35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebuah pertunjukan tidak lepas dari apa yang dipertunjukan, siapa yang menyiapkan, siapa yang mendistribusikan dan siapa yang menonton. Empat komponen itu yang menjadikan sebuah pertunjukan itu ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Richard Schecner ada empat komponen yaitu sourcers, producers, performer, dan paratakers. Paratakers dalam pertunjukan Konser Rumah, Drama Musikal dan Kirab Budaya adalah para penonton atau masyarakat. Penonton menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pertunjukan itu sendiri. Studi ini dilakukan untuk mengungkapkan bentuk komunikasi
verbal dan non verbal yang dilakukan oleh penonton pertunjukan dan melakukan penafsiran terhadap tanda-tanda komunikasi tersebut. Penonton hadir secara langsung untuk memberikan apresiasi terhadap pertunjukan yang terjadi. Dalam perspektif komunikasi, terjadi komunikasi dari para penontonnya dan pihak yang menyiapkan pertunjukan. Proses komunikasi akan berlangsung efektif jika penerima pesan memberikan respons terhadap pesan yang diterima. Respons dalam komunikasi adalah reaksi awal yang timbul sesat setelah penonton menerima pesan dan respons mendahului segala tindakan komunikasi. Paparan berikut akan mengungkapkan secara simultan apa tanda-tanda komunikasi (baik verbal maupun non verbal) yang terjadi dari pihak penonton, baik untuk Konser Rumah, Drama Musikal dan Kirab Budaya. Analisis dilakukan dengan memetakan hal-hal yang dilakukan oleh penonton yaitu motivasi menonton, persiapkan diri, kepergian bersama siapa, apa yang dilakukan saat pertunjukan, dan apa yang didapatkan. A. Motivasi Menonton Dalam mencari data apa motivasi penonton, hanya bisa terungkap dalam komunikasi langsung, dalam sebuah wawancara. Oleh karena itu, komunikasi non verbal tidak
36 terungkap. Dalam Konser Rumah, penonton ada yang menyiapkan diri secara khusus, dan ada yang tidak seperti deskripsi dari komunikasi verbal berikut ini. 1. Motivasi Datang Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya senang musik klasik selain itu adik Tanpa data non verbal, karena hal yang meminta saya untuk datang. Saya tidak ditanyakan bersifat verbal. menyiapkan diri, hanya mandi dan berpakaian biasa dan berangkat. Saya tahunya juga mendadak sore itu”. (Agus) “Saya ingin mendapat hiburan dan memang suka musik. Selain itu ajak anak agar mendapat pengalaman musikal”. (Rudangta) “Kita dapat sms ada acara itu, trus saya dan suami tidak ada acara. Ya datang untuk refreshing saja”. (Eni) “Saya dengar dari teman yang mahasiswa FSP, ya saya ingin saja datang karena saya senang musik”. (Elias)
Secara umum, sebuah konser dipandang sebagai aktivitas hiburan atau waktu senggang. Penonton memang tidak ada acara dan menyukai musik dan hal itu yang memotivasi untuk datang dalam konser. Perilaku ini dipandang oleh Josef Pieper sebagai sebuah sikap mental dan spiritual, bukan sesuatu yang dangkal seperti saat jeda dari kesibukan atau rutinitas keseharian.1 Menurutnya, manusia menggunakan waktu senggang untuk berkontemplasi , menciptakan imajinasi, mengasah daya abstraksi, hingga menajamkan intuisi. Untuk itu bisa dipahami bahwa datang konser karena ingin mendapatkan pengalaman musikal (Rudangta). 2. Motivasi Datang Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Memang diajak teman yang mahasiswa Tanpa data non verbal, karena hal yang FBS. Sebenarnya tidak ada niat tapi karena ditanyakan bersifat verbal. diajak terus, dan saya juga longgar waktunya ya berangkat”. (Steffani) 1
Fransiskus Simon, Kebudayaan dan Waktu Senggang (Yogyakarta: Jalasutra, 2006:65).
37 “Drama itu bukan yang pertama saya tonton, karena dulu saya pernah jadi kru. Sekarang saya jadi penonton, bayar dan duduk menonton”. (Bosco) “Saya mengajak mahasiswa untuk melihat drama yang baik. Supaya bisa belajar karena kita akan adakan drama bulan Desember”. (Maria) “Saya datang karena tugas saya sebagai guru juga memimpin Teater Club. Saya membawa siswa saya agar mereka bisa mengapresiasi seni”. (Kundaka) “Drama kan acara tahunan, ya mesti menonton dan pasti menghibur. Apalagi drama itu akan menarik apalagi ada kelompok musik StrinX”. (Paulus)
Motivasi dalam menonton Drama Musikal mirip dengan motivasi menonton Konser Rumah. Hal lainnya bahwa Drama FBS dijadikan indikator pembelajaran drama. Bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Budha Smaratungga (Ampel) dan SMP Karang Turi (Semarang) sengaja menonton dan tontonan dijadikan ajang pembelajaran bagi mereka Dengan menjadikan Drama Musikal sebuah pembelajaran, maka ada pengakuan bahwa acara Drama Musikal tersebut kualitas pertunjukan terangkat lebih tinggi. Penyelenggaraan Drama Musikal menurut informan sebuah pertunjukan yang layak ditonton dan akan menghibur (Paulus). 3. Motivasi Datang Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya ingin melihat tontonan. Katanya ada Tanpa data non verbal, karena hal yang kirab, pasti yang dikirab macam-macam ditanyakan bersifat verbal. bajunya. Saya tahu dari koran”. (Pak Arif) “Ya pingin lihat kirab mbak. Kata suami saya kirab budaya. Pasti ada yang dipamerkan”. (Ibu Mindi) “Saya senang lihat kirab, tahun lalu juga menonton. Saya berkali-kali menonton. Saya dikasih tahu anak saya yang kuliah di UKSW”. (Bu Joko) “Saya jualan buah di pinggir jalan, ya otomatis saya nonton. Kan jalan ini milik
38 umum jadi bisa digunakan oleh siapa saja”. (Sari)
Kirab Budaya bagi para informan dijadikan tontonan yang mengandung makna memamerkan sesuatu (Ibu Mindi & Pak Arif). Sesuatu dikatakan pameran mengandung sesuatu yang tidak biasa, yang lain atau bahkan tidak lazim. Sebuah pameran lukisan pasti mengenai lukisan yang dipamerkan secara berderet-deret. Sebuah pameran komputer memamerkan produk komputer terkini yang beragam jenis, ukuran, tipe dan fasilitas. Begitu juga makna dalam kirab budaya, yaitu dipamerkan budaya-budaya atau etnis atau kelompok masyarakat yang beragam. Menonton Kirab Budaya bukan saja bermotif untuk menonton pamerannya, namun juga ada yang tidak bermotif menonton. Bagi yang berkantor, melakukan usaha, atau sebatas lewat di sepanjang jalan atau rute Kirab Budaya, secara tidak sengaja bahkan otomatis (Sari) mereka menonton.
B. Persiapan Sebelum Menonton Seseorang hadir dalam sebuah pertunjukan, menyiapkan diri sebagai cerminan dari motivasi menonton. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan pribadi baik secara penampilan maupun kebutuhan lainnya. Secara verbal, bisa diungkapkan hal apa saja yang dipersiapkan oleh penoton. Secara non-verbal, penampilan pribadi khususnya mengenai cara berbusana bisa menjadi tolok ukur persiapan sebelum menonton. 1. Persiapan Menonton Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya tidak ada persiapan. Saya tidak memperhatikan penampilan saya. Saya cukup memakai kaos, jaket, dan sandal. Menurut saya ini tidak urgent”. (Agus) “Ya biasa saja pakaian saya. Ya casual saja, ya yang nyaman. Blus dan celana panjang saya pikir cukup”. (Eni) “Saya pakaian formal seperti dalam poster
Mengenakan kemeja dan celana panjang hitam bagi pria dewasa (KR-01) Mengenakan kemeja batik bagi pria dewasa (KR-02) Mengenakan kaos dan celana panjang jens bagi pria mahasiswa (KR-03 Mengenakan kaos dan bertopi bagi pria mahasiswa (KR-04)
39 acara. Tapi formal seperti apa saya juga binggung. Ya saya terjemahkan sendiri, yaitu gunakan rok. Sepanjang saya menonton konser musik yang serius, itu pakaian penonton harus diperhatikan. Di tempat lain ada yang cukup ketat menerapkannya. Karena bersama anak, saya dan anak harus makan dulu karena di ruang konser tidak boleh makan”. (Rudangta) “Ya biasa saja seperti mau kuliah. Celana panjang dan kaos”. (Elias)
Mengenakan jaket bagi pria (KR-05) Mengenakan blus dan celana panjang bagi wanita (KR-06) Mengenakan rok pendek bagi wanita (KR-07) Mengenakan celana pendek bagi wanita (KR-08) Mengenakan sepatu formal (KR-09) Mengenakan sepatu olah raga (KR-10) Mengenakan sandal (KR-11 & KR-12)
Beberapa persiapan yang dilakukan dalam menonton Konser Rumah antara lain penampilan fisik
dan pengaturan waktu makan. Penonton ada yang peduli dan tidak
peduli terhadap penampilan fisiknya. Cukup menggenakan kaos dan celana panjang (Elias dan Agus) seperti cara berpakaian untuk kuliah, maka penonton sudah siap menonton konser. Dalam poster Konser Rumah ada catatan agar penonton menggunakan pakaian formal. Panitia tidak memberi penjelasan dalam poster seperti apa yang disebut sebagai pakaian formal, sehingga penonton yang peduli akan mentafsirkan sendiri. Hal itu yang dialami Rudangta yang akhirnya mengenakan blus lengan panjang dan rok sebagai pakaian formal. Berpakaian yang pantas untuk menonton sebuah konser sebenarnya sudah diatur dalam etika menonton konser. Etika menonton konser bukanlah sebuah peraturan yang secara kaku diterapkan, namun belum dapat sepenuhnya diterapkan.2 Dalam etika menonton di Aula Simfonia Jakarta penonton diharapkan menggunakan pakaian seolaholah akan menghadiri resepsi atau pesta. Pria berpakaian jas atau batik. Wanita berpakaian gaun terusan atau batik. Oleh Dekan FSP, etika berpakaian dalam menonton konser juga menjadi catatan tersendiri. “Kami berharap penonton itu menggunakan pakaian yang sopan dan rapi. Pakaian rapi ya seyogyanya bukan t-shirt dan juga dihimbau tidak 2 Etika menonton konser dapat mengacu pada Etika Menonton di Aula Simfonia Jakarta (www.putra-putri-indonesia.com/etika-menonton.htm)
40 menggunakan sandal, apalagi sandal jepit. Juga jangan celana pendek juga celana ¾. Rata-rata yang menonton itu menggunakan kaos dan celana jeans. Kita di sini belum bisa membangun kultur berpakaian untuk menonton konser seperti di gedung musik di luar negeri”.3 Penampilan fisik dalam komunikasi non verbal disebut sebagai physical apperance. Memperhatikan data komunikasi non verbal, maka terungkap bahwa penonton belum menyadari etika berpakaian untuk menonton. Tampak bahwa pakaian yang rapi sesuai etika menonton adalah yang rapi seperti menghadiri jamuan pesta belum terwujud. Justru tampak berpakaian yang wajar atau sehari-hari. Cara berpakaian penonton Konser Rumah mengenakan : kaos (t-shirt), hem, blus, hem batik, celana panjang, celana pendek, rok, jaket, topi, sepatu, sepatu sandal, sandal (jepit), dan sepatu olah raga). Untuk rias wajahpun tidak berlebihan yaitu rambut rapi dan tata rias yang tipis. Selain berpakaian yang pantas, penonton yang peduli juga mengatur waktu makannya. Makan malam di rumah jam 18.00 WIB menjadi agenda bagi Rudangta yang biasanya dilakukan pada pukul 19.00 WIB. Hal ini dilakukan mengingat saat konser berlangsung, ada peraturan dilarang makan. 2. Persiapan Menonton Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Kita berpakaian seperti kuliah, ya casual. Tapi yang membedakan saya pakai eyeliner, kalau kuliah tidak pakai eyeliner”. (Steffani) “Saya pesan tiket dan jauh-jauh hari sudah meluangkan waktu untuk acara ini. Saya pun di-mention oleh panitia di facebook. Jadi saya berusaha menonton”. (Bosco) “Saya berpakaian casual saja, berkaos dengan jaket dan celana panjang. Saya tidak mau berbusana sembarangan seperti gunakan celana pendek. Saya ingin menghargai acara ini. Teman-teman mahasiswa saya pesankan untuk berpakaian bebas tapi sopan. Mereka juga harus
Mengenakan kaos celana panjang putri (DM-01) Mengenakan rok bagi perempuan (DM02) Mengenakan kaos olah raga berambut pirang (DM-03) Membawa tas ransel (DM-04) Menggunakan sandal dan sepatu (DM05) Mengenakan kemeja untuk pria (DM-06) Mengenakan jaket dan celana panjang jeans untuk pria (DM-07) Mengenakan celana pendek untuk pria (DM-08)
3
Salatiga.
Wawancara dengan Paulus Dwi Hananto, Dekan FSP pada 1 Juni 2012 di
41 bersepatu, yang tertutup semua. Berhubung rombongan dari Ampel, kami harus berangkat lebih awal agar tidak terlambat”. (Maria) “Kami melakukan briefing, membagi siswa dalam tiga kelompok, mengabsen siswa, membekali siswa dengan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam Balairung. “Tidak ada persiapan khusus, hanya janjian bertemu di depan BU jam 6 kurang 15 menit”. (Paulus)
Mengenakan kaos dan celana pendek serta membawa ransel untuk pria bule (DM-09)
Persiapan menonton Drama Musikal diidentifikasi menjadi persiapan fisik (physical apperrance, pemesanan tiket, melakukan briefing dan tidak ada persiapan khusus. Demikian beberapa tata tertib untuk menonton Drama Musikal oleh penyelenggara “Kita harapkan penonton booking tiket jauh-jauh hari. Satu bulan sebelum kegiatan kita sudah buka tiketing. Berikutnya dilarang merokok. Trus handphone harus disilent atau dimatikan. Boleh memotret tapi tidak boleh menyalakan flash. Pakaian bebas rapi”.4
Untuk penampilan, cukup berbusana kasual yaitu kaos, jeans dan bersepatu atau bersandal. Penyelenggarapun tidak mempermasalahkan cara berpakaian. Melihat busana penonton, nampaknya hampir seluruh penonton mengenakan busana yang kasual, bukan mengenakan pakaian seperti etika menonton konser. Pemesanan tiket sudah jauh hari dibuka untuk calon penonton. Penonton dimudahkan untuk memesan tiket melalui telpon (juga dengan sms), email, dan juga secara langsung. “Penonton banyak pesan tiket dengan email atau telpon. Ada rombongan dari SMP Karang Turi Semarang 50 orang, dari SMA YSKI Semarang 40 orang, dari Smaratungga Ampel 30 orang, dari UNS Solo 10 orang, masih ada lagi, yang tahu panitia usher”.5
4 Wawancara dengan Anita Kwannie, supervisor Drama Musikal pada 24 April 2012 di Salatiga. 5 Wawancara dengan Anita Kwannie, supervisor Drama Musikal pada 24 April 2012 di Salatiga.
42 Bagi penonton yang dalam rombongan dengan anggota cukup banyak, mereka mempersiapkan diri untuk melakukan briefing agar keteraturan dan ketertiban bisa terjaga. Penonton pun ada yang merasa tidak mempersiapkan diri secara khusus. 3. Persiapan Menonton Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Tidak ada persiapan macam-macam. Anak saya suruh makan dulu. Saya bawa aqua jika anak haus”. Ya pakai baju biasa saja. (Pak Arif) “Saya bawa payung karena pasti nanti panas, apalagi saya gendong anak saya. Saya juga membawa dot susu”. (Ibu Mindi) ”Saya langsung berangkat dari Ambarawa pakai motor dengan suami. Jualan di pasar sudah selesai, jadi langsung berangkat”. (Ibu Joko) “Kan saya jualan pinggir jalan, ya tidak ada persiapan. Baju yang saya pakai ya baju biasa untuk jualan”. (Sari)
Mengenakan kaos, celana panjang, topi dan tas kasual (KB-01) Mengenakan kaos, celana panjang dan celana pendek bagi perempuan (KB-02) Mengenakan kerudung dan kaos lengan panjang (KB-03) Mengenakan rok bagi anak putri dan hem celana panjang bagi anak putra (KB-04) Mengenakan jaket, celana panjang, dan sepatu olah raga (KB-05) Mengenakan kaos, celana panjang dan sandal (KB-06) Menggendong anak dan membawa payung (KB-07) Membawa payung bersama anak (KB-08) Membawa minuman kemasan (KB-09)
Penonton Kirab Budaya secara umum tidak mempersiapkan diri secara khusus, apalagi bagi penonton yang tidak sengaja menonton. Bagi penonton yang menonton bersama anaknya, telah makan siang dahulu. Mengingat cuaca adalah panas terik, ada yang membawa payung juga minuman kemasan. Dari phisical apperance, tampak masih mengenakan seragam sekolah. Tidak heran karena acara kirab dimulai pukul 2 siang itu bersamaan dengan jam bubar beberapa sekolah.
C. Kepergian Bersama Siapa Menonton pertunjukan dengan orang lain sebagai tanda bahwa hubungan sosial dibutuhkan untuk melengkapi situasi untuk menonton.
43 1. Dengan Siapa Menonton Konser Rumah Data Verbal “Saya datang sendiri karena ibu saya tidak bisa”. (Agus) “Bersama suami”. (Eni) “Bersama tante dan anak saya. Tante saya senang musik tapi suaminya tidak senang menonton”. (Rudangta) “Dengan pacar saya”. (Elias)
Data Non Verbal
Bersama teman (KR-13) Bersama anak (KR-14) Bersama pacar (KR-15) Bersama anak kecil (KR-16) Bersama orang tua (KR-17) Bersama suami/istri (KR-18)
Data ini bisa mengidentifikasi keragaman umur dan golongan yang menonton konser musik. Baik dalam data verbal maupun data non verbal menunjukkan segala umur ikut menonton konser. Anak-anak kecil, remaja, dewasa bahkan orang tua ikut menonton konser. 2.
Dengan Siapa Menonton Drama Musikal Data Verbal
“Kita sebenarnya berempat kemudian bertemu teman sehingga jadi tujuh orang, semua mahasiswa UKSW”. (Steffani) “Saya bersama tunangan saya”. (Bosco) “Saya bersama 30 mahasiswa saya. Mereka dari Smaratungga English Theater”. (Maria) “Saya bersama 60 siswa. Selain saya yang guru ada guru lainnya. Seharusnya lebih banyak yang akan datang jika acaranya dekat mengingat kita berangkat dari Semarang”. (Kundaka) “Bersama dengan teman-teman kelompok vokal Lentera Kasih, kami berenam.
Data Non Verbal
Bersama teman (DM-10) Bersama orang tua (DM-11) Bersama kakak adik (DM-12) Nenek dan cucu (DM-13) Sendiri (DM-14)
Penonton yang datang Drama Musikal juga segala umur. Dari yang masih kecil sampai usia tua seperti usia nenek-nenek pun hadir dalam acara tersebut. “Segala usia kita harapkan datang”, kata Anita Kwannie sebagai penyelenggara.
44 3. Dengan Siapa Menonton Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya datang dengan anak saya. Anak saya dua. Rumah saya dekat, hanya belakang kampus jadi saya jalan kaki”. (Pak Arif) “Saya ke sini dengan dua anak saya. Yang kecil saya gendong”. (Ibu Mindi) “Tadi pagi saya dibantu kakak saya jualan, tapi pas kirab lewat kakak saya sudah pulang, jadi saya jualan sendirian”. (Sari) “Saya dengan suami saya. Saya nyelakke ke sini naik motor”. (Ibu Joko)
Bersama teman sekolah masih mengenakan seragam (KB-10) Bersama anak di atas motor (KB-11) Bersama teman yang masih berseragam sekolah (KB-012) Bersama anak yang dipanggul (KB-013) Bersama anak digendong (KB-014) Bersama keluarga (KB-15) Bersama teman guru di depan sekolah (KB-16) Bersama teman seusia (KB-17)
Kirab Budaya pun dinikmati oleh semua kalangan tanpa ada batasan usia. Bayi dalam gendongan orang tuanya pun hadir dalam acara ini. Dalam data non verbal tampak segala usia ikut menonton. “Semua orang bisa menonton kirab budaya. Sasaran adalah umum. Pelaksanaannya bertepatan dengan jam pulang sekolah sehingga otomatis anakanak pulang sekolah menonton kirab”, kata Yuda Sianturi, panitia PSBI dan POM.
D. Hal yang Dilakukan Saat Pertunjukan Dalam membahas hal apa saja yang dilakukan saat pertunjukan, maka akan dipaparkan tentang alasan wakatu datang, apa yang dilakukan sesampainya lokasi, pembicaraan dan hal apa yang dilakukan saat pertunjukan berlangsung dan saat ada jeda, hal apa yang dinikmati dari pertunjukan dan tentang kepulangan. Paparan berikut disusun sebagai konsekuensi secara kronologis terhadap yang dilakukan oleh penonton. 1. Waktu Kedatangan Waktu kedatangan menjadi salah satu tanda apakah penonton tersebut serius atau tidak untuk datang pertunjukan. Hadir tepat waktu maupun terlambat menjadi tanda penonton menghargai atau tidak terhadap acara tersebut.
45 a. Waktu Kedatangan dalam Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Kita berangkat dari rumah jam 18.30, sampai balairung jam 18.45. Belum ada ada penonton jadi kita penonton pertama. Kita mau pilih tempat duduk yang baik, yang nyaman untuk menonton. Saya ingin melihat tangan saat memencet tuts piano. Trus tidak mau terlambat karena kalau terlambat kita akan kehilangan satu lagu”. (Rudangta” “Saya datang jam 19.00, acara belum mulai. Suami terbiasa tertib jadi sudah sampai di balairung”. (Eni) “Saya datang terlambat. Pintu masuk ditutup sehingga saya menunggu di luar. Saya masuk gedung setelah lagu kedua, padahal adik saya main di lagu pertama”. “Saya datang pintu sudah ditutup. Seperti yang terlambat, kita tunggu di luar. Saya masuk gedung setelah lagu ketiga. Tidak apa-apa, namanya telat”. (Elias)
Sebelum acara, penonton bisa langsung masuk gedung (KR-19) Tampak suasana dalam gedung yang masih lenggang karena penonton belum datang (KR-20) Bagi penonton yang terlambat padahal komposisi musik sudah dimainkan oleh pemusik, maka penonton harus menunggu di luar pintu masuk (KR-21) Setelah penonton diijinkan masuk kembali, maka penonton bergegas untuk masuk gedung (KR-22)
Kesadaran untuk hadir tepat waktu dalam sebuah acara menunjukkan bahwa seseorang menyadari cara menggunakan waktu.
Penonton Konser Rumah yang datang
tepat waktu secara non verbal melakukan komunikasi dengan penonton bahwa mereka menghargai pertunjukan tersebut. Bagi penonton yang terlambat, mendapat sanksi tidak bisa masuk gedung saat pertunjukan berlangsung. Mereka harus menunggu di depan pintu masuk. Saat jeda antar komposisi musik baru diperkenankan masuk gedung. Bagi Agus, keterlambatannya membuat kecewa karena dia gagal menyaksikan adiknya bermain ansambel gitar. Peraturan yang selama penyelenggara lakukan adalah membuka dan menutup pintu. “Selama ini kami terapkan buka tutup pintu. Jadi saat ada tampilan, pintu kami tutup. Kenapa? ya untuk menghargai penyaji yang sedang tampil di depan panggung. Jadi penonton dilarang keluar masuk atau hilir mudik dalam ruangan”.6 6 Wawancara dengan Paulus Dwi Hananto, Dekan FSP pada tanggal 1 Juni 2012 di Salatiga.
46
Bagi penonton yang telah duduk diharapkan duduk dengan tenang sampai penyaji menyelesaikan komposisi musiknya. Bahkan dalam etika menonton di Aula Simfonia Jakarta menyarankan agar penonton pergi ke toilet dahulu sebelum pertunjukan dimulai. Hal ini disarankan agar penonton tidak hilir mudik dalam ruangan saat sedang pertunjukan. Orang berdiri dan berjalan dalam ruangan akan mengganggu konsentrasi bagi penonton lainnya. “Saya merasa terganggu bila ada orang yang wira wiri. Pandangan kita seperti terganggu karena ada orang yang lewat”7 b. Waktu Kedatangan dalam Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Kita datang jam setengah 6. Lewat teman kita sudah dibelikan tiket, jadi kita sudah tahu dapat tempat duduk”. (Steffani) “Kita jam 17.30 sudah sampai. Trus masuk balairung jam 6 kurang”. (Bosco) “Kita jam 6 kurang sepuluh sudah sampai trus langsung masuk BU. Tiket sudah dibagi sebelumnya. Lokasi kami di Frolo sampai Esmeralda”. (Maria) “Kami tepat sampai Bu jam 6. Bis parkir di depan gedung GAP jadi jalan kaki ke BU. Kita line-up dan membagi kelompok”. (Kundaka) “Datang jam 6 kurang 15 menit”. (Paulus)
Walau sudah terlambat, penonton bisa masuk gedung (DM-15) Masuk balkon dalam kondisi gelap (DM16) Kondisi kursi di lantai dasar saat door open (DM-17)
Dalam data non verbal menunjukkan bahwa saat pintu dibuka pada jam 17.30 WIB penonton sudah bisa duduk di kursi sesuai nomor atau lokasi yang telah dipesan (DM-17). Pertunjukan baru akan dimulai pukul 18.00 WIB namun penonton sudah mulai berdatangan. Para informan pun semua hadir sebelum pertunjukan dimulai. Use of time atau penggunaan waktu menjadi cerminan dari keseriusan menonton bagi yang tepat waktu. Bagi penonton yang terlambat tetap diperbolehkan masuk. Panitia penerima tamu (usher) 7
Wawancara dengan Agus Sudibyo Jati pada tanggal 3 Marer 2012 di Salatiga.
47 akan mengantarkan penonton ke lokasi kursi yang telah di-booking dengan membawa senter. “Pada setengah jam acara dimulai, banyak yang terlambat. Usher hilir mudik mengantar penonton yang terlambat. Ya itu mengganggu. Padahal nonton di gedung Sydney Opera House itu orang tidak bisa masuk kalau terlambat. Saat ada pengumuman acara akan dimulai, maka pintu sudah ditutup dan orang tidak bisa masuk”.8
Penonton yang terlambat tetap diperbolehkan masuk dan ini membuat kenyamanan penonton terganggu. Penonton yang berada di lantai dasar dan balkon tetap bebas keluar masuk di saat pertunjukan telah dimulai. c. Waktu Kedatangan dalam Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Sebelum jam 2 saya sudah tunggu di sini, di pinggir trotoar. Acara belum dimulai”. (Pak Arif) “Saya jam 2 kurang dikit sudah sampai”. (Ibu Mindi) “Saya dikabari acara jam 2, ya berangkat jam 2. Sampai depan kampus sudah sepi, ya kita tunggu saja di depan apotik Vitra”. (Bu Joko) “Ya saya jualan sudah dari pagi, ya sudah di sini”. (Sari)
Jalan lenggang belum ada orang (KB-18) Orang mendekat kirab yang akan lewat (KB-19) Kirab lewat orang datang (KB-20) Kirab orang datang (KB-21) Orang berdatangan (KB-22)
Kirab dilakukan di jalan umum, bukan di sebuah gedung. Dengan berlokasi di tempat umum (public space) maka memungkinkan semua orang bisa menonton selama bisa mengakses jalan yang dilewati kirab. Kirab berdurasi kurang lebih tidak sampai satu jam dari urutan yang terdepan hingga urutan terakhir. Jadi yang terlambat menonton pada urutan pertama dia masih sempat melihat urutan berikutnya dan bila bersedia pergi ke rute jalan yang akan dilewati kirab, dia masih bisa menonton kirab secara utuh.
8 Wawancara dengan Bosco Prasetiyo, penonton Drama Musikal pada 28 Maret 2012 di Salatiga.
48 2. Hal yang Dilakukan Sesampainya di Lokasi Sesampainya di lokasi menunjukkan tanda bahwa terjadi pertemuan di antara penonton, dan itu mencerminkan bahwa terjadi komunikasi verbal ada non verbal. a. Hal yang Dilakukan Sesampainya di Lokasi Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Saat masuk balairung, kita isi buku tamu, salaman, cium pipi, pelukan, cari tempat duduk dan foto-foto”. (Rudangta) “Langsung masuk gedung tidak ketemu teman. Ya mengisi buku tamu dan salaman dengan panitia yang di depan, trus cari tempat duduk”. (Eni) “Saya menunggu di depan pintu masuk karena terlambat”. (Agus) “Saya mengobrol dengan teman dulu karena pintu sudah ditutup”. (Elias)
Tunggu teman di luar gedung (KR-23) Masuk gedung kemudian mengisi buku tamu (KR-24) Bersalaman dengan panitia (KR-25) Mencari kursi yang dekat dengan teman (KR-26) Duduk bersama teman (KR-27) Bergurau dengan teman (KR-28) Menyapa teman (KR-29) Berfoto dengan teman (KR-30) Bercium pipi dengan teman (KR-31) Memotret (KR-32) Rektor datang disambut dosen FSP (KR33) Suasana santai sebelum acara dimulai (KR-34)
Penonton yang sudah tiba di gedung, masuk gedung dan bertemu dengan penerima tamu. Selanjutnya penonton disarankan untuk mengisi buku tamu, kemudian dibagikan buku acara. Buku acara yang dimaksud hanyalah satu lembar kertas yang berisi susunan repertoar yang akan disajikan pada sesi pertama dan sesi kedua. Penonton biasanya tersenyum atau berjabat tangan dengan panitia dan bila penonton bertemu dengan temannya, mereka saling berjabat tangan, mencium pipi, tanya kabar, dan berfoto. Saling bersentuhan baik dengan berjabat tangan dan mencium pipi merupakan bagian dari tanda yang disebut sebagai haptics atau use of touch. Penerapan haptics pada setiap budaya berbeda, karena sangat menyesuaikan dengan konteksnya.
49 Namun sentuhan menjadi bagian dari proses komunikasi. Sentuhan bisa diartikan sebagai saling pengertian, saling bersimpati, saling afeksi dan saling tertarik.9 b. Hal yang Dilakukan Sesampainya Lokasi Drama Musikal Data Verbal “Ya kami menunggu sambil mengobrol. Pembicaraan tidak ada yang istimewa, karena dia teman satu kos”. (Steffani) “Saya sempat ketemu teman lama saya, Anita. Ya saya salaman apalagi sudah lama tidak bertemu”. (Bosco) “Kita briefing kilat karena pintu sudah dibuka. Saya sempat ketemu teman lama dan cium peluk juga salaman. Kita masuk gedung diberi buku acara dan diantar usher ke lokasi duduk”. (Kundaka) “Kita masuk gedung bersama, diberi buku tamu dan diantar usher ke kursi”. (Maria) “Sempat tunggu teman lain yang belum datang, setelah dia datang, kita masuk bersama”. (Paulus)
Data Non Verbal
Menunggu di luar gedung (DM-18) Duduk di teras Balairung (DM-19) Briefing dengan tim (DM-20) Bincang dengan teman (DM-21) Menggunakan HP (DM-22) Bersalaman dengan teman (DM-23) Bergerombol di pintu masuk (DM-24) Masuk gedung disambut panitia (DM-25) Masuk disambut panitia yang berkostum gipsy (DM-26) Panitia membawa list pemesanan tiket (DM-27) Salaman dengan pantia (DM-28) Diberi buku acara (DM-29) Bertanya dengan panitia (DM-30) Mencari informasi di counter StrinX (DM31) Berbincang dengan teman di dalam gedung (DM-32)
Penonton yang telah memiliki tiket bisa masuk ke dalam gedung. Bagi penonton yang sudah pesan tiket namun belum tahu lokasi maka bisa menghubungi panitia. Melalui usher, atau penerima tamu nanti penonton akan ditunjukkan lokasi kursi. Bagi penonton yang tidak memiliki tiket maka otomatis naik ke balkon. Pada bagian tengah balkon yang menghadap panggung juga diberlakukan tiket, namun di sebelah kiri dan kanannya tanpa tiket sehingga duduk di situ gratis. Dari pengamatan, penonton pada pukul lima sore sudah berada di teras dan sekitar Balairung namun tidak bisa masuk gedung karena masih ditutup. Dalam poster, tertulis door open at 5, sehingga dapat dipahami penonton sudah
9 Judee K. Burgoon, “Nonverbal Communication” dalam Human Communication A Revision of Approaching Speech/Communication, Michael Burgoon dan Michael Ruffner (New York: HolfRinehard and Winston, 1977: 142).
50 hadir dari pukul lima. Saat menunggu pintu dibukakan, maka penonton duduk di teras, berdiri di depan halaman gedung, bercanda dengan teman, melakukan briefing bagi yang rombongan, dan mengaktifkan handphone. c. Hal yang Dilakukan Sesampainya Lokasi Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya menunggu saja karena kirab belum dimulai. Tapi arak-arakan sudah siap, cuman belum jalan”. (Pak Arif) “Saya duduk di trotoar. Suami masih di atas motor. Motor ditaruh di trotoar situ”. (Ibu Joko) “Saya sempat bertemu dengan tetangga saya, ya ngobrol sambil tunggu kirab mulai”. (Ibu Mindi) “Ya saya tetap jualan buah”. (Sari)
Masih mengenakan helm (KB-23) Karyawan keluar dari tempat kerja (KB24) Menonton di atas motor (KB-25) Menonton di lantai dua kos (KB-26)
Bagi yang telah datang di sekitar gerbang UKSW sebelum kirab berjalan, penonton menunggu dan menikmati
acara seremonial. Bagi yang tahu rute kirab penonton
menunggu di sekitar jalan tersebut. Bila kirab belum lewat, penonton menunggu di pinggir jalan atau trotoar atau melaksanakan aktivitas usaha maupun kantor. Bagi yang tidak tahu ada kirab, mereka telah mendengar bunyi serentak suara perkusi yang merupakan bunyi drum plastik yang dipukul. Melalui suara itu, penonton berusaha mencari tahu ada kegiatan apa. Bagi yang mengendarai motor, mereka menghentikan motornya dan parkir di trotoar untuk menonton, bahkan tetap menaiki motor tanpa turun dari motor. Bagi yang tidak ingin menonton, mereka berubah arah karena jalan ditutup oleh polisi dan panitia yang bertugas. 3. Pemilihan Lokasi Duduk / Berdiri a. Pemilihan Lokasi Duduk dalam Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya duduk di barisan paling depan yang tengah. Saya bawa anak, jika anak saya lihat
Suasana lantai dasar yang dipenuhi penonton (KR-35)
51 punggung orang ya tidak nyaman. Saya tidak pilih di belakang karena kadangkadang audience berisik, dan nanti anak saya ribut wah jadi repot. Kalau di situ kita bisa lihat jari yang main piano”. (Rudangta) “Saya milih kursi yang kosong. Yang kosong di bagian belakang. Sempat dua kali pindah”. (Agus) “Saya duduk di belakang tengah. Kalau duduk di depan saya tidak begitu nyaman, ya kalau ada apa-apa jadi ga enak” (Eni) “Saya duduk di belakang karena kursinya kosong”. (Elias)
Suasana balkon yang sepi penonton (KR36) Duduk bersama teman (KR-37) Rektor duduk di barisan terdepan didampingi dosen FSP (KR-38)
Untuk menonton Konser Rumah, penonton tidak dikenai tiket sehingga tidak ada nomor kursi. Penonton dipersilakan memilih lokasi kursi sesuai kehendaknya. Panitia secara sengaja telah memberi tanda tulisan VIP di dua baris terdepan untuk para undangan dan pimpinan UKSW. Penonton memilih lokasi kursi dengan alasan yang subyektif. Ada yang memilih di depan karena strategis bisa menonton panggung dengan leluasa. Ada yang memilih tengah lebih nyaman dari pada di depan. Ada yang memilih lokasi mana saja karen lokasi itulah yang kosong. Alasan memilih lokasi kursi bisa dijelaskan bila kita memahami territoriality. Territoriality merupakan bagian dari tanda komunikasi non verbal, yaitu tanda prosemic atau use of space. Dalam kehidupan sosial, manusia menerapkan jarak atau wilayah. Jarak ini mencerminkan antara diri kita dan pihak lain. Seseorang akan duduk berjauhan dengan orang yang dibencinya. Jarak ini menunjukkan tanda bagaimana antar orang itu berkomunikasi. Penyediaan khusus bagi VIP itu juga menunjukkan territoriality. Hal itu yang terjadi pada Rektor yang mendapat kursi paling depan. Hal ini menunjukkan bahwa Rektor berbeda dengan orang yang tidak duduk di VIP. b. Pemilihan Lokasi Duduk dalam Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Kita duduk di tengah. Sayangnya kita tidak mendapat kursi satu deret, tapi dua deret sehingga terpisah”. (Steffani)
Kursi diberi label nama pemesan (DM-33) Kondisi kursi lantai dasar saat door open (DM-34)
52 “Kami ber-30 duduknya terpisah. Jadi ada pesan tiket susulan tidak bisa dekat dengan yang lainnya. Tapi komunikasi tidak ada kendala”. (Maria) “Saya duduk di tengah depan, tapi tidak terlalu ke depan. Ya itu lokasi yang terbaik yang bisa saya pesankan. Saya pesan tengah supaya lihat panggung tidak menceng kanan atau kiri”. (Bosco) “Kami di barisan di depan. View panggung lumayan namun murid ada yang minta pindah di sebelah kanan dekat dengan pemain musik, tapi saya tidak boleh. Hanya boleh pergi dari kursi pas saat break. Kami ikut peraturan, dan mendidik anak agar profesional”. (Kundaka) “Kita duduk di balkon. Kita tidak memesan tiket dan kita cepat ke balkon agar bisa pilih view yang bagus”. (Paulus)
Kondisi balkon saat door open (DM-35) Kondisi balkon telah penuh (DM-36) Duduk dengan teman (DM-343) Duduk di lantai balkon (DM-38)
Penonton Drama Musikal yang mendapatkan tiket akan duduk bersebelahan dengan orang yang dikenali. Dalam sebuah rombongan, peserta rombongan berharap mendapatkan lokasi kursi yang berdekatan, dan bila tidak berdekatan maka mereka akan kecewa, seperti yang dialami Maria. Dia bersama 30 orang mendapat barisan kursi yang berdekatan. Ternyata bertambah delapan orang sehingga dia harus pesan delapan tiket tambahan. Akhirnya dapat namun delapan tiket itu tidak bersebelahan persis dengan kursi sebelumnya. Hal ini menyangkut personal space, yaitu kebutuhan manusia untuk berada dalam wilayah yang nyaman.10 Wilayah ini bukanlah wilayah yang dibatasi secara geografis. Personal space ini menunjukkan keinginan untuk bersama dengan orang yang memberi kenyamanan, seperti dengan pasangannya, teman, saudara, dan keluarganya. Bagi yang tidak memesan tiket secara otomatis mendapat kursi di balkon. Hal ini disadari oleh penonton yang tidak memesan tiket. Secara territoriality, penonton tidak pesan tiket berusaha mencari lokasi kursi yang menyesuaikan dengan kursi tersedia.
10
Judee K. Burgoon, 131.
53 c. Pemilihan Lokasi Duduk/Berdiri dalam Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya berdiri dekat pintu masuk UKSW, tapi karena anak saya lari-lari, saya pindahpindah. Selain itu cari letak yang enak untuk menonton”. (Ibu Mindi) “Saya berdiri di trotoar samping gerbang UKSW. Di sini lebih dekat dengan kirabnya”. (Pak Arif) “Saya duduk di trotoar depan apotik Vitra. Saya sudah tahu kirab akan lewat sini, jadi saya tunggu saja di sini. Kalau datang nantinanti pasti sudah banyak orang dan pasti saya sulit melihat karena banyak orang berdiri”. (Ibu Joko) “Saya tetap jualan di sini. Tidak pindah kemana-mana”. (Sari)
Duduk di trotoar dengan teman sekolah (KB-27) Duduk di trotoar, motor di samping (KB28) Di trotoar depan Kodim (KB-29) Berdiri di antara banyak orang (KB-30) Duduk di belakang mobil yang dibuka (KB-31) Bergerombol di pinggir jalan (KB-32) Menonton dari dalam pagar sekolah (KB33) Menonton di tempat rindang (KB-34) Memotret hingga mendekat peserta pawai (KB-35)
Kirab Budaya melewati jalan umum di kota Salatiga. Untuk itu penonton dengan leluasa bisa menonton di jalan yang dilewati asal sudah sampai jalan tersebut sebelum jalan itu ditutup. Posisi penonton berada di pinggir jalan, pada umumnya berdiri secara berderetan. Tidak ada kursi untuk digunakan sebagai tempat duduk, namun penonton duduk di trotoar atau pembatas jalan. Bagi yang bekerja, bersekolah, berusaha, bertempat tinggal atau berkantor di pinggir jalan rute kirab akan keluar dari gedungnya untuk menyaksikan, baik berdiri maupun berusaha duduk di trotoar. Seperti dalam Konser Rumah dan Drama Musikal, penonton berusaha berdekatan dengan orang yang nyaman. Untuk itu personal space menjadi pertimbangan dimana mereka duduk atau berdiri. 4. Hal yang Dilakukan Saat Pertunjukan Berlangsung Pertunjukan memiliki etika menonton. Setiap pertunjukan memiliki etika menonton yang disadari maupun tidak disadari.
54 a. Hal yang Dilakukan Saat Konser Rumah Berlangsung Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya sangat fokus karena saya datang sendiri. Kalau saya datang dengan teman mungkin saya akan sharing juga komentar”. (Agus) “Ya kita komentari performance, mc, ya kualitas permainan. Pada saat pertunjukan kan kita bicara walau itu kan tidak boleh. Tapi kita berusaha supaya suara kita tidak menggangu. Yang kita bicarakan ya yang terjadi”. (Rudangta) “Yang dibicarakan..em..ngantuk. Saya ngantuk betul lihat konser. Saya tidak mengerti lagu-lagunya apalagi lagu-lagunya tidak dikenal. Lain lagi jika nyanyian dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Itu tadi bahasa Jerman. Saya ngak ngerti”. (Eni) “Agak susah ternyata menikmati musik klasik. Saya justru bicara hal lagi dengan teman”. (Elias)
Mengaktifkan handphone (KR-39) Menggunakan kamera (KR-40) Menatap panggung dengan serius (KR41) Memperhatikan buku acara (KR-42) Berbicara dengan teman (KR-43) Tepuk tangan (KR-44) Suasana kursi yang terisi saat konser sudah berjalan (KR-45) Penonton yang terlambat mencari kursi yang kosong, namun penonton lain terganggu sehingga menengok (KR-46)
Saat informan ditanya apakah mereka saling berbicara dengan teman sebelahnya, sebagian besar menjawab ya. Padahal dalam etika menonton konser dilarang berbicara atau berbisik-bisik selama pertunjukan berjalan.11 “Saya merasa terganggu bila ada penonton yang berisik, apalagi jika ada yang bersuara keras. Seperti tidak menghargai gitu”.12
Memberi komentar terhadap sajian di atas panggung tidak terhindarkan bila sebelahnya adalah orang yang dikenal dan bila tidak berbicara akan terasa kaku. Bagi yang tahu etika akan berusaha berbisik bukan dengan suara yang keras. Bagi yang tidak mengenal sebelahnya atau datang sendirian, akan berusaha menonton dengan serius (Agus). Seusai penyajian komposisi, penonton memberi tanggapan dengan bertepuk tangan. Bahkan ada yang telah bertepuk tangan sebelum komposisi itu belum berakhir. Bagi yang 11 12
Salatiga.
