VI. PERMODELAN SISTEM PERENCANAAN 6.1. Susunan Model Perencanaan Perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat terdiri atas beberapa model. Perencanaan dimulai dengan menganalisis kondisi lingkungan strategis pada kawasan peternakan sapi potong untuk perumusan model strategi pengembangan sebagai awal mendisain model perencanaan pengembangan agroindustri
sapi
potong.
Kemudian
model
perencanaan
dievaluasi
dengan
mengakuisisi pengetahuan pakar dengan melibatkan perbedaan-perbedaan pendapat berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang bersifat kompleks, dinamis dan probabilistik. Pemecahan masalah dilakukan melalui permodelan sistem, sehingga proses pengambilan keputusan dari model yang dihasilkan diharapkan bersifat rasional, transparan dan terukur. Permodelan yang dirancang adalah pemrograman dalam bentuk perangkat lunak sistem penunjang keputusan (SPK) dengan nama Agroindustry of Beef Cattle Model in West Sumatra disingkat dengan AGRIBEST. Permodelan sistem direkayasa untuk membantu stakeholders dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengembangan agroindustri sapi potong. Bahasa pemrograman yang digunakan berbasis visual dan model program AGRIBEST yang terdiri dari empat (4) komponen, yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, sistem manajemen pengetahuan dan sistem manajemen dialog. 6.2. Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data digunakan untuk mengelola data yang diperlukan dalam analisa model. Sistem manajemen basis data program AGRIBEST disusun dalam empat (3) basis data sebagai berikut. 6.2.1. Data Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Data strategi pengembangan agroindustri sapi potong yang digunakan adalah data kualitatif yang terdapat pada elemen hirarki perumusan strategi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Hirarki perumusan strategi tersusun atas lima (5) tingkatan, yaitu: fokus, pelaku, prinsip, kriteria, dan strategi. Hirarki kesatu fokus, yaitu pola umum pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat.
Hirarki kedua elemen pelaku, yaitu: (1) pengusaha swasta, (2) koperasi, (3) kelompok peternak, (4) pemda kabupaten/kota, (5) masyarakat setempat, (6) lembaga swadaya masyarakat, dan (7) perusahaan daerah. Hirarki ketiga dan keempat, elemen prinsip dengan kriterianya, yaitu: (1) potensi dan pemberdayaan masyarakat dengan krtiteria: a) peran masyarakat perantau, b) kemampuan dan potensi masyarakat, (2) kepastian status dan fungsi lahan dengan kriteria: a) kesepakatan penggunaan lahan/lokasi usaha, b) kejelasan fungsi dan penggunaan lahan, c) kesesuaian perencanaan, (3) kejelasan struktur dan fungsi kelembagaan dengan kriteria: a) kemampuan sumber daya manusia, b) struktur organisasi, dan c) kewenangan dan tanggung jawab dan (4) ketersediaan sarana dan prasarana dengan kriteria: a) infrastruktur, b) sarana tranportasi, dan c) sistem dan prosedur informasi. Hirarki kelima, elemen alternatif strategi, yaitu: (1) pembangunan lumbung (kawasan) agroindustri sapi potong, (2) pengembangan usaha kecil dan menengah, (3) pengembangan produk dan pasar, (4) peningkatan partisipasi investasi perantau, (5) peningkatan mutu ternak dan hasil ternak sapi potong. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metoda Fuzzy-Analytical Hierarchy Process (Fuzzy-AHP). Penilaian perbandingan skala tingkat kepentingan antara elemen-elemen hirarki dari pendapat kualitatif para pakar menggunakan preferensi fuzzy dengan label linguistik, yaitu Mutlak Penting/Absolute Importance, Sangat Jelas Lebih Penting/Very Strong Importance, Jelas Lebih Penting/Strong Importance, Sedikit Lebih Penting/Weak Importance, dan Sama Penting/Equal Importance. Proses pengolahan data dilakukan secara individual dengan persyaratan, setiap individu pakar harus konsisten. Penilaian dilakukan oleh para pakar, yaitu: (1) Dr. Agusli Thaher (Kepala Bidang Pengembangan Penerapan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat); (2) Prof. Dr. Ir. Surya Anwar, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (3) Ir. Bambang Susilobroto, MS (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat); (4) Drh. Erinaldi (Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat); (5) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang). 6.2.2. Data Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong. Data yang digunakan pada analisa teknik perencanaan adalah sebagai berikut: 1) kelayakan Pasar, 2) pemilihan Produk, 3) perencanaan lokasi, 4) perencanaan kapasitas produksi. Data teknis perencanaan dilengkapi dengan 5) pembiayaan
pengembangan agroindustri, 6) resolusi konflik, 7) komitmen stakeholder, 8) kelayakan ekonomi dan 9) kelayakan finansial. A. Kelayakan Pasar Data untuk kelayakan pasar yang digunakan adalah data historis jumlah konsumen produk, kebutuhan per kapita per tahun dan produksi (penyediaan propinsi) dari data sekunder Statistik Peternakan Tahun 1993 – 2005 (Dinas Peternakan Propinsi Sumbar, 1994 – 2006) untuk memprediksi permintaan total dan potensial pasar. Proses pengolahan data dilakukan berdasarkan metoda prediksi. B. Pemilihan Produk Data yang digunakan adalah hasil penilaian kriteria dan alternatif dalam pemilihan produk. Alternatif produk agroindustri sapi potong yang akan dipilih, yaitu: 1) sosis, 2) abon, 3) bakso, 4) dendeng kering, 5) rendang, 6) kerupuk kulit, 7) kulit lapis, 8) kulit sol, 9) tepung tulang, dan 10) pupuk kandang. Alternatif produk yang dikembangkan ditentukan dan dinilai oleh para pakar berdasarkan beberapa kriteria, yaitu: 1) potensi pasar, 2) lokasi, 3) bahan baku, 4) sarana produksi, 5) aksesibilitas, 6) dukungan pemerintah, 7) gangguan dan pencemaran