TUGAS AKHIR
PERILAKU KOMPOSIT KAYU GLUGU–BETON DENGAN PENGHUBUNG GESER PASAK TERHADAP KOMPONEN STRUKTUR LANTAI BALOK T Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajad Sarjana Strata Satu ( S1 ) Teknik Sipil
ULUNG PRAKOSA 02 511 038
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
TUGAS AKHIR
PERILAKU KOMPOSIT KAYU GLUGU–BETON DENGAN PENGHUBUNG GESER PAKU TERHADAP KOMPONEN STRUKTUR LANTAI BALOK T Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajad Sarjana Strata Satu ( S1 ) Teknik Sipil
Disusun Oleh: ULUNG PRAKOSA 02 511 038
Disetujui, Pembimbing:
Ir.H.Soesastrawan, MS. Tanggal:
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk : Ayahku yang telah tiada. dan Ibuku tercinta, Yang telah dengan sabar, perhatian dan penuh kasih sayng Membimbing dan membesarkanku selama ini Kakek dan Nenekku yang selalu menyayangiku, Kakakku tercinta yang telah banyak memberi Semangat dan dukungan, serta Temanku yang telah menjadi sumber inspirasi Dalam hidupku, Dan untuk Almamaterku, Terima kasih telah menghantarkanku ke masa depan
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Tugas akhir yang merupakan salah satu syarat memperoleh jenjang kesarjanaan S1 pada jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Tujuan utama dari Tugas Akhir atau penelitian Perilaku Komposit Kayu Glugu–Beton Dengan Penghubung Geser Paku Terhadap Komponen Struktur Lantai Balok T adalah untuk memperoleh gambaran tentang kuat lentur komposit kayu glugu–beton. Dari hasil penelitian ini, diharapkan komponen struktur lantai balok T ini dapat dipakai sebagai bahan alternatif yang tepat untuk lantai tngkat bangunan gedung bertingkat rendah. Penulis dalam menyelesaikan penelitian ini telah memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih sebesar–besarnya kepada: 1. Allah SWT yang telah banyak memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta perlindungan kepada penulis. 2. Bapak Dr Edy Suandi Hamid, M.Ec, selaku Rektor Universitas Islam Indonesia. 3. Bapak Dr.Ir.H Ruzardi, MS, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. 4. Bapak Ir.H Faisol AM, MS, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. 5. Bapak Ir.H Soesastrawan, MS, selaku Dosen pembimbing Tugas Akhir yang telah dengan sabar dan pengertian membimbing serta memberikan masukan kepada penulis sehingga selesainya tugas akhir ini. 6. Bapak Ir.H A. Kadir Aboe, MS, selaku dosen penguji I sekaligus telah banyak membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Bapak Ir. Tri Fajar Budiono, MT, selaku dosen penguji II. 8. Untuk Bapak yang telah almarhum.Ibuku yamg selalu menyanyangi ku,Kakek dan Nenek serta Kakakku tercinta yang telah banyak memberikan kasih sayang, doa dan nasihat yang tak ternilai selama ini kapada penulis. 9. Sahabatku Harya, Kodok, dan Dedi ayo segera menyusul. 10. Rikhi n Amal, Thank’s bro. 11. Lia n Kodok, makasih n ditunggu undangannya. 12. Devilux & Tiswo kos. 13. Mas Haris, makasih atas bantuan lab nya. 14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun diharapkan guna perbaikan dari karya ini. Akhirnya harapan penulis, tugas akhir ini dapat berguna bagi semua pihak dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut.
Yogyakarta, Februari 2008
Penulis
ABSTRAKSI Komponen struktur lantai komposit kayu–beton adalah komposit yang terbentuk dari bahan kayu dan beton, yang digabungkan menjadi satu kesatuan dengan perantara alat sambung geser, sehingga mampu bereaksi terhadap beban kerja sebagai satu kesatuan. Tugas akhir ini mengambil judul Perilaku Komposit Kayu Glugu–Beton Dengan Penghubung Geser Paku Terhadap Komponen Struktur Lantai Balok T. Panjang bentang balok T adalah 3,6 m, dengan ukuran penampang kayu 6/12 cm dan penampang balok 40/6 cm. Serta ukuran penghubung geser Paku adalah 12 cm. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kuat lentur komposit kayu glugu–beton dengan penghubung geser Paku, mengetahui kekakuan struktur komposit dari hubungan beban–lendutan serta mengetahui faktor kekakuan lentur dari hubungan momen kelengkungan. Dari hasil penelitian ini, diharapkan komponen struktur lantai balok T ini dapat dipakai sebagai bahan alternatif yang tepat untuk lantai tingkat bangunan gedung bertingkat rendah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rasio beban sebesar 19 lebih besar dari rasio beban teoritis yaitu sebesar 14,097, sehingga balok T komposit kayu Glugu-beton dengan penghubung gaser Paku memiliki kekuatan yang layak untuk dipakai sebagai komponen struktur lantai bangunan bertingkat rendah. Kata kunci : Komposit Kayu Glugu–Beton, Penghubung Geser Paku, dan Rasio Beban.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...............................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii BERITA ACARA..................................................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................iv KATA PENGANTAR............................................................................................v ABSTRAKSI........................................................................................................vii DAFTAR ISI.......................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xii DAFTAR TABEL................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi DAFTAR NOTASI............................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1 1.1
Latar Belakang...............................................................................1
1.2
Perumusan Masalah.......................................................................2
1.3
Manfaat Penelitian.........................................................................2
1.4
Tujuan Penelitian...........................................................................3
1.5
Batasan Masalah............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4 2.1
Kayu................................................................................................4
2.2
Beton...............................................................................................5
2.3
Komposit Kayu–Beton..................................................................5
2.4
Penghubang Geser.........................................................................7
BAB III LANDASAN TEORI......................................................................8 3.1
Pelat Beton......................................................................................8
3.2
Material Penyusun.........................................................................8 3.2. 1
Semen.................................................................................9
3.2.2
Agregat...............................................................................9
3.2.3
Air......................................................................................11
3.3
FAS (Faktor Air Semen).............................................................12
3.4
Perancanaan Campuran Beton……..........................................12
3.5
Modulus Elastisitas Beton...........................................................20
3.6
Kayu……………………………………………..........................20
3.7
Balok komposit Kayu ………………………….........................22 3.7.1
Lebar Efektif (b Ε )...........................................................22
3.7.2 Rasio Modular (n) Lebar transformasi (btr)…………23 3.7,3 3.8
Garis Netral Tampang Balok………………………….23
Penghubung Geser……………………………………………..24 3.8.1
Penurunan Rumus Tegangan Geser Mendatar...……26
3.8.2
Aliran Geser....................................................................28
3.8.3
Hubungan Antara Tegangan Geser Mendatar Dan Tegak .............................................................................29
3.8.4
Pemakaian Terhadap Penampang Segi Empat...........31
3.8.5
Hubungan Beban ( P ) Dan Lendutan ( ∆ )…………37
3.8.5
Hubungan Momen ( M ) Dan Kelengkungan ( Φ ).....38
BAB IV METODE PENELITIAN...........................................................43 4.1
Bahan............................................................................................43 4.1.1
Beton.................................................................................43
4.1.2
Kayu..................................................................................44
4.1.3
Penghubung Geser...........................................................44
4.1.4
Baja Tulangan..................................................................44
4.2
4.3
4.4
Benda Uji......................................................................................45 4.2.1
Benda Uji Balok T Komposit Kayu–Beton...................45
4.2.2
Silinder Beton..................................................................46
4.2.3
Benda Uji Kayu Lentur..................................................46
4.2.4
Benda Uji Geser Paku Komposit Kayu–Beton.............46
Alat Yang Digunakan.................................................................47 4.3.1
Alat Adukan Beton..........................................................47
4.3.2
Alat Pengukur..................................................................48
4.3.3
Alat Mesin Uji..................................................................50
Pelaksanaan Pengujian...............................................................53 4.4.1
Pengujian Kuat Tarik dan Kuat Lentur Kayu.............53
4.4.2
Pengujian Kuat Desak Beton.........................................54
4.4.3
Pengujian Daya Dukung Penghubung Geser (Paku ).............................................55
4.4.4
Pengujian Kuat Lentur Balok T Komposit Kayu–Beton...................................................55
4.4.5
Diagram Alir Penelitian.................................................57
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................58 5.1
Hasil Penelitian.............................................................................58 5.1.1
Kuat Desak Silinder Beton .............................................58
5.1.2
Kuat Tarik dan Kuat Lentur Patah Kayu.....................58
5.1.3
Kuat Geser Penghubung Geser (Baut)...........................59
5.1.4
Pengujian Benda Uji Balok T Komposit Kayu-Beton.....................................................59 5.1.4.1 Hubungan Beban (P) dan Lendutan (∆)...........59 5.1.4.2 Hubungan Momen (M) dan Kelengkungan (Φ)...............................................64 5.1.4.3 Hasil Penelitian Komposit Kayu–Beton Peneliti Lain...................................70
5.2
Pembahasan..................................................................................72 5.2.1
Kuat Lentur Balok Ditinjau Dari Hubungan Beban Dan Lendutan.......................................................72
5.2.2
Kuat Lentur Balok Ditinjau Dari Hubungan Momen–Kelengkungan....................................................72
5.3
5.2.3
Daktilitas Simpangan.......................................................73
5.2.4
Daktilitas Kelengkungan.................................................73
Pengamatan Saat Pengujian.......................................................74
BAB VI KESIMPULAN...............................................................................76 6.1
Kesimpulan...................................................................................76
6.2
Saran .............................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Grafik Faktor Air Semen....................................................................14 Gambar 3.2 Grafik Mencari Faktor Air Semen.....................................................15 Gambar 3.3 Grafik Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan....18 Gambar 3.4 Grafik Hubungan Kandungan Air, Berat Jenis Agregat Campuran Dan Berat Beton................................................................................19 Gambar 3.5 Model Pengujian Kuat Lentur Patah Kayu ( MOR )..........................20 Gambar 3.6 Beban dan Lendutan Benda uji………………………………...…..21 Gambar 3.7 Penampang Lantai Komposit Kayu – Beton Tipe Balok T………...22 Gambar 3.8 Garis netral tampang.........................................................................23 Gambar 3.9 ( a ) Pembebanan struktur. ( b ) Diagram gaya lintang balok........................................................24 Gambar 3.10 ( a ) Distribusi tegangan geser balok untuk ½ bentang. ( b ) Nilai gaya geser pada zone 1 dan zone 2...............................25 Gambar 3.11 Tampak depan penampang pada balok...........................................26 Gambar 3.12 Tampang bagian balok yang diambil...............................................26 Gambar 3.13 Hubungan antara beban, geser dan diagram momen.......................28 Gambar 3.14 Tegangan geser mendatar dan tegak................................................29 Gambar 3.15 Tegangan geser pada elemen khusus...............................................30 Gambar 3.16.Tegangan geser terbagi sepanjang penampang segi empat secara parabolis............................................................................................31 Gambar 3.17 Distribusi Tegangan Penampang Lantai Komposit,tahap in elastis gaya tekan pada beton blok tekan ekivalen Cc.................................34 Gambar 3.18 Distribusi Tegangan dan keseimbangan Gaya Dalam penampang Lantai Tingkat Komposit, tinggi a < t...............................................35 Gambar 3.19 Distribusi Tegangan dan Keseimbangan Gaya Dalam Penampang Lantai Tingkat Komposit, tinggi a....................................................36 Gambar 3.20 Diagram pada Teagangan pada tahap Ultimit..................................36
Gambar 3.21 Grafik Hubungan beban ( P ) dan lendutan ( ∆ )..............................38 Gambar 3.22 Kelengkungan balok.........................................................................39 Gambar 3.23 Grafik Momen kelengkungan...........................................................40 Gambar 3.24 Momen kelengkungan balok............................................................41 Gambar 3.25 Bagian Komponen Lantai Tingkat Komposit, penempatan konektor geser untuk setengah bentang.........................................................43 Gambar 4.1 Benda uji balok T Komposit Kayu – Beton.......................................46 Gambar 4.2 Potongan memanjang balok T Komposit Kayu – Beton...................46 Gambar 4.3 Potongan melintang balok T Komposit Kayu – Beton......................47 Gambar 4.4 Benda uji geser paku, komposit kayu – beton...................................48 Gambar 4.5 Mesin Pengaduk Semen…………………………………………….49 Gambar 4.6 Dial Gauge………………………………………………………….50 Gambar 4.7 Mesin Uji Kuat Tarik/Tekan Berserta Transducer dan Calibration Testernya..........................................................................................51 Gambar 4.8 Mesin Uji Kuat Desak Berserta Transducer dan Calibration Testernya...........................................................................................51 Gambar 4.9 Loading Frame...................................................................................52 Gambar 4.10 (a) Sendi dan (b) Rol…………………………………………...….52 Gambar 4.11 Hydraulic Jack.................................................................................53 Gambar 4.12 Pengujian kuat lentur kayu...............................................................54 Gambar 4.13 Pengujian kuat desak silinder beton.................................................54 Gambar 4.14 Pengujian daya dukung penghubung geser......................................55 Gambar 4.15 Pengujian kuat lentur balok T Komposit Kayu – Beton..................56 Gambar 5.1 Grafik Bi-linear beban – lendutan KKB I..........................................61 Gambar 5.2 Grafik Bi-linear beban lendutan KKB I dan II..................................61 Gambar 5.3 Grafik Hubungan non dimensional beban – daktilitas simpangan....64 Gambar 5.4 Grafik Kurva tri – linear momen kelengkungan teoritis...................65 Gambar 5.5 Grafik Bi – linier momen – kelengkungan KKB I............................67 Gambar 5.6 Grafik Bi – linier momen – kelengkungan KKB I dan II..................67 Gambar 5.7 Grafik Hubungan non dimnsional momen – daktilitas kelengkunga
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Gradasi kerikil…………………………………………………………10 Tabel 3.2 Tingkat pengendalian pekerjaan............................................................13 Tabel 3.3 Faktor pengali deviasi standar................................................................13 Tabel 3.4 Nilai kuat tekan beton............................................................................15 Tabel 3.5 Penetapan nilai Slump ( cm )…………………………………………..16 Tabel 3.6 Kebutuhan air per meter kubik beton.....................................................17 Tabel 3.7 Kebutuhan semen minimum..................................................................17 Tabel 5.1 Data beban ( p ) dan Lendutan ( ∆ ).......................................................60 Tabel 5.2 Beban lentur dan lendutan maksimum..................................................62 Tabel 5.3 Kekakuan struktur.................................................................................63 Tabel 5.4 Analisis daktilitas simpangan dari data beban – lendutan.....................63 Tabel 5.5 Momen kelengkungan teoritis……………………………………...…64 Tabel 5.6 Data momen ( M ) dan Kelengkungan ( Φ )..........................................66 Tabel 5.7 Momen kelengkungan maksimum.........................................................68 Tabel 5.8 Faktor kekakuan struktur......................................................................68 Tabel 5.9 Analisis Daktilitas Kelengkungan…………………………………….69 Tabel 5.10 Beban lentur dan Lendutan Maksimum……………………………...70 Tabel 5.11 Kekakuan Struktur……………………………………………...……70 Tabel 5.12 Momen dan Kelengkungan Maksimum...............................................71 Tabel 5.13 Faktor Kekakuan Struktur....................................................................71 Tabel 5.14 Daktilitas Simpangan….......................................................................71 Tabel 5.15 Daktilitas Kelengkungan……………………………………..………71 Tabel 5.16 Analisis Nilai Kekakuan……………………………………..………72 Tabel 5.17 Analisis Faktor Kekakuan…………………………………..….…….73 Tabel 5.18 Analisis Daktilitas Simpangan…………………………….…………73 Tabel 5.19 Analisis Daktilitas Kelengkungan…………………..……………….74
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Kartu Peserta Tugas Akhir ....................................................................................80 Data Tes Lentur Benda Uji Komposit Kayu Glugu–Beton Dengan Penghubung Geser Paku ..........................................................................82 Grafik Hasil Pengujian Balok T Komposit Kayu Glugu – Beton Dengan Penghubung Geser Paku ......................................................................................84 Gambar Pola Retak dan Patah Benda Uji Komposit Kayu Glugu–Beton Dengan Penghubung Geser Paku ..........................................................................86 Perencanaan Adukan Beton.................................................................................. 87 Hasil Pengujian Desak Silinder Beton ..................................................................91 Hasil Pengujian Kuat Tarik Kayu Searah Serat.................................................... 92 Data Tes Lantur Kayu Glugu ................................................................................94 Perhitungan Modulus Elastisitas Kayu………………………………..…………96 Pengujian Benda Uji Geser Penghubuing Geser ( Paku ) .....................................98 Perhitungan Momen Kapasitas ……………………………….......................... 101 Perhitungan Jumlah Penghubung Geser……………………………………...…104 Tegangan Geser Mendatar Pada Beton dan Kayu Komposit ..............................105 Perhitungan Momen Kelengkungan Teoritis ......................................................106 Foto Penelitian ....................................................................................................110
DAFTAR NOTASI b
=
Lebar sayap penampang komposit (cm)
b eff
=
Lebar efektif (cm)
bo
=
Jarak pusat kepusat antar balok (cm)
btr
=
Lebar tranformasi penampang komposit (cm)
bw
=
Lebar penampang balok kayu (cm)
Cc
=
Gaya tekan beton (N)
D
=
Gaya lintang (kg)
δ, ∆
=
Lendutan (cm)
∆y
=
Lenduan leleh / proporsional (c )
Ec
=
Modulus elastisitas beton (kg/cm²)
EI
=
Faktor kekakuan (kgcm²)
Ew
=
Modulus elastisitas kayu (kg/cm²)
f’c
=
Kuat tekan beton (kg/cm²)
Φ
=
Kelengkungan (m^-1)
Φu
=
Kelengkungan ultimit (m^-1)
Φy
=
Kelengkungan saat leleh (m^-1)
fw
=
Tegangan kayu (kg/cm²)
h
=
Tinggi total penampang komposit (cm)
hw
=
Tinggi penampang balok kayu (cm)
I
=
Inersia tampang (cm4)
k
=
Kekakuan (kg/cm)
L
=
Panjang bentang struktur komposit (cm)
M
=
Momen (kgcm)
MOR =
Kuat lentur patah kayu (kg/cm²)
Mu
=
Momen Ultimit (kgcm)
My
=
Momen saat leleh (kgcm)
N
=
Jumlah penghubung geser
n
=
Rasio modular
np
=
Kuat geser satu penghubung geser (kg)
P
=
Beban (kg)
Py
=
Beban leleh / proporsional (kg)
S
=
Statis momen (cm³)
t
=
Tebal sayap beton (cm)
τ
=
Tegangan geser (kg/cm²)
Tw
=
Gaya tarik kayu (N)
V
=
Gaya geser (kg)
W
=
Tahanan momen (cm³)
ya
=
Jarak garis netral ke tepi luar atas (cm)
yb
=
Jarak garis netral ke tepi luar bawah (cm)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejalan dengan pembangunan prasarana fisik yang terus menerus dilaksanakan, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih selalu dicari dan diusahakan pemakaian jenis bahan bangunan dan model struktur yang ekonomis , mudah diperoleh, mudah pengerjaannya, mencukupi kebutuhan / kekuatan struktur dengan biaya yang relatif murah. Struktur beton tetap menjadi struktur utama dan umum untuk keperluan berbagai konstruksi bangunan, dan dapat bernilai ekonomis untuk daerah yang melimpah serta mudah dalam mendapatkan materian penyusun beton. Sedangkan didaerah – daerah yang jarang dan sulit untuk mendapatkan material penyusun beton membuat struktur beton menjadi sangat mahal. Kayu merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak dijumpai, sering dipakai dan relatif mudah untuk mendapatkannya. Berat jenis kayu lebih ringan bila dibanding baja ataupun beton, selain itu kayu juga mudah dalam pengerjaannya. Ditinjau dari segi struktur, kayu cukup baik dalam menahan gaya tarik, tekan dan lentur. Ditinjau dari segi arsitektur, bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Sebagai bahan bangunan yang dapat dibudidayakan ( renewable ), kayu menjadi bahan bangunan yang relatiif ekonomis. Pada pembangunan prasarana fisik, kayu sebagai unsur bahan bangunan turut memegang peranan penting. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghemat penggunaan kayu
sebagai bahan bangunan dan mengatasi
keterbatasan ukuran kayu yang ada di pasaran, maka dilakukan kombinasi antara kayu dan beton dalam satu kesatuan struktur komposit. Komposit kayu – beton dimungkinkan untuk menjadi alternatif pilihan, khususnya bagi daerah yang sulit mendapatkan material penyusun beton, sementara banyak terdapat bahan kayu sehingga tercapai harga yang ekonomis.
