VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD
MUTIARA INDAH SUSILOWATI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD
MUTIARA INDAH SUSILOWATI H44051024
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN MUTIARA INDAH SUSILOWATI. Valuasi Ekonomi Manfaat Rekreasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dengan Menggunakan Pendekatan Travel Cost Method. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL. Jasa rekreasi hutan sebagai produk tambahan dan sifatnya yang tidak dapat diraba (intangible) menghadapi tantangan ketika jenis produk ini tidak memiliki harga pada sistem pasar normal, padahal permintaan masyarakat akan jasa rekreasi hutan terus meningkat. Pemahaman yang masih rendah terhadap manfaat rekreasi, disertai belum adanya penilaian ekonomi secara kuantitatif, telah menyebabkan terjadinya alokasi modal (investasi) yang kurang optimum dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Oleh karenanya keadaan seperti ini harus segera diperbaiki agar kesalahan-kesalahan dalam perencanaan pengalokasian sumberdaya alam dan modal menjadi tepat guna. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah penelitian ini. Adapun permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana karakteristik pengunjung dan bagaimana penilaian pengunjung terhadap objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda? 2) Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi fungsi permintaan terhadap rekreasi di objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda? 3) Bagaimana nilai ekonomi manfaat rekreasi yang dihasilkan objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda dengan metode biaya perjalanan?. Pengunjung merupakan fokus utama bagi pihak pengelola dalam pemasaran produk jasanya, maka hasil penelaahan karakteristik pengunjung diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menetapkan kebijakan pelayanan oleh pihak pengelola di masa mendatang. Selain itu, untuk meningkatkan fungsi dan manfaat kawasan, perlu dihitung nilai ekonomi manfaat rekreasi yang ada di kawasan tersebut. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi pengelola Tahura untuk merumuskan alokasi sumberdaya alam dan alokasi dana pembangunan yang optimum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Travel Cost Method. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mengunjungi tempat rekreasi. Dengan mengetahui pola pengeluaran dari konsumen ini, dapat dikaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Di dalam prakteknya, pendekatan biaya perjalanan berhubungan dengan tempat khusus dan mengukur nilai dari tempat tertentu dan bukan rekreasi pada umumnya. Berdasarkan penelitian, karakteristik sosial ekonomi pengunjung Tahura Djuanda yang paling menonjol adalah pengunjung dengan usia kurang dari 24 tahun, berasal dari dalam wilayah Bandung, mempunyai status belum menikah, pengunjung dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi, kebanyakan dari pengunjung merupakan pelajar atau mahasiswa, pendapatan Rp 1.200.001,00-Rp 2.400.000,00, mencapai lokasi menggunakan kendaraan pribadi, membawa rombongan 1-5 orang, dan sebagian besar adalah laki-laki. Dari hasil pengamatan, pengunjung mengetahui keberadaan lokasi dari teman atau keluarganya, sebagian besar pengunjung tertarik akan pemandangan alam dan mempunyai motivasi untuk piknik atau kumpul keluarga. Selain itu, sebagian besar dari mereka i
berpendapat bahwa perlu adanya penambahan fasilitas berupa papan informasi dan adanya jasa guide. Para pengunjung juga menyatakan tempat tersebut aman, pelayanan oleh petugas dilakukan dengan baik, akses menuju lokasi mudah, terdapat sedikit masalah kebersihan, dan tidak terdapat masalah pencemaran udara. Sebagian besar pengunjung menganggap mahal kenaikan tiket masuk dan mempunyai rata-rata kesediaan membayar Rp 8.155,00. Dari hasil penelitian, terdapat delapan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan rekreasi Tahura Ir. H. Djuanda. Kedelapan faktor sosial ekonomi tersebut adalah biaya perjalanan, total pendapatan, umur, jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah tanggungan, jenis kelamin, dan waktu di lokasi. Berdasarkan hasil perhitungan maka diketahui surplus konsumen berdasarkan metode biaya perjalanan individual sebesar Rp 24.926,00 per kunjungan dan selanjutnya didapat nilai ekonomi lokasi sebesar Rp 3.193.579.412,00.
ii
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN
ATAU
MEMPEROLEH
LEMBAGA GELAR
LAIN
MANAPUN
AKADEMIK
UNTUK
TERTENTU.
TUJUAN
SAYA
JUGA
MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juli 2009
Mutiara Indah Susilowati H44051024
iii
Judul Skripsi : Valuasi Ekonomi Manfaat Rekreasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dengan Menggunakan Pendekatan Travel Cost Method Nama
: Mutiara Indah Susilowati
NRP
: H44051024
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr NIP. 19620604 199002 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003
Tanggal Lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP Mutiara Indah Susilowati. Penulis dilahirkan di Sukabumi, 9 Oktober 1987 yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Supatinah dan Haryono S.Pd. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1999 di SDN Mawar Komplek Citeureup-Cimahi. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 di SLTPN 6 Cimahi. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMUN 2 Cimahi dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis mendapatkan Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan setahun kemudian diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa organisasi internal kampus. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif sebagai Sekretaris Departemen Perekonomian dan Kewirausahaan BEM FEM IPB. Sedangkan di tahun berikutnya, penulis menjadi Sekretaris I REESA FEM IPB.
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih dan sayang-Nya pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Valuasi Ekonomi Manfaat Rekreasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dengan Menggunakan Pendekatan Travel Cost Method. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Nindyantoro M.SP selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik dan ilmu yang bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Adi Hadianto SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa untuk penyempunaan skripsi. 4. Seluruh Staf Balai Pengelolaan Tahura Djuanda yang memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian di lokasi yang dikelola.
vi
5. Keluarga penulis Mamah, Ayah, Mas Ai, Isa dan Teh Indri, yang telah memberikan kasih sayang, dukungan serta doa yang tak henti. 6. Sahabat-sahabat terbaik penulis Erny Sholihah, Tri Octora, Dwi Rahma, Ika Zaharani, Nurmaya Sari, Dini Oktaviani, Dita Harakita dan Andika Putri. Terima kasih kawan atas semua kebersamaan yang tak terlupakan. 7. Rizki Sabilly Firdaus atas perhatian dan dukungannya kepada penulis. 8. Teman-teman penulis Kamila Haqq, Tri Firandari, Sahata Rio, Siti Maryati, Mia Mardyatuljannah, Mila Sari, Sylvia Amanda, Kartini, Rita Mersyta, Annissa Merryna, Meita Amanda, Margaret Bunga dan seluruh mahasiswa ESL angkatan 42 yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi untuk melangkah dan berjuang lebih gigih. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2009
Mutiara Indah Susilowati H44051024
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN………………………………………………………....
i
PERNYATAAN………………………………………………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………...
iv
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………...
v
KATA PENGANTAR………………………………………………...
vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………
xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….
xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………
xiii
I. PENDAHULUAN………………………………………………… 1.1. Latar Belakang…………………………………………… 1.2. Perumusan Masalah……………………………………… 1.3. Tujuan Penelitian………………………………………… 1.4. Manfaat Penelitian……………………………………….. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian………………………………..
1 1 4 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 2.1. Pariwisata………………………………………………... 2.2. Rekreasi………………………………………………….. 2.3. Permintaan Rekreasi Alam………………………………. 2.4. Penawaran Rekreasi Alam……………………………….. 2.5. Pendekatan Penilaian Manfaat Rekreasi………………… 2.5.1. Contingent Valuation Method…………………….. 2.5.2. Hedonic Pricing ....................................................... 2.5.3. Travel Cost Method……………………………….. 2.6. Taman Hutan Raya………………………………………. 2.7. Penelitian Terdahulu……………………………………...
8 8 8 10 12 13 14 16 17 19 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………... 3.1. Kerangka Teoritis………………………………………... 3.1.1. Lingkungan Sebagai Sumberdaya Milik Bersama... 3.1.2. Rekreasi Alam dan Fungsinya Sebagai Komoditi Ekonomi…………………………………….…… 3.1.3. Konsep Willingness to Pay……………………….. 3.1.4. Ekonomi sebagai Instrument dalam Menyelesaikan Masalah Lingkungan…………………………….. 3.1.5. Regresi Linier Berganda………………………….. 3.2. Kerangka Operasional…………………………………...
24 24 24
IV. METODE PENELITIAN………………………………………... 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………... 4.2. Desain Penelitian………………………………………..
37 37 37
24 26 28 32 34
viii
4.3. Jenis dan Sumber Data………………………………….. 4.4. Metode Pengambilan Sample…………………………… 4.5. Pengolahan Data………………………………………… 4.6. Pengujian Instrumen…………………………………….. 4.7. Pengujian Parameter…………………………………….. 4.8. Pendugaan Surplus Konsumen………………………….. 4.9. Hipotesis Penelitian……………………………………...
38 38 39 41 43 47 47
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………………. 5.1. Letak, Batas dan Luas…………………………………… 5.2. Potensi Kawasan Tahura Djuanda………………………. 5.3. Tanah dan Topografi……………………………………. 5.4. Iklim dan Curah Hujan………………………………….. 5.5. Aksesibilitas……………………………………………..
48 49 50 53 54 54
VI. KARAKTERISTIK DAN PENILAIAN PENGUNJUNG………. 6.1. Karakteristik Pengunjung………………………………... 6.1.1. Umur………………………….…………………. 6.1.2. Asal Daerah……………………….……………... 6.1.3. Jenis Kelamin………………………………......... 6.1.4. Status Pernikahan………………………………... 6.1.5. Tingkat Pendidikan…………………………........ 6.1.6. Pekerjaan……………………………………........ 6.1.7. Total Pendapatan…………………………............ 6.1.8. Jenis kendaraan…………………………….......... 6.1.9. Banyaknya Rombongan…………………………. 6.2. Persepsi Pengunjung……………………………………... 6.2.1. Informasi Mengenai Tempat Wisata……………. 6.2.2. Daya Tarik Wisata……………………………… 6.2.3. Motivasi Kunjungan…………………………….. 6.2.4. Persepsi Mengenai Fasilitas Tambahan…………. 6.2.5. Persepsi Pengunjung Mengenai Keamanan…….. 6.2.6. Persepsi Mengenai Pelayanan Petugas………….. 6.2.7. Persepsi Pengunjung Mengenai Aksesibilitas…... 6.2.8. Persepsi Pengunjung Mengenai Kebersihan…..... 6.2.9. Persepsi Mengenai Pencemaran Udara…………. 6.2.10.Persepsi Pengunjung Mengenai Karcis Masuk…. 6.2.11.Kesediaan Membayar……………………………
56 57 57 58 59 59 60 61 62 63 64 64 65 65 66 68 69 70 70 71 72 73 74
VII. FUNGSI PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA……………………………. 7.1. Statistik Variabel Fungsi Permintaan Rekreasi………… 7.2. Fungsi Permintaan Rekreasi Tahura Djuanda………….. 7.3. Pengujian Hipotesis…………………………………….. 7.3.1. Uji Parsial (Uji Statistik t)……………………….. 7.3.2. Uji Simultan (Uji Statistik F)……………………. 7.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Permintaan 7.4.1. Variabel yang Berpengaruh Signifikan Terhadap Permintaan Rekreasi Tahura Djuanda………….. 7.4.2. Variabel yang Tidak Berpengaruh Signifikan
75 76 78 79 79 80 81 82
ix
Terhadap Permintaan Rekreasi Tahura Djuanda.. 7.5. Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Tahura Djuanda. 7.6. Penerimaan Tahura Djuanda……………………………
86 87 88
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………… 8.1. Kesimpulan…………………………………………… 8.2 Saran…………………………………………………..
91 91 92
IX. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….
94
LAMPIRAN…………………………………………………………..
97
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Daftar Taman Hutan Raya di Indonesia……………………...
21
Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data……………………………......
40
Tabel 3. Validitas Kuesioner………………………………………......
42
Tabel 4. Reliabilitas kuesioner…………………………………………
43
Tabel 5. Luas Areal Kawasan THR Ir. H. Djuanda……………………
50
Tabel 6. Jumlah Pengunjung Tahura Ir. H. Djuanda dari tahun 2004April 2009……………………………………………………..
56
Tabel 7. Kesediaan Membayar Tiket Masuk Tahura Djuanda………...
74
Tabel 8. Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan……………...
77
Tabel 9. Fungsi Permintaan Rekreasi Tahura Djuanda dengan Travel Cost Method…………………………………………………...
78
Tabel 10. Perkiraan Jumlah Hari Kunjungan Efektif dan Biasa serta jumlah Pengunjung Tahura Djuanda dalam Satu Tahun (2009)………………………………………………………..
89
Tabel 11. Ringkasan Perhitungan Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Lokasi……………………………………………..
90
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Klasifikasi Valuasi Non-Market………………………………
14
Gambar 2. Hubungan antara Nilai Properti dan Kualitas Lingkungan…
17
Gambar 3.Peran Sumberdaya Alam dan Lingkungan terhadap Kegiatan Ekonomi…………………………………………
25
Gambar 4. Kurva Permintaan Kunjungan Rekreasi……………………
27
Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran………………………………...
36
Gambar 6. Diagram Kelompok Umur Responden……………………..
58
Gambar 7. Diagram Asal Daerah Responden…………………………..
58
Gambar 8. Diagram Jenis Kelamin Responden………………………...
59
Gambar 9. Diagram Status Pernikahan Responden…………………….
60
Gambar 10Diagram Kelompok Tingkat Pendidikan Responden………
61
Gambar 11. Diagram Kelompok Pekerjaan Responden………………..
62
Gambar 12. Diagram Kelompok Tingkat Pendapatan Responden……..
63
Gambar 13. Diagram Jenis Kendaraan yang Dipakai Responden……...
63
Gambar 14. Diagram Banyaknya Rombongan Responden…………….
64
Gambar 15. Diagram Informasi Mengenai Tempat Wisata…………….
65
Gambar 16. Diagram Daya Tarik Wisata yang Terdapat di Tahura……
66
Gambar 17. Diagram Motivasi Kunjungan…………………………….
67
Gambar 18. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Fasilitas yang Perlu Ditambah…………………………………………...
68
Gambar 19. Diagram Persepsi Mengenai Keamanan Tahura…………..
69
Gambar 20. Diagram Persepsi Mengenai Pelayanan Petugas …………
70
Gambar 21. Diagram Persepsi Mengenai Aksesibilitas Tahura………..
71
Gambar 22. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Kebersihan…….
71
Gambar 23. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Pencemaran Udara……………………………………………………..
72
Gambar 24. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Tiket Masuk…...
73
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner Pengunjung……………………………………
97
Lampiran 2. Uji Validitas………………………………………………
100
Lampiran 3. Uji Reliabilitas……………………………………………
101
Lampiran 4. Hasil Regresi Linier Berganda dengan Minitab 14……….
102
Lampiran 5. Uji Kenormalan dan Uji Glejser..………………………...
103
Lampiran 6. Jumlah Pengunjung Periode Mei 2008-April 2009……….
104
Lampiran 7. Perhitungan Surplus Konsumen………………………………..
105
Lampiran 8. Foto-foto Tahura………………………………………….
108
xiii
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pembangunan. Masalah penurunan kualitas lingkungan yang terjadi saat ini pun tidak terlepas dari aktivitas pembangunan dan perlu mendapatkan perhatian yang serius jika pembangunan berkelanjutan ingin dicapai. Pembangunan di masa lalu hanya berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berkelanjutan secara lingkungan. Sistem ekonomi yang ditempatkan terpisah dengan sistem lingkungan menyebabkan permasalahan baru dimana kegiatan ekonomi yang terus meningkat di satu sisi sedangkan kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan di sisi lain. Seharusnya ekonomi ditempatkan sebagai bagian dari lingkaran sistem lingkungan dimana lingkungan sebagai satuan ekosistem yang menyediakan sumberdaya bagi kegiatan perekonomian. Apabila penyedia sumberdaya tersebut tidak dikelola dengan baik sehingga mengalami kerusakan atau penurunan kualitas dan kuantitasnya maka kegiatan ekonomi pun akan terhenti, yang artinya pembangunan tidak berjalan secara berkelanjutan. Pembangunan yang berorientasi pada lingkungan merupakan model pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salim (2005) menyatakan bahwa saat ini fungsi ekosistem tidak memperoleh imbalan jasa dikarenakan fungsi ekosistem tersebut tidak memiliki sistem pasar sehingga tidak mempunyai harga. Hal tersebut menyebabkan jasa-jasa lingkungan belum memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan biaya dari jasa lingkungan belum dimasukkan dalam sistem perhitungan biaya (external costs). Begitu pula dengan manfaat dari
jasa lingkungan, manfaat lingkungan hanya diterima sebagai hal yang biasa sehingga berada di luar perhitungan manfaat (external benefits). Kecenderungan yang muncul akibat tidak dipedulikannya biaya serta manfaat dari jasa lingkungan adalah perilaku boros dan tidak peduli pada komponen-komponen ekosistem. Komponen-komponen ekosistem itu sendiri masih dianggap sebagai sumberdaya alam milik bersama sehingga setiap orang memanfaatkannya tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya alam tersebut. Dalam pola pembangunan konvensional jasa lingkungan dari ekosistem yang tidak memiliki pasar mengakibatkan sumberdaya tersebut mengalami eksploitasi yang berlebihan. Hal ini dapat menjadi salah satu alasan mengapa pemberian nilai pada jasa-jasa lingkungan ini merupakan bagian penting dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam
mencapai
pemanfaatan
sumberdaya
secara
optimal
dan
berkelanjutan, diperlukan pengetahuan mengenai manfaat sumberdaya alam secara menyeluruh, baik manfaat yang nyata (tangible) maupun manfaat yang tidak dapat dinyatakan secara jelas (intangible). Kedua manfaat tersebut perlu dikelola dengan seimbang agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. Untuk pengelolaan sumberdaya alam
yang
sebesar-besarnya diperlukan
perencanaan yang cermat dan perhitungan yang realistis dalam menggali manfaat tangible dan intangible sumberdaya alam dan lingkungan (Darusman, 1991). Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah. Wilayah hutan tropis Indonesia terluas ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga dan mineral lainnya. Terumbu karang dan kehidupan laut memperkaya ke-17.000 pulaunya. Lebih dari itu, Indonesia
2
memiliki tanah dan area lautan yang luas, dan kaya dengan berjenis-jenis ekologi. Menempati hampir 1.3 persen dari wilayah bumi, mempunyai kira-kira 10 persen jenis tanaman dan bunga yang ada di dunia, 12 persen jenis binatang menyusui, 17 persen jenis burung, 25 persen jenis ikan, dan 10 persen sisa area hutan tropis, yang kedua setelah Brazil (Sunarto, 2003). Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki manfaat tangible misalnya kayu, rotan, getah, dan sebagainya, dan manfaat intangible seperti rekreasi, hidrologi, pendidikan, dan sebagainya (Darusman, 1991). Dalam upaya pengelolaannya, perhitungan sumberdaya alam harus didasarkan pada kedua manfaat tersebut, sehingga alokasi manfaatnya dapat mencapai tingkat yang optimal. Namun, jasa rekreasi hutan sebagai produk tambahan dan sifatnya tidak dapat diraba (intangible) dari hutan menghadapi tantangan ketika jenis produk ini tidak memiliki harga pada sistem pasar normal, padahal permintaan masyarakat akan jasa rekreasi hutan terus meningkat sebagai akibat dari pendapatan per kapita penduduk naik, meningkatnya mobilitas penduduk dan ketersediaan waktu luang bagi sebagian masyarakat. Ketidakmampuan pasar dalam menilai manfaat intangible sumberdaya alam menyebabkan nilai tersebut tidak dapat diduga secara kuantitatif. Taman Hutan Raya (Tahura), menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Pemahaman yang masih rendah terhadap manfaat rekreasi sebuah obyek wisata alam, disertai belum adanya penilaian
3
ekonomi secara kuantitatif, telah menyebabkan terjadinya alokasi modal (investasi) yang kurang optimum dalam pemanfaatan sumberdaya alam (Darusman, 1991). Padahal, Tahura sendiri merupakan salah satu penyumbang pendapatan daerah. Oleh karenanya keadaan seperti ini harus segera diperbaiki agar kesalahan-kesalahan dalam perencanaan pengalokasian sumberdaya alam dan modal menjadi tepat guna. Dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam pembangunan obyek wisata, maka diperlukan suatu dasar perhitungan investasi yang realistik, yaitu dengan penilaian manfaat intangible rekreasi secara kuantitatif. Penilaian manfaat intangible rekreasi ini tidak dapat dinilai dengan sistem pasar konvensional. Untuk tujuan penelitian ini, para ahli ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan telah berusaha mengembangkan pendekatan yang dianggap representatif yaitu Travel Cost Method atau Metode Biaya Perjalanan yang prinsipnya yaitu menggunakan biaya perjalanan untuk menghitung nilai permintaan rekreasi suatu sumberdaya alam yang tidak memiliki harga pasar. Pendekatan ini telah dipakai secara meluas untuk mendapatkan kurva permintaan rekreasi (Menz dan Wilton, 1983). 1.2.
