-
VI. PEREKONOMIANINDONESIA TAHUN 2001 2005 : PROYEKSI DAN DAMPAK Pada bab ini akan dibahas validasi Model Input-Output Ekonometrika Indonesia, proyeksi perekonomian Indonesia pada tahun 2001 - tahun 2005, dampak kebijakan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan tahun 2002 dan darnpak krisis dan kebangkitan ekonomi dunia terhadap perekonomian Indonesia tahun 2003 - 2005. 6.1. Validasi Model Input-Output Ekonometrika Indonesia Dalam penelitian ini validasi MIENA diuji berdasarkan suatu simulasi dasar dengan sampel pengamatan dari tahun 1980 - 2000, dengan menggunakan statistik Theil's inequality coeficient (Lampiran 9). Validasi model menunjukkan bahwa 41 variabel endogen (36.6%) memiliki nilai U-Theil < 0.05,47 variabel endogen (42.0%) memiliki nilai U-Theil dari 0.05 - < 0.10, 16 variabel endogen (14.3%) memiliki U-Theil dari 0.10
- < 0.15, 4 variabel
endogen (3.6%) memiliki U-Theil dari 0.15 - < 0.20 dan 4 variabel endogen (3.6%) memiliki U-Theil dari >= 0.20 yaitu: variabel endogen ekspor manufaktur (XMNF), impor barang konsumsi (MBK), pendapatan sektor tanaman lainnya (IY05) dan pendapatan sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan (IY 18) dengan nilai berturut-turut sebesar 0.20, 0.73, 0.24 dan 0.20. Berdasarkan validasi model tersebut dapat disimpulkan bahwa model yang diperoieh cukup baik dan dapat diandalkan untuk analisis proyeksi dan simulasi kebijakan dan non kebijakan, karena sebagian besar nilai U-Theil mendekati nol.
6.2. Proyeksi Perekonomian Indonesia Tahun 2001 - 2005 Secara ringkas hasil proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2001
-
2005 dapat dilihat pada Tabel 7. Setelah mengalami krisis ekonomi yang sangat parah pada tahun 1998, sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mulai menunjukkan
adanya pemulihan ekonomi. Pada tahun tersebut, PDB, total output, total pendapatan dan total tenaga kerja mengalami pertumbuhan berturut-turut sebesar 0.8%. 9.9%, 1.7% dan 1.3%. Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlangsung sampai tahun 2005, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1999 sampai tahun 2005 selalu positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berfluktuatif pada tahun 1999 - 2002 dan mulai stabil pada tahun 2003 - 2005. 6.2.1. Perrnintaan Akhir
Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh komponen permintaan akhir (konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor) selalu tumbuh positif selama periode tahun 2000 - 2005. Pada tahun 2000 perekonomian Indonesia memberikan harapan yang sangat menggembirakan, secara keseluruhan (PDB, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor) tumbuh positif. Kenaikan pertumbuhan perdagangan Indonesia sangat tinggi, dimana pertumbuhan ekspor dan impor masing-masing sebesar 16.1% dan 18.2% (Tabel 7). Pertumbuhan ekspor dan impor tersebut bukanlah ha1 yang sangat mengejutkan, karena pada tahun sebelumnya (tahun 1999) perdagangan Indonesia terkena dampak krisis ekonomi terbesar dengan pertumbuhan negatif sebesar -3 1.6% untuk ekspor dan -40.7% untuk impor. Pada tahun 2001 - 2002, secara relatif pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dibandingkan tahun 2000, kecuali ekspor dan impor. Pada tahun 2001, pertumbuhan ekspor dan impor masih meningkat dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 34.2% dan 32.9%. Pada tahun 2003 - 2005, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara relatif lebih baik dibandingkan tahun 2002 dan cenderung meningkat pertumbuhannya dari tahun ke tahun. PDB Indonesia selama periode tahun 2003 -
600 000
PDB
1 1 1 1 1 . .
500 000 -+CONS
400 000
111B1.*
5c e3 0 0 000
--z 200 000
I
-G
- .@
100 000
1
X
+ M 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 T ahun
Gambar 3. Permintaan Akhir Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005
2005 tumbuh sebesar 3.6%
- 5.1%.
Kecendrungan pertumbuhan PDB ini diikuti
juga oleh PDB per kapita dengan pertumbuhan sebesar 2.8% sebesar 2.6%
-
4.38, konsumsi
- 3.8%. investasi sebesar 3.5% - 5.2% dan pengeluaran pemerintah
sebesar 2.1 % - 2.7%. Untuk ekspor dan impor mempunyai pola yang agak berbeda dibandingkan dengan PDB. Setelah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat tahun 2001, ekspor dan impor menunjukkan pertumbuhan yang lambat pada tahun 2002, bahkan impor mengalmi pertumbuhan negatif sebesar -2.3% pada tahun 2002 dan 0.9% pada tahun 2003. Selama periode tahun 2003
-
-
2005, pertumbuhan ekspor
Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan impor. Kecendrungan ekspor dan impor, memberikan sentimen yang positif bagi perekonomian Indonesia karena surplus perdagangan Indonesia menunjukkan kecendrungan yang meningkat selama periode tahun 2001 - 2005 (Gambar 4).
lm
m
1 B O ~ 1 am
1mm
a looax,
a
L
.B
P
mm IIX-M
man 'man
1 9 9 6 1 9 9 9 2 a X ) m 1
a a a a a a a o w p 0 5
-mm Tahxl
Gambar 4. Surplus Perdagangan Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005 Pada waktu Indonesia mulai keluar dari krisis ekonomi tahun 1999, konsumsi sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia karena konsumsi mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi yaitu 4.6% (pertumbuhan PDB sebesar
0.8%) dibandingkan dengan komponen permintaan akhii yang lain. Hal tersebut
ditambah dengan peningkatan kontribusi konsumsi terhadap PDB menjadi 71.7%, padahal selama periode tahun 1980 - 1996 rata-rata kontribusi konsumsi terhadap PDB sebesar 60.0%. Sejak tahun 2000, pertumbuhan konsumsi lebih rendah dibandingkan dengan investasi dan perdagangan. Hal ini dapat dilihat dari kecendrungan pertumbuhan investasi dan surplus perdagangan yang tinggi dibandingkan dengan komponen permintaan akhir yang lain selama periode tahun 2001 - 2005. Selama periode tahun 2001
- 2005,
ada sedikit terjadi penurunan
kontribusi konsumsi terhadap PDB. Meskipun begitu, konsumsi masih sangat berperan dalam perekonomian Indonesia dengan rata-rata kontribusi sebesar 68.1 %. Kecendrungan kontribusi konsumsi tersebut menunjukkan bahwa peranan konsumsi dapat diambil alih oleh investasi dan perdagangan memerlukan waktu yang relatif sangat panjang. 6.2.2. Output Sektoral
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada masa krisis ekonomi, total output Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Dampak terbesar dirasakan pada tahun 1998, dimana total output Indonesia mengalami pertumbuhan negatif yang sangat besar yaitu -17.6%. Pada tahun tersebut hampir seluruh sektor perekonomian mengalami kontraksi, kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang masih tumbuh positif sebesar 1.9%. Pada tahun 2001, total output Indonesia diperkirakan tumbuh 8.8% meningkat dibandingkan tahun 2000 yang tumbuh sebesar 5.5%. Akan tetapi, pada tahun 2002 pertumbuhan total output Indonesia menurun menjadi 1.3%. Pertumbuhan total output Indonesia cenderung meningkat lagi pada periode tahun 2003 pertumbuhan berturut-turut sebesar 3.1%, 7.1% dan 7.9% (Tabel 7).
- 2005 dengan
1 100 000 1 050 000 1 000 000 a 950 000 tx 900 000 m Z 850000 z 800 000 750 000 700 000 650 000 L
T ahun
Garnbar 5. Total Output Indonesia Aktual Tahun 1996 Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005
- 2000 dan Hasil
Pada tahun 2001, harnpir seluruh output sektor perekonomian mengalami pertumbuhan positif, kecuali output sektor listrik, gas dan air minum yang tumbuh sebesar -1.4%. Pada tahun 2002, ada beberapa output suatu sektor yang sebelumnya tumbuh positif menjadi negatif yaitu: sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pengangkutan dan komunikasi berturut-turut sebesar -0.9%, -2.5% dan -1.7%. Pada tahun 2003 - 2005, hampir seluruh output sektor perekonomian menunjukkan kecendrungan pertumbuhan yang meningkat, kecuali output sektor jasa yang mengalami kecendrungan pertumbuhan yang menurun dari 10.7% menjadi 5.6% (Garnbar 6). Selama periode tahun 2001
- 2005, kontribusi output sektor industri
manufaktur memberikan sumbangan terbesar terhadap total output Indonesia, dengan nilai rata-rata selama lima tahun sebesar 40.2%. Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (12.7%), sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (12.6%), sektor bangunan (8.4%), sektor pengangkutan dan komunikasi
500 000 450 0 0 0 400 0 0 0
- - - - - - -XAGR
350 000
-XMIN
p?
300 0 0 0
- - -H- -.XMNFO
e .-
250 0 0 0
-XLGA
200 0 0 0
- -- XKONS .@
150 000
-XTRADE
100 0 0 0
-XTRANS
"
E
50 0 0 0
- - - x - - .X B A N K
---.--. XGOV
\pg"
, @,oO\
,@07*
?pOl
Q" Q,
,Q."
-XSERV
Tahun
Gambar 6. Output Sektoral Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005
(7.1%), sektor pertambangan dan penggalian (6.6%), sektor jasa (4.4%), sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan (4.3%), sektor pemerintahan dan pertahanan (2.6%) dan yang memberikan kontribusi yang paling rendah terhadap total output adalah sektor listrik, gas dan air minum sebesar 1.3% (Tabel 8 dan Gambar 7). Kontribusi output yang sangat besar dari sektor industri manufaktur menunjukkan bahwa kegiatan produksi di Indonesia masih didominasi oleh industri manufaktur. Walaupun dari kecendrungan kontribusi tersebut, industri manufaktur sangat berperan dalam perekonomian Indonesia, hal yang paling penting diperhatikan adalah bagaimana membuat strategi yang tepat dalam membangun industri manufaktur yang tahan menghadapi krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1998. Untuk masa yang akan datang, dalam pengembangan industri manufaktur harm mengandalkan kekayaan sumberdaya alarn Indonesia, khususnya komiditi pertanian sebagai bahan bakunya. Kebijakan industri manufaktur demikian, tentu saja akan mendorong peranan sektor pertanian untuk berkembang dan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi pengangguran yang sangat parah pada saat krisis ekonomi tahun 1998. Dalam penelitian ini, industri manufaktur dibagi kedalam tiga kategori yaitu: (1) industri makanan, minuman dan tembakau, (2) industri lainnya dan (3) industri pengilangan minyak bumi. Yang termasuk kedalam industri lainnya adalah: industri pemintalan, indutsri tekstil, pakaian dan kulit, industri bambu, kayu dan rotan, industri kertas, barang dari kertas karbon, industri pupuk dan pestisida, industri kimia, industri barang karet dan plastik, industri barang-barang dari mineral bukan logam, industri semen, industri dasar besi dan baja, industri logam dasar bukan besi, industri barang
Ifl X S E R V
XGOV IXBANK nXTRANS mXTRADE IXKONS IX L G A
EXMNFO HXMIN X A G R I
1996
,
1997
1998
I
1
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
T ahun
Gambar 7. Kontribusi Output Sektoral Indonesia Aktual~Tahun1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001
- 2005
Tabel 8. Ringkasan Kontribusi Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005
dari logarn, industri mesin, alat-alat dan perlengkapan Iistrik, industri alat pengangkutan dan perbaikannya dan industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun. Hal yang menarik dari perkembangan sektor industri manufaktur adalah sebelum Indonesia mengalami krisis ekonomi, peranan industri lainnya yang banyak menggunakan bahan baku impor sangat dominan yaitu lebih dari 50% dari total industri manufaktur (Tabel 9). Akan tetapi pada saat krisis ekonomi yang sangat parah tahun 1998, peranan industri lainnya turun menjadi 39%, sedangkan industri makanan, minuman dan tembakau meningkat menjadi 53% dan industri pengolahan minyak bumi sebesar 8%. Hal tersebut terjadi karena industri makanan, minuman dan tembakau kurang sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dibandingkan dengan industri lainnya. Tabel 9. Kontribusi Output Industri Manufaktur Indonesia Aktual Tahun 1990 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 200 1 - 2005
(%I
1
Tahun
Makanan
Lainnya
Pengilangan Minyak Bumi
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
32.1 32.2 32.3 32.6 32.8 33.1 39.7 46.8 53.0 50.8 50.0 45.1 43.5 42.4 41.1 40.3
55.1 55.7 56.4 57.4 58.2 59.3 52.8 46.3 38.9 41.6 42.9 45.7 47 .o 48.1 49.5 50.5
12.8 12.1 11.2 10.0 9.1 7.5 7.5 6.9 8.0 7.6 7.1 9.2 9.4 9.5 9.5 9.2
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Dominasi industri makanan, minuman dan tembakau tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1999 dan 2000 cenderung menurun. Pada tahun 2000, kontribusi industri makanan, minuman dan tembakau menjadi 50%, industri lainnya sebesar 43% dan industri pengilangan minyak bumi sebesar 7%. Pada tahun 2001 - 2005, industri manufaktur Indonesia kembali didominasi oleh industri lainnya. Pada tahun 2005, kontribusi industri lainnya sebesar 51%, sedangkan industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 40%. Sementara itu industri pengilangan minyak bumi sebesar 9%. Selain peranan output sektor industri manufaktur yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia, peranan output sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian Indonesia juga cukup besar dibandingkan dengan sektor yang lain. Kontribusi output sektor perdagangan, hotel dan restoran memang masih jauh dibawah output sektor industri manufaktur. Akan tetapi ha1 ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata dalam perekonomian Indonesia dapat juga diharapkan peranannya dalam perekonomian Indonesia pada masa yang akan datang. Peranan tersebut dapat terwujud karena Indonesia memiliki keindahan alam dan budaya yang sangat potensial untuk menarik minat turis asing berkunjung ke Indonesia.
6.2.3. Pendapatan Sektoral Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada masa krisis ekonomi, total pendapatan Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Dampak terbesar dirasakan pada tahun 1998, dimana total pendapatan Indonesia mengalami pertumbuhan negatif sebesar -44.8%. Pada tahun tersebut hampir seluruh sektor perekonomian mengalami kontraksi, pendapatan setiap sektor turun melebihi 30%. Pada tahun 2001, total pendapatan Indonesia diperkirakan tumbuh 10.1% meningkat dibandingkan tahun 2000 yang tumbuh sebesar 9.4%. Akan tetapi pada tahun 2002, pertumbuhan total pendapatan Indonesia menurun menjadi 3.6%.
Pertumbuhan total pendapatan Indonesia cenderung meningkat lagi pada periode tahun 2003 - 2005 berturut-turut sebesar 6.4%, 9.9% dan 10.3% (Gambar 8 dan Tabel
7).
190 000 a &
170 000 150 000
cd
E
130 000 110 000 90 000 \
D
~
o
O
~
O
m
r
c
0 0
\ \
0 0
\ \
0 0
\ \
0 0
\ \
0 0
0 0
m
m
m
c
u
,
*
\
c
u
Tahun Gambar 8. Total Pendapatan Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 200 1 - 2005 Pada tahun 2001, hampir seluruh pendapatan sektor perekonomian mengalami pertumbuhan positif, pendapatan sektor pertambangan dan penggalian meningkat dengan tajam sebesar 35.2% ciibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Pada tahun 2002, ada dua sektor yang sebelumnya tumbuh positif menjadi negatif yaitu: sektor
pengangkutan dan komunikasi dan sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan berturut-turut sebesar -2.5% dan -3.2%. Pada tahun 2003 - 2005, harnpir seluruh pendapatan sektor perekonomian menunjukkan kecendrungan pertumbuhan yang meningkat, kecuali pendapatan sektor pertambangan dan penggalian (dari 14.2% menjadi 12.1%), sektor industri manufaktur (dari 12.3% menjadi 11.9%) dan sektor jasa (dari 18.0% menjadi 15.1%) (Tabel 7 dan Gambar 9). Selama periode tahun 2001
r
0 0 0 0 0 0 0 0
- 2005, kontribusi pendapatan sektor industri
manufaktur memberikan sumbangan terbesar terhadap total pendapatan Indonesia, dengan nilai rata-rata selarna lima tahun sebesar 28.0%. Setelah itu diikuti oleh sektor
,
6 0 000
...- YAGR
5 0 000
-YMIN
40 000
---r-0-YMNF
0
0
.
a
w
-YLGA
-- 30 000 = 20 000 d
- -. Y K O N S
C(
.@
-YTRADE
10 000
-YTRANS 9" \9
. \ . '
+q8
+q9
+ $% !
+=++
Q%
T ahun
+ +a Q?
..-X...
+Q\
'YBANK . . . h . . . YGOV
-YSERV
Gambar 9. Pendapatan Sektoral Indonesiz Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005
pengangkutan dan komunikasi (14.2%), sektor jasa (1 1.8%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (ll.5%), sektor pemerintahan dan pertahanan (7.9%), sektor bangunan (7.9%), sektor pertanian (7.4%), sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan (6.3%), sektor pertambangan dan penggalian (4.3%) dan yang memberikan kontribusi yang paling rendah terhadap total pendapatan adalah sektor listrik, gas dan air minum sebesar 0.8% (Tabel 8 dan Gambar 10). Kontribusi pendapatan yang paling besar dari industri manufaktur merupakan ha1 yang wajar, karena output sektor industri manufaktur yang dibahas pada sub bab sebelumnya juga inenunjukkan ha1 yang sama. Periode sebelum krisis atau sesudah krisis, kontribusi pendapatan terbesar terhadap total pendapatan industri manufaktur adalah industri lainnya (Tabel 10). Hal ini konsisten dengan nilai output yang dihasilkan oleh industri lainnya lebih besar dari industri makanan, minuman, dan tembakau dan industri pengilangan minyak bumi (kecuali tahun 1998 - 2000). Selain itu juga, nilai tambah yaitu upah industri lainnya lebih tinggi dibandingkan dengan industri makanan, minuman, dan tembakau. Tingginya nilai tambah dari industri lainnya, karena industri tersebut memiliki keahlian dan teknologi yang lebih baik dibandingkan dengan industri makanan, minuman iian tembakau. Pada tahun 1998 -2000, dapat diiihat bahwa nilai tambah industri lainnya jauh lebih tinggi dari industri makanan, minuman dan tembakau. Pada tahun tersebut, kontribusi output industri makanan, minuman dan tembakau lebih besar dari industri lainnya. Akan tetapi jika dilihat dari sisi pendapatan, kontribusi pendapatan industri lainnya jauh lebih besar dibandingkan dengan industri makanan, minuman dan tembakau.
.1
Y G O ~
YBANK YTRANS YTRADE Y K O N S Y L G A UYMNF T ahun
Gambar 10.
rnYMIN Y A G R
Kontribusi Pendapatan Sektoral Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 2005
-
s
Tabel 10. Kontribusi Pendapatan Industri Manufaktur Indonesia Aktual Tahun 1990 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 2005
("/.I, Tahun
Makanan
Lainnya
Pengilangan Minyak Bumi
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
17.2 17.8 19.2 20.2 21.2 22.2 23.3 24.3 25.4 25.2 25.1 25.6 27.2 27.9 27.5 27.1
77.7 77.7 76.8 76.3 75.6 74.9 74.2 73.2 72.2 72.2 72.7 71.6 69.9 69.1 69.4 69.7
5.1 4.5 4.0 3.6 3.2 2.9 2.6 2.4 2.3 2.6 2.2 2.8 2.9 3.O 3.1 3.2
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
6.2.4. Tenaga Kerja Sektoral Pada Garnbar 11 dapat dilihat bahwa pada masa krisis ekonomi, total tenaga kerja Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat rendah. Dampak terbesar dirasakan pada tahun 1998, dimana total tenaga kerja Indonesia tumbuh sangat rendah yaitu 0.7%. Pada tahun tersebut sebagian besar sektor perekonomian penyerapan tenaga kerjanya tumbuh negatif, kecuali sektor pertanian dengan pertumbuhan sebesar 10.7%.
Pada tahun 2001, total tenaga kerja Indonesia diperkirakan tumbuh 2.2% meningkat dibandingkan tahun 2000 yang tumbuh sebesar 1.1%. Akan tetapi, pada tahun 2002 pertumbuhan total tenaga kerja Indonesia menurun menjadi 0.1%. Pertumbuhan total tenaga kerja Indonesia cenderung meningkat lagi pada periode tahun 2003 - 2005 berturut-turut sebesar 1.6'33, 3.7% dan 3.8% (Tabel 7).
105 0 0 0 100 0 0 0 a &L
95 0 0 0
m .-
E
90 0 0 0 85 0 0 0 80 0 0 0 q , qb
9 ''
q , q" .
q ,qq
Q ,QQ
Q,
Q'
,+Q%
0' %Q
Q ,b
$Q ,5
Tahun
Gambar 11. Total Tenaga Kerja Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005 Pada tahun 2001, hampir seluruh tenaga kerja sektor perekonomian mengalami pertumbuhan positif, kecuali tenaga kerja sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan sektor bangunan yang tumbuh berturut-turut sebesar -3.1 % dan -2.0%. Pada tahun 2002, pertumbuhan tenaga kerja seluruh sektor perekonomian mengalami penurunan dibandingkan tahun 2001 dan hanya ada dua sektor yang tumbuh positif yaitu: sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri manufaktur berturutturut sebesar 0.5% dan 2.2%. Kecendrungan pertumbuhan tenaga kerja yang meningkat dimulai tahun 2002, kecuali sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri manufaktur yang menurun pada tahun 2005 (Tabel 7 dan Gambar 12). Selama periode tahun 2001
- 2005, sektor pertanian, peternakan, kehutanan
dan perikanan paling besar menyerap tenaga kerja, dengan nilai rata-rata selama lima tahun sebesar 41.6% dari total tenaga kerja Indonesia. Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (17.6%), sektor industri manufaktur (14.6%), sektor jasa (13.6%), sektor pengangkutan dan komunikasi (4.2%), sektor bangunan (3.4%), sektor pemerintahan dan pertahanan (3.1 %), sektor pertambangan dan penggalian (1.1%), sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan (0.5%) dan
45 000 40 000 35 000 30 000 da 25 000 .;=" 20 000 15 000 10 000 5 000
- - . - - * a
NAGR
-NMIN ---I--0NMNF -NLGA
&
- -. N K O N S -0
t
-NTRADE -NTRANS - - - x . - . NBANK 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 T ahun
- - . A m - .N G O V
-NSERV
Gambar 12. Tenaga Kerja Sektoral Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 - 2005
yang menyerap tenaga kerja paling rendah terhadap total tenaga kerja adalah sektor listrik, gas dan air minum sebesar 0.2% (Tabel 8 dan Gambar 13). Penyerapan tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan disebabkan sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di daerah pedesaan yang umumnya berkerja di sektor pertanian. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan ternyata tidak diikuti dengan output dan pendapatan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas dan upah ril tenaga kerja di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan jauh lebih rendah dibandingkan sektor industri manufaktur. Selain itu pertanian Indonesia masih bersifat pertanian berskala kecil dengan manajemen dan penggunaan teknologi yang sederhana. Selarna periode tahun 2001 - 2005, rata-rata tingkat produktivitas dan upah ril tenaga kerja per tahun di sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan masing-masing sebesar Rp 3 029 975lorang dan Rp 262 499lorang. Sedangkan ratarata tingkat produktivitas dan upah ril tenaga kerja per tahun di sektor industri manufaktur masing-masing sebesar Rp 27 548 138Jorang dan Rp 2 838 8 13lorang. Pada Tabel 11 disajikan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, petemakan, kehutanan dan perikanan. Periode sebelum krisis atau sesudah krisis, kontribusi penyerap tenaga kerja terbesar terhadap total tenaga kerja sektor
pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan adalah sektor hortikultur, kemudian diikuti oleh sektor padi, sektor palawija, sektor perkebunan, sektor petemakan, sektor perikanan, sektor kehutanan dan sektor tanaman lainnya. Untuk masa yang akan datang sampai tahun 2005, kontribusi penyerapan tenaga kerja tersebut relatif stabil dan tidak berubah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
iiN S E R V
N G O V lNBANK
a
N T RANS NTRADE N K O N S NLGA WNMNF BNMIN
T ahun
N A G R
Gambar 13. Kontribusi Tenaga Kerja Sektoral Indonesia Aktual Tahun 1996 - 2000 dan Hasil Proyeksi MIENA Tahun 2001 2005
-
Tabel 11. Kontribusi Tenaga Kerja Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Indonesia Aktual Tahun 1990 - 2000 dan Hasil Proyeksi MENA Tahun 2001 - 2005
6.3. Dampak Kebijakan Alokasi Anggaran Pengeluaran Pembangunan Tahun 2002 Nilai multiplier hasil kebijakan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan dapat dilihat pada Tabel 12. Dampak kebijakan realokasi anggaran pengeluaran pembangunan (SKO1
- SK19) lebih baik dibandingkan dengan alokasi anggaran
pengeluaran pembangunan RAPBN 2002. Nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja realokasi anggaran pengeluaran pembangunan selalu lebih besar atau paling tidak sama dengan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan RAPBN 2002. Kebijakan alokasi anggaran pembangunan RAPBN 2002 hanya memberikan nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja masing-masing sebesar 2.4145, 1.9489 dan 1.9984. Dalam kebijakan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan, secara umum ada dua aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu: pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan multiplier output dan pendapatan yang tinggi, sedangkan penyerapan tenaga kerja
berhubungan erat dengan multiplier tenaga kerja.
75
Tabel 12. Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Tahun 2002
Skenario RAPBN 2002 SKO1 SK02 SK03 SK04 SK05 SK06 SKO7 SK08 SK09 SKI 0 SKI 1 SKI2 SK13 SKI 4 SKI5 SKI6 SKI7 SKI 8 SKI9
Output 2.4145 2.4174 2.4 162 2.4150 2.4171 2.4185 2.4155 2.4162 2.4138 2.42 14 2.4215 2.4250 2.4250 2.4285 2.436 1 2.45 1 1 2.4306 2.4417 2.4149 2.4146
Pendapatan 1.9489 1.9591 1.9586 1.9581 1.9589 1.9596 1.9579 1.9582 1.9569 1.9612 1.9613 1.9631 1.9631 1.9649 1.9749 1.9953 1.9721 1.9903 1.9643 1.9768
Tenaga Kerja 1.9984 2.0055 2.0086 2.01 18 2.003 1 2.0018 2.0015 2.0008 1.9999 2.0015 2.0027 2.0005 1.9999 1.9984 1.9989 2.0000 2.0023 2.0058 2.020 1 2.0367
Jika pemerintah lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi, maka alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI3 (total anggaran pengeluaran pembang~nanyang diturunkan, ditambahkan seluruhnya ke sektor perkebunan) yang terbaik, karena memiliki nilai multiplier output dan pendapatan yang paling tinggi dibandingkan dengan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario lain yaitu:
2.4285 dan 1.9649. Tingginya multiplier output dan pendapatan dari alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI 3 karena sektor perkebunan yang berorientasi ekspor mampu meningkatkan pendapatan dalam negeri, yang kemudian mendorong permintaan dalam negeri. Meningkatnya permintaan dalam negeri akan direspon oleh peningkatan produksi melalui output yang dihasilkan.
Jika pemerintah lebih mementingkan penyerapan tenaga kerja maka alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK03 (total anggaran pengeluaran pembangunan yang diturunkan, ditambahkan seluruhnya ke sektor industri makanan, minuman dan tembakau) yang terbaik, karena memiliki nilai multiplier tenaga kerja paling tinggi yaitu: 2.0118. Tingginya multiplier tenaga kerja akibat alokasi pengeluaran pembangunan skenario SK03, disebabkan industri makanan, minuman dan tembakau bersifat padat tenaga kerja dan mampu mendorong berkembangnya sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK13, dapat diketahui berapa perubahan output dan pendapatan dibandingkan dengan simulasi dasar (Tabel 13 dan 14). Pada Tabel 13 dan 14 dapat dilihat bahwa alokasi anggaran pengeluaran pembangunan berdasarkan RAPBN 2002 dan skenario SKI 3 selalu menyebabkan kenaikan nilai output dan pendapatan dibandingkan dengan simulasi dasar. Hal tersebut adalah wajar, karena alokasi anggaran pengeluaran pembangunan menyebabkan masuknya uang segar masuk dalam perekonomian. Yang perlu diperhatikan disini adalah kenaikan total output dan total pendapatan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK13 lebih tinggi dari alokasi anggaran pengeluaran pembangunan RAPBN 2002. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK13 lebih baik dari RAPBN 2002, hasil ini sesuai dengan nilai multiplier output dan pendapatan yang jugs lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier output dan pendapatan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan RAPBN 2002. Alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI3 menunjukkan h a i l yang konsisten, karena sektor yang mendapat tambahan dana terbesar yaitu sektor perkebunan menyebabkan tambahan kenaikan output terbesar pada sektor
Tabel 13. Dampak Kebijakan Alokasi Anggaran Pengeiuaran Pembangunan Terhadap Ouput Tahun 2002 Dasar
SKI3
RAPBN 2002
Beda Perubahan SKI3 Thdp
Sektor
Nilai
Komposisi
(Miliar Rp)
(%)
Komposisi
Perubahan (Miliar Rp)
(% )
(%)
Perubahan (Miliar Rp)
(%)
Komposisi
RAPBN 2002
(%)
(Miliar Rp)
Pertanian, Ternak, Hutan, dan Perikanan
112 757.89
12.92
1 868.96
1.66
1 1.24
1 920.29
1.70
1 1.48
5 1.33
Industri Manufaktur
345 804.37
39.63
4 580.67
1.32
27.54
4 630.45
1.34
27.68
49.78
60 313.23
6.9 1
961.66
1.59
5.78
978.47
1.62
5.85
16.80
111 144.24
12.74
1 205.79
1.08
7.25
1 214.60
1.09
7.26
8.80
Lemb Keuangan, Ush Bangunan, dan Jasa Prsh
37 354.01
4.28
932.20
2.50
5.60
935.25
2.50
5.59
3.05
Bangunan
67 883.34
7.78
2 666.91
3.93
16.03
2 667.63
3.93
15.94
0.73
Listrik, Gas, dan Air Minum
10 851.24
1.24
1 262.77
1 1.64
7.59
1 263.16
1 1.64
7.55
0.38
Jasa
38 338.20
4.39
274.80
0.72
1.65
275.16
0.72
1.64
0.36
Pengangkutan dan Komunikasi
61 624.01
7.06
1 840.83
2.99
11.07
1 830.48
2.97
10.94
- 10.35
Pemerintahan dan Pertahanan
26 533.00
3.04
1039.18
3.92
6.25
1 014.84
3.82
6.07
-24.33
872 603.54
100.00
16 633.77
1.91
100.00
16 730.32
1.92
100.00
96.56
Pertambangan dan Penggalian Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Total
Tabel 14. Dampak Kebijakan Alokasi Anggaran Pengeluaran Pembangunan Terhadap Pendapatan Tahun 2002 Dasar
RAPBN 2002
SKI3
Beda Perubahan SKI3 Thdp
Sektor Pertanian, Ternak, Hutan dan Perikanan
Nilai
Komposisi
(Miliar Rp)
(%I
Perubahan
Komposisi
(Miliar Rp)
( %)
(%)
Perubahan (Miliar Rp)
Komposisi
RAPBN 2002 (Miliar Rp)
(%)
9 945.30
7.95
173.63
1.75
6.64
181.39
1.82
6.93
7.77
32 487.01
25.98
445.43
1.37
17.04
450.82
1.39
17.22
5.40
5 775.67
4.62
92.09
1.59
3.52
93.70
1.62
3.58
1.61
14 914.92
11.93
193.92
1.30
7.42
195.13
1.31
7.45
1.20
7 525.13
6.02
191.23
2.54
7.3 1
191.85
2.55
7.33
0.62
13 903.33
11.12
110.50
0.79
4.23
110.65
0.80
4.23
0.14
8 901.76
7.12
336.31
3.78
12.86
336.39
3.78
12.85
0.08
985.23
0.79
115.44
11.72
4.41
115.47
11.72
4.41
0.04
Pengangkutan dan Komunikasi
19 204.21
15.36
518.08
2.70
19.81
514.80
2.68
19.66
-3.28
Pemerintahan dan Pertahanan
11 415.00
9.13
438.14
3.84
16.76
427.67
3.75
16.34
- 10.47
125 057.55
100.00
2614.76
2.09
100.00
2 617.86
2.09
100.00
3.10
Industri Manufaktur Pertambangan dan Penggalian Perdagangan, Hotel dan Restoran Lemb Keuangan, Ush Bangunan dan Jasa Prsh Jasa Bangunan Listrik, Gas dan Air Minum
Total
Keterangan: = simulasi dasar yang tidak memasukkan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan Dasar RAPBN 2002 = alokasi anggaran pengeluaran pembangunan berdasarkan RAPBN 2002 SKI 3 = total anggaran pengeluaran pembangunan yang dikurangi, ditambahkan seluruhnya ke sektor perkebunan
pertanian, petemakan, kehutanan dan perikanan sebesar 5 1.33 (miliar Rp). Sementara sektor pemerintahan dan pertahanan dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang mengalami penurunan dana pembangunan yang terbesar mengalami penurunan output terbesar masing-masing sebesar 24.33 dan 10.35 (miliar Rp). Hal yang menarik dari alokasi anggaran tersebut adalah walaupun alokasi dana pengeluaran pembangunan sektor perdagangan diturunkan, ternyata tidak menurunkan output sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kenaikan output sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8.80 (miliar Rp). Jika dilihat dari pendapatan sektoral, dampak alokasi anggaran pembangunan skenario SKI3 mempunyai pola yang hampir sama dengan output sektoral. Sektor yang menerima tambahan dana yang lebih besar akan menerima dampak kenaikan pendapatan yang lebih besar juga. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan dana yang paling besar akan mengalami penurunan pendapatan yang lebih besar juga. Berdasarkan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK03, dapat diketahui berapa perubahan jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan simulasi dasar (Tabel 15). Alokasi anggaran pengeluaran pembangunan berdasarkan RAPBN 2002 dan skenario SK03 selalu menyebabkan kenaikan jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan simulasi dasar. Hal tersebut adalah wajar, karena alokasi anggaran pengeluaran pembangunan menyebabkan masuknya uang segar dalam perekonomian. Yang perlu diperhatikan adalah kenaikan total jumlah tenaga keja alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK03 lebih tinggi alokasi anggaran pengeluaran pembangunan RAPBN 2002. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK03 lebih baik dari RAPBN 2002, hasil ini konsisten dengan nilai multiplier tenaga kerja yang juga lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier tenaga kerja alokasi anggaran pengeluaran pembangunan RAPBN 2002.
Tabel 15. Dampak Kebijakan Alokasi Anggaran Pengeluaran Pembangunan Terhadap Tenaga Kerja Tahun 2002 Dasar
RAPBN 2002
SK03
Beda Perubahan SK03 Thdp
Sektor
Nilai
Komposisi
(Ribu Org)
(%I
Perubahan (Ribu Org)
Komposisi
(%)
(%)
Perubahan (Ribu Org)
(%)
Komposisi
RAPBN 2002
(%)
(Ribu Org)
Pertanian, Ternak, Hutan dan Perikanan
38 882.70
43.17
524.64
1.35
42.1 1
530.33
1.36
42.47
5.69
Industri Manufaktur
12 147.86
13.49
146.13
1.20
1 1.73
147.73
1.22
1 1.83
1.61
Perdagangan, Hotel dan Restoran
15 882.69
17.63
113.70
0.72
9.13
114.00
0.72
9.13
0.30
Pertambangan dan Penggalian
966.4 1
1.07
15.41
1.59
1.24
15.41
1.59
1.23
0.00
Listrik, Gas dan Air Minum
171.07
0.19
19.82
11.58
1.59
19.81
11.58
1.59
-0.01
Lemb Keuangan, Ush Bangunan dan J a q Prsh
434.92
0.48
10.85
2.50
0.87
10.83
2.49
0.87
-0.02
2 801.48
3.1 1
104.95
3.75
8.42
104.81
3.74
8.39
-0.14
11 773.93
13.07
84.39
0.72
6.77
83.89
0.71
6.72
-0.50
Pengangkutan dan Kornunikasi
3 917.58
4.35
107.35
2.74
8.62
106.22
2.71
8.5 1
-1.13
Pemerintahan dan Pertahanan
3 090.65
3.43
118.63
3.84
9.52
115.75
3.75
9.27
-2.88
90 069.30
100.00
1 245.86
1.38
100.00
1 248.77
1.39
100.00
2.92
Bangunan Jasa
Total
Keterangan: = simulasi dasar yang tidak memasukkan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan Dasar RAPBN 2002 = alokasi anggaran pengeluaran pembangunan berdasarkan RAPBN 2002 SK03 = total anggaran pengeluaran pembangunan yang dikurangi, ditambahkan selumhnya ke sektor industri, makanan, minuman dan tembakau
Jika dilihat dari tenaga kerja sektoral, ada ha1 yang menarik dari alokasi pengeluaran pembangunan skenario SK03. Meskipun sektor industri makanan, minuman dan tembakau mendapat tambahan dana terbesar, ternyata sektor industri manufaktur tidak menciptakan tambahan tenaga kerja terbesar. Sektor yang menyerap
.
tambahan tenaga kerja terbesar adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 5690 orang, setelah itu diikuti oleh sektor industri manufaktur dan sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing sebesar I610 orang dan 300 orang. Dampak simulasi alokasi anggaran pembangunan bukan hanya berdampak pada output, pendapatan dan tenaga kerja seperti yang dibahas sebelumnya, akan tetapi juga berdampak pada komponen permintaan akhir (Tabel 16 dan 17). Tabel 16 menyajikan nilai dan persentase perubahan komponen permintaan akhir akibat simulasi alokasi anggaran pengeluaran pembangunan terhadap simulasi dasar. Dari tabel tersebut, alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI 3 memberikan kenaikan nilai PDB, PDB per kapita, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor yang tertinggi dibandingkan dengan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario yang lain. Alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI4 dan SK15, pada prinsipnya sama dengan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI 3. Perbedaannya hanya pada peningkatan besarnya penurunan anggaran pada sektor pemerintahan dan pertahanan. Alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK14 memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK13. Hal yang sama alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK15 memberikan dampak ekonomi yang lebih besar lagi. Hal ini disebabkan total anggaran yang dimasukkan ke sektor perkebunan meningkat dari skenario SK13 ke SKI4 dan dari SKI4 ke SK15. Untuk alokasi
Tabel 16. Dampak Alternatif Kebijakan Alokasi Anggaran Pengeluaran Pembangunan Terhadap Permintaan Akhir Tahun 2002 A. Nilai Perubahan Skenario
PDB
(Miliar Rp) CONS
I
G
X
M
PDBKAP
RAPBN 2002
1 732.28
378.44
476.51
66.50
848.22
37.37
8.142
SKOl
1 724.75
376.78
474.43
66.21
862.42
55.12
8.107
SKO2
1 723.94
376.63
474.20
66.18
857.38
50.45
8.103
SK03
1 723.13
376.44
473.98
66.15
852.33
45.77
8.099
SKO4
1 724.34
376.72
474.31
66.20
861.41
54.29
8.105
SKO5
1 725.44
376.94
474.63
66.24
867.20
59.58
8.1 10
SKO6
1 722.69
376.34
473.86
66.14
854.31
47.97
8.097
SK07
1 723.25
376.47
474.02
66.16
857.22
50.61
8.100
SK08
1 721.03
375.97
473.41
66.07
847.23
41.64
8.090
SK09
1 728.09
377.53
475.35
66.34
879.86
70.98
8.123
SKI0
1 728.31
377.59
475.41
66.35
880.36
71.40
8.124
SKI 1
1 '731.31
378.25
476.24
66.47
895.39
85.04
8.138
SKI2
1 731.22
378.22
476.21
66.46
895.14
84.83
8.137
SKI3
1 734.34
378.91
477.07
66.58
910.44
98.68
8.152
SKI4
1 734.41
378.97
477.09
66.59
945.45 133.69
8.152
SKI5
1734.56
379.06
477.14
66.59 1015.48 203.70
8.153
SKI6
1 729.69
377.91
475.80
66.40
921.89 112.31
8.130
SKI7
1 726.44
377.25
474.90
66.28
974.88 166.87
8.1 15
SKI 8
1 716.88
375.06
472.25
65.91
854.41
50.78
8.070
SK19
1704.31
372.34
468.79
65.43
858.56
60.80
8.01 1
Tabel 16. Lanjutan Perubahan
t-Skenario
PDB
(9-0)
CONS
I
G
X
M
PDBKAP
RAPBN 2002
0.40993 0.13107 0.631 14 0.21205 0.5941 1 0.03227
0.40994
SKOl
0.408 15 0.13050 0.62839 0.21 113 0.60406 0.04760
0.408 15
0.40796 0.13044 0.62809 0.21 103 0.60052 0.04357
0.40796
0.40777 0.13038 0.40806 0.13048 0.4083 1 0.13055 0.40766 0.13035 SKO7
0.40780 0.13039
SK08
0.40727 0.13022
SK09
0.40894 0.13076
SKlO
0.40899 0.13078
SKl l
0.40970 0.13101
SKI2
0.40968 0.13100
SK13
0.41042 0.13123
SK14
0.41044 0.13126
SKI5
0.41047 0.13129
SK16
0.40932 0.13089
SK17
0.40855 0.13066 0.40629 0.12990 0.40332 0.12896
Tabel 17. Darnpak Altematif Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Dibandingkan Dengan RAPBN 2002 Terhadap Permintaan Akhir
Skenario SKOl SKO2 SK03 SK04 SKO5 SKO6 SKO7 SK08 SK09 SKI0 SKl 1 SK12 SKI3 SK14 SK15 SK16 SK17 SKI8 SK19
PDB CONS -7.531 -1.656 -8.344 -1.813 -9.156 -2.000 -7.938 -1.719 -6.844 -1.500 -9.594 -2.094 -9.031 -1.969 -2.469 -1 1.250 -4.188 -0.906 -3.969 -0.844 -0.969 -0.188 -1.063 -0.219 2.063 0.469 2.125 0.531 2.281 0.625 -2.594 -0.531 -5.844 -1.188 -15.406 -3.375 -6.094 -27.969
I -2.078 -2.305 -2.523 -2.195 -1.883 -2.648 -2.492 -3.102 -1.156 -1.094 -0.266 -0.297 0.563 0.586 0.633 -0.71 1 -1 -609 -4.258 -7.719
G X M -0.289 14.203 17.750 -0.320 9.156 13.078 4.109 8.406 -0.352 -0.305 13.188 16.922 -0.262 18.984 22.21 1 -0.367 6.094 10.602 -0.346 9.000 13.242 -0.432 -0.984 4.273 -0.160 31.641 33.617 -0.152 32.141 34.031 -0.037 47.172 47.672 -0.041 46.922 47.461 0.078 62.219 61.313 0.082 97.234 96.320 0.088 167.266 166.336 -0.100 73.672 74.945 -0.225 126.656 129.500 -0.592 6.188 13.414 -1.072 10.344 23.438
(Miliar Rp) PDBKAP -0.035 -0.039 -0.043 -0.037 -0.032 -0.045 -0.042 -0.053 -0.020 -0.019 -0.005 -0.005 0.0 10 0.010 0.01 1 -0.012 -0.027 -0.073 -0.131
anggaran pengeluaran pembangunan skenario SKI8 dan SK19, pada prinsipnya sama dengan alokasi anggaran pengeluaran pembangunan skenario SK03. Perbedaannya hanya pada peningkatan besarnya penurunan anggaran pada sektor pemerintahan dan pertahanan. Yang menarik dari skenario SKI8 dan SKI9 dibandingkan dengan skenario SK03 adalah dari sisi pendapatan dan tenaga kerja skenario SKI8 dan SKI9 memberikan dampak yang lebih baik, tetapi dari sisi output memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini terjadi karena simulasi ini lebih berorientasi pada industri yang lebih mementingkan nilai tambah dan masih bersifat padat tenaga kerja.
-
6.4. Dampak Kondisi Perekonomian Dunia Tahun 2003 2005 Pada Tabel 18 dapat dilihat darnpak krisis dan bangkitnya ekonomi dunia terhadap perekonomian Indonesia. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa perekonomian Indonesia sangat bergantung pada kondisi perekonomian dunia.
Tabel 18. Ringkasan Hasil Proyeksi Pertumbuhan MIENA Akibat Krisis dan Kebangkitan Ekonomi Dunia Tahun 2003 - 2005 Variabel Dasar Produk Domatik Bruto
2003
2004
2005
Krisis Bangkit Dasar
Krisis Bangkit Dnsar
Krisis Bangkit
3.6
33
5.9
Konsumsi
2.6
2.5
3.3
3.2
lnvestasi
3.5
3.0
7.1
4.5
Pengeluaran Pemerintah
2.1
1.9
3.2
2.4
Ekspor
2.3
2.11
3.6
9.7
lmpor
4.4
3.5
8.6
5.1
3.1
2.8
5.0
3.8
3.0
7.0
3.2
11.1
5.2
2.4
14.2
1.9
4.5
2.7
1.7
5.6
9.0
13.4
6.4
4.8
13.0
11.0
-0.9
-0.6
-3.0
7.5
8.0
6.0
3.4
4.0
4.5
PDB per kapita
2.8
2.5
5.1
3.6
2.7
7.8
4.3
2.4
10.2
Total Output
3.1
2.7
6.3
7.1
5.8
13.9
7.9
4.9
18.7
Pertanian
1.0
0.6
3.4
4.9
3.9
10.2
6.5
4.1
14.9
Penambangan dan Penggalian
-0.8
-1.1
1.4
4.9
4.0
10.1
3.7
1.4
12.0
lndustri Manufaktur
4.3
3.8
7.9
8.9
7.3
16.8
9.6
6.1
22.2
LGA
1.5
1.2
3.8
8.7
7.7
14.2
11.1
8.7
20.3
Bangunan
3.1
2.4
7.6
5.5
3.8
14.2
7.1
3.3
19.3
Perdagangan. Hotel dan Restoran
3.3
3.0
6.0
6.6
5.4
12.5
7.2
4.6
16.7
Pengangkutan dan Komunikasi
1.1
0.7
3.5
7.7
6.6
13.3
9.9
7.3
19.1
Lembaga Keuangan
2.3
1.6
7.2
6.4
4.4
17,O
8.1
3.5
24.4
3.7
1.9
0.9
4.9
Pemerintahan dan Pertahanan
1.2
1.0
2.3
1.6
1.2
10.7
10.5
12.2
8.7
8.0
12.1
5.6
4.1
11.0
6.4
6.0
9.2
9.9
8.7
16.2
10.3
7.5
20.4
Pertanian
3.0
2.6
5.4
6.7
5.7
11.9
7.7
5.5
15.9
Penambangan dan Penggalian
8.8
8.5
11.3
14.2
13.1
19.7
12.1
9.7
21.1
lasa
I
otnl Pendapatan
lndustri Manufaktur
7.5
6.9
11.2
12.3
10.7
20.6
11.9
8.3
25.0
11.1
10.7
14.0
17.1
15.7
24.2
18.5
15.3
30.5
Bangunan
7.7
7.1
11.6
9.6
8.2
16.9
10.7
7.5
20.9
Perdagangan. Hotel dan Restoran
3.2
2.6
7.1
7.1
5.5
15.5
8.4
4.7
21.5
Pengangkutan dan Komunikasi
0.3
0.2
1.2
6.3
5.9
8.6
7.8
6.8
11.8
Lembaga Keuangan
0.1
-0.6
5.3
5.4
3.2
16.5
7.9
3.0
25.4
Pemerintahan dan Penahanan
6.0
5.9
6.8
3.4
3.1
4.8
5.1
4.5
7.1
19.3
19.0
21.5
18.0
17.1
23.1
15.1
12.8
23.5
13::-3.2
3.7
3.0
7.5
10.0
LGA
1
Jasa Total Tenaga Kerja
1.6
3.8
2.2
-0.5
-0.7
1.2
1.9
1.2
5.5
2.9
1.3
8.6
Penambangan dan Penggalian
1.8
1.5
4.1
7.3
6.3
12.5
5.6
3.3
14.1
Industri Manufaktur
4.3
3.8
7.6
7.5
6.1
14.8
6.5
3.3
18.1
LGA
2.5
2.2
4.6
8.9
8.0
13.6
10.6
8.4
18.4
Bangunan
1.0
0.6
4.5
3.1
1.9
9.5
4.4
1.6
13.1
Perdagangan, Hotel dan Restoran
-0.2
-0.3
-0.1
2.3
2.2
3.4
2.3
1.9
5.0
Pengangkutan dan Komunikasi
-1.4
-1.5
-0.4
4.8
4.3
7.7
6.7
5.3
12.0
Lembaga Keuangan
12.0
4.8
0.3
20.6
Penanian
-3.8
-4.5
0.9
1.9
0.0
Pemerintahan dan Penahanan
1.8
1.7
2.5
-0.4
-0.7
1.0
1.6
1.0
3.6
Jasa
9.0
8.8
10.6
7.7
7.0
11.0
4.7
3.2
10.0
Hal tersebut bukanlah suatu ha1 yang sangat mengejutkan dan bahkan sangat logis, karena sistem ekonomi Indonesia menggunakan sistem ekonomi terbuka. Yang menarik untuk diperhatikan adalah variabel makro mana yang kena dampak terbesar akibat perubahan kondisi perekonomian dunia.
6.4.1. Dampak Krisis Ekonomi Dunia Terhadap Perekonornian Indonesia Pada Tabel 18 disajikan darnpak krisis ekonomi dunia terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2003 - 2005. Secara umum, jika kondisi perekonomian dunia mengalami krisis yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang rendah dan menurun selama periode tahun 2003 - 2005, maka kondisi perekonomian Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang rendah dan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa jika kondisi perekonomian dunia krisis maka kondisi perekonomian Indonesia cenderung akan mengalami krisis.
6.4.1.1. Permintaan Akhir Dalam kondisi perekonomian dunia krisis, pada tahun 2003 dan 2004 komponen permintaan akhir yang terkena dampak yang terbesar sampai terkecil adalah investasi, impor, ekspor, pengeluaran pemerintah dan konsumsi. Pada tahun 2005, variabel yang terkena darnpak terbesar sarnpai terkecil adalah investasi, ekspor, pengeluaran pemerintah, impor dan konsumsi (Tabel 19). Selama periode tahun 2003
- 2005, dapat dilihat bahwa investasi sangat
sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Sedangkan konsumsi Indonesia sangat kurang sensitif dibandingkan dengan komponen permintaan akhir yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi Indonesia relatif stabil dalam menghadapi krisis ekonomi dunia dibandingkan dengan investasi.
Tabel 19. Ringkasan Perubahan Nilai Permintaan Akhir, Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Indonesia Akibat Krisis Ekonomi Dunia Tahun 2003 - 2005
(%I Variabel Produk Domatik B ~ t o
2003 -0.315
Variabel Produk Domatik Bmto
2004 -1.155
Variabel
2005
Produk Domatik Bruto
-2.974
Investasi
-2.974
lnvestasi
-1.743
lnvestasi
4.4 15
lmpor
0.314
Ekspor
-0.806
Ekspor
-2.361
Ekspor
-0.183
Impor
0.762
Pengeluaran Pemerintah
-1.551
Pengeluaran Pemerintah
-0.163
Pengeluaran Pemerintah
-0.600
l~npor
Konsumsi
-0.101
Konsumsi
-0.442
Konsumsi
-1.269
Total Output
-0.426
Total Output
-1.640
Total Output
-4.378
Lembaga Keuangan
-0.683
1.357
Lembaga Keu?ngan
-2.582
Lembaga Keuangan
-6.747
Bangunan
-0.6 16
Bangunan
-2.238
Bangunan
-5.687
lndustri Manufaktur
-0.485
lndusui Manufaktur
-1.874
lndustri Manufaktur
-5.003
Perdag. Hotel dan Restoran
-0.364
Perdag. Hotel dan Restoran
-1.427
Perdag. Hotel dan Restoran
-3.850
Pew~an
-0.341
Angkutan dan Komunikasi
-1.3 17
Angkutan dan Komunikasi
-3.587
Angkutan dan Komunikasi
-0.333
Penanian
-1.3 10
Penanian
-3.489
LGA
-0.321
LGA
-1.274
LGA
-3.473
Tambang dan Penggalian
-0.3 16
Jasa
-0.199
Pmn d m Penahanan Total Pendapatan
-0.162
-0.379
Tambang dan Penggalian
-1.243
Tambang dan Penggalian
-3.397
Jasa
-0.797
Jasa
-2.194
Pmn dan Pertahanan
-0.599
Total Pendapatan
-1.462
Pmn dan Pertahanan
-1.556
Total Pendapatan
-3.908
Lembaga Keuangan
-0.7 17
Lembaga Keuangan
-2.728
Le~nbagaKeuangan
-7.151
Perdag. Hotel .dan Restoran
-0.532
Perdag, Hotel dan Restoran
-2.039
Perdag. Hotel dan Restoran
-5.393
Bangunan
-0.505
lndusui Manufaktur
-1.891
lndustri Manufakrur
-5.028
lndustri Manufaktur
-0.492
Bangunan
-1.827
Bangunan
4.659
LGA
-0.376
LGA
-1.518
LGA
-4.175
Perranian
-0.334
Tambang dan Penggalian
-1.243
Tambang dan Penggalian
-3.397
Tambang dan Penggalian
-0.3 16
Penanian
-1.239
Pertanian
-3.240
Jasa
-0.258
Jasa
- 1.070
Jasa
-3.000
An_g!:utan .Jan Komunikasi
-0.1 17
Angkutan dan Komunikasi
-0.491
Angkutan dan Komunikasi
Pmn dan Penahanan
-0.104
Pmrt dan Pertahanan
-0.386
Total Tenaga Kerja
-0.230
Total Tenaga Kerja
-0.909
Lembaga Keuangan
-0.683
Lembaga Keuangan
Bangunan
-0.482
Bangunan
Industri Manufaktur
-0.44 1
lndustri Manufaktur
Tambang dan Penggalian
-0.3 16
LGA
-0.284
Pmn dan Penahanan
I
-1.402
- 1.007
Total Tenaga Kerja
-2.483
-2.582
Lembaga Keuangan
-6.747
-1.720
Bangunan
4.625
-1.72 1
lndustri Manufaktur
4.350
Tambang dan Penggalian
- 1.243
Tambang dan Penggalian
-3.397
LGA
-1.114
LGA
-3.027
Perranian
-0.245
Pertanian
-0.937
Penanian
-2.499
Jasa
-0.199
Jasa
-0.797
Jasa
-2.194
Angkut dan Komunikasi
-0.149
Angkut dan Komunikasi
-0.642
Angkut dan Komunikasi
- 1.863
Pmn dan Penahanan
-0.104
Pmrt dan Pertahanan
-0.386
Pmn dan Pertahanan
- 1.007
Perdag. Hotel dan Restoran
-0.018
Perdag, Hotel dan Restoran
-0.161
Perdag, Hotel dan Restoran
-0.610
6.4.1.2. Output Sektoral
Dalam kondisi perekonomian dunia krisis, pada tahun 2003 sektor yang terkena dampak terbesar sampai terkecil (Tabel 19) adalah (1) lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, (2) bangunan, (3) industri manufaktur, (4) perdagangan, hotel dan restoran, (5) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan,
(6) pengangkutan d m komunikasi, (7) listrik, gas dan air minum, (8) pertambangan dan penggalian, (9) jasa d m (10) pemerintahan dan pertahanan. Selama periode tahun 2004
-
2005, sektor yang terkena dampak terbesar sampai terkecil hampir sama
urutannya dengan tahun 2003, kecuali untuk sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Selama periode ini, sektor pengangkutan dan komunikasi terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Selama periode tahun 2003 - 2005, dapat dilihat bahwa output sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sangat sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Sedangkan output sektor pemerintahan dan pertahanan sangat kurang sensitif dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Sangat sensitifnya output sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan menunjukkar. bahwa kondisi perbankan Indonesia masih sangat rapuh dan memprihatinkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem restrukturasi perbankan nasional yang mampu secara efektif menyehatkan perbankan nasional untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi Indonesia. Jika masalah-masalah perbankan nasional yang menghambat perekonomian Indonesia secara keseluruhan belum diselesaikan dengan tuntas, maka akan menghambat pergerakan sektor ril yang berhubungan dengan kegiatan produksi.
6.4.1.3. Pendapatan Sektoral Dalam kondisi perekonomian dunia krisis, pada tahun 2003 sektor yang terkena dampak terbesar sarnpai terkecil (Tabel 19) adalah (1) lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, (2) perdagangan, hotel dan restoran (3) bangunan, (4) industri manufaktur, (5) listrik, gas dan air minum, (6) pertanian, petemakan, kehutanan dan perikanan, (7) pertambangan dan penggalian, (8) jasa, (9) pengangkutan dan komunikasi dan (10) pemerintahan dan pertahanan. Selama periode tahun 2004 - 2005, sektor yang terkena dampak terbesar sampai terkecil hampir sama urutannya dengan tahun 2003, kecuali untuk
sektor bangunan dan industri
manufaktur. Selarna periode ini, sektor industri manufaktur terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan sektor bangunan. Selama periode tahun 2003 - 2005, dapat dilihat bahwa pendapatan sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahan sangat sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Sedangkan pendapatan sektor pemerintahan dan pertahanan sangat kurang sensitif dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Sangat sensitifnya pendapatan sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan terhadap krisis perekonomian dunia karena pendapatan yang diperoleh cleh sektor ini tidak terlepas dari output yang dihasilkan.
6.4.1.4. Tenaga Kerja Sektoral
*
Dalam kondisi perekonomian dunia krisis, pada tahun 2003 sektor yang terkena dampak terbesar sampai terkecil (Tabel 19) adalah (1) lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, (2) bangunan, (3) industri manufaktur, (4) pertambangan dan penggalian, (5) listrik, gas dan air minum, (6) pertanian, petemakan, kehutanan dan perikanan, (7) jasa, (8) pengangkutan dan komunikasi dan
(9) pemerintahan dan pertahanan dan (10) perdagangan, hotel dan restoran. Selama periode tahun 2004
-
2005, sektor yang terkena dampak terbesar sampai terkecil
hampir sama urutannya dengan tahun 2003, kecuali untuk sektor bangunan dan industri manufaktur. Selama periode ini, sektor industri manufaktur terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan sektor bangunan. Selama periode tahun 2003 - 2005, dapat dilihat bahwa tenaga kerja sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahan sangat sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Sedangkan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran sangat kurang sensitif dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Sangat sensitifnya penurunan penyerapan tenaga kerja sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan terhadap krisis perekonomian dunia karena penyerapan tenaga kerja oleh sektor ini tidak terlepas dari output yang dihasilkan.
6.4.2. Dampak Kebangkitan Indonesia
Ekonomi
Dunia
Terhadap Perekonomian
Pada Tabel 20 disajikan dampak kebangkitan ekonomi dunia terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2003
- 2005. Secara umum, jika kondisi
perekonomian dunia bangkit yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi dan meningkat selama periode tahun 2003 - 2005, maka kondisi perekonomian Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang tinggi dan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa jika kondisi perekonomian dunia bangkit maka kondisi perekonomian Indonesia cenderung akan mengalami kebangkitan. 6.4.2.1. Permintaan Akhir Pada saat perekonomian dunia bangkit, pada tahun 2003 dan 2004 komponen permintaan akhir Indonesia yang terkena dampak yang terbesar sampai terkecil adalah investasi, impor, ekspor, pengeluaran pemerintah dan konsumsi. Pada tahun 2005, variabel yang terkena dampak terbesar sampai terkecil adalah investasi, ekspor, pengeluaran pemerintah, konsumsi dan impor (Tabel 20).
Tabel 20. Ringkasan Perubahan Nilai Permintaan Akhir, Output, Pendapatan dan Tenaga Kej a Indonesia Akibat Kebangkitan Ekonomi Dunia (%) Variabel Produk Domatik Bmto
2003 2.198
Variabei Produk Domestik Bmto
Variabel
2004 6372
Produk Domestik Bmto
2005 12364
lnvestasi
3.438
lnvestasi
9.954
lnvestasi
19.321
lmpor
-2.16 I
Ekspor
4.698
Ekspor
11.186
Ekspor
1.279
Impor
-3.538
Pengeluaran Pemerintah
6.222
Pengeluaran Pemerintah
1.132
Pengeluaran Pemerintah
3.250
Konsumsi
5.61 1
Konsumsi
0.700
Konsumsi
2.498
lmpor
Total Output
3.021
Total Output
9.556
Total Output
-2.437 20.473
Lembaga Keuangan
4.870
Lembaga Keuangan
15.280
Lembaga Keuangan
Bangunan
4.398
Bangunan
12.976
Bangunan
25.833
lndustri Manufaktur
3.440
Industri Manufaktur
10.966
Industri Manufaktur
23.680
Perdag. Hotel dan Restoran
2.57 1
Perdag, Hotel dan Restoran
8.265
Perdag. Hotel dan Restoran
17.8 17
Angkutan dan Komunikasi
2.420
Angkutan dan Komunikasi
7.650
Angkutan dan Komunikasi
16.721
Pertanian
2.356
Penanian
7.590
Pertanian
16.059
LGA
2.272
LGA
7.415
LGA
16.253
Tambang dan Penggalian
2.256
Tambang dan Penggalian
7.230
Tambang dan Penggalian
15.832
Jasa
1.395
Jasa
4.563
Jasa
9.912
Pmrt dan Pertahanan
1.124
Pmrt dan Pertahanan
3.253
Pmn dan Pertahanan
6.281
Total Pendapatan
2.696
Total Pendapatan
8.572
Lembaga Keuangan
5.1 18
Lembaga Keuangan
16.251
Total Pendapatan
32.670
18.497
Lembaga Keuangan
35.160
Perdag, Hotel dan Restoran
3.773
Perdag, Hotel dan Restoran
1 1.901
Perdag, Hotel dan Restoran
25.379
Bangunan
3.596
lndusfri Manufaktur
11.161
lndustri Manufaktur
24.197
Industri Manufaktur
3.504
Bangunan
10.472
Bangunan
20.673
LGA
2.661
LGA
8.918
LGA
19.995
Pertanian
2.406
Tambang dan Penggalian
7.230
Tambang dan Penggalian
15.832
Tambang dan Penggalian
2.236
Pertanian
7.374
Pertanian
15.564
Jasa
1.814
Jasa
6.199
Jasa
13.998
Angkutan dan Komunikasi
0.836
Angkutan dan Komunikasi
2.926
Angkutan dan Komunikasi
6.728
Pmrt dan Pertahanan
0.720
Pmn dan Pertahanan
2.085
Pmrt dan Pertahanan
4.023
Total Tenaga Kerja
1.630
Total Tenaga Kerja
5.302
Total Tenaga Kerja
11.563
Lembaga Keuangan
4.870
Lembaga Keuangan
15.280
Lembaga Keuangan
32.670
Bangunan
3.428
Bangunan
10.140
Bangunan
22.2 12
Industri Manufaktur
3.136
Industri Manufaktur
9.803
Industri Manufaktur
18.972
Tambang dan Penggalian
2.236
Tambang dan Penggalian
7.230
Tambang dan Penggalian
15.832
LGA
2.009
LGA
6.455
LGA
13.998
Pertanian
1.730
Penanian
5.360
Pertanian
11.177
Jasa
1.395
Jasa
4.563
Jasa
9.912
Angkutan dan Komunikasi
1.058
Angkutan dan Komunikasi
3.816
Angkutan dan Komunikasi
9.001
Pmrt dan Pertahanan
0.720
Pmrt dan Pertahanan
2.085
Pmrt dan Penahanan
4.023
Perdag, Hotel dan Restoran
0.155
Perdag. Hotel dan Restoran
1.203
Perdag, Hotel dan Restoran
3.816
Selama periode tahun 2003
- 2005,
dapat dilihat bahwa investasi sangat
sensitif terhadap perubahan kebangkitan ekonomi dunia. Konsumsi Indonesia sangat kurang sensitif dibandingkan dengan komponen permintaan akhir yang lain pada tahun 2003
- 2004, sedangkan pada tahun 2005 impor sangat kurang sensitif
dibandingkan dengan komponen permintaan akhir yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa investasi akan cenderung meningkat lebih cepat pada saat kondisi perekonomian dunia bangkit dibandingkan dengan konsumsi Indonesia. 6.4.2.2. Output Sektoral Dalam situasi perekonomian dunia bangkit, pada tahun 2003
- 2005 sektor
yang terkena dampak terbesar sampai terkecil (Tabel 20) mempunyai pola yang sama dengan kondisi perekonomian dunia krisis. Selama periode tahun 2003 - 2005, dapat dilihat bahwa output sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahan sangat sensitif pada saat kondisi perekonomian dunia bangkit. Sedangkan output sektor pemerintahan dan pertahanan sangat kurang sensitif dibandicgkan dengan sektor-sektor yang lain. 6.4.2.3. Pendapatan Sektoral Dalam situasi perekonomian dunia bangkit, pada tahun 2003
- 2005 sektor
yang terkena dampak terbesar sampai terkecil (Tabel 20) mempunyai pola yang sama dengan kondisi perekonomian dunia krisis. Selama periode tahun 2003 - 2005, dapat dilihat bahwa pendapatan sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahan sangat sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Sedangkan pendapatan sektor pemerintahan dan pertahanan sangat kurang sensitif dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain.
6.4.2.4. Tenaga Kerja Sektoral Dalam situasi perekonomian dunia bangkit, pada tahun 2003
- 2005 sektor
yang terkena dampak terbesar sampai terkecil (Tabel 20) mempunyai pola yang sama dengan kondisi perekonomian dunia krisis. Selama periode tahun 2003
- 2005, dapat dilihat bahwa tenaga kerja sektor
lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahan sangat sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dunia. Sedangkan tenaga kerja sektor perdaganan, hotel dan restoran sangat kurang sensitif dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain.