Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Varietas Unggul Kedelai Hitam Sebagai Bahan Baku Kecap Erliana Ginting a, Rahmi Yulifianti a, Hari Is Mulyana bdan Tarmizi b a
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) Kotak Pos 66 Malang 65101; email:
[email protected] b Batan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710
ABSTRAK Varietas unggul berkontribusi dalam meningkatkan produksi kedelai hitam seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap bahan baku kecap. Mutiara 2 dan Mutiara 3 merupakan varietas unggul terbaru yang dilepas oleh BATAN. Pada penelitian ini, dipelajari kesesuaian kedua varietas tersebut sebagai bahan baku kecap. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Teknologi Pangan Balitkabi dan disusun dengan rancangan acak lengkap, tiga ulangan. Biji kedelai varietas Mutiara 2 dan Mutiara 3 serta tiga varietas pembanding, yakni Mallika, Detam 1, dan Cikuray dianalisis sifat fisik dan kimianya, lalu diolah menjadi kecap dan diamati kualitasnya. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Mutiara 2 dan Mutiara 3 tergolong berbiji besar dengan bobot 100 biji masing-masing 14,26 g dan 13,79 g. Kadar protein varietas Detam 1, Mutiara 2 dan Mutiara 3 cukup tinggi (> 40% bk) ), lebih tinggi dibandingkan dengan Mallika (37,66% bk) dan Cikuray (39,64% bk).Kecap dari kelima varietas kedelai hitam memiliki kadar protein yang relatif sama dengan kisaran 1,8-2,1% bb atau 2,60-2,91% bk dan telah memenuhi persyaratan mutu SNI 1994 (> 2% bb).Detam 1 menunjukkan skor kesukaan tertinggi terhadap sifat sensoris kecap (warna, aroma, rasa dan kekentalan). Kecap dari Mutiara 3juga unggul dari aspek aroma, kekentalan, dan rasa, hanya warnanya kurang gelap. Tingkat kesukaan terhadap sifat sensoris kecap dari varietas Mutiara 2 sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Mutiara 3, namun unggul dari aspek kandungan protein biji dan kecap yang dihasilkan, sehingga keduanya prospektif untuk dijadikan bahan baku kecap. Kata kunci: varietas, kedelai hitam, kecap.
PENDAHULUAN Sebagai bahan penyedap dan pemberi warna pada makanan, kecap yang diolah dari kedelai hitam lebih disukai karena memberi warna hitam alami dan rasa gurih pada produknya (Damardjati et al., 1996; Pelita, 2013). Namun, jumlah varietas kedelai hitam sangat terbatas, baik lokal maupun unggul (Merapi, Cikuray, Mallika) dan umumnya berbiji kecil. Tahun 2008, Balitkabi telah melepas varietas Detam 1 dan Detam 2 yang berbiji besar dengan potensi hasil 3,0-3,5 t/ha dan kadar protein 45% (Balitkabi, 2012), dilanjutkan dengan Detam 3 Prida dan Detam 4 Prida pada tahun 2013 dengan kriteria berumur genjah, potensi hasil 3,2 t/ha dan 2,9 t/ha, berbiji sedang, dan kadar protein 36,4% bk dan 40,3% bk (Adie, 2013). Keempat varietas tersebut sesuai untuk bahan baku kecap (Ginting et al., 2009;Ginting dan Yulifianti, 2015a). Kebutuhan kedelai domestik sekitar 2,2 juta ton per tahun dengan proporsi terbesar untuk tempe dan tahu (83,7%), diikuti untuk kecap, tauco, dan produk kedelai lainnya di posisi kedua (14,7%) (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2014). Tingkat konsumsi kecap dilaporkan 0,62 kg/kapita/tahun (setara kedelai) dengan laju peningkatan kebutuhan 5,7% per tahun (Anonim, 2004 dalam Kristiani, 2013). Untuk merespon kebutuhan tersebut, upaya untuk menghasilkan varietas kedelai hitam yang unggul dari aspek agronomi (potensi hasil tinggi, toleran cekaman abiotik dan hama/penyakit utama) dan nilai gizinya, terutama protein masih terus dilakukan oleh para pemulia kedelai, termasuk BATAN.Tahun 2014, BATAN berkontribusi dalam menambah jumlah varietas unggul kedelai hitam dengan melepasMutiara 2 dan Mutiara 3 (Menteri Pertanian, 2014). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kesesuaian kedua varietas tersebut dan beberapa varietas kedelai hitam sebagai pembanding untuk diolah menjadi kecap. Ketersediaan informasi ini diharapkan dapat memacu adopsivarietas unggul tersebut nantinya oleh petani dan pemanfaatannya oleh industri kecap.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-86
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Teknologi Pangan Balitkabi Malang pada bulan Juni sampai Agustus 2013. Dua varietas kedelai hitam yang dilepas oleh BATAN, yakni Mutiara 2 (sebelumnya galur DT17G1) dan Mutiara 3 (galur DT19G2) sertatiga varietas pembanding (Detam 1, Malika dan Cikuray) diolah menjadi kecap manis (Gambar 1). Untuk masing-masing perlakuan, digunakan 200 gram biji kedelai. Jamur kecap yang digunakan adalah Aspergillus sojae dalam bentuk bubuk yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi FTP-UGM Yogyakarta. Percobaan disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL), tiga ulangan. Kedelai
Penyortiran
Air (1:3 b/v) Air (1:8 b/v)
Perendaman 12 jam Spor (suhu kamar) Perebusan 2 jam (suhu 100oC)
Penirisan/Pendinginan sampai suhu ± 30oC, 3 jam (sampai suhu ± 30oC) Starter kecap 2 g/kg kedelai
Air
Fermentasi I (3 hari)
Pengeringan dan pemisahan kulit biji serta spora jamur
Spora
KojKokering Koji Kering
Fermentasi II dalam larutan garam (20% b/v) selama 1 bulan
Pengepresan dan Penyaringan
Ampas
Filtrat Bumbu dan Larutan gula (air : gula kelapa = 1 : 4) Rasio bumbu : filtrat : larutan gula 0,05 : 1,00 : 3,00
Perebusan Suhu 85-1000C, 20 menit Penyaringan
Kecap manis
Gambar 1. Diagram alir pengolahan kecap manis Sumber: Ginting dan Suprapto (2004)
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-87
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Pengamatan meliputi sifat fisik (bobot 100 biji) dan kimia biji, meliputi kadar air dan abu dengan metode gravimetri (BSN 1992), kadar lemak dengan metode ekstraksi pelarut langsung (BSN 1992) dan kadar protein dengan metode mikro Kjeldhal (AOAC 2005). Untuk kecap, diamati warna (dengan colour reader), volume,dan komposisi kimianya (kadar air dan protein). Selain itu, juga diamati sifat sensoris kecap (warna, aroma, kekentalan dan rasa) dengan menggunakan uji Hedonic yang melibatkan 20 orang panelis. Tingkat kesukaan panelis dinyatakan dengan skor penilaian dari 1 (sangat tidak suka) sampai 5 (sangat suka). Sampel dari dua kecap komersial yang dijual di pasaran juga diamati sifat fisik, kimia, dan sensorisnya sebagai pembanding. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik dan kimia biji kedelai Bobot 100 biji berbeda nyata antarvarietas kedelai (Tabel 1). Varietas Mutiara 3 memiliki ukuran biji (bobot 100 biji) terbesar (14,26 g), diikuti Mutiara 2, Detam 1, Cikuray, dan Malika. MenurutSusanto dan Saneto (1994), ukuran biji kedelai tergolong kecil, apabila memiliki bobot 810 g/100 biji, sedang jika bobotnya 10-13 g/100 biji, dan besar bila > 13 g/100 biji. Detam 1 yang dilaporkan berbiji besar dengan bobot 14,8 g/100 biji (Balitkabi, 2012) dan 13,8 g/100 biji (Ginting dan Yulifianti, 2015a), tampak memiliki ukuran biji lebih kecil pada penelitian ini. Perbedaan musim tanam dan lingkungan tumbuh, terutama ketersediaan air dapat berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. Pada pembuatan kecap, ukuran biji sebenarnya tidak begitu penting seperti halnya pada pembuatan tempe (Ginting et al., 2009) karena produk akhir yang diharapkan adalah filtrat hasil fermentasi. Namun dari aspek produksi hal ini sangat penting karena ukuran biji yang lebih besar akan meningkatkan hasil biji kedelai per satuan luas. Kadar air biji kedelai yang berkisar antara 5,55-8,38% telah memenuhi persyaratan mutu biji kedelai, yakni (< 12%) (DSN, 1995). Hal ini mengisyaratkan penanganan pasca panen, terutama pengeringan dan penyimpanan cukup baik. Sementara untuk kadar abu biji, variasinya cukup sempit dengan kisaran 5,13-5,72% bk (Tabel 1). Angka tersebut masih berada dalam kisaran kadar abu enam galur/varietas kedelai hitam (4,3-5,8% bk) yang dilaporkan oleh Ginting dan Adie (2007) dan 12 galur/varietas kedelai hitam (5,18-6,07% bk) (Adie et al., 2011). Kadar abu dipengaruhi oleh kadar mineral biji seperti kalsium, fosfat, dan besi yang berbeda antarvarietas dan lingkungan tumbuhnya (Saxena dan Singh, 1997). Tabel 1. Bobot 100 biji dan komposisi kimia biji dari lima varietas kedelai hitam Varietas kedelai Mutiara 2 Mutiara 3 Mallika Detam 1 Cikuray KK (%) BNT 5%
Bobot 100 biji (g) 13,79 b 14,26 a 8,59 e 11,56 c 9,03 d
Kadar air (%) 8,38 a 7,35 bc 5,55 d 7,47 b 7,23 c
Kadar abu (% bk) 5,65 b 5,72 a 5,18 d 5,48 c 5,13 d
Protein (% bk) 42,56 a 40,68 b 37,66 c 42,48 a 39,64 b
Lemak (% bk) 15,68 b 15,64 b 18,57 a 14,90 c 15,71 b
1,63 0,35
1,75 0,28
0,35 0,06
1,73 1,32
1,86 0,57
Nilai selajur yang dikutii huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%. bk = basis kering
Kadar protein biji berbeda nyata antarvarietas kedelai (Tabel 1). Kadar protein tertinggi tampak pada varietasMutiara2 dan Detam 1, yakni 42,48-42,56% bk dan terendah pada varietas Mallika. Varietas Mutiara 2 dan Mutiara 3 memiliki protein cukup tinggi (> 40% bk)yang masingmasing relatif sama kadar proteinnya dengan varietas Detam 1 dan Cikuray, sehingga sesuai untuk diolah menjadi kecap. Menurut Suprapti (2005), diperlukan biji kedelai dengan kadar protein > 35% untuk bahan baku kecap. Hal ini berkaitan dengan persyaratan mutu SNIyang menetapkan kadar protein kecap manis minimal 2% bb (DSN,1994).Kadar protein kelima varietas di atasrelatif
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-88
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
lebih tinggi dibandingkan dengan 12 galur kedelai hitam yang nilainya 34,45-42,07% bk (Adie et al., 2011). Hal ini berkaitan dengan perbedaan varietas kedelai, umur panen, kesuburan tanah dan iklim (Susanto dan Saneto, 1994) serta cara pemupukan dan pengairannya (Kuntiyastuti et al., 1999). Kadar lemak biji juga berbeda nyata antarvarietas kedelai dengan kisaran 14,90-15,68% bk (Tabel 1). Varietas Mallika yang kadar proteinnya terendah, memiliki kadar lemak tertinggi. Menurut Antarlina et al. (2002), kadar protein kedelai berkorelasi negatif (r = -0,88) dengan kadar lemak, meskipun hubungan tersebut tidak selalu diperoleh pada setiap kelompok/populasi kedelai (Ginting dan Yulifianti, 2015b). Ginting dan Adie (2007) melaporkan kadar lemak yang lebih rendah (12,9-15,3 % bk) pada enam galur/varietas kedelai berbiji hitam. Sifat fisik dan kimia kecap Kadar air kecap berbeda nyata antarvarietas kedelai dengan kisaran 26,84- 30,43% (Tabel 2). Lama pemanasan/pemasakan dan jumlah bahan terlarut di dalam filtrat (terutama protein dan pati) berpengaruh terhadap kadar air kecap. Ginting dan Adie (2007) yang mengolah kecap dari enam galur/varietas kedelai berbiji hitam memiliki kadar air yang mirip dengan hasil penelitian ini , yakni 25,3-26,5%. Sementara dua kecap komersial yang dijual di pasaran memiliki kadar air sedikit lebih rendah (24,91-25,62%). Ginting dan Yulifianti (2015a) melaporkan kadar air kecap manis yang berkisar antara 32,9-33,4% dan 25,0-25,97% dari varietas Detam1, Detam 3 Prida, dan Detam 4 Prida yang dihasilkan oleh dua produsen kecap. Perbedaan tersebutdipengaruhi oleh konsentrasi larutan garam (fermentasi II) dan gula yang digunakan, di samping lama pemasakan/perebusan kecap. Kadar protein kecap relatif samaantarvarietas kedelai, yakni 2,60-2,91% bk (Tabel 2). Selain kadar protein biji dan tingkat kelarutannya, kadar protein kecap sangat dipengaruhi oleh kadar protein koji hasil fermentasi I dan filtrat hasil fermentasi II (Sastrodipuro et al., 1994). Selama fermentasi I jumlah nitrogen (N) terlarut berkisar 50-70% dari total N dan jumlah itu meningkat menjadi 72- 82% selama 2 bulan fermentasi II. Fermentasi II dilakukan selama 1 bulan dan tampaknya dalam kurun waktu tersebut, kadar protein kecap dari kelima varietas kedelai masih relatif sama. Perbedaan kadar protein biji 4-5% antarvarietas tampaknya tidak berpengaruh terhadap kadar protein kecap yang dihasilkan. Fenomena yang sama juga diamati Ginting dan Yulifianti (2015a) pada kecap yang diolah dari varietas Detam 1, Detam 3 Prida, dan Detam 4 Prida. Tabel 2. Sifat fisik dankimia kecap yang diolah dari lima varietas kedelai hitam Varietas Kadar air Protein Protein Volume Tingkat kedelai (%) (% bb) (% bk) (ml) a kecerahan warna (L*) Mutiara 2 30,43 a 2,0 2,78 a 2.044 a 23,17 ab Mutiara 3 29,37 ab 1,8 2,60 a 1.951 a 22,23 b Mallika 27,71 bc 1,9 2,66 a 1.539 b 23,47 a Detam 1 26,84 c 2,1 2,80 a 1.908 a 22,47 b Cikuray 28,95 abc 2,1 2,91 a 1.952 a 23,20 ab KK (%) 4,07 7,79 7,57 2,26 BNT (%) 2,20 tn 267,8 0,97 Kecap 25,62 1,2 1,66 22,83 komersial 1 Kecap 24,91 1,2 1,54 21,97 komersial 2 Nilai selajur yang dikutii huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5% bb = basis basah; bk = basis kering; tn = tidak nyata; a berasal dari 200 g biji kedelai L * : tingkat kecerahan dengan kisaran gelap/hitam (0) sampai terang/putih (100)
Standar mutu kecap (SNI) mensyaratkan kadar protein minimal 2% bb untuk kecap manis dan 4% bb untuk kecap asin (DSN, 1994). Berdasarkan kriteria tersebut, kadar protein kecap dari lima varietas kedelai hitam, yakni 1,8-2,1% bb (pembulatan menjadi 2% bb) telah memenuhi standar mutu tersebut. Dua kecap komersial yang dijual di pasaran memiliki kadar protein lebih rendah (< 2% bb) (Tabel 2). Demikian pula lima kecap komersial yang diamati Ginting dan Yulifianti (2015a), memiliki kadar protein 0,44-1,23% bb. Selain proses fermentasi, perbedaan
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-89
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
tersebut juga dipengaruhi oleh perbandingan jumlah filtrat dengan gula dan bumbu yang digunakan serta lama perebusan. Volume kecap dari varietas Mallika terendah nilainya, sementara empat varietas lainnya memiliki volume yang relatif sama (Tabel 2). Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan volume filtrat yang diperoleh pada akhir fermentasi dan kadar air kecap. Volume kecap berkaitan dengan nilai ekonomisnya karena menunjukkan rendemen kecap yang dihasilkan per satuan berat biji kedelai. Warna atau tingkat kecerahan kecap (L*) berbeda antarvarietas kedelai dengan nilai 22,2323,47 (Tabel 2).Kecap dari varietas Detam 1 dan Mutiara 3 sedikit lebih gelap warnanya daripada Mallika, namun keduanya tidak berbeda nyata dengan Mutiara 2 dan Cikuray. Semakin tinggi nilai L*, semakin pucat warna kecap dan semakin kurang disukai.Warna kelima kecap ini sedikit lebih pucat/terang bila dibandingkan dengan lima kecap komersial yang ada di pasaran dengan kisaran nilai L* antara 20,96-21,97 (Ginting dan Yulifianti, 2015a). Sifat Sensoris Kecap Warna kecap dari varietas Detam 1, Mallika, dan Cikuray cukup gelap dan disukai oleh panelis, sedangkan Mutiara 2 dan Mutiara 3 agak disukai karena kurang gelap warnanya (Tabel 3). Panelis memberi skor suka sampai sangat suka terhadap dua kecap komersial yang warnanya sangat gelap. Warna kecap pada penelitian ini dipengaruhi oleh warna filtrat hasil fermentasi II, bumbu dan gula.Sementara pada kecap komersial, ada kemungkinan penambahan bahan pewarna alami (Suprapti, 2005) sehingga warna menjadi lebih gelap. Tabel 3. Hasil uji sensoris kecap yang diolah dari limavarietas kedelai hitam Varietas Tingkat kesukaan terhadap Total skor a a a a kedelai kesukaan Warna Aroma Rasa Kekentalan Mutiara 2 3,3 3,4 3,5 3,5 13,7 Mutiara 3 2,9 3,8 3,8 3,6 14,1 Mallika 4,0 3,5 3,6 3,8 14,9 Detam 1 4,4 4,1 3,9 4,0 16,4 Cikuray 3,5 3,9 3,5 3,8 14,7 Kecap 4,7 3,4 3,7 3,8 15,6 komersial 1 Kecap 4,4 3,2 3,2 3,8 14,6 komersial 2 Keterangan: a Skor penilaian warna, aroma, rasa, kekentalan: b Warna/kenampakan: 1: Sangat tidak suka 1: Sangat pucat/cerah 2: Tidak suka 2: Pucat/cerah 3: Agak suka 3: Agak gelap 4: Suka 4: Gelap 5: Sangat suka 5: Sangat gelap
Warnab 2,5 3,1 3,5 3,8 3,0 4,6
Kekentalanc 3,1 3,7 3,5 4,3 4,1 3,5
4,5
3,2
c
Kekentalan: 1: Sangat encer 2: Encer 3: Agak kental 4: Kental 5: Sangat kental
Aroma kecap yang diolah dari varietas Mutiara 2 agak disukai, sementara empat kecap lainnya cukup disukai. Kecap yang diolah dari varietas Detam 1, Cikuray, Mutiara 3, dan Mallika relatif lebih disukai aromanya bila dibandingkan dengan dua kecap komersial yang ada di pasaran (agak suka). Aroma kecap dipengaruhi oleh aroma filtrat hasil fermentasi, bumbu dan gula (karamel). Rasa kecap dari lima varietas kedelai cukup disukai (Tabel 3). Meskipun skornya bila dibulatkan sama (4), namun kecap dari varietas Detam 1 memiliki skor tertinggi, diikuti Mutiara 3. Hal yang sama juga dinyatakan oleh dua produsen kecap di Jawa Timur dan Yogyakarta terhadap rasa kecap dari varietas Detam 1 (Ginting dan Yulifianti, 2015a). Kecap komersial 1 relatif sama rasanya dengan kelima kecap di atas (suka), namun kecap komersial 2 agak disukai. Rasa kecap dari kelima varietaskedelai tampak tidak kalah dengan kecap yang dijual di pasaran.Selain dipengaruhi oleh jeniskedelai dan citarasa filtrat hasil fermentasi, rasa kecap manis juga dipengaruhi oleh jenis bumbu dan gula. Kecap dari varietas Detam 1, Cikuray, Mutiara 3, dan Mallika cukup kental, sedangkan varietas Mutiara 2 agak kental kecapnya. Namun tingkat kekentalan tersebut tidak dipermasalahkan
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-90
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
oleh panelis karena semuanya cukup disukai (Tabel 3). Kecap dari varietas Detam 1, Cikuray, Mutiara 2, dan Mallika relatif sama dan sedikit lebih kental dibandingkan dengan kecap komersial 1, sedangkan Mutiara 3relatifsama dengan kecap komersial 2. Hal ini menunjukkan, bahwa kecap hasil penelitian ini telah memiliki tingkat kekentalan yang relatif sama dengan kecap komersial dan dapat diterima oleh panelis. Secara keseluruhan, varietas Detam 1 menghasilkan kecap yang paling disukai, diikuti Mallika dan Cikuray (Tabel 3). Kecap dari varietas Mutiara 3 sesungguhnya unggul dari aspek aroma, rasa dan kekentalan, tidak kalah dengan Detam 1, hanya warnanya kurang gelap. Namun hasil pengujian warnakecap (L*) menunjukkan nilai yang sama dengan Detam-1 (Tabel 2). Total skor kesukaan terhadap kecap dari Mutiara 2 sedikit lebih rendah daripada Mutiara 3, namun unggul dari aspek kadar protein biji dan kecap yang dihasilkan, sehingga kedua varietas tersebut prospektif untuk dijadikan bahan baku kecap. Perbaikan warna kecap dapat dilakukan dengan pemberian bumbu dan gula karamel. KESIMPULAN 1. Varietas Mutiara 2 dan Mutiara 3memiliki ukuran biji lebih besar daripada varietas Detam 1, Cikuray, dan Mallika. Kedua varietas tersebutjuga memiliki kadar protein cukup tinggi (> 40% bk). 2. Kadar protein kecap dari kelima varietas kedelai hitam relatif sama, yakni 1,8-2,1% bb dan telah memenuhi persyaratan SNI (1994) untuk kecap manis (> 2% bb) dan lebih tinggi dari kadar protein dua contoh kecap yang dijual di pasaran (1,2% bb). 3. Kecap dari varietas Detam-1 paling disukai warna, aroma, kekentalan, dan rasanya, diikuti Mallika dan Cikuray. Sesungguhnya kecap dari varietas Mutiara 3 dan Mutiara 2 juga unggul dari aspek aroma, kekentalan, rasa, dan kadar protein, namun warnanya kurang gelap. Dengan perbaikan warna, kedua varietas tersebut prospektif untuk dijadikan bahan baku kecap. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada analis dan staf teknis Laboratorium Kimia dan Teknologi Pangan Balitkabi dan Mahasiswa Magang Jurusan THP, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo, Bangkalan di Balitkabi (2013) atas kontribusinya dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adie, M.M., G.W.A. Susanto, E. Ginting, dan Arifin. 2011. Sifat fisik dan kimia 12 galur kedelai hitam dan berumur genjah serta pemanfaatannya untuk kecap. Laporan Teknis Penelitian RISTEK. Balitkabi Malang. 12 hlm. Adie, M.M. 2013. Kedelai hitam suger genjah dan toleran kekeringan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 35(6):1-2. Antarlina, S.S., J.S. Utomo, E. Ginting, dan S. Nikkuni. 2002. Evaluation of Indonesian soybean varieties for food processing. p. 58-68. In A.A. Rahmianna and S. Nikkuni (Eds.) Soybean Production and Post Harvest Technology for Innovation in Indonesia. Proceedings of RILETJIRCAS Workshop on Soybean Research. Malang, 28 th September 2000. JIRCAS, Tsukuba, Japan-ILETRI, Malang, Indonesia. AOAC. 2005. Microchemical determination of nitrogen using microKjeldhal method (12.1.07). Official Methods of Analysis of AOAC International. Vol. I. Agricultural Chemicals, Contaminants, Drugs. AOAC International. Gaithersburs, Maryland, USA. Balitkabi. 2012. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 185 hlm. BSN. 1992. Cara uji makanan dan minuman. SNI 01-2891-1992. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 36 hlm. Damardjati, D.S.,S. Widowati dan H. Taslim. 1996. Soybean processing and utilization in Indonesia. Indon. Agric. Res. Devel. J. 18 (1): 13-25. DSN. 1994. Standar nasional Indonesia untuk kecap kedelai. SNI 01-3543-1994. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 4 hlm.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-91
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
DSN. 1995. Standar nasional Indonesia untuk biji kedelai. SNI 01-3830-1995. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 4 hlm. Ginting, E dan Suprapto.2004. Kualitas kecap yang dihasilkan dari kedelai hitam dan kuning. hlm. 267-276. Dalam S. Hardaningsih, J. Soejitno, A.A. Rahmianna, Marwoto, Heriyanto, I.K. Tastra, E. Ginting, M.M. Adie dan Trustinah (ed). Teknologi Inovatif Agribisnis Kacangkacangan dan Umbi-umbian untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Puslitbangtan Bogor. Ginting, E. dan M.M, Adie. 2007. Sifat fisik dan kimia lima galur kedelai hitam serta kualitas kecap yang dihasilkan. hlm. 495-510. Dalam D. Harnowo, A.A. Rahmianna, Suharsono, M.M. Adie, F. Rozi, Subandi dan A.K. Makarim (ed). Peningkatan Produksi Kacangkacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Ginting, E., S.S. Antarlina dan S. Widowati. 2009. Varietas kedelai unggul untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(3):79-87. Ginting, E. dan R. Yulifianti. 2015a. Kualitas dan preferensi industri terhadap kecap dari varietas unggul kedelai hitam. hlm 452-465. Dalam A. Kasno, M.M. Adie, A.A. Rahmianna, Heriyanto, Suharsono, E. Yusnawan, IK. Tastra, E. Ginting, R. Iswanto, dan D. Harnowo (ed). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2013. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Ginting, E. dan R. Yulifianti. 2015b.Sifat fisik dan kimia galur-galur harapan tahan hama utama kedelai. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2014. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor (in press). Menteri Pertanian RI. 2014. Surat keputusan No. 1174/Kpts/SR.120/11/2014 dan No. 1175/Kpts/SR.120/11/2014 tentang pelepasan varietas unggul Mutiara 2 dan Mutiara 3. 8 hlm. Pelita. 2013. Kedelai hitam Mallika memiliki banyak keunggulan. Pelita, 8 Februari 2013 .htpp://harian-pelita-pelitaonline.com/cetak/2013/02/08/kedelai-hitam-mallika-memilikibanyak-keunggulan#.Uz5dmaJMjGg (tanggal akses 4 April 2014). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan 5(2):9-18. Sastrodipuro, D., Marzempi dan K. Iswari. 1994. Pengaruh campuran kedelai dengan kacang tunggak dan waktu fermentasi terhadap Mutu Kecap. Risalah Seminar Balitan Sukarami, Solok. Vol.III hlm. 135-142. Saxena, S. dan G. Singh. 1997. Suitability of new soybean cultivars in production of soymilk. J. Food Sci. Technol. 34(2): 150-152. Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya. Kristiani, H. 2013. Pengaruh diferensiasi produk terhadap loyalitas pelanggan. Skripsi S1. Jurusan Managemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan, Bandung.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-92