VERIFIKASI EMPIRIS PERSAMAAN LENTUR STATIS GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM)
ADY SATRIAWAN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT Ady Satriawan, Empirical Verification of Glulam (Glued Laminated Timber) Static Bending Equation, Skripsi, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Dibawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si dan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS INTRODUCTION. Wood in construction is often loaded by bending moment. Since the development of wood engineering increasing, the solid wood tends to be substituted by wood’s engineering such as glulam. Glulam is usually made from some laminas. A Transformed Cross Section method has widely used to calculate the mechanical properties of glulam if each lamina’s properties are known. The method transforms each lamina based on its MOE. The longitudinal width is decreased if the MOE is lower, and increased if the MOE is higher. However MOE is a material property which is independent from the geometric property, calculated MOE based on geometric properties is not accurate. Bahtiar (2008) was developed a new methods to calculate the bending properties of glulam. The method is mathematically proven. However it would be better if empirical experiment is conducted to prove it. METHOD. Materials used in this research are 2x10x170 cm3 boards from 4 wood species, namely : Nangka (Artocarpus heterophyllus), Kapuk (Ceiba pentandra), Afrika (Maesopsis eminii), and Sengon (Paraserianthes falcataria), noted by N, R, A, and S respectively, and isosyanate adhesive to bond three layers glulam. Face and back of glulam are N and core is R, A, or S. Test of wood small clear specimen and glulam bending properties is conducted with center point loading configuration based on ASTM D143. Then the equation of loaddeformation curve is built on two ways. The first way is only linier regression for data below proportional (elastic) limit; the second way is dummy variable regression which allows both linier regression for data bellow proportional limit and continued by quadratic regression for data upper proportional limit until maximum load. The empirical MOE and MOR are calculated by
and
equation respectively. The theoretical MOE and MOR are calculated by Bahtiar’s methods (2008). RESULTS AND DISCUSSION. The results of this research show that the average value of MOE calculated by first method for Nangka is 6,3x104 Kg/cm2, Afrika 5,9x104 Kg/cm2, Sengon 5,3x104 Kg/cm2, and Kapuk 2,7x104 Kg/cm2. Average value of MOE calculated by second method for Nangka 6,0x104 Kg/cm2, Afrika 5,6x104 Kg/cm2, Sengon 5,0x104 Kg/cm2, Kapuk 2,6x104 Kg/cm2. The MOE calculated by second method is similar with the first methods for Kapuk but lower for three other species. Average value of MOR of Nangka is 680 Kg/cm2, Afrika 490 Kg/cm2, Sengon 460 Kg/cm2, Kapuk 273 Kg/cm2. The average value of theoretical MOE for glulam N-A-N formation is 6,2x104 Kg/cm2, N-S-N is 5,8x104 Kg/cm2, and N-R-N is 5,9x104 Kg/cm2. The average value of theoretical MOR for glulam N-A-N is 617 Kg/cm2, N-S-N is 584 Kg/cm2, and N-R-N is 675 Kg /cm2. The average value of empirical MOE for glulam N-A-N is 4,6x104
Kg/cm2, N-S-N is 4,9x104 Kg/cm2, and N-R-N is 4,5x104 Kg/cm2. Meanwhile the average value of empiric MOR for glulam N-A-N is 256 Kg/cm2, N-S-N 261 Kg/cm2, N-R-N is 223 Kg/cm2. Theoretical calculation of MOE and MOR of glulam are significantly different with empiric testing result of glulam. Empirical testing shows that the average value of MOE and MOR lower than theoretic calculation. The adhesion of glulam is weaker than the shear strength of lamina, so it doesn’t match with Bahtiar’s methods which assume the first destruction of glulam should happened on lamina (not on glue layer). Since the assumption is not fulfilled, the horizontal shear on glulam should be considered as important variable. CONCLUSION. The MOE value calculated by dummy variable which allows both linier regression continued by quadratic regression are lower than conventional methods which only allows linier regression bellow proportional limit. Theoretical value of MOE and MOR of glulam are higher than empirical value because glue lines have lower strength than the lamina. Keyword: MOE, MOR, Glulam
RINGKASAN Ady Satriawan, Verifikasi Empiris Persamaan Lentur Statis Glued Laminated Timber (Glulam), Skripsi, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Dibawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si dan Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, MS Kayu pada konstruksi sering digunakan untuk menerima beban lentur, antara lain untuk komponen balok lantai jembatan, gording (purlin), kasau (rafters), spasi kuda-kuda dan lain-lain. Pada balok kayu yang menerima beban lentur terjadi tegangan normal, tegangan geser, dan perubahan bentuk berupa lendutan (defleksi). Untuk mengatasi tegangan normal digunakan sifat kekuatan kayu yaitu Modulus of Rupture (MOR). Modulus geser digunakan untuk mengatasi tegangan geser. Sedangkan untuk mengatasi defleksi pada balok lentur maka digunakan modulus elastisitas lentur (MOE atau Modulus of Elasticity). Seiring dengan semakin canggihnya perkembangan rekayasa kayu, maka penggunaan kayu solid cenderung ditinggalkan, terutama di negara-negara maju, dan digantikan dengan kayu rekayasa contohnya glulam. Glulam adalah sebuah istilah yang digunakan untuk struktur kayu laminasi yang direkat, terdiri dari lapisan kayu (lamina) dengan arah serat sejajar satu dengan yang lainnya menggunakan perekat, sehingga membentuk balok struktural berukuran besar (ASTM 2002). Salah satu teori yang ada yaitu Transformed Cross Section mengasumsikan lapisan core (inti) kurang memberikan sumbangan dalam menentukan kekuatan glulam pada saat menahan beban lentur. Lamina yang memiliki MOE tinggi ditranformasi sehingga luas penampangnya meningkat dan lamina yang memiliki MOE rendah luas penampangnya diperkecil. Namun MOE adalah sifat material yang diukur pada bentuk geometri dan ukuran berapapun, harus bernilai tetap, sehingga kurang tepat memodifikasi luas penampang berdasar sifat bahan. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengembangkan persamaan mengenai lentur statis pada glulam yang taat azas terhadap ilmu dasar, dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk memprediksi nilai modulus elastisitas dan keteguhan lentur patah glulam apabila sifat-sifat lamina penyusunnya diketahui. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengestimasi nilai MOE dan MOR pada glulam yang disusun dari kayu Nangka, Afrika, Sengon dan Randu, menggunakan metode perhitungan yang runut berdasarkan geometri analisis pada glulam yang menerima beban lentur, dan untuk menguji keandalan metode perhitungan yang disusun Bahtiar (2008). Meskipun metode perhitungan tersebut telah dapat dibuktikan secara matematis dan diverifikasi dengan data simulasi, pengujian empiris masih tetap diperlukan agar keandalannya teruji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai MOE metode konvensional kayu Nangka 6,3x104 Kg/cm2, kayu Afrika 5,9x104 Kg/cm2, kayu Sengon 5,3x104 Kg/cm2, kayu Randu 2,7x104 Kg/cm2. Rata-rata nilai MOE metode Bahtiar (2008a) untuk kayu Nangka 6,0x104 Kg/cm2, kayu Afrika 5,6x104 Kg/cm2, kayu Sengon 5,0x104 Kg/cm2, kayu Randu 2,6 x104 Kg/cm2. Dan ratarata nilai MOR kayu Nangka 680 Kg/cm2, kayu Afrika 490 Kg/cm2, kayu Sengon 460 Kg/cm2, kayu Randu 273 Kg/cm2. Hasil nilai rata-rata MOE teoritis untuk
glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 6,2x104 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 5,8x104 Kg/cm2, kayu Nangka-RanduNangka adalah 5,9x104 Kg/cm2. Dan Nilai rata-rata MOE empiris untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 4,6x104 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 4,9x104 Kg/cm2, kayu Nangka-Randu-Nangka adalah 4,5x104 Kg/cm2. Nilai rata-rata MOR teoritis untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 617 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 584 Kg/cm2, kayu Nangka-Randu-Nangka adalah 675 Kg/cm2. Sedangkan Nilai rata-rata MOR empiris untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-AfrikaNangka adalah 256 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 261 Kg/cm2, kayu Nangka-Randu-Nangka adalah 223 Kg/cm2. Hasil perhitungan teoritis dengan hasil pengujian empiris glulam berbeda nyata baik untuk nilai MOE dan MOR. Pengujian empiris menghasilkan nilai rata-rata MOE dan MOR lebih rendah daripada hasil teoritis. Hal ini terjadi karena adanya perlemahan akibat sambungan perekat. Sebagian besar glulam rusak pada garis rekatnya sehingga lamina-lamina tidak berfungsi optimal. Besarnya perlemahan rata-rata untuk MOE adalah 19,76 % dan untuk MOR adalah 57,91 %. Perbedaan nilai perhitungan teoritis dan empirisnya terjadi karena pada metode perhitungan yang disusun Bahtiar, (2008b) diasumsikan tidak terjadi perlemahan akibat sambungan perekat. Perekat dianggap memiliki kekuatan geser yang sangat tinggi dibandingkan kekuatan geser kayunya. Kata kunci : MOE, MOR, glulam.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi: Verifikasi Empiris Persamaan Lentur Statis Glued Laminated Timber (Glulam) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009
Ady Satriawan E24104079
VERIFIKASI EMPIRIS PERSAMAAN LENTUR STATIS GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM)
ADY SATRIAWAN E24104079
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Judul Peneletian
: Verifikasi Empiris Persamaan Lentur Statis Glued Laminated Timber (Glulam)
Nama Mahasiswa
: Ady Satriawan
NRP
: E24104079
Program Studi
: Teknologi Hasil Hutan
Sub Program Studi
: Pengolahan Hasil Hutan
Tanggal Pengesahan : Disetujui, Ketua,
Anggota,
Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si NIP. 132 282 670
Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, MS NIP. 131 849 388
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788
Tanggal
:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 29 Mei 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dalam keluarga Edhy Sutanto dan Ibu Nurwanti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Purworejo 01 Kecamatan Geger Kabupaten Madiun, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 01 Geger, Kabupaten Madiun dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 01 Geger Kabupaten Madiun. Pada tahun 2004, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, yaitu unit Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2005-2006 sebagai Kepala Biro Eksternal Infokom, ASEAN Forestry Students Association (AFSA) LC IPB sebagai anggota, Himasiltan IPB sebagai anggota. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Cilacap-Baturraden, Jawa Tengah dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PUPHTL) di Getas Ngawi, Jawa Timur. Penulis juga telah melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di pabrik glulam PT. Morawa Inawood Deli Serdang, Medan, Sumatra Utara. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan praktek khusus (skripsi) dalam bidang keteknikan kayu dengan judul “Verifikasi Empiris Persamaan Lentur Statis Glued Laminated Timber (Glulam).” di bawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si dan Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, MS.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Verifikasi Empiris Persamaan Lentur Statis Glued Laminated Timber (Glulam)”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritikan dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya ini dapat berguna bagi kita semua. Amin. Bogor, Januari 2009
Ady Satriawan E24104079
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, MS selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan dan nasehat dengan sabar kepada penulis. 2. Ir. Sudaryanto selaku penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Ir. Haryanto, MS selaku penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 3. Bapak, Ibu, Adikku Indi Septya Putri, Ratna Dwi Kartika dan seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, doa, serta biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. 4. PT. Lemindo Abadi Jaya atas perekat Isosianat merk Koyobond yang diberikan kepada penulis secara gratis. 5. Laboran dari Lab. Keteknikan Kayu dan Lab. Kayu Solid (Prop Irvan dan Mbak Esti, Pak Kadiman). 6. Teman-teman THH 41 khususnya (Ajo, Hanz, Emma, I_Nyoman, Lilis, Gendis, Fath Boy, Nopi, Ali, Sandhi). 7. Anak Mangrove Garden : Mas Subhan, Kembar (Anto dan Onong), Kusno, Roni. Semoga tetap Semangat. 8. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama bagian Keteknikan Kayu yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira banyaknya kepada penulis. 9. Teman-teman THH 41 serta Fahutan 41. Semoga kita selalu KOMPAK. 10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak mungkin penulis dapat sebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................v BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 1.3 Manfaat .......................................................................................................... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................4 2.1. Papan laminasi ............................................................................................... 4 Prinsip papan glulam .......................................................................................... 4 Kelebihan dan Kekurangan ................................................................................ 4 Penggunaan ....................................................................................................... 5 Pembuatan Lamina ............................................................................................. 5 Pengeringan dan Pemilahan Lamina .................................................................. 5 Perekatan Permukaan ......................................................................................... 6 Penyelesaian Akhir (Finishing).......................................................................... 7 2.2. Perekat Isosianat untuk Papan Laminasi ....................................................... 7 2.3. Gambaran Umum Jenis Kayu ........................................................................ 8 Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)............................................................... 8 Kayu Kapuk atau Randu (Ceiba pentandra) ...................................................... 9 Nangka (Artocarpus heterophyllus) ................................................................. 10 Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria) ....................................................... 11 2.4. Gaya Geser dan Moment Lentur (Shearing Force and Bending Moment) .. 11 Definisi balok lentur ......................................................................................... 11 Tegangan dalam dan Momen pada Balok Lentur (Internal Force and Moment) ..................................................................................................... 11 Definisi gaya geser (Shearing Force) .............................................................. 12 Definisi Momen lentur (Bending Moment) ...................................................... 12 Momen lentur dan gaya geser beban tunggal di tengah batang ....................... 13 Momen lentur dan gaya geser Two Point load................................................. 14 2.5. Momen Inersia (Second Moment)................................................................ 15 Definisi moment Inersia (Second Moment)...................................................... 15 Momen Inersia (Second Moment) dari suatu penampang tertentu ................... 16 Dalil Sumbu Sejajar Momen Inersia pada penampang tertentu (Parallel Axis Theorem for Second Moment) ................................................................... 16 Momen inersia pada balok utuh ....................................................................... 16 2.6. Tegangan pada Balok Lentur ....................................................................... 17 Tegangan Normal ( )....................................................................................... 17
ii
Tegangan Geser pada balok (V) ....................................................................... 17 2.7. Metode Statistik untuk mengepas kurva beban deformasi ......................... 18 2.8. Defleksi pada balok lentur ........................................................................... 20 Definisi defleksi balok ..................................................................................... 20 Persamaan diferensial defleksi balok yang dibebani oleh gaya lateral ............ 20 2.9. Lamina 3 lapis orthotropis menggunakan transformed cross section ......... 21 2.10. Glulam yang Menerima Momen Lentur Tegak Lurus Muka Lamina ....... 24 BAB III. BAHAN DAN METODE .......................................................................28 3.1. Waktu dan Tempat .................................................................................... 28 3.1. Alat dan Bahan .......................................................................................... 28 3.2. Metode Penelitian ...................................................................................... 28 Sifat-sifat yang Diteliti / Diuji.......................................................................... 28 Pembuatan Contoh Uji ..................................................................................... 29 Pembuatan Contoh Uji MOE, MOR, KA, BJ CKBC lamina penyusun glulam .. ..................................................................................................... 31 Prosedur Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis .................................................... 32 Pengolahan Data............................................................................................... 36 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................40 4.1. Sifat Fisis ....................................................................................................... 40 Kadar Air ..................................................................................................... 40 Berat Jenis ..................................................................................................... 41 4.2. Kurva Beban-Deformasi ................................................................................ 42 4.3. Sifat Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat ...................................................... 46 Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil Bebas Cacat .................................. 46 Kekuatan Lentur Statis (MOR) Contoh Kecil Bebas Cacat ............................. 49 4.4. Sifat Mekanis Glulam .................................................................................... 50 Modulus Elastisitas (MOE) Glulam ................................................................. 50 Kekuatan Lentur (MOR) Glulam ..................................................................... 54 Perbandingan MOE dan MOR glulam dibanding lamina penyusunnya .......... 57 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................62 5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 62 5.2. Saran............................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................64 LAMPIRAN ...........................................................................................................67
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6
Contoh penyajian data pada kurva beban-deformasi .............................. 19 Jumlah papan kayu yang dibutuhkan ..................................................... 29 Susunan papan yang akan dibuat ........................................................... 30 Contoh tabel untuk P, y, ye, yp ......................................................... 38 Contoh Tabel regresi linear berganda ..................................................... 38 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu penyusun glulam .................................................................... 40 Tabel 7 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis tiga jenis glulam ....................... 42 Tabel 8 Rata-rata defleksi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu contoh kecil bebas cacat penyusun glulam ......................................................... 43 Tabel 9 Nilai rata-rata MOE contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu ............ 46 Tabel 10 Nilai rata-rata MOR contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu .......... 49 Tabel 11 MOE Glulam Empiris dan MOE Glulam Teoritis ................................ 52 Tabel 12 MOR Glulam Empiris dan MOR Glulam Teoritis ............................... 56 Tabel 13 Uji t-terpisah Glulam dengan CKBC Lamina penyusun glulam .......... 59
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram momen lentur dan diagram gaya lintang balok terlentur...... 12 Gambar 2 Momen lentur dan gaya geser single concentrated load ..................... 13 Gambar 3 Diagram Momen Lentur (Mx) dan Gaya geser (Vx) beban tunggal di tengah batang .................................................................................... 14 Gambar 4 Momen lentur dan gaya geser Two Points load ................................. 14 Gambar 5 Diagram Momen Lentur dan Gaya geser (Vx) Two Points load. ........ 15 Gambar 6 Momen inersia pada balok utuh ......................................................... 17 Gambar 7 Gaya geser pada balok ........................................................................ 18 Gambar 8 Sketsa kurva beban deformasi ............................................................. 18 Gambar 9 Three-Layers Symetric orthotropic laminate : (a) actual Cross section (b) transformed cross section ............................................................ 22 Gambar 10 Analisis dari Three-Layers Symetric orthotropic laminate .............. 23 Gambar 11 Glulam yang menerima momen lentur tegak lurus muka lamina ...... 24 Gambar 12 Defleksi akibat momen lentur tegak lurus muka lamina ................... 24 Gambar 13 Momen pada penampang glulam ...................................................... 25 Gambar 14 Gaya tekan (Fc) dan Gaya tarik (Ft) pada Glulam Lentur ................. 27 Gambar 15 Papan dengan ukuran 2x10x170 cm3 ............................................... 30 Gambar 16 Papan glulam dengan ukuran 6x5x76 cm3 ....................................... 31 Gambar 17 Pembuatan contoh uji MOR, KA, BJ ............................................... 31 Gambar 18 Pengujian MOR ................................................................................ 35 Gambar 19 Pengujian Glulam ............................................................................. 35 Gambar 20 Pengujian keteguhan Rekat ............................................................... 36 Gambar 21 Cara memplotkan data ....................................................................... 37 Gambar 22 Kurva garis lurus setelah dipotong .................................................... 37 Gambar 23 Kurva daerah elastis dan daerah plastis............................................. 37 Gambar 24 Contoh Kurva Beban Deformasi kayu Nangka ................................. 44 Gambar 25 Contoh Kurva Beban Deformasi kayu Afrika ................................... 44 Gambar 26 Kurva Beban Deformasi kayu Sengon .............................................. 45 Gambar 27 Kurva Beban Deformasi kayu Randu................................................ 45 Gambar 28 Kurva distribusi MOE Bahtiar ckbc empat jenis kayu ...................... 48 Gambar 29 Kurva distribusi MOE konvensional ckbc empat jenis kayu ............ 48 Gambar 30 Hubungan antara MOE metode Bahtiar (2008a) dengan MOE Metode Konvensional ........................................................................ 49 Gambar 31 Kurva distribusi MOR contoh kecil bebas cacat masing-masing ..... Kayu ................................................................................................... 50 Gambar 32 Kurva Distribusi MOE Glulam dibanding dengan laminanya …. 58 Gambar 33 Kurva Distribusi MOR Glulam dibanding dengan laminanya…… 58 Gambar 34 Grafik hubungan antara MOE glulam dengan MOE laminanya…... 59 Gambar 35 Grafik hubungan antara MOR glulam dengan MOR laminanya….. 60 Gambar 36 Grafik hubungan antara MOE glulam empiris dengan MOE glulam teoritis………………………………………………………………60 Gambar 37 Grafik hubungan antara MOR glulam empiris dengan MOR glulam teoritis………………………………………………………………61
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1.A Kadar Air dan Berat Jenis ckbc tegak lurus Lamina .................. 68 1.B Kadar Air dan Berat Jenis ckbc Sejajar Lamina ......................... 70 2 Kadar Air dan Berat Jenis Glulam .................................................. 72 3 Kurva Beban Deformasi kayu ........................................................ 73 4.A Perhitungan MOE dan MOR metode konvensional ckbc Tegak Lurus Glulam .................................................................... 83 Lampiran 4.B Perhitungan MOE dan MOR metode Bahtiar ckbc Tegak Lurus Glulam ................................................................................................. 85 Lampiran 4.C Perhitungan MOE dan MOR metode konvensional ckbc Sejajar Glulam ................................................................................................. 87 Lampiran 4.D Perhitungan MOE dan MOR metode Bahtiar ckbc Sejajar Glulam ................................................................................................. 89 Lampiran 5.A Uji t-berpasangan ckbc kayu Nangka ......................................... 91 Lampiran 5.B Uji t-berpasangan ckbc kayu Afrika ........................................... 93 Lampiran 5.C Uji t-berpasangan ckbc kayu Sengon ........................................... 94 Lampiran 5.D Uji t-berpasangan ckbc kayu Randu ........................................... 95 Lampiran 6 Uji t-berpasangan MOE empiris dengan MOE teoritis .................. 96 Lampiran 7 Uji t-berpasangan MOR empiris dengan MOR teoritis .................. 97 Lampiran 8 MOE dan MOR Glulam Empiris .................................................... 98 Lampiran 9 MOE dan MOR Glulam teoritis ..................................................... 99 Lampiran 10 Keteguhan Rekat ...........................................................................100 Lampiran 11 Tegangan yang terjadi pada glulam ..............................................101
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu pada konstruksi sering digunakan untuk menerima beban lentur, antara lain untuk komponen balok lantai jembatan, gording (purlin), kasau (rafters), spasi kuda-kuda dan lain-lain. Pada balok kayu yang menerima beban lentur terjadi tegangan normal, tegangan geser, dan perubahan bentuk berupa lendutan (defleksi). Untuk menahan beban lentur, kayu harus memiliki keteguhan lentur lebih besar daripada tegangan lentur yang terjadi. Nilai keteguhan lentur kayu disebut MOR (Modulus of Rupture). Karena aplikasinya yang luas, MOR telah dikenal sebagai salah satu dari sifat kekuatan kayu meskipun sebenarnya MOR tidak menunjukkan sifat kekuatan sebenarnya dari kayu. Rumus MOR hanya berlaku untuk tegangan di bawah batas elastis, sedangkan kekuatan kayu selalu berada di atas batas elastis (Green D. W., Jerrold E. Winandy dan David E. Kretschmann, 1999). Pada balok lentur, selain tegangan normal, terjadi tegangan geser dan defleksi. Untuk mengatasi tegangan normal digunakan sifat kekuatan kayu yaitu Modulus of Rupture (MOR). Modulus geser digunakan untuk mengatasi tegangan geser. Sedangkan untuk mengatasi defleksi pada balok lentur maka digunakan modulus elastisitas lentur (MOE atau Modulus of Elasticity). Modulus Elastisitas lentur merupakan pendekatan bagi modulus elastisitas arah longitudinal, MOR dan MOE lentur secara luas telah tersedia untuk berbagai jenis kayu, namun modulus geser masih jarang tersedia. Seiring dengan semakin canggihnya perkembangan rekayasa kayu, maka penggunaan kayu solid cenderung ditinggalkan, terutama di negara-negara maju, dan digantikan dengan kayu buatan contohnya glulam. Glulam adalah sebuah istilah yang digunakan untuk struktur kayu laminasi yang direkat, terdiri dari lapisan kayu (lamina) dengan arah serat sejajar satu dengan yang lainnya menggunakan perekat, sehingga membentuk balok struktural berukuran besar (ASTM 2002). Penjelasan bagaimana setiap lamina memberikan sumbangan dalam menentukan kekuatan glulam dalam menahan beban lentur telah disajikan secara teoritis oleh Bahtiar, (2008b).
