SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Executive Summary/Ringkasan Eksekutif ENERGY SECTOR WHITE PAPER TA-8484 INO: Sustainable Infrastructure Assistance Program Technical Assistance Cluster Management Facility Subproject 1 (46380-003) Developed by Tusk Advisory Pte. Ltd
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
KATA PENGANTAR
FOREWORD
Ketahanan energi merupakan prioritas pembangunan nasional dan masih akan terus ditingkatkan dalam RPJMN 2015-2019, terutama untuk mewujudkan kedaulatan energi nasional. Untuk itu, sumberdaya energi akan dimanfaatkan seoptimal mungkin di dalam negeri, untuk mendukung tujuan Pemerintah menyediakan pasokan energi yang memadai untuk industri dan aktivitas komersial serta akses energi untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Penyediaan energi secara efisien, bersih, dan dengan bauran energi yang sesuai ketersediaan sumberdaya energi lokal yang tersedia sangat penting untuk mendukung pencapaian sasaran kedaulatan energi nasional.
Energy security is a national development priority and a key focus area for the RPJMN 2015-2019. During this period, the government seeks to expand and optimize the country’s energy mix to provide adequate supply of energy for industrial and commercial activities, as well as expanded energy access to all Indonesian households. Increased exploration and processing of the country’s energy resources, combined with their efficient usage within the country to enhance economic productivity, is crucial to achieve the target of national energy sovereignty.
Pada saat ini, bahan bakar fosil mendominasi bauran energi Indonesia. Penurunan produksi minyak nasional mengakibatkan masih adanya ketergantungan pada impor minyak untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri. Pertumbuhan produksi gas yang terhenti dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan peningkatan impor LNG. Di sektor ketenagalistrikan, penambahan kapasitas pembangkit mengalami keterlambatan, dan keterbatasan investasi serta kekurangan infrastruktur juga mempengaruhi sistem transmisi dan distribusi. Indonesia memiliki sumberdaya energi terbarukan yang beragam seperti panas bumi, biomasa, tenaga surya, dan tenaga air. Namun pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan membangun bauran energi yang sehat masih sangat terbatas. Masih banyak yang dapat dan perlu dilakukan untuk membangun ketahanan energi yang andal dan menuju kedaulatan energi nasional. Target sasaran elektrifikasi nasional sebesar 100 persen menuntut pemanfaatan berbagai sumberdaya energi yang tersedia tersebut, sesuai dengan
Currently, fossil fuels dominate Indonesia’s energy mix. The decline in domestic production of oil creates dependency on imported oil to meet burgeoning domestic demand. The growth rate of gas production has similarly stalled in recent years, resulting in increased import of liquefied natural gas. In the power sector, generation capacity additions have been delayed; moreover underinvestment and infrastructural deficits extend to the transmission and distribution systems. Indonesia is well endowed with a range of renewable energy resources such as geothermal, biomass, solar, and hydropower. Nevertheless, its utilization to meet domestic energy demand and to create a healhty energy mix remain limited. There are still much to be and could be done to establish a sound energy resilience and move towards energy sovereignty. The national electrification target of 100% requires utilization of various energy resources mentioned above, in accordance to its characteristics and location, to be able to reach and provide access to all Indonesian regions and population. The government has taken concrete steps to reduce subsidies for fossil fuels and power, incentivize renewable energy, roll out
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
1
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
karakteristik sumberdaya energi dan lokus, agar dapat menjangkau dan memberikan akses kepada seluruh wilayah dan setiap anggota masyarakat Indonesia.
energy efficiency measures, and find ways to stimulate investment in the oil and gas sector. However, much more needs to be done and will be done.
Pemerintah telah mengambil beberapa langkah nyata dengan mengurangi subsidi bahan bakar dan listrik, memberikan insentif untuk energi terbarukan, menerapkan langkah-langkah efisiensi energi, dan mencari jalan untuk mendorong investasi sektor migas. Namun demikian, masih banyak yang perlu dan akan dilakukan.
This Energy Sector White Paper is intended to provide an in depth view of the sector; it identifies key opportunities for growth and current constraints, and outlines priority interventions to be accomplished during the RPJMN 2015-2019. It also outlines broad investment needs in the sector and proposes a series of key performance indicators against which progress may be monitored. It is our hope that this White Paper will benefit the various energy sector stakeholders to undertake the energy resilience priority actions to ensure the realization of energy sovereignty.
Buku Putih Energi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang sektor energi, peluang untuk pengembangan serta kendalanya dan prioritas yang perlu dilakukan dalam periode RPJMN 2015-2019. Buku ini juga menampilkan kebutuhan investasi dan usulan indikator kinerja untuk mengukur kemajuan. Semoga Buku Putih Energi ini dapat memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan untuk melaksanakan prioritas ketahanan energi dalam rangka mewujudkan kedaulatan energi nasional.
We would like to express our appreciation and gratitude to the Asian Development Bank for their support and cooperation in preparing this White Paper, and for all stakeholders for their valuable contributions in the development of this White Paper.
Kami sampaikan apresiasi kepada Bank Pembangunan Asia (ADB) atas dukungan dan kerja samanya dalam penyusunan Buku Putih ini dan terimakasih kepada kepada seluruh pemangku kepentingan yang telah memberikan masukan dalam penyusunan Buku Putih ini.
2
Dr. Ir. Rr. Endah Murniningtyas, M.Sc.
Ir. Montty Giriana, M.Sc., MCP, Ph.D.
Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Deputy Minister for Natural Resources and Environment of Ministry of Development Planning/BAPPENAS
Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputy Minister for Energy and Mineral Resources of Coordinating Ministry of Economic Affairs
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
UCAPAN TERIMA KASIH
ACKNOWLEDGEMENTS
Laporan ini dikembangkan oleh tim konsultan dari Tusk Advisory (TUSK), yang beranggotakan Nicholas Morris, Dodi Miharjana, Sagar Gubbi, Adelina Halim, Audi Prabowo dan Dieter Napitupulu serta dukungan editorial dari Margaret Augusta. TUSK dikontrak oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank, ADB) dibawah TA-8484 (INO): Technical Assistance Cluster Management Facility Subproject-1, Sustainable Infrastructure Assistance Program dari ADB, yang didanai oleh Departemen Hubungan Luar Negeri dan Perdagangan (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT; sebelumnya AusAid), Pemerintah Australia. Dukungan untuk laporan ini diberikan oleh Departemen Energi Divisi Asia Tenggara ADB. Dukungan teknis juga diberikan oleh Yuki Inoue dan Maura Lillis (Konsultan ADB).
This report was developed by a team of consultants from Tusk Advisory (TUSK), which included Nicholas Morris, Dodi Miharjana, Sagar Gubbi, Adelina Halim, Audi Prabowo and Dieter Napitupulu with editorial support from Margaret Augusta. TUSK was contracted by the Asian Development Bank (ADB) under TA-8484 (INO): Technical Assistance Cluster Management Facility Subproject-1, Sustainable Infrastructure Assistance Program of the ADB, which is financed by the Department of Foreign Affairs and Trade (Previously AusAid), Government of Australia. The Southeast Asia Department Energy Division of ADB supported the preparation of this report. Yuki Inoue and Maura Lillis (Consultants, ADB) provided additional technical support.
TUSK juga mengucapkan terima kasih atas bantuan rekan-rekan donor lainnya yang telah memberikan waktu dan masukkan untuk persiapan studi ini. Secara langsung, TUSK mengucapkan terima kasih kepada David Braithwaite dan David Aron (Indonesia Infrastructure InitiativePetroleum Development Consultants), Paul Chambers (Kedutaan United Kingdom) Jeff Wilson (Dewan Energi Nasional), Muchsin Qadir (Bank Dunia), Sophie Salomon (Agencie Francais Developpement) dan Juraku Masahiro (Japan International Cooperation Agency). Selanjutnya, laporan ini mampu tercapai karena dukungan yang diberikan oleh pimpinan BAPPENAS terutama Bapak Dr. Lukita Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri BAPPENAS, Bapak Dr. Ir. Dedy Supriadi Priatna, Deputi Menteri Bidang Sarana dan Prasarana BAPPENAS dan Ibu Dr. Ir. Endah
TUSK is also grateful to the many individuals from development agencies, who generously gave their time and expert input for the preparation of this study. In particular TUSK would like to thank David Braithwaite and David Aron (Indonesia Infrastructure Initiative – Petroleum Development Consultants), Paul Chambers (UK Embassy) Jeff Wilson (Dewan Energi Nasional), Muchsin Qadir (World Bank), Sophie Salomon (Agence Francaise de Developpement) and Juraku Masahiro (Japan International Cooperation Agency). Finally, this work would not have been possible without the guidance and support provided by the leadership at BAPPENAS namely Dr. Lukita Dinarsyah Tuwo, Vice Minister of BAPPENAS, Dr. Ir. Dedy Supriadi Priatna, Deputy Minister for Infrastructure of BAPPENAS and Dr. Ir. Endah Murniningtyas, Deputy Minister for Natural Resources and Environment of BAPPENAS. Additionally, we are very grateful for the collaborative spirit and technical support provided by
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
3
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Murniningtyas, Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup BAPPENAS. Selain itu kami berterima kasih atas semangat dan bantuannya serta dukungan teknis dari Bapak Dr. Ir. Montty Girianna (Mantan Direktur Bidang Energi, Pertambangan, dan Sumber Daya Mineral BAPPENAS, kini Deputi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kementrian Koordinator Perekenomian, Keuangan, dan Industri), Bapak Ir. Jadhie Ardajat (Direktur Bidang Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika BAPPENAS), Bapak Sunandar (Kepala Sub Direktorat Bidang Minyak dan Gas BAPPENAS) dan Bapak Andianto Haryoko (Kepala Sub Direktorat Telekomunikasi BAPPENAS).
Dr. Ir. Montty Girianna (Formerly Director of Energy, Mines, and Mineral Resources of BAPPENAS and currently Deputy Minister for Energy and Mineral Resources of the Coordinating Ministry of Economic Affairs), Ir. Jadhie Ardajat (Director of Electricity, Telecommunications, and Informatics, BAPPENAS), Mr. Sunandar (Head of Oil and Gas Sub-division, BAPPENAS) and Mr. Andianto Haryoko (Head of Telecommunications Sub-division, BAPPENAS).
