Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
VIABILITAS Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus DAN CAMPURANNYA DALAM TEPUNG BERAS (Viability of Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus and Their Mixture in Rice Powder) ENI KUSUMANINGTYAS, RAPHAELLA WIDIASTUTI, ISTIANA, R. MARYAM dan TARMUDJI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRACT Saccharomyces cerevisiae (Sc) and Rhizopus oligosporus (Ro) are commonly used as probiotic and are able to decrease aflatoxins contamination in feed. It is important to study the viability of Sc, Ro in rice powder as a media in order to make them applicable. Ten ml suspension containing 106 spores/cells/ ml of Sc, Ro or ScRo was inoculated in rice powder and incubated at 28oC for 5 days. After 5 days, the mixtures were incubated at 40oC for 24 h. Rice powder containing inocula were preserved at 28oC and 4oC. Samples were collected at day 0, 15, 30, 60 for viability assay. The results showed that Sc, Ro and ScRo were able to grow at 28oC until 2 months but cells or spores decreased after 1 month. Meanwhile, the inocula were still able to grow well up to 2 months at 4oC. Key Words: Viability, Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus ABSTRAK Saccharomyces cerevisiae (Sc) dan Rhizopus oligosporus (Ro) dapat digunakan sebagai probiotik dan dapat menurunkan kontaminasi aflatoksin pada pakan. Tepung beras dipakai sebagai media untuk memudahkan dalam penggunaannya. Untuk itu perlu diketahui viabilitas Sc, Ro dan ScRo dalam tepung beras tersebut. Sc, Ro dan campuran ScRo sebanyak 10 ml yang berisi 106 sel/spora per ml masing-masing diinokulasikan ke dalam 250 g tepung beras dan diinkubasi dalam suhu 28oC selama lima hari. Setelah lima hari, campuran diinkubasi pada suhu 40oC selama 24 jam. Tepung beras yang sudah mengandung inokulum disimpan pada suhu 28oC dan 4oC Sampel diambil pada hari ke 0, 15, 30 dan 60 untuk uji viabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulum Sc, Ro dan ScRo dengan penyimpanan pada suhu 28oC dapat tumbuh hingga dua bulan tetapi jumlah sel atau spora mulai menurun setelah umur satu bulan. Penyimpanan pada suhu 4oC menunjukkan bahwa inokulum masih mampu untuk berkembang sampai dua bulan. Kata Kunci: Viabilitas, Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus
PENDAHULUAN Saccharomyces cerevisiae (Sc) dan Rhizopus oligosporus (Ro) merupakan isolat yang diperoleh dari ragi tape (ISTIANA et al., 2003) dan ragi tempe (DWIJOSEPUTRO, 1976; SHURTLEFT dan AOYAGI, 1979; JUTONO,1985; TUNCLE et al, 1989; OLIVIA et al., 1998). Sc maupun Ro terbukti dapat menekan pertumbuhan kapang toksigenik A flavus yang dapat menghasilkan aflatoksin (KUSUMANINGTYAS et al., 2005a). Sc yang banyak digunakan untuk produk fermentasi, diketahui memiliki aktivitas yang tinggi dalam pengikatan aflatoksin dan ochratoksin. Sc var
boulardii effektif untuk memperbaiki performa ayam broiler yang diperlakukan dengan ochratoksin (AGAWANE dan LONKAR, 2004). Kultur ragi (Yea sac 1026) dan mannan oligosakarida yang berasal dari dinding sel Sc dapat mengurangi aflatoksikosis pada ayam broiler dan itik (DEVEGOWDA et al., 1995; SANTIN et al., 2003) serta mampu menyerap beberapa mikotoksin (YIANNIKOURIS et al., 2003). Selain itu Sc juga diketahui dapat menghasilkan toksin pembunuh (killer toxin) yang dapat berfungsi sebagai antipatogen (SELITRENNIKOFF, 2001). Sementara itu, Ro yang biasa dipakai dalam pembuatan tempe aman dikonsumsi dan tidak menghasilkan
1117
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
metabolit skunder yang berbahaya (RIBES et al., 2000; JANNESSEN et al., 2005). Lebih jauh, Sc dan Ro juga dapat mereduksi aflatoksin pada pakan yang terkontaminasi A flavus dan menurunkan residu pada hati dan daging (KUSUMANINGTYAS et al., 2005b). Berdasarkan potensi tersebut maka diperlukan media pengawetan untuk Sc, Ro dan campurannya (ScRo) agar dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama. Selain itu suhu penyimpanan yang tepat juga perlu diketahui untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut penelitian YUSUF (1985) substrat yang paling sesuai untuk pertumbuhan kapang tempe adalah nasi. Spora kapang Rhizopus oligosporus (NRRL 2710) mempunyai viabilitas yang lebih tinggi jika ditumbuhkan pada nasi dibandingkan pertumbuhannya pada gandum, kedelai dan dedak gandum. Berdasarkan pertimbangan bahwa nasi berasal dari beras maka penelitian ini menggunakan tepung beras sebagai media penyimpanan untuk Sc, Ro dan ScRo. Viabilitas inokulum tersebut dalam tepung beras diamati sampai dengan umur dua bulan. MATERI DAN METODE Saccharomyces cerevisiae (Sc; F0214) dan Rhizopus oligosporus (Ro; F0213) diperoleh dari Balitvet Culture Collection (BCC), Bogor. Sc dan Ro ditumbuhkan dalam media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) agar miring dan diinkubasi pada suhu 28oC selama tiga hari untuk Sc dan lima hari untuk Ro. Inokulum dipanen dengan melarutkannya dalam air suling steril. Jumlah spora Ro atau sel Sc dihitung kemudian diencerkan untuk mendapatkan suspensi yang mengandung 106 spora/sel/ml. Tepung beras disiapkan dalam Erlenmeyer masing-masing 250 g dan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Sterilitas tepung diuji dengan metode pembiakan pengenceran (THOMPSON,1969). Satu gram tepung dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan air suling sehingga volumenya menjadi sepuluh ml. Satu ml larutan dari tabung pertama dipindahkan ke tabung reaksi baru dan ditambah dengan
1118
sembilan ml air suling. Pengenceran dilanjutkan sampai 10-6. Satu ml dari masing-masing pengenceran dibiakkan ke dalam cawan petri dengan metode pour-plate. Cawan petri diinkubasi pada suhu 28oC selama tiga hari. Diamati koloni cendawan yang tumbuh. Tepung beras dapat dipakai sebagai media apabila tidak ada koloni cendawan yang tumbuh. Sepuluh ml Sc, Ro dan campuran ScRo sebanyak yang masing-masing berisi 106 sel/spora/ml masing-masing diinokulasikan ke dalam 250 g tepung beras dan diinkubasi dalam suhu 28oC selama lima hari. Setelah lima hari, inokulum Sc, Ro dan ScRo dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam. Inokulum kemudian disimpan pada suhu 28oC dan 4oC. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Sampel diambil pada hari ke 0, 15, 30 dan 60 untuk uji viabilitas dengan metode pengenceran (THOMPSON, 1969). HASIL DAN PEMBAHASAN Viabilitas Sc dan Ro dalam tepung beras secara umum dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan keadaan lingkungan internal dalam tepung beras itu sendiri. Lingkungan internal dapat berupa, kadar glukosa, karbon dan hasil metabolit skunder dari Sc atau Ro. Viabilitas campuran ScRo dapat juga dipengaruhi oleh interaksi antara Sc dan Ro yang memungkinkan keduanya bersifat sinergis atau antagonis dalam campuran. Sebelum dilakukan penyimpanan pada suhu 28oC dan 4oC, tepung beras berisi inokulum diinkubasi dahulu pada suhu 40oC selama 24 jam untuk mengurangi kadar air yang berlebih. Perlakuan ini bertujuan untuk sedikit menghambat pertumbuhan Sc atau Ro dalam tepung beras. Kadar air yang tinggi akan mempercepat perumbuhan sehingga nutrisi dalam tepung beras akan cepat habis dan inokulum akan lebih cepat mati. Tetapi perlakuan tersebut akan berakibat beberapa sel Sc atau spora Ro menjadi dorman. Untuk Ro, aktivasi spora dari dormansi tidak dipengaruhi oleh kadar glukosa tetapi dipengaruhi oleh pepton dalam nutrisi (THANH dan NOUL, 2004).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Viabilitas inokulum Sc, Ro dan ScRo selama penyimpanan pada suhu 28oC Penyimpanan inokulum pada suhu 28oC Tabel 1 menunjukkan jumlah sel khamir Sc meningkat sampai bulan pertama, tetapi menurun pada bulan kedua. Keadaan ini bisa terjadi karena kemungkinan jumlah populasi sel khamir sudah sedemikian padat sehingga ketersediaan nutrisi juga berkurang. Selain itu sesuai dengan fase pertumbuhan mikroorganisme, dengan semakin banyaknya populasi sel khamir akan semakin banyak juga metabolit skunder yang dihasilkan. Metabolit ini yang mungkin dapat mengganggu pertumbuhan sel khamir sehingga banyak yang mati akibatnya jumlah sel yang hidup menurun. Pada pertumbuhan Sc, glukosa sebagai sumber karbon sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel khamir. Semakin banyak glukosa yang terpakai semakin sedikit kandungan glukosa pada tepung beras sehingga pertumbuhan juga semakin lambat. Pertumbuhan yang ada tidak mampu mengimbangi jumlah sel Sc yang mati sehingga jumlah sel menjadi menurun. Tabel 1. Jumlah sel/spora rata-rata Sc, Ro dan ScRo pada suhu 28oC Inokulum
Jumlah sel/spora rata-rata (104) 0 hari
15 hari
30 hari
60 hari
Sc
3,4
250
423
35
Ro
30
27
100
43
ScRo (Sc)
67
13
83
35
ScRo (Ro)
13
39
120
57
Pada inokulum Ro, dari 0–15 hari jumlah spora yang hidup menurun. Kemungkinan disebabkan adanya proses adaptasi dari kapang tersebut, sehingga pertumbuhan yang ada belum sanggup menggantikan spora yang mati. Tetapi pada umur satu bulan jumlah spora yang hidup meningkat jauh. Hal ini menunjukkan bahwa Rhizopus dapat tumbuh pada media tepung beras yang digunakan. Pada inokulum umur dua bulan, jumlah spora yang hidup menurun kembali. Data tersebut sesuai dengan pernyataan THANH dan NOUL, (2004) bahwa aktivasi spora pada masa penyimpanan mencapai maksimum pada umur satu bulan dan menurun dengan bertambahnya spora yang
mati. Kemungkinan hal ini disebabkan ketersediaan nutrisi tidak menunjang Rhizopus untuk terus berkembang. Secara umum pertumbuhan Ro tergantung pada komposisi pH, temperatur dan jenis substrat (HUANG et al., 2005). Selain itu banyaknya hifa yang dihasilkan juga tergantung ketersediaan glukosa, protein terlarut, aktivitas enzim dan strain dari Ro (MISZKIEWICZ et al., 2003). Walaupun demikian, pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran terhadap komponen tersebut. Pada inokulum campuran, Sc menurun pada umur 15 hari tetapi naik lagi pada bulan pertama sampai akhirnya menurun pada umur dua bulan. Rhizopus pada inokulum campuran spora yang hidup meningkat terus sampai satu bulan dan pada umur dua bulan menurun kembali. Secara umum pada inokulum sendiri atau campuran kemampuan untuk tumbuh menurun pada umur dua bulan. Dari data ini inokulum masih bagus sampai umur satu bulan tetapi pada umur dua bulan sudah berkurang kemampuannya sampai 30 % dari bulan pertama. Suhu 28oC memungkinkan kapang dan khamir tersebut untuk terus berkembang sampai batas maksimal dan kemudian menurun kembali karena keterbatasan ruang dan nutrisi. Pada inokulum campuran (ScRo), pertumbuhan Sc dan Ro juga dipengaruhi oleh kadar alkohol sebagai hasil metabolit skunder dari Sc. LD50 untuk konsentrasi alkohol dari Rhizopus adalah 20,6% (MLIKOTA et al., 2004). Viabilitas inokulum Sc, Ro dan ScRo selama penyimpanan pada 4oC Pada suhu 4oC hampir semua inokulum mempunyai kecenderungan mempunyai viabilitas lebih tinggi daripada penyimpanan pada suhu 28oC. sampai umur dua bulan. Pada inokulum Sc, inokulum umur satu bulan sempat mengalami penurunan yang mungkin disebabkan pengambilan sampel yang tidak merata karena peningkatan sangat tajam terjadi pada periode satu sampai dua bulan. Inokulum Ro berkembang bagus sampai umur sau bulan dan pertumbuhan melambat dan masuk fase stasioner pada periode satu sampai dua bulan. Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan pada inokulum Ro tetap terjadi tetapi kecepatan pertumbuhan dengan banyaknya spora yang
1119
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
viabilitas tersebut di atas, inokulum Sc, Ro dan ScRo masih memungkinkan untuk digunakan sebagai feed additif sampai umur penyimpanan dua bulan meskipun penyimpanan pada suhu 28oC viabilitas menurun.
mati berimbang sehingga kurva viabilitas membentuk garis lurus pada periode satu sampai bulan. Sementara itu, pada inokulum campuran, Sc dan Ro mulai menurun pada umur dua bulan.
Tabel 2. Jumlah rata-rata sel/spora Sc, Ro dan ScRo pada suhu 4oC
Perbandingan jumlah koloni yang tumbuh pada penyimpanan 28oC dan 4oC
Jumlah spora/sel (104)
Jumlah spora rata-rata (104)
Inokulum
Apabila dibandingkan dengan inokulum dengan penyimpanan pada suhu 28oC dan 4oC tertera pada Gambar 1 dan 2, semua inokulum mempunyai viabilitas yang lebih baik pada suhu 4oC. Sementara itu, untuk perbandingan antar inokulum Sc dan Ro, inokulum Ro membentuk kurva yang relatif lebih stabil daripada inokulum Sc. Berdasarkan uji
0 hari
15 hari 30 hari 60 hari
Sc
3,4
243
10
193
Ro
45
53
113
113
ScRo (Sc)
67
73
346
57
ScRo (Ro)
13
40
110
77
500 400 300 200 100 0 0 Hari
15 Hari
30 Hari
60 Hari
Waktu Sc
Ro
ScRo(Sc)
ScRo(Ro)
4
Jumlah spora/sel (10 )
Gambar 1. Jumlah rata-rata sel/spora Sc, Ro dan ScRo pada suhu 28oC dan 4oC
400 300 200 100 0 0 Hari
15 Hari
30 Hari
60 Hari
Waktu Sc
Ro
Scro(Sc)
ScRo(Ro)
Gambar 2. Jumlah rata-rata sel/spora Sc, Ro dan ScRo pada suhu 4oC
1120
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KESIMPULAN DAN SARAN Inokulum Sc, Ro dan ScRo dapat tumbuh hingga dua bulan pada suhu penyimpanan 28oC, tetapi jumlah sel atau spora mulai menurun setelah umur satu bulan. Inokulum Sc, Ro dan ScRo pada suhu penyimpanan 4oC menunjukkan bahwa inokulum masih mampu untuk berkembang sampai dua bulan. Inokulum Sc, Ro dan ScRo dalam tepung beras masih dapat digunakan sebagai feed additif berdasarkan kemampuan hidupnya sampai dua bulan penyimpanan, Berdasarkan hasil di atas sebaiknya penelitian dilanjutkan dengan menggunakan media penyimpanan selain tepung beras dengan waktu penyimpanan yang lebih lama. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat berjalan dengan baik atas dukungan biaya dari Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Patisipatif (The Participtory Development of Agricultural Tecnology Project/ PAATP) tahun 2004. DAFTAR PUSTAKA AGAWANE, S.B. and P.S. LONKAR. 2004. Effect of probiotic containing Saccharomyces boulardii on experimental ochratoxicosis in broiler: hematobiochemical studies. J. Vet. Sci 5(4): 359–367. DEVEGOWDA, G., B.I. R. ARAVIND, M.G. MORTON and K. RAJENDRA. 1995. A biotechnological approach to counteract aflatoxicosis in broiler chickens and ducklings by the use of Saccharomyces cerevisiae. Proc. of feed ingredients asia ’95. Singapore International Convention and exhibition center; Singapore,19–21 September 1995. pp. 161– 171. DWIJOSEPUTRO, D. 1976. Microbiological studies of Indonesian ragi. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian masyarakat, Jakarta. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. HUANG, L.P., B. JIN and P. LANT. 2005. Direct fermentation of potato starch wastewater to lactic acid by Rhizopus oryzae and Rhizopus arrizus. Bioprocess Biosyst Eng. (Epub ahead of print).
ISTIANA, E. KUSUMANINGTYAS, D. GHOLIB dan S. HASTIONO. 2003. Isolasi dan identifikasi Saccharomyces cerevisiae beserta aktivitas in vitro terhadap Salmonella typhimurium. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30 September–1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 459–462. JANNESSEN, J., K.F. NIELSEN, J. HOUBRAKEN, E.K. LYHNE, J. SCNURER, J.C. FRISVAD and R.A. SAMSON. 2005. Secondary metabolite and mycotoxin production by the Rhizopus microsporus group. Int. J Food Microbiol. 98(3): 261–269. JUTONO. 1985. The microbial of usar, a traditional tempe inoculum. Proc. of Asian symposium on non-salted soybean fermentation; Tsukuba, Japan, July 1985. KUSUMANINGTYAS, E., R. WIDIASTUTI dan R. MARYAM. 2005a. Reduction of aflatoxin B1 production by using Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus and their combination. Submit ke Mycopathologia. KUSUMANINGTYAS, E., ISTIANA, R. WIDIASTUTI dan TARMUDJI. 2005b. Uji potensi kapang/khamir dalam mereduksi aflatoksin dan formulasinya sebagai feed additif dalam pakan ternak. Laporan Penelitian Proyek PAATP. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. MISZKIEWICZ H, BIZUKOJC M, ROZWANDOWICZ A and BIELECKI S.2003. Physiological properties and enzymatic of Rhizopus oligisporus in solid state fermentations. Commun. Agric. Appl. Biol. Sci. 68(2 ptA): 313–316. MLIKOTA, G.F., M.F. MANSOUR, J.L. SMILANICK and B.E. MACKEY. 2004. Survival of spores of Rhizopus stolonifer, Aspergillus niger, Botrytis cinerea and Arternaria alternata after exposure to ethanol solutions at various temperatures. J. Appl. Microbiol. 96(6): 1354– 1360. OLIVIA, F., A.W. GUNAWAN dan A. SUWANTO. 1998. Isolasi dan deteksi aktivitas lipase Rhizopus spp. Hayati 5(4): 113–115. RIBES, J.A., C.L. VANOVER-SAMS and J.B. BAKER. 2000. Zygomycetes in human disease. Clin. Microbiol. Rev. 13(2): 236–301. SANTIN, E., A.C. PAULILLO, A. MAIORKA, L.S.O. NAKAGHI, M. MACARI, A.V.S. DA SILVA and A.C. ALESSI. 2003. Evaluation of the efficacy of Saccharomyces cerevisiae cell wall to amelorate the toxic effects of aflatoxin in broiler. Int. J. Poult. Sci. 2(5): 341–344.
1121
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
SELITRENNIKOFF, C,P.. 2001. Antifungal protein. Appl. Environ. Microbiol. 67: 2883–2894. SHURTLEFF, W. and A. AOYAGI. 1979. The book of tempeh, a super soyfood from Indonesia. New York: Harper & Row.
TUNCLE, G., M.J.R. NOUTA and F.M. ROMBOUTS. 1989. Effect of acidification on microbiological composition and performance of tempe starter. Food Microbiol. 6: 37–43.
THANH, N.Y. and M.J. NOUL. 2004. Dormancy, activation and viability of Rhizopus oligosporus sporangiospores. Int. J. Food Microbiol. 92(2): 171–179.
YIANNIKOURIS, A., L. POUGHON, X. CAMELEYRE, C.G. DUSSAP, J. FRANCOIS, G. BERTIN and J.P. JOUANY. 2003. Anovel technique toevaluate interacton between Saccharomyces cerevisiae cell wall and mycotoxins: application to zearalenone. Biotech. Letter. 25: 783–789.
THOMPSON, J.C. 1969. Techniques for isolation of the common pathogenic fungi. Medium 7(3) and 4 MAFFCVL. Weybridge. England.
YUSUF, H. 1985. Pengaruh jenis kapang, jenis pengemas dan lam penyimpanan terhadap aktivitas inokulum.
1122