www.putra-putri-indonesia.com/etika-menonton.htm. Wawancara dengan Rudangta Arianti Sembiring pada tanggal 12 Maret 2012 di
55 kurang mengenal bentuk musik klasik akan mengira komposisi itu telah berakhir, namun komposisi itu belum berakhir. Ada banyak komposisi musik memiliki beberapa bagian dan setiap bagian itu berakhir, belum saatnya penonton memberikan tepuk tangan. Hal ini juga terjadi dalam konser yang diselenggarakan oleh FSP seperti dijelaskan oleh Dekan FSP. “Penonton tepuk tangan saat antar bagian, padahal tepuk tangan dilakukan di akhir komposisi. Ini bisa diamati dalam buku acara. Bila ada tiga bagian, maka tepuk tangan di komposisi yang ketiga. Seperti konser terakhir itu masih ada yang tepuk tangan. Bila ada tepuk tangan, biasanya penyaji akan menahan diri. Padahal efeknya akan berbeda bila tidak ada tepuk tangan. Tapi sekarang sudah mulai terbangun penonton bertepuk tangan di akhir komposisi karena penonton sudah memperhatikan buku acara”.13
Hal ini juga menjadi etika menonton. Dalam keterangan etika menonton di Aula Simfonia Jakarta memberi penjelasan bahwa memberi tepuk tangan setelah pertunjukan selesai, jadi antar bagian tidak ada tepuk tangan.. b. Hal yang Dilakukan Saat Drama Musikal Berlangsung Data Verbal
Data Non Verbal
“Ya banyak sekali yang saya bicarakan. Saya sharing tentang drama itu modelnya begitu. Saya sharing dulu saat saya urus itu begini..sekarang begitu..ya mengenang kembali”. (Bosco) “Ya pastilah, dengan sebelah-sebelahnya saling komentar”. (Maria) “Tentu tidak ada komentar. Kita sudah membuat aturan main bagaimana menonton, baik di sekolah atau di tempat lain. Ya saya dengar yang di belakang juga di atas ada teriak juga komentar dengan keras. Kalau ada pertunjukan, kami yang paling tertib”. (Kundaka) “Ya kita komentar drama yang adegan gimana gitu. Ya saya bicara dengan suara yang wajar, bukan berbisik”. (Paulus)
Membaca buku acara dalam kegelapan (DM-39) Minum miniman kemasan (DM-40) Makan mie instant (DM-41) Duduk dengan kaki diletakkan di atas (DM-42) Handphone diaktifkan (DM-43) Minuman dan makanan diletakkan di bawah kursi (DM-44) Meninggalkan tempat (DM-45)
13
Wawancara dengan Paulus Dwi Hananto pada tanggal 1 Juni 2012 di Salatiga
56 Dalam Drama Musikal, penonton pun juga memberikan komentar terhadap pertunjukan yang terjadi. Bahkan komentar yang terdengar bukan suara yang berbisik, bahkan teriakan. Saat ada adegan yang lucu, penonton memberikan tanggapan dengan tertawa “..he..he...”. Saat tokoh Quasimodo memegang tangan Esmeralda, penonton berteriak “cihui”. Saat adegan Esmeralda membela diri dengan menangkis serangan, penonton tepuk tangan. Saat Esmeralda dicium oleh kapten, penonton menanggapi dengan berdehem “..hmm...hmm” atau “..suit..suit”. Ragam tanggapan penonton sudah diduga dan memang diharapkan oleh penyelenggara. “Kita sudah mengantisipasi itu. Namanya drama kalau tidak ada itu kan aneh. Ya ada tepuk tangan, ketawa, suit-suit, dan segala macam. Pas ada adeganadegan tertentu dimana ada marah, tepuk tangan, kissing, kita jangan tabrak line karena audience tidak akan mendengar. Contoh saat adegan kissing, jadi tidak langsung masuk adegan berikut, tapi off dulu. Ambil jeda supaya audience bisa bereaksi dan dilanjutkan adegan berikut”.14
Saat manusia membunyikan suaranya ada yang keras, wajar, bahkan lirih. Volume suara menandakan komunikasi yang terjadi. Bila berbisik, merupakan tanda bahwa yang dibicarakan tidak ingin didengar oleh banyak orang. Bila berteriak memang ingin di dengar oleh orang banyak. Cara orang membunyikan suaranya itulah yang disebut sebagai paralanguage atau use of voice.15 Bukan makna kata yang menjadi perhatian namun cara, seperti yang dilakukan oleh penonton Drama Musikal, segala bunyi-bunyian seperti suit..,hmm.., cihui..., hore.., ....huh..., ndeso.., merupakan bagian dari paralanguage. Dalam paralanguage ada pesan emosional dari penonton. Hal itu menunjukkan perilaku kita dan bagaimana relasi dengan itu. Untuk itu tanda paralanguage dalam Drama Musikal menunjukkan
bahwa
penonton
sudah
terlarut
emosinya
dengan
cerita
yang
dipertunjukkan.
14 Wawancara dengan Anita Kwannie, supervisor Drama Musikal pada tanggal 24 April 2012 di Salatiga 15 Judee K. Burgoon, 143-144.
57 Walaupun penyelenggara telah mengantisipasi hal paralanguage, ada penonton yang merasa heran kenapa orang berkomentar atau menanggapi dengan penuh semangat. Dalam menonton pertunjukan serius baik pertunjukan musik juga drama, perlu ada etika sehingga menanggapinya secara wajar (Kundaka). c. Hal yang Dilakukan Saat Kirab Budaya Berlangsung Data Verbal
Data Non Verbal
“Ya tadi ketemu tetangga ya bisa komentar tentang baju-bajunya yang macem-macem. Tapi setelah saya pindah untuk mencari anak saya, saya tidak komentar dengan orang lain” (Ibu Mindi) “Saya tidak komentar macam-macam dengan sebelah dengan sebelah saya, saya sempat tanya mbak mahasiswa? dia cuman bilang, iya pak. Trus saya tidak tanya lagi. Nah saat kirab berjalan, saya tunjuk-tunjuk ke anak saya kalau itu suku Bali, itu suku dari Sulawesi, ya gitulah”. (Pak Arif) “Ya saya dengan sebelah itu ku tanya dari mana, dia bilang cuman dari dekat sini. Dia dulu tidak menonton kirab. Trus saya bilang saya sudah nonton berkali-kali”. (Ibu Joko) “Pas kirab saya berharap ada yang beli buah, eh semua yang di dekat kios saya malah melihat jalan bahkan menutupi kios saya. Ya gak pa pa, kan ini jalan umum”. (Sari)
Memeluk teman (KB-36) Memotret dengan handphone (KB-37) Membawa kamera hingga mendekat (KB38) Duduk di motor (KB-39) Dipeluk barongsai (KB-40) Berjalan mengikuti kirab (KB-41)
Kegiatan yang diselenggarakan di lokasi terbuka atau tempat umum, sangat memungkinkan untuk terjadi komunikasi langsung dengan yang duduk atau berdiri di sebelahnya. Namun hal ini kurang terjadi dalam kirab. Pembicaraan terjadi bila sebelahnya dikenali, bila tidak dikenali maka tidak saling memberi komentar. 5. Hal yang Dilakukan Saat Istirahat Saat istirahat atau saat jeda pertunjukan bisanya tidak lama,tidak lebih dari 15 menit. Selama jeda, para pemain bisa beristirahat karena pertunjukan biasanya berlangsung selama
58 2 jam. Hal yang dilakukan saat istirahat hanya bisa untuk mengamati kegiatan konser Rumah dan Drama Musikal karena dalam Kirab Budaya tidak ada istirahat. a. Hal yang Dilakukan saat Istirahat Konser Rumah Data Verbal “Saya pergi ke toilet, karena sudah saya tahan dari tadi”. (Agus) “Saya kan pulang”. (Eni) “Saya mengobrol dengan teman”. (Rudangta) “Saya mengobrol dengan pasangan saya”.
Data Non Verbal
Berfoto dengan teman (KR-47) Mengobrol dengan teman (KR-48) Makan snack dan minum (KR-49) Meninggalkan gedung (KR-50)
Saat istirahat digunakan penonton untuk ke toilet, mengobrol, berfoto, makan, dan pulang meninggalkan gedung. Aturan tidak boleh makan dan minum saat pertunjukkan membuat orang menahan diri untuk makan, sehingga saat istirahat makan bisa dengan leluasa dilakukan. Bahkan saat pertunjukan, peneliti menyaksikan seseorang mengambil roti dari tasnya kemudian dimakan sepotong dengan cepat dan sebagian rotinya segera dimasukkan ke dalam tas. Hal ini menunjukkan bahwa penonton pun mengetahui ada aturan ini namun karena kondisi yang lapar, dia terpaksa makan. b. Hal yang Dilakukan saat Instirahat Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya keluar dengan teman-teman, dan bertemu dengan beberapa teman lama”. (Bosco) “Saya mengajak beberapa mahasiswa menemui teman-teman aktor di belakang panggung”. (Maria) “Saya menghidupkan HP dan menjawab sms dari orang tua murid.” “Cari kopi dan snack dan juga ke toilet”. (Paulus)
Penonton meninggalkan kursi (DM-46) Mengobrol dengan teman (DM-47 Membeli makanan dan minuman (DM48) Foto dengan teman (DM-49) Foto di media backdrop (DM-50)
Saat istirahat menjadi kesempatan untuk melepaskan diri dalam situasi yang tidak fokus pada pertunjukan di atas panggung.
Saat istirahat dimanfaatkan oleh penonton
untuk memperhatikan dirinya, yaitu untuk berbicang dengan temannya, keluar dari
59 ruangan untuk membeli makanan, pergi ke toilet, menemui panitia dan menghidupkan HP. Ada penonton yang sadar mematikan HP saat pertunjukan dan menyalakan saat jeda. Penyelenggara menyadari bahwa pertunjukan selama 2 jam perlu dilakukan istirahat dan memberi kesempatan bagi penonton dan pemain untuk istirahat. “Selama break kami membuka cafe, ya jualan makanan dan minuman. Bagi yang mau ke wc silakan. Ada waktu 15 menit. Yang di-backstage mempersiapkan properti di atas panggung. Make up aktornya diperbaiki atau ganti kostum”.16
6. Alasan Kepulangan dari Pertunjukan Seberapa lama penonton hadir dalam pertunjukkan bisa menunjukkan bahwa penonton itu menikmati pertunjukan atau tidak. Bila penonton meninggalkan acara sebelum acara berakhir, bisa menunjukan tanda bahwa penonton tersebut tidak menikmati acara. a. Kepulangan dari Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya pulang pas sesi istirahat, ya ngantuk tadi. Saya pulang tidak ketemu siapa-siapa, langsung pulang saja”. (Eni) “Saya sampai selesai kemudian bercengkerama dengan beberapa teman, ya salam-sama, obrol-obrol, juga foto-foto trus pulang. Di jalan pulang, saya dengan tante masih membicarakan konser”. (Rudangta) “Saya menonton hingga akhir acara. Selesai acara saya langsung pulang, tidak menunggu adik karena saya tahu dia pasti sibuk di belakang”. (Agus) “Saya ketemu teman dekat kos, ya saya sapa juga salaman. Kebetulan kami beda fakultas, jadi tidak sering ketemu. Ya sempat tanya kabar karena dia sedang siapkan untuk skripsinya”. (Elias)
Mengikuti doa penutupan (KR-51) Menunggu teman di luar gedung (KR-51)
Ada penonton yang tetap menonton hingga berakhir dan ada juga yang meninggalkan konser sebelum berakhir. Alasan meninggalkan acara karena mengantuk dan 16 Wawancara dengan Anita Kwannie, supervisor Drama Musikal pada tanggal 24 April 2012 di Salatiga.
60 tidak bisa menikmati komposisi musik yang ditampilkan. Bagi yang menonton sampai selesai menikmati acara bahkan masih membicarakan tampilan konser dalam perjalanan pulang. b. Alasan Kepulangan dari Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Ya sampai selesai. Saya beri salam dengan aktornya, juga tim lainnya. Mereka adalah bagian dari teman-teman saya”. (Bosco) “Ya kita sudah bayar ya sampai selesai. Tapi bukan itu. Kita sudah mau menonton ya ingin tahu bagaimana akhirnya. Saya memberi tepuk tangan berulang-ulang selesai acara sampai standing applause. Ya tepuk tangan yang bersemangat bukan yang harus teriak-teriak ....yuhi....yuhi. Tidak begitu. Setelah keluar Balairung saya masih mendampingi mahasiswa sampai mereka sudah membawa motornya”. (Maria) “Sampai selesai. Saya tidak bertemu Anita karena dia sibuk di depan panggung. Saya menyalami panitia yang di depan. Kemudian pasti saya mengabsen siswa, juga ada beberapa orang tua yang menjemput di kampus”. (Kundaka) “Ya saya memberi selamat kepada mereka”. (Paulus)
Memberi selamat dengan panitia (DM-51) Berfoto dengan teman dan pemain (DM52) Melakukan briefing (DM-53) Mencari teman (DM-54)
Penonton merasa rugi bila tidak menonton sampai akhir. Pertunjukan Drama Musikal memberikan kesan yang menyenangkan sehingga penonton tidak ingin meninggalkan acara. c. Alasan Kepulangan dari Pertunjukan dari Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Setelah kirab lewat, saya pulang tidak menunggu kirab lewat lagi. Saya sempat mencari tetangga saya tapi tidak ketemu, mungkin dia sudah pulang, ya saya langsung pulang”. (Pak Arif) “Saya cari anak saya setelah ketemu saya pulang jalan kaki”. (Ibu Mindi) “Sampai paling akhir kirab saya langsung
Pawai berakhir namun orang masih berkumpul (KB-42) Berfoto bersama peserta pawai (KB-43) Ketemu teman dan bertukar no HP (KB44)
61 bonceng suami saya trus pulang. Saya juga tidak kenal dengan yang kirab, ya tidak memberi salam. Saya tidak menunggu anak saya yang kuliah di UKSW, soalnya sore ini masih ada kuliah”. (Ibu Joko) “Otomatis saya menonton saya selesai. Ya setelah pawai selesai, ada yang beli buah saya”. (Sari)
Kirab dinikmati sebagai tontonan yang memamerkan sesuatu, untuk itu penonton menonton sampai urutan yang terakhir. Bagi penonton yang tidak sengaja terjebak dalam situasi yang tidak bisa meninggalkan tempat, akhirnya menonton hingga selesai.
E. Hal yang Dinikmati Hal yang dinikmati menyangkut materi yang dipertunjukkan. Bagi yang menikmati adalah tanda bahwa penonton senang pertunjukan tersebut. 1. Hal yang Dinikmati dalam Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya bisa menikmati musik dan tidak Tanpa data non verbal, karena hal yang membosankan. Kadang-kadang mendengar ditanyakan bersifat verbal. musik klasik itu monoton, tapi kalau diatur itu bisa ada slow trus yang meriah sampai akhir. Saya pernah nonton di tempat lain itu slow, kemudian klimaks, slow lagi kemudian klimaks. Nah kemarin itu slow terus dari awal hingga akhir. Tapi ada yang klimaks itu yang lagunya yang alat musiknya paling banyak”. (Agus) “Saya menikmati musiknya, kedua tampilan seperti kostumnya, dan tingkah laku. Ya tingkah laku itu saya lihat mimiknya, ada yang serius ada juga yang mrengenges. Ya kayak gitu”. (Eni) “Yang pertama itu musiknya, yang kedua ya tampilan panggung. Saya nikmati suasana musikal, ya menyenangkan. Komposisi bagus-bagus, orkesnya juga baik. Ya ada perpaduan instrumen yang baik”. (Rudangta) “Ya musiknya. Buat saya musik klasik itu musik yang tidak mudah dimengerti, tapi
62 indah. Apalagi lagu-lagunya tidak ada yang bahasa Indonesia”. (Elias)
Hal yang dinikmati informan dalam Konser Rumah sebagian besar adalah pengalaman musikal. Komposisi musik yang ditampilkan memberikan perpaduan yang menyenangkan, walaupun ada penonton tidak menikmati karena mengantuk. 2. Hal yang Dinikmati dalam Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Saya menikmati good performance-nya. Saya Tanpa data non verbal, karena hal yang senang musiknya, settingnya juga. Yang ditanyakan bersifat verbal. menarik itu bagaimana anak-nak menafsirkan cerita si Victor Hugo”. (Bosco) “Saya melihat keseluruhan pertunjukan adalah yang well prepared. Yang saya perhatikan adalah dramaturgi. Mereka bisa menyelipkan humor secara verbal. Setting properti juga bagus, luar biasa. Kostum juga bagus, seperti Esmeralda kostumnya mewakili orang gipsy. Lighting juga bagus. Musiknya bagus banget apalagi bisa menciptakan suasana yang tepat. Terasa semua elemen menjadi satu sehingga tampilan bagus”. (Maria) “Buat saya musiknya yang paling bagus. Secara performa buatku tidak menggigit dramanya. Musiknya hebat, mungkin kalau tidak ada musik live, ga bakalan sebagus itu”. (Kundaka) “Acting dan musiknya. Acting-nya itu bagian yang ditampilkan oleh teman-teman FBS, ya alurnya, tata panggungnya, dan aktornya. Musiknya bagus, apalagi ini mini orkestra yang live”. (Paulus)
Penyelenggaraan Drama Musikal memberi kesan yang menunjukkan drama telah dipersiapkan dengan baik (well prepared). Seluruh elemen pertunjukan baik dramaturgi, akting, tata lampu, kostum dan juga musiknya menjadikan pertunjukan yang lengkap dan baik.
63
3. Hal yang Dinikmati dalam Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
“Ya lihat baju-bajunya. Macem-macem. Ada Tanpa data non verbal, karena hal yang yang biasa ada yang kelap-kelip. Bervariasi. ditanyakan bersifat verbal. Trus lihat dandanannya. Yang dari Bali cantik. Saya bisa tunjukkan ke akan saya banyak suku bangsa”. (Pak Arif) “Gerakan, ya atraksinya. Kan ada drumblek, ada bambu yang dipukul-pukul, juga yang didandani bagus-bagus. Yang Bali itu bawa kayak monster itu juga bagus. Pasti berat karena yang membawa banyak orang”. (Ibu Mindi) “Ya kirabnya. Kan ada variasi yang ditampilkan. Ya rombongannya, ya musiknya. Waktu lewat itu kan mereka buat bunyi-bunyian, jadi kita dari jauh sudah dengar kirab akan lewat. Trus kita amati tiap urutan yang lewat. Ada yang pukul-pukul drum, juga pukul-pukul bambu, nah itu yang paling ramai. Mereka juga pakai kacamata hitam. Oya ada yang bawa kuda. Wah saya takut lihat kudanya. Yang di urutan depan itu selalu pasangan yang didandani, bagus itu ”. (Ibu Joko) “Bagus tampilan macem-macem. Itu yang etnis pakai baju tradisional. Ada yang di kereta, ada yang jalan. Trus yang bawa alat musiknya buat kita perhatian, itu kelompok apa ya?Oya ada yang gotong ogoh-ogoh, trus ada yang gotong seperti kotak besar yang warnanya merah. Ya dari Poso. Mereka kan bawa itu sambil teriak-teriak, kemudian jalannya tidak lurus, ya miring sini, miring sana. Juga mendekat ke penonton. Oya juga barongsai. Kan bunyi kleng..kleng itu juga buat perhatian. Trus itu barongsainya jalannya juga tidak lurus. Mendekat ke penonton, jadi penonton ada yang kaget. Juga itu lo yang dari Bali yang bajunya garis putih merah dengan topeng itu juga menarik, dia juga mendekat ke penonton, trus pada takut”. (Sari)
64 Hal yang dinikmati adalah keragaman dari yang dipamerkan, baik dari kostum daerah-daerah, atraksi, dan juga bunyi-bunyian dari masing-masing kelompok.
