sekolah dengan pihak luar dan masyarakayt sekitar. Faktor pendukung dalam pemberdayaan guru perlu dikembangkan dan dipertahankan daya dukung tersebut yaitu pengembangan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dengan guru. Daya dukung tersebut menunjukkan bahwa kepala sekolah di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri sangat transparan terhadap guru dan karyawannya mengenai program sekolah. Selain itu orang tua siswa sangat mendukung program penerapan karakter yang menghasilkan sekolah dengan siswa yang berkarakter Islami. b. Kendala Dalam Menjalankan Pendidikan Karakter Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang di dalam Seminar Pendidikan
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
54
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Karakter.
Faktor-faktor
yang
menjadi
kendala
dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter: 1) Lemahnya Kepemimpinan 2) Kedisiplinan dan Hukuman 3) Minimnya Workshop.
4. Kultur sekolah sebagai pendorong terbentuknya pendidikan karakter Proses bertumbuh dan berkembangnya kultur sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut. Idealnya setiap sekolah tentuk memiliki spirit atau nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri memiliki spirit membentuk siswa yang cerdas dengan tetap berlandaskan pada nilai keimanan dan ketaqwaan. Nilai tersebut akan mewarnai dalam setiap perbuatan sekolah baik dari struktur organisasi sekolah, penyusunan deskripsi tugas, sistem dan prosedur kerja sekolah, kebijakan dan aturan-aturan sekolah. Pembentukan perilaku siswa ini sangat tergantung pada dua faktor yaitu pertama, karakteristik dan lingkungan siswa, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial, kedua adalah kualitas kehidupan sekolah. Kualitas kehidupan atau tradisi sekolah meliputi kebijakan, struktur, latar fisk, suasana hubungan formal maupun informal, dan sistem sekolah yang secara keseluruhan sangat dipengaruhi atau diwarnai oleh spirit atau nilai-nilai yang dianut oleh sekolah. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut akan mewarnai gerak langkah sekolah dalam membentuk kualitas kehidupan fisiologis maupun psikologis sekolah dan lebih lanjut akan membentuk perilaku sistem sekolah, kelompok dan warga sekolah. Oleh karena itu diperlukan kultur sekolah yang kondusif yang mampu memberikan pengalaman bagi tumbuh kembangnya perilaku berkarakter sebagai
55 Yusuf Darmawan
55
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 perwujudan dari nilai-nilai tersebut. Kultur sekolah yang kondusif akan tampak dan tercermin dalam kebijakan, aturan sekolah, fisik sekolah dan perilaku warga sekolah. Keberadaan kultur sekolah yang kondusif memiliki peran yang sangat vital dan strategis bagi keberhasilan pendidikan karakter. Implementasi pendidikan karakter tidak dapat sekedar dalam bentuk menitipkan muatan-muatan karakter ke dalam keseluruhan atau sebagian mata pelajaran. Pendidikan karakter akan efektif bilamana disemayamkan, bukan sekedar diinformasikan dan dilatihkan. Artinya, dalam rangka keefektifan program pendidikan karakter, sekolah harus mampu mendudukkan dirinya sebagai lembaga penyemayaman bagi tumbuh dan berkembangnya kecakapan personal atau kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional pada diri siswa. Dalam rangka itu, di sekolahsekolah perlu ditumbuhkembangkan kultur yang kondusif. Konsekuensinya pemimpin sekolah, pendidik dan seluruh pemangku
kepentingan
dituntut
untuk
mendapatkan
atau
mengembangkan kultur sekolah yang betul-betul kondusif. Hanya dengan kultur sekolah yang kondusif, proses internalisasi karakter akan terjadi dan hanya dengan kultur sekolah yang kondusif penyemayaman karakter akan terwujud. Dalam konteks pendidikan karakter, kultur sekolah yang kondusif adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat dan iklim sekolah yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuhkembangnya karakter siswa yang diharapkan. Secara umum, kultur sekolah dapat dikatakan kondusif bilamana memungkinkan
bertumbuhkembangnya
perilaku
siswa
yang
diinginkan. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
56
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Bilamana siswa diharapkan memiliki kecerdasan, keterampilan dan kreativitas, maka kultur sekolah yang kondusif adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat dan iklim sekolah yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuhkembangnya kecerdasan, keterampilan dan kreativitas siswa. Sekolah dapat memiliki spirit disiplin dan tanggung jawab misalnya maka yang dan berkembang di sekolah adalah latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat serta iklim kedisiplinan dan tanggung jawab. Struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan prosedur kerja sekolah, kebijakan dan aturan-aturan sekolah, tata tertib sekolah dan hubungan formal maupun informal dalam sekolah mencerminkan kedisiplinan dan tanggung jawab. Dampak perilaku tumbuh yang tumbuh dan berkembang di sekolah adalah pemimpin sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa yang penuh disiplin dalam melaksanakan tugas, ketertiban sekolah yang sangat dijunjung tinggi yaitu tata tertib yang selalu dijaga. Karakter siswa, sebagaimana telah banyak dipaparkan pada berbagai panduan pendidikan karakter, meliputi kecakapan personal, kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional. Kelima kecakapan tersebut menuntut adanya kultur sekolah yang kondusif. Kultur sekolah yang kondusif adalah pertama, secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuhkembangnya keimanan dan ketaqwaan siswa, kesahajaan dan nasionalisme siswa, semangat kebersamaan, persatuan dan kerja kelompok, ketrampilan siswa dalam mengkritisi dan memecahkan
masalah,
kecerdasan
emosional,
keterampilan
komunikasi dan keterampilan dalam bidang tertentu di masyarakat. Kedua, kultur sekolah yang kondusif akan tampak atau tercermin dalam struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan
57 Yusuf Darmawan
57
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 prosedur kerja sekolah, pegawai, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual dan penampilan fisik sekolah yang juga tumbuh dan berkembang.
D. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa implementasi pendidikan karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah di Weleri Kabupaten Kendal dideskripsikan sebagai berikut : 1. Peneliti menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter di Perguruan Menengah Muhammadiyah Weleri dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu pembiasaan, pembelajaran dan ekstrakurikuler. Pembiasaan dilakukan melalui rutinitas hal-hal kecil seperti bersalaman saat masuk pagi hari serta kegiatan rutin seperti baca tulis Al-qur’an dan sholat berjamaah. Dalam setiap pembelajaran disertakan pendidikan karakter melalui mata ajar yang dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran sebagai peunjang namun memiliki makna strategis bagi keberlangsungan pembinaan di sekolah seperti tadarusan, praktik sholat, pramuka dan sebagainya. 2. Kepala sekolah bersama dengan jajarannya bersinergi dalam upaya pembentukan pendidikan karakter. Kepala sekolah secara terbuka mengkomunikasikan semua persoalan termasuk penerapan pendidikan karakter terhadap siswanya. Kepala sekolah menjadi fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan karakter dan dalam setiap ada permasalahan berkaitan dengan pendidikan karakter dapat diputuskan secara bersama. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
58
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 3. Pelaksanaan pendidikan karakter masih menemukan beberapa kendala dan hambatan. Kendala atau hambatan tersebut seperti pengaruh lingkungan, lemahnya profesionalisme guru terutama guru baru yang belum mendapatkan pelatihan intensif tentang pendidikan karakter Perguruan Menengah Muhammadiyah, rendahnya dukungan dari orang tua murid, karena pada dasarnya pendidik utama adalah orang tua sehingga jika orang tua tidak bersinergi dengan pihak sekolah tentang pendidikan karakter maka anak akan kembali dengan kebiasaan lama di rumah. Kendala pelaksanaan pendidikan karakter juga ditemukan pada kemajuan ilmu dan teknologi dimana dampak dari globalisasi dan informasi menyebabkan banyak siswa yang lebih banyak terpengaruh dengan tokoh-tokoh yang diidolakan baik dalam bersikap maupun berperilaku. 4. Kultur sekolah yang dibentuk adalah kultur disiplin, ke-Islaman dan kebersihan. Kultur kedisiplinan ditunjukkan oleh keteladaran kepala sekolah yang diikuti guru dan siswa. Kultur ke-Islaman ditunjukkan dengan kebiasaan membaca Al-qur’an dan sholat berjamaah, dan kultur kebersihan adalah dengan menjaga kebersihan di lingkungan sekolah.
59 Yusuf Darmawan
59
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 DAFTAR PUSTAKA
Abdi, R. (2007). Pengembangan Budaya Sekolah di SMAN 3 Tajung Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian dan Evaluasi. 1410-4725. Ahmadi, A. (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Akbar, S. (2008). Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan Karakter untuk Sekolah Dasar Berbasis Model Pendidikan Nilai dan Karakter di Pesantren Daarut-Tauhied Bandung. Lokakarya. Diambil dari http://dosen.fip.um.ac.id/sadun/2009. pada tanggal 19 Juli 2010. Allison, Z. Robert, K., & Everett, K. (2004). Transformarfing Schools Creating A Culture of Continuous Improvement. United States of America: Association for Supervision and Curriculum Development Alexandria, Virginia USA. Amal, A. (2007). Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Makasar: Bakti. Arthur, J. (2003). Education with Character, the moral economy of schooling. New York AS: 11. New Fether Lane, London EC4P 4EE. Associate, & Taxel. (2005). The Discourse of Character Education, Culture Wars in the Classroom. United States of America: Joel Taxel. Azra, A. (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Buku Kompas. Barth, R.S. (2010). The Culture Builder. Diambil http://journals.ema.sagapuh.com pada tanggal 26 Juli 2010.
dari
Basuni, S. (2010). Buku Pedoman Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Rineka Cipta. Bell, L., & Kent, P. (2010). The culture, A Case Study exploring the ways in which sixth formstudents perceive school culture. Journal of the British Educational Leadership, Management & Administration Society, 8-32-351663.
Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
60
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bohlin, K.E. (2005). Teaching Character Education Through Literature. London and New York. USA and Canada by Rourledge Falmer. Budiningsih, A. (2008). Pembelajaran Moral, Berpijak pada karaktersitik siswa dan budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.
61 Yusuf Darmawan
61
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal Oleh : Muhamad Nur
ABSTRAK Wacana yang fundamental dalam penelitian Hadits di era post modern ini adalah mengenai otentisitas dan reliabilitas Hadits sebagai sumber otoritas Islam kedua setelah al-Quran. Penelitian ini tidak bermaksud menggugat posisi hadits sebagai sumber otoritas Islam. Hadits yang dianggap sebagai verbalisasi sunnah oleh sebagian besar umat Islam terlalu penting untuk diabaikan dalam kehidupan beragama, sosial, dan politik. Hadits bukan hanya sebagai sumber hukum Islam yang berdiri sendiri, tetapi juga sebagai sumber informasi yang sangat berharga untuk memahami wahyu Allah SWT. Hadits juga sebagai sumber sejarah awal Islam. Hadits juga menjadi landasan moral bagi pendidikan karakter yang saat ini sedang marak dan digelontokan bangsa Indonesia melalui kurikulum pendidikan. Namun keraguan sebagian sarjana muslim terhadap keotentitakan Hadits memunculkan paham inkarus sunnah yang muncul sejak masa klasik sampai era post modern ini. Salah satunya yang menarik dan memiliki sisi-sisi keunikan untuk diteliti adalah fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal yang terkentrasi pada aliran kelompok pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, ragam dan bentuk, serta solusi alternatif fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal. Adapun analisis penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. . Kata Kunci : Hadits, Munkirus Sunnah, dan Pengajian Kyai Hambali Kendal.
Penulis adalah dosen tetap di STIT Muhammadiyah Kendal.
Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
62
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 A. Pendahuluan Wacana yang paling fundamental dalam kajian hadits adalah persoalan otentisitas dan reliabilitas sebuah hadits. Keraguan sebagian sarjana Muslim atas peran hadits sebagai sumber otoritas kedua setelah alQuran, tidak sepenuhnya berkaitan resistensi mereka atas otoritas sunnah, tetapi lebih pada keraguan mereka atas keakuratan metodologi yang digunakan dalam menentukan originalitas hadits. Apabila metodologi otentifikasi yang digunakan bermasalah, maka semua hasil yang dicapai dari metode tersebut tidak steril dari kemungkinan verifikais ulang, kritik sejarah bahkan hasil tersebut bisa menjadi collapse. Fenomena munkirus sunnah dalam rentang sejarah bersumber dari yang satu ini. Penelitian ini tidak bermaksud menggugat posisi hadits sebagai sumber otoritas Islam. Hadits yang dianggap sebagai verbalisasi sunnah oleh sebagian besar umat Islam terlalu penting untuk diabaikan dalam kehidupan beragama, sosial, dan politik. Hadits bukan hanya sebagai sumber hukum Islam yang berdiri sendiri, tetapi juga sebagai sumber informasi yang sangat berharga untuk memahami wahyu Allah SWT. Hadits juga sebagai sumber sejarah awal Islam. Hadits juga menjadi landasan moral bagi pendidikan karakter yang saat ini sedang marak dan digelontokan bangsa Indonesia melalui kurikulum pendidikan. Singkatnya, ada hadits hukum, hadits tafsir, hadits sejarah, hadits politik, hadits akhlak, dan sebagainya. Dalam anatomi hukum Islam, hadits merupakan salah satu kalau bukan yang terpenting sumber untuk dikonsultasi. Era post modern ini tampaknya menjadi abad yang krusial dalam menentukan otoritas hadits sebagai salah satu sumber syariah Islam. Pada abad ini syariah mengalami pembelokan luar biasa untuk menghadapi sejumlah tantangan baru yang dihadapi oleh dunia Muslim. Barat telah tumbuh menjadi kekuatan global dan menjajah sebagian besar dunia termasuk daerah-daerah Muslim. Masyarakat berubah dari pertanian
63 Muhamad Nur
63
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menjadi industri, atau bahkan pasca industri. Teknologi informasi memaksa mereka untuk menjadi bagian dari global village yang mudah terjangkau. Ide-ide baru bermunculan tidak terbendung, baik di bidang sosial, politik, hukum, ekonomi, dan agama yang selanjutnya mampu menggeser tatanan masyarakat dunia. Imperium Turki Usmani di Turki, bersama-sama dunia Muslim lainnya seperti Iraq, Mesir telah runtuh, tuntutan untuk reformasi semakin nyaring terdengar. Hasil penelitian yang dilakukan Abdul Fatah Idris tentang fenomena munkirus sunah terhadap tokoh neo-modern Islam Fazlurrahman mengisyaratkan penolakan Rahman terhadap Hadits-hadits prediktif dan teknis yang menurut Rahman, sebagaimana dikutip Idris, hadits prediktif dan teknis tidak bersumber dari Nabi Muhammad saw (a-historis), tetapi merupakan hasil formulasi para ulama generasi awal dalam sejarah Islam. Dalam kajian ini Rahman, memiliki kekhawatiran mendalam karena banyak hadits-hadits prediktif dalam literatur kitab-kitab hadits. Lebih lanjut dalam simpulan penelitian Disertasinya, Idris, mengungkapkan bahwa Rahman menolak tegas hadits prediktif sebagai sebuah rekayasa ulama, dan meskipun menolak Rahman masih mentolilir hadits teknis yang dipandang bersifat normatif di dalam formulasi-formulasinya yang aktual.1 Selain Rahman, diskursus hadits di Barat merujuk kepada nama Ignaz Goldziher (Honggaria), Joseph Scacht (Austria), G.H.A. Juynboll (Belanda), Harald Motzki (Jerman) dan beberapa nama yang lain. Di mata Orientalis, kedua nama yang pertama dianggap seperti Ibnu al-Salah (pendekar ulumul hadits Muslim) atau Ibnu Hajar dalam dunia Islam. Sedangkan G.H.A. Juynboll dan Harald Motzki, dianggap (kurang lebih) seperti Muhammad Sakir, al-Albani, dan al-Saqqaf atau al-Gumari dalam dunia Islam. Kedua nama pertama (Goldziher dan Schacht) meskipun telah 1
Abdul Fatah Idris, Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur Rahman, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. vii
Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
64
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 wafat, tetapi meninggalkan pengaruh global dan menciptakan madhab skeptis di Barat. Di masa Goldziher dan Schacht, mayoritas sarjana Barat untuk tidak mengatakan semua, skeptis atau inkar terhadap literatur Islam, termasuk hadits (munkirus Sunnah). Diskursus masa awal Islam (abad pertama/kedua hijriyah) dianggap tidak tersentuh karena minusnya sumber yang tersedia untuk itu. Secara umum, madhab skeptis berpendapat bahwa pengetahuan dan informasi tentang masa awal Islam (abad pertama/kedua hijriyah) hanyalah persepsi komunitas Muslim abad ketiga. Literatur yang ada tidak lebih dari sekedar refleksi peta konflik yang tidak dapat memantulkan realitas seperti digambarkan oleh sumber itu sendiri. Diskursus dikonsultasikan
hadits
pada
di
kenyataan
atas
semakin
banyaknya
komplek
cara
manakala
menafsirkan
dan
mengimplementasikan Sunnah Nabi Muhammad saw sebagi syariat Islam di Kabupaten Kendal. Dalam penelusuran peneliti, ditemukan banyaknya persoalan-persoalan keagamaan yang sering muncul kepermukaan berbasis inkarus Sunnah. Seperti Jamaah Islam Qur`ani pimpinan Kyai Hambali. Kelompok yang bermarkas di Weleri Kabupaten Kendal ini memiliki paham yang berbeda dengan pemahaman Islam pada umumnya. Mereka yang terlibat dalam kelompok keagamaan ini berpandangan bahwa hanya alQuran satu-satunya sumber otoritas hukum Islam, atau hanya al-Quran yang diakui dan diterima menjadi dasar hukum Islam. Adapun Hadits atau sunnah jarang digunakan atau bahkan tidak sama sekali. Fenomena munkirus Sunnah dalam kelompok ini tampak jelas sekali dalam memformulasikan persoalan-persoalan fiqih atau sendi-sendi Islam lainnya yang hanya bersandar dari Al-Quran yang ditafsirkan secara rasional tanpa bersandar pada Sunnah nabi Muhammad seperti tentang shalat yang hanya dua kali sehari, tidak ada zakat, semua binatang halal termasuk anjing, minuman keras tidak haram dan sebagainyya.
65 Muhamad Nur
65
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal sebagai issu sentral penelitian ini terkonsentrasi pada kegiatan dakwah dan ajaran-ajaran inkarus sunnah Kyai Hambali yang menunai kecaman dan hujatan dari masyarakat Kendal. Pluralitas kehidupan agama di Kabupaten Kendal tercermin dari beragamnya agama dan organisasi sosial keagamaan. Di sisi lain, kemajemukan menyimpan potensi untuk menimbulkan masalah besar, perbedaan apabila tidak ditanggapi dengan bijaksana dapat memicu pertikaian yang luas. Demikian juga pengajian kyai Hambali yang unik dan munkirus sunnah ini dapat berpotensi menimbulkan konflik internal umat Islam di Kabupaten Kendal. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk fenomena munkirussunah Kyai Hambali yang berpotensi konflik, dan solusi alternatif mengatasi konflik agar tercipta kerukunan dan keharmonisan umat beragama Islam di Kabupaten Kendal di bawah payung pluralisme. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : Apakah yang melatarbelakangi timbulnya fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal, bagaiamanakah bentuk dan ragamnya, dan sejauhmanakah solusi alternatif penyelesaian fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal ?
B. Pembahasan 1. Konsep Inkarussunah Pemahaman mayoritas umat Islam terhadap sunnah Nabi merupakan petunjuk bagi manusia di dalam menjalankan syariat agama, dan demikian pula kedudukan sunnah merupakan wahyu Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad saw., yang wajib diikutinya dan dilarang menentangnya. Namun ada sekelompok kecil umat Islam yang mempunyai pemahaman bahwa wahyu Allah (al-Quran) yang diturunkan kepada manusia sudah cukup menjelaskan seluruh aspek kehidupan, karena itu sunnah Nabi tidak Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
66
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 diperlukan sebagai dasar syariat agama Islam. Pemahaman seseorang yang hanya berpegang pada wahyu Allah semata sebagai dasar dalam syariat agama, sering dikenal sebagai orang-orang yang berpaham inkar as-sunnah (penentangan sunnah) atau dalam istilah yang kurang populer disebut munkiru as-sunnah (orang yang menentang sunnah).2 Selain berbagai ajaran dan pemahaman yang membuat para iknar sunnah hanya mau beriman kepada al-Quran, dan menerima al-Quran saja sebagai satu-satunya kitab sumber syariat, mereka juga mempunyai alasan kenapa menolak Sunnah Rasullah saw, meskipun pengakuan mereka sebetulnya yang mereka tolak adalah hadits-hadits yang di nisbatkan kepada Nabi, sebab hadits-hadits tersebut- menurut mereka-merupakan perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan kata lain ; haditshadits itu adalah buatan manusia.3 Menurut Ibnu Manzur, kata inkar as-sunnah merupakan dua susunan kata yang diambil dari kata Arab, yaitu kata ingkar dan kata sunnah. Kemudian kata ingkar diartkan al-juhad atau al-kufru (penentangan).4 Oleh karena itu ingkar as-sunnah dimaksudkan adalah, penentangan seseorang terhadap sunnah sebagai sumber ajaran atau hukum selain sumber hukum al-Quran. Sedangkan arti munkir as-sunnah jika merujuk pada pengertian etimologi saja, akan memberikan pengertian umum yakni orang-orang atau golongan
tertentu
yang
ingkar
atau
mengadakan
pengingkaran
(penentangan) terhadap as-sunnah secara keseluruhan. Seperti bentuk 2
Muhammad Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), hlm. 14 3 Setidaknya ada sembilan alasan kenapa mereka menolak hadits-hadits Nabi, yaitu : 1) yang dijamin Allah hanya al-Quran, bukan Sunnah; 2) Nabi sendiri melarang penulisan Hadits; 3) Hadits baru dibukukan pada abad kedua hijriyah; 4) Banyak pertentangan antara hadits satu dengan hadits yang lain; 5) Hadits adalah buatan manusia; 6) Hadits bertentangan dengan al-Quran; 7) Hadits merupakan saduran dari umat lain; 8) Hadits membuat umat terpecah-belah; 9) Hadits membuat umat Islam mundur dan terbelakang. 4 Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Mukrim Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, (Bairut : Dar Shadir, t.th.), Juz V, hlm. 232.
67 Muhamad Nur
67
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 pengingkaran terhadap as-sunnah, antara lain terjadi pada pemalsuan, fitnah, tidak mengakui Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah yang seharusnya ditaati, mempropagandakan as-sunnah bukan sebagai sumber dari Nabi saw. dan lain-lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa istilah ingkar as-sunnah, tidak terbatas pada pengertian yang sempit, sebagaimana yang diistilahkan oleh para Muhaditsin dahulu. Namun sudah mengalami pergeseran dari masa ke masa. Ingkar sunnah bisa bergeser pada sebuah gerakan yang sistematis dan terorganisir, yang tujuannya bukan hanya tidak mempercayai hadits sebagai sumber ajaran Islam, tetapi pada figur Muhammad sebagai asal-muasal timbul adanya hadits. Selain istilah ingkar as-sunnah, ternyata ada istilah lain yaitu ingkar al-hadits, oleh sebab itu istilah tersebut perlu ditegaskan apakah ada persamaan dan perbedaan antara istilah inkar as-sunnah dengan inkar alhadits. Untuk sampai pada pemahaman kedua istilah tersebut, terlebih dulu berangkat dari pengertian konsep sunnah dan hadits sebagaimana telah dijelaskan di muka, sehingga setidak-tidaknya akan memberi pemahaman terhadap istilah inkar as-sunnah atau inkar al-hadits. Sebagian besar ulama, terutama ahli hadits menyamakan saja kedua istilah tersebut. Namun beberapa ulama modern memiliki penjelasan tersendiri tentang kedua istilah tersebut. Menurut Rahman, sebagaimana dikutip Abdul Fattah Idris, ada tiga penjelasan tentang kedua istilah sunnah dan hadits yang nantinya dapat digeneralisasikan pada istilah ingkar asSunnah dan ingkar al-Hadits. Pertama, sunnah merupakan "tradisi praktikal" dan hadits "tradisi verbal" yang ada secara bersama dan memiliki subtansi yang sama dan keduanya disandarkan kepada Nabi dengan memperoleh
Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
68
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 normatifitasnya.5 Jika demikian istilah ingkar as-sunnah dan inkar al-hadits tidak ada perbedaan karena keduanya mempunyai subtansi yang sama yakni pengingkaran terhadap produk Nabi baik secara praktikal maupun secara verbal. Kedua, sunnah merupakan living tradition (tradisi yang hidup), yakni berawal dari sunnah ideal yang telah mengalami penafsiarn sehingga menjadi praktik aktual kaum Muslim. Jika demikian penggunaan istilah ingkar sunnah sudah tepat karena pengingkaran terhadap praktik aktual tradisi yang hidup, dari sunnah yang dipraktikkan Nabi dengan segala penafsirannya sampai pada generasi berikutnya (sahabat, tabi`in, dan tabi`in-tabiin). Pengungkapan inkar al-hadits tampaknya tidak pas, karena hadits merupakan sebuah riwayat atau pembicaraan dari praktik aktual Nabi yang dikembangkan oleh generasi berikutnya, yang bisa jadi hadits itu tidak bersumber dari Nabi. Demikian juga yang sering dipelajari dalam ilmu hadits terdapat pengklasifikasian hadits bukan pengklasifikasian sunnah, seperti ada hadits mutawatir, ahad dan da'if.
