PELUANG PENINGKATAN KEBERHASILAN PERAKITAN VARIETAS UBIJALAR UNGGUL MELALUI PENANGGULANGAN SIFAT INKOMPATIBILITAS Febri Adi Susanto1)* dan St. A. Rahayuningsih2) 1)
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang no. 5 Malang 2) Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101 *) e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kebutuhan akan ubijalar mengalami kenaikan, sehingga perakitan varietas unggul merupakan hal yang harus dilakukan. Sifat inkompatibilitas sporofitik dan serangkaian mekanismenya pada ubijalar merupakan hambatan dalam program pemuliaan. Peluang keberhasilan perakitan varietas ubijalar unggul melalui penanggulangan sifat inkompatibilitas semakin terbuka. Pemberian sukrosa 55 ppm, pemotongan stigma, dan pemberian 2,4D 100 ppm dalam lanolin dapat menaggulangi sifat inkompatibilitas sporofitik pada ubijalar dan memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan keberhasilan pembentukan buah (biji). Kata kunci: ubijalar, perakitan varietas, inkompatibilitas
ABSTRACT Chances of success in sweetpotato improvement for superior varieties through overcome of incompatibility system. The necessity of sweetpotato certainly increase, the improvement of superior variety are things must to do. Nature of the incompatibility mechanism and a series of sporophyitic on sweetpotato is the obstacle in breeding program. Chances in sweetpotato improvement for superior varieties through overcome of incompatibility increasingly open. Giving sucrose at 55 ppm concentration, cutting stigma and 2,4D 100 ppm in lanolin can be fixed sporophytic incompatibility in nature and have a significant impact on increasing the success of fruit sets (seed). Keywords: sweetpotato, variety improvement, incompatibility
PENDAHULUAN Di Indonesia ubijalar sudah dikenal dan dibudidayakan secara turun temurun. Ubijalar merupakan sumber karbohidrat dan berasal dari kelompok umbi-umbian yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti beras, bahkan di beberapa daerah ubijalar digunakan sebagai makanan pokok. Kenaikan jumlah penduduk dan berkembangnya industri dengan bahan baku ubijalar menyebabkan kebutuhan akan ubijalar meningkat. Guna mendorong pengembangan ubijalar, penyediaan dan penggunaan varietas unggul merupakan hal yang harus dilakukan (Widodo dkk. 2009). Sampai saat ini varietas yang telah dilepas oleh pemerintah berjumlah 21 (Balitkabi 2008). Program pemuliaan hingga saat ini terus dilakukan, persilangan pada ubijalar masih merupakan cara termudah untuk mendapatkan hibrid dengan sifat yang diinginkan. Menurut Jusuf dkk. (2012) secara morfologis bunga ubijalar mudah untuk disilangkan, namun dalam persilangan tersebut sering menemui permasalahan. Permasalahan tersebut adalah masa reseptif putik yang tidak terlalu lama, sedikitnya polen yang dihasilkan pada
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
605
beberapa varietas unggul, dan adanya sifat inkompatibilitas dan sterilitas (Topan 2002; Jusuf dkk. 2012). Menurut Bhojwani dan Bhatnagar (1974) dan Darjanto dan Satifah (1982) sifat inkompatibel dapat disebabkan antara lain, polen gagal berkecambah, polen berkecambah tetapi tidak dapat menembus stigma, buluh polen gagal melanjutkan pertumbuhan disepanjang putik, syngamy yaitu fusi antara gamet jantan dan betina gagal terjadi. Sifat inkompatibel sendiri maupun inkompatibel silang pada ubijalar menjadi masalah yang penting dalam perakitan varietas unggul (Islam dan Hossain 1992). Sifat inkompatibel sendiri maupun silang adalah ketidaksesuaian antara alat reproduksi jantan dan betina sehingga penyerbukan yang terjadi tidak dapat diikuti dengan proses pembuahan baik pada penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang atau dengan kata lain tidak terbentuk embrio seksual setelah penyerbukan (Poespodarsono 1986; Topan 2002). Masalah lain berasal dari hibrid hasil persilangan yang memiliki sifat tidak unggul meskipun kedua tetuanya memiliki sifat unggul. Penurunan sifat yang rumit pada ubijalar diduga akibat sifat heterosigositas yang terlampau tinggi dan kromosom ubijalar yang heksaploid (6n=90) (Wilson et al. 1989). Menurut Rahajeng dan Rahayuningsih (2012) dari ke-21 varietas unggul ubijalar yang dilepas pemerintah tidak ada varietas yang menunjukkan benar-benar tahan terhadap hama boleng (agak tahan). Alternatif perakitan varietas tahan hama adalah dengan merakit tanaman transgenik dan pada tahun 2002 telah dihasilkan 26 tanaman varietas Jewel putatif transgenik yang telah lolos seleksi dan diduga mengandung gen ketahanan terhadap hama boleng (pinII). Peluang perakitan dan pengembangan ubi jalar tahan terhadap hama boleng makin terbuka, namun adanya sifat inkompatibilitas pada ubijalar dapat menjadi hambatan dalam perakitan varietas unggul, terutama varietas unggul tahan boleng yang saat ini telah berhasil dirakit. Tulisan ini menelaah ulang sifat inkompatibilitas ubijalar dan penanggulangannya, sehingga peluang keberhasilan perakitan varietas ubijalar unggul dapat ditingkatkan.
SIFAT INKOMPATIBILITAS UBIJALAR Inkompatibilitas sendiri (self incompatibility) adalah mekanisme yang tersebar luas pada tumbuhan berbunga yang mencegah penyerbukan sendiri dan memacu persilangan. Respon inkompatibilitas sendiri secara genetik dikontrol oleh satu lokus S tunggal dengan multi-alela, dan didasarkan pada serangkaian interaksi seluler yang kompleks diantara polen dan putik. Setiap tumbuhan berbunga yang mengalami inkompatibilitas sendiri, memiliki mekanisme yang unik untuk menolak polennya sendiri (Silva dan Goring 2001). Ubijalar diketahui sebagai tanaman dengan inkompatibilitas sendiri, tetapi beberapa varietas dilaporkan kompatibel sendiri. Inkompatibilitas silang juga terjadi diantara banyak varietas (Togari dan Kawahara 1942; Fujise 1964; Martin 1968). Inkompatibilitas pada ubijalar adalah peristiwa kompleks yang dapat menyebabkan gagalnya pembentukan buah. Pada program pemuliaan ubijalar, persilangan yang dilakukan diharapkan memiliki keberhasilan yang tinggi. Adanya sifat tersebut menyebabkan persilangan yang dilakukan keberhasilannya rendah bahkan terjadi kegagalan. Secara morfologi, terdapat dua tipe inkompatibilitas sendiri yaitu heteromorphic dan homomorphic. Inkompatibilitas sendiri heteromorfik dikarakterisasi oleh mating type dalam spesies yang dapat dengan mudah dikenali tanpa tes breeding. Perbedaan pada mating type berkaitan dengan posisi stigma dan antera, misalnya misalnya stamen panjang 606
Susanto dan Rahayuningsih: Perakitan ubi jalar melalui penanggulangan inkompatibilitas
dengan putik yang pendek, atau stamen pendek dengan putik panjang (Bhojwani dan Bhatnagar 1974). Pada sistem heteromorfik ini reaksi inkompatibilitas dideterminasi secara sporofitik dan dominansi antara alela pada gen inkompatibilitas diekspresikan pada polen dan stilus (Bhojwani dan Bhatnagar 1974). Inkompatibilitas sendiri homomorfik, mating type dalam spesies secara morfologi tidak dapat dibedakan dan membutuhkan breeding dalam pengenalannya. Spesies dengan tipe inkompatibilitas ini memiliki banyak mating type. Berdasarkan faktor yang menentukan mating type dari sisi polen dikenal 2 tipe yaitu inkompatibilitas sendiri sporofitik yang prosesnya dikontrol oleh genotipe dari jaringan sporofit dan reaksi penolakan terjadi di stigma, dan inkompatibilitas tipe gametofitik prosesnya ditentukan oleh genotipe polen itu sendiri dan reaksi penolakan terjadi di tangkai putik (Bhojwani dan Bhatnagar 1974). Sifat inkompatibilitas pada ubijalar ini dikendalikan oleh lokus tunggal gen S dengan alela ganda (Kowyama dan Kakeda 2006). Pada sistem gametofitik, kecepatan tumbuh buluh polen dikendalikan oleh rangkaian alela yang disimbolkan dengan S1, S2, S3, dan seterusnya. Setiap inti polen haploid pada sistem inkompatibel gametofitik memiliki satu alela inkompatibilitas, jaringan putik memiliki dua alela. Pada sistem ini ekspresi alela S adalah kodominan atau setengahnya pada putik, yaitu 50% saja polen dari individu S1S2 kompatibel dengan putik S1S3 akibat perbedaan jumlah alela pada polen dan putik. Inkompatibilitas sendiri sporofitik, memperlihatkan dominansi. Dominansi alela S ditentukan oleh tumbuhan yang menghasilkan polen. Jika alela S diekspresikan kodominan atau setengahnya pada putik maka 100% polen dari individu S1S2 akan dihambat pada putik S1S3, tetapi polen dari individu S1S2 akan kompatibel dengan putik S2S3. Inkompatibilitas sendiri sporofitik terjadi dikarenakan polen dengan alela S diekspresikan secara sporofitik pada sel diploid pada antera tapetum yang menyuplai protein S pada pollen coat (Hiscock 2002). Kombinasi genetik dari sistem sporofitik ini banyak dan kompleks. Berdasarkan reaksi kompatibilitasnya Wang & Miller dalam Basuki (1986) mengelompokkan sejumlah klon yang diteliti ke dalam enam grup yang terdiri dari lima grup inkompatibel silang dan satu grup kompatibel sendiri. Inkompatibel pada masing-masing grup dikendalikan oleh gen alelomorfis S1, S2, S3, S4, S5, dan S6 yang berturut-turut mengendalikan grup I, II, III, IV, V, dan VI. Grup VI di samping memiliki alela S6 juga memiliki alela Sf yang merupakan faktor fertilitas (Hernandez dalam Basuki 1986). Setiap grup memiliki ciri spesifik tersendiri. Ciri dari setiap grup dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ciri spesifik grup kompatibilitas ubijalar Grup
Ciri spesifik
I
inkompatibel sendiri penuh, inkompatibel bila disilangkan dengan klon yang berada dalam satu grup, kompatibel jika digunakan sebagai tetua jantan dalam persilangan dengan grup lain inkompatibel sendiri penuh, sebagian inkompatibel bila disilangkan dengan klon yang berada dalam satu grup, kompatibel bila disilangkan dengan sebagian besar klon dalam grup lain inkompatibel sendiri penuh, sebagian besar inkompatibel bila disilangkan dengan klon yang berada dalam satu grup, kompatibel bila disilangkan dengan sebagian besar klon dalam grup lain inkompatibel sendiri penuh, sebagian besar inkompatibel bila disilangkan dengan klon yang berada dalam satu grup, kompatibel bila disilangkan dengan sebagian besar klon dalam grup lain inkompatibel sendiri penuh, inkompatibel bila disilangkan dengan klon yang berada dalam satu grup, kompatibel bila disilangkan dengan klon di dalam grup lain kompatibel sendiri, kompatibel bila disilangkan dengan klon yang berada dalam satu grup, kompatibel bila disilangkan dengan klon dalam grup lain
II III IV V VI
Sumber: Hernandez dalam Basuki 1986.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
607
PELUANG KEBERHASILAN PERAKITAN VARIETAS UBIJALAR UNGGUL Beberapa peneliti telah melakukan upaya untuk mengatasi penghalang dalam fertilisasi (inkompatibilitas). Togari dan Kawahara (1942) dan Fujisie (1964) mengalami kegagalan ketika mencoba melakukan fertilisasi sendiri pada varietas ubijalar dengan metode penyerbukan kuncup, walaupun van Schreven (1953) melaporkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan buluh polen dengan penyerbukan kuncup. Berdasarkan metode yang dilakukan oleh Togari dan Kawahara (1942) dan Fujisie (1964) dilakukan pengembangan untuk mengatasi penghalang fertilisasi pada ubijalar oleh Susanto (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa polen ubijalar terdiri dari 2 macam yaitu polen normal yang viabel dan polen abnormal yang tidak viabel. Polen viabel dan kompatibel berbentuk bulat (circular) berukuran 119–153 μm. Sistem inkompatibilitas pada varietas Papua Solosa dan MSU 03028-10 adalah inkompatibilitas sendiri sporofitik dengan sisi penghambatan pada stigma dan dapat ditanggulangi dengan pemotongan dan pemberian sukrosa pada stigma dan 2,4D dalam lanolin pada tangkai bunga. Pemberian sukrosa 55 ppm meningkatkan keberhasilan persilangan sampai 86,7% pada perislangan Papua Solosa><MSU 0302810, 60% pada persilangan sendiri varietas Papua Solosa, dan 53.3% pada persilangan sendiri MSU 03028-10. Menurut Jones (1980) dan Charles et al. (1974) bahwa dalam 3 jam antera yang telah membuka sejak antesis akan mengalami kelayuan. Dengan demikian, pecahnya antera menentukan keberhasilan dalam persilangan. Pemeriksaan terhadap morfologi polen menunjukkan bahwa hanya polen yang bulat dan berukuran normal yang merupakan polen viabel dan kompatibel. Terbentuknya polen abnormal merupakan salah satu hambatan bagi persentase keberhasilan pembauahan pada ubijalar di alam. Diduga, polen abnormal merupakan hasil dari pembelahan yang tidak normal. Warmke dan Cruzado’s dalam Charles et al. (1974) menyatakan bahwa gagal berpisah dan ketidaknormalan yang lain umum terjadi dalam persentase yang tinggi pada butir polen yang terbentuk akibat ketidakseimbangan genetik. Kromosom ubijalar yang heksaploid diduga menyebabkan ketidakseimbangan dalam pemisahannya sehingga saat pembelahan dihasilkan polen dengan ukuran sangat kecil dan sangat besar. Pemberian sukrosa, pemotongan stigma dan pemberian 2,4D 100 ppm dalam lanolin memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan keberhasilan pembentukan buah pada persilangan yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan Williams dan Cope (1967) pada pemotongan stigma memberikan hasil yaitu terdapat tanda bahwa bakal buah membesar pada persilangan inkompatibel pada perlakuan pemotongan stigma tetapi pembentukan biji tidak selesai karena bunga gugur. Pemotongan ini bermaksud untuk menghilangkan sisi penghambatan dari peristiwa inkompatibilitas, sehingga polen dapat berkecambah. Martin (1968) menambahkan, secara fisiologi struktur dari papila stigma terkait dengan reaksi inkompatibilitas. Eksudat dari stigma berasal dari papila, dan eksudat ini kaya akan enzim dan inhibitor. Pemberian 2,4D 100 ppm mempertahankan bunga agar tidak gugur setelah pembuahan terjadi, walaupun bakal buah tidak berkembang bunga masih tidak gugur pada pengamatan setelah 2 minggu persilangan dilakukan. Kombinasi perlakuan pemberian sukrosa, pemotongan stigma, dan pengolesan 2,4D dalam lanolin pada tangkai putik dapat meningkatkan keberhasilan pembuahan. Mekanisme molekuler dan genetik pada inkompatibilitas ubijalar masih belum dimengeti dengan baik. Kowyama dan Kakeda (2006) melakukan penelitian yang bertujuan
608
Susanto dan Rahayuningsih: Perakitan ubi jalar melalui penanggulangan inkompatibilitas
untuk mengidentifikasi gen pada lokus S yang terkait pada pengenalan polen sendiri dan mengungkap mekanisme molekuler pada sistem inkompatibilitas sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen spesifik yang terdapat pada SDRs (S Divergent Region) dari lokus S yang merupakan kandidat yang mengkode determinan putik dan polen pada sistem inkompatibilitas sendiri adalah SE1, SE2, SEA untuk determinan putik, dan AB2 untuk determinan polen. Gen SE1, SE2, SEA sebagai kandidat determinan putik karena terekspresi pada level yang tinggi pada tahap ketika bunga kuncup dan 1 hari sebelum antesis, dan tidak dikespresikan ditempat lain kecuali stigma. Penelitian Kowyama dan Kakeda (2006) mengungkap bahwa gen spesifik pada stigma tersebut tidak menunjukkan homologi dengan gen pada lokus S dari tanaman yang lain, dan membuktikan bahwa terdapat mekanisme molekuler yang unik terkait dengan sistem inkompatibilitas sendiri pada ubijalar. Penelitian Susanto (2012) tidak memperhatikan keturunan F1 hasil persilangan. Penelitian tersebut terbatas pada peningkatan keberhasilan persilangan yang semula rendah akibat sifat inkompatibilitas sendiri sporofitik. Apabila keturunan F1 yang dihasilkan tidak dapat berkecambah akibat serangkaian mekanisme inkompatibel, maka dapat dilakukan embrio culture setelah pembuahan berhasil dilakukan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan maka saat ini peluang untuk meningkatkan keberhasilan persilangan dalam perakitan varietas unggul semakin terbuka.
KESIMPULAN Peluang keberhasilan perakitan varietas ubijalar unggul melalui penanggulangan sifat inkompatibilitas semakin terbuka. Pemberian sukrosa 55 ppm, pemotongan stigma dan pemberian 2,4D 100 ppm dalam lanolin dapat menaggulangi sifat inkompatibilitas sporofitik pada ubijalar dan memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan keberhasilan pembentukan buah (biji).
DAFTAR PUSTAKA Balitkabi. 2008. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balitkabi Malang. Basuki, Nur. 1986. Pendugaan Parameter Genetik dan Hubungan antara Hasil dengan Sifat Agronomis serta Persilangan Diallel pada Ubijalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.). Disertasi diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bhojwani, S. S., and Bhatnagar S. P. 1974. The Embryologi of Angiosperm. Third Revised Edition. Vikas Publishing House. PVT. LTD: Delhi. Charles, W. B., Hoskin, D. G and Cave, P. J. 1974. Overcoming Cross- and Self-Incompatibility in Ipomoea batatas (L.) Lam. and Ipomoea trichocarpa Elliot. J Hort. Sci. 49(1): 113–121. Darjanto dan Satifah, S. 1982. Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Jakarta: Gramedia. Fujise, K. 1964. Studies on Flowering, Seed-Setting, and Self-and Cross-Incompatibilities in the Varieties of Sweet Potato. Kuyushu Agr. Expt. Sta, 9: 123–246. Hiscock, S. J. 2002. Pollen Recognition during the Self-Incompatibility Response Plants. Genome Biology, 3 (2): 1004–1004.6. Islam, R., and Hossain, M. M., 1992. A Preliminary Study on the Self Incompatibility and Fruit Setting Ability In Sweet Potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.). Pak J. Bot., 24 (2): 223–224. Jones, A. 1980. Sweet Potato. In American Society of Agronomy-Crop Science of America.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
609
Hybrization of Crop Plants. Madison, Winconsin. pp. 645–655. Jusuf, M., Damanhuri., Basuki, N., dan Restuono, J. 2012. Perakitan Varietas Unggul: Ubijalar Inovasi Teknologi dan Prospek Pengembangan. Pusat Pengembangan Tanaman Pangan. Kowyama, Y., and Kakeda, K. 2006. Analyses of Molecular Genetic Mechanism Involved in the Sporophytic Self-Incompatibility of Ipomoea, (Online), (http://kaken.nii.ac.jp/d/p/ 16380005/2006/6/en.en.html), diakses 6 November 2012. Martin, F. W. 1968. The System of Self-Incompatibility in Ipomoea. J. of. Heredity, 59: 263– 267. Poespodarsono, S. 1986. Pemuliaan Tanaman I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Malang: Universitas Brawijaya. Rahajeng, W., dan St. A. Rahayuningsih. 2012. Peluang dan Perkembangan Perakitan Varietas Ubijalar Tahan Hama Boleng. Kumpulan Abstrak Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Silva, N. F. and Goring, D. R. 2001. Mechanism of self-incompatibility in flowering plants. CMLS, Cell. Mol. Life Sci., 58(14). Susanto, F. A. (2012). Morfologi Polen dan Pemberian Sukrosa pada Stigma Kaitannya dengan Inkompatibilitas Ubijalar [Ipomoea batatas (L.) L.]. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Togari, Y. & Kawahara, U. 1942. Studies on the Different Grades of Self- and CrossIncompatibility in Sweet Potato.II.Pollen Behaviour in the Incompatible Compatible Combination. Bull. Imp. Agr. Exp. Sta. Bull. Tokyo, 52: 21–30. Topan. 2002. Studi Fenologi Bunga untuk Penentuan Masa Reseptif Kepala Putik dan Waktu Masak Fisiologis Benih Ubijalar (Ipomoea batatas L.). Skripsi diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Van Schreven, A. C. 1953. Investigation on the flower biology and compatibility of sweet potato, including some preliminary trial on the germination of seed. Landbouw, 25: 305– 46. Widodo, Y., Rahayuningsih, St. A., dan Saleh, N. 2009. Perbaikan Perbenihan Guna Mendukung Peningkatan Produksi Ubijalar. Buletin Palawija No. 18: 48–57. Wilson, J. E., Pole, F. S., Smitt, N. E. J. M., and Taufatofua, P. 1989. Sweet Potato Breeding. IRETA publication: Western Samoa. Williams, D. B. and Cope, F. W. 1967. Notes on Self-Incompatibility in the Genus Ipomoea L. proc. Int. Sym. On trop Root Crops, 1: 16–30. (Online), (http://www.istrc.org), diakses 23 November 2012.
610
Susanto dan Rahayuningsih: Perakitan ubi jalar melalui penanggulangan inkompatibilitas