Validasi Metode Penentuan Cemaran Melamin Dalam Susu Formula Menggunakan High Performance Liquid Chromatography HITACHI D 7000 1
Dian Novita Zebua, Soja Siti Fatimah, dan Hokcu Suhanda Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kima, Universitas Pendidikan Indonesia Jalan Dr. Setiabudi No. 22 Bandung Email :
[email protected]
ABSTRAK: Pada tahun 2008 ditemukan adanya susu formula yang terkontaminasi senyawa melamin. Melamin dan asam sianurat akan diserap oleh saluran pencernaan dalam tubuh dan mengendap di ginjal membentuk kristal. Sehingga sangat diperlukan adanya suatu metode yang handal, cepat, mudah, dan murah untuk menganalisis cemaran melamin dalam susu formula. Sementara itu metode baku untuk analisis melamin belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas metode analisis cemaran melamin dalam susu formula bayi menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Hitachi D-7000 dan fase gerak 0,1%TFA:metanol dengan mempertimbangkan lima parameter uji yaitu linearitas, batas deteksi (LOD), batas kuantisasi (LOQ), presisi, dan akurasi. Kondisi analisis kromatografi diperoleh pada komposisi fase gerak 0,1% TFA (pH 2,8):metanol (50:50) dan laju alir 0,75 mL/menit. Pengendapan protein susu pada sampel diperoleh pada penambahan 2 mL asam trikloroasetat 5%. Koefisien korelasi (r) 0,9999 menunjukkan linearitas yang diperoleh mendekati 1. Deteksi melamin yang relatif kecil ditunjukkan dengan LOD dan LOQ berturut-turut 0,76 ppm dan 2,5 ppm. Metode analisis ini juga menghasilkan presisi dengan uji repetabilitas yang baik ≤ 2% yaitu RSD 1,13%. Akurasi dihasilkan berdasarkan uji perolehan kembali sebesar 100,7-119,8% dengan batas keberterimaan sebesar 80-120%. Dengan demikian, telah diperoleh metode yang valid untuk menganalisis cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 sehingga metode tersebut dapat digunakan untuk keperluan analisis secara rutin. Kata kunci: melamin, validasi metode, susu formula, HPLC, TFA ABSTRACT: In 2008, the infant formula has been discovered that it contaminated with melamine compound. Melamine and cyanuric acid would be absorbed by a digestive tract in our body and it also settle in the kidneys to form crystals. Therefore, it is very important to get a good method and also reliable, fast, easy, and cheap to analyze the melamine contamination in infant formula. Besides, the standard methods for analysis of melamine contamination in infant formula has not been specified in National Standard of Indonesia. This study was aimed to test the validity of the analysis method of melamine contamination in infant formula using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Hitachi D-7000 with a
mobile phase of 0,1% TFA: methanol by considering the five test parameters, such as linearity, limit of detection (LOD), limit of quantitation (LOQ), precision, and accuracy. Result, condition of chromatographic analyzes has obtained on the composition of the mobile phase of 0,1% TFA (pH 2.8): methanol (50:50) and flow rate 0,75 mL/min. Then, milk protein precipitation in samples has obtained in the addition of 2 mL of 5% trichloroacetic acid. The correlation coefficient (r) 0,9999 has showed a linearity that obtained close to 1. A low melamine detection has indicated by LOD and LOQ with 0,76 ppm and 2,5 ppm respectively. Furthermore, method has a good precision result with repetability test ≤ 2% i.e 1,13% for RSD. Last, the accuracy has result based on recoveries test of 100,7 to 119,8% with 80-120% by a limit of acceptance. However, it has acquired a valid method to analyze melamine contamination in infant formula using a HPLC Hitachi D-7000 so that the method can be used for routine analysis. Keywords: melamine, validation method, infant formula, HPLC, TFA PENDAHULUAN Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina ditemukan terkontaminasi senyawa melamin. Berdasarkan data dari BPOM tahun 2008, sebanyak 28 produk impor berbasis susu yang beredar di Indonesia mengandung melamin dengan kadar melamin berkisar antara 8,51 mg/kg sampai dengan 945,86 mg/kg (Suyanto dan Yulinar, 2008). Kadar nitrogen dalam melamin mencapai 66% (w/w). Apabila susu yang terkontaminasi melamin diuji menggunakan metode Kjehdahl, melamin akan teranalisis sebagai protein. Penambahan melamin pada susu yang dilakukan secara sengaja bertujuan untuk meningkatkan kadar protein secara simultan (Tyan et.al, 2009). Apabila dikonsumsi, melamin dan asam sianurat akan diserap oleh sistem pencernaan dan mengendap di ginjal membentuk kristal (Tyan et.al, 2009). Kristal yang terbentuk dapat menyebabkan gagal ginjal, batu ginjal (FoodReview, 2008), kerusakan
kandung kemih dan alat reproduksi (Suyanto dan Yulinar, 2008). Analisis terhadap melamin dapat ditentukan melalui berbagai metode antara lain menggunakan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), IR, HPLC-UV, GC/MS, dan LC/MS/MS (Suyanto dan Yulinar, 2008), metode nano partikel emas (Lili et.al, 2009), dan metode reaksi diazotasi menggunakan spektrofotometri (Wiadnya et.al, 2012). Metode analisis yang handal sangat diperlukan untuk dapat menganalisis kandungan melamin serta membedakannya dari senyawa lain dalam sampel. Codex Committee on Methods of Analysis and Sampling (CCMAS) telah mengesahkan Standar Pengujian penetapan kadar melamin dalam susu, produk susu dan susu formula dengan mengadopsi spesifikasi teknis standar ISO/TS 15495 menggunakan metode pengujian LC-MS/MS yang dikembangkan oleh ISOdan IDF (BSN, 2012). Penggunaan LCMS/MS memiliki sensitifitas dan selektivitas yang tinggi, namun biaya analisisnya sangat mahal (WHO,
2009). Selain itu, pengujian dengan metode LC-MS/MS memerlukan banyak pereaksi dan hanya sedikit laboratorium di Indonesia yang memiliki alat tersebut. Sementara itu metode baku untuk analisis melamin belum ditetapkan di dalam Standar Nasional Indonesia. Sehingga sangat diperlukan adanya suatu metode yang handal, cepat, mudah, dan murah untuk menganalisis cemaran melamin dalam susu formula. Metode analisis cemaran melamin dalam berbagai produk susu menggunakan HPLC telah dibakukan oleh pemerintah Cina. Saat ini telah dilakukan penelitian oleh Sun et.al, (2010) untuk memperoleh metode penentuan cemaran melamin dalam produk susu cair menggunakan HPLC dengan fase gerak asetonitril. Sedangkan penggunaan HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak TFA (pH 2,4):metanol (90:10), panjang gelombang 240 nm, dan laju alir 0,3 mL/menit untuk menentukan melamin dalam susu formula telah dikembangkan dan divalidasi oleh Venkatasami dan Sowa Jr. (2010) sehingga diperoleh metode yang cepat, valid, murah, dan simpel. Di Indonesia sendiri belum banyak industri maupun laboratorium uji yang menggunakan metode HPLC fase terbalik dengan fase gerak metanol dalam menganalisis melamin. Sehingga diperlukan kajian metode analisis melamin secara laboratorium lebih lanjut (Nissa, 2011). Oleh sebab itu, untuk menjamin keabsahan hasil analisis maka metode penentuan melamin dalam susu formula menggunakan HPLC harus divalidasi terlebih dahulu. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk menguji
validitas (keabsahan) metode pengujian melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 sehingga diperoleh metode yang valid. METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan diantaranya susu formula, melamin murni (≥ 99%), metanol grade for HPLC, asam trifloroasetat (TFA), asam trikloroasetat (TCA), NaOH dan aquabides. Alat Alat yang digunakan peralatan gelas, sentrifugasi, ultrasonic vibrator, instrumen HPLC Hitachi D-7000, kolom C18 dengan spesifikasi coloumn oven L-7300, detektor UV L7400 dan pompa L-7100. Preparasi sampel Sebanyak 0,1 gram sampel susu formula dimasukkan dalam labu ukur 10 mL. Kemudian ke dalam sampel tersebut ditambahkan 2 mL larutan TCA 5%, diencerkan dengan metanol 50%. Larutan tersebut dihomogenkan selama 30 menit. Sampel didinginkan pada suhu ruang, lalu ditambahkan metanol 50% hingga tanda batas. Dikocok dengan hati-hati. Larutan sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan yang belum jernih disaring terlebih dahulu menggunakan kertas saring Whatman, selanjutnya menggunakan membran PTFE. Sementara supernatan jernih secara langsung difiltrasi menggunakan membran PTFE. Minimal sebanyak 3 mL filtrat dimasukkan dalam vial yang akan dianalisis menggunakan HPLC. Hal ini dilakukan untuk mengurangi faktor
penyerapan sampel melamin oleh filter.
Penentuan kondisi analisis Dalam penelitian ini digunakan HPLC Hitachi D-7000 fase terbalik, kolom C18 (5 µm), panjang kolom 12,5 cm, suhu kolom 26°C, dan fase gerak 0,1% TFA/metanol. Volume injeksi sebanyak 10 µL dan dideteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 240 nm. a. Penentuan pH Larutan stok melamin 500 ppm disuntikkan sebanyak 10 µL ke dalam HPLC pada pH fase gerak 0,1%TFA 2,4 dan 2,8. b. Penentuan komposisi fase gerak Larutan stok melamin 500 ppm disuntikkan sebanyak 10 µL ke dalam HPLC pada komposisi fase gerak 0,1%TFA:metanol 90:10, 85:15, 80:20, 75:25, dan 50:50. c. Penentuan laju alir Larutan stok melamin 500 ppm disuntikkan sebanyak 10 µL ke dalam HPLC pada laju alir 1 mL/menit dan 0,75 ml/menit. Diamati waktu retensi (RT), luas puncak, dan bentuk puncak kromatogram melamin. Validasi metode a. Penentuan linearitas Penentuan linearitas dilakukan dengan cara membuat 7 konsentrasi larutan deret standar 1, 10, 20, 40, 50, 60, dan 70 ppm. Persamaan linearitas yang digunakan ialah y = a + bx dengan a ialah titik potong dan b ialah kemiringan.Berdasarkan persamaan tersebut ditentukan nilai koefisien korelasinya (r).
b. Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ) Batas deteksi dan batas kuantisasi ditentukan secara statistik dari hasil pengukuran linearitas berdasarkan persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi. c. Penentuan presisi Uji presisi dilakukan dengan cara pengulangan (repeatability). Sampel susu formula diadisi dengan larutan standar melamin 40 ppm. Larutan tersebut diinjekkan sebanyak 6 kali ulangan pada hari yang sama sehingga diperoleh simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (%RSD). d. Penentuan akurasi Akurasi diperoleh dari uji persen perolehan kembali (recovery) berdasarkan metode standar adisi. Sampel susu formula diadisi dengan larutan standar melamin 40 ppm dan 70 ppm. Pengukuran diulangi sebanyak 3 kali. Nilai akurasi dinyatakan sebagai % perolehan kembali. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kondisi analisis Penentuan pH fase gerak 0,1% TFA Pada RP-HPLC pH fase gerak mempengaruhi retensi analit (TEC, 2004). TFA memiliki kapasitas buffer maksimum pada daerah kerja pH 2-3 . Tabel 1. penentuan pH 0,1% TFA Luas pH RT Puncak 2,4 1,88 21098035 2,8
1,86
21629094
Kondisi analisis dipilih pada pH 2,8 karena memberikan RT yang lebih cepat dan luas puncak yang lebih besar dibanding pada pH 2,4.
Penentuan komposisi fase gerak Campuran dua fase gerak dengan berbagai variasi komposisi menghasilkan viskositas yang sangat berbeda yang menyebabkan pola elusi yang beragam (TEC, 2004). Tabel 2. penentuan komposisi fase gerak 0,1%TFA:metanol Komposisi Fasegerak Luas RT 0,1%TFA: Puncak metanol 95:5 2,40 20836414 90:10 1,86 21098035 85:15 1,65 22726784 80:20 1,54 22400728 75:25 1,47 22171179 50:50
1,33
22275409
Berkurangnya komposisi fase gerak 0,1% TFA menyebabkan waktu analisis yang semakin cepat. Hal ini disebabkan pada fase gerak yang mengandung 50% metanol secara signifikan memiliki viskositas yang lebih besar dan berdampak pada tingginya tekanan (TEC, 2004) sehingga melamin terelusi lebih cepat. Pada komposisi fase gerak 50:50, luas puncak kromatogram yang dihasilkan lebih besar dibandingkandengan komposisi yang lain. Bentuk puncak melamin pada komposisi tersebut juga memiliki puncak yang paling tajam dan simetris.
Penentuan laju alir Laju alir meningkat maka akan mengurangi waktu retensi (TEC, 2004). Analisis dilakukan pada laju alir karena 0,75 mL/menit Karena puncak kromatogram melamin memiliki luas area lebih besar dan bentuk puncak yang lebih tajam, simetris, serta intensitas lebih tinggi dibandingkan laju alir 1 mL/menit. Hal ini disebabkan peningkatan laju alir menyebabkankenaikan tekanan sistem yang akan mengakibatkan semakin pendek umur kolom sehingga akan mengurangi efisiensi dan resolusi kolom (Harahap, 2006). Tabel 3. penentuan laju alir Laju alir (ml/menit)
RT
Luas Puncak
1 0,75
1,33 1,78
22275409 29841251
Validasi metode a. Penentuan Linearitas Linearitas ditentukan dengan membuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi larutan standar melamin 1 ppm sampai 70 ppm terhadap luas puncak pada kromatogram. Berdasarkan perhitungan statistik regresi linear, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) 0,9999 dan persamaan garis linear y = 71986x – 1347x.
Luas Puncak
6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 0
10
20
30
40
50
60
70
Konsentrasi Melamin (ppm) Gambar 1. kurva kalibrasi larutan standar melamin
Nilai r yang diperoleh mendekati satu artinya dengan meningkatnya konsentrasi melamin, luas puncak juga akan mengalami kenaikan yang linear. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memenuhi persyaratan metode yang baik dari segi linearitas, yaitu koefisien korelasi lebih dari 0,999 (CDER, 1994).
Gambar 2. kromatogram melamin pada komposisi fase gerak 0,1% TFA:metanol (50:50), laju alir 0,75 mL/menit, λ 240 nm, dan volume injeksi 10 µL menggunakan HPLC Hitachi D-7000
b. Penentuan batas deteksi (LOD) Batas deteksi sangat penting untuk menentukan jumlah cemaran melamin yang ada di bawah atau di atas batas yang diperbolehkan dalam susu
formula. Berdasarkan kurva linearitas diperoleh LOD sebesar 0,76 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa sinyal antara sampel dengan blangko dapat dibedakan pada konsentrasi terendah 0,76 ppm. Semakin kecil nilai LOD menunjukkan semakin sensitif 80 suatu metode. c. Penentuan batas kuantisasi (LOQ) LOQ yang diperoleh sebesar 2,5 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi terkecil melamin dalam sampel susu formula yang dapat diukur instrumen HPLC secara kuantitatif yaitu sebesar 2,5 ppm. d. Penentuan presisi Presisi ditentukan berdasarkan keterulangan (repetabilitas). Pengujian diketahui berdasarkan nilai %RSD dari enam kali pengukuran larutan standar adisi 40 ppm. Nilai RSD hasil pengukuran adalah 1,13% dan memenuhi kriteria penerimaan parameter keterulangan (repetabilitas) yaitu untuk kosentrasi ≤100 ppm nilai RSD harus ≤ 4% (AOAC, 2002). Metode ini berdasarkan nilai RSD yang diperoleh termasuk presisi, artinya setiap hasil analisis yang dilakukan secara berulang memiliki nilai keterulangan yang tidak jauh berbeda dan galat acak yang berasal dari preparasi larutan tidak mempengaruhi hasil analisis secara nyata. Tabel 3. penentuan %RSD pada penambahan standar melamin 40 ppm Ulangan 1 2 3
Luas Puncak (y) 5149585 5193408 5074182
Konsentrasi Melamin (x) 71,55 72,16 70,07
Ulangan 4 5 6 Rata-rata (X) SD RSD (%)
Luas Puncak (y) 5126538 5241670 5186743 5162021 58428,8 1,13
Konsentrasi Melamin (x) 71,23 72,83 72,07 71,72 0,81 1,13
e. Penentuan akurasi Akurasi diperoleh dari persen perolehan kembali berdasarkan metode standar adisi. Hasil persen perolehan kembali ditentukan dari larutan sampel yang ditambahkan standar melamin 40 ppm dan 70 ppm. Tabel 4. penentuan persen perolehan kembali pada penambahan standar melamin 40 ppm dan 70 ppm Konsentrasi Sampel (ppm)
Penamb ahan Tanpa standar penam melami bahan n (ppm) standa r
Perolehan Setelah kembali (%) penamba han standar
40
30,81
71,09
100,7
70
30,81
114,72
119,8
Berdasarkan metode yang digunakan diperoleh persen perolehan kembali sebesar 100,7119,8%. Nilai persen perolehan kembali tersebut telah memenuhi kriteria yang disyaratkan sebesar 80-120% (FDA, 2001). Pada sampel dengan penambahan standar melamin 70 ppm didapat persen perolehan kembali 119,8%. Hal ini disebabkan adanya galat sistemik yang dilakukan dalam tahapan analisis yang dapat mempengaruhi metode analisis sehingga metode
analisis tidak cukup untuk mengurangi pengaruh matriks sampel yang mengganggu. Galat sistemik dapat menyebabkan hasil lebih besar atau lebih kecil. Galat sistemik dapat berupa galat pada saat pengambilan sampel, kurva kalibrasi yang kurang linear, serta galat yang disebabkan oleh instrumen dan peralatan gelas yang digunakan. Kecermatan yang tinggi dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut sepertimenggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksidan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004). Akan tetapi, persen perolehan kembali sebesar 119,8% masih dapat diterima menurut kriteria keberterimaan yang disyaratkan FDA sebab persen perolehan kembali tidak harus 100%, tetapi perolehan kembali analit harus konsisten dan presisi (FDA, 2001).
Gambar 3. Kromatogram sampel susu formula tanpa penambahan standar melaminpada komposisi fase gerak 0,1% TFA:metanol (50:50), laju alir 0,75 mL/menit, panjang gelombang 240 nm, dan volume injeksi 10 µL menggunakan HPLC Hitachi D-7000
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4. Kromatogram sampel susu formula dengan penambahan standar melamin 40 ppm pada komposisi fase gerak 0,1% TFA:metanol (50:50), laju alir 0,75 mL/menit, panjang gelombang 240 nm, dan volume injeksi 10 µL menggunakan HPLC Hitachi D-7000
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi analisis cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 diperoleh pada komposisi fase gerak 0,1%TFA (pH 2,8):metanol(50:50), laju alir 0,75 mL/menit, kolom C 18, volume injeksi 10 µL dan panjang gelombang 240 nm. Berdasarkan hasil uji lima parameter validasi diperoleh linearitas (r) 0,9999, batas deteksi 0,76 ppm, batas kuantisasi 0,25 ppm, presisi berdasarkan uji repetabilitasdengan RSD sebesar 1,31%, dan akurasi berdasarkan uji perolehan kembali sebesar 100,7-119,8% dengan batas keberterimaan 80-120%. Semua parameter tersebut telah memenuhi persyaratan validasi metode analisis sehinggametode analisis menggunakan HPLC Hitachi D-7000 layak digunakan untuk menentukan cemaran melamin dalam susu formula.
AOAC. (2002). Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals. BSN. (2012). CCMAS CODEX Menetapkan Metode Uji Penetapan Kadar Melamin Dalam Produk Susu, Susu Formula.[Online]. Tersedia: http://www.bsn.go.id/news_detail.ph p.htm [4 Februari 2012]. CDER. (1994). Reviewer Guidance Validation of Chromatographic Methods. FDA. (2001). Guidance for Industry Bioanalytical Method Validation. FoodReview. (2008). Screening Cepat dan Konfirmasi Residu Melamin. Referensi Industri dan Pusat Teknologi Pangan Indonesia. [Online].Tersedia: http://www.foodreview.biz/login/prev iew.php?view&id=55664 [14Februari 2012]. Harahap, Y., Mansur, U. dan Sinandang, T. (2006). “Analisis Glimepirida dalam Plasma Tikus”. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3, (1), 22 – 37. Harmita. (2004). “Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya”. Majalah Ilmu Kefarmasian. I, (3). Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA-UI. Lili et.al. (2009).“Visual Detection of Melamine in Raw Milk Using Gold Nanoparticles as Colorimetric Probe”. Journal of food Chemistry.122, 895–900. Nissa, C. (2011). Kajian Cemaran Melamin dalam Produk Pangandan Pengawasannya di Indonesia. Tesis. Program Master IPB: tidak diterbitkan. Sun, H., et.al. (2010). ”A sensitive and validated method for determination of melamine residuemin liquid milk by reversed phase high-performance liquid chromatography with solidphase extraction”. Journal of Food Control. 21, 686–691.
Suyanto dan Yulinar. (2008). Melamin dalam Produk Pangan. “Info POM”. 9, (6). Jakarta: BPOM RI. Thermo Electron Corporation (TEC). (2004). HPLC Analysis of Biomolecules Technical Guide. USA: TEC. Tyan,Y.C. et.al,. (2009). “Melamine Contamination”. Journal of Anal Bioanal Chem. 395, 729–735. Venkatasami, G. dan Sowa Jr, J.R. (2010). “A rapid, acetonitrile-free, HPLC method for determination of melamine in infrant formula”. Journal of Analitica Chimica Acta.665, 227–230. WHO. (2009). Background Paper on the Chemistry of Melamine Alone and in Combination with Related Compounds. Prepared for the WHO Expert Meeting on Toxicological and Health Aspects of Melamine and Cyanuric Acid. Wiadnya, I., Supriyanto, G. dan Handoko. (2012). “Pengembangan Metode Analisis Melamin dalam Produk Susu Berbasis Reaksi Diazotasi dengan Senyawa Pengkoupling β-Naftol”.Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 15, (1), 32 – 37.