Perumusan Masalah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan taman hutan raya pertama
di Indonesia, yang diresmikan pada tanggal 14 Januari 1985 oleh presiden Soeharto bertepatan dengan tanggal kelahiran Ir. H. Djuanda. Awalnya dikenal sebagai Kawasan Hutan Lindung Gunung Pulosari dan Taman Wisata Alam Curug Dago. Sebagai penghormatan atas jasa perjuangan Ir. H Djuanda, di pelataran taman ini di bangun patung Ir. H. Djuanda. Lokasi ini merupakan
4
kawasan pelestarian alam yang tersisa yang juga berfungsi sebagai paru-paru kota Bandung. Selain fungsinya sebagai kawasan pelestarian alam dan paru-paru kota Bandung, Tahura Djuanda juga merupakan sarana rekreasi alam di Kota Bandung. Sebagai obyek wisata alam, Tahura Djuanda merupakan penyumbang pendapatan daerah Jawa Barat. Berbagai penelitian dan pengembangan kawasan Tahura Djuanda harus senantiasa dilakukan oleh pengelola. Pengelolaan berdasarkan studi dan kajian tertentu dapat dijadikan dasar ilmiah untuk menyusun kebijakan dalam rangka meningkatkan fungsi dan manfaat kawasan Tahura. Salah satu indikator dalam peningkatan fungsi dan manfaat berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan dalam sektor pariwisata tersebut adalah meningkatnya jumlah pengunjung. Agar objek rekreasi alam mampu berkembang dan bersaing dengan objek rekreasi lainnya maka diperlukan juga upaya untuk menarik kedatangan pengunjung. Pengunjung Tahura merupakan fokus utama bagi pihak pengelola dalam pemasaran produk jasanya. Keberadaan objek wisata sangat tergantung pada pengunjung yang datang sehingga penting bagi pengelola untuk mengetahui bagaimana karakteristik pengunjung yang mendatangi Tahura. Hasil penelaahan karakteristik pengunjung diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menetapkan kebijakan pelayanan oleh pihak pengelola di masa mendatang. Penilaian manfaat intangible secara obyektif dan kuantitatif dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan investasi yang realistik dan rasional (Darusman, 1991). Dengan menjadikan perhitungan yang sesungguhnya diharapkan dapat menarik minat investasi, baik oleh pemerintah, swasta maupun
5
koperasi. Selain itu, untuk meningkatkan fungsi dan manfaat kawasan Tahura Djuanda perlu dihitung nilai ekonomi manfaat rekreasi yang ada di kawasan tersebut. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi pengelola Tahura untuk merumuskan alokasi sumberdaya alam dan alokasi dana pembangunan yang optimum. Dari pemaparan di atas maka muncul beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya : 1.
Bagaimana karakteristik pengunjung dan bagaimana penilaian pengunjung terhadap objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda?
2.
Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi fungsi permintaan terhadap rekreasi di objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda?
3.
Bagaimana nilai ekonomi manfaat rekreasi yang dihasilkan objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda dengan metode biaya perjalanan?
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin
dicapai diantaranya: 1.
Mengidentifikasi karakteristik pengunjung dan memberikan gambaran mengenai penilaian pengunjung terhadap objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda.
2.
Mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi permintaan terhadap manfaat rekreasi di objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda.
3.
Menduga nilai ekonomi yang dihasilkan Tahura Ir. H. Djuanda berdasarkan metode biaya perjalanan.
6
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari Penelitian ini adalah :
1.
Akademisi dan Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap khasanah keilmuan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
2.
Penilaian yang bersifat ekonomi kuantitatif dari manfaat rekreasi dapat bermanfaat bagi kepentingan perumusan alokasi sumberdaya alam dan alokasi investasi atau biaya pembangunan yang optimum.
3.
Karakteristik dan penilaian pengunjung terhadap Tahura dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pembangunan fasilitas objek wisata oleh pengelola.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan ini mengambil tempat di Taman Hutan Raya Ir.
H. Djuanda yang berlokasi di daerah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Di antaranya, manfaat ekonomi yang dianalisis hanya manfaat intangible berupa manfaat rekreasi, tidak dilakukan analisis untuk manfaat tangible dan intangible lainnya Taman Hutan Raya yang bersangkutan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
Bab I Pasal 1, dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Kemudian di dalam Undangundang tersebut dijelaskan pula bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Pariwisata menurut Yoeti (1985) merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Institute of Tourism Britain menyatakan bahwa pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan bekerja sehari-hari dengan berbagai kegiatan selama seharian atau lebih. Kegiatan wisata erat kaitannya dengan pengunjung. Pengunjung sendiri adalah orang-orang yang datang ke suatu kawasan rekreasi dengan maksud dan tujuan tertentu (Muntasib, 2007). 2.2.
Rekreasi Lieber (1983) mendefinisikan rekreasi sebagai suatu bentuk penyegaran
mental dan jasmani melalui aktivitas yang dikehendaki. Sedangkan menurut
Cooper (1993) dalam Vanhove (2005), rekreasi dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, dan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk bersenang-senang tetapi tidak harus dengan melakukan perjalanan. Rekreasi juga diartikan segala kegiatan yang dilakukan dalam waktu luang untuk kembali ke kreatif dan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia saat ini (Muntasib, 2007). Menurut Smith (1989) dalam Pangemanan (1993), ciri-ciri umum dari rekreasi adalah : 1.
Aktifitas rekreasi tidak mempunyai bentuk dan macam tertentu. Semua kegiatan manusia dapat dijadikan aktifitas rekreasi asalkan dilakukan dalam waktu senggang dengan tujuan dan maksud-maksud positif dari rekreasi.
2.
Rekreasi bersifat luwes, ini berarti bahwa rekreasi tidak dapat dibatasi oleh tempat, dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan bentuk rekreasi yang dilakukan.
3.
Rekreasi dapat dilakukan oleh perorangan maupun oleh sekelompok orang.
4.
Rekreasi bersifat universal, tidak terbatas oleh umur, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Secara umum Clawson dan Knetsch (1975) membedakan rekreasi ke
dalam dua golongan, yaitu rekreasi pada tempat tertutup (indoor recreation) dan rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Rekreasi alam merupakan rekreasi yang dilakukan di alam terbuka dan memerlukan sumberdaya untuk memperoleh kepuasan rohani dengan modifikasi tapak seminimal mungkin. Rekreasi alam adalah salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang berdasarkan atas prinsip kelestarian alam. Melalui rekreasi alam dengan berbagai bentuknya seperti jalan kaki, berkemah, berburu, memancing, menikmati
9
pemandangan yang indah dan lain-lain, setiap individu dapat mengembangkan kemampuannya. Rekreasi alam atau wisata alam merupakan salah satu bagian dari kebutuhan hidup manusia yang khas. 2.3.
Permintaan Rekreasi Alam Menurut Nicholson (1995), permintaan merupakan hubungan antara harga
barang tertentu dengan jumlah yang diminta konsumen. Permintaan merupakan sejumlah barang atau jasa yang ingin dibeli oleh individu dan mampu untuk dibeli dengan harga tertentu dan waktu tertentu (Muntasib, 2007). Sedangkan permintaan masyarakat terhadap jasa–jasa lingkungan seperti tempat rekreasi alam juga sama dengan permintaan barang dan jasa. Permintaan rekreasi adalah banyaknya kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran keseluruhan partisipasi masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat diharapkan, bila fasilitas-fasilitas yang tersedia cukup memadai dan dapat memenuhi keinginan masyarakat (Douglas, 1970). Permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti harga barang atau jasa lingkungan tersebut, selera konsumen, harga barang lain yang memiliki daya guna yang sama dan pendapatan (Vanhove, 2005). Apabila faktor yang mempengaruhi ini tetap sedangkan harga barang dan jasa naik, maka jumlah permintaan barang dan jasa lingkungan ini akan menurun, dan sebaliknya jika harga turun maka permintaan barang dan jasa akan naik. Begitu dengan permintaan terhadap jasa lingkungan wisata alam semakin dekat tempat tinggal seseorang maka akan semakin kecil biaya yang di keluarkan untuk dapat menikmati jasa lingkungan tersebut, tetapi sebaliknya jika tempat tinggal seseorang jauh dari lokasi wisata alam tersebut maka akan semakin
10
besar biaya yang dikeluarkan untuk dapat menikmati jasa lingkungan wisata alam tersebut. Permintaan wisata dapat dibagi menjadi : 1.
Effective (Actual) Demand, yaitu jumlah orang yang melakukan kegiatan wisata sebagai jumlah orang yang melakukan perjalanan atau kunjungan.
2.
Suppressed (Potential) Demand, yaitu suatu populasi orang yang tidak dapat melakukan perjalanan karena suatu keadaan tertentu (kurangnya daya beli atau purchasing power atau keterbatasan waktu liburan). Knetsch dan Driver (1974) dalam Darusman (1991) mengemukakan
bahwa permintaan rekreasi akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan teknologi. Perubahan kebutuhan rekreasi yang terjadi adalah sebagai akibat dari perubahan pola hidup, kenaikan standar hidup, penambahan waktu luang sebagai akibat efisiensi kerja, serta kemajuan transportasi, yang semuanya itu berubah sejalan dengan berkembangnya teknologi. Lieber (1983) juga menyatakan bahwa terdapat lima unsur permintaan terhadap rekreasi alam terbuka, yaitu : 1.
Mudah dimanfaatkan (dirasakan manfaatnya).
2.
Kegiatan yang ada sesuai dengan gambaran yang diinginkan oleh pemakai.
3.
Keadaan harus memungkinkan pengidentifikasian gambaran tersebut.
4.
Terdapat kesempatan untuk mendemonstrasikan.
5.
Memungkinkan suatu penggunaan yang menyenangkan dan efisien.
11
Apabila unsur-unsur tersebut dapat dipenuhi pada suatu kegiatan rekreasi maka kegiatan tersebut akan dapat menjadi populer, sehingga permintaan masyarakat dapat diukur. 2.4.
Penawaran Rekreasi Alam Penawaran adalah kuantitas dari barang-barang ekonomi yang ditawarkan
dengan semua harga yang mungkin dapat dicapai pada waktu tertentu (Nicholson, 1995). Penawaran rekreasi dalam kepariwisataan meliputi seluruh daerah tujuan yang ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran rekreasi terdiri dari unsur-unsur daya tarik alam seperti iklim, flora dan fauna, hutan belukar dan sebagainya, dan hasil ciptaan manusia seperti monumen, rumah ibadah, dan sebagainya yang dapat mendorong orang untuk mengunjunginya. Douglas (1970), mengemukakan bahwa unsur-unsur penawaran rekreasi yang terdiri dari ketersediaan (availability) dan keterjangkauan (accessibility) dapat mempengaruhi rekreasi di alam terbuka. Penawaran pariwisata ditandai oleh tiga ciri khas utama, yaitu : 1.
Merupakan penawaran jasa-jasa. Dengan demikian, apa yang ditawarkan tidak mungkin ditimbun dan harus dimanfaatkan di tempat produk tersebut berada.
2.
Penawaran bersifat kaku (rigrid), artinya dalam usaha pengadaan untuk keperluan wisata akan sulit sekali untuk mengubah sasaran penggunaannya di luar pariwisata.
3.
Pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia sehingga penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang dan jasa lain.
12
Dalam hal ini, hukum substitusi (the law of the substitution) akan sangat berpengaruh. 2.5.
Pendekatan Penilaian Manfaat Rekreasi Manfaat fungsi ekologis sering tidak terkuantifikasi dalam perhitungan
menyeluruh terhadap nilai sumberdaya. Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (Cost-Benefit Analysis atau CBA) yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan tersebut karena konsep CBA yang konvensional sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam analisisnya. Hal tersebut pada akhirnya menjadi dasar pemikiran lahirnya konsep valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-market (Fauzi, 2004). Secara umum, teknik valuasi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Travel Cost, Hedonic Pricing, dan Random Utility Model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survey di mana WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah Contingent Valuation Method, dan Discrete Choice Method. Pada umumnya, nilai ekonomi manfaat rekreasi dihitung dengan menggunakan Contingent Valution Method, Hedonic Pricing dan Travel Cost Method.
13
Valuasi Non-Market
Tidak Langsung (Revealed WTP)
Langsung (Survei) (Expressed WTP)
Hedonic Pricing Travel Cost Random Utility Model
Contingent Valuation Random Utility Model Contingent Choice
Sumber : Fauzi (2004)
Gambar 1. Klasifikasi Valuasi Non-Market 2.5.1. Contingent Valution Method Metode valuasi kontigensi adalah suatu metode survey untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Secara prinsip, metode ini memiliki kemampuan dalam menilai keuntungan dari penyediaan barang lingkungan dan juga mampu menentukan pilihan estimasi pada kondisi yang tidak menentu. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa bagi orang yang memiliki preferensi tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian
diasumsikan
bahwa
orang
tersebut
mempunyai
kemampuan
mentransformasi preferensi ke dalam bentuk nilai moneter atau uang. Asumsi selanjutnya bahwa orang tersebut akan bertindak seperti yang dikatakan ketika situasi hipotesis yang disodorkan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Asumsi tersebut menjadi dasar metode ini untuk menanyakan berapa jumlah
14
tambahan uang yang ingin dibayar oleh seseorang atau rumah tangga (willingness to pay) untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan. Pertanyaan tersebut digunakan untuk menentukan suatu pasar hipotesis terhadap perubahan lingkungan yang diinginkan. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotetik harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang dipergunakan untuk pembayaran. Pendekatan CVM dilakukan dengan cara menentukan kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen. Pendekatan ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan kesenangan (estetic) seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang unik serta situasi yang data harganya tidak ada. Penilaian kontigensi atau teknik survey dilakukan untuk menemukan nilai hipotensi konsumen atau rekreasi (Hufschmidt et al, 1987). Metode ini lebih fleksibel dan diakui bersifat judgment value, sebab pertanyaan diperoleh dari pertanyaan hipotesis. Namun, dalam pelaksanaannya CVM mempunyai kelemahan yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Kelemahan utamanya adalah munculnya bias. Bias terjadi jika terdapat nilai yang kurang dari nilai yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat ataupun nilai yang melebihi dari nilai yang sebenarnya diinginkan. Sumber-sumber bias menurut Fauzi (2004) ditimbulkan oleh dua hal yang utama yaitu : 1.
Bias yang timbul karena strategi yang keliru. Ini terjadi misalnya jika kita melakukan wawancara dan dalam kuesioner kita nyatakan bahwa responden
15
akan dipungut biaya untuk perbaikan lingkungan, sehingga timbul kecenderungan responden untuk memberi nilai kurang dari yang sebenarnya. Sebaliknya, jika kita nyatakan bahwa wawancara semata-mata hanya hipotesis belaka, maka akan timbul kecenderungan responden untuk memberikan nilai yang lebih dari sebenarnya. 2.
Bias yang ditimbulkan oleh rancangan penelitian. Bias ini bisa terjadi jika informasi yang diberikan pada responden mengandung hal-hal yang kontroversial. Misalnya, responden ditawari bahwa untuk melindungi kawasan wisata alam dari pencemaran limbah oleh pengunjung, karcis masuk harus dinaikkan. Hal tersebut tentu saja akan memberikan nilai willingness to pay yang lebih rendah daripada jika alat pembayaran dilakukan dengan cara lain (misalnya melalui yayasan, trust fund, dan sebagainya).
2.5.2. Hedonic Pricing Lingkup penerapan Hedonic Pricing relatif terbatas, misalnya keuntungan adanya fasilitas rekreasi atau kesenangan yang diperoleh penghuni lokasi tertentu karena peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya. Teknik ini pada prinsipnya adalah mengestimasi nilai implisit karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk dan mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan permintaan barang dan jasa. Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan. Misalnya pembangunan rumah dengan kualitas udara segar disekitarnya, pembelinya akan menerima sebagai pelengkap, mereka mau membayar lebih untuk rumah yang berada diarea dengan kualitas lingkungan yang baik, dibandingkan dengan rumah yang sama pada
16
tempat lain yang kualitas lingkungannya buruk. Hubungan antara nilai properti dengan kualitas lingkungan adalah sebagai berikut : Nilai properti (Rp)
Kualitas lingkungan Pencemaran Sumber : Fauzi (2004)
Kualitas lingkungan membaik
Gambar 2. Hubungan antara Nilai Properti dan Kualitas Lingkungan Dari gambar di atas, maka dapat dikatakan bahwa semakin buruk kualitas lingkungan seperti adanya pencemaran maka nilai properti, dalam hal ini adalah rumah, akan semakin menurun. Situasi sebaliknya yaitu jika semakin baik kualitas lingkungan maka nilai properti akan semakin mahal. 2.5.3. Travel Cost Method Travel Cost Method (TCM) dikembangkan untuk menilai kegunaan dari barang non-market, daerah yang letak geografisnya khusus dan lokasi yang dipergunakan untuk rekreasi. Misalnya, alam yang seringkali digunakan untuk rekreasi (kebun raya, hutan, pantai, danau, dll). Alam secara khusus tidak memegang harga dalam pasar sehingga kita harus menemukan alternatif yang dimaksudkan untuk memperkirakan nilainya (Pierce et al, 2006). Menurut Hufschmidt et al (1987), pendekatan biaya perjalanan merupakan suatu cara menilai barang yang tidak memiliki harga. Di negara maju, pendekatan ini telah dipakai secara meluas untuk mendapatkan kurva permintaan barang– barang rekreasi. Rekreasi di luar (outdoor recreation) merupakan contoh yang
17
biasa digunakan bagi barang-barang yang tidak memiliki harga. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mengunjungi tempat rekreasi. Dengan mengetahui pola pengeluaran dari konsumen ini, dapat dikaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Pendekatan biaya perjalanan berhubungan dengan tempat khusus dan mengukur nilai dari tempat tertentu dan bukan rekreasi pada umumnya (Hufschmidt et al, 1987). Secara umum terdapat dua teknik yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu Zonal Travel Cost Method (ZTCM) dan Individual Travel Cost Method (ITCM). ZTCM merupakan pendekatan yang relatif mudah dan murah. Pendekatan ini bertujuan untuk mengukur nilai dari jasa rekreasi dari sebuah tempat secara keseluruhan. ZTCM diaplikasikan dengan mengumpulkan informasi dari jumlah kunjungan ke tempat rekreasi dari berbagai daerah atau zona. Dalam hal ini, biaya perjalanan dan waktu akan meningkat seiring dengan meningkatnya jarak, maka informasi yang didapat memungkinkan peneliti untuk memperhitungkan jumlah kunjungan di berbagai harga. Informasi tersebut digunakan untuk membangun fungsi permintaan dan mengestimasi surplus konsumen, atau keuntungan ekonomi untuk jasa rekreasi dari sebuah tempat. Peralihan metode biaya perjalanan dari ZTCM menjadi ITCM dalam menurunkan nilai surplus konsumen disebabkan beberapa hal, pertama sering analisa yang dilakukan didasarkan pada willingness to pay individual. Hal yang kedua adalah karena pengamatan sering kali teramat kecil dibandingkan dengan keseluruhan zona, ketiga sering ditemui situasi dimana sejumlah individu
18
melakukan perjalanan dari daerah asal yang umum dan selanjutnya terdispersi dalam kelompok-kelompok kecil menuju lokasi wisata sekitarnya. Sebab lain yaitu karena individu tidak semata-mata ingin menikmati pariwisata saja tetapi mungkin kombinasi dari melihat-lihat, berburu, dan sebagainya. Metodologi ITCM secara prinsip sama dengan ZTCM (Mehmet dan Turker, 2006) namun ITCM menggunakan data dari survei setiap pengunjung dalam analisis statistik bukan data dari masing-masing zona. Sehingga metode ini memerlukan data yang lebih banyak dan analisis lebih rumit, tetapi akan memberikan hasil yang lebih tepat. 2.6.
Taman Hutan Raya Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Taman Hutan Raya
adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Ditjen PHKA - Departemen Kehutanan, 2008). Adapun kriteria penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan Tahura : 1.
Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.
2.
Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.
3.
Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli. Kawasan Tahura dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
19
Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan Tahura sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Sesuai dengan fungsinya, Tahura dapat dimanfaatkan untuk : 1.
Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut).
2.
Ilmu pengetahuan dan pendidikan
3.
Kegiatan penunjang budidaya.
4.
Pariwisata alam dan rekreasi.
5.
Pelestarian budaya. Prestasi sebuah Tahura sebenarnya dapat dilihat pada kemampuannya
menampung sebanyak mungkin spesies tumbuhan yang mewakili bioregionnya, atau lebih bagus lagi jika dibatasi pada biolocalnya. Tetapi dalam kondisi praktis tertentu, terkadang sebuah Tahura hanya memperhitungkan kepadatan dan kerimbunan hutannya, bukan keragaman jenis penyusun hutannya. Tahura sebenarnya adalah sebuah etalase bagi wilayahnya, yaitu pada ketika seseorang memasuki hutan raya tersebut, langsung dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang kondisi, keragaman, keunikan, dan berbagai hal lainnya yang terkait dengan keadaan flora dan fauna setempat. Sampai dengan tahun 2008, di Indonesia telah ditetapkan Tahura pada 21 lokasi, dengan luas total 343.454,41 ha. Adapun Tahura yang telah ditetapkan di Indonesia tersebut tersaji dalam Tabel 1 :
20
Tabel 1. Daftar Taman Hutan Raya di Indonesia Nama Taman Hutan Raya Cut Nyak Dien Taman Hutan Raya Bukit Barisan Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta Taman Hutan Raya Sultan Sarif Hasyim Taman Hutan Raya Raja Leo Taman Hutan Raya Thahasaifudin Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok Taman Hutan Raya Ngargoyoso Taman Hutan Raya Gunung Bunder Taman Hutan Raya R. Suryo Taman Hutan Raya Ngurah Rai Taman Hutan Raya Nuraksa Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Yohanes Taman Hutan Raya Sultan Adam Taman Hutan Raya Bukit Soeharto Taman Hutan Raya Palu Taman Hutan Raya Paboya-Paneki Taman Hutan Raya Murhum Taman Hutan Raya Bontobahari
Luas (ha) 6.220 51.600 500 5.920 1.122 15.830 22.244 590 6 231,3 617 25.000 1.373,5 3.155 1.900 112.000 61.850 8.100 7.128 8.146 3.475
Lokasi Propinsi Daerah Istimewa Aceh Propinsi Sumatera Utara Propinsi Sumatera Barat Propinsi Riau Propinsi Bengkulu Propinsi Jambi Propinsi Lampung Propinsi Jawa Barat Propinsi Jawa Barat Propinsi Jawa Tengah Propinsi DI Yogyakarta Propinsi Jawa Timur Propinsi Bali Propinsi Nusa Tenggara Barat Propinsi Nusa Tenggara Timur Propinsi Kalimantan Selatan Propinsi Kalimantan Timur Propinsi Sulawesi Tengah Propinsi Sulawesi Tengah Propinsi Sulawesi Tenggara Propinsi Sulawesi Selatan
Sumber : Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2008 2.7.
Penelitian Terdahulu Studi mengenai pengukuran manfaat sumberdaya alam dan lingkungan
dalam bentuk nilai moneter telah banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur manfaat yang diterima oleh seseorang yang melakukan kegiatan rekreasi. Pada umumnya metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode biaya perjalanan. Terdapat perbedaan pendekatan yang dipakai dalam penerapan metode tersebut diantaranya pendekatan zonal dan pendekatan individual. Beberapa penelitian yang menggunakan metode zonal diantaranya telah dilakukan oleh Djijono (2002) dan Jalil (2006). Sedangkan penelitian yang menggunakan pendekatan individu dilakukan oleh Adrianto (2003), Nurdini (2004) dan Sari (2007).
21
Djijono (2002) melakukan penelitian di salah satu Tahura di Indonesia yaitu Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman yang berlokasi di Propinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan biaya perjalanan dengan teknik pendekatan zonasi dengan alat analisis regresi, zona dibagi berdasarkan daerah kecamatan tempat tinggal pengunjung. Dari penelitian tersebut didapatkan surplus konsumen sebesar Rp 9.275,2137 per 1000 penduduk. Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan atau tingkat kunjungan adalah biaya perjalanan, jumlah penduduk dan waktu kerja. Adrianto (2003) melakukan penelitian terhadap permintaan dan surplus konsumen di Taman Bunga Nusantara. Dari hasil analisis diperoleh nilai surplus konsumen tahunan sebesar Rp 11.040.439.050,00 per tahun. Sedangkan nilai manfaat lokasi sebesar Rp 12.486.469.050,00. Biaya perjalanan bagi individu ke lokasi wisata tidak menjadi masalah karena adanya keinginan mereka untuk mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Penelitian dengan pendekatan individual yang dilakukan oleh Nurdini (2004) di Hutan Mangrove Muara Angke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permintaan rekreasi dan surplus konsumen. Dari penelitian yang dilakukan diketahui nilai dari surplus konsumen tahunan total responden sebesar Rp 52.623,00 per kunjungan sedangkan rata-rata nilai surplus konsumen setiap individu adalah Rp 900,00 per kunjungan. Variabel tingkat pendapatan kategori pendapatan rendah, jumlah tanggungan, waktu luang, pengetahuan pengunjung dan frekuensi kunjungan berpengaruh nyata dan negatif. Penelitian yang dilakukan Jalil (2006) yang menilai manfaat ekonomi pada Taman Wisata Alam Grojogan Sewu (TWAGS) menunjukkan bahwa tingkat
22
kunjungan rekreasi di TWAGS dipengaruhi oleh biaya perjalanan secara nyata dan negatif. Nilai manfaat rekreasi yang didapatkan adalah sebesar Rp 2.904.032.238,00. Sari (2007) melakukan penelitian mengenai permintaan dan nilai ekonomi dari obyek wisata Air Panas Gunung Salak Endah. Dalam penelitian tersebut, nilai surplus konsumen total dari responden yang mampu mensubstitusikan waktu dengan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan nilai surplus konsumen dari responden yang tidak mampu mensubstitusikan waktu dengan pendapatan. Surplus konsumen total pertahun yang dijumlahkan dengan pendapatan total dari tiket masuk selama periode yang sama merupakan nilai ekonomi obyek wisata Air Panas GSE yaitu sebesar Rp 150.897.500,00.
23
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Teoritis
3.1.1. Lingkungan sebagai Sumberdaya Milik Bersama Barang lingkungan sebagai salah satu dari barang-barang bebas adalah barang yang secara fisik kuantitatif tidak terukur. Demikian juga tidak dapat langsung dinilai dengan uang. Walaupun tidak dapat terkuantifikasi, barang tersebut merupakan komoditi yang banyak digunakan atau dimanfaatkan orang. Barang demikian dikenal sebagai non-marketable goods, yaitu suatu komoditi yang tidak memiliki sistem pasar, seperti keindahan alam, kejernihan air sungai dan danau, air tanah dan udara bersih. Sumberdaya lingkungan merupakan barang publik dimana konsumsi yang berlebihan akan terjadi. Ketiadaan pasar bagi barang lingkungan sebagai barang milik bersama menyebabkan tidak adanya suatu mekanisme keseimbangan yang secara otomatis membatasi eksploitasi. Hal tersebut menyebabkan perlunya institusi yang mampu menggantikan fungsi pasar. Institusi yang dimaksud adalah pemerintah. Dengan pengelolaan oleh institusi maka regulasi dalam membatasi akses terhadap sumberdaya dapat dibatasi. Hal tersebut dapat membatasi demand dan menjaga supply agar sumberdaya lingkungan dapat terus mampu menyediakan manfaatnya. Pengelolaan tersebut juga akan dapat mengatur metode pemanfaatan yang tepat dan tidak merusak. 3.1.2. Rekreasi Alam dan Fungsinya sebagai Komoditi Ekonomi Sumberdaya lingkungan merupakan penyedia barang dan jasa yang memberikan manfaat ekonomis (Djajadiningrat, 2001). Barang lingkungan dapat berupa barang dan jasa yang dapat digunakan baik oleh manusia sebagai
konsumen maupun produsen. Sebagai konsumen manusia dapat menikmati atau mengkonsumsi keindahan alam, air dan udara bersih. Sebagai produsen, manusia dapat memanfaatkan barang dan jasa dari sumberdaya untuk kegiatannya seperti kemampuan air dalam mengalirkan limbah suatu industri.
Sumber : Bahtiar (2007)
Gambar 3. Peran Sumberdaya Alam dan Lingkungan terhadap Kegiatan Ekonomi Djajadiningrat (1997) menyatakan bahwa lingkungan memiliki tiga fungsi yaitu yang pertama berfungsi sebagai persediaan bahan baku, dimana rumah tangga dan perusahaan sangat tergantung pada lingkungan alam, antara lain udara, air dan keperluan lain seperti mineral dan tenaga. Fungsi kedua adalah sebagai wadah untuk limbah, dimana perusahaan dan rumah tangga menghasilkan sejumlah besar limbah sementara ditumpuk di lingkungan. Sedangkan fungsi ketiga sebagai penyedia fasilitas, yaitu lingkungan mempunyai sejumlah fasilitas yang merupakan sumber dari estetika termasuk pemandangan yang indah. Sumberdaya hutan mempunyai manfaat intangible salah satunya berupa rekreasi alam yang berperan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara, mempengaruhi ekonomi setempat, dan secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan. Secara ekonomi, rekreasi alam tidak berbeda dengan komoditi kayu dimana permasalahan-permasalahannya sejak awal muncul karena ada kelangkaan 25
(Rahmawati, 2003). Kesulitan yang menantang dalam wisata adalah penilaian dari biaya dan manfaatnya. Seperti halnya dengan hasil hutan lainnya pemanfaatan rekreasi alam memerlukan input tenaga kerja, modal dan kegiatan pengusahaan. Ada beberapa hal yang membedakan rekreasi alam dengan hasil hutan lainnya. Kesempatan rekreasi tidak bertahan lama, artinya kesempatan rekreasi yang keuntungannya tidak diambil sekarang tidak dapat lagi diambil pada waktu mendatang. Selain itu, rekreasi harus dijual di tempat artinya konsumen yang harus datang ke tempat rekreasi (Fauzi, 2004). 3.1.3. Konsep Willingness To Pay Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Konsep ini disebut dengan keinginan untuk membayar (WTP) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa dikonversikan ke dalam nilai ekonomi. Pendekatan kesediaan membayar juga digunakan untuk menilai manfaat intangible dari sumberdaya hutan yang tidak dapat dinilai secara kuantitatif oleh mekanisme pasar. Pada pelaksanaanya, pendekatan ini sama saja dengan pendugaan kurva permintaan yang menggambarkan besarnya keinginan membayar dari sekelompok konsumen pada berbagai tingkat manfaat intangible yang dikonsumsinya (Darusman, 1991). Dalam penilaian manfaat rekreasi dari sumberdaya hutan, pendekatan kesediaan membayar dilakukan dengan pendugaan kurva permintaan yang menggambarkan kesediaan dari para pengunjung untuk
26
membayar biaya-biaya yang perlu dikeluarkan untuk dapat menikmati suatu kegiatan rekreasi. Rp D F
E
C
B O
l
A Qm
Q
Gambar 4. Kurva Permintaan Kunjungan Rekreasi Kesediaan membayar berada di area di bawah kurva permintaan. Kurva permintaan mengukur jumlah yang akan dibayar oleh konsumen untuk tiap unit sumberdaya yang dikonsumsi. Dalam kurva di atas, Ol merupakan i unit kunjungan dan OB merupakan biaya yang dibayar oleh orang yang mengambil manfaat kunjungan OQm (konsumen j), sedangkan OD merupakan biaya kunjungan pengambil manfaat yang datang dari tempat terjauh (konsumen marjinal). Menurut Lipsey et al (1995), surplus konsumen adalah perbedaan antara nilai jumlah yang diberikan konsumen terhadap seluruh unit barang dan jasa yang dikonsumsi untuk setiap komoditi dan jumlah yang harus dibayarkan untuk membeli sejumlah komoditi tersebut. Surplus konsumen muncul dikarenakan konsumen menerima lebih dari yang dibayarkan dan bonus ini berakar pada hukum utilitas marginal yang semakin menurun. Secara sederhana, surplus konsumen dapat diukur sebagai bidang yang terletak diantara kurva permintaan dan garis harga atau dalam kurva jika jumlah kunjungan sebanyak Ol pada tingkat
27
harga F maka surplus konsumen ditunjukkan oleh daerah DEF. Bila kunjungan sebanyak OQm maka surplus konsumen sebesar BAD. Jadi, dapat dikatakan bahwa surplus konsumen j sama dengan biaya perjalanan konsumen marjinal dikurangi biaya perjalanan konsumen j. 3.1.4. Ekonomi sebagai Lingkungan
Instrumen
dalam
Menyelesaikan
Masalah
Pada penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa terdapat masalah berupa terjadinya kegagalan pasar menangkap nilai kegunaan ekosistem. Apabila ekonomi diterapkan pada isu-isu lingkungan, maka diperoleh kesadaran yang lebih mendalam untuk meningkatkan lingkungan (Djajadiningrat, 2001). Metode biaya perjalanan (travel cost method atau TCM), berguna untuk menemukan nilai daerah alam yang menyediakan berbagai kesenangan untuk rekreasi, serta daerahdaerah yang seringkali dikunjungi oleh orang-orang untuk kegiatan seperti darmawisata. Anggapan dasarnya adalah bahwa nilai lingkungan dimanifestasikan dalam nilai pelayanan rekreasi yang disediakan. Pengaruh langsung dari anggapan ini adalah permintaan untuk rekreasi sama dengan permintaan untuk daerah alam. Nilai ekonomi rekreasi yang diduga dengan menggunakan metode biaya perjalanan meliputi biaya transport pulang pergi dari tempat tinggalnya ke obyek wisata dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam obyek wisata mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, dan biaya lain yang berkaitan dengan kegiatan rekreasi untuk satu hari kunjungan. Sehingga biaya perjalanan dapat dirumuskan sebagai berikut :
28
BPt = BTr + BDk + BKr + BP + BSv + BL Keterangan : BPt = Biaya Perjalanan (Rp/orang/hari) BTr = Biaya Transportasi (Rp/orang/hari) BDk = Biaya Dokumentasi (Rp) BKr = Biaya Konsumsi selama rekreasi (Rp/orang/hari) BP = Biaya Parkir (Rp) BSv = Biaya souvenir (Rp) BL = Biaya Lainnya (Rp) Pengeluaran untuk tarif masuk tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya perjalanan karena merupakan suatu konstanta. Tujuan dasar dari metode biaya perjalanan adalah ingin mengetahui nilai kegunaan dari sumberdaya alam yang atraktif untuk rekreasi melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya tersebut. Hanley dan Spash (1993) menyatakan asumsi yang dipakai dalam kebanyakan penelitian yang menggunakan metode perjalanan adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas, misalnya rekreasi, bersifat terpisah. Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan metode biaya perjalanan. Teknik tersebut adalah : 1.
Pendekatan sederhana melalui zonasi.
2.
Pendekatan individual dengan menggunakan data sebagian besar dari survey. Dalam Zonal Travel Cost Method (ZTCM) tempat rekreasi diidentifikasi
dan kawasan yang mengelilinginya dibagi ke dalam zona konsentrik yang semakin jauh yang menunjukkan peringkat biaya perjalanan yang semakin tinggi. Survei terhadap para pemakai tempat rekreasi kemudian dilakukan pada tempat rekreasi untuk menentukan zona asal, tingkat kunjungan, biaya perjalanan, dan
29
berbagai karakteristik sosial ekonomi. Informasi dari sample para pengunjung dianalisis dan data yang dihasilkan digunakan untuk meregresi tingkat kunjungan yang dipengaruhi oleh biaya perjalanan dan berbagai variabel sosial ekonomi. Qi = f ( TC, X1, X2, …….. Xn ) Keterangan : Qi = Tingkat kunjungan (banyaknya pengunjung dari zona i tiap 1000 penduduk pada zona i TCi = Biaya perjalanan Xn = Variabel sosial ekonomi Regresi tersebut menguji hipotesis bahwa biaya perjalanan kenyataannya berpengaruh pada tingkat kunjungan. Masuknya variabel lain membantu menghilangkan dampak komponen tingkat kunjungan yang tak ada hubungannya dengan biaya perjalanan. ITCM (individual travel cost method) pada dasarnya serupa dengan ZTCM, tetapi menggunakan data survey yang berasal dari pengunjung secara individu dalam analisis statistik daripada data dari setiap zona. Metode ini memerlukan pengumpulan data yang lebih banyak dan analisis yang lebih sulit tetapi akan memberikan hasil yang lebih tepat. Dengan menggunakan data survey, peneliti dapat memulainya dengan cara yang sama dari ZTCM, dengan memperkirakan hubungan diantara jumlah kunjungan dengan biaya perjalanan dan variabel yang relevan lainnya menggunakan analisis regresi. Persamaan regresi memberikan fungsi permintaan untuk rata-rata pengunjung yang datang, dan area dibawah kurva permintaan tersebut merupakan rata-rata dari surplus konsumen.
30
Dalam membangun fungsi permintaan dalam TCM diperlukan asumsi dasar agar penilaian sumberdaya alam dengan metode ini tidak bias. Adapun asumsi yang membangun fungsi permintaan tersebut adalah : 1.
Biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari rekreasi.
2.
Waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas dan disutilitas.
3.
Perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips). Bentuk persamaan ITCM adalah sebagai berikut : Vij = f ( Cij, Xi )
Keterangan : Vij = Jumlah kunjungan per tahun dari individu i ke tempat rekreasi j Cij = Biaya perjalanan individu i ke tempat rekreasi j = Faktor-faktor lain yang menentukan kunjungan individu i Xi Kelebihan dari ITCM dibandingkan dengan ZTCM diantaranya : 1.
Lebih efisien dari sisi statistik (proses perhitungan).
2.
Konsistensi teori dalam perumusan model permintaan dan perilaku individu.
3.
Menghindari keterbatasan zonal atau lokasi.
4.
Menambah heterogenitas karakteristik populasi pengunjung diantara suatu zona, serta mengeliminasi efek pengunjung dengan tingkat kunjungan nol (non-participant). Adapun kelemahan dari penggunaan metode biaya perjalanan ini
diantaranya : 1.
Hanya dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju.
31
2.
Tidak membedakan individu yang memang datang dari kalangan pelibur dan mereka yang datang dari wilayah setempat.
3.
Masalah pengukuran nilai dari waktu, dalam teori ekonomi mikro, variabel waktu memiliki nilai intrinsik tersendiri yang dinyatakan dalam bentuk opportunity cost.
3.1.5. Regresi Linier Berganda Menurut Gujarati (1978), analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sample berulang) variabel yang menjelaskan (yang belakangan). Persamaan regresi merupakan persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1982). Dalam regresi terdapat hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan variabel penjelas sedangkan variabel dependen merupakan variabel yang terikat yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen. Jika hanya terdapat satu buah variabel independen maka persamaan tersebut merupakan regresi sederhana, tapi jika mempunyai lebih dari satu variabel independen maka persamaan tersebut merupakan regresi berganda.
32
Dalam membentuk model yang akan dipergunakan dalam TCM, maka dipergunakan model regresi linier berganda. Secara umum, regresi linier berganda berbentuk : Yt = 0 + 1X1 + 2X2 + … + tXt + t Dimana Y merupakan variabel dependen dan X merupakan variabel independen dengan t menunjukkan observasi pada cross section data. Sedangkan 0 dan t merupakan parameter dari koefisien regresi yang berhubungan linier. Dalam hal ini, 0 dan t adalah parameter yang harus diestimasi dari data sedangkan i dinyatakan sebagai error yang bersifat random atau acak yang disebabkan oleh empat efek yaitu oleh penghilangan variabel, non-linearitas, kesalahan pengukuran dan efek yang tidak dapat diprediksi lainnya (Ramanathan, 1998). Pada analisis regresi linier berganda, akan dilihat bagaimana pengaruh beberapa variabel bebas (X1-Xt) terhadap variabel terikatnya (Yt). Bila perubahan itu searah maka dikatakan hubungannya positif, sebaiknya apabila perubahannya berlawanan arah maka hubungan keduanya negatif. Metode untuk mendapatkan besar, arah dan keeratan hubungan variabel-variabel tersebut adalah metode kuadrat terkecil atau sering disebut dengan Ordinary Least Square (OLS). Didalam analisis regresi yang menggunakan OLS, asumsi-asumsi dari OLS harus terpenuhi, jika asumsi tidak dipenuhi maka tidak menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Asumsi BLUE diantaranya : 1.
Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol.
2.
Variansnya tetap (homoskedasticity).
3.
Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term.
4.
Tidak ada korelasi serial antara error (no-autocorrelation).
33
5.
Pada regresi linier berganda tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (nomulticolinearity).
3.2.
Kerangka Operasional Hutan merupakan suatu sumberdaya alam yang memiliki manfaat ganda,
yaitu manfaat tangible maupun manfaat intangible. Kedua manfaat tersebut mempunyai nilai ekonomi yang sangat besar. Dalam pengelolaan hutan secara optimal dan lestari maka diperlukan perencanaan yang cermat dan perhitungan yang realistis dalam menggali manfaatnya. Usaha penggalian manfaat intangible mendapatkan kendala ketika manfaat tersebut belum dapat dinilai oleh pasar. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, merupakan salah satu bentuk dari fungsi hutan sebagai kawasan pelestarian alam atau kawasan konservasi in-situ. Selain sebagai sarana rekreasi juga bermanfaat sebagai sarana penelitian, pendidikan, dan mempunyai nilai sejarah karena di Tahura tersebut memiliki goa peninggalan jaman penjajahan. Sebagai sarana rekreasi, Tahura Djuanda berhubungan erat dengan pengunjung. Karena hal tersebut, penting bagi pengelola untuk mengetahui bagaimana karakteristik dan mencari tahu gambaran penilaian pengunjung yang mendatangi Tahura. Hasil penelaahan karakteristik dan penilaian pengunjung diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menetapkan kebijakan pelayanan oleh pihak pengelola. Setiap pengunjung yang melakukan kegiatan wisata pasti akan mengeluarkan biaya perjalanan yang terdiri dari biaya transportasi, dokumentasi, konsumsi, parkir dan biaya lainnya disamping biaya tiket masuk. Selain biaya perjalanan, permintaan rekreasi juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi,
34
diantaranya total pendapatan, tingkat pendidikan, umur, jarak dan waktu tempuh dari tempat tinggal menuju lokasi, jumlah tanggungan, jenis kelamin, waktu di lokasi dan lama mengetahui lokasi. Biaya perjalanan dan faktor-faktor sosial ekonomi tersebut kemudian dimasukkan pada model regresi sehingga akan didapatkan fungsi permintaan rekreasi Tahura Djuanda. Dari estimasi ini akan didapatkan nilai dari surplus konsumen. Setelah mendapatkan surplus konsumen maka akan diperoleh manfaat rekreasi Tahura Djuanda. Kerangka pemikiran operasional tersebut ditampilkan dalam skema berikut ini
35
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Manfaat tangible
Manfaat intangible
Penelitian dan pengembangan Ilmu pengetahuan Pendidikan Kegiatan penunjang budidaya Sejarah
Rekreasi alam
Pengunjung
Karakteristik dan penilaian pengunjung
Permintaan rekreasi
Analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif
Analisis Regresi Linier Berganda
Identifikasi karakteristik dan penilaian pengunjung
Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi permintaan terhadap manfaat rekreasi
Surplus konsumen
Nilai ekonomi manfaat rekreasi
Perumusan alokasi sumberdaya alam dan biaya pembangunan yang optimum
= Obyek penelitian
Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran
36
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Obyek Wisata Taman Hutan Raya
(Tahura) Ir. H. Djuanda. Obyek wisata tersebut sebagian besar terletak ke dalam wilayah Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan Cimenyan meliputi Desa Ciburial dan Desa Cimenyan, dan sebagian lagi termasuk wilayah Kabupaten Bandung Barat Kecamatan Lembang meliputi Desa Mekarwangi, Desa Langensari, Desa Wangunharja dan Desa Cibodas, sedangkan sebagian kecil (Curug Dago) masuk dalam wilayah Kota Bandung Kecamatan Coblong Kelurahan Dago dan Kecamatan Cidadap Kelurahan Ciumbuleuit. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa obyek wisata tersebut merupakan salah satu taman hutan raya yang selain sebagai sarana penelitian, pendidikan dan rekreasi, Tahura tersebut juga memiliki nilai sejarah karena didalamnya terdapat Goa peninggalan jaman penjajahan (Goa Belanda dan Goa Jepang) sehingga menjadikan obyek wisata yang potensial untuk dikembangkan. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan Maret-Juni 2009. 4.2.
Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survey. Dalam penelitian
survey, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Pengertian survey dibatasi pada pengertian survey sample dimana informasi dikumpulkan
dari sebagian
populasi
(Singarimbun dan Effendi, 1982).
untuk
mewakili seluruh
populasi
4.3.
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini data yang dipakai berupa data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer tersebut dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung kepada pengunjung dengan bantuan kuesioner. Data primer yang diperlukan diantaranya : 1.
Karakteristik pengunjung yang meliputi umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, motivasi kunjungan, lama kunjungan, dan intensitas rekreasi pada periode waktu tertentu.
2.
Penilaian pengunjung terhadap kawasan dan kualitas pelayanan seperti kemudahan mencapai lokasi, keindahan alam, kebersihan, fasilitas rekreasi dan keamanan.
3.
Data biaya perjalanan dari pengunjung menuju lokasi obyek wisata. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi keadaan umum lokasi
obyek wisata (sejarah, status, letak dan luas, keadaan fisik serta potensi wisata). Keseluruhan data tersebut diperoleh dari pengelola Tahura Ir. H. Djuanda dan studi literatur lainnya. 4.4.
Metode Pengambilan Sample Pengambilan sample (responden) dalam penelitian ini dilakukan secara
non-acak (non-probability sampling) yaitu semua obyek penelitian tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Juanda, 2007). Pengambilan sample yang dipilih pada penelitian ini dilakukan secara purposive atau judgement sampling, dimana responden yang dipilih sesuai dengan
38
keadaan yang dikehendaki. Keadaan yang dimaksud adalah responden yang diwawancarai merupakan pengunjung Tahura dengan umur diatas 15 tahun yang dinilai dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk diwawancarai sehingga mudah untuk mendapatkan data yang diperlukan. Obyek penelitian sendiri adalah para pengunjung yang melakukan rekreasi di Tahura Ir. H. Djuanda. Penentuan jumlah sample dihitung menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1993) sebagai berikut :
keterangan : n = ukuran sample N = ukuran populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample populasi) Berdasarkan rumus di atas, maka diambil responden sejumlah 100 orang yang keseluruhannya merupakan wisatawan domestik dengan syarat dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi responden dengan menjawab keseluruhan pertanyaan dalam kuesioner. 4.5.
Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan
kuantitatif. Metode analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
39
Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data No
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Metode Analisis Data
1.
Identifikasi karakteristik Wawancara dengan Analisis deskriptif pengunjung dan penilaian menggunakan kualitatif dan pengunjung terhadap objek kuesioner kuantitatif dengan Microsoft Office wisata Tahura Ir. H. Excel Djuanda.
2.
Regresi Kajian mengenai faktor- Wawancara dengan Analisis Berganda dengan faktor-faktor sosial ekonomi menggunakan Microsoft Office yang mempengaruhi fungsi kuesioner Excel dan Minitab 14 permintaan terhadap manfaat rekreasi di objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda.
3.
Regresi Pendugaan nilai ekonomi Wawancara dengan Analisis Berganda dengan yang dihasilkan Tahura Ir. menggunakan Microsoft Office H. Djuanda berdasarkan kuesioner Excel dan Minitab 14 metode biaya perjalanan. Pendugaan jumlah kunjungan ke Tahura Djuanda tiap individu per tahun
kunjungan dilakukan dengan menggunakan Individual Travel Cost Method (ITCM). Adapun fungsi permintaan yang akan dipakai dibentuk dengan model regresi linier berganda adalah : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5+ b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9+ b10X10 + Keterangan : Y = Jumlah kunjungan ke lokasi Tahura Djuanda dalam satu tahun terakhir atau pada tahun diadakan penelitian yaitu tahun 2009 (frekuensi kunjungan per tahun). X1 = Biaya perjalanan individu ke lokasi Tahura Djuanda (Rp/orang). X2 = Total pendapatan (Rp/bulan).
40
X3 = Tingkat pendidikan responden, dihitung berdasarkan tahun mengenyam pendidikan (tahun). X4 = Umur responden (tahun). X5 = Jarak tempuh dari tempat tinggal ke Tahura Djuanda (Km). X6 = Waktu tempuh dari tempat tinggal ke Tahura Djuanda (jam). X7 = Jumlah tanggungan (orang) X8 = Jenis kelamin (1 = laki-laki, 2 = perempuan). X9 = Waktu yang dihabiskan untuk satu kali kunjungan (jam). X10 = Lama mengetahui Tahura Djuanda (tahun). b0 =
Konstanta.
b1-b10 = Koefisien regresi. 4.6.
= Error Pengujian Instrumen Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data
primer adalah kuesioner. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan dalam menghimpun pendapat melalui daftar pertanyaan berupa kuesioner adalah uji instrumen atau alat ukur. Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah kuesioner, yaitu validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas adalah proses menguji butir-butir pertanyaan yang ada dalam kuesioner, apakah isi dari butir-butir pertanyaan tersebut valid dan reliabel atau tidak. Menurut Sugiyono (1994), yang perlu dipahami bahwa tidak otomatis dengan menggunakan instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, hasil data penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen.
41
Oleh karena itu, peneliti harus mampu mengendalikan objek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dalam menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang diteliti. 1.
Validitas Validitas dapat didefinisikan sebagai ukuran untuk menilai apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mampu memberikan nilai peubah yang ingin diukur (Juanda, 2007). Analisis validitas yang dilakukan adalah validitas isi dan konstruk. Validitas isi adalah validitas yang mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen, dalam hal ini kuesioner, dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, seluruh pertanyaan dalam kuesioner sudah disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga data dapat digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Validitas konstruk adalah validitas yang mempertanyakan apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen telah sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan SPSS 15 dengan melakukan uji Pearson. Adapun Kriteria keputusan adalah jika sig. (2-tailed)<0.05 = valid dan jika sig. (2-tailed)>0.05 = tidak valid. Tabel 3. Validitas Kuesioner Faktor Fasilitas Tahura Djuanda Kualitas Lingkungan Tahura Djuanda Sumber : Data primer diolah (2009)
Banyak Item Keterangan 6 5 valid, 1 tidak valid 3 2 valid, 1 tidak valid
Walaupun pertanyaan mengenai pelayanan petugas tidak valid tetapi pertanyaan tersebut masih diajukan, karena pertanyaan tersebut diperlukan untuk mengetahui bagaimana manajemen wisata di Tahura Djuanda. Hal tersebut dilakukan dengan meningkatkan kemampuan peneliti dalam
42
melakukan wawancara sehingga pertanyaan dapat dijawab dengan benar oleh responden. Pertanyaan mengenai tingkat kebisingan dalam variabel kualitas lingkungan dihilangkan karena memang tidak terdapat masalah kebisingan di sekitar Tahura sehingga pertanyaan dianggap tidak sesuai untuk diajukan. 2.
Reliabilitas Reliabilitas adalah ukuran untuk menilai apakah alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai pengukuran yang konsisten (Juanda, 2007). Dalam penelitian ini reliabilitas diuji dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Walaupun secara teoritis besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00–1,00, semakin mendekati 1,00 maka semakin reliabel, akan tetapi pada kenyataannya koefisien reliabilitas sebesar 1,00 tidak pernah dicapai dalam pengukuran. Hal tersebut dikarenakan manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber kekeliruan yang potensial. Tabel 4. Reliabilitas Kuesioner Faktor Fasilitas Tahura Djuanda Kualitas Lingkungan Tahura Djuanda Sumber : Data primer diolah (2009)
Koef. Alpha 0,747 0.624
Keterangan Reliabel Reliabel
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kuesioner penelitian untuk masingmasing indikator adalah reliabel. 4.7.
Pengujian Parameter Untuk mengetahui kebaikan suatu model yang telah dibuat, perlu
dilakukan pengujian secara statistik. Uji statistik yang dilakukan adalah :
43
1.
Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah error term dari data observasi mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji tersebut dapat dilakukan dengan “normality test” pada residual hasil persamaan model. Jika dalam grafik hasil uji tersebut keberadaan titik-titik pada garis berbentuk linier dan didapat P-value lebih besar dari taraf nyata, maka asumsi kenormalan dapat terpenuhi.
2.
Uji Statistik t Uji t digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode OLS berbeda secara signifikan dengan nilai parameter tertentu atau tidak (Firdaus, 2004). Prosedur pengujiannya sebagai berikut : H0 : bi = 0 artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). H1 : bi ≠ 0 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Rumus untuk mencari t hitung sebagai berikut :
Jika thitung ttabel, maka terima H0, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Jika thitung ttabel, maka tolak H0, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). 3.
Uji Statistik F Uji F merupakan suatu pengujian untuk mengetahui mengenai bagaimana pengaruh sekelompok variabel bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap
44
variabel tidak bebas (Yi) (Firdaus, 2004). Hipotesis yang diajukan untuk uji F ini sebagai berikut : H0 : b1 = b2 = b3 =…= bn = 0 H1 : b1 = b2 = b3 =…= bn 0
Keterangan : JKK = Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom JKG = Jumlah Kuadrat Galat n = Jumlah sample k = Jumlah variabel Jika Fhitung Ftabel, maka diterima H0 dan tolak H1, artinya variabel (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Jika Fhitung Ftabel, maka ditolak H0 dan terima H1, artinya variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Pengujian juga dapat melihat dari output komputer nilai P-value dari model (seluruh variabel independen secara bersamaan). Jika P-value lebih kecil dari nilai yang digunakan, maka H0 ditolak yang artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. 4.
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas (kolinearitas ganda) artinya adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna di antara variabel-variabel bebas (X) dalam model
regresi
(Firdaus,
2004).
Untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinearitas maka dapat dilihat dari output komputer, dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10 maka dapat dikatakan terdapat multikolinearitas dalam model.
45
5.
Uji Heteroskedastisitas Apabila variasi dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Jika ciri ini dipenuhi, berarti variasi faktor pengganggu pada kelompok data tersebut bersifat homoskedastisitas atau var (i2) = 2. Jika asumsi tersebut dilanggar berarti terjadi penyimpangan terhadap faktor pengganggu yang disebut heteroskedastisitas (heteroscedasticity). Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji Glejser. Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas dengan uji Glejser, yaitu dengan melakukan regresi nilai absolut residual dengan variabel bebas, adapun uraiannya sebagai berikut :
H0 : tidak ada heteroskedastisitas Hi : ada masalah heteroskedastisitas Apabila F hitung < F tabel atau dengan menggunakan P-value > , maka terima H0 atau residual tidak terdapat heteroskedastisitas. 6.
Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara serangkaian data menurut waktu (time series) atau menurut ruang (cross section). Pendeteksi autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin –Watson (DW). H0 : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif H1 : terdapat serial autokorelasi Tolak H0 jika d < dL atau d > 4 – dL dan terima H0 jika dU < d < 4 – dU.
46
4.8.
Pendugaan Surplus Konsumen Setelah mengetahui fungsi permintaan maka kita dapat mengukur surplus
konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi (Fauzi, 2004). Surplus konsumen untuk fungsi permintaan yang telah dibuat (bersifat linear) dapat diukur melalui formula :
Dimana N adalah jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu i dan b1 adalah koefisien dari biaya perjalanan. 4.9.
Hipotesis Penelitian Untuk mempermudah proses analisis, maka dianjurkan untuk menyusun
hipotesis dalam membuat rancangan penelitian (Juanda, 2007). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1.
Biaya perjalanan ke lokasi wisata, jarak tempuh, waktu tempuh, umur dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata secara negatif terhadap kunjungan ke Tahura Djuanda.
2.
Total pendapatan, tingkat pendidikan, waktu yang dihabiskan di Tahura Djuanda, dan lama mengetahui lokasi berpengaruh nyata secara positif terhadap kunjungan ke Tahura Ir. H. Djuanda.
3.
Jenis kelamin dapat berpengaruh nyata terhadap kunjungan ke Tahura Ir. H. Djuanda.
47
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Tahura Djuanda merupakan salah satu jenis dari hutan konservasi berupa kawasan konservasi insitu dimana sumberdaya alam yang ada di lokasi tersebut dipergunakan untuk memenuhi keperluan manusia dalam waktu yang lama. Konservasi dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang (Irwanto, 2006). Pada dasarnya, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan dengan kegiatan: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Tahura Djuanda dalam pelaksanaan pengelolaannya telah berupaya semaksimal mungkin dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Usaha yang dilakukan juga diupayakan agar dapat berkelanjutan hingga masa yang akan datang. Konservasi yang ada juga menyangkut manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat, termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan. Kegiatan utama lainnya di Tahura Djuanda adalah rekreasi. Penggunaan lokasi sebagai kawasan konservasi yang di dalamnya terdapat sarana rekreasi diharapkan akan dapat bertahan sampai masa yang akan datang sehingga generasi yang akan datang juga akan bisa menikmati manfaat keseluruhan dari keberadaan Tahura.
5.1.
Letak, Batas dan Luas Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda merupakan kawasan
konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman dengan jenis Pinus (Pinus merkusii) yang terletak di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, Dago Pakar sampai Maribaya yang merupakan bagian dari kelompok hutan Gunung Pulosari, menjadikan Tahura Djuanda sangat baik sebagai lokasi pariwisata alam dan juga sebagai sarana tempat untuk pengembangan pendidikan lingkungan. Secara administratif, sebagian besar kawasan Tahura Djuanda (kawasan Pakar-Maribaya) masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung yaitu Desa Ciburial dan Desa Cimenyan dan sebagian lagi termasuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Langensari, Desa Wangunharja dan Desa Cibodas, Kecamatan Lembang sedangkan sebagian kecil (Curug Dago) masuk dalam wilayah kelurahan Dago Kecamatan Coblong dan Kelurahan Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung. Adapun batasan kawasan ini meliputi : 1.
Sebelah Barat berbatasan dengan tanah milik (pertanian dan pemukiman) Desa Mekarwangi.
2.
Sebelah Timur Berbatasan dengan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Bandung Utara) dan tanah milik (pertanian dan pemukiman) Desa Ciburial.
3.
Sebelah Utara berbatasan dengan tanah milik penduduk berupa lahan pertanian desa Cibodas, Desa Wangunharja Kecamatan Lembang dan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Bandung Utara).
49
4.
Sebelah selatan berbatasan dengan tanah penduduk berupa lahan pertanian dan pemukiman Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan
Kelurahan
Dago
Kecamatan
Coblong,
Kelurahan Ciumbuleuit
Kecamatan Cidadap Kota Bandung. Luas areal kawasan Tahura Djuanda seluas 526,98 ha dibagi menjadi unit pengelolaan terkecil berupa blok-blok pengelolaan dengan rincian seperti tercantum pada tabel berikut ini : Tabel 5. Luas Areal Kawasan Tahura Djuanda Nama
Luas (ha)
Blok Koleksi tanaman
171,22
Blok Pemanfaatan
72,72
Blok Perlindungan
2,96 280,08
Cakupan Wilayah Kab/Kota Kecamatan Kab. Bandung Cimenyan Lembang Kab. Bandung Cimenyan Lembang Kota Bandung Coblong Kab. Bandung Cimenyan Lembang
Total 526,98 Sumber : Balai Pengelolaan Tahura Djuanda (2009) 5.2.
Potensi Kawasan Tahura Djuanda Daya tarik wisata alam yang ada di kawasan Tahura Djuanda merupakan
hasil dari gejala alam dan fenomena alam pegunungan. Beberapa potensi wisata yang bersifat khas dari kawasan ini adalah : 1.
Pemandangan Alam. Berupa kondisi lingkungan berhutan di kiri-kanan sungai dengan ketinggian 700 –1300 mdpl yang berhawa segar dengan panorama yang indah.
2.
Monumen Ir. H. Djuanda. Sesuai dengan salah satu tujuan dari pembangunan Taman Hutan Raya ialah untuk menghormati perjuangan Ir. H. Djuanda, maka di Tahura Djuanda ini
50
dibangun monumen Ir. H. Djuanda yang berupa patung yang terletak pada suatu pelataran/plaza yang relatif lebih tinggi dari tempat di sekitarnya. 3.
Keragaman Flora. Hutan di kawasan ini merupakan vegetasi campuran yang terdiri dari 2.500 pohon termasuk pada 40 famili dari 112 spesies. Pada areal 30 ha ditanami dengan pohon-pohon berasal dari luar negeri seperti Sosis (Kegelia aethiopica) yang berasal dari Afrika, Jacaranda filicifolia yang berasal dari Amerika Selatan, Mahoni Uganda (Khaya anthotheca) berasal dari Afrika, Pinus Meksiko (Pinus montecumae), Cengal Pasir (Hopea odorata) dari Burma, Cedar Honduras (Cedrela mexicum M. Roem) dari Amerika Tengah. Selain berasal dari luar negeri juga terdapat banyak koleksi flora yang berasal dari dalam negeri seperti Cemara Sumatra (Casuarina sumatrana), Bayur Sulawesi (Pterospermum celebicum), Ampupu atau Kayu Putih (Eucalyptus alba), Mangga (Mangifera indica) dari Jawa, Ki Bima (Podocarpus blumei) dan sebagainya.
4.
Keragaman Fauna. Fauna yang dapat dilihat dan dinikmati di dalam kawasan Tahura Djuanda ini adalah suara beberapa jenis burung seperti Kacamata, Kutilang (Pycnonotus caferaurigaster), Ayam hutan (Galus-galus bankiva) dan jenis burung lainnya.
Sementara itu Musang (Paradoxurus hermaproditus), Tupai
(Callosciurus notatus) dan kera (Macaca fascularis).
51
5.
Kolam Pakar. Merupakan kolam buatan dengan luas 1,15 ha untuk PLTA, berfungsi sebagai tempat penampungan air yang berasal dari Sungai Cikapundung untuk digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTA Bengkok).
6.
Goa Belanda dan Goa Jepang. Merupakan goa peninggalan jaman Belanda dan Jepang yang memiliki nilai historis.
7.
Jalan Setapak (jogging track) Pakar Dago – Maribaya. Adanya jalan setapak antara Pakar Dago sampai ke Maribaya, menyusuri ekosistem pinggir sungai berhutan sejauh 3 km dengan kondisi yang baik.
8.
Patahan Lembang. Di wilayah dekat Obyek Wisata Maribaya dapat diamati adanya fenomena alam yang dikenal dengan Patahan Lembang (Lembang Fault). Patahan Lembang ini membujur arah Barat Laut-Tenggara yang sekaligus menjadi punggung bukit yang membatasi Sub DAS Cikapundung Hulu bagian Barat.
9.
Curug Omas. Fenomena alam yang terletak disebelah utara Tahura Djuanda dan bersebelahan dengan obyek wisata air panas Maribaya.
10. Curug Dago. Fenomena alam yang terletak di tepian sungai Cikapundung. Di bagian bawah curug ini terdapat ceruk yang merupakan hasil erosi atau pengikisan aliran sungai.
52
11. Prasasti Thailand. Merupakan batu bertulis berbahasa Thailland yang terdapat di Situs Curug Dago. Prasasti tersebut memberikan keterangan mengenai kedatangan Raja Chulalongkorn II (Rama V) beserta rombongan pada tahun 1896 M ke Bandung. 5.3.
Tanah dan Topografi Tanah di wilayah ini berkembang dari batuan vulkanik yang berkembang
dari zaman kwarter tua, jenis tanah didominasi oleh Andosol yang merupakan tanah yang sangat dominan di wilayah ini, memiliki kesuburan tinggi, walaupun di wilayah Tahura Djuanda tanah ini memiliki jeluk tanah yang tipis, karena sebagaian besar wilayah lahannya (terrain-nya) berbatu. Di wilayah yang agak landai pada lereng bawah (Selatan), tanah didominasi oleh jenis Grumusol. Sebagian besar kawasan Tahura Djuanda merupakan ekosistem pinggir sungai (riparian ecosystem) yang berlereng terjal dengan tonjolan-tonjolan batu cadas, yang mempunyai ketinggian antara 770 sampai 1.330 mdpl.
Bentang
lahannya berbentuk cekungan (basin), pada dasar cekungan mengalir Sungai Cikapundung yang diapit oleh lereng terjal. Lereng Timur dan Barat ditumbuhi oleh hutan Pinus (Pinus merkusii), pada lereng yang terjal, berbatu dan berjeluk tanah tipis kehijauan bentang lahan tetap dipertahankan oleh tanaman jenis Kaliandra (Caliandra callotysus). Kedua lereng terjal setinggi 100 – 150 m dari permukaan Sungai Cikapundung ini telah menciptakan bentang lahan khusus berupa lembah yang sangat indah.
53
5.4.
Iklim dan Curah Hujan Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson lokasi ini beriklim B (9 bulan
merupakan Bulan Basah dan 3 bulan merupakan Bulan Kering) dan C (8 bulan merupakan Bulan Basah dan 4 bulan merupakan Bulan Kering). Bulan Basah menurut definisi dari Schmidt and Ferguson adalah bulan dengan curah hujan bulanan > 100 mm, sedangkan Bulan Kering adalah bulan dengan curah hujan bulanan kurang dari 50 mm (Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda, 2009). Wilayah ini memiliki curah hujan yang semakin tinggi dengan semakin naiknya ketinggian dari permukaan laut (fenomena hujan Tipe Orografis), dari Pakar
menuju Maribaya, curah hujan cenderung meningkat secara nyata.
Sehingga sekitar separuh dari kawasan Tahura Djuanda, yaitu wilayah di bagian utara bertipe iklim B dan wilayah di bagian selatan memiliki tipe iklim C. Curah hujan tahunan di wilayah Tahura Djuanda bagian selatan berkisar dari 2.500 – 3.000 mm, sedangkan di bagian utara berkisar dari 3000 - 4.500 mm. Kelembaban nisbi udara di dalam kawasan Tahura Djuanda dan sekitarnya selalu tinggi, kelembaban mutlak memperlihatkan kisaran yang cukup rendah yaitu berkisar antara 70 % (siang hari) – 95 % (malam dan pagi hari). Suhu di bagian lembah berkisar antara 22 – 24 ºC dan di bagian puncak antara 18 – 24 ºC. 5.5.
Aksesibilitas Tahura Djuanda memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi, kawasan ini
sekarang telah bersatu dengan Kota Bandung dan dapat ditempuh dari berbagai jalur jalan, baik melalui Jalan Dago maupun melalui Jalan Cikutra. Semua jenis kendaran bisa masuk hingga ke pintu gerbang utama. Kondisi jalan dari pusat kota sampai dengan lokasi (pintu gerbang utama) sudah beraspal dan kini dalam
54
kondisi baik (sebelumnya rusak berat). Walaupun demikian, jalan masuk dari Kordon ke Tahura Djuanda yang berjarak ± 500 m dirasakan terlalu sempit, sehingga menyulitkan kendaran berpapasan. Bila menggunakan kendaraan umum, Angkutan Kota hanya sampai Terminal Dago, selanjutnya perjalanan diteruskan dengan kendaraan umum lain jurusan Kampus Unisba dan berhenti di Kordon. Dari Kordon perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 500 m. Selain dari arah Selatan, Tahura Djuanda juga dapat ditempuh dari arah Utara, melalui Obyek Wisata Maribaya-Lembang. Dari pintu gerbang ini akan dapat dilihat obyek wisata Curug Omas dan kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak sepanjang 6 km menuju ke Pakar Dago.
55
VI. KARAKTERISTIK DAN PENILAIAN PENGUNJUNG Pengunjung merupakan fokus utama dari kegiatan rekreasi alam di Taman Hutan Raya, khususnya Tahura Djuanda. Berdasarkan catatan Balai Pengelolaan Tahura Djuanda, jumlah pengunjung mengalami kenaikan angka kunjungan dari tahun ke tahun (Tabel 6). Tabel 6. Jumlah Pengunjung Tahura Ir. H. Djuanda dari tahun 2004-April 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Jumlah Wisatawan (Orang) 2004
2005
2006
2007
2008
2009
6.401 5.192 4.981 6.242 7.256 9.269 6.509 5.829 466 3.783 9.054 4.484
6.515 3.492 3.706 3.966 4.545 7.510 7.179 4.499 5.337 2.395 12.857 4.387
5.571 3.470 6.188 6.779 5.219 10.841 7.043 5.894 4.522 19.883 7.668 5.729
8.876 3.938 6.914 5.079 7.909 12.768 8.924 6.311 4.079 19.711 3.946 6.268
6.633 4.963 7.298 8.127 11.172 14.882 12.037 9.780 3.579 23.366 6.544 11.351
13.092 5.569 7.932 8.816
69.466
66.388
88.807
94.723
119.732
35.409
Sumber : Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda (2009) Berdasarkan catatan tersebut, walaupun sempat turun di tahun 2005, dari pengunjung sebanyak 69.466 di tahun 2004 menjadi 66.388, namun pada tahun 2006 jumlah pengunjung naik cukup signifikan menjadi 88.807. Pada tahun 2007 jumlah pengunjung kembali naik menjadi 94.723 dan pada tahun 2008 mencapai angka 119.732. Tahun 2009 didapat data mengenai jumlah kunjungan hingga bulan April. Dapat dilihat pada tabel, dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, tingkat kunjungan mempunyai jumlah yang jauh lebih besar. Jumlah pengunjung yang cenderung meningkat ini mendorong pengelola untuk meningkatkan pelayanan dan penyediaan fasilitas rekreasi yang lebih baik.
Dalam tabel juga terlihat bahwa Tahura didatangi lebih banyak pengunjung pada bulan-bulan yang merupakan liburan sekolah dan liburan hari besar nasional terutama hari raya Idul Fitri. Pada bulan-bulan tersebut, dimana permintaan wisata lebih besar dibandingkan pada bulan biasanya, Tahura menjadi salah satu alternatif wisata keluarga yang menarik dan cukup murah. Menurut pengelola, pengunjung Tahura Djuanda adalah sekelompok orang yang mencari tempat wisata murah. Berdasarkan analisis di lapangan dan wawancara dengan beberapa pedagang di lokasi wisata, para pengunjung yang mendatangi Tahura pada harihari kerja biasanya berasal dari rombongan sekolah-sekolah, baik dari dalam kota maupun luar kota sedangkan pada hari libur atau sabtu dan minggu, biasanya pengunjung merupakan rombongan keluarga. 6.1.
Karakteristik Pengunjung
6.1.1. Umur Umur berkaitan dengan kemampuan fisik responden untuk melakukan kunjungan dan produktifitas responden. Umur juga menjadi faktor yang menentukan pola pikir seseorang dalam menentukan jenis barang dan jasa yang akan dikonsumsi, termasuk keputusan untuk mengalokasikan sebagian dari pendapatannya yang akan digunakan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata. Jadi secara tidak langsung umur akan turut mempengaruhi besarnya permintaan terhadap Tahura Djuanda. Pengunjung yang dipilih sebagai responden berkisar antar 15-59 tahun sebanyak 100 orang. Adapun sebaran kelompok umur responden dapat dilihat pada Gambar 6.
57
Sumber : Data primer diolah
Gambar 6. Diagram Kelompok Umur Responden Dari gambar di atas terlihat bahwa sebagian besar pengunjung yang menjadi responden berasal dari kelompok umur kurang dari 24 tahun, yaitu sebanyak 36%, 24-36 tahun sebanyak 32%, 37-48 tahun sebanyak 17%, dan 49-60 tahun sebanyak 15%. Apabila diperhatikan, maka pengunjung pada kelompok umur kurang dari 24 tahun merupakan pemuda atau remaja. Smith (1996) dalam Muntasib (2007) menyatakan bahwa para pemuda mempunyai karakteristik ingin selalu mencari sesuatu yang baru, berpetualang menghadapi tantangan dan berkelana mengarungi alam. 6.1.2. Asal Daerah Pembagian kelompok responden dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, dari Kota atau Kabupaten Bandung dan dari luar Bandung. Dari hasil pengamatan responden dari luar Bandung biasanya berasal dari Cimahi, Sumedang, Bogor, Banten dan Garut. Gambar 7 menjelaskan asal daerah responden yang mendatangi Tahura Djuanda.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 7. Diagram Asal Daerah Responden
58
Dari Gambar 7 dapat terlihat bahwa 79% dari responden merupakan pengunjung yang berasal dari daerah Kota atau Kabupaten Bandung sendiri. Sedangkan 21% lainnya merupakan pengunjung yang berasal dari luar Bandung. Promosi mengenai Tahura Djuanda perlu untuk ditingkatkan lagi untuk dapat menambah jumlah pengunjung yang berasal dari luar Bandung. 6.1.3. Jenis Kelamin Jenis kelamin secara tidak langsung turut mempengaruhi permintaan pemanfaatan jasa lingkungan yang ditawarkan oleh obyek-obyek wisata. Jenis kelamin seorang wisatawan akan turut menentukan jenis wisata apa yang akan dipilih, sehingga jenis kelamin ini secara tidak langsung mempengaruhi pemintaan di Tahura Djuanda. Untuk melihat lebih jelas mengenai jenis kelamin responden, dapat dilihat dari diagram berikut ini (Gambar 8).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 8. Diagram Jenis Kelamin Responden Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa, jumlah responden laki-laki lebih besar dari jumlah responden perempuan dengan perbandingan 60% dengan 40%. Hal tersebut dapat terjadi karena laki-laki cenderung lebih senang melakukan perjalanan wisata ke wisata alam dibandingkan dengan perempuan. 6.1.4. Status Pernikahan Status pernikahan berhubungan dengan jumlah tanggungan seseorang. Jika seseorang sudah menikah maka kemungkinan besar mempunyai jumlah
59
tanggungan yang lebih banyak, misalnya anak dan istri, dibandingkan dengan orang yang belum menikah. Jumlah tanggungan yang lebih banyak pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya biaya perjalanan yang harus dikeluarkan, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kunjungan yang akan dilakukan. Pada penelitian ini, status pernikahan tidak mempengaruhi perjalanan wisata ke tahura Djuanda. Dikatakan demikian karena proporsi pengunjung yang sudah menikah dan yang belum menikah mempunyai perbedaan yang sangat sedikit (Gambar 9).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 9. Diagram Status Pernikahan Responden Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa 51% dari jumlah responden mempunyai status belum menikah sedangkan sisanya sebesar 49% berstatus sudah menikah. Hal tersebut berarti bahwa status pernikahan tidak mempengaruhi seseorang dalam melakukan perjalanan wisata ke Tahura Djuanda. 6.1.5. Tingkat Pendidikan Pendidikan menunjukkan pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pemahaman seseorang terhadap kebutuhan psikologis dan rasa ingin tahu tentang obyek wisata dibadingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikan yang lebih rendah. Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap jenis pekerjaan yang dimiliki, jenis pekerjaan mempengaruhi jumlah pendapatan, yang kemudian
60
jumlah pendapatan berpengaruh dalam penentuan konsumsi barang dan jasa seperti jasa untuk berwisata. Tingkat pendidikan seseorang juga akan meningkatkan kesadaran seseorang tentang suatu perjalanan wisata, serta kesadaran mereka dalam memberikan persepsi tentang nilai sumber daya alam suatu obyek wisata. Secara tidak langsung persepsi ini akan mendorong mereka untuk melakukan perjalanan wisata atau kunjungan ke Tahura Djuanda. Pengelompokan pengunjung sebagai responden dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kelompok yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Data responden menurut pengelompokan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 10. Diagram Kelompok Tingkat Pendidikan Responden Pada diagram di atas terlihat bahwa sebagian besar responden mempunyai pendidikan Perguruan Tinggi dan SMA sebesar 52% dan 43%, sedangkan sisanya sebesar 5% adalah responden dengan pendidikan SMP. Dari diagram tersebut juga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi kesadaran untuk melakukan kegiatan rekreasi atau pun kegiatan wisata. 6.1.6. Pekerjaan Pekerjaan para responden dalam penelitian ini dibagi menjadi tujuh kelompok
yaitu
pelajar/mahasiswa,
PNS,
TNI/Polri,
pegawai
swasta,
61
Pengusaha/wirausaha, ibu rumah tangga, dan pekerjaan lainnya. Data responden menurut kelompok-kelompok tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 11. Diagram Kelompok Pekerjaan Responden Berdasarkan diagram tersebut dari keseluruhan responden terdapat 36% pelajar/mahasiswa, 34% merupakan pegawai swasta, 10% merupakan PNS, 9% merupakan pengusaha/wirausaha, 3% merupakan ibu rumah tangga, 1% merupakan TNI/Polri dan sebanyak 7% mempunyai pekerjaan selain dari kelompok yang ditetapkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya kegiatan wisata dapat dilakukan oleh setiap orang dari berbagai kalangan. 6.1.7. Total Pendapatan Pendapatan dalam hal ini adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari suami dan istri ataupun salah satu dari mereka yang bekerja per bulannya. Sedangkan responden seperti pelajar/mahasiswa, pendapatan dalam hal ini adalah uang saku mereka. Total pendapatan dapat mempengaruhi permintaan rekreasi, karena kegiatan rekreasi yang juga merupakan komoditas ekonomi yang memerlukan uang untuk mendapatkannya. Dalam penelitian ini total pendapatan dibagi menjadi lima kelompok. Adapun sebaran total pendapatan responden Tahura Djuanda dapat dilihat dalam gambar dibawah ini (Gambar 12).
62
Sumber : Data primer diolah
Gambar 12. Diagram Kelompok Tingkat Pendapatan Responden Dari diagram di atas terdapat 40% responden mempunyai total pendapatan Rp 1.200.001,00-Rp 2.400.000,00, 33% responden memiliki total pendapatan kurang dari Rp 1.200.000,00, 22 % responden memiliki total pendapatan Rp 2.400.001,00-Rp 3.600.000,00, dan sebanyak 5% responden mempunyai total pendapatan lebih dari Rp 3.600.001,00. 6.1.8. Jenis Kendaraan Para pengunjung Tahura Djuanda memiliki berbagai macam cara dalam mendatangi lokasi. Para pengunjung biasanya menggunakan kendaraan seperti motor, mobil pribadi, mobil sewaan, bus, angkot, dan ada pengunjung yang berjalan kaki ataupun bersepeda untuk mencapai lokasi rekreasi. Hal tersebut dijelaskan dalam diagram berikut (Gambar 13).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 13. Diagram Jenis Kendaraan yang Dipakai Responden Terdapat 78% pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil. Sebanyak 12% pengunjung menggunakan kendaraan umum
63
seperti angkot, 6% menggunakan kendaraan sewaan dan 4% sisanya menggunakan cara lain dalam mencapai lokasi. 6.1.9. Banyaknya Rombongan Berdasarkan pengamatan di lapangan, para pengunjung mendatangi Tahura Djuanda dengan berkelompok. Berikut ini gambaran mengenai banyaknya rombongan pengunjung yang mendatangi lokasi (Gambar 14).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 14. Diagram Banyaknya Rombongan yang Dibawa Responden Sebanyak 79% dari responden memiliki jumlah rombongan sebanyak 1-5 orang. Kemudian sisanya sebanyak 12% dengan jumlah 6-10 orang, 6% dengan jumlah rombongan lebih dari 16 orang dan sebanyak 3% mempunyai jumlah rombongan 11-15 orang. 6.2.
Persepsi Pengunjung Dalam penelitian ini, persepsi pengunjung merupakan pandangan atau
pendapat dari para responden mengenai kualitas lingkungan Tahura Djuanda dan fasilitas yang disediakan oleh pengelola. Untuk meningkatkan kualitas, daya saing dengan objek wisata lain dan dalam rangka perbaikan ataupun penambahan fasilitas di Tahura Djuanda maka perlu ditelaah mengenai persepsi pengunjung terkait kualitas lingkungan dan fasilitas yang tersedia di Tahura Djuanda.
64
6.2.1. Informasi Mengenai Tempat Wisata Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pengunjung, sebagian besar dari mereka mengetahui lokasi Tahura dari teman/keluarga. Walaupun promosi dengan cara mulut ke mulut dirasa cukup efektif tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa promosi mengenai potensi wisata yang ada di Tahura masih belum dilakukan secara maksimal. Usaha untuk mempromosikan Tahura seharusnya dilakukan lebih gencar dan berkesinambungan. Promosi pariwisata melalui saluran internet, merupakan sarana yang tepat, murah dan workable terutama bagi wisatawan mancanegara. Adapun diagram yang menunjukkan asal informasi mengenai Tahura ditunjukkan oleh Gambar 15.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 15. Diagram Informasi Mengenai Tempat Wisata Dari diagram di atas terlihat bahwa 88% responden mendapatkan informasi tentang Tahura dari teman/keluarga sedangkan sisanya yang mendapatkan informasi dari brosur sebanyak 4%, dari TV sebanyak 2% dan dari sumber informasi lainnya sebanyak 5%. 6.2.2. Daya Tarik Wisata Tahura Djuanda mempunyai potensi wisata alam yang cukup banyak sehingga mempunyai daya tarik dalam menarik minat pengunjung untuk mendatanginya. Kondisi lingkungan berhutan di kanan-kiri sungai dengan udara yang segar dan panorama yang indah, adanya goa Belanda dan Jepang yang
65
merupakan peninggalan jaman penjajahan, fenomena alam berupa curug serta fasilitas seperti jogging track menjadi daya tarik tersendiri di Tahura Djuanda. Para pengunjung yang mendatangi Tahura mempunyai ketertarikan yang berbeda terhadap potensi wisata yang ada. Hal tersebut dapat kita cermati dari diagram dibawah ini (Gambar 16).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 16. Diagram Daya Tarik Wisata yang Terdapat di Tahura Sebanyak 66% dari responden tertarik akan pemandangan alam yang terdapat di Tahura, 14% tertarik akan goa peninggalan sejarahnya, 11% menyukai curug atau fenomena alam berupa air terjun, 8% menyukai sarana jogging track, hal tersebut terkait motivasi kunjungannya yaitu untuk olahraga dan 1% mempunyai alasan lain untuk mengunjungi tempat wisata ini. 6.2.3. Motivasi Kunjungan Setiap pengunjung yang mendatangi lokasi wisata alam mempunyai motivasi yang berbeda. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh fasilitas dan potensi wisata yang ada di tempat tersebut. Di Tahura Djuanda terdapat berbagai fasilitas seperti arena bermain anak-anak dan aula pertemuan, sehingga dapat dijadikan tempat piknik atau sarana kumpul keluarga. Pemandangan alam dan kualitas udara yang masih relatif bersih menjadikan tempat ini sebagai tempat refreshing dan objek fotografi. Bagi pengunjung yang gemar berolahraga, Tahura Djuanda juga menyediakan jogging track dengan panjang 4000 m dari Dago
66
hingga Maribaya. Selain itu juga terdapat goa peninggalan jaman penjajahan, peninggalan berupa prasasti Thailand, berbagai fenomena alam, musium dan fasilitas lainnya sehingga dapat menjadi pusat pendidikan dan pelatihan. Beragam motivasi pengunjung terhadap Tahura Djuanda dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 17).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 17. Diagram Motivasi Kunjungan Sebanyak 41% dari responden mendatangi Tahura Djuanda untuk piknik/kumpul keluarga, 28% untuk olahraga, 16% untuk refreshing, 10% untuk fotografi dan sebanyak 5% untuk pendidikan dan pelatihan. Dengan beragamnya motivasi dari pengunjung, fasilitas yang ada perlu ditambah sesuai dengan permintaan wisata yang terjadi di Tahura Djuanda dengan tidak mengurangi kualitas alam di tempat tersebut. 6.2.4. Persepsi Pengunjung Mengenai Fasilitas Tambahan Berdasarkan pengamatan di lapangan, fasilitas di Tahura Djuanda sudah memadai. Dalam pelaksanaannya untuk meningkatkan kepuasan pengunjung, perlu diadakan perbaikan ataupun penambahan fasilitas yang sudah tersedia. Fasilitas yang kiranya perlu ditambah dapat ditanyakan langsung kepada para responden karena mereka sebagai pengunjung dapat menilai mana saja fasilitas yang kiranya butuh untuk ditambah kuantitasnya oleh pengelola. Persepsi
67
mengenai fasilitas yang perlu ditambah menurut responden dapat dilihat dari Gambar 18.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 18. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Fasilitas yang Perlu Ditambah Menurut responden sebanyak 29%, perlu adanya penambahan mengenai papan informasi. Berdasarkan wawancara, sebagian besar mengharapkan diadakannya jasa guide yang berasal dari pihak pengelola sehingga sejarah-sejarah yang terdapat di tempat ini dapat diinformasikan secara akurat. Kemudian sebanyak 28% berpendapat fasilitas yang masih kurang di Tahura adalah arena bermain anak. Hal tersebut dapat dikarenakan sebagian besar pengunjung menggunakan Tahura sebagai tempat piknik/kumpul keluarga sehingga mereka kebanyakan membawa anak-anak. Responden sebanyak 23% menganggap perlu adanya penambahan tempat duduk di beberapa tempat di sepanjang track wisata. Fasilitas lain yang kiranya perlu ditambah menurut pengunjung sebanyak 8% adalah fasilitas outbond, sebanyak 7% menginginkan dibangunnya kantin/restoran yang cukup besar, 3% menginginkan adanya penambahan area parkir, dan sisanya sebanyak 2% menginginkan dibangunnya kolam renang sebagai tambahan fasilitas olahraga.
68
6.2.5. Persepsi Pengunjung Mengenai Keamanan Sebagai tempat wisata yang banyak dikunjungi orang, aspek keamanan perlu diperhatikan. Keamanan dalam penelitian ini adalah aman baik dari segi kecelakaan fisik yang dapat disebabkan olah area Tahura yang berupa hutan sehingga terdapat banyak bebatuan, adanya jurang ataupun serangan binatang, dan keamanan dari segi materi seperti pencurian barang berharga. Persepsi terkait keadaan keamanan Tahura dapat dilihat pada Gambar 19.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 19. Diagram Persepsi Mengenai Keamanan Tahura Diagram di atas memperlihatkan bahwa 85% dari responden mengatakan Tahura Djuanda aman dan 10% mengatakan sangat aman. Hal tersebut dikarenakan jalanan untuk mengelilingi Tahura sudah dibuat paving, selain itu pihak pengelola juga telah memasang pagar pada tempat yang dekat dengan jurang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan pengunjung. Dalam hal keamanan barang berharga seperti kendaraan bermotor, Tahura Djuanda sebagai tempat wisata alam yang harus melibatkan masyarakat sekitar, mempunyai pekerja dari warga sekitar yang bekerja sebagai tukang parkir sehingga aman dari pencurian kendaraan. Sisanya sebanyak 5% mengatakan kurang aman karena menganggap masih kurangnya jasa keamanan seperti satpam atau polisi hutan yang berkeliling Tahura yang memastikan kegiatan wisata berjalan dengan lancar.
69
6.2.6. Persepsi Pengunjung Mengenai Pelayanan Petugas Penerimaan pengunjung dengan baik oleh petugas merupakan faktor yang penting dalam manajemen wisata. Keramahan petugas dalam melayani pengunjung sangat dibutuhkan. Berikut ini persepsi pengunjung mengenai pelayanan yang dilakukan petugas di Tahura Djuanda (Gambar 20).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 20. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Pelayanan yang Dilakukan Petugas Dari pengunjung yang dijadikan responden, sebanyak 87% menilai baik pelayanan yang dilakukan oleh petugas Tahura dan 6% mengatakan sangat baik. Sedangkan 7% sisanya menilai pelayanan yang dilakukan oleh petugas masih kurang baik. 6.2.7. Persepsi Pengunjung Mengenai Aksesibilitas Aksesibilitas dalam manajemen wisata sangat penting. Keadaan jalan menuju lokasi rekreasi mempengaruhi seseorang untuk berkunjung. Semakin buruk dan sulit akses untuk menempuh Tahura Djuanda semakin enggan seseorang untuk melakukan perjalanan ke lokasi tersebut, demikian sebaliknya. Akses menuju Tahura Djuanda saat ini sudah cukup baik dan mudah. Jalan menuju Tahura sudah diaspal dan bagi yang datang dengan kendaraan umum juga tersedia angkot sampai Kordon dan dilanjutkan dengan ojek ataupun berjalan sejauh 500 m. Persepsi pengunjung mengenai aksesibilitas menuju Tahura Djuanda dapat dilihat pada Gambar 21.
70
Sumber : Data primer diolah
Gambar 21. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Aksesibilitas Tahura Dari hasil kuesioner dan wawancara, 83% responden menganggap akses terhadap Tahura Djuanda mudah dan sebanyak 10% menganggap sangat mudah. Sisanya sebanyak 7% menganggap sulit untuk mencapai Tahura, hal ini dikatakan oleh responden yang memakai kendaraan umum sehingga harus beberapa kali berganti angkutan dan berjalan kaki untuk dapat berkunjung ke Tahura sehingga mengharapkan adanya angkutan yang langsung menuju lokasi Tahura. 6.2.8. Persepsi Pengunjung Mengenai Kebersihan Tahura Djuanda merupakan tempat tujuan rekreasi yang cukup banyak didatangi pengunjung. Selain mempunyai dampak positif, juga terdapat dampak negatif dari adanya kegiatan wisata yang dilakukan pengunjung di tempat ini. Salah satu masalah yang ada adalah keberadaan sampah. Sampah tersebut diakibatkan
adanya
kegiatan
yang
dilakukan
pengunjung
yang
tidak
membuangnya pada tempat yang telah disediakan. Persepsi pengunjung mengenai kebersihan Tahura ditunjukkan dalam gambar 22.
Sumber : Data primer diolah
Gambar 22. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Kebersihan Tahura
71
Sebanyak 70% responden menilai Tahura Djuanda mengalami sedikit masalah kebersihan dan 4% responden menyatakan bermasalah terkait adanya sampah. Kebanyakan dari sampah tersebut merupakan sampah bekas konsumsi makanan
pengunjung
baik
berupa
sisa
makanan
maupun
bungkus
makanan/minuman. Hal ini sebenarnya dapat dicegah dengan menanamkan peduli lingkungan pada setiap pengunjung atau dengan memberikan setiap pengunjung trash bag sehingga sampah yang mereka keluarkan tidak dibuang di sembarang tempat. Sisa responden sebanyak 26% menyatakan tidak adanya masalah kebersihan di area Tahura. 6.2.9. Persepsi Pengunjung Mengenai Pencemaran Udara Tahura Djuanda merupakan salah satu paru-paru yang terdapat di Kota Bandung. Banyaknya flora yang ada membuat udara di kawasan ini masih segar. Kegiatan wisata yang ada saat ini sedikit banyak akan mempengaruhi udara sekitar kawasan. Persepsi pengunjung mengenai udara yang terdapat di kawasan Tahura Djuanda digambarkan pada diagram di bawah ini (Gambar 23).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 23. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Pencemaran Udara di Tahura Sebanyak 85% mengatakan bahwa tidak terdapat masalah di Tahura Djuanda terkait dengan adanya pencemaran udara. Sedangkan sisanya sebanyak 15% mengatakan terjadi pencemaran udara dalam taraf sedang di kawasan ini.
72
Berdasarkan analisis yang dilakukan, 15% responden tersebut merupakan orang yang mempunyai pengetahuan lebih tentang hutan kota. Hal tersebut menyebabkan mereka menganggap kualitas udara di sekitar kawasan mengalami penurunan. Masuknya kendaraan bermotor ke dalam kawasan Tahura merupakan salah satu penyebab yang memungkinkan terjadinya penurunan tersebut. 6.2.10. Persepsi Pengunjung Mengenai Karcis Masuk Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2008, harga tiket masuk Tahura Djuanda adalah Rp 7.500,00 ditambah asuransi sebesar Rp 500,00. Harga tersebut merupakan harga baru karena sebelumnya tiket masuk adalah Rp 2.750,00 ditambah asuransi sebesar Rp 250,00. Kenaikan ini dirasa mahal bagi sebagian besar pengunjung. Persepsi mengenai harga baru ini digambarkan oleh diagram dibawah ini (Gambar 24).
Sumber : Data primer diolah
Gambar 24. Diagram Persepsi Pengunjung Mengenai Tiket Masuk Sebanyak 84% responden menilai mahal dari harga baru tiket masuk tersebut. Hal ini dikarenakan harga tiket naik sangat signifikan, yaitu sebesar 166.67% dari tiket masuk awal. Sebesar 14% responden menganggap kenaikan tersebut cukup dan 2% responden menilai harga tersebut murah dengan harapan fasilitas serta kualitas pelayanan dari pengelola semakin meningkat.
73
6.2.11 Kesediaan Membayar Dalam penelitian ini ditanyakan mengenai kesediaan maksimum pengunjung untuk membayar tiket masuk ke lokasi Tahura Djuanda. Kesediaan membayar dalam penelitian ini didefinisikan sebagai keinginan maksimum pengunjung dalam membayar tiket masuk Tahura. Kesediaan membayar erat kaitannya dengan tingkat pendapatan, seseorang yang mempunyai pendapatan tinggi mungkin memiliki kecenderungan kesediaan membayar yang lebih tinggi dibandingkan orang yang berpendapatan lebih rendah. Tabel 7 menjelaskan mengenai kesediaan maksimum pengunjung Tahura Djuanda dalam membayar tiket masuk. Tabel 7. Kesediaan Membayar Tiket Masuk Tahura Djuanda Kategori Besaran Rata-rata Rp 8.155,00 Minimum Rp 5.000,00 Maximum Rp 12.500,00 Median Rp 7.000,00 Sumber : Data primer diolah (2009) Dari tabel terlihat bahwa rata-rata pengunjung mau membayar tiket masuk sampai pada harga Rp 8.155,00. Hal tersebut berarti walaupun pengunjung menganggap mahal, tetapi mereka dapat menerima dengan baik kenaikan tiket masuk yang terjadi. Terdapat pengunjung yang mempunyai maksimum kesediaan membayar tiket masuk seharga Rp 5,000,00 dan terdapat pengunjung yang masih mampu dan mau membayar tiket masuk sampai harga Rp 12.500,00.
74
VII. FUNGSI PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA Pendekatan biaya perjalanan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menaksir atau mengestimasi nilai ekonomi jasa rekreasi. Dasar pemilihan metode ini adalah pada kelebihannya memperoleh data yang nyata dari biaya kunjungan yang dilakukan oleh seseorang untuk menikmati jasa rekreasi. Dengan demikian, nilai biaya perjalanan sebanding dengan apa yang diperoleh pada keadaan pasar sesungguhnya. Berdasarkan catatan dari pengelola, jumlah pengunjung Tahura Djuanda mengalami kenaikan dari tahun 2006-2008 (Tabel 6). Hal tersebut secara ekonomi menunjukkan adanya permintaan pengunjung yang datang setiap tahunnya dan penawaran yaitu dari pihak pengelola Tahura Djuanda. Lieber (1983) menyatakan permintaan rekreasi di alam terbuka diartikan sebagai jumlah pengunjung, yang secara ekonomi dapat diartikan sebagai daftar volume (frekuensi kunjungan, harihari penggunaan) dalam hubungannya dengan harga (biaya rekreasi). Dalam penelitian ini, permintaan terhadap rekreasi merupakan frekuensi kunjungan rekreasi yang dilakukan oleh pengunjung ke Tahura Djuanda pada periode tertentu, dalam hal ini diambil basis kunjungan selama satu tahun terakhir. Besarnya permintaan rekreasi di Tahura Djuanda tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan sepuluh variabel yang diduga mempengaruhi frekuensi kunjungan yang dilakukan ke Tahura Djuanda.
7.1.
Statistik Variabel dalam Fungsi Permintaan Rekreasi Frekuensi kunjungan yang dilakukan oleh responden rata-rata selama satu
tahun terakhir adalah tiga kali, dengan minimum frekuensi kunjungan sebanyak satu kali dan maksimum sebanyak delapan kali dalam satu tahun. Dari hasil pengamatan, orang yang mempunyai frekuensi kunjungan lebih banyak adalah pengunjung dengan motivasi kunjungan untuk berolahraga. Biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh responden untuk melakukan satu kali kunjungan ke Tahura Djuanda rata-rata sebesar Rp 33.784,00 per orang. Dari biaya perjalanan tersebut yang paling besar adalah biaya konsumsi. Minimum biaya perjalanan sebesar Rp 10.000,00 per orang dan maksimum biaya perjalanan sebesar Rp 145.000,00 per orang. Berdasarkan analisis biaya tertinggi tersebut dikeluarkan oleh responden yang berasal dari luar kota. Total pendapatan rata-rata responden adalah dari golongan dua yaitu pada tingkat pendapatan Rp 1.200.001,00-Rp 2.400.000,00 per bulan sedangkan tingkat pendidikan rata-rata responden adalah 14,00 tahun atau dapat dikatakan rata-rata responden sudah atau sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Berdasarkan analisis, dapat dikatakan bahwa Tahura Djuanda merupakan tempat rekreasi yang didatangi pengunjung dari kelas menengah ke bawah. Hal tersebut dapat disebabkan Tahura Djuanda merupakan tempat wisata yang cukup murah sehingga dapat dinikmati oleh kalangan tersebut. Umur rata-rata responden adalah 30,07 tahun yang umumnya merupakan pengunjung yang sudah berkeluarga. Responden yang mengunjungi Tahura Djuanda rata-rata mempunyai jarak tempuh sebesar 31,13 km dengan rata-rata waktu tempuh 1,76 jam. Waktu tempuh yang cukup lama dapat disebabkan karena
76
sebagian besar responden mendatangi Tahura Djuanda di hari libur sehingga mengalami kemacetan di beberapa titik macet Kota Bandung. Jumlah tanggungan rata-rata dari responden adalah satu orang. Jenis kelamin responden telah dibahas pada bab sebelumnya (Gambar 7) yaitu rata-rata berjenis kelamin laki-laki. Waktu yang dihabiskan responden di Tahura Djuanda rata-rata 3,25 jam dan rata-rata responden telah mengetahui lokasi Tahura Djuanda selama 9,50 tahun. Hasil perhitungan mengenai deskripsi statistik yang telah dijabarkan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan Variabel Frekuensi kunjungan (Y) Biaya Perjalanan (X1) Total Pendapatan (X2) Tingkat Pendidikan (X3) Umur (X4) Jarak Tempuh (X5) Waktu Tempuh (X6) Jumlah tanggungan (X7) Jenis Kelamin (X8) Waktu di Lokasi (X9) Lama Tahu Lokasi (X10)
N 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Minimum 1 10000 1 9 15 1 0.16666667 0 1 1
Maksimum 8 145000 4 20 59 100 6 5 14 35
Mean 3.39 33784.00 1.99 14.00 30.07 31.13 1.760333333 1.29 3.25 9.50
Sumber : Data primer diolah (2009) 7.2.
Fungsi Permintaan Rekreasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Dalam menentukan fungsi permintaan untuk kunjungan ke Tahura
Djuanda, pendekatan biaya perjalanan menggunakan teknik ekonometrik yaitu regresi linier berganda (Fauzi, 2004). Dengan menggunakan variabel yang telah disebutkan sebelumnya, berikut ini merupakan model persamaan fungsi permintaan rekreasi Tahura Djuanda :
77
Y = 4.42 - 0.000068 X1 + 0.369 X2 + 0.0120 X3 + 0.0399 X4 + 0.0162 X5 - 0.241 X6 - 0.347 X7 - 0.322 X8 - 0.120 X9 + 0.0123 X10 Dari hasil regresi, didapatkan nilai R2 sebesar 70,3% dan R2 (adj) sebesar 66,9% (Tabel 9). Hal tersebut dapat diartikan bahwa keragaman permintaan jumlah kunjungan ke Tahura Djuanda dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model sebesar 70,3% dan sisanya sebesar 29,7% dijelaskan oleh variabel-variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model. Selain itu, dari hasil analisis regresi dinyatakan bahwa tidak terdapat pelanggaran asumsi OLS (Ordinary Least Square) seperti adanya multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Tabel 9. Fungsi Permintaan Rekreasi Tahura Djuanda dengan Travel Cost Method Variabel Constant Biaya Perjalanan (X1) Total Pendapatan (X2) Tingkat Pendidikan (X3) Umur (X4) Jarak Tempuh (X5) Waktu Tempuh (X6) Jumlah tanggungan (X7) Jenis Kelamin (X8) Waktu di Lokasi (X9) Lama Tahu Lokasi (X10)
Koefisien 4,4243 -0,00006823 0,3629 0,01199 0,03991 0,016157 -0,2407 -0,3467 -0,3222 -0,11970 0,01232
SE Koefisien 0,8648 0.00000584 0,1263 0,05062 0,02003 0,008400 0,1274 0,1289 0,2486 0,05818 0,1472
R2 R2 (adj)
T 5,12 -11,68 2,92 0,24 1,99 1,92 -1,89 -2,69 -1,30 -2,06 0,84
P 0,000 0,000* 0,004* 0,813 0,049** 0,058*** 0,062*** 0,009* 0,198**** 0,043** 0,405
VIF 1,3 2,4 1,1 4,3 1,9 1,6 2,6 1,1 1,2 1,4
70,3% 66,9%
Sumber : Data Primer diolah (2009) Keterangan : * nyata pada taraf nyata = 1% ** nyata pada taraf nyata = 5% *** nyata pada taraf nyata = 10% **** nyata pada taraf nyata = 20% Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang nilainya kurang dari 10 untuk semua variabel. Selanjutnya, tidak adanya heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil Uji
78
Glejser (Lampiran 5) yaitu dengan melakukan regresi nilai absolut residual dengan variabel-variabel bebas. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai P sebesar 0,701. Nilai tersebut lebih besar dari sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Selain itu, tidak terdapatnya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson dari model yang berada dalam selang 1,765
Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dilakukan uji parsial (uji
statistik t) dan uji simultan (uji statistik F). Dari kedua uji tersebut, diperoleh beberapa hasil mengenai pengaruh dari variabel bebas (biaya perjalanan, total pendapatan, tingkat pendidikan, umur, jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah tanggungan, jenis kelamin, waktu di lokasi dan lama mengetahui lokasi) terhadap variabel terikatnya (frekuensi kunjungan individu). 7.3.1. Uji Parsial (Uji Statistik t) Pengaruh parsial setiap variabel bebas dapat dilihat dari signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing varibel bebas yang bersesuaian. Sebuah variabel akan berpengaruh secara nyata pada uji parsial jika nilai t hitungnya lebih besar dari nilai t tabel. Dalam hal ini untuk memudahkan kesimpulan maka kita dapat melihatnya dari nilai P, yaitu harus lebih kecil dari . Dari Tabel 6, dapat kita lihat bahwa dengan mengadakan uji t maka terdapat delapan variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan dengan level of significant atau yang berbeda.
