PENGEMBANGAN TEORI LENTUR PADA GLULAM I-JOIST DAN VERIFIKASI EMPIRISNYA
RENTRY AUGUSTI NURBAITY
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENGEMBANGAN TEORI LENTUR PADA GLULAM I-JOIST DAN VERIFIKASI EMPIRISNYA
RENTRY AUGUSTI NURBAITY E24051726
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN Rentry Augusti Nurbaity. Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-Joist dan Verifikasi Empirisnya. Di bawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar S.Hut, M.Si dan Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc Kayu dapat digunakan sebagai bahan baku konstruksi bangunan. Dikarenakan adanya kebutuhan kayu berukuran besar untuk konstruksi maka dikembangkan produk rekayasa salah satunya glulam berbentuk I. Glulam disusun atas lamina-lamina yang direkatkan. Setiap lamina berpengaruh dalam menentukan kekuatan glulam menahan beban lentur sehingga kekuatan glulam dapat diprediksi dari sifat laminanya. Transformed cross section telah lama digunakan untuk menentukan nilai tunggal MOE dan MOR glulam. Namun metode ini tidak taat azas karena bertentangan dengan ilmu-ilmu dasar berkaitan dengan penurunan luas penampang untuk lamina yang memiliki MOE rendah dan peningkatan luas penampang untuk lamina yang memiliki MOE tinggi. Padahal MOE merupakan sifat bahan yang saling bebas dengan ukuran dan bentuk penampang serta nilainya tetap sehingga tidak relevan bila mengubah luas penampang berdasarkan MOE laminanya. Oleh karena ketidaktaatan azas tersebut maka diperlukan sebuah teori baru yang tidak bertentangan dengan ilmu-ilmu dasar dan mampu memberikan nilai tunggal MOE dan MOR glulam secara rasional. Bahtiar (2008) telah mengembangkan sebuah metode baru untuk menghitung dan menghasilkan nilai tunggal MOE dan MOR glulam dengan tetap taat azas berdasarkan geometri analitis dan mekanika. Penelitian ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode yang disajikan Bahtiar (2008) tersebut agar berlaku lebih umum yaitu dapat pula diaplikasikan untuk glulam berbentuk I selain untuk glulam biasa. Penelitian ini juga mengaplikasikan metode baru yang telah dikembangkan Bahtiar (2008) berkaitan dengan penentuan batas elastis kayu yang menerima beban lentur. Bahtiar (2008) telah mengembangkan metode untuk menghitung MOE kayu dengam menetapkan batas elastis sebagai pertemuan antara kurva linear dan kurva kuadratik. Batasan penting yang diberikan pada metode Bahtiar tersebut adalah bahwa tepat pada batas elastis, kemiringan kurva linear dan kurva kuadratik harus sama sehingga nilai fungsi derivatif (turunan) keduanya harus sama. Penelitian ini menggunakan kayu Karet sebagai bahan baku dan perekat phenol resorsinol formaldehida. Setiap potong kayu Karet dipersiapkan untuk lamina diambil salah satu ujungnya untuk pengujian lentur contoh kecil berdasarkan BS-373:1957. Perhitungan MOE dilakukan dengan dua cara yaitu metode konvensional dan metode Bahtiar (2008a). Setiap lamina kemudian disusun menjadi balok I dan diuji sesuai dengan standar ASTM D-198. MOE dan MOR glulam dihitung dengan cara teoritis dan empiris. Metode perhitungan teoritis dilakukan dengan dua cara yaitu metode transformed cross section dan metode baru yang telah dikembangkan. Sedangkan metode empiris dilakukan sesuai dengan ASTM D-198 yang dimodifikasi. Hasil perhitungan MOE contoh kecil kayu Karet menunjukkan adanya perbedaan hasil antara metode konvensional dan metode Bahtiar. Metode
konvensional cenderung menghasilkan MOE lebih tinggi sebesar ±2% daripada metode Bahtiar (2008). Namun terdapat korelasi yang sangat tinggi antara MOE hasil kedua metode tersebut yaitu sebesar 99,6%. Verifikasi secara teoritis dengan menggunakan metode transformed cross section telah berhasil dilakukan. Perhitungan MOE dan MOR dengan metode baru mampu menghasilkan nilai tunggal MOE dan MOR untuk glulam yang identik dengan hasil metode transformed cross section. Metode baru lebih taat azas dan tidak bertentangan dengan ilmu-ilmu dasar berkaitan dengan sifat penampang dan sifat material yang saling bebas. Dengan demikian sudah saatnya untuk menggugurkan metode transformed cross section dan menggantikannya dengan metode baru ini. Penelitian ini belum mampu memberikan verifikasi empiris yang memadai bagi metode perhitungan MOE dan MOR glulam berdasarkan lamina-lamina penyusunnya. Perhitungan teoritis (baik metode baru maupun metode transformed cross section) menghasilkan nilai MOE dan MOR yang jauh lebih besar daripada hasil empirisnya. Hal ini terjadi akibat perlemahan pada garis rekat. Sebagian besar glulam rusak pada garis rekatnya sehingga lamina-lamina tidak mampu memberikan kontribusi maksimum pada sifat lentur glulam. Perlemahan MOE berkisar antara 5,99-68,16%. Perlemahan MOR berkisar antara 76,75-95,04%. Kata Kunci: Glulam I-joist, Transformed cross section, MOE, MOR
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-Joist dan Verifikasi Empirisnya adalah karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain terlah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2009 Rentry Augusti Nurbaity E24051726
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
:
Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-joist dan Verifikasi Empirisnya
Nama Mahasiswa :
Rentry Augusti Nurbaity
NIM
E24051726
:
Menyetujui: Komisi Pembimbing, Ketua,
Anggota,
Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si
Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc
NIP. 19760212 200012 1 002
NIP. 19491021 197603 1 001
Diketahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir Hendrayanto, M. Agr. NIP. 196111 261986 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkah
menyelesaikan
rahmat
penelitian
dan
serta
hidayah-Nya
menyusun
karya
sehingga ilmiah
penulis yang
dapat
berjudul
“Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-Joist dan Verifikasi Empirisnya”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kayu konstruksi sering digunakan untuk menerima beban lentur. Salah satu bentuk kayu konstruksi adalah balok laminasi berbentuk I. Balok laminasi ini terdiri dari lamina-lamina yang setiap laminanya dipercaya memberikan sumbangan dalam menentukan kekuatan glulam dalam menahan beban lentur dan telah dibuktikan secara teoritis oleh Bahtiar (2008b). Untuk menguji keandalan dari metode perhitungan yang disusun maka diperlukan verifikasi secara empirisnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk pengembangan konstruksi kayu. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan karya ini. Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Oktober 2009
Rentry Augusti Nurbaity
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 1987 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Parlan Harahap dan Tini Sugiarsih. Penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 09 Pagi Bintaro, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 178 Jakarta dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 47 Jakarta. Pada tahun 2005, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan terhitung sebagai mahasiswa program mayor minor. Penulis memilih Hasil Hutan sebagai mayor dan supporting course sebagai minor. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara sebagai anggota, International Forestry Students Association (IFSA) sebagai anggota, dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan sebagai staf biro infokom periode 2006-2007 dan sekertaris periode 2007-2008. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Indramayu-Linggarjati, Jawa Barat dan Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di pabrik glulam PT Morawa Inawood Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan praktek khusus (skripsi) dalam bidang rekayasa dan desain bangunan kayu dengan judul “Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-Joist dan Verifikasi Empirisnya” di bawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar S.Hut, M.Si dan Dr. Ir. Han Roliadi M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH Seiring dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Effendi Tri Bahtiar S.Hut, M.Si dan Dr. Ir. Han Roliadi M.Sc selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan kepada penulis. 2. Ir. Sudaryanto, Ir. Edje Djamhuri, dan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc selaku dosen penguji pada siding komprehensif. 3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan RI Bogor atas segala fasilitas yang telah diberikan selama penelitian. 4. Laboran Produk Kayu Majemuk serta Sifat Fisik dan Mekanis Kayu di puslibang kehutanan. 5. Laboran di laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan laboratorium Peningkatan Mutu Kayu 6. Bapak, Ibu, dan kakak (Rani Dessiasifayanty dan Rina Aprilla Afianty) atas dukungan moril dan materil yang senantiasa diberikan. 7. Irsan Alipraja yang senantiasa membantu dan memberi dukungan moril. 8. Rekan-rekan lab. Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan angkatan 42 Departemen Hasil Hutan: Ijup, Icha, Shinta, Danu, Lita, Nila, Iie, Nia, Ridho, Poye, Miske dan teman-teman mahasiswa Fahutan angkatan 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 9. Angkatan 41 DHH (Lilis, Hans dan Lukman) dan angkatan 43 DHH (Ricky) atas bantuan dan nasehat yang diberikan.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... BAB I
ix
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Tujuan .......................................................................................
2
1.3. Manfaat .....................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Kayu Karet ...................................................
4
2.2. Balok Laminasi Bentuk I ...........................................................
5
2.3. Phenol Resorsinol Formaldehida (PRF) ....................................
6
2.4. Momen Inersia (Second Moment) .............................................
7
2.4.1. Definisi Moment Inersia (Second Moment ......................
7
2.4.2. Momen Inersia (Second Moment) Penampang Tertentu ..
7
2.4.3.Dalil Sumbu Sejajar Momen Inersia pada Penampang Tertentu (Parallel Axis Theorem for Second Moment) ..
8
2.4.4. Momen Inersia pada Balok Utuh ....................................
8
2.5. Tegangan pada Balok Lentur ....................................................
9
2.5.1. Tegangan Normal (σ) .......................................................
9
2.5.2. Tegangan Geser pada Balok (V) .....................................
9
2.6. Defleksi pada Balok Lentur ...................................................... 10 2.6.1. Definisi Defleksi Balok ................................................... 10 2.6.2. Persamaan Diferensial Defleksi Balok Pembebanan Gaya Lateral ................................................................... 10 2.7. Metode Statistik untuk Mengepas Kurva Beban-Deformasi .... 11 2.8. Metode transformed cross section ............................................. 12
2.9. Glulam ....................................................................................... 14 2.9.1. Glulam Vertikal ............................................................... 14 2.9.2. Glulam Horizontal ........................................................... 14 BAB III
BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat .................................................................... 16 3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 16 3.3. Prosedur Kerja............................................................................ 17 3.3.1. Persiapan Bahan .............................................................. 17 3.3.2. Persiapan Perekat ............................................................ 18 3.3.3. Pembuatan Balok Glulam I-joist ..................................... 18 3.3.3.1. Penyiapan Lamina ............................................. 18 3.3.3.2. Proses Perekatan ................................................ 19 3.3.3.3. Pengempaan ....................................................... 19 3.3.3.4. Pengkondisian .................................................... 20 3.3.4. Pengujian Sifat Fisis ........................................................ 20 3.3.4.1. Kadar Air Contoh Kecil ...................................... 20 3.3.4.2. Kadar Air Glulam .............................................. 20 3.3.4.3. Berat Jenis dan Kerapatan Contoh Kecil ............ 21 3.3.4.4. Berat Jenis dan Kerapatan Glulam .................... 21 3.3.5. Pengujian Sifat Mekanis ................................................. 22 3.3.5.1. Lentur Statis Contoh Kecil ................................. 22 3.3.5.2. Lentur Statis Glulam I-Joist ............................... 23 3.3.6. Pengolahan Data ............................................................. 24 3.3.6.1. Metode perhitungan MOE dan MOR Contoh Kecil ..................................................... 24 3.3.6.2. Penurunan Rumus Lentur Glulam I ................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis ................................................................................... 27 4.1.1. Kadar Air ......................................................................... 27 4.1.2. Kerapatan ........................................................................ 28 4.1.3. Berat Jenis ....................................................................... 29 4.2. Kurva Beban Deformasi ............................................................ 29
4.3. Sifat Mekanis Contoh Kecil ....................................................... 30 4.3.1. Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil ....................... 30 4.3.2. Kekuatan Lentur Statis (MOR) Contoh Kecil.................. 33 4.4. Transformed Cross Section ....................................................... 33 4.5. Penurunan Rumus ...................................................................... 40 4.5.1. Momen Lentur Sejajar Muka Lamina ............................. 40 4.5.2. Momen Lentur Tegak Lurus Muka Lamina ..................... 42 4.6. Sifat Mekanis glulam I .............................................................. 50 4.6.1. Modulus Elastisitas (MOE) glulam ................................. 50 4.6.2. Kekuatan Lentur Statis (MOR) glulam ........................... 53 4.7. Perbandingan MOE dan MOR Glulam dan Lamina Penyusunnya .............................................................................. 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ............................................................................... 59 6.2. Saran .......................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61 LAMPIRAN ..................................................................................................... 63
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Spesifikasi Perekat PRF ..............................................................................
6
2. Contoh penyajian data pada kurva beban-deformasi .................................. 12 3. Ukuran dan jumlah papan kayu contoh uji ................................................. 17 4. Contoh tabel hubungan defleksi – beban metode Bahtiar ........................... 25 5. Rata-rata sifat fisis glulam dan contoh kecil ............................................... 27 6. Rata-rata kadar air glulam dan contoh kecil ............................................... 28 7. Rata-rata kerapatan glulam dan contoh kecil .............................................. 28 8. Rata-rata berat jenis glulam dan contoh kecil ............................................. 29 9. Rata-rata beban-defleksi setiap glulam ....................................................... 30 10. Nilai rata-rata MOE contoh kecil ................................................................. 31 11. Susunan glulam contoh 1 dan sifat mekanisnya .......................................... 34 12. Susunan glulam contoh 2 dan sifat mekanisnya .......................................... 35 13. Perhitungan garis netral contoh 2 ................................................................. 35 14. Perhitungan modulus elastisitas contoh 2 .................................................... 35 15. Perhitungan keteguhan lentur contoh 2 ........................................................ 36 16. Susunan glulam contoh 3 dan sifat mekanisnya ......................................... 36 17. Perhitungan garis netral contoh 3 ................................................................. 36 18. Perhitungan modulus elastisitas contoh 3 .................................................... 37 19. Perhitungan keteguhan lentur contoh 3 ........................................................ 37 20. Susunan glulam contoh 4 dan sifat mekanisnya .......................................... 37 21. Perhitungan garis netral contoh 4 ................................................................. 38 22. Perhitungan modulus elastisitas contoh 4 .................................................... 38 23. Perhitungan keteguhan lentur contoh 4 ........................................................ 39 24. Hasil perhitungan transformed cross section ............................................... 39 25. Susunan glulam contoh 5 dan sifat mekanisnya .......................................... 41 26. Susunan glulam contoh 6 dan sifat mekanisnya .......................................... 45 27. Susunan glulam contoh 7 dan sifat mekanisnya ......................................... 47 28. Perhitungan garis netral contoh 7 ................................................................. 47
29. Perhitungan modulus elastisitas contoh 7 .................................................... 48 30. Perhitungan keteguhan lentur contoh 7 ........................................................ 48 31. Susunan glulam contoh 8 dan sifat mekanisnya .......................................... 48 32. Perhitungan garis netral contoh 8 ................................................................. 49 33. Perhitungan modulus elastisitas contoh 8 .................................................... 49 34. Perhitungan keteguhan lentur contoh 8 ........................................................ 50 35. MOE empiris ................................................................................................ 51 36. MOE teoritis metode baru dibandingkan transformed cross section ........... 52 37. MOE empiris dan teoritis metode baru ........................................................ 52 38. MOR teoritis metode baru dibandingkan transformed cross section........... 54 39. MOR empiris dan teoritis metode baru ........................................................ 55 40. Uji t-berpasangan sifat mekanis glulam ...................................................... 57
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Momen inersia pada balok utuh ............................................................
8
2.
Gaya geser pada balok ..........................................................................
9
3.
Multilayer Asymetric orthotropic laminate : (a) geometri (b) transformed cross section ................................................................. 13
4.
Bentuk Glulam I-joist ............................................................................ 18
5.
Sambungan Jari (Finger Joint) .............................................................. 19
6.
Papan lapisan lamina dengan contoh kecil bebas cacat ........................ 19
7.
Pengujian MOE dan MOR pada contoh kecil ....................................... 22
8.
Pengujian glulam ................................................................................... 23
9.
Kurva distribusi MOE contoh kecil kayu karet ..................................... 32
10.
Hubungan antara MOE Metode Bahtiar (2008a) dengan MOE metode konvensional ............................................................................. 32
11.
Kurva distribusi MOR contoh kecil kayu karet .................................... 33
12.
Diagram tegangan normal setiap lamina ................................................ 42
13.
Defleksi glulam akibat momen lentur tegak lurus muka lamina ........... 42
14.
Momen pada penampang glulam ........................................................... 43
15.
Penampang glulam contoh 2 .................................................................. 45
16.
Tegangan normal.................................................................................... 46
17.
Penampang I contoh 3 ............................................................................ 47
18.
Penampang I contoh 4 ............................................................................ 49
19.
Perbandingan MOE tiap glulam ............................................................ 53
20.
Distribusi modulus elastisitas glulam empiris dan teoritis .................... 56
21.
Distribusi kekuatan lentur glulam empiris dan teoritis .......................... 56
22.
Hubungan MOE glulam empiris dan teoritis ......................................... 58
23.
Hubungan MOR glulam empiris dan teoritis ......................................... 58
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Sifat fisis contoh kecil ........................................................................... 64
2.
Sifat fisis glulam .................................................................................... 68
3.
Kuva beban deformasi .......................................................................... 69
4.
Perhitungan MOE-MOR metode konvensional dan Bahtiar ................ 81
5.
Gambar glulam I-joist ............................................................................ 85
6.
MOE teoritis dan MOE empiris ............................................................. 93
7.
MOR teoritis dan MOR empiris ............................................................. 97
8.
Dokumentasi .......................................................................................... 101
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang terutama
digunakan sebagai salah satu bahan konstruksi bangunan. Dengan sifat dasar kayu sebagai sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) apabila dikelola dan diusahakan dengan baik, mudah diproses untuk dijadikan barang lain dan sifat elastis, ulet serta mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar serat, bahan ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki bahan-bahan baja, beton atau bahan lain yang dibuat manusia. Kayu pada konstruksi umumnya digunakan untuk menerima beban lentur dimana tegangan normal, tegangan geser, dan perubahan bentuk berupa lendutan (defleksi) merupakan reaksi yang timbul akibat pembebanan tersebut. Untuk menahan beban lentur, kayu harus memiliki keteguhan lentur MOR (modulus of rupture) lebih besar daripada tegangan lentur atau tegangan normal yang terjadi. Modulus geser digunakan untuk mengatasi tegangan geser. Sedangkan untuk mengatasi defleksi pada balok lentur maka digunakan modulus elastisitas lentur (MOE atau modulus of elasticity). Modulus elastisitas lentur merupakan pendekatan bagi modulus elastisitas tekan arah longitudinal. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan jaman dan terbatasnya kayu berdiameter besar, kebutuhan bahan baku yang berdimensi besar untuk konstruksi menyebabkan pengembangan teknologi untuk mencari menciptakan suatu produk rekayasa berbahan baku kayu. Salah satu contoh produk tersebut adalah Glue Laminated atau “Glulam” yang merupakan kayu rekayasa, terdiri dari lapisan kayu (lamina) yang direkatkan dengan arah serat sejajar satu dengan yang lainnya sehingga membentuk balok struktural berukuran besar. Glulam bertujuan untuk memanfaatkan kayu berukuran kecil dengan kualitas rendah sehingga diperoleh produk kayu komposit dengan kualitas lebih baik daripada kayu solid berukuran sama.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari penjelasan secara empiris berdasarkan teori yang ada, bagaimana setiap lamina memberi sumbangan dalam menentukan kekuatan glulam dalam menahan beban lentur. Penjelasan secara teoritis mengenai kekuatan gulam telah dibahas oleh Bahtiar (2008). Pada penelitian ini glulam dibentuk dari lapisan lamina kayu Karet dimana variasi sifat mekanis lamina-lamina termasuk modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan lenturnya (MOR). Penentuan sifat mekanis (MOE dan MOR) dari glulam diturunkan berdasarkan kurva beban-deformasi yang dibentuk dari titik-titik data hasil pengujian mekanis yaitu ketika beban diberikan secara kontinu dan deformasi dicatat berdasarkan beban yang terjadi. Transformed cross section merupakan salah satu teori tidak taat azas dalam penentuan nilai tunggal dari MOE dan MOR glulam dengan cara mentransformasi luas penampang lamina penyusunnya. Dalam penelitian ini, aplikasi metode perhitungan baru berdasarkan geometri analisis pada glulam berbahan baku kayu Karet dengan pembebanan lentur diuji untuk mengembangkan persamaan lentur statis pada glulam yang taat azas terhadap ilmu dasar dan selanjutnya memprediksi nilai MOE dan MOR glulam berdasarkan sifat lamina penyusunnya. 1.2.
Tujuan
1.
Mengaplikasikan metode perhitungan MOE baru berdasarkan kurva beban-deformasi yang disajikan oleh Bahtiar (2008a) terhadap contoh kecil lamina penyusun glulam.
2.
Membandingkan hasil perhitungan lentur statis kayu antara metode konvensional dengan metode Bahtiar (2008a).
3.
Memprediksi nilai MOE dan MOR lamina penyusun glulam menggunakan metode perhitungan dari Bahtiar (2008b) yang telah dimodifikasi sesuai dengan bentuk penampangnya dan melakukan uji empiris atas glulam yang dibuat.
4.
Memverifikasi metode perhitungan baru dengan metode yang telah ada yaitu transformed cross section.
5.
Memverifikasi metode perhitungan yang disusun secara empiris.
1.3.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan formula perhitungan baru
secara empiris sehingga menghasilkan teori lentur statis glulam yang runut dan taat azas. Melalui verifikasi ini, maka produsen glulam dapat menghasilkan glulam secara lebih efisien dengan cara mengatur lapisan lamina penyusunnya dimana sifat produk tersebut dapat diprediksi bahkan sebelum diproduksi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Gambaran Umum Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Kayu Karet (Hevea brasilensis) termasuk dalam golongan kayu daun
lebar/ kayu berpori (hardwood/porous wood) dari famili Euphorbiaceae. Menurut Oey Djoen Seng (1990), berat jenis kayu karet adalah 0,55-0,70 dengan rata-rata 0,61. Kayu karet termasuk dalam kelas awet V dan kelas kuat II-III. Hal ini berarti kayu karet setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh. Pori-pori kayu karet berbentuk bulat dimana sebagian berisi tilosis, sebagian soliter (60%) dan sisanya bergabung 2 - 5 pori dalam arah radial (Coto 1987). Kayu karet memiliki beberapa kelebihan antara lain warna yang menarik dan penampilannya cukup dekoratif dimana teksturnya mirip dengan kayu ramin. Penyusutan kayu karet sangat kecil dan memiliki sifat khas yaitu perubahan warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Dalam pengerjaannya, kayu karet mudah digergaji, permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik perekatan yang baik dengan semua jenis perekat. Namun, adanya butiran latex dengan kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi sehingga mudah terserang jamur (blue strain), mudah terserang serangga pembuat lubang (borer), dan mudah terkena oksidasi. Oleh karena itu, pengerjaan kayu karet harus segera dilakukan setelah penebangan. Pemanfaatan kayu karet dapat berupa kayu gelondongan (log) dengan diameter 20 cm ke atas dipergunakan sebagai kayu gergajian (Boerhendhy et al. 2003). Kayu ini memiliki potensi yang cukup besar karena dalam lahan perkebunan seluas 3,4 juta ha mampu menyediakan kayu karet sebesar 31,4 m3/tahun (Nurhayati et al. 2006). Sayangnya, secara nasional pemanfaatan kayu
karet sebagai bahan industri kayu di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara penghasil karet seperti Thailand, Malaysia, dan India. 2.2.
Balok Laminasi Bentuk I Balok laminasi (glue laminated lumber) adalah dua atau lebih lapisan kayu
yang disusun secara sejajar dan digabungkan dengan perekat. Salah satu jenis balok laminasi adalah balok laminasi dengan bentuk penampang I atau balok laminasi I-joist. Balok ini umumnya digunakan dalam konstruksi bangunan. Balok laminasi I-joist memiliki bentuk penampang seperti huruf “I”. Bagian atas dan bawah balok I disebut dengan sayap atau flange. Bagian tengah balok I disebut dengan porsi tegak atau tubuh atau web. Proses pembuatan glulam diatur dalam BS (British Standard) 4169. Lapisan kayu penyusun balok laminasi disebut dengan lamina. Lamina yang digunakan dapat beragam jenis, jumlah, ukuran, bentuk maupun ketebalannya. Pada umumnya, tebal lamina ialah 1,9 cm sampai 3,8 cm. lamina yang digunakan harus dikeringkan hingga mencapai kadar air 12-15 persen kemudian dipilah. Cacat tidak terlalu dipermasalahkan dalam lamina karena daerah penampang melintang (cross section) setiap lamina dibandingkan dengan seluruh daerah dari glulam. Lamina pada arah panjang dapat disambung dengan finger joint dan sambungan serong (1:12). Jika sambungan bergeser maka pengurangan kekuatan untuk seluruh balok sangat kecil dan dapat diabaikan (Yap 1997). Salah satu cara penyambungan bagian sayap dengan tengah adalah dengan menggunakan perekat. Pada umumnya pelaburan perekat diberikan pada kedua permukaan. Perekatan harus dilakukan segera setelah penyerutan untuk mencegah terjadinya case hardening dan menurunnya efektifitas perekat. Perekat yang dapat digunakan untuk glulam seperti Urea Formaldehida atau resorsinol formaldehida, tergantung pada tujuan penggunaan. Salah satu penentu keberhasilan perekatan adalah pengempaan. Menurut Yap (1997), ada tiga alat pengempaan menurut urutan kesempurnaannya yaitu mesin penekan hydrolis, alat pengapit dengan baut dan sekrup (klem), dan dengan
menggunakan baut dan paku. Tekanan yang dibutuhkan pada saat pengempaan adalah 0,7 N/mm² selama 12 jam. Pembuatan balok I-joist memiliki beberapa keunggulan, antara lain: a)
sifat balok I-joist dapat direkayasa sesuai dengan tujuan penggunaan,
b)
bahan baku dimanfaatkan secara efisien,
c)
meminimumkan pengaruh cacat,
d)
menghasilkan produk dengan bentuk yang lebih lurus dan dimensi yang stabil,
e)
meningkatkan kualitas dari lamina penyusun,
f)
dapat dimanfaatkan untuk bahan kostruksi.
2.3.
Phenol Resorsinol Formaldehida (PRF) Phenol resorsinol formaldehida adalah salah satu jenis perekat sintesis
yang terdiri dari campuran fenol, resorsinol, dan formaldehida. Komposisi campuran antara phenol, resorsinol, dan formaldehida berdasarkan berat berturutturut 1,25:1,25:0,33 (Blomquist et al 1981). Perekat ini telah beredar di perdagangan dan pernah diujikan oleh Santoso (2000). Tabel 1 Spesifikasi perekat PRF No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pengujian Keadaan Bahan Asing Waktu Tergelatinasi (menit) Kadar resin padat (%) Viskositas (25 ± 1ºC) (poise) Keasaman (pH) Bobot jenis Formaldehida bebas
Spesifikasi PRF Warna coklat sampai hitam, berbau khas Tidak ada 85 57,03 3,4 8,0 1,15 0,04
PRF termasuk dalam jenis perekat thermosetting yaitu perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat ini dapat mengeras pada suhu ruangan dan sedang (Carney 1978). Oleh karena itu, perekat ini dapat diaplikasikan untuk pengempaan dingin.
Pada umumnya, perekat ini digunakan sebagai perekat eksterior (karena sifatnya yang lebih tahan air) dan dapat pula digunakan untuk interior. Perekat ini dapat digunakan untuk mengikat komponen bangunan seperti sambungan jari, balok bentuk I, panel sandwich, dan sebagainya. Namun hal yang harus diperhatikan untuk perekat ini adalah membutuhkan waktu yang lama pada proses perekatan dimana akan tercipta pada suhu 21ºC (70ºF). 2.4.
Momen Inersia (Second Moment)
2.4.1. Definisi Moment Inersia (Second Moment) Momen inersia adalah nilai yang menggambarkan sifat penampang. Momen inersia besar perannya untuk perencanaan balok terlentur. Momen inersia dari suatu penampang harus diambil terhadap sumbu yang melalui centroid penampang tadi. Centroid adalah titik berat benda. Besarnya momen inersia dari suatu elemen penampang terhadap sumbu yang sebidang dengan elemen tersebut adalah hasil kali dari luas elemen dengan kuadrat jarak antara elemen dengan sumbu tertentu (Nash 1977). Momen Inersia elemen luas terhadap sumbu-x adalah dlx = y2 da. Sedangkan momen inersia elemen luas terhadap sumbu-y besarnya adalah dIy = x2 da. 2.4.2. Momen Inersia (Second Moment) Penampang Tertentu Momen inersia suatu penampang tertentu terhadap satu sumbu yang sebidang besarnya sama dengan penjumlahan momen inersia dari seluruh elemen pembentuk penampang terhadap masing-masing sumbu yang dimaksud (Nash 1977). a.
Momen inersia penampang terhadap sumbu-x (Ix): Ix = ∫d Ix = ∫ y² da
b.
Momen inersia penampang terhadap sumbu-y (Iy) Iy = ∫d Iy = ∫ x² da
Satuan dari momen Inersia tersebut adalah pangkat-4 dari satuan panjang (mm4 atau m4).
2 2.4.3. Dalill Sumbu Sejajar S Moomen Inerssia pada P Penampang Tertentu (Parallel Axis Theorem Th for S Second Mom ment) Dalil Sumbu Sejjajar momenn inersia adalah mom men inersia dari suatu p penampang terhadap suuatu sumbu adalah samaa dengan m momen inersiia terhadap s sumbu sejajar yang mellalui centroidd penampanng tadi, ditam mbah dengann hasil kali l luas penamp pang dengann pangkat duua jarak antaara kedua suumbu sejajaar. Dalil ini d dapat digun nakan untuk penampangg lintang yang tidak sim metris. Mom men inersia p pada sumbu-x dan sumbbu-y masing--masing dinyyatakan denggan a a.
Mom men inersia penampang p tterhadap sum mbu-x (Ix): Ix = Ixc + A(y1)2
b b.
Mom men inersia penampang p tterhadap sum mbu-y (Iy) Iy = Iyc + A(x1)2
2 2.4.4. Mom men inersia pada Balok k Utuh Nashh (1977) mengemukaka m an bahwa momen m inersia pada balok b utuh s sebagai berik kut: b dy
y
xG
Gam mbar 1 Mom men inersia paada balok uttuh. S Sehingga daari gambar teersebut didaapatkan rumu us momen innersia pada balok utuh ( XG) adalah (I IxG =
1 12
bh3
2.5.
Tegangan pada Balok Lentur
2.5.1. Tegangan Normal (σ) Tegangan normal (σ) balok yang mempunyai bidang longitudinal yang simetris persamaannya:
σ = tegangan normal M =Momen Lentur y = jarak dengan sumbu netral I = Momen Inersia Besarnya tegangan normal berubah dari nol pada sumbu netral dan mencapai batas maksimum pada bagian serat terluar balok (Nash 1977). Tegangan normal maksimum balok harus lebih kecil daripada keteguhan lentur balok itu sendiri (SRi//) agar tidak terjadi kerusakan. Keteguhan lentur dilambangkan dengan MOR. MOR adalah ukuran kemampuan suatu benda menahan beban lentur sampai mengalami kerusakan. 2.5.2. Tegangan Geser pada Balok (V) Pada balok lentur terjadi gaya geser (V) pada cross-section dan tegangan geser horizontal ( ) (Nash 1977). Besarnya tegangan geser horizontal ( ) sebanding dengan besarnya gaya geser. Gambar 2, y ialah jarak terhadap sumbu netral, I ialah momen inersia di seluruh cross-section, yo ialah jarak serat tertentu dari sumbu netral, dan b ialah lebar balok, sehingga persamaannya:
c N.A
yo
b
Gambar 2 Gaya geser pada balok.
2.6.
Defleksi pada Balok Lentur
2.6.1. Definisi Defleksi Balok Balok yang diberi beban akan mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk tersebut dapat berupa lendutan (Nash 1977). Defleksi atau lendutan adalah perubahan bentuk dari kedudukan semula. Kedudukan semula yaitu bentuknya mula-mula tanpa diberi beban. 2.6.2. Persamaan Diferensial Defleksi Balok Pembebanan Gaya Lateral Nash (1977) menyatakan bahwa momen lentur M terjadi pada crosssection, R merupakan radius lekukan antara bagian yang mengalami defleksi dengan permukaan netral, E modulus elastisitas, dan I merupakan momen inersia, maka dapat dituliskan persamaan
Untuk menggambarkan lendutan yang terjadi dari garis netral pada balok terlentur, maka persamaan lain dapat ditulis: 1 Lendutan pada suatu titik yang mengakibatkan perubahan bentuk atau deformasi terhadap permukaan netral. Persamaan lendutan dapat ditulis dengan cara kalkulus diferensial 1 1
/ /
/
dy/dx digunakan untuk kemiringan yang terdapat pada lenturan di titik tertentu. Dan untuk defleksi yang kecil menggunakan asumsi bahwa 1 maka untuk defleksi yang ukurannya kecil (small deflection) persamaannya menjadi
2.7.
Metode Statistik untuk Mengepas Kurva Beban-Deformasi Metode statistik untuk mengepas kurva beban-deformasi adalah metode
perhitungan untuk menentukan batas elastis secara objektif. Selama ini, penentuan batas elastis selalu subjektif dimana hanya memanfaatkan bagian linear saja dan membuang wilayah lainnya. Pada metode baru yang disajikan pada Bahtiar (2008a), pengepasan kurva beban-deformasi lebih objektif karena memanfaatkan kedua bagian dari kurva sehingga kurva beban deformasi menjadi kurva yang menerus. Pengepasan ini sangat berguna dalam menentukan nilai MOE. MOE adalah nilai yang menggambarkan kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban. Dua bagian yang dimanfaatkan adalah bagian kurva linear dan bagian kurva kuadratik. Titik pertemuan antara kedua bagian tersebut disebut dengan batas elastis atau disebut juga batas proporsi. Di bawah batas elastis, kayu yang diberi beban dapat kembali ke bentuknya semula dan digambarkan dengan persamaan linear berikut ini: P = β0 + β1 Δ Sedangkan di atas batas elastis, kayu yang diberi beban akan mengalami deformasi permanen ataupun dapat terjadi kerusakan. Bagian tersebut digambarkan dengan persamaan kuadratik berikut ini: P = β2 + β3 Δ + β4 Δ² Dimana, P Δ
= Beban = deformasi
Β0,1,2,… = koefisien regresi Apabila data deformasi aktual dikategorikan dalam dua komponen yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis maka dapat dikatakan: Δ = Δe + Δ p Deformasi plastis bernilai nol ketika kurang dari atau sama dengan batas elastis. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu deformasi plastis belum terjadi dan deformasi yang terjadi adalah deformasi elastis. Deformasi elastis bernilai maksimum terjadi tepat pada batas elastis dan konstan setelah batas tersebut. Deformasi plastis terjadi di atas batas elastis dimana besarnya sama dengan selisih antara deformasi aktual dengan deformasi elastis maksimum.
Tabel 2 Contoh penyajian data pada kurva beban-deformasi
Batas Elastis
P 84,79 86,22 87,68 89,11 90,48 91,92 93,27 94,67 96,05
Δ 3,92 3,97 4,03 4,08 4,14 4,19 4,25 4,30 4,36
Δe 3,92 3,97 4,03 4,08 4,14 4,14 4,14 4,14 4,14
Δp 0 0 0 0 0,05 0,11 0,16 0,22 0,28
Δp² 0 0 0 0 0,002 0,01 0,03 0,05 0,08
Dari Tabel 2 didapat satu persamaan tunggal yaitu: P = β5 + β6 Δe + β7 Δp + β8 Δ²p Jika diasumsi gabungan kurva linear dan kurva kuadratik merupakan kurva menerus dan tidak patah, maka dapat dikatakan batas elastis adalah titik singgung kurva linear dan kurva kuadratik sehingga β6 = β7. Selanjutnya didapat persamaan baru yaitu model tunggal optimal yang secara teoritis mampu menggabungkan dua persamaan pada kurva beban deformasi. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut: P = β5 + β6 (Δe + Δp) + β8 Δ²p = β5 + β6 Δ + β8 Δ²p 2.8.
Metode Transformed Cross Section Metode transformed cross section adalah sebuah metode dimana dari nilai
modulus elasitisitas berbagai macam lamina dikonversi menjadi modulus elastisitas glulam yang bernilai tunggal. Namun metode ini berasumsi pada ketergantungan sifat penampang terhadap modulus elastisitas material. Asumsi ini mengakibatan pengurangan lebar lamina dengan nilai (E1) yang kecil dan penambahan lebar lamina dengan nilai (E1) yang besar, seperti terlihat pada Gambar 3.
G Gambar 3 Multilayer M assymetric orthhotropic lam minate : (a) ggeomerti (bb) transform med cross secction. Lapisan muka (face) (f pada umunya diipilih untuk standar traansformasi, t tetapi menurrut Bodig dan Jayne (1993) bisa diipilih laminaa yang manaapun. Pada a asimetris mu ulti lapis lam mina ortotroppis, transform masi dihitungg dengan perrsamaan: wi
=wE E
i 1 n 1
i
D Dimana w adalah lebaar lamina trransformasi pada lapis ke-i, w ad dalah lebar l lamina, E1 addalah MOE standar, dann En adalah MOE M laminaa pada lapis ke-i. k Dikaarenakan lebar tiap laminna berlainan n maka perluu ditentukan letak garis n netral/ centroid. Centroid didapat deengan mengaasumsi moduulus elastisittas sama di s setiap lamin na. Centroid dihitung d denngan persam maan berikut: n ∑ Ad i =1 c= n ∑A i =1
S Sedangkan momen m inerssia dapat dituuliskan deng gan persamaan n
I = ∑(I 0 + Ai di2 ) i =1
D Dimana I addalah momenn inersia crooss section dan d d jarak bidang netraal terhadap c centroid, dan n I 0 adalah momen m inerssia pada bidaang netral. T Tegangan noormal didapaat dengan peersamaan σ=
Mw i y Iw
2.9.
Glulam
2.9.1. Glulam Vertikal Ada dua jenis glulam menurut arah penyusunan laminanya yaitu glulam vertikal dan glulam horizontal. Glulam vertikal adalah glulam yang menerima momen lentur sejajar muka laminasi. Dalam makalah yang ditulis oleh Bahtiar (2008a) terdapat rumus untuk menghitung modulus elasitas dan keteguhan lentur untuk glulam vertikal. Rumus tersebut diturunkan tanpa mentransformasi luas penampang lamina, sehingga persamaan yang diperoleh tetap taat azas. Berdasarkan hasil penurunan rumus oleh Bahtiar (2008b), modulus elastisitas glulam dapat dihitung dengan rumus: ∑ ∑ Sedangkan untuk keteguhan lentur (SR) glulam sejajar muka lamina yang diturunkan dari persamaan yang taat azas didapat rumus sebagai berikut: 6 ²∑ Tegangan normal maksimum yang dialami setiap lamina harus lebih kecil daripada keteguhan lentur lamina tersebut (SRi//). Oleh karena itu, untuk menduga nilai keteguhan lentur glulam sejak sebelum diproduksi dimana sifat-sifat laminanya telah diketahui dapat dihitung dengan rumus: 6 ²∑
S
//
; iv
1,2,3, … n
2.9.2. Glulam Horizontal Jenis glulam yang kedua adalah glulam horizontal. Glulam horizontal adalah glulam yang menerima momen lentur tegak lurus muka laminasi. Dalam makalah yang ditulis oleh Bahtiar (2008b) terdapat rumus untuk menghitung modulus elasitas dan keteguhan lentur untuk glulam horizontal. Rumus tersebut diturunkan tanpa mentransformasi luas penampang lamina, sehingga persamaan yang diperoleh tetap taat azas.
Berdasarkan hasil penurunan rumus oleh Bahtiar (2008b), bentuk umum untuk mengitung nilai tunggal modulus elastisitas glulam dari lamina yang bervariasi sifat mekanisnya dapat dihitung dengan rumus: ∑ Sedangkan untuk keteguhan lentur (SR) glulam sejajar muka lamina yang diturunkan dari persamaan yang taat azas didapat rumus sebagai berikut:
Agar tidak terjadi kerusakan, maka tegangan lentur lamina harus lebih rendah daripada keteguhan lentur tiap lamina tersebut (σ ≤ SRi). Oleh karena itu, untuk menduga nilai keteguhan lentur glulam sejak sebelum diproduksi dimana sifatsifat laminanya telah diketahui dapat dihitung dengan rumus: S ;i
1,2,3, … n
Namun dari rumus diatas nilai variabel y belum dapat ditentukan. Variabel y adalah jarak suatu titik terhadap garis netral. Oleh karena itu, perlu ditentukan posisi netral terlebih dahulu. Dalam Bahtiar (2008b) telah didapat rumus menentukan letak centroid/ posisi netral pada penampang berbentuk persegi. ∑
∑ 2∑
∑
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan
Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk Kayu Majemuk dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanis Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Jl. Gunung Batu Bogor-Jawa Barat. Sedangkan untuk pengujian contoh kecil bebas cacat yaitu di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 3.2.
Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Bahan dasar : Kayu karet tua (Hevea brasiliensis) yang diperoleh dari perkebunan tanaman karet tidak produktif di daerah Jawa Barat
b.
Perekat : Phenol resorsinol formaldehida (PRF) untuk sambungan antar lamina dan PVAc (Polivynil Asetat) untuk sambungan jari pada satu lapisan lamina
c.
Ekstender: tepung terigu Alat yang digunakan untuk pembuatan glulam I-joist yaitu :
a.
Band saw dan gergaji bundar (circular saw) untuk membelah dan memotong contoh uji
b.
Mesin serut S4S (Smooth 4 sides) untuk menghaluskan permukaan
c.
Mesin pembentuk sambungan jari (finger joint)
d.
Alat kempa dingin untuk merekatkan contoh uji
e.
Klem besi untuk menjepit contoh uji saat direkatkan
f.
Meteran Pengujian sifat fisis menggunakan alat seperti di bawah ini:
a.
Timbangan elektrik untuk menimbang contoh uji
b.
Oven untuk mengeringkan contoh uji sampai kadar air tertentu
c.
Desikator alat kedap udara sebagai tempat penyimpanan contoh uji setelah dioven Untuk pengujian sifat mekanis menggunakan alat seperti di bawah ini:
a. Kaliper digital untuk mengukur dimensi contoh uji b. Universal Testing Machine merk Instron dan Baldwin untuk alat uji mekanis c. Deflektometer untuk mengukur defleksi 3.3.
Prosedur Kerja
3.3.1. Persiapan Bahan Log kayu karet dibelah dengan mesin band saw menjadi papan dengan ukuran tebal ±2cm. Papan tersebut kemudian dikeringudarakan dengan cara pengeringan alami dan bagan pengering. Pengeringan dilakukan selama 1-4 minggu sampai didapatkan kadar air kering udara yaitu 12-15%. Setelah papan mencapai kadar air yang diinginkan, papan tersebut dibelah dan dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan yaitu untuk pembuatan glulam I-joist. Glulam I yang akan dibuat terdiri atas 2 tipe. Tipe tersebut dibedakan dari penyusunan lamina di bagian tubuh (web) seperti terlihat pada Gambar 4 sebagai berikut: a.
Tipe 1 : susunan lamina bagian tubuh tegak lurus dengan bagian sayap (flange)
b.
Tipe 2 : susunan lamina bagian tubuh sejajar dengan bagian sayap (flange). Lapisan lamina untuk bagian badan - web (core) dan sayap - flange (face atau
back) berasal dari potongan kayu karet. Banyaknya kayu yang dibutuhkan dan ukurannya seperti dijelaskan pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Ukuran dan jumlah papan kayu contoh uji Tipe Tipe 1 Tipe 2
Kegunaan badan sayap badan sayap
Ukuran (cm3) 2x6x300 2x8x300 2x4x300 2x8x300
Jumlah (batang) 8 16 12 16
Tipe 1
Tipe 2 Gambar 4 Bentuk glulam I-joist.
Papan yang berukuran seperti Tabel 3 diserut dengan mesin serut S4S (Smooth Four Side) dan dipilah potongan yang memiliki cacat berupa pingul, mata kayu, retak dan cacat mesin di permukaan yang minimum. 3.3.2
Persiapan Perekat Perekat Phenol Resorsinol Formaldehida (PRF) ditimbang sesuai
kebutuhannya dan ditambahkan ekstender berupa tepung terigu sebanyak 5% dari berat perekat cair PRF. Pencampuran ekstender dengan perekat cair dilakukan sedikit demi sedikit dan diaduk menggunakan spatula (sendok pengaduk) sampai homogen. 3.3.3. Pembuatan Balok Glulam I-joist 3.3.3.1. Penyiapan Lamina Dikarenakan beberapa papan yang diperoleh memiliki panjang kurang dari 300 cm, papan yang telah dipilah tersebut akan disambung dengan sambungan jari (finger joint) seperti pada Gambar 5. Sebelum papan tersebut disambung, pada salah satu ujung papan dipotong sepanjang 30 cm untuk uji lentur contoh kecil (Gambar 6).
Gambar 6 Sambungan jari (Finger Joint).
30 cm 2 cm
4/6/8 cm
Uji MOE, KA dan BJ
Gambar 7 Papan lapisan lamina dengan contoh kecil. Perekat yang digunakan untuk sambungan jari papan adalah perekat PVAc dengan berat labur 170 g/m2. Sambungan tersebut dikuatkan dengan dipukul-pukul menggunakan palu dan pengkondisian selama 1 hari. 3.3.3.2. Proses Perekatan Perekatan dilaburkan melalui dua tahapan. Tahapan pertama adalah melaburkan perekat pada tiap-tiap bagian yaitu bagian sayap dan badan. Tahapan kedua adalah merekatkan bagian sayap dan badan menjadi satu. Berat labur perekat adalah 170 g/m2. Pelaburan dilakukan pada kedua permukaan papan (double spread) dengan menggunakan kuas. 3.3.3.3. Pengempaan Kedua tahapan yang telah dijabarkan sebelumnya diklem dengan alat kempa dingin dengan tekanan 10 kg/cm2 selama 8 - 10 jam.
3.3.3.4. Pengkondisian Glulam I-joist yang telah dikempa selanjutnya dibiarkan dalam kondisi terbuka selama 1 (satu) minggu. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan. 3.3.4. Pengujian Sifat Fisis 3.3.4.1. Kadar Air Contoh Kecil Contoh uji lapisan penyusun glulam berukuran 2x2x30 cm3 ditimbang dengan timbangan elektrik untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Contoh uji yang telah ditimbang kemudian digunakan untuk menguji lentur statis (MOE dan MOR). Setelah pengujian, contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103 ± 2) oC selama 2 x 24 jam. Selanjutnya contoh uji diletakkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
KadarAir(%) =
B0 − B1 x100% B1
(3-1)
Keterangan: B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji setelah dioven 3.3.4.2. Kadar Air Glulam Balok glulam I-joist yang telah diuji lentur dipotong sepanjang 5 cm pada salah satu ujungnya. Potongan tersebut ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Setelah ditimbang contoh uji kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu (103 ± 2)oC selama 1 x 24 jam. Selanjutnya contoh uji diletakkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :
KadarAir(%) =
B0 − B1 x100% B1
(3-2)
Keterangan: B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji setelah dioven 3.3.4.3. Berat Jenis dan Kerapatan Contoh Kecil Penentuan berat jenis dan kerapatan lamina penyusun menggunakan contoh uji yang sama untuk pengujian lentur dan kadar air. Contoh uji lapisan penyusun glulam berukuran 2x2x30 cm3 diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara (V). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Kerapatan kayu yang digunakan adalah kerapatan kayu kering udara. Sedangkan untuk menentukan berat jenis kayu digunakan rumus menurut Brown et al (1952):
Kerapatan kayu kering udara = Kerapatan kayu kering oven =
BJ =
B0 V
B1 V
Kerapatankayu kering oven Kerapatanair
(3-3)
(3-4) (3-5)
Keterangan : BJ = Berat jenis B0 = berat contoh uji kering udara B1 = berat contoh uji kering oven V = volume kering udara (cm3) Berat jenis air = 1 gram/cm3 pada suhu 4o C 3.3.4.4. Berat Jenis dan Kerapatan Glulam
Penentuan berat jenis dan kerapatan glulam menggunakan contoh uji dari glulam dipotong sepanjang 5 cm dari balok uji glulam dan diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara (V). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Berat jenis kayu dan kerapatan dihitung dengan rumus berikut:
Kerapatan kayu kering udara = Kerapatan kayu kering oven =
BJ =
B0 V
(3-6)
B1 V
(3-7)
Kerapatankayukeringoven Kerapatanair
(3-8)
Keterangan : BJ = Berat jenis B0 = berat contoh uji kering udara V = volume kering udara (cm3) Berat jenis air = 1 gram/cm3 pada suhu 4o C 3.3.5. Pengujian Sifat Mekanis 3.3.5.1. Lentur Statis Contoh Kecil
Pengujian lentur statis contoh kecil lapisan lamina menggunakan contoh uji berukuran 2x2x30cm3 dengan laju pembebanan 0,66 cm/menit sesuai ketentuan British standard (BS 373:1957) menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) Instron. Pembebanan diberikan di tengah bentang (One Point Loading) dimana kedua ujungnya diberi penyangga dengan jarak 28 cm. Nilai Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE) didapatkan dari hasil pengujian ini.
beban
h b Deflektometer L L
Gambar 7 Pengujian MOE dan MOR pada contoh kecil.
