ANTIN 1 : VARIETAS UNGGUL UBIJALAR MENGANDUNG ANTOSIANIN YANG COCOK UNTUK BAHAN BAKU KRIPIK M. Jusuf*), St. A. Rahayuningsih, T. S.Wahyuni, E. Ginting Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Jln. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66. Malang, Indonesia *)e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, maka promosi ubijalar sebagai makanan sehat perlu diintensifkan. Komponen fungsional ubijalar yang akhirakhir ini gencar dipromosikan adalah antosianin, yakni pigmen yang terdapat pada ubijalar ungu. Antin 1, salah satu varietas ubijalar yang dilepas pada tahun 2013, berasal dari biji F1 persilangan bebas dari tetua betina MSU 01022 yang kemudian dievaluasi melalui tahapan seleksi tanaman tunggal, seleksi gulud tunggal, seleksi gulud berulangan, evaluasi daya hasil pendahuluan, evaluasi daya hasil lanjutan dan uji multi lokasi. Analisis stabilitas menunjukkan bahwa varietas Antin 1 tergolong tidak stabil dengan kisaran hasil 14,4–33,2 t/ha dan rata-rata hasil 25,82 t/ha. Varietas ini memiliki stabilitas hasil di bawah rata-rata dan sangat peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus di lingkungan produktif. Antin 1 memiliki hasil umbi 23,8% lebih tinggi dari Ayamurasaki dan 6,4% lebih tinggi dibanding lokal setempat. Selain memiliki hasil umbi yang cukup tinggi, klon ini memiliki keistimewaan pada warna daging umbinya yang berwarna ungu bercampur putih sehingga menjadikan warna yang menarik untuk dijadikan bahan baku kripik. Penyebaran warna ungunya berupa bercakbercak ungu yang mengelompok pada bagian tengah umbi dengan cincin lebar pada cortex umbi. Kata kunci: ubijalar, antosianin, ubi ungu dan kripik.
ABSTRACT Antin 1: Sweetpotato variety with anthocyanin content for sweetpotato chips. In relation to increasing the awareness of people to human health, the promotion of sweetpotato as healthy food should be more intensive. Functional component on sweetpotato that is being exposed recently is anthocyanin which is found on sweetpotato with purple flesh color. Antin 1 was released as sweetpotato variety at early 2013. This variety originally resulted from open pollination within poly cross nursery with mother clone of MSU 01022, evaluated further under single plant selection, single row selection, replicated row selection, preliminary yield trial, advanced yield trial and multi location trial. Yield stability analysis indicated that Antin 1 was categorized as not stable with yield interval of 14.4–33.2 t/ha and mean yield of 25.82 t/ha. This variety has below average stability and very sensitive to changing of environment and specifically adapted to productive environment. Antin 1 had fresh root yield 23.77% higher than check variety, Ayamurasaki and 6.39% higher than local check cultivar. Aside having high productivity, this variety has good flesh color .The color of the flesh is purple combined with white, the distribution of purple color are scattered in the middle of the flesh and darkened on cortex and it is very good color for sweetpotato chips. Keywords: sweetpotato, anthocyanin, purple sweetpotato chips.
PENDAHULUAN Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, maka promosi ubijalar sebagai makanan sehat perlu diintensifkan. Komponen fungsional pada Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
611
ubijalar yang akhir-akhir ini gencar dipromosikan adalah antosianin, yakni pigmen yang terdapat pada ubijalar ungu. Antosianin menarik perhatian karena dilaporkan memiliki kemampuan yang tinggi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan dalam mencegah penuaan, kanker dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis (Suda et al. 2003). Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai anti-mutagenik dan anti-karsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya (Yamakawa dan Yoshimoto 2002), mencegah gangguan pada fungsi hati, anti-hipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik) (Suda et al. 2003). Selama ini varietas ubijalar yang mengandung antosianin (daging umbi berwarna ungu) yang sering digunakan petani secara komersial adalah Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki. Kedua varietas tersebut merupakan introduksi dari Jepang, yang masuk ke Indonesia secara illegal dengan potensi hasil 15–20 ton/ha. Pada saat ini pada Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi terdapat satu varietas ubijalar dengan warna daging ungu yang cocok digunakan sebagai bahan baku kripik yaitu Antin 1 yang dilepas pada tahun 2013. Kemampuan daya hasil dan adaptasi dari Antin 1 telah teruji melalui serangkaian uji multi lokasi di delapan lokasi di daerah sentra produksi ubijalar di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lombok Timur (NTB). Uji multi lokasi dilaksanakan pada musim kemarau (MK I dan MK II) tahun 2004 dan 2005 oleh peneliti Balitkabi bekerjasama dengan BPTP-BPSB di daerah. Dari pengujian tersebut terlihat bahwa produktivitas Antin 1 ternyata lebih tinggi daripada varietas pembanding Ayamurasaki dan dari segi kandungan nutrisinya, klon harapan tersebut memiliki keunggulan. Varietas Antin 1 memiliki hasil tinggi, mengandung zat antosianin rendah dan distribusi warna ungunya sangat menarik, cocok untuk dibuat keripik.