Laporan lengkap dapat diunduh dari Website Resmi Bappenas http://www. bappenas.go.id dan website TUSK di http:// www.tuskadvisory.com/publications/ energyreport2014
The full report can be downloaded from the Bappenas Official Website http://www. bappenas.go.id and the TUSK website http://www.tuskadvisory.com/publications/ energyreport2014
4
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
RINGKASAN EKSEKUTIF
EXECUTIVE SUMMARY
1. Indonesia merupakan negara terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar $878 milyar pada tahun 2013. Meski perkembangan ekonomi global melambat, ekonomi Indonesia berkembang dengan pertumbuhan PDB 4.6-6.5% setiap tahunnya selama dekade terakhir. Meskipun dampak dari lesunya ekonomi global masih terasa, laporan Asian Development Outlook (ADO) 2014 memprediksikan bahwa PDB Indonesia akan meningkat kembali pada tingkat 6% pada tahun 2015. 2. Pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung pada kemampuan dalam menjamin akses terhadap sumber daya energi yang stabil dengan biaya pengolaan yang terjangkau. Beberapa tahun terakhir ini, pertumbuhan kebutuhan energi Indonesia berkisar pada angka 7-8% setiap tahun, lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi. Agar perekonomian negara tetap dijalur pertumbuhan dengan tingkat seperti sekarang, dibutuhkan pertumbuhan energi domestik sekitar 8.0-8.5% setiap tahun. Bila pemerintah baru yang dilantik pada bulan Oktober 2014 ingin mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kebutuhan energi harus berada pada tingkat yang lebih tinggi. 3. Indonesia memiliki sumber daya energi yang berlimpah di berbagai daerah di Indonesia. Meskipun demikian, beberapa indikator menunjukan bahwa kinerja sektor kurang memuaskan dan masih jauh dibawah potensi yang dimiliki. Sektor energi Indonesia ditandai oleh impor minyak yang terus meningkat, pemborosan energi, kurangnya investasi pada
1. Indonesia is Southeast Asia’s largest economy, with an estimated gross domestic product (GDP) of $878 billion in 2013. Even in the face of a global economic slowdown, the economy has performed well by consistently achieving 4.6-6.5% annual GDP growth over the last decade. Notwithstanding the recent slowdown, according to the Asian Development Outlook (ADO) 2014 report, the country will accelerate back to 6% in 2015. 2. Indonesia’s economic growth aspirations hinge on its ability to secure access to reliable and costeffective sources of energy. In recent years, energy demand in Indonesia has grown by 7-8% per year, consistently outpacing the country’s economic growth rate. In order for the country to grow at its current rate, domestic demand for energy will have to grow by around 8.0-8.5% per annum.1 And if the new national government that will assume office in October 2014 seeks to accelerate the economic growth rate further, the country’s energy demand will need to grow at a concomitant higher rate. 3. Indonesia has abundant indigenous sources of energy.2 Nonetheless, most indicators suggest that the sector is underperforming and operating far below its potential. The country’s energy sector is characterized by increasingly high levels of oil imports, inefficient use of energy, gross under-investment in both downstream and upstream energy infrastructure, relatively low national electricity access levels for a middle income country, relatively low per capita electricity utilization,
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
5
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
6
prasarana hulu dan hilir, tingkat akses ketenagalistrikan yang rendah dibandingkan negara pendapatan menengah lainnya, konsumsi listrik per kapita yang rendah, serta konsumsi subsidi energi dan listrik yang mencapai sekitar $30 milyar pada tahun 2013. 4. Kecenderungan serta indikator dari sektor ini menunjukan bahwa Indonesia akan menghadapi krisis energi dalam waktu yang tidak terlampau lama. Akhir-akhir ini, terjadi kekurangan tenaga listrik yang menyebabkan pemadaman di Sumatera Utara dan di beberapa tempat lain, serta turunnya stabilitas pasokan tenaga listrik di Jakarta dan bagian lain pulau Jawa yang padat penduduknya. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran meluasnya pemadaman listrik pada tahun 2017. 5. Menyadari kelemahan pada sektor energi ini dapat menghalangi perkembangan ekonomi di masa yang akan datang, pemerintah kembali fokus pada kegiatan sektor energi. Dalam 12-15 bulan terakhir, pemerintah melakukan reformasi di sektor energi dengan fokus pada upaya meningkatkan ketahanan serta keberlanjutan energi. Prioritas ini tercermin pada penempatan sektor energi sebagai fokus utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, atau RPJMN, 2015-2019. Lingkup dan Tujuan 6. Asian Development Bank (ADB) merumuskan white paper ini sebagai landasan guna mendukung rencana pengembangan sektor energi dalam RPJMN 2015-2019. Laporan ini didasarkan dokumen-dokumen yang telah ada, serta pendalaman dan wawancara yang intensif dengan
and annual consumption of nearly $30 billion in energy and electricity subsidies. 4. Most trends indicate that the country may be heading towards an energy crisis. Electricity shortages have led to recent blackouts and brownouts in North Sumatra and elsewhere, declining reliability of supply in Jakarta and other densely populated regions of Java, with brownouts projected by 2017. 5. The Government of Indonesia (GOI), realizing that the energy sector may well impede the country’s future economic prospects, has refocused its efforts on the sector. In the past 12-15 months, GOI has decisively moved to introduce energy sector reforms focused on bolstering energy security and sustainability. Reflecting this priority the country’s Ministry of Planning (BAPPENAS), has made the energy sector a key focus of the National Medium-Term Development Plan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, or RPJMN) 20152019. Scope and Objectives 6. The Asian Development Bank (ADB) has developed this white paper to inform and support the energy sector development plans that will be included in the infrastructure section of the RPJMN 2015-2019. This report is based on a review of existing literatures and studies, as well as indepth interviews of key stakeholders. It is a critical evaluation of the current state of the sector with the aim to identify key challenges and constraints, define key priority areas for strategic intervention, and outline specific strategies and interventions that can be addressed to yield short, medium
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
pemangku kepentingan. Laporan ini merupakan evaluasi kritis terhadap kondisi sektor energi Indonesia dengan tujuan mengidentifikasi tantangan dan kendala, menujukan wilayah yang memerlukan intervensi strategis, merancang strategi dan intervensi khusus yang dapat berdampak positif dalam jangka pendek, menengah dan panjang. White paper ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah laporan lengkap dan mendalam mengenai sektor energi dan sub-sektornya, atau berbagai isu pada sektor ini, tetapi lebih untuk membantu pembaca dalam memahami berbagai rujukan dan laporan-laporan sektor energi yang ada. Tinjauan Strategis Sektor Energi 7. Sektor energi Indonesia sangatlah kompleks, tertandai dengan ragam pola permintaan energi di negara yang terdiri dari 17,000 pulau dimana 6,000 dihuni. Pola kepadatan penduduk dan aktivitas perekonomian sangat beragam. Bauran energi Indonesia (dalam hal jumlah pasokan energi primer atau TPES) pada tahun 2012 terdiri dari minyak (46.7%), batu bara (23.9%), gas bumi (24.1%) dan energi terbarukan (5.1%). Minyak dan Gas 8. Sebagai negara penghasil minyak, Indonesia sangat tergantung kepada minyak untuk memenuhi keperluan energi. Produksi minyak telah merosot tajam dari 1.1 juta barel per hari (barrels per day, bpd) pada tahun 2008 menjadi 825,000 bpd pada 2013, sementara konsumsi minyak meningkat; mencapai sekitar 1.5-1.6 juta bpd pada 2013. Produksi minyak Indonesia diperkirakan akan terus merosot pada jangkah pendek dan menengah. Ini berarti kemungkinan
and long term results. It is not intended to be an in-depth review of any of the energy sub-sectors or issues per se. References to additional sources of information and reports have been highlighted throughout the paper for the reader’s benefit. Strategic Energy Sector Review 7. Indonesia’s energy sector is complex, with widely varying energy demands throughout an archipelago of 17,000 islands, of which about 6,000 are inhabited at different levels of population density and feature diverse economic activities. Indonesia’s primary energy mix (in terms of total primary energy supply or TPES) in 20123 was comprised of oil (46.7%), coal (23.9%), natural gas (24.1%) and renewable energy (5.1%). Oil and Gas 8. As an oil producing country, Indonesia has depended heavily on oil to fulfill its energy needs. However, oil production has fallen steeply from 1.1 million barrels per day (bpd) in 2008 to approximately 825,000 bpd in 2013, while oil consumption has climbed; reaching about 1.5-1.6 million bpd in 2013. Indonesia’s domestic oil production is expected to continue to dwindle at least in the short-to-medium term, meaning that GOI’s target of enhancing domestic oil production to 1 million barrels per day by 2014 is unlikely to be met. 9. In recent years, Indonesia has begun to rely increasingly on natural gas, especially for power production. However, this has not been without challenges. As a key exporter of Liquefied Natural Gas (LNG) for several decades, Indonesia has had to balance its export obligations
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
7
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
8
besar sasaran penghasilan 1 juta bpd pada 2014 yang ditetapkan Pemerintah Indonesia tidak akan tercapai. 9. Dalam tahun-tahun terakhir ini, Indonesia semakin tergantung dari gas bumi; terutama untuk produksi ketenagalistrikan. Meskipun demikian, tantangannya adalah menyeimbangkan ekspor Gas Bumi Tercairkan (Liquefied Natural Gas, LNG) yang telah berjalan selama beberapa dekade dengan peningkatan kebutuhan dalam negeri. Kebijakan Energi Nasional (KEN) kedepan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri ketimbang ekspor. 10. Pada sektor hilir gas bumi, Indonesia menerapkan kebijakan mempertahankan harga domestik yang rendah. Rendahnya harga domestik gas bumi, bersamaan dengan ketidakpastian peraturan mengakibatkan keengganan produsen gas bumi untuk berinvestasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah jauhnya jarak antara titik produksi gas dengan pusatpusat pasar domestik. Sementara itu produksi domestik gas Indonesia berada pada tingkat terendah selama bertahuntahun; produksi ini tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, sehingga pemerintah mengambil initiatif untuk mengimpor LNG, dan ini diperkirakan akan meningkat terus dalam tahuntahun akan datang. Eksplorasi LNG dari sumber-sumber non-konvensional, seperti shale gas dan gas metana batu bara (Coal Bed Methane, CBM), sangat terbatas karena kurangnya insentif untuk mendorong investasi; kondisi ini dipersulit oleh jauhnya sumber-sumber produksi gas dari pusat-pusat pasar. Batu Bara 11. Indonesia merupakan salah satu eksporter batu bara terbesar dunia dengan produksi batu bara yang
with increased demand within the country. GOI’s national Energy Policy (Kebijakan Energi Nasional, KEN) emphasizes meeting domestic demand over exports going forward. 10. In the downstream gas sector, Indonesia has followed a policy of maintaining low domestic gas prices to encourage large industrial consumers and power producers to switch from oil to gas. Low domestic gas prices, together with regulatory environment uncertainties, prohibit producers from making further investments. Another challenge in the downstream gas sector is the distance between gas blocks and demand centers for domestic gas consumption. While Indonesia’s domestic production of gas has remained steady in recent years, production is not sufficient to keep up with demand, and the country has initiated imports of LNG, which are expected to increase in the coming years. Exploration of non-conventional sources of gas, such as shale gas and coal-bed methane (CBM), has been limited due to lack of investment and low incentives, compounded by difficulty in getting the gas to market. Coal 11. Indonesia is one of the world’s leading exporters of thermal coal with an annual coal production of about 420 million tons in 2013. Most of Indonesia’s currently known coal reserves are located on the islands of Sumatra and Kalimantan, with Kalimantan accounting for most of high grade coal and Sumatra accounting for most of the country’s low and ultra-low-grade lignite (brown coal). Indonesia’s high quality coal resources, 70% categorized as bituminous and sub-bituminous, are estimated at 104.8 billion tons. Coal is also the
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
mencapai hampir 420 juta ton pada tahun 2013. Sebagian besar cadangan batu bara berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Kalimantan menghasilkan batu bara dengan kalori tinggi, sementara Sumatera menghasilkan batu bara dengan kalori lebih rendah, termasuk browncoal. Cadangan batu bara kalori tinggi (70% bituminous and sub-bituminous) diperkirakan mencapai 104,8 milyar ton. Batu bara juga merupakan sumber daya terpenting untuk membangkitkan tenaga listrik; dan menyumbang lebih dari 59% dari seluruh kapasitas domestik pada tahun 2012. Diperkirakan, batu bara juga akan menjadi semakin penting dalam jangka menengah. Meski demikian, pemakaian batu bara dalam negeri terkendala oleh hambatan keterbatasan prasarana pelabuhan dan pengangkutan berupa rel kereta api dari Kalimantan dan Sumatera ke tempattempat yang membutuhkannya di pulau Jawa dan Bali. Dalam berberapa tahun terakhir ini, pemerintah telah menekankan pentingnya konsumsi batu bara domestik, dan juga membatasi produksi batu bara pada tingkat 400 juta ton setahun. Pemerintah juga mengutamakan membangun pembangkit listrik dekat mulut tambang, serta memasang jaringan transmisi listrik tegangan tinggi yang menghubungkan Sumatera dengan pusat-pusat beban di Jawa, Bali dan juga Malaysia. Upaya ini belum memperlihatkan hasil dan membutuhkan perhatian lebih banyak dalam waktu dekat. Energi Baru dan Terbarukan 12. Saat ini, energi terbarukan menyumbangkan 5% dari pasokan energi primer di Indonesia. Potensi pengembangan energi terbarukan
most important source of power generation in the country, accounting for over 59% of the country’s capacity in 2012, and is expected to increase in prominence in the medium term. Domestic utilization of coal suffers from several infrastructure bottlenecks, such as limited port and rail transport infrastructure from Kalimantan and Sumatra to the demand centers of JavaBali. In recent years, the government has stressed increased consumption of coal domestically and has put in measures, such as the capping of annual domestic coal production to about 400 million tons and promoting “mine-mouth” plants, along with longdistance high-voltage transmission lines to bring “coal-by-wire” from mines in Sumatra to demand centers in Java, Bali and even Malaysia. These efforts are yet to yield results and will need added attention in the near term. New and Renewable Energy 12. Renewable energy currently accounts for just about 5% of Indonesia’s primary energy supply. However, tremendous potential for expansion exists – especially in the case of geothermal, hydropower, wind power, solar photovoltaic (PV) and biomass resources. The establishment of a separate Directorate General for Renewable Energy and Energy Conservation (DGREEC) under The Ministry of Energy and Mineral Resources (MEMR) in 2010 provided a major thrust for renewable energy development in the country. 13. In 2013 about 1,343 MW of geothermal power generation capacity was operational in Indonesia, which is the third largest in the world after the United States and the Philippines. Notwithstanding the passing of a
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
9
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
10
cukup besar, terutama energi panas bumi (geothermal), tenaga air, tenaga angin, dan tenaga matahari (solar photovoltaic, PV), serta biomassa (organik). Pada tahun 2010, pemerintah mendorong pengembangan energi terbarukan dengan mendirikan lembaga tersendiri, yaitu Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dibawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 13. Pada tahun 2013, kapasitas pembangkit tenaga listrik panas bumi yang sudah berjalan sebesar 1.343 MW, terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Filipina. Meskipun ada Undang-undang tahun 2003 tentang panas bumi, dan termasuk beberapa proyek panas bumi ke dalam program “Fast Track” yang kedua Pemerintah Indonesia untuk mempercepat perluasan pembangit tenaga listrik, tidak ada kemajuan berarti dalam sektor tersebut hingga saat-saat terakhir ini. Dalam beberapa bulan terakhir, niat baik Pemerintah Indonesia dalam hal pembangunan tenaga panas bumi sudah memperlihatkan pengaruh yang berarti. Pada awal 2014 ada perubahan pada skema tarif yang menyebabkan penerapan pagu harga berdasarkan biaya, serta perjanjian finansial untuk dua proyek besar IPP panas bumi, dan revisi perundang-undangan agar aktivitas geothermal di hutan dapat diijinkan; yang diharapkan bisa mengundang investasi. 14. Situasi yang serupa juga terjadi pada sektor sumber daya air. Kapasitas pembangkit yang tersedia mencapai 3.881 MW; sementara potensi teknis diperkirakan mencapai 75.000 MW. Di masa yang akan datang, sangat dibutuhkan proyek PLTA skala besar, termasuk juga pembangkit listrik pump storage. Proyek-proyek seperti
Geothermal Law in 2003 and the inclusion of several projects in the government’s second “Fast Track Program” to accelerate generation expansion, there has been little if any progress in the sector until recently. In recent months, the enabling environment for geothermal power development appears to have improved. The revision of the existing tariff scheme in early 2014 with a more favorable scheme that uses an avoided cost-based ceiling price,4 the signing of financing agreements for a couple of large “keystone” geothermal projects led by independent power producers (IPPs), and the revision of the law to allow geothermal activity in forests are expected to spur further investments. 14. Hydropower development presents a similar situation. Installed capacity of about 3,881 MW is a small fraction of the estimated technical potential of 75,000 MW. Going forward, larger reservoir-based hydropower projects, including pumped storage hydropower plants, are well suited to supply power in high power demand regions of Java and Sumatra, whereas mini or micro hydro run-of-the-river hydropower projects are well suited for base load power generation in parts of Eastern Indonesia. Although hydropower projects with capacity over 1,900 MW are estimated to be under various stages of development currently, progress on permitting, environmental clearances, financing and construction has been slow in the last 5 years. The recent announcement of a favorable feed-intariff (FiT) for hydropower projects that are less than 10 MW and the successful financial closure of the IPP-led 47 MW Rajamandala augurs well for greater private sector interest in the sector.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
ini sangat cocok untuk daerah-daerah dengan tingkat kebutuhan tinggi seperti Jawa dan Sumatera; akan tetapi proyek pembangkit listrik tenaga air di aliran sungai yang lebih kecil akan lebih sesuai dengan kondisi alam Indonesia Timur. Meskipun ada beberapa proyek yang bisa menghasilkan 1.900 MW listrik tenaga air, namun selama lima tahun terakhir tidak banyak kemajuan yang bisa dicapai karena terkendala masalah AMDAL, perizinan, dan keuangan. Dengan pengumuman pemerintah tentang FiT (feed-in-tarif) untuk proyek tenaga air yang kurang dari 10 MW, dan sudah tersedianya dana untuk PLTA IPP Rajamandala (47 MW), diharap akan mengundang lebih banyak investasi dalam sektor ini. 15. Pemerintah Indonesia juga telah mengumumkan program-program dan insentif untuk sumber energi terbarukan jenis lain. Pemerintah sudah menjalankan program pagu harga berdasarkan biaya untuk program lelang jaringan lokal tenaga surya yang dapat menambah 140 MW untuk 80 tempat di seluruh negeri. Lebih dari itu, PLN juga sudah menjalankan proyek-proyek tenaga surya dalam “Program 1.000 Pulau”. Penelitian juga mengindikasi adanya potensial tenaga angin sebesar 9GW di dalam negeri, terutama di Sulawesi Selatan, NTT, dan juga mungkin di tempat tertentu di Jawa. Tetapi, bagaimanapun, produksi tenaga listrik sebanyak ini terhalang karena kekurangan sumber data yang bisa dijadikan pegangan, dan juga kekurangan insentif harga. Pemerintah juga tidak membangun sistem jaringan tenaga listrik berdasarkan produksi listrik oleh panel atap surya sehubungan dengan sistem meteran yang canggih dan optimalisasi distribusi. Dalam hal proyek biomassa kecil (<=10 MW) dan
15. GOI also has announced programs and incentives for other renewable sources. It has rolled out ceiling-prices based tendering program for solar PV mini-grids to add 140 MW at 80 locations across the country, and PLN has embarked on the “1,000 Island Program”. Recent studies suggest that there may be about 9 GW of wind potential in the country, with good prospects in South Sulawesi, NTT and perhaps even parts of Java. However, lack of reliable wind resource data and price incentives hinder wind power deployment at scale. It is too early to say if the government issuance of FiTs for small-scale biomass (<=10 MW) and waste-to-energy projects will lead to significant capacity additions. GOI’s efforts also have been conspicuously absent in decentralized generation in urban load centers using solar rooftop PV plants in conjunction with smart metering and distribution optimization. Power Generation, Transmission and Distribution Infrastructure 16. In 2013, Indonesia’s total power generating capacity (including captive and off-grid generation) was approximately 44,000 MW, of which 36,897 MW was owned by PLN. GOI introduced a plan to accelerate power generation through dual Fast Track Programs, which were announced through Presidential Decree No. 71/2006 (later amended by Presidential Decree No 59/2009), and laid out in PLN’s National Plan for Electricity Development (RUPTL). This program is being rolled out by PLN in two phases. Phase I (FTP-I) was focused exclusively on bringing coal fired power plants online, of which just 5,707 MW out of the 9,975 MW have been delivered. The second phase, FTP-
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
11
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
proyek pengolahan sampah dijadikan tenaga listrik, adalah terlalu dini untuk mengatakan bahwa pengeluaran FiT oleh Pemerintah Indonesia akan mendorong penambahan kapasitas yang berarti.
