BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor dibentuk pada bulan Maret 2009. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. BP4K merupakan badan otonom yang dalam menjalankan fungsinya berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Dinas Peternakan dan Perikanan. Organisasi Struktur BP4K terdiri atas Kepala Badan, Sekretariat, Kelompok Penyuluh Pertanian, Kelompok Penyuluh Kehutanan Kelompok Penyuluh Peternakan, Kelompok Penyuluh Perikanan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan serta Kelompok Jabatan Fungsional Umum. Berdasarkan data yang diperoleh dari BP4K, penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor secara keseluruhan berjumlah 170 orang yang terdiri dari 141 orang penyuluh laki-laki dan 29 orang penyuluh perempuan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya penyuluh tersebar ke BP4K dan seluruh BP3K di Kabupaten Bogor. Mayoritas penyuluh tersebut merupakan Penyuluh Terampil pada jenjang jabatan Penyelia sebesar 39 persen, sedangkan persentase terendah merupakan jenjang Pelaksana sebesar 2,4 persen. Baik pada penyuluh laki-laki maupun perempuan, mayoritas berada pada rentang usia 50-59 tahun. Jenjang pendidikan penyuluh mencakup SPMA/sederajat, DIII, DIV, S1 dan S2 dengan mayoritas penyuluh laki-laki tamatan DIII, sedangkan tingkat pendidikan penyuluh perempuan mayoritas adalah S1. Berdasarkan bidang keahliannya, mayoritas penyuluh PNS di Kabupaten Bogor adalah penyuluh pertanian. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Lebih tingginya jumlah dan persentase penyuluh laki-laki tampaknya berhubungan dengan masih adanya bias gender yang mengedepankan penyuluh laki-laki dalam rekrutmen penyuluh di kabupaten ini. Namun demikian, jika diamati penyuluh perempuan memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik. Berdasarkan laporan diketahui bahwa dua posisi tertinggi di BP4K, yakni Kepala BP4K dan Wakil Kepala BP4K ditempati oleh perempuan. Selain itu perempuan juga menempati jabatan
82
Koordinator Penyuluh Perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun, baik laki-laki maupun perempuan yang dinilai kompeten dan mampu dapat menjadi pemimpin. Merujuk pada definisi kesetaraan gender dari Menneg PP, dapat disimpulkan bahwa di telah ada kesetaraan gender pada level BP4K. Namun demikian, meskipun mayoritas penyuluh perempuan merupakan Penyuluh Pertanian Madya, di BP3K se-Kabupaten Bogor seluruhnya dikepalai oleh lakilaki. Dengan demikian dinilai belum ada kesetaraan gender pada level BP3K. Responden pada penelitian ini berjumlah 49 orang yang terdiri dari 42 orang penyuluh laki-laki dan tujuh orang perempuan dan mayoritas merupakan penyuluh pertanian. Sebagaimana profil penyuluh di Kabupaten Bogor, responden dalam penelitian ini mayoritas adalah PPT Penyelia dengan persentase 47 persen dan persentase terendah merupakan PPT Pelaksana dengan persentase 4,1 persen. Mayoritas penyuluh laki-laki sudah bekerja selama 16-30 tahun, sedangkan penyuluh perempuan telah bekerja selama lebih dari 30 tahun. Hal ini berhubungan dengan usia para penyuluh yang mayoritas mencapai 50-59 tahun. Tingkat pendidikan mayoritas penyuluh laki-laki adalah DIII sedangkan tingkat pendidikan perempuan mayoritas adalah DIII dan S1. Sebagaimana penyuluh di Kabupaten