KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil
RUSTAM MISWANDI 03 0404 081
BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2009
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Tebal lapis tambah (overlay) merupakan salah satu alternatif peningkatan (betterment) pada ruas jalan yang mencapai kondisi kritis atau failure. Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau menyebabkan konstruksi tidak ekonomis (over design). Ada beberapa faktor yang menyebabkan perencanaan overlay tidak sesuai dengan kebutuhan, salah satu penyebabnya adalah pemilihan metoda perencanaan yang digunakan. Metoda perencanaan overlay telah banyak mengalami perkembangan, metoda perencanaan tersebut yang banyak digunakan meliputi analisa komponen, analisa defleksi dan analisa mekanistik. Pada kajian ini digunakan Metoda Analisa Defleksi yang didasarkan pada lendutan permukaan existing, seperti RDS, Metoda Asphalt Institute MS-17, 1983 dan Metoda Bina Marga, No : Pd T-05-2005-B. Untuk dapat melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing metoda tersebut, dilakukan simulasi analisa perhitungan Cummulative Equivalent Standard Axle (CESA), Faktor Keseragaman (FK), dan overlay. Dari hasil perhitungan, terlihat adanya perbedaan hasil perhitungan CESA dan perhitungan overlay yang signifikan. Faktor-faktor yang mempegaruhi perbedaan tersebut adalah perbedaan VDF, tingkat keseragaman data lendutan dan faktor lingkungan (temperatur dan musim) serta jenis perkerasan yang digunakan. Perhitungan CESA menggunakan Pd T-05-2005-B memberikan hasil yang lebih besar dari pada RDS dan MS-17, karena ke dua prosedur ini tidak memasukkan kriteria overloading dalam perhitungan CESA. Sedangkan pada desain overlay, RDS memberikan hasil yang lebih tipis dari MS-17 dan Pd T-05-2005-B, karena menggunakan tipe campuran HRS yang lebih konservatif untuk banyak kondisi di Indonesia.
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Tiada yang pantas diucapkan selain rasa syukur penulis kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha pengasih yang kasih-Nya tiada terpilih, Tuhan yang maha penyayang yang sayang-Nya tiada terbilang, Tuhan yang maha kuasa yang kekuasaan-Nya tiada terhingga, yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Strata I di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara terutama kepada : 1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis M.Eng.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
3. Bapak Ir. Teruna Jaya M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan hingga selesainya tugas akhir ini. 5. Ayahanda Rusdi (Alm) dan Ayahanda Muhammad Nasir serta teristimewa untuk Ibunda tercinta Misdarmiati yang telah membimbing penulis untuk menjadi manusia yang mampu menghadapi hidup dengan penuh ketegaran. Karunia terindah bagi Ananda adalah dilahirkan sebagai anakmu Bunda. 6. Saudara-saudara ku yang telah mengorbankan segala daya dan upaya demi harapan dan cita-cita ku, Trim’s untuk Ires (Uniang), B’Atminto, B’Mawan & K’Deni. Teristimewa untuk iparku B’Khaidir yang telah menggantikan figur ayah dengan mendidik dan menyayangiku, Uniku Emi yang tidak pernah mengeluh dengan semua pengorbanan dan kasih sayangnya. 7. Buat Adekku Elza Novera atas motivasi dan inspirasinya. Semoga Allah selalu memberi kekuatan kepada abang untuk selalu mendampingimu dalam menatap masa depan. 8. Kepada semua kepona’anku : Febriana Reskha, Ocvy Pranata Reskha, Yelmi Adriani Atminto, Amelia Sasmitha Atminto, Khaililla Lycia Darmawan, Muhammad
Alto
Reskha
serta
Azzura
Althafunisa
Atminto
atas
kehadirannya dalam hidupku. 9. Buat sahabatku Sahdan, Zul, Arman, Budi, Ade, Dani, widia dan seluruh sobat-sobat AN’03 yang sama-sama berjuang demi harapan dan cita-cita.
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
Tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan tugas akhir ini yang masih jauh dari kesempurnaan, hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam pengkajian, pengumpulan literatur, maupun dalam penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu segala saran dan kritik akan penulis terima dengan tangan terbuka demi perbaikan tugas akhir ini. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
M e d a n, April 2009 Hormat saya Penulis,
Rustam Miswandi Nim : 03 0404 081
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK..................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 I.1. Umum ...................................................................................... 1 I.2. Permasalahan ........................................................................... 2 I.3. Maksud dan Tujuan .................................................................. 4 I.4. Metodologi Pembahasan ........................................................... 5 I.5. Sistematika Penulisan ................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 10 II.1. Pendahuluan ............................................................................ 10 II.2. Metoda Analisa Komponen ..................................................... 12 II.3. Prosedur Defleksi .................................................................... 14 II.3.1. RDS (Road Design System) ......................................... 15 II.3.1.1. Beban Lalu - Lintas ....................................... 19 II.3.1.2. Lendutan ....................................................... 20 II.3.1.3. Tebal Lapis Tambah ...................................... 21 II.3.2. Metoda Asphalt Institute MS-17 .................................. 22 II.3.2.1. Beban Lalu - Lintas ....................................... 23 II.3.2.2. Lendutan ....................................................... 26 II.3.2.3. Tebal Lapis Tambah ...................................... 29 II.3.3. Metoda Pd T-05-2005-B .............................................. 30 II.4.3.1. Volume Lalu Lintas....................................... 33 II.4.3.2. Lendutan ....................................................... 37 II.4.3.3 Tebal Lapis Tambah ...................................... 42 II.4. Pendekatan Mekanistik............................................................ 47 Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
BAB III APLIKASI .................................................................................... 49 III.1. Data Kondisi Perkerasan ....................................................... 49 III.2. Data Volume Lalu - Lintas .................................................... 49 III.3. Data Lendutan....................................................................... 51 III.4. Perhitungan Volume Lalu-Lintas .......................................... 52 III.4.1. RDS (Road Design System) ..................................... 52 III.4.2. Metoda Asphalt Institute MS-17 ............................... 55 III.4.3. Metoda Pd T-05-2005-B ........................................... 57 III.5. Desain Lendutan ................................................................... 59 III.6. Perhitungan Tebal Lapis Tambah .......................................... 74 III.6.1. RDS (Road Design System) ..................................... 74 III.6.2. Metoda Asphalt Institute MS-17 ............................... 89 III.6.3. Metoda Pd T-05-2005-B ........................................... 93
BAB IV ANALISA DAN DISKUSI ............................................................ 101 IV.1. Analisa Lalu - Lintas ............................................................ 101 IV.2. Analisa Keseragaman Lendutan (FK) ................................... 103 IV.3. Analisa Tebal Lapis Tambah................................................. 107
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 109 V.1. Kesimpulan ............................................................................ 109 V.2. Saran...................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Prosentase Panjang Jalan di Indonesia Bedasarkan Kondisinya.. 3
Gambar 1.2
Flowchart Penelitian ................................................................. 7
Gambar 2.1
Hubungan antara RCI dan IRI ................................................... 17
Gambar 2.2
Bagan Alir Proses Pengoperasian RDS Versi 5.01………......... 19
Gambar 2.3
Grafik Desain HRODI untuk Kadar Bitumen Efektif 6,8 %....... 22
Gambar 2.4
Bagan alir perhitungan Metoda Asphalt Institute MS-17............ 23
Gambar 2.5
Grafik Defleksi ......................................................................... 28
Gambar 2.6
Grafik Desain Untuk Menentukan Tebal Lapis Tambah ............ 29
Gambar 2.7
Bagan alir perhitungan Metoda Pd T-05-2005-B ....................... 32
Gambar 2.8
Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) ..... 38
Gambar 2.9
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah/Overlay (Fo) .................... 43
Gambar 2.10 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) ........ 44 Gambar 2.11 Hubungan Antara Lendutan Rencana dan Lalu Lintas ............... 46 Gambar 2.12
Tebal lapis tambah/overlay (Ho) ............................................. 47
Gambar 3.2
Pembagian Seksi Data Lendutan ............................................... 61
Gambar 4.1
Lalu Lintas Rencana ................................................................. 101
Gambar 4.2
Hubungan Tebal lapis Tambah dan Faktor Keseragaman .......... 105
Gambar 4.3
Hubungan Tebal lapis Tambah dan Beban Lalu–Lintas untuk D = 1,039 mm ................................................................. 107
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Nilai Kekasaran Permukaan Perkerasan Secara Visual ................. 16
Tabel 2.2
Jumlah Minimum Titik Data Dalam Segmen ............................... 20
Tabel 2.3
Truk Faktor Untuk Kelas Jalan Yang Berbeda ............................. 25
Tabel 2.4
Faktor Pertumbuhan .................................................................... 26
Tabel 2.5
Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan.................................. 34
Tabel 2.6
Koefisien Distribusi Kendaraan (C) ............................................. 34
Tabel 2.7
Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) ........................................ 35
Tabel 2.8
Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan Lalu Lintas (N)....................................................... 36
Tabel 2.9 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar................ 39 Tabel 2.10 Temperatur tengah (Tt) dan bawah (Tb) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan temperatur permukaan (Tp) ......... 37 Tabel 2.11 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL).......... 44 Tabel 3.1
Data Lalu-lintas ........................................................................... 50
Tabel 3.2
Data Lendutan ............................................................................. 51
Tabel 4.1
Nilai VDF Pada Masing-Masing Metoda ..................................... 102
Tabel 4.2
Klasifikasi Kendaraan Masing-Masing Metoda............................ 103
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-Masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Besar dari FKijin (FK>30%) ................... 104
Tabel 4.4
Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-Masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Kecil dari FKijin (FK<30%)..................... 105
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah ......................................... 107
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
UMUM Perkerasan atau struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu
atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk mendukung berat dari beban lalu lintas yang melewati jalan tersebut dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Struktur perkerasan terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap-tiap lapisan perkerasan dari lapisan atas sampai ke bawah harus terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami “Distress” yaitu perubahan karena tidak mampu menahan beban. Salah satu jenis perkerasan yang umum digunakan adalah perkerasan lentur (flexible pavement). Sebagaimana suatu perkerasan jalan, maka jalan lentur juga akan mengalami penurunan kinerja sehubungan dengan pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan. Pada saat perkerasan dibebani, maka beban tersebut akan menyebar ke lapisan-lapisan yang ada dibawahnya dalam bentuk tegangan.7 Penyebaran tegangan tersebut
dapat
menyebabkan
lendutan
dan
akhirnya
keruntuhan.
Untuk
mengembalikan kekuatan perkerasan, salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah pelapisan tambah (overlay). Selain karena faktor diatas lapis tambah juga dibutuhkan apabila perkerasan harus diperkuat untuk memikul beban yang lebih berat atau pengulangan beban yang lebih banyak dari yang diperhitungkan dalam perencanaan awal.
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
Lapis tambah diharapkan dapat mengembalikan penurunan fungsi dan penurunan struktural dari lapisan perkerasan yang ada. Penurunan fungsi pada lapisan perkerasan dapat merugikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan seperti rendahnya kekesatan dan tekstur permukaan, hydroplaning, dan distorsi permukaan yang berlebih. Sedangkan penurunan struktural diakibatkan oleh kapasitas beban pada struktur perkerasan. Perencanaan lapis tambah tidak hanya melibatkan subsitusi data ke dalam rumus atau mencari bilangan harga dari sebuah grafik desain. Pada suatu waktu salah satu dari beberapa kombinasi material dan tebal lapisan akan memenuhi persyaratan metoda yang digunakan. Tetapi pada waktu tertentu, beberapa variabel seperti cuaca dan kondisi perkerasan yang ada mengharuskan perlakuan yang lebih konservatif dari biasanya.
1.2.
PERMASALAHAN Menurut data Ditjen Bina Marga tahun 2006, sebagian besar kondisi jalan
propinsi yang ada di Indonesia berada dalam kondisi kurang/tidak mantap dan bahkan dalam kondisi kritis, seperti terlihat dalam Gambar 1.1. Sehingga upaya untuk meningkatkan kondisi jalan tersebut menjadi kondisi mantap (baik) memerlukan cost yang sangat besar.
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 1.1 Prosentase Panjang Jalan di Indonesia Bedasarkan Kondisinya Sumber : Ditjen Bina Marga, 2006
Untuk mempertahankan kondisi perkerasan jalan pada kondisi track yang benar penanganan perkerasan yang diutamakan adalah pemeliharaan, baik rutin atau berkala. Apabila kondisi perkerasan telah mencapai kondisi kritis apalagi kondisi runtuh (failure), maka jenis penanganan yang harus dilakukan adalah peningkatan (betterment).
Indonesia
sebagai
negara
berkembang
pada
umumnya
mempertimbangkan konstruksi lapis tambah. Tujuan perencanaan tebal lapis tambah adalah mengembalikan kekuatan perkerasan sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat pengguna jalan (stake holders). Perkerasan yang baik diharapkan dapat menjamin pergerakan manusia dan/atau barang secara lancar, aman, cepat, murah dan nyaman. Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau dapat menyebabkan desain konstruksi tidak ekonomis (over design) dan menjadi lebih mahal dari semestinya. Mengingat pentingnya ketepatan (akurasi) perencanaan perkerasan maka sudah sepatutnya kajian mengenai perencanaan tebal lapis tambah yang dibutuhkan Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
dilakukan dengan seksama. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil yang diharapkan adalah pemilihan metoda perencanaan yang digunakan. Beberapa metoda perencanaan tebal perkerasan yang paling banyak digunakan meliputi analisa komponen, analisa defleksi dan tahun-tahun terakhir ini analisa mekanistik. Akan tetapi tidak semua metoda yang ada ekonomis digunakan untuk setiap kondisi, karena itu perlu dilakukan kajian yang seksama mengenai kelebihan dan kekurangan atau akurasi dari masing-masing metoda tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini tidak meliputi semua metoda yang umum digunakan dalam perencanaan tebal lapis tambah, tetapi hanya membahas perencanaan tebal lapis tambah dengan analisa defleksi. Hal ini karena metoda analisa komponen merupakan standar perencanaan perkerasan Indonesia dan sudah umum digunakan oleh para perencana perkerasan, sedangkan metoda analisa mekanistik sampai saat ini belum ada satupun yang telah diterima secara resmi sebagai metoda spesifik untuk Indonesia.
1.3.
MAKSUD DAN TUJUAN Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan maksud untuk menganalisa dan
membandingkan beberapa prosedur desain dalam menentukan tebal lapis tambah pada suatu perkerasan lentur dengan menggunakan metoda analisa defleksi yang meliputi RDS, Asphalt Institute MS-17 dan Pd T-05-2005-B. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan gambaran hasil perencanaan tebal lapis tambah, sehingga dapat melakukan suatu evaluasi tebal lapis tambah yang sesuai kebutuhan. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi aplikasi ke-3 prosedur desain Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
tersebut
untuk digunakan sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk dapat
membandingkannya, maka dilakukan simulasi perhitungan pada : -
Cummulative Equivalent Standard Axle (CESA),
-
Faktor Keseragaman (FK)
-
Tebal lapis tambah
1.4.
METODOLOGI PEMBAHASAN Dalam penulisan tugas akhir ini, metodologi yang digunakan adalah studi
literatur, dengan mencari bahan-bahan referensi dari buku ajar (Text Book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang sesuai dengan pembahasan, yaitu “Kajian metoda perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur”. Kemudian menganalisa, membandingkan dan menulis kembali dalam bentuk yang lebih terperinci dan praktis. Adapun permasalahan yang dianalisa dan dibandingkan meliputi : Menganalisa Jumlah Kumulatif Beban Standar (CESA) pada masa yang akan datang dari ketiga alternatif metoda yang digunakan. Untuk dapat melihat perbedaannya, maka digunakan data LHR, tingkat pertumbuhan (i) dan umur rencana (n) yang sama. Selain itu juga dilakukan perhitungan dengan melakukan simulasi terhadap umur rencana (n), supaya perbedaan hasil perhitungan dapat dibandingkan. Menganalisa pengaruh tingkat keseragaman data lendutan terhadap tebal lapis tambah yang dibutuhkan. Tingkat keseragaman data lendutan dihitung dengan Metoda Pd T-05-2005-B yang dinyatakan dalam Faktor Keseragaman (FK).
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
Menganalisa hubungan antara beban lalu lintas (CESA) dan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dari ketiga alternatif metoda di atas. Untuk itu beban lalu lintas yang digunakan disimulasi drai 500.000 – 5.000.000 EAL sehingga trendlinenya terlihat.
Tahapan-tahapan pengkajiannya adalah sebagai berikut : 1. Penentuan data kondisi perkerasan 2. Penentuan data volume lalu-lintas (LHR) 3. Penentuan data lendutan 4. Perhitungan jumah kumulatif beban lalu-lintas rencana (CESA) 5. Perhitungan tebal lapis tambah dengan tinjauan Faktor Keseragaman (FK) 6. Perhitungan tebal lapis tambah dengan simulasi beban lalu lintas 7. Menganalisa hasil perhitungan
Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 1.2 Flowchart Penelitian
Data Sembarang
Volume Lalu - Lintas
Lendutan
Kondisi Perkerasan
Tidak Analisa Lalu – Lintas - Program RDS - Metoda Asphalt Institute - Metoda Pd T-05-2005-B
Design Overlay dengan Simulasi CESA - Program RDS - Metoda Asphalt Institute - Metoda Pd T-05-2005-B
Design Overlay dengan Variasi FK pada Metoda Pd T-05-2005-B
Ya Analisa dan Perbandingan
Analisa dan Perbandingan
Analisa dan Perbandingan
1.5.
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan Berisikan gambaran umum kajian perhitungan tebal lapis tambah dari suatu perkerasan jalan lentur (flexible pavement) dengan menggunakan metoda analisa defleksi, permasalahan yang akan dibahas, maksud dan tujuan penulisan, metodologi pembahasan yang digunakan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka Membahas tentang prosedur perencanaan perkerasan tebal lapis tambah (overlay) untuk perencanaan perkerasan jalan lentur (flexible pavement) yang didasarkan pada analisa defleksi (lendutan). Adapun prosedur yang dibahas, yaitu : -
RDS (Road Design System)
-
Metoda Asphalt Institute MS-17
-
Metoda Pd T-05-2005-B
Selain metoda analisa defleksi, bab ini juga memberikan penjelasan metoda-metoda yang umum digunakan dalam perhitungan tebal lapis tambah seperti Metoda Analisa Komponen dan Analisa Mekanistik.
BAB III Aplikasi Bab ini berisikan perhitungan perencanaan tebal lapis tambah (overlay) pada beberapa metoda yang telah dijelaskan dengan melakukan simulasi baik terhadap faktor keseragaman ataupun beban lalu lintas rencana.
BAB IV Analisa dan Diskusi Membahas perbedaan hasil perhitungan yang terdapat pada Bab III Aplikasi serta menganalisa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing prosedur perencanaan yang digunakan.
BAB V Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan yang di dapat dari hasil kajian dan saran-saran yang semoga dapat bermanfaat bagi perencana konstruksi jalan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
PENDAHULUAN Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan
yang bekerja di atasnya, sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang diterima tanah tersebut. Jenis konstruksi ini dikenal sebagai perkerasan (pavement).10 Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda kendaraan bermotor yang terjadi sampai sejumlah beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisanlapisan
pendukung
tersebut
kehilangan
kekuatannya,
pengulangan
beban
menyebabkan terjadinya gelombang dan retakan yang pada akhirnya mengakibatkan keruntuhan. Bilamana indeks daya layan jalan (present serviceability index) dari suatu perkerasan lentur mencapai tingkat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi (2,0), perkerasan dapat dibuat kembali (konstruksi ulang), di daur-ulang (recycling), atau dapat dilakukan penambahan lapis tambah (overlay) diatas perkerasan jalan yang sudah ada.7 Metoda perencanaan tebal lapis tambah, baik untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku telah mengalami banyak perkembangan. Pada awalnya metoda yang paling banyak digunakan adalah Metoda Empiris, yang mengacu kepada hasil “full scala test” yang dilaksanakan di Ottawa, Amerika Serikat pada awal tahun 60-an.12 Beberapa metoda empiris untuk perencanaan tebal perkerasan antara lain : Metoda
AASHO 1972, Metoda Asphalt Institute 1970 dan Metoda Road Note 29 dan Road Note 31 serta metoda Analisa Komponen 1987. Pada tahun 70-an, mulai diperkenalkan metoda-metoda perencanaan tebal perkerasan yang mengacu pada kaidah-kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, disertai perhitungan secara eksak terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu kendaraan. Metoda yang dikembangkan ini secara umum dinamakan Metoda Analitis.9 Metoda-metoda yang sebelumnya mengacu kepada metoda empiris, berupaya untuk mengembangkan metoda baru. Seperti metoda AASHO, dikembangkan menjadi Metoda AASHTO 1993 yang mengacu pada Metoda Empiris-Analitis. Selain itu, Metoda Asphalt Institute 1970 juga mengalami perubahan menjadi Metoda Asphalt Institute 1983 yang diperkenalkan sebagai Metoda AnalitisMekanistik. Metoda perencanaan perkerasan, khususnya untuk perkerasan lentur baik metoda perencanaan tebal lapis tambah maupun metoda perencanaan perkerasan baru yang digunakan di Indonesia adalah Metoda Analisa Komponen.8 Metoda perencanaan perkerasan ini dihitung berdasarkan metoda AASHTO setelah mengalami modifikasi sesuai kondisi alam dan karakteristik material di Indonesia. Perencanaan tebal lapis tambah yang juga digunakan di Indonesia adalah metoda analisa defleksi. Sesuai dengan perkembangan beban lalu lintas dan perkerasan yang ada, metoda ini juga berkembang antara lain RDS (Road Design System), yang dikembangkan oleh COD-BIPRAN pada tahun 1983 dan metoda Asphalt Institute MS-17, 1983. Selain itu, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan pada
tahun 2005 juga telah menyelesaikan Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, No : Pd T-05-2005-B.
II.2. METODA ANALISA KOMPONEN Metoda ini berdasarkan pada pada Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen, SKBI – 2.3.26.1987; UDC : 625.73 (02) yang diperbaharui menjadi SNI No. 1732 – 1989 – F, yang diterbitkan oleh Direktorat Yayasan Badan Penerbit PU, Departemen Pekerjaan Umum tahun 1987.10 Metoda Analisa Komponen mengacu pada Metoda AASHTO yang disesuaikan dengan kondisi alam dan karakteristik material di Indonesia. Prinsip dasar dari desain tebal lapis tambah pada struktur perkerasan lentur menurut Metoda Analisa Komponen adalah bahwa di akhir masa layannya struktur perkerasan perlu diperkuat dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu lintas tambahan yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan yang diberikan. Atau dengan kata lain tebal lapis tambah adalah selisih antara persyaratan tebal pelapisan yang baru dengan tebal lapisan yang sudah ada. Proses perencanaan tebal lapis tambah pada metoda ini terdiri dari dua langkah, yaitu : a. Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk mendapatkan nilai ITPsisa. b. Menghitung tebal lapis tambah berdasarkan nilai ITP tambahan yang diperlukan, yang dihitung sesuai dengan perkiraan beban lalu lintas yang akan datang setelah dikurangi dengan nilai ITPsisa.
ITP
(Indek
Tebal
Perkerasan)
didefenisikan
sebagai
angka
yang
berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan. Nilai ini memiliki terminologi yang sama dengan Structural Number (SN) pada Metoda AASHTO. Nilai ITPsisa struktur perkerasan lama dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ITPsisa =
∑ (a xD xK ) i
i
i
Dimana : a
= Koefisin kekuatan relatif
D
= Tebal lapisan
K
= Nilai kondisi lapisan
i
= Nomor yang menunjukkan lapisan
Nilai ITPsisa dapat bernilai nol yang artinya tidak memiliki sisa sama sekali. Pada kondisi ini penambahan lapis tambah tidak disarankan karena tebal lapis permukaan tambahan yang diberikan akan sangat tebal sehingga kurang ekonomis. Untuk itu jika tidak ada ITPsisa maka perencanaan ulang atau pembangunan konstruksi baru merupakan pilihan utama. Alternatif lain adalah dengan membagi jenis lapisan, sehingga cost yang dibutuhkan dapat diminimalkan. Pada situasi ini lapisan permukaan atas dapat menggunakan lapis permukaan yang umum digunakan sedangkan pada lapisan kedua menggunakan ATBL (Asphalt Treatment Base Layer).
Sedangkan lapis tambah dihitung menggunakan rumus : Di =
ITPperlu − ITPsisa ai
ITPperlu dihitung berdasarkan beban lalu lintas untuk masa layan berikutnya. Perhitungan ITP ini sama dengan menghitung ITP untuk pembangunan perkerasan baru. Perhitungan ini juga mempertimbangkan kondisi tanah dasar, faktor regional, indeks perkerasan awal dan akhir, dan sebagainya untuk kondisi layan berikutnya.
II.3. PROSEDUR DEFLEKSI Pada umumnya perancangan tebal lapis tambah (overlay) dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran lendutan yang terjadi pada permukaan perkerasan. Alat yang biasa digunakan di Indonesia adalah alat Benkelman Beam dan alat FWD (Failling Weight Deflectometer). Besarnya lendutan ini dibandingkan dengan suatu nilai lendutan yang dapat diterima untuk semua kondisi lalu lintas. Jika lendutan yang diukur melebihi harga yang ditetapkan, maka diperlukan lapis tambah. Tebal lapis tambah merupakan suatu fungsi dari sejumlah harga terukur yang melebihi harga yang telah ditentukan. Nilai lendutan perkerasan merupakan indikator kemampuan perkerasan untuk memikul beban lalu lintas. Adapun prosedur defleksi yang umum digunakan di Indonesia adalah : -
RDS (Roadworks Design System)
-
Metoda Asphalt Institute MS-17
-
Metoda Pd T-05-2005-B
II.3.1. RDS ( Road Design System ) RDS (Road Design System) adalah suatu sistim perencanaan teknis jalan dengan menggunakan program komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh
5
Central Design Office (COD)-BIPRAN pada tahun 1983. RDS merupakan alat bantu perencanaan perkerasan yang dibuat berdasarkan Metoda HRODI (Hot Rolled Overlay Design for Indonesia) yang merupakan perkembangan dari metoda ACODI (Asphaltic Concrete Overlay Design Indonesia).2 Alat bantu ini digunakan untuk mengkoordinasi dan menelaah desain pekerjaan peningkatan jalan (betterment) dan pemeliharan jalan (maintenance). HRODI merupakan sebuah metoda praktis yang melibatkan kwalitas aspal beton dalam proses rancangan pelapisan. Metoda ini menjelaskan bahwa perubahan dari campuran aspal beton (AC) menjadi campuran aspal beton bergradasi senjang yang awet dengan kadar aspal yang tinggi dapat menghasilkan pelapisan yang lebih tipis dan ekonomis. HRODI didasarkan dengan asumsi-asumsi sederhana dan diperiksa dengan teori elastis “multi layer” dan hasilnya konservatif untuk banyak situasi di Indonesia. Pada dasarnya metoda HRODI tidak jauh berbeda dengan metoda ACODI, metoda ACODI menggunakan tipe campuran aspal beton (AC) sedangkan pada metoda HRODI digunakan tipe campuran Hot Rolled Sheet (HRS), yaitu tipe campuran aspal beton yang lebih flexsibel dan lebih tahan lama dengan kadar aspal yang lebih tinggi. Untuk mencegah terjadinya “bleeding” digunakan agregat bergradasi senjang sebagai ganti agregat bergradasi baik, dan stabilitasnya dikontrol dengan pemakaian kadar bahan pengisi yang tinggi (yang akan meningkatkan viscositas dari bahan pengikat) bukan dengan saling mengunci partikel-partikelnya. Tipe campuran HRS mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan aspal beton (AC) untuk dipakai sebagai pelapisan di Indonesia. Secara teknis, lapisan ini lebih cocok untuk iklim Indonesia yang panas serta basah karena tidak
begitu porous, lebih tahan lama, lebih flexibel dan lebih tahan terhadap “fatigue”. Secara praktis, HRS memiliki keuntungan karena sifat teknisnya lebih tidak sensitif dibandingkan dengan AC dalam hal variasi kwalitas produksi yang diakibatkan oleh macam-macam material atau ketidak tepatan penakaran. Kuantitas aspal yang diperlukan untuk membentuk kembali permukaan perkerasan ditentukan secara visual dengan Indeks Kondisi Jalan (RCI) atau dari Indeks Kekasaran Internasional (IRI) dari data Roughometer NAASRA. Nilai IRI di dapat dengan mengkonversikan dari data RCI. Besarnya nilai RCI dapat di lihat pada Tabel 2.1, hubungan antara RCI dan IRI dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tabel 2.1 Nilai Kekasaran Permukaan Perkerasan Secara Visual RCI 8 - 10 7-8 6-7 5-6 4-5 3-4 2-3 1-2
Kondisi Awal Sangat rata dan halus
Type Permukaan Hotmix (AC dan HRS) yang baru dibuat / ditingkatkan dengan beberapa lapisan aspal Sangat baik, rata Hotmix setelah dipakai beberapa tahun atau lapisan tipis hotmix diatas penetrasi Macadam Baik Hotmix lama, NACAS / Lasbutag baru Cukup, sedikit / tidak ada Penetrasi Macadam, NACAS baru atau Lasbutag lubang, permukaan rata berumur beberapa tahun Jelek, kadang - kadang Penetrasi Macadam berumur 2 – 3 tahun, berlubang, tidak rata NACAS lama, jalan kerikil Rusak, bergelombang, Penetrasi Macadam lama, NACAS lama, jalan banyak lubang kerikil tidak terawat Rusak berat Semua tipe perkerasan yang sudah lama tidak terpelihara Tidak dapat dilalui oleh jeep WD
Sumber: manual RDS 2003 5.01
Gambar 2.1 Hubungan antara RCI dan IRI Sumber: optomising pavement overlay design in Indonesia
Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, RDS juga dimodifikasi sesuai kebutuhan. Sejak 1983, telah dihasilkan banyak versi RDS yang mencakup berbagai standar desain dan definisi. Adapun perkembangan RDS adalah :
Versi 1, RDS dibuat oleh CDO dengan mempergunakan program Aplikasi Symphony (1983)
Versi 2, sesuai perkembangan teknologi perencanaan, RDS dimodifikasi oleh Sub Dit Perencanaan Teknis Jalan dan Wilayah (1994)
Versi 3, berdasarkan perkembangan teknologi informatika, aplikasi RDS dirubah menjadi Microsoft Excel oleh Sub Dit Perencanaan Teknik Jalan dan Wilayah (1996).
Versi 4, aplikasi RDS mempergunakan Visual Besic oleh N.D. Lea Internastional Ltd, in Association. (1997)
Versi 5.00, aplikasi RDS mempergunakan Microsoft Excel spesifikasi 2002 oleh Sub Dit Penyiapan Standar dan Pedoman (2003).
Versi 5.01, aplikasi RDS mempergunakan Microsoft Excel spesifikasi 2003 oleh Sub Dit Penyiapan Standar dan Pedoman (2005).
Perencanaan RDS terdiri dari suatu paket program yang terdiri dari beberapa sub-paket program, yaitu : RDSESA, yaitu sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu. RDSSORT, yaitu sub-paket program yang digunakan untuk menganalisa data lapangan sebelum digunakan dalam perencanaan. RDS DISAIN merupakan program utama, yaitu untuk perhitungan perencanaan teknis konstruksi jalan dengan menggunakan hasil dari analisa RDSESA, RDSSORT dan data tambahan lainnya. RDSBID, yaitu sub-paket program untuk mencetak Bis Schedule dan Engineering Estimate. SUMMARY, yaitu sub-paket program untuk membuat summary.
Adapun langkah-langkah pengoperasian RDS dapat dilihat pada bagan alir pengoperasian RDS seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2 Bagan Alir Proses Pengoperasian RDS Versi 5.01
II.3.1.1. Beban Lalu Lintas Data lalu lintas yang digunakan diambil dari hasil perhitungan lalu lintas pada ruas jalan yang akan dilakukan lapis tambah. Kalau data tersebut tidak bisa didapatkan, maka data LHR BIPRAN yang paling akhir harus digunakan, dan diproyeksikan ke saat ini dengan menggunakan tingkat pertumbuhan lalu lintas. Pembebanan gandar disain untuk masing-masing ruas jalan dalam bentuk jumlah Ekivalen Standar Gandar 8,2 ton (ESA).3
Asumsi data lalu lintas dihitung dengan menggunakan sub-paket program RDS ESA. Pada RDS beban lalu lintas diklasifikasikan dalam 4 kategori, yaitu : -
M+B+T
= Mobil, bus dan truk
-
Heavy Bus
= Bus besar
-
Medium Truck
= Truk sedang
-
Heavy Truck & T/T = Truk berat dan Truk Tandem
Dalam program ini juga dipertimbangkan Sensitivity, yaitu angka sensitivity terhadap perubahan tingkat pertumbuhan (Growth Rate Change) lalu lintas yang ada. Pada umumnya nilai sensitivity≥ 1,0. II.3.1.2. Lendutan Kehomogenan data hasil pengukuran lendutan digunakan sebagai dasar pembagian segmen jalan. Semakin pendek pembagian segmen tersebut maka penggunaan biaya akan semakin ekonomis. Akan tetapi pembagian segmen tersebut harus tetap berisi pengukuran lendutan yang statistik dari nilai yang mewakili. Biasanya, paling sedikit 10 titik data harus termasuk dalam setiap segmen, jika koefisien variasi dari pembacaan pengukuran ternyata tinggi maka diperlukan titik yang lebih banyak. Pedoman tentang perkiraan jumlah minimum titik yang diperlukan, diberikan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.2 Jumlah Minimum Titik Data Dalam Segmen Koefisien Variasi dari Data Pengukuran Perkerasan 20 % 40 % 60 % 80 %
Jumlah Minimum Titik Data Dalam Segmen 5 10 25 40
Sumber: bipran designmonitoring and administration project
II.3.1.3. Tebal Lapis Tambah Tebal lapis tambah merupakan tebal yang dibutuhkan untuk mengurangi lendutan yang terjadi selama umur rencana sampai batas yang dizinkan (t) ditambah tebal lapisan yang dibutuhkan untuk membentuk kembali permukaan perkerasan ke bentuk yang dikehendaki (T), sehingga tebal lapis tambah = t + T. Tebal lapisan yang dibutuhkan untuk mengurangi lendutan yang terjadi dapat dihitung dengan mengunakan rumus : t=
2,303logD − 0,408(1 − logL) 0,08 − 0,013logL
dimana : D
= Lendutan balik segmen atau lendutan balik rencana (mm)
L
= Total lalu lintas selama umur rencana (juta, equivalent 8,2 ton)
Sedangkan tebal lapisan yang dibutuhkan untuk membentuk kembali permukaan perkerasan yang telah aus atau rusak dihitung dengan mempergunakan rumus dibawah ini. T = 0,001 (9 – RCI)4,5 + Pd . CAM / 4 + Tmin dimana : Pd
= lebar perkerasan ( m )
CAM = Perubahan kemiringan melintang yang dibutuhkan untuk menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan ( 2 % ) Tmin = Tebal minimum berdasarkan ukuran agregat minimum yang dipergunakan.
Ketebalan aspal dengan keawetan tinggi
atau
pelapisan komposit
aspal/agregat base diperlukan untuk mengurangi lendutan perkerasan sampai tingkat
yang disyaratkan pada umur rencana. Penggunaan hubungan HRODI yang disederhanakan ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.3 Grafik Desain HRODI untuk Kadar Bitumen Efektif 6,8 % Sumber: optomising pavement overlay design in Indonesia
II.3.2. METODA ASPHALT INSTITUTE MS-17 Metoda Asphalt Institute dikembangkan oleh Amerika Serikat melalui Federal Highway Administration (FHWA).
11
Badan ini menghitung analisa lalu
lintas dengan menggunakan berat truk faktor sebagai dasar perhitungan dengan satuan EAL (Equivalent Axle Load), sedangkan desain ketebalannya menerapkan teori lapisan elastis pada desain perkerasan. Metoda ini jauh berbeda dari metoda AASHTO dan California karena ia lebih mengandalkan hukum-hukum mekanika untuk memperkirakan tegangan dan regangan kritis dari pada hubungan empiris antara kekuatan tanah dan kondisi lalu lintas pada tebal perkerasan. Adapun langkahlangkah perhitungannya dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini.
Metoda Asphalt Institute MS-17
Lalu Lintas
Lendutan
Faktor Umur Rencana (Growth Factor)
Lendutan Rata-rata
Faktor Distribusi Beban
Standard Deviasi
Ekivalent Exle Load (EAL)
Lendutan Wakil
Tebal Lapis Tambah
Gambar 2.4 Bagan alir perhitungan Metoda Asphalt Institute MS-17
II.3.2.1. Beban Lalu Lintas Perhitungan beban lalu lintas didasarkan pada berat truk faktor ekivalensi terhadap beban standar 8,2 ton (80 KN) single-axle load applications dengan satuan EAL (Equivalent Axle Load). EAL merupakan jumlah kendaraan pada setiap kelas berat dan dikalikan dengan faktor pembebanan yang sesuai. EAL dihitung dengan rumus : EAL = ∑ (jumlah kendaraan x truk faktor x faktor pertumbuhan) dengan,
∑ (jumlah sumber x faktor ekivalensi muatan)
13
Truk faktor =
jumlah kendaraan
Truk faktor untuk situasi umum di Amerika Serikat diberikan dalam Tabel 2.2, tetapi perubahan di dalam bobot yang diizinkan akan mengubah faktor ini.
Langkah-langkah untuk menentukan EAL adalah sebagai berikut : 1.
Tentukan jumlah rata-rata tiap kelas kendaraan desain jalan yang akan terjadi pada tahun pertama lalu lintas.
2.
Dari Tabel 2.3, tentukan suatu truk faktor dari data gandar tiap kelas kendaraan seperti yang telah ditentukan pada langkah satu.
3.
Dari Tabel 2.4, pilihlah sebuah faktor pertumbuhan untuk seluruh kendaraan atau faktor-faktor terpisah bagi masing-masing jenis kendaraan.
4.
Kalikan jumlah kendaraan dari setiap kelas dengan truk faktor dan faktor pertumbuhan sesuai dengan langkah 2 dan 3.
5.
Jumlahkan harga-harga dalam (4) untuk mendapatkan EAL rencana.
Tabel 2.3 Truk Faktor Untuk Kelas Jalan Yang Berbeda Luar Kota Tipe Kendaraan
Perkotaan
Luar Kota
Luar Kota
Luar Kota
Perkotaan
Antar Negara Bagian
Lainnya
Seluruhnya
Seluruhnya
Semua Sistem
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
2 Sumbu, 4 Roda
0,02
0,01 – 0,06
0,02
0,01 – 0,09
0,03
0,02 – 0,08
0,03
0,01 – 0,05
0,02
0,01 – 0,07
2 Sumbu, 6 Roda
0,19
0,13 – 0,30
0,21
0,14 – 0,34
0,20
0,14 – 0,31
0,26
0,18 – 0,42
0,21
0,15 – 0,32
3 Sumbu atau Lebih
0,56
0,09 – 1,55
0,73
0,31 – 1,57
0,67
0,23 – 1,53
1,03
0,52 – 1,99
0,73
0,29 – 1,59
Semua Truk Tunggal
0,07
0,02 – 0,16
0,07
0,02 – 0,17
0,07
0,03 – 0,16
0,09
0,04 – 0,21
0,07
0,02 – 0,17
3 Sumbu
0,51
0,30 – 0,86
0,47
0,29 – 0,82
0,48
0,31 – 0,80
0,47
0,24 – 1,02
0,48
0,33 – 0,78
4 Sumbu
0,62
0,40 – 1,07
0,83
0,44 – 1,55
0,70
0,37 – 1,34
0,89
0,60 – 1,64
0,73
0,43 – 1,32
5 Sumbu atau Lebih
0,94
0,67 – 1,15
0,98
0,58 – 1,70
0,95
0,58 – 1,64
1,02
0,69 – 1,69
0,95
0,63 – 1,53
Semua Truk Gandeng
0,93
0,67 – 1,38
0,97
0,67 – 1,50
0,94
0,66 – 1,43
1,00
0,72 – 1,58
0,95
0,71 – 1,39
Semua Truk
0,49
0,34 – 0,77
0,31
0,20 – 0,52
0,42
0,29 – 0,67
0,30
0,15 – 0,59
0,40
0,27 – 0,63
Truk Tunggal
Traktor Semi - Trailer
Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983
Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan* Periode
Laju Pertumbuhan Tahunan, r (%)
Rencana,
2
4
5
6
7
8
10
1
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
2
2.02
2.04
2.05
2.06
2.7
2.08
2.10
3
3.06
3.12
3.15
3.18
3.21
3.25
3.31
4
4.12
4.25
4.31
4.37
4.44
4.51
4.64
5
5.20
5.42
5.53
5.64
5.75
5.87
6.11
6
6.31
6.63
6.80
6.98
7.15
7.34
7.72
7
7.43
7.90
8.14
8.39
8.65
8.92
9.49
8
8.58
9.21
9.55
9.90
10.26
10.64
11.44
9
9.75
10.58
11.03
11.49
11.98
12.49
13.58
10
10.95
12.01
12.58
13.18
13.82
14.49
15.94
n (tahun)
Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983
*Faktor =
(1 + r )n − 1 , dimana r = r
Rate dan bukan nol 100
Jika Pertumbuhan Tahunan adalah nol, Faktor Pertumbuhan = Periode Rencana
II.3.2.2. Lendutan Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian Benkelman Beam (BB). Lendutan perkerasan di dapat dengan menetapkan korelasi antara beban roda, lendutan balik perkerasan dan repitisi (pengulangan) beban. Prosedur umum mengunakan lendutan perkerasan untuk evaluasi struktural adalah sebagai berikut : 1. Menentukan panjang perkerasan yang termasuk dalam evaluasi struktur. 2. Melakukan survey lendutan 3. Menghitung lendutan wakil (RRD) 4. Memperkirakan jumlah beban standar (EAL) 5. Menentukan tebal lapis tambah
Tebal lapis tambah yang dibutuhkan pada suatu perkerasan biasanya dipengaruhi oleh panjang jalan. Penentuan panjang jalan berdasarkan pada kondisi perkerasan, kekuatan tanah dasar, dan kondisi drainase. Pada umumnya panjang jalan dikelompokkan menjadi seksi-seksi jalan berdasarkan keseragaman data lendutan. Tebal lapis tambah yang dibutuhkan didasarkan menurut pembagian seksi dan dihitung secara terpisah untuk masing-masing seksi jalan. Pembagian seksi jalan merupakan salah satu cara untuk dapat mengurangi tebal lapis tambah yang dibutuhkan. Nilai lendutan yang digunakan dalam perhitungan adalah lendutan wakil/ Representative Rebound Deflection (RRD). Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan rumus sebagai berikut :
RRD = (x + 2 s) f c dimana : RRD = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan x
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan yang telah dikoreksi dengan faktor temperatur = d x f
s
= deviasi standar (penyimpangan baku)
f
= faktor koreksi temperatur (0,8 pada 95ºF ; 1,0 pada 70ºF ; 1,6 pada 40ºF). Defleksi aktual disesuaikan pada temperatur 70ºF
c
= faktor koreksi waktu kritis c = 1, jika test dilakukan pada musim semi c > 1, jika test dilakukan pada musim panas.
faktor 2s dalam persamaan di atas memberikan suatu lendutan desain yang lebih besar atau sama dengan 95 % dari seluruh pengukuran pada temperatur perkerasan 70ºF. Deviasi standar s, dihitung dengan menggunakan rumus :
s=
∑x
2
− x∑ x
n −1
dimana : s
= standard deviasi
x
= nilai tes individu, koreksi untuk temperatur
x
= nilai tes rata-rata ∑ x / n.
n
= jumlah nilai tes individu.
Lendutan yang diperkenankan (lendutan rencana) merupakan fungsi dari lalu lintas (DTN, yaitu : muatan gandar tunggal harian 80 KN). Besarnya nilai DTN dapat ditentukan dengan cara membagi seluruh muatan gandar tunggal 80 KN yang diperkirakan dengan 365 x periode rencana (dalam tahun). Lendutan rencana diperlihatkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Grafik Defleksi Sedikit Dimodifikasi Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983
II.3.2.3. Tebal Lapis Tambah Tebal lapisa tambah didasarkan dari data lendutan yang mewakili (RRD). Dimana nilai tebal lapis tambah didapat dengan menggunakan grafik hubungan antara RRD dan tebal lapis tambah (overlay thicknees). Prosedur menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan adalah : 1. Menentukan lendutan wakil rencana (RRD) 2. Menetapkan EAL rencana 3. Menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dengan melihat hubungan antara RRD, EAL dan tebal lapis tambah pada Gambar 2.6
Gambar 2.6 menyajikan sebuah grafik desain (desain chart) yang dipakai untuk menentukan tebal lapis tambah. Dikembangkan dari teori lapisan, gambar ini menetapkan tebal lapis ulang, setelah diketahui lendutan rencana dan perkiraan lalu lintas.
Gambar 2.6 Grafik Desain Untuk Menentukan Tebal Lapis Tambah Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983
II.3.3. METODA Pd T-05-2005-B Pedoman perencanaan tebal lapis tambah metoda Pd T-05-2005-B dibuat oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi yang merupakan bekas Departemen Pemukiman dan prasarana wilayah. Pedoman ini menetapkan kaidah-kaidah dan tata cara perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur berdasarkan kekuatan struktrur perkerasan yang diilustrasikan dengan nilai lendutan. Perhitungan tebal lapis tambah yang diuraikan dalam pedoman ini hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan lentur atau konstruksi perkerasan dengan lapis pondasi agregat dan lapis permukaan menggunakan bahan pengikat aspal. Pedoman ini dibuat karena pedoman perencanaan tebal lapis tambah dengan metoda lendutan yang menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) belum dibuat NSPM nya sedangkan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dipandang perlu direvisi karena ada beberapa parameter yang perlu penyesuaian. Salah satu penyesuaian yang perlu dilakukan adalah pada grafik atau rumus tebal lapis tambah/overlay. Rumus atau grafik overlay yang terdapat dalam pedoman dan manual tersebut berbentuk asimtot dan lendutan setelah lapis tambah terbatas sebesar 0,5 mm. Hal ini tidak realistis terutama untuk perencanaan dengan cara mekanistik (teori elastis linier) yang mengatakan bahwa kebutuhan kekuatan struktur perkerasan yang dicerminkan dengan besaran lendutan sejalan dengan akumulasi beban lalu lintas rencana, maka makin banyak lalu lintas yang akan dilayani, lendutan rencana harus makin kecil. Upaya untuk
memenuhi tuntutan tersebut
perlu
disusun pedoman
perencanaan tebal lapis tambah dengan metoda lendutan yang disesuaikan dengan kondisi lalu lintas dan lingkungan di Indonesia. Sehingga metoda Pd T-05-2005-B
ini merupakan revisi Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dan selain berlaku untuk data lendutan yang diperoleh berdasarkan alat Benkelman Beam (BB) juga berlaku untuk data lendutan yang diperoleh dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Disamping mengacu pada Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983), pedoman ini mengacu juga pada Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam (SNI 07-2416-1991) dan Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Analisa Komponen (SNI 03-1732-1989). Penilaian kekuatan struktur perkerasan yang ada, didasarkan atas lendutan yang dihasilkan dari pengujian lendutan langsung dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB). Benkelman Beam (BB) merupakan suatu alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan. Hasil pengujian dapat digunakan dalam perencanaan pelapisan (overlay) perkerasan jalan. Metoda pengujian ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh pengujian beban tertentu. Data yang diperoleh dari lapangan ini dapat digunakan untuk penilaian struktur perkerasan, perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan dan perencanaan teknik perkerasan atau lapis tambahan di atas perkerasan lama. Metode pengujian ini menguraikan dengan detail cara pengukuran lendutan balik, lendutan maksimum, mengukur temperatur, mengukur tebal dan jenis konstruksi permukaan.
Berbeda dengan prosedur RDS dan Metoda Asphalt Institute MS-17, metoda ini mempertimbangkan Faktor Keseragaman (FK) untuk menentukan pembagian segmen lendutan, seperti terlihat pada Gambar 2.7 berikut :
Metoda Pd T-05-2005-B
Lalu Lintas
Lendutan
Jumlah lajur dan koefisien kendaraan (C)
Lendutan Balik
Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Keseragaman Lendutan
Faktor Umur Rencana (Growth Factor)
Lendutan Wakil
Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA)
Tebal Lapis Tambah Gambar 2.7 Bagan alir perhitungan Metoda Pd T-05-2005-B
II.3.3.1. Volume Lalu Lintas Analisis lalu lintas yang digunakan mengacu pada AUSTROADS, 1992. Dimana beban lalu lintas dihitung berdasarkan ekivalensi terhadap muatan sumbu standar sebesar 80 KN dengan satuan CESA (Cummulative Equavalent Standard Axle). CESA merupakan akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana, CESA ditentukan dengan Rumus:
MP
CESA =
∑ m x 365 x E x C x N
Traktor − Trailer
dimana : CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m
= jumlah masing-masing jenis kendaraan
365
= jumlah hari dalam satu tahun
E
= ekivalen beban sumbu (Tabel 2.7)
C
= koefisien distribusi kendaraan (Tabel2.6)
N
= faktor hubungan umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (Tabel 2.8) Dari rumus diatas, perhitungan CESA dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu : Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Metoda ini mempertimbangkan koefisien distribusi kendaraan (C) untuk
kendaraan ringan dan berat. Besarnya nilai C tergantung jumlah lajur rencana. Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.5 dan Koefisien distribusi kendaraan (C) ditentukan sesuai Tabel 2.6. Tabel 2.5 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L)
Jumlah Lajur
L < 4,50 m
1
4,50 m ≤ L < 8,00 m
2
8,00 m ≤ L < 11,25 m
3
11,25 m ≤ L < 15,00 m
4
15,00 m ≤ L < 18,75 m
5
18,75 m ≤ L < 22,50 m
6
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Kendaraan ringan*
Kendaraan berat**
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
1
1,00
1,00
1,00
1,00
2
0,60
0,50
0,70
0,50
3
0,40
0,40
0,50
0,475
4
-
0,30
-
0,45
5
-
0,25
-
0,425
6
-
0,20
-
0,40
Jumlah Lajur
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Keterangan : *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus
Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) merupakan angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu standar. Angka ekivalen masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menggunakan Tabel 2.7 atau menurut Rumus :
beban sumbu (ton ) Angka ekivalen (E) = ES (ton )
4
dimana : ES
= Standar Ekivalen
nilai ES = 5,40 untuk beban sumbu STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal) nilai ES = 8,16 untuk beban sumbu STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda) nilai ES = 13,76 untuk beban sumbu SDRG (Sumbu Dual Roda Ganda) nilai ES = 18,45 untuk beban sumbu STrRG (Sumbu Triple Roda Ganda)
Tabel 2.7 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Beban sumbu (ton)
STRT
STRG
SDRG
STrRG
1
0,00118
0,00023
0,00003
0,00001
2
0,01882
0,00361
0,00045
0,00014
3
0,09526
0,01827
0,00226
0,00070
4
0,30107
0,05774
0,00714
0,00221
5
0,73503
0,14097
0,01743
0,00539
6
1,52416
0,29231
0,03615
0,01118
7
2,82369
0,54154
0,06698
0,02027
8
4,81709
0,92385
0,11426
0,03535
9
7,71605
1,47982
0,18302
0,05662
10
11,76048
2,25548
0,27859
0,08630
11
17,21852
3,30225
0,40841
0,12635
12
24,38653
4,67697
0,57843
0,17895
13
33,58910
6,44188
0,79671
0,24648
14
45,17905
8,66466
1,07161
0,33153
15
59,53742
11,41838
1,41218
0,43695
16
77,07347
14,78153
1,82813
0,56558
17
98,22469
18,83801
2,32982
0,72079
18
123,45679
23,67715
2,92830
0,90595
19
153,26372
29,39367
3,63530
1,12468
20
188,16764
36,08771
4,46320
1,38081
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut Tabel 2.8 atau Rumus dibawah ini :
(1 + r ) n −1 − 1 N = 1/2 1 + (1 + r ) n + 2(1 + r ) r
Tabel 2.8 Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan Lalu Lintas (N) r (%)
2
4
5
6
8
10
1
1,01
1,02
1,03
1,03
1,04
1,05
2
2,04
2,08
2,10
2,12
2,16
2,21
3
3,09
3,18
3,23
3,28
3,38
3,48
4
4,16
4,33
4,42
4,51
4,69
4,87
5
5,26
5,52
5,66
5,81
6,10
6,41
6
6,37
6,77
6,97
7,18
7,63
8,10
7
7,51
8,06
8,35
8,65
9,28
9,96
8
8,67
9,40
9,79
10,19
11,06
12,01
9
9,85
10,79
11,30
11,84
12,99
14,26
10
11,06
12,15
12,89
13,58
15,07
16,73
11
12.29
13,76
14,56
15,42
17,31
19,46
12
13.55
15,33
16,32
17,38
19,74
22,45
13
14.83
16,96
18,16
19,45
22,36
25,75
14
16.13
18,66
20,09
21,65
25,18
29,37
15
17.47
20,42
22,12
23,97
28,24
33,36
20
24.54
30,37
33,89
37,89
47,59
60,14
25
32.35
42,48
48,92
56,51
76,03
103,26
30
40.97
57,21
68,10
81,43
117,81
172,72
n (tahun)
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
II.3.3.2. Lendutan Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) atau Benkelman Beam (BB). Pengukuran lendutan pada perkerasan yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan dihindari. Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya. Karena pada kajian ini, penulis mengasumsikan data lendutan di dapat dari hasil pengujian alat Benkelman Beam maka pembahasan penulis difokuskan pada pengujian lendutan dengan alat tersebut. Gambar alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar B2 pada Lampiran B. Lendutan dengan Benkelman Beam (BB) Lendutan yang digunakan untuk perencanaan adalah lendutan balik. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim), koreksi temperatur dan faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah sesuai Rumus :
dB = 2 X (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB dimana : dB
= lendutan balik (mm)
d1
= lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran (mm)
d3
= lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran
Ft
= faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35°C, didapat dari Tabel 2.9 atau pada Gambar 2.8 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B
untuk HL ≥ 10 cm) ataupun dengan menggunakan rumus :
= 4,184 x TL-0,4025 untuk HL < 10 cm
= 14,785 x TL-0,7573 untuk HL ≥ 10 cm TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu : TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) Tp = temperatur permukaan lapis beraspal Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 2.10 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 2.10 Ca
= faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) = 1,2 ; untuk pemeriksaan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah = 0,9 ; untuk pemeriksaan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi
FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB) = 77,343 x (Beban Uji dalam ton)(-2,0715)
Gambar 2.8 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Tabel 2.9 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar TL (ºC)
Faktor Koreksi (FT) Kurva A Kurva B (HL < 10 cm) (HL ≥ 10 cm) 1,25 1,53
20
TL (ºC) 46
Faktor Koreksi (FT) Kurva A Kurva A (HL < 10 cm) (HL ≥ 10 cm) 0,90 0,81
22
1,21
1,42
48
0,88
0,79
24
1,16
1,33
50
0,87
0,76
26
1,13
1,25
52
0,85
0,74
28
1,09
1,19
54
0,84
0,72
30
1,06
1,13
56
0,83
0,70
32
1,04
1,07
58
0,82
0,68
34
1,01
1,02
60
0,81
0,67
36
0,99
0,98
62
0,79
0,65
38
0,97
0,94
64
0,78
0,63
40
0,95
0,90
66
0,77
0,62
42
0,93
0,87
68
0,77
0,61
44
0,91
0,84
70
0,76
0,59
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Catatan : Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) kurang dari 10 cm Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (HL) minimum 10
Tabel 2.10 Temperatur tengah (Tt) dan bawah (Tb) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan temperatur permukaan (Tp) TU + TP (ºC) 45
Temperatur lapis beraspal (ºC) pada kedalaman 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm 26.8 25.6 22.8 21.9 20.8 20.1
46
27.4
26.2
23.3
22.4
21.3
20.6
47
28.0
26.7
23.8
22.9
21.7
21.1
48
28.6
27.3
24.3
23.4
22.2
21.5
49
29.2
27.8
24.7
23.8
22.7
21.9
50
29.8
28.4
25.2
24.3
23.1
22.4
51
30.4
28.9
25.7
24.8
23.6
22.8
52
30.9
29.5
26.2
25.3
24.0
23.3
53
31.5
30.0
26.7
25.7
24.5
23.7
54
32.1
30.6
27.1
26.2
25.0
24.2
55
32.7
31.2
27.6
26.7
25.4
24.6
56
33.3
31.7
28.1
27.2
25.9
25.1
57
33.9
32.3
28.6
27.6
26.3
25.5
58
34.5
32.8
29.1
28.1
26.8
26.0
59
35.1
33.4
29.6
28.6
27.2
26.4
60
35.7
33.9
30.0
29.1
27.7
26.9
61
36.3
34.5
30.5
29.5
28.2
27.3
62
36.9
35.1
31.0
30.0
28.6
27.8
63
37.5
35.6
31.5
30.5
29.1
28.2
64
38.1
36.2
32.0
31.0
29.5
28.7
65
38.7
36.7
32.5
31.4
30.0
29.1
66
39.3
37.3
32.9
31.9
30.5
29.6
67
39.9
37.8
33.4
31.4
30.9
30.0
68
40.5
38.4
33.9
32.9
31.4
30.5
69
41.1
39.0
34.4
33.3
31.8
30.9
70
41.7
39.5
34.9
33.8
32.3
31.4
71
42.2
40.1
35.4
34.3
32.8
31.8
72
42.8
40.6
35.8
34.8
33.2
32.3
73
43.4
41.2
36.3
35.2
33.7
32.8
74
44.0
41.7
36.8
35.7
34.1
33.2
75
44.6
42.3
37.3
36.2
34.6
33.7
76
45.2
42.9
37.8
36.7
35.0
34.1
77
45.8
43.4
38.3
37.1
35.5
34.6
78
46.4
44.0
38.7
37.6
36.0
35.0
79
47.0
44.5
39.2
38.1
36.4
35.5
81
48.2
45.6
40.2
39.0
37.3
36.4
82
48.8
46.2
40.7
39.5
37.8
36.8
83
49.4
46.8
41.2
40.0
38.3
37.3
84
50.0
47.3
41.6
40.5
38.7
37.7
85
50.6
47.9
42.1
40.9
39.2
38.2
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Keseragaman Lendutan Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus dipetimbangkan terhadap keseragaman lendutan.
Secara
sederhana
pembagian
seksi
dapat
dilakukan
dengan
menggambarkan grafik lendutan terhadap jarak kemudian menarik garis untuk pembagian seksi berdasarkan pengamatan visual. Dari grafik tersebut selanjutnya dihitung tingkat keseragaman lendutan. Pada metoda Pd T-5-2005-B tingkat keseragaman lendutan dalam satu ruas dinyatakan dalam Faktor keseragaman (FK) dimana nilainya merupakan hasil bagi antara deviasi standar dan nilai rata-rata.
FK =
s x100% < FK ijin dR
dimana: FK
= faktor keseragaman
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0 % - 10 %; keseragaman sangat baik = 11 % - 20 %; keseragaman baik = 21 % - 30 %; keseragaman cukup baik dR
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan ns
=
∑d 1 ns
s
= deviasi standar/simpangan baku
=
ns ns ns ∑ d 2 − ∑ d 1 1 ns (ns − 1)
2
d
= lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) dari setiap titik seksi jalan
ns
= jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan.
Lendutan Wakil Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan rumus yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu: Dwakil = dR + 2 s; untuk jalan arteri / tol (tingkat kepercayaan 98%) Dwakil = dR + 1,64 s; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%) Dwakil = dR + 1,28 s; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%) dimana : Dwakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan dR
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
s
= deviasi standar
II.3.3.3. Tebal Lapis Tambah Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Tebal lapis tambah yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar 35ºC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan ratarata tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan
faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 2.9 atau Rumus:
Fo
= 0,5032 x EXP(0,0194 x TPRT)
dimana : Fo
= faktor koreksi tebal lapis tambah
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1 pada lampiran A)
Gambar 2.9 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah/Overlay (Fo) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Jenis Lapis Tambah Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilient (MR) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilient (MR) diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian 25ºC. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor
koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Gambar 2.10 dan Tabel 2.11 atau Rumus: FKTBL = 12,51 x MR-0,333 dimana : FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuian MR
= Modulus Resilient (MPa)
Gambar 2.10 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Tabel 2.11 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FKTBL) Modulus Resilien,
Stabilitas
MR (MPa)
Marshall (kg)
Laston Modifikasi
3000
min. 1000
0,85
Laston
2000
min. 800
1,00
Lataston
1000
min. 800
1,23
Jenis Lapisan
FkTBL
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dapat menggunakan rumusrumus atau gambar yang telah dijelaskan sebelumnya. Tahapan perhitungan tebal lapis tambah adalah sebagai berikut : a. Hitung repitisi beban lalu-lintas rencana (CESA) dalam ESA b. Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat FWD atau BB dan koreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur standar (Ft) serta faktor beban beban uji (FKB-FWD untuk pengujian dengan FWD dan FKB-BB untuk pengujian dengan BB bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton) c. Tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang sesuai dengan tingkat keseragaman yang diinginkan d. Hitung lendutan
wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan yang
tergantung dari kelas jalan e. Hitung lendutan rencana/ijin (Drencana) untuk lendutan dengan alat FWD atau untuk lendutan dengan alat BB Drencana
= 17,004 x CESA(0,2307)
Drencana
= 22,208 x CESA(0,2307)
dimana : Drencana
= lendutan rencana (mm)
CESA
= akumulasi ekivalen beban sumbu standar (ESA)
atau dengan memplot data lalu lintas rencana (CESA) pada Gambar 2.11 Kurva C untuk lendutan dengan alat FWD dan Kurva D untuk lendutan balik dengan alat BB
f. Hitung tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan memplot pada Gambar 2.12 atau menggunakan Rumus: Ho =
[ln(1,0364) + ln( Dsblov) − ln( Dstlov)] 0,0597
dimana : Ho
= tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm) Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil (mm) Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah/Drencana (mm)
g. Hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai Rumus: Ht = Ho x Fo dimana : Ht
= tebal lapis tambah /overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm)
Ho
= tebal lapis tambah/overlay Laston sebelum dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm)
Fo
= faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
h. Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL).
Gambar 2.11 Hubungan Antara Lendutan Rencana dan Lalu Lintas Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
Gambar 2.12 Tebal lapis tambah/overlay (Ho) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T-05-2005-B
II.4.3. Pendekatan Mekanistik Prinsip utama dari Metoda Analitis Mekanistik pada perkerasan lentur adalah mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur “multi-layer (elastic) structure”.5 Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan
regangan
(strain)
pada
struktur
tersebut.
Lokasi
tempat
bekerjanya
tegangan/regangan maksimum dan karakteristik material perkerasan merupakan kriteria perancangan tebal struktur perkerasan. Pada Metoda ini prinsip pengukuran lendutan masih tetap digunakan, tetapi dilakukan pada beberapa titik secara bersamaan. Alat untuk mengukurnya dinamakan “Falling Weight Deflectometer” (FWD), yang bekerja dengan prinsip beban tumbukan (impuls) yang dijatuhkan diatas permukaan perkerasan dan reaksi baliknya ditangkap oleh 7 (tujuh) buah deflektor yang terpasang dengan jarak tertentu.9 Selain itu, karakteristik dari setiap lapis perkerasan tidak lagi dinyatakan oleh ”layer Coefficient” melainkan oleh suatu besaran ”intrinsik’ material yang dinamakan ”Stiffness Modulus” atau ”Dynamic Modulus” untuk lapis beraspal dan ”Resilient Modulus” untuk lapis agregat maupun lapis tanah dasar. Besarnya nilai lendutan akibat beban yang bekerja pada struktur perkerasan existing akan di iterasi sehingga akan diperoleh nilai-nilai modulus yang mewakili struktur perkerasan tersebut. Pada umumnya nilai-nilai ini akan lebih rendah dari nilai awalnya, sehingga tegangan/regangan yang terjadi akibat beban akan melibihi nilai batasnya. Oleh karena itu diperlukan lapis tambah yang dapat menurunkan nilai-nilai tegangan/regangan tersebut, agar tetap memenuhi persyaratan nilai batas. Beberapa contoh metoda perencanaan tebal overlay yang mengacu kepada metoda Analisis-Mekanistik dan ditampilkan dalam bentuk chart atau nomogram, antara lain metoda NAASRA-Auatralia dan metoda Nottingham. Sedangkan metoda ini yang ditampilkan dalam bentuk software atau program komputer antara lain: program CIRCLY, program DAMA, program ELMOD, program MODCALC, dan program BACKCALC. 9
BAB III APLIKASI
III.I. DATA KONDISI PERKERASAN Data kondisi perkerasan yang dibutuhkan meliputi : -
Lebar perkerasan jalan
= 6 meter
-
jumlah lajur
= 2 lajur dan 2 arah
-
Kemiringan (Camber)
= 0,5 %
-
Jenis perkerasan yang ada
= Aspal Beton (AC)
III.2. DATA VOLUME LALU-LINTAS Data lalu lintas yang digunakan merupakan asumsi data survey selama 5 hari pada ruas JALINTIM (Jalan Lintas Timur) Sumatera segmen Palembang - Jambi. Sedangkan jenis kendaraan yang digunakan merupakan jenis kendaraan faktual yang beroperasi pada ruas jalan tersebut. Berikut ini diperlihatkan data lalu-lintas seperti ditunjukkan Tabel 3.1.
Tabel 3.1 No
Data Lalu-lintas
Tipe
Berat Sumbu Rata-rata
Arah
Arah
Arah
Arah
Arah
LHR
Kendaraan
(Ton)
(Hari Ke-1)
(Hari Ke-2)
(Hari Ke-3)
(Hari Ke-4)
(Hari Ke-5)
Depan
Tengah
Belakang
X
Y
X
Y
X
Y
X
Y
X
Y
1
Truck 2 as
6,966
-
12,040
394
396
400
385
402
361
378
388
403
392
780
2
Truck 3 as
6,949
-
21,733
84
81
79
82
77
85
79
83
83
86
164
3
Trailer 4 as
7,486
10,670
22,754
4
3
2
5
2
3
1
4
3
3
6
4
Trailer 5 as
6,914
10,904
31,766
3
2
2
4
1
5
2
3
4
1
5
5
Trailer 6 as
7,088
19,853
28,686
5
2
4
2
1
5
4
3
17
15
7
III.3. DATA LENDUTAN Kondisi struktural jalan diasumsikan dari survey alat BB (Benkelman Beam) untuk pengukuran lendutan tiap 100 m, seperti terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Data Lendutan STATION
LENDUTA N (MM)
STATION
LENDUTAN (MM)
STATION
LENDUTAN (MM)
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100 1.200 1.300 1.400 1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500 2.600
0,9 0,7 0,6 0,5 0,4 0,7 1,7 0,6 0,4 0,5 0,6 0,9 1,1 0,8 1,2 1,0 0,7 0,4 0,9 0,7 1,4 1,6 1,1 0,4 0,8 0,9 0,6
2.700 2.800 2.900 3.000 3.100 3.200 3.300 3.400 3.500 3.600 3.700 3.800 3.900 4.000 4.100 4.200 4.300 4.400 4.500 4.600 4.700 4.800 4.900 5.000 5.100 5.200 5.300
1,0 1,0 1,1 1,3 0,6 0,7 0,6 0,5 1,0 0,5 0,4 1,0 1,1 1,1 0,7 0,5 0,9 3,4 2,3 1,8 0,9 0,6 1,0 1,3 0,6 1,4 1,0
5.400 5.500 5.600 5.700 5.800 5.900 6.000 6.100 6.200 6.300 6.400 6.500 6.600 6.700 6.800 6.900 7.000 7.100 7.200 7.300 7.400 7.500 7.600 7.700 7.800 7.900 8.000
0,7 0,9 0,7 1,1 0,5 0,9 0,7 1,0 0,9 1,8 2,1 1,9 0,9 0,8 1,6 1,8 2,0 1,1 0,8 1,0 0,7 1,2 1,6 1,1 0,8 0,6 0,7
III.4. PERHITUNGAN VOLUME LALU-LINTAS Perhitungan volume lalu lintas dilakukan untuk mengetahui beban yang harus didukung oleh struktur perkerasan selama umur layan jalan. Asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah pertumbuhan lalu lintas 5%, serta umur rencana 5 tahun dan 10 tahun. Diketahui :
r
=5%
n1
= 5 tahun
n2
= 10 tahun
LHR
= Tabel 3.1
III.4.1. Roadwork Desain System (RDS) Pada RDS jumlah beban sumbu standar dihitung dengan RDS ESA, yaitu sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu. Adapun input dan output perhitungannya adalah :
Input
Bina Marga Road Design System Traffic Analysis
Link Number................................... :
3,0010
Project Name............................. ..... :
Lapis Tambah
Terrain type, (F or M) ..................... :
F
(Flat or Mountainous) Link Classification (A,K or L) ......... :
A
(Arteri, Kolektor or Lokal) Data Source..................................... :
FIELD SURVEY
Programme...................................... :
Tugas Akhir Rustam Miswandi
TRAFFIC INPUT DATA Year of traffic count
:
2008
Year of first traffic
:
2009
Design life
:
10
2-WAY Ave ADT M+B+T
:
0
Heavy Bus
:
0
Medium Truck
:
780
Heavy Truck & T/T
:
182
M+B+T
:
5
Heavy Bus
:
5
Medium Truck
:
5
Heavy Truck & T/T
:
5
Growth Rates (%)
ADT Graph Sesitivity (Growth rate change)
:
1,2
Output
TUGAS AKHIR RUSTAM MISWANDI TRAFFIC ANALYSIS 3,0010 LINK NUMBER..................................................... : Lapis Tambah NAME..................................................................... : Sumut PROVINCE............................................................. : Flat Arterial ROAD CLASS......................................................... : FIELD SURVEY DATA SOURCE....................................................... :
TRAFFIC INPUT DATA Year of traffic count (T0) Year of first traffic (T1) Design Life (TL)
: : :
2008 2009 10
2-WAY Ave ADT M+B+T Heavy Bus Medium Truck Heavy Truck & T/T
0 0 780 182
GROWTH RATES (%) M+B+T Heavy Bus Medium Truck Heavy Truck & T/T
5,0 5,0 5,0 5,0
AVERAGE VEHICLE DAMAGE FACTORS (VDF) (avg VDF) Heavy Bus Medium Truck Heavy Truck & T/T
0,81 2,20 3,62
OUTPUT DATA
DESIGN LIFE (YEARS)
2.5 5.0 7.5 10.0
Midlife 2 way ADT
2014
ESAX106
1,18 2,51 4,02 5,72
1.289
III.4.2. Metoda Asphalt Institute MS-17
EAL = ∑ (jumlah kendaraan x truk faktor x faktor pertumbuhan) Jumlah kendaraan
Truck 2 as
= 780
Truck 3 as
= 164
Trailer 4 as
=6
Trailer 5 as
=5
Trailer 6 as
=6
Truck faktor
Truck 2 as
= 0,42 (Tabel 2.3)
Truck 3 as
= 1,99 (Tabel 2.3)
Trailer 4 as
= 1,64 (Tabel 2.3)
Trailer 5 as
= 1,69 (Tabel 2.3)
Trailer 6 as
= 1,69 (Tabel 2.3)
Faktor pertumbuhan
Untuk r = 5 % dan n = 5 tahun, maka N = 5,53
(Tabel 2.4)
Untuk r = 5 % dan n = 10 tahun, maka N = 12,58
(Tabel 2.4)
Umur Rencana 5 Tahun Jumlah
Truk
Faktor
Kendaraan
Faktor
Pertumbuhan
1
2
3
Truck 2 as
284.700
0,42
5,53
661.244
Truck 2 as
59.860
1,99
5,53
658.741
Trailer 4 as
2.190
1,64
5,53
19.862
Trailer 5 as
1.825
1,69
5,53
17.056
Trailer 6 as
2.555
1,69
5,53
23.878
Jenis kendaraan
EAL
EAL Total
1x2x3
1.380.781
Jumlah Kendaraan berdasarkan AADT = LHR x 365
Umur Rencana 10 Tahun Jumlah
Truk
Faktor
Kendaraan
Faktor
Pertumbuhan
1
2
3
1x2x3
Truck 2 as
284.700
0,42
12,58
1.504.241
Truck 2 as
59.860
1,99
12,58
1.498.547
Trailer 4 as
2.190
1,64
12,58
45.182
Trailer 5 as
1.825
1,69
12,58
38.800
Trailer 6 as
2.555
1,69
12,58
54.320
Jenis kendaraan
EAL
EAL Total Jumlah Kendaraan berdasarkan AADT = LHR x 365
3.141.090
III.4.3. Metoda Pd T-05-2005-B
MP
CESA =
∑ m x 365 x E x C x N
Traktor − Trailer
m
= Jumlah masing-masing jenis kendaraan
Truck 2 as
= 780
Truck 3 as
= 164
Trailer 4 as
=6
Trailer 5 as
=5
Trailer 6 as
=6
365
= Jumlah hari dalam satu tahun
E
= Ekivalen beban sumbu
Truck 2 as
4
4
4
4
4
4
6,966 12,040 = + 5,40 8,16 = 7,51
Truck 3 as
6,949 21,733 = + 5,40 13,76 = 8,97
Trailer 4 as
7,486 10,670 22,754 = + + 5,40 8,16 13,76 = 14,09
4
4
Trailer 5 as
4
6,914 10,904 31,766 = + + 5,40 8,16 18,45
4
= 14,66 4
Trailer 6 as
4
7,088 19,853 28,686 = + + 5,40 13,76 18,45
4
= 13,15
C
= koefisien distribusi kendaraan = 0,5 (Tabel 2.6)
N
= faktor hubungan umur rencana dengan perkembangan lalu lintas
Untuk r = 5 % dan n = 5 tahun, maka N = 5,66
(Tabel 2.8)
Untuk r = 5 % dan n = 10 tahun, maka N = 12,89
(Tabel 2.8 )
Umur Rencana 5 Tahun Jenis
Jumlah hari m
kendaraan
E
C
N
EAL
(1 tahun) 1
2
3
4
5
1x2x3x4x5
Truck 2 as
780
365
7,51
0,5
5,66
6.050.815
Truck 2 as
164
365
8,97
0,5
5,66
1.519.522
Trailer 4 as
6
365
14,09
0,5
5,66
87.326
Trailer 5 as
5
365
14,66
0,5
5,66
75.715
Trailer 6 as
7
365
13,15
0,5
5,66
95.083
EAL Total
7.828.490
Umur Rencana 10 Tahun Jenis
Jumlah hari m
kendaraan
E
C
N
EAL
(1 tahun) 1
2
3
4
5
1x2x3x4x5
Truck 2 as
780
365
7,51
0,5
12,89
13.780.035
Truck 2 as
164
365
8,97
0,5
12,89
3.460.605
Trailer 4 as
6
365
14,09
0,5
12,89
198.874
Trailer 5 as
5
365
14,66
0,5
12,89
172.433
Trailer 6 as
7
365
13,15
0,5
12,89
216.541
EAL Total
III.5
17.828.488
DESAIN LENDUTAN Untuk
menentukan
desain
lendutan,
pertama-tama
harus dilakukan
pembagian seksi berdasarkan keseragaman data lendutan. Secara sederhana pembagian seksi dapat dilakukan dengan mengambarkan grafik lendutan terhadap jarak kemudian menarik garis untuk pembagian seksi berdasarkan pengamatan visual, seperti terlihat pada Gambar 3.2 Dalam perhitungan ini jumlah lalu lintas rencana (CESA) diasumsikan sebesar = 7.828.490 dan Temperatur Perkerasan Rata - Rata Tahunan ( TPRT ) untuk kota Medan = 35ºC (lihat Lampiran A).
Seksi I
Gambar 3.1 Data Lendutan Sebelum Penyesuaian FK & Pembagian Seksi
Seksi II
III.5.1. Metoda Pd T-05-2005-B
SEKSI I Station 0,00 – 5,70 NO
STATION
LENDUTAN (MM)
NO
STATION
LENDUTAN (MM)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100 1.200 1.300 1.400 1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500 2.600
0,9 0,7 0,6 0,5 0,4 0,7 1,7 0,6 0,4 0,5 0,6 0,9 1,1 0,8 1,2 1,0 0,7 0,4 0,9 0,7 1,4 1,6 1,1 0,4 0,8 0,9 0,6
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
2.900 3.000 3.100 3.200 3.300 3.400 3.500 3.600 3.700 3.800 3.900 4.000 4.100 4.200 4.300 4.400 4.500 4.600 4.700 4.800 4.900 5.000 5.100 5.200 5.300 5.400 5.500
1,1 1,3 0,6 0,7 0,6 0,5 1,0 0,5 0,4 1,0 1,1 1,1 0,7 0,5 0,9 3,4 2,3 1,8 0,9 0,6 1,0 1,3 0,6 1,4 1,0 0,7 0,9
28 29
2.700 2.800
1,0 1,0
57 58
5.600 5.700
0,7 1,1 ∑ = 53,80
Lendutan rata-rata (dR) ds
= ∑d 1 ds
=
53,80 58
= 0,928 mm
Deviasi Standar (s)
=
ns
ns
1
1
ns ( ∑ d 2 ) − ( ∑ d ) 2 ns (ns − 1)
=
58(64,34) − (53,80) 2 58(58 − 1)
=
3731,72 − 2894,44 3306
= 0,503 Tingkat Keseragaman (FK)
=
s × 100% dR
=
0,503 × 100% 0,928
= 54 %
Dwakil (Dsbl ov) = dR + 1,64 s = 0,928 + 1,64 x 0,503 = 1,752 mm Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 7.828.490(-0,2307) = 0,570 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,752) − Ln(0,570)] 0,0597
= 19,408 cm Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 19,408 x 1,00 = 19,408 cm
SEKSI II Station 5,80 – 8,00 NO
STATION
LENDUTAN
NO
STATION
(MM)
LENDUTAN (MM)
1
5.800
0,5
13
7.000
2,0
2
5.900
0,9
14
7.100
1,1
3
6.000
0,7
15
7.200
0,8
4
6.100
1,0
16
7.300
1,0
5
6.200
0,9
17
7.400
0,7
6
6.300
1,8
18
7.500
1,2
7
6.400
2,1
19
7.600
1,6
8
6.500
1,9
20
7.700
1,1
9
6.600
0,9
21
7.800
0,8
10
6.700
0,8
22
7.900
0,6
11
6.800
1,6
23
8.000
0,7
12
6.900
1,8 ∑ = 26,50
Lendutan rata-rata (dR) ds
= ∑d 1 ds
=
26,50 23
= 1,152 mm
Deviasi Standar (s)
=
ns
ns
1
1
ns (∑ d 2 ) − (∑ d ) 2 ns (ns − 1)
=
23(35,91) − (26,50) 2 23(23 − 1)
=
825,93 − 702,25 506
= 0,494
Tingkat Keseragaman (FK)
=
s × 100% dR
=
0,494 × 100% 1,152
= 43 %
Dwakil (Dsbl ov) = dR + 1,64 s = 1,152 + 1,64 x 0,494 = 1,962 mm
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 7.828.490(-0,2307) = 0,570 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,962) − Ln(0,570)] 0,0597
= 21,304 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 21,304 x 1,00 = 21,304 cm
Seksi I
Gambar 3.2 Data Lendutan Setelah Penyesuaian FK & Pembagian Seksi
Seksi II
SEKSI I Station 0,0 – 5,7
No
Station
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100 1.200 1.300 1.400 1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500 2.600
28 29
2.700 2.800
Lendutan Lendutan Awal Akhir (mm) (mm) 0,9 0,9 0,7 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,7 0,7 1,7 0,7* 0,6 0,6 0,4 0,4 0,5 0,5 0,6 0,6 0,9 0,9 1,1 1,1 0,8 0,8 1,2 1,2 1,0 1,0 0,7 0,7 0,4 0,4 0,9 0,9 0,7 0,7 1,4 0,8* 1,6 0,9* 1,1 1,1 0,4 0,4 0,8 0,8 0,9 0,9 0,6 0,6 1,0 1,0
1,0 1,0
* Station yang mengalami perbaikan nilai lendutan
No
Station
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
2.900 3.000 3.100 3.200 3.300 3.400 3.500 3.600 3.700 3.800 3.900 4.000 4.100 4.200 4.300 4.400 4.500 4.600 4.700 4.800 4.900 5.000 5.100 5.200 5.300 5.400 5.500
57 58
5.600 5.700
Lendutan Lendutan Awal Akhir (mm) (mm) 1,1 1,1 1,3 0,9* 0,6 0,6 0,7 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 1,0 1,0 0,5 0,5 0,4 0,4 1,0 1,0 1,1 1,1 1,1 1,1 0,7 0,7 0,5 0,5 0,9 0,9 3,4 0,8* 2,3 0,8* 1,8 0,8* 0,9 0,9 0,6 0,6 1,0 1,0 1,3 0,9* 0,6 0,6 1,4 0,9* 1,0 1,0 0,7 0,7 0,9 0,9 0,7 1,1
0,7 1,1 ∑ = 45,10
Lendutan rata-rata (dR) ds
= ∑d 1 ds
=
45,10 58
= 0,778 mm Deviasi Standar (s)
=
ns
ns
1
1
ns ( ∑ d 2 ) − ( ∑ d ) 2 ns (ns − 1)
=
58(37,79) − (45,10) 2 58(58 − 1)
=
2191,82 − 2034 3306
= 0,218 Tingkat Keseragaman (FK)
=
s × 100% dR
=
0,218 × 100% 0,767
= 28 %
Dwakil (Dsbl ov) = dR + 1,64 s = 0,778 + 1,64 x 0,218 = 1,135 mm Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 7.828.490(-0,2307) = 0,570 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,570)] 0,0597
= 12,136 cm Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 12,136 x 1,00 = 12,136 cm
SEKSI II Station 5,80 – 8,00 Lendutan Lendutan No
Station
Awal
Akhir
(mm)
(mm)
No
Station
Lendutan
Lendutan
Awal
Akhir
(mm)
(mm)
1
5.800
0,5
0,5
13
7.000
2,0
0,9*
2
5.900
0,9
0,9
14
7.100
1,1
1,1
3
6.000
0,7
0,7
15
7.200
0,8
0,8
4
6.100
1,0
1,0
16
7.300
1,0
1,0
5
6.200
0,9
0,9
17
7.400
0,7
0,7
6
6.300
1,8
0,9*
18
7.500
1,2
1,2
7
6.400
2,1
0,9*
19
7.600
1,6
0,9*
8
6.500
1,9
0,9*
20
7.700
1,1
1,1
9
6.600
0,9
0,9
21
7.800
0,8
0,8
10
6.700
0,8
0,8
22
7.900
0,6
0,6
11
6.800
1,6
0,9*
23
8.000
0,7
0,7
12
6.900
1,8
0,9*
* Station yang mengalami perbaikan lendutan
Lendutan rata-rata (dR) ds
= ∑d 1 ds
=
20 23
= 0,870
∑ = 20
Deviasi Standar (s)
=
ns
ns
1
1
ns (∑ d 2 ) − (∑ d ) 2 ns (ns − 1)
=
23(17,96) − (20) 2 23(23 − 1)
=
413,08 − 400 506
= 0,161 Tingkat Keseragaman (FK)
=
s × 100% dR
=
0,161 × 100% 0,870
= 18 % Dwakil (Dsbl ov) = dR + 1,64 s = 0,870 + 1,64 x 0,161 = 1,134 Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 7.828.490(-0,2307) = 0,570 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,134) − Ln(0,570)] 0,0597
= 12,121 cm Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,0 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 12,121 x 1,01 = 12,121 cm
II.6.
PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH Perhitungan tebal lapis tambah dilakukan dengan menggunakan nilai
lendutan wakil yang sama untuk ketiga metoda yang digunakan. Nilai lendutan wakil yang digunakan adalah = 1,135 mm, yag diambil dari perhitungn desain lendutan pada Seksi I setelah dilakukan penyesuaian Faktor Keseragaman (FK) Untuk melihat hubungan antara beban lalu lintas (CESA) dan tebal lapis tambah, nilai beban lalu lintas disimulasikan dari sekitar 500.000 hingga 50.000.000 sehingga trendline-nya terlihat.
III.6.1. RDS (Roadwork Desain System) EAL = 500.000
EAL = 1.000.000
EAL = 2.000.000
EAL = 5.000.000
EAL = 10.000.000
EAL = 20.000.000
EAL = 50.000.000
III.6.2. Metoda Asphalt Institute MS-17
Untuk menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dengan melihat hubungan antara RRD, EAL dan tebal lapis tambah pada Gambar 2.6. RRD = Representative Rebound Deflection / Lendutan Wakil EAL
= Equavalent Axle Load / Jumlah Beban Standar
RRD = 1,135 mm = 0,045 in
EAL = 500.000 Tebal lapis tambah = 2,5 cm
EAL = 1.000.000 Tebal lapis tambah = 5,0 cm
EAL = 2.000.000 Tebal lapis tambah = 7,0 cm
EAL = 5.000.000 Tebal lapis tambah = 11,0 cm
EAL = 10.000.000 Tebal lapis tambah = 13,0 cm
EAL = 20.000.000 Tebal lapis tambah = 16,5 cm
EAL = 50.000.000 Tebal lapis tambah = 21,0 cm
III.6.3 Metoda Pd T-05-2005-B Pada perhitungan ini, nilai tebal lapis tambah sebelum dikoreksi (Ho) dan nilai tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) didapat dengan menggunakan rumus:
Ho =
[ln(1,0364) + ln( Dsblov) − ln( Dstlov)] 0,0597
Ht = Ho x Fo
dimana : Ho
= tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm)
Dsbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil (mm) Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah/Drencana (mm) Ht
= tebal lapis tambah /overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm)
Fo
= faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
Dwakil = 1,039 mm
CESA = 500.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 500.000(-0,2307) = 1,076 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(1,076)] 0,0597
= 0,090 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 0,090 x 1,00 = 0,090 cm ≈ 0 cm
CESA = 1.000.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 1.000.000(-0,2307) = 0,917 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,917 )] 0,0597
= 4,171 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 4,171 x 1,00 = 4,171 cm ≈ 4,0 cm
CESA = 2.000.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 2.000.000(-0,2307) = 0,781 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,781)] 0,0597
= 6,860 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 6,860 x 1,00 = 6,680 cm ≈ 6,5 cm
CESA = 5.000.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 5.000.000(-0,2307) = 0,632 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,632)] 0,0597
= 10,406 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 10,406 x 1,00 = 10,406 cm ≈ 10,5 cm
CESA = 10.000.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 10.000.000(-0,2307) = 0,539 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,539)] 0,0597
= 13,072 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 13,072 x 1,00 = 13,072 cm ≈ 13,0 cm
CESA = 20.000.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 20.000.000(-0,2307) = 0,459 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,459)] 0,0597
= 15,764 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 15,764 x 1,00 = 15,764 cm ≈ 16,0 cm
CESA = 50.000.000
Drencana (Dstl ov) = 22,208 x CESA(-0,2307) = 22,208 x 50.000.000(-0,2307) = 0,372 mm
Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho)
=
=
[Ln(1,0364) + Ln(Dwakil ) − Ln(Drencana )] 0,0597
[Ln(1,0364) + Ln(1,135) − Ln(0,372)] 0,0597
= 19,284 cm
Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9)
Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 19,284 x 1,00 = 19,284 cm ≈ 19,0 cm
BAB IV ANALISA DAN DISKUSI
IV.I.
ANALISA LALU LINTAS Walaupun ketiga prosedur perhitungan tebal lapis tambah ini menggunakan
beban standar yang sama sebesar 8,2 ton, akan tetapi dari hasil perhitungan ada perbedaan jumlah kumulatif beban lalu lintas (CESA) yang cukup signifikan, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1. Metoda Pd T-05-2005-B memberikan hasil yang paling besar dan Metoda MS-17 memberikan hasil yang terendah. Perbedaan antara Metoda Pd T-05-2005-B dan Metoda MS-17
adalah sekitar 82% sedangkan
perbedaan antara RDS dan Metoda MS-17 sekitar 45% baik untuk umur rencana 5 tahun maupun 10 tahun.
Gambar 4.1 Lalu Lintas Rencana
Perbedaan nilai Vehicle Damage Factor (VDF)
merupakan salah satu
indikator yang mempengaruhi jumlah kumulatif beban lalu lintas rencana. Pada Metoda Pd T-05-2005-B, VDF dipengaruhi oleh peningkatan kapasitas beban kendaraan. Hal ini dipengaruhi oleh pertimbangan beban berlebih atau “excessive overloading” pada kendaraan-kendaraan yang umum terjadi di negara-negara berkembang (dunia ketiga) seperti Indonesia. Sedangkan RDS dan Metoda Asphalt Institute tidak memasukkan kriteria overloading pada perhitungan beban lalu lintas rencana. Untuk mengantisipasi beban berat kendaraan yang meningkat, ke-2 prosedur ini mempertimbangkan Heavy loads, sehingga perencanaan sangat berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Perbandingan nilai truk faktor dari ketiga prosedur yang digunakan dapat dilihat pada table 4.1 dibawh ini.
Tabel 4.1 Nilai VDF Pada Masing-masing Metoda Jenis
Berat Total
Vehicle Damage Factor (VDF)
Kendaraan
(Ton)
RDS
Asphalt Institute MS-17
Pd-T-05-2005-B
Truck 2 as
19,006
2,20
0,42
7,51
Truck 3 as
28,682
3,62
1,99
8,97
Trailer 4 as
40,910
3,62
1,64
14,09
Trailer 5 as
49,583
3,62
1,69
14,66
Trailer 6 as
55,627
3,62
1,69
13,15
Besarnya nilai truk faktor juga dipengaruhi oleh klasifikasi kendaraan pada metoda yang bersangkutan, walaupun klasifikasi kendaraan tersebut tidak
memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Tabel 4.2 berikut ini memperlihatkan klasifikasi kendaraan pada ketiga prosedur yang digunakan. Tabel 4.2 Klasifikasi Kendaraan Masing-masing Metoda RDS
Pd-T-2005-B
Asphalt Institute
M+B+T
Tergantung beban sumbu Truk Tunggal
Bus Berat
(ton)
Truk Sedang
kendaraan. Jenis sumbu
Truk Berat
kendaraan terbagi 4, yaitu:
dan
jenis
-
STRT
-
STRG
-
SDRG
-
STrRG
sumbu
-
2 Sumbu, 4 Roda
-
2 Sumbu, 6 Roda
-
3 Sumbu atau lebih
Traktor Semi – Trailer -
3 Sumbu
-
4 Sumbu
-
5 Sumbu atau lebih
IV.2. ANALISA KESERAGAMAN LENDUTAN (FK) Kehomogenan data lendutan merupakan salah satu yang disyaratkan dari ketiga prosedur yang digunakan. Walaupun demikian, Metoda Pd T-05-2005-B memberikan batas yang lebih jelas dari prosedur lainnya karena metoda ini mempertimbangkan Faktor Keseragaman (FK).
Sedangkan pada program RDS
kehomogenan data lendutan di dapat dengan memperkecil jumlah titik dalam setiap segmen, dimana jumlah titik tersebut diusahakan seminimal mungkin tetapi masih dalam batas defenisi statistik dari nilai yang mewakili, yaitu N>9. Metoda Asphalt Institute tidak menjelaskan masalah ini.
Sedangkan
Pada Tabel 4.3 dibawah ini (hasil perhitungan pada Metoda Pd T-05-2005-B) terlihat bahwa tingkat keseragaman masih lebih besar dari 30 % (>Fkijin), hal ini kemungkinan karena pada titik-titik tertentu nilai lendutan melonjak tinggi akibat adanya kerusakan setempat, untuk itu data-data yang melonjak itu dikeluarkan dari perhitungan. Dilapangan lokasi dimana data melonjak harus mendapat perhatian khusus dengan melakukan perbaikan setempat sebelum melakukan pelapisan tambah. Setelah dilakukan perhitungan dengan variasi nilai Faktor Keseragaman (FK), dimana nilai FK diturunkan pada batas yang telah ditentukan (FK ≤ 30 %) terlihat bahwa tebal lapis tambah juga mengalami penurunan, seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Besar dari Fkijin (FK>30%) PARAMETER
SEKSI I
SEKSI II
Lendutan rata-rata (mm)
0,928
1,152
Deviasi Standar
0,503
0,494
54
43
Dwakil (mm)
1,752
1,962
CESA (ESA)
7.828.490
7.828.490
Drencana (mm)
0,570
0,570
Ho (cm)
19,408
21,304
1,00
1,00
19,408
21,304
Tingkat Keseragaman (%)
Fo Ht (cm)
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Kecil dari Fkijin (FK<30%) PARAMETER
SEKSI I
SEKSI II
Lendutan rata-rata (mm)
0,778
0,870
Deviasi Standar
0,218
0,161
28
18
Dwakil (mm)
1,135
1,134
CESA (ESA)
7.828.490
7.828.490
Drencana (mm)
0,570
0,570
Ho (cm)
12,136
12,121
1,00
1,00
12,136
12,121
Tingkat Keseragaman (%)
Fo Ht (cm)
Seksi I
Seksi II
Gambar 4.2 Hubungan Tebal lapis Tambah dan Faktor Keseragaman
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pengaruh faktor keseragaman sangat besar terhadap hasil perhitungan tebal lapis tambah. Pada seksi I tebal lapis tambah bervariasi antara 12,136 - 1,408 cm untuk variasi FK 28% - 54% sedangkan pada seksi II tebal lapis tambah bervariasi antara 12,121 – 21,304 cm untuk variasi FK 18% - 43%. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan seksi yang seragam untuk desain perkerasan sangat berpengaruh terhadap perhitungan tebal lapis tambah. Walaupun demikian, faktor keseragaman tidak dapat menjelaskan kondisi perkerasan yang mengalami kerusakan “kritis” sepanjang ruas jalan. Pada suatu kondisi tertentu, data lendutan perkerasan bisa jadi memiliki tingkat keseragaman yang cukup baik tetapi dengan nilai lendutan yang cukup besar dan merata sepanjang jalan tersebut. Kondisi kerusakan seperti ini dapat diketahui dengan cepat pada RDS dengan adanya koreksi terhadap kekasaran perkerasan (IRI). Pada prosedur RDS, konstruksi lapis tambah juga mempertimbangkan prinsip “multy layers” dengan menggunakan jenis lapisan yang berbeda untuk setiap lapisnya sehingga cost yang dibutuhkan dapat diminimalkan. Pertimbangan seperti ini juga dapat digunakan pada Metoda Pd T-05-2005-B, dimana lapisan permukaan atas dapat menggunakan lapis permukaan yang umum digunakan sedangkan pada lapisan kedua menggunakan ATBL (Asphalt Treatment Base Layer). Apabila perkerasan yang ada sudah tidak dimungkinkan lagi untuk pelapisan tambah, baik karena kondisi perkerasan lama yang telah kritis ataupun pertimbangan cost yang mendekati atau lebih besar dari konstruksi baru maka perencanaan ulang atau pembangunan konstruksi baru merupakan alternatif terakhir yang harus dipilih.
IV.3. ANALISA TEBAL LAPIS TAMBAH Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Tebal Lapis Tambah (cm) dengan Metoda RDS
MS 17
Pd T-05-2005-B
CESA Desain Lendutan 1,135 mm
1,135 mm
1,135 mm
500.000
6,5
2,5
0
1.000.000
6,5
5,0
4
2.000.000
6,5
7,0
6,5
5.000.000
6,5
11,0
10,5
10.000.000
9
13,0
13,0
20.000.000
9
16,5
16,0
50.000.000
9
21
19
Gambar 4.3 Hubungan Tebal Lapis Tambah dan Beban Lalu Lintas untuk D = 1,039 mm
Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa tebal lapis tambah dengan menggunakan RDS nilainya cenderung lebih lebih kecil dibandingkan dengan metoda MS-17 atau Pd T-5-2005-B. Walaupun pada CESA 500.000 dan 1.000.000 nilainya lebih besar karena pada RDS untuk penanganan peningkatan berlaku syarat tebal minimum. Sedangkan Metoda Pd T-5-2005 B menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan MS-17 karena pada metoda ini koreksi tebal perkerasan dilakukan lebih komprehensif, yaitu meliputi koreksi terhadap temperatur, faktor musim dan jenis material. Sedangkan pada MS-17 koreksi hanya dilakukan terhadap temperatur dan faktor musim.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian tentang metoda perencanaan tebal lapis tambah
perkerasan lentur dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perhitungan beban kumulatif lalu lintas (CESA) dengan menggunakan Pd T-05-2005-B, RDS dan MS-17 memberikan perbedaan sekitar 82% dan 45% untuk spektrum beban seperti pada Tabel 3.1 dengan asumsi pertumbuhan lalu lintas 5%. Hal ini karena Pd T-05-2005-B memasukkan kriteria “overloading” pada perhitungan nilai VDF. Sedangkan RDS dan MS-17 hanya mempertimbangkan heavy loads. 2. Variasi Faktor Keseragaman (FK) 28% – 54% memberikan perbedaan tebal lapis tambah antara 12,136 – 19,408 cm pada seksi I dan variasi FK antara 23% - 43% memberikan variasi tebal lapis tambah antara 12,121 21,304 cm pada seksi II. Hal ini menunjukkan bahwa FK mempunyai pengaruh yang signifikan pada perhitungan tebal lapis tambah. 3. Perhitungan overlay dengan menggunakan RDS nilainya cenderung lebih lebih kecil dibandingkan dengan metoda Pd T-05-2005-B atau MS-17. Karena pada RDS dan metoda Pd T-05-2005-B koreksi tebal perkerasan dilakukan lebih komprehensif, yaitu meliputi koreksi terhadap temperatur, faktor musim dan jenis material. Selain itu RDS menggunakan aspal HRS yang lebih cocok untuk iklim Indonesia. Sedangkan pada MS-17 koreksi hanya dilakukan terhadap temperatur dan faktor musim.
V.2
SARAN 1. Mengingat desain perkerasan jalan sangat dipengaruhi oleh metoda yang yang digunakan, sebaiknya pemilihan metoda tersebut harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam perencanaan desain perkerasan jalan. 2. Untuk ruas jalan yang data lendutannya bervariasi, penetapan segmen jalan perlu dilakukan secara komprehensif. Apabila data lendutan yang ada menunjukkan klasifikasi yang sangat beragam, sebaiknya data lendutan yang menyimpang disamakan dengan data lendutan yang ada di dekatnya dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan setempat. 3. Karena VDF pada RDS tidak memasukkan kriteria “overloading”, sebaiknya prosedur ini hanya digunakan pada kendaraan beban standar atau melakukan perhitungan CESA dengan menggunakan prosedur Pd T05-2005-B baru dilanjutkn ke tahap perencanaan dengan menggunkan RDS.
DAFTAR PUSTAKA 1. AASHTO, (1993), AASHTO Guide for Design of Pavement Structure - 1993, American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington D.C. 2. Corne, C.P., (1983), Optimising Pavement Overlay Design In Indonesia, Jakarta, Indonesia. 3. Corne, C.P., (1989), Parameter dan Model Desain untuk Sistim Desain Pekerjaan Jalan, Bipran Design Monitoring and Administration Project, Jakarta. 4. Departemen Pekerjaan Umum, (2005), “Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metoda Lendutan, No. : Pd T-05-2005-B, Dep. PU, Jakarta. 5. Manual RDS 2003 5.01, Dit. Jaringan Jalan Nasional 6. Muis, Z.A., (1993), Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan Bahagian I, Diktat Kuliah. 7. Oglesby, C.H., & Hicks R.G., Teknik Jalan Raya, Edisi keempat-jilid 2, Erlangga, Jakarta. 8. SNI, (2002), Tata Cara Pelaksanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen, No.SNI 03-1732-1989. 9. Sugeng, B., Peranan Rekayasa Perkerasan Jalan Dalam Mendukung Terwujudnya Sustainable Transportation, Jurnal Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan. 10. Sulaksono, S.W., (2000), Rekayasa Jalan, ITB, Bandung. 11. The Asphalt Institute, (1983), Asphalt Overlay for Highway and Street Rehabilitation, Manual Series No. 17 (MS-17). 12. Yoder, E.J. and Witczak, M.W, (1975). Principles of Pavement Design, Second Edition. Jhon Wiley & Sons Inc, New York-London-Sydney-Toronto.
Lampiran A Temperatur Rata-Rata Tahunan (TPRT) Tabel A1
No
Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia
Kota
Propinsi Di Aceh BAND CUT 1 2 3 4
Tp (ºC) NYAK
DIEN
(MEULABOH) METEO. LHOKSEUMAWE (LHOKSEUMAWE) PBRK. GULA COK GIREK (COK GIREK) BAND. BILANG BINTANG (BANDA ACEH) KODAM 1 SABANG
5 Propinsi Sumatera Utara 1 2 3 4 5 6 7 8 9
3 4 5 6 7
3 4 5 6
Kota
Tp (ºC)
34,6
Propinsi Jambi BANDARA 1
28,9
34,9
2
35,7
35,4
3
35,5
4
35,9
Propinsi Bengkulu BANDARA 1
35 35
DEPATI PARBO (DEPATI PARBO) BANDARA PALMERAH (PALMERAH JAMBI) BL. BENIH PADI S. KARYA (LUBUK RUSO) SEBAPO, DIPERTA KM 21 (SEBAPO) .PADANG KEMILING (BENGKULU) KLIMATOLOGI PULAU BAI (PULAU BAI) GEOF. KEPAHIANG (KEPAHIANG)
35,8 35,9
24,6
2
24,9
3
32,7
Propinsi Sumatera Barat
32,9
1
METEO. GUNUNG SITOLI (BINAKA) BANDARA PINANG SORI (SIBOLGA) BAND. POLONIA (MEDAN)
34,4
2
34,8
3
35,8 35,7 36,2
4 5 6
27,8
7 8
28,0
9
31,5
10
32,6
11
33,7
12
33,8
13
35,0
14
34,8
15 16
35,2
Propinsi Lampung
35,4
1
LANUD ASTRA KSETRA
31,5
35,8
2 3
TANJUNG KARANG
34,8
BANDARA BRANTI
35,2
KLIM. SAMPALI (SAMPALI) JL. GEROPAH BELAWAN (BELAWAN - MEDAN) KEBUN
PERCOBAAN PADANG PANJANG RAMBATAN, BATUSANGKAR SUMANI, KOTO SINGKARAK (SOLOK) B. BENIH PADANG GELUGUR KLIMATOLOGI SICINCIN (SICINCIN - PARIAMAN) BANDARA TABING (PADANG)
Propinsi Riau BANDARA 1 2
No
BRASTAGI – KOTA GADUNG KEBUN PERCOBAAN BALIGE –GURGUR MARIHAT ST.P. SIANTAR (PEMATANG SIANTAR) ARON GLP. TIGA
Propinsi Sumatera barat SUKARAME 1 2
rata2
KIJANG
(TANJUNG PINANG) BANDARA SIMPANG TIGA (PEKANBARU) BANDARA JAYAPURA (JAPURA-RENGAT) BAND. DABO (D. SINGKEP) BANDARA NATUNA
36,0
METEOROLOGI (TAREMPA)
36,8
TAREMPA
BALAI BENIH TANJUNG TEBAT LAHAT (LAHAT) BAND. TANJUNG PANDAN (TANJUNG PANDAN) BALAI BENIH TUG.MULYO (LUBUK LINGGAU) PANGKAL PINANG
32,2
33,1 34,8 35,1 35,4
BAND. PANGKAL PINANG METEOLOGI PANGKAL PINANG BALAI BENIH TOBOALI
35,3 35,6
DIPERTA KAB. LEMATANG ILIR OT. (MUARA ENIM) METEO. PERTANIAN KENTEN (KENTEN) PERC. KAYU AGUNG, OKI (KAYU AGUNG) PALEMBANG
35,9
BANDARA TALANG BETUTU BALAI BENIH SENTRAL BLT. (BELITANG) BALAI BENIH SEI. PINANG OGAN ILIR (SEI PINANG) BAND. TALANG BETUTU
36,2
SEKAYU DIPERTA MUSI BANYUASIN
KAB.
35,9
35,9 35,9 36,2
36,2 36,3 36,4 36,7
rata2
Tabel A1
No
Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia (lanjutan) Kota
Tp rata2 (ºC)
No
Tp rata2 (ºC)
Kota
Propinsi DKI Jakarta CENGKARENG ( METEO. 1
35,8
1
BABADAN
24,4
2
36,0
2
25,2
36,6
3
36,8
4
37,3
5
35,3
6 7
KLEDUNG (KEB. BIBIT PURNOMOSARI) KUDUS (COLO KUDUS, DIPERTA KAB. KUDUS) MAGELANG (DPU PENGAIRAN SENENG) SEMARANG KLIMAT. JL. SILIWANGI 291 WONOSOBO
34,4
35,5
8
35,6
9
4 GEOF. JL. TANAH TINGGI 5 Propinsi Jawa Barat LEMBANG 1 PANGALENGAN (CUKUR 2
35,9
SPMA UNGARAN
35,2
SRIMARDONO
35,3
SENDANG HARJO
35,5
27,4
10 11 12 13 14
PROY.REST. CANDI BOROBUDUR BANYUMAS (BOJONGSARI, KEC. KEBONG BARU) JEPARA (BEJI, KEC. BANGSRI) SEMPOR, KEDU SELATAN
35,7
3
28,5
15
30,5
PURBALINGGA (KARANG KEMIRI - KEMANGKON) PURWODADI (NGAMBAK , KEC. KEDUNGJATI) CILACAP (MET. CILACAP) SURAKARTA (LANUD ADI SUMARNO) BREBES (KERSANA, KB. BIBIT KERSANA) TEGAL, JL. PANCASILA 2.
35,8
3 4 5
BAND. SOEKARNO HATTA) BANDARA HALIM PERDANA KESUMA JAKARTA OBSERVATION JL. AR. HAKIM (JAKARTA) BANDARA KEMAYORAN (JAKARTA) TANJUNG PRIUK (METEO. MARITIM TG. PRIUK)
Propinsi Banten PELUD. 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
BUDIARTO
CURUG TANGERANG KLIMATOLOGI CILEDUG JL. MEGA 1 PD BETUNG SERANG (METEO SERANG)
KEC. PANGALENGAN ) METEOLOGI CITEKO CISARUA BANDUNG ( 3a + 3b )
Propinsi Jawa Tengah
35,9 26,6
GEOFISIKA JL. CEMARA 48
30,5
16 17
LANUMA HUSEN S. NEGARA KEBUN CURUG, JASINGA
30,5
18
32,7
19 20
KUNINGAN-CRB (KEB. PERCOB. KUNINGAN) BOGOR (2a + 2b + 2c + 2d)
33,0 33,1
LANUD TASIKMALAYA
33,1
TASIKMALAYA( 7a + 7b )
33,2
LANUD ATENG SANJAYA
34,1
KUMAT 1.DARMAGA KP 76
34,2
CIPATUJAH, PERKEBUNAN NASIONAL KALIJATI-SUBANG (LANUD KALIJATI) PAMANUKAN (K.P. PUSAKANEGARA) CIBINONG (KEB. PERCOB. TANAMAN) PURWAKARTA (CIKUMPAI KEC. CEMPAKA) SUKAMANDI
34,3
23 BANDARA AHMAD YANI 24 WONOCOLO 25 Propinsi DI Yogyakarta
35,0
1
35,0
2
35,2
3
35,4
4
35,8
5
KERAWANG (JATISARI, JL. RAYA KALIASIN) JATIWANGI (METEO. JATIWANGI) JATILUHUR
35,8 36,3 36,7
21 22
PEKALONGAN BENIH GAMER) SEMARANG
(BALAI
METEOLOGI MARITIM SEMARANG PATI (TC. RENDOLE PATI)
KEB. HORTIKULTURA NGIPIKSARI (YOGYA) LANUMA ADI SUCIPTO (YOGYA) UNIV. PERT. ILMU TANAH UGM ( YOGYAKARTA) WONOCATUR UPN VETERAN (YOGYAKARTA) GN. KIDUL PLAYEN
30,8 32,3 32,4 34,3
34,6 35,0 35,1
35,7 35,8
36,4 36,5 36,6 36,6 36,8 36,8 37,0 40,4
31,1 35,5 35,5 36,1 36,9
Tabel A1
No
Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia (lanjutan) Tp rata2 (ºC)
Kota
Propinsi Jawa Timur
Kota
Tp rata2 (ºC)
KUNING, DIPERTA PROP. DT. 1 DENPASAR BESAKIH (PERTANIAN DAERAH DT. 1 BALI BANDARA NGURAHRAI (DENPASAR)
No
1
CINDOGO
26,5
Propinsi Bali CANDI 1
25,0
2
TRETES (GEO. TRETES PASURUHAN) PUNTEN, SIDOMULYO BATU KEC. BATU MALANG
28,3
2
28,5
29,3
3
29,4
NGANJUK (BULAK MOJO, PROY. SERBA GUNA) LUNAMA A. RHMN SALEH
31,0
Propinsi Kalimantan Barat LANUD SINGKAWANG 1
SUMBER ASIN, POS SUBER MANJING MALANG
31,2
2 3
31,7
4
BENDUNGAN SELOREJO
31,9 33,4
5 6
34,2
7
35,1
Propinsi Kalimantan Tengah
13
UNBRA, JL. MAJEN HARYONO KARANG KATES, PROY SERBA GUNA JEMBER (KALAWINING, JL. MOH. SERUJI 2) PG. GEDAWUNG
35,3
1
14
KP. GENTENG
35,4
2
15
JATIROTO, JL. MERAK 1 KENING/TUBAN, JL. JOHAR 26 KEDUNGREJO
35,6
3
35,7
Propinsi Kalimantan Timur
35,7
TUGUREJO
35,8
BANYUWANGI
36,0 36,0
21
SELOGIRI, KEC. GIRI KETAPANG METEO. BANYUWANGI
1 2 3 4
36,1
5
22
MOJOKERTO
36,1
6
23
MADIUN ISWAHYUDI) SURABAYA
36,3
7
36,8
Propinsi Kalimantan Selatan BANJAR BARU, KOT. POS 1
35,6
37,0
2
49 (BANJARMASIN) SMPK PELAIHARI
35,6
37,0
3 4 5 6
BANJARMASIN
35,7
METEO . BANJARMASIN
35,8
TANAH AMBUNGAN
35,8
PANTAI HAMBAWANG
35,9
7 8
BAND. STAGEN K. BARU
35,9
BANJAR SARI
27,8
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
16 17 18 19 20
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
(LANUMA
31,2
PASURUAN, JL. PAHLAWAN 25 METEOLOGI KALIANGET (KALIANGET) PG. WONOLANGUN
36,8
METEO. SANGKAPURA
37,1
METEO TANJUNG, SADANI
37,4
SURABAYA MARITIM, JL. TANJUNG SADANI PG. WARINGIN ANOM
37,4
PACITAN
37,6
PAMEKESAN
37,6
LANUD JUANDA TNI AURI
37,6
PASINAN
39,6
SITUBONDO (PG. ASEMBAGUS) WIROLEGI
39,9
37,4
44,20
11
(SINGKAWANG) METEO. PALOH (PALOH)
36,4
31,4 35,2
BAND. SUSILO SINTANG (SUSILO SINTANG) BAND. SUPADIO (SUPADIO, PONTIANAK) KLIMATOLOGI SIANTAN
35,6
BAND. ROCHADA USMAN (KETAPANG) NANGAPINOH
35,8
BANDARA ISKANDAR (PANGKALAN BUN) BANDARA BERINGIN (MUARA TEWEH) BANDARA PINARUNG (PALANGKARAYA)
LONG BAWAN
35,6 35,7
35,8
34,8 35,4 36,1
28,6
BARONG TONGKOK
33,7
TANJUNG REDEP
34,6
LOAJANAN, DINAS PERTANIAN RAKYAT BANDARA TEMINDUNG (SAMARINDA) BANDARA SEPINGAN (BALIKPAPAN) BANDARA JUWITA (TARAKAN)
35,5 35,6 36,0 36,0
Tabel A1
No
Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia (lanjutan) Kota
Tp rata2 (ºC)
Propinsi Sulawesi Utara TOMPASO-KAWANGKOAN 1
29,6
2
MENADO (1a & 1b)
3 4
KLIM. KAYUWATU BANDARA SAMRATULANGI METEO. GORONTALO
5 METEO. NAHA SANGIHE 6 METEO. BITUNG 7 Propinsi Sulawesi Tengah BANDARA KASIGUNCU (POSO) BANDARA MUTIARA (PALU) BANDARA BBG. LUWUK (BUBUNG LUWUK)
1 2 3
LANUMA W. MONGOSIDI (KENDARI) BETOAMBARI BAU BAU
2 Propinsi Sulawesi Selatan 1 2 3 4 5 6 7
35,1
34,4
2
34,3
34,9 35,0
3
36,0
5 LOKA PRIA 6 Propinsi Nusa Tenggara Timur WAINGAPU, 1
36,2 37,6
4 5 6 7 8 9
4
35,3
2
36,1
3
37,0
4 5
35,1
6
36,3
7 8
(REMBIGA-AMPENAN) SENGKOL, PUJUT (LOMBOK TENGAH) BAND. SUMBAWA BESAR BANDARA M. SALAHUDIN (BIMA) LEKONG
BANDARA MAU HAU BANDARA LEUKENIK (LEUKENIK) METEO. KUPANG (KUPANG) KUPANG
35,8 36,7 35,4 36,6 35,7 36,0 36,1 36,2
METEO. PELUD PERINTIS (MALI) METEO. LASIANA (KUPANG) LARANTUKA
36,4
BANDAR A (MAUMERE) TARDAMU
37,2
WAIOTI
36,8 37,0
PANAKUKANG
35,3
9
MAMASA POLMAS
35,4
BANDARA HASANUDIN
35,6
MASAMBA
35,6
P.G. BONE, JL. MESJID RAYA UJUNG PANDANG
35,8
Propinsi Maluku GAMAR MALAMO 1 LABUHA 2 BANDARA AMAHAI 3
35,9
4
P.G. TAKALAR
36,7
5
37,2
6
(AMAHAI) METEO. KAIRATU MALUKU TENGAH BANDARA PATIMURA (AMBON) NAMLEA (BURU UTARA)
40,0
7
TERNATE (1a & 1b)
35,4
BANDARA BABULAH
35,7
34,0
KP. YANDENA
35,9
35,3
8 9 10
36,1
35,5
11
PELUD DUMATUBUN TUAL METEO. SAUMLAKI
36,3
35,7
12
BADANAIRE BANDA
36,8
35,8
13 14
MALI
37,0
METEO. GESER (GESER)
37,2
MAJENE 8 MARITIM PANAIKANG 9 Propinsi Papua (Irian Jaya) METEO. TORES FAK-FAK 1 METEO. SERUI 2
3
Tp rata2 (ºC)
Kota
Propinsi Nusa Tenggara Barat BAND. SELAPARANG 1
Propinsi Sulawesi Tenggara 1
No
(SERUI) KLIM. PERTANIAN (GENYEM) METEO. RENDANI (WONOKWARI) RANSIKI METEO. NABIRE
36,0
METEO. BIAK (BIAK)
36,2
METEO. UTARUM (KAIMANA) DOK II JAYAPURA
36,7 37,4
37,3 33,8 34,5 34,8 35,0 35,3 35,3
Lampiran B Gambar Alat Pengujian Lendutan
Gambar B.1a. Rangkaian Alat Falling Weight Deflectometer (FWD)
Gambar B.1b. Trailer Alat Falling Weight Deflectometer (FWD)
Gambar B1. Alat Falling Weight Deflectometer (FWD)
Gambar B.2a. Rangkaian Alat Benkelman Beam (BB)
Gambar B.2b. Skema Benkelman Beam (BB)
Gambar B.2c. Ban Roda Belakang Truk Standar
Gambar B2. AlatBenkelman Beam (BB)
Lampiran C Tampilan Rds
Gambar C.1 Tampilan Macro Security
Gambar C.2 Tampilan Menu Utama
Gambar C.3 Tampilan Isian Data
Gambar C.4 Tampilan RDSESA
Gambar C.5 Tampilan RDSSORT
Gambar C.6 Tampilan RDS DISAIN