ABSTRACT AMIR HALID Institutional Model for Utilizing Mining Resources and it’s relation to Regional Development in Bone Bolango Regency in Gorontalo Province. (Case Study of Governance Guidelines of Economy Policy at Mining Sector after Removing Part of National Park through Revision of Regional Planning of Gorontalo Province) Under supervision of AKHMAD FAUZI (Main Supervisor), BABA BARUS and SETIA HADI (Co-Supervisor). Bone Bolango region located in Gorontalo Province covers an area of 188,006.43 Ha which consist of 142,664.38 Ha or 75,88% forest and 45,326,5 Ha or 24,22% is regional stated. The regency is endowed with rich mineral resources, yet it finds some difficulties in regional planning and developing in regional economics, based on existing land. The Government has already issued licenses for optimizing the mining resource called (Kontrak Karya) since 1971. In 2008 Minerals and Energy Resources Department calculated the deposit the value of mineral reached as much as $ 18,9 M, or equal with Rp 190 Trillion with price is 103,4/troy-once. Increased in mineral value and unclear land rights has created an un-fair competition and create conflicts over resources. This is impacted “institutional vacuum”. The Illegal Mining and social economy activities become informal institutional or shadow economy to fulfill the uncertainty of resources authority. The objectives of this study as follows: 1) provided historical perspective of changes in land ownership and to provide the map of identification, inventarization, occupied concession land using spatial analysis. 2) to analyze the economy feasibility of mining resources based on marketing structure and extraction aspects as well as at the ore, price and environmental fee and the effect for regional development using economics valuation and Hotelling model.3) developed an institutional framework for mining resources utilization for sustainable development using logistic regression analysis and institutional economic framewrok. Results are (1) the land use and land cover is dominated by forestry and agriculture is covered in Bulawa also Bone Raya sub districts. Property is covered in all sub districts. (2) sub district Bone Raya, Bulawa, Suwawa Timur, Bone and Bone Pantai sub district occupied in the land of consesion of this company. (3) the agriculture is covered in all sub districts, but Bone Raya and Bulawa is more much than the other sub districts. (4) Property also covered in all sub districts, such as Bone Raya, Bulawa and Bone sub districts. (5) illegal mining is more covered in Suwawa Timur sub district. Economic valuation showed that (1) IRR of investment is 21.3%, and NPV is $ 462.42 Billion, and payback period is 7,84 years, with the criteria of investment is evaluated by constant dollars. showed that production planning of gold, cooper, and silver of this company is feasible. (2) changed in discount rate of 5%, 8%, 10% and 15% will affect production on the first ten years only. The change of price from $ 900, $ 1200, $ 1600 to $ 2000 will tend to decrease extractio, yet it will not postpone the company for extraction planning. The change in environmental cost of 1%, 1,5%, and 5% will not change significantlt to the extraction. Variables that are significant to influence participation in mining sectors are age of respondent, education and socio-economics infrastructures. These will influence to reduce illegal mining and to form institutional framework. An institutional model is proposed to manage the mining revenues through multi stake holder institution. Key word: mining resources, regional economics, institutional analysis
RINGKASAN AMIR HALID “Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang dan Kaitannya Terhadap Pembangunan Wilayah di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Studi Kasus Arah Pengelolaan Kebijakan Ekonomi disektor Pertambangan Pasca Perubahan Sebagian Status Kawasan Taman Nasional BNW Melalui RTRWP Gorontalo)” dibimbing oleh AKHMAD FAUZI selaku ketua, BABA BARUS, SETIA HADI sebagai anggota. Kabupaten Bone Bolango memiliki luas wilayah 188.006,43 Ha, terdiri dari 142.664,38 Ha atau 75,88% adalah kawasan hutan (kawasan Lindung) dan 45.326,5 Ha atau 24,22% adalah kawasan pemanfaatan (budi daya). Daerah ini mengalami kesulitan menyusun perencanaan dan implementasi pembangunan saat ini, antara lain bagaimana menata ruang yang telah memiliki izin pemanfaatan (kontrak karya pertambangan) sementara terdapat pemanfaatan oleh masyarakat dan telah memiliki fasilitas umum dan fasilitas khsus Pemerintah. Daerah penelitian ini diduga merupakan bagian dari pulau Sulawesi yang memiliki potensi pertambangan tinggi terutama tembaga, emas dan perak. Pada tahun 2006, Departemen ESDM telah menghitung cadangan sumberdaya mineral yang ada mencapai $10,493.577 atau sekitar Rp 100 Trliyun dengan kisaran harga emas $ 103 /troy,once, dan pada tahun 2008 total nilainya mencapai $ 18,9 Miliyar atau setara dengan nilai rupiah Rp 190 Triliyun dengan kisaran harga emas yang sama. Pada tahun 2010 diperkirakan nialinya terus mengalami kenaikan karena harga emas saat itu $ 1130,3 /troy/once. Diduga bahwa pemicu hubungan persaingan antara Pemerintah, pengusaha dan masyarakat di wilayah tersebut telah menjurus pada konflik sosial ekonomi bahkan telah masuk pada rana politik berawal dari persoalan ini. ketika terjadi “kekosongan” kelembagaan formal baik Departemen Kehutanan sebagai pengelola kawasan hutan maupun perusahaan sebagai pemegang konsesi pertambangan berakibat adanya klaim kepemilikan dan penguasaan oleh Penambangan emas tanpa ijin (PETI), pertanian, perkebunan dan pemukiman muncul sebagai kelembagaan informal atau ekonomi bayangan mengisi ketidakpastian status penguasaan SDA negara. Adapun tujuan penelitian yaitu 1) Mendiskripsikan sejarah perubahan dan pemanfaatan kawasan serta tersusunnya peta identifikasi dan inventarisasi luasan pemanfaatan lahan di wilayah konsesi kontrak karya PT GM untuk mendapatkan ganti rugi yang adil dan layak bagi pemukiman, pertanian, perkebunan, hutan, dan pertambangan tanpa izin melalui model persentase luasan klaim lahan masing-masing Kecamatan dan Desa. 2) Menganalisis kelayakan ekonomi sumberdaya tambang ditinjau dari aspek struktur pasar dan aspek ekstraksi baik ekstraksi terhadap cadangan, harga dan nilai lingkungan dan dampaknya terhadap pembangunan wilayah. 3) Tersusunnya model kelembagaan pada pengelolaan sumberdaya tambang di daerah dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Adapun alat analisis yang digunakan pada metode penelitian
yaitu: 1) Analisis Spasial sederhana dan kajian sejarah (land tenure). 2) Valuasi Finansial dan Ekonomi Sumber daya Mineral. 3) Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mineral Model Hotelling. 4) Kajian Kelembagaan dan hukum serta analisis Statistik Tabel frekuensi dan Kontigensi dan Analisis Statisitik Model Logistik. Adapun output pada masing-masing alat analisis yaitu: Pertama analsis spasial dan land tenure: 1) peta tutupan lahan Nampak di dominasi oleh hutan, kemudian areal perkebunan yang menyebar di Kecamatan Bulawa dan Kecamatan Bone Raya, sedangkan PETI dan semakbelukar menyebar di Kecamatan Bone dan Bone Raya, selanjutnya pemukiman menyebar disemua Kecamatan namun paling banyak berada di Kecamatan Bone Raya. 2) Peta batas administrasi yaitu seluruh wilayah Kecamatan Bone Raya berada di Wilayah Konsesi, kemudian di disusul oleh Kecamatan Bulawa dan Suwawa Timur, serta Kecamatan Bone dan Kecamatan Bone pantai. 3) Peta Areal Pertanian menyebar di semua Kecamatan namun paling dominan yaitu di Kecamatan Bulawa, Kecamatan Bone Raya dan Kecamatan Bone. 4) Peta permukiman juga menyebar di semua Kecamatan namun paling banyak berada di Kecamatan Bone Raya dan Bulawa serta Kecamatan Bone. 5) Peta Pertambangan tanpa izin (PETI) lebih banyak berada di Kecamatan Suwawa Timur di Desa Bangio, kemudian dikecamatan Bulawa di Desa Mamungaa, Kecamatan Bone Raya serta Kecamatan Bone di Desa Waluhu.. Kedua valuasi ekonomi mineral : 1) Dengan internal rate of return (IRR) 21.39%, nilai Net Present Value (NPV) $ 462.42 juta, pay back period (PBP) selama 7.84 tahun. Kriteria-kriteria investasi yang dievaluasi berdasarkan analisis konstan dollar, dapat disimpulkan bahwa rencana produksi tembaga-emas PT.Gorontalo Minerals layak secara ekonomi karena nilai tersebut menunjukkan positif. 2) Pengaruh diskonto pada ekstraksi cadangan menunjukkan bahwa pada 10 tahun pertama adalah faktor perubahan diskonto sebesar 5%, 8%, 10% dan 15%. Hal ini cukup memiliki pengaruh terhadap nilai cadangan karena pada T1 ini kecenderungan untuk mengoptimalkan nilai ekstraksi semakin tinggi. Pengaruh perubahan harga pada ekstraksi dengan asumsi $ 900, $ 1200, $ 1600 dan $ 2000 nilai ekstraksi mengalami penurunan meskipun hal ini tidak akan menunda pengekstrasian dari pihak perusahaan. Selanjutnya ditemukan bahwa perubahan biaya lingkungan antara 1%, 1,5% dan 5% tidak memiliki perubahan (sama). Hal ini memungkinkan manajemen perusahaan meningkatkan biaya lingkungan sehingga pada akhir masa produsi perusahaan tidak akan banyak mengeluarkan biaya lagi kecuali untuk reklamasi dan revegetasi. Namun jika biaya lingkungan berbeda antara 1,5% dan 5% yaitu perbedaan yang signifikan terjadi pada periode 10 tahun pertama, namun pada periode kedua perbedaanya cenderung tidak signifikan lagi yaitu biaya lingkungan 1,5%( 47,02 juta ton) sedangkan biaya lingkaungan 5% yaitu (48.12 juta ton). Ketiga Analisis model kelembagaan mengacu pada dua komponen utama yaitu Institutional Arrangement yang memiliki tuju sub-komponen yaitu prinsip human capital, prinsip kemitraan, prinsip tatakelola perusahaan yang baik, prinsip pendidikan, dan prinsip keterbukaan informasi serta prinsip pencegahan perusakan
lingkungan. Komponen berikut yaitu Institutional Governance memiliki subkomponen yaitu Peranan hukum, partisipasi, keterbukaan, kesepakatan, kepekaan, dan keadilan serta dimana masing-masing sub komponen dipadukan dengan penjelasan naratif tentang hasil temuan dilokasi penelitian melalui uji Korelasi biasa dan hasil analisis Logistik yaitu Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah umur responden, nilai-p) (0.038) < alpha 10% maka umur berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 0.90. Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah responden berpendidikan sekolah lanjutan atas (SLTA), nilai-p) (0.079) < alpha 10% maka pendidikan sma berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 2.56. Variable X lain yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah responden berpendidikan tinggi (PT), nilai-p) (0.015) < alpha 10% maka pendidikan PT berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 15.19 . Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah responden mengikuti sosialisasi, nilai-p) (0.035)