Vol.02 No.01 Agustus 2016
Vol. 02 No. 01 Agustus 2016
ISSN 2527-497X
Jurnal
INFRASTRUKTUR Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jurnal INFRASTRUKTUR
i
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Jurnal INFRASTRUKTUR Susunan Redaksi Jurnal Infrastruktur Jurnal Jabatan Fungsional Aparatur Sipil Negara
Pengarah
:
Prof. Dr. Ir. Anita Firmanti Eko Susetyowati, MT. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Penanggung Jawab
:
Ir. Asep Arofah Permana, MT., MM. Kepala Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional
Mitra Bestari
:
Nursama Heru Apriantoro, Ph.D (Poltekkes Jakarta/ Universitas Nasional Jakarta) Prof. Dr. Muhammad Yamin Jinca, MS.Tr. (Universitas Hasanuddin Makassar) Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya)
Redaktur
:
Yusdiana Caya
Dewan Penyunting
:
Yusdiana Caya Haris Marzuki Susila Diana Febrianti
Redaksi Desain
:
Luthfi Ainuddin
Sekretariat
:
Luthfi Ainuddin
Distribusi dan Sirkulasi
:
Luthfi Ainuddin Imam Syahid Izzatur Rahim M. Riza Firmansyah
Email
:
[email protected]
Alamat
:
Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. Sapta Taruna Raya Komplek PU Pasar Jumat Jakarta Selatan 12330 Telp. 021-759 08822
ii
Jurnal
Volume
No
Hal
Jakarta
ISSN
INFRASTRUKTUR
02
01
001 - 058
Agustus 2016
2527-497X
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
DAFTAR ISI
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
Pedoman Penulisan Jurnal Profesional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iv
Pengantar Redaksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
1. ANALISIS PAKET PEKERJAAN PENGGANTIAN JEMBATAN DENGAN BOX CULVERT, STUDI KASUS RUAS BATU LICIN - SEI. KUPANG CS
1-1
Disa Fahmi Lazuardi, S.I.P. 2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB CALON PENYEDIA JASA KONSTRUKSI MELAKUKAN PENDAFTARAN TETAPI TIDAK MELANJUTKAN MASUKKAN DOKUMEN PENAWARAN
1-6
Ratna Julita, S.T. dan Anton Soekiman, S.T. 3. FUNGSI TANGGUL SUNGAI WAY KUPUTUDAN TERHADAP KESEJAHTRERAAN MASYARAKAT
1 - 15
Anggie Yulianty, S.H. 4. NORMALISASI SUNGAI BATANG MASUMAI KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI
1 - 20
Aris Aminulwahyu, S.T. 5. OPTIMALISASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI HIDROLOGI, HIDROMETEOROLOGI, DAN HIDROGEOLOGI (PSIH3), STUDI PENGAMATAN KEGIATAN WORKSHOP PSIH3 DI BALAI WILAYAH SUNGAI SULAWESI II
1 - 24
Intan Puspitasari, S.AB. 6. PENYEDIAAN AIR BAKU ANTAR PULAU, STUDI KASUS PEMBANGUNAN UNIT AIR BAKU RUM DAN MAITARA PROVINSI MALUKU UTARA
1 - 29
Adi Martha Kurniawan, S.T. dan Argie Rinaldi, S.I.Kom. 7. MODEL DESAIN RUMAH ADAPTIF KAWASAN PESISIR, STUDI KASUS: DESA KLACES, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATEN CILACAP
1 - 35
Dini Kusumawardhani, S.T., Siska Ayu Mahyaningsih, S.T., Wninni Sharfina, S.T., dan Zulaikha Budi Astuti, S.T. 8. PENYUSUNAN APLIKASI DATABASE SUMUR BOR SNVT AIR TANAH DAN AIR BAKU BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II
1 - 44
Widana Bayu Nugraha, S.T. 9. SURVEY PERMASALAHAN DANAU SEMAYANG DAN MELINTANG
1 - 49
Davidson Rofiano Lombogia, S.T. 10. PERAN MODAL SOSIAL KEPERCAYAAN DALAM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN BENDUNGAN KUWIL KAWANGKOAN, SULAWESI UTARA
1 - 53
Ganggaya Sotyadarpita, S.Si.
Jurnal INFRASTRUKTUR
iii
Vol.02 No.01 Agustus 2016
PEDOMAN PENULISAN JURNAL PROFESIONAL 1. Judul. Ditulis dengan spesifik, jelas, ringkas, informatif. 2. Nama. Ditulis dengan Jabatan, Unit Kerja dan alamat email. 3. Abstrak. Berisi tentang: permasalahan, tujuan, metode, hasil, kesimpulan dan kata kunci. Ditulis 1 spasi maksimal setengah halaman (maksimal 300 kata). Ditulis dalam Bahasa Inggris. 4. Pendahuluan. Ditulis tentang Latar Belakang, Permasalahan/ Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian 5. Tinjauan Pustaka. Ditulis teori-teori yang mendukung atau yang relevan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan. Penyajian scientific method atau landasan teori memerlukan acuan pustaka yang kuat, tajam dan mutakhir. 6. Metode Penelitian. Memuat jenis penelitian, waktu, tempat, populasi/ sampel, alat dan bahan, metode pengolahan data, serta informasi lain yang dibutuhkan atau relevan dengan jenis penelitiannya. 7. Hasil. Menampilkan hasil dalam bentuk ilustrasi: gambar, tebel, grafik, foto, diagram, dll. Memberikan interpretasi terhadap data hasil. Dapat berupa hasil analisis fenomena di wilayah penelitian yang relevan, hasil yang diperoleh dapat berupa deskriptif naratif, angka-angka, gambar / table, suatu alat. Penelitian kualitatif penulisan hasil berbentuk interpretasi, sedangkan penelitian kuantitatif hasil dalam bentuk statistik. Hasil harus menyajikan data permaslahan dan tujuan penelitian. 8. Hasil. Pembahasan ditulis dengan ringkas dan fokus kepada interpretasi dari hasil yang diperoleh, BUKAN pengulangan dari hasil. Pembahasan dengan acauan pustaka dimunculkan bila harus membandingkan hasil atau publikasi sebelumnya. Arah pembahasan untuk menjawab tujuan penelitian. Akhir dari uraian pembahasan harus mampu menunjukan pernyataan kesimpulan 9. Pembahasan. Pembahasan ditulis dengan ringkas dan fokus kepada interpretasi dari hasil yang diperoleh, BUKAN pengulangan dari hasil. Pembahasan dengan acauan pustaka dimunculkan bila harus membandingkan hasil atau publikasi sebelumnya. Arah pembahasan untuk menjawab tujuan penelitian. Akhir dari uraian pembahasan harus mampu menunjukan pernyataan kesimpulan 10. Pembahasan. Diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan, disampaikan secara singkat dalam bentuk kalimat utuh. Harus menjawab pertanyaan dan permasalahan riset yang diungkapkan pada pendahuluan. 11. Saran. Berisi rekomendasi akademik atau tindak lanjut nyata dari kesimpulan yang diperoleh. 12. Daftar Pustaka. Ditulis nama, tahun publikasi, judul artikel/ buku, lokasi penerbit, nama penerbit (berdasarkan referensi model APA).
iv
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
PENGANTAR REDAKSI
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Atas perkenan dan rahmat-Nya Jurnal Infrastruktur ini memasuki pada volume kedua. Pada penerbitan kali ini, Jurnal Infrastruktur menyajikan hasil-hasil penelitian atau kajian atas pelaksanaan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebanyak 10 (sepuluh) topik yang meliputi bidang pengairan, jembatan, perumahan, manajemen konstruksi serta perspektif infrastruktur secara sosial ekonomi yang dikaji baik secara kualitatif, kuantitatif maupun gabungan keduanya. Kami mengucapkan terima kasih dan selamat kepada para penulis yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu dan teknologi di bidang PUPR, demikian juga kepada para mitra bestari (reviewer) yang telah meluangkan waktunya untuk menilai naskah yang dimuat pada edisi ini. Pada kesempatan berikutnya, kami mengundang para pejabat fungsional bidang PUPR untuk mempublikasikan hasil penelitian/kajiannya maupun ide-ide atau gagasan baru yang orisinil melalui jurnal ini. Karena terbilang masih baru, kami menyadari Jurnal Infrastruktur ini masih jauh dari sempurna. Namun harapan kami, jurnal ini dapat menjadi salah satu media komunikasi dan informasi ilmiah dan menjadi wadah untuk menuangkan buah pikiran ilmiah bagi sumber daya manusia Bidang PUPR. Selain itu diharapkan jurnal ini memberikan kontribusi positif bagi pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia di bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kualitas infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat demi kemajuan tanah air tercinta. Berkenaan dengan hal tersebut, kami sangat berterima kasih untuk menerima masukan konstruktif dari para pembaca yang dapat disampaikan kepada kami. Akhirnya kami hanya bisa berharap, semoga karya tulis ilmiah dalam jurnal ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk berperan aktif dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi terutama di bidang PUPR. Redaksi Jurnal INFRASTRUKTUR
Jurnal INFRASTRUKTUR
v
Vol.01 No.02 Agustus 2016
1 - vi
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
ANALISIS PAKET PEKERJAAN PENGGANTIAN JEMBATAN DENGAN BOX CULVERT Studi Kasus: Ruas Batu Licin – Sei. Kupang Cs Disa Fahmi Lazuardi, S.I.P. Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Emai :
[email protected] . Abstrak Jaringan jalan raya dan jembatan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang berperan penting dalam sektor perhubungan, menunjang pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya aksessibilitas yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil. terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, serta mobilitas masyarakat dan untuk mengembangkan suatu wilayah. Penggunaan jembatan dengan box culvert merupakan salah satu upaya peningkatan pelayanan jalan untuk mengatasi permasalahan lalu lintas. Efisiensi dan efektifitas jaringan jalan dapat diperoleh dengan melakukan perancangan dan perencanaan yang memenuhi unsur teknis dan ekonomis,kenyamanan, keamanan, dan aspek keselamatan transportasi jalan raya. Kata kunci: Box culvert, lalulintas, jaringan jalan dan jembatan.
Abstract The existence of the highways and bridges are indispensable to bolster the pace of economic growth, along with the increasing needs of the means of transport that can reach remote areas. The network of highways and bridges that are the infrastructure of land transport which play an important role in the transport sector, especially for the continuity of the distribution of goods and services, as well as community and to develop the region. The improvement planning of the roads and bridges is one of the efforts to address the problem of traffic. In connection with the problems of traffic, then the necessary addition of the capacity of the roads and bridges that will certainly require effective methods in the design or planning in order not only obtained the best result and economy, but also meets the elements of comfort, security, and safety of road users. Keywords: box culverts, traffic, road and bridge system.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1-1
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Jalan Lintas Selatan yang melayani arus kendaraan arah kota Banjarmasin menuju Provinsi Kalimantan Timur begitu dan sebaliknya, perlu ditingkatkan guna mendukung lalulintas perekonomian dan angkutan lainnya . Direktorat Jenderal Bina Marga bersama dengan Pejabat Pembuat Komitmen Sp. Liang Anggang – Pelaihari + jalan Dalam Kota – Kp. Asam Asam melakukan pelebaran jalan, pemeliharaan berkala, dan penggantian jembatan. Panjang Ruas Jalan Nasional yang ditangani adalah sepanjang 174 km, terbagi menjadi 7 (tujuh) paket rutin dari Kintab km Bjm 137+000 sampai dengan mm Bjm 311+000. Salah satu paket, penggantian jembatan di ruas Batu Licin – Sei Kupang Cs. Terdapat pada 4 (empat) titik di lokasi yang berbeda dan dilatarbelakangi turunnya permukaan jembatan akibat pondasi jembatan yang sudah puluhan tahun tidak diganti. Penurunan permukaan jembatan berdampak pada kemacetan lalulintas yang tidak dapat dihindari, karena hanya 1 (satu) lajur jembatan saja yang bisa dilalui.stabilitas perekonomian di sekitarnya. Pondasi jembatan yang terbuat dari kayu, tidak dapat lagi menampung beban lalulintas pada jembatan. Pondasi yang kayu sudah berumur, sejak pertamakali jembatan dibangun, mengingat kondisi alam di wilayah Kalimantan berupa hutan dengan jenis tanah gambut, digunakanlah potongan gelondongan kayu sisa sebagai pondasi untuk pembukaan jalan.
oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. d. Non-rutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Box culvert adalah gorong-gorong persegi beton bertulang (Direktorat Bina Program Jalan, 2002) terbuat dari beton dengan penulangan wire mesh untuk menambah kekuatan beban yang dapat dilewati di atasnya. Tulangan disusun ke samping untuk struktur seperti membuat pipa atau terowongan. Manfaat box culvert sebagai gorong-gorong yaitu digunakan untuk saluran pembuangan saniter batang, terowongan utilitas, cekungan penangkap air, ataupun lorong bawah tanah. Namun karena memiliki kekuatan yang besar dari beton pracetak, box culvert juga digunakan sebagai perangkat yang digunakan untuk menyalurkan air yang memungkinkan air melewati sebuah jalan, kereta api, atau bendungan, sehingga saluran yang tertutup pada bagian atasnya sering dimanfaatkan sebagai jembatan atau jalan raya. Konstruksi box culvert yang dibuat dari beton bertulang direncanakan dapat menampung berbagai variasi lapisan aspal. Konstruksi box culvert persegi standar Tipe Double (Direktorat Bina Program Jalan 2002) , direncanakan dengan dimensi seperti pada gambar 1 dan tabel 1, sebagai berikut;
Fokus kajian adalah proyek penggantian jembatan dengan box culvert yang berfungsi sebagai alternatif jalan raya dan saluran drainase. Materi paparan ini adalah pekerjaan ruas jalan Batu Licin – Sei. Kupang Cs, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tahun anggaran 2015. Kajian ini bertujuan menganalisis kinerja da proses penggantian jembatan box culvert pada ruas jalan Batu Licin – Sei.Kupang CS. 2. TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan proyek merupakan kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah ditetapkan dengan jelas. (Soeharto 2001). Sifat proyek adalah unik dan dinamis, karena antar proyek satu dengan proyek yang lainnya tidak pernah sama, dan dinamis karena menggunakan sumber daya dan multi disiplin keilmuan. Ciri pokok proyek seperti ini, adalah a. Memiliki tujuan khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. b. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses tujuan di atas telah ditentukan. c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi
1-2
Jurnal INFRASTRUKTUR
Gambar 1. Dimensi box culvert Tabel 1. Tipe Double l 150 200 200 200 200 200 250 250 250 250 300 300 300 300
Tipe Double t 100 100 150 200 250 300 150 200 250 300 150 200 250 300
h 20 24 24 24 25 26 26 26 26 28 30 30 30 30
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Panjang box culvert, merupakan lebar jalan ditambah dua kali lebar bahu jalan dan dua kali tebal dinding sayap. Langkah pelaksanaan dalam pembuatan box culvert secara garis besar, diuraikan sebagai berikut: (Direktorat Bina Program Jalan 2002) 1. Penggalian tanah. 2. Pemadatan tanah. 3. Penghamparan beton untuk lantai kerja. 4. Persiapan-persiapan bahan dan material yang diperlukan. 5. Persiapan-persiapan pembesian. 6. Pemasangan bekisting’perakitan tulangan. 7. Pengecoran. 8. Perawatan dan pembukaan bekisting. 3. METODE PENELITIAN
untuk dilewati karena permukaan jalannya telah mengalami penurunan. Penyebab penurunan tanah adalah pondasi yang digunakan sebelumnya berupa gelondongan kayu. Kemungkinan alasan penggunaan gelondongan kayu dipilih oleh kontraktor sebelumnya adalah faktor minimnya anggaran untuk pembuatan pondasi dari beton. 4.1. Desain box culvert Pembuatan box culvert pada proyek berbeda dari pembuatan standar ukuran box culvert pada umumnya. Desain box culvertnya disesuaikan dengan keadaan tempat kerja. Ukuran standar box culvert secara maksimal adalah 3x3 meter, sementara pada proyek ini dibuat dengan ukuran 4x4 meter sebagaimana pada gambar 2 (Dokumen Kantor PPK Sp. Liang Anggang – Pelaihari + jalan Dalam Kota – Kp. Asam Asam). Proses perubahan desain didasarkan pada kondisi lapang dan kewenangan yang dilimpahkan pada Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN). Pihak yang ditunjuk adalah konsultan perencana yang direkrut oleh P2JN.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif berdasarkan studi lapang dengan melakukan pengamatan langsung, tanya jawab dengan pelaksana dan pengawas proyek serta studi pustaka. Melakukan analisis secara konteks data dan masalah yang diperoleh di lapangan untuk mengkonstruksikan dalam suatu kesimpulan. 4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN Paket proyek Penggantian Jembatan Batu Licin – Sei. Kupang CS dilaksanakan oleh P.T. Hasrat Jaya Utama, berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Paket proyek ini terselenggara berdasarkan DIPA Nomor: 033.04.1.498643/2015 tanggal 14 November 2014. Setelah turunnya DIPA, maka pihak penyelenggara proyek, dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen Sp. Liang Anggang – Pelaihari + jalan Dalam Kota – Kp. Asam Asam melaksanakan rapat untuk menentukan kapan dimulainya proyek. Kontrak dengan Nomor: KU.08.08/PJN.WIL.1PPK.02/06/2015 per tanggal 22 Juni 2015 ini bernilai Rp 9.396.350.000,00 dengan sumber dana dari APBN 2015. Ruas jalan Batu Licin – Sei. Kupang Cs pada awalnya termasuk dalam tipe jalan kabupaten. Jalan ini, kemudian berubah fungsi menjadi jalan nasional karena menghubungakan antara Provinsi Kalimantan Selatan dengan Provinsi Kalimantan Timur, sehingga jalan ini masuk dalam pekerjaan proyek Dirjen Bina Marga. Masa pelaksanaan selama 180 hari kalender dimulai pada tanggal 24 Juni 2015 dan berakhir pada tanggal 20 Desember 2015.
Gambar 2. Desain Box Culvert baru Konstruksi box culvert dirancang dengan cara pengecoran di tempat, menggunakan perancah sementara dan bekisting yang harus dibongkar segera setelah kekuatan beton tercapai, yaitu umur beton kurang lebih 28 hari. Kekuatan beton bertulang berdasarkan kuat tekan beton pada umur 28 hari dengan K-250 pada lantai dasar dan K-300 pada dinding, yang biasanya menggunakan K-225. Penggunaan K-250 dan K-300 disesuaikan dengan beban yang akan melewati jalan di atas box culvert, mengingat banyaknya truk besar yang bermuatan material bahan bangunan dan batu bara yang melalui jalan ini. Material yang dipakai dalam campuran beton antara lain semen; agregat halus (pasir); agregat kasar (kerikil dan batu pecah); air; serta bahan pembantu yang digunakan untuk memperbaiki mutu beton, sifat-sifat pengerjaan, waktu pengikatan dan perkerasan, ataupun untuk maksud-maksud lain.
Penggantian jembatan dengan box culvert di ruas jalan Batu Licin – Sei. Kupang Cs dilakukan untuk mengganti jembatan yang sudah tidak layak
Jurnal INFRASTRUKTUR
1-3
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Setelah perancah siap dipasangkan, selanjutnya dilaksankan secara berurutan pekerjaan pemasangan bekisting, perakitan tulangan, dan pengecoran. Setelah beton mencapai kekuatan yang disyaratkan, kemudian dilaksanakan perawatan (curing). Cetakan dan acuan dibongkar apabila bagian konstruksi tersebut telah mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul berat sendiri dan bebanbeban pelaksanaan yang bekerja padanya. Gambar 3. Jembatan pengganti di samping lokasi pengerjaan box culvert. 4.2. Pelaksanaan Lapangan Sebelum membuatan box culvert, kontraktor membuat jembatan pengganti terlebih dahulu . Sesuai kondisi lapangan, berfungsi sebagai pengganti jembatan yang akan dikerjakan. Ketika lajur jembatan akan dikerjakan secara bergantian, maka tidak memerlukan jembatan pengganti. Namun ketika jembatan akan dibongkar secara keseluruhan, maka kontraktor akan menyediakan jembatan alternatif yang biasa disebut dengan jembatan pengganti. Pada pekerjaan di sepanjang ruas Batu Licin – Sei. Kupang Cs, terdapat 3 dari 4 lokasi penggantian jembatan dimana kontraktor memilih untuk menyediakan jembatan pengganti. Alasan pembongkaran seluruh bagian jembatan adalah keterbatasan waktu pengerjaaan dan anggaran yang tersedia. Ketika kontraktor memilih untuk mengerjakan secara sebagian, maka pembuatan box culvert tidak akan selesai tepat waktu mengingat umur beton yang siap menerima beban adalah 28 hari. Pembuatan box culver, dimulai dari pembuatan lantai kerja, pelat dasar, dan dinding. Selanjutnya, setelah pelat dasar dan dinding selesai dibuat dan
4.3. Pekerjaan Bekisting dan Tulangan Bekisting dibuat dari tripleks yang cukup tebal, dengan terlebih dahulu dilapisi bahan yang dapat meningkatkan ketahanan tripleks terhadap air, dan sambungan harus kedap terhadap adukan
Gambar 5. Tulangan yang siap untuk dicor serta cukup kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran, pemadatan, dan perawatan. Bekisting dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibersihkan. Sebelum pengecoran beton, bekas-bekas kawat pengikat yang tidak terpakai, tanah, kotoran, dan semua bahan-bahan asing dikeluarkan terlebih dahulu dari bekisting. Bekisting dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu dibuka, permukaan beton tidak rusak. Tulangan dibersihkan dari kotoran, lumpur, minyak, cat dan kerak pabrik, percikan adukan atau bahan asing yang dapat mengurangi atau merusak peletkatan dengan beton sebelum beton dicor. Tulangan ditempatkan dengan tepat sesuai dengan desain, tulangan diikat kuat dengan menggunakan kawat ikat baja, sehingga tidak dapat bergeser pada saat pengecoran beton dan pemadatan beton. Simpul kawat pengikat diarahkan meninggalkan permukaan beton yang terbuka. 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 4. Bekisting yang telah selesai dipasang siap menerima beban, barulah dimulai pembuatan pelat lantai. Pelat dasar dan dinding tersebut berfungsi sebagai penunjang di samping perancahperancah yang diperlukan. Perancah-perancah ini harus direncanakan mampu menahan beban yang diperlukan. Akibat beban tersebut, perancah tidak boleh mengalami lenturan atau deformasi yang berarti (Direktorat Bina Program Jalan 2002).
1-4
Jurnal INFRASTRUKTUR
5.1. Kesimpulan Proses pembuatan box culvert siap untuk dicor, penyelesaian pengerjaan sangat dekat dengan waktu berakhirnya kontrak (PHO). Langkah yang digunakan konsultan untuk mengganti desain box culvert disesuaikan dengan keadaan lingkungn adalah sangat tepat karena dapat menekan pembiayaan.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
5.2. SARAN Sebaiknya dievaluasi manajemen waktu yang digunakan. Tersedianya timeline progres pekerjaan dalam tiap harinya membantu dalam penyelesaian pekerjaan secara tepat waktu. Perlu memperketat pengawasan di lapangan, sehingga proyek dapat terlaksana sesuai jadwal yang direncanakan. Pengendalian terhadap mutu kepadatannya dilakukan secara lapis demi lapis, sehingga berkualitas akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dan tahan lama seperti yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Dewi, Eka Sari, 2012. Analisis Resiko Pada Pelaksanaan Proyek Pembanguna Box Culvert di Surabaya. Undergraduate Paper, Surabaya: Institute Teknik Surabaya, Direktorat Bina Program Jalan, 2002, Direktorat Jenderal Bina Marga. Standar Gorong-Gorong Persegi Beton Bertulang (Box Culvert) Tipe Double. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum, Soeharto, I, 2001 . Manajemen Proyek Jilid 2. Dari Konseptual Sampai Operasional. Jakarta: Erlangga.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1-5
Vol.02 No.01 Agustus 2016
FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB CALON PENYEDIA JASA KONSTRUKSI MELAKUKAN PENDAFTARAN TETAPI TIDAK MELANJUTKAN MEMASUKKAN DOKUMEN PENAWARAN Ratna Julita, S.T.1 Anton Soekiman, S.T.2 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat E-mail:
[email protected] 1,
[email protected]
2
Abstrak Fenomena yang sering terjadi dalam pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik adalah ditemukan banyak penyedia jasa yang mendaftar ke LPSE untuk mengikuti paket pekerjaan, tetapi sedikit yang melanjutkan sampai ke tahap pemasukkan penawaran. Pada tahun anggaran 2013 paket pekerjaan pembangunan/ peningkatan konstruksi jalan di kabupaten Pasaman Barat terdapat 38 paket, 18,42% yang prosesnya diikuti jumlah penyedia jasa yang memasukkan penawaran lebih dari 30% dari keseluruhan penyedia jasa yang mendaftar. Sementara pada tahun anggaran 2014 dari 42 paket, 26,19% yang prosesnya diikuti jumlah penyedia jasa yang memasukkan penawaran lebih dari 30% dari keseluruhan penyedia jasa yang mendaftar. Tujuan penelitian Untu mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi ketertarikan penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang tetapi tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran dan dampak tersebut dalam pekerjaan konstruksi. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan pencerahan kepada penyedia jasa konstruksi dan menjadi informasi yang berguna bagi para pelaku jasa konstruksi sekaligus sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan. Kata kunci: E-procurement, penyedia jasa, pendaftaran lelang, pemasukan penawaran
Abstract Phenomena that often occur in the procurement of goods and services based on electronic, is found that many service providers who sign up to LPSE to follow a work package but only a few that continue to the bid submission. In fiscal year 2013, there were 38 work package of development / improvement of road construction in the West Pasaman district, 18.42% that the process followed by the number of providers to submit offers of more than 30% of all service providers who register. While in fiscal year 2014 from 42 packets, 26.19% that the process followed by the number of providers to submit offers of more than 30% of all service providers who register. The purpose of this study is to know what factors influence the interest of service providers register the tender but did not continue to enter the bidding documents and the impact of it in the construction work. The results are expected to be useful for the development and enlightenment to the construction service providers and as useful information for the perpetrators construction services as well as provides an input for policy makers in making decisions. Keywords: E-procurement, service providers, registration of the tender, the bid submission
1-6
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah sekarang berbasis elektronik atau dikenal dengan Electronic Procurement (E-Procurement) yaitu proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan secara elektronik, berbasis web atau internet seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. Berbagai Fenomena yang sering terjadi dalam pengadaan barang dan jasa, salah satunya adalah paket pekerjaan yang banyak penyedia jasa mendaftar ke LPSE, tetapi hanya sedikit yang melanjutkan sampai kepemasukkan penawaran. Terutama terjadi pada pekerjaan pengadaan barang/jasa pekerjaan konstruksi, khususnya diperuntukan bagi usaha mikro dan usaha kecil. Pasaman Barat baru menerapkan pengadaan barang dan jasa secara elektonik pada tahun 2013 untuk paket pekerjaan pembangunan/peningkatan konstruksi jalan sebanyak 38 paket. Dari jumlah tersebut, 18,42% yang prosesnya diikuti jumlah penyedia jasa yang memasukkan penawaran lebih dari 30% dari keseluruhan penyedia jasa yang mendaftar. Pada tahun anggaran 2014 dari 42 paket 26,19% yang prosesnya diikuti jumlah penyedia jasa yang memasukkan penawaran lebih dari 30% dari keseluruhan penyedia jasa yang mendaftar. Bahkan ada paket pekerjaan yang sudah ditenderkan tetapi tidak memenuhi syarat terendah yang memasukan penawaran yaitu harus minimal 3 penyedia jasa. Rumusan masalahnya adalah faktor apa yang mempengaruhi ketertarikan penyedia jasa untuk melakukan pendaftaran lelang tetapi tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawarannya, serta bagaimana dampaknya terhadap pekerjaan konstruksi. Fokus penelitian adalah mengkaji paketpaket pekerjaan konstruksi pembangunan jalan di wilayah Kabupaten Pasaman Barat Tahun Anggaran 2013 dan 2014. Tujuan penelitian adalah mengkaji faktor yang mempengaruhi ketertarikan penyedia jasa untuk melakukan pendaftaran lelang pekerjaan konstruksi dan penyebab calon penyedia jasa tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran, serta bagaimana Solusi pemecahan masalah yang harus di ambil oleh pengambil kebijakan. Hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan dan pencerahan kepada penyedia jasa konstruksi dan dapat menjadi informasi yang berguna bagi para pelaku jasa konstruksi, serta masukan kepada pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Proyek dan Tahapannya Proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan kompleks, yang berlangsung dalam waktu yang
terbatas dan dengan sumber daya tertentu untuk menghasilkan suatu hasil konstruksi tertentu. Menurut Soeharto (1999) Kegiatan proyek dapat diartikan suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi sumberdaya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Pekerjaan konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya (Pepres No. 4 tahun 2015). Dalam kegiatan proyek kontruksi dilakukan beberapa tahapan proyek yang secara umum terdiri dari beberapa tahapan (Ervianto, 2005), yaitu dimulai dari tahap studi kelayakan, penjelasan (briefing), perancangan (design), pengadaan (Procurement) dan Tahap pelaksanaan (construction). 2.2. Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berdasarkan Pepres No.4 tahun 2015 adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan APBN dan/ atau APBD. E-procurement merupakan pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kemajuan teknologi informasi akan lebih mempermudah dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, karena penyedia jasa tidak perlu lagi datang ke kelompok kerja pejabat pengadaan dan cukup dengan melihat ke website yang mengadakan pelelangan secara elektronik dan mendaftar secara on-line (Sutedi 2012). Dasar hukum pelaksanaan e-procurement adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, Keppres No. 80 Tahun 2003, dan Perpres No. 8 Tahun 2006. Proses Pengadaan Barang/Jasa pemerintah secara elektronik diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara. Harapan lainnya adalah lebih menjamin tersedianya informasi yang real time, kesempatan usaha, serta mendorong terjadinya persaingan yang sehat dan terwujudnya keadilan (non discriminative) bagi seluruh pelaku usaha yang bergerak di bidang Pengadaan Barang/Jasa (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, LKPP). Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya Jurnal INFRASTRUKTUR
1-7
Vol.02 No.01 Agustus 2016
diatur oleh Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik. SPSE merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh Direktorat e-procurement LKPP untuk digunakan oleh LPSE di seluruh K/L/ D/I. Aplikasi ini dikembangkan dengan semangat efisiensi nasional sehingga tidak memerlukan biaya lisensi, baik lisensi SPSE itu sendiri maupun perangkat lunak pendukungnya. Pendaftaran jadi peserta lelang merupakan langkah awal dalam mengikuti lelang pada LPSE. Pertama sekali harus mendaftar sebagai penyedia barang dan jasa, masukkan alamat email, download formulir Pendaftaran dan formulir keikutsertaan selanjutnya klik mendaftar. Setelah terdaftar sebagai peserta lelang maka calon penyedia jasa berhak memasukkan dokumen penawaran sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Menurut Patmadjaja (1999) penawaran adalah suatu usulan oleh satu pihak untuk mengerjakan sesuatu bagi kepintingan pihak yang lain menurut persyaratan yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Penawaran menurut Nugraha, Natan, dan Sutjipto, (1985) adalah suatu usulan oleh satu pihak untuk mengerjakan sesuatu bagi kepentingan pihak yang lain menurut persyaratan yang telah ditentukan dan disepakati bersama. 3. METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari rumusan masalah, menentukan tujuan penelitian dan kajian pustaka yang relevan. Pengumpulan data sekunder paket pelelangan dari LPSE Kabupaten Pasaman Barat pada paket pekerjaan pembangunan/peningkatan jalan yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2013 dan 2014 yang dapat diunduh dari website: lpse.pasamanbaratkab. go.id. Pengumpulan data primer didahului dengan penentuan variabel dan pembuatan kuisioner yang mempengaruhi ketertarikan penyedia jasa untuk melakukan pendaftaran lelang tetapi tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran terhadap lelang pekerjaan konstruksi. Pernyataan di kelompokkan menjadi dua kriteria yaitu pertama alasan melakukan pendaftaran lelang terdiri dari 20 pernyataan dan kedua alasan tidak melakukan pemasukkan dokumen penawaran lelang terdiri dari 22 pernyataan. Pertanyaan yang diajukan menggunakan skala Likert. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia yaitu: Tabel 1. Tabel Skala Tingkat Persetujuan Skala 1 2 3 4 1-8
Keterangan Sangat tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju
Jurnal INFRASTRUKTUR
5
Sangat Setuju
Responden dalam penelitian ini adalah penyedia jasa konstruksi pekerjaan pembangunan/peningkatan jalan yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2013 dan 2014 di kabupaten Pasaman Barat. Jawaban responden diolah, direkap menggunakan Microsoft Exel. Untuk mendapatkan perangkingan masingmasing faktor yang menjadi alasan calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang dan tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran, pemeringkatan dilakukan berdasarkan total skor hasil perkalian jumlah jawaban pilihan responden dengan bobot skala (1 S.d 5) sebagaimana pada tabel skala likert. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Paket pekerjaan pembangunan/ peningkatan jalan pada tahun 2013 Berdasarkan data Paket pekerjaan pembangunan/ peningkatan jalan pada tahun 2013 dapat dilihat persentase penyedia jasa yang mendaftar lelang dan melanjutkan memasukkan dokumen penawaran paling signifikan yaitu dari 57 penyedia jasa yang mendaftar hanya 6 yang memasukkan dokumen penawaran sekitar 10,53% dan yang paling tinggi penyedia jasa yang mendaftar 42 hanya 19 penyedia jasa yang memasukkan dokumen penawaran atau sekitar 45,24%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pada gambar 1 dan gambar 2. Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa banyak dari calon penyedia jasa yang tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran. Persentase penyedia jasa yang ikut mendaftar jadi peserta tender dan melanjutkan pemasukan dokumen penawaran dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Penyedia jasa melanjutkan memasukkan penawaran lebih dari 30% dari yang mendaftar Hanya 7 paket (18,42%) dari total seluruh paket. 2. Penyedia jasa melanjutkan memasukkan penawaran 20 s/d 30% dari yang mendaftar Hanya 17 paket (44,74%) dari total paket. 3. penyedia jasa melanjutkan memasukkan penawaran 10 s/d 20% dari yang mendaftar Hanya 14 paket (36,84%) dari total paket. 4.2. Paket pekerjaan pembangunan/ peningkatan jalan pada tahun 2014 Pada tahun anggaran 2014 terdapat 42 paket pekerjaan pembangunan/peningkatan jalan, mengalami peningkatan peresentase penyedia jasa dalam memasukkan dokumen penawaran : 1. Penyedia jasa melanjutkan memasukkan penawaran lebih dari 30% dari yang mendaftar hanya 11 paket (26,19%) dari total seluruh paket 2. Penyedia
jasa
melanjutkan
memasukkan
Vol.02 No.01 Agustus 2016
penawaran 20 s/d 30% dari yang mendaftar hanya 13 paket (30,95%) dari total paket.
yang mempengaruhi penyedia jasa melakukan pendaftaran di paket yang diumumkan melalui
Gambar 1: Penyedia jasa yang mendaftar dan memasukkan dokumen penawaran 3. Penyedia jasa melanjutkan memasukkan penawaran 10 s/d 20% dari yang mendaftar hanya 18 paket (42,86%) dari total paket. Data selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. 4.3. Faktor Alasan Calon Melakukan Pendaftaran
Penyedia
Jasa
Dari hasil pengolahan kuisioner diperoleh faktor
LPSE, bisa dilihat pada Gambar 5. Jika diurut dari jumlah total nilai jawaban pada tabel didapat perangkingan faktor utama yang memicu calon penyedia melakukan pendaftaran lelang, nilainya hampir relatif sama secara keseluruhan yaitu : Biaya pendaftaran tidak ada, aplikasi mengharuskan mendaftar dulu baru bisa buka dokumen lelang, jenis pekerjaannya sesuai dengan kualifikasi sub bidang usaha perusahaan, nilai jaminan penawaran yang disyaratkan pada dokumen lelang dapat dipenuhi.
Gambar 2: Persentase penyedia jasa yang mendaftar dan memasukkan dokumen penawaran
Jurnal INFRASTRUKTUR
1-9
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 3: persentase penyedia jasa yang mendaftar dan memasukkan dokumen penawaran Jika dikelompokkan berdasarkan pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani, bisa dilihat faktor utama yang mempengaruhi calon penyedia melakukan pendaftaran lelang masing -masing.
4.3.1. Nilai paket tertinggi ditangani ≥ 2,5 Milyar
yang
pernah
Dari total 45 responden terdapat 5 responden yang mempunyai pengalaman nilai paket tertinggi yang
Gambar 4: persentase penyedia jasa yang mendaftar dan memasukkan dokumen penawaran Pada tahun 2014 terdapat peningkatan sebesar 7,67% penyedia jasa yang memasukkan penawaran dibandingkan dengan tahun 2013. Jumlah penyedia yang mendaftar juga tidak sebanyak pada tahun sebelumnya, ini menunjukkan bahwa penyedia jasa sudah lebih selektif dalam memilih paket mana yang mau didaftar.
1 - 10
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 5: Nilai Batas Setuju dan Tidak setuju Faktor Alasan Mendaftar pernah ditangani lebih dari 2,5 M, nilai faktor utama yang memicu calon penyedia melakukan pendaftaran lelang relatif hampir sama dan tidak terdapat selisih yang signifikan. Berikut urutan (satu sampai tiga) faktor alasan mendaftar lelang yaitu : 1. Paket pakerjaan strategis (dari segi lokasi, bahan, tenaga). 2. Nilai pagu anggarannya menarik, Aplikasi pendaftaran di LPSE sudah memadai dan mudah digunakan, Sitem LPSE dapat digunakan tanpa penggunaan software atau hardware khusus, dan Penyedia percaya dengan integritas PPK, Pokja dan ULP.
melakukan pendaftaran lelang nilainya relatif sama yaitu: 1. Biaya pendaftaran tidak ada. 2. Nilai jaminan penawaran yang disyaratkan pada dokumen penawaran dapat dipenuhi dan Jenis pekerjaannya sesuai dengan kualifikasi sub bidang usaha perusahaan. 3. Aplikasi mengharuskan mendaftar dulu baru bisa buka dokumen lelang 4.3.4. Nilai paket tertinggi yang ditangani 200 juta s/d 600 Milyar
pernah
3. Aplikasi mengharuskan mendaftar dulu baru bisa buka dokumen lelang dan Nilai jaminan penawaran yang disyaratkan pada dokumen penawaran dapat dipenuhi.
Terdapat 18 responden yang mempunyai pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani 200 juta s/d 600 juta, nilai faktor utama yang memicu calon penyedia melakukan pendaftaran lelang relatif sama. Berikut urutan (satu sampai tiga) faktor alasan mendaftar lelang yaitu :
4.3.2. Nilai paket tertinggi ditangani 1 M s/d 2,5 Milyar
1. Biaya pendaftaran tidak ada.
yang
pernah
Dari total 45 responden terdapat 7 responden yang mempunyai pengalaman nilai paket 1 M s/d 2,5 M, Dari perangkingan diperoleh nilai faktor utama yang memicu calon penyedia melakukan pendaftaran lelang, relatif hampir sama yaitu: 1. Biaya pendaftaran tidak ada dan Aplikasi pendaftaran di LPSE sudah memadai dan mudah digunakan. 2. Jenis pekerjaannya sesuai dengan kualifikasi sub bidang usaha perusahaan dan Penyedia percaya dengan integritas PPK, Pokja dan ULP. 3. Aplikasi mengharuskan mendaftar dulu baru bisa buka dokumen lelang. 4.3.3. Nilai paket tertinggi yang ditangani 600 juta s/d 1 Milyar
pernah
Terdapat 15 responden yang mempunyai pengalaman nilai paket 600 juta s/d 1 M, dari perangkingan dapat dilihat faktor utama yang memicu penyedia
2. Belum tercapainya jumlah paket pekerjaan yang didapat dalam jangka waktu tertentu. 3. Aplikasi mengharuskan mendaftar dulu baru bisa buka dokumen lelang dan Jenis pekerjaannya sesuai dengan kualifikasi sub bidang usaha perusahaan. 4.4. Faktor Alasan Calon Penyedia Jasa Tidak Melanjutkan Memasukkan Dokumen Penawaran Secara keseluruhan dari 45 responden alasan tidak memasukkan dokumen penawaran dapat dilihat pada Gambar 6, urutan faktor alasan calon penyedia jasa tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran lelang berdasarkan dari total nilai yang menjawab adalah: 1. Penyedia jasa tidak memiliki tenaga ahli yang cukup. Faktor ini menjadi rangking pertama alasan calon
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 11
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 6: Nilai Batas Setuju dan Tidak setuju Faktor Tidak Memasukkan Penawaran penyedia jasa tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran, ini terjadi pada calon penyedia jasa yang mempunyai nilai pengalaman yang rendah. Tetapi pada calon penyedia yang mempunyai nilai pengalaman yang tinggi faktor ini tidak merupakan rangking pertama karena pada umumnya jika sudah mendaftar akan melanjutkan memasukkan dokumen penawaran. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, setiap perusahaan harus memiliki tenaga ahli yang tetap. Usulan solusi kedepannya diharapkan Pemerintah yang berwenang lebih selektif dalam pemberian izin pendirian badan usaha jasa konstruksi. 2. Singkatnya waktu pengurusan syarat-syarat yang diminta dalam dokumen lelang (Dukungan pabrik, Dukungan Alat, Dukungan Bank). Ini akan menjadi kendala ketika surat dukungan tersebut tidak ada disekitar lokasi domisili calon penyedia jasa dan harus diperoleh dari luar misalnya dari Ibu Kota Propinsi. Usulan solusi, jadwal lelang yang dibuat pokja ULP harus memberikan waktu yang cukup untuk pengurusan surat-surat dukungan. 3. Perpanjangan Surat-surat adminstrasi perusahaan belum selesai (Registrasi tahunan SBU, IUJK, SKA/SKT, SPT). Faktor ini akan menjadi halangan jika pada saat melakukan pendaftaran lelang SBU, IUJK, SKT/SKA masih berlaku namun ketika waktu pemasukan dokumen penawaran masa berlakunya sudah habis dan harus diregistrasi ulang. Setiap tahunnya SBU, IUJK perusahaan harus diregistrasi oleh Instansi yang berwenang. Usulan solusi, perusahaan mengantisipasi sebelumnya perpanjangan surat-surat administrasi perusahaan. 4. Tenaga (SDM) dalam membuat penawaran tidak 1 - 12
Jurnal INFRASTRUKTUR
mencukupi. Ini pada umumnya terjadi pada perusahaan yang mempunyai nilai pengalaman yang kecil yang mana tidak mempunyai tenaga/ sumber daya manusia yang tetap dalam membuat dokumen penawaran. Usulan solusi, setiap perusahaan harus memiliki tenaga (SDM) sesuai dengan syarat mendirikan perusahaan. 5. Ada informasi bahwa lahan belum bebas Adanya informasi bahwa lahan belum bebas akan menyebabkan calon penyedia jasa berpikir ulang untuk melanjutkan memasukkan dokumen penawaran. Usulan solusi, diharapkan sebelum paket pekerjaan di umumkan di LPSE diharapkan lahan sudah bebas. 6. Gangguan jaringan internet (Server di LPSE didaerah yang dituju) Ini biasanya terjadi pada batas-batas akhir pemasukkan dokumen penawaran. Usulan solusi, agar calon penyedia jasa jangan memasukkan dokumen penawaran dibatas akhir pemasukkan dokumen penawaran. Untuk alasan tidak memasukkan dokumen penawaran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 6: Nilai Batas Setuju dan Tidak setuju Faktor Tidak Memasukkan Penawaran Faktor urutan pertama sampai ketiga merupakan alasan dominan yang mempengaruhi calon penyedia jasa untuk tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran terlihat dari nilai jumlah nilai jawaban responden. Faktor urutan empat dan selanjutnya berpengaruh tapi tidak terlalu dominan. Jika dikelompokkan berdasarkan pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani, bisa dilihat faktor utama yang menyebabkan calon
Vol.02 No.01 Agustus 2016
penyedia tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran lelang. 4.4.1. Nilai paket tertinggi ditangani ≥ 2,5 Milyar
yang
pernah
Faktor alasan utama (satu sampai tiga) calon penyedia jasa dengan pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani lebih besar dari 2,5 M, tidak memasukkan dokumen penawaran lelang nilainya hampir sama yaitu : 1. Gambar teknis tidak lengkap dan kurang memberikan informasi tentang pekerjaan. 2. Ada informasi bahwa lahan belum bebas dan Singkatnya waktu pengurusan syarat-syarat yang diminta dalam dokumen lelang (Dukungan pabrik, Dukungan Alat, Dukungan Bank) dan Perpanjangan Surat-surat adminstrasi perusahaan belum selesai (Registrasi tahunan SBU, IUJK, SKA/SKT, SPT). 3. Informasi tersedia tidak cukup membantu penyedia dalam menyiapkan dokumen penawaran yang responsif dan Gangguan jaringan internet (Server di LPSE didaerah yang dituju). 4.4.2. Nilai paket tertinggi ditangani 1 M s/d 2,5 Milyar
yang
pernah
Faktor alasan utama (satu sampai tiga) calon penyedia jasa dengan pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani 1 M s/d 2,5 M tidak memasukkan dokumen penawaran lelang nilainya hampir sama yaitu: 1. Singkatnya waktu pengurusan syarat-syarat yang diminta dalam dokumen lelang (Dukungan pabrik, Dukungan Alat, Dukungan Bank). 2. Perpanjangan Surat-surat adminstrasi perusahaan belum selesai (Registrasi tahunan SBU, IUJK, SKA/SKT, SPT). 3. Penyedia jasa tidak memiliki tenaga ahli yang cukup dan Gangguan jaringan internet (Server di LPSE didaerah yang dituju). 4.4.3. Nilai paket tertinggi yang ditangani 600 juta s/d 1 Milyar
pernah
Faktor alasan utama (satu sampai tiga) calon penyedia jasa dengan pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani 600 juta s/d 1 M tidak memasukkan dokumen penawaran adalah: 1. Penyedia jasa tidak memiliki tenaga ahli yang cukup. 2. Singkatnya waktu pengurusan syarat-syarat yang diminta dalam dokumen lelang (Dukungan pabrik, Dukungan Alat, Dukungan Bank).
3. Perpanjangan Surat-surat adminstrasi perusahaan belum selesai (Registrasi tahunan SBU, IUJK, SKA/SKT, SPT). 4.4.4. Nilai paket tertinggi yang ditangani 200 juta s/d 600 juta
pernah
Faktor alasan utama (satu sampai tiga) calon penyedia jasa dengan pengalaman nilai paket tertinggi yang pernah ditangani 200 juta s/d 600 juta tidak memasukkan dokumen penawaran lelang adalah: 1. Penyedia jasa tidak memiliki tenaga ahli yang cukup 2. Singkatnya waktu pengurusan syarat-syarat yang diminta dalam dokumen lelang (Dukungan pabrik, Dukungan Alat, Dukungan Bank) dan Perpanjangan Surat-surat adminstrasi perusahaan belum selesai (Registrasi tahunan SBU, IUJK, SKA/SKT, SPT). 3. Tenaga (SDM) dalam membuat penawaran tidak mencukupi. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pada tahun 2014 terdapat peningkatan sebesar 7,67% penyedia jasa yang memasukkan penawaran dibandingkan dengan tahun 2013 Jumlah penyedia yang mendaftar tidak sebanyak pada tahun sebelumnya, ini menunjukkan bahwa penyedia jasa sudah lebih selektif dalam memilih paket mana yang mau didaftar. Faktor paket pakerjaan strategis (dari segi lokasi, bahan, tenaga) yang menjadi alasan utama untuk mendaftar bagi penyedia jsa yang pernah menangani paket di atas 2,5 M. 1. Faktor tidak adanya biaya pendaftaran dan nilai jaminan penawaran merupakan faktor yang dominan dan alasan dalam melakukan pendaftaran lelang, serta belum tercapainya jumlah paket pekerjaan yang didapat dalam jangka waktu tertentu merupakan alasan dominan dalam melakukan pendaftaran lelang. Semakin banyak yang mendaftar lelang maka calon penyedia jasa yang akan memasukkan penawaran cenderung membuat harga penawaran serendah mungkin agar bisa menjadi pemenang lelang. 2. Alasan calon penyedia jasa tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran lelang berbeda-beda berdasarkan nilai pengalaman tertinggi yang pernah ditangani. Gambar teknis tidak lengkap dan kurang memberikan informasi tentang pekerjaan merupakan faktor utama yang menyebabkan tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran pada calon penyedia jasa yang mempunyai nilai pengalaman lebih dari 2,5 M.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 13
Vol.02 No.01 Agustus 2016
3. Selain hal tersebut, faktor kekurangan tenaga ahli perusahaan kecil cenderung tidak memiliki tenaga ahli yang cukup dan tetap, biasanya calon penyedia hanya meminjam sertifikat tenaga ahli. Seharusnya kasus ini tidak boleh terjadi karena syarat mendirikan suatu perusahaan penyedia jasa konstruksi harus mempunyai tenaga ahli yang cukup dan tetap. 5.2. Saran Pemerintah yang berwenang harus lebih selektif dalam pemberian izin pendirian badan usaha jasa konstruksi. Perlu adanya aturan tentang pendaftaran lelang dan melanjutkan memasukkan dokumen penawaran lelang, serta butuhan kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi calon penyedia melakukan pendaftaran lelang dan alasan tidak melanjutkan memasukkan dokumen penawaran lelang. DAFTAR PUSTAKA Ervianto, Wulfram I. (2005). Manajemen Proyek Konstruksi, Andi, Yogyakarta. Patmadjaja Harry Model Strategi Penawaran Untuk Proyek Konstruksi di Indonesia. Nugraha P, Natan L, Sutjipto R. (1985). Manajemen Proyek Konstruksi Jilid I, surabaya. Soeharto, Iman (2001). Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Jakarta: Erlangga. Sutedi, Adrian (2012), aspek Hukum Pengadaan Barang & asa dan Berbagai Permasalahannya. Ed.2 Jakarta, Sinar Grafika Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Peraturan Presiden No. 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003. Peraturan kepala LKPP No. 2 Tahun 2010 tentang layanan pengadaan secara elektronik.
1 - 14
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
FUNGSI TANGGUL SUNGAI WAY KUPUTUNDAN TERHADAP KESEJAHTERAKAN MASYARAKAT Anggie Yulianty, S.H.
Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email :
[email protected] Abstrak Sungai Way Kuputundan terletak di desa Sukorejo Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Daerah Sekitar Sungai Way Kuputundan merupakan areal persawahan yang produktif, namun beberapa bantaran sungai Way Kuputundan merupakan daerah rendah yang pada saat musim hujan dibeberapa lokasi terendam luapan sungai sehingga mengakibatkan gagal panen serta mengancam keselamatan penduduk di sekitar lokasi. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui fungsi dari pembuatan tanggul sungai Way Kuputundan terhadap kesejahteraan masyarakat. Pada studi ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif yaitu mengumpulkan informasi dengan cara mewawancarai pengawas proyek tanggul Way Kuputumdan dan masyarakat setempat,.Hasil yang didapatkan bahwa fungsi pembuatan tanggul sungai Way Kuputundan ini adalah untuk mengurangi arus air yang berasal dari sungai Way Kuputundan, sehingga dengan berkurangnya arus tersebut banyak terjadi dampak positip untuk kesejahteraan warga Kata kunci : way kuputundan, fungsi tanggul, sungai Abstract Way Kuputundan river located in the village of the District Sukorejo Pardasuka Pringsewu, Lampung. The area Way Kuputundan river is a productive paddy fields, but some riverbanks Way Kuputundan a low area during the rainy season in some locations overflowing rivers inundated, resulting in crop failure and threaten the safety of nearby residents. The aim of this study is to determine the function of the manufacturing Way Kuputundan river embankment towards the welfare of society. In this study conducted by qualitative descriptive method which gathers information by interviewing Way Kuputundan embankment project supervisor and the local community, The results obtained that the function of making Way Kuputundan river embankment is to reduce the flow of water from the Way Kuputundan river, so that with the reduced flow of the lot occurred positive impact to the welfare of citizens Keywords : way kuputundan, the function of embankment, river
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 15
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanggul semacam tembok miring baik buatan maupun alami yang dipergunakan untuk mengatur muka air. Biasanya terbuat dari tanah dan seringkali dibangun sejajar badan sungai atau pantai. Tanggul adalah suatu konstruksi yang dibuat untuk mencegah banjir di dataran yang dilindungi, tanggul juga mengungkung aliran air sungai, menghasilkan aliran yang lebih dan muka air lebih tinggi. Tanggul di sepanjang sungai berfungsi juga untuk melindungi banjir. Fungsi tanggul sebagian besar digunakan untuk memberikan kesejahteraan masyarakat, baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Adapun pembuatan tanggul dikarenakan peristiwa meluapnya air sungai karena ketidakmampuan sungai untuk menampung debit air yang lewat sehingga dapat menanggulangi banjir yang diakibatkan ketidaksesuaian penggunaan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai Way Kuputundan merupakan sungai dengan debit air yang besar dan areal sungai juga dikelilingi sawah yang produktif, namun beberapa bantaran sungai Way Kuputundan merupakan daerah rendah sehingga mengakibatkan banjir di lokasi sekitar, banyak sekali kerugian warga setempat atas peristiwa banjir tersebut diantaranya adalah gagal panen sawah warga yang sangat merugikan warga sehingga banyak warga yang kehilangan mata pencaharian yang diakibatkan tidak mendapatkan hasil panen. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya pembuatan tanggul di sungai way kuputundan sebagaimana fungsinya. 1.2. Permasalahan Banyak faktor dalam studi ini yang bisa dibahas lebih terperinci lagi namun kita harus membahas satu tujuan, maka dibuat batasan masalah agar permasalahan yang dibahas tidak meluas, permasalahan yang akan dikaji dalam studi ini adalah apakah tanggul sungai way kaputundan telah berfungsi dengan baik sebagaimana yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.
tertentu. Fungsi utama tanggul, seperti diamanatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011, tentang Sungai, dalam Pasal 22, ayat 2; Di sekitar sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan; a. Menanam tanaman selain rumput, b. Mendirikan bangunan; dan c. Mengurangi dimensi tanggul. Sedangkan ayat 3, pemanfaatan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk keperluan tertentu. 3. METODE PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan agustus 2015. Penyusunan dilakukan di areal sungai Way Kuputundan tepatnya di desa Sukerejo Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan survey lapangan dan wawancara langsung dengan direktur proyek pembuatan tanggul sungai Way Kuputundan, pengawas proyek pembuatan tanggul sungai Way Kuputundan, wawancara direktur PT. Anugrah Pertiwi Kontrindo selaku sebagai kontraktor dan masyarakat setempat. Data dianalisa dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu memberikan gambaran atau menceritakan fungsi tanggul sungai way kuputundan dengan cara mewawancarai warga desa Sukorejo 4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN Data Pekerjaan Tanggul berdasarkan MC.0, Panjang Tanggul Kiri = 2.175 m, Panjang Tanggul Kanan = 2.970 m, Bangunan Pintu Klep = 4 Bangunan , Pintu Klep = 6 Unit, Parapet Beton Bertulang K.175 = 70 m, Pas. Bronjong PabrikanTebing Sungai = 140 m3. 4.1. Peta Lokasi Pembuatan Tanggul Way Kuputundan Lokasi : Sungai Way Kuputundan terletak di desa Sukerejo Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.
1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan yang hendak dicapai pada studi ini adalah tercapainya fungsi tanggul sungai Way Kuputundan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya warga desa Sukerejo. Manfaat yang diharapkan dalam studi ini adalah hasil studi ini diharapkan dapat diketahui manfaat tanggul sungai Way Kuputundan bagi masyarakat khususnya masyarakat desa sukorejo. 2. TINJAUAN PUSTAKA Tanggul menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tambak (pematang besar) di tepi sungai dan sebagainya untuk menahan air yang terbentuk akibat banjir yang mengendapkan lumpur di daerah 1 - 16
Jurnal INFRASTRUKTUR
Gambar 1. Peta Lokasi Pembuatan Tanggul Way Kuputundan
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 2. Layout Lokasi Pembuatan Tanggul Way Kuputundan Tanggul disepanjang sungai adalah salah satu bangunan yang paling utama dan paling penting dalam usaha melindungi kehidupan dan harta benda masyarakat terhadap genangan-genangan yang disebabkan oleh banjir dan badai. Tanggul sungai Way Kuputundan dikerjakan mulai pada bulan April 2015. Waktu pelaksanaan 240 (Dua Ratus Empat Puluh) Hari Kalender, Nomor Kontrak pekerjaan adalah HK.02.07/03.05/SNVT.PJSAMS/SP.I/IV/2015
I HK.02.07/03.05A/SNVT.PJSAMS/SP.I/V/2015 Tanggal 26 Mei 2015 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 4.363.568.000,00, (Empat milyar tiga ratus enam puluh tiga juta lima ratus enam puluh delapan ribu rupiah). Proyek ini di kerjakan oleh Penyedia jasa PT Anugrah Pertiwi Kontrindo, Jalan Rawa Bendung No. 1344, Palembang. dengan ruang lingkup pekerjaan adalah pembuatan tanggul tanah, pembuatan bangunan pintu air, pemasangan
Gambar 3. Areal Persawahan bantaran sungai Way Kuputundan Tanggal Kontrak 14 April 2015, Nilai Kontrak sebesar Rp, 3,978,700,000 (Tiga milyar sembilan ratus tujuh puluh delapan tujuh ratus ribu), dalam pengerjaan terdapat beberapa perubahan, perubahan dituangkan dalam amandemen. Amandemen
bronjong, dan pekerjaan pelengkap lainnya. Pembuatan tanggul ini dikarenakan banyaknya keluhan warga karena luapan sungai Way Kuputundan yang cukup deras sehingga banyak Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 17
Vol.02 No.01 Agustus 2016
merugikan warga khususnya warga desa Sukorejo. Daerah sekitar sungai Way Kuputundan merupakan areal persawahan namun beberapa bantaran sungai Way Kuputundan merupakan daerah rendah dan pada saat musim hujan beberapa lokasi terendam sehingga mengakibatkan kerugian diantara lain gagalnya panen sampai mengancam keselamatan penduduk di sekitar lokasi. Areal tersebut sebelum dibuatnya tanggul selalu terjadi banjir terus-menerus, banjir tersebut mengakibatkan tidak hanya kerugian fisik melainkan kerugian ekonomi, lingkungan, dan sosial, Banyaknya dampak negative yang dibawa oleh banjir tentu tidak dibiarkan begitu saja baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Berbagai tindakan pengendalian yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menanggulangi banjir antaranya pengaturan debit banjir. Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan pengaturan salah satunya adalah pembangunan tanggul. Salah satu cara penanggulangan banjir adalah dengan membangun infrastruktur yaitu tanggul. Tanggul dapat digunakan untuk menahan aliran air. Sehingga warga desa Sukorejo membutuhkan untuk pembangunan tanggul. Fungsi Tanggul menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011, tentang Sungai, dalam Pasal 22, ayat 2; Di sekitar sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali banjir. Tanggul berfungsi dapat mengungkung aliran sehingga mencegah banjir di dataran yang di lindungi. Dataran yang dilindungi di desa Sukorejo berupa persawahan dengan luas ± 600 ha.
yang merupakan pokok mata pencaharian tidak mengalami banjir bahkan dapat menghasilkan panen lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Berikut gambar tanggul sungai Way Kuputundan yang pengerjaan masih berkisar 90%
Gambar 4. Tanggul Sungai Way Kuputundan
Gambar 5. Akses jalan
Fungsi utama pembuatan tanggul di Sungai Way Kuputundan adalah untuk dapat mengendalikan banjir atas luapan sungai Way Kuputundan dan mengungkung aliran. Setelah pembuatan tanggul fungsi tanggul tidak hanya sebagai mengurangi dampak banjir disekitar bantaran sungai Way Kuputundan tetapi juga ada fungsi-fungsi positip yang dirasakan oleh warga desa Sukorejo. Berdasarkan wawancara dengan warga desa Sukorejo bahwa ada beberapa fungsi tanggul yang dirasakan warga desa Sukorejo, antara lain : 1. Dapat sebagai akses jalan pengangkut hasil panen warga desa Sukorejo. 2. Meningkatkan perekonomian warga desa Sukorejo dengan menghasilkan hasil panen dua kali lipat dari hasil semula. 3. Meningkatkan harga jual tanah disekitar tanggul. 4. Menjadi Objek Wisata Warga desa Sukorejo menyatakan bahwa dengan adanya tanggul tersebut kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera, infrastruktur seperti jalan pun mempermudah warga dalam beraktifitas, satu lagi yang warga rasakan adalah areal persawahan 1 - 18
Jurnal INFRASTRUKTUR
Gambar 6. Pekerja mengerjakan pembuatan tanggul Berdasarkan fungsi tanggul jenis tanggul dapat dibedakan yaitu tanggul primer dan tanggul sekunder, menurut pengawas pekerjaan pembuatan tanggul sungai Way Kuputundan menyatakan bahwa tanggul primer adalah tanggul yang dibangun sepanjang kanan-kiri sungai guna mengakis debit banjir rencana sedangkan tanggul sekunder yaitu bangunan tanggul yang dibangun di atas bantaran sungai atau yang dibangun dibelakang tanggul primer yang berfungsi sebagai pengamanan atau pertahanan kedua apabila tanggul primer jebol atau rusak, tergantung terhadap daerah yang harus
Vol.02 No.01 Agustus 2016
dilindungi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanggul
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Fungsi utama tanggul di Sungai Way Kuputundan adalah untuk dapat mengendalikan banjir atas luapan sungai Way Kuputundan dan mengungkung aliran. Fungsi yang dirasakan warga desa Sukorejo selain fungsi utama tadi adalah dapat sebagai akses jalan pengangkut hasil panen warga desa Sukorejo, meningkatkan perekonomian warga desa Sukorejo dengan menghasilkan hasil panen dua kali lipat dari hasil semula, meningkatkan harga jual tanah disekitar tanggul. Dalam keadaan normal keberadaan tanggul memang belum dirasakan oleh warga, tetapi pada saat hujan keberadaan tanggul sangat besar manfaat yang dirasakan warga, sehingga warga desa Sukorejo berharap dengan adanya pembangunan tanggul dapat mencegah dan mengendalikan banjir dan akan timbulnya dampak-dampak positip yang dirasakan oleh warga desa Sukorejo untuk kesejahteraan warga desa Sukorejo. 5.2. Saran Selain beberapa kesimpulan diatas, beberapa saran yang dapat dikemukakan antara lain : 1. Dalam mendukung upaya pengendalian banjir, kiranya perlu disertai upaya perlindungan dan penataan kawasan sungai. Mengingat terjadinya pertambahan populasi penduduk yang tinggi di kawasan pinggiran sungai, maka diperlukan juga ketegasan dari aparat pemerintah dan masyarakat dalam menata pemukiman penduduk terutama bagi pemukiman yang berada di daerah sepanjang sempadan sungai, sehingga tidak terjadi penyempitan badan sungai. 2. Perlunya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah setempat dalam menjaga, memelihara, dan tidak merusak tanggul sungai Way Kuputundan serta tidak menyalahi fungsi tanggul semestinya supaya tanggul dapat bertahan lama dan dapat dimanfaatkan. Daftar Pustaka SNVT PJSA Mesuji Sekampung. 2015 . Surat Perjanjian Pekerjaan Tanggul Sungai Way Kuputundan. Bandar Lampung: BBWS Mesuji Sekampung Yulianty, Anggie. 2015. Laporan OJT Tahap 2. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat www.kamusbesar.com http://kbbi.web.id/tanggul Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 19
Vol.02 No.01 Agustus 2016
NORMALISASI SUNGAI BATANG MASUMAI KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI Aris Aminulwahyu, S.T. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat E-mail:
[email protected] Abstrak Sungai adalah aliran terbuka dengan ukuran geometrik yaitu penampang melintang, profil memanjang dan kemiringan lembah yang berubah seiring waktu, tergantung pada debit, material dasar dan tebing, serta jumlah dan jenis sedimen yang terangkut oleh air. Sungai Batang Masumai berfungsi sebagai alat transportasi sungai, sanitasi, dan sumber air bersih. Aktifitas tersebut dapat menimbulkan permasalahan pada aliran Sungai Batang Masumai diantaranya pendangkalan karena pengaruh angkutan sedimen yang juga dapat terjadi karena aliran air hujan. Pendangkalan pada Sungai Batang Masumai mempengaruhi kapasitas tampungan maksmimal. Pada musim hujan berpotensi banjir karena naiknya muka air dan pada musim kemarau mempengaruhi kapasitas cadangan air yang dapat tertampung. Normalisasi sungai merupakan langkah yang dapat mengembalikan kondisi Sungai Batang Masumai. Ruas Sungai Batang Masumai sepanjang 4048 meter akan dinormalisasi selama 210 hari dengan volume galian rencana sebesar 66.061 m3, dapat disimpulkan bahwa panjang sungai yang harus digali adalah 19,28 m/hari, dengan volume galian harian sebesar 314,58 m3 untuk dapat mencapai rencana target sesuai jadwal. Kata Kunci : sungai, sedimentasi, banjir, normalisasi sungai Abstract The river is an open channel with geometric size that is cross-sectional, longitudinal profile and the slope of the valley has changed over time, depend on discharge, base material and cliffs, as well as the number and type of sediment transported by water. Batang Masumai River serves as a river transportation, sanitation, and clean water sources. These activities may cause problems in the flow of the Batang Masumai River, including silting due to sediment transport which can also occur due to the flow of rainfall. Silting in Batang Masumai River affect the maximum river capacity. In the rainy season potentially flood due to rising water levels and during dry season affect water supply capacity that can be accommodated. River Normalization is a step that can restore the Batang Masumai River condition. Batang Masumai segments along 4048 meters will normalized for 210 days with 66.061 m3excavation plan, it can be concluded that the length of the river that must be excavated is 19.28 meter each day with 314,58 m3daily excavation to achieve the target plan on schedule. Keywords : river, sedimentation, flood, river normalization
1 - 20
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Sungai merupakan saluran terbuka yang terbentuk secara alamiah diatas permukaan bumi. Setiap sungai memiliki karakteristik dan bentuk yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya topografi, iklim, maupun segala gejala alam dalam proses pembentukkannya. Sungai yang menjadi salah satu sumber air, tidak hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya dari bagian hulu ke bagian hilir. Sungai Masumai adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Jambi, tepatnya di kabupaten Merangin. Sungai Masumai merupakan sungai yang sudah menjadi jantung bagi masyarakat kabupaten Merangin. Penduduk setempat menggantungkan hidup dengan sungai ini. Mulai dari aktifitas sanitasi, kebersihan sampai konsumsi air dilakukan di sungai ini. Seiring berjalannya waktu kondisi Sungai Masumai mengalami pendangkalan dikarenakan sedimentasi dan mengakibatkan Sungai Masumai tidak dapat menampung volume air secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya banjir disetiap musim penghujan datang. Banjir ini selain menyebabkan terganggunya aktifitas seharihari penduduk desa Danau juga membahayakan kesehatan dan keamanan penduduk desa tersebut. 1.2
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ada di Sungai Masumai antara lain terjadinya sedimentasi yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan pendangkalan sungai, hal ini berpengaruh terhadap kapasitas tampungan maksimal Sungai Masumai, dikhawatirkan pada musim hujan akan terjadi peningkatan muka air yang berujung pada bencana banjir dikarenakan kondisi sungai yang tidak mampu menampung volume air yang melimpah dan pada musim kemarau akan terjadi penurunan muka air yang tidak seperti biasanya karena pendangkalan dan perubahan luas penampang sungai yang dipengaruhi oleh sedimentasi. Pendangkalan juga mempengaruhi aliran air dari hulu ke hilir , selama musim hujan berpotensi banjir dan selama musim kemarau pendangkalan akan mempengaruhi volume cadangan air yang dapat tertampung. Oleh sebab itu diperlukan pengambilan tindakan untuk menangani permasalahan di Sungai Masumai yaitu perkerjaan normalisasi sungai. 1.3
Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari penulisan jurnal ini antara lain untuk menampilkan permasalahan serta memberi masukan terhadap masalah-masalah yang dapat ditemui selama berada di lapangan. Adapun permasalahan yang paling vital adalah pendangkalan yang terjadi di Sungai Masumai
dimana diperlukan solusi dan penanganan yang tepat untuk memperbaiki wilayah sungai tersebut. 1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan jurnal ini adalah sebagai pedoman untuk pekerjaan normalisasi sungai lain yang akan datang atau sedang berjalan, dimana terdapat contoh kegiatan normalisasi sungai dan permasalahan beserta solusinya. Selain itu diharapkan agar permasalahan yang dapat muncul sebelum atau selama pekerjaan berlangsung dapat diantisipasi terlebih dahulu. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Teori Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (open cahnnel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). penyelesaian masalah aliran pada saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan saluran pipa. Kondisi aliran pada saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan bebas cenderung berubah sesuai dengan waktu dan ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas terkait satu sama lain. 1.1.1. Sungai Suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sebagai sungai. Proses terbentuknya sungai itu sendiri berasal dari mata air yang berasal dari gunung/pegunungan yang mengalir di atas permukaan bumi. Dalam perjalanannya dari hulu menuju hilir, aliran sungai secara berangsur-angsur berpadu dengan banyak sungai lainnya. Perpaduan ini membuat tubuh sungai menjadi semakin besar. (Sosrodarsono, 1984) 1.1.2. Proses Sedimentasi Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transportasi), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah mnjadi partikel halus lalu menggelinding bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1991, dalam Aisyah, 2012). 1.1.3. Angkutan Transport)
Sedimen
(Sediment
Angkutan Sedimen adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu akibat dari erosi. Sungai-sungai membawa sedimen dalam setiap alirannya. Sedimen dapat Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 21
Vol.02 No.01 Agustus 2016
berada di berbagai lokasi dalam aliran, tergantung pada keseimbangan antara kecepatan ke alas pada partikel (gaya tarik dan gaya angkat) dan kecepatan pengendapan partikel. Pengendapan ini mengakibatkan pendangkalan pada sungai dan dapat menyebabkan banjir karena berkurangnya volume air yang dapat ditampung pada suatu daerah aliran sungai.
1.2. Studi Pustaka
1.1.4. Banjir
2. Jurnal yang berhubungan dengan normalisasi sungai dan permasalahannya.
Banjir merupakan suatu fenomena alam yang terjadi disuatu tempat, baik yang disebabkan oleh karena luapan air sungai atau sarana penampang kelebihan air lainnya.Pengaliran air dari berbagai sumber kejadian yang terhambat dapat menimbulkan genangan pada tempattempat yang dianggap memiliki potensi, misalnya daerah pemukiman, areal pertanian atau prasarana perhubungan. Genangan yang cukup tinggi dan terjadi dalam waktu relatif lama akan memberikan dampak merugikan bagi hampir semua bentuk kehidupan. Dampak banjir yang merugikan baru mulai dirasakan sebagai masalah apabila kegiatan kehidupan manusia sehari-hari mulai terganggu dan atau menimbulkan resiko korban jiwa atau kerugian materil. 1.1.5.