2. Fenomena Inkarussunah dalam Lintas Sejarah Tokoh-tokoh Ingkar Sunnah pada zaman modern yang terkenal adalah Taufiq Sidqi, Gulam Ahmad Parvez, Rasyad Khalifah, dan Kassim Ahmad. Taufiq Sidqi berasalal dari Mesir. Menurut Taufiq Sidqi bahwa sumber ajara Islam hanyalah satu, yaitu Al-Quran. Gulam Ahmad Parvez adalah orang yang berasal dan India dan lahir di sana pada tahun 1920. Gulam Ahmad Parvez merupakan pengagum dan pengikut setia ajaran Taufiq Sidqi. Pendapatnya yang terkenal adalah bahwa tata cara salat hanya tergantung kepada para pemimpin umat. Pemimpin umat yang berhak menentukannya dengan cara musyawarah dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat setempat. 5
Abdul Fatah Idris, Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur Rahman, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 46.
69 Muhamad Nur
69
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Menurut Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Kritik Hadits sebagaimana disitir Abdul Fattah Idris bahwa Sayyid Rasyid Rida tampaknya sangat mendukung pemikiran Taufiq Shidqi. Bahkan Rasyid Rida berpendapat hadits-hadits yang sampai pada saat ini dengan riwayat mutawatir, seperti jumlah rakaat salat, puasa dan lain-lain harus diterima dan hal itu disebut aturan agama secara umum. Tetapi hadits-hadits yang periwayatannya tidak mutawatir, hal itu disebut aturan agama secara khusus yang tidak wajib menerimanya.6 Namun ketika usia telah mencapai senja akhirnya Rasyid Rida telah menarik pandangannya bahkan dikenal sebagai seseorang yang gigih membela hadits. As-Syiba'i dalam bukunya as-Sunnah wa Makinatuha fi atTasyri' al-Islami menuturkan; Pada awalnya Rasyid Rida terpengaruh dengan pemikiran gurunya, Syeih Muhammad Abduh. Pandangannya sama dengan gurunya yang mempunyai perbendaharaan masalah hadits tidak banyak mengetahuinya. Tetapi setelah sepeninggal gurunya, di mana Rasyid Rida menerima tongkat estafet pembaruan, maka dengan kegigihannya banyak memperdalam
ilmu fikih, ilmu hadits dan lainnya, sehingga
menjadi tempat bertanya umat Islam. Karena dengan semakin mendalamnya ilmu pengetahuan tentang hadits, akhirnya dia menjadi seorang pengibar panji-panji sunnah di negerinya (Mesir). Karena bertubi-tuibinya kritikan dari as-Syiba'i terhadap pandangan Abu Rayyah, maka dia berobsesi: "Seandainya Rasyid Rida masih hidup ketika kitab Abu Ryyah (Adwa Ala as-Sunnah al-Muhammadiyyah) itu diterbitkan pastilah dia menjadi orang yang pertama kali menghancurkan pemikiran-pemikiran Abu Rayyah.7 Sedang Rasyad Khalifah (w. 1920 M.) adalah seorang yang berasal
6
Abdul Fatah Idris, Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur Rahman, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 47. 7 Mustafa As-Siba`i, As-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasri`, (al-Dar alQaumiyah li al-Taba`ah wa al-Nasyr, t.th), hlm. 37
Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
70
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 dari Mesir dan menetap di Amerika Serikat. Rasyad Khalifah berpendapat bahwa hadits-hadits hanyalah perilaku Iblis yang dibisikkan kepada Nabi Muhammad saw. Adapun Kassim Ahmad, berasal dari Malaysia dan dengan tegas mengatakan pengagum utama Rasyad Khalifah. Dalam bukunya "Hadits Sebagai Suatu Penilaian" terdapat berbagai hujatan terhadap haditshadits Nabi. Dengan buku tersebut, Kassim Khalifah berusaha mengajak Ummat Islam untuk meninggalkan hadits-hadits dan mencukupkan diri dengan al-Quran. Bahkan Kassim Khalifah menuduh bahwa haditslah menjadi sebab utama kemunduran Islam. Pada ronde berikutnya Ahmad Amin (w.1954 M.), mengkritik tentang para perawi (sanad) dan kandungan (matan) hadits. Seperti kritik sanad terutama kedudukan keadilan para sahabat setelah terjadinya fitnah karena pergolakan politik. Sementara bagi para pembela sunnah berpandangan bahwa terhadap para sahabat tidak boleh tersentuh kritikan kecacadannya (tajrih), karena para sahabat adalah orang-orang yang adil. Menurut Ahmad Amin, bahwa kritik terhadap para sahabat telah terjadi di antara para pengrikit hadits, baik sebelum dan sesudah Nabi wafat. Mengapa kritikan tidak boleh ditujukan kepada para sahabat, pada hal jarh wa at-ta'dil sudah dibicarakan sejak masa sahabat itu sendiri. Sekalipun Ahmad Amin sendiri mengakui hadits mempunyai kedudukan yang tinggi dalam agama setelah al-Quran, bagi siapapun yang yang mengkritisi hadits yang bertentangan dengan pandangan para "muhaditsin", dan meragukan "hadits" baginya dicap sebagai orang yang termasuk ingkar sunnah.8 Senada dengan pandangan Ahmad Amin, adalah Abu Rayah (w.1968 M.), sekalipun tidak dikatakan sebagai seorang pengingkar sunnah secara terangterangan, namun membuat kritis terhadap sebagian hadits. Misalnya Abu Rayah menyatakan hadits-hadits maknawi bukan bersumber dari Nabi 8
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo : Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1975), hlm. 208. Lihat juga halaman 219.
71 Muhamad Nur
71
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 dan merupakan penyebab terjadinya perpecahan umat Islam sampai sekarang.
3. Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal Munculnya fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal ditengarai oleh kehadiran kelompok pengajian al-Quraniyah
yang
terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Kyai Hambali yang merupakan pemimpin pengajian yang beranggotakan hampir 200 orang ini memiliki latar belakang pendidikan agama dari Pesantren Gontor Ponorogo dan pendidikan filsafat dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Kelompok pengajian ini pada akhirnya bermasalah karena dituduh sesat dan munkirus sunnah. Pemikiran-pemikiran dan formulasi dakwah Kyai Hambali yang terkesan liberal dan munkirus sunnah mempunyai kontinuitas dengan beberapa aliran keagamaan bermasalah lainnya yang sebelumnya telah eksis terlebih dahulu seperti Jaringan alQiyadah al-Islamiyah di Yogyakarta, pengajian millah Ibrahim di Cirebon, dan pengajian al-Qur`aniyah di Bekasi. Selain latar belakang tersebut, ajaran inkarus sunnah kelompok pengajian Kyai Hambali juga dipengaruhi oleh merebaknya jaringan Islam Liberal yang juga dituduh sebagai kelompok munkirus sunnah. Bentuk-bentuk atau ajaran munkirus sunnah kelompok pengajian Kyai Hambali dan pengikutnya mengandung tiga subtansi dasar yaitu 1) Menganggap al-Quran sebagai satu-satunya sumber otoritas Islam, dengan argumen di dalam al-Quran telah disebutkan semua urusan agama beserta penjelasan dan perinciannya, sehingga kaum Muslimin tidak perlu lagi hadits Nabi Muhammad saw sebagai sumber syariat dan tidak perlu lagi mengambil hukum darinya; 2) Sunnah nabi Muhammad saw bukan merupakan sumber otoritas Islam, dengan argumen bahwa sunnah Nabi Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
72
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Muhammad saw yang terdapat dalam Hadits bukanlah wahyu Allah, namun merupakan perkataan manusia yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw dengan cara penipuan dan pemalsuan, di mana wahyu tidak memiliki campur tangan dalam hal kemunculan Hadits Nabi Muhammad saw. dan tidak ada satupun wahyu yang turun kepada Nabi saw. kecuali al-Quran. Bagi Kyai Hambali, mengakui hadits atau sunnah Nabi saw dan melaksanakannya merupakan bentuk-bentuk pelanggaran syariat Islam. Namun tidak semua hadits ditolak, terhadap hadits nabi Muhammad saw yang jelas-jelas berstatus sebagai hadits mutawatir Kyai Hambali dan pengikutnya
menggunakannya
sebagai
sumber
syariat
Islam;
3)
Konsekuensi dari dua paham di atas menjadikan beberapa sendi ajaran ibadah dan muamalah juga berubah seperti shalat wajib hanya 3 waktu yaitu pagi, siang, dan sore hari, menghalalkan semua jenis hewan, termasuk Anjing dan Babi, karena hukum halal keduanya menjadikan kedua hewan tersebut tidak najis jikn pea disentuh, selain itu kelompok ini juga mengharamkan menggunakan tasbih waktu berdzikir, tidak mengakui zakat tetapi sedekah, dan sebagainya. Solusi alternatif terhadap eksistensi kelompok pengajian alQur`aniyah pimpinan Kyai Hambali yang munkirus sunnah dan meresahkan warga masyarakat tersebut dilakukan media kedua belak pihak yang diprakarsai Kepala Desa Weleri dari unsur Pemerintahan dan PCM Muhammadiyah Weleri dari unsur organisasi sosial keagamaan di Kabupaten Kendal, dengan asas menempuh jalur keamanan bagi kedua kelompok dan jalur keharmonisan dalam rangka mengamalkan ajaran agama Islam yang sesuai dengan pedoman yang benar. Sampai kemudian Kyai Hambali dan jamaahnya berjanjanji untuk memperbaiki metode dan ajaran dakwahnya sesuai dengan syariat Islam yang benar, yakni menjadikan al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad saw. sebagai sumber otoritas Islam.
73 Muhamad Nur
73
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 C. Saran dan Rekomendasi Mempertimbangkan munculnya fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal, ada beberapa hal yang dapat disarankan yaitu : Memahami pemikiran atau pandangan seorang tokoh, tentu harus dipahami berbagai hal yang melatarbelakanginya, baik internal maupun eksternal, sehingga memperoleh gambaran yang utuh, atas suatu pemikiran. Demikian pula pemahaman terhadap pemikiran liberal kelompok pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kya Hambali yang dituduh munkirus sunnah, sebelum memberikan sikap terhadap pemikirannya, terlebih dahulu haruslah dipahami keseluruhan bangunan pemikirannya, tidak a priori terlebih dahulu terhadapnya, setelah terbukti bahwa jelas-jelas ajaran dan pemikirannya tersebut menyesatkan atau bermasalah barulah ditempuh penyelesaian yang baik dengan memperhatikan asas keamanan dan harmoni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal yang muncul dari pengajian Kyai Hambali memerlukan mediasi dan mengarahkan kepada dakwah yang benar sesuai dengan syariat yang benar agar tercipta suasana keberagamaan yang harmoni dilandasi ajaran Islam yang benar sesuai dengan tujuan dahwah Islamiyah yang selama ini telah diterapkan di masyarakat Kabupaten Kendal. Mengingat begitu urgennya kedudukan sunnah Nabi Muhammad saw sebagai landasan dan sumber otoritas Islam kedua setelah al-Quran ini perlu penelitian lebih lanjut terhadap formulasi pemikiran-pemikiran liberal dalam rangka menempatkan sunnah sebagai sumber syariat Islam yang hidup dan adaptif
di
era
post
modern
untuk
mengimbangi
derasnya
arus
industrialiasasi dan perubahan masyarakat dengan skala yang cepat dan besar. Pemahaman terhadap fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal ini, diharapkan masyarakat waspada terhadap kemungkinan adanya Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
74
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kegiatan dakwah atau aliran keagamaan baru atau sejenis yang menyesatkan. Namun, jangan melangkah terlalu jauh untuk memberikan penilaian yang merugikan terlebih dahulu sebelum benar-benar terbukti menyimpang dari syariat Islam. Penelitian ini diharapkan menambah khasanah pemikiran Islam dengan
menghadapkannya pada dinamika
pemikiran
dan
gerakan
keagamaan yang berkembang saat ini. Selain itu, kajian ini merupakan upaya untuk mendiskripsikan latar belakang, bentuk atau ragam dan solusi alternatif yang telah ditempuh para pemikir dan tokoh agama terhadap fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal. Studi lapangan ini diharapkan memberikan manfaat untuk membumikan sunnah Nabi Muhammad saw sebagai otoritas hukum Islam kedua setelah al-Quran, dengan menggali latar belakang dan bentuk atau ragam fenomena munkirus sunnah serta sumbangan pemikiran tokoh agama sebagai solusi alternatif membentuk keharmonisan kehidupan sosial keagamaan di Kabupaten Kendal.
75 Muhamad Nur
75
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Daftar Pustaka Abu Zahuw, Muhammad Muhammad, t.th., al-Hadits wa al-Muhadtisun, Mesir : Dar al-Fikr. Amin, Ahmad, Fajr al-Islam, Kairo : Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1975. Azami, Muhammad Musthafa, al-, 1977, Studies in Hadits Methodology and Literature, Indiana : Islamic Teaching Center Indianapolis. Ibnu Manzur, Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Mukrim, Lisan alArab, Bairut : Dar Shadir, t.th., Juz V. Idris, Abdul Fatah, Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur Rahman, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012. Ismail, Muhammad Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta : Gema Insani Press, 2003. Juynboll, G.G. A, 1965, The Auntheticity of the Tradition Literature; Discussion in Modern Egypt Leiden: E.J. Brill. Khathib, Muhammad `Ajaj, al-, 2013, Ushul al-Hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, Jakarta : Gaya Media Pratama. Qattan, Syaikh Manna, al-, 2012, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. Sibai, Mustafa As-, As-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasri`, al-Dar alQaumiyah li al-Taba`ah wa al-Nasyr, t.th. Syamsuddin, Sahiron, at. All, 2010, Hermeneutika al-Quran dan Hadis, Yogyakarta : eLSAQ Press. Tahhan, Muhammad al-, 1995, Metode Tahrij dan Penelitian Sanad Hadits, terj. Ridlwan Nasir Surabaya: Bina Ilmu Offset
Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal
76
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Konsep Mandzub dan Penerapannya dalam Madzhab Syafi’i Oleh : Achmad Kurniawan Pasmadi
ABSTRAK Mazhab Syafi'i adalah mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain. Mengkaji konsep mandzub dalam madzhab Syafi’i sangat penting apalagi jika dihubungkan dengan Imam Syafi’i merupakan salah satu pencetus ilmu ushul fiqih. Merupakan satu bagian dalam ushul fiqih membahas almandzub, namun dalam kajian ushul fiqih sedikit sekali porsi pembahasan mandzub apalagi secara mendetail. Dalam tulisan berikut dikaji konsep mandzub dalam madzhab syafi’i mencakup : definisi mandzub, sinonim dari mandzub, perubahan perintah wajib menjadi mandzub, apakah masuk dalam ibadah sunah mewajibkan penuntasan amalan sunnah tersebut, pendalaman mandzub dalam kaidah fiqih. Kata kunci : Mandzub, Madzhab Syafi’i, Shalat.
A.
Pendahuluan Mazhab Syafi'i (bahasa Arab:
)ﺷﺎﻓﻌﻲadalah mazhab fiqih
yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia,
Malaysia,
Brunei,
pantai
Koromandel,
Malabar,
Hadramaut, dan Bahrain. Pemikiran fiqih mazhab Syafi'i diawali oleh Imam Syafi'i, yang hidup di zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (aliran
Penulis adalah dosen tetap di STIT Muhammadiyah Kendal.
77 Rahmat Setiawan
77
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 yang cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi (aliran yang cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi'i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh ahlul hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh ahlur ra'yi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Imam Syafi'i kemudian merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi'i menolak metode istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun metode mashalih mursalah dari Imam Malik. walaupun demikian Mazhab Syafi'i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas daripada Imam Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi'i sebagai ulama fiqih, ushul fiqih, dan hadits di zamannya membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya9. Imam asy-syafi’i merupakan seorang pencetus ilmu ushul fiqih, beliau adalah orang pertama yang menulis buku dalam bidang ilmu ini. Ilmu ushul fiqih merupakan salah satu ilmu yang penting untuk di pelajari, apalagi bagi para sarjana dan da’i, sebagai bekal bagi mereka untuk memahami hukum syar’i dan bagaimana para ulama memahami dalil dan metodologinya, serta diharapkan dapat menjawab problematika hukum permasalahan agama yang muncul, atau yang sering disebut fatwa terhadap permasalahan kontemporer. Maka dalam kajian ilmu ini dibahas kaidah –kaidah atau aturan-aturan sebagai patokan dalam memahami hukum syar’i. Salah satu kajian dari hukum syar’i yang merupakan sub bagian pembahasan dari hukum taklifi adalah pembahasan tentang asSunnah (al-mandzub). Mengkaji secara mendetail tentang mandzub 9
. http://belajar-fiqih.blogspot.com/2013/01/perkembangan-mazhab-syafii.html, di download pada tanggal 5 februari 2015, jam 10:52.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
78
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 dalam madzhab Syafi’i sangat penting, di antara urgensitas dari pembahasan adalah Imam Syafi’i merupakan salah satu pencetus ilmu ushul fiqih. Merupakan satu bagian dalam ushul fiqih membahas almandzub, namun dalam kajian ushul fiqih sedikit sekali porsi pembahasan mandzub apalagi secara mendetail. di sisi yang lain akan membuka cakrawala berfikir pembaca, sehingga dapat mengambil sikap yang fositif dalam pelaksanaan al-mandzub dalam kehidupan sehari-hari. Pada artikel ini penulis akan mengkaji: definisi mandzub, sinonim dari mandzub, perubahan perintah wajib menjadi mandzub, apakah masuk dalam ibadah sunah mewajibkan penuntasan amalan sunnah tersebut, pendalaman mandzub dalam kaidah fiqih..
B. Pembahasan 1. Definisi as-sunnah (al- Mandzub) Materi asli nadzaba menunjukkan beberapa arti, yang terpenting diantaranya : al-Atsar, al-Khathr, kemudian menunjukkan kepada peringanan dalam sesuatu, doa dalam menjalankan sesuatu karena ada urusan yang penting. Kata al-Nadzaba di dalam buku membangun metodologi ushul fiqih10 terbagi menjadi empat definisi secara bahasa: Pertama : al-nadabu (dengan fathah pada nun dan ba’) berarti (atsar) luka jika belum hilang dari kulit. Kedua: al-nadabu dengan fathah pada nun dan ba’ dengan arti bahaya (al-khathr), “andaba nafsuhu wa binafsihi” dengan arti kahatara bihima, mempertaruhkan dirinya dalam bahaya. Ketiga : Nadbun dengan sukunnya dal yang berarti ringan (khafif), rajulun khafif berati lelaki yang tidak bertingkah, cekatan, pandai, dan mulia. Keempat :al-Nadb 10
. Said Aqil Husin Al-Anwar, Membangun Metodologi Ushul Fiqih, (Jakarta : PT.CIPUTAT PRESS, 2004) hlm : 43-46.
79 Rahmat Setiawan
79
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 dengan sukun pada dal juga yang berarti seruan untuk perbuatan atau karena urusan yang penting. Al-Nadzb secara syar’i adalah seruan dari Allah untuk mengerjakan suatu pekerjaan, sedangkan mereka yang tidak melaksanakannya tidak menjadi tercela
atau dikenaai hukuman.
Para ahli ushul fiqih mendefinisikan al mandzub dengan berbagaimacam definisi satu dengan definisi yang lain saling berdekatan, definisi tersebut sebagai berikut: a. Definisi Imam al-Amidi, bahwa al-nadzb adalah : al-mathlub filuhu syar’an min ghairi dzammin ala tarkihi muthlaqan, yaitu : yang dikehendaki pengerjaannya secara syar’i dengan tanpa celaan bagi siapa yang meninggalkannya secara muthlaq. b. Definisi Imam al-Baidlawi, bahwa al-nadzb adalah : maa yuhmadu fa’iluhu wa la yudzammu taarikuhu, artinya: yang dipuji pelakunya dan tidak dicela orang yang meninggalkannya. c. Definisi Ibn Najjar al-Hanbali memilih al-Mandzub dengan definisi maa yutsiba fa’iluhu walam yuaqobu tarikuhu muthlaqan. Artinya : apa yang diganjar pelakunya dan tidak diadzab orang yang meninggalkannya. d. Dalam kitab syarah al-Waraqat fii ushul fiqih syaikh jalaluddin al- mahalli al- Syafi’i menjelaskan bahwa al-Mandzub adalah:
ﻣﻦ ﺣﻴﺚ وﺻﻔﻪ،اﳌﻨﺪوب ﻟﻐﺔ ﻣﻦ اﻟﻨﺪب وﻫﻮ اﻟﺪﻋﺎء ﻷﻣﺮ ﻣﻬﻢ ﺑﺎﻟﻨﺪب ﻣﺎ ﻳﺜﺎب ﻋﻠﻰ ﻓﻌﻠﻪ وﻻ ﻳﻌﺎﻗﺐ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻪ ﻗﻮﻟﻪ )ﻣﺎ ﻳﺜﺎب ﻋﻠﻰ ﻓﻼ ﺛﻮاب ﻋﻠﻰ،ﻓﻌﻠﻪ( ﺧﺮج ﺬا اﻟﻘﻴﺪ اﳌﻤﺤﻈﻮر واﳌﻜﺮوﻩ واﳌﺒﺎح
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
80
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
ﻓﺈن، وﻗﻮﻟﻪ )وﻻ ﻳﻌﺎﻗﺐ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻪ( ﺧﺮج ﺬا اﻟﻘﻴﺪ اﻟﻮاﺟﺐ.ﻓﻌﻠﻬﺎ .11ﺗﺎرﻛﻪ ﻳﻌﺎﻗﺐ Artinya : al-mandzub secara bahasa dari kata al-nadb adalah menyeru kepada perkara yang penting, sedangkan dari segi sifatnya (binnadzbi) adalah apa yang diganjar melakukannya dan tidak terkena sangsi atas meninggalkannya, sedangkan ungkapan “apa yang diganjar yang mengerjakannya” keluar dari cakupan maknanya yang haram, dan makruh dan mubah, dan yang tidak berpahala jika dikerjakan. Dan ungkapan “dan tidak dihukum atas meninggalkannya” keluar darinya makna wajib, karena yang meninggalkan perkara yang wajib akan dikenai sangsi atas meninggalkan kewajiban. Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa al-Mandzub (sunnah) secara bahasa dari kata al-nadb adalah menyeru kepada perkara yang penting, dan secara hakikatnya apa yang asysyari’memerintahkan suatu perbuatan dengan bentuk perintah yang tidak dalam bentuk jazm (pasti/kuat) dan sedangkan menurut sifatnya apa yang diganjar melakukannya dan tidak terkena sangsi atas meninggalkannya.
2. Asmaau al-Mandzub (nama-nama) dari kata mandzub Al-Mandzub dalam kajian ilmu fiqih memiliki beberapa nama yang serupa seperti al-sunnah, mustahab, al-thathawwu’, dan masih diperdebatkan apakah ia semakna atau masing-masing memiliki makna yang masing-masing berdiri sendiri, maka para ulama membaginya menjadi dua pendapat12 :
11
Jalaluddin al-Mahalli asy-Sayfi’i, Syarhul Waraqaat fii Ushul Fiqh, (Palestina: Jamiatul Quds, 1999) hlm :72. 12 . http://fiqh.islammessage.com/NewsDetails.aspx?id=8287, materi di download 23 februari 2015 pada jam 12:08.
81 Rahmat Setiawan
81
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Pendapat pertama adalah: pendatat jumhur (kebanyakan) ahli ushul fiqih dan para fuqoha’ baik dari kalangan syafi’iyyah maupun selainnya, berpendapat bahwa nama-nama al-sunnah, mustahab, mandzub, al-thathawwu’ merupakan sinonim dan memiliki makna yang sama. Bahwa al-mandzub adalah perbuatan yang al-syari’ memerintahkannya, namun bentuk perintahnya tidak pasti yang menunjukkan sesuatu itu wajib. Pendapat kedua adalah : al-Qaul (salah satu pendapat imam Syafi’i) mengatakan bahwa al-mandzub memiliki makna yang bermacam-macam sebagai berikut : a. Al-sunnah : apa yang dikerjakan oleh nabi dan menekuninya, dan tidak meninggalkannya kecuali untuk sekali atau dua kali. Contoh: shalat witir, shalat dua rakaat sunnah fajar, shalat rawatib. b. Mustahab : apa yang dikerjakan nabi akan tetapi tidak dirutinkannya, seperti shalat dhuha. c. Tahawwu’ : ialah perkara yang dibuat sendiri oleh manusia. Seperti membaca al-Qur’an, berdoa. Penulis buku ushul fiqih al-Jaami’ limasaail Ushul fiqih wa tathbiqiha alaa madzhab al-raajih13 berkata :
، واﳌﺮﻏﱠﺐ ﻓﻴﻪ، واﻹﺣﺴﺎن، واﻟﺴﻨﺔ، واﻟﺘﻄﻮع، اﳌﺴﺘﺤﺐ:أﲰﺎء اﳌﻨﺪوب اﻟﻔﻌﻞ: وﻫﻮ، ﺣﻴﺚ إ ﺎ أﲰﺎء ﳌﺴﻤﱠﻰ واﺣﺪ،وﻛﻠﻬﺎ أﲰﺎء ﻣﱰادﻓﺔ .اﳌﻄﻠﻮب ﻃﻠﺒﺎً ﻏﲑ ﺟﺎزم 13
Abdul Karim bin Ali bin Al-Namlah, Al-Jami’ limasaail Ushul Fiqih alMuqaarin wa Thathbiqahaa ala Madzhab al-Raajih, (Riyadh :Maktabatur Rusyd, 2000), hlm :38.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
82
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Artinya : Nama-nama mandzub : al-mustahab, ath-tahathawwu’, dan sunnah, dan al-ikhsan, yang dianjurkan. Seluruhnya merupakan nama-nama yang semakna, bahwa seluruhnya nama-nama yang menunjukkan atas satu nama, yaitu perbuatan yang dituntut dengan tuntutan yang tidak pasti. 3. Bagaimana suatu perintah (al-amar) berubah menjadi mandzub (sunnah). Dalam kajian ilmu ushul fiqih al-mandzub termasuk salah satu pembahasan dari dua pembagian dari al-ahkam asysyar’iyyah (hukum-hukum syar’i).
