5
TINJAUAN PUSTAKA Cross Laminated Timber (CLT) Definisi Cross Laminated Timber (CLT) merupakan produk rekayasa panel kayu yang dibentuk dengan menyusun lapisan tipis kayu dengan orientasi tegak lurus dari arah serat kayu (Gulzow et al. 2010). Sturzenbecher et al. (2010) menyatakan bahwa CLT merupakan produk kayu dengan kinerja yang tinggi, diproduksi dari papan biasa yang direkatkan dengan cara bersilangan antara lapisan satu dengan lapisan yang lain. Menurut Associates (2010) laminasi kayu silang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah papan atau lamina dengan arah bersilangan satu sama lain kemudian diikat dengan perekat. Perkins dan McCloskey (2010) menyatakan bahwa CLT merupakan rekayasa panel kayu terbesar yang diproduksi dari laminasi kayu silang dengan perekat sebagai pengikat. CLT disusun dari 3 sampai 7 lapisan kayu atau papan yang bersilangan antar lapisan satu dengan lainnya yang direkatkan dan diberi tekanan hidraulik atau divakum pada seluruh bagian permukaan atau dengan dipaku. Siddiq (1989) menyatakan bahwa kekuatan kayu laminasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pada umumnya merupakan bagian proses pembuatannya, yaitu antara lain : 1. Jenis dan mutu kayu yang dipakai sebagai bahan laminasi, makin tinggi mutu kayu yang dipakai maka makin tinggi kekuatan kayu laminasi yang dihasilkan. 2. Mata kayu mengganggu arah serat disekitar lokasi mata kayu dan dapat memperlemah sifat keteguhan lentur, tarik dan tekan sejajar serat. 3. Kemiringan arah serat kayu, arah serat kayu lamina yang miring akan menggangu sifat keteguhan lentur, tarik, dan tekan sejajar serat tetapi hal ini mudah dihindari dengan pengaturan dan pemilahan kayu untuk lamina. 4. Retak sejajar serat (shake) dan pecah (check), cacat ini dapat menurunkan keteguhan geser karena mengurangi bidang yang menahan geser dan merusak integritas keteguhan totalnya.
6
Pada dasarnya sifat-sifat fisis laminasi kayu ditentukan oleh sifat-sifat kayu pembentuknya, seperti kadar air dan berat jenis (Wirjomartono 1958). Sejarah dan Perkembangan CLT pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an yang dinyatakan sebagai salah satu rekayasa panel kayu yang paling menarik dan inovatif yang merupakan perkembangan teknologi yang dimulai dari kayu lapis, laminasi lapisan silang veneer kayu disadari dapat meningkatkan sifat-sifat struktural kayu dengan mendistribusikan kekuatan pada kedua arah panjang dan lebar (Wood Naturally Better 2010). Pada tahun 2010, arsitek Andrew Waugh menerima persetujuan untuk membangun gedung Stadthaus bertingkat 9 di London Inggris, yang dibuat dari panel CLT untuk membentuk struktur dinding, tangga, inti lift dan lantai. CLT yang digunakan dipasok oleh produsen Austria KLH Massivholz GmbH melalui KLH Inggris (Ward 2010). Pada bulan Desember 2010 dibangun menara lonceng 78 kaki di Gastonia Amerika Serikat, yang terbuat dari CLT pada 70 kaki diatas landasan beton 3 kaki. Ini merupakan bangunan pertama di Amerika Serikat yang dibangun dari CLT (WWNRC 2010). Sejauh ini pengembangan produk dikendalikan oleh aspek teknologi dan fasilitas produksi. Potensi mekanis produk belum sepenuhnya terdengar (Sturzenbecher et al. 2010). Sementara itu teknologi laminasi kayu silang di Indonesia masih belum popular, sehingga pemakaian maupun penelitian tentang produk CLT belum banyak ditemui. Kelebihan dan Kekurangan Perkins and McCloskey (2010) menyatakan bahwa beberapa kelebihan CLT adalah penyerapan suara, ketahanan api, tahan gempa, stabilitas dimensi, CLT dapat diketam dan diamplas dengan mudah, ramah lingkungan dan dalam hal ukuran. Menurut Associates (2010) manfaat dari produk CLT antara lain : 1. Lingkungan, CLT yang digunakan dari kayu yang dihasilkan dari alam dan dipengaruhi oleh lingkungan dan merupakan sumber energi yang terbarukan.
7
2. Kemudahan dalam penggunaan dan pemeliharaan, CLT dapat meminimalkan cacat yang ada pada kayu dan mengurangi biaya konstruksi. Produk CLT memerlukan sedikit atau tidak ada pemeliharaan. 3. Ketahanan terhadap api, CLT memberikan keuntungan yang signifikan dalam hal perlindungan terhadap api dibandingkan dengan produk dari bahan beton atau baja. 4. Bentuk dan ukuran, CLT dapat dibuat dengan ukuran tebal 75 mm – 334 mm, lebar 1280 mm – 2950 mm dan panjang sampai dengan 18 m. Produk CLT dapat dibentuk untuk penggunaan jendela, pintu dan fitur arsitektur yang dibuat melengkung dengan radius minimum 8 m. 5. Pemeliharaan, CLT dirancang dan didesain dengan benar, sehingga panel CLT sedikit atau tidak ada pemeliharaan. Salah satu keuntungan dari produk ini adalah kekuatan dan keseragaman sifatnya. Setiap panel terdiri dari lima lapisan kayu bersilangan satu sama lain. CLT juga memiliki sifat ketahanan terhadap api, penyerapan suara dan sifat isolasi dari semua produk kayu, kualitas estetika tinggi yang menarik bagi arsitek dan desainer (Wood Naturally Better 2010). Morisco (2006), secara garis besar keuntungan yang dapat diperoleh dari teknologi laminasi antara lain : 1. Teknologi laminasi secara tidak langsung dapat mengatasi masalah retak, pecah ataupun cacat akibat pengeringan karena lamina terdiri atas lembaranlembaran yang tipis sehingga pengeringan lebih cepat dan mudah. 2. Produk laminasi yang berlapis-lapis memungkinkan untuk memanfaatkan lamina berkualitas rendah untuk disisipkan diantara lapisan luar (face) dan lapisan belakang (back) seperti halnya produk kayu lapis. 3. Produk laminasi memungkinkan pembuatan struktur bangunan berukuran besar yang lebih stabil karena seluruh komponen yang digunakan dikeringkan sebelum dirakit menjadi produk laminasi. 4. Arah serat lamina dapat dipasang saling bersilangan, sehingga susunan ini akan menjadikan nilai kembang susut produk tidak besar. 5. Dengan laminasi cacat-cacat kayu dapat disusun tersebar sehingga kualitas laminasi menjadi baik dan merata.
8
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas, CLT juga memiliki beberapa kekurangan seperti pada produk laminasi kayu lainnya. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan CLT akan meningkatkan biaya produksi melebihi kayu gergajian. Pembuatan CLT memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan teknologi dalam pembuatannya. Penggunaan Panel CLT dapat digunakan untuk membentuk lantai, dinding, atap dan banyak benda lainnya (Wood Naturally Better 2010). Gulzow et al. (2010) menyatakan bahwa CLT semakin banyak digunakan sebagai lapisan bantalan beban (elemen lantai), panel (elemen dinding) pada bangunan tempat tinggal dan sebagai lapisan dek pada konstruksi jembatan. Sturzenbecher (2010) menyatakan bahwa CLT merupakan produk kayu dengan kinerja yang tinggi, yang digunakan untuk aplikasi bantalan beban dan pemanfaatannya sebagai lapisan struktural pada konstruksi bertingkat. Serrano dan Enquist (2010) menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir CLT telah digunakan dalam peningkatan jumlah struktur bertingkat tinggi dan menengah. Perekat dan Perekatan Perekat adalah zat yang dapat mengikat material menjadi satu melalui ikatan permukaan. Adherent (sirekat) adalah bahan yang direkat dengan bahan lain oleh perekat. Perekatan adalah keadaan dimana kedua permukaan bahan menjadi satu oleh ikatan permukaan, yang disebabkan karena gaya valensi maupun interlocking action. (Blomquist 1983; Wood Handbook 1999). Jordan (1977), diacu dalam Satuhu (1987) mengartikan keterekatan (Guability) kayu sebagai
kemampuan kayu untuk direkat, dimana sebagai
indikatornya adalah nilai keteguhan rekat dari kayu. Keteguhan rekat ini menggambarkan baik tidaknya ikatan yang terjadi antara perekat dan sirekat (kayu). Sifat-sifat kayu yang berhubungan erat dengan keberhasilan perekatan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu sifat fisis dan sifat kimia kayu. Sifat fisis kayu meliputi antara lain : berat jenis, kadar air, porositas,
9
arah serat, serta keterbasahan kayu. Sedangkan sifat kimia kayu menyangkut pada tiga unsur pokok pembentuk kayu yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Unsur lain yang juga penting adalah zat ekstraktif kayu. Terjadinya proses perekatan pada kayu dapat diterangkan melalui teori adhesi mekanikal dan adhesi spesifik. Menurut Pizzi (1994) mechanical entanglement/interlocking theory merupakan aksi bersikunci perekat yang mengeras secara fisis dan mekanis ke dalam ketidakteraturan makro dan mikro permukaan substrat, merupakan faktor utama dalam perekatan. Pizzi (1994) menyatakan
teori adhesi spesifik disebut juga teori adsorbsi, yaitu sebagai
keadaan dimana perekat akan menempel ke substrat karena adanya gaya intermolekul dan gaya interatom antara atom dan molekul dari kedua material. Sistem ikatan antara kayu-perekat-kayu bisa dianalogikan sebagai suatu rantai. Kelemahan sebuah rantai akan melemahkan rantai yang lainnya sehingga kelemahan pada perakitan ikatan akan melemahkan keseluruhan ikatan. Konsep ini dapat membantu menganalisa kegagalan ikatan perekatan, ketika ikatan yang gagal diuji secara visual (Blomquist 1983). Menurut Marra (1992), gambaran secara visual mengenai ikatan perekat sebagai system of a links adalah sebagai berikut :
8 6 4 2 1 3 5 7 9
Gambar 1 Sistem ikatan perekat dengan sirekat. Sumber (Marra, 1992)
Keterangan : Rantai 1 : Rantai 2 dan 3 :
lapisan perekat lapisan batas antar-perekat
10
Rantai 4 dan 5 : Rantai 6 dan 7 : Rantai 8 dan 9 :
daerah interaksi antara perekat dan sirekat daerah permukaan sirekat sirekat
Sistem ikatan perekat dengan sirekat (9 rantai) terdiri dari sembilan rantai yaitu rantai 1 (lapisan perekat), rantai 2 dan 3 (lapisan batas antar perekat), rantai 4 dan 5 (daerah interaksi antara perekat dan sirekat), rantai 6 dan 7 (daerah permukaan sirekat) serta rantai 8 dan 9 (sirekat), seperti disajikan pada Gambar 1. Pemilihan jenis perekat untuk kayu laminasi harus dipilih perekat yang dapat memberikan ikatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Perekat yang digunakan dalam pembuatan laminasi kayu harus memenuhi persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air < 16%) maupun pada kondisi basah (kadar air ≥ 16%) (APA 2003). Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang digunakan untuk keperluan struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF), resorcinol formaldehyde (RF), phenol resorcinol formaldehyde (PRF), isocyanate dan melamin formaldehyde (MF). Perekat Isosianat Perekat
isosianat
didasarkan
pada
reaktivitasnya
radikal
isosianat
(−N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hydrogen (Marra 1992). Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air. Keuntungan perekat ini adalah lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air, energy pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehyde (Marra 1992). Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardenernya dan dicampurkan bila akan digunakan. Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap
11
air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999). Gambaran Umum Jenis Kayu Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Kayu dengan nama botani Anthocephalus cadamba Miq. termasuk dalam family Rubiaceae, dikenal dengan nama daerah jabon, jabun, johan, kelampai, kelampayan, pontua, sencari dan masarambi. Daerah penyebarannya di seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya (Martawijaya et al. 1989). Tinggi pohon kayu jabon dapat mencapai 45 m dengan panjang batang bebas cabang 30 m, diameter sampai 160 cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, memiliki banir sampai dengan ketinggihan 1,50 m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal (Martawijaya et al. 1989). Ciri umum kayu jabon adalah kayu teras berwarna putih semu-semu kuning muda, kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu teras. Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, arah serat lurus, kadang-kadang agak terpadu. Permukaan kayu licin atau agak licin dan mengkilap (Martawijaya et al. 1989). Yani (2009) melaporkan sifat fisis kayu jabon dengan diameter setinggi dada ± 36 cm adalah ; rata-rata kadar air segar dan kering udara sebesar 93,76 % dan 14,13 % sedangkan berat jenis segar, kering udara dan kering tanur sebesar 0,27, 0,28 dan 0,30. Penyusutan tangensial, radial dan longitudinal dari segar ke kering udara sebasar 4,66 %, 0,99 % dan 0,29 %, dengan nilai perbandingan T/R 4,90. Pengembangan tangensial, radial dan longitudinal dari kering tanur ke basah sebesar 7,97 %, 2,34 % dan 0,51 %, dengan perbandingan T/R 3,54. Sedangkan untuk sifat mekanis dari kayu jabon terdapat pada Tabel 1.