lingkungan, 8) peralatan dan alat (teknologi penunjang), dan 9) sumberdaya manusia. Skala penilaian kriteria, yaitu: Nilai 4 = Sangat Berpengaruh, Nilai 3 = Berpengaruh, Nilai 2 = Kurang Berpengaruh, Nilai 1 = Tidak Berpengaruh. Skala penilaian bobot kriteria, yaitu: Nilai 4 = Sangat Penting atau Sangat Menentukan, Nilai 3 = Penting atau Menentukan, 2 = Agak Penting atau Agak Menentukan, Nilai 1 = Kurang Penting atau Kurang Menentukan. Penilaian terhadap pemilihan alternatif produk dilakukan oleh para pakar, yaitu: (1) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (2) Dr. Agusli Thaher (Kepala Bidang Pengembangan Penerapan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat); (3) Ir. Bambang Susilobroto, MS (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat); (4) Drh. Erinaldi (Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat); (5) Djaswir Loewis (Sekretaris Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Cabang Padang). Proses pengolahan data dilakukan berdasarkan Metoda Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metoda untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak yang membantu dalam
pengambilan keputusan. Solusi hasil didapat dari urutan prioritas keputusan di dasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. C. Perencanaan Lokasi Data yang digunakan dalam perencanaan lokasi pengembangan adalah data hasil penilaian dari skala faktor-faktor yang berpengaruh terhadap alternatif lokasi pilihan. Kriteria-kriteria pemilihan lokasi yang menjadi faktor berpengaruh dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat, yaitu: 1) kondisi wilayah belakang (hinterland), 2) lokasi strategis, 3) infrastruktur dan teknologi, 4) ketersediaan jaringan utilitas, 5) masalah lingkungan sosial, 6) ketersediaan sumber daya manusia, 7) jaminan keamanan, 8) pemasok bahan baku, dan 9) kondisi iklim dan topografi. Skala penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi pengembangan agroindustri, yaitu 1) Nilai 5 = Sangat Tinggi/Memadai, 2) Nilai 4 = Tinggi, 3) Nilai 3 = Cukup Tinggi/Memadai, 4) Nilai 2 = Belum Cukup Memadai, dan 5) Nilai 1 = Tidak Memadai. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam pemilihan alternatif lokasi pengembangan agroindustri sapi potong dilakukan oleh para pakar, yaitu: (1) Dr. Agusli Thaher (Kepala Bidang Pengembangan Penerapan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat); (2) Prof. Dr. Ir. Surya Anwar, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (3) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (4) Drh. Erinaldi (Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat); (5) Ir. Bambang Susilobroto, MS (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat). Alternatif lokasi pengembangan agroindustri sapi potong, adalah 1) Kabupaten Lima Puluh Kota, 2) Kabupaten Agam, 3) Kabupaten Sawahlunto Sijunjung (Dharmasraya), 4) Kabupaten Tanah Datar, 5) Kabupaten Solok, 6) Kabupaten Padang Pariaman, 7) Kabupaten Pesisir Selatan dan 8) Kabupaten Pasaman. Model
perencanaan
pemilihan
lokasi
menggunakan
Metoda
Faktor
Peringkat/MFP (Factor-Rating Method). Pemilihan lokasi ditentukan oleh rating tertinggi dari jumlah rata-rata skor terbobot dari semua faktor yang berpengaruh terhadap alternatif lokasi sebagai dasar pilihan. D. Perencanaan Kapasitas Produksi Data perencanaan kapasitas produksi yang digunakan adalah data primer dari hasil survey dan wawancara ke produsen dan pedagang di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh, Pasar Atas dan Pasar Bawah Bukittinggi, Kecamatan Tilatang Kamang
dan Kecamatan Baso di Kabupaten Agam. Data yang dibutuhkan dalam perencanaan kapasitas produksi, yaitu: 1) data kebutuhan investasi untuk biaya variabel berupa biaya per unit dari kebutuhan bahan baku, bahan tambahan dan biaya tenaga kerja langsung dan biaya variabel lainnya; 2) data biaya tetap per tahun berupa penyusutan peralatan/mesin dan bangunan, biaya perbaikan dan pemeliharaan bangunan, peralatan/mesin, kendaraan dan biaya tetap lainnya; 3) data harga jual produk per unit yang dihasilkan. Pengolahan data menggunakan formula model titik impas/pulang pokok (BEP) untuk menentukan jumlah output (produk) minimum yang dihasilkan dimana perusahaan tidak mengalami kerugian menggunakan program analisa finansial (Ansial) . E. Pembiayaan Pengembangan Agroindustri Data
yang
digunakan dalam memprediksi pembiayaan pengembangan
agroindustri adalah data hasil penilaian beberapa alternatif sumber pembiayaan menggunakan penilaian preferensi fuzzy multi person. Alternatif sumber pembiayaan pengembangan agroindustri sapi potong tersebut adalah 1) perbankan konvensional, b) perbankan syariah, dan c) pola bagi hasil “saduoan”. Penilaian bobot alternatif pembiayaan menggunakan preferensi label linguistik, yaitu: Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR). Pengolahan data menggunakan metoda Fuzzy Investmen Model. Metoda Fuzzy Investmen Model merupakan metoda semi numeric, dimulai dengan tahap “Fuzzification”, yaitu penilaian dilakukan menggunakan logika fuzzy, kemudian tahap “Fuzzy Computation”, yaitu pengolahan penilaian bilangan fuzzy dengan mencari sensor agregasi pakar. Pada tahap terakhir “Defuzzification”, yaitu mengembalikan bilangan fuzzy ke bilangan numerik. Penilaian alternatif sumber pembiayaan dilakukan oleh para pakar, yaitu: (1) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (2) Dr. Agusli Thaher (Kepala Bidang Pengembangan Penerapan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat); (3) Dr. H. Eni Kamal, MSc (Ketua Komite Kamar Dagang dan Industri Sumatera Barat); (4) Ir. Bambang Susilobroto, MS (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat).
F. Resolusi Konflik
Data yang digunakan dalam penyelesaian/resolusi konflik terdiri atas: 1) data hasil penentuan prioritas resolusi, 2) data resolusi konflik hasil stakeholders dialogue. Data penentuan prioritas resolusi yaitu data analisis menggunakan metoda FuzzyAnalytical Hierarchy Process (Fuzzy-AHP) dalam susunan hirarki fokus, faktor penentu, aktor, resolusi. Fokus: Pola umum resolusi konflik stakeholders agroindustri sapi potong di Sumatera Barat; Faktor penentu yaitu: (1) kesepakatan pembagian saham di pihak dalam kaum dan pihak industri, (2) kejelasan pembagian hak dan kewajiban pengelolaan aset adat, (3) terjadi komunikasi yang baik antara mamak dan kemenakan, (4) kesediaan pihak industri memberikan sebagian keuntungannya, (5) perundingan di luar pengadilan, (6) kesepakatan yang disyahkan pengadilan; Pelaku (aktor) dalam menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu: (1) ninik mamak di dalam kaum yang bersangkutan, (2) pemilih atau pemegang hak otoritas aset adat (tanah ulayat), (3) kerapatan adat nagari, (4) pihak industri atau pengelola aset adat, (5) pemerintahan nagari, (6) pengadilan negeri; Alternatif resolusi, yaitu: (1) kesesuaian pembagian saham di dalam kaum, (2) menggunakan prinsip “adat diisi limbago dituang”, (3) kompensasi/kesediaan industri memberikan sebagian keuntungannya, (4) penyelesaian konflik di luar pengadilan (kompromi dan mufakat), (5) kesepakatan tertulis yang disyahkan pengadilan, (6) tukar guling penggunaan aset ulayat. Pengolahan data diawali dengan penilaian perbandingan skala tingkat kepentingan antara elemen-elemen hirarki dari pendapat kualitatif para pakar menggunakan preferensi fuzzy dengan label linguistik, yaitu Mutlak Penting/Absolute Importance, Sangat Jelas Lebih Penting/Very Strong Importance, Jelas Lebih Penting/Strong Importance, Sedikit Lebih Penting/Weak Importance, dan Sama Penting/Equal
Importance.
Nilai-nilai
perbandingan
harus
diperoleh
tingkat
konsistensinya, kemudian dilakukan pengolahan vertikal untuk menentukan vektor prioritas sistem ditiap level hirarki. Penilaian perbandingan elemen masing-masing hirarki dilakukan oleh para pakar, yaitu: (1) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (2) Ir. Busharmaidi, MS (Wakil Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat); (3) Novrial, SE, MA (Kepala Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat); (4) Drh. Erinaldi (Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat); (5) Drs. Bachzantidor Dt. Bandaro (Penghulu Kaum Suku Caniago, Nagari Guguk Solok); (6) Djaswir Loewis (Sekretaris Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Cabang Padang). Data resolusi konflik stakeholders yaitu data nilai
lahan/tanah ulayat yang digunakan sebagai lahan/lokasi industri sebagai saham kepemilikan
dalam
keikutsertaan
pemilik
hak
ulayat
dalam
biaya
investasi
pembangunan agroindustri sapi potong. G. Komitmen Stakeholders Data yang digunakan pada evaluasi atau penilaian komitmen stakeholders pengembangan peternakan sapi potong adalah kriteria-kriteria komitmen yang direkomendasikan. Kriteria komitmen pengembangan tersebut,
yaitu: 1) kawasan
terdiri dari 60 % KK peternak, 2) sosial budaya masyarakat terhadap penguasaan teknologi dan pasar, 3) Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, 4) kepemilikan sapi, 5) pengusahaan ternak secara intensif, 6) akses terhadap permodalan, 7) akses kepada pasar, 8) perizinan investasi dan usaha, 9) pengaturan pemasok dan kebutuhan pangan dan sanitasi bahan asal hewan, 10) pengaturan kemitraan dengan swasta (swasta dan peternak), 11) pemberantasan penyakit hewan menular, 12) pemeliharaan aset peternakan di daerah, 13) pemusnahan bahan asal ternak yang masuk secara illegal. Alternatif komitmen, yaitu: 1) mengembangkan kawasan sentra produksi peternakan (lumbung ternak), 2) mengembangkan unit usaha kecil, 3) melayani kebutuhan sarana (semen beku dan vaksin) dan sumber daya manusia (SDM), dan 4) penyerahan kewenangan ke kabupaten dan kota dalam rangka mempercepat pembangunan peternakan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Metoda Fuzzy Multi-Expert Multi-Criteria Decision Making (ME-MCDM). Metoda Fuzzy–ME-MCDM merupakan metoda analisis non numerik. Data hasil penilaian pakar dilakukan perhitungan agregasi kriteria dan agregasi pakar berdasarkan kesepakatan dan negasi tingkat kriteria. Skala penilaian kriteria-kriteria terhadap alternatif komitmen menggunakan preferensi label linguistik dilakukan olah para pakar, yaitu: Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), Sangat Rendah (SR). Para pakar yang menilai, yaitu: (1) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (2) Dr. Agusli Thaher (Kepala Bidang Pengembangan Penerapan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat);
(3) Drh. Erinaldi (Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas
Peternakan Propinsi Sumatera Barat).
