Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
VERTICAL LOW COSTS HOUSING UNITS UNTUK KALANGAN PEKERJA DI BENDUNGAN HILIR, JAKARTA Meita Aznira
Dr. Ruly Darmawan, M.Sn
Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci :low cost, pekerja, energy saving, minim ruang, hunian sewa
Abstrak Populasi jumlah penduduk di kota Jakarta, Indonesia, meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jakarta tercatat sebagai Kota Terpadat nomor dua di dunia pada tahun 2012 menurut penelitian dari New Geography. Salah satu penyebab terjadinya peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun ini adalah tingkat urbanisasi yang tinggi. Tingkat urbanisasi yang tinggi itu sendiri memiliki 4 dampak negative terbesar, yaitu berkurangnya jumlah lahan strategis, dampak psikologis dan psikis bagi penduduk kota tersebut, serta pencemaran lingkungan. Pada sisi lain, masyarakat Indonesia dari berbagai daerah berbondong-bondong pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, sehingga menempatkan kaum pekerja sebagai pelaku utama urbanisasi di kota ini. Setiap individu pekerja urban ini memiliki kebutuhan masing-masing yang berbeda-beda, namun salah satu yang sama adalah kebutuhan akan tempat tinggal menetap di Jakarta. Tujuan utama penelitian dan perancangan kali ini adalah untuk mencari ide mengenai bentuk hunian tinggal paling ideal yang diperuntukkan bagi kaum pekerja di Jakarta, khususnya yang bertempat tinggal di daerah Bendungan Hilir, yang di desain efektif dalam penggunaan lahannya, mendukung kondisi psikologis penggunanya, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan personal lain kaum pekerja sebagai penggunanya.
Abstract Human population in Jakarta city, Indonesia has grown bigger within the past few years. Jakarta ranked as the second world’s densest city in year 2012 according to New Geography research. One of the causative factor that makes the population increased over the years is high rates of urbanization. High rates of urbanization itself have four major negative impacts to the city where it occurred; decreasing amount of strategic land, psychological and physical effect to the people in it, and environmental pollution. On the other hand, ,many Indonesian citizens from other provinces moved from their origins to Jakarta mostly to pursue their carrier paths. This makes urban employees take part as the main actors in this increasing urbanization rates. Each of these employees has their own personal needs, but one thing in common is needs of residence and a place to stay in Jakarta. The main purpose of this research is to find the idea of most ideal form of Jakarta’s employees residence, especially ones who lived in Bendungan Hilir area, Jakarta, which designed to used the most effective way of land use, support their psychological state, and fulfill their other personal needs.
1. Pendahuluan Seiring dengan perkembangan dan pembangunan ekonomi Indonesia beberapa tahun ini, Jakarta sebagai ibukota negara mengalami imbas akibatnya. Salah satu akibat yang terlihat adalah meningkatnya jumlah penduduk dalam rentang waktu yang singkat. Sumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta menginformasikan pada tahun 2010, jumlah penduduk kota Jakarta mencapai jumlah 9.607.787 jiwa. Selain itu Jakarta dikalkulasikan memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 12.978,2/km2 yang kemudian menempatkan kota