Hukum syar’i
terbagi
menjadi dua, pertama ahkam taklifiyah, yang meliputi lima tema dari al-wujub, al-mandzub, al-karahah, al-ibahah, al-makruh, dan al-tahrim. Kedua al-ahkam al wad’iyyah meliputu pembahasan sabab, syarat, mani’, rukhshah dan azimah, shihah dan buthlan14. Al-mandzub masuk dalam ranah hukum syar’i yang bersifat taklifi (pembebanan), berkonsekwensi adanya kesan yang sama dengan hukum taklifi sebelumnya yaitu al wujub. Karena kedua istilah ini bermula dari pemahaman apakah perintah itu berkosekwensi ke wajib atau ke al-mandzub?. Dalam madzhab syafi’i terdapat beberapa kreteria menunjukkan bahwa suatu perintah dapat dihukumi sunnah, penulis hanya menyebutkan dua darinya: a. Adanya perintah yang jelas kepada wajib namun ada indikator yang memalingkannya dari wajib ke sunnah. Adapun contonya adalah sabda nabi SAW:
14
Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Maktabah Dakwah, Cet: 8), hal :100-
125.
83 Rahmat Setiawan
83
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
«َﲔ ِ ْ ِب َرْﻛ َﻌﺘـ ِ ﺻﻠﱠﻮْا ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟْ َﻤ ْﻐﺮ َ » :ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺎل َرﺳ َﻗ :َﺎل ِﻋْﻨ َﺪ اﻟﺜﱠﺎﻟِﺜَِﺔ َ ﰒُﱠ ﻗ، «َﲔ ِ ْ ِب َرْﻛ َﻌﺘـ ِ ﺻﻠﱠﻮْا ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟْ َﻤ ْﻐﺮ َ » :َﺎل َ ﰒُﱠ ﻗ، .«َ»ﻟِ َﻤ ْﻦ ﺷَﺎء Artinya : Bersabda rasulullah SAW : shalatlah kalian dua rakaat sebelum maghrib, kemudian bersabda : shalatlah kalian dua rakaat sebelum maghrib, kemudian bersabda yang ketigakalinya : bagi siapa yang menghendaki15. Pada hadits di atas rasulullah memerintahkan untuk shalat dua rakaat sebelum maghrib hingga mengulangnya beberapa kali, sedangkan dalam ilmu kaidah fiqhiyyah dikatakan : al-ashlu fii al-amr lil wujud illa maa dalla aldhalil ala khilafihi (asas dari perintah adalah menunjukkan wajib kecuali ada suatu dalil yang menunjukkan atas sebaliknya). Maka dapat dipahami dari potongan hadits rasul
(َﲔ ِْ ِب َرْﻛ َﻌﺘـ ِ ﺻﻠﱠﻮْا ﻗَـ ْﺒ َﻞ اﻟْ َﻤﻐْﺮ َ)
perintah ini dipandang
menunjukkan kewajiban shalat dua rakaat sebelum maghrib. Namun di akhir hadits dikatakan
«َ»ﻟِ َﻤ ْﻦ ﺷَﺎء
dan ini
dipahami oleh madzhab syafi’i menunjukkan perintah dari wajib
menjadi
sunnah,
disebabkan
adanya
al-shariif
(pemaling) di akhir hadits . b. Adanya ungkapan yang jelas bahwa hal tersebut adalah sunnah. Sebagai contoh bahwa rasulullah bersabda :
15
Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, (muassasah al-Risaalah, 2001) hlm : 34 :171.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
84
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
َﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ِن ا ﱠ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺎل َرﺳ َ َﺎل ﻗ َ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗ ُْﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻗِﻴَﺎ َﻣﻪُ ﻓَ َﻤ ْﻦ ﺻَﺎ َﻣﻪُ َوﻗَﺎ َﻣﻪ ُ ﺻﻴَﺎ َم َرَﻣﻀَﺎ َن َو َﺳﻨَـﻨ ِ ض َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َ ﻓَـ َﺮ .إِﳝَﺎﻧًﺎ وَا ْﺣﺘِﺴَﺎﺑًﺎ ﻏُ ِﻔ َﺮ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﺗَـ َﻘ ﱠﺪ َم ِﻣ ْﻦ ذَﻧْﺒِ ِﻪ Artinya : Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah Tabaaraka Wata'ala telah mewajibkan kepada
kalian
puasa
di
bulan
Ramadlan,
dan
aku
mensunnahkan shalat malamnya. Barang siapa berpuasa dibulan tersebut dan shalat di malamnya karena iman dan mengaharap pahala dariNya, diampuni baginya apa yang telah berlalu dari dosanya.16" Pada potongan hadits terdapat ungkapan yang jelas bahwa suatu ibadah disunahkan yaitu pada ungkapan (
ْﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ُ َو َﺳﻨَـﻨ
ُ)ﻗِﻴَﺎ َﻣﻪ, menunjukkan bahwa shalat tarawih hukumnya sunnah17. 4. Pelaksanaan ibadah sunnah apakah wajib melaksanakannya secara sempurna Permasalahan berikut terkait kejadian jika seseorang muslim melakukan ibadah seperti: shalat, puasa atau dzikir dari ibadah-ibadah sunnah, bolehkah seseorang membatalkannya dengan udzur atau tanpa udzur atau seseorang tersebut wajib
16
Abu Bakar Ahmad bin Amru bin Abdul Khaliq, juz : 18, (Musnad al-Barraz alMansyur bismi al-Bahr az-Zikhor, 2009 ) hlm : 3:256. 17 Abdul Karim bin Ali bin Muhammad an-Namlah, al-Muhadzab fii ushul fiqih almuqaarin, 5 jilid ,(Riyad: Maktabah Rusyd, 1999) hlm :235.
85 Rahmat Setiawan
85
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menyempurnakannya? Dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat18 : a. Pendapat pertama : pendapat Imam malik dan Abu hanifah mengatakan; jika seseorang shalat sunnah, maka jika telah melakukan takbiratul ikhram maka wajib baginya untuk menyempurnakannya. b. Pendapat kedua : pendapat madzhab syafi’i mengatakan; tidak dihukumi wajib seseorang yang sedang melakukan ibadah sunnah untuk menyempurnakan ibadah tersebut, karena perkara mandzub tetap dihukumi mandzub, sedangkan perkara mustahab tetap dihukumi mustahap dari awal pelaksanaannya sehingga akhir amal tersebut dikerjakan. jika seseorang membatalkan amal tersebut, maka tidak wajib baginya mengulang ibadah sunnah yang ditinggalkan. syaikh abdulkarim an-namlah menguatkan pendapat kedua dengan beberapa dalil sebagai berikut: a) Sabda nabi Muhammad SAW :
ْﺴ ِﻪ ِ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اﻟﺼﱠﺎﺋِ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺘَﻄَِّﻮعُ أَِﻣﲑُ ﻧـَﻔ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺎل َرﺳ َ ﻓَـﻘ .إِ ْن ﺷَﺎءَ ﺻَﺎ َم َوإِ ْن ﺷَﺎءَ أَﻓْﻄََﺮ Artinya : Rasulullah kemudian shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang yang berpuasa sunnah adalah pemimpin bagi dirinya, jika ia mau maka ia berpuasa jika ia mau maka ia boleh berbuka19."
18
http://fiqh.islammessage.com/NewsDetails.aspx?id=8287. 23-02-2015, pada jam
14:26. 19
. Muhammad bin Idris asy-Syafi'i, Musnad Imam Ahmad, juz: 2, (Bairut-Libanon : Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 1951) hlm :1:276.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
86
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Berdasarkan hadits di atas seseorang boleh membatalkan puasa sunah serta tidak wajib baginya menqodho puasa sunah yang ia tinggalkan, dan ini sebagai dalil bahwa ibadah sunnah tidak wajib dikerjakan dengan tuntas, namun berstatus sunnah untuk dikerjakan. b) Adanya riwayat mengatakan : bahwa nabi pernah berniat untuk berpuasa sunnah, namun kemudian ia berbuka. Dalil ini menunjukkan
bahwa ibadah sunnah tidak wajib
dikerjakan dengan tuntas c) Adanya suatu hadits menceritakan :
ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺎل ِﱄ َرﺳ َ َﺖ ﻗ ْ ﲔ َر ِﺿ َﻲ ا ﱠُ َﻋْﻨـﻬَﺎ ﻗَﺎﻟ َ َِﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ أُِّم اﻟْﻤ ُْﺆِﻣﻨ َﺖ ْ َﻲءٌ ﻗَﺎﻟ ْ َات ﻳـَﻮٍْم ﻳَﺎ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔُ َﻫ ْﻞ ِﻋْﻨ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﺷ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ذ َ َﺖ ﻓَ َﺨَﺮ َج ْ ِﱐ ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ﻗَﺎﻟ َِّﺎل ﻓَﺈ َ َﻲءٌ ﻗ ْ ُﻮل ا ﱠِ ﻣَﺎ ﻋِْﻨ َﺪﻧَﺎ ﺷ َ ْﺖ ﻳَﺎ َرﺳ ُ ﻓَـ ُﻘﻠ َﺖ ﻟَﻨَﺎ َﻫ ِﺪﻳﱠﺔٌ أ َْو ﺟَﺎءَﻧَﺎ زَْوٌر ْ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺄُ ْﻫ ِﺪﻳ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َرﺳ ُِﻮل ا ﱠ َ ْﺖ ﻳَﺎ َرﺳ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗُـﻠ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺖ ﻓَـﻠَﻤﱠﺎ َر َﺟ َﻊ َرﺳ ْ ﻗَﺎﻟ َﺎل ﻣَﺎ ُﻫ َﻮ َ َﻚ َﺷﻴْﺌًﺎ ﻗ َ ْت ﻟ ُ َﺖ ﻟَﻨَﺎ َﻫ ِﺪﻳﱠﺔٌ أ َْو ﺟَﺎءَﻧَﺎ زَْوٌر َوﻗَ ْﺪ َﺧﺒَﺄ ْ أُ ْﻫ ِﺪﻳ ْﺖ ُ ﺻﺒَﺤ ْ َْﺖ أ ُ َﺎل ﻗَ ْﺪ ُﻛﻨ َ ْﺖ ﺑِِﻪ ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ ﰒُﱠ ﻗ ُ َﺠﺌ ِ َﺎل ﻫَﺎﺗِﻴ ِﻪ ﻓ َﺲﻗ ٌ ْﺖ َﺣْﻴ ُ ﻗُـﻠ .ﺻَﺎﺋِﻤًﺎ Artinya : dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadaku: "Wahai Aisyah, apakah kamu mempunyai
87 Rahmat Setiawan
87
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 makanan?" Aisyah menjawab, "Tidak, ya Rasulullah." Beliau bersabda: "Kalau begitu, aku akan berpuasa." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun keluar. Tak lama kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan -atau dengan redaksi seorang tamu mengunjungi kami--. Aisyah berkata; Maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali saya pun berkata, "Ya Rasulullah, tadi ada orang datang memberi kita makanan dan kusimpan untuk Anda." Beliau bertanya: "Makanan apa itu?" saya menjawab, "Kuwe hais (yakni terbuat dari kurma, minyak samin dan keju)." Beliau bersabda: "Bawalah kemari." Maka kuwe itu pun aku sajikan untuk beliau, lalu beliau makan, kemudian berkata, "Sungguh dari pagi tadi aku puasa20." Hadits di atas menunjukkan bahwa nabi membatalkan puasa sunnah dan tidak menyempurnakannya. suatu dalil bahwa ibadah sunnah berstatus sunnah untuk dikerjakan secara sempurna. 5. Masalah-masalah muncul dari “Kaidah- kaidah fiqhiyyah dalam madzhab syafi’i”. a. Masalah apabila terjadi kontradiksi antara wajib dan sunnah mana yang didahulukan. Di dalam madzhab syafi’i, apabila terjadi kontradiksi antara al-wajib dengan al-mandzub dengan contoh jika waktu pelaksanaan wajib sempit dan atau terbatas maka yang wajib harus di dahulukan adalah hal yang wajib. Berdasarkan kaidah yang dipergunakan madzhab dalam menyikapi kontradiksi antara wajib dan mandzub, kaidah fiqhiyyah mengatakan 20
. Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa al-Khusraujirdi al-Khurasani, Sunan Shaghir lil Baihaqi, juz :4,(Pakistan :Jamiah al-Diraasat al-Islamiyyah, 1989), hlm: 2: 125.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
88
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
(ْﻞ ِ ﻀ ُﻞ ِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠـﻔ َ ْض أَﻓ ُ )اﻟْﻔ َْﺮ21 artinya yang wajib lebih afdhal dari yang sunnah. Kaidah ini berdasarkan kepada dalil-dalil berikut :
ﱠب َ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓِﻴﻤَﺎ َْﳛﻜِﻴ ِﻪ َﻋ ْﻦ َرﺑِِّﻪ » َوﻣَﺎ ﺗَـ َﻘﺮ َ َﺎل َ"ﻗ
.1
.22ي ْﺖ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ« رَوَاﻩُ اﻟْﺒُﺨَﺎ ِر ﱡ ُ إﱄ اﻟْ ُﻤﺘَـ َﻘ ِّﺮﺑُﻮ َن ﲟِِﺜ ِْﻞ أَدَا ِء ﻣَﺎ اﻓْـﺘَـ َﺮﺿ َﱠ Artinya : Nabi bersabda: “Tidak ada amalan orang-orang yang bertaqarrub keada-Ku yang lebih Aku cintai yang menyamai pelaksanaan apa yang telah Aku wajibkan.”(HR. Bukhari)
َْﲑ ﻛَﺎ َن َﻛ َﻤ ْﻦ أَدﱠى ِْ َﺎل اﳋ ِ ﺼﻠَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ِﺧﺼ ْ َﱠب ﻓِﻴ ِﻪ ِﲞ َ » َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻘﺮ
.2
ﻛَﺎ َن َﻛ َﻤ ْﻦ أَدﱠى،ِﻀﺔً ﻓِﻴﻪ َ َوَﻣ ْﻦ أَدﱠى ﻓَﺮِﻳ،ُﻀﺔً ﻓِﻴﻤَﺎ ِﺳﻮَاﻩ َ ﻓَﺮِﻳ «ُﻀﺔً ﻓِﻴﻤَﺎ ِﺳﻮَاﻩ َ ﲔ ﻓَﺮِﻳ َ َﺳ ْﺒ ِﻌ Artinya : Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan bulan Ramadlan
dibandingkan
dengan
bulan-bulan
lainnya:
“Barangsiapa melakukan taqarrub (ibadah sunnah) kepada Allah swt di bulan Ramadlan, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana ia melakukan satu ibadah fardlu di bulan Ramadlan, maka seperti halnya ia mengerjakan 70 kali ibadah fardlu ada selain ibadah itu23.
21
. Tajuddin Abdul Wahhab bin Taqiyyudin al-Subki, al-Asybah wan Nadha’ir, juz :2 (Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 1991) hlm :1:192. 22 . Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukharii al Ja’fari, Shahih al-Bukhari, juz: 9,(Daar Tauqi al-Najjah, 1422H)hlm : 8:105. 23 . Abu bakr Muhammad bin Ishaq, Shahih Ibnu Khuzaimah, juz :4 (Bairut: alMaktab al-Islami,) hlm:3:191.
89 Rahmat Setiawan
89
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Ada beberapa pengecualiaan dalam penerapan kaidah alfard afdhalu min an-nafl
(ْﻞ ِ ﻀﻞُ ِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠـﻔ َ ْض أَﻓ ُ )اﻟْﻔ َْﺮ
beberapa
diantaranya sebagai berikut: 1. Membebaskan beban hutang pada orang yang kesulitan membayar. Pembebasan hutang ini, dinilai lebih utama dari pada menunggu sampai ia mampu melunasi. Hukum membebaskan adalah sunah, sedangkan menanti hingga terjadi pelunasan adalah wajib,]seperti ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 280.
وان ﺗﺼﺪﻗﻮا ﺧﲑ ﻟﻜﻢ “……. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, …………” 2. Mengawali salam lebih utama daripada menjawabnya. Adapun memulai salam itu lebih utama, berdasarkan hadits nabi saw:
وﺧﲑﳘﺎ اﻟﺬي ﻳﺒﺪا ﺑﺎﻟﺴﻼم “Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai salam 3. Mengumandangkan
adzan
adalah
berhukum
sunnah,
menurut pendapat yang lebih shohih mengumandangkan adzan itu lebih utama daripada menjadi imam yang berhukum fardlu kifayah atau fardlu ‘ain. 4. Berwudlu sebelum masuk waktu shalat itu lebih utama daripada berwudlu setelah masuk waktu shalat.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
90
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 b. Kaidah اﻟﻔﺮض
( اﻟﻨﻔﻞ أوﺳﻊ ﻣﻦbahwa an-nafl lebih luas
daripada al-fard)24. Dalam madzhab syafi’i imam alzarkasy dan imam alrazi melafalkan kaidah di atas dengan lafadz (
)ﻣﻦ اﻟﻔﺮضdengan
اﻟﻨﻔﻞ أوﺳﻊ ﺑﺎﺑﺎ
perincian bahwa a-nafl adalah
ﻫﻮ اﳌﻨﺪوب
وﻳﺜﺎب ﻓﺎﻋﻠﻪ وﻻ ﻳﻌﺎﻗﺐ ﺗﺎرﻛﻪ،(اﻟﺬي ﻃﻠﺒﻪ اﻟﺸﺎرع ﻃﻠﺒﺎً ﻏﲑ ﺟﺎزم suatu mandzub syari’ menuntutnya dengan tuntutan yang tidak jazm atau menunjukkan wajib, dan diberi pahala pelakunya dan tidak dihukum orang yang meninggalkannya ), sedangkan alfard adalah ،ﺗﺎرﻛﻪ
وﻳﺜﺎب ﻓﺎﻋﻠﻪ،ًﻫﻮ ﻣﺎ ﻃﻠﺐ اﻟﺸﺎرع ﻓﻌﻠﻪ ﻃﻠﺒﺎً ﺟﺎزﻣﺎ
وﻳﻌﺎﻗﺐyaitu
apa yang menuntut al-syari’ suatu pekerjaan
untuk dikerjakan dengan tuntutan yang pasti atau bermakna wajib, diberi pahala pelakunya dan berdosa jika meninggalkan tuntutan tersebut. Makna dari kaidah di atas bahwa syariat agama lebih memberikan kemudahan
dalam pelaksanaan ibadah-ibadah
sunnah daripada ibadah wajib dalam konteks bahwa agama Islam memiliki prinsip kemudahan dalam syariatnya. Maka, sah dalam pelaksanaan ibadah sunnah apa yang tidak sah dalam ibadah wajib pada ibadah yang sama, karena status ibadah sunnah lebih ringan dari ibadah wajib, sesuai dengan kaidah 24
. Abdur Rahman bin Abu Bakar, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, al-Ashbah wa Nadhair, (Daarul kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm : 1: 154.
91 Rahmat Setiawan
91
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 fiqhiyyah
(())اﻟﻔﺮض أﻓﻀﻞ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﻞ
sesuai dengan sabda nabi :
{dari Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hambaKu tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hambaKu terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah}, dan dikarenakanpula bahwa perkara yang wajib merupakan dasar atau suatu yang pokok. Adapun penerapan kaidah di atas dalam madzhab syafi’i, bahwa sesuatu ibadah sunnah lebih luas daripada ibadah yang wajib, sebagai berikut : 1. Tidak wajib bagi orang yang melaksanakan shalat sunnah untuk berdiri ketika shalat, dan dibolehkan baginya shalat dengan posisi duduk dengan tanpa udzur. Sedangkan dalam ibadah wajib tidak sah shalat seseorang untuk duduk tanpa udzur. Berdasarkan suatu hadits :
ﺼﻠِّﻲ َ ُﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺖ ﻛَﺎ َن َرﺳ ْ َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ ﻗَﺎﻟ ﺻﻠﱠﻰ ﻗَﺎ ِﻋﺪًا َرَﻛ َﻊ َ ﺻﻠﱠﻰ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ َرَﻛ َﻊ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ َوإِذَا َ ِﻳﻼ ﻓَِﺈذَا ً ﻟَﻴ ًْﻼ ﻃَﻮ ﻗَﺎ ِﻋﺪًا Artinya : dari 'Aisyah katanya; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa shalat malam sekian lama, jika beliau shalat dengan berdiri, maka beliau ruku' dengan
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
92
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 berdiri, dan jika beliau shalat dengan duduk, maka beliau ruku' dengan duduk25." Imam al-nawawi berkomentar : di dalam hadits di atas diperbolehkan shalat sunnah dengan duduk walaupun mampu untuk berdiri, dan pendapat ini merupakan ijma’ ulama’. 2. Tidak wajib menghadap kiblat dalam shalat sunnah ketika seseorang sedang bersafar, adapun shalat wajib di dalam safar atau di luar safar wajib seseorang menghadap ke kiblat. Berdasarkan hadits nabi :
ُﻮل ُ َﺎل ﻛَﺎ َن َرﺳ َ َﻋ ْﻦ ﳏَُ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﺮﱠﲪَْ ِﻦ َﻋ ْﻦ ﺟَﺎﺑِ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ا ﱠِ ﻗ َﺖ ﻓَِﺈذَا ْ ْﺚ ﺗَـ َﻮ ﱠﺟﻬ ُ َاﺣﻠَﺘِ ِﻪ َﺣﻴ ِ ﺼﻠِّﻲ َﻋﻠَﻰ ر َ ُﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳ َ ِا ﱠ َﻀﺔَ ﻧـَﺰََل ﻓَﺎ ْﺳﺘَـ ْﻘﺒَ َﻞ اﻟْ ِﻘْﺒـﻠَﺔ َ أَرَا َد اﻟْ َﻔﺮِﻳ Artinya : dari Muhammad bin 'Abdurrahman dari Jabir bin 'Abdullah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat diatas tunggangannya menghadap kemana arah tunggangannya
menghadap.
Jika
Beliau
hendak
melaksanakan shalat yang fardlu, maka beliau turun lalu shalat menghadap kiblat.26" 3. Tidak wajib bagi seseorang yang melaksanakan puasa sunnah untuk berniat sejak malam ketika hendak puasa, namun boleh setelah waktu subuh, bahkan setelah terbit matahari atau sebelum terbenamnya. Adapun puasa wajib tidak dibolehkan seseorang berniat setelah subuh, dan wajib 25
. Abu Bakar Abu al-Razzaq bin Himmam bin Naafi’ al-Humairi, al-Mushannaf, juz:11, (India: al-Majlis al-Ilmi, 1403 H), hlm :2:245. 26 . Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukharii al Ja’fari, Op.cit., hlm : 89.
93 Rahmat Setiawan
93
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 berniat sebelum waktu subuh. Berdasarkan suatu hadits Nabi Nuhammad saw.:
ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َ ﱠﱯ َﺖ َد َﺧ َﻞ َﻋﻠَ ﱠﻲ اﻟﻨِ ﱡ ْ ﲔ ﻗَﺎﻟ َ َِﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ أُِّم اﻟْﻤ ُْﺆِﻣﻨ ِﱐ إِذَ ْن َِّﺎل ﻓَﺈ َ َﻲءٌ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ َﻻ ﻗ ْ َﺎل َﻫ ْﻞ ِﻋْﻨ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﺷ َ َات ﻳـَﻮٍْم ﻓَـﻘ َ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ذ َﺎل َ ﺲ ﻓَـﻘ ٌ ي ﻟَﻨَﺎ َﺣْﻴ َ ُﻮل ا ﱠِ أُ ْﻫ ِﺪ َ ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ﰒُﱠ أَﺗَﺎﻧَﺎ ﻳـ َْﻮﻣًﺎ آ َﺧَﺮ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ ﻳَﺎ َرﺳ .ْﺖ ﺻَﺎﺋِﻤًﺎ ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ ُ ﺻﺒَﺤ ْ َأَرِﻳﻨِﻴ ِﻪ ﻓَـﻠَ َﻘ ْﺪ أ Artinya : dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata; Pada suatu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemui dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" kami menjawab, "Tidak." Beliau Nabi Muhammad saw. bersabda: "Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun bersabda: "Bawalah kemari, sungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.27"
C. Simpulan Dari tulisan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
27
. Muslim bin Hajjaj Abul Hasan al-Qusyairi an-Naisaburu, Shahih Muslim, juz:5, (Bairut : Daar Ihyaa’ Turats al-Arabiy) hlm :2 :809.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
94
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 1. Secara bahasa al-mandzub adalah menyeru untuk berbuat sesuatu. Sedangkan secara hakikatnya apa yang asy-syari’memerintahkan suatu perbuatan dengan bentuk perintah yang tidak dalam bentuk jazm (pasti/kuat) dan sedangkan menurut sifatnya apa yang diganjar melakukannya dan tidak terkena sangsi atas meninggalkannya. 2. Al-mandzub memiliki beberapa nama yang sepadan, yaitu : almustahab, ath-tahathawwu’, dan sunnah, dan al-ikhsan, yang dianjurkan. Seluruhnya merupakan
nama-nama yang semakna,
bahwa seluruhnya nama-nama yang menunjukkan atas satu nama, bahwa kandungannya adalah: perbuatan yang dituntut dengan tuntutan yang tidak pasti. 3. Pembahasan al-mandzub dalam kajian ilmu ushul fiqih dibahas dalam kajian masalah perintah (al-amr), al-amr pada dasarnya menunjukkan kepada sesuatu yang wajib, dan dalam kajian madzhab syafi’i sesuatu perintah dapat dihukumi wajib ketika ada indikator-indikator dalam perintah yang memalingkan dari wajib ke sunnah. 4. Di dalam madzhab syafi’i terdapat beberapa kaidah fiqih terkait almandzub yang disimpulkan dari kajian fiqih berdasarkan dalil-dalil, diantara kaidah tersebut: pertama : al-Fard lebih utama daripada alnafl. Kedua: al-nafl awsau min al-Fard.
DAFTAR PUSTAKA Abu Bakar Ahmad bin Amru bin Abdul Khaliq, juz : 18, Musnad al-Barraz al- Mansyur bismi al-Bahr az-Zikhor, 2009. Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa, Sunan Shaghir llil- Baihaqi, juz :4, Pakistan :Jamiah al-Diraasat al- Islamiyyah, 1989, Abu Bakr Muhammad bin Ishaq, Shahih Ibnu Khuzaimah,
95 Rahmat Setiawan
95
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 juz :4 Bairut: al-Maktab al-Islami,) Abdul Karim bin Ali bin Al-Namlah, Al-Jami’ limasaail Ushul Fiqih alMuqaar wa Thathbiqahaa ala Madzhab al-Raajih, Riyadh :Maktabatur Rusyd, 2000.
Abdul Karim bin Ali bin Muhammad an-Namlah, al-Muhadzab fii ushul fiqih al-muqaarin, 5 jilid ,(Riyad: Maktabah Rusyd, 1999) Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, Maktabah Dakwah, Cet:8 Abdur Rahman bin Abu Bakar, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, al-Ashbah wa Nadhair, Daarul kutub al-Ilmiyyah, 1990. Jalaluddin al-Mahalli asy-Sayfi’i, Syarhul waraqaat fii ushul fiqh, Palestina: Jamiatul Quds, 1999. Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukharii al Ja’fari, Shahih alBukhari, juz: 9, Daar Tauqi al-Najjah, 1422H Muslim bin Hajjaj Abul Hasan al-Qusyairi an-Naisaburu, Shahih Muslim, juz:5, Bairut : Daar Ihyaa’ Turats al-Arabiy Tajuddin Abdul Wahhab bin Taqiyyudin al-Subki, al-Asybah wan Nadha’ir, juz:2 Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 1991 Said Aqil Husin Al-Anwar, Membangun Metodologi Ushul Fiqih, Jakarta: PT.CIPUTAT PRESS, 2004, cet,1.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
96
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 MEWUJUDKAN SOSIAL MASYARAKAT MADANI MELALUI BIMBINGAN KONSELING ISLAM Oleh : Drs. H. Nadhiroh, M.Pd Abstrak Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tujuan bimbingan dan konseling Islam adalah membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, dalam rangka membentuk dan mengembangkan potensi diri baik yang bersifat jasmani maupun ruhani menjadi lebih baik dan mendapat ridho Allah. Dalam tulisan ini akan dibahas materi mewujudkan sosial masyarakat madani melalui bimbingan Islami, dengan pembahasan : permasalahan sosial, pengertian bimbingan konseling, pengertian bimbingan konseling Islam, landasan bimbingan konseling Islami, Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islami, Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling Islami, Tujuan Bimbingan dan Konseling Islami. kata kunci : Bimbingan, Konseling, Asas.
1. Masalah Sosial Masalah sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kelompok social atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok anggota kelompok social tersebut sehingga terjadi kepincangan sosial. Dalam perkembangan individu dengan individu lain tidak selamanya berjalan mulus dan lancar, tapi ada kalanya terjadi kesenjangan dan perbenturan antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Keadaan
97 Rahmat Setiawan
97
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ini dapat teraktualisasi lewat cara beradaptasi, cara berkomunikasi dan cara bertingkah laku. Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga Ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungan. Penyesuaian diri merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan individu dengan segala macam kemungkinan yang ada dalam lingkungan tersebut. Schneider berpendapat bahwa penyesuaian adalah proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana Dia hidup. Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan berbagai masalah terutama masalah sosial yang terjadi pada diri individu itu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungan tanpa gangguan dan kerugian bagi lingkungannya dinamakan well adjusted. Dan jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri disebut maladjusted. Ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu yang mampu merespon (kebutuhan dan masalahnya) secara matang, efisien, puas dan sehat (wholesome). Yang dimaksud dengan efisien adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan tuhan.
2. Pengertian Bimbingan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
98
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 penyikapan konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektifitas proses dan lain-lain. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas tuntutan keilmuan layanan disatu segi (antara lain bahwa layanan harus didasarkan atas data dan tingkat perkembangan klien), dan tuntutan optimalisasi proses penyelanggaraan layanan disegi lain (yaitu antara lain suasana konseling
ditandai
oleh
adanya
kehangatan,
pemahaman,
penerimaan, kebebasan dan keterbukaan, serta berbagai sumber daya yang perlu diaktifkan). Bimbingan konseling adalah Proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial)” Dengan kata lain bimbingan konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon) dalam rangka mem-bantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya. 3. Pengertian Bimbingan Konseling Islam Bimbingan islam merupakan proses bimbingan bantuan,artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu.Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.Dengan demikian bimbingan islam merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan Al-quran dan sunnah rasul. Maksudnya sebagai berikut :
99 Rahmat Setiawan
99
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 a. Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan kodrat yang ditentukan Allah ,sesuai dengan sunatulloh, sesuai dengan hakikatnya sebagai mahluk Allah. b. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui rasulnya (ajaran islam ) c. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai mahluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya ,mengabdi dalam arti seluasluasnya. Bimbingan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,sehinngga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
4. Landasan Bimbingan Konseling Islami Landasan (fondasi atau dasar pijak) utama bimbingan dan konseling islami adalah al-quran dan sunnah rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam,seperti disebutkan Nabi Muhammad saw sebagai berikut yang artinya :
َ َو ُﺳﻨﱠﺔ, ﷲ ِ َﺎب َ ﻛِﺘ:ﺴ ْﻜﺘُ ْﻢ ِِﻤَﺎ ﻀﻠﱡﻮا ﻣَﺎ ﲤََ ﱠ ِ َ ﻟَ ْﻦ ﺗ،ِْﺖ ﻓِﻴ ُﻜ ْﻢ أَ ْﻣ َﺮﻳْﻦ ُ ﺗَـ َﺮﻛ .ﻧَﺒِﻴِّ ِﻪ ﺻَﻠﻰ ﷲ َﻋﻠَﻴﻪ َوﺳَﻠﻢ “Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selamanya-selamanya tidak akan pernah salah langkah tidak akan pernah salang langkah tersesat jalan, sesuatu itu yakni kitabullah dan sunah Rasulnya.” Al-Quran dan Assunah rasul dapatlah diistilahkan sebagai landasan ideal dan konseptual
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
100
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Bimbingan dan konseling islami. Dari Al-Quran dan as-Sunnah rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep-konsep (pengertian,dan makna hakiki) . Landasan Filosofis islami penting artinya bagi bimbingan dan konseling islami antara lain adalah : a. Falsafah tentang dunia manusia (citra manusia) b. Falsafah tentang dunia dan kehidupan c. Falsafah tentang pernikahan dan keluarga d. Falsafah tentang pendidikan e. Falsafah tentang masyarakat dan hidup kemasyarakatan f. Falsafah tentang upaya mencari nafkah atau falsafah kerja. Unsur-unsur tersebut dapat penulis perjelas, bahwa : a.
Citra Manusia Menurut Islam Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW., dan berbagai pandangan ulama serta para pakar lainnya, manusia memiliki sifat – sifat atau keadaan sebagai berikut: 1). Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan. 2). Manusia memiliki tiga fungsi sifat atau kedudukan, antara lain: a). Sebagai makhluk Allah atau “khalifatullah”, yaitu makhluk yang diciptakan dan wajib mengabdi kepada Allah serta wajib mengelola dan memakmurkan bumi. b). Sebagai makhluk individu. c). Sebagai anggota masyarakat manusia atau makhluk sosial. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara singkat satu persatu dibawah ini, antara lain: Manusia sebagai makhluk Allah Manusia merupakan makhluk Allah, ciptaan Allah, dan secara kodrati merupakan makhluk religius atau pengabdi Allah, seperti
101 Rahmat Setiawan
101
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tercermin dalam sabda Nabi Muhammad saw. Yang artinya sebagai berikut :
ﺼﺮَاﻧِِﻪ أ َْو ﳝَُ ِّﺠﺴَﺎﻧِِﻪ ِّ َُﻛ ﱡﻞ ﻣ َْﻮﻟُﻮٍد ﻳُﻮﻟَ ُﺪ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ِﻔﻄَْﺮِة ﻓَﺄَﺑـَﻮَاﻩُ ﻳـُ َﻬ ِّﻮدَاﻧِِﻪ أ َْو ﻳـُﻨ “Tiap-tiap orang itu dilahirkan Ibunya atas dasar fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, apabila kedua orang tuanya itu muslim, jadilah ia muslim”. (H.R. Muslim) Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut :
ْﺲ إ ﱠِﻻ ﻟِﻴَـ ْﻌﺒُﺪُو ِن َ َاﻹﻧ ِْ ْﺖ اﳉِْ ﱠﻦ و ُ َوﻣَﺎ َﺧﻠَﻘ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Az Zariyat, 51:56) Manusia sebagai Makhluk Individu Secara kodrati setiap manusia merupakan wujud yang khas, yang memiliki pribadi (individu) sendiri, atau memiliki eksistensinya sendiri. Ini antara lain bisa ditafsirkan dari ayat yang artinta sebagai berikut:
إِﻧﱠﺎ ُﻛ ﱠﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎﻩُ ﺑَِﻘ َﺪ ٍر “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”. (Q.S. Al Qamar, 54:49). Segala sesuatu yang diciptakan Allah itu mempunyai kadar atau ukuran, dalam arti ukuran atau kadar masing-masing. Maksudnya, selain dalam penciptaan Allah menciptakannya dengan ukuran yang baik (harmonis), tetapi dengan juga kadar Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
102
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kemampuan masing-masing yang berbeda-beda. Berarti setiap sesuatu sebenarnya memiliki perbedaan dengan yang lain, bersifat khas, atau memiliki, “individual differences”. Ini sejalan dengan hadits Nabi yang menyatakan agar berbicara (berkomunikasi) dengan, atau memberi pelajaran kepada orang yang sesuai dengan taraf kemampuan berfikir yang bersangkutan. Manusia Sebagai Makhluk Sosial Secara kodrati manusia hidup memerlukan bantuan orang lain. Bahkan, manusia baru akan “menjadi manusia” manakala berada di dalam lingkungan dan berhubungan dengan manusia. Dengan kata lain, secara kodrati manusia merupakan makhluk sosial, seperti difirmankan Allah swt sebagai berikut :
س إِﻧﱠﺎ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ذَ َﻛ ٍﺮ َوأُﻧْـﺜَﻰ َو َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ُﺷﻌُﻮﺑًﺎ َوﻗَـﺒَﺎﺋِ َﻞ ُ ﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ٌﻟِﺘَـﻌَﺎ َرﻓُﻮا إِ ﱠن أَ ْﻛ َﺮَﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ ا ﱠِ أَﺗْـﻘَﺎ ُﻛ ْﻢ إِ ﱠن ا ﱠَ َﻋﻠِﻴ ٌﻢ َﺧﺒِﲑ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang palinh mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S Al-Hujurat, 49 : 13).
103 Rahmat Setiawan
103
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 5. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islami Bimbingan dan konseling Islami itu berlandaskan terutama dalam Al-Quran dan hadits ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. a. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat Bimbingan dan konseling Islami tujuannya adalah membantu klien atau konseli, yakni orang yang dibimbing, mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim.
ﺴﻨَﺔً وَِﰲ ْاﻵ ِﺧ َﺮةِ َﺣ َﺴﻨَﺔً َوﻗِﻨَﺎ َ ُﻮل َرﺑﱠـﻨَﺎ آﺗِﻨَﺎ ِﰲ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َﺣ ُ َوِﻣ ْﻨـ ُﻬ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﻳَـﻘ َاب اﻟﻨﱠﺎ ِر َ َﻋﺬ “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-Baqarah:201). b. Asas fitrah Bimbingan dan konseling Islami merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindaknya sejalan dengan fitrahnya tersebut. Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam dengan keadaan fitrah yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam. Bimbingan dan konseling membantu klien atau konseli untuk mengenal dan memahami fitrahnya itu, atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakala pernah tersesat serta menghayatinya, sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu. Seperti hadit:
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
104
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
ﺼﺮَاﻧِِﻪ وَﳝَُ ِّﺠﺴَﺎﻧِِﻪ ِّ ََﻮدَاﻧِِﻪ َوﻳُـﻨ ِّ ُﻛ ﱡﻞ ﻣ َْﻮﻟُﻮٍد ﻳُﻮﻟَ ُﺪ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ِﻔﻄْ َﺮةِ ﻓَﺄَﺑـَﻮَاﻩُ ﻳُـﻬ “Setiap manusia dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah, maka kemudian ayah ibunya menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Dan jika ayah dan ibunya itu seorang muslim, maka jadilah si anak seorang muslim”. (HR. Muslim) 3. Asas Lillaahi ta’ala Bimbingan dan konseling Islami diselenggarakan semata-mata karena Allah. Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakuakan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan atau konseling dengan ikhlas dan rela karena semua pihak merasa semua yang dilakukan adalah karena untuk pengabdian kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi padaNya.
ﲔ َ َب اﻟْﻌَﺎﻟَ ِﻤ ِّ ََﺎﰐ ِﱠِ ر ِ ي وَﳑ َ َﳏﻴَﺎ َْﺴﻜِﻲ و ُ ُﻗُ ْﻞ إِ ﱠن ﺻ ََﻼِﰐ َوﻧ ”Katakanlah: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.AlAn’am:162) 4. Asas bimbingan seumur hidup Manusia hidup betapa pun tidak akan yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling Islami diperlukan selama hayat masih di kandung badan.
ﻀﺔٌ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ِّﻞ ُﻣ ْﺴﻠِ ٍﻢ َ َﺐ اﻟْﻌِْﻠ ِﻢ ﻓَ ِﺮﻳ ُ ﻃَﻠ
105 Rahmat Setiawan
105
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam”. (HR. Ibnu Abdulbar dari Anas).
5. Asas kesatuan jasmaniah rohaniah Manusia itu dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah rohaniah. Bimbingan dan konseling Islami memperlakukan kliennya sebagai makhluk jasmaniah rohaniah, tidak memandangnya sebagi makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan dan konseling Islami membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah rohaniah tersebut.
ﻛَﺎ َد اﻟْ َﻔ ْﻘ ُﺮ أَ ْن ﻳَﻜُﻮ َن ُﻛ ْﻔﺮًا “Hampir-hampir kefakiran itu membawa ke dalam kekufuran”. (HR.Abu Na’im dari Anas) 6. Asas keseimbangan rohaniah Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental potensial untnuk mengetahui, memperhatikan, menganalisis, dan menghayati. Orang yang dibimbing diajak untuk menginternalisasikan norma dengan mempergunakan semua kemampuan rohaniah potensialnya tersebut bukan cuma mengikuti hawa nafsu semata. 7. Asas kemaujuan individiu Bimbingan dan konseling Islami, berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individiu dari yang lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampua fundamental potensial rohaniahnya. Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
106
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
ﻣﺎ أﻧﺖ ﳏﺪث ﻗﻮﻣًﺎ ﺣﺪﻳﺜًﺎ ﻻ ﺗﺒﻠﻐﻪ ﻋﻘﻮﳍﻢ إﻻ ﻛﺎن ﻟﺒﻌﻀﻬﻢ ﻓﺘﻨﺔ “Tidaklah engkau berbicara dengan sutau kaum tentang suatu pembicaraan yang di luar kemampuan akal mereka, keculai hal tersebut akan menimbulkan fitnah”. (HR. Muslim) 8. Asas sosialitas manusia Manusia merupakan makhluk sosial, pergaulan, cinta kasih, rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa memilik dan dimiliki, semuanya merupakan aspek-aspek yang diperhatikna di dalam bimbingan dan konseling Islami, karena merupakan ciri hakiki manusia. 9. Asas kekhalifahan manusia Manusia menurut Islam, diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelola alam semesta. Dengan kata lain, manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. Bimibingandan fungsinya tersebut untuk kebahagiaan dirinya dan umat manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah itu dalam keseimbangan dengan kedudukannya sebagai makhluk Allah yang harus mengabdi pada-Nya. Dengan demikian, jika memiliki kedudukan tidak akan memperturutka hawa nafsu semata. 10. Asas keselarasan dan keadilan Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap haknya dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta dan juga hak Tuhan. Salah satu hadits juga menyiratkan keharusan adanya keseimbangan atau keharmonisan yaitu yang artinya: “Sebaik-baik perkara itu yang tengah-tengahnya”.
107 Rahmat Setiawan
107
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
11. Asas pembinaan akhlaqul karimah Manusia menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat yang baik sekaligus mempunyai sifat-sifat lemah. Sifat-sifat yang baik merupakan sifat yang dikembangkan oleh bimbingan dan konseling Islami. Bimbingan dan konseling Islami membantu klien atau yang dibimbing, memelihara, mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang baik tersebut. Sejalan dengan tugas dan fungsi Rasulullah diutus oleh AllahSWT seperti disebutkan dalam salah satu haditsnya:
إﳕﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻷﲤﻢ ﻣﻜﺎرم اﻷﺧﻼق “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. (HR. Ahmad dan Thabrani dari Abu Hurairah) Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islami dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang, sebab dengan kasi sayanglah bimbingan dan konseling akan berhasil. 12. Asas saling menghargai dan menghormati Dalam bimbingan dan konseling Islami kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau klien pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu memberikan bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dengan yang dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
108
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
َﻲ ٍء ْ ﺴ َﻦ ِﻣ ْﻨـﻬَﺎ أ َْو ُردﱡوﻫَﺎ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠَﻰ ُﻛ ِّﻞ ﺷ َ َﺤﻴﱠ ٍﺔ ﻓَ َﺤﻴﱡﻮا ﺑِﺄَ ْﺣ ِ َوإِذَا ُﺣﻴِّﻴﺘُ ْﻢ ﺑِﺘ َﺴﻴﺒًﺎ ِﺣ “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu denga yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitiungkan segala sesuatu”. (QS. An-Nisa:86) 14. Asas musyawarah Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah artinya antara pembimbing konselor dengan yang dibimbing atau klien terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keingina tertekan. 15. Asas keahlian Bimbingan dan konseling Islami dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi, dan teknik-teknik bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan objek garapan atau materi bimbingan dan konseling. Hal ini sesuai dengan pesan nabi Muhammad SAW :
ََﲑ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ ﻓَﺎﻧْـﺘَ ِﻈ ِﺮ اﻟﺴﱠﺎ َﻋﺔ ِْ إِذَا ُو ِّﺳ َﺪ اﻷَ ْﻣ ُﺮ إ َِﱃ ﻏ “Jika sesuatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggu sajalah saat kehancurannya”. (HR. Bukhari).
109 Rahmat Setiawan
109
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 6. Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling Islami Manusia diciptakan dengan jalan yang terbaik, termulia, tersempuna, dibandingkan dengan mahluk lainnya, tetapi sekaligus memiliki hawa nafsu, lemah, aniaya, terburu nafsu, membantah dan lain-lain, karena manusia dapat terjerumus kedalam lembah kenistaan, kesengsaraan dan kehinaaan. Dengan kata lain,manusia bisa bahagia hidupnya di dunia maupun di akhirat,dan bisa pula sengsara atau tersiksa. Mengingat berbagai sifat seperti itu ,maka diperlukan adanya upaya untuk menjaga agar manusia tetap menuju kearah yang bahagia,menuju ke citranya yang terbaik ,ke arah “ahsanitaqwim”dan tidak terjerumus ke keadaan yang hina atau ke “asfal safilin” seperti dilukiskan Allah SWT dalam surat At-tin dan surat Al-asr yang dapat dikatakan sebagai latar belakang utama mengapa bimbingan dan konseling Islam itu diperlukan. Seperti dalam surat At-Tin (4-6) :
( إ ﱠِﻻ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ5) ﲔ َ ِ( ﰒُﱠ َر َد ْدﻧَﺎﻩُ أَ ْﺳ َﻔ َﻞ ﺳَﺎﻓِﻠ4) ﺴ ِﻦ ﺗَـ ْﻘ ِﻮ ٍﱘ َ اﻹﻧْﺴَﺎ َن ِﰲ أَ ْﺣ ِْ ﻟََﻘ ْﺪ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ (6) َِﺎت ﻓَـﻠَ ُﻬ ْﻢ أَ ْﺟ ٌﺮ ﻏَْﻴـ ُﺮ ﳑَْﻨُﻮ ٍن ِ آ َﻣﻨُﻮا َو َﻋ ِﻤﻠُﻮا اﻟﺼﱠﺎﳊ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.Kemudian kami kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka) ,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya. a.
Dari Segi Jasmaniah Karena manusia memiliki unsur jasmaniah atau biologis, manusia
memiliki
berbagai
kebutuhan
biologis
yang
harus
dipenuhinya,semisal makan,minum, menghirup Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
110
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 udara, berpakaian bertempat tinggal dan sebagainya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah tersebut dapat dilakukan manusia selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Itu bisa dilakukan manusia secara sadar maupun tidak. Dengan keyakinan bahwa ketentuan dan petunjuk Allah pasti akan membawa manusia bahagia,individu yang berbahagia tentulah individu yang mampu hidup selaras dengan ketentuan allah dan petunjuk Allah SWT tersebut termasuk dalam usahanya memenuhi kebutuhan jasmaniah. Tetapi, tidak sama mampu hidup dan memenuhi kebutuhan jasmaninya itu seperti seharusnya, baik karena faktor internal (dari dalam faktor individu itu sendiri ) maupun akibat dari faktor eksternal atau lingkungannya sekitarnya.
Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu,dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu apabila orang-orang yang ditimpa musibah mereka mengucapkan “Innalillahi waina ilaihi rajiun “(Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadanya lah kami kemabali).(QS.AL-baqarah 155-156). Ayat di atas menunjukkan bahwa kelaparan, kekurangan harta, kekurangan buah-buahan dan sebagainya itu merupakan sesuatu yang wajar terjadi dihadapi manusia, sebagai sesuatu yang berada dalam situasi dan kondisi lingkungan yang bisa terjadi juga karena ulah tangan manusia. Dalam pada itu sifat, sikap dan perbuatan manusia itu sendiri apa yang ditunjukkan Allah SWT sebagai sifat, sikap dan perilaku upaya memenuhi kebutuhan jasmaniah yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Sebagaimana ayat Al-Quran:
111 Rahmat Setiawan
111
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
ﲔ وَاﻟْ َﻘﻨَﺎ ِﻃ ِﲑ اﻟْ ُﻤ َﻘ ْﻨﻄََﺮةِ ِﻣ َﻦ َ َِات ِﻣ َﻦ اﻟﻨِّﺴَﺎ ِء وَاﻟْﺒَﻨ ِ ﺸﻬَﻮ ُﺐ اﻟ ﱠ ﱠﺎس ﺣ ﱡ ِ ُزﻳِّ َﻦ ﻟِﻠﻨ ِِﻚ َﻣﺘَﺎعُ اﳊَْﻴَﺎة َ ْث ذَﻟ ِ َﺎم وَاﳊَْﺮ ِ َاﻷَﻧْـﻌ ْ َﻮَﻣ ِﺔ و ﻀ ِﺔ وَاﳋَْﻴ ِْﻞ اﻟْ ُﻤﺴ ﱠ َﺐ وَاﻟْ ِﻔ ﱠ ِ اﻟ ﱠﺬﻫ (14) َﺂب ِ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ وَا ﱠُ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩُ ُﺣ ْﺴ ُﻦ اﻟْﻤ “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup manusia di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat yang baik (surga).” (QS. Al-Imran: 14) Mengingat keadaan manusia serupa itulah maka diperlukan adanya bimbingan dan konseling Islam, agar dalam upaya memenuhi kebutuhan jasmaniahnya itu manusia senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunujuk allah SWT. 2. Dari segi rohaniah (psikologis) Sesuai
dengan
hakikatnya,
manusia
memerlukan
pula
pemenuhan kebutuhan rohaniah dalam arti psikologistik. Seperti telah diketahui, manusia dianugerahi kemampuan rohaniah (psikologis), pendengaran, penglihatan dan kolbu, atau dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan kemampuan cita, rasa dan karsa. Secara luas untuk bisa hidup bahagia, manusia memerlukan keadaan mental psikologis yang baik (selaras dan seimbang).
ْﺲ ﻷََﻣﱠﺎ َرةٌ ﺑِﺎﻟﺴﱡﻮِء إ ﱠِﻻ ﻣَﺎ رَِﺣ َﻢ رَِّﰊ إِ ﱠن رَِّﰊ َ ْﺴﻲ إِ ﱠن اﻟﻨﱠـﻔ ِ ئ ﻧَـﻔ ُ َوﻣَﺎ أُﺑَـ ِّﺮ ﻏَﻔُﻮٌر رَِﺣﻴ ٌﻢ
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
112
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 “Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyeru kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Yusuf:53) Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islami diperlukan untuk membentuk manusia dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya dapat senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT termasuk mengatasi kondisi psikologis yang membuat seseorang menjadi berada dalam keadaan tidak selaras. 3. Dari sudut individu Manusia merupakan makhluk individu, dengan kata lain keadaan orang per orang mencakup keadaan jasmaniah dan rohaniah atau psikologisnya bisa membawanya ke kehidupan yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT. Ketidaknormalan sosok jasmaniah, ketidakunggulan (tetapi juga kesuperioritaskan) potensi rohaniah, dapat membawa manusia ke kehidupan yang tidak selaras. 4. Dari segi sosial Selain sebagai makhluk individual, manusia juga termasuk makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia lain dalam kehidupan kemasyarakatan. Semakin modern kehidupan manusia, semakin kompleks tatanan kehidupan yang harus dihadapi manusia. Manusia bisa saling memaksakkan kehendak, bertikai, bahkan berperang dan saling membunuh.
س َ ْﺖ ﺗُ ْﻜ ِﺮﻩُ اﻟﻨﱠﺎ َ ْض ُﻛﻠﱡ ُﻬ ْﻢ ﲨَِﻴﻌًﺎ أَﻓَﺄَﻧ ِ ﱡﻚ َﻵ َﻣ َﻦ َﻣ ْﻦ ِﰲ ْاﻷَر َ َوﻟ َْﻮ ﺷَﺎءَ َرﺑ ﲔ َ َِﱴ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮا ﻣ ُْﺆِﻣﻨ ﺣﱠ
113 Rahmat Setiawan
113
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”.(QS. Yunus: 99) 5. Dari segi agama Agama merupakan wahyu Allah, wahyu Allah itu benar, tetapi dalam penafsirannya bisa terjadi banyak perbedaan antara berbagai ulama sehingga muncul masalah-masalah khilafiyah ini kerap kali bukan saja menimbulkan konflik sosial tetapi juga menimbulkan konflik batin dalam diri seseorang yang dapat memnggoyahkan kehidupan dan keimanannya. Konflik-konflik batin dalam manusia yang berkenaan dengan ajaran agama Islam maupun lainnya banyak ragamnya, oleh karenanya diperlukan selalu adanya bimbingan dan konseling Islami yang memberikan bimbingan kehidupan keagamaan kepada individu agar mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.
س أَ ْن ﻳـُ ْﺘـ َﺮﻛُﻮا أَ ْن ﻳَـﻘُﻮﻟُﻮا آ َﻣﻨﱠﺎ َو ُﻫ ْﻢ َﻻ ﻳـُ ْﻔﺘَـﻨُﻮ َن ُ ﺐ اﻟﻨﱠﺎ َ َﺴ ِ أَﺣ “Apakah
manusia
itu
mengira
bahwa
dibiarkan
saja
mengatakan: kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi”. (QS. Al-‘Ankabut:2)
7. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islami Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan konseling Islami itu dapat dirumuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat”.
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
114
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 a. Tujuan jangka pendek Terbinanya iman (fitrah) individu hingga membuahkan amal saleh yang dilandasi dengan keyakinan yang benar bahwa:
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh pada segala aturan-Nya.
Selalu ada kebaikan (hikmah) di balik ketentuan (taqdir) Allah yang berlaku atas dirinya
Manusia adalah hamba Allah, yang harus ber-ibadah kepada-Nya sepanjang hayat.
Ada fitrah (iman) yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia, jika fitrah iman dikembangkan dengan baik, akan menjadi pendorong, pengendali, dan sekaligus pemberi arah bagi fitrah jasmani, rohani, dan nafs akan membuahkan amal saleh yang menjamin kehidupannya selamat di dunia dan akhirat.
Esensi iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah membenarkan dengan hati, dan mewujudkan dalam amal perbuatan.
Hanya dengan melaksanakan syari’t agama secara benar, potensi yang dikaruniakan Allah kepadanya bisa berkembang optimal dan selamat dalam kehidupan di dunia dan akhirat (Sutoyo: 2007)
b. Tujuan Jangka Panjang Agar fitrah yang dikaruniakan Allah kapada indivdu bisa berkembang dan berfungsi baik, sehingga menjadi pribadi kaffah[8], dan
secara
bertahap
mampu
mengaktualisasikan
apa
yang
diimaninya itu dalam kehidupan sehari – hari, yang tampil dalam bentuk
kepatuhan
terhadap
hukum-hukum
Allah
dalam
melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi, dan ketaatan dalam beribadah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
115 Rahmat Setiawan
115
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Simpulan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah. Tujuan bimbingan dan konseling Islam adalah membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, dalam rangka membentuk dan mengembangkan potensi diri baik yang bersifat jasmaniah maupun ukhrowiyah menjadi lebih baik dan mendapat mardlotillah.
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
116
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab. 2004.Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta : Kencana. Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar alTauhid, hal. 62. Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 4-5 Ahmad Mubarok,Al-Irsyad.2002.Konseling Agama Teori dan Kasus. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru Andi Mappiare AT. 2002. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Anwar Sutoyo.2007.Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktek). Semarang: Cipta Prima Nusantara Ary Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual– ESQ. Jakarta : Penerbit Arga. Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), hal. 2 Aunur Raqim Faqih. 2001. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: Pusat Penerbitan UII Press Yogyakarta Farid Hariyanto, makalah dalam seminar Bimbingan Dan Konseling Agama Jakarta: 2007 hal. 2 Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 29 Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003 Hal. 2 Sahilun A. Nasir. 2002. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta :Kalam Mulia. Zakiah Daradjat. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta : Toko Gunung Agung.
117 Rahmat Setiawan
117
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Zakiah Daradjat. 2002. Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang http://ahmadbudiarianto.blogspot.com/2011/04/makalah-bk-islam.html http://nennyahyas3bk.blogspot.com/2010/03/bimbingan-dan-konselingislami.html http://rendrasetia.blogspot.com/2012/05/fungsi-dan-tujuan-bimbingandan.html
Mewujudkan Masyarakat Madani dengan Bimbingan Konseling Islami
118
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Tasawuf Dan Kebutuhan Masyarakat Modern (Urgensitas Pendidikan Tasawuf Untuk Membentuk Pribadi Yang Berakhlak) Oleh : Rahmat Setiawan. Abstrak Tasawuf dan kebutuhan masyarakat modern. Di era modern sekarang ini kepercayaan manusia terhadap sain dan materi begitu tinggi yang pada akhirnya mengalami kejenuhan, sehingga menimbulkan kesadaran akan keringnya spiritual. Secara materi mereka berlimpah ruah bahkan lebih dari yang mereka rencanakan, akan tetapi dari materi yang mereka punya tidak bisa menghilangkan dahaga mereka. Akibatnya mereka merasa gelisah, mereka selalu mencari kebahagiaan di luar materi. Yang mereka inginkan adalah bukan kebahagiaan materi, melainkan kebahagiaan hati. Perlu diingat kembali kaitannya dengan hal tersebut bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Setiap unsur dari manusia tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri sebagaimana tujuan manusia diciptakan oleh Allah untuk bumi ini. Fungsi manusia tersebut dijelaskan oleh al-Qur’an yaitu sebagai Khalifah fi al-Ardl dan ‘Abid. Itu adalah modal dasar bagi manusia yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Kedua fungsi tersebut harus seimbang dalam mencapai kehidupan yang ideal. Mayoritas manusia di era modern hanyalah menjalankan satu fungsinya saja yaitu sebagai khalifah, yang akibatnya manusia hanya berlomba-lomba memperbanyak materi yang merupakan kebahagiaan semu -bahagia dari segi jasmaniah semata- sehingga kebahagiaan rohani mereka terabaikan. Padahal kebahagiaan yang ideal menurut al-Qur’an adalah kebahagian jasmani dan rohani. Kata Kunci : Tasawuf, Manusia, dan Moderen.
A. PENDAHULUAN Istilah modernisme dimaksudkan sebagai kata yang berarti fase paling mutakhir dari sejarah dunia yang ditandai oleh kepercyaan akan
Penulis adalah Dosen Tetap STIT Muhammadiyah Kendal.
119 Rahmat Setiawan
119
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 sain (ilmu pengetahuan), perencanaan, sekularisasi, dan kemajuan. Istilah ini diberi pengertian oleh Samuel Hantington sebagaimana yang dikutip Qodri Azizy yaitu penggantian jumlah besar dari hal-hal yang tradisional, bersifat keagamaan, kekeluargaan, dan kekuasaan politik atas dasar etnik dengan satu kekuasan nasional dan sekuler.28 Kepercayaan manusia terhadap sain yang begitu tinggi tersebut yang pada akhirnya mengalami kejenuhan, sehingga menimbulkan kesadaran akan keringnya spiritual. Perlu diingat kembali bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani, sebagaimana fungsi manusia dijelaskan oleh al-Qur’an yaitu sebagai Khalifah fi alArdl dan ‘Abid. Itu adalah modal dasar bagi manusia yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Manusia tidak bisa hidup nyaman ketika mereka melaksanakan hanya sebagi khalifah saja atau sebagai ‘abid saja. Kedua fungsi tersebut harus seimbang dalam mencapai kehidupan yang ideal. Dan ini adalah pesan Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an. Namun dalam kenyataannya, bahwa manusia di era modern hanyalah menjalankan satu fungsinya saja yaitu sebagai khalifah, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa di antara krisis-krisis multi dimensi yang melanda dan bangsa ini, krisis akhlak merupkan krisis utamnya. Berbagai persoalan terjadi akibat ulah tangan manusia yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai akhlak. Karena itu, pembenahan dan recovery akhlak bangsa ini merupakan suatu keniscayaan. Semua diselesaikan dengan materi. Materi adalah win solution terhadap permasalahan yang melanda. Dan ini lambat laun menjadi sebuah keyakinan bahwa materi adalah segalanya. Dunia pendidikan juga tidak luput dari pengaruh tersebut. Akibatnya ruh pendidikan mulai pudar. 28
A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, cet. Ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 6.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
120
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Orang sukses dan pinter dalam pendidikan tergantung pada nilai angka. Pendidikan akhlak dan agama hanya untuk melengkapi raport ataupun transkrip nilai saja. Realita yang terjadi adalah banyaknya tawuran antar pelajar dan mahasiswa. Karena mereka hanya mencari nilai bukan ilmu. Lalu yang menjadi pertanyaan kemanakah manusia akan lari dari kegelapan yang ditawarkan oleh modernisme yang bertumpu pada sain? Untuk itu, di sini tasawuf – pendidikan sufistik - sebagi pilihan utama di mana didalamnya diajarkan nilai-nilai etika dan moralitas sehingga terbentuk pribadi yang berakhlak yang luhur.
B. PEMBAHASAN 1. Tuntutan Manusia Untuk Berakhlak Karimah Pada dasarnya manusia telah berusaha dan mencurhkan perhatiannya yang sangat besar untuk mengetahui dan memahami dirinya, walaupun manusia memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuan, filosof, sastrawan, dan para ahli di bidang keruhanian sepanjang masa. Tapi manusia hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari dirinya sendiri. Manusia tidak mengetahui dirinya secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan itupun pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara pribadi. Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mereka yang mempelajari tetang manusia hingga kini belum terjawab dengan memuaskan.29 Al-Qur’an memakai tiga kata untuk menunjuk kepada manusia, yaitu kata yang menggunakan huruf alif, nun, dan sin (ins, insan, nas, atau unas), menggunakan kata basyar, dan menggunakan 29
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. Ke-15, (Bandung: Penerbit Mizan, 2004), hlm. 227.
121 Rahmat Setiawan
121
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kata Bani Adam atau Dzurriyat Adam. Kata basyar terambil dari kata yang mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Kemudian lahir kata basyarah yang artinya kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan tampak beda dengan kulit binatang. Sedangkan kata insan terambil darai kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Al-Qur’an menggunakan kata insan dihadapkan dengan kata jin atau jan, karena jin adalah makhluk halus yang tidak tampak. Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga.30 Sedangkan kelebihan manusia dari makhluk lainnya terletak pada kemampuan akal dan daya psikologisnya. Dengan kemampuan akalnya, manusia mampu mengatasi masalah dan menciptakan berbagai peralatan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian posisi manusia di bumi ini dapat bermanfaat kepada manusia lain dan lingkungannya. Sebagaimana dijelaskan al-Quran:
.ﻟﻘﺪ ﺧﻠﻘﻨﺎ اﻹﻧﺴﺎن ﰱ أﺣﺴﻦ ﺗﻘﻮﱘ Artinya: Sungguh telah Kami cipta manusia dalam sosok yang paling canggih.31 Di mana dalam al-Quran tersebut manusia mendapat penilaian terbaik dari Allah dibanding makhluk lain.32 Oleh karena itu manusia diberi kepercayaan Allah untuk mewakili-Nya mengurus dunia.
30
Ibid., hlm. 278-280.
31
Q.S. at-Tin: 4, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 1114. 32 Bustanuddin Agus, al-Islam: Buku Pedoman Kuliah Mahasiswa untuk Mata Ajaran Pendidikan Agama Islam, cet. Ke-1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 20.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
122
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Allah memberi kebijakan kepada manusia berupa evolusi manusia sebagi penduduk bumi untuk melaksanakan segala fungsinya. Fungsi manusia dilahirkan di tengah alam semesta untuk menyandang tugas dan kewajiban yang berat berupa amanat sebagaimana dalam al-Qur’an:
إﻧّﺎ ﻋﺮﺿﻨﺎ اﻷﻣﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻤﻮات واﻷرض واﳉﺒﺎل ﻓﺄﺑﲔ أن ﳛﻤﻠﻨﻬﺎ .وأﺷﻔﻘﻦ ﻣﻨﻬﺎ وﲪﻠﻬﺎ اﻹﻧﺴﺎن إﻧّﻪ ﻛﺎن ﻇﻠﻮﻣﺎ ﺟﻬﻮﻻ Artinya: Kami telah tawarkan amanah kepada langit dan bumi, kepada gunung-gunung, mereka menolak untuk memikulnya, mereka takut untuk tidak bisa membawanya, kemudian manusialah yang mengembannya. Sungguh manusia saat itu betul-betul zalim dan bodoh.33 Al-Mawardi menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:34 a. Taat dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Pendapat Abu al-‘Aliyah. b. Undang-undang dan syariat Allah yang ditujukan kepada hambaNya. Pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, al-Hasan, dan Ibnu Jabir. c. Menjaga amanat farjinya baik laki-laki maupun perempuan. Pendapat Ubay. d. Mempercayai dengan sesama manusia dan mempercayai Ke Mahabenaran Allah dan kebenaran Rosul-Nya. Pendapat asSaddy. e. Mengingatkan manusia supaya tidak berpaling dari amanat yang diembannya sebagaimana Alah menitipkan berupa amanat kepada langit, bumi, dan gunung. Pendapat sebagian Mutakallimin.
33
Q.S. al-Ahzab: 72, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 754. 34 Abi Hasan Ali bi Muhammad bin Hubaib al-Mawardy al-Bashry, an-Nukat wa al‘Uyun Tafsir al-Mawardy, jilid 4, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), hlm. 428-429.
123 Rahmat Setiawan
123
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Maka dari itu, Allah mempercayakan manusia untuk mengurus, mengelola, dan memakmurkan bumi, sehingga manusia dikatakan khalifah fi al-ardl yang disebutkan al-Qur’an:
ﻗﺎﻟﻮا أﲡﻌﻞ.إﱐ ﺟﺎﻋﻞ ﰱ اﻷرض ﺧﻠﻴﻔﺔ ّ وإذ ﻗﺎل رﺑّﻚ ﻟﻠﻤﻼﺋﻜﺔ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﻳﻔﺴﺪ ﻓﻴﻬﺎ وﻳﺴﻔﻚ اﻟﺪﻣﺎء وﳓﻦ ﻧﺴﺒّﺢ ﲝﻤﺪك وﻧﻘﺪّس .إﱐ أﻋﻠﻢ ﻣﺎ ﻻ ﺗﻌﻠﻤﻮن ّ ﻟﻚ ﻗﺎل Artinya: Perhatikanlah Tuhanmu sewaktu berfirman kepada para malaikat, Aku akan menciptakan khalifah di bumi.” Mereka bertanya keheranan, “mengapa Engkau akan menciptakan makhluk yang akan selalu menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah di bumi, sementara kami senantiasa bertasbih dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman, “Aku Maha Tahu akan hal-hal yang tidak kamu ketahui.”35 Kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan, atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Berdasarkan arti tersebut, maka dapat dipahami bahwa khalifah maksudnya yang menggantikan Allah
dalam
menegakkan
kehendak-Nya
dan
menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, tapi bukan karena Allah tidak mampu atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan, namun karena Allah bermaksud menguji manusia dan memberinya penghormatan. Ada yang memahami khalifah dalam arti yang menggantikan makhluk lain dalam menghuni dan mengurus bumi ini.36
35
Q.S. al-Baqarah: 30, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 9. 36 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, volume I, cet. Ke-2, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hlm. 142.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
124
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Dalam kitab Tafsir Khozin, Imam ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdady menerangkan bahwa yang dimaksud khalifah di situ adalah Adam, dan ia dipercaya Allah untuk mewakili-Nya dibumi dalam rangka menegakkan dan menjalankan syariat-Nya.37 Pemahaman
dari
ayat
tersebut
menunjukkan
bahwa
kekhalifahan terdiri dari wewenang yang dianugerahkan Allah; makhluk yang diberi wewenang, yakni Adam dan anak cucunya. Oleh karena itu, manusia harus berusaha untuk memperjuangkan moralsupaya terhindar dari godaan makhluk yang anti manusia, karena manusia di antara ciptaan Tuhan, manusia mempunyai posisi yang unik; manusia diberi kebebasan berkehendak agar manusia dapat menyempurnakan misinya sebagai khalifah Allah di bumi. Misi inilah – perjuangan untuk menciptakan sebuah tata sosial yang bermoral di bumi – sebagimana yang telah dikatakan al-Quran sebagai amanah di atas. Perlu diingat, bahwa manusia harus menyadari bahwasanya manusia
tidak
diciptakan
sekedar
permainan,
tetapi
untuk
melaksanakan sebuah tugas dan harus mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalannya dalam merealisasikan tugasnya. Maka dari itu, kekhalifahan mengharuskan manusia untuk melaksanakan tugasnya sesuai petunjuk Allah yang memberi tugas dan wewenang. Dan apabila keputusan yang diambil manusia tidak sesuai kehendak-Nya, maka manusia tersebut melanggar terhadap makna dan tugas kekhalifahan.
37
‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdady, Tafsir al-Khozin, jilid I, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), hlm. 35.
125 Rahmat Setiawan
125
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Adapun fungsi manusia selain menjadi khalifah adalah untuk berakhlak karimah secara vertikal terhadap Sang Pencipta dalam bentuk ibadah. Sebagaimana al-Quran menjelaskan:
.وﻣﺎ ﺧﻠﻘﺖ اﳉ ّﻦ واﻹﻧﺲ إﻻّ ﻟﻴﻌﺒﺪون Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka menyembah-Ku.38 Artinya mengabdikan segala jiwa dan raga kepada Pencipta merupakan prinsip hidup yang hakiki bagi seorang mukmin-muslim, sehingga akan tercermin pada perilaku sehari-hari yang senantiasa mengabdikan diri di atas segala-galanya. Ibadah di sini menurut Ibu Anas dalam kitab Tafsir al-Mawardy adalah segala ucapan atau perbuatan yang dicintai dan diridloi Allah baik yang lahir maupun yang batin.39 Sehingga perbuatan baik, amal shaleh yang terwujud dalam fungsi manusia selaku khalifah dan segala aktifitasnya terhadap sesamanya maupun lingkungannya, akan mempunyai nilai ibadah bila dilakukan dengan landasan iman untuk memperoleh keridloan Allah. Seperti berdagang, bertani, nelayan, pegawai, menuntut ilmu, dan lain-lain, dalam rangka pengelolaan dan memakmurkan bumi bila dilakukan dengan niat ibadah, maka bila manusia melakukannya seperti itu, tetunya manusia telah melaksanakan kedua fungsinya sekaligus yaitu khalifah dan ‘abid.40
38
Q.S. al-Dzariat: 56, Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 941. 39
Abi Hasan Ali bi Muhammad bin Hubaib al-Mawardy al-Bashry, an-Nukat wa al‘Uyun Tafsir al-Mawardy., hlm. 375. 40 Khaelany HD, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, cet. Ke-1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 37-38.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
126
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 2. Problematika Modernisme Setiap zaman mempunyai titik kejenuhan terhadap ideologi dan falsafah yang diyakini sebagai hasil ijtihad yang luar biasa. Bahkan ideologi dan falsafah tersebut dijadikan sebagai dasar negara, ironisnya dijadikan sebagai keyakinan. Dengan adanya perkembangan pemikiran menandakan atau sebagai bukti, bahwa ideologi yang berkembang, terutama yang bersifat rasionalpositivistik akan mudah mengalami kejenuhan. Sebut saja, sekarang yang menggejala di penjuru dunia, yaitu modernisme sedang digandrungi semua negara. Termasuk negara kita Indonesia. Disaat negara
kita
mendewakan
modernisme,
sementara
di
Barat
modernisme sudah dianggap kadaluarsa atau ketinggalan zaman. Mereka sudah jenuh dengan modernisme. Mereka mengakui adanya kebenaran di luar akal manusia. Terlebih lagi, pada era sekarang ini, semua bidang diukur dengan materi yang semuanya bersumber pada ajaran positivisme. Dunia pendidikan juga tidak luput dari pengaruh negatif modernisme yang serba diukur dengan materi. Padahal pendidikan merupakan dasar dari karakter orang akan membentuk kepribadian. Pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran; yang terakhir ini dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dengan segala aspek yang dicakupnya. Sebagaimana halnya yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia bahwa, “pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani siswa, selaras dengan alam dan masyarakatnya”.41
41
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, cet. Ke-3, (Jakarta: Kalimah, 2001), hlm. 4.
127 Rahmat Setiawan
127
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Secara lebih filosofis Muhammad Nasir dalam tulisan “Idiologi Didikan Islam” menyatakan; “Yang dinamakan pendidikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.42 Dan masih banyak lagi pandangan tokoh tentang pendidikan. Kalau boleh disimpulkan bahwa, pendidikan terutama dalam islam mempunyai tujuan untuk menyadarkan manusia, bahwa ia diciptakan didunia ini harus mengemban tugas sebagaimana fungsinya yaitu sebagai ‘abid dan khalifah di bumi. Pendapat tersebut diperkuat lagi oleh Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa, pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. 0leh karena itu, pendidikan islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.43 Realita dunia pendidikan di negara kita akhir-akhir ini memang berkiblat pada modernisme yang diagung-agungkan oleh Barat dulu. Sementara ini, Barat sudah mengevaluasi dan mereformasi model pendidikan yang modern itu, ada yang mengatakan bahwa modernitas yang didengung-dengungkan tersebut menemui jalan buntu atau hampa. Mereka akhirnya jenuh dengan modernitas. Mereka sekarang banyak mengamalkan pendidikan yang diusung oleh islam, meskipun mereka bukan muslim. Dampak dari modernitas sudah dapat kita rasakan setiap hari. Kita bisa menyaksikan perilaku para siswa. Akhir-akhir ini semakin 42
Ibid. Yusuf al-Qardhawi, Pendidikan Islam Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami Abdul Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 157. 43
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
128
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 banyaknya tawuran, dan kasus-kasus asosial lainnya yang dilakukan oleh para sisiwa. Apakah semua itu hasil dari pendidikan modernitas? Ironis sekali. Kemudian siapa yang patut kita salahkan. Atau dengan kata lain, siapa yang kita perbaiki? Selain itu, kondisi carut-marut bangsa ini dengan segudang masalah sosial, ekonomi, kultural, budaya, maupun agama ternyata tak hanya bisa dipahami secara teknis-mekanis. Aspek etika dan moralitas ternyata perlu mendapat perhatian, karena moralitas memegang kunci penting dalam segala hal. Untuk
mengatasi
problem
tersebut,
pemerintah
bisa
dikatakan sebagai pemegang otoritas tertinggi mempunyai peran penting sebagai agent of change, pemerintah juga mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam menentukan model pendidikan. Akan tetapi, di lain pihak terdapat banyak kepentingan di luar pendidikan sehingga formasi yang dihasilkan pemerintah kurang maksimal. Selain itu, pemerintah juga mempunyai tujuan yang baik dan mulia dengan memberikan tunjangan profesi untuk pendidik supaya kehidupan seorang pendidik menjadi sejahtera, agar tidak mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dilihat dari sisi lain, justru niat dari pemerintah yang baik itu untuk mensejahterakan pendidik, ditanggapi yang berbeda dari sebagian pendidik. Semua diorientasikan oleh materi atau profit oriented. Para pendidik menjadi lupa dengan sifat-sifat mendasar yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yaitu ikhlas, takwa, ilmu, penyabar, dan rasa tanggung jawab.44 Sifat-sifat dasar bagi pendidik itu hanya dipraktekkan
sebagian
saja,
bahkan
ada
yang
tidak
mengamalkannnya sama sekali. Di atas juga telah disebutkan bahwa 44
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jamaluddin Miri, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 337-375.
129 Rahmat Setiawan
129
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah membentuk insan supaya berakhlak mulia. Sebagaimana tujuan Nabi diutus di dunia ini hanyalah untuk menyempurnakan akhlak. Media yang paling relevan adalah dunia pendidikan. Selain itu dunia pendidikan merupakan sebagian dari dakwah sebagaimana yang diperintahkan oleh Islam.
3. Pentingnya Tasawuf Bagi Masyarakat Moderen Kejenuhan adalah bakat yang dibawa manusia sejak kelahirannya. Jika dia melakukan perbuatan yang sama setiap hari, maka jenuh akan mendatanginya, maka tidak ada perbuatan apapun yang dilakukan. Apalagi jika apa yang diperbuatnya itu, dirasakan tidak menghasilkan apapun, atau hasil yang diharapkan lama tidak kunjung datang, meskipun sudah diketahui bahwa hasil itu tidak akan didapatkan sekarang. Perbuatan itu bisa berupa ibadah atau lainnya. Oleh karena itu, manusia boleh berpindah dari bentuk ibadah yang satu ke bentuk ibadah yang lain. Allah telah menetapkan bebtuk-bentuk ibadah secara variatif, sehingga manusia tidak perlu jenuh.45 Begitu
juga
dengan
pemikiran
yang
berawal
dari
tradisionalisme kemudian tumbuh menjadi modernisme, setelah modernisme mengalami kebuntuan dan tidak menemukan jalan keluar, dan pada akhirnya mengalami kejenuhan yang kemudian membawanya ke dalam kesadaran. Dulu pada awal mulanya ditolak karena tidak ilmiah, tapi sekarang menjadi best solution yang mengantarkan kepada pencerahan.