12
Prasarana Pembangkit Tenaga Listrik, Transmisi dan Distribusi 16. Pada tahun 2013, seluruh kapasitas pembangkit tenaga listrik Indonesia mencapai 44.000 MW, dimana 37.897 dimiliki PLN. Pemerintah Indonesia memperkenalkan rencana untuk mempercepat pembangkit tenaga listrik melalui dua program “Fast Track” yang diumumkan lewat Keputusan Presiden (Keppres) No. 71 (kemudian diubah dengan Keputusan Presiden No 59/2009), dan dimasukan dalam Rencana Umum Pembangunan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Program ini dilaksanakan PLN dalam dua tahap. Fase I (FTP-I) difokuskan hanya pada pembangkit tenaga listrik mengunakan batu bara, dimana hanya 5.707 MW dari 9.975 MW sudah dicapai. Tahap kedua, FTP-II, dengan tujuan tambah tenaga batu bara (3.000 MW) dan juga meningkatkan tenaga panas bumi (geothermal) dan tenaga air mengalami kelambatan dalam pembangunan. 17. Sistem transmisi dan distribusi Indonesia yang dikelola oleh PLN sangatlah luas dan rumit karena melayani sekitar 52 juta sambungan pelanggan. Jaringan transmisi dan distribusi terdiri dari jaringan utama yang meliputi Jawa-Madura-Bali, delapan jaringan non-interkoneksi, dan lebih dari 600 jaringan isolated. Menurut RUPTL: pada tahun 20132022, PLN berencana menambah 57.132 kms jaringan transmisi sebelum tahun 2022. Dengan fokus memperkuat jaringan utama antara
II, planned increases in geothermal power, hydropower, in addition to a bulk of coal power (3,000 MW), but this program, similar to FTP-I, is facing severe delays. 17. The transmission and distribution system in Indonesia is complex. It is installed, operated and maintained by PLN and serves approximately 52 million customer connections. The transmission and distribution network consists of the main interconnected Java-Madura-Bali (Jamali) network, eight other partially interconnected systems and over 600 isolated grid networks. According to RUPTL: 2013-2022, PLN plans to develop an additional 57,132 km transmission lines by 2022. The focus is on strengthening the interconnection backbones and connection among major power plants in Java-Bali, Sumatra and Sulawesi, as well as connecting isolated systems in Kalimantan. In addition, a grid interconnection system to connect Java and Bali and Malaysia, as well as bringing power generated by hydropower plants in Malaysia’s Sarawak province to West Kalimantan, is being implemented with financing support from ADB. Expanding Energy Access and Rural Electrification 18. The country’s national electrification ratio, which has increased in recent years to 80.50% of households having electricity access in 2013, is still low relative to its middle-income neighbors in Southeast Asia. Moreover, this statistic does not provide a full indication of the duration or quality of supply that the communities are actually experiencing. Grid availability and security of electricity supply remains uneven, particularly in many
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
pembangkit tenaga listrik yang penting di Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi, serta menambah sistem-sistem jaringan isolated di Kalimantan. Pengembangan lainnya adalah sistem interkoneksi antara Jawa dan Bali dan Malaysia, serta jaringan untuk mengantarkan listrik yang diproduksi di pembangkit tenaga listrik di Malaysia ke Kalimantan Barat. Proyek ini dibiayai dengan pinjaman dari ADB. Perluasan Akses Tenaga Listrik dan Elektrifikasi Daerah Terpencil 18. Rasio elektrifikasi nasional, meskipun sudah mencapai 80,50% rumah tangga pada tahun 2013, secara relatif masih dibawah rasio negara-negara Asia Tenggara berpendapatan menengah. Namun, data ini tidak memberi gambaran yang lengkap mengenai durasi dan kualitas pasokan tenaga listrik yang diterima masyarakat. Ketersediaan jaringan, kualitas dan jaminan pasokan listrik tidak merata, terutama di Indonesia Timur. Penyediaan akses pelayanan listrik dan energi yang berkualitas sangat sulit dan mahal karena hambatan geografis; situasi ini diperburuk oleh keterbatasan kemampuan lembaga dan kurangnya prasarana. 19. Tanggungjawab akses elektrifikasi dan energi daerah berada di banyak pihak, baik di pusat seperti PLN, Kementerian ESDM, Kementerian Pengembangan Daerah Tertinggal (KPDT) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta Pemerintah Daerah. Dengan tidak adanya rencana dan kerangka induk yang menyeluruh, unsur Pemerintah berjalan sendiri-sendiri dengan pertimbangan pembagian anggaran, kecenderungan mencoba teknologi baru, dan kepentingan politik. Sasaran Pemerintah Indonesia untuk mencapai
parts of Eastern Indonesia where the quality of service is inadequate. Providing access to consistently quality electricity and energy services is a difficult and expensive proposition, complicated by limited institutional capacity and available infrastructure. 19. Responsibility for rural electrification and energy access is dispersed among various central government entities, including PLN, MEMR, the Ministry for Disadvantaged Regions, the Agency for Assessment and Application of Technology (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, BPPT), and local governments. In the absence of any overarching plan or framework, each actor has pursued isolated activities subject to budget consideration, technology fads, and political considerations. GOI’s overall target is to increase the national electrification ratio to 100% by 2020, but this will be difficult to achieve without a more integrated and concerted effort and clearer investment guidelines. Energy Policy Review 20. KEN (2006), and its 2014 revision, provide overall policy guidance for the energy sector. A plethora of laws, master plans, and sub-sector policy statement and roadmaps also are prepared periodically by entities responsible for each of the subsectors. For example, PLN prepares its RUPTL, which is then used to support the preparation of the National General Plan for Electricity (Rencana Umum Keternagalistrikan Nasional) or RUKN. The country’s National Energy Conservation Master Plan (Rencana Induk Konservasi Energi Nasional, RIKEN) serves as the overall master document for energy efficiency efforts. A persistent issue with all these policies and strategy documents is that
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
13
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2020, akan sulit tanpa usaha yang lebih terintegrasi dan kuat, serta pedoman investasi yang lebih jelas.
14
Peninjauan Kembali Kebijakan Energi 20. KEN (2006), dan revisinya pada tahun 2014, memberi pedoman menyeluruh untuk kebijakan sektor energi. Di samping itu, masih terdapat banyak peraturan, seperti undang-undang, rencana induk, dan kebijakan, yang dikeluarkan para pemangku kepentingan dari masingmasing sub-sektor. Contohnya, PLN menyiapkan RUPTL yang dipakai untuk mendukung persiapan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional, atau RUKN. Rencana Induk Konservasi Energi Nasional, atau RIKEN, merupakan dokumen utama untuk usaha efisiensi energi. Persoalannya adalah dokumen ini tidak disusun atas dasar analisa data lapangan (bottomup) yang luas, atau skenario yang realistis, atau analisa untuk menentukan tujuan. Upaya menyiapkan rencana yang berbasis data, seperti usaha menyiapkan rencana induk gas untuk seluruh kawasan Indonesia, menjadi tidak bisa dilakukan karena kurangnya data dan statistik yang kredibel. 21. Lebih dari itu, sasaran dan indikator kinerja (Key Performance Indicators, KPIs) dari kebijakan dan strategi tidak selalu harmonis; sehingga menghalangi pelaksanaan kebijakan dan undangundang yang mengakibatkan tidak tercapainya yang dituju. Subsidi Energi 22. Dampak dari besar subsidi sebagaimana tercantum dalam banyak dokumen, harus diakui merupakan beban yang berat bagi anggaran negara. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) menutupi kesenjangan antara harga impor dan
they are often not based on bottomup extensive data analysis or realistic scenario or goal-setting analysis. Even when planners embark on preparing a more data-intensive planning exercise, such as the recent effort to prepare a gas master plan for the country, the lack of data and third-party verified statistics appear to be insurmountable. 21. Moreover, targets and Performance Indicators (KPIs) of related policies and strategies may not always be aligned, thus hampering the effective implementation of policies or regulations, and causing desired outputs and outcomes to remain out of reach. Energy Subsidies 22. The impacts of prevailing subsidies, widely recognized as a major burden to Indonesia’s state budget, are well documented.5 Fuel subsidies, covering the difference between container price and the estimated “market” price; and kerosene and LPG subsidies for household use, form the largest group of subsidies, followed by electricity and fertilizer subsidies. Energy subsidies and accompanying price distortions have weakened fiscal balance, incentivized consumers towards energy-intensive behavior, and distorted incentives for investment. The cost of funding energy subsidies in Indonesia inevitably crowds out other uses of public revenues, notably infrastructure investment. In 2014, government spending on fuel subsidies was budgeted at IDR 285 trillion, while the electricity subsidy allocation was about IDR 107 trillion. This represented more than 17% of the total annual state budget. The current draft budget indicates that the subsidies may be reduced in 2015 with IDR 198 Trillion for fuel and IDR 69 Trillion for power.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
harga “pasar”. Subsidi BBM dan LPG untuk rumah tangga merupakan kategori subsidi yang terbesar, diikuti oleh subsidi listrik dan subsidi pupuk. Subsidi energi ini mengakibatkan distorsi harga sehingga melemahkan keseimbangan fiskal, dan menimbulkan pemborosan di kalangan masyarakat, serta mengurangi insentif untuk investasi. Beban subsidi di Indonesia mengakibatkan negara untuk kesulitan memanfaatkan dana pemerintah untuk investasi di bidang prasarana. Pada tahun 2014, pengeluaran untuk subsidi dianggarkan sebanyak Rp. 285 trilyun (17% dari seluruh anggaran negara), sementara subsidi untuk listrik sendiri mencapai RP. 107 trilyun. Ada kemungkinan subsidi energi akan diperkecil pada anggaran tahun 2015, dengan menurunkan subsidi BBM sebanyak RP. 198 trilyun, dan listrik sebanyak Rp. 69 trilyun. 23. Pemerintah sudah mulai mengambil langkah yang tegas untuk memperbaiki keadaan ini. Pada bulan Juni 2013, setelah tertunda berbulan-bulan, pemerintah mengumumkan kenaikan harga premium sebesar 44%, dan harga solar sebesar 22%. Dampak peningkatan harga terhadap orang miskin diringankan melalui program-program bantuan tunai agar reaksi masyarakat tidak terlalu keras. Pemerintah juga sudah menaikan tarif listrik pada 2013. Meskipun demikian, kecenderungan harga BBM dunia, dan kebutuhan domestik BBM, yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan peningkatan impor, tetap jadi tantangan pemerintah dalam usaha menurunkan tingkat subsidi. Penghematan Energi 24. Ketersediaan subsidi energi dalam skala besar telah membuat ekonomi Indonesia boros energi. Tingkat elatisitas energi Indonesia mencapai
23. The government has begun to take strong, corrective measures regarding subsidies. In June 2013, after months of delay, GOI announced a steep 44% increase in the price of gasoline and a 22% increase for diesel. The price rise impact on the poor was offset through cash transfer programs to moderate public response to the increase. The government also increased PLN’s electricity tariffs to consumers in mid2014 by between 8% to 16% depending on the sector. Increased global prices for fuels, and runaway demand leading to a higher demand for imports, continue to challenge the government’s efforts to lower the overall level of subsidies. Energy Efficiency 24. The provision of large-scale energy subsidies has meant that the Indonesian economy is relatively energy inefficient. The energy elasticity of the Indonesian economy is about 1.6. In comparison, Thailand and Singapore have elasticity of 1.4 and 1.1 respectively, and Japan and the U.S. register 0.95 and 0.8. GOI’s targets include the achievement of an energy elasticity of less than 1 and realizing savings of 17% from Business As Usual (BAU) energy consumption projections by 2020. 25. The largest energy conservation targets are set for the transportation sector, followed by industry and households. Removing fossil fuel subsidies is a step in the right direction towards achieving transport energy efficiency, in addition to the development of projects such as the Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) system. The government is also in the process of developing minimum efficiency performance standards and related labeling programs for key household appliances, and announcing an energy efficiency
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
15
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
1.6. Bila dibandingkan, Thailand dan Singapura masing-masing memiliki elastisitas 1.4 dan 1.1, serta Jepang dan AS tercatat sebesar 0.95 dan 0.8. Untuk tahun 2020 elastisitas energi ditargetkan kurang dari 1.0 dan menghemat 17% dari konsumsi energi pada 2020, akan sulit dicapai pemerintah bila tidak ada perubahan dari kinerja Business As Usual (BAU). 25. Konsumsi terbesar energi adalah sektor transportasi, di ikuti oleh sektor industri dan rumah tangga. Menghapus subsidi BBM, ditambah dengan proyek-proyek angkutan umum seperti sistem Jakarta Mass Rapid Transit (MRT), adalah langkah efektif untuk mencapai penghematan energi. Pemerintah juga sedang mengembangkan sistim standar kinerja minimum dan program pemasangan label hemat energi pada alat-alat kebutuhan rumah tangga, serta standarisasi efisiensi pengunaan energi dalam gedung-gedung. Meskipun demikian, sasaran efisiensi ini tak akan tercapai tanpa usaha yang terintegrasi dalam skala nasional, termasuk standarisasi, inisiatif kebijakan, perundang-undangan, program-program sosialisasi, pengawasan dan penegakan hukum, serta program-program pendanaan dan pelaksanaannya.
16
Perubahan Iklim dan Dampak Lingkungan 26. Perubahan pada sektor kehutanan dan alih fungsi lahan merupakan pemicu terbesar gas rumah kaca (GRK) Indonesia; dan pada tahun-tahun yang mendatang, sektor energi juga akan mengambil porsi yang cukup besar. Skema penurunan GRK pemerintah Indonesia, atau Rencana Aksi Nasional (RAN-GRK) dimaksudkan untuk mengurangi emisi CO2 sebanyak 26% dibanding perkiraan BAU untuk tahun
building code. Nonetheless, targets cannot be met without an integrated national effort involving standards, policy incentives, regulatory measures, awareness programs, monitoring and enforcement, and coordinated financing/implementation programs. Climate Change and Environmental Impacts 26. While forestry and land use changes are currently the dominant contributors to Indonesia’s greenhouse gas (GHG) emissions; in the coming years, the energy sector is expected to account for a significant portion. GOI’s national Green House Gases (GHG) reduction schemeor the National Action Plan for Green House Gases (RAN-GRK) aims to reduce CO2 emissions by 26% compared to estimated BAU emissions by 2020. The RAN-GRK is to be supported by a series of region-specific and sub-sector specific emission plans called RAD-GRK. Ongoing preparations of these plans have been delayed. Meanwhile, GOI has been putting into place emission reduction measures on an ad-hoc basis in each subsector, such as requiring large coal plants on Java and possibly Sumatra to deploy efficient boiler technologies, and putting in place incentives for small, fuel-efficient cars. 27. The government is also in the process of developing and registering a set of Nationally Approved Mitigation Actions (NAMAs) in consultation with UNFCCC, including for sustainable urban transport, renewable energy generation, cement industry emission reductions, and solid waste management. To finance the implementation of these NAMAs, GOI has set up the Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), which is
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
2020. RAN-GRK akan didukung oleh beberapa rencana pengurangan emisi secara spesifik untuk daerah-daerah dan sektor-sektor tertentu. Namun, persiapan rencana ini tertunda. Sementara itu, pemerintah Indonesia sudah mulai menerapkan peraturan yang spesifik untuk mengurangi emisi pada sub-sektor seperti mewajibkan pengunaan teknologi boiler yang efisien pada PLTU batu bara di Jawa dan kemungkinan juga di Sumatera, dan memberikan insentif bagi kendaraan kecil hemat bahan bakar. 27. Pemerintah juga sudah mulai menyiapkan tindakan Nationally Approved Mitigation Actions (NAMAs) bersama UNFCCC, termasuk transportasi perkotaan yang berkesinambungan, pengurangan emisi industri semen, dan pengelolaan sampah rendah emisi. Untuk membiayai pelaksanaan program NAMA ini, permerintah Indonesian telah menyiapkan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), yang bertujuan menarik investasi terkait iklim dari lembaga pembangunan internasional, pendanaan bilateral dan investor-investor lain. 28. Meskipun ada kemajuan dalam perencanaan dan penetapkan sasaran, pemerintah masih menghadapi tantangan dalam mencapai keseimbangan antara sasaran pertumbuhan ekonomi serta infrastruktur dengan sasaran pengurangan emisi dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, adanya konflik kebijakan yang mendasar seperti kebijakan perlindungan hutan yang menghalangi perkembangan dari sumber daya energi yang lebih bersih, termasuk panas bumi dan tenaga air harus ditanggulangi secara efektif. Ditambah lagi adanya persoalan
intended to attract climate investments from international development institutions, bilateral funding sources, and other investors. 28. Despite progress in overall goal setting and planning, GOI will find it very difficult to balance its economic and infrastructure growth targets with emission reduction targets over the next few years. Further, inherent policy conflicts, such as an emphasis on forest protection causing roadblocks for the development of cleaner energy sources, including geothermal and hydropower, would need to be addressed effectively. In addition, expensive and technically challenging Carbon Capture and Storage (CCS) measures6 would be required to counter the country’s planned expansion in fossil fuel-based power generation and increased natural gas production. Overall, the country has been lagging behind in achieving its GHG emissions reductions target since 2013. Energy Sector Institutional Setup 29. The Indonesian energy sector institutional context is generally regarded as complex; consisting of MEMR, with its various departments and institutions responsible for regulatory oversight, such as SKK Migas (upstream oil and gas sector) and BPH Migas (downstream oil and gas sector), and state-owned companies (SOEs) such as PT Pertamina, PT PLN and PT PGN. The SOEs and their subsidiaries are managed and regulated by the Ministry of State Enterprises. Other significant stakeholders are the Ministry of Finance (GOI’s budget allocations, and public service obligations or subsidy payments), BAPPENAS (GOI’s central planning agency), and local
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
17
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
penyerapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage, CCS) yang mahal dan memberikan tantangan teknis yang cukup berat maka akan dibutuhkan tindakan mengatasi dampak dari rencana perluasan pemakaian bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik serta meningkatnya produksi gas. Secara umum, sejak tahun 2013, Indonesia tertinggal dalam hal mencapai sasaran emisi RAN-GRK.
18
Kerangka Kelembagaan Sektor Energi 29. Kerangka kelembagaan sektor energi cukup rumit; terdiri dari Kementerian ESDM, dengan satuan kerja dan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab mengawasi penegakan aturan, seperti SKK Migas (sektor hulu migas) dan BPH Migas (sektor hilir migas), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PT Pertamina, PT PLN and PT PGN. BUMN serta anak perusahaannya dikelola dan diatur oleh Kementerian BUMN. Pemangku kepentingan lain adalah Kementerian Keuangan (alokasi anggaran, obligasi pelayanan umum atau pembayaran subsidi), BAPPENAS (lembaga perencanaan pemerintah pusat), dan pemerintah daerah (sebagian pelelangan proyek dan perizinan). Kerangka kelembagaan yang kompleks ini juga meliputi proses pembuatan kebijakan, serta persetujuan dan perizinan. Sejak desentralisasi, pemerintah daerah menguasai sumber energi dan memiliki hak pengeluaran izin pembangunan prasarana. Oleh karena itu kerjasama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat diperlukan untuk mencegah keterlambatan pelaksanaan proyek, seperti yang banyak terjadi pada beberapa proyek pembangkit tenaga listrik di seluruh Indonesia.
governments (some tendering and licensing activities). This complex institutional framework covers the policymaking process, as well as the obtaining of regulatory permits and clearances. Since decentralization, it has become imperative that central government agencies and local governments, which are now effectively in charge of energy resources and the issuance of permits for infrastructure projects, coordinate effectively to prevent the stalling of project, as has occurred in the case of several large and small power generation projects across the country. The Role of the Private Sector 30. The private sector has been an important part of Indonesia’s energy sector over the last two decades, with high levels of participation in mainly upstream oil and gas sectors, as well as in power generation, in which IPPs operate nearly 18% of the country’s power generation capacity. Nevertheless, uncertainties relating to Project Sharing Contracts (PSCs) in upstream oil and gas sectors have affected the confidence of private sector investors, as evidenced by Total’s review of its proposed investments to expand the capacity of its Mahakam gas block. In addition, oil subsidies and low gas prices for DMOs have limited private sector participation in downstream oil and gas sectors, although recent moves by the government to reduce oil subsidies might attract some attention from private sector oil retailers. 31. Recent clarity and incentives from the government for mine-mouth power plants and geothermal power development have increased private sector interest. Nevertheless, land acquisition and permitting procedure
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Peran Sektor Swasta 30. Sektor swasta telah menjadi bagian penting dari sektor energi di Indonesia selama dua dekade terakhir; dengan tingkat partisipasi, terutama pada sektor-sektor minyak dan gas, serta pembangkit listrik, dimana IPP menguasai hampir 18% dari kapasitas pembangkit listrik di Indonesia. Meskipun demikian, ketidakpastian terkait kontrak kerjasama bagi hasil produksi (Production Sharing Contract, PSC) pada sektor-sektor hulu migas telah melemahkan kepercayaan para investor sektor swasta, seperti terlihat pada peninjauan kembali oleh Total terhadap rencana investasinya untuk memperluas kapasitas blok gas Mahakam. Selain itu, subsidi BBM dan harga gas domestik yang rendah yang ditentukan Domestic Market Obligation (DMO) telah membatasi tingkat partisipasi swasta dalam sektor hilir migas. Tindakan pengurangan subsidi migas diharap dapat perhatian dari sektor retail swasta. 31. Arahan yang jelas dan insentif Pemerintah untuk pembangkit listrik mulut tambang dan pengembangan tenaga panas bumi telah menarik perhatian swasta. Namun demikian, masih dijumpai beberapa pengadaan lahan dan proses perizinan, seperti yang dialami pembangkit tenaga listrik batu bara KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) di Jawa Tengah (2x1.000 MW). Pengumuman daftar negatif investasi, yang membatasi investasi asing langsung (foreign direct investment, FDI) menjadi 49% untuk pembangkit listrik air mini dengan kapasitas kurang dari 10 MW, telah menghambat investasi asing pada sektor tenaga air. Oleh karena itu, disarankan Pemerintah Indonesia meninjau kembali daftar negatif investasi, serta menghilangkan hambatan investasi swasta.
hurdles, such as those experienced by the country’s flagship Public Private Partnership (PPP) ultra-supercritical 2x1,000 MW coal power plant in Central Java, are countering these positive developments. The recent investment negative list announcement, which capped foreign direct investment (FDI) in mini-hydro power plants of capacity less than 10 MW to 49%, also has discouraged foreign investment in the mini hydropower sector. Hence, the government needs to re-visit the negative list provisions, while clearing the existing hurdles, to increase private sector participation. Creating a Sustainable Energy System for Indonesia: Challenges and Solutions Stabilization of Sector through Incremental Reforms 32. A pragmatic approach to energy sector is required through which the sector can be stabilized through incremental reforms during the upcoming RPJMN 2015-2019 period, and the targeting of major sector overhaul and rapid expansion for RPJMN 2020-2025. This means targeting (i) fast-tracking implementation of large and strategic projects that are either making slow progress or have been stalled, (ii) clearing regulatory and implementation bottlenecks that impede public and private sector investments, (iii) rationalizing energy pricing to reflect market realities, (iv) speeding up essential policy reforms, and (v) increasing efficiency and capacity of government implementing agencies during the RPJMN 20152019 period. 33. The figure below highlights the key challenges faced by the sector as
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
19
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Mendirikan Sistem Energi yang Berkesinambungan untuk Indonesia: Tantangan dan Solusi Stabilisasi Sektor melalui Reformasi Bertahap 32. Pendekatan pragmatis terhadap sektor energi dibutuhkan untuk menyeimbangkan sektor melalui reformasi bertahap dalam periode RPJMN 2015-2019, serta menyasar perombakan sektor secara seluruhan dan pengembangan yang lebih cepat pada RPJMN 2020-2025. Ini berarti menargetkan (i) percepatan pelaksanaan proyek strategis besar dengan progres yang lamban atau terhambat, (ii) menghilangkan hambatan regulasi dan implementasi investasi pemerintah dan swasta, (iii) rasionalisasi harga energi agar mencerminkan realitas pasar, (iv) percepatan perubahan kebijakankebijakan utama, dan (v) meningkatkan efisiensi dan kapasitas lembaga pemerintah selama periode RPJMN 2015-2019. 33. Gambar dibawah menunjukan tantangan utama yang dihadapi sektor energi sebagaimana dijelaskan diatas dan memberi garis besar prioritas yang memerlukan intervensi dan langkah-langkah bertahap untuk setiap intervensi dimaksud. 20
Diversifikasi dan Peningkatan Persediaan Energi Fosil 34. Pemerintah Indonesia sebaiknya melakukan analisa cekungan di daerah agar menemukan cadangan Yet-toFind (YTF) untuk eksplorasi perusahaan migas. Hal ini harus melibatkan lembaga penelitian seperti Badan Geologi. Produksi pada sumur migas harus ditingkatkan melalui Enhanced
summarized above, and outlines priority areas for government intervention and specific steps within each intervention area. Diversify and Expand Supply of Fossil Energy 34. GOI should carry out regional basin analysis, and seek to identify Yet-to-Find (YTF) reserves for further exploration by oil and gas companies. This would involve strengthening existing specialized research institutions such as the Geological Agency. Production in existing oil and gas wells should also be increased through the application of EOR. Increasing extraction of gas from high CO2 gas fields should also be encouraged. The government also could promote Coal Bed Methane (CBM) and shale gas development through regulatory reform and technology deployment. Shale gas development in Indonesia may require higher investment cost than in the U.S. due to geological constraints, although precise cost conditions in Indonesia have not yet been determined. 35. Reforms to the existing PSC allocation and extension mechanism should be made an urgent priority for RPJMN 2015-2019. Currently, a large portion of the gas supplied from new developments (approximately 50% or more) is exported, while there is a need to increase the share of gas allocated for the domestic market. A solution is required that will address increased domestic demand, but avoid deterring necessary investment. Reference pricing would help the transition to more attractive domestic prices relative to export options. 36. Value–addition in coal utilization and improving transportation infrastructure for conveying coal to markets are
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Oil Recovery (EOR). Peningkatan ekstraksi gas dari lahan gas yang kaya CO2 sebaiknya didorong. Pemerintah juga dapat mendukung dan mendorong pemafaatan Gas Metana Batu Bara (Coal
TANTANGAN CHALLENGES Mengatasi Kekurangan Cadangan Energi Primer Resolving Primary Energy Supply Constraints Memperluas Infrastruktur Energi Hilir Expanding Downstream Energy Infrastructure Meningkatkan Akses Energi Pada Pedesaan Dan Daerah Terpencil Scaling up Energy Access in Rural and Remote Areas Investasi untuk Energi Efisiensi Investing in Energy Eficiency Menggerakkan Pasar Energi yang Dinamis Enabling Dynamic Energy Markets
urgent tasks. One high priority coal sector solution would be providing further incentives to encourage the development and deployment of mine-mouth power plants that
HAMBATAN LINTAS SEKTOR UTAMA: UNDERLYING CROSS CUTTING CONSTRAINTS: • Kerangka Kebijakan dan Peraturan yang Kondusif Conducive Policy and Regulatory Framework • Koordinasi dan Kapasitas Kelembagaan Institutional Capacities and Coordination • Perencanaan Keuangan yang Terdiversifikasi dan Komprehensif Diversified and Comprehensive Financial Planning • Penyelarasan Perencanaan dan Pengawasan Kinerja Sektor Energi Streamline Energy Sector Planning and Performance Monitoring • Memperdalam Kemampuan Pelaksanaan Deepen Implementation Capabilities • Meningkatkan Efektivitas Tindakan Pelestarian Lingkungan Hidup Increase Effectiveness of Environmental Sustainability Measures
AREA PRIORITAS PRIORITY AREAS Diversifikasi dan perluasan cadangan energi fossil Diversify and expand supply of fossil fuel energy Meningkatkan pengembangan energi terbarukan Scale up renewable energy development
Solusi Solutions
Meningkatkan infrastruktur energi hilir Expand downstream energy infrastructure Meningkatkan akses untuk energi Scale-up energy access Berinvestasi dalam tindakan efisiensi energi Invest in energy efficiency measures Memperbaiki efektivitas BUMN untuk dan membina partisipasi swasta Improve effectiveness of SOEs and foster private sector participation
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
RANGKUMAN SUMMARY
RPJMN 2015-2019
AREA PRIORITAS PRIORITY AREAS
ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN POLICY DIRECTION AND DEVELOPMENT STRATEGY
RENCANA AKSI DENGAN KPIs ACTION PLAN WITH KPIS
KEBUTUHAN PENDANAAN FUNDING REQUIREMENTS
21
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
22
Bed Methane, CBM) dan shale gas melalui reformasi perundang-undangan dan pemakaian teknologi. Ada kemungkinan bahwa pengembangan shale gas di Indonesia akan membutuhkan investasi lebih besar dari pada di Amerika Serikat dikarenakan hambatan-hambatan geologis; meskipun perhitungan yang tepat tentang biaya di Indonesia belum diperoleh. 35. Reformasi terhadap alokasi PSC yang ada dan mekanisme perpanjangan harus dijadikan prioritas dalam RPJMN 2015-2019. Pada saat ini, porsi besar dari pasokan gas (sekitar 50%), yang berasal dari pengembangan baru, diekspor; sementara Indonesia memerlukan lebih banyak gas untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Pemerintah Indonesia sebaiknya mencari solusi yang dapat mengatasi peningkatan kebutuhan gas dalam negeri tanpa menghalangi investasi yang dibutuhkan. Penggunaan perbandingan harga (reference pricing) dapat memperlancar proses transisi sehingga harga domestik menjadi lebih menarik dibanding harga ekspor. 36. Tugas pemerintah lainnya yang mendesak adalah meningkatkan nilai tambah pemakaian batu bara dan perbaikan prasarana transportasi untuk mengangkut batu bara ke pasar. Salah satu solusi yang sebaiknya diprioritaskan untuk memecahkan persoalan sektor batu bara adalah dengan membangun PLTU yang memakai batu bara kalori rendah di dekat mulut tambang di Sumatera. Beberapa solusi lainnya utuk menjamin pasokan batu bara yang lancar ke pasar dalam negeri adalah pengembangan dan perluasan pelabuhan batu bara, penyimpanan cadangan batu bara, meningkatkan kapasitas pembauran batu bara, pengembangan sistim
use low-calorie lignite in Sumatra. Another solution would be major steps toward ensuring a smooth supply of coal to the domestic market through development and expansion of coal ports, stockpiling, enhancement of coal mixing capacity, development of an integrated coal transportation system from mine site to mine centers, and improvement of the security and reliability of the coal haulage fleet. Scale Up Renewable Energy Development 37. Despite recent encouraging developments in the geothermal sector, such as the avoided costs based tariff ceiling and proposed reforms to the tendering mechanism, the current government target of achieving 6,000 MW capacity by 2020 and 9,500 MW by 2025 will be difficult to achieve and should be adjusted to a more reasonable figure. Geothermal projects need 2-4 years of exploration and feasibility study, and approximately another 3-4 years of construction, assuming all bottlenecks are resolved. There are very few projects in the current pipeline that can achieve COD by 2025. In the near– term, the government should focus on operationalizing the Geothermal Fund, reforming the tender process, debottlenecking existing Geothermal Power Development Areas (Wilayah Kerja Panas Bumi, WKP), and continuing to seek access to concessional funds from global sources for supporting brownfield development that is the responsibility of the SOEs. 38. PLN should immediately accelerate the development of identified large hydropower projects, such as Karama and the Sumatra Pump storage project, while seeking to develop a pipeline of projects from within the National Hydropower Master Plan. Additionally,
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
transportasi batu bara yang terintegrasi dari tempat penambangan sampai ke tempat tujuan, dan pengetatan pengamanan dan peningkatan kelancaran pengangkutan oleh armada kapal batu bara. Peningkatan Pengembangan Energi Terbarukan 37. Meskipun ada perkembangan positif pada sektor panas bumi, seperti pagu avoided costs based tarif dan reformasi yang diusulkan untuk mekanisme pelelangan, sasaran pemerintah untuk mencapai kapasitas 6.000 MW pada tahun 2020 dan 9.500 MW pada tahun 2025 akan sulit dicapai dan sebaiknya dikurangi ke tingkat yang lebih tepat. Proyek panas bumi membutuhkan waktu 2-4 tahun untuk eksplorasi dan studi kelayakan, serta 3-4 tahun lagi untuk pembangunan, dengan asumsi dapat mengatasi hambatan. Ada beberapa proyek yang sedang berjalan yang dapat mencapai COD di tahun 2025. Dalam jangka waktu dekat, pemerintah sebaiknya fokus pada operasionalisasi Dana Panas Bumi, melakukan reformasi pada proses pelelangan, menghilangkan hambatan dalam Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), dan melanjutkan pencarian akses ke dana murah (concessional fund) dari sumber global untuk mendukung pengembangan brownfield yang merupakan tanggungjawab BUMN. 38. PLN agar segera mempercepat pengembangan proyek-proyek PLTA, seperti Karama, dan juga proyek Sumatera Pump Storage, serta menyiapkan daftar proyek dalam National Hydropower Master Plan. Juga, analisa objektif mengenai kelayakan pemanfaatan sumber daya air menjadi pembangkit listrik. Selanjutnya, diperlukan
an objective analysis of the feasibility of converting existing multipurpose dams into power projects is advisable. Furthermore, it will be necessary to integrate energy requirements with river basin management to utilize Indonesia’s estimated hydropower capacity of 75,000 MW. In addition, GOI should improve coordination among local governments7, MEMR, and PLN in order to facilitate small hydropower development. GOI should also reconsider the recent negative investment list update, which restricts Foreign Direct Investment (FDI) in small hydro projects. 39. In the case of solar energy, the government should review the solar PV minigrids tendering process and improve efficacy, perhaps through bundling. The feasibility of IPP-led conversion of PLN’s existing diesel grids to solar PV-diesel hybrids also should be evaluated. As well, GOI should roll out a solar PV rooftop program to address urban day-time loads in combination with smart metering and optimizing distribution. Wind and Waste-to-Energy (WTE) projects also require support through appropriate tariff incentives for the former, and incentives for more effective local government support for the latter. Expanding Infrastructure
Downstream
Energy
Expand Oil Storage, Refinery, and Distribution Networks 40. Indicative estimates suggest that Indonesia must invest approximately US$ 35.86 billion by 2025 to realize a reasonable degree of downstream energy security (30 days of operational reserves and 30 days of emergency
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
23
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
pengintegrasian kebutuhan energi dengan pengelolaan kawasan sungai agar kapasitas tenaga air sekitar 75.000 MW dapat dimanfaatkan. Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi antar pemerintah daerah, Kementerian ESDM dan PLN agar mempercepat pengembangan PLTA skala kecil dan meninjau kembali daftar negative-list yang menghalangi investasi asing pada proyek-proyek PLTA berskala kecil. 39. Pada sektor tenaga surya, atau solar power, sebaiknya pemerintah meninjau kembali proses pelelangan proyek jaringan surya mini, dan meningkatkan efektifitasnya melalui pengelompokan. Kelayakan konversi jaringan pembangkit listrik diesel PLN menjadi IPP hibrid sel suryadiesel juga perlu dipertimbangkan. Selain itu, pemerintah sebaiknya mengadakan program atap surya untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik pada siang hari, serta metering pintar (smart metering) dan mengoptimalkan distribusi. Proyek-proyek tenaga angin dan Waste-to-Energy (WTE) juga perlu dukungan pemerintah pusat melalui insentif tarif yang sesuai untuk proyek jenis yang pertama, sedangkan proyek jenis yang kedua perlu insentif yang lebih memadai untuk mendorong dukungan dari Pemerintah Daerah setempat. 24
Perluasan Prasarana Energi Hilir Memperluas Penyimpanan Minyak, Infrastruktur Kilang, dan Jaringan Distribusi 40. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$ 35,86 milyar hingga 2025 untuk pengadaan cadangan guna menjamin tersedianya energi (cadangan sebanyak 30 hari
buffer reserves), plus an additional US$ 46.14 billion by 2025 to address other downstream infrastructure shortfalls. This level of expenditure equates to US$ 7.6 billion per annum up to 2025, which is more than 10 times the amount invested in 2012 (US$ 0.75 billion). To face this challenge, GOI could explore the less expensive “forward placement model” whereby offshore fuel suppliers and traders would be required to store products on Indonesian shores at their expense, rather than offshore, 30 days in advance. Measures to ensure national fuel and LPG supplies and reduce dependence on imports include revamping existing oil refineries and CNG processing plants to increase capacity and meet international fuel standards, providing incentives for upgrading of oil and LPG refineries, and the construction of depot, storage and stockpiling facilities for crude oil, fuel and LPG in order to improve services in remote areas, as well as improving the operational reserve and buffer capacity. Utilize CNG for Transportation 41. Increasing use of CNG for transportation in Indonesia requires the development of a clear and solid CNG policy covering its usage for transportation and supported by clear environmental and fiscal considerations. Conversion from oil to gas should start in regions close to production sources; ideally within 100 km of supply. Additionally, the government should provide clear upfront incentives, primarily in the form of tax incentives, for CNG-based transportation. Initiation of short-term programs for accelerating conversion from gasoline to CNG would be most plausible for public transportation, for example CNG-powered bajajs and buses.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
operasional dan cadangan darurat 30 hari), ditambah US$ 46,14 milyar di tahun 2025 untuk membangun prasarana hilir yang dibutuhkan. Hal ini berarti kebutuhan dana sebesar US$ 7,6 milyar per tahun sampai dengan tahun 2025 atau sepuluh kali lebih banyak dari jumlah investasi yang tersedia pada tahun 2012 sebesar US$ 0,75 milyar. Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah dapat mempertimbangkan penerapan “forward placement model”, dimana pemasok dan pedagang minyak diharuskan menyimpan 30 hari cadangan mereka di Indonesia atas biaya mereka sendiri, daripada menyimpannya di luar negeri. Diperlukan juga langkah untuk menjamin tersedianya cadangan BBM dan LPG, serta mengurangi ketergantungan pada impor. Langkahlangkah ini termasuk memperbaiki kilang-kilang minyak dan pabrik LPG agar meningkatkan kapasitas produksi dan mencapai standar kualitas BBM. Untuk itu dibutuhkan insentif untuk mendorong perbaikan kilang-kilang itu, sekaligus membangun fasilitas penyimpanan minyak mentah, BBM dan LPG untuk memperbaiki pasokan dan pelayanan di tempat terpencil, serta memperkuat cadangan operasional dan kapasitas cadangan, termasuk untuk situasi daurat. Penggunaan CNG untuk Transportasi 41. Peningkatan pemakaian CNG untuk transportasi di Indonesia membutuhkan kebijakan yang jelas dan mencakup pemanfaatan untuk transportasi, pertimbangan aspek lingkungan dan komersial. Konversi dari minyak ke gas sebaiknya dilakukan di daerah dekat tempat sumber produksi yang berjarak tidak lebih dari 100 km. Di samping
Develop Small-Scale LNG 42. The long distances between production areas and final small markets in Eastern Indonesia can be addressed most effectively through developing small-scale LNG infrastructure to accommodate small LNG vessels. These would be primarily equipped for coastal shipping and containerized barges, with a capacity of 5 to 30 million standard cubic feet per day (MMSCFD), that can cover the distance between islands. Once on land, LNG is transferred to specialized trucks and distributed to nearby power plants. A 2011 study by PLN8 has shown that small scale LNG shipping routes, such as those connecting Bontang’s LNG sites to gas-fired power plants in South Sulawesi, or Donggi to Bitung, minimize travel time and cost. Strengthen Transmission and Distribution Network 43. Numerous large PLN transmission projects have been delayed due to land acquisition and funding problems. Additionally, the different systems and manufacturer standards adopted in the past cause incompatibility across regions, which hinders development of an interconnected transmission system. Nevertheless, PLN and the government should focus on fasttracking planned and ongoing projects, such as backbone transmission networks for Java and Sumatra, and inter-island interconnection lines, such as the planned Java-Sumatra HVDC line. Besides, the government needs to fast-track transmission line projects between Malaysia’s Sarawak and West Kalimantan and Peninsular Malaysia and South Sumatra. Kalimantan is currently the third biggest power demand center in Indonesia after Java-
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
25
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
itu, pemerintah perlu menyediakan insentif dari awal, terutama yang terkait pajak. Di awal, fokus konversi bensin menjadi CNG lebih praktis diarahkan pada transportasi umum seperti bajaj dan bis kota. Pengembangan LNG Skala Kecil 42. Jauhnya jarak antara lokasi produksi dan pasar (kecil) di Indonesia Timur dapat diatasi melalui pengembangan LNG skala kecil yang dilengkapi prasarana pelabuhan untuk transportasi LNG dengan menggunakan kapal LNG kecil. Fungsi utama pelabuhan ini melayani pengangkutan LNG, terutama dengan containerized barges, dengan kapasitas 5-30 juta MMSCFD, yang mampu melayani pulau-pulau. Setibanya di darat, LNG dimuat dalam truk-truk khusus dan diantar ke pembangkit listrik terdekat. Penelitian PLN pada tahun 2011 menunjukan bahwa jalur perkapalan, seperti yang menghubungkan lokasi LNG Bontang dan pembangkit tenaga listrik gas di Sulawesi Selatan, atau Donggi dan Bitung, dapat menekan biaya dan waktu.
