BALOK KOMPOSIT (GLULAM) BAMBU-KERUING PADA LANTAI BETON Nor Intang Setyo H Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsoed Purwokerto Email :
[email protected]
Gathot Heri Sudibyo Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsoed Purwokerto
Abstract This research target to know the influence of bamboo usage at composite beam of concrete glulam (glue laminated timber) to floor under flexural strength. Main materials of research are petung bamboo (Dendrocalamus Asper), keruing wood (Dipterocarpaceae), adhesive of urea formaldehyde (UF), and concrete. Composite beam specimen made by variation of percentage the petung 0%, 25%, 50% and 75% of glulam. Flexural tests third point loading of composite beam were carried out after 28th days of age. The tests result of material, indicating that keruing wood and petung bamboo can be grouped into two (II) strong class. The tests result of composite beam show increased capacities of flexural strength was the bamboo ratio 0% (RBK.0) until 50% (RBK.50). But, decreased flexural strength of the beam with the bamboo percentage more than 75%. Percentage increased capacities of flexural strength by successively that is equal to 0 ; 4,1 ; 20,07 ; and 11,31% respectively. Strength value of experiment result have the same trend which compared with the theoretical, though result obtained smaller. Deviation of experiment and theoretical in mean is 28,81%. Percentage increased of strength of theoretical result occur is equal to 0% ; 23,66% ; 52,17% ; and 41,01% respectively. Conclusion of research result that usage petung bamboo with keruing wood together as glue-laminated beam (glulam) and application as composite beam of concrete-glulam, giving improvement contribution which enough significant until 50% petung bamboo of glulam. Damage at composite beam that happened is dominant to flexural failure for RBK.0, and damage of RBK.25, RBK.50, and RBK.75 that happened is dominant to shear failure.
Keywords: composite beam, laminated, keruing (Dendrocalamus Asper), petung (Dipterocarpaceae), strength.
PENDAHULUAN Sekarang ini sudah sangat sulit untuk memperoleh kayu gergajian dalam ukuran besar dan bermutu baik karena semakin menipisnya produk kayu hutan alam. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan suatu usaha memanfaatkan dan mengolah kayu berdimensi kecil maupun berkualitas rendah menjadi kayu olahan yang berdeminsi besar dan bermutu baik sesuai keinginan. Salah satu usaha yang dilakukan adalah penerapan teknologi sambungan kayu dengan teknik perekatan (laminasi) yang salah satu hasilnya dapat berupa balok glulam (Glue Laminated Timbers). Balok glulam merupakan gabungan sejumlah papan kayu gergajian (lumbers) dengan ketebalan tertentu yang direkatkan menjadi satu kesatuan yang utuh (Somayaji, 1995). Selain kayu, bambu merupakan salah satu bahan yang sangat bermanfaat untuk konstruksi bangunan yang dapat dipakai sebagai pengganti kayu ataupun dipakai bersama-sama dengan kayu. Bambu mutu baik dapat diperoleh pada umur 3 – 5 tahun, sedangkan untuk kayu hutan mayoritas baru siap
tebang pada umur sekitar 30 tahun. Serat bambu mempunyai kuat tarik tinggi (Ghavami, 1990). Bahkan menurut Morisco (1999) kuat tarik bambu dapat mencapai dua kali kuat tarik baja tulangan. Bila kayu dan bambu dimanfaatkan sebagai balok komposit melalui teknologi perekatan, maka diharapkan dapat menghemat penggunaan kayu kualitas tinggi dan biaya menjadi lebih murah. Seiring dengan pembangunan jalan dan jembatan, rumah tinggal maupun gedung di daerah terpencil/pedalaman, maka perlu dikembangkan penggunaan bahan kayu/kayu lapis untuk konstruksi komposit kayu beton (Sadji, 1985). Namun demikian, untuk pemakaian konstruksi komposit kayu beton diharapkan dapat menekan biaya pelaksanaan dan penggunaan bahan kayu. Suatu teknologi kayu laminasi (glulam) dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kayu pejal/utuh yang dikompositkan dengan beton. Pada struktur balok lantai, dalam menerima beban lentur balok akan berperilaku sebagai balok T, dimana balok dan pelat lantai bekerja monolit. MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/47
Berdasarkan prinsip balok terlentur, dimana serat atas menerima tegangan tekan sedangkan serat bawah menerima tegangan tarik, maka pada struktur balok T harus didesain serat atas kuat menahan tekan dan serat bawah kuat menahan tarik. Dalam hal ini daerah tekan ditahan oleh pelat beton, daerah tarik ditahan oleh kayu laminasi (bambu-keruing). Sehingga untuk itu dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagi berikut : a) Bagaimana perilaku balok komposit kayu laminasi (bambukeruing) beton terhadap kekuatan lentur? ; b) Seberapa besar kontribusi kayu laminasi (glulam) apabila dipakai sebagai bahan komposit glulam beton, dengan variasi jumlah bambu terhadap balok komposiit (persentase bambu-keruing)?
telah dilakukan oleh Rofaida (1999), sedangkan Budi, (2001) telah meneliti pemanfaatan komposit bambu-beton untuk lantai gedung. Di luar negeri, penelitian pemanfaatan kayu laminasi (glulam) dikompositkan dengan beton dengan menggunakan polimer (FRP) telah dilakukan oleh Davids dkk (2002). Sedangkan penelitian tentang pemanfaatan kayu laminasi dengan menggunakan bambu sebagai balok kayu laminasi yang dikompositkan dengan beton masih jarang dilakukan. Teknik perekatan pada balok glulam menggunaan perekat urea formaldehida (UF) didasarkan pada ketentuan pabrik pembuat perekat (PT. PAI). Satuan jumlah perekat terlabur dinyatakan dalam unit pound per MSGL (untuk pelaburan satu sisi bidang rekat). Apabila kedua sisi permukaan bidang rekat dilabur maka dinyatakan dalam Pound/MDGL atau pelaburan dua sisi. Menurut Prayitno (1996), untuk perhitungan di laboratorium, satuan perekat disederhanakan dengan cara dikonversikan ke dalam satuan GPU (gram pick up) seperti rumus berikut :
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain : a) mengetahui sifat fisik dan mekanik bambu dan kayu keruing, b) mengetahui apakah balok kayu laminasi dapat dimanfaatkan pada struktur balok bangunan lantai gedung, c) mengetahui seberapa besar pengaruh bambu pada balok laminasi (bambu–keruing) terhadap kuat lentur pada balok komposit glulam–beton, d) mengetahui kuat batas lentur struktur balok komposit glulam–beton, e) mengetahui jenis kerusakan struktur balok komposit glulam–beton.
GPU =
dimana GPU = dalam gram, S = jumlah perekat yang dilaburkan dalam pound/MSGL atau pound/MDGL, dan A = luas bidang yang direkatkan (cm2).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkaya inovasi-inovasi baru untuk dapat diteliti oleh kalangan akademisi secara bekesinambungan dari konstruksi bahan komposit. Diharapkan pula dari hasil penelitian ini dapat diinformasikan dan disebarluaskan sebagai masukan dan pengetahuan untuk kalangan praktisi, sehingga dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan pada struktur balok pelat lantai gedung bertingkat maupun untuk konstruksi yang mendukung beban lebih besar seperti pada struktur balok/gelagar jembatan, bahkan dermaga.
Perancangan balok komposit menggunakan metode tampang transformasi (Gere dan Timoshenko, 1996). Metode ini adalah mentransformasikan penampang yang terdiri lebih dari satu jenis bahan, ke dalam suatu penampang ekuivalen yang disusun menjadi satu jenis bahan. Penampang akhir ini disebut sebagai penampang transformasi (transformed section). Dalam menentukan tampang transformasi, sangat tergantung dari mutu (modulus elastisitas, E) masing-masing bahan. Sebagai ilustrasi suatu tampang komposit dari 3 jenis bahan berbeda, seperti terlihat pada Gambar 1.
Di Indonesia, beberapa penelitian tentang konstruksi komposit telah dilakukan. Penelitian tentang komposit kayu-beton untuk lantai gedung b1
S.A .................................[1] 2048,2
n1.b1 1
1
b2
2
b2
2
3
3
b3
n3.b3
a) Penampang komposit
b) ) Penampang transformasi
Gambar 1. Balok Komposit dari 3 bahan 48/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005
Pada Gambar 1, kedua bahan (1 dan 3) ditransformasikan ke bahan 2. Nilai ekuivalensi tampang transformasi ditentukan dengan notasi n (angka modular), yaitu : n1 = (E1/E2) ; n2 = (E2/E2) = 1 ; dan n3 = (E3/E2). Nilai momen inersia batang komposit tampang transformasi (It) yang diekuivalensikan ke bahan 2 dapat diperoleh dengan Persamaan 2.
penjepit, dan seperangkat peralatan pembuatan beton. b. Peralatan utama pengujian, terdiri dari: UTM (Universal Testing Machine), kalifer, timbangan meja, oven, moisture-meter, frame baja, hydraulic jack, load cell indicator, transducer indicator, dan dial gage.
