Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK – EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR
1.1
Umum
Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang. Overlay sangat dibutuhkan pada setiap perkerasan karena pada dasarnya setiap konstruksi jalan yang direncanakan memiliki umur rencana, dan bilamana umur rencana telah terlampaui ataupun keadaan konstruksi jalan sudah tidak lagi mampu menahan beban lalu lintas diatasnya maka jalan tersebut harus dilakukan pelapisan kembali (overlay). Overlay perkerasan lentur adalah overlay yang dilakukan dengan lapisan berbitumen. Salah satu contohnya adalah lapis tambahan (overlay) perkerasan dengan lapisan HMA (hot mixed asphalt). HMA merupakan lapisan berbitumen yang terdiri dari agregat dan aspal binder. HMA disebut juga dengan asphalt concrete (AC/ACP), asphalt, blacktop, atau bitumen. Pada umumnya, aspal yang dihamparkan dilokasi proyek adalah dalam bentuk HMA. Sesuai dengan namanya, HMA dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada temperatur yang tinggi. Ada beberapa dasar metode perencanaan tebal lapis tambah (overlay) yang dapat digunakan untuk lapisan perkerasan lentur:
II - 1
Bab II Tinjauan Pustaka
a)
Metode empiris : bergantung pada kajian kerusakan (distress assessment)
b) Metode mekanistik : didasarkan pada pengukuran lendutan (deflectionmeasurement) c)
Metode mekanistik – empiris : didasarkan pada pengukuran lendutan dan kajian kerusakan Sebagai metode yang paling baru, mekanistik-empiris dapat memberikan
pemodelan yang lebih mendekati keadaan nyata dilapangan. Komponen mekanistik adalah cara untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang mengacu pada penyebabpenyebab perubahan fisis saja. Dalam perencanaan perkerasan, fenomena-fenomena tersebut adalah tegangan, regangan dan lendutan (deflection) di dalam struktur perkerasan, dan penyebab perubahan fisis itu adalah beban-beban dan jenis material (material properties) dari struktur perkerasan. Komponen empiris digunakan untuk menetapkan besarnya angka dari hasil perhitungan tegangan, regangan dan defleksi pada kegagalan perkerasan. Adapun beberapa dasar pendekatan metode mekanistik – empiris, antara lain : • Perkerasan dimodelkan sebagai multi-layer elastic atau multi-layer visco elastic • Material perkerasan digambarkan dengan nilai kekuatan dan kekakuan pada periode tahun tertentu • Menentukan nilai kritis dari tegangan, regangan dan defleksi dengan metode mekanistik • Memperkirakan kerusakan yang dihasilkan dengan kriteria kegagalan secara empiris, seperti retak (fatigue cracking) dan rusak alur (rutting)
II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2
Asumsi – asumsi
Setiap metode mekanistik empiris umumnya memiliki beberapa asumsiasumsi dasar. Asumsi tersebut adalah : •
Pada struktur perkerasan, setiap lapisan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar dalam arah vertikal yang dianggap tak terhingga.
•
Panjang perkerasan jalan arah horizontal juga dianggap tak terhingga.
•
Lapisan Homogen, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat bahan di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi.
•
Lapisan Isotropik, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah (vertikal, radial, tangensial) dianggap sama.
•
Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan tegangan dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula.
Gambar 2.1 Sifat linear elastis bahan perkerasan terhadap beban dan waktu
Keterangan Gambar 2.1 : Gambar menunjukkan hubungan antara regangan, tegangan plastis dan elastis II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3
Respon Model Respon perkerasan pada dasarnya berbeda-beda tergantung pada pemodelan lapisan yang digunakan, namun respon yang dimodelkan dalam metode perencanaan mekanistik-empiris berupa: 3 Tegangan, 4 Regangan, 5 Defleksi/lendutan
2.4
Pemodelan Lapisan Metode mekanistik-empiris memodelkan lapisan dalam bentuk sistem multi-lapisan. Dan pemodelan tersebut dapat dibagi menjadi dua: a. Model multi-lapisan elastic. Apabila regangan tidak mengalami peningkatan sebagai fungsi dari waktu dan tetap akan kembali kebentuk semula. b. Model multi-lapisan visco elastic. Apabila regangan mengalami peningkatan sebagai fungsi dari waktu dan akan kembali kebentuk semula.
Gambar 2.2 Sifat viscous bahan perkerasan terhadap beban dan waktu
Keterangan Gambar 2.2 : Gambar menunjukkan hubungan antara regangan dan waktu pembebanan II - 4
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5
Pemodelan Pertemuan Lapisan Berbitumen Metode perencanaan overlay yang baru memberikan pilihan desain yang dibedakan atas: perencanaan overlay tidak terikat, overlay terikat dengan tegangan khusus pada peningkatan kondisi struktural, dan overlay terikat dengan tegangan khusus pada pengurangan retakan. 2.5.1 Perencanaan Overlay dengan Pemisah (Unbounded Overlays)
Pemodelan seperti ini berguna pada perkerasan yang mengalami retak parah, tujuannya adalah untuk mencegah retak pada perkerasan eksisting tidak menjalar ke lapisan overlay atau HMA baru. Proses pencegahan retak dilakukan dengan memberikan suatu lapisan pemisah (bond breaker) atau pemutus ikatan antara HMA lama dan HMA baru. Hal ini memungkinkan karena lapisan overlay dianggap sebagai suatu slab yang terbentang diatas slab lain dan tegangan geser pada laisan overlay dianggap tidak tersebarkan ke lapisan eksisting.
Gambar 2.3 Konsep perencanaan overlay dengan pemisah (unbonded overlays)
Keterangan Gambar 2.3 : Gambar menunjukkan konsep perencanaan overlay dengan pemisah untuk mencegah retak pada perkerasan eksisting tidak menjalar ke lapisan overlay atau HMA baru II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka
Pengurangan regangan di HMA lama pada model pertemuan lapisan berbitumen dengan pemisah (unbonded overlay) lebih kecil daripada pengurangan regangan dengan model bonded overlay. 2.5.2
Perencanaan overlay tanpa pemisah (bounded overlays) dengan pemberian tekanan khusus untuk peningkatan kondisi struktural perkerasan eksisting
Pada pemodelan overlay tanpa pemisah diantara HMA lama dan baru ini (kedua lapisan menjadi satu kesatuan), umur struktur perkerasan eksisting dipertimbangkan. Untuk mendapatkan umur struktur perkerasan eksisting yang cukup, dilakukan pengurangan tegangan dan tingkat regangan diperkerasan eksisting (peningkatan kondisi struktural) sampai sedemikian rupa sehingga regangan dan tegangan pada lapisan overlay tidak mengalami penambahan dari HMA lama.
Gambar 2.4 Konsep perencanaan overlay tanpa pemisah (bonded overlays)
Keterangan Gambar 2.4 : Gambar menunjukkan konsep perencanaan overlay dengan pemisah, dengan pemberian tekanan khusus untuk peningkatan kondisi struktural perkerasan eksisting.
II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.3
Perencanaan overlay tanpa pemisah (bounded overlays) dengan pemberian tekanan khusus untuk pengurangan retakan (cracking)
Pada perencanaan overlay ini, sama seperti diatas bahwa HMA lama dan baru dianggap satu kesatuan yang terikat tanpa terjadi slip dipertemuan kedua lapisan tersebut. Namun yang membedakan adalah pengaruh retak diperkerasan eksisting. Akibat retak diperkerasan eksisting terhadap kinerja overlay tidak diperhitungkan disini, walaupun sesungguhnya pengaruh retakan tersebut cukup besar. Tetapi model desain ini lebih mengecek pada kecepatan rambatan retak yang menyebabkan terbentuknya bayangan retak (reflection cracking) dilapisan overlay.
Gambar 2.5 Refleksi retak (reflection cracking) pada overlay Keterangan Gambar 2.5 : Gambar menunjukkan konsep perencanaan overlay dengan pemisah, pemberian tekanan khusus untuk pengurangan retakan
2.6
Perhitungan Empiris Retak pada perkerasan (fatigue cracking), dan rusak alur (rutting) adalah dasar kerusakan dalam perhitungan tebal overlay pada perkerasan lentur. Hasil perhitungan empiris tersebut digunakan sebagai pengontrol tebal lapis overlay yang dibutuhkan. Besarnya nilai beban lalu lintas yang diijinkan sampai mencapai salah satu kriteria kegagalan struktur perkerasan harus lebih besar daripada beban yang
II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka
terjadiselama periode rencana struktur perkerasan, maka dari perhitungan empiris tersebut akan diperoleh ketebalan overlay yang cukup. 2.6.1 Kriteria Kegagalan Retak
Kerusakan retak fatig meliputi bentuk perkembangan dari retak dibawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh retakan dengan persentase yang tinggi. Rumus umum untuk kriteria kerusakan retak adalah sebagai berikut:
Dimana: Nf
: jumlah beban berulang penyebab kerusakan
ε
: regangan awal pada pengulangan beban ke-200
K1, K2 : koefisien regresi
Apabila regangan tarik digunakan, rumus umum kriteria kegagalan retakfatig menjadi:
Dimana εt
: jumlah beban berulang ijin untuk mencegah retak fatig
Nf
: regangan tarik horizontal di bawah lapisan aspal
E1
: modulus elastisitas lapisan AC
f1, f2, f3
: konstanta yang ditentukan di laboratorium uji fatig.
II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.1.1 Metode retak Asphalt Institute (AI)
Berdasarkan hasil AASHTO road test, Asphalt Institute (1982) mengembangkan model retak fatig berikut untuk perkerasan lentur :
Dimana: Nf
: jumlah beban 18-kip ESALs
εt
: regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC)
E1
: modulus resilient lapisan AC
2.6.1.2 Model perencanaan retak SHELL
Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan berikut :
Dimana:
Nf
: jumlah beban 18-kip ESALs
εt
: regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC)
bE1
: modulus resilient lapisan AC
2.6.1.3 Model retak Finn et al.
Finn et al. (1977) mengembangkan model fatig berikut untuk perkerasan lentur :
II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana: Nf
: jumlah beban 18-kip ESALs
εt
: regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC)
E1
: modulus resilient lapisan AC
2.6.2 Kriteria kegagalan alur
Kerusakan alur perkerasan lentur, secara umum dirumuskan sebagai berikut :
Dimana: Nd
: jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent
εc
: regangan tekan di atas lapisan subgrade
f4, f5
: konstanta yang ditentukan dari test jalan atau dsb.
2.6.2.1 Model rutting Asphalt Institute (AI)
Asphalt Institute (1982) menyediakan model perencanaan paling biasa untuk rutting tanah dasar berdasarkan regangan tanah dasar sebagai berikut :
Dimana: Nf
: jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent
εv
: regangan vertical maksimum di atas subgrade II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.2.2 Model rutting SHELL
Berdasarkan hasil uji jalan AASHTO, manual perencanaan Shell mengembangkan persamaan regangan pada subgrade sebagai berikut :
Dimana:
: jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanent
Nf εv
: regangan vertical maksimum di atas subgrade
2.6.2.3 Model rutting Finn et al.
Finn et al. Mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-Kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut : • Lapisan AC < 152 mm (6 in): log RR= −5.617 + 4.343log d− 0.16log(N18 ) −1.118log(σc ) (2.10) • Lapisan AC ≥ 152 mm (6 in): log RR= −1.173 + 0.717 log d−0.658log(N18 ) − 0.666log(σc ) (2.11)
II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka
2.7
Parameter Tebal Overlay
Secara umum metode perencanaan tebal lapis tambah (overlay) dengan mekanistik-empiris dihitung dari input data beberapa faktor, yaitu: faktor umum, faktor struktur perkerasan terpasang (existing), faktor lalu lintas (trafficdata), dan faktor musiman. Seluruh faktor tersebut merupakan parameter untukmendapatkan hasil tebal overlay yang dibutuhkan, dan bagian-bagian yang terdapat dalam faktor ini diuraikan sebagai berikut :
2.7.1 Faktor Umum (General)
§ Beban roda rencana (design tire load) § Tekanan roda rencana ( design tire pressure) § Jarak roda gandar (dual spacing) 2.7.2 Faktor Struktur Perkerasan Terpasang (Existing) § Ketebalan tiap lapisan perkerasan terpasang mulai dari lapis permukaan (surface course) sampai subgrade. § Jenis material yang digunakan pada tiap lapisan struktur perkerasan. § Nilai Poisson’s Ratio dari tiap lapisan perkerasan. § Hasil lendutan struktur perkerasan yang akan menunjukkan nilai modulus perkerasan. 2.7.3 Faktor Lalu Lintas (Traffic) § Besar nilai ekivalensi beban sumbu standar tunggal (ESAL) selama umur rencana. II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka
§ Jumlah lajur pada 1 arah jalan sebagai penentu faktor distribusi lajur. § Umur rencana/ masa layan. § Pertumbuhan lalu lintas tahunan (%) § Persentase truk (truck percentage) pada LLHR (lalu lintas harian rata-rata) 2.7.4 Faktor Musiman (Seasonal) § Temperatur perkerasan dalam waktu yang tertentu. § Temperatur udara yang merupakan rata-rata suhu udara di lokasi dalam periode waktu tertentu § Faktor muka air tanah yang dimaksudkan kepada musim kemarau dengan muka air rendah atau musim hujan dengan keadaan muka air tinggi. 2.8
Parameter khusus Masing-masing parameter tersebut diatas mencakup data-data baik yang diperoleh dari lapangan melalui survey dan pengukuran dilapangan ataupun data yang ditentukan oleh perencana atau hasil perhitungan dari laboratorium. Dan dari berbagai parameter diatas terdapat beberapa parameter tertentu yang langsung berkaitan dengan perumusan tebal overlay dan kerusakan pada permukaan struktur perkerasan yakni: tekanan roda, modulus lapisan dan beban lalu lintas. 2.8.1 Tekanan roda Tekanan roda atau tekanan angin pada ban diatur pada proses mekanistik dalam perencanaan overlay. Tekanan roda berkaitan dengan muatan sumbu kendaraan, dimana jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan terhadap jalan disebut muatan sumbu. Beban tersebut didistribusikan ke lapisan dibawah lapis permukaan yang kontak langsung dengan roda, bila daya dukung struktur perkerasan tidak mampu menahan muatan sumbu, maka jalan akan II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka
rusak. Sebagian besar metode perencanaan analitis menyatakan beban yang dipikul perkerasan dalam bentuk beban as standart sebesar 80 kN (18.000 lbs). Dalam proses mekanistik, roda-roda ganda dengan berat tiap roda 20 kN (4500 lbs) bekerja diatas permukaan perkerasan yang membentuk bidang kontak lingkaran, dan tekanan kontak (contact pressure) yang sama nilainya dengan tekanan roda. Angka-angka konfigurasi roda ganda seperti tekanan kontak, jarijari bidang kontak, dan jarak antar roda adalah ditentukan. Dan nilai konfigurasi tersebut berbeda-beda sesuai dengan prosedur yang dipakai: § Prosedur Shell Jari-jari bidang kontak
= 105 mm (4.13 in)
Jarak antar roda/as ke as = 315 mm (12.40 in) Tekanan kontak/roda
= 580 kPa (84.06 psi)
§ Prosedur University of Nottingham Jari-jari bidang kontak
= 113 mm (4.45 in)
Jarak antar roda/as ke as = 376 mm (14.80 in) Tekanan kontak/roda
= 500 kPa (72.46 psi)
§ Prosedur Asphalt Institute Jari-jari bidang kontak
= 115 mm (4.52 in)
Jarak antar roda/as ke as = 345 mm (13.57 in) Tekanan kontak/roda
= 483 kPa (70 psi)
2.8.2 Modulus lapisan perkerasan
Parameter kekuatan lapisan teratas ditandai dengan nilai modulus elastisitas lapisan berbitumen ini. Semakin tinggi nilai modulus II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka
elastisitasnya maka semakin kuat lapisannya. Perhitungan modulus elastisitas lapisan yang biasanya material HMA atau laston (aphalt concrete) ini tergantung dari parameter temperatur perkerasan. Hal ini disebabkan oleh sifat aspal yang viscoelastis dan sensitive terhadap temperatur. Oleh karena itu, perhitungan nilai modulus lapisan teratas (Eac) ini harus dihitung sesuai kondisi temperatur perkerasan jalan tersebut, atau temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT). Modulus resilient lapisan terbawah (subgrade) dapat ditentukan dengan dua cara, antara lain: test laboratorium dan perhitungan backcalculation dari peralatan NDT. Test laboratorium yang biasanya digunakan untuk menghitung modulus tanah dasar ini adalah CBR test atau test R-value (nilai Resistence). Dan untuk perhitungan dengan backcalculation biasanya digunakan program komputer tertentu uang membutuhkan data lendutan hasil uji NDT test di lapangan. Modulus elastisitas dari lapis permukaan sampai tanah dasar dalam perencanaan tebal overlay dapat diperoleh dengan pendekatan mekanistik empiris. Besarnya nilai modulus lapisan ini bernilai tinggi sampai rendah berturut-turut dari lapisan teratas sampai terbawah. Modulus elastisitas tiap lapisan memiliki beberapa parameter yang dapat mempengaruhi perolehan nilainya yaitu data lendutan perkerasan, perhitungan temperatur perkerasan, dan beban survey yang digunakan pada saat penilaian kondisi eksisting perkerasan dengan alat NDT (nondestructive testing).
II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8.3. Beban lalu lintas
Suatu struktur perkerasan yang terbebani oleh beban lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Beban lalu lintas dalam perencanaan overlay perkerasan lentur secara
mekanistik-empiris
dihitung
nilai
batas
ijinnya
hingga
menghasilkan salah satu kriteria kegagalan struktural perkerasan. Sehingga tebal overlay yang dibutuhkan mengacu pada besarnya beban lalu lintas yang lebih kecil dari beban lalu lintas ijin tersebut. Beban lalu lintas dinyatakan dalam CESA (cumulative equivalent single axle) yang setara dengan beban standar sebesar 8.16 Ton (80 kN).
Gambar 2.6 Sumbu standar ekivalen di Indonesia Keterangan Gambar 2.6 : Gambar menunjukkan besarnya beban standar yaitu beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18000 Pon (8,16 Ton) dengan tekanan roda satu ban ± 0,55 MPa = 5,5 Kg / cm2 , jari – jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm, dan jarak antara masing – masing sumbu roda ganda = 33 cm II - 16