Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Validasi di Sekitar Waduk Jatigede (Ringkasan Eksekutif) Andi Suriadi dkk
2014
0
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
ADVIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN
" Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga di Sekitar Waduk Jatigede " (Ringkasan Eksekutif) 2014
Pengarah : Ir. Lolly Martina Martief, MT Penanggung Jawab : Ir. Yusniewati, M.Sc Penulis : Dr. Andi Suriadi M. Andri Hakim, SE. M.Akt Dwi Rini Hartati, ST Masmian Mahida, S.Kom Dicky F Simanjuntak, SIP Suryawan Setianto, S.Sos Editor : Enfy Diana Dewi, ST. MUP
© 2014. Dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan (PUSLITBANG SOSEKLING) Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum
Untuk informasi lebih lanjut hubungi : PUSLITBANG SOSEKLING Gedung Heritage Lantai 3, Jalan Pattimura No 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Phone +62 21 72784644, 72786483, Fax +62 21 72784644, 72786483 Website : http://sosekling.pu.go.id Email :
[email protected]
1
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR .......................................................................................................................................................... 2 Latar belakang permasalahan ................................................................................................................................... 3 Metodologi........................................................................................................................................................................... 4 Pelaksanaan advis ............................................................................................................................................................ 7 •
Waktu ...................................................................................................................................................................... 7
•
Lingkup wilayah ................................................................................................................................................. 7
•
Pelaksanaan.......................................................................................................................................................... 8
Hasil advis........................................................................................................................................................................... 8 •
Output ..................................................................................................................................................................... 8
•
Analisis ................................................................................................................................................................ 16
Kesimpulan dan Rekomendasi................................................................................................................................. 20
1
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
KATA PENGANTAR Pembangunan Waduk Jatigede mengalami banyak kendala. Sejak dimulainya relokasi masyarakat untuk pembangunan waduk ini pada tahun 1982 sampai dengan saat ini masih ada penduduk yang tinggal di wilayah yang seharusnya menjadi wilayah genangan, padahal proses penggenangan rencananya akan dilakukan pada bulan September 2014. Dalam rangka percepatan penyelesaian pembangunan Waduk Jatigede, akan disusun rancangan Peraturan Presiden yang memasukan nilai santunan kepada Orang Terkena Dampak (OTD). Besarnya nilai santunan tersebut telah dinilai oleh tim konsultan independen. BBWS Cimanuk Cisanggarung selaku Balai Besar yang memiliki tugas membangun Waduk Jatigede meminta saran teknis kepada Puslitbang Sosekling terhadap hasil penilaian tim independen tersebut. Berdasarkan surat permohonan advis nomor UM.01.01/At/065 perihal Permohonan Saran Teknis dalam Rangka Penyelesaian Permasalahan Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat, Puslitbang Sosekling melaksanakan penelitian untuk memberikan advis dengan judul Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga di Sekitar Waduk Jatigede. Advis ini dilakukan untuk menilai besaran biaya hidup masyarakat di sekitar waduk Jatigede yang diharapkan dapat menjadi gambaran nilai besaran santunan yang akan diberikan kepada OTD. Advis dilakukan dengan mengambil sampel masyarakat di sekitar wilayah genangan karena masyarakat OTD dan masyarakat sekitar wilayah waduk memiliki karakter sosial dan ekonomi yang sama. Hasil advis menunjukkan nilai besaran biaya hidup berdasarkan rata-rata kebutuhan per responden dan rata-rata per item (kategori dan subkategori) yaitu 1.804.019 per KK/bulan. Sedangkan berdasarkan rata-rata kebutuhan per desa diperoleh angka sebesar Rp 1.813.540 per KK/bulan (dengan rentang nilai minimal Rp 1.382.483 dan maksimal Rp 2.202.614). Ringkasan eksekutif ini disusun sebagai laporan penelitian Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga di Sekitar Waduk Jatigede yang telah dilaksanakan melalui survey pengambilan data tanggal 19 Mei sampai dengan 25 Mei 2014 kemudian diteruskan dengan analisis data, pelaporan dan penyampaian hasil laporan sampai dengan tanggal 9 Juni 2014. Kami berharap ringkasan eksekutif ini dapat menjadi acuan atau masukan kepada pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Juni 2014 Tim Advis Sosekling
2
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
1
Latar belakang permasalahan Waduk Jatigede diharapkan dapat berfungsi paling lambat September 2014. Namun hingga saat ini, masih terkendala permasalahan pembebasan lahan. Di wilayah genangan masih terdapat 10.447 KK yang belum dapat dipindahkan, sehingga pembangunan waduk dikhawatirkan tidak dapat diselesaikan di waktu yang ditetapkan. Beberapa upaya dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk mengatasi permasalahan tersebut, diantaranya adalah : •
•
•
Peraturan Bupati Sumedang No. 96 Tahun 2009 Pemukiman Kembali Masyarakat Pendukung Pembangunan Waduk Jatigede pada Bab VI Pasal 7 butir 1 menyebutkan bahwa MPP yang dimukimkan kembali berhak mendapat: (i) rumah tipe 36; (ii) tanah seluas 400 m²; (iii) bantuan pengangkutan ke lokasi tujuan; (iv) sanitasi dan sarana air bersih; (v) bantuan pemulihan ekonomi selama 1 (satu) tahun; (vi) bimbingan dan pelatihan untuk pengembangan usaha; dan (vii) fasilitas umum dan fasilitas sosial. Berdasarkan Surat No. 61.1/205/BAPPEDA tanggal 13 Januari 2014, Gubernur Jawa Barat mengusulkan bahwa warga yang terkena dampak dibagi ke dalam 2 bagian: (a) penduduk yang mendapat hak relokasi (uang tunai sebagai uang pengganti tempat penampungan pemukiman baru dalam bentuk bangunan 36 m² dan tanah 400 m², serta tunjangan kehilangan pendapatan selama 12 bulan dan (b) penduduk lainnya yang berada di area Waduk Jatigede (berupa uang santunan untuk biaya pembongkaran rumah, mobilisasi, sewa rumah selama 12 bulan, serta tunjangan kehilangan pendapatan selama 12 bulan. Dalam usulan tersebut, Gubernur Jawa Barat mengusulkan tunjangan pendapatan dengan standar Upah Minimum Kab.Sumedang sebesar Rp 1.735.473 /KK/bulan. Sementara itu, berdasarkan hasil rapat koordinasi penyelesaian dampak sosial pembangunan Waduk Jatigede pada tanggal 17 Februari 2014 dibentuk Tim Independen yang bertugas menghitung besaran uang kerohiman dan kompensasi bagi warga yang tinggal di areal pembangunan Waduk Jatigede. Tim ini mengusulkan jumlah biaya hidup sebesar Rp 3.703.002 per KK/bulan atau Rp 44.436.031 per KK/tahun (Tim Kajian Sosek OTD Waduk Jatigede. 2014), berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH).
Perbandingan antara usulan Gubernur dan hasil perhitungan Tim Independen disandingkan dalam tabel 1. Tabel 1 Perbandingan Usulan Uang Kerohiman Berdasarkan Beberapa Sumber Hasil (Rp)
Angka/KK/Bulan Angka/KK/ Tahun
Susenas + Inflasi 2 tahun
2.267.539,27.210.468,-
Survey Biaya Hidup + Inflasi 1 tahun (1,87%) 3.703.002,44.436.031,-
3
Perhitungan Usulan Biaya Hidup Gubernur (versi Jabar warga) berdasarkan Hasil FGD UMK 4.306.000 1.735.473,51.676.000 20.825.676,-
Hasil Kajian Tim Independen 3.703.002,44.436.031,
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Dari perbandingan usulan besaran uang kerohiman tersebut, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara usulan Gubernur Jawa Barat dan Tim Independen yaitu lebih dari dua kali lipat. Selain itu, metodologi yang digunakan oleh tim independen dalam menentukan nilai adalah dengan FGD. FGD yang dilakukan oleh tim independen melibatkan tokoh dan perwakilan masyarakat terkena dampak. Nilai kerohiman yang dihasilkan dari FGD tersebut dikhawatirkan bias karena adanya kecenderungan dari peserta FGD yang tidak netral dalam memberikan gambaran terhadap biaya hidup masarakat sekitar pembangunan waduk pada umumnya. Oleh karena itu, dianggap perlu dilakukan validasi terhadap nilai tersebut agar lebih komprehensif. Oleh karena itu atas permintaan advis melalui surat Kepala BBWS Cimanuk Cisanggarung No. UM.01.01/At/065 tanggal 13 Mei 2014 perihal Permohonan Saran Teknis dalam Rangka Penyelesaian Permasalahan Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang Jawa Barat, Puslitbang Sosekling melakukan advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga di Sekitar Waduk Jatigede. Validasi diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap nilai biaya hidup masyarakat di wilayah pembangunan waduk Jatigede yang lebih komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan.
2
Metodologi Persiapan validasi dilakukan dengan cara mereview metode pengumpulan data yang digunakan oleh Tim Independen. Tim independen menggunakan dasar data sekunder dari BPS, yaitu data Survey Biaya Hidup (SBH) yang dilakukan di Kota Tasikmalaya, karena SBH tidak dilakukan di Kabupaten Sumedang. Mempertimbangkan perbedaan karakteristik daerah Kota Tasikmalaya yang merupakan daerah perkotaan dan lokasi pembangunan Waduk Jatigede yang relatif tergolong perdesaan, SBH yang dirujuk ini dapat dikatakan kurang mencerminkan kondisi kebutuhan orang terkena dampak (OTD). Selain data sekunder, tim independen juga melakukan pengumpulan data primer menggunakan metode focus group discussion (FGD). Peserta FGD terdiri dari Forum Kuwu/kepala desa, LSM, ormas, tokoh masyarakat, dan perwakilan masyarakat yang terkena dampak langsung, khususnya di empat desa yang seluruh wilayahnya akan tergenang (Desa Cipaku, Desa Padajaya, Desa Leuwihideung, dan Desa Sukakersa) serta di dua desa yang sebagian wilayahnya tergenang (Desa Wado dan Desa Cisurat). Besaran kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari FGD tersebut dikhawatirkan bias karena adanya kecenderungan peserta FGD yang tidak netral dalam memberikan gambaran terhadap biaya hidup masarakat sekitar pembangunan waduk pada umumnya. Berdasarkan hasil review terhadap metode pengumpulan data yang dilakukan tim independen, Puslitbang Sosekling berusaha meminimalkan kemungkinan perkiraan yang berlebihan dengan pertimbangan pendekatan berikut: •
•
Warga yang lokasinya akan tergenang akan berusaha pindah ke lokasi di sekitar genangan atau tidak jauh dari lokasinya semula. Oleh karena itu, lokasi yang layak disurvei adalah lokasi yang ada di sekitar areal yang akan tergenang. Untuk menghindari adanya bias, maka warga yang disurvei adalah warga yang tidak terkena dampak langsung (desa tidak tergenang seluruhnya), tetapi memiliki kemiripan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak.
Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh Puslitbang Sosekling adalah :
4
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
•
•
•
Teknik survei dengan instrumen kuesioner (Bryman, 2004). Sampel dipilih secara acak dengan multistratified random sampling di desa-desa sekitar genangan Waduk Jatigede. Dari 19 desa yang sebagian tergenang dan 33 desa berbatasan dengan desa yang tergenang dipilih 9 desa yang dinilai dapat mewakili desa-desa yang mengelilingi Waduk Jatigede (sektor utara, timur, selatan, dan barat). Teknik pemilihan 9 desa dilakukan dengan pola menyebar. Secara keseluruhan jumlah KK di sembilan desa tersebut sebanyak 7.316 KK (BPS, 2011). Sampel dipilih berdasarkan tiga kategori berdasarkan ukuran atau standar wilayah perdesaan, yakni kelas sosial ekonomi atas (PNS, wiraswasta, pengusaha, petani pemilik, pemilik toko), kelas sosial ekonomi menengah (pemilik warung, sopir, dan tukang ojek), dan kelas sosial ekonomi bawah (buruh tani dan kuli bangunan). Jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 102 responden dengan mengambil sampel tiaptiap desa 9-15 orang dengan pertimbangan bahwa kebutuhan hidup masyarakat relatif homogen. Dasar dari pengambilan sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Prasetyo dan Lina, 2005), yaitu: Rumus Slovin: =
1 + .
Di mana:
n : besaran sampel N : besaran populasi e : nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan
Jika diaplikasikan menggunakan data jumlah penduduk maka didapatkan nilai sebagai berikut : 7.316 = 99,99 = 100 1 + (7.316 0.1 ) Sehingga didapatkan jumlah sampel per desa seperti dirinci pada tabel 2. =
Tabel 2. Jumlah Sampel No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Desa Cienteung Cisitu Jemah Mekarasih Kadujaya Pajangan Ranggon Sirnasari Sukapura Total
Sektor Barat Barat Timur Timur Utara Utara Selatan Selatan Selatan
5
Jumlah Sampel 11 11 9 15 9 9 13 15 10 102
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Pola persebaran desa pengambilan sampel, dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Persebaran Desa-Desa Tempat Pengambilan Sampel
•
Instrumen. Instrumen yang digunakan adalah bkuisioner dengan 6 kategori yaitu kebutuhan sandang, kebutuhan pokok sehari-hari, kebutuhan pendidikan, kebutuhan kesehatan, kebutuhan dapur serta kebutuhan sosial. Kategori tersebut dibagi lagi kedalam sub kategori sebagai berikut : No. I II.
Uraian Kategori dan Subkategori Kebutuhan Kebutuhan Sandang 1. Pembelian Pakaian Kebutuhan Pokok Sehari-hari 2. Beras 6
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
No.
III.
IV.
V. VI.
Uraian Kategori dan Subkategori Kebutuhan 3. Gula Putih/Pasir 4. Kopi, Teh, dan Susu 5. Gula Merah 6. Minyak Goreng 7. Bumbu Dapur 8. Sayur-mayur 9. Lauk-pauk 10. Gas Elpiji 11. Biaya Listrik Kebutuhan Pendidikan 12. Biaya Transportasi 13. Biaya kosan/sewa 14. Biaya Alat Tulis dan Pendidikan Kebutuhan Kesehatan 15. Pemeriksaan dan Obat-obatan 16. Sabun Mandi 17. Sabun Cuci 18. Pasta Gigi 19. Kosmetik 20. Cukur Rambut Kebutuhan Dapur 21. Piring, Gelas, Sendok, Garpu, dll. Kebutuhan Sosial 22. Sumbangan Hajatan 23. Biaya Komunikasi 24. Iuran Kemasyarakatan 25. Kerohanian
Analisis dilakukan dengan metode statistik sederhana memanfaatkan software SPSS versi 22. Data diklasifikasikan berdasarkan nilai rata-ratanya. Rata-rata nilai dari seluruh responden direpresentasikan sebagai nilai yang sebenarnya.
3
Pelaksanaan advis •
Waktu Survey lapangan dilaksanakan tanggal 19 - 24 Mei 2014, kemudian dilakukan analisis data dan penyusunan laporan sampai dengan Juni 2014.
•
Lingkup wilayah Wilayah studi adalah 9 desa dalam 4 kecamatan di sekitar genangan waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Masing-masing desa dan kecamatan tersebut adalah: o
3 desa di Kecamatan Cadasngampar: Desa Jemah, Desa Kadujaya, dan Desa Mekarasih
o
3 desa di Kecamatan Darmaraja: Desa Cienteung, Desa Sukapura, dan Desa Ranggon 7
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
•
4
o
2 desa di kecamatan Situraja: Desa Cisitu dan Desa Pajangan
o
1 desa di kecamatan Wado: Desa Sirnasari
Pelaksanaan Pengambilan data dilakukan oleh tim advis Puslitbang Sosekling yang terdiri dari 6 personil peneliti Puslitbang Sosekling dibantu tim Satker Jatigede sebagai pemandu.
Hasil advis •
Output Hasil perhitungan biaya hidup terdiri dari: o
Kebutuhan sandang Kebutuhan sandang ini meliputi pembelian baju, celana, sarung, dan perlengkapan ibadah. Dari 102 responden, terdapat 5 responden yang menjawab tidak mengeluarkan uang untuk biaya pembelian pakaian. Keluarga yang tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian pakaian dengan alasan antara lain dibelikan oleh anak-anak atau karena usianya sudah tua sehingga tidak perlu mengalokasikan dana untuk keperluan tersebut. Sedangkan 97 responden lainnya rentang biaya pembelian pakaian Rp 4.166 – Rp 400.000 perKK/bulan. Rata- rata dan nilai tengah variabel kebutuhan sandang adalah: Jumlah Responden Rata-rata Nilai Tengah
102 Rp. 64.727 Rp. 41.666
Jika dilihat kecenderungan per desa, desa yang memiliki rata-rata pengeluaran pakaian tertinggi adalah Desa Pajagan (Rp 91.157 per KK/bulan), sedangkan yang terendah Desa Kadujaya (Rp 32.296 per KK/bulan). Secara spasial, perbedaan ratarata pengeluaran kebutuhan sandang dari 9 desa, dapat dilihat pada gambar 4.
8
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Gambar 2. Rata-rata Kebutuhan Sandang Per Bulan Per Desa Wilayah Studi o
Kebutuhan Pokok Kebutuhan pokok sehari-hari merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar bagi setiap keluarga dalam menjalani kehidupannya. Pada kategori kebutuhan pokok sehari-hari ini dibagi ke dalam 10 subkategori, yakni (1) beras, (2) gula putih/pasir, (3) kopi, teh, dan susu, (4) gula merah, (5) minyak goreng, (6) bumbu dapur, (7) sayurmayur, (8) lauk-pauk, (9) gas elpiji, dan (10) biaya listrik. Dari hasil hitungan data terlihat bahwa terdapat rentang yang cukup lebar dalam memenuhi Kebutuhan pokok sehari-hari . Pengeluaran responden untuk kebutuhan pokok cukup bervariasi yakni antara Rp. 203.500 – Rp 2.947.500 per bulan. Nilai terbesar dalam pemenuhan kebutuhan pokok adalah untuk pembelian beras Rp. 277.382,35, lauk-pauk Rp. 224.387,25, dan sayur mayur Rp. 148.950,98.
9
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Rata- rata dan nilai tengah variabel kebutuhan pokok adalah: Jumlah Responden
102
Rata-rata
Rp. 1.008.105,39
Nilai Tengah
Rp. 898.750,00
Bila dilihat kecenderungan per desa, terlihat bahwa rata-rata total pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan biaya pangan/pokok sehari-hari, tertinggi dimiliki oleh Desa Cienteung sebesar Rp 1.548.772, sedangkan terendah dimiliki oleh Desa Sirnasari sebesar Rp 952.933Dari 9 desa di wilayah studi, rata-rata pengeluaran penduduk untuk kebutuhan pokoknya adalah antara Rp. 800.000 sampai dengan Rp. 1.000.000. Secara spasial rata-rata tiap desa dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Peta Rata-Rata Biaya Kebutuhan Pokok Sehari-Hari Per Bulan Per Desa Wilayah Studi 10
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
o
Kebutuhan pendidikan Kebutuhan pendidikan sangat penting terutama warga yang memiliki anak usia sekolah. Pada kategori kebutuhan pendidikan, terdapat tiga komponen yakni biaya transportasi, biaya sewa/kosan, dan biaya alat tulis/pendidikan. Dari 102 responden yang disurvey, kebutuhan pendidikan anggota keluarga mereka berkisar antara Rp 6.250 – Rp 5.175.000 per KK/bulan. Rentang biaya tersebut dipengaruhi oleh variasi tingkat pendidikan anggota keluarga responden. Ada beberapa responden yang memiliki anak yang bersekolah di pendidikan tinggi di luar kota sehingga harus membiayai kosan atau sewa namun ada juga responden yang tidak menanggung biaya pendidikan anak. Selain itu, pengaruh Biaya Operasional Sekolah (BOS) bagi anak SD dan SMP yang nol rupiah, mempengaruhi rendahnya tingkat biaya pendidikan untuk beberapa responden yang memiliki anak sekolah di usia SD dan SMP. Rata- rata dan nilai tengah variabel kebutuhan pendidikan adalah: Responden
102
Rata-rata
Rp. 360.045, 72
Nilai tengah
Rp. 187.500, 00
Bila dilihat kecenderungan per desa, terlihat bahwa rata-rata total pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan, tertinggi dimiliki oleh Desa Cisitu, sebesar Rp 844.848, sedangkan terendah dimiliki oleh Desa Sirnasari sebesar Rp 128.727. Secara spasial rata-rata tiap desa dapat dilihat pada gambar 4.
11
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Gambar 4. Peta Kebutuhan Pendidikan Per Bulan Per Desa Wilayah Studi
o
Kebutuhan kesehatan Kebutuhan kesehatan meliputi biaya berobat dan obat-obatan, sabun mandi, sabun cuci, sabun mandi, pasta gigi, kosmetik, dan cukur rambut. Rentang kebutuhan kesehatan berkisar antara Rp 22.000 – Rp 1.010.000 per KK/bulan. Nilai rata-rata (mean) kebutuhan kesehatan sebesar Rp 161.807 per KK/bulan dengan median Rp 122.500 per KK/bulan. Rata- rata dan nilai tengah variabel kebutuhan kesehatan adalah: Jumlah Responden
102
Rata-rata
Rp. 161.807, 99
Nilai Tengah
Rp. 122.500, 00
12
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Bila dilihat kecenderungan per desa, terlihat bahwa rata-rata total pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan tertinggi ada di Desa Jemah, sebesar Rp 225.579, sedangkan terendah di Desa Sirnasari sebesar Rp 116.900. Pada umumnya, pengeluaran untuk kebutuhan kesehatan antara Rp. 150.000 sampai dengan Rp. 200.000. Sebaran nilai kebutuhan kesehatan berdasarkan desa dapat dilihat dalam gambar 5.
Gambar 5. Peta Kebutuhan Kesehatan Per Bulan Per Desa Wilayah Studi
o
Kebutuhan perlengkapan dapur Pemenuhan kebutuhan kategori perlengkapan dapur mencakup piring, gelas, garpu, sendok, dan lain-lain. Pada pengeluaran kebutuhan perlengkapan dapur, terdapat 64
13
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
responden yang tidak mengeluarkan biaya, sedangkan 38 responden mengeluarkan biaya dengan rentang Rp 1.600 – Rp 200.000 per bulan. Rendahnya biaya perlengkapan dapur dipengaruhi karena rata-rata penduduk tidak mengeluarkan biaya yang rutin setiap bulan untuk keperluan ini. Dalam setahun ada responden yang tidak mengeluarkan biaya sama sekali untuk kebutuhan perlengkapan dapur karena perlengkapan dapur bukan merupakan barang habis pakai dan dapat bertahan selama beberapa tahun dalam penggunaannya. Rata- rata dan nilai tengah variabel kebutuhan perlengkapan dapur adalah: Jumlah Responden
102
Rata-rata
Rp. 1.397, 18
Nilai Tengah
0
Rata-rata pengeluaran pembelian perlengkapan dapur tertinggi ada di Desa Cienteung dengan Rp 26.363 per KK/bulan, sedangkan rata-rata terendah dimiliki oleh Desa Cisitu sebesar Rp 3.106 per KK/bulan. Secara lengkap rata-rata tiap desa dapat dilihat pada gambar 6.
14
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Gambar 6. Peta Kebutuhan Perlengkapan Dapur Per Bulan Per Desa Wilayah Studi
o
Kebutuhan sosial Pada kategori kebutuhan sosial, terdapat beberapa subkategori yakni sumbangan hajatan, komunikasi, iuran kemasyarakatan, dan kerohanian (radjaban dan maulidan). Biaya kebutuhan sosial penduduk di wilayah genangan waduk rata-rata berada pada rentang antara Rp 9.500 – Rp 1.100.000 per KK/bulan. Kebutuhan sosial yang paling besar adalah kebutuhan sumbangan hajatan. Mengingat karakter penduduk di Indonesia yang mengedepankan gotong royong, maka rata-rata penduduk mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk memberikan sumbangan bagi tetangga maupun saudara mereka yang memiliki hajatan ataupun memerlukan bantuan biaya baik karena sakit ataupun meninggal dunia. Rata- rata dan nilai tengah variabel kebutuhan sosial adalah:
15
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Jumlah Responden
102
Rata-rata
Rp. 195.358, 99
Nilai Tengah
Rp. 131.100, 00
Rata-rata total pengeluaran kebutuhan sosial tertinggi ditemukan di Desa Pajagan dengan Rp 386.222 per KK/bulan, sedangkan rata-rata terendah di Desa Cienteung sebesar Rp 105.972 per KK/bulan. Secara spasial, perbedaan besaran rata-rata total pengeluaran untuk pengeluaran pemenuhan kebutuhan sosial dari kesembilan desa, dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Peta Kebutuhan Dana Sosial Per Bulan Per Desa WIlayah Studi
•
Analisis o Rata-rata Kebutuhan Hidup 16
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Hasil hitungan Puslitbang Sosekling menunjukan bahwa kebutuhan terbesar penduduk ada pada kebutuhan pokok. Hal ini menunjukkan kebutuhan pembelian beras merupakan salah satu jenis subkategori kebutuhan yang paling besar “menyedot” anggaran belanja rumah tangga penduduk di sekitar pembangunan Waduk Jatigede. Namun demikian, jika dilihat secara keseluruhan, diperoleh rata-rata (mean) setiap subkategori sebesar Rp 1.804.019. Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut ini. No. I
Uraian Kategori dan Subkategori Kebutuhan Rata-rata (Rp) Kebutuhan Sandang 26.Pembelian Pakaian 64.727,88 II. Kebutuhan Pokok Sehari-hari 27. Beras 277.382,35 28. Gula Putih/Pasir 23.303,92 29. Kopi, Teh, dan Susu 54.970,59 30. Gula Merah 23.848,04 31. Minyak Goreng 60.232,84 32. Bumbu Dapur 63.480.39 33. Sayur-mayur 148.950,98 34. Lauk-pauk 224.387,25 35. Gas Elpiji 57.553,92 36. Biaya Listrik 73.995,10 III. Kebutuhan Pendidikan 37. Biaya Transportasi 168.382,35 38. Biaya kosan/sewa 41.250,00 39. Biaya Alat Tulis dan Pendidikan 150.413,37 IV. Kebutuhan Kesehatan 40. Pemeriksaan dan Obat-obatan 66.183,00 41. Sabun Mandi 14.053,92 42. Sabun Cuci 26.289,22 43. Pasta Gigi 14.026,96 44. Kosmetik 33.704,73 45. Cukur Rambut 7.550,17 V. Kebutuhan Dapur 46. Piring, Gelas, Sendok, Garpu, dll. 13.973,18 VI. Kebutuhan Sosial 47. Sumbangan Hajatan 64.650,47 48. Biaya Komunikasi 110.176,47 49. Iuran Kemasyarakatan 7.893,36 50. Kerohanian 12.638,69 Total 1.804.019,15 Tabel 3. Rata-rata Kebutuhan Berdasarkan Item Kebutuhan Jika dilihat berdasarkan kebutuhan per desa, terlihat Desa Sirnasari merupakan desa yang paling rendah dengan rata-rata kebutuhan hidup sebesar Rp 1.382.483, sedangkan yang paling tinggi adalah Desa Cisitu sebesar Rp 2.202.614. Namun demikian, secara umum dari 9 desa diperoleh rata-rata biaya kebutuhan hidup sebesar Rp 1.813.540 per KK/bulan.
17
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Rata-Rata Kebutuhan Biaya Hidup Rp2.500.000,00
Rp1.813.540,07
Rp2.000.000,00 Rp1.500.000,00 Rp1.000.000,00 Rp500.000,00
Gambar 8. Grafik Rata-Rata Rata Kebutuhan Hidup per desa
Secara spasial, variasi rata-rata rata pengeluaran responden sebagai berikut :
Gambar 9.. Peta Rata-Rata Rata Rata Kebutuhan Hidup Per Bulan Per Desa Wilayah Studi 18
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
o
Perbandingan variabel yang digunakan tim independen dan variabel survei Puslitbang Sosekling Tim independen menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel pada Survei Biaya Hidup dan variabel pada FGD. Variabel pada survey biaya hidup yang dilakukan oleh BPS, menggunakan dua variabel utama yaitu pertama adalah variabel makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kedua adalah variabel selain makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Untuk variabel pertama, kuisioner di-breakdown kedalam sub kelompok dan jenis barang terperinci sampai dengan nama makanannya. Untuk variabel kedua, digunakan kuisioner terbuka yang memungkinkan surveyor memasukan berbagai jenis barang selain makanan serta cara memperolehnya. Variabel yang digunakan pada FGD oleh Tim Independen secara umum serupa dengan variabel yang digunakan dalam validasi ini, dengan perbandingan sebagai berikut: Variabel Sosekling
Rp/Bulan
Variabel FGD
Keb. Sandang
Rp.
64.727,89
Keb. Pokok Sehari2
Rp.
Keb. Pendidikan
Rp/Bulan
Sandang
Rp.
83.300,00
1.008.105,39
Pangan/9 Bahan Pokok
Rp.
1.993.000,00
Rp.
360.045,73
Penunjang Pendidikan
Rp.
1.840.000,00
Keb. Kesehatan
Rp.
161.807,99
Kesehatan
Rp.
245.000,00
Keb. Dapur
Rp.
13.973,19
Perabot dapur
Rp.
41.600,00
Keb. Sosial
Rp.
195.358,99
Sosial Kemasyarakatan
Rp.
145.000,00
Rata-rata
Rp.
1.804.019,15
Rata-rata
Rp.
4.306.333,00
Jika dibandingkan, selisih terbesar dari nilai hasil FGD dengan nilai survey Puslitbang Sosekling adalah pada biaya pendidikan. Berdasarkan survey Sosekling biaya pendidikan di wilayah studi 1/5 dari biaya yang diklaim masyarakat pada saat FGD. Rendahnya kebutuhan pendidikan di wilayah studi menunjukan bahwa tingkat pendidikan rata-rata penduduk masih rendah. Rata-rata penduduk belum mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Pada umumnya masyarakat menyekolahkan anak mereka di sekolah umum yang dibantu oleh dana BOS sampai dengan tingkat SMA. Sehingga rata-rata responden yang memiliki anak di usia SDSMA hanya mengeluarkan biaya operasional sekolah saja, seperti uang saku dan transportasi. Sedangkan menurut FGD Tim independen, biaya pendidikan relatif tinggi, hal tersebut dapat dipengaruhi tendensi masyarakat peserta FGD untuk memilih batas atas kebutuhan pendidikan warga masyarakat yang anaknya bersekolah di pendidikan tinggi di luar kota. Nilai batas atas tidak dapat mencerminkan kebutuhan biaya hidup rata-rata masyarakat karena sesuai dengan responden yang ditemui oleh tim Puslitbang Sosekling, rata-rata pendidikan anak-anak responden tertinggi adalah SMA. Hal ini sesuai dengan data dari Bappeda (http://bappeda.sumedangkab.go.id) yang menyatakan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sumedang baru dapat menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD (49,60 %), sedangkan tingkat SLTP sebesar 17,27 % dan tingkat SLTA sebesar 13,68 %.
19
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
Biaya pokok sehari-hari yang terdiri dari biaya makanan dan biaya listrik, memiliki perbedaan sekitar Rp. 980.000 (49%) antara perhitungan hasil survey dengan hasil FGD tim independen. Perbedaan ini juga dimungkinkan berasal dari perhitungan tertinggi, bukan merupakan rata-rata kondisi yang sebenarnya di masyarakat sekitar lokasi saat ini. Kebutuhan lain seperti kebutuhan sandang, kebutuhan kesehatan, kebutuhan dapur dan kebutuhan sosial kemasyarakatan masing-masing tidak jauh berbeda antara hasil Sosekling dengan hasil FGD Tim Independen. Kebutuhan sosial merupakan satu-satunya variabel di mana hasil survey Sosekling lebih tinggi daripada hasil FGD. Pada FGD tim independen, biaya sosial tidak dirinci lebih lanjut. Sementara pada survey Sosekling, kebutuhan sosial dirinci menjadi: sumbangan hajatan, komunikasi, iuran kemasyarakatan, dan kerohanian. Dari hasil survey Sosekling, biaya komunikasi misalnya biaya pulsa cukup mendominasi, sekitar 56% dari total kebutuhan sosial. Dimungkinkan sub variabel komunikasi inilah yang membedakan antara hasil FGD dan survey Sosekling.
5
Kesimpulan dan dan Rekomendasi Kesimpulan Berdasarkan review metodologi yang digunakan oleh tim independen yaitu FGD maupun perhitungan SBH oleh BPS, usulan besaran kerohiman/pengganti pendapatan kurang dapat merepresentasikan kebutuhan hidup rata-rata masyarakat terkena dampak pembangunan Jatigede. SBH mencerminkan kebutuhan masyarakat perkotaan sedangkan hasil FGD rentan terhadap keinginan mendapatkan uang kerohiman yang tinggi. Berdasarkan survey kuesioner dengan metodologi yang valid, disimpulkan bahwa kebutuhan rata-rata per responden berdasarkan item kebutuhan sebesar Rp 1.804.019 per KK/bulan. Jika dihitung dengan pendekatan per desa maka didapatkan rentang Rp 1.382.483 – Rp 2.202.614). Dilihat berdasarkan kategori kebutuhan hidup, rata-rata pengeluaran terbesar ada pada kebutuhan pokok sehari-hari yang meliputi kebutuhan pangan dan biaya listrik yaitu sebesar Rp. 1.008.105,39. Sedangkan biaya pendidikan menduduki peringkat tertinggi kedua namun tidak terlalu tinggi yaitu di angka Rp. 360.045,73. Dibandingkan dengan hasil FGD tim independen, perbedaan signifikan terjadi pada nilai kebutuhan biaya pokok (pangan dan 9 bahan pokok) serta kebutuhan pendidikan, yang keduanya dimungkinkan menggunakan nilai kebutuhan tertinggi, bukan rata-rata.
Rekomendasi Pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang telah membawa dampak terutama terhadap pemilik tanah sebagai orang terkena dampak (OTD). Dampak yang paling besar dirasakan oleh pemilik tanah akibat lepasnya tanah mereka, terlebih-lebih lagi bagi yang menggantungkan hidupnya dari mata pencaharian utama yang berkaitan dengan tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak positif pengadaan tanah (permukiman kembali) telah meningkatkan kualitas prasarana dan sarana, seperti kualitas rumah meningkat serta prasarana jalan menjadi lebih baik di lokasi yang baru (Puslitbang Sosekling 2012 dan Puslitbang BPN 1997), 20
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
namun tidak dapat dipungkiri terdapat kelompok masyarakat yang paling besar merasakan dampak negatif terutama dari sisi penurunan pendapatan. Hasil penelitian UGM bekerjasama BPN (1991) menunjukkan bahwa kemerosotan mata pencaharian lebih banyak dialami oleh mereka yang pekerjaannya di luar PNS/ABRI dan pensiunan PNS/ABRI. Hal ini terkait dengan tidak adanya penghasilan tetap yang mereka peroleh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di satu sisi, sedangkan di sisi lain pendapatan utama mereka telah “hilang”. Oleh karena itu, untuk menjaga agar kehidupan OTD tetap pulih selama masa transisi, maka salah satu bentuk bantuan yang diberikan selain ganti rugi adalah tunjangan jaminan hidup selama dalam rentang waktu tertentu. Persoalannya adalah berapa jumlah yang patut diberikan agar kondisi kehidupan mereka tidak terpuruk. Demikian pula yang menjadi masalah adalah seberapa lama tunjangan jaminan hidup tersebut perlu diberikan. Pemberian kompensasi telah memiliki sejumlah landasan hukum sebagai berikut : 1.
Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Pasal 82) Pasal 82 tersebut menyatakan bahwa orang berhak untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian akibat pengelolaan sumber daya air.
2.
Undang-Undang Jalan No. 38 tahun 2004 (Bab VI, Pasal 58) : (3) Pemegang hak atas tanah, atau pemakai tanah negara, atau masyarakat ulayat hukum adat, yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan, berhak mendapat ganti kerugian (4) Pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
3.
Undang-Undang No 41 tahun 2009 tentang PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN : “Untuk kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum, tanah pertanian berkelanjutan dapat diperoleh asalkan tanah pengganti disediakan dan hak-hak mereka dilepaskan dengan kompensasi”
4.
Undang-Undang No. 30 tentang Ketenagalistrikan (Bab IX Pasal 30 1-6) Hukum menyatakan bahwa penggunaan lahan oleh power supply pemegang konsesi listrik dilakukan dengan memberikan kompensasi atas lahan yang terkena dampak, bangunan, dan tanaman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kompensasi juga diberikan kepada pengguna tanah negara
5.
Undang-Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan (Pasal 9) Pasal 9 tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka pembangunan, perkebunan harus mempertimbangkan hukum adat (Hak Ulayat) dan kompensasi yang wajar harus diberikan untuk lahan dikuasai oleh masyarakat hukum adat.
Hasil penelitian Puslitbang Sosekling 2014 terhadap 102 responden pada 9 desa di sekitar pembangunan Waduk Jatigede, dengan menfokuskan pada survei biaya hidup yang meliputi biaya kebutuhan pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan sosial menemukan bahwa rata-rata kebutuhan hidup responden sebesar Rp 1.804.019 per KK/bulan. Besaran kebutuhan tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan Surat Gubernur Jawa Barat No. 61.1/205/BAPPEDA, tanggal 13 Januari 2014 yang mengusulkan pemberian tunjangan pendapatan dengan standar UMR (Upah Minimum Regional) tahun 2014 Kab. Sumedang 21
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
sebesar Rp 1.735.473 per KK/bulan. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan UMR tahun sebelumnya (2013) yang hanya Rp 1.381.700 sehingga UMR-UMK berdasarkan Surat Gubernur tersebut dipandang sudah memenuhi, bahkan di atas Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Sementara itu, terkait dengan berapa lama tunjangan hidup tersebut diberikan, ada beberapa acuan pertimbangan yang dapat digunakan: 1.
Berdasarkan World Bank (2007) kerangka kebijakan permukiman kembali penduduk yang bagi penduduk yang terkena pembebasan lahan diberikan tunjangan pendapatan minimal selama 1 tahun (12 bulan).
2.
Mengacu pada kebijakan ADB (2012) tentang perlindungan permukiman kembali penduduk yang terkena pengadaan tanah bahwa periode pemberian tunjangan pendapatan transisi minimal 3 bulan.
3.
Merujuk pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No 614/Kep.1427-Bappeda/2013 tentang Standar Harga Satuan Untuk Pengosongan Lahan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rehabilitasi Saluran Tarum Barat, tanggal 7 Oktober 2013 disebutkan pada Lampiran Butir B point (1) tentang Standar Harga Satuan Tunjangan bahwa tunjangan masa transisi diberikan tunai setara dengan 12 kg (6.000/kg) beras per anggota keluarga selama 3 bulan.
4.
Mengacu beberapa hasil riset dan fenomena kehidupan sosial ekonomi terutama di kawasan perdesaan, maka pemberian tunjungan perlindungan pendapatan dapat mengikuti siklus masa tanam untuk jenis tanaman pangan dan palawija dengan pertimbangan sosial ekonomi sebagai berikut: a. Kelompok yang paling rentan (vurnerable) dalam pengadaan tanah adalah petani, maka sebaiknya dasar rentang waktu pemberian tersebut mengikuti siklus aktivitas yang dilakukan oleh petani dalam memperoleh pendapatan. b. Siklus aktivitas yang dapat dijadikan acuan adalah siklus waktu yang paling singkat, dalam hal ini petani yang menanam jenis tanaman pangan dan palawija dengan kategori tanaman semusim (bukan jenis tanaman tahunan). c. Mengingat dominan petani semusim di Jatigede adalah petani padi, maka aktivitas usahatani yang dilakukan selama ± 4 bulan. d. Karena lahan pertanian mereka terkena pengadaan tanah, maka: (1)
Otomatis para petani membutuhkan waktu untuk mencari lahan pengganti yang sesuai. Pada umumnya pencarian lahan pengganti sulit dapat dilakukan dalam waktu hitungan hari, maka tentu diperlukan beberapa waktu lamanya, termasuk mengecek status dan legalitas tanah yang akan dibelinya.
(2)
Jika petani belum sempat membeli lahan pengganti, maka pilihan yang dapat ditempuh adalah menjadi penyewa lahan. Secara otomatis juga, waktu untuk mencari lahan yang dapat disewa tidak singkat. Tidak semua orang dengan begitu saja mau menyewakan lahannya kepada pihak lain sehingga diperlukan alokasi waktu mencari lahan, termasuk melakukan negosiasi.
(3)
Bila mencari lahan pengganti untuk dibeli sulit, mencari lahan untuk disewa juga sulit, maka peluang yang dapat digunakan adalah menjadi petani penggarap. Artinya, petani mencari lahan dari pemilik lahan untuk 22
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
dikerjakan dengan sistem bagi hasil. Mencari lahan untuk garapan ini pun tidak mudah karena waktu untuk meyakinkan dan membangun kepercayaan yang tinggi kepada pemilik lahan. e. Mengacu pada argumentasi butir (1), (2), dan (3) maka dibutuhkan waktu dengan rentang paling lama ± 2 bulan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka sebaiknya tunjangan penghasilan transisi sebaiknya minimal diberikan selama 6 bulan (4 bulan masa tanam + 2 bulan masa mencari lahan). Dari acuan di atas lembaga ADB dan SK Gubernur Jawa Barat tampaknya memiliki kesamaan waktu dibanding dengan World Bank. ADB dan SK Gubernur mensyaratkan minimal 3 bulan dan World Bank mensyaratkan 12 bulan. Jika dibuat rentang berdasarkan tiga acuan tersebut, maka rentang pemberian tunjangan pendapatan transisi 3 -12 bulan. Namun demikian, jika mengacu pada acuan sosiologis masyarakat perdesaan, maka dapat dibuat rentang pada titik tengah (median), yakni minimal 6 bulan. Dengan demikian, acuan opsi pemberian tunjangan dapat dibuat tiga opsi sebagai berikut: a. Pemberian tunjangan pendapatan transisi minimal 3 bulan (rendah); b. Pemberian tunjangan pendapatan transisi minimal 6 bulan (moderat); c. Pemberian tunjangan pendapatan transisi minimal 12 bulan (tinggi).
23
Advis Validasi Kebutuhan Biaya Hidup Warga Di Sekitar Waduk Jatigede
PUSAT LITBANG SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN - KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Gedung Hearitage Lantai 3, Jalan Pattimura No 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Phone +62 21 72784644, 72786483, Fax +62 21 72784644, 72786483 Website : http://sosekling.pu.go.id
ISBN 978-602 602-71672-5-4 24