45
M. Kholil Bisri, Indahnya Tasawuf: al-Hikam Ibnu ‘Athaillah as-Sakandarany, cet. Ke-2, (Yogyakarta: Pustaka Alief, 2003), hlm. 96-97.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
130
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Sebagai bukti bahwa dewasa ini semakin banyak orang Barat (kiblat modernisme) yang tertarik untuk mempelajari sufisme, ajaran-ajaran Islam yang bersifat metafisis dan mistis, itulah yang paling dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhan intelektual yang paling mendesak saat ini, dan bahwa hal-hal spiritual yang terkandung di dalam sufisme itu yang memuaskan dahaga manusia.46 Demikian juga yang tidak bisa dipungkirai bahwa muslim moderen juga sedang mengalami hal serupa, terkikisnya keimanan karena gemilang pemikiran, aksi modernisme, dan sekulerisme di mana aspek metafisika semakin hilang, terutama pesan spiritualitas Islam tentang perenungan atau kontemplasi sebagaimana pernah disabdakan Rasulullah bahwa satu jam bertafakur lebih baik dari pada enam puluh tahun beribadah. Dan inilah cara menyelamatkan ketegangan akibat aksi modernisme dan sekulerisme. Manusia moderen dahaga dan haus akan kebutuhan spiritual untuk memperoleh kepastian. Oleh sebab itu, dalam tsawuf ditunjukkan tahap-tahap menuju kesempurnaan spiritual untuk mendapatkan kepastian itu berdasarkan al-Qur’an.47 Sabagaimana pendapat Simuh yang dikutip Robby H. Abror bahwa sufisme memang merupakan tempat pelarian yang amat positif bagi orang-orang yang mengalami kegersangan spiritual dan frustasi
dalam
masyarakat
moderen.
Untuk
menghindari
penyimpangan akidah tauhid yang murni, dinamis dan tegar, perlu perenungan kembali akidan yang Qur’ani, sebab al-Qur’an adalah
46
Robby H. Abror, Tasawuf Sosial: Membeningkan Kehidupan dengan Kesadaran Spiritual, cet. Ke-1, (Yogyakarta: AK Group – Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm. 12. 47 Ibid., hlm. 15.
131 Rahmat Setiawan
131
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 satu-satunya dasar pegangan yang paling meyakinkan bagi pembinaan ajaran tauhid.48 Begitu dalam sorotan Iqbal bahwa manusia moderen sebenarnya
sedang
murung
dan
gelisah.
Dibalik
arogansi
teknologinya yang mutakhir, ternyata manusia sangat haus akan spiritualitas. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa manusia modern betul-betul membutuhkan siraman spiritual untuk mengendurkan otot-otot kekakuan saintifiknya yang cenderung positivistik. Spiritualitas dengan demikian sangat penting bagi manusia moderen untuk menuntun ke jalan yang terang. Memang harus diakui bahwa kehidupan penuh dengan liku-liku terjal yang komplek yang tidak sanggup hanya diatasi dengan kedigdayaan ilmu dan teknologi belaka. Spiritualitas menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia moderen. Dengan spiritualitas, kedamaian hati, pencerahan ruhani serta kematangan beragama pada gilirannya akan melengkapi kecerdasan
intelektual
dan
emosional
manusia
moderen.
Sebagaimana syair-syair Iqbal yang dikutip R.H. Abror tentang pesan bagi kaum muslim: Wahai kau pencari ilmu, kusampaikan bagimu pesan Jalaluddin Rumi: “Jika ilmu sebatas kulit, dia menjadi ular. Jika ilmu meresap sampai ke hati, dia menjadi sahabat.” Pernahkah kau dengar tentang seseorang ahli Rum, mengajarkan filsafat di Aleppo? Dia terburu-buru mengatakan bukti-bukti pengetahuan Dari pikiran yang terombang-ambing di kegelapan laut badai Dikupasnya skeptisisme dan neoplatonisme Dihubungkannya dengan metafisika Dijabarkannya soal-soal peripatelika Cahaya akalnya menerangi segala yang gelap Tumpukan buku terhampar di sekeliling dirinya 48
Ibid., hlm. x.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
132
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Di bibirnya tergantung kunci seluruh rahasia Shams-i Tabris seorang sufi pengelana diajak Baba Kamaluddin Yundi Menjumpai Rumi untuk memberikan pandangannya Tetapi Rumi dengan suara lantang berkata kepadanya: “Apa faedahnya semua omong kosong dan bualan itu? Apa gunanya qias, waham serta istilah itu?” “Sabar dulu, tolol!” sahut sang sufi. “Janganlah engkau remehkan pengetahua seorang terpelajar sejati. Keluarlah kau dari kuliah ini! Ini adalah keterangan dan percakapan Tak ada kaitannya dengan dirimu Uraianku di luar batas akal – pikiranmu – kau tak akan paham.” Namun, diam-diam perkataan Rumi membekas di sanubarinya Jauh api dalam sekam dalam jiwanya Api rohaniah membakar tumpukan ilalang akali Dan dia bakar seluruh buku filsafatnya Karena selama ini dirinya jauh dari mukjizat Sang Cinta Dan buta akan cinta kasih. Maka, jangan kau campakkan ilmu ketuhanan ke belakangmu Jangan kau jual agama demi sepotong roti Bagi kau yang tergila-gila mencari barang murahan Tak kau sadar kegelapan matamu Carilah inti kehidupan dari mata pedang sendiri Peliharalah kemurnian Islam...49 Terkait dengan pendidikan, tasawuf hakikatnya mempunyai urgensitas yang tinggi. Perlu diketahui juga, bahwa pemahaman tasawuf dalam dunia pendidikan tidak diartikan sebagai pemahaman filosofis – memahami tasawuf sebagai aliran filsafat atau jenis tasawuf falsafi – melainkan jenis tasawuf Sunni yang berbasis akhlak. Akhlak di sini bukan sekedar perilaku seseorang terhadap orang lain. Tetapi sebuah komunikasi dan interaksi seseorang terhadap Allah dan makhluk-Nya, yang pada intinya mengingatkan manusia terhadap fungsinya di muka bumi ini. Yang dimaksud tasawuf falsafi adalah tasawuf yang bercampur ajaran filsafat,
49
Ibid., hlm. xiv-xvi.
133 Rahmat Setiawan
133
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf, namun dilain pihak pendekatan terhadap Tuhan memakai metode dzauq/ intuisi/ wujdan (rasa).50 Tasawuf Akhlaki adalah ajaran tasawuf membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal, dengan cara manusia harus lebih dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna, dan berakhlak mulia, yang dalam ilmu tasawuf dikenali dengan pengosongan diri dari sifat-sifat tercela (takhalli), menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji (tahalli), dan terungkapnya cahaya bagi hati yang telah bersih sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan (tajalli).51 Dilain pihak, sejak awal budaya manusia, pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah proses sosialisasi dan inkulturasi yang menyebarkan nilai-nilai dan pengetahuan yang terakumulasi dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat berjalan berkelindan dengan pertumbuhan dan proses sosialisasi dan inkulturasinya dalam bentuk yang bisa diserap secara optimal atau bahkan maksimal.52 Dan tasawuf sesungguhnya bukan suatu penyikapan yang pasif atau apatis terhadap kenyataan sosial. Sebaliknya, tasawuf berperan besar dalam
mewujudkan
sebuah
revolusi
moral-spiritual
dalam
masyarakat. Aspek moral-spiritual ini merupakan ethical basic atau 50
Amin Syukur dan Masyharudin, Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme Tasawuf al-Ghazali, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 29. 51
Ibid., hlm. 45. Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi, cet. Ke-1, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 53. 52
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
134
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 al-asasiyah al-akhlaqiyah bagi suatu formulasi soaial seperti dunia pendidikan. Karena kaum sufi menjadi garda depan di tengah masyarakat
memimpin
gerakan
penyadaran
akan
adanya
penyimpangan sosial dan penindasan yang instrumennya berupa pendidikan yang digelar di dalam maupun di serambi masjid. Selain sebagai sebuah sikap asketis, tasawuf juga nerupakan metode pendidikan yang membimbing manusia ke dalam harmoni dan keseimbangan total. Metode ini bertumpu pada basis keharmonisan dan pada kesatuan dengan totalitas alam. 53 Dengan demikian, perilakunya tampak sebagai manifestasi cinta dan kepuasan dalam hal. Bertasawuf yang benar berarti sebuah pendidikan bagi kecerdasan emosi dan spiritual – belajar untuk tetap mengikuti tuntunan agama, entah itu berhadapan dengan musibah, keberuntungan, kedengkian orang lain, tantangan hidup, kekayaan, kemiskinan, atau sedang dalam keadaan pengendalian diri atau pengembangan potensi diri. Dalam sejarah, para sufi sudah memberikan teladan kepada umat bagaimana pendidikan yang baik itu. Diantaranya adalah berproses menuju perbaikan diri dan pribadi yang pada gilirannya akan menggapai puncak ma’rifatullah, yakni Sang Khalik sebagai ujung terminal perjalanan manusia di permukaan buni ini. Dengan demikian, berdasarkan aspek esensial pendidikan sufistik ini manusia perlu dikembalikan pada pusat eksistensi atau pusat spiritualnya. Ini agar dijauhkan dari pola-pola kehidupan yang bergerak hanya di pinggir lingkar eksistensinya. Atau dengan kata lain, pendidikan tasawuf berpusat pada etika dan moralitas islam. Ini merupakan wujud konkret dari misi nabi Muhammad diutus di dunia
53
Ibid.
135 Rahmat Setiawan
135
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 ini untuk menyempurnakan akhlak yang luhur. Tasawuf merupakan pranata fundamental dan penataan masyarakat. Dan di tengah krisis yang multidimensi ini, sekiranya yang patut dipertahankan dan dikembangkan adalah penguatan pendidikan yang berbasiskan nilainilai kesufian atau tasawuf yang justru akan meneguhkan autensitas kemanusiaan yang senantiasa diberi sentuhan ilahiah.54 C. PENUTUP Manusia terdiri dari dua unsur yang tidak bisa dipisahkan yaitu unsur jasmani dan ruhani. Kedua unsur itulah yang seharusnya saling bekerjasama dan sebagai balancing dalam rangka menegakkan eksistensi manusia sebagaimana fungsinya sebagai khalifah dan ‘abid yang pada akhirnya kedua fungsi tersebut akan membuahkan akhlak karimah. Baik akhlak manusia terhadap Tuhannya maupun akhlak terhadap sesama makhluk. Jika manusia berjalan hanya sebagai khalifah, maka hidup terasa gersang. Jika manusia berjalan hanyalah seorang ‘abid, maka kehidupan terasa hampa. Dan apabila manusia menjalankan
kedua
fungsinya
dengan
seksama,
maka
akan
mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Itu artinya manusia membutuhkan kebahagiaan rohani yang dapat diperoleh dari tasawuf. Karena balancing dalam kehidupan harus berjalan secara berbarengan antara kebutuhan jasmani dan rohani, dan keduanya tidak boleh saling berkontradiksi
terlebih
lagi
dari
keduanya
lebih
diutamakan
kepentingannya dari yang satunya. Tasawuf model inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Dan media yang paling ampuh untuk membentuk pribadi yang berbudi luhur adalah pendidikan – pendidikan tasawuf – sejak dini. Ini dapat membentuk etika dan moral manusia sesuai dengan yang dicita-citakan al-Qur’an. 54
Ibid., hlm. 54.
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
136
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 DAFTAR PUSTAKA
Abror., Robby H, Tasawuf Sosial: Membeningkan Kehidupan dengan Kesadaran Spiritual, cet. Ke-1, (Yogyakarta: AK Group – Fajar Pustaka Baru, 2002) Agus., Bustanuddin, al-Islam: Buku Pedoman Kuliah Mahasiswa untuk Mata Ajaran Pendidikan Agama Islam, cet. Ke-1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) Al-Baghdady., ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khozin, jilid I, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995) Al-Bashry., Abi Hasan Ali bi Muhammad bin Hubaib al-Mawardy, an-Nukat wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardy, jilid 4, (Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, tt) Al-Qardhawi., M. Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrassah Hasan alBanna, terjemah Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) Azizy., A. Qodri, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, cet. Ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) --------., A. Qodri, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), cet. Ke-2, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003) Azra., Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, cet. Ke-3, (Jakarta: Kalimah, 2001) Bisri., M. Kholil, Indahnya Tasawuf: al-Hikam Ibnu ‘Athaillah asSakandarany, cet. Ke-2, (Yogyakarta: Pustaka Alief, 2003) HD., Khaelany, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, cet. Ke-1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996) Mochtar., Affandi, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, cet. Ke-1, (Jakarta: Kalimah, 2001)
137 Rahmat Setiawan
137
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Nata., Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, cet. Ke-3, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) Qur’an Karim dan Terjemahnya, (Yogyakarta: UII Press, 2000) Shihab., M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an, volume I, cet. Ke-2, (Jakarta: Lentera Hati, 2004) --------., M. Quraish, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. Ke-15, (Bandung: Penerbit Mizan, 2004) Siraj., Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi, cet. Ke-1, (Bandung: Mizan, 2006) Syukur., Amin dan Masyharudin, Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme Tasawuf al-Ghazali, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) Ulwan., Abdullah Nasih, Pendidikan Anak dalam Islam, terjemah Jamaluddin Miri, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)
Tasawuf dan Kehidupan Masyarakat Modern
138
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
TEORI DAN PRAKTIK BIMBINGAN KONSELING KELUARGA Oleh : Masudah, S.Pd.I
Abstrak Bimbingan konseling keluarga ialah penguatan tanpa syarat erhadap hidup dan kebutuhan anak. Penguatan hidup anak mempunyai dua segi, perhatian dan tanggung jawab yang mutlak demi pemeliharaan hidup anak dan jaminan perkembangan atau pertumbuhannya. Bimbingan konseling keluarga menanamkan ke dalam anak cinta kepada kehidupan dan tidak hanya keinginan untuk tetap hidup. Sasaran penting kajian ini menguak aspirasi dan dilema bahkan frustasi teori bimbingan konseling keluarga dalam praktiknya menetapkan tujuan akhir bimbingan. Melaksanakan bimbingan konseling keluarga, konselor perlu membekali diri dengan kompetensi agama. Secara filosofis dan konseptual pengetahuan agama dapat mengarahkan tujuan akhir dari kinerja bimbingan konseling keluarga baik bimbingan klinis ataupun bimbingan developmental. Kata Kunci: Konseling, Keluarga, dan Konselor.
A. PENDAHULUAN Manusia diciptakan untuk hidup damai dan tenteram serta bahagia. Janganlah suasana berkabung meliputi hatinya, melainkan cahaya hidup dan cinta. Kedukaan dengan air muka yang suram menunjukkan ketidak mampuan melihat dengan pengharapan ke masa depan. Pasti bahwa tidak ada kehidupan tanpa masalah. Tidak ada dunia tanpa derita. Tekanan batin yang timbul karena kecewa dan kesengsaraan, merupakan hal yang jamak dalam hidup ini. Tetapi justeru
Penulis adalah Guru Peserta Worksop Penulisan Karya Tulis Ilmiah STIT M Kendal. Saat ini sebagai guru PNS Kemenag Kendal sekaligus Kepala MI Sukolilan Patebon Kendal.
139 Masudah
139
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 pengalaman inilah yang mendorong manusia pada kedewasaan, pada perluasan pandangan manusia. Tidak perlu disesalkan segala derita dan penanggungan yang pernah dialami, yang mesti dan harus disesalkan adalah saat manusia tidak mampu untuk “hidup sepenuh-penuhnya”. Manusia diciptakan untuk hidup sepenuhnya. Tetapi sering terpaksa manusia mengambil manfaat dari keaadan yang buruk ? Rupanya dalam hidup manusia ada sesuatu yang kurang, tidak diketahui dan tidak dinikmati. Sedangkan “sesuatu” itu perlu untuk hidup sepenuhnya. Segala bentuk dan kehidupan mempunyai syarat dan tuntunan demi pemenuhan dan perkembangannya. Jika lingkungan memenuhi syarat/tuntutan ini, pemenuhan hidup dapat tercapai, segala kemampuan dapat direalisasikan. Apabila seseorang hidup sepenuhnya berkata “YA” dengan sepenuh hati kepada seluruh pengalaman manusiawi dan berkata “AMIN” yang tegas terhadap cinta diri, itulah pertanda keperluan manusiawinya terpenuhi. Tetapi jika seseorang dihantui perasaan tidak enak, kecewa, dan emosi yang melumpuhkan, itulah pertanda keperluan manusiawinya tidak terpenuhi. Kebanyakan orang tidak mengakui/menyadari bahwa hal yang paling enggan diakui diri sendiri dan orang lain, justru merupakan keperluan yang paling besar, yaitu cinta diri dan harga diri yang sejati. Meragukan dan membenci diri adalah penyakit yang paling biasa menggerogoti kemanusiaan, merusak dan menghancurkan hubungan serta kepercayaan terhadap sesama. Kiranya hampir semua gangguan jiwa dan kejahatan moral berakar pada sebab yang satu ini. Tidak adanya cinta sejati pada diri sendiri. Setiap orang pasti pernah merasakan suka dan duka di dalam kehidupannya. Meskipun suka duka manusia berbeda-beda, tetapi pada dasarnya suka dan duka ini akan tetap membayangi dan mempengaruhi Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
140
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 hidupnya. Ada yang menerima kedukaan ini dengan lapang dada sabar dan tabah. Sikap inilah yang mendorong manusia untuk selalu berbuat kebaikan bagi orang lain meskipun ia harus mengorbankan apa saja yang dimilikinya. Tidak jarang sampai diri sendiripun turut dikorbankan. Cinta kasih orang tua yang berjuang memberikan bimbingan dan pendidikan bagi anak-anaknya adalah salah satu contoh yang nyata dalam kehidupan. Orang tua tidak pernah membayangkan hal-hal yang enak-enak apabila kelak anaknya berhasil menggapai kehidupannya yang dewasa. Bimbingan konseling keluarga ialah penguatan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak. Penguatan hidup anak mempunyai dua segi, perhatian dan tanggung jawab yang mutlak demi pemeliharaan hidup anak dan jaminan perkembangan/pertumbuhannya. Bimbingan konseling keluarga menanamkan ke dalam anak cinta kepada kehidupan dan tidak hanya keinginan untuk tetap hidup. Sangat berlainan dengan cinta persaudaraan dan cinta erotis, hubungan orang tua dan anak pada hakikatnya cinta di antara orang yang tidak sama, yang satu memerlukan segala bantuan dan yang lain memberikannya. Justeru karena ciri altruistis dan tidak mementingkan diri, bimbingan konseling keluarga telah dipandang sebagai jenis bimbingan yang paling tinggi dan paling suci dari segala bentuk bimbingan konseling. Biasanya orang tua terutama
ibu
dalam
hal
ini
bersifat
“Nursisistik”,
ingin
menguasai/memiliki, berhasil menjadi orang tua atau ibu yang mencintai/menyanyangi selama anak itu belum menikah/masih kecil. Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga sebagai issu sentral makalah ini, dilihat dari berbagai kacamata pemikiran/paradigma kultural. Sasaran penting kajian ini menguak aspirasi dan dilema bahkan frustasi
teori
bimbingan
konseling
keluarga
dalam
praktiknya
menetapkan tujuan akhir bimbingan.
141 Masudah
141
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Bimbingan Konseling dalam Keluarga Bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari kata Guidance dan Counseling (Bahasa Inggris). Menurut Hallen, secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membentuk Jadi bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seseorang pembimbing
yang
telah
dipersiapkan
kepada
individu
yang
membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam metode dan tehnik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya (A. Hallen, 2005: 9). Sejalan pengertian di atas, Suryo memberikan definisi bimbingan dan konseling sebagi proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai potensi/kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dan bantuan itu diberikan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dari pengalaman khusus dalam bidang tersebut (Muhammad Surya, 2003: 28). Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
142
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno dan Erman Anti, 1995:. 99). Adapun pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan dimensi hubungan sosial. Mengenai kedua dimensi pengertian keluarga tersebut, Shochib menjelaskan bahwa keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun di antara anggota keluarga tersebut tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga paedagogis (Moh. Shochib, 2000: 17). Keluarga dalam pengertian psikologis ialah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Adapun keluarga dalam pengertian paedagogis adalah satu persekutuan hidup yang dijalin kasih sayang antara dua jenis manusia yang dikukuhkan
dengan
menyempurnakan
pernikahan,
diri.
Usaha
yang saling
bermaksud melengkapi
untuk
saling
dan
saling
menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua (Suparman Syukur, 2007: 56). Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling dalam keluarga adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh
143 Masudah
143
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungan keluarganya serta dapat mengarahkan diri dengan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat, khususnya untuk kesejahteraan keluarganya (Addini Choerunnisa, dkk, 2012: 1). Secara lebih singkat Willis, mengemukakan bahwa bimbingan konseling keluarga adalah usaha membantu individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan prilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya (Sofyan S. Willis, 2009: 87-88). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling keluarga merupakan 1) Proses upaya bantuan yang diberikan kepada individu sebagai anggota keluarga, baik dalam mengaktualisasikan potensinya, maupun dalam mengantisipasi serta mengatasi masalah yang dihadapinya, yang dilakukan melalui pendekatan sistem; dan 2) Suatu proses interakif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan, di mana setiap anggota keluarga memperoleh pencapaian kebahagiaan secara utuh. 2. Landasan Filosofis Bimbingan Konseling Keluarga Landasan filosofis pelaksanaan bimbingan konseling keluarga cenderung berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang hakikat manusia, hakikat cinta kasih, dan hakikat keluarga itu sendiri. Tanpa memahami filsafat tentang manusia, cinta kasih, dan keluarga, pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam keluarga akan menjadi tidak optimal hasilnya. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan bimbingan konseling Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
144
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 keluarga harus memperhatikan landasan filosofis secara sungguh-sungguh tentang hakikat manusia di bawah ini : a. Manusia
adalah
makhluk
rasional
yang
mampu
berpikir
dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya. b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya. c. Manusia berusaha terus-menerus mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri, khususnya melalui pendidikan. d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk baik dan buruk. Hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidaktidaknya mengontrol keburukan. e. Manusia memiliki dimensi pisik, psikologis, dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam. f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya. Kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri. g. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut peri kehidupannya sendiri. h. Manusia adalah unik, dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu. i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu. j. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanya yang menentukan apakah manusia kecil itu nantinya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi (Imam Muslim, Bandung : Al-Ma`arif, 2003, hlm. 129). Memahami hakikat manusia tersebut, diharapkan setiap upaya bimbingan dan konseling keluarga tidak menyimpang dari hakikat tentang
145 Masudah
145
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 manusia itu sendiri. Seorang konselor (baik orang tua, guru, atau yang lain) dalam berinteraksi dengan anak atau anggota keluarganya untuk melaksanakan bimbingan konseling dalam keluarga harus mampu melihat dan memperlakukannya sebagai sosol utuh manusia dengan berbagai dimensi dan keunikannya. 3. Bimbingan Konseling Keluarga Tinjauan Teoritis a. Orientasi Bimbingan Konseling Keluarga Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang sesuai konsep alQuran yakni keluarga yang mawaddah, rahmah, dan sakinah. Konsep keluarga demikian diketahui oleh umat Islam, karena konsep ini sudah sering disosialisasikan dalam setiap peristiwa perkawinan di daerah/tempat. Ulasan beserta penjelasan tentang bagaimana bentuk keluarga yang mawaddah, rahmah, dan sakinah biasanya juga sudah diberikan gambaran oleh Kyai, petugas nikah (Naib), atau wakil keluarga dari mempelai berdua. Gambaran tersebut biasanya masih bersifat umum dan praktis dalam keseharian kehidupan sosial. Penjelasan mendetail dan filosofis sesuai dengan falsafah bimbingan konseling keluarga belum pernah dijumpai, dengan alasan bertele-tele dan mendasar. Padahal hal ini perlu dijelaskan. Mengawali pembahasan ini, dengan mendasarkan diri pada beberapa hasil penelitian yang relevan, seperti temuan dari penelitian yang dilakukan
Shochib,
dan
juga
penelitian
dari
Sutirno,
keduanya
menyimpulkan bahwa keluarga akan tenteram, damai dan sejahtera jika fungsi-fungsi di dalam keluarga berjalan dengan baik. Tetapi jika fungsifungsi di dalam keluarga tidak dapat dilaksanakan oleh anggota keluarga dengan baik, akan menimbulkan problema-problema di dalam keluarga, demikian penjelasan Shochib dan Sutirno. Adapun
fungsi-fungsi
keluarga
yang
dimaksud
menurut
Pujaswarno, dikutip Sutirno, sebagai berikut : Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
146
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Fungsi pengaturan seksual Fungsi reproduksi Fungsi perlindungan dan pemeliharaan Fungsi pendidikan Fungsi sosialisasi Fungsi afeksi dan rekreasi Fungsi ekonomi Fungsi status social (Sutirno, 2013: 126).