2 Salah satu teori yang ada yaitu Transformed Cross Section mengasumsikan lapisan core (inti) kurang memberikan sumbangan dalam menentukan kekuatan glulam pada saat menahan beban lentur. Lamina yang memiliki MOE tinggi ditranformasi sehingga luas penampangnya meningkat dan lamina yang memiliki MOE rendah luas penampangnya diperkecil. Namun MOE adalah sifat material sehingga yang diukur pada bentuk geometri dan ukuran berapapun, modulus elastisitas suatu material harus bernilai tetap. Sedangkan momen inersia merupakan sifat penampang yang saling bebas dengan sifat material. Momen inersia merupakan penggambaran besaran dari sifat penampang. Metode Transformed Cross Section merupakan pendekatan dalam perhitungan aplikatif, tetapi karena momen inersia merupakan sifat penampang yang tidak dipengaruhi sifat bahan, kurang tepat memodifikasi momen inersia berdasar sifat bahan, sehingga teori ini tidak taat azas. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan metode perhitungan baru yang lebih runut berdasarkan geometri analisis pada glulam yang menerima beban lentur. Untuk menguji keandalan metode perhitungan yang disusun, diperlukan verifikasi secara empiris atas metode
perhitungan
tersebut.
Penelitian
ini
penting
dilakukan
untuk
mengembangkan persamaan mengenai lentur statis pada glulam yang taat azas terhadap ilmu dasar, dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk memprediksi nilai modulus elastisitas dan keteguhan lentur patah glulam apabila sifat-sifat lamina penyusunnya diketahui. 1.2 Tujuan 1. Mengaplikasikan metode perhitungan baru tentang lentur statis kayu menggunakan kurva linier disambung kuadratik sebagaimana yang disajikan oleh Bahtiar (2008a) terhadap contoh kecil bebas cacat lamina penyusun glulam. 2. Membandingkan hasil perhitungan lentur statis kayu antara metode konvensional dengan metode Bahtiar (2008a). 3. Memprediksi nilai MOE dan MOR glulam yang dibuat melalui contoh kecil bebas cacat lamina penyusun glulam menggunakan metode perhitungan yang disusun Bahtiar (2008b) dan melakukan uji empiris atas glulam yang dibuat.
3
4. Melakukan verifikasi secara empiris atas metode perhitungan yang disusun. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini akan memverifikasi sebuah metode perhitungan yang runut berkaitan dengan lentur statis glulam. Jika metode perhitungan ini berhasil diverifikasi, maka produsen glulam akan mampu menghasilkan glulam secara efisien dengan cara mengatur lapisan-lapisan lamina yang diketahui sifat laminanya. Sifat produk akhir dapat diprediksi, bahkan sebelum diproduksi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Papan laminasi Prinsip papan glulam Papan lamina adalah salah satu kelas kayu komposit untuk mengontrol atau mengatur sifat produk melalui desain dan telah dipraktekkan selama beberapa tahun. Layered Composite system, khususnya kayu laminasi dibuat untuk meningkatkan penggunaannya di dalam struktur perencanaan (Bodig dan Jayne 1982). Ada beberapa jenis balok laminasi. Berdasarkan posisi pembebanan, balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan vertikal. Sedangkan berdasarkan penampangnya balok laminasi dibagi menjadi balok I, balok T, balok I ganda, balok pipa/kotak dan stressed-skin panel (Bodig dan Jayne 1982). Kelebihan dan Kekurangan Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al, (1999) menyatakan bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan kayu gergajian serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efisiensi dan ramah lingkungan. Sementara itu Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan
kekakuan,
memberikan
pilihan
bentuk
geometri
lebih
beragam,
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Sedangkan CWC (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran. Di samping kelebihan yang disebutkan di atas, balok laminasi juga memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan balok laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya,
5
dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian.
Semua tahap dalam proses
pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan di awal dalam desain balok laminasi berukuran besar, lurus atau lengkung adalah penanganan dan pengapalan (Moody et al. 1999).
Penggunaan Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Berbagai penggunaannya pada: 1
Bangunan-bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.
2
Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok penopang dan decking.
3
Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan bentuk yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.
Pembuatan Lamina Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai. Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000). Pengeringan dan Pemilahan Lamina Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam dry kiln (Moody et al. 1999). Pada umumnya, kadar air maksimum lamina adalah 16% dengan perbedaan tiap lamina maksimum 5 % berdasarkan standar American National Standards Institute (ANSI). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 %
6 atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7–15 %. Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8–18 % (Sinaga dan Hadjib 1989; Shedlauskas et al. 1996; Yanti 1998; Ginoga 1998; Darmayanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005; Abdurachman dan Hadjib 2005). Perekatan Permukaan Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat, lamina harus diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan glue extruder (Moody et al. 1999). Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Setelah perekat mencapai masa tunggu (open assembly time) yang tepat selanjutnya diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping beds). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang baru termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan mencapai 90 % atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya, pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Pengempaan
yang
dilakukan
pada
beberapa
penelitian
umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil penelitian Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 0,6 Mpa selama 6 jam menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya
7
tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi. Penyelesaian Akhir (Finishing) Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam untuk menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk meratakan sisi lamina. Sehingga, balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnya dapat diketam atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dibawa (portabel) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). 2.2. Perekat Isosianat untuk Papan Laminasi Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (–N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992). Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air. Perekat polymeric methylene diphenyl diisocyanate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan dengan kayu, sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk kayu komposit. Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992). Sementara itu, Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk memproduksi papan partikel eksterior. Keuntungan perekat ini antara lain adalah: lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992). Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan. Perekat matang pada suhu kamar, suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi radio dan memerlukan tekanan yang tinggi. Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
8 kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999). 2.3. Gambaran Umum Jenis Kayu Kayu Afrika (Maesopsis eminii) Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) termasuk dalam famili Rhamnaceae, dikenal dengan beberapa nama lokal seperti pohon Paying, Musizi, Afrika dan Manii. Kayu Afrika tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8 °LU dan 6 °LS, kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1800 mdpl. Jenis ini biasanya ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600-900 mdpl dengan curah hujan 1200-3600 mm/tahun dan musim kering sampai 4 bulan. Jenis ini menyukai solum tanah dalam dengan drainase baik, namun dapat tumbuh pada solum tipis asalkan terdapat air cukup (Joker 2002). Pohonnya meranggas dan dapat mencapai tinggi 45 m dengan bebas cabang 2/3 tinggi total (Joker 2002). Batang berwarna keputihan, lurus dan berbentuk silinder pada hutan tanaman dan didapati tumbuh condong ke arah cahaya matahari apabila tumbuh bersama spesies pohon lain. Kayu gubalnya berwarna hampir putih dan kayu terasnya kekuningan apabila masih basah, berubah menjadi coklat keemasan atau coklat tua setelah lama terbuka. Tekstur kayu agak kasar dengan serat bersilang, menghasilkan corak pada permukaan papan. Kerapatan kayu pada kadar air 15 % sebesar 0,64-0,72 g/cm3 dari pohon berumur 42 tahun, sedangkan dari pohon berumur 6 tahun sebesar 0,58-0,64 g/cm3 (Ani dan Aminah 2006). Kayu Afrika memiliki berat jenis 0,4 (Abdurachman dan Nurwati Hadjib 2006)
Kayu Afrika merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serba guna. Kayunya berkekuatan sedang sampai kuat, digunakan untuk konstruksi, kotak dan tiang. Jenis ini juga banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35 % dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp jenis hardwood umumnya. Pada pola agroforestry ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi (Joker 2002).
9
Kayu Kapuk atau Randu (Ceiba pentandra) Ceiba pentandra termasuk dalam famili Bombacaceae dengan nama lokal Kapuk. Secara alami pohon Kapuk terdapat pada 16 oLU di Amerika Serikat, terus ke Amerika Tengah, biasa terdapat pada dataran pesisir sampai diatas 500 mdpl, dengan curah hujan tahunan 1000-2500 mm dan suhu dari 20 oC sampai 27 oC, karena merupakan pionir yang memerlukan cahaya, ditemukan pada hutan-hutan basah yang selalu hijau dan menggugurkan daun, juga terdapat di hutan kering dan hutan tua. Kini Kapuk dibudidayakan secara luas di daerah tropis antara 16 °LU sampai 16 °LS, dapat tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik. Pohon Kapuk menghendaki tanah aluvial, sedikit asam sampai netral dan dapat hidup pada daerah kering dan temperatur di bawah nol dalam jangka pendek, namun peka terhadap kebakaran. Pada saat berbuah, suhu lingkungan di bawah 15 °C dapat merusak buah Kapuk. Batang silindris sampai menggembung. Tajuk bulat/bundar, hijau terang, daun terbuka, cabang vertikal dan banyak, condong ke atas, kulit halus sampai agak retak, abu-abu pucat, dengan lingkaran horisontal, lentisel menonjol terdapat duri-duri tajam pada bagian batang atas. Daun majemuk menjari, bergantian dan berkerumun di ujung dahan. Panjang tangkai daun 5-25 cm, merah di bagian pangkal, langsing dan tidak berbulu, 5-9 anak daun, panjang 5-20 cm, lebar 1,5-5 cm, lonjong sampai lonjong sungsang, ujung meruncing, dasar segitiga sungsang terpisah satu sama lain, hijau tua di bagian atas dan hijau muda di bagian bawah, tidak berbulu. Bunga menggantung majemuk, bergerombol pada ranting, hermaprodit, keputih-putihan, besar. Kelopak berbentuk lonceng, panjang 1 cm, dengan 5 sampai 10 tonjolan pendek, mahkota bunga 3-3,5 cm, dengan 5 tonjolan, putih sampai merah muda, tertutup bulu sutra, benang sari 5, bersatu dalam tiang dasar, lebih panjang dari benangsari, putik dengan bakal buah menumpang, dekat ujung panjang dan melengkung, kepala putik membesar. Kayu Kapuk sangat ringan dengan berat jenis 0,24 g/cm3. Bila kering berwarna abu-abu dan kuning bercampur putih. Serat terbungkus, tekstur kasar, tidak mengkilap, pori tersebar dan berukuran besar. Daya tahan alami tinggi, mudah dikerjakan dan diawetkan. Digunakan untuk membuat kotak dan peti, kayu lapis, produksi pulp dan kertas (Joker 2002).
10 Kapuk mempunyai BJ rata-rata 0,3, kelas awet V, kelas kuat IV-V, penyebaran di Indonesia meliputi Sumatra, Jawa, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Irian Jaya. Kayu Randu dimanfaatkan sebagai kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, pulp, moulding (Departemen Kehutanan 2001). Nangka (Artocarpus heterophyllus) Nangka termasuk dalam famili Moraceae merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari India dan menyebar ke daerah tropis termasuk Indonesia. Di Indonesia pohon ini memiliki beberapa nama daerah antara lain Nongko/Nangka (Jawa, Gorontalo), Langge (Gorontalo), Anane (Ambon), Lumasa/Malasa (Lampung), Nanal atau Krour (Irian Jaya), Nangka (sunda). Beberapa nama asing yaitu: Jackfruit, Jack (Inggris), Nangka (Malaysia), Kapiak (Papua Nugini), Liangka (Filipina), Peignai (Myanmar), Khnaor (Kamboja), Mimiz, Miiz hnang (laos), Khanun (Thailand), Mit (Vietnam) (Prihatman 2000). Prihatman (2000) menyatakan bahwa angin berperan dalam membantu penyerbukan bunga pada tanaman Nangka, pohon Nangka cocok tumbuh di daerah yang memilki curah hujan tahunan rata-rata 1500-2500 mm dan musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka dapat tumbuh di daerah kering yaitu di daerah-daerah yang mempunyai bulan-bulan kering lebih dari 4 bulan. Sinar matahari sangat diperlukan Nangka untuk memacu fotosintesa dan pertumbuhan, karena pohon ini termasuk intoleran. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan terganggunya pembentukan bunga dan buah serta pertumbuhannya. Rata-rata suhu udara minimum 16 oC-21 oC dan suhu udara maksimum 31 oC31,5 oC. Kelembaban udara yang tinggi diperlukan untuk mengurangi penguapan. Pohon Nangka dipelihara di berbagai tipe tanah, tetapi lebih menyenangi aluvial, tanah liat berpasir/liat berlempung yang dalam dan beririgasi baik. Umumnya tanah yang disukai yaitu tanah yang gembur dan agak berpasir. Pohon ini hidup pada tanah tandus sampai subur dengan kondisi reaksi tanah asam sampai alkalis. Bahkan pada tanah gambut pun pohon ini dapat tumbuh dan menghasilkan buah. Pohon Nangka tahan terhadap pH rendah (tanah masam) dengan pH 6,0-7,5, tetapi yang optimum pH 6–7. Nangka mempunyai berat jenis 0,61, kelas awet II-III, kelas kuat II-III. Kayu Nangka dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, mebel, papan dinding,
11
rangka pintu dan jendela, alat olahraga dan musik, dapat pula digunakan sebagai bahan patung dan ukiran (Departemen Kehutanan, 2001). Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) Sengon tergolong family Leguminoceae, merupakan jenis tanaman cepat tumbuh, tidak membutuhkan kesuburan tanah yang tinggi, dapat tumbuh pada tanah-tanah kering, tanah lembab dan bahkan tanah-tanah yang mengandung garam serta dapat bertahan terhadap kekurangan oksigen (Martawijaya et al. 1989). Tinggi pohon ini bisa mencapai 40 m, dengan batang bebas cabang 10-30 m, diameter batang bisa mencapai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak mengelupas dan tidak berbanir. Ciri umum kayu Sengon antara lain kayu terasnya berwarna putih atau coklat muda, warna gubalnya tidak berbeda dengan kayu terasnya, tekstur kayu agak kasar dan merata, arah serat lurus bergelombang lebar dan terpadu (Martawijaya et al. 1989). Kayu Sengon termasuk kayu ringan dengan berat jenis rata-rata 0,33 (0,240,49) dan tergolong dalam kelas kuat IV-V dan kelas awet IV-V (Mandang dan Pandit, 1997). Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Sengon memiliki kemampuan menahan beban sampai batas proporsi sebesar 316 kg/cm2 dan dengan tegangan sampai batas patah mencapai 526 kg/cm2, MOE sebesar 44500 kg/cm2, keteguhan lentur sejajar serat sebesar 283 kg/cm2, kekerasan ujung (sejajar serat) sebesar 22 kg/cm2, kekerasan sisi sebesar 11 kg/cm2. 2.4. Gaya Geser dan Moment Lentur (Shearing Force and Bending Moment) Definisi balok lentur Balok lentur adalah sebuah balok yang menerima gaya atau kopel, tegak lurus dengan sumbu longitudinal batang (Nash 1977). Tegangan dalam dan Momen pada Balok Lentur (Internal Force and Moment) Apabila suatu balok dibebani gaya-gaya dan kopel, maka akan timbul tegangan dalam (internal stress) pada balok tersebut. Pada umumnya tegangan yang timbul adalah tegangan normal dan gaya geser. Untuk menghitung besarnya
12 tegangan dalam (internal stress) ini pada setiap penampang sepanjang bentang bagian balok, perlu diketahui terlebih dahulu gaya-gaya resultan dan momen resultan
yang
bekerja
pada
penampang
tersebut.
Untuk
penyelesaian
permasalahan gaya resultan dan momen resultan dapat dipergunakan persamaan kesetimbangan (Nash 1977). Definisi gaya geser (Shearing Force) Nash (1977) menyatakan bahwa jika sebuah bidang berpindah dari posisi bendanya yang disebabkan oleh gaya yang terjadi di bidang tersebut, maka gaya tersebut dinamakan gaya geser (Shearing Force). Gaya geser merupakan penjumlahan secara aljabar dari gaya-gaya vertikal yang ada di sisi kiri titik D, sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Gaya geser yang terjadi pada titik D dapat ditulis dengan persamaan : VD = Vx = R1 – P1 – P2 Definisi Momen lentur (Bending Moment) Nash (1977) menyatakan bahwa penjumlahan secara aljabar momen-momen dari gaya luar pada bagian dari balok (Gambar 1) disebelah kiri titik D tadi dikenal dengan sebutan momen lentur di titik D, yang dapat ditulis dengan persamaan: MD = Mx = R1 x – P1 (x-a) – P2 (x-b) P1
P2
P3
P1
P4
P2
a
a
b
b
D MX
x
R1
x
D
R2
R1
VX Gambar 1 Diagram momen lentur dan diagram gaya lintang balok terlentur.
13
Momen lentur dan gaya geser beban tunggal di tengah batang
L
Ra
P
L
L
Rb
Gambar 2 Momen lentur dan gaya geser single concentrated load. ∑Fx = 0 ∑Fy = 0 ≈ Ra + Rb = P ∑Mx = 0 = Ra . 0 + P . – Rb. L Rb =
= P
Ra = P
Momen lentur (Mx) dan Gaya geser (Vx) pada masing-masing bagian adalah Momen = jarak (F) . gaya (s) Area 0 < x < L ≈ Mx = Px Area L < x < L ≈ ≈ Vx =
Px – P (x - L) Px – Px + P L ≈ P . (L-x)
. maka
Area 0 < x < L ≈ Vx = P Area L < x < L ≈ Vx = - P
14
Mx
Vx momen
Vx
Gambar 3 Diagram Momen Lentur (Mx) dan Gaya geser (Vx) beban tunggal di tengah batang. Pada balok lentur yang menerima beban tunggal terpusat di tengah batang (Gambar 2), seluruh bagiannya mengalami momen lentur dan gaya geser secara bersama-sama seperti terlihat pada Gambar 3, sehingga defleksi yang terjadi merupakan akibat resultan keduanya. Oleh karena itu, modulus elastisitas yang sebenarnya (true MOE) tidak dapat diperoleh dari pengujian lentur dengan beban tunggal di tengah batang. Momen lentur dan gaya geser Two Point load 2P P a
P
P Lb
L
a
P
Gambar 4 Momen lentur dan gaya geser Two Points load. Momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada masing-masing bagian pada Gambar 4 adalah Momen = jarak (F) . gaya (s) Area 0 < x < a ≈ Mx = Px Area a < x < L-a ≈ Mx = Px – P (x -a) ≈ Pa
15
Area L-a < x < L ≈ Mx = Px - P(x-a) - P (x-L+a) ≈ Px - Px + Pa - Px + P. L - Pa ≈ P L - Px Vx =
. maka
Area 0 < x < a
≈ Vx = P
Area a < x < L-a ≈ Vx = 0 Area L-a < x < L ≈ Vx = -P
Mx Max Vx Vx
Gambar 5 Diagram Momen Lentur dan Gaya geser (Vx) Two Points load. Seperti terlihat pada Gambar 5; tidak semua bagian batang lentur mengalami gaya geser. Bagian di antara 2 beban tidak mengalami gaya geser, sehingga defleksi pada bagian itu murni disebabkan momen lentur. Oleh karena itu modulus elastisitas yang sebenarnya dapat ditentukan dengan mengukur defleksi di antara dua beban. 2.5. Momen Inersia (Second Moment) Definisi moment Inersia (Second Moment) Nash (1977) menyatakan bahwa momen inersia dari suatu elemen penampang terhadap sumbu yang sebidang dengan elemen tersebut, besarnya adalah hasil kali dari luas elemen dengan kuadrat jarak antara elemen dengan sumbu tertentu. Momen Inersia komponen elementer (dIx) merupakan momen inersia elemen luas terhadap sumbu-x dan besarnya momen inersia tersebut adalah dlx = y2 da . Sedangkan momen inersia elemen luas terhadap sumbu-y besarnya adalah dIy = x2 da.
16
Momen Inersia (Second Moment) dari suatu penampang tertentu Nash (1977) menyatakan bahwa momen inersia terhadap suatu penampang tertentu terhadap satu sumbu yang sebidang besarnya sama dengan penjumlahan momen inersia dari seluruh elemen pembentuk penampang terhadap masingmasing sumbu yang dimaksud. Penjumlahan yang dimaksud adalah penjumlahan dalam arti kata Integral. a.
Momen inersia penampang terhadap sumbu-x dinotasikan Ix dan besarnya
Ix = b.
Ix =
2
da
Momen inersia penampang terhadap sumbu-y dinotasikan Iy dan besarnya
Iy =
Iy =
2
da
Satuan dari momen Inersia tersebut adalah pangkat-4 dari satuan panjang (mm4 atau m4). Dalil Sumbu Sejajar Momen Inersia pada penampang tertentu (Parallel Axis Theorem for Second Moment) Nash (1977) menyatakan bahwa untuk penampang lintang yang tidak simetris, moment inersia didapatkan dengan cara transformasi momen inersia dari salah satu sumbu ke sumbu lain yang sejajar, sesuai dengan Dalil Sumbu Sejajar Momen Inersia pada penampang tertentu (Parallel Axis Theorem for Second Moment). Definisi Dalil Sumbu Sejajar adalah momen inersia dari suatu penampang terhadap suatu sumbu adalah sama dengan momen inersia terhadap sumbu sejajar yang melalui centroid penampang tadi, ditambah dengan hasil kali luas penampang dengan pangkat dua jarak antara kedua sumbu sejajar. Dan momen inersia pada sumbu-x dan sumbu-y masing-masing. Dapat dinyatakan dengan : Ix = Ixc + A(y1)2 dan Iy = Iyc + A(x1)2 Momen inersia pada balok utuh Nash (1977) mengemukakan bahwa cara menghitung momen inersia pada balok utuh sebagai berikut : (Gambar 6).
17
b dy
y
xG
Gambar 6 Momen inersia pada balok utuh. Momen Inersia 2.6. Tegangan pada Balok Lentur Tegangan Normal ( ) Untuk balok yang mempunyai bidang longitudinal yang simetris, maka persamaan tegangan normal ( ) dapat dituliskan dengan persamaan :
Dimana
= tegangan nornal M =Momen Lentur y = jarak dari sumbu netral I = Momen Inersia
Besarnya tegangan normal berubah dari nol pada sumbu netral dan mencapai batas maksimum pada bagian serat terluar balok (Nash 1977). Tegangan Geser pada balok (V) Nash (1977) menyatakan bahwa untuk balok lentur yang terdapat gaya geser (V) pada cross-section, terjadi pula tegangan geser horizontal ( ). Besarnya tegangan geser horizontal ( ) sebanding dengan besarnya gaya geser. Seperti disajikan pada Gambar 7, nilai y merupakan jarak terhadap sumbu netral, momen inersia di seluruh cross-section dilambangkan (I), (yo) merupakan jarak serat tertentu dari sumbu netral, dan b merupakan lebar balok, maka dapat dituliskan persamaan;
18
c N,A
yo
,
b
Gambar 7 Gaya geser pada balok. 2.7. Metode Statistik untuk mengepas kurva beban deformasi Kurva beban-deformasi merupakan kurva yang dibentuk dari titik-titik data hasil pengujian mekanis yaitu ketika beban diberikan secara menerus pada material dan pengukuran besarnya beban dan deformasi dilakukan secara simultan. Di bawah batas elastis kurva beban deformasi mengikuti persamaan linier. Sedangkan di atas batas elastis sampai beban maksimum, kurva beban deformasi mengikuti persamaan kuadratik. Untuk berbagai keperluan teknis, masyarakat teknik hanya memanfaatkan bagian linier saja dan membuang wilayah yang lain. Bahtiar (2008a) memberikan metode baru untuk mengepas kurva (curve fitting) beban deformasi dengan memanfaatkan kedua bagian (linier dan kuadratik) sehingga kurva beban deformasi menjadi kurva yang continue (menerus). Kurva deformasi yang menerus tersebut seperti tersaji pada Gambar 8.
Gambar 8 Sketsa kurva beban-deformasi. Titik pertemuan kurva linier dan kurva kuadratik pada Gambar 8, merupakan batas elastis yang sering pula disebut dengan batas proporsi. Apabila benda, termasuk kayu, diberi beban di bawah batas elastis maka benda tersebut
19
dapat kembali ke bentuk semula segera setelah beban diberikan. Di atas batas elastis maka deformasi permanen atau bahkan kerusakan dapat terjadi. Seperti terlihat pada Gambar 8, di bawah batas elastis kurva beban-deformasi mengikuti persamaan linier: P=
0
+
(1)
1
dan di atas batas elastis, kurva beban-deformasi mengikuti persamaan kuadratik: P=
2+
3
Di mana : P
+
4
2
(2)
: beban : deformasi : koefisien regresi
0, 1, 2, …
Apabila data deformasi dikategorikan menjadi dua komponen yaitu deformasi elastis ( e) dan deformasi plastis ( p) di mana: =
e
+
(3)
p
Persamaan (3) disajikan dalam format seperti pada Tabel 1. Kurang dari atau sama dengan batas elastis deformasi plastis ( p) bernilai nol karena deformasi plastis belum terjadi. Seluruh deformasi pada wilayah itu adalah deformasi elastis ( e). Deformasi elastis ( e) maksimum terjadi tepat pada batas elastis. Deformasi plastis ( p) baru terjadi di atas batas elastis. Besarnya deformasi total ( ) pada wilayah plastis adalah deformasi elastis ( e) maksimum ditambah dengan deformasi plastis ( p). Tabel 1 Contoh penyajian data pada kurva beban-deformasi 2
P p e p 0 65625 0,75 0,75 0 0 70000 0,80 0,80 0 0 74375 0,85 0,85 0 0 78750 0,90 0,90 0 0 83125 0,95 0,95 0 0 Batas elastis 87500 1,00 1,00 0 0,0025 91875 1,05 1,00 0,05 0,0100 96250 1,10 1,00 0,10 0,0225 100625 1,15 1,00 0,15 0,0400 105000 1,20 1,00 0,20 0,0625 109375 1,25 1,00 0,25 Selanjutnya bila data disajikan seperti pada Tabel 1, persamaan (1) dan (2) dapat digabung menjadi satu persamaan tunggal yaitu: P=
5
+
6 e+
7 p
+
8
2
p
(4)
20
Kembali pada Gambar 8, batas elastis atau sering disebut batas proporsi adalah pertemuan antara kurva linier dan kurva kuadratik. Apabila diasumsikan bahwa seluruh kurva pada Gambar 8 harus merupakan kurva yang menerus (continue) dan tidak patah, maka batas elastis merupakan titik singgung kurva linier dan kurva kuadratik. Pada titik singgung, kemiringan (slope) kedua kurva harus sama sehingga turunannya adalah sama pula: dP d e 6
dP d p
=
7
+2
(5) (6)
8 p
Selanjutnya seperti terlihat pada Tabel 1, nilai deformasi plastis ( p) pada batas elastis adalah nol (0), sehingga persamaan (6) disederhanakan menjadi: 6
=
(7)
7
Lebih lanjut, persamaan (4) tereduksi menjadi: P=
5
+
6 ( e+ p)
+
8
2
p
(8)
Dan dengan memasukkan persamaan (3) ke dalam persamaan (8) diperoleh: P=
5
+
6
+
8
2
p
(9)
Persamaan (9) merupakan model tunggal optimal yang secara teoritis mampu menggabungkan dua persamaan (linier dan kuadratik) pada kurva bebandeformasi. Persamaan (9) merupakan persamaan yang menerus sehingga kurva tidak mengalami patahan pada batas elastis (Bahtiar 2008a). 2.8. Defleksi pada balok lentur Definisi defleksi balok Perubahan bentuk balok sangat mudah dilihat melalui defleksi atau lendutan balok tersebut dari bentuk aslinya. Bentuk asli yaitu bentuk mula-mula pada posisi tanpa beban. Defleksi mempunyai arti perubahan bentuk dari kedudukan semula. Perubahan bentuk ini terjadi karena balok tersebut diberi beban, sehingga mengalami lendutan untuk menahan beban (Nash 1977). Persamaan diferensial defleksi balok yang dibebani oleh gaya lateral Nash (1977) menyatakan bahwa moment lentur M terjadi pada crosssection, R merupakan radius lekukan antara bagian yang mengalami defleksi
21
dengan permukaan netral, E modulus elastisitas, dan I merupakan momen inersia, maka dapat dituliskan persamaan
Untuk menggambarkan lendutan yang terjadi dari garis netral pada balok terlentur, maka persamaan lain dapat ditulis:
Lendutan pada suatu titik yang mengakibatkan perubahan bentuk atau deformasi terhadap permukaan netral. Persamaan lendutan dapat ditulis dengan cara kalkulus diferensial
dy/dx digunakan untuk kemiringan yang terdapat pada lenturan di titik tertentu. Dan untuk defleksi yang kecil menggunakan asumsi bahwa
maka untuk defleksi yang ukurannya kecil (small deflection) persamaannya menjadi
2.9. Lamina 3 lapis orthotropis menggunakan transformed cross section Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa lamina 3 lapis orthotropis dapat mengalami lentur 1,3-bidang cross-section. Sebuah sistem seperti ini dapat menggunakan model pendekatan yang sama dengan material homogen untuk menentukan modulus elastisitas (E1) atau modulus geser (modulus of rigidity) pada bidang lentur (G13) dengan menggunakan transformed cross section mengonversi modulus elastisitas berbagai macam lamina menjadi modulus elastisitas yang bernilai tunggal untuk balok. Metode ini mempunyai efek berupa pengurangan lebar lamina dengan nilai (E1) yang kecil dan penambahan lebar lamina dengan nilai (E1) yang besar, seperti terlihat pada Gambar 9.
22
W
W
tf tc
t
X1
X2
X1
X2
tf Wc (b)
(a)
Gambar 9 Three-Layers Symetric orthotropic laminate : (a) actual Cross section (b) transformed cross section. Biasanya lapisan muka (face) dipilih untuk standar transformasi, tetapi bisa dipilih lamina yang mana saja. Untuk lentur 1,3-bidang cross section, area A1 dari tertransformasikan dari lamina bagian inti (core) diberi notasi muka (face) diberi notasi maka
dan lapisan
. Karena simetri dimensi dan modulus elastisitas
,
harus mengikuti persamaan
Setelah memecahkan
, momen inersia
dan momen
transformed area
dapat dihitung pada balok tersebut, maka momen inersia dapat dituliskan dengan persamaan
Dimana I adalah momen inersia cross section dan d jarak bidang netral, dan I 0 adalah momen inersia pada bidang netral. Selanjutnya dapat dituliskan persamaan
Persamaan ini berguna untuk menganalisa laminasi multi-layers. W tf tc/2 tc/2
tc/4
tc
Bidang netral
t
tf Wc
Gambar 10Analisis dari Three-Layers Symetric orthotropic laminate.
23
Dengan menggunakan dasar persamaan momen inersia maka:
Dengan subtitusi maka didapatkan
Momen area, biasanya dihitung pada bidang netral mencapai pada nilai maksimum. Ini didapatkan dari
dimana A adalah area diatas bidang yang
bersangkutan. Untuk balok
Subtitusi dengan
,
,
,
maka persamaannya menjadi
Dengan menggunakan persamaan
dan
, dengan menggunakan untuk
tegangan normal, tegangan geser dan defleksi balok.
Konstanta C tergantung kondisi beban dan P merupakan beban terpusat. Simbol w’ transformasi lebar pada penetapan sebelumnya dengan jarak x3. Persamaan ini berasumsi balok homogen dengan balok lamina. Balok yang equivalen memiliki momen inersia dan sebuah I’2 area momen Q’2.
24
2.10.
Glulam yang Menerima Momen Lentur Tegak Lurus Muka Lamina Bahtiar (2008b) menyatakan bahwa glulam yang menerima momen lentur
tegak lurus muka lamina disajikan pada Gambar 11.
M
h5 h4 h3 h2 h1
M b L
Gambar 11 Glulam yang menerima momen lentur tegak lurus muka lamina. Akibat momen lentur, glulam akan mengalami defleksi seperti pada Gambar 12. Bila R adalah jari-jari lendutan, x0 adalah panjang glulam mula-mula, maka akan terjadi pemendekan batang di atas garis netral, dan pemanjangan di bawah garis netral. Bila jarak serat (y) di bawah garis netral diberi tanda positif (+yi) dan di atas garis netral diberi tanda negatif (-yi), maka dari Gambar 12 secara geometri dapat dilihat bahwa : R x0
R
y1 x1
R
y2 x2
R
y3 x3
R
y4 x4
R
y5 x5
R
yi xi
(1)
Gambar 12 Defleksi akibat momen lentur tegak lurus muka lamina. Melalui operasi aljabar, persamaan (1) dimodifikasi untuk mendapatkan regangan setiap lamina ( i): xi xi x0 yi (2) i x0 x0 R Dengan mensubstitusikan hukum Hooke ke dalam persamaan (2) diperoleh: y Ei i Ei i (3) i R
25
Seperti terlihat pada Gambar 13, momen internal yang terjadi di setiap titik pada penampang adalah: Mi
yi i dAi
(4)
Sehingga jumlah momen pada setiap lamina adalah: M i ( total ) h1 h
(5)
yi i dA
i
y
y
h2
y
y y
h3 b
b
b
b
b
Gambar 13 Momen pada penampang glulam. Jumlah total momen internal yang terjadi pada satu penampang penuh adalah: n
M total
yi i dAi
(6)
i 1
Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3) ke dalam persamaan (6), maka: n Ei (7) M total yi2 dAi R i 1 Per definisi, momen inersia (I) dapat dinyatakan dengan: Ii yi2 dAi (8) Dengan memasukkan momen inersia ke dalam persamaan (7), diperoleh: n Ei I i M total i 1 R sehingga R adalah:
(9)
n
Ei I i R
i 1
M total
(10)
R adalah tetap (Gambar 11), sehingga untuk glulam: R
EI M total
(11)
Dengan mengeliminasi R pada persamaan (10) dan (11) diperoleh: n
EI
Ei I i i 1
Sehingga modulus elastisitas glulam dapat dihitung dengan:
(12)
26
n
Ei I i i 1
(13) I Persamaan (13) merupakan bentuk umum untuk menghitung nilai tunggal
E
modulus elastisitas lentur glulam dari lamina yang bervariasi sifat mekanisnya. Untuk menentukan keteguhan lentur glulam (SR ), diperlukan perhitungan tegangan pada setiap bagian lamina. Tegangan yang terjadi pada serat sejauh yi dari garis netral dapat dihitung dengan mensubstitusi persamaan (11) ke dalam persamaan (3):
Ei M total yi (14) E I Agar tidak terjadi kerusakan, maka keteguhan lentur (SR) tiap lamina tidak boleh i
lebih rendah daripada tegangan lentur lamina tersebut. Kerusakan mulai terjadi bila sekurang-kurangnya salah satu serat pada lamina tertentu mengalami tegangan yang lebih besar daripada keteguhan lenturnya.