ini kota kedua terpadat di dunia (Wendell Cox, 2012). Salah satu faktor yang menjadi penyebab peningkatan jumlah penduduk Jakarta ini adalah urbanisasi. Arus urbanisasi di kota Jakarta menurut BPS pada tahun 2012 pasca hari libur Idul Fitri mencapai angka sejumlah 46.155 orang. Bila dipresentasekan tingkat urbanisasi di kota Jakarta tahun 2000, 2005, dan 2010 mencapai 100%. Presentase ini diproyeksikan akan terus bertahan pada jumlah tersebut sampai tahun 2025 mendatang. Dapat dibayangkan betapa padatnya kota Jakarta pada tahun-tahun mendatang bukan? Tingginya tingkat urbanisasi pada kota Jakarta selain itu turut memberikan dampak negatif seperti; perubahan fisiologis dan psikologis penduduknya, tercemarnya lingkungan kota, dan berkurangnya jumlah lahan strategis. Tingkat urbanisasi Jakarta yang tinggi menunjukkan angka terbesar pada sektor kaum pekerjanya. Setiap tahun jumlah angkatan kerja dan arus urbanisasi di kota Jakarta mengalami naik secara bersamaan. Bulan Agustus tahun 2012 jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 5.37 juta, naik sebesar 224.740 ribu dari tahun sebelumnya yang berjumlah 5.14 juta orang. Alasan utama terjadi urbanisasi paling besar pada sektor pekerja di Jakarta ini adalah karena kurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal mereka. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kepadatan penduduk Jakarta tiap tahunnya semakin tinggi, salah satu penyebabnya adalah tingkat urbanisasi yang tinggi, dengan sebagian besar alasannya mereka untuk berpindah adalah mencari pekerjaan di Jakarta. Dianalisis lebih lanjut, kaum pekerja pendatang ini memiliki kebutuhan yang berbedabeda, namun satu kebutuhan yang beririsan adalah kebutuhan akan fasilitas hunian untuk menetap di Jakarta. Fasilitas
Meita Aznira
hunian ini umum ditemui di sekitar daerah padat perkantoran. Contoh fasilitas hunian ini yang sudah populer misalnya apartmen, kost-kost an, rumah susun, dan sebagainya. Di sisi lain, lahan yang tersedia pada kota Jakarta semakin menyempit. Tingkat kepadatan penduduk Jakarta yang tinggi menyebabkan keterbatasan lahan layak guna sebagai fasilitas hunian tinggal. Hal ini juga terjadi pada keberadaan lahan yang layak di area sekitar kawasan padat perkantoran, salah satunya Bendungan Hilir, yang dekat dengan kawasan padat perkantoran Sudirman, Jakarta Pusat. Karena itulah di Jakarta, khususnya pada sekitar kawasan padat perkantoran, dibutuhkan perancangan fasilitas hunian tinggal bagi kaum pekerja pendatang yang dapat mengakomodir seluruh kebutuhan penggunanya, efektif dalam penggunaan lahannya, mendukung psikologis penggunanya, serta ramah lingkungan.
2. Proses Studi Kreatif Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan mengenai karakteristik kaum pekerja yang tinggal di Jakarta dan gaya hidupnya. Tujuan utama lainnya adalah untuk mendapatkan ide satu moduler hunian tinggal sewa sementara yang paling ideal, diperuntukkan bagi kaum pekerja di Jakarta, dengan penggunaan ruang seefektif mungkin. Metoda penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan survey lapangan. Metoda studi literatur digunakan untuk mendapatkan referensi mengenai deskripsi kaum pekerja; karakteristik masyarakat urban; standar minimum ruang tinggal per orang; dan hasil rancangan yang sudah ada mengenai desain fasilitas hunian minim ruang. Metoda survey lapangan digunakan untuk mencari informasi mengenai karakteristik kaum pekerja; deskripsi lokasi studi kasus; dan deskripsi fasilitas hunian serupa yang sudah ada di lapangan. Konsep perancangan bertujuan menjawab permasalahan utama kasus perancangan yaitu kebutuhan akan fasilitas hunian tinggal temporer yang mengakomodir kebutuhan kaum pekerja sebagai pengguna, efektif dalam penggunaan lahan, mendukung psikologis penggunanya serta ramah lingkungan. Konsep tema ruang adalah konsep ‘low cost dan nyaman’. Konsep low cost ini diangkat dari salah satu kebutuhan pengguna yang notabene kaum pekerja, akan hunian yang bersifat terjangkau, namun tetap nyaman untuk mendukung psikologis mereka. Kata low cost disini dapat diterjemahkan tidak hanya semata-mata penekanan pada sisi biaya, namun juga pada sisi energi/usaha yang dikeluarkan baik pada saat penggunaan maupun pembangunan fasilitas perancangan ini. Dari konsep low cost kemudian diturunkan dalam pengertian konsep ruang yang kompak, efektif lahan, dan multifungsi. Konsep bentuk yang dipilih adalah persegi, persegi panjang dan lingkaran. Bentuk persegi dan persegi panjang dipilih untuk membangun sistem ruang yang kompak dan efektif lahan. Bentuk lingkaran digunakan untuk membangun suasana ruang yang nyaman secara psikologis. Konsep warna yang diusung adalah warna alam (hijau/cokelat/biru) sebagai aksen untuk memberikan kesan nyaman. Untuk warna utama digunakan warna putih untuk memberi kesan sederhana (low budget). Konsep material yang diterapkan adalah material yang memantulkan cahaya untuk mengurangi daya penggunaan pencahayaan pada siang hari. Pertimbangan material yang digunakan bukan terbatas pada material yang murah saja melainkan material dengan tingkat ketahanan yang lama, mudah pemasangannya sehingga mengurangi biaya secara keseluruhan. Selain itu digunakan material daur ulang seperti reclaimed wood untuk mendukung konsep ramah lingkungan. Untuk konsep pencahayaan, siang hari di fasilitas tidak menggunakan pencahayaan artifisial dan memaksimalkan pencahayaan alami dengan memperbanyak bukaan. Pada malam hari digunakan pencahayaan artifisial yang hemat energi; yaitu lampu LED. Konsep desain furniture adalah furniture yang bersifat kompak, efektif lahan dan multifungsi untuk mendukung konsep low cost low cost yang diterapkan. Selain itu, desain furniture organic yang dibuat memakai ukuran-ukuran modular (120 cm x 240 cm) mengikuti ukuran standar material, sehingga tidak ada material yang tersisa dan terbuang.
Gambar 1. Konsep warna yang diterapkan dalam peracanganan ‘Vertical Low Cost Housing Units, Bendungan Hilir, Jakarta’.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2
Meita Aznira
Gambar 2. Konsep material yang diterapkan dalam peracanganan ‘Vertical Low Cost Housing Units, Bendungan Hilir, Jakarta’.
Gambar 3. Konsep furniture yang diterapkan dalam peracanganan ‘Vertical Low Cost Housing Units, Bendungan Hilir, Jakarta’.
Gambar 4. Eksplorasi desain perancangan furniture dan area multifungsi pada perancangan Vertical Low Cost Housing Units
Gambar 5. Studi perspektif awal lobby Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Meita Aznira
Sejalan dengan terbangunnya konsep perancangan Vertical Low Cost Housing Units ini dilakukan juga berbagai eksplorasi desain, beberapa dapat dilihat pada gambar di halaman sebelumnya, mengenai beberapa alternatif penghematan lahan yang dapat dilakukan dan pengefektifan elemen furniture pada suatu ruangan.
3. Hasil Studi dan Pembahasan Dari analisis studi literatur dan survey lapangan, data-data yang didapatkan menghasilkan kesimpulan mengenai standar minimum ruang tinggal per orang dan deskripsi lokasi studi kasus fasilitas yang dirancang, serta karakteristik pengguna fasilitas. Mengacu pada SNI nomor 03-1978-1990 yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 306/KPTS/1989, standar minimum untuk ruang tinggal perorang dikategorikan menurut aktivitas penggunaannya. Luas minimum untuk ruang tidur kecil, kamar mandi dan kakus, serta dapur berturut-turut adalah 6 m2, 2m2, 4m2, sehingga didapatkan luas minimum total sebanyak 12m2. Deskripsi lokasi studi kasus fasilitas ini adalah sebagai berikut. Bendungan Hilir merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Jakarta Pusat. Kawasan ini terletak dekat denga daerah padat perkantoran yaitu Sudirman, Semanggi, dan Gatot Subroto. Kelurahan Bendungan Hilir memiliki penduduk sebesar 20.025 jiwa. Bendungan Hilir berbatasan dengan Kelurahan Petamburan di sebelah utara, Jl. Jend. Gatot Subroto dalam Kelurahan Gelora di sebelah barat, Kali Krukut, Kali Malang dan Kelurahan Kebon Melati di sebelah timur, dan Jl. Jend. Sudirman dan Kelurahan Karet, Semanggi, di sebelah selatannya. Deskripsi mengenai pengguna fasilitas, dalam studi kasus ini adalah deskripsi kaum pekerja secara umum dan kaum pekerja di Bendungan Hilir secara khusus. Istilah kaum pekerja sendiri memiliki arti sekelompok orang yang bekerja pada orang lain berupa instansi/perusahaan/kantor secara tetap dan menerima upah baik uang maupun barang. Usia minimum diperbolehkan untuk bekerja adalah 15 tahun dan usia pensiun bagi pekerja adalah 55 tahun, dan jangkauan umur pekerja Indonesia adalah 15-55 tahun. Jumlah pekerja Indonesia paling banyak berstatus sebagai buruh/karyawan, serta jumlah pekerja Indonesia yang berstatus sebagai buruh dan karyawan lebih banyak yang berjenis kelamin lakilaki. Kaum pekerja yang berlokasi di sekitar Bendungan Hilir memiliki profesi sesuai dari jenis perusahaanperusahaan yang terdapat pada kawasan padat perkantoran di sekitarnya. Jumlah perusahaan berdasarkan keprofesiannya di sekitar Bendungan Hilir dapat dilihat pada grafik diatas, dengan profesi tiga profesi terbesarnya adalah konsultan, kontraktor, dan akuntan perbankan. Ketiga jenis profesi tersebut memiliki gaya hidup yang berbeda-beda. Pekerja dengan profesi konsultan memiliki tingkat mobilitas dan pendapatan yang tinggi, serta jam kerja yang lebih lama. Sementara orang yang berprofesi sebagai kontraktor memiliki jam kerja normal namun lembur sesekali, dengan pendapatan rata-rata. Yang terakhir, orang yang bekerja dalam dunia perbankan dan akuntan memiliki jam kerja yang normal, dengan pendapatan rata-rata pula. Hasil wawancara menghasilkan data aktivitas kaum pekerja di Bendungan Hilir pada umumnya seperti yang dapat dilihat pada tabel diatas. Selain itu, sebagai salah satu warga Jakarta, keadaan psikologis kaum pekerja Bendungan Hilir juga dipengaruhi oleh kondisi perkotaan di lingkungan tinggal mereka. Menurut teori, tingginya kepadatan kota menimbulkan efek pada dua aspek bagi penghuninya, yaitu aspek fisis (gangguan yang ditimbulkan dari unsur-unsur alam, misalnya pencemaran air, udara dan seterusnya.), serta aspek sosial-masyarakat (gangguan yang ditimbulkan oleh manusianya sendiri yang menimbulkan kehidupan tidak tenang, tidak nyaman dan tidak tenteram) (Bintarto, 1989:36). Selain itu, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi juga menyebabkan adanya tingkat kompetisi yang tinggi antar masyarakatnya, sehingga terbentuk strata-strata sosial dalam kehidupan perkotaan (Sarlito, 1992:62). Akibat lain dari sesaknya kehidupan perkotaan adalah timbul sikap individualisme di tiap-tiap warga perkotaan (Lang, 1987:76). Dari perilaku individualis ini kemudian lahir sifat-sifat seperti rendahnya toleransi antar individu, tertutup, dan mudah merasa tidak aman. Dari data-data diatas, solusi-solusi yang dibuat diterjemahkan dalam perancangan fasilitas Vertical Low Cost Housing Unit Bendungan Hilir ini seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4
Meita Aznira
VARIETIES OF OFFICES AROUND BENDUNGAN HILIR, JAKARTA
150 105
100
83
Consultant Contractor
50
50
Accountant
Supplier 6
11
etc
0
Grafik 1. Grafik jumlah perkantoran di sekitar Bendungan Hilir menurut jenis keprofesiannya Tabel 1. Data pekerja Bendungan Hilir pada hari kerja Jam 06:00 – 07:30 08:00 – 09:00 09:00 – 20:00 21:00 – 23:00 23:00 – 01:00 01:00 – 06:00
Aktivitas sholat subuh, mandi, sarapan pagi berangkat kerja bekerja makan malam di luar/clubbing sampai di hunian tidur
Tabel 2. Data pekerja Bendungan Hilir pada hari kerja Jam 06:00 – 10:00 10:00 – 12:00 12:00 – 13:00 13:00 – 20:00 20:00 – 21:00 22:00 – 06:00
Aktivitas sholat Subuh, mandi, sarapan pagi Bermain internet/bersantai/menonton tv makan siang berjalan-jalan/rapat/menyelesaikan pekerjaan pulang ke hunian tidur
Gambar 6. Memperbanyak zoning area publik untuk mengurangi sifat individualis
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Meita Aznira
Gambar 7. Pengaplikasian warna cerah, dan material transparan, serta pembangunan suasana green space dalam interior
Gambar 8. Warna biru pada area tidur untuk memberikan efek psikologis menenangkan, serta penggunaan multiplex dan HPL sebagai material furniture
Gambar 9. Pengaplikasian material laminate vinyl dan beton plester untuk lantai, serta stainless steel untuk bagian top table pantry. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6
Meita Aznira
Gambar 10. Perspektif akhir lobby, tipe kamar single dan tipe kamar family
4. Penutup/Kesimpulan Dari data-data yang diperoleh dan analisisnya, pada akhirnya didapatkan sebuah ide perancangan hunian yang dikhususkan untuk kaum pekerja dengan karakteristik seperti diatas. Hunian Vertical Low Cost Housing Units ini didesain dengan tema utama low cost dan nyaman serta mengurangi tingkat stress para penggunanya. Diterapkan banyak area public untuk mengurangi sifat individualis yang menjadi karakteristik utama kaum pekerja Jakarta, dan digunakan material-material yang memantulkan cahaya, furniture kompak modular, serta konsep pencahayaan hemat energi yang berperan sebagai salah satu langkah utama dalam mengurangi cost yang terjadi dalam fasilitas hunian tersebut. Pengaplikasian konsep low cost diterapkan pada penggunaan lampu LED di unit-unitnya dan diperhitungkan menggunakan rumus jumlah minimum lampu dalam sebuah ruangan. Lalu didapatkan hasil perhitungan seperti di bawah ini:
Gambar 12. Perhitungan kebutuhan pencahayaan kamar single menggunakan lampu LED (kiri) dan Fluorescent (kanan)
Gambar 13. Perhitungan kebutuhan pencahayaan kamar single menggunakan lampu LED (kiri) dan Fluorescent (kanan) Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7
Meita Aznira
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Pra Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh Dr. Ruly Darmawan, S.Sn., M.Sn dan Yuni Maharani, S.Sn, MT.
. Daftar Pustaka Bintarto. (1989). Interaksi Desa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia. Cole, Lawrence E. (1953). Human Behavior, Psychology as Bio Social Science. New York: World Book Company. Departemen Dalam Negeri RI. (1985). National Urban Development Strategy. Jakarta. Hatt & Reis. (1966). Cities and Society. New York: The Free Press. Lang Jon. (1987). Creating Architectural Theory. New York: Reinhold Company Inc. Mangunwijaya. YB. (1985). Teknologi dan Dampak Kebudayaannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Pembangunan Daerah, Dirjend. (1989). Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Jakarta. Sarlito. WS. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta, Indonesia. Schoorl, JW. (1980). Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Berkembang. Jakarta: PT. Gramedia.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 8