ASAL DAN METODE SELEKSI Varietas Antin 1 berasal dari salah satu turunan hasil persilangan antara tetua Samarinda dengan Kinta yang dilakukan tahun 1999. Samarinda merupakan varietas lokal asal Blitar, memiliki hasil tinggi, daging umbi berwarna ungu muda, kulit umbi berwarna kuning muda dan adaptasi luas sedangkan Kinta merupakan varietas lokal asal Papua, memiliki hasil tinggi, daging umbi berwarna ungu, kulit umbi berwarna kuning muda dan adaptasi luas beradaptasi pada dataran tinggi. Dari persilangan terkontrol kedua tetua ini diperoleh klon MSU 01022 yang kemudian dijadikan salah satu tetua pada polycross nursery (blok persilangan gen pool) yang memiliki gen daging umbi ungu yang terdiri dari sepuluh tetua. Biji F1 bersari bebas dari tetua MSU 01022 dievaluasi melalui tahapan seleksi persemaian biji, seleksi tanaman tunggal, seleksi gulud tunggal, seleksi gulud berulangan, evaluasi daya hasil pendahuluan, evaluasi daya hasil lanjutan dan uji multi lokasi sehingga terpilih Antin 1 yang akhirnya diusulkan untuk dirilis. Metode seleksi mengikuti Wilson et al. (1989) dan uji multi lokasi mengikuti Sing and Chaudary (1979). Seleksi awal dilakukan terhadap 3.500 individu tanaman asal biji dan terpilih 200 individu yang hasil umbinya di atas 500 g/tanaman. Dari 200 individu diperbanyak secara vegetatif dengan stek batang pada gulud tunggal. Hasilnya diperoleh 40 klon yang rataan hasil umbinya di atas 500 g/tanaman. Empat puluh klon tersebut kemudian diuji kemantapan hasilnya melalui uji daya hasil pendahuluan untuk memilih 15 klon terbaik yang diseleksi lagi melalui uji daya hasil lanjutan. Selanjutnya klon terbaik diuji daya hasil
612
Jusuf et al.: Antin 1: Varietas ubijalar mengandung antosianin untuk bahan baku kripik
lanjutan diuji lagi daya adaptasi dan stabilitas hasilnya melalui uji multilokasi. Uji multilokasi dilakukan tahun 2004 dan 2005 dan hasilnya menunjukkan bahwa varietas Antin 1 dapat dilepas atas dasar rataan potensi hasil.
MORFOLOGI TANAMAN Morfologi meliputi tipe tajuk dan keragaan umbi. Tipe tajuk dikelompokkan menjadi empat yaitu kompak, semi kompak, agak menyebar dan menyebar (Huaman, 1992). Tipe tajuk yang ideal adalah yang kompak dan tegak. Tajuk dikatakan kompak apabila panjang sulur kurang dari 75 cm dan semi kompak apabila panjangnya antara 75–125 cm. Keragaan umbi meliputi permukaan umbi, keseragaman bentuk dan ukuran umbi, warna kulit dan daging umbi sertakerengkahan umbi. Tajuk varietas Antin 1 tergolong menyebar dengan panjang sulur 151–250 cm (umur 3 bulan), berukuran sedang dengan diameter buku ruas tergolong tipis (4–6 mm) dan panjang buku ruas termasuk pendek (3–5 cm). Warna dominan sulur hijau dengan beberapa bercak ungu (warna sekunder). Daun dewasa varietas Antin 1 berukuran sedang dan berbentuk segitiga sama sisi dengan jumlah cuping satu. Daun dewasa berwarna hijau dengan tulang daun permukaan bawah berwarna ungu, sedangkan daun muda bagian atasnya berwarna hijau dan bagian bawahnya berwarna ungu. Varietas Antin 1 memiliki susunan umbi terbuka dengan umbi berbentuk bulat telur lebar pada pangkal umbi (obovate). Kulit umbi berwarna putih dengan daging umbi berwarna putih bercampur ungu. Warna ungu pada daging umbi membentuk cincin lebar pada korteks. Kombinasi warna ungu dan putih pada daging umbi ini sangat bagus sekali untuk dibuat kripik sehingga umbi varietas Antin 1 cocok sebagai bahan baku kripik.
