VALUASI EKONOMI HUTAN KOTA BERDASARKAN PENDEKATAN BIAYA KESEHATAN (Studi Kasus Taman Margasatwa Ragunan Jakarta)
ASYRAFY
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ASYRAFY. Valuasi Ekonomi Hutan Kota Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan (Studi Kasus Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta). Dibimbing oleh Ir. Tutut Sunarminto, MSi dan Ir. Rachmad Hermawan MScF. Pencemaran udara dari kendaraan bermotor diantaranya berdampak pada gangguan kesehatan bagi masyarakat di Jakarta. Salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran udara di Jakarta adalah dengan membangun hutan kota, karena hutan kota mampu memberikan manfaat dalam hal penyerapan atau penjerapan gas pencemar udara. Pembangunan ini terkendala karena hutan kota sering tidak mampu ”bersaing” dalam kerangka ekonomi, sehingga hutan kota atau taman yang ada banyak dialih-fungsikan menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, dan komplek perdagangan. Berdasarkan hal tersebut maka valuasi ekonomi hutan kota menjadi suatu langkah strategis dan mendesak untuk dilakukan agar hutan kota yang tersisa bisa terselamatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kemampuan Hutan Kota Taman Margastwa Ragunan (TMR) dalam mereduksi pencemaran udara dan mengetahui nilai ekonominya berdasarkan pendekatan biaya kesehatan. Penelitian dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan dan Kecamatan Pasar Minggu tepatnya di sekitar lingkungan warga Kelurahan Ragunan dan Kelurahan Pasar Minggu. Taman Margasatwa Ragunan berdiri resmi pada Tahun 1966 dengan luas keseluruhan 135 ha, memiliki 14957 inidividu tumbuhan dari berbagai jenis. Penghitungan potensi kemampuan Hutan Kota TMR dalam mereduksi pencemaran udara dilakukan dengan pendekatan kemampuan pohon yang terdapat di TMR dalam menyerap atau menjerap gas pencemar dan debu. berdasarkan penghitungan yang dilakukan didapatkan potensi kemampuan pohon di TMR antara lain: menjerap timbal di udara sebesar 1.407.244,38 µg, menyerap timbal sebesar 29.359.647 µg, menjerap debu 417.602.217 mg, menyerap NO2 sebesar 6.684.445.733 µg, serta menyerap CO oleh tajuk pohon TMR sebesar 19.094.004,21 µg/jam dan SO2 sebesar 301.097.758,7 µg/jam. Valuasi ekonomi Hutan Kota TMR didekati dengan pendekatan biaya kesehatan sebagai dampak yang diduga akibat pencemaran udara. Berdasarkan hasil data puskesmas Kecamatan Pasar Minggu didapatkan gangguan kesehatan yang terjadi diantaranya ISPA, hipertensi, jantung dan ISPL sementara dari hasil wawancara antara lain gangguan pernafasan, sakit kepala, sukar konsentrasi, iritasi mata dan stress. Berdasarkan gangguan kesehatan tersebut, maka valuasi ekonomi Hutan Kota TMR yang diduga akibat pencemaran udara sebesar Rp.1.519.475.000 (data puskesmas) atau Rp.1.400.466.084 (data wawancara). Pembangunan Hutan Kota TMR menjadi rasional bila manfaat yang diberikan hutan kota ini lebih besar dari biaya pembangunannya. Biaya pembangunan Hutan Kota TMR yang dihitung dari pendekatan biaya Gerhan didapatkan sebesar Rp.194.345.764, hal ini berarti pembangunan Hutan Kota TMR rasional karena mafaatnya lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan (korbanannya) Kata kunci : Pencemaran udara, hutan kota dan valuasi ekonomi
SUMMARY ASYRAFY. Economic Valuation of Urban Forest Based on Health Cost Approach (Case Study at Ragunan Zoo, Jakarta). Supervised by Ir. Tutut Sunarminto, MSi. and Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F. Air pollution in Jakarta which come from motor vehicle can affect trouble of health for society. Developing urban forest is one way to reduce air pollution in Jakarta because urban forest could give benefit by absorption and adsorption pollutant gases and particles. In the other hand, the development of urban forest was often unable to ”compete” if been faced with the opposite situation in the frame of economic. It cause, some of the urban forest converted into residence area, industrial area and trade area. Based on that problem, economic valuation of urban forest was an effort and urgent step in order to save the remained urban forest in Jakarta. The objectives of this research are to gain the potency of urban forest at Ragunan Zoo in reducing air pollution; and its economic value based on health cost approach. This research was held at district of Ragunan Zoo and Pasar Minggu, exactly in district of Ragunan and Pasar Minggu. Ragunan Zoo was legally stain up in 1966 with 135 ha, has a 14.957 indvidual trees from various species. The enumeration of urban forest ability potency in reducing air pollution was conducted by measuring the ability of trees at Ragunan Zoo in absorb and adsorb the pollutant gases and particles. Based on the calculation, the trees at Ragunan Zoo can adsorb Pb was equal to 1.407.244,38 µg, absorbing Pb was equal to 29.359.647 µg, adsorbing dust was equal to 417.602.217 mg, absorbing NO2 was equal to 6.684.445.733 µg, absorbing CO (by tree leaves) was equal to 19.094.004,21 µg/hour, and SO2 (by tree leaves) was equal to 301.097.758,7 µg/hour. Economic valuation of urban forest at Ragunan Zoo could be conducted by health cost approach as impact from air pollution. Based on data gained from the health centre (Puskesmas) at district of Pasar Minggu, people unhealthiness result like ISPA, hypertension, heart disease and ISPL. Data from interview such as: breath trouble, headache, hard to concentrate, eyes irritation and stress. According to that diseases, so the economic valuation of urban forest at Ragunan Zoo was equal to Rp 1.519.475.000 (data from Puskesmas) or Rp 1.400.466.084 (data from interview). The developing of urban forest at Ragunan Zoo is become rational if the urban forest give higher benefit than developing cost. Cost of developing urban forest at Ragunan Zoo by Gerhan (Act of Land Rehabilitation) cost approach was equal to Rp 194.345.728. It can be inferred that the developing urban forest at Ragunan Zoo was rational because the benefit is higher than the cost (the opportunity cost). Key words: Air pollution, urban forest, economic valuation.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Valuasi Ekonomi Hutan Kota Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan (Studi Kasus Taman Margasatwa Ragunan) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2008 Asyrafy NRP E34103052
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi dengan judul “Valuasi Ekonomi Hutan Kota Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan (Studi Kasus Taman Margasatwa Ragunan)” dibimbingan oleh Bapak Ir. Tutut Sunarminto MSi, dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan MSc.F. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi hutan kota dari pendekatan biaya kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara. Hal ini didasari dari ketidaksadaran manusia akan perlunya lingkungan alam yang sehat serta keinginan manusia yang selalu mengarah pada ekonomi “jangka pendek”, menyebabkan hutan dan taman yang ada sebagai peninggalan sejarah banyak dialih-fungsikan menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, jalan raya dan komplek perdagangan. Oleh karena itu penghitungan nilai atau valuasi ekonomi hutan kota dari salah satu aspek seperti kesehatan menjadi suatu langkah strategis dan mendesak untuk dilakukan agar hutan kota yang tersisa bisa terselamatkan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam melakukan pengalih-fungsian lahan khususnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penulis berharap semoga dengan penelitian awal ini dapat berguna bagi mahasiswa, masyarakat, pemerhati lingkungan maupun bagi aparat pemerintah pusat dan daerah.
Bogor, Maret 2008 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak, Ibunda, dan Kakakku tersayang yang telah mencurahkan kasih sayang, doa yang tulus, dukungan moril dan materil s serta adik-adiku yang selalu memberikan motivasi. 2. Ir. Tutut Sunarminto, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Rachmad Hermawan, MSc F sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta waktu yang sangat berharga kepada penulis selama penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Dodik R Nurochmat, MSc F.Trop sebagai dosen penguji perwakilan Departemen Manajemen Hutan dan Ir. Sucahyao, MS sebagai dosen penguji perwakilan Departemen Hasil Hutan. 4. Kepala Taman Margasatwa Ragunan (TMR) atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian di TMR 5. Bapak Lurah dan Sekertaris Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian di lingkungan warga setempat 6. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta (BPLHD), atas izin penggunaan data 7. Yanti, Adi, Ferianto, adikku Okan dan Ardhi yang telah membantu pengambilan data, peminjaman fasilitas serta masukkannya dalam penulisan skripsi ini 8. Teman-teman
KSHE
angkatan
40
(Angkatan
Komodo)
atas
kebersamannya dan kekeluargannya, Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal 5 November 1984 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan M Rais dan Sri Mulyana. Penulis telah menempuh pendidikan di SD Negeri 12 Grogol Utara, Jakarta lulus pada Tahun 1997, kemudian melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 16 Jakarta lulus pada Tahun 2000. Pada Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 47 Jakarta dan selanjutnya melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis juga aktif dalam kegiatan Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) ”Sarpedon” HIMAKOVA sebagai ketua periode 2004. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Cagar Alam Kamojang, Garut, Jawa Barat sedangkan Praktek Pengelolaan Hutan dilaksanakan di KPH Ciamis, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada Tahun 2006. Pada Tahun 2007 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Kegiatan lapang yang pernah diikuti adalah Eksplorasi Keanekaragaman Hayati ”SURILI” HIMAKOVA di Taman Nasional Betung Kerihun Kalimantan Barat (2005) dan di Taman Nasional Way Kambas Sumatera Selatan (2006). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Valuasi Ekonomi Hutan Kota Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan (Studi Kasus Taman Margasatwa Ragunan)” dibawah bimbingan Ir. Tutut Sunarminto MSi, dan Ir Rachmad Hermawan MSc.F.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... ii UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... x I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Tujuan .............................................................................................. 3 1.3. Manfaat Penelitian............................................................................ 3 1.4. Kerangka Penelitian ......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran .................................................................................... 5 2.1.1. Pengertian pencemaran udara ....................................................... 5 2.1.2. Sumber pencemaran udara............................................................ 5 2.1.3. Dampak pencemaran udara ........................................................... 6 2.2.
Hutan Kota...................................................................................... 8
2.2.1. Pengertian Hutan Kota ................................................................... 8 2.2.2. Fungsi Hutan Kota.......................................................................... 9 2.2.3. Tipe Hutan kota .............................................................................. 10 2.2.4. Bentuk Hutan Kota ......................................................................... 12 2.3.
Pengertian Nilai .............................................................................. 12
2.4.
Penetuan Nilai Hutan Kota ............................................................. 13
2.5.
Analisis Sumberdaya Dalam Daur Kebijakan................................. 16
III. KONDISI UMUM 3.1.
Taman Margasatwa Ragunan ...................................................... 19
3.1.1. Sejarah .......................................................................................... 19 3.1.2. Letak dan Luas .............................................................................. 19 3.1.3. Fisik TMR ...................................................................................... 19
3.1.4 Fungsi TMR .................................................................................... 21 3.2
Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu ......................................... 21
3.2.1 Letak dan Luas ............................................................................... 21 3.2.2 Fisik Kelurahan............................................................................... 21 IV. METODOLOGI 4.1.
Waktu dan Lokasi .......................................................................... 23
4.2.
Alat dan Bahan .............................................................................. 23
4.3.
Jenis dan Cara pengumpulan Data ............................................... 23
4.3.1. Dampak pencemaran udara .......................................................... 23 4.3.2. Potensi Kemampuan hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara........................................................................ 25 4.3.3. Presepsi masyarakat tentang mafaat hutan kota dalam menurunkan
pencemaran udara...................................... 26
4.3.4. Biaya pembuatan dan pemeliharaan hutan kota ........................... 26 4.3.5. Valuasi ekonomi hutan kota .......................................................... 26 4.4.
Analisis Data.................................................................................. 26
4.4.1. Dampak pencemaran udara .......................................................... 26 4.4.2. Potensi kemampuan hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara....................................................................... 28 4.4.3. Presepsi masyarakat tentang mafaat hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara.................................................... 29 4.4.4. Biaya pembuatan dan pemeliharaan Hutan Kota.......................... 29 4.5.5. Valuasi ekonomi Hutan Kota ......................................................... 30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Dampak Pencemaran Udara ......................................................... 31
5.1.1. Pencemaran udara yang terjadi ................................................... 31 5.1.2. Dampak pecemaran udara terhadap kesehatan ........................... 32 5.1.3. Biaya pengobatan/biaya kesehatan yang harus dikeluarkan sebagai dampak pencemaran udara ............................................ 36 5.2.
Potensi Kemampuan Hutan Kota TMR ......................................... 38
5.3.
Presepsi Masyarakat tentang Mafaat Hutan Kota dalam Menurunkan Pencemaran Udara................................................... 41
5.4.
Biaya pembuatan dan pemeliharaan Hutan Kota ........................... 42
5.5.
Valuasi Ekonomi Hutan Kota TMR ................................................. 43
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan........................................................................................ 45 6.2. Saran ................................................................................................. 45 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Pengaruh Pencemaran....................................................................... 7 2. Standar kesehatan.............................................................................. 8 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian ................................... 22 4. Kualitas Udara Ambien Jakarta 2006 ................................................. 22 5. Jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara hasil penelusuran data di Puskesmas ................................................ 24 6. Jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara hasil wawancara ................................................................................. 24 7. Data flora di Hutan Kota ..................................................................... 25 8. Pendugaan jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara.............................................................................. 27 9. Biaya pengobatan penyakit akibat pencemran udara......................... 28 10. Kemampuan beberapa pohon di TMR................................................ 29 11. Biaya pembangunan hutan kota ......................................................... 29 12. Perhitungan emisi kendaraan di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu............................................................................... 31 13. Pengaruh gas pencemar dari kendaraan bermotor tehadap kesehatan manusia............................................................................. 32 14. Hasil wawancara mengenai penyakit yang didertita di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu.......................................... 33 15. Pendugaan jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara.............................................................................. 34 16. Jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara....... 35 17. Biaya pengobatan penyakit akibat pencemaran udara di Kelurahan Ragunan dan Kelurahan Pasar Minggu.............................................. 37 18. Biaya pengobatan penyakit akibat pencemaran udara di Kelurahan Ragunan dan Kelurahan Pasar Minggu.............................................. 37 19. Kemampuan beberapa pohon di TMR dalam menjerap timbal .......... 39 20. Kemampuan beberapa pohon di TMR menyerap timbal .................... 39 21. Kemampuan beberapa pohon di TMR menjerap debu....................... 40 22. Kemampuan beberapa pohon di TMR menyerap NO2 .................................... 40 23. Kemampuan serapan gas oleh tajuk pohon di TMR........................... 41
24. Biaya pembangunan Hutan Kota TMR ............................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Penelitian............................................................. 4 2. Kategori Nilai Ekonomi Total dari Sumberdaya Hutan ............................. 14 3. Dimensi ekonomi proses pembauatan keputusan penetapan kawasan Hutan Kota................................................................................................ 17 4. Taman Margasatwa Ragunan .................................................................. 20 5. Pemukiman warga di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu................. 22 6. Persentase hasil wawancara warga di Kelurahan Ragunan .................... 33 7. Persentase hasil wawancara warga di Kelurahan Pasar Minggu............. 34 8. Perbandingan jumlah pasien .................................................................... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Kuisioner Pengaruh Hutan Kota terhadap kesehatan masyarakat..... 51 2. Inventarisasi flora di Taman Margasatwa Ragunan (TMR) ................ 53 3. Data kendaraan bermotor................................................................... 57 4. Data emisi kendaraan bermotor ......................................................... 57 5. Biaya pengobatan penyakit/orang ...................................................... 58 6. Data luas tajuk pohon di TMR ............................................................ 59 7. P Harga bibit pohon di Pasaran Umum .............................................. 61 8. Lokasi Penelitian ................................................................................ 67
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perubahan kualitas lingkungan hidup di daerah perkotaan seperti DKI
Jakarta, umumnya dikarenakan pesatnya perkembangan kota yang tidak diikuti pengelolaan daya dukung kota yang memadai. Pertambahan populasi penduduk sebagai akibat meningkatnya jumlah kelahiran dan menurunnya jumlah kematian serta arus urbanisasi dari daerah sekitar kota adalah beberapa faktor penyebab perubahan kualitas lingkungan hidup di Jakarta. Pertambahan populasi ini akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan konversi lahan untuk pembangunan seperti pembuatan prasarana jalan, daerah perkantoran, rumah sakit, mall, daerah industri, pemukiman dan peruntukan lain, khususnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Perubahan yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di Jakarta akan berdampak pada penduduk kota tersebut, seperti meningkatnya pencemaran udara yang dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan. Jakarta sendiri merupakan salah satu kota tercemar nomor tiga di dunia setelah Meksiko dan Bangkok. Menurut data, sejak Tahun 2002 hanya terdapat 21 hari baik berkaitan dengan pencemaran udara, artinya dari 1 tahun di Jakarta hanya ada 21 hari yang udaranya layak untuk dihirup, hari sedang 223 hari, dan hari tidak sehat 96 hari. Ada juga hari sangat tidak sehat selama 4 hari Anonim (2007). Data tersebut sangat beralasan karena pencemaran udara yang disebabkan emisi kendaran bermotor dari tahun ketahun terus meningkat. Pada Tahun 2005 jumlah motor menembus angka 4,2 juta lebih, jumlah ini lebih besar dibanding kendaraan roda empat yang hingga kini mencapai 2 juta lebih (Bappenas 2005) dalam Santosa (2005). Data lainnya menyatakan 79 % kendaraan di Jakarta berbahan bakar bensin, 20 % memakai bahan bakar solar, dan 1% lagi berbahan bakar gas yang berpotensi menghasilkan emisi pencemar udara Santosa (2005) . Meningkatnya pengguna kendaraan bermotor akan menyebabkan emisi buangan dari kendaraan juga meningkat, akibatnya pencemaran udara di Jakarta menjadi semakin parah. Beberapa komponen hidrokarbon dari gas buang kendaraan bermotor, seperti Polycyclicaromatic hydrocarbons (PAH) pada partikel diesel, diketahui sebagai penyebab kanker, demikian juga benzene.
Karbon monoksida (CO) yang banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi di perkotaan, diketahui dapat memperburuk penyakit jantung dengan cara mengganggu kapasitas darah dalam mengangkut oksigen. Kemudian penelitian epidemiologi terkini menemukan bahwa partikulat diesel bertanggung jawab terhadap peningkatan gangguan penyakit paru-paru dan jantung bahkan di tingkat pencemaran yang relatif rendah. Timbal yang digunakan sebagai peningkat oktan dalam bensin bertimbal diketahui pula sebagai penyebab kerusakan susunan syaraf dan menurunkan tingkat kecerdasan (IQ). Pajanan timbal dalam jangka panjang menunjukkan pada setiap peningkatan 10 sampai 20 µg/dl timbal dalam darah menyebabkan kehilangan IQ 2,5 poin. Selain itu dalam studi-studi laboratorium, sudah sejak lama diketahui bahwa SO2 menyebabkan batuk pada pajanan konsentrasi tinggi dalam jangka pendek, terutama terhadap mereka yang menderita asma (Colville, et al., 2001) Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Jakarta adalah dengan mencipta-wujudkan kota di dalam hutan ataupun hutan di dalam kota, yang umum disebut dengan hutan kota (urban forest). Berdasarkan hasil penelitian, hutan kota dengan vegetasi yang terdapat didalamnya mampu memberikan manfaat sebagai penjerap serta penyerap partikel logam dan debu, memproduksi oksigen, memproduksi air tanah, ameliorasi iklim, penyerap gas beracun serta memiliki manfaat lainnya (Dahlan 2004). Untuk itu pemerintah menggalakkan pembangunan hutan kota dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan. Keseriusan pemerintah ini telah dituangkan dalam PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, namun dalam kenyataannya pembangunan hutan kota terus mengalami benturan dengan kepentingan lain. Upaya Pemrintahan Provinsi DKI Jakarta membuat beberapa hutan dan taman atau mempertahankan hutan dan taman yang ada sangat jauh dari tatanan ideal. Menurut laporan Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, ruang terbuka hijau di Jakarta kini hanya terdapat 9%, sementara berdasarkan pemantauan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) karena banyak pengalih-fungsian lahan dalam lima tahun terakhir, ruang terbuka hijau itu hanya tinggal 6-7 % Anonim (2007). Ketidaksadaran manusia akan perlunya lingkungan alam yang sehat serta keinginan manusia yang selalu mengarah pada ekonomi “jangka pendek”, menyebabkan hutan dan taman yang ada sebagai peninggalan sejarah banyak
dialih-fungsikan menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, jalan raya, dan komplek perdagangan. Menilai manfaat hutan kota dengan suatu harga yang bernilai ekonomi sangat perlu dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan posisi tawar, khususnya ketika terjadi benturan peruntukan dengan penggunan lahan lainya seperti: hotel, mall, rumah sakit, lapangan terbang dan lain sebagainya. Apabila hutan kota dianggap tidak bernilai ekonomi atau manfaat ekonominya rendah
maka
dengan
posisi
tersebut
menjadikan
prioritas
terhadap
pembangunan dan pengembangan hutan kota menjadi sangat rendah. Hal ini berakibat pada alokasi dana untuk pembangunan dan pemeliharaan hutan kota dikalahkan untuk kepentingan lain yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi secarar nyata .
1.2.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kemampuan Hutan Kota Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dalam mereduksi pencemaran udara akibat kendaraan bermotor 2. Mengetahui nilai ekonomi Hutan Kota TMR berdasarkan pendekatan biaya kesehatan
1.3.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi informasi kepada masyarakat mengenai nilai hutan kota, sehingga masyarakat dapat menyadari dan berpartisipasi dalam pemeliharaannya. 2. Penelitian ini merupakan data awal yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dimasa mendatang dalam pengambilan keputusan.
1.4.
Kerangka Penelitian Kota dengan jumlah kendaraan bermotor yang banyak memberikan
kontribusi, sangat besar terhadap pencemaran udara yang terjadi. Pencemaran yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi masyarakat. Adanya hutan kota memberikan manfaat ekologis bagi masyarakat sekitar hutan kota tersebut, karena hutan kota dengan vegetasi yang terdapat didalamnya bisa mereduksi pencemaran udara sehingga gangguan kesehatan dapat dikurangi. Atas dasar pemikiran tersebut maka suatu hutan kota dapat dinilai secara ekonomi dengan kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 1.
Kendaraan bermotor
KOTA
Emisi/gas buangan
Mereduksi dampak pencemaran udara
Pencemaran udara
Vegetasi Gangguan kesehatan masyarakat kota Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara HK
Hutan kota Biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan Nilai Hutan kota
Rasional • manfaat HK > biaya pemb HK
Tidak rasional • manfaat HK < biaya pemb HK
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1.
Pencemaran
2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke titik tertentu yang menyebabakan
lingkungan
hidup
tidak
dapat
berfungsi
sesuai
dengan
peruntukannya (UU RI No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara ambien sendiri dapat diartiakan sebagai udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Pencemaran udara dapat pula diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing didalam udara dalam jumlah tertentu serta berada diudara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Bila keadaan itu terjadi maka udara dikatakan telah tercemar (Pohan 2002).
2.1.2. Sumber Pencemaran Udara Dahlan
(2004),
mangatakan
kendaraan
bermotor
dan
industri
mengeluarkan gas-gas beracun dari hasil pembakaran minyak bumi yang berupa bensin dan solar. Gas-gas beracun yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor antara lain : SOx, NOx, O3, Hidrokarbon (HC), Karbon monoksida (CO) dan gas lainnya. Data yang disampaikan Gabungan Industri Kendaraan Indonesia (Gaikindo 2007) menyebutkan, setidaknya terdapat 20 juta kendaraan bermotor di Indonesia pada Tahun 2005 dan dari jumlah itu 60% adalah sepedamotor. Data lainnya menyatakan 79% kendaraan di Jakarta berbahan bakar bensin,
20% memakai bahan bakar solar, dan 1% lagi berbahan bakar gas. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dalam Badan Pengelolaan lingkungan Hidup (BPLHD) Jawa Barat (2007) menyebutkan, polusi udara dari kendaraan bermotor bensin (spark ignition engine) menyumbang 70% CO, 100% Pb, 60% (HC), dan 60% NOx. Di sisi lain, terdapat dua sumber pencemar udara di Jakarta, yakni dari sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak ialah kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, sedangkan yang disebut sebagai sumber tidak bergerak ialah pabrik dan pembakaran sampah. Kontribusi sumber bergerak terhadap terjadinya pencemaran udara mencapai 70%, sedangkan dari sumber tidak bergerak sebanyak 30%. Dari sumber bergerak, kendaraan pribadi menjadi penyumbang terbesar terciptanya pencemaran udara yakni 55%, sepedamotor 26%, bus 10%, serta truk 9%. Sumber bergerak lainnya, yakni sepedamotor memberikan kontribusi HC dan CO masing-masing sebesar 39% dan 21%, sedangkan bus dan truk menjadi penyumbang komponen pencemar udara SOx karena menggunakan bahan bakar solar sebesar masing-masing 35 % Anonim (2007)
2.1.3. Dampak Pencemaran Udara Menurut WHO (1947) sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari kelemahan, penyakit, cacat atau kekurangan. Definisi ini hendak melihat kesehatan secara menyeluruh, bukan hanya dari segi fisik saja, sementara menurut UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis, maka dengan merujuk dari definsis UU manusia selalu dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Perhatian masyarakat terhadap kualitas udara semakin besar ketika mengetahui dampaknya terhadap kesehatan terutama anak-anak. Berdasarkan studi Bank Dunia (1994) dalam Santosa (2005), pencemaran udara merupakan pembunuh kedua bagi anak balita di Jakarta, 14% bagi seluruh kematian balita seluruh Indonesia dan 6% bagi seluruh angka kematian penduduk Indonesia. Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari ke hari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema,
dan kanker paru-paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara berbeda-beda antar individu, populasi yang paling rentan adalah kelompok individu berusia lanjut dan balita. Menurut penelitian di Amerika Serikat dalam Mughniyah (2001), kelompok balita mempunyai kerentanan 6 kali lebih besar dibandingkan orang dewasa. Kelompok balita lebih rentan karena mereka lebih aktif dan dengan demikian menghirup udara lebih banyak, sehingga mereka lebih banyak menghirup zat-zat pencemar. Pada Tabel 1 disajikan beberapa gas pencemar dan dampaknya terhadap kesehatan. Tabel 1. Pengaruh Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan No.
Parameter pencemar
1
Karbon Monoksida (CO)
Dihasilkan dari Jenis Bahan Bakar
• • •
Pengaruh
•
Bensin / Premix BBM 2 Tak Gas
• • •
Menurunkan kapasaitas darah untuk membawa oksigen Melemahkan kemampuan berpikir Memperberat penyakit jantung dan pernapasan Menyebabkan sakit kepala (pusing)
2
Karbon Dioksoda (CO2)
• • •
Bensin/Premix BBM 2 Tak Gas
• •
Mempengaruhi iklim dunia Melalui “green house effect”
3
Nitrogen Dioksida (NO2)
• • •
Bensin/Premix Solar BBM 2 Tak
•
Memperberat penyakit jantung dan pernapasan Iritasi paru-paru Menyebabkan hujan asam Menghambat pertumbuhan Menurunkan visualitas atmospir
•
4
Hidrokarbon (HC)
• • •
Bensin/Premix Solar BBM 2 Tak
5
Partkel debu, jelaga, asap
• •
BBM 2 Tak Solar
• • • •
• • • •
Sumber : Suharsono (2004)
Melalui sistem pernapasan, beberapa senyawa hidrokarbon dapat menyebabkan kanker
Menyebabkan kanker Memperberat penyakit jantung dan pernapasan Mengganggu fotosintesa tanaman Menurunkan visualitas atmosfir
Gas-gas pencemar di udara memiliki standar atau ambang batas yang diperbolehkan di udara bebas karena gas pencemar dalam konsentrasi tertentu berpengaruh terhadap kesehatan. Untuk itu dibuat batas (Standar Kesehatan) sebagai pengontrol. Pada Tabel 2 disajikan data mengenai standar yang dipebolekan dan sumber pencemarnya. Tabel 2. Standar Kesehatan. PENCEMAR Karbon monoksida (CO) Sulfur dioksida (S02)
SUMBER Buangan kendaraan bermotor; beberapa Panas dan fasilitas pembangkit listrik Buangan kendaraan bermotor
Timbal (Pb) Partikulat Matter Nitrogen dioksida (N02) Ozon (03)
Buangan kendaraan bermotor; beberapa proses Buangan kendaraan bermotor; panas dan fasilitas Terbentuk di atmosfir
KETERANGAN Standar kesehatan: 10 mg/m3 (9 ppm) Standar kesehatan: 80 ug/m3 (0.03 ppm) 3 Standar kesehatan: 2 ug/Nm selama 24 Jam Standar kesehatan: 50 ug/m3 selama 1 tahun; 150 ug/m3 3 Standar kesehatan: 100 pg/m (0.05 ppm) selama 1 jam 3 Standar kesehatan: 235 ug/m (0.12 ppm) selama 1 jam
Catalan: 1 kubik meter (1m3) setara dengan 35.3 cu ft; 1 milligram (1 mg) setara dengan 0.00004 oz; 1 mikrogram (1ug) setara dengan 0.00000004 oz Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup RI dalam BPLHD (2007)
2.2.
Hutan kota
2.2.1. Pengertian Hutan kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya, sedangkan menurut hasil rumusan Rapat Teknis Departemen Kehutanan (1991) dalam Dahlan (2004), hutan kota didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Fakultas Kehutanan (1988), mendefenisikan hutan kota sebagai sebuah areal yang ditumbuhi berbagai tegakan yang merupakan suatu unit ekosistem yang berfungsi dan berstruktur sebagai hutan dalam wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk kota bagi kegunaan proteksi, estetika serta kegunaan khusus lainya, sedangkan menurut
PP RI No 63 Tahun 2002, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Jadi secara keseluruhan pengertian mengenai hutan kota menyangkut beberapa hal yaitu: 1. Areal diperkotaan yang ditunjuk peruntukannya 2. Ditumbuhi berbagai tegakan/vegetasi 3. Tegakan/vegetasinya memiliki fungsi ekologis bagi lingkungan perkotaan
2.2.2. Fungsi dan Manfaat Hutan kota Fakuara (1986) menyatakan fungsi hutan kota antara lain untuk konservasi tanah dan air, sarana kesehatan, olahraga, wadah rekreasi dan wisata, kesegaran dan keindahan, sarana pendidikan dan penyuluhan, menahan dan meredam suara, karbon monoksida, produksi oksigen, menahan serangan angin, mengendalikan sinar langsung dan pantulan sinar matahari, meredam kebisingan dan produksi terbatas. Menurut Grey dan Deneke (1978) dalam Dahlan (2004) fungsi hutan kota yaitu untuk perbaikan iklim, kegunan engineering, arsitektural dan kegunaan estetik. Grey dan Deneke (1978) dalam Dahlan (2004) juga menyebutkan bahwa elemen-elemen pokok seperti penyinaran matahari, kelembaban udara mempengaruhi kenyamanan hidup manusia dan penghuni lainya di bumi, lebih lanjut dinyatakan pula hutan kota memberikan keuntungan dalam hal modifikasi suhu, peresapan air hujan, pengendali polusi udara, pengelolaan limbah air dan memperkecil pantulan sinar matahari serta cahaya menyilaukan. Dahlan (2004), menyebutkan beberapa fungsi yang dimiliki hutan kota antara lain: 1. Fungsi penyehatan lingkungan ; sebagai penyerap dan penjerap partikel logam, timbal, dan debu (semen), mengurangi bahaya hujan asam, penyerap gas beracun dan CO2. 2. Fungsi pengawetan; sebagai tempat pelestarian plasma nutfah, sebagai habitat burung dan satwa lainya. 3. Fungsi estetika; untuk meningkatkan citra suatu kota dan menutupi bagian kota yang kurang baik. 4. Fungsi perlindungan; sebagai peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro, penepis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penepis bau, mengatasi penggenangan.
5. Fungsi produksi; penyedia air tanah, kayu, kulit, oksigen. 6. Fungsi lainya; identitas wilayah, pengelolaan sampah, pendidikan dan penelitian, mengurangi stress, penunjang rekreasi dan pariwisata, dll.
2.2.3. Tipe Hutan kota Hutan kota yang dibangun tentunya harus memiliki tujuan dan keselarasan dengan tipe hutan kota yang akan dibangun. Keselarasan ini akan memberikan kontribusi yang besar akan manfaat yang diharapakan dengan dibangunnya hutan kota. Beberapa tipe hutan kota menurut Dahlan (2004) antara lain: 1. Tipe Pemukiman Hutan kota yang dibangun pada areal pemukiman bertujuan utama untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, maka yang harus dibangun adalah hutan kota dengan tipe pemukiman. Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada keindahan, penyejukan, penyediaan habitat satwa khususnya burung, serta tempat bermain dan bersantai. Hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. 2. Tipe Kawasan Industri Suatu wilayah perkotaan pada umumnya mempunyai satu atau beberapa kawasan industri. Limbah dari industri dapat berupa partikel, aerosol, gas dan cairan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Di samping itu juga dapat menimbulkan
masalah
kebisingan
dan
bau
yang
dapat
mengganggu
kenyamanan, maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang mempunyai fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir kendaraan dan keindahan. 3. Tipe Pelestarian Plasma Nutfah Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain : kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada dua sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah yaitu : 1. Sebagai tempat koleksi plasma nutfah, khususnya vegetasi secara exsitu.
2. Sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan Hutan kota dapat diarahkan kepada penyediaan habitat burung dan satwa lainnya. Suatu kota sering kali mempunyai kekhasan dalam satwa tertentu, khususnya burung yang perlu diperhatikan kelestariannya. Untuk melestarikan burung tertentu, maka jenis tanaman yang perlu ditanam adalah yang sesuai dengan keperluan hidup satwa yang akan dilindungi atau ingin dikembangkan, misalnya untuk keperluan bersarang, bermain, mencari makan ataupun untuk bertelur. 4. Tipe Perlindungan Selain dari tipe yang telah disebutkan di atas, areal kota dengan mintakat ke lima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan longsoran. Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan daerah pantai dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai. Untuk beberapa kota masalah abrasi pantai ini merupakan masalah yang sangat penting. Untuk kota yang memiliki kuantitas air tanah yang sedikit dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka fungsi hutan yang harus diperhatikan adalah sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air, maka hutan yang cocok adalah hutan lindung di daerah tangkapan airnya. 5. Tipe Pengamanan Hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan, dengan menanam perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur pohon pisang serta tanaman yang merambat dari legum secara berlapislapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi. Pada kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak mengundang masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak rasanya seperti pisang hutan dapat dianjurkan untuk ditanam di sini.
2.2.4. Bentuk Hutan kota Hutan kota memilik berbagai bentuk mulai dari jalur hijau sampai tempat pemakaman umum. Bentuk-bentuk tersebut tentunya memiliki fungsi sesuai dengan peruntukkannya agar tujuan dibangunnya hutan kota dapat tecapai secara maksimal. Adapun bentuk-bentuk hutan kota yang umum dalam mengatasi masalah lingkungan hidup di perkotaan antara lain : 1. Jalur hijau, biasanya dibangun di tepi jalan raya, di bawah kawat listrik tegangan tinggi, di tepi jalan kereta api, dan di tepi sungai. Bentuk Jalur hijau baik di dalam atau di luar kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai suatu hutan kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa jalur, dibangun untuk diperoleh manfaatnya untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang baik. 2. Taman kota, dapat diartikan sebagai areal RTH diperkotaan yang sebagian maupun seluruh tanamannya ditanam dan atau ditata sedemikian rupa, dan merupakan hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. 3. Kebun dan halaman, dapat memberikan prestise tertentu. Oleh sebab itu halaman rumah ataupun kebun dapat ditata apik sedemikian rupa untuk mendapatkan citra, kebanggaan dan keindahan tertentu, sekaligus dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup di perkotaan. 4. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota, karena mampu memberikan kontribusi secara ekologis bagi peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Adapun bentuk lain dapat berupa hutan lindung, kuburan dan taman makam pahlawan yang banyak ditumbuhi vegetasi.
2.3.
Pengertian Nilai Hutan dengan karateristik yang ada sebagai suatu ekosistem hutan tentu
merupakan aset sumberdaya alam (natural capital) yang secara potensial bersifat permanen. Nilai aset mereflesikan nilai ekonomi yang dimiliki oleh suatu sumberdaya, dalam hal ini adalah ekosistem hutan di daerah tertentu (Bahruni, 2001), sedangkan nilai sendiri menurut Bahruni (2001), merupakan persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu. Persepsi ini sendiri merupakan
ungkapan, pandangan, prespektif seseorang (individu) tentang atau terhadap suatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran yang berpadu dengan harapan ataupun normanorma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat. Pengertian nilai ekonomi menurut konsep ekonomi bahwa kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual-beli (transaksi) saja tetapi semua barang dan jasa yang akan memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat (Bahruni 2001).
2.4.
Penentuan Nilai Hutan kota Penentuan nilai lingkungan (hutan kota) dari suatu kegiatan yang
berdampak pada kehidupan sangat diperlukan. Hal ini menjadi penting karena program konservasi untuk penyehatan lingkungan seperti hutan kota sering tidak mampu ”bersaing”, bila dihadapkan pada kondisi yang mempertentangkannya, ketidakmampuan bersaing ini juga didasari karena hutan kota tidak diketahui manfaat (nilai ekonominya). Berbagai hal yang menyebabkan manfaat (nilai ekonomi) hutan kota tidak diketahui, yaitu karena faktor-faktor khusus (karakteristik) hutan kota yang dalam hal ini adalah barang dan jasa yang dimiliki hutan kota. Terdapat dua kategori barang dan jasa yaitu privat dan publik. Pada barang dan jasa privat orang yang mau mendapatkan barang tersebut harus melalui proses jual–beli, sedangkan terhadap barang publik, individu masyarakat dapat memperoleh kegunaan dan kepuasan tanpa harus membayar. Menurut Bahruni (2001), barang publik ini memilki ciri: 1. Barang dan jasa tidak bersifat non rival, joint supply atau indivisible (tidak dapat
dibagi),
yaitu
penggunaan
oleh
seseorang
tidak
mengurangi
ketersediaannya untuk dimanfaatkan bagi orang lain, tidak menjadi langka. 2. Barang dan jasa tidak bersifat nonexcludability atau non exclusive, sehingga pemilik tidak terjamin hak kepemilikannya, karena orang lain dapat memperoleh manfaat tanpa memberikan korbanan (membayar/ membeli). Kebanyakan barang dan jasa sudah memiliki harga di pasar yang terjadi melalui proses jual-beli. Namun tidak demikian halnya dengan barang dan jasa lingkungan, kebanyakan dari manfaat hutan kota yang berupa jasa lingkungan memang bersifat abstrak. Keanekaragaman hayati atau penyedia udara bersih
misalnya, dipercaya sebagai hal yang sangat penting tetapi justru kerap sangat sulit dinilai dalam suatu moneter. Penting dikemukakan bahwa penilaian hutan kota bukan berusaha untuk mengadakan nilai yang tidak ada, tetapi suatu upaya bagaimana mengukur nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh hutan tersebut, yang secara nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Beranjak dari pemaparan konsep nilai ini, berbagai elemen
mencoba
mengklasifikasikan
nilai
ini
atas
berbagai
macam
pengelompokan (klasifikasi), sesuai dengan cara pengelompokannya. Pearce dan Turner (1990) dalam Bahruni (2001), membuat klasifikasi manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Ekonomi Value), atas dasar klasifikasi menurut cara atau proses manfaat itu diperoleh. (Gambar 2) Nilai Ekonomi Total (Total Ekonomii Value)
Nilai guna (Use value)
Nilai guna langsung (Dierect use value)
Hasil yang dapat dikonsumsi
• • • •
Kayu Makanan Biomassa Rekreasi
Nilai guna tak langsung (Indirect use value)
Manfaat regional
• Fungsi ekologis • Resapan air • Produksi oksigen
Nilai bukan guna (Non-use value)
Nilai pillihan (Optoin value)
Nilai langsung dan tak langsung yang akan datang
Nilai keberadaan (Existence value)
Nilai bukan guna langsung Other non-use value
Nilai pengetahuan
• Keanekaragaman hayati • Perlindungan habitat
• Habitat • Spesies langka
Sumber: Paerce (1992) dalam Bahruni (2001) Gambar 2. Kategori Nilai Ekonomi Total dari Sumberdaya Hutan
Penilaian ekonomi adalah proses kuantifikasi nilai biofisik dan fenomena sosial budaya untuk setiap indikator nilai menjadi nilai ekonomi (moneter) dengan metode tertentu sesuai dengan sifat setiap indikator tersebut. Pemilihan metode penilaian yang digunakan dilakukan melalui proses pemilihan bedasarkan kriteria
setiap jenis nilai yang diklasifikasikan atas nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Nilai guna langsung merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat atau perusahaan terhadap komoditas hasil sumberdaya hutan, berupa flora, fauna dan komoditas dari proses ekologis (ekosistem hutan). Jenis manfaat penggunaan langsung ini dikelompokan atas 1) Bahan baku industri, 2) Bahan bangunan, 3) Sumber energi, 4) Pangan (makanan), 5) Flora fauna untuk hiasan dan peliharaan, 7) Air konsumsi rumah tangga Fakultas Kehutanan IPB (1999) dalam Bahruni (2001). Nilai
guna
tidak
langsung
merupakan
manfaat
yang
diperoleh
individu/masyarakat melalui penggunaan secara tidak langsung terhadap sumberdaya hutan yang memberikan jasa (pengaruh) pada aktivitas/produksi atau mendukung kehidupan makhluk hidup. Jasa hutan dihasilkan dari suatu proses ekologis, dari komponen biofisik ekosistem hutan. Nilai sumberdaya hutan yang termasuk dalam kategori nilai guna tidak langsung (indirect use value) adalah berbagai fungsi jasa hutan berupa manfaat hutan seperti pengendalian banjir, produksi oksigen, penyerap CO2, mereduksi pencemar udara, daerah resapan air dan ameliorasi iklim. Berbagai metode penilaian terhadap lingkungan telah banyak dipraktikan dalam banyak proyek di berbagai negara. Metode-metode tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam metode: 1) metode secara langsung didasarkan pada nilai pasar atau produksivitas; 2) metode yang menggunakan nilai pasar pengganti atau barang pelengkap; 3) metode yang didasarkan hasil survei. Sementara menurut Bahruni (2001), metode penilaian tersebut antara lain: 1. Metode nilai sosial bersih (net social benefit) : metode ini digunakan jika ada data demand dan supply yang lengkap (series) sehingga dapat dibuatkan kurva demand dan supply. 2. Metode harga pasar (market price) : metode ini digunakan jika barang/jasa hutan yang akan dinilai terdapat harganya di pasar (lokal, regional, nasional) sehingga ada harganya seperti kayu bulat. Dalam menilai atau memberikan harga terhadap dampak lingkungan, selama ada harga pasar untuk produk atau jasa yang hilang atau yang timbul terhadap dari adanya suatu proyek sebaiknya digunakan harga pasar.
3. Metode harga pengganti (subtitute price) : jika barang yang akan dinilai memiliki barang subtitusi dan barang subtitusi tersebut terdapat harganya. Maka nilai barang terrsebut didekati dari harga barang subtitusinya. 4. Metode biaya perjalanan : pendekatan ini biasanya dilakukan untuk menilai jasa hutan berupa rekreasi. Nilai rekreasi diperoleh dari besarnya biaya yang dikeluarkan oleh seluruh orang yang ber-rekreasi ke tempat tersebut. 5. Metode valuasi kontingensi : metode ini dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden (menggunakan kuisioner/daftar pertanyaan) tentang kesedian membayar (willingnes to pay)/kesediaan dibayar (wilingnes to accept) kepada/oleh pihak lain sebagai kompensasi telah memelihara keadaan hutan sehingga nilai pilihan dan nilai keberadaan hutan tersebut tetap terpelihara.
2.5.
Analisis Ekonomi Sumberdaya dalam Daur kebijakan Manfaat-manfaat sosial sering menjadi pertimbangan dalam proses
pembuatan keputusan mengenai aloksi sumberdaya nasional untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, kesenian dan sebagainya. Sulitnya membuat justifikasi politis bagi penetapan kawasan yang dalam hal ini adalah hutan kota, bukan saja karena adanya kesulitan dalam penilaian serta campur aduknya manfaat yang dimiliki, melainkan karena yang lebih tampak adalah ”biaya jangka panjangnya”. Oleh karena itu pembangunan hutan kota sering menempati peringkat bawah dibandingkan dengan pembangunan ekonomi yang menghasilkan manfaat rupiah secara nyata. Begitu suatu kawasan yang dalam hal ini ”Hutan kota” direncanakan untuk dilindungi, kelompok-kelompok penentang juga akan segera terbentuk. Daerah industri, daerah pemukiman, ataupun pelebaran jalan yang umumnya lebih memiliki potensi ekonomis akan memiliki akses yang lebih besar dalam proses pembuatan keputusan, dengan kekuatan politis dan argumen yang kuat, suatu hutan kota dapat berubah peruntukannya. Untuk itulah dibutuhkan suatu argumen dan dasar ekonomi yang cukup kuat dalam suatu proses pembuatan keputusan mengenai kawasan yang akan dijadikan hutan kota, karena selama ini proses pembuatan keputusan hanya berlandaskan argumen ekologis, hal ini menyebabkan penentuan kawasan sering kalah oleh argumen yang bersifat politis.
Analisis ekonomi sumberdaya sebenarnya memiliki peran yang lebih besar dalam proses pembuatan keputusan. Sebelum suatu kawasan hutan kota ditetapkan, pertama-tama harus dibuat kejelasan mengenai tujuan perlindungan kawasan. Begitu tujuan tersebut ditetapkan, selanjutnya dievaluasi untuk menentukan kontribusinya sehingga ditetapkan sebagai kawasan hutan kota. Dibutuhkan penilaian terhadap sumberdaya hutan kota dan estimasi manfaatmanfaat yang dapat diberikan dari hutan tersebut, semuanya harus dijelaskan sepraktis mungkin, dengan teknik penilaian ekonomi yang paling tepat. Secara sederhana dapat digambarkan seperti Gambar 3
Penentuan tujuan perlindungan Hutan kota berdasarkan pertimbangan biologi, sosial, dan ekonomi
Evaluasi kontribusi kawasan bagi sistem perlindungan
Mentukan kebutuhan anggaran untuk mencapai tujuan (1)
Jika (3) kecil pembangunan Hutan kota diteruskan
Menentukan penggunaan yang konsisten dengan tujuan
Jika (3) besar tetapi lebih kecil dari (1) pembangunan Hutan kota diteruskan
Perkiraan manfaat kuantitatif (1)
Perkiraan manfaat kualitatif (2)
Jika (1) + (2) kecil Hutan kota dibatalkan
Jika (1) + (2) besar, evaluasi manfaat penggunan alternatif (3)
Jika (3) > (1) evaluasi ((3) - (1)) vs (2) keputusan politis diperlukn
Sumber : Dixon dan Sherman (1990) dalam Wiratno dkk (2004) Gambar 3. Dimensi ekonomi proses pembauatan keputusan penetapan kawasan hutan kota.
Jika manfaat perlindungan relatif kecil, maka tidak ada kebutuhan untuk meneruskan analisis namun sebaliknya, jika manfaat perlindungan cukup besar, maka langkah berikutnya adalah menentukan nilai dari pemanfaatan lain (pemanfaatan alternatif). Jika nilai dari pemanfaatan alternatif yang terbaik masih relatif lebih kecil dari nilai hutan kota yang direncanakan maka kawasan tersebut
harus ditetapkan sebagai hutan kota, namun jika pemanfaatan alternatif lebih besar maka keputusannya menjadi lebih sulit, pada kasus ini manfaat bersih dari hutan kota akan dibandingkan dengan manfaat bersih dari pemanfaatan. Jika ternyata nilai bersih manfaat kuantitatif hutan kota masih lebih besar dari manfaat untuk pemanfaatan alternatif maka kawasan tersebut termasuk dalam kategori ”kawasan dengan manfaat sosial” dan karenanya harus dijadikan hutan kota, tetapi jika manfaat penggunaan alternatif lebih besar dari manfaat kuantitatif hutan kota maka keputusannya akan menjadi lebih sulit lagi. Pada kondisi ini, perbedaan manfaat kuantitatif dan kedua macam penggunaan tersebut harus dihadapkan dengan pertimbangan akan manfaat kualitatifnya.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITTIAN 3.1.
Taman Margasatwa Ragunan
3.1.1. Sejarah Kebun binatang pertama di Jakarta bernama "Planten En Dierentuin" dibuka secara resmi pada Tahun 1864 di daerah Cikini, Jakarta Pusat (Anonim 2007). Kebun Binatang tersebut dikelola oleh Perhimpunan Penyang Flora dan Fauna Jakarta (Culture Veriniging Plenten en Dierentuin at Batavia) dengan luas 10 hektar. Setelah Indonesia merdeka, pada Tahun 1949 namanya dirubah menjadi Kebun Binatang Cikini. Tempat di daerah Cikini menjadi terlalu kecil dan tidak cocok untuk peragaan satwa. Kemudian pada Tahun 1964 Pemerintah DKI Jakarta menghibahkan tanah seluas 30 hektar di pinggiran Selatan Jakarta, Ragunan, Pasar Minggu. Kebun Binatang Ragunan dibuka secara resmi, Tanggal 22 Juni 1966 oleh Gubernur DKI Jakarta dengan nama Taman Margasatwa Ragunan (TMR). Pengelolaan Kebun Binatang Ragunan diwariskan oleh seorang pecinta satwa, Benjamin Gaulstaun yang juga sebagai direktur pertama TMR (Anonim 2007).
3.1.2. Letak dan Luas Taman Margasatwa Ragunan terletak pada posisi 106o48 BT dan 06o15' LS dan berjarak 20 km dari pusat Kota Jakarta (Tata lingkungan TMR 2006). Secara administrstif TMR termasuk dalam wilayah Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan batas wilyah sebagai berikut : 1.
Sebelah Barat berbatasan dengan Jl. Kav POLRI dan Jl. Jati Padang
2.
Sebelah Timur berbatsan dengan Jl. Jati Padang
3.
Sebelah Utara berbatsan dengan Jl Harsono
4.
Sebelah Selatan berbatsan dengan Jl. Sagu
Luas keseluruhan 135 ha. Tata guna lahan TMR meliputi lahan yang telah terbangun 52%, kantor dan kandang 32 ha, taman 15 ha, danau 7 ha, lapangan parkir 5 ha dan saluran air 10 ha.
3.1.3. Fisik Taman Margasatwa Ragunan Taman Margasatwa Ragunan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 50 m di atas permukaan laut dan kemiringan 2o-6o, sedangkan suhu
harian berkisar antara 22.5o-28.5o dan kelembaban udara sebesar 85% serta curah hujan 2291 mm per tahun dengan jenis tanah Latosol Merah (Tata Lingkungan TMR 2006). Dibangun menurut rancangan konsep kebun binatang terbuka. Koleksi satwanya lebih dari 3000 ekor, terdiri dari 270 jenis, dimana 90% nya adalah satwa asli Indonesia. Setiap satwa diperagakan dalam kandang menurut habitat aslinya. Selain itu terdapat sekitar 14957 individu tanaman dengan 169 jenis dari 49 famili yang tersebar di lahan seluas 135 ha yang memberikan kesejukkan dan kenyamanan baik untuk satwa maupun pengunjung.
Sumber : Tata Lingkungan TMR 2006 Keterangan : 1. Parkir Mobil Utara 14. Kandang Binturong 27. Loket Barat 2. Children Zoo 15. Parkir Motor Utara 28. Areal Kesehatan 3. Pusat Informasi 16. Terarium III 29. Gudang baru, Nursery 4. Kandang Burung Jalak Bali 17. Terarium II 30. Kesehatan lama, Kand. Kuda 5. TSIK 18. Kandang Singa/Orang Utan 31. Kand. Gorila, Orang Utan 6. Samping TSIK 19. Kandang Unggas lam 32. Pulau 7. Kandang gajah Peragaan 20. Kand.Mamalia,Beruang 33. Kandang Onta, Kand. Banteng 8. Dokenel 21. Jembatan Kuda Nil 34. Kebun Rumput Timur 9. Kantor lama Sahabat Satwa 22. Kandang Simpanse 35. Kandang Harimau Putih 10. kantor Pusat Gedung lama 23. Kand. Burung Onta, Komodo, Gajah 11. Stand Pengunjung 24. Safari Gajah Tunggang 36. Hutan wisata 12. Relief 25. Kand. Jerapah 37. Sumur Nila 13. Kandang Macan Tutul 26. Miami, kapling Polri 38. Pinggir Selatan Danau
Gambar 4. Taman Margasatwa Ragunan
3.1.4. Fungsi Taman Margasatwa Ragunan Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 734 Tahun 1986 dalam Tata Lingkungan (2006), tentang penyempurnaan kembali susunan organisasi
TMR
pemerintah
DKI
bahwa
TMR
Jakarta.
berkedudukan
Tugas
pokok
sebagai
TMR
yaitu
aparat
pelaksana
menyelenggarakan
perlindungan, pemeliharaan serta menjaga kelestaraian hidup binatang dan tumbuhan, sebagai sarana penunjang pendidikan, dan media penelitian. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut TMR harus menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi, sarana ilmu pengetahuan, pendidikan, sarana raekreasi dan apresiasi.
3.2.
Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu
3.2.1. Letak dan luas wilayah Wilayah Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu terletak di bagian Selatan Ibu Kota DKI Jakarta. Monografi Kelurahan Ragunan (2007) menyatakan Kelurahan Ragunan memiliki luas wilayah sebesar 504.74 ha dengan batasbatas sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara
: Jl. Pejanten Barat dan Jl. T.B Simatupang
2.
Sebelah Timur
: Jl. Warung Buncit dan Jl. Jati Padang
3.
Sebelah Selatan
: Jl. Sagu Kecamatan Jagakarsa
4.
Sebelah Barat
: Jl. Ampera raya dan Jl. Cilandak KKO
Berdasarkan Monografi Kelurahan Pasar Minggu (2007), untuk Kelurahan Pasar Minggu memiliki luas wilayah sebesar 278.60 ha dengan batas-batas sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara
: Jl. Pejanten Mas Raya/Kel. Pejanten Barat
2.
Sebelah Timur
: Jl. Raya Tanjung Barat/kel. Pejanten Timur
3.
Sebelah Selatan
: Jl. T.B Simatupang/Kel.Kebagusan
4.
Sebelah Barat
: Jl. Salihara/Kel Jati Padang
3.2.2. Fisik dan Penduduk Berdasarkan Monografi Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu (2007), Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu termasuk dalam wilayah Kecamatan Pasar Minggu yang berada pada ketinggian ± 26 mdpl dengan suhu rata-rata 27oC, memiliki curah hujan rata-rata 180.3 mm3/tahun. Topografi pada daerah ini datar hingga berombak. Keadaan sisoal ekonomi penduduk di kedua kelurahan
tidak berbeda jauh, jenis mata pencaharian warga sebagian besar yaitu sebagai pedagang. Secara jelasnya dapat dilihat pada pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian No Jenis Pencaharian Pasar Minggu Ragunan 1 Pegawai negeri 2735 2700 2 Pegawai swasta 3072 3245 3 TNI 572 450 4 Pedagang 5577 6500 5 Buruh 5735 5345 6 Lain-lain 1224 1918 Sumber : Monografi Kelurahan Pasar Minggu dan Ragunan 2007
Gambar lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5 Secara visual kedua lokasi tidak berbeda jauh dalam hal sosial dan ekonomi, pembeda kedua lokasi penelitian hanya pada keberadaan hutan kotanya.
a).
b).
Gambar 5. Lokasi pengambilan sampel : a). Pemukiman warga di Kelurahan Ragunan ; b). Pemukiman warga di Kelurahan Pasar Minggu.
Berdasarkan pemantauan kualitas udara ambien Jakarta Tahun 2006, maka lokasi penelitian yang berada di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan memiliki kualitas udara ambien seperti pada Tabel 4. Kulitas udara ambien diasumsikan berpengaruh untuk seluruh daerah Jakarta. Tabel 4. Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta 2006 Rata-rata (metode sesaat) Debu, TSP 155-304 μg/m3 NO2 0,017-0,043 ppm 0,003-0,006 ppm SO2 CO Sumber: BPLHD DKI Jakarata 2006 Parameter
Rata-rata (metode kontinyu) 13,30-32,87 μg/m3 9,38-42,91 μg/m3 1,20-1,37 mg/m3
Baku Mutu (BM) 90 μg/m3/jtahun 60 μg/m3/tahun 60 μg/m3/tahun -
IV. METODOLOGI 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan yang mewakili hutan
kota dan Kecamatan Pasar Minggu tepatnya di sekitar lingkungan warga Kelurahan Ragunan dan Kelurahan Pasar Minggu yang mewakili persepsi dan kesehatan warga (lampiran 8) Dilaksanakan pada Bulan September-November 2007. Pengambilan data dilakukan pada dua lokasi yang berbeda, hal ini dilakukan untuk
mengetahui
pengaruh
hutan
kota
terhadap
kesehatan
masyarakat. Perbedaan lokasi dibedakan hanya pada keberadaan hutan kotanya sedangkan ekonomi, sosial, iklim dan lainya adalah sama.
4.2.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pencatat waktu, kamera
digital, alat tulis, meteran, tape recorder dan hand counter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tally sheet dan kuisoner.
4.3.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4.3.1.
Dampak pencemaran udara
1. Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian Untuk mengetahui pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian dilakukan melalui pendugaan. Pendugaan dilakukan berdasarkan penghitungan jumlah kendaraan bermotor dan emisi yang dikeluarkan. Adapun langkahlangkahnya adalah: a. Menghitung kendaraan yang melewati lokasi penelitian. Kendaraan yang dihitung dikelompokkan dalam minibus dan sedan, sedangkan metromini, kopaja. bajaj serta sepeda motor tidak dihitung. b. Penelusuran data emisi kendaraan bermotor yang didapatkan dari hasil uji emisi kendaraan bermotor (data sekunder) di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta (BPLHD). Uji tersebut setidaknya menghasilkan data sebagai berikuti : CO HC
: :
%, ppm %, ppm
2.
Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan Emisi gas buangan kendaraan bermotor di lokasi penelitian diduga akan
menimbulkan dampak pencemaran udara yang mengganggu kesehatan. Adapun langkah-langkah penentuan jenis penyakit beserta jumlah warga yang terkena penyakit sebagai dampak pencemaran udara yaitu: a. Penelusuran data sekunder mengenai penyakit yang dapat disebabkan pencemaran udara. b. Penelusuran data di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu mengenai penyakit yang diduga akibat pencemaran udara. Data yang diambil dari Puskesmas Kecamatan Pasar minggu kemudian dipilih dan didata mengenai penyaki-penyakit yang diduga berhubungan dengan pencemaran udara atau penyakit yang disebabkan karena gas-gas pencemar. Data juga diambil dari wawancara dengan responden mengenai penyakit-penyakit yang diderita warga beberapa tahun terakhir. Adapun penyakit yang ditanyakan seperti pusing, sesak nafas, iritasi mata dll. c. Kemudian ditabulasi kedalam Tabel 5 dan Tabel 6 Tabel 5 berisi mengenai data jenis penyakit, gas penyebab dan jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara, hasil penelusuran data di puskesmas kecamatan. Tabel 5. Jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara Jenis penyakit
Gas pencemar
Kelurahan Ragunan Jumlah orang
Pasar Minggu Jumlah orang
Keterangan : Data puskesmas
Tabel 6 berisi mengenai data jenis penyakit, gas penyebab dan jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara, hasil wawancara dengan masyarakat. Tabel 6. Jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara No
Jenis penyakit
Keterangan : Data wawancara
Gas pencemar
Jumlah penderita Ragunan Pasar Minggu Orang (%) * Orang (%) * Jumlah Jumlah
3. Biaya pengobatan yang harus dikeluarkan dari dampak pencemaran udara Biaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang diduga diakibatkan pencemaran udara diambil melalui wawancara ataupun penelusuran data sekunder. Data yang diambil mengenai berapa besar biaya untuk pengobatan karena penyakit a atau b. 4.3.2. Potensi kemampuan hutan kota dalam mereduksi pencemaran udara Data kemampuan hutan kota ini dibutuhkan untuk menghitung seberapa besar kemampuan hutan kota dan pengaruhnya dalam menurunkan pencemaran udara di sekitar TMR. Adapun data yang dibutuhkan diantaranya: 1. Data tumbuhan yang terdapat di Hutan Kota TMR, diambil dengan menginventarisasi jenis pohon, jumlah pohon, jumlah daun dan luas daun ataupun data sekunder di TMR. Hasil ditabulasi kedalam Tabel 7. Tabel 7. Data flora di Hutan kota No.
Nama Lokal
Nama Jenis (Spesies)
Suku
Jumlah
2. Data jumlah daun perpohon (pohon yang dihitung yaitu pohon yang telah ada penelitian sebelumnya). Adapun langkah-langkah penentuan jumlah daun per pohon adalah sebagai berikut : a. Hitung jumlah cabang dalam satu pohon b. Kelompokkan cabang-cabang tersebut berdasarkan ukurannya c. Pilih salah satu cabang sampel dan hitung jumlah daunnya d. Kalikan jumlah daun pada sampel dengan jumlah sampel cabang e. Jumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat jumlah total daun per pohon 3. Data mengenai kemampuan jenis-jenis pohon yang mampu mereduksi pencemaran udara seperti kemampuan menyerap/menjerap timbal, debu, SO2, NO2, dan CO. Data diambil dari penelitian yang telah ada
4.3.3. Persepsi masyarakat tentang manfaat hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara Persepsi masyarakat diambil melalui wawancara dengan warga di Kelurahan Pasar Minggu dan Ragunan, untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai hutan kota dalam mereduksi pencemaran udara akibat emsi kendaraan bermotor. Sampel yang diambil dengan jumlah yang sama untuk kedua lokasi (Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu).
4.3.4
Biaya pembangunan hutan kota Pembangunan hutan kota memiliki peran yang besar dalam menentukan
nilai ekonomi hutan kota, karena data pembangunan yang meliputi biaya pembuatan dan pemeliharaan hutan kota adalah dasar dari nilai yang akan dihitung. Adapun data yang diambil diantaranya: 1. Biaya pembangunan atau pembuatan hutan kota serta pemeliharaannya. Data tersebut diambil dari pemda atau dinas terkait. 2. Alternatif
data,
biaya
pembangunan
dihitung
dengan
penggunaan
pendekatan harga bibit, biaya penyiraman, pemupukan, penyiangan, penyulaman dan monitoring. Biaya tersebut diambil dari harga umum atau biaya untuk Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan). Penghitungan biaya hanya dilakukan pada pembangunan pohon-pohon, tidak menghitung pembangunan infrastruktur di TMR.
4.3.5. Valuasi ekonomi hutan kota Penentuan nilai ekonomi hutan kota dari pendekatan biaya kesehatan membutuhkan beberapa data penunjang agar penentuan nilai ini dapat dilakukan. Untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan data selisih biaya pengobatan yang dikeluarkan Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu.
4.4 Analisis Data 4.4.1
Dampak pencemaran udara Untuk mengetahui nilai ekonomi hutan kota berdasarkan biaya kesehatan
dan pengaruh hutan kota terhadap kesehatan warga di lokasi penelitian, maka dilakukan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Pengaruh hutan kota dilihat dari asumsi pertama bahwa masyarakat yang hidup dekat dengan hutan kota lebih sehat dibandingkan dengan masyarakat yang jauh/tidak memiliki
hutan kota di daerah tempat tinggalnya. Kedua biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan tentunya akan lebih besar di lokasi yang tidak memiliki hutan kota. Adapun analisis data yang dilakukan antara lain : 1.
Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian Untuk mengetahui pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian
dilakukan melalui pendugaan. Pendugaan dilakukan berdasarkan penghitungan jumlah kendaraan bermotor dan emisi yang dikeluarkan. Analsis tersebut dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah kendaraan di lokasi penelitian x emisi kendaraan Ket : Total emisi yang dikeluarkan adalah pendugaan pencemaran yang terjadi di lokasi penelitian.
2.
Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan dianlisis dengan
membandingkan dampak kesehatan di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu akibat pencemaran udara. Analisis yang dilakukan antara lain : a. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden mengenai beberapa penyakit yang diderita warga dan diduga diakibatkan pencemaran udara, dijumlahkan dan dibuat persentasenya (Tabel 6). Persentase yang dihasilkan di-extrapolasi kedalam jumlah warga yang terdapat di masing-masing kelurahan sehingga didapatkan data pendugaan jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara. Untuk memudahkan data ditabulasi kedalam Tabel 8. Tabel 8. Pendugaan jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara Kelurahan Jenis Penyakit (%) *
Ragunan Orang
(%) *
Pasar Minggu Orang
Ket : data hasil wawancara, mengacu hasil Tabel 6.
3.
Biaya pengobatan yang harus dikeluarkan sebagai dampak pencemaran udara Penghitungan dampak hanya menghitung dari sisi pengobatan tidak
menghitung menurunnya produktivitas akibat pencemaran udara. Pengobatan dilakukan 3 x karena dengan estimasi tersebut pasien diharapkan sudah sembuh
Besarnya biaya yang dikeluarkan akibat pencemaran udara dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah warga penyakit a x Biaya pengobatan penyakit a Untuk memudahkan data ditabulasi kedalam Tabel 9. Tabel 9 berisi data jenis penyakit, biaya pengobatan/orang dan jumlah penderita. Tabel 9. Biaya pengobatan penyakit akibat pencemaran udara No
Jenis Penyakit
Ragunan (Rp) Biaya Jumlah pengobatan penderita per orang (Rp)
Pasar Minggu (Rp) Biaya (Rp)
Jumlah penderita
Biaya (Rp)
Total biaya Biaya/orang
4.4.2. Potensi Kemampuan Hutan Kota TMR Potensi kemampuan hutan kota dalam mereduksi pencemaran udara dilakukan melalui pendugaan menggunakan data sekunder. Data dianalsisi dengan menggunakana rumus : B = C x Jd x Jp x Bk xLd Ket : B
= Kemampuan hutan kota dalam menyerap pencemar udara (data yang digunakan berasal dari penelitian yang telah ada dan kemudian dikonversi kedalam kemampuan pohon yang terdapat di TMR)
C
= Kemampuan menjerap /menyerap pohon
Jd
= Jumlah daun
Jp
= Jumlah pohon
Ld
= Luas daun (m2)
Untuk memudahkan data dimasukkan kedalam Tabel 10. Tabel 10 berisi jenis pohon, jumlah pohon, jumlah daun, berat kering daun dan kemampuan pohon dalam menjerap/menyerap pencemar udara.
Tabel 10. Kemampuan beberapa pohon di TMR No
Jenis
Berat kering/daun (g)
Kemampuan menjerap/berat kering daun (mg/g)
Jumlah daun
Jumlah pohon
Kemampuan TMR (mg)
Total jerapan
4.4.3. Persepsi masyarakat tentang manfaat hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara Data hasil wawancara pada Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu yang didapatkan,
dijelaskan
secara
deskriptif.
Pertanyaan
yang
diajukan
menggunakan panduan wawancara (lampiran 1).
4.4.4. Biaya Pembangunan Hutan Kota TMR Biaya ini diperlukan untuk mengetahui berapa nilai ekonomi yang melekat pada hutan kota dari biaya pembangunannya. Penghitungan pendekatan biaya pembangunan pohon beserta pemeliharaannya, dihitung mulai dari tahun ke-0 hingga tahun ke-10, hal ini dilakukan karena hutan kota diasumsikan pada tahun ke-10 baru dapat memberikan manfaatnya secara ekologis bagi penyehatan lingkungan. Biaya pembangunan dan pemeliharaan hutan kota dianalisis dengan biaya hari orang kerja (HOK) dan pengadaan bibit (Standar Gerhan). Adapun penghitungan dilakukan seperti Tabel 11 : Tabel 11. Biaya pembangunan hutan kota Tahun
Jenis kegiatan
Penanaman Penyiraman Pemupukan+ penyiangan Penyulaman 2 Penyiraman Pemupukan+ penyiangan Monitoring 3 Penyiraman Pemupukan+ penyiangan Monitoring 4-10 Monitoring Pengadaan bibit 10% bibit penyulaman Pengadaan pupuk 0 1
Total biaya
Satuan
volume
Biaya satuan (Rp)
Total (Rp)
Keterangan
3.4.5. Valuasi Ekonomi Hutan Kota TMR Penghitungan nilai atau valuasi ekonomi hutan kota dianalisis dengan mencari selsih biaya dampak pencemaran udara dari kedua lokasi penelitian. Selesih antara kedua nilai tersebut adalah nilai ekonomi bersih yang didapatkan untuk kelurahan yang berdekatan dengan TMR karena secara langsung mendapatkan manfaat positif dari kehadiran TMR. Untuk penghitungan Valuasi Ekonomi Hutan kota dapat dihitung dengan menggunakan rumus : VHK = Z1 – Z Ket : VHK
= Nilai Ekonomi Hutan kota
Z
= Biaya dampak pencemaran udara di Kelurahan Ragunan
Z1
= Biaya dampak pencemaran udara di Kelurahan Pasar Minggu (tidak ada hutan kotanya)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Dampak Pencemaran Udara
5.1.1. Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian didapatkan data melalui hasil perhitungan seperti pada Tabel 12, untuk Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu dengan jumlah kendaraan rata-rata per jam sebanyak 2856 dan 2903 kendaraan. Penghitungan tidak memasukkan kendaraan bus, sepeda motor dan bajaj, hal ini dilakukan karena belum dilakukan uji emsi terhadap kendaraan-kendaraan jenis tersebut. Tabel 12. Perhitungan emisi kendaraan di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu Kelurahan Ragunan Pasar Minggu
Jenis kendaraan Sedan Minibus Sedan Minibus
Jumlah kendaraan 675 2181 1188 1715
Emisi CO (µg/m3/jam) 15093,52 53556,88 15093,52 53556,88
Total CO (µg/m3/jam) 10.188.126 116.807.555,3 17.931.101,76 91.850.049,2
Keterangan: Data diolah berdasarkan jumlah kendaraan bermotor yang dihitung saat penelitian Oktober 2007 dan data uji emisi kendaraan bermotor yang dilakukan BPLHD 2007. (tidak termasuk bus dan sepedamotor)
Pencemaran udara oleh Gas CO lebih besar pada Kelurahan Ragunan dibandingkan Kelurahan Pasar Minggu, padahal kedua lokasi ini memiliki jumlah kendaraan yang sebanding. Hal ini diduga karena jumlah kendaraan jenis Minibus yang memiliki emisi lebih besar pada Kelurahan Ragunan lebih banyak dibandingkan Kelurahan Pasar Minggu, selain itu kendaraan yang tidak dihitung seperti Metromini/Kopaja pada Kelurahan Pasar Minggu jumlahnya lebih banyak. Besarnya total emisi CO yang dikeluarkan merupakan indikator bagi pencemaran udara yang terjadi di Kecamatan Pasar Minggu karena dengan melihat konsentrasi CO yang dihasilkan dari kendaraan bermotor yang melintasi kecamatan tersebut, bukan hal yang tidak mungkin gas-gas pencemar lainnya juga dilepaskan ke udara dalam jumlah yang besar akibat pembakaran bahan bakar kendaraan. Pencemaran yang terjadi diperkuat berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Kelurahan Ragunan dan Kelurahan Pasar Minggu. Diketahui pada Kelurahan Pasar Minggu dari 282 jumlah responden yang diambil, hampir 89% menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran udara di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, sedangkan pada Kelurahan Ragunan dengan jumlah responden yang sama hanya 50% yang
mengatakan telah terjadi pecemaran udara di daerah lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian, lebih dirasakan oleh warga di Kelurahan Pasar Minggu dibandingkan Kelurahan Ragunan padahal dari hasil perhitungan (Tabel 12), total emisi yang dikeluarakan kendaraan di Kelurahan Ragunan lebih besar dibandingkan Kelurahan Pasar Minggu. 5.1.2. Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan masyarakat Beberapa penelitian menyatakan gas-gas pencemar dari emisi kendaraan bermotor dapat mengganggu kesehatan. Seperti yang disajikan pada Tabel 13, data tersebut menggambarkan besarnya pengaruh gas yang tercemar terhadap kesehatan manusia. Tabel 13. Pengaruh gas pencemar dari kendaraan bermotor terhadap kesehatan manusia Jenis pencemar
Pengaruh terhadap manusia
Debu (TSP)
Dapat menyebabkan penyakit kanker, memperberat penyakit jantung, batuk, iritasi kerongkongan, sesak napas, iritasi mata, ISPA
NO2
Memperberat penyakit jantung dan pernafasan, serta iritasi paru-paru
SO2
Memperberat penyakit saluran pernafasan, melemahkan pernafasan dan iritasi mata
CO
Menurunkan
kemampuan
darah
membawa
oksigen,
melemahkan
kemampuan berfikir, pusing, kelelahan dan kematian Plmbum (Pb)
Keruskan jaringan hati dan ginjal, jantung koroner, hipertensi, kelemahan berfikir, penurunan IQ, dan penyebab kanker
Sumber : Depkes RI 2007
Berdasarkan Tabel 13, maka setiap orang potensial terkena penyakit tanpa melihat jenis kelamin dan umur karena setiap orang membutuhkan oksigen yang terdapat di udara bebas. Manusia akan membutuhkan oksigen yang terdapat di udara namun tidak dapat menyaring/memilah hanya oksigen saja yang terhirup kedalam tubuh. Asumsi tersebut menunjukkan bahwa manusia tidak dapat memilih udara yang ingin dihirup dan siapa saja bisa terkena penyakit. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Kelurahan Pasar Minggu dan Ragunan mengenai “Apakah dampak pencemaran udara tersebut”. Pada umumnya responden menjawab pencemaran udara yang terjadi menyebabkan gangguan terhadap kesehatan. Kebanyakan responden menyatakan, beberapa tahun belakangan ini sering mengalami gangguan pernafasan, pusing-pusing,
sukar konsentrasi, pelupa, iritasi mata, dan sering setres. Gangguan kesehatan tersebut diduga berkaitan dengan pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian. Adapun jenis penyakit dan jumlah warga yang diduga terkena dampak pencemaran udara dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil wawancara mengenai penyakit yang diderita warga di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu No 1 2 3 4 5 6
Jenis penyakit
Gas pencemar
Gangguan pernafasan Sakit kepala Sukar konsentrasi Iritasi mata Stress Tidak sakit Total
Debu, SO2, NO2 CO Pb Debu, SO2, NO2 Debu, SO2, NO2,
Jumlah penderita Ragunan Pasar Minggu Orang (%) * Orang (%) * 9 3,2 24 8,51 24 8,51 26 9,22 36 12,76 61 21,63 17 6,02 45 15,95 34 12,05 55 19,5 163 57,44 71 25,17 282 100 282 100
Sumber : Hasil wawancara September-Oktober 2007
Perbandingan kesehatan berdasarkan wawancara yang dilakukan di kedua Kelurahan Pasar Minggu dan Ragunan disajikan dalam bentuk persentase dengan jumlah responden yang sama untuk masing-masing lokasi, untuk Kelurahan Ragunan dapat dilihat pada Gambar 6 dan untuk Kelurahan Pasar Minggu dapat dilihat pada Gambar 7. Data penyakit yang diderita waraga akhir-akhir ini di Kelurahan Ragunan
3%
gangguan pernafasan
8% 13%
Sakit kepala sukar konsentrasi
6%
58% 12%
iritasi mata stress tidak sakit
Gambar 6. Persentase hasil wawancara warga di Kelurahan Ragunan yang mengalami gangguan kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara.
Berdasarkan data, hasil wawancara di Kelurahan Ragunan warga yang mengalami gangguan pernafasan sebanyak 3%, pusing-pusing 9%, sukar konsentrasi 7%, pelupa 6%, iritasi mata 6%, dan stress 12 %, sedangkan yang tidak sakit 57 %. Untuk wilayah Kelurahan Pasar Minggu dengan penyakit yang sama didapatkan hasil untuk gangguan pernafasan 9%, pusing-pusing 9%, sukar
konsentrasi 11%, pelupa 10%, iritasi mata 16%, dan stress 20 %, sedangkan yang tidak sakit hanya mencapai 25%.
Data penyakit yang diderita warga akhir-akhir ini di Kelurahan Pasar Minggu 22%
9%
gangguan pernafasan
9%
Sakit kepala sukar konsentrasi
16% iritasi m ata
24%
20%
setress tidak sakit
Gambar 7.
Persentase hasil wawancara warga di Kelurahan Pasar Minggu yang mengalami gangguan kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara.
Persentase diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan gangguan kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara pada Kelurahan Pasar Minggu lebih besar dibandingkan dengan Kelurahan Ragunan dan persentase tersebut menunjukkan bahwa jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara di Kelurahan Pasar Minggu lebih besar dibandingkan dengan Kelurahan Ragunan, namun ketika ditanya mengenai “penyebab atau apakah penyakit saudara berkaitan dengan pencemaran udara yang terjadi”, warga masyarakat pada kedua kelurahan tersebut mengatakan tidak tahu. Hal ini disebabkan penyakitpenyakit yang diduga akibat pencemaran udara tidak diketahui secara pasti mengenai penyebabaya. Mengacu pada Tabel 14 maka dugaan jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara, dapat dihitung dengan melakukan extrapolasi persen pendugaan kedalam jumlah warga di lokasi penelitian. Secara jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Pendugaan jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu Kelurahan Jenis Penyakit Gangguan pernafasan Sakit kepala Sukar konsentrasi Iritasi mata Stress Tidak sakit Total
(%) * 3,2 8,51 12,76 6,02 12,05 57,44 100
Ragunan Orang 1178 3132 4695 2215 4434 21137 36.798
(%) * 8,51 9,22 21,63 15,95 19,5 25,17 100
Pasar Minggu Orang 2511 2721 6382 4706 5754 7427 29.507
Hasil penelusuran data di puskesmas kecamatan setempat, beberapa data yang berhasil dihimpun dari total kunjungan pasien pada Tahun 2006, mengenai jenis penyakit yang diderita warga di kedua kelurahan tersebut yaitu antara lain penyakit-penyakit seperti Infeksi Saluaran Pernafasan Atas (ISPA), Jantung, Hipertensi dan Infeksi Saluran Pernafasan lainnya (ISPL). Penyakit tersebut merupakan beberapa penyakit yang berkaitan dengan kualitas udara yang buruk (Depkes RI 2007). Emisi yang dilepaskan kendaraan bermotor seperti debu (TSP), NO2, SO2, CO dan Pb diantaranya adalah salah satu, ataupun dapat bersinergi sebagai penyebab dari penyakit-penyakit karena pencemaran udara. Adapun jumlah dan jenis penyakit dari warga yang terkena dampak pencemaran udara tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah penderita penyakit yang diduga terkena dampak pencemaran udara Kelurahan Ragunan Pasar Minggu ISPA Debu, SO2, NO2 1601 2393 Jantung Pb 21 343 Hipertensi Pb 356 1751 ISPL Debu, SO2, NO2 574 1004 Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu 2006 Jenis penyakit
Gas pencemar
Pada Gambar 8 disajikan perbandingan jumlah warga di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu yang diduga terkena gangguan kesehatan akibat pencemaran udara. Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah warga di Kelurahan Pasar Minggu, lebih banyak mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan warga Kelurahan Ragunan. Tercatat sebanyak 5491 jiwa, warga Kelurahan Pasar Minggu mengalami gangguan kesehatan sedangkan untuk warga kelurahan Ragunan sebanyak 2552 jiwa. Berdasarkan pernyataan warga memang tidak diketahui secara pasti penyebab gangguan kesehatan yang dialami kedua kelurahan di lokasi penelitian namun data pada Tabel 15 dan Tabel 16 mengindikasikan adanya perbedaan yang mempengaruhi kesehatan di kedua kelurahan tersebut. Hal ini diduga dari perbedaan, ada atau tidaknya hutan kota di kedua lokasi tersebut karena kedua Kelurahan, Ragunan dan Pasar Minggu memiliki tingkat sosial ekonomi yang berimbang dan tingkat pencemaran udara yang sama.
2500
2393
2000 1751
Jumlah Pasien
1601 1500 Ragunan Pasar Minggu 1004
1000
574 500 343
356
21
0 ISPA
Jantung
Hypertensi
ISPL
Jenis Penyakit yang diduga akibat pencemaran udara
Gambar 8. Perbandingan jumlah pasien di Kelurahan Pasar Minggu dan Ragunan.
Banyaknya jumlah warga di Kelurahan Pasar Minggu yang terkena dampak pencemaran udara seperti dijelaskan diatas sangat dimungkinkan karena tidak adanya filter alam yang langsung menyaring pencemar udara yang terlepas baik dari kendaraan ataupun dari sumber tidak bergerak lainya. Masyarakat kelurahan ini langsung menghirup udara bebas yang telah bercampur dengan bahan pencemar hasil emisi kendaraan yang melintasi daerah Kecamatan Pasar Minggu, sementara warga Kelurahan Ragunan yang posisinya lebih diuntungkan karena memiliki TMR sebagai filter alam memiliki jumlah warga lebih sedikit terkena dampak pencemaran udara. Hal ini diduga karena emisi kendaraan yang bercampur dengan udara bebas terlebih dahulu melewati TMR dan diduga telah mengalami reduksi oleh pohon-pohon yang terdapat di TMR
5.1.3. Biaya pengobatan/biaya kesehatan yang harus dikeluarkan sebagai dampak pencemaran udara Besarnya biaya kesehatan sebagai dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara yang terjadi dapat dihitung pada kedua kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu. Berdasarkan data yang didapat dari salah satu Rumah Sakit Umum Swasta di Jakarta mengenai biaya pengobatan maka besarnya biaya yang dikeluarkan warga di kedua kelurahan untuk mengobati penyakit-penyakit yang diduga akibat pencemaran udara, dari data hasil extrapolasi, secara
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17. Biaya yang didapat adalah biaya 3 kali pengobatan dengan menggunakan Obat Generic. Tabel 17. Biaya pengobatan penyakit akibat pencemaran udara di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu 2007 Ragunan (Rp) No
Jenis Penyakit
Biaya pengobatan per orang (Rp)
Jumlah penderita
Pasar Minggu (Rp) Biaya (Rp)
Jumlah penderita
Biaya (Rp)
Gangguan 800.000 1178 942.028.800 2511 2.008.836.560 pernafasan 2 Sakit kepala 100.000 3132 313.150.980 2721 272.054.540 Sukar 3 200.000 4695 939.000.000 6382 1.276.400.000 konsentrasi 4 Iritasi mata 15.000 2215 33.228.594 4706 70.595.498 5 Stress 4434 5754 Total biaya 2.227.493.334 3.627.959.418 Biaya/orang 60.533 122.952.5 Keterangan : Penyakit stress tidak dihitung karena biaya untuk penyakit tersebut tidak pasti, data biaya per orang meupakan biaya rujukan dari RS Umum di Jakarta Tahun 2007. 1
Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu maka besarnya biaya yang dikeluarkan warga pada kedua Kelurahan Pasar Minggu dan Ragunan, secara jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Biaya pengobatan penyakit akibat pencemaran udara di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu 2007 Ragunan (Rp) No
Jenis Penyakit
Biaya pengobatan per orang (Rp) 800.000 1.500.000 100.000 612.500
Jumlah penderita
Pasar Minggu (Rp) Biaya (Rp)
Jumlah penderita
Biaya (Rp)
1601 2393 ISPA 1.280.800.000 1.914.400.000 21 343 Jantung 31.500.000 514.500.000 356 1751 Hipertensi 35.600.000 175.100.000 574 1004 ISPL 351.575.000 614.950.000 Total biaya 1.699.475.000 3.218.950.000 Biaya/orang 46.183 109.091 Keterangan : Biaya pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Lain dimasukan dari beberapa data penyakit yang berhubungan dengan pernafasan seperti bronchitis, emphysema, iritasi paru-paru dan paru-paru obstruktif dimana penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit yang dapat disebabkan gas pencemar dan debu. 1 2 3 4
. Perbedaan besarnya dana yang dikeluarkan tidak terlepas dari jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara, dimana Kelurahan Pasar Minggu memiliki jumlah warga yang lebih banyak terkena dampak pencemaran udara dibandingkan Kelurahan Ragunan. Perbedaan dampak tersebut diduga disebabkan oleh ada atau tidaknya hutan kota pada kedua lokasi penelitian. Seperti telah dikemukakan bahwa hutan kota yang menjadi pembeda antara
kedua lokasi penelitian memberikan kontribusi dalam menurunkan (mereduksi) gas-gas pencemar hasil dari emisi kendaraan bermotor, khusunya di Kecamatan Pasar Minggu. Kelurahan Ragunan yang memiliki posisi lebih dekat dengan TMR diuntungkan secara ekonomi oleh pohon-pohon yang berada di TMR. Hal ini dapat dilihat dari besarnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan Kelurahan Pasar Minggu bila dibandingkan dengan Kelurahan Ragunan . Biaya perorang/tahun di kedua kelurahan dapat menjadi patokan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menanggulangi dampak pencemaran udara. Pada Tabel 17 dan 18 dapat dilihat, besarnya subsidi yang harus dikeluarkan, di kelurahan Ragunan jauh lebih kecil dibandingkan Kelurahan Pasar Minggu. Besarnya biaya ataupun subsidi yang harus dikeluarkan di Kelurahan Pasar Minggu seharusnya bisa diminimalisir bila terdapat filter alam (hutan kota) yang mampu mengurangi pencemaran udara.
5.2.
Potensi Kemampuan Hutan Kota TMR Taman Margasatwa Ragunan adalah salah satu hutan kota yang masih
tersisa hingga saat ini. Fungsinya sebagai sarana rekreasi serta penghasil pendapatan
daerah
yang
cukup
tinggi,
menjadikan
tempat
ini
masih
dipertahankan keberadaanya. Banyaknya pohon dan tumbuhan yang dimiliki TMR diharapkan mampu menjadi filter udara bebas yang tercemar. Hasil inventarisasi di Taman Margasatwa Ragunan, yang didapatkan data flora berjumlah 14957 individu dengan 169 jenis dari 49 famili yang tersebar di lahan seluas 135 ha, (Lampiran 2). Kondisi pohon-pohon yang berada di Hutan Kota TMR secara keseluruhan dalam keadaan baik. Hal ini dapat dilihat dari penampakan pohon yang tumbuh besar serta memiliki daun yang rimbun Taman Margasatwa Ragunan sebagai hutan kota diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar khusunya dalam hal penyehatan lingkungan sebagai paru-paru kota, karena menurut Bernatzky (1978), tumbuhan berperan sebagai penampung bahan pencemar yang ada di udara karena tumbuhan dapat mengurangi kecepatan angin dan meningkatkan turbulensi sehingga bahan pencemar udara akan tertahan oleh tumbuhan. Taman Margasatwa Ragunan adalah filter utama bagi warga Kelurahan Ragunan dalam mengatasi pencemaran yang terjadi di sekitar Kecamatan Pasar Minggu, karena TMR sendiri memiliki kemampuan untuk mereduksi pencemaran
udara. Adapun beberapa kemampuan TMR dalam mereduksi pencemaran udara antara lain : 1. Kemampuan pohon di TMR dalam menjerap pencemar timbal di udara ambien dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kemampuan beberapa pohon di TMR dalam menjerap timbal No
Jenis
Berat kering/daun (g)
Jumlah daun
Jumlah pohon
Kemampuan menjerap/daun (g/g) x10-6
Kemampuan TMR (µg)
1
Pterocarpus 0,26852 26.666 140 7,72 7738,91 indicus 2 Lagerstromea 1,745 58.240 238 7,62 184.309,93 flosreginae 3 0,0042 69.120 492 2,82 402,78 Delonix regia 4 Terminalia 1,156 10.850 145 6,15 11.184,86 cattapa 5 0,426 4.465.125 50 0,54 51.401,27 Filicium decipiens 6 Swietenia 0,90288 1.845.668 281 1,64 767.951,48 macrophylla 7 0,190923 292.880 166 1,07 9.932,08 Acacia mangium 8 0,55008 460.000 202 7,31 373.639,20 Mimusops elengi 9 Persea 1,083 24.705 9 2,84 683,87 americana Total jerapan 1.407.244,38 Keterangan: Hasil yang didapat merupakan perhitungan dari penelitian yang telah dilakukan Rahmat (1993) dan Rangkuti (2002), kemudian dikonversi kedalam kemampuan pohon yang terdapat di TMR.
2. Kemampuan beberapa pohon di TMR yang dapat menyerap timbal dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Kemampuan beberapa pohon di TMR menyerap timbal No
Jenis
Berat kering/daun (g)
Jumlah daun
Jumlah pohon
Kemampuan menyerap/daun (g/g) x10-6
Kemampuan TMR (kg)
1
Pterocarpus 0,26852 26.666 140 45,5 7738,911 indicus 2 0,0042 69.120 492 45,5 6.498,745 Delonix reggia 3 0,426 4.465.125 50 45 83.659,14 Filicium decipiens 4 Swietenia 0,90288 1.845.668 281 52,5 4.283.439 macrophylla 5 0,190923 292.880 166 42,5 24.583.813 Accacia mangium 6 1,156 10.850 13 46 394.498.3 Terminalia cattapa Total serapan 29.359.647 Keterangan: Hasil yang didapat merupakan perhitungan dari penelitian yang telah dilakukan Rahmat (1993), kemudian dikonversi kedalam kemampuan pohon yang terdapat di TMR.
Pohon-pohon di hutan kota TMR juga mampu mereduksi pencemaran debu yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Taihuttu (2001) mengenai beberapa jenis tanaman dalam menjerap debu, didapatkan kemampuan TMR dalam mereduksi pencemaran udara oleh debu, secara jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.
3. Kemampuan beberapa pohon di TMR yang dapat menjerap debu, dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Kemampuan beberapa pohon dalam menjerap debu di TMR No
Jenis
Berat kering/daun (g)
Kemampuan menjerap/berat kering daun (mg/g)
Jumlah daun
Jumlah pohon
Kemampuan TMR (mg)
1
Swietenia 0,90288 0,798 1.845,668 281 373.673.953 macrophylla 2 Adenanthera 0,03237 0,783 187,634 54 256.808,72 pavonina L 3 0,55008 0,772 460,000 202 39.459.571 Mimusops elengi 4 0,03645 0,792 889,631 164 4.211.884,7 Samanea saman Total jerapan 417.602.217 Keterangan: Hasil yang didapat merupakan perhitungan dari penelitian yang telah dilakukan Taihuttu (2001), kemudian dikonversi kedalam kemampuan pohon yang terdapat di TMR.
Selain timbal dan debu berdasarkan penelitian yang dilakukan Nugrahani (2005) mengenai kemampuan beberapa jenis pohon dalam menyerap NO2, maka Hutan Kota TMR berdasarkan penelitian tersebut mampu menyerap NO2, sebesar 6.684.445.733 µg. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 22. 4. Kemampuan beberapa pohon di TMR yang dapat menjerap NO2, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Kemampuan beberapa pohon dalam menyerap NO2 di TMR No 1 2
Jenis
Berat kering/daun (g)
Kemampuan menyerap/berat kering daun (µg/g) 117,770
Jumlah daun
Jumlah pohon
Kemampuan TMR (µg)
0,0042 69120 492 16.821.038,2 Delonix reggia Lagerstromea 1,745 95,357 58240 238 2.306.462.161 flosreginae 3 Pithecelobium 0,0032 84,190 100458 133 3.599.537.119 dulce 4 Pterocarpus 0,26852 13,447 26666 140 13.479.939,8 indicus 5 0,55008 13,167 460000 202 673.010.580 Mimusops elengi 6 0,52362 2,73 675590 78 75.134.894,8 Manilkara kauki Total serapan 6.684.445.733 Keterangan: Hasil yang didapat merupakan perhitungan dari penelitian yang telah dilakukan Nugrahani (2005), kemudian dikonversi kedalam kemampuan pohon yang terdapat di TMR
Adanya mekanisme jerapan dan serapan gas pencemar oleh tajuk pepohonan di TMR, mampu mengurangi efek pencemar udara yang terdapat dalam udara bebas. Luas dan rapatnya tajuk pohon yang dimiliki Hutan Kota TMR memberikan andil yang besar dalam mereduksi pencemaran yang terjadi. Tajuk pohon yang luas dan kerapatan yang tinggi akan menahan angin dan menciptakan turbulensi sehingga bahan pencemar udara akan tertahan oleh luasnya tajuk pohon Hutan Kota TMR. Dari penelitian mengenai serapan oleh tajuk pohon didapatkan kemampuan Hutan kota TMR seperti pada Tabel 23.
Tabel 23. Kemampuan Serapan Gas oleh Tajuk Pohon di TMR (µg/jam) Serapan oleh Kemampuan serapan oleh tajuk tajuk pohon pohon di TMR (µg/ jam) 2 (µg/m /jam) 2.600 19.094.004,21 73.438 2.300 16.890.849,88 41.000 301.097.758,7 : Hasil yang didapat merupakan perhitungan dari penelitian yang telah dilakukan Smith (1981) dalam Dahlan (2004), kemudian dikonversi kedalam kemampuan pohon yang terdapat di TMR
Gas Pencemar CO NO SO2
Keterangan
Luas tajuk pohon di TMR 2 (m )
Bila melihat kemampuan Hutan Kota TMR dari segi pencemaran oleh timbal, CO, SO2 dan NO2 maka dapat dipastikan warga disekitar Kelurahan Ragunan tidak akan tercemar. Kemampuan TMR dalam mereduksi gas pencemar memang sangat besar tetapi masih adanya warga di sekitar Kelurahan Ragunan yang menderita penyakit ISPA, hipertensi, ISPL dan Jantung menjadi sebuah pertanyaan. Hal ini diduga karena warga yang menderita penyakit tersebut dipengaruhi faktor lain seperti tempat bekerja yang kualitas udaranya buruk, intensitas bekerja di luar kelurahan yang tinggi (jauh dari hutan kota), dan masuknya pencemaran yang tidak tersaring oleh TMR. Selain itu juga karena faktor bawaan (penyakit turunan). Daya reduksi yang dilakukan TMR dapat tercermin dari perbandingan kesehatan warga di Kelurahan Ragunan dan Pasar Minggu, dimana kesehatan warga di Kelurahan Ragunan memiliki jumlah penderita gangguan kesehatan yang diduga disebabkan pencemaran udara lebih sedikit dibandingkan dengan Kelurahan Pasar Minggu. Hal ini menjadi indikator bahwa dengan adanya hutan kota, warga disekitar hutan tersebut menjadi sehat karena manfaat ekologis yang dimilikinya, maka perlunya hutan di daerah perkotaan menjadi sangat penting karena manfaat yang diberikan sangat nyata.
5.3.
Persepsi masyarakat tentang manfaat hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara Pandangan responden (masyarakat) mengenai manfaat hutan kota
dalam menurunkan pencemaran udara diketahui melalui hasil wawancara yang dilakukan di kedua kelurahan. Pertanyaan mengenai “apa itu hutan kota”, banyak dari responden menjawab hutan kota ialah hutan yang berada di kota sedangkan fungsinya sebagian besar responden menjawab sebagai tempat rekreasi, olah raga dan tempat berpacaran, beberapa responden juga menjawab hutan kota ialah tempat untuk mencari inspirasi.
Mengenai hubungan hutan kota dengan pencemaran udara, hanya sedikit responden di kedua lokasi penelitian yang mengetahui kemampuan hutan kota dalam menurunkan pencemaran udara. Umumnya responden hanya mengetahui hutan kota dapat menghasilkan oksigen serta dapat memberikan kesejukkan, namun pengetahuan mengenai kemampuan hutan kota dalam menjerap dan menyerap
gas-gas
pencemar
di
udara
kebanyakan
masyarakat
tidak
mengetahuinya. Ketidaktahuan ini dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai hutan kota serta manfaat yang dimilikinya, hal ini pula yang menjadikan hutan kota terabaikan dan pemeliharaanya pun menjadi tidak diperhatikan. Pandangan masyarakat ini berkaitan dengan cara menilai atau memberikan suatu opini. Penilaian terhadap suatu objek tergantung dari pemahaman, pengetahuan serta pengalaman seseorang mengenai objek. Dari jawaban responden diketahui warga kedua kelurahan, pemahamannya mengenai hutan kota masih kurang sehingga mereka tidak menyadari pentingnya pohon dan hutan kota sebagai filter alam yang dapat mereduksi pencemaran udara, ditambah lagi kerugian ekonomi yang tidak disadari masyarakat akibat tidak adanya filter alam.
5.4.
Biaya Pembangunan Hutan Kota TMR Pohon-pohon yang mampu mereduksi pencemar udara tidak serta-merta
ada dan tumbuh sendiri di TMR, walaupun ada sebagian pohon yang tumbuh alami. Biaya pembangunan dan pemeliharaan TMR hingga pohon yang terdapat di dalamnya mampu memberikan manfaat secara ekologis, diasumsikan membutuhkan waktu 10 tahun. Selama 10 tahun tersebut TMR mengeluarkan biaya dari Tahun-0 hingga Tahun-10. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain biaya pengadaan bibit, biaya penanaman, penyulaman, pemupukan, penyiraman dan monitoring, secara jelasnya dapat dilihat pada Tabel 24. Pemeliharaan Hutan Kota TMR dari wawancara yang dilakukan dengan pihak pengelola, mengatakan untuk pohon-pohon keras, TMR tidak ada anggaran khusus untuk pemeliharaan, karena pohon keras dapat tumbuh dengan baik dan tidak memerlukan penyiraman serta perawatan khusus. Hal ini sejalan dengan Dahlan (2004) yang mengatakan hutan kota tidak membutuhkan perawatan intensif, oleh sebab itu dana yang diperlukan untuk perawatan dan pemeliharaan relatif murah.
Tabel 24. Biaya pembangunan Hutan Kota TMR Tahun 0 1
2
3
4-10
Jenis kegiatan Penanaman Penyiraman Pemupukan+ penyiangan Penyulaman Penyiraman Pemupukan+ penyiangan Monitoring Penyiraman Pemupukan+ penyiangan Monitoring Monitoring
Satuan
volume
Biaya satuan (Rp)
Total (Rp)
Keterangan
HOK HOK
33 15.480
50.000 2270
1.650.000 35.139.600
66
25.000
1.650.000
2 ha/hari 66 ha/hari 1 ha/hari
HOK HOK HOK
3 15.480
50.000 2270
150.000 35.139.600
HOK
66
25.000
1.650.000
HOK HOK
132 15.480
227 2270
29.964 35.139.600
HOK
66
25.000
1.650.000
HOK HOK
132 792
227 227
29.964
Pengadaan bibit
Batang
14.957
4.500
67.306.500
10% bibit penyulaman
Batang
1.496
4.500
6.732.000
Kg
14.957
500
7.478.500
Pengadaan pupuk TOTAL BIAYA
24 ha/hari
66 ha/hari
Jml bibit 227 batang/ha Jml bibit 23 batang/ha Kebutuhan pupuk 227 kg/ha
194.345.728
Ket : Luas Hutan Kota TMR yang belum terbangun 66 ha dengan jumlah individu pohon sebanyak 14.957
Biaya pembangunan Hutan Kota TMR akan menjadi rasional bila biaya untuk pembangunan hutan kota tersebut lebih kecil dari manfaat yang diberikannya. Pembangunan Hutan Kota TMR dari hasil perhitungan pendekatan biaya untuk Gerhan sebesar Rp. 194.345.728. Nilai (biaya) pembangunan ini akan menjadi rasional bila nilai atau valuasi ekonomi Hutan Kota TMR dari manfaat yang diberikannya dibidang kesehatan lebih besar dibandingkan niali pembangunan yang melekat pada Hutan Kota TMR. 5.5.
Valuasi Ekonomi Hutan Kota TMR Penentuan nilai lingkungan (hutan kota) dari suatu kegiatan yang
berdampak pada kehidupan sangat diperlukan. Hal ini menjadi penting karena program konservasi untuk penyehatan lingkungan seperti hutan kota sering tidak mampu ”bersaing”, bila dihadapkan pada kondisi yang mempertentangkannya dalam kerangka ekonomi, ketidakmampuan bersaing ini juga didasari karena hutan kota tidak diketahui nilai ekonomi dari manfaat-manfaat yang diberikannya Taman Margasatwa Ragunan memiliki nilai untuk penyehatan lingkungan yang cukup signifikan, dari data diketahui TMR mampu menjerap dan menyerap bahan-bahan pencemar udara. TMR juga memiliki kemampuan untuk melindungi warga sekitar TMR (Kelurahan Ragunan) dari pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian.
Berdasarkan pendekatan data puskesmas, biaya kesehatan yang diduga sebagai dampak pencemaran udara yang terjadi di lokasi penelitian didapatkan untuk Kelurahan Pasar Minggu biaya dari jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara sebesar Rp. 3.627.959.418 sedangkan Kelurahan Ragunan sebesar
Rp.
1.699.475.000,
sementara
berdasarkan
pendekatan
hasil
pendugaan jumlah warga, biaya kesehatan untuk kelurahan Pasar Minggu sebesar Rp. 3.627.959.418 sedangkan Kelurahan Ragunan sebesar Rp. 2.227.493.334. Berdasarkan data-data tersebut, maka nilai ekonomi Hutan Kota TMR dari pendekatan biaya kesehatan dapat dihitung dengan cara : VHK = Z1 – Z 1. Penghitungan dengan pendekatan data pendugaan jumlah warga yang terkena dampak pencemaraan udara. VHK = Rp. 3.627.959.418 - Rp. 2.227.493.334 = Rp. 1.400.466.084 2. Penghitungan dengan pendekatan data Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu VHK = Rp. 3.218.950.000 - Rp. 1.699.475.000 = Rp. 1.519.475.000 Nilai selisih sebesar Rp 1,4 miliar dan Rp. 1,5 miliar yang didapat, merupakan nilai manfaat ekonomi secara nyata di bidang penyehatan lingkungan. Biaya Pembangunan Hutan Kota TMR menjadi rasional karena nilai pembangunan lebih kecil dari nilai manfaat yang diberikan Hutan Kota TMR, dimana nilai manfaat yang diberikan hutan kota teresebut mencapai Rp. 1,4 miliar dan Rp. 1,5 miliar. Hal ini terjadi karena seperti yang telah dikemukakan, TMR mampu melindungi warga Kelurahan Ragunan dari dampak pencemaran yang lebih besar seperti yang dialami kelurahan Pasar Minggu. Angka tersebut merupakan valuasi ekonomi yang dimiliki Hutan Kota TMR dari segi kesehatan yang diambil dari biaya dampak pencemaran udara. Penting dikemukakan bahwa penilaian hutan kota bukan berusaha untuk mengadakan nilai yang tidak ada, tetapi suatu upaya bagaimana mengukur nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh hutan tersebut yang secara nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai valuasi
ekonomi Hutan Kota TMR berdasarkan pendekatan biaya kesehatan dapat ditarik beberapa kesimpulan. Beberapa kesimpulan tersebut antara lain: 1.
Potensi Kemampuan Hutan Kota TMR dalam menurunkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor untuk Gas CO sebesar 9.094.004,21 (µg/jam), kemampuan ini masih dibawah emisi total CO yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor di Kelurahan Ragunan. Hal ini disebabkan luas tajuk yang dihitung tidak mencakup keseluruhan pohon yang terdapat di Hutan Kota TMR. Luas tajuk yang terhitung sebesar 73.438 m2
2.
Nilai ekonomi yang diberikan Hutan Kota TMR bagi masyarakat Ragunan sebesar Rp. 1.519.475.000/tahun atau Rp. 1.400.466.084/tahun, karena nilai ini tiap tahun diduga akan terus diberikan oleh Hutan Kota TMR sebagai manfaat dalam penyehatan lingkungan yang diduga akibat pencemaran udara.
3.
Pembangunan Hutan Kota TMR menjadi rasional karena dengan korbanan
(biaya
pembangunan)
yang
dikeluarkan
sebesar
Rp.
194.345.728 mendapatkan manfaat 8 kali lipat atau sebesar Rp. 1.3 miliar dari segi kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara.
6.2.
Saran Penyempurnaan penelitian sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang dapat menjadi dasar pengambilan suatu keputusan. Selain itu hasil penelitian juga diperlukan dalam memberikan masukan dan pertimbangan untuk pembangunan di masa mendatang. Untuk itu diperlukan saran-saran yang dapat meyempurnakan dan memberikan masukan. Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: 1.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengnai valuasi ekonomi hutan kota berdasarkan pendekatan biaya kesehatan karena penelitian ini belum menghitung semua penyakit akibat pencemaran udara, selain itu penelitian ini belum menghitung kerugian ekonomi akibat hilangnya produktivitas
seseorang
pencemaran udara.
(masyarakat)
karena
terkena
dampak
2.
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai Potensi Kemampuan Hutan Kota TMR dalam menurunkan pencemaran udara, karena penelitian ini belum meghitung total kemampuan yang dimiliki TMR dalam menurunkan pencemaran udara.
3.
Perlunya dilakukan studi lanjutan mengenai Valuasi Ekonomi Hutan Kota dengan aspek yang lain sehingga bisa didapatkan Total Ekonomi Value dari hutan kota.
4.
Pembangunan hutan kota ataupun pemeliharaanya menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan daerah, khsusnya DKI Jakarta karena berdasarkan penelitian ini, hutan kota mampu memberikan manfaat ekonomi yang besar dari segi kesehatan.
5.
Pembangunan hutan kota dengan pemilihan jenis-jenis pohon yang sesuai dengan peruntukannya harus menjadi dasar pembangunan, agar berbagai fungsi yang dapat diberikan hutan kota menjadi maksimal. Beberapa jenis pohon untuk mengatasi pencemaran udara diantaranya Delonix reggia, Swietenia macrophylla, dan Pterocarpus indicus
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Udara Kota. http://Suara Karya Online. [12 september 2007] Bahruni. 2001. Penilaian Asset Sumberdaya Hutan. Ikatan Akuntan Indonesia. Partnership for Governance-UNDP. Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi-UGM. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 2006. Laporan Pemantauan Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta Tahun 2006. BPLHD DKI Jakarta. Jakarta. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat. 2007. Mengatasi Pencemaran Udara dengan Euro 2. http://www.bplhdjabar.go.id/kategori/udara/add udara.cfm?doc_id=184. [5 Juli 2007] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 2007. Pencemaran Udara. http://bplhd.jakarta.go.id/PPU.php. [5 Juli 2007]. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 2007. Tes Uji Emisi Kendaraan Bermotor jenis. Jakarta : BPLHD DKI Jakarta. Bernatzky A. 1978. Tree Ecology and Preservation. Elsevier Scie. Co. Amsterdam. Bidang Tata Lingkungan Taman Margasatwa Ragunan. 2006. Inventarisasi Flora Taman Margasatwa Ragunan (TMR). Pemda DKI-Jakarta. Colvile
et al.,. 2001 Pengaruh Pencemaran Udara. http://www.udarakota.bappenas.go.id/udara/.cfm?doc_. [8 juli 2007]
Dahlan E N. 2004. Membangun Kota kebun (Garden City) Bernuansa Hutan kota. IPB Press. Bogor. Damanik R. 2004. Advokasi Pencemaran Udara. http://www.walhi.or.id. [29 Juni 2007]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pengaruh Gas Pencemar terhadap Kesehatan. http://www. Republika.co.id [29 Juni 2007]. Fakuara Y. 1986. Hutan kota Peranan dan Permasalahannya. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Fakuara Y. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kehutanan. 1988. Hutan Kota/Pola Rehabilitasi Wilayah Resapan. Proyek Pengembangan Efisiensi Penggunan Sumber Sumber Kehutanan Tahun 1988/1989.
Mughniyah N. 2001. Hubungan Kepadatan Lalulintas dan Tingkat Pencemaran Timbel (Pb) di dalam Darah dan Rambut Anak-anak Sekolah Dasar i DKI Jakarta [tesisi]. Bogor. Progran Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Nugrahani P. 2005. Faktor Fisologis Tanaman yang Menentukan Serapan Polutan Gas NO2 dan Nilai Visual jalur Hijau Jalan Kota Surabaya [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan kota. Republik Indonesia. Pemerintahan Daerah Jakrta Selatan. 2007. Monografi Kelurahan Pasar Minggu 2007. Jakarta : Pemda DKI Jakarta Selatan. Pemerintahan Daerah Jakrta Selatan. 2007. Monografi Kelurahan Ragunan 2007. Jakarta : Pemda DKI Jakarta Selatan Pohan N. 2002. Pencemaran Udara dan Hujan Asam. http://library.usu.ac.id. [10 juli 2007]. Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. 2006. Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu 2006. Jakarta : Bakti Husada. Rahmat. 1993. Studi Kandungan Logam Pada Daun Tumbuhan di Kawasan Industri PT Krakatau Steel, Cilegon [skripsi]. Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan , Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Rangkuti M N. 2003. Kemampuan Menjerap Timbal (Pb) pada Daun Beberapa Jenis Tanaman Penghijauan Jalan Tol Jagorawi : Analisis Struktur Anatomi dan Histolimia. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Santosa I. 2005. Model Penyebaran Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Menggunakan Metode Volume Terhingga: Studi Kasus di Kota Bogor. [desertasi]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Suharsono. 2004. Pengaruh Pencemaran Udara. http://Suara Karya Online. [12 september 2007] Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan di Kebun Raya Bogor. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Suparmoko M dan Maria S. 2000. Ekonomika Lingkungan (edisi pertama). BPFEYogyakarta.
Taihuttu H N. 2001. Studi Kemampuan Tanaman Jalur Hijau Jalan Sebagai Penjerap Partikulat Hasil Emisi Kendaraan Bermotor. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. World
Health Organization. 1947. Pengertian http://911medical.blogspot.com/2007/06/konsep-sehat-sakit.html
Sehat.
Wiratno, Daru I., Ahmad, S. dan Ani, K. 2004. Berkaca di Cermin Retak; Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasioanal. Publikasi FOReST press, The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan, PILI-NGO Movement. Yunus F. 1998. Dampak Gas Buangan Kendaraan Bermotor Terhadap Faal Paru-Paru. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. http://Cermin Dunia Kedokteran.htm. diakses tanggal 25 Juli 2007.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengaruh Hutan Kota Terhadap Kesehatan Masyarakat
Nama Pekerjaan Umur
: : :
1. Sudah berapa lamakah Saudara tinggal di daerah ini ?………………… 2. Apakah Saudara tahu apa yang dimaksud dengan pencemaran udara ? ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… 3. Apakah menurut Saudara di tempat tinggal Saudaraterjadi pencemaran udara? a. Ya b. Tidak 4. Jika Ya, Apa penyebabnya................................................................................................... 5. Apakah dampak pencemaran udara tersebut ….............................................................................................................................. 6. Apakah akhir-akhir ini Saudara mengalami gangguan kesehatan ? a.Ya b. Tidak Jika Ya, apakah Saudara menderita penyakit seperti dibawah ini, beritanda √ Gangguan pernafasan Pusing Sukar konsentrasi Pelupa Iritasi mata Stres 7. Sudah berapa lamakah Sudara menderita penyakit tersebut ............................ 8. Apakah penyakit yang diderita berkaitan dengan pencemaran udara ? a.Ya b. Tidak 9. Dimanakah Saudara biasa melakukan pengobatan………………………………. 11. Menurut saudara, bagaimana solusi untuk mengatasi pencemaran uadara tersebut ? ................................................................................................................ ........................................................................................................................... 12. Kumpulan tanaman disekitar disebut apa ? • Kapan ditanam...... • Oleh siapa..... • Jenis tanamannya...... • Bermanfaatkah tanaman tersebut a.Ya b.Tidak untuk apa........................................................................................................... 13. Pernakah sauadara mengetahui/ mendengar istilah hutan kota ? a. Ya b. Tidak
Jika Ya, darimana Saudaramengetahui/ mendengarnya ? • Media cetak • Media elektronoik • Pemerintah • Tetangga • Anak • Lainya....... (Lingkari jawaban yang anda pilih) 14. Apakah arti hutan kota menurut Saudara? ........................................................................................................................... ................................................................................................................................. ..................................................................................................................... • Fungsinya apa ............................................................................................ ...................................................................................................................... ..... • Tanaman tadi untuk dijadikan hutan kota, apa yng harus dilakukan ...................................................................................................................... ...................................................................................................................... 15. Saran untuk mengatasi pencemaran udara yang selalu terjadi ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
Lampiran 2. Inventarisasi flora di Taman Margasatwa Ragunan (TMR) No. 1 2 3
Nama Lokal
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Alkesah Alpukat Ampelas / rempelas Angsana / Sono kembang Asam Jawa Asam Ronda / Asam landi Asam Selong / Dewandaru Awar-awar Bacang Belalang / Pohon Belalang Belimbing Belimbing wuluh Berenuk Beringin / Waringin Bintaro / buta-buta badak Biola Cantik Bisbul / buah mentega Buchanania Bulang Bulang India Bulu Jeraka / bulu tampi Bunga kupu-kupu Bungur Buni Cangkring / dadap serep Caralia brachita Cemara gimbal Cemara gunung Cemara kipas
30 31 32 33 34 35
Cemara laut Cempedak Cengal pasir Cepelat Ceri Dadap merah
36 37 38 39
Damar laki Dedalu Durian Dysoxylum
40 41 42 43
Flamboyan Ficus sp Gamal Gandaria
4 5 6 7 8 9
Nama Jenis (Spesies) Pouteria camphechiana (Kunth) Boehni Persea americana Mill Ficus ampelas Burm.f
Suku Sapotaceae Lauraceae Moraceae
Pterocarpus indicus Wild Tamarindus indica L. Pithecelobium dulce (Roxb) Benth
Fabaceae Fabaceae
Syzygium michelli Lamk Ficus septica Burm.f Mangifera feotida Lour
Myrtaceae Moraceae Anacardiaceae
Hymenea courbaril L Averhoa carambola L Averhoa bilimbi L Cressentia cujete L Ficus benjamina L Cerbera manghas L Ficus lyrata Warb Diospyros philippensis DC Buchanania arborescens (BI) BI Gmelina elliptica J. E. Smith Gmelina arborea Roxb Ficus of glabella Bl Bauhinia purpurea Lagerstromea flosreginae Retz Antidesma bunius (L) Spreng Erythrina variegata L Caralia brachita (Lour) Merr Curperssus sempervirens L Casuarina junghuhniana Miq Thuja orientalis L Casuarina equisetifolia J.R. & G. Frost Artocarpus integer (Thunb) Merr Hopea odorata Roxb Nephelium mutabile Bl Muntingia calabura L Erythrina cristagalli L Araucaria cuninghamii Ait.ex.D Don Salix tetrasperma Roxb Durio zibhethinus Murr Dysoxylum sp Delonix regia (boyer ex. Hook) Raffin Ficus sp Glyricidia maculata H.B.K Bouea macrophyla Griff
Fabaceae Oxalidaceae Oxalidaceae Bignoniaceae Moraceae Apocynaceae Moraceae Ebenaceae Anacardiaceae Verbenaceae Verbenaceae Moraceae Fabaceae Lytraceae Euphorbiaceae Fabaceae Rhizophoraceae Cupressaceae Casuarinaceae Cupressaceae
Fabaceae
Casuarinaceae Moraceae Dipterocarpaceae Sapindaceae Tiliaceae Fabaceae Ararucariaceae Sallxaceae Bombacaceae Meliaceae Fabaceae Moraceae Fabaceae Anacardiaceae
Jumlah 113 9 57 140 95 133 10 141 105 32 78 19 2 78 4 37 18 88 3 83 2 187 238 97 12 6 30 3 3 8 112 623 13 26 72 89 1 79 7 492 3 88 14
No. 44 45
Nama Lokal Gayam Gedi, Gidi
Nama Jenis (Spesies) Inocarpus fagoferus (Park) Fosb Abelmoschus manihot (L) Medik
Suku Fabaceae Malvaceae
46
Gersak/ Jeraka bulu
Moraceae
47 48 49 50 51 52 53
Glodogan/ Mempisang Gondang Gowok (J) , Kupa (Sd) Growak Haringking/ Turen Hunteria xylancia Ilat-ilatan
54 55
Jabon Jamblang
56 57 58
Jambu Air Jambu Biji Jeruk Bali
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Jambu Bol Jambu Mete Jambu Mawar Jambul Merak / Jakaranda Jarak Pagar Jati Jejawi / Kiara Jengkol Jeruk Nipis Johar Kakao/ coklat Kaliandra Kamboja merah Kamboja putih Kandri Kantil/ Cempaka putih Karawitan
Ficus superba Miq Pholyalthia longifolia (Sonerat) Thawit Ficus variegeta BI. Syzygium Polycephalum (Miq) Microcos tomentosa J.E.Smith Cassia timorensis DC Hunteria xylancia (Rezt) Ficus callosa Wild Neunauclea calycina (Barti) Merr Syzygium cumini (L) Skells Syzygium aqueum (Burm.f) Alston Syzygium guajava L Citrus maxima (Burm.) Merr Syzygium malaccensis (L) Merr & Perry Anacardium occidentale L Syzygium jambos (L) Alston Jaccaranda filicifolia (Anders) D.Don Jatropa curcas L Tectona grandis L.f Ficus micricarpa L. f. Pithecelobium jiringa Prain
76 77 78 79
Karet Kateng Kawung/ Aren Kayu Africa
80
Kayu batu/ Triwulan
81 82
Kayu manis Keben
83 84 85 86
Kecapi Kedaung Kedondong Kelapa
Cassia siamea Link Theobroma cacao L Caliandra calothyrsus Meissn Plumeria acuminata W.T.Ait Plumeria acuminata W.T.Ait Bridelia tomentosa Blume Michelia champaca Hura crepitans L Havea brasiliensis (Wild ex. A Juss) Cynometra ramiflora L Arenga pinnata (Wurmb) Merr Maesopsis emanii Parinarium corymbosum (BI) Miq Cinnamomum burmanni Nees. Ex. BI Baringtonia asiatica Sandoricum koetjape (Burm. F) Merr Parkia roxburghii G. Don Spondias dulcis Solandex. Park Cocos nucifera
Annonaceae Moraceae Myrtaceae Ulmaceae Fabaceae Apocynaceae Moraceae Rubiaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Rutaceae Myrtaceae Anacardiaceae Myrtaceae Bignoniaceae Euphorbiaceae Verbenaceae Moraceae Fabaceae Fabaceae Sterculiaceae Fabaceae Apocynaceae Apocynaceae Euphorbiaceae Magnoliaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Fabaceae Arecaceae Rhamnaceae Rosaceae Lauraceae Lecythidaceae Meliaceae Fabaceae Anacardiaceae Arecaceae
Jumlah 3 1 1 172 7 5 1941 252 1 100 1 21 3 33 89 142 9 33 8 34 82 7 3 1 28 32 9 7 18 156 42 41 165 30 3 53 402 5 5 300 131 24 182
No. 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
Nama Lokal Kelapa sawit Keluwih Kemang Kembang kuning Kemiri Kemloko Kemuning Kenanga Kenari Kepel/ Burahol Kepuh Kesambi Ketapang Kipayung/Krei payung Kikaret/ Rembung
102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122
Kisemar Kol Banda/ sayur putih Komis Kupa Kuweni Laban Lamtoro Langsat / Duku Lengkeng Lepisanthis Litsea Lowa / Lo Mahoni Mangga Manggis Mangium Manoa / Kemulwa Matoa / Pakam Melicope Melinjo / Tangkil Mengkudu / Pace
123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134
Menteng / Kapundung Merbau Pantai Mindi Mundu Nangka Nyamplung Nyatoh Pala Palem Raja Petai Pinang Sirih / Jambe Pingku
Nama Jenis (Spesies) Elaeis guineensis Jack Artocarpus altilis (Park) Fosberg Mangifera kemanga BI Cassia surattensis Burm. F Aleui moluccana Wild Phylanthus embilca L Maruya paniculata L Jack Kananga odorata (Lmk) Cannarium vulgare Leenh Stelechocarpus burahol Hock. Sterculia foetida Scleichera oleosa (Lour) Oken Terminalia cattapa L Filicium decipiens (W & A) Thw Ficus elastica Thevecia peruviana (Pers) K. Schum Pisonia alba Span Acacia auriculiformis A. Cunn. Syzygium polychephalum (Miq) Mangifera odorata Griff Vitex pubescens Vahl Leucaena glauca Bth Lansium domesticum Coor Euphoria longan Stend Lepisanthis amoena Litsea glutinosa (Lour) C. Roxb Ficus glomerata Burm. F. Swietenia macrophylla King Mangifera indica L Garnidia mangostana L Acacia mangium Willd Annona reticulata L Pometia pinnata J.R & G. Frost Melicopa Sp Gnetum gnemon L Morinda citrifolia L Baccaurea dulcis (Jack) Muel Arg Intsia bijuga (colebr.) O.K. Melia azedarach L Garcinia dulcis (Roxb) Kurt Artocarpus heterophyllus Lmk Calophyllum inophylum L Palaquium amboinense Burok Myristica fragrans Houtt Roystonia elata (Bart) Harpen Parkia speciosa Hassk Areca catechu L Cantium barbatum (Frost)Seem
Suku Arecaceae Moraceae Anacardiaceae Fabaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Rutaceae Annonaceae Burseraceae Annonaceae Sterculiaceae Sapindaceae Combretacea Sapindaceae Moraceae Apocynaceae Nyctaginaceae Fabaceae Myristicaceae Anacardiaceae Verbenaceae Fabaceae Meliaceae Sapindaceae Sapindaceae Lauraceae Moraceae Meliaceae Anacardiaceae Clusiaceae Fabaceae Annonaceae Sapindaceae Rutaceae Gnetaceae Rubiaceae Euphorbiaceae Fabaceae Meliaceae Clusiaceae Moraceae Clusiaceae Sapotaceae Myristicaceae Arecacea Fabaceae Arecacea Rubiaceae
Jumlah 657 12 6 10 9 6 6 29 2 2 4 145 50 13 8 19 176 22 38 101 12 29 2 1 16 1 281 165 13 166 3 10 10 93 2 14 1 5 1 271 13 8 2 394 5 136 91
No.
Nama Lokal
135 136 137 138 139 140
Pinus Podocarpus chinensis Pulai Puspa Rambutan Randu
141 142 143
Rau, Koili, Kaya Rukam / Saradan Sagawe
144
Salam
145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165
Salopa Saputangan Sawo Duren Sawo Kecik Sawo Manila Sempur Sengon Laut Serutan Seuseureuhan Singkong Karet Sirsat Sono Keling Sosis (KB) Sukun Sulatri / Bintangur Tanjung Tembesu Paya Trembesi / Saman / Kihujan Tulip Afrika Turi Waru Laut
166 167
Waru Lot Weru
168 169
Wisnu, Semu Yellow Bells Total
Nama Jenis (Spesies) Pinus merkusii Jungh & De Vriese Podocarpus chinensis Alstonia svholaris (L) R. Br Schima wallichi (D.C) Korth Nephelium lappaceum L Ceiba pentandra (L) Gaertn Dracontomelon dao (Blancho) Merr & Rolfe Flacourtia rukam Zoll & Mor Adenanthera pavonina L Syzygium polyanthum (Wight) Walf. Cecropia adenopus Mart ex. Miq Maniltoa grandiflora Seeff Chrysophyllum cainito L Manilkara kauki (L) Dubard Manilkara achras (Mild) Fosberg Dillenia indica L Albizzia falcataria (L) Fosberg Streblus asper Lour Piper aduncum L Manihot glaziovil M.A. Annona muricata L Dalbergia latifolia Roxb Kigelia africana (Lam) Benth. Artocarpus communis Forst Calophyllum soulatri Burm.f. Mimusops elengi Linn Fagraea fragrans Roxb. Samanea saman (Jack) Merr Spatodhea campanulata Beauv Sesbania grandiflora (L) Pers Hibiscus tiliaceus L Thespesia populnea (L) Soland. Ex Correa Albizzia procera (Roxb) Bth. Melochia umbellata (Houtt) Staff. Stenolobium stans Seem
Suku Pinnaceae Podocarpaceae Apocynaceae Theaceae Sapindaceae Bombacaceae Anacardiaceae Flacourtiaceae Fabaceae Myrtaceae Moraceae Fabaceae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Dilleniaceae Fabaceae Moraceae Piperaceae Euphorbiaceae Annonaceae Fabaceae Bignoniaceae Moraceae Clusiaceae Sapotaceae Loganaceae Fabaceae Bignoniaceae Fabaceae Malvaceae Malvaceae Fabaceae Sterculiaceae Bignoniaceae
Jumlah 130 1 11 693 553 23 173 2 54 91 486 6 264 78 9 12 401 43 35 31 44 1 4 7 148 202 23 164 70 3 7 5 82 8 1 14957
Lampiran 3. Data kendaraan bermotor
Pagi1 Siang Sore rata2
Pasar Minggu jumlah kendaraan pada jam kerja 3010 2054 2018 2361
Sedan Minibus Metromin i
jumlah kendaraan pada hari libur 855 1343 1491 1230
Ragunan jumlah kendaraan pada jam kerja Pagi 2 Siang Sore rata2
jumlah kendaraan pada hari libur 2318 1162 1811 1482 1906 1564 2012 1403
750 1052
438 663
jumlah 1188 1715
452 1304
223 877
675 2181
559
129
2903
256
303
2856
Lampiran 4. Data emisi kendaraan bermotor minibus rata-rata emisi
sedan rata-rata emisi
dalam/1000 CO ppm 6.09 1.68 1.04 2.91 7.79 7.36 4.478 dalam/1000 CO ppm 0.55 1.14 3.3 0.73 0.86 0.99 1.262
CO2 ppm 10.2 5.8 13.8 12.7 5.4 9.7 9.6
CO2 ppm 14.2 13.4 11.8 13.5 13.7 13.9 13.42
HC (ppm) 873 506 165 223 2,019 609 732.5
HC (ppm) 204 102 260 294 193 156 201.5
Lampiran 5. Biaya pengobatan penyakit/orang No
Jenis penyakit
Biaya (Rp)
1
Jantung koroner
1500000
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Iritasi paru-paru Bronchitis Pusing Emphysema Penurunan IQ Kerusakan hati Kerusakan ginjal Paru-paru Obstruktif ISPA Hipertensi
200.000 150.000 100.000 900.000 200.000 2.000.000 2.500.000 1.200.000 800.000 100.000
Lampiran 6. Data luas tajuk pohon di TMR Nama Lokal Angsana / Sono kembang Asam Jawa Asam Ronda / Asam landi Beringin / Waringin Bintaro / buta-buta badak Bisbul / buah mentega Bulang India Bungur Dadap merah Durian Dysoxylum Flamboyan Gandaria Glodogan/ Mempisang Jati Johar Kecapi Kenanga Kenari Kepel/ Burahol Ketapang Kipayung/Krei payung Langsat / Duku Mahoni Manggis Mangium Matoa / Pakam
Nama Jenis (Spesies) Pterocarpus indicus Wild Tamarindus indica L. Pithecelobium dulce (Roxb) Benth Ficus benjamina L Cerbera manghas L Diospyros philippensis DC Gmelina arborea Roxb Lagerstromea flosreginae Retz Erythrina cristagalli L Durio zibhethinus Murr Dysoxylum sp Delonix regia (boyer ex. Hook) Raffin Bouea macrophyla Griff Pholyalthia longifolia (Sonerat) Thawit Tectona grandis L.f Cassia siamea Link Sandoricum koetjape (Burm. F) Merr Kananga odorata (Lmk) Cannarium vulgare Leenh Stelechocarpus burahol Hock. F & Thomas Terminalia cattapa L Filicium decipiens (W & A) Thw Lansium domesticum Coor Swietenia macrophylla King Garnidia mangostana L Acacia mangium Willd Pometia pinnata J.R & G. Frost
jumlah pohon 140 95
luas ratarata daun (m2) 0.001918 0.000008
jumlah daun 26666 2886945
luas daun /pohon 0.00511454 0.00230956
luas tajuk/pohon(m2) 0.716035432 0.21940782
133 78 4 18 83 238 72 79 7 492 14 172 82 28 300 6 29
0.0002 0.00161 0.009982 0.00682 0.045637 0.003155 0.003947 0.002381 0.013532 0.000021 0.036521 0.003211 0.068523 0.000421 0.018754 0.012309 0.018657
100458 429604560 84888 100241 12455 58240 21120 10048 53312000 69120 4650 984660 8013 4686084 17820 420000 62700
0.00200916 69.1663342 0.0847352 0.06836436 0.05684088 0.01837472 0.00833606 0.00239243 72.1417984 0.00014515 0.01698227 0.31617433 0.05490748 0.19728414 0.03341963 0.516978 0.11697939
0.26721828 5395.0 0.3 1.2 4.7 4.4 0.6 0.2 505.0 0.1 0.2 54.4 4.5 5.5 10.0 3.1 3.4
2 145 50 29 281 13 166 10
0.00626 0.031737 0.002228 0.015913 0.011841 0.005413 0.00473 0.01896
1010000 10850 4465125 455631 1845668 8416 292880 7128000
0.63226 0.03443465 0.99482985 0.72504561 2.18545548 0.00455558 0.13853224 13.514688
1.3 5.0 49.7 21.0 614.1 0.1 23.0 135.1
Nama Lokal Melinjo / Tangkil Merbau Pantai Nangka Nyamplung Pala Rambutan Rau, Koili, Kaya Rukam / Saradan Sagawe Saputangan Sawo Duren Sawo Kecik Sirsak Tanjung Trembesi / Saman / Kihujan Luas tajuk keselurahan
Nama Jenis (Spesies) Gnetum gnemon L Intsia bijuga (colebr.) O.K. Artocarpus heterophyllus Lmk Calophyllum inophylum L Myristica fragrans Houtt Nephelium lappaceum L Dracontomelon dao (Blancho) Merr & Rolfe Flacourtia rukam Zoll & Mor Adenanthera pavonina L Maniltoa grandiflora Seeff Chrysophyllum cainito L Manilkara kauki (L) Dubard Annona muricata L Mimusops elengi Linn Samanea saman (Jack) Merr
luas ratarata daun (m2) 0.006983 0.005761 0.006754 0.00242 0.004833 0.004862
jumlah daun 17160 147000 134025 274153 63900 181440
luas daun /pohon 0.01198283 0.0846867 0.09052049 0.06634503 0.03088287 0.08821613
luas tajuk/pohon(m2) 1.1 0.1 24.5 0.9 0.1 48.8
173 2 54 6 264 78 44 202
0.016092
238260
0.38340799
66.3
0.000249 0.004436
0.645408 0.06165863
34.9 0.4
0.002909 0.009644 0.003056
25920000 138996 432000 675590 1005720 460000
0.19652913 0.96991637 0.140576
15.3 42.7 28.4
164
0.000243
59535000
1.4467005
237.3 7344
jumlah pohon 93 1 271 13 2 553
Lampiran 7. Harga bibit pohon di Pasaran Umum No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Lokal Alkesah Alpukat Ampelas / rempelas Angsana / Sono kembang Asam Jawa Asam Ronda / Asam landi Asam Selong / Dewandaru Awar-awar Bacang Belalang / Pohon Belalang Belimbing Belimbing wuluh Berenuk Beringin / Waringin Bintaro / buta-buta badak Biola Cantik / Mandolin Bisbul / buah mentega Buchanania Bulang Bulang India Bulu Jeraka / bulu tampi Bunga kupu-kupu Bungur Buni Cangkring / dadap serep Caralia brachita Cemara gimbal Cemara gunung Cemara kipas Cemara laut
Nama Jenis (Spesies) Pouteria camphechiana (Kunth) Boehni Persea americana Mill Ficus ampelas Burm.f Pterocarpus indicus Wild Tamarindus indica L. Pithecelobium dulce (Roxb) Benth Syzygium michelli Lamk Ficus septica Burm.f Mangifera feotida Lour Hymenea courbaril L Averhoa carambola L Averhoa bilimbi L Cressentia cujete L Ficus benjamina L Cerbera manghas L Ficus lyrata Warb Diospyros philippensis DC Buchanania arborescens (BI) BI Gmelina elliptica J. E. Smith Gmelina arborea Roxb Ficus of glabella Bl Bauhinia purpurea Lagerstromea flosreginae Retz Antidesma bunius (L) Spreng Erythrina variegata L Caralia brachita (Lour) Merr Curperssus sempervirens L Casuarina junghuhniana Miq Thuja orientalis L Casuarina equisetifolia J.R. & G. Frost
Jumlah 113 9 57 140 95 133 10 141 105 32 78 19 2 78 4 37 18 88 3 83 2 187 238 97 12 6 30 3 3 8
Harga bibit/80 cm up (Rp) 3500 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3500 6000 3500 3500 3500 6000 26000 16000 11000 6000 6000 3500 5000 5000 5000 4000 16000 16000 16000 16000 11000
Biaya 31500 171000 420000 285000 399000 30000 423000 315000 112000 468000 66500 7000 273000 24000 962000 288000 968000 18000 498000 7000 935000 1190000 485000 48000 96000 480000 48000 48000 88000
No. 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
Nama Lokal Cempedak Cengal pasir Cepelat Ceri Dadap merah Damar laki Dedalu Durian Dysoxylum Flamboyan Ficus sp Gamal Gandaria Gayam Gedi, Gidi Gersak/ Jeraka bulu Glodogan/ Mempisang Gondang Gowok (J) , Kupa (Sd) Growak Haringking/ Turen Hunteria xylancia Ilat-ilatan Jabon Jamblang Jambu Air Jambu Biji Jeruk Bali Jambu Bol Jambu Mete Jambu Mawar
Nama Jenis (Spesies) Artocarpus integer (Thunb) Merr Hopea odorata Roxb Nephelium mutabile Bl Muntingia calabura L Erythrina cristagalli L Araucaria cuninghamii Ait.ex.D Don Salix tetrasperma Roxb Durio zibhethinus Murr Dysoxylum sp Delonix regia (boyer ex. Hook) Raffin Ficus sp Glyricidia maculata H.B.K Bouea macrophyla Griff Inocarpus fagoferus (Park) Fosb Abelmoschus manihot (L) Medik Ficus superba Miq Pholyalthia longifolia (Sonerat) Thawit Ficus variegeta BI. Syzygium Polycephalum (Miq) Microcos tomentosa J.E.Smith Cassia timorensis DC Hunteria xylancia (Rezt) Ficus callosa Wild Neunauclea calycina (Barti) Merr Syzygium cumini (L) Skells Syzygium aqueum (Burm.f) Alston Syzygium guajava L Citrus maxima (Burm.) Merr Syzygium malaccensis (L) Merr & Perry Anacardium occidentale L Syzygium jambos (L) Alston
Jumlah 112 623 13 26 72 89 1 79 7 492 3 88 14 3 1 1 172 7 5 1941 252 1 100 1 21 3 33 89 142 9 33
Harga bibit/80 cm up (Rp) 3500 3000 2500 2500 6000 8000 11000 16000 6000 3000 3500 6000 6000 6000 3500 3500 16000 6000 3000 3000 3500 3000 3000 2500 6000 11000 11000 16000 21000 6000 3000
Biaya 392000 1869000 32500 65000 432000 712000 11000 1264000 42000 1476000 10500 528000 84000 18000 3500 3500 2752000 42000 15000 5823000 882000 3000 300000 2500 126000 33000 363000 1424000 2982000 54000 99000
No. 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
Nama Lokal Jambul Merak / Jakaranda Jarak Pagar Jati Jejawi / Kiara Jengkol Jeruk Nipis Johar Kakao/ coklat Kaliandra Kamboja merah Kamboja putih Kandri Kantil/ Cempaka putih Karawitan Karet Kateng Kawung/ Aren Kayu Africa Kayu batu/ Triwulan Kayu manis Keben Kecapi Kedaung Kedondong Kelapa Kelapa sawit Keluwih Kemang Kembang kuning Kemiri Kemloko
Nama Jenis (Spesies) Jaccaranda filicifolia (Anders) D.Don Jatropa curcas L Tectona grandis L.f Ficus micricarpa L. f. Pithecelobium jiringa Prain Cassia siamea Link Theobroma cacao L Caliandra calothyrsus Meissn Plumeria acuminata W.T.Ait Plumeria acuminata W.T.Ait Bridelia tomentosa Blume Michelia champaca Hura crepitans L Havea brasiliensis (Wild ex. A Juss) Cynometra ramiflora L Arenga pinnata (Wurmb) Merr Maesopsis emanii Parinarium corymbosum (BI) Miq Cinnamomum burmanni Nees. Ex. BI Baringtonia asiatica Sandoricum koetjape (Burm. F) Merr Parkia roxburghii G. Don Spondias dulcis Solandex. Park Cocos nucifera Elaeis guineensis Jack Artocarpus altilis (Park) Fosberg Mangifera kemanga BI Cassia surattensis Burm. F Aleui moluccana Wild Phylanthus embilca L
Jumlah 8 34 82 7 3 1 28 32 9 7 18 156 42 41 165 30 3 53 402 5 5 300 131 24 182 657 12 6 10 9 6
Harga bibit/80 cm up (Rp) 6000 2500 8500 11000 11000 16000 11000 6000 3000 16000 16000 6000 3500 3500 8500 6000 9000 2500 3000 6000 11000 11000 6000 16000 11000 16000 6000 11000 6000 3500 3500
Biaya 48000 85000 697000 77000 33000 16000 308000 192000 27000 112000 288000 936000 147000 143500 1402500 180000 27000 132500 1206000 30000 55000 3300000 786000 384000 2002000 10512000 72000 66000 60000 31500 21000
No. 93 94 95
Nama Lokal Kemuning Kenanga Kenari
96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122
Kepel/ Burahol Kepuh Kesambi Ketapang Kipayung/Krei payung Kikaret/ Rembung Kisemar Kol Banda/ sayur putih Komis Kupa Kuweni Laban Lamtoro Langsat / Duku Lengkeng Lepisanthis Litsea Lowa / Lo Mahoni Mangga Manggis Mangium Manoa / Kemulwa Matoa / Pakam Melicope Melinjo / Tangkil Mengkudu / Pace
Nama Jenis (Spesies) Maruya paniculata L Jack Kananga odorata (Lmk) Cannarium vulgare Leenh Stelechocarpus burahol Hock. F & Thomas Sterculia foetida Scleichera oleosa (Lour) Oken Terminalia cattapa L Filicium decipiens (W & A) Thw Ficus elastica Thevecia peruviana (Pers) K. Schum Pisonia alba Span Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Bth Syzygium polychephalum (Miq) Mangifera odorata Griff Vitex pubescens Vahl Leucaena glauca Bth Lansium domesticum Coor Euphoria longan Stend Lepisanthis amoena Litsea glutinosa (Lour) C. Roxb Ficus glomerata Burm. F. Swietenia macrophylla King Mangifera indica L Garnidia mangostana L Acacia mangium Willd Annona reticulata L Pometia pinnata J.R & G. Frost Melicopa Sp Gnetum gnemon L Morinda citrifolia L
Jumlah 6 29
Harga bibit/80 cm up (Rp) 6000 16000 16000
2 2 4 145 50 13 8 19 176 22 38 101 12 29 2 1 16 1 281 165 13 166 3 10 10 93 2
6000 6000 11000 11000 15000 6000 16000 6000 6000 6000 4500 6000 3000 16000 16000 16000 6000 6000 3000 16000 21000 6000 11000 16000 5000 5000 6000
Biaya 0 96000 464000 12000 12000 44000 1595000 750000 78000 128000 114000 1056000 132000 171000 606000 36000 464000 32000 16000 96000 6000 843000 2640000 273000 996000 33000 160000 50000 465000 12000
No. 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152
Nama Lokal Menteng / Kapundung Merbau Pantai Mindi Mundu Nangka Nyamplung Nyatoh Pala Palem Raja Petai Pinang Sirih / Jambe Pingku Pinus Podocarpus chinensis Pulai Puspa Rambutan Randu Rau, Koili, Kaya Rukam / Saradan Sagawe Salam Salopa Saputangan Sawo Duren Sawo Kecik Sawo Manila Sempur Sengon Laut Serutan
Nama Jenis (Spesies) Baccaurea dulcis (Jack) Muel Arg Intsia bijuga (colebr.) O.K. Melia azedarach L Garcinia dulcis (Roxb) Kurt Artocarpus heterophyllus Lmk Calophyllum inophylum L Palaquium amboinense Burok Myristica fragrans Houtt Roystonia elata (Bart) Harpen Parkia speciosa Hassk Areca catechu L Cantium barbatum (Frost)Seem Pinus merkusii Jungh & De Vriese Podocarpus chinensis Alstonia svholaris (L) R. Br Schima wallichi (D.C) Korth Nephelium lappaceum L Ceiba pentandra (L) Gaertn Dracontomelon dao (Blancho) Merr Flacourtia rukam Zoll & Mor Adenanthera pavonina L Syzygium polyanthum (Wight) Walf. Cecropia adenopus Mart ex. Miq Maniltoa grandiflora Seeff Chrysophyllum cainito L Manilkara kauki (L) Dubard Manilkara achras (Mild) Fosberg Dillenia indica L Albizzia falcataria (L) Fosberg Streblus asper Lour
Jumlah 14 1 5 1 271 13 8 2 394 5 136 91 130 1 11 693 553 23 173 2 54 91 486 6 264 78 9 12 401 43
Harga bibit/80 cm up (Rp) 11000 21000 3500 3500 3500 6000 11000 16000 21000 8500 6000 6000 4500 3500 3500 3000 11000 3500 6000 6000 6000 3000 3000 16000 16000 16000 16000 11000 3500 3500
Biaya 154000 21000 17500 3500 948500 78000 88000 32000 8274000 42500 816000 546000 585000 3500 38500 2079000 6083000 80500 1038000 12000 324000 273000 1458000 96000 4224000 1248000 144000 132000 1403500 150500
No. 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165
Nama Lokal Seuseureuhan Singkong Karet Sirsat Sono Keling Sosis (KB) Sukun Sulatri / Bintangur Tanjung Tembesu Paya Trembesi / Saman / Kihujan Tulip Afrika Turi Waru Laut
166 167 168 169
Waru Lot Weru Wisnu, Semu Yellow Bells Total
Nama Jenis (Spesies) Piper aduncum L Manihot glaziovil M.A. Annona muricata L Dalbergia latifolia Roxb Kigelia africana (Lam) Benth. Artocarpus communis Forst Calophyllum soulatri Burm.f. Mimusops elengi Linn Fagraea fragrans Roxb. Samanea saman (Jack) Merr Spatodhea campanulata Beauv Sesbania grandiflora (L) Pers Hibiscus tiliaceus L Thespesia populnea (L) Soland. Ex Correa Albizzia procera (Roxb) Bth. Melochia umbellata (Houtt) Staff. Stenolobium stans Seem
Jumlah 35 31 44 1 4 7 148 202 23 164 70 3 7
Harga bibit/80 cm up (Rp) 3000 3000 6000 6000 6000 11000 6000 11000 3500 3500 3500 11000 3000
5 82 8 1
3000 3500 5000 6000
Biaya 105000 93000 264000 6000 24000 77000 888000 2222000 80500 574000 245000 33000 21000 15000 287000 40000 6000 101158500
Lampiran 8. Lokasi Penelitian
Kelurahan Pasar Minggu
Kelurahan Ragunan
Taman Margastwa Ragunan