H. Kelayakan Ekonomi Data yang
digunakan
dalam kelayakan ekonomi merupakan data kualitatif
yang menjadi kriteria-kriteria alternatif kelayakan. Alternatif kelayakan ekonomi dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat adalah 1) Manfaat langsung (direct benefits), 2) manfaat tidak langsung (indirect benefits), 3) Manfaat tidak kentara (intangible benefits), dan 4) Biaya tidak langsung (indirect cost). Kriteriakriteria penilaian dari alternatif manfaat langsung, yaitu: 1) kenaikan nilai hasil produksi sapi potong, 2) meningkatnya mutu produksi, 3) berkurangnya biaya operasional pemasaran, 4) meningkatnya kapasitas produksi, 5) meningkatnya ketersediaan bahan baku, 6) menambah penyerapan tenaga kerja lokal, 7) meningkatnya tingkat pendapatan/keuntungan, 8) peningkatan investasi, 9) peningkatan penggunaan tanah/lahan. Kriteria-kriteria penilaian dari alternatif manfaat tidak langsung adalah 1) mendorong tumbuhnya industri-industri lain, 2) bertambahnya nilai produksi industriindustri lain, 3) meningkatnya kepercayaan berinvestasi, 4) peningkatan pemanfaatan produk samping, 5) peningkatan motivasi berusaha, 6) mendorong meningkatnya inovasi teknologi, 7) meningkatnya nilai lahan/tanah di lokasi pengembangan, 8) mendorong
tumbuhnya
jumlah
stakeholders,
9)
menjadikan
contoh
lokasi
pengembangan agroindustri sapi potong. Kriteria-kriteria penilaian dari alternatif manfaat tidak kentara adalah 1) perbaikan lingkungan hidup, 2) berkurangnya pengangguran, 3) peningkatan ketahanan nasional, 4) mendorong tumbuhnya industri serupa di daerah lain, 5) berkurangnya lahan tidur (belum dimanfaatkan), 6)
berkembangnya industri
penunjang, 7) peningkatan peran stakeholders, 8) mendorong meningkatnya peran nagari, 9) berkembangnya daerah sekitar. Kriteria-kriteria penilaian dari alternatif biaya tidak langsung adalah 1) terjadinya pencemaran lingkungan (polusi udara, bising), 2) perubahan nilai-nilai (norma) dalam masyarakat, 3) terjadinya konflik stakeholders, 4) terganggunya aktivitas/kegiatan sosial masyarakat, 5) berkurangnya stabilitas keamanan lingkungan, 6) terganggu kelancaran penggunaan infrastruktur/sarana umum, 7) perubahan kesepakatan nilai atas penggunaan aset ulayat, 8) tidak seimbangnya pemanfaatan tenaga kerja lokal, 9) pembinaan dan pengembangan kelompok masyarakat lokasi. Skala
penilaian
kriteria-kriteria
terhadap
alternatif
kelayakan
ekonomi
menggunakan preferensi label linguistik dilakukan olah para pakar, yaitu: Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), Sangat Rendah (SR). Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan kaidah fuzzy dengan nama Metoda Fuzzy Planning Evaluation Model. Metoda ini termasuk Metoda Fuzzy Multi-Expert MultiCriteria Decision Making (ME-MCDM) non numerik. Para pakar yang menilai adalah (1) Prof. Dr. Ir. Arnim, MS (Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang); (2) Ir. Busharmaidi, MS (Wakil Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat); (3) Novrial, SE, MA (Kepala Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat); (4) Drh. Erinaldi (Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat); (5) Djaswir Loewis (Sekretaris Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Cabang Padang). I. Kelayakan Finansial Data yang digunakan dalam kelayakan finansial yaitu data kuantitatif terdiri atas: 1) data kebutuhan dana investasi dapat berujud penyediaan lahan/tanah, pembelian peralatan dan mesin, biaya untuk mendirikan bangunan, pembelian kendaraan operasional, perlengkapan kantor, biaya dan modal pra operasional pabrik; 2) biaya tetap berupa kebutuhan tenaga kerja dapat berujud tenaga kerja langsung dan tidak langsung, penyusutan peralatan dan bangunan serta perbaikan dan pemeliharaan bangunan, peralatan dan mesin, kendaraan operasional dan biaya investasi penanganan limbah; 3) biaya variabel berupa kebutuhan bahan baku, kebutuhan tambahan dan kebutuhan variabel dalam operasional; 4) bunga dan angsuran kredit; 5) data pajak pertambahan nilai; 6) data laba rugi dan 7) data aliran kas proyek (cash flow). Penilaian investasi menggunakan pemecahan dengan (1) Metode Nilai Bersih Sekarang (net present value, NPV) merupakan selisih antara keuntungan sekarang dengan biaya sekarang; (2) Metode Indeks Kemampulabaan (profitability index, PI) merupakan rasio antara nilai sekarang arus kas masuk total dengan nilai sekarang total dari investasi inisial; (3) Metode Tingkat Kemampulabaan Internal (internal rate of return, IRR) merupakan nilai tingkat bunga dari seluruh net cash flow sesudah diproyeksikan sekarang terhadap jumlah nilai biaya investasi; (4) Metode Nisbah Biaya dan Manfaat (Net B/C Ratio) merupakan perbandingan nilai keuntungan bersih terhadap biaya bersih; dan (5) Metode Pemulihan Investasi (payback method, PBP) merupakan penilaian investasi yang didasarkan pada pelunasan biaya investasi atas keuntungan usaha.
6.2.3. Data Evaluasi Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Data yang digunakan dalam mengevaluasi model perencanaan adalah data kualitatif pendapat pakar menggunakan sistem pakar yang tergabung ke dalam sistem manajemen basis pengetahuan (knowledge base management system, KBMS) mengunakan metoda Fuzzy dengan kaidah IF THEN Rule. Data evaluasi perencanaan yang digunakan adalah data hasil dari analisis strategi pengembangan, teknis perencanaan
(pemilihan
produk
dan
lokasi,
ketersediaan
bahan
baku
dan
perencanaan kapasitas produksi), sumber pembiayaan, nilai bagi hasil dari kepemilikan saham, serta dilengkapi dengan penilaian komitmen dari stakeholder, kelayakan/dampak
ekonomi
dan
kelayakan
finansial.
Hasil
analisia
teknis
perencanaan tersebut dijadikan sebagai data untuk input parameter, acuan untuk data aturan (rule base) penilaian dan sebagai data untuk merumusan alternatif keputusan evaluasi yang terdapat dalam deskripsi evaluasi. Penilaian untuk evaluasi model perencanaan dilakukan dengan menggunakan software KBMS. Penilaian dapat dilakukan oleh seorang pakar atau beberapa pakar yang berkompeten dan mampu menilai untuk mengevaluasi model perencanaan pengembangan agroindutri sapi potong di Sumatera Barat. 6.3. Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model yang dirancang secara garis besar terdiri dari a) Model Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong, b) Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong, dan c) Evaluasi Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong. 6.3.1. Model Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Model Perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong yang dibangun pada kawasan lumbung ternak merupakan kawasan sentra produksi peternakan sapi potong di kabupaten/kota Sumatera Barat. Alternatif rumusan strategi merupakan hasil penilaian faktor strategis eksternal dan faktor strategis internal yang dirumuskan menggunakan analisis matriks internal – eksternal (matriks IE), matriks SWOT dan Matriks Grand Strategy. Metoda Fuzzy-AHP digunakan dalam penentuan strategi prioritas dalam hirarki pola umum pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Diagram alir proses perumusan model strategi pengembangan agroindustri sapi potong disajikan pada Gambar 13.
Identifikasi Faktor Eksternal dan Internal
Mulai
Evaluasi Faktor Eksternal dan Internal “IFE dan EFE Matriks”
Penilaian Faktor Eksternal dan Internal
Tidak Penjumlahan Nilai Faktor Internal dan Eksternal
Sesuai?
Ya
Matriks IE, Matriks Grand Strategy, Matriks SWOT
Perhitungan Jumlah dan Bobot
Penilaian Bobot dan rating
Fuzzy-AHP dengan kriteria SFAS
Rumusan Alternatif Strategi
Strategi Prioritas
Selesai
Gambar 13. Diagram alir perumusan model strategi pengembangan agroindustri sapi potong 6.3.2. Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong yang dibangun mempertimbangkan kelayakan dari aspek teknis, kondisi pasar, suplai bahan baku, lingkungan fisik dan lingkungan sosial, serta kelayakan dalam biaya investasi dan ekonomi. Cakupan kajian dirangkum di dalam teknis perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong ke dalam model permintaan pasar dan prediksi permintaan produk,
model
pemilihan
produk
agroindustri,
model
perencanaan
lokasi
pengembangan, dan model perencanaan kapasitas produksi dan merupakan modelmodel utama dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong yang memberikan alternatif sistem pengambilan/penunjang keputusan. Sistem penunjang keputusan merupakan kesatuan dari sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, dan sistem manajemen basis pengetahuan. Sistem penunjang keputusan dilengkapi dengan model pemilihan pembiayaan pengembangan agroindustri sapi potong dan penyelesaian (resolusi) konflik
stakeholders
pada
pengembangan
agroindustri
sapi
potong.
Teknis
perencanaan agroindustri sapi potong disajikan sebagai berikut. A. Model Permintaan Pasar dan Prediksi Permintaan Produk. Model permintaan pasar dan prediksi permintaan produk dimasa yang akan datang menggunakan metoda kuantitatif melalui persamaan matematis yang dievaluasi tingkat kesalahan. Prediksi data permintaan pasar dan ketersediaan produk
menggunakan program software Statistical Analysis System (SAS), yakni The SAS System for Window v6.12. Beberapa metoda prediksi yang digunakan, yaitu: 1) Exponential Smoothing Method (expo); 2) Stepwise Autoregressive Method (Stepar); dan 3) Winters Exponentially Smoothed Trend-Seasonal Method (winters). Diagram alir proses penentuan prediksi model kelayakan pasar secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 14.
Mulai
Basis data: a. Jumlah konsumen/pengguna b. Kebutuhan per kapita per tahun c. Produksi (penyediaan) produk
Metoda Prediksi 1. Exponential Smoothing Method (expo), 2. Stepwise Autoregressive Method (Stepar), 3. Winters Exponentially Smoothed TrendSeasonal Method (winters).
Hitung Analisis Statistik 2 MAE, MSE, R
Selesai
Cetak Hasil Prediksi Periode yang akan datang
Basis Data Permintaan
Perhitungan: • Model Permintaan Total = Jumlah Konsumen x Kebutuhan per kapita, • Model Ketersediaan Produk = Produksi produk – Permintaan Total Tidak
Metoda Prediksi Tidak Dipilih
Kesalahan 2 Terkecil & R Terbesar? Metoda Prediksi yang Digunakan
Ya
Gambar 14. Diagram alir model prediksi permintaan pasar dan ketersediaan produk B. Model Pemilihan Produk Agroindustri Sapi Potong. Model pemilihan produk agroindustri sapi potong dirancang menggunakan Metoda Perbandingan Eksponensial (MPE) berdasarkan penilaian kriteria dan alternatif produk yang telah direkomendasi, yaitu: 1) potensi pasar, 2) lokasi, 3) bahan baku, 4) sarana produksi, 5) aksesibilitas, 6) dukungan pemerintah, 7) gangguan dan pencemaran lingkungan, 8) peralatan dan alat (teknologi penunjang), dan 10) sumberdaya manusia. Alternatif produk yang sesuai dikembangkan di Sumatera Barat, yaitu: 1) sosis, 2) abon, 3) bakso, 4) dendeng kering, 5) rendang, 6) kerupuk kulit, 7) kulit lapis, 8) kulit sol, 9) tepung tulang, dan 10) pupuk kandang.
Diagram alir
pemilihan produk agroindustri sapi potong yang akan dikembangkan secara rinci ditunjukkan pada Gambar 15.
Urutan prioritas keputusan pada skor masing-masing alternatif
Penilaian Alternatif dan Kriteria
Mulai
Menyusun semua alternatif keputusan
Nilai total atau skor alternatif setiap kriteria dihitung dengan MPE: m
Menentukan kriteriakriteria keputusan
( )
Total nilai (TN1) = ∑ RKij j =1
Prioritas keputusan
TKKj
Selesai
Gambar 15. Diagram alir model pemilihan produk agroindustri sapi potong C. Model Perencanaan Lokasi Agroindustri Sapi Potong. Model perencanaan pemilihan lokasi pengembangan agroindustri sapi potong dirancang pada kawasan sentra peternakan sapi potong yang menjadi lumbung ternak nagari pada delapan kabupaten di Sumatera Barat (Dinas Peternakan Propinsi Sumbar, 2002) sebagai alternatif lokasi pengembangan agroindustri sapi potong, yaitu Kabupaten Lima Puluh Kota, Agam, Sawahlunto Sijunjung (Dharmasraya), Tanah Datar, Solok, Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman. Pemilihan lokasi ditentukan oleh rating tertinggi dari jumlah rata-rata skor terbobot dari semua faktor yang berpengaruh terhadap alternatif lokasi sebagai dasar pilihan. Diagram alir model perencanaan lokasi ditunjukkan pada Gambar 16.
Mulai
Penentuan alternatif pilihan lokasi pengembangan agroindustri
Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap alterntif lokasi
Menilai skala faktor faktor yang mempengaruhi lokasi pengembangan agroindustri. Skala 1 (sangat rendah) sampai dengan nomor 5 (sangat tinggi)
Penghitungan bobot dengan membagi kebalikan urutan dengan total jumlah urutan
Menilai peringkat faktor-faktor dengan membuat urutan berdasarkan urutan tingkat kepentingan: Urutan tertinggi adalah 1, kemudian 2, dan seterusnya
Menghitung skor terbobot dengan mengalikan bobot dengan skala masing-masing kriteria lokasi
Selesai
Menjumlahkan skor terbobot masing-masing alternatif lokasi
Lokasi terpilih dengan jumlah skor tertinggi
Gambar 16. Diagram alir model perencanaan lokasi pengembangan agroindustri sapi potong
Model perencanaan pemilihan lokasi menggunakan metoda Faktor Peringkat (Factor-Rating Method). Kriteria yang diidentifikasi sebagai faktor yang berpengaruh pada pemilihan lokasi pengembangan agroindustri sapi potong adalah 1) kondisi wilayah belakang (hinterland), 2) lokasi strategis, 3) infrastruktur dan teknologi, 4) ketersediaan jaringan utilitas, 5) masalah lingkungan sosial, 6) ketersediaan sumber daya manusia, 7) jaminan keamanan, 8) pemasok bahan baku, dan 9) kondisi iklim dan topografi. D. Perencanaan Kapasitas Produksi. Model perencanaan kapasitas produksi menggunakan metoda Break Event Point (BEP). Perencanaan kapasitas yang digunakan adalah jumlah output (produk) yang dihasilkan perusahaan tidak mengalami kerugian (di atas kapasitas BEP) berdasarkan asumsi biaya variabel per unit, biaya tetap per tahun dan harga jual per unit. Diagram alir perencanaan kapasitas produksi disajikan pada Gambar 17.
Mulai Penghasilan total sama dengan biaya total? Data-data Produksi: • Data Harga Jual Produk (P) per unit • Data Variabel cost (Vc) per unit • Data Fixed cost (Fc) per tahun
Tidak P x Q = Fc + (Q x Vc)
Ya
Gunakan kapasitas produksi BEP dan asumsi perubahan kapasitas di atas BEP
Hitung Kuantitas atau Kapasitas Produksi untuk Mencapai Titik Impas:
Q=
Kapasitas Tidak Dipilih
Fc P −Vc
Kapasitas Produksi yang Digunakan
Selesai
Gambar 17. Diagram alir model perencanaan kapasitas produksi E. Model Pembiayaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong. Model pembiayaan pengembangan agroindustri sapi potong dirancang berdasarkan penilaian pakar terhadap tiga (3) alternatif sumber pembiayaan, yaitu 1) perbankan konvensional, b) perbankan syariah, dan c) pola bagi hasil “saduoan” menggunakan metoda Fuzzy Investmen Model. Metoda Fuzzy Investmen Model yang digunakan adalah metoda Fuzzy semi numeric.
Penilaian terhadap alternatif sumber pembiayaan menggunakan preferensi fuzzy multi person, dibagi kedalam lima (5) label linguistik, yaitu: Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), Sangat Rendah (SR). Tahapan dalam merumuskan model sumber pembiayaan agroindustri secara rinci ditunjukkan pada Gambar 18.
Mulai
Jumlah Alternatif Jumlah Kriteria Jumlah Skala Label Penilaian Jumlah Pakar
Menilai skala faktor-faktor yang mempengaruhi objek dengan membubuhkan nomor 1 (sangat rendah) sampai dengan nomor 5 (sangat tinggi). Penentuan Rata-rata Terbobot (Fuzzy Computation) dengan mencari sensor agregasi pakar/responden.
Penentuan Bobot Masing-masing Kriteria
Menilai Peringkat Faktor yang Mempengaruhi Objek Berdasarkan Urutan Tingkat Kepentingan Pengembalian bilangan fuzzy ke ekspresi natural digunakan dengan Centre of Grafity (CoG) (Defuzzification)
Selesai
Nilai Tingkat Pembiayaan Pengembangan Agroindustri
Gambar 18. Diagram alir model pembiayaan pengembangan agroindustri sapi potong F. Model Resolusi Konflik Stakeholders Resolusi konflik dibangun dalam dua model, yaitu model prioritas resolusi konflik dan model resolusi konflik melalui stakeholders dialogue. Model prioritas resolusi konflik merupakan model yang menghasilkan prioritas untuk penyelesaian (resolusi) konflik yang dapat disebabkan dari pengembangan agroindustri di Sumatera Barat yang masih kuat memegang teguh adat istiadat. 1. Prioritas Resolusi Konflik Penggunaan aset (tanah atau lahan) ulayat untuk tujuan komersil, baik yang dilakukan antara masyarakat maupun oleh pihak lain di Sumatera Barat perlu kejelasan sesuai prinsip adat atau dengan alternatif penyelesaian yang lain, seperti “adat diisi limbago dituang” yaitu adanya kejelasan pembagian hak dan kewajiban. Penilaian relatif pentingnya suatu komponen resolusi konflik terhadap komponen resolusi lainnya secara rinci ditunjukkan pada Gambar 19.