12
Tabel 1 Sifat-sifat mekanis kayu jabon No. 1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
Sifat-sifat Mekanis Keteguhan lentur statis - Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) - Tegangan pada batas patah (kg/cm2) - Modulus elastisitas (1.000 kg/cm2) - Usaha sampai batas proporsi (kgm/dm3) - Usaha sampai batas patah (kgm/dm3) Keteguhan pukul - Radial (kgm/dm3) - Tangensial (kgm/dm3) Keteguhan tekan sejajar serat, tegangan maksimum (kg/cm2) Kekerasan - Ujung (kg/cm2) - Sisi (kg/cm2) Keteguhan geser - Radial (kg/cm2) - Tangensial (kg/cm2) Keteguhan belah - Radial (kg/cm) - Tangensial (kg/cm) Keteguhan tarik tegak lurus arah serat - Radial (kg/cm2) - Tangensial (kg/cm2)
Kondisi Pengujian Basah Kering udara 294 516 42,9 0,53 5,4
387 691 68 0,8 6,0
20,2 20,6 279
22,3 24,2 374
275 239
409 268
36,6 46,4
48,4 59,1
46,2 55,0
36,1 55,1
32,6 38,4
25,0 31,4
Sumber : Martawijaya et al. (1989)
Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) termasuk family Rhamnaceae dikenal dengan nama lokal pohon payung, musizi, afrika dan manii. Maesopsis sp merupakan tanaman jenis eksotik yang berasal dari Afrika (Joker 2002). Tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 80 LU dan 60 LS, kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Merupakan jenis suksesi yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Mulai ditanam di Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggihan 1.800 m dpl. Kayu Afrika ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggihan 600-900 m dpl, menyukai daerah dengan curah hujan 1.200-3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai dengan 4 bulan. Menyukai solum tanah dalam drainase baik, namun dapat tumbuh pada solum tipis asalkan terdapat air cukup (Joker 2002).
13
Pohon kayu afrika selalu hijau dengan ketinggihan mencapai 45 m. Batang lurus dengan garis tengah 50-180 cm, akar papan kecil atau bahkan tidak ada, kulit batang halus atau beralur dalam dan vertikal. Pada umumnya daun berhadapan bersilang, tunggal dan berbentuk bulat telur-jorong sampai bulat telur memanjang, pangkal daun membulat sampai menjatung, ujung daun meruncing, tepi daun beringgit. Bunga majemuk, aksiler tak terbatas berukuran 1-5 cm, terdiri dari 5 daun mahkota berwarna kuning kehijauan. Buah keras berbentuk bulat telur sungsang, secara berangsur-angsur warna buah berubah semakin tua warnanya berubah dari hijau menjadi kuning hingga unggu kehitaman. Kayu gubalnya berwarna hampir putih dan kayu terasnya kekuningan apabila masih basah, berubah menjadi coklat tua setelah lama terbuka. Tekstur kayu agak kasar dengan serat bersilang, menghasilkan corak pada permukaan papan. Kerapatan kayu pada kadar air 15% sebesar 0,64-0,72 g/cm3 dari pohon berumur 42 tahun sedangkan dari pohon berumur 6 tahun sebesar 0,58-0,64 g/cm3 (Ani dan Aminah 2006). Menurut klasifikasi kelas kuat di Indonesia kayu afrika termasuk kelas kuat III-IV dengan berat jenis rata-rata 0,39-0,44 (Abdurachman dan Hadjib 2006). Kayu afrika merupakan jenis pohon yang cepat tumbuh dan serbaguna berkekuatan sedang sampai kuat. Kayu afrika umumnya ditanam dipekarangan rumah sebagai pohon peneduh, sebagai sumber kayu bakar dan bahan bangunan (ringan dan berat), pulp, papan partikel, tiang, lantai dan bangunan kapal. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp dari jenis kayu keras umumnya (Joker 2002). Dilihat dari potensi yang dimilikinya, kayu afrika mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman. Kayu Akasia (Acacia mangium Willd.) Kayu akasia (Acacia mangium Willd.) termasuk dalam family Fabaceae, sub family Mimosoideae. Secara umum dikenal dengan nama brown salwood, black wattle dan hickory wattle (Australia), manggae hutan, tongke hutan, nak, laj, jerri (Indonesia) dan arr (Papua New Guinea). Sementara itu, di Malaysia dikenal
14
dengan nama mangium dan kayu sofada sedangkan di Thailand dikenal dengan kra thin tepa (Awang dan Taylor 1993). Secara umum pohon akasia dapat mencapai tinggi 25-35 m dengan bebas cabang melebihi setengah dari total tinggi. Diameternya dapat lebih dari 60 cm. Pada lahan yang miskin, pohon biasanya lebih kecil dengan rata-rata tinggi antara 7 dan 10 m. Pohon yang masih muda berwarna hijau, kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat (Awang dan Taylor 1993). Berdasarkan pernyataan Pandit dan Kurniawan (2008) kayu acacia mangium mempunyai ciri diagnostik sebagai berikut : a. Kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. b. Corak polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. c. Tekstur halus sampai agak kasar dan merata, arah serat lurus, kadang-kadang terpadu, permukaan agak mengkilap dan licin. d. Kekerasan : agak keras sampai keras. Sedangkan ciri anatomi berdasarkan pernyataan dari kedua penulis tersebut adalah sebagai berikut : a. Pembuluh : pori baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, kadang-kadang sampai 4 dengan diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana. b. Parenkim : bertipe paratrakea bentuk selubung disekeliling pembuluh, kadangkadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. c. Jari-jari : sempit, jarang sampai agak jarang, ukuran agak pendek sampai pendek. d. Trakeid : sebagian berisi damar, sehingga tampak bintik-bintik berwarna coklat pada penampang radial. Ginoga (1997) melaporkan hasil pengujian sifat mekanis kayu mangium yang berumur 9 dan 10 tahun seperti terinci pada Tabel 2.
15
Tabel 2 Sifat mekanis kayu akasia (Acacia mangium Willd.) dalam keadaan kering udara Umur
BJ (BKU)
10 tahun : Rata-rata 0,57 Minimum 0,53 Maksimum 0,61 Standar deviasi 0,03 9 tahun : Rata-rata 0.51 Minimum 0,45 Maksimum 0,56 Standar deviasi 0,00 Sumber : Ginoga (1997) Keterangan BJ (BKU) MOR MOE
τ // serat
: = = =
MOR
Kekuatan mekanis (kg/cm3) MOE Tegangan (x 103) Proporsional
τ // serat
KA (%)
942,23 812,99 1071,47 104,11
113,66
686,13
435,85 405,97 465,73 24,07
14,48
725,37 599,82 850,92 78,91
118,69
528,32
416,48 365,87 467,09 31,81
15,32
Berat jenis berdasarkan berat dan volume kering udara Modulus of Rupture Modulus of Elasticity
= tegangan geser sejajar serat Penanaman kayu akasia di Asia terutama digunakan untuk pulp dan kertas.
Pemanfaatan lain meliputi kayu bakar, kayu konstruksi dan mebel, kayu tiang, pengendali erosi, naungan dan perlindungan. Nilai lebih yang lain adalah kemampuan untuk bersaing dengan alang-alang (Joker 2001). Pandit dan Kurniawan (2008) menyatakan bahwa kegunaan kayu akasia adalah sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, alat pertanian, batang korek api, papan partikel, papan serat, venir dan kayu lapis, pulp dan kertas, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang.