BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Orang Tua 1. Pengertian Komunikasi adalah proses barbagi makna melalui perilaku verbal dan non verbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik dalam bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk non verbal (non kata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama. Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, menggunakan alat bantu disekeliling kita sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya. Komunikasi keluarga adalah karakteristik pola-pola interaksi sirkular
dari
keluarga
yang
disamping
mempengaruhi
dan
mengorganisir anggota keluarga, pola-pola ini menghasilkan arti dari transaksi diantara para anggota keluarga, melalui interaksi ini kebutuhan afektif keluarga terpenuhi. Kebanyakan komunikasi
10
11
keluarga terjadi pada sub-sistem seperti antara orang tua dan anak, suami dan istri, saudara kandung. Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama lain. (Mulyana, 2004).
2. Macam-Macam Pola Komunikasi Menurut Yusuf (2001) pola komunikasi orangtua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu: a) Pola komunikasi membebaskan ( Permissive ) Pola
komunikasi
permisif
ditandai
dengan
adanya
kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Pola komunikasi permisif atau dikenal pula dengan pola komunikasi serba membiarkan adalah orangtua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. b) Pola komunikasi Otoriter Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orangtua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter mempunyai aturan–aturan yang kaku dari orangtua. Dalam pola komunikasi ini sikap penerimaan rendah, namun
kontrolnya
tinggi,
suka
menghukum,
bersikap
mengkomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku atau keras, cenderung emosinal
11
12
dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat. c) Pola komunikasi Demokratis Pola komunikasi orangtua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak. Mereka membuat semacam aturan–aturan yang disepakati bersama. Orangtua yang demokratis ini yaitu orangtua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga sangat berperan penting saat anak memiliki keinginan
untuk
bersosialisasi.
Sebelum
bersosialisasi
tahap
perkembangan yang harus dilalui anak adalah kemampuan berbicara. Banyak faktor yang menghambat proses sosialisasi anak yang disebabkan oleh terhambatnya perkembangan kemampuan bicara anak, diantaranya : a) Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga Seringkali orang tua secara sadar atau tanpa sadar bersikap dan berkata kasar pada anak karena terdapat tekanan kesibukan, ekonomi, konflik keluarga, atau tidak terpenuhinya harapan. Karena keinginan orang tua untuk mendisiplinkan anak, agar menjadi pribadi yang patuh, seringkali orang tua terdorong untuk
12
13
berlaku keras dan tegas pada anak. Seperti suka membentak, menghardik, berteriak, menjewer, memukul, atau menampar bahkan menggunakan kata-kata kasar. Perlakuan kasar yang diperoleh anak tentunya akan membekas dalam hati anak sehingga menyebabkan anak menjadi merasa tertekan, ketakutan, tidak berani berpendapat atau takut menyatakan isi hatinya, takut melakukan kesalahan, dan timbul perasaan tidak enak pada anak karena dirinya merasa tidak atau kurang berharga untuk dapat memenuhi
harapan
orang
tua.
Hasilnya,
berbagai
aspek
perkembangan anak menjadi terhambat. Sehingga anak selalu merasa rendah diri atau inferior. Perasaan inferior anak menyebabkan anak tidak memiliki keberanian untuk belajar berkomunikasi dengan baik. Bayang-bayang sikap keras orang tua terus menghantui anak ketika berhadapan dengan orang lain. Hal inilah yang membuat anak menjadi gagal untuk berinteraksi baik dengan orang lain. b) Anak suka diremehkan atau dicemoohkan. Anak tentu akan merasa tertekan apabila anak sering mendapat perlakuan yang tidak disenanginya dari anggota keluarga. Seperti, tidak dihargai, disepelekan, dicemooh, dan diolok-olok. Sehingga menyebabkan anak merasa terpojok, dianggap tidak memiliki kemampuan apa-apa, seperti setiap usaha, ucapan, pendapat maupun sikap anak. Hal ini dapat menimbulkan
13
14
perasaan inferior di hati anak dan berkembangan konsep diri yang negatif. Konsep diri yang negatif dapat menghilangkan usaha anak untuk dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki, termasuk keinginan dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya untuk bersosialisasi. c) Anak kurang mendapat perhatian. Kemungkinan ini terjadi karena orang tua yang sibuk, masalah ekonomi keluarga, hubungan yang harmonis atau memiliki banyak anak sehingga kurang memperhatikan anak secara komperhensif. Ketiadaan waktu orang tua tanpa sadar telah membuat jarak antara orang tua dan anak. Interaksi yang minim antara orang tua dan anak akan berdampak besar pada perkembangan
anak.