Suami isteri harus menjalankan keseluruhan fungsi keluarga dengan baik, jika fungsi tidak dijalankan dengan baik akan menimbulkan masalah dalam keluarga. Hal tersebut sesuai dengan UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 BAB IV pasal
30 menyebutkan Suami-isteri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Suami isteri selain mempunyai kewajiban yang sama juga mempunyai hak yang sama diatur oleh UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 BAB IV pasal 31 yang berbunyi : 1) Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan suami dalam rumah tangga dan di masyarakat. 2) Suami isteri berhak melakukan perbuatan hukum 3) Suami sebagai kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga. Keberadaan Undang-undang tentang aturan perkawinan yang menyangkut hak dan kewajiban suami dan isteri diharapkan tercipta keluarga bahagia. Keluarga bahagia akan meminimalkan masalah-masalah yang timbul. Jika keluarga tidak ada kebahagiaan, akan timbul persoalan dari suami, isteri, anak-anak, atau struktur anggota keluarga lainnya seperti orang tua, adik ipar, atau kakak ipar yang ikut mendiami keluarga tersebut. Persoalan yang muncul bisa dimulai dari persoalan yang ringan, sedang, sampai persoalan berat yang serius dan mengganggu kehidupan manusia dalam keluarga atau di luar keluarga. Jika problem tidak terselesaikan, jiwanya akan tertekan. Jika tekanan jiwa berlangsung terus-menerus, akan
147 Masudah
147
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 menimbulkan gangguan jiwa. Jika hal itu dibiarkan akan menimbulkan sakit jiwa dan bukan lagi menjadi sasaran bimbingan dan konseling. Adapun tugas bimbingan konseling keluarga sebagai berikut : 1) Membantu
orang
dalam
mencegah
datangnya
problem
(Preventif/pencegahan) 2) Mempertahankan
orang
dalam
keadaan
baik
(usaha
preventif/pencegahan) 3) Membantu
menemukan/memecahkan
problem
(usaha
curative/pengobatan). Problem-problem yang sering muncul dalam keluarga menurut penelitian Shochib, di antaranya problem-problem terkait dengan indikator di bawah ini : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Problem Seks Problem kesehatan Problem Ekonomi Problem Pendidikan Problem pekerjaan Problem hubungan intern dan antar keluarga. Problema dalam keluarga harus segara ditangani. Adapun jenis-
jenis bimbingan konseling keluarga sebagai berikut: 1) Diagnosa dan Konseling keluarga oleh Nothan W. Ackerman, seorang psikiatri di New York (Ackerman’s Family Diagnosis and Counseling). 2) Konseling keluarga secara bersama-sama oleh Safir (Safir’s Conjoint Family Counseling) 3) Konseling keluarga berdasarkan Triad (Triad’s Based Family Counseling) 4) Konseling Kelompok Keluarga oleh Bell (Bell’s Family Group Counseling)
Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
148
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 5) Konseling Tingkah Laku Keluarga oleh Liberman (Behavior Counseling) 6) Konseling Dampak Ganda oleh Gregor (Multiple Impact Counseling) 7) Campur Tangan Jaringan Sosial oleh Spek (Social Network Intervention) 8) Konseling keluarga ganda oleh Laqueur (Multiple Family Counseling). b. Layanan Bimbingan Konseling Keluarga Menurut Willis, terdapat delapan jenis layanan bimbingan konseling keluarga yaitu : 1) Layanan Orientasi Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli memahami lingkungan yang baru dimasukinya, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya konseli di lingkungan yang baru itu. 2) Layanan Informasi Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan dan jabatan) yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan konseli. 3) Layanan Penempatan dan penyaluran Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program
studi,
program
latihan,
magang,
kegiatan
ektrakulikuler) sesuai dengan potensi, bakat, minat serta kondisi pribadinya.
149 Masudah
149
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 4) Layanan pembelajaran Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai meteri pelajaran yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya. 5) Layanan Konseling Individual Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli
mendapatkan
layanan
langsung
tatap
muka
(secara
perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya. 6) Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan konseling yang memungkinkan konseli secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya mereka sehari-hari dan untuk pengembangan kemampuan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindakan tertentu. 7) Layanan Konseling Kelompok Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. 8) Layanan Keagamaan dan Pembinaan Akhlak
Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
150
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 Layanan keagaamaan dan pembinaan akhlak merupakan hal yang terpenting diberikan kepada anggota keluarga. Karena terbentuknya keluarga yang dinamis dan harmonis berlandaskan pada tiang agama. Adanya pembinaan akhlak ini, individu selaku anggota keluarga dapat mengetahui bagaimana akhlak untuk berinteraksi dengan orang lain.
4. Praktik Bimbingan Konseling Keluarga Bimbingan konseling keluarga dalam praktiknya membutuhkan strategi dan teknik yang tepat dan efektif. Adapun tata cara pelaksanaan bimbingan dalam keluarga menurut Willis, di antaranya : a. Kenali pribadi individu terlebih dahulu, kenali karakter dan masalahmasalah yang sedang dihadapi individu (anggota keluarga) tersebut. b. Lakukan pendekatan, pendekatan dan mendengar keluh kesah anggota keluarga mungkin merasa lebih aman mencurahkan isi hatinya. c. Beri selang waktu agar anggota keluarga tersebut memiliki waktu luang yang tepat untuk menceritakan masalah/petentangan batinnya. d. Ciptakan suasana yang kondusif/nyaman bagi individu, atau anda dapat menggunakan ruangan khusus yang diberikan aroma terapi. e. Hindari emosi dan rasa curiga serta rasa ingin tahu yang berlebihan. Terkadang orang merasa jengkel jika seseorang ingin tahu apa saja yang terjadi dalam dirinya secara berlebihan dan memaksakan. f. Jika individu/anggota keluarga tersebut membutuhkan nasihat atau kritik yang membangun maka berilah. Namun jangan berlebihan sehingga terkesan menggurui. g. Berikan motivasi dan bangkitkan rasa percaya dirinya dengan memberikan contoh yang dapat menjadi teladan. h. Sedapat mungkin bantulah ia mencari solusi/jalan keluar bagi masalah yang dihadapinya. i. Berikan pujian jika hal ini memang dibutuhkan.
151 Masudah
151
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 j. Gunakan media yang dapat membantu anda untuk memberikan arahan agar individu dapat memecahkan masalahnya. k. Konsultasi dengan pihak – pihak terkait atau orang yang lebih ahli dalam menangani individu tersebut. l. Rahasiakan masalah/konflik yang terjadi dalam diri individu/anggota keluarga tersebut. m. Bimbingan tidak dapat dilakukan dengan jalan pintas atau backstreet dan ditinggalkan begitu saja, tapi harus dilakukan secara berkala. Mencapai keberhasilan bimbingan keluarga, prosedur yang harus ditempuh yaitu : a. Menyiapkan mental konseli untuk menghadapi anggota keluarga. Alasannya karena ada sebagian anggota keluarga yang marah dan bosan dengan kelakuan konseli yang dianggap amat keterlaluan, merusak diri, mencemarkan nama keluarga, dan biaya keluar jadi besar untuk pemulihan. Mempersiapkan mental konseli berarti konselor harus berani menerima kritikan-kritikan anggota keluarga dan siap untuk berubah kepada kebaikan sesuai harapan keluarga. b. Memberi
kesempatan
kepada
setiap
anggota
keluarga
untuk
menyampaikan perasaan terpendam, kritikan, dan perasaan negatif lainnya terhadap konseli. Di samping itu, ada kesempatan memberi saran, pesan, keinginan terhadap konseli agar berubah. Semuanya bertujuan menurunkan stres keluarga sebagai akibat kelakuan konseli sebagai anggota keluarga yang dicintai.. c. Konselor memberi kesempatan kepada konseli menyampaikan isi hatinya berupa kata-kata pengakuan jujur atas kesalahannya, serta penyesalan terhadap masa lalu. Kemudian, konseli mengemukakan harapan hidup masa depan dan diberi kesempatan untuk berbuat baik terhadap diri, keluarga, dan masyarakat.
Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
152
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 d. Selanjutnya, konselor mengemukakan kepada keluarga tentang program pemulihan konseli secara keseluruhan. Maksudnya supaya keluarga konseli menaruh kepercayaan terhadap semua upaya konselor bersama konseli. Selanjutnya, keluarga akan mendorong penyembuhan konseli dengan tulus dan kasih sayang. e. Konselor meminta tanggapan keluarga tentang program tersebut. Di samping itu, diminta juga tanggapan mereka terhadap keadaan konseli saat ini. Demikian juga, tanggapan konseli terhadap program yang telah disusun konselor, dan juga tanggapan terhadap keluarganya. Tanggapantanggapan dari kedua pihak terhadap program yang disusun konselor amat penting supaya semua pihak terutama konseli sungguh-sungguh didalam menjalani program pemulihan dirinya. C. Pembahasan Bimbingan konseling keluarga sebagai issu sentral pembahasan makalah ini merupakan salah satu bidang kajian disiplin ilmu-ilmu humaniora, yang mengkaji manusia sebagai objek sasaran. Seiring dengan perkembangan waktu dan merebaknya filsafat strukturalisme menyebabkan disiplin keilmuan ini kokoh memijakkan kakinya sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri, yakni Bimbingan Konseling. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan jurusan keilmuan ini di beberapa perguruan tinggi, dan telah menghasilkan lulusan di bidangnya, mereka semua adalah pendekarpendekar bimbingan konseling milik bangsa Indonesia ini yang siap melayani dan setulus hati mencerdasankan kehidupan bangsa dan membebaskan derita manusia. Kembali kepada tema bimbingan konseling keluarga, secara konseptual praktik-praktik bimbingan konseling keluarga menekankan bagaimana menciptakan keluarga yang bahagia yang dalam term Islam popular disebut mawaddah, rahmah, dan sakinah. Salah satu kinerja
153 Masudah
153
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 bimbingan konseling keluarga dalam mewujudkan keluarga tersebut adalah dengan upaya preventif dan kuratif agar manusia dalam suatu ikatan keluarga dan masyarakat terbebas dari problem-problem kemanusiaan. Secara filosofis, konsep kerja bimbingan konseling terutama konseling keluarga berpijak pada konsep dasar manusia. Keterbatasan pemaknaan terhadap hakikat manusia ini akan berimplikasi pada berbagai sub-sistem dalam sistem bimbingan dan konseling, apalagi jika dikaitkan dengan problema dan tuntutan masyarakat dewasa ini. Anwar Sutoyo, melalui penelitiannya yang mendalam selama 25 tahun menekuni disiplin bimbingan dan konseling Islam merasakan sejumlah keterbatasan dalam ilmu-ilmu tentang konsep dasar tentang hakikat manusia, yang menjadi rujukan bimbingan dan konseling, yang menyebabkan hasil bimbingannya kurang optimal. Kehidupan keluarga sebagaian bagian terkecil dari masyarakat dengan tingkat pluralistis dan multikultural yang tinggi tentunya memiliki gaya hidup dan problem kehidupan yang beragam, sehingga diperlukan layanan bimbingan konseling keluarga yang multifungsi. Menambah khasanah pengetahuan bagi para konselor merupakan kebutuhan agar kinerjanya efektif, sehingga konselor dapat bekerja secara professional dalam hal seperti : 1) memahami diri sendiri; 2) memahami individu keluarga yang dibimbing (potensi dan rahasia di balik masalah yang dihadapi individu); 3) memahami masa depan individu yang dibimbing; 4) menemukan jalan keluar yang terbaik dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi individu; dan 5) menemukan alternatif terbaik dalam membantu mengembangkan potensi yang ada pada individu. Pengetahuan di atas merupakan harga mati yang harus dikuasai konselor, baik yang beraliran klinis atau developmental. Terlepas dari aliran mana yang diikuti oleh pembimbing maupun konselor, sebenarnya ada dua Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
154
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 pertanyaan yang amat sangat fundamental, pertama, ke mana individu hendak dibawa dalam menyelesaikan masalahnya, dan dengan cara apa penyelesaian masalah itu hendak dilakukan ?. Pertanyaan ini dipandang penting, karena ke sanalah sebenarnya kegiatan bimbingan itu hendak diarahkan. Bukankah banyak dijumpai penyelesaian masalah yang justeru menimbulkan masalah baru yang lebih rumit. Tanpa adaya pegangan yang kokoh dan jelas, konselor keluarga bisa terombang-ambing dalam menetapkan tujuan akhir bimbingan, dan dari sini tampak pula tidak mudah bagi konselor untuk menetapkan tujuan akhir yang kokoh bila tidak ada landasan agama sebagai pegangan. Kedua, ke mana dan dengan cara apa potensi yang dimiliki individu itu hendak dibantu mengembangkan ?. Pertanyaan ini juga sangat fundamental mengingat pengetahuan konselor dan manusia pada umumnya hanya terbatas pada saat ini dan di sini, sementara mengembangkan potensi individu pada hakikatnya untuk waktu yang akan datang, pengetahuan orang hanyalah memperkirakan atas dasar yang sekarang tampak. Berkenaan
dengan
cara
mengembangkan
potensi,
ilmu
pengetahuan memang telah menyediakan cara atau metode yang rasional untuk mengembangkan potensi seseorang. Tetapi dalam praktiknya banyak hal yang tidak bisa diprediksi secara pasti, ada faktor X yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Dari sini tampak, bahwa kegiatan bimbingan tidak bisa sepenuhnya mengandalkan rasio, tetapi sebagian harus disandarkan pada ajaran dan izin Allah. D. Simpulan Bimbingan konseling dalam keluarga dilaksanakan secara preventif maupun kuratif diarahkan untuk pencegahan atau memecahkan masalah ataupun pengembangan individu anggota keluarga agar tujuan dibangunnya sebuah keluarga yang bahagia tercapai. Melaksanakan bimbingan konseling
155 Masudah
155
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 keluarga tersebut, konselor perlu membekali diri dengan kompetensi agama. Secara filosofis dan konseptual pengetahuan agama dapat mengarahkan tujuan akhir dari kinerja bimbingan konseling keluarga baik bimbingan klinis ataupun bimbingan developmental.
Teori dan Praktik Bimbingan Konseling Keluarga
156
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014 DAFTAR PUSTAKA Hallen, A., Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Quantum Teaching 2005. Choerunnisa, Addini, dkk, Dinamika Keluarga dan Macam-macam Konseling Keluarga, Bandung : UIN Sunan Gunung Djati, 2012. Faqih, Ainur Rahim, Bimbingan dan Konseling Islami, Yogyakarta : UII Press, 2001 Sutoyo, Anwar, Bimbingan dan Konseling Islami, Teori dan Praktik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013. Muslim, Imam, Shahih Muslim, Bandung : Al-Ma`arif, 2003 Shochib, Moh., Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, Jakarta : Rineka Cipta, 2000. Syukur, Muhammad Amin, dkk, Islam Agama Santun, Semarang : LemBkota, 2011. Surya, Muhammad, Teori-teori Konseling, Bandung : Pustaka Baru Quraisy, 2003. Prayitno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Proyek Bimbingan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud, 1995. Willis, Sofyan S., Bimbingan Konseling Keluarga, Bandung : Alfabeta, 2009. Syukur, Suparman, Etika Religius, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007. Sutirno, Bimbingan dan Konseling, Pendidikan Formal, Non Formal, dan Informal, Bandung : Andi Ofset, 2013.
157 Masudah
157
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR KIMIA MENGGUNAKAN MODEL JIGSAW PADA SISWA KELAS XI IPA3 SMA NEGERI 1 PEGANDON TAHUN 2013/2014 Oleh : Siti Istijabatun, S.Pd. ABSTRAK Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran, salah satunya menggunakan Model Pembelajaran Jigsaw. Pembelajaran dengan model Jigsaw merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan tim ahli, yaitu tim yang bertugas untuk membahas suatu konsep tertentu untuk dijelaskan kepada anggota kelompok semula. Model pembelajaran Jigsaw menuntut siswa untuk kreatif, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi serta memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompoknya. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1) Bagaimana motivasi siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon setelah mengalami pembelajaran dengan model Jigsaw? 2)Apakah model Jigsaw mampu meningkatkan hasil belajar kimia kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon tahun 2013/2014 ? Disimpulkan dari penelitian ini adalah: 1) Motivasi belajar siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon meningkat setelah mengalami pembelajaran dengan model jigsaw. 2) Model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI.IPA3 tahun pelajaran 2013/2014. Peneliti menyarankan agar para siswa memiliki rasa ingin tahu dan tanggung jawab yang tinggi, para guru untuk selalu berinovasi, untuk Kepala Sekolah agar selalu mendorong agar para guru selalu melakukan inovasi dalam pembelajaran.
Kata Kunci: Motivasi, Hasil belajar, Model Jigsaw
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang masalah SMA Negeri 1 Pegandon
merupakan
salah satu sekolah
menengah yang berada di kabupaten Kendal. Dalam berbagai hal baik
PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
158
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 dari segi fasilitas, sarana prasarana, maupun mutu akademik dan non akademik selalu diupayakan untuk diadakan peningkatan. Dalam hal sarana dan prasarana, sekolah sudah mulai membangun laboratorium IPA secara terpisah yang awalnya masih bergabung dalam satu ruangan, yaitu laboratorium fisika, kimia dan biologi. Fasilitas perpustakaan juga semakin ditingkatkan dengan menambah bukubuku referensi pembelajaran. Bidang non akademik dikembangkan dengan cara menyeleksi siswa-siswa yang memiliki prestasi di bidang non akademik untuk selanjutnya mendapatkan bimbingan yang lebih intensif. Sedangkan untuk peningkatan mutu akademik salah satunya dilakukan dengan diadakannya penelitian dalam bidang pendidikan terutama penelitian tindakan kelas untuk mengatasi masalah pembelajaran yang ditemui di kelas. Setiap sekolah pasti menginginkan siswanya lulus 100% dalam menempuh ujian akhir nasional, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencapainya. Mata pelajaran kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan IPA di tingkat SMA yang tentu harus dipersiapkan dengan maksimal pemahaman materinya, sehingga akan diperoleh hasil akhir yang maksimal. Kriteria kelulusan saat ini tidak hanya tergantung pada perolehan nilai hasil ujian nasional saja, tetapi dipengaruhi oleh nilai sekolah yang terdiri dari nilai raport semester 3, 4 dan 5 serta nilai ujian sekolah. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk mencari cara agar perolehan nilai bisa maksimal terutama pada semester yang nilainya akan mempengaruhi kelulusan. sehingga pada penelitian ini dipilih konsep menghitung
pH larutan yang merupakan salah satu
kompetensi dasar yang dipelajari pada semester 4. Dari data nilai ulangan harian pada kompetensi dasar sebelumnya pada kelas XI.IPA3 hanya 20 siswa yang nilainya
159 Siti Istijabatun
159
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 mencapai KKM dari 34 siswa dalam kelas tersebut, ini berarti siswa yang mencapai KKM hanya 58,8% saja. Disamping itu perilaku siswa yang kurang mandiri dan cenderung bergantung pada guru menurut peneliti merupakan salah satu penyebabnya. Hal ini mungkin disebabkan karena metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih konvensional, yaitu ceramah dan tanya jawab. Metode
ini
menuntut siswa untuk diam dan memperhatikan penjelasan guru saja, sehingga kejenuhan akan
terjadi dan
mendorong siswa untuk
melakukan hal-hal di luar kegiatan pembelajaran. Sekilas memang kondisi yang seperti ini tampak kondusif, karena siswa diam dan memperhatikan, akan tetapi aktifitas yang dilakukan siswa bisa saja lepas dari pengamatan guru misalnya diam-diam bermain handphone, berbincang-bincang atau bahkan tidur saat guru sedang menjelaskan. Mengingat bahwa saat ini kelulusan siswa juga dipengaruhi oleh perolehan nilai pada semester-semester sebelumnya, maka peneliti mempunyai harapan yang besar agar nilai yang diperoleh siswa bisa maksimal, serta motivasi belajarnya meningkat. Hal ini tentu harus melalui proses untuk mencapainya, bukan sekedar memberikan nilai tanpa melakukan tindakan sebagai proses untuk memperolehnya, sehingga tidak ada plesetan istilah “ngaji” atau ngarang biji (bahasa jawa), yang maksudnya memberikan nilai di atas KKM kepada siswa meskipun pada kenyataannya siswa belum memperoleh nilai itu. Kehidupan masyarakat dewasa ini semakin berkembang pesat seiring dengan berkembangnya teknologi, oleh karena itu perlu kiranya selalu diupayakan tindakan-tindakan untuk menciptakan generasi yang mandiri dan siap menghadapi tuntutan masa depan yang semakin kompleks. Suasana yang kondusif serta strategi pembelajaran PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
160
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 baru yang inovatif dan menarik akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa. Motivasi sangat penting perannya dalam proses dan perolehan hasil belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi biasanya akan memperoleh hasil yang maksimal. Mata pelajaran kimia masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang cukup rumit, penuh dengan rumus dan perhitungan. Oleh karena itu guru dituntut untuk melakukan pembelajaran yang lebih inovatif sehingga membuat pelajaran kimia menjadi menarik salah satunya dengan cara mengubah model pembelajaran yang lebih menuntut kemandirian siswa untuk belajar memecahkan masalah tanpa tergantung dari penjelasan guru. Dari uraian latar belakang di atas, menurut peneliti model Jigsaw merupakan salah satu model yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Model pembelajaran jigsaw ini menuntut siswa untuk bertanggung jawab atas pemahaman konsep yang harus dikuasai oleh teman dalam kelompoknya yang mendapatkan tugas berbeda dengannya. Dengan kata lain, model pembelajaran jigsaw ini mempunyai karateristirk bahwa tanggung jawab belajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi. 2. Permasalahan Permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana motivasi siswa kelas
XI.IPA3 SMA Negeri 1
Pegandon setelah mengalami pembelajaran dengan model Jigsaw ? b. Apakah model Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar kimia kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon tahun 2013/2014 ? 3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
161 Siti Istijabatun
161
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 a. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon tahun 2013/2014. b. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon tahun 2013/2014. 4. Manfaat 4.1.Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu strategi alternatif yang dapat diterapkan di kelas untuk mengatasi permasalahan kesulitan belajar siswa. 4.2. Secara Praktis a. Hasil penelitian ini bermanfaat baik bagi siswa maupun guru. Siswa merasakan suasana belajar
baru yang
lebih
menarik karena
dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Sedangkan
bagi
guru
memberikan
manfaat
karena
dapat
mengembangkan diri pada perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi, tidak hanya menggunakan papan tulis dan kapur saja seperti pada pembelajaran konvensional. b. Bagi sekolah, sekiranya hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memotivasi para guru untuk terus mengembangkan diri dengan melakukan
penelitian
tindakan
kelas
menggunakan
strategi
pembelajaran yang inovatif, sehingga strategi pembelajaran akan terus berkembang demi kemajuan dunia pendidikan kita. 5. Landasan teori
PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
162
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 Ilmu
Kimia
merupakan
ilmu
yang
diperoleh
dan
dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam ; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika tentang materi. Oleh karena itu, kimia mempelajari segala sesuatu tentang materi dan perubahannya yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah) yang dapat mengembangkan sikap ilmiah (K widodo, 2012). Pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah. Salah satu tujuan penting mata pelajaran kimia di SMA adalah agar peserta didik memahami konsep, prinsip, hukum dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan seharihari dan teknologi (I Wayan Sutika, 2010). Metode pengajaran jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya (dalam Robert E. Slavin, 2008). Dalam jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang heterogen, siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua siswa selesai membaca, siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada kelompok mereka dan secara bergantian mengajari teman satu kelompoknya mengenai topik yang mereka pelajari. Yang terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik. Kunci pada metode ini adalah interdepedensi
163 Siti Istijabatun
163
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 yaitu tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya yang dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian. Menurut Slavin (2008) Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw secara rinci adalah sebagai berikut: a. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda c. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. d. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh e. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi f. Guru memberi evaluasi g. Penutup Pembahasan tentang motivasi sangat banyak sekali dibahas oleh para ahli. Tetapi pada dasarnya motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (M. Asrori, 2007). Dari definisi motivasi tersebut di atas, maka jelas bahwa motivasi terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. 2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi dari luar yang berupa usaha pembentukan dari orang lain. Menurut pandangan behavioristik, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku, dalam cara seseorang berbuat pada situasi PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
164
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 tertentu. Yang dimaksud dengan tingkah laku di sini adalah tingkah laku yang dapat diamati (Mahmud, 1989: 122) Menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan
menggunakan alat pengukuran
yaitu,
berbentuk test yang disusun secara terencana, baik test tertulis, test lisan maupun test perbuatan. Sedangkan menurut Briggs (dalam Taruh, 2003:17) hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hasil belajar setiap individu dipengaruhi oleh belajar siswa. Muhibbin
Syah
(2002:144)
menyebutkan
tiga
faktor
yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor internal, eksternal dan pendekatan belajar. Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa tenaga pendidikan yang menggunakan metode Jigsaw dalam perbaikan pembelajaran, salah satunya adalah Martiningsih tahun 2006 di SMA Negeri 1 Padang Panjang Kelas XI, dalam penelitian tindakan kelas tersebut disimpulkan bahwa Penggunaan metode Jigsaw dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar sehingga akan meningkatkan prestasi belajar. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Syaifudin, S.Pd yang berjudul penggunaan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SDN Badean 04 Kecamatan Bangsalsari. Dan masih banyak lagi penelitian yang menggunakan model pembelajaran jigsaw. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian serupa sebelumnya adalah obyek dan setting penelitian. Pada penelitian ini obyek yang digunakan adalah materi kimia kelas XI. IPA semester 2,
165 Siti Istijabatun
165
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 dan setting penelitiannya adalah SMA Negeri 1 Pegandon kabupaten kendal tahun pelajaran 2013/2014. Dari
penelitian
sebelumnya
diketahui
bahwa
dengan
menggunakan metode jigsaw maka motivasi dan hasil belajar siswa meningkat. Oleh karena itu peneliti mencoba menggunakan metode jigsaw untuk meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa kelas XI.IPA3 tahun 2013/2014.
6. Hipotesis Menurut Moh Nasir (1983: 18) Hipotesis tidak lain adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan pengertian hipotesis di atas maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : Model Jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia pada siswa kelas XI.IPA 3 SMA Negeri 1 pegandon tahun 2013/2014.
B. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini
dilaksanakan
mulai bulan Januari sampai
dengan April 2014 di SMA Negeri 1 Pegandon kabupaten Kendal. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI.IPA 3 yang berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 26 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki, karena motivasi belajar kimia yang masih rendah, seperti masih banyaknya siswa yang tidak mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, kurangnya latihan/ melatih diri untuk mengerjakan soal, serta perolehan nilai pada ulangan sebelumnya masih sangat rendah, yaitu hanya 58,8% siswa yang mencapai KKM.
PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
166
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 Karena subyek penelitian adalah siswa maka sumber data di dapat dari siswa dengan segala macam bentuk kegiatan yang dilaksanakan di kelas, seperti hasil pengamatan atau penilaian aktifitas siswa selama proses pembelajaran sebagai indikator motivasi dan hasil belajar siswa. Selain itu juga data pengamatan dari guru lain atau teman sejawat yang menjadi observer dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : teknik tes, observasi, wawancara, dokumentasi. Validasi data dalam penelitian ini dilakukan
melalui verifikasi oleh guru lain yang
mengampu mata pelajaran sama yaitu guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Pegandon. Data yang diverifikasi meliputi kisi-kisi, master soal, dan pedoman penskoran. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu untuk menganalisis hasil belajar dengan membandingkan nilai tes setiap siklus dengan indikator kinerja yaitu meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM. Selain itu juga mendeskripsikan penggunaan model jigsaw yaitu dengan memaparkan hasil observasi dari lembar observasi dan hasil wawancara. Pada penelitian ini indikator kinerjanya adalah meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM mata pelajaran kimia dari 58,8 % menjadi sekurang-kurangnya sebesar 72% secara klasikal pada akhir siklus II di kelas XI.IPA3 SMA N 1 Pegandon tahun 2013/2014. Selain itu juga ada peningkatan motivasi siswa dalam belajar kimia yang ditandai dengan perubahan perilaku positif terhadap mata pelajaran kimia,
seperti
antusiasme
mengikuti
pembelajaran
kimia,
mau
mengerjakan latihan-latihan soal dan selalu mengerjakan tugas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK). PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
167 Siti Istijabatun
167
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. PTK dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu proses tindakan pada siklus I dan siklus II. Siklus I bertujuan untuk mengetahui hasil belajar kimia konsep hidrolisis garam. Hasil yang diperoleh pada siklus I digunakan sebagai refleksi untuk melaksanakan tindakan pada siklus II. Hasil proses tindakan pada siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep larutan penyangga setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar yang didasarkan pada refleksi siklus I. PTK dilaksanakan dalam wujud proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat tahap pada setiap siklusnya yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian ini diperoleh dari tahap prasiklus, perlakuan Tindakan Siklus I, dan Tindakan Siklus II. Data hasil penelitian yang diperoleh berupa hasil tes dan nontes. Hasil tes berupa angka hasil perolehan nilai siswa pada ulangan harian
standar
kompetensi perubahan energi pada reaksi kimia dan cara pengukurannya, tes siklus I dan tes siklus II.
Sedangkan hasil nontes berupa hasil
observasi dan wawancara dari beberapa siswa yang mewakili dari kelompok motivasi (rendah, sedang, tinggi) dan kelompok hasil belajar (rendah, sedang, tinggi)
PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
168
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 1.
Hasil Tes Tes siklus I dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan dalam memahami materi Hidrolisis garam yang dibuat dalam bentuk soal uraian berjumlah 4 soal yang mencakup indikator dalam kompetensi dasar hidrolisis garam. Tes siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2014 yang diikuti oleh 34 siswa dari kelas XI.IPA3. Tes siklus II yang dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan tindakan siklus II yaitu pada tanggal 20 Maret 2014 dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada materi larutan penyangga, dengan bentuk soal uraian berjumlah 5 soal yang mencakup indikator dalam kompetensi dasar larutan penyangga. Tingkat pemahaman siswa dalam penelitian ini dibatasi pada pemahaman ranah kognitif saja. Hasil tes dikategorikan dua kelompok yaitu kelompok nilai belum mencapai KKM ( 0 – 71) dan kelompok nilai mencapai KKM (72-100). Perolehan hasil belajar tiap siklus tersebut jika dilihat dalam bentuk grafik tampak sebagai berikut: Grafik 1. Perolehan nilai tiap siklus 30 25 20 15
Interval nilai 0 - 71
10
Interval nilai 72-100
5 0 Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
169 Siti Istijabatun
169
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 2.
Hasil Non tes Data non tes diperoleh dari hasil observasi aktifitas siswa yang
dilakukan oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung, hasil observasi kegiatan guru dan siswa yang dilakukan oleh observer, serta hasil wawancara terhadap beberapa siswa yang mewakili dua kategori, yaitu kategori motivasi dan kategori hasil belajar. Hasil observasi aktifitas siswa tersebut jika ditampilkan dalam bentuk grafik akan tampak sebagai berikut: Grafik 2. Hasil observasi aktifitas siswa 40 35 30 25 20
Siklus I
15
Siklus II
10 5 0 Kehadiran
Bertanya
Menjawab
Berpendapat
Dari tabel dan grafik perolehan nilai pada siklus II terlihat 25 siswa telah berhasil memperoleh nilai di atas 72, atau dengan kata lain sekitar 73,5% siswa mencapai KKM. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Kondisi ini memang belum sesuai dengan keadaan ideal yaitu secara klasikal 85% siswa mencapai KKM. Akan tetapi peningkatan ini dapat dikatakan sebagai keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh peneliti dari segi hasil belajar karena sudah melampaui indikator kinerja PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
170
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 yang ditetapkan, yaitu sekurang-kurangnya 72% siswa berhasil mencapai KKM. Berdasarkan catatan harian peneliti, pada pembelajaran sebelum menggunakan model pembelajaran jigsaw, ada 10 sampai 15 siswa yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan, serta belum tampak antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang ditandai dengan keengganan berlatih mengerjakan soal-soal latihan yang ada pada buku atau LKS. Hal ini menurut peneliti merupakan indikasi kurangnya rasa ingin tahu serta tanggung jawab siswa. Inovasi yang dilakukan peneliti adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain (kelompoknya) serta meningkatkan rasa ingin tahu dan kerjasama antar siswa. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model kooperatif jigsaw. Setelah menggunakan model jigsaw tampak pada siklus I dan siklus II peningkatan aktifitas siswa sebagaimana tampak pada tabel 3. Di kelas XI.IPA3 sebagai subyek penelitian tidak ditemukan permasalahan tentang kehadiran siswa, sehingga tampak pada siklus I maupun siklus II kehadiran siswa 100%. Hanya pada pelaksanaan siklus II ada satu siswa yang tidak bisa hadir pada salah satu pertemuan karena sakit. Hal ini tidak cukup berpengaruh karena pada pertemuan-pertemuan berikutnya siswa tersebut selalu hadir dan mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti untuk mengamati aktifitas siswa tampak terjadi peningkatan jumlah siswa yang melakukan aktifitas bertanya maupun menjawab pertanyaan dari siklus I ke siklus II. Ini menunjukkan bahwa aktifitas siswa sebagai indikasi motivasi meningkat bila dibandingkan dengan kondisi sebelum menggunakan model jigsaw. Akan tetapi terjadi penurunan jumlah siswa yang
171 Siti Istijabatun
171
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 berpendapat pada saat presentasi dari siklus I ke siklus II. Hal ini disebabkan pada saat presentasi pada siklus II terjadi interaksi yang baik antar anggota kelompok, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang terlontar telah berhasil dijawab dengan tepat. Hasil observasi yang dilakukan oleh observer (kolaborator) menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang baik antar siswa pada saat diskusi maupun presentasi. Bahkan pada siklus II tampak siswa semakin percaya diri pada saat diskusi dan presentasi. Guru berperan sebagai moderator dan fasilitator. Wawancara menunjukkan data dari kategori hasil belajar siswa yang memperoleh nilai tinggi dan sedang mengatakan mereka senang dengan model pembelajaran jigsaw karena lebih memahami materi sehingga perolehan hasil belajarnya juga baik. Siswa dengan nilai rendah mengatakan bahwa dia senang dengan pembelajaran jigsaw tetapi belum cukup bisa secara maksimal memahami materi. Sedangkan hasil wawancara siswa dari kategori motivasi, semua mengatakan merasa senang dan enjoy dengan pembelajaran model jigsaw karena mereka merasa lebih termotivasi dan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Dari data yang diperoleh melalui lembar observasi maupun wawancara menunjukkan bahwa setelah pembelajaran menggunakan model jigsaw motivasi belajar siswa meningkat jika dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya dengan metode ceramah dan tanya jawab.
D. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa :
PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
172
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 1. Motivasi belajar siswa kelas XI.IPA3 SMA Negeri 1 Pegandon meningkat setelah mengalami pembelajaran dengan model jigsaw. Hal ini tampak pada peningkatan aktifitas serta tanggungjawab siswa dalam kegiatan pembelajaran siklus I dan siklus II. 2. Model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI.IPA3 tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini tampak dari tahap pra siklus yang hanya 58,8% siswa yang mencapai KKM menjadi 61,8% pada siklus I dan meningkat menjadi 73,5% pada siklus II. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa agar membiasakan diri untuk selalu memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap materi pembelajaran dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru agar memperoleh hasil yang maksimal. 2. Kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para guru, maka sudah seyogyanya para guru dapat berinovasi dalam pembelajaran
untuk dapat meningkatkan motivasi maupun hasil
belajar siswa yang dapat diterapkan di kelas dan sekolah. 3. Untuk melakukan inovasi pembelajaran memerlukan kesiapan dan fasilitas yang baik, oleh karena itu diharapkan kepada Kepala Sekolah untuk selalu mendukung dan mendorong guru untuk selalu berinovasi dalam pembelajaran dengan meningkatkan fasilitas baik berupa buku referensi, sarana dan prasarana serta biaya pelaksanaan jika memungkinkan.
173 Siti Istijabatun
173
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Mohammad. 2008.Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima. Harnanto, Ari. 2009. Kimia 2 Untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Mahmud, Dimyati. 1989. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: Institut Press IKIP Nasir, Moh. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gallia Indonesia. . http://www.krumpuls.com/2013/10/definisi-pengertian-hipotesismenurut.html. diakses pada tanggal 13 Februari 2013. ____________.Jigsaw, http://sunartombs.wordpress.com/2009/06/15/pengertian-danpenerapan-metode-jigsaw/ (diakses pada 19 Februari 2014). Retnowati, Priscilla. 2009. Seribu Pena SMA. Jakarta : Erlangga. Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna, Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 035, Tahun Ke-8, Maret 2002, h. 172. Diakses pada tanggal 13 Februari 2014. Skripsippknunj.com/wp-content/uploads/2013/02/jurnal-niken-rata.pdf. (diakses 13 Februari 2014). Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
PTK; Meningkatkan Motivasi dah Hasil Belajar dengan Metode Jgsaw
174
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 Sutika,
Wayan I. 2010. Karakteristik Pembelajaran Kimia. http://ekapaysmachemistri.blogspot.com/2010/12/karakteristikpembelajaran-kimia.html (diakses pada 18 Februari 2014).
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grasindo Persada. Taruh, enos.2003. Konsep Diri dan motivasi Berprestasi dalam Kaitannya dengan Hasil Belajar Fisika. Jurnal penelitian dan Pendidikan (hlm. 15-29) Gorontalo: IKIP Negeri Gorontalo. Widodo K. 2012. Hakekat Pembelajaran Kimia, http://pendidikankhatulistiwa. blogspot.com/2012/01/hakikatpembelajaran-kimia.html (diakses pada 18 Februari 2014).
175 Siti Istijabatun
175
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 EFEKTIFITAS METODE PROBLEM BASED LEARNING DALAM UPAYA PENGUASAAN MATERI ZAT ADITIF DAN ADIKTIF PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS VIII SEMESTER 1 SMP NEGERI 1 PATEBON TAHUN 2014/2015 Oleh: Endang Rahmawati Abstrak Latar belakang penelitian ini adalah menjawab tuntutan kurikulum berbasis kompetensi. Lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Disamping itu juga didorong rendahnya motivasi belajar siswa di sekolah kami.Metode Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Metode ini peneliti pilih karena sesuai dengan materi dan tuntutan kurikulum 2013. Subyek penelitian ini adalah kelas VIIIB SMP N 1 Patebon dengan sumber data dari hasil evaluasi, wawancara dan dokumentasi. Pelaksanaan dilakukan dalam dua siklus. Hasil Penelitian terlihat pada siklus 2, sedangkan siklus 1 masih sama dengan sebelumnya. Hasil wawancara menunjukkan tanggapan yang positif dari siswa tentang metode PBL yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode PBL dapat meningkatkan daya tarik dan daya serap siswa terhadap materi pelajaran.
Kata Kunci : Problem Based Learning, Zat aditif dan adiktif, Efektifitas
PTK; Efektivitas Metode Based Learning Untuk Meningkatkan Pengusaan Materi Zat Aditif
176
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 A. PENDAHULUAN Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi
lulusan
program
pendidikan
harus
mencakup
tiga
kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Guru tidak hanya dituntut oleh penguasaan materi dalam kurikulum saja, namun juga harus memiliki kemampuan dalam mengelola pembelajaran yang bermutu sehingga dapat menyajikan pembelajaran yang menarik, kreatif, menantang, dan menyenangkan bagi siswa. lebih penting lagi adalah bagaimana guru dapat menyajikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa artinya bagaimana menumbuhkan perasaan senang bagi siswa untuk belajar, menumbuhkan kesadaran diri siswa untuk belajar karena ia merasa bahwa belajar itu suatu kebutuhan dan bukan paksaan yang sangat berguna bagi masa depannya. Untuk itu guru dituntut selalu belajar,
meningkatkan kemampuan dan berusaha
mengembangkan kreativitasnya dalam menyajikan pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode serta model-model yang bervariasi dalam pembelajaran agar tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran itu dapat tercapai. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab kegagalan pembelajaran sebelumnya, antara lain : 1.
Metode pembelajaran yang kurang menarik dan kurang memberikan tantangan bagi siswa untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang di bahas.
2.
Kurangnya informasi dan komunikasi yang dapat memperluas wawasan siswa agar lebih mudah memahami materi yang sedang di bahas.
177 Endang Rahmawati
177
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 PBL adalah pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk invetigasi dan penyelidikan. (Arends, 2008: 41 dalam Andrean Perdana).Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem-Based
Learning (PBL)
adalah
metode
pembelajaran
yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. (Marsigit : 2013). Dengan karakter dan ciri khas metode PBL tersebut peneliti merasa metode ini cocok bila diterapkan pada pembelajaran IPA. Menurut Marsigit, tujuan PBL adalah memfasilitasi siswa agar: 1) Berpikir kritis dan analitis 2) Mencari dan memanfaat sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekitar, 3) Menggunakan pengetahuan secara efektif, dan mengembangkan pengetahuan dan strategi untuk permasalahan selanjutnya. Sedangkan
langkah-langkah
pembelajaran
berbasis
masalah
menurut Marsigit adalah: 1) Penentuan masalah Penentuan masalah dapat dilakukan oleh guru dan para siswa, atau diajukan oleh guru untuk menyesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. Pemecahan masalah Pada tahap ini guru memfasilitasi para siswa untuk bekerja dalam kelompok (4-6 orang siswa) untuk: a) Mendiskusikan “apa yang diketahui” dari permasalahan yang ada dilihat dari segi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.?
PTK; Efektivitas Metode Based Learning Untuk Meningkatkan Pengusaan Materi Zat Aditif
178
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 b) Melihat permasalahan dari “apa yang tidak diketahui” dan mendaftarkannya c) Mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah hipotesis. d) Presentasi hasil kerja kelompok Pada langkah ini setiap kelompok akan mempresentasikan pemecahan terhadap masalah yang ada dilanjutkan dengan diskusi termasuk mendiskusikan materi yang dapat dikembangkan dari permasalahan yang diajukan dan penyelesaian. 3) Pengembangan materi pembelajaran berdasarkan penyelesaian masing-masing kelompok. (Sanjaya 2009: 220 – 221 dalam Andrean Perdana) menyebutkan keunggulan PBL antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran; 2) PBL dapat menantang ke-mampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3) PBL dapat mening-katkan aktivitas pembelajaran. 4) Melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau buku-buku saja. 5) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 6) PBL dapat mengem-bangkan kemampuan berpikir kritis. 7) PBL
dapat
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 8) PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar secara terusmenerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
179 Endang Rahmawati
179
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 Sedangkan kelemahan model PBL menurut sanjaya antara lain: 1) Siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2) Keberhasilan model pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk me-mecahkan masalah yang sedang dipel-ajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti melakukan penelitian untuk menguji coba: 1.
Apakah penerapan metode Problem Based lerning dapat meningkatkan daya tarik siswa terhadap pembelajaran IPA?
2.
Apakah penerapan Problem Based lerning dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap materi IPA?
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun teknik pengumpulan data dengan Tes , Wawancara, dan dokumen, sedangkan analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis diskriptif. Hasil belajar dari tes siswa dianalisis dengan analisis diskriptif komparatif. Data hasil wawancara dianalisis dengan analisis diskriptif kualitatif dengan mempertimbangkan refleksi kritis (critical reflection) dari keadaan yang terjadi sebenarnya. Dalam penelitian tindakan kelas ini subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIIIB Semester I SMP Negeri 1 Patebon tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 32 siswa.
PTK; Efektivitas Metode Based Learning Untuk Meningkatkan Pengusaan Materi Zat Aditif
180
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 C. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian ini diperoleh dari tahap prasiklus, perlakuan Tindakan Siklus I, dan Tindakan Siklus II. Data hasil penelitian yang diperoleh berupa hasil tes dan nontes. Hasil tes berupa angka hasil penilaian evaluasi, sedangkan wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap system dan metode pembelajaran yang yang diterapkan. 3.
Hasil Tes Tes dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dalam memahami IPA khususnya materi Pesawat sederhana , siswa diberi soal evaluasi sebanyak 10 soal. Hasil tes dikategorikan dalam empat kelompok yaitu Sangat Baik (90 – 100), Baik
( 81 – 89), Cukup (75 – 80), dan Kurang (≤ 75).
Pengelompokan rentang nilai didasarkan kepada rata-rata rentang dari nilai terendah 75 sampai nilai tertinggi 100. Penentuan nilai batas terendah didasarkan kepada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA SMP Negeri 1 Patebon tahun pelajaran 2014/2015. Hasil tes pada tiap siklus dapat dilihat pada tabel 1, 2, dan 3 berikut ini: Tabel 1. Hasil Tes Prasiklus No
Kategori Nilai
Interval
X
F
%
f(x)
1
Sangat Baik
90 – 100
95
0
0
0
2
Baik
80 – 89
84.5
0
0
0
3
Cukup
75 – 79
77
0
0
0
4
Kurang
38
32
100
1216
32
100
1216
∑
≤ 75 Jumlah
181 Endang Rahmawati
181
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014
Rata-rata nilai yang diperoleh yaitu: Rata-rata N =
∑ ( )
∑
=
= 38,00
Tabel 2. Hasil Tes Siklus 1
No
Kategori Nilai
Interval
X
F
%
f(x)
1
Sangat Baik
90 – 100
95
0
0
0
2
Baik
80 – 89
84.5
0
0
0
3
Cukup
75 – 79
77
0
0
0
4
Kurang
≤ 75
38
32
20
1216
32
100
1216
∑
Jumlah
Rata-rata nilai yang diperoleh yaitu: Rata-rata N =
∑ ( )
=
∑
= 38,00
Tabel 3. Hasil Tes Siklus 2
No
Kategori Nilai
Interval
X
f
%
f(x)
1
Sangat Baik
90 – 100
95
0
0
0
2
Baik
80 – 89
84.5
6
19
507
3
Cukup
75 – 79
77
0
0
0
4
Kurang
≤ 75
38
26
81
1064
32
100
1571
∑
Jumlah
Rata-rata nilai yang diperoleh yaitu: Rata-rata N =
∑ ( )
=
∑
= 49,09
PTK; Efektivitas Metode Based Learning Untuk Meningkatkan Pengusaan Materi Zat Aditif
182
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014
4.
Hasil Observasi Data perolehan angket pendapat siswa mayoritas menjawab ya. Hanya pada hasil evaluasi banyak yang menjawab tidak bagi yang nilainya tidak mencapai KKM.
D. ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBELAJARAN Hasil Tes dianalisis per siklus. 1.
Tahap Prasiklus Hasil evaluasi prasiklus terhadap 32 siswa kelas 8B semester 2 materi Zat Aditif dan Adiktif diperoleh skor rata-rata 38,00. Belum ada siswa yang memenuhi KKM. Adapun yang menjadi penyebab rendahnya nilai ketuntasan hasil belajar siswa antara lain : a. Kegiatan yang dilakukan siswa kurang menarik minat siswa. b. Kegiatan menggali informasi tidak dilakukan
oleh siswa
sehingga siswa tidak memiliki kesan dan pengalaman. 2.
Tahap Siklus 1 Pada siklus 1 dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan metode problem based learning. Proses pembelajaran yang semula kurang menarik menjadi lebih menarik karena dengan diharapkan dengan metode ini siswa mendapatkan pengalaman langsung dengan melakukan mengobservasi dalam menjawab permasalahan yang diangkat. Hasil penilaian belum menunjukkan adanya peningkatan, Rata-rata masih sama yaitu 38,00. Belum ada siswa yang memenuhi KKM. Hal ini disebabkan karena : a. Kegiatan Observasi hanya dilakukan sebagian siswa, sedangkan siswa yang lain belum aktif sepenuhnya.
183 Endang Rahmawati
183
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 b. Ketertarikan dan motivasi terhadap materi secara umum masih relatif rendah. c. Kegiatan menggali informasi juga tidak dilakukan sepenuhnya oleh siswa. 3.
Tahap Siklus 2 Proses pembelajaran siklus 2 dilaksanakan berdasarkan refleksi pada siklus ke-1. Pada tahapan siklus ke-1 masih banyak kelemahan pada proses pembelajaran. Pada pembelajaran siklus 2 ini dilakukan dengan menambah hal-hal yang dirasa mengalami kelemahan atau mengurangi hal-hal yang dirasa tidak perlu dilakukan. Perolehan nilai rata-rata pada siklus 2 ada peningkatan walaupun sangat sedikit.Rata-rata yang diperoleh adalah 49,09. Ada 6 siswa yang telah memenuhi KKM, atau kurang lebih 19 %. Meskipun nilai ratarata meningkat akan tetapi ketuntasan klasikal belum tercapai. Hasil perolehan nilai evaluasi pada siklus 2 ini menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena : a.
Keaktififan siswa dalam observasi mulai nampak.
b.
Ketertarikan ditunjukkannya
terhadap
materi
keinginan
dan
sudah
nampak
semangat
siswa
dengan untuk
menemukan jawaban dari masalah yang diangkat. c.
4.
Semangat siswa menggali informasi mulai muncul.
Hasil Wawancara Berdasarkan hasil nontes yang dilakukan dengan pendekatan wawancara terhadap beberapa siswa mengenai dampak psikologis dan perasaan siswa dengan proses pembelajaran menggunakan metode
PTK; Efektivitas Metode Based Learning Untuk Meningkatkan Pengusaan Materi Zat Aditif
184
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 problem based learning ini ternyata mayoritas siswa menanggapi positif.
E. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan : Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan: 1. Metode Problem based learning menumbuhkan daya tarik siswa untuk menggali informasi sebanyak- banyaknya. Dengan metode PBL siswa merasa tertantang untuk menjawab permasalahan yang di angkat. 2. Metode Problem based learning dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap materi pelajaran. Saran : 1. Metode Problem based learning ini sebaiknya lebih banyak dikembangkan dan dipakai untuk membantu mengoptimalkan proses pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA yang akhirnya berdampak positif terhadap peningkatan keaktifan dan daya serap mater serta hasil belajar siswa. 2. Guru atau instruktur harus banyak belajar menerapkan metodemetode pembelajaran yang ebih bervariasi agar dapat meraih motivasi siswa dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA Hariyanto , Menuju Sukses Ujian Nasional IPA SMP/MTs, Semarang, Pusakamas, 2008Herwanti Katarina,M.Pd , Belajar IPA Menurut Kurikulum 2013, http://persembahanguru.wordpress.com/2013/05/03/belajar-ipamenurut-kurikullum-2013/ ( diunduh 23 September 2014). Marsigit,Prof,Dr,Berbagai Metode Pembelajaran yang cocok untuk kurikulum 2013, file:///D:/METODE EKSPERIMEN/(1)Metode
185 Endang Rahmawati
185
DIDAKTIKA ISLAMIKA Vol. 4 No. 2 - Agutus 2014 Pembelajaran yang cocok untuk Kurikulum 2013 MarsigitHrd Academia.edu.htm, (diunduh 23 September 2014). Nuh Mohammad, Kurikulum 2013, http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-mendikbudkurikulum2013 (diunduh 22 September 2014). Perdana Andrean, Jurnal - Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) Pada Pembelajaran IPA,http://jurnalpendidikaninside.blogspot.com/2014/09/jurnalpenerapan-model-pbl-problem.html (diunduh 27 Oktober 2014). Waldjinah dkk, Detik-detik ujian nasional IPA untuk SMP/MTs, Klaten, Intan Pariwara, 2013. Tamsani Wiwik, makalah model pembelajaran berbasis masalah, file:///D:/KUMPULANJURNALMAKALAH0MODELPEMBELA JARA20BERBASISMASALAHWiwiektamsyaniAcademia.edu.ht m (diunduh 27 Oktober 2013). Zubaidah Siti dkk, IPA kelas VIII semester 1, Jakarta, Kemendikbud, 2014.
PTK; Efektivitas Metode Based Learning Untuk Meningkatkan Pengusaan Materi Zat Aditif
186