KERAGAAN HASIL UMBI Uji multilokasi menggunakan lima klon berkadar beta karoten tinggi dan lima klon harapan berwarna daging umbi ungu ditambah dua varietas pembanding. Dari 16 unit penelitian ternyata hasil umbi Antin 1 menduduki peringkat pertama dari 5 klon harapan yang mengandung antosianin di enam unit penelitian yaitu di Malang (MK II 2004), Karanganyar (MK II 2004), Magelang (MK I dan MK II 2004), Mojokerto (MK II 2005) dan Blitar (MK II 2005), serta menduduki peringkat kedua dari 5 klon harapan yang mengandung antosianin di lima unit penelitian yaitu di Malang (MK I 2004), Kuningan (MK II 2004), Mojokerto (MK I 2005) dan Lombok Timur (MK I dan MK II 2005), dan umumnya memberikan produksi umbi yang lebih tinggi dibanding Ayamurasaki. Apabila dibandingkan dengan Ayamurasaki dan lokal setempat, Antin 1 memiliki hasil umbi masing-masingnya 23,8% lebih tinggi dari Ayamurasaki dan 6,4% lebih tinggi dibanding lokal setempat (Tabel 4). Data tersebut di atas menunjukkan bahwa Antin 1 memiliki hasil umbi yang cukup tinggi dibanding klon harapan lainnya yang mengandung antosianin. Selain memiliki hasil umbi yang cukup tinggi, klon ini memiliki keistimewaan pada warna daging umbinya yang berwarna ungu bercampur putih sehingga menjadikan warna yang menarik untuk dijadikan kripik. Penyebaran warna ungunya adalah berupa bercak-bercak ungu yang mengelompok pada bagian tengah umbi dengan cincin lebar pada cortex umbi. Dengan keistimewaan yang dimiliki oleh Antin 1 ini, maka Antin 1 layak untuk diusulkan sebagai varietas unggul baru dengan specifikasi hasil tinggi dan memiliki warna daging umbi yang menarik untuk dijadikan kripik.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
613
UJI ADAPTASI DAN STABILITAS HASIL Hasil umbi digunakan sebagai parameter utama untuk mengetahui adaya adaptasi dan stabilitas hasil dari suatu klon/varietas. Eberhart dan Russel (1966) menggunakan koefisien regresi antara hasil dan indeks lingkungan dan simpangan regressi untuk kriteria stabilitas. Menurutnya varietas/klon yang stabil ialah varietas/klon dengan koefisien regresi sama atau tidak berbeda nyata dengan satu (1), dan simpangan regresi sama atau tidak berbeda nyata dengan nol (0). Klon/varietas dengan dengan hasil tinggi dan memenuhi kedua kriteria tersebut akan mempunyai penampilan yang baik di semua lingkungan Analisis stabilitas hasil terhadap duabelas (12) klon uji menunjukkan bahwa hanya satu klon yang tergolong stabil hasilnya yaitu MSU 01015-02 yang sudah dilepas (dirilis) pada tahun 2009 dengan nama Beta 2. Klon ini memiliki koefisien regresi 0,989 tidak berbeda nyata dengan 1 simpangan regresi 2,301 tidak berbeda nyata dengan nol (0). Selain tergolong stabil, varietas Beta 2 ini juga memiliki rata-rata hasil tertinggi dari semua klon yang diuji yaitu 28,6 t/ha dengan kisaran hasil 20,2–34,7 t/ha (Tabel 6). Sedangkan Antin 1 karena memiliki koefisien regresi (b) tidak berbeda nyata dengan 1 tetapi memiliki simpangan regresi (S2d) yang berbeda nyata dengan nol tergolong tidak stabil dengan kisaran hasil 14,4–33,2 t/ha dan rata-rata hasil 25,82 t/ha (Tabel 1). Meskipun tidak stabil, namun Antin 1 tetap diusulkan untuk dilepas karena rata-rata hasilnya cukup tinggi dan memiliki kandungan antosianin dan warna daging umbinya bagus (menarik) kalau di buat kripik serta tidak bisa dipalsukan warna kripiknya. Tabel 1.
Kisaran hasil umbi segar, rataan hasil, koefisien regresi (bi), dan simpangan regresi (S2di) klon-klon harapan ubijalar pada uji adaptasi TA 2004 – 2005.
Klon/varietas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
MSU 01015-07 MSU 01015-06 MSU 01035-05 MSU 01035-02 MSU 01015-02 Antin 1 MSU 01008-16 MSU 01008-13 MSU 01016-19 Ayamurasaki Sari Lokal setempat Rata-rata
Kisaran hasil umbi (t/ha) 17,4 – 35,7 16,1 – 32,5 17,0 – 33,7 16,6 – 33,8 20,2 – 34,7 14,4 – 33,2 12,3 – 34,6 13,8 – 30,3 10,5 – 27,3 13,2 – 27,9 18,0 – 33,4 16,3 – 29,3 -
Rataan hasil (t/ha) 25,63 23,54 27,44 25,32 28,60 25,82 26,49 20,54 22,05 21,36 26,66 24,77 24,85
Koefisien regresi (bi)
Simpangan regresi (S2di)
1,227 tn 1,225 tn 1,119 tn 0,917 tn 0,989 tn 1,320 tn 1,491 tn 0,719 tn 0,951 tn 0,828 tn 0,809 tn 0,736 tn 1,000
5,830 ** 5,231 ** 8,083 ** 6,472 ** 2,301 tn 11,431 ** 18,523 ** 20,072 ** 7,678 ** 16,293 ** 12,386 ** 99,944 **
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata dengan 1; ** = sangat berbeda nyata dengan 0.