Mulai
Susunan Hirarki
Perhitungan Eigen Vector pada Setiap Hirarki
Matriks Pairwise Comparison
Penilaian Berpasangan untuk Setiap Elemen dengan kaidah preferensi fuzzy
Penentuan Lokal Prioritas
Perhitungan Indeks Konsistensi (CI)
Perhitungan Rasio Konsistensi (CR)
Tidak Perhitungan Indeks Konsisten Gabungan dan Rasio Konsistensi Gabungan
Penyusunan Matriks Gabungan
Konsisten ?
Ya Tidak Konsisten ? Ya
Pengolahan Vertikal
Prioritas Resolusi Konflik
Selesai
Gambar 19. Diagram alir model prioritas resolusi konflik Penyelesaian (resolusi) konflik yang digunakan disesuaikan dengan prioritas resolusi yang dihasilkan untuk disepakati. Pendapat pakar dapat digunakan untuk menentukan
prioritas
resolusi.
Pendekatan
Fuzzy-AHP
digunakan
dalam
memprioritaskan resolusi konflik yang terjadi dimasa yang akan datang berdasarkan hirarki yang telah dirancang, yaitu: fokus, faktor penentu, pelaku/aktor, dan resolusi atau penyelesaiannya. 2. Resolusi Konflik. Model resolusi konflik stakeholders dialogue dirancang untuk mendapatkan nilai kesepakatan bersama dari pihak yang berperkara. Nilai kesepakatan yang diperoleh menggunakan besaran nilai lahan/tanah pemilik hak ulayat yang digunakan pengelola (investor) sebagai keikutsertaan modal investasi pemilik hak selama industri berjalan. Tahapan model resolusi konflik stakeholders disajikan pada Gambar 20.
Mulai
Identifikasi Kepentingan Investor, Pengusaha Swasta (investor), dan Masyarakat sekitar Kawasan Pemegang Hak Ulayat.
Perbedaan Kepentingan Pengusaha Swasta (Investor) dan Masyarakat Sekitar Kawasan atas Kepemilikan Lahan
Dialogue: Kesepakatan Menerima Keputusan Prioritas. Proses Iterasi Kompromi Nilai Keputusan Prioritas atas penggunaan Lahan untuk Agroindustri Sapi Potong Berdasarkan kompromi.
Nilai Pembagian Keuntungan yang Diterima Pemegang Otoritas Aset Adat (tanah Ulayat): Persentase nilai kesepakatan x Nilai Keuntungan yang diperoleh industri
Nilai Anggaran yang perlu Dialokasikan Agroindustri Sapi Potong (industri)
Selesai
Gambar 20. Diagram alir model resolusi konflik stakeholders G. Penilaian Komitmen stakeholders Metoda Fuzzy Multi-Expert Multi-Criteria Decision Making (ME-MCDM) merupakan metoda analisis non numerik digunakan untuk menilai komitmen dalam mengembangkan peternakan sapi potong di Sumatera Barat. Identifikasi alternatif penilaian, yaitu: 1) mengembangkan kawasan sentra produksi peternakan (lumbung ternak), 2) mengembangkan unit usaha kecil, 3) melayani kebutuhan sarana (semen beku dan vaksin) dan sumber daya manusia (SDM), dan 4) penyerahan kewenangan ke kabupaten dan kota dalam rangka mempercepat pembangunan peternakan. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan penilaian komitmen adalah: 1) kawasan terdiri dari 60 % KK peternak, 2) sosial budaya masyarakat terhadap penguasaan teknologi dan pasar, 3) Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, 4) kepemilikan sapi, 5) pengusahaan ternak secara intensif, 6) akses terhadap permodalan, 7) akses kepada pasar, 8) perizinan investasi dan usaha, 9) pengaturan pemasok dan kebutuhan pangan dan sanitasi bahan asal hewan, 10) pengaturan
kemitraan dengan swasta (swasta dan peternak), 11) pemberantasan penyakit hewan menular, 12) pemeliharaan aset peternakan di daerah, 13) pemusnahan bahan asal ternak yang masuk secara illegal. Diagram alir penilaian kriteria-kriteria terhadap alternatif dalam menilai komitmen pengembangan peternakan sapi potong secara rinci ditunjukkan pada Gambar 21.
Jumlah Alternatif Jumlah Kriteria Jumlah Skala Label Penilaian Jumlah Pakar
Mulai
Penilaian Para Pakar Terhadap Alternatif dan Kriteria
Perhitungan Negasi Skala Penilaian Neg (Wk) = Wq-k+1
Perhitungan Iterasi dari Kriteria: Vij = min [Neg (Wak) v Vij(ak)]
Pengolahan Alterbatif Berdasarkan IPE dengan Kaidah Fuzzy ME-MCDM Penentuan Nilai Gabungan Vi = f(Vj) = Max [ Qj Λ bj ] Penentuan Bobot Faktor Nilai (W) Q(k) = Int [ 1 + k* (q-1)/r]
Selesai
Hasil Akhir Keputusan Alternatif Pembiayaan Pengembangan Agroindustri
Gambar 21. Diagram alir model penilaian komitmen stakeholders H. Kelayakan Ekonomi dan Finansial Perancangan implementasi model perencanaan dilakukan sebelum suatu program atau kegiatan dilaksanakan dengan penekanan pada kelayakan ekonomis dan kelayakan finansial. Menurut Nitisemito dan Burhan (1995), evaluasi dari suatu gagasan (model) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan suatu gagasan dapat diteruskan (diterima) atau ditolak (diteruskan). Kelayakan ekonomi dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong dianalisa menggunakan Metoda Fuzzy Multi-Expert Multi-Criteria Decision Making (ME-MCDM) terhadap aspek ekonomis, yaitu: (1) manfaat (benefits), terdiri atas: a) manfaat langsung (direct benefits), b) manfaat tidak langsung (indirect benefits), dan c) manfaat tidak kentara (intangible benefits), dan (2) biaya tidak langsung (indirect costs). Kriteria penilaian dalam evaluasi kelayakan investasi (finansial) pembangunan agroindustri sapi potong yang digunakan adalah Net Present
Value (NPV), Profitability Index (PI), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP). Tahapan model kelayakan ekonomi dan finansial ditunjukkan pada Gambar 22. Mulai
• • • •
• • •
Identifikasi kriteria-kriteria kelayakan ekonomi (manfaat dan biaya) Kebutuhan Pasar, Jumlah dalam kapasitas produksi Biaya Tetap : Tenaga kerja, Penyusutan, perbaikan dan pemeliharaan investasi lainnya. Biaya Variabel: Bahan baku dan tambahan dan biaya variabel lainnya.