Anak
akan
kehilangan
figur
untuk
mengembangkan berbagai potensi dirinya. Pola interaksi dan komunikasi yang terbangun di lingkungan keluarga mempengaruhi perkembangan bicara anak. Pada dasarnya anak memiliki kecenderungan untuk meniru atau mencontoh cara bicara, tata bahasa, sikap, perilaku, kebiasaan dan sikap empati orang terdekatnya. d) Anak kurang bersosialisasi atau bergaul. Kebiasaan menutup diri atau kurangnya
kebebasan
menjalin hubungan dengan orang tua dan lingkungan sosial akan berdampak pada perkembangan psikososial anak. Disebabkan
14
15
karena minimnya interaksi dengan orang lain akan membuat anak tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai karakter orang lain. Kurangnya pengetahuan anak tentang karakter orang akan mempersulit anak untuk menarik perhatian dan membangun empati dengan orang lain sehingga anak selalu merasa tidak nyaman dan canggung berada di lingkungan yang baru. (Surya, 2007).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola-Pola Komunikasi Menurut Djamarah (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi yang tidak efektif (disfungsional) adalah : a) Harga diri yang rendah dari keluarga maupun anggota, khususnya orangtua. Tiga nilai terkait yang terus menerus menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya persetujuan total, dan kurangnya empati. b) Pemusatan pada diri sendiri dicirikan oleh memfokuskan pada kebutuhan sendiri, mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perfektif orang lain. c) Kurangnya empati, keluarga yang berpusat pada diri sendiri dan tidak dapat mentoleransi perbedaan juga tidak dapat mengenal efek dari pikiran perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga yang lain, dan juga mereka tidak dapat memahami pikiran, perasaan dan perilaku dari anggota keluarga lain. Mereka begitu menghabiskan waktu hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka
15
16
sendiri sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menjadi empatis. d) Ekspresi perasaan tak jelas, dari komunikasi disfungsional yang dilakukan oleh anak kepada orangtua, pengungkapkan perasaan yang tidak jelas karena takut ditolak, pengungkapan perasaan dari anak kepada orangtua harus diluar kebiasaan atau diungkapkan dengan suatu cara yang tidak jelas sehingga perasaan tersebut tidak dapat diketahui. e) Kemarahan terpendam, ungkapan perasaan yang tidak jelas, anak merasa marah dengan orangtua tetapi ia tidak mengungkapkan marahnya secara jelas dan bisa saja anak melampiaskannya kepada orang lain atau barang. f) Ekspresi menghakimi, pernyataan menghakimi selalu membawa kesan penilaian moral dimana jelas bagi anak bahwa orangtua sedang mengevaluasi nilai moral anaknya. g) Ketidakmampuan
mengungkapkan
kebutuhan
anak
yang
disfungsional tidak hanya dapat mengungkapkan kebutuhannya, tapi karena takut ditolak, maka dia tidak mampu mendefenisikan perilaku yang dia harapkan dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut.
16
17
5. Macam Komunikasi Dalam keluarga (orangtua) Menurut Djamarah (2004) macam komunikasi dalam keluarga ada 4 macam yaitu: a. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Kegiatan komunikasi verbal menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga. Setiap hari orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya. Canda dan tawa menyertai dialog antara orang tua dan anak. Perintah, suruhan, larangan, dan sebagainya merupakan alat pendidikan yang sering di pergunakan oleh orang tua atau anak dalam komunikasi keluarga. Dalam perhubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan di sampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi pendengar yang baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan di sampaikan oleh orang tua. b. Komunikasi Nonverbal Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga antara orangtua dan anak tidak hanya dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi nonverbal
17
18
suatu ketika bisa berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal. Fungsi komunikasi nonverbal itu sangat terasa jika, komunikasi yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas. Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh orangtua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah kata pun, orang tua menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orang tua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anak pun ikut mengerjakan apa yang pernah dilihat dan di dengar dari orang tuanya. Tidak hanya orang tua, anak juga sering menggunakan pesan nonverbal dalam menyampaikan gagasan, keinginan atau maksud tertentu kepada orang tuanya. Malasnya anak untuk melakukan sesuatu yang di perintahkan oleh orang tua adalah sebagai ekspresi penolakan anak atas perintah. Akhir nya, komunikasi nonverbal sangat di perlukan dalam menyampaikan suatu pesan ketika komunikasi verbal tidak mampu mewakilinya. c. Komunikasi Individual Komunikasi individual dan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi, antara orang tua dan anak. Pada kesempatan yang lain, orang tua tidak menyia-nyiakan waktu senggang untuk berbincang-bincang
18
19
dengan anak secara pribadi tentang sesuatu hal, entah mengenai pelajaran di sekolah, mengenai pengalaman, atau hal-hal apa saja sebagai topik perbincangan Ketika
orang
tua
merasa
berkepentingan
untuk
menyampaikan sesuatu kepada anak, maka orang tualah yang memulai
pembicaraan.
Ketika
anak
berkepentingan
untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang tua, maka anaklah yang memulai pembicara. Pesan yang ingin disampaikan itu bisa berupa gagasan, keinginan, atau maksud tertentu. Keinginan anak untuk berbicara dengan orang tuanya dari hati ke hati melahirkan komunikasi interpersonal. Komunikasi di sini dilandasi oleh kepercayaan anak kepada orang tuanya. Dengan kepercayaan itu, anak berusaha membangun keyakinan untuk membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat mengerti perasaannya. Sebagai orang tua tentu saja keinginan anak itu harus direspons secara arif dan bijaksana, dan bukan sebaliknya, bersikap egois tanpa kompromi. Menjadi pendengar yang baik dan selalu membuka diri untuk berdialog dengan anak adalah rangka mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anak. Dengan begitu, anak tidak menganggap orang tuanya adalah orang yang tidak mengerti perasaan anak.
19
20
d. Komunikasi kelompok Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keakraban hubungan itu sangat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Masalah waktu dan kesempatan menjadi faktor penentu berhasil atau gagal suatu pertemuan. Boleh jadi, suatu pertemuan yang sudah direncanakan oleh orang tua atau anak yang berkumpul, duduk bersama dalam satu meja, dalam acara keluarga terancam gagal di sebabkan belum ada pertemuan antara waktu dan kesempatan dan kurangnya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
B. Perilaku sosial anak 1. Pengertian Perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya sedangkan sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena kehadiran orang lain. Dapat diartikan juga sikap dimana kita saling membutuhkan orang lain. Perilaku sosial dapat juga di artikan suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Perilaku sosial
20
21
seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. (Ibrahim, 2001). Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain, perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Dari uraian diatas dapat diartikan juga bahwa manusia sebagai pelaku dari perilaku sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. (Ibrahim, 2001).
2. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas (2004) adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Sedangkan sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial yang menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap salah satu objek sosial. Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang lainnya.
21
22
Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu : a) Kecenderungan Perilaku Peran 1) Sifat pemberani dan pengecut secara social 2) Sifat berkuasa dan sifat patuh 3) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif 4) Sifat mandiri dan tergantung b) Kecenderungan perilaku dalam hubungan social 1) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain 2) Suka bergaul dan tidak suka bergaul 3) Sifat ramah dan tidak ramah 4) Simpatik atau tidak simpatik c) Kecenderungan perilaku ekspresif 1) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka bekerja sama) 2) Sifat agresif dan tidak agresif 3) Sifat kalem atau tenang secara sosial 4) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
3. Karakteristik Anak Dengan Gangguan Perilaku Menurut
Hallahan
dan
Kauffman
ada
enam
dimensi
karakteristik anak dengan gangguan perilaku yaitu: 1)
Conduct disorders (ketidakmampuan mengendalikan diri) yaitu
22
23
mencari perhatian, selalu ingin diperhatikan, mengganggu orang lain, berkelahi. 2)
Socialized aggression (agresi sosial/perilaku yang dilakukan secara berkelompok) yaitu mencuri secara berkelompok, setia dengan teman yang nakal, bolos dari sekolah dengan temantemannya, mempunyai kelompok yang “jelek”, dengan bebas mengakui tidak patuh pada nilai moral dan peraturan/undangundang.
3)
Attention problem-immaturity (masalah perhatian perilaku yang menunjukkan
sikap
kurang
dewasa)
yaitu
mempunyai
kemampuan perhatian pendek, tidak dapat berkonsentrasi, yaitu mudah dialihkan, mudah mengalihkan tugas, menjawab tanpa dipikirkan, lamban. 4)
Anxiety-withdrawal
(perilaku
yang
berkaitan
dengan
kepribadian) yaitu kesadaran diri, pemalu, hipersensitive, perasaannya mudah sakit, sering merasa sedih, cemas, depresi. 5)
Psychotic behavior yaitu susah fokus, cara bicara yang tidak teratur, memperlihatkan tingkah laku ganjil.
6)
Motor excess yaitu gelisah, tidak bisa duduk diam, terlalu banyak bicara, tidak bisa tenang.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial a)
Faktor Komunikasi dalam Keluarga
23
24
Keluarga sebagai kelompok sosial pertama merupakan wadah dimana individu tumbuh, berkembang, dan belajar bersosialisasi.
