VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan perhitungan rencana keuangan diperlukan beberapa parameter yang berasal dari analisis sebelumnya yaitu kapasitas produksi, pangsa pasar, teknologi yang dipakai, pilihan peralatan, jumlah tenaga kerja, fasilitas pendukung, dan proyeksi-proyeksi harga. Rencana keuangan meliputi berbagai perhitungan kriteria investasi yang telah umum digunakan. Kriteria yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), dan analisis risiko.
7.1. Asumsi Perhitungan Keuangan Rencana keuangan memerlukan beberapa penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian dilakukan dan didasarkan pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada analisis rencana-rencana yang lain, standar pendirian usaha, dan peraturan yang berlaku. Asumsi dasar yang menjadi perhitungan dalam rencana keuangan digunakan dapat menentukan kelayakan industri cokelat batangan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam rencana keuangan industri cokelat batangan ini, antara lain : a. Rencana keuangan dilakukan dengan biaya investasi untuk pendirian usaha baru. b. Umur investasi diasumsikan selama 10 tahun. c. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek adalah 50% dari nilai awal, nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, nilai sisa perlengkapan kantor dan nilai sisa perlengkapan utilitas adalah 10% dari nilai awal. d. Umur ekonomis peralatan kantor adalah 3 tahun, umur ekonomis perlengkapan utilitas adalah 5 tahun, umur ekonomis bangunan, mesin dan peralatan, serta biaya pra investasi adalah 10 tahun. e. Biaya pemeliharaan adalah 10% dari harga awal. f. Jumlah hari kerja per tahun adalah 288 hari dengan asumsi dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja dan dalam satu minggu terdapat 6 hari kerja. g. Bunga modal diasumsikan sebesar 12%. h. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk pajak badan, yaitu sebesar 28%. i. Modal kerja dihitung berdasarkan asumsi biaya modal kerja adalah 10% dari penjualan pada tahun berikutnya. j. Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 40%, kapasitas produksi pada tahun kedua adalah 50%, kapasitas produksi pada tahun ketiga adalah 60%, kapasitas produksi pada tahun keempat adalah 70%, kapasitas produksi pada tahun kelima adalah 80%, kapasitas produksi pada tahun keenam adalah 90%, kapasitas produksi pada tahun ketujuh dan seterusnya adalah 100%. k. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada tahun ke-1. Asumsi-asumsi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
73
7.2. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan industri cokelat batangan. Biaya investasi yang diperlukan meliputi biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan, pembiayaan kegiatan praoperasi, serta biaya lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik sampai pabrik siap beroperasi. Biaya investasi tetap untuk mendirikan industri cokelat batangan meliputi biaya kegiatan awal (prainvestasi), tanah dan bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan, alat kantor, dan biaya kontingensi. Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 6.737.746.660,-. Kebutuhan biaya investasi tetap adalah Rp. 5.825.673.700.-. Ringkasan biaya investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 7.1, sedangkan rinciannya disajikan pada Lampiran 3. Tabel 7.1. Komponen biaya investasi tetap yang dibutuhkan dalam pendirian industri cokelat batangan No. Komponen 1. Biaya prainvestasi 2. Tanah dan bangunan 3. Fasilitas penunjang 4. Mesin dan peralatan 5. Alat kantor Subtotal Kontingensi 10% Total
Nilai Total (Rp) 80.000.000 3.360.000.000 19.000.000 1.725.567.000 111.500.000 5.296.067.000 529.606.700 5.825.673.700
Biaya prainvestasi adalah biaya yang digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan sebelum produksi mulai berjalan. Biaya prainvestasi meliputi studi kelayakan, perizinan, dan akte perusahaan dan pengesahan. Karena berbagai faktor, suatu perkiraan biaya tidak mungkin sepenuhnya tepat. Oleh sebab itu, dalam suatu rencana bisnis biasanya terdapat suatu kontingensi yang disiapkan untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi. Biaya tanah dan bangunan tergolong tinggi yaitu sebesar Rp. 3.360.000.000,- dikarenakan tanah di daerah Cijeruk, Bogor membutuhkan tambahan biaya untuk dilakukan pematangan tanah dimana kondisi awal tanah tersebut tidak dapat langsung digunakan untuk mendirikan bangunan sehingga diasumsikan harga tanah sebesar Rp. 500.000,-/m2. Biaya kontingensi adalah biaya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang diperkirakan akan terjadi seperti bencana alam atau kesalahan perhitungan awal. Selain itu, biaya kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin terjadi selama berlangsungnya pelaksanaan rencana bisnis. Menurut Husnan dan Muhammad (2005) modal kerja dapat diartikan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar dengan kata lain modal kerja adalah dana awal yang diperlukan untuk membiayai kebutuhan operasioanal dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan. Total biaya modal kerja yang dibutuhkan pada awal pendirian pabrik diasumsikan sebesar 10% dari total penjualan tahun berikutnya. Modal kerja yang dibutuhkan adalah Rp. 912.072.960,-. pada tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua sampai tahun keenam membutuhkan tambahan biaya modal kerja sebesar Rp. 228.018.240,-. Pada tahun berikutnya tidak dibutuhkan tambahan untuk modal kerja karena produksi pada tahap sebelumnya sudah mampu terjual dan menutupi biaya modal kerja yang dibutuhkan.