Bogor, pada penyuluh perempuan tidak ditemukan lagi mereka yang berpendidikan SPMA/sederajat. Sesuai dengan pasal empat PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008, terdapat empat kegiatan penyuluhan pertanian yaitu persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan serta pengembangan penyuluhan pertanian. Analisis gender dalam dalam kinerja penyuluh akan dijelaskan berikut ini. Secara umum, baik PPT maupun PPA laki-laki dan perempuan akses terhadap seluruh kegiatan pada persiapan. Selanjutnya, persentase PPT yang akses terhadap pelaksanaan lebih tinggi dibandingkan dengan PPA. Mayoritas responden pada PPT merupakan penyuluh jenjang Penyelia, sedangkan pada PPA mayoritas responden merupakan penyuluh jenjang Muda. Pada kategori penyuluh terampil tidak satupun penyuluh perempuan yang akses terhadap Evaluasi dan Pelaporan, sedangkan pada kategori penyuluh ahli hanya satu orang PPAP yang akses terhadap kegiatan ini. Sebagaimana yang terlihat di atas, persentase PPTL jauh lebih tinggi dibandingkan PPAP. Meskipun
83
data di atas memperlihatkan tidak semua penyuluh melakukan evaluasi, namun berdasarkan laporan BP3K Dramaga tahun 2008, diketahui penyuluh membuat laporan rutin setiap bulan berupa matriks kegiatan dan laporan yang lebih rinci lagi dibuat per tiga bulan. Terlebih, mulai tahun 2010 telah ada aturan yang mewajibkan seluruh penyuluh untuk membuat laporan kegiatan secara rinci setiap bulan. Secara umum, mayoritas penyuluh laki-laki maupun perempuan tidak berpartisipasi pada PUAP dan Prima Tani. Diduga hal ini karena tidak semua wilayah menerima proyek PUAP dan Prima Tani pada tahun 2009.. Secara umum manfaat yang diterima baik pada penyuluh laki-laki maupun penyuluh perempuan pada semua jenjang berada di atas rata-rata, yakni antara Rp2.847.199,- sampai dengan Rp3.476.600,-. Pada jenjang Penyuluh Ahli, baik laki-laki maupun perempuan memperoleh manfaat dalam kategori di atas rata-rata dimana jumlah PPAL lebih banyak dibandingkan PPAP. Hal ini wajar sebab tinggi rendahnya manfaat antara lain dipengaruhi oleh tunjangan yang diterima. Semakin tinggi jenjang jabatan, maka semakin tinggi tunjangan yang diterima. Terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor. Data menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor kekurangan penyuluh. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala BP4K Kabupaten Bogor dan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) se-Kabupaten Bogor. Lebih lanjut, hal ini juga berarti bahwa target pemerintah yang menyatakan satu desa satu penyuluh belum tercapai dapat terealisasi. Lebih lanjut data menunjukkan bahwa persentase penyuluh pada kelompok umur 55-59 tahun cukup tinggi. Merujuk pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 1986 diketahui bahwa 24 persen penyuluh di Kabupaten Bogor akan segera mencapai masa pensiun. Di sisi lain pengangkatan penyuluh jarang sekali dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara, pengangkatan penyuluh terakhir kali dilakukan pada tahun 2006 oleh Pemda Kabupaten Bogor sebanyak 11 orang penyuluh. Masalah lain yaitu lebih tingginya jumlah dan persentase penyuluh laki-laki diduga berhubungan dengan masih adanya bias gender yang mengedepankan penyuluh laki-laki dalam rekrutmen penyuluh di kabupaten ini.
84
Permasalahan selanjutnya adalah ketidaksesuaian PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008 dengan kondisi di lapangan. Sebagai ilustrasi penyuluh yang wilayah kerjanya di kecamatan dan kabupaten diharuskan menyusun programa penyuluhan di tingkat provinsi dan nasional. Selain itu, kenaikan pangkat penyuluh sepenuhnya mengacu pada PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008 menyebabkan penyuluh mengalami kesulitan dalam memperoleh angka kredit. Terlebih lagi, usulan kenaikan pangkat untuk penyuluh pertanian harus diajukan ke Sekretaris Daerah, padahal penyuluh perikanan/peternakan dan penyuluh kehutanan cukup mengajukan ke BP4K. Hal ini juga cukup menghambat kenaikan pangkat penyuluh. Selain itu umumnya penyuluh lemah dalam administrasi sehingga seringkali pelaporan terlambat dilakukan. 8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa saran yang diberikan guna studi yang lebih baik di masa yang akan datang. Studi yang dilakukan pada tingkat kabupaten ini mengukur kinerja dengan mengacu kepada PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008 yang di dalamnya mengatur mengenai kegiatan penyuluhan pertanian termasuk juga tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian sesuai dengan jenjang jabatan masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan terdapat butir-butir tupoksi setiap jenjang penyuluh pertanian yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebagai ilustrasi, butir kegiatan pada Penyuluh Pertanian Muda mengenai penyusunan instrumen identifikasi potensi wilayah di tingkat nasional. Hal ini tentu tidak relevan mengingat wilayah kerja responden penelitian berada di tingkat kabupaten. Selanjutnya pada tupoksi penyuluh pertanian muda, seorang penyuluh harus dapat menyusun materi dalam bentuk film,Video,VCD dan DVD. Berdasarkan kondisi di lapangan, mayoritas penyuluh tidak dapat melaksanakan penyusunan materi sebagaimana tersebut di atas karena minimnya fasilitas. Di sisi lain, penyuluh juga dituntut untuk dapat melaksanakan penyuluhan lewat website. Hal ini perlu dicermati mengingat sasaran penyuluhan terutama adalah petani yang umumnya tinggal di pedesaan dengan latar belakang pendidikan rendah dan kurang akses terhadap teknologi. Oleh karenanya, implementasi PERMENPAN perlu disesuaikan pelaksanaannya pada setiap tingkat daerah, sehingga pada masa
85
yang akan datang penyuluh dapat melaksanakan tupoksi sesuai jenjang jabatan dan tingkat daerah dimana penyuluh tersebut bekerja. Studi ini juga menunjukkan bahwa mayoritas penyuluh di Kabupaten Bogor sudah mendekati masa pensiun. Hal ini semakin memperkuat hasil-hasil studi yang sebelumnya telah dilakukan, oleh karena itu perlu adanya regenerasi penyuluh dengan memperbaiki mekanisme perekrutan/pengangkatan penyuluh pertanian. Mengingat jumlah penyuluh laki-laki dan perempuan yang timpang, perekrutan penyuluh sebaiknya dilakukan secara seimbang baik penyuluh laki-laki maupun penyuluh perempuan. Dalam hal metodologi, pada studi selanjutnya menjadi penting bagi peneliti untuk menggunakan metode wawancara dimana peneliti mendatangi masingmasing
penyuluh
untuk
menggali
informasi
sebanyak-banyaknya
guna
memperkaya informasi kualitatif. Jika hal tersebut tidak dimungkinkan, sebaiknya peneliti mengumpulkan penyuluh di masing-masing BP3K kemudian memberikan petunjuk pengisian setiap kuisioner dengan rinci dan jelas. Sebab berdasarkan pengalaman peneliti pada studi kali ini, meskipun penyuluh memiliki latar pendidikan yang relatif tinggi ternyata mereka masih kesulitan dalam memahami pertanyaan dalam kuisioner. Umumnya responden menginginkan pertanyaan yang sederhana dan singkat. Pada studi berikutnya, metode magang perlu dipertahankan dan ditingkatkan sebab memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara mendalam kepada responden. Mengingat responden pada studi ini terdiri dari penyuluh pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan, maka diperlukan studi mengenai kinerja yang lebih fokus terhadap masing-masing bidang keahlian penyuluh. Hal ini untuk mengetahui kinerja masing-masing penyuluh menurut bidang keahliannya. Selain itu proporsi antara responden lakilaki dan perempuan harus diperhatikan sehingga dapat merepresentasikan implementasi PUG dalam penyuluhan pertanian di lokasi/instansi dimana penelitian akan dilakukan.