Menurut Subandi et al. (1979) adanya hubungan antara hasil dengan koefisien regresi dan simpangan regresi tidak akan menghalangi pembentukan varietas yang diinginkan. Ditambahkan pula bahwa tidak adanya korelasi antara hasil dengan koefisien regresi dan simpangan regresi menunjukkan bahwa dengan populasi yang heterogen akan lebih mudah membuat varietas yang stabil dan berdaya hasil tinggi. Sedangkan menurut Eberhart dan Russel (1966) untuk evaluasi stabilitas hasil suatu klon/varietas cukup dengan 614
Jusuf et al.: Antin 1: Varietas ubijalar mengandung antosianin untuk bahan baku kripik
melihat nilai koefisien regresi (b) hasil umbi pada indeks lingkungan. Kalau nilai koefisien regresinya (b) sama atau tidak berbeda nyata dengan satu maka klon/varietas tersebut tergolong stabil. Varietas ini memiliki stabilitas hasil dibawah rata-rata, sangat peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus di lingkungan produktif. Dilihat dari Tabel 1 pada 16 unit penelitian ternyata hasil umbi Antin 1 menduduki peringkat pertama dari 5 klon harapan yang mengandung antosianin di enam unit penelitian yaitu di Malang (MK II 2004), Karanganyar (MK II 2004), Magelang (MK I dan MK II 2004), Mojokerto (MK II 2005) dan Blitar (MK II 2005), serta menduduki peringkat kedua dari 5 klon harapan yang mengandung antosianin di lima unit penelitian yaitu di Malang (MK I 2004), Kuningan (MK II 2004), Mojokerto (MK I 2005) dan Lombok Timur (MK I dan MK II 2005), dan umumnya memberikan produksi umbi yang lebih tinggi dibanding Ayamurasaki. Apabila dibandingkan dengan Ayamurasaki dan lokal setempat, Antin 1 memiliki hasil umbi masing-masingnya 23,77% lebih tinggi dari Ayamurasaki dan 6,39% lebih tinggi dibanding lokal setempat (Tabel 4). Data tersebut di atas menunjukkan bahwa Antin 1 memiliki hasil umbi yang cukup tinggi dibanding klon harapan lainnya yang mengandung antosianin. Selain memiliki hasil umbi yang cukup tinggi, klon ini memiliki keistimewaan pada warna daging umbinya yang berwarna ungu bercampur putih sehingga menjadikan warna yang menarik untuk dijadikan kripik. Penyebaran warna ungunya adalah berupa bercak-bercak ungu yang mengelompok pada bagian tengah umbi dengan cincin lebar pada cortex umbi. Dengan keistimewaan yang dimiliki oleh Antin 1 ini, maka Antin 1 layak untuk diusulkan sebagai varietas unggul baru dengan spesifikasi hasil tinggi dan memiliki warna daging umbi yang menarik untuk dijadikan kripik.
ANALISIS MUTU UMBI Uji organoleptik terhadap ubi kukus dilaksanakan di Malang pada tahun 2005 setelah panen pengujian uji multi lokasi. Sebanyak 15 orang masyarakat Wringin Songo (Tumpang) digunakan sebagai panelis. Dari uji organoleptik tersebut terlihat bahwa klon yang paling tinggi skor penerimaan umumnya adalah MSU 01008-16 (skor rata-rata4,1) diikuti oleh MSU 01035-02 dan MSU 01015-07 dengan skor penerimaan umum masingmasingnya 3,6 dan 3,4 (Tabel 2). Dari uji organoleptik tersebut terlihat bahwa varietas antin 1 memiliki skor penerimaan umum 3,3 untuk Antin 1. Semakin tinggi skor penerimaan umum dari suatu klon maka semakin disenangi klon tersebut oleh panelis. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa salah satu kelemahan dari klon Ayamurasaki adalah dalam hal werna umbi kukus dan rasa umbi kukus. Karena memiliki warna yang ungu gelap sehingga warna umbi kukus tersebut kurang menarik, kemudian rasa umbi kukus agak sedikit pahit sehingga kurang disenangi oleh panelis. Hal ini dapat dimengerti bahwa gen kadar antosianin tinggi pada ubijalar mengalami linkage (terkait) dengan warna daging umbi, jadi semakin tinggi kandungan antosianin suatu klon ubijalar biasanya semakin gelap warna ungu pada daging umbinya sehingga tidak menutup kemungkinan rasanya menjadi agak pahit. Sedangkan Antin 1 tidak ada masalah karena skor penerimaan umumnya sudah baik yaitu 3,3. Dari segi warna umbi kukus Antin 1 memiliki skor yang lebih baik dibanding Ayamurasaki begitu juga dari segi rasa Antin 1 rasa umbinya lebih enak daripada Ayamurasaki sehingga skor penerimaan umumnya lebih tinggi. Disamping itu Antin 1 memiliki daya tarik tersendiri klon karena memiliki warna daging umbi putih dengan kombinasi warna ungu sangat bagus dan cantik untuk diolah menjadi keripik.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
615
Tabel 2 memperlihatkan bahwa varietas Antin 1 memiliki skor penerimaan umum lebih baik dibanding varietas introduksi ayamurasaki (skor penerimaan umum 2,3). Selain itu jelas sekali klon yang diajukan Antin 1 untuk dilepas memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibanding Ayamurasaki dan begitu juga kadar serat yang lebih baik sehingga berpeluang untuk berkembang di petani. Berdasarkan kandungan antosianinnya, dapat digolongkan menjadi dua, yakni klonklon yang kaya akan antosianin (≥150 mg/100g bb), golongan ini berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pewarna alami yang aman dan baik bagi kesehatan, sedangkan golongan kedua adalah klon-klon yang kandungan antosianinnya rendah sampai sedang (10–65 mg/100 g bb), tetapi memiliki pola penyebaran warna ungu yang menarik. Golongan ini berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pangan yang dapat dikonsumsi langsung, seperti ubi kukus/goreng, keripik dan lain sebagainya. Tabel 2.
No A B C D E F G H I J K L
Skor uji organoleptik umbi kukus dari klon harapan/varietas ubijalar pada uji Adaptasi di Malang, MK 2004.
Klon/ Varietas MSU 01015-07 MSU 01015-06 MSU 01035-05 MSU 01035-02 MSU 01015-02 Antin 1 MSU 01008-16 MSU 01008-13 MSU 01016-19 Ayamurasaki Sari Lokal setempat Rata-rata
Warna a) umbi kukus 3,5 2,7 2,9 3,9 3,2 3,3 3,6 3,1 2,4 2,2 3,4 2,1 3,04
Tekstur b) umbi kukus 2,9 2,7 3,5 4,0 4,3 3,6 3,6 2,5 3,0 2,2 2,1 1,6 2,99
Serat c) umbi kukus 4,0 2,7 3,9 3,7 3,2 3,3 4,4 4,0 3,7 2,9 3,1 3,1 3,55
Rasa a) umbi kukus 3,3 2,7 3,3 3,6 3,3 3,5 4,1 2,9 2,4 2,3 3,2 1,9 3,00
Tingkat d) Penerimaan a) kemanisan umum 3,7 2,3 3,5 3,4 3,3 3,0 3,9 3,1 2,7 2,5 2,9 2,1 3,04
3,4 3,0 3,4 3,6 3,3 3,3 4,1 2,9 2,3 2,3 2,9 2,3 3,04
Ket : a) 5=suka, 4= agak suka, 3= sedang, 2= agak tidak suka, 1= tidak suka. b) 5= kering (mempur), 4= agak kering, 3= sedang, 2= agak basah, 1= basah (lembek) c) 5= tidak berserat,4= agak tidak berserat,3= sedang,2= agak berserat,1= berserat. d) 5= manis, 4= agak manis, 3= sedang, 2= agak tawar, 1= tawar.
Dari hasil uji organoleptik ubijalar terhadap keripik yang dilakukan 20 panelis pegawai Balitkabi menunjukkan bahwa Antin 1 memiliki skor warna 4,0 (suka), sedangkan pada parameter aroma, tekstur dan rasa masing-masingnya memberikan skor 3,7, 3,2, dan 3,5 (Tabel 2). Umbi dari Antin 1 ini sangat diminati sekali oleh SPAT (Stasiun Pengembangan Agribisnis Terpadu) yang berdomisili di Malang sebagai bahan baku keripik.
KUALITAS KERIPIK Tingkat kecerahan warna (L*) keripik nyata dipengaruhi oleh klon/varietas ubijalar (Tabel 3). Empat klon/varietas di antaranya menunjukkan tingkat kecerahan terendah (berwarna gelap), yakni MSU 06046-48, MSU 06028-71, MIS 0601-179, dan Ayamurasaki. Sementara keripik yang diolah dari klon MSU 06046-74 (daging umbi kuning
616
Jusuf et al.: Antin 1: Varietas ubijalar mengandung antosianin untuk bahan baku kripik
kombinasi ungu) menunjukkan tingkat kecerahan warna tertinggi, diikuti klon MSU 0604405 yang sama nilainya dengan Antin 1. Hal ini menunjukkan, bahwa warna keripik yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh intensitas warna ungu daging umbi masing-masing klon/varietas. Tingkat kekerasan (hardness) keripik juga berbeda nyata antar klon/varietas ubijalar (Tabel 3) dengan nilai tertinggi (paling renyah) diperoleh pada klon MIS 0601-179 dan terendah (paling keras) pada klon MIS 0614-02 dan Antin. Lima klon ubijalar tampak memiliki tingkat kekerasan keripik yang relatif sama dengan Ayamurasaki, yakni MSU 06028-71, MSU 06044-05, MSU 06046-48, MIS 0601-22, dan MIS 0656-220. Tabel 3. Sifat fisik keripik dari 12 klon/varietas ubijalar ungu. Keripik Klon/varietas MSU 06014-51 MSU 06028-71 MSU 06044-05 MSU 06046-48 MSU 06046-74 MIS 0601-22 MIS 0601-179 MIS 0612-73 MIS 0614-02 MIS 0656-220 Ayamurasaki Antin-1 BNT 5% KK (%)
Tingkat kecerahan (L*) 35,87 cd 34,27 e 53,2 b 34,07 e 62,73 a 36,60 c 34,40 e 36,30 c 36,83 c 35,93 cd 35,00 de 53,53 b 1,02 1,48
Tingkat kekerasan (N) 15,2 b 10,8 de 10,8 de 11,1 de 13,5 c 10,5 e 19,7 a 6,9 g 7,8 fg 11,9 d 10,9 de 8,6 f 1,3 6,5
Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%. L * : tingkat kecerahan dengan kisaran gelap (0) sampai terang (100) Sumber: Ginting et al. (2012).
Keripik yang diolah dari klon MSU 06046-74 (daging umbi kuning kombinasi ungu), Antin 1 (putih kombinasi ungu), MSU 06044-05, MIS 0601-22, dan MIS 0612-73 cukup disukai warnanya, sedangkan enam klon lainnya agak disukai, termasuk Ayamurasaki dan satu klon, yakni MIS 0601-179 tidak disukai warnanya (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa panelis cenderung lebih menyukai warna keripik yang cerah dibandingkan dengan yang lebih gelap. Aroma keripik yang berasal dari sembilan klon, termasuk Ayamurasaki dan Antin 1 cukup disukai oleh panelis, sedangkan tiga klon sisanya agak disukai aromanya. Tekstur keripik yang diolah dari enam klon cukup disukai panelis karena renyah, termasuk Ayamurasaki, sedangkan enam klon lainnya agak disukai (agak renyah), termasuk Antin 1 (Tabel 4). Fenomena ini sesuai dengan tingkat kekerasan keripik yang nilainya lebih kecil (lebih keras) pada Antin 1 dibandingkan dengan Ayamurasaki (Tabel 4). Enam klon memiliki rasa keripik yang cukup disukai, termasuk Antin 1, sedangkan enam klon lainnya agak disukai, termasuk Ayamurasaki (Tabel 4).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
617
Tabel 4. Tingkat kesukaan terhadap sifat sensoris keripik dari 12 klon ubijalar ungu Klon/Varietas MSU 06014-51 MSU 06028-71 MSU 06044-05 MSU 06046-48 MSU 06046-74 MIS 0601-22 MIS 0601-179 MIS 0612-73 MIS 0614-02 MIS 0656-220 Ayamurasaki Antin-1
Warna
Aroma
Kerenyahan
2,9 3,0 3,6 2,8 4,2 3,6 2,3 3,8 3,3 3,1 3,4 4,2
3,2 3,3 3,7 3,2 3,6 3,6 3,6 3,7 3,7 3,6 3,7 3,9
3,5 3,0 3,9 3,2 3,8 3,3 3,0 3,8 3,5 3,5 4,0 3,7
Kesukaan Thd kerenyahan 3,5 3,0 3,9 3,2 3,8 3,3 2,6 3,8 3,7 3,2 4,0 3,4
Rasa
Total skor kesukaan
3,9 3,7 3,7 2,7 3,8 3,3 3,8 2,8 3,1 3,3 3,3 3,6
13,5 13,0 14,9 11,9 15,4 13,8 12,3 14,1 13,8 13,2 14,4 15,1
Skor kesukaan terhadap warna, aroma, kerenyahan, dan rasa: 1. Sangat tidak suka, 2. Tidak suka 3. Agak suka 4. Suka 5. Sangat suka Skor kerenyahan: 1. Sangat tidak renyah 2. Tidak renyah 3. Agak renyah, 4. Renyah 5. Sangat renyah. Sumber: Ginting et al. (2012).
Secara keseluruhan, keripik yang diolah dari klon MSU 06046-74 (daging umbi kuning kombinasi ungu) paling disukai warna, aroma, tekstur dan rasanya, diikuti Antin 1 dan klon MSU 06044-05 yang jika dibulatkan total skornya 15 (Tabel 6). Hal ini menunjukkan, bahwa ketiga klon/varietas tersebut yang memiliki warna daging umbi kuning/putih kombinasi dengan ungu, paling sesuai untuk bahan baku keripik (Lampiran 2). Selanjutnya diikuti klon/varietas yang warna dagingnya ungu dengan intensitas sedang, seperti Ayamurasaki, klon MIS 0612-73, MIS 0614-02, MIS 0601-22 dan MSU 06014-51 (total skor 14). Sementara klon yang warna daging umbinya ungu tua (kandungan antosianin tinggi), seperti MSU 06046-48 dan MIS 0601-179 kurang sesuai untuk bahan baku keripik karena cenderung gelap/kurang menarik warnanya setelah digoreng, meskipun telah menggunakan vacuum frying. Tabel 5. Uji organoleptik keripik umbi dari beberapa klon harapan ubijalar 2006. No 1 2 3 4 5 6 7
Klon/Varietas JP 33 JP 46 MSU 03007-82 Lokal Karanganyar MSU 01022-12 MSU 03028-71 MLG 12619
Warna 2,5 2,5 3,4 3,5 4,0 3,1 3,4
Aroma 3,4 3,5 3,5 3,4 3,7 3,5 3,7
Tekstur 4,0 2,8 3,5 2,9 3,2 3,1 2,8
Skor Penilaian : 1 = Sangat tidak suka, 2 = Tidak suka, 3 = Agak suka, 4 = Suka, 5 = Sangat Suka Sumber: Ginting et al. (2012).
618
Jusuf et al.: Antin 1: Varietas ubijalar mengandung antosianin untuk bahan baku kripik
Rasa 3,4 2,8 3,3 3,0 3,5 2,9 2,8
ANALISIS KANDUNGAN NUTRISI UMBI Kualitas umbi ditentukan oleh banyak karakter tergantung pada peruntukkannya dan selera pengguna. Di beberapa daerah Asia dan Afrika, selera konsumen berbeda dengan di Jepang, Eropa dan Amerika. Di Jepang Eropa dan Amerika konsumen menyukai ubijalar yang gizinya tinggi atas dasar protein dan karotin, sedang sebagian di Asia dan Afrika lebih menyukai yang tekstrunya kering. Bagi konsumen di Indonesia untuk konsumsi langsung beragam namun umumnya menyukai umbi yang kering dan pulen, umbi yang pulen memberikan petunjuk bahwa kadar patinya tinggi. Antosianin yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan hasil ekstraksi kasar karena tidak dilakukan purifikasi atau pemurnian antosianin dari senyawa-senyawa flavonoid lainnya. Menurut Imelda (2002), ekstraksi antosianin kasar masih mengandung senyawa-senyawa flavonoid lainnya, seperti tanin dan senyawa fenol lainnya. Oleh karena itu, kadar antosianin dinyatakan sebagai total antosianin dengan asumsi bahwa senyawa yang diekstrak adalah antosianin, meskipun masih mengandung senyawa-senyawa fenol lainnya. Data total antosianin (setara dengan sianidin-3-glikosida) disajikan dalam basis basah untuk memberi gambaran jumlah antosianin yang sebenarnya terdapat pada ubijalar segar yang merupakan kondisi nyata bila dikonsumsi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar antosianin delapan klon ubijalar ungu berbeda nyata dengan variasi antara 8,68 mg/100g hingga 281,90 mg/100 g umbi (Tabel 6). Antin 1 mengandung antosianin 33,89 mg/100 g umbi. Tabel 6. Komposisi kimia 6 klon ubijalar yang memiliki kandungan Antosianin, Malang, 2006. Kadar Klon ubijalar
Air
Bahan
Abu
Serat
(%)
kering (%)
(% bk)
(% bk)
Gula reduksi
Pati
Amilosa
Antosianin
(% bk)
(% bk)
(mg/100 g bb)
(% bk)
Ayamurasaki
69,48 e
30,71 b
3,41 b
2,46 c
3,27 e
74,93 a
18,37 a
281,90 f
MSU 03007-82
70,55 f
30,61 b
3,47 b
2,96 d
1,66 b
73,57 a
21,74 cd
147,99 d
MSU 01022-12
68,62 c
32,00 c
3,41 b
2,29 bc
1,73 b
73,27 a
25,21 f
33,89 b
MSU 99062-03
62,64 a
36,44 f
3,20 a
1,93 a
1,50 a
75,85 a
23,73 e
64,01 c
MSU 01008-16
68,98 d
33,18 d
3,16 a
2,16 ab
4,15 f
73,37 a
22,37 d
8,68 a
MSU 01151-05
65,47 b
34,72 e
3,11 a
2,13 ab
2,63 d
73,26 a
20,97 c
23,90 b
BNT 5%
0,25
0,84
0,09
0,30
0,08
tn
0,85
13,63
KK (%)
0,22
1,52
7,01
6,95
7,30
1,98
2,29
5,25
Angka selajur yang diikuti huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%. Sumber: Ginting et al. 2011.
Perbedaan kadar antosianin ini disebabkan oleh perbedaan sifat genetik masingmasing klon ubi jalar ungu karena semua klon ditanam pada musim, lokasi dan cara budidaya yang sama. Varietas Introduksi Ayamurasaki yang selama ini dijadikan cek untuk pengembangan ubijalar kaya antosianin memang memiliki kandungan antosianin paling tinggi akan tetapi untuk bahan baku keripik ubijalar ini kurang cocok karena warnanya terlalu gelap sehingga kurang menarik. Di sisi lain, Suda et al. (2003) melaporkan bahwa kandungan antosianin ubijalar ungu varietas Ayamurasaki sebesar 60 mg/100 g bahan setara dengan peonidin 3-5-glikosida. Hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini pada varietas yang sama. Selain faktor lingkungan, perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
619
analisis karena Suda et al. (2003) menggunakan metode HPLC dan antosianin yang diamati menggunakan standar yang berbeda, yakni peonidin 3–5-glikosida. Selain itu, meskipun menggunakan metode yang sama dengan spektrofotometri misalnya, perbedaan jenis pelarut dan standar yang digunakan juga dapat mempengaruhi nilai total antosainin karena setiap pelarut memiliki koefisien absorsivitas molar yang berbeda yang akan berpengaruh terhadap perhitungan total antosianin. Hal ini sesuai dengan pendapat Prior et al. (1998) yang menyatakan bahwa standar antosianin serta koefisien absorsivitas molar yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan kadar antosianin.
KESIMPULAN 1. Varietas Antin 1 dengan kisaran hasil 14,4–33,2 t/ha dan rata-rata hasil 25,82 t/ha, meskipun tidak stabilitas dengan hasil di bawah rata-rata tetapi memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus di lingkungan produktif. 2. Selain memiliki hasil umbi yang cukup tinggi, klon ini memiliki keistimewaan pada warna daging umbinya yang berwarna ungu bercampur putih sehingga menjadikan warna yang menarik untuk dijadikan bahan baku kripik. Penyebaran warna ungunya berupa bercak-bercak ungu yang mengelompok pada bagian tengah umbi dengan cincin lebar pada cortex umbi.
DAFTAR PUSTAKA Eberhart, S.A. and W.A. Russel.1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci:36–40. Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding programme. Aust J. Agric. Res 14:742–754. Huaman, Z. 1997. Descriptors for characterizations and evaluation of sweetpotato genetic resourxces. p: 331–335. In. Explroration, maintenance, and utilization of sweetpotato genetic resources. Repor of the Sweetpotato Planning Conference. Singh, R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Pub. Ludhiana, New Delhi Ginting, E., Y. Widodo dan M. Jusuf. 2004. Pemanfaatan ubijalar berkadar β-karoten tinggi sebagai sumber vitamin A. Dalam J. Munarso, Risfaheri, Abubakar, Setyadjit dan S. Prabawati (ed). Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. Bogor, 6 Agusutus 2004. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. hlm 168–176. Jusuf, M., S.A. Rahayuningsih T.S. Wahyuni dan S. Pambudi. 2004. Analisis interaksi genotipe x lingkungan klon harapan ubijalar dengan kandungan antosianin dan beta karoten tinggi. Laporan Teknis Penelitian Balitkabi Malang Tahun 2004. 27 hlm. Subandi. 1979. Yield stability of nine early maturity of corn. Contributions 53:1–11 Suda, I., T. Oki, M. Masuda, M. Kobayashi, Y. Nishiba and S. Furuta. 2003. Physiological functionality of purple-fleshed sweet potatoes containing anthocyanins and their utilization in foods. JARQ 37(3):167–173. Wilson, J.E., F.S. Pole, N.E.J.M. Smit, and P. Taofatofua. 1989. Sweetpotato Breding. IRETA, Western Samoa. 35p. Yamakawa, O and M. Yoshimoto. 2002. Sweetpotato as food material with physiological functions. Acta Horticulturae 583:179–185.
620
Jusuf et al.: Antin 1: Varietas ubijalar mengandung antosianin untuk bahan baku kripik