74
7.3. Perhitungan Depresiasi Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat arus kas adalah depresiasi. Depresiasi adalah suatu metode perhitungan akuntansi yang bermaksud membebankan biaya perolehan aset dengan membayar selama periode tertentu dimana aset tersebut masih berfungsi (Soeharto,1995). Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud, misalnya gedung, mesin dan peralatan produksi, dan sebagainya seiring dengan waktu dan penggunaannya. Pada analisis ini metode yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line method). Dimana pada metode garis lurus memperhitungkan umur ekonomis, harga awal, dan nilai sisa. Umur ekonomis merupakan umur pakai mesin atau peralatan sehingga mesin atau peralatan tersebut dikatakan tidak menguntungkan lagi secara ekonomis walaupun sesungguhnya mesin atau peralatan tersebut masih dapat digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai depresiasi setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 340.069.560.-. Rincian perhitungan depresiasi ini disajikan pada Lampiran 4.
7.4. Prakiraan Biaya Produksi dan Penerimaan Biaya yang digunakan dalam rencana keuangan ini dikategorikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variabel meliputi biaya bahan baku, biaya bahan kemasan, dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak dipengaruhi oleh intensitas kegiatan. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya administrasi, biaya promosi dan pemasaran, biaya penyusutan, dan biaya pemeliharaan. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel disajikan pada Lampiran 5 dan perhitungan biaya operasional lengkap disajikan pada Lampiran 6. Prakiraan biaya produksi cokelat batangan (total biaya tetap dan biaya variabel) pada tahun pertama sebesar Rp. 9.081.536.260,-, pada tahun kedua sebesar Rp. 10.561.976.260,-, pada tahun ketujuh dan seterusnya sebesar Rp. 17.964.176.260,-. Prakiraan biaya pada awal-awal produksi memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun ketujuh dan seterusnya, hal ini dikarenakan pada awal produksi kapasitas produksi belum penuh, sedangkan pada tahun ketujuh dan seterusnya kapasitas produksi sudah mencapai 100%. Pada tahun pertama perusahaan memproduksi sebanyak 40% dari kapasitas total. Pada tahun kedua perusahaan memproduksi 50%, pada tahun ketiga perusahaan memproduksi sebanyak 60%, pada tahun keempat perusahaan memproduksi sebanyak 70%, pada tahun kelima perusahaan memproduksi sebanyak 80%, pada tahun keenam perusahaan memproduksi sebanyak 90%, pada tahun ketujuh sampai tahun kesepuluh perusahaan memproduksi dalam kapasitas total sebanyak 100%. Produksi cokelat batangan dilakukan secara bertahap dan tidak langsung dalam jumlah persentase yang besar dikarenakan beberapa alasan, diantaranya produk ini termasuk produk baru dimana membutuhkan waktu untuk pengenalan produk dan kemungkinan dapat terjadi penjualan produk yang tidak terjual seluruhnya, pemasaran (marketing) produk ini belum jelas secara keseluruhan, dan produksinya disesuaikan dengan kapasitas alat dan mesin produksi yang tersedia. Prakiraan penerimaan yang diperoleh pada tahun pertama adalah Rp. 9.120.729.600,-, pada tahun kedua adalah Rp. 11.400.912.000,-, sedangkan prakiraan penerimaan pada tahun ketujuh dan seterusnya adalah Rp. 22.801.824.000,-. Harga dan penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap selama periode operasional. Informasi mengenai harga dan perkiraan penerimaan dapat dilihat pada Tabel 7.2 dan informasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
75
Tabel 7.2. Prakiraan penerimaan industri cokelat batangan Tahun ke-
Kapasitas produksi (%)
1
40
2
Produksi cokelat per tahun (kotak)
Total Penerimaan (Rp)
Biaya tetap (Rp/tahun)
Biaya variabel (Rp/tahun)
Harga jual (Rp)
960.077
3.159.776.260
5.921.760.000
9.500
9.120.729.600
50
1.200.096
3.159.776.260
7.402.200.000
9.500
11.400.912.000
3
60
1.440.115
3.159.776.260
8.882.640.000
9.500
13.681.094.400
4
70
1.680.134
3.159.776.260
10.363.080.000
9.500
15.961.276.800
5
80
1.920.154
3.159.776.260
11.843.520.000
9.500
18.241.459.200
6
90
2.160.173
3.159.776.260
13.323.960.000
9.500
20.521.641.600
7
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
8
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
9
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
10
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
7.5. Proyeksi Laba Rugi Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode yang merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Jadi dari laporan rugi laba dapat dilihat keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu tertentu. Laba rugi adalah selisih antara penjualan bersih produk selama satu periode tertentu dengan total biaya selama periode yang sama. Laba bersih yang merupakan pengurangan laba operasi earning before interest and tax (EBIT) dengan pajak. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 yaitu sebesar 28%, untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih pada proyek bernilai positif pada tahun pertama, hal ini dikarenakan produk cokelat batangan yang dihasilkan merupakan produk yang bernilai tambah tinggi. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisis arus kas. Secara sederhana sistematika perhitungan rugi laba adalah sebagai berikut, biaya operasional dijumlahkan dengan biaya-biaya administrasi, penjualan, dan depresiasi sehingga akan didapatkan pendapatan kotor sebelum pajak, kemudian diperhitungkan pengeluaran untuk pembayaran pajak penghasilan sehingga didapatkan pendapatan bersih, yang setelah dikurangi laba ditahan dan ditambahkan depresiasi akan menjadi aliran kas bersih. Penyusunan laporan rugi laba harus dibuat sedemikian rupa agar mudah diikuti urutan jalannya perhitungan dari awal sampai akhir. Pada industri cokelat batangan diperkirakan setiap tahunnya perusahaan akan memperoleh pendapatan bersih setelah dikurangi pajak pendapatan sebesar Rp. 3.483.106.373,- bila beroperasi pada kapasitas produksi penuh. Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 7.3 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8.
76
Tabel 7.3. Proyeksi laba rugi penjualan cokelat batangan dalam 10 tahun produksi Tahun ke-
Total Penerimaan (Rp)
Total Pengeluaran (Rp)
1
9.120.729.600
9.081.536.260
39.193.340
10.974.135
28.219.205
2
11.400.912.000
10.561.976.260
838.935.740
234.902.007
604.033.733
3
13.681.094.400
12.042.416.260
1.638.678.140
458.829.879
1.179.848.261
4
15.961.276.800
13.522.856.260
2.438.420.540
682.757.751
1.755.662.789
5
18.241.459.200
15.003.296.260
3.238.162.940
906.685.623
2.331.477.317
6
20.521.641.600
16.483.736.260
4.037.905.340
1.130.613.495
2.907.291.845
7
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
8
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
9
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
10
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
EBIT (Rp)
Pajak Penghasilan (Rp)
Laba Bersih (Rp)
7.6. Proyeksi Arus Kas Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran arus kas proyek dikelompokan menjadi tiga, yaitu aliran kas awal (initial cash flow), aliran kas periode operasi (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow) (Soeharto, 2000). Aliran kas masuk terdiri dari laba bersih dan depresiasi (operational cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow), dan nilai sisa investasi (terminal cash flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan dapat dilihat pada Tabel 7.4 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 9.
77
Tabel 7.4. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan Tahun ke-
Total Kas Masuk (Rp)
Total Kas Keluar (Rp)
Aliran Kas Bersih (Rp)
0
0
(6.737.746.660)
(6.737.746.660)
1
368.288.765
(228.018.240)
140.270.525
2
944.103.293
(228.018.240)
716.085.053
3
1.519.917.821
(328.368.240)
1.191.549.581
4
2.095.732.349
(228.018.240)
1.867.714.109
5
2.671.546.877
(1.781.028.540)
890.518.337
6
3.247.361.405
(328.368.240)
2.918.993.165
7
3.823.175.933
0
3.823.175.933
8
3.823.175.933
0
3.823.175.933
9
3.823.175.933
(100.350.000)
3.722.825.933
10
3.823.175.933
4.855.214.100
8.678.390.033
7.7. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), analisis sensitivitas, dan risiko nilai tukar. Perhitungan kriteria-kriteria ini didasarkan pada aliran kas bersih (net cash flow) pada proyeksi arus kas. Bunga modal yang digunakan sebesar 12%. Berdasarkan proyeksi arus uang tersebut dapat dihitung berbagai kriteria investasi. 7.7.1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya dari suatu proyek investasi. Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih selama 10 tahun setelah dikalikan discount factor yang dihitung pada masa kini. Berdasarkan investasi metode NPV, suatu investasi dikatakan layak untuk dijalankan jika nilainya lebih besar dari nol. Rincian mengenai perhitungan NPV industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 10, nilai NPV menunjukkan angka positif, yaitu Rp. 5.387.822.787,- pada discount factor 12% per tahun dengan umur investasi 10 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanam perusahaan sepanjang 10 tahun ke depan memperoleh manfaat bersih menurut nilai uang sekarang sebesar Rp. 5.387.822.787,-. Perhitungan rinci untuk memperoleh nilai NPV tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. 7.7.2. Internal Rete of Return (IRR) Internal Rete of Return (IRR) adalah discount factor pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai patokan dasar pembanding adalah discount factor, yaitu ditetapkan sebesar 12%. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan discount factor, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada industri ini sebesar 22%
78
yang berarti bahwa pendirian pabrik cokelat batangan layak untuk dilaksanakan. Perhitungan nilai IRR dapat dilihat pada Lampiran 10. 7.7.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio, yaitu suatu perbandingan nilai kini arus manfaat bersih dibagi dengan nilai sekarang arus biaya bersih. Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah present value dari net benefit yang bernilai negatif. Suatu investasi dikatakan layak apabila hasil perhitungan Net B/C nya lebih besar atau sama dengan satu. Dari hasil perhitungan Net B/C kegiatan investasi produksi cokelat batangan diperoleh nilai sebesar 1,80, yaitu setiap investasi Rp. 1,- yang dikeluarkan sekarang pada tingkat discount factor 12% akan memperoleh keuntungan bersih Rp. 1,80,-. Perincian nilai Net B/C disajikan pada Lampiran 10. 7.7.4. Payback Period (PBP) PBP merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih. Masa pengembalian ini dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV yang besar menunjukkan jangka waktu pengembalian investasi yang ditanam semakin cepat. Dalam penentuan PBP dilakukan dengan cara discounted. Dari hasil perhitungan PBP investasi produksi cokelat batangan diperoleh 5,66 tahun yaitu investasi yang ditanam akan kembali setelah sekitar 5 tahun 8 bulan. Perincian PBP dapat dilihat pada Lampiran 10. 7.7.5. Break Even Point (BEP) Titik impas atau Break Even Point atau titik dimana total biaya produksi sama dengan penerimaan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Dalam penentuan BEP dilakukan dengan cara discounted BEP. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan ini berada pada penjualan saat harga jual cokelat batangan Rp. 8.722,-. Titik impas selama umur proyek dalam bentuk unit, yaitu berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak.
7.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan proyek dibuat berdasarkan sejumlah asumsi yang disebabkan banyaknya faktor ketidakpastian mengenai kondisi dan situasi di masa depan. Perubahan asumsi yang digunakan akan berpengaruh pula terhadap keputusan akan layak atau tidaknya proyek. Karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas yang mengkaji sejauh mana unsur-unsur dalam aspek finansial ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang diambil terhadap perubahan unsur-unsur tertentu. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan harga baik yang terjadi pada sektor penerimaan maupun pengeluaran. Variabel yang diubah pada analisis sensitivitas antara lain harga bahan baku dan harga jual cokelat batangan. Apabila harga bahan baku mengalami peningkatan sebesar 14%, maka industri cokelat batangan ini masih dapat dijalankan namun proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal (berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, dan Net B/C sama dengan 1,00. Namun, apabila terjadi peningkatan harga bahan baku di atas 14%, maka industri ini menjadi tidak layak untuk didirikan. Rincian analisis sensitivitas ditunjukkan pada Tabel 7.5, sedangkan perhitungan analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
79
Tabel 7.5. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku Kriteria Kelayakan NPV (Rp) PBP (Tahun) Net B/C IRR (%)
Basis 5.387.822.787 5,66 1,80 22
Naik 14% 0 7,67 1,00 12
Apabila harga jual cokelat batangan mengalami penurunan sebesar 8%, maka industri cokelat batangan ini masih dapat dijalankan (proyek berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, dan Net B/C sama dengan 1,00. Namun, apabila terjadi penurunan harga jual di atas 8%, maka industri ini menjadi tidak layak untuk dijalankan. Rincian analisis sensitivitas ditunjukkan pada Tabel 7.6, sedangkan perhitungan analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 7.6. Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan Kriteria Kelayakan NPV (Rp) PBP (Tahun) Net B/C IRR (%)
Basis 5.387.822.787 5,66 1,80 22
Turun 8% 0 7,64 1,00 12
7.9. Risiko Nilai Tukar Pertukaran mata uang asing akan mempengaruhi industri cokelat batangan. Hal ini dapat disebabkan oleh harga bahan baku, mesin, dan peralatan produksi yang mengacu pada nilai mata uang asing, yaitu dolar ($). Mata uang asing ini yang selanjutnya akan ditukarkan dengan mata uang domestik yaitu rupiah (Rp) dengan menggunakan sistem tarif pertukaran mata uang asing. Fluktuasi tarif pertukaran ini dapat menimbulkan ketidakpastian operasi usaha. Ketika industri cokelat batangan melakukan pembelian bahan baku berupa pasta cokelat (cocoa liquor) dan lemak cokelat (cocoa butter) serta mesin dan peralatan produksi berupa mesin tempering dan cetakan cokelat, rupiah berada pada nilai tukar dasar Rp. 8.500,-/1 U$ (6 Agustus 2011), laba bersih pada tahun pertama sebesar Rp. 28.219.205,- dan pada tahun kesepuluh sebesar Rp. 3.483.106.373,-. Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa apresiasi rupiah akan membuat industri ini layak untuk dijalankan. Sebaliknya, depresiasi rupiah akan membuat industri ini cenderung menjadi tidak layak untuk dijalankan. Pada saat nilai rupiah terapresiasi, industri cokelat batangan memiliki nilai NPV positif, IRR lebih besar dari 22%, dan Net B/C lebih dari 1. Sebaliknya, saat nilai rupiah terdepresiasi sebesar 18% terjadi penurunan pada berbagai kriteria kelayakan, namun industri ini masih bisa dijalankan (proyek berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, Net B/C sebesar 1,00, dan rupiah berada pada nilai tukar sebesar Rp. 10.065,-/1 U$. Saat nilai rupiah terdepresiasi lebih dari 18%, industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan. Rincian analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Tabel 7.7. Rincian perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah dapat dilihat pada Lampiran 13.
80
Tabel 7.7. Analisis sensitivitas terhadap risiko nilai tukar
No. 1.
2.
Komponen Bahan baku a. Pasta cokelat (cocoa liquor) b. Lemak cokelat (cocoa butter) Mesin produksi a. Tempering b. Cetakan cokelat
Harga Awal (Rp)
Harga Depresiasi (Rp)
Harga (U$)
50.000
60.391
6
85.000
100.651
10
253.000.000
299.587.269
29.765
240.000
281.822
28
Asumsi nilai tukar sebelum terdepresiasi = Rp 8.500 / 1 U$ Nilai tukar setelah terdepresiasi = Rp. 10.065 / 1 U$
81