Normalisasi Sungai
Normalisasi sungai merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas dari pengaliran dari sungai itu sendiri. Normalisasi sungai dimaksudkan agar dimensi (ukuran saluran) pada sungai diformulasikan sesuai dengan bentuk rancangan yang diperlukan untuk tujuan tertentu. Jadi lebar dan kedalaman saluran pada sungai diatur sedemikian rupa supaya profil tertentu tersebut dapat dipertahankan sepanjang tahun, lazim disebut “normalisasi sungai”. Maksud dan tujuan normalisasi adalah untuk keperluan navigasi, melindungi tebing sungai karena erosi (kikisan), atau untuk memperluas profil sungai guna menampung banjir – banjir yang terjadi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada cara penanganan ini adalah perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir. 1. METODOLOGI 1.1. Pendahuluan Pendahuluan dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang ada di Sungai Masumai kemudian dapat mengambil langkah selanjutnya. Permasalahannya adalah menentukan tindakan untuk menangani sedimentasi pada Sungai Masumai yang berupa kegiatan normalisasi sungai serta menangani keterlambatan progress dalam normalisasi sungai tersebut.
1 - 22
Jurnal INFRASTRUKTUR
Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur dan laporan hasil penelitian orang lain berupa: 1. Buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan pedoman normalisasi sungai.
Tujuannya sebagai bahan acuan untuk mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan serta literatur agar penulisan jurnal dapat berjalan dengan baik dan sesuai tahapan. 1.3. Pengumpulan Data dan Identifikasi Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi kelapangan serta diperoleh dari pihak-pihak yang berwenang dalam pekerjaannya. Setelah data terkumpul dilakukan identifikasi data apakah telah sesuai dengan data yang dibutuhkan atau tidak. Jika telah sesuai maka dapat dilakukan tahap analisis data. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Observasi
Gambar 1. Kondisi Sungai Masumai Penelitian ini mengambil tempat di Sungai Masumai Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, berjarak kurang lebih 250 km dari Kota Jambi, perjalanan memakan waktu 6 jam melalui jalur darat. Kunjungan ke lokasi pekerjaan berlangsung selama beberapa hari dibulan September dan Oktober. Adapun pekerjaan pada saat dilapangan antara lain sedang berlangsung kegiatan pengerukan dibeberapa ruas Sungai Masumai yang melewati Desa Salam Buku. Desa Salam Buku memiliki lokasi disposal berjarak sekitar 200 meter dari lokasi pengerukan dengan luas 5 hektar. Disposal tersebut menampung 19.600 m3 galian pada tanggal 29 Oktober 2015. Adapun total pengerukan rencana adalah 66.061 m3 dengan panjang sungai yang dikeruk sekitar 4048 m selama 210 hari.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
4.2. Efisiensi Waktu Pekerjaan Normalisasi
mengalami sedimentasi dikarenakan proses erosi yang dapat disebabkan oleh aliran air hujan lalu terjadi angkutan sedimen (transportasi), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction). Hal ini mengakibatkan pendangkalan pada Sungai Masumai. 2. Pendangkalan pada Sungai Masumai mempengaruhi kapasitas tampungan Sungai Masumai. Pada musim penghujan akan terjadi kenaikan muka air dan berpotensi banjir dan pada musim kemarau akan mempengaruhi kapasitas air cadangan yang dapat tertampung pada sungai. Untuk menangani hal ini harus diadakan pekerjaan galian / normalisasi sungai untuk mengembalikan karakteristik sungai kekondisi yang lebih aman.
Gambar 2. Proses Pekerjaan Galian Pekerjaan normalisasi Sungai Masumai memakan waktu 210 hari dengan panjang total sungai 4048 meter dan total galian rencana 66.061,48m3. Dengan data sebelumnya dapat disimpulkan bahwa panjang sungai yang harus digali setiap harinya adalah 19,28 m/hari, dengan volume galian harian sebesar 314,58 m3 untuk dapat memenuhi target rencana sesuai jadwal. 4.3. Analisis Perhitungan Volume Pekerjaan
3. Agar pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu maka panjang sungai yang harus di gali kurang lebih 19,28 m/hari dan menggali volume sekitar 314,58 m3/hari DAFTAR PUSTAKA Alimudin, Aisyah. 2012. Pendugaan Sedimentasi Pada Das Mamasa Di Kab. Mamasa Provinsi Sulawesi Barat. Mamasa : Universitas Hasanudin Makasar. Asdak.C, 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : UGM Press. Chow,
V.T. 1985. Hidraulika Jakarta : Erlangga.
Saluran
Terbuka.
Seyhan,E. 1995. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta : UGM Press Sosrodarsono, Suyono. 1983. Perbaikan Dan Pengaturan Sungai. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Triadmodjo , Bambang. 2008. Yogyakarta : Beta Offset.
Gambar 3. Lokasi Disposal
Hidraulika
II.
Volume galian yang tertampung pada lokasi disposal Desa Salam Buku mengacu pada luas daerah disposal yang memiliki panjang 57m, lebar 50m dan tinggi 8m, yaitu sekitar 14.660 m3. Selanjutnya volume galian tersebut ditambah dengan volume galian sebelumnya yang kurang lebih 5000 m3. Jadi total progress sampai tanggal 29 September 2015 sudah digali sekitar 19.600 m3. Angka ini sekitar 29,76% dari total galian rencana yang akan dilakukan di Sungai Masumai. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil observasi pada Sungai Masumai Kabupaten Merangin maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sungai
Masumai
Kabupaten
Merangin
telah
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 23
Vol.02 No.01 Agustus 2016
OPTIMALISASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI HIDROLOGI, HIDROMETEOROLOGI DAN HIDROGEOLOGI (PSIH3) Studi Pengamatan Kegiatan Workshop PSIH3 di Balai Wilayah Sungai Sulawesi II Intan Puspitasari, S.AB. Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email :
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan workshop PSIH3, materi yang dibahas dalam workshop PSIH3, serta pihak-pihak dari Instansi/Lembaga terkait yang dilibatkan dalam workshop PSIH3 di BWS Sulawesi II. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan metode dokumentasi dan observasi partisipasi. Hasil pengamatan mengungkapkan bahwa kegiatan workshop kebijakan PSIH3 di BWS Sulawesi II berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana. Materi dipaparkan secara jelas dengan mengacu pada Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2012 tentang Kebijakan PSIH3 Tingkat Nasional. Pihak-pihak yang dilibatkan berasal dari internal dan eksternal. Pihak eksternal diantaranya Instansi/Lembaga terkait seperti pemerintah daerah, lembaga/badan yang terkait dengan H3, dan para akademisi ikut berpartisipasi dalam workshop PSIH3. Diskusi berlangsung secara efektif pada kegiatan workshop PSIH3, namun waktu yang tersedia sangat terbatas. Pada akhirnya, tulisan ini dapat menjadi acuan bagi Instansi/Lembaga lain yang akan melaksanakan kegiatan serupa guna mewujudkan optimalisasi kebijakan PSIH3. Kata Kunci: Sumber Daya Air (SDA), Hidrologi, Hidrometeorologi, Hidrogeologi (H3), PSIH3 Abstract This study aimed to describe the PSIH3 workshop, the material covered in the PSIH3 workshop, and the parties of the institutions that is involved in PSIH3 workshop at BWS Sulawesi II. This research is a descriptive study with a qualitative approach. The methods that used in this study are documentation and participantobservation. Results of the study revealed that the PSIH3 workshop in BWS Sulawesi II is going well which is appropriate with the plan. The material is clearly described with reference to Presidential Decree No. 88 Year 2012 about PSIH3 Policy at National Level. The parties involved come from internal and external. External parties are related institutions such as local government, institutions/agencies related to H3, and academics that are participated in the PSIH3 workshop. Discussion took place effectively at the PSIH3 workshop, but the time available is very limited. In the end, this article can be a reference for institutions/organizations that will carry out similar activities in order to realize the optimization of PSIH3 policy. Keywords: Water Resources, Management Information Systems Hydrology, Hydrometeorology, Hydrogeology (PSIH3)
1 - 24
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Ketersediaan data dan informasi Sumber Daya Air (SDA) menjadi suatu kebutuhan yang sangat dasar dalam melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA). Data dan informasi SDA seringkali dipergunakan oleh para pembuat keputusan untuk menjadi masukan dalam menentukan kebijakan yang diambil terkait PSDA. Oleh karena itu, data dan informasi yang disajikan harus data yang akurat, valid dan terkini. Adapun untuk memperoleh data dan Informasi SDA yang optimal diperlukan dukungan dari beberapa instansi terkait yang masih memiliki kaitan dengan SDA, seperti bidang Hidrologi, Hidrometerologi, dan Hidrogeologi. Instansi yang bergerak pada ketiga bidang tersebut memiliki ruang untuk menghasilkan dan memberikan informasi hidrologi yang berkaitan dengan bidangnya. Dengan demikian, pengelolaan data dan informasi hidrologi dengan beberapa Instansi terkait perlu dikelola dan diintegrasikan dengan baik dan benar agar mudah diakses dan dianalisis, serta dimanfaatkan dalam melaksanakan kegiatan PSDA. Hal tersebut telah tertuang pada Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi (PSIH3) Tingkat Nasional. Pada praktiknya, pelaksanaan PSIH3 dilapangan masih ditemukan banyak hambatan dimana banyak para pengelola hidrologi yang belum memahami konsep kebijakan PSIH3 secara menyeluruh. Hal tersebut menyebabkan disintegrasi data dan Informasi tentang hidrologi, sehingga ketersediaan data dan informasi SDA masih kurang memadai untuk dijadikan bahan pembuatan keputusan. Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II merupakan Balai yang mengurusi SDA di Provinsi Gorontalo, dibawah naungan Ditjen SDA Kementerian PUPR. Balai ini memiliki 3 (tiga) Wilayah Sungai (WS) yang menjadi wilayah kewenangannya, yaitu WS Limboto-Bolango-Bone dan WS Randangan merupakan WS lintas Provinsi, sementara WS Paguyaman merupakan WS strategi nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa WS yang terdapat di BWS Sulawesi II memiliki peran penting dalam kelangsungan SDA di Provinsi Gorontalo. Namun, pelaksanaaan sistem informasi SDA di BWS Sulawesi II masih menemui kendala dimana kualitas pengelolaan dan sistem informasi masih rendah. Selain itu, informasi yang tersedia juga masih belum terkoordinasi dengan baik, sehingga kurang dapat diakses dan kurang akurat. Data dan Informasi hidrologi yang disajikan saling berbeda antara satu instansi dengan instansi yang lain. Dalam rangka mewujudkan Sistem Informasi SDA yang akurat, BWS Sulawesi II melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sistem informasi SDA baik secara internal maupun
eksternal. Melalui Kegiatan Operasi dan Pemeliharan SDA I, BWS Sulawesi II melaksanakan kegiatan workshop kebijakan PSIH3 kepada para pengelola data hidrologi dari Instansi terkait. Kegiatan ini bermaksud untuk memberikan pemahaman yang memadai kepada pihak-pihak dari instansi terkait tentang konsep kebijakan PSIH3 dan perannya dalam pengelolaan data dan informasi SDA. Mengingat SIH3 menjadi media yang memiliki peran penting dalam menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan BWS Sulawesi II sebelum memutuskan kegiatan PSDA yang akan dilaksanakan. Hal tersebut menghasilkan beberapa pertanyaan yakni: a. Bagaimana pelaksanaan kegiatan workshop kebijakan PSIH3 yang diadakan BWS Sulawesi II? b. Apa saja yang menjadi pembahasan pada workshop kebijakan PSIH3 di BWS Sulawesi II? c. Siapa sajakah yang dilibatkan dalam workshop kebijakan PSIH3 BWS Sulawesi II? Kesuksesan workshop yang diadakan menjadi sebuah prestasi sendiri bagi BWS Sulawesi II dalam berupaya meningkatkan kualitas sistem informasi SDA di Provinsi Gorontalo, melalui peningkatkan kemampuan dan pengetahuan para pengelola data hidrologi. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan workshop, materi yang dibahas, serta pihak-pihak terkait yang dilibatkan dalam workshop PSIH3 di BWS Sulawesi II. Pada akhirnya, tulisan ini dapat menjadi acuan bagi B/BWS maupun intansi lain dalam melaksanaan workshop PSIH3 sebagai salah satu bentuk koordinasi antar instansi terkait untuk optimalisasi kebijakan PSIH3. Kebijakan PSIH3 yang berjalan secara optimal akan menghasilkan data dan informasi SDA yang memadai serta saling terintegrasi dan terkoneksi secara menyeluruh di tingkat Nasional. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Hukum Kebijakan PSIH3 Kebijakan Pengelolaan SIH3 Tingkat Nasional tertuang dalam Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2012. Pada Peraturan Presiden tersebut dinyatakan bahwa Kebijakan PSIH3 ini menjadi arahan strategis untuk mendukung pengelolaan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) yang terdiri dari: a. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan; b. Kebijakan Peningkatan Tatalaksana; c. Kebijakan Pemanfaatan IPTEK; d. Kebijakan Pembiayaan; dan e. Kebijakan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha. Kelima kebijakan tersebut masing-masing memiliki strategi yang harus dicapai oleh setiap Kementerian atau lembaga yang bersangkutan. Secara teknis, Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 25
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Kebijakan PSIH3 ditetapkan secara regional, kemudian rincian program pelaksanaan kebijakan PSIH3 disusun oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang berperan sebagai Ketua Dewan SDA Nasional. Dalam hal ini, Dewan SDA Nasional juga melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan PSIH3 di Indonesia. 2.2. Lingkup PSIH3 Lingkup PSIH3 antara lain Bidang Hidrologi yang diurusi oleh Direktorat Jenderal SDA Kementerian PUPR yang meliputi Curah hujan; Indikasi ketersediaan air pada Sumber Air; Tinggi muka air atau debit pada Sumber Air; Kandungan sedimen pada Sumber Air; Neraca air; Kondisi aliran air dan informasi lainnya. Bidang Hidrometerologi diurusi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meliputi Prakiraan hujan; Temperatur udara; Kecepatan angin; Kelembaban udara; dan Informasi lain terkait dengan kondisi atmosfer. Bidang Hidrogeologi diurusi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meliputi Potensi air tanah; Informasi mengenai kondisi akuifer; dan Informasi lainnya yang terkait. 2.3. Kewajiban Para Pelaku PSIH3 Terdapat beberapa kewajiban bagi para pelaku PSIH3 yaitu: 1. Kewajiban pengelola data dan informasi PSIH3 diantaranya, a. Mengumpulkan, mengolah, dan menyediakan data informasi H3 yang dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan; b. Melakukan pemutakhiran dan penerbitan informasi H3 secara berkala; c. Melakukan pengembangan prasarana dan sarana SIH3; d. Mengesahkan data dan/atau informasi H3 yg berasal dari institusi di luar instansi pemerintah atau perseorangan; dan e. Menyebarluaskan data dan informasi H3. 2. Kewajiban Pemerintah Daerah, diantaranya, a. Menyediakan informasi SDA bagi semua pihak yang berkepentingan dalam bidang SDA; dan b. Menjamin keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan. 3. Kewajiban Pelaku Pengamatan Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi (H3) yaitu menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggungjawab dibidang SDA. 2.4. Permasalahan Pengelolaan SIH3 Terdapat beberapa permasalahan dalam Penglolaan SIH3, diantaranya: 1 - 26
Jurnal INFRASTRUKTUR
a. Aksesibilitas Data & Informasi; b. Keakuratan, Kebenaran, Konsistensi, Ketepatan waktu data & Informasi; c. Keanekaragaman data & Informasi; d. Tumpang tindih penerapan tugas dan fungsi; e. Kompatibilitas perangkat pengeloan data & Informasi; f. Keterbatasan sumber daya dan Teknologi; g. Keterbatasan dana dan pembiayaan; h. Keterbatasan peran masyarakat dan Kepedulian Pemerintah. 3. METODE PENELITIAN Tulisan ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan Kegiatan Workshop Optimalisasi Kebijakan PSIH3 di BWS Sulawesi II Provinsi Gorontalo. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9-10 September 2015 mulai pukul 09.00 WITA s/d selesai. Kegiatan workshop berlokasi di Ruang Rapat Balai Wilayah Sungai II Provinsi Gorontalo, JL. Notu Badu No.71, Kabupaten Limboto, Provinsi Gorontalo. Metode pengumpulan data yang dilakukan yakni dengan cara observasi partisipasi dimana penulis melibatkan diri secara langsung dengan menjadi peserta dalam acara workshop PSIH3. Selain itu, penulis juga melakukan metode dokumentasi untuk memperoleh data yang diperlukan seperti bahan paparan workshop dan laporan pertanggungjawaban kegiatan workshop. 4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Kegiatan Kebijakan PSIH3
Workshop
Pada bagian ini Peneliti mengamati pelaksanaan kegiatan workshop kebijakan PSIH3 di BWS Sulawesi II. Kegiatan workshop PSIH3 ini diadakan oleh BWS Sulawesi II pada kegiatan Operasi dan Pemeliharaan SDA I dengan pengarah kegiatan yaitu Kepala Satuan Kerja (Kasatker) BWS Sulawes II, Bapak Faliansyah, ST. M.Dev.Plg. Kegiatan ini didasarkan pada surat pengesahan DIPA TA 2015 dan Surat Keputusan Kasatker BWS Sulawesi II tentang pembentukan tim pelaksana kegiatan PSIH3. Pelaksanaan workshop PSIH3 ini berlangsung selama 2 (dua) hari. Pada hari pertama dilangsungkan pembahasan tentang Kebijakan PSIH3 dan hari kedua dilakukan penyerahan data publikasi hidrologi tahun 2014. Adapun yang bertindak sebagai Narasumber kegiatan PSIH3 berasal dari Subdit anggota Tim Advisory Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Bina Penatagunaan SDA yaitu Dr. Ir. Djaja Murni WD, Dipl.HE, M.Sc. Dari pengamatan peneliti, secara umum pelaksanaan kegiatan workshop PSIH3 berlangsung dengan baik dimana pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Kegiatan juga berlangsung cukup efektif dimana pemberian materi disampaikan secara jelas dan menyeluruh
Vol.02 No.01 Agustus 2016
oleh Narasumber, sehingga memunculkan antusiasme dari para peserta terkait uraian materi yang disampaikan tentang PSIH3. Penyelenggara juga memberikan waktu untuk tanya jawab setelah pemberian materi. Diskusi Tanya jawab berlangsung cukup menarik. Sebagian besar para peserta ikut memberikan pendapat terkait PSIH3. Hanya saja waktu untuk diskusi sangat terbatas, sehingga tanya jawab hanya berlangsung sekitar 30 menit saja. Dalam hal ini, manajemen waktu perlu diperhatikan, mengingat acara workshop ini sebaiknya lebih menekankan pada sisi diskusi interaktif, agar penyampaian maksud dan tujuan dapat disampaikan dan disinergikan secara lebih jelas, lengkap dan menyeluruh. 4.2. Materi yang dibahas pada Workshop kebijakan PSIH3 Terdapat beberapa topik materi yang dibahas pada wokshop kebijakan PSIH3, garis besarnya antara lain: Pertama, Konsepsi kebijakan PSIH3. Konsep ini mengacu pada Perpres No. 88 Tahun 2012 tentang Kebijakan PSIH3 Tingkat Nasional. Kebijakan PSIH3 tingkat Nasional berfungsi sebagai acuan bagi Menteri atau Kepala lembaga Pemerintah non Kementerian baik yang membidangi bidang SDA, Bidang meteorologi, kilmatologi dan geofisika, serta bidang air tanah dalam menetapkan kebijakan pengelolaan informasi hidrologi sesuai kewenangannya. Selanjutnya, Kebijakan PSIH3 tingkat Nasional ini dijadikan acuan bagi Gubernur untuk menetapan kebijakan PSIH3 tingkat provinsi. Sementara, penetapan kebijakan PSIH3 tingkat kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan mengacu pada Kebijakan PSIH3 tingkat provinsi. Selain itu, kebijakan PSIH3 ini mengandung kebijakan-kebijakan utama yang berisi strategi yang harus diperhatikan dan dicapai oleh pihak-pihak atau instansi yang bersangkutan.
bersangkutan. Matrix tersebut berguna untuk mengetahui kebijakan dan strategi apa saja yang harus dilaksanakan oleh K/L yang mengambil peran sesuai tanggungjawab dan wewenangnya; kapan dilaksanakan; dan bagaimana kebijakan dan strategi tersebut dilaksanakan; sasaran yang hendak dicapai (Output); serta hasil yang akan diwujudkan (Outcome). Dalam hal ini, untuk mengetahui pencapaian output diperlukan indikator output yang terukur yakni dengan menentukan target capaian dalam kurun waktu yang ditentukan sendiri oleh K/L yang bersangkutan. Pada umumnya, materi yang disampaikan sudah cukup jelas, lengkap dan tepat. Namun, dalam praktiknya sangat perlu pengawasan dan pemantauan yang ketat agar segala kebijakan beserta strategistrateginya dapat berjalan sesuai arahan dan tepat waktu. Dengan demikian, para pelaku PSIH3 harus disiplin terhadap peraturan perundangundangan PSIH3 agar dapat mencapai integrasi data dan informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi secara Nasional. 4.3. Pihak-pihak yang Workshop PSIH3
dilibatkan
pada
Pada kegiatan workshop PSIH3 di BWS Sulawesi II telah mengundang sebanyak 40 orang peserta. 25 peserta berasal dari internal BWS Sulawesi II yang terdiri dari Para Kepala Seksi, Para Kepala Satuan Kerja, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan beberapa staf. 15 peserta lainnya berasal dari pihak eksternal yang terdiri dari pemerintah daerah, lembaga / instansi terkait dan para akademisi. Berikut rincian pihak eksternal yang dihadirkan: a. Bappeda Provinsi Gorontalo; b. BMKG Djalaludin Gorontalo; c. Dinas PU Provinsi Gorontalo;
Kedua, alur distribusi data dan informasi H3. Pada dasarnya alur distribusi ini mengacu pada Perpres No. 88 tahun 2012. Dimulai dengan penyerahan basis data oleh setiap Wilayah Sungai kepada hierarki birokrasi. Diawali dengan penyerahan basis data dari masing-masing bidang hidrologi/ hidrometeorologi/ hidrogeologi kepada Kabupaten atau Kota, dilanjutkan ketingkat provinsi. Setelah itu, Gubernur menginformasikan ke instansi pusat dari masing-masing bidang H3. Pada akhirnya, database hidrologi nasional Ditjen SDA Kementerian PUPR, database hidrometeorologi nasional BMKG, dan database hidrogeologi ESDM bermuara ke BMKG.
d. Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo;
Ketiga, Tindak lanjut kebijakan pengelolaan SIH3 Tingkat Nasional. Materi tindak lanjut ini berisi tentang Pengisian matrix gabungan tindak lanjut kebijakan PSIH3 yang dilakukan oleh masingmasing Kementerian atau Lembaga (K/L) yang
k. Dinas Pertambangan Gorontalo;
e. Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo; f. BPDAS Bone Bolango; g. Pusat Studi Lingkungan Universitas Gorontalo/Teknik Sipil UNG;
Negeri
h. Fakultas Teknik Universitas Gorontalo; i. Badan Penanggulangan Gorontalo;
Bencana
Provinsi
j. Badan Penanggulangan Bencana Kab. Gorontalo; dan
Energi
Provinsi
Secara umum, pihak yang dilibatkan pada workshop tersebut sudah dapat mewakili instansi/lembaga Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 27
Vol.02 No.01 Agustus 2016
terkait yang dibutuhkan dalam melaksanakan PSIH3. Namun, terdapat beberapa instansi/lembaga terkait yang tidak hadir pada acara workshop yang diadakan. Hal tersebut dapat menimbulkan miss communication terhadap informasi yang disampaikan maupun yang dibutuhkan pada workshop tersebut. Telah diketahui sebelumnya bahwa workshop tersebut merupakan upaya untuk transfer knowledge baik dari Narasumber maupun Para Peserta dari Instansi/ Lembaga yang bersangkutan, guna mensinergikan gagasan dan keadaan nyata dilapangan demi optimalisasi kebijakan PSIH3. Selain itu, salah satu kegiatan workshop yaitu penyerahan data publikasi hidrologi tahun 2014. Apabila terdapat instansi/lembaga yang tidak dapat ikut serta, dapat memberikan konfirmasi kepada BWS Sulawesi II dan memberikan keterangan terkait data dan informasi yang dibutuhkan saat workshop. Alangkah lebih baik jika semua Instansi/Lembaga yang diundang turut hadir dan meningkatkan urgensitas dari acara workshop, demi tercapainya PSIH3 yang terintegrasi secara Nasional. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Secara umum pelaksanaan workshop PSIH3 yang diadakan oleh BWS Sulawesi II berlangsung secara baik sesuai dengan rancangan acara. Materi yang dibahas cukup memadai dan dipaparkan secara jelas. Pihak-pihak yang dilibatkan pada acara workshop PSIH3 berasal dari Instansi/ Lembaga terkait yang kompeten dibidang Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi. Workshop ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur dan acuan bagi Instansi/Lembaga yang akan melakukan kegiatan serupa sebagai upaya untuk optimalisasi Kebijakan PSIH3. Dengan demikian, optimalisasi Kebijakan PSIH3 akan menciptakan PSIH3 yang akurat, benar, berkesinambungan, tepat waktu, sesuai amanat Peraturan Presiden No.88 Tahun 2012. 5.2. Saran Kegiatan workshop mengenai PSIH3 dapat diselenggarakan kembali baik oleh BWS Sulawesi II maupun Instansi/Lembaga lainnya dengan pembahasan materi yang lebih mendalam, peserta yang lebih banyak, serta manajemen waktu yang lebih baik. Selain itu, dipastikan bahwa Instansi/ Lembaga yang berkaitan erat dengan PSIH3 sangat diharapkan untuk ikut serta dalam acara agar terdapat komunikasi yang efektif antar Instansi/ Lembaga yang terkait guna mencapai tujuan bersama dalam mengelola SIH3. DAFTAR PUSTAKA Laporan pertanggungjawab Kegiatan Workshop PSIH3, 2015. Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan SDA 1, BWS Sulawesi II.
