Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA
VERBALABUSE PADA POLA KOMUNIKASI BERPACARAN MELALUI CHATTING PADA REMAJA PEREMPUAN Rosita Ambarwati 1), Dwi Rosita Sari 2) FKIP, Universitas PGRI Madiun
1,2
Email:
[email protected] [email protected] 1
Abstrak Bentuk kekerasan dalam suatu hubungan ada berbagai bentuk salah satunya adalah kekerasan verbal. Berdasarkan data komnas perempuan sejak tahun 2010 terjadi kekerasan dalam pacaran. Hal ini diperkuat oleh data statistik yang mengindikasikan bahwa remaja memiliki resiko yang lebih besar untuk terlibat dalam kekerasan dalam hubungan pacaran dibandingkan dengan orang dewasa (Women of Color Network, 2008), remaja yang usianya lebih muda, akan lebih sering menjadi korban kekerasan dibandingkan dengan remaja dengan usia yang lebih tua. Artikel ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan wujud tuturan berbahasa remaja putri pada saat berpacaran dan berkomunikasi melalui chatting (2) Menggambarkan pelaksanaan prinsip kerja sama dan kesantunan pada komunikasi remaja putri pada saat berkomunikasi di media chatting, (3) Mendeskripsikan bentuk kekerasan verbal yang dialami remaja putri pada saat berpacaran lewat media chatting. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mengambil desain studi kasus. Teknik pengambilan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode simak dan catat. Hasil penelitian ini berkontribusi pada dunia pendidikan khususnya sekolah serta pemegang kebijakan pembuat kurikulum sehingga dapat melindungi perempuan khususnya remaja putri dari kekerasan verbal. Kata Kunci: Verbal Abuse, Remaja Putri, Berpacaran, Chatting
PENDAHULUAN
Kekerasan verbal adalah kasus yang banyak dialami oleh remaja. Masa berpacaran yang merupakan tahap saling mengenal dan menjajaki antara dua manusia yang berbeda jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Pada fase menjalani hubungan ini bisa dipastikan akan muncul banyak masalah. Banyak kasus yang dialami remaja khususnya pelajar SMP menjadikan semakin menguatnya dugaan bahwa dalam menjalani pacaran remaja sering mengalami kekerasan verbal. Hal diatas diperkuat oleh data statistik yang mengindikasikan bahwa remaja memiliki resiko yang lebih besar untuk terlibat dalam kekerasan dalam hubungan pacaran dibandingkan dengan orang dewasa (Women of Color Network, 2008), remaja yang usianya lebih muda, akan lebih sering menjadi korban kekerasan dibandingkan dengan remaja dengan usia yang lebih tua. Hal ini disebabkan harapan peran gender memainkan peranan penting dalam pembentukkan strategi remaja untuk mencocokkan diri dan agar mendapatkan penerimaan di lingkungannya terutama di masa awal remaja. Periode ini mengakibatkan perasaan tertekan pada remaja, sehingga remaja cenderung menggunakan taktik melukai.Dampak kekerasan verbal dalam berpacaran sering menimpa perempuan sebagai korbannya. Kasus seperti ini bisa terjadi karena adanya proses timbal balik pada saat pasangan berkomunikasi. Pada tahap inilah fungsi bahasa menjadi sangat penting. Secara umum kekerasan
72
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian verbal dianggap sebagai ungkapan berbahasa yang mempunyai makna kasar dan menyakitkan perasaan. Sehingga membuat korban tidak menyadari sepenuhnya bentuk kekerasan verbal yang terjadi padanya, bisa jadi kalimat yang diungkapkan oleh pasangannya adalah kalimat yang secara gramatikal sudah tersusun dengan baik dan terlihat halus atau santun tetapi bila diteliti lebih jauh sebenarnya mengandung makna yang sangat kasar. METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan penelitian kualitatif. dengan meggunakan desain penelitian analisis isi. Data penelitian ini adalah data dalam bentuk tertulis yaitu obrolan chatting remaja perempuan dengan pacarnya, untuk memperkuat data yang telah dianalisis maka dilakukan wawancara. Proses wawancara ini membutuhkan alat untuk merekam dan sejumlah daftar pertanyaan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi yaitu berupa teks dari hasil chatting remaja putri pada saat komunikasi dengan kekasihnya. Selain dokumentasi, peneliti juga menggunakan instrumen wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek penelitian. Sementara yang bertindak sebagai instrument kunci adalah peneliti. Teknik pengumpulan data pada tahap ini menggunakan teknik simak catat. Data tulis dikumpulkan dengan metode simak yang dibantu dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Artinya, peneliti menyimak tuturan dalam sumber data tertulis. Hasil penyimakan ditindaklanjuti dengan teknik catat. Pada proses pencatatan diambil data dari tuturan yang sudah ditranskripsikan sesuai dengan kebutuhan. Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data dan tahap penyajian analisis data. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Tindak Tutur dalam Kekerasan Verbal Tindak tutur merupakan ujaran yang merupakan satuan fungsional dalam komunikasi. Ketika penutur mengucapkan kalimat maka sebenarnya penutur melakukan sesuatu melalui kata-kata tersebut. Tindak tutur pada prose interaksi sering memunculkan kondisi yang kurang/tidak menyenangkan bagi mitra tutur. Hasil analisis data ditemukan kekerasan verbal dalam berbagai jenis tindak tutur yaitu: 1) Representatif
Tindak tutur representatif menyatakan suatu informasi atau kebenaran dari apa yang diungkapkan penutur. Data berikut merupakan wujud kekerasan verbal yang termasuk pada kategori asertif/ representatif P
: bsuk msh d rmah kah???
P
: yah…kpan kmbaliny k pondok yank???
P
: kak klo bsuk pean msh d rmah buatkan q bagan buat ujian PPL…
L : Wes d pndk syank
Data di atas merupakan tuturan pada obrolan (chatting) sepasang kekasih. Perempuan (P) bertanya kepada kekasihnya apakah posisi kekasihnya (L) ada di rumah. Perempuan (P) meminta bantuan untuk dibuatkan bagan yang akan digunakan sebagai media ujian PPL. Kekasihnya menjawab “Wes d pndk syank”, artinya bahwa sang kekasih (L) laki-laki tidak berada di rumah karena (L)
73
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA sudah kembali ke pondok. Tuturan (L) “Wes d pndk syank” menggambarkan bahwa (L) tidak pamit ketika kembali ke pondok. Lazimnya seseorang yang mempunyai hubungan khusus pasti mempunyai ikatan emosional yang lebih dekat sehingga memunculkan rasa sayang dan perhatian. Tuturan (L) yang tidak memberikan kabar kepada kekasihnya (L) merupakan kekerasan verbal. Laki-laki (L) membuat kekasihnya merasa tidak berharga/tidak penting. 2) Komisif
Tindak tutur komisif mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebut dalam ujarannya. P
: Gak perlu. Aku ora arep mbalek neh. Godak en bocah kui.
L
: Enggak. Fikiranmu ojo koyo ngono. Aku Cuma sbts tmn.
Aku wis jujur to.
Omonganmu ojo koyo ngono to
Enek to aku nyerah iki
Koe yo koe
Data di atas mengindikasikan kekerasan verbal dimana Laki-laki bertahan untuk tidak melepaskan hubungan dengan kekasihnya. Tuturan laki-laki “Enek to aku nyerah iki Koe yo koe” merupakan komitmennya untuk mempertahankan hubungan tetapi hal tersebut akan menimbulkan kondisi yang menekan pihak perempuan. 3) Direktif
Data berikut merupakan kekerasan verbal yang berwujud tindak tutur direktif. Umi (P)
:iyo ndang istirahat bi
Umi (P)
: Piye nek bangunin bi hm
Abi (L)
Abi (L)
: Ntar abi bangunin ya mi agak maleman jgn bbm.an sama cowok manapun inget. Mmmmmmmuuuuaaaaahhhh, love you
Iya sayangku aku mau nugas kok mumpung abi bobok Love you too sayang
: ya ping en aja mi tak kasih suara kok mi
Tuturan di atas menggambarkan obrolan pada sore hari tepatnya pukul 6.50 Wib. Abi (lakilaki) mengeluh ingin istirahat, kemudian Umi (P) menyuruh kekasihnya istirahat. Sebelum tidur Abi memperingatkan kekasihnya untuk tidak mengobrol (chatting) dengan cowok manapun. Tuturan Abi “Ntar abi bangunin ya mi agak maleman jgn bbm.an sama cowok manapun inget” merupakan bentuk kekerasan verbal karena penutur melakukan paksaan kepada lawan tutur. Hal tersebut bisa dikategorikan sebagai ancaman. 4) Ekspresif
Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penutur agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturannya tersebut. Data berikut merupakan wujud tindak tutur ekspresif yang mengindikasikan kekerasan verbal. Ndemo (P)
74
: Peng
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Peng (L)
: Dalem ndemo
Ndemo (P)
: tugas opo peng
Ndemo (P) Peng (L) Peng (L)
Ndemo (P) Peng (L)
: lagi opo peng
: Ngarap tgas mo, susahbgt (emotikon tertawa) : Data historis saham Iq 45, Ndemo tau? : Gak ruh Peng
: Haha yg kmu tau itu lo apa mo,mo…
Tuturan di atas dilakukan oleh sepasang kekasih. Keduanya adalah mahasiswa. Peng adalah laki-laki. Kekasihnya memanggil Peng sebagai panggilan sayang (papa), sedangkan Ndemo adalah perempuan merupakan panggilan sayang dari kata mama. Obrolan di atas merupakan bentuk obrolan ringan untuk saling mengetahui keadaan pasangan. Pada tuturan Peng (laki-laki) “Haha yg kmu tau itu lo apa mo,mo…” merupakan bentuk kekerasan verbal karena penutur (Peng) merendahkan kekasihnya (ndemo). Peng (L) menjatuhkan mental dengan komentar yang meremehkan. Kekasihnya dianggap tidak cakap. 5) Deklarasi
Tindak tutur ini dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal/keadaan yang baru. Laki-laki (L)
Perempuan(P)
: Tolong dibaca, diangkat to, gak dibales.
Apa aku harus mati dulu biar kamu perhatiin perduliin aku
: Wong sudah banyak wanita yang peduli gitu. Gak usah banyak drama. Wes aku bener mundur. Lupakan aku. Gak perlu moro rene meneh.
Tuturan “Wes aku bener mundur. Lupakan aku. Gak perlu moro rene meneh” merupakan wujud kekerasan verbal dari tindak tutur deklaratif. Penutur (perempuan) membuat keputusan untuk mundur/mengakhiri hubungan dengan kekasihnya karena menduga bahwa kekasihnya menyukai mantan pacarnya. Tuturan perempuan tersebut merupakan luapan emosi yang belum tentu kebenarannya tetapi bisa membuat pasangannya menderita. SIMPULAN DAN SARAN
Kajian ini difokuskan pada wujud tuturan (jenis tindak tutur) yang mengindikasikan kekerasan verbal. Oleh karena itu dipentingkan suatu studi tentang kajian makna tuturan dalam proses berkomunikasi di saat berpacaran. Beberapa penelitian telah mengkaji tentang kekerasaan dalam berpacaran, pada penelitian ini yang membedakan adalah dasar pengkajiannya. Penelitian ini akan mempelajari hanya pada kekerasan verbal yang dialami remaja putri dalam prespektif ilmu Pragmatik. Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu Linguistik yang mengacu pada kajian kondisi umum penggunaan bahasa, dalam Ilmu Pragmatik tidak hanya melihat ketepatan bentuk (Appropriateness in Form) tuturan tetapi juga melihat ketepatan isi (Appropriatness in Meaning). Untuk bisa memahami maksud penutur maka harus dihubungkan dengan konteks. Melalui konteks inilah maksud tuturan (speaker’s meaning) dapat dicapai.
75
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA DAFTAR PUSTAKA Austin, J.L. 1962. How to Do Things With Words. Oxford: Oxford University press.
Brandom, Robert. 2008. Between Saying and Doing. New York; Oxford University Press.
Brown, penelope dan Stephen C. Levinson. 1987. Politeness: Some Universals in Language Usage. New York: Cambridge University Press.
Brown, Roger dan Albert Gilman. 1968. The Pronouns of Power and Solidarity, dalam Joshua A. Fishman (ed) Readings in the Sociology of language. The Haque: Mouton & Co. N.V. Publishers, halaman 252-275 Cummings, Louise. 1999. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Jogjakarta; Pustaka Pelajar Gasdar. 1979. Pragmatics: Implicature, Presupositions and Logical Form. New York: Academic Press.
Gunawan, Asim. 2007. “Implikatur dan Kesantunan Berbahasa: Beberapa Tilikan dari sandiwara Ludruk”
Grice, H. Paul. 1967,1975. Logic and Conversation, Dalam Peter Cole dan Jerry Morgan (eds) Syntax and Semantics, vol 3: Speech Acts. New York; Academic Press Ibrahim, Syukur. 1993. Kapita Selekta Sosiolinguistik. Surabaya; UsahaNasional Jacob L. Mey. 1994. Pragmatics An Introduction. Cambridge USA; Blackwell
Jurnal Pragmatics. 2011. Politeness as a strategy of attack in a gendered political debate—The Royal–Sarkozy debate. Volume 43, Issue 10, August 2011, Pages 2480-2488. Béatrice Fracchiolla.
76