26
Memperkuat Jaringan Transmisi dan Distribusi 43. Banyak proyek transmisi besar PLN terlambat karena hambatan pengadaan lahan dan masalah dana. Ditambah lagi dengan perbedaan sistem dan standar produksi, yang diterapkan sebelumnya di daerah-daerah yang berbeda, menghambat terciptanya interkoneksi sistim transmisi. Meskipun demikian, PLN dan pemerintah sebaiknya fokus pada percepatan proyek yang sedang berjalan atau dalam fase perencanaan, seperti jaringan transmisi untuk Jawa dan Sumatera, serta transmisi
Bali and Sumatra, and its power demand is growing rapidly. PLN’s transmission grid approach in Kalimantan should move away from building isolated grids to developing a backbone transmission network across the load centers of East and South Kalimantan and extending it up to North and North Western Kalimantan. This will also encourage exploitation of hydropower potential in North Kalimantan. Scaling up Energy Access in Eastern Indonesia Consolidate Multiple Energy Access Programs in a Dedicated Agency 44. Meeting the country’s energy access and rural electrification target requires that the government move away from the current “many agencies and many approaches” paradigm to a single, comprehensive program that integrates least cost electrification planning with innovative business models, and financing, as well as coordination and implementation, that leverage the respective roles and strengths of the central and local governments, the public, and the private sector. The successful rural electrification process of China or Vietnam could provide a model for rapid electrification in Indonesia. In these cases, the creation of well-funded and wellmanaged programs succeeded in providing electricity to households and communities in remote areas using a combination of off-grid hydro, solar and wind. These programs were coordinated by central agencies, while teams of well-trained and qualified individuals were sent to remote areas.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
penghubung antar pulau, seperti proyek HVDC Jawa-Sumatera. Disamping itu, pemerintah perlu mempercepat proyek transmisi penghubung antara Sarawak di Malaysia dan Kalimantan Barat, serta Semenanjung Malaysia dan Sumatera Selatan. Pada saat ini, Kalimantan merupakan pusat kebutuhan tenaga listrik ketiga terbesar di Indonesia setelah Jawa-Bali and Sumatera; dan kebutuhan ini terus meningkat. Pendekatan sistem jaringan transmisi PLN di Kalimantan sebaiknya dirubah agar tak tergantung kepada jaringan kecil terpisah; menjadi jaringan terpusat sebagai tulang pungung seluruh jaringan yang melayani pusatpusat kebutuhan di Kalimantan Timur dan Selatan, dan juga Kalimantan Utara dan Barat Laut. Hal ini dapat mendorong eksploitasi potensi tenaga air di Kalimantan Utara. Meningkatkan Akses Energi di Indonesia Timur Mengkonsolidasikan Program-Program Akses Energi dalam Satu Lembaga Khusus 44. Pemenuhan sasaran akses energi dan elektrifikasi di daerah terpencil mendorong pemerintah menjauhi paradigma “banyak lembaga, banyak pendekatan”, dan menciptakan paradigma tunggal yang komprehensif yang dapat mengintegrasikan perencanaan elektrifikasi dengan biaya terendah melalui model bisnis inovatif, keuangan, serta koordinasi pelaksanaan. Semua ini dapat meningkatkan kekuatan dan peran Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta peran masyarakat dan swasta. Proses elektrifikasi yang berhasil di Cina dan Vietnam dapat dijadikan contoh untuk mempercepat
Investing in Energy Efficiency Formulate Energy Efficiency Action Plans 45. Indonesia’s energy efficiency (EE) targets, as defined in RUKEN, need to be translated into an integrated energy efficiency action plan that encompasses all energy consuming sectors. Key elements of GOI’s future strategy should be a comprehensive program of MEPs, labeling, awareness campaigns and capacity development programs. As well, intensive coordination is imperative among government institutions to empower local governments to implement energy efficiency plans, as well as to provide financing and incentives for the public and energy-intensive industries toward energy efficiency. However, the government appears to have slowed down in its resolve to set up an EE Fund, although Thailand’s success with this provides ample proof that these funds are instrumental in kick starting investments. Enabling Dynamic Energy Markets Improve the Effectiveness of SOEs 46. The liberalization of the Indonesian energy market, as stipulated in various policies and regulations, has not happened as expected. Pertamina continues to be the dominant player in both the upstream and down oil and gas sectors. Although Law 30/2009 on electricity ended PLN’s monopoly over the power sector, there have been no subsequent regulations to provide further elaboration or clarification of this partial liberalization. The large energy sector SOEs face the challenges of addressing the competing objectives of generating profits and fulfilling their
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
27
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
elektrifikasi di Indonesia. Keberhasilan Cina dan Vietnam dilandasi oleh program pendanaan dan pengelolaan yang memungkinkan masyarakat di daerah terpencil memperoleh tenaga listrik dari kombinasi pembangkit listrik tenaga air, surya dan angin secara terpisah. Program-program ini terkoordinasi oleh lembaga-lembaga pusat, sementara kelompok-kelompok ahli yang terlatih dengan baik dikirimkan ke daerah terpencil. Investasi untuk Penghematan Energi
28
Merumuskan Rencana Tindakan Penghematan Energi 45. Sasaran penghematan energi Indonesia, seperti dijelaskan dalam RIKEN, harus diterjemahkan menjadi rencana aksi penghematan energi yang integral yang meliputi semua sektor pengguna energi. Strategi energi Pemerintah Indonesia di masa depan sebaiknya didasarkan pada program komprehensif MEP, penanda, dan sosialisasi, serta program peningkatan kapasitas. Dibutuhkan koordinasi intensif antara lembaga pemerintah untuk memberdayakan pemerintah daerah agar dapat melaksanakan rencana penghematan energi. Juga dibutuhkan penyediaan dana dan insentif agar masyarakat dan industri-industri yang menggunakan banyak energi bisa lebih hemat. Saat ini, pemerintah lamban dalam mendirikan Dana Penghematan Energi, meskipun ada contoh keberhasilan Thailand yang dapat mempercepat dan meningkatkan minat investasi. Memberdayakan Pasar Energi yang Dinamis Memperbaiki Kinerja BUMN 46. Liberalisasi pasar energi Indonesia, seperti ditunjukan dalam banyak
public service roles, while struggling with limited capital raising capacity, the implementation of projects, and the ushering in of the latest technological innovations. The SOEs may need to be given the autonomy to differentiate between their business activities and “special assignments” as government-owned institutions. Moreover, the government might also consider moving away from the “costplus” framework for public service obligations to performance-based approaches wherein the SOEs have longer-term control over their cash flows, and are able to plan effectively. Foster Greater Private Sector Participation 47. Private companies should be given a level playing field to compete against state owned enterprises in which bidding procedures and parameters are clear and implemented transparently. A stable policy and a clear regulatory framework, including a firm incentive scheme will increase market confidence and attract more interest from the private sector. In turn, a competitive energy market is crucial to enhancing the competitiveness and service delivery of SOEs. Gas supply certainty also would help to convince the private sector to invest in the distribution networks and downstream facilities, especially if combined with the completion of Trans Java trunk line to create a huge opportunity to intensify gas use and reduce oil consumption. In the power sector, the government needs to provide certainty in the primary energy supply for coal and gas fired power plants, as well as ensure that newly announced favorable tariff regimes for geothermal, hydropower and other renewable energy resources can be implemented.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
kebijakan dan perundang-undangan, belum terealisasi. Pertamina masih berperan sebagai pemain utama pada hulu dan hilir sektor migas. Meskipun UU No. 30/2009 mengenai tenaga listrik telah menghentikan monopoli PLN dalam sektor pembangkitan tenaga listrik, sampai sekarang belum ada peraturan selanjutnya untuk memperinci dan menjelaskan langkah-langkah liberalisasi tersebut. BUMN besar sektor energi menghadapi tantangan bagaimana menyeimbangkan tugas dan tujuan mereka, yaitu menghasilkan laba dan juga melayani masyarakat, sambil berjuang meningkatkan kapasitas pendanaan, melaksananakan proyekproyek, dan memperkenalkan inovasi teknologi yang terbaru. BUMN sebaiknya diberikan otonomi dalam memisahkan aktivitas bisnis mereka dan mandat mereka sebagai instrumen pemerintah. Lebih dari itu, pemerintah mungkin perlu mengganti kerangka “cost-plus” untuk kewajiban pelayanan publik dengan pendekatan berbasis kinerja, dimana BUMN akan dapat mengatur cash flow mereka dalam jangka panjang, dan dapat menerapkan rencana dengan lebih efektif. Mendorong dan Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta 47. Perusahaan swasta sebaiknya diberi kesetaraan (level playing field) agar dapat bersaing dengan BUMN melalui proses lelang yang jelas dan transparan. Kebijakan yang konsisten dan kerangka peraturan yang jelas, serta skema insentif yang tegas, akan meningkatkan kepercayaan pasar dan meningkatkan minat dari sektor swasta. Terkait dengan ini, pasar energi yang kompetitif sangat penting dalam upaya meningkatkan daya saing dan pelayanan BUMN.
Addressing Cross Cutting Constraints Create Conducive Policy and Regulatory Framework 48. Gas pricing reform, including a proxy reference price with some exceptions; the appointment of a gas price aggregator; and a new gas tolling structure are urgently needed. Various existing power plant projects, such as those in Fast Track Program (FTP) 1 and 2, have been delayed due to various bottlenecks, including land acquisition and environmental permits. Currently, GOI is currently establishing the KPPIP (Committee for Acceleration of Priority Infrastructure Provision) to resolve these issues. Once established, KPPIP should debottleneck stalled power plant projects as a matter of priority. Stay the Course on Removing Fuel and Power Subsidies 49. Removing subsidies, and the distortions they create, is widely understood as the key to improving Indonesia’s energy system. Some progress has been made in reducing price distortions by decreasing subsidies for petrol, diesel, LPG and power, with price rises occurring in 2008, 2013 and 2014. Despite this subsidy reduction progress, the government should continue on this path to attain cost-reflective prices over the next 2-3 years, while also ensuring social protection measures are in place, so that poor households are not over-burdened with increased energy costs. Strengthen Institutional Capacities and Coordination 50. Good governance is a necessary requirement for investment in the energy sector. Strong and credible energy institutions, in both the public
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
29
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Kepastian pasokan gas juga dapat menyakinkan dan mendorong sektor swasta meningkatkan investasi dalam jaringan distribusi dan fasilitas hilir, terutama bila dikombinasikan dengan penyelesaian pipa gas Trans Jawa yang memberikan kesempatan besar untuk meningkatkan pemakaian gas dan menurunkan pemakaian BBM. Di sektor tenaga listrik, pemerintah perlu menjamin pasokan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik yang memakai batu bara dan gas. Pemerintah juga harus menjamin pelaksanaan peraturan-peraturan tarif baru tenaga panas bumi, tenaga air, dan sumber energi terbarukan.
30
Mengatasi Kendala Lintas Isu Menciptakan Kerangka Kebijakan dan Perundang-undangan yang Kondusif 48. Reformasi harga gas, termasuk proksi harga referensi dengan beberapa pengecualian, penunjukan agregator harga gas dan struktur biaya tol pipa gas yang baru sangat dibutuhkan. Berbagai proyek pembangkit tenaga listrik seperti yang tercantum dalam Proyek Fast Track 1 dan 2, terhalang karena hambatan seperti pembebasan lahan dan perizinan lingkungan. Saat ini, Pemerintah Indonesia telah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk mengatasi persoalanpersoalan tersebut. KPPIP harus menghilangkan hambatan pada proyek ini sebagai prioritas. Menuntaskan Penghapusan Subsidi BBM dan Tenaga Listrik 49. Menghapus subsidi, dan distorsi yang ditimbulkannya, sudah dipahami sebagai kunci perbaikan sistem energi Indonesia. Pada tahun 2008, 2013 dan
and private sector, are critical to achieving energy sector targets. Each public institution involved in the energy sector must have a clear role and responsibility with distinction between policy making, regulatory and program implementation. The National Energy Council (Dewan Energi Nasional, DEN) should be provided a clear mandate for policy intervention to ensure wellstructured coordination of the energy sector. There are a number of options for improving the current institutional arrangements for the oil and gas sector. A single regulator (a new regulatory body) could be created, taking over the present regulatory functions of DG Migas and BPH Migas, while, alternatively, there could be a single contracting authority for the oil and gas sector, providing more consistency in the planning and implementation of downstream projects relative to upstream projects and vice versa. A more radical proposal would be to combine all the energy sub-sectors into a single category, with one regulator and one contracting agency. From a policy development and implementation perspective, this third proposal merits consideration. 51. The government should also work towards enabling and incentivizing local governments to participate actively in the energy sector, such as making investments in local power generation infrastructure. These incentives can include transferring a portion of the energy subsidy burden to local government budgets. Develop Comprehensive and Diversified Financial Planning 52. Based on data and indicative estimates from various government agencies, including DEN, BAPPENAS, PLN,
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
2014, ada kemajuan dalam mengurangi subsidi bensin, solar (diesel), LPG dan tenaga listrik melalui kenaikan harga. Namun demikian, Pemerintah harus melanjutkan program pengurangan subsidi untuk mencapai keseimbangan harga dengan ongkos produksi dalam 2-3 tahun mendatang, sekaligus menjamin bahwa ada perlindungan dan jaminan bahwa masyarakat tidak terbebani. Meningkatkan Kapasitas dan Koordinasi Kelembagaan 50. Tatakelola pemerintahan yang baik dibutuhkan untuk menarik investasi dalam sektor energi. Lembagalembaga yang kuat dan dapat dipercaya pada sektor pemerintah maupun swasta sangat dibutuhkan mencapai sasaran sektor energi. Setiap lembaga pemerintah yang terlibat dalam sektor energi harus mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas serta dibedakan antara pembuatan kebijakan, regulator dan pelaksana program. Dewan Energi Nasional (DEN) harus diberi amanat jelas untuk intervensi kebijakan agar menjamin koordinasi sektor energi yang terstruktur. Terdapat beberapa pilihan menuju perbaikan peraturan kelembagaan yang ada dalam sektor migas. Misalnya, dapat diciptakan regulator tunggal yang baru untuk mengambilalih fungsi pengaturan Dirjen Migas dan BPH Migas. Di sisi lain, juga ada alternatif yang merupakan badan yang berwewenang dalam bidang kontrak kerjasama, untuk menjamin perencanaan dan pelaksanaan yang lebih konsisten antara proyek hilir dan hulu. Usulan yang lebih radikal adalah penggabungan semua sub-sektor energi dibawah satu regulator dan satu
MEMR, Ministry of Transportation (MoT), and other development partners and investors, this report estimates that a total of US$197 billion will be required between 2014-2019 to meet the goals of RPJMN 2015-2019, with nearly US$100 billion required in the power sector alone to develop power plants and transmission lines, especially if the government wants to ensure a 100% electrification ratio by 2019 or 2020. Previous studies for RPJMN by BAPPENAS show that the government has allocated US$119 billion for all infrastructure, indicating a possible gap in funding availability which will need to be covered by alternative mechanisms. 53. New investments for the energy sector are required for the exploration of new oil and gas fields, development of gas pipeline infrastructure and FSRU, national strategic fuel reserve for oil and LPG, development of power infrastructure including coal, hydro, gas, geothermal, biomass, and other forms of power plants, as well as transmission lines, and coal transport facilities. 54. The next largest investment is for oil and gas, particularly development of storage facilities for oil and LPG (US$35.92 billion in total) to ensure a sufficient strategic reserve. The development of gas infrastructure, including new fields for supply and new pipelines for transmission and distribution, will require approximately US$58 billion to ensure fulfillment of domestic demand and shifting use from oil to gas. The remaining investments are needed for coal-dedicated transportation, such as coal ports and railways to reduce the damage to national roads from massive volumes of coal transport and to increase productivity by reducing travel time.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
31
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
lembaga untuk kontrak kerjasama. Dari segi pengembangan dan pelaksanaan kebijakan, usulan ketiga ini layak dipertimbangkan. 51. Pemerintah Indonesia juga perlu berusaha memberdayakan dan mendorong pemerintah daerah agar lebih banyak bergerak dalam sektor energi; misalnya, melalui investasi prasarana pembangkit tenaga listrik lokal. Insentif dapat diberikan dengan memindahkan sebagian anggaran subsidi ke dalam anggaran pemerintah daerah.
32
Mengembangkan Perencanaan Keuangan yang Komprehensif dan Beragam 52. Berdasarkan data dan estimasi dari beberapa lembaga pemerintah termasuk DEN, BAPPENAS, PLN, Kementerian ESDM, dan Kementerian Perhubungan, serta mitra pembangunan dan investor lainnya, jumlah kebutuhan pendanaan yang diperlukan mencapai US$ 197 milyar untuk mencapai sasaran RPJMN 2015-2019, dengan lebih dari US$ 100 milyar diperlukan hanya untuk sektor ketenagalistrikan, terutama karena pemerintah ingin memastikan mencapai rasio elektrifikasi 100% pada 2019 atau 2020. Background Study RPJMN 2015-2019 yang dilakukan oleh BAPPENAS menunjukan alokasi dana Pemerintah sebesar US$ 119 milyar untuk semua infrastruktur sehingga terdapat kekurangan pendanaan yang perlu dipenuhi melalui mekanisme pendanaan yang lain. 53. Investasi di sektor energi diperlukan untuk eksplorasi lapangan minyak dan gas yang baru, pembangunan infrastruktur pipa gas dan unit penyimpanan dan re-gasifikasi terapung (FSRU), cadangan minyak strategis nasional dan LPG, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan termasuk
Target Diversified Sources of Financing 55. Government estimates suggest that IDR 1,370 trillion (US$119 billion) should be allocated for priority infrastructure development during 2014-2019. However, this is barely enough for the development of power infrastructure alone, which clearly means the country cannot rely on the government budget alone to finance energy development. Currently energy projects are heavily reliant on a mix of state-budget based financing and IPP projects to finance its development. This is not an effective method of development as seen from the slow growth in energy development in the past 5 years. The large volume of funding required for the energy sector for the next 5 years cannot be covered by the national budget (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, APBN) and IPP financing, and GOI will have to resort to more creative PPP schemes and allow for off-balance sheet financing and strategic financing for development. Streamline Energy Sector Planning and Performance Monitoring 56. The government needs to usher in systematic and ongoing energy sector planning and performance monitoring across all subsectors. For example, most oil companies use the Society of Petroleum Engineers (SPE) Petroleum Resources Management System to report their reserves, so it would be a significant improvement for Indonesia to align its categories to those of the SPE. Another case in point would be adopting globally recognized protocols for evaluation and communication of information about geothermal energy resources. When it comes to renewable energy tariff schemes, the data sources and assumptions
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
pembangkit batu bara, tenaga air, gas, panas bumi, biomassa dan pembangkit listrik jenis lain serta jaringan transmisi dan fasilitas transportasi batu bara. 54. Investasi terbesar selanjutnya adalah untuk minyak dan gas, terutama pembangunan fasilitas penyimpanan untuk minyak dan LPG (sejumlah US$ 35.92 milliar) untuk memastikan tingkat cadangan strategis nasional yang memadai. Pembangunan infrastruktur gas, termasuk lapangan baru untuk pasokan jaringan pipa gas transmisi dan distribusi akan mencapai US$ 58 milliar untuk memastikan terpenuhnya permintaan dalam negeri dan mengubah penggunaan minyak bumi ke gas. Investasi lainnya diperlukan untuk membangun angkutan khusus batu bara, seperti pelabuhan batu bara dan kereta api batu bara untuk mengurangi kerusakan terhadap jalan nasional dari mengimbangi besarnya jumlah volume batu bara yang diangkut serta meningkatkan produktivitas dengan mengurangi waktu tempuh. Sasaran Diversifikasi Sumber Pembiayaan 55. Pemerintah memperkirakan bahwa hanya Rp. 1.370 trilliun (US$ 119 milliar) tersedia untuk pembangunan infrastruktur selama 2014-2019. Sayangnya jumlah ini tidak cukup untuk mendanai bahkan sektor ketenagalistrikan saja, yang menandakan bahwa negara tidak dapat bergantung hanya pada pendanaan pemerintah untuk membangun sektor energi. Saat ini proyek energi sangat bergantung pada skema pendanaan campuran antara pendanaan pemerintah serta proyek IPP untuk berkembang. Hal ini tidaklah efektif, terlihat dari lambannya perkembangan sektor energi pada 5 tahun terakhir. Jumlah kebutuhan pendanaan yang
made to calculate forecasts should be more readily accessible to all parties to improve transparency and understanding. The prices also should be updated at pre-determined regular intervals. In addition, a comprehensive set of energy sector KPIs, which should be applied cross sectorally, are urgently needed to allow for complete monitoring of economy-wide trends and progress. RECOMMENDATIONS AND KEY PERFORMANCE INDICATORS (KPIS) FOR RPJMN 2015-2019 Key Energy Policies 57. The key energy policies stipulated in the Technocratic Draft of RPJMN are: a. Increase the production of primary energy b. Increase the energy buffer stock and operational reserve c. Increase the role of new and renewable energy in the energy mix d. Increase energy accessibility e. Improve fuel subsidy management to make it more effective and transparent f. Utilize water resources for hydropower 58. One of the problems facing Indonesia’s energy sector is the absence of appropriate indicators. The IAEA guidelines for energy indicators (2005) state that indicators should be able to reflect and guide policymaking and strategic decisions on where to apply policy pressure and where to initiate changes to bring desired results. Furthermore, the indicators should also clearly link with those of other sectors. That would require a thorough understanding of the interrelationships
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
33
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
besar untuk 5 tahun kedepan ini tidak dapat dipenuhi oleh APBN dan proyek IPP saja, dan pemerintah perlu menggunakan skema pendanaan KPS yang lebih kreatif serta membuka peluang untuk pendanaan di luar neraca dan pendanaan strategis untuk tujuan pembangunan.
34
Menyelaraskan Perencanaan dan Pengawasan Kinerja pada Sektor Energi 56. Pemerintah perlu menjalankan sistem perencanaan dan pengawasan kinerja yang lebih sistematis pada semua sub-sektor. Contohnya, sebagian besar perusahaan minyak dan gas menggunakan Petroleum Resources Management System dari Society of Petroleum Engineers (SPE) untuk melaporkan tingkat cadangan mereka. Indonesia perlu menyelaraskan kategorisasi sesuai dengan standar SPE. Selain itu, ada pentingnya untuk mengadopsi protokol penilaian dan komunikasi untuk informasi bersifat tenaga panas bumi yang diakui secara global. Terkait skema tarif energi terbarukan, sumber data dan asumsi yang transparan dan mudah dipahami perlu diciptakan untuk membantu semua pihak dalam membuat prakiraan. Harga setiap jenjang energi yang sudah ditentukan juga perlu disesuaikan. Selain itu, diperlukan adanya indikator kinerja energi yang komprehensif dan akuntabel untuk sektor energi maupun lintas sektor untuk melengkapi pemantauan kemajuan dan tren ekonomi.
between economic activities to determine the effects of various economic, social and environmental scenarios and their impact on energy production and use. 59. The KPIs currently used in Indonesia’s energy sector lack coherence and clarity, and misrepresent the major energy priority areas. The absence of linkages between energy sector policies and other development goals prevents policies from being targeted more specifically. The indicators also fail to show the critical areas within which the public has the most chance to intervene. RPJMN should encourage application of more comprehensive KPIs. Summary of Recommendations and Outcome KPIs 60. The discussion above has outlined an Action Plan, with solutions intended to address the various constraints facing the sustainable development of the Indonesian energy system. The following table sets out these solutions into categories of short, medium and long-term impact, as well as detailing KPIs that can be applied to track the implementation success of each solution.
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Rekomendasi dan Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk RPJMN 20152019 Kebijakan Energi Utama 57. Kebijakan energi yang utama yang tertera pada Rancangan Teknokratik RPJMN adalah: a. Meningkatkan produksi energi primer b. Meningkatkan cadangan pertahanan energi dan cadangan operasional c. Meningkatkan peran dari energi baru dan terbarukan dalam bauran energi d. Meningkatkan aksesibilitas energi e. Memperbaiki tingkat pengusahaan subsidi bensin dan membuatnya lebih transparan dan efektif f. Meningkatkan daya guna sumber daya air untuk tenaga listrik air 58. Salah satu permasalahan utama Indonesia dalam sektor energi adalah kurangnya indikator yang jelas. Arahan dari IAEA untuk indikator energi (2005) menunjukkan bahwa indikator selayaknya mencerminkan dan mengarahkan penciptaan kebijakan serta keputusan strategis yang menekankan kebijakan mana dan perubahan apa yang perlu diterapkan agar mencapai hasil yang diinginkan. Selain itu, indikator juga harus dengan jelas mencerminkan kebutuhan sektorsektor lain. Hal ini memerlukan pemahaman yang menyeluruh dari hubungan antar aktivitas ekonomi untuk menentukan dampak pada berbagai skenario ekonomi, sosial, dan lingkungan serta dampaknya pada produksi energi dan penggunaannya. 59. IKU yang saat ini digunakan tidak memiliki kejelasan ataupun mencerminkan kondisi dan kerancuan SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
35
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
area prioritas pada bidang energi. Kurangnya keselarasan antara kebijakan sektor energi dengan sasaran pembangunan lainnya menyebabkan tidak spesifiknya kebijakan sektor energi. Indikator-indikator tersebut juga belum dapat untuk menunjukan area yang kritis dimana masyarakat dapat terlibat dengan mudah. RPJMN sepatutnya mendorong agar IKU yang lebih komprehensif diterapkan. Rangkuman Rekomendasi dan Hasil dari KPI 60. Pembahasan di atas menggambarkan rencana aksi dalam bentuk solusi yang ditujukan untuk menjawab permasalahan pembangunan sektor energi di Indonesia yang berkesinambungan. Tabel di bawah ini menyajikan rangkuman solusi dalam kategori dampak jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang serta IKU yang dapat digunakan untuk memantau penerapan dan keberhasilan setiap solusi.
36
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Diversifikasi dan peluasan cadangan energi fosil Diversifying and expanding supply of fossil fuel energy
Area Prioritas Priority Area
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Mempercepat pembangunan infrastruktur pengangkut batu bara Accelerate development of coal transport infrastructure Kapasitas (ton/ tahun) Capacity (tons/year)
Jumlah K3S dan waktu proses (hari) Number of PSCs and processing time (days)
Cadangan Reserve (mmboe)
Tingkatkan survey geoseismik untuk migas termasuk lepas pantai dan laut dalam Increase oil and gas geoseismic survey, including in offshore and deepsea areas
Perubahan pemberian dan perpanjangan K3S dan blok Reform awarding and extension process of PSCs and blocks
KPI
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
Mempercepat pembangunan PLTU mulut tambang Accelerate development of minemouth power plants
Memperluas cadangan gas untuk pemakaian domestic Expand supply of gas for domestic use
Memperbaiki insentif untuk recovery sekunder dan tersier Improved incentives for secondary/tertiary recovery
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
Kapasitas (MW) Capacity (MW)
Kapasitas Capacity (mmscf)
Produksi (mbpd untuk minyak, mmscf untuk gas) Production (mbpd for oil, mmscf for gas)
KPI
Rangkuman Rekomendasi dan Hasil dari KPI Summary of Recommendations and Outcome KPIs
Meningkatkan Brown Coal Upgrade brown coal
Memberikan insentif eksplorasi untuk Shale Gas Incentivize Exploration of Shale Gas
Meningkatkan aktivitas eksplorasi untuk CBM Enhance exploration efforts of CBM
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
Kapasitas (ton) Capacity (tons)
Cadangan Gas Gas Reserve (mmscf)
Cadangan Gas Gas Reserve (mmscf)
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
37
Meningkatkan pembangunan energi terbarukan Scaling up renewable energy development
Area Prioritas Priority Area
38 Jumlah proyek yang mencapai tahap eksplorasi Number of projects that reach exploration stage
Kapasitas (MW) Capacity (MW)
Mempercepat pelaksanaan proyek tenaga air yang sedang dalam tahap pembangunan Speed up execution of hydropower projects under development
Jumlah eksplorasi yang didanai dan dicairkan (IDR) Number of explorations funded and disbursement (IDR)
KPI
Men-debottleneck WKP panas bumi yang terhambat Debottleneck existing geothermal WKPs
Mengoperasikan Geothermal Fund Operationalize Geothermal Fund
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Kapasitas (MW) Capacity (MW)
Kapasitas (MW) Capacity (MW)
Menggunakan sumber daya panas bumi yang ada dan yang baru untuk pembangunan bersifat brownfield Use existing funding sources and identify new funding sources to undertake geothermal brownfield development Menggalakan pembangunan panel PV solar atap rumah Pursue rooftop solar PV
Kapasitas yang ditenderkan (MW) Capacity tendered (MW)
KPI
Mengubah proses tender panas bumi Reform geothermal tender process
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Area Prioritas Priority Area KPI
Kapasitas (MW) Planned capacity (MW)
Investasi Swasta (IDR) Private investment (IDR)
Kapasitas yang di tender (MW) Capacity tendered (MW)
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
Mengintegrasikan perencanaan energi dengan manajemen Daerah Aliran Sungai Integrate energy planning into the river basin management
Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membangun fasilitas tenaga air yang kecil Create conducive environment for development of small hydro
Memperbaiki mekanisme tenger hibrida solar untuk IPP Memperbaiki mekanisme tenger hibrida solar untuk IPP Improve tender mechanism for solar hybrid IPPs
n/a
n/a
Mendorong pembangkit listrik dari sampah Encourage waste to energy generation
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
Kapasitas (MW) Capacity (MW)
KPI
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
39
Meningkatkan infrastruktur energi Hilir Expanding downstream energy infrastructure
Area Prioritas Priority Area
40 Kapasitas (hari setara import) Capacity (days of import equivalent)
Kapasitas (bpd) Capacity (bpd)
Volume (mmscfd)
Kapasitas (mmscf) dandaya yang diciptakan (MWh) Capacity (mmscf) and power produced (MWh)
Memperbaharui kilang minyak serta mengintegrasi jaringan distribusi minyak Upgrade existing refineries and integrate oil distribution network
Meningkatkan peluang untuk menggunakan CNG untuk transportasi Leverage limited opportunities to utilize CNG for transport
Membangun angkutan LNG skala kecil dan infrastruktur pembangkit listrik Develop small scale LNG transport and power infrastructure
KPI
Forward placement minyak sebagai cadangan darurat Forward placement of oil as EBR
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
n/a
Kapasitas (kVA) danpanjang (kms) Capacity (kVA) and length (kms)
Mengakselerasi pembangunan jaringan interkoneksi antar pulau Accelerate development of interconnection networks across islands
n/a
Kapasitas (mmscf) dan panjang (km) Capacity (mmscf) and length (km)
Kapasitas (hari setara import) Capacity (days of import equivalent)
KPI
Pembangunan jaringan pipa gas dan jaringan distribusi Develop gas pipeline and distribution network
Pembangunan cadangan operasional dan darurat Develop operational reserve and EBR
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Berinvestasi untuk Efisiensi Energi Investing in Energy Efficiency
Meningkatkan Akses untuk Energi di Perdesaan dan Daerah Terpencil Scaling Up Energy Access in Rural and Remote Areas
Area Prioritas Priority Area KPI
Rasio elektrifikasi (%) Electrification ratio (%)
Rasio elektrifikasi (%) Electrification ratio (%)
Ketersediaan dari rencana Availability of plan
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
Mengembangkan dan melaksanakan rencana least cost electrification Develop and implement least cost electrification plan
Mendefinisikan ulang lembaga untuk perencanaan dan pelaksanaan ketenagalistrikan Redefine institutions for electrification plan implementation
Mengembangkan rencana aksi efisiensi energi yang komprehensif Develop comprehensive energy efficiency management action plan
n/a
Pengurangan intensitas energi (%) Reduction in energy intensity (%)
Memberikan wewenang dan insentif untuk pemerintah daerah untuk melaksanakan dan menegakkan rencana efisiensi energi Empower and incentivize local governments to implement and enforce energy efficiency plan
n/a
KPI
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
41
Berinvestasi untuk Efisiensi Energi Investing in Energy Efficiency
Area Prioritas Priority Area
42
Pelaksanaan efisiensi energi dan program labeling Implement energy efficiency labeling program
Menyediakan pendanaan dan insentif untuk tindakan efisiensi energi Provide financing and incentives for energy efficiency initiatives
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
Pengurangan dalam penggunaan energi (%) Reduction in energy use (%) Jumlah ESCO dan penyesuaian dengan peraturan efisiensi energi (%) Number of ESCOs and compliance to energy efficiency regulations (%)
Membangun kapasitas untuk menyesuaikan dengan tindakan efisiensi energy Build capacity to comply with energy efficiency measures
Jumlah (IDR) Amount (IDR)
Persentasi dari item yang di label (%) Percentage of labeled items (%)
KPI
Mendefinisikan dan melaksanakan standard efisiensi energi minimum Define and implement minimum energy efficiency standards.
KPI
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Menggerakkan Pasar Energi yang Dinamis Enabling Dynamic Energy Markets
Area Prioritas Priority Area
Pengurangan ongkos produksi (IDR / kWh) Reduction in cost of production (IDR / kWh)
Investasi Swasta (IDR) Private investment (IDR)
Kesetaraan untuk perusahaan swasta untuk bersaing dengan BUMN Level playing field for private companies to compete against SOEs
Ketersediannya KPI Availability of KPIs
Membedakan antara KPI untuk aktivitas usaha dan tugas dari pemerintah untuk BUMN Differentiate between KPIs for business activities and government assignments for SOEs
Memberikan insentif untuk PLN untuk menerapkan efisiensi Incentivize PLN to promote efficiency
KPI
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
n/a
n/a
Produksi domestik untuk pasokan dalam negeri (%) Domestic production for domestic supply (%)
Ongkos produksi (IDR / bbl) dankapasitas produksi (bpd) Production cost (IDR / bbl) and production capacity (bpd)
Mempercepat pengadaan teknologi hulu dan keterampilan manajemen untuk Pertamina Accelerate acquisition of upstream technology and management skills for Pertamina Menyediakan pasokan gas yang jelas agar dapat memfasilitas pembangunan infrastruktur hilir gas Provide gas supply certainty to facilitate development of downstream gas sector
KPI
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
43
Mengatasi Hambatan Lintas Sektor Addressing Cross Cutting Constraints
Mengembangkan aggregator harga gas Develop gas price aggregator
Menentukan hambatan untuk membantu IPP untuk berkembang Resolve common bottlenecks to allow IPPs to flourish
Menggerakkan Pasar Energi yang Dinamis Enabling Dynamic Energy Markets
Implementasi perubahan struktur harga gas Implement gas pricing reform
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
44
Area Prioritas Priority Area
Pencapaian target energi Achievement of energy targets
Mengembangkan struktur tolling untuk gas yang baru Develop new gas tolling structure
Menguatkan kapasitas lembaga dan koordinasi untuk lembaga pemerintah dan BUMN Strengthen institutional capacities and coordination for government agencies and SOEs
Mendirikan aggregator harga gas Establish gas price aggregator
n/a
Investasi Swasta dalam sektor gas (IDR) Private investment in gas sector (IDR)
n/a
KPI
Harga gas domestik dibandingkan harga internasional (%) Domestic gas price over international gas price (%)
Kapasitas tepasang oleh IPP (MW) Installed capacity by IPPs (MW)
KPI
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
Kapasitas (tons GRK) Capacity (tons of GHG)
Menerapkan teknologi carbon capture and storage Apply carbon capture and storage technology
n/a
n/a
KPI
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Mengatasi Hambatan Lintas Sektor Addressing Cross Cutting Constraints
Area Prioritas Priority Area KPI
Menerapkan kebijakan penetapan harga Issuance of pricing regulation
Kapasitas tambahan (MW) Additional capacity (MW)
Pengurangan dalam subsidi energi (IDR) Reduction in energy subsidy (IDR)
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
Mengembangkan mekanisme harga leastcost atau avoided cost untukenergi terbarukan Develop least-cost or avoided cost based pricing mechanism for renewable energy
Mengatasi permasalahan yang menghambat proyek pembangkit listrik yang ada Resolve bottlenecks hindering current power plant projects
Membangun dan mengimplementasi rencana pengurangan subsidi, mengindentifikasi yang patut mendapatkan subsidi Develop and implement subsidy removal plan, identify targeted subsidy beneficiaries
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
n/a
n/a
n/a
Dana yang tersedia (IDR) Available budget (IDR)
Menkonsolidasi sumber dana dan pembiayaan untuk proyek energi yang didanai pemerintah Consolidate budget and funding sources to finance publicly funded energy sector projects
n/a
KPI
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
45
Mengatasi Hambatan Lintas Sektor Addressing Cross Cutting Constraints
Area Prioritas Priority Area
46 Pengurangan jeda untuk mengeluarkan data sektor energi yang akurat Reduction of time lag for issuance of accurate energy sector data Pengurangan dalam jumlah rencana di sektor energi Reduction in number of energy sector plans
Menyatukan perencanaan sektor energi secara keseluruahan Integrate overall energy sector planning
Pengurangan dalam subsidi energi (IDR) Reduction in energy subsidy (IDR)
KPI
Mengatasi data sektor energi dibawah lembaga khusus Manage energy sector data under specialized institution
Membangun dan melaksanakan pengamanan lingkungan Develop and implement subsidy removal plan, identify targeted subsidy beneficiaries
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
n/a
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
Mengatasi Hambatan Lintas Sektor Addressing Cross Cutting Constraints
Area Prioritas Priority Area
Jumlah proyek yang menggunakan environmental safeguards Number of projects adopting environmental safeguards
Pengurangan dalam GRK (tons) Reduction in GHG (tons)
Menggunakan dana domestic dan internasional untuk menerapkan NAMAs Utilize domestic and international funds to implement NAMAs
KPI
Membangun dan menlaksanakan environmental safeguards Develop and implement environmental safeguards
Tindakan dengan hasil Jangka Pendek Actions with Short Term Results
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Menengah Actions with Medium Term Results
n/a
n/a
KPI
n/a
n/a
Tindakan dengan hasil Jangka Panjang Actions with Long Term Results
n/a
n/a
KPI
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
47
ENERGY SECTOR WHITE PAPER: EXECUTIVE SUMMARY
Footnotes: 1. For example, according to national power company PLN’s long-term electricity development plan (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, or RUPTL: 2013-2022) the country’s electricity peak demand is expected to grow from 189 TWh in 2013 to 385 TWh in 2022 which represents a growth rate of 8.4%. 2. Remaining coal resources are estimated at 104.8 billion tons, proven oil resources at 4.04 billion barrels, and proven natural gas reserves at 104.7 trillion of cubic feet. The current demand for oil outpaces annual production levels. In recent years, Indonesia has tended to rely more on coal and gas to meet its electricity demand, and this reliance is expected to grow in the future. Indonesia is also wellendowed with renewable energy sources. Besides having the world’s largest level of geothermal resource (28,800 MW), Indonesia is also endowed with abundant hydropower (75,000 MW), micro and mini hydropower (769.69 MW), solar (4.80 kwh/m/day), biomass (49,810 MW), and modest wind resources (3-6 m/s), with some locations having higher potential. 3. More recent figures endorsed by the government were not available at the time of writing this report. 4. The ADB and World Bank provided the analytical basis for this scheme. Please see: Unlocking the Potential for Geothermal Power Development in Indonesia” (ADB and World Bank, 2014, in preparation) 5. ADB RETA-7834: Assessment and Implications of Rationalizing and Phasing Out Fossil Fuel Subsidies. 6. Both ADB and the World Bank are supporting CCS activities in the gas processing and coal-fired power sectors, respectively. ADB is supporting a pilot project in Java and has expressed interest in supporting a CCS center of excellence in Indonesia. 7. Local government tend to hand out location permits to power developers on an unsolicited basis, and these developers often lack the necessary technical and financial capabilities and their development proposals are not technically optimal. 8. PLN Study by in cooperation with Bappenas, Tilburg University, and Pendawa, March 2011
48
SUSTAINABLE INFRASTRUCTURE ASSISTANCE PROGRAM: TECHNICAL ASSISTANCE FOR ENERGY RPJMN 2015-2019
ADB Indonesia Resident Mission Gedung BRI II, 7th Floor Jl. Jendral Sudirman Kav. 44-46 Jakarta 10210, Indonesia