1 - 28
Jurnal INFRASTRUKTUR
Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi Tingkat Nasional. Profil Balai Wilayah Sungai II Tahun 2015.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
PENYEDIAAN AIR BAKU ANTAR PULAU Studi Kasus Pembangunan Unit Air Baku Rum dan Maitara Provinsi Maluku Utara
Adi martha kurniawan,S.T.1 Argie Rinaldy, S.I.Kom.2 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email :
[email protected],
[email protected] Abstrak Penyediaan air baku merupakan salah satu kebutuhan penting dalam mendukung kualitas hidup masyarakat, pulau Maitara merupakan bagian dari wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 59 jiwa per km2, Pulau Maitara merupakan wilayah yang dikembangkan untuk tujuan pariwisata sehingga kebutuhan air baku akan meningkat sedangkan tingkat produktivitas air tanah di pulau tersebut tergolong kecil sehingga dibutuhkan penanganan yang serius untuk mendukung penyediaan air baku di lokasi tersebut. Pendistribusian air baku dari satu pulau ke pulau yang memiliki tingkat produksi air tanah lebih tinggi dapat digunakan untuk mendukung ketahanan air di pulau tetangganya sehingga pulau tersebut tidak mengalami defisit air dari peningkatan aktivitas manusia. Pendistribusian air baku dengan teknologi perpipaan dasar laut dapat dijadikan pilihan penanganan ketahanan air di pulau Maitara dengan mendistribusikan air baku dari pulau Tidore menuju pulau Maitara. Penyediaan air baku dilakukan dengan sistem perpipaan dengan pengambilan pada sumber air permukaan dengan bangunan penyadapan berupa bendung dan bangunan pengambilan (intake) yang selanjutnya dialirkan menuju bak penyaring pasir dan kemudian ditamoung pada bak penampung (reservoir) di pulau Maitara dengan instalasi pipa HDPE ukuran 315 mm di permukaan tanah dan pipa HDPE 110 mm di dasar laut. Sehingga dengan adanya unit air baku dengan dukungan pulau Tidore maka pulau Maitara dapat meningkatkan ketahanan air pada saat musim kemarau. Kata kunci: air baku, perpipaan, kepulauan, reservoir, dasar laut Abstract Raw water supply is one of the important needs in supporting the quality of life of the community, Maitara island is part of the administrative area of Tidore Islands with a population density reaches 59 inhabitants per km2, Maitara island an area being developed for tourism purposes so that the raw water requirement will increase while the productivity level of groundwater in the island is small so it needs serious handling to support the economy at the site level. The distribution of raw water from one island to another that has much groundwater production can be used to support water security in its neighboring island that the island did not have a water deficit from increasing human activities. Raw water distribution using piping technology can be selected on the island of handling water resistance in Maitara island to distribute raw water from Tidore island that can support human activities on the island. Raw water supply is done with a piping system by making the surface water source by building intercepts such as weirs and intake which subsequently flowed into tubs sand filter and routed to the reservoir on Maitara island with the installation of HDPE pipe size 315 mm ground and 110 mm HDPE pipe on the seabed. So with support of water distribution from Tidore island to Maitara island it can be increased the water resistance of during the dry season. Keywords: raw water, piping, islands, reservoir, seabed
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 29
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Penyediaan air baku untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai per-anan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau kualitas hidup masyarakat. Pulau Maitara terletak di antara Pulau Tidore dan selatan Pulau Ternate, atau Iebih tepatnya berada di Kota Tidore Kepulauan yang secara administrasi masuk kedalam Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara. Pulau Maitara merupakan pulau kecil yang berpenduduk. Pulau ini terdapat 4 (empat) desa yang terbentuk pada bulan Juli 2013 terdiri dari Desa Maitara Selatan. Maitara Tengah. Maitara Utara dan Desa Maitara. Pada pulau Maitra Profinsi Maluku Utara tersebut, memiliki ciri khas dengan bentuk kepulauan dengan pulau utama yakni pulau Halmahera dan ratusan pulau pulau kecil yang memiliki permasalahan masing – masing. Bidang pengelolaan sumber daya air ,khususnya penyediaan air baku untuk penduduk di pulau – pulau kecil harus mempertimbangkan bagaimana ketersedia-an air baku terhadap kebutuhan air dilokasinya sehingga tidak terjadi krisis air yang sangat berguna untuk mendukung kehidupan masyarakat yang berada di pulau tersebut Aliran air permukaan yang terdapat dipulau tersebut, berasal dari mata air yang mana aliran airnya berasal dari gunung bukit ke laut dan hanya mengalir pada saat musim hujan. Sedangkan rawa dengan luasan yang relatif kecil yang ada di Pulau Poat dan tersebar di beberapa lokasi, serta terbentuk secara alami telah banyak ditumbuhi berbagai tanaman. Sumber mata air yang ada di pulau ini, juga cukup banyak dan setiap desa telah memiliki sumber mata air yang digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari – hari seperti mandi, cuci dan kebutuhan air minum. Akan tetapi penyediaan air baku yang di Pulau Maitara Provinsi Maluku Utara tersebut belum prima. Saat ini warga pulau Maitara di kabupaten Tidore mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber air bersih sehingga masyarakat hanya mengandalkan tampungan air hujan pada bak penampung. Namun, Keberadaan bak penampung air hujan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan air bersihnya karena kebutuhannya tidak sebanding dengan jumlah penduduk Maitara. Permasalahan kurangnya air baku yang terjadi di pulau Maitara pada saat musim kemarau, dikarenakan air permukaan hanya tersedia pada saat musim hujan saja dan potensi produktivitas air tanah (PAT) relatif kecil pada pulau – pulau kecil seperti pulau Maitara. Akibatnya, masyarakat mengambil air bersih dari pulau Tidore dengan menggunakan kapal laut (transportasi laut). Hal ini tidak bisa dilakukan terus menerus karena biaya 1 - 30
Jurnal INFRASTRUKTUR
yang diperlukan untuk membawa air bersih menjadi sangat besar dan mahal. Berdasarkan pada kasus kasus penyediaan air bersih yang terjadi di pulau Maitara ini seperti pada uraian diatas, maka perlu dicarikan solusi pemecahan dan penanganan penyediaan air bersih di pulau Maitara terutama pada saat musim kemarau atau saat defisit air bersih terjadi. Hail ini dimaksudkan agar supaya kualitas hidup masyarakat penghuni pulau tersebut dapat menjadi lebih baik atau meningkat. Dengan kata lain, upaya tersebut ditujukan guna tercapainya ketersediaan air bersih dan menunjang keandalan penyediaan air bersih baik untuk mencukupi kebutuhan domestik dan perkotaan maupun untuk penyediaan air baku untuk kebutuhan lainnya. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber –Sumber Air 1.1.1. Air Permukaan Air permukaan adalah semua air yang berada diatas tanah, air ini meliputi air yang ada pada sungai, danau, waduk dan penampung air lainnya. Dimana air sebagai diamanatkan oleh undang undang dasar 1945 air harus dipergunakan untuk sebesar – besarnya kesejahteraan rakyat. 1.1.2. Air Tanah Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan. Yang terdahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (sosrodarsono, 1976:93). Adapun karakteristik 2 (dua) Jenis akuifer bebas dan terkekang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Karakteristik Air Tanah Bebas dan Terkekang Akuifer
Permukaan air tanah
Permukaan air di sumur
Air Bebas Mempunyai hubungan dengan zona aerasi Batas antara zona aerasi dan zona jenuh adalah tanah bebas Permukaan air bebas berubah – ubah perlahan oleh pemompaan atau berhenti
Air Terkekang Ditutup dengan lapisan kedap air Permukaan air terkekang
Variasi permukaan air terkekang menyebar secepat kecepatan suar
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Jari jari pengaruh
Air Bebas 150 – 500 m, terbesar 1000 m
Pada air permukaan bangunan pengambilan biasanya menggunakan bangunan penyadapan (bendung) atau bangunan pengambilan langsung (free intake) pada kasus danau / penampung air pengambilan air dilakukan dengan cara pemompaan atau pembuatan bangunan pengambilan langsung sedangkan untuk pengambilan air dari sumur digunakan pompa untuk mengalirkan air dari dalam tanah menuju bak penampung (reservoir).
Air Terkekang 500 – 1000 m, untuk jari – jari pengaruh sampai beberapa km
Akuifer dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Akuifer Bebas
Standar yang digunakan untuk desain pembuatan bendung (weir) dan bangunan pengambilan bebas (free intake) mengacu pada kriteria perencanaan irigasi pada bagian desain bendung (KP-02).
2. Akuifer Terkekang 1.1.
Kebutuhan Air
Kebutuhan air adalah jumlah air yang dipergunakan secara wajar untuk keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan kegiatan lainnya yang meme-rlukan air. Pada umumnya banyak diperlukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemakaian air oleh masyarakat tidak terbatas pada keperluan domestik, namun untuk keperluan industri dan keperluan perkotaan. Besarnya pemakaian oleh masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat hidup, pendidikan, tingkat ekonomi dan kondisi sosial. Dengan demikian, dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air, kemungkinan penggunaan air dan variasinya haruslah diperhitungkan secermat mungkin (Linsley, 1996:91).
1.4. Hidrolika Perpipaan Aliran suatu fluida dalam sistem perpipaan mengikuti beberapa hukum fisika, salah satu hukum yang terkenal dalam sistem perpipaan adalah hukum kekekalan energi (hukum bernoulli) dimana dijelaskan bahwa energi didalam suatu sistem perpipaan akan mengalami perubahan atau kehilangan energi dikarenakan adanya perubahan bentuk geometeri atau kekasaran pipa. Sedangkan Hubungan antara energy dalam system pipa dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut ini
Kebutuhan air baku umumnya dibagi atas dua kelompok yaitu: 1. Kebutuhan Domestik 2. Kebutuhan Non Domestik 1.2. Distribusi Air Baku
Gambar 1. Hubungan energi dalam sistem pipa
Sistem distribusi air baku menggunakan air yang berada pada permukaan atau pada bawah permukaan (air tanah) dengan tingkat keandalan 95% untuk air permukaan sedangkan untuk pengambilan air tanah harus memperhatikan kemam-puan sumur terhadap penurunan air tanah dengan melakukan uji pemompaan (pumping test).
Hukum Bernoulli ditulis dalam persamaan: (Mays, Lary W. 2004): P1/ +V12/2g + z1 = P2/ +v22/2g + z2 + hf Dimana: P1 dan P2
: Tekanan
: Berat Jenis Fluida
V1 dan V2
: Kecepatan Aliran Fluida
1. Bangunan pengambilan (intake)
g
: Percepatan Gravitasi Bumi
2. Bak penyaringan
Z
: Datum
3. Pipa distribusi
hf
: Kehilangan Energi
4. Bak penampung (reservoir)
Kehilangan energi dalam pipa dibagi menjadi dua yaitu:
Dalam pendisitribusian air bangunan bangunan seperti:
baku,
perencanaan
1. Kehilangan energi mayor
5. Bangunan pelengkap 1.3. Bangunan Penampung Air
Pengambilan
Air
Dan
Bangunan pengambilan air untuk penyediaan air baku bisa memanfaatkan aliran air sungai, danau, situ, sumur, waduk dan penampung air lainnya.
2. Kehilangan energi minor
Kehilangan energi mayor disebabkan akibat adanya kekasaran bahan material pipa pembawa dan kehilangan energi minor disebabkan oleh perubahan geometeri, belokan, penyempitan atau pelebaran Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 31
Vol.02 No.01 Agustus 2016
pipa dan adanya katup (valve).
3. Reel ray (intermediate to deep)
Kehilangan energi mayor dapat dihitung dengan menggunakan beberapa rumus yaitu (Mays, Lary W. 2004): 1. Rumus darcy weisbach
2. Rumus hazen william
Dimana : hf
: Kehilangan Energi (m)
L
: Panjang Pipa (m)
V
: Kecepatan Aliran (m/det)
g
: Percepatan Gravitasi (m/det2)
D
: Diameter Pipa (m)
Q
: Debit Aliran (m3/det)
C
: Koefisien Kekasaran Menurut HW
f
: Koefisien Kekasaran Menurut DW
Gambar 3. Pemasangan tipe J-lay
Dalam merencanakan pipa transmisi lepas pantai hal – hal yang harus diperhatikan adalah:
Kehilangan energi minor dapat dihitung dengan menggunakan rumus universal yaitu (Mays, Lary W. 2004): hf = k . V/2g
1. Diameter dan tebal pipa 2. Panjang pipa 3. Ketahanan hidrodinamik dasar laut 4. Jenis material pipa 5. Pelindung pipa 6. Pemberat
Dimana : hf
: Kehilangan Energi (m)
K
: Koefisien Kehilangan
V
: Perubahan Kecepatan (m/det)
g
: Percepatan Gravitasi (m/det2)
3. METODE PENELITIAN
2.7. Pipa Bawah Lepas Pantai (Offshore Pipelines)
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif dengan melakukan pengumpulan data – data primer dan sekunder untuk memberikan penyelesaian masalah ketahanan air baku di pulau Maitara.
Gambar 2. Pemasangan metode S-lay Menurut Guo Boyun dkk pada bukunya offshore pipelines metode sistem instalasi pipa pada area lepas pantai adalah (Guo Boyun.2005): 1. S-lay (shallow to deep) 2. J-lay (intermediate to deep)
1 - 32
Jurnal INFRASTRUKTUR
Adapun data – data penelitian ini adalah:
yang
dibutuhkan
untuk
1. Data kondisi sosial dan ekonomi 2. Data ketersediaan air (air permukaan dan air tanah) 3. Data kependudukan
Vol.02 No.01 Agustus 2016
4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN
air baku dibangun dengan komponen bangunan
Gambar 4. Peta Produksi Akuifer Provinsi Maluku Utara Dari hasil studi didapatkan untuk mengatasi permasalahan air baku pada saat musim kemarau di pulau Maitara dan juga mengingat prodiuksi air tanah di pulau tersebut memiliki tingkat produksi kecil maka diputuskan untuk menyalurkan debit air dari pulau Tidore menuju Pulau Maitara dengan menggunakan sistem perpipaan permukaan dan sistem perpipaan lepas pantai (offshore).
sebagai berikut: 1. Bangunan Pengambilan Bangunan pengambilan didesain dengan menggunakan bangunan penyadapan sungai tipe bendung (weir) dengan pintu pengambilan (intake) pada elevasi +152 mdpl.
Gambar 5. Pembangunan Bangunan Pengambilan Debit air yang digunakan untuk air baku pulau Maitara berasal dari air permukaan (sungai) mengingat potensi air tanah pada pulau Tidore yang produktif dipergunakan untuk konsumsi masyarakat di pulau tersebut. Pembangunan unit air baku dilakukan dengan melakukan sistem distribusi perpipaan dengan cara penyaluran gravitasi dari sumber air menuju ke bak tampungan (reservoir) di pulau Maitara, sistem unit
2. Bak Penyaring Pasir Setelah bangunan pengambilan air disalurkan menuju bak penyaring pasir untuk mengendapkan sedimen yang berlebihan, bak penyaring didesain dengan kapasitas volume tampungan sebesar 650 m3 pada elevasi +145 mdpl didekat sumber air.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 33
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 8. Bak Penampung (Reservoir) 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Gambar 6. Pembangunan Bak Penyaring Pasir 3. Sistem Perpipaan Sistem perpipaan pemasangan yaitu :
menggunakan
dua
jenis
a. pipa permukaan jenis pipa yang digunakan adalah pipa HDPE dengan diameter 315 mm dengan panjang 4570 m dengan 6 buah jembatan pipa di pulau Tidore dan pipa HDPE diameter 315 mm dengan panjang 3590 m di pulau Maitara.
Adapun kesimpulan dari studi ini adalah: 1. Perlu adanya kontrol pemakaian air untuk kebutuhan domestik sehi-ngga keseimbangan air dapat terjaga pada suatu wilayah dengan memperhatikan daya dukung wilayah. 2. Pembangunan unit air baku Pulau Maitara dilakukan dengan mengalirkan air dari pulau Tidore menuju pulau Maitara dengan sistem perpipaan yang menggunakan en-ergi gravitasi. 3. Daya dukung wilayah seperti ketahanan air bisa dioptimalkan dengan sistem distribusi terhadap pulau / wilayah sekitarnya sehingga terwujud daya bantu untuk saling mendukung kapasitas dukung wilayah. 5.2. Saran Adapun saran dari studi ini adalah: 1. Perlu dilakukan pemetaan potensi Dan ketahan air terhadap musim kemarau sehingga dapat diketahui daya dukung wilayah terhadap ketahanan air. 2. Perlu dilakukan studi interkoneksi antar pulau dalam lingkup kepulauan dalam meningkatkan daya dukung wilyah. DAFTAR PUSTAKA Guo, Boyun dkk. Burlington: Elsevier
Gambar 7. Pemasangan Pipa Permukaan b. pipa lepas pantai jenis pipa yang digunakan adalah pipa HDPE dengan diameter 110 mm (tipe roll 3 jalur) pada bawah laut dengan panjang 4800 m dengan pemasangan pemberat setiap 10 m, metode instalasi yang digunakan adalah metode S-lay untuk pemasangan pipa lepas pantai. 4. Bak Penampung (reservoir) Bak penampung unit air baku pulau Maitara dibangun dengan kapasitas volume penyimpanan air sebesar 350 m3 pada elevasi +50 mdpl
1 - 34
Jurnal INFRASTRUKTUR
2005.
Offshore
pipelines.
Linsley, Ray K, dan Yoseph B. Franzini. 1996. Teknik Sumber Daya Air. Jilid I. Jakarta: Erlangga Mays, Lary W. 2004 Hydraulic Design Handbook. New York: Mc graw hill Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku. 1976. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita Departemen Pekerjaan Umum, 1986. Kriteria Perencanaan Irigasi. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum
Vol.02 No.01 Agustus 2016
MODEL DESAIN RUMAH ADAPTIF KAWASAN PESISIR Studi Kasus: Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap Dini Kusumawardhani,S.T.1, Siska Ayu MahyaningsihS.T.2, Winni SharfinaS.T.3,
Zulaikha Budi AstutiS.T.4
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email:
[email protected],
[email protected], winni.sharfina@ gmail.com3,
[email protected] Abstrak Sebagai lingkungan yang dinamis, lingkungan pesisir dihadapkan pada perubahan alam menahun secara perlahan. Secara alami, kawasan ini dituntut untuk selalu adaptif terlebih ketika kawasan berubah menjadi permukiman. Saat ini, Desa Klaces di Segara Anakan telah berubah menjadi kawasan pesisir berbasis darat akibat sedimentasi dengan permasalahan antara lain: pasang naik dan pasang surut air laut, tingginya kembang susut tanah dan minimnya fasilitas sanitasi dan air bersih. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode analisis deskriptif, korelasi, sedangkan untuk desain yang digunakan diperuntukkan mendapatkan sebuah model adaptif. Analisis ini, menghasilkan model rumah panggung modifikasi yang sesuai untuk kawasan pesisir. Kata Kunci: kawasan pesisir, rumah panggung, model adaptif Abstract As a dynamic environment, coastal area was facing prolonged natural changes slowly. Naturally, coastal area was demanded to be adaptive, moreover when this area was changing into coastal settlement. The Klaces Village in Segara Anakan nowadays has transformed into land-based coastal area due to the sedimentation which causes many problems, such as: high and low tide, high soil shrinkage and minimum facilities of clean water and sanitation. The quantitative and qualitative approach were used by combining descriptive method, correlative design to gain an adaptive model for land-based coastal settlement. The analysis has resulted a suitable model of modified stilt house for coastal area. Keywords: coastal area, stilt house, adaptive model
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 35
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Lingkungan pesisir merupakan lingkungan yang dinamis. Perubahan kondisi alam secara tetap akan berlangsung di pagi hari dan sore hari. Pasang naik yang terjadi di pagi hari mengakibatkan banjir atau masuknya air ke daratan dan pasang surut yang terjadi di sore hari. Perubahan sosial dapat juga berlangsung secara dinamis karena kawasan pesisir merupakan pintu gerbang interaksi dengan komunitas sosial lainnya. Selain perubahan harian tersebut, lingkungan pesisir juga dihadapkan pada perubahan alam menahun yang datang perlahan. Salah satu contoh perubahan alam tersebut adalah sedimentasi yang terjadi di muara sungai dan peningkatan muka air laut sebagai dampak dari pemanasan global. Kemampuan dan kemauan masyarakat, khusus desa Klaces Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, untuk berubah menuju kehidupan yang lebih baik memerlukan proses adaptasi. Lingkungan pesisir yang kaya sumber daya alam, misalnya ikan, menarik minat masyarakat untuk hidup di lingkungan pesisir sebagai pencari ikan. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya desa-desa pesisir. Berdasarkan observasi penulis, kawasan pesisir yang terkena dampak sedimentasi sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikannya. Oleh karena itu masyarakat pesisir tersebut harus berpikir ulang untuk mencari penghidupan baru. Desa Klaces merupakan salah satu desa baru yang muncul sebagai adaptasi munculnya sedimentasi yang terjadi tersebut di Segara Anakan Kabupaten Cilacap. Desa dengan jumlah penduduk sekitar 3.000 jiwa (2014) ini mulai beradaptasi menjadi desa pesisir berbasis petani. Akan tetapi, jalur air tetap menjadi dasar kehidupan mereka untuk tetap terhubung dengan kawasan lain, khususnya Pulau Jawa. Dari segi lingkungan, Kawasan Pesisir Segara Anakan mengalami ‘penderitaan’ akibat sedimentasi sehingga kembang susut tanah di Desa Klaces cenderung tinggi. Desa Klaces akan diusulkan menjadi model permukiman adaptif yang mana salah satu rekomendasinya adalah model rumah adaptif sehingga desain rumah dapat disesuaikan terhadap perubahan lingkungan di Desa Klaces yang cepat dan tidak stabil. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, beberapa masalah yang teridentifikasi yaitu kawasan pesisir memiliki pola kehidupan alam dan sosial yang unik sehingga perlu ditangani secara cermat agar memberikan manfaat sebanyak-banyaknya baik untuk masyarakat maupun kondisi alam. Selain itu, adaptasi kawasan pesisir memberikan peluang kepada para peneliti untuk dapat mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya dan melakukan penelitian lanjutan berbasis pengalaman di lapangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model rumah adaptif terhadap perubahan kawasan pesisir, khususnya Desa Klaces. Manfaat penelitian 1 - 36
Jurnal INFRASTRUKTUR
ini adalah dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang lingkungan permukiman dan perumahan di kawasan pesisir yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2014 (Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan fisik yang terjadi baik di darat maupun di laut. Sugiarto dalam Dahuri (2008) menjelaskan bahwa kawasan pesisir merupakan pertemuan antara darat dan laut. Kawasan yang mengarah ke darat meliputi wilayah daratan kering dan wilayah terendam air yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut dan perembesan air asin. Sementara kawasan yang mengarah ke laut meliputi bagian laut yang mengalami proses sedimentasi, memiliki aliran air tawar serta aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan bakau dan pencemaran. Kawasan pesisir memiliki ekosistem dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini kaya akan tanaman khas seperti bakau dan padang lamun. Kawasan pesisir merupakan habitat terumbu karang yang merupakan tempat beranekaragam ikan dan hewan laut yang hidup dan berkembangbiak. Sistem lingkungan kawasan pesisir ini membentuk sistem perlindungan alamiah terhadap ancaman badai, banjir dan erosi yang memiliki peran dan fungsi besar untuk menjaga keberlangsungan keseimbangan alam. 2.2. Pola Permukiman Kawasan Pesisir Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang sangat adaptif terhadap pola perubahan lingkungan, khususnya terhadap pasang naik dan pasang surut air laut, angin, hujan dan banjir (Sajid, 2014). Adaptasi ini diterjemahkan dalam wujud polapola permukiman kawasan pesisir yang terbentuk (Depdikbud, dalam Sajid, 2014). Pola permukiman di lingkungan perairan laut pada umumnya berada di lingkungan pantai yang cukup terlindungi dari gelombang dan angin laut. Pada umumnya tata letak bangunan rumah adalah memanjang sejajar dengan garis pantai yang terdiri atas beberapa lapis, baik ke arah darat maupun ke arah laut. Selain itu terdapat pula pola subkelompok komunitas yang mengelompok pada ruang-ruang penting seperti kawasan penjemuran, masjid, maupun ruang terbuka umum. Secara rinci, pola ruang permukiman nelayan, struktur ruang permukiman dan pola perumahan dijelaskan pada Tabel 1. Secara umum, pola pertapakan bangunan rumah tinggal kawasan pesisir kemudian dibagi menjadi
Vol.02 No.01 Agustus 2016
empat tipe bangunan rumah. Pertama, rumah di atas darat yang tidak banyak terdampak pasang surut air laut. Kedua, rumah di atas darat tepi perairan yang terkadang tergenang banjir. Ketiga, rumah yang berada pada peralihan tanah-darat, tepi perairan yang sangat dipengaruhi pasang naik dan pasang surut. Keempat, rumah di atas perairan. Berikut adalah ilustrasi bangunan rumah untuk kawasan pesisir:
Perumahan dan permukiman di kawasan pesisir ini dilengkapi dengan fasilitas jembatan dan perahu. Fasilitas penghubung ini menjadi sangat penting sebagai fasilitas untuk mengakses ke darat agar kawasan darat dan laut tetap terhubung secara sosial dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, kawasan pesisir memiliki kesempatan yang luas untuk memiliki sistem transportasi air yang baik.
Tabel 1. Tipe Bangunan Rumah di Kawasan Pesisir (Sumber: Taylor dalam Sajid, 2014)
Gambar 1. Model permukiman di Volendam (Sumber: meanbackpack.wordpress.com)
Gambar 2. Situasi kota Volendam (Sumber: meanbackpack.wordpress.com)
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 37
Vol.02 No.01 Agustus 2016
2.3. Benchmark Volendam, Belanda
Kawasan
Pesisir
di
Volendam adalah desa nelayan di Belanda. Kawasan ini menjadi salah satu tujuan wisata utama di Belanda. Hal yang menarik adalah kehidupan penduduk desa ini yang masih mempertahankan kehidupan tradisional, seperti memakai pakaian tradisional Belanda, menggunakan klompen dan melakukan kegiatan pertanian. Dilihat dari model permukiman yang ada di Volendam, model ini terkonsentrasi di antara hamparan lahan pertanian. Hal yang menarik adalah kanal-kanal air masih dipertahankan untuk mengaliri kota seperti yang terlihat pada Gambar 1. Gambar 2 memperlihatkan lingkungan di Volendam yang sangat bersih. Rumah-rumah dan toko-toko tertata rapi. Walaupun Volendam merupakan kota nelayan namun infrastrukturnya sangat modern. Selain itu, jalur-jalur pejalan kaki banyak dibuat untuk memanjakan para pengunjung untuk menikmati kota ini. Kota ini juga dilengkapi dengan kantung-kantung parkir yang disediakan untuk memarkir kendaraan atau bus wisatawan. Sementara itu, rumah-rumah yang berdekatan dengan air dibangun sebagai rumah panggung. Hal ini dilakukan sebagai adaptasi terhadap perubahan muka air laut akibat pasang naik dan pasang surut. Gambar 3 merupakan salah satu contoh rumah panggung yang terdapat di Volendam.
3. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi pemerintah yang ada di Ibukota Kabupaten Cilacap. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan terhadap data-data yang memerlukan justifikasi ahli, seperti kualitas lingkungan, kualitas sosial dan kebijakan yang menyertainya. Terdapat beberapa alat analisis yang digunakan dalam penellitian ini, yaitu deskriptif, korelasi dan desain. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjabarkan hasil keseluruhan pengumpulan data. Hasil observasi lapangan dan wawancara dideskripsikan sehingga menghasilkan gambaran yang jelas tentang kondisi saat ini, kebutuhan masyarakat dan keinginan masyarakat di masa depan terhadap model rumah adaptif. Deskripsi yang dilakukan meliputi seluruh data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Analisis korelasi dilakukan dengan menghubungkan potensi, kekurangan, keterhubungan dengan pihak luar, kebijakan yang ada dan cita-cita yang ingin diwujudkan. Desain merupakan visualisasi dari sebuah konsep yang ingin diwujudkan dan hasil dari perjalanan panjang keseluruhan analisis yang telah saling melebur. Desain di atas kertas merupakan langkah awal untuk mewujudkan model adaptif di lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam merancang desain ini adalah perangkat lunak program SketchUp. 4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Kondisi Segara Anakan
Segara Anakan merupakan muara dari beberapa sungai besar seperti Sungai Citanduy, Cibereum, Cimeneng, Cikonde dan beberapa sungai lainnya. Beberapa tahun terakhir, material sedimen yang masuk ke Segara Anakan mencapai 1 juta m3 per tahun yang didominasi oleh material aliran Sungai Citanduy. Segara Anakan mengalami proses penyempitan yang masif dalam kurun 20 tahun. Pada Tabel 2, terlihat bahwa Segara Anakan memiliki luas 2.906 Ha pada tahun 1984, 1.575 Ha pada tahun Gambar 3. Contoh rumah panggung di Volendam 1994 dan pada tahun 2003 hanya tersisa 300 Ha. (Sumber: meanbackpack.wordpress.com) Tabel 2. Jumlah Sedimentasi ke Segara Anakan
1 - 38
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 4. Lokasi Desa Klaces (Sumber: meanbackpack.wordpress.com)
Desa Klaces merupakan desa termuda di Kecamatan Klaces yang dibentuk pada tahun 2002 (lihat Gambar 4). Desa Klaces dipersiapkan menjadi wilayah administrasi sendiri dan sekaligus menjadi ibukota kecamatan (BPS, 2014).
88,2% dan jumlah hari hujan terjadi diatas 20 hari dalam satu bulan pada bulan November – April (rentang musim hujan). Curah hujan rata-rata tertinggi perhari terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Agustus. Sebaran curah hujan di Kecamatan Kampng Laut berkisar antara 2.0002.500 mm/tahun yang merupakan curah hujan terendah (Lihat tabel 3).
Kondisi topografi Kabupaten Cilacap merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian ratarata 400 meter dpl. Di sisi lain, kondisi topografi Kecamatan Kampung Laut merupakan yang
Sebagai Ibukota Kecamatan kampung Laut, Desa Klaces memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk terkecil dibanding desa-desa lainnya. Desa Klaces tercatat memiliki luas wilayah 17,73 km2 dengan
4.2. Gambaran Kondisi Desa Klaces
Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah, dan Kepadatan Penduduk Kampung Laut (Sumber: Data Dasar Kampung Laut, tahun 2014)
terendah di Kabupaten Cilacap dengan ketinggian 0-3 meter dpl. Desa Klaces berada satu daratan dengan Pulau Nusakambangan yang memiliki bentang alam pegunungan dengan topografi ratarata kurang dari 100 meter dpl. Kondisi kelerengan lahan Kecamatan Kampung Laut adalah 0-2% yang merupakan kategori kelerengan landai hampir datar (BPS, 2014). Temperatur rata-rata Desa Klaces sebesar 26,9o C dengan intensitas matahari berkisar 52,8% -
jumlah penduduk 1.574 jiwa dengan kepadatan 55 penduduk per km2 (lihat Tabel 3). Penduduk Desa Klaces sudah mengalami perubahan mata pencaharian sebagai petani sawah dengan bercocok tanam di tanah timbul yang subur. Sawah garapan penduduk ini sebagian besar tersebar di bagian selatan desa mendekati daratan Nusa Kambangan dan di bagian timur ke arah Desa Ujungalang. Luas sawah tadah hujan di Desa Klaces adalah 144 Ha dengan produk berupa padi, ketela Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 39
Vol.02 No.01 Agustus 2016
pohon, kacang panjang, kelapa, dan cabai. Berikut diagram jenis mata pencaharian penduduk yang disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Klaces (Sumber: Data Dasar Kampung Laut, 2014) Gambar 5 menunjukkan sebanyak 65% penduduk di Desa Klaces bermatapencaharian sebagai petani, selain itu masih ada 5% penduduk bekerja sebagai nelayan namun hanya nelayan tangkap. Banyak pula penduduk yang bekerja dengan membuka usaha di rumahnya, misalnya sebagai pedagang makanan dan bahan kebutuhan sehari-hari. Kondisi fisik permukiman dapat dijelaskan dari material bangunan yang digunakan oleh masyarakat untuk membangun rumah. Seperti yang terlihat pada Tabel 4, mayoritas rumah yang ada di Kampung Laut sudah menggunakan dinding tembok. Ada pula yang menggunakan sebagian tembok namun masih banyak juga rumah yang menggunakan papan/kayu
5 anggota. Pekerjaan penduduk di kawasan ini mayoritas adalah petani yang menggarap sawahnya sendiri di area Nusakambangan atau di bagian timur menuju arah Desa Ujungalang. Tiap penduduk yang bekerja sebagai petani mendapatkan penghasilan berbeda-beda tergantung kondisi cuaca dan luas lahan. Penduduk mengatakan bahwa mereka sudah terbiasa dengan kondisi yang ada yang mana banjir selalu datang tiap tahun sekali itu dianggap wajar dan dimaklumi sebagai bagian dari kondisi lingkungan mereka. Letak Pemukiman Tepi perairan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bangunan rumah mayoritas menggunakan dinding papan, atap asbes atau seng, berlantai papan. Ada pula yang berdinding gedek bambu tergantung kemampuan penduduk. Rumah mereka membelakangi Segara Anakan dan menghadap ke jalan lingkungan. Rumah yang ada juga berupa landed house. Mereka enggan untuk merubah rumah eksisting menjadi rumah panggung karena mereka beranggapan bahwa rumah panggung dirasakan cukup kompleks penggunaannya, misalnya di rumah panggung, mereka hanya dapat menggunakan pintu depan untuk akses masuk. Sedangkan pada rumah tapak, mereka dapat menggunakan banyak akses masuk, baik di samping maupun di depan rumah. Berikut gambar rumah di kawasan tepi perairan yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 menujukkan bahwa Penduduk di kawasan ini dilayani oleh bak penampung air dengan sistem perpipaan yang mana saat musim kemarau air tidak mengalir dan bak penampungan tersebbut
Tabel 4. Material Rumah Masyarakat Kampung Laut (Sumber: Data Dasar Kampung Laut, 2014)
dan bambu. 4.3. Pola Permukiman di Tepi Perairan Permukiman di tepi perairan Segara Anakan terletak di sebelah barat Desa Klaces (Gambar 6). Pola permukiman berupa linear mengikuti Segara Anakan. Kawasan ini cukup dekat dengan fasilitas perkantoran dan kesehatan. Penduduk kawasan ini merupakan penduduk asli Desa Klaces. Pada awalnya mereka hidup di kawasan peralihan. Setelah berumah tangga mereka berpindah ke bagian barat. Selain penduduk asli, ada pula pendatang dari daerah lain. Rata-rata tiap rumah terdiri atas 1 - 40
Jurnal INFRASTRUKTUR
terisi air payau. Dengan demikian, penduduk harus mengambil air hingga ke goa-goa di Nusa Kambangan. Kondisi sanitasi dasar hampir sama dengan kawasan lainnya. Akan tetapi, mayoritas penduduk di kawasan ini memiliki rumah dengan bilik terpisah dari rumahnya untuk MCK. Sayangnya, black water dari bilik ini langsung masuk ke badan air Segara Anakan karena letak MCK ini berada di atas perairan Segara Anakan. Sebelum memulai melakukan desain terhadap rumah adaptif di Desa Klaces, dipetakan terlebih
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 6. Letak Permukiman Tepi Perairan
Gambar 7. Rumah di Kawasan Tepi Perairan (Sumber: Observasi Lapangan, 2015) dahulu tantangan yang dihadapi Desa Klaces, akan mengembang disertai tekanan air pori dan yaitu masih ada rumah yang mempertahankan timbulnya tekanan pengembangan. Sebaliknya jika bentuk panggung sehingga dapat mengantisipasi kadar air berkurang sampai batas susutnya, akan terjadinya banjir sekaligus mempertahankan corak terjadi penyusutan tanah. Kembang susut tanah asli permukiman Kampung Laut yang menggunakan yang tinggi di Desa Klaces ini menyebabkan rumah rumah panggung. Jenis rumah panggung saat ini retak dan penurunan tanah. sudah mulai berkurang jumlahnya. Sedimentasi Dalam hal infrastruktur permukiman, Desa Klaces Segara Anakan yang terjadi secara cepat dan masif memiliki tantangan yang cukup pelik, misalnya menyebabkan hasil tangkapan ikan berkurang, alur pembuangan air limbah ke lingkungan dilakukan pelayaran menyempit dan kerusakan hutan bakau. masyarakat tanpa adanya pemrosesan terlebih Pada musim hujan setiap tahunnya, Desa Klaces dahulu sehingga dapat mencemari badan air atau pasti mengalami banjir dan genangan yang tanah. Selain itu, minimnya sumber air bersih diakibatkan oleh pasang dan surut Segara Anakan. mengakibatkan penduduk hanya memanfaatkan Pada kondisi pasang, genangan air dapat mencapai sumber mata air goa. Di samping itu, tidak ada ketinggian 1 meter sehingga air Segara Anakan pengolahan sampah sehingga sampah dibakar atau membanjiri permukiman dan kawasan pertanian ditimbun di pekarangan rumah masing-masing. penduduk. Selain dari Segara Anakan, pada musim 4.4. Usulan Desain Rumah Adaptif di Desa hujan Desa Klaces juga mengalami banjir rob yang Klaces berasal dari Nusa Kambangan. Banyak terdapat balong yang dapat dimanfaatkan khususnya untuk kegiatan perikanan. Saat ini, balong yang ada di Desa Klaces tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh penduduk untuk menambah penghasilan sehingga balong eksisting cenderung terbengkalai. Tantangan selanjutnya adalah adanya kembang susut tanah yang tinggi yang mempengaruhi stabilitas bangunan. Kembang susut tanah ini terjadi karena adanya perubahan kadar air. Apabila terjadi peningkatan kadar air, tanah ekspansif
Desain rumah yang adaptif pada permukiman di Desa Klaces perlu untuk direncanakan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berdasarkan karakteristik lingkungan yang ada di Desa Klaces maka usulan desain rumah yang sesuai adalah berbentuk rumah panggung. Rumah panggung adalah rumah yang dikhususkan untuk kawasan tepi air. Rumah di kawasan pesisir yang diusulkan adalah rumah sehat. Rumah ini memiliki ruang-ruang dasar yang cukup dan dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi sehat. Penampilan rumah panggung dibangun Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 41
Vol.02 No.01 Agustus 2016
sebagai rumah panggung urban yang nampak indah dan bersih. Berikut adalah denah rumah yang diusulkan. Berikut denah rumah panggung yang disajikan dalam Gambar 8. Seperti dalam Gambar 8, Rumah ini didesain dengan empat tiang penyangga berukuran 30x30 sentimeter dengan tinggi 1,8 meter. Rumah dengan luas 36 m2 ini berdinding papan kayu. Papan kayu dipilih karena kawasan ini merupakan penghasil kayu. Atap rumah yang dipilih adalah atap berjenis perisai yang dimodifikasi pada bagian yang menghadap Segara Anakan. Modifikasi ini berupa atap yang separuh ‘jatuh’ mengarah ke dinding beranda dan disangga tiang kayu miring di kanan kiri bangunan. Atap yang separuh jatuh ini terdiri dari papan kayu yang menghalangi angin dari arah Segara untuk langsung menerpa dinding rumah. Material penutup atap adalah jenis polimer ringan UPVC. Usulan Model Rumah Panggung disajikan dlam Gambar 9 dan 10.
Gambar 8. Denah Rumah Panggung di Tepi Perairan
Seperti dalam Gambar 9 dan 10, Usulan model rumah panggung dibuat dengan pertimbangan adanya banjir yang terjadi setiap tahun. Rumah panggung dapat menjadi rumah adaptif sebagai bentuk antisipasi terhadap banjir tersebut. Selain itu ketika musim kering, bagian bawah rumah panggung dapat dimanfaatkan untuk berbagai
Gambar 9. Usulan Model Rumah Panggung di Tepi Perairan (Tampak Kiri dan Kanan)
Gambar 10. Usulan Model Rumah Panggung di Tepi Perairan (Tampak Depan dan Belakang)
1 - 42
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
kegiatan komunitas. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Desa Klaces sebagai Ibu Kota Kecamatan Kampung Laut dan sebagai pintu gerbang ke kawasan Segara Anakan telah beradaptasi dengan perubahan alam air menuju daratan. Penduduk beralih mata pencaharian dari nelayan tangkap menjadi petani. Desa Klaces memiliki masalah yang khas yakni tingginya laju sedimentasi di Segara Anakan dan banjir/ genangan tiap tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa Desa Klaces dapat diusulkan sebagai Model Rumah Adaptif, yang menekankan model hunian adaptif sesuai dengan kondisi lingkungan Desa Klaces. 5.2. Saran Saran yang sekiranya dapat diberikan adalah sekiranya penelitian selanjutnya dapat membahas mengenai penataan kawasan permukiman sesuai dengan keinginan stakeholder (masyarakat setempat, instansi setempat, akademisi, dan swasta yang tertarik melakukan kegiatan CSR). Metode yang digunakan dapat berupa Delphi untuk menggali informasi terkait keinginan stakeholder sehingga hasil yang didapat lebih sesuai. Selain itu, penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk menggali gap antara keinginan dan kondisi eksisting infrastruktur permukiman bagi masyarakat, sehingga dapat diketahui perbedaan antara penyediaan infrastruktur dengan keinginan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Cilacap. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap tahun 2010 - 2029 BPS. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Kampung Laut 2014 BPS. 2014. Data Dasar Kampung Laut 2014 Dahuri, R. dkk. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita: Jakarta Direktorat Penataan Ruang Wilayah II. NA. Materi Teknis Penataan Ruang Kawasan DAS Citanduy-Laguna Segara Anakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sajid, S. M. (2014). Adaptasi Bentuk Permukiman Pesisir Kampung Laut Segara Anakan Akibat Sedimentasi. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 43
Vol.02 No.01 Agustus 2016
PENYUSUNAN APLIKASI DATABASE SUMUR BOR SNVT AIR TANAH DAN AIR BAKU BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II Widana Bayu Nugraha Dierektorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email :
[email protected] Abstrak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Air Tanah dan Air Baku Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II telah membangun 1.295 titik sumur bor, 60 embung air baku dan memanfaatkan 26 titik mata air di Provinsi Nusa Tenggara Timur Hingga Desember 2014. Namun data teknis mengenai sumur bor, mata air dan embung air baku tersebut tidak tersusun secara baik dan lengkap. Di sisi lain, data teknis ini dibutuhkan untuk menggambarkan kondisi dan sebaran sumur bor, mata air dan embung air baku di Provinsi Nusa Tenggara Timur serta sebagai pertimbangan dalam penentuan titik-titik pembangunan sumber air bagi masyarakat ke depannya. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu database sumur bor, mata air dan embung air baku untuk kemudian dikembangkan menjadi suatu aplikasi yang mampu menyimpan, memperbaharui dan menampilkan data-data mengenai sumur bor, mata air dan embung air baku yang telah dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tahapan yang digunakan dalam penyusunan aplikasi ini antara lain adalah analisa masalah, perencanaan dan pengumpulan data, perancangan aplikasi, pembuatan aplikasi, penyusunan petunjuk penggunaan aplikasi serta sosialisasi penggunaan aplikasi kepada personil-personil di SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II. Aplikasi disusun dengan menggunakan bahasa pemrograman VB.net dan compiler Ms.Visual Studio 2012. Dengan penggunaan yang optimal, aplikasi database sumur bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II dapat memberikan informasi mengenai datadata teknis sumur bor, mata air dan embung air baku di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan dapat menjadi rujukan dalam penentuan titik-titik pembangunan berikutnya. Kata Kunci: aplikasi, sumur bor, database, data teknis. Abstract Until December 2014, the Ministry of Public Works and Public Housing through Non-Vertical Specific Working Unit (SNVT) Groundwater and Raw Water, Center for River Basins (BWS) Nusa Tenggara II, has built 1,295 points artesian well, 60 raw water reservoirs and take advantage of 26 water springs in the province of East Nusa Tenggara. However, the technical data of the artesian wells, water springs and raw water reservoirs is not well structured and uncomplete. On the other hand, this technical data needed to describe the condition and distribution of artesian wells, water springs and raw water reservoirs in East Nusa Tenggara, as well as a consideration in the determination of the points of water resources development for the community in the future. This study aims to compile a database of artesian wells, water springs and raw water reservoirs for later developed into an application that is capable of storing, updating and displaying the data on artesian wells, water springs and raw water reservoirs that has been built by the Ministry of Public Works and Public Housing. Stages are used in the preparation of this application include problem analysis, planning and data gathering, application design, application development, application usage instructions preparation and dissemination of the use of the application to the personnel in SNVT Groundwater and Raw Water BWS Nusa Tenggara II. Applications compiled using VB.net programming language and compiler Ms.Visual Studio 2012. With optimal usage, database applications artesian wells SNVT Groundwater and Raw Water BWS Nusa Tenggara II can provide information on technical data of artesian wells, springs and raw water reservoirs in East Nusa Tenggara and could be a reference in the determination of the points of development next. Keyword: application, artesian well, database, technical data.
1 - 44
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang umumnya berupa tanah karang menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, khususnya di musim kemarau. Sungai-sungai tidak dapat diandalkan sebagai sumber air baku karena pada musim kemarau mengalami kekeringan. Hal inilah yang mendorong teknisi-teknisi di lingkungan Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II harus mencari alternatif sumber air lain. Pilihan populer saat ini jatuh kepada sumur bor. Sejak tahun 1980an, Kementerian PUPR telah banyak membangun sumur bor di Provinsi Nusa Tenggara Timur baik untuk air baku maupun jaringan irigasi air tanah (JIAT). Hingga Desember 2014, sebanyak 1295 sumur bor telah dibangun di 21 kabupaten/kota di Provinsi NTT. Pengelolaan pembangunan sumur bor, mata air dan embung air baku di BWS Nusa Tenggara II Provinsi NTT berada di tangan SNVT Air Tanah dan Air Baku. Tugas pembangunannya dibagi kepada 3 (tiga) PPK, yaitu PPK PAT Timor dan Kepulauan, PPK PAT Flores dan Kepulauan serta PPK PAT Sumba dan Kepulauan. Hingga tahun 2014, Kementerian PUPR telah membangun 1295 titik sumur bor di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sumur tersebut tersebar di 21 kabupaten/kota untuk dimanfaatkan sebagai sumber air baku masyarakat atau sumber air untuk jaringan irigasi air tanah (JIAT). Penggunaan sumur tersebut ditentukan oleh dua hal, yaitu kebutuhan masyarakat dan debit air maksimal yang dapat dimanfaatkan dari suatu sumur bor. Umumnya, sumur bor untuk JIAT memiliki debit yang dapat dimanfaatkan yaitu lebih dari 10 liter/ detik, sedangkan untuk air baku debitnya berkisar antara 3 sampai 7 liter/detik. Dari 1295 sumur bor tersebut, 550 titik sumur bor dimanfaatkan untuk JIAT, 530 titik sumur bor dimanfaatkan untuk air baku dan 215 titik sumur bor dalam kondisi kering sehingga tidak dapat dimanfaatkan. Sebaran sumur bor terbanyak berada di Kabupaten Kupang, yaitu sebanyak 235 titik sumur bor. Namun, data teknis mengenai sumur-sumur bor tersebut tidak terinventarisasi secara baik oleh BWS NT II, dalam hal ini SNVT Air Tanah dan Air Baku. Oleh sebab itu, perlu adanya proses pengumpulan data sumur bor dan disusun dalam bentuk database. Kemudian, supaya data tersebut dapat terinventarisasi dengan baik secara berkesinambungan, dibutuhkan suatu inovasi dalam pengumpulan data sumur bor tersebut supaya data teknis sumur-sumur bor tersebut dapat terkumpul dan tersaji dengan mudah dan lengkap. Perkembangan teknologi merupakan hal yang sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi menjadi syarat mutlak demi membantu aktifitas manusia. Hal
inilah yang mendorong penulis membangun suatu perangkat lunak yang bertujuan untuk membantu penyusunan database sumur bor di lingkungan SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS NT II. 1.2. Batasan Masalah Batasan penelitian ini adalah pembuatan perangkat lunak database sumur bor, mata air dan embung air baku, dimulai dari penyusunan database sumur bor, mata air dan embung air baku di Provinsi NTT dalam bahasa pemograman VB.net. 1.3. Maksud dan Tujuan Kegiatan penyusunan database sumur bor dan pembuatan aplikasi database sumur bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II bertujuan untuk menghasilkan suatu program mandiri sebagai media penyimpanan dan master data sumur bor di lingkungan SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II. Dengan adanya program tersebut, diharapkan data sumur bor lebih tertata rapi dan terakomodasi dalam suatu master database. Selain itu, data-data teknis sumur bor yang belum lengkap dapat dengan mudah dilengkapi secara bertahap seiring dengan proses monitoring di lapangan. 2. LANDASAN TEORI 1.1. Air Tanah dan Pemanfaatannya Air tanah adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua perairan yang ditemukan di bawah permukaan tanah. Dalam hidrologi, air tanah yang dimaksud adalah air yang terkandung di zona jenuh air (zone of saturation). Air dapat keluar dari zona jenuh air tersebut melalui sumur, mata air dan sungai. (Bear, 2007) Ada beberapa solusi untuk mencari air bersih yang memenuhi syarat kuantitas dan kulitasnya sehingga air tersebut benar-benar dapat diperuntukkan untuk kebutuhan air baku. Salah satu di antaranya adalah penggunaan air tanah dengan membuat sumur bor karena sumur bor masih berkualitas airnya. 1.2. Database Database adalah kumpulan dari item data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya yang diorganisasikan berdasarkan sebuah skema atau struktur tertentu, tersimpan di hardware komputer dan dengan software untuk melakukan manipulasi untuk kegunaan tertentu. (Jogiyanto, 1995). Database merupakan salah satu komponen penting dalam sistem informasi, karena merupakan dasar dalam menyediakan informasi. Jenjang data sehingga pada akhirnya tersusun menjadi database tersusun dalam Gambar 1 berikut ini.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 45
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 1. Jenjang Data 1.3. Bahasa Pemrograman VB.net Microsoft Visual Basic .NET adalah sebuah bahasa yang digunakan dalam pembangunan dan pengembangan aplikasi yang bergerak di atas sistem. NET Framework, dengan menggunakan bahasa BASIC (Hidayatullah, 2012). Dengan menggunakan alat ini, para programmer dapat membangun aplikasi Windows Forms, aplikasi web berbasis ASP. NET, dan juga aplikasi command-line. Alat ini dapat diperoleh secara terpisah dari beberapa produk lainnya (seperti Microsoft Visual C++, Visual C#, atau Visual J#), atau juga dapat diperoleh secara terpadu dalam Microsoft Visual Studio .NET. Bahasa Visual Basic .NET sendiri menganut paradigma bahasa pemrograman berorientasi objek yang dapat dilihat sebagai evolusi dari Microsoft Visual Basic versi sebelumnya yang diimplementasikan di atas .NET Framework. 1.4. Aplikasi Visual Studio 2012 Express Edition Microsoft Visual Studio 2012 Express Edition merupakan sebuah perangkat lunak lengkap (suite) yang dapat diperoleh secara bebas (free) yang dapat digunakan untuk melakukan pengembangan aplikasi, baik itu aplikasi bisnis, aplikasi personal, ataupun komponen aplikasinya, dalam bentuk aplikasi console, aplikasi Windows, ataupun aplikasi web. Visual Studio mencakup kompiler, SDK, Integrated Development Environment (IDE), dan dokumentasi (umumnya berupa MSDN Library). Kompiler yang dimasukkan ke dalam paket Visual Studio antara lain Visual C++, Visual C#, Visual Basic, Visual Basic.NET, Visual InterDev, Visual J++, Visual J#, Visual FoxPro, dan Visual SourceSafe. Microsoft Visual Studio dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi dalam native code (dalam bentuk bahasa mesin yang berjalan di atas Windows) ataupun managed code (dalam bentuk Microsoft Intermediate Language di atas .NET Framework). Selain itu, Visual Studio juga dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi Silverlight, aplikasi Windows Mobile (yang berjalan di atas .NET Compact Framework). 2. TAHAPAN PENELITIAN
1 - 46
Jurnal INFRASTRUKTUR
Berangkat dari kebutuhan akan perangkat lunak yang dapat memfasilitasi pengumpulan kelengkapan data teknis sumur bor dan menyimpan data sumur bor yang dibangun di kemudian hari, maka disusunlah suatu aplikasi database sumur bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS NT II. Penyusun membangun aplikasi ini menggunakan bahasa pemrograman VB.net dengan compiler Ms. Visual Studio versi 2012. Proses pembuatannya memakan waktu selama 3 bulan dan dilaksanakan selama masa orientasi lapangan (OJT Tahap 2) CPNS Kementerian PUPR angkatan 2014 pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2015. Penelitian ini berada dalam bimbingan Kepala SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II, Bapak Ir. Agus Sosiawan, ME. Metode penelitian dalam pembuatan aplikasi database sumur bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II ini dengan : 2.1. Analisa Masalah Suatu program yang berfungsi sebagai media penyimpanan data yang terstruktur dengan baik diperlukan karena adanya ketidaklengkapan dan ketidakteraturan data sumur bor yang telah dibangun BWS Nusa Tenggara II. 2.2. Perencanaan Dan Pengumpulan Data Penyusunan aplikasi database sumur bor dimulai dengan pengumpulan data sumur bor di lingkungan BWS Nusa Tenggara II Provinsi NTT untuk kemudian disusun menjadi suatu database Ms.Access. 2.3. Perancangan Aplikasi Merancang aplikasi database sumur bor BWS Nusa Tenggara II dengan memperhatikan kemudahan bagi pengguna aplikasi dalam memahami semua menu dalam aplikasi sehingga tidak ada kendala dalam penginputan data dan pemahaman terhadap informasi yang ditampilkan. 2.4. Pembuatan Aplikasi Pembuatan aplikasi database sumur bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II menggunakan bahasa pemrograman VB.net dengan compiler Ms.Visual Studio 2012. 2.5. Penyusunan Petunjuk Penggunaan Aplikasi Petunjuk penggunaan aplikasi disusun sebagai acuan dalam penggunaan aplikasi tersebut. 2.6. Sosialisasi Penggunaan Aplikasi Pengguna aplikasi database sumur bor ini adalah SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II, sehingga perlu disosialisasikan di lingkungan satuan kerja tersebut supaya dapat digunakan secara optimal.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
3. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN 3.1. Penyusunan Database Sumur Bor Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data sumur bor dari setiap PPK di lingkungan SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS NT II. Data yang tersedia adalah dalam bentuk Ms.Excel dengan format dan kondisi kelengkapan data yang berbeda-beda di masing-masing PPK. Data-data tersebut disusun dalam suatu datasheet baru, disamakan formatnya, dipisahkan berdasarkan pemanfaatan dan kondisinya serta direkap untuk mengetahui jumlah di masing-masing kabupaten/ kota. Meskipun kelengkapan data sumur bor ini belum optimal, namun database ini telah mampu menggambarkan jumlah sumur bor di setiap kabupaten/kota. Lebih lanjut lagi, database ini digunakan sebagai dasar penyusunan aplikasi database sumur bor agar data yang ada saat ini dapat dengan mudah dilengkapi oleh personil SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS NT II secara bertahap bersamaan dengan proses pemantauan di lapangan. Proses penyusunan database ini memakan waktu selama 6 minggu. Hasil kompilasi data sumur bor ini tertuang dalam sebuah dokumen seperti Gambar 2 di bawah ini.
dari aplikasi ini, yaitu menampilkan data, input data baru, edit data yang telah tersimpan sebelumnya, simpan data dan export data ke dalam format Ms.Excel. Data yang diakomodir dalam aplikasi ini antara lain adalah sumur bor JIAT, sumur bor air baku, sumur bor dengan kondisi kering, mata air dan embung air baku untuk masing-masing kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Aplikasi ini memiliki tampilan awal seperti Gambar 3 dan halaman depan seperti Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Halaman Depan Aplikasi Database Sumur Bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II Dalam aplikasi ini pada Gambar 4, sebaran masingmasing jenis sumur bor (sumur bor JIAT, air baku dan kondisi kering), mata air dan embung air baku pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam peta dan tersaji data teknis sumur-sumur tersebut dalam tabel yang tersedia di masing-masing tab control yang ada (Gambar 5). Pengguna dapat mengubah dan menambahkan data sumur bor yang ada.
Gambar 2. Dokumen Data Sumur Bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II 3.2. Bor
Pembuatan Aplikasi Database Sumur
Gambar 5. Contoh Tampilan Data 3.3. Sosialisasi Penggunaan Aplikasi Database Sumur Bor
Gambar 3. Tampilan Awal Aplikasi Database Sumur Bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II Perangkat lunak ini menggunakan Ms.Access sebagai media penyimpanan databasenya. Terdapat 5 fungsi
Aplikasi database sumur bor yang telah disusun oleh penulis kemudian diserahkan kepada pihak SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS NT II untuk dimanfaatkan sepenuhnya dalam mendukung kegiatan di satuan kerja tersebut. Personil-personil di masing-masing PPK diberikan bekal pengetahuan dalam penggunaan aplikasi tersebut supaya dapat dimanfaatkan secara optimal. Master aplikasi tersebut dituangkan dalam bentuk CD untuk mempermudah instalasi di komputer-komputer lain jika suatu saat diperlukan di komputer lain (Gambar 6). Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 47
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Gambar 6. CD Instalasi Aplikasi Database Sumur Bor Database sumur bor dan aplikasi database sumur bor SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II dapat menjadi alat untuk menyimpan dan menyajikan data-data teknis mengenai sumur bor, mata air dan embung air baku yang telah dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh Kementerian PUPR melalui BWS Nusa Tenggara II. Dengan penggunaan yang optimal, aplikasi ini dapat memberikan informasi yang baik mengenai sebaran sumber-sumber air bagi masyarakat berupa sumur bor, mata air maupun embung air baku dan menjadi rujukan dalam penentuan titik-titik sumur bor yang akan dibangun selanjutnya. 4. Kesimpulan 1. Menghasilkan suatu program mandiri sebagai media penyimpanan dan master data sumur bor di lingkungan SNVT Air Tanah dan Air Baku BWS Nusa Tenggara II. 2. Data sumur bor lebih tertata rapi dan terakomodasi dalam suatu master database. DAFTAR PUSTAKA Bear, J. (2007). Hydraulics of Groundwater. New York: Dover Publications. Hidayatullah, P. (2012). Visual Basic.net (Membuat Aplikasi Database dan Program Kreatif). Bandung: Penerbit Informatika. Jogiyanto. (1995). Pengenalan Komputer. Jakarta: Erlangga.
1 - 48
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
SURVEY PERMASALAHAN DANAU SEMAYANG DAN MELINTANG
Davidson Rofiano Lombogia, ST Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email :
[email protected] Abstrak Danau memiliki total tampungan yang sangat besar. Danau merupakan ekosistem perairan darat yang keberadaannya sangat penting bagi kehidupan manusia. Danau Semayang dan Danau Melintang adalah danau paparan banjir. Kedua danau ini sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Karena musim panas berkepanjangan maka terjadi penurunan tinggi muka air di sungai, ini juga mengakibatkan tinggi muka air di danau turun dan dapat mengakibatkan pendangkalan. Berdasarkan keadaan iklim saat itu maka dilaksanakan Survey untuk melihat keadaan dan kondisi danau disaat musim kemarau dan melihat permasalahan – permasalahan yang terjadi di danau dan sekitar danau. Dalam penelitian ini metode yang dilakukan adalah observasi. Dari hasil observasi terdapat berbagai macam permasalahan. Dan untuk mengatasi keadaan danau sekarang ini maka yang dilakukan adalah pengerukan. Pengerukan dilakukan adalah untuk menambah volume tampungan di danau sehingga tidak menyebabkan banjir Kata kunci : Danau Semayang dan Danau Melintang, Danau Paparan banjir, tinggi muka air, pengerukan Abstract
Lakes have enourmous water reservoir in total. They are inland water ecosystem that are significant for human lives. Semayang Lake and Melintang Lake are lakes with flood exposure. Both lakes significantly influence the lives of the local communities. Due to long dry season, the water level of the rivers decrease, and so are the water level of the lakes, and this can lead to silting. Based on the climate at the time, this survey was conducted to observe the situation and condition of the lakes during dry season and to identify issues on and around the lakes. In this research, the method used is observation. The observation result shows various issues. To deal with the current issues of the lakes, a dredging is required/suggested. The dredging is done/suggested in order to increase the reservation volume of lakes and by doing so also reducing the risk of flood.
Keywords: Semayang Lake and Melintang Lake, Flood Exposure Lakes, water level, dredging.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 49
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau memiliki total tampungan yang sangat besar, dan masih perlu mendapatkan perhatian serius terkait operasi dan pemeliharaan maupun pengelolaannya agar fungsi dan manfaatnya dapat ditingkatkan antara lain untuk penyediaan kebutuhan air baku, pariwisata, perikanan, irigasi dapat dioptimalkan. Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan danau terbesar di Kalimantan Timur. Dua Danau ini terletak di daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan merupakan danau paparan banjir, dimana pada saat air sungai Mahakam dan anak – anak sungainya naik dua danau ini menyatu, dan pada saat air sungai Mahakam turun kedua danau ini terpisah. Luas dari danau Melintang adalah 11.000 Ha. Sedangkan luas dari danau Semayang adalah 13.000 Ha. Kedua Danau ini juga termasuk Dalam WS Mahakam. Secara geografis danau Semayang terletak pada koordinat 0013’24,48” S dan 116027’17,55” E, sedangkan danau melintang 0017’33,82” S dan 116019’42,55” E. Di kedua danau ini wisatawan dapat menikmati pemandangan hamparan air sungai yang tenang dan juga kicauan burung. Keindahan alam ini mencapai puncaknya pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Seolah-olah matahari terbit dan tenggelam ditengah rimba Pulau Kalimantan. Selain sebagai kawasan wisata alam, kedua danau ini dijadikan sebagai sumber mata pencaharian penduduk yang ada disekitar danau, dan sebagai salah satu pusat perikanan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun keadaannya sangat menyedihkan ketika musim kemarau tiba. Sebagian besar permukaan danau mengalami kekeringan terutama di daerah pinggiran danau, seperti bagian danau yang terletak di sebelah barat dan timur desa Semayang. Yang tersisa hanya alur-alur air ditengah danau dengan kedalaman sekitar 0,5 meter. Alur-alur inilah yang dijadikan masyarakat sebagai jalur transportasi perahu ’ketinting’. 1.2. Rumusan Masalah Apa saja yang menjadi permasalahan di Danau Semayang dan Melintang, dan bagaimana cara mengatasi permasalah tersebut. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah toppografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan (Permen PUPR No.28, 2015) 2.2. Fungsi dan Manfaat Danau. Fungsi dan nilai manfaat dari danau di lihat dari segi manfaat langsung (Direct Function) adalah sebagai pengendali banjir dan kekeringan, pengisi air tanah dan pencegah intrusi air laut, jalur transportasi, rekreasi, penelitian dan pendidikan. Dari fungsi ekologi danau itu sebagai penambat sedimen dari darat dan penjernih air. Dari segi hasil produksi danau itu berfungsi sebagai peneydiaan air untuk masyarakat, pengisi air tanah, penyedia air untuk lahan basah lainnya, sumber perikanan, pendukunng pertanian, sumber energi. Sedangkan di lihat dari segi kekhasan danau itu berfungsi sebagai tempat habitat berbagai keanekaragaman hayati, budaya dan warisan. (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014) 2.3. Danau Paparan Banjir Danau Paparan Banjir (Flood Plain), merupakan danau yang terletak pada elevasi rendah dan dangkal serta cenderung mengalami pendangkalan terus menerus akibat pelumpuran dan berkembangnya tumbuhan air (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014). Danau paparan banjir adalah tampungan air alami yang merupakan bagian dari sungai yang muka airnya terpengaruh langsung oleh muka air langsung (Permen PUPR No. 28, 2015) 2.4. Pendangkalan Danau Erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) / Daerah Tangkapan Air (DTA) danau telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan danau. Pendangkalan danau terjadi di danau dangkal maupun danau dalam. Di danau dangkal dampaknya sangat nyata dan mengkhawatirkan karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan selanjutnya menjadi lahan daratan. (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014) 2.5. Pencemaran Air
2. TINJAUAN PUSTAKA
Sumber pencemaran air danau adalah limbah domestik berupa bahan organik dari pemukiman penduduk di daerah tangkapan air dan sempadan danau. Adanya kegiatan lain berupa usaha pertanian, peternakan, industri rumah tangga dan pariwisata akan menambah limbah bahan organic yang masuk ke perairan danau. (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014)
2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.6. Sempadan Danau
Suatu wilayah daratan yang merupakan atu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
Sempadan danau adalah luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan
Melalui Survey dan Monitoring ini dapat dianalisa permasalahan yang terjadi di danau dan dapat mengetahui penyelesaian permasalahan yang terjadi di Danau Semayang dan Danau Melintang.
1 - 50
Jurnal INFRASTRUKTUR
Vol.02 No.01 Agustus 2016
danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau. (Permen PUPR No.28, 2015) 3. METODE PENELITIAN Dalam Penelitian ini menggunan metode penelitian secara observasi yaitu metode dengan pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini peneliti mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal dan kondisi yang ada di lapangan. Kunjungan ke lokasi ini dilaksanakan pada tanggal 26 September 2015 bersama dengan PPK Prasarana dan Konservasi Sumber Daya Air – Balai Wilayah Sungai Kalimantan III.
Gambar 4. Keadaan Danau Semayang
4. HASIL DAN PEMBAHSAN Hasil survey dan monitoring yang dilakukan di danau semayang dan melintang adalah sebagai berikut:
Gambar 5. Keadaan Danau Melintang
Gambar 1. Sedimentasi di Danau
Gambar 2. Nelayan di Danau Semayang
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa yang terjadi di danau Semayang dan Melintang adalah telah menjadi alih fungsi danau oleh masyarakat, karena dalam keadaan musim panas berkepanjangan masyarakat sekitar yang sebelumnya berprofesi sebagai nelayan beralih profesi menjadi petani. Masyarakat sekitar bercocok tanam didaerah yang dangkal. Akibat kemarau yang berkepanjangan maka terjadi kebakaran di sekitar lokasi danau sehingga mengakibatkan terjadinya lahan kritis di Daerah Tangkapan Air. Dan juga terjadi penurunan kualitas air di danau semayang tesebut. Berdasarkan hasil survey di lapangan tersebut maka dapat dilihat terdapat banyak permasalahan yang terjadi, adapun upaya – upaya yang dapat dilakukan dalam menangani masalah yang ada di danau Semayang dan danau Melintang. 1. Penetapan tata ruang kawasan danau
Gambar 3. Kondisi Danau Semayang saat dijadikan lahan untuk menanam padi
Permasalahan yang di hadapai adalah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dan konflik pemanfaatan ruang. Dan untuk menangani masalah tersebut perlu diadakan program dan kegiatan penataan ruang kawasan danau yaitu, penyusunan RTRW dan RDTR Kawasan Danau, penyusunan kajian lingkungan hidup strategis kawasan Ekosistem Danau, dan penyusunan zonasi pemanfaatan perairan danau. Sasaran dari kegiatan ini adalah untuk pemanfaatan ruang kawasan danau sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan.