E E It = 1 I1 + I2 + 3 I3 E 2 E2 ………………..[2] It = n1.I1 + I2 + n3 .I3
Benda Uji a. Benda uji pendahuluan (sifat fisika dan mekanika) Benda uji pendahuluan terdiri dari sampel sifat fisika dan sifat mekanika untuk bahan kayu, bambu, dan beton, yang masing-masing dilakukan sebanyak tiga ulangan. b. Benda uji balok komposit (Glulam-Beton) Jumlah, variasi dan bentuk balok komposit glulam beton (RBK) dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2a.
METODE Bahan Penelitian Bahan baku utama yang digunakan adalah: kayu keruing, bambu petung, bahan perekat urea formaldehida (UF), besi beton, pasir, kerikil dan semen. Semua bahan diperoleh dari toko material, kecuali bambu (dari desa Mlati, Sleman, DIY) dan bahan perekat UF diperoleh dari PT. Pamolite Adhesive Industry (PT. PAI), Probolinggo, Jawa Timur. Peralatan Penelitian a. Peralatan utama pembuatan benda uji, terdiri dari: mesin gergaji kayu (circular panel saw), kalifer, alat kempa hidrolis, mesin ampelas (sanding), mesin penebal (planner), klem
Tabel 1. Variasi, ukuran dan jumlah benda uji balok komposit Kode Balok
Panjang (mm)
RBK.0 RBK.25 RBK.50 RBK.75
1500 1500 1500 1500
Lebar (mm) b1 60 60 60 60
Tinggi (mm)
b2 h1 180 120 180 120 180 120 180 120 Jumlah
h2 50 50 50 50
% Bambu Petung 0% 25 % 50 % 75 %
Jum lah
3 3 3 3 12
Gambar 2a. Penampang melintang balok komposit
Pelaksanaan Penelitian a. Tahap Persiapan Persiapan yang dilakukan meliputi pengolahan kayu (kontrol kadar air, pengeringan, sampai dibuat papan-papan lembaran/lumbers), serta pembuatan galar bambu petung hingga pengeringan dan perapihan. Bahan perekat dipersiapkan berupa adonan yang terdiri dari tiga komponen : resin UF; hardener, extender, dengan perbandingan berturutturut yaitu : 0,5 : 25 : 150 (rekomendasi pabrik PT. PAI). Tahap persiapan dilakukan di Laboratorium Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta.
Pemeriksaan gradasi agregat dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Program Sarjana Teknik Unsoed Purwokerto. b. Tahap Pembuatan Benda Uji Tahap pembuatan benda uji terdiri dari: a) benda uji pendahuluan (fisik dan mekanik); b) benda uji balok komposit yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama pembuatan balok kayu laminasi, dan tahap kedua pembuatan balok komposit glulam beton.
MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/49
dilakukan di Laboratorium Struktur dan Mekanika Bahan PSIT UGM Yogyakarta. Setting up pengujian balok seperti terlihat pada Gambar 2b.
c. Tahap Pengujian Pengujian benda uji pendahuluan maupun tahap pengujian balok komposit glulam beton yang
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Loading Frame Load Cell Tansducer indicator Hydraulic Jack Pompa Hidrolis Pelat Tumpuan Pembebanan
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Tumpuan Pembebaban 2 Titik Pengekang Lateral Benda Uji Balok Komposit Tumpuan Sendi Tumpuan Rol Dial Gauge
Gambar 2b. Setting up pengujian balok komposit glulam beton dan bambu petung dipakai acuan dari standar ISO 1975 dan teori mekanika bahan (Prayitno, 1995 ; Gere dan Timoshenko, 1996) seperti tercantum pada Tabel 2.
Analisis Data Dari hasil pengujian pendahuluan dilakukan analisis data untuk masing-masing item pengujian. Analisis masing-masing jenis pengujian awal kayu keruing
Tabel 2. Rumus analisis data hasil pengujian pendahuluan. Jenis Pengujian Kadar Air (KA)
Kerapatan (Kr)
Uji Tarik
Rumus Dengan : A = berat awal ( A − B) B = berat kering oven (10362)0C KA = x100% B dengan : W = berat b. uji pada kadar air tertentu W V = volume b.uji Kr = V A Pmaks P Pmaks maks σtrk// = A
Uji Tekan
Pmaks σtkn// =
Uji Geser τ// =
Uji Lentur (MOR)
Pmaks A
Pmaks A
3.P.L 2b.h2 P.L3 MOE = 4.δ.b.h3 P P f’c = A A
Pmaks
Pmaks σtkn⊥ = A
A Pmaks A
A
A
P
MOR = Elastisitas (MOE)
Uji Kuat Tekan Silender Beton
50/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005
L/2
L/2 L
f’c = kuat tekan beton P = beban maksimum beton hancur A = luas penampang silinder beton
Untuk pengujian balok komposit digunakan metode load control, yaitu dicatat nilai-nilai lendutan dari 3 dial gage tiap tahap peningkatan beban hingga balok runtuh. Untuk selanjutnya data pengujian lentur dianalisis lebih lanjut dan dibandingkan dengan hitungan analitis (teoritis), teori mekanika bahan balok komposit tampang transformasi. Untuk mengetahui kekakuan suatu balok dapat ditentukan dengan rumus
k=
P ……………………………….[3] δ
dengan : k = kekakuan, P = besar beban, dan δ =lendutan (deformasi).
dikelompokkan ke dalam kelas kuat II, dimana mutu kayu kelas II nilai kerapatan berada pada kisaran 0,6 gr/cm3 s.d. 0,9 gr/cm3. Hasil pengujian dari sampel kayu keruing dan bambu petung untuk sifat mekanika disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Rata- rata hasil uji sifat mekanik bahan. No 1 2 3 4 5 6
Jenis Pengujian Kekuatan lentur Kuat tekan tegak lurus serat Kuat tekan sejajar serat Kekuatan geser Kekuatan tarik MOE
Kayu (MPa) 78,49 62,04 52,71 9,23 142,92 9637,62
Bambu (MPa) 101,65 50,54 46,86 7,75 224,27 11960,67
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Pendahuluan (Sifat Fisika dan Sifat Mekanika) Hasil pengujian dari sampel kayu keruing dan bambu petung untuk sifat fisika (kadar air dan kerapatan) disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kadar air dan kerapatan kayu keruing dan bambu petung. Kayu Keruing
Tampak pada Tabel 3, menurut kekuatan lentur dan tekan (PKKI 1961), maka kayu keruing dapat kelompokkan ke dalam kelas kuat II, sedangkan bambu petung dapat dimasukkan kedalam kelas kuat kayu II – III. Bila ditinjau nilai MOE, bambu petung dapat dikelompokkan ke dalam kelas kuat I – II, dan kayu keruing dapat dikelompokkan ke dalam kelas kuat II – III.
Bambu Petung
Kode benda Kadar Kerapatan Kode uji air (%) (gr/cm3) benda uji
Kadar Kerapatan air (%) (gr/cm3)
KK-1
13,15
0,72
BP-1
13,23
0,66
KK-2
13,05
0,74
BP-2
12,93
0,63
KK-3
12,75
0,76
BP-3
12,45
0,62
Rata-rata
12,98
0,74
Rata-rata
12,87
0,64
Diperoleh kadar air rata-rata kayu keruing sebesar 12,98 %, dan kadar air rata-rata bambu petung kayu sebesar 12,87 %. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air kayu keruing dan bambu petung telah mencapai kadar air keseimbangan (kadar air kering udara) yang nilainya berkisar antara 12 % sampai 20 % (PKKI 1961). Menurut Martawijaya dan Kartasudjana (1977), nilai kerapatan kayu keruing sudah berada pada kisaran kerapatan kayu keruing pada umumnya, yaitu 0,67 gr/cm3 s.d. 0,92 gr/cm3. Sedangkan kerapatan bambu petung (0,64 gr/cm3) bila dibandingkan dengan hasil penyelidikan karapatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (Anonim, 1984) untuk berbagai macam jenis bambu (Tali, Temen, Hitam) dengan hasil nilai kerapatan bambu berkisar 0,45 gr/cm3 s.d. gr/cm3 0,84, maka nilai kerapatan bambu petung masih berada pada kisaran tersebut. Berdasarkan nilai kerapatan, menurut PKKI 1961, kayu keruing dapat dikelompokkan ke dalam kayu klas kuat II. Sedangkan untuk bambu petung dapat
Hasil uji geser rata-rata sampel blok geser laminasi dengan perekat terlabur 40/MDGL untuk sampel blok geser laminasi bambu-bambu, bambu-kayu, dan kayu-kayu diperoleh berturut-turut adalah sebesar 14,277 MPa, 8,897 MPa, dan 12,134 MPa. Ditinjau kerusakan yang terjadi, untuk sampel blok geser bambu-bambu kerusakan terjadi pada bahan bambu (bukan perekat) sekitar 87%. Untuk sampel bambu-kayu hampir 97% kerusakan terjadi pada kayu. Sedangkan untuk sampel kayu-kayu, kerusakan yang terjadi pada kayu sekitar 78%. Hasil pemeriksaan agregat halus (pasir) diperoleh berat jenis pasir 2,64 g/cm3 ; mhb pasir 3,52, dan termasuk dalam zona II (agak kasar). Sedangkan hasil pengujian agregat kasar, diperoleh berat jenis kerikil 2,49 g/cm3, dan mhb kerikil sebesar 5,88. Hasil pengujian tekan silender beton menurut perancangan adukan SK.SNI.T-15-1990-03 (Tjokrodimuljo, 1996) untuk mutu f’c = 22,5 MPa, diperoleh peroleh kuat tekan rata-rata sebesar 20,57 MPa. Hasil Pengujian Balok Komposit Glulam Beton 1. Kekuatan Balok Komposit Dari hasil pengujian lentur dua titik (third point loading) balok komposit diperoleh grafik hubungan beban-lendutan untuk masing-masing variasi balok (RBK.0 s.d. RBK.75) seperti diperlihatkan pada Gambar 3.
MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/51
3,500
3,500 RBK.0-1
3,000
RBK.25-1
RBK.0-2
3,000
RBK.25-2
RBK.0-3
RBK.25-3
2,500
Beban (kg)
Beban (kg)
2,500
2,000
1,500
2,000 1,500
1,000
1,000
500
500
-
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-
5.00
10.00
Lendutan (mm)
a) Grafik Beban – Lendutan Balok RBK.0
20.00
25.00
30.00
b) Grafik Beban – Lendutan Balok RBK.25
3,500
4,000 RBK.50-1
3,500
RBK.75-1 RBK.75-2
3,000
RBK.50-2
RBK.75-3
RBK.50-3
3,000
2,500
2,500
Beban (kg)
Beban (kg)
15.00
Lendutan (mm)
2,000 1,500
2,000 1,500 1,000
1,000
500
500
-
-
5.00
10.00
15.00
20.00
-
25.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Lendutan (mm)
Lendutan (mm)
c) Grafik Beban – Lendutan Balok RBK.50 d) Grafik Beban – Lendutan Balok RBK.75 Gambar 3. Grafik hubungan beban – lendutan balok komposit RBK Dari grafik hubungan beban – lendutan, secara umum untuk semua variasi balok dapat dilihat pada Gambar 4 menunjukkan perilaku yang elastis. Lendutan yang terjadi pada saat beban runtuh tidak teramati secara jelas. Hal ini dikarenakan dial gauge dilepas beberapa saat sebelum balok runtuh, dikarenakan untuk menghindari kerusakan alat akibat runtuh balok secara mendadak. Beban pada saat rusak awal (retak beton) dan rusak akhir (runtuh) balok komposit dapat diamati pada saat pengujian lentur berlangsung (Tabel 4). Sedangkan beban batas proporsional balok dapat ditentukan dari pengamatan secara grafis dari Gambar 3, seperti disajikan dalam rekapitulasi hasil uji lentur pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi hasil rata-rata pengujian balok komposit glulam beton (RBK) N o
Kode Balok
1 2 3 4
RBK.0 RBK.25 RBK.50 RBK.75
Beban (Kg) Batas Proporsional Rusak Awal Puncak (Runtuh) 2266,67 2533,33 2633,33 2066,67
1866,67 1100,00 1733,33 1733,33
3006,67 3130,00 3610,00 3346,67
Beban batas proporsi dicapai untuk balok RBK.0 sekitar 75,4 % beban puncak, balok RBK.25 dicapai sekitar 80,9 % beban pucak, balok RBK.50 dicapai 52/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005
sekitar 72,9 % beban puncak, dan batas proporsi balok RBK.75 dicapai 61,8 % beban puncak. Persentase beban runtuh awal (crack) terhadap beban puncak dari semua balok dicapai berturut-turut sebesar 62,1 %, 35,1 %, 48 %, dan 51,8 %. Tampak bahwa balok tanpa bambu petung mempunyai nilai yang besar, baik untuk beban batas proporsional maupun beban rusak awal. Hal ini dimungkinkan sifat kayu keruing yang lebih kaku dang getas dibandingkan sifat bambu petung yang lebih lentur. Kapasitas kekuatan balok komposit (RBK) meningkat dari balok RBK.0 sampai dengan balok RBK.75 yaitu sebesar 3006,67 kg hingga 3610 kg, atau kenaikan mencapai 20,07 % (Tabel 5). Tabel 5. Perbandingan hasil rata-rata eksperimental dan analitis (teoritis). N o
Kode Balok
1 2 3 4 5
RBK.0 RBK.25 RBK.50 RBK.75 RBK.100
Kapasitas Balok terhadap Kuat Lentur PenPeningAnalitis/ ingkakatan Teoritis tan (%) (Kg) (%) 3006,67 0,00 3610,854 0,00 3130,00 4,10 4465,056 23,66 3610,00 20,07 5494,552 52,17 3346,67 11,31 5091,846 41,01 4761,732 31,87 Eksperimental (Kg)
Sedangkan balok RBK.75 kekuatannya justru menjadi menurun dibandingkan balok RBK.0, atau
peningkatannya sebesar 11,31 %. Hasil pengujian lentur secara eksperimental dapat dikatakan cukup logis. Hasil ini bila bandingkan dengan hasil hitungan analitis sudah cukup sesuai (Tabel 5). Kesesuaian hasil eksperimental dan analitis tampak dari grafik persentase peningkatan kapasitas balok yang mempunyai tren yang sama, meskipun nilai nominalnya sedikit berbeda (Tabel 5 dan Gambar 4). 60% Eksperimental
B eban Maksim um (K g)
50%
52.17%
Analitis (Teoritis) 41.01%
40%
31.87%
30% 23.66% 20%
20.07%
11.31%
10% 4.10% 0%
dimungkinkan karena sifat kayu keruing yang getas dibandingkan bambu yang lentur (banyak serat). Sehingga lendutan yang terjadi pada balok dengan adanya bambu lebih besar sehingga kekakuan juga menurun. 3. Kerusakan Balok Komposit Dalam pengujian lentur balok glulam terjadi dua tahap kerusakan, yaitu kerusakan tahap pertama berupa retak awal (crack) yang terjadi pada pelat beton, dan kerusakan tahap kedua (akhir) berupa runtuhnya balok. Kerusakan tahap kedua berupa keruntuhan akhir struktur balok dikatagorikan menjadi dua kegagalan, yaitu kegagalan lentur dan geser. Secara umum kegagalan geser terjadi pada lamina bambu, yaitu pada balok RBK.25, RBK.50 dan RBK.75. Sedangkan hampir semua balok RBK.0 terjadi rusak lentur. Jenis/pola kerusakan balok komposit saat runtuh akibat beban lentur diperlihatkan pada Lampiran.
0.00% 0%
25%
50%
75%
100%
Rasio Balok Komposit RBK (% )
Gambar 4. Grafik hasil uji blok geser laminasi Tampak dari hasil hitungan analitis, peningkatan juga terjadi dari balok RBK.0 hingga balok RBK.50, yaitu sebesar 52,17%, dan kekuatnnya menjadi menurun untuk balok selanjutnya. Bahkan bila dicoba secara analitis untuk RBK.100, kekuatannya juga menurun menjadi 31,87 %. Perilaku demikian terjadi, dimungkinkan bahwa penambahan jumlah bambu dengan rasio lebih dari 50% terhadap balok laminasi bambu-keruing sudang tidak efisien lagi, karena tidak meningkatkan kapasitas balok. Hal ini bila dikaji secara teoritis, penambahan jumlah bahan (modulus elastisitas, E) yang berbeda akan merubah letak garis netral tampang transformasi yang tentu saja juga merubah kekuatan balok. 2. Kekakuan Balok Komposit Penggunaan bambu petung pada balok komposit mengakibatkan terjadinya perubahan kekakuan balok. Nilai kekakuan diperoleh dari hubungan beban dan lendutan dari hasil pengujian lentur balok komposit seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Kekakuan balok komposit glulam beton (RBK) No
Kode Balok
1 2
RBK.0 RBK.25
Kekakuan Rata-rata (Kg/mm) 179,769 154,582
3 4
RBK.50 RBK.75
151,190 151,598
Nilai kekakuan balok RBK.0 relatif paling besar dibanding balok komposit lainnya (Tabel 6). Hal ini
SIMPULAN Kayu keruing dan bambu petung yang dipakai dalam penelitian ini menurut PKKI-1961 tergolong ke dalam kayu dengan kelas kuat II. Terjadi peningkatan kekuatan balok dari rasio bambu 0%, 25%, hingga 50%, sedangkan untuk rasio bambu 75% dan selebihnya kekuatannya menjadi menurun. Berturut-turut peningkatan kekuatan yang terjadi yaitu: 0% ; 4,10%, 20,07% dan 11,31%. Hasil eksperimetal ini serupa dengan hasil analitis (teoritis). Sehingga dapat dikatakan pemanfaatan bambu pada balok komposit cukup memberikan konstribusi peningkatan kekuatan lentur yang cukup baik. Jenis kerusakan yang terjadi pada balok adalah rusak lentur dan rusak geser yang diawali rusak retak pada pelat beton pada semua balok, disertai retak-retak pada sepanjang garis shear connector. Untuk balok RBK.0 (tanpa bambu) terjadi rusak rusak lentur tanpa diikuti retak-retak sepanjang garis shear connector. Sedangkan untuk semua balok dengan memakai lamina bambu (RBK.25, RBK.50, dan RBK.75), terjadi dominan rusak geser antar lapisan diikuti retak-retak sepanjang garis shear connector.
REFERENSI Anonim, 1961, ”Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI-1961”, Yayasan Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. Anonim, 1996, “Standard for Load and Resistance Faktor Design (LRFD) for Engineering Wood Construction : AF&PA/ASCE-16-95”, American Society of Civil Engineer, New York
MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/53
Budi, G.S., 2001, ”Pemanfaatan Komposit BambuBeton untuk Lantai Gedung”, Tesis S2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Davids., W.G., Weaver, C., dan Dagher, H.J., 2002, “FRP-Glulam-Concrete Bridge Girders with Partial Composite Action”, ASCE Structures Congress 2002, Denver, CO, April 3-6, 2002. Davids., W.G., Weaver, C., dan Dagher, H.J., 2001, “Modeling FRP-Glulam-Concrete Beam with Nonlinear Partial Composite Action”, International Conference on Advanced Engineered Wood Composite, Bethel, ME, August 14-16, 2001. Gere, J.M. dan Timoshenko, S.P., 1996, “Mekanika Bahan”, Edisi Kedua, Jilid 1, Alih Bahasa oleh H.J. Wospakrik, Erlangga, Jakarta Martawijaya, A., dan Kartasujana, I., 1977, “Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-jenis Kayu Indonesia”, Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Morisco, 1999, “Rekayasa Bambu”, Nafiri Offset, Yogyakarta Prayitno, T.A., 1995, ”Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika menurut ISO”, Fakultas
54/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Prayitno, T.A., 1996, ”Perekatan Kayu”, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rofaida, A. 1999, ”Pemanfaatan Komposit Kayu Kelapa Beton untuk Lantai Gedung”, Tesis S2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sadji, 1985, ”Konstruksi Kayu II”, Diktat Kuliah, Fak. Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS, Surabaya. Setyo H., N.I., dan Saputra, D.Y., 2003, ”Pemanfaatan Bambu pada Balok Komposit Sengon-Bambu Dengan Teknik Laminasi Terhadap Perilaku Mekanika”, Laporan Penelitian Proyek Peningkatan Kopertis Wilayah VI, Fakultas Teknik Universitas Wijayakusuma, Purwokerto. Somayaji, S., 1995, “Civil Engineering Materials”, Prentice Hall, Englewoodf, Cliffs, New Jersey. Tjokrodimuljo, K., 1996, ”Teknologi Beton”, Penerbit Nafiri, Yogyakarta