79
Variabel biaya perjalanan, total pendapatan dan jumlah tanggungan signifikan pada = 1%. Hal ini berarti ketiga variabel tersebut 99% secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi kunjungan. Variabel umur dan waktu yang dihabiskan di lokasi juga berpengaruh signifikan. Kedua variabel tersebut signifikan pada taraf uji 5%. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa 95% secara parsial variabel umur dan waktu yang dihabiskan di lokasi berpengaruh signifikan terhadap frekuensi kunjungan. Variabel jarak tempuh dan waktu tempuh ke lokasi berpengaruh secara signifikan pada = 10% sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut 90% secara parsial mempunyai pengaruh yang nyata kepada variabel frekuensi kunjungan. Selanjutnya, dalam model ini jenis kelamin ternyata berpengaruh secara signifikan pada taraf uji 20%. Jadi 80% secara parsial variabel jenis kelamin dapat berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan. Dari analisis hasil uji t yang dilakukan, terdapat dua variabel bebas yang ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Kedua variabel tersebut adalah tingkat pendidikan dan lama pengunjung mengetahui Tahura Djuanda. Hal tersebut dikarenakan nilai P dari keduanya lebih besar dari , sehingga tidak memenuhi syarat signifikan. 7.3.2. Uji Simultan (Uji Statistik F) Untuk pengujian secara keseluruhan dari model regresi, dalam arti bahwa dari semua koefisien yang terlibat secara bersama-sama memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, dilakukan uji statistik F. Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh tabel analisis variansi pada Lampiran 2, menunjukkan bahwa semua variabel bebas dalam model regresi ini memiliki
80
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai f hitung yang lebih besar dari f tabelnya atau nilai P yang lebih kecil dari . Nilai P dalam uji statistik F menunjukkan angka 0,000 yang berarti bahwa semua variabel bebas dalam model regresi ini secara simultan atau bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Hipotesis satu menyatakan biaya perjalanan ke lokasi wisata, jarak tempuh, waktu tempuh, umur dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata secara negatif terhadap kunjungan ke Tahura Djuanda. Dari dua uji di atas semuanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, jarak tempuh, umur mempunyai koefisien yang positif. Hipotesis kedua menyatakan total pendapatan, tingkat pendidikan, waktu yang dihabiskan di Tahura Djuanda, dan lama mengetahui lokasi berpengaruh nyata secara positif terhadap kunjungan ke Tahura Ir. H. Djuanda, tetapi dari hasil regresi waktu di lokasi mempunyai koefisien yang negatif. Hipotesis ke tiga terbukti bahwa jenis kelamin dapat berpengaruh secara nyata terhadap frekuensi kunjungan. 7.4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Permintaan Dalam pendekatan biaya perjalanan individual (ITCM), dapat dilakukan
identifikasi suatu tempat rekreasi seperti Tahura Djuanda dengan mengumpulkan data biaya perjalanan ke lokasi wisata dan karakter sosial ekonomi. Cara pengumpulan dengan melakukan survei kepada individu yang melakukan perjalanan rekreasi. Dalam penelitian ini, dibatasi hanya 10 faktor yang diduga mempengaruhi permintaan rekreasi pengunjung terhadap Tahura Djuanda. Dari hasil regresi linier berganda, dapat dilakukan penafsiran mengenai koefisien setiap variabel. Jika tanda koefisian bernilai negatif, maka pengaruh dari
81
variabel tersebut terhadap frekuensi kunjungan mempunyai arah yang berkebalikan. Artinya peningkatan variabel akan menurunkan frekuensi kunjungan responden. Begitu pula sebaliknya pada variabel yang mempunyai tanda positif. Peningkatan variabel juga akan mengakibatkan peningkatan frekuensi kunjungan. 7.4.1. Variabel yang Berpengaruh Rekreasi Tahura Djuanda
Signifikan Terhadap
Permintaan
Berdasarkan uji t yang dapat kita lihat dari nilai P pada Tabel 6, terdapat delapan variabel yang berpengaruh nyata dalam model. Adapun variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Biaya Perjalanan Biaya perjalanan dapat diartikan sebagai biaya yang seluruhnya dikeluarkan oleh setiap pengunjung dalam satu kali melakukan kegiatan rekreasi. Biaya perjalanan meliputi biaya transportasi, dokumentasi, konsumsi selama rekreasi, parkir, pembelian souvenir dan biaya lainya tanpa biaya tiket masuk lokasi rekreasi. Variabel biaya perjalanan signifikan pada taraf uji 1%. Hal tersebut dapat disebabkan karena variabel biaya tersebut tidak dapat dipisahkan dengan frekuensi kunjungan seseorang. Nilai koefisien regresi peubah biaya perjalanan dalam model bertanda negatif, hal ini sesuai dengan teori ekonomi, dimana jika harga semakin meningkat maka konsumen akan mengurangi jumlah barang yang dikonsumsinya. Artinya semakin besar biaya perjalanan maka akan mengurangi peluang rata-rata kunjungan individu ke lokasi rekreasi.
82
2.
Total Pendapatan Variabel ini signifikan pada taraf uji 1%, hal tersebut dapat dikarenakan pendapatan merupakan hal yang penting yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi seperti halnya kegiatan rekreasi maka memerlukan uang atau dana yang berasal dari pendapatan. Koefisien variabel ini memiliki tanda positif, hal itu sesuai dengan teori ekonomi yang mengatakan dimana semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula konsumsinya. Jadi, apabila seseorang tingkat pendapatannya tinggi maka mereka cenderung akan meningkatkan rata-rata frekuensi kunjungannya ke tempat rekreasi. Besarnya koefisien variabel akan mengakibatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungan mengalami kenaikan yang besar akibat naiknya pendapatan. Jadi, responden yang memiliki pendapatan lebih tinggi memungkinkan mereka mempunyai kesempatan rekreasi yang lebih tinggi dibandingkan responden yang berpendapatan rendah.
3.
Umur Variabel umur dalam model berpengaruh secara signifikan pada taraf uji sebesar 5% dengan memiliki tanda positif. Oleh karena itu dalam kasus ini umur mempunyai pengaruh yang searah dengan frekuensi kunjungan. Artinya semakin dewasa umur seseorang maka akan meningkatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungan. Hal ini dapat disebabkan karena orang yang lebih dewasa dengan beragam aktifitas membutuhkan waktu untuk berekreasi mengingat tujuan dari rekreasi adalah kembali ke kreatif.
83
4.
Jarak Tempuh Jarak tempuh merupakan jarak tempat tinggal pengunjung ke tempat rekreasi dihitung dalam satuan km. Variabel ini dalam model berpengaruh signifikan pada taraf uji 10% dan mempunyai tanda yang positif. Berdasarkan hipotesis, seharusnya jarak tempuh berpengaruh secara negatif karena semakin jauh jarak yang harus dilalui oleh seseorang ke tempat rekreasi maka akan semakin besar juga biaya perjalanan yang harus dikeluarkan. Jadi seseorang yang mempunyai jarak lebih dekat dengan Tahura seharusnya cenderung akan meningkatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungannya ke tempat tersebut. Tetapi dalam kasus ini semakin jauh jarak tempat tinggal individu dengan Tahura malah akan meningkatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungan individu. Berdasarkan analisis hal tersebut dapat dikarenakan individu yang mempunyai jarak tempat tinggal yang lebih jauh mempunyai rasa keingintahuan yang lebih tinggi terhadap lokasi rekreasi dibandingkan dengan individu yang bertempat tinggal di sekitar lokasi dan juga dapat dikarenakan penduduk sekitar merupakan pelaku usaha di Tahura contohnya pedagang, tukang ojeg, tukang senter dan lainnya.
5.
Waktu Tempuh Waktu tempuh merupakan berapa lama waktu yang harus ditempuh seseorang dari tempat tinggal mereka ke tempat rekreasi yang biasanya tergantung dari bagus tidaknya kondisi jalan yang mereka lalui, kendaraan yang mereka pakai, trayek jalan yang dipakai dan situasi jalan yang dilalui, apakah sering terkena macet atau tidak. Variabel waktu tempuh dalam model berpengaruh secara signifikan pada taraf uji 10% dan mempunyai hubungan yang negatif
84
dengan rata-rata frekuensi kunjungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa waktu tempuh yang lebih lama maka akan menurunkan rata-rata frekuensi kunjungan individu ke tempat rekreasi. Dalam hipotesis seharusnya waktu tempuh berhubungan erat dengan jarak tempat tinggal pengunjung ke lokasi rekreasi, tetapi dalam kasus ini tidak berhubungan erat. Menurut hasil pengamatan, hal tersebut terjadi karena individu yang mempunyai jarak lebih dekat melakukan perjalanan dengan berjalan kaki sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan individu yang mempunyai jarak lebih jauh tetapi menggunakan kendaraan dalam melakukan perjalanan. Hal lain yang bisa menyebabkan hal tersebut terjadi adalah trayek jalan yang dipakai memutar sehingga membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama. 6.
Jumlah Tanggungan Variabel jumlah tanggungan pada taraf uji 1% mempengaruhi peluang ratarata frekuensi kunjungan secara signifikan. Koefisien variabel ini bernilai negatif yang artinya semakin banyak jumlah tanggungan individu maka akan menurunkan rata-rata frekuensi kunjungan individu tersebut. Hal tersebut disebabkan karena jumlah tanggungan keluarga berhubungan erat dengan biaya perjalanan yang harus dikeluarkan, artinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga pengunjung maka akan meningkatkan biaya perjalanan yang harus dikeluarkan. Sebaliknya bila jumlah tanggungan sedikit maka biaya yang harus dikeluarkan pun akan berkurang sehingga akan meningkatkan frekuensi kunjungan seseorang ke tempat rekreasi.
85
7.
Jenis Kelamin Variabel jenis kelamin berpengaruh secara signifikan pada taraf uji 20% dan mempunyai koefisien yang bertanda negatif. Jenis kelamin dalam model merupakan variabel dummy dimana angka 1 menunjukkan responden berjenis kelamin laki-laki sedangkan angka 2 menunjukkan responden berjenis kelamin perempuan. Koefisien yang bernilai negatif menunjukkan bahwa individu berjenis kelamin laki-laki akan cenderung untuk meningkatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungan.
8.
Waktu di Lokasi Waktu yang dihabiskan di lokasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peluang rata-rata frekuensi kunjungan individu pada taraf uji 5%. Variabel tersebut bernilai negatif yang berarti semakin sedikit waktu yang dihabiskan individu di lokasi rekreasi maka semakin meningkatkan peluang rata-rata individu tersebut untuk berkunjung ke Tahura. Hal tersebut dapat disebabkan karena fasilitas rekreasi yang dirasa kurang lengkap sehingga pengunjung hanya menghabiskan waktu tidak terlalu lama di lokasi.
7.4.2. Variabel yang Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Permintaan Rekreasi Tahura Djuanda Terdapat dua variabel bebas dalam model yang secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya. Kedua variabel tersebut adalah tingkat pendidikan dan lama individu mengetahui keberadaan Tahura Djuanda. Tingkat pendidikan memiliki koefisien yang positif yang berarti semakin tinggi pendidikan individu maka akan meningkatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungan. Dalam kasus ini variabel tersebut tidak mempengaruhi
86
individu. Hal tersebut dapat terjadi karena rekreasi merupakan kebutuhan setiap orang tanpa harus memperhatikan tingkat pendidikan yang telah ditempuh. Variabel lama individu mengetahui keberadaan Tahura Djuanda juga mempunyai koefisien yang positif. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin lama individu mengetahui keberadaan Tahura maka akan semakin meningkatkan peluang rata-rata frekuensi kunjungan. Namun berdasarkan analisis hasil regresi variabel ini tidak berpengaruh nyata. Hal tersebut dapat disebabkan Tahura sering dikunjungi oleh individu baik yang telah mengenal lama maupun orang yang baru mengetahui keberadaan Tahura. 7.5.
Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Tahura Djuanda Pendekatan biaya perjalanan merupakan dasar untuk menduga besarnya
surplus konsumen. Surplus konsumen merupakan proxy dari nilai keinginan membayar (WTP) terhadap lokasi rekreasi yang dikunjungi. Menurut Fauzi (2004), surplus konsumen bisa didapatkan dengan cara jumlah kunjungan kuadrat dibagi dengan dua kali koefisien biaya perjalanan. Mengacu pada konsep WTP yang dibangun, maka nilai WTP pengunjung adalah sebesar nilai surplus konsumen. Dengan menggunakan rumus yang telah disebutkan, dan berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda didapatkan surplus konsumen atau nilai WTP pengunjung dengan pendekatan biaya perjalanan sebesar Rp 24.926,00 per individu per kunjungan. Adapun perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai ekonomi merupakan agregat atau penjumlahan WTP. Dengan demikian, nilai ekonomi dari Tahura Djuanda berdasarkan metode biaya perjalanan individual didapatkan dengan mengalikan WTP dengan jumlah
87
kunjungan selama periode Mei 2008-April 2009 sebesar 128.120 (Lampiran 6) sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi Tahura Djuanda sebesar Rp 3.193.579.412,00. 7.6.
Penerimaan Tahura Djuanda Nilai ekonomi yang didapatkan sebelumnya merupakan harga dari
sumberdaya alam di Tahura Djuanda yang dianalisis berdasarkan pendekatan fungsi permintaan. Dalam analisis ekonomi Tahura Djuanda juga melihat nilai penerimaan yang diperoleh terkait dengan berlangsungnya kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Analisis penerimaan yang dilakukan berdasarkan nilai penerimaan aktual dan potensial yang mungkin didapatkan. Nilai aktual dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat keinginan membayar riil wisatawan yang berkunjung ke Tahura Djuanda. Dalam penelitian ini, perhitungan penerimaan secara aktual diperoleh dengan menggunakan harga tiket masuk. Dengan menggunakan periode yang sama dengan perhitungan nilai ekonomi lokasi yaitu Mei 2008-April 2009 (pada tahun 2008 harga tiket Rp 3.000,00 dan tahun 2009 Rp 8.000,00) maka nilai aktual Tahura Djuanda adalah sebesar Rp 561.405.000,00. Penelitian yang dilakukan juga menduga penerimaan secara aktual yang diperoleh dengan menggunakan harga tiket masuk baru yaitu sebesar Rp 8.000,00 pada tahun 2009 yang merupakan tahun awal penetapan tiket masuk tersebut. Besaran biaya masuk kemudian dikalikan dengan perkiraan jumlah pengunjung selama satu tahun. Jumlah tersebut diperoleh dengan mengalikan jumlah hari kunjungan efektif dengan jumlah pengunjung pada hari kunjungan efektif ditambah dengan jumlah pengunjung pada hari biasa (bukan hari efektif).
88
Perhitungan hari kunjungan efektif dan biasa serta jumlah pengunjung pada masing-masing hari disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Perkiraan Jumlah Hari Kunjungan Efektif dan Biasa serta jumlah Pengunjung Tahura Djuanda dalam Satu Tahun (2009) Uraian Hari Efektif Hari Biasa Jumlah hari 103 262 Jumlah pengunjung rata-rata 500 100 Total Pengunjung 51.500 26.200 Sumber : Data primer diolah (2009) Hari kunjungan efektif di Tahura Djuanda adalah pada setiap akhir pekan yaitu sabtu dan minggu, sehingga jumlah kunjungan efektif dalam satu tahun adalah 103 hari. Jumlah pengunjung rata-rata pada hari efektif tersebut adalah 500 orang sehingga jumlah pengunjung selama satu tahun adalah 51.500 orang. Adapun jumlah pengunjung yang mendatangi Tahura Djuanda pada hari biasa selama satu tahun adalah sebanyak 26.200 orang. Dengan demikian jumlah pengunjung yang mendatangi Tahura Djuanda selama satu tahun atau pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 77.700 orang. Dengan harga tiket masuk per orang sebesar Rp 8.000,00 maka dihasilkan penerimaan atau nilai aktual sebesar Rp 621.600.000,00. Nilai potensial pada penelitian ini didefinisikan sebagai penerimaan optimal yang dapat diperoleh dari harga tiket masuk apabila kawasan tersebut didatangi oleh pengunjung dalam jumlah yang sama setiap harinya. Jika diasumsikan jumlah pengunjung setiap harinya adalah sebanyak 500 orang dengan harga tiket masuk sebesar Rp 8.000,00 per orang maka dapat diperoleh penerimaan optimal dari Tahura Djuanda adalah sebesar Rp 1.460.000.000,00 dalam satu tahun (365 hari).
89
Ringkasan perhitungan nilai ekonomi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Ringkasan Perhitungan Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Lokasi Kriteria Nilai Surplus Konsumen (per kunjungan) Rp 24.926,00 Nilai Ekonomi Manfaat Rekreasi (Mei 2008-April 2009) Rp 3.193.579.412,00 Nilai Penerimaan Aktual (Mei 2008-April 2009) Rp 561.405.000,00 Nilai Penerimaan Aktual (2009) Rp 621.600.000,00 Nilai Penerimaan Potensial (2009) Rp 1.460.000.000,00 Sumber : Data primer diolah (2009) Selain sebagai nilai yang seharusnya diperoleh lokasi wisata, nilai ekonomi dari manfaat rekreasi menunjukkan bahwa Tahura Djuanda memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Upaya pencapaian nilai ekonomi lokasi tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan menaikan tiket masuk yang disesuaikan dengan keinginan membayar maksimal pengunjung. Hal tersebut sudah dilakukan oleh pengelola dengan berdasarkan keputusan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2008. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menambah fasilitas dengan berdasarkan persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya.
90
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan Berdasarkan dari pembahasan dan interpretasi dari bab-bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1.
Karakteristik sosial ekonomi pengunjung Tahura Djuanda yang paling menonjol adalah pengunjung dengan usia kurang dari 24 tahun, berasal dari dalam wilayah Bandung, berstatus belum menikah, tingkat pendidikan Perguruan Tinggi, selain itu kebanyakan dari pengunjung merupakan pelajar atau mahasiswa, total pendapatan Rp 1.200.001,00-Rp 2.400.000,00, mencapai lokasi Tahura menggunakan kendaraan pribadi, membawa rombongan 1-5 orang, dan sebagian besar adalah laki-laki. Dari hasil wawancara, pengunjung mengetahui keberadaan lokasi dari teman atau keluarganya, sebagian besar pengunjung tertarik akan pemandangan alam yang tersaji di lokasi dan bermotivasi untuk piknik atau kumpul keluarga, mereka berpendapat bahwa perlu adanya tambahan fasilitas berupa papan informasi. Tahura Djuanda sebagai rekreasi alam dinyatakan aman, pelayanan oleh petugas dilakukan dengan baik, akses menuju lokasi mudah, terdapat sedikit masalah kebersihan, dan tidak terdapat masalah pencemaran udara. Sebagian besar mengunjung menganggap mahal kenaikan tiket masuk Tahura dan mempunyai rata-rata kesediaan membayar tiket sebesar Rp 8.155,00.