Disamping
itu
eksistensi
keluarga
sangat
dibutuhkan dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga. Berawal
dari
proses
komunikasi
interpersonal,
interaksi
komunikasi dalam keluarga berlangsung dan membentuk intensitas dan kualitas komunikasi serta bertujuan untuk mencapai pemahaman makna pesan, (De Vito, 2011). Budaya komunikasi, terdiri atas aturan komunikasi, pendidikan, nilai-nilai budaya, dan norma sosial serta nilai religius yang menjadi pranata budaya komunikasi. Jika tidak terbentuk
budaya
komunikasi
yang
mendukung
proses
pembelajaran sosial maka komunikasi akan terputus dan pelanggaran nilai-nilai dan norma budaya, sosial, serta agama terhambat. Pola komunikasi merupakan patron berkomunikasi yang terbentuk karena interaksi antarpersonil dalam keluarga. Jika terjadi ketidakseimbangan komunikasi antara orangtua dan anak, maka komunikasi sirkuler tidak berjalan dengan baik. Interaksi komunikasi,
berlangsung semenjak
lembaga
sosial
terkecil
terbentuk. Interaksi komunikasi mengacu pada proses transaksi pesan bermuatan simbol untuk mencapai kesepahaman makna. Proses self disclosure individu dalam keluarga seperti ayah, ibu, anak-anak, dan anggota keluarga inti lain turut mempengaruhi
24
25
intensitas dan kualitas komunikasi. Proses keterbukaan diri akan berkembang dalam kondisi komunikasi dan faktor psikis individu tertentu. Dimana symbol-simbol semiotis akan berpengaruh dalam
komunikasi
verbal-nonverbal
sehingga
mendukung
pemahaman makna pada perkembangan perilaku anak (Littlejohn, 2009) b) Faktor Lingkungan Sekolah Sekolah
adalah
sutau
lembaga
pendidikan
yang
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. Tetapi sekolah juga bisa menjadi tempat yang membuat anak tidak merasa nyaman dan mebosankan, sehingga anak sering tidak
masuk
sekolah.
Lingkungan
sekolah
yang
dapat
mengakibatkan penyimpangan perilaku sosial: Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan, Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten,Guru yang tidak simpatik, Masalah kurikulum sekolah, Masalah metode dan teknik mengajar c)
Faktor Fisik Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat anggota tubuh atau rusaknya salah satu indera merupakan kekuranga yang yang jelas terlihat oleh orang lain. Akan menimbulkan perasaan tidak berharga keadaan fisiknya, karena seseorang amat merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Jadi dari hal tersebut seseorang tersebut tidak dapat
25
26
bereaksi secara positif dan timbullah rasa minder yang berkembang menjadi rasa tidak percaya diri. d) Faktor mental Seseorang akan percaya diri karena ia mempunyai kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian khusus yang dimilikinya. e)
Faktor sosial Perilaku sosial anak terbentuk melalui dukungan sosial dari dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap orang.
26
27
C. Kerangka Teori
Macam-macam tehnik komunikasi:
Pola komunikasi
1. Komunikasi Verbal 2. Komunikasi Nonverbal
orangtua
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
Perilaku sosial anak
1. 2.
Pengertian Faktor-faktor pembentuk perilaku sosial 3. Bentuk dan jenis perilaku sosial 4. Karakteristik anak dengan gangguan perilaku 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial 6. Faktor komunikasi dalam keluarga] 7. Faktor lingkungan sekolah 8. Faktor fisik 9. Faktor mental 10. Faktor sosial
1. Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga 2. Anak suka di remehkan 3. Anak kurang mendapatkan perhatian 4. Anak kurang bersosialisai atau bergaul
Gambar: 2.1 Kerangka Teori Sumber: Surya (2007) dan Akyas Azhari (2004)
27
28
D. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan, maka kerangka konsep penelitian dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
Pola komunikasi orangtua
1. Pola komunikasi membebaskan 2. Pola komunikasi otoriter 3. Pola komunikasi demokratis 4. Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga 5. Anak suka di remehkan 6. Anak kurang mendapatkan perhatian 7. Anak kurang bersosialisai atau bergaul Keterangan:
Perilaku sosial anak
1.
Faktor Keluarga
2.
Faktor
Lingkungan
Sekolah 3.
Faktor
Lingkungan
Masyarakat
Gambar: 2.2 Kerangka Konsep
: Diteliti : Tidak diteliti
28
1. 2. 3.
Baik Cukup Kurang
29
E. Hipotesis Hipotesa penelitian merupakan jawaban sementara terhadap penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (Saryono, 2011). Hipotesa dalam penelitian menurut Arikunto (2010) ada dua jenis hipotesis yaitu hipotesis kerja dan hipotesis nol. Hipotesis kerja disebut hipotesis alternative, yang disingkat Ha yaitu hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dua variabel X dan Y, atau ada perbedaan antar dua kelompok. Hipotesis nol disebut hipotesis statistik, karena biasanya bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua veriabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha: Ada Hubungan Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Sosial Anak Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. Ho: Tidak ada Hubungan Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Sosial Anak Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
29