VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Pendidikan Dosen Pengampu: Dr. Heri Retnawati
Disusun oleh:
Niswah Qurrota A’yuni
(16709251023)
Nilza Humaira Salsabila
(16709251026)
Asma’ Khiyarunnisa
(16709251036)
P Mat B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
A. Pendahuluan Dalam penelitian pendidikan, untuk mengukur suatu variabel diperlukan alat ukur yang biasa disebut instrumen. Djaali (2000: 9) menyatakan bahwa secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang karena memenuhi persyaratan akademis maka dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian haruslah valid dan reliabel. Nurkancana (1992: 141) menyatakan bahwa suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam hal validitas dan reliabilitas, tentunya dipengaruhi oleh (1)instrumen, (2) subjek yang diukur, dan (3) petugas yang melakukan pengukuran. Dalam hal pengukuran, khususnya dalam pendidikan tentunya yang terpenting adalah informasi hasil ukur yang benar. Sebab dengan hasil ukur yang tidak atau kurang tepat maka akan memberikan informasi yang tidak benar, sehingga kesimpulan yang diambil juga tidak benar. 1. Definisi Validitas Menurut Azwar (1997) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Messick (1989) validitas merupakan penilaian menyeluruh dimana bukti empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain. Menurut Sugiyono (2007; 363) validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa validitas adalah derajat ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam penelitian yang didukung oleh fakta empiris dan alasan teoritis, artinya antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti sesuai. Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud lakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan instrumen yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar 1986) Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan. Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya (Azwar 1986). Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? (Azwar 1986)
2. Definisi Reliabilitas Menurut Mehrens & Lehmann (1973) dalam Retnawati (2016) reliabilitas merupakan derajat kekonsistensian di antara dua skor hasil pengukuran pada objek yang sama, meskipun menggunakan alat pengukur yang berbeda dan skala yang berbeda. Menurut Frenkel & Wallen (2007) reliabel merujuk pada konsistensi skor atau jawaban dari suatu instrumen ke instrumen yang lain, dan dari suatu item ke item yang lain. Menurut Azwar (1997) konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa reliabilitas adalah derajat kekonsistensian antara dua skor hasil pengukuran pada obyek yang sama meskipun instrumennya berbeda. Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda. 3. Perbedaan Validitas dan Reliabilitas pada Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, yang diuji validitas dan reliabilitasnya adalah instrumen penelitian, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diuji adalah datanya. Oleh karena itu, kuantitatif lebih menekankan pada aspek reliabilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas.
B. Penelitian Kuantitatif 1. Validitas Terdapat tiga tipe validitas dalam instrumen, yaitu (1) validitas isi, (2) validitas konstruk dan (3) validitas kriteria (Nunnally, 1978, Allen & Yen, 1979, Fernandes, 1984, Woolfolk & McCane, 1984, Kerlinger, 1986, dan Lawrence, 1994 dalam Retnawati, 2016: 16): 1) Validitas Isi Validitas isi suatu instrumen adalah sejauhmana butir-butir dalam instrumen itu mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan sejauh mana butir-butir itu mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (Nunnally, 1978; Fernandes, 1984). Validasi ini dilakukan dengan menyampaikan kisi-kisi, indikator dan butir instrumen kepada ahli untuk ditelaah secara kuantitatif dan kualitatif. Paling tidak, ada 3 ahli dalam bidang yang terkait yang dilibatkan untuk proses validasi instrumen penelitian. Berdasarkan penilaian para ahli, selanjutnya peneliti menghitung indeks kesepakatan ahli atau kesepakatan validator dengan menggunakan indeks validitas yang diusulkan oleh Aiken atau Gregory. Ada hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan validitas isi. Keterwakilan indikator dari domain yang akan diukur benar-benar perlu menjadi perhatian. Beberapa ahli menggolongkan hal ini sebagai validitas logis. Kebenaran konsep yang dinyatakan dalam instrumen merupakan hal yang dapat dijadikan kriteria dan bahan pertimbangan untuk mengisi skor dalam format penilaian. Jika instrumen berbentuk pilihan ganda, maka keberadaan kunci jawaban, keberfungsian distraktor, format penulisan, keterbacaan butir,dan juga berfungsinya gambar atau tabel juga dapat dijadikan pertimbangan. Beberapa ahli mengategorikan ini sebagai validitas kenampakan (face validity). a) Langkah-langkah untuk membuktikan validitas isi (1) Memberikan kisi-kisi dan butir instrumen, berikut rubrik penskorannya jika ada kepada beberapa ahli yang sesuai dengan bidang yang diteliti untuk mohon masukan. Banyaknya ahli yang dimohon untuk memberi masukan paling tidak 3 orang ahli dengan kepakaran yang relevan dengan bidang yang diteliti. (2) Masukan yang diharapakan dari ahli berupa kesesuaian komponen instrumen dengan indikator, indikator dengan butir, benarnya substansi butir, kejelasan
kalimat dalam butir, jika merupakan tes, maka pertanyaan harus ada jawabannya/kuncinya, kalimat-kalimat tidak membingungkan, format tulisan, simbol, dan gambar yang cukup jelas. Proses ini sering disebut telaah kualitatif yang meliputi aspek substansi, bahasa, dan budaya. (3) Berdasarkan masukan ahli tersebut, kisi-kisi dan atau instrumen kemudian diperbaiki. (4) Meminta ahli untuk menilai validitas butir, berupa kesesuaian antara butir dengan indikator. Penilaian ini dapat dilakukan misalnya dengan skala Likert (Skor1: Tidak Valid, Skor 2= kurang valid, Skor 3= cukup valid, skor 4= valid, skor 5 = sangat valid). Dapat pula penskoran dengan melihat relevansi butir dengan indicator (Skor1: Tidak Relevan, Skor 2= kurang relevan, Skor 3= cukup relevan, skor 4= relevan, skor 5 = sangat relevan). (5) Menghitung indeks kesepakatan ahli (rater agreement) dengan indeks Aiken V atau indeks Gregory, yang merupakan indeks untuk menunjukkan kesepakatan hasil penilaian para ahli tentang validitas, baik untuk butir maupun untuk perangkatnya. b) Membuktikan Validitas Isi Instrumen Setelah memberikan kisi-kisi dan butir instrumen, serta rubrik penskorannya kepada para ahli, peneliti juga memberikan format penilaian ahli untuk mengetahui kesesuaian butir dengan indikator. Contoh: Skor Relevansi Butir dengan Indikator Soal
1
2
3
4
No
Tidak
Kurang
Cukup
Sangat
Relevan
Relevan
Relevan
Relevan
Ket.