F. Pencapaian Harapan Menonton Pertunjukan Penonton begitu juga penyelenggara memiliki harapan terhadap pertunjukan yang terjadi. Bila harapan itu terealisasi maka baik penonton maupun pihak penyelenggara memerankan komunikasi dua arah yang saling mempengaruhi. 1. Pencapaian Harapan Setelah Menonton Konser Rumah Data Verbal
Data Non Verbal
“Ya sempat terhibur juga tapi ya kurang bisa Tanpa data non verbal, karena hal yang menikmati. Saya cuma satu dua yang bisa ditanyakan bersifat verbal. saya nikmati. Rasanya kalau belum pernah mendengar lagu itu saya tidak bisa menikmati. Tujuan refreshingnya tercapai tapi kurang bisa menikmati”. (Eni) “Secara umum harapan saya telah tercapai seuai yang telah saya bayangkan. Yang tidak terpenuhi hanyalah tidak bisa menonton permainan adik saya di lagu pertama karena terlambat”. (Agus) “Ya sesuai ekspektasi. Kalau keren sekali ya tidak. Permainan mereka bersih, nilai musikal lumayan baik. Lain jika kita menonton konser kursus musik. Kita ekspektasinya rendah. Nah konser itu kan lebih baik, jauh di atasnya. Tapi jika dibilang terhanyut, juga tidak”. (Rudangta) “Ya baguslah menonton musik klasik kayak begini. Kan jarang ada konser klasik. Jadi tujuan saya untuk menikmati saja ya tercapai, walau dibilang terhibur tidak seperti kita menonton film action. Ya bagus lah”. (Elias)
Penyelenggara memiliki tujuan acara yaitu untuk meningkatkan apresiasi musik klasik. Bagi yang tetap menonton hingga akhir acara sebagai tanda bahwa mereka menikmati pertunjukan dan bila menanggapi secara baik juga memberi tanda bahwa acara itu diapresiasi dengan baik pula. Bagi Rudangta, pertunjukan sesuai ekspektasi. Artinya
65 sesuai dengan harapannya. Bagi Elias konser klasik jarang ada sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk menonton. Ada pula yang tidak bisa menikmati pertunjukan sehingga memberi tanda bahwa dia tidak bisa mengapresiasi musik klasik. 2. Pencapaian Harapan Setelah Menonton Drama Musikal Data Verbal
Data Non Verbal
“Pas porsinya, tapi bukan luar biasa. Tanpa data non verbal, karena hal yang Aktornya bagus. Musiknya bagus. Acara ditanyakan bersifat verbal. cukup menghibur. Jadi keseluruhannya bagus, jadi saya tercapai harapannya”. (Steffani) “Saya mengharapkan drama yang komplit, ya acting, musik, tata lampu, tapi semua elemen dan itu terjadi dalam drama itu. Saya tidak rugi membawa 30 mahasiswa saya. Terbukti esoknya mereka ganti status di facebook komentari drama itu. Jadi mereka berkesan”. (Maria) “Harapan saya pribadi telah tercapai. Saya ingin belajar tentang setting panggung, ya desainnya. Juga musiknya. Musikalitas pengiring sangat hebat. Ini membuat motivasi untuk membuat pertunjukan drama musikal dengan pengiring orkes atau mini orkes suatu hari”. (Kundaka) “Saya berharap tahun ini pertunjukannya lebih bagus dari tahun-tahun lain. Bagus sih. Tapi menurut saya tata suaranya kurang baik, jadi suara itu teredam kemudian mic untuk aktor kurang baik. Apa yang disampaikan cukup bagus, ya tercapai 70%”. (Paulus)
Penonton selalu akan menilai kualitas pertunjukan sehingga akan menunjukkan bahwa pertunjukan itu sesuai harapan atau tidak. Bagi penonton yang menanggapi secara positif maka dapat ditangkap sebagai tanda bahwa pertunjukan itu sesuai harapan. Ada yang harapannya tercapai yaitu mendapatkan drama yang komplit, semua elemen pertunjukan itu bagus (Maria). Kehadiran kelompok gesek StrinX sebagai pengiring musik menjadi bagian yang penting karena memberikan atmosfir musik yang baik.
66 3. Pencapaian Harapan Setelah Menonton Kirab Budaya Data Verbal
Data Non Verbal
‘Saya bisa tunjukkan ke anak saya kalau di Tanpa data non verbal, karena hal yang Indonesia ini banyak suku bangsa. Trus ditanyakan bersifat verbal. banyak baju tradisional yang macemmacem. Saya juga dapat hiburan, hiburan gratis”. Saya berharap kirabnya lebih lama, itu kemarin kok sebentar. Anak saya yang bilang begitu”. (Pak Arif) “Saya pernah nonton kirab tahun lalu, jadi saya bisa membandingkan. Nah yang sekarang itu tidak sebagus yang tahun lalu. Dulu kirabnya lama. Kan ada rombongan anak-anak TK dengan baju yang lucu-lucu. Juga mayoretnya tinggi-tinggi juga cantikcantik. Dibilang senang ya biasa, tidak istimewa. Saya lebih senang kirab tahun lalu”. (Ibu Joko “Bagus baju-bajunya. Dengan baju-baju itu bisa tunjukkan suku kita yang beda-beda”. (Ibu Joko) “Saya bangga lihat mahasiswa itu jadi kreatif. Ya bagus sekali. Bagusnya kampus UKSW bisa menunjukkan banyak mahasiswa berasal dari banyak daerah, ya Bali, Kalimantan, Jawa, em dari mana saja ya? Itu istimewa lo! Karena tidak semua kampus itu kayak UKSW, Indonesia mini. Semua orang Indonesia bisa ditemui di kampus UKSW”. (Sari)
Penonton Kirab Budaya yang secara serius menonton menginginkan kirab yang lebih banyak dan lebih lama. Hal ini menjadi tanda bahwa penonton tidak sepenuhnya mencapai harapannya. Penonton menilai tampilan kelompok kirab kurang beragam. Penilaian ini dilakukan karena ada pembanding yaitu kirab sebelumnya yang lebih spektakuler. Ada penonton yang merasa bangga kota Salatiga memiliki UKSW yang terdiri dari ragam etnis yang tidak dimiliki oleh kampus lainnya di Indonesia. G. Faktor Ruang dan Tempat Pelaksanaan Pertunjukan Selain dari mendapatkan data verbal dan non verbal, ada juga data non verbal yang bisa menunjukkan terjadinya komunikasi. Ini ditunjukkan dengan artifacts. Artifacts adalah
67 desain atau kondisi lingkungan yang merefleksikan keinginan dari pemiliknya.17 Dalam hal ini artifacts untuk Konser Rumah dan Drama Musikal adalah desain dari gedung pertunjukan. Artifacts untuk Kirab Budaya adalah jalan sebagai tempat umum. 1. Faktor Ruang dan Tempat Pelaksanaan Konser Rumah Data Non Verbal Suasana lantai dasar dari panggung, dengan penerangan yang baik (KR-53) Kursi-kursi diberi tanda untuk tamu undangan (KR-54) Meja penerima tamu dengan buku tamu dan buku acara (KR-55) Di bawah panggung lenggang tanpa kursi (KR-56) Pasang banner FSP (KR-57)
Balairung UKSW (BU) merupakan sebuah aula yang digunakan untuk berbagai acara. Kapasitasnya bisa mencapai 1.500 orang, baik lantai dasar dan balkon. BU memiliki panggung dengan model prosenium sehingga hanya interaksi dengan panggung terjadi satu arah. Penonton diarahkan untuk menonton di satu titik yaitu di panggung. Dalam penyelenggaraan Konser Rumah, penerangan cukup menggunakan lampu standar yang dimiliki oleh BU tanpa lampu tambahan. Penonton duduk di kursi yang telah diatur agar kursi menghadap ke panggung. Beberapa kursi diberi tanda khusus untuk para pemain musik dan para tamu undangan. Di pintu masuk penonton dipersilakan menuliskan nama dalam buku acara dan menerima buku acara. Penyelenggara memasang banner sebagai identitas penyelenggara dikenal oleh penonton. 2. Faktor Ruang dan Tempat Pelaksanaan Drama Musikal Data Non Verbal 17
Dari pintu masuk terlihat banner dan backdrop (DM-55) Suasana lantai dasar dan balkon
Judee k. Burgoon, 144-145.
68
dengan penerangan yang gelap (DM56) Pembatas antara lobi dengan ruang pertunjukan –korden hitam (DM-57) Kondisi kursi dengan tanda nama pemesan (DM-58) Setting panggung (DM-59) Lokasi orkestra (DM-60)
Keterangan Balairung di atas secara umum tidak berbeda. Untuk Drama Musikal, di lantai dasar diberi pembatas antara lobi dengan ruang pertunjukan menggunakan korden berwarna hitam. Penerangan menggunakan lampu tambahan yaitu follow lamp. Seluruh kursi di lantai dasar diberi kertas dengan nama pemesan. Panggung disetting bertingkat menggunakan bahan dasar kayu. Pengiring musik dari kelompok StrinX mendapat lokasi di samping kanan panggung. 3. Faktor Ruang dan Tempat Pelaksanaan Kirab Budaya Data Non Verbal
Jalang lenggang sebelum kirab (KB-45) Jalan padat (KB-46) Kirab dikawal mobil polisi (KB-47) Polisi dan mahasiswa mengatur lalu lintas (KB-48) Motor tanpa penumpang di parkir di trotoar (KB-49) Motor dengan penumpang (KB-50) Ada kuda bagian dari peserta kirab (KB51) Terjadi kemacetan di ujung jalan (KB-52)
Kirab dilaksanakan di jalan kota Salatiga. Jalan sebelum kirab terlihat ada kendaraan yang lewat namun cukup lenggan. Saat kirab berlangsung jalan yang dilewati kirab padat karena terjadi penumpukan arus. Kirab dimulai dengan kawalan mobil polisi. Polisi dan mahasiswa mengatur lalu lintas agar kirab bisa berjalan. Penonton memarkirkan motor di trotoar. Penonton masih dengan motornya ikut menonton. Atraksi kuda yang dinaiki oleh
69 mahasiswa berasal dari Sumba mendapatkan perhatian dari penonton. Terjadi penutupan jalan pada pertigaan atau peremapatan sehingga tidak memungkinkan kendaraan lewat.