VII. PEMERIKSAAN KWALITAS I.
PENDAHULUAN Kemurnian serta kwalitas suatu sediaan radiofarmasi harus dianggap sebagai
satu hal yang sangat kritis, mengingat banyaknya gejala-gejala sampingan yang mungkin timbul akibat jika kurang diperhatikannya persyaratan ini. Dalam beberapa hal, pemeriksaan kemurnian ini berbeda dengan sediaan farmasi, yang konvensionil, misalnya terhadap warna dari larutan injeksi, pada sediaan radiofarmasi tidak perlu dilakukan mengingat faktor radiasi yang selalu akan merubah warna dari suatu larutan. Hingga saat ini sebetulnya belum ada suatu kriteria kemurnian dari suatu sediaan radiofarmasi, kecuali beberapa negara yang telah maju dalam bidang ini telah memasukkan dalam farmakopenya masing-masing. Farmakope Indonesiapun telah memuat beberapa macam sediaan, dengan standar Pharmacopoeae Internationalis. Ternyata, kriteria ini bagi tiap macam sediaan masih berbeda-beda dari satu negara terhadap negara lainnya. II.
ASPEK-ASPEK ORGANISASI PEMERIKSAAN Pada dasarnya,
suatu pemeriksaan lengkap dari sediaan radiofarmasi
mencakup :
pemeriksaan fisis
pemeriksaan kimia
pemeriksaan biologis
Cohen Y. membedakan 2 macam kriteria bagi suatu sediaan, yaitu :
kemurnian nuklir
kemurnian kimia
1.
Kemurnian nuklir termasuk unsur-unsur: a.
Kemurnian radionuklida atau kemurnian radioisotopik, yaitu ratio yang dinyatakan dalam persen dari aktivitas radionuklida yang dipelajari terhadap aktivitas total. Dengan perkataan lain, bahwa tiap radioisotop tidak boleh mengandung radioisotop lainnya. (Biasanya, anak nuklida tidak dimasukan sebagai pengotoran
Universitas Gadjah Mada
Pengotoran radionuklidik mungkin timbul jika terjadi reaksi tambahan (nuclear side reaction) yang berjalan bersama-sama dengan reaksi nuklir utamanya. Juga pada bahan sasaran (target material) yang tidak murni dan mungkin mempunyai cross-section yang sangat tinggi, akan dapat menghasilkan suatu pengotoran radionuklida yang cukup tinggi. b.
Kemurnian radiokimia. Ini merupakan ratio dari radioaktivitas radionuklida yang dipelajari, berada dalam bentuk kimianya yang diketahui, terhadap radioaktivitas total, berada dalam sumber tersebut. Dengan perkataan lain : jika suatu radionuklida berada dalam bentuk kimia yang lain dari pada apa yang dinyatakan atau diharapkan, maka dikatakan bahwa pada zat tersebut terdapat pengotoran radiokimia.
Kemurnian radiokimia ini tergantung dari stabilitas molekul yang diberi tenda radioaktif sebagai fungsi dari waktu, suhu, penyinaran terhadap sinar dan radiasi dari dalam (internal radiation). Kemurnian ini biasanya cukup tinggi pada waktu pembuatan, tapi akan segera berubah sesuai dengan bertambahnya waktu, dan akan timbul suatu senyawa kimia barn yang mungkin disebabkan oleh radiolisa atau radiosintesa. Pengotoran dapat pula disebabkan oleh ketidak stabilan kimia (chemical instability) dari senyawa yang bersangkutan. Dalam beberapa hal, cara-cara penyimpanan dapat pula mempengaruhi pengotoran radiokimia. 2.
Kemurnian kimia : Kemurnian kimia suatu sediaan dapat diartikan sebagai tidak terdapatnya zat-zat lain seperti yang telah tercantum dalam rumusan sediaan tersebut. Termasuk dalam kemurnian kimia ini juga penentuan jumlah larutan penyangga (buffer), kadar molekul serta pembawa (carrier). Penentuan logam-logam berat serta metaloid asing juga kadang-kadang ditentukan.
III.
PENGARUH KEMURNIAN TERHADAP PENDERITA Bayly, R.J. telah mempelajari pengaruh-pengaruh dari suatu sediaan yang tidak murni, terhadap kemungkinan bahaya yang akan timbul pada penderita. Dikemukakannya 3 macam kemungkinan bahaya, antara lain :
1.
Ketidakmurnian yang mungkin menyebabkan bahaya secara farmasi.
Universitas Gadjah Mada
2.
Ketidakmurnian yang mungkin dapat menyebabkan dosis radiasi yang tinggi pada suatu alat tubuh tertentu, misalnya : jika terjadi perlepasan 1131 dari senyawa Rose Bengal-1131, maka 1-131 ini akan berakumulasi serta mengirradiasi tiroida.
3.
Ketidakmurnian yang mungkin dapat menimbulkan salah satu diagnosa yang fatal.
IV.
SKEMA PEMERIKSAAN SECARA LENGKAP
Karakteristik fisika Tampilan fisik dari radiofarmasetik adalah sangat penting sejak kedatangan dan seterusnya.
Seseorang
hams
familier
dengan
warna
dan
keadaan
radiofarmasetik. Larutan murni tidak boleh mengandung material tertentu. Larutan serum albumin manusia berlabel I-131 adalah jernih dan agak kuning, tetapi radiasi membuat gelap wadah gelas dan larutan. Larutan koloidal emas Au-198 adalah merah ceri pekat. Beberapa defiasi dari warna ini dan kejernihan hams dipandang dengan Concern sebab is bisa merefleksi perubahan dalam radiofarmasetik dan bisa menghilangkan sifat biologiknya. Karakteristik fisik dari beberapa radiofarmasetik diberikan pada tabel 7-1.
Universitas Gadjah Mada
Tabel 7-1 Karakteristik fisik dari beberapa radiofarmasetik.
Pembuatan koloid atau agregat hams mempunyai jarak bentuk yang sesuai untuk
partikel
yang
dimaksud.
Misalnya,
untuk
visualisasi
dari
sistim
retikuloendotelial, bentuk partikel koloid hams dalam jarak 1 nm — 1 m dengan rata-rata bentuk sekitar 100 nm. Pembuatan koloid sulfur-Tc-99m, bentuk partikel (80-500 nm) bisa bervariasi dari batch ke batch dan hams dicek dalam setiap pembuatan. Ini dapat dicek dengan ultramikrosp
atau
elektron
mikroskop.
Opservasi
ini
selanjutnya
hams
dikolaborasikan dengan studi distribusi jaringan pada binatang, dimana koloid dari bentuk yang sesuai akan dilokalisasikan pada liver, sedangkan partikel agregat yang lebih besar akan dideposit dalam pam-pam. Pada pembuatan agregat seperti albumin berlabel Tc-99m dan MAA-Tc-99m, bentuk partikel akan bervariasi antara 10 dan 100 m. Bentuk bisa dicek dengan hemocytometer dibawah sinar mikroskop atau dengan Coulter counter. Sediaan yang mengandung partikel yang lebih besar dari 150 m bisa dibuang sebab
ada
kemungkinan
memblok
arterial
pulmonary
yang
akhirnya
menghasilkan kondisi embolik. Selanjutnya, partikel agregat bisa di pecah kedalam partikel koloid yang lebih kecil yang kemudian akan dilokalisasikan dalam sistim retikuloendotelial. Jumlah partikel dalam sediaan adalah penting dan dapat dideterminasi dengan menghitungpartikel dengan hemocytometer dibawah sinar mikroskop.
Universitas Gadjah Mada
TABEL 7-2 : Sediaan radiofarmasi untuk diagnostik
Universitas Gadjah Mada
Universitas Gadjah Mada