1 2 3 4 5 Tabel 1. Format penilaian ahli untuk mengetahui kesesuaian butir dengan indikator
Setelah itu peneliti mengumpulkan hasil penilaian dari para ahli tersebut: No. Butir Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3 1 4 3 3 2 2 4 4 3 4 2 3 4 3 4 4 5 3 3 4 Tabel 2. Hasil Penilaian dari 3 ahli Dengan menggunakan Indeks Validasi Aiken Indeks Aiken merupakan indeks kesepakatan para ahli terhadap kesesuaian butir (atau sesuai tidaknya butir) dengan indikator yang ingin diukur menggunakan butir tersebut. Indeks V ini nilainya berkisar diantara 0-1. Dari hasil perhitungan indeks V, suatu butir atau perangkat dapat dikategorikan berdasarkan indeknya. Jika indeksnya kurang atau sama dengan 0,4 dikatakan validitasnya kurang, 0,4-0,8 dikatakan validitasnya sedang, dan jika lebih besar dari 0,8 dikatakan sangat valid.
Validitas secara keseluruhan
Validitas Per Butir
∑
∑𝑠 𝑚𝑛 𝑐
𝑉
Ket: s=rV= indeks kesepakatan ahli mengenai validitas butir r = skor kategori pilihan ahli = skor terendah dalam kategori penskoran n = banyaknya ahli m = banyaknya butir c = banyaknya kategori yang dapat dipilih ahli No. Butir 1 2 3 4 5
Ahli 1
Ahli 2
Ahli 3
4 2 4 3 3
3 4 2 4 3
3 4 3 4 4
S1
S2
S3
∑
3 2 2 7 1 3 3 7 3 1 2 6 2 3 3 8 2 2 3 7 11 11 13 35 Tabel 3. Hasil menghitung indeks kesepakatan ahli mengenai validitas
V 0,78 0,78 0,67 0,88 0,78 0,78
Selanjutnya hasil tersebut diinterpretasikan. Jika indeks kepakatan tersebut kurang dari 0,4 maka dikatakan validitasnya rendah, diantara 0,4-0,8 dikatakan validitasnya sedang (mediocare) dan jika lebih dari 0,8 dikatakan tinggi. Sehingga dari tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa butir 1,2,3,4 dan 5 memiliki validitas sedang. Dan secara keseluruhan semua butir memiliki validitas sedang. Dengan menggunakan Indeks Validasi Gregory Indeks ini juga berkisar diantara 0-1. Dengan membuat tabel kontingensi pada dua ahli, dengan kategori pertama tidak relevan dan kurang relevan menjadi kategori relevansi lemah, dan kategori kedua untuk yang cukup relevan dan sangat relevan yang dibuat kategori baru relevansi kuat. Indeks kesepakatan ahli untuk validitas isi merupakan perbandingan banyaknya butir dari kedua ahli dengan kategori relevansi kuat dengan keseluruhan butir. Dari hasil penilaian para ahli pada tabel 3., kemudian skor tersebut dikategorikan ulang. Kategori pertama: tidak relevan (skor 1) dan kurang relevan (skor 2) diketagorikan ulang mejadi kategori relevansi lemah, dan kategori kedua: cukup relevan (skor 3) dan sangat relevan (skor 4) dikategorikan ulang menjadi kategori relevansi kuat. Contohnya pada tabel berikut: No. Butir
Ahli 1
Ahli 2
Ahli 3
1
Kuat
Kuat
Kuat
2
Lemah
Kuat
Kuat
3
Kuat
Lemah
Kuat
4
Kuat
Kuat
Kuat
5
Kuat
Kuat
Kuat
Tabel 4. Hasil kategori ulang penilaian para ahli Setelah itu, peneliti membuat tabel kontingensi ketiga ahli pada relevansi lemah dan kuat. Ahli 1
Lemah
Lemah Lemah
Ahli 2
Lemah
Lemah
Ahli 3
Lemah
Kuat
Total
0
0
0
Kategori
A
B
C
Kuat
Kuat
Kuat
Lemah Lemah
Kuat
Lemah Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Lemah
Kuat
Kuat
0
1
0
1
3
D
E
F
G
H
Lemah Lemah
Koefisien validitas isi dihitung dengan formula: Koefisien Validitas isi = Selanjutnya hasil tersebut diinterpretasikan, Jika indeks kesepakatan tersebut kurang dari 0,4 maka dikatakan validitasnya rendah, diantara 0,4-0,8 dikatakan validitasnya sedang (mediocare) dan jika lebih dari 0,8 dikatakan tinggi. Pada kasus ini karena koefisien validitas isinya 0,6, maka dikatakan validitasnya sedang. 2) Validitas Konstruk Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana instrumen mengungkap suatu kemampuan atau konstruk teoretis tertentu yang hendak diukurnya (Nunnally, 1978, Fernandes, 1984). Prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi dan batasan mengenai variabel yang hendak diukur dan dinyatakan dalam bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai variabel tersebut. Proses pembuktiannya dapat dilakukan dengan membuktikan bahwa konstruk instrumen memang ada (exists) dan kemudian dibuktikan hasil pengukurannya secara empiris. Terkait dengan instrumen penilaian aspek non-kognitif yang berupa angket, suatu angket dikatakan valid jika pertanyaan pada angket tersebut mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Validitas akan merujuk kepada sejauh mana hasil pengukuran suatu instrumen dapat ditafsirkan terhadap atribut yang diukur. Suatu instrumen non tes mempunyai validitas konstruk, jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur gejala sesuai dengan yang didefinisikan. Misalnya untuk mengukur minat terhadap matematika, perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu minat terhadap matematika, demikian juga untuk mengukur kemandirian belajar siswa maka perlu terlebih dahulu didefinisikan mengenai apa itu kemandirian belajar siswa. Setelah konsep atau defenisi itu diperoleh selanjutnya disiapkan instrumen yang digunakan untuk mengukur minat terhadap matematika sesuai definisi. Dalam hal ini, untuk melahirkan definisi tentu saja diperlukan teori-teori. Sutrisno Hadi menyatakan bahwa jika memang bangunan teorinya sudah benar, maka hasil pengukuran dengan alat pengukur yang berbasis pada teori itu sudah dipandang sebagai hasil yang valid. Namun demikian, walaupun secara teoritis dapat dikatakan sudah
valid, pengujian secara empiris terhadap suatu instrumen non-tes tetap diperlukan untuk mengungkap seberapa jauh setiap variabel yang akan diukur dapat dijelaskan oleh setiap dimensi dalam instrumen yang telah disusun. Jadi validitas konstruk merupakan salah satu tipe validitas internal rasional suatu instrumen yang menunjukkan sejauh mana instrumen tersebut mengungkap suatu trait atau konstruk teoretik yang hendak diukurnya. Dalam hal ini konstruk merupakan kerangka dari suatu konsep. Pengertian konstruk ini bersifat terpendam dan abstrak sehingga berkaitan dengan banyak indikator perilaku empiris yang menuntut adanya uji analisis seperti analisis faktor. Dalam suatu penelitian biasanya digunakan istrumen yang melibatkan bayak butir sehingga untuk memahaminya digunakan faktor analisis. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi data, dengan menemukan hubungan antar variabel yang saling bebas (Stapleton, 1997), yang kemudian terkumpul dalam variable yang jumlahnya lebih sedikit untuk mengetahui struktur dimensi laten (Anonim, 2001; Garson,2006) , yang disebut dengan faktor. Faktor ini merupakan variable yang baru, yang disebut juga dengan variable latent, variable konstruk dan memiliki sifat tidak dapat diketahui langsung (unobservable). Proses dalam analisis faktor dimulai dengan mengumpulkan variabel. Variabel-variabel yang saling berkorelasi tinggi dapat dikatakan mewakili satu faktor. Analisis faktor juga dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel dasar atau faktor yang menerangkan pola hubungan dalam suatu himpunan variabel amatan. Analisis faktor sering digunakan pada reduksi data untuk mengidentifikasi sejumlah kecil faktor yang menerangkan beberapa faktor yang mempunyai kemiripan karakter. Tujuan reduksi data adalah untuk mengeliminasi variabel independen yang saling berkorelasi sehingga akan diperoleh
jumlah
variabel
yang
lebih
sedikit
dan
tidak
berkorelasi.
Variabelvariabel yang saling berkorelasi mempunyai kesamaan/kemiripan karakter dengan variabel lainnya sehingga dapat dijadikan satu faktor. Tujuan utama dari analisis faktor adalah mendefinisikan struktur suatu data matrik dan menganalisis struktur saling hubungan (korelasi) antar sejumlah besar variabel dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi atau faktor. Dengan analisis faktor akan diidentifikasi dimensi suatu struktur dan kemudian menentukan sampai seberapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh setiap dimensi. Jadi analisis faktor ingin menemukan suatu cara meringkas
informasi yang ada dalam variabel asli atau variabel awal menjadi satu set dimensi baru. a) Hal-hal yang harus dipenuhi untuk melakukan analisis faktor (1)
Variabel dependennya harus berupa data kuantitatif pada tingkat pengukuran interval atau ratio karena data kategori tidak dapat dilakukan analisis faktor, dan
(2)
Data harus berdistribusi normal bivariat untuk tiap pasangan variabel dan pengamatan harus saling bebas. Selain itu analisis faktor menghendaki bahwa matrik data harus memiliki korelasi yang cukup agar dapat dilakukan analisis faktor. Jika berdasarkan data visual tidak ada nilai korelasi diatas 0,30 maka analisis faktor tidak dapat dilakukan. Cara lain menentukan dapat tidaknya dilakukan analisis faktor adalah dengan melihat matriks korelasi secara keseluruhan. Untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel digunakan uji Barlett test of sphericity. Jika hasilnya signifikan berarti matriks korelasi memiliki korelasi signifikan dengan sejumlah variabel. Uji lain yang dapat digunakan untuk melihat interkorelasi antar variabel dan dapat tidaknya analisi faktor dilakukan adalah Measure of Sampling Adequacy (MSA). Nilai MSA ini bervariasi antara 0 sampai 1, jika nilai MSA < 0,50 maka analisis faktor tidak dapat dilakukan. Adapun terkait dengan ukuran sampel, menurut Gable (1986), ukuran
sampel atau banyaknya responden adalah 5 sampai 10 kali jumlah item, misalnya dalam satu angket dimuat 15 butir, maka banyaknya responden yang harus mengisi kuesioner antara 75 orang sampai dengan 150 orang. b) Langkah-langkah melakukan uji validitas konstruk dengan menggunakan analisis faktor Adapun langkah-langkah melakukan uji validitas konstruk dengan menggunakan analisis faktor antara lain sebagaimana dikemukakan De Vaus (1991) yakni: (1) Memilih variabel yang akan dianalisis, Pemilihan variabel yang akan dianalisis berkaitan dengan variabel mana yang akan dilibatkan untuk analisis. (2) Ekstraksi awal seperangkat faktor,
Ekstraksi awal merupakan metode dalam analisis faktor untuk mereduksi data dari beberapa variabel menjadi beberapa faktor yang lebih sedikit. Untuk melakukan ekstraksi awal ini ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, namun yang paling sering digunakan adalah: (a) Pendekatan eksploratori (exploratory factor analysis) atau EFA melalui metode Principal Component Analysis atau analisis komponen utama, merupakan suatu metode ekstraksi faktor yang digunakan untuk membentuk kombinasi linier yang tidak berhubungan dari variabel observasi. Urutan komponen menjelaskan bahwa semakin kecil porsi varian dan tidak ada korelasi satu dengan lainnya. (b) Pendekatan konfirmatori (confirmatory factor analysis) atau CFA melalui metode analisis Maximum Likelihood (ML) atau metode kemungkinan maksimum, merupakan metode ekstraksi faktor yang menghasilkan estimasi parameter yang paling mungkin untuk menghasilkan matriks korelasi observasi jika sampel berasal dari distribusi normal multivariate. (3) Ekstraksi akhir seperangkat faktor dengan rotasi, Rotasi merupakan metode yang digunakan dalam analisis faktor untuk mereduksi data dari beberapa variabel menjadi beberapa faktor yang lebih sedikit jika menggunakan metode ekstraksi masih belum dapat diperoleh komponen faktor secara jelas. Beberapa metode pada ekstraksi antara lain: varimax methode, quartimax methode dan equamax method. (4) Menyusun skala untuk digunakan analisis lanjut. c) Prosedur menggunakan program SPSS for windows untuk melakukan analisis faktor (1) Bukalah file yang akan dianalisis, (2) Dari menu utama SPSS pilih Analyze, kemudian submenu Data Reduction, lalu pilih Factor, (3) Pada kotak Variables isikan variabel yang akan dianalisis, (4) Pilih Descriptives dan aktifkan semua pilihan yang ada khususnya KMO and Barlett’s test of sphericity, kemudian pilih Continue, (5) pilih Rotation dan aktifkan pilihan Varimax, lalu pilih Continue dan abaikan pilihan lainnya, lalu tekan Continue, dan
(6) Tekan Ok. Penggunaan Varimax dalam pilihan Rotation lebih disarankan karena menurut Hair (1998) dalam Imam Ghozali (2001) metode Varimax terbukti sangat berhasil sebagai pendekatan analitik untuk mendapatkan rotasi orthogonal yakni rotasi dengan sudut 90 derajad pada suatu faktor. 3) Validitas Kriteria Validitas kriteria dibuktikan dengan melihat kebermanfaatan dari interpretasi skor
hasil
pengukuran
(usefulness).Validitas
kriteria
diketahui
dengan
mengestimasi korelasi skor tes peserta dengan skor kriteria. Korelasi ini disebut dengan koefisien validitas, yang menyatakan derajat hubungan antara prediktor dengan kriteria. Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas 1. Validitas Konkuren : Jika kriteria yang telah ada saat skor penilaian diperoleh atau rentang waktu perolehan kedua data tidak terlalu lama. 2. Validitas Prediktif : Jika kriteria keberhasilan ditunggu beberapa lama, misalnya kurun waktu tertentu. Validitas berdasarkan kriteria dibedakan menjadi dua, yaitu validitas prediktif dan validitas konkuren. Fernandes (1984) mengatakan validitas berdasarkan kriteria dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sejauh mana tes memprediksi kemampuan peserta di masa mendatang (predictive validity) atau mengestimasi kemampuan dengan alat ukur lain dengan tenggang waktu yang hampir bersamaan (concurrent validity). Hal senada juga disampaikan oleh Lawrence (1994) yang mengatakan bahwa tes dikatakan memiliki validitas prediktif bila tes itu mampu memprediksikan kemampuan yang akan datang. Dalam analisis validitas prediktif, performansi yang hendak diprediksikan disebut dengan kriteria. Besar kecilnya harga estimasi validitas prediktif suatu instrumen digambarkan dengan koefisien korelasi antara prediktor dengan kriteria tersebut. Validitas kriteria dapat memprediksikan suatu skor kemampuan ke skor kriteria dalam rangka memprediksikan kemampuan atau performen peserta tes. Prediksi ini dilakukan melalui persamaan regresi.
Langkah-langkah validitas kriteria: 1. Menyiapkan kriteria yang mengukur konstruk yang bersesuaian. 2. Sampel diminta mengerjakan tes/instrumen yang akan dibuktikan validitasnya juga tes yang menjadi kriteria. 3. Menghitung koefisien korelasi antara skor instrumen yang akan dibuktikan validitasnya dengan instrumen kriteria dengan rumus.
2. Reliabilitas Dalam Retnawati (2016: 86-92) proses penghitungan reliabilitas disebut dengan setimasi. Berikut akan dibahas tiga estimasi reliabilitas instrumen kuantitatif, yaitu (1) Konsistensi Eksternal, (2) Konsistensi Internal, (3) Reliabilitas Komposit. Estimasi konsistensi eksternal terdiri dari tes ulang, paralel, dan gabungan dari keduanya. Estimasi konsistensi internal terdiri dari metode belah dua. Dan reliabilitas komposit terdiri dari alpha cronbanch, KR-20, dan KR-21. Mehrens & Lehmann (1973) menyatakan bahwa meskipun tidak ada perjanjian secara umum, tetapi secara luas dapat diterima bahwa untuk tes yang digunakan untuk membuat keputusan pada siswa secara perorangan harus memiliki koefisien reliabilitas minimal sebesar 0,85. Dengan demikian, pada penelitian ini, tes seleksi digunakan untuk menentukan keputusan pada siswa secara perorangan, sehingga indeks koefisien reliabilitasnya diharapkan minimal sebesar 0,85. 1. Metode Tes Ulang (Test-Restest-Method) Pengukuran dengan metode tes ulang perlu dilakukan dua kali, pengukuran pertama dan pengukuran kedua atau ulanganya. Kedua pengukuran ini dapat dilakukan oleh orang yang sama atau berbeda, namun pada proses pengukuran yang kedua, keadaan yang diukur itu harus benar-benar berada pada kondisi yang sama dengan pengukuran pertama. Selanjutnya
hasil pengukuran yang pertama dan yang kedua dikorelasikan dan hasilnya menunjukkan reliabilitas skor perangkat pengukuran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode tes ulang ini. Jangka waktu antara kedua pengukuran dengan menggunakan instrumen tersebut perlu menjadi pertimbangan. Jika jarak pengukuran terlalu dekat, maka terjadi carry-over-effect, yaitu responden pengukuran atau penelitian telah mendapat tambahan pengetahuan karena sudah mengalami tes yang pertama ataupun belajar setelah pengukuran yang pertama. Sementara jika jarak pengukuran terlalu jauh, korelasi kedua skor akan menjadi semakin rendah. Semakin lama interval pelaksanaan pengukuran kedua instrumen, akan semakin rendah koefisien reliabilitasnya. Untuk mengatasi hal ini, jarak kedua pengukuran sebaiknya tidak terlalu jauh, misalnya tidak sampai satu bulan. Berikut adalah rumusnya.
Ket:
koefisien reliabilitas skor instrumen skor pengukuran pertama skor pengukuran kedua
2. Metode Bentuk Paralel (Equivalent) Pada metode ini diperlukan dua instrumen yang dikatakan paralel untuk mengestimasi koefisien reliabilitas. Dua buah tes dikatakan paralel atau equivalent adalah dua buah instrumen yang mempunyai kesamaan tujuan dalam pengukuran, tingkat kesukaran dan susunan juga sama, namun butir-butir soalnya berbeda, atau dikenal dengan istilah alternateforms method atau parallel forms. Dengan metode bentuk paralel ini, dua buah instrumen yang paralel, misalnya instrumen paket A yang akan diestimasi reliabilitasnya dan instrumen paket B merupakan instrumen yang paralel dengan paket A, keduanya diberikan kepada sekelompok responden yang sama, kemudian kedua skor tersebut dikorelasikan. Koefisien korelasi dari kedua skor respon responden terhadap instrumen inilah yang menunjukkan koefisien reliabilitas skor instrumen paket A. Sehingga sengan metode ini perlu mengembangkan 2 instrumen dan juga mengujicobakan 2 instrumen. Membuktikan kedua
instrumen tersebut merupakan tes yang paralel atau ekuivalen memerlukan ilmu yang tersendiri (konsep penyetaraan tes atau equating). 3. Metode gabungan Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang equivalent beberapa kali kepada responden yang sama. Metode ini merupakan gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, setelah itu, dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang (Sugiyono, 2014: 184). 4. Metode Belah Dua (Split Half Method) Pada metode belah dua ini, dalam satu instrumen dikerjakan satu kali oleh sejumlah subjek (sample) suatu penelitian. Butir-butir pada perangkat dibagi menjadi dua. Pembagian dapat menggunakan nomor ganjil-genap pada instrumen, atau separuh pertama maupun separuh kedua, maupun membelah dengan menggunakan nomor acak atau tanpa pola tertentu. Skor responden merespons setengah perangkat bagian yang pertama dikorelasikan dengan skor setengah perangkat pada bagian yang kedua. Teknik ini berpegang pada asumsi, belahan pertama dan belahan kedua mengukur konstruk yang sama, banyaknya butir dalam instrumen belahan pertama dan kedua harus dapat dibandingkan dari sisi banyaknya butir, atau paling tidak jumlahnya hampir sama. Ada beberapa formula untuk mengestimasi reliabilitas dengan metode belah dua, antara lain rumus Spearman-Brown, rumus Flanagan, dan rumus Rulon. Berikut adalah rumus Spearman-Brown.
Ket:
koefisien reliabilitas skor instrumen korelasi antara dua belahan instrumen banyaknya responden belahan pertama belahan kedua
5. Reliabilitas Komposit Reliabilitas komposit untuk mengestimasi reliabilitas instrumen yang terdiri dari banyak butir. Dimana butir-butir ini merupakan butir yang berbeda-beda namun membangun suatu konstruk yang sama. Komposit yang dimaksudkan yaitu skor akhir gabungan dari skor butirbutir penyusun instrumen. Ada 3 formula yang dapat digunakan untuk mengestimasi reliabilitas dengan cara ini, yaitu dengan menghitung koefisien
dari Cronbach, koefisien
KR-20, dan koefisien KR-21. a. Rumus Alpha Cronbach Digunakan untuk mengestimasi reliabilitas instrumen dengan penskoran 1 dan 0, skala politomus (misalnya angket dengan skala Likert 1-2-3-4-5), atau soal uraian. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut.
Ket:
koefisien reliabilitas instrumen banyaknya butir pertanyaan dalam instrumen ∑
jumlah varians butir instrumen varians skor total
b. Rumus Kuder-Richardson (KR) Ada dua jenis KR yaitu KR-20 dan KR-21. KR-20 digunakan untuk analisis butir dikotomi, intrumen dengan penskoran 1-0, benar-salah, ya-tidak, dan lain-lain. Rumus KR-20 sebagai berikut.
Ket:
koefisien reliabilitas skor instrumen banyaknya butir pertanyaan
varians skor total proporsi subjek yang menjawab betul (skor 1) pada suatu butir, rumusnya
Sedangkan KR-21 digunakan untuk instrumen dengan penskoran 1 dan 0, skala politomus (misalnya angket dengan skala Likert 1-2-3-4-5), atau soal uraian. Rumus KR-21 sebagai berikut.
Ket:
koefisien reliabilitas skor instrumen banyaknya butir pertanyaan varians total ̅
skor rata-rata
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Reliabilitas (Retnawati, 2016: 99-100) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reliabilitas. Faktor secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung, yaitu: 1. Waktu penyelenggaraan pengumpulan data pertama dan kedua. Faktor ini terjadi saat menggunakan metode tes-retes. Interval waktu penyelenggaraan yang terlalu dekat atau terlalu jauh, akan mempengaruhi koefisien reliabilitas. 2. Panjang instrumen, semakin panjang suatu instrumen pengumpul data, semakin banyak butir yang termuat di dalamnya. Hal ini akan memberikan dampak hasil pengumpulan data akan semakin mendekati keadaan yang sebenarnya, yang akan mempertinggi koefisien reliabilitas. 3. Penyebaran skor perolehan responden. Koefisien reliabilitas secara langsung dipengaruhi oleh bentuk sebaran skor (variansi) dalam kelompok responden yang diukur. Semakin tinggi varians skor hasil pengukuran, semakin tinggi estimasi koefisien reliabilitas.
4. Tingkat kesulitan butir instrumen. Butir yang terlalu mudah dan butir terlalu sulit tidak memberikan tambahan variansi sebaran skor hasil pengukuran, sehingga akan mempengaruhi reliabilitas. 5. Objektivitas penskoran. Objektivitas penskoran terhadap respons responden terhadap instrumen akan mempengaruhi reliabilitas. Semakin objektif penskoran suatu instrumen, maka skor perolehannya akan menjadi semakin reliabel. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung, yaitu: 1. Panjang tes dan kualitas butir-butir instrumen. Instrumen yang terdiri dari banyak butir, tentu lebih reliabel dibandingkan dengan instrumen yang hanya terdiri dari beberapa butir. Jika panjang instrumen ditambah dengan menambah butir-butir yang baik maka semakin panjang suatu instrumen maka reliabilitas skornya semakin tinggi. Namun jika instrumen terlalu panjang, maka responden akan terlalu lelah mengerjakannya. Faktor kelelahan responden ini yang akan menurunkan reliabilitas. 2. Kondisi penyelenggaraan pengumpulan data atau administrasi. a. Sebagai contoh pada pelaksanaan tes, petunjuk yang diberikan sebelum tes dimulai dan petunjuk ini disajikan dengan jelas, penyelenggaraan tes akan berjalan lancar dan tidak akan banyak terdapat pertanyaan atau komentar dari responden. Hal ini akan menjamin pelaksanaan tes yang tertib dan tenang sehingga skor yang diperoleh lebih reliabel. b. Pengawas yang tertib akan mempengaruhi skor hasil perolehan responden. Pengawasan yang terlalu ketat ketika pengumpulan data menyebabkan responden merasa kurang nyaman atau merasa takut dan tidak dapat dengan leluasa dalam merespon instrumen, namun jika pengawasan kurang, maka peserta akan bekerjasama sehingga hasil pengumpulan data kurang dapat dipercaya. c. Suasana lingkungan dan tempat pengumpulan data (tempat duduk yang tidak teratur, suasana disekelilingnya gaduh atau tidak tenang, dan sebagainya) akan mempengaruhi reliabilitas. Sebagai contoh pada pelaksanaan tes, suasana yang panas dan dekat sumber kegaduhan akan mempengaruhi hasil tes.
C. Validitas Dan Reliabilitas Kualitatif Temuan atau data hasil penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif membutuhkan kritik dan evaluasi untuk menilai keabsahan/kesahhan dan keakuratan data yang dihasilkan. Evaluasi kritik tersebut dilakukan dengan cara menguji validitas dan reliabilitas data yang dihasilkan. Uji keabsahan data dalam penelitian sering hanya ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, reliabel dan obyektif, maka penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel, dilakukan pada sampel yang mendekati jumlah populasi dan pengumpulan serta analisis data dilakukan dnegan cara yang benar. Dalam penelitian kuantitatif, yang diuji validitas dan reliabilitas adalah instrumen penelitiannya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diuji validitas dan reliabilitas adalah data hasil penelitiannya. Peneltian kualitatif menghadapi persoalan penting mengenai pengujian keabsahan data hasil penelitian. Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu antara lain (Bungin, 2007): a. Subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif. b. Alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi (apapun bentuknya) mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka apalagi tanpa kontrol (dalam observasi partisipasi) c. Sumber data kualitatif yang kurang kredibel akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh penelitia. Dengan kata lain, data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data hasil penelitian dapat dikatakan valid jika tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan oleh peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Kebenaran realitas data dalam penelitian kualitatif tidaklah bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang diamati. Pengertian reliabilitas dalam penelitian kuantitatif sangat berbeda dengan reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Hal ini terjadi karena perbedaan melihat paradigma dalam melihat
realitas. Menurut kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti semula. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif tidak ada suatu data yang tetap/konsisten/stabil. Keabsahan data hasil penelitian kualitatif dinilai berdasarkan empat kriteria, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Kriteria Pengujian Keabsahan Penelitian Kualitatif Aspek Nilai Kebenaran Penerapan Konsistensi Natralitas
Metode Kualitatif Kredibilitas (Validitas Internal) Transferability (Validitas Eksternal) Dependability (Reliabilitas) Confirmability (Obyektivitas)
1. Uji Kredibilitas Konsep validitas dalam penelitian kualitatif yang sering digunakan adalah kredibilitas. Kredibilitas menjadi sesuatu hal yang penting ketika mempertanyakan kualitas hasil suatu penelitian kualitatif. Suatu hasil penelitian kualitatif dikatakan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi terletak pada keberhasilan studi tersebut mencapai tujuannya mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang majemuk atau kompleks. Guba dan Lincoln (dalam Afiyanti, 2008) menambahkan bahwa tingkat kredibilitas yang tinggi juga dapat dicapai jika para partisipan yang terlibat dalam penelitian tersebut mengenali benar tentang berbagai hal yang telah diceritakannya. Hal ini merupakan kriteria utama untuk menilai tingkat kredibilitas data yang dihasilkan dari suatu penelitian kualitatif. Uji kredibilitas data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan cara (1) perpanjangan pengamatan, (2) peningkatan ketekunan dalam penelitian, (3) triangulasi, (4)diskusi dengan teman sejawat, (5) analisis kasus negatif, dan (6)member check (Sugiyono, 2014: 368). a. Perpanjangan pengamatan Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap sebagai orang asing, belum memiliki keakraban atau rasa saling mempercayai dengan narasumber, sehingga bisa jadi data yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin
masih banyak hal yang belum terungkap. Dengan melakukan perpanjangan pengamatan, peneliti kembali ke lapangan untuk pengamatan/observasi kembali dengan narasumber, mengecek kembali hasil data. Hubungan peneliti dengan narasumber juga akan semakin terbentuk, semakin akrab, semakin terbuka, sehingga dapat diperoleh informasi lengkap yang pasti kebenarannya. Bila selama perpanjangan pengamatan data yang diperoleh sudah benar dan tidak berubah, maka data tersebut kredibel. Waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri. b. Meningkatkan Ketekunan Meningkatkan ketekunan dengan peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap data yang diperoleh benar atau tidak. Selain itu peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis terhadap apa yang diamati. Membaca berbagai refrensi buku, hasil penelitian, atau dokumentasi terkait dengan temuan yang diteliti. Hal itu akan menambah wawasan peneliti untuk memeriksa apakah data yang ditemukan itu bisa dipercay ataau tidak. c. Triangulasi i.
Triangulasi Sumber Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yabg diperoleh melalui bebrapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku murid, maka pengumpulan dan pengujian data dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan, dan orang tuanya.
ii.
Triangulasi Teknik Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner.
iii.
Triangulasi Waktu Triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengecek melalui wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu dan situasi yang berbeda. Bila data yang dihasilkan berbeda makan dilakukan pengulangan sampai data yang dihasilkan pasti dan tidak berubah.
d. Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penlitian hingga pada saat tertentu. Dengan melakukan analisis kasus negatif berarti penelit mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Apabila semua data telah sama dan tidak bertentangan maka data yang ditemukan sudah dapat dipercaya atau kredibel. e. Menggunakan Bahan Referensi Peneliti menggunakan bahan pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Misalnya data hasil wawancara didukung dengan adanya rekaman wawancara, dan lain-lain. f. Mengadakan Member Check Member Check dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data hasil temuan peneliti disepakati oleh narasumber maka data tersebut kredibel. Tujuan member check adalah agar dat ayang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud narasumber. 2. Pengujian Transferability Transferability berhubungan dengan hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Nilai transfer bergantung pada pemakai, hingga manakala hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain. Menurut Patton (dalam Afiyanti, 2008) Generalisasi hanya dapat dicapai bila obyek studi dapat dilepaskan sepenuhnya dari pengaruh konteks penelitian, suatu hal yang nyaris mustahil dilakukan dalam penelitian kualitatif. Tranferabilitas dalam penelitian kualitatfi tidak dinilai sendiri oleh penelitinya melainkan oleh para pembaca hasil penelitian tersebut. Jika pembaca memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang laporan penelitian (konteks dan foku penelitian), hasil penelitian itu dapat dikatakan memiliki transferabilitas yang tinggi (Bungin, 2003; Morse, Barrett, Mayan, Olson & Spiers, 2002). Oleh karena itu, peneliti perlu membuat laporan penelitian secara rinci, jelas, sistematis, dan dipercaya, agar orang lain dapat memahami betul hasil penelitian. Sehingga ada kemungkinan ia bisa menerapkan hasil penelitian tersebut di tempat lain. jika pembaca laporan memperoleh gambaran yang sangat jelas bagaimana suatu penelitian dapat diberlakukan (transferability) maka laporan tersebut memenuhi standar transferabilitas.
3. Pengujian Dependability Istilah reliabilitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah dependabilitas. Pertanyaan mendasar berkaitan dengan isu reliabilitas adalah sejauh mana temuan penelitian kualitatif memperlihatkan konsistensi hasil temuan ketika dilakukan oleh peneliti yang berbeda dengan waktu yang berbeda tetapi dilakukan dengan metodologi dan interview script yang sama. Tingkat dependabilitas yang tinggi pada penelitian kualitatif dapat diperoleh dengan
melakukan
suatu
analisis
data
yang
terstruktur
dan
berupaya
untuk
menginterpretasikan hasil penelitian dengan baik sehingga peneliti lain akan dapat membuat kesimpulan yang sama dalam menggunakan perspekif, data mentah, dan dokumen analisis penelitian yang sedang dilakukan (Sterubert & Carpenter, 2003). Brink (1991) menyatakan ada tiga jenis uji atau tes yang dapat dilakukan untuk menilai reliabilitas atau dependabilitas data penelitian kualitatif, yaitu: a. Stabilitas Stabilitas dapat dinilai atau diuji ketika menanyakan berbagai pertanyaan yang identik dari seorang partisipan pada waktu yang berbeda menghasilkan jawaban yang sama. b. Konsistensi Konsistensi dapat dinilai jika interview script yang digunakan peneliti dapat menghasilkan suatu jawaban partisipan yang terintegrasi dan sesuai dengan pertanyaan atau topik yang diberikan. c. Ekuivalensi Ekuivalensi dapat diuji dengan penggunaan bentuk-bentuk pertanyaan alternatif yang memiliki kesaman arti dalam satu wawancara tunggal dapat menghasilkan data yang sama atau dengan menilai kesepakatan hasil observasi dari dua orang peneliti. Uji dependability dapat juga dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap proses penelitian ke lapangan oleh pembimbing atau pemeriksa. Bagaimana peneliti mulai menetukan maslaah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukkan oleh penliti. Jika peneliti tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukkan”jejak aktivitas lapangannya” maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan.
4. Pengujian Konfirmability Objektivitas atau konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif lebih diartikan sebagai konsep transparansi, yaitu kesediaan peneliti mengungkapkan secara terbuka tentang proses dan elemen-elemen penelitiannya sehingga memungkinkan pihak lain atau peneliti lain melakukan penelitian tentang hasil temuannya. Streubert dan Carpenter (2003) menjelaskan bahwa konfirmabilitas merupakan suatu proses pemeriksaan kriteria, yaitu cara atau langkah peneliti melakukan konfirmasi hasil-hasil temuannya. Pada umumnya, cara yang banyak dilakukan peneliti untuk mengkonfirmasi penelitiannya adalah dengan merefleksikan hasil-hasil penelitiannya pada jurnal terkait, peer teaching, konsultasi dengan peneliti ahli, atau melakukan konfirmasi data atau informasi dengan cara mempresentasikan hasil penelitiannya pada suatu konferensi untuk memperoleh berbagai masukan untuk kesempurnaan hasil penelitiannya.
DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brink, P. (1991). Issues of Reliability and Validity. In Morse, J (ed). Qualitative nursing research: A Contemporary Dialogue, London: Sage, pp. 164-186. Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Guba, E.G. & Lincoln, Y.S. (1989). Fourth Generation Evaluation. Newbury Park: Sage Publications. Mose, J.M. Barrett, M., Mayan, M., Olson, K. & Spiers, J. (2002). Verification Strategies for Establishing Reliability and Validity in Qualitative Research. Internationl Journal of Qualitative Methods, 1(2), 1-19. Retnawati, Heri. (2016). Anilisis Kuantitatif Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Parama Publishing. Streubert, H.J. & Carpenter, D.R. (2003). Qualitative Research in Nursing: Advancing the Humanistic Imperative. 3th (eds). Philadelphia: Lippincott, PA. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. Newbury Park: Sage Publications.