Dalam notasi
matematika dituliskan: S Ri
i
(15)
Ei M total yi S Ri (16) E I Persamaan (13) dapat digunakan untuk mencari modulus elastisitas glulam yang mendapat beban lentur tegak lurus muka lamina, sedangkan keteguhan lenturnya dapat diselesaikan dengan persamaan (16). Namun kedua persamaan tersebut masih menyisakan sebuah variabel yang belum dapat ditentukan yaitu, variabel y. Variabel y merupakan jarak suatu titik terhadap garis netral, sehingga posisi garis netral perlu ditentukan terlebih dahulu. Sebagai langkah awal dalam menentukan garis netral, perlu difahami bahwa di setiap satu penampang penuh balok lentur, jumlah gaya tarik harus sama dengan gaya tekan (Gambar 14) karena pada kondisi kesetimbangan resultante pada arah horisontal harus sama dengan 0, sehingga: i
dA
M total EI
n
Ei yi dA 0 i 1
Ai
(17)
27
Fc Ft Gambar 14. Gaya tekan (Fc) dan Gaya tarik (Ft) pada Glulam Lentur Dan karena lebar (b) setiap lamina adalah tetap, maka: n
hi i 1 M total n b Ei yi dy EI n 1 i 1
0
(18)
hi i 1
Lebih lanjut, karena semua variabel di luar tanda sigma ( ) tidak bernilai nol, maka: n
hi n
i 1
Ei i 1
yi dy
0
(19)
n 1
hi i 1
Setelah integrasi diperoleh: n
n
Ei y 2
0,5
n
n
hi
0
i 1 n 1
hi
i 1
y2
Ei
hi
0
i 1 n 1
(20)
hi
i 1
i 1
i 1
Bila ditetapkan sebuah garis bantu, yaitu di muka lamina tepi luar paling bawah, maka garis netral (c) dapat dihitung: n
2
n
Ei i 1
2
n 1
hi c
hi c
i 1
0
(21)
i 1
Untuk mendapatkan garis netral (c) persamaan (21) dapat diselesaikan melalui aljabar sederhana menjadi: n
Ei c
i 1
2
n
hi
hi
i 1
i 1 n
2
Ei hi i 1
2
n 1
(22)
BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Kayu Solid Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2008 sampai bulan September 2008. 3.1. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Universal Testing Machine (UTM) merk Instron untuk alat uji mekanis 2. Kaliper digital untuk mengukur dimensi contoh uji 3. Gergaji bundar (circular saw) untuk memotong kayu (membuat contoh uji) 4. Moisture meter untuk mengontrol kadar air papan 5. Mesin serut (Planner) 6. Oven untuk mengeringkan contoh uji sampai kadar air tertentu 7. Desikator alat kedap udara sebagai tempat penyimpanan contoh uji setelah dioven (pengkondisian contoh uji) 8. Timbangan digital untuk menimbang berat contoh uji 9. Sander dan ampelas untuk menghaluskan permukaan contoh uji 10. Torsi meter untuk mengukur tekanan waktu pengempaan dingin 11. Plat besi dan baut untuk menekan kayu pada waktu pengempaan dingin Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu Nangka, kayu Randu/Kapuk, kayu Sengon, kayu Afrika yang diperoleh dari penggergajian di Cibanteng. Perekat yang dipakai adalah Koyobond yang diperoleh dari PT. Lemindo Abadi Jaya. 3.2. Metode Penelitian Sifat-sifat yang Diteliti / Diuji Pada penelitian ini sifat yang diuji adalah sebagai berikut: 1. Kadar air (KA)
29
2. Berat Jenis (BJ) 3. Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) CKBC papan penyusun glulam. 4. Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) glulam sebagai hasil pengujian yang akan dibandingkan dengan kontrol, kontrol adalah MOE dan MOR teoritis hasil perhitungan. Pembuatan Contoh Uji Pengeringan papan Balok glulam yang dibuat menggunakan tiga lapis papan dengan ukuran panjang ± 170 cm, lebar ± 10 cm, tebal ± 2 cm. Papan tersebut dikering-udarakan 1-4 minggu sampai kadar air kurang dari 20 % berdasarkan pemantauan rutin dengan mostuire meter. Ruangan pengering tersebut merupakan ruangan tertutup yang dilengkapi dengan kipas angin (fan) untuk membantu laju keluarnya uap air dalam papan. Papan diserut dengan mesin penyerut (planner) agar permukaannya lebih halus dan dibelah menjadi dua bagian untuk pengujian MOE dan MOR, thicknesser diperlukan untuk mengatur ketebalan papan. Tabel 2 Jumlah papan kayu yang dibutuhkan : Jenis kayu Sengon
lapisan core
Ukuran (cm3) 2x10x170
Jumlah (buah) 5
Kapuk
core
2x10x170
5
Afrika
core
2x10x170
5
Nangka
Face dan back
2x10x170
30
Total
45
Pada pengerjaan awal, ukuran papan dilebihkan untuk mengantisipasi penyusutan dan cacat saat pengerjaan kayu. Pembuatan Papan Glulam a) Penyiapan Bahan Perekat
30
Perekat yang digunakan adalah perekat Isocyanate merk Koyobond. Perekat ini terdiri dari dua komponen (base resin dan hardener) yang dicampurkan dengan perbandingan 100:15 dengan berat labur 280 g/m2. Pelaburan dilakukan pada kedua permukaan papan (double spread) dengan menggunakan kape secara perlahan-lahan. b) Proses perekatan Perekat dilaburkan pada masing-masing papan, kemudian langsung direkatkan satu sama lain dengan susunan core 1 papan, face 1 papan dan back 1 papan. Tabel 3 Susunan papan yang akan dibuat
Nangka
Ukuran (cm3) 2x10x76
Jumlah papan glulam (buah) 5
Kapuk
Nangka
2x10x76
5
Afrika
Nangka
2x10x76
5
No. papan
face
core
back
1
Nangka
Sengon
2
Nangka
3
Nangka
total
15
c) Pengempaan Papan yang telah direkatkan antara bagian back, face, dan core tersebut diklem dengan alat kempa dan diberi tekanan yang sesuai batas optimal dan sama pada setiap bagian permukaan. Untuk menjamin kesamaan tekanan pada semua permukaan, digunakan alat torsi meter. Target tekanan kempa adalah 0,6 MPa.
47 cm
76 cm
47 cm
10cm
2 cm
170 cm Gambar 15 Papan dengan ukuran 2x10x170 cm3.
31
1
5 cm
6 cm
2 76 cm 3
Gambar 16 Papan glulam dengan ukuran 6x5x76 cm3.
Keterangan Gambar : 1: lapisan Face, kayu yang digunakan kayu Nangka 2: lapisan Core, kayu yang digunakan kayu Sengon, Kapuk, atau Afrika. 3: lapisan Back, kayu yang digunakan kayu Nangka. Pembuatan Contoh Uji MOE, MOR, KA, BJ CKBC lamina penyusun glulam Contoh uji yang dipakai untuk MOE dan MOR berukuran 2x2x33 cm3 sekaligus untuk pengujian KA dan BJ papan.
47 cm
76 cm
47 cm
10cm
2 cm
170 cm
2x2x33cm3
MOR, KA dan BJ Gambar 17 Pembuatan contoh uji MOR, KA, BJ
32
Prosedur Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis 1)
Pengujian Sifat Fisis
a)
Kadar Air Contoh Kecil Bebas Cacat lamina penyusun glulam Dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1. Contoh uji dengan ukuran 2x2x33 cm3 ditimbang pada suhu kering udara untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). 2. Setelah ditimbang, contoh uji digunakan untuk menguji lentur statis (MOE dan MOR). 3. Contoh uji kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu (103±2) oC selama 2x24 jam. 4. Contoh uji dikeluarkan dari oven, diletakkan di desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). 5. Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan: B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji setelah dioven dengan suhu (103±2) oC selama 2x24 jam b)
Kadar Air Glulam Dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Papan glulam setelah diuji MOR dengan ukuran 5x6x76 cm3 dipotong menjadi 5x6x6 cm3. Potongan tersebut ditimbang pada suhu kering udara untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). 2. Setelah ditimbang contoh uji kemudian dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan pada suhu (103±2) oC selama 3x24 jam. 3. Contoh uji dikeluarkan dari oven, diletakkan di desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). 4. Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : -
33
Keterangan: B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji setelah dioven dengan suhu (103±2) oC selama 3x24 jam c)
Berat Jenis Contoh Kecil Bebas Cacat lamina penyusun glulam 1) Contoh uji berukuran 2x2x33 cm3 diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara (V). 2) Contoh uji dengan ukuran 2x2x33 cm3 ditimbang pada suhu kering udara untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). 3) Setelah ditimbang contoh uji digunakan untuk menguji lentur statis (MOE dan MOR) 4) Contoh uji kemudian dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan pada suhu (103±2) oC selama 2x24 jam. 5) Contoh uji dikeluarkan dari oven, diletakkan di desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). 6) Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan : BJ = berat jenis B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji setelah dioven dengan suhu (103±2) oC selama 2x24 jam V = volume kering udara (cm3) Kerapatan air = 1 gram/cm3 pada suhu 4 oC d)
Berat Jenis Glulam 1) Contoh uji berukuran 5x6x6 cm3 dipotong dari ujung/pangkal contoh uji yang telah diuji lentur statis, kemudian diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara (V).
34
2) Contoh uji dengan ukuran 5x6x6 cm3 ditimbang pada suhu kering udara untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). 3) Contoh uji kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu (103±2) oC selama 3x24 jam. 4) Contoh uji dikeluarkan dari oven, diletakkan di desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). 5) Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan : BJ = berat jenis B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji setelah dioven dengan suhu (103±2) oC selama 3x24 jam V = volume kering udara (cm3) Kerapatan air = 1 gram/cm3 pada suhu 4 oC 2)
Pengujian Sifat Mekanis
a) Lentur Statis (MOE dan MOR) Contoh Kecil Bebas Cacat papan penyusun Glulam Contoh kecil bebas cacat berukuran 2x2x33 cm3 dengan jarak sangga yang digunakan dalam pengujian keteguhan lentur adalah 28 cm. Pembebanan diberikan di antara contoh uji dengan menggunakan One Point Loading, dimana kedudukan contoh uji horizontal. Dari hasil pengujian ini dapat ditentukan besarnya Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus Elastisitas (MOE).
35
P
h b
L Gambar 18 Pengujian MOR. Keterangan
:
P = beban h = tebal contoh uji b = lebar contoh uji L = jarak sangga Besarnya nilai lentur statis (MOE dan MOR) dihitung menggunakan ASTM D143 b) Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) Glulam Pengujian MOE dan MOR glulam menggunakan alat UTM Instron. Pembebanan diberikan di tengah bentang dengan menggunakan One Point Loading. Contoh uji berukuran 5x6x76 cm3.
P
Gambar 19 Pengujian Glulam.
36
c) Keteguhan Rekat Pengujian
keteguhan
rekat
dilakukan
dengan
cara
memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal. Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. P
1cm
4 cm
1 cm
5cm
2 cm
6 cm Gambar 20 Pengujian keteguhan Rekat. Pengolahan Data Perhitungan MOE dan MOR ckbc dilakukan dengan dua metode yaitu metode konvensional dan metode yang disajikan Bahtiar (2008a). Nilai MOE metode konvensional diperoleh dengan menggunakan cara : 1. Setelah contoh uji diuji dengan UTM Instron, data diplotkan dalam bentuk grafik. 2. Data diplotkan pada diagram kartisius seperti Gambar 21.
37
Gambar 21 Cara memplotkan data. 3. Data dipotong, hanya pada daerah lurus yang digunakan. Sehingga grafik kartisius-nya menjadi seperti pada Gambar 22.
Gambar 22 Kurva garis lurus setelah dipotong. 4. Kemudian grafik tersebut diregresikan y = mx + c 5. MOE dihitung dengan rumus Nilai MOE metode yang disajikan Bahtiar (2008a) diperoleh dengan prosedur: 1. Langkah 1 sampai 2 sama seperti pada metode konvensional, tetapi data tidak dipotong. 2. Data dibagi menjadi dua bagian seperti Gambar 23, data elastis dan data plastis. Data elastis merupakan data pada daerah kurva lurus. Data plastis merupakan data pada daerah kurva melengkung (kuadratik).
Gambar 23 Kurva daerah elastis dan daerah plastis.
38
3. Data tersebut disajikan dalam tabel baru yang berisikan kolom P, y, ye, yp seperti Tabel 4. P adalah beban, y adalah defleksi aktual, ye, adalah defleksi elastis, dan yp adalah defleksi plastis. Di bawah batas elastis
yp bernilai nol karena defleksi plastis belum terjadi. Di atas
batas elastis ye bernilai maksimal, yaitu konstan sebesar defleksi pada batas elastis. Defleksi aktual merupakan penjumlahan dari defleksi elastis dan defleksi plastis ( y = ye+ yp). Tabel 4 Contoh tabel untuk P, y, ye, yp P y
ye
yp
P1
y1
ye1
P2
y2
ye2
Pl
yl
yel
P(l+1)
y(l+1)
yel
yp(l+1)
P(l+2)
y(l+2)
yel
yp(l+2)
P(l+3)
y(l+3)
yel
yp(l+3)
yn
yel
ypn
… Batas Elastis (l) →
… Pn
4. Selanjutnya dibuat tabel baru seperti tabel berikut Tabel 5 Contoh Tabel regresi linear berganda P
y
yp2
Disusun regresi linear berganda, P sebagai respon, dan y, yp2 sebagai variabel bebas. Model regresinya adalah P = a y + b yp2 + c 5. MOE dihitung dengan menggunakan rumus
39
Penurunan Rumus Lentur Glulam Rumus Lentur glulam diturunkan dari perilaku tiap layer dalam menerima beban lentur. Reaksi lamina berupa tegangan, regangan dan defleksi digambarkan secara geometris, kemudian dianalisis menggunakan prinsipprinsip kalkulus dan geometri analitis yang didukung ilmu mekanika bahan. Rumus lentur glulam ini telah diturunkan oleh Bahtiar, (2008b). Rumus lentur glulam (Bahtiar 2008b) berbeda dengan transformed cross section karena tidak dibatasi asumsi perubahan luas penampang akibat perbedaan MOE lamina. Analisis statistik Analisis statistik menggunakan metode uji-t berpasangan (dependent t-test) untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara prediksi teoritis dengan hasil empiris. Variabel yang digunakan adalah : - MOE teoritis glulam dengan MOE empiris glulam - MOR teoritis glulam dengan MOR empiris glulam
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Sifat fisis glulam pada dasarnya
dipengaruhi oleh sifat fisis kayu
penyusunnya. Sifat fisis kayu yang dibahas pada penelitian ini adalah kadar air (KA) dan berat jenis (BJ). Hasil pengukuran dan perhitungan mengenai kadar air dan berat jenis disajikan pada Lampiran 1, sedangkan untuk kadar air dan berat jenis glulam disajikan pada Lampiran 2. Dari data tersebut diperoleh nilai rata-rata untuk setiap sifat fisis tersebut seperti yang disajikan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 6 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu penyusun glulam. Sifat Fisis Rata-rata KA (%) Rata-rata BJ
Jenis Kayu
lapisan
Nangka
face dan back
14,38
0,53
Afrika
core
15,07
0,46
Sengon
core
14,94
0,42
Randu
core
15,05
0,34
14,86
0,44
Rata-rata umum
Kadar Air Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7, nilai rata-rata umum kadar air contoh kecil bebas cacat kayu penyusun glulam adalah 14,86 %, Bila memperhatikan jenis kayu diperoleh nilai rata-rata kadar air untuk kayu Nangka 14,38 %, kayu Afrika 15,07 %, kayu Sengon 14,94 %, dan kayu Randu 15,05 %. Dari keempat jenis kayu penyusun glulam mempunyai nilai rata-rata kadar air tidak jauh beda. Rata-rata umum kadar air glulam adalah sebesar 14,23 %. Bila memperhatikan jenis kayu penyusun inti (core) glulam diperoleh nilai rata-rata kadar air untuk glulam dengan inti kayu Afrika sebesar 13,89 %, menggunakan kayu Sengon 14,62 % dan menggunakan kayu Randu sebesar 14,18 %. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kadar air tiga jenis balok glulam yang diteliti relatif sama. Jika dibandingkan antara kadar air balok glulam dengan
41
contoh kecil bebas cacat balok penyusun glulam diperoleh nilai kadar air yang relatif sama. Hasil ini disebabkan karena balok tersebut telah dikeringkan dan dikondisikan agar seragam kadar airnya atau telah mencapai kadar air kering udara. Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat, dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu segar. Dalam satu jenis pohon kadar air kayu bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen et al. 2003). Nilai kadar air kayu juga bergantung pada kelembaban udara di sekitarnya. Moody et al. (1999) menyatakan bahwa perbedaan maksimum kadar air tiap lamina adalah sebesar 5 %. Dengan demikian kayu yang digunakan telah memenuhi syarat teknis laminasi pada glulam mekanis. Berat Jenis Berat jenis dihitung berdasarkan berat kayu terhadap volumenya dalam kondisi kayu saat kering tanur dan dibandingkan dengan kerapatan air pada suhu 4 o
C. Berat jenis balok glulam tanpa memperhatikan jenis kayu inti (core)
penyusunnya seperti yang disajikan pada Tabel 7 mempunyai rata-rata umum 0,47. Jika memperhatikan jenis core penyusunnya, glulam dengan core Afrika mempunyai nilai berat jenis rata-rata paling besar yaitu 0,50, glulam dengan kayu inti Sengon mempunyai nilai berat jenis rata-rata sedang yaitu 0,47, dan glulam dengan core Randu mempunyai nilai berat jenis rata-rata paling kecil yaitu 0,45. Dibandingkan dengan kayu penyusun glulam seperti yang disajikan pada Tabel 6 yaitu kayu Nangka sebagai lapisan muka (face) dan belakang (back) mempunyai nilai berat jenis rata-rata paling besar yaitu 0,53, kayu Afrika sebagai lapisan inti (core) mempunyai nilai berat jenis rata-rata 0,46, kayu Sengon sebagai lapisan inti (core) mempunyai nilai berat jenis rata-rata 0,42, dan kayu Randu sebagai lapisan inti (core) mempunyai nilai rata-rata berat jenis paling kecil yaitu 0,34. Faktorfaktor yang mempengaruhi berat jenis adalah kandungan air, tebal dinding sel dan porosifitas, ekstratif dan bahan organik lainnya pada kayu (Haygreen et al. 2003). Berat jenis glulam yang dihasilkan berbeda-beda, faktor yang mempengaruhi antara lain berat jenis kayu penyusun glulam. Perekat yang digunakan juga dapat menambah nilai berat jenis glulam yang dihasilkan.
42
Tabel 7 Nilai rata-rata kadar air, berat jenis tiga tipe glulam Tipe Glulam
Ulangan
Sifat fisis Kadar Air (%) Berat Jenis
1
13,26
0,54
2
14,38
0,46
3
15,49
0,51
4
13,28
0,49
5
13,03
0,49
13,89
0,50
1
14,13
0,49
2
14,20
0,40
3
14,99
0,49
4
15,74
0,46
5
14,06
0,52
14,62
0,47
1
15,02
0,40
2
14,31
0,45
3
13,49
0,41
4
14,68
0,44
5
13,40
0,52
Rata-rata
14,18
0,45
Rata-rata umum
14,23
0,47
Nangka-Afrika-Nangka (NAN)
Rata-rata
Nangka-Sengon-Nangka (NSN)
Rata-rata
Nangka-Randu-Nangka (NRN)
4.2. Kurva Beban-Deformasi Kurva beban-deformasi merupakan kurva yang dibentuk dari titik-titik data hasil pengujian mekanis yaitu ketika beban diberikan secara menerus pada material dan pengukuran besarnya beban dan deformasi dilakukan secara simultan. Secara umum kurva beban-deformasi dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah elastis dan wilayah plastis. Pada wilayah elastis kurva beban-deformasi mengikuti persamaan linier, tetapi pada wilayah plastis melengkung mengikuti bentuk kurva kuadratik. Batas di antara wilayah elastis dan wilayah plastis disebut dengan batas elastis atau batas proporsi. Di bawah batas elastis kurva beban-
43
deformasi mengikuti persamaan linier P =
0
+
dan di atas batas elastis,
1
kurva beban-deformasi mengikuti persamaan kuadratik P =
2
+
3
+
4
2
.
Apabila data deformasi dikategorikan menjadi dua komponen yaitu deformasi elastis ( e) dan deformasi plastis ( p), maka
=
e
+
p
(Bahtiar 2008a).
Bila deformasi akibat beban berada di bawah batas elastis maka benda dapat segera kembali ke bentuk semula setelah beban dilepaskan. Sedangkan bila batas elastis terlewati, benda tidak dapat kembali ke bentuk semula atau bahkan terjadi kerusakan permanen. Kayu yang menerima beban akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Kolom kayu akan memendek bila dikenakan beban aksial tekan dan memanjang bila dikenakan beban aksial tarik. Balok kayu akan mengalami lendutan (defleksi) bila menerima beban lentur. Besarnya deformasi berkaitan erat dengan besarnya beban yang dikenakan. Semakin besar beban yang diberikan, maka deformasi yang terjadi pun semakin besar. Dari hasil pengukuran dan perhitungan kurva deformasi kayu contoh kecil bebas cacat akibat beban disajikan pada Lampiran 3. Dari lampiran tersebut diperoleh nilai rata-rata defleksi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu contoh kecil bebas cacat penyusun glulam disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata defleksi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu contoh kecil bebas cacat penyusun glulam Jenis Kayu Rata-rata Defleksi (mm) Rata-rata Beban (kgf) Nangka
5,021
81,444
Afrika
3,388
44,353
Sengon
3,120
44,760
Randu
4,706
22,567
Berdasarkan Tabel 8 di atas, nilai rata-rata batas elastis kayu Nangka dengan defleksi 5,021 mm dan beban 81,444 kgf; kayu Afrika defleksi 3,388 mm dengan beban 44,353 kgf; kayu Sengon defleksi 3,120 mm dengan beban 44,760 kgf; dan kayu Randu defleksi 4,706 mm dengan beban 22,567 kgf. Berdasarkan nilai rata-rata batas elastisnya saat menerima beban, kayu Nangka memiliki batas elastis paling besar, kemudian kayu Afrika, kayu Sengon dan yang paling kecil kayu Randu. Berat jenis merupakan faktor yang mempengaruhi batas proporsi
44
atau batas elastis empat jenis kayu tersebut. Pada dasarnya sifat mekanis sangat berhubungan dengan berat jenis. Nilai batas elastis kayu berbanding lurus dengan nilai kekakuan lentur statis (MOE) kayu tersebut. Contoh kurva beban deformasi empat jenis kayu yaitu kayu Nangka, kayu Afrika, kayu Sengon dan kayu Randu yang merupakan papan penyusun
glulam. Sedangkan grafik selengkapnya
disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 24 Contoh Kurva Beban Deformasi kayu Nangka.
Gambar 25 Contoh Kurva Beban Deformasi kayu Afrika.
45
Gambar 26 Kurva Beban Deformasi kayu Sengon.
Gambar 27 Kurva Beban Deformasi kayu Randu. Gambar 24 menunjukkan contoh kurva beban deformasi kayu Nangka yang mempunyai model regresi kuadratik P = -10,0862 + 8,874415 0,59841
p
2
-
; R² = 0,999. Batas elastisnya atau sering disebut batas proporsi pada
saat menerima beban sebesar 36,551 kgf dan terjadi defleksi sebesar 5,075 mm, jika kayu menerima beban di bawah batas nilai tersebut maka kayu Nangka masih bisa kembali ke bentuk awal karena belum melewati batas proporsi. Gambar 25 menunjukkan contoh kurva beban deformasi kayu Afrika yang mempunyai model regresi kuadratik P = -16,743 + 20,318
– 1,261
p
2
; R2 = 0,998. Batas
elastisnya pada saat menerima beban sebesar 33,047 kgf dan terjadi defleksi sebesar 2,429 mm. Gambar 26 menunjukkan contoh kurva beban deformasi kayu Sengon yang mempunyai model regresi kuadratik P = -15,1403 + 21,0086 1,1774
p
2
-
; R² = 0,999. Batas elastisnya pada saat menerima beban sebesar 48,192
46
kgf dan terjadi defleksi sebesar 3,0146 mm. Gambar 27 menunjukkan contoh kurva beban deformasi kayu Randu yang mempunyai model regresi kuadratik P = -2,808 + 5,256
- 0,70136
p
2
; R² = 0,998. Batas elastisnya pada saat menerima
beban sebesar 11,526 kgf dan terjadi defleksi sebesar 2,445 mm. 4.3. Sifat Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat Sifat mekanis yang akan dibahas pada penelitian ini adalah Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR). Data hasil pengujian dan perhitungan MOE dan MOR contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu penyusun glulam secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Sedangkan nilai rata-rata MOE dan MOR contoh kecil bebas cacat dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil Bebas Cacat Sifat kekakuan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan lenturan tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap atau bisa kembali ke bentuk semula, besarnya hasil pengujian dinyatakan dalam Modulus Elastisitas (MOE). Dua metode digunakan untuk menghitung nilai MOE pada penelitian ini, yaitu metode konvensional dan metode yang disajikan oleh Bahtiar (2008a). Tabel 9 Nilai rata-rata MOE contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu
Jenis Kayu
Rata-rata Modulus Elastisitas (MOE) (Kg/cm2) Bahtiar Konvensional (2008a)
Hasil uji-t berpasangan t-hitung
t-tabel
t-tabel
0,05
0,01
Nangka
6,3x104
6,0 x104
6,095**
1,671
2,326
Afrika
5,9x104
5,6 x104
3,166**
1,833
2,821
Sengon
5,3x104
5,0 x104
3,737**
1,833
2,821
Randu
2,7x104
2,6 x104
1,261tn
1,833
2,821
Dari Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata MOE metode konvensional dengan metode Bahtiar terdapat perbedaan nilai yang dihasilkan. Secara berturut-turut nilai rata-rata MOE metode konvensional yang dihasilkan untuk kayu Nangka, kayu Afrika, kayu Sengon, dan kayu Kapuk adalah 6,2x104 Kg/cm2; 5,8x104 Kg/cm2; 5,2x104 Kg/cm2; 2,7 x104 Kg/cm2. Nilai rata-rata MOE
47
dengan metode Bahtiar dihasilkan untuk kayu Nangka 6,0x104 Kg/cm2, Kayu Afrika 5,6x104 Kg/cm2, kayu Sengon 5,0x104 Kg/cm2, dan kayu Randu 2,6x104 Kg/cm2. Kayu Nangka memiliki nilai rata-rata MOE terbesar, kemudian kayu Afrika, dan kayu Sengon baik dihitung dengan metode konvensional maupun Bahtiar. Sedangkan kayu Randu memiliki nilai rata-rata MOE terkecil. Perbedaan nilai MOE antar jenis kayu disebabkan oleh faktor jenis kayu yang mempunyai berat jenis yang berbeda. Berdasarkan sifat anatomi kayu, kayu dengan berat jenis yang tinggi mempunyai dinding sel yang tebal. Dengan dinding sel yang tebal dapat meningkatkan kekuatan kayu. Seperti pernyataan Haygreen et al. (2003) bahwa kekakuan dan kekuatan kayu meningkat dengan meningkatnya berat jenis pada kondisi kayu bebas cacat. Mengacu pada Tabel 9, terdapat perbedaan nilai MOE yang dihasilkan antara metode konvensional dengan metode Bahtiar. Uji-t berpasangan (dependent t-test) dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perbedaan nilai MOE antara metode Bahtiar dengan metode konvensional. Sedangkan hasil uji-t berpasangan secara lengkap disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji-t berpasangan dengan taraf 95% untuk tiga jenis kayu (kayu Nangka, kayu Afrika, Kayu Sengon), didapat nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (t-hitung > t-tabel) hal ini mempunyai arti bahwa metode konvensional berbeda nyata dengan metode Bahtiar untuk mencari MOE. Sedangkan untuk kayu Randu didapat nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel (t-hitung < t-tabel) hal ini mempunyai arti bahwa metode konvensional tidak berbeda nyata dengan metode Bahtiar karena pada kayu Randu kecenderungan memiliki data lebih sedikit pada saat menghitung
P/ y dibandingkan dengan
kayu jenis lain. Perbedaan nilai MOE metode konvensional dan metode Bahtiar pada kayu Nangka, kayu Afrika, kayu Sengon disebabkan pada saat menghitung P/ y, metode konvensional hanya memakai sebagian kecil data (persamaan linier sekitar 10% data). Sedangkan metode Bahtiar menggunakan sebagian besar data (persamaan linier dan kuadratik sekitar 90% data). Oleh sebab itu, MOE yang diperoleh dari metode konvensional memiliki kecenderungan over estimate dibandingkan dengan cara Bahtiar. Dalam menghitung nilai MOE glulam selanjutnya menggunakan metode Bahtiar. Kurva distribusi MOE metode Bahtiar
48
dan metode konvensional contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu disajikan pada Gambar 28 dan Gambar 29.
Gambar 28 Kurva distribusi MOE Bahtiar ckbc empat jenis kayu.
Gambar 29 Kurva distribusi MOE konvensional ckbc empat jenis kayu. Seperti terlihat pada Gambar 28 dan Gambar 29, kayu Nangka memiliki keragaman paling tinggi baik metode konvensional maupun metode Bahtiar. Kayu Afrika cenderung lebih seragam dibandingkan kayu Sengon dan kayu Randu. Selain mempunyai keragaman yang tinggi, kayu Nangka juga memiliki nilai ratarata MOE terbesar dibandingkan kayu Afrika dan Sengon. Sedangkan kayu Randu memiliki nilai rata-rata MOE terkecil. Regresi linier antara MOE bahtiar dengan MOE konvensional disajikan pada gambar Gambar 30. Pada Gambar 30 dapat dilihat bahwa korelasi antara MOE metode konvensional dengan metode baru yang disajikan Bahtiar(2008a) sangat erat.
49
Gambar 30 Hubungan antara MOE metode Bahtiar (2008a) dengan MOE Metode Konvensional. Kekuatan Lentur Statis (MOR) Contoh Kecil Bebas Cacat Kekuatan lentur statis merupakan ukuran kemampuan benda menahan beban lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan. Tabel 10 Nilai rata-rata MOR contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu Jenis Kayu Rata-rata Kekuatan Lentur Statis (MOR) (Kg/cm2) Nangka 680 Afrika
490
Sengon
460
Randu
273
Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata MOR kayu Nangka 680 Kg/cm2, kayu Afrika 490 kg/cm2, kayu Sengon 460 Kg/cm2 dan untuk kayu Randu 273 Kg/cm2. Kayu Nangka memiliki nilai rata-rata MOR paling besar, sedangkan nilai rata-rata MOR paling kecil dimiliki kayu Randu. Hal ini dipengaruhi oleh berat jenis kayu. Berat jenis memegang peranan penting dalam menentukan kekuatan kayu. Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa pada umumnya pertambahan tebal dinding sel kayu dapat menyebabkan berat jenis kayu tersebut menjadi bertambah pula, sehingga pertambahan tebal dinding sel ini dapat menaikkan nilai keteguhan lentur kayu. Kurva distribusi MOR contoh kecil bebas cacat empat jenis kayu disajikan pada Gambar 31.
50
Gambar 31 Kurva distribusi MOR contoh kecil bebas Pada Gambar 21, seperti halnya kurva distribusi MOEcacat ckbc,masing-masing nilai rata-rata kayu. MOR Kayu Nangka memiliki keragaman paling tinggi, sedangkan kayu Afrika memiliki nilai yang paling seragam dibandingkan dengan kayu Nangka, Sengon dan Randu. Selain mempunyai keragaman yang tinggi, kayu Nangka juga memiliki nilai ratarata MOR terbesar dibandingkan kayu Afrika dan Sengon. Sedangkan kayu Randu memiliki nilai rata-rata MOR terkecil. 4.4. Sifat Mekanis Glulam Modulus Elastisitas (MOE) Glulam Sifat mekanis lentur glulam yang dibahas pada penelitian ini adalah Modulus Elastisitas (MOE) empiris dibandingkan dengan MOE teoritis. MOE teoritis digunakan sebagai kontrol terhadap Modulus Elastisitas (MOE) glulam yang dihasilkan. MOE teoritis digunakan sebagai kontrol karena MOE teoritis dihitung tanpa perlemahan untuk memprediksi nilai MOE glulam yang dibuat. Metode perhitungan yang disusun menggunakan metode geometri analisis oleh Bahtiar (2008b). MOE teoritis diperoleh dari rumus sebagai berikut : n
Ei I i E
i 1
I
Dimana E adalah Modulus Elastisitas (MOE) Glulam, Ei adalah MOE ckbc lamina penyusun glulam, Ii adalah momen inersia ckbc penyusun glulam dan I adalah momen inersia glulam. Bila ditetapkan sebuah garis bantu, yaitu di muka lamina tepi luar paling bawah, maka garis netral (c) dapat dihitung:
51
n
Ei c
i 1
2
n
2
n 1
hi
hi
i 1
i 1 n
2
E i hi i 1
Dengan c adalah garis netral, Ei adalah MOE ckbc lamina penyusun glulam, hi adalah tinggi (tebal) lamina penyusun glulam (Bahtiar 2008b). MOE empiris diperoleh dengan menggunakan rumus :
Dengan ΔP adalah perubahan beban yang terjadi, L adalah jarak sangga, Δy adalah defleksi, b adalah lebar contoh uji dan h adalah tebal contoh uji. Data hasil perhitungan MOE teoritis glulam dan MOE empiris glulam disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 dengan tanpa memperhatikan jenis kayu penyusun glulam diketahui bahwa nilai rata-rata umum MOE glulam empiris sebesar 4,8x104 Kg/cm2 dan MOE glulam teoritis sebesar 5,9x104 Kg/cm2. Dengan demikian terjadi perbedaan nilai MOE antara MOE teoritis dengan MOE empiris sebesar 19,76 %. Bila memperhatikan jenis kayu penyusun glulam bagian face dan back memakai kayu yang sama yaitu kayu Nangka, core memakai kayu Afrika, Sengon dan kayu Randu. Glulam dengan core kayu Afrika, Sengon dan kayu Randu mempunyai nilai rata-rata umum MOE empiris berturut-turut 4,5x104 Kg/cm2; 4,9x104 Kg/cm2; 4,5x104 Kg/cm2. Dari data tersebut dapat diperoleh bahwa glulam dengan menggunakan core kayu Sengon mempunyai nilai rata-rata MOE paling besar, diikuti oleh glulam yang menggunakan core kayu Afrika. Glulam dengan core kayu Randu mempunyai nilai rata-rata MOE terkecil. Jika dibandingkan dengan ckbc lamina penyusun glulam tersebut, kayu Nangka mempunyai nilai rata-rata MOE terbesar yang digunakan sebagai face dan back dalam pembuatan glulam. Sedangkan untuk core kayu Afrika mempunyai nilai rata-rata MOE terbesar, diikuti dengan kayu Sengon dan nilai rata-rata MOE terkecil adalah Randu. Berdasarkan hal tersebut seharusnya glulam yang
52
dihasilkan mempunyai pola nilai rata-rata MOE tidak jauh beda dengan ckbc nya yaitu glulam dengan core kayu Afrika lebih besar daripada glulam dengan core kayu Sengon, glulam dengan core kayu Randu mempunyai nilai rata-rata MOE terkecil. Tabel 11 MOE Glulam Empiris dan MOE Glulam Teoritis MOE Lamina (Kg/cm2) Tipe Papan
NangkaAfrikaNangka rataan NangkaSengonNangka rataan NangkaRanduNangka rataan Rataan umum
face
core
back
7,1x104 5,9x104 5,1x104 5,1x104 7,8x104 6,3x104 8,1x104 6,1x104 7,0x104 6,6x104 8,1x104 7,2x104 4,1x104 4,8x104 3,4x104 8,1x104 6,9x104 5,5x104
6,2x104 6,1x104 6,7x104 3,5x104 4,8x104 5,5x104 5,2x104 6,3x104 4,3x104 4,9x104 2,2x104 4,6x104 1,9x104 1,7x104 1,7x104 2,4x104 7,3x104 2,8x104
6,2x104 4,2x104 9,4x104 5,4x104 7,5x104 6,5x104 4,3x104 7,2x104 4,0x104 2,9x104 8,0x104 5,3x104 5,9x104 6,3x104 4,2x104 7,9x104 9,4x104 6,7x104
MOE Glulam Empiris (Kg/cm2) 3,8x104 3,4x104 4,5x104 5,0x104 6,1x104 4,6x104 6,4x104 4,0x104 6,1x104 2,2x104 5,5x104 4,9x104 5,0x104 4,9x104 3,0x104 5,9x104 3,6x104 4,5x104
6,3x104
4,3x104
6,2x104
4,8x104
MOE Glulam Teoritis (Kg/cm2) 6,6x104 4,9x104 6,5x104 5,2x104 7,6x104 6,2x104 5,5x104 6,6x104 4,9x104 4,0x104 7,8x104 5,8x104 4,7x104 5,2x104 3,7x104 7,8x104 7,9x104 5,9x104 5,9x104
Perlemahan (%)
42,91 31,01 30,22 3,51 20,00 25,53 -17,63 38,93 -24,57 45,77 29,32 14,36 -6,42 6,51 18,80 24,41 53,69 19,40 19,76
Faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya tegangan lentur glulam lebih rendah dibandingkan dengan ckbc lamina penyusun glulam adalah karena adanya cacat yang terdapat pada lamina penyusun glulam dan sistem perekatan yang kurang sempurna. Cacat kayu dengan jumlah paling banyak adalah mata kayu dan serat miring. Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau serat miring. Selain cacat tersebut, terdapat juga cacat berupa pingul yaitu adanya kulit atau tidak sempurnanya sudut-sudut pada
53
pinggir atau sudut-sudut dari sepotong kayu. Cacat lain yang terdapat pada lamina keempat jenis kayu adalah cacat akibat proses pengeringan karena adanya perbedaan penyusutan antara arah radial dan tangensial serta pengaruh internal stress akibat perbedaan distribusi kadar air di dalam kayu (Tsoumis 1991). Cacatcacat tersebut diantaranya membusur (bowing), melengkung (crooking), mencawan (cupping) dan memuntir (twisting). Meskipun disebutkan bahwa jenis cacat ini tidak mempengaruhi nilai MOE, namun cacat ini menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan lamina karena dapat menyulitkan dalam proses pengempaan dan dapat menimbulkan celah antar lamina saat diklem. Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya, kualitas perekatan pada penelitian yang dilakukan juga dipengaruhi oleh proses pengempaan. Besarnya tekanan pada pengempaan dengan cara klem yang dilakukan pada penelitian ini tidak terukur secara pasti. Mengacu pada Tabel 11 nilai rata-rata MOE teoritis untuk glulam dengan core kayu Afrika, Sengon dan Randu berturut-turut adalah 6,1x104 Kg/cm2; 5,8x104 Kg/cm2; 5,9x104 Kg/cm2. Nilai rata-rata MOE teoritis glulam terbesar dimiliki oleh glulam dengan core kayu Afrika kemudian glulam dengan core kayu Randu, nilai rata-rata MOE teoritis terkecil dimiliki oleh glulam dengan core kayu Sengon. Nilai rata-rata MOE teoritis yang dihasilkan berbeda dengan nilai ratarata MOE empiris yang dihasilkan, sehingga dilakukan uji-t berpasangan (dependent t-test) untuk mengetahui tingkat perbedaan nilai MOE. Sedangkan hasil uji-t berpasangan secara lengkap disajikan pada Lampiran 6. Hasil uji-t berpasangan dengan taraf 95% menunjukkan t-hitung mempunyai nilai 3,36 sedangkan t-tabel mempunyai nilai sebesar 1,76. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (t-hitung > t-tabel), hal ini mempunyai arti MOE empiris berbeda nyata dengan MOE teoritis. Faktor yang mempengaruhi antara lain dalam mencari nilai MOE teoritis kurang memperhatikan adanya cacat kayu dan sistem perekatan yang kurang sempurna. MOE teoritis hanya mengacu pada nilai MOE contoh kecil bebas cacat lamina penyusun glulam dan diasumsikan lamina penyusun glulam bebas cacat serta sistem perekatan dalam proses pembuatan glulam dilakukan dengan sempurna, sehingga diperoleh hasil nilai MOE teoritis jauh lebih besar daripada MOE
54
empiris. Hal ini dapat dilihat pada besarnya perlemahan nilai MOE yang dihasilkan. Glulam dengan core kayu Afrika mengalami perlemahan nilai MOE dengan rata-rata persen perlemahan sebesar 25,53 %, glulam dengan core kayu Sengon sebesar 14,36 %, dan glulam dengan core kayu Randu sebesar 19,40 % dari MOE teoritis masing-masing glulam. Ada beberapa glulam nilai MOE empiris lebih besar dari nilai MOE teoritis, sehingga menghasilkan nilai perlemahan yang bernilai negative. Hal ini diduga perekat yang terdapat pada glulam bekerja dengan maksimal. Sedangkan perlemahan nilai MOE diduga kerena lamina penyusun glulam mengalami pergeseran akibat gaya geser. Pergeseran yang timbul disebabkan oleh sistem perekatan yang kurang sempurna. Cacat kayu kayu juga dapat mengakibatkan perlemahan MOE. Kekuatan Lentur (MOR) Glulam Kekuatan lentur (MOR) glulam yang akan dibahas adalah MOR empiris dengan MOR teoritis. MOR teoritis digunakan sebagai kontrol terhadap kekuatan lentur (MOR) glulam dan MOR teoritis digunakan untuk memprediksi nilai MOR glulam yang dibuat. Metode perhitungan yang disusun untuk mendapatkan MOR teoritis menggunakan metode yang disajikan Bahtiar, (2008b). MOR teoritis diperoleh dari rumus sebagai berikut :
Dengan
adalah tegangan lentur lapisan ke-i, Ei adalah nilai MOE lapisan ke-i, E
adalah MOE glulam, yi adalah jarak lamina dengan garis netral, I adalah momen inersia, Mtotal adalah total momen internal (Bahtiar 2008b). MOR teoritis adalah tegangan normal terbesar. MOR empiris diperoleh dengan menggunakan rumus
Dengan P adalah beban maksimal, L adalah jarak sangga, b adalah lebar dan h adalah tebal contoh uji. Hasil perhitungan MOR teoritis glulam dan MOR empiris glulam disajikan dalam Tabel 12.
55
Pada Tabel 12 diketahui bahwa nilai rata-rata umum MOR glulam empiris sebesar 247 Kg/cm2 dan nilai rata-rata umum MOR glulam teoritis sebesar 626 Kg/cm2. Bila memperhatikan jenis kayu penyusun glulam bagian face dan back memakai kayu yang sama yaitu kayu Nangka, core memakai kayu Afrika, Sengon dan kayu Randu. Glulam dengan core kayu Afrika, Sengon dan kayu Randu mempunyai nilai rata-rata umum MOE empiris berturut-turut 256 Kg/cm2; 261 Kg/cm2; 223 Kg/cm2. Dari data tersebut dapat diperoleh bahwa glulam dengan menggunakan core kayu Sengon mempunyai nilai rata-rata MOE paling besar, diikuti oleh glulam yang menggunakan core kayu Afrika. Glulam dengan core kayu Randu mempunyai nilai rata-rata MOE terkecil. Jika dibandingkan dengan ckbc lamina penyusun glulam, kecuali kayu Nangka (face dan back), kayu Afrika mempunyai berat jenis dan nilai rataan MOR terbesar, kayu Sengon mempunyai nilai rataan terbesar kedua dan kayu Randu mempunyai nilai rataan terkecil. Mengacu pada hal tersebut, seharusnya glulam yang dihasilkan tidak jauh beda dengan hasil pengujian ckbc nya. Fachrudin (1996) menyatakan bahwa jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi akan menghasilkan balok laminasi yang memiliki keteguhan lentur statis yang tinggi, karena kekuatan kayu berbanding lurus dengan kerapatannya. Selain cacat kayu dan sistem perekatan, faktor yang mempengaruhi terjadinya keteguhan lentur glulam lebih rendah dibandingkan dengan ckbc lamina penyusun glulam adalah perbedaan kerapatan kayu. Penelitian ini menggunakan kayu Nangka sebagai face dan back yang mempunyai kerapatan jauh lebih besar dibandingkan kayu core-nya yaitu Afrika, Sengon dan Randu. Vick (1999) menyatakan bahwa pada beberapa keadaan, kerapatan yang tinggi akan menimbulkan kesulitan pada proses perekatan. Hal ini disebabkan tebalnya dinding sel dan kecilnya volume rongga yang mengakibatkan perekat tidak dapat melakukan penetrasi dengan mudah sehingga interlocking hanya terjadi pada kedalaman yang terbatas. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab kinerja perekat tidak dapat optimal. Kinerja perekat kurang optimal dapat juga menyebabkan terpisahnya lamina-lamina penyusun glulam saat pengujian lentur statis sehingga masing-masing lamina bekerja sendiri-sendiri dalam menahan beban yang diberikan, karena lamina hanya terikat pada ketebalan tertentu yaitu pada daerah yang terkena penetrasi perekatnya. Saat pengujian
56
lentur statis dengan menggunakan UTM merk Instron, hanya satu glulam yang mengalami kerusakan kayu patah saat diuji dan sisanya mengalami kerusakan pada bagian perekatnya atau garis rekatnya sebelum lamina penyusun glulam patah. Hasil keteguhan rekat menunjukkan hal yang serupa, bahwa keteguhan rekat kayu Nangka dengan kayu Sengon mempunyai nilai terbesar 43,3 Kg/cm2, kayu Nangka dengan kayu Afrika 20,0 Kg/cm2 dan kayu Nangka dengan kayu Randu 18,3 Kg/cm2. Nilai ini juga menunjukkan bahwa kinerja perekat lebih baik pada kayu Sengon dibandingkan dengan pada kayu Afrika dan kayu Randu. Hasil uji keteguhan rekat disajikan secara lengkap pada Lampiran 10. Tabel 12 MOR Glulam Empiris dan MOR Glulam Teoritis. Tipe Glulam NangkaAfrikaNangka Rataan NangkaSengonNangka Rataan NangkaRanduNangka Rataan Rataan Umum
MOR lamina (Kg/cm2) face core back 681 588 644 675 424 450 632 605 979 563 190 769 761 410 965 662 443 761 972 582 594 689 456 860 785 341 491 768 473 296,6 928 148 848 828 400 618 480 160 885 815 185 631 310 161 452 1040 234 961 969 6984 995 723 288 785 738
377
721
MOR Glulam (Kg/cm2) Empiris Teoritis 169 681 108 450 219 632 396 563 386 761 256 617 390 594 261 689 330 491 85 297 240 848 261 584 233 480 237 631 213 340 266 961 164 995 223 675 247
626
Perlemahan(%) 75,17 75,98 65,32 29,70 49,27 59,09 34,40 62,08 32,78 71,43 71,76 54,49 51,40 62,41 31,20 72,29 83,53 60,17 57,91
Pada Tabel 12 nilai rataan MOR teoritis untuk glulam dengan core kayu Afrika, Sengon dan Randu berturut-turut adalah 617 Kg/cm2; 584 Kg/cm2; 675 Kg/cm2. Nilai rata-rata MOR teoritis terbesar dimiliki glulam dengan core kayu Randu, kemudian glulam dengan core kayu Afrika dan nilai rataan MOR terkecil
57
dimiliki oleh glulam dengan core kayu Sengon. Nilai rata-rata MOR teoritis berbeda dengan nilai rata-rata MOR empiris, sehingga diperlukan uji-t berpasangan (dependent t-test) dengan taraf 95% untuk mengetahui tingkat perbedaan nilai MOR. Sedangkan hasil uji-t berpasangan secara lengkap disajikan pada Lampiran 7. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan t-hitung sebesar 6,93 dan t-tabel sebesar 1,76. Nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (t-hitung > t-tabel), hal ini mempunyai arti bahwa MOR empiris berbeda nyata dengan MOR teoritis. Selain dipengaruhi oleh cacat kayu, sistem perekatan yang kurang sempurna, perbedaan kerapatan lamina antara core, face, dan back; faktor lain adalah kurang memperhitungkan gaya geser yang terjadi antar lamina. MOR teoritis cenderung mengacu pada ckbc lamina glulam dan tidak memperhatikan keteguhan rekat antar lamina yang juga menentukan kekuatan akhir glulam yang akan dibuat. Pada metode perhitungan yang disusun Bahtiar (2008b) diasumsikan tidak terjadi perlemahan akibat sambungan perekat. Perekat dianggap memiliki kekuatan geser yang sangat tinggi dibandingkan kekuatan geser kayunya. Simulasi tegangan yang terjadi pada glulam dapat dilihat pada Lampiran 11. Seperti halnya MOE, MOR glulam juga mengalami perlemahan akibat gaya geser antar lamina. Besarnya perlemahan yang terjadi berturut-turut untuk glulam dengan core kayu Afrika, Sengon dan Randu dengan rata-rata persen perlemahan adalah 59,09 % ; 54,49 % dan 60,17%. Perbandingan MOE dan MOR glulam dibanding lamina penyusunnya Perbandingan MOE dan MOR glulam dengan lamina penyusunnya dapat dilihat melalui kurva distribusi seperti yang terdapat pada Gambar 32 dan Gambar 33.
58
Gambar 32 Kurva Distribusi MOE Glulam dibanding dengan laminanya. Seperti terlihat pada Gambar 32, lamina memiliki sifat mekanis yang lebih bervariasi daripada glulam. Glulam Empiris dan teoritis tiga lapis yang disusun dari lamina-lamina tersebut lebih seragam daripada laminanya. Bila digunakan untuk komponen yang menerima beban lentur, setiap lamina menyumbangkan kekuatannya secara proporsional sesuai dengan modulus elastisitasnya. Pada kondisi itu, kekuatan glulam tetap ditentukan oleh kekuatan lamina terlemah sedangkan distribusi beban juga proporsional terhadap modulus elastisitas lamina sehingga rata-rata MOE glulam empiris lebih kecil daripada rata-rata laminanya. Dan MOE teoritis lebih besar daripada rata-rata laminanya.
Gambar 33 Kurva Distribusi MOR Glulam dibanding dengan laminanya. Berdasarkan Gambar 33, seperti halnya MOE, lamina memiliki MOR lebih bervariasi daripada glulam. Dan nilai rata-rata MOR glulam empiris lebih kecil baik dengan MOR glulam teoritis maupun dengan MOR laminanya. Pada Tabel
59
13 menunjukkan hasil uji-t terpisah (independent t-test) untuk nilai MOE glulam dengan nilai MOE laminanya menghasilkan nilai t-hitung sebesar 2,82 dan untuk t-tabel sebesar 1,70. Sedangkan hasil uji-t saling bebas (independent t-test) untuk nilai MOR glulam dengan nilai MOR laminanya menghasilkan nilai t-hitung sebesar 9,69 dan untuk t-tabel sebesar 1,68. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasil MOE dan MOR glulam berbeda nyata terhadap lamina penyusunnya. Kekuatan glulam ditentukan oleh titik lemahnya yaitu lamina terlemah atau garis rekat terlemah, sehingga rata-rata keteguhan lentur (MOR) glulam lebih kecil daripada laminanya. Mengacu pada Gambar 34 dan Gambar 35 dapat diketahui bahwa tidak ada korelasi antara nilai MOE glulam dan nilai MOR glulam terhadap nilai MOE dan MOR laminanya. Tabel 13 Uji t-terpisah Glulam dengan CKBC Lamina penyusun glulam Glulam Lamina uji t-saling bebas Rata-rata Rata-rata Stdev Stdev t-hitung t-tabel 0,05 t-tabel 0,01 (Kg/cm2) (Kg/cm2) MOE 5,7x104 122,5 4,6x104 199,8 2,82** 1,701 2,467 MOR 247 0,96 590 0,39 9,70** 1,676 2,404
Gambar 34 Grafik hubungan antara MOE glulam dengan MOE laminanya.
60
Gambar 35 Grafik hubungan antara MOR glulam dengan MOR laminanya. Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa nilai hasil pengujian empiris berbeda nyata dengan hasil perhitungan teoritis, baik untuk nilai MOE glulam maupun nilai MOR glulam. Untuk mengetahui korelasi antara cara empiris dengan cara teoritis, maka dilakukan regresi linier sederhana. Merujuk pada Gambar 36 dan Gambar 37, hubungan antara MOE teoritis dengan MOE empiris diperoleh model y = 0,3504 x + 254,99 dengan R2 sebesar 0,1561. Nilai R2 yang diperoleh kurang dari 0,5 , hal ini mempunyai arti bahwa tidak ada korelasi antara MOE glulam teoritis dengan glulam empiris. Sedangkan untuk hubungan antara MOR teoritis dengan MOR empiris diperoleh model y = 0,09 x + 1,9021 dengan nilai R2 sebesar 0,0377. Dengan nilai R2 dibawah 0,5 maka dapat diketahui bahwa tidak ada korelasi antara MOR glulam empiris dengan MOR glulam teoritis.
Gambar 36 Grafik hubungan antara MOE glulam empiris dan teoritis
61
Gambar 37 Grafik hubungan antara MOR glulam empiris dengan teoritis. Faktor penyebab nilai R2 yang dihasilkan kecil baik MOE atau MOR antara lain diduga karena tidak terpenuhinya asumsi bahwa kekuatan geser perekat lebih besar dibandingkan kekuatan geser kayu. Sedangkan faktor penyebab nilai teoritis dengan nilai empiris tidak berkorelasi, baik untuk MOE maupun MOR glulam disebabkan oleh cacat kayu baik cacat alami saat masa pertumbuhan kayu maupun cacat saat pengerjaan kayu. Selain cacat kayu, sistem perekatan yang kurang sempurna diduga juga menjadi faktor penyebab nilai empiris berbeda dengan nilai teoritis. Perekatan yang kurang sempurna dapat terjadi akibat distribusi tekanan kempa kurang merata, sehingga terjadi celah antara papan penyusun glulam. Celah yang terdapat di antara papan penyusun glulam menyebabkan perlemahan akibat sambungan perekat. Jika papan tidak berikatan dengan baik, pada saat pengujian lentur lamina penyusun glulam bekarja sendiri-sendiri atau lepas satu sama lainnya, sehingga nilai yang diperoleh saat pengujian lebih kecil dibandingkan dengan nilai contoh kecil bebas cacat lamina penyusun glulam.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Rata-rata nilai MOE metode konvensional kayu Nangka 6,3x104 Kg/cm2, kayu Afrika 5,9x104 Kg/cm2, kayu Sengon 5,3x104 Kg/cm2, kayu Randu 2,7x104 Kg/cm2. Rata-rata nilai MOE metode Bahtiar (2008a) untuk kayu Nangka 6,0x104 Kg/cm2, kayu Afrika 5,6x104 Kg/cm2, kayu Sengon 5,0x104 Kg/cm2, kayu Randu 2,6 x104 Kg/cm2. Dan rata-rata nilai MOR kayu Nangka 680 Kg/cm2, kayu Afrika 490 Kg/cm2, kayu Sengon 460 Kg/cm2, kayu Randu 273 Kg/cm2. 2. Hasil rata-rata nilai MOE metode konvensional dengan MOE metode Bahtiar (2008a) untuk kayu Nangka, kayu Afrika dan kayu Sengon berbeda nyata, tetapi untuk kayu Randu tidak berbeda nyata. MOE yang dihitung dengan kedua metode itu berkorelasi erat dengan nilai korelasi berturut sebesar 0,97; 0,96; 0,99 dan 0,99 untuk kayu Nangka, Afrika, Sengon, dan Randu. 3. Hasil nilai rata-rata MOE teoritis untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 6,2x104 Kg/cm2, kayu Nangka-SengonNangka adalah 5,8x104 Kg/cm2, kayu Nangka-Randu-Nangka adalah 5,9x104 Kg/cm2. Dan Nilai rata-rata MOE empiris untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 4,6x104 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 4,9x104 Kg/cm2, kayu Nangka-RanduNangka adalah 4,5x104 Kg/cm2. Nilai rata-rata MOR teoritis untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 617 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 584 Kg/cm2, kayu Nangka-Randu-Nangka adalah 675 Kg/cm2. Sedangkan Nilai rata-rata MOR empiris untuk glulam dengan susunan kayu Nangka-Afrika-Nangka adalah 256 Kg/cm2, kayu Nangka-Sengon-Nangka adalah 261 Kg/cm2, kayu Nangka-Randu-Nangka adalah 223 Kg/cm2. 4. Hasil perhitungan teoritis dengan hasil pengujian empiris glulam berbeda nyata baik untuk nilai MOE dan MOR. Pengujian empiris menghasilkan
63
rata-rata MOE dan MOR lebih rendah dan sangat rendah korelasinya dengan hasil teoritis. Hal ini terjadi karena adanya perlemahan akibat sambungan perekat. Sebagian besar glulam rusak pada garis rekatnya sehingga lamina-lamina tidak berfungsi optimal. Besarnya perlemahan rata-rata untuk MOE adalah 19,76 % dan untuk MOR adalah 57,91 %. 5.2. Saran 1. Perlu dilakukan risalah cacat kayu dan menghitung strength ratio lamina penyusun
glulam, sehingga nilai sifat mekanis lamina dapat diwakili
dengan baik oleh hasil uji ckbc yang dikoreksi dengan strength ratio. 2. Perlu dilakukan perhitungan MOE dan MOR lamina penyusun glulam melalui data hasil uji non-destructive. 3. Oleh karena titik lemah glulam sebagian besar terjadi pada garis rekatnya, maka metode perhitungan Bahtiar (2008) perlu diperbaiki dengan memasukkan komponen geser horisontal. 4. Sebaiknya menggunakan lamina yang lurus atau bebas cacat pengerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, Hadjib N. 2005. Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua jenis kayu kurang dikenal. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23: 87-100. ---------.2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat untuk Komponen Bangunan. PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148. Ani S, Aminah H. 2006. Plantation timber of Maesopsis eminii. Journal of Tropical Forest Science 18(2): 87-90. Anshari B. 2006. Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu laminasi dari kayu meranti dan keruing. Dimensi Teknik Sipil 8: 25-33. http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/article.php?PublishedlD=CIV06080 10 5-7k [8 November 2008]. American Society Institute. 2002. ASTM D-143. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. In Annual Book of ASTM Standard. United State:Philadelpia. Bahtiar. 2008a. Metode Statistik untuk Mengepas Kurva Beban-Deformasi. Di dalam Proceeding Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Universitas Palangkaraya. Bahtiar. 2008b. Modulus Elastisitas dan Keteguhan Lentur Glulam. Di dalam Proceeding Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Universitas Palangkaraya. Bodig J. Jayne BA. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites. New York : Van Nostrand Reinhold Company. [CWC] Canadian Wood Council. 2000. Wood Reference Handbook: A guide to the architectural use of wood in building construction. Ed ke-4. Ottawa: Canadian Wood Council. Departemen Kehutanan. 2001. Sifat dan Kegunaan 120 jenis kayu Perdagangan Indonesia.http://www.dephut.go.id/informasi/propinsi/SUMSEL/jenis_kayu _dagang.html [22 Juni 2008] Departemen Kehutanan. 2001. Sifat dan Kegunaan 41 Jenis Kayu Sulawesi. http://www.bpphp15.dephut.go.id/Jenis%20Kayu%20.htm [30 Juni 2008] Fachrudin A. 1996. Pengaruh Beberapa Kombinasi Ketebalan Lamina dan Jenis Perekat Terhadap Kekuatan Lentur Balok Laminasi [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Hutan. fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
65
Ferry M. 2005. Pengaruh Jumlah Lapisan Lamina Bambu Betung Dan Posisi Pengujian Terhadap Karakteristik Balok Laminasi Campuran Kayu Sengon Dan bambu [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Hutan. fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Green D. W., Jerrold E, Winandydan David E, Kretschmann. 1999. Mechanical Properties of Wood chapter 4 Wood handbook Wood as an engineering material. Forest Products Laboratory. Gen. Tech. Rep. FPL–GTR–113, Madison, WI: U,S, Department of Agriculture, Forest Service, 463 p. Herawati E. 2007. Karakteristik Balok Laminasi Kayu Cepat Tumbuh Berdiameter kecil [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Haygreen J.G, R. Shmulsky, dan J.L. Bowyer. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press. Joker D. 2002. Informasi singkat benih. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/ RRL/IFSP/Ceiba_pentandra.pdf [22 Juni 2008] Mandang YI, Pandit IKN, 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan Prosea. Martawijaya, A . L Kartasujana. Y. I. Mandang, S.A Prawira dan K Kadir, 1989. Atlas Kayu Indonesia jilid II. Bogor : Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding: Principles in Practice. New York: Van Nostrand Reinhold. Moody RC and Hernandez R. 1997. Glued-laminated timber. Di dalam: Smulski S, editor. Engineered Wood Products, A Guide for Specifiers, Designers and Users. Wisconsin: PFS Research Foundation. Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 1999. Glued structural members. Di dalam: Wood Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison, WI: USDA Forest Service, Forest Products Laboratory. Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Nash WA. 1977. Strength of Materials 2nd edition. Great Britain :McGraw-Hill Book Company. Prihatman K. 2000. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). Jakarta: Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
66
Rochimah I. 2005. Keteguhan Lentur Balok Laminasi Mekanis Tiga Jenis Kayu Menurut Berbagai Jarak Baut [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Hutan. fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Serrano, E. 2003. Mechanical performance and modelling of glulam. Di dalam Thelandesson S, Larsen HJ, editor. Timber Engineering. New York: Jhon Wiley & Sons, Ltd. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Utilization. New York: Van Nostrand Reinhold.
Structure, Properties,
Vick CB. 1999. Adhesive bonding of wood material. Di dalam: Wood Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison, WI: USDA, Forest Product Service, Forest Products Laboratory. hlm. 9.1 – 9.24.
LAMPIRAN LAMPIRAN
Lampiran 1 .A Kadar Air dan Berat Jenis ckbc tegak lurus Lamina
jenis balok
b rata-rata(cm)
h rata-rata (cm)
L bentang (cm)
Volum (cm3)
B0 (g)
B1(g)
KA (%)
Kerapatan ( g/cm3)
Berat Jenis
Nangka (face)
2,048
2,015
28
136,182
93,446
82,581
13,157
0,686
0,606
Nangka (face)
2,041
1,968
28
132,572
77,623
67,777
14,527
0,586
0,511
Nangka (face)
1,983
2,163
28
140,408
67,378
59,257
13,705
0,480
0,422
Nangka (face)
2,021
2,051
28
135,980
94,308
83,023
13,593
0,694
0,611
Nangka (face)
1,999
1,969
28
130,064
80,163
71,367
12,325
0,616
0,549
Nangka (face)
2,060
2,071
28
140,787
85,203
75,630
12,658
0,605
0,537
Nangka (face)
2,022
2,020
28
134,378
82,996
73,860
12,369
0,618
0,550
Nangka (face)
2,002
2,016
28
132,404
93,090
82,220
13,221
0,703
0,621
Nangka (face)
1,975
2,022
28
131,784
81,825
70,919
15,378
0,621
0,538
Nangka (face)
2,031
1,964
28
118,869
75,819
67,561
12,223
0,638
0,568
Nangka (face)
2,035
2,063
28
137,385
93,128
82,633
12,701
0,678
0,601
Nangka (face)
2,120
2,036
28
142,416
91,626
80,544
13,759
0,643
0,566
Nangka (face)
1,977
1,961
28
127,550
70,518
61,666
14,355
0,553
0,483
Nangka (face)
2,052
2,055
28
126,465
80,880
71,776
12,684
0,640
0,568
Nangka (face)
2,080
2,050
28
140,735
84,390
73,976
14,078
0,600
0,526
Nangka (face)
2,037
2,025
28
135,796
94,356
84,273
11,965
0,695
0,621
Nangka (Back)
2,110
2,029
28
128,435
73,499
65,259
12,627
0,572
0,508
Nangka (Back)
1,863
1,876
28
115,139
65,842
58,387
12,768
0,572
0,507
Nangka (Back)
2,010
2,030
28
134,628
72,563
63,547
14,188
0,539
0,472
Nangka (Back)
1,998
2,006
28
132,242
95,070
84,496
12,514
0,719
0,639
68
Nangka (Back)
2,027
2,068
28
138,727
94,600
84,408
12,075
0,682
0,608
Nangka (Back)
2,006
2,052
28
135,816
82,337
72,691
13,270
0,606
0,535
Nangka (Back)
1,983
1,918
28
125,512
70,748
63,080
12,156
0,564
0,503
Nangka (Back)
2,040
2,102
28
140,863
66,039
57,484
14,882
0,469
0,408
Nangka (Back)
2,046
2,051
28
137,685
68,191
59,280
15,032
0,495
0,431
Nangka (Back)
2,050
2,033
28
137,555
84,286
74,557
13,049
0,613
0,542
Nangka (Back)
1,943
2,031
28
128,252
57,498
50,876
13,016
0,448
0,397
Nangka (Back)
1,944
2,028
28
129,728
69,492
50,568
37,423
0,536
0,390
Nangka (Back)
1,966
2,100
28
136,222
67,858
58,273
16,448
0,498
0,428
Nangka (Back)
1,795
1,772
28
105,640
74,116
65,325
13,457
0,702
0,618
Afika (core)
1,982
2,063
28
134,568
67,164
58,848
14,131
0,499
0,437
Afika (core)
1,987
1,993
28
129,891
58,884
51,380
14,605
0,453
0,396
Afika (core)
2,030
2,027
28
135,333
66,858
58,798
13,708
0,494
0,434
Afika (core)
1,976
1,969
28
128,567
51,880
45,585
13,809
0,404
0,355
Afika (core)
2,085
2,013
28
138,040
64,276
56,922
12,919
0,466
0,412
Sengon (core)
2,071
2,075
28
142,241
67,980
59,309
14,620
0,478
0,417
Sengon (core)
2,012
2,035
28
135,980
59,176
51,356
15,227
0,435
0,378
Sengon (core)
2,175
2,063
28
148,048
65,946
56,925
15,847
0,445
0,385
Sengon (core)
2,095
2,107
28
145,691
40,232
35,186
14,341
0,276
0,242
Sengon (core)
2,081
2,123
28
144,932
61,256
53,201
15,141
0,423
0,367
Randu (core)
1,899
1,761
28
110,336
28,851
25,186
14,552
0,261
0,228
Randu (core)
1,645
1,795
28
96,554
58,459
50,977
14,677
0,605
0,528
Randu (core)
1,880
1,887
28
117,090
32,376
27,967
15,765
0,277
0,239
Randu (core)
1,889
1,994
28
124,321
36,954
32,403
14,045
0,297
0,261
Randu (core)
1,923
1,859
28
117,991
40,858
35,474
15,177
0,346
0,301
69
Lampiran 1 .B Kadar Air dan Berat Jenis ckbc Sejajar Lamina Volum (cm3)
B0 (g)
B1(g)
KA (%)
Kerapatan ( g/cm3)
Berat Jenis
1,994
L bentang (cm) 28
135,377
89,340
79,306
12,652
0,660
0,586
1,928
28
129,877
66,915
57,791
15,788
0,515
0,445
2,006
28
138,309
83,210
71,770
15,940
0,602
0,519
2,026
28
139,664
92,093
80,492
14,413
0,659
0,576
2,049
28
136,836
71,952
61,635
16,739
0,526
0,450
2,066
28
140,742
88,410
78,122
13,169
0,628
0,555
2,030
28
135,368
77,937
67,526
15,418
0,576
0,499
2,000
28
136,791
91,405
80,488
13,564
0,668
0,588
1,992
28
135,739
90,690
78,262
15,880
0,668
0,577
1,944
28
130,521
79,140
68,547
15,454
0,606
0,525
2,041
28
139,303
90,870
80,104
13,440
0,652
0,575
2,078
28
141,305
91,534
81,102
12,863
0,648
0,574
2,055
28
140,942
77,317
67,245
14,978
0,549
0,477
136,082
76,410
66,274
15,294
0,562
0,487
jenis balok
b rata-rata(cm)
h rata-rata (cm)
Nangka (face)
2,057
Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face)
2,029 2,083 2,083 2,028 2,059 2,018 2,067 2,059 2,033 2,062 2,065 2,079
Nangka (face)
1,981
2,075
28
Nangka (face)
2,074
1,998
28
136,332
73,481
63,245
16,185
0,539
0,464
Nangka (face)
2,058
1,999
28
135,782
82,112
71,521
14,808
0,605
0,527
Nangka (Back)
1,975
2,053
28
133,849
84,666
72,833
16,247
0,633
0,544
Nangka (Back)
2,005
1,810
28
119,737
78,985
70,000
12,836
0,660
0,585
Nangka (Back)
2,006
2,045
28
135,374
77,991
67,853
14,941
0,576
0,501
Nangka (Back)
1,949
2,026
28
130,228
88,419
77,952
13,427
0,679
0,599
Nangka (Back)
2,027
2,015
28
134,808
86,956
76,602
13,517
0,645
0,568
70
Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back)
2,042 2,008 2,056 2,073 2,070 2,095 2,071 2,041
2,060
28
139,071
86,481
76,749
12,680
0,622
0,552
2,073
28
137,759
80,240
70,955
13,086
0,582
0,515
2,024
28
136,953
79,635
68,118
16,907
0,581
0,497
2,047
28
140,056
80,463
69,294
16,118
0,575
0,495
2,072
28
141,516
85,135
75,442
12,848
0,602
0,533
2,002
28
138,493
68,876
60,699
13,471
0,497
0,438
1,971
28
135,013
89,552
79,626
12,466
0,663
0,590
1,927
28
129,833
74,263
63,514
16,924
0,572
0,489
122,541
65,895
57,191
15,219
0,538
0,467
Nangka (Back)
2,058
1,809
28
Afika (core)
2,059
2,013
28
136,424
63,124
54,127
16,622
0,463
0,397
Afika (core)
2,047
2,073
28
139,649
61,475
52,902
16,205
0,440
0,379
Afika (core)
2,077
2,001
28
135,948
62,668
54,096
15,846
0,461
0,398
Afika (core)
1,930
2,026
28
128,585
62,490
53,577
16,636
0,486
0,417
Afika (core)
2,078
2,022
28
138,889
62,484
53,783
16,178
0,450
0,387
Sengon (core)
2,054
2,037
28
137,947
73,590
62,925
16,949
0,533
0,456
Sengon (core)
2,039
2,067
28
139,293
59,106
50,323
17,453
0,424
0,361
Sengon (core)
2,037
2,078
28
139,519
69,962
59,886
16,825
0,501
0,429
Sengon (core)
2,052
2,031
28
137,115
35,921
30,811
16,585
0,262
0,225
Sengon (core)
2,055
2,154
28
146,164
61,573
52,463
17,365
0,421
0,359
Randu (core)
2,072
1,969
28
133,772
30,850
26,968
14,395
0,231
0,202
Randu (core)
2,073
1,802
28
122,877
65,334
56,185
16,284
0,532
0,457
Randu (core)
2,057
1,852
28
125,911
35,942
30,872
16,423
0,285
0,245
Randu (core)
2,000
1,886
28
124,138
30,809
27,111
13,640
0,248
0,218
Randu (core)
1,869
2,040
28
126,245
35,317
30,544
15,627
0,280
0,242
71
Lampiran 2 Kadar Air dan Berat Jenis Glulam
Glulam no
L rata-rata (cm)
b rata-rata (cm)
h rata-rata (cm)
Volum (cm3)
B0 (gr)
B1 (g)
KA (%)
Kerapatan ( g/cm3)
BJ
1
5,865
4,488
6,154
162,007
98,910
87,505
13,034
0,61
0,54
2
6,132
4,906
5,723
172,169
90,207
79,630
13,283
0,52
0,46
3
6,092
4,038
6,019
148,068
68,349
59,425
15,017
0,46
0,40
4
6,133
4,056
6,108
151,918
85,722
75,108
14,132
0,56
0,49
5
5,898
4,075
6,079
146,121
66,702
58,408
14,200
0,46
0,40
6
6,354
4,065
6,002
155,030
86,486
75,214
14,987
0,56
0,49
7
6,124
4,097
6,111
153,325
82,144
70,970
15,745
0,54
0,46
8
6,317
4,061
6,196
158,948
95,139
83,413
14,058
0,60
0,52
9
5,850
4,007
6,077
142,438
83,899
72,648
15,487
0,59
0,51
10
5,937
4,040
5,956
142,874
73,675
64,452
14,310
0,52
0,45
11
6,325
4,032
6,284
160,257
89,904
78,604
14,376
0,56
0,49
12
5,998
4,057
5,988
145,719
68,554
60,406
13,489
0,47
0,41
13
5,779
3,928
6,116
138,820
70,313
61,313
14,679
0,51
0,44
14
6,324
4,039
5,933
151,536
84,791
74,864
13,260
0,56
0,49
15
5,877
4,067
5,396
128,963
76,271
67,260
13,397
0,59
0,52
72
Lampiran 3 Kurva Beban Deformasi kayu dengan Beban (Kg) dan Defleksi (mm)
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
Lampiran 4.A Perhitungan MOE dan MOR Metode konvensional ckbc Tegak Lurus Glulam MOR Konv. (Kg/mm2)
MOE Konv. (Kg/mm2)
22,75
6,811099079
744,8958912
17,72
6,74875162
625,0123669
106,0285
15,23
4,798464305
416,3139519
280
196,7742
26,84
9,718040985
844,348214
19,69
280
127,0595
17,33
6,886911966
623,3545697
20,71
280
165,216
25,45
7,853692709
763,2984357
20,20
280
150,8668
20,77
7,679963207
683,935804
20,16
280
179,7946
25,05
9,277633322
837,6657727
Sample
b rata-rata (mm)
h rata-rata (mm) 20,15
L bentang (mm) 280
Nangka (face)
20,48
Nangka (face)
20,41
Nangka (face)
134,8717
19,68
280
127,0394
19,83
21,63
280
Nangka (face)
20,21
20,51
Nangka (face)
19,99
Nangka (face)
20,60
Nangka (face) Nangka (face)
20,22 20,02
P max
P/ Y
Nangka (face)
19,75
20,22
280
121,4548
16,82
6,317344028
565,3658088
Nangka (face)
20,31
19,64
280
151,9278
13,93
8,145048611
496,8563508
Nangka (face)
20,35
20,63
280
174,8355
26,55
8,479829778
815,6196381
Nangka (face)
21,20
20,36
280
117,847
17,4
5,633066058
533,7801996
Nangka (face)
19,77
19,61
280
56,11297
9,385
3,099390164
345,3509961
Nangka (face)
20,52
20,55
280
214,4837
27,96
10,40049346
862,2244645
20,50
280
158,3252
27,29
7,604784626
835,3738697
20,25
280
192,8706
21,82
9,693046389
707,4849841
Nangka (face) Nangka (face)
20,80 20,37
Nangka (Back)
21,10
20,29
280
182,9068
21,56
8,845178212
671,5521139
Nangka (Back)
18,63
18,76
280
100,4671
13,73
6,436831727
612,7043943
Nangka (Back)
20,10
20,30
280
89,12634
13,52
4,520743655
441,489703
Nangka (Back)
19,98
20,06
280
183,9576
24,07
9,611300051
819,1706506
Nangka (Back)
20,27
20,68
280
158,6051
17,77
7,686907324
544,2597307
Nangka (Back)
20,06
20,52
280
172,8427
25,67
8,597173184
813,1836444
19,18
280
167,6589
19,72
9,652861529
773,4860591
21,02
280
22,46
6,148616772
650,3691423
Nangka (Back) Nangka (Back)
19,83 20,40
131,9746
83
Nangka (Back)
20,46
20,51
280
100,726
13,68
4,91294478
425,0256203
Nangka (Back)
20,50
20,33
280
197,55
30,5
9,791003427
971,5772429
Nangka (Back)
19,43
20,31
280
85,96694
12,89
4,504225138
434,4353396
Nangka (Back)
19,44
20,28
280
113,1417
14,51
5,94244732
491,0287731
Nangka (Back)
19,66
21,00
280
61,20105
9,844
2,96567764
296,8596242
Nangka (Back)
20,91
20,18
280
201,718
30,68
9,954291384
980,474731
Afika (core)
19,82
20,63
280
82,44258
15,56
4,102847715
490,3868645
19,93
280
110,454
17,88
5,878827931
624,0321029
20,27
280
37,62993
11,17
1,895803501
362,8236457
Afika (core) Afika (core)
19,87 20,30
Afika (core)
19,76
19,69
280
77,34784
17,02
4,241955995
619,5411456
Afika (core)
20,85
20,13
280
121,5672
21,25
6,046240238
686,1528207
Sengon (core)
20,71
20,75
280
72,40559
14,41
3,409851734
427,2718748
Sengon (core)
20,12
20,35
280
90,55568
19,69
4,562406424
636,8736224
Sengon (core)
21,75
20,63
280
104,1321
17,23
4,72624971
495,3965388
Sengon (core)
20,95
21,07
280
32,81093
8,747
1,481445268
244,9212687
21,23
280
129,958
20,1
5,817599196
553,7115046
17,61
280
22,57459
3,227
1,610608226
170,866403
Sengon (core) Randu (core)
20,81 18,99
Randu (core)
16,45
17,95
280
88,10805
12,43
6,980664826
716,7571894
Randu (core)
18,80
18,87
280
25,5787
4,307
1,604252054
187,0188122
Randu (core)
18,89
19,94
280
33,03619
4,657
1,846765888
170,56705
Randu (core)
19,23
18,59
280
37,02578
5,583
2,33915858
247,8738319
84
Lampiran 4.B Perhitungan MOE dan MOR Metode Bahtiar ckbc Tegak Lurus Glulam
20,15
L bentang (mm) 280
134,871735
19,68
280
127,039352
21,63
280
106,02849
20,51
280
196,774231
Sample
b rata-rata (mm)
h rata-rata (mm)
Nangka (face)
20,48
Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face)
20,41 19,83 20,21
P max
MOR Bahtiar (Kg/mm2)
MOE Bahtiar (Kg/mm2)
21,74945737
6,811099079
712,1354475
16,80596846
6,74875162
592,7730319
4,798464305
411,2719191
25,72245671
9,718040985
809,191892
est.
15,04554747
Nangka (face)
19,99
19,69
280
127,059471
17,05370253
6,886911966
613,416238
Nangka (face)
20,60
20,71
280
165,215973
23,30576622
7,853692709
698,9884046
Nangka (face)
20,22
20,20
280
150,866821
20,06275022
7,679963207
660,6467599
20,16
280
179,794601
24,20109547
9,277633322
809,2786162
20,22
280
121,454788
15,23053972
6,317344028
511,9397388
19,64
280
151,927811
13,46926
8,145048611
480,4226399
20,63
280
174,83548
25,92137827
8,479829778
796,3082923
20,36
280
117,847038
16,63186802
5,633066058
510,2161972
Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face) Nangka (face)
20,02 19,75 20,31 20,35 21,20
Nangka (face)
19,77
19,61
280
56,112965
9,232973474
3,099390164
339,7566954
Nangka (face)
20,52
20,55
280
214,483658
26,41344718
10,40049346
814,5322015
20,50
280
158,32515
26,11527494
7,604784626
799,4143746
20,25
280
192,870636
21,20331664
9,693046389
687,4898322
20,29
280
182,906754
19,03171381
8,845178212
592,8009109
18,76
280
100,467056
13,80744909
6,436831727
616,1605776
20,30
280
89,126343
12,7988729
4,520743655
417,9416122
20,06
280
183,957596
23,1133099
9,611300051
786,6117618
Nangka (face) Nangka (face) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back)
20,80 20,37 21,10 18,63 20,10 19,98
Nangka (Back)
20,27
20,68
280
158,605103
17,51110915
7,686907324
536,3304194
Nangka (Back)
20,06
20,52
280
172,842651
22,8415432
8,597173184
723,5827558
19,18
280
167,658936
19,00576403
9,652861529
21,02
280
135,384659
745,4712739 625,4095166
Nangka (Back) Nangka (Back)
19,83 20,40
21,59803845
6,307487446
85
Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back) Nangka (Back)
20,46 20,50 19,43 19,44 19,66
20,51
280
100,725967
20,33
280
197,550049
20,31
280
85,966942
20,28
280
21,00
280
12,71764299
4,91294478
395,1260307
9,791003427
935,5254765
12,31785315
4,504225138
415,1521116
113,141693
12,67773973
5,94244732
429,0237758
61,20105
9,656267116
2,96567764
291,1982758
29,36825378
Nangka (Back)
20,91
20,18
280
201,718018
29,46314444
9,954291384
941,5863305
Afika (core)
19,82
20,63
280
82,442581
15,2424319
4,102847715
480,378431
19,93
280
110,45401
17,88335715
5,878827931
624,1492711
20,27
280
37,629929
10,69614351
1,895803501
347,4318516
19,69
280
77,347839
16,7454561
4,241955995
609,5475357
20,13
280
121,567207
20,62650439
6,046240238
666,0204316
20,75
280
72,405594
3,409851734
425,7108373
20,35
280
90,555679
4,562406424
631,3833313
Afika (core) Afika (core) Afika (core) Afika (core) Sengon (core) Sengon (core)
19,87 20,30 19,76 20,85 20,71 20,12
14,35735308 19,52025858
Sengon (core)
21,75
20,63
280
104,132126
17,16325371
4,72624971
493,4774512
Sengon (core)
20,95
21,07
280
32,810928
7,858239083
1,481445268
220,0354277
21,23
280
129,957977
5,817599196
519,9090405
17,61
280
22,57459
1,610608226
166,9393362
17,95
280
88,108047
6,980664826
725,644887
18,87
280
25,578695
4,264904802
1,604252054
185,190952
19,94
280
33,036194
4,614768977
1,846765888
169,0202987
18,59
280
37,025776
5,451770013
2,33915858
242,0474877
Sengon (core) Randu (core) Randu (core) Randu (core) Randu (core) Randu (core)
20,81 18,99 16,45 18,80 18,89 19,23
18,87295392 3,152833023 12,58413041
86
Lampiran 4.C Perhitungan MOE dan MOR Metode konvensional ckbc Sejajar Glulam MOE Konv (Kg/mm2)
b rata-rata (mm)
h rata-rata (mm)
Nangka (face)
20,57
19,94
L bentang (mm) 280
142,4175
17,77
7,312359855
597,89016
Nangka (face)
20,29
19,28
280
68,41863
9,957
3,809331375
375,6519009
Nangka (face)
20,83
20,06
280
170,908
23,133
8,562204809
754,7741688
Nangka (face)
20,83
20,26
280
185,9944
27,6
9,139529359
874,8426953
Nangka (face)
20,28
20,49
280
94,38145
12,79
4,654940838
402,2076004
Nangka (face)
20,59
20,66
280
174,7658
26,16
8,349270001
790,3043108
20,30
280
114,0844
18,83
5,763749091
612,4478337
20,00
280
124,9945
19,74
6,352642355
655,5683747
Nangka (face) Nangka (face)
20,18 20,67
P max
MOR Konv (Kg/mm2)
Sample
P/ y
Nangka (face)
20,59
19,92
280
169,0102
22,43
8,689556434
756,4658752
Nangka (face)
20,33
19,44
280
76,09622
11,98
4,159214065
440,1224873
Nangka (face)
20,62
20,41
280
171,8465
23,85
8,402630395
746,5945425
Nangka (face)
20,65
20,78
280
165,8512
23,78
7,810655871
704,0936011
Nangka (face)
20,79
20,55
280
85,8272
10,18
4,107774858
309,8510006
Nangka (face)
19,81
20,75
280
129,4202
19,56
6,370756272
606,2264664
19,98
280
131,2514
19,33
6,659298422
641,5024828
19,99
280
115,8252
19,29
5,914405421
643,8611794
Nangka (face) Nangka (face)
20,74 20,58
Nangka (Back)
19,75
20,53
280
109,2966
18,78
5,511842335
602,6857539
Nangka (Back)
20,05
18,10
280
126,7435
14,98
8,107061541
691,8561062
Nangka (Back)
20,06
20,45
280
78,48384
15,5
3,928643173
495,6724208
Nangka (Back)
19,49
20,26
280
190,4279
27,41
9,99902669
928,3956227
Nangka (Back)
20,27
20,15
280
116,7396
17,63
5,956512815
583,3324045
Nangka (Back)
20,42
20,60
280
192,064
28,96
9,304513687
889,7614142
20,73
280
103,5958
11,58
5,043140395
20,24
280
121,4355
21,86
6,052535587
355,3310403 703,2741679
Nangka (Back) Nangka (Back)
20,08 20,56
87
Nangka (Back)
20,73
20,47
280
32,99638
10,06
1,594920977
310,3466838
Nangka (Back)
20,70
20,72
280
136,578
19,54
6,455798924
582,4638865
Nangka (Back)
20,95
20,02
280
93,30255
14,42
4,666111665
470,6036701
Nangka (Back)
20,71
19,71
280
122,2121
16,87
6,377687446
583,5376606
Nangka (Back)
20,41
19,27
280
87,14078
13,93
4,826620364
523,0952712
Nangka (Back)
20,58
18,09
280
83,8054
10,23
5,225507228
460,7425574
Afika (core)
20,59
20,13
280
117,1487
20,57
5,898112246
672,2503502
20,73
280
116,5768
19,84
5,568721861
597,4757253
20,01
280
111,1374
20,5
5,610019839
675,6215401
Afika (core) Afika (core)
20,47 20,77
Afika (core)
19,30
20,26
280
80,7657
14,35
4,283344248
490,9132452
Afika (core)
20,78
20,22
280
109,9121
20,5
5,432719108
654,8009592
Sengon (core)
20,54
20,37
280
135,7444
24,67
6,688321498
779,5913748
Sengon (core)
20,39
20,67
280
94,47015
17,91
4,555277177
546,0220313
Sengon (core)
20,37
20,78
280
123,5202
21,62
5,89514843
648,7271771
Sengon (core)
20,52
20,31
280
51,7975
12,08
2,569738295
385,5055625
21,54
280
143,3114
21,26
6,309892949
567,7490205
19,69
280
29,27207
3,721
1,531223097
129,1925084
Sengon (core) Randu (core)
20,55 20,72
Randu (core)
20,73
18,02
280
97,41747
11,96
6,080481166
541,4054828
Randu (core)
20,57
18,52
280
30,77555
4,2
1,831100439
176,2792947
Randu (core)
20,00
18,86
280
28,44515
4,379
1,679047696
179,0507411
Randu (core)
18,69
20,40
280
34,02193
5,76
1,836196847
199,0886316
88
Lampiran 4.D Perhitungan MOE dan MOR Metode Bahtiar ckbc Sejajar Glulam Sample
b rata-rata (mm)
h rata-rata (mm)
Nangka (face)
20,57
Nangka (face)
20,29
Nangka (face)
MOR Bahtiar (Kg/mm2)
MOE Bahtiar (Kg/mm2)
18,346353
7,312359855
617,2821566
8,8744145
3,809331375
334,8087465
21,206229 26,186069
8,562204809
691,9082695
9,139529359
830,0250421
4,654940838
377,4422552
174,76575
12,002474 25,454825
8,349270001
769,0006877
114,08443
17,865187
5,763749091
581,0671708
124,99446
19,387503
6,352642355
643,8618882
169,01024
19,94
L bentang (mm) 280
142,41746
19,28
280
68,41863
20,83
20,06
280
170,90795
Nangka (face)
20,83
20,26
280
185,99436
Nangka (face)
20,28
20,49
280
94,38145
Nangka (face)
20,59
20,66
280
20,30
280
20,00
280
Nangka (face) Nangka (face)
20,18 20,67
P max
Est.
Nangka (face)
20,59
19,92
280
608,6670799
Nangka (face)
19,44
280
76,09622
18,047612 11,762993
8,689556434
20,33
4,159214065
432,1500715
Nangka (face)
20,62
20,41
280
171,84648
22,7711
8,402630395
712,8209071
Nangka (face)
20,65
20,78
280
165,85118
7,810655871
553,3451344
Nangka (face)
20,79
20,55
280
85,8272
18,688634 9,8446438
4,107774858
299,6436876
Nangka (face)
19,81
20,75
280
129,42015
18,421159
6,370756272
570,9301695
19,98
280
131,25135
18,067427
6,659298422
599,6016045
19,99
280
115,82521
12,429007
5,914405421
414,8551219
Nangka (face) Nangka (face)
20,74 20,58
Nangka (Back)
19,75
20,53
280
Nangka (Back)
280
18,73873 14,777827
601,3613086
18,10
109,296638 126,74351
5,511842335
20,05
8,107061541
682,5186745
Nangka (Back)
20,06
20,45
280
78,48384
15,444916
3,928643173
493,910881
Nangka (Back)
19,49
20,26
280
190,42787
26,567235
9,99902669
899,8505988
Nangka (Back)
20,27
20,15
280
116,73956
17,49325
5,956512815
578,8076828
Nangka (Back)
20,42
20,60
280
192,06401
884,8558693
20,73
103,59576
28,800334 11,45087
9,304513687
280
5,043140395
351,3687056
20,24
280
121,43549
21,84998
6,052535587
702,9518149
Nangka (Back) Nangka (Back)
20,08 20,56
89
Nangka (Back)
20,73
20,47
280
32,99638
9,9683585
1,594920977
307,5195828
Nangka (Back)
20,70
20,72
280
Nangka (Back)
280
18,965976 14,449817
565,3529148
20,02
136,577957 93,30255
6,455798924
20,95
4,666111665
471,5767607
Nangka (Back)
20,71
19,71
280
122,21209
16,681823
6,377687446
577,0285524
Nangka (Back)
20,41
19,27
280
87,14078
13,787715
4,826620364
517,7522139
Nangka (Back)
20,58
18,09
280
83,8054
5,225507228
450,9857916
Afika (core)
20,59
20,13
280
117,14866
10,013368 17,738909
5,898112246
579,7271651
20,73
280
116,57684
17,26699
5,568721861
519,9903049
20,01
280
111,13738
19,674418
5,610019839
648,4127085
80,7657
Afika (core) Afika (core)
20,47 20,77
Afika (core)
19,30
20,26
280
13,653254
4,283344248
467,0775838
Afika (core)
20,78
20,22
280
109,91209
19,671579
5,432719108
628,3399329
Sengon (core)
20,54
20,37
280
135,74442
6,688321498
721,8280393
Sengon (core)
20,39
20,67
280
94,47015
22,842092 16,691915
4,555277177
508,8862948
Sengon (core)
20,37
20,78
280
123,52019
19,441485
5,89514843
583,3589164
Sengon (core)
20,52
20,31
280
51,7975
10,686834
2,569738295
341,045845
21,54
280
143,31141
561,0355912
19,69
29,27207
21,008608 3,6293807
6,309892949
280
1,531223097
126,0115003
97,41747
10,047342
6,080481166
454,8232564
1,831100439
165,8595185
1,679047696
171,5993927
1,836196847
202,6238178
Sengon (core) Randu (core)
20,55 20,72
Randu (core)
20,73
18,02
280
Randu (core)
20,57
18,52
280
30,77555
Randu (core)
20,00
18,86
280
28,44515
3,9517402 4,1967642
Randu (core)
18,69
20,40
280
34,02193
5,8622794
90
Lampiran 5.A Uji t-berpasangan ckbc kayu Nangka
91
MOE Konv. (Kg/mm2)
MOE Bahtiar (Kg/mm2)
744,8958912
712,1354475
625,0123669
592,7730319
416,3139519
411,2719191
844,348214
809,191892
623,3545697
613,416238
763,2984357
698,9884046
683,935804
660,6467599
837,6657727
809,2786162
565,3658088
511,9397388
496,8563508
480,4226399
815,6196381
796,3082923
533,7801996
510,2161972
345,3509961
339,7566954
862,2244645
814,5322015
835,3738697
799,4143746
707,4849841
687,4898322
671,5521139
592,8009109
612,7043943
616,1605776
441,489703
417,9416122
819,1706506
786,6117618
544,2597307
536,3304194
813,1836444
723,5827558
773,4860591
745,4712739
650,3691423
625,4095166
425,0256203
395,1260307
971,5772429
935,5254765
434,4353396
415,1521116
491,0287731
429,0237758
296,8596242
291,1982758
980,474731
941,5863305
597,89016
617,2821566
375,6519009
334,8087465
754,7741688
691,9082695
874,8426953
830,0250421
402,2076004
377,4422552
790,3043108
769,0006877
612,4478337
581,0671708
655,5683747
643,8618882
756,4658752
608,6670799
440,1224873
432,1500715
746,5945425
712,8209071
704,0936011
553,3451344
92
309,8510006
299,6436876
606,2264664
570,9301695
641,5024828
599,6016045
643,8611794
414,8551219
602,6857539
601,3613086
691,8561062
682,5186745
495,6724208
493,910881
928,3956227
899,8505988
583,3324045
578,8076828
889,7614142
884,8558693
355,3310403
351,3687056
703,2741679
702,9518149
310,3466838
307,5195828
582,4638865
565,3529148
470,6036701
471,5767607
583,5376606
577,0285524
523,0952712
517,7522139
460,7425574
450,9857916
t-Test: Paired Two Sample for Means MOE Konv. Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
MOE Bahtiar
628,6666905
597,049241
31036,5361
28707,4613
60
60
0,973714604 0 59 6,094916159
P(T<=t) one-tail
4,49645E-08
t Critical one-tail
1,671093033
P(T<=t) two-tail
8,99291E-08
t Critical two-tail
2,000995361
Lampiran 5.B Uji t-berpasangan ckbc kayu Afrika
93
MOE Konv.(Kg/mm2)
MOE Bahtiar (Kg/mm2)
490,3868645
480,378431
624,0321029
624,1492711
362,8236457
347,4318516
619,5411456
609,5475357
686,1528207
666,0204316
672,2503502
579,7271651
597,4757253
519,9903049
675,6215401
648,4127085
490,9132452
467,0775838
654,8009592
628,3399329
t-Test: Paired Two Sample for Means MOE Konv.
MOE Bahtiar
Mean
587,3998399
557,1075216
Variance
11212,21073
10262,58139
10
10
Observations Pearson Correlation
0,958307575
Hypothesized Mean Difference
0
df
9
t Stat
3,166001476
P(T<=t) one-tail
0,00571964
t Critical one-tail
1,833112923
P(T<=t) two-tail
0,01143928
t Critical two-tail
2,262157158
Lampiran 5.C Uji t-berpasangan ckbc kayu Sengon
94
MOE Konv. (Kg/mm2)
MOE Bahtiar (Kg/mm2)
427,2718748
425,7108373
636,8736224
631,3833313
495,3965388
493,4774512
244,9212687
220,0354277
553,7115046
519,9090405
779,5913748
721,8280393
546,0220313
508,8862948
648,7271771
583,3589164
385,5055625
341,045845
567,7490205
561,0355912
t-Test: Paired Two Sample for Means MOE Konv.
MOE Bahtiar
Mean
528,5769976
500,6670775
Variance
22659,62678
20758,02287
10
10
Observations Pearson Correlation
0,988104064
Hypothesized Mean Difference
0
df
9
t Stat
3,737432873
P(T<=t) one-tail
0,002321929
t Critical one-tail
1,833112923
P(T<=t) two-tail
0,004643858
t Critical two-tail
2,262157158
Lampiran 5.D Uji t-berpasangan ckbc kayu Randu
95
MOE Konv. (Kg/mm2)
MOE Bahtiar (Kg/mm2)
170,866403
166,9393362
716,7571894
725,644887
187,0188122
185,190952
170,56705
169,0202987
247,8738319
242,0474877
129,1925084
126,0115003
541,4054828
454,8232564
176,2792947
165,8595185
179,0507411
171,5993927
199,0886316
202,6238178
t-Test: Paired Two Sample for Means MOE Konv. Mean Variance Observations Pearson Correlation
MOE Bahtiar
271,8099945
260,9760447
38024,4998
35061,11744
10
10
0,990714632
Hypothesized Mean Difference
0
df
9
t Stat
1,260980214
P(T<=t) one-tail
0,119510901
t Critical one-tail
1,833112923
P(T<=t) two-tail
0,239021802
t Critical two-tail
2,262157158
Lampiran 6 Uji t-berpasangan MOE empiris dengan MOE teoritis Glulam
96
MOE Glulam Empiris (Kg/mm2)
MOE Glulam Teoritis (Kg/mm2)
375,933
658,4438477
339,187
491,6335871
495,324
465,4381684
641,069
544,9977185
403,968
661,476854
609,701
489,4326176
216,964
400,0653066
551,874
780,7537798
452,866
649,0181766
490,542
524,7278175
498,296
516,414124
296,537
365,1837272
590,537
781,2377378
606,725
758,3668746
364,426
786,8531021
.t-Test: Paired Two Sample for Means MOE Glulam Empiris
MOE Glulam Teoritis
Mean
462,2633584
591,602896
Variance
16110,71667
20494,21573
15
15
Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
0,395152364 0 14 -3,358657013
P(T<=t) one-tail
0,002341307
t Critical one-tail
1,761310115
P(T<=t) two-tail
0,004682613
t Critical two-tail
2,144786681
Lampiran 7 Uji t-berpasangan MOR empiris dengan MOR teoritis
97
MOR Glulam Empiris (Kg/mm2) 1,691
MOR Glulam Teoritis (Kg/mm2)
1,082
4,504225138
2,332
4,798464305
6,811099079
3,898
5,94244732
2,612
6,886911966
3,302
4,91294478
0,847
2,96567764
2,395
8,479829778
2,191
6,317344028
2,371
6,307487446
3,960
5,633066058
2,132
3,099390164
2,663
9,611300051
3,858
7,604784626
1,639
9,954291384
t-Test: Paired Two Sample for Means MOR Glulam Empiris (Kg/mm2)
MOR Glulam Teoritis (Kg/mm2)
Mean
2,464884162
6,255284251
Variance
0,930032707
4,334737097
15
15
Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
0,194185603 0 14 -6,931870241
P(T<=t) one-tail
3,48071E-06
t Critical one-tail
1,761310115
P(T<=t) two-tail
6,96142E-06
t Critical two-tail
2,144786681
Lampiran 8 MOE dan MOR Glulam Empiris
MOR (kg/mm2)
MOE Bahtiar (kg/mm2)
43,95658
1,691
375,933
34,86578
1,082
339,187
320,4024
48,74721
2,332
495,324
710
553,8694
66,21393
3,898
641,069
60,793
710
369,3061
41,33589
2,612
403,968
40,653
60,020
710
454,1288
59,89434
3,302
609,701
7
40,970
61,113
710
121,724
22,67499
0,847
216,964
8
40,610
61,960
710
350,5913
59,5788
2,395
551,874
Glulam no
b rata-rata (mm)
h rata-rata (mm)
L bentang (mm)
P Max
1
44,883
61,543
710
269,885
2
49,060
57,233
710
163,231
3
40,383
60,190
710
4
40,557
61,080
5
40,750
6
Regresi
9
40,067
60,773
710
304,4493
45,5174
2,191
452,866
10
40,400
59,563
710
319,1202
46,8036
2,371
490,542
11
40,320
62,843
710
592,0494
55,72759
3,960
498,296
12
40,570
59,883
710
291,2412
28,87265
2,132
296,537
13
39,277
61,163
710
367,3679
59,31167
2,663
590,537
14
40,390
59,327
710
514,9511
57,18746
3,858
606,725
15
40,667
53,957
710
182,221
26,01767
1,639
364,426
98
Lampiran 9 MOE dan MOR Glulam teoritis
MOR Teoritis (Kg/mm2)
MOE Teoritis (Kg/mm2)
6,811099079
658,4438477
4,504225138
491,6335871
4,798464305
465,4381684
5,94244732
544,9977185
6,886911966
661,476854
4,91294478
489,4326176
2,96567764
400,0653066
8,479829778
780,7537798
6,317344028
649,0181766
6,307487446
524,7278175
5,633066058
516,414124
3,099390164
365,1837272
9,611300051
781,2377378
7,604784626
758,3668746
9,954291384
786,8531021
99
Lampiran 10 Keteguhan Rekat
No
Tipe contoh uji
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Luas (mm2)
beban (Kgf)
Internal Bond (Kg/mm2)
1
Afrika-Nangka
40,84
46,73
1908,4532
525,93318
0,275580863
2
Afrika-Nangka
41,17
43,46
1789,2482
270,44209
0,151148449
3
Afrika-Nangka
41,36
43,31
1791,3016
312,75309
0,174595439
rataan
0,200441584
4
Sengon-Nangka
41,12
42,31
1739,7872
646,0412
0,37133346
5
Sengon-Nangka
40,12
36,62
1469,1944
649,36252
0,441985431
6
Sengon-Nangka
40,72
48,11
1959,0392
951,27394
0,485581881
rataan
0,432966924
7
Randu -Nangka
41,53
45,42
1886,2926
376,56931
0,199634622
8
Randu-Nangka
40,97
40,26
1649,4522
338,17043
0,205019842
9
Randu-Nangka
41,37
42,14
1743,3318
250,48967
0,14368445
rataan
0,182779638
100
Lampiran 11 Tegangan yang terjadi pada glulam
101
102
103
104