KADAR FORMALIN DAN METANIL YELLOW DALAM MI BASAH YANG BEREDAR DI PASARAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Shenna Ayuningtyas, Drs. Husain Nashrianto, M.Si., dan Dra.Eka Herlina, M.Pd. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRACT Many wet noodles sold in traditional and modern markets with cheap prices. There are wet noodles added by material was prohibited likes metanil yellow and formalin. Wet noodles are cooked food made from wheat flour with or without the addition of other foodstuffs, which have steaming or boiling. Wet noodles contain fairly high water content, it will cause rapid damage to the noodles. Analysis levels of formaldehyde by the method of high performance liquid chromatography (HPLC), samples and standards were injected subsequently derivatized with DNPH, using 45% acetonitrile as mobile phase and stationary phase C18 column, flow rate 1.0 mL / min and measured at wavelength 355 nm. And analysis levels of metanil yellow by high performance liquid chromatography method (HPLC) using mobile phase A, diammonium dihydrogen phosphate pH 8.8 20 mm and mobile phase B diammonium dihydrogen phosphate pH 8,8 in acetonitrile (50:50) with gradient phase pump methode, use C18 column, with flow rate 0.71 mL/min at a wavelength of 419 nm. In addition to formaldehyde and metanil yellow has also been conducted to test against other parameters of moisture content. Based on the results of analysis formalin and metanil yellow in 10 samples of wet noodle compared to SNI 01-2987-1992, showed that 7 samples of wet noodles in Bogor (B), Jakarta (J) and Depok (D) contain formalin. The 10 samples of wet noodles that contain metanil yellow only sample B2. For the parameters of the moisture content, 8 samples contained more than 50%. Only 2 of 10 samples are safety and meet SNI 01-2987-1992 , there are J3 and D2. Key word : Analysis, Formalin, Metanil Yellow, Wet Noodle, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) basah memiliki waktu penyimpanan yang cukup pendek. Beberapa produsen mi menambahkan bahan tambahan pangan pengawet untuk memperpanjang masa simpan dan pewarna untuk mempertahankan penampakan warna agar tetap terlihat segar seperti formalin sebagai pengawet dan metanil yellow sebagai pewarna.. Bahan tambah pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan. Pengawet dan pewarna
PENDAHULUAN Mi basah banyak dipasarkan di pasar tradisional dan modern dengan harga yang murah. Terdapat mi basah yang ditambahkan bahan tambah pangan yang dilarang yaitu formalin dan metanil yellow. Mi basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambah pangan yang diijinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan (SNI, 1992). Kadar air mi basah cukup tinggi, sehingga mi 1
merupakan beberapa jenis bahan tambahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan telah diatur oleh pemerintah pada Peraturan Mentri Kesehatan Repiblik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 yang menjelaskan bahan tambahan pangan yang diizikan dan yang dilarang. Bahan pengawet pada umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang memiliki sifat mudah rusak. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu suhu lingkungan, kadar air, oksigen, pH, relatif humidity (RH) dan water activity (Aw) (Winarno, 2007). Terdapat beberapa jenis pengawet, yaitu zat pengawet anorganik dan zat pengawet organik. Zat pengawet anorganik yang sering digunakan adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Untuk zat pengawet organik yang sering digunakan yaitu asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2008). Dan zat pengawet yang dilarang digunakan salah satunya formalin. Formalin menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 722/MENKES/PER/IX/88 merupakan senyawa kimia berbahaya. Larutan formaldehid merupakan desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetative, jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri (Cahyadi, 2008). Formalin merupakan salah satu bahan tambahan pangan terlarang yang digunakan oleh beberapa produsen mi basah sebagai pengawet. Larutan formaldehid merupakan desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetative, jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri (Cahyadi, 2008). Formalin bereaksi dengan protein yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme menjadi menurun. Formaldehid merusak bakteri karena bakteri merupakan protein. Reaksi formalin dengan protein,
yang pertama diserang adalah gugus amina pada posisi lisin diantara gugus polar dari peptidanya. Selain menyerang gugus amina dari lisin, formaldehid juga menyerang residu tirosin dan histidin (Cahyadi, 2008). Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagenik. Zat warna sintetis banyak digunakan sebagai pewarna tambahan pangan karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah (Cahyadi, 2008). Salah satu pewarna yang dilarang digunakan pada produk pangan adalah metanil yellow. Perlu adanya pengawasan penggunaanya untuk keamanan pangan bagi masyarakat. Peruntukan sebenarnya sebagai pewarna tekstil. Sekarang ini, banyak digunakan metanil yellow sebagai pewarna kuning pada pangan karena harga yang relatif murah dan warna yang terang dan mencolok. Metanil yellow ini dilarang penggunaanya oleh pemerintah berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Men. Kes/Per/V/85. Metanil yellow ini berbentuk serbuk dengan warna cokelat hingga kuning, larut dalam alkohol, air, dan sedikit larut dalam aseton. Peruntukan metanil yellow sebenarnya sebagai indikator dalam rekasi asam basa, dan juga sebagai pewarna tekstil. Toksisitas metanil yellow ini pada LD50 tikus oral yaitu pada konsentrasi 5g/kg berat badan. Paparan jangka pendek jika tertelan yaitu mual, muntah, diare, dan perut terasa perih. Maka dari itu teradapat peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85 melarang penggunaan metanil yellow. Metode penelitian kadar formalin dan metanil yellow dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi. Sampel mi basah yang digunakan yaitu mi basah yang beredar di pasar daerah Bogor, 2
Jakarta dan Depok. Masing-masing sampel tersebut dilakukan pula analisis tambahan sebagai data pendukung yaitu penentuan kadar air.
fase gerak asetonitril 45%, laju alir 1,0 mL / menit, volume injeksi sebesar 20 µL, detektor UV-VIS pada panjang gelombang 355 nm, menggunakan kolom RP-18 LiChosper dengan panjang 150 mm dan diameter 4,60 mm. Pembuatan fase gerak yaitu, dilarutkan 450 ml asetonitril dengan 550 ml aquabidestilata. Dihomogenkan, lalu disaring dengan filter membran 0,45 μm. Lalu di ultrasonik (degassing) selama 15 menit. Dipipet 270 µl larutan formaldehida 37% ke dalam labu ukur 100 ml, larutkan dengan aquabidest dan himpitkan sampai tanda batas, kemudian kocok untuk menghomogenkan. Dipipet 5,0 ml ke dalam labu ukur 50,0 ml, encerkan dengan aquabidest dan himpitkan sampai tanda batas, lalu kocok. Dari larutan baku induk 100 mg/ liter dibuat seri larutan baku kerja dengan konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1; dan 2 mg/L dalam labu ukur 10,0 mL dengan memipet larutan induk 100 ppm masingmasing 0; 25 ; 50 ; 100 ; dan 200 ul,encerkan dengan aquabidest hingga tanda garis dan kocok sampai homogeny. Ditimbang 1 gram sampel ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 200 ml air dan 10 ml larutan asam fosfat 10%, aduk larutan dan didestilasi (dipanaskan hingga mendidih). Ditampung ke labu ukur 100 ml hingga kurang lebih 100 ml destilat. Himpitkan pada labu ukur 100 ml. Diambil larutan destilat sampel, deret standar formalin masing masing 1 ml ke dalam tabung rekasi. Ditambahkan 0,5 ml larutan DNPH 1mg/ml, kemudian diekstraksi dengan diklorometan, kocok dengan kuat. Setelah pengocokan, diambil fase diklorometan dan hilangkan fase air. Diuapkan diklorometan, dan sisa penguapan dilarutkan kembali
METODE PENELITIAN Bahan Methanol LC grade, asetonitril LC grade, standar bahan baku pembanding formaldehyde 37%, standar baku pembanding metanil yellow, (NH4)2HPO4 20 mM pH 8,8, aquabidestilata, DNPH, dikhlormethan, dan asam posfat 10% . Alat Labu Ukur 10, 25, dan 100 ml, blender, kertas saring, Millipore 0,45 μm, vial 2 ml, ultrasonic, erlenmeyer asah 250 dan 500 ml, alat destilasi, pemanas, tabung reaksi 15 ml, buret 50 ml dan KCKT dengan detektor UV-Vis dan PDA (Photo Diode Array), kotak timbang dan oven. Metode Metode penelitian kadar formalin dan metanil yellow dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi. Penetapan dilakukan pada sampel mi basah dipasar kota Jakarta, Bogor, dan Depok sebanyak 10 sampel dan akan diberi kode J1, J2, J3 (Jakarta), B1, B2, B3, B4 (Bogor) dan D1, D2, D3 (Depok) dan dianalisis masing masing sebanyak 2 ulangan. Setiap sampel dihomogenkan dengan dihancurkan (blender) hingga halus. Analisis Formalin Secara KCKT (Li, 2007) Metode analisis KCKT ini menggunakan instrumen seperangkat alat KCKT quatemary pump dengan 3
dengan asetonitril ke dalam labu ukur 10 ml. Disaring larutan dengan membran filter 0,45 µm ke dalam vial autosampler.
dimasukkan ke dalam vial. Diinjeksikan ke alat KCKT. Sampel yang telah homogen ditimbang sebanyak 2 gram. Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, dilarutkan dengan aquabidest hingga 5 ml, diultrasonik selama 15 menit kemudian dihimpitkan dengan methanol. Larutan dikocok hingga homogen lalu disaring dengan kertas saring, filtrate selanjutnya disaring dengan membrane filter 0,45 μm dan dimasukkan ke dalam vial. Diinjeksikan ke alat KCKT. Analisis kadar air menggunakan oven, dengan pemanasan langsung. Sampel yang telah homogen ditimbang 1 gram ke dalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya. Kotak timbang berisi sampel, dipanaskan pada suhu 105ºC dalam oven selama 3 jam. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang. Dilakukan pemanasan kembali hingga didapat bobot tetap.
Analisis Pewarna Makanan Secara KCKT (Dionex, 2010) Metode analisis KCKT ini menggunakan instrumen seperangkat alat KCKT quatemary pump dengan fase gerak A yaitu (NH4)2HPO4 pH 8,8 dan B yaitu (NH4)2HPO4 pH 8,8 berbanding asetonitril (50:50). Laju alir 0,71 mL/menit dengan sistem gradien yaitu fase gerak 12% B selama 5 menit, 50% B selama 5 menit, 100% B selama 3 menit, lalu kembali ke B 12% selama 7 menit , volume injeksi sebesar 10 µL, detektor PDA UV-Vis pada panjang gelombang 419 nm, menggunakan kolom C-18 Gemini NX- 5um dengan panjang 250 mm dan diameter 4,60 mm. Pembuatan fase gerak yaitu, dilarutkan 2,64 gram (NH4)2HPO4, dilarutkan dengan aquabidestilata sampai 500 mL dan dihomogenkan. Ditambahkan NH4OH hingga pH larutan 8,8, dihomogenkan, lalu ditepatkan hingga 1L kemudian kocok hingga homogen (Fase gerak A). Dicampurkan asetonitril kualitas kromatografi dengan (NH4)2HPO4 pH 8,8 dengan perbandingan 50 : 50 (Fase gerak B). Sebelum masuk ke sistem kromatografi, fase gerak disaring dengan membran filter 0,45 mm lalu didegasing terlebih dahulu dengan ultrasonic. Ditimbang 25 mg standar pewarna metanil yellow lalu dilarutkan dalam labu ukur 25 ml dengan methanol hingga tanda batas, lalu dihomogenkan (larutan induk). Dipipet 100, 200, dan 500ul larutan induk ke masing-masing labu ukur 10 ml (10, 20, dan 50mg/L), dan diencerkan dengan methanol hingga tanda tera, dihomogenkan, lalu disaring dengan membrane filter 0,45 μm
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis formalin dalam mi basah beberapa pasar di daerah yang dianalisis yaitu Bogor, Jakarta, dan Depok terdapat 3 dari 10 sampel saja yang tidak terdeteksi mengandung formalin, yaitu sampel B2 (Bogor), D2 (Depok) dan J3 (Jakarta). Sampel B2 merupakan sampel mi lokal yang jual di pasar-pasar tradisional di Bogor dengan nama mi glosor. Sampel D2 merupakan sampel mi ayam yang dijual di pasar modern di kota Depok. Dan sampel J3 merupakan sampel mi basah kuning yang dijual di pasar modern di Jakarta, sampel ini memiliki harga sekitar 20 kali lipat dari harga mi basah yang dijual dipasar tradisional.
4
Hasil analisis metanil yellow dalam mi basah beberapa pasar di daerah yang dianalisis yaitu Bogor, Jakarta, dan Depok terdapat 1 dari 10 sampel saja yg terdeteksi mengandung metanil yellow yaitu sampel B2 dengan kadar 3,90 mg/Kg. Sampel B2 ini merupakan sampel mi basah yang dijual di pasarpasar tradisional di Bogor.
1124.85
1200 Kadar (mg/Kg) Formalin
1000 756.04
800 698.53
618.47
510.61
600
707.4
731.25
400 200
0
0
0
0
B1
B3
J1 J3 Sampel
D2
Gambar 1. Hasil Analisis Formalin
3.9
Kadar (mg/Kg) Metanil Yellow
4
Terdapat 7 sampel mi basah yg mengandung formalin dengan kadar diatas 500 mg/Kg. Kadar formalin terbesar yaitu sampel B4 (Bogor) mi basah kuning dengan kadar 1124,86 mg/Kg, dan untuk kadar terendah yaitu sampel B3 (Bogor) mi ayam siap pakai dengan kadar 502,28 mg/Kg. Hal ini menunjukkan bahwa, sebagian besar produsen mi basah menggunakan formalin untuk mengawetkan produknya. Mi Basah yang mengandung formalin, yaitu pada sampel mi dengan kode B untuk Bogor, J untuk Jakarta, dan D untuk Depok yaitu B1, B2, B4, J1, J2, D1 dan D3 memiliki ciri-ciri, yaitu untuk mi basah kuning, mi terlihat mengkilat, bau menyengat, dan teksturnya kenyal. Penampakkan mi dapat dilihat pada lampiran 1. Namun pada mi ayam, ciri-ciri yang mengandung formalin tidak dapat diamati, karena mi yang mengandung formalin dan tidak mengandung formalin terlihat sama penampakan fisiknya. Jika mi yang mengandung formalin dan tidak mengandung formalin, jika didiamkan di udara terbuka di suhu ruang, mi yang tidak mengadung formalin dalam semalam saja sudah berlendir, bau asam, dan tumbuh kapang. Yang mengandung formalin, mi masih tidak berlendir, dan tidak ditumbuhi kapang, hanya agak mengering.
2 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 B1 B2 B3 B4 J1 J2 J3 D1 D2 D3 Sampel
Gambar 2. Hasil Analisis Metanil Yellow Sampel B1, B3, B4, J1, J2, J3, D1, D2, dan D3 tidak mengandung metanil yellow. Sampel ini munkin tidak menggunakan pewarna tambahan atau menggunakan pewarna tambahan yang lain. 100.00
81.23
Kadar Air (%)
80.00 58.32
60.00 40.00
57.66 59.21 56.28 58.74 57.42 28.95
62.36
32.21
20.00 0.00 B1 B2 B3 B4 J1 J2 J3 D1 D2 D3 Sampel
Gambar 3. Hasil Analisis Kadar Air Berdasarkan grafik hasil analisis kadar air terlihat bahwa mi basah yang dianalisa mengandung air lebih dari 25%. Sampel B3 dan D1 memenuhi persyaratan kadar air sesuai SNI Mi Basah No 01-2987-1992 yaitu 20-35%. Dan untuk mi basah yang tidak mengandung formalin, justru 5
mengandung air yang paling tinggi yaitu 81,23%. Dan rata-rata mi basah kuning mengandung kadar air sekitar 50%, hal ini berada diluar persyaratan SNI 012987-1992. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu
kadar air, oksigen, pH, relatif humidity (RH) dan water activity (aw) (Winarno, 2007). Kadar air ini mempengaruhi keawetan mi basah, semakin basah mi maka semakin cepat mi basah mengalami kerusakan.
Tabel 1. Hasil Analisis Mi Basah Jenis Mi Basah Daerah Bogor 1. Mi basah kuning pasar 2. Mi golosor 3. Mi ayam 4. Mi basah kuning pasar Daerah Depok 1. Mi kuning basah pasar 2. Mi ayam 3. Mi kuning basah pasar Daerah Jakarta 1. Mi kuning basah pasar 2. Mi kuning basah pasar 3. Mi Kuning Basah supermarket
Parameter Tambahan Kadar Air (%)
Kode
Formalin (mg/Kg)
Metanil Yellow (mg/Kg)
B1 B2 B3 B4
698,52 ttd 510,60 1124,85
ttd 3,90 ttd ttd
58,32 81,23 28,95 57,66
D1 D2 D3
618,46 ttd 707,40
ttd ttd ttd
56,28 32,21 62,36
J1 J2
756,04 731,25
ttd ttd
58,74 59,21
J3
ttd
ttd
57,42
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisa formalin dan metanil yellow dalam mi basah didapatkan hasil bahwa sebagian besar mi basah di daerah Bogor, Jakarta, dan Depok mengandung formalin. Mi Basah yang mengandung metanil yellow hanya sampel B2 saja. Untuk parameter kadar air sebagian besar mengandung air sekitar 50%. Hanya satu sampel saja yang memenuhi peryaratan SNI 01-2987-1992 yaitu sampel D2.
1. Terdapat 7 sampel yang dijual dipasar-pasar Bogor, Jakarta, dan Depok mengandung formalin yang tidak sesuai dengan SNI Mi Basah 01-2987-1992. Kadar formalin terendah pada mi basah yang dianalisis pada sanpel B3 yaitu 510.60 mg/Kg. Hal ini menunjukkan pengawasan penggunaan formalin pada pangan belum terjaga dengan baik. 2. Mi Basah yang mengandung metanil yellow hanya 1 sampel, yaitu kode B2. Produsen 9 mi basah lainnya menggunakan pewarna kuning lain selain metanil yellow. 3. Dari 10 sampel mi basah, hanya terdapat 2 sampel saja yang aman, yaitu kode J3 dan D2.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa formalin dan metanil yellow dalam 10 sampel mi basah dapat disimpulkan bahwa : 6
4. Kadar air mi basah sebagian besar diatas 50%, hal ini yang menyebabkan mi cepat mudah rusak sehingga produsen mi menggunakan pengawet untuk memperpanjang masa simpan mi basah.
Li, Jianrong. 2007. Determination of Formaldehyde in Squid by High Performance Liquid Chromatography. China: Asia Pac J Nutr. John, M. 1980. Principles of Food Chemistry. United States of America: The Avi Publishing Company Inc. Johnson, E.L. dan Stevenson, R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Macrae, R. 1982. HPLC in Food Analysis. London: Academic Press Inc. McCance and Widdowsons. 1991. The Composition of Foods 5th Edition. United Kingdom: Richard Clay ltd. Mulyono. 2007. Kamus Kimia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. NCBI. 2005. Pub Chem Compound. National Libraryof Medicine:USA. http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/s ummary/summary.cgi?cid=393558 9&loc=ec_rcs#x332. Nollet, Leo M.L. ed. 1996. Handbook of Food Analysis Vol.2, Colourants. New York: Marcell Dekker, Inc. Pahrudin. 2006. Aplikasi Bahan Pengawet Untuk Memperpanjang Umur Simpan Mie Basah Matang. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Saran 1. Untuk mengawetkan mi terdapat alternatif bahan tambahan alami pengganti formalin yaitu chitosan, kunyit, dan bawang putih dan pengawet yang diijinkan. 2. Perlu pengawasan pemerintah yang lebih baik, seperti penyuluhan kepada produsen mi basah untuk menggunakan pengawet yang diijinkan. 3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pewarna kuning lain yang digunakan selain metanil yellow yaitu tartrazine, sunset yellow, quineline yellow, dan pewarna alami seperti karoten dan kurkumin. DAFTAR PUSTAKA Astawan, M. 1999. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mi Basah. SNI 01-2987-1992. ICS 67.060. Badan Standarisasi Nasional. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995. ICS 67.220.20. BPOMN. 2006. Kategiri Pangan. Jakarta: BPOMN. Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambah Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Dionex Aplication Note. 2010. Fast HPLC Analysis of dyes in Foods and Beverages. Dionex Corporation. Fessenden, J. Ralp. 1999. Kimia Organik. Jakarta : Penerbit Erlangga
Peraturan Mentri Kesehatan RI No 239/Men-Kes/Per/V/85. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 1168/MENKES/PER/X/1999 Primer, A. 2001. HPLC for Food Analysis. Jerman: Agilent Technologies Company. Rohman, Abdul. 2007. Metode Kromatografi Untuk Analisis Makanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
7
Shriner, R. L. 2004. The Systematic Identification of Organic Compounds. United States of America: John Wiley and Sons Inc. Skoog, D. A. dan James J. L. 1992. Principles of Instrumental Analysis. New York: Saunders College Publishing. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno, FG. 2007. Teknobiologi Pangan. Bogor: Mbrio Press. Wu, Pai Wen. 2003. Journal of Food and Drug Analysis Vol 11 No1. Taipei: National laboratory of Foods and Drugs.
B4
J1
J2
LAMPIRAN Lampiran 1. Berbagai macam sampel mi basah sebelum dianalisa B1
J3
D1
B2
B3
8
D2
D3
Lampiran 2. Data Analisa Formalin a.Kromatogram Blanko
c. Kurva Kalibrasi Deret Standar Formalin
b. Kromatogram Deret Standar Formalin
9
b. Kurva Kalibrasi Deret Standar Metanil Yellow
d. Kromatogram Sampel
e. Perhitungan Contoh perhitungan kadar formalin sampel B4-1 adar ormalin(mg⁄ g)
adar ormalin(mg⁄ g)
c. Kromatogram Sampel Hasil Analisa Metanil Yellow
rea sampel ntercep fp akhir lope sampel gram 960 ( ,48 04 ) 00 0 05 ) ( ,57 .057
adar ormalin(mg⁄ g) 1123,14 mg/Kg
Lampiran 3. Data Analisa Metanil Yellow a. Kromatogram Deret Standar Metanil Yellow
d. Perhitungan Contoh perhitungan kadar metanil yellow sampel B2-1 :
10
adar
4 58 etanil ello (mg⁄ g) 45670 ,0 06
adar
etanil ello (mg⁄ g)
,87 mg g
5