Nilai modulus elastisitas (MOE) dan modulus patah (MOR) kemudian dihitung dengan rumus:
MOE =
Pl 3 4Ybh 3
MOE =
P' L3 4Δ' bh3
MOR =
3PL 2bh2
(3-9) (3-10)
Keterangan : MOE = Modulus elastisitas (kg/cm²) MOR = Modulus patah (kg/cm²) P’
= Beban sampai batas proporsional (kg)
P
= Beban maksimal (kg)
Δ’
= Defleksi (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
h
= Tebal contoh uji (cm)
L
= Panjang bentang / jarak sangga
3.3.5.2. Lentur Statis Glulam I-Joist
Pengujian lentur statis balok glulam I-joist menggunakan contoh uji ukuran pakai (full scale) sesuai dengan ketentuan ASTM D 198-05a. Pembebanan diberikan di dua tempat dengan jarak sepertiga dari panjang bentang (Third Points Loading) dimana panjang bentang adalah 240 cm. Deflektometer ditempatkan tepat ditengah bentang. Beban 1/3L
1/3L
deflektometer L Gambar 8 Pengujian glulam.
1/3L
Nilai MOE third points loading pada pengujian tersebut dihitung dengan rumus berikut:
MOE =
23PL3 108Δbh3
(3-11)
Sedangkan nilai MOR dihitung dengan rumus:
MOR =
P max L bh2
(3-12)
Keterangan : MOE = Modulus elastisitas (kg/cm²) MOR = Modulus patah (kg/cm²) P
= Beban sampai batas proporsional (kg)
Pmax = Beban maksimal (kg) Δ
= Defleksi (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
h
= Tebal contoh uji (cm)
L
= Panjang bentang / jarak sangga
3.3.6. Pengolahan Data 3.3.6.1. Metode Perhitungan MOE dan MOR Contoh Kecil
Pehitungan MOE dan MOR contoh kecil dilakukan dengan dua metode yaitu metode konvensional dan metode yang disajikan Bahtiar (2008a). Langkah-langkah metode konvensional adalah sebagai berikut: 1. Plot data beban-defleksi dalam bentuk grafik yang diperoleh dari hasil pengujian dengan UTM. 2. Tentukan garis lurus atau linier pada grafik tersebut sedangkan data lain yang bukan merupakan titik pembentuk garis linier ini dipisahkan dari grafik. 3. Regresikan grafik tersebut dengan persamaan linier : y = mx + c
(3-13)
4. Hitung MOE dengan rumus
MOE = m
L3 4bh3
(3-14)
Langkah-langkah metode Bahtiar (2008a) adalah sebagai berikut: 1. Plot data beban-defleksi dalam bentuk grafik yang diperoleh dari hasil pengujian dengan UTM. 2. Tentukan salah satu data beban-defleksi sebagai batas elastis dengan cara membagi data menjadi dua bagian yaitu data elastis dan data plastis. Data elastis adalah data pada kurva lurus atau linear. Data plastis adalah data pada kurva kuadratik (melengkung). Titik pertemuan ujung kurva lurus dan pangkal kurva kuadratik merupakan batas elastis. 3. Data tersebut kemudian disajikan dalam tabel baru yang berisikan kolom P (beban), Δy (defleksi aktual), Δye (defleksi elastis), dan Δyp (defleksi plastis) seperti Tabel 4. Di bawah batas elastis, Δyp bernilai nol karena defleksi plastis belum terjadi. Di atas batas elastis, Δye bernilai maksimal atau konstan sebesar defleksi batas elastis. Sedangkan Δyp adalah selisih dari defleksi aktual dengan defleksi plastis karena defleksi aktual merupakan penjumlahan dari defleksi elastis dan plastis (Δy = Δye + Δyp). Tabel 4. Contoh tabel hubungan defleksi – beban metode Bahtiar P P1 P2 … Pl P(l+1)
Batas Elastis (l)
Δy Δy1 Δy2 … Δyl Δy(l+1)
Δye Δye1 Δye2 … Δyel Δyel
Δyp 0 0 … 0 Δyp(l+1)
4. Susun tabel baru dengan kolom P, Δy, dan Δyp2 kemudian regresikan dengan regresi linear berganda dimana P sebagai respon dan Δy serta Δyp2 sebagai variable bebas. Model regresi adalah P = aΔy + bΔ2yp + c. 5. Hitung MOE dengan rumus :
MOE = a
L3 4bh3
(3-15)
3.3.6.2. Penurunan Rumus Lentur Glulam I
Rumus lentur glulam diturunkan dari perilaku tiap lamina dalam menerima beban lentur. Perilaku lamina berupa tegangan, regangan dan defleksi
digambarkan secara geometris, kemudian dianalisis menggunakan prinsip-prinsip kalkulus dan geometri analitis yang didukung ilmu mekanika bahan. Rumus ini merupakan suatu perbaikan dari rumus metode transformed cross section yang mengasumsikan luas penampang berubah seiring dengan perbedaan MOE lamina. Penurunan rumus lentur telah dilakukan oleh Bahtiar (2008b) untuk glulam berbentuk balok dimana kondisi berbeda dengan metode transformed cross section karena tidak dibatasi asumsi perubahan luas penampang akibat perbedaan MOE lamina. Rumus tersebut kemudian dikembangkan untuk glulam berbentuk I pada penelitian ini. 3.3.6.3. Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah uji-t berpasangan (dependent ttest) untuk mengetahui adanya perbedaan antara prediksi teoritis dengan hasil empiris. Variabel yang digunakan yaitu: a. MOE teoritis glulam dengan MOE empiris glulam b. MOR teoritis glulam dengan MOR empiris glulam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Sifat Fisis
Menurut Yap (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat mekanis kayu salah satunya adalah sifat fisis kayu yaitu berupa berat jenis dan kadar air. Pada balok laminasi, lamina-lamina penyusunnya memberi pengaruh terhadap sifat fisis balok tersebut. Pada Tabel 5, sifat fisis antara contoh kecil yang merupakan lamina penyusun glulam dengan glulamnya tidak jauh berbeda. Rata-rata kadar air contoh kecil sebesar 12,99%, sedangkan kadar air glulam sebesar 11,6%. Rata-rata berat jenis antara glulam dan contoh kecil tidak jauh berbeda yaitu 0,61 untuk contoh kecil dan 0,62 untuk glulam. Rata-rata kerapatan memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,69 kg/cm3. Tabel 5 Rata-rata sifat fisis glulam dan contoh kecil Contoh Uji Contoh kecil Glulam
Kadar Air (%) 12,99 11,60
Sifat Fisis Kerapatan (g/cm3) 0,69 0,69
Berat Jenis 0,61 0,62
4.1.1. Kadar Air
Perubahan kadar air yang mempengaruhi kekuatan kayu adalah ketika kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Pada pembuatan balok laminasi, disyaratkan lamina penyusunnya memiliki kadar air 12-15%. Pada Tabel 6 disajikan rata-rata kadar air setiap glulam beserta rata-rata kadar air lamina penyusun dari masing-masing glulam. Dari tabel tersebut jelas terlihat bahwa lamina yang digunakan telah memenuhi persyaratan lamina untuk balok laminasi. Kisaran kadar air dari contoh kecil adalah 12,26%-14,12%. Kisaran kadar air glulam adalah 11,27% - 11,92%.
Tabel 6 Rata-rata kadar air glulam dan contoh kecil Kode Glulam KI1 KI2 KI3 KI4 KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata
Kadar Air (%) lamina Glulam 12,99 11,72 13,15 11,27 12,85 11,92 13,16 11,85 13,09 11,65 12,84 11,66 13,14 11,47 12,74 11,29 13,00 11,60
4.1.2. Kerapatan
Kerapatan sering dikaitkan dengan berat jenis. Umumnya semakin tinggi kerapatan dan berat jenis maka semakin kuat kayu tersebut. Kerapatan kayu dalam satu spesies dapat bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran spesies tersebut, dan kondisi tempat tumbuh. Tabel 7 Rata-rata kerapatan glulam dan contoh kecil Kode Glulam KI1 KI2 KI3 KI4 KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata
Kerapatan (g/cm³) lamina glulam 0,70 0,66 0,69 0,68 0,66 0,68 0,71 0,77 0,68 0,67 0,68 0,77 0,68 0,65 0,70 0,66 0,69 0,69
Pada Tabel 7 disajikan rata-rata kerapatan setiap glulam beserta rata-rata kerapatan lamina penyusun dari masing-masing glulam. Sebagian besar kerapatan lamina dalam bentuk contoh kecil sedikit lebih besar dibanding kerapatan glulamnya. Namun contoh kecil dan glulam memiliki total rata-rata yang sama.
Kisaran kerapatan dari contoh kecil adalah 0,59 g/cm³-0,79 g/cm³. Kisaran kerapatan glulam adalah 0,65 g/cm³-0,77 g/cm³. 4.1.3. Berat Jenis
Berat jenis adalah penduga kekuatan kayu yang paling baik dan mudah (Tsoumis 1991). Semakin tinggi berat jenis maka semakin kuat kayu tersebut. Semakin tinggi berat jenis kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding tersebut. Kekuatan kayu terletak pada dinding sel. Semakin tebal sel semakin kuat kayu. Tabel 8 Rata-rata berat jenis glulam dan contoh kecil Kode Glulam KI1 KI2 KI3 KI4 KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata
Berat Jenis Lamina Glulam 0,62 0,59 0,61 0,61 0,59 0,61 0,63 0,68 0,60 0,60 0,61 0,69 0,60 0,58 0,62 0,59 0,61 0,62
Pada Tabel 8 disajikan rata-rata kerapatan setiap glulam beserta rata-rata kerapatan lamina penyusun dari masing-masing glulam. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berat jenis hasil pengujian sama dengan berat jenis kayu karet menurut Oey Djoen Seng (1990) yang berat jenisnya bernilai 0,55-0,70 dengan rata-rata 0,61. Kisaran berat jenis contoh kecil yang bernilai 0,52-0,69 dan kisaran glulam yang bernilai 0,58-0,69, masih termasuk dalam kisaran Oey Djoen Seng (1990). 4.2.
Kurva Beban-Deformasi
Pada saat pengujian lentur didapat data berupa hubungan antara beban dan defleksi. Hubungan tersebut diplotkan dalam grafik sehingga dapat diketahui nilai elastisitas maupun keteguhan patah kayu. Kurva beban-deformasi terbagi dua atas
dua wilayah yaitu daerah elastis dan plastis. Daerah elastis digambarkan dengan grafik linear dimana persamaannya adalah P=βo+β1Δ. Daerah plastis digambarkan dengan grafik kuadratik dimana persamaannya adalah P=β2+β3Δ+β4Δ². Pada saat diberi pembebanan, kayu akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Sehingga besarnya deformasi tergantung pada pembebanan. Pada daerah elastis, kayu yang diberi pembebanan dapat kembali ke bentuknya semula. Sedangkan pada daerah plastis, kayu yang telah diberi pembebanan tidak dapat kembali ke bentuk semula bahkan dapat mengalami kerusakan permanen. Diantara kedua daerah tersebut terdapat batas yaitu batas elastis/ batas proporsi. Tabel 9 Rata-rata beban-defleksi pada batas elastis setiap glulam Kode Glulam
KI1 KI2 KI3 KI4 KII1 KII2 KII3 KII4
Rata-rata Rata-rata Defleksi Beban (cm) (kg) 0,32 58,65 0,28 63,01 0,29 66,31 0,31 75,11 0,25 55,40 0,32 54,10 0,35 65,88 0,31 65,91
Dari hasil pengujian lentur, didapat kurva beban deformasi seperti yang tersaji pada Lampiran 3. Jika dirata-ratakan batas proporsi lamina-lamina setiap glulam didapatkan nilai yang disajikan pada Tabel 9. Rata-rata batas elastis terbesar adalah 0,35 cm yaitu pada contoh uji KII3 dengan rata-rata beban 65,88 kg. Sedangkan rata-rata batas elastis terkecil adalah 0,25 cm yaitu pada contoh uji KII3 dengan rata-rata beban 55,40 kg. 4.3.
Sifat Mekanis Contoh Kecil
4.3.1. Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil
Nilai modulus elastisitas pada penelitian ini ditentukan dengan dua metode yaitu metode konvensional dan metode Bahtiar. Kedua metode tersebut berpengaruh terhadap nilai MOE yang didapat. Nilai rata-rata MOE untuk metode
konvensional adalah 8,75 x 104 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE untuk metode Bahtiar 8,56 x 104 kg/cm2. Untuk menentukan tingkat perbedaan dari kedua metode tersebut maka dilakukan uji t-berpasangan. Tabel 10 Nilai rata-rata MOE contoh kecil Jenis Kayu
Rata-rata Modulus Elatisitas (MOE) (Kg/cm2) Metode Metode Konvensional Bahtiar (2008a)
Karet
8,75 x 104
8,56 x 104
Hasil Uji t-berpasangan t-hitung
t-tabel 0,05
t-tabel 0,01
12,02
1,99
2,63
Pada uji t-berpasangan dengan taraf 95% didapat nilai t-hitung (12,02) lebih besar daripada nilai t-tabel (1,99). Hal itu berarti metode konvensional berbeda sangat nyata dengan metode Bahtiar pada tingkat nyata 5%. Sama halnya dengan pada uji t-berpasangan dengan taraf 99% dimana didapat nilai t-hitung (12,02) lebih besar daripada nilai t-tabel (2,63). Hal itu mempunyai arti bahwa metode konvensional berbeda nyata dengan metode Bahtiar pada tingkat nyata 1%. Rata-rata MOE metode Bahtiar (2008a) 2% lebih rendah daripada hasil perhitungan metode konvensional. Pada dasarnya, seharusnya kedua metode tersebut tidak berbeda dikarenakan metode Bahtiar (2208a) merupakan perbaikan metode konvensional. Persamaan hasil metode konvensional dikoreksi dengan metode Bahtiar untuk mendapatkan batas elastis yang lebih obyektif. Persyaratan tambahan diberikan pada metode Bahtiar (2008a) yaitu pada batas elastisitas kemiringan kurva linear harus sama dengan kurva kudratik dimana hal ini tidak terakomodasi pada metode konvensional. Jumlah data yang digunakan untuk metode Bahtiar lebih banyak daripada metode konvensional dimana metode konvensional hanya sekitar 10% dari seluruh data. Sedangkan metode Bahtiar sekitar 90% dari seluruh data. Oleh karena itu, jika dilihat dari jumlah data yang digunakan dan hasil persamaannya, dapat dikatakan metode Bahtiar lebih objektif dibanding metode konvensional untuk menentukan nilai MOE.
frekuensi
0,000018 0,000016 0,000014 0,000012 0,00001 0,000008 0,000006 0,000004 0,000002 0
M. konvensional M. Bahtiar (2008a)
0
50000
100000
150000
200000
Modulus Elastisitas (Kg/cm²)
Gambar 9 Kurva distribusi MOE contoh kecil kayu karet. Kurva distribusi frekuensi adalah kurva yang menunjukkan tingkat keragaman dari sampel. Gambar 9 menunjukkan kurva distribusi MOE contoh kecil bebas cacat dengan metode konvensional dan metode Bahtiar. Kedua grafik tersebut hampir tidak memiliki perbedaan baik dari keragaman maupun nilai rataan. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi antara metode konvensional dan metode Bahtiar yang besarnya mendekati satu yaitu 99,6%. Nilai korelasi tersebut ditampilkan pada gambar regresi linear antara MOE metode Bahtiar dengan MOE metode konvensional (Gambar 10).
MOE Bahtiar (Kg/cm²)
160000
y = 0,976x + 176,4 R² = 0,996
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 0
50000
100000
150000
200000
MOE Konvensional (Kg/cm²)
Gambar 10 Hubungan antara MOE metode Bahtiar (2008a) dengan MOE metode konvensional.
4.3.2. Kekuatan Lentur Statis (MOR) Contoh Kecil
Kemampuan suatu benda menahan beban lentur sampai mengalami kerusakan diukur dari kekuatan lentur statis (MOR). Rata-rata MOR kayu karet contoh kecil ialah 774,86 kg/cm² dan standar deviasi sebesar 193,24. Kurva distribusi frekuensi MOR contoh kecil bebas cacat kayu karet disajikan pada Gambar 11. Dari kurva Gambar 11 dapat diketahui kisaran kekuatan lentur kayu karet antara 196,38-1187,03 kg/cm². Pada kisaran tersebut, kayu karet bisa berada pada semua golongan kelas kuat. Namun jika dilihat dari rataannya, kayu karet dapat digolongkan dalam kelas kuat II-III.
0,0025
frekuensi
0,002 0,0015 0,001 0,0005 0 0
500
1000
1500
Kekuatan Lentur (MOR) (Kg/cm²)
Gambar 11 Kurva distribusi MOR contoh kecil kayu karet. 4.4.
Transformed Cross Section
Metode transformed cross section adalah metode untuk menganalisis kekuatan glulam melalui lamina-lamina penyusunnya. Pada metode ini, nilai MOE tiap-tiap lamina yang bervariasi dikonversi terhadap satu nilai MOE. Satu nilai MOE adalah nilai E salah satu lamina yang digunakan sebagai standar/acuan. Hasil dari konversi tersebut yaitu mengurangi lebar lamina dengan MOE rendah dan menambah lebar lamina dengan MOE tinggi (Bodig dan Jayne 1993). Transformed cross section dianggap tidak taat azas karena memberikan efek ketergantungan sifat penampang terhadap modulus elastisitasnya (Bahtiar 2008b). Pernyataan ini didasari dari cara perhitungan metode transformed cross
section yang akan mengurangi lebar lamina jika nilai MOE rendah dan menambah lebar lamina jika nilai MOE tinggi. Jika dilihat dari definisinya seharusnya sifat penampang dan sifat material saling bebas. Sifat penampang atau yang digambarkan dengan momen inersia bergantung pada bentuk geometri dan dimensi penampang. Momen inersia bernilai tetap pada sembarang material selama bentuk geometri dan dimensi penampangnya sama. Sedangkan modulus elastisitas bernilai tetap walaupun diukur pada bentuk geometri dan dimensi penampang yang berlainan. Utamanya, perhitungan metode transformed cross section menetapkan satu nilai MOE salah satu lamina penyusun glulam untuk dijadikan standar konversi. MOE standar dari lamina acuan umumnya, diambil dari bagian muka dan belakang glulam namun lamina manapun dapat digunakan (Bodig dan Jayne 1993). Cara perhitungan tersebut ditunjukkan pada contoh 1,2,3, dan 4. Contoh 1. Tabel 11 Susunan glulam contoh 1 dan sifat mekanisnya Lapisan ke1 dan 5 2 dan 4 3
dimensi 0,5x10x200 cm 2x10x200 cm 3x10x200 cm
MOE 14 x 104 kg/cm2 5,4 x 104 kg/cm2 1,4 x 104 kg/cm2
MOR 270 kg/cm2 90 kg/cm2 35 kg/cm2
Modulus elastisitas lentur glulam sejajar muka lamina adalah n
E=
E1 ∑ I 'i i=1
I glulam
n
=
E1 ∑ i =1
h'i bi 12
I glulam
3
⎛ ⎛ 0,5 ⋅ 103 ⎞ ⎛ 0,8 ⋅ 103 ⎞ ⎛ 0,3 ⋅ 103 ⎞ ⎞ ⎟ 14 ⋅ 104.⎜⎜ 2⎜⎜ ⎟⎟ + 2⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ ⎟ ⎝ 12 ⎠ ⎝ 12 ⎠ ⎝ 12 ⎠ ⎠ ⎝ = 4,975⋅ 104 kg/cm2 = 8 ⋅ 103 12
Tegangan normal setiap lamina adalah My h ' = I' h ⎛ ⎜ ⎜ ⎝
σ 2;4 =
My h ' = ⎛ ⎛ 0 , 5 ⋅ 10 3 I' h ⎜ 2⎜ ⎜ ⎜ 12 ⎝ ⎝
σ3 =
( ) 10
M 2 0 ,5 = 0,02111 ⎛ 0 , 5 ⋅ 10 3 ⎞ ⎛ 0 , 8 ⋅ 10 3 ⎞ ⎛ 0 , 3 ⋅ 10 3 ⎞ ⎞ 0 , 5 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ + 2 + 2 ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎟ 12 12 12 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎠
σ 1;5 =
My h ' = I' h ⎛ ⎛ 0 ,5 ⋅ 10 3 ⎜ 2⎜ ⎜ ⎜ 12 ⎝ ⎝
M
( ) 10 2
3 ⎞ ⎛ ⎟ + 2 ⎜ 0 ,8 ⋅ 10 ⎟ ⎜ 12 ⎠ ⎝
M
0 , 77 = 0.00814 M ≤ 90 ⇔ M ≤ 11056 kg .cm 2
⎞ ⎛ 0 , 3 ⋅ 10 3 ⎟+⎜ ⎟ ⎜ 12 ⎠ ⎝
⎞⎞ ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠⎠
⎞ ⎟+ ⎟ ⎠
0 ,3 = 0 , 00211 M ≤ 3 ,5 ⇔ M ≤ 16583 kg .cm ⎞⎞ 3 ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠⎠
( ) 10 2
3 ⎞ ⎛ ⎟ + 2 ⎜ 0 ,8 ⋅ 10 ⎟ ⎜ 12 ⎠ ⎝
M ≤ 270 ⇔ M ≤ 12793 kg . cm
⎛ 0 ,3 ⋅ 10 3 ⎜ ⎜ 12 ⎝
Kerusakan pertama terjadi pada lapisan 2 dan 4 saat momen yang diterima mencapai 11056 kg.cm. Sehingga keteguhan lentur sejajar muka lamina: S
=σ
R //
max
=
My
=
I glulam
()
11056 102 8.103 12
= 82,92 kg/cm2
Contoh 2. Tabel 12 Susunan glulam contoh 2 dan sifat mekanisnya Lapisan ke1 2 3
dimensi 0,5x6x100 cm 4x6x100 cm 2x6x100 cm
MOE 14.104 kg/cm2 5,4.104 kg/cm2 10.104 kg/cm2
MOR 270 kg/cm2 90 kg/cm2 150 kg/cm2
Garis netral: Tabel 13 Perhitungan garis netral contoh 2 Bagian
MOE
b
b'
1 face 1 face 2 core 1
2 14x104 5,4 x104 10 x104
3 6 6 6
4=(2/2face1).3 6,00 2,31 4,29
n ∑ Ad
c=
i =1 n ∑A
=
h
b' h3 12
5 6=4.5³/12 0,5 0,06 4,0 12,34 2,0 2,86 total
A'
y
A’y
7=4.5 3,00 9,26 8,57 20,83
8 6,25 4,00 1,00
9=7.8 18,75 37,03 8,57 64,35
64,35 = 3,09 cm 20,83
i =1
Modulus elastisitas: Tabel 14 Perhitungan modulus elastisitas contoh 2 Bagian
b’
h
1 face 1 face 2 core 1
2 6,00 2,31 4,29
3 0,5 4,0 2,0
MOE
b'h 3 12
4 5 4 14 x10 0,06 5,4 x104 12,34 10 x104 2,86
∑
Jarak dari 0 6 6,25 4,00 1,00
14 10 . 90,33 138,31
y²
I’
7=(6-c)² 9,99 0,83 4,37
9,14
10
8=6+2.3.7 30,02 20,01 40,30 90,33 /
Keteguhan lentur: Tabel 15 Perhitungan keteguhan lentur contoh 2 Bagian σi Yi b b' Mtotal Keterangan 1 2 4 5 6 7=2.5I’/4.6 face 1 270 3,41 6 6,00 7150,88 face 2 90 -1,09 6 2,31 -19344,60 core 1 150 -3,09 6 4,29 -6139,64 terkecil Awal kerusakan terjadi pada lapisan ke-3 karena momen lenturnya rendah.
Sehingga
keteguhan
lentur
glulam
( )
tegak
lurus
lamina
yaitu:
6139,64 ⋅ 2 M ' total y == = 144,2kg/cm2 I 138,31 6, 5
S R⊥ =
Contoh 3. Tabel 16 Susunan glulam contoh 3 dan sifat mekanisnya Bagian face 1 face 2 core 1 core 2 core 3 back 1 back 2
b 7,5 7,5 3,3 3,3 3,3 7,5 7,5
h 2 2 1,7 1,7 1,7 2 2
MOE 5,49x104 kg/cm2 5,15 x104 kg/cm2 11,07 x104 kg/cm2 7,85 x104 kg/cm2 11,45 x104 kg/cm2 7,97 x104 kg/cm2 8,01 x104 kg/cm2
MOR 731,92 kg/cm2 647,84 kg/cm2 1047,32 kg/cm2 631,34 kg/cm2 1040,04 kg/cm2 734,94 kg/cm2 777,69 kg/cm2
Garis netral Tabel 17 Perhitungan garis netral contoh 3 Bagian
MOE
1 face 1 face 2 core 1 core 2 core 3 back 1 back 2
2 5,49x104 5,15 x104 11,07 x104 7,85 x104 11,45 x104 7,97 x104 8,01 x104
n ∑ Ad
c=
i =1 n ∑A i =1
=
b
b'
3 4=(2/2face1).3 7,5 7,50 7,5 7,04 3,3 6,65 3,3 4,72 3,3 6,88 7,5 10,88 7,5 10,94
613,49 = 5,91 cm 103,77
h
b' h3 12
A'
y
A’y
5 6=4.5³/12 7=4.5 8 9=7.8 2 5 15 12,10 181,50 2 4,69 14,08 10,10 142,20 1,7 2,72 11,31 8,25 93,32 1,7 1,93 8,02 6,55 52,54 1,7 2,82 11,70 4,85 56,75 2 7,26 21,77 3 65,30 2 7,30 21,89 1 21,89 total 103,77 613,49
Modulus elastisitas: Tabel 18 Perhitungan modulus elastisitas contoh 3 Bagian
b’
h
1 face 1 face 2 core 1 core 2 core 3 back 1 back 2
2 7,50 7,04 6,65 4,72 6,88 10,88 10,94
b'h 3 12
MOE
3 4 2,0 5,49 x104 2,0 5,15 x104 1,7 11,07 x104 1,7 7,85 x104 1,7 11,45 x104 2,0 7,97 x104 2,0 8,01 x104 ∑
5 5,00 4,69 2,72 1,93 2,82 7,26 7,30
Jarak dari 0 6 12,10 10,10 8,25 6,55 4,85 3,00 1,00
5,49 10 . 1643,99 1358,63
y²
I’
7=(6-c)² 38,29 17,54 5,46 0,41 1,13 8,48 24,13 total
6,64
10
8=6+2.3.7 579,32 251,61 64,54 5,19 16,02 191,87 535,44 1643,99 /
Keteguhan lentur: Tabel 19 Perhitungan keteguhan lentur contoh 3 Bagian 1 face 1 face 2 core 1 core 2 core 2 core 3 back 1 back 2
MOR =
σi 2 731,92 647,84 1047,32 631,34 631,34 1040,04 734,94 777,69
Yi b b' 4 5 6 7,19 7,5 7,50 5,19 7,5 7,04 3,19 3,3 6,65 1,49 3,3 4,72 -0,21 3,3 4,72 -1,91 3,3 6,88 -3,91 7,5 10,88 -5,91 7,5 10,94
Mtotal min x c Iglulam
=
Mtotal.I’ Keterangan 7=2.5I’/4.6 101,83 133,04 162,95 296,82 -2080,35 -260,78 -129,45 -90,15 terkecil
(90,15.1643,99) x (13,1/2) 1358,63
=714,49 kg/cm2
Contoh 4. Tabel 20 Susunan glulam contoh 4 dan sifat mekanisnya Bagian face 1 face 2 core 1 core 2 back 1 back 2
b 7,4 7,4 1,8 1,8 7,4 7,4
h 2 2 5 5 2 2
MOE 3,88 x 104kg/cm2 11,39 x 104kg/cm2 11,48 x 104kg/cm2 7,86 x 104kg/cm2 11,79 x 104kg/cm2 5,10 x 104kg/cm2
MOR 266,43 kg/cm2 914,13 kg/cm2 946,99 kg/cm2 695,69 kg/cm2 973,92 kg/cm2 434,58 kg/cm2
Garis Netral: Tabel 21 Perhitungan garis netral contoh 4 Bagian
MOE
1 face 1 face 2 core 1 core 2 back 1 back 2
2 3,88 x 104 11,39 x 104 11,48 x 104 7,86 x 104 11,79 x 104 5,10 x 104
n ∑ Ad
c=
i =1 n ∑A
=
b
b'
b' h3 12
h
3 4=(2/2face1).3 7,4 7,4 7,4 21,72 1,8 5,32 1,8 3,65 7,4 22,49 7,4 9,72
A'
y
A’y
5 6=4.5³/12 7=4.5 8 9=7.8 2 4,93 14,80 12 177,60 2 14,48 43,44 10 434,37 5 55,43 26,60 6,5 172,93 5 37,97 18,23 6,5 118,48 2 14,99 44,98 3 134,94 2 6,48 19,45 1 19,45 total 167,50 1057,77
1057,77 = 6,32 cm 167,50
i =1
Modulus elastisitas: Tabel 22 Perhitungan modulus elastisitas contoh 4 Bagian
b’
h
MOE
b'h 3 12
1 face 1 face 2 core 1 core 2 back 1 back 2
2 7,4 21,72 5,32 3,65 22,49 9,72
3 2 2 5 5 2 2
4 3,88 x 104 11,39 x 104 11,48 x 104 7,86 x 104 11,79 x 104 5,10 x 104
5 4,93 14,48 55,43 37,97 14,99 6,48
∑
Jarak dari 0 6 12 10 6,5 6,5 3 1
3,88 10 . 2247,69 1315,23
y²
I’
7=(6-c)² 8=6+2.3.7 32,32 483,24 13,58 604,28 0,03 56,34 0,03 38,60 10,99 509,33 28,25 555,90 total 2247,69 6,63
10
/
Keteguhan Lentur: Perhitungan MOE dan MOR bagian tengah (core vertikal) ∑ ∑ ∑ ∑
11,48 . 5 5 ′ ′
946,99 . 5,32 5,32
7,86 . 5 5
9,67 10
695,69.3,65 3,65
844,82
/ /
Tabel 23 Perhitungan keteguhan lentur contoh 4 Bagian 1 face 1 face 2 core atas core bawah back 1 back 2
MOR =
σi 2 266,43 914,13 844,82 844,82 973,92 434,58
Yi 4 6,68 4,68 2,68 -2,32 -4,32 -6,32
Mtotal min x c Iglulam
=
b 5 7,4 7,4 3,6 3,6 7,4 7,4
b' 6 7,40 21,72 8,97 8,97 22,49 9,72
Mtotal.I’ 7=2.5I’/4.6 39,86 66,48 126,33 -146,51 -74,26 -52,37
(39,86.2247,69) x (13/2) 1315,23
keterangan
terkecil
=442,73 kg/cm2
Tabel 24 Hasil perhitungan transformed cross section Tipe
Centroid
momen inersia
KI1 KI2 KI3 KI4 KII1 KII2 KII3 KII4
6,50 6,69 5,70 6,71 5,56 6,83 7,16 6,76
1929,79 1099,13 1767,17 1090,84 1828,47 898,33 1352,80 1362,70
MOE dengan standar MOR dengan pada standar pada Muka1 belakang1 Muka1 belakang1 7,92 x104 7,92 x104 442,73 442,73 4 4 10,20 x10 10,20 x10 706,92 706,92 7,33 x104 697,27 697,27 7,33 x104 4 4 8,14 x10 8,14 x10 732,00 732,00 7,39 x104 7,39 x104 626,2 626,2 4 4 7,06 x10 7,06 x10 542,35 542,35 7,37 x104 7,37 x104 403,08 403,08 4 4 10,09 x10 813,12 813,12 10,09 x10
Keterangan: Centroid dihitung dari bagian bawah glulam
Tabel 24 menunjukkan hasil perhitungan MOE dan MOR glulam dengan metode transformed cross section yang ditinjau dari dua lamina acuan, lamina bagian muka 1 dan bagian belakang 1. Nilai modulus elastisitas ditinjau dengan standar konversi yang berbeda menghasilkan nilai modulus elastisitas yang sama. Demikian juga halnya yang terjadi pada nilai keteguhan lentur yang nilainya tetap walaupun standar konversinya diubah. Hal ini membenarkan pernyataan Bodig dan Jayne (1993) tentang penentuan lamina standar.
4.5.
Penurunan Rumus
4.5.1. Momen Lentur Sejajar Muka Lamina
Pada glulam tipe 1, bagian tubuh (web) dikenai beban lentur sejajar muka lamina. Persamaan umum defleksi akibat momen lentur: (4-1) Persamaan umum setiap lamina pada glulam yang menerima beban lentur sejajar muka lamina: ;
1,2,3, …
(4-2)
Persamaan (4-2) valid karena perubahan bentuk setiap lamina akibat momen lentur sejajar muka lamina harus sama besar. Setiap lamina mendapat momen lentur sebesar Mi dikarenakan pendistribusian momen lentur dimana nilai momen tersebut harus sama dengan total momen yang bekerja. ∑
(4-3)
Jika persamaan (4-1) dan (4-2) disubstitusikan ke dalam persamaan (4-3) maka: ∑
(4-4)
Momen inersia setiap lamina dapat dihitung dengan rumus: (4-5) Dan momen inersia glulam: ∑
(4-6)
Jika persamaan (4-5) dan (4-6) disubsitusikan dalam persamaan (4-4), maka persamaan untuk modulus elastisitas lentur glulamsejajar muka lamina: ∑
(4-7)
∑
Bila persamaan (4-2) dibagi dengan persamaan (4-1): ;
1,2,3, …
(4-8)
Atau: ;
1,2,3, …
(4-9)
Tegangan normal setiap lamina dinyatakan dengan: ;
1,2,3, …
(4-10)
Bila persamaan (4-9) disubsitusikan ke persamaan (4-10) maka: (4-11) Tegangan normal maksimum setiap lamina terjadi pada serat terluar tiap-tiap lamina yaitu pada saat: (4-12) Sehingga tegangan normal maksimum dapat dihitung dari subsitusi persamaan (46), (4-12) dan (4-11): (4-13)
∑
Agar terjadi kerusakan, tegangan normal maksimum setiap lamina harus lebih rendah daripada keteguhan lentur tersebut (σi(maks) ≤ SRi//). Oleh karena itu, momen terbesar yang dapat diterima oleh glulam adalah nilai minimum dari momen yang diterima tiap-tiap lamina (Mmin): ⎛ ES b2 n ⎞ M min = MIN⎜⎜ Ri // ∑ hi ⎟⎟ ; i = 1,2,3,...n ⎝ 6Ei i =1 ⎠
(4-14)
Selanjutnya nilai keteguhan lentur glulam dapat dihitung dengan rumus: S R // =
6M min b
2
(4-15)
n
∑h i −1
i
Contoh 5. Glulam yang disusun atas 5 lembar lamina dibuat dari tiga jenis kayu dengan dimensi dan sifat material sebagai berikut: Tabel 25 Susunan glulam contoh 5 dan sifat mekanisnya Lapisan ke1 dan 5 2 dan 4 3
dimensi 0,5x10x200 cm 2x10x200 cm 3x10x200 cm
MOE 14 x 104 kg/cm2 5,4 x 104 kg/cm2 1,4 x 104 kg/cm2
MOR 270 kg/cm2 90 kg/cm2 35 kg/cm2
Modulus elastisitas lentur glulam sejajar muka lamina adalah n
E=
∑E h i =1 n
i i
∑h i =1
i
=
(14 ⋅ 0,5 + 5,4 ⋅ 2 + 1,4 ⋅ 3 + 5,4 ⋅ 2 + 14 ⋅ 0,5) ⋅ 10 4 = 4,975 ⋅ 10 4 kg / cm 2 (0,5 + 2 + 3 + 2 + 0,5)
Tegangan normal setiap lamina adalah σ 1;5 =
6M n
b 2 ∑ hi
E1 6M 14 ⋅10 4 = 2 = 0,02111 M ≤ 270 ⇔ M ≤ 12793 kg .cm E 10 (0,5 + 2 + 3 + 2 + 0,5) 4,975 ⋅10 4
i =1
σ 2; 4 =
6M n
b2 ∑ hi
6M 5,4 ⋅104 E2 = 2 = 0.00814M ≤ 90 ⇔ M ≤ 11056 kg.cm E 10 (0,5 + 2 + 3 + 2 + 0,5) 4,975 ⋅104
i =1
σ3 =
6M n
b2 ∑ hi
E3 6M 1,4 ⋅104 = 2 = 0,00211M ≤ 3,5 ⇔ M ≤ 16583 kg.cm E 10 (0,5 + 2 + 3 + 2 + 0,5) 4,975 ⋅104
i =1
Gambar 12 Diagram tegangan normal setiap lamina. Seperti yang digambarkan pada gambar 12, setiap lamina memiliki tegangan normal yang berbeda. Tegangan normal lapisan 1 dan 5 paling besar dan lapisan 3 paling kecil. Kerusakan pertama terjadi pada lapisan 2 dan 4 saat momen yang diterima mencapai 11056 kg.cm. Sehingga keteguhan lentur sejajar muka lamina: S R // = σ max =
6M min n
b 2 ∑ hi
=
6 ⋅11056 = 82,92 kg/cm 2 10 (0,5 + 2 + 3 + 2 + 0,5) 2
i −1
4.5.2. Momen Lentur Tegak Lurus Muka Lamina
M
M h3
h4
h5
h2
x5 x4
h1
x0
R
y5
x3 x2
y4 y1
y3 y2
Gambar 13 Defleksi glulam akibat momen lentur tegak lurus muka lamina.
Gambar 13 menunjukan defleksi glulam akibat momen lentur. Jika R adalah jari-jari lendutan, x0 adalah panjang glulam mula-mula, maka di atas garis netral terjadi pemendekan dan di bawah garis netral terjadi perpanjangan. Jika jarak serat (y) dibawah garis netral diberi tanda positif (+yi) dan di atas garis netral diberi tanda negatif (-yi), maka secara geometri dapat ditunjukan dengan: (4-16) Melalui operasi aljabar, persamaan (4-16) dimodifikasi untuk mendapat regangan setiap lamina (εi): ∆
(4-17)
Dengan mensubstitusikan hukum Hooke ke dalam persamaan (4-17) diperoleh: (4-18)
y
y y
y
y
b b b Gambar 14 Momen pada penampang glulam.
b
b
Momen internal yang terjadi di setiap titik pada penampang gambar 14: (4-19) Sehingga jumlah momen setiap lamina: (4-20) Jumlah total momen internal yang terjadi pada satu penampang penuh: ∑
(4-21)
Jika persamaan (4-17) dan (4-20) disubstitusi maka: ∑
(4-22)
Per definisi, momen inersia (I) dapat dinyatakan dengan: (4-23)
Dengan memasukkan momen inersia (persamaan 4-23) ke dalam persamaan (422) maka: ∑
(4-24)
Sehingga R adalah: ∑
(4-25)
Nilai R adalah tetap, sehingga untuk glulam: (4-26) Jika R dieliminasi pada persamaan (4-25) dan (4-26) maka: ∑
(4-27)
Sehingga modulus elastisitas dihitung dengan: ∑
(4-28)
Sedangkan untuk keteguhan lentur (SR) glulam sejajar muka lamina diperlukan perhitungan tegangan setiap bagian lamina. Tegangan yang terjadi pada serat sejauh yi dari garis netral dapat dihitung dengan mensubstitusi persamaan (4-26) ke dalam persamaan (4-18): (4-29) Agar tidak terjadi kerusakan, maka tegangan lentur lamina harus lebih tinggi daripada keteguhan lentur tiap lamina tersebut (σ ≤ SRi). Oleh karena itu, untuk menduga nilai keteguhan lentur glulam sejak sebelum diproduksi dimana sifat-sifat laminanya telah diketahui dapat dihitung dengan rumus: S ;i
1,2,3, … n
(4-30)
Sehingga momen total maksimum yang dapat diterima oleh glulam adalah momen terkecil yang dapat diterima oleh tiap-tiap lamina (Mtotal min): ⎛ EI ⎞ M 'total min = MIN ⎜⎜ S Ri ⎟⎟ ⎝ Ei yi ⎠
(4-31)
Oleh karena itu, tegangan yang terjadi pada tiap-tiap serat sejauh y dari garis netral pada glulam yang menerima beban lentur tegak lurus muka lamina (σmin) adalah: (4-32)
Namun dari rumus diatas nilai variabel y belum dapat ditentukan. Variabel y adalah jarak suatu titik terhadap garis netral. Oleh karena itu, perlu ditentukan posisi garis netral terlebih dahulu. Langkah awal dalam menentukan garis netral, perlu dipahami bahwa setiap satu penampang penuh balok lentur, jumlah gaya tarik harus sama dengan gaya tekan karena pada kondisi kesetimbangan resultan pada arah horizontal harus sama dengan 0, sehingga: ∑
0
(4-33)
Pada penampang I lebar setiap lamina tidak tetap sehingga: ∑ ∑
∑
=0
(4-34)
Karena semua variabel di luar tanda sigma tidak bernilai nol, maka: ∑ ∑
∑
=0
(4-35)
Setelah diintregasi dan ditetapkan sebuah garis bantu di muka lamina tepi luar paling bawah, maka garis netral dapat dihitung: ∑
∑
∑
0
(4-36)
Untuk mendapat garis netral (c) persamaan kuadratik (4-36) dapat diselesaikan dengan aljabar sederhana menjadi: ∑
∑
∑
(4-37)
∑
MOR glulam dapat dihitung secara teoritis dengan persamaan (4-32) dengan nilai y adalah jarak terjauh dari garis netral. Contoh 6. 0,5 4
6
Garis normal
2
Gambar 15 Penampang glulam contoh 6. Tabel 26 Susunan glulam contoh 6 dan sifat mekanisnya Lapisan ke1 2 3
dimensi 0,5x6x100 cm 4x6x100 cm 2x6x100 cm
MOE 14.104 kg/cm2 5,4.104 kg/cm2 10.104 kg/cm2
MOR 270 kg/cm2 90 kg/cm2 150 kg/cm2
Garis netral: ⎛ ⎛ n ⎞ 2 ⎛ n −1 ⎞ 2 ⎞ ⎜ ⎟ E ∑ i ⎜ ∑ hi ⎟ − ⎜ ∑ hi ⎟ ⎜ ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠ ⎟ 14 ⋅10 4 6,5 2 − 6 2 + 5,4 ⋅10 4 6 2 − 2 2 + 10 ⋅10 4 2 2 i =1 ⎝ ⎠= = 3,09 cm c= n 2 14 ⋅10 4 ⋅ 0,5 + 5,4 ⋅10 4 ⋅ 4 + 10 ⋅10 4 ⋅ 2 2∑ Ei hi n
( (
)
(
)
)
( )
i =1
Modulus elastisitas: n
E=
∑E I
i i
i=1
I
⎛ 6 ⋅ 0,53 ⎞ ⎛ 6 ⋅ 43 ⎞ ⎛ 6 ⋅ 23 ⎞ 2 2 2 + (6,25 − 3,09) (0,5 ⋅ 6)⎟⎟ + 5,4 ⋅104 ⎜⎜ + (4 − 3,09) (4 ⋅ 6)⎟⎟ + 10⋅104 ⎜⎜ + (1 − 3,09) (2 ⋅ 6)⎟⎟ 14 ⋅104 ⎜⎜ 12 12 12 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ = 9,14⋅104 kg/cm2 = 6 ⋅ 6,53 2 + (3,25 − 3,09) (6,5 ⋅ 6) 12
Keteguhan lentur: σ1 =
E1 M total yi M M = 14 ⋅104 (6,5 − 3,09) total = 47,74⋅104 total ≤ 270 ⇔ M total ≤ 5,6556⋅10-4 EI EI E I EI
σ 2(lower ) =
σ3 =
M M E2 M total yi = 5,4 ⋅10 4 (2 − 3,09) total = -5,886 ⋅10 4 total ≤ 90 ⇔ M total ≤ -15,2905 ⋅10 - 4 EI EI I E EI
E3 M total yi M M = 10 ⋅104 (0 − 3,09) total = -30,9⋅104 total ≤ 150 ⇔ M total ≤ -4,8544⋅10-4 EI EI EI E I
Gambar 16 Tegangan normal Awal kerusakan terjadi pada lapisan ke-3 karena momen lenturnya rendah. Sehingga S R⊥ =
keteguhan
lentur
glulam
tegak
lurus
lamina
yaitu:
-4 4 M 'total n 4,8544⋅10-4 EI (0,5 + 4 + 2) = 4,8544⋅10 ⋅ 9,14⋅10 (6,5) = 144,2 kg/cm2 hi = ∑ 2I i =1 2I 2
Contoh 7. Tabel 27 Susunan glulam contoh 7 dan sifat mekanisnya Bagian face 1 face 2 core 1 core 2 core 3 back 1 back 2
b 7,5 7,5 3,3 3,3 3,3 7,5 7,5
h 2 2 1,7 1,7 1,7 2 2
MOE 5,49x104 kg/cm2 5,15 x104 kg/cm2 11,07 x104 kg/cm2 7,85 x104 kg/cm2 11,45 x104 kg/cm2 7,97 x104 kg/cm2 8,01 x104 kg/cm2
MOR 731,92 kg/cm2 647,84 kg/cm2 1047,32 kg/cm2 631,34 kg/cm2 1040,04 kg/cm2 734,94 kg/cm2 777,69 kg/cm2
Face 1 Face 2 Core 1 Core 2 Core 3 Back 1 Back 2
Gambar 17 Penampang I contoh 7. Garis netral Tabel 28 Perhitungan garis netral contoh 7 Bagian 1 face 1 face 2 core 1 core 2 core 3 back 1 back 2
b
h
2 3 7,5 2 7,5 2 3,3 1,7 3,3 1,7 3,3 1,7 7,5 2 7,5 2
MOE
⎛ n ⎞ ⎜ ∑ hi ⎟ ⎝ i =1 ⎠
2
4 5 4 5,49x10 171,61 5,15 x104 123,21 11,07 x104 82,81 7,85 x104 54,76 11,45 x104 32,49 16 7,97 x104 8,01 x104 4
⎛ ⎛ n ⎞ 2 ⎛ n −1 ⎞ 2 ⎞ ⎜ ⎟ E b ∑ i i ⎜ ∑ hi ⎟ − ⎜ ∑ hi ⎟ ⎜ ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠ ⎟ i =1 ⎝ ⎠
2
⎛n−1 ⎞ ⎜∑hi ⎟ ⎝i =1 ⎠
6 123,21 82,81 54,76 32,49 16 4 0 Total
n
c=
n
2∑ Ei hi bi i =1
=
67385510 = 5,91cm 2 ⋅ 5698787
⎛⎛ n ⎞2 ⎛ n−1 ⎞2 ⎞ Eibi ⎜⎜∑hi ⎟ − ⎜∑hi ⎟ ⎟ ⎜⎝ i=1 ⎠ ⎝ i=1 ⎠ ⎟ ⎝ ⎠
7=2x4(5-6) 19935881 15619572 10249969 5770426 6232986 7172611 2404065 67385510
Ei hibi 8=2x3x4 823796,7 773246,1 621210,2 440490,5 642575,8 1195435,0 1202032,0 5698787
Modulus elastisitas: Tabel 29 Perhitungan modulus elastisitas contoh 7 Bagian 1 face 1 face 2 core 1 core 2 core 3 back 1 back 2
b
h
MOE
2 3 4 7,5 2 5,49x104 7,5 2 5,15 x104 3,3 1,7 11,07 x104 3,3 1,7 7,85 x104 3,3 1,7 11,45 x104 7,5 2 7,97 x104 7,5 2 8,01 x104
∑
y
bh 3 12
A(y²)
I
EI
5 12,1 10,1 8,25 6,55 4,85 3 1
6
7=2.3.5 574,32 263,06 30,66 2,28 6,33 127,22 361,96 total
8=6+7 579,32 268,06 32,01 3,63 7,68 132,22 366,96 1358,63
9=4.7 31816154 13818246 3544518 285234 879844 10537327 29406169 90287491
2
5 5 1,35 1,35 1,35 5 5
90287491 1358,63
6,64
10
/
Keteguhan lentur: Tabel 30 Perhitungan keteguhan lentur contoh 7 Bagian 1 face 1 face 2 core 1 core 2 core 2 core 3 back 1 back 2
σi 2 731,92 647,84 1047,32 631,34 631,34 1040,04 734,94 777,69
Ei 3 5,49x104 5,15 x104 11,07 x104 7,85 x104 11,45 x104 7,97 x104 8,01 x104 5,49x104
MOR =
Mtotal min x c I
=
Yi 4 7,19 5,19 3,19 1,49 -0,21 -1,91 -3,91 -5,91
Mtotal i 5=2xIE/3x4 123,22 I 160,99 I 197,17 I 359,16 I -2517,30 I -315,55 I -156,64 I -109,08 I
109,08I x (13,1/2) I
Keterangan
terkecil
=714,49 kg/cm2
Contoh 8. Tabel 31 Susunan glulam contoh 8 dan sifat mekanisnya Bagian face 1 face 2 core 1 core 2 back 1 back 2
b 7,4 7,4 1,8 1,8 7,4 7,4
h 2 2 5 5 2 2
MOE 3,88 x 104kg/cm2 11,39 x 104kg/cm2 11,48 x 104kg/cm2 7,86 x 104kg/cm2 11,79 x 104kg/cm2 5,10 x 104kg/cm2
MOR 266,43 kg/cm2 914,13 kg/cm2 946,99 kg/cm2 695,69 kg/cm2 973,92 kg/cm2 434,58 kg/cm2
Core 2
Core 1
Face 1 Face 2
Back 1 Back 2
Gambar 18 penampang I contoh 8 Perhitungan MOE dan MOR bagian tengah (core vertikal) ∑ ∑
11,48 . 5 5
7,86 . 5 5
6 ∑
//
547,46
9,67 10
/
/
Garis Netral: Tabel 32 Perhitungan garis netral contoh 8 ⎛ n ⎞ ⎜ ∑ hi ⎟ ⎝ i =1 ⎠
Bagian
b
h
MOE
1 face 1 face 2 Core back 1 back 2
2 7,4 7,4 3,6 7,4 7,4
3 2 2 5 2 2
4 3,88 x 104 11,39 x 104 9,67 x 104 11,79 x 104 5,10 x 104
⎛ ⎛ n ⎞ 2 ⎛ n −1 ⎞ 2 ⎞ ⎜ ⎟ E b ∑ i i ⎜ ∑ hi ⎟ − ⎜ ∑ h i ⎟ ⎜ ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠ ⎟ i =1 ⎝ ⎠
2
⎛⎛ n ⎞ ⎛ n−1 ⎞ Eibi ⎜⎜∑hi ⎟ − ⎜∑hi ⎟ ⎜⎝ i=1 ⎠ ⎝ i=1 ⎠ ⎝ 2
2
⎛n−1 ⎞ ⎜∑hi ⎟ ⎝i =1 ⎠
5 169 121 81 16 4
6 121 81 16 4 0 Total
2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
7=2.4(5-6) 13788734 33724327 22624832 10476806 1509935 82124636
Ei hibi 8=2.3.4 574531 1686216 1740372 1746134 754968 6502221
n
c=
n
2∑ E i hi bi
=
82124636 = 6,32 cm 2 ⋅ 6502221
i =1
Modulus elastisitas: Tabel 33 Perhitungan modulus elastisitas contoh 8 MOE
Bagian
b
h
y
1 face 1 face 2 Core back 1 back 2
2 7,4 7,4 3,6 7,4 7,4
3 4 5 2 38819,6 12 2 113933,5 10 5 96687,3 6,5 2 117982,1 3 2 51011,3 1
bh 3 12
6 4,93 4,93 37,5 4,93 4,93
A(y²)
I
7=2.3.52 8=6+7 478,30 483,23 200,96 205,89 0,62 38,12 162,65 167,59 418,11 423,04 Total 1315,23
EI 9=4.7 18759097 23458067 3685260 19772121 21579889 8725,44
∑
8725,44 1315,23
6,63
10
/
Keteguhan Lentur: Tabel 34 Perhitungan keteguhan lentur contoh 8 Bagian 1 face 1 face 2 core atas core bawah back 1 back 2
MOR = 4.6.
σi 2 266,43 914,13 547,46 547,46 973,92 434,58
Mtotal min x c I
Ei 3 3,88 x 104 11,39 x 104 9,67 x 104 9,67 x 104 5,10 x 104 3,88 x 104
=
yi Mtotal i keterangan 4 5=2EI/3.4 6,68 68,11 I terkecil 4,68 113,62 I 2,68 139,91 I -2,32 -162,26 I -4,32 -126,91 I -6,32 -89,49 I
68,11 I x (13/2) I
= 442,73 kg/cm2
Sifat Mekanis Glulam I
4.6.1. Modulus Elastisitas (MOE) Glulam
Modulus elastisitas adalah nilai yang menggambarkan kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban. Modulus elastisitas dalam penelitian ini ditiinjau dari dua cara dimana pembedanya adalah contoh uji dan rumus untuk mementukan nilai MOE. MOE empiris adalah nilai MOE yang didapat dari pengujian contoh uji berbentuk glulam dan dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang disajikan pada formula 3-8. Namun dikarenakan bentuk penampangnya I maka rumusnya menjadi sebagai berikut: 23 1296∆
Dimana I adalah momen inersia dari penampang bentuk I. Pada pengujian empiris, diasumsikan bahwa E tiap-tiap lamina sudah tidak diketahui sehingga I murni merupakan sifat penampang balok glulam I-joist yang dihitung dengan rumus:
di mana Ixi adalah momen inersia tiap-tiap lamina ke-i pada garis netral lamina yang bersangkutan, Ai adalah luas penampang lamina ke-i, yi adalah jarak garis netral lamina ke-i terhadap garis netral glulam. Dari hasil perhitungan didapat nilai MOE empiris sebagai berikut: Tabel 35 MOE empiris Tipe
KI1 KI2 KI3 KI4 rata-rata KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata Rata-rata umum
Inersia (cm4) 1315,23 1315,23 1242,00 1193,98 1266,61 1358,63 1198,57 1341,00 1448,70 1336,72 1301,67
Empiris Centroid (cm) 6,50 6,50 6,50 6,30 6,45 6,55 6,35 6,55 6,70 6,54 6,49
MOE Empiris (x 104 kg/cm2) 7,17 9,58 3,19 3,91 5,96 6,73 2,43 4,16 3,21 4,13 5,05
Keterangan: centroid perhitungan empiris didapat dari setengah tinggi glulam
MOE teoritis adalah nilai MOE yang didapat dari pengujian contoh uji lamina-lamina penyusun glulam dan dihitung dengan menggunakan formula (427) berikut: ∑
Dan garis netral dihitung dengan formula (4-34): ∑
∑ 2∑
∑
MOE teoritis merupakan penyempurnaan dari metode transformed cross section. Nilai dari MOE teoritis dan metode transformed cross section pada
dasarnya menghasilkan nilai yang sama. Hasil dari perhitungan nilai MOE teoritis metode baru dan metode transformed cross section tersebut dipaparkan pada Tabel 36.
Tabel 36 MOE teoritis metode baru dibandingkan transformed cross section Tipe
KI1 KI2 KI3 KI4 rata-rata KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata Rata-rata umum
Inersia (cm4) 1324,86 1251,16 1292,64 1207,95 1269,15 1437,48 1234,32 1372,41 1450,42 1373,66 1321,41
Metode baru Centroid MOE (cm) (kg/cm2) 6,50 7,92 x104 6,69 10,20 x104 5,70 7,33 x104 6,71 8,14 x104 6,40 8,40 x104 5,56 7,39 x104 6,83 7,06 x104 7,16 7,37 x104 6,76 10,09 x104 6,58 7,98 x104 6,49
8,19 x104
Metode Transformed cross section Inersia Centroid MOE 4 (cm ) (cm) (kg/cm2) 1929,79 6,50 7,92 x104 1099,13 6,69 10,20 x104 1767,17 5,70 7,33 x104 1090,84 6,71 8,14 x104 1471,73 6,40 8,40 x104 1828,47 5,56 7,39 x104 898,33 6,83 7,06 x104 1352,80 7,16 7,37 x104 1362,70 6,76 10,09 x104 1360,57 6,58 7,98 x104 1416,15
6,49
8,19 x104
Pada Tabel 36 dibuktikan bahwa perhitungan MOE teoritis dengan metode baru dan metode transformed cross section tidak berbeda karena menghasilkan nilai yang identik. Nilai momen inersia metode teoritis dan metode transformed cross section berbeda karena dimensi penampang keduanya berbeda akibat dari
transformasi bentuk pada metode transformed cross section. Hal ini jelas menunjukkan bahwa momen inersia tergantung pada bentuk geometri dan dimensi penampangnya bukan sifat materialnya. Metode transformed cross section membuat rancu kedua sifat yang seharusnya saling bebas tersebut. Tabel 37 MOE empiris dan teoritis metode baru Tipe
KI1 KI2 KI3 KI4 rata-rata KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata Rata-rata umum
MOE MOE Empiris MOE Teoritis (x 104 kg/cm2) (x 104 kg/cm2) 7,17 7,92 9,58 10,20 3,19 7,33 3,91 8,14 5,96 8,40 6,73 7,39 2,43 7,06 4,16 7,37 3,21 10,09 4,13 7,98 5,05 8,19
Perlemahan (%)
9,36 5,99 56,56 52,02 30,99 8,97 65,63 43,63 68,16 46,60 38,79
Berd dasarkan Taabel 37 rataa-rata MOE E empiris yaang bernilaii 5,05x104 k kg/cm² lebihh kecil daripada rata-rataa MOE teoriitis metode baru b yang beernilai 8,19 xx104 kg/cm². Tipe 1, nilaai rata-rata M MOE empiriis adalah 5,996x104 kg/cm m² dan nilai r rata-rata MO OE teoritis metode m baru adalah 8,40x104 kg/cm²². Tipe 2, nillai rata-rata M MOE empirris adalah 44,13x104 kg//cm² dan nillai rata-rata MOE teoriitis metode b baru adalah 7,98x104 kg g/cm². Jika dibedakan dari d tipenya,, MOE empiiris dan MO OE teoritis metode m baru t tipe 1 lebih besar darippada MOE eempiris dan MOE teorittis metode baru b tipe 2. H itu dikaarenakan padda bagian tuubuh glulam Hal m I disusun ssecara vertikkal. Hal ini s selaras denggan hasil peenelitian Sullistyawati ett al. (2008),, glulam yanng disusun v vertikal lebih h kuat dari glulam g yang disusun horrizontal. Berdasarkan Gambar G 19, terlihat t jelas bahwa nilai MOE teoriitis metode b baru lebih besar b dibandding nilai MOE M empiris. Menurut Satriawan S (22008), nilai M MOE terorittis kurang memperhatik m kan adanya cacat kayu dan sistem m perekatan y yang kurangg sempurnaa. Kekuatan sebuah gluulam turut dditentukan dari d proses p pembuatann nya dan sistem m perekatannnya.
MOE Glulam (kg/cm²)
12000 00 10000 00 800000
MOE Empiriis MOE Teoritiis
600000 400000 200000 0 KI1 KI2 K KI3 KII4 KII1 KII2 2 KII3 KII4 Kodee Glulam
G Gambar 19 Perbandingaan MOE Tiaap Glulam. 4 4.6.2. Keku uatan Lentu ur Statis (M MOR) Glulam
Kekuuatan lentur dalam peneelitian ini ditinjau d pula dari dua caara dimana p pembedanya a adalah conntoh uji dan rumus untu uk mementuukan nilai MOR. M MOR e empiris adaalah nilai MOR M yang didapat d darii pengujian contoh uji berbentuk
glulam dan dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang disajikan pada formula 3-9. Namun dikarenakan bentuk penampangnya I maka rumusnya dimodifikasi menjadi sebagai berikut: 12
Dimana I adalah momen inersia dari penampang bentuk I. Pada pengujian empiris, diasumsikan bahwa E tiap-tiap lamina sudah tidak diketahui sehingga I murni merupakan sifat penampang balok glulam I-joist yang dihitung dengan rumus:
Ixi adalah momen inersia tiap-tiap lamina ke-i pada garis netral lamina yang bersangkutan, Ai adalah luas penampang lamina ke-i, yi adalah jarak garis netral lamina ke-i terhadap garis netral glulam. MOR teoritis adalah nilai MOR yang didapat dari pengujian contoh uji lamina-lamina penyusun glulam dan dihitung dengan menggunakan formula (430) berikut:
cara ini bertujuan untuk membuktikan perhitungan teoritis dapat digunakan untuk menduga nilai MOR. Tabel 38 MOR teoritis metode baru dibandingkan transformed cross section Tipe
KI1 KI2 KI3 KI4 rata-rata KII1 KII2 KII3 KII4 rata-rata Rata-rata umum
Metode baru (kg/cm2) 442,73 706,92 697,27 732 644,73 626,2 542,35 403,08 813,12 596,19 620,46
Metode transformed cross section (kg/cm2) 442,73 706,92 697,27 732 644,73 626,2 542,35 403,08 813,12 596,19 620,46
Tabel 38 menunjukkan bahwa nilai keteguhan lentur yang dihitung dengan rumus baru identik dengan metode transformed cross section. Sebelumnya, didapat pula nilai MOE yang identik antara metode transformed cross section dengan metode baru. Oleh karena itu, metode baru dapat menggantikan metode transformed cross section yang telah dipakai sejak lama. Penggantian ini
diperlukan agar tidak terjadi kerancuan pengertian sifat penampang dan sifat material, dimana kedua hal tersebut merupakan sifat yang saling bebas. Untuk selanjutnya, perhitungan secara empiris akan dibandingkan dengan metode baru. Tabel 39 MOR empiris dan teoritis metode baru Tipe
KI1 KI2 KI3 KI4 Rata-rata KII1 KII2 KII3 KII4 Rata-rata Rata-rata umum
MOR glulam MOR empiris MOR Teoritis (kg/cm2) (kg/cm2) 81,98 442,73 89,28 706,92 72,10 697,27 75,66 732,00 79,75 644,73 89,80 626,20 42,82 542,35 93,73 403,08 40,30 813,12 66,66 596,19 73,21 620,46
Perlemahan
81,48 87,37 89,66 89,66 87,04 85,66 92,11 76,75 95,04 87,39 87,22
Berdasarkan Tabel 39, rata-rata MOR empiris yang bernilai 73,21 kg/cm² lebih kecil daripada rata-rata MOR teoritis metode baru yang bernilai 620,46 kg/cm². Tipe 1, nilai rata-rata MOR empiris adalah 79,75 kg/cm² dan nilai ratarata MOR teoritis metode baru adalah 644,73 kg/cm². Tipe 2, nilai rata-rata MOR empiris adalah 66,66 kg/cm² dan nilai rata-rata MOR teoritis metode baru adalah 596,19 kg/cm². Jika dibedakan dari tipenya, MOR empiris dan MOR teoritis metode baru tipe 1 lebih besar dari pada MOR empiris dan MOR teoritis tipe 2. Nilai antara MOR empiris dan MOR teoritis metode baru sangat berbeda jauh. Hal tersebut dikarenakan ketika pengujian yang mengalami kerusakan terlebih dahulu adalah perekatnya bukan serat terlemahnya. Nilai perlemahan oleh perekat diperkirakan sangat besar yaitu sekitar 87%.
4.7.
Perbandingan MOE dan MOR Glulam dan Lamina Penyusunnya
Kurva distribusi adalah kurva yang menggambarkan penyebaran dari beberapa data. Semakin lebar kurva maka semakin besar variasinya. Pada Gambar 20 diperlihatkan penyebaran dari modulus elasitas glulam hasil pengujian empiris, MOE glulam hasil perhitungan teoritis metode baru, dan lamina penyusunnya. Dari Gambar 20 dapat diketahui sebaran MOE glulam empiris sedikit lebih beragam daripada hasil perhitungan teoritisnya. Namun MOE glulam empiris dan
frekuensi
MOE glulam teoritis lebih seragam dibanding lamina penyusunnya.
0,000035 0,00003 0,000025 0,00002 0,000015 0,00001 0,000005 0
MOE glulam empiris MOE glulam teoritis MOE contoh kecil
0
50000
100000
150000
200000
Modulus Elastisitas (kg/cm²)
Gambar 20 Distribusi modulus elastisitas glulam empiris,teoritis,dan lamina.
0,012
MOR glulam empiris
frekuensi
0,01
MOR glulam teoritis
0,008 0,006
MOR contoh kecil
0,004 0,002 0 0
500
1000
1500
Kekuatan lentur (kg/cm²)
Gambar 21 Distribusi kekuatan lentur glulam empiris dan teoritis. Kurva penyebaran kekuatan lentur yang ditunjukkan pada Gambar 21 menunjukan bahwa penyebaran MOR glulam empiris lebih kecil variasinya
dibandingkan dengan MOR glulam teoritis. Variasi yang kecil pada MOR glulam empiris menunjukan bahwa glulam merupakan produk yang lebih seragam daripada lamina penyusunnya. Keseragaman tersebut menujukkan lamina menyumbangkan kekuatan kepada glulam secara proporsional sesuai dengan modulus elasitasnya. Hal tersebut lebih terlihat pada gambar dimana sebaran MOR glulam empiris dan MOR glulam teoritis lebih kecil dibanding lamina penyusunnya. Tabel 40 Uji t-berpasangan sifat mekanis glulam Sifat Mekanis
MOE MOR
Rata-rata Sifat Mekanis (Kg/cm2)
Hasil Uji t-berpasangan
Empiris
Teoritis
t-hitung
5,05x104 73,21
8,19x104 620,46
-3,87 -10,00
t-tabel 0,05 2,36 2,36
t-tabel 0,01 3,50 3,50
Jika dilakukan pengujian statistik yaitu uji t-berpasangan, maka didapat nilai seperti yang disajikan pada Tabel 40. Pada tabel tersebut, nilai t-hitung untuk MOE lebih kecil daripada t-tabel untuk selang kepercayaan 95% dan 99%. Jika thitung lebih besar daripada t-tabel, maka hasil empiris berbeda nyata dengan perhitungan teoritis (teori baru). Perbedaan MOE teoritis dan MOE empiris sebesar 38%. Pada Tabel 39, MOR menunjukan nilai t-hitungnya lebih besar daripada nilai t-tabelnya untuk selang kepercayaan 95% dan 99%. Jika t-hitung lebih besar daripada t-tabel, maka hasil empiris berbeda sangat nyata dengan perhitungan teoritis (teori baru). Perbedaan MOR teoritis dan MOR empiris sebesar 88%. Grafik hubungan antara MOE glulam teoritis dengan MOE glulam empiris menghasilkan korelasi yang kecil yaitu 16,9% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22. Nilai R² yang kurang dari 0,5 memiliki arti tidak ada yang korelasi antara MOE glulam teoritis dengan MOE glulam empiris.
MOE Glulam Teoritis (kg/cm²)
120000 100000 80000 60000
y = 0,206x + 71447 R² = 0,169
40000 20000 0 0
20000
40000
60000
80000
100000 120000
MOE Glulam Empiris (kg/cm²)
MOR Glulam Teoritis (kg/cm²)
Gambar 22 Hubungan MOE glulam empiris dan teoritis.
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
y = -2,73x + 820,3 R² = 0,153 0
20
40
60
80
100
MOR Glulam Empiris (kg/cm²)
Gambar 23 Hubungan MOR Glulam Empiris dan Teoritis. Pada Gambar 23 menunjukan hubungan antara MOR glulam teoritis metode baru dengan MOR glulam empiris menghasilkan korelasi yang kecil yaitu 15,3%. Nilai ini menunjukkan tidak ada korelasi antara MOR glulam teoritis metode baru dengan MOR glulam empiris. Menurut Satriawan (2008), kecilnya nilai R² dikarenakan tidak terpenuhinya asumsi bahwa kekuatan geser perekat lebih besar dibanding kekuatan geser kayu. Sebagian besar glulam rusak pada garis rekatnya sehingga lamina-lamina tidak berperan optimal pada produk akhir.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan
1.
Nilai rata-rata MOE kayu Karet contoh kecil yang dihitung dengan metode konvensional adalah 8,75 x 104 kg/cm2. Sedangkan bila dihitung dengan metode Bahtiar adalah 8,56 x 104 kg/cm2. Rata-rata MOR kayu Karet contoh kecil ialah 774,86 kg/cm².
2.
Berdasarkan uji t-berpasangan, MOE kayu Karet contoh kecil yang dihitung dengan metode konvensional berbeda nyata dengan metode Bahtiar (2008a) tetapi memiliki korelasi yang erat yaitu sebesar 99,6%. Metode konvensional menghasilkan MOE ± 2% lebih tinggi daripada metode Bahtiar.
3.
Nilai rata-rata MOE empiris glulam adalah 5,05 x 104 kg/cm² dan nilai rata-rata MOE teoritis glulam adalah 8,19 x 104 kg/cm². Nilai rata-rata MOR empiris adalah 73,21 kg/cm² dan nilai rata-rata MOR teoritis adalah 620,46 kg/cm².
4.
Perhitungan MOE dan MOR secara teoritis untuk glulam I-joist menghasilkan nilai yang identik antara metode transformed cross section dengan metode baru. Metode baru dapat menggantikan metode transformed cross section karena metode baru taat azas sehingga tidak
menimbulkan pertentangan dengan ilmu-ilmu dasar. 5.
Hubungan antara MOE teoritis dengan MOE empiris berbeda nyata dan memiliki korelasi yang rendah (16,9%). Hubungan antara MOR teoritis dengan MOR empiris berbeda nyata dan nilai korelasi yang rendah (15,3%). Perlemahan akibat sambungan perekat belum terjadi pada batas proporsi sehingga nilai MOE teoritis dan empiris tidak berbeda jauh. Berbeda dengan MOR yang sangat terpengaruh dengan adanya kerusakan pada garis perekat sehingga nilai MOR empiris sangat kecil dibanding hasil perhitungan teoritisnya.
5.2.
Saran
1.
Dikarenakan seringkali titik lemah glulam terjadi pada garis rekatnya maka perlu ditambahkan penyokong (support) seperti pasak untuk meningkatkan kekuatan glulam.
2.
Perlu ditambahkan faktor pengkoreksi akibat perlemahan pada sambungan dan strength ratio dalam perhitungan MOE dan MOR glulam secara teoritis.
DAFTAR PUSTAKA American Society Institute. 2005. ASTM D-198. Standard Test Methods of Static Test of Lumber in Structural Sizes. Annual Book of ASTM Standards. United State: Philadelphia. Bahtiar, Effendi Tri. 2008a. Metode Statistik untuk Mengepas Kurva BebanDeformasi. Di dalam: Proceeding Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Universitas Palangkaraya. Bahtiar, Effendi Tri. 2008b. Modulus Elastisitas dan Keteguhan Lentur Glulam. Di dalam: Proceeding Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Universitas Palangkaraya. Bodig J, Jayne BA. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Carney J.M., David Countryma. 1978. Adhesives in Building Construction. Forest Service US Departemen Agriculture, Agriculture Handbook no 516. Indah S, Naresworo N, Surjono S, Yusuf Sudo H. 2008. Kekuatan Lentur Glued Laminated (Glulam) Kayu Vertikal dan Horizontal dengan Metode ”Transformed Cross Section”. Journal of Tropical Wood Science and Technology 6 (2)
Island B, Cicilia N, Anang G. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Subsitusi Kayu alam. Jurnal Ilmu Teknologi Kayu Tropis Vol. 1 • No. 1( 36).
Nash WA. 1977. Strength of Materials 2nd edition. Great Britain :McGraw-Hill Book Company. Nurhayati, Y. Waridi, dan Han R. 2006. Progress in the Technology of Energy Conversion from Woody Biomass In Indonesia. For Stud. China, 8 (3):1-8. Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Berat Kayu untuk Keperluan Praktek. Pengumuman No 13 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Satriawan, Adi. 2008. Verifikasi Empiris Persamaan Lentur Statis Glue
Laminated Timber (Glulam) [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil
Hutan, fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization. New York: Van Nostard Reinhold.
Yap, Felix. 1997. Konstruksi Kayu. Bandung: Binacipta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sifat fisis contoh kecil Kode Glulam KI1
KI2
sayap atas1 sayap atas1 sayap atas1 sayap atas2 Tubuh1 Tubuh1 Tubuh1 Tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
b (cm) 2,051 2,008 2,035 2,055 1,898 2,055 2,042 2,037 2,012 2,024 1,878 2,070
h (cm) 2,004 2,041 2,060 1,847 2,049 2,018 2,089 2,037 2,036 2,005 2,010 1,989
Volume (cm³) 124,930 123,769 124,925 115,215 117,682 125,654 125,372 119,502 124,532 117,705 115,548 124,752
sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 Tubuh1 Tubuh2 Tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
2,050 2,053 1,994 1,981 1,980 2,053 1,978 2,012 2,030 2,041 2,002
2,007 1,983 2,007 2,007 2,012 2,038 2,001 1,985 1,983 2,029 2,050
123,431 123,741 117,618 121,264 119,094 125,520 120,302 119,435 120,745 123,014 121,031
Bagian
Bo B1 (gram) (gram) 74,729 66,011 72,553 64,243 97,195 85,964 78,413 69,631 89,762 79,054 91,755 81,031 94,350 83,213 80,691 71,565 83,831 74,533 82,383 73,018 84,127 74,201 87,262 77,598 Rata-rata 81,670 72,035 84,656 74,953 79,074 69,807 89,954 79,075 86,696 76,617 78,603 69,159 73,792 65,545 82,992 73,611 79,314 70,253 85,024 75,263 93,888 82,833 Rata-rata
Kadar Air (%) 13,207 12,935 13,065 12,612 13,545 13,234 13,384 12,752 12,475 12,826 13,377 12,454 12,989 13,375 12,945 13,275 13,758 13,155 13,655 12,582 12,744 12,898 12,969 13,346 13,155
Kerapatan (g/cm³) 0,598 0,586 0,778 0,681 0,763 0,730 0,753 0,675 0,673 0,700 0,728 0,699 0,697 0,662 0,684 0,672 0,742 0,728 0,626 0,613 0,695 0,657 0,691 0,776 0,686
Berat Jenis 0,528 0,519 0,688 0,604 0,672 0,645 0,664 0,599 0,599 0,620 0,642 0,622 0,617 0,584 0,606 0,594 0,652 0,643 0,551 0,545 0,616 0,582 0,612 0,684 0,606
Kode Glulam KI3
Bagian sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1 tubuh1 tubuh1 tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
b (cm) 2,032 2,006 2,076 1,962 2,046 2,036 1,950 2,020 2,017 2,025 2,058 2,004
h (cm) 2,056 2,062 2,023 2,028 2,042 1,957 1,996 1,942 2,068 2,039 2,047 2,006
Volume (cm³) 125,354 122,810 125,972 120,561 119,489 115,548 113,282 118,902 125,990 121,765 125,519 121,425
KI4
sayap atas1 sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1 tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
2,049 2,071 2,002 2,019 2,072 2,041 2,051 2,041 1,912 2,043
2,078 1,955 2,038 2,030 2,059 2,059 1,978 2,037 2,051 1,868
124,794 121,868 122,402 122,567 127,967 127,333 119,678 125,993 118,036 104,949
KII1
sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1
2,081 2,032 2,010 2,032 2,060
2,041 2,056 1,919 2,016 2,053
125,680 125,354 114,944 121,277 128,144
Bo B1 (gram) (gram) 82,149 72,362 77,080 68,228 82,843 73,725 71,769 63,320 82,536 73,433 80,388 71,338 77,853 68,921 80,292 71,375 86,061 76,324 81,293 72,091 87,093 77,419 75,275 66,392 Rata-rata 90,512 79,661 92,149 81,308 86,617 76,618 87,489 77,374 86,440 76,991 93,212 82,265 89,917 79,375 82,072 72,409 75,244 66,353 80,721 71,469 Rata-rata 77,349 68,097 82,149 72,362 73,610 65,043 74,607 65,674 89,258 78,918
Kadar Air (%) 13,525 12,974 12,368 13,343 12,396 12,686 12,960 12,493 12,757 12,764 12,496 13,380 12,845 13,621 13,333 13,050 13,073 12,273 13,307 13,281 13,345 13,400 12,945 13,163 13,587 13,525 13,171 13,602 13,102
Kerapatan (g/cm³) 0,655 0,628 0,658 0,595 0,691 0,696 0,687 0,675 0,683 0,668 0,694 0,620 0,662 0,725 0,756 0,708 0,714 0,675 0,732 0,751 0,651 0,637 0,769 0,712 0,615 0,655 0,640 0,615 0,697
Berat Jenis 0,577 0,556 0,585 0,525 0,615 0,617 0,608 0,600 0,606 0,592 0,617 0,547 0,587 0,638 0,667 0,626 0,631 0,602 0,646 0,663 0,575 0,562 0,681 0,629 0,542 0,577 0,566 0,542 0,616
Kode Glulam
Bagian tubuh1 tubuh2 tubuh3 tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
b (cm) 2,020 2,043 2,064 2,067 2,030 2,008 1,845 1,909 1,988
h (cm) 1,962 1,996 2,000 1,869 1,973 2,098 2,050 2,047 1,982
Volume (cm³) 116,084 123,579 125,471 115,122 120,977 125,562 111,556 118,207 116,256
KII2
sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1 tubuh2 tubuh2 tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2
2,056 2,051 2,067 2,080 2,024 2,051 1,984 2,002 1,990 2,006 1,983 2,088
1,927 1,908 1,875 1,935 2,042 1,959 2,010 2,018 2,023 2,046 2,051 2,054
119,630 113,876 114,333 118,751 123,970 117,323 119,994 122,372 119,968 124,339 122,827 129,970
KII3
sayap atas1 sayap atas1 sayap atas1 sayap atas2 tubuh1 tubuh2
2,045 2,029 2,007 2,027 1,972 1,978
2,063 1,950 2,015 1,991 1,935 2,007
124,455 115,928 119,686 116,672 115,619 117,885
Bo B1 (gram) (gram) 80,941 71,692 84,607 74,976 86,111 76,452 78,245 69,533 87,851 77,230 93,547 82,635 75,943 67,351 85,495 75,557 79,146 70,318 Rata-rata 79,151 70,416 81,191 72,095 70,762 62,302 88,548 78,464 80,863 72,030 83,320 74,015 85,102 75,494 84,331 75,073 73,500 64,859 96,546 85,788 75,885 66,883 90,956 80,188 Rata-rata 82,253 72,663 72,924 64,103 82,174 72,672 75,613 66,943 78,108 69,169 83,110 73,588
Kadar Air (%) 12,901 12,845 12,634 12,529 13,752 13,205 12,757 13,153 12,554 13,094 12,405 12,617 13,579 12,852 12,263 12,572 12,727 12,332 13,323 12,540 13,459 13,428 12,841 13,198 13,761 13,075 12,951 12,923 12,940
Kerapatan (g/cm³) 0,697 0,685 0,686 0,680 0,726 0,745 0,681 0,723 0,681 0,680 0,662 0,713 0,619 0,746 0,652 0,710 0,709 0,689 0,613 0,776 0,618 0,700 0,684 0,661 0,629 0,687 0,648 0,676 0,705
Berat Jenis 0,618 0,607 0,609 0,604 0,638 0,658 0,604 0,639 0,605 0,602 0,589 0,633 0,545 0,661 0,581 0,631 0,629 0,613 0,541 0,690 0,545 0,617 0,606 0,584 0,553 0,607 0,574 0,598 0,624
Kode Glulam
KII4
Bagian tubuh2 tubuh2 tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2
b (cm) 2,067 2,079 2,056 2,065 2,020 2,086 2,037
h (cm) 2,039 2,034 1,970 2,044 1,843 2,060 1,935
Volume (cm³) 122,645 128,129 121,510 125,380 111,688 124,618 118,641
sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 Tubuh1 Tubuh1 Tubuh2 Tubuh2 Tubuh3 Tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
2,029 1,923 2,040 2,054 2,063 2,037 1,962 2,029 2,048 1,816 2,018 2,022 2,036 2,032
2,038 2,053 1,880 1,881 1,999 2,037 1,978 1,950 2,026 2,023 1,772 2,061 2,002 1,958
125,748 113,662 110,839 115,519 123,697 125,705 117,609 115,928 125,681 109,498 108,689 125,895 122,690 118,604
Bo B1 (gram) (gram) 83,164 73,638 86,545 76,647 83,209 73,923 93,901 82,293 71,829 63,220 91,787 81,068 77,988 69,266 Rata-rata 87,023 77,195 85,636 75,936 84,413 74,813 82,802 73,277 83,636 74,337 86,679 76,986 83,739 74,306 72,924 64,103 89,205 79,156 79,094 70,048 73,475 65,439 84,310 74,864 83,956 74,754 78,473 69,643 Rata-rata
Kadar Air (%) 12,936 12,914 12,562 14,106 13,618 13,222 12,592 13,138 12,731 12,774 12,832 12,999 12,509 12,591 12,695 13,761 12,695 12,914 12,280 12,618 12,310 12,679 12,742
Kerapatan (g/cm³) 0,678 0,675 0,685 0,749 0,643 0,737 0,657 0,679 0,692 0,753 0,762 0,717 0,676 0,690 0,712 0,629 0,710 0,722 0,676 0,670 0,684 0,662 0,697
Berat Jenis 0,600 0,598 0,608 0,656 0,566 0,651 0,584 0,600 0,614 0,668 0,675 0,634 0,601 0,612 0,632 0,553 0,630 0,640 0,602 0,595 0,609 0,587 0,618
Lampiran 2 Sifat fisis glulam Kode
Sayap (flange)
Glulam
b (cm)
h (cm)
KI1 KI2 KI3 KI4 KII1 KII2 KII3 KII4
7,4 7,4 7 7,4 7,5 7,3 7,4 7,5
4 4 4 3,8 4 3,8 4 4
Tubuh (web) b h (cm) (cm) 3,6 5 3,6 5 3,2 5 3,6 5 3,3 5,1 3 5,1 3,3 5,1 3,3 5,4
Panjang
Volume
Bo
B1
Kadar Air
Kerapatan
(cm)
(cm³)
(gram)
(gram)
(%)
(g/cm³)
4,510 4,510 5,125 4,805 5,320 5,320 5,330 3,405
348,172 348,172 369,000 356,723 408,736 376,550 405,240 264,977
230,290 238,130 251,130 273,260 273,320 290,510 264,060 174,300
206,130 214,020 224,390 244,320 244,800 260,170 236,880 156,620
11,721 11,265 11,917 11,845 11,650 11,662 11,474 11,288
0,661 0,684 0,681 0,766 0,669 0,772 0,652 0,658
0,592 0,615 0,608 0,685 0,599 0,691 0,585 0,591
11,603
0,693
0,621
Rata-rata
Berat Jenis
Lampiran 3 Kurva beban-deformasi KI1 50
70 60
P = ‐0,81Δp2
50
R² = 0,99 Batas Elastis (3,27;27,68)
40
+ 11,67Δ ‐ 10,44
30
y = 11,76x ‐ 10,57 R² = 0,999
0 0
1
4
5
6
1
2
3
4
5
6
7
Linear (Pe) Poly. (Pp)
8
Pelastis Pplastis
100
y = ‐2,49x2 + 47,77x ‐ 56,76 R² = 0,999 y = 34,47x ‐ 40,28 R² = 0,999
50 0 ‐50
0
2
4
6
8
150
4
5
0
1
2
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
3
‐50
P est.
4
5
6
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
2
4
6
8
10
Pelastis Pplastis
100
y = ‐2,14x2 + 40,26x ‐ 29,50 R² = 0,999
Linear (Pelastis)
y = 32,38x ‐ 23,01 R² = 0,999
0 0
6
4
6
8
10
10
P
150
Pp
100
y = ‐3,31x2 + 59,87x ‐ 71,69 R² = 1
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
8
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Bawah 1
200
P est.
2
Poly. (Pplastis)
P = ‐3,14Δp2 + 36,51Δ ‐ 29,96 R² = 0,99 Batas Elastis (3,42;94,82)
Pelastis Pplastis
P est.
50
250
y = 25,13x ‐ 16,53 R² = 0,999 0
4
P = ‐2,377Δp2 + 31,05Δ ‐ 20,77 R² = 0,99 Batas Elastis (2,45;56,11)
150
7
y = ‐1,78x2 + 36,58x ‐ 35,14 R² = 1
0
2
Poly. (Pp)
Pplastis
Kurva Beban Deformasi KI4 Tubuh 2
50
Linear (P)
Kurva Beban Deformasi KI4 Tubuh 1b
200 Pelastis
P est.
y = 36,97x ‐ 19,34 R² = 1
250
P = ‐2,02Δp2 + 24,67Δ ‐ 15,84 R² = 0,99 Batas Elastis (3,59;73,12)
100
50
0
y = ‐2,83x2 + 45,67x ‐ 29,42 R² = 1 y = 35,30x ‐ 20,69 R² = 0,999
50
Pp
100
6
100
P est.
10
3
P
y = ‐2,146x2 + 43,69x ‐ 23,59 R² = 1
0
P = ‐3,52Δp2 + 34,16Δ ‐ 19,08 R² = 0.99 Batas Elastis (2,44;64,91)
150
150
150
Kurva Beban Deformasi KI4 Tubuh 1a
200
P = ‐2,83Δp2 + 33,15Δ ‐ 37,64 R² = 0,99 Batas Elastis (3,32;73,61)
200
2
0
Kurva Beban Deformasi KI4 Tubuh 1c
250
Pp
Poly. (Pp)
Pp
‐50 300
y = 9,539x ‐ 8,680 R² = 0,999
200
P est.
200
Linear (P)
250
Pe
P
P est.
10
1
P = ‐2,37Δp2 + 35,62Δ ‐ 17,43 R² = 0.99 Batas Elastis (2,2;61,71)
250
y = ‐0,358x2 + 12,18x ‐ 13,12 R² = 0,999
0
y = ‐2,436x2 + 46,86x ‐ 61,92 R² = 1 y = 26,99x ‐ 20,92 R² = 0,999 0
20
7
+ 26,89Δ ‐ 20,76 R² = 0,99 Batas Elastis (4,08;89,11)
0
R² = 0,99 Batas Elastis (2,63;16,49)
0
P = ‐2,43Δp2
50
‐50
3
30
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Atas 1c
300
+ 9,74Δ ‐ 9,05
Poly. (Pp)
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Atas 2
200
100
2
40
P = ‐0,09Δp2
P est. Linear (P)
10
150
Pp
y = ‐0,874x2 + 17,61x ‐ 20,70 R² = 0,999
20
‐10
P
350
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Atas 1b
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Atas 1a
P est.
50
‐50
Linear (P)
y = 36,55x ‐ 30,01 R² = 0,999
0 0
2
4
Poly. (Pp)
6
8
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Bawah 2a 150
P = ‐1,28Δp2 + 15,17Δ ‐ 13,83 R² = 0,99 Batas Elastis (3,49;39,11)
100
Pe
0 0
‐50
2
4
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Bawah 2b
P est.
6
8
10
Linear (Pe)
P = ‐1,45Δp2 + 22,55Δ ‐ 13,81 R² = 0,99 Batas Elastis (2,88;51,58)
200 P
100
150
P
Pp
y = ‐0,81x2 + 21,46x ‐ 20,98 R² = 0,999
50
P est. Linear (P)
y = 16,70x ‐ 15,37 R² = 0,999
0
12
Kurva Beban Deformasi KI1 Sayap Bawah 2c
250
P = ‐0,99Δp2 + 15,93Δ ‐ 13,61 R² = 0,99 Batas Elastis (4,29;55,59)
150
Pp
y = ‐1.366x2 + 25.33x ‐ 33.42 R² = 0.999 y = 15,13x ‐ 13,72 R² = 0,999
50
200
0
2
4
Pp
100 50
Poly. (Pp)
0
6
8
10
12
14
‐50
P est.
y = ‐1,365x2 + 29,86x ‐ 22,85 R² = 0,999 y = 23,03x ‐ 14,50 R² = 1 0
2
4
6
8
Linear (P) Poly. (Pp)
10
KI2 350
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Atas 1
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Atas 2a
200
300 250 200 150
50
Pp P est.
0
2
Poly. (Pp)
4
6
8
100
P est.
+ 31,29x ‐ 1,289 R² = 1
y = 26,74x + 1,002 R² = 0,999
20 0 0
1
2
3
4
6
8
10
5
6
7
Pp P est. Linear (P) Poly. (Pp)
0
1
2
3
4
5
6
7
P = ‐1,61Δp2 + 18,69Δ ‐ 13,56 R² = 0,99 Batas Elastis (3,92;59,83)
80 60
Linear (P)
40
Poly. (Pp)
20
‐20
30
P est.
20
Linear (P)
10
Poly. (Pp)
0 ‐10
2
3
4
5
6
7
‐20
P
y = ‐4,57x2 + 35,32x ‐ 19,17 R² = 0,999
Pp
y = 18,92x ‐ 13,90 R² = 0,999 1
P = ‐0,24Δp2 + 16,80Δ ‐ 0,75 R² = 0,99 Batas Elastis (1,72;28,19)
40 P
y = ‐1,23x2 + 27,44x ‐ 28,85 R² = 1
0
Kurva Beban Deformasi KI2 Tubuh 2a
50
0 4
0
Poly. (Pp)
Kurva Beban Deformasi KI2 Tubuh 1
120
Pp
y = ‐1,971x2
40
2
P est. Linear (P)
P
y = ‐1,741x2 + 34,64x ‐ 35,07 R² = 1 y = 23,90x ‐ 17,84 R² = 0,999
50
‐50
P
80 60
0
100
P = ‐2,21Δp2 + 25,36Δ + 2,47 R² = 0,99 Batas Elastis (1,74;47,02)
120
Pp
+ 28,47x ‐ 27,75 R² = 0,999
10
160 140
P
y = 20,50x ‐ 17,12 R² = 0,999
0
P = ‐1,87Δp2 + 23,55Δ ‐ 17,36 R² = 0,99 Batas Elastis (3,28;60,06)
100
y = ‐1,44x2
50
‐50
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Atas 2c
180
100
Linear (P)
y = 36,76x ‐ 0,385 R² = 1
0 ‐50
P
y = ‐3,51x2 + 55,72x ‐ 27,52 R² = 0,999
100
P = ‐1,74Δp2 + 19,98Δ ‐ 16,11 R² = 0,99 Batas Elastis (3,39;52,21)
150
P = ‐3,25Δp2 + 36,84Δ ‐ 0,50 R² = 0,99 Batas Elastis (2,46;89,72)
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Atas 2b
150
y = 16,60x ‐ 0,657 R² = 0,999 0
0,5
1
1,5
2
Pp P est. Linear (P) Poly. (Pp)
2,5
3
100
P
y = ‐1,7x2 + 36,52x ‐ 49,92 R² = 1
P est. Linear (P)
y = 23,04x ‐ 22,68 R² = 0,999
0 2
4
6
8
10 ‐50
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Bawah 2a
300
P = ‐3,14Δp2
+ 32,99Δ ‐ 3,87 R² = 0,99 Batas Elastis (3,31;106,16)
P est.
y = ‐2,52x2 + 47,12x ‐ 21,76 R² = 0,999
100 50
0
2
4
2
Poly. (Pp)
8
10
150
P est.
100
Linear (P)
Pp
50
0
8
P est.
y = ‐1,26x2 + 30,51x ‐ 18,57 R² = 0,999 y = 23,97x ‐ 11,60 R² = 0,999
0 6
P
2
4
6
8
10
Linear (P) Poly. (Pp)
12
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Bawah 2b
250
P = ‐2,56Δp2 + 29,35Δ + 0,92 R² = 0,99 Batas Elastis (2,07;62,44)
150
P Pp
100
P est.
y = ‐2,192x2
+ 36,77x ‐ 3,937 R² = 1
50
‐50
Linear (P)
y = 30,40x + 0,159 R² = 0,999
0 6
Pp
Poly. (Pp)
4
Linear (P)
y = 33,83x ‐ 4,910 R² = 0,999
0
0
200
Pp
200
y = 33,26x + 0,144 R² = 0,999
P
150
‐50
50
P = ‐1,45Δp2 + 23,12Δ ‐ 10,15 R² = 0,99 Batas Elastis (3,49;71,75)
P
y = ‐2,338x2 + 38,61x ‐ 3,198 R² = 1
0 0
200
100
Poly. (Pp)
‐50
250
150
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Bawah 1b
250
P = ‐2,39Δp2 + 32,51Δ +0,63 R² = 0,99 Batas Elastis (1,36;45,19)
200 Pp
50
300
250
P = ‐1,74Δp2 + 22,82Δ ‐ 22,28 R² = 0,99 Batas Elastis (4,06;70,54)
150
Kurva Beban Deformasi KI2 Sayap Bawah 1a
300
Kurva Beban Deformasi KI2 Tubuh 2b
200
0
1
2
3
Poly. (Pp)
4
5
6
7
KI3 160
160
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Atas 1
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Atas 2a
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Atas 2b
250
140
140
P = ‐2,43Δp2 + 25,67Δ ‐ 13,12 R² = 0,99 Batas Elastis (2,35;47,67)
120 100 80 60
120 100
y = ‐2,124x2 + 34,54x ‐ 21,70 R² = 1
40 20
y = 26,38x ‐ 14,19 R² = 0,999
0 0
1
2
3
4
Pelastis
80
Pplastis
60
P est.
40
Linear (Pelastis)
20
Poly. (Pplastis)
5
6
7
P = ‐0,91Δp2 + 14,36Δ + 0,79 R² = 0,99 Batas Elastis (2,86;42,53)
Pelastis Pplastis
y = ‐0,805x2 + 18,18x ‐ 2,569 R² = 0,999
0
2
4
6
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
8
10
150
P = ‐3,66Δp2 + 30,47Δ ‐ 0,07 R² = 0,99 Batas Elastis (3,59;109,93)
12
Pelastis Pplastis
100
y = ‐2,56x2
P est.
y = 14,90x + 0,207 R² = 1
0 ‐20
200
50
P est.
+ 46,29x ‐ 23,37 R² = 1
Linear (Pelastis)
y = 30,94x ‐ 0,536 R² = 0,999
Poly. (Pplastis)
0 ‐50
0
1
2
3
4
5
6
7
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Atas 2c
250
P = ‐0,86Δp2 + 16,78Δ + 0,79 R² = 0,99 Batas Elastis (2,18;37,62)
200 150
Pelastis
P est.
Pplastis
y = ‐0,803x2 + 19,77x ‐ 1,293 R² = 0,999
Linear (Pelastis)
y = 17,32x + 0,146 R² = 0,999
0 0
180
2
4
120 100
6
8
10
12
‐50
200 Pelastis
P est.
y = ‐2,32x2 + 37,21x ‐ 11,95 R² = 1
60
Poly. (Pplastis)
y = 28,51x ‐ 3,958 R² = 0,999
0 0
250
1
2
3
5
6
7
200
50
+ 42,78x ‐ 65,68 R² = 1
Linear (Pelastis)
4
6
P est. Linear (Pelastis)
0
2
4
8
10
2
3
P = ‐1,74Δp2 + 28,05Δ ‐ 17,10 R² = 0,99 Batas Elastis (2,78;61,46)
Pelastis Pplastis P est.
100
y = ‐1,675x2 + 36,87x ‐ 28,06 R² = 1 y = 28,85x ‐ 18,32 R² = 0,999
50
0 160
2
4
6
8
10
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
12
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Bawah 2b P = ‐1,53Δp2 + 17,61Δ ‐ 6,69 R² = 0,99 Batas Elastis (4,29;69,08)
120
y = ‐3,758x2 + 46,46x ‐ 8,369 R² = 0,999 y = 35,38x ‐ 0,408 R² = 0,999 1
8
140
100
‐50
6
Poly. (Pplastis)
150
10
0 8
4
Linear (Pelastis)
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Bawah 1a
0 6
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Bawah 2a
50
2
Poly. (Pplastis)
P = ‐4,13Δp2 + 34,61Δ + 0,22 R² = 0,99 Batas Elastis (1,72;60,69)
0 2
Pelastis
y = 30,21x ‐ 18,03 R² = 0,999
200
0 0
200
+ 42,79x ‐ 36,24 R² = 0,999
50
0
300 250
P est.
y = ‐1,965x2 + 35,53x ‐ 9,060 R² = 0,999 y = 29,09x ‐ 4,204 R² = 0,999
50
‐50
Pplastis
Poly. (Pplastis)
y = 25,46x ‐ 27,67 R² = 0,999
10
y = ‐2,22x2
P est.
y = ‐1,98x2
8
+ 29,78Δ ‐ 17,47 R² = 0,99 Batas Elastis (3,02;72,97)
Pelastis Pplastis
6
Pelastis Pplastis
100
0
P = ‐2,30Δp2
150
P = ‐2,17Δp2 + 25,04Δ ‐ 26,43 R² = 0,99 Batas Elastis (4,66;90,75)
100
4
100
‐50
Poly. (Pplastis)
Kurva Beban Deformasi KI3 Tubuh 2
0 4
Kurva Beban Deformasi KI3 Sayap Bawah 1b
150
150
2
Linear (Pelastis)
40 20
0
150
Linear (Pelastis)
y = 26,07x ‐ 0,944 R² = 0,999
250
Pplastis
80
50 0
P = ‐2,88Δp2 + 27,82Δ ‐ 3,25 R² = 0,99 Batas Elastis (2,41;64,04)
140
y = ‐1,612x2 + 34,70x ‐ 12,87 R² = 1
Poly. (Pplastis)
Kurva Beban Deformasi KI3 Tubuh 1c
160
P est.
100
P = ‐2,27Δp2 + 28,22Δ ‐ 3,27 R² = 0,99 Batas Elastis (2,22;59,92)
200 Pelastis
Pplastis
50
‐20
150
Kurva Beban Deformasi KI3 Tubuh 1b
250
P = ‐1,76Δp2 + 25,51Δ ‐ 0,39 R² = 0,99 Batas Elastis (3,09;79)
200
100
‐50
Kurva Beban Deformasi KI3 Tubuh 1a
250
4
5
6
Pelastis
100
Pplastis
80
P est.
60
Linear (Pelastis)
40
Poly. (Pplastis)
20
Pelastis
y = ‐1,16x2 + 26,14x ‐ 21,60 R² = 1
P est.
y = 17,91x ‐ 7,271 R² = 0,999
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
0 ‐20
Pplastis
0
2
4
6
8
10
KI4 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 ‐20
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Atas 1a P = ‐2,50Δp2 + 28,46Δ ‐ 2,87 R² = 0,99 Batas Elastis (1,68;45,21)
Pelastis Pplastis
+ 36,31x ‐ 8,993 R² = 1
Linear (Pelastis)
350
2
3
Poly. (Pplastis)
4
5
6
7
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Atas 2b
300 250 200
P = ‐3,11Δp2 + 38,33Δ ‐ 22,89 R² = 0,99 Batas Elastis (3,04;93,22)
‐50
P est. Linear (Pelastis)
y = 38,61x ‐ 23,28 R² = 0,999 0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
200
P = ‐3,17Δp2 + 31,01Δ ‐ 19,03 R² = 0,99 Batas Elastis (3,11;78)
150
Pelastis
50 0 ‐50
P est.
50
0
1
2
1
2
3
4
5
6
7
8
P
200
Pp
150
P est.
100
Linear (P) Poly. (Pp)
6
7
8
0
Pplastis P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
2
4
6
2
Linear (Pelastis)
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
Kurva Beban Deformasi KI14 Tubuh 2 P = ‐2,73Δp2 + 33,56Δ ‐ 39,47 R² = 0,99 Batas Elastis (3,79;89,03)
8
Pp P est. Linear (P)
y = 34,64x ‐ 41,65 R² = 0,999
0 0
200
2
4
6
Poly. (Pp)
8
10
12
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Bawah 2a
180 160
P = ‐0,99Δp2 + 16,65Δ ‐ 11,72 R² = 0,99 Batas Elastis (3,13;40,75)
140 120 100
Pelastis Pplastis
80 60 40 20 0 ‐20
P
y = ‐2,436x2 + 50,12x ‐ 65,01 R² = 0,999
50
‐50
Pelastis
y = ‐2,1x2 + 41,38x ‐ 43,37 R² = 0,999 y = 27,58x ‐ 20,71 R² = 0,999
50
0
250
5
P est.
y = 29,42x ‐ 11,03 R² = 0,999
300
P = ‐2,69Δp2 + 26,93Δ ‐ 19,49 R² = 0,99 Batas Elastis (3,89;85,63)
100
‐50
4
50
‐50
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Bawah 1b
200
0 0
3
Pplastis
y = ‐2,14x2 + 43,87x ‐ 35,72 R² = 1
350
y = 41,87x ‐ 16,92 R² = 1
0
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
10
y = ‐3,472x2 + 58,47x ‐ 37,95 R² = 0,999
100
Pelastis
100
0
P = ‐3,39Δp2 + 41,46Δ ‐ 16,50 R² = 0,99 Batas Elastis (2,38;82,16)
Pplastis
y = ‐2,371x2 + 42,99x ‐ 32,58 R² = 0,999 y = 31,84x ‐ 20,48 R² = 0,999
8
Poly. (Pplastis)
Kurva Beban Deformasi KI4 Tubuh 1
150
100
6
150
Linear (Pelastis)
150
‐50
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Bawah 1a
250
4
Pplastis
y = ‐3,29x2 + 59,34x ‐ 57,65 R² = 0,999
0
2
300
200 Pelastis
50
0
250
150 100
+ 35,97x ‐ 13,76 R² = 0,999 y = 26,31x ‐ 1,344 R² = 0,999
0 ‐50
Pplastis
y = ‐1,79x2
50
P = ‐2,54Δp2 + 28,87Δ ‐ 10,29 R² = 0,99 Batas Elastis (3,87;102,29)
Pelastis
P est.
100
P est.
y = 28,80x ‐ 3,191 R² = 0,999 1
150
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Atas 2a
250 200
P = ‐2,09Δp2 + 25,72Δ ‐ 0,69 R² = 0,99 Batas Elastis (3,29;84,59)
200
y = ‐2,43x2
0
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Atas 1b
250
y = ‐0,92x2 + 21,84x ‐ 18,30 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
y = 17,02x ‐ 12,49 R² = 0,999 0
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
12
180
Kurva Beban Deformasi KI4 Sayap Bawah 2b
160
P = ‐1,88Δp2 + 21,69Δ ‐ 20,47 R² = 0,99 Batas Elastis (3,23;50,19)
140 120 100
Pelastis Pplastis
80 y = ‐1,665x2 + 31,48x ‐ 33,94 R² = 0,999
60
P est. Linear (Pelastis)
40 y = 22,26x ‐ 21,65 R² = 0,999
20 0 ‐20
0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
KII1 250
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Atas 1
200
y = ‐0,93x2 + 22,98x ‐ 6,694 R² = 0,999 y = 18,29x ‐ 1,328 R² = 0,999
0 0
250
2
4
6
8
10
Pelastis
80
Pplastis
60
P est.
40
Linear (Pelastis)
+ 16,59Δ ‐ 2,41 R² = 0,99 Batas Elastis (2,45;38,29)
Poly. (Pplastis)
‐20
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Atas 2c
400
100
y = 16,69x ‐ 2,308 R² = 1
0
12
120
y = ‐0,97x2 + 21,55x ‐ 9,036 R² = 1
20
0
2
4
Pelastis
80
Pplastis
60
P est.
40
Linear (Pelastis)
20
Poly. (Pplastis)
6
8
P = ‐1,04Δp2 + 17,95Δ ‐ 2,64 R² = 0,99 Batas Elastis (3;52,03)
150
300
100 y = ‐0,905x2 + 22,28x ‐ 5,905 R² = 0,999 y = 18,54x ‐ 3,547 R² = 0,999
50 0 0
2
4
6
8
10
P = ‐2,51Δp2
+ 35,97Δ ‐ 5,61 R² = 0,99 Batas Elastis (2,33;78,91)
Pelastis
250
Pplastis
200
Pelastis
P est.
150
Pplastis
Linear (Pelastis)
y = ‐2,338x2 + 45,57x ‐ 13,74 R² = 0,999 y = 37,02x ‐ 6,972 R² = 1
50 0
12
‐50
0
2
4
6
8
10
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis) 12
P = ‐0,62Δp2 + 11,7Δ + 0,39 R² = 0,99 Batas Elastis (3,18;38,04)
Pelastis Pplastis P est.
y = ‐0,55x2 + 14,64x ‐ 2,512 R² = 0,999 y = 12,13x ‐ 0,223 R² = 1 0
Kurva Beban Deformasi KII1 Tubuh 1a
100
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Atas 2b
0
10
350 200
160 140
P = ‐0,94Δp2
100
100 50
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Atas 2a
140 120
P = ‐1,06Δp2 + 17,69Δ ‐ 0,19 R² = 0,99 Batas Elastis (3,36;59,77)
150
160
2
4
6
8
10
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
12
14
Kurva Beban Deformasi KII1 Tubuh 1b
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
P = ‐2,08Δp2 + 23,73Δ ‐ 8,01 R² = 0,99 Batas Elastis (2,89;61,04) Pelastis Pplastis
y = ‐1,816x2
+ 32,99x ‐ 18,86 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
y = 24,23x ‐ 8,844 R² = 0,999 0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
P = ‐1,93Δp2 + 23,26Δ + 2,38 R² = 0,99 Batas Elastis (1,78;44,69)
200
Pplastis
150
P est.
100
Linear (Pelastis)
y = 24,92x + 0,960 R² = 0,999 2
Pelastis
Poly. (Pplastis)
4
6
8
Pplastis
y = ‐2,25x2 + 44,92x ‐ 22,00 R² = 0,999
0
2
4
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
6
8
10
150
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Bawah 1a
0
12
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Bawah 1b
250
120 100 80
P = ‐2,31Δp2 + 22,64Δ ‐ 23,05 R² = 0,99 Batas Elastis (2,83;41,18)
200 Pelastis Pplastis
60 y = ‐1,98x2
+ 32,71x ‐ 35,14 P est. R² = 0,999
40
Linear (Pelastis)
20
y = 23,08x ‐ 23,93 R² = 1
0 0
350
1
2
3
4
0 5
6
7
0
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Bawah 2b
300
P = ‐2,25Δp2 + 34,71Δ ‐ 20,26 R² = 0,99 Batas Elastis (2,67;72,68)
250 200
Pelastis
150
Pplastis
y = ‐2,22x2 + 46,30x ‐ 35,15 R² = 0,999
100 50
P est. Linear (Pelastis)
y = 35,19x ‐ 21,03 R² = 1
0 0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
y = ‐2,48x2 + 36,74x + 1,905 R² = 0,999 y = 33,75x + 1,909 R² = 0,999
8
10
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
1
2
3
4
5
6
Poly. (Pplastis)
P = ‐2,11Δp2 + 32,13Δ ‐ 0,82 R² = 0,99 Batas Elastis (1,53;48,08)
Pelastis Pplastis
y = ‐2,31x2 + 40,00x ‐ 7,940 R² = 1
P est.
y = 31,87x ‐ 0,544 R² = 1 1
2
3
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
4
5
4
6
6
8
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
10
P = ‐1,49Δp2 + 23,21Δ ‐ 1,69 R² = 0,99 Batas Elastis (2,618;59,16)
Pelastis
100
Pplastis
y = ‐1,45x2 + 30,61x ‐ 10,91 R² = 0,999
50
P est. Linear (Pelastis)
y = 23,40x ‐ 1,959 R² = 1
0 0
7
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Bawah 2c
0
2
P est. Linear (Pelastis)
P est.
Kurva Beban Deformasi KII1 Sayap Bawah 2a
Pelastis Pplastis
Poly. (Pplastis)
250
150
100 50
0
200
P = ‐2,6Δp2 + 32,05Δ + 3,53 R² = 0,99 Batas Elastis (1,08;38,16)
150
Pplastis
y = ‐1,29x2 + 28,99x ‐ 12,14 R² = 0,999 y = 21,80x ‐ 2,546 R² = 0,999
50
‐50 140
Pelastis
100
P est.
y = 35,42x ‐ 13,99 R² = 1
0
P = ‐1,35Δp2 + 21,75Δ ‐ 2,47 R² = 0,99 Batas Elastis (2,94;61,59)
200
Pelastis
50
Kurva Beban Deformasi KII1 Tubuh 3b
250
P = ‐2,48Δp2 + 34,46Δ ‐ 12,53 R² = 0,99 Batas Elastis (2,72;81,83)
300 250
y = ‐1,582x2 + 27,03x + 2,157 R² = 0,999
0
Kurva Beban Deformasi KII1 Tubuh 3a
350
Kurva Beban Deformasi KII1 Tubuh 2
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
KII2 Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Atas 1
250 200
P = ‐2Δp2 + 25,24Δ ‐ 24,99 R² = 0,99 Batas Elastis (3,06;53,17)
150
Pelastis
2
4
250
8
150
10
50
0
2
4
Pplastis
150
P est.
100
Poly. (Pplastis)
8
10
P = ‐2,16Δp2 + 27,23Δ ‐ 14,41 R² = 0,99 Batas Elastis (3,39;78,82)
12
Pelastis
y = ‐1,600x2 + 35,57x ‐ 22,98 R² = 1 y = 28,32x ‐ 16,19 R² = 0,999
0 ‐50
0
2
4
10
Linear (Pelastis)
20
12
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
6
8
10
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 ‐20
Pplastis
y = ‐0,323x2 + 10,42x ‐ 6,342 R² = 0,999
0
Linear (Pelastis)
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
12
0
2
4
6
8
10
40
Linear (Pelastis)
12
‐20
180
+ 24,54Δ ‐ 7,99
0
+ 35,46x ‐ 24,45 R² = 1
Pelastis
100
Pplastis
80
P est.
60
Linear (Pelastis)
y = 24,60x ‐ 8,061 R² = 1 4
1
2
3
4
5
6
P = ‐0,8Δp2 + 14,98Δ ‐ 15,73 R² = 0,99 Batas Elastis (3,26;33,34)
140
y = ‐1,847x2
3
Poly. (Pplastis)
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Bawah 1a
120
2
Linear (Pelastis)
y = 23,48x ‐ 22,94 R² = 1
160
Batas Elastis (2,87;62,39)
1
Pplastis
0
R² = 0,99
0
Pelastis
P est.
20
Poly. (Pplastis)
Kurva Beban Deformasi KII2 Tubuh 3 P = ‐1,79Δp2
+ 23,27Δ ‐ 22,59 R² = 0,99 Batas Elastis (3,54;59,92)
80
P est.
16
y = ‐1,364x2 + 31,96x ‐ 36,20 R² = 1
P = ‐2,06Δp2
Pelastis
60
14
Kurva Beban Deformasi KII2 Tubuh 2a
120
Pplastis
P est.
y = 8,794x ‐ 4,629 R² = 0,999
0 ‐20
y = ‐1,417x2 + 34,42x ‐ 38,51 R² = 0,999 y = 25,45x ‐ 25,58 R² = 0,999
50
‐50
Pplastis
50
8
40
Pelastis
100
0
6
100
6
P est.
Poly. (Pplastis)
P = ‐1,55Δp2 + 24,92Δ ‐ 24,44 R² = 0,99 Batas Elastis (3,74;69,24)
Linear (Pelastis)
Kurva Beban Deformasi KII2 Tubuh 2b
150
4
60
Kurva Beban Deformasi KII2 Tubuh 1
200
250 200
2
300
Pelastis
y = 29,00x ‐ 23,56 R² = 0,999
0
0
P = ‐0,34Δp2 + 8,61Δ ‐ 4,29 R² = 0,99 Batas Elastis (3,15;22,89)
80
Pplastis
250
y = ‐1,88x2 + 40,23x ‐ 39,16 R² = 0,999
100
Pelastis
y = ‐1,178x2 + 26,06x ‐ 20,16 R² = 0,999 y = 20,46x ‐ 14,19 R² = 1
50
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Atas 2b
100
Batas Elastis (2,65;39,98)
0
P = ‐2,19Δp2 + 28,01Δ ‐ 21,69 R² = 0,99 Batas Elastis (3,76;84,77)
200
‐50
6
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Atas 2c
300
+ 20,25Δ ‐ 13,81
100
P est.
y = ‐1,72x2 + 33,93x ‐ 33,40 R² = 0,999 y = 26,53x ‐ 27,55 R² = 0,999 0
150
140 120
R² = 0,99
Pplastis
0
P = ‐1,23Δp2
200
100 50
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Atas 2a
250
Poly. (Pplastis)
5
6
7
8
Pelastis Pplastis
y = ‐0,749x2 + 19,37x ‐ 21,43 R² = 0,999 y = 15,62x ‐ 17,31 R² = 0,999
40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
14
250
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Bawah 1b
90
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Bawah 1c
80 200 150
70
P = ‐3,42Δp2 + 35,55Δ ‐ 29,82 R² = 0,99 Batas Elastis (2,76;69,59)
100
60 Pelastis Pplastis
y = ‐2,903x2 + 49,12x ‐ 43,07 R² = 0,999
50
P est.
0
2
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
4
6
40
150 Pelastis
P est.
0 ‐10
8
0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
Pplastis P est.
y = ‐0,942x2 + 22,36x ‐ 7,776 R² = 0,999
50
Linear (Pelastis)
y = 17,46x ‐ 1,709 R² = 1
0 0
12
Pelastis
Batas Elastis (3,10;52,32)
Linear (Pelastis)
y = 8,562x ‐ 6,367 R² = 0,999
10
100
P = ‐1,02Δp2 + 17,12Δ ‐ 1,16 R² = 0,99
Pplastis
y = ‐0,417x2 + 11,58x ‐ 11,97 R² = 1
30 20
y = 36,90x ‐ 32,23 R² = 0,999
0
50
P = ‐0,39Δp2 + 8,6Δ ‐ 6,44 R² = 0,99 Batas Elastis (3,39;22,70)
Kurva Beban Deformasi KII2 Sayap Bawah 2
200
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
12
‐50
KII3 200
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Atas 1a
180 160 140 120
P = ‐2,25Δp2 + 25,59Δ ‐ 27,33 R² = 0,99 Batas Elastis (3,26;56,59) Pelastis
100 80
Pplastis
y = ‐1,967x2
+ 37,27x ‐ 43,94 R² = 0,999
60
P est.
40 y = 26,19x ‐ 28,60 R² = 0,999
20 0 ‐20
Linear (Pelastis)
0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
250
P = ‐3,08Δp2 + 37,95Δ ‐ 36,59 R² = 0,99 Batas Elastis (3,29;88,26)
200
Pelastis
150
Pplastis
y = ‐3,180x2
+ 59,36x ‐ 73,13 R² = 1
100
y = 38,08x ‐ 36,80 R² = 0,999
0 ‐50
P est. Linear (Pelastis)
50
0
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Atas 1b P = ‐1,18Δp2 + 17,94Δ ‐ 19,15 R² = 0,99 Batas Elastis (3,96;52,33) y = ‐1,037x2 + 25,25x ‐ 31,16 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
y = 18,39x ‐ 20,31 R² = 0,999
200
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
12
Kurva Beban Deformasi KII3 Tubuh 1
180 160
80 60 40
Pelastis
y = ‐1,397x2 + 31,03x ‐ 40,78 R² = 0,999
4
P = ‐2,32Δp2 + 26,35Δ ‐ 19,25 R² = 0,99 Batas Elastis (2,56;48,68)
Linear (Pelastis)
6
Poly. (Pplastis)
8
10
Pplastis P est. Linear (Pelastis)
y = 27,11x ‐ 20,49 R² = 0,999 0
2
Poly. (Pplastis)
4
6
8
Kurva Beban Deformasi KII3 Tubuh 2a P = ‐1,83Δp2 + 30,72Δ ‐ 32,41 R² = 0,99 Batas Elastis (2,95;57,97)
150
Pelastis Pplastis
100
y = ‐2,048x2 + 44,15x ‐ 55,82 R² = 0,999
50
P est. Linear (Pelastis)
y = 30,59x ‐ 32,08 R² = 1
0 ‐50
Pelastis
y = ‐2,046x2 + 35,66x ‐ 29,11 R² = 0,999
P est.
y = 20,49x ‐ 20,16 R² = 0,999 2
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Atas 1c
200
Pplastis
0
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 ‐20
250
P = ‐1,35Δp2 + 20,36Δ ‐ 19,95 R² = 0,99 Batas Elastis (3,69;55,32)
140 120 100
20 0 ‐20
Pelastis Pplastis
0
10
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Atas 2
300
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
0
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
180
Kurva Beban Deformasi KII3 Tubuh 2b + 28,13Δ ‐ 31,85 R² = 0,99 Batas Elastis (2,93;51,16)
120 100
y = ‐1,29x2 + 35,06x ‐ 40,69 R² = 1
60 40 0 0
150
150
P est.
100
Poly. (Pplastis)
4
6
0 40
2
4
P = ‐3,13Δp2 + 31,09‐ 26,94 R² = 0,99 Batas Elastis (3,82;92,26)
200
Pplastis
150
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
6
8
10
Pelastis Pplastis
y = ‐3,01x2 + 59,60x ‐ 68,81 R² = 0,999 y = 40,85x ‐ 38,31 R² = 0,999
100 50 0 ‐50
12
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Bawah 1b
30
0
2
4
6
8
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
10
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Bawah 1c
300
Pelastis Pplastis P est. Linear (Pelastis)
250
P = ‐0,68Δp2 + 8,73Δ ‐ 4,08 R² = 0,99 Batas Elastis (2,57;18,39)
25
y = ‐2,551x2 + 48,47x ‐ 55,31 R² = 0,999 y = 31,77x ‐ 28,35 R² = 0,999
50
20
200 Pelastis
y = ‐0,878x2 + 13,62x ‐ 10,96 Pplastis R² = 0,999
15
P est.
10 y = 8,683x ‐ 4,020 R² = 0,999
5
Poly. (Pplastis)
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
0
0 0
140
2
4
6
8
‐5
10
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Bawah 2
120
P = ‐0,87Δp2 + 14,09Δ ‐ 3,41 R² = 0.99 Batas Elastis (4,54;60,90)
100 80
Pelastis
y = ‐0,820x2 + 21,33x ‐ 19,22 R² = 1
60 40
Pplastis P est.
y = 14,13x ‐ 3,472 R² = 0,999
20
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
0 ‐20
Pelastis
35
100
‐50
250
y = 28,01x ‐ 19,33 R² = 0,999
0
P = ‐2,91Δp2 + 40,64Δ ‐ 38,01 R² = 0,99 Batas Elastis (3,04;85,08)
300
y = ‐1,527x2 + 37,20x ‐ 29,31 R² = 0,999
50
8
Kurva Beban Deformasi KII3 Sayap Bawah 1a
250 200
2
200
Pplastis
Linear (Pelastis)
y = 28,86x ‐ 33,08 R² = 0,999
20
P = ‐1,9Δp2 + 26,96Δ ‐ 17,08 R² = 0,99 Batas Elastis (4,27;100,1)
250 Pelastis
80
Kurva Beban Deformasi KII3 Tubuh 3
350
300
P = ‐1,45Δp2
140
400
Kurva Beban Deformasi KII3 Tubuh 2c
350
160
0
2
4
6
8
10
0
1
2
3
4
5
P = ‐2,11Δp2 + 28,91Δ ‐ 28,63 R² = 0,99 Batas Elastis (4,07;89,36)
Pelastis
150
Pplastis
y = ‐2,016x2
+ 44,83x ‐ 59,70 R² = 0,999
100
y = 29,31x ‐ 29,36 R² = 0,999
0 ‐50
P est. Linear (Pelastis)
50
0
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
12
KII4 Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Atas 1
300 250 200
160
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Atas 2b
140
Pelastis Pplastis
y = ‐2,853x2 + 52,87x ‐ 55,18 R² = 0,999
100
y = 33,89x ‐ 22,87 R² = 0,999
0 0
180
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
150 100 50
0
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Atas 2c
100
160
2
4
6
8
Pelastis
80
Pplastis
60
P est.
40
Linear (Pelastis)
20
Poly. (Pplastis)
0
10
P = ‐1,57Δp2
+ 19,93Δ ‐ 6,13 R² = 0,99 Batas Elastis (2,43;42,58)
140 120 100
120 100
80 60
y = ‐1,419x2 + 25,97x ‐ 11,78 R² = 0,999
40 0 0
2
80
Pplastis
60
P est. Linear (Pelastis)
y = 20,38x ‐ 6,819 R² = 0,999
20
Pelastis
Kurva Beban Deformasi KII4 Tubuh 1a
Poly. (Pplastis)
4
6
8
Kurva Beban Deformasi KII4 Tubuh 2a
300 250
P = ‐3,47Δp2 + 38,63Δ + 1,51 R² = 0,99 Batas Elastis (1,43;57,16)
200 150
Pelastis Pplastis
100
P est.
y = ‐3,228x2 + 46,65x ‐ 2,467 R² = 0,999 y = 39,85x + 0,520 R² = 0,999
50 0 0
1
2
3
4
5
6
Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
7
200 Pelastis
40
0 0
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
2
4
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
6
8
10
P = ‐1,18Δp2 + 17,94Δ ‐ 19,15 R² = 0,99 Batas Elastis (3,96;52,33)
Pelastis Pplastis
y = ‐1,037x2 + 25,25x ‐ 31,16 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
y = 18,39x ‐ 20,31 R² = 0,999 2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
1
2
3
Poly. (Pplastis)
4
5
6
7
P = ‐1,92Δp2 + 27,85Δ ‐ 16,53 R² = 0,99 Batas Elastis (2,80;62,43) Pelastis
150
Pplastis
12
100
y = ‐1,705x2 + 35,90x ‐ 24,04 R² = 0,999
50
P est. Linear (Pelastis)
y = 28,79x ‐ 18,11 R² = 0,999
0 ‐50
Kurva Beban Deformasi KII4 Tubuh 2b
0
Linear (Pelastis)
Pplastis
y = 20,66x ‐ 17,15 R² = 1
20
‐20
10
250
P est.
Kurva Beban Deformasi KII4 Tubuh 1b
300
P = ‐1,21Δp2 + 20,53Δ ‐ 16,97 R² = 0,99 Batas Elastis (3,36;52,17)
Pplastis
y = 26,38x ‐ 14,19 R² = 0,999 0
10
y = ‐1,266x2 + 29,33x ‐ 32,56 R² = 1
Pelastis
y = ‐2,124x2 + 34,54x ‐ 21,70 R² = 1
0
140
160
P = ‐2,43Δp2 + 25,67Δ ‐ 13,12 R² = 0,99 Batas Elastis (2,35;47,67)
120
y = ‐1,962x2 + 37,58x ‐ 22,75 R² = 0,999 y = 30,26x ‐ 18,89 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
50
P = ‐2,54Δp2 + 28,86Δ ‐ 16,68 R² = 0,99 Batas Elastis (2,98;70,89)
200
P = ‐2,85Δp2 + 33,58Δ ‐ 22,38 R² = 0,99 Batas Elastis (3,37;90,89)
150
‐50
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Atas 2a
250
0
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
12
Kurva Beban Deformasi KII4 Tubuh 3a P = ‐1,12Δp2 + 18,06Δ ‐ 11,49 R² = 0,99 Batas Elastis (3,16;46,21)
Pelastis Pplastis
y = ‐1,019x2 + 23,66x ‐ 17,59 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
y = 18,46x ‐ 12,29 R² = 0,999 0
2
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
12
160
Kurva Beban Deformasi KII4 Tubuh 3b
300
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Bawah 1a
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Bawah 1b
300
140 250 200 150
y = ‐2,629x2 + 52,05x ‐ 61,98 R² = 1
50
0
Linear (Pelastis)
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
‐50
y = ‐3,414x2 + 62,25x ‐ 73,65 R² = 1 y = 37,81x ‐ 30,07 R² = 0,999 0
2
4
20
0
250
150
2
Linear (Pelastis)
4
6
Poly. (Pplastis)
8
10
6
Poly. (Pplastis)
8
12
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Bawah 2b P = ‐1,41Δp2 + 21,85Δ ‐ 2,97 R² = 0,99 Batas Elastis (2,49;52,02) Pelastis
100
Pplastis
y = ‐1,277x2 + 27,13x ‐ 6,631 R² = 0,999 y = 22,53x ‐ 3,830 R² = 0,999
P est. Linear (Pelastis)
P est.
50 0 0
2
4
6
8
10
P est. Linear (Pelastis) Poly. (Pplastis)
12
Pelastis
150
Pplastis
Pplastis
y = 14,42x ‐ 7,337 R² = 0,999
Pelastis Pplastis
0
40
200
150
50
y = ‐0,791x2 + 21,13x ‐ 21,25 R² = 0,999
60
P = ‐2,98Δp2 + 35,34Δ ‐ 20,21 R² = 0,99 Batas Elastis (3,03;87,93)
200 Pelastis
80
‐20
10
P = ‐3,57Δp2 + 37,69Δ ‐ 29,88 R² = 0,99 Batas Elastis (3,68;109,35)
100
+ 14,33Δ ‐ 7,18 R² = 0,99 Batas Elastis (4,63;59,38)
0
Kurva Beban Deformasi KII4 Sayap Bawah 2a
300
200
P est.
y = 35,29x ‐ 35,60 R² = 0,999
0
250
100 Pelastis Pplastis
100
‐50
120
P = ‐2,97Δp2 + 34,59Δ ‐ 34,37 R² = 0,99 Batas Elastis (3,62;91,78)
250
P = ‐0,89Δp2
y = ‐2,613x2 + 49,07x ‐ 35,77 R² = 0,999
100
y = 36,23x ‐ 21,65 R² = 0,999
0 ‐50
P est. Linear (Pelastis)
50
0
2
4
Poly. (Pplastis)
6
8
10
Lampiran 4 Perhitungan MOE- MOR Metode Konvensional dan Metode Bahtiar Kode Glulam KI1
KI2
KI3
Bagian sayap atas1 sayap atas1 sayap atas1 sayap atas2 Tubuh1 Tubuh1 Tubuh1 Tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 Tubuh1 Tubuh2 Tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1
b (cm) 2,05 2,01 2,04 2,06 1,90 2,06 2,04 2,04 2,01 2,02 1,88 2,07 2,05 2,05 1,99 1,98 1,98 2,05 1,98 2,01 2,03 2,04 2,00 2,03 2,01 2,08 1,96 2,05
Dimensi h (cm) 2,00 2,04 2,06 1,85 2,05 2,02 2,09 2,04 2,04 2,01 2,01 1,99 2,01 1,98 2,01 2,01 2,01 2,04 2,00 1,99 1,98 2,03 2,05 2,06 2,06 2,02 2,03 2,04
L (cm) 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28
Pmaks (Kgf) 52,24 59,21 205,44 152,61 179,76 174,51 190,41 140,00 193,40 84,22 132,37 137,94 193,30 132,40 117,14 150,03 98,59 39,86 137,93 154,17 165,81 203,67 142,42 132,51 99,78 166,95 130,40 166,51
ΔP/ΔY (cm) 117,60 95,39 369,70 269,90 353,00 323,80 344,70 251,30 365,50 151,30 167,00 230,30 367,60 205,00 239,00 267,40 189,20 166,00 230,40 332,60 239,70 338,30 304,00 166,90 149,00 309,40 173,20 260,70
MOE konv (Kg/cm²) 39105,08 30653,75 114087,27 114375,77 118571,01 105224,20 101686,46 80101,84 118124,56 50872,47 60055,62 77594,93 121728,88 70288,03 81420,50 91602,14 64396,05 52440,08 79826,31 115972,47 83116,89 108846,11 96793,50 51856,85 46524,99 98840,31 58065,58 82153,15
Δest (cm) 116,74 97,39 356,25 268,86 341,64 310,52 331,52 246,65 365,06 151,71 159,27 225,54 368,41 199,78 235,46 253,56 186,97 168,04 228,20 325,11 231,23 329,93 293,51 165,91 143,65 304,65 167,75 255,13
MOE Bahtiar (Kg/cm²) 38819,64 31295,69 109937,71 113933,54 114755,10 100907,66 97796,94 78619,53 117982,05 51011,33 57275,30 75991,59 121995,72 68497,55 80214,62 86860,69 63636,51 53084,58 79062,76 113361,70 80180,05 106153,50 93454,18 51549,74 44854,19 97323,90 56239,64 80398,06
MOR (Kg/cm²) 266,43 297,24 999,34 914,13 946,99 875,80 897,89 695,69 973,92 434,58 732,37 707,44 983,19 688,94 612,84 789,56 516,69 196,38 731,72 816,64 872,54 1017,70 711,32 647,84 491,58 825,57 678,60 819,88
Kode Glulam
KI4
KII1
Bagian tubuh1 tubuh1 tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1 tubuh2 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1 tubuh1 tubuh2 tubuh3 tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2
b (cm) 2,04 1,95 2,02 2,02 2,02 2,06 2,00 2,05 2,07 2,00 2,02 2,07 2,04 2,05 2,04 1,91 2,04 2,08 2,03 2,01 2,03 2,06 2,02 2,04 2,06 2,07 2,03 2,01 1,84
Dimensi h (cm) 1,96 2,00 1,94 2,07 2,04 2,05 2,01 2,08 1,95 2,04 2,03 2,06 2,06 1,98 2,04 2,05 1,87 2,04 2,06 1,92 2,02 2,05 1,96 2,00 2,00 1,87 1,97 2,10 2,05
L (cm) 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28
Pmaks (Kgf) 154,41 152,42 165,67 172,12 157,20 181,02 150,25 160,93 163,08 177,07 206,07 201,32 194,30 191,90 187,27 122,46 122,38 150,99 132,51 93,59 137,73 216,54 143,07 122,39 204,41 143,77 138,30 136,07 143,54
ΔP/ΔY (cm) 290,90 285,10 320,10 288,50 254,60 353,80 179,10 289,50 263,10 294,20 386,10 418,70 346,40 318,40 275,80 170,20 222,60 182,90 166,90 121,30 185,40 370,10 242,30 249,20 354,20 218,00 230,80 337,50 234,00
MOE konv (Kg/cm²) 104654,62 100850,38 118660,30 88742,29 81447,98 110048,77 60729,92 86358,37 93339,79 95275,26 125434,72 127106,93 106703,81 110088,67 87695,86 56604,74 91736,10 56768,72 51856,85 46865,57 61081,98 113908,96 87219,22 84138,47 117742,46 88687,94 81227,17 99870,13 80807,28
Δest (cm) 282,17 278,17 297,80 280,52 250,35 346,07 176,13 284,55 257,20 288,65 383,34 414,64 335,64 310,09 269,30 166,53 216,98 176,94 165,91 117,02 179,46 359,78 237,33 232,56 344,57 217,50 226,45 320,47 232,05
MOE Bahtiar (Kg/cm²) 101513,36 98400,59 110393,35 86286,42 80088,63 107644,29 59721,67 84882,19 91247,59 93479,34 124539,60 125872,93 103387,95 107213,89 85628,62 55385,52 89420,46 54919,78 51549,74 45210,47 59125,63 110732,66 85429,60 78518,81 114541,15 88484,09 79695,68 94831,40 80135,50
MOR (Kg/cm²) 831,86 823,72 912,91 837,90 784,61 881,93 782,29 763,57 865,45 894,40 1040,08 962,88 943,12 1004,38 928,43 639,38 721,00 731,92 647,84 531,06 700,24 1047,32 773,18 631,34 1040,04 836,45 734,94 646,47 777,69
Kode Glulam KII2
KII3
KII4
Bagian Sayap Bawah2 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas2 sayap atas2 sayap atas2 tubuh1 tubuh2 tubuh2 tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas1 sayap atas1 sayap atas2 tubuh1 tubuh2 tubuh2 tubuh2 tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 sayap atas1 sayap atas2
b (cm) 1,91 1,99 2,06 2,05 2,07 2,08 2,02 2,05 1,98 2,00 1,99 2,01 1,98 2,09 2,04 2,03 2,01 2,03 1,97 1,98 2,07 2,08 2,06 2,07 2,02 2,09 2,04 2,03 1,92
Dimensi h (cm) 2,05 1,98 1,93 1,91 1,88 1,94 2,04 1,96 2,01 2,02 2,02 2,05 2,05 2,05 2,06 1,95 2,02 1,99 1,93 2,01 2,04 2,03 1,97 2,04 1,84 2,06 1,93 2,04 2,05
L (cm) 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28
Pmaks (Kgf) 203,27 143,90 134,28 127,92 76,36 177,37 182,83 93,27 172,34 136,77 116,41 180,07 64,26 138,30 153,96 142,46 150,68 195,93 127,20 169,63 139,51 201,20 225,51 166,81 32,40 185,07 106,62 185,00 158,12
ΔP/ΔY (cm) 351,90 318,70 265,30 204,60 87,94 290,00 254,50 234,80 283,20 246,00 156,20 369,00 85,62 174,60 261,90 183,90 271,10 380,80 204,90 305,90 288,60 280,10 408,50 317,70 86,83 293,10 141,30 338,90 302,60
MOE konv (Kg/cm²) 117906,46 112940,51 98981,38 78845,34 35407,45 105593,28 81057,97 83568,62 96530,95 82112,48 52013,07 117924,74 27464,37 52948,93 80023,75 67059,24 90624,00 130543,12 78733,09 105002,19 90419,32 87865,80 142621,29 98822,57 37669,74 88209,21 52562,47 108219,78 99867,40
Δest (cm) 347,06 321,27 252,36 202,55 86,10 280,11 249,22 232,74 272,26 245,42 149,76 355,48 86,00 171,23 255,92 179,43 263,54 379,48 203,58 307,22 281,32 269,64 406,39 310,91 87,29 289,14 140,98 335,87 288,62
MOE Bahtiar (Kg/cm²) 116284,55 113850,90 94152,04 78053,46 34666,81 101990,78 79375,12 82835,10 92800,78 81918,21 49867,70 113605,29 27587,55 51928,36 78197,92 65427,71 88097,62 130090,57 78227,71 105455,22 88137,54 84583,65 141883,56 96711,68 37867,74 87018,63 52444,58 107251,84 95252,02
MOR (Kg/cm²) 1067,15 773,62 738,82 719,67 441,27 956,36 910,03 497,68 903,48 704,93 600,25 900,92 323,55 659,27 742,83 775,35 776,74 1023,63 723,70 894,33 681,93 982,49 1187,03 811,81 198,29 878,08 587,26 921,57 819,78
Kode Glulam
Bagian sayap atas2 sayap atas2 Tubuh1 Tubuh1 Tubuh2 Tubuh2 Tubuh3 Tubuh3 Sayap Bawah1 Sayap Bawah1 Sayap Bawah2 Sayap Bawah2
b (cm) 2,04 2,05 2,06 2,04 1,96 2,03 2,05 1,82 2,02 2,02 2,04 2,03
Dimensi h (cm) 1,88 1,88 2,00 2,04 1,98 1,95 2,03 2,02 1,77 2,06 2,00 1,96
L (cm) 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28
Pmaks (Kgf) 147,79 122,43 118,54 163,62 180,64 142,46 120,69 187,68 110,15 192,42 200,51 140,88
ΔP/ΔY (cm) 263,80 203,80 206,60 287,90 398,50 183,90 184,60 352,90 144,20 362,30 378,10 225,30
MOE konv (Kg/cm²) 106764,08 81848,72 68837,34 91813,15 144009,38 67059,24 59522,70 128790,12 70491,83 112249,66 126971,13 81006,62
Δest (cm) 256,68 199,30 205,31 278,45 386,36 179,43 180,61 345,97 143,31 353,44 376,95 218,50
MOE Bahtiar (Kg/cm²) 103884,50 80042,06 68407,97 88801,02 139622,31 65427,71 58236,71 126260,48 70058,34 109504,23 126586,21 78562,15
MOR (Kg/cm²) 860,75 707,67 604,14 813,29 988,17 775,35 603,29 1060,43 730,22 940,50 1031,81 759,15
Lampiran 6 MOE teoritis dan MOE empiris KI1 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sayap atas 1 38819,64 38819,64 31295,69 31295,69 109937,71 109937,71 109937,71 67149,11
Sayap atas 2 113933,54 113933,54 113933,54 113933,54 113933,54 113933,54 113933,54 113933,54
Sayap atas 1 121995,72 121995,72 121995,72 121995,72 121995,72 121995,72 121995,72
Sayap atas 2 68497,55 80214,62 80214,62 80214,62 86860,69 86860,69 80477,13
Badan 1
Badan 2
114755,10 114755,10 114755,10 100907,66 100907,66 100907,66 97796,94 106397,89
78619,53 78619,53 78619,53 78619,53 78619,53 78619,53 78619,53 78619,53
Badan 1
Badan 2
63636,51 63636,51 63636,51 63636,51 63636,51 63636,51 63636,51
53084,58 53084,58 53084,58 53084,58 53084,58 79062,76 57414,28
Sayap Bawah 1 117982,05 117982,05 117982,05 117982,05 117982,05 117982,05 117982,05 117982,05
Sayap Bawah 2 51011,33 57275,30 57275,30 57275,30 57275,30 75991,59 75991,59 61727,96
MOE Teoritis 66341,41 68328,21 65443,16 65233,33 91263,80 98749,31 98702,68 79151,70
Sayap Bawah 1 113361,70 113361,70 80180,05 80180,05 80180,05 80180,05 91240,60
Sayap Bawah 2 106153,50 106153,50 106153,50 93454,18 93454,18 93454,18 99803,84
MOE Teoritis 105817,27 107571,61 102705,81 97900,26 98655,65 99053,17 101950,63
MOE Empiris
71740,27
KI2 Potongan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
MOE Empiris
95840,23
KI3 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sayap atas 1 51549,74 51549,74 51549,74 51549,74 51549,74 51549,74 51549,74 51549,74
Sayap atas 2 44854,19 97323,90 97323,90 56239,64 56239,64 56239,64 56239,64 66351,50
Sayap atas 1 84882,19 84882,19 91247,59 91247,59 91247,59 91247,59 89125,79
Sayap atas 2 93479,34 93479,34 93479,34 93479,34 124539,60 124539,60 103832,76
Badan 1
Badan 2
80398,06 80398,06 101513,36 101513,36 98400,59 98400,59 98400,59 94146,38
110393,35 110393,35 110393,35 110393,35 110393,35 110393,35 110393,35 110393,35
Badan 1
Badan 2
125872,93 125872,93 125872,93 125872,93 125872,93 125872,93 125872,93
103387,95 103387,95 103387,95 103387,95 103387,95 103387,95 103387,95
Sayap Bawah 1 86286,42 86286,42 86286,42 86286,42 86286,42 80088,63 80088,63 84515,62
Sayap Bawah 2 107644,29 107644,29 107644,29 107644,29 107644,29 107644,29 59721,67 100798,20
MOE Teoritis 70236,11 81667,06 81997,68 73377,72 73316,68 72844,02 59991,84 73347,30
MOE Empiris 31861,73
Sayap Bawah 1 107213,89 85628,62 85628,62 85628,62 85628,62 85628,62 89226,16
Sayap Bawah 2 55385,52 55385,52 55385,52 55385,52 55385,52 89420,46 61058,01
MOE Teoritis 79920,31 76249,23 78086,13 78086,13 81257,43 94882,05 81413,55
MOE Empiris
KI4 Potongan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
39060,78
KII1 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Sayap atas 1 54919,78 54919,78 54919,78 54919,78 54919,78 54919,78 54919,78 54919,78 54919,78
Sayap atas 2 51549,74 45210,47 45210,47 45210,47 59125,63 59125,63 59125,63 59125,63 52960,46
Sayap atas 1 94152,04 94152,04 94152,04 94152,04 94152,04 94152,04 94152,04
Sayap atas 2 78053,46 34666,81 34666,81 34666,81 101990,78 101990,78 64339,24
Badan 1
Badan 2
Badan 3
110732,66 110732,66 110732,66 110732,66 110732,66 110732,66 110732,66 85429,60 107569,78
78518,81 78518,81 78518,81 78518,81 78518,81 78518,81 78518,81 78518,81 78518,81
114541,15 114541,15 114541,15 114541,15 114541,15 88484,09 88484,09 88484,09 104769,75
Badan 1
Badan 2
Badan 3
79375,12 79375,12 79375,12 79375,12 79375,12 79375,12 79375,12
82835,10 82835,10 82835,10 92800,78 92800,78 92800,78 87817,94
81918,21 81918,21 81918,21 81918,21 81918,21 81918,21 81918,21
Sayap Bawah 1 79695,68 79695,68 79695,68 94831,40 94831,40 94831,40 94831,40 94831,40 89155,51
Sayap Bawah 2 80135,50 80135,50 116284,55 116284,55 116284,55 116284,55 113850,90 113850,90 106638,87
MOE Teoritis 66454,85 65183,29 73844,99 74839,87 78278,49 78208,99 77654,36 76832,47 73912,16
Sayap Bawah 1 49867,70 49867,70 113605,29 113605,29 113605,29 27587,55 78023,14
Sayap Bawah 2 51928,36 51928,36 51928,36 51928,36 51928,36 51928,36 51928,36
MOE Teoritis 67253,90 63230,24 73496,31 73507,23 82482,10 63435,53 70567,55
MOE Empiris
67281,94
KII2 Potongan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
MOE Empiris 24255,64
KII3 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sayap atas 1 78197,92 65427,71 65427,71 65427,71 65427,71 88097,62 88097,62 73729,15
Sayap atas 2 130090,57 130090,57 130090,57 130090,57 130090,57 130090,57 130090,57 130090,57
Badan 1
Badan 2
Badan 3
78227,71 78227,71 78227,71 78227,71 78227,71 78227,71 78227,71 78227,71
105455,22 105455,22 105455,22 88137,54 88137,54 88137,54 84583,65 95051,70
141883,56 141883,56 141883,56 141883,56 141883,56 141883,56 141883,56 141883,56
Badan 1
Badan 2
Badan 3
68407,97 88801,02 88801,02 88801,02 88801,02 88801,02 88801,02 88801,02 86251,89
139622,31 139622,31 139622,31 139622,31 139622,31 139622,31 139622,31 65427,71 130347,99
58236,71 58236,71 58236,71 58236,71 58236,71 58236,71 126260,48 126260,48 75242,65
Sayap Bawah 1 96711,68 96711,68 37867,74 37867,74 87018,63 87018,63 87018,63 75744,96
Sayap Bawah 2 52444,58 52444,58 52444,58 52444,58 52444,58 52444,58 52444,58 52444,58
MOE Teoritis 79146,95 75346,48 64008,06 63934,13 73645,93 80030,70 80020,77 73733,29
Sayap Bawah 1 70058,34 70058,34 70058,34 109504,23 109504,23 109504,23 109504,23 109504,23 94712,02
Sayap Bawah 2 126586,21 126586,21 126586,21 126586,21 78562,15 78562,15 78562,15 78562,15 102574,18
MOE Teoritis 105449,37 105744,34 106971,42 112505,49 95857,84 92819,25 93906,02 93822,95 100884,59
MOE Empiris
41565,79
KII4 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Sayap atas 1 107251,84 107251,84 107251,84 107251,84 107251,84 107251,84 107251,84 107251,84 107251,84
Sayap atas 2 95252,02 95252,02 103884,50 103884,50 103884,50 80042,06 80042,06 80042,06 92785,47
MOE Empiris
32125,11
Lampiran 7 MOR teoritis dan MOR empiris KI1 Potongan
Sayap atas 1
1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
266,43 266,43 297,24 297,24 999,34 999,34 999,34 589,34
Sayap atas 2 914,13 914,13 914,13 914,13 914,13 914,13 914,13 914,13
Badan 1
Badan 2
946,99 946,99 946,99 875,80 875,80 875,80 897,89 909,46
695,69 695,69 695,69 695,69 695,69 695,69 695,69 695,69
Sayap Bawah 1 973,92 973,92 973,92 973,92 973,92 973,92 973,92 973,92
Sayap Bawah 2 434,58 732,37 732,37 732,37 732,37 707,44 707,44 682,71
MOR Teoritis 442,73 450,95 589,07 586,58 905,05 875,23 874,70 674,90
MOR Empiris
81,98
KI2 Potongan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Sayap atas 1 983,19 983,19 983,19 983,19 983,19 983,19 983,19
Sayap atas 2 688,94 612,84 612,84 612,84 789,56 789,56 684,43
Badan 1
Badan 2
516,69 516,69 516,69 516,69 516,69 516,69 516,69
196,38 196,38 196,38 196,38 196,38 731,72 285,60
Sayap Bawah 1 816,64 816,64 872,54 872,54 872,54 872,54 853,91
Sayap Bawah 2 1017,70 1017,70 1017,70 711,32 711,32 711,32 864,51
MOR Teoritis 834,15 859,19 852,63 706,92 707,61 711,84 778,72
MOR Empiris
89,28
KI3 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sayap atas 1 647,84 647,84 647,84 647,84 647,84 647,84 647,84 647,84
Sayap atas 2 491,58 825,57 825,57 678,60 678,60 678,60 678,60 693,87
Sayap atas 1 770,82 770,82 865,45 865,45 865,45 865,45 833,91
Sayap atas 2 894,40 894,40 894,40 894,40 1040,08 1040,08 942,96
Badan 1
Badan 2
819,88 819,88 831,86 831,86 823,72 823,72 823,72 824,95
912,91 912,91 912,91 912,91 912,91 912,91 912,91 912,91
Badan 1
Badan 2
962,88 962,88 962,88 962,88 962,88 962,88 962,88
962,92 962,92 962,92 962,92 962,92 962,92 962,92
Sayap Bawah 1 837,90 837,90 837,90 837,90 837,90 784,61 784,61 822,68
Sayap Bawah 2 881,93 881,93 881,93 881,93 881,93 881,93 782,29 867,70
MOR Teoritis 697,27 736,81 737,85 707,71 707,65 698,33 715,42 714,43
MOR Empiris
Sayap Bawah 1 1004,37 928,43 928,43 928,43 928,43 928,43 941,09
Sayap Bawah 2 639,38 639,38 639,38 639,38 639,38 798,86 665,96
MOR Teoritis 745,73 732,00 799,42 799,42 850,61 733,83 776,84
MOR Empiris
72,10
KI4 Potongan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
75,66
KII1 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
Sayap atas 1 731,92 731,92 731,92 731,92 731,92 731,92 731,92 731,92 731,92
Sayap atas 2 647,84 531,06 531,06 531,06 700,24 700,24 700,24 700,24 630,25
Sayap atas 1 750,64 750,64 750,64 750,64 750,64 750,64 750,64
Sayap atas 2 719,67 441,27 441,27 441,27 956,36 956,36 659,37
Badan 1
Badan 2
Badan 3
1052,47 1052,47 1052,47 1052,47 1052,47 1052,47 1052,47 773,18 1017,56
631,34 631,34 631,34 631,34 631,34 631,34 631,34 631,34 631,34
614,08 614,08 614,08 614,08 614,08 836,45 836,45 836,45 697,46
Badan 1
Badan 2
Badan 3
910,03 910,03 910,03 910,03 910,03 910,03 910,03
497,68 497,68 497,68 983,68 983,68 983,68 740,68
704,93 704,93 704,93 704,93 704,93 704,93 704,93
Sayap Bawah 1 734,94 734,94 734,94 646,47 646,47 646,47 646,47 646,47 679,65
Sayap Bawah 2 777,69 777,69 1067,15 1067,15 1067,15 1067,15 868,93 868,93 945,23
MOR Teoritis 714,49 709,35 819,86 840,58 858,72 855,73 626,20 626,60 756,44
MOE Empiris
Sayap Bawah 1 600,25 600,25 900,92 900,92 900,92 323,55 704,47
Sayap Bawah 2 659,27 659,27 659,27 659,27 659,27 659,27 659,27
MOR Teoritis 614,18 542,35 565,18 565,37 691,71 628,29 601,18
MOE Empiris
89,80
KII2 Potongan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
42,82
KII3 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Sayap atas 1 782,38 775,35 775,35 775,35 775,35 776,74 776,74 776,75
Sayap atas 2 1023,63 1023,63 1023,63 1023,63 1023,63 1023,63 1023,63 1023,63
Sayap atas 1 926,05 926,05 926,05 926,05 926,05 926,05 926,05 926,05 926,05
Sayap atas 2 847,07 847,07 860,75 860,75 860,75 708,24 708,24 708,24 800,14
Badan 1
Badan 2
Badan 3
723,70 723,70 723,70 723,70 723,70 723,70 723,70 723,70
894,33 894,33 894,33 681,93 681,93 681,93 982,49 815,90
1187,03 1187,03 1187,03 1187,03 1187,03 1187,03 1187,03 1187,03
Badan 1
Badan 2
Badan 3
604,14 813,29 813,29 813,29 813,29 813,29 813,29 813,29 787,15
988,17 988,17 988,17 988,17 988,17 988,17 988,17 775,35 961,57
1038,94 1038,94 1038,94 1038,94 1038,94 1038,94 1065,79 1065,79 1045,65
Sayap Bawah 1 816,21 816,21 198,29 198,29 878,08 878,08 878,08 666,18
Sayap Bawah 2 587,26 587,26 587,26 587,26 587,26 587,26 587,26 587,26
MOR Teoritis 808,42 804,48 404,61 403,08 776,42 783,73 783,88 680,66
MOE Empiris
Sayap Bawah 1 730,22 730,22 730,22 993,38 993,38 993,38 993,38 993,38 894,70
Sayap Bawah 2 1031,81 1031,81 1031,81 1031,81 759,15 759,15 759,15 759,15 895,48
MOR Teoritis 862,01 860,73 862,86 939,40 865,10 816,58 813,44 813,12 854,15
MOE Empiris
93,73
KII4 Potongan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
40,30
Lampiran 8 Dokumentasi
Contoh kecil
Pengujian contoh kecil
Lamina
Pengempaan
Glulam I-joist
Pengujian glulam