Sudah tentu harus diketahui apakah komposit kayu – beton layak dan aman dipakai dalam struktur bangunan, dalam hal ini rumah tinggal sederhana. Penelitian yang telah dilaksanakan khusus pada pemakaian bahan komposit kayu – beton adalah sebagai batang tekan dan lentur. Dengan bahan tersebut sebagai komposit dapat diperoleh sifat gabungan yang lebih baik dari sifat komponen penyusunnya. Kekuatan batang struktur kayu meningkat karena tambahan beton, sedangkan keretakan beton dapat dicegah oleh kekuatan kayu. Tegangan tekan dapat ditahan oleh lapisan beton dan tegangan tarik oleh kayu. Tulangan yang digunakan pada slab beton dapat mencegah retak susut beton.
1.2 Perumusan Masalah Dari penjabaran diatas, dapatlah dirumuskan masalah yang ada, yaitu : ●
Apakah kayu dan beton dapat dipadukan menjadi suatu struktur komposit kayu – beton yang layak dan aman dipakai dalam struktur bangunan seperti rumah tinggal sederhana
●
Sampai seberapa besar kapasitas momen struktur komposit kayu – beton dalam menahan beton..
1.3 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, komposit kayu – beton diharapkan dapat dipakai sebagai bahan alternatif yang tepat untuk lantai tingkat bangunan gedung bertingkat rendah 2 – 4 lantai, khususnya bangunan rumah susun biaya rendah dengan kriteria : kuat, kaku, ringan, kedap suara, mudah dibuat dan ekonomis.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : ●
Memperoleh gambaran tentang kuat lentur komposit kayu – beton
●
Mengetahui kekakuan struktur komposit dari hubungan beban – lendutan (P-∆ )
●
Mengetahui faktor kekakuan lentur dari hubungan momen kelengkungan ( M – Φ)
1.5 Batasan Masalah Agar penelitian ini tetap terarah pada tujuannya, maka diadakan pembatasan – pembatasan sebagai berikut : ●
Benda uji berupa balok T, dengan beton sebagai sayap dan kayu sebagai badan,
●
Beban dianggap bekerja pada pusat geser ( shear center ) sehingga balok tidak dibebani puntiran,
●
Bentang benda uji balok T komposit yang diuji adalah 3.6 meter, dengan jarak tumpuan 10 cm dari ujung bentang.
●
Tulangan beton yang dipakai tulangan polos berdiameter 4 mm,
●
Kayu yang dipakai adalah kayu Glugu ( Kelapa ),
●
Penghubung geser yang dipakai dan diuji dalam penelitian ini adalah pasak bambu petung dengan φ 10 mm,
●
Beban pengujian merupakan beban statis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kayu Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi dan berat yang
relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah diganti, dan bisa didapat dalam waktu singkat ( Felix, 1965 ). Pemakaian kayu sebagai konstruksi dukung banyak menjadi alternatif pengganti besi dan beton bertulang. Rata – rata konstruksi kayu dengan daya dukung yang sama, harganya ± 25 % sampai 40 % lebih murah dari pada konstruksi baja dan beton bertulang ( Wiryomartono, 1976 ). Menurut Suwandojo dan Zubaidah ( 1987 ), kayu untuk bahan komposit harus memenuhi persyaratan antara lain : ●
Berat jenis kayu kering udara adalah 0,5 – 0,8. Jika diketahui Bj = 0,4 – 0,5 maka kayu harus diawetkan.
●
Jenis dan mutu kayu yang digunakan memiliki nilai tegangan geser searah serat
●
TS > 12 kg / cm2
●
Batang kayu harus lurus dan ukuran penampang seragam
●
Batang kayu harus bebas dari cacat yang dapat membahayakan struktur
●
Modulus elastis kayu mendekati sama dengan modulus elastisitas beton
●
Kuat lentur patah kayu atau Modulus Of Rupture ( MOR ) dan modulus elastisitas kayu ditentukan dengan pengujian lentur kayu
2.2
Beton Beton didapat dengan mencampurkan semen, agregat halus, agregat kasar,
air dan kadang – kadang campuran lain. Kekuatan beton tergantung dari banyak faktor, antara lain : proporsi dari campuran, kondisi temperatur, kelembaban dari tempat dimana campuran diletakan dan mengeras. Rasio air terhadap semen
merupakan faktor utama dalam penentuan kuat tekan beton. Semakin rendah perbandingan air – semen, kuat tekan beton semakin tinggi. Rasio air tertentu diperlukan untuk memberikan aksi kimiawi didalam pengerasan beton. Kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan, akan tetapi menurunkan kekuatan ( Wang & Salmon, 1985 ). Sesuai tingkat mutu beton yang hendak dicapai, komposisi bahan susun beton harus ditentukan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan komposisi bahan susun beton, agar beton yang dihasilkan memberikan kelecakan dan konsistensi yang memungkinkan beton mudah dikerjakan, ketahanan terhadap kondisi lingkungan ( kedap air, tidak korosif, tahan kebakaran dan lain – lain ) serta memenuhi kekuatan yang direncanakan ( Istimawan, 1994 ). Kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, yaitu kuat tarik beton antara 9 – 15 % kuat tekannya. Selain itu, beton merupakan bahan yang bersifat getas ( Kadir, 2000 ). Untuk penetapan modulus elastisitas beton, penerapannya digunakan rumus – rumus empiris yang menyertakan besaran berat disamping kuat tekan beton. SK SNI T – 15 – 1991 – 03 memberikan nilai modulus elastisitas beton tersebut, yaitu untuk beton ringan dan beton normal ( Istimawan, 1994 ).
2.3
Komposit Kayu – Beton Struktur komposit merupakan gabumgan dua macam atau lebih komponen
yang berbeda, digabungkan menjadi satu komponen. Pada umumnya komposit terdiri atas dua komponen yang menerus dengan dua penghubung / alat sambung. Komposit dibuat dengan maksud untuk mendapatkan sifat gabungan yang lebih baik dari sifat masing – masing komponen penyusunnya ( Morisco, 1991 ). Komponen struktur komposit adalah gabungan dua macam atau lebih bahan bangunan yang sama atau berbeda, yang mampu beraksi terhadap beban kerja secara satu kesatuan, sehingga kelebihan sifat masing – masing bahan yang membentuk komponen struktur komposit tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Komponen struktur lantai komposit kayu – beton adalah komposit yang terbentuk dari bahan kayu dan beton, yang digabungkan menjadi satu
kesatuan dengan perantara alat sambung gaser, sehingga mampu bereaksi terhadap beban kerja sebagai satu kesatuan, disebut sebagai lantai tingkat komposit ( Suwandojo dan Zubaidah, 1987 ). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghemat penggunaan bahan bangunan, yaitu dengan cara menggabungkan kayu dan beton dalam satu kesatuan struktur komposit. Untuk tujuan ini, diperlukan alat sambung geser dengan memanfaatkan kelebihan sifat mekanik masing – masing bahan secara maksimal, akan didapat struktur gabungan yang lebih kuat dibandingkan dengan masing – masing bahan penyusunnya. Lantai komposit kayu – beton dapat dimanfaatkan untuk bangunan sederhana seperti rumah tinggal, rumah susun, kantor, gedung sekolah, dan lain – lain. Lapis beton merupakan sayap ( flens ) pada struktur komposit tersebut, berfungsi sebagai bagian yang menahan gaya desak, sedangkan kayu merupakan bagian badan yang dimanfaatkan untuk menahan gaya tarik. Kedua bahan tersebut merupakan satu kesatuan struktur komposit yang kaku. Kekakuan dan kelakuan struktur dinyatakan dalam hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi. Angka kekakuan ( EI ) penampang komposit banyak ditentukan oleh faktor mutu bahan pembentuk komposit, kuat tekan beton serta modulus elastisitas kayu dan beton. Nilai modulus elastisitas beton mendekati sama dengan nilai modulus elastisitas kayu. Modular rasio ( n ) menyatakan perbandingan antara modulus elastisitas keduanya tergantung dari konfugarisi penampang lantai komposit, khususnya suatu lajur balok T komposit yang ditinjau. Sehingga ada 3 kemungkinan kasus yang terjadi, yaitu garis netral jatuh didalam satap beton, garis netral tepat pada bidang kontak / kampuh, atau garis netral jatuh pada badan kayu ( Suwandojo dan Zubaidah, 1987 ).
2.4
Penghubung Geser ( Sambungan Pasak ) Penghubung geser adalah alat sambung mekanik yang berfungsi sebagai
penahan gaya geser dan gaya angkat yang timbul pada bidang kampuh dari bahan – bahan yang membentuk komponen komposit ( Suwandojo dan Zubaidah, 1987). Dalam hal kekuatan sambungan kayu dengan pasak tidak dibedakan apakah itu sambungan desak atau sambungan tarik, yang menetukan kekuatan sambungan bukan kekuatan – kekuatan tarik dan geser melainkan kuat desak pada lubang serta kekuatan pasak. Biasanya dalam analisis tegangan – tegangan dalam arah sambungan maupun pada penampang pasak dianggap rata ( Kamaldi, 1999 ). Beton dan kayu merupakan dua bahan bangunan yang berbeda sifat mekanis dan fisiknya. Beton merupakan bahan konstruksi anorganis material yang kuat menahan gaya desak tetapi lemah terhadap gaya tarik, sedangkan kayu merupakan organis material yang peka terhadap lembab atau kadar air yang dikandungnya, dan mempunyai kuat tarik dan tekan yang hampir sama. Bila dua bahan tersebut disatukan dengan cara tertentu, yaitu dengan menggunakan penghubung geser yang sesuai, maka keduanya akan menyatu dan mampu bereaksi sebagai komponen struktur komposit. Agar aksi komposit dapat tercipta dengan sempurna, maka maka pada kampuh atau bidang kontak antara dua bahan kayu dan beton tidak boleh terjadi geser ( slip ), dan atau pemisahan (uplift ). Untuk itu pada bidang kampuh harus dipasang alat sambung ( shear connector ) yang mampu menahan slip dan uplift. Jumlah dan penempatan penghubung geser harus disesuaikan dengan besar gaya geser yang akan timbul pada bidang kampuh kayu dan beton. Panjang penghubung geser yang tertanam dalam kayu, dua kali panjang penghubung geser yang tertanam dalam sayap beton ( Suwandojo dan Zubaidah, 1987).
BAB III LANDASAN TEORI
3.1 Pelat Beton Nilai modulus elastisitas beton (SK SNI T–15–1991–03) ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.1.1) atau persamaan (3.1.2) : Ec = W1.5 X 0,043
f 'c
( Mpa ) ………………….……………………. (3.1.1)
Dan untuk beton normal boleh diambil 4700 dengan :
f ' c ………………………. (3.1.2)
Ec
=
Modulus elatisitas beton
W
=
Berat Jenis beton
f’c
=
Kuat tekan beton rencana (Mpa)
Menurut SNI-T15-1990-03, beton yang digunakan pada rumah tinggal atau penggunaan beton dengan kekuatan tekan tidak melebihi 10 Mpa boleh menggunakan perbandingan volume campuran 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan slump untuk mengukur kemudahan pengerjaannya tidak lebih dari 100 mm. Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan hingga 20 Mpa boleh menggunakan penakaran volume, tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan tekan lebih besar dari 20 Mpa harus menggunakan campuran berat (Tri Mulyono 2004). 3.2 Material Penyusun Beton terbuat dari bahan semen Portland, air, agregat (agregat kasar dan halus) dalam proporsi perbandingan tertentu dengan atau tanpa bahan tambah pembentuk massa padat (SK-SNI-T15-03, 1991). Bahan–bahan tersebut memiliki sifat dan karakteristik yang bervariasi. Berikut adalah penjelasan karakteristik bahan–bahan penyusun beton tersebut. 3.2.1 Semen Semen Portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII. 0013-81 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut (PB.1982:3.2-8). Semen yang
digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan (Tri Mulyono, 2004). Menurut SNI 15-2049-1994, (1994). Semen Portland diklasifikasikan dalam lima jenis, yaitu : ●
Jenis I :Semen
Portland
untuk
penggunaan
umum
yang
tidak
memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis–jenis lain, ●
Jenis II:Semen
Portland
yang
dalam
penggunaannya
memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalori hidrasi sedang, ●
Jenis III
:Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi, ●
Jenis IV
:Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kalori hidrasi rendah, dan ●
Jenis V:Semen
Portland
yang
dalam
penggunaannya
memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat 3.2.2 Agregat Dalam SNI_T-15-1991-03 agregat didefinisikan sebagai material granuler, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi yang dipakai bersama– sama dengan media pengikat untuk membentuk semen hidrolik atau adukan. Agregat untuk beton harus memenuhi ketentuan dan persyaratan mutu sebagai berikut : ●
Agregat kasar harus terdiri dari butiran keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir–butir pipih hanya boleh dipakai apabila jumlah butir–butir pipih tersebut tidak lebih 20% dari agregat seluruhnya,
●
Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering),
●
Agregat kasar harus terdiri dari butir–butir yang beraneka ragam besarnya,
●
Besar agregat maksimum tidak melebihi : a.
1
5
jarak terkecil antara bidang samping cetakan.
b. 1 3 dari tebal plat.
c. 3 4 jarak bersih minimum antara bidang tulangan atau tendon prategang. Gradasi agregat adalah distribusi usuran kekasaran butiran agregat. Gradasi diambil dari hasil pengayakan dengan lubang ayakan 10 mm, 20mm, 30 mm, dan 40 mm untuk kerikil. Untuk pasir lubang ayakannya 4,8 mm;2,4 mm; 1,2mm; 0,6 mm; 0,3 mm dan 0,15 mm. Adapun gradasi kerikil ditetapkan seperti yang tercantum dalam Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1. Gradasi kerikil Lubang ayakan (mm) 40 20 10 4,8
Persen berat butir yang terlewatkan Besar butir maksimum 40 mm 20 mm 95 - 100 100 30 - 70 95 - 100 10 - 35 25 - 55 0-5 0 - 10
Dalam peraturan tersebut juga ditetapkan gradasi agregat campurannya, yaitu campuran pasir dan kerikil dengan φ maks. 40 mm, 30 mm, 20 mm, dan 10 mm. Indek yang dipakai untuk ukuran kehalusan dan kekasaran butir agregat ditetapkan dengan modulus halus butir. Pada umumnya pasir mempunyai modulus halus antara 1,5 sampai 3,8 dan kerikil antara 5 dan 8. Modulus halus butir campuran dihitung dengan rumus : W
=
K− C x 100%......................................................................(3.2.1) C− P
dengan W adalah persentase berat pasir terhadap berat kerikil, K adalah modulus halus butir kerikil, P adalah modulus halus butir pasir, dan C adalah mdulus halus butir campuran. Menilai jenis agregat yang akan digunakan sbagai bahan campuran beton tergantung pada : 1. Mutu bahan, 2. Tersedianya bahan ditempat tersebut, 3. Harga bahan tersebut,
4. Jenis konstruksi yang akan menggunakan bahan tersebut. 3.2.3 Air Air yang diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan campuran beton. Air yang mengandung senyawa – senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat beton yang dihasilkan. Ada beberapa persyaratan air sebagai pencampur konstruksi beton antara lain 1. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter, 2. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter, 3. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter, 4. Tidak mengandung zat organik, asam, dan garam – garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gram/liter. Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90% biasanya digunakan dengan air suling. Biasanya jumlah air yang diperlukan dalam pembuatan beton berkisar 25% dari jumlah berat semen. Kelebihan air dalam adukan dapat membahayakan karena air bersama–sama dengan semen bergerak kepermukaan adukan beton, hal ini dinamakan bleeding. 3.3 Faktor Air Semen (fas) Faktor air semen (fas) sangat mempengaruhi kekuatan beton, fas merupakan perbandingan antara berat air dengan semen dalam adukan beton (L.J. Murdock dan K.M. Brook, 1986). Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai fas, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun fas yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai fas yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai fas minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. Rata–rata ketebalan lapisan yang
memisahkan antara partikel dalam beton sangat bergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya. 3.4 Perencanaan Campuran Beton Dalam penelitian ini kami menggunakan metode ” The British Mix Design Method” atau lebih dikenal di Indonesia dengan cara DOE (Department of Environment). Adapun langkah – langkahnya sebagai berikut : 1. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan pada 28 hari (f’c), yang disyaratkan adalah kuat tekan beton dengan kemungkinan lebih rendah hanya 5 % saja dari nilai tersebut. 2. Menetapkan nilai deviasi standar (sd) sd ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran betonnya, makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai sdnya. a. Jika pelaksanaan tidak mempunyai data pengalaman atau mempunyai pengalaman kurang dari 15 benda uji, maka nilai sd diambil dari tingkat pengendalian mutu pekerjaan seperti Tabel 3.2 berikut Tabel 3.2. Tingkat pengendalian pekerjaan Tingkat pengendalian mutu pekerjaan Memuaskan
Sd (Mpa) 2,8
Sangat baik
3,5
Baik
4,2
Cukup
5,6
Jelek
7,0
Tanpa kendali
8,4
b. Jika pelaksanaan mempunyai data pengalaman pembuatan beton serupa minimal 30 buah silinder yang diuji kuat tekan rata – ratanya pada umur 28 hari, maka jumlah data dikoreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali seperti Tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3. Faktor pengali deviasi standar Jumlah data Faktor pengali
30.00 1,0
25.00 20.00 1,03 1,08
15.00 1,16
<15 Tidak boleh
3. Menghitung nilai tambah margin ( M ) M dengan : M
= K . Sd...................................................................................(3. 2.2) = nilai tambah
K
= 1,64
Sd
= standar deviasi
4. Menetapkan kuat tekan rata – rata yang direncanakan f’cr dengan : f’cr
= f’c + M.................................................................................(3. 2.3) = kuat tekan rata – rata
f’c
= kuat tekan yang disyaratkan
M
= nilai tambah
5. Menetapkan jenis semen 6. Menetapkan jenis agregat (pasir dan kerikil) 7. Menetapkan faktor air semen Cara menetapkan faktor air semen diperoleh dari nilai terendah ketiga cara a. Cara pertama dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut :
Kuat tekan silinder beton ( Mpa )
80
Semen Type I, II, IV
70
Semen Type III
60 50 40 30 3hari 20 10 0 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Faktor air semen
Gambar 3.1.Grafik Faktor air semen
1
Caranya tarik garis lurus dan memotong 28 hari didapatkan faktor air semen (Gambar 3.1). b. Cara Kedua : Diketahui jenis semen I, jenis agregat kasar batu pecah. Kuat tekan rata– ratanya pada umur 28 hari, maka gunakan Tabel 3.4 berikut: Tabel 3.4. Nilai kuat tekan beton Jenis semen I, II, III IV
Jenis agregat kasar ( kerikil ) Alami Batu pecah Alami Batu pecah
Umur Beton 7 28 23 33 27 37 28 38 33 44
3 17 19 21 25
91 40 45 44 48
Dari tabel diatas diperoleh nilai kuat tekan, kemudian dengan faktor air semen dan f’cr digunakan Gambar 3.2 penentuan faktor air semen dibawah ini :
Dibaca setelah membaca nilai kuat tekan dari Tabel 3.4 90
Kuat tekan silinder beton (MPa)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
Fak tor air s e m e n
Gambar 3.2. Grafik mencari faktor air semen
0,9
Caranya, tarik garis tekanan mendatar, kemudian tarik garis keatas dan berpotongan pada suatu titik. Buat garis putus–putus dimulai dari titik tersebut keatas dan ke bawah melengkung seperti garis yang diatas dan dibawahnya. Cara ketiga : Dengan melihat persyaratan untuk berbagai pembetonan dan lengkungan khusus, dengan cara ini diperoleh : a). Untuk pembetonan didalam ruang bangunan dan keadaan keliling non korosif = 0,60. b). Untuk beton yang berhubungan dengan air tanah, dengan jenis semen tipe I tanpa Pozzolan untuk tanah mengandung SO3 antara 0,3–1,2 maka f.a.s yang diperoleh = 0,50. c). Untuk beton bertulang dalam air tawar dan tipe semen I yaitu faktor air semennya = 0,50. Dari ketiga cara diatas diambil nilai terendahnya. 8. Menetapkan faktor air semen maksimum Diperoleh dari ketiga cara diatas, ambil nilai fas yang terbesar. 9. Menetapkan nilai slump Nilai slump didapat sesuai dari pemakaian beton, dapat diketahui dari Tabel 3.5 berikut : Tabel 3.5. Penetapan nilai Slump (cm) Pemakaian Beton Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak bertulang Pondasi telapak bertulang koisan, struktur dibawah tanah Pelat, balok, kolom,dan dinding Pengerasan jalan Pembetonan masal
Maksimal
Minimal
12,5
5,0
9,0
2,5
15,0 7,5 7,5
7,5 5,0 2,5
10. Menetapkan ukuran besar butir agregat maksimum (kerikil). 11. Menetapkan jumlah kebutuhan air Untuk menetapkan kebutuhan air per meter kubik beton digunakan Tabel 3.6 berikut dan dilanjutkan dengan perhitungan :
Tabel 3.6. Kebutuhan air per meter kubik beton Besar ukuran maks kerikil (mm)
Jenis batuan Alami Batu pecah Alami Batu pecah Alami Batu pecah
10 20 40
Slump (mm) 0-10
10-30
30-60
60-180
150 180 135 170 115 155
180 205 160 190 140 175
205 230 180 210 160 190
225 250 195 225 175 205
Dalam tabel diatas, bila agregat halus dan kasar yang dipakai memiliki jenis yang berbeda (alami dan pecahan), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus : A
= 0,67 Ah + 0,33 Ak...............................................................(3.2. 4)
dengan A adalah jumlah air yang dibutuhkan, liter/m3, sedangkan Ah adalah jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya, dan Ak yaitu jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya. 12. Menetapkan kebutuhan semen Berat semen per meter kubik dihitung dengan : Jumlah air yang dibutuhkan(langkah 11) ......................................... (3.2. 5) Faktor air semen maksimum(langkah 7) 13. Menetapkan kebutuhan semen minimum Kebutuhan semen minimum ditetapkan berdasarkan Tabel 3.7 berikut ini : Tabel 3.7. Kebutuhan semen minimum Berhubunga n dengan Air tawar Air payau Air laut
Tipe semen Semua tipe Tipe + pozzolan (15% - 40%) atau S.P pozzolan tipe II dan V Tipe II dan V
Kandungan semen minimum Ukuran maks. Agregat (mm) 40 20 280 300 340 380 290
330
330
370
14. Menetapkan kebutuhan semen yang sesuai Untuk menetapkan kebutuhan semen, lihat langkah 12, maka yang dipakai harga terbesar diantara keduanya. 15. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen Jika jumlah semen pada langkah 13 dan 14 berubah, maka faktor air semen yang berubah ditetapkan dengan : a. Jika akan menurunkan f.a.s, maka faktor air semen dihitung lagi dengan jumlah air dibagi jumlah air semen minimum. b. Jika akan menaikkan jumlah air, lakukan dengan cara jumlah semen minimum dikalikan faktor air semen. 16. Menentukan golongan pasir Ditentukan dengan cara menghitung hasil ayakan hingga dapat ditemukan golongannya. 17. Menentukan perbandingan pasir dan kerikil. Dapat dicari dengan bantuan Gambar 3.3 dibawah ini. Dengan melihat nilai slump yang direncanakan, ukuran butir maksimum, zona pasir, dan faktor air semen. 30 - 60 mm
10 - 30 mm
60 - 180 mm
80
80
70
70
70
70
60
60
60
60
50
40
50
40
Pr o p o rs i p a s ir , p e r s e n
80
Propors i pa s ir, s e me n
80
Proporsi pasir, semen
Prorsi pasir, persen
0 - 10 mm
50
40
50
40
30
30
30
30
20
20
20
20
10
10 0,4
0,6
0,8
10
10
0,4
Faktor air semen
0,6
0,8
0,4
Faktor air semen
0,6 Fa k t or a ir s e me n
0,8
0 ,4
0 ,6 F a k t o r a ir s e me n
Gambar 3.3. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan 18. Menentukan berat jenis campuran pasir dan kerikil ●
Jika tidak ada data, maka agregat alami (pasir) diambil 2,7 dan kerikil (pecahan) diambil 2,7.
●
Jika mempunyai data, dihitung dengan rumus :
0 ,8
Bj camp.
P . Bj pasir + = 100
K . Bj kerikil......................(3.2. 6) 100
dengan P yaitu persentase pasir terhadap agregat campuran, dan K adalah persentase kerikil terhadap agregat campuran. 19. Menentukan berat beton Untuk menentukan berat beton digunakan data berat jenis campuran dan kebutuhan air tiap meter kubik, kemudian masukan Gambar 3.4 berikut : 2700
3 Berat beton ( kg/m )
2600 2500 2400 2300 2200 2100 100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
Kandungan air (lt/m be ton ) 3
Gambar 3.4. Grafik hubungan kandungan air, berat jenis Agregat campuran dan berat beton. 20. Menentukan kebutuhan pasir dan kerikil Berat pasir + berat kerikil=berat beton–kebutuhan air–kebutuhan semen 21. Menentukan kebutuhan pasir Kebutuhan pasir=kebutuhan pasir dan kerikil x persentase berat pasir 22. Menentukan kebutuhan kerikil Kebutuhan kerikil=kebutuhan pasir dan kerikil–kebutuhan pasir. 3.5 Modulus Elastisitas Beton Nilai modulus elastisitas beton (SK SNI T–15–1991–03) berbobot normal didekati dengan persamaan : Ec
= Wc1.5 X 0,043 f' c (Mpa) ………………….………(3.2. 7)
dengan Ec menyatakan modulus elastisitas beton, Wc merupakan berat isi beton (kg/m3) dan f’c adalah kuat desak silinder beton (Mpa). Persamaan ( 3. 1 ) berlaku untuk beton dengan berat isi antara 1500 sampai 2500 kg/m3. Beton normal, boleh dipakai rumus : Ec
= 4700 f' c …………………….........................................( 3.2. 8 )
Tampak bahwa modulus elastisitas merupakan fungsi kuat desak atau density ( berat isi ) beton tersebut. Semakin besar kuat desak atau density, maka semakin besar nilai modulus elastisitas beton. 3.6 Kayu Kuat lentur patah kayu atau modulus of rupture ( MOR ) ditentukan pada pengujian lentur kayu dengan beban terpusat ditengah bentang, yang dijelaskan pada gambar 3.5 berikut :
Gambar 3.5 Model Pengujian Kuat Lentur Patah Kayu (MOR)
3.7 Balok Komposit Kayu Beton Komposit struktur lantai komposit dapat di asumsikan sebagai deretan balok T, dengan gaya tarik ditahan oleh kayu, gaya tekan ditahan oleh pelat beton dan gaya geser pada bidang kampuh kayu-beton ditahan oleh sejumlah konektor geser, yang dimensi, jenis dan jumlahnya ditentukan sesuai dengan nilai gaya geser yang bekerja pada bidang kontak. Komponen struktur lantai komposit diperhitungkan sebagai lantai satu arah. Struktur Lantai Komposit Kayu-Beton Tipe Balok T diperlihatkan pada Gambar 3.7 berikut :
Gambar 3.7. Penampang Lantai Komposit Kayu–Beton Tipe Balok T Penampang komposit kayu–beton diperlihatkan pada Gambar 3.7 seperti diatas, bE merupakan lebar efektif, h adalah tinggi total penamapng, t tebal beton, hw tinggi kayu dan bw adalah lebar kayu 3.7.1 Lebar Efektif (bE) Menurut SK SNI T-15-1991-03 memberikan pembatasan lebar sayap efektif untuk balok T dan diambil nilai terkecil dari : (1) bE ≤ L/4 (2) bE ≤ bo (3) bE ≤ bw + 16t..................................................................................(3.3. 4) dengan L adalah panjang bentang, bo adalah jarak pusat ke pusat antar balok, bw merupakan lebar kayu dan t adalah tinggi sayap beton, apabila tidak diketahui jarak antar balok (bo), maka persamaan yang dipakai hanyalah persamaan (1) dan (3). 3.7.2 Rasio Modular (n) dan Lebar Transformasi (btr) Rasio modular (n) adalah nilai rasio antara modulus elastisitas beton dengan modulus elastisitas kayu. Menghitung lebar transformasi dengan cara mentransformasikan lebar efektif dengan menggunakan rasio modular (n), sehingga : n=
Ec ………………………………………………………. Ew
(3. 3.5)
dengan Ec modulus elastisitas beton dan Ew modulus elastisitas kayu. Persamaan ( 3.3.5 ) merupakan persamaan tahap elastis. Lebar transformasi (btr) dari bahan beton menjadi bahan kayu, didapat dengan mengalikan persamaan (3.3.5) diatas dengan lebar efektifnya sehingga : btr
= n . bE .................................................................................. (3. 3.6)
bahan dianggap homogen sehingga dapat langsung dihitung statis momen/garis netral dan inersia tampang. 3.7.3 Garis Netral Tampang Balok Garis netral tampang balok dapat dicari dengan cara menghitung statis momen tampang (lihat Gambar 3.8).
Gambar 3.8. Garis netral tampang Statis momen apabila dihitung dari serat tepi terbawah : yb
=
B tr .t ( h + t/2 ) + b w .h w ( h w /2 ) ( B tr .t ) + [ b w .h w ]
…………………………...(3. 3.7)
Persamaan ( 3.16 ) menunjukkan letak garis netral tampang diukur dari serat tepi terbawah. Dengan mengetahui letak garis netral ini, maka dapat dihitung inersia penampang komposit ( I ), maka : I
=
(B
tr
)
(
)
.t 3 /12 + b w .h w /12 + B tr .t ( h − y b − t/2 ) + b w ..h w ( y b − 1/2h w ) …(3. 3
2
2
3.8) 3.8 Penghubung Geser Untuk menghitung jumlah kebutuhan penghubung geser, dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat Gambar 3.9).
Gambar 3.9.
(a) Pembebanan struktur. (b) Diagram gaya lintang balok.
Gambar 3.9 (b) memperlihatkan diagram gaya lintang (SFD) balok yang dibebani dengan beban – beban terpusat seperti terlihat pada Gambar 3.9 (a). Tegangan geser yang terjadi pada balok lentur komposit, dihitung dengan : τ
=
D.S ...................................................................................(3. 3. 9) I.b w
dengan D, S, I dan bw berturut – turut menyatakan gaya lintang balok, statis momen yang ditinjau, momen inersia dan lebar balok Distribusi tegangan geser balok yang memikul beban seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9 (a), disajikan pada Gambar 3.10 (a) berikut (untuk ½ bentang) :
Gambar 3.10. (a) Distribusi tegangan geser balok untuk ½ bentang. (b) Nilai gaya geser pada zone 1 dan zone 2.
Gaya geser tiap zone (V), merupakan volume tiap zone seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10 (b), sehingga : Vi
= τ i .L i .b w ………………………………………………......(3. 4. 0)
dengan Li adalah panjang zone 1, τ i adalah tegangan geser zone 1 dan bw adalah lebar badan balok. Dari Gambar 3.10 tampak bahwa besar tegangan geser ataupun gaya geser nilainya sama sepanjang L1 dan L2. Apabila jumlah beban terpusat semakin bertambah sepanjang bentang, maka nilai tegangan geser ataupun gaya geser mengarah kebentuk garis lurus sepanjang bentang. Dari tumpuan ke arah pertengahan bentang, tegangan dan gaya geser nilainya semakin kecil, sehingga jumlah penghubung geser yang dibutuhkan juga semakin kecil. 3.8.1 Penurunan Rumus Tegangan Geser Mendatar Dapat dilihat pada dua penampang (1) dan (2), pada balok yang dipisahkan sejarak dx seperti diperlihatkan pada Gambar 3.11 berikut:
Gambar 3.11. Tampak depan penampang pada balok Dari Gambar 3.11 diambil elemen kecil dari bagian arsiran dan dipisahkan sebagai benda bebas (lihat Gambar 3.11), balok yang diambil diperlihatkan pada bagian yang diarsir dapat dilihat pada Gambar 3.12 berikut :
Gambar 3.12. Tampang bagian balok yang diambil Misalkan momen lentur pada penampang (2) lebih besar dibandingkan dengan penampang (1), berarti tegangan lentur yang terjadi pada penampang (2) lebih besar dibandingkan dengan penampang (1), maka resultan gaya dorong mendatar H2 yang disebabkan oleh gaya tekan pada penampang (2) akan lebih besar dari resultan gaya dorong mendatar H1 pada penampang (1). Perbedaan H2 dan H1 hanya dapat diimbangi oleh tahanan gaya geser dF yang bekerja pada permukaan dasar benda bebas, karena H2–H1 merupakan jumlah perbedaan gaya dorong σ 2dA dan σ 1dA pada ujung semua elemen yang diperlihatkan pada Gambar 3.12, jumlah gaya mendatar memberikan
[∑
H = 0]
= dF
= H2–H1 =
∫
c yi
σ 2 dA -
∫
c yi
σ1 dA ...................................(3. 4. 1)
bila tegangan lentur σ diganti dengan ekuivalen dF
=
M2 I
∫
c y1
y dA -
M1 I
∫
c y1
y dA =
M 2 − M1 I
My , maka diperoleh I
∫
c y1
y dA ...............(3. 4. 2)
setelah didapat rumus dF, dapat dilihat di Gambar 3.11 bahwa dF = τ b.dx, dimana τ adalah tegangan geser rata – rata sepanjang luas differensial lebar b dan panjang dx, juga bahwa M2 – M1 menyatakan perubahan momen lentur
differensial dM berjarak dx, oleh karena itu hubungan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
τ
=
dM c y dA .....................................................................(3. 4. 3) Ib.dx ∫ y1
Untuk mengetahui kemiringan diagram momen V sebagai geser tegak, maka dapat dilihat pada Gambar 3.13 berikut
Gambar 3.13. Hubungan antara beban, geser dan diagram momen
Dari Gambar 3.13 (c) dapat kita lihat bahwa V=
dM , sehingga dapat dx
diperoleh tegangan geser mendatar,
τ =
_ V c V y .dA .A' y = Ib ∫ y1 Ib
=
V Q ....................................(3. 4. 4) Ib _
dimana A’ adalah luas arsiran pada pandangan samping Gambar 3.13, y adalah lengan momen luas parsial terhadap sumbu netral, dan Q adalah momen luas. Dengan mengganti integral
∫
c y1
y . dA , yang berarti jumlah momen luas _
diferensial dA terhadap sumbu netral, dengan ekuivalennya A’ y dapat dihitung.
3.8.2 Aliran Geser Apabila tegangan geser τ
dikalikan dengan lebar b, maka diperoleh
besaran q, yang dikenal sebagai aliran geser, yaitu menyatakan gaya longitudinal per-satuan panjang yang dipindahkan sepanjang penampang pada tingkat y1. q
= τ.b =
V Q ........................................................................(3. 4. 5) I
3.8.3 Hubungan Antara Tegangan Geser Mendatar dan Tegak Untuk memperoleh terminologi geser tegak (V) timbul pada rumus tegangan geser mendatar ( τ h ). Tegangan geser mendatar selalu diikuti dengan tegangan geser tegak yang besarnya sama, dapat dilihat pada Gambar 3.14 berikut :
Gambar 3.14. Tegangan geser mendatar dan tegak. Dari Gambar 3.14 tegangan geser τ υ membentuk tahanan geser tegak Vr =
∫ τ . dA yang
mengimbangi geser tegak V, karena tegangan ini tidak layak
menetapkan τ υ secara langsung dapat mengambil harga numerik τ h yang sama,
itu untuk membuktikan kesamaan τ h dan τ υ , pengaruhnya dapat dilihat pada Gambar 3.15 pada diagram benda bebas dari elemen khusus. Untuk mengetahui tegangan geser pada elemen dapat dilihat pada Gambar 3.15 berikut :
Gambar 3.15. Tegangan geser pada elemen khusus. Pandangan bergambar elemen ini diperlihatkan pada Gambar 3.15 (a), pandangan depan diperlihatkan pada Gambar 3.15 (b). Untuk kesetimbangan elemen ini, tegangan geser τ h pada muka dasar membutuhkan tegangan geser yang sama dan seimbang dengan muka atas. Gaya yang menyebabkan tegangan geser ini (Gambar 3.15 (c)) membentuk kopel dengan arah berlawanan jarum jam, yang membutuhkan kopel searah jarum jam untuk menjamin kesetimbangan. Gaya kopel searah jarum jam ini menimbulkan tegangan geser τ υ pada muka tegak seperti yang diperlihatkan, dengan mengambil momen terhadap sumbu melalui A (Gambar 3.15 (c)), diperoleh
[∑
M A = 0]
= ( τ h .dx.dz ) dy - ( τ υ .dy.dz) dx = 0..............................(3. 4. 6)
kemudian dengan menghilangkan perkalian konstanta dx, dy, dz menghasilkan τh
= τ υ .......................................................................................(3. 4. 7)
dari rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa tegangan geser yang bekerja di salah satu muka elemen selalu diikuti oleh tegangan geser dengan besar sama yang bekerja pada muka tegak lurus.
3.8.4 Pemakaian Terhadap Penampang Segi Empat Distribusi tegangan geser pada penampang segi empat dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 3.23 sampai dengan Gambar 3.15, dan untuk lapisan pada jarak y dari sumbu netral, diperoleh dengan : V h 1 h b − y y + − y Ib 2 2 2
τ
=
V _ A' y Ib
τ
=
V h2 − y 2 ......................................................................(3. 2I 4
=
4.
8) Hubungan ini memperlihatkan bahwa tegangan geser didistribusikan secara parabol sepanjang kedalaman penampang, seperti terlihat pada Gambar 3.16 berikut:
Gambar 3.16. Tegangan geser terbagi sepanjang penampang segi empat secara parabolis. Tegangan geser maksimum terjadi pada sumbu netral dan diperoleh dengan mendistribusikan ukuran segi empat ke dalam Persamaan 3.4.3 sebagai berikut :
τ τ
maks
=
V _ A' y Ib
V bh h = bh 3 b 2 4 12
=
3 V 2 bh
=
(
)
3V ............................................................(3. 4. 9) 2A
Momen inersia efektif penampang lantai komposit I eff , ditentukan dengan persamaan berikut:
(
)
I eff = φ I o mm 4 ……………………………………………………(3. 5. 0) dengan :
φ = factor reduksi penampang komposit I 0 = momen inersia teoritis
(
)
( )
3 3 2 2 = Bef .t / 12 + bh / 12 + B0ef .t ( ht − y − t / 2 ) + b.h( y − 1 / 2h )
B ef = n B flens (mm) n = R = Rasio E c /E w Posisi garis netral diukur alas balok web kayu : y=
Bef .t ( h + t / 2 ) + bh( h / 2 )
( B .t ) + [ bh]
(mm)………………………………………(3.5 .1)
ef
dengan y = posisi garis netral diukur dari web kayu. h t = tinggi penampang balok kayu h + tebal slab beton t (mm) B ef = lebar efektif flens beton balok T komposit (mm) B flens = lebar pelat balok T (mm) t = lebar palat beton (mm) b = lebar penampang balok kayu (mm) h = tinngi penampang balok kayu (mm) s = spasi antara balok kayu (mm) Daya dukung pada tegangan ijin : F’c = f’c/3 (Mpa) Fb = fb/2,74 (Mpa) Mu, beton = I eff ( ht − y ) F’c (Nmm)…………………..………………………(3.5 .2)
Mu, kayu = I eff / y fb
(Nmm)………………………………………….(3.5.3)
Mu lantai komposit ditentukan oleh nilai terkacil dari F’c dan Fb Daya dukung pada defleksi ijin : Beban total yang dapat didukung lantai komposit = q tot ditentukan oleh :
q tot ,a =
EW I eff 384δ
i
(KN/m’)……………………………………….(3.5.4)
L ×5 4
dengan :
δ i F’c = 0,5 f’c (MPa) δi
Fb = 0,6 fb 9MPa)
I eff = φ I o
φ = 0,85
δ i = (1/300-1/400)L
mm
Tegangan yang terjadi : Pada web kayu : fb,a = M/W w ,harus ≤ δ i Fb Pada beton : Fc,a = M/W c ,harus ≤ δ i F ’c Daya dukung pada Batas Profesional : Nilai tegangan pada Batas Profesional : P
F c = (2/3) f’c
(Mpa)
P
Fb = (3/4) MOR (Mpa)
P
I eff = φ I 0
φ = 0,80
Daya dukung lantai komposit ditentukan oleh persamaan : 2
Momen lentur rencana yang dientukan oleh teganggan kayu – beton, P
3
M u ,w = P Fc . I eef / (y) = (3/4) MOR I eff /( y ) …………………(3.5.6)
Momen lentur rencana yang ditentukan oleh kuat tekan beton,
P
M U ,C = P Fc . I eef / (h t -t) (Nmm) ……………………………..(3.5.7)
P Beban batas proporsional total qtit LTK :
P
P
qtot =
1.
Mu × 8 L2
(KN/m’) ……………………………….(3.5.8)
Tahap in–elastis Daya dukung pada tahap kekuatan Batas (Ultimate Strength) ditunjukan
pada Ganbar 3.17, nilai tegangan rencana bahan : Beton U Fc = 0.85 f’c (Mpa) Kayu
U
Fb = 0,8 MOR (Mpa)
Gambar 3.17 Distribusi Tegangan Penampang Lantai Komposit,tahap in elastis Gaya tekan pada beton blok tekan ekivalen Cc Cc = B a
U
F'c
(KN) ……………………………………….(3.5.9)
Gaya tarik Ultimate pada web kayu : U
Tw = { b( h + t − y )( 0,8MOR )} /2 (KN)………………………..(3.6.0)
Tinggi stressed – block a ditentukan dengan : a. kemungkinan 1, a < tebal flens beton t ( Gambar 3.18) a=
{ bh( 0,8MOR )} / 2 Beff 0,85 f ' c
(mm)…………………………………(3.6.1)
Gambar 3.18 Distribusi Tegangan dan keseimbangan Gaya Dalam penampang Lantai Tingkat Komposit, tinggi a < t Dimana tegangan tarik pada beton di bawah garis netral diabaikan. Lengan momen : z = h t -(a/2 = h/3) atau z = (2/3) h + t – a/2
(mm)
Momen nominal : Mn,w = T z
(mm)
Mn,c = Cc z
(Nmm)
Mn diambil nilai yang terkecil,daya dukung rencana Mu = φ Mn (KNm), φ = 0,80 b. kemungkinan 2, a = t (Gambar 3.19 ) Cc = B eff t 0,85 f’c dan Tw = 0,5 b ( h t -c) ( 0,8 MOR ) ...............(3.6.2 ) Bila Cc = Tw, maka Posisi garis netral y diukur dari serat tertekan. c = a/0,80
Gambar (3.19) Distribusi Tegangan dan Keseimbangan Gaya Dalam Penampang Lantai Tingkat Komposit, tinggi a = t
h t -t = ( B eff .t.0,85 f ' c ) /[ 0,5b( ht − c )( 0,8MOR ) ] setelah disederhanakan :
{ ( Beff .t ) / b.2,125 f ' c / ( MOR )}
(mm)
Lengan momen : z = 1/6 ( 4h + t + 2c )
(mm)
c = ht -
Momen ultimit Mu = φ
( C c .z )
(KNm) ………………………(3.6.3)
Dengan φ = 0,75 c. kemungkinan 3, a > 1 Bila a > 1 berarti garis netral jatuh dibadan web dilihat Gambar 3.20 gaya tarik penampang bagian web kayu yang tertarik T w dapat ditentukan :
Gambar 3.20 Diagram pada Teagangan pada tahap Ultimit Tw = 0,5 ( ht − c ) b 0,80 MOR Gaya tekan dif lens Cc = B eff t o,85 f’c c = (h + t) -
Beff .t 0,85 f ' c
0,5b( 0,8MOR )
z = 1/6 ( 4h + 2c − 3t )
(mm) (mm)
M u = φ C c z = φ T w z ………………………………………………………(3.6. 4}
φ = 0,75
2.
Momen kapasitas ( Daya Dukung Maksimum ) M kap = φ ( C c .z ) atau φ (T w z ) …………………………………(3.6. 5) Dengan : C c = B eff t m Fe, Tw = ( ht - y ) b
m
Pb ,
m
Fc , = 0,85 f’c
m
Fb = 0,9 MOR
φ = 0,70 z = 1/6 ( 4h + 2c – 3t ) y =-
3.3.1
Beff t 0,85 f ' c
0,5b( 0,9 MOR )
(mm) ……………………………………(3.6.6)
Hubungan Beban (P) dan Lendutan ( ∆ ) Dari hasil pengujian, didapat data beban dan lendutan. Pembebanan
transversal pada balok akan mengakibatkan penurunan (defleksi). Rasio antara beban (P) dan lendutan ( ∆ ) dalam keadaan linear menunjukkan kekakuan struktur. Dari setiap pembebanan dan lendutan yang terjadi, maka dapat dibuat grafik yang menggambarkan beban–lendutan, yang mempunyai bentuk seperti Gambar 3.21 berikut :
Gambar 3.21. Grafik Hubungan beban ( P ) dan lendutan ( ∆ )
tg α
= Py / ∆ y…………………………………………………(3. 6. 7)
k
= tg α ………………………………………………………(3. 6. 8)
maka k= Py / ∆ y…………………………………………………(3. 6. 9) Seperti terlihat pada Gambar 3.22 diatas, pada uji pembebanan setelah P leleh atau P patah dilampaui, maka kekakuan struktur akan menurun. 3.8.5 Hubungan Momen (M) dan Kelengkungan ( Φ ) a. Metode Kelengkungan Balok Teoritis Menurut Park and Paulay (1975), dan Popov (1978), setelah dimodifikasi sesuai dengan penelitian ini, kelengkungan teoritis dapat dijelaskan dengan Gambar 3.23 yang merupakan elemen dari sebuah balok dengan momen – momen ujung dan gaya aksial. Jari–jari kelengkungan ρ diukur dari garis netral. Kelengkungan sebuah balok dapat diperoleh dengan mengukur remangan tepi atas/bawah, kemudian membagi dengan tinggi netral, dalam hal ini akan digunakan untuk perhitungan kelengkungan balok teoritis.
Gambar 3.22. Kelengkungan balok
Gambar 3.23 (a) merupakan elemen sebuah balok yang menerima lentur, (b) merupakan elemen kecil dari balok lentur (a), (c) adalah diagram regangan balok. Dari Gambar 3.23 didapat : dx ρ
=
ε a .dx ε b .dx = ……………………………………...........(3. 7. 0) ya yb
1 ρ
=
εa ya
maka : Φ =
=
εb 1 dengan = Φ ………………………………(3. 7. 1) yb ρ
εa εb = ………………………………………………..(3. 7. 2) ya yb
dengan Φ , ε a , ε b , ya dan yb berturut–turut menyatakan kelengkungan, regangan tekan, regangan tarik, jarak garis netral ke tepi atas dan jarak garis netral ke tepi bawah. Menurut Park and Paulay (1975), momen kelengkungan teoritis balok dianalisis pada beberapa kondisi, yaitu kondisi elastis (retak awal), kondisi mulai leleh/batas proporsional dan kondisi ultimit. Kurva momen kelengkungan dapat dilihat pada Gambar 3.24 berikut :
Gambar 3.23 Grafik Momen kelengkungan Grafik 3.23 (a) menunjukkan kurva momen kelengkungan tri-linear balok, sedangkan (b) dan (c) menunjukkan kurva momen kelengkungan bi-linear balok.
b. Metode Pendekatan Kelengkungan Balok Pada uji pembebanan balok, sumbu balok yang semula lurus, akan menjadi garis lengkung, sehingga didapatkan nilai momen dan kelengkungan garis. Kelengkungan pada suatu titik dapat dicari dari 3 buah titik yang berurutan (yi+1, yi, yi-1). Dari lendutan, dengan mengukur (yi+1, yi, yi-1), maka dapat dicari kelengkungan yang akan digunakan pada penelitian ini. Menurut Widodo (1997), kelengkungan struktur diturunkan dari data perpindahan titik garis lengkung dengan metode Central Difference, dengan keterangan Gambar 3.24 berikut :
Gambar 3.24. Momen kelengkungan balok Gambar 3.24 (a) menunjukkan pembebanan balok, (b) adalah lendutan yang terjadi sedangkan (c) adalah diagram momen yang terjadi. Kemiringan ( slope ) didekati dengan persamaan : dy dx
=
y i+ 1 − y i− 1 ..........................................................................(3. 7. 3) 2Δx
Turunan dari persamaan ( 3.68 ) adalah d2y dx 2
y i + 1 − 2y i + y i − 1 .................................................................(3. 7. 4) Δx 2
=
Menurut Popov ( 1978 ), kelengkungan didekati dengan : d2y dx 2
=
dengan
1 ………………………………………………………….(3. 7. 5) ρ
1 adalah kelengkungan atau Φ , sehingga Φ balok dapat di dekati ρ
dengan : Φ
=
y i + 1 − 2y i + y i − 1 ..................................................................(3. 7. 6) Δx 2
Nilai momen maksimum balok sederhana yang menerima beban seperti pada Gambar 3.25 (c) adalah : M
=
1
2
P. 2 5 L −
1
4
P. 1 5 L =
3
20
PL ...............................................(3. 7. 7)
Menurut Gere dan Timoshenko (1987), hubungan faktor kekakuan (EI), momen ( M ) dan kelengkungan ( Φ ) hádala : Φ
=
M ………………………………………………………..(3. 7. 8) EI
dengan Φ , M dan EI berturut–turut menyatakan kelengkungan, momen dan faktor kekakuan. 3.8.9
Konektor Geser
Tegangan geser vertikal yang terjadi pada pelat beton akibat beban kerja tidak boleh melampaui nilai : v=
1 11
f 'c
(Mpa) ………………………………………………..(3.7. 9)
Kuat geser horizontal yang bekerja pada setengah bentang lantai komposit pada T dihitung dengan : V h = 0,5L b w ½ v (N) ………………………………………………(3.8. 0)
Dengan : v = tegangan geser horizontal pada bidang kontak (Mpa) = (0,5q L S) (b w I ef ) q = beban kerja untuk satu lajur balok T S = momen statis terhadap garis netral, satu penampang balok T lantai tingkat komposit = nB (t 2 /2)
(mm)
L = bentang lantai komposit (mm) b w = lebar balok kayu
(mm)
n = rasio modular = E C / EW Konektor geser yang dipenuhi untuk ketentuan setiap lajur balok T Lantai Komposit Kayu – Beton, jumlah konektor geser sepanjang setengah bentang yang dipasang pada bidang kampuh atau bidang kontak pelat beton – kayu dapat dilihat pada Gambar 3.7, tidak boleh kurang dari : N k = V/P k …………………………………………………………(3.8. 1) N k = jumlah konektor geser yang dipasang pada kampuh pelat beton – balok kayu. P k = daya dukung rencana konektor geser (KN)
Gambar 3.25 Bagian Komponen Lantai Tingkat Komposit, penempatan konektor geser untuk setengah bentang
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Bahan Bahan utama pembentuk komponen lantai komposit kayu – beton adalah
beton, kayu, dan penghubung geser.
4.1.1
Beton Beton yang digunakan adalah beton normal. Department of Environment
( DOE ). Sebagai penyusun beton, dipergunakan bahan – bahan sebagai berikut : 1. Semen Semen yang digunakan adalah semen Portland (PC) jenis I, merk Holchim dengan berat satuan @ 40 kg sebagai perekat adukan. Semen tersebut harus dalam keadaan baik, berbutir halus, tidak mengeras / menggumpal. 2. Agregat halus Agregat halus merupakan butiran pasir yang lolos saringan 5mm. Pasir yang dipergunakan harus pasir yang bersih, bebas dari bahan organik, lempung ataupun kotoran – kotoran lainnya. Pasir yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lereng Gunung Merapi, Yogyakarta. 3. Agregat Kasar Agregat kasar berupa krikil, yang lolos saringan 20 mm dan tertahan saringan 5 mm. Krikil tersebut kemudian dibersihkan / dicuci terlebih dahului, sehingga terbebas dari bahan – bahan organik, lempung ataupun kotoran – kotoran lainnya. Kerikil yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lereng Gunung Merapi, Yogyakarta.
4. Air Air sebagai bagian dari campuran adukan beton, merupakan air yang jernih dan bersih dari berbagai kotoran. Air yang digunakan dalam penelitian ini, diambil dari labratorium Bahan Konstruksi Teknik, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.
Kayu Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Glugu. Pada bahan uji komposit kayu – beton, kayu berfungsi sebagai penahan gaya tarik. Kayu harus lurus, diusahakan berserat lurus dan bebas dari cacat seperti mata kayu dan retak – retak kayu.
Penghubung Geser Penghubung geser yang digunakan pada benda uji komposit kayu – beton adalah pasak bambu dengan φ
= 10 mm. Pasak tersebut berfungsi sebagai
penahan gaya geser ( slip ) dan juga pemisahan ( uplift ) antara dua bahan : kayu dan beton.
Baja Tulangan Baja tulangan yang dipakai baja tulangan polos berdiameter 4 mm, di susun memanjang dan melintang pada slab beton. Fungsi baja tulangan tersebut adalah sebagai kerangka dan penguat slab beton.
Benda Uji Benda uji dalam penelitian ini adalah benda uji balok T komposit kayu – beton sebagai benda uji utama, serta benda uji lainnya yaitu benda uji silinder beton, benda uji balok kayu dan benda uji geser paku, kayu – beton.
4.2.1
Benda Uji Balok T Komposit Kayu – Beton Pada penelitian ini, dibuat benda uji balok T Komposit kayu – beton
sebanyak 3 buah untuk diuji lentur, dengan ukuran bentang total L = 360 cm, lebar b = 40 cm, tebal slab beton t = 6cm serta ukuran balok kayu b x h = 6x12 cm. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3 berikut ini :
Gambar 4.1. Benda uji balok T Komposit Kayu – Beton
Gambar 4.2. Potongan memanjang balok T Komposit Kayu – Beton
Gambar 4.3. Potongan melintang balok T Komposit Kayu – Beton
4.2.2. Silinder Beton Silinder beton dibuat sebanyak 2 buah dengan ukuran tinggi t = 30 cm serta diameter d = 15 cm. Beton yang dipakai adalah beton normal yang dibuat dengan berpedoman pada Department of Environment ( DOE ) Silinder diuji desak untuk mengetahui nilai kuat tekan beton yang dibuat.
4.2.3. Benda Uji Kayu Desak, Tarik, Geser, dan Lentur Kayu yang dipakai adalah kayu Glugu. Dibuat 2 buah potongan balok kayu dengan ukuran panjang L = 70 cm, serta penampang bxh = 3x6 cm untuk diuji kuat tarik, desak, dan geser dari kayu glugu tersebut untuk mengetahui mutu kayu glugu, selain itu diuji lentur, untuk mengetahui kuat lentur patah kayu atau Modulus of Rupture (MOR) kayu.
4.2.4. Benda Uji Geser Pasak, Komposit Kayu – Beton Dibuat benda uji geser pasak kayu – beton sebanyak 3 buah, untuk diuji geser, ukuran kayu 6x12x20 cm, ukuran beton 6x13x20 cm. Pasak 12 buah untuk satu benda uji. Uji geser dilakukan untuk mengetahui kuat eser satu buah pasak pada komposit kayu – beton, seperti terlihat pada gambar 4.4 berikut ;
Gambar 4.4 Benda uji geser pasak, komposit kayu – beton
4.3.
Alat yang digunakan
4.3.1
Alat Adukan Beton
1.
Ayakan Ayakan digunakan untuk mengetahui gradasi pasir dan kerikil. Untuk pasir, digunakan lolos ayakan 5 mm. Sedangkan ukuran ayakan untuk memisahkan fraksi – fraksi dalam pasir adalah : 4,8 mm; 2,4 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; dan 0,15 mm. Sedangkan kerikil lolos ayakan 20 mm dan tertahan 5 mm.
2.
Cetok Cetok dipergunakan untuk mengambil dan memasukkan adukan beton ke dalam cetakan silinder beton ataupun bekisting benda uji.
3
Talam Baja Talam baja dipergunakan untuk menampung sementara adukan beton yang dikeluarkan dari mesin pengaduk beton.
4
Kerucut Abrams Kerucut Abrams digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton. Tinggi kerucut 30 cm, diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm. Dilengkapi dengan alat penumbuk berupa batang besi, panjang 60 cm dan diameter 16 mm.
5
Mesin Pengaduk Beton Mesin pengaduk beton dipergunakan untuk mencampur dan mengaduk bahan susun beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air, sehingga dihasilkan campuran adukan homogen yang homogen.
4.3.2. Alat Pengukur 1. Timbangan Dipergunakan untuk menimbang bahan susun adukan beton ( semen, pasir, krikil dan air ) dalam komposisi yang dikehendaki. Timbangan bermerk Fa Gani, dengan kapasitas timbangan 500 kg.
2. Mistar / Meteran Dipergunakan untuk mengukur dimensi benda uji. 3. Kaliper Kaliper dipergunakan untuk mengukur diameter tulangan, diameter silinder beton, dan ketinggian silinder beton. 4. Dial Gauge Adalah alat pengukur besarnya lendutan yang terjadi. Kapasitas ukur maksimum lendutan 30 mm dan 50 mm dengan ketelitian 0,01 mm. Merk Mitutoyo, buatan Jepang.
3.6.1.Alat Mesin Uji 1.
Mesin Uji Tarik / Tekan Mesin ini dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik baja tulangan, kuat tarik kayu / tekan lentur kayu dan tekan geser. Mesin yang digunakan adalah Universal Testing Material ( UTM ) merk Shimatzu type UMH 30 kapasitas 30 ton.
2.
Mesin Uji Kuat Desak Adalah alat uji desak silinder beton. Mesin merk CONTROLS, kapasitas alat 2000 kN dengan tingkat ketelitian 1 kN.
3.
Loading Frame Merupakan struktur rangka profil baja dengan landasannya, untuk meletakkan dan melakukan pengujian berbagai benda uji. Profil baja yang dipakai adalah WF 450x200x9x14.
4.
Dukungan Sendi – rol Merupakan perletakan bagi benda uji yang akan diuji, sehingga merupakan perletakan sendi – rol.
5.
Hidraulic Jack Adalah alat pembangkit beban statik yang dipakai untuk memberikan pembebanan statik pada pengujian benda uji, dilengkapi
dengan alat pembacaan beban. Kapasitas maksimum alat adalah 30 ton, dengan ketelitian pembacaan 0,5 ton.
4.4 Pelaksanaan Pengujian Pelaksanaan pengujian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik dan Laboratorium Mekanika Rekayasa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Pengujian – pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian benda uji / bahan – bahan pembentuk struktur komposit kayu – beton yang meliputi pengujian kuat tekan / tarik / lentur kayu, kuat desak beton, pengujian daya dukung penghubung geser ( pasak ) dan pengujian utama yaitu pengujian kuat lentur balok T Komposit Kayu – Beton. 4.4.1 Pengujian Kuat Tekan / Tarik / Desak / Lentur Kayu Pengujian kuat tekan / tarik dilakukan untuk mengetahui mutu dan kuat kelas dari kayu glugu tersebut. Pengujian kuat lentur patah kayu dilakukan dengan memberikan gaya terpusat pada tengah – tengah bentang kayu, dengan penambahan beban bertahap sampai kayu mengalami patah. Gaya dan lendutan yang terjadi dicatat. Kuat lentur patah kayu atau Modulus Of Rupture ( MOR ) dapat dihitung dan dirata – rata dari semua benda uji, demikian pula dapat dihitung untuk nilai Modulus Elastisitas Kayu ( Ew ). Model pengujian lentur kayu dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut :
Gambar 4.5. Pengujian kuat lentur kayu
4.4.2 Pengujian Kuat Desak Beton Pengujian Kuat Desak Beton dilakukan dengan cara memberikan gaya desak pada benda uji silinder beton dengan alat / mesin uji kuat desak, sampai benda uji hancur. Gaya desak maksimum dicatat. Nilai kuat desak beton dapat dihitung dan diperoleh dengan merata – rata nilai kuat desak semua benda uji. Model pengujian benda uji silinder beton dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut :
Gambar 4.6. Pengujian kuat desak silinder beton.
4.4.3 Pengujian Daya Dukung Penghubung Geser ( Pasak ) Pengujian Daya Dukung Penghubung Geser ( Pasak ) dilakukan dengan cara benda uji ditekan dengan mesin tekan sampai benda uji mengalami patah / rusak slip. Beban P dan slip yang terjadi dicatat. Dari hasil pencatatan, kemudian dapat disajikan dalam bentuk grafik. Dari pembacaan data dan grafik tersebut, dapat ditentukan daya dukung penghubung geser. Model pengujian kuat geser penghubung geser dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut :
Gambar 4.7. Pengujian daya dukung penghubung geser. 4.4.4 Pengujian Kuat Lentur Balok T Komposit Kayu – Beton Pengujian Kuat Lentur Balok T Komposit Kayu – Beton dilakukan dengan cara meletakkan balok komposit diatas 2 tumpuan sendi dan rol. Kemudian diberi beban static / ditekan dengan mesin hydraulic jack sampai benda uji runtuh / pecah. Beban P diberikan secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat lendutan yang terjadi pada titik – titik dimana dial gauge terpasang. Retak pertama pada kayu maupun beton serta retak – retak selanjutnya diberi tanda dan dicatat. Hubungan antara beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ) dituangkan dalam bentuk grafik dan akan memberikan informasi teknis berupa kekuatan dan kekakuan komponen struktur lentur. Model pengujian kuat lentur balok T komposit kayu – beton, dapat dilihat pada gambar 4.8 berikut :
Gambar 4.8. Pengujian kuat lentur balok T Komposit Kayu - Beton
4.4.5 Diagram Alir Penelitian Mulai Persiapan bahan Persiapan alat
Uji mutu dan kuat kelas kayu
No
Hasil Hitungan Pemeriksaan Yes Uji Kuat Desak Beton
Uji Daya Dukung Penghubung Geser (Pasak)
Uji Kuat Lentur Balok T Komposit Kayu -
Hasil Pengujian
Analisa dan Pembahasan Hasil Pengujian
Laporan Hasil Pengujian
Selesai
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian Hasil pengujian benda uji dalam penelitian ini meliputi : hasil pengujian
kuat desak silinder beton, hasil pengujian kuat lentur kayu, hasil pengujian kuat geser penghubung geser dan hasil pengujian uji balok T Komposit Kayu Beton. 5.1.1
Kuat Desak Silinder Beton Pengujian kuat desak silinder beton dilakuan untuk mengetahui kuat desak
beton model balok komposit. Pengujian 2 buah silinder beton umur 28 hari memberikan hasil sebagai berikut : Kuat desak rata – rata ( f’cr ) = 166,317696
kg
Standar deviasi ( sd )
= 2,48094
Kuat desak beton ( f’c )
= f’cr – 1,64 . sd
cm 2
= 166,317696 – ( 1,64 . 2,48094 ) = 162,249
kg
cm 2
Hasil pengujian kuat desak silinder beton selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 5.1.2
Kuat Lentur Patah Kayu / Modulus Of Rupture ( MOR ) Pengujian kuat lentur patah kayu dilakukan untuk mengetahui kekuatan
lentur patah kayu pada model balok komposit. Pengujian 2 buah balok kayu ukuran L = 70 cm dan b x h = 5 x 7 cm, memberikan hasil nilai kuat lentur patah kayu (MOR), dengan rata – rata nilai kuat lentur patah kayu ( MOR ) sebesar 523,57
kg
cm 2
.
Hasil pengujian kuat lentur patah kayu ( MOR ) selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 80.
5.5.2
Kuat Geser Penghubung Geser ( Pasak Bambu ) Uji kuat geser penghubung geser, dilakukan untuk mengetahui kekuatan
geser 1 buah penghubung geser pada balok komposit kayu – beton. Pengujian 2 buah sampel uji, menghasilkan 2 nilai beban maksimum sample uji, dengan rata – rata beban maksimum sebesar 2950 kg. Dalam 1 sampel uji geser terdapat 12 buah penghubung geser ( pasak bambu φ 10mm ), dan didapat nilai kuat geser 1 penghubung geser sebesar
2950 = 12
245,83 kg. Hasil pengujian kuat geser penghubung geser selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 84 . 5.5.3
Pengujian Benda Uji Balok T Komposit Kayu – Beton Tujuan dilakukannya pengujian pada benda uji balok T komposit kayu –
beton adalah untuk mendapatkan data beban ( P ) dan data lendutan ( ∆ ), sehingga dapat dicari kekakuan struktur ( k ). Data P - ∆ dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara momen ( M ) dan kelengkungan ( Φ ), sehingga didapatkan nilai factor kekakuan ( EI ). 1. Hubungan Beban ( P ) dan Lendutan ( ∆ ) a. Data Beban ( P ) dan Lendutan ( ∆ ) Data beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ) dari hasil uji, benda uji ( KKB I ) tercantum dalam tabel 5.1 berikut : Tabel 5.1 Data beban ( p ) dan Lendutan ( ∆ ) Beban (P) (kN) 0 2 4 6 8
Dial 1 (yi-1) (10-5m) 0 270 450 659 840
Dial 2 (yi) (10-5m) 0 278 459 673 915
Dial 3 (yi+1) (10-5m) 0 269 448 664 891
Lanjutan : 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34
1040 1310 1542 1805 2060 2340 2560 2830 3135 3550 3942 4335 4779
1149 1375 1632 1910 2295 2573 2820 3170 3490 3890 4280 4775 5248
1105 1295 1552 1816 2072 2339 2574 2993 3278 3636 3999 4451 4897
Berdasarkan data beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ) diatas, dapat digambarkan grafik hubungan beban lendutan ( P - ∆ ) seperti pada Grafik 5.1 berikut : 40 35
Beban ( kN )
30 25 20 15 10 5 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Lendutan ( mm )
Grafik 5.1 Bi-linear beban – lendutan KKB I Data beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ) untuk benda uji II ( KKB II ), dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 68, sedangkan grafik hubungan beban – lendutan ( P - ∆ ) ketiga benda uji, disajikan pada Grafik 5.2 berikut :
40
Beban ( kN )
35 30 25 20 15 10 5 0 0
2000
4000
6000
Le ndutan ( m m )
KKB I
KKB II
Grafik 5.2. Bi-linear beban lendutan KKB I dan II b. Beban Lentur dan Lendutan Maksimum Dari pengujian 2 benda uji, didapatkan 2 macam nilai beban lentur maksimum runtuh ( P ) yaitu 34 kN untuk benda uji I, 24 kN untuk benda uji II. Sehingga rata – rata beban lentur maksimum adalah 29 kN. Nilai lendutan ( ∆ ) saat benda uji patah/runtuh adalah 52,48 mm untuk benda uji I, 34,05 mm untuk benda uji II. Rata – rata nilai lendutan adalah 43,265 mm. Beban lentur maksimum rata – rata dan lendutan ( ∆ ) rata – rata dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut : Tabel 5.2. Beban lentur dan lendutan maksimum Benda
Beban
Lendutan
Beban lentur
Lendutan
uji
lentur
(∆ )
maksimum
rata – rata
maksimum
( mm )
rata – rata
( mm )
I
( kN ) 34
( kN ) 52,48
II
24
34,05
29
43,265
c. Kekakuan Struktur Dari hasil pengujian didapat hubungan antara beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ) yang menunjukkan nilai kekakuan struktur (
P ). Dari grafik dan data P - ∆ dapat ∆
diamati besarnya beban dan lendutan pada tahap proporsional. Beban pada tahap proporsional untuk benda uji I adalah 30 kN dengan lendutan 42,80 mm. Untuk benda uji II beban 22 kN dengan lendutan 30,25 mm. Nilai kekakuan struktur ketiga benda uji dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut : Tabel 5.3. Kekakuan struktur Benda
Beban
Lendutan
uji
( Py )
(∆ )
( kN )
( mm )
Kekakuan
Kekakuan
Py ) ∆y
rata – rata
( (
kN ) m
I
30
42,80
700,93
II
22
30,25
727,27
(
Py ) ∆y
(
kN ) m
714,1
d. Daktilitas Simpangan Daktilitas simpangan merupakan perbandingan dari ∆ tot ∆ y . Berdasarkan pengamatan pada grafik dan data beban – lendutan, seperti yang tercantum dalam Tabel 5.2 dan 5.3, daktilitas simpangan dapat disajikan dalam Tabel 5.4 berikut :
Tabel 5.4. Analisis daktilitas simpangan dari data beban - lendutan Benda
∆ tot
∆y
Daktilitas
Daktilitas
uji
( 10-5 m )
( 10-5 m )
simpangan (
simpangan
∆ tot
∆y)
I
5248
4280
1,22616
II
3405
3025
1,12561
rata – rata ( ∆ tot
∆y)
1,17588
e. Hubungan Non Dimensional Beban Daktilitas Simpangan Data hasil penelitian dianalisis untuk mendapatkan hubungan non dimensional antara beban dengan daktilitas simpangan, kemudian hasilnya dapat ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut : () 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
() 1,2
1,4
Grafik 5.3. Hubungan non dimensional beban – daktilitas simpangan
2. Hubungan Momen ( M ) dan Kelengkungan ( Φ ) a. Momen Kelengkungan Teoritis Mengacu pada Park dan Paulay ( 1975 ) serta penelitian Suwandojo dan Zubaidah ( 1987 ), nilai momen kelengkungan dapat dihitung secara teoritis. Perhitungan momen kelengkungan teoritis dapat dilihat lampiran 15 halaman 92 ,sedangkan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut : Tabel 5.5. Momen kelengkungan teoritis Nama
Mcr
Φ cr
My
Φ y
Mu
Φ u
balok KKB
( kNm ) 0,475992
( 1/m ) 1,03 x 10-3
( kNm ) 5,140472
( 1/m ) 5 x 10-2
( kNm ) 20,721507
( 1/m ) 4,934 . 10-1
Dari data perhitungan momen kelengkungan teoritis, dapat digambarkan kurva trilinear ( Grafik 5.4 ), yang kemudian dapat diperbandingkan dengan kurva momen kelengkungan balok uji hasil pengujian. Grafik Momen Kelengkungan Teoritis
Momen ( kN m )
25 20 15 10 5 retak aw al
0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Ke le ngk ungan ( 1/m )
Grafik 5.4. Kurva tri – linear momen kelengkungan teoritis b. Momen Kelengkungan Hasil Pengujian Dari data hasil uji beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ), dapat diketahui data momen, kelengkungan dan juga faktor / nilai kekakuan. Bila momen bertambah besar, akan terjadi peningkatan kelengkungan, sedangkan faktor kekakuan mengecil.
Momen lentur ( M ) pada pengujian ini, dihitung dengan rumus : M
=
3 . PL...............................................................................(5.1) 20
Kelengkungan ( Φ ) dapat dihitung dengan rumus : Φ
=
y i + 1 − 2 yi + yi + 1 ………………………………………….. (5.2) ∆ x2
Faktor Kekakuan ( EI ) dapat dihitung dengan rumus : EI
=
M ……………………………………………………….. (5.3) Φ
Data mengenai momen dan kelengkungan benda uji 1 ( KKB 1 ) dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut : Tabel 5.6. Data momen ( M ) dan Kelengkungan ( Φ ) Kelengkungan Beban (P) (kN)
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34
Dial 1 (yi-1) (10-5m)
0 270 450 659 840 1040 1310 1542 1805 2060 2340 2560 2830 3135 3550 3942 4335 4779
Dial 2 (yi) (10-5m)
0 278 459 673 915 1149 1375 1632 1910 2295 2573 2820 3170 3490 3890 4280 4775 5248
Dial 3 (yi+1) (10-5m)
0 269 448 664 891 1105 1295 1552 1816 2072 2339 2574 2993 3278 3636 3999 4451 4897
Kekakuan(k) (P/ ∆ ) (kN/m)
Momen(M) 3/20PL (kNm)
0,000 719,424 871,459 891,530 874,316 870,322 872,727 857,843 837,696 784,313 777,302 780,141 757,097 744,985 719,794 700,934 670,1570 647,865
0,00 1,08 2,16 3,24 4,32 5,4 6,48 7,56 8,64 9,72 10,8 11,88 12,96 14,04 15,12 16,2 17,28 18,36
yi− 1 − 2 yi + yi+ 1 ∆ x2 Φ (1/m)
0,00000 0,00131 0,00154 0,00177 0,00763 0,01180 0,01118 0,01311 0,01535 0,03533 0,03603 0,03904 0,03989 0,04375 0,04583 0,04776 0,05895 0,06327
Berdasarkan data momen ( M ) dan kelengkungan ( Φ ) diatas, dapat digambarkan grafik hubungan momen ( M ) dan kelengkungan ( M - Φ ) seperti
Momen ( kNm )
pada Grafik 5.5 berikut : 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
Kelengkungan ( 1/m )
Grafik 5.5. Bi – linier momen – kelengkungan KKB I Data momen ( M ) dan kelengkungan ( Φ ) untuk benda uji II ( KKB II ) dapat dilihat pada lampiran 3 halaman , sedangkan grafik hubungan momen –
Momen ( kNm )
kelengkungan ( M - Φ ) kedua benda uji disajikan pada Grafik 5.6 berikut : 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
Kelengkungan ( 1/m ) KKB I
KKB II
Grafik 5.6. Bi – linier momen – kelengkungan KKB I dan II
c. Momen Maksimum dan Kelengkungan Maksimum Dari pengujian 2 benda uji, didapat nilai beban maksimum dan lendutan maksimum, yang berarti didapat nilai momen maksimum dan juga kelengkungan maksimum. Momen maksimum untuk benda uji I adalah 18,36 kNm, benda uji II 12,96 kNm. Momen maksimum rata – rata adalah 15,66 kNm. Kelengkungan maksimum benda uji I adalah 0,06327 / m, benda uji II 0,07770 / m. Kelengkungan maksimum rata – rata adalah 0,07048 / m, lebih jelas dapat ditampilkan dalam bentuk Tabel 5.7 berikut : Tabel 5.7. Momen kelengkungan maksimum Benda
Momen maks.
Kelengkungan
M.maks ( M )
K.maks ( Φ )
uji
(M)
maks. ( Φ )
rata – rata
rata – rata
( kNm ) 18,36
( 1/m ) 0,06327
( 1/m )
( 1/m )
I II
12,96
0,07770
15,66
0,07048
d. Faktor Kekakuan Struktur Data P - ∆ dari hasil pengujian, dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara momen ( M ) dan kelengkungan ( Φ ), sehingga didapatkan nilai faktor kekakuan ( EI ). Dari data EI yang telah terhitung, terlihat bahwa apabila beban semakin besar, maka faktor kekakuan struktur akan semakin kecil. Faktor kekakuan struktur untuk 2 benda uji, dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut : Tabel 5.8. Faktor kekakuan struktur Benda
Momen
Kelengkungan
Faktor kekakuan(EI)
Faktor kekakuan
uji
( My )
(Φ y )
( My/ Φ y )
( EI ) rata – rata
( kNm)
( 1/m )
( kNm2 )
( kNm2 )
I
16,2
0,04776
339,179
II
11,88
0,06852
173,383
256,281
e. Daktilitas Kelengkungan Daktilitas
kelengkungan
merupakan
perbandingan
dari Φ tot/ Φ y.
Berdasarkan pengamatan pada grafik dan data hubungan momen kelengkungan, seperti yang tercantum dalam Tabel 5.7 dan Tabel 5.8, daktilitas kelengkungan dapat disajikan dalam Tabel 5.9 berikut : Tabel 5.9. Analisis daktilitas kelengkungan Benda
Φ tot
Φ y
Daktilitas kelengkungan (
Dakt. kelengk. rata –
uji I
( 1/m ) 0,06327
( 1/m ) 0,04776
Φ tot/ Φ y ) 1,324
rata ( Φ tot/ Φ y )
II
0,07770
0,06852
1,133
1,229
f. Hubungan Non Dimensional Momen – Daktilitas Kelengkungan Data hasil penelitian dianalisis untuk mendapatkan hubungan non dimensional antara momen dengan daktilitas kelengkungan yang hasilnya dapat M / My
ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
/y 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
Grafik 5.7. Hubungan non dimnsional momen – daktilitas kelengkungan Dari grafik 5.7 dan dari hasil perhitungan, didapat nilai Φ u/ Φ y balok T komposit kayu – beton = 1,229.
Mengacu pada Park dan Paulay ( 1975 ), beton bertulang pada berbagai nilai rasio tulangan ( ρ ), kuat tekan beton ( f’c ), regangan beton ( c ) dan tegangan leleh baja ( fy ), memiliki nilai Φ u/ Φ y antara 5 sampai dengan 25 atau rata – rata = 15, yang bersifat daktail. Maka dengan nilai Φ u/ Φ y = 1,229, struktur balok T komposit kayu – beton bersifat getas. g. Hasil Penelitian Komposit Kayu – Beton peneliti lain Gayuh Wicaksono dan Wibowo Wicaksono ( 2002 ), telah mengadakan penelitian tentang komposit kayu beton. Benda uji berupa balok T, beton sebagai sayap dan kayu sebagai badan. Kayu yang dipakai adalah kayu bengkirai. Dimensi benda uji adalah ; bentang L = 340 cm, lebar b = 40 cm, tebal slab beton t = 6 cm serta ukuran balok kayu b x h = 6 x 12 cm. Selanjutnya disebut KKB-2. Hasil pengujian memberikan informasi nilai beban lendutan maksimum, kekakuan struktur, momen kelengkungan maksimum, faktor kekakuan struktur, daktilitas simpangan, serta daktilitas kelengkungan, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.10 sampai dengan 5.15 berikut : Tabel 5.10. Beban lentur dan lendutan maksimum Benda
Beban lentur ( P )
Lendutan ( ∆ )
Uji KKB-2
maks. ( kN ) 91,4
maks. ( 10-5 m ) 6089
Tabel 5.11. Kekakuan struktur Benda
Beban ( Py )
Lendutan ( ∆ )
Uji
( kN )
( 10-5 m )
KKB-2
72,8
44,81
Kekakuan (
Py kN )( ) ∆y m 1624,637
Tabel 5.12. Momen dan kelengkungan maksimum Benda
Momen maks.
Kelengkungan maks.
Uji KKB-2
( M ) ( kNm ) 46,61400
( Φ ) ( 1/m ) 0,07836
Tabel 5.13. Faktor kekakuan struktur Benda
Momen
Kelengkungan
Faktor
Uji
( My )
(Φ y )
kekakuan(EI)
KKB-2
( kNm) 37,128
( 1/m ) 0,05502
( kNm2 ) 674,842
Tabel 5.14. Daktilitas simpangan Benda
∆ tot
∆y
Daktilitas
Uji
( 10-5 m )
( 10-5 m )
simpangan ( ∆ tot
KKB-2
6089
∆y) 1,3588
4481
Tabel 5.15. Daktilitas kelengkungan Benda
Φ tot
Φ y
Daktilitas
Uji
( 1/m )
( 1/m )
kelengkungan ( Φ
KKB-2
0,07836
0,05502
tot/ Φ y ) 1,424
5.2 Pembahasan 5.2.1 Kuat Lentur Balok Ditinjau dari Hubungan Beban dan Lendutan Dari pengujian didapat hubungan beban ( P ) dan lendutan ( ∆ ) yaitu nilai kekakuan ( P/ ∆ ). Dalam penelitian ini, dari 2 benda uji didapat rerata nilai kekakuan balok T KKB-1 714,1 kN/m. Penelitian Gayuh Wicaksono dan Wibowo Wicaksono ( 2002 ) memberikan hasil kekakuan balok T KKB-2 sebesar 1624,637 kN/m, menunjukkan nilai kekakuan yang lebih besar dari pada balok T KKB-1. Dalam presentase, nilai kekakuan balok T KKB-2 adalah 127,51% nilai kekakuan balok T KKB-1 dan dapat disajikan pada Tabel 5.16 berikut :
Tabel 5.16. Analisis nilai kekakuan Benda
Kekakuan
Kekakuan ( % )
Uji KKB-1
( kNm ) 714,1
( kNm ) 100,00
KKB-2
1624,637
227,51
5.2.2 Kuat Lentur Balok Ditinjau dari Hubungan Momen – Kelengkungan Hubungan momen dan kelengkungan ( M - Φ ), menunjukkan faktor kekakuan struktur ( EI ). Dari penelitian ini, didapat rerata faktor kekakuan struktur dari 2 benda uji sebesar 256,281 kNm2 ( KKB-1 ). Penelitian Gayuh Wicaksono dan Wibowo Wicaksono ( 2002 ) memberikan hasil faktor kekakuan balok T KKB-2 sebesar 674,842 kNm2 , menunjukkan faktor kekakuan yang lebih besar 163,32 % dari balok T KKB-1. Hasil analisis data faktor kekakuan dapat ditunjukkan pada Tabel 5.17 sebagai berikut : Tabel 5.17. Analisis faktor kekakuan Benda Uji KKB-1
Faktor Kekakuan (EI) ( kNm2 ) 256,281
Faktor Kekakuan ( % )( kNm2 ) 100,00
KKB-2
674,842
263,32
5.2.3 Daktilitas Simpangan Hasil penelitian KKB-1 memberikan nilai daktilitas simpangan ∆ tot/ ∆ y sebesar 1,17588. Penelitian Gayuh Wicaksono dan Wibowo Wicaksono ( 2002 ) memberikan hasil nilai daktilitas simpangan KKB-2 sebesar 1,3588, yang berarti memiliki nilai daktilitas simpangan 15,56% lebih besar dibanding KKB-1. Tabel 5.18. Analisis daktilitas simpangan Benda Uji
Daktilitas simpangan ( ∆ tot
∆y)
Daktilitas simpangan (%)
KKB-1
1,17588
100,00
KKB-2
1,3588
115,56
5.2.4 Daktilitas Lengkung Hasil penelitian KKB-1 memberikan nilai daktilitas kelengkungan Φ tot/
Φ y sebesar 1,229. Penelitian Gayuh Wicaksono dan Wibowo Wicaksono ( 2002 ) memberikan hasil nilai daktilitas kelengkungan KKB-2 sebesar 1,424 yang berarti memiliki daktilitas kelengkungan 15,86 % lebih besar dibanding KKB-1. Tabel 5.19. Analisis daktilitas kelengkungan Benda Uji
Daktilitas kelengkungan ( Φ tot
KKB-1
Φ y) 1,229
KKB-2
1,424
Daktilitas kelengkungan ( % ) 100,00 115,86
5.3 Pengamatan Saat Pengujian Pada pengujian pertama, tahap – tahap pembebanan awal belum nampak adanya retak – retak baik pada bagian beton maupun bagian kayu. Retak – retak yang diperkirakan akan terjadi pada kira – kira ⅓ beban maksimum perhitungan, Belem juga terjadi. Pada benda uji I, pada kira – kira ⅓ beban maksimum perhitungan, belum memperlihatkan tanda – tanda keretakan struktur. Mulai pada beban 30 kN, terjadi retak awal pada sayap beton sisi bawah dan badan kayu sisi bawah. Kemudian pada beban 32 kN terjadi keretakan kedua pada kayu di sekitar Dial 1. Penambahan beban selanjutnya mengakibatkan keruntuhan struktur yaitu pada beban 34 kN. Keretakan sisi bawah beton bertambah dan kayu menjadi retak yang terjadi disekitar Dial 1. Pada keadaan ini, lendutan terukur 52,48 mm. Sedangkan dari pengamatan mata, tidak terlihat adanya kerusakan penghubung geser, tidak nampak adanya pergeseran ( slip ), ataupun pemisahan ( uplift ) yang berarti antara kayu dan beton. Hal tersebut menunjukkan penghubung geser cukup kuat / cukup berfungsi dalam membentuk aksi komposit. Pada benda uji II, pada kira – kira ⅓ beban maksimum perhitungan, belum memperlihatkan tanda – tanda keretakan struktur. Mulai pada beban 22 kN, terjadi
retak awal pada sayap beton sisi bawah dan badan kayu sisi bawah terutama disekitar ujung balok.. Penambahan beban selanjutnya mengakibatkan keruntuhan struktur yaitu pada beban 24 kN. Keretakan sisi bawah beton bertambah dan kayu menjadi retak yang terjadi disekitar pertengahan bentang. Pada keadaan ini, lendutan terukur 34,05 mm. Sedangkan dari pengamatan mata, tidak terlihat adanya kerusakan penghubung geser, tidak nampak adanya pergeseran ( slip ), ataupun pemisahan ( uplift ) yang berarti antara kayu dan beton. Hal tersebut menunjukkan penghubung geser cukup kuat / cukup berfungsi dalam membentuk aksi komposit. Gambar pola retak/patah dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 72 .
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian struktur komposit kayu –
beton ini adalah : 1. Beton normal dan kayu dapat digabungkan menjadi struktur komposit kayu – beton yang kuat dalam menahan beban lentur, sehingga dapat menjadi alternatif sebagai komponen struktur lantai tingkat komposit. 2. Kekuatan dan kekakuan struktur komposit, banyak dipengaruhi oleh kemampuan penghubung geser dalam menahan geseran ( slip ). 3. Semakin besar intensitas beban, nilai kekakuan struktur semakin menurun. 4. Strukur balok T komposit kayu – beton memiliki nilai kekakuan ( k ) sebesar 714,1 kN/m. 5. Struktur balok T komposit kayu – beton memiliki nilai factor kekakuan ( EI ) sebesar 256,281 kNm2. 6. Struktur balok T komposit kayu – beton memiliki kapasitas momen sebesar 15,66 kNm, dengan beban merata maksimum sebesar 2417,5 kg/m2. 7. Rasio antara beban merata maksimum hasil penelitian dengan standar beban merata perencanaan ( rumah tinggal, gedung sekolah, kantor ), sebesar 2417,5/250 = 10; dengan angka rasio tersebut, balok T komposit kayu – beton memiliki kekuatan yang tidak layak untuk dipakai sebagai komponen struktur lantai bangunan tingkat rendah. 6.2
Saran Saran – saran yang diajukan setelah penelitian ini adalah : 1. Pada pelaksanaan dan pembuatan struktur komposit kayu – beton, diupayakan nilai modulus elastisitas beton dan kayu, mendekati sama.
2. Diperlukan kecermatan perhitungan dan pelaksanaan pengadukan beton, agar didapat kuat tekan beton sesuai yang direncanakan. 3. Diperlukan ketelitian dan kecermatan pengamatan sewaktu dilakukan pengujian benda uji, dalam hal pembacaan besar beban maupun angka – angka dial serta pengamatan keretakan struktur, agar didapat data yang teliti. 4. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan variabel yang lain, baik mengenai unsur beton ataupun unsur kayu.
DAFTAR PUSTAKA Anonim,
PERATURAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA, NI-5
PPKI 1961, Departemen Pekerjaan Umum. Anonim,
PERATURAN
PEMBEBANAN
INDONESIA
UNTUK
GEDUNG 1983, Departemen Pekerjaan Umum. Anonim,
STANDAR TATA CARA PELAKSANAAN KOMPONEN
STRUKTUR LANTAI
TINGKAT KOMPOSIT KAYU-BETON UNTUK
GEDUNG DAN RUMAH, Rancangan SNI, Departemen Pekerjaan Umum. Aryani Rofaidah, 1999, PEMANFAATAN KOMPOSIT KAYU-BETON UNTUK LANTAI GEDUNG, Tesis Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Filix, YKH, 1965, KONSTRUKSI KAYU, Penerbit Bina Cipta, Bandung. Gere dan Timoshenko, 1987, MEKANIKA BAHAN, Terjemahan Jilid 1, EDISI 2, Penerbit Erlangga, Jakarta. Istimawan Dipohusodo, 1994, STRUKTUR BETON BERTULANG, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kadir Aboe, 2000, STRIKTUR BETON, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan UII, Yogyakarta. Popov, E.P, 1984, MEKANIKA TEKNIK, Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Salmon, S.G. dan Wang, C.K, 1985, DESAIN BETON BERTULANG, Terjemahan, Jilid 1, Edisi 4, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Suwandojo Siddiq dan Siti Zubaidah Kurdi, 1987, DAYA DAN PERILAKU KOMPONEN STRUKTUR LANTAI TINGKAT KOMPOSIT KAYUBETON TERHADAP BEBAN LENTUR STATIK, Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum. Widodo, 1997, METODE NUMERIK, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII, Yogyakarta. Wiryomartono, 1976, KONSTRUKSI KAYU, Jilid 1, Yayasan Penerbitan FIPIKIP, Yogyakarta.
Lampiran 3 DATA TES LENTUR BENDA UJI KOMPOSIT KAYU – BETON ( KKB ) a. Data Tes Lentur Benda Uji KKB I Beban (P) (kN)
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34
Dial 1 (yi-1) (10-5m)
0 270 450 659 840 1040 1310 1542 1805 2060 2340 2560 2830 3135 3550 3942 4335 4779
Dial 2 (yi) (10-5m)
0 278 459 673 915 1149 1375 1632 1910 2295 2573 2820 3170 3490 3890 4280 4775 5248
Dial 3 (yi+1) (10-5m)
0 269 448 664 891 1105 1295 1552 1816 2072 2339 2574 2993 3278 3636 3999 4451 4897
Kelengkungan
Kekakuan(k ) (P/ ∆ ) (kN/m)
Momen(M) 3/20PL (kNm)
0,000 719,424 871,459 891,530 874,316 870,322 872,727 857,843 837,696 784,313 777,302 780,141 757,097 744,985 719,794 700,934 670,1570 647,865
0,00 1,08 2,16 3,24 4,32 5,4 6,48 7,56 8,64 9,72 10,8 11,88 12,96 14,04 15,12 16,2 17,28 18,36
yi− 1 − 2 yi + yi+ 1 ∆ x2 Φ (1/m)
0,00000 0,00131 0,00154 0,00177 0,00763 0,01180 0,01118 0,01311 0,01535 0,03533 0,03603 0,03904 0,03989 0,04375 0,04583 0,04776 0,05895 0,06327
Fak.kek(EI) (M/ Φ ) kNm2
0,000 823,341 1399,68 1825,669 565,527 457,411 579,177 576,338 562,685 275,046 299,717 304,278 324,877 320,914 329,890 339,179 293,126 290,177
b. Data Tes Lentur Benda Uji KKB II Kelengkungan
Beban (P) (kN)
Dial 1 (yi-1) (10-5m)
Dial 2 (yi) (10-5m)
Dial 3 (yi+1) (10-5m)
Kekakuan(k ) (P/ ∆ ) (kN/m)
Momen(M) 3/20PL (kNm)
yi− 1 − 2 yi + yi+ 1 ∆ x2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21 22 24
0 278 447 623 796 936 1100 1310 1652 1874 2100 2459 2546 2819
0 295 466 648 870 987 1210 1550 1758 2161 2490 2856 3025 3405
0 282 459 635 809 940 1136 1398 1669 1910 2154 2480 2616 2984
0,000 677,966 858,369 925,925 919,540 1013,171 991,735 903,225 910,125 832,947 803,212 735,294 727,272 704,845
0,00 1,08 2,16 3,24 4,32 5,40 6,48 7,56 8,64 9,72 10,80 11,34 11,88 12,96
0,00000 0,00231 0,00200 0,00293 0,01041 0,00756 0,01419 0,03024 0,01504 0,04151 0,05601 0,05964 0,06851 0,07770
Φ (1/m)
Fak.kek(EI) (M/ Φ ) kNm2
0,000 466,560 1076,677 1105,011 414,720 714,122 456,417 249,942 574,227 234,147 192,793 190,124 173,383 166,794
Lampiran 4 GRAFIK HASIL PENGUJIAN BALOK T KOMPOSIT KAYU – BETON a. Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Balok T Komposit Kayu – Beton Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Balok T KKB - I
Beban ( kN )
40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Le ndutan ( m m )
Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Balok T KKB – I Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Balok T KKB - II 30
Beban ( kN )
25 20 15 10 5 0 0
1000
2000
3000
4000
Lendutan ( mm )
Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Balok T KKB – II
b. Grafik Hubungan Momen dan Kelengkungan Balok T Komposit Kayu – Beton
Momen ( kNm )
Gra fik Hubunga n Mome n dan Kelengkunga n Ba lok T KKB - I 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
Ke le ngk ungan ( 1/m )
Grafik Hubungan Momen dan Kelengkungan Balok T KKB – I
Momen ( kN m )
Grafik Hubungan Momen dan Kelengkungan Balok T KKB - II 14 12 10 8 6 4 2 0 0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
Kelengkungan ( 1/m )
Grafik Hubungan Momen dan Kelengkungan Balok T KKB - II
lampiran 5 POLA RETAK DAN PATAH BENDA UJI KOMPOSIT KAYU – BETON
Pola retak dan patah KKB – I
Pola retak dan patah KKB – II
Detail pola retak dan patah KKB – I
Detail pola retak dan patah KKB – II
lampiran 5
POLA RETAK DAN PATAH BENDA UJI KOMPOSIT KAYU – BETON
Pola retak dan patah KKB – I
Pola retak dan patah KKB – II
Detail pola retak dan patah KKB – I
Detail pola retak dan patah KKB – II
Lampiran 6 PERENCANAAN ADUKAN BETON ( The British Mix Design Method ) atau ( DOE = Department of Environment ) ●
Kuat desak beton yang disyaratkan
f’c
= 20 Mpa
●
Jenis Struktur
= pelat lantai
●
Ukuran maksimum kerikil
= 20 mm
●
Jenis Kerikil
= batu pecah
●
Nilai Slump
= 100 mm
●
Jenis Pasir
= agak kasar ( golongan 2 )
●
Berat Jenis Kerikil
= 2,51 t m 3
●
Berat Jenis Pasir
= 2,35 t m 3
Perhitungan : 1. Kuat tekan beton yang disyaratkan pada 28 hari yaitu f’c = 20 Mpa 2. Penetapan nilai deviasi standar ( Sd ) = 5,6 Mpa Dari tabel diambil nilai 5,6 dengan tingkat pengendalian mutu pekerjaan cukup. 3. Perhitungan nilai tambah
( M )= K . Sd = 1,64 x 5,6 = 9,184 Mpa ≈ 9 Mpa
4. Menetapkan kuat tekan rata – rata yang direncanakan f’cr
= f’c + M = 20 + 9 = 29 Mpa
5. Menetapkan jenis semen Digunakan semen holchim tipe I, yaitu jenis semen biasa yang cepat mengeras atau semen holchim untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. ( SNI – 15 – 7064 – 2004 ) 6. Menetapkan jenis agregat Digunakan jenis kerikil batu pecah 7. Menetapkan faktor air semen ( fas ) 7.1.Cara I
: Dari gambar dengan f’cr = 29 Mpa pada umur 28 hari didapat
fas 0,52. 7.2.Cara II
: Dari tabel jenis semen I, batu pecah umur 28 hari dan dilihat
dari perbandingan garis pada gambar didapat fas 0,54. 7.3.Cara III
: Dari cara ini diperoleh
7.3.1. Untuk pembetonan didalam ruang bangunan dan dalam keadaan keliling non korosif = 0,6. 7.3.2. Untuk beton yang berhubungan dengan air tanah, dengan jenis semen type I tanpa pozzolan untuk tanah mengandung SO3 antara 0,3 – 1,2, maka fas yang diperoleh = 0,50. 7.3.3. Untuk beton bertulang didalam air tawar dan type semen I yaitu faktor air semennya = 0,50. Dari ketiga cara tersebut diambil nilai fas yang terendah yaitu 0,50 8. Menetapkan faktor air semen maksimum Dari ketiga cara diatas ( langkah 7 ), diambil fas maksimumnya 0,6. 9. Menetapkan nilai slump rencana minimal 10 cm 10. Menetapkan ukuran besar butir agregat maksimum ( kerikil ). Pasir maksimum 10 mm. Kerikil maksimum 20 mm. 11. Menetapkan kebutuhan air Dari tabel jika pasir maksimum 10 mm jenis alami maka Ah = 225. Jika kerikil maksimum 20 mm ( 2 cm ) maka Ak = 225. A
= ( 0,67 x Ah ) + ( 0,33 x Ak ) = ( 0,67 x 225 ) + ( 0,33 x 225 ) = 225 liter
12. Menentukan kebutuhan semen =
Jumlahairyangdibutuhkan Faktorairsemen
=
225 0,50
= 450 kg
13. Menentukan perbandingan pasir dan kerikil Dengan gambar jika faktor air semen 0,50 pasir golongan II, nilai slump minimal 100 mm, dan agregat maksimum 20 mm didapat 40 %. 14. Menentukan berat jenis agregat campuran pasir dan kerikil Bjcampuran
P K x Bj pasir + x Bj kerikil = 100 100 40 60 x 2,35 t 3 + x 2,51 t 3 m m 100 100
=
= 2,446 t m 3 15. Menentukan berat jenis beton Dengan gambar jika berat jenis campuran 2,446 kebutuhan air 225 liter didapat berat jenis betonnya 2225
kg
m3
16. Menentukan kebutuhan pasir dan kerikil = ( Berat beton – kebutuhan air – kebutuhan semen ) = ( 2225 – 225 – 450 ) = 1550 kg. 17. Menentukan kebutuhan pasir = ( berat pasir dan kerikil ) x persentase berat pasir = 1550 x 40% = 620 kg. 18. Menentukan kebutuhan kerikil = ( berat pasir dan kerikil ) – kebutuhan pasir = 1550 – 620 = 930 kg.
19. Menentukan dimensi benda uji V =PxLxt V = 3,6 x 0,4 x 0,06 = 0,0864 m3 20. Menentukan kebutuhan material dalam 1 kali pengadukan untuk 1 benda uji : Air
= 225 x 0,0864 x 1,25 = 24,3 liter
Semen
= 450 x 0,0864 x 1,25 = 48,6 kg
Pasir
= 620 x 0,0864 x 1,25 = 66,96 kg
Kerikil
= 930 x 0,0864 x 1,25 = 100,44 kg
Lampiran 7 HASIL PENGUJIAN DESAK SILINDER BETON Diuji 2 buah silinder beton pada umur 28 hari, hasilnya sebagai berikut :
Tampang Silinder Beton No.
Berat
Tinggi
Diameter
Luas
P maks
Kuat Desak
Sampel
( kg )
( cm )
( cm )
( cm2 )
( kg )
kg 2 cm
30 30
15 15
176,71 176,71
29080 29700
1 12,8 2 12,5 Rata - rata
Kuat tekan rata – rata ( f’cr ) = 166,317696
kg
Standar deviasi (sd )
= 2,48094
Kuat tekan beton ( f’c )
= f’cr – 1,64 . sd
cm 2
= 166,317696 – ( 1,64 . 2,48094 ) = 162,249
kg
cm 2
164,563409 168,071982 166,317696
Lampiran 8 DATA TES TARIK KAYU GLUGU SEARAH SERAT
Kayu Sebelum Diuji a. Tabel Kadar Air Kayu Glugu No 1 2 3 4 5 6
Data Beban Maksimum ( kg ) Luas Tampang ( cm2 ) Kuat Tarik Kayu =
BebanMaks kg 2 cm LuasTampang
Berat Sebelum Masuk Oven= Bo=( gr) Berat Setelah Masuk Oven = Bi =( gr ) Kadar Air Kayu =
Bo − Bi x100% ( % ) Bi
Sampel Uji Kayu 1 Kayu 2 580 210 1,69 1,85 343,195
113,513
24 13,5
26 16,5
77,78
57,57
b. Tabel Berat Jenis Kayu Glugu No 1 2 3 4 5 6 7
Panjang Sebelum dioven = Po = ( cm ) Panjang Setelah dioven = Pi = ( cm ) Lebar Sebelum dioven = lo = ( cm ) Lebar Setelah dioven = li = ( cm ) Tinggi Sebelum dioven = to = ( cm ) Tinggi Setelah dioven = ti = ( cm ) Berat Jenis Kering Udara
=
Bo gr = 3 cm Po.lo.to Berat Jenis Kering Oven
8
Sampel Uji Kayu 1 Kayu 2 4,9 5,4 4,8 5,3 2,59 2,5 2,4 2,3 1,49 1,5 1,3 1,4
Data
Bi gr = 3 cm Pi.li.ti
Tegangan σ
tr //
1,269
1,284
0,901
0,967
=
sampel kayu 1 = 1,269 x 150 = 190,35
kayu 2 = 1,284 x 150 = 192,6
kg
cm 2
cm 2
dan sampel
, karena kadar air 77,78 % dan 57,57 %
maka kayu glugu termasuk kayu mutu B dan berdasarkan σ termasuk kelas kuat 1.
kg
tr //
maka kayu glugu
lampiran 9 DATA TES LENTUR KAYU a. Tabel Beban – Lendutan Benda Uji Kayu Beban ( kgf ) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1095 1150 1200 1250 1300 1350
Lendutan ( 10-2 mm ) Kayu 1 0 35 92 143 179 257 293 335 395 455 495 545 599 638 685 731 785 829 883 930 970 1033 1073 1135 1200 1290 1328 2150
Kayu 2 0 70 115 165 200 275 315 355 401 460 502 540 585 630 675 725 790 840 905 1086 1180 1520 3365
b. Tabel Beban – Lendutan Maksimum Benda Uji Kayu 1 Kayu 2
P maks ( kg ) 1350 1095
Lendutan ( 10-2 mm ) 2150 3365
c. Grafik Beban dan Lendutan Benda Uji Kayu Grafik Beban dan Lendutan Benda Uji Kayu 1600 Beban (kgf)
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
1000
2000
3000
Lendutan (10-2 mm)
Kayu 1
Kayu 2
d. Perhitungan Kuat Lentur Patah Kayu ( MOR ) Uji lentur kayu dengan beban terpusat ditengah bentang :
Kayu Glugu, ukuran b x h = 5 x 7 cm bentang L = 70 cm Tahanan Momen ( W ) = MOR =
1 1 x b x h2 = x 5 x 72 = 40,83 cm3 6 6
1 xPxL 4
1 x1350 x 70 kg Kayu 1 ; MOR = 4 = 578,62 cm 2 40,83 1 x1095 x70 kg Kayu 2 ; MOR = 4 = 469,32 cm 2 40,83 MOR rata – rata =
578,62 + 469,32 kg = 523,57 cm 2 2
4000
lampiran 10 PERHITUNGAN MODULUS ELASTISITAS KAYU ( Ew )
L
= 70 cm
bxh
= 5 x 7 cm
I
=
1 1 x b x h3 = x 5 x 73 = 142,92 cm4 12 12
Modulus elastisitas kayu ( Ew ) dihitung dengan rumus lendutan sebagai berikut :
δ =
PxL3 PxL3 → Ew = 48 xEw xI 48 xIxδ
Dari hasil pengujian lentur 2 buah kayu : ●
pada P = 300 kg, δ terbesar = 0,315 cm Ew =
●
300 x70 3 kg = 47617,937 cm 2 48 x142,92 x0,315
pada P = 400 kg, δ terbesar = 0,401 cm Ew =
400 x70 3 kg = 49874,15 cm 2 48 x142,92 x0,401
E w = 47617,937 – 49874,15 kg E w dipakai = 49000 kg
cm 2
cm 2
I
= 142,92 cm4
y
= 3,5 cm
Pmaks
=
Rav=Rbv=
1350 + 10495 = 1222,5 kg 2 1222,5 x35 70
Mmaks = 611,25 x 35
σ =
= 611,25 kg = 21393,75 kgcm
M . y 21393,75 x3,5 kg = = 523,95 cm 2 142 , 92 I
( )
Lampiran 11 PENGUJIAN BENDA UJI GESER PENGHUBUNG GESER (PASAK)
Gambar Benda Uji Geser
a. Tabel Beban – Lendutan Benda Uji Deser Pasak Bambu Beban (Kg) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000
Benda Uji Lendutan I (0,01mm) 0 80 105 125 135 155 168 180 198 210 222 231 245 260 315 348 388 416 428 450 468
Lendutan II (0,01mm) 0 30 50 65 80 100 120 140 230 280 290 301 310 322 330 340 350 363 378 448 538
Lanjutan : 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100 3200 3300 3400 3500 3600 3700 3800 3900
485 500 525 548 588 608 630 655 733 758 780 810 838 870 908 998 1030 1275 1830
b. Grafik Beban – Lendutan Benda Uji Geser Pasak Bambu
Beban (Kg)
Grafik Beban - Lendutan Benda Uji Geser Pasak 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
500
1000
1500
Lendutan (0.01mm) B.Uji I
B.Uji II
2000
c. Tabel Beban – Lendutan Maksimum Rata – rata Sampel Beban ( P ) Lendutan ( ∆ ) Beban ( P ) Lendutan ( ∆ ) Uji
maks.
maks.
maks. rata – maks. rata –
( kg )
( 0,01 mm )
rata
rata
( kg )
( 0,01 mm )
2950
1184
I
3900
1830
II
2000
538
P maks. rata – rata
=
Lendutan rata – rata =
3900 + 2000 2
= 2950 kg
1830 + 538 = 1184 ( 10-2 mm ) 2
d. Perhitungan Kuat Geser Satu Penghubung Geser Dalam 1 sampel uji, terdapat 12 buah penghubung geser ( pasak bambu ) sehingga kuat geser satu penghubung geser =
2950 = 245,83 kg 12
Lampiran 12 PERHITUNGAN MOMEN KAPASITAS Keterangan :
●
b
= 40 cm
bw
= 6 cm
hw
= 12 cm
t
= 6 cm
h
= 18 cm
Panjang bentang ( L ) = 3,6 meter. L
= 3,6 m
jarak antar balok ( bo ) maks. = 0,5 m ( SNI ).
Dipakai bo perencanaan = 0,4 m. ●
●
Lebar ( b ) Efektif : L/4
=
3600 4
= 90 cm
bo dipakai
= 400 mm
= 40 cm
bw + 16 . t
= 6 + 16 . 6
= 102 cm
b Efektif
= 40 cm
Ec = 4700 f ' c = 4700 20 = 21019,04 Mpa = 210190,4 Kayu Glugu, Ew = 49000 Rasio Modular ( n ) =
kg
cm 2
Ec 210190,4 = = 4,2896 Ew 49000
b transformasi = n . b = 4,2896 . 40 cm = 171,584 cm ●
Statis Momen : yb
1 1 btrans .t h − .t + bw .hw .hw 2 2 = btrans .t + bw .hw
yb
1 1 171,584.6 18 − .6 + 6.12 .12 = 2 2 171,584.6 + 6.12
kg
cm 2
yb
= 14,412 cm
ya
= 18 – 14,412 = 3,588 cm
Inersia ( I )
=
2 2 1 1 1 1 3 3 . b . t + b . t h − t − y + . b . h + b . h y − h trans trans b w w w w b w 12 12 12 12
I
=
(
)
(
1 1 2 2 3 3 .171,584.6 + 171,584.6(18 − 3 − 14,412 ) + .6.12 + 6.12(14,412 − 6 ) 12 12
I
= 9403,3 cm4.
Statis momen S
●
●
= btrans .t y a −
1 t 2
= 171,584 . 6 ( 3,588 – 3 )
= 605,35 cm3.
= 12 . 6 ( 14,412 – 6 )
= 605,664 cm3.
Tegangan maksimum yang dipakai : Fc
= 0,85 f’c = 0,85 . 20 = 17 Mpa
Fw
= 0,9 . MOR = 0,9 . 523,95
a
=
= 170
kg cm
2
kg
cm 2
= 471,555
kg
cm 2
bw .hw .0,9.MOR.0,5 6.12.471,555.0,5 = = 0,582 cm bw .0,85. f ' c 171,584.170
Lengan momen ( z ) : z
=2/3. hw + t – a/2 =2/3. 12 + 6 – 0,582/2= 13,709 cm
●
Tw = bw . hw . 0,9 . MOR . 0,5 = 6 . 12 . 471,555 . 0,5
= 16975,98 kg
Cc = btrans. a . 0,85 . f’c
= 16976,52 kg
= 171,584 . 0,582 . 170
Kapasitas momen : M kap = (hw . z ) = 16975,98 . 13,709= 232723,709 kgcm Momen maksimum dengan pembebanan merata ( Mmaks ) =1/8. q . L2 Beban merata maksimum ( q maks ) =
8.Mmaks 8.232723,709 = L2 360 2
)
= 14,366 =
kg
cm 2
= 1436,6
kg
m2
1436,6 kg = 3591,5 m2 0,4
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, beban hidup rencana untuk rumah tinggal, gedung sekolah, ruang kuliah dan kantor = 200 – 250
kg
m2
atau 2 – 2,5 kN m 2 .
Rasio beban ●
=
3591,5 = 14,366 ≈ 14 250
Momen maksimum benda uji hasil penelitian
= 15,66 kNm = 156600 kgcm
●
Beban merata maksimum ( q maks ) =
8.Mmaks L2 = 9,67 =
Rasio beban
=
kg
=
8.156600 360 2
cm 2
= 967
kg
m2
967 kg = 2417,5 m2 0,4
2417,5 = 9,67 ≈ 10 250
Dengan angka rasio tersebut, balok T komposit kayu – beton memiliki kekuatan yang tidak layak untuk dipakai sebagai komponen struktur lantai bangunan bertingkat rendah.
Lampiran 13 PERHITUNGAN JUMLAH PENGHUBUNG GESER
Momen kapasitas
= 232723,709 kgcm
Momen maksimum lentur
=(3/20). P . L
Kapasitas beban runtuh ( P maks ) ●
=
20.232723,709 = 4309,69 kg 3.360
Zone 1 Gaya lintang ( D ) = 1 2 . P = 1 2 . 4309,69 kg = 2154,85 kg Tegangan geser ( τ 1 ) =
D.S 2154,85.605,664 kg = = 23,13 cm 2 I .bw 9403,3.6
Gaya geser ( V1 ) = 15 . L . bw . τ 1 = 15 . 360 . 6 . 23,13 = 9992,16 kg ●
Zone 2 Gaya lintang ( D ) = 1 2 . P - 1 4 . P = 1 4 . P = 1 4 . 4309,69 = 1077,4225 kg Tegangan geser ( τ 2 ) =
D.S 1077,4225.605,664 kg = = 11,56 cm 2 I .bw 9403,3.6
Gaya geser ( V1 ) = 1 5 . L . bw . τ 2 = 1 5 . 360 . 6 . 11,56 = 4993,92 kg Kuat geser satu penghubung geser pasak bambu ( φ 10mm ) = 245,83 kg ( hasil uji) ●
Jumlah penghubung geser ( pasak bambu ) yang diperlukan ( N ) : Zone 1
= N1
=
V1 9992,16kg = = 40,6 ≈ 41 buah pasak np 245,83kg
Zone 2
= N2
=
V2 4993,92kg = = 20,3 ≈ 20 buah pasak np 245,83kg
Total jumlah pasak bambu
= 61 buah pasak ( untuk ½ bentang )
Lampiran 14 PERHITUNGAN TEGANGAN GESER PADA KOMPOSIT KAYU - BETON
●
●
Bj beton
12,65 beratrata − rata kg = = 0,0024 cm 3 176,71.30 Volumerata − rata
q beton
= 40 x 6 x 0,0024
Mmaks beton
= 1 8 . q . L2
Bj kayu kg
●
=
= 0,576
kg cm
= 18 . 0,576 . 3602
= 9331,2 kgcm
= berat jenis kering udara rata – rata =
0,0012765
cm 3
q kayu
= 6 x 12 x 0,0012765 = 0,0919
M maks kayu
= 18 . q . L2
M total
kg
cm 2
= 18 . 0,0919 . 3602
= 9331,2 + 1488,78
= 1488,78 kgcm
= 10819,98 kgcm
σ
c
=
M . ya I
=
10819,98.3,588 9403,3
= 4,13
σ
w
=
M . yb I
=
10819,98.14,412 9403,3
= 16,58
kg
cm 2
kg
cm 2
Lampiran 15 PERHITUNGAN MOMEN KELENGKUNGAN TEORITIS Ec = 4700
f ' c = 4700 20 =21019,04Mpa
= 210190,4
kg
cm 2
Kayu Glugu, Ew = 49000 Rasio modular n =
kg
cm 2
Ew 49000 = = 0,233 Ec 210190,4
b transformasi = n . b = 0,233 . 6 = 1,398 Garis Netral : Status momen : yb
=
40.6(12 + 1 .6) + 12.1,398( 1 .12) 2 2 40.6 + 12.1,398
= 14,41cm ya
= 18 – 14,41 = 3,59 cm
= 1/12 . 40 . 63 + 40 . 6 ( 15 – 14,41)2 + 1/12 . 1,398 . 123
Inersia ( I )
+ 12 . 1,398 (14,41 – 6 )2 = 2191,39 cm4 1. Saat Sebelum Retak Modulus retak fr = 0,7 Mcr
Φ cr
=
kg
cm 2
Fr.I 31,3.2191,39 = = 4759,92 kgcm = 0,475992 kNm yb 14,41 Fr
=
f ' c = 0,7 20 = 3,13 Mpa = 31,3
Ec
yb
31,3 =
210190,4 14,41
=1,03 x 10-5 rad cm =1,03 x 10-3 rad m
2. Pada Batas Proporsional Tegangan batas proporsional Beton : Fc
= 2/3 . f’c
= 2/3 . 20
Kayu : Fw
= ¾ . MOR
= ¾ . 523,57 = 392,68
εc
=
Fc 133,3 = Ec 210190,4
= 0,0006
εw
=
Fw 392,68 = Ew 49000
= 0,008
= 13,33 Mpa = 133,3 kg
kg
cm 2
εw ε = c h− c c 0,008 0,0006 = 18 − c c 0,008 c
= 0,0108 – 0,0006 c
0,008 c+0,0006 c
= 0,0108
0,0086 c
= 0,0108 c =
h – c = 18 – 1,26
0,0108 = 1,26 cm 0,0086
= 16,74 cm
M
=
392,68.2191,39 Fw .I = =51404,72 kgcm =5,140472 kNm 16,74 h− c
Φ
=
0,008 εw = = 5 x 10-4 rad cm = 5 x 10-2 rad m 16,74 h− c
cm 2
a. Saat Beban Maksimum ( Ultimit ) Tegangan batas : Fc
= 0,85 f’c = 0,85 . 20 = 17 Mpa = 170
Fw
= 0,8 MOR = 0,8 . 523,57 = 418,86
a
=
kg
kg
cm 2
cm 2
bw .hw .0,8MOR.0,5 6.12.418,86.0,5 = = 0,517 cm btr .0,85 f ' c 171,584.170
Lengan momen z
= 2/3.hw + t – a/2 = 2/3 . 12 + 6 – 0,517/2 = 13,742 cm
Tw
= bw . hw . 0,8 MOR . 0,5
= 6 . 12 . 418,86 . 0,5
= 15078,96
= btr . 0,85 f’c . a
= 171,584 . 170 . 0,517
= 15080,52
kg Cc kg M
= Tw . z = 15078,96 . 13,742 = 207215,07 kgcm = 20,721507 kNm
c
=
a 0,517 = = 0,608 cm 0,85 0,85
=
0,003 εc = = 4,934 . 10-3 rad cm = 4,934 . 10-1 rad m 0,608 c
Φ
u
Grafik Momen Kelengkungan Teoritis
Momen ( kN m )
25 20 15 10 5 retak aw al
0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
Ke le ngk ungan ( 1/m )
Grafik Momen Kelengkungan Teoritis
Hubungan Momen dan Kelengkungan
Momen ( kN m )
25 20 15 10 5 0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
Ke le ngk ungan ( 1/m ) kelengkungan teoritis
KKB - I
KKB - II
Grafik Hubungan Momen dan Kelengkungan
0,5