2.
Dari hasil penelitian, terdapat delapan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan rekreasi Tahura Djuanda. Kedelapan faktor sosial ekonomi tersebut adalah biaya perjalanan, total pendapatan,
umur, jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah tanggungan, jenis kelamin, dan waktu di lokasi. 3.
Berdasarkan hasil perhitungan maka diketahui surplus konsumen berdasarkan metode biaya perjalanan individual sebesar Rp 24.926,00 per individu per kunjungan dan selanjutnya didapat nilai ekonomi lokasi sebesar Rp 3.193.579.412,00.
8.2
Saran Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam perumusan
alokasi sumberdaya alam dan biaya pembangunan yang optimum serta sebagai masukan dalam peningkatan baik kualitas maupun fasilitas objek wisata oleh pengelola. Adapun beberapa masukan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah: 1.
Apabila pengelola berorientasi pada pencapaian penerimaan yang optimum, maka dalam menerapkan harga karcis perlu memperhatikan kesediaan membayar pengunjung, selain itu diperlukan sosialisasi mengenai tujuan terkain kenaikan tarif masuk yang telah dilakukan.
2.
Perlu adanya perawatan dan penambahan fasilitas untuk menambah jumlah pengunjung yang lebih banyak dengan memperhatikan karakteristik serta keinginan pengunjung mengenai fasilitas tambahan, selain itu juga promosi agar dilakukan lebih gencar khususnya untuk menarik minat wisatawan luar kota hingga mancanegara.
3.
Peningkatan jumlah kunjungan untuk pencapaian penerimaan yang optimum dengan cara penambahan fasilitas dilakukan dengan memperhatikan aspek konservasi dan fungsi sosial dari kawasan tersebut.
92
4.
Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan perhitungan mengenai manfaat tangible dan manfaat intangible lainnya untuk mendapatkan nilai total ekonomi sehingga dapat dihasilkan masukan bagi pengembangan Tahura Djuanda yang lebih luas lagi.
5.
Untuk penelitian yang sejenis dalam pemilihan variabel pendapatan individu diharapkan memakai proxy pengeluaran dibandingkan dengan pendapatan yang masuk. Hal tersebut diharapkan akan lebih menggambarkan biaya yang dikeluarkan individu dalam kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan dari individu terkait.
93
IX. DAFTAR PUSTAKA Andrianto, R. 2003. Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Taman Bunga Nusantara sebagai Tempat Rekreasi dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bahtiar, R. 2007. Peran Sumberdaya Alam dan Lingkungan dalam Kegiatan Ekonomi. http://www.google.co.id. [ 10 Januari 2009]. Clawson, M and J. L Knetsch. 1975. Economic of Outdoor Recreation. The John Hopkins Press. Baltimore. Darusman, D. 1991. Studi Permintaan Terhadap Manfaat Intangible dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Laporan Penelitian, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2008. Daftar Pariwisata Alam Indonesia. http://natrekk.multiply.com. [ 25 Mei 2009]. Ditjen PHKA. 2008. Taman Hutan Raya. http://www.ditjenphka.go.id. [10 Januari 2009]. Djajadiningrat, S. T. 1997. Pengantar Ekonomi Lingkungan. Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. _________________. 2001. Untuk Generasi Masa Depan, Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Penerbit Aksara Buana. Jakarta. Djijono. 2002. Valuasi Ekonomi Menggunakan metode Travel Cost Method Taman Hutan Wisata di Taman Wan Abdul Rahman, Propinsi Lampung. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Douglas, J. R. 1970. Forest Recreation. McGraw Hill Book Company. New York. Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hanley, N and C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and The Environment. Mc Graw-Hill, Inc. England. Hufschmidt, M. M et al. 1987. Lingkungan, Sistem Alami dan Pembangunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
94
Indriawati. 1997. Analisis Nilai Ekonomi Taman Buah Mekarsari dengan Pendekatan Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Iqbal, M. 2006. Analisis Nilai Ekonomi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh di Kota Sabang. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irwanto 2006. Prespektif Silvika Dalam Keanekaragaman Hayati dan Silvikultur. http://www.irwantoshut.com . [22 Juli 2009]. Jalil, H. A. 2006. Aplikasi Metode Biaya Perjalanan dalam Menduga Nilai Ekonomi Manfaat Rekreasi (Studi Kasus di TWA Grojogan Sewu, Surakarta, Jawa Tengah). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor. King,
M.D dan M. Mazotta. 2000. Travel Cost http://www.ecosystemvaluation.org. [10 Januari 2009].
Method.
Lieber, S. 1983. Recreation Planning and Management. E and F N Soon Ltd. London. Lipsey, G et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Wasana, Jaka dan Kirbandoko (Penerjemah). Penerbit Bina Aksara. Jakarta. Mehmet, P and Turker, M. F. 2006. Estimation of recreational Use Value of Forest Resources by Using Individual Travel Cost Method and Contingent Valuation Method. Journal of Applied Sciences, Vol. 6: 1-5. Menz, CF and D. P. Wilton. 1983. Alternative Ways to Measure Recreation Values by The Travel Cost Method. American Journal of Agricultural Economics, Vol. 6:332-336. Muntasib, H. 2007. Diktat Mata Kuliah RAE. DKSHE, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. Nurdini. 2004. Analisis Permintaan Ekoturisme Hutan Mangrove Muara Angke dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pangemanan, P. A. 1993. Aplikasi Model Biaya Perjalanan untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Manfaat Rekreasi di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
95
Pierce, D et al. 2006. Cost-benefit Analysis and The Environment, Recent Development. OECD Publishing. France. Rahmawati. 2003. Deskripsi Mengenai Hutan Wisata Bahorok sebelum Bencana Banjir 2003. Program Studi Manajemen Hutan. Universitas Sumatera Utara. Ramanathan. 1998. Introductory Econometrics With Application. The Dryden Press. New York. Salim, E. 2005. Menggagas Warisan Peradaban Bagi Anak Cucu. ICSD (Indonesia Centre for Sustainable Development). Jakarta. Sari, D. P. 2007. Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Air Panas Gunung Salak Endah. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sevilla, G. C et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. UI-Press. Jakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1982. Metode Penelitian Survai. Penerbit LP3ES. Jakarta. Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Sugiono. 1994. Metode Penelitian Sosial. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Sunarto.
2003. Paradoks Kekayaan Hayati http://www.sinarharapan.co.id. [18 Februari 2009].
Indonesia.
Vanhove, N. 2005. The Economics of Tourism Destination. Elsevier. Oxford. Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Bambang Sumantri (Penerjemah). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Introduction to Statistics. Yoeti, O. A. 1985. Pemasaran Pariwisata. Penerbit Angkasa. Bandung.
96
Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung KUESIONER NILAI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA Departemen Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB Tujuan Singkat . Survei ini dilakukan oleh mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB yang bertujuan untuk mengetahui nilai manfaat rekreasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Petunjuk Umum Bagi Responden . Responden diharapkan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai atau mengisi jawaban sesuai dengan kondisi responden. A. Karakteristik Pengujung A1. Karakteristik Umum 1. Umur : __________ Tahun 2. Jenis Kelamin :L/P 3. Asal Daerah : 1. Bandung 2. Luar Bandung, sebutkan _____________ 4. Dari siapa Anda mengetahui tempat ini: A. Brosur D. Surat Kabar B. Teman/ Saudara E. Radio C. TV D. Lainnya, sebutkan _________________ 5. Sudah berapa lama anda tahu tempat rekreasi ini? _________tahun 6. Apa motivasi Anda berkunjungan ke tempat ini? A. Piknik/Kumpul keluarga C. Refreshing B. Pendidikan dan penelitian D. Lainnya, sebutkan_________________ 7. Sudah berapa kali anda mengunjungi tempat ini? A. 1 Kali B. 2 Kali C. 3 Kali D. __________ Kali 8. Berapa lama waktu yang anda habiskan untuk berekreasi di tempat ini (dalam 1 kali kunjungan): _____ Jam A2. Sosial-Ekonomi 9. Apakah anda sudah menikah? A. Sudah B. Belum 10.Berapa jumlah keluarga yang anda tanggung ? __________ Orang 11.Pekerjaan anda saat ini ? A. Pelajar / Mahasiswa E. Pegawai Swasta B. PNS F. Pengusaha / Wirausaha C. TNI / Polisi G. Ibu Rumah Tangga D. Pedagang H. Lainnya, sebutkan _________________ 12.Berapa total pendapatan rata-rata per bulan? A. < Rp 750.000 Tepatnya_______________ B. Rp 750.000 – Rp 1.500.000 Tepatnya_______________ C. Rp 1.500.000 – Rp 2.250.000 Tepatnya_______________ D. Rp 2.250.000 – Rp 3.000.000 Tepatnya_______________ E. > Rp 3.000.000 Tepatnya_______________ 13.Berapa tabungan anda saat ini? A. < Rp 500.000 Tepatnya_______________ B. Rp 500.000 – Rp 1.000.000 Tepatnya_______________ C. Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000 Tepatnya_______________ D. Rp 2.000.000 – Rp 2.500.000 Tepatnya_______________ E. > Rp 2.500.000 Tepatnya_______________
97
14.Pendidikan terakhir anda? A. SD C. SMA B. SMP D. Perguruan tinggi
E. Lainnya, sebutkan _________
B. Persepsi Pengunjung Menurut anda : 15.Apa yang menarik dari tempat ini ? A. Pemandangan alam B. Goa Jepang dan Goa Belanda C. Curug (Curug Dago, Curug Lalay, Curug Omas) D. Jogging Track (Dago-Maribaya) E. Lainnya, sebutkan ___________________ 16.Keamanan di tempat ini? A. Sangat aman B. Aman C. Kurang aman 17.Penyediaan fasilitas rekreasi di tempat ini? A. Sangat memadai B. Memadai C. Kurang memadai 18.Fasilitas apa yang perlu ditambah? A. Area parkir C. Tempat duduk E. Arena bermain anak B. Taman D. Papan informasi F. Lainnya, sebutkan__________ 19.Pelayanan yang dilakukan petugas? A. Sangat baik B. Baik C. Kurang baik 20.Penyediaan informasi di tempat ini (petunjuk jalan, papan informasi dll)? A. Sangat memadai B. Memadai C. Kurang memadai 21.Kemudahan mencapai lokasi? A. Sangat mudah B. Mudah C. Sulit 22.Masalah kebersihan? A. Perlu perhatian C. Sedikit bermasalah B. Bermasalah D. Tidak bermasalah 23.Pencemaran udara? A. Sangat Tinggi C. Sedang B. Tinggi D. Tidak bermasalah 24.Secara umum, apakah anda puas melakukan rekreasi di tempat ini? A. Ya B. Tidak 25.Setelah mengunjungi tempat ini, adakah keinginan untuk mengunjungi lagi di lain waktu? A. Ya B. Tidak 26.Selama ini, pengelola Tahura Djuanda menerapkan karcis masuk sebesar Rp 8.000,- per orang bagaimana menurut anda mengenai karcis masuk yang saat ini diterapkan ? A. Murah B. Cukup C. Mahal 27.Berapakah tarif masuk maksimal yang bersedia anda bayar? A. Rp 6.000,C. Rp 9.000,B. Rp 7.000,D. Lainnya, sebutkan Rp _________________ C. Biaya Perjalanan 28.Kedatangan anda ke tempat ini? A. Sendiri C. Rombongan B. Keluarga D. Teman 29.Jika tidak sendiri, berapa jumlah anggota rombongan yang ikut bersama anda? _______orang 30.Berapa jauh jarak rumah anda dengan Tahura Djuanda? ___________ Km
98
31.Jenis kendaraan yang anda gunakan ke tempat ini? A. Pribadi C. Kendaraan umum B. Sewa D. Lainnya, sebutkan _______________ 32.Berapakah waktu yang anda butuhkan dari tempat tinggal ke tempat ini? _____ jam 33.Jika terjadi kemacetan, apakah anda akan tetap pergi berekreasi di tempat ini? A. Ya B. Tidak 34.Apakah anda mempunyai biaya alokasi untuk rekreasi? A. Ya B. Tidak 35.Berapa biaya yang anda keluarkan untuk berekreasi ke tempat ini (dalam Rupiah)? Transportasi (pulang pergi) : _________________ Dokumentasi : _________________ Konsumsi rekreasi : _________________ Biaya parkir : _________________ Souvenir atau oleh-oleh : _________________ Lainnya : _________________ 36.Jika tidak melakukan rekreasi, berapakah biaya konsumsi yang biasanya anda keluarkan sehari-hari? Rp _____________ -TERIMA KASIH-
99
Lampiran 2. Uji Validitas
100
Lampiran 3. Uji Reliabilitas
101
Lampiran 4. Hasil Regresi Linier Berganda dengan Minitab 14 Regression Analysis: Y (Jumlah ku versus X1=travel co, KX2 (Total p, ... The regression equation is Y (Jumlah kunjungan) = 4.42 - 0.000068 X1=travel cost + 0.369 KX2 (Total pendapatan) + 0.0120 X3 (Tk Pendidikan) + 0.0399 X4 (Umur) + 0.0162 X5 (Jarak tempuh PP) - 0.241 X6 (Waktu tempuh PP) - 0.347 X7 (Jumlah tanggungan) - 0.322 KX8 (Jenis kelamin) - 0.120 X9 (Waktu di lokasi) + 0.0123 X10 (Lama tahu lokasi) Predictor Constant X1=travel cost KX2 (Total pendapatan) X3 (Tk Pendidikan) X4 (Umur) X5 (Jarak tempuh PP) X6 (Waktu tempuh PP) X7 (Jumlah tanggungan) KX8 (Jenis kelamin) X9 (Waktu di lokasi) X10 (Lama tahu lokasi) S = 1.14463
Coef 4.4243 -0.00006823 0.3692 0.01199 0.03991 0.016157 -0.2407 -0.3467 -0.3222 -0.11970 0.01232
R-Sq = 70.3%
PRESS = 155.454
SE Coef 0.8648 0.00000584 0.1263 0.05062 0.02003 0.008400 0.1274 0.1289 0.2486 0.05818 0.01472
T 5.12 -11.68 2.92 0.24 1.99 1.92 -1.89 -2.69 -1.30 -2.06 0.84
P 0.000 0.000 0.004 0.813 0.049 0.058 0.062 0.009 0.198 0.043 0.405
VIF 1.3 2.4 1.1 4.3 1.9 1.6 2.6 1.1 1.2 1.4
R-Sq(adj) = 66.9%
R-Sq(pred) = 60.36%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 10 89 99
SS 275.584 116.606 392.190
Source X1=travel cost KX2 (Total pendapatan) X3 (Tk Pendidikan) X4 (Umur) X5 (Jarak tempuh PP) X6 (Waktu tempuh PP) X7 (Jumlah tanggungan) KX8 (Jenis kelamin) X9 (Waktu di lokasi) X10 (Lama tahu lokasi)
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
MS 27.558 1.310
F 21.03
P 0.000
Seq SS 208.146 31.681 0.347 6.358 1.192 4.931 13.295 3.396 5.320 0.918
Durbin-Watson statistic = 2.22366
102
Lampiran 5. Uji kenormalan
Uji Glejser RESI = -0.070 + 0.000003 X1 + 0.0368 X2 + 0.0315 X3 + 0.0106 X4 + 0.00417 X5 – 0.0327 X6 – 0.0929 X7 + 0.042 X8 + 0.0059 X9 – 0.00243 X10 Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 10 89 99
SS 3.1134 38.3315 41.4449
MS 0.3113 0.4307
F 0.72
P 0.701
103
Lampiran 6. Jumlah Pengunjung Periode Mei 2008-April 2009 Bulan Mei 2008 Juni 2008 Juli 2008 Agustus 2008 September 2008 Oktober 2008 November 2008 Desember 2008 Januari 2009 Februari 2009 Maret 2009 April 2009 Total
Jumlah Pengunjung (Orang) 11,172 14,882 12,037 9,780 3,579 23,366 6,544 11,351 13,092 5,569 7,932 8,816 128,120
104
Lampiran 7. Perhitungan Surplus Konsumen Diketahui b1 = 0.000068
Y (Jumlah Individu kunjungan) atau N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
3 3 1 6 4 5 4 1 3 6 6 3 3 5 2 8 8 2 7 4 4 3 3 6 1 3 1 1 4 3 3 1 2 8
Surplus Konsumen(SK) / individu
Surplus Konsumen(SK) /individu/kunjungan SK/indvd/kjgn = SK per indvd/N indvd
66176.47059 66176.47059 7352.941176 264705.8824 117647.0588 183823.5294 117647.0588 7352.941176 66176.47059 264705.8824 264705.8824 66176.47059 66176.47059 183823.5294 29411.76471 470588.2353 470588.2353 29411.76471 360294.1176 117647.0588 117647.0588 66176.47059 66176.47059 264705.8824 7352.941176 66176.47059 7352.941176 7352.941176 117647.0588 66176.47059 66176.47059 7352.941176 29411.76471 470588.2353
22058.82353 22058.82353 7352.941176 44117.64706 29411.76471 36764.70588 29411.76471 7352.941176 22058.82353 44117.64706 44117.64706 22058.82353 22058.82353 36764.70588 14705.88235 58823.52941 58823.52941 14705.88235 51470.58824 29411.76471 29411.76471 22058.82353 22058.82353 44117.64706 7352.941176 22058.82353 7352.941176 7352.941176 29411.76471 22058.82353 22058.82353 7352.941176 14705.88235 58823.52941
105
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
6 3 2 5 1 3 3 2 2 1 1 1 5 7 1 6 5 4 1 1 3 3 3 2 1 5 2 5 5 1 2 2 6 8 2 5 2 5 5 3 5 3 3
264705.8824 66176.47059 29411.76471 183823.5294 7352.941176 66176.47059 66176.47059 29411.76471 29411.76471 7352.941176 7352.941176 7352.941176 183823.5294 360294.1176 7352.941176 264705.8824 183823.5294 117647.0588 7352.941176 7352.941176 66176.47059 66176.47059 66176.47059 29411.76471 7352.941176 183823.5294 29411.76471 183823.5294 183823.5294 7352.941176 29411.76471 29411.76471 264705.8824 470588.2353 29411.76471 183823.5294 29411.76471 183823.5294 183823.5294 66176.47059 183823.5294 66176.47059 66176.47059
44117.64706 22058.82353 14705.88235 36764.70588 7352.941176 22058.82353 22058.82353 14705.88235 14705.88235 7352.941176 7352.941176 7352.941176 36764.70588 51470.58824 7352.941176 44117.64706 36764.70588 29411.76471 7352.941176 7352.941176 22058.82353 22058.82353 22058.82353 14705.88235 7352.941176 36764.70588 14705.88235 36764.70588 36764.70588 7352.941176 14705.88235 14705.88235 44117.64706 58823.52941 14705.88235 36764.70588 14705.88235 36764.70588 36764.70588 22058.82353 36764.70588 22058.82353 22058.82353
106
78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 Total Mean
1 4 2 5 4 5 2 5 2 4 1 2 3 4 5 1 1 8 4 1 4 1 2
7352.941176 117647.0588 29411.76471 183823.5294 117647.0588 183823.5294 29411.76471 183823.5294 29411.76471 117647.0588 7352.941176 29411.76471 66176.47059 117647.0588 183823.5294 7352.941176 7352.941176 470588.2353 117647.0588 7352.941176 117647.0588 7352.941176 29411.76471 11,257,353
7352.941176 29411.76471 14705.88235 36764.70588 29411.76471 36764.70588 14705.88235 36764.70588 14705.88235 29411.76471 7352.941176 14705.88235 22058.82353 29411.76471 36764.70588 7352.941176 7352.941176 58823.52941 29411.76471 7352.941176 29411.76471 7352.941176 14705.88235 2,492,647
112,574
24,926
Jadi berdasarkan perhitungan tersebut rata-rata Surplus Konsumen(SK) per individu per kunjungan adalah sebesar Rp 24.926,00. Nilai Ekonomi didapat dari perkalian antara SK tersebut dengan Jumlah Pengunjung Periode Mei 2008-April 2009 pada lampiran
sebelumnya sehingga didapat nilai sebesar Rp 3.193.579.412,00.
107
Lampiran 8. Foto-foto Tahura
108
109