Penilaian pakar terhadap kelayakan ekonomi menggunakan kaedah dan pendekatan metoda Fuzzy Skenario Model Kelayakan Kerjasama (pembagian saham) Agroindustri dengan Pemilik hak ulayat Skenario Model Kelayakan proyek, Waktu Pengembalian Kredit, Umur Proyek, Harga Produk.
Evaluasi Perencanaan (Evaluasi Kelayakan) Kelayakan Ekonomis (Kualitatif dan Kuantitatif) Manfaat: Biaya: 1. Langsung 1. Langsung 2. Tidak Langsung 2. Tidak Langsung 3. Tidak Kentara
Kelayakan Finansial Hitung : NPV, PI, IRR, Net B/C, PBP, Cash Flow, BEP, Analisis Sensitivitas
Perhitungan agregasi Kelayakan Ekonomis
Analisa Kelayakan Investasi Layak? Ya
Tolak/Perbaiki
Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Layak
Selesai
Gambar 22. Diagram alir model kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial 6.3.3. Evaluasi Model Perencanaan Tahap perancangan evaluasi model perencanaan merupakan tahapan terakhir dalam rekayasa model perencanaan. Model evaluasi perencanaan menggunakan metoda Fuzzy dengan kaidah IF THEN Rule di dalam sistem manajemen basis pengetahuan (knowledge base management system, KBMS). Evaluasi model perencanaan secara rinci disajikan pada Gambar 23.
Evaluasi/Perbaikan Model Perencanaan
Mulai
Model Perencanaan Agroindustri Sapi Potong
Hasil Evaluasi sesuai dengan model perencanaan yang diinginkan?
Data-data Evaluasi Perencanaan: • Data Hasil Analisis Rumusan Strategi, • Data Hasil Analisis Perencanaan pengembangan Agroindustri sapi potong.
Tidak
Ya Gunakan sebagai Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong
Rekomendasi Model Perencanaan dan Evaluasi Merancang rumusan masukan (input) parameter evaluasi, aturan (rule base), deskripsi keputusan evaluasi dan melakukan verifikasi dan validasi model dalam sistem dialog pada halaman konsultasi pakar
Selesai
Gambar 23. Diagram alir evaluasi model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong KBMS merupakan akuisisi pendapat pakar ke dalam sistem pakar. Penilaian pakar merupakan acuan dalam evaluasi dari model perencanaan yang telah dihasilkan. Hasil keputusan evaluasi merupakan keputusan setelah dilakukan verifikasi dan validasi terhadap model yang telah dirancang. Keputusan akan memberikan gambaran
apakah
model
yang
telah
dirancang
sesuai
dengan
yang
di
harapan/diinginkan atau perlu dilakukan perbaikan. Model KBMS terdiri dari 1) input parameter, merupakan hasil analisis model perencanaan yang dijadikan sebagai masukan model dalam parameter yang akan dievaluasi, 2) deskripsi keputusan evaluasi, 3) masukan/input aturan (rule base) model yang menghasilkan rule base model, 4) aturan (rule base), dan 5) sistem dialog (lembar konsultasi). 6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Sistem manajemen basis pengetahuan dihasilkan dari pendapat/pengetahuan pakar dan dimodelkan dalam bentuk data kuantitatif, kualitatif dan informasi. Penyusunan basis pengetahuan digunakan dalam membangun perangkat sistem pakar untuk mengambil keputusan. Sistem pakar merupakan salah satu pemecahan yang potensial penyelesaian secara evolutif dan sistematika berbagai masalah dan
dapat diterapkan dalam bidang yang cukup kompleks menggunakan kemampuan seorang atau beberapa orang ahli. Pemanfaatan sistem pakar menurut Marimin (2002) dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah dalam bidang tertentu secara cerdas dan efektif dari suatu sistem komputer yang berbasis pengetahuan dan terpadu di dalam suatu sistem informasi. Sistem pakar tersusun dari beberapa komponen, yaitu: 1) fasilitas akuisisi pengetahuan, 2) sistem berbasis pengetahuan, 3) mesin inferensi, 4) fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi, dan 5) penghubung antara pengguna dengan sistem pakar. 6.5. Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog dirancang untuk mengatur dan mempermudah interaksi antara model dalam program komputer dengan pengguna (user) yang menggunakan masukan basis pengetahuan, data, dan pilihan skenario. Keluaran yang dihasilkan berupa informasi dalam bentuk pernyataan yang dilengkapi tabel data. Susunan sistem model perencanaan yang dibangun ditunjukkan pada Gambar 24. Data Eksternal
Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)
Sistem Manajemen Basis Model (MBMS)
1. Data Pengembangan Hasil Peternakan Sapi Potong 2. Data Faktor –Faktor Strategis Pengembangan AI Sapi Potong 3. Data Perencanaan Pengembangan AI Sapi Potong 4. Data Evaluasi Perncanaan
1. Model Strategi Pengembangan AI Sapi Potong
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (KBMS)
Data
Data
Data
2. Model perencanaan Pengembangan AI Sapi Potong, dan
• • •
Pengetahuan pakar, praktisi, informasi kualitatif dan kuantitatif KBMS Strategi Pengembangan, Perencanaan untuk Evaluasi.
3. Evaluasi Model Perencanaan
Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manjemen Dialog
Pengguna
Gambar 24. Susunan sistem model perencanaan dan evaluasinya pada pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat