VIII. PENUTUP 8.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan informasi tentang fungsi kawasan lindung partikelir dalam memenuhi kesenjangan sistem kawasan konservasi di Kabupaten Banyuwangi. Kawasan konservasi merupakan kawasan hutan negara dan ditunjuk, ditetapkan
serta
keanekaragaman
dikelola hayati.
oleh Selain
pemerintah kawasan
untuk
tujuan
konservasi,
konservasi
pemerintah
juga
mengalokasikan kawasan lindung yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan hidup dengan cakupan tujuan yang lebih luas serta berada di atas lahan dengan status hak penguasaannya dan pengelola yang lebih bervariasi. Dari penelitian disertasi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem kawasan konservasi di wilayah Kabupaten Banyuwangi meskipun proporsi luasannya telah melebihi 10 persen dari keseluruhan luas wilayah, namun masih mengalami kesenjangan baik dalam hal keterwakilan ekosistem, kecukupan
ekologis
maupun
koneksitas
antar
kawasan
konservasi.
Berpatokan pada angka 10 persen dari luasan masing-masing ekosistem terlindungi dalam sistem kawasan konservasi maka di dalam sistem kawasan konservasi Kabupaten Banyuwangi ekosistem mangrove masih memiliki kesenjangan sebesar 11,08 ha dan ekosistem hutan hujan dataran rendah masih senjang sebesar 4.247,58 ha. Kebutuhan ruang ekologis Banteng juga masih belum sepenuhnya terlindungi dalam sistem kawasan konservasi di Kabupaten Banyuwangi terutama ruang jelajahnya yang berada di wilayah kelola KPH Banyuwangi Selatan Perum Perhutani. Kawasan konservasi di Kabupaten
169
Banyuwangi juga saling berjauhan lokasinya sehingga berpotensi mengisolasi spesies dari populasi sejenis yang ada di kawasan konservasi yang lain. Perluasan atau penambahan kawasan konservasi baru akan berbenturan dengan kepentingan banyak pihak, sehingga perlu dicarikan pilihan-pilihan lain yang lebih dapat diterima. 2. Kawasan lindung partikelir dalam bentuk hutan lindung, hutan mangrove dan sempadan sungai besar di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan simulasi spasial mampu menutupi kesenjangan keterwakilan ekosistem, namun belum mampu mencukupi kebutuhan ekologis Banteng. Hasil yang lebih baik diperoleh pada saat melakukan permodelan spasial terhadap kawasan lindung resapan air yang mampu mencukupi kebutuhan ekologis Banteng sekaligus menciptakan koridor linear antara Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri. 3. Kawasan lindung partikelir walaupun tidak dirancang tujuan utama pengelolaannya untuk perlindungan keanekaragaman hayati namun pada prakteknya mampu berfungsi melindungi keanekaragaman hayati yang ada dan sekaligus memiliki fungsi sosial budaya yang penting bagi masyarakat sekitar.
170
8.2 Implikasi
Berdasarkan hasil kesimpulan dari penelitian disertasi ini, dikemukakan implikasi yang muncul dalam pengembangan kawasan lindung partikelir di wilayah Kabupaten Banyuwangi. 1. Lahan kelola semua pihak yang berpotensi dapat mencukupi kesenjangan sistem kawasan konservasi perlu mengelola lahan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan (sustainable management) sehingga keanekaragaman hayati yang ada terus dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tanpa merubah status lahan tersebut menjadi kawasan konservasi. 2. Tujuan perlindungan keanekaragaman hayati perlu dijadikan sebagai tujuan pengelolaan tambahan kawasan lindung, sehingga diperlukan ketentuan tentang prinsip, kriteria, norma dan pedoman serta insentif bagi praktek konservasi keanekaragaman hayati di kawasan lindung. 3. Kawasan lindung partikelir perlu diangkat dan diakui di tingkat nasional sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kawasan konservasi nasional dan sistem kawasan dilindungi global. Pengakuan ini membawa konsekueensi terhadap perlunya perbaikan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya) yang sejauh ini masih bersifat pemerintah sentris. Perbaikan yang perlu dilakukan terkait dengan pengakuan
171
terhadap keberadaan dan peranan kawasan lindung partikelir serta mekanisme insentif dan disinsentif yang diberikan untuk mempertahankan kelestariannya. Kementerian terkait (Kehutanan) perlu memulai upaya ini dengan mengumpulkan informasi dan data terkait kawasan lindung partikelir yang ada di lapangan dan memasukkannya secara administratif ke dalam sistem pangkalan data yang dibuat oleh Komisi Pemantauan Kawasan Dilindungi IUCN (World Monitoring on Protected Area).
8.3 Temuan Disertasi
Penelitian ini dilakukan sebagai suatu upaya untuk berkontribusi dalam ranah pengembangan ilmu pengetahuan konservasi sumberdaya hutan dan lingkungan serta prakteknya dalam kehidupan nyata. Beberapa hal yang dapat digarisbawahi sebagai temuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kecukupan sistem kawasan konservasi pada suatu wilayah tidak cukup ditentukan oleh luas atau proporsi luas kawasan konservasi terhadap luas wilayah secara keseluruhan, namun lebih ditentukan oleh kecukupan perlindungan kawasan konservasi yang ada terhadap keterwakilan ekosistem dan ruang kebutuhan ekologis keanekaragaman hayati serta koneksitas antar kawasan konservasi di wilayah tersebut. 2. Kawasan Lindung Partikelir ada di Kabupaten Banyuwangi dan potensial untuk mengisi kesenjangan dalam sistem kawasan konservasi tanpa harus
172
mengubah
status
kepemilikan
lahan
maupun
mengganti
pelaku
pengelolaannya. 3. Pendekatan
pemodelan
spasial
Theobald
dan
Hobbs
(2002)
yang
diadaptasikan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai perangkat metodologis yang efektif untuk melihat kontribusi suatu kawasan terhadap kesenjangan sistem kawasan konservasi pada suatu wilayah tertentu.