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 51
Vol.02 No.01 Agustus 2016
2. Penyelamatan ekosistem perairan danau Pencemaran air oleh limbah merupakan salah satu permsalahan danau. Adapaun kegiatan dan program guna mengatasi pencemaran air adalah penentuan dan penetapan kelas air, penertiban terhadap kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran air, serta pemantauan dan evaluasi kualitas air. Sasaran dari kegiatan dan program ini adalah pemanfaatan danau dan beban pencemaran limbahnya tidak melebihi daya tampung beban pencemaran air danau. Perubahan morfologi danau akibat pendangkalan dan penyempitan merupakan permasalahan utama saat ini, program dan kegiatan untuk mengatasi masalah ini adalah revitalisasi danau. Pengerukan dasar danau dengan memperhatikan kondisi ekosistem. Sasaran dari kegiatan ini adalah mengurangi pendangkalan yang terjadi. Untuk menangani masalah banjir perlu diadakan kegiatan survey, investigasi, dan desain pengendali banjir kawasan danau dan sekitarnya. Sasaran dari kegiatan ini adalah mengatasi permasalahan banjir dikawasan sekitar danau. Sedimentasi yang terjadi di danau merupakan permasalahan yang ada, adapun kegiatan dan program untuk mengatasi sedimentasi. Program dan kegiatan yang dilaksanakan adalah pengendalian dan pemanfaatan sedimen perairan danau yaitu dengan cara pengerukan sedimen/lumpur danau, pemanfaatan sedimen/tanah mineral danau untuk kompos/pupuk organik, pemanfaatan sedimen/ tanah mineral danau untuk bahan baku pembuatan batu bata. Kegiatan dan program ini bertujuan untuk meningkatkan volume tampung perairan danau. 3. Penyelamatan lahan sempadan danau permasalahan yang dihadapi adalah alih fungsi lahan. Sebagian lahan sempadan danau diisi pemukiman penduduk , dan lahan yang ada didanau di garap untuk pertanian sawah, kegiatan pariwisata yang mencemari kawasan danau. Melihat permasalahan yang ada maka perlu diadakan program dan kegiatan sebagai berikut, penentuan daerah sempadan dan daerah air surut sebagai zona perlindungan danau dalam tata ruang ekosistem danau., pemasangan patok batas sempadan sungai, relokasi bangunan / pemukiman di sempadan danau, larangan dan penertiban pengolahan lahan sempadan dan air surut. Kegiatan dan program ini dilakukan adalah untuk mengembalikan fungsi sempadan danau. 4. Penyelamatan Ekosistem DAS dan DTA Masalah yang dihadapi dalam penyelamatan ekosistem DAS adalah lahan kritis, erosi, banjir, pembukaan perkebunan kelapa sawit dan sedimentasi. Melihat permasalahan ini maka perlu diadakan kegiatan dan program guna memulihkan lahan kritis dan mempertahankan luas lahan. Ketan dan programnya adalah konservasi sumber daya 1 - 52
Jurnal INFRASTRUKTUR
lain, yang meliputi pembuatan bronjong/pelindung tebing, pembangunan sarana dan prasarana pengendalian sedimen (check dam/dam penahan/ dam pengendali), perlu diadakan pengukuran debit dan sedimen, pembuatan outlet pintu air sungai terpadu, pembangunan embung, pembangunan sumur resapan. 5.Pemanfaatan sumber daya air danau Permasalahan yang dihadapi adalah penurunan tinggi muka air danau, program dan kegiatan yang dilakukan adalah penyusunan master plan tata guna air danau, penyediaan air baku yang berkelanjutan. Sasaran dari program yang akan dilaksanakan adalah demi tercapainya keseimbangan hidrologi dan tata guna air danau. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil observasi pada Danau Melintang dan Semayang maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Danau Semayang dan danau Melintang telah mengalami pendangkalan dan telah mengalami alih fungsi danau menjadi sawah yang dilakukan oleh masyarakat sekitar 2. Pendangkalan yang terjadi dapat mempengaruhi kapasitas tampungan danau sehingga apabila terjadi musim hujan akan mengakibatkan naiknya tinggi muka air dan dapat berakibat banjir di daerah sungai Mahakam, dan apabila terjadi musim kemarau akan mempengaruhi kapasitas dan kualitas air. 3. Perlu diadakan revitalisasi di danau Semayang dan danau Melintang yang pekerjaannya dilaksanakan oleh PPK Prasarana dan Konservasi Sumber Daya Air – BWS Kalimantan III. DAFTAR PUSTAKA Kementerian PUPR. (2015). Permen PUPR No. 28. Jakarta: Kementerian PUPR. Kementerian Lingkungan Hidup. (2014). Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
Vol.02 No.01 Agustus 2016
PERAN MODAL SOSIAL KEPERCAYAAN DALAM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN BENDUNGAN KUWIL-KAWANGKOAN, SULAWESI UTARA Ganggaya Sotyadarpita, S.Si. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email :
[email protected] Abstrak Pembangunan infrastruktur bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial yang kerap menghambat jalannya pelaksanaan pembangunan. Permasalahan sosial timbul karena perubahan sosial maupun perbedaan kepentingan yang terjadi akibat pembangunan tersebut. Kepercayaan yang terdapat pada struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan dapat dipandang sebagai modal sosial yang berpotensi mempengaruhi perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan permasalahan sosial. Lokasi yang menjadi obyek kajian adalah daerah terdampak rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Tulisan ini bertujuan untuk (1) mengungkap gambaran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial di daerah terdampak pembangunan; dan (2) menganalisis peran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial terhadap rencana pembangunan bendungan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan dua teknik perolehan data yaitu penelusuran literatur dan wawancara. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak, terdapat modal sosial kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap kepala desa (Hukum Tua). Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap hukum tua memiliki peran positif dan sejauh ini telah berhasil meminimalisir permasalahan sosial yang berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan. Kata kunci: pembangunan infrastruktur bendungan, permasalahan sosial, modal sosial kepercayaan, struktur sosial, hukum tua
Abstract Dam infrastructure construction cannot be separated from social problems which frequently delay the progress of construction. Social problems occur through social changes or conflict of interests within the construction. Trusts which exist in social structure within local community in the affected areas of construction can be seen as a social capital which may potentially affect the construction plan. The study location to be observed was the affected areas of Kuwil-Kawangkoan Dam construction planning which located in Minahasa Utara Regency, North Sulawesi Province. This research was aimed to (1) reveal the form of “trust” as a social capital within the social structure in community within the affected areas of construction; and (2) analyze the role of “trust” as a social capital within the social structure in local community towards the dam construction planning. The method used was descriptive qualitative using two data acquisition techniques, literature research and depth interview. The result showed that the local community highly trusts their village chief (Hukum Tua). This high trust affected positively towards the dam construction planning, and so far was one of the key to successfully avoid the occurrence of social problems related with the KuwilKawangkoan Dam construction plan. Keywords: dam infrastructure construction, social problems, social capital trust, social structure, old law
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 53
Vol.02 No.01 Agustus 2016
1. PENDAHULUAN Pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum adalah suatu upaya penyediaan sarana dan prasarana bagi kebutuhan masyarakat umum. Pada hakikatnya pembangunan infrastruktur diselenggarakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Soemarwoto (dalam Suwartapradja, 2005) menyatakan bahwa tidak ada pembangunan yang tidak melibatkan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Oleh sebab itu, setiap sentuhan pembangunan akan menimbulkan perubahan dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Perubahan-perubahan tersebut acapkali memunculkan perbedaan kepentingan yang selanjutnya memicu timbulnya permasalahan sosial. Akibat permasalahan sosial yang terjadi, maka pelaksanaan pembangunan infrastruktur dapat menjadi terhambat. Sasaran dari Nawa Cita (sembilan agenda prioritas) pemerintah antara lain adalah meningkatnya ketahanan air dan ketahanan pangan. Guna mencapai sasaran tersebut, pembangunan infrastruktur bendungan menjadi program utama Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam lima tahun ke depan. Salah satu bendungan yang saat ini sedang direncanakan pembangunannya adalah Bendungan Kuwil Kawangkoan yang terletak di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Pembangunan bendungan juga tidak terlepas dari permasalahan sosial karena tujuan dan kepentingan dalam perencanaan dan pemanfaatan pembangunan bendungan antara pemerintah dengan berbagai pihak atau masyarakat masih berbeda dan belum terjadi secara sinergi (Kementerian PUPR, 2009). Salah satu contoh adalah pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang, Jawa Barat. Tahap perencanaan telah dilaksanakan sejak puluhan tahun yang lalu, namun hingga saat ini bendungan tersebut belum mampu beroperasi. Meskipun secara fisik, konstruksinya telah hampir selesai seluruhnya, namun permasalahan sosial-ekonomi terutama yang berkaitan dengan pembebasan lahan terus menghambat proses penyelesaian pembangunan. Lingkungan sosial yang kerap menjadi dimensi dari permasalahan pembangunan bendungan, terdiri dari kumpulan individu yang saling berinteraksi/ bersosialisasi hingga membentuk kesatuan masyarakat. Sistem kemasyarakatan tersebut memiliki struktur sosial di dalamnya. Coleman (dalam Siisiäinen, 2000) menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari modal sosial adalah struktur kewajiban (obligations), ekspektasi, dan kepercayaan. Pada konteks tersebut, bentuk modal sosial tergantung dari dua elemen yaitu kepercayaan dari lingkungan sosial dan perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuhi (obligation held). Berdasarkan persepektif itu, individu yang bermukim dalam struktur sosial dengan saling kepercayaan tinggi 1 - 54
Jurnal INFRASTRUKTUR
memiliki modal sosial yang lebih tinggi daripada situasi sebaliknya. Struktur sosial yang dimaksud tersebut dapat berupa sistem tata posisi, kekerabatan, pemerintahan, maupun hukum yang berlaku, misalnya adanya tokoh adat/sesepuh/tetua yang menjadi panutan atau pemegang hukum adat yang dianut masyarakat. Kepercayaan dalam struktur sosial tersebut adalah salah satu bentuk modal sosial yang dapat mempengaruhi jalannya proses perencanaan pembangunan dalam konteks pengelolaan permasalahan sosial. Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini disusun dalam rangka menjawab dua rumusan masalah, yaitu (1) bagaimana gambaran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial di daerah terdampak pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan; dan (2) bagaimana peran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial tersebut terhadap perencanaan pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Infrastruktur Bendungan Pembangunan adalah proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers dalam Nasution, 2007). Menurut Inayatulah (dalam Nasution, 2007), pembangunan ialah perubahan menuju polapola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan para warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Shoemaker (dalam Nasution, 2007) mengungkapkan bahwa pembangunan merupakan suatu jenis perubahan sosial di mana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modernisasi pada tingkat sistem sosial. Pakar lain mendefinisikan pembangunan sebagai proses pencapaian pengetahuan dan keterampilan baru, perluasan wawasan manusia, tumbuhnya suatu kesadaran baru, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri (Kleinjans dalam Nasution, 2007). Nasution sendiri menyimpulkan bahwa pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat. Ditinjau
Vol.02 No.01 Agustus 2016
dari konsep-konsep pembangunan di atas, dapat dihasilkan dua tujuan dari pembangunan, yaitu: a. Tujuan umum pembangunan adalah suatu proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ideide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan; dan b. Tujuan khusus pembangunan adalah tujuan jangka pendek, yang berupaya mencapai sasaran dari suatu program tertentu. Infrastruktur lazim dikonsepsikan sebagai fasilitas fisik beserta sistem layanannya. Umumnya infrastruktur dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: (1) public utilities (fasilitas umum) seperti sarana telekomunikasi, pipa air bersih, pipa gas, sanitasi dan pengolahan limbah, dan lain-lain, serta (2) public works (pekerjaan umum) seperti jalan, jembatan, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dam/bendungan, kanal, irigasi, saluran drainase, dan sebagainya (Usman, 2014). Pembangunan infrastruktur dalam konteks tulisan ini adalah pembangunan bendungan.
pembangunan bendungan antara lain: a. pemindahan mengakibatkan masyarakat;
penduduk yang sering menurunnya kesejahteraan
b. persepsi negatif dari masyarakat kegiatan pembebasan lahan; c. konflik sosial yang bersifat pemerintah dan masyarakat;
mengenai
vertikal
antara
d. konflik sosial yang bersifat horizontal antara masyarakat dan masyarakat; e. tekanan penduduk (perubahan tingkat kepadatan) pada daerah tujuan migrasi penduduk; f. perubahan mata pencaharian masyarakat yang direlokasi; g. perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi bendungan; h. perubahan pola masyarakat; dan
hubungan
sosial
antar
i. sikap dan persepsi negatif masyarakat terhadap
Gambar 1. Dimensi Modal Sosial (sumber: Punescu dan Badea, 2014) Pembangunan bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial karena tujuan dan kepentingan dalam perencanaan dan pemanfaatan pembangunan bendungan antara pemerintah dengan berbagai pihak atau masyarakat masih berbeda dan belum terjadi secara sinergi. 2.2. Permasalahan Sosial Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2009 Tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bendungan mendefinisikan permasalahan sosial sebagai suatu kondisi sosial dimana cita-cita warga masyarakat tidak terpenuhi. Permasalahan sosial yang berpotensi timbul selama masa pra-konstruksi
proses pemindahan. 2.3. Struktur Sosial Konsep struktur sosial sering dianggap sama dengan organisasi sosial, khususnya jika dihubungkan dengan masalah kekerabatan dan kelembagaan atau hukum pada masyarakat yang masih sederhana. Soekanto (1993) menjelaskan bahwa organisasi berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam hubungan-hubungan sosial aktual. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan yang lebih fundamental yang memberikan batas-batas pada aksi yang mungkin dilakukan secara organisasi. Dengan kata lain, struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 55
Vol.02 No.01 Agustus 2016
dan peranan-peranan sosial. Asjhari (2010) dalam penelitiannya, menggambarkan bahwa struktur sosial adalah bagian dari dimensi social fabric yang merupakan salah satu komponen model kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan akibat pembangunan. 2.4. Modal Sosial dan Kepercayaan (Trust) Modal sosial merupakan sumber daya yang muncul dari adanya relasi sosial dan dapat digunakan sebagai perekat sosial untuk menjaga kesatuan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama, ditopang oleh adanya kepercayaan dan norma sosial yang dijadikan acuan bersama dalam bersikap, bertindak, dan berhubungan satu sama lain (Satria, 2014). Menurut Robert D. Putnam (1993), modal sosial memiliki tiga komponen yaitu obligasi moral dan norma, nilai-nilai sosial (terutama kepercayaan), dan jaringan sosial.
a. Kecamatan Kalawat : Desa Kawangkoan, Desa Kolongan, dan Desa Suwaan b. Kecamatan Airmadidi : Kelurahan Sukur Wilayah tersebut masuk dalam Kabupaten Minahasa Utara, sehingga kondisi penduduk dan situasi kehidupan di sana didominasi oleh homogenitas suku dan kultur Minahasa. Hukum Tua adalah sebutan bagi pemimpin desa (kepala desa) di daerah Minahasa. Secara terminologi, Istilah Hukum Tua berasal dari kata ukung tua yang berarti orang
Kepercayaan (trust) berada pada urutan teratas dalam dimensi modal sosial (Gambar 1). Melalui konsep tersebut, kepercayaan dalam struktur sosial dapat menjadi modal atau sumberdaya utama yang mampu mendorong suatu masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 3. METODE PENELITIAN Kegiatan penulisan ini diawali dengan penelusuran literatur sebagai pendukung latar belakang dan tinjauan pustaka yang digunakan. Penelusuran literatur lebih daripada sekedar meyalani fungsifungsi yang ada pada kajian pustaka, namun sekaligus memanfaatkan sumber pustaka tersebut untuk mencapai tujuan penelitian (Zed, 2008). Oleh sebab itu, studi literatur juga digunakan untuk menggali teori-teori yang relevan dengan konteks bahasan dan menggunakannya sebagai bahan analisis yang akan dilaksanakan. Selanjutnya, perolehan data primer mengenai pola struktur sosial dan kepercayaan dalam struktur sosial dilakukan dengan teknik wawancara/penggalian langsung dari narasumber. Wawancara dilaksanakan pada beberapa warga yang lahannya terdampak pembangunan. Selain itu tokoh masyarakat kepala desa/hukum tua juga turut menjadi informan. Penyusunan tulisan ini menggunakan metode kuantitatif-deskriptif. Hasil perolehan data primer diolah dan dianalisis dengan teori-teori terkait modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial. 4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN 4.1. Modal Sosial Struktur Sosial
Kepercayaan
dalam
Daerah terdampak pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan meliputi dua wilayah kecamatan dan empat wilayah desa/kelurahan, yaitu:
1 - 56
Jurnal INFRASTRUKTUR
Gambar 2. Peta Lokasi Rencana Pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan (sumber: Balai Litbang Sosekling Jalan Jembatan Puslitbang KPT, 2015) tua yang melindungi. Ukung berarti kungkung/ lindung/jaga, sedangkan tua berarti dewasa dalam usia, berpikir, serta dalam mengambil keputusan (Kalesaran dalam Lumantow, 2014). Berdasarkan penggalian informasi melalui wawancara dan studi literatur, diketahui bahwa sosok Hukum Tua memegang peran yang sangat penting dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan. Hukum Tua memiliki peranan yang paling menonjol dibandingkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama lainnya. Jabatan Hukum Tua tidak hanya sebagai pemimpin pemerintahan, tetapi juga dianggap dan diakui sebagai jabatan adat/ budaya. Warga di keempat desa/kelurahan menuturkan bahwa setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat selalu dibawa kepada Hukum Tua untuk dibicarakan dan dipecahkan bersama solusinya. Baik permasalahan kecil yang hanya melibatkan antar
Vol.02 No.01 Agustus 2016
individu, maupun permasalahan yang menyangkut kepentingan umum yang perlu dibicarakan dalam forum musyawarah. Peranan Hukum Tua dalam struktur masyarakat meliputi aspek penyedia informasi (information provider), mediator, hingga pengambil keputusan (decision maker). Kepercayaan masyarakat terhadap Hukum Tua seperti yang terjadi di daerah kajian, merupakan manifestasi kekuatan modal sosial hubungan (relational) seperti yang diungkapkan oleh Punescu dan Badea (2014). 4.2. Peran Modal Sosial Kepercayaan Terhadap Perencanaan Pembangunan Sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin budaya, posisi Hukum Tua adalah sebagai pelindung dan penanggungjawab bagi daerah yang dipimpinnya. Berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan, selain sebagai bagian dari masyarakat, Hukum Tua juga memegang peran sebagai perwakilan bagi masyarakat yang harus melindungi kepentingan masyarakat serta mampu memfasilitasi dan mengakomodasi suara-suara rakyat terhadap pemerintah selaku pihak pelaksana pembangunan. Di sisi lain, posisinya sebagai kepala pemerintahan desa membuat Hukum Tua juga harus bertanggungjawab dan mendukung atas jalannya kebijakan pemerintah pusat yang terjadi di daerahnya. Situasi tersebut menempatkan Hukum Tua sebagai penengah di antara pemerintah dengan masyarakat, dengan bobot tanggungjawab dua arah.
tentang pembebasan lahan telah direspon positif oleh masyarakat, dan tinggal menunggu realisasi tindak lanjut teknisnya. Seperti yang diungkapkan Coleman (dalam Siisiäinen, 2000), kepercayaan yang tinggi dalam struktur sosial suatu masyarakat menyebabkan masyarakat tersebut memiliki modal sosial yang tinggi. Melalui kekuatan modal sosial tersebut, tujuan bersama tentu akan lebih mudah tercapai. Apabila dikaitkan dengan konteks perencanaan pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan di mana masyarakat telah mencapai kata sepakat pada taraf sosialisasi, maka tampak bahwa modal sosial masyarakat telah sejalan dengan rencana pemerintah sehingga menyurutkan potensi munculnya permasalahan sosial. 5. KESIMPULAN 1. Modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan adalah kepercayaan vertikal antara masyarakat dengan Hukum Tua selaku pimpinan pemerintahan sekaligus pemimpin adat budaya. Kepercayaan tersebut terjalin dengan baik dan mengarah kepada sinergi positif, terwujud dalam kepercayaan masyarakat terhadap sosok Hukum Tua sebagai penyedia informasi (information provider), mediator, dan pengambil keputusan (decision maker) dalam urusan maupun permasalahan sosial masyarakat.
Meninjau keadaan itu, dapat dilihat adanya dua faktor yang menentukan yaitu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Hukum Tua serta karakteristik personal dari Hukum Tua itu sendiri. Bahasan sebelumnya telah menggambarkan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Hukum Tua dalam pengambilan keputusan perihal urusan sosial masyarakat. Sementara karakteristik personal adalah faktor yang tergantung dari masing-masing individu yang menjabat sebagai Hukum Tua.
2. Modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan memiliki peranan positif terhadap rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan. Melalui modal sosial kepercayaan, potensi munculnya permasalahan sosial dapat ditekan atau diminimalisir sehingga tidak menghambat jalannya proses pembangunan.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tiap-tiap Hukum Tua yang menjabat di keempat desa/kelurahan tersebut adalah sosok yang kompeten. Tidak hanya dari segi kemampuan tata pemerintahan, namun juga kemampuan mereka dalam merangkul dan mengakomodir masyarakat dalam menghadapi rencana pembangunan bendungan Kuwil Kawangkoan. Pernyataan ini didasarkan pada jawaban-jawaban masyarakat yang mengaku telah sepakat dan mendukung rencana pembangunan bendungan, dan siap menerima ganti pembebasan lahan. Sebagian besar masyarakat melandaskan kesetujuannya terhadap pembangunan karena pembangunan tidak akan mengganggu permukiman maupun fasilitas publik. Lahan-lahan yang rencananya akan dibangun dan digenangi adalah lahan yang tidak dikelola sehingga tidak bersifat produktif atau bernilai ekonomi rendah. Sejauh ini sosialisasi dari pemerintah
Asjhari, Ahsan. Laporan Akhir Penelitian Sosial Ekonomi Lingkungan Optimalisasi Pemanfaatan Jembatan Suramadu. Surabaya: Balai Penelitian Jalan dan Jembatan Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Laporan Pendahuluan Pemetaan Sosial, Ekonomi, Lingkungan dan Analisis Kebutuhan Teknologi Mendukung Rencana Pembangunan Bendungan. Surabaya: Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Jalan Jembatan, 2015. Lumantow, Sandi Pelealu. Kepemimpinan Hukum Tua dalam Melaksanakan Fungsi Manajemen Pemerintahan di Desa Suluun Satu Kecamatan Suluun Tareran. Jurnal Eksekutif 1, no. 3 (2014).
Jurnal INFRASTRUKTUR
1 - 57
Vol.02 No.01 Agustus 2016
Nasution, Zulkarimen. Komunikasi Pembangunan (Pengenalan Teori dan Penerapannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/ PRT/M/2009 Tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bendungan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2009. Punescu, Carmen, and Mihaela Raluca Badea. Examining The Social Capital Content and Structure in The Pre-start-up Planning. Procedia Economics and Finance (Elsevier) 15 (December 2014): 560-568. Putnam, Robert D. Making Democracy Work. Civic Traditions in Modern Italy. Princeton: Princeton University Press, 1993. Satria, Gema. Dukungan Modal Sosial Kepercayaan Terhadap Pembentukan Lembaga Tani yang Memiliki Kekuatan Posisi Tawar dalam Sistem Tata Niaga (Studi Kasus: Desa Belendung, Kab. Karawang). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK 1, no. 1 (2014): 163-172. Siisiäinen, Martti. “Two Concepts of Social Capital: Bourdieu vs Putnam.” ISTR Fourth International Conference. Dublin: Trinity College, 2000. Suwartapradja, Opan S. Konflik Sosial (Kasus Pada Pembangunan Bendungan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang Jawa Barat). Bandung: Universitas Padjajaran, n.d. Suwartapradja, Opan S., Herry Y. Hadikusumah, and Rimbo Gunawan. Konflik Sosial: Studi Kasus Pada Rencana Pembangunan Waduk Jatigede di Desa Cisurat Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang. Bandung: Universitas Padjajaran, 2005. Usman, Sunyoto. Pendekatan-pendekatan Studi Utilisasi Infrastruktur Bagi Pembangunan Masyarakat. MICD. Sekolah Pascasarjana UGM, 2014. 1-6. Webster, Leonard, and Patricie Metrova. Using Narrative Inquiry as a Research Method. Oxon: Routledge, 2007. Zed,
1 - 58
Mestika. Metode Penelitian Jakarta: Yayasan Obor, 2008.
Jurnal INFRASTRUKTUR
Kepustakaan.